Pendekar Latah 14

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 14


pesanmu pasti akan kulaksanakan dengan baik."
"Baik," ujar Loh Bun iog, semoga kalian selamat dalamperjalanan,
Ong Siang dan Li Kiat sudah mengatur segala
keperluan dengan baik."
Setelah berpisah dengan Loh Bun-ing, mengikuti Li Kiat dan
Ong Siang, Hong-lay-moli bertiga berangkat.
Malam itu cuaca baik sekali, tiada bulan, tiada bintang,
jagat gelap gulita, Bagi tukang perahu biasa cuaca seperti ini
merupakan keadaan yang paling jelek, maka mereka takkan
berani sembarangan berlayar. Tapi bagi gerak tujuan mereka
justru merupakan saat2 yang menguntungkan.
Berkat kepandaian dan pengalaman Li Kiat ber-dua, meski
berulang kali mereka kesamplok dengan kapal2 musuh, berkat
cuaca yang gelap pula mereka berhasil lolos dan maju terus.
Akhirnya kapal kecil mereka memasuki perairan yang penuh
ditaburi daon2 welingi, laju kapal meski lambat tapi jauh lebih
tenang. Se-konyong2 dari semak2 tumbuhan welingi di-tengah2
sana menerjang keluar sebuah sampan, tidak bersuara
sedikitpun, terang orang yang pegang kemudi sudah amat
berpengalaman. Lskas Li Kiat putar haluan, baru saja hendak
sembunyi, "Seerr!" selarik sinar biru menyala melesar keluar
dari sampan kecil itu, disusul suara seorang perempuan
membantak: "Siapa yang datang?"
Liu Goan-cong bertindak dengan cepat, lekas dia lontarkan
Bik-khong-ciang, sehingga panah ular berasap itu kena
dipukulnya jatuh, Tapi perempuan diatas sampan itu sudah
sempat melihat Li Kiat dan Ong Siang, sementara Hong-laymo-
lipun sudah melihat perempuan yang berdiri di sampan
kecil itu adalah nenek keparat yang dulu hendak mencelakai
dirinya itu. Nenek kurus itu tertawa dingin sapanya: "Kiranya kalian
berdua, untuk apa datang kemari?"
"Han-sam-niocu," kata Li Kiat, "harap suka mengingat
hubungan masa lalu, biarlah kami lewat kesana." sembari
bicara mereka tidak berhenti bekerja. lekas sekali kapal kecil
mereka sudah putar haluan terus menerjang lari kearah sana.
Agaknya kepandaian pegang kemudi Han-sam-niocu juga
tidak kalah oleh mereka, cepat sekali diapun sudah mengejar
datang, terompet tanduknya terus ditiupnya. Suara terompet
tanduk hanya berbunyi dua kaii, tiba2 "Blum!" air sungai tiba2
bergolak bagai tonggak besar, seperti batu ribuan kati
dijeburkan kedalam air oleh pukulan Bik-khong-ciang Liu
Goan-cong, karena tidak siaga Han Sam-niocu sampai tergetar
jatuh terguling, demikianpula perahunya sampai terjungkir
balik dan karam.
Baru saja Hong-lay-mo-li merasa lega, Li Kiat malah
mengeluh: "Celaka!" tahu2 terdengar suara dingin Han-samnocu,
suaranya kedengarannya sudah dekat dipinggir kapal
mereka. Baru sekarang Hong-lay-mo-li sadar dan ingat akan
kepandaian berenang Han-sam-niocu yang lihay itu. Agaknya
orang kali ini akan bekerja pula dari bawah air hendak
menenggelamkan kapal mereka.
"Biar aku turun menghadapi perempuan keparat itu." Li Kiat
segera terjun keair, tak lama kemudian air dipinggir perahu
bergolak, tidak terdengar suara benturan senjata tapi air terus
beriak dan ber-gulung2, malam pekat sehingga tidak kelihatan
bayangan mereka, Dari riak gelombang yang besar itu, terang
pertempuran mereka dibawah air pasti cukup seru.
"Liu Lihiap," kata Ong Siang setelah menunggu beberapa
saat "gunakan tenaga berat untuk kendalikan kapal ini," habis
berkata "Byuur!" diapun terjun keair, dengan kekuatan mereka
berdua, Han-sam-niocu digasaknya habis2an.
Riak gelombang semakin besar, Liu Goan-cong berdua
masing2 berdiri dihaluan dan diburitan, kapal hanya
bergeming mengikuti turun naiknya gelombang. Diam2 Hongiay-
mo-Ii berdoa dalam hati semoga Ong siang dan Li Kiat
berhasil mengalahkan musuh.
Tiba2 tampak Li Kiat dan Ong Kiat menyiak gelombang
menongolkan kepalanya, Hong-lay-mo-li kegirangan serunya:
"Kalian yang menang?"
"Keparat itu sudah kita gebah pergi!" ujar Li Kiat, suaranya
gemetar, pelan2 berenang mendekati kapal.
Liu Goan-cong pandai ilmu pengobatan, mendengar
suaranya, mencelos hatinya, lekas dia tarik galah terus
diangsurkan kearah mereka, satu persatu dia tarik mereka
naik keatas perahu.
Tampak darah berlepotan dibadan Li Kiat dan Ong Siang,
mereka memang terluka, luka2 Li Kiat lebih berat dadanya
terluka tiga lobang oleh tusukan tombak trisula Han-samniocu.
"Kalian rebah, biar kububuhi obat," kata Liu Goan cong.
"Waktu amat mendesak situasi sudah genting, tak usah
hiraukan dulu luka2 ini." kata Li Kiat, begitu naik kertas kapal
segera dia raih galah terus bekerja dengan mengertak gigi
menahan sakit. Dengan gerakan yang lincah Liu Goan-cong sobek pakaian
basah mereka terus dibersihkan dengan kain kering, Hong-laymo-
li dan Bing-cu membantu, lekas sekali mereka sudah
membubuhkan Kim-jong-yok pada luka2 mereka
Terdengar suara trompet ditiup bersahutan, ternyata
pasukan air negeri Kim mendengar peringatan tiupan trompet
Han-sam-niocu segera menyusul datang kearah melesatnya
panah berapi tadi, puluhan kapal2 itu semuanya
menggunakan lampu sorot besar, semuanya merubung maju
dari berbagai arah, kapal kecil mereka sudah konangan
jejaknya. Kebetulan Li Kiat berdua membawa kapal mereka
memasuki sebuah teluk kecil yang dangkal, kapal besar tidak
mungkin masuk kemari, terpaksa mereka turunkan sampan
memburu datang, Ong Siang dan Li Kiat terus memasuki
semak2 welingi, dengan mengerahkan segala kemampuan dan
tenaga mereka, sayang setelah terluka parah, tenaga mereka
jauh berkurang, lama kelamaan sampan2 yang mengejar
semakin dekat. Liu Goan-cong segera keluarkan segenggam mata uang
tembaga, dengan cara timpukan Kim-chi-piau dia timpukan
kesana, Betapa hebat kekuatan timpukan ta-ngannya, tepat
pula sasarannya. sampan2 kecil itu sedikitnya berjarak
sepuluhan tombak, sementara kapal2 besar itu tiga puluhan
tombak, tapi lampu2 besar di-atas kapal itu serempak padam
dan pecah tertimpuk oleh mata uangnya, Kembali alam
menjadi gelap gulita Ong Kiat berdua membelokan kapal
kearah kiri lalu ke kanan dan lurus kedepan pula, sehingga
musuh kehilangan arah, dengan susah payah akhirnya Ong
Kiat berdua berhasil juga mendekati daratan.
Tapi diatas daratan juga terdengar suara berisik, terang
mendengar isyarat dari atas kapal mereka segera siaga, Baru
saja Liu Goan-cong hendak membopong Li dan 0ng. tahu2
mereka sudah terjun kedalam air, Li Kiat menongolkan
kepalanya, teriaknya: "Lekas kalian naik kedarat, aku tidak
bisa membebani kalian." sementara sampan2 musuh sudah
mengejar pula kearah sini.
Bercucuran air mata Hong-lay-mo-li saking haru akan
pengorbanan mereka, tapi segera dia berkeputusan kapal
masih beberapa tombak dari daratan, bersama sang Ayah
segera mereka lompat keatas.
Dengan suara serak Li Kiat berseru pula: "Liu Li-hiap,
sukalah kau melaporkan kepada Thocu kami, betapapun Hansam-
niocu harus dibunuh."
Waktu Hong-lay-mo-li berpaling, tampak air ber-pusar dan
ber-gulung2 dengan warna merah, Kiranya Ong Dan Li tidak
mau tertawan musuh. dari pada di-siksa dan terhina, mereka
lebih senang bunuh diri didalam air.
Betapa sedih dan pilu hati Hong-lay-mo-li, diam2 dia
bersumpah dalam hati: "Li Po takkan berhasil membunuh
perempuan keparat itu, biar kelak aku yang menuntut balas
bagi kematian mereka!" tanpa ayal dengan mengembangkan
Ginkang mereka menyingkir dari serombongan pasukan
berkuda musuh. Situasi masih genting, tapi setelah berada didaratan,
semangat mereka bertiga terbangkit dan jauh lebih tenang,
Ginkang Bing-cu rada lemah, terpaksa Hong lay-mo-li
menggandengnya berlari.
Dengan main sembunyi dan menyelundup, mereka terus
maju menyelinap dari satu keperkemahan yang lain, baru saja
mereka berhasil keluar dari perkemahan musuh, cuaca sudah
mulai terang, dari depan mendatangi sebarisan tentara yang
meronda. "Siapa itu" Berhenti!"
Sekali lompat Liu Goan-cong meluncur beberapa tombak,
dalam sekejap mata dengan mudah tanpa mengeluarkan
banyak suara dia tutuk Hiat-to semua peronda itu.
Barisan berkuda didepan sana mendengar teriakan disini
segera putar balik, melihat kawan2 mereka yang menggeletak
tak bergerak, disamping kaget merekapun ter-heran2. Disaat
mereka ribut2 Lekas sekali Liu Goan-cong bertiga sudah
membelok kesana dan keluar pula dari bilangan perkemahan
yang lain. Melihat cuaca sebentar lagi bakal terang tanah. apa lagi
pasukan ronda musuh sudah bergerak, setelah terang tanah
semakin sukar mereka menyembunyikan diri. Waktu dia
angkat kepala dikejauhan sana terdapat sebuah bukit yang
mirip dengan sebuah gugusan, walau tidak tinggi namun
pohonnya lebat dan rindang.
Liu Goan-cong segera berkeputusan "Naik keatas bukit itu,
musuh sedikit kita gasak habis, kalau banyak
menyembunyikan diri, Diatas gunung lebih gampang
menyembunyikan diri,"
Hong-lay-mo-li mengiakan, dengan menarik Bing-cu
mereka kembangkan Ginkang, cepat sekali mereka sudah tiba
diatas bukit untung hari belum terang benderang dengan
lebatnya pepohonan mereka bisa menyelinap kedalam semak2
dedaonan, untung jejak mereka tidak sampai konangan oleh
pasukan ronda. Diatas bukit bayangan hitam bergerak jumlahnya tak
terhitung banyaknya, dengan Lwekang Liu Goan-cong yang
tinggi pandangan matanya tajam melebihi orang Iain, waktu
dia tegasi, tampak pada setiap jarak puluhan langkah, dijaga
ketat oleh dua serdadu yang berpakaian lengkap.
Mau tidak mau Liu Goan-cong merasa kaget, pikirnya:
"Apakah disini panglima besar mereka berkemah?" tapi sudah
datang sudah tentu tidak mungkin mundur.
Dengan berbisik Liu Goan-cong memberi tahu kepada
putrinya: "Naiklah dari pucuk pohon." pepohonan disini
memang tidak terlalu rapat dan lebat tapi jarak antara pohon
ke pohon kira2 ada empat lima tombak, dengan bekal Ginkang
mereka bukan soal sukar untuk berlompatan dari pucuk
kepucuk pohon yang lain, terpaksa Hong-lay-mo-li tetap bantu
Bing-cu berlompatan.
Selincah kera seenteng burung terbang, tanpa
mengeluarkan suara, mereka maju terus keatas gunung,
mimpipun serdadu yang berjaga dibawah tidak akan
menduga, mereka melesat terbang dari atas kepala.
Lekas sekali mereka sudah tiba diatas bukit, sekarang hari
sudah terang benderang, sang surya sudah keluar dari
peraduannya, Menyambut keluarnya matahari dengan
cahayanya yang cemerlang, pandangan mata menjadi terbuka
dan terang, seluas mata memandang, seketika Liu Goan-cong
tersirap darahnya, Diam2 hatinya mengeluh.
Tampak ujung tombak berkilauan laksana hutan, barisan
serdadu yang berseragam lengkap ber-lapis2, agaknya mereka
membentuk sebuah barisan tertentu diatas gunung. Diantara
barisan2 itu menjulang tinggi sebatang tiang bendera dengan
bendera kuning berkibar agaknya bendera besar inilah yang
menjadi poros dari pembentukan barisan besar itu.
Setelah terkejut Liu Goan-cong membatin: "Inilah barisan
Thian-cu, apakah..."
Terdengar serdadu dibawah sana serempak berseru: "Banswe!"
lekas sekali sebuah kemah besar disamping sana
tersingkap, seorang laki2 pertengahan umur dengan
kebesaran seragam militernya berjalan keluar diiringi
pengawal2nya. Memang orang ini adalah raja negeri Kim
Wanyen Liang adanya.
Bergolak darah Hong-lay-mo-li, jari2nga sudah
menggenggam gagang pedang tangannya gemetar saking
menahan emosi. "Yau-ji," Liu Goan-cong berbisik, "Jangan gegabah, jangan
menggagalkan urusan besar."
Hong-lay-mo-li tersentak sadar akan pentingnya tugasnya
kali ini, segera dia tekan perasaan hatinya.
Untung pohon besar dimana mereka bersembunyi daonnya
subur dan rindang, jaraknya masih ada puluhan tombak
dengan barisan serdadu musuh dibawah, perhatian serdadu2
itu tertuju untuk melindungi raja-nya, mana mereka menduga
seluruh bukit yang sudah terjaga sedemikian kuatnya, ada
orang bisa menyelundup naik sembunyi diatas pohon"
Dari celah dedaonan Hong-lay-mo-li mengintip keluar,
tampak Wanyen Liang naik keatas sebuah panggung batu,
matanya memandang ke tempat jauh, sesaat kemudian baru
Wanyen Liang buka suara: "Bagaimana situasi semalam"
Kenapa tidak kelihatan kapal perang musuh diperairan?"
Seorang panglima segera tampil kedepan, serunya: "Lapor
baginda, semalam musuh sengaja keluar membuat keributan
saja, setelah menimpukkan batu2 dan ber-teriak2, lekas sekali
mereka sudah mengundurkan diri pula, Kerusakan pihak kita
cukup ringan, beberapa kapal perlu diperbaiki."
Wanyen liang gelak2, katanya: "Orang bilang Loh Bun-ing
adalah jenderal perang yang berbakat, dalam pandangan Tim
diapun takkan bisa berbuat apa2! Bukti-nya hanya main gertak
dan gembar-gembor saja, sekali gempur tanggung hancur
lebur, masakah dia berani berhadapan langsung dengan Tim?"
Panglima itu segera menjilat: "Baginda raja dilahirkan
sebagai panglima perang yang genius, cerdik pandai tiada
bandingannya, jangan kata seorang Loh Bun-ing, umpama
Gak Hui hidup kembali, diapun bukan tandingan Baginda!"
anak buahnya serempak ikut2an ber-teriak2 mengeluarkan
pujian2 muluk. Wanyen Liang tepukan tangan menghentikan keributan
tanyanya: "Kabarnya semalam ada musuh yang menyelundup


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemari, siapa dia, berapa jumlahnya, sudah tertangkap
belum?" "Belum." sahut panglima itu dengan takut2, "Tapi baginda
tidak usah kuatir, hanya beberapa orang saja masakah bisa
lolos?" Wanyen Liang mendengus hidung, katanya: "Beberapa
orang, berapa banyak jumlahnya" Dua orang, tiga orang"
Ataukah lima orang" Laksaan serdadu kita bercokol disini,
hanya beberapa orang saja tidak mampu menangkapnya.
Sampaipun jumlah yang benarpun tidak diketahui! Bagaimana
pula tampang orang2 itu kalian juga tidak tahu! Buat apa aku
menggunakan tenaga kalian?"
Panglima itu tersipu2 jatuhkan diri berlutut tak berani
bersuara lagi, Dari samping lekas tampil pula seorang
panglima lain, katanya: "Baginda tidak usah marah, aku sih
sudah mencari tahu dengan jelas, Kapal kecil yang
menyelundup kemari, dua orang kelasinya sudah mati. Tiga
orang yang lain sudah naik ke daratan."
"Tiga orang macam apa?" tanya Wanyen Liang.
"Dua orang perempuan dan seorang kakek."
Liu Goan-cong seperti kenal suara orang ini, waktu dia
mengintip kesana, kiranya pembicara ini adalah Wanyen
Tiang-ci, setelah kembali dari perjalanan ke Kanglam, Wanyen
Tiang-ci kini diangkat menjadi Komandan Gi-lim-kun.
Tergerak hati Wanyen Liang, dari marah menjadi senang,
katanya: "Betapapun paman lebih bisa bekerja Bukankah
semalam kau tetap berada disini, kapan kau turun kebawah
mencari tahu hal ini?"
"Memang perlu kulaporkan kepada Baginda, aku berhasil
menggaruk seorang perompak perempuan, namanya Hansanniocu.
semalam Han-san-niocu kesamplok dengan kapal
musuh itu, kedua kelasinya berhasil dia bunuh, sayang sekali
dia sendiripun terluka parah, tidak bisa kemari menghadap
baginda." "O, kalau begitu apakah Han-san-niocu kenal tiga orang
yang lain" Dua perempuan itu masih muda atau sudah tua?"
"Malam amat gelap sehingga pandangan kurang terang,
Tapi menurut laporan Han-san-niocu, dari perawakan dan
potongannya, dia curiga satu diantaranya adalah Hong-laymo-
li. Hong-lay-mo-li adalah Loklim Bengcu lima propinsi
daerah utara, ilmu silatnya amat tinggi"
Wanyen Liang tersenyum, katanya: "Tim pernah bertemu
sama Moli itu. Waktu itu Tim berada dipuncak Thaysan, Mo-li
itu datang mengganggu keiseng-anku, sayang tidak berhasil
menangkapnya, kali ini jangan kalian membiarkan dia lolos."
habis berkata tiba2 dia berpaling kepada panglima yang
berlutut itu: "Bangun! Perintahkan, perempuan itu harus ditangkap,
Hanya boleh ditawan hidup2 dilarang melukai! Boleh kau pilih
seratus orang Busu, kalau tidak berhasil jangan kau kembali
menemui aku."
Panglima itu bangun dengan membungkuk badan,
suaranya gemetar: "Baginda, ini..."
"Sudah dengar perintahku belum" Lekas pergi!"
Panglima itu ingin mengutarakan apa2, tapi tidak berani
banyak mulut lagi, terpaksa dia melontarkan pandangannya
kepada Wanyen Tiang-ci mohon bantuan.
Wanyen Tiangci segera berkata: "Lapor baginda,
kepandaian Mo-li itu terlalu lihay, Baginda hanya menyuruh
tawan hidup2 tidak boleh melukai, mungkin, mungkin sulit
sekali." "Aku tahu dia berkepandaian tinggi, betapa lihaynya
masakah dia kuat melawan pasukan besarku?"
"Kalau dilawan dengan serdadu selaksa, bukan mustahil dia
bisa diinjak2 jadi bergedel, sulitnya tidak boleh melukai dia.
Maka celakalah orang2 kita."
Wanyen liang gusar, damratnya: "Ma-ciangkun, kau sudah
sumpah setia kepadaku, kini kuperintahkan kau pilih seratus
serdadu, berarti sudah mempertaruhkan jiwa mereka sampai
titik darah penghabisan maka kau harus ringkus iblis
perempuan itu kemari!"
Wanyen Tiang-ci tahu maksud junjungannya, selanya:
"Baginda, biarlah aku saja yang pergi!" meski luka2nya belum
sembuh dia yakin masih mampu menawan Hong-Iay-mo-Ii.
Terbalik biji mata Wanyen Llang, katanya: "Hong-siok
(paman baginda), jangan kau lupa akan jabatanmu sebagai
Komandan Gi-lim-kun, tugasmu melindungi aku. kau tidak
boleh meninggalkan aku. Sudah tak usah banyak bacot, Maciangkun,
Tim beri batas sebelum lohor kau harus bawa iblis
perempuan itu kemari, kalau tidak jinjing kepalamu sendiri
kehadapanku."
Melihat junjungannya marah. Ma-ciangkun amat ketakutan,
dengan muka pucat segera dia mengundurkan diri, setelah
memilih seratus Busu, segera mereka turun gunung. Barisan
ini lewat dibawah pohon dimana Hong-Jay-mo-li bertiga
menyembunyikan diri.
"Hongsiok," kata Wanyen Tiang-ci lebih lanjut "tadi kau
bilang Han-sam-niocu, berilah hadiah besar kepadanya."
"Ya, Baginda Han-san-niocu memang mau bekerja bagi
kepentingan negara kita, Malah dia masih ada sebuah rencana
bagus untuk bantu kita menyebrangi Tiangkang, sekaligus
membrantas pasukan Loh Bun-ing dengan mudah."
"Dia seorang perempuan, punya kekuatan apa,
memangnya mampu bantu kita menyebrangi sungai?"
"Dia apal segala seluk beluk diperairan di Tiang-kang ini,
menurut katanya, setiap tahun pada tanggal lima belas bulan
delapan, air sungai pasti pasang, dia bisa pimpin pelayaran
kapal2 kita menuju suatu tempat yang paling baik dimalam
hari, musuh bisa kita gasak sebelum mereka menyadari
kematiannya! sayang sekarang dia sedang luka parah,
terpaksa harus panggil tabib untuk merawatnya secepatnya."
"Baik! perintahkan tabib negara untuk mengobatinya."
"Dia, dia masih ada sebuah permintaan!"
"Permintaan apa?"
"Dia tidak mau terima pahala sebelum berhasil. Tapi
Baginda harus menepati janji, setelah melenyapkan negeri
Song memenuhi permintaannya."
"Perempuan brengsek ini aneh juga, tapi cukup adil, Baik,
anggap saja kita meneken kontrak dagang, Katakan
kepadanya, Tim akan melulusi permintaannya."
Wanyen Tiang-ci melengak, katanya: "Kalau permintaannya
sulit dapat kita laksanakan bukankah... bukankah..."
"Kalau dynasti Song sudah kita caplok, Dunia ini menjadi
milik Tim, memangnya Tim tidak bisa menyelesaikan urusan
dunia ini. Kecuali dia minta rembulan diatas langit. Yang
terang hal kekuasaan berada ditangan kita, bila dia
mengajukan permintaan keterlaluan yang sukar dilaksanakan,
hehe, potong saja kepalanya!"
"Pandangan Baginda memang tepat. Cara bagaimana untuk
menyebrangi sungai adalah tugas terpenting yang harus
segera kita pecahkan, Han-sam-niocu bisa menunjukan jalan
bagi kita, Baginda boleh keluarkan perintah menerima
permintaannya, supaya hatinya tenang dan mantap, mau
bekerja sepenuh hati bagi kita, itulah akal yang paling baik."
"Tugasmu yang terpenting sekarang lekas sembuhkan dia."
segera dia panggil tabib negara suruh seorang anak buah
Wanyen Tiang-ci membawa ketempat Han-sam-niocu.
Berkata Wanyen Liang lebih lanjut: "Perempuan brengsek
itu bilang sekitar tanggal lima belas bulan delapan, air sungai
pasang besar, aku ingin tahu laporan yang lebih tepat, kapan
sebetulnya air pasang itu?"
"Aku sudah tanya dia. Katanya pada tanggal tiga belas
bulan delapan diwaktu bulan terbit. Cuma dimana paling
sesuai untuk berlayar, masih perlu dia sendiri yang memimpin
menunjukan jalan,"
"Baik, Kalau begitu kita putuskan pada tiga belas malam
untuk menyebrang secara diam2. Segera kau perintahkan
secara rahasia, suruh semua armada di persiapkan."
Sungguh mimpipun Wanyen liang tidak pernah menduga,
bahwa perintah yang dikeluarkan secara rahasia ini tercuri
dengar juga oleh Hong-lay-mo-li bertiga yang sembunyi diatas
pohon, sungguh kejut2 girang hati Hong-lay-mo-li.
Maklumlah hari itu adalah pagi tanggal sebelas bulan
delapan, jadi masih ada tiga hari dua setengah malam jarak
waktu yang ditentukan Wanyen Liang unuk menyebrangi
sungai sebaliknya Loh Bun-ing menjanjikan dirinya, untuk
serempak menggiempur musuh dari selatan dan utara dengan
laskar rakyat pada siang hari tanggal empat belas.
Keruan hatinya gugup seperti dibakar, pikirnya: "Waktu
amat mendesak, aku harus berusaha menyampaikan kabar ini
kesana, kalau tidak terpaut setengah malaman, mungkin
urusan bisa gagal total!"
Maka didalam waktu tiga hari ini, paling sedikit Hong-laymo-
li harus bisa menyelesaikan tiga urusan penting: Pertama,
menemukan Tay Mo. Kedua, menggabungkan diri dengan
semua pimpinan laskar rakyat dari berbagai tempat. Ketiga
mengutus orang memberi kabar kepada Loh Bun-ing, supaya
rencana semula diajukan setengah hari untuk bergerak
menggempur musuh lebih dulu.
Celakanya tugas ketiga baru bisa dilaksanakan setelah dia
berhasil menemukan Tay Mo, lalu mencari seorang utusan
yang cocok untuk memikul tugas berat ini. Didalam jangka
waktu sesingkat ini untuk menyelesaikan ketiga persoalan ini,
dia harus dibantu oleh nasib baik, beruntung dan lancar, kalau
tidak segala daya upaya dan usahanya akan gagal total.
Waktu sudah amat mendesak, tapi kini mereka terkepung
diatas gunung, tidak mungkin meloloskan diri Disaat Hong-laymo-
li amat bingung dan selisah, terdengar Wanyen Tiang-ci
sedang berkata: "Masih ada sebuah kabar gembira, perlu
dilaporkan kepada Baginda."
"Kabar gembira apa, laporkan secara terperinci."
"Liu Goan-ka adalah buaya darat yang berkuasa di
Kanglam, golongan hitam dari darat dan perairan sama tunduk
dibawah pimpinannya. Kini kita sudah ada kontak dengannya,
tinggal Baginda memutuskan saja."
"Syarat apa yang dia ajukan?"
"Begitu kita bergerak menyerbu keselatan, dia akan
menyambut dengan gerakan dari dalam, dia hendak mengerek
bendera dengan semboyan melindungi daerah menentramkan
penduduk didalam lingkungan kekuasaannya, dia akan
melarang pasukan pemerintah melewati daerahnya."
"Bagus, kita punya puluhan laksa pasukan besar, tak usah
dia kerahkan tenteranya membantu, dengan apa yang dia
lakukan itu sudah berarti membantu kita mencaplok negeri
Song." "Masih ada lagi, sekarang dia sudah diangkat sebagai BuIim
Bengcu di Kanglam, wakilnya adalah kepala rampok dari Hwiliong-
to, kekuatannya lebih besar dari Hoan Thong yang
pernah menyerah kepada kita dulu, diapun sudah berjanji
dengan kita, kapan kita menyerbu ke selatan, dia akan
bergabung dan menyambut di perairan."
"ltu lebih baik, segera suruh orang kirim kabar kepadanya,
suruh dia menggempur armada laut negeri Song yang
berpangkalan di Soatang, Kita sendiri cukup berkelebihan
untuk melayani Loh Bun-ing di Jay-ciok-ki."
"Strategi perang Baginda memang tiada bandingannya,
bantuan musuh dari laut timur paling tidak bakal terlambat
karena hambatan Hwi-liong-tocu, tatkala itu kitapun sudah
berhasil membobol pertahanan musuh di Jay-ciok-ki dan
menang gemilang."
"Mereka ada mengajukan syarat apa, kau belum lagi
jelaskan."
"Liu Goan-ka minta supaya daerah selatan dan utara
Hoaylam diserahkan kepadanya, Dia mau setiap tahun
mengirim upeti kepada negeri Kim tanpa menghadap, dia mau
bekerja demi kepentingan kita tanpa diperintah."
"O, kalau begitu dia mau mendirikan sebuah negara
tersendiri dan angkat diri menjadi raja, hanya menjadi negeri
otonom?" "Ya, begitulah maksudnya, Daerah yang dikehendaki
merupakan tanah tersubur di Kang-lam, entah bagaimana
dengan keputusan Baginda?"
"Sudah tentu lulusi permintaannya."
"Ya, Aku paham maksud Baginda, Kekuasaan berada
ditangan kita, setelah kita berada diselatan. hukum akan
segera berlaku."
"Tidak, kali ini kita harus benar2 memberi hadiah
kepadanya, setelah negeri Song kita caplok, boleh angkat dia
menjadi raja kecil!"
Semula Wanyen Tiang-ci kira sudah tahu akan maksud
tujuan Wanyen Liang. mendengar ucapannya ini dia melengak
ter-heran. Wanyen Liang gelak2, ujarnya: "Letak dari kemukjijatan
akal hanya tergantung dalam hati saja. Liu Goan-ka jangan
kau sama ratakan dengan Han-sam-niocu, terhadap mereka
kita harus bekerja menurut bakat, jasa dan sifat serta
keinginannya, sebelum Kanglam penuh berada didalam
kekuasaan kita, kita perlu merangkul orang2 sebangsa Liu
Goan-ka ini, setelah seluruh jagat berada ditangan negeri Kim
kita, belum terlambat kita cari akal untuk membrantasnya."
Bergidik dan merinding Hong-lay-mo-li mendengar
komentar Wanyen Liang, Pikirnya: "Kekejaman dan keculasan
hati Wanyen Liang memang tiada bandingannya dalam dunia
ini, Sayang sekali pamanku yang.buta akan perikemanusiaan
terima diperalat, membantu kejahatan menyerahkan nusa dan
bangsa sendiri kepada musuh."
Wanyen Tiang-ci amat kagum, katanya: "Baginda memang
seorang genius, serba pintar pantas menjadi tokoh didalam
catatan sejarah, gerakan kita kali ini pasti akan berhasil
dengan gemilang,"
Karena diagulkan dan disanjung puci Wanyen Liang
menjadi kesenangan dan terbahak2 dengan lupa diri. Pada
saat itulah tiba2 seekor kuda dilarikan kencang mendatangi
penunggangnya adalah seorang opsir tinggi, Wanyen Tiang-ci
segera membentak:
"Baginda berada disini, siapa itu yang berani naik kuda
disini?" Opsir itu melompat turun dan berlutut, serunya:
"Komandan pasukan pelopor Halukay ada laporan penting,
harap Baginda memberi ampun,"


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada urusan apa membuat gaduh! Memangnya manusia liar
dari selatan itu menyerbu datang?" semprot Wanyen Liang.
"Situasi militer sih tiada perubahan apa2, cuma..."
"Cuma apa?" damrat-Wanyen Liang bengis.
"Semalam ada orang melihat musuh yang semalam
menyelundup dari selatan melarikan diri kearah sini,
mungkin... mungkin sudah berada diatas bukit ini. Hamba
kuatir bila musuh membuat Baginda kaget."
Wanyen Liang sendiri tahu akan kelihayan Hong-lay-mo-li,
marahnya menjadi reda, katanya: "Kalau demikian memang
perlu hati2. Lekaslah diadakan pemeriksaan!"
Halukay berkata: "Tiga ribu pasukan berkuda pimpinan
hamba sudah mengepung rapat bukit ini."
Wanyen Liang gelak2, serunya: "Bagus, kali ini tumbuh
sayappun dia pasti takkan lolos! Hayo segera digeledah!"
Hong-lay-mo-li mengeluh dalam hati, jago2 Wanyen Liang
yang berkepandaian tinggi tidak sedikit jumlahnya, jejak
mereka pasti akan konangan juga. Tapi waktu dia berpaling,
dilihatnya sang ayah geleng2, supaya dirinya tidak bertindak
menurut keinginan hati, sementara itu Wanyen Tiang-ci dan
Halukay sudah pimpin dua barisan Busu mulai bergerak
kearah dua jurusan.
Pada saat itulah tiba2 Hong-lay-mo-li mendengar orang
berbisik dipinggir telingannya: "Carilah kesempatan lari
menuju kearah barat laut." itulah suara Bu-lim-thian-kiau. Dia
bicara menggunakan gelombang panjang, maka bayangannya
tidak kelihatan.
Kejut dan girang Hong-lay-mo-li bukan main, namun dia
masih bingung apa yang dimaksud lari melihat kesempatan,
dari mana kesempatan itu"
Pada saat itulah didengarnya Wanyen Tiang-ci membentak
disebelah sana: "Siapa yang berada didalam hutan?" kiranya
Lwekang Wanyen Tiang-ci kira2 sebanding dengan Bu-limthian-
kiau. maka lapat2 diapun mendengar seperti ada orang
ber-bisik2 didalam hutan cuma apa yang dipercakapkan tidak
sejelas yang didengar Hong-lay mo-li karena jaraknya
memang lebih jauh.
Dengan bersuit panjang Bu-lim-thian-kiau segera melompat
turun, serunya lantang: "Memangnya kalian tidak punya mata"
Aku berada disini, kemana kalian hendak mencari aku?"
Seluruh hadirin termasuk Wanyen Liang sama terkejut
melihat yang muncul adalah Bu-lim-thian-kiau. Wanyen liang
segera membentak: "Hayo tangkap dia!"
Dengan hati kebat kebit para busu serempak ber-teriakteriak
menyerbu maju. Bu-lim-thian-kiau terkepung rapat ditengah2.
Wanyen Tiang-ci tidak berani meninggalkan raja
junjungannya, sembari mengeluarkan sepasang potlot dia
berjaga disamping Wanyen Liang.
Dengan tenang Bu-lim-thian-kiau angkat serulingnya terus
ditiup, cukup dua kali saja dia meniup menggunakan hawa
murni yang disalurkan ke Loan-giok-siau, perbawanya
sungguh amat mengejutkan, tampak sepucuk pohon
didepannya seketika rontok daon2nya, dalam sekejap pohon
itu menjadi gundul ketinggalan ranting2nya saja. Busu yang
berkepandaian rendah tidak tahan menutup kuping
menjengking roboh.
"Hong-siang." seru Bu-lim-thian-kiau menurunkan
serulingnya, "Beberapa tahun belakangan ini kau utus orang
mencariku ke-mana2, hari ini aku kembali sendiri tidak bisa
tidak kau harus beri kesempatan kepadaku untuk bicara
beberapa patah kata?" lalu seruling dia ayun satu lingkaran,
para busu yang mengelilinginya seketika terdesak mundur,
katanya pula: "Aku tidak ingin melukai saudara sebangsaku
sendiri, tapi kalau kalian main kekerasan, terpaksa aku harus
membela diri! Harap tunggu sebentar biarlah aku bicara lebih
dulu, aku nanti terima diringkus."
Bu-lim-thian-kiau seorang tokoh besar, didalam negeri Kim
dia dipandang sebagai tokoh didalam dongeng, banyak orang
malah mendengar dongeng akan kepandaian ilmu silatnya
yang mujijat, Meski dia bermusuhan dengan Wanyen Liang
junjungan mereka, tapi para Busu negeri Kim ada delapan
orang diantara sepuluh orang yang diam2 mengaguminya.
Kini melihat orang mempamerkan kepandaian sehebat ini,
disamping kagum dan takut merekapun amat ngeri, tiada
satupun yang berani maju,
Mendengar orang membahasakan "Hong-siang" kepada
dirinya, rada tertekan amarah Wanyen Liang, se-runya: "Tam
Hi-tiong, apa masih ada junjungan didalam pandanganmu"
Kukira kau sudah gila dan lupa akan pribadimu sendiri" Baik,
karena kau masih punya setitik kesadaran, biar hari ini kuberi
kesempatan bicara."
Bertaut alis Bu-lim-thiankiau, katanya lantang:
"Kedatanganku hanya memberi sepatah kata nasehat saja.
Orang kuno bilang menghentikan kuda diambang jurang,
maka aku nasehatmu supaya menghentikan kuda diambang
sungai, lekaslah berpaling kembali."
Wanyen Liang tertawa besar, serunya: "Mencaplok negeri
Song tinggal menunggu waktu saja, kau justru membujukku
untuk menghentikan kuda diambang sungai! Kalau kutolak
nasehatmu memangnya kau bisa apa?"
Dingin suara Bu-lim-thian-kiau: "Kau tidak mau mendengar
nasehatku, itulah pertanda gila hatimu karena ambisius, lupa
akan pribadi bangsa! Aku kuatir sebelum berhasil kau
menginjak kaki disebrang, dirimu sendiri sudah hancur lebur."
Wanyen Liang amat gusar, namun malah gelak2, serunya:
"Jangan kau kira langit tidak bisa disebrangi, sekali melecut
cemeti cukup memutuskan aliran sungai! Demi kebesaran
negeri Kim nan jaya berkuasa diseluruh dunia, usaha besar ini
akan menjadi bandingan didalam sejarah, Rakyat kita bukan
saja bakal melagukan kebesaran bangsa dan negara, kau
malah menista dan merendahkan arti gerakanku."
Dengan suara yang lebih lantang Bu-lim-thian-kiau berkata:
"Kau mengeduk harta rakyat mengerahkan kekuatan dengan
mimpi hendak mencaplok dynasti Song. belum lagi kelihatan
untungnya, sudah jelas memperlihatkan kebejatan dan
kemelaratan. Umpama kau berhasil mencaplok negeri orang,
apa pula manfaatnya bagi rakyat jelata" Rakyat sudah miskin
dan rudin! Apalagi dihadapanmu Loh Bun-ing
mempertahankan pintu negerinya, dibelakangnya rakyatnya
mendukung dan mengerek panji2 perlawanan, nasib negara
kau pertaruhkan begini saja. maka kau pasti akan kalah!
Ambisimu hanya akan merupakan impian kosong belaka!"
"Tutup mulutmu!" hardik Wanyen Liang.
Bulim-thian-kiau tidak hiraukan, katanya lebih lanjut
dengan pidatonya yang berapi2: "Dan lagi, kau kira kau punya
laksaan pasukan besar, sudah cukup untuk melecut putus
aliran" Tentara kita tiada permusuhan dengan bangsa Song
mereka, harus berpisah anak istri meninggalkan kampung
halaman, mempertaruhkan jiwa untuk menjadi umpan ikan
ditengah sungai atau harus ajal dinegeri orang menjadi korban
ambisimu, apa pula keuntungan bagi mereka" Hakikatnya
mereka tidak sadar untuk apa mereka harus berperang,
masakah mereka mau berjuang sekuat tenaga?"
"Bedebah! Kau merendahkan disiplin dan menghasut hati
tentara, mengkhianati Tim lagi" Kau sebagai bangsa Kim, kau
mengutuk gerakan bangsa dewek, kau mengharapkan
pasukan kita dilalap musuh?"
"Aku justru merasa kasihan dan demi melindungi
keselamatan mereka, maka kuajukan nasehatku ini kepadamu,
Harap Hong-siang lekas membagikan kuda diambang sungai,
robahlah bencana ini menjadi rejeki. Tatkala itu rakyat negeri
Kim kita, baru betul2 akan melagukan nyanyian2 gembira
untuk menjunjung kebijaksanaanmu! Harap baginda berpikir
dua belas kali!"
"Tam Ih-tiong!" jengek Wanyen Liang, "Sebelum kau
banyak orang membujuk aku supaya membatalkan niat
mencaplok negeri Song, tahukah kau bagaimana mereka
sekarang?"
"Aku tahu kau bunuh mereka semua, Sampaipun ibu
kandungmu sendiri, karena mengatai sepatah dua patah
kepadamu, kau lantas meracunnya sampai mati: Hari ini aku
berani datang memberi nasehat, memangnya aku sudah
pasrah jiwa dan nasibku."
Wanyen Liang membunuh para pembesar yang menentang
kehendaknya sudah merupakan rahasia umum, tapi dia
meracun mati ibu kandungnya sendiri, sejauh mana belum ada
orang yang tahu, Kini Bu-lim-thian-kiau membongkar rahasia
keburukannya dihadapan orang banyak keruan gusarnya
bukan kepalang sampai badannya gemetar. Sudah tentu
semua hadirin mengkirik dan berdiri bulu kuduknya.
Setelah gusarnya rada mereda dan sempat bernapas
dengan teratur Wanyen Liang hendak perintahkan untuk
menawannya hidup2, tiba2 dibawah bukit terdengar suara
ribut2, waktu Wanyen liang berpaling ke-sana, tampak
seorang opsir membedal kudanya naik keatas. dari kejauhan
sudah berteriak melapor: "Kedua perempuan keparat itu
sudah ditemukan jejaknya."
Opsir ini adalah wakil Halukay yang memimpin tiga ribu
pasukan berkuda mengepung bukit ini, begitu menemukan
jejak dua orang perempuan yang diperintahkan untuk
ditangkap, segera dia berlari naik untuk minta petunjuk lebih
jauh. Dari tempat sembunyinya Hong-lay-mo-Ii amat heran.
pikirnya: "Darimana pula datangnya dua perempuan lain?"
Tiba2 terdengar Bu-lim-thian-kiau gelak2, senr nya:
"Wanyen Liang, kau kira kau pintar sekali" Hehe, he.
betapapun pandaimu, toh kau sudah tertipu oleh akal
memancing harimau mengepung gunung yang kuatur."
sengaja dia merubah satu kata, biasanya salah satu akal dari
tiga puluh enam tipu daya yang dikatakan adalah memancing
harimau meninggalkan gunung kini dia rubah menjadi
memancing harimau mengepung gunung.
Besar hasrat Wanyen Liang menangkap Hong-lay-mo-li
karena kedatangan Bu-lim-thian-kiau yang mendadak ini, baru
perhatiannya sementara dia alihkan. Kini mendengar laporan
anak buahnya, serta mendengar olok2 Bu-lim-thian-kiau lagi,
baru dia sadar, keruan berubah air mukanya, bentaknya:
"Tam Ih-tiong, jadi kau memang sekongkol dengan bangsat
perempuan itu?"
"Benar! Baru sekarang sadar telah tertipu" He, he, kalau
Hulukay sengaja tidak kutipu dengan melihat sebuah
bayangan, mana bisa aku memancing tiga ribu tentaranya
kemari." Keruan Halukay terkesiap pucat, demikian juga Wanyen
Liang dan semua hadirin baru benar2 sadar akan tipu muslihat
ini. Tapi diluar kesadaran mereka justru mereka betul2 kena
ditipu oleh permainan Bu-lim-thian-kiau yang cerdik,
kesadaran mereka justru sudah tersesat oleh akal liciknya.
Wanyen Liang gusar, makinya menuding Halukay: "Goblok!
Tidak lekas kau turun gunung kejar dan tangkap kembali,
Kenapa masih melongo disini?"
Ter-sipu2 Halukay mengiakan sambil memberi hormat,
terus berlari mencemplak keatas kuda turun gunung, tiga ribu
pasukan berkuda yang dipimpinannya dikerahkan untuk
mengejar bangsat perempuan yang melarikan diri itu.
Setelah mengeluarkan printahnya Wanyen Liang gerak2
pula, katanya: "Tam Ih-hong, Tim tetap mentertawai kau yang
bodoh ini, kau pura2 menggunakan akal menyesatkan
pandangan, paling hanya menipu Halukay sementara saja.
Dibawah pengejaran pasukan berkuda, pujaan hatimu
akhiirnya pasti teringkus juga, Hayo ringkus dia, setelah Honglay-
mo-li tertawan, biar dia tahu kelihayan Tim!"
Para Busu itu meski mengagumi Bu-lim-thian-kiau tapi
diperintah oleh junjungannya, terpaksa mereka harus bekerja
untuk menawan Bu-lim thian-kiau hidup2, serempak mereka
merubung maju dengan nekad.
Tiba2 Bu-lim-thian-kiau melejit tinggi terbang ke-depan
sana melewati kepala para Busu langsung menubruk kearah
Wanyen liang. Wanyen Tiang-ci pentang kedua potlotnya membentak:
"Besar nyalimu, berani melawan Baginda!" Bu-lim-thian-kiau
sapukan serulingnya menyampuk minggir kedua potlot
Wanyen Tiang-ci. Lwekang mereka sebanding, Bu-lim-thiankiau
terang tidak kuasa merangsak maju, Wanyen Tiang-cipun
tidak kuasa memukulnya mundur, sementara busu2 itu kuatir
Bu-Um-thian-kiau melukai junjungannya, beramai2 mereka
memburu maju pula, suasana menjadi gaduh dan ribut.
Liu Goan-cong yang sembunyi dipucuk pohon segera
berbisik: "Tibalah kesempatannya, Iari!" mengembangkan
Ginkang, seenteng asap secepat kilat terus melejit dari pucuk
pohon ke pucuk yang lain menuju kearah barat laut, Hong-laymo-
li menggandeng Bing-cu mengikuti dibelakangnya,
sungguh tidak keruan perasaan hati Hong-lay-moli, hatinya
amat haru, sedih dan berterima kasih akan pengorbanan Bulim-
thian-kiau demi keselamatan mereka bertiga.
Tapi urusan besar sedang dipikulnya, sudah tentu dia tidak
bisa me-nyia2kan pengorbanan Bu-lim-thian-kiau ini.
Dengan menggandeng Bing-cu, Hong-lay-mo-li
kembangkan Pat-pou-kan-sian (delapan langkah mengejar
tonggeret), tapi larinya cepat luar biasa, orang2 yang berada
dibawah tiada satupun yang mengetahui karena seluruh
perhatian mereka tertuju kepada Bu-lim-thian-kiau.
Memang ada beberapa orang yang jauh dari gelanggang
pertempuran melihat ada bayangan putih berkelebat tapi
Hong-lay-mo-li bertiga tahu2 sudah tiba dibalik bukit sebelah
sana, berkelebat hilang didepan mata.
Wanyen Liang berdiri ditempat tinggi, lapat2 diapun melihat
bayangan putih yang berkelebat Walau tidak melihat jelas
perawakan Hong-lay-mo-li, tapi dia melihat pakaian yang
melambai tertiup angin, jelas itulah pakaian kaum perempuan,
Baru sekarang Wanyen Liang sadar kembali dia ditipu
mentah2 oleh Bu-lim-thian-kiau.
Keruan gusarnya seperti kebakaran jenggot, bentaknya
dengan gusar: "Hayo ringkus, mati atau hidup tidak menjadi
soal! Tertawan hidup diberi hadiah jadi lurah selaksa keluarga,
bunuh mati diberi hadiah seribu tail uang mas."
Bu-lim-thian-kiau tahu Hong-lay-mo-li bertiga sudah
berhasil lolos, legalah hatinya, segera dia gelak2: "Wanyen
Liang, hanya seorang perempuan kau tidak mampu
membekuknya, masih kau mimpi hendak mencaplok Kanglam


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menjajah dunia segala" Kau hendak bunuh aku boleh
terserahkan kau turun tangan, Aku adalah pahlawan patriot
dari bangsa Kim, yang kubenci adalah kelaliman dari seorang
raja brutal, se-kali2 aku tidak akan adu jiwa dengan saudara2
bangsaku. He, he, kau membunuhku paling aku hanya
berangkat lebih dulu menuju ke neraka, aku kuatir nasibmu
sendiri kelak lebih celaka dari aku," habis berkata kembali dia
ter-bahak2, dia berhenti melawan, terima ditawan hidup.
Bukan kepala gusar Wanyen Liang, katanya. "Kau ingin
lekas mati, Tim justru tidak akan bertindak menurut
keinginanmu! Berani kau memandang rendah aku, baik, biar
kau sementara hidup menanggung siksaanku. biar kau melihat
dulu dengan matamu setelah Tim menduduki seluruh jagat
baru akan kukorek biji matamu, supaya kau ingin mati tidak
suka hiduppun sukar, selamanya kau menjadi budak sekarat."
Dalam pada itu Hong-lay-mo-li bertiga sudah tiba dibalik
gunung sana, tapi Lapat2 kupingnya masih mendengar kata2
Bu-lim-thian-kiau, sungguh serasa diiris2 hatinya, Liu Goancong
cukup tahu derita batin putrinya segera dia membujuk
dengan lirih: "Yau-ji, kau harus ingat akan tugas berat yang
kau pikul, asal menang dalam peperangan ini, setelah
membunuh Wan-yen Liang, baru terhitung kau menolong
rakyat negeri Song, sekaligus kaupun menolong rakyat negeri
Kim, Hanya bekerja dengan penuh tanggung jawab baru kau
betul2 sudah membayar budi pertolongan Tam Ih-tiong ini."
Bagian 30 Hong-lay-mo-li menelan air matanya, sahutnya-"Anak
mengerti." Saat mana mereka sudah pargi jauh, ucapan
Wanyen Liang yang terakhir tidak mereka dengar, dikiranya
setelah terjatuh ketangan Wanyen Liang, Bu-lim-thian-kiau
pasti menemui ajalnya.
Cepat sekali mereka sudah berada dibalik bukit didepan
sana, sepanjang jalan mereka sudah melewati puluhan pos2
penjagaan, namun dengan mudah Liu Goan-cong satu persatu
tutuk Hiat-to mereka, jalan gunung semakin belukar dan
susah dilalui, setelah memasuki sebuah selat gunung,
disebelah depan sudah tiada pos penjagaan lagi.
Tampak lereng gunung disini merupakan tanah tandus,
batu2 gunung yang runcing dan berbentuk aneh2 bertaburan
di-mana2 Liu Goan cong melangkah lebar melalui semak2
berduri, Hong-lay-mo-li tetap mengikuti jejak ayahnya dengan
menggandeng lengan Bing-cu.. Sekejap saja mereka sudah
melewati semak2 berduri ini dan tiba dibawah gunung.
Liu Goan-cong menghela napas lega, waktu dia angkat
kepala memandang sekelilingnya, baru mereka sadar kenapa
Bu-lim-thian-kiau suruh mereka lari kea-rah sini. Kiranya
memang daerah pegunungan disebelah sini amat belukar
dengan semak2 berduri, keadaannya amat berbahaya, bukan
saja disebelah sini pos penjagaan jauh berkurang, dibawah
gunung pun tidak ada pangkalan pasukan tentara musuh.
Liu Goan-cong tetap memimpin jalan, ber-lari2 kencang
menuju ke arah sawah ladang, Tapi sedemikian jauh mereka
belum keluar dari daerah terlarang dari kedudukan pasukan
besar negeri Kim disebelah utara sungai Tiangkang.
Tampak dari arah tenggara sana terdengar suara ringkik
kuda yang ramai, sebarisan pasukan berkuda negeri Kim
sedang mengejar dua ekor kuda yang berlari tak jauh didepan.
"Eh, dua orang didepan itu kelihatannya seperti
perempuan." ujar Hong-lay-mo-li keheranan, setelah dia
mengamati dengan seksama akhirnya dia melihat jelas,
kiranya kedua perempuan itu adalah Jilian Ceng hun dan
adiknya Jilian Ceng-sia.
Cepat sekali kuda tunggangan mereka sudah dibedal lebih
kencang meninggalkan para pengejarnya, namun pasukan
berkuda itu tetap mengejar dengan kencang.
Baru sekarang Hong-lay-mo-li sadar, kiranya dua
perempuan lain yang dimaksud oleh musuh adalah Jilian
bersaudara, merekalah yang wakilkan diri memancing
pengejaran pasukan berkuda musuh, Tipu muslihat ini terang
adalah berkat akal yang diatur oleh Bu-lim-thian-kiau.
Sungguh haru senang dan kuatir pula hati Hong-lay-mo-li.
Tiba2 didengarnya terompet ditiup saling bersahutan
disebelah timur, disusul ramainya suara bentrokan senjata
tajam dari pertempuran acak2an, Liu Goan-cong
mendengarkan dengan seksama, katanya: "Pasukan Kim
ditimur melaporkan adanya musuh yang menggempur." tak
lama kemudian dari selatan barat juga terdengar suara
terompet laporan yang sama, mendengar aba2 terompet ini,
pasukan berkuda yang mengejar Jilian bersaudara akhirnya
menghentikan pengejaran, disamping tidak tahu berapa
banyak musuh menyerbu datang, merekapun tidak berani
terlalu jauh meninggalkan pangkalan, cepat mereka putar
balik. "Syukurlah," ujar Hong-lay-mo-li, "Jilian bersaudara pasti
lolos dari mara bahaya."
Liu Goan-congpun menghela napas lega, kini Bing-cu yang
menunjuk jalan, sekaligus mereka ber-lari2 puluhan li, kini
mereka benar2 sudah jauh meninggalkan pangkalan pasukan
Kim, terhitung lolos dari daerah terlarang.
Hong-lay-mo-li kendorkan larinya, supaya Bing-cu bisa
ganti napas, setelah berjalan lagi beberapa jauh, Hong-laymo-
li celingukan, tiba2 dia bersuara heran, katanya: "Aneh!"
"Apanya yang aneh?"
"Pasukan yang menyergap musuh itu kemana" Kenapa
pergi datang tanpa jejak" Bukankah kejadian ini amat aneh?"
Setelah dipikir2 Goan-cong juga merasa heran, katanya:
"Biarlah setelah kita tiba dipangkalan pasukan gerilya boleh
tanya mereka."
Beberapa kejap kemudian baru mereka benar2 mendengar
suara kelinting kuda, dari depan mendadak muncul sebarisan
tentara berkuda negeri Kim, Melihat yang datang hanya
sepuluhan orang, Liu Goan-cong segera meraih sebutir batu
terus diremasnya menjadi krikil, baru saja dia hendak
taburkan batu2 kerikil itu untuk merobohkan mereka, keburu
Hong-lay mo-li berseru mencegah:
"Tahan ayah, yang datang adalah kawan sendiri!"
Liu Goan-cong melongo dan menghentikan tangannya yang
sudah terangkat. Capat sekali barisan berkuda itu sudah tiba
didepan mereka, perwira yang memimpin barisan berkuda ini
bukan lain dalah Yalu Hoan-ih.
Yalu Hoan ih lekas melompat turun, serunya: "Selamat,
selamat Liu Lihiap. kau berhasil lolos dari ba-haya:" agaknya
dia sudah tahu akan kejadian ini. Dengan tertawa dia lantas
menjelaskan lebih lanjut: "Mereka adalah orang2
kepercayaanku, bukan orang Kim, ada omongan apa silakan
katakan saja."
"Darimana kau bisa tahu kejadian yang kami alami" Kenapa
kau menuju kemari?"
"Semalam Bu-lim-thian-kiau menginap dalam kemahku."
tutur Yalu Hoan-ih, "Waktu jejak kalian konangan, akupun
pura2 bantu Halukay mengadakan pemeriksaan, Bu-lim-thiankiau
lantas mengatur tipu daya, Ceng-hun dan Ceng-sia
disuruh menyaru jadi kalian berdua, memancing pengejaran
musuh, aku kuatir mereka mengalami bahaya, pura2 ikut
mengejar, secara tidak langsung melindungi mereka lolos,
baru sekarang aku putar balik."
Hong-lay-mo-li baru paham, katanya: "Tadi pasukan Kim
menemukan jejak musuh dari berbagai penjuru, kiranya juga
karena permainan muslihatmu?"
"Benar, Kusuruh anak buahku menyulut api dibeberapa
perkemahan, lalu kusuruh mereka ber-lari2 kian kemari seperti
kedatangan musuh serta memberi laporan palsu,
menimbulkan keributan, kalau tidak Jilian bersaudara mana
bisa lolos!"
"Untung kau membantu secara diam2, kalau tidak kamipun
sukar lolos, cuma, kaupun terlalu besar nyalimu."
"Orang banyak suasana gaduh, siapa bisa mencari tahu
siapa yang menjadi biang keladi keributan ini" Dan lagi aku
memang sudah siap, aku meninggalkan pangkalan ikut
Halukay mengejar bangsat perempuan tujuanku untuk
menghilangkan kecurigaan."
Hong-lay-mo-li menghela napas, ujarnya: "Kalian
menempuh bahaya berusaha menolong kami ayah beranak,
sungguh kami amat berterima kasih, Ai, sayang sekali..."
Agaknya Yalu Hoan-ih dapat meraba juntrungan kata2nya
terakhir katanya dengan terkejut "Benar, aku memang hendak
tanya, bagaimana keadaan Bu-lim-thian-kiau?"
"Dia sudah tertawan ooleh Wanyen Liang, mati hidupnya
belum diketahui."
Yalu Hoanih berpikir sebentar, katanya: "Asal tidak segera
dijatuhi hukuman, dia masih ada setitik harapan,"
"Darimana kau tahu?" tanya Hong-lay-mo-li.
Yalu Hoan-ih menjawab: "Wanyen Liang sudah keblinger
dan menjadi gila, rasa siriknya terlalu besar. Bu-lim-thian-kiau
cukup terkenal dan menjadi tokoh yang paling dikagumi oleh
para Busu, Wanyen Liang tidak akan terima kalau ada seorang
lain mengungguli dirinya dalam berbagai bidang. Oleh karena
itu, umpama Bu-lim-thian-kiau tidak menentang sepak
terjangnya, diapun pandang Bu-lim-thian-kiau sebagai duri didepan
matanya." "Kalau demikian masakah Bu-lim-thian-kiau punya harapan
hidup?" "Justru karena rasa sirik Wanyen Liang terlalu besar, maka
dia harus menahan Bu-lim-thian-kiau, dia kira gerakannya kali
ini pasti dapat mencaplok negeri Song, maka sementara jiwa
Bu lim-lhian-kiau takkan terancam, setelah usahanya berhasil,
baru dihadapan umum dia hendak menyiksa dan menghina
Bu-lim-thian-kiau, sekaligus untuk mengagulkan kepintaran
sendiri yang tiada bandingannya. Hehe, asal Bu-lim-thian-kiau
belum ajal, aku pasti punya harapan untuk menolong-nya."
sebagai pengikut Wanyen Liang, sedikit banyak Yalu Hoan-ih
sudah menyelami watak Wanyen Liang.
Timbul juga setitik harapan dalam benak Hong-lay-mo-li
meski hatinya masih ragu-ragu, katanya: "Kalau begitu
terpaksa tergantung usaha berat Ciangkun yang kami
harapkan."
Yalu Hoan-ih gelak2, katanya: "Demgan aku dia terhitung
saudara sendiri, Lihiap tidak usah kuatir."
Keruan marah jengah selebar muka Hong-lay-mo-li.
Tiba2 Yalu Hoan-ih seperti teringat soal penting apa,
tanyanya serius: "Liu lihiap datang dari Kanglam, tentunya
sudah bertemu dengan Loh-ciangkun?"
"Memang aku datang dari tempat Loh-ciangkun. adik Bingcu
adalah utusan dari pasukan gerilya yang menyebrang dua
hari yang lalu, kini dia ikut aku pulang, Yalu-ciangkun dari
mana kau tahu akan hal ini?"
"Syukurlah kalau begitu, Kemaren aku bertemu dengan,
nona Tay Mo. kita kebentur oleh sebuah persoalan yang
menyulitkan."
Kiranya Yalu Hoan-ih memang sudah ber-cita2 hendak
kerja sama dengan pasukan gerilya untuk bergerak dari luar
dan dalam, disamping kerja sama dengan Loh Bun-ing,
sekaligus menggempur pasukan besar Kim. Jilian Ceng-hun
sedikit banyak sudah kenal dengan Tay Mo. maka dia menjadi
perantara mempertemukan mereka secara rahasia.
Sebagai opsir tinggi dari pasukan besar musuh, sudah tentu
Yalu Hoan-ih lebih bebas bergerak, dengan alasan meronda
kebagian luar, dibawah petunjuk Jilian Ceng-hun, secara
rahasia dia mengadakan pertemuan dengan Tay Mo, namun
karena Bing-cu belum kembali, cara bagaimana kedua pihak
harus bekerja, Tay Mo belum berani memberi jawaban yang
menentukan. Setelah menuturkan pertemuannya dengan Tay Mo. Yalu
Hoan-ih berkata lebih lanjut: "Gerakan Wan-yen Liang
menyerbu keselatan sudah diambang mata, tugas yang
terpenting bagi kita sekarang adalah menjanjikan suatu waktu
yang tepat untuk bergerak serempak dari tiga jurusan, sepihak
adalah pasukan air negeri Song dibawah pimpinan Loh Buning
menyerang lebih dulu, sepihak lagi adalah pasukan gerilya
menggempur dari belakang, baru aku ikut bergerak pula dari
dalam, Wanyen Liang pasti dapat kita hancur leburkan. Tapi
waktunya harus diatur sedemikian rupa, kalau tidak usaha ini
bakal gagal total, Bagaimana dengan perjanjianmu dengan
Loh-ciangkun?"
"Waktunya sudah dijanjikan tapi situasi berubah, aku
sendiri kebentur persoalan yang menyulitkan, perlu
kurundingkan dengan Yalu-ciangkun."
"Betapapun sulitnya persoalan ini, aku pasti akan
memikulnya tanpa pamrih."
"Wanyen Liang sudah menentukan tanggal tiga belas
malam sebelum kentongan ketiga mulai bergerak sebaliknya
waktu yang ditentukan Loh-ciangkun adalah tanggal empat
belas siang, Maka secepatnya hal ini harus segera
diberitahukan kepada Loh-ciang-kun. kitapun harus
mempercepat waktu untuk bergerak lebih dulu."
"Baik. soal ini serahkan kepadaku." kata Yalu Hoan-ih.
"Malam ini akan kukirim utusan untuk memberi kabar kepada
Loh Ciang-kun."
Sudah tentu Hong-lay-mo-li amat girang, katanya: "Bagus
sekali, baiklah kita janjikan untuk mulai bergerak pada
kentongan kedua besok malam."
"Baik, besok lusa kita gunakan tiga panah berapi sebagai
tanda, kalian boleh menggempur datang, biar aku menyambut
dari dalam, Menangkap rampok harus meringkus pentolannya,
secara serempak kita gempur dulu perkemahan Wanyen
Liang. Disamping itu aku juga akan berusaha menolong Bu-lim
thian-kiau."
Setelah persoalan dirundingkan dengan baik, baru saja
Hong-lay-mo-li hendak pamitan, tiba2 Yalu Hoan-ih teringkat
akan sesuatu hal, katanya: "Kalian ingin segera kembali
kepangkalan !askar rakyat bukan" Alamat nona Tay Mo
sekarang sudah pindah."
"Pindah," Bing-cu berseru heran, pindah kemana?"
"Pindah kesebuah desa diatas Thian-cu-san." lalu Yalu
Hoan-ih menggambarkan letak dan menyebutkan seluk beluk
tempat pegunungan disana.
Berkata Hong-lay-mo-li: "Yalu Ciangkun, kau memikul tugas
berat keadaanmu cukup berbahaya pula, maka kau harus lebih
hati2." saat itu juga mereka bertiga berpisah dengan
rombongan Yalu Hoan-ih.


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan mengembangkan Pat-pau-kan-sian Liu Goan-cong
bertiga menempuh perjananan, kecepatan lari mereka tidak
kalah dengan lari kuda, kira2 dua jam kemudian mereka
sudah menempuh seratus li, kira2 pertengahan hari mereka
sudah tiba didesa itu.
Diluar desa ada orang berjaga, dia kenal baik dengan
Hong-lay-mo-li, keruan bukan buatan senangnya, ter-sipu2 dia
maju menyambut, serunya: "Cecu, kau sudah kembali, bagus
sekali!" "Apakah ada terjadi sesuatu?" tanya Hong-lay-mo-Ii.
"Tidak Tapi para Cecu dan semua Thauling sedang
berkumpul disini, Cecu, kedatanganmu sungguh amat
kebetulan! Biar segera kusediakan kuda!"
"Tidak usah, Kaupun tidak usah bikin ribut mengejutkan
orang banyak." demikian cegah Hong-lay-mo-li melihat orang
hendak melepaskan panah bersuara, Lalu dia memberi
petunjuk kearah mana Hong-lay-mo-li harus menempuh jalan.
Gugup hati Hong-lay-mo-li seperti dibakar, ingin rasanya
sekali langkah dia sudah tiba ditempat tujuan. Baru saja
membelok ketikungan gunung disebelah sana, tiba2 dilihatnya
dari depan menyongsong datang dua orang, Raut muka kedua
orang ini amat luar biasa, seorang adalah laki2 kekar besar
laksana menara besi berkulit hitam, hanya mempunyai sebelah
lengan, seorang yang lain berbadan tegap berpinggang lebar,
bermuka merah, tangannya menjinjing dua buah roda besi.
Kedua orang ini sedang berlari dengan ngos2an. Meski
perlu segera tiba ditempat tujuan, serta melihat kedua orang
ini Hong-lay-mo-li segera menghentikan langkah.
Ternyata kedua orang laki2 ini adalah pimpinan pasukan
rakyat dari berbagai tempat, mereka sudah lama kenal baik
dengan Hong-lay-moli. Laki2 berlengan natu itu adalah Koantang-
thi-han Thi Toa-king, laki2 bermuka merah adalah Honghwe-
lun Song Kim-kong. Kedua orang ini adalah musuh
kebuyutan Kongsun Ki. Lekas Hong-lay-mo-li memapak maju
dan bertanya: "Lho, bukankah kalian kemari hendak berkumpul Apakah
pertemuan sudah bubar" Kenapa hanya kalian berdua yang
keluar?" "Bengcu," kata Song Kim-kong dengan marah dan napas
memburu, "kalau kau memegang teguh peraturan Loklim,
berilah jalan supaya kami pergi! jikalau kau hanya ingin
melindungi Suhengmu, boleh kau ringkus kami saja!"
Kedudukan Song Kim-kong dikalangan Loklim di-daerah
utara ini cukup tinggi, hanya dibawah Hong-lay-mo-li, namun
dia masih termasuk bawahannya, seharusnya dia menyapa
dan memberi hormat kepada Bengcu, sekarang bukan saja
tidak menyapa juga tidak memberi hormat, terang dia sedang
tergesa2 untuk menyelamatkan diri.
Hong-lay-mo-li amat kaget katanya: "Apa, Kongsun Ki si
keparat itu berada disini" Kalian tidak usah kuatir, ada aku
disini, dia pasti tidak akan berani mencabut seujung rambut
kalian." Mendengar Hong-lay-mo-li memaki suhengnya keparat,
Song dan Thi melengak, tapi lekas sekali mereka menjadi lega,
Kata Song Kim-kong: "Pagi2 sekali Kongsun Ki sudah datang."
"Untuk apa dia kemari?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Untuk apa dia datang, memangnya Bengcu tidak tahu?"
jawaban Song Kim-kong sinis.
Bertaut alis Hong-lay-mo-li, katanya: "Darimana aku bisa
tahu?" Song Kim-kong ter-heran2, katanya: "Bukankah kau yang
mengundang Kongsun Ki kemari" Dia membawa seluruh anak
buah Siang-keh-po, menamakan diri sebagai laskar rakyat
juga, katanya hendak bergabung dengan kita untuk melawan
Kim." "Bohong belaka!" seru Iiong-lay-mo-li membanting kaki.
Melihat Hong-lay-mo-li memperlihatkan sikapnya, baru lega
hati Song Kim-kong, katanya: "Terus terang, kamipun tidak
percaya kepadanya, tapi laskar rakyat menentang penjajah
Kim, siapapun yang datang tidak bisa kita tolak, kitapun tidak
punya bukti2 untuk menuduh mereka ada sokongkol dengan
musuh, apalagi dia adalah suheng dari Liu-bengcu, siapa yang
berani menentang dia ikut bergabung?"
Hong-lay-mo-li tidak membuang waktu. tanyanya. "Dimana
dia sekarang?"
"Sekarang berada di Ki-gi-thing berkumpul dengan orang
banyak, Karena kita bermusuhan sama dia, maka kami
mengundurkan diri, memangnya siapa yang sudi berkumpul
sama tampangnya itu."
"Baik, kebetulan kedatangannya, biar kuringkus dia! Kalian
tidak usah pergi, tunggulah kabar baik di-sini," dengan tersipu2
Hong-lay-mo-li melanjutkan perjalanan Liu Goan-cong
mengikuti dibelakangnya, Bing-cu malah ketinggalan rada
jauh. Markas sementara yang digunakan Tay Mo adalah rumah
besar seorang tuan tanah setempat, penghuninya sudah
mengungsi ketempat lain, Cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah
menemukan gedung besar yang paling mewah dan mentereng
dipedusunan ini.
Kebetulan yang jaga pintu adalah seorang anak buah
Hong-lay-mo-li, keruan bukan main senangnya melihat
kedatangan Hong-lay-mo-li, tersipu2 dia maju menyambut
sapanya: "Siocia, sungguh kebetulan kedatanganmu."
Berkata Hong-lay-mo-li dengan suara lirih: "Bagaimana
keadaan didalam?"
"Barusan ada seorang cici memberitahu, katanya didalam
sedang ribut mulut Tapi belum terjadi bentrokan."
"Baik, kau tidak usah bikin ribut, biar kutengok kedalam,
Dimana Ki-gi-thing?" setelah tahu jelas letaknya bersama sang
ayah Hong-lay-mo-li berdua kem-bangkan Ginkang
melambung keatas rumah, Maksudnya supaya tidak
mengejutkan orang banyak, sehingga Kong sun Ki keburu
melarikan diri.
Ki-gi-thing yang digunakan ini ternyata adalah ruang tamu
besar dari gedung tuan tanah ini, disebelah luar adalah
pekarangan yang dikelilingi tembok pendek, berdiri diatas,
tembok, lapat2 kelihatan kepala orang banyak berkumpul
didalam ruangan.
Kongsun Ki memang terlihat diantara sekian banyak
hadirin, Tay Mo yang menjabat wakil Beng-cu malah tersingkir
duduk dipinggir.
Dalam pekarangan kebetulan ada sepucuk pohon jati yang
tumbuh tinggi dan tidak jauh dari tembok, Hong lay-mo-li
lantas sembunyi dibelakang pohon, dari sini dia
memperhatikan keadaan didalam, Kebetulan didengarnya
Kongsun Ki sedang berpidato dengan suara lantang sehingga
suara gaduh orang banyak se-akan2 kelelap oleh suaranya,
katanya sambil menuding Tay Mo:
"Memangnya kau tidak tahu bahwa aku ini adalah Suheng
dari Siociamu?"
"Kalau benar mau apa?" bantah Tay Mo.
Kongsun Ki tertawa dingin, katanya: "Memangnya kau
masih berani mewakili Siociamu memegang tampuk pimpinan
sebagai Bengcu" Lekas serahkan panah perintah kepadaku!"
Tay Mo menarik muka, katanya tegas: "Aku hanya menurut
perintah Siocia, siocia yang suruh aku sementara menjabat
kedudukannya, aku akan bekerja sekuat tenagaku! Kau mau
minta panah perintah, apa kau sudah punya idzin Siocia?"
"Omong kosong, aku ini adalah Suheng Siocia-mu,
memangnya perlu idzin apa segala" Siociamu tidak sempat
pulang, di Kanglam aku sudah bertemu sama dia. dialah yang
suruh aku secepatnya kemari mewakili jabatannya!"
"Ngobrol saja tanpa bukti tak berguna, kalau kau bisa
mengeluarkan surat kuasa dari siocia baru bisa kuserahkan
kepadamu!" debat Tay Mo.
Tegak alis Kongsun Ki, damratnya: "Tay Mo, kau ini barang
apa" Tidak kau bercermin diri, kau ini hanya seorang budak,
kau mampu jadi Bengcu?" karena tidak terlaksana
keinginannya, terpaksa dia main kasar dan unjuk watak dan
jiwa rendahnya, sengaja dia bongkar asal usul orang serta
menghinanya didepan umum.
Ber-kaca2 air mata dikelopak mata Tay Mo, sedapat
mungkin dia menahan diri, katanya sambil berdiri: "Benar, aku
hanya seorang budak, tapi siocia percaya kepadaku, maka
beban berat ini dia berikan kepadaku, terpaksa aku harus
bekerja menurut kemampuan dan kehendaknya, meski
matipun takkan menyesali. Apalagi gugur demi nusa dan
bangsa cukup membanggakan Memangnya kau ingin bicara
soal kedudukan segala?"
Diam2 Hong-lay-mo-li kagum dan memuji dalam hati akan
sikap keras Tay Mo.
Toh Eng-Iiang murid Tang-hay-liong yang terbesar adalah
Thauling dari salah satu kelompok laskar rakyat pula, segera
dia berdiri dan angkat bicara: "Menurut apa yang kutahu,
nona Tay Mo dan Liu Lihiap biasanya saling membahasakan
kakak beradik, Tapi hal ini tidak perlu diperdebatkan, yang
terang penjajah Kim sudah kerahkan pasukan besarnya
hendak menyerbu ke Song selatan, tugas penting yang harus
kita pikul adalah bergabung memusatkan kekuatan
menggempur mereka dari garis belakang. Kukira bukan
saatnya se karang saling cakar hanya untuk memperebutkan
kedudukan dan kekuasaan, bukan saja tidak menguntungkan
bukankah bakal menjadi buah tertawa orang2 gagah diseluruh
dunia" Aku menjunjung nona Tay Mo" Tempo dulu aku ada
sedikit perselisihan dengan Kongsun-pocu, tapi sekarang kita
sedang menghadapi musuh bersama, aku suka menyingkirkan
dulu pertikaian lama, bergandeng tangan melawan Kim!"
Ceng hay-sam-ma Ma Gu, Ma Ju dan Ma Hing se-rempak
berdiri, katanya: "Ucapan Toh-toako memang benar kami
Ceng-hay-sam-ma sepandangan dengan Toh toako, kami rela
mendengar petunjuk dan perintah langsung dari nona Tay
Mo," Bukan kepalang gusar hati Kongsun Ki, dengan
kepandaiannya segampang membalikan tangan untuk
membunuh Toh Eng-Hang dan Cang-hay-sam ma, dasar
seorang yang cerdik dan licik dan banyak akalnya lagi,
tujuannya adalah menduduki jabatan Bengcu, bukan
membunuh untuk melampiaskan amarah, katanya gelak
tertawa malah: "Toh-thocu, kalian terlalu pandang enteng kepada Kongsun
Ki! Memangnya kau kira aku kemari hanya untuk merebut
kedudukan dan kekuasaan?"
Ma-lotoa dari Ceng-hay-sam-ma adalah laki2 yang tidak
tahu apa artinya takut mati, belum hilang gelak tawa Kongsun
Ki, dia lantas berdiri berbicara: "Kong-sun-pocu, jikalau
kedatanganmu bukan hendak merebut kedudukan dan
kekuasaan disini, kenapa kau ingin menyingkirkan jabatan
Beng-cu dari tangan nona Tay-Mo?"
"Justru aku ingin mendarma baktikan tenagaku untuk
menggempur pasukan Kim, maka aku tidak hiraukan cemooh,
penghinaan dan curiga kalian untuk memikul beban berat ini,
kuminta secara hormat Tay Mo menyerahkan jabatan ini
kepadaku, Coba pikir betapa genting situasi sekarang, betapa
besar dan berat tugas seorang Bengcu untuk memimpin
sekian banyak laskar rakyat" Bukankah pantas kalau kita
memilih seorang pimpinan yang benar2 boleh diandalkan"
Bukan aku hendak mengangkangi kedudukan Bengcu ini, yang
terang didalam menghadapi situasi seperti sekarang ini tenaga
Tay Mo takkan banyak pengaruh-nya, sdr2 yang hadir semua
adalah pimpinan tertinggi dari berbagai kelompok barisannya
sendiri2, memangnya kalian rela dipimpin dan diperintah oleh
seorang budak?"
Pimpinan laskar rakyat yang hadir semuanya bertujuan
menentang pasukan Kim, tapi tidak sedikit diantara mereka
adalah manusia2 kasar yang tidak tahu tata tertib, tenaga
besar otak tumpul, dihadapan Hong-lay-mo-li mereka tunduk
dan takut, tiada yang berani punya pikiran nyeleweng, tanpa
hadirnya Hong-lay-mo-li sekarang, mereka merasa masing2
pihak duduk sama rendah berdiri sama tinggi, siapapun tidak
mau tunduk kepada siapa, keadaan menjadi rombongan naga
tanpa pimpinan.
Hasutan Kongsun Ki justru mengenai hati mereka, maka
keadaan menjadi semakin ribut dan ramai, Ada yang
menyerukan untuk memilih Bengcu baru, ada pula yang
menentang, tapi tidak sedikit anak buah Kongsun Ki yang
mencalonkan dirinya sebagai pejabat Bengcu.
Bahwa Kongsun Ki ada intrik dengan musuh dan menjadi
pengkhianat bangsa, belum diketahui oleh para hadirin,
Karena Hong-Iay-mo-li masih ingat akan hubungan saudara
seperguruan maka dia ingin mencegah secara diam2, maka
belum pernah dia beber dihadapan umum, demikian pula Tay
Mo sendiripun belum tahu,
Melihat situasi semakin meruncing, Toh Eng Hang menjadi
gusar. teriaknya berdiri: "Saat apa sekarang mi" Musuh
sedang dihadapan kita! Masakan kita harus ribut mulut
melemahkan posisi sendiri" Belum lagi kita selesai debat disini,
musuh sudah menyebrang sungai! Menurut pendapatku,
umpama benar harus pilih Bengcu baru, biar ditunda dulu
setelah peperangan ini berakhir."
Komplotan Kongsun Ki segera balas menyemprot: "Omong
kosong! justru kita harus memilih Bengcu baru untuk
memimpin kita berperang!"
Ceng-hay-sam-ma berteriak: "Pilih Bengcu baru juga
jangan pilih Kongsun Ki."
"Memangnya kau hendak pilih siapa" Kecuali Hong-lay-moli
berada disini, kalau tidak siapa lagi yang tepat kita calonkan
selain Kongsun-pocu."
Kongsun Ki tahu Toh Eng-liang adalah orang penting
didalam kelompok orang2 yang menentang dirinya, tiba2
timbul nafsu jahatnya, didalam keributan ini secara diam2 dia
hendak melancarkan serangan keji secara menggelap kepada
Toh Eng-liang. Pada saat itulah Hong-lay-mo-li tiba2 tertawa panjang,
melejit tinggi meluncur kedalam ruang besar, Ditengah udara
kebutnya dia sendal, beberapa utas benang kebutnya segera
melesat mengincar pergelangan tangan Kongsun Ki.
Baru saja Kongsun Ki hendak lancarkan ilmu tutuk jarak
jauh melukai Toh Eng-liang, tiba2 mendengar tawa panjang
disusul angin tajam menerjang tiba, Karena terkejut lekas
Roggsun Ki tarik tangannya.


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tay Mo girang bukan main teriaknya berdiri: "siocia kau
sudah kembali!"
Kongsun Ki pura2 unjuk tawa, sapanya: "Sumoay, kau
sudah pulang" Ada omongan baiklah dibicarakan baik2,
kenapa harus main kasar?"
Belum habis dia bicara, Hong-lay-mo-li sudah menudingnya
serta memaki dengan beringas: "Pengkhianat berani kau
meminjam namaku main tipu disini, ber-buat se-wenang2 lagi!
Aku kenal kau, pedangku tidak kenal siapa kau."
Semua hadirin menjadi gempar mendengar caci maki Honglay-
mo-li, Toh Eng-liang segera berdiri "Ha, jadi dia hanya
pura2 mengatakan kau yang suruh dia kembali menjabat
Bengcu?" "Siocia, dia memaksa aku supaya menyerahkan panah
perintah!"
Ma Gu ikut bicara: "Bengcu memakinya pengkhianat! Hm,
Kongsun Ki, apakah kau sudah menjadi budak dan antek
penjajah Kim?"
Merah padam lalu berganti hijau pula roman muka Kongsun
Ki, semula dia masih punya setitik harapan, bahwa Hong-laymo-
li tidak akan tega membongkar kedok pasunya. Dari malu
Kongsun Ki menjadi gusar, katanya dingin: "Liu Jing-yau, tidak
ingat kau dibesarkan dirumahku, ayahku..."
"Tutup mulutmu! Ayahmu hampir mati karena
kebejatanmu, berani kau menyinggung beliau! Baiklah,
kupandang muka beliau, punahkan sendiri ilmu silatmu,
supaya aku tidak usah turun tangan!"
Kongsun Ki ter-loroh2, katanya: "Liu Jing-yau, kau hendak
punahkan ilmu silatku" Baik, biarlah aku bicara sepatah dua
patah!" "Apa pula yang ingin kau katakan?"
Kongsun Ki maju dua langkah, katanya: "Dulu ayah ada
maksud menjodohkan kau dengan aku, Kini aku sudah tidak
punya bini, kau boleh menjadi gundikku."
Bukan kepalang gusar Hong-lay-mo-li, bentaknya:
"Pengkhianat tidak tahu malu!" kebut dia mainkan
megembangkan Thian-lo-hud-tim, dengan jurus Liat-ciokbenghun
(batu retak menggugurkan mega), serangannya
miring menyapu kearah Kongsun Ki.
Kalau sampai kena tersapu kebut Hong-lay-mo-li, paling
tidak tulang pundak Kong-sun Ki pati remuk redam, tapi
serangan ini adalah ajaran warisan keluarga Kongsun Ki
sendiri, masakah dia tidak tahu cara bagaimana untuk
melayani serangan ini "
Kiranya dia memang sengaja hendak memancing
kemarahan Sumoaynya, supaya memperoleh kesempatan
untuk bertindak mencapai kemenangan dalam waktu singkat.
Kemarahan merupakan pantangan bagi seorang tokoh yang
sedang bertempur. Betapa lincah gerak gerik Kongsun Ki.
melihat Sumoaynya terpancing, begitu orang menyerang
gencar, sikut sebelah kirinya seketika menunjukkan lobang
kosong, sebat sekali dia gunakan langkah Naga melingkar
menggeser kaki, kedua jarinya terangkap menutuk Ih-gi-hiat
dibawah ketiaknya, jengeknya dingin:
"Kau hendak punahkan ilmu silatku" Haha, biar aku saja
yang punahkan ilmu silatmu lebih dulu!"
Diluar tahunya Hong-lay-mo-li sendiri memang
menghendaki hal ini terjadi, dia cukup tahu akan kelihayan
kedua ilmu beracun yang dilatih Kongsun Ki, jikalau sekali
gebrak tidak berhasil membekuknya, mungkin dia akan
melukai banyak orang, maka sengaja dia pura2 marah dan
menunjukan lobang, sebelumnya dia sudah perhitungkan cara
bagaimana Kongsun Ki akan menyerang dirinya.
Kejadian berlangsung teramat cepat, tampak sinar pedang
berkelebat, disaat kedua jari Kongsun Ki hampir mengenai
sasarannya, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah membalik tangan
menebas lalu diteruskan dengan tusukan pedang.
"Creng" terdengar Kongsun Ki gelak2, serunya: "Kau cerdik
akupun tidak bodoh, kau kira aku adalah sipikun yang dahulu
itu?" dari tutukan tiba2 jarinya dia robah menjentik, suara tadi
adalah selentikan jarinya yang mengenai punggung pedang
Hong-lay-mo-li.
Tergetar tangan Hong-lay-mo-li, meski pedang tidak
sampai terlepas, namun telapak tangannya sudah kesemutan
dan kemang, terasa panas.
Walau membekal kepandaian tinggi dan bernyali besar, tak
urung Hong-lay-mo-li amat kaget dan mencelos hatinya! Dulu
Lwekang Kongsun Ki masih belum tandingannya, kini
sebaliknya sudah lebih unggul.
Ternyata dengan memperalat Beng Cau, Kongsun Ki sudah
berhasil mempelajari ajaran Lwekang dari keluarga Siang yang
menjadi poros landasan untuk melatih kedua ilmu beracun itu,
kini latihannya sudah mencapai tingkat delapan, dengan
sendirinya kepandaian silatnya melompat jauh kedepan, bukan
lagi Kongsun Ki yang dulu.
Kepandaian yang dilontarkan adalah ilmu menyalurkan
kekuatan melalui benda, jarinya menyelentik pedang Honglay-
mo-li, kekuatan yang dia gunakan adalah Hoa-hiat-kang,
Untung pedangnya yang kena dijentiknya, maka Hong-lay-moli
tidak sampai terluka.
Hanya segebrak saja Kongsun Ki lantas bisa mengukur
taraf kepandaian Sumoaynya, keruan hatinya girang karena
dia yakin dirinya sudah bukan tandingan Sumoaynya.
Mendapat angin dia tidak memberi kesempatan kepada Honglay
moli untuk bernapas.
"Wut, wut" beruntun dia lontarkan beberapa kali pukulan
terus mendesak maju, pikirnya dengan sekali cecar, dia
hendak tawan Sumoaynya hidup2 sekaligus untuk mengancam
semua hadirin supaya tunduk dan angkat dirinya menduduki
jabatan Bengcu.
Tapi walau kepandaian Hong-lay-mo-li setingkat lebih
rendah, jaraknyapun tidak jauh, Mengandal kesebatan gerak
geriknya. didalam waktu singkat, meski Kongsun Ki
menyerang tujuh kali pukulan, Hong-lay-mo-li menyurut
mundur tujuh langkah, sejauh itu telapak tangan Kongsun Ki
tidak berhasil menyentuh badannya, tapi diapun hanya
mampu membela diri belaka.
Begitu mundur tujuh langkah, Kongsun Ki sudah merebut
posisi berada disamping pintu.
Melihat Hong-Iay-mo-li terdesak seketika mendidih darah
Ceng-hay-sam-ma," tak tahan lagi serempak mereka
melompat bangun, tiga bersaudara tanpa berjanji sudah
memburu maju pikirnya hendak menggencet Kongsun Ki
ditengah mereka.
Agaknya meski tahu kepandaian sendiri bukan tandingan
Kongsun Ki, mereka sudah tidak hiraukan keselamatan jiwa
sendiri, Kongsun Ki gelak2, serunya: "Yang tidak takut silakan
maju!" Cenghay-sam-ma sedang menerjang maju, tiada satupun
yang merandek karena gertakan Kongsun Ki. Tapi sekonyong2
ketiganya merasakan adanya segulung tenaga lunak
mendorong mereka bertiga kearah samping sehingga berputar
tiga kali mundur lima enam langkah.
Ketiganya sama tersirap dan heran sedikitpun mereka tidak
merasa sakit, terang tidak terluka sedikitpun Kalau Kongsun Ki
yang melontarkan Bik-khong-ciang memukul mereka mundur"
Kenapa Kongsun Ki mau menaruh belas kasihan"
Belum lagi Ceng-hay-sam-ma berdiri tegak, mereka sudah
berpaling, tampak diantara mereka dengan Kongsun Ki tahu2
sudah bediri seorang laki2 tua berambut pendek dengan kaki
timpang, ketiaknya mengempit tongkat besi Ternyata memang
bukan Kongsun Ki yang mendorong mereka kesamping.
Kiranya Liu Goan-cong tidak segera turun tangan, karena
dia hendak melindungi orang banyak, dia ber-jaga2 bila sifat
liar dan buas Kongsun Ki angot, tanpa membedakan orang
lantas turun tangan keji melukai hadirin sementara Kongsun Ki
tidak tahu akan kehadiran Liu Goan-cong pula, maka diayakin
dengan mudah dapat membekuk Sumoaynya, maka tidak
pernah terpikir olehnya hendak melukai orang atau melarikan
diri. Kini Kongsun Ki mendesak Sumoaynya sampai mundur
tujuh langkah dan tiba diambang pintu, jadi jaraknya cukup
jauh dengan orang banyak yang kumpul didalam ruang besar
ini. Melihat ada peluang dan kesempatan, baru Liu Goan-cong
mendadak muncul, disamping memutus pukulan Bong-khongciang
Kong--sun Ki, sekaligus dia singkirkan Ceng-hay samma.
Begitu melihat Liu Goan-cong, bukan kepalang kejut
Kongsun Ki maklumlah tempo hari dia pernah kecundang
ditangan orang.
Berkata Liu Goan-cong dengan kereng: "Kembali adalah
tepian Kongsun Ki, kau masih tidak berpaling?" yang
digunakan adalah Say-cu-hiong dari ajaran Lwe-kang aliran
Hud, orang lain tidak merasakan apa-apa, tapi bagi
pendengaran Kongsun Ki seperti bunyi beledek mengguntur
dipinggir telinganya. hatinya bergetar keras.
Tapi Kongsun Ki biasanya membanggakan kepintaran
sendiri, sudah terlalu dalam dia kejeblos kedalam lumpur sesat
tak mungkin mentas diri lagi, Meski bentakan beledek Liu
Goan-cong masih belum bisa menyadarkan pikirannya yang
sudah keblinger.
Setelah hilang rasa getaran hatinya Kongsun Ki lantas
berpikir: "Kedua ilmu beracun itu sudah sempurna kuyakinkan,
belum tentu tua bangka ini bisa mengalahkan aku" Hm hm,
dari pada aku teringkus lebih baik aku hancur lebur."
Dimana lengan baju Liu Goan-cong mengebut, dia pisahkan
Kongsun Ki dengan putrinya, Se-konyong2 Kongsun Ki
berpaling, katanya menyeringai dingin: "Memangnya kenapa
kalau aku berpaling ?"
"Omitohud," sabda Liu Goan-cong. "Baik sekali kalau kau
suka berpaling." tiba2 Kongsun Ki lontarkan pukulan telapak
tangannya. Lekas Liu Goan-cong kebaskan pula lengan bajunya, maka
terdengarlah suara keras seperti gembreng pecah, Lengan
baju Liu Goan-cong tergetar pecah berhamburan seperti
kupu2 terbang kena damparan tenaga pukulan Kongsun Ki.
Kiranya kebasan lengan baju Liu Goan-cong kebetulan saling
beradu dan sirna tanpa bekas menahan pukulan Kongsun Ki.
Kongsun Ki membentak lagi: "Sambut pukulan lagi!"
melihat pukulan Hoa-hiat-tonya tidak berhasil melukai Liu
Goan-cong, kini dia tumplek seluruh kemampuannya, dengan
kedua telapak tangannya, telapak kiri Hoa-hiat-to telapak
tangan Hu-kut-ciang, kedua ilmu beracun serempak dia
lontarkan bersama.
Tongkat besi Liu Goan-cong menyanggah bumi, dengan
sebelah lengannya dia gunakan jurus Lmg-kang-cek-pi
(membendung tembok diambang sungai), dengan melintang
dia tangkis kedua pukulan telapak tangan Kongsunt Ki. "Blum"
bentrokan kekuatan dua pihak memekak telinga bagai bumi
gugur! Kongsun Ki tergentak mundur sempoyongan terlempar
keluar pintu, untung masih bisa mengendalikan badan tidak
sampai terjungkal roboh.
Liu Goan-cong rasakan seluruh lengannya kesemutan
kemeng, rasanya tidak enak, Mau tidak mau bercekat hatinya
Karena mengingat hubungan lama dengan Kongsun In, dia
masih belum tega menurunkan tangan jahat kepada putranya,
tapi tangkisannya tadi sudah mengerahkan delapan bagian
tenaganya. Dia kira dengan kekuatan ini sudah cukup untuk
memusnahkan ilmu silat Kongsun Ki yang jahat itu, diluar
perhitungannya kepandaian Kongsun Ki sekarang sudah
melampaui dugaannya.
Cepat sekali bagai bayangan menghikuti bentuknya Liu
Goan-cong sudah melesat keluar pintu, tongkat besinya
terangkat, menutuk ke Hong-hu-hiat dipung-gung orang, kali
ini Liu Goan-cong kerahkan sembilan tenaganya, sedikitpun
dia tidak berani gegabah.
Mendengar samberan angin tajam dari belakang, Kongsun
Ki lekas melolos pedang lemas dari pinggang-nya, secara
reflek pedangnya terayun kebelakang "Tang" pedang
membentur tongkat memijarkan kembang api.
Kongsun Ki berteriak keras, "Huuuaaah" sekumur darah
menyembur dari mulutnya, pedang lemas-nyapun tergetar
lepas terbang ketengah udara.
Namun demikian, dengan meminjam badannya masih
meluncur kedepan, kakinya tidak berhenti, dengan gerakan Uiko-
jiong-siau (burung eamar menjulang kelangit), badannya
melejit tinggi melompat lewat keluar tembok!
Kiranya dengan kekuatan Lwekangnya sekarang memang
belum kuasa menanding kekuatan Liu Goan-cong, tapi sedapat
mungkin dia masih bisa bertahan dari gempuran hebat ini!
Meski muntah darah dan terluka ringan, namun masih kuasa
mengembangkan Gin-kang untuk melarikan diri.
Bagi Liu Goan-cong yang sebelah kakinya timpang, dia
harus menutulkan tongkatnya diatas tanah baru bisa
mengembangkan Ginkang, pada hal tongkatnya dia buat
mengepruk pedang lemas Kongsun Ki, sementara orang sudah
ngacir sebelum dirinya sembat pinjam tenaga tutulan
tongkatnya. Karena terlambat setindak, mau mengejarpun
sudah terlambat.
Begitu berpaling Liu Goan-cong segera tanya putrinya:
"Bagaimana keadaanmu?"
"Tidak apa2, dada terasa sesak," sahut Liu Jing-yau. Lekas
Liu Goan-cong tempelkan telapak tangan dipunggung
putrinya, dengan kekuatan hawa murninya dia salurkan
kebadan putrinya bantu melancarkan darah dan memulihkan
pernapasan, cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah merasakan
pernapasannya normal.
"Ilmu berbisa yagg lihay sekali!" ujar Hong-lay-mo-li,
"Ayah, kau tidak terluka?"
"Tidak menjadi soal," sahut Liu Goan-cong, lalu dia
kerahkan hawa murni, darah segera menyemprot dari ujung
jarinya, warna darah kental hitam, bau amis merangsang
hidung kira2 secawan darah hitam itu mengalir keluar, baru
warna darah bennbah merah, lekas Liu Goan-cong bubuhi
obat, Semua hadirin meleletkan lidah.
Lain kejap semua orang sudah kembali kedalam Ki-gi-thing.
begitu masuk kedalam rumah, Liu Goan-cong dan putrinya
segera disongsong oleh empat orang kakek, sapanya


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersama: "Terima kasih cujin sekali lagi menolong jiwa kami."
ternyata keempat orang tua ini adalah pembantu lama dari
keluarga Siang, Sejak Siang Ceng-hong meninggal Hong-laymo-
li ada suruh mereka bekerja dipangkalannya membantu
Tay Mo. Sudah tentu karena kedatangan Kongsun Ki terpaksa
mereka menyingkir. Kini setelah Kongsun Ki digebah lari,
mereka baru berani unjuk diri pula. Karena mendapat pesan
dari majikan lama maka mereka membahasakan Cujin atau
majikan pula kepada Hong-lay-mo-1i.
Ter-sipu2 Hong-lay-mo-li cegah mereka memberi hormat,
katanya: "Kalian tidak usah terlalu banyak adat, kalian disini
semua, bagus sekali, Ada sebuah tugas memang aku perlu
bantuan kalian."
"Majikan ada pesan apa, silakan katakan saja."
"Tay Mo, coba kau ceritakan dulu, bagaimana Kongsun Ki
bisa datang kemari" Dimana anak buah yang dibawanya?"
"Anak buah yang dilawan Kongsun Ki kira2 ada seribuan
orang, diantaranya kebanyakan penghuni Siang-keh-po dulu,
Kemaren dulu mereka tiba2 datang. entah bagaimana, alamat
kita disini diketahui, maka Kongsun Ki lantas kemari, katanya
hendak bergabung melawan penjajah Kim. Aku tidak berani
percaya akan obrolannya, terpaksa main ulur waktu dan
mencari akal, setelah dia pergi, segera aku pindah dari tempat
semula kemari."
"Bagus, kau bekerja dengan akal dan bertindak dengan
cerdik. betul sekali tindakan ini." puji Hong-lay-mo-li.
Tatkala itu, Bing-cu, Song Kim-kong dan Thi Toa-khing
bertiga baru tiba, Begitu tiba segera Song Kimkong bertanya:
"Bengcu, kau memaki Kongsun Ki sebagai pengkhianat apa
benar keparat itu ada sekongkol dengan musuh?"
"Benar, Kongsun Ki sudah terima menjadi antek negeri Kim,
tujuannya hendak angkat diri menjadi raja di Soatang, Yang
menjadi perantara adalah Giok-bin-yau-hou Lian Ceng-poh,
selanjutnya kalian harus hati2 terhadap kedua orang ini,
jangan sampai tertipu."
Beberapa anak buah komplotan Kongsun Ki seketika pucat
pias, ter-sipu2 mereka berlutut, katanya, "Kita tidak tahu
apa2, kita diapusi oleh mulutnya yang manis."
Sudah tentu Hong-lay-mo-li tidak mau percaya begitu saja,
katanya: "Asal selanjutnya kalian kerja sama dengan sepenuh
hati dan tenaga untuk melawan penjajah, aku tidak akan
curiga kepada kalian. Tapi sekarang kalian harus mendengar
petunjukku."
"Perintah Bengcu memangnya kami berani membangkang
Kami mohon keringanan demi mencuci bersih nama dan itikad
kami, banyak terima kasih kepada Bengcu."
"Petunjukku ini hanya untuk memperlancar gerakan
pasukan kita. tiada maksud lain, Kelompok kalian jumlahnya
tidak banyak, maka semuanya harus dikumpulkan selanjutnya
kalian harus bergabung dibawah pimpinan Thi Toa-king. Thi
Toa king, sekarang juga kau ikut mereka mengumpulkan anak
buahnya, sebelum hari lohor besok sudah harus selesai dan
memberi laporan menunggu perintah selanjutnya."
Thi Toa-kong tahu maksud Bengcu, dengan lapang dada
dia terima perintah ini, lekas sekali mereka sudah
mengundurkan diri.
"Dimana barisan yang dibawa oleh Kongsun Ki?" tanya
Hong-laymo-li lebih lanjut
"Mereka berada didesa dimana markas pusat kita semula
berada." sahut Tay Mo, Hong-lay-mo-li berkata kepada
keempat kakek pembantu: "Baik, sekarang aku perlu tenaga
kalian." lalu dikeluarkan sebuah sempritan panjang warna
hitam legam, Katanya: "Nah kau ambilah, Kalian adalah
orang2 tertua dari Siang-keh-po, dengan membawa sempritan
ini, tanpa banyak susah pasti bisa menyelesaikan tugas ini."
Melihat sempritan ini tersiput keempat kakek itu berlutut
dan menyembah, Dengan laku yang amat hormat yang tertua
menerima sempritan itu, Mereka cukup tahu asal usul dan
manfaat sempritan ini, melihat Hong-lay-mo-li keluarkan
sempritan ini segera merekapun sudah maklum maksud
tujuannya, Yaitu supaya orang2 lama dari Siang-keh-po
menyerah dan terima dipimpin mereka.
Berkata Hong-lay-mo-li lebih lanjut: "Kongsun Ki sudah
terluka, kemungkinan tidak berani pulang ke-tempat semula.
Tapi harus menjaga segala kemungkinan." lalu dia berpaling
kepada ayahnya. katanya lebih lanjut: "Ayah, tolong kau
temani para paman ini."
Liu Goan-cong tertawa, katanya: "Memang tanganku
sedang gatal untuk melabrak Kongsun Ki lagi, paling tidak aku
bisa wakili sahabat lamaku menghajar putranya yang durhaka
itu." Mendapat teman Liu Goan-cong, sudah tentu ke-empat
kakek pembantu itu amat senang dan lega, mereka tidak perlu
takut berhadapan dengan Kongsun Ki, setelah terima perintah
segera berangkat.
"Baiklah," kata Hong-lay-mo-li lebih lanjut, "sekarang kita
teruskan rapat ini."
Serempak para Cecu dan para pimpinan tertinggi dari
barisan laskar rakyat yang berkumpul bersorak dan tepuk
tangan, secara aklamasi mereka menjunjung dan memilih
Hong-lay-mo-li untuk menduduki pula jabatan Bengcu yang
lama. Bertanya Hong-lay-mo-li: "Apakah kalian sudah
membicarakan strategis kemiliteran?"
"Begitu rapat ini dimulai, Kongsun Ki keburu datang lalu
membuat onar, maka persoalan lain belum sempat
dirundingkan." sahut Tay Mo.
"Bagus, kalau begitu rahasia ini tidak perlu kuatir bocor,
Baiklah sekarang kita mengatur barisan untuk menyerang."
"Menyerang?" serempak hadirin menegas, "Pasukan negeri
Kim puluhan lipat besarnya dari barisan kita Tapi memangnya
kita sudah mempertaruhkan jiwa raga, kalau Bengcu
mengaturnya demikian, meski badan hancur lebur, kita tidak
akan mundur setapak-pun."
Hong-lay-mo-li tertawa, katanya: "Kita hanya berperang
kalau punya keyakinan, jadi jangan menyerempet bahaya dan
berkorban secara sia2." lalu secara panjang lebar dia jelaskan
kerja sama dengan pasukan dynasti Song diselatan sungai dan
sambutan dari dalam pasukan besar musuh yang dipimpin
Yalu Hoan-ih. Baru sekarang hadirin tahu dan punya
keyakinan teguh untuk menang, berkobar semangat tempur
mereka. Hong-lay-mo-li minta Toh Eng-liang dan Song Kim-kong
menjadi pimpinan dua sayap kanan kiri, lalu dijanjikan
waktunya yang tepat untuk bergerak bersama menggempur
musuh. Cukup banyak persoalan yang harus dirundingkan dan
diatur, waktu rapat ini usai, waktu itu haripun sudah
menjelang magrib. segera semua cecu dan Thau-ling kembali
kedalam barisan masing2 menjalankan perintah dan tugas.
Hong-lay-mo-li sendiripun kembali kedalam kamar yang
sudah disediakan untuk dirinya, tengah dia bicara dengan Tay
Mo dan menceritakan pengalaman kerjanya di Kanglam, tibatiba
terdengar langkah kaki mendatangi, Liu Goan-cong
berkata dengan berseri tawa: "Yau-ji, nih kubawa pulang
seorang tamu, coba lihat siapa dia?"
Waktu Hong-lay moli berdua keluar, tampak Liu Goan-cong
membawa seorang pembantu tua, ditengah mereka ikut
seorang gadis yang berpakaian menurut adat bangsanya, dia
bukan lain adalah Jilian Ceng sia.
Hong-lay-mo-li amat girang, sapanya: "Nona Jilian, angin
apa yang membawamu kemari" Mana Ji-cimu?"
"Ji-ci tidak ikut kemari. em, bicarakan dulu urusan kalian."
Kakek tua itu segera maju memberi laporan: "Lapor
majikan, urusan berjalan lancar, seperti dugaan Kongsun Ki
memang tidak berani kembali kesana, Begitu aku meniup
sempritan ini, mereka lantas berkumpul dan tunduk perintah,
kubeber kebejatan dan kejahatan Kongsun Ki, sekarang
mereka rela mendengar perintahmu, tidak mau ikut Kongsun
Ki lagi (silakan majikan simpan kembali sempritan in"
"Sempritan ini warisan majikanmu yang lama, berada
ditanganku tak berguna, biar kuberikan kepadamu untuk
mengendalikan anak buahmu."
Seketika pembantu tua ini ter-sipu2, sahutnya: "Mana
boleh" Umpama siaujin punya nyali setinggi langit juga tidak
berani menerima sempritan ini."
"Kenapa?"
"Sempritan ini didalam Siang-keh-lo laksana cap kebesaran
negara yang biasa berada ditangan raja, siapa pegang
sempritan ini, dialah majikan dari Siang-keh-po."
"O, begitu," Hong-lay-mo-li. "baiklah sementara biar
kusimpan, kelak akan kembalikan kepada Ji-siocia kalian."
"Barisan orang2 dari Siang-keh-po ini bagaimana untuk
mengaturnya?" kakek tua ini minta petunjuk.
"Tetap berada ditempat semula, Besok malam setelah lewat
kentongan pertama, siap menunggu perintah Kalian akan
dipimpin oleh Song Kim-kong yang memimpin sayap kiri.
Setelah menerima perintah, pembantu tua ini segera
mengundurkan diri.
Baru sekaran Hong-lay-mo-li sempat bicara dengan Jilian
Ceng-sia. "Berkat bantuan kalian bersaudara yang memancing
pasukan musuh, kalau tidak mungkin kami tidak bisa lolos."
"O, jadi kau sudah tahu duduknya persoalan?" tanya Jilian
Ceng-hun. Secara ringkas Hong-lay-mo-li tuturkan pengalamannya,
lalu tanyanya: "Kau sudah makan malam belum?"
"Di Kui-siok-cheng aku sudah makan, sebetulnya aku
hendak cari Tay Mo tak duga malah ketemu dengan ayahmu."
lalu ia menyambung dengan tertawa, "Tak nyana ayahmu
adalah tetangga lamaku, dulu aku sering menyebutnya Hwesio
tua. Kini dia kembali preman, aku jadi rikuh untuk
memanggilnya."
Hong-lay-mo-li tertawa, ujarnya: "Terima kasih kau
memberitahu kabar ayahku, Waktu itu aku belum tahu bahwa
Hwesio tua adalah ayahku."
Bing-cu masuk memberi laporan: "Siocia, kamar mu sudah
siap, Sedang kamar nona Jilian..."
"Adik Sia, kalau kau tidak menolak, biar kau sekamar
denganku saja, Hayolah, malam sudah larut, kaupun perlu
istirahat."
Setelah masuk kamar ganti pakaian Hong-lay-mo-li
mendahului naik ranjang, Jilian Ceng-sia malah masih longak
longok keluar jendela seperti ada sesuatu yang dirisaukan.
"Eh, adik Sia, kau ada ganjelan hati apa, sedang terkenang
kepada Ih-komu?"
Watak Jilian Ceng-sia memang polos terbuka, katanya:
"Memang aku sedang terkenang kepada Ih-ko. Liu-cici,
adakah dalam hatimu terkenang kepada seseorang?"
Hong-lay-mo-li tertegun, sesaat dia kememek tak tahu
bagaimana harus menjawab,
"Cici," kata Jilian Ceng-sia lebih lanjut, "lngin aku tanya
sebuah hal kepadamu," tentunya kau tidak anggap aku terlalu
kurangajar."
"Kau ingin tanya apa, silakan berkata?"
"Apakah kau benar2 menyukai Bu-lim-thian-kiau?" Merah
muka Hong-lay-mo-li, katanya: "Entah apa yang kau maksud
dengan "menyukai" Tam-kong-cu pernah menolong aku dari
mara bahaya, aku amat berterima kasih kepadanya."
"Jadi kau tidak ingin menikah dengan dia?"
"Belum pernah terpikir olehku." sahut Hong-lay-mo-li
secara gamblang, "Sudah biasa aku hidup main senjata,
menurut hematku, bukan semua perempuan harus kawin."
Bagian 31 Jilian Ceng-sia tertawa, ujarnya: "Cici, kau ngapusi aku Kau
pasti pernah memikirkan soal ini. Cici, apakah didalam lubuk
hati ada pujaan lain orang?"
Hong-lay-mo-li pura2 kurang senang, katanya:
"Anak perempuan koh membicarakan soal kawin,
memangnya tidak malu" Bicarakan soal lain saja."
Jilian Ceng-sia cekikikan, katanya: "Wah cici pandai pura2!
Kenapa harus malu bicara soal nikah" Baik-lah bicara soal lain,
lalu soal apa?"
Kuatir orang bicara belit2, segera Hong-lay-mo-li
mendahului: "Aku ingin tanya, kenapa Ji-cimu tidak kemari"
sebagai tuan penolong pangkalanku, diapun sudah kenal baik
dengan Tay Mo dan Iain2. Kemaren dulu diapun datang
bersama Ih-komu, kenapa hari ini dia tidak bersama kau?"
Dengan sungguh2 Jilian Ceng-sia berkata: "Ciciku sedang
marah kepadamu, dia tidak senang berhadapan dengan kau,"
Hong-lay-mo-li melengak, katanya tertawa: "Aku kan tidak
bersalah kepada Ji-cimu, kenapa dia marah kepadaku?"
"Katanya kau tidak punya liangsim (tidak berbudi), Tam Ihtiong
begitu baik terhadapmu, kau malah mencintai orang lain,
Kau tahu Tam Ih-tiong adalah suheng kami, sudah tentu kami
membelanya."
"Entah bagaimana aku harus menjelaskan soal ini, Adik Sia,
kau sendiri apakah marah juga kepadaku."
"Ya, ada sedikit, tapi tidak segemes Ji-ci. Yau-ci, kau
menyukai Hoa Kok-ham. Hoa Kok-hampun amat baik terhadap
kita, maka umpama kau menikah dengan Hoa Ko-ham atau
Tam Ih tiong, aku ikut senang juga Cuma kukira kau jangan
mempermainkan Suhengku, Aku ini suka blak2an, kau jangan
berkecil hati lho."
"Watakmu ini justru paling kusenangi. Tapi kau katakan
aku mempermainkan Suhengmu, hal ini membuat aku
penasaran,"
"Kalau kau tidak mencintai dia, kau harus lekas memberi
ketegasan kepadanya sekarang urusan sudah berlarut,
umpama kau tidak sengaja mempermainkan dia, kau sudah
membuatnya sengsara juga."
"Ucapanmu memang benar, dalam hal ini aku memang
keIiru. Tapi aku punya kesulitanku sendiri, sukar kujelaskan
kepadamu, sekarang yang kuharapkan semoga dia selamat
lolos dari mara bahaya, baru hatiku bisa tenang, baru aku bisa
menyatakan isi hatiku Adik Sia, kau bisa memaafkan aku?"
"Aku bisa menyelami perasaanmu, kau pasti bukan sengaja
mempermainkan suhengku. Tadi sudah kukatakan aku rada
marah saja, kalau tidak masakah aku kemari menemui kau,"
Tiba2 tergerak hati Hong-lay-mo-Ii, pikirnya: "Kenapa Jicinya


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

marah kepadaku" Apakah..." sebagai orang yang pernah
berkecimpung dalam gelanggang asmara, lapat2 Hong-laymo-
li dapat menyelami perasaan Jilian Ceng-hun, maka
pikirnya: "Naga2nya Bu-lim-thian-kiau sendiripun belum tahu
akan isi hati Jilian Ceng-hun" Sampaipun adiknyapun masih
dia kelabui?" setelah menyadari rahasia di luar dugaan ini,
sungguh kecut dan senang pula hati Hong-lay-mo-Ii,
tanyanya: "Lalu, kemana Jicimu sekarang?"
"Ji-ci pergi mencari Hwi-siok Sini - cici Tam-suheng. Dia
minta Hwi-siok Sini pergi menolong adiknya."
"Bukankah Yalu Hoan-ih sedang berusaha menolongnya,
betapa tinggi kepandaian Hwi siok Sini, masakah dapat
menolong adiknya didalam kepungan pasukan besar musuh."
"Aku sudah bujuk Ji-ci, tapi dia tidak mau kesini minta
bantuanmu, sedang Ih-ko juga belum tentu dapat berhasil
dengan mudah."
Baru sekarang Hong-Iaymo-li paham seluruhnya, "Jadi
kedatangan Jilian Ceng-sia kemari adalah hendak minta
bantuanku untuk menolong Bu-lim-thian-kiau." segera ia
berkata: "Ih-komu ada kesulitan apa?"
Sesaat Jilian Ceng-sia memandang keluar jendela, katanya
kemudian sambil berpaling: "Cici, hadiah pertemuan apa yang
hendak kau berikan kepadaku?"
Hong lay-mo-li melengak, katanya tertawa: "Lho. koh
bicara soal hadiah segala" Ayahku bisa ajarkan ilmu
kepadamu, aku sendiri tidak setimpal mengajar kepada kau."
kebiasaan kaum Bu-lim kalau memberi hadiah pertemuan
adalah memberi ajaran silat.
"Hadiah pertemuan bukan melulu harus mengajar silat?"
"Kalau barang mungkin tidak terpandang bagi dirimu,
Baiklah, bukan ilmu silat lalu apa kehendakmu ?"
"Kabarnya dalam golongan kalian ada semacam obat2an
peranti rias dan make-up untuk merubah bentuk muka orang,
Apa benar?"
"Untuk apa kau minta obat rias?"
"Aku ingin menyaru dan berdandan jadi laki2. Kembaii
keasrama pasukan besar Kim. Tapi aku kuatir ada orang kenal
aku, terpaksa harus menyamar."
Hong-lay mo-li kaget, tanyanya: "Kau ingin kembali
ketempat Ih-komu?"
"Ya Aku tidak lega membiarkan dia seorang diri."
"Setelah pertempuran ini berselang kalian akan lekas
bertemu, Hanya rindu beberapa hari belaka, masakah kau
tidak sabar lagi?"
"Aku bicara sesungguhnya, kau malah menggoda aku. Aku
bekerja demi urusan besar, aku kuatir seorang diri Ih-ko bisa
menggagalkan urusan."
"Urusan apa" Coba kau jelaskan?"
"Ih-ko ada sebuah rencana, begitu peperangan ke-dua
belah pihak berlangsung dia hendak menawan Wanyen Liang!
Rencana ini kecuali kami kakak beradik yang tahu, Tamsuheng
juga ikut memberi saran2nya dalam perundingan
tempo hari."
"Sebetulnya kami bertiga sembunyi didalam asramanya,
bila waktunya sudah tiba akan segera turun tangan, Tak
nyana kejadianmu merubah seluruh rencana semula. Bu-limthian-
kiau terpaksa tampil kedepan menolong kau, kami
berdua disuruh memancing barisan berkuda musuh Iagi."
"Kini Tam-suheng sudah tertawan, kami kakak beradik juga
berpisah sama dia, Hanya Ih-ko seorang saja yang jejak
rahasianya belum konangan, Ih-ko tahu Wan-yen Liang tidak
akan membunuh Bu-lim-thian-kiau sebelum penyerangan ke
selatan berhasil, maka dia berani tanggung untuk menolong
Tam-suheng."
"Tapi betapa banyak jago2 berilmu silat tinggi yang
melindungi Wanyen Liang, seorang diri keadaan Ih-ko amat
menguatirkan. Tak mungkin dia melaksanakan rencana
semula, Tam-suhengpun belum tentu bisa ditolongnya, Coba
kau pikir, bagaimana baiknya?"
"Bagaimana baiknya?" pertanyaan terakhir ini laksana batu
besar menindih kebenak Hong-lay-mo-li, seketika bergolak
perasaannya, sebentar dia berpikir akhirnya berkata kalem:
"Adik Sia, baiklah aku pergi bersamamu."
Jilian Ceng-sia berjingkrak girang, serunya: "Cici, kau mau
pergi" Tapi, tapi..."
"Kenapa" Kau tidak senang aku menamanimu?"
"Tidak, tidak, Biarlah aku bicara blak2an. Kedatanganku
memang ingin minta bantuanmu, Tapi setelah melihat
keadaan disini, aku tidak berani buka mulut sebagai Bengcu
junjungan mereka, mana boleh kau sembarangan
meninggalkan tugas dan tanggung jawab?"
"Urusan disini aku bisa mengaturnya, kau tidak usah kuatir,
Cuma kau yakin benar dapat menyelundup kemarkas besar
pasukan musuh" Bagaimana kalau kebentur penjagaan dan
kepergok ronda" Kalau sembarangan bertindak Yalu Hoan-ih
akan celaka lebih dulu."
"Letak perkemahan Ih-ko aku sudah tahu, untuk menuju
kesana kita bisa lewat sebuah jalanan gunung, jadi tidak perlu
menerobos dari perkemahan tentara yang ber-lapis2
banyaknya itu. Dan lagi aku memiliki sebuah lencana dari
komandan ronda, dengan gampang bisa melayani semua
pertanyaan. Yang kukuatirkan cuma ada yang mengenali
diriku, maka aku perlu menyamar."
"Baik, kalau kau sendiri sudah yakin, aku bisa rias dirimu
menjadi orang lain, sekarang hayolah tidur, besok pagi belum
tentu kau bisa mengenali dirimu sendiri."
Dengan hati lega dan tentram Jilian Ceng-sia lantas mapan
tidur, Hari kedua waktu dia bangun tidur, Hong-lay-mo-li
sudah mempersiapkan semua keperluan dan mulai merias
dirinya, Jilian Ceng-sia disulap menjadi Iaki2 muda yang
bermuka koreng, cuma perawakannya saja yang rada pendek,
Lalu ganti Jilian Ceng-sia bantu dia merias pula menjadi laki2
lain, setelah selesai mereka belajar jalan meniru gerak gerik
orang laki, setelah merasa semuanya sempurna dengan
bergandeng tangan mereka lalu keluar kamar.
Mendadak melihat dua orang yang tidak dikenalnya masuk
kedalam kamarnya, keruan Uiu Goan-cong tertegun heran,
tanyanya: "Kalian cari siapa?"
Hong-lay-mo-li cekikikan, katanya: "Ayah, kau tidak
mengenalku lagi?"
Baru sekarang Liu Goan-cong tahu adalah putrinya dan
Jilian Ceng-sia, katanya gelak2: "Kenapa kalian begini nakal,
menyaru segala mempermainkan aku?"
"Ayah jangan marah, anak ada urusan penting handak
berunding dengan ayah."
Maka Hong-lay-mo-li menjelaskan rencana Yalu Hoan-ih
serta posisi dirinya saat itu kepada sang ayah.
Liu Goan-cong berkata: "Jadi kau menyamar hendak
menyelundup kedalam markas besar musuh membantu
rencana Yalu Hoan-ih?"
"Benar, Bukan lantaran Bu-lim-thian-kiau saja, pergerakan
kita sekarang adalah untuk mengalahkan musuh, jikalau kita
berhasil membekuk Wanyen Liang, kemenangan lebih yakin
dipihak kita tanpa banyak menimbulkan korban. Kini tibalah
saat yang terbaik, anak berpendapat kesempatan ini jangan di
sia2kan." "Rencana ini memang baik demi situasi seluruhnya,
kesempatan ini memang jangan diabaikan begini saja, Tapi
kau adalah Bengcu dari laskar rakyat disini bila kau pergi,
mereka jadi tiada yang mempimpin, lalu bagaimana baiknya?"
"Lantaran itulah anak sekarang berunding dengan ayah,
Harap ayah suka sementara pegang jabatan Beng-cu ini."
Liu Goan-cong tertawa, katanya: "Aku sudah menduga
akan maksudmu ini. Tapi dua puluh tahun aku mengasingkan
diri tak mencampuri urusan dunia, mungkin aku tak bisa
memikul tugas dan tanggung jawab ini."
"Ayah, dulu kau menggetarkan jagat, dipandang sebagai
maha guru silat seluruh Bulim sejajar dengan guruku, Kalau
kau yang menjabat Beng-cu ini sudah tentu lebih serasi dan
cocok, siapa yang tidak akan tunduk" Apalagi urusan hanya
akan berlangsung beberapa hari saja"
Rencana kerja sudah dirundingkan dengan sempurna,
Besok malam mereka sudah akan bekerja menurut rencana,
Kukira tidak akan terjadi sesuatu di-luar dugaan, Ayah, selama
duapuluh tahun kau tetirah, menyembunyikan diri dialas
pegunungan, bukankah hari2 seperti ini yang kau nantikan,
menuntut balas sakit hati keluarga dan negara" Kini tibalah
saatnya, masakah kau malah kehilangan pambek dan
keberanian dimasa mudamu dulu?"
Liu Goan-cong ter-loroh2, katanya: "Ya, ya. anggaplah aku
sudah terbujuk olenmu. Dulu aku masuk istana mencuri
pusaka, menerjang gua harimau rawa naga, kapan aku pernah
mengeluh dan ingat akan kesukaran! Hanya jadi Beng-cu
beberapa hari rasanya bukan beban apa2 " Putriku, tadi ayah
hanya kelakar saja, tanggung jawab ini boleh kau serahkan
kepada ayah untuk memikulnya!"
"Ayah yang baik, aku tahu kau pasti menerima
permintaanku maka semalam aku sudah melulusi permintaan
adik Sia untuk menyertai perjalanannya,"
"Semoga dengan lancar kau berhasil menolong Tam Ihtiong
dan menunaikan tugas berat ini. Cuma, kau..."
Hong-lay-mo-li tahu kekuatiran ayahnya, katanya lirih
dengan muka merah, "Urusan anak, anak sudah berketetapan,
ayah tidak usah kuatir."
"Baik, baik sekali kalau sudah ada ketetapan, Aku tahu kau
lebih perkasa dari kaum laki2, aku boleh lega hati membiarkan
kau pergi."
Lalu Hong-lay-mo-li suruh orang memanggil Tay Mo, sudah
tentu Tay Mo ter-heran2 melihat dandanan Hong-lay-mo-li.
Tak lupa Hong-lay-mo-li pasrahkan beberapa persoalan
penting kepada Tay Mo. disamping menyuruhnya bantu Liu
Goan-cong, besok malam tetap bekerja menurut rencana
setelah segalanya sempurna, bersama Jilian Ceng-sia mereka
berangkat secara diam2.
Kira2 menjelang magrib mereka mulai memasuki daerah
yang dikuasai oleh pasukan Kim, mereka sembunyi didalam
hutan, menunggu hari menjadi gelap baru akan bergerak,
Jilian Cengsia sebagai penunjuk jalan, pelan2 mereka
menyusuri jalan2 belukar dipegunungan, terus menuju
keperkemahan Yalu Hoan-ih.
Semakin maju jalan pegunungan semakin sukar dilalui,
Jilian Ceng-sia berkata dengan berbisik: "Setelah tiba dibalik
gunung didepan itu, sebelah bawah-adalah perkemahan Ihko."
Untung mereka bicara bisik2, se-konyong2 lapat2 terdengar
langkah kaki orang yang sedang mendatangi mencelos hati
Hong-lay-mo-li, pikirnya: "Ginkang kedua orang ini tidak
lemah, agaknya mereka bukan sengaja hendak
mengembangkan Ginkang, tapi langkahnya cukup pesat,
derap suara kakinyapun jauh lebih lirih dari orang biasa,
agaknya kepandaian mereka tidak boleh dipandang ringan."
Jilian Ceng-sia sudah meraih senjata hendak melompat
keluar. Lekas Hong-lay-mo-li menariknya, bisiknya: "Jangan
bikin kaget orang, rebahkan dirimu."
Mereka mendekam dibalik semak2 rumput, tak lama
kemudian, langkah kaki kedua orang semakin jelas mendekat,
malah percakapan merekapun terdengar, terdengar seorang
berkata dengan tertawa senang: "Sia-jit Hoatong, jadi kau
pernah kecundang oleh Mo-li itu. Memang dia itu sekuntum
kembang yang tumbuh duri, jangan kata kau, Hong-siang
kamipun pernah tertusuk tangannya! Keonaran semalam tetap
dia berhasil lolos," suaranya serak pecah seperti gembleng
retak. Diam2 Hong-lay-mo-li membatin: "Kiranya kedua kepala
gundul ini."
Kiranya orang yang bersuara seperti gembreng pecah ini
adalah Imam negara Wanyen Liang yang melindungi jiwanya
dulu, yaitu Kiu-lo Hoatsu, Waktu pertama kali Hong-lay-mo-li
bentrok dengan Wanyen Liang di Thaysan dulu, pernah
melabraknya habis2an.
Semetara Sia-jit Hoat-ong adalah Koksu dari ngeri Turfan,
yaitu padri asing yang pernah dihajar di Se-ouw oleh Honglay-
mo-li tempo hari, yaitu Cutilo adanya.
Bahwa kepandaian Kiu-lo Hoatsu amat tinggi tidak perlu
disangsikan lagi, Cutilo justru tokoh yang lihay pula, ilmu
silatnya bersumber dari ajaran Thian-tiok (lndia) pandai
menggunakan racun lagi.
Kematian Ko-gwat siansu di Ko-gwat-am tempo hari adalah
berkat intriknya dengan Wanyen Tiang-ci yang menimpakan
bencana bagi Bu-lim-thian-kiau.
Cepat sekali Cutilo dan Kiu-lo Hoat-su sudah semakin
dekat, malah mereka sedang membicarakan diri Hong-lay-moli.
Terdengar Cutilo gelak2, ujarnya: "Hoatsu menggoda saja.
sebagai orang beribadah, lepas dari kehidupan duniawi,
masakah boleh kepincut paras cantik" Kedatanganku hanya
bekerja demi negaramu, masakah aku punya tujuan lain apa
lagi?" Kiu-lo Hoatsu tertawa. katanya: "Aku tidak akan
menelanjangi isi hatimu, buat apa bicara soal ajaran suci
segala. Dengan Hong-siok (paman raja) kau punya hubungan
yang intim, kelak bila negeri Kim menguasai dunia, kau tidak
perlu menjabat Koksu dari negeri kecil di daerah barat sana."
Cutilo tertawa, ujarnya: "Sebagai imam negara yang
terpancang oleh raja, aku perlu banyak bantuanmu. Keparat
Kira-lokoay itu aku merasa sebal melihat timpangnya, kita
harus berusaha menyingkirkannya."
"Ber-ulang kali Kim-lokoay mengalami kekalahan, kali ini
terluka pula di Hwi-liong-to, Hong-siang kurang senang
kepadanya, Kedudukan Koksu yang dijabatnya kukira tidak
akan lama lagi, Kau tak usah kuatir, jabatan itu cepat atau
lambat bakal menjadi milik-mu. Cuma sekarang Hong-siok
tengah kebentur satu persoalan, mohon bantuanmu."
Hong-siok yang dimaksud oleh Kiu-lo Hoatsu adalah
Wanyen Tiang-ci, Hong-Iay-mo-li berpikir: "Wanyen Tiang-ci
punya hubungan yang erat dengan Cutilo, ada urusan apa
sampai dia perlu perantara Kiu-lo Hoat-su?"
Maka terdengar Cutilo berkata: "Ya, memang aku hendak
tanya, kau ajak aku pergi ke perkemahan Ya-lu Hoan-ih, untuk
apa" Apakah Hong-siok punya maksud?"
"Benar, Hong-siok adalah komandan Gi-lim-kun, setiap saat
dia harus mendampingi Hong-siang, cukup panjang kalau


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kututurkan, dia sendiri belum ada kesempatan ajak kau
berunding. sebaliknya waktu amat mendesak dan perlu segera
turun tangan, maka dia suruh aku mengajak kau."
Hong-lay-mo-li amat kaget, terdengar Cutilo sudah
membeber rasa curiganya: "Turun tangan apa?"
"Hong-siok minta kau bantu aku melenyapkan Ya-lu Hoanih,
tapi harus membunuhnya tanpa meninggalkan bekas,
supaya orang tidak tahu bahwa kematiannya adalah gara2
perbuatan kita."
"ltu soal gampang, tapi kenapa harus begitu?"
"lni eh, apa ada pertimbangan?" suaranya tiba2 berhenti,
Kiranya saat itu mereka sudah didepan sembunyi Hong-laymo-
li berdua, kira2 setombak lebih tiba2 Cutilo menghentikan
langkah. Cutilo membentak: "Siapa sembunyi disemak2 rumput"
Keluar!" Jilian Ceng-sia amat kaget tapi Hong-lay-mo-ii mencubit
tangannya, supaya dia tidak sembarang ber-gerak.
"Suheng," ujar Kiu-lo Hoatsu, "darimana kau tahu ada
orang didalam semak rumput ?"
"Aku ada mendengar suara yang mencurigakan"
Lwekang Cutilo memang tinggi, pendengarnyapun amat
tajam, meski Hong-lay-mo-li berdua menahan napas, tapi
masih terdengar juga olehnya.
Semak2 rumput disini setinggi badan manusia, terpaksa
Hong-lay-mo-li dan Jilian Ceng-sia menahan napas, maka Kiulo
Hoatsu tidak mendengarnya Ka-tanya tertawa: "Mungkin
kau salah dengar, kenapa aku tidak mendengar apa2?"
Cutilo rada curiga, dia tidak berani memastikan ada orang
disemak2 rumput, tapi dia merogoh keluar segenggam Bwehoaciam,
Lencana Pembunuh Naga 8 Kekaisaran Rajawali Emas Pendekar 4 Alis I Karya Khu Lung Sepasang Pedang Iblis 15
^