Pendekar Latah 8

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 8


telah menolong jiwanya, meski dia sendiri tidak meyakinkan
Tay-yan-pat-sek ini dengan suka rela, namun kenyataan dia
sudah meyakinkan dengan mendalam, mau diibuangpun tak
mungkin lagi. Sedang Siang Ceng-hong adalah orang yang memberi
petunjuk dan memperlihatkan gambar ajarannya itu, umpama
orang tidak mengagulkan diri sebagai guru, namun menurut
aturan Bulim sudah termasuk angkatan tua dari perguruan
Khing Ciau, orang boleh saja memerintah Khing Ciau untuk
mendengar petunjuknya Apalagi sekarang orang telah
menolong jiwanya, meski hati Khing Ciau tidak senang, dia toh
tidak bisa melawannya, setelah mendengar ucapan orang
Khing Ciau mandah masrah nasib saja.
Sekali raih Siang Ceng-hong pegang urat nadi
dipergelangan tangan Kheng Ciau, keruan Kheng Ciau
terperanjat belakangan baru ia tahu orang sedang memeriksa
penyakitnya. Setelah memeriksa urat nadi siang Ceng-hong berkata:
"Kau sudah pingsan dua hari dua malam, meski hawa murni
melindungi jantung dan sudah makan obatku, tapi racun itu
teramat lihay, untuk membersihkan sisa kadar racun yang
mengeram dibadan perlu kau gunakan saluran tenaga
dalammu untuk mengusirnya keluar sekarang dengarlah
petunjukku, biar aku bantu kau sekali lagi." lalu dia genggam
kedua tangan Khing Ciau, Khing Ciau sendiri sudah kehabisan
tenaga tak mungkin bisa mengerahkan tenaga murni, dengan
saluran tenaga hangat dari kedua tangan Siang Ceng-hong,
pelan2 baru terhimpun tenaganya.
Terbayang oleh Khing Ciau akan dendam negara, teringat
akan kewajiban dirinya, dan lagi berbagai penasarannya,
terutama perangkap yang dilakukan oleh kawanan Busu
pemerintah, betapapun dia harus menyelidikinya biar terang
duduk persoalannya.
Mengingat berbagai persoalan ini, terpaksa dia diam saja
menerima bantuan dan pertolongan Siang Ceng-hong, setelah
saluran hawa murni Siang Ceng-hong berputar tiga kali
diseluruh badannya, keringat gemrobyos membasahi badan
Khing Ciau, namun semangatnya sudah mulai pulih.
Siang Ceng-hong lepas tangan, katanya: "Meski kau tak
acuh terhadapku, aku tetap baik terhadapmu. Kini jiwamu
sudah selamat, terserah bagaimana sikapmu selanjutnya
tergantung dari sanubari-mu sendiri."
Khing Ciau serba salah, katanya setelah bimbang sekian
lamanya "Budi pertolongan nona Siang, sudah tentu aku amat
berterima kasih..."
"Terima kasih secara omong kosong saja?" tukas Siang
Ceng-hong. "Budi pertolonganmu sulit kubalas, aku sendiripun tidak
tahu apa yang harus kulakukan?"
"Coba kau pikir, Tay-yan-pat-sek adalah ajaran tunggal
keluargaku yang tidak boleh dipelajari orang-luar, Cihuku saja
tidak diidzinkan belajar oleh ciciku, kenapa aku malah
mengajarkan kepada kau?" maksudnya bahwa Khing Ciau
lebih dekat dengan dirinya dari pada sang Cihu, berarti Khing
Ciau sudah dipandangnya bukan orang luar lagi.
Merah selebar muka Khing Ciau, sahutnya ter-sekat2:
"Nona Siang, hal ini..." maksudnya hendak menampik
kebaikan gadis yang sedang mekar ini, namun dia tak tahu
apa yang harus dia ucapkan.
Tak nyana tiba2 Siang Ceng-hong menarik muka, tanyanya
sambil menatap Khing Ciau: "Kau panggil apa kepadaku?"
"Nona Siang, apa... apakah panggilan ini tidak benar?"
Siang Ceng-hong menyeringai katanya dingin mencibir
bibir: "Kau sudah mempelajari ilmu silat dari keluarga Siang
kami, masakah masih memanggilku nona Siang lagi?"
Khing Ciau melongo dan tak tahu apa yang harus dia
perbuat. "Memang semula kau tidak mau belajar, tapi Tay-yan-patsek
sekarang sudah senyawa dengan badan atau ragamu,
umpama kau tidak rela, kau sudah terhitung murid perguruan
kita, Kecuali kau mengutungi kaki tanganmu, kalau tidak
setiap kau menggerakan kaki tangan, selalu kau
mempergunakan ilmu silat keluarga Siang kami."
Ingin Khing Ciau menangis, namun air mata sudah serasa
kering, ingin mati, mengingat tugas dan tanggung jawab
masih membebani dirinya, memangnya aku harus mati hanya
karena sedikit persoalan kecil yang merisaukan ini" demikian
batinnya. Terdengar Siang Ceng-hong berkata lebih lanjut: "Usiaku
kira2 sebaya dengan kau, tidak mungkin menjadi gurumu, tapi
menurut aturan Bulim, paling tidak kau harus membahasakan
Suci kepadaku."
Khing Ciau merasa tiada ruginya, segera dia berkata: "Suci
maafkanlah siaute sedang sakit dan tak mampu memberi
hormat kepadamu, biarlah sebelah aku sembuh aku
menyembah kepadamu."
Baru sekarang Siang Ceng-hong tertawa berseri, katanya:
"Menyembah atau tidak bukan soal, Sekarang ingin aku tanya,
bagaimana sikap seorang Sute terhadap Sucinya?"
"Yang lebih muda harus patuh atau tunduk terhadap yang
lebih tua."
"Dan apa lagi?"
"Harus mendengar petunjuk yang lebih tua."
"Nah, itulah benar, Maka selanjutnya kau harus dengar
petunjukku."
"Setiap petunjuk Suci asal tidak melanggar keadilan dan
kebenaran dan masuk di akal, Siaute pasti patuh dan tunduk!"
Berubah rona muka Siang Ceng-hong, "Hm, kau masih
berani tawar menawar dengan aku!"
"Kalau kau suruh aku melakukan perbuatan durhaka dan
melanggar perikemanusiaan lebih baik Siau-te dihukum saja,
betapapun aku tidak mau melakukan perbuatan kotor dan
hina dina."
Tiba2 Siang Ceng-hong terkikik geli, katanya: "Begitupun
baik, Memangnya Suci bakal suruh kau melakukan perbuatan
jahat?" Sampai disini pembicaraan mereka, tiba2 seorang dayang
masuk memberi laporan: "Ji-kohnio (nona kedua), Toa-kohya
(maksudnya Kongsun Ki) datang."
Keruan Siang Ceng-hong kaget, katanya: "Ba-gaimana Cihu
bisa menemukan tempat ini?"
Khing Ciau pernah disakiti oleh Kongsun Ki waktu dia
tertawan oleh anak buah Kongsun Ki dulu dan disekap didalam
penjara Siang-keh-po, berkat bantuan Siang Ceng-hong
sehingga dia selamat dan berhasil mempelajari Tay-yan-patsek
pula, lantaran nona cantik ini menaksir padanya, kini
mendengar Kongsun Ki datang, keruan kaget juga hatinya.
"Sute, kau tak usah gelisah, aku akan selalu melindungimu.
Cihu takut kepada cici, cicipun memberi muka kepadaku, dia
takkan berani berbuat apa2 ter-hadapku." Memang
minggatnya Siang Ceng-hong dari rumah disamping jengkel
dan dongkol, tujuannya juga ingin menguntit Khing Ciau dan
akhirnya tiba di Ka-nglam, maka apa yang terjadi dirumahnya
belakangan ini belum diketahuinya sama sekali.
Diluar tahunya pula bahwa sang Cihu yang dianggapnya
takut bini seperti berhadapan dengan harimau ini, kini sudah
tega membunuh istrinya sendiri.
Waktu keluar keruang tamu dilihatnya muka Kongsun Ki
rada pucat dan kurus, sikapnyapun loyo dan bersedih, sapa
Siang Ceng-hong keheranan: "Ci-hu, kenapa kau" Untuk apa
kau datang ke Kanglam" Apa cici yang suruh kau kemari?"
"Ceng-moay. enak2 kau bersembunyi disini, cicimu harus
dikasihani ingin dia melihatmu yang penghabisan kalipun tak
bisa lagi."
Siang Ceng-hong kaget, tanyanya: "Apa katamu" Aku tidak
bisa bertemu dengan ciciku lagi" Kau kuatir aku tidak mau
pulang?" Kongsun Ki unjuk rasa pilu, entah dari mana ia peras air
mata, katanya dengan tersengguk: "Sudah terlambat, kau
pulangpun takkan bertemu dengan cici-mu, dia, dia sudah
meninggal."
Walau Siang Ceng-hong sering merengek2 dan binal
dihadapan sang Cici, namun hubungan ikatan batin sesama
saudara sepupu betapapun masih tebal dalam sanubarinya,
serasa mendengar bunyi geledek, sesaat dia berdiri terbelalak
kaget, sesaat kemudian baru dia menjerit keras: "Apa katamu,
ciciku sudah meninggal?"
"Ya, dua bulan yang lalu, dia sudah meninggalkan kau
seorang diri."
"Aku tidak percaya," Siang Ceng-hong menjerit, "Cara
bagaimana cici bisa meninggal" Badannya sehat Kuat,
Lwekangnya tinggi, tidak sakit tidak menderita. baik2 saja
kenapa bisa mendadak mati?"
Kongsun Ki meringis getir, katanya pura2 sedih: "Kalau
dikatakan memang akulah yang menjadi sebab kematiannya.
Hoa Kok-ham adalah musuh besarku, hal ini kau sendiri sudah
tahu, setelah kau berlalu dari rumah, Hoa Kok-ham dan Honglay-
mo-li kembali menggerebek kerumah kita, Cicimu bantu
aku menghadapi musuh, tak beruntung dia terluka Ki-kengpat-
mehnya oleh pukulan Hoa Kok-ham, malam itu juga tak
tertolong lantas menghembuskan napas! sebelum ajal hanya
kau saja yang selalu dirindukan dan dikuatirkan!"
Kepandaian Hoa Kok-ham seorang saja cukup menandingi
Korgsun Ki suami istri, apalagi dibantu oleh Hong-lay-mo-ii,
maka siang Ceng-hong mau percaya akan obrolan Ci-hunya,
sekian lama dia terlongong, mendadak pecah jerit tangisnya,
teriaknya: "Cihu, kau harus menuntut balas bagi sakit hati
Cici!" "Sudah tentu aku harus menuntut balas, soalnya
kepandaian musuh terlalu tangguh, cuma terserah kau mau
tidak patuh akan pesan cicimu yang terakhir!"
"Sebetulnya apa kehendak cici kepadaku?" tanya Siang
Ceng-hong, dia rada heran mendengar ucapan Cihunya,
"Jangan kau anggap aku terlalu brutal dan kura-ngajar,
soalnya musuh terlalu tangguh, tenaga kami berdua belum
tandmgannya, apalagi dia dibantu Hong-lay-mo-li" Memang
Hong-lay-mo-li adalah Sumoayku, namun ajaran ilmu
perguruan kami aku bukan tandingannya, kini dia sudah tergila2
kepada Hoa Kok-ham, terang berani menentang
kehendakku."
"Jadi kita tak punya harapan untuk menuntut balas?"
"Cicimu tahu sampai dimana taraf kepandaian silatku, oleh
karena itu sebelum dia ajal, dua ilmu beracun dari keluarga
Siang kalian dia turunkan kepadaku."
"Ciciku sendiri tidak berani melatih kedua ilmu beracun itu,
masakah dia mewariskan kepadamu?"
Kongsun Ki angkat kedua telapak tangannya dan digoyang2
didepan mata Siang Ceng-hong, katanya: "Tidak percaya,
coba lihat! Apakah ini bukan Hu-kut-ciang dan Hoa-hiat-to?"
Tampak telapak tangan kanan Kongsun Ki merah gelap dan
kental, hawa hitam di telapak tangan kanannya terendus
berbau busuk, sementara telapak tangan kiri bewarna merah
darah menyala, Keruan siang Ceng-hong terkesiap kaget,
katanya: "Hu-kut-ciang sudah mencapai tingkat keempat
sementara Hoa-hiat-to sampai tingkat kelima, Cihu, cepat
sekali kemajuan latihanmu." maklumah waktu kecil Siang
Ceng-hong pernah melihat latihan ayahnya, meski ayahnya
tidak menurunkan kedua ilmu beracun Ini, tapi dari warna
telapak tangan itu dia dapat membedakan tingkat latihannya.
Sudah tentu Siang Ceng-hong tidak sangsi lagi, kaianya:
"Cihu, tahukah kau, karena melatih kedua ilmu beracun inilah
ayah sampai menemui ajalnya?"
"Aku tahu, Tapi sebagai suami Cicimu, meski harus
berkorban demi kepentingannya, terpaksa aku harus berani
menyerempet bahaya."
Merah mata Siang Ceng-hong, katanya berlinang air mata:
"Cihu, tak nyana, begitu baik kau terhadap Cici!"
"Memangnya kau sudah tahu bagaimana sikapku
terhadapnya biasanya, demi menuntut balas sakit hatinya
maka aku hidup sampai sekarang, kalau tidak aku sudah
bunuh diri mengikuti jejaknya."
Lebih terketuk dan haru hati Siang Ceng-hong, pikirannya
bergolak, bibir tergigit kencang, se-olah2 ada omongan yang
hendak dia kemukakan, namun Kong-sun Ki tak sabar lagi
menunggu, akhirnya dia bertanya: "Kalau tak salah Gakhu
(ayah mertua) dulu sudah latihan sampai tingkat kedelapan,
sebelum ajal beliau, berhasil menemukan cara untuk
mengatasi bahaya Cau-hwe-jip-mo yang mengakibatkan racun
menggerogoti badannya sendlri, apa benar?"
"Apa cici yang memberitahu kepadamu" Memang ayah
sudah berhasil menyelami cara terbaik untuk mengatasi
bahaya Cay-hwe-jip-mo itu. Tapi cara itu harus dilandasi
dengan Lwekang perguruan kita pada tingkat tertinggi baru
bisa berhasil dengan gemilang, Kalau sebaliknya bahayanya
malah lebih cepat dan lagi cara itu hanya kesimpulan ayah
saja sebelum ajal, jadi belum pernah dipraktekkan, apakah
manjur belum diketahui ayah sendiripun tak begitu yakin.
Apakah cici tidak menjelaskan kepadamu?"
"Keadaan Cicimu sudah amat gawat, sudah tentu tidak
sempat banyak bicara lagi, Tapi aku sudah bertekad meski
bahaya apapun yang harus kuhadapi, aku tetap akan
meyakinkan kedua ilmu beracun ini."
"Cihu, kau benar2 bertekad hendak melatihnya?"
"Ya, Cicimu sudah tahu akan tekadku ini, maka dia suruh
aku mencarimu untuk berunding, Entah kau suka menerima
pesan terakhir cicimu sebelum ajal?"
"Cihu lekaslah kau katakan, kalau bisa menuntut balas bagi
kematian cici, apapun dapat kuterima."
?"Cicimu minta supaya kau bantu aku menyempurnakan
latihan kedua ilmu racun ini, dia punya sebuah harapan,
supaya, supaya kau..."
"Harapan apa" Cihu" Kenapa kau pelegak peleguk?"
Merah muka Kongsun Ki, dia bersikap malu2, ka-tanya:
"Dengan cicimu kami tidak punya keturunan, harapan cicimu
supaya kau, kau meneruskan kedudukannya, kami menyadi
suami istri, pertama mengharap kau bantu aku meyakinkan
kedua ilmu beracun itu, kedua, supaya keluarga kita mendapat
keturunan."
Ternyata dalam latihan mencapai tingkat keempat dan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelima pada kedua ilmu beracun itu, Kongsun Ki menemui
hambatan2 yang tidak sejalan dengan ajaran yang tertera
didalam buku catatan, terang lintangan ini merupakan bahaya
yang bisa menewaskan jiwanya maka Kongsun Ki tidak berani
melanjutkan latihannya, untung dia ada meyakinkan Tay-yanpat-
sek, sayang Tay-yan-pat-sek hanya pupuk dasar latihan
Lwekang saja dengan dasar Tay-yan-pat-sek inilah baru bisa
meyakinkan ilmu Lwekang tingkat lebih tinggi lagi sebagai
landasan untuk menyempurnakan latihan kedua ilmu berbisa
itu. Lwekang ajaran keluarga Siang merupakan aliran tersendiri
bukan golongan sesat atau aliran lurus, jadi aliran yang
menempatkan diri ditengah2, serta membuka jalannya sendiri
dan belum pernah terjadi sejak jaman dahulu kala, untuk
melatihnya bukan soal gampang disamping selalu harus
mendapat petunjuk Iangsung, meleset sedikit saja bukan saja
bakal Gau-hwe-jip-mo, segala daya upayapun bakal gagal
total. Kongsun Ki memang seorang culas dan egois yang pintar
berpikir demi kepentingannya sendiri, dengan bujuk rayu dan
cerita bohongnya, bukan mustahil dia berhasil menipu Siang
Ceng-hong mengajarkan ilmu Lwekang tingkat tinggi itu,
namun dia sendiri masih menguatirkan keteguhan hati Siang
Ceng-hong dalam memberi ajaran itu kepadanya, palagi ilmu
Lwekang itu serba rumit dan mendalam dalam setiap langkah
latihan dirinya harus selalu dijaga dan diberikan petunjuk2
dmana perlu supaya latihannya tidak salah jalan, karena
sedikit meleset saja, kalau sudah ketelanjur, untuk menolong
diri sudah kasep.
Oleh karena itu setelah Kongsun Ki berpikir pulang pergi
mencari daya untuk mengatasi berbagai kesulitannya ini,
maka timbullah pikiran brutalnya, Siang Ceng-hong lebih muda
dan kurang pengalaman jauh lebih gampang ditipu dari pada
cicinya, alangkah baiknya kalau dia ditipu menjadi istrinya,
dan lagi alasan dirinya tepat demi membalas dendam saudara
tuanya, masakah Siang Ceng-hong tidak akan memberikan
ajarannya dengan tekun dan hati2"
Diluar tahunya rencana yang sudah dia rancang dengan
sempurna malah kebalikannya gagal total, semula Siang Cenghong
memang sudah percaya kepadanya, jikalau dia cuma
minta Siang Ceng-hong mengajarkan ilmu Lwekang itu, Siang
Ceng-hong pasti tidak kikir dan merahasiakan kepadanya,
Namun minta dirinya harus kawin dengan sang Cihu, se-kali2
tidak mungkin, dan mau tidak mau Siang Ceng-hong bimbang
dan ragu2. Dalam sekilas ini malu dan kaget pula hati Siang Cenghong,
hal ini sungguh amat diluar tahunya, mimpipun takkan
pernah terpikir dalam benaknya bahwa sang cici menghendaki
dirinya kawin dengan Cihunya sendiri.
Cepat sekali kerja otaknya, berbagai pertanyaan bergolak
dalam benaknya, betapapun cintanya sudah dia curahkan
kepada Khing Ciau, meski Khing Ciau tidak membalas
cintanya, bagaimana juga hatinya penasaran kalau harus
kawin dengan sang Cihu.
Dengan muka merah sesaat kemudian baru dia menjawab:
"Cihu, ini, ini, maaf aku tidak bisa menerima pesan cici."
Berkerut alis Kongsun Ki, tanyanya tiba2: "Kau tidak mau
menerima pesan cicimu, lantaran bocah she Khing itu" Em,
siapakah yang berada didalam kamarmu".
Luka2 beracun Khing Ciau sudah sembuh, Lwe-kangnya
sudah pulih selumhnya, didalam kamar dia sedang bersamadi
mengerahkan hawa murninya Tay-yan-pat-sek memang hebat
dan luar biasa, setelah keringat dingin gemerobyos,
semangatnya malah lebih segar dan bergairah, keadaannya
seperti dirinya sebelum terluka.
Kongsun Ki sebagai seorang ahli dalam ilmu silat, begitu dia
berada dalam rumah, lantas terasa olehnya bahwa didalam
kamar ada suara pernapasan berat dan jelas dapat dibedakan
deru napas seorang laki2 yang sedang bersemadi.
Keruan Siang Ceng hong kaget bukan main, hendak
merintangi sudah terlambat Kongsun Ki menyeringai iblis,
langsung dia menerjang masuk ke dalam kamar tidur Siang
Ceng hong. Kebetulan Khing Ciau baru lompat turun dari pembaringan
Kongsun Ki segera memapaknya: "Bagus! Ternyata memang
kau bocah keparat ini!" telapak tangannya terpentang lebar
laksana cakar elang terus mencengkram kepundak orang.
Dari belakang siang Ceng-hong mengudak sambil-berteriak2:
"Cihu, kalau kau bunuh dia, aku, aku ... " belum habis
dia bicara "Blang" dua orang didalam kamar sudah beradu
pukulan. Untung Lwekang Khing Ciau sudah pulih, sementara
Kongsun Ki ragu2 dan tidak berani membunuh-nya, maka
cengkraman tangannya hanya menggunakan tiga bagian
tenaganya, tujuannya meremas hancur tulang pundak Khing
Ciau, tak nyana latihan Tay-yan-pat-sek Khing Ciau jauh lebih
mendalam, kedua tangan menangkis dengan seluruh
kekuatannya, cengkraman tangan Kongsun Ki kena tersampuk
miring, badannya tergentak mundur setapak, Kongsun Kipun
tergeliat. Kongsun Ki tertawa dingin, ejeknya: "Aku lupa kau sudah
latihan ilmu silat keluarga Siang!" telapak tangan kiri
ditepukan pula, kali ini ditambah dua bagian tenaganya, meski
Lwekang Khing Ciau maju berlipat ganda sejak latihan Tayyan-
pat-sek, tapi dibanding Kongsun Ki masih terpaut amat
jauh, kini Kongsun Ki hanya mengerahkan lima bagian
tenaganya. "Blang" kontan dia terlempar kebelakang dan jatuh
terlentang. Kebetulan Siang Ceng-hong memburu maju me-ngadang
diantara mereka, teriaknya melengking: "Cihu, tidak boleh kau
turun tangan jahat dikamarku, dia, dia adalah Sute-ku!"
"Kau tak usah gelisah," ujar Kongsun Ki tertawa, "Bocah ini
belum mampus-! Eh, kau sudah mengakuinya sebagai Sute?"
"Pandanglah mukaku, ampunilah jiwanya, jikalau kau
bunuh dia, aku, aku..."
"Kau kenapa?"
"Aku, lebih baik akupun mati saja!"
"Kau tidak ingin menuntut balas bagi kematian cicimu?"
"Persoalan Khing-sute tiada sangkut pautnya dengan
pembalasan dendam, kenapa kau berkeras hendak
membunuhnya?"
Khing Ciau sudah merangkak bangun, teriaknya: "Nona,
nona Siang, jangan kau percaya obrolan Cihu-mu! Liu Lihiap
pasti tidak akan membunuh cicimu, malah dia yang menolong
cicimu di Siang-keh-po. Ci-humu ini sekongkol dengan Giokbin-
yau-hou, pastilah Giok-bin-yau-hou itu yang
membunuhnya."
Khing Ciau hanya bicara menurut dugaan saja karena dia
percaya Hoong-lay-mo-li tentu tidak akan melakukan hal ini,
sedang persekongkolan Giok-bin-yau-hou dengan Kongsun Ki
diketahuinya jelas, cuma diapun tidak bisa mengajukan
bukti2nya, sudah tentu Siang Ceng-hongpun tak bisa percaya
begitu saja, untungnya Siang Ceng-hong masih punya rasa
kasihan kepadanya, betapapun hatinya tidak tega bila Khing
Ciau terbunuh oleh Kongsun Ki, lekas dia menyela: "Khingsute,
kau, kau jangan banyak cerewet, lekaslah pergi!"
Kongsun Ki menarik mukar katanya dingin: "Ceng-moay,
kau anggap bocah ini sebagai Sute, apa kau masih ingat
peraturan keluarga Siang?"
Sudah tentu Siang Seng-hong tahu akan peraturan ketat
keluarganya, setelah melengak dia menyawab: "Cihu, kau
tidak perlu urus soal peraturan keluarga kita!"
"Kakakmu sudah menmggal, siapa lagi kalau bukan aku
yang mengurus" Kakakmu selalu kuatir kau tertipu oleh bocah
keparat inf, ternyata sudah kenyataan."
"Cihu bukankah kau sendiri juga meyakinkan ilmu silat
keluarga kita?"
Kongsun Ki naik pitam, serunya: "Aku masa boleh
dibanding bocah keparat ini, aku kan sudah terhitung
setengah keluarga kalian, Dia ini barang apa?"
Gelagat amat gawat, lekas Siang Ceng-hong melirik
memberi kedipan kepada Khing Ciau, teriaknya:
"Khing-sute, kau, katakanah, kau dan aku..."
Mendelik mata Kongsun Ki, bentaknya: "Apa, apa kalian
sudah menjadi suami istri" Hm, sungguh tidak tahu malu!"
Maksud Siang Ceng-hong hendak membela Khing Ciau, tak
nyana Khing Ciau seorang pemuda jujur, seorang laki2 sejati,
bukan saja tidak menerima usaha pertolongan Siang Cenghong,
dia malah berkata keras kepada Kongsun Ki:
"Jangan kau menilai orang dengan jiwa rendahmu sendiri,
aku dan nona Siang suci bersih, sedikitpun tiada hubungan
apa2 yang keluar batas!"
Kongsun Ki menyeringai sinis sambil melerok kepada Siang
Ceng-hong, "Ceng-moay, coba lihat, kukira jangan kau terlalu
muluk2. Meski kau ada hati orang terang2an menolak
kebaikanmu!"
Sudah tentu, kaget, dongkol, gelisah dan pedih pula hati
Siang Ceng-hong, tapi melihat Kongsun Ki hendak membunuh
Khing Ciau betapapun hatinya tidak tega, lekas dia pegangi
lengan Kongsun Ki, teriaknya: "Cihu, jangan..."
Tahu-tahu Kongsun Ki mengipat tangan dan bergerak
lincah, dia lepaskan pegangan Siang Ceng-hong, jengeknya
dingin: "Kupandang mukamu, jiwa bocah ini boleh kuampuni,
tapi ilmu silat yang dia dapatkan dari keluarga Siang harus
kuminta kembali Hanya jalan inilah yang harus kutempuh
untuk menebus kebaikan cicimu!"
"minta kembali yang dia maksud adalah membuat cacat
ilmu silat Khing Ciau.
Siang Ceng-hong kontan berkaok2: "Khing-sute, lekas kau
lari! Lekas lari!"
Khing Ciau tahu keadaan cukup gawat, "Blang" dia pukul
hancur jendela terus lari keluar Tapi baru sajak kakinya
menyentuh tanah diluar pekarangan, Kongsun Ki sudah
membayangi dibelakangnya.
Untung selama merawat luka2 Khing Ciau, Siang Cenghong
tidak menanggalkan pedang yang tergantung dipinggang
Khing Ciau, begitu Kongsun Ki mengejar tiba, Khing Ciau
sudah melolos pedang, "Sret" kontan ia menusuk kebelakang.
Sip-hun-kiam-hwat warisan keluarga Khing Ciau
mengutamakan kelincahan dan berkelebat pergi datang, dulu
karena Lwekangnya belum memadai, sulit dia kembangkan
ilmu pedangnya yang lihay ini, kini setelah meyakinkan Tayyan-
pat-sek, Lwekangnya maju berlipat ganda, sudah tentu
permainan pedangnya bukan olah2 hebatnya.
Kongsun Ki rangkap kedua jarinya mengincar Hiat-to Taytui-
hiat tepat dipunggung Khing Ciau, maka tusukan balik
Khing Ciau kebetulan memapas ujung jarinya, pedang Khing
Ciau adalah senjata mestika, meski Kongsun Ki tidak perlu
takut, namun tak berani dia mengadu jari tangan dengan
pedang, maka dari tutukan dia ganti menjentik "Creng"
pedang mestika Khing Ciau dijentiknya mental balik.
Seketika Khing Ciau rasakan telapak tangannya pedas
kemeng, untung Siang Ceng-hong sempat memburu tiba,
terus menarik lengan baju Kongsun Ki, teriaknya: "Cihu,
ampunilah dia, aku, aku suka menerima pesan cici."
Kongsun Ki bergelak tawa, kesenangan: "Jadi, sejak kini
kami terhitung suami istri sudah, maka tidak patut kau
merintangi aku, suami istri harus sehaluan dan sejiwa, mana
boleh hatimu berkiblat kepada orang luar?"
"Kau bebaskan dia pergi, selanjutnya aku tidak akan
menemui dia."
Tujuan Kongsun Ki adalah pelajaran Lwekang tingkat tinggi
keluarga Siang, kini Siang Ceng-hong sudah mau menikah
dengan dirinya, Tapi mengingat muslihatnya ini cepat atau
lambat bakal terbongkar juga bila Siang Ceng-hong bertemu
dengan Hong-lay-moli, maka segera dia nekad, katanya:
"Aku tidak akan membunuhnya, tapi ilmu silat keluarga
Siang harus kuminta balik, kenapa kau membelanya matimatian?"
Mulutnya bilang tidak mengambil jiiwa Khing Ciau,
bahwasanya telapak tangannya sudah bergerak membundar
terus menepuk kearah Khing Ciau dengan ilmu Hoa-hiat-to,
jadi Khing Ciau hendak dicelakainya secara diam2, cuma
tenaga yang dia kerahkan cuma satu bagian saja, maka kadar
racun Hoa-hiat-to baru akan bekerja setelah tiga bulan
kemudian. Bagi Khing Ciau sendiri sejak mula sudah menyesal karena
kebacut meyakinkan Tay-yan-pat-sek, sebetulnya kebetulan
kalau Kongsun Ki hendak merampas balik ilmunya itu. Tapi
setelah kelana di Kangouw selama setahun ini,
pengalamannya cukup tebal, diketahui pula bahwa Kongsun Ki
ada intrik dengan Giok-bin-yau-hou, maka dia yakin bahwa
Kongsun Ki pasti bukan orang baik2, mana dia mau percaya
akan obrolan orang" Maka dia bertekad tidak akan
membiarkan pukulan Kongsun Ki mendarat diatas tubuhnya.
Dengan pedang mestikanya Khing Ciau mainkan Sip-hunkiam-
hwat secepat dan serapat mungkin, namun mana dia
kuat menandingi kepandaian Kongsun Ki yang beberapa
tingkat lebih tinggi, namun Kongsun Ki harus bekerja hati2
karena dia hendak mengelabui Siang Ceng-hong, maka
pukulannya harus dilontarkan sedemikian rupa tidak sampai
menunjukan gejala yang mencurigakan disamping pertahanan
Khing Ciau sendiri yang ketat, maka dia mampu bertahan
sampai tiga puluh enam jurus. Kalau tidak dalam sepuluh
jurus saja Jiwa Khing Ciau tentu sudah direoggut oleh kekejian
Kongsun Ki yang culas ini.
Se-konyong2 terdengar pula "Creng" sekali, pedang Khing
Ciau terjentik pula oleh Kongsun Ki, setelah melawan sekian
lamanya tenaganya sudah habis, pedang terlepas dari cekalan
tangannya mencelat terbang ketengah udara.
Baru saja telapak tangan Kongsun Ki ditepukan pelan2,
sekonyong2 terasa samberan angin dibelakang-nya, senjata
rahasia kecil semacam Bwe-hoa-ciam sedang melesat datang
dari belakang, keruan mencelos hatinya, lekas dia menggeser
kaki mengegos diri, namun telapak tangan kanan segera ganti
menjentik pula, baju Khing Ciau terjentik bolong, meski tidak
sampai mengenai kulit dagingnya, tak urung Khing Ciau
tergentar mundur karena Hiat-tonya tersampuk kekuatan
jentikan jari orang.
Dengan langkah sempoyongan Khing Ciau akhirnya roboh
terjengkang, Tepat pana saat itu sesosok bayangan orang


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menubruk keluar dari dalam hutan, bentaknya: "Jangan
melukai Khing-toako!" yang datang ternyata bukan Hong-laymo-
li seperti yang dikuatirkan Kongsun Ki, tapi adalah
pelayannya San San.
San San sudah mendapat ajaran Hong-lay-mo-li, maka
diapun bisa menggunakan benang kebutan sebagai senjata
rahasia, cuma Lwekangnya saja yang masih terjaut jauh. Lega
juga hati Kongsun Ki setelah melihat siapa pendatang ini,
terhadap Hong-lay-mo-li sebetulnya dia tidak perlu gentar, apa
lagi hanya pelayannya saja.
Cukup mengebutkan lengan bajunya, dia bikin San San
yang mengadang didepan Khing Ciau tergeliat dan kebutannya
buyar. Khing Ciau jatuh dan San San muncul adalah kejadian
dalam waktu yang sama, semula Siang Ceng-hong sudah
berteriak kuatir serta memburu kearah Khing Ciau, serta
melihat jelas kehadiran San San, meski hatinya tergetar,
namun langkahnya tidak berhenti
Kongsun Ki sudah turun tangan keji kepada San San, serta
melihat Siang Ceng-hong lari kearah Khing Ciau, segera dia
merubah haluan kebut San San di-sampuknya kesamping,
sebat sekali dia berkelebat mengadang didepan Siang Cenghong.
Karena tidak bisa kendalikan diri Siang Ceng-hong
menubruk ke-dalam pelukan Cihunya, Kongsun Ki segera
berbisik dipinggir telinganya: "Kekasih orang sudah menyusul
datang, tak perlu kau membantunya apa kau tidak malu?"
Dalam pada itu San San sudah memapah Khing Ciau
berdiri, saking kaget mukanya sampai pucat, tanyanya kuatir:
"Ciau-ko, bagaimana kau?"
Khing Ciau hanya merasa Hwi-tiong-hiat ditengah dadanya
rada kesemutan sedikit dan sebentar saja lantas hilang. Dia
coba mengempos semangat badan terasa segar tidak
menunjukan gejala2 yang mencurigakan, maka legalah
hatinya. Diluar tahunya bahwa Kongsun Ki sudah menanam
bibit bencana bagi jiwanya, tiga bulan lagi baru tenaga
jentikan jari Kongsun Ki akan bekerja, dan saat itulah jiwanya
bakal ajal. Kejut dan girang Khing Ciau bukan main, seru-nya: "Sanmoay,
susah payah aku mencarimu. Aku tidak apa2, kau tak
usah kuatir." segera pedang mestika dijemputnya, dengan San
San mereka berdiri jajar dekat sekali, siap melawan serangan
Kong sun Ki. Ternyata Kongsun Ki tidak menyerang lebih lanjut, katanya
gelak2 kepada Siang Ceng-hong: "Ceng-moay, kau dengar
tidak" Dia tidak terluka apa2, niatku semula biarlah
kubatalkan, Ceng-moay kau sudah puas belum?"
Dengan masih ter-bahak2 dia berpaling dan berkata kepada
San San berdua: "Kalau mau segampang membalikan tangan
aku merenggut jiwa kalian, Kulihat hubungan kalian begini
intim, cinta sama cinta lagi, biarlah aku sempurnakan
keinginan kalian! Lekas kalian enyah dari sini!" ternyata tujuan
Kongsun Ki sudah terlaksana, tiga bulan kemudian Khing Ciau
terang takkan bisa bertemu pula dengan Siang Ceng-hong.
Maka dengan pura2 menunjukan kebesaran jiwa sendiri dia
lepaskan Khing Ciau, cara ini lebih berguna dari pada
memaksanya untuk memutus hubungan mereka.
San San dan Khing Ciau mimpipun tak mengira Kongsun Ki
bertindak begini baik hati, betapapun mereka tidak akan
membuang2 kesempatan baik ini. Kata San San: "Baik, Ciauko,
mari kita pergi."
Tak nyana Sang Ceng-hong tiba2 membentak: "Khing sute,
kularang kau pergi sama budak sundel ini,"
"Kau perempuan siluman ini mau apa?" balas hardik San
San sengit Mendadak Khing Ciau menjatuhkan diri berlutut diatas
tanah. San San kaget, dia kira Khing Ciau tersambit senjata
rahasia, namun dilihatnya Khing Ciau sedang menyembah tiga
kali, serunya: "Siang-suci, terima kasih akan budi
pertoIonganmu, meski badan Siaute hancur lebur kelak mesti
akan kubalas, Maaf hari ini aku tidak bisa menemani kau,
kebaikan Suci selama ini akan selalu kuingat dalam
sanubariku."
Menghadapi sembah hormat Khing Ciau, Siang Ceng-hong
ter-sipu2 sendiri, dari sini diapun mendapat kenyataan bahwa
Khing Ciau bertekad meninggalkan dirinya, namun dia masih
harap bisa menahannya: "Bangun, aku ingin tanya sepatah
kata kepada-mu."
"Suci ada pesan apa?"
"Kalau kau masih pandang aku sebagai Sucimu, maka kau
harus tunduk akan perintahku, kau sendiripun sudah berjanji
kepadaku, kenapa secepat ini sudah kau lupa."
"Aku sudah berjanji kepada Suci, tapi nona San San adalah
saudara angkatku lain jenis, apa halangannya aku berjalan
sama dia, dan ini adalah urusan pribadi Siaute, maaf aku tidak
bisa menerima pembatasan Suci ini."
Kongsun Ki segera membakar dari samping: "Nah, sudah
kau dengar" Hati orang melulu berkiblat kepada budak itu,
hubunganmu masakah semesra mereka, mengandal apa kau
hendak merintangi mereka?"
Merah hijau dan pucat berganti2 rona muka Siang Cenghong,
dia menginsafi akan kebenaran kata2 Kongsun Ki.
Sesaat lamanya dia berdiri menjublek, akhirnya mengulap
tangan, "Baik, kalian pergilah!"
Ter-sipu2 Khing Ciau mengucapkan banyak terima kasih
terus seret tangan San San berlari pergi. sungguh tak keruan
perasaan Siang Ceng-hong mengawasi bayangan Khing Ciau
yang berlari pergi menggandeng San San.
Cicinya yang amat dicintainya kini sudah meninggal, laki2
yang dicintainyapun tinggal pergi menggandeng orang lain,
apa pula pernahnya menjadi manusia"
Tengah Siang Ceng-hong tenggelam dalam kepedihan
Kongsun Ki sedang berbisik disampingnya: "Ceng-moay, masih
ada aku didampingmu, Mari kita pulang."
"Pulang?" Siang Ceng-hong berkata kaku, "Ya, pulang,
sejak kini kau adalah istriku, Siang-keh-po sedang menunggu
kedatangan majikan perempuan kita." ternyata Kongsun Ki
masih punya rencana lain, setelah dirinya melarikan diri dan
keempat pembantu tua Siang-keh-po tinggal pergi, yang ada
ketinggalan anak buah Siang Kian-thian yang lama, sebagai
putri majikan lamanya tentu Siang Ceng-hong masih kuasa
mengendalikan mereka, dan disanalah nanti dirinya hendak
mendirikan pangkalan dan memperbesar usahanya.
Kepala Siang Ceng-hong pening seperti hampir meledak
dalam waktu dekat belum sempat berpikir, tanyanya dengan
hambar: "Cihu, apa yang kau katakan?"
"Ceng-moay, kenapa kau masih panggil Cihu kepadaku"
Bukankah sudah berjanji kepadaku?"
"Berjanji apa?"
"Berjanji mematuhi pesan cicimu, menjadi biniku, jadi aku
ini adalah suamimu. bukan Cihu lagi."
Sesaat lamanya Siang Ceng-hong melenggong, tiba2
menjerit: "Cihu, tidak, tidak."
"Memanggil Cihu lagi, tidak apa?"
"Aku rada takut, aku tidak ingin kawin dengan kau."
"Takut apa?"
"Takut kau menganiaya aku."
"Mana bisa" Terhadap cicimu aku amat kasih sayang, Kelak
terhadap kau aku akan lebih sayang, menjadi suami teladan
yang baik, Apa pula yang belum melegakan hatimu?"
Siang Ceng-hong mundur selangkah menghindari elusan
tangan Kongsun Ki, katanya: "Cihu, carilah orang lain saja."
"Lho, ingkar janji dan merubah haluan lagi" Kau tidak ingin
membalas kematian cicimu?"
"Akan kuberitahu kepadamu apa yang kutahu tentang
pelajaran Lwekang dari keluarga Siang kami, boleh kau
berlatih sendiri."
"Mana bisa lebih sempurna bila kau mendampingi aku
berlatih" Dan lagi cicimu mengharap kau memberi keturunan
bagi kedua kedua keluarga kita."
Merah malu selebar muka Siang Ceng hong, katanya:
"Cihu, sementara jangan kau paksa aku, biarlah aku berpikir
lebih dulu."
"Ya, betapa penting dan berbahayanya meyakinkan kedua
ilmu beracun itu, jikalau kami tidak kerja sama dengan baik,
mana bisa berhasil, jikalau kau menjadi istriku selalu dapat
mendampingi dan menari petunjuk dan bimbingan, tidak
menjadi soal bila aku gagal, cuma sakit hati cicimu menjadi
tak terbalas untuk selamanya."
Hati Siang Ceng-hong sudah tergerak, dia merasa ucapan
sang Cihu memang masuk diakal, akan tetapi dia tetap merasa
ragu2, rasa takut masih membayangi sanubarinya terhadap
Kongsun Ki, disaat dia berpikir dan susah ambil keputusan,
mendadak terdengar suara seorang perempuan mengejek
dingin: "Kongsun Ki, sungguh kau tidak tahu malu, baru saja kau
mencelakai jiwa tacinya, kini kau membujuk rayu adiknya
lagi." Semula tawa dingin itu masih kedengaran jauh, namun
sekejap saja orangnya tahu2 sudah berada di-depan mata!
Sudah tentu kejut Kongsun Ki bukan ke palang, waktu dia
angkat kepala dilihatnya sesosok bayangan orang berlari
mendatangi secepat angin puyuh, punggungnya memanggul
kebut, pinggangnya menyoreng pedang, siapa lagi kalau
bukan Hong-lay-mo-li"
Sedetik itu Siang Ceng-hongpun kaget melongo, namun
dendam seketika membara dalam sanubarinya, segera dia
melolos pedang memapak maju, makinya: "Bagus, kau iblis
perempuan yang keji ini, ciciku sudah kau bunuh, kau meluruk
kemari hendak membunuhku sekalian" Meski bukan lawanmu
aku hendak adu jiwa kepadamu, Cihu, hayo maju!"
Grerakan Hong-lay-mo-li bagai kilat menyamber, mana
dapat ditusuknya, sekali berkelit dan berkelebat tahu2 dia
sudah mengadang dihadapan Kongsun Ki, bentaknya:
"Kongsun Ki, katakan siapa yang membunuh cicinya?"
Seperti orang menunggang harimau tak berani turun,
terpaksa Kongsun Ki mengeraskan kepala, katanya: "Jing-yau,
bebaskanlah adik Pek-hong, sudah cukup kau membunuh
cicinya saja!"
Gusar dan pedih pula hati Hong-lay-mo-li, sungguh tak
habis pikir olehnya bahwa kejahatan dan keculasan hati
Kongsun Ki ternyata memang tidak bisa diobati lagi.
Saking gusarnya, setelah berkelit dari tusukan Siang Cenghong,
segera dia berkata: "Ceng-moay, kau ingin tahu
siapakah pembunuh cicimu" Ketahuilah cicimu meninggal
lantaran perbuatan Kongsun Ki yang sckongkol dengan Giokbin-
yau-hou! jangan kau terlena oleh bujuk rayunya tadi,
celaka dan kasep bila kau tertipu oleh Cihumu."
Kata2 Hong-lay-mo-li bagai bunyi beledek disiang hari
bolong menyambar kepala Siang Ceng-hong. Namun
selamanya takkan pernah terpikir olehnya bahwa sang Cihu
bakal pembunuh cicinya atau istrinya sendiri. Dalam waktu
dekat, mana bisa dia mau percaya akan ucapan Hong-lay-moli.
Berubah air muka Kongsun Ki, tiba2 timbul nafsunya
membunuh, bentaknya beringas: "Jiiig-yau, berani kau
memfitnah aku!" - "Wut" kontan dia menjo-tos, bau amis
segera merangsang hidung, Hong-lay-mo-li sudah siaga,
sambil mengayun kebut badannya mencelat tinggi, ditengah
udara-dia melolos pedang, dengan jurus Hong-hun-toan-hong
pedangnya menabas ketangan lawan, jengeknya: siapa yang
memfitnah" Hm, kau hendak bunuh aku untuk menutup
mulutku, berani pula menggunakan pukulan beracun
menghadapi aku" Ceng-moay, nih kuberi bukti kepadamu!"
Serangan pertama luput lekas sekali Kongsun Ki sudah
mendorong tampang kedua telapak tangannya, tangan kiri
menggunakan Hu-kut-ciang, tangan kanan melontarkan Hoahiat-
to, betapapun tinggi kepandaian Hong-lay-mo-li, ia jadi
sibuk juga menghadapi kedua pukulan berbisa ini, dengan
sendirinya bukti yang dikatakan tak mampu dikeluarkan.
"Katakan, bukti apa?" bentak Siang Ceng-hong, segera
diapun putar pedang secepat kitiran merabu dengan sengit
kepada Hong-lay-mo-li. Dengan menghadapi musuh dari dua
jurusan Hong-lay-mo-li jadi kerepotan juga, meski kepandaian
Siang Ceng-hong masih jauh tingkatannya, namun dia hanya
mampu berkelit saja tanpa balas menyerang, sehingga
perhatiannya tak bisa seluruhnya dia tumplek untuk
menghadapi Kongsun Ki.
Dengan mantap dan tabah Hong-lay-mo-li hadapi
rangsakan kedua musuhnya mengandal kepandaian
mendengar angin membedakan senjata, dikombinasikan
dengan kelincahan gerak langkahnya, dengan mudah dia
selalu meluputkan diri dari sergapan pedang Siang Ceng-hong,
dengan kebut melindungi badan, sementara pedang dibuat
merangsak balik balas menyerang musuh, Lama kelamaan
Kongsun Ki berdua dapat menempatkan diri pada posisi yang
lebih unggul, namun untuk menjebol pertahanan Hong-laymo-
li yang ketatpun tidak mungkin.
Karena terdesak terus Hong-lay-mo-li harus peras otak,
akhirnya terpikir olehnya sebuah akal, memangnya Lwekang
dia lebih tinggi dari sang Suheng, meski terdesak dia masih
dapat menghadapi dengan mantap tanpa mengenal lelah,
namun diam2 dia kerahkan hawa murni mendesak keringat
keluar sehingga badannya gemerobyos, napas pun sengal2,
pura-pura keripuhan dan terdesak semakin runyam.
Kongsun Ki kegirangan, serunya tertawa senang: "Liusumoay,
jelek2 kita masih punya hubungan seperguruan
soalnya kau yang mendesakku sampai begini, terpaksa aku
harus bertindak keluar batas, jikalau kau berani bersumpah
berat, selanjutnya cuci tangan tidak mencampuri urusanku,
mengundurkan diri dari percaturan Bulim, boleh aku
mengampuni jiwamu."
Soalnya Kongsun Ki sendiri tidak yakin dapat membunuh
Hong-lay-mo-li, kedua dia masih takut diketahui oleh ayahnya,
ketiga meski hatinya culas dan sudah rusak, betapapun
nuraninya belum bobrok seluruhnya, sejak kecil Hong-lay-moli
dibesarkan bersama dirinya, pada suatu ketika pernah pula
dia jatuh hati kepada Sumoaynya yang satu ini, jikalau harus
benar2 menamatkan jiwanya, betapapun hatinya tidak tega.
Dengan adanya ketiga alasan ini, maka sengaja dia
gunakan cara membujuk dan mengancam secara halus, Dia


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu Hong-lay-mo-li paling menjunjung kesetiaan dan pasti
menepati janji dan sumpahnya sendiri, kalau orang mau
menerima usulnya, dirinya tidak perlu kuatir didalam
menjalankan rol2 kejahatan-nya, cara ini jauh lebih baik dari
pada membunuh Sumoaynya.
Didalam rasa gusarnya Hong-lay-mo-li terhibur juga bahwa
nurani sang suheng masih belum kabur seluruhnya,
betapapun aku harus memberi kesempatan kepadanya untuk
bertobat dan menyesali segala perbuatan jahatnya, Maka dia
berkata: "Kongsun Ki, jadi kau kuatir aku mencampuri
urusanmu" Begitupun baik, biar aku mempertimbangkan
sebentar!"
Sudah tentu Siang Ceng-hong tidak tahu jalan pikiran
Kongsun Ki, keruan hatinya gugup dibuatnya, serunya: "Cihu,
jadi kau sudah tidak niat menuntut balas sakit hati Cici"
Memangnya ada rahasia keburukanmu apa yang tergenggam
ditangannya?"
Kalau serangan Siang Cenghong semakin gencar,
sebaliknya Kongsun Ki bergerak tidak sungguh2 lagi, karena
dia harus memberi kesempatan Hong-lay-mo-li berpikir
Se-konycng2 Hong-lay-mo-li tertawa, serunya: "Cengmoay,
kau tidak tahu, memang ada rahasia keburukannya
berada didalam genggamanku!" ditengah gelak tawanya, tiba2
badannya melambung ketengah udara, dengan tipu Elang
menyerang ditengah udara,badannya menukik pedang
menusuk kebatok kepala Kongsun Ki.
Sinar pedangnya laksana pelangi, betapa hebat dan
dahsyat tusukan dari tengah udara ini, keruan bukan kepalang
kaget Kongsun Ki, lekas dia dorong kedua tangan, namun
kebut Hong-lay-mo-lipun ikut menyapu turun dengan salah
satu jurus Thian-lo-hud-tim-hoatnya yang paling ampuh
bernama Lui-tian kau-hong (kilat dan beledek menyamber
bersama), kebut memangnya benang empuk yang lunak,
namun dibawah landasan Lwekangnya yang ampuh,
mengepruk dari atas lagi sehingga perbawanya hebat sekali
laksana guntur menggelegar dibarengi dengan jurus pedang
ditangan kanannya, dimana pedang berkelebat sungguh
laksana beledek dan kilat menyamber sungguhan.
Tenaga dorongan kedua tangan Kongsun Ki dipatahkan
oleh sambaran kebut Hong-lay-mo-li ditengah ja-lan, dalam
waktu yang sekejap itu, Kongsun Ki rasakan batok kepalanya
dingin silir, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah lolos dari lingkupan
kekuatan pukulannya, dan meluncur turun tiga tombak
kesebelah sana.
Celakanya dimana sinar pedang orang menyamber, rambut
kepala Kongsun Ki terpapas rontok berhamburan Ba-ru
sekarang Kongsun Ki insaf, barusan Sumoaynya belum lagi
mengerahkan setaker tenaganya, jadi keadaannya tadi hanya
pancingan belaka, umpama dirinya benar2 menyerang
sepenuh tenaga, belum tentu dapat mengalahkan Sumoaynya,
apalagi sedikit lena, untung kalau hanya rambutnya saja yang
tertabas sehingga kepala botak.
Begitu Hong-lay-mo-li tancap kaki dibumi, segera dia
merogoh kantong mengeluarkan sebatang sempritan warna
hitam katanya: "Ceng-moay, sebelum ajal cicimu berpesan
kepadaku supaya aku menjaga dan melindungi kau, karena
dia kuatir kau tertipu oleh Cihumu!"
Siang Ceng-hong tertawa dingin, katanya: "Masa kah Ciciku
begitu intim terhadapmu" Aku tidak percaya !"
"Tidak percayai Coba kau dengar sempritan ini" meniup
sempritan itu dengan nyaring, tiga kali panjang duakali
pendek, beruntun tiga kali, seketika Siang Ceng-hong
menjublek mendengar bunyi sempritan yang terahasia ini.
Kongsun Ki melengak heran, bentaknya: "Jing-yau, kau
petingkah apa" Dari mana kau dapatkan sempritan mainan
anak2 itu, terhitung bukti apa itu" Ceng-moay, terang dia ini
pembunuh Cicimu, tujuannya hendak mengadu domba
hubungan kita, jangan kau percaya obroannya!" setelah
rambutnya terpapas rontok nyali Kongsun Ki sudah pecah
maka dia tidak berani melabrak maju lagi.
Gejolak perasaan Siang Ceng-hong, lama juga perang batin
dalam benaknya baru diatasinya, kini hatinya mulai tenang,
pikirnya dengan seksama: "Kalau Hong-lay-mo-li merebut
sempritan ini dari tangan cici, dari mana dia tahu cara
membunyikan sempritan yang terahasia itu" Meski diancam
cici tidak akan memberitahu rahasia ini!"
Mau tidak mau goyah hatinya, kepercayaan timbul terhadap
Hong-iay-mo-ll, namun rasa curiga kembali timbul dalam
benaknya: "Siang-keh-po merupakan warisan ayah, umpama
Cici meninggal, toh masih ada aku, masakah begitu gampang
dia menyerahkan Siang-keh-po kepada orang luar?"
Maklumlah sempritan ini merupakan kekuasaan tertinggi di
Siang-keh-po, dengan memegang sempritan ini orang dapat
memberi perintah apa saja kepada seluruh penghuni Siangkeh-
po. sedang Hong-lay-mo-li sendiri tidak tahu akan seluk
beluk ini. Percaya dan curiga, membuat hati Siang Ceng-hong
hambar dan mendelu, sulit juga dia memastikan siapa
sebenarnya pembunuh cicinya, yang terang cicinya memang
memberikan sempritan itu kepada Hong-lay-mo-li.
Maka setelah pikiran Siang Ceng-hong tenang dan otak
menjadi dingin, lama kelamaan kepercayaannya kepada Honglay-
mo-li lebih tebal, tak terasa dengan pandangan curiga dia
melirik kearah Kongsun Ki.
Betapa cerdik Kongsun Ki, melihat mimik Siang Ceng-hong
serta sorot matanya yang curiga, lantas dia menyadari bahwa
sempritan ini memang ada latar belakangnya yang belum
diketahuinya, Pula terasa pula olehnya, sorot mata Siang
Ceng-hong sudah curiga kepadanya, selanjutnya tidak mudah
lagi dirinya untuk menipunya.
Hong-lay-mo-li segera menuding dengan kebutnya: "Cara
bagaimana kau bunuh istrimu" Kau sendiri mengakui
dosa2mu, atau aku yang wakili kau membeber perbuatanmu
yang terkutuk itu?"
Insaf bahwa Siang Ceng-hong tidak akan membela dirinya,
kalau urusan berlarut2, duduk perkaranya sudah jelas lagi,
celaka kalau Siang Ceng-hong bergabung dengan Hong-laymo-
li melabrak dirinya, demi keselamatan jiwa sendiri, lari
adalah jalan yang paling baik, segera dia mencibir bibir,
katanya: "Ceng-moay, jikalau kau termakan oleh obrolan
musuh besarmu, ya, terserah kepadamu sendiri!" setelah
melontarkan kata2nya, segera diaputar tubuh terus lari lintang
pukang. Hong-lay-mo-li memang tidak berniat menamatkan jiwa
Suhengnya, dan lagi dia masih punya urusan lain yang lebih
penting perlu mencari tahu kepada Siang Ceng-hong, maka
dia tidak mengudak Kongsun Ki.
Pelan2 Hong-lay-mo-li putar badan, katanya tersenyum:
"Ceng-moey, kau percaya kepadaku?"
Mendelu hambar hati Siang Oeng-hong, mulutnya
mengigau: "Sempritan ini, sempritan ini, apa yang dikatakan
cici kepadamu?"
Hong-lay-mo-li melengak heran, kenapa orang tidak tanya
cara kematian cicinya, malah menanyakan sempritan ini lebih
dulu, sahutnya: "Oh, ya, sempritan ini adalah barang
peninggalan cicimu, silakan kau ambil kembali. Masih banyak
persoalan yang perlu kubicarakan dengan kau."
Siang Ceng-hong tertegun, tanyanya: "Kau kembalikan
sempritan ini kepadaku?"
"Barang peninggalan leluhurmu, buat apa harus kumiliki?"
------------------
Apakah Siang Ceng-hong bisa melepaskan diri dari incaran
Kongsun Ki yang naksir pada-nya"
Kenapa Bun Yat-hoen sampai bentrok dengan Hong-laymo-
Ii" Siapa pula tokoh Sat-si-sam hiong itu" Apakah Honglay-
mo-Ii dapat mengalahkan mereka"
(Bersambung ke bagian 17)
Bagian 17 Siang Ceng-hong terima sempritan itu, bertambah
kepercayaannya terhadap Hong-lay-mo-li, tanya-nya: "Apa
yang hendak kau tanyakan" Silakan berkata !"
"Kejadian terbunuhnya cicimu, pelan2 akan kujelaskan
kepadamu. Biar kutanya dulu persoalan lain kepadamu-"
"Persoalan apa?"
"Apakah Khing Ciau tertawan oleh Cihumu" Dimana dia
sekarang" Dari kejauhan aku mendengar disini ada suara
pertempuran, sayang aku datang terlambat, lalu siapa yang
bertempur dengan Cihumu tadi?"
Sudah tentu kecut perasaan Siang Ceng-hong, meski hati
merasa jelus namun nuraninya belum terhitung bejat, apalagi
barusan Hong-lay-mo-U sekaligus menolong dirinya dari
cengkeraman Cihunya, maka diapun menjawab sejujurnya:
"Beberapa hari yang lalu Khing Ciau terjebak oleh serdadu
dipos jaga dimulut benteng Thian-bok-san, akulah yang
menolongnya. jadi Cihuku tidak tersangkut paut dengan
persoalan ini."
"O, jadi para serdadu itu kaulah yang membu-nuhnya,
bukan Clhumu?" terunjuk rasa kaget dan kurang senang pada
mimik wajah Hong-lay-mo-li karena kekejamannya.
Siang Ceng-hong merasakan perubahan mimik Hong-laymo-
li ini, tanyanya dingin: "Kenapa, apa aku salah menolong
dia?" "Tidak, terima kasih kau telah menolongnya. Bagaimana
luka2nya?"
"Yang bergebrak dengan Cihuku tadi adalah dia, luka2nya
sudah sembuh seluruhnya!"
Hong-lay-mo-li kejut2 kuatir, tanyanya: "Dia bergebrak
dengan Cihumu" Celaka, bagaimana keadaannya sekarang?"
Hong-lay-mo-li kuatir Khing Ciau ter-bokong oleh pukulan
gelap Kongsun Ki yang beracun itu.
"Kau tidak usah kuatir, dia sudah pergi, malah pergi
dengan hati lega dan terhibur."
"Apa maksud ucapanmu ini?"
"Masa kau belum tahu?"
"Tahu apa?"
"Bukankah kau suruh budak pelayanmu jalan di-depan
membuka jalan?"
"Suruh pelayanku yang mana?"
"Yang mana lagi" Yaitu yang kau didik dan berparas ayu,
nona San San yang sudah angkat saudara dengan Khing Ciau
itu!" nada perkataannya menampilkan rasa jenis dan cemburu.
"O, jadi San San berhasil menemukan dia." mendengar
berita San San, sungguh girang hati Hong-lay-moli, sehingga
dia tidak memperhatikan akan mimik siang Ceng-hong serta
nada cemburunya itu.
"Khing Ciau tidak terluka apa2, dia pergi bersama
pelayanmu itu, memangnya tidak melegakan hatimu?"
Bahwa Khing Ciau tidak kurang sesuatu apa cukup
melegakan hati Hong-lay-moli, tapi kekuatiran lain timbul pula,
yaitu ia kuatir Kongsun Ki mengejar mereka serta menawan
mereka untuk sandera mengancam dirinya.
Diluar tahunya bahwa nyali Kongsun Ki sendiri sudah
pecah, masakah dia berani mencari kesulitannya sendiri, Tapi
kedua ilmu beracun itu amat lihay, betapapun Hong-lay-mo-li
baru lega setelah menemui mereka, Maka dia bertanya:
"Kejurusan mana mereka pergi?"
Siang Ceng-hong menuding jalan raya ditengah:
"Memandang mukamu Cihuku melepas mereka pergi, mereka
tidak perlu kuatir dan takut, sudah tentu pergi lewat jalan
besar." "Baik, biar kususul mereka, Ceng-moay, tunggulah aku
kembali, aku mendapat pesan cicimu, aku pasti menjagamu
baik2." "Terima kasih banyak!" sahut Siaog Ceng-hong tawar, Tapi
mengawasi bayangan Hong-lay-mo-li yang berlari bagai
terbang itu, tak tertahan ber-kaca2 biji matanya, akhirnya
bercucuran air matanya.
Dalam pada itu dengan menyeret San San, Khing Ciau
mengayun langkah secepat2nya beberapa kejap lamanya,
waktu berpaling dilihatnya Kongsun Ki tidak mengejar datang,
baru dia dapat menghela napas lega dan menghentikan
langkahnya, sungguh tak karuan perasaan Khing Ciau, senang
tapi juga rawan mendelu lagi, sungguh sulit dia menentukan
pilihan diantara San San dengan Cin Long-giok piaumoaynya
itu, keduanya sama2 baik dan punya perbedaan pula didalam
ikatan hubungan mereka.
"San-moay," kata Khing Ciau setelah napasnya mulai
tenang, "Bagaimana kau bisa sampai disini?"
"Musuh besar pembunuh ayahku adalah seorang jagoan di
Kanglam ini, ke-mana2 aku mengejar jejaknya tidak ketemu,
kebetulan aku lewat sini, tak nyana bisa kesamplok dengan
kau." "Hari itu kau pergi tanpa pamit kepadaku, membuat aku
amat... amat sedih, Untung sekali hari ini aku bisa bertemu
kau pula dalam saat aku menghadapi bahaya, sungguh aku
tidak tahu cara bagaimana aku harus berterima kasih
kepadamu."
"Khing-toako, apa benar kau tidak mengalami ci-dra apa2?"
Khing Ciau menarik napas dalam, lalu sahutnya: "Memang
sedikitpun tidak merasa adanya gejala2 ganjil." sungguh
kasihan sedikitpun Khing Ciau tidak-menyadari bawah bibit
bencana sudah ditanam oleh Kongsun Ki didalam tubuhnya.
San San menekan perasaan hatinya: "Sungguh hatiku amat
girang dapat bertemu kau disini, Tapi mau tidak mau teringat
pula olehku akan seseorang."
"Siapa?" tanya Khing Ciau,
"Dimana nona Cin" Kenapa kau tidak seperjalanan dengan
dia?" "Tidak lama setelah kau pergi, seperti kau diapun pergi
tanpa pamit."
"Kau tidak tahu kemana tujuannya?"
"Aku hendak ke Ling-an menemui Sin Gi-cik, kau pun kenal
baik sama dia, kami boleh seperjalanan kesana untuk
mencarinya."
"Maaf aku tidak bisa mengiringi perjalananmu."
"Kenapa?"
"Akhirnya aku berhasil mendapat tahu jejak musuh
besarku, sebelum sakit hati ayah terbalas, aku tidak akan
pergi ke-mana2."
BegituIah akhirnya ditengah jalan mereka berpi-sah, Khing


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciau langsung menuju ke Ling-an, sedang San San mencari
jejak musuhnya yaitu Lam-san-hou Lamkiong Cau. Tujuan San
San memang mengejar musuh, tapi sebab yang utama adalah
dia tidak mau dirinya terlibat didalam arena asmara, sekaligus
untuk memberi kesempatan untuk merangkap jodoh Cin Longgiok
dengan Khing Ciau. Tapi meski dia sudah bertekad untuk
korban sendiri, tak urung air mata bercucuran juga, maka dia
tidak berani berpaling.
Hati Khing Ciaupun tak karuan rasanya, masgul dan risau
pula, Memang didalam posisi dirinya sekarang, berpisah
dengan San San adalah keputusan yang bijaksana, BegituIah
dengan hati tidak tenang dia menempuh perjalanan Tiba2
didengarnya ada orang mengejar dari belakang, suara seorang
perempuan lagi yang sedang memanggil namanya, Khing Ciau
kira San San yang putar balik, waktu dia berpaling, dilihatnya
yang berlari mendatangi adalah Hong-lay-mo-li.
Kejut dan girang Khing Ciau dibuatnya, serunya: "Liu-lihiap,
kaupun berada disini?"
"Lho, kenapa hanya kau seorang, mana San San?"
"Baru saja dia berangkat, kalau kau ingin mencarinya,
masih dapat kau menyusulnya."
Berpikir sebentar Hong-lay-mo-li sudah tahu maksud hati
San San, katanya: "Dia sih memang hendak mengejar
ketenangan hatinya, biarlah dia pergi seorang diri."
Mendengar kata2 Hong-lay-mo-li terakhir ini baru Khing
Ciau sadar akan isi hati San San, pikirnya: "San San mengejar
ketenangan hati, hatiku justru tidak bisa tenang!"
Kejap lain Hong-lay-mo-li sudah berlari datang, dengan
cermat dia awasi muka Hong-lay-mo-li, tanyanya tiba2:
"Khing-kongcu, sebetulnya kau terluka tidak?"
"Tidak!" sahut Khing Ciau keheranan.
"Apa benar tidak" Coba kuperiksa!" lalu dia pegang tangan
kanan Khing Ciau serta memeriksa denyut nadi pergelangan
tangannya. Akhirnya Hong-lay-mo-li bingung dan tak habis mengerti,
ujarnya: "Aneh, aneh, sungguh aneh!"
"Apanya yang aneh" Aku sendiri tidak merasakan apa2."
"Benar, memang sedikitpun kau tidak terluka, Karena inilah
aku merasa heran."
Betapapun Hong-lay-mo-li belum menyalami seluk beluk
kedua ilmu berbisa yang diyakinkan Kongsun Ki itu, jikalau
Kongsun Ki menambah sedikit tenaga dalam memukul dengan
Hoa-hiat-to, tempat sasarannya akan jadi kering dan layu, tapi
kali ini dia hanya menutuk dengan tenaga jari yang lemah,
sehingga hanya isi perut Khing Ciau saja yang keracunan, baru
tiga bulan kemudian kadar racun ini akan bekerja, Siang Cenghong
sendiri tidak melihat adanya gejala2 ini, apa lagi Honglay-
mo-li. "Khing Ciau," kata Hong-lay-mo-li, "pengalaman-mu di
Thian-bok-san aku sudah tahu, tak perlu kesusu kau jelaskan
kepadaku, mari kau ikut aku kembali."
"Kembali" Kemana?" tanya Khing Ciau tertegun,
"Kembali menjemput siang Ceng-hong."
Khing Ciau terkejut, katanya: "Mienjemput siang Cenghong"
Tapi aku perlu segera menemui Sin Gi-cik dikota raja."
"Aku sendiripun hendak ke Ling-an. Ceng-hong boleh bawa
bersama, pulang pergi kan hanya sebentar saja."
"Kau hendak bawa Ceng-hong seperjalanan" Ini, ini, kukira
kurang leluasa?"
"Aku tahu isi hatimu, kau kuatir dia merecokimu bukan"
Mumpung persoalan belum ketelanjur, aku bisa bantu kau
menyelesaikan soal ini, Dalam perjalanan nanti kau boleh jalan
dulu didepan, aku akan melindungimu secara diam2, tak usah
kuatir Kongsun Ki bakal datang, selanjutnya Ceng-hong akan
kupandang sebagai adikku sendiri, sesuai dengan pesan
cicinya sebelum ajal."
"Tapi Kongsun Ki memfitnah kau dihadapannya, sedikit
banyak dia sudah dendam dan sirik kepadamu, masakah dia
mau percaya kepada kau?"
"Hal itu sudah kujelaskan kepadanya."
"Siapa sih yang membunuh cicinya" Aku curiga akan Giokbin-
yau-hou, ipa benar?"
"Benar separo, Giok-bin-yau-hou kerja sama dengan
Cihunya, yaitu Kongsun Ki." lalu dia ceritakan kematian Siang
Pek-hong dulu, serta pesannya kepada Hong-lay-mo-li untuk
melindungi adiknya supaya tidak tertipu oleh Kongsun Ki.
Baru sekarang Khing Ciau paham kenapa Hong-lay-mo-li
bersikap begitu baik terhadap Siang Ceng-hong, memangnya
dia seorang jujur, meski dalam hati dia tidak begitu menyukai
Siang Ceng-hong, tapi beberapa kali Siang Ceng-hong pernah
memberi bantuan dan pertolongan kepadanya betapapun dia
merasa hutang budi dan bersimpatik akan pengalaman
hidupnya yang harus dikasihani. Maka dia menerima ajakan
Hong-lay-mo-li, kembali menjemput Siang Ceng-hong.
Dengan berlari-lari cepat sekali mereka sudah kembali
ketempat semula, Tapi bayangan Siang Ceng-hong sudah
tidak kelihatan, mungkin sudah masuk rumah, pintu
besarnyapun tertutup rapat, Hong-lay-mo-li suruh Khing Ciau
menggedor pintu,
Tapi setelah digedor beberapa kali, dari dalam tidak
terdengar sahutan, Hong-lay-mo-li lantas berteriak "Cengmoay,
akulah yang kembali!" tetap tidak mendapat jawaban,
Hong-lay-mo-li jadi heran, dua kali dia berteriak lagi, namun
tidak ada reaksi dari dalam, terpaksa Hong-lay-mo-li terjang
pintu dan melangkah masuk, tapi keadaan kosong melompong
tak tampak seorangpun.
Sudah tentu maksud baik Hong-lay-mo-li menjadi kandas,
rasa rikuh Khing Ciaupun hilang di-bayangi rasa kuatir, Siang
Ceng-hong mengalami sesuatu, atau dia tidak mau bertemu
lagi dengan Khing Ciau" Kemana dia?"
Kemanakah Siang Ceng-hong" Biarlah kami tuturkan lebih
lanjut. Setelah Hong-lay-mo-li pergi seorang diri dengan perasaan
hancur Siang Ceng-hong kembali kekamar-nya, pikirannya
tidak karuan, betapapun dia tidak mau percaya begitu saja
apa yang dijelaskan oleh Hong-lay-mo-li mengenai kematian
cicinya, pikirnya: "Aku harus menemukan seorang anggota
keluarga kita yang lama untuk membuktikan kebenaran
kata2nya." disaat benaknya ber-pikir2 inilah, kebetulan
seorang lama dari Siang-keh-po benar2 datang mencari dia.
Orang ini adalah Bing Cau. Bing Cau adalah orang
kepercayaan Kongsun Ki yang menjadi pembantu dekatnya
didalam tulis menulis, Waktu di Siang-keh-po dulu dia
berulang kali menjilat dan ber-muka2 dihadapan Siang Cenghong,
pernah pula punya pikiran yang tidak senonoh, maka
Siang Ceng-hong tidak pe-dulikan dia, belakangan dia
memelet dayang peribadi Siang Ceng-hong, yaitu Bik Siau.
Biasanya Siang Ceng-hong membencinya dan merasa sebal
melihat tampang-nya, kini dia mendapat laporan pelayannya,
seketika dia mengerut kening, katanya: "Untuk apa keparat ini
kemari?" "Bing Ciau merengek2, katanya ada urusan penting hendak
dilaporkan berhadapan dengan Siocia, Tapi, kalau Siocia tidak
mau menerima kedatangannya, biar kusuruh dia enyah saja!"
Walau benci namun sekarang Siang Ceng hong perlu
mencari tahu keadaan sesungguhnya di Siaug-keh-po, meski
tahu orang kepercayaan Kongsun Ki tapi tiada halangan,
mendengar nadanya bagaimana terhadap kematian cicinya,
maka dia berkata: "Baiklah, suruh dia masuk menemui aku."
Begitu melangkah kedalam kamar, belum lagi Siang Cenghong
membuka suara Bing Cau sudah unjuk muka menyengir
yang harus dikasihani katanya: "Ji-siocia, maaf bila aku
terpaksa membawa kabar buruk kepadamu, Cubo, dia, sudah
meninggal."
"Hanya karena soal ini kau kemari hendak memberitahu
kepadaku?" ujar Siang Ceng-hong tawar.
Melhat Siang Ceng-hong tidak begitu sedih seperti yang
diduganya, Bing Cau mengunjuk rasa heran, katanya tersekat:
"Ji-sio-cia, soal ini, jadi kau sudah tahu?"
"Tak usah peduIi aku sudah tahu atau belum" sekarang
akulah yang tanya kau, kau harus menjawab sejujurnya!"
"Ya," Bing Cau mengiakan dengan meluruskan kedua
tangannya, "Memang untuk urusan ini hamba kemari utuk
memberi laporan selengkapnya kepada Sio-cia."
"Atas maksudmu sendiri atau ada orang suruh kau kemari?"
"Memang ada orang yang suruh aku kemari, tapi umpama
tidak disuruh, aku memang ada maksud memberi laporan
kepada Sioc-a."
Siang Ceng-hong tertawa dingin, katanya: "Orang yang
suruh kau sudah datang sendiri Baiklah, kini bicaralah
sejujurnya kepadaku, dia..."
Tak nyana Bing Cau berteriak dengan suara ge-metar: "Jisiocia,
apa katamu, orang itu, dia, dia," mana mungkin dia
kemari" Dia sudah terkubur didalam bumi!!"
Siang Ceng-hong kaget, "Siapa yang kau maksud"
bukankah majikanmu yang suruh kau kemari?"
"Bukan, Cubolah yang suruh aku kemari!"
Lebih kejut Siang Ceng-hong mendengar jawaban ini,
tanyanya: "Apa, ciciku yang suruh kau kemari?"
"Ya, sebelum ajal, dengan berlinang air mata cicimu
berpesan kepadaku, suruh aku berusaha memberi kabar
kepadamu..."
"Pesan apa yang diberikan Cici kepadamu?"
"Cubo suruh aku menceritakan kejadian dirinya dicelakai
kepada kau!"
"Dicelakai oleh Siau-go-kan-kun atau oleh Hong-lay-mo-li?"
Bing Cau geleng2 kepala, sahutnya: "Bukan, bukan!"
"Lalu siapa?"
"Aku, aku tidak berani mengatakan."
"Kenapa tidak berani?"
"Kalau kukatakan kaupun tidak akan percaya."
"Percaya tidak adalah urusanku, lekas katakan!"
Badan Bing Cau gemetar, seolah2 dia akhirnya nekad,
katanya keras: "Pembunuh Cubo, bukan lain adalah Cujin
(majikan) sendiri." lalu dengan tajam ia tatap muka Siang
Ceng-hong Siang Ceng-hong tidak merasa kaget atau diluar dugaan
oleh keterangan ini, tapi karena Bing Cau adalah tangan kanan
Cihunya yang dipercaya, mau tidak mau Siang Ceng-hong
melengak oleh berita ini, serta merta roman mukanya
menampilkan rasa hambar.
Lekas Bing Cau menambahkan "Cubo kuatir kau tidak
percaya, ada sebuah barang tanda kepercayaan yang
diberikan kepadaku, silakan kau periksa." lalu dia keluarkan
gelang batu jode itu, Gelang ini adalah tanda pertunangan
Kongsun Ki kepada Siang Pek-hong dulu, biasanya dipakai
Siang Pek-Hong, sudah tentu Siang Ceng-hong kenal baik
barang ini, tanyanya setelah menyambut gelang itu: "Dalam
keadaan bagaimana Ciciku berikan gelang ini kepadamu, apa
pula yang dia katakan?"
Bing Cau mencucurkan beberapa tetes air mata, katanya
sesenggukan sedih: "Disaat Cubo menjelang ajal beliau
berikan gelang ini kepadaku, Katanya aku sudah putus
hubungan dengan keparat itu em, maka gelang ini dia tidak
mau pakai lagi, Maka dia tanggalkan gelang ini diberikan
kepadaku untuk diberikan kepada kau sebagai tanda
kepercayaan. Coba lihat diatas geleng itu masih ada noktah
darah cicimu."
Kalau hanya gelang ini saja siang Ceng-hong belum tentu
mau percaya, namun sebagai orang kepercayaan Kongsun Ki,
dia menuduh dan membuktikan bahwa Kongsun Ki adalah
pembunuh istri sendiri, meski rasa curiga mau tidak mau Siang
Ceng-hong rada percaya juga.
Diluar tahunya, Kongsun Ki membunuh istri memang benar,
tapi apa yang dituturkan Bing Cau adalah bualan belaka,
Disaat2 jiwanya hampir ajal, saking gusar Siang Pek-hong
melemparkan gelang ini keluar jendela, kebetulan dijemput Bik
Siau, dan dari Bik Siau diberikan kepada Bing Cau.
Setelah menyeka air mata Bing Cau berkata lebih lanjut:
"Berkat kepercayaan Cubo kepada hamba, meski badan harus
hancur, tak mengejar balas budi, akupun rela terjun kelautan
api! Cubo minta aku harus kerja sama dengan kau berusaha
menuntut balas, kini aku terima mendengar petunjuk Siocia
saja." "Nanti dulu! masih ada hal lain yang perlu kutanya."
"Masa Jisiocia belum percaya" Lahirnya saja Kongsun Ki
patuh dan tunduk serta sayang kepada istrinya, hakikatnya dia
punya pikiran jahat yang di-rancangnya sejak lama, yaitu
hendak membunuh cicimu."
"Bukan hal ini yang kumaksud, Menurut katamu sebelum
ajal kau berada didampingnya, kecuali kau, masih ada siapa
lagi", "Ada siapa lagi, hanya hamba saja seorang."
"Tapi aku malah dengar ada orang bilang, waktu itu diapun
berada disamping ciciku, namun dia kok tidak menyinggung
tentang dirimu."
"Yang kau maksudnya tentunya Hong-lay-mo-li?"
"Benar. Menurut katanya sebelum cici ajal, hanya dia
seorang saja yang berada disampingnya." soalnya Hong-laymo-
li ter-buru2 hendak mengejar Khing Ciau jadi belum
menutur sejelasnya kepada Siang Ceng-hong bahwa empat
pembantu tertua dari Siang-keh-po pada vvaktu itupun hadir.
Berputar biji mata Bing Cau, dia pura2 unjuk sikap gelisah
dan takut2, katanya: "Ji-siocia, kau ditipu oleh Hong-lay-moli?"
"Ditipu apa" Bukankah kau bilang bukan Hong-lay-mo-li
yang membunuh ciciku?"
"Tapi Mo-li ini punya maksud tujuan lain, Biarlah kututurkan
seluruh kejadian itu, nanti kau akan paham apa tujuannya."
"Baik, coba kau ceritakan!"
Memangnya Bing Cau sudah siapkan cerita bohong,
katanya: "Soal ini perlu kutarik rada panjang sedikit Memang
bukan Hong-lay-mo-li yang membunuh cicimu, tapi bukannya
kematiannya itu tiada hubungannya dengan Hong lay-mo li.
Hong lay-mo-li adalah Sumoay Kongsun Ki, lahirnya dia amat
sayang dan cinta terhadap sang istri, bahwasanya hatinya
berkiblat kepada Sumoaynya itu. Ji-siocia pasti kau tidak
menduga akan hal ini?"
Watak Siang Pek-hong memang jelus, cemburuan, semasa
hidupnya karena cemburu sang suami diam2 mencintai
Sumoaynya entah berapa kali kedua suami istri ini perang


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulut, Siang Ceng hong jelas akan hal ini.
Setelah mendengar cerita Bing Cau baru dia sadar dan
mengerti, "O, aku tahu sudah, jadi lantaran perempuan iblis
itu Kongsun Ki sampai tega hati membunuh istri sendiri, Tapi
menurut apa yang kutahu Hong-lay-mo-li hakikatnya tidak
menyukai Kongsun Ki!"
"Memangnya Cihumu sempit pikiran dan cupat pandangan
saking ter-gila2, mana dia tahu bila sikap Sumoaynya
belakangan berubah" Tapi lantaran cinta sepihak yang sudah
ketelanjur ini terpaksa dia turun tangan keji kepada istri
sendiri, Kukira menyesal pun dia sudah kasep."
"Belakangan bagaimana sikap Hong-lay-mo-li terhadapnya"
Katakanlah keadaan hari itu sejelasnya."
Maka mulailah Bing Ciau bercerita: "Malam itu, tiba2 aku
terjaga oleh suara sempritan yang gencar, ter-sipu2 aku lari
keluar, kulihat Nyo-toasiok dan Ho-toa-siok berempat ber-lari2
kearah loteng kediaman Cubo, Aku tahu pasti terjadi apa2,
sebagai salah satu anggota Siang-keh-po yang sudah
mendapat budi kebaikan disini, masa aku harus berpeluk
tangan, segera aku ikut menyusul kesana, Tak nyana belum
aku menyandak mereka, kulihat didepan em-bang didalam
taman itu mereka kesamplok dengan majikan.
Kejadian yang aneh segera terjadi, aku tahu Nyo, Ho, Siau
dan Li para paman itu adalah pembantu tua puluhan tahun di
Siang-keh-po, tak nyana mendadak majikan justru turun
tangan keji kepada mereka, aduh, mereka semua terluka!"
Memang Bing Cau pandai bercerita ditambahi gerak gerik
dan mimik yang begitu menarik sehingga Siang Ceng-hong
ketarik dan percaya akan ceritanya, Teriaknya: "Kejam benar
Kongsun Ki keparat itu! Ai, mereka setia kepada cici, dan
memanggilnya untuk membantu, tak nyana malah ketiban
mala petaka! Lekas teruskan, bagaimana selanjutnya" Apakeh
mereka mati oleh kekejian keparat itu?"
"Kejadian aneh beruntun terjadi pula, disaat2 gawat itu
mendadak datang seorang penolong, meski mereka terluka,
namun jiwanya berhasil ditolong."
"Siapa yang menolong mereka?"
"Hong-lay-mo-li!"
Siang Ceng-hong sendiri pernah mendapat pertolongan
Hong-lay-mo-li, katanya: "lblis ini memang berjiwa pendekar,
melihat perbuatan jahat Suhengnya, segera dia turun tangan
menolong keempat pembantu tua kita, hal ini tidak perlu
dibuat heran."
"Ji-siocia, kalau kau berpikiran demikian, kurasa tidak
benar!" "Memangnya iblis perempuan itu punyak maksud2 tertentu
" Baik, teruskan, bagaimana akhirnya?"
Bing Cau menghela napas, katanya lebih lanjut: "Setelah
Hong-lay-mo-li muncul, majikan terus dilabraknya sampai lari
pontang panting dengan luka2 tertusuk pedang, Hong-lay-moli
tidak mengejarnya, tapi malah lari keatas kediaman Cubo
seorang diri!"
"O, jadi dia benar2 pernah bertemu muka dengan ciciku."
"Benar, tapi sebelum Cubo ajal hanya aku saja yang berada
disampingnya."
"Apa kaupun ikut naik keloteng mengikuti jejaknya?"
"Tidak, peristiwa ini terlalu mendadak dan diluar dugaan,
aku sendiri tidak tahu seluk beluknya, mana berani sembarang
unjuk diri" Waktu majikan melukai keempat paman aku
sembunyi dibelakang bukit2an, saking ketakutan aku sampai
menjublek sekian lamanya setelah Hong-lay-mo-li pergi baru
aku berani ke-luar."
"O, Hong-lay-mo-li hanya masuk sebentar terus berlalu
lagi?" "Kira2 setengah sulutan dupa, dengan tergesa2 Hong-laymo-
li lantas berlalu, Dilihat gelagatnya dia pergi mengejar
majikan." "Jangan kau anggap keparat itu sebagai majikan lagi."
"Baik. Sudah biasa hamba memanggil demikian harap Jisiocia
maklum dan maaf."
"Apa yang kau lakukan setelah iblis perempuan itu pergi?"
"Aku menduga pasti terjadi apa2, maka segera aku
memburu naik keatas loteng menjeguk Cubo, Tan-pa
diundang hamba menerobos masuk kekamar Cubo, memang
perbuatan yang tidak patut dan kurangajar, tapi waktu itu aku
tidak banyak pikir lagi."
"Aku tidak persoalkan tetek bengek itu. Bagai-mana
keadaan ciciku waktu itu?"
Kembali Bing Cau meneteskan air mata, katanya
sesenggukan "Kasihan wajah Cubo sudah pucat seperti kertas,
napasnya sudah kempas kempis, untung dia tahu selamanya
aku amat setia terhadapnya, menaruh kepercayaan pula
kepadaku. Begitu melihat aku masuk roma mukanya lantas
unjuk senyum kegirangan, suruh aku duduK dipinggir
pembaringan dikatakan tak usah susah payah menolongnya,
aku cuma disuruh mendengar pesannya saja."
"Mungkin luka2 cici amat berat dan tahu ajalnya tidak lama
lagi, maka dia perlu segera berpesan apa2. Tapi cara
bagaimana dia bisa begitu percaya kepada Bing Cau"
"demikian batin Siang Ceng-hong.
Tutur Bing Cau lebih lanjut: "Lalu Cubo ceritakan
bagaimana dia dilukai oleh majikan, eh tidak, oleh keparat itu,
beliau berpesan dua persoalan supaya aku menyampaikan
kepadamu."
"Dua soal apa?"
"Pertama harus menuntut balas, Kedua supaya kau hati2,
jangan tertipu oleh Hong-lay-mo-li!"
"O, cici kuatir aku tertipu" Dalam hal apa cici curiga
terhadap Hong-lay-mo-li?"
"Menurut pesan Cubo, setelah Hong-lay-mo-li menemui
dirinya, diapun berjanji hendak menuntutkan balas, tapi dia
minta imbalan dengan ilmu pelajaran kedua ilmu beracun dari
keluarga Siang kalian."
Siang Ceng-hong tidak menduga akan ambisi Hong-lay-moli
ini, tanyanya: "Apa cici kena ditipunya men-tah2?"
"Cubo cukup cerdik dan berpengalaman beliau tahu hanya
berpesan secara lisan begini saja kepadamu, masakah dia
sendiri kena ditipunya" Waktu itu dia pura2 pingsan tak
sadarkan diri, diatas badannya Hong-lay-mo-li tak berhasil
menggeledah apa2, maka dia lantas ambil sempritan itu."
Rangkaian cerita Bing Cau ini ada kejadian yang
sesungguhnya namun ada pula bualannya sendiri, karena
campur aduk dan kedengarannya masuk diakal, sekaligus
soal2 kecil yang menjadi perhatian dan kecurigaan Siang
Ceng-hongpun sudah terjawab seluruhnya didalam ceritanya
ini, tidak bisa tidak Siang Ceng-hong termakan oleh ceritanya
ini. Bing Cau memang seorang licik licin dan culas, dalam
ceritanya dia tidak perankan Hong-lay-mo-li sebagai orang
yang tidak terlalu jahat, namun setelah Siang Ceng-hong
mendengar ceritanya, serta merta timbul rasa dendam dan
kesan buruk terhadapnya.
Namun masih ada bayangan curiga dalam benak Siang
Ceng-hong, sesaat dia pandang Bing Cau, katanya tawar:
"Bing Cau, selamanya Kongsun Ki pandang kau sebagai
tangan kanan kepercayaannya, kenapa tidak kau bantu dia,
malah kau berbakti kepada Cubo?"
Merah selebar muka Bing Cau, sikapnya dibuat kikuk dan
main2, sahutnya gelagapan: "Hamba tidak berani bilang."
"Kenapa tidak berani?"
"Aku, aku, aku kuatir Jisiocia marah setelah mendengar
penjelasanku aku, aku tidak berani menanggung akibatnya."
"Aku hanya ingini kejujuranmu dalam menjawab persoalan
ini, aku pasti tidak akan salahkan kau, boleh kau katakan
saja." "Bagaimana isi hati hamba, tentunya Ji-siocia sudah tahu
juga" Hamba laksana kodok buduk yang kepingin mencicipi
daging bangau, Aku tahu angan2ku takkan terlaksana, namun
bisa sedikit berbakti bagi orang yang kupuja, tidak sia2
hidupku ini, Apalagi Cubo begitu baik terhadapku, sebagai
pembantu setia dari Siang-keh-po, aku hanya berbakti bagi
kepentingan Ji-siocia. Untuk ini Cubopun ada tahu, Mohon
siocia maklum dan tidak marah akan khayalan hamba ini,
kalau Siocia marah, mau pukul, memaki atau membunuhkupun
bolehlah, aku terima dengan suka rela."
Merah malu muka Siang Ceng-hong, hatinya jeng-kel,
gemes dan senang pula, Maklumlah baru saja dia menghadapi
sikap dingin Khing Cau, disaat dia merasa malu dan
dikendalikan derajatnya, disaat hatinya kecewa dan patah
semangat Tak nyana datang laki lain yang pandang dirinya
sebagai bidadari, kepincut dan ter-gila2 kepada dirinya, meski
orang hanya seorang pembantu dalam keluarganya,
betapapun sedikit menghibur dan angkat derajat serta
meninggikan gengsinya.
Apa lagi asal usul Bing Cau bukan kelahiran keluarga
rendah, ayahnya dulu adalah guru silat kenamaan, pernah
menjadi kekasih San San lagi, sebaliknya San San dalam
pandangan Siang Ceng-hong adalah duri tajam didepan
matanya. Disinilah letak keganjilan jiwa gadis yang baru mekar, Meski
dia tidak mungkin mencintai Bing Cau, namun sikap dan
pandangannya sudah berubah, tidak membencinya seperti
dulu pula. "Terima kasih akan kesetiaanmu terhadap kami kakak
beradik, banyak kata2 yang tidak pantas kau ucapkan
kepadaku, tapi akupun tidak akan menghu-kummu, tapi
selanjutnya kularang kau sembarang buka mulut."
"Hamba tahu, Hamba hanya sekedar melimpahkan isi hati
belaka." "Kali ini kau berjasa besar bagi keluarga Siang kami,
sebagai penulis Cihuku, memang kau tidak dipandang sebagai
pembantu umumnya, selanjutnya tidak perlu kau
membahasakan diri sebagai hamba, usiamu lebih tua dari aku,
pantas kalau aku memanggilmu Bing-toako. Kami boleh
berhadapan secara sejajar dan sederajat."
Keruan girang Bing Cau bukan kepalang, namun dia unjuk
sikap ter-sipu2, katanya: "Bukankah menyiksa aku yang kecil"
Hamba se-kali2 tidak berari."
"Bing-toako, kalau kau sungkan dan menampik kebaikanku,
berarti kau pandang dirimu orang luar. setelah merubah basa
basi ini, masih ada pertanyaan yang perlu kuajukan."
"Baik, Nona, nona Siang."
"Bing-toako, bagaimana dengan keempat pembantu tua itu,
apa masih berada di Siang-keh-po?"
"Mereka berempat dibawa semua oleh Hong-lay-mo-li."
"Hah, dibawa pergi" Apa sih maksudnya" Memangnya
mereka sudi mendengar perintahnya?"
"Dia menolong mereka, bersumpah menuntut balas bagi
kematian Cubo lagi, sudah tentu mereka tunduk. Apa
tujuannya, aku sendiri tidak berani sembarang menduga."
Setelah berpikir akhirnya Siang Ceng-hong menjawab
sendiri: "Dia mencari kau. Kongsun Ki pandang ilmu pelajaran
silat itu amat berharga, masakah mandah dibiarkan dicuri
orang lain" jikalau seseorang lain yang membual dan memberi
pertolongan kepada para pembantu tua itu, tidak akan lepas
dari ambisi-nya hendak mencaplok Siang-keh-po kita. Paling
tidak dia ingin Siang-keh po dibawah kekuasaannya."
"Benar," timbrung Bing Cau, "Cubopun berpikir demikian."
Siang Ceng-hong tenggelam dalam alam pikirannya Bing
Cau segera menambahkan "llmu silat iblis perempuan itu
memang tinggi, demi mengincar Siang-keh-po dan ilmu
silatnya, tidak segan2 dia menentang Suhengnya, untuk
menuntut balas cicimu sebenarnya bisa pinjam tenaganya,
Cuma imbalannya terlampau besar."
"Kita harus berusaha menuntut balas sendiri, kalau hutang
budi sampai diperas dan diperalat oleh dia, celakalah kita
akhirnya, Biar kuberitahu kepadamu, tadi perempuan iblis itu
sudah kemari, dia minta aku ikut dia pergi."
"Nona Siang, kau ingin ikut dia."
Seketika berkobar rasa cemburu Siang Ceng-hong, katanya
kertak gigi: "Umpama aku harus mampus, se-kali2 aku tidak
sudi ikut iblis perempuan itu. Bing Cau, kini hanya kau saja
yang setia kepadaku, kau harus bantu aku mencari upaya
menuntut sakit hati ini."
Melihat Siang Ceng-hong sudah terjebak dalam
muslihatnya, sungguh bersorak kegirangan hati Bing Cau,
namun sikapnya tetap tenang2, sahutnya: "Kepandaianku
rendah, aku kuatir tidak akan mampu bantu Siocia, untunglah
Cubo sudah memberi petunjuk, kebetulan pula sekarang aku
sudah memperoleh cara untuk menuntut balas."
"Kau punya cara apa Bing-toako, lekas katakan!"
Dari kantong bajunya Bing Cau merogoh keluar sejilid buku
tipis terus diangsurkan kepada Siang Ceng-hong, katanya:
"Nona Siang, coba kau lihat buku apa ini?"
Begitu Siang Ceng-hong membuka halaman pertama,
seketika dia berjingkrak, teriaknya: "lnilah tulisan ayahku."
"Coba kau lihat halaman lain." kata Bing Cau pula.
Setelah membaca beberapa lembar, semakin kaget dan
bingung Siang Ceng-hong dibuatnya, jari tangannya gemetar,
hampir saja dia tidak kuat memegangi buku itu. Batinnya:
"Apakah ini pelajaran kedua ilmu beracun milik ayah itu?"
ternyata buku pelajaran ini biasanya disimpan oleh cicinya,
selamanya belum pernah Siang Ceng-hong melihatnya.
Disaat Siang Ceng-hong bingung dan curiga, Beng Cau
sudah menjelaskan "Ji-sio-cia, itulah buku pelajaran ilmu
beracun milik ayahmu, tentunya kaupun tahu" Untuk
menuntut balas sakit hati cicimu, tergatung kepada buku ini,"
Bahwasanya Siang Ceng-hong tidak tahu apakah buku
tulisan ini tulen atau palsu, cuma dia kenal betul gaya tulisan
ayahnya, catatan yang teramat didalam buku memang benar
adalah pelajaran Hoa-hiat-to dan Hu-kut-ciang, maka dia
percaya begitu saja, mana terpikir olehnya bahwa diam2
Kongsun Ki memang sekongkol dengan Bing Cau menipunya
dengan sejilid buku lain yang ditipunya dari yang asli.
Kejut dan girang Siang CeTig-hong tanyanya: "Darimana
kau dapat buku pelajaran ilmu beracun ini?"
"Cubo ada bilang bahwa buku pelajaran kedua ilmu
beracun ini semula sudah direbut oleh Kongsun Ki, namun dia
tidak paham ajaran Lwe'kang asli dari keluarga Siang, paling
hanya berlatih mencapai tingkat kelima, namun tingkah itu
sudah cukup menjagoi Bulim tanpa tandingan Maka untuk


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menindas dan me-nundukan dia, kecuali salah satu anggota
keluarga Siangpun meyakinkan ilmu yang sama sampai tingkat
kesepuluh, dengan racun menggempur racun, pasti dapat
menamatkan riwayatnya, setelah tahu hal ini dengan pura2
aku tetap setia kepada majikan dan mengikuti langkah
Kongsun Ki si keparat itu."
"O, jadi kau berhasil mencuri dari Kongsun Ki?"
"Untung keparat itu tidak curiga kepadaku, akhirnya aku
berhasil Segera aku melarikan diri."
"Bing-toako dengan menempuh bahaya kau berhasil
mencuri balik buku pelajaran silat keluarga Siang kita, Budi
dan kebaikanmu Ini, sukalah kau terima hormatku,"
Bing Cau pura2 ter-sipu2, serunya: "lni, ini, bukankah
merepotkan hamba?" setelah membalas hormat, dia
menambahkan "Nona Siang, dengan mempelajari ilmu yang
termuat didalam buku pelajaran ini, kukira kita tidak perlu
minta bantuan orang luar untuk menuntut balas."
"Ayah pernah berpesan sebelum mangkat, melarang kami
mempelajari kedua ilmu ini. Ai, urusan sudah berkepanjangan,
demi sakit hati cici, terpaksa... terpaksa..."
Belum habis kata2nya tlba2 dilihatnya Bing Cau sudah
berlutut dihadapannya, keruan Siang Ceng-hong kaget
setengah mati, lekas dia memapahnya bangun, katanya:
"Bing-toako, apa2an perbuatanmu ini."
"Ji-siocia aku setia dan bersungguh hati terhadapmu entah
sukakah kau pandang aku sebagai orang sendiri?"
"Susah payah kau bekerja demi kepentingan kami, sudah
tentu aku percaya penuh dan tiada pertimbangan lain,
sedikitpun aku tidak pandang kau sebagai orang luar."
"Asal Ji-siocia percaya kepada hamba, hambapun takkan
sangsi lagi, biarlah aku memberanikan diri bicara terus terang,
"demkian kata Bing Cau dengan sikap yang harus dikasihani
"Betapa hebat kedua ilmu ini, kabarnya majikan tua dulu
meninggal karena Cau-hwe-jip-mo waktu latihan kedua ilmu
itu siocia jelas tidak leluasa dan berbahaya latihan ilmu ini,
kalau diidzinkan biar hamba saja yang mencoba dan
menempuh bahaya, syukur kalau berhasil, akan kubunuh
keparat itu. Tentunya Siocia tidak anggap bahwa hamba
hendak mencuri belajar kedua ilmu berbisa itu?"
Lama Siang Ceng-hong terlongong, maklumlah Bing Cau
serahkan dulu buku pelajaran itu, baru minta idzin untuk wakili
si nona melatih ilmu beracun yang berbahaya ini, sudah tentu
Siang Ceng-hong tidak akan curiga dan sangsi, bahwa orang
sengaja hendak menipunya, katanya kemudian dengan
menggenggam kencang tangan Bing Cau: "Bing-toako, kau
begini baik, tak tahu bagaimana aku harus membalas budimu,
Perlu kau ketahui menjelang ajal ayah beliau berhasil
menciptakan ajaran semacam Lwekang tinggi khusus untuk
mengatasi kegagalan dalam latihan kedua ilmu beracun itu.
Cuma Lwekang ini manjur atau tidak, karena belum pernah
dijajal, aku sendiripun tidak berani memastikan namun setelah
latihan Lwekang tinggi ini, proses latihan kedua ilmu beracun
itu akan jauh lebih mudah dan lebih cepat berhasil Aku sendiri
tidak berani melanggar pantangan ayah, terpaksa biar kau
saja yang wakili aku."
"Terima kasih banyak akan kepercayaan Siocia kepadaku,
meski terjun kelautan api atau menerjang gunung golok, aku
tidak akan gentar lagi."
"Bing Toako, selanjutnya jangan kau terlalu merendahkan
dirimu, sejak kini aku pandang kau sebagai kakakku, jikalau
bisa menuntut balas sakit hati cici, aku pasti tidak akan
sia2kan harapanmu."
Keruan berdenyut jantung Bing Cau, hampir saja dia tak
kuasa menahan gejolak hatinya hendak mem-beber duduk
perkara yang sebenarnya. Tapi mengingat kebaikan Kong-sun
Ki, terpaksa dia abaikan maksud baik Siang Ceng-hong.
Ternyata kedatangan Bing Cau kali ini sebelumnya memang
sudah bersekongkol dengan Kongsun Ki untuk menipu Siang
Ceng-hong, sebagai bangkotan bangsat yang licik dan licin,
sebelumnya Kongsun Ki sudah mengatur dua tipu daya,
pertama dia sendiri yang berperan melakukan muslihatnya,
namun gagal, terpaksa dia memperalat Bing Cau,
melaksanakan tipu dayanya yang kedua.
Dasar cerdik pandai, setelah memperoleh buku pelajaran
kedua ilmu beracun itu, dengan tekun dia menyalin duplikat
sejilid buku yang lain yang bentuk dan gaya tulisannya dia tiru
sedemikian rupa sehingga tidak bisa dibedakan mana yang
palsu dan yang tulen, dengan buku tiruan inilah dia suruh Bing
Cau menemui Siang Ceng-hong untuk menipunya.
Didalam jiplakan yang tiruan ini ada juga tulisan
sesungguhnya, sehingga Siang Ceng-hong tidak curiga.
Dengan memberikan buku tiruan ini kepada Bing Cau, sudah
tentu Kongsun Ki kuatir bila Bing Cau mengkhianati dirinya,
bila Bing Cau berlatih menurut apa yang termuat didalam
buku tiruan ini, didalam tiga bulan pasti Cau-hwe-jip-mo.
Namun demikian Kongsun Ki masih belum lega hati,
sebelum Bing Cau berangkat dia gunakan Hoat-hiat-to
menggablok punggung Bing Cau tepat pada jalan darah
besarnya, dalam jangka tiga bulan bila Bing Cau tidak kembali
memberi laporan, kadar racun bakal bekerja dan tamatlah
riwayatnya. Bing Cau sendiri mempunyai perhitungan pula, sejak putus
hubungan dengan San San, tidak mengoreksi kesalahan
sendiri dia malah dendam kepada Khing Ciau, untuk menuntut
balas insaf bukan tandingan lawan, Kongsun Ki tahu akan isi
hatinya, maka diberikan janji bila dia menunaikan tugas
dengan baik, kelak akan diangkat jadi murid. Oleh karena itu
Bing Cau semakin setia dan mati kutu, apa lagi Kongsun Ki
sudah menabas dirinya dengan Hoa-hiat-to.
Apa yang diceritakan kepada Siang Ceng-hong adalah
cerita yang sudah dikarang dan direncanakan dulu dengan
Kongsun Ki. Tahu bahwa perbuatan jahatnya tidak dapat
mengelabui Siang Ceng-hong pula, maka dihadapan Siang
Ceng-hong, Bing Cau disuruh memaki dirinya sebagai keparat
pembunuh, muslihatnya ternyata berhasil menggaet
kepercayaan Siang Ceng-hong.
Menurut rencana setelah Bing Cau berhasil menipu ajaran
Lwekang tingkat tinggi itu lantas dia persembahkan kepada
Kongsun Ki. Siang Ceng-hong sendiri tidak pernah latihan
kedua ilmu beracun itu, Bing Caupun hanya pura2 latihan saja
dihadapan-nya, atau boleh juga bilang otaknya memang
tumpul selama ini belum mendapat kemajuan, maklumlah
betapa tinggi kedua ilmu beracun ini, dalam dua tiga bulan
belum nampak hasilnya memang tidak perlu dibuat heran.
Sudah tentu Bing Cau amat girang mendapat janji Siang
Ceng-hong, katanya: "Hong-moay, iblis perempuan itu bilang
mau kembali, lekaslah kita tinggalkan tempat ini saja."
Siang Ceng-hong tertawa lebar, katanya: "Bing-toako, apa
yang kau katakan, selanjutnya aku dengar petunjukmu, Baik,
mari kita berangkat!" sebagai orang yang sudah terombang
ambing laksana perahu ditengah lautan teduh tiada pegangan
dan tiada sandaran lagi, terpaksa Siang Ceng-hong
percayakan dirinya kepada Bing Cau begitu saja, sudah tentu
tidak dia sadari bahwa nasib dirinya selanjutnya sudah dia
pasrahkan kepada Bing Cau mentah2.
Setelah membenahi barang2 seperlunya dengan kedua
pelayannya Siang Ceng-hong ikut Bing Cau pergi.
Sudah tentu waktu Hong-lay-mo-li dan Khing Cau menyusul
balik, rumah ini sudah kosong, Diam2 Hong-lay-mo-li
mengeluh, katanya kuatir: "Jikalau Ceng-hong terjatuh
ketangan Cihunya, bagaimana aku harus memberi
pertanggungan jawab kepada cicinya dialam baka?"
Bing Cau ajak Siang Ceng hong menempuh perjalanan
lewat jalan kecil dan sudah jauh, Hong-lay-mo-li mencari
ubek2an lewat jalan besar tentu sia2 saja usahanya, Terpaksa
mereka menduga2 saja, urusan penting lainnya sedang
menunggu penyelesaian, tiada senggang mencari jejak Siang
Ceng-hong lagi. Maka akhirnya mereka berkeputusan pergi ke
Lingan lebih dulu.
Sepanjang jalan Hong-lay-mo-li berkesempatan memberi
penjelasan kepada Kinng Ciau mengenai peristiwa yang
dialaminya, Begitulah tanpa menemui kesulitan lagi, hari
ketiga menjelang magrib mereka sudah tiba di Kik-sia-nia.
Bukit disini tidak begitu tinggi, namun pepohonan disini
kebanyakan adalah kembang Tho, pemandangan danau indah
permai berhawa sejuk lagi, begitulah sambil menempuh
perjalanan mereka mengobrol sambil menikmati panorama.
Sekonyong2 dikesunyian magrib diatas pegunungan ini,
lapat2 mereka mendengar benturan senjata keras dari balik
bukit sebelah depan sana, bertaut alis Hong-lay-mo-li,
katanya: "Tokoh Kangouw dari mana yang sedang bertarung
disini, bikin rusak panorama permai disini, mari kita tengok
kesana." dengan mengembangkan Ginkang secara diam2
mereka menembus hutan terus menuju kebukit didepan itu,
setelah dekat baru mereka bisa melihat jelas. Seorang laki2
setengah umur berpakaian sastrawan sedang bertempur
melawan tiga laki2 kekar dengan sengit
Laki2 sekolahan itu menggunakan senjata potlot baja,
ketiga lawannya menggunakan alat senjata yang sama,
tangan kiri pegang golok, tangan kanan menyekal sebuah
gelang baja, perawakan dan bentuk muka mereka hampir
mirip satu sama lain.
Laki2 sekolahan itu mainkan sepasang potlotnya dengan
ilmu tutuk yang hebat dan lihay, Tapi ketiga Iawannyapun
tidak lemah, gelang2 baja ditangan kanan mereka justru
senjata peranti mengancing potlot lawan, bila potlot sampai
terkacip oleh gelang lawan, pasti akan tertarik lepas dari
cekalan, sementara golok ditangan kiri dibuat membela diri
disamping menyerang bila ada kesempatan, tiba2 menerobos
keluar dari tengah2 gelang, tahu2 sudah membacok pula dari
arah lain, gerak dan serangan ketiganya dapat kerja sama
dengan rapi dan ketat, jarang terlihat kepandaian macam ini
di Bulim. Selintas pandang Hong-lay-mo-li dapat menilai, bila satu
lawan satu ketiga laki2 itu terang bukan tandingan laki2
sekolahan, namun dengan gabungan dan kerja sama mereka
yang ketat dan lihay itu, laki2 sekolahan lambat laun terdesak
dibawah angin. "Aneh benar senjata ketiga orang itu, Liulihiap kau tahu
asal usul mereka?"
"Ketiga orang itu aku tidak kenal, laki2 sekolahan itu aku
malah sudah kenal."
"Siapakah dia?"
"Dia itulah Thi-pit-su-seng Bun Yat-hoan."
Dalam kalangan Bulim di Kanglam nama Bun Yat-hoan
amat terkenal, Khing Ciau pernah dengar nama besarnya,
katanya: "Kabarnya orang ini termasuk golongan pendekar di
bilangan Kanglam ini, perlukah kita membantunya ?"
"Biarkan dulu, Kita bertindak melihat gelagat." sahut Honglay-
mo-li. Mereka mengintip dari balik pohon.
Tiba2 terdengar Bun Yat-hoan membentak: "Sat-lotoa, kau
keliru mencari aku, memang ada persengketaan apa aku
dengan kalian bersaudara?"
Laki2 yang tertua segera tertawa dingin, ejeknya: "Siapa
suruh kau menolak kebaikanku" Siau-go-kan-kun
menyelundup ke Kanglam, aku tahu kau sahabat baiknya, tak
mau bantu aku tentu kau membantu dia, hm, hm,
memangnya aku membiarkan kau pergi memberi kabar
kepada dia?"
Bun Yat-hoan ter-bahak2, katanya: "Sat-lotoa, kau pandang
apa aku orang sbe Bun ini" Memangnya aku Bun Yat-hoan
seorang rendah yang sudi menjual kawan" He-he, memang
aku ingin merasakan arak hukuman kalian!" tiba2 gerakan
sepasang potlotnya diperkencang, potlot dikiri melintang dan
digariskan miring, sementara potlot kanan menusuk kedepan,
se-konyong2 kedua potlot menggaris sebuah bundaran lagi,
maka terdengarlah suara benturan nyaring yang memekakkan
telinga, ternyata didalam satu jurus, beruntun dia gempur
ketiga lawannya, sehingga orang kedua dan ketiga didesaknya
mundur, sementara potlot ditangan kanan dalam sejurus
mengincar tujuh Hiat-to dibadan Sat-lotoa.
Diam2 Hong-lay-mo-li memuji dalam hati: "Thi-pit-su-seng
memang tidak bernama kosong, kepandaian ilmu tutuknya
cukup setanding dengan Bu-lim-thian-kiau. Dalam jaman ini
yang mampu mengalahkan kepandaian ilmu tutuknya ini
mungkin hanya ayahku (Liu Goan-ka) saja."
Berkata Sat-lotoa sinis: "Hebat benar ilmu tutuk-mu! Orang
she Bun, agaknya kau lebih senang arak hukuman dan
mengukur kepandaian kami, baik, kitapun takkan sungkan lagi
kepadamu." dengan siulan panjang dia memberi aba2,
serempak Sat-loji dan Sat-losam merangsak maju bersama,
golok mereka menerobos dari gelang bajanya, mereka
menyerang dengan golok sementara gelang baja untuk
perisai, bergebrak dalam jarak dekat, rangsakan golok mereka
laksana ular beracun menjulurkan lidah, yang diincar adalah
kedua ketiak Bun Yat-hoan.
Bun Yat-hoan tahu diantara ketiga lawannya ini, Sat-lotoa
berkepandaian paling tinggi, maka dia tidak berani
menghadapi sepenuh hati akan serangan dari kedua sayap ini,
sebelah potlotnya melintang melindungi badan, badannya
tiba2 berputar, sekaligus dia tangkis kedua golok musuh,
belum lagi badannya berhenti tahu2 kakinya sudah menggeser
kedudukan berada di hadapan Sat-lotoa, dengan sejurus Likhong-
sia-ciok (Li Khong memanah batu), potlot kanan
meluncur lempang seperti anak panah menusuk kedada Satlotoa.
Se-konyong2 Sat-lotoa malah menghardik: "Lepaskan"
gelang bajanya tiba2 dia timpukan,
Khong Ciau keheranan melihat serangan lucu mi, tanyanya
berbisik: "Lho, koh malah senjata orang she Sat yang lepas
tangan?" Belum habis ia berkata, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah
menjerit: "Celaka!" sebat sekali dia melompat keluar dari
tempat sembunyinya,
Tampak gelang baja yang ditimpukan Sat-lotoa itu sudah
membelit potlot kanan Bun Yat-hoan, berputar seperti roda
besi sampai berbunyi keresekan, kembang apipun berpercik.
Dalam waktu yang sama serempak golok pendek Loji dan
Losam sudah menyerang tiba dari kanan kiri pula sementara
golok Sat-lotoa membelah kedada! Walau Lwekang Lo-jl dan
lo-sam rada rendah, namun kepandaian mereka cukup lihay,


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaimana juga potlot ditangan kiri Bun Yat-hoan harus
melayani serangan ini, paling sedikit setengah tenaganya
terpental. Oleh karena itu setengah tenaganya lagi ditangan
kanan susah menahan tekanan besar dari pusaran gelang baja
lawan yang dahsyat Kalau dia tidak melepaskan diri dari
lingkaran gelang, tangan kanan bukan mustahil bisa tertindas
remuk. Apa boleh buat, segera dia berkeputusan lekas dia lepas
pegangan kelima jari-nya, "Tang" dengan membelit potlot baja
dan gelang masih berputar kencang itu mencelat tinggi
ketengah udara.
Ilmu tutuk dengan sepasang potlot baja Bun Yat-hoan
bukan saja merupakan kepandaian tunggalnya, ilmu
Ginkangnyapun tinggi sekali, disaat gawat itu, se-konyong2
tungkak kakinya berputar, laksana anak panah tiba2 badannya
melejit mundur, setelah melemparkan sebatang potlotnya,
berarti sudah melepaskan beban yang menindih dirinya,
dengan sendiri kekuatan ditangan kiri pada potlotnya menjadi
kuat, membarengi gerakan mundur itu, potlotnya menggaris
dengan kuat, kontan golok pendek Sat-lo-ji dan Sat-losam terketuk
jatuh, celaka lagi pundak Sat-losampun tergores luka,
darah merembes membasahi pakaian.
Sat-lotoa membentak: "Orang she Bun, lari kemana?"
Bun Yat-hoan ketinggalan sebatang potlot, dia insaf dirinya
terang bukan tandingan Sat-si-sam-hiong, diam2 hatinya
mengeluh. Kedatangan Hong-lay-mo-li justru tepat pada waktunya,
begitu dia menerobos keluar hutan, kebetulan gelang dan
potlot yang terbang itu memapak kedatangannya, sigap sekali
kebutnya terkembang, sekali kebut dan tarik dia membelit
potlot lalu gelang diketuknya jatuh dengan gagang kebutnya,
sementara badan tetap meluncur kedepan turun diantara Satlotoa
dan Bun Yat-hoan.
Bagian 18 "Tidak tahu malu ya?" seru Hong-lay-mo-li "Tiga orang
mengeroyok satu orang, terang sudah kalah, masih berani
bertarung mati2an! Nah, kalau belum kapok, majulah biar
kuberi hajaran kepada kalian! Bun-siansing, silakan kau
mundur dan istirahat biar aku berkesempatan melemaskan
otot." sembari bicara dia serahkan kembali potlot kepada Bun
Yat-hoan. Sejak malang melintang dan angkat nama Bun Yat-hoan
belum pernah kecundang demikian rupa, betapa hatinya
takkan mendelu menyambuti potlotnya dari tangan Hong-laymo-
li, semula dia hendak tinggal pergi, namun ingat janjinya
kepada Liu Goan-ka untuk mencari balik putrinya, kini Honglay-
mo-li kebetulan dihadapannya, terpaksa dia harus
menunggu setelah Hong-lay-mo-li melabrak Sat-si-sam-htong
(tiga orang gagah dari keluarga Sat bersaudara).
Bahwa Bun Yat-hoan kecundang, Sat-si-sam-hiong-pun
terjungkal pula, Gelang Sat-lotoa lepas, demikian pula golok
Sat-loji dan Sat-losam dengan luka dipundak-nya lagi, jadi
terhitung Bun Yat-hoan masih unggul dalam permainan tipu2
jurus. Tapi sebagai tokoh kelas wahid dalam Bulim, begitu
kecundang, sudah tentu bukan kepalang rasa sedih hatinya.
Sat-lotoa amat malu mendengar olok2 Hong-Iay-mo-li.
Kepandaian kebut yang dttunjukan Hong-lay-mo-li betu12
bikin hatinya mencelos. Dengan terbelalak dia tatap Hong-laymo-
li serta membentak: "Siapa kau, berani kau wakili Bun Yathoan
menalangi persoalan ini, mencampuri urusan Sat-si-samhiong
lagi?" Hong-lay-mo-li tertawa lebar, baru saja ia hendak bicara
"Tang", ternyata disebelah sana Sat-lo-sam yang terluka dan
uring2an itu kebetulan kesamplok dengan Khing Ciau yang
baru saja lari keluar dari hutan, seketika naik pitam dan tanpa
banyak cincong lantas angkat gelang bajanya mengepruk
kebatok kepala Khing Ciau.
Mellhat sikap galak orang, Khing Ciau sudah lolos
pedangnya, dengan jurus Hing-hun-toan-hong (awan
melintang memotong gunung) pedangnya menebas naik
keatas, Lwekang Sat-losam paling lemah diantara tiga
bersaudara setelah Khing Ciau meyakinkan Tay-yan-pat-sek,
tenaga dalamnya sudah maju berlipat ganda, namun demikian
dia masih setingkat lebih rendah dari Sat-Iosam, benturan
kedua senjata yang keras meme-kak telinga seketika
membuat Sat-losam tergetar mundur tiga tapak, telapak
tangan Khing Ciau pecah berdarah.
Hong-Iay-mo-li tahu Khing Ciau bukan tandingan Satloaam,
segera dia memanggil "Adik Ciau kau mundur saja!"
lalu dia menambahkan dengan suara dingin: "Kalian sudah
dengar ucapanku bukan" Kalian mengagulkan diri sebagai
orang gagah bersaudara Sat, namun melihat sepak terjang
kalian tak ubahnya seperti anjing atau biruang" Lekas jemput
senjata kalian, aku tidak akan mengambil keuntungan, silakan
siaga dan dudukilah posisi kalian masing2 baru aku akan turun
tangan." Kata2 Hong-lay-mo-li tajam sindirannya, keruan ketiga
saudara Sat itu naik pitam, Sat-lotoa tiba2 ber-kata: "Apakah
kau ini Liok-lim-beng-cu dari lima propinsi daerah utara yang
dinama julukan Hong-lay-mo-Ii Liu Jing-yau?"
Sejak kedatangan Hong-lay-mo-li di Kanglam beruntun dia
mengalahkan Jau-hay-kian Hoan Thong dan anak buahnya,
lalu di Jian-liu-cheng dia unjuk keperwiraannya menghadap
keroyokan orang2 gagah di-sana, kedua peristiwa ini sudah
menggemparkan Kanglam, maka tidak perlu dibuat heran
kalau namanya sudah dikenal oleh semua lapisan kaum
persilatan. "Benar, kalian sudah tahu siapa aku, masih perlu aku turun
tangan?" ujar Hong-lay-mo-li tawar.
Sat-lotoa jemput gelang bajanya yang terjatuh tadi, lalu
katanya kepada Bun Yat-hoan: "Bun-siansing babak kami tadi
terhitung seri, kalau kau tidak terima boleh kau cari lain waktu
untuk menentukan pertikaian ini. Tapi kalau sekarang juga
kau ingin menuntut balas, boleh kau maju bersama sahabat
perempuan ini,"
Bun Yat-hoan tertawa lebar, katanya: "Sat-lotoa, kalau
kalian bisa menyelamatkan diri dari tangan Liu Lihiap, kapan
saja kau undang aku tentu kulayani."
Lega hati Sat-lotoa bahwa Bun Yat-hoan tidak akan ikut
turun gelanggang, jengeknya: "Baik, seorang laki2 sejati sekali
berkata pasti dapat dipercaya. persoalan kita boleh kelak
dilanjutkan Lalu bagaimana dengan sahabat muda ini?" gelang
bajanya menuding kepada Khing Ciau.
Khing Ciau segera tampil kedepan sambil tertawa dingin,
katanya: "Masakah perlu cerewet lagi, cukup Liu Lihiap saja
seorang yang maju."
Hati Sat-lotoa amat berang, namun lahirnya tertawa lebar,
katanya: "Hong-lay-mo-li, kau sebagai Liok-lim-beng-cu
diutara, kami bersaudara juga bukan kaum keroco di Kanglam,
Baiklah kami terima tantanganku, Siapa menang belum
diketahui, tak perlu kau begini pongah."
Dalam pada itu Sat-loji dan Sat-losam sudah jemput
goloknya yang jatuh tadi, mereka berdiri segitiga, Sat-lotoa
ditengah berhadapan dengan Hong-lay-mo-li, sementara Satloji
dan Sat-losam dikanan kiri, dengan memusatkan daya
pikiran dan semangat mereka mengkonsentrasikan diri,
menanti serangan Hong-lay-mo-li.
Menurut aturan Kangouw, sebagai tuan rumah di Kanglam
ini, mereka menunggu tamunya turun tangan lebih dulu.
Hong-lay-mo-li tertawa dingin, kebutnya dia sentak
ketengah udara, bentaknya: "Silakan turun tangan!" sentakan
kebutannya keatas sengaja gerakan gosong belaka, namun
boleh dianggap dia sudah turun tangan lebih dulu, secara
langsung dia desak lawan untuk segera turun tangan pula.
Menghadapi musuh tangguh Sat-lotoa tidak berani
gegabah, namun kedua adiknya sudah tidak sabar lagi,
serempak mereka membentak: "Kau iblis perempuan ini terlalu
menghina!" gelang dan golok serempak bergerak menyerang
dari kanan kiri.
Kedua orang ini bergerak amat cepat dengan serangan
ganas lagi, tak nyana gerakkan Hong-lay-mo-li justru lebih
cepat pula, dia bertindak menurut keadaan, bila lawan tak
bergerak diapun diam saja, begitu lawan bergerak dia
bertindak mendahului.
Baru saja golok pendek Sat-loji dan Sat-losam berkelebat
dan menerobos kedepan melalui tengah gelangnya yang
berputar kencang itu, kebut Hong-lay-mo-li sudah terkembang,
bergerak belakangan mencapai sasaran lebih dulu,
masing2 mengebut kepergelangan tangan kedua lawannya.
Sat-lotoa mengeluh dalam hati karena kecerobohan kedua
saudaranya, lekas sikutnya beker-ja, tenaganya pas2an, dia
sodok Loji terhuyung kesamping tanpa luka, Berbareng
gelangbajanya terangkat naik, baru saja dia -hendak balas
menyerang kepada Hong-lay-mo-li, tahu2 lawan sudah
berkelebat selincah kecapung bergeser kesamping Sat-losam,
dengan se-: jurus Thian-sip-hian-hun, benang2 kebutnya
terpencar, terus mengepruk kebotok kepala Sat-losam.
Dengan Hong-thiam-thau Sat-losam meluputkan diri, sekonyong2
Hong-lay-mo-li rasakan angin kencang menerjang
dari belakang, tahu2 gelang baja Sat-lotoa sudah mengepruk
tiba, sementara golok pendek Sat-lojipun menusuk dari
samping, untung serangan ini datang tepat pada waktunya
sebelum serangan Hong-lay-mo-li mengenai sasarannya.
Namun demikian dimana Hong-lay-mo-li memelintir
kebutnya, serumpun rambut kepala Sat-losam terbelit dan
brodol dari kulit kepalanya sampai kulitnya berdarah dan
rambutnya-pun beterbangan.
Sebat sekali Hong-lay-mo-li jejakkan kakinya, badannya
melejit tinggi, tusukan golok Sat-loji menyamber dibawah alas
sepatunya, Lekas Sat-lotoa susuli dengan serangan Ki-hweliau-
thian (angkat obor menerangi langit), kembali gelangnya
mengetuk keatas.
"Bagus!" kebetulan Hong-lay-mo-li melayang turun,
sementara pedangpun sudah terlolos, "Tang" sekali
menjungkit dia kepruk gelang Sat-lotoa sampai orangnya
tergentak mundur tiga tindak, sigap sekali Hong-lay-mo-li
sudah tancapkan kakinya dibumi.
Tapi begitu Hong-lay-mo-li berdiri tegak Sat-si samhiongpun
sudah membentuk posisi. semula, Men-dapat
pelajaran pahit, Sat-loji dan Sat-losam tidak berani gegabah
turun tangan lagi, Dengan Sat-lotoa sebagai penyerang utama
dari depan, sementara kedua saudaranya kerja sama dari
kedua sayap, gelang baja mereka ditarikan laksana roda
terbang, seperti gelombang badai terus menerjang kedepan
secara bertubi2, sementara golok pendek mereka laksana
lidah ular maju mundur, setiap waktu siap mematuk.
Dengan mantap dan tabah Sat-lotoa mainkan gelangnya
menyerang dengan tenang dan selalu mendahului bergerak,
suatu ketika gelangnya merangsak dari depan, Hong-lay-mo-li
tengah berkelebat pedang panjangnya bergerak dengan jurus
Kim-ciam-io-kiap.
Ujung pedangnya menyelonong masuk lewat dari samping
sambung Sat-Iotoa, meski tidak sampai terluka, namun SatTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
Iotoa sudah kaget dan berkeringat dingin. Cepat sekali kebut
Hong-lay-mo-li sudah menyampuk balik golok pendek Satlosam,
sementara ujung pedangnya sudah mengincar Ki-bunhiat
dibadan Sat-loji, dalam segebrak sekaligus dia menyerang
kepada ketiga lawannya, sehingga lawan didesak dari
menyerang berbalik menjaga diri Namun Hong-lay-mo-lipun
tak berhasil menggempur pertahanan mereka.
Semakm tempur kedua pihak bergerak semakin cepat dan
menyerang lebih sengit, cahaya kuning ke-milau, hawa
pedang bikin udara bergolak, laksana bianglala yang selulup
timbul menggubat gelombang ombak samudra, sementara
kebut Hong-lay-mo-li laksana cakar naga sedang mengganas
menindih diatas gelombang dan cahaya kemilau itu.
Makin lama pertempuran memuncak dan cepat sekali
sehingga bayangan mereka tak kelihatan dan tidak bisa
dibedakan lagi, jantung Khing Ciau ber-debar2, matapun
terbelalak melihat pertempuran dahsyat ini. sementara Bun
Yat-hoan dapat mengikuti pertempuran ini dengan jelas,
dilihatnya Hong-lay-mo-li bergerak mengikuti posisi Kiu-kiongpat-
kwa, dibawah rangsakan musuh yang gencar, orang dapat
bergerak maju mundur dengan lincah dan tenang, lambat laun
dirinya sudah menempatkan diri didalam posisi yang
menguntungkan terang takkan terkalahkan.
Sebetulnya kepandaian Hong-lay-mo-li dengan Thi-pit-suseng
mempunyai kebagusannya sendiri2. Bahwa sekarang
Hong-lay-mo-li lebih unggul melawan Sat-si-sam-hiong bukan
lantaran kepandaiannya lebih tinggi, soalnya Sat-si-sam-hiong
tadi sudah menempur Bun Yat-hoan, sedikit banyak tenaga
dan semangat tempur mereka sudah berkurang, Sat-losam
malah sudah terluka.
Disamping itu kepandaian silat Hong-lay-mo-li memang
amat mendalam dan dilandasi kecerdikan otaknya lagi,
kepandaian utama Sat-si-sam-hiong mengutamakan triTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
tunggal yang senyawa, sehingga gabungan ilmu mereka
cukup tangguh dan lihay, tadi Hong-lay-mo-li sudah
menyaksikan, sedikit banyak sudah jelas akan permainan
lawan, maka kini diapun sudah mempunyai cara untuk
mengatasinya, sehingga didalam permainan jurus dia tidak
terkalahkan. Namun demikian karena satu lawan tiga, meski
rada unggul, namun sulit dia mengalahkan ketiga lawannya.
Kerja sama ketiga bersaudara memang rapat dan harmonis,
meski terdesak dibawah angin, gerak gerik mereka masih
mantap dan belum kacau, tiga gelang baja mereka seolah2
bergandeng sekokoh dinding baja, pertahanannyapun kuat
dan rapat, disamping ketiga golok mereka selalu mematuk
keluar dari bundaran gelangnya.
Lima puluh jurus sudah berlalu, Sat-si-sam-hiong sudah
mandi kerigat, rona muka Hong-lay-mo-li sendiri rada pucat
dan semu merah, terang bahwa hawa murninya mulai
terkuras. Se-konyong2 Hong-lay-mo-li robah permainan pedangnya,
kaki melangkah dengan Kiu-kiong-pat-hwa, pedangnya tusuk
sana babat sini, potong kiri membacok kekanan, sedang
kebutnya diayun laksana naga mengamuk bekerja sama


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan gerakan pedangnya, Sat-si-sam-hiong dicecarnya
dengan sengit. Kiranya Hong-lay-mo-li sudah berhasil menyelami
permainan gabungan gelang dan golok ketiga lawannya,
sekarang tibalah saatnya dia melancarkan serangan yang
berhasil dia pikirkan untuk memecahkan kerja sama ketiga
saudara yang hebat ini. Maka dengan kebutnya dia layani Satlotoa,
sementara pedangnya dilandasi tujuh bagian kekuatan
permainan pedangnya menggempur kepada Sat-losam,
tujuannya meruntuhkan dulu posisi lawan yang terlemah.
Apalagi Gin-kangnya jauh lebih tinggi dari ketiga lawannya,
dibarengi dengan permainan pedang yang aneh dan hebat
lagi, dalam sekejap saja, posisi lawan dia gempur tercerai
berai, lama kelamaan ketiga musuhnya harus bekerja sendiri2
untuk bertahan dan menyelamatkan diri, kerja sama sudah tak
sehebat tadi. Disaat pertempuran mencapai puncaknya, "Tang"
pergelangan tangan Sat-losam tergores pedang, golok pendek
jatuh, lekas gelang baja Sat-lotoa mengepruk datang, Honglay-
mo-li tudingkan pedangnya menyelisir pinggir gelang terus
Lencana Pembunuh Naga 5 Manusia Yang Bisa Menghilang Pendekar 4 Alis Karya Khu Lung Pendekar Naga Mas 10
^