Pendekar Latah 27

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 27


memetiknya. sementara Thian san-soat-lian tumbuh
dipermukaan salju dalam kolam, rada sukar dan lebih banyak
mengeluarkan tenaga untuk memetiknya. Baru saja dengan
galah gantolan Hun Ji-yan berhasil memetik sekuntum soatlian
yang sudah mulai mekar, tahu2 Thay Bi menubruk
kearahnya. He-tianglo menghardik seraya mencegat kedepan Thay Bi,
damratnya: "Kembang ini akulah yang tanam, mana boleh kau
mengambilnya?"
Thay Bi menyeringai dingin:
"Jadi kau ini majikannya, maaf, maaf," tiba2 dia tuding jari
menutuk dari kejauhan, lekas He-tianglo lontarkan pukulan,
gerakan Thay Bi sementara dibendung, namun dia cukup licik,
buntu dikanan tiba2 selicin belut dia menyelinap kekiri terus
menerobos dari samping He-tiang-lo, serunya gelak2:
" Kiranya kau He-tianglo dari Kay-pang bagus, nanti akan
kuminta pengajaran Kim-kong-ciang, sekarang aku harus pelik
dulu Thian-san-soat-lian itu."
Pukulan He-tianglo memang sedikit unggul, namun ia
bergidik kedinginan juga oleh tuturkan Hian-im ci Thay Bi,
maklumlah usia tua kondisi badanpun sudah lemahi darah
badannya serasa hampir membeku. Lekas dia kerahkan
tenaga murni mendesak keluar hawa dingin yang meresap
tadi. Waktu dia berpaling dilihatnya Thay Bi sudah menerobos
kepinggir kolam dan sedang melabrak Hun Ji-yan .
Kepandaian Hun Ji-yan memang jauh bukan tandingan
Thay Bi, namun belakangan ini dia sudah memperdalam Busiang-
kiam- hoat, dalam 20-30 jurus sedapat mungkin dia
makan kuat bertahan.
He-tianglo sudah merasakan kelihayan Hian-im-ci, maka
cepat dia berteriak:
"Bu-sutit, lekas kau hadapi bungkuk keparat itu, biar
kugebah bangsat yang satu ini."
sudah tentu Bu su-tun terkejut maklumlah He-tianglo
hampir saja melayang jiwanya oleh pukulan Ibun Hoa-kip.
sudah tentu Bu su-tun tidak berani biarkan orang menempuh
bahaya. Tapi dengan banting kaki He-tianglo mendesaknya:
"Kenapa ayal" jiwa nona Hun terancam kaulah yang harus
menyelamatkan dia .jangan kau kuatir akan diriku aku punya
cara untuk mengalahkan kunyuk ini."
sembari bicara dia mendesak maju menyambut serangan
Ibun Hoa-kip. maka tempat kedudukan Bu su-tun dia
gantikan. Terpaksa Bu Su-tun mengundurkan diri, dilihat-nya Hun Jiyan
sudah terdesak dibawah angin oleh cecaran Thay Bi yang
ber-tubi2, dalam keadaan gawat ini tak sempat dia banyak
pikir, terpaksa dia tinggalkan He-tianglo yang menghadapi
ibun Hoa-kip. lekas dia menolong Hun Ji-yan yang terancam
bahaya. Menghadapi He-tianglo yang pernah dikalahkan ibun Hoakip
hendak menyimpan sepasang gelangnya tak kira He Tim
malah menantang:
"Hari ini, biar aku adu senjata dengan kau."
sambil menenteng Pak-kau-pang segera dia merangsak
maju. Ibun Hoa-kip mendengus hina, setelah pertempuran
kemaren, dia tahu usia He-tianglo tua tenaga lemahi
bertanding apapun jelas dirinya dipihak yang unggul. Maka
dengan acuh dan seenaknya saja dia dorong sepasang
gelangnya kearah He-tianglo.
Tak nyana sekali angkat Pak-kau-pang hanya sedikit
sampuk saja, gelang ibun Hoa-kip tahu2 terpental pergi
dantrang, kedua gelangnya saling beradu sendiri Cepat sekali,
tahu2 ujung tongkat penggebuk anjing He-tianglo sudah
mengincar Hiat-to besar didepan dadanya.
Baru sekarang ibun Hoa-kip terkejut, ter-sipu2 dia gunakan
gerakan burung dara jumpalitan bersalto tiga tombak
kebelakang, waktu He-tianglo menubruk da-tang, ibun Hoa-kip
gunakan gelang rembulan melindungi badan, sementara
gelang matahari dia dorong dan tekan, inilah salah satu jurus
ilmu gelangnya yang lihay dan mematikan, agaknya dia sudah
kapok dan tak berani pandang rendah musuhnya, dengan
kekuatan penuh sudah tentu hebat sekali dorongan gelangnya
ini. Tak kira gerakan pak-kau-pang He-tianglo amat lincah dan
berputar seenteng mega mengembang, dengan mudah dan
sepele dia punahkan serangan gelang yang mendorong dan
menekan ini. sebagai ahli silat, beruntun mengalami kerugian kecil, tiba2
tergerak hati ibun Hoa-kip. segera dia simpan sepasang
gelangnya malah, katanya:
"Mengingat usiamu sudah tua, biar aku beri kelonggaran
kepada-mu, dengan sepasang kepalan aku layani permainan
tongkatmu."
agaknya dia sudah meraba dimana letak kelihayan ilmu
pentung He-tianglo, kalau dia juga pakai senjata, keadaan
malah kurang menguntungkan.
Kini dengan Bik-khong-ciang, cukup asal pentung lawan
tidak mengenai Hiat-tonya, He-tianglo akan kewalahan dan
akhirnya dipaksa untuk mengadu kekuatan secara keras.
Mencelos hati He-tianglo, sebetulnya dia sudah bertekad
untuk melabrak musuh ini dengan gugur bersama, untuk ini
dia sudah pikirkan suatu cara yang baik, namun kalau keadaan
tidak terlalu mendesak tidak akan dia gunakan cara yang
sekaligus akan merenggut jiwa sendiri.
Tapi dengan tenang dan sewajar-nya dia berkata:
"Baik, terserah keinginanmu, aku tetap hajar kau dengan
pentung anjing ini."
setelah ibun Hoa-kip menyerang dengan Bik-khong-ciang,
bertambah sulit pentung He-tianglo untuk mengenai badan
lawan. Tapi dalam jarak tiga tombak pukulan ibun Hoa-kip
tetap tak bisa melukai He-tianglo juga.
Begitulah kedua pihak bertahan cukup lama, namun serang
menyerang cukup berbahaya juga, sedikit lena pasti jiwa
takkan selamat lagi.
Kedatangan Bu su-tun yang menolong calon istrinya amat
kebetulan sekali, Tatkala itu Hun Ji-yan sudah bertahan 30
jurus tenaganya sudah lemas, Thay Bi sudah mendesaknya
sampai dipinggir kolam, bentak-nya:
"Lepas pedang." kelima jari Thay Bi laksana cakar garuda
mencengkram kebatok kepala Hun Ji-yan .
Gerak gerik Hun Ji-yan sudah terkurung oleh cengkraman
jari lawan, kecuali dia timpukan pedangnya balas menyerang
mendesak mundur lawan, kalau tidak terceng kram lawan,
pasti dia kecemplung kedalam kolam. Tapi Thay Bi belum
tentu bisa dilukai oleh timpukan padangnya, bila orang berkelit
dan menubruk maju pula, dia tetap takkan luput dari
cengkraman tangan iblisnya.
Disaat Thay Bi membentak:
"Lepas pedang," itulah, dari samping Bu su-tun
membarengi menghardiki
" Lihat pukulan." belum datang orangnya, pukulannya
dilontarkan lebih dulu, betapa hebat Kim-kong-ciang Bu sutun,
dalamjarak 5 tombak, badan Thay Bi sudah bisa di
jangkaunya dengan pukulan dahsyat ini, sebelum berhasil
melukai lawan, Thay Bi dipaksa menyelamatkan jiwa lebih
dulu. Cepat Hun Ji-yan mem-barengi dengan tipu Giok-li-toh-so,
dimana pedangnya menggaris seperti gadis menemun lengan
baju Thay Bi tergores sobek panjang. Untung Lwekangnya
jauh lebih tinggi, kibaran lengan bajunya yang dilandasi
tenaganya memunahkan tujuh bagian pedang, maka
tenaganya memunahkan tujuh bagian serang pedang nya
tidak kurang suatu apa. Bagaimana nasib He-tianglo yang
sudah tua dan lemah tenaga"
Dapatkah Thay Bi merebut Soat-lian" Apakah Lokiengciang-
hoat ciptaan Bu-lim-hian-kiau mampu mengalahkan Liu
Goan-ka" saksikan cara bagaimana Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau
menghajar para suheng Ibun
(bersambung keBagian 57)
Bagian 57 TAPI setelah melontarkan Bik-khong-ciang, cepat sekali Bu
su-tunpun sudah menubruk tiba mengadang didepan Hun Jiyan
, kembali dia tambahi dua kali pukulan menderu, Thay Bi
didesaknya mundur beberapa langkah.
Serasa hampir terbang arwah Hun Ji-yan , hatinya kebat
kebit, keringat dingin gemerobyos, bersenderkan batu gunung
dia beristirahat sambil mengatur napas, dengan tenang dia
saksikan Bu su-tun melabrak Thay Bi dengan seru.
Tiba2 Thay Bi balikan tangan, seg ulung angin dingin
melesat laksana anak paNah, Bu su-tun sedikit kedinginan,
bentaknya dengan tertawa dingin:
"Hi-an-im-cimu bisa mengapakan aku?"
kekuatan Bu su-tun memang sedang jaya, apalagi dibekali
tenaga raksasa, latihan Iwekangnya tinggi, jauh lebih ampuh
dari He-tiang-lo, maka Hian-im-ci Thay Bi hanya sedikit
mengganggu saja tanpa bisa melukai dia.
Kuatir akan keselamatan Susioknya, segera Bu su-tun
berkata: "Adik Yan lekas kau bantu He-susiok."
Hun Ji-yan mendapat ajaran Iwekang lurus dan murni dari
Gobi-pay, setelah istirahat sebentar lekas sekali semangatnya
sudah pulih, Sambil mengiakan bergegas dia memburu kearah
IHe-tiangio. Tapi baru saja dia melewati sebuah gunungan, masih
beberapa tombak dari He-tianglo, tiba2 didengarnya seorang
gelak2, katanya:
"Untunglah, aku masih keburu melihat keramaian disini."
semula suaranya masih berada diluar taman namun lenyap
suaranya, bayangan orangpun sudah meluncur memasuki
taman. Yang datang bukan lain adalah komplotan Thay Bi atau
menantunya juga, yaitu Liu Goan-ka, Kepandaian Liu Goan-ka
tidak lebih rendah dari bapak mertuanya, Begitu berdiri tegak
Liu Goan-ka sapukan pandangannya, dilihatnya delapan orang
bertarung dalam tiga kelompok.
orang2 pihak He-tiang-lo dikenalnya semua. Demikian pula
Bing-ciu siangjin yang menghadapi Bu-lim thian-kiaupun sejak
lama dikenalnya. Tapi orang macam apa sebetulnya Ibun Hoakip.
dia belum jelas akan asal usulnya.
"Liu-heng," teriak Bing-ciu siangjin ber-muka2,
"saudara in ialah murid kasayangan Cun-seng Hoat-ong,
Kim- liang Busu dari Temujin di Mongol, semua kawan sendiri,
Harap kau membantu."
Karena dirangsak Bu-lim-thian-kiau suami istri, hampir saja
Bing-ciu siangjin tak sempat ganti napas, dengan susah payah
dia bersuara cuma sungkan mnta tolong secara langsung
kepada Liu Goan-ka, maka dia agulkan kebesaran nama Cunseng
Hoatong-si sialan yang belum kuat menandingi
engkohnya Liu Goan- cong yang amat ditakutinya itu, apa lagi
memikirkan kedudukan dan harta maka pikirannya semakin
keblinger, sebagai seorang ahli silat dia tahu kalau He-tianglo
dibantu Hun Ji-yan , maka Ibun Hoa-kip kemungkinan
menghadapi mara bahaya, maka dia menubruk kesana seraya
membentak: "Jangan main keroyoki nah kau budak ini minggirlah."
sembari bicara dia melontarkan pukulan kearah Hun Ji-yan
. Toa-cui-pi-jiu Liu Goan-ka jauh lebih ganas dari Gun-goanit-
sat-kang Ibun Hoa-kip.
untung Ginkang Hun Ji-yan tidak lemah, dengan gaya
menyedot dada jumpalitan ditengah mega dia pinjam getaran
pukulan orang melejit jauh keatas lalu dengan jurus Engkik,
tiang-khong pedangnya menusuk kearah Liu Goan-ka,
sudah tentu Liu Goan-ka tidak gampang dia tusuki Bik-khongciang
telapak tangan kiri lekas dia pukulkan sehingga Hua Jiyan
terdampar jumpalitan tiga tombak jauhnya.
Tatkala itu Bing-ciu siang-jin, sudah tele2, tahu2 Bu-limthian-
kiau malah memberi kelonggaran, teriak-nya:
"Bu-toako, marilah kita tukar lawan, ceng-hun, pergilah kau
bantu nona Hun. Bu-toako kepala gundul ini kukerahkan
kepadamu biar aku membuat perhitungan dengan bangsat she
Liu ini." Maka Jilian ceng-hun mengeroyok Thay Bi bersama Hun Ji
Yan, sementara Bu su-tun menubruk kemari menghadapi
Bing-ciu siang-jin.
Baru saja Bing-ciu siang-jin merasa lega dan ganti napas,
tahu2 Bu su-tun memukul kearahnya. Bing-ciu siangjin jejak
kaki melambung setombak lebih tingginya, kelima jari laksana
cakar garuda mencengkram kebatok kepala Bu su-tun,
"Pergi."
Bu su-tun memapak dengan bentakan, angin pukulan
bergolaki Bing-ciu siang-jin terpental sungsang sumbel dan
melayang turun kesamping dengan gaya burung dara
jumpalitan sementara Bu su-tun tersurut tiga langkah kebelakang.
Agaknya cengkraman jari Bing-ciu siangjin merupakan ilmu
kebanggaannya yang bisa mengakibatkan kematian jiwa
musuh setiap jari tangannya menerbitkan jalur2 angin dingin
laksana panah menyamber, se-olah2 sekaligus dia menyambit
lima batang panah gelap mengincar lima Hiat-to Busu-tun.
oleh karena itu Busu-tun sendiri tergentak mundur, sekaligus
untuk menghindarkan diri dari ketajaman serangan lawan.
Gebrak pertama setanding tiada yang mendapat untung.
Cepat sekali keduanya sudah menubruk maju saling serang
pula, kali ini Bing-ciu siangjin menyerang lebih dulu, dengan
Tay-kim-na-jiu dia pentang kedua telapak tangannya, setiap
gerakan mengandung tipu2 perubahan rangsakannya teramat
dahsyat dan gencar.
Tiga urat nadi bagian atas dan tujuh Hiat-to dibadan Bu sutun
menjadi sasaran jari2nya. Tay-kin-na-jiu yang rumit dan
beragam ini tidak mudah dlpunahkan dengan jurus permainan
biasa, karena ada lowongan yang tetap tak bisa
dipertahankan. Tapi Bu su-tun membentak pula: "Pergi." tidak berkelit
tidak mundur, tanpa menangkis atau berusaha mematahkan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangan lawan, namun diapun balas menyerang secara
keras, Tampak badannya dimiringkan, berbareng pergelangan
tangan melingkar, sehingga seluruh badannya melengkung
laksana Busur ditarik kencang sementara kedua telapak
tangannya terdorong kedepan laksana batang panah,
kekuatan tenaganya laksana gugur gunung.
Bila kedua pihak bentrok secara keras, umpama Bing-ciu
siangjin tidak segera merubah serangannya, walau dia bisa
melukai Bu su-tun, namun dia sendiripun terluka parah oleh
pukulan Bu su-tun.
Memang tidak malu Bing-ciu siangjin sebagai guru silat
dan sebuah aliran tersendiri di-saat2 genting itu, se-konyong2
jari2 yang mencengkram itu dia robah menjadi tegak
membelah, kedua telapak tangan melingkar laksana gelang,
satu menggontok yang lain membundar, kecepatannya
laksana kilat menyambar.
Didalam main pukulan ini dia tetap sembunyikan gerakan
Kim-na-jiu yang lihay, namun kali ini dia utamakan kekuatan
pukulannya. "Biang" bentrokan dahsyat disusul suara "Bret", Bing-ciu
siangjin terlempar setombak lebihi sementara pakaian Bu sutun
tercakar sobek oleh lawan, Kiranya dengan kekuatan
sepasang telapak tangannya Bu su-tun adu kekuatan, namun
didalam gerakan kedua pukulan tangan Bing-ciu siangjin
dibantu tipu2 Kim-na-jiu yang tersembunyi, maka
perbandingan kekuatan pukulan dia sedikit asor, namun
didalam gaya permainan pukulan telapak tangan dan
kelincahan jari, jelas permainannya sedikit lebih unggul.
Kalau yang satu terpental mundur dan yang lain sobek
pakaiannya keduanya sama dirugikan, maka gebrak kali ini
masih boleh dianggap seri.
Pertarungan selanjutnya keduanya tidak berani pandang
enteng lawannya, maka cara berhantam merekapun jauh
berbeda dari gebrakan yang sudah lalu. Begitu terpental
mundur, dari jarak sejauh setombak itu, Bing-ciu siang-jin
melontarkan pukulan, gelombang pukulannya lapat2 gemuruh
laksana bunyi guntur Bu su-tun merangkap lalu membuka
kedua telapak tangan dari kejauhan diapun lontarkan pukulan.
Dua pukulan dahsyat bentrok ditengah udara, seketika
menimbulkan pusaran angin lesus yang membumbung tinggi
ke angkasa. Hawa seperti bergolak membawa batu pasir beterbangan,
anehnya debu yang bergulung2 itu hanya ber-putar2
dihadapan mereka dalam jarak beberapa langkah, sementara
kaki tangan kedua lawan yang bergebrak tidak pernah
menyentuh badan lawan.
Namun setiap gerak serangan mereka selalu di selingi daya
pertahanan yang kuat untuk menjaga serangan lawan, Bu sutun
tetap gunakan Tay-lim-kim-kong-ciang, sementara BingTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
ciu siang-jin gabungkan Tay-kim-na-jiu dan Ngo-jin-ciang
setiap gerakan tangan dan langkah kaki kedua orang sama2
mengandung perubahan yang rumit dan luas.
Cara tempur ini jelas jauh lebih sengit dan berbahaya dari
berhantam jarak dekat kecuali adu pukulan, sekaligus
merupakan pertandingan adu Iwekang, karena jarak beberapa
langkah, Iwekang siapa lebih kuat, pukulannya lebih mantap.
maka siapa lebih untung.
Didalam adu kekuatan dengan ilmu tingkat tinggi seperti
ini, siapa sedikit lena, pihak lawan akan me-rangsak maju
melancarkan jurus mematikan.
sebagai guru silat suatu aliran tersendiri, Bing-ciu siangjin
membekal latihan puluhan tahun, tingkatan dan kematangan
ilmunya sudah mencapai puncaknya, sementara Bu su-tun
masih muda dan pada masa jayanya, membawa bekal tenaga
raksasa lagi, latihan Tay-lik kim-kong-ciangnyapun sudah lain
dari yang lain.
oleh karena itu, walau dia setingkat lebih muda dari Bingciu
siangjin, namun dia kuat melawannya setanding sama
kuat. Karena tadi sudah dilabrak Bu-lim-thian-kiau suami istri,
sedikit banyak tenaga Bing-ciu siangjin surut, disinilah letak
kerugiannya. Iwekang Liu Goan-ka tidak lebih asor dari Bing-ciu siangjin,
terutama ilmu Bian-ciang merupakan pukulan tunggal dalam
Bulim, didalam kelembutan permainannya mengandung
kekerasan, sekali pukul dia bisa bikin sebuah batu remuk
menjadi bubuk. Dalam pertempuran beberapa kali dulu, Bu-lim-thian-kiau
selalu berada dibawah angin, namun kali ini sengaja dia pakai
Lokieng-ciang-hoat ciptaan barunya. Lokieng-ciang hoat
bergerak enteng mengembang melayang pergi datang
kebetulan merupakan lawan tangguh yang selalu mengunci
gerakan Bian-ciang.
Sudah tentu Liu Goan-ka tidak tahu sampai dimana
kelihayan, Lokieng-ciang-hoat ciptaan orang yang baru,
melihat orang meluruk kepadanya dia mencemooh dingin,
"Kau bocah ini enak2 menjadi pangeran tidak mau, malah
main gagah2an diBulim, berapa kali kau selalu mengganggu
usahaku, He, kepandaianmu belum matang tidak setimpal kau
jadi tandingan Lohu. Kembalilah berlatih beberapa tahun lagi."
"Apa, ya?" ujar Bu-lim-thian-kiau tawar,
" Hanya setahun iniku latihan belakangan ini, tapi aku beri
tiga jurus peluang kepadamu." demikianlah watak Bu-limthian-
ki-au, orang lain congkak dan sombong dia hadapi orang
lebih congkak dan angkuh.
Keruan Liu Goan-ka gusar, telapak tangan kiri digoyangkan
untuk memancing perhatian Bu-lim-thian-kiau, sedang
kepalan kanan menggenjot kearah muka orang. Bu-lim-thiankiau
gunakan gerakan Hong-biau-loh-hoa (angin menghembus
kembang rontok) genjotan dan tabasan tangan kanan kiri Liu
Goan-ka mengenai tempat kosong.
Tersirap darah Liu Goan-ka, sigap sekali kembali dia
lontarkan sekali pukulan pula, Bu-lim-thian-kiau melompat
keatas menghindar seraya memperingatkan:
"Masih ada sejurus, seranglah pakai pikiran, setelah tiga
jurus, tiada keuntungan yang bisa kau peroleh." jurus kedua
ini dia kelit secara pas2an, kekuatan pukulan telapak tangan
Liu Goan-ka menyambar dari bawah telapak kakinya
Hebat memang kepandaian Liu Goan-ka, dia perhitungkan
dimana Bu-lim-thian-kiau bakal meluncur turun, sebat sekali
dia menerobos menduduk, posisi yang lebih menguntungkan,
disaat badan orang anjlok turun, tiba2 Liu Goan-ka jejakkan
kaki badan melejit berbareng dia gunakan jurus Ki-hwe-liauthian
(angkat obor menerangi langit), telapak tangannya
menjojoh pusar orang.
Terapung diatas udara, dikiranya Bu-lim-thian-kiau takkan
bisa berkelit, umpama orang menggunakan gaya burung dara
jumpalitan menukik turun, betapapun lawan dipaksa untuk
balas menyerang.
Li Goan-ka seorang ahli silat, memang tidak luput dari
dugaannya, memang Bu-lim-thian-kiau gunakan gerakan
burung dara membalik badan, diluar perhitungannya, Bu-limthian-
kiau tidak balas menyerang untuk mempertahankan diri.
Biasanya gerakan burung dara membalik badan dilakukan
dengan badan meluncur turun kebawah, namun gerakan Bulim-
thian-kiau kali ini adalah meluncur terbang miring
kebetulan berhasil meluputkan diri dari serangan Ki-hwe-liauthian
Liu Goan-ka. Walau bisa berkelit, namunpusarnya merasa panas dan
sakit keserempet oleh angin pukulan lawan.. Maklumlah
Iwekang Liu Goan-ka memang lebih unggul dalam memberi
peluang tiga jurus kepada lawan ini, dia sudah perlihatkan
seluruh kemahirannya.
Tujuannya hanya untuk mencari muka dan tidak terima
dicemooh dan dipandang rendah, oleh karena itu, hampir saja
dia terluka oleh Liu Goan ka.
Untunglah selama setahun ini Bu-lim-thian-kiau
digembleng oleh tiga maha guru silat, ajaran Iwekang sudah
berlipat ganda, disaat badannya meluncur dan kaki hinggap
ditanah, hawa murni dalam badannya sudah dia putar
berkeliling tiga lingkaran, begitu hawa murni masuk kepusar,
rasa sakit seketika lenyap.
seperti bayangan mengikuti bentuknya, Liu Goan-ka
menubruk maju pula, Bu-lim-thian-kiau membentak:
"Tiga jurus kuberi kelonggaran, nah sekarang hadapi
seranganku."
sebagai angkatan lebih tua ada maksud Liu Gon-ka
memberi tiga jurus peluang kepada lawan, namun belum
sempat dia utarakan maksudnya, tahu2 lawan sudah
melancarkan serangan yang tidak bersuara tidak menerbitkan
angin, kelihatannya tangan digerakkan seperti menari tanpa
pakai tenaga, namun begitu tenaga pukulan mendampar
kekuatannya laksana arus air bah melandai secara mendadak.
Kaget sekali Liu Goan-ka, terpaksa dia bergerak menangkis.
Bu-lim thian-kiau bergaya indah dan lembut tangannya pergi
datang ketimur barat, tahu2 berada diselatan menggempur
keutara, telapak tangannya ringan lincah berkelebat
melayang, anehnya seperti tukang sulapan, membuat lawan
bingung dan sukar menduga permainannya, sekaligus dia
merangsak 18 jurus.
Betapapun Liu Goan-ka adalah seorang ahli silat yang
banyak pengalaman dan luas pengetahuan, dalam waktu
dekat dia memang kehabisan akal untuk mencerna permainan
lawan, terpaksa dia melawan dengan ilmu Bian-ciang untuk
menjaga dirii hanya bertahan tanpa balas menyerang setelah
permainan Lokieng ciang-hoat Bu-lim-thian-kiau mencapai
taraf tertentu.
se-konyong2 Liu Goan-ka menghardik seraya melancarkan
serangan maut, dengan jurus Kim-liong-tam jiau (naga emas
mengulur cakar) tahu2 jari2 tangannya menyelonong
mencakar muka Bu-lim-thian-kiau, sementara telapak kiri
menerobos masuk lewat bawah sikut, dia tetap gunakan
pukulan Bian-ciang yang mampu meremukkan batu, namun
gaya pukulannya ini dia rubah menjadi In-ciang (pukulan
mengecap) mengecap kedada lawan.
Kali ini dia gunakan pukulan telapak tangan dan cakaran
berbareng kalau serangannya berhasil, kalau tidak mati Bulim-
thian-kiau pasti terluka berat, Bu-lim-thian-kiau
menjengek dingin:
"Bangsat tua, betapa sih garangmu, memangnya kau
mampu berbuat apa terhadapku kini?"
pada detik2 gawat itulah, tahu2 badannya bergerak
selincah kupu2 menari diatas kuntum kembang, secara
kebetulan berkelit dari cakaran tangan Liu Goan-ka, Tapi Liu
Goan-ka memang lawan tangguh, begitu cakaran tangan
kanan luput telapak kiripun sudah mengecap tiba, cuma arah
sasarannya saja yang berubah.
Liu Goan-ka kira lawan takkan bisa berkelit lagi, tak nyana
Bu-lim-thian-kiau berputar, seringan kapas melayang tahu2
telapak tangannya terbalik, begitu tangan beradu secara
langsung dia punahkan tenaga pukulan Liu Goan-ka.
Kiranya selama menggembleng diri setahun ini Bi-lim-thiankiau
sudah peras segala dayanya untuk menciptakan Lokseng-
ciang-hoat yang khusus untuk memecahkan Bian-ciang
Liu Goan-ka, serangan maut Liu Goan-ka inipun sudah didalam
dugaan dan perhitungannya.
Bertambah besar kejut Liu Goan-ka, baru sekarang diinsafi
olehnya bukan saja Ginkang Bu-lim-thian-kiau bertambah
maju, Iwekangnyapun jauh lebih tinggi dari dulu.
Maklumlah untuk memunahkan pukulan Liu Goan-ka, walau
dia memakai daya geser dan tuntun, namun kalau tidak
dilandasi Iwekang yang tinggi dia tetap takkan kuat
mematahkan Bian-ciang Liu Goan-ka.
Yang paling mengejutkan Liu Goan-ka adalah dirasakan
bahwa Lok-eng-ciang-hoat permainan Bu-lim-thian-kiau
ternyata khusus untuk mematikan gerakan ilmu Bian-ciang
keahliannya, setiap gerak serangannya, se-olah2 sudah dalam
perhitungan lawan.
Luas pengalaman Liu Goan-ka, setelah dia tahu akan hal
ini, segera dia gunakan cara tempur dengan ilmu pukulan lain,
Tapi keahliannya adalah Bian-ciang, berarti dia pakai ilmu
kelas dua untuk menghadapi rangsakan Bu-lim-thian-kiau,
sudah tentu dia semakin kerepotan.
Namun Iwekang Bu-lim-thian-kiau masih setingkat lebih
rendah dari Liu Goan-ka walau sudah maju pesat. Untung
permainan pukulannya mendapat keuntungan sehingga
gebrak mereka masih kuat bertahan setanding. Malah Liu
Goan-ka hanya mampu bertahan oleh desakannya.
Dibabak lain, Hun Ji-yan bergabung dengan Jilian Cenghun
menempur sin-tho Thay Bi , perkelahian tiga orang
berlainan pula coraknya, Iwekang kedua orang ini terang
bukan tandingan si Bungkuk, namun mereka mempunyai
kepandaian tunggal perguruan masing2.
Bu-siang-kiam-hoat Hun Ji-yan sudah mewarisi kepandaian
Bu-siang sinni dari Go-bi-pay. Demikian pula golok sabit Jilian
ceng-hun yang mampu menutuk Hiat-to juga merupakan ilmu
yang jarang ada diBulim.
Tujuan Thay Bi merebut teratai salju dari tangan Hun Jiyan
, maka begitu tiba dia lantas merangsak dengan serangan
ganas, Hun Ji-yan terpental mundur sempoyongan berapa
langkah oleh pukulan orang, baru saja Thay Bi menubruk
maju hendak mencengkramnya, tiba2 dirasakan angin tajam
menerjang dibelakangnya, tahu2 ujung golok sabit Jilian cenghun
menusuk dari arah yang tak terduga, sasaran tusukan ini
adalah Kon-g-hu-hiat dipunggung.
Thay Bi dipaksa untuk menyelamatkan jiwa sendiri lebih
dulu sebelum menangkap Hun Ji-yan , sebat sekali Thay Bi
kebut lengan bajunya menggulung golok orang seraya
membentak: "Lepas tangan" tak nyana dari arah depan "sret"
Hun Ji-yan menusuk pula dari arah yang tak terduga, kembali
Thay Bi dipaksa membalikan tangan melindungi badan,
dengan kekuatan 8 bagian tenaganya dia gentak miring ujung
pedang Hun Ji-yan .
Karena pecah perhatian lengan bajunya yang menggubat
golok Jilian Ceng-hun menjadi kendor, "cret" lengan bajunya
terpapas sobek sebagian, ujung golok Jilian Ceng-hun malah
sekalian didorong kedepan, menutuk Ki-ta-hiat Thay Bi yang
terletak diujung sikut.
Untung Thay Bi cepat berkelit, sehingga tutukan tenaga
golok ini belum sepenuhnya mengenai sasaran, dan lagi


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Iwekangnya tinggi, lekas dia kerahkan hawa murni
memunahkan daya tutukan ini sehingga lengannya itu sempat
tertolong tidak sampai CaCad. Namun demikian dia rasakan
sekujur lengannya linu kemeng.
Bukan buatan gusar Thay Bi , beruntun dia jentikan dua jari
dengan kepandaian Hian-im-ci, samberan angin dingin
setajam anak panah melesat kearah Jilian Ceng-hun. Jilian
Ceng-hun bergidik kedinginan, untung tidak terluka.
Agaknya selama setahun berdampingan dengan tiga maha
guru silat di Kong- bing-si, tidak sedikit keuntungan yang
diserap oleh Jilian Ceng-hun untuk memperdalam ilmunya,
terutama Iwekangnya jauh lebih tinggi dari dulu.
Memang masih bukan tandingan Thay Bi , namun dia kuat
menahan serangan dingin Hian-im-ci orang. Kecuali tutukan
jari Thay Bi menyentuh badannya, kalau tidak dia tidak akan
terluka keracunan.
Iwekang Hun Ji-yan bahkan lebih rendahi namun gerakgeriknya
lebih lincahi orangnya lebih2 cerdik dan bisa melihat
gelagat Begitu melihat Thay Bi menjentik kearahnya, cepat
dia gunakan lh-sing-hoan-wi (merubah bentuk pindah posisi)
berkelit kesamping berbareng pedang merangkak dari arah
samping dengan serangan ilmu pedang hebat.
Rasa kemeng lengan Thay Bi belum lenyap, dia hanya bisa
melawan dengan Hian-im-ci jari tangan kanan, sudah tentu
kekuatannya jauh berkurang, Semula gabungan Hun Ji-yan
dan Jilian Ceng-hun kalang kabut namun lama kelamaan,
mereka bisa kerja sama dengan baik, Maka Thay Bi di serang
pontang panting hanya mampu mempertahankan diri, Mau
tidak mau Thay Bi jadi menyesal, kenapa tadi dia pandang
rendah musuh, sedikit lena Ki-ti-hiat tertutuk oleh ujung golok
Jilian Ceng-hun.
Kini dia dipaksa untuk menahan sabar, bertahan lebih dulu,
sembari kerahkan hawa murni, dia harap selekasnya lengan
yang kemeng bisa bekerja normal pula, baru akan
melancarkan serangan ganas kepada kedua lawan.
Kalau HunJi-yan merabu dengan pedang, sementara Jilian
Ceng-hun menyergap dari samping mengikuti gerakannya
Thay Bi didesak mundur sambil menahan gusar. Betapapun
Iwekang nya lebih tinggi, walau melawan hanya dengan
sebelah tangan dan didesak mundur terus, namun
pertahanannya belum sampai kalut, dia tetap melawan
dengan wajar. Dengan Pak-kau-pang-hoat semula He-tiang-lo dapat
menghajar Ibun Hoa-kip dan berada diatas angin, namun lama
kelamaan dia kehabisan tenaga sendiri, Pak-kau-pang
memang tidak perlu pakai banyak tenaga, namun Bik-khongciang
Ibun Hoa-kip amat keras dan dahsyat, pentung
penggebuk anjing tak mampu memukul badan orang
sebaliknya dia harus kerahkan tenaga melawan gempuran
pukulan lawan. Maklumlah usianya memang sudah tua, setelah seratus
jurus, jantungnya sudah ber-debar2 darah mengalir cepat dan
napaspun mulai ngos2an.
Walau sibuk melawan pukulan lawan namun He-tianglo
masih pasang kuping dan melirik kesekeliling-nya, dilihatnya
Bu-lim-thian-kiau setanding melawan Liu Goan-ka, Bu su-tun
juga sama kuat berhadapan dgn Bing-ciu siangjin.
Malah, Hun Ji-yan dengan Jiliani ceng-hun tampak lebih
unggul melabrak Thay Bi , namun keunggulan ini jelas hanya
sementara, kalau jangka panjang akhirnya mereka pasti dapat
dikalahkan Thay Bi yang lebih ulet dan matang
kepandaiannya Maka He-tianglo berpjkir:
"Usiaku hampir 70, berapa tahun lagi aku bisa hidup,
biarlah aku adu jiwa saja."
Dengan sempoyongan berapa langkah He-tianglo
menyemburkan darah segar dari mulutnya, Ibun Hoa-kip
gelak2 senang, sebat sekali dia menubruk maju, jari2 tangan
segede lobak mencengkram ke tulang pundak. Belum lagi
gelak tawanya lenyap. tiba2 He-tianglo menghardik sekeras
guntur, bersama pentung laksana angin puyuh kencangnya
dia mengepruk musuh, keduanya sama2 menubruk dengan
kekuatan penuhi maka bentrokan ini teramat keras sekali.
Ibun Hoa-kip kira lawan sudah kehabisan tenaga, sekali
pukul tentu dapat robohkan orang, Tak tahunya, pukulan
sepenuh tenaganya itu bukan saja tak kuasa menyampuk
pergi pentung He-tianglo malah dia kena digebuk sekali
dengan telak. Aneh dan hebat sekali kekuatan gebukan pentung ini,
kontan Ibun Hoakip mengerang kesakitan, darah menyembur
bagai sumber air, bukan He-tianglo yang roboh malah dia
sendiri yang terjungkal.
Kiranya kali ini He-tianglo menggunakan ilmu Thian mokay-
deh-tay- hoat, semacam ilmu kepandaian Iwekang dari
ilmu sesat, hingga kekuatannya tambah berlipat ganida,
namun ilmu ini secara langsung- merugikan si pemakai juga
karena isi badannya rusak atau terluka parah setelah
melancarkan ilmu Iwekang ini.
Dimasa mudanya pernah He-tianglo mengembara ke Tibet,
secara kebetulan dia berjodoh mendapat warisan kepandaian
Thian-mo-kay-deh-tey-hoat ini dari seorang padri agama
merah disana, waktu itu, karena ketarik maka dia
mempelajarinya selama puluhan tahun tak pernah dia
gunakan ilmu sesat ini.
Kali ini baru pertama kali dia manfaatkan disaat2 genting,
Hasilnya memang luar biasa, dilandasi kekuatan Iwekang yang
mendadak bertambah lipat ganda dengan telak dia berhasil
gebuk Ibun Hoa-kip. sudah tentu orang tidak kuat
melawannya. Kembali He-tianglo angkat tongkatnya hendak kepruk batok
kepala Ibun Hoa-kip membunuh jiwanya, sekonyong2 laksana
seekor burung garuda "Wut" Bing-ciu siangjin menubruk
datang menolong, Berbareng Bu su-tun juga menubruk tiba,
namun Ginkang Bu su-tun tidak seunggul Bing-ciu siangjin,
maka dia terlambat setindak, disaat pentung He-tianglo
hampir mengenai Ibun Hoa-kip dengan tepat Bing ciu siangjin
berhasil menangkap pentungnya,
Baru saja Bing-ciu siangjin hendak lancarkan Tay-kim najiu,
tak nyana He-tianglo sekalian, dorong pentungnya kontan
Bing-ciu siangjin seperti kena stroom aliran listrik tegangan
tinggi, lekas dia lepas tangan dan mundur.
Maklumlah setelah Iwekang He-tianglo bertambah lipat
ganda, setingkat lebih unggul dari Bing-ciu siangjin, Maksud
Bing-ciu siangjin hendak merebut pentung orang, tak nyana
dia malah tergetar oleh tenaga dalamnya, maka cepat2 dia
lepas pegangan, kalau tidak mungkin urat nadinya pecah dan
terluka parah. sayang Thian-mo-kay-deh-tey-hoat merusak badan sendiri
apalagi kekuatan besar itupun bertahan sementara saja,
Walau He-tianglo berhasil memukul mundur Bing-ciu siangjin,
seketika dia sendiripun memuntahkan darah segar, badannya
limbung seperti daun pohon yang melambai tertiup angin lalu.
" Jangan lukai susiokku," hardik Bu su-tun sengit
Mendadak melihat He-tianglo menyemburkan darah, sekilas
Bing-ciu siangjin melongo, namun sigap sekali dia bopong
Ibun Hoa-kip seraya berteriak:
"Angin kencang," segera dia melompat terbang kepagar
terus melarikan diri.
Ternyata Bing-ciu siangjin juga sedikit tahu tentang thianmo-
kay- deh-tay- hoat, cuma dia tidak tahu seluk beluknya
yang lebih mendalam. Melihat He-tianglo menyemburkan
darah dia kira orang kembali hendak melontarkan ilmu sesat
yang hebat itu, karena dia ada maksud pinjam Ibun Hoa-kip
untuk mengabdikasi diri kepada Temujin, supaya mendapat
kepercayaan orang lagi, maka tersipu2 dia tolong jiwa Ibun
Hoa-kip. Lekas Busu-tun papah susioknya, dilihatnya muka Hetianglo
pucat bagai kertas emas, napasnya lemah, bukan
kepalang kejut Busu-tun, lekas dia urut dan pijat badan Hetianglo
melancarkan darah mengatur pernapasannya.
Disebelah sana Thay Bi tiba2 gelak2, kini dia berbalik
desak kedua lawannya mundur terus membelakangi kolam,
mendadak dia dorong kedua tangan melancarkan serangan
ganas kepada Hun Ji-yan , setelah dia kerahkan tenaga
murninya rasa kemeng lengan kirinya sudah bilang dan
bergerak lagi seperti biasa.
Tidak kuat melawan kekuatan dorongan orang, terpaksa
Hun Ji-yan gunakan gerakan jumpalitan ditengah mega
mundur beberapa tombak, dan "Bluk" terjatuh ketaNah,
keruan kejut Jilian Ceng-hun bukan main, lekas dia lari kesana
membangunkan Hun Ji-yan .
setelah memukul mundur kedua lawannya kembali Thay Bi
geIak2, sekali lompat dengan enteng dia lompat terapung
dipermukaan kolam yang membeku maka dengan gampang
kuntum soat-lian, yang sudah mekar dia petik, Lekas sekali dia
lompat naik kedaratan pula, sekaligus dia petik 6 kuntum Mokui-
hoa yang tersisa terus tinggal pergi.
" Lekas, lekas kejar, rebut kembali kedua macam kembang
itu," seru He-tiaglo gelisahi sudah tentu Bu su-tun tidak maU
tinggalkan orang yang perlu segera diberi pertolongan.
Tiba2 Liu Goan-ka lontarkan sekali pukulan dahsyat dia
menyerang untuk mundur, disaat Bu-lim-thian-kiau miring
meluputkan diri, Liu Goan-ka segera mengikuti langkah Thay
Bi . Lekas sekali bayangan mereka menghidang diluar tembok.
Kepandaian Bu-lim-thian-kiau paling setanding, Iwekang
malah lebih asor, sudah tentu dia tidak mampu merintangi
orang. Dalam pada itu Jilian Ceng-hun sudah menolong Hun Ji-yan
bangun, tahu orang tidak kurang suatu apa legalah hatinya
bergegas mereka lari kesana bersama Bu-lim-thian-kiau
melihat keadaan He-tianglo.
Lekas Bu-lim-thian-kiau bantu Busu-tunsalurkantenaga
murninya kebadan He-tianglo seraya berkata:
"Aku masih punya sebutir siau-hoan-tan."
He-tianglo pentang matanya, katanya lemah:
"Tak usahlahi Bu-sutit, Pak-kau-pang ini kuberikan
kepadamu, Tujuh kuntum Mo-kui-hoa dan sekuntum Thiansan-
soat-lian didalam buntalanku tolong kau antar dan berikan
kepada Liu Goan-cong."
"Baik, aku pasti laksanakan susiok, legakan hatimu dan
rawatlah luka2mu, lekas kau telan siau-hoan-tan ini "
waktu dia hendak paksa jejalkan pil kemulut orang, tiba2
dilihatnya biji mata He-tianglo sudah tertutup, Bu-lim-thiankiau
meraba hidungnya, ternyata He-tianglo sudah putus
napas. Agaknya tahu luka2nya tidak bisa sembuh, maka dia
gunakan Iwekang sendiri memutus urat nadi dan mangkatlah
jiwanya. Ber-kaca2 mata Bu su-tun, katan-ya bersumpah:
"susiok, pasti kutuntutkan balas kematianmu. "
Bu-lim-thian-kiau membujuk dan menghibur Busu-tun,
segera mereka kerja sama mengubur jenazah He-tianglo
didalam taman itu juga.
setelah urusan selesai, berkata Bu su-tun:
"Thay Bi dan Liu Goan-ka berada disini. Kongsun Ki pasti
juga ada disini, Kebetulan kita meluruk kes arang
persembunyian mereka, sambil memberantas mereka
sekalian."
Bu-lim-thian-kiau utarakan pendapatnya:
"Mereka sudah sekongkol dengan Bing-ciu si padri siluman
itu, dengan kekuatan kita sekarang, mungkin belum bisa
kalahkan mereka."
"Memang benar. setelah He-susiok meninggal, kekuatan
mereka lebih kuat sementara kita takkan bisa tinggal disini,
sebetulnya bila ketambahan seorang tokoh, pihak kita pasti
bisa menang, soal menuntut balas boleh ditunda lain kali,
namun kuharap tidak berlarut terlalu lama, kuatirnya mereka
malah meninggalkan Thiar-long-nia, tentu sulit mencarinya
pula." demikian Bu su-tun utarakan pendapatnya.
"Kong-sun Ki sudah Jau-hwe-jip-mo, mereka takkan
meninggalkan tempat ini, apalagi Ibun Hoa-kip juga terluka
parah. "Aku malah ingat seorang kosen yang bertempat tinggal
didaerah sekitar sini." demikian ujar Busu-tun.
"Maksudmu pendekar perempuan Gi Kim-ling locianpwe"
sela Hun Ji-yan .
"Betul." sahut Bu-lim-thian-kiau,
" mereka ibu beranak tinggal di Ciok-kehiceng yang terletak
diselatan Thian-long-nia ini, kira2 200 li dari sini. Kabarnya
kepandaian Ni-locianpwe tidak lebih rendah dari suaminya sintho
Thay Bi ."
"Tapi menurut Jing-yau cici, watak Ni- locianpwe ini terlalu
aneh dan kaku, Entah dia sudi menemui kita, namun marilah
dicoba dahulu." timbrung Hun Ji-yan .
Waktu itu hari sudah terang tanah, setelah mengubur Hetianglo,
segera mereka turun gunung, jarak 200 li tengah hari
itu juga sudah mereka capai. Bu-lim-thian-kiau hanya tahu Ni
Kim-ling dan putrinya tinggal di Ciok-kehiceng, namun alamat
mereka yang benar tidak diketahui. Untung dimulut kampung
mereka ketemu seorang bocah gembala, maka dia tanya
kepada gembala kerbau ini.
"Ohi kalian tanyakan Ni-lothay dan putrinya" Mereka tinggal
digedung kuno yang membelakangi gunung itu, majulah lurus
lalu belok kekiri dan diujung kampung itulah letaknya, Kukira
Ni-lo-thay yang jarang keluar ramah itu takkan mau menerima
tamu." demikian tutur bocah gembala itu.
"Baiklah terima kasih akan keteranganmu." ujar Busu-tun
"Aku tahu mereka berada dirumah,"
Cepat sekali mereka berempat sudah tiba diujung kampung
dimana memang berdiri sebuah gedung kuno yang angker
membelakangi gunung, Bu-lim-thian-kiau sudah kenal dengan
ciok Eng, maka dia yang maju mengetok pintu, namun
ditunggu sekian lamanya tiada suara dan reaksi dari dalam
rumah, lalu Bu-lim-thian-kiau gunakan ilmu mengirim
gelombang suara, tetap tidak mendapat penyahutan.
"Entah mereka pergi atau sengaja tidak mau terima kita"
Setiba disini, marilah kita terbang masuk saja." demikian ajak
Bu-lim-thian-kiau.
Jilian Ceng-hun tidak setuju, Hun Ji-yan juga
menambahkan: "Kabarnya watak Ni-locianpwe memang aneh, dia benci
lakl2 terutama yang berwajah tampan. Tahun yang lalu


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hampir saja kepala Hoa Kok-ham bocor dihajar olehnya."
Bu su-tun tertawa, ujarnya:
"Aku tidak lebih unggul dari Hoa Kok-ham, apalagi soal
tampan segala."
"Kalau Ni-locianpwe tidak mau menemui laki2, bagaimana
kalau aku saja bersama Hun-cici yang masuk kedalam."
demikian usul Jilian Ceng-hun.
"Begitupun Baik, cukup asal Ni-locianpwe diberitahu
maksud kedatangan kita." demikian kata Bu su-tun.
Tak lama kemudian Jilian ceng-hun dan Hun Ji-yan
melompat keluar pula dari temboki Bu su-tun jadi kecewa,
sebaliknya Bu-lim-thian kiau bertanya:
"Bagaimana tugas kalian?"
"aneh, mereka tiada dirumah, Dari keadaan rumah yang
bersih dan teratur, agaknya belum lama mereka pergi,
mungkin mereka tahu kita bakal datang, maka sengaja
menyingkir lebih dulu." demikian jawab Jilian Ceng-hun.
"Dia tidak sudi menemui kita, tak usah memaksa,
Memangnya, kita toh hanya adu untung." bujuk Bu-lim-thiankiau.
Kembali mereka keluar dari kampung, dilihatnya bocah
gembala tadi sedang duduk dibawah pohon dimulut kampung,
"Lho. kau belum pulang?" Hun Ji-yan menegurnya.
"Aku tunggu kalian disini." ujar bocah gembala.
"Ada urusan apa kau tunggu kami?" tanya Hun Ji-yan .
"Kalian tidak menemukan Ni-lothay bukan?"
"kok kau tahu?"
"Nyonya Ciok (maksudnya Ciok Eng) baru saja lewat, dia
titip sepucuk surat supaya diserahkan kepada kalian, Kupikir
kalau kalian sudah bertemu, buat apa dia titip surat
kepadaku."
Hun Ji-yan girang, dia terima surat itu dan berterima kasih
kepada bocah gembala. Katanya kemudian setelah membaca
surat: "Menurut apa yang tertulis dalam surat ini, agaknya mereka
sudah tahu bahwa Thay Bi dan Liu Goan-ka berada di Thianlong-
nia, maka sengaja mereka menyingkir ketempat lain,
Tapi kenapa dia bilang ingin bertemu dengan Jing-yau cici
saja?" "Mungkin ada urusan yang dirahasiakan kepada orang lain,
sayang Liu-lihiap jauh dari sini, situasi mungkin tidak mengidzinkan
dia kemari." Bu su-tun utarakan pendapatnya.
Kata Bu-lim-thian-kiau:
"Bukankah kau hendak antar kedua macam kembang itu
kepada Liu-lo-cianpwe, marilah kita kembali dulu ke Kongbing-
si, kan hanya 5-6 hari. perjalanan."
setiba di Kong-bing-si mereka temui dulu Hui-siok sinni -
kakak Bu-lim-thian-kiau, Hui-siok sinni heran diluar dugaan,
tanyanya: "Kenapa kembali secepat ini?"
Lekas Bu-lim-thian-kiau ceritakan pengalaman mereka di
Thian-long-nia lalujelaskan maksud kedatangan mereka.
Hui-siok sin-ni berkata tertawa:
" Kedatangan kalian kebetulan, tapi juga tidak kebetulan.
Biar kujelaskan dulu kenapa tidak kebetulan: Kongsuncianpwe
tengah meyakinkan siau- yang-sin- kang. setelah
sempurna ki-keng-patmeh akan tembus dan penyakit tanpa
daksa-pun sembuh. Dalam sebulan ini Bing-bing Taysu dan
Liu-locianpwe harus bantu dia sebelum latihan selesai mereka
takkan keluar menemui siapapun."
" Kalau demikian, biar kami titip kedua macam kembang itu
kepada cici, setelah latihan mereka usai boleh cici tolong
sampaikan kepada Liu-locianpwe."
Hui-siok sinni terima kedua macam kembang itu, katanya
lebih lanjut: "Kini kujelaskan kebetulan kalian datang, Dua hari yang lalu
say- ci-hong mampir kemari hendak menengok penyakitmu,
kau tidak duganya bukan?"
Bulim-thian-kiau betul2 heran dan merasa diluar dugaan
katanya: "Aku memang kenal say-ci-hong, namun bukan teman
kental. Tak nyana dia sudi kemari menengok aku. Ada misi
apa kiranya?"
"say- ci-hong memang ada maksud lain, Belakangan ini
Tang- hay- liong dan say- ci-hong berada didalam laskar Yaiu
Hoan-ih, Mereka mendapat kabar penting katanya wanyan
Tiang- ci tengah mempersiapkan pasukan Gi-lim-kun untuk
menggempur Ki-lian-san (pangkalan Ya lu Hoan-ih)..
kemungkinan mereka akan bergerak dalam 2 bulan ini."
" oh jadi dia minta bala bantuan?" ujar Bu-lim-thiankiau.
"Maksudnya demikian, sudah tentu say- ci-hong amat
kecewa karena kalian sudah pergi.
Karena harus mencari bantuan orang lain, aku sendiri
sedang bingung cara bagaimana mengirim kabar ini kepada
kalian, kebetulan kalian malah pulang, cobalah kalian pikirkan
bagaimana baiknya?"
"Kota sip-hin terletak 200 li dari sini, dikota itu ada cabang
Kaypang, kita bisa kesana mencari kabar lebih lanjut, setelah
segalanya jelas baru kita berkeputusan disana." demikian kata
Bu su-tun. Mereka isi perut ala kadarnya terus pamitan turun gunung.
Jarak 200 li, sebelum kentongan ke 3 malam mereka sudah
tiba ditujuan Ketua cabang kota sip-hin bernama Kiau Gi,
melihat Pangcu malam2 berkunjung, karuan dia kaget dan
girang. Bu su-tun langsung jelaskan maksud kedatangannya,
Keterangan yang diberikan Kiau tidak lebih banyak cuma
dikatakan pihak laskar gerilya minta bantuan Kaypang untuk
mengirim berita kilat Maka Bu su-tun segera memberi
petunjuk: "Bagus, besok pagi boleh kau kirim berita kilat menurut
permintaan mereka, perintahkan pula seluruh anak murid
Kaypang untuk kumpul di tempat tempat penting yang terletak
diempat penjuru Ki-lian-san, kalau ada kesempatan boleh
gagalkan kiriman ransum pasukan Kim dan kacau balaukan
barisan belakang mereka."
Lalu Bu su-tun terangkan nama ke 4 tempat yang ditunjuk.
Kiau Gi segera catat dan bikin surat setelah diperlihatkan
kepada Bu su-tun untuk dikoreksi, langsung surat itu
dikirimkan. setelah menyelesaikan tugas2 dalam Kaypang Bu su-tun
berkata: "Tam-heng, kini tinggal bicarakan urusan kita, Kukira
persoalan Thian-long-nia perlu dikerjakan berbareng dengan
situasi Ki-lian-san yang gawat. Pertama dengan burung dara
hendak kukirim surat kilat kepada Liu-bingcu supaya datang
ke Thian-long-nia. setelah kita berhasil berantas, orang2
keparat di Thian-long-nia, masih sempat menyusul ke Ki-liansan
memberi bantuan,"
"Bagus, lebih baik kalau undang siau-go-kian-kun sekalian,
cuma ingin aku tanya, dalam 20-an hari menunggu
kedatangan Liu-bingcu, apa yang harus kita kerja kan?"
"Aku ingin ke Taytoh menemui tiga Hiangcu kita disana
mumpung mencari berita soal Ki-lian-san pula, Begini adik
Yan, kau boleh ikut Tam-toako dan Toaso ke Ki-lian-san,
tinggalah dimana sementara membantu Ya lu Hoan-ih."
Hun Ji-yan melengak ingin dia bicara, Bu-lim-thian kiaU
sudah mendahului:
"Aku ingin sedikit merubah rencanamu ini."
"Bagaimana?" tanya Bu su-tun
"Aku ikut ke Taytoh bersamamu, mereka boleh langsung
menuju ke Ki-lian-san."
sudah tentu Jilian ceng-hun amat kuatir akan keselamatan.
Bu-lim-thian-kiau namun dia tahu watak suaminya, maka dia
berkata: "Baiklah, kau pergi bersama Bu-pangcu, lega juga hatiku."
Dasar watak Bu su-tun lapang dan suka blak2an. dengan
ter-bahak2 dia berkata:
"Bagus, marilah bersama kita terjang rawa naga gua
harimau." lalu dia menambahkan "Kiau-thocu, untuk menjaga
segala kemungkinan tolong kau utus beberapa murid Kaypang
meronda disekitar Thian-long-nia, kalau kita tidak sempat
datang, boleh kalian sampai kan kepada Liu-lihiap. minta dia
langsung pergi menemui Ni Kim-ling locianpwe,"
Setelah perundingan selesai, hari kedua mereka berpisah
menuju arah masing2. Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau
menuju keTaytoh - kota raja negeri Kim, sementara Hun Jiyan
dan Jilian ceng-hun menuju ke Ki lian-san.
Hari itu, Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau sampai di kota
Thay-tong, 300 li dari kota raja negeri Kim. Dengan langkah
cepat, dua hari pasti sudah sampai dikota raja, Kata Bu sutun:
"Di Tay-tong ada sebuah warung arak yang terkenal
membuat Cu-yap-ceng kita, tidak perlu ter-gesa2 bagaimana
kalau mampir kesana dulu?"
"Boleh saja. Beberapa hari ini terlalu repot keluyuran kian
kemari, Memang aku ingin makan minum sepuasnya."
Bu-lim-thian-kiau menerima baik usul Bu su-tun.
Bu su-tun yang kenal jalan langsung bawa Bu-lim-thiankiau
ke warung arak yang dinamakan Gui-cian-lau, Waktu
mereka tiba diatas loteng, bau arak merangsang hidung, tiada
meja kosong, tamu penuh sesak. Untung pemilik warung tahu
diri, segera dia persiapkan sebuah meja lain, namun karena
ala kadarnya mejanya kecil, kursinyapun reyot, maka pemilik
warung minta maaf.
Bu su-tun mandah tertawa, katanya:
"Kami hanya ingin minum bukan mau tamasya, tempat
sempit tidak jadi soal, Nah, lekaslah bawakan seguci Cu-yapceng
kemari." "Ya, ya," sahut pemilik warung.
"tuan ini, maksudmu sepoci atau seguci?" tanyanya
menegas, seguci arak paling kecil beratnya 10 kati, pemilik
warung sangka dia salah dengar.
Bu su-tun tertawa, ujarnya:
"Benar, satu guci yang beratnya 30 kati."
sudah tentu pemilik warung terperanjat serunya:
"Apakah teman2mu belum datang?"
"Hanya kami dua orang, Legakanlah, kita tidak akan
gegares secara gratis, biarlah kubayar dulu, Nah, setail uang
mas cukup tidak?"
Pemilik warung seketika berseri lebar, katanya:
"Ah, tuan tamu salah paham, buka.n begitu maksudku, aku
kuatir kalian berdua takkan bisa menghabiskan satu guci, Soal
uang pembayarannya juga tidak perlu sebanyak ini."
"Tidak apa kelebihannya boleh kau persen kepada
pembantumu." ujar Bu su-tun.
Cara minum Bu su-tun memang aneh dan bebal. dia bisa
tidak minum sama sekali beberapa hari, namun sekali minum
seguci dapat dia minum habis seorang diri, Begitulah bersama
Bu-lim-thian-kiau mereka minum semangkok demi semangkok,
tujuh delapan mangkok besar sudah mereka habiskan dalam
sekejap mata, Bu-lim-thian-kiau akhirnya kewalahan dan
menghentikan minumnya.
Tapi Bu su-tun masih belum puas malah, merasa minum
pakai mangkok malah mengganggu selera, dia angkat guci
arak terus tuang arak ke dalam mulutnya. Sudah tentu tamu2
lain yang hadir dalam loteng itu sama terpesona kagum
melihat cara dia minum,
Rada jauh disebelah pojok sana, duduk sepasang laki
perempuan yang menyanding jendela, kelihatan-nya seperti
suami- istri, Yang laki berusia 30-an, memakai jubah hijau,
roman mukanya kelihatan lemah lembut sepert kaum
terpelajar, namun sepasang matanya berkilat tajam, bagi Bulim-
thian-kiau yang ahli, sebatas pandang, dia tahU bahwa
orang tentu seorang persilatan.
Yang perempuan 20-an tahun, berpakaian sepan dan
sederhana namun berparas cantik, Tidak ketinggalan
sepasang suami istri inipun tumplek perhatiannya kearah Bu
su-tun yang mendemonstrasikan minum arak, Terdengar si
lelaki bersuara heran, ingin dia berdiri, namun lekas yang
perempuan menggeleng serta membujuk beberapa kata lirih.
sayup2 Bu-lim-thian-kiau mendengar orang berkata:
"Jangan, disini bukan tempat untuk bicara."
maka tergerak hati-nya, segera dia berkata kepaada Bu
su-tun: "Apakah kau kenal sepasang suami istri yang duduk dekat
jendela itu?"
Bu su-tun turunkan gucinya berpaling kesana, dilihatnya si
lelaki seperti pernah dia lihat entah dimana, namun sudah
tidak dia ingat lagi, "Keihatannya mereka seperti mengenalmu.
" Bu su-tun geleng2, katanya:
"Entah tidak ingat lagi, Mungkin mereka kagum melihat
cara minumku, Ya aku harus mawas diri"
Kalau Bu su-tun tidak kenal suami istri ini, sebaliknya
mereka kenal dia, Kiranya lelaki ini bukan lain adalah murid
terbesar Tang-hay-liong, yaitu say-cwan-kiam khek Toh Engliang.
Yang perempuan adalah istrinya yang baru dinikah song
Kiau-ji putri song Kim-kong yang kaya raya didaerah Ki Joh.
Bu su-tun sedang peras otak memikir dimana dia pernah
melihat Toh Eng- liang tiba2 terdengar derap langkah yang
gaduh dianak tangga, muncul dua Busu dari bawah yang
mengenakan mantel berbulu musang, kepalanya memakai topi
berbulu lebar, dan dandanannya kelihatan mereka adalah
orang Mongol. Kedua Busu Mongol ini seorang bercambang bauk kasar
seperti sikat jamban, mukanya kasar kereng, seorang malah
bermuka putih halus, sikapnya culas dan kejam, setiba diatas
loteng dengan sikap jumawa kedua Busu Mongol lantas
berkaok2: "siapa yang jadi Ciangkui disini, h ayo lekas sediakan
tempat duduk, hm, buka warung tidak tahu melayani tamu
ya?" Dengan menahan gusar terpaksa, pemilik warung maju
menyapa dengan suara tawar:
"Maaf, warungku kecil tempatnya sempit kau sendiri
saksikan tiada tempat duduk lagi, Maaf kalau tuan menunggu
terlalu lama, bagaimana kalau kuladeni lain hari saja."
Busu berjambang bauk kasar merengut dengusnya:
"Ladeni lain hari. Kau kira kami kaum gelandangan yang
tidak punya kerja, setiap hari boleh menunggu tempat duduk
kosong diwarungmu" Besok kita harus tiba di Tay-toh, mana


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada tempo kemari lagi."
Pemilik warung angkat pundak membuka kedua tangan,
ujarnya: "Nah, apa boleh buat."
" Kenapa apa boleh buat?" jengek Busu bermuka halus
dingin, "kenapa kalau orang lain yang datang kau bisa siapkan
tempat untuk dia?" sembari bicara matanya melirik kearah Bu
su-tun dan Bu-lim-thian-kiau, jelas kata2nya ditujukan kepada
mereka. Pemilik warung kaget dalam hati, tersipu2 dia ber-kata:
"Tadi masih bisa dipaksakan menaruh meja kursi, sekarang,
dimana aku harus menempatkan tempat duduk,"
Mendengar perkataan kedua Busu Mongol, diam2 Bu-limtliian-
kiau mencelos, dengan seksama dia awasi mereka, Busu
yang bermuka cakap halus bermata tajam berkilat, sementara
Thay-yang-hiat dipelipis Busu jambang bauk menonjol keluar,
sebagai seorang ahli silat Bu-lim-thian-kiau tahu bahwa
mereka orang2 kosen.
Bu su-tun, masih sibuk dengan guci araknya keributan
anggap tidak dia dengar sama sekali.
"Baik,ah, kau bilang tak ada tempat duduk, biar kami cari
sendiri" kata Busu muka halus.
Bu-lim thian- kiau sudah siap menghadapi propokasi
mereka, tak nyana kedua Busu ini hanya lewat dipinggir meja
mereka tanpa berhenti.
sejak tadi Toh Eng-liang dan song Kiau-ji sudah perhatikan
kedua Busu ini, melihat mereka menghampiri malah berhenti
dipinggir meja mereka, diam2 mereka sudah siaga.
Didengarnya Busu muka halus seperti berkata seorang diri:
"Tempat duduk dekat jendela ini cukup Baik," mendadak
dia berseru sambil berpaling:
"ciangkui, kemarilah kau."
"Mau apa kau," bentak Toh Eng-liang berdiri.
Busu muka halus tuding meja meraka serta berkata
kepada pemilik warung:
"Katamu tiada tempat, bukankah disini masih ada dua
kursi" Lekas bawakan dua pasang sumpit dan seguci arak,"
sudah tentu ciangkui kelabakan, katanya:
"Kalau ingin menempati meja ini, silakan minta idzin dan
permisi dulu kepada kedua tamu ini."
"Kalian Tatcu Busuk ini tak tahu aturan, siapa sudi semeja
dengan kalian." demikian damrat song Kiau-ji gusar,
"kau kira kami boleh sembarang dipermainkan?"
Busu muka halus berkata:
"Kalian tidak suka, silakan cari tempat lainnya, kami ingin
duduk di meja dekat jendela ini."
Busu brewok malah lebih kasar lagi, dengan angkuh dia
lantas tarik kursi dan duduk sambil bertolak pinggang, katanya
cengar cengir: "Nyonya muda, mari silakan kau temani kami makan
minum " Ha h a, wangi benar, bolehkah kau suguh aku
secangkir lebih dulu."
Toh Eng-liang berjingkrak berdiri jengeknya dingin,
"Baik, aku saja yang suguh secawan."
Dari tempat duduknya Bu-lim-thian-kiau mengawasi,
dinilainya jari2 tangan Toh Eng- liang pegang poci arak
dengan mulut mengarah ke muka Busu brewok terus di
dorong ke depan, tutup poci sudah terbuka, maka arak yang
masih panas itu seketika menyiram ke-depan.
Lebih lihay lagi mulut poci yang runcing itu sengaja
diarahkan Thay-yang-hiat dipelipis Busu brewoki inilah
serangan yang lihay dan keji.
sekilas melihat gerakan orang Bu-lim-thian-kiau segera
berbisik kepada Bu su-tun:
" Kiranya laki2 ini adalah muridnya Tang- hay- liong, coba
bagaimana Bu-su Mongol ini menghadapinya" "
Tampak Busu brewok itu membuka mulut sebaya
menghirup sekuatnya, maka isi arak dalam poci yang tertuang
itu tersedot bersih ke dalam mulutnya. Demikian pula mulut
poci yang didorong Toh Eng- liang kena digigit olehnya.
Diam2 Bu-lim-thian-kiau terkejut melihat kehebatan
Lweang Busu brewok ini, maklumlah dengan hanya kekuatan
gignya dia kuat menggigit poci yang didorong dengan
kekuatan Toh Eng- liang yang besar, betapa hebat
Iwekangnya, jelas beberapa lipat lebih unggul dari Toh Engliang.
Melihat suaminya kecundang, tiba2 song Kiau-ji samber
sumpit terus menutuk ke pergelangan tangan Busu brewoki
Namun Busu muka halus segera ikut menyamber sepasang
sumpit dan sekali jepit laksana tanggem saja sumpit song
Kiau-ji terjepit tak mampu bergeming lagi, begitu cepat
gerakan kedua pihak sampai song Kiau-ji tidak sempat
menarik tangan, malah dia tertarik berdiri oleh daya sedot
tarikan lawan. Busu muka halus ini lebih kurang ajar lagi, katanya
menyengir: "Nyonya ayu, lakimu menyuguh arak kepada temanku,
kaupun harus suguh hidangan kepadaku Nah, marilah kita
bermain cinta saja."
Melihat istrinya dihina, memuncak amarah Toh Eng-liang,
sekuat tenaga dia gentak poci arak ditangannya, "krak" mulut
poci tergigit putus, Busu brewok gelak2, tiba2 dia buka mulut,
kutungan mulut poci tahu2 diterjang semprotan sejalur arak,
Agaknya Busu Brewok kerahkan tenaga dalam mendesak arak
yang berada didalam perutnya menyembur keluar.
Dengan Hong-tiam-thau Toh Eng-liang luputkan diri dari
sambaran kutungan mulut poci, celaka adalah semburan arak
lawan tak kuasa dihindarkan, tahu2 dia rasakan seluruh muka
dan dadanya panas pedas dan basah kuyup matanya pedas
tak kuat terbuka.
Kuatir lawan melancarkan serangan lanjutan lekas Toh Engliang
melompat jumpalitan keluar dari Jendela.
Saking marah Song Kiau-ji merah padam, dengan sengit dia
lepas sumpit terus mencabut pedang dan menusuk kedada
lawan, kembali Busu muka halus geraki sumpitnya menjepit
ujung pedangnya pula, Goda-nya pula:
"Nyonya elok, caramu menyuguh seperti ini apa tidak
terlalu kasar" Lebih baik kita main cinta saja."
Baru saja Busu muka halus hendak merebut pedang Song
Kiau-ji. tiba2 dirasakan angin tajam menyambar batok
kepalanya, kiranya Bu-lim-thian-kiau turun tangan, diapun
gunakan sepasang sumpit sebagai senjata rahasia, masing2
ditujukan kepada kedua Busu Mongol.
Busu muka halus kaget, insaf menghadapi lawan tangguhi
lekas dia lepas Jepitan sumpit terus diputar untuk menyampuk
jatuh senjata rahasia yang menyambar datang.
"Krak" tahu2 sepasang sumpit Busu Muka halus menjepit
patah sumpit sambitan Bu-lim-thian-kiau, namun dia sendiri
tersentak mundur tiga langkah oleh daya sambitan Bu-limthian-
kiau yang kuat dan "Blang" punggungnya menumbuk
dinding sampai tempok jebol dan runtuh berhamburan.
Keruan para tamu yang hadir bergegas bubar menyelamatkan
diri (Bersambung ke Bagian 58)
Bagian 58 Walau sudah mencabut ceng-kong-kiam namun Song Kiauji
tahu dirinya bukan tandingan kedua Busu Mongol, melihat
suaminya lompat turun ke jalan raya, segera diapun ikut
melompat keluar bergabung dengan suaminya.
Sementara sebatang sumpit sambitan Bu-lim-thian-kiau
yang lain menyamber kearah Busu brewok, Busu ini keraskan
lengan baju, "Cret" lengan bajunya berlobang, sumpit terus
melesat menyerempetjidatnya menancap diatas dinding.
Karena hampir terluka Busu brewok menjadi gusar,
makinya: "Melukai orang dengan senjata rahasia, terhitung
orang gagah macam apa?"
Bu su-tun mendengus, jengeknya berdiri:
"Kalian menghina perempuan, terhitung laki2 macam apa
pula" Bagus, tadi kau menyuguh arak kepada orang, sekarang
terimalah arak suguhanku."
dimana dia buku mulut seg ulung arak segera menyembur
dari mulutnya. Setengah guci arak yang tertelan kedalam
perut Bu su-tun kira2 20 kati beratnya, jauh lebih banyak dari
sepoci arak yang disedut oleh Busu brewok itu, sudah tentu
kekuatan semburan arak Bu su-tunpun bukan buatan
besarnya. Tersipu2 Busu brewok kerjakan kedua telapak tangannya
menepuk kedepan, angin menderu arak seketika berhamburan
keempat penjuru. Walau pukulan Busu brewok amat dahsyat,
paling dia hanya mampu bikin semburan arak itu berhamburan
seperti air hujan, tak urung badannya kecipratan juga
beberapa tetes, untung dia mengenakan mantel kulit berbulu
tebal, namun demikian dia rasakan badannya sakit pedas
seperti kena pelor, pakaiannya ber-lobang2 seperti sarang
tawon. Karena begitu lebat hamburan arak semburan Bu su-tun
sampai pandangan Busu Brewok menjadi kabur dan mata
menjadi sakit pedas, untuk menyelamatkan diri, terpaksa dia
tiru cara Toh Eng- liang melompat keluar dari jendela.
Toh Eng- liang suami istri masih berada di jalan raya,
melihat Busu Brewok melompat turun, kontan dia papaki
dengan tusukan pedang, Busu brewok masih belum bisa
membuka matanya yang pedas namun mendengar senjata
menyamber. segera dia ayun telapak tangannya menyampuk pergi
pedang Toh Eng-liang, namun gesit sekali Toh Eng-liang
melangkah melingkar seraya membalik badan, tahu2 dia
merangsak pula dari arah samping, sementara song Kiau-ji
keluarkan sepasang Liu-yap-to, bersama suaminya
mengeroyok Busu brewok.
Melihat temannya dipaksa lompat turun oleh semburan
arak, Busu muka halus menjadi kaget, segera dia maju
mencegat Busu-tun bentaknya:
"jangan takabur, rasakan pukulanku." telapak tangan kiri
sedikit tertekuk. tangan kanan menggaris bundar terus di
surung ke depan.
Bu su-tun menghembuskan napas seraya membentak,
telapak tangannya membelah keluar, maka terdengarlah suara
gemuruh dari bentrokan adu tenaga dahsyat. Bu su-tun
menggunakan Kim-kong-ciang. kekuatannya dahsyat namun
dengan merangkap kedua tangannya, Busu Mongol ini mampu
memunahkan damparan kekuatan dahsyat pukulan Bu su-tun.
Walau Iwekangnya setingkat lebih asor, namun Busu muka
putih menggunakan ajaran perguruan, gerakan kedua
tangannya mengandung tenaga lemah dan kuat yang
berlawanan, satu sama lain saling mengikat, maka secara baik
dia berhasil patahkan pukulan dahsyat Bu su-tun.
Belum lagi tangan kanan ditarik mundur, Bu su-tun susuli
lagi dengan serangan tangan kiri, gelombang pukulan yang
dahulu dilandasi pukulan susulan, maka kekuatannya laksana
damparan gelombang pasang, gelombang yang satu lebih
dahsyat dari gelombang yang lain.
Busu muka halus menggerakkan tangannya membundar
seperti gelang, setelah mematahkan beberapa jurus namun
tanpa kuasa diapun terdesak mundur mepet dinding oleh
pukulan Bu su-tun.
setelah adu pukulan beberapa gebrak tiba2 Bu su-tun,
membentak: "Pernah apa kau dengan Ibuin Hoa-kip?"
Melihat orang sudah tahu asal usul dirinya, maka Busu
muka halus tertawa dingin,
"Di Thian-long-nia kau melukai suteku, kini tiba
kesempatan aku menuntutkan balas sakit hatinya."
Kiianya Busu muka halus ini adalah Ji-suko Ibun Hoa-kip
yang bernama Umong, Yang brewok bernama Uji, sam-suko
ibun Hoakip. Waktu Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau memasuki
warung arak ini, kebetulan mereka lewat di jalan seberang,
Mereka menerima tugas dari Timujin sebagai duta dari Mongol
menuju ke Taytoh untuk menyerahkan surat kepercayaan.
setelah terluka ibun Hoa-kip merawat luka2nya di Thianlong-
nia, Thay Bi dan Liu Goan-ka merawat dan menjaganya,
sementara Bing-ciu siangjin menuju ke Mongol untuk memberi
kabar kepada Cun-seng Hoat-ong, kebetulan ditengah jalan
Bing-ciu siangjin bersua Umong dan Uji, maka mereka tahu
akan kejadian yang menimpa sute mereka di Thian-long-nia.
sudah tentu bagaimana bentuk muka dan perawakan Bu sutun
dan Bu-lim-thian-klau ada digambarkan oleh Bing-ciu
siangjin. Waktu jalan di jalan raya disebiang sana mereka melihat Bu
su-tun dan Bu-lim-thian-klau mirip dengan orang yang
digambarkan oleh Bing-ciu sianjin, maka sengaja mereka
meluruk keatas warung arak, Apalagi melihat cara minum
Busu-tun yang luar biasa, kalau tidak punya Iwekang tinggi
takkan mungkin bisa melakukan maka mereka lebih yakin
bahwa kedua orang ini adalah orang2 yang pernah melukai
Sutenya. sengaja mereka cari gara2 lebih dulu untuk memancing Bu
su-tun dan Bu-lim-thian-klau turun tangan, sekali turun tangan
Bu su-tun bikin Uji terdesak keluar jendela, terpaksa Umong
turun tangan melawan-nya.
Diantara lima murid2 Cun-seng Hoat-ong, kepandaian
murid tertua paling tinggi, ibun Hoa-kip sebagai murid
penutup nomor dua, Umong sebagai Ji-suko, namun
kepandaiannya nomor 3 Tapi karena latihannya lebih matang,
maka tidak gampang Bu su-tun hendak mengalahkan dia,
sepuluh jurus permulaan Bu su-tun menggempur dengan Taylik,
kim-kong-ciang, namun U-mong dapat mematahkan
dengan b entak, maka mereka setanding.
Dengan seru mereka berhantam diruang yang pernah sesak
meja kursi maka keadaan warung arak ini menjadi porak
poranda, meja kursi dan piring mangkok hancur lebur. Tamu2
yang makan minum sudah sifat kuping, tiada satupun yang
membayar. Pemilik warung sembunyi dipojokan dengan gemetar, demi
mempertahankan nafkahnya, dengan takut2 dia menjura dan
minta2 dengan suara gemetar: "Tuan2 kalau berkelahi silakan
diluar saja, kalau dilanjutkan warungku ini bakal ambruk."
Bu-lim-thian-kiau tersenyum dia keluarkan sekeping uang
mas ditaruh dimeja kasir, katanya tertawa:
" Uang ku ini tentunya cukup buat ganti segala


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kerusakan," lalu dia berpaling dan berseru dengan berseloroh:
"Bu-heng, berhantamlah dibawah saja, kalau warung ini
ambruk, uangku tidak cukup buat ganti kerugiannya."
Dalam pada itu Toh Eng-liang suami istri tengah berhantam
sengit dengan Busu brewok, gerakan telapak tangan Busu
brewok laksana tabasan golok entah membelah, menakan,
menepuk. mencengkram atau pegang, gerakannya lincah
mengikuti serangannya, setiap gerakan kaki tangannya selalu
membawa deru angin kencang.
Walau ada meyakinkan Gun-goan-it-sat-kang namun
Iwekangnya jelas bukan tandingan Bu su-tun namunjauh lebih
unggul dari Toh Eng-liang suami istri. Akan tetapi sebagai
murid tertua Tang- hay- liong, walau kepandaiannya belum
setingkat kelas satu, ilmu silatnya juga tidak rendah,
permainan pedangnya dahsyat dan keras.
sebaliknya sepasang Liu-yap-to song Kiau-ji panjang
pendek. gerak geriknya lincah cekatan, serangannya aneh dan
banyak perubahannya, Kerja sama suami istri ini rapat dan
serasi, walau lebih unggul namun dalam waktu debat tidak
gampang Busu brewok ini mengalahkan kedua lawan-nya.
Melihat Toh Eng-liang suami istri terdesak, Bu-lim-thiankiau
segera tampil kedepan, katanya
"Bedebah ini ada sedikit perselisihan dengan aku, silakan
kalian mundur.. biar aku yang melabraknya."
Diatas loteng tadi Busu brewok ini kecundang oleh Bu-limthian-
kiau, kini melihat orang turut campur, bangkit
amarahnya, bentaknya: "Memangnya aku ingin membuat
perhitungan dengan kau."
Bu-lim-thian-kiau tertawa, "Apa ya" Hehe, memang aku
hendak melabrakmu bukankah tadi kau katakan aku hanya
membokong dengan senjata rahasia, nah kini biar aku belajar
dengan kepandaianmu, berapa sih kemampuanmu?"
seperti pembidik menarik Busur di- atas kuda, Busu brewok
menggenjot dengan tangan kiri, sementara telapak tangan
menampar dengan dahsyat. sedikit berkelebat Bu-lim-thiankiau
menyusup lewat dari samping orang, dengan enteng
seperti tak acuh dia balas menyerang dua kali.
Busu Brewok menggerung keras tenaga pukulannya
ternyata kena dibendung oleh Bu-lim-thian-kiau, seperti
damparan gelombang pasang yang dibendung oleh tanggul
sehingga terdorong balik.
Gerakan Bu-lim-thian-kiau tadi kelihatannya enteng tidak
acuh, namun merupa kaan permainan Lokieng-ciang-hoat
ciptaannya yang paling lihay, Lokiong ciang-hoat mampu
digunakan mengatasi kekerasan, tenaganya lembut laksana
sutra, namun kekuatan yang terkandung did alamnya laksana
panah yang bisa menembus jantung orang.
Untung Busu brewok ini sudah punya dasar latihan Gungoan-
it sat-kang maka dia tidak terluka.
se-konyong2 Bu-lim-thian-siau menyelinap maju, dengan
jurus Wan-kiong-sia-tiau (menarik Busur membidik rajawali),
dia menutuk kedada Busu brewok jurus ini sekaligus dia
gunakan kekuatan lunak dan keras, ada isi dan gertakan pula,
seperti menjodoh mirip menekan kedatangannya secepat kilat.
Jelas Busu brewok takkan sempat berkelit, mainan juga tak
mampu meraba cara tutukan ini, terpaksa harus adu
kekuatan, sigap ia miringkan badan, tenaga dikerahkan terus
menabas dengan kekuatan besar, sebetulnya Busu brewok
sudah perhitungkan dengan matang.
Dia mampu menutup Hiat-tonya, paling dia hanya sedikit
terluka, jiwanya tidak sampai melayang Tapi pukulan besar
lawan dihimpun mengecil menjadi sebesar ibu jari. jikalau Bulim-
thian-kiau kena tabasan dengan telak, tulang lengannya
juga pasti patah.
Diluar tahunya bahwa permainan Lokieng-ciang-hoat punya
perubahan sukar dijajagi, begitu dia menabas, tahu2 telapak
tangan kiri Bu-lim-thian-kiau sudah menerobos masuk lewat
bawah sikutnya, menggempur ke- lambung kanannya.
Karena Busu brewok menabas dengan miringkan badan,
maka lambung sebelah kanan menjadi kosong tidak terjaga,
untuk meluputkan diri lekas Busu brewok gunakan gerakan
membungkuk menandur dahan pohon, sekaligus tebasan
tangannya beralih untuk mengisi kekosongan lambungnya
yang tidak terjaga.
Begitu tutukan Bu-lim-thian-kiau tiba, Busu Brewok pinjam
tenaganya terus bersalto tiga tombak jauhnya, "BIum" jatuh
berdentam ditengah jalan raya. Walau terjungkal roboh,
namun dia berhasil menghindarkan tutukan Bu-lim-thian-kiau.
Memang hanya dengan cara berkelit yang dia lakukan ini
baru dia bisa menghindarkan serangan pukulan dan tutukan
jari Bu-lim-thian-kiau. Memang tidak sampai terluka, namun di
kalahkan dengan mengenaskan.
Segesit ikan lele meletik Busu brewok melompat bangun,
serunya gusar: "Hari ini kalau bukan kau yang mampus, biar aku yang
gugur." sembari mencabut golok laksana binatang buas yang
terluka, dia menubruk maju lagi dengan kalap.
Bu-lim-thian-kiau tertawa katanya:
"Eh, belum kapok, baiklah kuhadapi permainan
senjatamu." segera dia keluarkan seruling yang tergantung
dipinggang untuk menyampuk bacokan golok lawan.
ilmu tutuk dengan seruling Bu-lim-thian-kiau merupakan
ajaran tunggal Bulim yang tiada duanya, disamping bisa juga
digunakan sebagai pedang, malah dari dalam seruling jade ini
bisa disebuI keluar sejalur hawa hangat yang bisa melukai
orang pula, Begitu ditangkis "Tang" seruling Bu-lim-thian-kiau
tidak kurang suatu apa, sebaliknya golok melengkung Busu
brewok tertolak pergi, tajam goloknya malah gumpil.
"Nah tahu kelihayanku?" goda Bu-lim-thian-kiau.
sembari gerakan seruling dia mendesak maju, langkahnya
seperti ceng coreng menutul air, gerakan-nya seperti air
mengalir awan mengembang, bajunya me-lambai2,
gerakannya lembut dan wajar tapi kelihatan gagah, Dimana
serulingnya bergerak selalu mengincar Hiat-to penting.
semula Busu brewok menyangka sekali bacok dia bisa
kutungi seruling orang, baru sekarang dia maaf bahwa senjata
lawan adalah barang mestika. Gaman sendiri jelas bukan
tandingan ilmu tutuk lawanpun aneh dan menakjubkan, lebih
sulit dilawan lagi.
Busu Brewok sudah kerahkan seluruh tenaga dan tumplek
segala kemahirannya, namun dia hanya kuat bertahan 30-an
jurus, keadaan terdesak semakin keripuhan, dalam waktu
dekat terang terkalahkan juga.
Digelanggang sana Bu su-tun adu pukulan dengan Umong,
lambat laun diapun unggul diatas angin. Kepandaian Umong
jauh lebih tinggi dari sutenya Bu-su brewok, kekuatan
sepasang pukulannya juga satu lunak yang lain keras,
keduanya bisa saling mengisi dan bertautau, dalam permainan
menggunakan tenaga memunahkan tenaga dia cukup ahli.
Pukulan gencar Bu su-tun yang hebat memang bikin dia
keriputan mempertahankan diri, namun dalam waktu singkat
sulit juga mengalahkannya.
Pada detik2 kedua Busu Mongol ini bakal terjungkal kalah,
tiba2 terdengar suara gemuruh dari derap kuda yang
membedal datang seribut hujan badai.
Waktu Bu su-tun angkat kepala, dilihatnya serombongan
pasukan Kim tengah membedal datang, seorang perwira yang
pimpin barisan ini membentak:
"Perampok yang bernyali besar berani menghina dan kelahi
sama duta Mongol yang bersahabat. Hayolah tangkap empat
perampok yang kurang ajar."
Waktu pertempuran terjadi orang2 yang lalu lalang sudah
menyingkir, toko2 sepanjang jalan inipun be-ramai2 tutup
pintu, namun Bu-lim-thian kiau labrak Busu brewok ini
dipojokan jalan raya yang menembus ke sebuah gang kecil,
maka perwira barisan Kim ini hanya melihat punggungnya.
Celaka adalah Toh Eng-liang berdua yang berdiri diujung
jalan, mereka ke-terjang dulu oleh barisan berkuda ini.
Bu-lim-thian-kiau cecar lawan tiga jurus mendesaknya
mundur tiga tindaki se-konyong2 dia tiup keluar sejalur hawa
hangat, hawa panas meluncur bagai panah Busu brewok itu
sedang gentayangan mundur, maka dengan telak dia tertiup
hawa hangat ini, kontan mukanya panas membara seperti
dibakar, betapa tangkas gerakan Bu-lim-thian-kiau "kena"
serulingnya dengan telak menutuk Hoan-tiau-hiat.
Busu Brewok ini menjerit keras terlempar tiga empat
tombak, kali ini dia roboh setelah tertutuk Hiat-tonya, maka
jatuhnya jauh lebih keras, saking kesakitan dia meringis dan
tak mampu bangun lagi.
setelah merobohkan lawannya pelan2 Bu- lim-thian kiau
membalik badan, katanya tertawa dingin:
"saudara ku yang Baik, untuk apa kau kemari" Hm, Hm, tak
nyana kesamplok dengan aku disini bukan" Kedudukan
Pengeranku sudah kuberikan kepadamu" Memangnya apa
pula yang kau inginkan atas diriku."
Kiranya perwira yang pimpin barisan berkuda ini bukan lain
adakah Tam se-ing. Atas perintah raja dia ditugaskan
menyambut duta Mongol 300 li diluar kota raja dengan segala
kebesaran. Mendadak berhadapan dengan saudara tua yang paling
ditakuti ini, keruan Tam se-ing kaget setengah mati, Tanpa
berani bercuit. lekas dia tarik kendali membedal kudanya
memasuki sebuah gang, anak buahnya semua kenal baik Bulim-
thian- kau, kalau sang pimpinan menyingkir sudah tentu
merekapun beramai2 mengundurkan diri, sedikit kekacauan ini
digunakan baik2 oleh Bu-lim-thian-kiau, sekali lompat dia
merebut seekor kuda, demikian pula Toh Eng-liang suami istri
sudah merebut kuda terus menerjang kesana meng ikuti Bulim-
thian- kiau. "Bu-pangcu, tak perlu kelahi lagi marilah pergi." seru Bulim-
thian-kiau tertawa, Dia kira Bu-su-tun, sudah unggul diatas
angin, tentu dengan gampang meninggalkan musuhnya,
Diluar tahunya kenyataan justru tak sesuai dugaannya.
Iwekang Umong memang tidak seunggul Bu su-tun, namun
kepandaian cara dia menggunakan tenaga dalam terlalu aneh,
kedua gerakan tangannya mengandung kekuatan yang
berlawanan saling mengisi dan bertautan sehingga pukulan Bu
su-tun yang kuat se-olah2 lengket, walau dia lebih unggul,
namun untuk mengundurkan diri begitu saja menjadi sulit bagi
dia. Cepat sekali Bu-iim-thian-kiau bertiga sudah menerjang ke
ujung jalan, Baru sekarang Tam se-ing berani menongol
keluar pula dari gang sempit itu. Busu brewok yang tertutuk
roboh itu masih belum mampu merangkak bangun, lekas
Tamse-ing memberi perintah kepada anak buahnya untuk
menggotonginya bangun serta minta maaf kepadanya
sementara Tam se-ing bawa sepuluhan wisu merubung maju
hendak mengerubut dan menangkap Bu su-tun, tapi tiga
tombak disekitar gelanggang se-akan2 dilicuti gelombang
angin lesus yang ditimbulkan dari pukulan Bu su-tun dan Umong.
Maka para Wisu anak buah Tam sen-ing terjungkal
sungsang sumbel tak mampu mendekat.
Pada waktu yang sama, tampak pula sepuluhan Busu
Mongol berada di jalan raya, satu diantara yang terdepan
berpangkat lebih tinggi membentak:
" Kurang- ajar, kalian bangsa Nuehen berani mengeroyok
duta2 kita, Kalau tidak dibunuh, memangnya kalian tidak tahu
kelihayan kita."
ternyata dilihatnya Busu brewok sedang ditarik2 dari atas
tanah. dilihatnya pula serdadu Kim bersenjata lengkap main
terjang kian kemari, maka dia kira pasukan Kim mengeroyok
duta mereka. Perawakan Busu brewok ini besar dan tinggi beratnya
laksana seekor lembu maka dua orang serdadu Kim dengan
susah payah baru mampu memapahnya berduduk tulang
rusuk Busu Brewok patah dua, darah bertetesan mengotori
badannya tak heran perwira Mongol itu salah paham.
Dua Busu Mongol memburu datang, tanpa bicara mereka
geraki golok melengkung, dua serdadu Kim yang sedang
papah Busu brewok seketika ditusuknya mampus, karena
tertutuk Hiat-tonya, Busu brewok hanya mengeluarkan suara
aneh dari mulut.
Melihat Busu Mongol main bunuh, serdadu Kim segera lari
menyingkir menyelamatkan diri.
seorang Busu Mongol lagi barlari kearah Umong yang
sedang berhantam dengan Bu su-tun, namun dia pun
terpental jungkir balik oleh damparan angin pukulan sampai
muka lecet kepala bocor.
Keruan bertambah murka perwira Mongol itu, kebetulan
seekor kuda serdadu Kim yang terluka oleh tusukan pedang
Toh Ong-liang menjadi binal dan mencak2 menerjang kearah
perwira Mongol ini, sekali raih dan pegang perwira ini angkat
penunggangnya terus diayun melingkar serta dilempar kearah
Bu su-tun Mendengar deru angin kencang, tanpa menoleh Bu- su-tun
sudah tahu adanya sebuah benda berat yang menindih
kearahnya dengan daya terjang yang besar sekali.
Tapi Busu-tun tidak berkelit dalam hati dia malah bersorak
girang. berbareng kekuatan Kim-kong-ciang dia tambah
menggembur Umong.
"Biang" lemparan bola manusia dengan telak menumbuk
punggung Bu su-tun, Busu-tun menggerung ketas, meminjam
daya terjangan bola manusia ini, ditambah kekuatan
pukulannya sendiri keruan Umong dipukul jungkir balik dan
terbanting tiga tombak jauhnya.
Begitu Umong dipukul roboh, lekas sekali Busu-tun sudah
menerjang kedepan. serdadu Kim, yang dibuat bola lempar
menggeletak hancur di jalan raya, Melihat Busu-tun terkena
lemparannya malah bisa merobohkan Umong, kini masih
berlari secepat angin lagi, tak terasa perwira Mongol itu
menjerit kaget dengan melongo.
Kiranya perwira Mongol ini adalah murid terbesar cun-seng
Hoat-ong bernama Huhansia, ilmu silatnya paling tinggi
diantara 5 murid Cun-seng Hoat-ong, Kali ini dialah yang
diutus menjadi Duta oleh Timujin untuk mengadakan
perundingan perdamaian dengan negeri Kim, sekaligus hendak
pamer kepandaian dan menunjukkan orang2 gagah dinegeri
musuh dengan kepandaian silat mereka yang hebat
"Mundur." bentak Huhansia, dari tangan dua Busu Mongol
yang memapah sutenya Uji baru dia tahu kalau sutenya ini


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertutuk Hiat-tonya. Tutukan Bu-lim-thian-kiau yang tunggal
cukup berat. Huhansia tidak tahu cara bagaimana
membebaskan tutukan sutenya, terpaksa dia gunakan tenaga
dalam mengusap dan memijat Uji setelah kerja keras baru dia
berhasil menolongnya. sudah tentu Uji tersiksa setengah mati,
Huhansia sendiripun gemerobyos keringatnya.
Pucat pias muka Tam se-ing, ter-sipu2 dia melompat turun
serta maju menghampiri dengan kebat-kebit, katanya
"Siankoan Tam se-ing, atas perintah raja menyambut
dengan hormat kedatangan para Duta dari Mongol."
"o jadi kalian menyambut kedatanganku?" ujar Huhansia.
Waktu itu Umong sudah merangkak bangun dan
menghampiri dengan ter-tatih2, segera dia memberi
penjelasan Huhansia gelak2 segera dia minta maaf. setelah
mengadakan basa basi ala kadarnya, merekapun berangkat
menuju kekota raja.
Kini marilah kita ikuti Busu-tun, sekaligus dia berlari keluar
kota dilihatnya Bu-lim-thian-kiau dan Toh Eng- liang suami istri
menunggunya dipinggir jalan tengah mengobrol Melihat
kedatangannya Toh Eng- liang memapak serta memberi
hormat, sapanya.
"Tentunya Bu-pangcu sudah tidak mengenalku, Dalam
pertempuran Jay-ciok-ki dua tahun yana lalu, dari kejauhan
aku saksikan Bu-pangcu membunuh Wanyan Liang, Tak nyana
hari ini bisa bertemu disini, siaute Toh Eng-liang, guruku
adalah..."
"Dari ilmu silat yang dimainkan Toh-heng tadi, gurumu
tentu Tang wan Cianpwe, Nama besar Toh-heng sudah lama
kudengar nona ini adalah..."
" Inilah istriku, song Kiau-ji, putrinya song Kim-kong." Toh
Eng-liang menjelaskan.
" Kalau begitu kita kan bukan orang luar, Kemana tujuan
kalian?" tanya Bu su-tun.
"Kami baru saja kembali dari Taytoh hendak pulang ke Kilian-
san." sahut Toh Eng-liang.
"Kalian baru pulang dari Taytoh, ada berita baru apa yang
kalian dapatkan disana?" tanya Bu su-tun.
"Karena Wanyan Tiang- ci dan Tam To-hiong harus
menyambut kedatangan para Duta dari Mongol, maka gerakan
militer terhadap laskar rakyat di Ki-lian-san terpaksa ditunda
sepuluh hari atau setengah bulan lagi."
"situasi ini lebih menguntungkan kita," ujar Busu-tun,
"kita bisa bersiap lebih matang, orang2 Mongol yang kita
temui barusan, kemungkinan datang bersama Duta Mongol
itu. setiba di Taytoh kebetulan kita bisa melihat keramaian."
"Ada sebuah berita lain, kemungkinan ada sangkut pautnya
dengan Kaypang kalian." demikian kata Toh Eng-liang lebih
lanjut "Mengenai soal apa?" tanya Bu su-tun.
"Dengan alasaan perlu dipajang dan dibersihkan maka
selama beberapa hari ini di Taytoh di adakan ras ia
menangkapi orang2 jembel secara besar2an."
"oh, sampaipun pengemis minta sedekah juga dilarang dan
dikurung" Agaknya sengaja mau menghadapi pihak Kaypang
kita maka tanpa alasan yang kuat tak pandang bulu mereka
main tangkap. Bagus, setiba aku di Taytoh, aku harus
menghadapinya secara terbuka."
Toh Eng-liang tertawa, ujarnya: " Kalian berkepandaian
tinggi, bernyali besar, namun bahaya selalu mengintip. demi
keselamatan dan supaya hati2, aku ingin memberikan sekedar
mainan yang mungkin berguna untuk per jalanan kalian kali
ini." lalu dia keluarkan dua lembar kedok muka tipis yang
warnanya mirip kulit manusia.
"Lucu dan menyenangkan juga mainanmu ini." ujar Bu-limthian-
kiau tertawa, Bersama Bu su-tun mereka lantas
memakainya lalu berhadapan saling pandang, melihat muka
orang sama2 berubah, keduanya bergelak tawa, setelah
mengucapkan terima kasih, dengan tetap mengenakan kedok
muka ini mereka berpamitan dan berpisah, langsung menuju
ke Taytoh. Langkah mereka teramat cepat, sebelum berjasa Tam seing
yang menyambut Duta2 Mongol tiba di kota raja mereka
sudah mendahului masuk ibu kota. penjaga kota memang
tidak kenal lagi kepada Bu-lim-thian-kiau. Mereka
mencampurkan diri didalam rombongan kaum pedagang tanpa
mendapat halangan atau pemeriksaan.
Sepuluh tahun Bu su-tun pernah tinggal di Taytoh, maka
seluk beluk kota ini sudah dikenalnya baik sekali. setelah
makan disebuah restoran, mereka melancong pula dipasar
malam, kira2 kentongan ketiga, orang2 yang lalu lalang di
jalananpun semakin sedikit barulah Bu su-tun ajak Bu-limthian-
kiau menuju ke-cabang Kaypang yang ada di Taytoh.
Markas cabang Kaypang di Taytoh berada disebelah utara
Thian-tam, jauh berada diluar kota, Thian-tam adalah tempat
dimana raja mengadakan sembahyangan kepada Thian yang
berkuasa sekelilingnya dipagari hutan2 lebat, jarang penduduk
yang tinggal disekitar sini.
Kaypang membeli sebuah gedung bobrok yang sudah tidak
dihuni orang sebagai alamat markas cabang, Tiga Hiangcu
yang berkuasa muncul dengan menyamar sebagai hartawan
basar, maka sepuluhan tahun lamanya, masyarakat Taytoh
tiada yang tahu bila gedung yang semula bobrok dan kini
dihuni tiga hartawan besar ini adalah markas cabang Kaypang
di Taytoh. Tengah mereka mengayun langkahi tiba2 didengarnya
digerombolan pohon sana ada tiga kali tepukan tangan disusul
dua bayangan orang muncul, orang yang jalan2 didepan juga
bertepuk ringan tiga kali.
Dari dalam hutan segera terdengar orang berkata: " orang
sendiri" maka kedua orang ini lantas menuju kesana.
Bu su-tun berbisik, "Gelegatnya kurang beres, biar aku
mencobanya." maka diapun bertepuk tiga kali, Bayangan
orang dalam hutan segera muncul seraya membaik tiga kali
tepukan, katanya: "Silakan masuk."
Tapi Bu su-tun tidak langsung pergi malah menghampiri
orang itu, tanyanya:
"Bagaimana tugas yang harus diselesaikan ?"
orang itu menjawab: "Hanya dua pengemis yang lolos. Kosiansing
dan orang2 kita sudah ada didalam."
"Baik, biar akupun masuki kau tunggu disini sebentar."
secara tak terduga mendadak Bu su-tun menutuknya roboh.
"Siapakah dia?" tanya Bu-lim-thian-kiau.
"Belum diketahui" sahut Busu-tun
"agaknya cabang kita disini disergap oleh cakar garuda."
Mereka kembangkan Ginkang, tanpa bersuara masuk ke
pekarangan, tampak dalam taman dan diatas genteng ada
bayangan puluhan orang, Bu su-tun berdua menyergap
datang, dengan serangan kilat satu persatu mereka ditutuk
Hiat-tonya hingga tak berkutik lagi.
"Tam-heng, tolong kau periksa bagian luar, adakah yang
lolos, Aku akan tengok keadaan dalam." ujar Bu su-tun. secara
diam2 Busu-tun masuk keruang pendopo, terasa bau wangi
merangsang hidung, badan lemas semangat lumpuh rasanya,
Bu su-tun yang berpengalaman tahu itulah bau wangi obat
bius yang menidurkan setiap orang yang mengendusnya .
Iwekang Bu su-tun tinggi, sekali dia empos napas dan
salurkan hawa murni, rasa mual dan kantuk seketika lenyap.
Lalu dengan kedua kaki bergelantung dipayon dia mengintip
kedalam pendopo lewat lobang jendela.
sinar lilin terang benderang laksana siang hari, diruang
pendopo ada puluhan murid Kaypang yang tangannya
tertelikung diikat kencang, semuanya mengunjuk muka gusar
dan melotot. satu diantaranya berjubah sutera setengah umur,
Bu su-tun kenal baik orang ini, adalah ketua cabang Kaypang
di Taytoh ini, yaitu Ki san.
Dua perwira Kim berjaga diambang pintu, seorang laki2
tinggi kurus tampak sedang mengompes keterangan Ki san.
" omong kosong," terdengar Ki san mendamrat, "siapa
percaya obrolan setanmu?"
Laki2 tinggi kumis gelak2, katanya: "Kau kira aku menipu
kau" Coba pikir, kalau bukan orangmu yang memberi laporan
kepadaku, dari mana aku bisa tahu alamat kalian disini" Kau
ingin tahu siapa musuh dalam selimut ini?"
"Siapa?" bentak Ki san.
"siapa lagi kalau bukan Bu su-tun, Pang cu kalian."
Terkejut Bu su-tun, batinnya: "Ma Toa-ha tidak kubunuh
kiranya mendatangkan bencana bagi Kaypang kita, Baik, coba
kudengar dulu bagaimana kunyuk ini memfitnah aku."
kiranya laki2 tinggi kurus ini bukan lain adalah Toa-suheng
Ma Toa-ha, yaitu Ko in-hwi. Tentu Ma Toa-ha yang
membocorkan alamat cabang Kaypang di Taytoh ini kepada
Ko In-hwi yang sudah jadi antek kerajaan Kim.
"omong kosong, Walau Bu su-tun tidak becus, tanggung
dia takkan sudi menyerah kepada penjajah Kim."
Ko In-hwi tertawa lebar, katanya:
"Jangan dikatakan menyerah, tujuannya adalah membunuh
pinjam golok orang lain."
" Bu su-tun menjabat Pangcu, kenapa dia harus pinjam
golok membunuh orang" omongan setanmu ini, memangnya
mau menipu aku?"
"Kiau-lauthau, kau ini pura2 pikun atau memang sudah
linglung" Kalau Bu su-tun tidak melenyapkan jiwamu,
memangnya dia bisa tenang menduduk, jabatan Pangcu?"
"Persetan umpama Bu su-tun mengandung maksud jahat
hendak membunuhku pinjam tanganmu, tapi kenapa kau
memberitahu kepadaku?"
"Terus terang aku tidak senang melihat sepak terjang Bu
su-tun, maka kuberi kelonggaran kepadamu, asal kau suka
tunduk kepadaku."
"Apa yang kau inginkan dari aku?"
"Tulislah sepucuk surat, serahkan pula medali kebesaranmu
kepadaku,"
"Apa yang harus kutulis?"
"Seluruh cabang Kaypang didaerah utara hanya tunduk
kepadamu, tulislah sebuah perintah kepada mereka, suruh
semua murid kantong 5 keatas mengundurkan diri keselatan
sungai Huangho."
Diam2 Bu su-tun mengumpat dalam hati, pikir nya: "Tipu
daya yang keji." maklumlah bila murid2 Kaypang kantong 5
keatas mengundurkan diri keselatan Huangho, semua cabang
Kaypang didaerah utara menjadi kosong tanpa pimpinan yang
dapat diandalkan itu berarti suatu kehancuran sebelum
mereka sempat menentang penjajahan kerajaan Kim.
Kisan tertawa dingin,jengeknya: "Kalau kau punya
hubungan kental dengan Bu su-tun, kenapa tidak kau minta
dia saja yang mengeluarkan perintahnya itu."
"Terus terang, apa yang kulakukan hari ini adalah
kehendaknya juga, soalnya dia kuatir seluruh cabang Kaypang
daerah utara tidak mau tunduk akan perintahnya, disamping
dia tidak mau sembarangan memberi perintah atas jabatan
pangcunya yang baru."
"Apa benar semua ini keinginan Bu su-tun?"
"Supaya murid2 Kaypang daerah utara tunduk kepadanya,
Bu su-tun harus kumpulkan murid2 kantong 5 keatas,
sekaligus membatasi gerak gerik mereka, demikian pula
pimpinan cabang berbagai tempat diapun bisa menggantikan
dengan yang baru menurut pilihan-nya. Kau sudah mengerti
sekarang" Inillah cara dia membersihkan Kaypang dari anasir2
yang menentang kebijaksanaannya."
"Membersihkan Kaypang apa, inijelas menyerah kepada
penjajah kerajaan Kim, Apapun obrolanmu, aku tidak percaya
Bu su-tun sampai berbuat sejauh itu."
"Terserah kau mau percaya begitulah kenyataannya,
jangan lupa bahwa Bu su-tun pernah menjadi Gi-lim-kun
selama sepuluhan tahun, sedikit banyak dia ada kenalan
dengan pejabat tinggi dari kerajaan Kim yang berintrik dengan
dia, sekaligus untuk memperkokoh kedudukan pangCunya
sekarang. Kau tunduk tidak akan perintahnya, tulislah surat
itu." "Seorang laki2 lebih baik mati daripada dihina, Peduli
maksud Bu su-tun atau keinginanmu sendiri, aku tidak mau
tulis." "Kau salah, jangan kau anggap kau sudah menyerah dan
menjual jiwa bagi seluruh murid2 Kay-pang, yang benar kau
boleh membonceng akan muslihat ini untuk mendapat
kebebasan, pimpinlah seluruh murid2 Kaypang daerah utara
membuat perhitungan dengan Bu su-tun, gugurkan
kedudukan Pangcu, bukankah melampiaskan penasaran
hatimu selama ini" Kalau kau tidak mau melaksanakan Bu suTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
tun sendiri kan bisa membocorkan rahasia cabang2 Kaypang
daerah utara kepada kerajaam sehingga satu persatu mereka
gampang ditumpas."
"Aku tidak percaya, Kecuali Busu-tun sendiri kemari dan
bicara langsung kepadaku."
" Bu su-tun tidak berada di Taytoh, umpama ada disini
masakah dia sudi bicara langsing dengan kau?" demikian kata
Ko In-hwi dengan gelak2.
Belum lenyap kumandang tawanya, se-konyong2 sebuah
hardikan keras laksana guntur menggelegar memutus gelak
tawanya: "orang she Bu ada disini." sekali hantam dia hancurkan
daun jendela terus menerjang masuk.
Belum orangnya tiba pukulannya sudah dilontarkan begitu
hebat Bik-khong-ciang pukulan-nya, sampai Ko-hwi terdampar
sempoyongan ke belakang.
Belum lagi kaki Busu-tun menyentuh lantai, dua jago kosen
Gi-lim-kun yang berjaga dipintu menubruk tiba, dua batang
golok besar serempak membabat kakinya.
Kedua kaki Bu su-tun menendang "Tang" golok besar salah
seorang Busu terpental terbang, Tapi alas sepatu Bu su-tun
terpapas sobek oleh tabasan golok yang lain, untung tidak
terluka apa2. Keruan keduanya sama2 kaget dan gerakan mereka
menjadi kalang kabut, sehingga golok kedua ini ikut mencelat
lepas dari tangan kebentur golok pertama yang hampir
mengetuk kepalanya.
Tapi Busu yang didapati sudah terlanjur maju, sekalian dia
ayun kaki menendang selangkang Bu su-tun, ternyata jurus
Lian-hoan-tui Busu ini cukup lumayan, baru saja kaki kiri


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditarik, kaki kawan sudah menendang pula.
Tangan kiri Busu-tun menabas, berbareng kepelan tangan
kanan menghantam, Alas sepatu yang dilembari lapisan besi
dari Busu ini telak kena hantam.
Walau dia terhitung jagoan kosen dalam Gi-lim-kun, namun
mana dia kuat melawan pukulan dahsyat Bu su-tun, kalau
kepalan Bu su-tun hanya merasa perih pedas, sebaliknya kaki
Busu itu tergenjot patah, dengan menjerit2 kesakitan seperti
babi disembelih, dia berguling2 dilantai.
Lekas Busu kedua menubruk maju, sigap sekali Bu su-tun
tiba2 memutar badan seraya geraki kedua tangan, nyata
gerakan Busu ini juga cekatan, bagian atas badan tidak
bergerak, namun langkah kakinya sudah ganti posisi secara
tak terduga serangan Bu su-tun berhasil dia luputkan.
Bu su-tun merangsak kembali dengan jotosan,
kekuatannya laksana kapak raksasa membelah gunung. Busu
itu dipaksa melintangkan tangan menangkis, sampai telapak
tangannya hancur, nyata kekuatan jotosan Bu su-tun yang
tertangkis teramat besar, jari2-nya masih tempat
menyerempet dagu orang sampai tulangnya copot dan
kulitnya lecet Busu inipun roboh terjungkal dengan luka2 yang
lebih parah dari kawan-nya.
Disaat Bu su-tun merobohkan kedua Busu ini, di-sana Ko
In-hwi baru berhasil kendalikan badan. Dari kejauhan kembali
Bu su-tun memukul, sudah tentu Ko Inhwi tidak berani
melawannya tersipu2 dia berkelit terus melompat keluar dari
jendela. Bu su-tun rangkap dua jari terus menggaris, betapa besar
tenaga jarinya setajam pisau tali urat sapi yang mengikat Ki
san dengan mudah dia putuskan.
"Bu-pangcu, lekas kejar musuh." seru Ki san,
"biar aku lepas belenggu teman2." menghadapi kenyataan
ini, Ki san tahu bahwa Bu su-tun difitnah oleh musuh, Ginkang
Ko in-hwi teramat bagus, Bu-lim-thian-kiau yang berjaga
diluarpun tak sempat mencegatnya.
"Lari kemana," teriaknya gusar, sekenanya dia meraih batu
lalu dijentik dengan kelandaian Tam- ci-sin-thong mengincar
punggung orang.
Mendengar samberan angin tajam dan kuat, lekas Ko In
hwi keluarkan potlotnya menangkis ke belakang. "Trang" batu
itu pecah berhamburan namun kekuatannya belum lenyap,
remukan batu tetap mengenai Ko In-hwi, cuma tidak
mengenai Hiat-tonya, langkahnya saja yang sempoyongan
hampir terperosok jatuh.
Cepat sekali Bu-lim-thian-kiau sudah menyusul tiba bagai
terbang, Bu su-tunpun kebetulan memburu keluar, mereka
mencegat Ko In-hwi dari dua jurusan.
Keruan Ko in-hwi mengeluh dalam hati, jelas dia tidak akan
bisa lolos, untung detik2 yang gawat itu didengarnya gerakan
orang banyak berlompatan, tampak serombongan orang
melompat naik keatas pagar-tembok terus masuk kedalam
taman, Malam itu gelap gulita, sehingga klihatan bayangan
tidak jelas siapa saja rombongan orang banyak ini.
Begitu melompat masuk orang itu lantas menghamburkan,
senjata rahasia. Karena diadang oleh serangan senjata rahasia
ini, langkah Bu-lim-thian-kiau rada terlambat Ko In-hwi keburu
tiba dibawah tembok, walau terkena sambitan sebutir Thi-liancu,
namun luka2nya tidak berat. sesosok bayangan segera
menubruk kearahnya seraya membentak:
"Siapa kau?" namun gerakan Ko in-hwi secepat angin, sigap
sekali dia tutuk dulu Hiat-to orang, sekali tekan dipundak
orang, pinjam telaga menggunakan tenaga. disamping dorong
badan orang, sekaligus dia melompat terbang melewati
tembok. Rombongan penyatron ini ada puluhan orang, dua orang
segera memburu datang menolong teman, sementara yang
lain segera berpencar membundar, tahu2 Busu-tun dan Bulim-
thian-kiau sudah terkepung oleh mereka.
Sudah tentu hamburan senjata rahasia itu tiada yang
melukai Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau, waktu dia melihat
jelas, kiranya mereka adalah orang yang memakai baju kotor
dan banyak tambalan tak ubahnya kaum pengemis.
satu dia ntara pengemis yang tertua membentak
"Yang lari biarkan pergi, cakar alap2 yang ada didalam
taman ini, semua ringkus."
" Kalian salah," seru Bu-lim-thian-kiau, "kami bukan cakar
alap2." "siapa kau?" bentak pengemis tua.
"Aku Tam Ih-tiong. aku datang bersama Pangcu kalian."
"Tam Ih-tiong, bukankah kau pangeran kerajaan Kim"
Untuk apa kau kemari?" sela seseorang, seorang lain
menambahkan "Pangcu apa" Bu su-tun keparat itu masih ada muka berani
kemari menemui kami."
Bu su-tun tampil kedepan, serunya lantang:
"ciu dan Pang-suheng, inilah aku kalian jangan salah
paham." Kiranya rombongan pengemis ini dipimpin oleh wakil kedua
cabang Taytoh, yaitu Ciu Kan dan Pang swi, Beruntung
mereka berhasil lolos sebelum terbius oleh obat wangi Ko Inhwi.
Dalam waktu singkat mereka berhasil mengumpulkan
puluhan jago2 kosen Kaypang terus meluruk balik hendak
memberi pertolongan kepada kawan2.
Belum sempat Bu su-tun memberi penjelasan, ciu Kan
sudah membentak pula:
" Bu su-tun, kau berintrik dengan penjajah, masih setimpal
kau menjadi Pangcu" Hayo bekuk dia." Puluhan jago Kaypang
serempak menubruk maju.
Bu su-tun keluarkan Pak-kau-pang He-tianglo diputar satu
lingkaran memukul mundur murid2 Kaypang yang menyerbu
seraya berteriak:
" Kalian tak pandang aku, memangnya tidak mengenal
pentung ini?"
Ciu dan Pang adalah murid2 He-tianglo demikian pula Ki
san yang tertawan, sudah tentu mereka kenal pentung
gurunya, Lekas Ciu Kan memberi aba2:
"Tahan sebentar coba dengar apa yang hendak dia katakan?"
"ciu suheng dan Pang-suheng tidak usah kuatir, kecuali
orang she Ko yang barusan lari itu, semua cakar alap2 yang
meluruk kemari sudah kita bekuk seluruhnya," beberapa murid
Kaypang memang sudah menggeledah taman itu, mereka
temukan Busu2 negeri Kim yang roboh tak berkutik itu
sudah tentu Ciu dan Pang bisa membedakan gaya tutukan
ajaran silat perguruan sendiri, tanpa Bu su-tun membeli
penjelasan lebih lanjut, mereka tidak banyak bicara lagi.
"Maaf Pangcu, memang kita yang keliru menyalahkan
Pangcu. " "Tipu yang digunakan musuh amat keji, Untung aku
kebetulan kemari dan membongkar muslihatnya. Kalian tidak
akan disalahkan. syukurlah sekarang sudah aman, mari kita
tengok keadaan Ki-thocu."
Ki san sudah membuka belenggu murid2 Kaypang yang
tertawan diruang pendopo, tingkat kepandaian murid2
Kaypang ini rada rendah, setelah menyedot obat bius walau
belenggu sudah dibuka mereka masih terkulai lemas tak
mampu bergerak Maka Bu-lim-thian-kiau keluarkan pi-isia-tan
pemberian Liu Goan- cong untuk menolong mereka.
Bu su-tun berkata: "Tempat ini sudah diketahui musuh,
malam ini juga kita harus hijrah, kelain tempat. Adakah
tempat lain yang cocok untuk menggantikan kedudukan
cabang sementara?"
"Pemimpin Hu-hud-si di saysan adalah teman baikku, boleh
sembunyi sementara waktu disana, langkah2 selanjutnya bisa
kita rundingkan di sana pula."
Maka Bu su-tun lantas menjelaskan maksud
kedatangannya, tak lupa dia beritahu juga akan berita
kematian He-tianglo kepada murid2nya. Ki san beramai
berduka dan menangis, ter-sipu2 mereka terima tongkat
gurunya terus menyembah tiga kali katanya:
"Tanpa pesan guru, kitapun akan patuh dan tunduk akan
perintah Pangcu."
"Memangnya aku kemari ingin berunding dengan suheng
bertiga." ujar Busu-tun.
"Pangcu tak usah sungkan, ada pesan apa silakan katakan
saja." kata Ki san.
"Dulu Pang kita ada tiga peraturan larangan, pertama tidak
boleh jadi tentara, kedua tidak boleh jadi berandal atau
perampok, ketiga melarang murid2 Kaypang secara pribadi
mengikat hubungan dengan kaum Lok-lim."
"Tiga larangan ini adalah atas usul CuTan-ho bangsat tua
itu, Kini pejabat Pangcu sudah ganti, kau punya hak untuk
mengubah atau menghapus larangan ini." demikian ujar Ki
san. "Hal ini sudah gamblang ketiga larangan itu hanyalah
muslihat Cu Tan-ho yang hendak memencilkan Kaypang,
supaya murid2 Kaypang tidak terjun kebarisan laskar rakyat
melawan kerajaan Kim, Kini larangan ini sudah kuhapus, harap
Ki-suheng bantu memberi penjelasan kepada seluruh cabang
di lima propensi utara."
"Murid2 Kaypang sedang ditangkapi pemerintah, maka kita
harus bergabung dengan kaum kesatria di-seluruh jagat untuk
menentangnya, kebetulan pangcu menghapus larangan yang
mencocoki cita2ku. Besok juga akan kuutus orang
menyampaikan perintah Pang- cu. Kabarnya kerajaan Kim
hendak kerahkan pasukan besar menggempur Ki-lian-san, apa
maksud pangcu hendak kerahkan kekuatan kita untuk bantu
Ya lu Hoan-ih melawan negeri Kim?"
"Betul." ujar Busu-tun, lalu dia jelaskan langkah2 yang
sudah dia tetapkan, sambungnya:
"Kalau Ki-suheng bisa pergi bersamaku..."
"Memangnya aku tak bisa tinggal di Taytoh lagi, kebetulan
bisa keluar me-lihat2 dunia luar, cuma tugas2 penting disini
harus diatur dan diseleaaikan, mungkin dua tiga hari la gibaru
bisa berangkat. Kapan pangcu bisa kemari, mumpung kumpul,
berilah kesempatan murid2 kita berhadapan dengan kau,"
Bu su-tun memperhitungkan waktunya, tinggal dua tiga
hari lagi tidak akan mengganggu rencana menepati janji
dengan Hong-lay-mo-li di Thian-long-nia maka dia terima baik
permintaan Ki san.
Malam itu juga mereka mengundurkan diri dengan
mengosongkan gedung besar ini, pindah ke Hu-hud-si. Huhud-
si terletak dibawah kaki saysan, 40 li diluar kota. Kuil
kuno ini dibangun pada dynasti Tong, didalam kuil terdapat
patung Budha yang bergaya rebah terbuat dari kayu cendana,
maka kuil ini dinamakan Hu-hud-si (kuil Budha tidur).
Ketua Hu-hud-si adalah Su-khong siangjin sahabat tua dari
siang Gun-yang, ex Pangcu terdahulu atau guru Bu su-tun,
keruan su-khong siangjin kegirangan menerima kedatangan
Bu su-tun, dia berjanji akan membantu sekuat tenaga.
Beruntun dua hari Busu-tun sibuk memberi komando dan
petunjuk2 penting untuk menyelesaikan tugas2 dalam
Kaypang, Bu-lim-thian-kiau orang luar, maka dia menjadi tak
punya kerja, malam itu saking iseng, bulan purnama lagi maka
seorang diri dia keluar dari kuil menikmati pemandangan
gunung dimalam hari.
Dibelakang Hu-hud-si terdapat sebuah tempat sepi yang
tersembunyi dinamakan selokan kenari, karena letaknya
terhimpit diantara dua puncak gunung yang sempit, did
alamnya tumbuh subur pohon2 kenari.
sebuah sungai kecil ber-liku2 melintasi selokan gunung ini.
sepanjang jalan entah betapa banyak macam jenis kembang2
liar dialam pegunungan yang mekar semerbaki batu2 gunung
disinipun bentuknya aneh-aneh, ada yang mirip harimau,
singa, biruang atau mahluk2 aneh lainnya, ada pula yang
berbentuk seperti alat senjata, pedang, golok, tombak dan
lain2. Dibawah pancaran sinar rembulan yang memerak maka
pemandangan malam diselokan kenari ini luar biasa indah,
elok dan seram.
seorang diri Bulim-thian-kiau terus manjat ke-puncak
gunung, selepas mata memandang, alam semesta dapat
dijelajahinya dengan jelas, se-olah2 dirinya terbang diantara
gunung gemunung. Jauh disebelah timur sana kebesaran kota
Taytoh ibu kota kerajaan Kim bertengger, maka timbulah
berbagai perasaan yang tak terlukiskan oleh kata2 dalam
benaknya. Disaat pikiran Bu-lim-thian-kiau timbul tenggelam
memikirkan nasib rakyatjelata yang selalu ketimpa malang
peperangan, tiba2 didengarnya seseorang senandung dengan
suara lantang bersemangat.
Yang dibawakan adalah syair ciptaan, pujangga Li Pek
dijaman Tong-tiau, makna syair yang dibawakan dalam
senandung ini kebetulan cocok dengan apa yang menjadikan
kepekatan pikiran Bu- lim-thian- kiau sekarang .
sekilas dia melongo, waktu dia berpaling, dilihatnya
seorang pemuda berusia 17-an tengah turun dari lereng
gunung disebrang, Bu-lim-thian-kiau melenggong diluar
dugaan. Didalam prasangkanya, orang yang membawakan
senandung gagah semangat ini sedikit nya sudah berusia 30-
an lebih. Terdengar pemuda itu tengah menggumam seorang diri:
"Beberapa hari ini dikurung ayah untuk membaca buku
melulu, entah pelajaran guru menjadi terbengkalai Tidak,
biarlah kucoba kekuatan pergelangan tanganku." sekenanya
dia jemput dua butir batu, dengan gaya timpukan Liu-singkangwat
(meteor mengejar rembulan) dia lontar kedua batu
itu. Ditengah angkasa kedua batu timpukannya beradu dan
"pyar" keduanya hancur lebur menjadi debu beterbangan
dihembus angin.
Kembali Bu-lim-thian-kiau kaget, namun kagum juga akan
kekuatan si pemuda yang bisa pukul batu menjadi bubuk
ditengah angkasa, kalau Iwekang yang dimilikinya belum
mencapai taraf tertentu jelas tidak mungkin dilakukan apa lagi
main timpuk dimalam hari, namun dua batu bisa saling kejar
dan bertumbukan dengan tepat, betapa tinggi kepandaian si
pemuda ini, terutama kepandaian menimpuk senjata rahasia
sudah mencapai tingkat kelas satu.
Dari semak2 sana menerobos keluar seekor menjangan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecil, agaknya binatang cilik ini terkejut karena suara benturan
batu yang hancur tadi. pemuda itu tertawa:
"Sebetulnya aku tidak ingin berburu namun kau kebentur
ditanganku, nan jangan salahkan aku." kembali dia jemput
dua butir batu.
Gaya timpukannya kali ini lebih menakjupkan lagi, jauh
berbeda dengan cana timpukan pertama tadi, kedua batu kini
dia timpukan bersama, namun kecepatan luncuran kedua batu
ini berlainan batu pertama melesat mendahului kedepon
menjangan, tapi tiba2 putar membUndar terus membalik, batu
keduapun menyusul tiba, jadi dari depan dan belakang kedua
batu ini menggencet menjangan cilik sehingga dia takkan
mamcu menyingkir.
Bu-lim-thian-kiau tersenyum, katanya:
"Kenapa harus melukai menjangan cilik yang tidak
berdosa?" sembari bicara dengan Tam- ci-sin-thong jarinya
menjentik, dia timpukan sebutir batu.
Bu-Lim-thian-kiau berdiri disebrang, maka
kebetulanjentikan batunya mengenai batu pertama si pemuda
sudah tentu batu yang terbentur ini kehilangan sasaran,
diudara membelok dengan lingkaran membundar keatas, dan
telak sekali menyongsong batu kedua timpukan si pemuda.
Kedua batu hancur lebur, namun batu timpukan Bu-limthian-
kiautidak kurang suatu apa, setelah melesat beberapa
jauh lagi baru melayang jatuh.
Bu-lim-thian-kiau unjukan diri terus menyongsong
kedepan, Keruan pemuda itu kaget, tanyanya:
"Siapa kau?" hampir berbareng Bu-lim-thian-kiau juga
bertanya: "Siapa kau?"
sorot mata si pemuda penuh tanda tanya dan curiga,
katanya: "Apakah Tatcu bangsa Nuchen?"
Bu-lim-thian-kiau mengenakan pakaian lama yang dulu
sering dipakai waktu masih berada diistana, jarang orang
asing berada digunung ini, maka si pemuda mengajukan
pertanyaannya, soalnya dia curiga bahwa Bulim-thian-kiau
adalah cakar alap2 yang ditugaskan menyelidiki Hu-hud-si.
Bu-lim-thian-kiau tertawa tawa, katanya mengerut kening:
"Benar, aku orang Nuchen, Tapi tidak semua orang
Nuchen musuh bangsa Han kalian, Em, siapa-kah yang
mengajarkan kepandaianmu tadi?"
si pemuda mengejek sekali, katanya:
" Kalau benar orang Nuchen, tengah malam buta rata kau
berada disini, tentu tidak bermaksud baik" Hm, soal siapa
yang mengajar kepandaianku peduli amat dengan kau."
Melihat si pemuda bersikap bermusuhan terhadap dirinya
Bu-lim-thian-kiau hanya tersenyum katanya:
"Tak mau jelaskan ya sudah, Aku mau pulang saja."
"Berhenti." tiba2 sipemuda membentak.
"Lho, kenapa?"
"Mau kemana kau?"
"Kau tidak mau kuurus, sebaliknya kau mengurus aku" Tapi
biarlah kuterangkan, aku pergi ke Hu-hud-si."
sipemuda cabut pedang, bentaknya:
" Hu-hud-si mana boleh sembarang kau injak2" Walau
kepandaianku bukan tandinganmu, tetap akan kutempur kau
sampai titik darah penghabisan." habis bicara dia bersuit
panjang, "sret" pedangnya terus menusuk Bu-lim-thian-kiau.
sengaja Bu-lim-thian-kiau ingin melihat kepandaian ilmu
pedang pemuda ini, maka dia juga tidak memberi penjelasan,
kedua tangan dia sembunyikan didalam lengan baju, sekali
kebas dan menggulung, dia punahkan sejurus serangan si
pemuda. Iwekang Bu-lim-thian-kiau sudah mencapai taraf tertinggi,
benda apapun yang berada ditangannya besar manfaatnya
untuk gaman dan perbawanyapun hebat sekali. Dengan
kebasan lengan bajunya ini dia pikir hendak mengguling lepas
pedang pemuda namun kuatir melukainya dia hanya kerahkan
6 bagian tenaganya.
siapa kah pemuda berilmu pedang lihay ini"
Dapatkah Bu su-tun menolong murid2 Kay-pang yang
ditawan kerajaan Kim"
Pendekar Laknat 10 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Petualang Asmara 13
^