Pendekar Latah 3

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 3


kenapa tidak segera ia menyingkir"
Malah mendesak Kongsun Ki mengatakan rencananya
segala, memangnya tidak kuatir rahasia mereka terbongkar"
Dari analisa inilah Hong-1ay-mo-li lebih jelas bahwa
percakapan mereka satu sama lain tidak sepadan, Karena
gelisah dan kuatir, Kongsun Ki sendiri tidak menyadari akan
hal ini. Melihat orang ter-menung2, segera Lian Ceng-poh
mendesak kurang sabar: "Bagaimana, masakah kau tidak
percaya kepadaku?"
Timbul curiga Kongsun Ki, jengeknya dingin. "Kau ingin
mendengar rencanaku untuk meringkus Khing Ciau sikeparat
itu" Ceng-hong sudah mengejarnya, biar nanti ku-utus
beberapa orang lagi untuk bantu dia, Masakah Pakkiong Ou
juga ingin tahu?"
"Apa katamu?" Lian Ceng-poh melengak heran, "Urusan
yang kita rundingkan tempo hari, bukankah soal rencana ini?"
Heran dan kejut Lian Ceng-poh dibuatnya, katanya :
"Maksudku adalah rencanamu untuk menghamba kepada
kerajaan Kim!!"
"Darimana kau bisa bicara ngelantur begini" Kongsun Ki
sudah biasa menjebol pintu mengambil barang, membagi hasil
sama rata, tidak tahu soal kerajaan segala" Hm, siapa kau
sebetulnya" sembarangan bicara disini?"
"Apa katamu" Coba kau pikir lagi, apakah tidak bikin salah
urusan?" "Kaulah yang salah jalan dan main trobosan ke-sini,
membual lagi."
Lian Ceng-poh melompat berdiri, mundur selangkah,
katanya beringas: "O, jadi kau hakikatnya tiada punya maksud
untuk bekerja demi kepentingan kerajaan!"
"Sembarangan mengoceh lagi, aku tidak sungkan lagi
terhadapmu!" demikian ancam Kongsun Ki waktu
mengucapkan kata2nya ini, kembali dia memberi kedipan
mata kepada Lian Ceng-poh.
Kiranya hatinya belum tetap, dia merasa tujuh delapan
puluh prosen dia punya harapan untuk mempersunting
Sumoaynya, asal dia bisa memperistri Sumoaynya, Lian Cengpoh
boleh ditendang keluar rumah, maka tak perlu mengikuti
jejak yang direncanakan oleh Lian Ceng-poh, tapi bagaimana
maksud Sumoaynya dia belum tahu, betapapun ia harus
mencari jalan belakang bila pinangannya ditolak Sumoaynya,
maka dia tidak mau bertindak terlalu kasar terhadap Lian
Ceng-poh, sembari bergerak hendak mengusir Lian Ceng-poh,
berulang kali ia memberi isyarat kepadanya.
Tiba2 Lian Ceng-poh tertawa, katanya: "Oh kalau demikian,
mungkin memang akulah yang berbuat salah. Kalau kau
memang tak bermaksud kerja demi kerajaan, biarlah aku
pulang saja."
Karena sembunyi dbelakang almari dan tidak melihat jelas
gerak gerik suhengnya hati Hong-lay-mo-li masih ber-tanya2,
bagaimana juga dia masih percaya kepada Su-hengnya.
Tatkala itu, Lian Ceng-poh sudah melangkah kearah pintu,
mana Hong-lay-mo-li mau membiarkan orang berlalu" Sambil
menjengek dingin, tiba2 ia melompat keluar dari belakang
almari, katanya dingin:
"Giok-bin-yau-hou, coba lihat siapa aku" Masih ingin kau
melarikan diri?"
Dalam bayangan Hong-lay-mo-li, begitu Giok-bin-yau-hou
berhadapan dengan dirinya, orang pasti kaget dan gugup, tapi
sikap dan tindak tanduk Lian Ceng-poh justru jauh diluar
dugaannya, tampak orang bertolak pinggang diambang pintu,
katanya dengan tertawa cekikikan:
"Kau inikah putri tertua dari keluarga Siang istri Kongsun
Ki" Sejak tadi aku sudah tahu kau sembunyi disana! Aku toh
tidak memelet suamimu, buat apa kau merah2 kepadaku, Apa
yang kami perbincangkan barusan kaupun sudah dengar,
tentunya kau tahu aku kemari lantaran tugas dinas" Kongsuntoako,
apa kau kelabui istrimu sendiri" Baik, biar aku tanya
langsung kepada istrimu. suamimu tidak mau tunduk kepada
kerajaan, itu maksudnya sendiri, atau kemau-anmu?"
Bahwa Hong-lay-mo-li disangka istri Kongsun Ki yaitu Siang
Pek-hong, semula Hong-lay-mo-li melengak, namun bikin dia
naik pitam, karena dia sangka Giok bin-yau-hou sengaja
hendak mengolok2 dirinya, dampratnya dengan merah
padam: "Siluman rase, kematian didepan mata, masih berani
kau menghina aku, biar kubunuh kau!" lenyap suaranya tahu2
kebutannya sudah terkembang, menungkrup kebatok kepala
Lian Ceng-poh. Keruan bukan kepalang kaget Lian Ceng-poh, teriaknya
gugup: "Apa, kau bukan..." tiba2 segulung angin keras
menerpa mukanya, lekas ia kebaskan lengan bajunya
menyampuk kebutan Hong-lay-mo-li.
"Bret" walau berhasil menyampuk miring kebutan Hong-laymo-
li tak urung lengan bajunya tersobek hancur beterbangan
lengan tangannya yang putih laksana salju seketika tergores
luka puluhan jalur, Hanya segebrak saja, tapi bergetar jantung
Lian Ceng-poh, sementara Hong-lay-mo-li sendiripun heran
dan tak habis mengerti.
Maklumlah Hong-lay-mo-li pernah beberapa kali bentrok
dengan Giok-bin-yau-hou, meski kepandaian Giok-bin-you-hou
tidak lemah, seluk beluk kepandaian-nyapun sudah dia
pahami, terpautnya masih cukup jauh dibanding dirinya, tapi
Giok-bin-you-hou dihadapannya ini ternyata mampu
menyampuk miring kebutannya cuma dengan lengan bajunya
saja, sungguh diluar dugaannya, meski Lian Ceng-poh tetap
kecun-dang, tapi kepandaian ini jelas jauh lebih hebat dari
beberapa waktu yang lalu.
Batin Hong-lay-mo-li: "Tak-nyana dalam setengah tahun
saja, siluman rase ini sudah mempertinggi kepandaiannya."
Tidak ayal lagi, Hong-lay-mo-li tambah tenaga dan
kerahkan Lwekangnya, bagai kilat kebutannya me-nyamber
pulang pergi dengan gencar, ujung benang kebutannya tegak
keras bagai ribuan batang jarum, semua seperti hendak
menusuk badan Giok-bin-yau-hou.
Keruan Kongsun Ki keripuhan saking kaget dan bingung,
teriaknya: "Sumoay jangan kau bunuh dia lepaskan dia pergi!"
Tampak dimana kebutan melingkar dan me-nyamber kian
kemari, beruntun terdengar pula suara memberebet, sebuah
lengan baju Giok-bin-you-hou yang lain ikut robek
beterbangan seperti kupu2. Kedua lengan tangannya yang
putih tak terlindung lagi.
"Suheng," jengek Hong-lay-mo-li, "Kau masih minta ampun
bagi siluman rase ini" Keparat ini berbuat jahat, dimana2
menindas pejuang2 ksatria bangsa kita, hari ini kebentur
ditanganku, kalau tidak kubunuh rase betina ini, tidak
teriampias dendamku." kejadian terus berlangsung dengan
cepat, tahu2 jurus ketiga sudah dilancarkan pedang
pusakapun sudah terlolos keluar, tangan kiri kebutan tangan
kanan pedang, sekaligus ia kembangkan serangan ganas dari
kedua ilmunya. Se-konyong2 Lian Ceng-poh berteriak: "Kau, kau... salah..."
belum selesai ia bicara, ujung pedang Hong-lay-mo-li tahu2
memancarkan sinar kemilau, menusuk tiba dipunggungnya,
Dengan Sip-hiong-kiau-hoan-m sebat sekali dalam saat2
gawat tu Lian Ceng-poh melesat jumpalitan keluar pintu.
Betapapun cepat gerakannya, paling2 hanya berhasil
meluputkan diri dari serangan pedang Hong-lay-mo-li, lengan
kulitnya yang putih halus itu, tahu2 sudah dihiasi puluhan jalur
merah berdarah, tuIangpun terasa sakit linu tersapu oleh
kebutan orang. Kalau lari Giok-ban-yau hou amat cepat, Hong-lay-mo-lipun
mengejar tak kalah pesatnya, kedua orang se-olah2 bergerak
seperti bayangan mengikuti wujud-nya, dalam sekejap saja,
ujung pedang Hong-lay-mo-li kembali sudah mengincar
punggungnya pula.
Hebat memang kepandaian Giok-bin-yau-hou, disaat ujung
pedang Hong-lay-mo-li hampir menghunjam kekulit badannya,
tiba2 ia balikkan sebelah tangan, "Tang" Ceng-kong-kiam
Hong-lay-mo-li kena ditangkisnya miring, entah kapan tahu2
tangannya sudah menyekal sebatang senjata.
Itulah sebatang seruling panjang, batang seruling bewarna
merah darah mengkilap halus, dibawah terang bulan samar2
membayang bayangan orang, Dari ujung keujungnya terukir
indah dan hidup itulah sebuah lukisan anak gembala bercokol
dipunggung kerbau sedang meniup seruling, gunung
menghijau, pepohonan rindang, lapat2 terlihat jelas lukisan
indah ini. Diujung atasnya terukir pula beberapa huruf kuno
dari tulisan pujangga ternama, buntut seruling dihiasi sekeping
gading kuning, sehingga seluruh batang pedang ini terlihat
antik dan amat kuno.
Keruan Hong-lay-mo-li kaget, bukan lantaran serulingnya
saja, tapi juga karena permainan jurus silatnya yang
menggunakan seruling sebagai senjata, tipu2-nya aneh dan
hebat, gerak geriknya lincah dan cekatan, setiap serangannya
mengincar Hiat-to penting di-tubuhnya, dalam sekejap orang
kuasa menghadapi rangsakan sembilan jurus tujuh belas
kembangan variasi Hong-lay-mo-li.
Lebih aneh lagi, gerakan ilmu tutuk dari permainan Giokbin-
yau-hou ini rada2 mirip dengan kepandaian Bu-lim-thianTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
kiau, ilmu tutuk yang lihay dan hebat seperti ini terang takkan
bisa dipelajari dalam jangka setengah tahun.
Sama2 Giok-bin-yan-hou, ilmu silatnya justru jauh berbeda
seperti kepandaian dua orang yang tak sama, kalau dulu pakai
pedang, sekarang pakai seruling, Biasanya Hong-lay-mo-li
cukup pintar menghadapi persoalan, betapapun ia tidak habis
mengerti dan sukar mendapat jawaban.
Hong-lay-mo-li sudah bertekad hendak menurunkan tangan
keji, tiba2 terpikir olehnya: "Kenapa tadi dia bilang aku salah,
salah apa" Salah sangka" Rase ini amat licin, jangan kau kena
ditipunya pula, Hari ini aku harus habisi jiwanya!"
Maklumlah, walau Hong-lay-mo-li belum jelas tentang asal
usul Giok-bin-yau-hou, tapi perbuatan jahat-nya sudah dapat
diselidiki dengan terang oleh Hong-lay-mo-li, hari ini kepergok
pula hendak memelet Kongsun Ki menjadi antek kerajaan Kim,
mana mau Hong-lay-mo-li percaya kepada obrolannya"
seketika serangan pedang dan kebutannya dipergencar
dengan tipu2 yang ganas dan keji.
Hebat memang kepandaian ilmu tutuk Lian Ceng-poh,
sayang masih kalah kuat dan tidak setanding untuk
menghadapi Hong-lay-mo-li. Apalagi Hong-lay-mo-li sudah
bertekad menghabisi jiwanya, maka serangannya bagai badai
dahsyatnya, Kalau seruling Lian Ceng-poh tak bisa
menjangkau badan Hong-lay-mo-li, sebaliknya pedang dan
kebutan Hong-lay-mo-li selalu mengincar badannya, dalam
sekejap mata Lian Ceng-poh sudah terkurung didalam
bayangan kebutan dan lingkaran sinar pedangnya, tidak bisa
maju, mundurpun sulit.
Dalam pada itu, Kongsun Ki sudah ikut memburu keluar,
melihat pertarungan sengit ini tak urung hatinya menjadi
bingung dan kaget, tapi ia tak berani minta pengampunan
bagi Lian Ceng-poh lagi, se-konyong2 terdengar Hong-lay-moli
menghardik keras, "Lepas!" dimana kebutannya menyendal,
seruling ditangan Giok-bin-yau-hou tahu2 mencelat terbang
ketengah udara, cepat sekal ujung pedang Hong-lay-mo-li
sudah mengancam ulu hatinya.
Pada saat2 gawat bagi jiwa Lian Ceng-poh itulah tiba2
terdengar "Tring" entah dari mana melesat terbang sebutir
batu kerikil, membentur ujung pedang Hong-lay-mo-li sampai
menceng beberapa dim, betapa tangkas dan gesit gerakan
Lian Ceng-poh, mendapat kesempatan sedetik ini, lekas sekali
ia lompat membalik setombak lebih dengan gerakan To-jaycit-
sing (menginjak balik tujuh bintang),
Tersirap darah Hong lay-mo-li, dampratnya: "Bagus, rase
keparat kau inipun membawa komplotan!" belum lenyap
suaranya, sesosok bayangan orang tampak meluncur datang
mencegat ditengah antara dirinya dengan Lian Ceng-poh,
"Sret" kontan Hong-lay-mo-li menusukan pedangnya.
"Hidup manusia entah dimanapun bisa b-ertemu, tak nyana
hari ini aku jumpa kau lagi!" sapa orang itu dengan tertawa.
Dalam sekilas saja, beruntun Hong-lay-Iho-li menyerang
gencar tujuh jurus, tapi lawan sekokoh gunung berdiri
ditempatnya tanpa bergeming, baru sekarang Hong-lay-mo-li
melhat te'gas, kiranya orang ini bukan lain adalah Bu-lim
thian-kiau yang pernah bentrok dengan dirinya dipuncak
Thaysan tempo hari.
Semakin marah hati Hong-lay-mo-li, bentaknya: "Bagus,
kau lagi!" tempo hari orang menolong Wanyen Liang, kini
orang menolong Lian Ceng-poh pula, dua kali dirinya gagal,
dua kali dirinya terjungkal ditangan Bu-lim-thian-kiau, saking
gusar dan bencinya, setelah melihat tegas Bu-lim-thian-kiau,
serangannya seketika semakin ganas.
Hong-hay-mo-li tahu betapa tinggi tingkat kepandaian Bulim-
thian-kiau, maka sejurus serangannya ini, ia sudah
tumplek seluruh kemampuannya, ingin mengadu jiwa, Pedang
dan kebutan dikembangkan bersama, benang kebutannya
berkembang laksana menaburkan jala besar diatas kepala Bulim-
thian-kiau, Ceng-kong-kiam berbareng menusuk dengan
dasyat mengarah Hian-khi hiat didada Bu-lim-thian-kiau.
Dua jurus dikombinasikan bersama, merupakan inti
pelajaran Thian-lo-hud-tim-sek dan Yo-hut-kiam-hoat yang
paling ampuh, hebat sekali perbawanya, kekuatannya bagai
gugur gunung. Sikap Bu-lim-thian-kiau tetap wajar, katanya tertawa.
"Tempo hari tiupan laguku belum selesai, hari ini beruntung
jumpa kembali, biar kutiup sebuah lagu yang lain saja?" begitu
seruling melekat dibibirnya, suara yang mengalun
berkumandang dari serulingnya.
Seketika hawa seperti bergolak, kebetulan kebutan Honglay-
mo-li kena tersampuk buyar, disusul suara "Tang" Cengkong-
kiam Hong-lay-mo-lipun membentur batang serulingnya,
pedangnya mental balik.
Seruling Bu-lim-thian-kiau tidak berpisah dengan bibirnya,
irama serulingnya tidak terputus karenanya, tapi rangsakan
Hong-lay-mo-li segencar hujan badai itu, satu persatu
dipatahkan dengan gampang oleh seruling lawan, gerak
permainan serulingnya ini memang mirip dengan kepandaian
seruling Giok-bin-yau-hou, mungkin pula satu sumber, tapi


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibawah permainannya ini perbedaannya justru amat
menyolok, dilandasi Lwekang yang lebih tinggi lagi, entah
betapa lebih lihay lebih tinggi dari Giok-bin-yau-hou.
Dengan mudah Hong-lay-mo-li bisa mengalahkan Giok-binyau-
hou, tapi menghadapi Bu-lim-thian-kiau dirinya malah tak
mampu berbuat apa2. Bukan saja Bu-lim-thian-kiau
menggerakan seruling menyampuk pedang, tiupan lagu
serulingnyapun tak pernah putus, benang2 kebutan Hong-laymo-
li sampai tertiup bubar dan me-lambai2, maka permainan
Thian-1o-hud-tim-she-cap-lak-sek menjadi kacau balau.
Ternyata lagu yang ditiup dengan irama seruling yang
merdu indah ini benar2 hebat, mempunyai daya tarik yang seolah2
bisa menyedot alam pikiran orang yang mendengar,
keruan Hong-lay-mo-li kaget, lekas ia gigit lidah dan
mengeraskan hati memusatkan pikiran, baru saja ia hendak
lancarkan seluruh tumpuan ilmu silat yang pernah di
pelajarinya selama ini, syukur kalau bisa gugur bersama
lawan,sementara lagu Bu-lim-thian-kiau sudah ditiup sampai
ritme2 terakhir yang nadanya justru semakin memuncak tinggi
melengking, se-olah2 sebuah jarum baja yang menjulang
tinggi menembus langit, serasa bergetar jantung Hong-laymo-
li, sungguh teramat cepat sekali terjadi perubahan ini, dari
bertahan tiba2 Bu-lim-thian-kiau balas menyerang, dimana
serulingnya terayun, dalam sejurus saja, sekonyong2
merangsak seluruh Ki-king-pat-meh ditubuh Hong-lay-mo-li,
terpaksa Hong-lay-mo-li didesak mengembangkan Teng-hunjong
ginkang tingkat tinggi yang melukiskan se-olah2 dia
dapat memanjat naik ditengah mega, badannya melambung
tinggi terus jumpalitan kearah belakang sejauh tiga tombak,
walau luput dari serangan hebat Bu-lim-thiati-kiau, sebagai
tokoh kosen yang sedang bergebrak, dia terdesak mundur
sejauh itu, hal ini sudah boleh dianggap kalah.
Hampa dan kosong pikiran Hong-lay-mo-li, tapi Bu-limthian-
kiau tidak merangsak maju lebih lanjut, malah menelat
perbuatan Hong-lay-mo-li, dia sendiripun mengembangkan
Teng-hun jong pula melompat balik masing kesebelah kiri,
sejauh tiga tombak pula, kebetulan meluncur turun didepan
Kongsun Ki, dimana seruling pualamnya berputar mendatar,
dengan gerakan secepat kilat, tahu2 ia menutuk kepada
Kongsun Ki. Seperti diketahui Kongsun Ki adalah keturunan perguruan
silat yang hebat dan tinggi, ayahnya Kongsun In adalah maha
guru silat yang sudah lama mengasingkan diri, Cuma ayah
Siang Pek-hong yaitu Siang Kian-thian dimasa masih hidupnya,
bisa bertahan setanding tak pernah terkalahkan satu sama
lain. Walau kenyataan Kongsun Ki lari dari keluarga dan
menikah dengan Siang Pek-hong, jadi belum mewarisi semua
ilmu pelajaran ayahnya, tapi ilmu silat tinggi yang pernah dia
pelajaripun sudah tidak rendah tingkatannya.
Setelah menikah dengan Siang Pek-hong dengan caranya
sendiri pula ia berhasil mencuri belajar inti sari pelajaran silat
keluarga Siang, terutama belakangan ini ia berhasil
mempelajari Tay-yan-pat-sek, dengan dilandasi kombinasi
kedua ilmu tingkat tinggi dan dua keluarga persilatan ini,
boleh dikata kepandaian silat nya sudah maju berlipat ganda.
Tutukan seruling Bu-lim-thian-kiau secepat kilat dan tak
ter-duga2 pula, namun Kongsun Ki tidak berhasil ditutuknya,
disaat ujung seruling Bu-lim-thian-kiau hampir menyentuh
dadanya, tampak badannya tiba2 terjengkang kebelakang,
dimana tungkak kakinya berputar, seruling menyerempet
diatas dadanya, se-konyong2 selarik sinar hijau berkelebat,
"Tang" tahu2 pedangnya sudah terlolos keluar sekaligus
menangkis seruling Bu-lim-thian-kiau.
Cara berkelit, menekuk badan kebelakang, melolos pedang
dan balas menyerang, empat gerakan sekaligus dilakukan
dalam waktu yang hampir ber-samaan, mau tidak mau dalam
hati Bu-lim-thian-kiau memuji dan kagum juga, Batinnya:
"llmu kepandaiannya memang belum memadai Sumoaynya,
tapi kaum Bulim yang bisa mengalahkan dia, kiranya tidak
banyak lagi jumlahnya."
Permainan seruling Bu-lim-thian-kiau memang teramat
menakjupkan, dalam segebrak saja ia sudah membendung
jalan mundur Kongsun Ki, kiri kanan depan belakang sudah
buntu dan tak mungkin melarikan diri, memang belum tentu
Kongsun Ki bisa dikalahkan dalam permainan jurus2 tipu silat
masing2, tapi seluruh Hiat-to tubuhnya sudah terincar
dibawah bayangan seruling Bu-lim-thian-kiau yang terbayang
ber-lapis2 ribuan tumpuk banyaknya.
Sungguh kaget dan gugup pula hati Kongsun Ki, teriaknya:
"Kau salah sangka! Lian, nona Lian adalah... adalah..." ia kira
Bu-lim-thian-kiau menolong jiwa Lian Ceng-poh dari ancaman
pedang Hong-lay-mo li, tentunya mereka sehaluan dan teman
baik, maka dia hendak beritahu bahwa dirinya teman baik Lian
Ceng-poh pula, tak kira Bu-lim-thian-kiau malah mendengus,
jengeknya: "Kau sendiri yang salah sangka, sia2 kau mempelajari silat
setinggi ini, belajar kearah yang sesat!" mulut bicara
serulingnya tidak menjadi kendor, terdengar suara
gemerantang yang ramai, dalam ber-kata2 itu, serulingnya
tiba2 menyelonong masuk ketengah bundaran sinar pedang
Kongsun Ki, langsung menutuk Hian-ki-hiat, mana Kongsun Ki
sempat pecah perhatian untuk bicara segala, lekas pedang
terlintang melindungi dada, dalam sekejap mata pedang dan
seruling sudah saling bentur tujuh delapan belas kali! Tapak
tangan Kongsun Ki serasa pecah dan linu kemeng, sebentar
lagi jiwanya bakal melayang dengan konyol.
Baru saja Hong-lay-mo-li hendak maju bantu Su-hengnya,
tiba2 terdengar jeritan kaget, dari gerombolan kembang sana,
tiba2 muncul sesosok bayangan orang, dia bukan lain adalah
istri Kongsun Ki, Siang Pek-hong adanya.
Bu-lim-thian-kiau geleng2 kepala, katanya: "Socu
(panggilan), begitu kejam sikap Kongsun Ki terhadapmu
masakah kau masih kasihan kepadanya?"
Siang Pek-hong tuding Kongsun Ki dan makinya: "Tak
heran penyakitku tak bisa sembuh, kiranya kau sengaja
hendak mencelakai jiwaku! untung jiwaku memang belum tiba
ajal, ingin aku lihat manusia berhati hitam seperti tampangmu
ini bagaimana bisa hidup !"
"Niocu (panggilan), mengingat..." Kongsun Ki berteriak.
Belum lagi kata2 "hubungan suami Istri" sempat diucapkan,
Bu-Im-thian-kiau sudah pergencar serangannya terpaksa dia
harus bertahan mati2an.
Siang Pek-hong tertawa dingin, jengeknya: "Kalau aku tidak
ingat hubungan suami istri selama ini, sudah kubiarkan Inkong
(tuan penolong) menghabisi jiwamu."
Mendengar Siang Pek-hong membahasakan Bu lim-thiankiau
sebagai Inkong, sekilas Hong-lay-mo-li melengak, kini ia
sudah jelas, meski rangsakan Bu-lim-thian-kiau sengit dan
kencang, orang tetap masih menaruh kasihan, agaknya tak
bermaksud menghabisi jiwa Kongsun Ki.
Cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah paham seluruhnya,
pikirnya: "Bayangan yang kulihat di Hou-Ioan-san dan orang
yang menimpuk jatuh cawan obat Kongsun Ki ternyata
perbuatan Bu-lim-thian-kiau. Tujuannya memang bukan
membunuh Kongsun Ki, tapi hendak menolong Suso, Tapi
darimana ia bisa tahu suhengku hendak membunuh istri
sendiri" Kepergok secara kebetulan" Atau sengaja ia meluruk
kemari?" "Baik, dia suamimu, aku tak enak wakili kau, terserah
bagaimana kau hendak menghukumnya." kata Bu-lim-thiankiau.
"Aku tidak mau suami yang jahat seperti ini," seru Siang
Pek-hong penuh kebencian, "Sejak hari ini, biar kuanggap dia
sudah mampus!" sembari bicara melangkah kedepan, "Cuh!"
tiba2 ia berludah kemuka Kongsun Ki. Makinya: "Kongsun Ki,
baik ya kau, baik ya kau!" disusul suara plak plok yang
nyaring, dengan keras ia gampar kedua pipi Kongsun Ki empat
kali. Karena terbendung dan didesak oleh seorangan Bu-limthian-
kiau, Kongsun Ki tak berhasil meluputkan diri dari
tamparan dan semprotoan ludah.
Kalau mau menolong Hong-lay-mo-li cukup mampu, namun
dia berpeluk tangan, Tak nyana setelah menghajar suaminya
Siang Pek-hong berpaling kepadanya, jengeknya: "Suami aku
tidak mau, Siang-keh-po inipun akan kutinggalkan jikalau kau
menyukai Suhengmu, biar semua milikiku kuserahkan kepadamu!"
setelah mengebaskan lengan baju, ia tinggal pergi.
Malu dan dongkol hati Hong-lay-mo-li, lekas ia memburu
maju, teriaknya: "Suso, tunggu sebentar! Aku bukan manusia
seperti yang kau bayangkan, dengarkan penjelasanku."
Belum habis kaba2nya, Siang Pek-hong membalik sambil
memaki: "Siapa itu Susomu!" berbareng kedua lengan baju
terayun, segulung asap warna warni menyembur keluar dari
lengan bajunya, Hong-lay-mo-li cukup tahu orang adalah ahli
menggunakan racun, walau tidak perlu takut, tak bisa tidak
dia harus berkelit setelah asap bayar, bayangan siang Pekhong
sudah tak kelihatan lagi,
"Baiklah, mari kita pergi bersama!" kumandang suara Bulim-
thian-kiau, disusul irama seruling mengalun dikejauhan.
Hong-lay-mo-li membatin: "Agaknya Bu-lim-thian-kiau
bukan seorang jahat, tapi dia sekongkol dengan Giok-bin-yauhou,
pelindung maha raja Kim. Jelas dia adalah musuhku."
Waktu itu Bu-lim-thian-kiau sedang tinggalkan Kongsun Ki,
melesat kearah dimana tadi Siang Pek-hong menghilang.
Lekas Hong-lay-mo-li memburu tiba, bentaknya sambil
menjinjing pedang: "Siapa kau sebenarnya?"
Lagu tiupan seruling Bu-lim-thian-kiau tetap me-ngalun,
kaki dipercepat maka jaraknya semakin jauh dan tak tersusul
lagi oleh Hong-lay-mo-li.
Mendengar lagu tiupan orang Hong-lay-mo-li sampai berdiri
kesima, batinnya: "Agaknya dia pinjam nyanyian lagunya
menjelaskan asal usul dirinya?"
Keadaan Kongsun Ki serba runyam, dibawah sinar
rembulan kelihatan rona mukanya pucat pias, dongkol marah
dan rada kasihan pula perasaan Hong-lay-mo-li terhadap
suhengnya ini, katanya berpaling: "Suheng, kau sudah tahu
salah belum?"
Kongsun Ki menyeka ludah dimukanya dengan lengan
bajunya, katanya mendesis benci: "Sejak lama aku sudah tahu
akan kesalahanku tidak seharusnya aku mengawini
perempuan jalang itu. Hm, sakit hati ini kalau tidak terbalas,
malu aku jadi manusia!"
Gejolak amarah Hong-lay-mo-li mendengar kata2-nya ini,
katanya melotot: "Apa2an ucapanmu ini! Kau masih ingin
menuntut balas! Dendam apa yang harus kau tuntut" Dengan
racun kau mencelakai istri sendiri kalau bicara soal dendam,
Susolah yang harus menuntut balas kepadamu!"
Menghadapi sorot mata Sumoaynya, Kongsun Ki insaf
orang tidak senang melihat tingkah lakunya, tiba2 teringat
olehnya sesuatu, katanya: "Sumoay, kau hanya kira aku
berbuat salah kepadanya tahukah kau dia jauh lebih tidak
genah terhadapku."
"Dalam hal apa dia berbuat salah terhadap kau" jikalau
bukan dia yang mencegah Bu-lim-thian-kiau, jwamu sudah
melayang sejak tadi. Coba kau pikir, pantas tidak ganjarannya
kepipimu tadi?"
Malu dan gusar hati Kongsun Ki, tapi demi memperoleh
simpatik Sumoaynya, terpaksa ia tahan rasa marahnya,
katanya pura2 harus dikasihani "Sumoay, perang mulut antara
suami istri sudah sering terjadi. Tapi dia menamparku sengaja
dpertontonkan kepada orang, hm, aku tahu maksudnya."
"Tahu maksud apa?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Tahukah kau siapa Bulim-thian-kiau itu?"
"Jadi kau sudah tahu siapa dia sebenarnya?"
Tegak alis Kongsun Ki, katanya mendesis dengan kertak
gigi: Dulu belum tahu, sekarang sudah jelas, Bu-lim-thian-kiau
adalah gendak lama perempuan jalang itu."
"Tutup mulutmu!" damrat Hong lay-mo-li dengan terkejut,
"Mana boleh kau memfitnah orang se-mena2" Suso amat setia
dan suci murni cintanya terhadapmu, kau..."
Kata Kongsun Ki aseran: "Sumoay, perbendaharaan ilmu
silatmu lebih tinggi dari aku, memangnya kau tidak bisa
membedakan ilmu seruling permainan Bu-lim-thian-kiau ?"
Hong-lay-mo-li tertegun, tanyanya: "Memangnya kenapa?"
"Kepandaian silat tingkat tinggi yang dimainkan,
merupakan pecahan dan cabang dari ilmu silat tingkat tinggi
dari keluarga Siang, ada beberapa jurus diantaranya adalah
hasil perubahan dan variasi yang digubah dari Tay-yan-pat
sek." Memang tempo hari Hong-lay-mo-li pernah melihat ilmu
silat Siang Pek-hong, demikian pula ia pernah melihat Tayyan-
pat-sek yang digunakan Kheng Ciau, memang ia sudah
rada curiga, setelah mendengar uraian Suhengnya, mau tidak
mau ia lantas berpikir:
"Memang tidak salah, Tapi bekal kepandaian Bu-lim-thiankiau
memang jauh lebih tinggi tingkatannya dari ilmu silat asli
dari keluarga Siang." maka segera ia bertanya: "jurus
permainan silat mereka mirip, memangnya kenapa " Masakah
hanya mengandal rekaanmu ini saja, lantas kau berani
pastikan bahwa diantara mereka punya hubungan pribadi?"
"Sumoay, coba kau bayangkan, apakah tampang Bu-limthian-
kiau itu tidak seperti bangsa Nuchen?"
Dari pengakuan Pakkiong Ou tempo hari, serta sepak
terjang Bu-lim-thian-kian yang melindungi Wanyan Liang itu,
jelas memang orang dari bangsa Nuchen, Maka katanya:
"Tidak salah, memang dia dari bangsa Nuchen, apa perlu
diterangkan lagi?"
"Nah, kalau demikian, mana mungkin dia bisa menjadi
murid mertuaku" Walau mertuaku seorang gembong iblis yang
jahat dan banyak melakukan perbuatan tercela, tapi selama
hidupnya dia paling membenci bangsa Nuchen, waktu
hidupnya diapun membuat undang2, dilarang anak buahnya
menjadi pejabat negeri Kim, tentunya kau sendiri pernah
dengar hal ini?"
Berkata Kongsun Ki lebih lanjut: "Disamping itu, ayahku
adalah musuh bebuyutan dari keluarga Siang, musuh utama
dalam pandangannya tentunya adalah mertuaku yang sudah
mampus itu, inipun sudah kau ketahui, Menghadapi musuh
besar dengan dendam kesumat lagi, kita harus tahu diri dan
menyelami kelemahan musuh pula, sudah tentu ayah amat


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jelas mengenai segala seluk beluk Siang Kian-thian, seperti
beliau tahu benar akan tapak tangannya sendiri, jikalau Siang
Kian-thian mempunyai seorang murid yang berkepandaian
setinggi itu, masakah ayah tidak tahu" Tapi ayah tak pernah
menyinggung bahwa Siang Kian-thian mempunyai seorang
murid seperti itu!" belakangan sebutan terhadap
mertuanyapun langsung memanggil namanya saja, sikapnya
semakin pongah dan takabur.
Memang Hong-lay-mo-li harus mengakui apa yang
diuraikan oleh suhengnya ini tidak salah, semula Hong-lay-moli
memang sudah curiga, cuma belum sempat dia memikirkan
secara seksama, setelah mendengar komentar Suhengnya,
terasa semakin misterius asal usul Bu-lim-thian-kiau ini.
Berkata Kongsun Ki dengan senang dan menyengir tengik:
"Sumoay, kau pintar, masakah belum tahu akan seluk beluk
ini" Darimana Bu-lim-thian-kiau bisa memperoleh kepandaian
dari keluarga Siang" Mertuaku jelas takkan menurunkan
ilmunya kepada orang luar, jadi kecuali Siang Pek-hong si
jalang itu, siapa pula orangnya" Terus terang sebelum aku
menikah sama dia, memang sudah kuketahui dulu dia sudah
punya kekasih, tapi baru sekarang aku tahu siapa itu
orangnya. setelah menikah perempuan jalang itu masih
mengadakan hubungan gelap dengan gendaknya itu, kuatir
mereka bekerja sama mencelakai jiwaku, terpaksa aku harus
turun tangan lebih dulu."
Bahwasanya ilmu silat Bu-lim-thian-kiau memang ada mirip
dengan ajaran silat keluarga Siang, hal ini memang benar,
Soal yang lain hanyalah obrolan Kong-sun Ki yang meng-ada2
mengarang cerita bohong.
Dasar cerdik dan licik, untuk menghilangkan kesalahan
sendiri, disamping untuk menarik kepercayaan dan simpatik
Sumoaynya, terpaksa dia harus berani membual Tapi
ceritanya memang masuk diakal, sehingga Hong-lay-mo-li
ragu2 dan sedikit percaya.
Bagaimana sepak terjang Siang Pek-hong sebelum menikah
Hong-lay-mo-li tidak tahu, demikian pula setelah menikah.
Tapi apa yang dia saksikan tadi bahwa Siang Pek-hong begitu
besar rasa cintanya kepada sang Suheng, hal ini terang bukan
main2. segera Hong-lay-mo-li berkata: "Suheng, jangan kau
sembarang curiga, jelek2 kalian sudah menjadi suami istri
selama belasan tahun..."
"lni bukan curiga, tapi kenyataan." tukas Kong-sun Ki.
"Kau punya bukti apa untuk mempertegas tudu-hanmu?"
"Perlu bukti apa lagi" Malam ini Bu-lim-thian-kiau datang,
mereka lantas pergi bersama, inilah buktinya! Sumoay, terima
kasih akan bujuk dan nasehatmu, tapi sukalah kau berpikir
demi kepentinganku, apakah aku harus pertahankan
hubungan suami istri yang sudah retak ini" Hari ini boleh
dikata aku sudah putus hubungan sama dia. Sumoay sudikah
kau memaafkan segala kesalahanku tempo dulu, bersikaplah
seperti dulu kepadaku" Ketahuilah, selama ini aku amat
menyukaimu !"
Seketika berubah roman muka Hong-lay-mo-li, bentaknya
bengis: "Suheng, apapun yang terjadi, kau berbuat jahat
kepada istri sendiri terang tidak pantas! Kami tetap sebagai
Suheng-moay, budi asuhan ayahmu sejak kecil kepadaku,
maka selama ini aku suka pandang kau sebagai kakakku
sendiri, tapi bila kau melakukan perbuatan yang durhaka, aku
kenal kau, pedangku sebaliknya tak kenal kau lagi."
Pucat lesu muka Kongsun Ki, katanya tersekat: "Sumoay,
kau, kau sedikitpun kau tak sudi mengingat hubungan kita
yang lalu?"
"Justru mengingat hubungan antar Suheng-moay, aku ingin
supaya kau menjadi manusia yang baik, perbuatan salahmu
yang dulu biarlah lalu, selanjutnya kau harus menjadi seorang
laki2 sejati yang bajik, bijaksana dan membina diri kejalan
lurus." "Menurut hemadmu, apa yang harus kulakukan?"
"Pulang menghadap ayahmu, laporkan segala kejadian
menurut apa benarnya, ayahmu pasti suka mengampuni
dosa2mu, Lalu cari sampai ketemu Suso dan bawa pulang,
akuilah perbuatan salahmu, Kukira asal kau suka bertobat dan
menyesal, dia pasti suka mengampuni kesalahanmu juga,
jikalau kau punya maksud2 jahat dan ingin membunuhnya,
aku pertama-tama yang tidak akan mengampuni jiwamu!"
Gemetar suara Kongsun Ki, katanya tergagap:
"lni, ini..."
"Cukup sekian saja ucapanku, terserah kau mau
mendengar nasehatku! Suheng aku harap kau bisa melihat
gelagat dan berbuat baik demi dirimu sendiri!" habis berkata
tinggal pergi tanpa berpaling lagi.
Kongsun Ki melongo dan mematung, hatinya gundah dan
sukar berkeputusan.
Setelah keluar dari Siang-keh-po, pikiran Hong-lay-mo-li
sendiripun kacau dan kusut, sepanjang jalan dia menganalisa
ucapan Suhengnya, hatinya jadi ragu2 dan terhibur sedikit
bahwa sang Suheng ternyata tidak sudi menjadi antek
kerajaan Kim, maka segera ia berkeputusan untuk pergi ke
Kanglom setelah pulang menilik pangkalan sendiri lebih dulu,
segera ia membelok kearah utara.
Untuk memperpendek jalan dan mengejar waktu, Hong-laymo-
li kembangkan ginkangnya lewat jalan pegunungan Dalam
beberapa hari saja, berkat Ginkangnya yaag tinggi, hari itu dia
sudah tiba diperbatasan Kamsiok dan Sujwan.
Angin pegunungan menghembus lalu sepoi2, Hong-lay-moli
menghirup hawa segar dengan nyaman, tiba2 alisnya
berkerut, pikitnya: "Aneh, hawa pegunungan kenapa berbau
amis?" segera ia membelok kearah datangnya angin, tampak
didepan sana merupakan sebuah ngarai yang gelap gulita dan
berbahaya, tegak lurus tak kelihatan dalamnya.
Diatas ngarai de-daonan teh sedang mekar dengan
mengeluarkan baunya yang harum, tapi bau amis itupun
terasa semakin keras, sampai detik itu, Hong-lay-mo-li berani
berkeputusan itulah bau anyirnya darah, Batinnya: "Siapa-kah
yang membunuh orang disini" Agaknya bukan seorang saja
yang terbunuh! Biar kutengok kesana!"
Hong-lay-mo-li kembangkan Ginkang tingkat tinggi, kaki
menutul batu2 cadas, tangan meraih akar2 rotan, dalam
sekejap saja dia sudah tiba diatas ngarai, sekenanya ditengah
panjatan dia memetik sekuntum bunga.
Diatas ngarai terdapat sebidang tanah datar, waktu Honglay-
mo-li melihat tegas, darah tersirap seketika, tampak diatas
tanah datar yang berumput menghijau ini, ditimur, selatan,
barat dan utara, masing2 bertumpuk teronggok batu, diatas
tumpukan batu masing2 bertengger tiga batok kepala
manusia, ditengah antara tumpukan batu2 itu, terdapat
sebuah panggung batu bundar seperti kaca, diatas panggung
batu bundar ini, terdapat sebuah batok kepala pula, jadi
jumlah seluruhnya adalah tiga belas kepala.
Sebagai pimpinan kaum persilatan didaerah barat laut
betapapun Hong-lay-mo-li pernah juga membunuh orang
jahat, maka begitu melihat batok2 kepala orang ini hatinya
tidak menjadi heran atau kaget, yang membuatnya betul2
terperanjat adalah batok2 kepala itu banyak yang dia kenal
betul, malah beberapa diantaranya masih sering memberi
upeti dan berhubungan erat sebagai pimpinan sesuatu
gerombolan laskar yang berpangkalan disekitar pangkalan
dirinya. Jelas Hong-lay-mo-li mengetahui bahwa batok2 kepala itu
sudah dipolesi obat, sehingga bentuk dan raut muka aslinya
tidak berubah, sewajar masih hidupnya, cuma kini rada
mengkeret dan lebih kecil dari bentuk sebenarnya.
Satu persatu Hong-lay-mo-li amat2i setiap batok kepala itu,
hatinya semakin terguncang, "Dari beberapa orang yang
kukenal baik betul, Kwi-ma-han memiliki Ngo-bun-toan-bunto,
kepandaian golok tunggal yang jarang menemui tandingan
di Bulim, Loan-ci-hong-koay-hoat dari Thi-koay-li juga pernah
menjagoi Kangouw, masih ada Liu-ma-cu dari Tiau-hou-kian
dan Nyo-Toa-gan dari Ni-ma-jwan merupakan jagoan2
setempat, kepandaian orang2 ini semua tidak lemah, kenapa
terbunuh oleh orang semuanya?" waktu dia melihat batok
kepala ditengah panggung itu lebih kaget pula hatinya, itulah
gembong Bulim di Shoatang yang amat disegani sebagai
pimpinan laskar rakyat yang kenamaan To Toa-hay adanya,
bukan saja ilmu silat orang ini teramat tangguh, malah
sifatnya-pun jujur, lapang dada dan suka tolong yang lemah
menumpas yang kuat dan lalim, sepak terjangnya amat
mendapat penghargaan sesama kaumnya.
Waktu pertama kali Hong-Lay-mo-li mendirikan rangkaian
dan mengerek panji pemberontak semula dia tidak mau
tunduk, belakangan melihat Hong-lay-mo-li dengan gagah
berani melawan serbuan pasukan negeri Kim, sepak
terjangnya terus terang dan bekerja demi kepentingan rakyat,
ilmu silatnya tinggi lagi, baru ia betul2 tunduk dan suka kerja
sama dibawah perintahnya.
Tapi Hong-lay-mo-lipun amat menghormati pribadi dan
menghargai dirinya, tidak berani memandangnya sebagai anak
buah, namun mengangkatnya sebagai Toako. Oleh karena itu
boleh dianggap To Toa-hay merupakan tangan kiri Hong-laymo-
li di Soatang! Kin Hong-lay-mo-li saksikan sendiri To Toahay
terbunuh, sungguh pedih, marah dan penasaran hatinya,
batinnya: "Pembunuh memamerkan buah tangannya disini,
entah apa tujuannya" sebentar mungkin ada orang datang,
biar kutunggu kedatangannya, Semoga arwah To-toako
memberkati usahaku berhasil membekuk si pembunuh dan
menuntut balas bagi kematiannya." segera ia ambil batok
kepala To Toa-hay, lalu dibuntalnya dengan sebuah
pakaiannya, yang lain ia tak sempat membereskannya.
Dari kejauhan didalam hutan sana, terdengar suara
keresekan, terang berbeda dengan suara rumput bergoyang
atau daon pohon yang dihembus angin, sebagai kawakan
Kanggouw lekas sekali Hong-lay-mo-li sudah tahu, bahwa
seseorang tokoh silat yang memiliki Ginkang tinggi sedang
mendatangi, pikirnya: "Biar kulihat siapa dia, apa pula
reaksinya?"
Bagian 06 Dengan membawa batok kepala itu segera badannya
melambung tinggi sembunyi didalam gerombolan dedaonan
pohon yang rindang, Tak lama kemudian, tampak seseorang
muncul dari dalam hutan.
Pendatang ini adalah seorang kakek berbadan kurus tepos,
sepatu rumput berkaos kaki tinggi, berjubah kuning- longgar,
cocok dengan warna kulit mukanya, mirip benar dengan daon
pohon yang sudah layu menguning, waktu muncul kakek tua
ini mengulum seringai sadis, kelihatannya amat puas dan
senang, matanya menyapu pandang dari satu ketumpukan
batu yang lain, akhirnya mulutnya bersuara heran, alis tegak,
karena dia dapati batok kepala yang terletak dipanggung batu
bundar di-tengah2 itu telah hilang.
Hong-lay-mo-li membatin: "Mungkin kakek tua ini yang
membunuh sekian banyak orang ini."
Waktu ia mengintip kesana dari sela2 daon, tampak Thayyang-
hiat atau pelipis kakek tua ini menonjol keluar, mencelos
hati Hong lay-mo-li melihat kehebatan Lwekang orang, baru
saja dia hendak unjuk diri, tiba2 didengarnya kakek tua itu
memaki: "Hm, ternyata seorang komplotannya lolos, mencari
gara2 lagi disini, Baik, batok kepala To Toa-hay kau ambil, biar
kupenggal kepalamu sebagai gantinya:" tiba2 kakinya
melayang, "Blang" batu panggung bundar itu ditendangnya
sampai pecah berantakan, untuk melampiaskan kedongkolan
hatinya. Se-konyong2 terdengar siulan panjang dari tempat yang
jauh melengking tinggi, disusul suara lantang seseorang
bersenandung sambil mendatangi Tak lama kemudian tampak
seorang laki2 pertengahan umur dengan memetik batang
pedangnya sebagai iringan musik senandungnya muncul dari
dalam hutan. Hong-lay-mo-li membatin: "Dari senandungnya ini, agaknya
orang ini sudah bertekad untuk mengadu jiwa dengan si kakek
meski tahu kepandaian sendiri bukan tandingan orang."
Kakek tua itu ter-Ioroh2 dengan menengadah, ka-tanya:
"Sebun Siansing memang orang yang dapat di-percaya,
datang tepat pada waktu yang dijanjikan. Silakan kau hadapi
teman2mu, Losiu sudah mengundang mereka kemari lebih
duIu." Berkilat membundar laksana mata harimau mata laki2
pertengahan umur dengan ber-kaca2, pada setiap tumpukan
batu2, menghadapi setiap batok kepala orang dia menjura dan
berdoa dengan pilu: "Para Toako yang sudah almarhum,
Sebun Ya mengucapkan terima kasih akan kesetiaan kalian,
harap tunggulah sekejap lagi, meski Sebun Ya harus
pertaruhkan jiwa dengan batok kepala sendiri, seumpama tak
berhasil menuntut sakit hati ini, biar kususul kalian dialam
haka." Baru sekarang Hong-lay-mo-li tahu bahwa laki2
pertengahan umur ini ternyata adalah orang ketiga dari Supak-
thian, yaitu Say-ci-hong. jadi secara kebetulan Hong-laymo-
li memergoki janji pertempuran antara Say-ci-hong
melawan musuhnya seperti yang dituturkan oleh Tang-hay-
Iiong tempo hari.
Kakek tua aneh itu tertawa besar, katanya: "Sebun Ya,
Terhitung kau masih tahu diri, Losiu pasti sempurnakan
keinginanmu, biar kau kumpul bersama dengan teman2
baikmu, Tapi kau masih ada seorang komplotan. Kenapa tidak
kau suruh dia keluar, biar kubereskan dia sekalian untuk
menghemat tenaga Lo siu."
Sekilas Sebun Ya melengak, katanya lantang: "Sebun Ya
tidak mengundang teman untuk membantu, para kawan2 ini
berjiwa luhur setia kawan, mereka datang sendiri setelah
mendengar kabar pertemuan kami. Kejadian hari ini kalau
bukan kau yang mampus biar aku yang gugur. Matipun Sebun
Ya tak sudi tunduk kepadamu" Biar perang tanding hari ini
satu lawan satu. Hayolah maju, kalau kau mampu penggallah
kepalaku!"
Seperti tertawa tidak tertawa kakek aneh itu mencemooh
"Baik, Sebun Ya memang kau patut dipuji, melihat wibawamu
ini, biar aku ampuni jiwa komplotanmu itu, tapi lebih baik
kalau kau undang dia keluar dulu, memangnya kau tidak ada
pesan terhadap-nya" Tentunya kau tahu, aku orang she Kim
selamanya tidak memberi ampun kepada musuhku."


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saking marah Sebun Ya malah ter-bahak2, jengek-nya:
"Kim Cau-gak, jangan takabur, Sebun Ya memang sudah
bertekad takkan pulang dengan hidup, kuharap kaupun
mempersiapkan dirimu sendiri, tinggalkan pesanmu kepadaku
saja." Kakek tua ter-loroh2: "Hm, ternyata kau bertekad adu jiwa
dengan aku, memangnya kau mampu mengejar keinginan
hatimu sendiri, Baik, kau hendak adu jiwa, marilah turun
tangan." lahirnya dia berucap dengan pongah, bahwasanya
hatinya sudah rada gentar. Maklumlah meski Say-ci-hong
tokoh ketiga dari Su-pak-thian, kepandaiannya justru tidak
lebih asor dari Tang-hay-liong, terutama Say-ci-kiam-hoat
yang dia yakinkan sungguh hebat dan luar biasa, Mau tidak
mau si kakek harus menimang2: "Sebun Ya berani bicara,
bukan mustahil dia sudah meyakinkan ilmu untuk gugur
bersama, aku jangan terlalu lena menghadapinya."
Baru sekarang Hong-lay-mo-li tahu nama kakek tua ini,
meski kepandaiannya maha tinggi, mau tak mau mencelos
juga hatinya, pikirnya: "Kiranya Ki-lian-lo-koay Kim Cau-gak,
jadi dia masih hidup, Tak heran Say-ci-hong bertekad
mengadu jiwa, To Toa-hay dan lain2 dengan mudah dibabat
habis olehnya."
Tiga puluh tahun yang lalu, itu waktu negeri Kim dibawah
kekuasaan pangeran keempat Wusu yang pegang kekuatan
perang, secara langsung berhadapan dengan panglima perang
dari negeri Song yang kenamaan Gak Hui, anak buah Wusu
ada seorang Busu yang terkenal, nama terangnya semula
tiada orang tahu, tapi karena pasukan Kim selalu dibrantas habis2an
oleh Gak Hui, maka dia lantas ganti namanya menjadi
Kim Cau-gak, artinya negeri Kim mengungguli Gak Hui.
Kepandaian silat Kim Cau-gak memang teramat tinggi,
beberapa kali Wusu lolos dari maraba-haya berkat pertolongan
nya. Belakangan dalam suatu pertempuran kebentur dengan
anak buah Gak Hui yang gagah berani Nyo Cay-hien, dalam
pertempuran di Siau-siang-ho, perutnya tertusuk kedodoran
usus-nya oleh tombak Nyo Cay-hien, sementara Nyo Cayhienpun
gugur dibawah hujan panah musuh.
Orang banyak kira Kim Cau-gak sudah menemui ajalnya,
di-luar tahunya, dia tidak mati, Tapi setelah menyembuhkan
Iuka2nya, sementara itu, Wusupun sudah ajal, ilmu silatnya
belum pulih seluruhnya, terpaksa dia harus menyingkir dan
mengasingkan diri di Ki-lian-san.
Sejak beberapa tahun yang lalu dia dijuluki Ki-Iian-Io koay,
dalam sepuluhan tahun belakangan ini, hanya dua kali ia turun
gunung, akhirnya mati hidupnya tak diketahui Iagi, Waktu ia
turun gunung yang terakhir, menurut penuturan orang yang
bentrok dengan dia, bahwa ilmu silatnya sudah pulih
seluruhnya, malah mungkin lebih tinggi dari dulu, Waktu itu
guru Hong-lay-mo-li Kongsun In pernah punya hasrat hendak
meluruk ke Ki-lian-san untuk membunuhnya, cuma Ki-lian-san
berada diwilayah negeri Kim, seorang diri Kongsun In tak
berani bertindak secara gegabah.
Waktu itu Tang-hay-liong tertua dari Su-pak-thian sudah
angkat nama, tiga saudaranya yang lain baru saja kelana di
Kangouw, Kongsun In hendak undang Tay-hay-liong untuk
membantunya, belakangan dia dengar kabar bahwa katanya
Kim Cau-gak sudah mati, terpaksa Kongsun In batalkan
niatnya. Sejak itu berita mengenai Kim Cau-gak memang sudah tak
pernah terdengar lagi, maka kaum Bulim di Tionggoan sama
menyangka berita kematiannya itu benar, Tak nyana hari ini
secara tak terduga kepergok oleh Hong-lay-mo-li yang tahu
benar asal usul orang dari penuturan guruunya dulu.
Terdengar Say-ci-hong sudah berkata lantang: "Kau datang
dari jauh sebagai tamu, silakan mulai dulu!"
"Bagus Say-ci-hong, dihadapanku kaupun begini jumawa"
Baik, biar kusempurnakan keinginanmu."
Disaat keadaan sudah kritis, keduanya sudah siap pasang
kuda2 dan hendak saling serang, se-konyong2 sebuah suitan
nyaring melengking laksana pekik naga bergema dialam
pegunungan, begitu keras suitan ini sampai pohon bergetar
rontok, burung2 terkejut beterbangan.
"Bagus, komplotanmu sudah datang, kebetulan malah!"
seru Kim Cau-gak.
Say-ci-hong berteriak: "Toako, urusan ini tiada sangkut
pautnya dengan kau..." belum lenyap ucapannya, tampak
Tang-hay-liong sudah berdiri ditengah kalangan, dia
memanggul sebuah karung kecil,sahutnya tawar: "Samte, kau
masih anggap aku sebagai Toako bukan" Kalau masih ada
ikatan ini, kenapa urusanmu tiada sangkut pautnya
denganku?"
"Tangwan Bong, kabarnya dulu kau hendak ajak Kongsun
In situa bangka itu meluruk ke Ki-lian-san mencari aku,
kebetulan hari ini kau kemari, menghemat tenagaku malah
dari pada aku jauh2 menyambangimu ke laut timur, Kalian tak
perlu ribut, hayolah maju bersama!" demikian tantang Kim
Cau-gak dengan pongah.
"Toako, urusan lain aku boleh dengar petunjukmu, hari ini
kau harus pertahankan nama baik kita. Bukankah kau ada
janji dengan pendekar Latah" Lebih baik lekas kau susul dia ke
Kanglam saja." hari ini dia bertekad melawan sampai gugur,
sengaja dia singgung nama pendekar latah maksudnya supaya
sang toako minta bantuannya untuk menuntut balas sakit
hatinya. Sudah tentu Tangwan Bong tahu maksud adik angkatnya
ini, segera ia tertawa, ujarnya: "Tadi kau sudah dengar" Tujuh
belas tahun yang lalu, aku sudah ikat janji sama Kim-lo-koay
untuk bertempur. Sayang dulu tua bangka ini pura2 mati,
sehingga kejadian batal. Dan sekarang aku mendapat
kesempatan meneruskan janji pertempuran dulu!"
Merah padam muka Kim Cau-gak mendengar olok-olok ini,
ternyata dulu memang dia sengaja menyebar berita
kematiannya sendiri. Soalnya waktu itu ada dua macam ilmu
kepandaiannya yang belum sempurna dia latih, kuatir bukan
tandingan Kongsun In, maka pura2 mati saja menghindari
bentrokan langsung.
Mendengar cemohan Tang-hay-liong seketika mendidih
darahnya, jengeknya dingin: "Kongsun In tua bangka itu
sudah mampus belum?"
"Kalau belum mati kenapa" Kalau sudah kau mau apa?"
sahut Tang-hay-liong.
"Kalau sudah mampus akan kagali kuburannya, jikalau
belum mati, kubatasi tiga bulan supaya kalian pergi
mengundangnya kemari, biar kutamatkan jiwanya."
Tang-hay-liong ter-loroh2. "Apa yang kau tertawa-kan?"
tanya Kim Cau-gak dengan mata mendelik.
"Lucu benar, sungguh menggelikan!" Say-ci-hong menyela
bicara, kau ingin bertemu dengan Kongsun Cianpwe, kecuali
pada penitisan yang akan datang."
Sekilas Tang-hay-liong melengak, cepat sekali ia sudah
paham maksud adiknya, Say-ci-hong sengaja menjawab
samar2, memang sengaja supaya Kim Cay-gak kira Kongsun
In sudah ajal. Tapi ucapan ini boleh juga diartikan Kim Caugak
bakal mampus dalam pertempuran hari ini, mana bisa
berhadapan dengan Kongsun In" Tak tertahan Tang-hay-liong
ter-bahak2, diam2 ia puji jawaban adiknya yang tepat.
Mendengar kata2 Kim Cau-gak begitu takabur, sungguh
marah Hong-lay-mo-li bukan kepalang, kalau tidak ingat
aturan Kangouw dan demi pamor dan gengsi Say-ci-hong dan
Tang-hay-liong, sejak tadi dia sudah lompat turun, menusuk
mampus Kim Cau-gak.
Namun tak urung iapun berpikir dalam hati: "Say-ci-hong
sengaja bikin gembong iblis ini salah paham mengira Insu
(guru berbudi) sudah meninggal, sudah tentu dia tidak ingin
beliau terembet, masakah gembong iblis ini benar2 begitu
lihay" Say-ci-hong kuatir Insu bukan lawannya?"
Kim Cau-gak sudah biasa malang melintang dan pongah,
tidak terpikir olehnya maksud ucapan Say-ci-hong yang lain, ia
kira Kongsun In memang sudah mati, segera menjengek
dingin: "Baik, sekarang hanya ada satu cara untuk
menghindari kematian kalian. asal kalian ajak aku untuk
membongkar kuburan tua bangka itu."
Tang-hay-liong pencet hidung dan berteriak: "Wah siapa
yang kentut" Bau! Bau busuk!"
"Tangwan Bong, kemarilah kau, biar kuberi kelonggaran
tiga jurus kepadamu!" damrat Kim Cau-gak naik pitam.
"Biar aku dulu!" sela Say-ci-hong hendak maju, Terlintang
kedua tapak tangan Kim Cau-gak, sin-dirnya: "Siapa dulu
sama2 mati, kalian tak usah ribut, maju bersama saja."
"Tunggu sebentar!" seru Tang-hay-liong tiba2, "Aku punya
sebuah kado hendak kuberikan kepadamu!"
Kim Cau-gak melengak, lalu katanya: "O, ya, batok kepala
To Toa-hay kau ambil kemana" Lekas serahkan, nanti boleh
kau menjadi temannya ke neraka."
Tang-hay-liong sedang membuka karung buntalannya, dia
kira Tang-hay-liong mau keluarkan batok kepala To Toa-hay.
Setelah terbuka ikatannya Tan-hay-liong menyendal
karungnya itu seraya berkata tawar "Diberi tidak membalas
kurang hormat, kau undang semua teman2 Samteku, akupun
undang kedua murid dan tujuh orang pembantumu kemari
semua!" tampak dari karung berhamburan sembilan pasang
telinga orang, telinga orang yang masih segar berlepotan
darah, jelas baru saja dipotong dari kepala orang.
Ternyata meski Kim Cau-gak berkepandaian tinggi bernyali
besar, tak perlu mencari orang untuk mem-bantunya, tapi
mau tak mau dia harus bersiap menjaga kemungkinan
umpamanya kaum persilatan sekitar ini bila mendengar kabar
pertandingan disini, pasti meluruk datang, oleh karena itu,
orang2 yang sama datang tanpa diundang untuk membantu
Say-ci-hong dia bunuh semua ditengah jalan, lalu suruh kedua
murid dan tujuh perwira negeri Kim meronda disekitar puncak
ini untuk menjaga segala kemungkinan, tak nyana kesembilan
pembantunya kini sudah dibasmi oleh Tang-hay-liong. (itulah
sebabnya kenapa kedatangan Hong-lay-mo-li tanpa menemui
rintangan). Melihat kesembilan pasang kuping ini, serasa hampir
meledak dada Kim Cau-gak, tanpa hiraukan kedudukan dirinya
sebagai angkatan yang lebih tua, dengan menghardik keras
segera ia mendahului menubruk ke-arah Tang-hay-liong.
"Samte, kau harus mengalah kepadaku!" Seru Tang-hayliong
tertawa, mendadak ia menghardik keras: "Bagus, lihat
pukulan!" sebat sekali ia putar badan, berbareng kedua tapak
tangannya ia dorong memapak kedatangan musuh. Ternyata
sengaja ia bikin Kim Cau-gak marah supaya turun tangan lebih
dulu. "Toako, jangan kau sentuh tapak tangannya!" seru Say-cihong
memperingatkan, tapi Tang-hay-liong sudah kerahkan
setaker tenaganya, seperti mobil yang blong remnya tak
terkendali lagi, "Blang" kedua tapak tangannya saling bentur
dengar tapak tangan musuh seketika Tang-hay-liong rasakan
hawa dingin yang me-resap ketulang merangsang keseluruh
badannya, tangan lawan se-olah2 bukan terdiri darah daging,
dinginnya puluhan kali lipat dari es.
Tak urung Kim Cau-gak tergeliat juga, hatinya kaget,
pikirnya: "Tak nyana keparat ini berhasil meyakinkan Gungoan-
it-ou-kang, memang tidak malu di-junjung sebagai
tertua dari Su-pak-thian, tak boleh dipandang ringan."
Cepat sekali tangan kiri Kim Cau-gak sudah terayun lagi,
Tang-hay-liong tak heran menyambut secara kekerasan, sebat
sekali ia menyurut mundur tiga langkah, membalas dengan
sekali pukulan Bik-khong-ciang.
Kim Cau-gak menjengek dingin: "Kau kira tanpa menyentuh
tapak tanganku kau bisa meluputkan diri" Hm, biar kau
rasakan kelihayan Im-yang-ji-khi yang kuyakinkan."
Tenaga dkerahkan, dari tapak tangannya kontan menerpa
keluar segulung angin kencang menyampok muka, seketika
Tang-hay-liong seperti terbungkus di-dalamnya, Hanya
menepuk tangan menimbulkan damparan angin tak perlu
dibuat heran yang aneh adalah damparan anginnya ini
ternyata panas seperti hawa gunung yang meletus,
menyengat kulit menggosongkan badan, lekas Tang-hay-liong
lancarkan Bik-khong-ciang pula untuk menyampuk buyar,
sementara tangan kanan menepuk kedepan pula, tahu2
segulung hawa dingin memberondong datang, walau tidak
langsung mengenai tapak tangannya, namun hawa dingin
yang merangsang tapak tangannya sampai keulu hati sungguh
sulit dibayangkan rasanya.
Lwekang panas dingin, keyakinan Kim Cau-gak ini
dinamakan Im-yang-ngo-heng-ciang, merupakan dua aliran
ilmu sesat yang paling lihay dari golongan Sia-pay, kini dia
berhasil mengombinasikan dalam satu latihan dan berhasil
dengan gemilang, setelah tiga puluh tahun latihan.
Pukulan dingin yang paling lihay dari golongan Siapay
dinamakan Siu-lo-im-sat-kang, sementara pukulan panas yang
paling ganas adalah Lui-sin-ciang. Kalau latihan Siu-lo-im-satkang
berhasil dilatih mencapai puncak tertinggi, sekali pukul
dapat membuat darah dalam badan lawan membeku, kalau
Lui-sin-ciang dilatih sampai sempurna betul, kesamber
anginnya saja, badan bisa hangus dan terbakar.
Tapi satu saja diantara kedua ilmu ini harus diyakinkan
selama tiga puluhan tahun baru bisa berhasil, malah bila tidak
hati2 ditengah latihan kemungkinan bisa mengalami Jau-hwejip-
mo. Secara kebetulan Kim Cau-gak memperoleh inti pelajaran
kedua ilmu dahsyat ini, dasar cerdik Kim Cau-gak tidak terlalu
tamak untuk meyakinkan kedua ilmu ini sampai puncak
tertinggi, apalagi dia insaf jiwanya sudah cukup tua, maka dia
hanya mengejar hasil sesuai dengan kemampuannya, kedua
ilmu ini hanya dilatihnya mencapai tingkat ketujuh, (paling
tinggi tingkat kesembilan, setelah tingkat ketujuh, latihan
tingkat selanjutnya sekali lipat lebih sukar dan berbahaya),
Meski kepalang tanggung tapi dia boleh terhindar dari bahaya
Jau-hwe-jip-mo.
Bahwa kedua ilmu dahsyat ini dapat dilatih sampai tingkat
ketujuh, dikolong langit hanya dia seorang saja yang mampu,
oleh karena itu meski belum sempurna betul, dia yakin dirinya
sudah takkan menemui tandingan diseluruh dunia, karena
keyakinan inilah baru dia berani keluar kandang dan
membantu negeri Kim, tujuannya hendak memberantas
pejuang2 rakyat yang melawan penjajahan.


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untung kedua ilmu ini belum dilatihnya sempurna, sehingga
Tang-hay-liong sekuatnya masih kuat bertahan, Gun-goan-itou-
kang latihan Tang-hay-liong-pun sudah tiga puluhan tahun
lebih peyakinannya, meski tidak seganas dan sejahat kedua
ilmu sesat lawannya, namun Lwekangnya ini merupakan
ajaran lurus dan murni, kekuatannya besar kokoh dan tebal,
dalam waktu dekat Kim Cau-gak terang takkan mampu
berbuat apa2 terhadapnya.
Tapi lama kelamaan, siapa lemah mana kuat semakin
kentara, Disamping Lwekang Kim Cau-gak memang lebih
tinggi dari Tang-hay-Iiong, Im-yang-ngo-heng-ciang yang
dilatihnya itu merupakan ilmu tunggal yang tiada taranya dari
golongan Siapay, baru sekali ini Tang-hay-liong pernah
menghadapinya, bahwasanya ia tidak tahu cara bagaimana
dirinya harus melawan dan mengatasinya, celakanya adalah
dalam gebrak pertama tadi datang2 Tang-hay-liong lantas
melawan pukulan musuh secara kekerasan, sedikit banyak
badannya sudah keracunan, panas dan dingin, betapapun
tinggi Lwekangnya, lama kelamaan pertahanannya menjadi
lemah, kalau didalam badan terasa dingin serasa tulang dan
darah menjadi beku, sebaliknya kulit badannya bagian luar
serasa dipanggang diatas tungku.
Kalau gigi gemeratak, sebaliknya keringat dingin berketes2,
dengan sendirinya kekuatan Gun-goan-it-ou-kang
semakin susut dan lemah.
Dengan susah payah Tang-hay-liong terus bertahan, suatu
ketika Kim Cau-gak memaksanya menyambut sekali
pukulannya pula secara keras, bentrokan kali ini dengan tapak
tangan kiri Kim Cau-gak, seketika serasa separo badannya
seperti kejeblos kedalam kurungan tungku, badan membara,
kerongkongan kering bibir serasa pecah!
Berkunang2 pandangan Tang-hay-liong, lekas ia berteriak:
"Samte, lekas pergi! pergilah mencari pendekar latah!"
Bahwa tadi mereka saling berlomba hendak menghadapi
musuh, bukan lantaran tidak mau main keroyok, adalah untuk
menjaga segala kemungkinan satu diantara mereka harus
lolos. Serta melihat Toa-konya terdesak menghadapi bahaya
sudah tentu Say-ci-hong tidak mau berpeluk tangan, serunya
lantang: "Gembong iblis ini adalah undangan anjing raja Kim,
Bukan saja dia musuh besar kita, diapun musuh umum dari
bangsa Song kita, buat apa bicara aturan Kangouw segala"
Toako, hari ini biar kita gugur bersama dime-dan laga!"
Pedang terlolos, sinar pelangi berputar, dengan sengit ia
membabat pinggang.
"Nah kan begitu, sejak tadi kan sudah kusuruh maju
bersama, Buat apa harus cari alasan segala" "demikian
cemooh Kim Cau-gak, sebat sekali kedua tangannya
terpentang kedua jurusan, yang kiri menebas kepada Say-cihong,
tapak tangan menjojoh Tang-hay-liong.
Say-ci-hong bergerak teramat tangkas dan cepat, dasar
kutu buku dalam menghadapi tokoh berat mulut masih sempat
bersenandung segala, Keruan Kim Cau-gak mendongkol dan
uring2an, dampratnya: "Disini bukan sekolahan, kau baca
syair kentut apa" Menyebalkan!" tiba2 terasa segulung angin
sepoi2 menghembus mukanya, hawa hangat yang terhanyut
lambat tahu2 bergelombang merangsang dirinya, meski tidak
menderu, tapi terasa hangat nyaman, membuat orang terasa
lemas ngantuk tak kuasa mengerahkan semangat.
Keruan Kim Cau-gak kaget bentaknya: "Apa yang kau
lakukan?" lekas ia empos semangat kini ia hadapi kedua
lawannya dengan penuh perhatian, sedikitpun tak berani ayal,
sementara kekuatan pukulan panas dinginnya diperbesar dan
semakin gencar, sehingga hembusan angin sepoi2 yeng
nyaman segar itu terbendung diluar kalangan.
Ternyata Say-ci-hong ada melatih suatu ajaran Lwekang
dari aliran lurus yang dinamakan Thay-ceng-khi-kang, kira2
hampir mirip dan senyawa dengan Gun-goan-it-ou-kang yang
diyakinkan Tang-hay-liong, Kalau Gun-goan-it-ou-kang
mengutamakan kekuatan kasar dan dahsyat, sebaliknya Thayceng-
khi-kang lembut dan lunak, jauh lebih leluasa dan
gampang untuk menyergap musuh.
Dengan meminjam senandungnya dia lancarkan Thayceng-
khi-kang, jadi bukan sengaja untuk memecah perhatian
musuh saja, Kim Cau-gak belum tahu dimana letak kehebatan
Thay-ceng-khi-kangnya, hampir saja ia kecundang.
Mendapat kesempatan, "sret, sretr sret, beruntun ia
lancarkan serangan pedang berantai, hawa udara seperti
bergolak, suaranya mendesis keras, ternyata kekuatan lunak
yang kuat itu berhasil menjebol kepungan tenaga Im-yang-jikhi
Kim Cau-gak, lambat laun mereka menempatkan diri
dalam posisi yang lebih unggul, Kim Cau-gak terdesak mundur
beberapa langkah.
Karena tekanan menjadi ringan, Tang-hay-liong jadi punya
sisa tenaga untuk menghimpun hawa murni, untuk mengusir
hawa beracun yang menyerang kedalam badan, sedikit demi
sedikit, terusir keluar.
Begitu Say-ci-hong turun gelenggang, situasi berubah
begitu cepat, diam2 Hong-lay-mo-li bersorak dalam hati,
pikirnya: "Say-ci-hong memang tak bernama kosong, agaknya
kepandaiannya lebih tinggi dari Tang-hay-liong." pandangan
Hong-lay-mo-li sebetulnya cukup tajam, tapi penilaiannya kali
ini meleset. Diantara Su-pak-thian, Say-ci-hong adalah satu2nya orang
yang patut disebut pendekar budiman, Tang-hay-liong sendiri
masih berpendirian diantara lurus dan sesat, Say-ci-hong
sering berdarma bakti demi kepentingan orang banyak,
kesabarannyapun tinggi, maka latihan Lwekangnya lebih
murni dan tinggi dari Tang-hay-liong, tapi bicara soal kekuatan
dan keuletan dia masih kalah dibanding Toakonya ini.
Kepandaian kedua saudara ini, masing2 mempunyai
kemahiran, kehebatan dan kelebihannya sendiri2, setelah
mengekang musuh dan berinisiatif lebih dulu, disamping Kim
Cau-gak memang sudah rada terkuras tenaganya setelah
menempur Tang-hay-liong tadi.
Setelah berkesempatan ganti napas menghimpun
semangat, kekuatan Gun-goan-it-ou-kang Tang-hay-liong
bertambah lagi, dengan gabungan Say-ci-hong kedua pihak
masih setanding sama kuat, saling serang menyerang dengan
sengit, dalam waktu dekat keadaan seri alias setanding.
Gerakan pedang Say-ci-hong semakin gencar dan ketat,
dilandasi Thay-ceng-khi-kang Say-ci-kiam-hoat ciptaannya
sendiri, beruntun ia berhasil patahkan enam tujuh belas jurus
rangsakan Kim Cau-gak, sementara Tang-hay-liong
menyerang dari sebelah samping, membendung dan
mengurangi tekanan pukulan Kim Cau-gak.
Tapi betapapun Lwekang Kim Cau-gak setingkat lebih tinggi
dari mereka, menghadapi Thay-ceng-khi-kang dia sudah siaga,
karena serangan Say-ci-hong tak berhasil menerjang masuk
pertahanannya, tiga puluh jurus kemudian, Say-ci-hong
mengalami pengalaman Tang-hay-liong tadi, dibawah
rangsakan tenaga pukulan negati dan positip lawan, Say-cihong
seperti disiksa oleh gemblengan hawa panas dingin yang
berlawanan, terpaksa ia harus salurkan tenaga murninya
untuk melawan, dengan sendiri kekuatan Thay-ceng-khikangnya
menjadi kendor.
Cuma Lwekang Say-ci-hong lebih murni dan mantap, maka
dia lebih kuat bertahan dari Tang-hay-liong, dan lagi
kepandaian silat yang dia pelajari memang lebih luas dan
banyak variasinya, bukan saja Lwekangnya tinggi, ilmu
pedangnyapun lihay, (dalam hal inilah dia lebih unggul dari
Toakonya), walau Thay-ceng-khi-kangnya semakin terkuras
dan lemas sedapat mungkin ia masih kuat bertahan,
sementara gerakan pedang sedikitpun tidak menjadi kendor,
Oleh karena itu meski keadaan cukup genting dan bahaya,
lahirnya belum kentara.
Kalau orang lain belum tahu akan keadaannya yang sudah
kritis, Say-ci-hong sendiri insaf, Tiba2 ia gigit lidah sendiri
seraya berteriak: "Toako, lekas kau pergi!" darah segar segera
menyembur dari mulutnya.
Aneh juga, setelah darah menyembur dari mulut, kekuatan
Lwekangnya tiba2 berlipat ganda, diringi suitan panjang,
pedangnya ditarikan kencang bagai hujan badai, sehingga Kim
Cau-gak terdesak mundur ber-ulang2. Damparan angin panas
dingin dari kedua tapak tangan Kim Cau-gak seketika tersiak
ber-derai2 oleh suitan panjangnya ini!
Keruan Hong-lay-mo-li kaget, pikirnya: "Apa aku keliru"
Say-ci-hong belum kalah, kenapa dia berlaku nekad,
menggunakan Thian-mo-kay-deh-tay-hoat dari aliran sesat?"
Kiranya dengan menggigit lidah sampai pecah ini, Say-cihong
membongkar seluruh kekuatan simpanannya yang
terakhir untuk menambah kekuatan, tapi hawa murni
sendiripun akan terkuras habis dan berarti merusak badan
sendiri pula, jikalau usaha terakhir ini gagal, dirinya dengan
mudah akan menjadi bulan2an empuk bagi musuh, seumpama
musuh berhasil di-tumpas, dirinyapun akan terserang penyakit
parah. Sungguh tak pernah terpikir oleh Hong-lay-mo-li, sebagai
tokoh kelas wahid dalam ajaran lurus dan murni, ternyata Sayci-
hong ada membekal ilmu kepandaian dari ajaran Sia pay
pula" Terutama sebelum dirinya kelihatan terdesak kalah,
orang sudah menggunakan cara yang nekad ini.
Maklum Hong-lay-mo-li sudah siap sembarang waktu turun
membantu, soalnya penilaiannya keliru disamping dia tidak
ingin berebut jasa dengan kedua orang ini, Bilamana kedua
orang ini menunjukan gejala2 bakal kalah, tentu Hong-Laymo-
li sudah turun tangan sejak tadi. Kini hendak bertindak
dan mencegah Say-ci-hong menggunakan Thian-mo-kay-dehtay-
hoat-pun sudah terlambat.
Kekuatan Thay-ceng-khi-kang memang menunjukkan
perubahan yang tiada taranya, samberan angin panas dingin
dari tapak tangan Kim Cau-gak tercerai berai. Tapi meski Kim
Cau-gak menyurut mundur, tapi langkah kakinya masih
mantap dan tenang, kedua hawa positip dan negatip ia
himpun kekuatannya untuk melindungi badan, cuma bertahan
tidak balas menyerang, sehingga badannya se-akan2
terbungkus oleh lapisan tembok baja yang tak kelihatan,
gempuran Thay-ceng-khi-kang Say-ci-hong ternyata tak kuasa
menjebolnya masuk.
Mencelos hati Say-ci-hong, ia insaf akan situasi yang kritis
ini, dari pada tertawan dan menjadi ejekan dan dihina musuh
lebih baik gugur dimedan laga, maka sambil kertak gigi ia
sudah kerahkan tenaga hendak putuskan seluruh urat nadi
dalam badan sendiri
Tapi suatu peristiwa yang tak terduga tiba2 terjadi, sebuah
batu besar tak jauh dari Say-ci-hong tiba2 menggelinding,
disusul ?"Blum!" dari belakang batu menyembur segulung
asap tebal, ditengah asap tebal ini sinar mas berkilau ikut
menyambar kian kemari, kontan Say-ci-hong dan Tang-hayliong
sama menjerit dan roboh.
Tampak dari bawah batu yang terbuka tadi melompat
keluar dua orang, yang didepan adalah seorang gadis
berambut panjang yang terurai, dia bukan lain adalah Giokbin-
yau-hou, asap beracun tadi adalah buah tangannya.
Ternyata dengan seorang yang lain sejak lama mereka
sudah sembunyi ditempat itu, dibawah sana adalah sebuah
lobang yang cukup lebar, lalu ditutup dengan batu besar tadi,
waktu ia mengintip keluar dari celah2 batu, dilihatnya Kim
Cau-gak terdesak mundur, tanpa diketahui bahwa Say-ci-hong
sebenarnya sudah terluka dalam yang parah, ia kira Kim Caugak
terdesak kewalahan, lekas batu penutup ia geser terus
menerobos keluar sambil menyambitkan senjata gelap
tunggalnya yang paling jahat yaitu Tok-u-kim-ciam-Iiat-yantan
(granat asap dan jarum ,mas beracun).
Tang-hay-liong dan Say-ci-hiong sama tersambit oleh
beberapa batang Bwe-hoa-ciam lagi, sudah tentu tak kuat
bertahan lagi, kontan terjungkal roboh dan jatuh se-maput,
sudah tentu Say-ciong tak mampu kerahkan tonaga untuk
putuskan urat nadi bunuh diri
Kim Cau-gak tertawa besar, serunya: "Jilian-cuncu, kiranya
kau sudah lama tiba, sebetulnya kau tak perlu turun tangan..."
belum habis kata2nya, se-konyong2 didengarnya sebuah
bentakan nyaring:
"Siluman rase yang tak tahu malu, membokong secara keji,
ada aku disini, jangan harap keinginanmu tercapai, serahkan
jiwamu!" kumandang suaranya orangnya pun datang, dia
bukan lain Hong lay-mo-li adanya.
Jadi waktu Lian Ceng-poh menyambitkan senjatanya
membokong, kebetulan Hong-lay-mo-li melompat turun dari
atas pohon, Tujuan Hong-lay-mo-li hendak merintangi Kim
Cau-gak turunkan tangan kejinya kepada Tang-hay-liong dan
Say-ci-hong, kejadian sungguh tak terduga perubahannya,
tahu2 kedua orang ini sudah terjungkal roboh terluka parah,
begitu melihat Lian Ceng-poh, keruan seperti api disiram
minyak amarahnya, tanpa hiraukan Kim Cau-gak ia luruk dulu
Giok-bin-yau-hou.
Jarak Lian Ceng-poh dengan Kim Cau-gak ada enam tujuh
tombak, Hong-lay-mo-li mendadak menubruk dari atas laksana
kilat menyamber, jauh diluar dugaan Kim Cau-gak. Tahu2
Hong-lay-mo-li sudah menukik tiba didepan mata, Ceng-kongkiam
tahu2 sudah menusuk kedadanya.
Untunglah seorang lain yang lompat keluar belakangan dari
bawah lobang itu, seorang perwira mencekal sebatang
pedang, dengan sekuatnya ia angkat pedangnya menangkis
tusukan Hong-lay-mo-li, sehingga pedang Hong-lay-mo-li
tertahan. Tapi betapa cepat permainan pedang Hong-lay-mo-li,
terdengar suara gemerantang ramai, dalam sekejap saja,
pedang kedua pihak beradu tujuh kali, terakhir suaranya lebih
nyaring dan kutunglah pedang panjang si perwira, Tujuan
Hong-lay-mo-li adalah Lian Ceng-poh. maka sebat sekali ujung
pedangnya menutul Hian-ki-hiat didada orang, begitu pas2an
tenaga tusukan yang dia guna-kan, sehingga lawan tak
tertusuk luka dan mengeluarkan darah, tapi Hiat-tonya
tertutuk. Tanpa berhenti setelah berhasil membekuk si perwira
Hong-lay-mo-li mengejar kearah Giok-bin-yau-hou. Giak-binyao-
hou segera menyambutnya dengan timpukan granat
beracunnya lagi, Hong-lay-mo-li menjengek dingin: "Kepadaku
kaupun berani m-ain2 dengan benda2 beracun!" cukup sekali
kebas dengan kebutan nya, asap tebal beracun itu seketika


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti dihempas oleh terjangan angin badai, bersama
puluhan batang jarum masnya melesat balik, Lekas Giok-binyau-
hou melejit beberapa tombak jauhnya, asap tak bisa
menerpa begitu jauh, tapi puluhan jarum itu sama memberondong
kepada tuannya sendiri, keruan kejut Giok-bin-yauhou
bukan kepalang, lekas pinggang ditekuk dengan gaya
petani bercocok disawah, badannya mendak rendah hampir
berjongkok, berbareng lengan bajunya dia kebutkan, beberapa
batang Bwe-hoa-ciam melesat dari atas kepalanya, ada
beberapa batang lagi sama menancap di atas lengan bajunya
tiada sebatang-pun yang melukai badannya.
Kepandaian Giok-bin-yau-hou memunahkan samberam
senjata gelap inipun termasuk kepandaian tingkat tinggi, tapi
hati Hong-Iay-mo-li merasa heran malah.
Heran bukan lantaran kehebatan dan keanehan permainan
silatnya ini, heran karena berbagai permainan silat yang dia
gunakan hari ini jauh berbeda dengan ilmu silat yang dia
gunakan dirumah Kongsun Ki tempo hari, tempo hari lawan
menggunakan seruling, ilmu tutuknya lihay dan menakjubkan,
sebaliknya hari ini orang secara licik menggunakan senjata
gelap, tujuannya tak lain untuk merintangi Hong-lay-mo-li
saja, supaya dirinya leluasa melarikan diri, tak nyana sekali
kebut Hong-lay-mo-li bikin senjata rahasianya mental balik
dan hampir saja senjata makan tuan.
Terpaksa ia keluarkan pedangnya untuk menangkis tusukan
pedang Hong-lay-mo-Ii, saking dahsyat benturan ini. sampai
tapak tangan pecah keluar darah dan kemeng.
Hong-lay-mo-li berhasil mendesak musuh, tapi hatinya
semakin keheranan, maklumlah sebagai ahli silat tingkat
tinggi, bukan saja dari jurus permainan orang ia dapat
membedakan perbedaan satu sama laki, kekuatan
Lwekangnyapun jauh terpautnya.
Disaat ia me-nimang2, tiba2 terasa angin dingin menerjang
datang mengarah Ling-tai-hiat dipunggung, meski Lwekang
Hong-lay-mo-li cukup tinggi, tak urung bergidik dia dibuatnya
saking kedinginan pedangnya sedang menyerang dengan tipu
ganas, sementara kebutannya sedang menyapu tak kalah
dahsyatnya, sehingga Giok-bin-yau-hou se-olah2 terbendung
jalan mundurnya, disaat pundak Giok-bin-you-hou terancam
bahaya itu karena punggung terasa dingin serta merta.
Pegangan tangan rada bergetar, sehingga ujung pedang
menusuk miring dan hanya menggores luka panjang dilengan
Giok-bin-yau-hou.
"Tang" Giok-bin-you-hou buang pedangnya terus lari terbirit2,
namun Hong-lay-mo-li tak sempat me-ngejarnya,
cemoohnya berpaling kebelakang: "Bagus! kepandaian lihay
cara membokong dari belakang."
Kiranya Kim Cau-gak menolong tepat pada waktunya,
karena jarak terlalu jauh sembari menubruk maju ia lancarkan
Hian-im-ci, ilmu tutuk dari jarak jauh menjentik kepunggung
Hong-lay-mo-li.
Tingkat kedudukan Kim Cau-gak dalam Bulim cukup tinggi,
karena terburu nafsu hendak menolong jiwa Giok-bin-yau-hou,
terpaksa dia tidak hiraukan gengsi dan pamor sendiri, main
bokong secara licik, dia kira tutukan jarinya ini pasti akan
merobohkan Hong-lay-mo-li, tak nyana bukan saja tidak
terluka, pedang orang masih mampu melukai Giok-bin-yauhou.
Mau tak mau terkesiap juga hati Kim Cau-gak, batinnya:
"Tiga puluh tahun aku tak turun gunung, tak nyana
bermunculan tokoh2 muda dari generasi mendatang. Genduk
cilik ini ternyata kuat menghadapi tingkat ke-tujuh tutukan
Siu-lo-im-sat-kang."
Karena olok2 Hong-lay-mo-li merah jengah muka Kim Caugak,
segera ia ter-bahak2 untuk menutupi rasa malunya,
katanya: "Kulihat kepandaianmu cukup lumayan, ingin aku
menjajalmu! Em, siapa namamu, siapa pula gurumu?"
Hawa murni berputar tiga putaran dalam badan, baru
Hong-lay-mo-li berhasil usir hawa dingin yang meresap
kedalam badannya, sikap wajahnya tetap kereng, kebutan
dibuat menuding, kaki maju dua langkah, katanya tawar.
"Sebutkan dulu namamu!"
Melihat sikap wajar orang lebih heran Kim Cau-gak,
katanya: "Bukankah sejak tadi kau sudah sembunyi di atas
pohon" Masakah bukan begundal Say-ci-hong, dan belum tahu
namaku?" "Dengan Say-ci-hong aku tidak pernah kenal, apalagi
mendengar namamu."
"Kau genduk ayu ini juga pandai berbohong, bukankah tadi
kau sudah dengar percakapanku dengan mereka?"
"Tidak begitu jelas, Lekas sebutkan namamu, ke-tahulah
pedangku tak membunuh kaum keroco!"
"Kau genduk ini begini pongah, baiklah pasang kupingmu
bi-r jelas, namaku kau belum pernah dengar gurumu tentunya
bukan kaum rendah, pasti dia sudah tahu, Aku adalah Kim
Cau-gak yang tiga puluh tahun yang lalu pernah malang
melintang diselatan dan utara sungai besar."
Tiha2 Hong-lay-mo-li cekikikan geli, ujarnya: "Tidak benar."
"Apanya tidak benar?"
"Namamu tidak benar!"
"Apa maksudmu, kenapa namaku tidak benar?"
"Apapun nama yang kau ambil boleh saja, justru tidak
boleh menggunakan nama Kim Cau-gak."
"Kau genduk ini tahu apa, namaku ini punya latar belakang
yang tak kau ketahui."
"Lebih baik, biar kuganti sebuah nama yang lain saja."
"Kurangajar, apa salahnya namaku ini" Kenapa kau harus
menggantinya?"
"Salah ya salah, coba kau pikir, kau bernama Kim Cau-gak,
tapi seorang pembantu Gak Hui saja kau tidak kuasa
mengungkulinya, masih tidak malu kau menggunakan nama
ini" Dulu tombak Nyo Cay-hin di Siau-siang-ho berhasil
menyodet perutmu, terhitung baik nasibmu tidak sampai
mampus, seharusnya kau bertobat dan tahu diri, belajarlah
menjadi kura2 yang bersemayam di Ki-lian-san, sebaliknya kau
masih ingin mencari gara2 disini, bukankah tidak tahu diri"
Ketahuilah hidup manusia takkan selamanya mengandal
kepada nasib baik selalu".
Dikorek boroknya masa lalu, keruan malu dan gusar Kim
Cau-gak dibuatnya, bentaknya: "Tutup mulutmu!"
Hong-lay-mo-li sebaliknya tidak tutup mulut, katanya lebih
lanjut "Kukira namamu harus diganti Kim Hu-song (Kim
menyerah kepada Song) saja, betapa banyak pahlawan2
gagah dari bangsa Song kita, lebih baik gunakan nama Kim
Hu-song saja!"
Saking murka Kim Cau-gak malah ter-loroh2, serunya:
"Ternyata genduk kau inipun tahu asal usul Lohu, memang
selama hidup Lohu hanya sekali dikalahkan oleh Nyo Cay-hin,
tapi Nyo Cay-hin sekarang sudah nvampus, panglima besarmu
Gak Hui juga sudah menjadi tanah, Song-tiau kalian, masih
punya tokoh siapa dapat mengalahkan aku?"
"Membunuh ayam masa perlu pakai golok kerbau
menundukah kau masa perlu seorang jenderal" Waktu aku
keluar pintu, guruku ada pesan, katanya ada seorang bangsat
tua bangka yang menamakan dirinya Kim Cau-gak, dulu takut
aku cari perkara kepadanya, lantas pura2 mati
menyembunyikan diri, kabar-nya sekarang dia berani keluar
kandang, jikalau dia kebentur olehmu, ringkuslah dia dan
gusur kehadapan-ku, biar kuhajar dia!"
Kim Cau-gak tertegun, bentaknya: "Apakah kau murid
Kongsun In" Tua bangka itu belum mampus?"
"Beliau masih sehat walafiat, lekas kau pura2 mati saja!"
"Sementara tidak akan kubunuh kau, undanglah gurumu
kemari." "Apa kupingmu sudah tuIi" Tak kau dengar tadi kukatakan,
guruku berpesan supaya aku membekukmu menggusur
kehadapan beliau, kau hendak menemui beliau, gampang
saja, marilah ikut aku! Cis, tidak lekas kau terima diringkus
saja?" Serasa hampir meledak dada Kim Cau gak, hardik-nya:
"Buat apa aku adu mulut dengan genduk busuk kau ini, baik,
kalau kau ini wakili kematian gurumu, biar kukirim kau
keneraka lebih dulu!" kedua tapak tangan bergerak
membundar kearah yang berlawanan terus ditepukkan
kedepan, tapak kiri terlebih dulu melontarkan segulung hawa
panas, disusul tapak tangan kanan menerbitkan segulung
hawa dingin. Dengan kelincahan badannya, sebat sekali Hong-lay-mo-li
melejit menyingkir dari terjangan kekuatan lawan, lalu dari
arah samping kebutannya digentak, seketika angin keras
menderu menahan kedua hawa panas dingin musuh, seketika
mereka serang menyerang dengan dahsyat dan sengit.
Tangan kanan Hong-lay-mo-li memainkan pedangnya
sehingga sinar pedangnya bergerak laksana sekuntum bunga,
lalu dengan sejurus Giok-li-toh-so pedangnya menusuk maju,
tipu ini kelihatannya biasa saja, topi dimana ujung pedangnya
meluncur, ternyata mengeluarkan desiran keras.
Kiranya Yo-hun-kiam-hoat yang dia kembangkan inipun
merupakan kepandaian tunggal dalam Bulim, kekuatan dan
perbawanya terang tidak lebih asor dari permainan kebutnya
yang memiliki tiga puluh enam jurus tipu2nya yang hebat Yohun-
kiam-hoat justru mengkombinasikan tenaga lunak yang
mengandung kekuatan keras dan kiat, lincah dan enteng, tapi
setiap gerak perubahannya justru mengandung kekuatan
murni yang tiada taranya, suara mendesir itu lantaran tusukan
pedangnya menembus rangsakan hawa panas dingin musuh,
sehingga hawa bergolak dan mengeluarkan suara.
Mau tak mau kaget juga hati Kim Cau-gak menghadapi
rangsakan gencar dari perpaduan kedua ilmu lawannya ini,
lekas ia kerahkan Lwekangnya dan kembangkan Im-yang-ngoheng-
ciang setaker kemampuan-nya, sekeliling badannya
dilingkupi hawa panas dingin laksana dinding yang tak
kelihatan, tiga kaki didepan badannya, pedang Hong-lay-mo-li
tentu tergetar balik, maka suara mendesis itu semakin keras
seperti kacang digoreng diatas wajan: semakin keras semakin
ramai, lama kelamaan kedua pihak sama mencelos.
Hong-lay-mo-li berpikir: "Kepandaian Kim-lian-lo-koay
memang hebat dan teramat sesat, kalau aku tidak bisa
menyelesaikan pertempuran dalam waktu dekat, mungkin aku
bisa tersiksa oleh tekanan panas dingin kekuatan musuh."
sebaliknya Kim Cau-gak juga membatin: "Jikalau dia kuat
bertahan sampai seratus jurus, kemana muka ku harus
kutaruh" Dilanjutkan terlalu lama tidak menguntungkan
bagiku, aku harus cari cara untuk segera mengalahkannya."
maklumlah Kim Cau-gak barusan sudah bertempur sengit,
terutatama melawan gempuran dahsyat Thian-mo-kay-dehtay-
hoat Say ci-hong tadi menguras tidak sedikit tenaganya,
paling tidak tiga bagian Lwekangnya sudah susut, apa lagi ia
kuatir sedikit lena, Hong-lay-mo-li pasti berkesempatan
menerjang masuk kedalam pertahanannya
Kedua pihak punya tekad yang sama untuk menyelesaikan
pertempuran dalam waktu singkat, maka serang menyerang
semakin sengit dan cepat, semakin tegang lagi.
Suatu ketika Kim Cau-gak sengaja bergerak lambat
menunjukkan lobang, sembari miringkan tubuh memukulkan
tapak tangan, sehiingga ketiak kirinya terbuka, Hong-lay-mo-li
cukup paham bahwa musuh s-sngaja menunjukan tempat
terbuka untuk memancing dirinya, tapi ia percaya akan
kecepatan gerak pedangnya yang lincah dan cekatan, "sret"
pedangnya menusuk, ditengah jalan tiba2 berputar "Cret"
tahu2 ketiak kanan Kim Cau-gak yang diincarnya, baju Kim-
Cau-gak tertusuk berlobang dan tergores turun memanjang.
"Kena!" berbareng Kim Cau-gak menghardik, "creng"
jarinya menjentik diujung pedang lawan, inilah puncak
kepandaian Lu-sin-ci dari aliran Siapay, seketika Hong-lay-moli
rasakan tapak tangannya panas seperti disentuh bara terus
merambat keseluruh badan.
Melihat usaha gempuran dengan kedua hawa panas
dinginnya yang hebat itu tak membawa hasil, sengaja Kim
Cau-gau gunakan cara berbahaya ini untuk menggunakan ilmu
Kek-bu-jo-an-kang (menyalurkan tenaga melalui benda), suhu
panas yang dikeluarkan dari Lui-sin-cinya ini melalui ujung
pedangnya merangsang keseluruh badan Hong-lay-mo-li.
Kedua pihak sama2 cidra, tapi Kim Cau-gak hanya
menderita luka2 Iuar, sebaliknya hawa panas musuh yang
berbisa meresap kedalam badan, sudah tentu kerugian Honglay-
mo-li lebih besar.
Terpaksa Hong-lay-mo-li harus mundur dan menarik balik
pedangnya, lincah sekali kakinya sudah menggeser
kedudukan, disaat ia merangsak lagi, Kim Cau-gak keburu
lontarkan sekali pukulannya pula, pukulan ini ia gunakan Siulo-
im-sat-kang, hawa dingin luar biasa segera menerpa
datang, tanpa kuasa Hong-lay-mo-li bergidik kedinginan.
Kim Cau-gak ter-loroh2 kesenangan, serunya: "Genduk
kecil tahu kelihayanku belum " Angkatlah aku jadi gurumu,
aku boleh ampuni..." belum sempat dia selesaikan kata2
"ampuni jiwamu", tiba2 terasa samberan angin silir2
menerjang mukanya.
Ternyata Hong-lay-mo-li salurkan tenaga saktinya, sekali
sentak, benang2 kebutannya ia timpukan sebagai senjata
rahasia, setajam jarum2 halus menerjang kearah Kim Caugak.
sebetulnya dengan perlindungan kekuatan Lwekang
panas dinginnya pertahanan Kim Cau-gak laksana dinding baja
yang tak kelihatan, tapi karena tertawa kesenangan, sehingga
tenaga pertahanannya sedikit kendor, apalagi benang2
kebutan itu begitu lembut dan lunak, tanpa mengeluarkan
suara tahu2 berhasil menyusup kedalam bendungan
pertahanannya. untunglah Kim Cau-gak segera merasakan
gejala2 yang tak normal dari pusaran kekuatan pertahanan
hawa panas dinginnya, benang2 kebutan yang semestinya
mengincar kedua matanya, lekas ia gunakan Hong-tiam-thau,
sehingga hanya sebelah kuping-nya saja yang tembus
berlobang, seperti ditindik, Keruan bukan kepalang gusar Kim
Cau-gak, mulutnya ber-kaok2, tenaga pukulan segera
dipergencar, tumpuan Im-yang-ngo-heng-ciang yang
diyakinkan selama ini dia boyong seluruhnya, tapak tangan kiri
melontarkan pukulan Siu-lo-im-sat-kang, sementara tangan
karuan sekaligus menggunakan dua ilmu, entah pukulan Bikliu-
ciang atau tutukkan Lui-sin-ci, kekuatan serangannya
semakin ganas. Dibawah gencetan kedua kekuatan panas
dingin ini, Hong-lay-mo-li terdesak mundur beberapa langkah.


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah mengalami pertempuran sengit, Lwekang Kim Caugak
kira2 setanding dengan Hong-lay-mo-li, tapi kini Hong-laymo-
li terserang hawa panas dari dalam, tenaga murni harus
terpecah untuk menghadapi rangsangan luar dalam, lambat
laun ia menjadi kewalahan dan terdesak.
Semakin bertempur kedua belah pihak bergerak semakin
cepat dan seru, semakin lama Hong-lay-mo-li rasakan
badannya semakin panas, sementara hawa dingin yang
merangsang diluar badan serasa membekukan kulit
dagingnya, sungguh tak tertahan badannya hampir menggigil.
Menghadapi tekanan berat ini mau tak mau Hong-lay-mo-li
harus pilih melawan terus sampai mati atau segera menyingkir
dulu sementara, mengandal Ginkangnya yang tinggi, tak sukar
dia melarikan diri, tapi kalau dia tinggal pergi jiwa Tang-hayliong
dan Say-ci-hong jelas takkan tertolong lagi.
Say-ci-hong melihat keadaan gawat Hong-lay-mo-li,
teriaknya: "Liu Lihiap, kalau gunung tetap menghijau, tak usah
kuatir kehabisan kayu bakar, silakan pergi ke Kanglam
menyampaikan kabar buruk kami".
Disaat Hong-lay-mo-li masih ragu2, Kim Cau-gak sudah
membentak: "Mau lari kemana?" gelombang dingin laksana
badai, hawa panas serasa membakar bumi, jalan mundur
Hong-lay-mo-li seketika tertutup rapat
Disaat2 genting itulah, sekonyong2 terdengar alunan suara
seruling yang melagukan nyanyian lincah merdu menyejukan
badan, Mau tak mau Hong-lay-mo-li terkejut hatinya, ia tahu
Bu-lim-thian-kiau sedang mendatangi.
Pikirnya: "Entah apa maksud kedatangan Bu lim-thian-kiau,
kalau dia bantu Kim-lian-lo-koay, jiwa kami bertiga jelas
takkan tertolong lagi," betapapun Bu-lim-thian-kiau dari suku
Nuchen, Hong-lay-mo-li sedang terdesak dibawah angin,
kedatangan orang begini mendadak, hatinya semakin gundah
dan was2. irama seruling semakin merdu nyaring dan melapangkan
perasaan, tak lama kemudian bayangan Bu lim-thian-kiau
sudah muncul dari hutan dan tiba di-pinggir gelanggang.
Karena hati kurang tentram tanpa disadari permainan
Hong-lay-mo-li menjadi kacau, Aneh, ternyata Kim-liam-lokoay
sendiri sedang mengunjuk rasa heran dan melongo,
hatinya seperti lebih tidak tentram, kekuatan pukulannya yang
hebat tadipun mengendor.
Kejadian berlangsung amat cepat, cepat sekali Hong-laymo-
li sudah menyadari akan lobang kelemahannya, dari
bertahan kini dia balas menyerang, keadaannya yang serba
runyam tadi berhasil diatasi.
Lagu seruling menyuarakan lengking nada yang tinggi
seperti menembus kelangit, Kim Cau-gak semakin
memperlihatkan mimik gugup dan gelisah, langkah kakinyapun
mulai kacau, sebetulnya merupakan kesempatan baik untuk
Hong-lay-mo-li mengundurkan diri, tapi melihat keadaan
lawan, hatinya heran dan tak habis mengerti, lenyaplah
keinginan untuk lari.
Tiba2 suara seruling berhenti, Bu-lim-thian-kiau
menghampri ketempat perwira yang tertutuk Hiat-tonya oleh
Hong-lay-mo-li, dengan ujung serulingnya dia buka tutukan
Hiat-tonya, katanya tertawa: "Wah, senang ya hidupmu
sekarang, sudah naik pangkat, menjadi jendral gerilya?"
Tersipu2 perwira itu membungkuk dalam memberi hormat
kepada Bu-lim-thian-kiau, mimiknya kikuk risi dan runyam,
katanya: "Terima kasih akan pertolongan tuan muda!" lalu ia
tanggalkan topi dan jubah kebesarannya, dibanting dan
diinjak2, katanya gelisah:
"Harap tuan muda memberi hukuman, selanjutnya hamba
takkan lari lagi,"
"Ah tidak apa2, menusia manjat ketempat tinggi, air
mengalir ketempat rendah, kau sudah jadi jenderal gerilya,
sudah tentu lebih senang dari pada menjadi kacungku."
"Ampun tuan muda, sudilah kiranya memaafkan
kesalahanku, selanjutnya biar aku tetap menjadi kacungmu
saja." "Bukankah kau bersama Jilian-cuncu, dimana dia?"
"Jianlian-cuncu sudah pergi, dia, dia terluka oleh tusukan
pedang iblis perempuan itu."
"Sungguh tak kebetulan, selalu bila aku tiba dia lantas
pergi." lalu katanya dengan kereng: "Kalau kau ingin ikut aku,
selanjutnya jangan banyak petingkah diluaran! Lekas pulang,
tak perlu kau banyak urusan disini."
Perwira itu mengiakan berulang2, tersipu2 ia lari turun
gunung. ---------------
Dengan jalan apa Hong-Iay-mo-Ii mengalahkan bangkotan
tua Kim Cau-gak" Apakah dia tetap bermusuhan dengan Bu
lim-thian-kiau"
Adakah perbedaan Giok-bin-yau-hou yang bersenjata
pedang dan seruling"
Dengan muslihat apa pula Kongsun Ki membunuh istrinya
Siang Pek-hong"
(Bersambung ke bagian 7)
Bagian 07 Baru sekarang Hong-lay-mo-li tahu bahwa Giok-biin-yauhou
punya she rangkap, yaitu Jilian, marga dari suku bangsa
Nuchen, Tapi diantara bangsawan negeri Kim tiada orang
yang punya she Jilian, memangnya siapa pula yang
mengangkatnya menjadi Cuncu (setingkat Bupati)"
Tengah Hong-lay-mo-li ber-pikir2, dilihatnya Bu-lim-thiankiau
sedang menghampiri Tang-hay-liong dan Say-ci-hong,
keruan lebih besar rasa kaget hatinya, kembali permainannya
menjadi kacau, untung Kim Cau-gak masih dalam keadaan
linglung memecah perhatian memperhatikan gerak gerik Bulim-
thian-kiau, kembali orang menyia2kan kesempatan yang
baik ini. Tak urung disaat sedikit lena, segulung hawa dingin
kembali meresap kedalam salah satu Hiat-tonya, seketika ia
bergidik kedinginan, tapi pikirannya malah sadar dan jernih,
lekas ia berhasil menutup kembali lobang kelemahannya,
Dengan berseri tawa selangkah demi selangkah Bu-limthian-
kiau menghampiri kedepan Tang-hay-liong dan Say-cihcng.
Kedua orang ini sedang duduk jajar samadi
mengerahkan hawa murni untuk berusaha mengusir hawa
beracun, lambat laun Lwekangnya sudah pulih sedikiti demi
sedikit, melihat Bu-lim-thian-kiau mendatangi tanpa barjanji
keduanya mendadak sama memukulkan kedua tapak tangan,
keduanya tokoh2 kosen yang berkepandaian tinggi, meski
turun tangan dengan sisa tenaga, kekuatan gabungan mereka
masih cukup menggempur batu dan melukai orang,
Bu-lim-thian-kiau tertawa, katanya: "Kalian tak perlu curiga,
aku akan menyembuhkan luka2 saja."
Sikapnya wajar senyum simpulnya masih terkulum,
ditengah damparan pukulan angin yang cukup hebat itu, Uba2
badannya berkelebat tiba didepan Tang-bay-Hong. Sudah
tentu Tang-hay-liong tidak mau per-caya, baru saja hendak
melompat bangun mengadu jiwa, gerakan Bu-lim-thiaw-kiau
lebih cepat, tahu2 tangan orang sudah menekan pundaknya,
sedang Say-ci-hong belum lagi berkeputusan melihat
Toakonya di-tundukan orang baru ia terkejut, tapi sebelah
tangan Bu-Iim-thian-kiau tahu2 pula sudah menahan
badannya. Dalam sekejap, terasa oleh Tang-hay-liong segulung arus
hangat merembes masuk kedalam badannya lewat tapak
tangan orang, terus mengalir deras kese-luruh badannya dan
akhirnya berkumpul dipusar, seketika badan terasa segar
pikiran jernih dan bangkit pula semangatnya, Tang-hay-liong
terkena pukulan Siu-lo-im-sat-kang Kim Cau-gak, badannya
terserang hawa dingin yang beracun, dimana arus hangat ini
tiba rasa dingin seketika sirna, lekas Tang-hay-liong bantu
dengan kekuatan Lwekang sendiri untuk memperlancar dan
mempercepat kerjanya arus hangat ini, tak lama kemudian
hawa dingin sudah terusir seluruhnya, kesehatan pulih seperti
sedia kala dan pulih pula kepandaiannya.
Say-ci-hong terluka oleh tutukan Lui-sin-ci Kim Cau-gak,
badannya seperti dipanggang diatas tungku, dalam sekajap
ini, terasa hawa panas yang amat gerah itu semakin susut,
badan seperti dikipas dengan angin sepoi2 dingin, enak dan
nyaman sekali, hampir bersamaan dengan Tang-hay-Iiong,
suhu panas yang merangsang badannya pun sudah terusir
habis, kepandaian dan Lwekangnya pulih kembali.
Baru sekarang mereka sadar bahwa Bu-lim-thian-kiau
benar2 membantu mereka dengan Lwekang tingkat tinggi,
mengusir racun menyembuhkan luka2. Bahwa sekali bekerja
Bu-lim-thian-kiau bisa bantu mereka mengusir dua macam
hawa beracun, Lwekang tingkat tinggi yang sakti mandraguna
seperti ini, sungguh hebat dan menakjupkan, mereka sudah
cukup ternama dan tinggi kepandaiannya, tapi mau tak mau
merasa takjub luar biasa, kagum dan kaget pula.
Bu-lim-thian-kiau tersenyum, katanya: "Silakan kerahkan
tenaga murni berputar tiga kali dalam badan, bibit bencana
dikelak kemudian bisa dilenyapkan sekalian." tanpa menunggu
pernyataan terima kasih, lekas ia putar badan, menghampiri
kegelanggang pertempuran Kim Cau-gak melawan Hong-laymo-
li. Selama ini Kim Cau-gak selalu perhatikan gerak gerik Bulim-
thian-kiau, melihat orang menghampiri seketika membesi
hijau raut mubanya, sambutnya dingin: "Tam-pwe-cu, apa sih
maksudmu sebenarnya?"
"Kim-losian-sing, kaupun boleh beristirahat saja."
Baru sekarang Hong-lay-mo-li tahu marga Bu-Iim-thiankiau,
pikirnya: "Kiranya dia pangeran negeri Kim dari marga
yang lain, tak heran waktu dipuncak Thaysan tempo hari,
secara diam2 ia melindungi Wan-yan Liang," sampai disini
bercekat hatinya, pikirnya lebih lanjut:
"Sebagai pangeran negeri Kim, jelas takkan bantu aku, Dia
suruh tua bangka ini berhenti, apakah dia hendak tantang
bertanding lagi dengan aku?"
Sebaliknya mendengar kata orang Kim Cau-gak kaget dan
gusar pula, katanya dengan suara berat:
"Tam-pwecu, meski kau tidak punya kecocokan dengan
Hongsiang, mana boleh kau malah berkiblat kepada musuh
bangsa" iblis perempuan ini adalah musuh negeri Kim kita,
apa kau tidak tahu?"
Bu-lim-thian-kiau menghela napas, ujarnya: "Kalian hanya
tahu mencari musuh dengan bangsa Han, justru urusan
negara bakal rusak ditangan kaum dorna seperti kalian ini."
"Baik, jadi kau memang hendak berontak dan bantu iblis
perempuan ini?"
Bu-lim-thian-kiau tertawa sinis, ujarnya: "Aku tak perlu
sepandangan dengan kau. Ku suruh kau berhenti adalah
maksud baikku, tahukah kau" Memangnya kau kira aku punya
tempo untuk jajal2 dengan kau?"
Lega hati Kim Cau-gak, pikirnya: "Betapapun kau toh
pangeran negeri Kim, tidak berani berkiblat kepada musuh,
Hm, hm, asal kau tak turun tangan, kemenangan bakal bisa
kucapai dengan gemilang."
Bu-lim-thian-kiau seperti bisa meraba jalan pikir-annya,
jengeknya dingin: "Kau kira kau tandingan Liu Lihiap" Kusuruh
kau berhenti lantaran demi gengsi dan pamor bangsa Kim kita,
juga demi pribadimu. Usiamu setua ini, bila terkalahkan oleh
nona semuda ini, kau tidak tahu malu, akulah yang bersedih!
Kau tidak menerima kebaikanku, malah anggap aku bertujuan
buruk?" Saking gusar serasa indra Kim Cau-gak mengepulkan uap,
serunya setelah tertawa loroh2: "Tam-pwecu, julukanmu Bulim-
thian-kiau, aku orang she Kim bukan kaum keroco! jangan
kau pandang orang dari sela2 pintu sehingga orang kau
pandang gepeng, Lihat saja buktinya! Silakan kau mundur
jauh sedikit! jikalau genduk cilik ini kuat bertahan seratus
jurus, boleh kau hapus nama Kim yang aku pakai."
"Baik, biar aku menyingkir dan menonton saja. Semoga kau
bisa menang, cuma mampukah kau menang tergantung dari
kau sendiri." menggendong tangan ia menyingkir rada jauh
dengan menengadah memandang langit
Hong-lay-mo-li kira orang sengaja berpeluk tangan hendak
melihat dirinya dikalahkan secara konyol, seketika hatinya naik
pitam, watak kerasnya seketika berkobar, pedang dan kebutan
segera ia mainkan dengan gencar, jiwapun dipertaruhkan,
serang menyerang dengan sengit dan keras lawan Kim Caugak.
Dengan kekerasan hati dan rangsakannya yang hebat Kim
Cau-gak cukup kerepotan dan mencelos hatinya, "Bocah ini
sudah terserang hawa panas, namun masih bisa bertempur
begini sengit, memang tak boleh kupandang rendah!"
Demi unjuk gigi dihadapan Bu-lim-thian-kiau, segera Kim
Cau-gak kembangkan permainannya lebih hebat dan dahsyat.
Telapak tangan kanan menggunakan Bik-lik-ciang dan Lui-sinci,
sementara telapak tangan kiri melontarkan kekuatan Siu-loim-
sat-kang, gelombang panas dan damparan angin dingin
sama merangkak hebat Bu-lim-thian-kiau berpeluk tangan
menonton saja, karena tiada sesuatu yang dikuatirkan maka
serangannya dipergencar dan bertambah kuat
Betapapun Lwekang Hong-lay-mo-li setingkat lebih rendah,
badan terangsang hawa panas berbisa lagi, disamping harus
ber-jaga2 dari gelombang panas dan damparan angin dingin
Kim Cau-gak, dia harus kerahkan hawa murni untuk mengusir
hawa beracun dalam badannya, meski dia sudah kembangkan
seluruh kemampuannya, betapapun tenaga tidak memadai
tekad juangnya.
Tapi mengandal keteguhan dan semangat tempurnya yang
berkobar, dia masih tetap menyerang dengan cepat, lahirnya
masih belum kelihatan kelemahannya.
Kini Tang-hay-liong dan Say-ci-hong sudah sama sembuh
tanpa merasa keduanya melangkah mendekati gelanggang,
mereka adalah tokoh kosen kelas wahid, sudah tentu dapat
melihat titik kelemahan Hong-lay-mo-li yang mulai terdesak,
kalau pertempuran dilanjutkan sebentar lagi tentu kena
dirugikan, diam2 gugup dan gelisah hati Tang-hay-liong, dia
sedang ragu2 untuk maju membantu.
Tiba2 Bu-lim-thian-kiau menghampiri kedepan mereka,
katanya lersenyum: "Pertandingan ini, jarang bisa kita
saksikan dalam jaman sekarang, Silakan kalian sama
menikmatinya bersamaku." maksudnya supaya mereka
berpeluk tangan jangan ikut campur.
Semakin tempur gerak gerik Hong-lay-mo-li semakin cepat,


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebutannya tiba2 terkembang tiba2 kuncup, laksana bidadari
menyebar kembang, laksana ular sanca mengamuk mencari
lobang, perubahannya malang melintang tak menunjukan
gambaran yang menentu, permainan jurus2 Kim Cau-gak
sebaliknya mulai lambat, setiap pukulan tapak tangannya
dilontarkan dengan gerakan pelan2, tapi damparan pukulan
angin-nya seperti gelombang pasang, mengeluarkan suara
ramai seperti damparan ombak menerjang pantai, kekuatan
dan kehebatannya sungguh bikin hati orang mencelos.
Tang-hay-liong dan Say-ci-hong cukup paham, lantaran
serangan lawan terlalu gencar dan hebat, Hong-lay-mo-li
dipaksa menyerang dengan cepat untuk mempertahankan diri
dengan sendirinya cara tempurnya ini semakin menguras
tenaga, sedikit lena saja tentu musuh akan menyergap
dengan telak. Serasa hampir meledak dada Tang-hay-liong, diam2
seruling Bu-lim-thian-kiau mengalun lincah mengiringi gerak
gerik Hong lay-mo-Ii yang menyerang musuh dengan ilmu
pedangnya, ia mempersiapkan diri, bila keadaan cukup
genting, tanpa hiraukan segala akibatnya dia siap menubruk
maju membantu, seumpama Bu-lim-thian-kiau merintangi,
diapun takkan peduli lagi.
Disaat Tang-hay-liong amat tegang dan berkeringat dingin
telapak tangannya, sikap Bu-lim-thian-kiau malah adem ayem,
serunya: "Bagus, bagus! serangan laksana beledek
menyamber, pertahanan serapat benteng baja, kepandaian
silat sehebat ini, sungguh kapan manusia bisa melihatnya"
Biarlah akupun iringi kalian dengan irama serulingku untuk
menyemarakan pertempuran ini," lagu serulingnya segera
kumandang dengan halus mengalun mengasyikkan.
Kalau Tang-hay-liong uring2an, Say-ci-hong yang teliti
dapat menangkap lagu seruling serasi mengiringi gerak
serangan setiap jurus Hong-lay-mo-li dengan baik, diam2
hatinya ikut mendelu.
Kejadian memang aneh, begitu lagu seruling kumandang,
situasi pertempuran seketika berubah, Sikap dan gerak gerik
Hong-lay-mo-li lambat laun semakin tenang dan wajar,
kebutannya diayun dan bergerak laksana air mengalir mega
mengembang: Hawa pedang sebaliknya bergolak, cahayanya
semakin mencorong menyala laksana naga bermain burung
Hong menari. Gerak badannya lincah gemelai, serangan tipu2 pedang dan
kebutannya amat serasi, Jauh berbeda dari sikap dan gerak
geriknya tadi yang keripuhan dan gugup.
Sebaliknya sikap Kim Cau-gak sekarang semakin prihatin,
kedua tapak tangannya melontarkan pukulan ber-ulang2,
gulung menggulung seperti gelang berantai, gelombang panas
dan damparan angin dingin melingkup, udara, Tang-hay-liong
yang berdiri tujuh delapan tombak diluar gelanggangpun
masih rasakan damparan panas dingin yang menyamber
bergantian. Sebagai seorang ahli, Tang-hay-liong dapat melihat
kegugupan hati Kim Cau-gak, sampaipun hawa murninya-pun
tak bisa dipusatkan lagi. Oleh karena itu kekuatan pukulan
panas dinginnya tidak terkendali sukar dihim-pun, lama
kelamaan luber dan berkembang luas memperlemah
pertahanan sendiri itu berarti bahwa Im-yang-ji-khi, sudah
tidak bisa dia pusatkan untuk menghadapi Hong-lay-mo-li.
Ternyata lagi2 seruling Bu-lim-thian-kiaulah yang pegang
peranan, irama serulingnya mengiringi gerak gerik Hong-laymo-
li begitu serasi dan cocok satu sama lain, seperti penari
yang berlenggang longgong menurut irama lagunya, justru
setiap pergantian ritme2 dan nada lagunya merupakan
petunjuk yang berarti didalam melaksanakan strategis serngan
permainan kombinasi pedang dan kebutan Hong-lay-mo-li.
Mendengar lagu seruling seketika bangkit semangat Honglay-
mo-li, lama kelamaan irama seruling berpadu dengan jiwa
raganya, maka gerakan tipu2 serangan kedua senjatanya yang
lihay dan hebat memberondong tak putus2! Dipihak lain Kim
Cau-gak justru terganggu mendengar suara lagu seruling, hati
semakin gundah dan gelisah, semangat dan kekuatan tenaga
dalamnya sukar dipusatkan.
Mimpipun Kim Cau-gak takkan pernah menduga Bu-limthian-
kiau bisa gunakan irama serulingnya untuk bantu Honglay-
mo-li secara diam2. Tapi pertempuran sudah memuncak
pada babak yang menentukan, Bu-lim-thian-kiau tidak
membantu secara terang2an, jangan kata Kim Cau-gak sudah
tidak mampu pecah perhatian untuk bicara, seumpama bisa,
paling2 hatinya marah dan mendongkol tapi tak berani
berbuat apa2. Ditengah serang menyerang yang sengit dan tegang itu,
sekonyong2 Kim Cau-gak menggerung keras, ternyata
pundaknya kena tertusuk pedang Hong-lay-mo-li! Seru Kim
Cau-gak setengah menggembor.
"Bagus, Tam-pwecu, baik ya kau!" tiba2 badannya melejit
mundur beberapa tombak terus menjatuhkan diri
menggelundung kebawah lereng bukit, terus lari sipat kuping
secepat angin. Bu-lim-thian-kiau berkata dingin: "Sudah kukatakan kau
bukan tandingannya, bagaimana buktinya" Kepandaianmu
sendiri yang tidak becus, kenapa salahkan aku?"
Tang-hay-liong bergelak2 sambil tepuk tangan, serunya:
"Ki-lian-lo-koay, lebih baik kau turuti petunjuk Liu-lihiap,
selanjutnya ganti nama saja! Kim Cau-gak harus diganti Kim
Hu-song!" Bu-lim-thian-kiau tertawa tawar, katanya: "Negeri Song
atau Kim sama2 punya tokoh2 kosen, tergantung baik buruk
sepak terjang masing2 orang, jadi tidak perlu siapa harus
tunduk kepada siapa." baru sekarang Tang-hay-liong sadar
bahwa Bu-lim-thian-kiau adalah pangeran negeri Kim, barusan
mulutnya sudah kelepasan omong,
Hati Hong-lay-mo-li cukup paham, diam2 hatinya mendelu,
sungguh ia tak habis mengerti kenapa Bu-lim-thian-kiau
membantunya secara diam2" Waktu ia berpaling dilihatnya
Bu-lim-thian-kiau sedang mengawasi dirinya seperti tertawa
tidak tertawa. Merah muka Hong-lay-mo-li, seharusnya dia maju
menghaturkan terima kasih, namun dalam keadaan serba
runyam dan kikuk ini, cara bagaimana dia harus membuka
mulut" Waktu itu Tang-hay-liong dan Say-ci-hong maju bersama
menghaturkan terima kasih kepadanya, lebih merah muka
Hong-lay-mo-li, katanya: "Bukan kepadaku kalian harus
berterima kasih, silakan..." belum habis kata2nya, Bu-limthian-
kiau tiba2 bersuara: "Urusan disini sudah usai, maaf aku
pamit lebih dulu."
Hong-lay-mo-li melongo, Bu-lim-thian-kiau sudah
melangkah bagai terbang turun gunung, dari kejauhan
terdengar senandungnya disusul alunan irama serulingnya.
Sebentar Hong-lay-mo-li melongo, tiba2 badannya melejit
jauh, cepat sekali badannya meluncur kesana mengejar
bayangan orang, Banyak persoalan yang mengganjel dalam
sanubarinya, tibalah kesempatan kini untuk minta penjelasan
langsung kepada Bu-lim-thian-kiau, maka tak sempat ia
pikirkan adat istiadat, lupa pamitan kepada Tang-hay-liong
dan Say-ci-hong.
Hong-lay-mo-li tahu Ginkang Bu-lim-thian-kiau tidak lebih
rendah dari dirinya, kuatir tidak bisa menyusup ia kerahkan
seluruh tenaga dan kemampuan-nya, untunglah setelah
membelok sebuah selokan gunung, tampak Bu-lim-thian-kiau
sedang melangkah pelan2 didepan sana. sebetulnya dia
hendak berteriak memanggil, namun hatinya gundah dan
gugup, entah bagaimana dia harus buka mulut.
Untunglah Bu-lim-thian-kiau sudah putar badan dan
menyapa lebih dulu dengan tertawa: "Liu Lihiap, masa kau
masih belum puas dan ingin bergebrak lagi dengan aku?"
"Kau bukan musuhku, paling tidak hari ini bukan, tanpa
sebab kenapa aku harus cari perkara kepada-mu?" Hong-laymo-
li menjawab secara diplomasi.
"Nah, sudah tahu kau sekarang, bukan setiap orang negeri
Kim adalah musuhmu?"
Merah muka Hong-lay-mo-li, katanya: "Terima kasih iringan
lagu serulingmu, Kalau tanpa bantuanmu..."
"Kaupun sudah membantu aku, kita boleh dikata saling
membantu."
Hong-lay-mo-li melengak, tanyanya: "Masa?"
"Akupun benci terhadap Kim lian-lo-koay, sejak dulu
leluhurku menggunakan tenaganya, ini bukan keuntungkan
negeriku, sebaliknya malah bakal menimbulkan bencana, Tapi
aku tak enak menghajarnya, Hari ini kau menggebahnya
sampai lari lintang pukang, terhitung melampiaskan
kedongkolan hatiku."
"Kau tidak takut dia mengadu biru dihadapan Rajamu?"
"Sejak lama toh aku sudah menjadi buronan pemerintah
negeriku."
"Kenapa?"
"Karena sejak mula aku menentang Wanyan Liang menjadi
raja." Hong-lay-mo-li tidak menyangka orang bicara blak2an
secara jujur terhadap dirinya, sekilas melengak, lantas
tertawa: "Sepak terjangmu memang aneh dan susah dijajagi?"
"Kau maksudkan peristiwa dipuncak Thaysan tem-po hari"
Bahwasanya kejadian itu tidak perlu dibuat heran, aku
menentang dia jadi raja adalah persoalan lain, tapi raja negeri
Kim kita se-kali2 pantang terbunuh oleh kau! Dulu salah
seorang raja negeri Song kalian pernah tertawan oleh negeri
Kim kita, kalian bangsa Song anggap merupakan suatu
penghinaan yang terbesar, jikalau raja kita sampai terbunuh
olehmu, betapa aku tak kan merasa suatu penghinaan?"
"Bangsa Nuchen menjajah negeri Song kita, membantai
rakyat negeri Song kita pula, sebaliknya kita tak pernah
menjajah dan main agresi terhadap negeri Kim kalian."
"Disitulah letak dari titik tolak kenapa aku menentang
Wanyan Liang menjadi raja, Dia bukan saja bertujuan
mencaplok teri, malah hendak melalap kakap sekalian, dia
sudah bertekad pada musim rontok tahun ini, hendak
merayakan musim semi di kota raja negeri Song kalian, yaitu
Ling-an, hal ini kaupun sudah tahu."
Hong-lay-mo-li merasa diluar dugaan, katanya: "Tak nyana
dalam menghadapi persoalan ini, kami mempunyai maksud
tujuan yang sama, sama2 menentang raja negerimu."
Bu-lim-thian-kiau menghela napas, katanya rawan:
"Wanyan Liang mengerahkan pasukan besar2an, rakyat negeri
Song secara langsung yang mengalami penindasan dan
penderitaan, memangnya manfaat apa pula yang dirasakan
oleh rakyat negeri Kim kita" Bukankah mereka sama saja
mengalami perpisahan keluargaan, sawah ladang terlantar?"
Kejut, heran dan tak terduga sama sekali oleh Hong-laymo-
li mendengar uraian Bu-lim-thian-kiau yang mencurahkan
isi hatinya secara lapang dada. Baru sekarang pula dia betul2
menyelami dan memperoleh pengertian yang mendalam
tentang pribadi, watak dan pambek Bu-lim-thian-kiau.
Bu-lim-thian-kiau sendiripun ber-kaca2 matanya, tiba2 ia
terloroh tawa keras, katanya: "Ah, betapa ceroboh aku ini,
belum lagi aku tanya maksud kedatanganmu lantas, nerocos
soal politik, soal kenegaraan yang merisaukan ini, Baiklah,
sekarang giliranku tanya kau apa maksud kedatanganmu?"
Sebentar Hong-lay-mo-li memenangkan pikiran, katanya
kemudian: "Terima kasih kau sudi membeber isi hatimu
kepadaku, memang itulah persoalan yang selalu mengganjel
dalam relung hatiku dan tak enak kuajukan, Kalau tidak kau
jelaskan, mungkin selamanya aku tetap pandang kau sebagai
musuh." Setelah tertawa geli, dia menyambung: "Sekarang aku ingin
tanya persoalan pribadimu, entah sudikah kau beritaku
kepadaku?"
"Silakan berkata."
"Apakah kau sudah kenal baik dengan Susoku" Dimana dia
sekarang?"
"Malam itu aku muncul di Siang-keh-po, kebetulan
menolong Susomu, tentu kau merasa heran, benar tidak"
suhengmu jahat dan punya tujuan keji, kukira karena malu
menjadi gusar, tentu dihadapanmu dia memfitnah orang semena2?"
Bu-lim-thian-kiau dapat menduga kejadian dengan tepat,
Hong-lay-mo-li benar2 tunduk lahir batin, tapi keburukan
rumah tangga tak enak dibeber dihadapan orang luar,
terpaksa dia tidak bisa memberi penjelasan merah jengah
mukanya. Bu-lim-thian-kiau berkata: "Tentang rahasia ini boleh
kuberitahu kepada kau, Dengan Susomu selamanya aku belum
pernah kenal, tapi dia terhitung Su-ciku, ada dua tujuan aku
Pedang Darah Bunga Iblis 3 Amarah Pedang Bunga Iblis Karya Gu Long Pendekar Kembar 1
^