Pendekar Latah 29

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 29


kepadamu Tapi rakyat jelata kita adalah orang baik mereka
tidak bersalah tidak berdosa terhadap Khan agung kalian.
Khan kalian kerahkan tentara menggempur negeri ku, rakyat
jelata yang tak berdosa akan menjadi korban pertama, dalam
hal ini terang Khan kalian yang tidak benar "
Hudapi meIenggong katanya kemudian: "Hal ini tidak
pernah kupikirkan, Tapi perintah Khan tidak boleh dibangkang,
akupun harus patuh dan tunduk kepada perintah guruku. Tapi
sekarang kalian sudah jadi sahabatku, kelak kalau aku
berhadapan dengan kau dimedan laga, aku tidak akan
memusuhimu."
Usia Hudapi masih muda, sulit dia memikirkan kebenaran
dan keadilan yang serba rumit dan ber-liku2 ini. Bahwa dia
sudah bisa membedakan perbedaan rakyat dan serdadu, Bulim-
thian-kiau sudah cukup senang, katanya:
"Terima kasih akan kebaikanmu, aku-pun tidak akan
memusuh,mu."
Berkata Hudapi serius: "Kalian adalah orang2 baik.
sekembaliku menemui suhu, aku akan mohonkan ampun bagi
kalian " Bu-lim-thian-kiau melengaki katanya tertawa geli: "saudara
cilik, menyenangkan sekali kau ini, mau mintakan ampun apa
bagi kami?"
Dengan nada kanak2 Hudapi berkata menarik muka: "Apa
yang kau tertawakan" Kepandaian kalian lebih tinggi dari aku
ini aku tahu- Tapi jika kalian kebentur guruku kalian pasti
bukan tandingannya. suhuku mempunyai satu kebiasaan,
lawan yang bukan tandingannya hanya bisa memilih dua jalan.
menjadi budaknya seumur hidup, atau dibunuh olehnya.
Terang kalian tidak mau menjadi budaknya, oleh karena itu
jika kalian bertemu guruku, jiwa kalian pasti terancam bahaya.
Tapi guruku amat sayang kepadaku kalau aku minta ampun,
kemungkinan dia sudi melanggar kebiasaannya."
Bu-lim-thian-kiau tertawa, katanya: "O, kiranya begitu,
terima kasih akan kebaikanmu, Tapi selama hidupku paling
tidak suka mohon ampun kepada orang lain, kalau ilmu silat
gurumu benar setinggi apa yang kau katakan, aku malah ingin
cari kesempatan untuk minta pengajaran kepadanya"
Hudapi kurang senang katanya: "Kau tidak percaya
terserahlah, Guruku akan datang ke Tionggoan, suatu ketika
kau pasti punya kesempatan bertemu dengan dia." habis
bicara dia putar badan terus pergi,
Bu-lim-thian-kiau membunnya, katanya "Adik cilik, jangan
kau marah. Walau aku tidak terima bantuanmu, aku tetap
berterima kasih kepadamu. Kemana kau mau pergi, apakah
mau pulang ke Mongol?" kiranya tujuan Hudapi kebetulan
searah dengan mereka.
"Aku mau ke Ki-lian-san, kita berpisah saja disini." sahut
Hudapi, " Kebetulan kami juga mau ke Ki-lian-san," ujar Bu-limthian-
kiau tertawa, "tapi untuk apa kau pergi ke Ki-lian-san malah?"
"Ji-suhengku menyuruh aku menunggu dia dikaki Ki-liansan,
karena menerima undangannya ini, maka aku
menyerempet bahaya sampai hampir ditangkap oleh para
serdadu itu."
"Bagus, kalau begitu kita masih bisa kumpul beberapa hari
lagi marilah kita jalan bersama " ujar Bu-lim-thian-kiau.
Bu su-tun, Tam Ih-tiong dan Hong- lay-mo-li sama suka
kepada Hudapi, orang dipandangnya sebagai sahabat kecil
yang karib, sepanjang jalan mereka ngobrol tentang dunia
persilatan dengan berbagai macam tokohnya yang aneka
ragam, tak lupa ditanyakan pula keadaan dan pemandangan
digurun pasir tidak sedikit pengetahuan yang menambah
perbendaharaan kedua pihak.
Ditengah jalan tiba2 Hudapi menyinggung peristiwa
kematian Huhansit Toa-suhengnya dikota raja Kim. katanya: "
Guruku amat murka, dia bilang hendak menuntut balas bagi
kematian TOa-suheng. Tapi aku tak berani tanya dia, entah
siapakah yang membunuh Toa-suhengku?"
"Apa kau amat baik dengan Toa-suhengmu?" tanya Bu sutun.
" Hanya pernah melihatnya beberapa kali. Bicara terus
terang, aku tidak menyukainya, dia terlalu gila pangkat dan
gila hormat, tapi dia terbunuh oleh musuh, sudah tentu aku
ikut berduka."
"Toa-suhengmu bunuh diri bukan dibunuh orang" ujar
Bulim-thian-kiau,
"aku tidak akan kelabui kau, kematian suhengmu sedikit
banyak ada sangkut pautnya dengan aku" lalu dia ceritakan
pukul Lui-tai di kota raja Kim secara jelas dan terus terang
kepada Hudapi. Akhirnya Hudapi menghela napas, katanya: " Kiranya
begitu Toa-suhengku memang mendapat ganjaran dari
perbuatannya sendiri tidak bisa menyalahkan kau. Tapi, kau
harus hati2. lebih baik kalau tidak kesamplok dengan guru
ku." Bu-lim-thian-kiau hanya tertawa saja, namun dalam hati dia
ingin mendapat kesempatan untuk menempur cun-seng Hoatong.
Mereka terus menempuh perjalanan bersenda gurau.
Hari itu mereka tiba di kaki Ki-lian-san, Hudapi tetap tinggal
dibawah gunung menunggu suhengnya, maka merekapun
berpisah. Ki-lian-san merupakan gunung yang terkenal didaerah
barat laut. puncaknya bersusun berlapis2 mencuat tinggi
menembus langit, Baru saja rombongan Hong lay-mo-li
beramai tiba ditengah gunung, tiba2 didengarnya suara gelak
tawa keras bergetar membikin daon2 badan berguguran,
hanya kedengaran gema gelak tawanya tak kelihatan
orangnya. Hong- lay-mo-li terkejut katanya:
" Iwekang orang ini amat tangguh, jarang ada tandingan
dalamjagat ini."
"Betul," ujar Bu-lim-thian-kiau
"sayang kekuatannya terlalu ganas, kelihatannya masih
belum matang dan semurni Iwekang Beng-beng Taysu."
"Mari kita lekas tengok keatas." ajak Bu su-tun.
"ingin aku tahu tokoh kosen siapa dia."
setelah gema gelak tawa tadi sirap maka terdengar seorang
berkata: "Bagaimana, apa kalian hendak menahanku secara
kekerasan" He, h e, kalau aku tidak punya keberanian
memangnya aku bisa kemari" logat-nya orang utara, kata2nya
kaku seperti orang baru belajar bicara, kedengarannya amat
menusuk pendengaran Bertaut alis Hong lay-mo-li, katanya:
"Yang ini bukan bangsa Han." Disusul kumandang sebuah
suara serak berkata:
"Kau congkak dan tidak kenal sopan santun, mengingat kau
tamu darijauhi sebagai tuan rumah Ya lu Hoan-ih tidak
membuat perhitungan dengan kau. Aku ini Tang wan liong
biar minta belajar kenal dengan kepandaian saktimu."
"Ehi kiranya Tang-hay-liong sedang bertanding dengan
orang disini." ujar Busu-tun.
Tang- hay- liong memiliki latihan Gun-goan-it-sat-kang
selama 30 tahun, kekuatan luar dalamnya sudah mencapai
puncak tinggi, maka suaranya kedengaran seperti gesekan
logam keras, berdering dan memekak telinga. Tapi kalau
dibanding gema gelak tawa yang merontokan daun pohon2
tadi jelas masih ketinggalan setingkat dari lawannya.
"Mungkin Tang-hay-liong bukan tandingan lawannya itu."
kata Bu-lim-thian-kiau berkuatir,
Langkah mereka dipercepat maka terdengar pula orang itu
gelak2pula, katanya. "sudah lama kudengar ketenaran nama
su-pak-thian, sayang empat raja langit kini tinggal dua saja"
kalian Tang-hay-long dan say-ci-hong boleh maju bersama
saja." gelagatnya say-ci-hong juga berada disini.
"Tatcu dari Mongol ini kiranya jelas juga mengenal seluk
beluk dunia persilatan di Tionggoan." kata Bu-lim-thian-kiau.
Dia sudah bisa membedakan logat bicara orang ini membawa
aksen Mongol. Tang-hay-liong menggerung sekali, orang banyak tidak
mendengar jawabannya jelas dia sudah mulai melabrak
musuh, Mereka berlari semakin kencang setelah membelok
ketikungan gunung dan menuruni sebuah lekukan lembah,
tampak dari kejauhan Tang-hay-liong sedang bergebrak
dengan seorang padri Mongol yang berpakaian kasa merah.
Tatkala itu Tang-hay-liong sudah adu hantaman tiga kali
dengan padri itu, gempuran angin pukulan bergolak ke
sekeliling gelanggang membuat debu pasir beterbangan,
namun bagi pandangan Bu su-tun beramai yang cukup ahli
cukup diketahui, bahwa Tang-hay-liong sudah terkekang
dibawah lingkungan tekanan pukulan lawan.
"Bagus, padri besar ingin menjajal kepandaian kami
bersaudara, biar aku ikut mengiringi permainan ini." terdengar
Say-ci-hong segera dia melolos pedang terjun kedalam
gelanggang. Permainan pedangnya dikombinasikan dengan
pukulan telapak tangan, hanya sejurus dia menyerang, padri
Mongol itu bersuara heran, katanya:
" Thay- Jing-khi-kang memang tidak bernama kosong"
latihan say-ci-hong memang Thay- Jing-khi-kang dari aliran
murni yang mempunyai kemujijatan dan serasi dengan Gungoan-
it-sat-kang Tang hay- liong.
Kalau Gun-goan-it-sat-kang mengutamakan pukulan
kencang dan deras, sebaliknya Thay- Jing-khi-kang halus
lunak dan silir, jauh lebih mudah untuk menyerang dan
melukai lawan. Begitu dia lancarkan ilmu kebanggaannya,
padri asing segera merasakan dirinya di-hembus angin sepoi2
yang silir dan nyaman, terasa hangat dan menyegarkan
namun semangatnya menjadi lumpuh dan kantuk malah, seakan2
tenaga sukar dikerahkan.
Bercekat hati padri asing, baru sekarang dia insaf, secara
kenyataan ternyata kepandaian say-ci-hong masih lebih
unggul dari saudara tuanya. Betapapun tinggi Iwekang dan
kepandaian silatnya, tak urung dia tak berani lagi memandang
ringan lawannya yang satu ini.
segera dia rangkap kedua telapak tangan seperti memeluk
sementara badannya berputar dengan lincah, dia gunakan
jurus Ping-pik-pau-gwat (menjinjing batu pualam menolak
rembulan), tiba2 dia pentang kedua tangan, kekiri menyerang
Tang-hay-liong, kekanan menggempur say-ci-hong.
jurus serangan ini dilandasi kekuatan Iwekang latihannya
yang dahsyat kiri keras kanan lunak, aneh dan lihay serba
hebat, Tang-hay-liong rasakan diterjang kekuatan dahsyat
laksana gugur gunung terasa gempuran lawan sealiran dan
sejalan dengan pukulan Gun-goan-it-sat kang yang dia
mainkan, begitu saling bentrok terjadilah bentrokan keras
laksana guntur menggelegar, jenggot Tang-hay-liong bergetar
tersiaki badannya tertolak mundur tiga langkah.
Hati-nya keheranan dan terkesiap: "Diapun bisa
menggunakan Gun-goan-it-sat-kang."
Dalam waktu yang sama say-ci-hong juga menyambut
sebuah pukulan lawan, diapun dibuat keheranan, Terasakan
olehnya pukulan lunak lawan se-akan2 bisa ter-baur menjadi
satu dengan kekuatan Thay-Jing-khi-kang yang dia lancarkan,
laksana air sungai mengalir kelautan teduh, sehingga perbawa
Thay- Jing-khi-kang sukar ia kembangkan, malah dirinya
terkekang terbendung dan terbaur sirna.
Dengan seluruh kekuatannya say-ci-hong menyambut
pukulan orang, tak tertahan diapun tersurut dua langkah.
Padri Mongol sekaligus lancarkan pukulan keras dan lunak
dalam sekali permainan dengan satu lawan dua pula, namun
dia tetap lebih banyak menyerang dan bertahan dengan rapat
dan mantap. Dalam sekejap. Tang-hay-liong sudah mandi keringat,
keadaan say ci-hong rada mending, namun deru napasnya
mulai berat dan memburu. Ternyata Gun-goan-it-sat-kang
yang dimainkan padri- Mongol ini mendapat ajaran padri
kosen dari India, tingkat dan terbawanya memang lebih tinggi
dari kelandaian un-goan-it-sat-kang Tang-hay-liong.
Kedua pihak berhantam dengan sama2 menggunakan
kekerasan, sudah tentu yang bertenaga kuat dan besar lebih
unggul dan menang.
Cepat sekali Hong- lay-mo-li beramai sudah tiba disekeliling
gelanggang, setelah dekat dan menyaksikan lebih
jelas, mereka keheranan dibuatnya.
Dibela kang Tang-hay-liong berdua, berjajar di pinggir
gelanggang orang yang menonton dengan terkesima mereka
adalah Khing ciau, cin Long-gioki Li Keh-cun, Tai Mo dan Tiong
siau-hu. Mereka menemani Tang hay- liong mengantar tamu.
Begitu tumplek perhatian mereka menonton pertempuran
ini sehingga tidak menyadari bahwa Hong-lay-mo-li sudah
datang, setelah orang berada disampingnya baru tahu.
Dengan suara lirih Hong- lay-mo-li bertanya: "Siapakah
piadri ini?"
Khing ciau menjawab lirih: "Dialah Cun-seng Hoat-ong
Koksu dari Mongol, dia kemari membawa surat Timujin
menganjurkan kita menyerah kepihaknya, sikapnya angkuh
dan tidak sopan. Yalu-toako dengan tegas menolak maka dia
uring2an. Tang wan- cianpwe penasaran melihat
keangkuhannya, diluar tahu Yalu-toako dia ajak orang kemari
dan menjajal kepandaiannya ."
Ha ng- lay-mo-li terperanjat baru sekarang dia mau percaya
akan omongan Hudapi yang mengagulkan kepandaian
gurunya, diam2 dia menerawang, bahwa dirinya mungkin juga
bukan tandingan orang.
Mendengar padri asing ini adalah cun-seng Hoat-ong, Bulim-
thian-kiau menjadi gatal tangan-nya, segera dia bergerak
maju, Tapi Busu-tun bertindak lebih dulu, Katanya: "Cianpwe
berdua boleh siakan istirahat biar aku belajar kenal
kepandaian Hwesio gede ini."
Memangnya Tang-hay-liong dan say-ci-hong merasa
kewalahan menghadapi lawan, dengan senang hati segera
mereka mundur. Cun-seng Hoatong gelak2. katanya: "Kedatanganku
memang ingin menjajal jago2 kosen dari Tionggoan, aku tidak
sudi memukul lawan kurcaci, jangan kau tidak tahu diri, nanti
kubikin kau menjadi bergedel."
"Aku memang bukan jago kosen, namun apakah aku tidak
tahu diri nah coba dulu kau lawan pukulanku. "
"Baik, hayo maju " sambut Cun-seng Hoat-ong, pukulan Bu
su-tun menderu kencang bersuara menggelora.
Cun-seng Hoat-ang segera angkat tangan menyambut


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pukulan, "BIang" laksana halilintar menggelegar di siang hari
bolong seluruh hadirin merasa pekak kupingnya.
Cin Long-gioki Li Keh-cun dan Tai Mo yang Iwekangnya
lebih rendah lekas menutup kuping dengan jari tangan.
selama kelana di Kangouw, Kim-kong-ciang Bu su-tun
belum pernah menemui tandingan setimpal, tak nyana
sekarang dia sendiri terg entak limbung oleh kekuatan
perlawanan musuh, Cun-seng Hoat-ong juga dipaksa
menyurut selangkah oleh gempuran Kim-kong-ciangnya yang
dahsyat. Kalau Bu su-tun kaget, diapun mencelos hatinya
bentaknya: "Siapa kau?"
"Laki2 sejati duduk tidak merobah nama ber jalan tidak
ganti she, aku inilah pangcu dari Kaypang Bu su-tun"
Gusar Cun-seng Hoat-ong, serunya: "O, kiranya kau inilah
pengemis Busuk yang membunuh muridku itu."
Bu su-tun tidak tanggapi makian orang, katanya tawar
"Kau menuduh aku boleh anggap memang akulah yang
membunuhnya, memangnya kau mau apa?"
Cun-seng Hoatong menggoreng serunya: "Tidak apa2,
cuma jiwamu harus diserahkan untuk tumbal arwah muridku,"
geraman suaranya menggunakan say- cu-ho- kang yang
hebat. say- cu-ho- kang adalah Iwekang terlihay dari aliran Hud,
dari seorang pemeluk agama yang mengutamakan welas asih
pantang membunuh, maka geraman say- cu-hong laksana
singa ini amat besar faedahnya, kehebatan geraman seorang
padri yang tinggi ilmunya cukup
mampu mengusir binatang buas dalam hutan sehingga lari
terbirit2, yang dekat malah bisa pecah jantungnya dan binasa.
Demikian, pula bagi manusia biasa takkan kuat
menahannya, Li Keh-cun dan lain2 yang sudah menyumbat
kuping toh masih merasakan getarannya yang hebat, tak
tertahan mereka terhuyung dengan menahan kesakitan,
kering atpun gemorobyos.
Lekas Bu-lim-thian-kiau tiup serulingnya dengan irama lagu
yang ulem dan ringan dia tenangkan pikiran semua orang.
Diiringi dengan geramannya Cun-seng Hoat-ong lontarkan
sepasang telapak tangan dengan sengit dia merabu dengan
tiga gelombang pukulan keras.
Bu su-tun tidak perlu gentar menghadapi say-cu-ho orang,
namun lama kelamaan pikirannya terganggu dan semangat
goyah. Cepat diapun gerakan kedua tangan melancarkan Taylik
kim kong-ciang ajaran tunggal Kaypang.
Empat telapak tangan beradu dengan variasi perubahan
yang ber-beda2. Telapak tangan kiri Bu su-tun laksana
membentur dinding baja yang tidak kelihatan mengeluarkan
suara gemuruh sebaliknya pukulan telapak tangan kanan
seperti membentur tumpukan kapas sedikitpun tidak
menimbulkan reaksi.
Dengan mengembangkan pukulan lunak dikiri dan keras
dikanan, diselingi pula suara geraman say-cu-ho yang hebat
Cun-seng Hoatong layani Kim- kong-ciang Bu su-tun,
sebetulnya kekuatan pukulan Bu su-tun tidak lebih asor dari
lawannya, namun lawan sekaligus gunakan say- cu-ho,
Iwekang dari aliran Hud untuk memunahkan separo dari
perbawa pukulannya, sudah tentu lama kelamaan dia menjadi
kewalahan dan asor.
Namun demikian cun-seng Hoatong tercekat hatinya,
pikirnya: " orang sheBu ini paling berusia 30, namun kuat
melawan sekaligus tiga ilmu mujijat yang puluhan tahun
kuyakinkan, agaknya jago2 Kosen dari Tionggoan memang
tidak boleh dipandang ringan."
Cun-seng Hoatong cukup mengerti, untuk dapat
mengalahkan Bu su-tun sedikitnya dia memerlukan ratusan
jurus. seruling Bu-lim-thian-kiau kebetulan meniup ritme irama
terakhir. segera dia angkat serulingnya dan berkata dengan
tertawa: "Bu-toako, berilah kesempatan padaku untuk belajar
kenal sampai dimana tingkat kepandaian Hwesio gede ini."
Bu su-tun- segera mundur keluar gelanggang serta
menarik napas panjang tiga kali, barulah rasa sesak didadanya
hilang, hatipun tersirap kagum.
Memangnya Cun-seng Hoatong merasa diganggu oleh
irama seruling Bu-lim thian-kiau yang menekan suara geraman
singanya, melihat orang maju, segera dia menyambutnya:
"Anak muda memang aku ingin kau merasa akan
kelihayanku."
se-konyong2 dia menghardik sekali. Agaknya Cun-seng
Hoatong teramat takabur dan tinggi hati, melihat usia Bu-limthian-
kiau malah lebih muda dari Busu-tun, dia tidak percaya
Iwekang orang dapat sejajar dengannya, maka begitu mulai
dia pikir hendak menumpukan atau merobohkan lawan
dengan say- cu-ho.
Tatkala itu mereka sudah berhadapan jarak hanya tiga kaki
semakin dekat jaraknya, perbawa say- cu-ho semakin hebat,
Cun-seng Hoatong amat pongah dan yakin sekali menghardik
umpama Bu-lim-thian-kiau tidak tergentak jatuh semaput,
sedikitnya darah akan bercucuran dari kuping dan hidungnya.
Tak nyana, baru saja dia pentang mulut menghardiki
seketika dirasakannya segulung hawa hangat menyampuk
muka. seperti diketahui seruling Bu-lim thinn-kiau ini terbuat
dari batu jade yang hangat merupakan pusaka yang tiada tara
nilainya, dari seruling hangatnya ini Bu-lim-thian-kiau dapat
meniup keluar segulung hawa hangat dari kekuatan hawa
murninya yang tulen, sekaligus dapat menambah pembawa
kekuatan Iwekangnya.
Cun-seng Hoatong baru saja sudah menghadapi dua kali
gebrakan sengit. Betapapun kekuatan say- cu-hong sudah
dikorting beberapa persen, kini say- cu-hong kena dipunahkan
pula oleh hawa murni tulen dari tiupan seruling hangat Bu-limthian-
kiau. Akan tetapi Bu-lim-thian-kiau sendiri toh tersurut selangkah
juga, beruntun dia tiup dua kali suara nyaring melengking
dingin dari serulingnya, barulah gejolak hatinya tenang dan
terkontrol kembali dengan lekas dan wajar dia masih kuat
menghadapi lawannya.
Mau tidak mau Bu-lim-thian-kiau berpikir: "setclah
menghadapi Bu toako, lwe-kangnya masih lebih unggul dari
aku, orang ini memang tidak boleh dipandang rendah."
Karena ditiup hawa hangat dari seruling Bu lim-thian-kiau,
hati Cun-seng Hoat-eng menjadi risau dan gundahi hatinya
kaget lekas dia kerahkan hawa murni berputar tiga kali segera
diapun menenangkan hati dan pikiran, bentaknya: "siapa
kau?" "Aku yang rendah Tam Ih-tiong, akulah yang memukul
roboh murid besarmu dari atas panggung serta membuatnya
mampus saking mangkel. Kalau kau ingin menuntut balas bagi
kematian muridmu, boleh kau membuat perhitungan dengan
aku, jangan salah menuduh orang lain."
Cun-seng Hoatong gusar, telapak tangan kiri melontarkan
Gun-goan-it-sat-kang yang cukup membelah remuk batu besar
sedang telapak tangan kanan menggunakan Hud-hun-jiu lunak
peranti menundukkan kekerasan, keras dan lunak dilontarkan
bersama. dua tipu silat dari ajaran aliran manapun yang
dimainkan Bu- lim-thian-kiau, jelas takkan lolos dari telapak
tangannya. Bu lim-thian-kiau cukup tahu betapa lihay lawan, maka dia
tidak mau adu kekerasan Iwekang, seruling terayun maka
berkelebar sinar hijau pupus yang menyilahkan mata, laksana
bintang kelap kelip dimalam buta rata sekaligus berjatuhan
dan menungkup kesatu arah. Dalam sejurus dia incar 36 Hiatto
besar disekitar badan Cun-seng Hoat-ong.
Yang dilancarkan ini adalah ilmu tutuk yang berhasil dia
selami dari gambar lukisan Hiat-to-tong-jin.
Pengetahuan dan tingkat kepandaian cun-seng Hoat-ong
sudah cukup luas dan tinggi, namun dia toh bingung dan tidak
mengerti ilmu mukjijat dari aliran mana dan cara bagaimana
harus memunahkan, terpaksa dia batalkan serangan dan tarik
tangan untuk melindungi badan.
seruling Bu- lim-thian-kiau hanya terpaut satu kaki didepan
badan lawan, namun terasa seperti kebentur dinding baja
yang tidak kelihatan, serulingnya tak mampu bergerak maju
lagi, keruan hatinya mencelos.
Kini cun-seng Hoatong dari menyerang berubah bertahan,
dia layani Bu- lim-thian-kiau sampai sepuluh jurus, namun
kekuatan pukulannya malah bertambah besar.
Diam2 Bu- lim-thian-kiau mengeluh dalam hati, dia tahu
kalau lama2 pasti dirinya kecundang akhirnya, segera dia
mencebir bibir dan bersiul panjang. teriaknya: "Hwesio gede
diberi tidak membalas karang hormat, nah akupun meniru
seranganmu, seruling melintang didepan dada, tiba2 sebelah
tangannya menepuk enteng inilah Lokieng-ciang-hoat
ciptaannya, kelihatannya dia menepuk seenaknya tidak
menggunakan tenaga, namun damparan kekuatan pukulannya
ternyata dahsyat luar biasa.
Mirip benar dengan arus deras yang ber-gulung2 mendadak
melandai datang, sudah tentu Cun-seng Hoat-ong tidak kenal
permainan Liok-eng-ciang-hoat, maka gerakannya belum tepat
dan serasi untuk menghadapinya Iwekangnya tinggi, namun
dia tergeliat sekali.
Pakai seruling sebagai ganti potlot, Bu-lim-thian-kiau
kembangkan Keng-sin-pit-hoat yang tiada bandingannya
diseluruh jagat, ditambah permainan Lokieng-ciang-hoat
ciptaannya sendiri, barulah dia cukup setanding melawan cunseng
Hoat-ong. Tengah bertempur seru, tiba2 terlihat seorang pengemis
cilik ber-lari2 dari bawah gunung dari kejauhan berteriak:
"Suhu, lekas kemari Ji-suheng sedang menunggumu
dibawah gunung"
cun-seng Hoat-ong menyahut: "Biar dia menunggu
sebentar lagi"
Pengemis cilik itu berteriak pula:
"Tidak, dia tak bisa menunggu lagi Kalau kau tidak segera
kebawah, kemungkinan jiwanya terenggut mara bahaya," lalu
dia ganti bicara Mongol memberi penjelasan dua patah kata,
seketika berubah air muka cun-seng Hoat-ong, segera dia
kerahkan setaker tenaganya beruntun menghantam tiga kali.
Bu-lim-thian-kiau didesaknya mundur, dia lantas melompat
keluar arena. Pengemis cilik itu adalah Hudapi yang baru dikenal Bu-limthian-
kiau. Dalam hati Bu-lim-thian-kiau membatin:
"Pengemis cilik ini kuatir gurunya melukai aku, maka dia
gunakan tipu ngapusi gurunya turun gunung"
Maklumlah Ji-suheng Hudapi adalah Umong yang menjadi
duta Mongol bersama Huhansia tempo hari, Bu- lim-thian-kiau
pernah menjajal tingkat kepandaian Umong, walau belum
setimpal menghadapi jago2 kosen kelas wahid dari Tionggoan,
namun kalau bukan jago yang betul2 kosen terang takkan
mampu melukai dia.
Bu-lum-thian kiau berpikir lebih jauhi didalam pangkalan
Yalu Hoan-ih kecuali Tang- hay- liong dan say- ci-hong, yang
lain takkan mampu setanding melawan Umong, apalagi
hendak melukai dia, jelas tidak mungkin lalu kenapa Umong
yang berada dibawah gunung mengalami bahaya.
oleh karena itulah Bu-lim-thian kiau menduga, mengingat
persahabatan mereka sengaja Hudapi mengatur tipu daya
berbohong kepada gurunya,
Bu-lim-thian-kiau menjadi kuatir, bila kebohongan Hudapi
kenangan gurunya, pasti bakal dihukum berat oleh gurunya
maka besar niatnya melihat orang untuk melanjutkan
pertempuran sengit ini. Tapi lekas dia berpikir pula: "Cun-seng
Hoatong sudah beruntun bergebrak tiga kali, menangpun aku
tidak bangga, kalau tidak bisa menang malah ditertawakan
orang. Hudapi adalah muridnya tersayang, otaknya cerdik
pandai bicara lagi dia berani berbuat nakal, tentunya tidak
akan terhukum berat oleh gurunya.
Biarlah, sekali ini akan aku terima kebaikan Hudapi, oleh
karena itu segera diapun tarik tangan membiarkan cun-seng
Hoatong turun gunung.
Begitu keluar arena Cun-seng Hoatong sedikit takut dirinya
dikerubut maka dia membentak: " Kalau kalian ingin
mengeroyok dengan jumlah banyak, hayolah maju bersama,
Kalau tidak aku tidak sudi melayani bertempur cara bergilir
begini." Hong- lay-mo-li naik pitam menghadapi kecongkakan
orang, sekali bergerak dia berkelebat menghadang didepan
cun-seng Hoatong, katanya: "Dua negara berperang tidak
membunuh duta suruhannya, kita hanya ingin menghajar adat
kepadamu, supaya kau tahu bahwa dari Tionggoan tidak
sedikit orang2 pandai, memangnya siapa sudi membunuhmu"
silakan." Kata2nya terakhir disertai gerakan kebut yang
terayun dengan gaya membungkuk menjilakan orang, seolah2
hendak melepas orang pergi begitu saja.
Mendengar ucapan Hong- lay-mo-li yang menyindir dan
menusuk hati, cun-seng Hoat-ong gusar, katanya:
"Ku pandang kau kaum hawa, aku tidak akan melayanimu^
minggirlah" lengan bajunya mengebas pikirnya hendak
menyengkelit Hong- lay-mo-li pergi supaya orang mendapat
malu. Lalu menggoda dan menghinanya beberapa patah terus
tinggal pergi Diluar tahunya Hong-lay-mo-ii memang sudah getol dan
gatal untuk melawannya, sikapnya itu memang memancing
lawan turun tangan kepadanya. Begitu lengan baju Cun-seng
Hoat-ong mengeb as, berbareng kebut Hong-laymo-li
menyapu, jengeknya dingin, "Kau kira aku tidak setimpal
menghajar adat kepadamu?"
Cun-seng Hoat-ong rugi karena beruntun sudah bertempur
tiga babak, memandang rendah lawan lagi, Hong- lay-mo-li
tidak dipandang sebelah mata, kebasan lengan bajunya hanya
menggunakan lima enam bagian tenanganya, dia kita cukup
setengah tenaganya saja sudah berkelebihan untuk
membanting jatuh Hong- lay-mo-li.
Maka terdengarlah suara petasan renteng berbunyi nyaring,
lengan baju Cun-seng Hoat-ong walau berhasil
menyampukpergi kebut Hong- lay-mo-li, namun lengan
bajunya itu ber-lubang2 kecil tak terhitung banyaknya seperti
sarung tawon, ternyata lobang2 kecil robek itu tertusuk oleh
benang2 kebut Hong-lay-mo-li.
Kejut dan gusar pula cun-seng Hoat-ong, baru saja dia


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak keluarkan serangan telak mematikan, Hong lay-mo-li
tahu2 sudah berkelebat pergi sejauh tiga tombak, katanya
dingin, "Masih berani kaupandang rendah orang lain" Kau dulu
yang turun tangan, jangan salahkan aku. Baik, kau boleh
pergi, silakan lekas enyah apa mau masih bertanding
denganku?"
Ginkang Hong-lay-mo-li mungkin sudah tiada bandingan
diseluruh jagat ini, Cun-seng Hoatong tahu dirinya takkan bisa
mengejar orang Dan lagi walau kibasannya tadi hanya
menggunakan setengah tenaganya, namun benang kebut
Hong-lay-mo-li bisa bikin lengan bajunya ber-lobang2, mau
tidak mau Cun-seng Hoatong tercekat juga akan Iwekangnya,
pikirnya "Tak kira beberapa muda mudi ini semuanya lihay dan
berkepandaian tinggi. Tenagaku sudah terkuras, kalau
kulanjutkan mungkin seorang cewek inipun aku tidak akan
dapat mengalahkannya."
Disamping menguatirkan keselamatan muridnya yang
kedua dibawah gunung, diapun kuatir Bu dan Tam berubah
hati, celaka kalau dirinya tidak dibiarkan pergi dengan
selamat. oleh karena itu dia terima dan telan cemooh dan hinaan
Hong-lay-mo-li, ter-sipu2 dia berlari turun gunung. Hudapi
mengintil dibelakangnya.
siang koan pocu tepuk tangan, katanya tertawa: "Liu-cici,
kepala gundul itu sudah kau hajar adat"
sedikitpun Hong-lay-mo-li tidak menunjukkan rasa puas
atau senang katanya: "Koksu Mongol ini memang seorang
genius yang hebat dalam bidang ilmu silat, mungkin harus
mengundang ayah baru bisa menandingi dia"
Bing-beng Taysu sudah bersumpah tidak turun gunung,
penyakit lumpuh Kongsun In juga belum sembuh, maka Honglay-
mo-li berpikiran hanya ayahnya saja jago kosen masa kini
yang kuat mengalahkan cun-seng Hoat-ong.
setelah Cun-seng Hoat-ong pergi, barulah orang banyak
sempat berbincang dengan gembira, teman lama berkumpul
sudah tentu tidak sedikit persoalan yang mereka bicarakan,
terutama Tiong siau-hu berkumpul kembali dengan siangkoan
Pocu sudah tentu hatinya senang. siangkoan Pocu tuturkan
pertemuannya dengan ibunya di Thian-longnia kepada
kekasihnya. Baru saja semua orang hendak balik kepangkalan,
dikejauhan tiba2 terdengar suara gemuruh seperti bunyi
guntur, begitu keras suara itu sampai menggetarkan bumi dan
bergema diatas pegunungan, burung dalam hutan
beterbangan kaget dan ketakutan.
siangkoan Pocu tertawa katanya: "Kepala gundul itu
mungkin terlalu jengkel, saking tidak terlampias, tanpa sebab
kembali dia mengembangkan ilmu geraman singa."
Belum habis dia bicara, tiba2 terdengarpula suara gelak
tawa panjang sayup2 sampai, makin lama makin keras
kumandang menembus langit, lembut dan nyaring
bergelombang. Geraman cun-seng Hoatong yang keras dan kuat itu
ternyata tidak mampu menekan suara gelak tawa ini. Gelak
tawa orang ini laksana tajam panah menebus berbagai lapisan
tabir seperti ular sakti pula yang menerjang kian kemari
menyusupi lobang dan akhirnya menerobos lewat dinding baja
tembok besi. Bagi pendengar seorang ahli silat suara gerengan dan gelak
tawa itu jelas sedang saling hantam dan bentrok dengan
hebat. se-konyong2 gelak tawa itu berubah pula mirip pekik
bangau sakti diangkasa tiba2 jatuh menukik dari lapisan
udara, gerungan keras itu ternyata tambah tak kuat
membendungnya, malah seperti tertekan susut kebawah,
Mendadak gelak tawa itu berhenti, namun gema suaranya
masih kumandang ditengah alam pegunungan sampai lana
baru menghilang.
Dengan seksama Hong-lay-mo-li pasang kuping
mendengarkan, tiba2 dia unjuk muka berseri girang, Bu-limthian-
kiaupun bersorak gembira, serunya:
" Itulah saudara Kok-ham sudah datang"
Ternyata Cun-seng Hoat-ong memang kesamplok musuh
tangguh, yang dia hadapi dibawah gunung adalah siau- gokian-
kun pendekar Latah Hoa Kok-ham.
Hudapi tidak berbohong dan ngapusi gurunya turun
gunung, Umong dibawah gunung sedang dicegat dan
dipermainkan seperti kucing mempermainkan tikus saja, walau
jiwanya belum terancam namun keadaannya sudah amat
runyam. Waktu Cun-seng Hoat-ong memburu tiba, dia masih
sempat melihat keadaan muridnya yang runyam dan
memalukan. Dilihatnya seperti banteng ketaton Umong sedang
menubruk menerjang dan menyerang serabutan membabi
buta sebaya berkaok2, besar hasratnya merobohkan atau
menghancurkan lawan, namun siau- go-kian- kun bergerak
lebih lincah, tangkas dan lebih tangguh orang selalu dapat
dibikin mati kutu tak mampu lari keluar dari kurungan
permainan lengan bajunya.
Belakangan Umong seperti berubah kalap. lenyap pikiran
hendak merobohkan lawan, pikirannya dia tumplek untuk
berdaya melarikan diri dari libatan dan permainan lawan,
namun dia tetap tak mampu lolos.
Setiap langkahnya peduli ke-arah mana saja, bayangan
Siau-go-kian-kun selalu sudah muncul dihadapannya.
Siau-go-kian-kun tertawa katanya: "Bukankah kau bilang
hendak bunuh aku sekali pukul" Hayo hantam, gaploki genjot
Tadi sudah kukatakan hendak membantu keinginanmu, boleh
kau pukul dan hantam sesukamu, aku tidak membalas aku
sendiri tidak takut terpukul mati, kenapa kau takut malah?"
Ternyata Umong menunggu sang guru dibawah gunung
kebetulan kesamplok dengan Siau-go-kian-kun, melihat sang
adalah Busu Mongol. didalam situasi peperangan seperti ini,
Busu Mongol berani datang ke Tionggoan, Siau go-kian-kun
menduga orang pasti tidak bermaksud Baik, maka Siau-gokian-
kun maju hendak mengorek keterangan dan mencoba
kepandaiannya, maka dia permainkan orang.
Memang siau-go-kian-kun tidak pernah menghadapi Cunseng
Hoat-ong dan murid2nya, namun jejak
pengembaraannya sudah menjelajah seluruh jagat,
pengetahuannya luas dan mendalam, bukan saja dia sendiri
pernah ke Mongol, kedua pembantunya Hek-Pek-siu-lo juga
tinggal disana beberapa tahun, pernah melihat aliran silat cunseng
Hoatong. Maka sedikit banyak Siau-go-kian-kun sudah mendapat
gambarannya. Kini setelah dicoba dia lantas dapat mengetahui
asal usul Umong, maka dia lebih yakni bahwa Busu Mongol ini
adalah muridnya Cun-seng Hoat-ong.
Siau- goan kian-kun memiliki kepandaian khusus yang
mengutamakan lunak menundukan keras, senjata yang dia
pakai adalah sebatang kipas, dengan bekal kepandaian yang
dia miliki ini, dia malang melintang di Kang-ouw dan berhasil
mengalahkan tidak sedikit lawan tangguh.
Kepandaian Umong memang bagus, namun menghadapi
dia belum termasuk lawan tangguh, maka siau- go-kian- kun
mampu mempermainkan orang yang menggunakan gaman.
semula Umong kira pelajar lemah ini cukup sekali jotos
pasti mampus, tak kira setelah kaki melayang dan tangan
menggenjot, siau go-kian- kun dapat bergerak lincah
setangkas kera berjoget, pakaiannya melambai, ujung nyapun
tak mampu dia jamah.
Permulaan siau-gokian-kun gunakan kelincahan gerak
tubuhnya untuk meluputkan diri dari rangsakan lawan, namun
belakangan dia biarkan saja kepelan Umong menghujam
badannya. Umong pernah meyakinkan Gun-goan-it-sat-kang,
latihannya memang belum matang namun kekuatannya sudah
cukup berkelebihan untuk membelah pilar. Tapi pukulannya
yang dahsyat kiranya sedikitpun tidak membawa reaksi pada
tubuh siau go-kian-kun, seperti batu gede kecemplung laut,
hanya sedikit riak gelombang yang kentara terus lenyap,
paling pakaian siau- go-kian- kun saja yang melambai dan
melembung sedikit.
Kedua tangan siau- go-kian- kun disembunyikan disebelah
lengan baju, dia biarkan orang memukul dirinya, namun
secara diam2 dia kerahkan Iwekang tingkat tinggi untuk
punahkan daya pukulan orang.
setengah jam lebih orang dipermainkan tak mampu
merobohkan orang, kini mau lolos dan tinggal pergipun tidak
mampu lagi. siau- go-kian- kun tidak terluka, tidak kunang
suatu apa, wajahnya tetap berseri wajar, sebaliknya napas
sendiri malah ngos2an seperti kerbau keletihan.
Melihat muridnya dipermainkan begitu runyam, sudah tentu
cun-seng Hoat-ong ikut malu dan gusar, bentaknya:
" Umong, kau minggir siapa kau, berani mempermainkan
muridku?" langsung dia terjang siau-go-kian-kun sembari
menggerung se-keras2nya, gerungannya sedahsyat guntur
berguna d Segunungan.
Umong yang pernah meyakinkan say-cu-hopun tidak kuat
menahan gerungan gurunya, langkahnya terhuyung sambil
mendekap kuping.
siau-go-kian-kun tertawa, ujarnya:
"Ternyata say cu-ho dari aliran Hud juga demikian saja"
gelak tawa nyapun berkumandang memanjang tak putus2.
jadi gerungan dan gelak tawa saling hantam bergelut
saling tindih dan mengatasi belum lagi mereka bertempur
pakai kaki tangan, terlebih dulu sudah adu kekuatan Iwekang.
Akhirnya gelak tawa berhasil menindih gerungan, itulah
gema gelak tawa dan gerungan yang didengar oleh Hong-laymo-
li dan lain2 dan berakhir dengan kemenangan siau- gokian-
kun. Tapi meski demikian setelah lebih unggul toh siau-gokiankun
merasakan darah mendidih dan napas sesak, jantungnya
be-debar2. " Umpama ilmu silat Cun-seng Hoatong belum
dapat diakui nomor satu diseluruh jagat, namun ketenaran
nama dan kepandaian sejatinya cukup setimpal, demikian pikir
siau- go- kian- kun. Tapi dia belum tahu bahwa sebelum ini
cun-seng Hoatong sudah bertempur tiga babak.
Diluar tahunya kalau siau- go- kian- kun terkejut dan
mengagumi lawan, Cun-seng Hoatong ternyata jauh lebih
kejut. Darahpun mendidih dirongga dadanya, setelah dia
kerahkan hawa murni dan tenaga terpusat kembali di Tanthian
baru gejolak hatinya dapat di-tentamkan pula. Batinnya:
"Darimana Tionggoan bermunculan jago2 kosen sebanyak ini,
lawan2 yang ku-hadapi hari ini semuanya masih muda belia,
ternyata aku tak mampu mengalahkan dan menundukkan
mereka" mau tidak mau dia menjadi patah semangat dan lesu.
Betapapun cun-seng Hoat-ong seorang yang berpandangan
tinggi dan angkuhi selamanya dia tidak mau tunduk kepada
orang lain, pikirnya: " Lawan hanya seorang, usia orang ini
malah lebih muda dariBu-pangcu dan Bu-lim-thian-kiau kalau
satu lawan satu aku tidak bisa kalahkan dia, bagaimana aku
bisa terus bercokol di Kangouw " Hari ini kalau tidak kutumpas
dan kubunuh dia, beberapa tahun lagi,tentu aku bukan
tandingannya lagi,"
Dalam hatinya Cun-seng Hoat-ong tahu diri dan sudah bisa
melihat jauh kedepan akan masa depannya kelaki dia tahu
setelah beruntun bertempur tiga babak, Iwekangnya sudah
dikorting, namun mengingat kepandaian silat khusus yang
lihay dan mematikan miliknya belum lagi dia kembangkan,
jikalau bisa melenyapkan siau go kian- kun, terhitung
meringankan tugas dan tanggung- Jawa b dirinya, seorang
lawan tangguh berhasil disingkirkan lebih dulu.
Maka dengan pengharapan mendesak untuk menang,
dikala gelak tawa siau- go-kian- kun belum berhenti dan
tengah mengatur napas, dia kerahkan hawa murni, segera dia
membentak: "Bagus,sambutlah sejurus seranganku lagi" segera dia
lontarkan sejurus tepukan tangan dengan gerakan mengecap.
Itulah kepandaian Toa-jiu-in ajaran Mi-cong dari Tibet,
pukulannya ini khusus untuk melukai Ki-keng-pat-mehi kira2
selihay dan sama hebat dengan Toa-pan yok-ciang dari aliran
Hud yang murni.
siau-go-kian-kun tahu akan kelihayan serangan ini,
pikirnya: "Kalau aku adu kekuatan pukulan mungkin aku
bukan tandingannya." segera dia pentang kipas dan berkata
tertawa. "Murid Budha harus melenyapkan diri dari nafsu
duniawi. Hatimu risau dan gugup, biarlah aku bantu kau
menghilangkan rasa gerah."
sudah tentu cun-seng Hoat-ong gusar, bentaknya. "Berani
kau menggoda aku" dengan kencang segera dia tepukan
telapak tangannya lebih cepat, jari2nya menyentuh kipas,
terasa segulung tenaga lunak yang kuat menerjang keluar
lapisan kipas itu se-olah2 dilumuri minyak licin dan tak mampu
dipegangnya. sekali kebas dan diayun, kipas siau- go- kian kun telah
patahkan serangan Toa-jiu-in cun-seng Hoat-ong. Katanya
tertawa: "Masih untung Kipasku tidak kau koyak"
Kelihatannya gerakan kipas siau go- kian- kun sepele dan
enteng seperti acuh tak acuh mematahkan serangan lawan,
yang betul dia sudah tumplek seluruh kepandaian yang
dimiliki. Dikala kipas lempitnya dia tarik mundur, tanpa kuasa dia
tersurut mundur dan berkisar satu lingkaran.
cun-seng Hoat-ong menubruk dengan sengit, beruntun dia
lontarkan tiga kali pukulan, pukulan yang satu lebih dahsyat
dari pukulan yang lain, pukulan depan belum lenyap tahu2
gelombang kedua dan ketiga lepas mendampar datang.
Agaknya serangan ini dihantakan Liong-bun-sam-koh-long
(tiga gelombang ombak di-pintu naga). kalaupukulan
dilontarkan dengan setaker tenaga sungguh dahsyatnya
laksana gugur gunung dan ombak mengamuk disamudra raya.
Apalagi yang digunakan kali ini dilandasi kekuatan pukulan
Toa-jiu-in, sudah tentu bukan olah2 hebatnya
siau- go-kian- kun menekuk pinggang terbungkuki pujinya:
"Pukulan hebat" sengaja dia bergerak pura2 seperti tidak kuat
menahan dampatan pukulan lawan, cun-seng Hoat-ong
mendengus, jengeknya: "Kau sudah tahu kelihayanku?" belum


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

habis dia bicara, tahu2 kipas lempit siau- go-kian- kun
menuding, berbareng langkahnya menerobos maju
menyelinap ke depan dengan langkah sempoyongan mirip
laki2 mabuki tahu2 sudah berada didepan cun-seng Hoatong
itulah langkah Cui-pat-sian (delapan dewa mabuk) yang hebat
tiada taranya. Cun-seng Hoatong kira lawan terkena pukulannya,
sehingga kewaspadaannya sedikit kendor, sudah tentu dia
tidak duga bahwa orang berani mati menyelinap maju dan
menyerang, karena tak terduga2 "plok" lik-khi-hiat, dibawah
ketiaknya tahu2 sudah tertusuk oleh kipas lawan.
sigap sekali siau go-kian- kun sudah melompat mundur
sambil gelak tawa, serunya: "Hwesio gede, nyatanya kau
sudah kalah, aku tak punya tempo main2 lagi dengan kau?"
dia tahu dengan kepandaian cun-seng Hoat-ong, walau dia
berhasil menutuk Hiat-to orang belum tentu mampu
membuatnya tak mampu bergerak, namun sedikitnya orang
harus kerahkan hawa murni untuk menjebol tutukan Hiat-to
ini, sedikitnya akan makan satu jam baru Hiat-to yang tertutuk
terbuka lancar kembali.
setelah menggoda dan mencemooh beberapa patah baru
saja siau- go-kian- kun mau tinggal pergi. Tak tahunya belum
tertawanya lenyap, tahu2 Cun-seng Hoat-ong lancarkan
pukulannya seraya menghardik:
"siapa bilang aku kalah" Kalah menang belum menentu,
kau mau pergi?"
Mimpipun siau- go- kian kun tidak kira dalam waktu
sesingkat itu lawan bisa membuka Hiat-to sendiri yang
tertutuk, kali ini gilirannya yang kena dirugikan karena
memandang rendah lawan.. Untung Ginkangnya hebat, begitu
merasakan firasat jelek, ujung kaki segera menutul bumi,
badannya seketika melambung tinggi ke- atas, meminjam
tenaga pukulan orang yang dahsyat lagi, ditengah udara dia
bersalto dan meluncur tiga tombak jauhnya, air muka tidak
kelihatan berubah dan napaspun tidak memburu, cuma
pakaiannya tetap melambai tertiup angin, sikap dan gayanya
amat mempesona.
Baru saja cun-seng Hoatong hendak mengejar ke-sana,
tiba2 terdengar seorang bertepuk tangan seraya berseru:
"Bagus sekali Hwesio gede, kau tak mampu pukul orang,
malah Hiat-tomu sudah tertutuk, kau masih tidak ngaku
kalah?" Ternyata Hong- lay-mo-li, Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau
serta yang lain sudah menyusul tiba, yang tepuk tangan dan
mengolok Cun-seng Hoat-ong adalah Bu-lim-thian-kiau
" Hwesio gede," ujar siau-go-kian-kun tertawa. "Kita
masing2 kalah sejurus anggaplah seri, alias setanding. Kalau
kau masih ingin berhantam, aku tetap melayani." dasar latah
dia tidak mau memungut keuntungan dari Cun-seng Hoat-ong.
setelah menghela napas panjang, cun-seng Hoatong
berkata beringas: "Hari ini anggap aku terjungkal ditangan
beberapa Wanpwe, tapi bagaimana kepandaian silatku,
tentunya kalian cukup jelas. Hanya kekuatan kalian beberapa
orang, jangan harap kuat membendung serbuan pasukan
kavaelri negeri Mongol, Pepatah ada bilang yang tahu melihat
gelagat dan memilih arah angin adalah pahlawan, Kuharap
kalian suka berpikir lebih seksama"
Habis berkata dengan menggandeng tangan Umong dan
Hudapi terus tinggal pergi dengan langkah seperti terbang.
Karena tidak ingin mengeroyoknya, Bu su-tun dan lain2
biarkan saja orang berlalu
"jadi kalian sebelumnya sudah berhantam sama dia lebih
dulu?" - ujar siau- go-kian kun, lalu dia tanya kerja dia dan
pertempuran orang banyak melawan cun-seng Hoat-ong tadi
diatas gunung, baru sekarang dia tahu orang sebelumnya
sudah gebrak dua babak baru berhadapan dengan dirinya.
Biasanya siau- go-kian- kun amat angkuh dan bangga akan
kepandaian sendiri, namun sekarang hatinya kaget dan kagum
pula "Ucapan Hwesio tadi memang bukan gertakan belaka."
demikian ujar Bu su-tun -
"setelah Timujin berkuasa dan menyatukan Mongol, tidak
sedikit negeri yang ditaklukan dan dijajahnya, terutama
pasukan kavaleri Mongol memang tiada lawan dijagat. Kini
dibawah komandonya sendiri hendak menginjak2 Tionggoan.
Maka kita harus menghadapinya dengan serius. Marilah kita
kemarkas diatas untuk merundingkan hal ini dengan Yalu
Hoan-ihi" Peristiwa apa yang terjadi di negeri sehe" Bagaimana nasib
Hek-Pek-siu-lo pembantu siau- go-kian- kun disana"
Lantaran apa serbuan kavaleri Mongol yang kuat itu ditarik
mundur" (Bersambung ke Bagian 67)
Bagian 67 BERTEMU lagi dengan sahabat lama, Bu-Iim-thian-kiau
amat gembira, dengan kencang dia genggam tangan Siau-gokian-
kun, katanya tersenyum:
"Angin apa yang meniup kau kemari" Sungguh membuat
aku kangen banget, Kata Jing-yau kau berada dipangkalan,
kukira kau tidak akan datang secepat ini."
"Tam-heng, setahun kita berpisah kesehatan dan ilmu
silatmu sudah pulih semuanya, sungguh menyenangkan dan
patut diberi selamat"
"Tadi kulihat kepandaian silatmu sudah maju berlipat
ganda." puji Bu-lim-thian-kiau.
"Kabarnya kau menciptakan Lok-eng-ciang-hoat, kapan ada
waktu ingin aku latihan bersamamu..."
Bu su-tun tertawa, ujarnya: "Kalian kenalan lama ini begitu
bertemu lantas bicara soal ilmu silat, apakah Liu Lihiap tidak
kesepian jadinya?"
"Betul Cukup lama kalian berpisah, silakan bicara sendiri "
kata Bu-lim-thian-kiau lalu dia tarik tangan Bu su-tun dan
beranjak disebelah depan, sengaja mereka tinggalkan Honglay-
mo-li dan Siau-go-kian-kun dibelakang.
Tiga bulan lamanya mereka berpisah, namun Siau-go-kiankun
amat kangen kepadanya, kini kumpul kembali sudah tentu
hatinya riang, katanya: "Kitapun mendapat berita pasukan
Mongol menyerbu kewilayah negeri Kim, karena sibuk
membendung serbuan dari luar kerajaan Kim tak sempat lagi
mengurus pangkalan kita. Ada San San yang mewakili
pimpinan, disana kukira sudah cukup melegakan. Maka aku
menyusulmu kemari, kau tidak salahkan aku bukan?"
" Kebetulan kau datang, disini memang memerlukan
tenaga..."
"Kau sudah-bertemu dengan ayah?" tanya siau-go-kiankun.
"Belum,Aku baru datang dari thian long-nia." Mendengar
pengalaman Hong-lay-mo-li di -Thian-long-nia, siau-go-kiankun
menghela napas gegetun dia menyesal, ujarnya:
"Kongsun Ki akhirnya mengalami derita hidup setengah
mati karena perbuatan, sendiri. Tapi Liu Goan-ka dan Thay Bi
kedua bangsat tua itu memang keterlaluan."
lalu dia menambahkan dengan suara lirih: "Tapi masa kini
memangnya kebentur banyak urusan, pernikahan kita
mungkin harus tertunda lagi untuk beberapa waktu lamanya."
Merah muka Hong- lay- mo-li, katanya:
"Berapa tahun sudah berselang, terlambat setahun lagi
juga tidak menjadi soal kan?"
"Memang kini aku kebentur persoalan yang memusingkan
kepala, kupikir hendak pergi ke negeri sehe dalam waktu
dekat ini." kata siau-go-kian-kun.
"Untuk apa kau mau pergi kesehe?" tanya Hong-lay-mo-li
heran. "Kau tahu bagaimana hubunganku dengan Hek-Pek-siu-lo
lahirnya saja mereka sebagai pembantuku, yang benar kami
adalah teman akrab yang sejajar dan sama tingkat. Mereka
kena perkara di sehe."
Ternyata Hek-Pek-siu-lo adalah saudara kembar kelahiran
bangsa India, mereka tumbuh dewasa di Tibet, setelah besar
melakukan dagang jual beli perhiasan dan benda2 berharga
dan antik, sering mondar mandir ke Mongol negeri Kim, sehe
dan India, ke Persia juga,
jual beli atau dagang perhiasan yang mereka lakukan
bukan secara legal atau berdagang semestinya, umpama
mendapat tahu dimana ada sebuah benda pusaka yang tak
ternilai harganya, tak mampu membelinya, tak segan2 mereka
merampas, merampok atau mencurinya.
Suatu ketika mereka hendak mencuri barang mestika milik
bangsawan Mongol dan kenangan dan hampir saja
tertangkap. untunglah siau-go-kian-kun, menolong jiwa
mereka maka sejak itu mereka berkenalan dan semakin intim.
Hutang budi akan pertolongan orang, kagum akan
kelihayan ilmu silatnya lagi, maka Hek-Pek-siu-lo terima
perintahnya, selama beberapa tahun belakangan ini mereka
memang amat setia terhadap siau-go-kian-kun, tidak sedikit
persoalan dan urusan pula yang telah mereka bantu
selesaikan walaupun siau- go- kian- kun tidak pernah anggap
atau pandang mereka sebagai kacung.
Hong-lay-mo-li amat kaget, katanya: "llmu silat mereka kan
tinggi, kenapa bisa kena perkara di sehe?"
"Kali ini mereka gagal beroperasi di sehe dan terjebak
perangkap. pejabat setempat yang mengadili perkaranya
menjatuhkan hukuman berat kepada mereka dan dikurung di
penjara bawah tanah yang paling angker di seluruh sehe,
yang benar para pejabat itu mencari kesempatan hendak
memeras harta benda simpanan mereka.
Watak Hek-Pek-siu-lo amat keras, disamping merasa
sayang kehilangan keleksi benda2 tak bernilai itu, merekapurmenyimpan
barang2 itu dibeberapa tempat yang terpencar. Di
Mongol, India, Persia dan di Tiongkeki pokeknya di-mana2,
memang sulit juga untuk mengambilnya untuk menyogok para
pejabat di sehe itu maka sedemikian jauh mereka masih
tersiksa di penjara sehe. salah seorang kaki tangan mereka
datang mengirim kabar kepadaku, minta supaya aku pergi ke
sehe menolong mereka."
"sebetulnya tidak sedikit hasil koleksi mereka selama
beberapa tahun ini, sudah tiba waktunya cuci tangan dan
mengasingkan diri, Tapi kini mereka kena perkara yang serba
sulit ini, adalah pantas kalau kau lekas kesana menolong
mereka. Tapi situasi disini cukup genting pula, pasukan
Mongol sudah menyerbu tiba, urusan harus pandang mana
yang lebih penting, kukira biarlah hal ini kita bicarakan lagi
setelah peperangan disini mereda." demikian kata Hong laymo-
li. "Betul akupun berpikir demikian, Untung pembesar korup
dan tamak di sehe itu ingin mengeduk harta benda mereka,
jiwa mereka tentu tidak perlu dikuatirkan, tersiksa sedikit
dalam penjara adalah lumrahi asal jiwa tidak terancam."
Dalam ber-cakap2 itu mereka sudah tiba diatas pangkalan,
Ya lu Hoan-ih sudah mendapat laporan, bersama Jilian Cengsia
bergegas mereka keluar menyambut.
Dua bulan Bu-lim-thian-kiau berpisah dengan istri, kini
bersua kembali, terasa bertambah besar rasa cinta dan kasih
sayangnya Yang lain2pun amat girang berkumpul kembali
dengan teman2 lama. Malam itu Ya lu Hoan-ih mengadakan
perjamuan besar untuk menjamu mereka.
Didalam perjamuan itu Ya lu Hoan-ih berunding dengan
seluruh hadirin, akhirnya menyerukan langkah2 jangka pendek
untuk melindungi wilayah dan menentramkan rakyat berdiam
diri menunggu perubahan. sebelum tentara Mongol datang
menggempur, mereka tatap akan bercokol diatas pangkalan
tanpa bergerak. sudah tentu disegala penjuru pangkalan pos2
penjagaan diperketat.
Tiga hari kemudian, keadaan tetap aman sentosa, tidak
pernah terjadi apa2- Pasukan kavaleri Mongol yang terdekat
mendirikan kubu perkemahan di Ulantohi jaraknya masih 300-
an li jauhnya, tak bergerak maju lebih lanjut.
Hari keempat menjelang lohor terjadilah suatu peristiwa
kecil, seorang asing yang tidak dikenal datang bertamu keatas
pangkalan Ya lu Hoan-ih menerima dan membuka kotak kartu
nama yang dihaturkan oleh kepala ronda, dilihatnya diatas
lembaran kartu nama warna merah itu bertuliskan "Li Tiang-
Thay" tiga huruf.
Ya lu Hoan-ih melenggong, katanya:
"siapa orang ini, Bu-pangeu apa kau mengenalnya?" Bu sutun
luas pergaulan dan pengetahuan namun diapun tidak
kenal orang itu.
Kepala ronda itu menerangkan "setelah melalui beberapa
pos penjagaan baru jejak orang ini ketahuan, dia bilang ingin
lekas bertemu dengan cecu, Karena ter-gesa2 dia tidak pakai
aturan semestinya, minta Cecu memaafkan."
Berkata Ya lu Hoan-ih: "Pangkalan kita memang sedang
memerlukan tenaga, kaum Eng-hiong dan pahlawan Kangouw
tidak terikat oleh peraturan, hal ini sudah jamak. Boleh silakan
dia masuk."
Bu su-tun tampil kemuka katanya:
"Biar aku wakilkan kau menyambut tamu ini." setiba diluar,
dilihatnya LiTiang- Thay adalah seorang laki2 pertengahan
umur empat puluhan, jenggotnya pendek kaku, raut mukanya
kelihatan garang dan berwibawa.
Ada maksud Bu su-tun mencoba kepandaiannya, segera dia
ulur tangan mengajak jabatan katanya:
"Beruntung Li-heng sudi berkunjung, silakan." setelah
tangan saling genggam
seketika Li Tiang- Thay mengeluarkan suara aneh, katanya:
"Tuan tentunya Bu-pangcu dari Kay-pang kagum, kagum"
Dalam menggenggam tangan orang Bu su-tun kerahkan
delapan bagian Iwekangnya, didapatinya, Lwe-kang orang
masih setingkat lebih asor namun orang toh segera dapat
membongkar asal usul dirinya, betapa luas pengetahuannya,
terang kepandaian silatnya memang sudah amat mendalam
dan mengejutkan juga.
Maksud Bu su-tun hanya mencoba saja, setelah mengukur
taraf kepandaian orang, segera dia lepas tangan sembari
menyatakan kekagumannya pula.
setelah masuk Li Tiang- Thay langsung berhadapan dengan
Ya lu Hoan-ih, secara blak2an dia nyatakan ingin
membicarakan urusan penting, se-olah2 ingin supaya hadirin
disingkirkan saja karena persoalan yang tidak pantas
dibicarakan didepan orang banyak.
Ya lu Hoan-ih tertawa, katanya: "Beberapa orang ini adalah


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

teman baik siaute, ada urusan penting apa, boleh silakan
katakan saja."
lalu beruntun dia perkenalkan siau-go-kian-kun. Hong-laymo-
li, Bu-lim-thian-kiau, Tang- hay- Hong dan say- ci-hong
serta lain-laini
sudah tentu bukan kepalang kaget Li Tiang- Thay, katanya:
"orang2 gagah pada jaman ini, boleh dikata hampir
seluruhnya kumpul disini, Agaknya amat beruntung siaute hari
ini berada disini "
setelah Li Tiang- Thay utarakan maksud kedatangannya,
baru semua hadirin tahu, bahwa maksudnya bukan orang
gagah Kangouw yang hendak mendarma baktikan diri didalam
pangkalan, namun dia adalah duta utusan rahasia dari negeri
sehe. Berkata Li Tiang- Thay: "Baginda negeri kami sudah lama
amat kagum akan kepemimpinan Yalu-ciangkun yang
berusaha membangun kembali tanah tumpah darah yang
dicaplok musuh: berulang kali negeri kita juga mengalami
tindakan dari kerajaan Kim, kini pasukan kavaleri Mongol
mengancam jiwa seluruh rakyat kita pula, situasi sudah amat
genting. Tanah perdikan negeri sehe dan Liau serta tata kehidupan
rakyatnya hampir sama satu dengan yang lain, oleh karena itu
didalam menghadapi nasib yang sama ini, adalah jamak kalau
kita bersatu padu. oleh karena itu Baginda, kita mengundang
dengan sangat ekiranya Yalu-ciangkun sudi berkunjung ke
negeri kita untuk merundingkan urusan besar ini.
sehe memang negeri besar, namun kini mulai keropos dari
dalam, pemerintahan dikuasai oleh dorna2 penjual nusa dan
bangsa, akhirnya menjadi jajahan kerajaan Kim. sebelum
negeri Liau dicaplok kerajaan Kim memang hubungan kedua
negeri tidak menentu, namun tidak pernah mengalami
bentrokan. Mengingat situasi yang semakin gawat, Ya lu Hoan-ih
terang tidak bisa meninggalkan pangkalannya, terpaksa dia
berjanji kepada Li Tiang- Thay, setelah situasi disini rada
mereda kalau mungkin dan bisa meluangkan waktu baru dia
akan berkunjung ke sehe.
Malamnya dia d akan perjamuan untuk menyambut tamu
agung, siau-go-kian-kun Bu-lim-thian-kiau dan, lain2 hadir
menemani tamu makan minum. Kedudukan Li Tiang- Thay
terang jauh berbeda dengan cung-seng Hoat-ong, semua
orang memandangnya sebagai kawan sehaluan dan se-cita2,
maka suasana menjadi riang gembira. Ternyata Li Tiang- Thay
kuat minum, semakin banyak menenggak air kata2 mulutpun,
mengoceh tak habis2.
Diantara hadirin hanya Bu su-tun dan Siau-go-kian-kun saja
yang sama2 kuat minum mereka berdua temani Li Tiang- Thay
minum sepuasnya: " Hadirin, kalian adalah orang2 gagah pada
jaman ini, entah kapan sudi berkunjung kenegeri kami, biarlah
siaute mendapat kesempatan menjamu dan melayani sebagai
tuan rumah," orang gagah mengutamakan janji dan harus
ditepati, karena sulit mengambil kepastian, semua orang
hanya menjawab secara samar2 saja atas undangan Li Tiang-
Thay, maksudnya kalau memang berjodoh dan ada
kesempatan barulah akan menyambanginya di sehe.
Hanya siau-go-kian-kUh yang menjawab secara terbuka:
"Li-heng mengundang dengan maksud Baik, kalau mereka
tidak pergi, siaute pasti datang mengganggu dan merepotkan
Li-heng. Bukan mustahil akan kubawa serta beberapa teman
lain yang tidak diundang."
Li Tiang- Thay gelak2, ujarnya: "syukurlah kalau sudi
berkunjung kenegeri kami, semakin banyak orang semakin
Baik, Kapan Hoa-heng dan teman2 akan berkunjung. siaute
pasti akan mengiringi makan minum sepuluh hari "
sudah tentu Bu su-tun dan-lain2 tidak tahu akan kejadian
Hek-Pek-siu-lo yang kena perkara di negeri sehe, mereka kira
Hoa Kok-ham terlalu iseng setelah banyak menenggak air
kata2. Hampir larut malam baru perjamuan itu bubar, kira2
mendekati kentongan ketiga secara diam2 siau-go-kian-kun
merayap bangun seorang diri dia menuju kekamar Li Tiang-
Thay. Maklumlah dalam perjamuan banyak orang tidak leluasa
siau-go-kian-kun merundingkan langkah2 selanjutnya untuk
menolong Hek-Pek-siu-lo, soalnya peristiwa ini menyangkut
tabir hitam yang memalukan bagi kalangan pemerintahan
negeri sehe, bagi Hek-Pek-siulo sendiri juga cukup
memalukan, oleh karena itu, siau-gokian-kun memilih waktu
sepi dan gulita ini hendak mencari Li Tiang- Thay mengharap
bantuannya sepulangnya kenegeri sendiri nanti.
Dalam hati siau-go-kian-kun berpikir
"Kedudukan Li Tiang- Thay cukup tinggi dan berwibawa di
sehe, kelihatannya diapun cukup setia kawan dan bisa
membedakan salah dan benar, pihak sehe sedang
menginginkan bantuan kita, tentunya dia akan suka
membantu. Kalau dia sudi membantu mendamaikan persoalan
ini, Hek-Pek-siu-lo terhindar dari hukuman berat, aku tidak
perlu susah payah membongkar penjara."
Memang hanya dengan cara demikian adalah yang paling
tepat untuk menyelesaikan persoalan yang runyam ini, Tapi
jalanpikiransiau-go-kian-kun memang terlalu muluk dengan
rencananya ini, namun akibatnya justru jauh diluar
dugaannya. setiba dibilangan kamar2 tamu, dilihatnya tiada sinar pelita
menyorot keluar, dia duga bahwa Li Tiang- Thay sudah tidur,
maka dengan pelang dia mengetuk pintu serta memanggil "Liheng
Li-heng" pikirnya Jago silat yang berkepandaian tinggi,
umpama benar sudah tertidur, kalau terjadi sedikit suarapun,
akan segera terjaga bangun. tak tahunya setelah beberapa
kali dia mengetuk pintu, sedikitpun tidak terjadi reaksi apa-apa
dari dalam kamar tidur.
Berpikir siau-go-kian-kun. "Mungkinkah karena terlalu
banyak minum sehingga mabuk dan pulas."
Dengan seksama lalu dia pasang kuping, didengarnya deru
napas didalam amat berat dan perlahan, siau-go-kian-kun
adalah ahli silat yang banyak pengalaman, diam2 mencelos
hatinya, batinnya:
"Li Tiang- Thay seorang tokoh silat yang memiliki latihan
Iwekang cukup tangguh, meski mabuk juga deru napasnya
tidak sedemikian berat?"
maka sekali lagi dia menambahkan: "Li-heng" tangannya
segera mendorong pintu. Daon pintu ternyata hanya
dirapatkan saja, sekali dorong lantas terbuka.
Ketika daon pintu terbuka dan sebelah kaki siau-go-kiankun
baru bergerak melangkah masuk tiba2 dilihatnya sinar
kemilau putih berkelebat, ternyata Li Tiang- Thay sembunyi
dibelakang pintu serta membacok dengan serangan gelap.
Mimpipun siau-go-kian-kun tidak pernah duga bahwa Li
Tiang- Thay bakal membacok dirinya, untung dia memiliki
kepandaian mujijat, begitu sinar golok berkelebat, segera dia
tarik kaki sembari kebas lengan baju, "cras" lengan bajunya
terpapas sebagian. Lekas siau-go-kian-kun berteriak:
"Li-heng, inilah aku Hoa Kok- ham"
Li Tiang- Thay menggeram sekali, mengejar keluar
perkampungan dia membentak:
"Bangsat kurcaci, aku, aku adu jiwa dengan kau" suaranya
serak sumbang, naga2 nya dia terluka parah.
Beruntun siau-go-kian-kun berkelit tiga kali, teriaknya:
"siaute adalah Hoa Kok- ham, siaute toh tidak berbuat
salah kepada Li-heng " dibawah sinar bulan, dilihatnya, kulit
daging muka Li Tiang- Thay berkerut berubah bentuki
sepasang matanya mendelik seperti menyemburkan bara api,
kelakuannya kalap seperti orang gila, sedikitpun tidak hiraukan
teriakan Hoa Kok- ham, golok ditangannya tetap menyerang
serabutan. "Celaka" diam2 siau go-kian-kun mengeluh dalam hati2,
sebagai ahli silat selintas pandang dia sudah mendapat tahu
bahwa Li Tiang- Thay terluka parah karena terkena racun,
sehingga pikirannya tidak sadar tidak kenal orang lagi.
Saking murka, Li Tiang- Thay benar-2 mirip orang gila,
walau terluka parah, namun kekuatannya besar sekali,
demikian pula permainan goloknya amat cepat dan lincahi
sekaligus dia menyerang 36 jurus serangan ilmu golok yang
ber-beda2 hampir saja siau-go-kian-kun kena dibacok.
Apa boleh buat akhirnya siau-go-kian-kun gunakan
kipasnya untuk menangkis serta melayaninya dengan kepala
dingin, puluhan jurus kemudian, disaat gerakan Li Tiang- Thay
lambat dan sedikit kaku, kipasnya terangkat dan mengetuk ke
Hiat-to pelemas dibadan orang. "bluk" Li Tiang- Thay
tersungkur jatuh.
Dipekarangan terdapat setengah gentong air sisa untuk
menyiram kembang, siau go-kian-kun kekumur seteguk air
lalu disemprotkan ke muka Li Tiang- Thay. teriaknya: "Liheng,
sadarlah, coba lihay siapakah aku?"
Pelan2 Li Tiang- Thay membuka mata, lemah seperti tidak
bertenaga mulutnya mengguman sekali, namun mimiknya
kelihatan bahwa dia sudah mengenali siau- go-kian-kun, siauTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
go-kian-kun membuka Hiat-tonya, katanya: "Siapakah yang
mencelakai kau?"
Tenggorokan Li Tiang- Thay berkerutukan, kelihatannya dia
teramat lelah dan lemah, ingin bicara namun tidak mampu.
suara gaduh dipekarangan membuat banyak orang kaget
dan memburu keluar Hong-lay-mo-li memburu dagang lebih
dulu, melihat keadaan orang segera dia keluarkan teratai salju
serta jejalkan sekelopak ke dalam mulut Li Tiang- Thay.
sesaat lamanya baru Li Tiang- Thay menghela napas
panjang, lalu berbicara: "Hoa-heng, aku tak kuat bertahan
lama lagi, Ku mohon, mohon bantuanmu membawa pulang
golokku ini dan serahkan kepada keluargaku."
Ya lu Hoan-ih, Bu-lim-thian-kiau, Bu su-tun dan lainpun
beruntun memburu datang pula merekapun kaget menghadapi
kejadian ini. Dengan suara keras Ya lu Hoan-ih berkata dipinggir telinga
Li Tiang- Thay: "Siapa kah orang yang mencelakai kau?"
Kata Li Tiang- Thay: "Tolong laporkan kepada Baginda,
supaya dia hati2 dan berjaga terhadap keluarga siau..."
siapa orang yang mencelakai dia, tidak dia katakan Thiansan-
soat-lian memang mujarab untuk memunahkan ratusan
macam racun, namun racun sudah meresap kejantungnya,
kasiat Thian-san-soat-lian hanya memperpanjang sedikit lama
pernapasan. Kaget dan gusar sekali Yalu Hoan-ih, segera dia keluarkan
perintah untuk mencari tahu siapa pembunuh gelap ini, Bu
lim-thian-kiau suami istri, Hong-lay-mo-li dan lain2
mengajukan diri ikut menyelidiki peristiwa ini dan mengejar
turun gunung. Tapi sampai hari terang tanah, pembunuh itu sudah
larijauh dan menghilang, 30 li lebih Bu-lim-thian-kiau dan lain2
mengejar dengan berpencar namun hasilnya nihil, tiada
seorangpun yang patut dicurigai.
Tidak sedikit jumlah jago2 kosen didalam pangkalan Yalu
Hoan-ih, penjagaan amat keras, namun pembunuh dapat
menyelundup dan bekerja dengan leluasa lalu tinggal pergi
dengan lenggang kangkung, kenyataan ini sungguh sukar
dapat diterima, siapapun pasti merasa gegetun dan gemetar
serta bergidik seram.
Kebobolan ini harus dikuatirkan khususnya bagi petugas
piket jaga, disamping itu, masih ada sebuah persoalan yang
cukup memusingkan kepala:
"Duta sesuatu negara meninggal didalam pangkalan
mereka, secara misterius dan tidak genah tanpa diketahui
siapa pembunuhnya Yalu Hoan-ih yang menjadi kepala dan
pimpinan tertinggi didalam pangkalan ini, cara bagaimana
harus memberikan pertanggungan jawab kepada negeri sehe"
siau-go-kian-kun ambil golok pusaka milik LiTiang- Thay
yang berperan sebelum ajal supaya diserahkan keluarganya di
negeri sahe katanya:
" Kini situasi peperangan amat gawat, mega mendung yang
hampir turun hujan lebat, Yalu-cecu jelas tak bisa
meninggalkan pangkalan sebelum ajal Li Tiang- Thay
berpesan kepadaku, janji harus kutepati. Biarlah aku mewakili
Cecu menyelesaikan muhibah ke negeri sehe ini."
Yalu Hoan-ih berkata. "Soal ini mungkin sulit diselesaikan,
apakah Baginda raja negeri sehe tidak akan curiga kalau duta
urusannya kita yang mencelakainya"
"Kita hanya bisa menghadapi persoalan ini dengan cara
yang bijaksana, kejadian yang sebenarnya harus kita tuturkan,
Kalau mereka tidak percaya apa boleh buat, betapapun kita
tetap harus kesana"
Yalu Hoan-ih manggut2, katanya:
"Ya, memang begitulah, namun peperangan sudah
berlangsung digaris depan, pasukan kavaleri Mongol tinggal
ratusan li dari sini, apakah musuh akan menyerbu kemari
belum di- ketahui, Bagaimana kalau tunggu lagi beberapa hari,
lihat dulu situasi dan perkembangannya baru diputuskan lagi "
Jenazah LiTiang- Thay diperabukan didalam pangkalan
perintah segera dikeluarkan untuk memperkeras penjagaan,
sementara penyelidikan tetap diusut, selama tiga hari mereka
sibuki barulah akhirnya diketahui ada tiga serdadu yang
melarikan diri turun gunung- seorang bernama Li Liong yang
kedua bernama Thio Jit, dan siau Ngo, naga2nya ketiga orang
ini sama memakai nama paisu.
Tiga serdadu ini baru kira2 tiga bulan yang lalu
menggabungkan diri keatas pangkalan, biasanya tidak
menunjukkan sesuatu yang menonjol, seperti para serdadu
rendahan yang lain. serdadu dalam pangkalan ada laksaan
jumlahnya maka tiada orang yang meng- khususkan diri untuk
memperhatikan dan mencurigai mereka.
Kini setelah peristiwa pembunuhan ini terjadi baru orang
tahu bahwa mereka adalah mata2 musuh yang dipendam
disini, Musuh dalam selimut paling susah dijaga setelah
peristiwa ini, sudah tentu Yalu Hoan-ih lebih mempertinggi
kewaspadaan akan tetapi kematian Li Tiang- Thay akhirnya
terbongkar juga, dia bukan terbunuh oleh musuh yang datang
dari luar. Hari kelima, seorang spion yang diutus ke Ulantoh kembali
dengan membawa kabar yang amat diluar dugaan. Mendadak
pasukan Mongol ditarik mundur.
Dini hari lagi, beruntun spion2 yang disebar satu persatu


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pulang memberi laporan bahwa kavaleri Mongoi yang ada
dirimu r, utara sudah ditarik mundur semua. sementara
pasukan pelopor disebelah timur yang sudah hampir berhasil
merebut sungai Lamulun, kini mendadak dibelokan kearah
barat, pasukan depannya sudah mulai menyerbu memasuki
wilayah negeri sehe.
sampai disini stuasi sudah dapat diraba dengan jelas Jelas
Mongol mengalihkan sasaran utamanya dari mencaplok Kim
hendak menelan sehe. Mungkin karena didalam setrategis ilmu
bumi negeri sehe cukup menjadikan tekanan bagi pasukan
Mongol dari arah belakang, maka mereka hendak
melenyapkan bisul dibelakang.
Tahu dalam wilayah Kim sudah tiada pertempuran
Pangkalan Yalu hoan-ih sudah tidak terancam lagi, tenaganya
boleh disedot untuk menyelesaikan persoalan lain maka siaugo-
kian-kun berkeputusan untuk segera menuju kenegeri
sehe, Hong-lay-mo-li menyertai per jalanannya ini.
semula Yalu Hoan-ih belum menyetujui keberangkatan
mereka, alasannya api peperangan mungkin berkobar
diwilayah sehe, kenapa mereka harus terjun kedalam kobaran
api yang membahayakan jiwa" Tapi alasan siau-go-kian-kun
cukup kuat juga,rjustru situasi genting di sehe ini, sesuai
dengan pesan Li Tiang- Thay sebelum ajal, maka dia harus
segera menyelesaikan pesan orang, kalau tidak sekali
terlambat dia akan menyesal seumur hidup,
Yalu Hoan-ih memang laki2 yang berwatak terbuka dan
polos, karena siau-go-kian-kun mengukuhi pendapatnya,
terpaksa dia tidak menahannya lagi, Kata-nya:
"sebetulnya akulah yang harus berangkat, Hoa-heng sudi
mewakili aku menempuh bahaya, betapa besar terima
kasihku, sukalah kau terima hormatku ini."
setelah menghaturkan terima kasih kepada siau-go-kiankun
dia menepekur sebentar, katanya kemudian:
"Musuh pembunuh Li Tiang- Thay, sudah bisa kuduga
beberapa bagian."
Girang siau-go-kian-kun, katanya: "jadi Cecu sudah
berhasil mencari tahu asal-usul ketiga mata2 musuh itu?"
"Asal usulnya belum diketahui namun sudah berhasil
kudapatkan sumber penyelidikannya. Menurut dugaanku,
walau ada tiga mata2 musuh, namun yang menjadi biang
keladinya pasti orang she siau itu."
Siau go-kian-kim ber Jingkat sadar, katanya manggut2:
"Betul, Pesan terakhir Li Tiang- Thay minta kepadaku
supaya menyampaikan peringatannya kepada Baginda sehe
untuk berjaga dan hati2 terhadap keluarga siau, satu diantara
tiga mata2 itu ada yang she siau, siau Ngo ini pasti punya
sangkut paut dengan keluarga siau yang dikatakan Li Tiang-
Thay, Kalau dia berpesan wanti untuk disampaikan kepada
bagimda se-he, tentu rajanya itu juga tahu keluarga apa
sebetulnya marga siau itu"
Yalu Hoan-ih berkata: "Apakah di sehe ada keluarga siau
yang terkenal aku tidak tahu, Tapi dinegeri Liau kita dulu ada
sebuah keluarga siau yang amat ternama dan berkuasa dia
adalah keluarga dekat dari baginda raja kita dulu. Para
permaisuri dari beberapa dynasti kerajaan Liau kita, boleh
dikata selalu mempersunting gadis2 keluarga Siau"
Didalam lembaran sejarah kerajaan Liau, ada beberapa
dynasti pernah berlangsung kerajaan terpegang ditangan siau-
Thayho (iBusuri) yang berkuasa, keadaan ini tak ubahnya
seperti keluarga Tam dinegeri Kim yang mempunyai hubungan
erat dengan kerabat kerajaan dari keluarga Wanyan."
"O, begitu, jadi Cecu curiga bahwa keluarga siau yang
dikatakan Li Tiang- Thay itu adalah keluarga siau negerimu
dulu itu?"
Lebih lanjut Yalu Hoan-ih menerangkan: "setelah negeri
Liau kita dicaplok kerajaan Kim, keluarga siau lenyap dan
entah sembunyi dimana, belakangan baru aku mendapat
kabar, katanya paman raja siau Hok membawa anak dan
keponakannya hijrah ke sehe. Takut rahasia jejak mereka
diketahui kerajaan Kim, pihak sehepun merahasiakan hal ini."
"jika benar Siau Ngo ini adalah kerabat keluarga Siau dari
negerimu dulu, adalah pantas kalau dia membantu kau untuk
membangkitkan kembali perjuangan rakyat dan mendirikan
kerajaan Liau pula, kenapa setelah menggabungkan diri dalam
pangkalanmu dia menyembunyikan diri terima menjadi
serdadu rendahan malah" Kenapa pula mencelakai Li Tiang-
Thay didalam markasmu pula?"
"Hal ini juga sulit kuraba, yang terang Kok-ciu (paman raja)
siau Hok adalah manusia licin dan liciki waktu ayahku
almarhum masih hidup dulu, pernah dia berusaha merebut
kekuasaan mililer dari tangannya. Tapi kalau perbuatan siau
Ngo kali ini betul2 atas anjuran atau perintah siau Hok kukira
tujuannya bukan lantaran hendak membalas sakit hati dan
demi tujuan pribadi melulu, terang dibelakang peristiwa ini
ada udang dibalik batu, bukan mustahil dia sedang men
jalankan siasat untuk tujuan besar."
"Baiklah, setiba di sehe, kubantu kau menyelidiki hal ini."
siau-go-kian-kun memberikan janjinya .
Hari kedua siau-go-kian-kun dan Hong-lay-mo-li
meninggalkan pangkalan terus berangkat naik kuda ke-arah
barat, Beberapa tempat dalam pinggiran perbatasan sehe
sudah diduduk,pasukan Mongol, terpaksa Liu dan Hoa berdua
harus memutar untuk memasuki sehe, untung tidak kebentrok
dengan pasukan besar Mongol.
Tapi sepanjang jalan yang mereka lalui, disana sini
merupakan pemandangan yang menyedihkan, perkampungan
terbakar habis, rakyat ber-bondong2 mengungsi, pasukan
sehe bergerak menuju ke perbatasan, namun tidak sedikit
pula para serdadu yang lelaki di dalam pertempuran
diperbatasan sama mundur kegaris belakang, sehingga
suasana kalut dan susah dilukiskan betapa menyedihkan
keadaan mereka.
jalan raya penuh berjejal oleh rakyat jelata dan serdadu
yang luka2 mundur kepedalaman, sehingga kuda2 Liu dan
Hoa yang berlari cepat terhambat perjalanannya hari itu
mereka hanya menempuh seratusan li saja. sorenya mereka
memasuki daerah pegunungan Mau-ji-san kedua samping
pegunungan adalah padang rumput yang terbentang luas,
kearah timur kira2 puluhan li terdapat sebuah kota besar yang
dinamakan U- liang- hay, sebuah kota yang ternama dalam
wilayah sehe, Yang berkuasa dikota besar ini adalahJenderal
Ko-ling-kong dari sehe.
Ko-ling-kong terkenal karena kemahiran berperang dengan
strateginya yang lihay, serdadunya ada puluhan laksa
banyaknya. Rakyat pengungsi setiba dikota ini semua merasa
lega dan terlindung, disangkanya Ko-ling-kong yang berkuasa
di U-liang-bay akan menjadikan tanggul tangguh untuk
menahan serbuan pasukan musuh dari timur betapapun lihay
dan kuatnya kavaleri Mongol, jelas takkan gampang
menggempur kota besar ini.
Kalau Ko-ling-kong bertahan dengan segala kekuatan
terakhir, paling juga kuat bertahan puluhan hari.
setelah memasuki daerah pegunungan, kaum pengungsi
semakin sedikit, siau-go-kian-kun, berkata: "Kemungkinan
sebelum pasukan Mongol menyerbu tiba, kita sudah memasuki
kota raja sehe lebih dulu Tapi dari gelagat yang ribut dan
kacau balau ini, agaknya sehe-pun akan menerima nasib sama
seperti negeri lain, Aku kuatir menjelang keruntuhan negeri
sehe ini, pesakitan didalam penjara mungkin bakal mengalami
mara bahaya diluar dugaan^"
"Betul," sahut Hong-lay-mo-li, " marilah kita percepat,
kesana untuk menolong Hek-Pek-siu-lo."
Tengah mereka bicara, tiba2 terdengar suara tambur bertalu2,
pertempuran sengit dari kedua pasukan negeri yang
bertahan dari serangan luarpun semakinjelas terdengar
daripadang rumput sana.
siau-go-kian-kun tertawa getir, katanya: "Baru saja bicara
kenyataan sudah muncul didepan mata. Kukira di jalan kita
bisa terhindar dari libatan pertempuran, tak nyana pasukan
Mongol sudah tiba begini cepat."
Mereka naik kepegunungan yang tinggi serta memandang
ke timur nan jauh sana, Tampak kelompok2 pasukan berkuda
Mongol laksana gelombang samudra menyerbu dengan
dahsyat secara bergiliran, jumlah pasukan sehe sebetulnya
jauh lebih besar, namun mereka tidak kuat menahan
gempuran pasukan berkuda musuh yang begitu gencar dan
hebat. setiap kelompok terdiri sepuluh orang, didalam
pertempuran gaduh danserabutan ini, setiap kelompok kecil ini
harus kuat berdikari melawan musuh, namun tetap dibawah
komando dari komandan tingginya disamping itu terdapat pula
pahlawan2 gagah berkuda yang terjang kian kemari
menyendiri secara lihay dan tak terkalahkan.
senjata beradu, berpadu dengan jerit lengking kesakitan
menjelang ajal, dalam jangka setengah jam, satu d2isipasukan
sehe sudah dibabat habis dan mundur kalah.
Biasanya siau- go-kian- kun amat perkasa dimedan laga
namun setelah melihat pertempuran ini, diam2 dia kesima dan
melelet lidah, katanya menghela napas: "Begini kuat dan
gagah pasukan berkuda Mongol, tak heran tak ada tandingan
diseluruh jagat."
Kecuali kuda tunggangan setiap individu serdadu Mongol
itu, merekapun membawa serta seekor kuda, satu kuda mati,
segera ganti menunggang yang lain, itulah salah satu
keunggulan dari strategi perang pasukan kuda Mongol, bukan
saja dimedan laga mereka sudah siaga akan bantuan dan
lengkap dengan persiapan, biasanya juga amat berguna
didalam menempuh perjalanan. Ternyata didalam menempuh
jarak jauhi pasukan kuda Mongol ini hanya diperbolehkan
membawa sedikit perbekalan dan rangsum, kuda lelah bisa
berganti, kalau perlu malah boleh disembelih untuk dimakan,
oleh karena itu kecepatan pasukan muda Mongol pada jaman
itu boleh dikata paling unggul, sehari menempuh jarak dua
tiga ratus li adalah soal biasa bagi mereka.
Pasukan se he yang yang kalah dikejar pula, oleh musuh,
maka mereka mundur dan menyelamatkan diri dengan segala
daya upaya tidak sedikit diantara mereka yang mati terinjak2
atau dibunuh kawan sendiri, sungguh memilukan untuk
disaksikan, setelah mundur mendekati kaki gunung, baru
barisan mereka mulai terbentuk lagi dan bertahan.
Agaknya pasukan Mongol tidak pandang sebelah mata sisa
musuh yang sudah kalah ini, merekapun tidak mau buang
tenaga memasuki pegunungan untuk memberantas musuh
sampai habis, Tampak debu mengepul tinggi, pasukan besar
ber-bondong2 bagai arus samudra menuju kebarat, naga2nya
mereka alihkan tujuan menggempur ke-kota yang lain.
setelah pasukan Mongol menuju ke barat, kaum pengungsi
dipegunungan baru merasa beruntung dan selamat darl
kekejaman musuh. sekeluar dari daerah pegunungan di jalan
Liu dan Hoa mencari kabar kepada serdadu yang morat marit
itu, baru diketahui bahwa kota U-liang-hay ditimur sana
kemaren sudah diduduk, oleh musuh, jendral Ko ling kong
juga tertawan hidup2.
Ternyata Ko-ling-kong mengagulkan diri amat perkasa,
begitu musuh menyerbu tiba dibawah kota, tidak memperkuat
pertahanan kota dia malah keluar menantang bertempur
hanya beberapa gebrak saja dia sudah terpanah luka2 oleh
Cepe pemanah sakti dari Mongol yang kenamaan dan
tertawan dimedan laga.
Kini setelah U-liang-hay diduduk,, pasukan Mongol
mengalihkan sasarannya menggempur kota Ke-li.
Dalam beberapa hari kabar kekalahan beruntun datang dari
pihak Sehe, pertahanan kuat ditiga perbatasan timur, utara
dan selatan semua dijebol dan dihancurkan musuh, kota demi
kota direbut dan diduduk, musuh, agaknya pasukan Mongol
sudah bergerak dari tiga jurusan sembari mempersempit
ruang gerak perlawanan pasukan Sehe dengan tujuan
menjepit kota raja Sehe.
sudah sebagian besar wilayah musuh direbut dan diduduk,
Mongol, maka semakin banyak dan berjubel rakyat pengungsi
yang memasuki kota raja. Walau semua orang bisa
menyaksikan dibawah tekanan dan serbuan pasukan Mongol
yang kuat ibu kota jelas takkan bisa dipertahankan.
Tapi kota Raja betapapun diduduk, dan dijaga oleh
pasukan terkuat dengan perlengkapan lebih matang, bisa
sehari selamat berarti sehari lebih panjang umur, dari pada
gelandangan tidak menentu arah diluar, lebih celaka lagi kalau
dijagal oleh serdadu Mongol.
Pengungsi dan serdadu yang kalah campur aduk memenuhi
jalan raya, tidak jarang terjadi serdadu2 yang kalah itu
merampok harta benda pengungsi atau merebut rangsum
bawaan mereka, pandangan saling bunuh diantara mereka
sudah tidak menjadikan keanehan lagi Liu dan Hoa berikan
kuda tunggangan mereka kepada sekeluarga pengungsi yang
memerlukannya, ibu tua dan istri dari keluarga ini mati
terinjak2 oleh pasukan berkuda musuh, dua diantara tiga
anaknyapun mati, laki2 pertengahan umur ini harus gendong
ayahnya yang sudah tua renta dan menggandeng anaknya
yang kecil kalau tidak menunggang kuda, jelas mereka tidak
akan pergi jauh dan akhirnya mati seluruhnya ditengah jalan.
Liu dan Hoa mencampurkan diri didalam rombongan
pengungsi, beruntung hari itu mereka tiba dikota raja, namun
setelah dekat, diam2 mereka mengeluh dalam hati, rakyat
berjubel diluar pintu ternyata sembilan pintu kota raja ditutup
seluruhnya tiada seorangpun dari pengungsi itu diperbolehkan
masuk. Pengungsi berjubel dan berdesakan didepan pintu,
semuanya menjadi ribut dan berkaok2 dengan rasa kuatir dan
bertangisan disana sini, demi jiwa dan keluarga ada pengungsi
yang nekad beramai2 menggedor, tapi serdadu yang jaga
diatas benteng berpeluk tangan, anggap tak mendengar dan
tidak melihat, tidak mau buka pintu, celaka malah pengungsi
yang dekat, meeaka tidak ditolong malah dihujani panah,
semula bidikan panah ditujukan keangkasa untuk menggertak
pengungsi mundur, namun belakangan secara terang2an
pengungsi itu langsung di jadikan sasaran bidikan panah
mereka, tidak sedikit yang gugur dan terluka.
Ternyata para serdadu yang piket inipun mempunyai
kesulitan mereka sendiri, mereda ditekan oleh disiplin dan
perintahi apalagi rangsum yang ada didalam kota juga
terbatas. pengungsi yang masuk kota sudah melebihi batas


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemampuan untuk menampungnya, sudah tentu pengungsi
dan serdadu kalah yang mundur ini tak mungkin dibiarkan
masuk lagi. saking pilu dan sedih siau-go-kian-kun tidak tega
menyaksikan katanya kepada Hong-lay-mo-li dengan
menghela napas: "Betapa mengenaskan dari akhir
peperangan, ternyata begini jadinya, Kita tak bisa masuk
kota, bagaimana baiknya?"
Tiba2 terdengar suara gemuruh, ternyata salah sebuah
pintu kota berhasil dijebol oleh kaum pengungsi, maka Liu dan
Hoa dapat kesempatan ikut menerjang masuk bersama kaum
pengungsi yang membanjir masuk kota.
Tapi serdadu penjaga juga berusaha mati2an membendung
dan menahan mereka, hujan panah kembali bikin kaum
pengungsi yang lain mundur, jembatan kerekpun segera
ditarik naik, Ternyata keadaan didalam kotapun amat kacau, seluruh
toko dan warung tiada yang buka dan jualan, ditengah hari
bolong tidak jarang terjadi perampokan di jalan raya.
Waktu Liu dan Hoa mencari hotel, mereka memergoki dua
kali peristiwa seperti itu, kaum pengungsi yang kelaparan dan
kaum berandal yang haus harta benda menjadi nekad, Liu dan
Hoapun menjadi sasaran mereka namun mereka hanya
mendorongnya saja jatuh terus lari menyingkir.
Hotel ternyata juga sulit ditemukan lagi, kuatir diduduk,
kaum pengungsi, semua hotel tutup usaha, kalau ada yang
buka juga sudah penuh, dengan susah payah seharian itu
akhirnya mereka mendapatkan sebuah kamar yang letaknya
disebuah gang yang berlorong panjang, pemilik hotel lihat
mereka sebagai tamu yang punya uang banyak, maka tanpa
sungkan2 dia buka tarip sepuluh lipat lebih mahal dari tarip
biasanya, namun siau- go-kian-kun membayarnya kontan,
malah ditambah uang minum dan makan, barulah hari itu
mereka mendapatkan tempat berteduh.
Tapi mereka toh hanya menempati sebuah bilik kecil yang
sempit dan kotor lagi, untung mereka sudah tunangan dan
tukar cincin, waktu menginap ngaku sebagai suami istri, meski
merasa malu dan serba susah, Hong-lay-mo-li terpaksa diam
saja. setelah makan malam ala kadarnya, belum lagi hari
menjadi gelap Siau-go-kian-kun lantas tanya alamat rumah Li
Tiang- Thay kepada pemilik rumah. Li Tiang- Thay menduduk,
jabatan tinggi dan penting, di- negeri Sehe namanya cukup
terkenal, sudah tentu pemilik penginapan ini segera tahu siapa
orang yang dimaksud oleh Siau-go-kian-kun.
setelah memberi tahu alamat Li Tiang- Thay kepada siaugo-
kian-kun, pemilik hitel bertanya: "Tuan tamu, pernah apa
kau dengan Li-tayjin?"
"Aku adalah temannya, sengaja aku kemari hendak minta
perlindungannya."
Pemilik hotel geleng2, ujarnya: "Dalam suasana seperti ini
kau hendak cari dia kukira kurang tepat"
"Li-tayjin terkenal ramah dan terbuka tangan terhadap
sesama manusia, tentunya dia tidak akan menolak
kedatanganku."
"Bukan begitu maksudku..." ujar pemilik hotel, lalu dia
merendahkan suara.
"Di jalanan amat kacau dan tidak aman, banyak terjadi
penjambretan, perampokan dan lain sebagainya, terutama
keluarga pembesar menjadi incaran utama bagi para
pemcoleng ini. semua orang2 berpangkat kini sudah
menyingkir, kukira Li Tayrjin yang hendak kau cari ini belum
tentu ada dirumah."
Dalam hati siau-go-kian-kun berpikir: "Pejabat korup dan
tamak harta biasanya menggaruk dan mengeduk pajak
setinggi langit, kini harta mereka direbut rakyat kembali
adalah jamaki Tapi LiTiang- Thay kalau tidak salah adalah
pejabat pemerintah yang baik entah apakah keluarganya juga
mengalami nasib yang sama?" maka dia berkata:
"Bagaimanapun, aku akan mencobanya."
Tak berhasil membujuknya pemilik hotel berkata: "Mau
pergi boleh tapi gantilah pakaian yang kasar, dan lagi nyonya
mu lebih baik jangan ikut."
setelah ucapkan terima kasih akan petunjuknya, siau-gokian-
kun membeli seperangkat pakaian kasar yang sudah
butut warnanya, sekembali kekamar dia berunding dengan
Hong- lay- mo- Hong-lay-mo-li tertawa:
" Walau kita tidak takut pencoleng, lebih baik menghindari
kesulitan ini, Baiklah, boleh kau pergi seorang diri saja."
Membawa golok pusaka itu siau- go- kian- kun segera
berangkat menuju kealamat rumah Li Tiang- Thay, dilihatnya
pintu besar rumahnya terpentang lebar, tiada orang jaga
dipintu pikir siau go-kian-kun, dalam suasana peperangan
seperti ini, terang sulit mohon bertemu menurut aturan
biasanya, maka langsung dia melangkah masuk.
Dari pekarangan luar sampai kedalam rumah keadaan
dilihatnya morat marit kotor dan kacau balau, lantai dipenuhi
barang2 rusak dan kotoran sampah. kelihatannya rumah
inipun sudah dirampok habis2an, barang2 yang ketinggalan
tiada harganya sepeser lagi. setiba dituang tamu, baru
dilihatnya beberapa laki2 kekar beralis tebal tengah mondar
mandir entah mencari atau menggeledah apa, mulutnya berkaok2
sebal karena tidak mendapatkan
apa2 yang berharga, seorang laki2 diantaranya yang mirip
bajingan tengik berkata dengan tertawa:
"saudara, kau datang terlambat. Coba kau lihat sendiri,
masih ada barang apa yang bisa kau ambil?"
Laki2 laim segera menanggapi " Kulihat tampangmu begini
lemah lembut kenapa masuk rumah orang hendak mencuri
juga" Ha h a, pakaianmu itu walau terbuat dari kain kasar,
namun tujuh puluh persen masih baru" naga2nya dia
mengincar pakaian siau- go-kian-kun.
siau-go-kian-kun tertawa getir, sahutnya: "saudara aku
bukan ingin mendapat bagian, aku cuma ingin mencari tahu,
apakah keluarga Li masih ada yang tinggal disini?"
Beberapa laki2 itu sama terpingkel2 geli dengan memeluk
perut ditengah gelak tawa mereka yang geli itu, mendadak
terdengar jeritan kesakitan seperti babi disembelih.
Lekas siau-go-kian-kun lari masuk kesebelah dalam,
diruangan kembang sana, dilihatnya seorang laki2 kekar
tengah menginjak seorang laki2 tua kurus dan menghajarnya..
Muka laki2 itu dicoreng moreng dengan berbagai warna,
mirip benar dengan pemain sandiwara dalam panggung.
Mungkin karena dia masih punya rasa malu, setelah jadi
rampok, takut kenangan dan dikenali mukanya oleh orang
lain. Tapi cara dia menghajar laki2 kurus tua itu cukup keji,
kedua tangan kakek kurus di pelintir kebelakang terus ditekuk
lagi, keruan kakek tua itu kesakitan sampai gomerobyos
keringat dinginnya, mulutnya menjerit2 seperti babi
disembeleh, siau-go-kian-kun seorang ahli silat, sekali pandang dia
lantas tahu orang itu menggunakan Hun-kin-joh-kin-jiu-hoat.
Gusar Siau-go-kian-kun dibuatnya, bentaknya:
"Mau rampok boleh silakan, kenapa kau main pukul orang?"
Terbeliak mendelik mata laki2 itu, kelihatannya dia sudah
hendak sumbar amarah namun mendadak dia lepas tangan si
kakek terus menubruk kearah siau-go-kiam-kun, seraya
mencengkram, teriaknya:
"Ha, ternyata kaulah yang mengambilnya"
Memang siau-go-kian-kun hendak menghajar adat
kepadanya, umpama laki2 ini tidak menyerang dia, diapun
hendak memukulnya. segera dia menyambut:
"Bagus." sekali bergerak dia balas lancarkan Kim-na-jiu,
gerakan Hun-kin-joh-kut-jiu-hoat laki2 itu segera dipatahkan,
sekali raih dan tangkap dia lemparkan laki2 itu keluar,
Bentaknya: "Masih berani kau menganiaya orang tua yang lemah" Lain
kali kebentur di-tanganku kucabut nyawamu-"
Karena dilempar siau-go-kian-kun, laki2 itu mencelat
terbang keluar seperti naik mega, melampaui dua kamar dan
terbanting dipe karangan luar, maksud siau-go-kian-kun
hendak membantingnya babak belur dengan kepala banjut
dan bocor, supaya kapok dan tahu kelihayannya.
Tak nyana begitu terbanting keras dan berkaok2 kesakitan,
lekas laki2 itu sudah mencelat bangun pula dengan gerakan
tangkas, langkahnya tetap cepat dan wajar berlari sipat
kuping, Kepala tidak benjut tidak terluka, tulangpun tidak
patah hal ini betul2 diluar dugaan siau- go-kian- kun.
Tadi siau-go-kian-kun dirancang amarah sehingga
pikirannya kurang cermat maka tergeraklah hatinya, baru
sekarang dia berpikir:
" Kepandaian silat orang ini bukan dari kaum keroco, dinilai
dari gerakan Hun-kin-joh-kut yang dia lancarkan tadi,jelas dia
pernah giat melatihnya, tentunya dia cukup punya nama juga
di Kangouw. Tapi kenapa dia terima merendahkan diri jadi
perampok, kelakuannya tak ubahnya seperti bajingan?"
Melihat siau-go-kian-kun begini lihay, beberapa bajingan
yang ada diruang tamu menjadi ketakutan dan bubar
melarikan diri siau- go-kian-kun mulai curiga, namun
menolong kakek tua itu lebih penting, maka dia tidak sempat
mengejar laki2 itu.
siau-go-kian-kun bantu memasang tulang si kakek yang
dipelintir keseleo, lalu dipijat dan diurut serta dibubuhi obat
setelah selesai kakek itu menghela napas, ujarnya: "Terima
kasih akan pertolonganmu, tapi orang itu sekali2 kau tidak
boleh berbuat salah kepadanya, lekas kau lari saja."
"Siapakah dia?" tanya siau- go-kian-kun.
"Orang ini adalah salah seorang guru silat dari keluarga
siau, walau dia mencoreng mukanya, aku tetap kenal dia."
"Keluarga siau yang mana" Apakah siau Hok yang
melarikan diri dari negeri Liau dulu?"
si kakek mengunjuk rasa tercengang katanya: "Kau sudah
tahu, kenapa tidak lekas lari. Keluarga siau punya puluhan
guru silat, kepandaian orang tadi bukan yang paling tinggi
diantara mereka."
siau-go-kian-kun tertawa, katanya:
"Kau orang tua tak perlu kuatir, aku diundang kemari oleh
majikanmu justru untuk menghadapi keluarga siau Kau kenal
golok milik majikanmu ini?"
Bersinar biji mata si kakeki katanya: "Betul, inilah golok
pusaka milik majikanku. Dimana majikanku sekarang berada"
Kapan kalian bertemu?"
kakek ini hanya tahu bahwa majikannya keluar negeri,
diluar tahunya bahwa Li Tiang- Thay diutus pergi kepangkalan
Yalu Iloan-ih minta bantuan.
supaya orang tidak sedih, siaugo-kian-kun berkata: "Hal itu
tidak perlu kau ketahui, Dalam waktu dekat mungkin
majikanmu tak bisa pulang, maka dia titip golok ini supaya
diserahkan keluarganya ada persoalan yang perlu
kusampaikan pula Dimanakah nyonya dan putra majikanmu?"
"Begitu kabar perang, kita dengar, Hujin dan kongcu segera
turun ke desa, Akupun tidak tahu kemana dan dimana mereka
sekarang Entah bolehkah kau sampaikan urusan itu kepadaku"
Atas perintah majikan aku disuruh tunggu rumah, beruntung
biasanya majikan amat percaya kepadaku, sedikit banyak aku
tahu juga persoalan yang menyangkut majikanku."
kakek ini mengira siau-go-kian-kun tidak percaya terhadap
dirinya maka dia merasa masgul dan direndahkan.
"Kenapa Hujin dan putranya harus lari kedesa" Bukankah
didesa lebih bahaya?"
"Kalau disini lebih sulit berjaga dari kekejian orang2
keluarga siau."
"Betul. Majikanmu memang titip kabar supaya disampaikan
kepada Hujin dan putranya, supaya mereka lari sembunyi
kedesa" si kakek menghela napas, ujarnya:
"Kami tahu cara ini kurang sempurna, namun apa boleh
buat, pribahasa ada bilang, tusukan tombak gampang dikelit,
bidikan panah gelap sukar dihindarkan kalau Tatcu Mongol
menyerbu datang, masih ada harapan menyembunyikan diri,
namun kekejian keluarga siau justru tak bisa dijaga
sebelumnya. Keduanya sama2 mengancam jiwa terpaksa harus pilih
yang lebih ringan maka Hujin segera berkeputusan begitu
perang terjadi, segera dia menyingkir kedesa."
"Majikanmu dipercaya dan diandalkan raja, kenapa takut
terhadap keluarga siau?"
"Baginda memang percaya dan memerlukan tenaga
majikan, namun dia lebih percaya keluarga siau."
" Kalau toh mereka sama2 pembesar yang dipercaya
rajanya, kenapa sampai menanam permusuhan?"
Terunjuk rasa gusar pada mimik muka si kakek, katanya:
"siau Hok dan keluarganya dulu lari kemari dan minta
perlindungan raja kita, majikanku kira dia menghadapi jalan
buntu dan putus harapan, maka kemari minta perlindungan.
siapa tahu dia justru mempunyai maksud2 jahat, disini dia
menjadi mata2 bangsa Mongol malah."
siau-go-kian-kun kaget, katanya: "Apakah majikanmu tidak
laparkan hal ini kepada raja" urusan besar yang bakal
mengancam keselamatan negara, tentunya rajamu itu tidak
mau percaya hasutan orang luar?"
"Memang begitulah, Tapi pernah beberapa kali majikan
laparkan hal ini secara rahasia kepada Baginda tidak mau
percaya, malah dia lebih mempercayai usul2 keluarga siau.
Apakah yang dapat dia lakukan lagi" Ai, entah bagaimana
Baginda berpikir?"
sudah tentu orang tua ini tidak tahu, bahwa baginda
Rayanya itu mirip sekali dengan song Hwi-cong, itu baginda
raja, dari dynasti song utara yang terakhir song Hwi-cong
takut terhadap musuh seperti dia jeri melihat harimau,
demikian pula Li An-coan raja negeri sehe, pikirnya ingin
damai dengan kerajaan lain maka walau dia tahu kalau Cin
Kwi itu adalah pion musuh yang diutus kembali, namun dia
tetap angkat Cin Kwi sebagai perdana menteri.
Demikian pula halnya dengan LiAn-coan, dia tahu setelah
negeri Liau dicaplok Kim, siau Hok pernah menyerah dulu
kepada Mongol dan atas perintah Timujin dia lari ke negeri
sehe dan disini menjadi mata2, justru dia pikir hendak
menggunakan jasa2 siau Hok yang double agen ini kalau perlu


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

minta bantuannya untuk mohon- damai saja kepada Mongol.
siau-go-kian-kun berpikir: "Baginda negeri sehe tidak
angkat siau Hok jadi perdana menteri, jelas dia setingkat
masih lebih baik dari song Hwi-cong."
"Untung Hujin dan Kongcu sudah pergi." demikian ujar si
kakek lebih lanjut,
"sejak situasi menjadi tegang dan pintu kota ditutup, rumah
ini sudah mengalami beberapa kali diserbu perampok dan digasak
habis2an. Diantara pencoleng dan tampok2 yang
datang terdahulu itu, aku sudah curiga pasti ada orang2
keluarga siau, Cuma aku tidak kenal mereka tapi guru silat
yang tadi itu, jelas aku mengenalnya baik,"
" Keparat tadi kelihatannya mengompes keteranganmu dan
minta sesuatu kepadamu, betul tidak?"
"Dia mengompes keteranganku apakah majikan ada titip
surat2 dan barang penting yang kusimpan kukatakan rumah
segede ini, setiap jengkal tembok, ubin dan gentengpun sudah
mereka congkel dan obrak abrik, dimana pula bisa menyimpan
barang" Belakangan di tanya pula tentang golok pusaka
majikan ini. Kebetulan saat itulah tuan penolong datang, Kalau
Tidak, betapa siaujin akan menderita."
sia-go-kian-kun jadi sadar dan mengerti, pikirnya: "Tak
heran begitu melihat aku, keparat itu lantas bilang akulah
yang mengambilnya, ternyata yang dia maksud adalah golok
pusaka ini"
semula siau-go-kian-kun hendak serahkan golok ini kepada
si kakek namun melihat keadaan dan karena kejadian tadi, dia
pikir tidak leluasa, maka dia berkeputusan sementara biar
tetap dia lindungi saja.
Kata si kakek getir: "Semoga kejadian hari ini yang terakhir,
memangnya barang apa pula yang dapat mereka ambil
disini?" "Kukira kau tak perlu berjaga lagi disini, sedikit uang ini
boleh kau ambil dan pergilah menyingkir kemana saja asal
selamat. Kau sudah cukup setia akan tugas dan majikanmu."
setelah berterima kasih kakek itu berkata: "Tuan penolong,
kau menghajar guru silat keluarga siau, maka kaupun harus
hati2. Kalau tidak ada urusan, lebih baik jangan muncul
dijalanan"
"Tempat lain aku tidak akan pergi, namun keluarga siau itu
justru hendak kusatroni." lalu dia tanya alamat rumah
keluarga siau kepada si kakek terus meninggalkannya. Diluar
ada beberapa orang yang Iongok2 mengintip kedalam, melihat
dia keluar segera bubar dan ngacir pergi.
(Bersambung keBagian68)
Bagian 68 Siau-go kian-kun tidak hiraukan mereka, seorang diri
langsung dia berlenggang di jalan raya- Tapi dia tidak akan
pergi disiang hari bolong menyatroni keluarga siau, pikirnya:
"Li Tiang-thay berpesan supaya aku menyampaikan
peringatannya kepada rajanya, Ba-ginda raja ini mau tidak
mendengar nasehatnya adalah urusannya namun pesan
kawan tak boleh kuabaikan."
Setiba diluar istana dilihatnya pintu gerbang tertutup rapat,
tiada kelihatan ada serdadu yang berjaga. Namun, diatas
tembok yang berlobang2 itu, nampak ujung panah sama
menonjol keluar.Jelas mereka selalu bersiaga dengan tegang
seraya menyembunyikan diri dibela kang tembok,
Siau-go-kian-kun jadi geli sendiri, pikirnya: "Li An-can (raja
Sehe) hanya pikirkan keselamatan sendiri, takut musuh seperti
melihat harimau, nyali kecil seperti tikus, pintu gerbang
istanapun tak berani dia buka, jelas tak berani sembarangan
terima tamu. Biar aku pulang berunding dulu dengan Jing-yau
baru mengambil langkah2 selanjutnya."
Ber jalan menuju ke penginapannya, diam2 Siau- g o- kiankun
merasakan ada orang menguntit dibeakang-nya, namun
sikapnya tenang2 -aja, setiba digang sempit yang sepi
mendadak dia membalik menangkap dua orang, jengeknya
dingin: "Kenapa kalian kuntit aku?" dua orang yang ditangkapnya
adalah bajingan yang bermuka tepos kurus dan licik, Kedua
orang mengeluh dan sesambatan penasaran, semula mereka
mungkir, namun setelah dicengkram dan kesakitan, terpaksa
mengaku hendak merampas barang2 siau- go- kian-kun.
Peristiwa seperti ini setiap saat sedang terjadi dimana2 kedua
orang ini mengaku hendak merampok, mereka duga siau- gokian-
kun takkan mampu berbuat apa2
Namun siau- go- kian kun punya perhitungan sendiri dia
tetap jinjing kuduk mereka, katanya:
"Aku punya barang apa yang pantas kalian rampok" Lekas
bicara terus terang, kalau tidak kusiksa kalian."
seorang menjawab: "Pakaianmu ini bolehkah berikan
kepadaku?" -
Yang lain berkata: "Tiga hari aku sudah tak makan, sudikah
kau membeli sedekah kepadaku?" siau-go-klan-kun
menyeringai, ejeknya:
"Ah kasihan benar kalian." segera dia renggut dan tarik
jubah bajingan yang minta pakaiannya, dilihatnya jubah
orang bagian dalam- nya berlapis kulit.
siau- go- kian- kun tertawa dingin, "jubah yang kau pakai
ini kan jubah kulit, kenapa minta jubah kasar milikku ini?"
"Plok" kontan dia persen tamparan dipipi orang katanya
lagi: "Mukamu merah bersemangat, berani kau bilang tiga hati
tidak makan" "plak" diapun gampar muka orang yang lain.
Kedua orang sama menjerit kesakitan dan minta ampun:
"Kami memang terlalu tamak, tapi kan kami tidak
mendapatkan apa2 dari kau, semoga kau suka bermurah
hati." "Terus terang saja, nanti kulepas kau. Kalian orang2 dari
keluarga siau bukan Yang kalian incar tentunya golok pusaka
ini?" Berubah hebat air muka ke dua orang, seorang berkata:
" Keluarga Siau apa, diantara kawan2 kami tiada yang she
siau. " temannya menambahkan "Kami hanya maling2 kecil, tak
pernah berani pakai senjata tajam. Golokmu ini berikan
kepadaku juga tak berani terima."
Karena kedua orang mungkir dan pintar bersandiwara siaugo-
kian- kun kewalahan juga pikirnya Jelas mereka adalah
orang2 keluarga siau namun tiada bukti, kalau kesalahan
kugunakan kompak mengorek keterangan, bukankah mereka
bakal penasaran.
Tengah dia ragu mengambil keputusan, tiba2 di dengarnya
derap langkah sepatu yang ramai berdentam di jalan, tampak
sebarisan serdadu tengah lewat di jalan besar sana. Kedua
pencoleng itu segera ber-kaok2:
"Rampok, Tolong, aku dirampok," sungguh menggelikan
mereka sendiri maling namun malah berteriak maling.
sudah tentu siau- go- kian- kun tidak takut menghadapi
sebarisan serdadu, tapi kalau sampai dirinya digusur kembali
kepengadilan dituduh rampok, tentu menimbulkan banyak
kesiilitan apalagi tanpa sebab dan alasan yang tepat tak
mungkin dia hajar dan bikin kocar kacir barisan serdadu ini,
apa boleh buat terpaksa dia menyelamatkan diri.
sungguh marahnya serasa beruap tujuh indranya, seperti
menjinjing anak ayam dia ayun, kedua pencoleng itu terus di
lempar dengan bantingan keras, baru dia lompat naik ke atas
genteng dan melarikan diri serdadu2 itu memburu datang
seraya berteriak:
"Tangkap maling terbang Tangkap maling terbang" sudah
tentu mereka hanya berkaok2 belaka.
siau-go kian-kun ingin lekas kembali berunding dengan
Hong-lay-mo-li, sebagai kawakan Kangomw dia berpikir: "
Kedua pencoleng tadi terlalu kroco, mungkin hanya kaki
tangan rendah dari keluarga siau. Kalau betul2 hendak
merebut golok ini, pantasnya jago2 silat tinggi yang
diutus,jelas mereka hanya menguntit dirinya saja, maka dia
menjadi waspada supaya tempat tinggalnya tidak diketahui
musuh. sengaja dia berputar kayun dua kali lingkaran baru
membelok ke hotelnya. Waktu itu sudah mendekati kentongan
kedua, pemilik hotel yang membuka pintu menyambut kedatangannya,
dengan menggerutu:
" Kenapa semalam ini baru pulang" Tadi opas datang
menggeledah kau tiada lagi, terpaksa aku harus putar lidah
dan menghabiskkan uang 10 tail menyogok mereka baru tak
terjadi apa2"
siau-go kian-kun rogoh kantong keluarkan dua gelondong
uang perak diberikan kepadanya, katanya:
"Jangan kau keluar ongkos karena urusanku, dua puluh tail
ini kau terima saja. Apakah setiap malam disini selalu ada
razia?" Menerima uang seketika pemilik hotel berseri lebar, segera
dia menutur sejelasnya:
"Iya, aku memang sedang heran, setelah kabar semakin
genting, perkara perampokan, penjambretan di jalanan
merajalela pemerintah sudah tidak kuasa lagi kendalikankeamanan.
Maling dan rampok saja tidak dihiraukan lagi,
sudah tentu soal raziapun jarang terjadi, apalagi hotelku ini
terletak digang sempit yang sepi, tiada hasil yang bisa mereka
harapkan, biasanya para opas itu jarang kemari. Razia malam
ini baru terjadi selama beberapa bulan terakhir ini."
"Apakah mereka mengangga istriku?" tanya siau- go-kiankun
pemilik hotel menutur dengan suara lirih: "Razia kali ini
mengutamakan perhatian terhadap kaum laki2, perempuan
rada dikesampingkan Kepala opas itu sengaja mencari tahu
seseorahg kepadaku..." sampai disiali matanya melirik ke arah
siau- go-kian-kun, se-olah2 dia sengaja jual mahal untuk
memancing pertanyaan siau- go-kian-kun.
"o, orang macam apa yang mereka tanyakan kepadamu?"
tanya siau- go-kian-kun.
"Mereka tanya adakah laki2 muda berusia 20-an dengan
logat selatan menginap dihotelku "
Tergerak hati siau-go-kian--kun, dengan tenang dan wajar
dia tertawa: "o, orang yang mereka cari kok hampir mirip aku"
Tawa siau- go-kian-kun wajar pemilik hotel tidak curiga,
katanya, tertawa:
"Memangnya, kuatir terikat kesulitan, maka sengaja
kuterangkan bahwa kau adalah laki2 pertengahan umur
berbadan buntak setelah kusogok, dia tidak banyak bicara
lagi. Aku tahu, orang yang mereka incar tentunya bukan kaum
berduit seperti kalian Tapi kan lebih baik kalau terhindar dari
kesulitan betul tidak?"
siau- ga- kian- kun tertawa, ujarnya:
" Cara mu memang bagus, terus terang, aku memang takut
menghadapi kesulitan." segera dia persen lagi sepuluh tali
baru kembali ke kamarnya.
Pelan2 siau- go-kian-kun mengetuk pintu seraya memanggil
perlahan: "Jing-yau. aku sudah pulang," tak terdengar
penyahutan dari dalam siau- go-kian-kun merasa heran, pintu
didorongnya terbuka, pelita dalam kamar masih menyala,
namun bayangan Hong-lay-mo-li tidak kelihatan.
siau- go-kian-kun menduga kalau bukan kebentur kejadian,
tentu Hong-lay-mo-li tidak sabar menunggu, menyusul dirinya.
Dia tahu Ginkang orang lebih tinggi, tentunya takkan terjadi
apa2 atas dirinya, lebih baik ditunggu saja sini, supaya tidak
cari mencari. "Jing-yau lebih cerdik dan teliti dari aku, pasti takkan terjadi
apa2" demikian batinnya
Kira2 menunggu sesulutan dupa, tiba2 terdengar "siut."
angin, sesosok bayangan menerobos masuk ke dalam Honglay-
mo-li kembali. "Kau sudah pulang, bertemu dengan keluarga Li Tjiangthay
tidak" Kennpa golok itu masih ditanganmu?"
" Cerita ku panjang, katakan dulu pengalamanmu Kenapa
kau ngeloyor keluar?"
"Razia malam ini kau sudah tahu?"
"Pemilik hotel sudah ceritakan kepadaku, kabar-nya mereka
tidak cari gara2 kepadamu?"
"Mereka cari keterangan kepadaku, namun kugunakan akal
menggebahnya pergi"
"o akal apa?"
"Tak sabar aku menghadapi mereka, maka kuselipkan
benang kebut diantara kuku jariku, dengan terlindung lengan
baja, sedikit jentik, benang kebut menutuk ke Hiat-to
pelemasnya, Ha, kali ini dia betul2 tersiksa." terbayang
kelakuan kepala opas yang tahu2 menungging sambil
memeluk perut dengan menahan kesakitan sekujur badan
gemetar, polanya amat lesu, tak tertahan Hong-lay-mo-li
tertawa geli. "Tak tahan sakit dan gatal, namun dia tidak tahu kalau aku
yang berbuat, dikiranya mendadak diserang penyakit aneh.
bergegas dia mengundurkan diri"
siau- go-kian-kun ter-pingkel2 geli, katanya:
" untung kau permainkan dia, kalau tidak pemilik hotel pasti
keluarkan lebih banyak uang dan dia tetap cari gara2."
"setelah komplotan opas itu berlalu lama sekali aku
menunggu dengan hati gelisah, tiha2 terendus olehku bau
wangi." "Ada orang gunakan obat wangi untuk membius kau?"
"Hm- Malah obat bius terlihay didunia ini, itulah bau wangi
Mo-kui-hoa"
"Apakah Thay Bi dan lain2 bangkotan tua itu juga lari
kemari?" "Semula kuduga demikian, maka aku pura2 semaput rebah
diranjang, pikirku hendak pancing dia masuk lalu melukainya
secara mendadak. Tak kira orang itu cukup cerdik, sebelum
masuki senjata gelapnya sudah ditimpukan, lebh dulu aku
dipaksa turun tangan dan mengejarnya keluar. orang itu
bukan Thay Bi ."
"Sudah kuduga bukan Thay Bi , Thay Bi tahu kau memiliki
Thian-san-soat-lian yang pemunah obat bius- itu, sudah tentu
dia tidak sebodoh itu menggunakan obatnya kepadamu. Dan
lagi mengandal ilmu silatnya, dalam kamar hanya ada kau
seorang, sebagai orang yang tinggi hati, tentunya dia segan
menggunakan Mo-kui-hoa Tapi kalau dia bukan Thay Bi lalu
siapa?" "Seorang laki2 bertubuh pendek kekar begitu melihat aku


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pergoki dia, segera dia lari. Aku belum dapat melabraknya,
tahu2 dia sudah menghilang." "Memangnya dengan
Ginkangmu yang tinggi tak mampu mengejar dia?"
"Aku terobos jendela mengejarnya, dia memasuki sebuah
gang sempit yang simpang siur menembus kemana2, aku
tidak kenal tempat itu, setelah belak belok beberapa kali,
tahu2 aku kehilangan jejaknya." demikian Hong-lay-mo-li
mengakhiri ceritanya lalu bertanya:
"Bagaimana pula pengalamanmu malam ini?"
siau- go-kian-kun lantas tuturkan kejadian dirumah Li,
Hong-lay-mo-li mendengarkan dengan seksama, sekian lama,
dia menepekur seperti memikirkan apa2. "Kau temukan
sesuatu yang mencurigakan?"
"Ktenapa keluarga siau begitu besar perhatiannya terhadap
golok pusaka LiTiang-thay, didalam persoalan ini pasti ada
rahasia yang tersembunyi?"
Dengan jarinya siau go-kian-kun jentik dua kali golok
pusaka itu, pujinya:
"Memang betul2 golok bagus."
"Memangnya golok bagus namun, rasa curigaku belum
terjawab karenanya." Tiba2 siau- go-kian-kun berkata:
"Coba kau dengarkan suaranya rada ganjil?"
"Apanya yang ganjil?"
Kembali siau- go-kian-kun menjentik dua kali, katanya:
"Gagang golok ini bulat penuh besi, suaranya harus berat dan
rendahi tidak nyaring dan bening. segera kita akan bisa
memecahkan rasa curigamu, coba pinjam pedang mu."
"pelan2 dia menggaris sekejap diujung gagang pedang,
dibelahnya segaris sela2 lalu didekatkan sinar pelita, betul
memang gagang golok itu dalamnya kosong, ditengah2nya
Istana Pulau Es 7 Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Hati Budha Tangan Berbisa 12
^