Pendekar Pedang Kail Emas 9

Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Bagian 9


tergetar mundur kebelakang.
Wajah Sin-hiong jadi berubah tidak enak di pandang.
Entah sudah berapa banyak dia mengalami pertempuran besar
dan kecil, jika mengatakan hanya dalam dua jurus dia sudah
terdesak mundur, itu tidak pernah terjadi, tapi orang yang di depan
mata ini malah bisa melakukannya, bagaimana tidak membuat
orang tergetar"
Diam-diam Sin-hiong menarik nafas, dengan nada dalam berkata:
"Siapa anda, jika tidak menyebutkan nama, aku akan
memakimu!"
Sejak dia turun gunung, mungkin hanya kali ini ia berbicara
sekasar ini, tapi setelah dia mengata-kan, di dalam kamar masih
tetap hening tidak ada suara.
Walaupun Sin-hiong sudah mengatakan akan memaki, tapi
akhirnya dia tidak jadi memaki.
Setelah beberapa saat, terdengar satu suara keras "Paak!" lalu
seseorang berteriak:
"Tua bangka Ong, kau katakan tidak!"
Terdengar Ong Leng melawannya:
"Tidak, tidak!"
Lalu terdengar kembali suara "Paak!" ternyata Ong Leng sudah
mendapat dua kali tamparan, terdengar Ong Leng berteriak:
"Sen-tayhiap, sudah mendapatkan obatnya?"
"Masih kurang satu macam obat, siapa orang itu?" jawab Sinhiong.
Di dalam kamar kembali hening, ternyata Ong Leng ditotok lagi
jalan darahnya!
Sin-hiong merasa gelisah dan marah, tapi sedikit pun tidak punya
akal. Hari sudah terang, pekarangan ini ke tiga sisinya adalah benteng
yang tinggi, di belakangnya ada satu gunung buatan yang menutupi
cahaya, sehingga di dalam pekarang tetap dingin menyeram-kan.
Sin-hiong berputar saru putaran, mendadak orang di dalam
kamar itu berkata:
"Sen Sin-hiong, berikan obatnya padaku?"
Mendengar suara ini Sin-hiong merasa hafal sekali, lalu teringat
lagi dua jurus aneh tadi, dengan kesalnya berkata:
"Kau, Sang-toh?"
"Bagus jika kau sudah tahu, cepat berikan obat itu padaku!"
Sin-hiong menghela nafas, di dalam hatinya berpikir kenapa dia
bisa datang kemari, apakah racun di tubuh Cui-giok sudah berubah
lagi" Tidak tahan dengan penuh perhatian dia bertanya:
"Bagaimana keadaan nona Sun?"
"Bukan urusanmu!"
Sin-hiong jadi naik pitam, tapi dia ingin segera menanyakan pada
Ong Leng, bagaimana dengan kekurangan satu macam obat itu,
dengan perlakuan Sang-toh seperti ini, membuat dia maju salah
mundur juga salah.
Dia jadi menahan dirinya dan berkata lagi: "Sang-toh, kau
seorang diri datang kemari, bagaimana dengan nona Sun?"
Sang-toh tertawa dingin:
"Aku sudah bilang bukan urusanmu, kenapa kau justru
menanyakannya?"
Wajah tampan dia muncul di jendela, tampak bangga dan iri,
otak Sin-hiong berputar-putar, tapi tidak tahu apakah nona Sun juga
ada di dalam kamar atau tidak.
Tadinya Sin-hiong mau memberikan obat itu pada ilia, tapi dia
khawatir Sang-toh berhati busuk, Sejak kemarin malam setelah dia
membunuh Im-san-koay-mo dan Sin-tung-thian-mo, dia merasa
dirinya harus sedikit keras.
Sang-toh menggerakan tangannya, terdengar Ong Leng
mendengus, lalu berkata:
"Walau kau bunuh sekalipun, aku tidak akan mengatakannya!"
"Lalu kenapa kau mengatakannya pada Sin-hiong?"
"Sen-tayhiap adalah laki-laki sejati, tidak bisa dibandingkan
dengan kalian para manusia licik dunia persilatan!"
Hati Sang-toh sedikit tergetar, dalam hati seperti terharu, tapi
hanya terjadi sekejap mata, setelah pikiran ini lewat, di kepala dia
kembali timbul rasa iri, di dalam hatinya berpikir, kenapa setiap
orang begitu baik pada Sin-lnong"
Sin-hiong berteriak:
"Ong Lo-cianpwee, masih kurang satu macam Cian-cu-ting
bagaimana?"
Mendengar ini, baru saja Ong Leng mau menjawab, dia sudah
ditotok kembali jalan darahnya oleh Sang-toh!
Tadi keadaan Ong Leng hanya mengandalkan beberapa butir
obat itu untuk bertahan hidup, sekarang setelah bolak-balik ditotok
jalan darahnya oleh Sang-toh, bagaimana bisa bertahan, saat
telapak tangan Sang-toh menotoknya, terdengar "Waa!" dia
memuntahkan darah, dan orangnya jatuh pingsan.
Sin-hiong marah sekali:
"Sang-toh, apakah kau tahu Ong Lo-cianpwee sebelumnya sudah
terluka parah?"
"Siapa suruh dia tidak mau memberitahukan padaku resep obat
itu, walau dia mati pun tidak apa-apa?"
Mendengar ini, Sin-hiong tidak bisa menahan diri lagi, dia
meloncat langsung menerjang masuk ke dalam kamar!
Sang-toh tertawa dingin, dia membalikkan tangan, tidak
menunggu Sin-hiong datang, seruling gioknya sudah maju
menyerang. Sin-hiong mecengkram dengan jarinya dan berteriak:
"Kau masih belum mampu!"
Sekarang dia sudah tahu musuh yang dihadapi nya adalah Sangtoh,
jurus-jurus aneh dari Sang-toh itu dia pernah menyaksikannya,
maka saat dia men-cengkram, dia sudah mempersiapkan gerakan
selanjut-nya. Benar saja, tidak salah perkiraan Siru-hiong, setelah Sang-toh
menotok, lalu memutar ujung seruling gioknya, dengan cepat
menotok ke arah Meh-ken-hiat Sin-hiong!
Sin-hiong tertawa dingin, dia menyentilkan lima jarinya, saat dia
merubah jurus, malah mendahului lawannya, Giok-siau-long-kun
Sang-toh tidak mengira ini, baru saja akan menyerang kembali, Sinhiong
sudah memaksa masuk ke dalam.
Saat ini matahari sudah tinggi, di dalam kamar walaupun masih
gelap, tapi Sin-hiong bisa melihatnya dengan jelas.
Matanya menyapu, terlihat di atas ranjang terbaring dua orang,
yang satu Ong Leng yang hampir mati, yang satunya lagi adalah
Sun Cui-giok yang wajahnya pucat!
Tapi, saat ini Cui-giok masih dalarn keadaan tidak sadar, setelah
Sin-hiong menerobos masuk ke dalam, dua orang di ranjang itu
sedikit pun tidak tahu.
Tiba-tiba Sin-hiong jadi tertegun., dia melihat wajah Cui-giok,
warnanya sudah jauh lebih baik.
Keadaan yang dilihat olehnya, membuat dia teringat luka Cui-giok
yang sangat parah, sekarang warna kulitnya sudah kembali normal,
pasti Sang-toh sudah menghabiskan banyak tenaga, saat dia nnenghentikan
langkahnya dan berkata:
"Kau ambil ini!"
Saat sin-hiong mengeluarkan obat itu dan dilemparkan padanya,
Sang-toh tidak menduga secepat ini Sin-hiong berubah, dia tertegun
sejenak dan Menerimanya, lalu bertanya : Kenapa kau mau
memberikan padaku! "
"Semua masalah ini demi mengobati penyakit-nya nona Sun, jika
dari tadi aku tahu dia ada disini, aku tidak akan banyak cincong
denganmu."
Setelah berkata begitu, pelan-pelan melangkah ke sisi Ong Leng,
membuka totokannya, terlihat nafas dia sudah lemah sekali, buruburu
dia menyuapkan dua butir obat, setelah beberapa saat, Ong
Leng siuman kembali dan berkata:
"Sen-tayhiap, bisakah aku memohon satu hal padamu?"
Sin-hiong berkata serius:
"Katakan saja Lo-cianpwee, jangan kata satu hal, walaupun
sepuluh hal asalkan aku bisa melaku-kannya, menempuh bahaya
mati juga akan kulakukan."
Ong Leng tersenyum tanda terima kasih:
"Setelah aku mati, harap Sen-tayhiap menaruh mayatku di
pekarangan depan, lalu bakar rumah ini."
Sin-hiong merasa sedih dan berkata:
"Lo-cianpwee kenapa berkata begini, asalkan kau baik-baik
istirahat pasti akan sembuh."
Ong Leng menggelengkan kepala, mendadak nafasnya melemah,
sambil tersendat-sendatberkata:
"Kau......menyanggupi......nya?"
Sin-hiong terkejut, waktu sekejap mata ini, dia hampir tidak bisa
memilih, terpaksa merijawabnya:
"Pasti akan kulakukan!"
Wajah Ong Leng tampak tersenyum, menunjuk dengan
tangannya ke belakang meja, Sin-hiong melihat, kiranya dia masih
punya sesuatu yang mau menyuruh dia mengambilnya, pada saat
ini, sesosok bayangan berkelebat, Sang-toh sudah datang
menerjang! Sin-hiong menjadi marah, tanpa berpikir lagi tangannya langsung
menghantam dan membentak:
"Mau apa kau?"
Seruling giok Sang-toh balik menotok sambil tertawa dingin,
berkata: "Aku membantu dia juga tidak boleh?"
Sin-hiong jadi sadar, ternyata benda yang disuruh dia ambil
adalah buku catatan pengobatan hasil karya seumur hidupnya Ong
Leng, matanya melirik, ternyata Ong Leng sudah menghembuskan
nafas yang terakhir.
Tidak tahan dia jadi marah besar, lima jarinya melayang dengan
cepat mencengkram serulingnya Giok-siau-long-kun.
Ruangan di dalam kamar sangat sempit, kedua orang ini begitu
bertarung hanya bisa berbuat keras melawan keras, sedikit pun
tidak bisa berpura-pura.
Seruling giok di tangan Sang-toh menotok, memukul,
mendongkel, menangkis, jurusnya sangat dahsyat.
Walaupun Sin-hiong bertangan kosong, tapi dia tahu masalah ini
sangat penting, sedikit pun dia tidak mau mengalah, kedua orang
dalam sekejap sudah bertarung lima enam jurus.
Memang Sang-toh ingin sekali bertarung dengan Sin-hiong,
karena Cui-giok terluka, dia jadi tidak ada kesempatan bertarung,
saat ini karena kedua orang ini terdesak oleh keadaan, begitu
bertarung, siapa pun tidak dapat mengalahkan lawannya.
Dalam hati Sang-toh berkata:
'Aku bertarung dengan senjata di tangan, dia menggunakan
tangan kosong, jika sampai tidak bisa mendesak mundur,
bagaimana aku bisa menguasai dunia persilatan?"
Setelah berpikir, dia segera menggunakan seluruh
kemanpuannya menyerang, malah banyak melancarkan jurus-jurus
tipuan, Sin-hiong mendapat kerugian karena tidak memakai senjata,
di bawah serangan dahsyat Sang-toh, dia malah terdesak sampai
mundur setengah langkah.
Begitu Sin-hiong mundur, Sang-toh maju mendesak lagi!
Tapi Sin-hiong tidak mau mengalah "Sreett!" dia sudah mencabut
pedangnya keluar, langsung menusuk ke arah Leng-tai-hiat Sangtoh!
Terpaksa Sang-toh menarik tangannya menang kis, dia sedikit
terdorong, jurus pedang Sin-hiong sangat cepat, belum sampai dua
juras, dia sudah berada diatas angin lagi.
Sang-toh terkejut, dia mengongkelkan seruling gioknya dan
berteriak: "Coba tahan ini!"
Terlihat sebuah bayangan hijau berkelebat dan sebuah bayangan
hitam menyerang wajah Sin-hiong!
Sin-hiong melihat, ternyata benda itu adalah pot bunga yang
berada di atas meja dilontarkan oleh Sang-toh, segera tangan
kirinya menyapu, tangan kanan tetap dengan dahsyat menyerang!
"Paak!" pot bunga itu sudah disapu oleh telapak tangan Sinhiong,
menabrak cermin di atas meja dan menghancurkan cermin
itu. Cermin ini tepat di taruh di belakang meja, setelah cerminnya
pecah berantakan, gerakan kedua orang itu jadi melambat, tapi
begitu dilihat ternyata di dalam cermin itu terselip sebuah buku.
Di sampul buku itu tertulis Kim-ciam-tok-su (Jarum emas
menyebrang dunia) begitu kedua orang ini melihat, hatinya jadi
tergerak. Dalam hati Sin-hiong berkata:
"Jika bukan karena tidak sengaja terpukul oleh ku, walau mencari
ke atas langitpun tidak akan bLu menemukannya, ini kesempatan
yang baik sekali!"
Dengan miring pedangnya segera menusuk dua kali dan
berteriak: "Sebenarnya aku tidak menginginkan buku ini, hanya karena
pemiliknya sudah berpesan diberikan kepadaku, maka aku harus
memberikan buku ini pada orang yang berhati baik, tapi justru
bukan kau?"
Kata-kata dia ini adalah kata jujur, tapi setelah didengar oleh
Sang-toh, dia segera menyerang dua jurus sambil marah berkata:
"Hatiku tidak baik, apakah kau yang berhati baik?"
Kedua orang itu saling tidak mau mengalah, dalam sekejap lima
enam jurus sudah lewat lagi, tapi siapa pun tidak bisa mendekati
buku itu! Diam-diam Sang-toh merasa gelisah, di dalam hatinya berpikir,
kamar ini terlalu sempit, tidak leluasa bergerak, aku rugi dibidang
senjata, kalau diteruskan, akhirnya pasti kalah, otaknya terus
berputar "Huut huut huut!" dia menotok tiga jurus, jurusnya kadang
di sebelah kiri kadang di sebelah kanan, sangat bervariasi, saat Sinhiong
menangkisnya, kembali terdengar "Huut!" sekali, mendadak
Sang-toh meloncat keluar.
Gerakannya di luar dugaan Sin-hiong, tanpa banyak berpikir,
dengan reflek Sin-hiong mendongkel buku itu memakai pedang ke
tangannya, tapi pada saat ini, Sang-toh sudah mengempit Cui-giok
berlari keluar.
Sin-hiong marah sekali, secepat kilat dia mengejar, baru saja
Sang-toh meloncat ke benteng, melihat Sin-hiong mengejarnya lalu
berteriak: "Lihat ini!"
Sebuah benda dengan mengeluarkan suitan membelah angin
melesat ke arah Sin-hiong, dengan telapak tangan Sin-hiong
memukul jatuh benda itu lalu ikut melesat keluar.
Dia meloncat ke benteng, melihat Sang-toh sedang berlari di
depan, sekali mengerahkan tenaga dalam Sin-hiong sudah melesat
memperpendek jarak dua tombak.
Tidak jauh di depan ada sebuah hutan, asalkan Sang-toh bisa
masuk ke dalam hutan itu, maka pengejarannya akan mendapat
kesulitan, dalam keadaan resah, Sin-hiong sudah mengerahkan ilmu
meringankan tubuh sampai puncaknya, tapi ketika dia sampai di
pinggir hutan, Sang-toh sudah masuk ke dalam hutan itu.
Sin-hiong tertegun sejenak, dia tahu ilmu silat Sang-toh sekarang


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah tidak berbeda jauh dengan dirinya, jika dia sembarangan
masuk ke dalam hutan, sulit menghindar serangan gelapnya.
Dia melihat panjang hutan ini sekitar dua tiga li, tapi hutannya
sangat rimbun, sulit jika mencari orang. Dia meloncat ke atas pohon
di dekat itu, lalu berteriak:
"Jika kau tidak keluar, maka aku akan menjaga disini tiga hari
tiga malam, kau tidak akan bisa lari kemana-mana?"
Walaupun berkata begitu, dia menggunakan ilmu meringankan
tubuh yang tiada duanya memutari hutan itu di atas puncak pohon.
Di dalam hutan masih hening tidak ada suara, dari atas
mengawasi ke bawah, dia tahu Sang-toh masih berada di dalam
hutan, saat ini dari kejauhan ada seseorang yang mirip petani
berjalan mendatangi, Sin-hiong segera berputar lalu melayang turun
ke bawah. Menunggu petani itu sudah dekat, Sin-hiong segera berkata
padanya, mula-mula petani itu sedikit kesulitan, setelah Sin-hiong
memberikan uang perak sepuluh liang, akhirnya petani itu
menyanggupinya, seperti pepatah mengatakan, kekuasaan uang
sampai bisa menyuruh setan mendorong gilingan.
Menunggu petani itu sudah jauh, dia pura-pura berteriak:
"Sang-toh, kali ini aku melepaskanmu, tapi kau harus
menyembuhkan racunnya nona Sun, aku tidak ada waktu
menunggu kau disini, aku harus kembali mengurus jenasahnya Ong
Lo-cianpwee."
Setelah berkata, dia benar-benar berjalan kembali ke rumahnya
Ong Leng, tapi setelah berjalan sampai di satu tikungan, dia segera
membalikkan tubuh, melototkan sepasang matanya mengawasi
hutan. Di dalam hutan masih tidak ada gerakan, tidak lama kemudian,
terlihat api di rumah Ong Leng membumbung ke langit, suaranya
dari jauh bisa mendengarnya, pada saat ini benar saja dia melihat
Sang-toh mengempit Cui-giok berlari menuju ke selatan!
Diam-diam Sin-hiong merasa senang, di dalam hatinya berpikir,
akhirnya kau terjebak oleh siasatku.
Ketika berlari Sang-toh terus-menerus memper hatikan kobaran
api itu, sedangkan Sin-hiong diam diam mengikutinya dari belakang,
menunggu Sang-toh sudah tidak ada kemungkinan bisa masuk lagi
ke dalam hutan, maka dia mengerahkan ilmu meringan-kan tubuh
mengejarnya. Jangan dikataan, saat ini di tangan Sang-toh mengempit orang,
walaupun dia tidak membawa orang juga dalam jarak lima enam li,
Sin-hiong sudah bisa mengejarnya.
Ketika Sang-toh berlari di depan, mendadak merasa di belakang
seperti ada sesuatu, begitu melihat ke belakang ternyata Sin-hiong
sedang mengejarnya, wajahnya segera berubah.
Sin-hiong berteriak:
"Sang-toh, berhenti!"
Sang-toh berlari lagi sejenak, tapi sadar tidak bisa meloloskan diri
lagi, terpaksa dia menghentikan langkahnya dan berkata dingin: '
"Mau apa kau?"
"Lepaskan orangnya!" kata Sin-hiong tertawa. Setelah di tangan
Sin-hiong sudah ada buku pengobatan Kim-ciam-tok-su, resep di
tangan Sang-toh sudah tidak ada gunanya lagi, Sang-toh
melepaskan Cui-giok ke tanah dan berkata:
"Kita bertarung tiga ratus jurus dulu!"
Setelah berkata, selangkah demi selangkah dia mendesak ke
arah Sin-hiong.
Sin-hiong melihat wajah Cui-giok masih normal, hatinya jadi
mefasa tenang: "Tidak perlu tiga ratus jurus, dua puluh jurus sudah cukup?"
Sang-toh tidak takut, tapi Sin-hiong pun tidak memandang dia,
dua orang ini saling berhadapan, jaraknya tidak sampai dua tombak,
Sang-toh berteriak serulingnya menotok.
Sin-hiong menghindar, tubuhnya berkelebat, jurus kedua Sangtoh
sudah datang menyerang!
Ilmu silat Sang-toh sekarang sudah maju berlipat ganda
dibandingkan dulu, setiap serangan jurusnya, selalu mengeluarkan
suara menderu yang memekakkan telinga, setelah dua jurus,
terlihat langit ditutupi oleh bayangan seruling, laksana turun dari
langit menutup ke bawah.
Tentu saja Sin-hiong tidak berani lengah, pedang pusakanya
bergerak menyerang, jurus Sang-toh sangat cepat, dalam sekejap
sudah menotok pergelangannya.
Sin-hiong sedikit tergetar, dia cepat merubah jurus pedangnya,
sadar jurus Sang-toh inipun jurus tipuan, bayangan hijau
berkelebat, menusuk ke arah Hong-ho-hiat Sang-toh!
Dia baru saja dia menyerang satu jurus, Sang-toh sudah
menyerang tiga empat jurus, tampaknya tiga empat jurus, tapi
seperti satu jurus!
Sin-hiong kembali berkelebat, tiba-tiba dia menyabetkan Kimkau-
po-kiam, kilatan dingin secepat kilat menyerang bayangan
seruling. Sang-toh mendengus dan berkata:
"Jurus ini tidak ada kelebihannya?"
Sedikit membalikkan pergelangan tangan, secepat kilat menotok
ke Cu-tong-hiat Sin-hiong!
Mereka memang ingin bertarung, kebetulan di tempat ini tidak
ada satu orang pun, tempat yang bagus untuk bertarung,
serangannya adalah jurus-jurus hebat yang sulit dilihat di dunia
persilatan! Sin-hiong yang selalu didahului oleh lawan-nya, amarahnya jadi
meledak, dia segera menggetar-kan pedang pusakanya, tidak
membiarkan Sang-toh mengeluarkan jurus berikutnya "Ssst ssst!"
dia menyerang dua jurus.
Dua jurus pedang ini adalah jurus terhebat dari jurus Kim-kaukiam,
sinar pedang bergulung-gulung, laksana dua ekor naga
meliuk-liuk menyerang Sang-toh.
Shang tao tertawa dingin, dia menangkis dengan seruling
gioknya, lalu balik menyerang dengan jurus dahsyat, menotok ke
Thian-keng-hiat Sin-hiong!
Dia sedikit pun tidak mau mengalah, jurus ini disebut Beng-tengkui-
lu (Nama dicatat setan terdaftar) yang ada di dalam Hu-houwpit-
to/jika terkena oleh totokannya, walau ilmu silatnya lebih" tinggi
pun tidak akan bernyawa lagi!
Semangat Sin-hiong jadi terangsang, berteriak:
"Jurus bagus!"
Setelah berteriak, cahaya perak di tangannya, tiba-tiba
mengembang besar, dengan ganas menyabet ke arah bahu kanan
Sang-toh. Sang-toh pun sedikit terkejut, tidak menduga kekuatan pedang
Sin-hiong bisa lebih kuat dari jurus-nya tadi, otaknya berputar, tapi
tangannya sedikit pun tidak lambat, begitu menggerakan seruling
giok, bayangan seruling mengeluarkan sinar tidak ber-aturan,
tampaknya seperti menuju jalan darah di depan tubuh Sin-hiong,
tapi di dalam kurungan sinarnya, samar-samar seluruh tubuh Sinhiong
berada dalam sasaran-nya.
Hati Sin-hiong jadi tegang dan di dalam hati berkata:
'Ilmu silat Sang-toh masih diatas Ho Koan-beng, aku tadi salah
memperhitungkan dia."
Tubuhnya sedikit bergerak, pedangnya digerakan sepenuh
tenaga, sekali menangkis sekali menyerang, dua jurus yang sangat
hebat sudah dikerahkannya!
Kedua orang ini dalam waktu tidak lama sudah saling menyerang
ilmu enam belas jurus, bukan saja tidak ada gejala akan kalah,
malah semakin bertarung Sang-toh makin perkasa, jurus hebat dari
Hu-houw-pit-to tidak henti-hentinya dikeluarkan, dalam waktu
singkat tidak gampang bagi Sin-hiong untuk meraih kemenangan.
Matahari sudah terbit, dua orang di lapangan itu sudah bertarung
tiga puluh jurus!
Disaat ini, dari kejauhan datang satu orang. Sambil berjalan
orang itu sambil melihat pertarungan, wajahnya penuh sinar
keheranan. Setelah dekat, baru terlihat di bahunya masih menggendong
seseorang, dan yang digendongnya pun seorang wanita, rambut
panjangnya mengurai sampai di depan dadanya.
Saat ini pertarungan Sin-hiong dengan Sang-toh sedang sengit,
siapa pun tidak sempat memper-hatikan orang yang datang itu, tapi
orang itu malah tidak bisa menahan diri, dia berteriak-teriak
memberi semangat.
Setelah melihat keadaan, orang itu lalu meletakan wanita yang
digendongnya di sisi Cui-giok dan berteriak:
"Hei, bocah yang menggunakan seruling, tadi jurusmu salah!"
Kedua orang yang bertarung itu jadi tergerak, begitu mencuri
pandang, terlihat orang yang datang ini berambut acak-acakan, di
tangannya memegang sebuah pancingan yang panjang, hati Sinhiong
jadi tergetar dan berteriak:
"Hei! Kau ini Thian-ho-tiauw-souw?"
Orang itu menganggukan kepala:
"Betul, bukankah kau yang dijuluki Kim-kau-kiam-khek?"
Ternyata orang ini bukan lain adalah Thian-ho-tiauw-souw yang
sangat ternama di dunia persilatan, dan wanita di tangannya pasti
Hui-lan, tidak diragukan lagi.
Ternyata setelah dia menangkap Hui-lan di pinggir sungai,
sepanjang jalan diam-diam dia mencari jejak ketua pulau Teratai
dan Sin-hiong, ketua pulau Teratai sulit ditemukan, tapi juga sedang
mencari dia kemana-mana, karena kedua orang ini sangat jarang
muncul di dunia persilatan, makanya keduanya tidak bisa bertemu.
Sifat Thian-ho-tiauw-souw sangat aneh, setelah dia mencari
kemana-mana tapi tidak berhasil, dengan sendirinya jadi merasa
putus asa, begitu hatinya tergerak, maka dia membawa Hui-lan
pulang ke gunung Thian-san, dia merasa nanti pasti ketua pulau
Teratai akan mengunjunginya.
Dia berjalan tenis, di sepanjang pun menyebarkan berita, malah
sampai arah jalannya juga dijelaskan, tidak diduga disini dia bisa
bertemu lagi dengan Sin-hiong, begitu melihat Sin-hiong bertarung
dia sudah bisa mengenalinya, hingga dia memberitahukan
kesalahan Sang-toh, dia ingin supaya Sang-toh bisa mengalahkan
Sin-hiong! Begitu Sang-toh diberi petunjuk oleh Thian-ho-tiauw-souw,
hatinya jadi terkejut, mendengar Sin-hiong menyebutkan nama
besarnya, dia jadi tidak merasa aneh, Sang-toh segera menyerang
dua juras! Melihat Thian-ho-tiauw-souw datang tiba-tiba, dengan sendirinya
konsentrasi Sin-hiong jadi terpecah, dua jurus ini hampir saja
mengenainya. Buru-buru dia memusatkan kembali pikiran-nya, menyerang
dengan menggunakan jurus terhebat Kim-kau-kiam, dalam sekejap
mendesak mundur Sang-toh satu langkah ke belakang!
Sang-toh terkejut, tapi dalam keadaan sangat berbahaya ini,
Thian-ho-tiauw-souw kembali memberi petunjuk, Sang-toh
mengikuti petunjuknya, segera merebut kembali posisinya jadi
seimbang. Sin-hiong jadi tergetar sekali!
Dia belum pernah bertarung dengan Thian-ho-tiauw-souw, tapi
melihat dia dengan tenang bisa memberi petunjuk beberapa jurus
kepada Sang-toh, mungkin dia bukan lawannya"
Tapi dia adalah orang tabah, walaupun tahu keadaannya
berbahaya, tapi sedikit pun tidak merasa takut dan berteriak:
"Coba terima satu jurusku ini!"
Dia menggetarkan pedang pusakanya, ujung pedangnya
menyabet miring sedikit ke kanan, jurus ini dia telah mengerahkan
seluruh tenaganya, bagaimana kedahsyatannya, mungkin dia sendiri
pun tidak tahu.
Begitu Sang-toh menangkis, Thian-ho-tiauw-souw berteriak:
"Hei, apa kau tidak bisa menotok di sebelah kirinya?"
Kata-katanyaa kelihatan seperti main-main, saat ini Sin-hiong
lebih dulu menyerang, malah menyerang bagian kanan Sang-toh,
jika Sang-toh menotok ke kiri, akibatnya bagaimana, siapa pun tidak
bisa menyangkal nya.
Siang-toh ragu-ragu sejenak, Thian-ho-tiauw-souw berteriak:
"Turuti aku!"
Sang-toh tidak ragu-ragu lagi, membalikkan pergelangan tangan
memaksa menotok ke kiri Sin-hiong.
Siapa sangka, jurus ini kembali menghasilkan hasil yang di luar
dugaan, ketika Sin-hiong menusukan pedangnya ke kanan, tadinya
mengira Sang-toh akan menangkis ke kiri.
Begitu Sang-toh merubah jurusnya, malah jadi mendahuluinya.
Sin-hiong tergetar, walaupun jurus pedangnya keluar
belakangan, tapi tibanya lebih dulu!
Thian-ho-tiauw-souw berteriak:
"Putar ke kanan, totok pergelangan tangan-nya!"
Teriakan ini kembali terlihat kehebatannya, Sin-hiong tergetar
lagi, ternyata beberapa petunjuk dari Thian-ho-tiauw-souw ini,
setiap petunjuknya mengarah pada titik kelemahannya, sejak Sinhiong
turun gunung, baru pertama kali dia bertemu dengan pesilat
tinggi seperti ini"
Dia terkejut dan berkata dingin:
"Jika kau berani, ayo maju sekalian?"
Thian-ho-tiauw-souw hanya menggelengkan kepala tidak bicara,
hal ini membuat kemarahan Sin-hiong hampir meledak!
Tiba-tiba terdengar seseorang berkata dingin:
"Teruskan pertarungannya, masih ada aku!"
Suara orang ini dingin sekali, tapi terhadap Sin-hiong malah
terasa begitu akrab!
Sin-hiong tidak bisa menahan diri dan berteriak:
"Ho-hoa (bunga teratai) Cianpwee!"
Thian-ho-tiauw-souw meloncat ke atas sambil tertawa keras
berkata: "Memukul yang muda, akhirnya yang tua muncul!"
Setelah berkata, dari kejauhan benar saja ada seseorang berjalan
pelan-pelan mendekat!
Walaupun disebut "berjalan", tapi langkahnya besar sekali, dalam
sekejap sudah dekat.
Orang ini memang ketua pulau Teratai yang namanya
menggemparkan dunia persilatan, bajunya melayang-layang ditiup
angin, tingkahnya sangat tenang sekali dan berkata:
"Tua bangka Thian-ho, keterlaluan!"
Thian-ho-tiauw-souw tertawa:
"Kau ini pemalasan, malas pergi ke Thian-san?"
Ketua pulau Teratai tersenyum:
"Keujung dunia pun aku tidak takut, tapi kau menyandera
putriku, dimana aturannya?"
Saat ini Sin-hiong dan Sang-toh sudah berhenti bertarung, nafas
Sang-toh sedikit terngengah-ngengah, jikalidak ada Thian-ho-tiauwsouw,
mungkin dari tadi dia sudah kalah.
Thian-ho-tiauw-souw tertawa:
"Yang tua sudah datang, tentu saja aku harus melepaskan yang
muda!" Dia memutar pancingan panjangnya, serangkum angin dingin
berhembus, Hui-lan yang berada di atas tanah berteriak, langsung
bangkit berdiri dan menjerit: "Bangsat tua Thian-ho, aku bunuh


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau!" Ketua pulau Teratai sambil tertawa berkata: "Anak Lan, kali ini
kau sudah cukup mendapat penderitaan bukan?"
Hui-lan terkejut mendengar suara ini, begitu melihat, bukan saja
ayahnya sudah berdiri tidak jauh darinya, Sin-hiong yang dicintainya
pun sedang tersenyum penuh perhatian menatapnya.
Mata besar Hui-lan berputar dan berkata:
"Ayah, sebenarnya apa yang terjadi?"
Baru saja selesai berkata, terlihat Cui-giok sedang tergeletak di
sisinya, dia jadi lebih tidak mengerti, wajahnya penuh rasa
kebingungan, bengong melihat pada orang-orang di depan
matanya. "Anak Hui, berdiri di pinggir!" Kata ayahnya.
Menghadapi musuh besarnya, tentu saja harus waspada,
kejadian kelakar ayah dan anak yang dulu Sin-hiong saksikan, saat
ini sulit terlihat di wajah ketua pulau Teratai.
Thian-ho-tiauw-souw berkata: "Lo-lim, kau duluan atau aku
duluan?" Ketua pulau Teratai sambil tertawa: "Tidak bisakah kita
bersamaan bergerak?"
Thian-ho-tiauw-souw menganggukan kepala: "Boleh, boleh!"
Setelah berkata, wajahnya sudah jadi serius, jelas dia juga tidak
berani memandang enteng.
Kedua orang bersama-sama maju satu langkah, saling
berhadapan, tapi hanya memutar lapangan satu putaran.
Pelan-pelan Hui-lan berjalan ke sisi Sin-hiong, wajahnya sangat
senang, tapi setelah melihat wajah ayahnya yang sangat serius,
tidak tahan dengan penuh perhatian berkata:
"Ko......Hiong, coba lihat ayahku bisa menang tidak?"
Dia sudah lama sekali tidak melihat Sin-hiong, di hadapan banyak
orang ini, akhirnya dengan wajah yang menjadi merah memanggil
Sin-hiong Koko.
Sin-hiong dengan pelan berkata:
"Aku pikir beliau akan menang!"
Walaupun berkata demikian, tapi hatinya masih khawatir.
Disaat kedua orang itu berbincang, di lapangan mendadak
terdengar suara keras "Buum!"
Sin-hiong dan Hui-lan menengok, terlihat ketua pulau Teratai dan
Thian-ho-tiauw-souw ter-pental, kedua orang itu kembali pelanpelan
berputar di lapangan.
-oo0dw0ooBAB 11 Cinta dan benci saling menekan
Rambut kacau Thian-ho-tiauw-souw sehelai demi sehelai berdiri,
kedua mata ketua pulau Teratai membelalak besar, didalam mata
menyorot sinar, satu jurus tadi, jelas kedua orang sudah
mengerahkan seluruh kemampuannya.
Diam-diam Sin-hiong terkejut, dalam hatinya berkata:
"Walaupun guru masih hidup, mungkin ilmu silatnya masih
kalah." Hui-lan menempel rapat pada Sin-hiong, tubuh nya sedikit
gemetaran. Sang-toh dengan dingin melihat ke lapangan, lalu melihat Sinhiong
berdua, melihat Hui-lan dengan mesra menyandar pada Sinhiong,
dengan penuh iri dia mendengus sekali.
Cui-giok yang tergeletak di tanah entah telah memakan obat apa,
dia terus terbaring disana dengan tenang, terhadap pertarungan
seru di lapangan, sedikit pun tidak merasakan.
Ketua pulau Teratai mendengus dan berkata:
"Tua bangka Thian-ho, kau boleh mengguna-kan senjata!"
Thian-ho-tiauw-souw pun mendengus dan berkata:
"Kita bertarung dengan tangan kosong dulu seratus jurus!"
Ketua pulau Teratai tertawa berkata:
"Kalau begitu tidak sampai lima puluh juras, aku pasti sudah
mengalahkan anda!"
Setelah berkata "Huut!" menyerang dengan sebelah telapak
tangan! Thian-ho-tiauw-souw tidak menghindar, juga tidak menyambut
serangan telapak tangan, dalam sesaat, hanya terdengar "Huut
huut!" menggetarkan pegunungan, kedua orang sudah saling
menyerang dua puluh jurus lebih!
Gerakan ketua pulau Teratai laksana angin, Thian-ho-tiauw-souw
juga bergerak cepat, saking cepat dua bayangan itu bergerak, Sinhiong
pun tidak bisa membedakan kedua orang itu.
Sedangkan Sang-toh, sambil memperhatikan pertarungan, diamdiam
berkata dalam hatinya:
"Dalam pertarungan ini, jika Thian-ho-tiauw-souw yang menang
tidak akan terjadi apa-apa, tapi jika ketua pulau Teratai yang
menang, maka persoalanku dengan Sin-hiong semakin berat,
walaupun ketua partai teratai tidak akan membunuhku, tapi rencana
aku terhadap Cui-giok selama sepuluh hari terakhir akan menjadi
sia-sia." Setelah dia berpikir, diam-diam dia mendekati j Cui-giok.
Tapi meski Hui-lan orangnya kecil tapi sangat! teliti, dia
menyentuh Sin-hiong dengan pelan berkata:
"Hiong-ko, waspadai orang itu!"
Perkataannya belum selesai, tangan Sang-toh sudah dijulurkan.
Sin-hiong langsung berteriak dan berkata:
"He he he, kau mau apa?"
"Aku mau apa bukan urusanmu?"
Sambil menotokan serulingnya, orangnya maju selangkah ke
depan! Sin-hiong menjadi marah "Huut!" telapak tangannya
menghantam katanya dingin:
"Justru aku mau mengurusnya, kau mau apa?" Pukulan telapak
tangannya bergerak dari atas ke bawah, tenaganya sangat dahsyat,
Sang-toh memiringkan tubuh, dalam sekejap balas menyerang tiga
jurus! Sang-toh yang dihalangi oleh Sin-hiong, jadi tidak bisa berkutik,
Hui-lan diam-diam maju ke depan, ketika dia melihat Cui-giok, dia
jadi tertegun. Wajah Cui-giok walaupun pucat, tapi tetap tidak bisa menutupi
kecantikannya yang alamiah, Hui-lan berkata dalam hati:
"Tidak heran mereka bertiga bertarung nyawa demi dia, jika aku
juga seorang laki-laki, mungkin aku juga ikut ambil bagian?"
Tadinya Hui-lan ingin mengambil kesempatan membawa Cuigiok,
setelah sekarang melihatnya, tidak tahan dia merasa raguragu.
Ketika dia bersama dengan Sin-hiong, dia pernah menyaksikan
dengan mata kepala sendiri Sin-hiong dengan Ho Koan-beng
bertarung mati-matian demi Cui-giok, saat itu dia belum melihat
Cui-giok, sekarang setelah melihatnya, rasa cemburu dia jadi
meningkat. Dia seorang wanita, semua wanita pencemburu, tentu saja Huilan
pun tidak terkecuali.
Dia bengong melihatnya, lama sekali masih belum lusa
memutuskan apakah menolong Cui-giok atau tidak.
Pada saat ini, empat orang yang bertarung sudah terjadi
perkembangan! Sin-hiong sudah mencabut pedang pusakanya, di bawah
serangan dahsyat dia, Sang-toh sudah didesaknya sampai terus
mundur ke belakang!
Di lain pihak, pertarungan ketua pulau Teratai dengan Thian-hotiauw-
souw semakin lama semakin seru, tidak bisa dibedakan siapa
yang lebih unggul.
Hui-lan masih tertegun, mendadak terdengar Cui-giok
mengeluarkan suara, suaranya begitu lemah, setelah menelitinya,
baru bisa mendengar Cui-giok sedang memanggil-manggil nama
Sin-hiong. Mungkin Cui-giok dulu sudah diberi makan obat oleh Sang-toh,
dan obat ini harus menunggu waktu tertentu baru bisa siuman, saat
ini, suara Cui-giok bertambah keras!
Cui-giok dengan lemah memanggil: "Sin-hiong, Sin-hiong......"
Dia terus menerus memanggil nama Sin-hiong, bukan saja Sinhiong
sudah mendengarnya, Sang-toh pun sudah mendengarnya!
Hati Sang-toh dan Hui-lan merasa tenggelam, tapi sekarang dia
sedang bertarung dengan Sin-hiong, jurus pedang Sin-hiong begitu
dahsyat, sedikit saja gerakanbta lamban, terdengar "Paak!" dua
macam senjata beradu, Sang-toh tergetar oleh tenaga dalam Sinhiong
hingga mundur dua langkah kebelakang!
Dia tertegun, akhirnya sambil mengangkat kepala dia menghela
nafas: "Sudahlah, sudahlah, aku benar-benar telah Bermimpi indah! "
Harinya terasa patah, setelah bicara, langsung lari meninggalkan
tempat itu. Tindakannya terlalu mendadak, Sin-hiong yang melihat jadi
bengong melihat bayangan Sang-toh berlari menjauh, timbul satu
perasaan yang sulit dikatakan.
Dia tahu Sang-toh sangat mencintai Cui-giok, juga tahu demi
mengobati racun di tubuh Cui-giok, Sang-toh tidak tanggungtanggung
jauh-jauh datang kemari mencari Ong Leng, sekarang dia
pergi dengan hati yang hancur, kepedihan di dalam hatinya sulit
digambarkan dengan kata-kata.
Sin-hiong bengong berdiri disana, satu orang lagi pun sudah
mundur ke sisi.
Orang ini tentu saja salah Hui-lan, ternyata dia sudah bisa
melihatnya, dia dengan Cui-giok di dalam hati Sin-hiong, jelas Cuigiok
lebih penting, dia adalah wanita yang berhati tinggi, hatinya
sedih, tapi tidak ditunjukan di wajahnya.
Sin-hiong membalikan tubuh dan berteriak: "Adik Lan, tolong
aku?" Hui-lan pura-pura tidak mendengar, matanya yang besar melihat
ayahnya di lapangan. Saat ini, kedua orang yang melakukan
pertarungan sudah semakin sengit, terlihat sudah melewati empat
puluh jurus, ketua pulau Teratai sudah berada di atas angin.
Sin-hiong tidak tahu isi hati Hui-lan, dia berkata lagi:
"Adik Lan, tolonglah aku?"
"Aku tidak ada waktu!" kata Hui-lan dingin.
Sin-hiong tertegun, jelas dia berdiri di sana tidak bekerja, kenapa
berkata 'tidak ada waktu'"
Di tanah Cui-giok mendengar suara Sin-hiong, wajahnya
cantiknya segera berkelebat sinar warna merah dan berteriak:
"Sin-hiong, Sin-hiong, kau ini Sin-hiong?"
Sin-hiong merasa senang, dia maju ke depan dan bertanya:
"Nona Sun, bagaimana keadaanmu?"
Sebuah kalimat bertanya keluar mulutnya, laksana sebuah tenaga
sembrani berputar di lapangan, dua orang itu menangis. Satu Cuigiok,
yang satu lagi adalah Hui-lan.
Cui-giok menangis karena berterima kasih, tapi Hui-lan
mencucurkan air mata sedih.
Tapi sekarang, Sin-hiong hanya bisa melihat Cui-giok seorang
sedang menangis, sebab dia sedang membelakangi Hui-lan, air
mata disana walaupun membuat orang pilu, tapi dia tidak
melihatnya. Mendadak terdengar ketua pulau Teratai berteriak:
"Bagaimana, jurus ke empatpuluh delapan!"
Setelah berkata, diikuti dengan "Buum!" dua bayangan orang
bergoyang-goyang, ketua pulau Teratai hanya bergoyang-goyang
dua kali tubuhnya sudah mantap kembali, tapi Thian-ho-tiauw-souw
sampai mundur dua langkah ke belakang!
Wajah Thian-ho-tiauw-souw sedikit berubah dan berteriak:
"Lo-lim, kau memang hebat, kita bertemu lagi sepuluh tahun
kemudian!"
Setelah berkata, dia memungut pancingannya Secepatnya berlari
meninggalkan tempat itu
Ketua pulau Teratai menunggu dia sudah jauh baru berteriak:
"He he he, beruntung menang setengah jurus!"
Saat dia membalikan tubuh, tidak tahan dia kembali terkejut dan
berkata: "Anak Lan, kau menangis?"
Rasa terkejutnya dia berakibat sangat luar biasa, sebab seumur
hidup, dia hanya ada seorang putri, putrinya adalah nyawanya, dia
tidak kenal dengan Sin-hiong, hanya melihat Hui-lan sangat baik
dengan dia, maka ketua pulau Teratai selalu membantu Sin-hiong.
Air mata Hui-lan belum kering, dengan suara gemetar berkata:
"Ayah, kita pulang!"
Wajah ketua pulau Teratai berubah dengan kesal berkata:
"Cepat katakan, siapa yang telah menghinamu, aku akan cincang
dia sampai hancur!"
Perasaan hatinya seperti ini, bagaimana Hui-lan bisa
mengatakannya, setelah ketua pulau Teratai mengajukan
pertanyaan ini, Hui-lan merasa hanya ayahnya baru orang terdekat
dia, maka dia jadi menangis semakin menjadi-jadi.
Sorot mata ketua pulau Teratai menyapu, di lompat ini selain Sinhiong,
tidak ada orang lain lagi, tanpa berpikir lagi, dia meloncat ke
depan dan berteriak:
"Bocah, kau yang menghina putriku?"
Sin-hiong sedang menggunakan tenaga dalam mengobati Cuigiok,
mendengar ketua pulau Teratai Hui-lan pun menangis, dia jadi
tertegun, bengong melihat ke arahnya, ketua pulau Teratai dengan
bengis sudah meloncat datang.
Dengan sangat tidak mengerti dia berkata: "Lo-cianpwee, aku
tidak menghina dia?"
Hui-lan melihat ayahnya mau menyerang Sin-hiong, dia jadi
terkejut, dalam lubuk hatinya dia masih sangat mencintai Sin-hiong,
maka dia berjalan dua langkah dan berkata:
"Ayah, tidak ada hubungannya dengan dia!"
Ketua pulau Teratai mendengus, berkata: "Kalau begitu kau
katakan, kenapa kau mengucurkan air mata?"
Hui-lan tahu, jika dia menceritakan isi hatinya, Sin-hiong dan Cuigiok
pasti akan terkena dampratan, maka dia terpaksa berbohong:
"Aku lihat ayah menang, jadi merasa senang sampai
mencucurkan air mata!"
Setelah berkata, dia pura-pura tertawa, tapi tawanya sangat
dipaksakan. Ketua pulau Teratai sudah tahu putrinya berbohong tapi dia tidak
bisa memikirkan alasannya dan berkata:
"Baiklah, asal kau sudah puas mainnya, kita boleh pulang!"
Mendengar ini, mata Hui-lan kembali menjadi merah, hampir saja
menangis lagi. '
Telapak tangan Sin-hiong baru saja mencapai jalan darah penting
Cui-giok, mendengar dua orang itu mati pergi, dia jadi gelisah
sekali, tapi saat ini dia tidak bisa bicara, keringat di kepalanya jadi
bercucuran. Tapi keadaan ini dilihat oleh Hui-lan, dia mengira Sin-hiong ingin
segera menyembuhkan Cui-giok, tidak segan-segan mengerahkan
seluruh tenaga dalamnya, rasa cemburunya jadi semakin tinggi, di
dalam hati berkata:
"Dia dulu berkata sangat enak, wanita di tanah itu adalah calon
istrinya marga Ho, hemm... dia hanya sembarangan bicara saja!"
Berpikir sampai disini, tanpa mempedulikan Sin-hiong lagi, dia


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langsung pergi bersama ayahnya!
Sin-hiong semakin gelisah, tapi saat ini penyaluran tenaga
dalamnya sedang dalam keadaan genting, jangan kata melangkah,
sedikit tidak konsentrasi puntidakboleh.
Melihat dua bayangan orang semakin jauh, dalam keadaan
gelisah, dia merasa tenaga dalamnya buyar, dia jadi terkejut sekali,
buru-buru dia memusat-kan kembali tenaga dalamnya, barulah bisa
menyela-matkan nyawanya sendiri dan Cui-giok.
Tidak lama berselang, jalan darah Cui-giok akhirnya sudah bisa
dilancarkan oleh tenaga dalamnya "Waa!" memuntahkan air racun,
tapi karena Sin-hiong ladi konsentrasinya pecah, saat melepaskan
tangannya, laksana terkena penyakit parah "Bluuk!" roboh ke
bawah. Walaupun jalan darah Cui-giok sudah lancar, tapi hawa racun di
dalam tubuhnya belum bersih benar, tubuhnya masih lemas tidak
bertenaga, melihat Sin-hiong roboh dia jadi terkejut dan berteriak:
"Sin-hiong, kau kenapa?"
Dalam pikirannya, karena Sin-hiong telah menghabiskan tenaga
dalamnya untuk mengeluarkan racun dalam tubuhnya maka dia jadi
lemas dan roboh ke bawah, hatinya jadi semakin berterima kasih
padanya. Sin-hiong menggelengkan kepala:
"Aku tidak apa apa!"
Setelah berkata, buru-buru duduk bersemedi.
Tidak lama kemudian, pelan-pelan Sin-hiong membuka matanya
sambil menghela nafas berkata:
"Nona Sun, kau sekarang sudah baikan?"
Cui-giok melihat Sin-hiong begitu membuka matanya langsung
menanyakan keadaan penyakitnya dengan penuh perhatian, dengan
sangat berterima kasih dia berkata:
"Aku tidak apa-apa, kau?"
"Baguslah, mari kita cepat kejar mereka!"
Cui-giok sedikit tertegun, tapi melihat Sin-hiong begitu tergesagesa,
dia tahu pasti ada masalah, dia tidak enak menanyakannya,
menunggu Sin-hiong sudah berdiri, buru-buru dia berkata:
"Mereka belum jauh, jika kita cepat masih bisa mengejarnya!"
Walaupun berkata demikian, baru saja berjalan beberapa
langkah, tubuhnya sudah sempoyongan, Sin-hiong yang melihat jadi
amat gelisah, di dalam hatinya berpikir, dengan cara ini mengejar
mereka, hanya akan semakin jauh, tapi selain begini, ada akal apa
lagi. Tadinya dia berpikir akan membopong Cui-giok mengejarnya,
tapi di siang hari bolong, jika dilihat oleh orang di jalan, tentu akan
memalukan, tapi jika bukan begitu, ketua pulau Teratai dan putrinya
tidak akan bisa dikejar lagi.
Sin-hiong sangat gelisah, tapi tidak terpikir cara lain, sambil
berjalan dia terus mengusap keringat. Cui-giok yang melihat lalu
bertanya: "Sin-hiong, kenapa kau tergesa-gesa mengejar mereka?"
Sin-hiong mengeluh berkata:
"Budi ketua pulau Teratai besar sekali padaku, malah pernah
menyelamatkan nyawaku, jika membiarkan mereka pergi begitu
saja, sampai tidak bisa mengucapkan terima kasih, sungguh hatiku
tidak bisa tenang?"
Cui-giok memutar matanya dan berkata lagi: "Apa tidak ada hal
lain lagi hingga harus begini tergesa-gesa?"
Sin-hiong hanya ingin mengejar mereka, dalam keadaan terburuburu
tidak berpikir banyak dan berkata:
"Nona Hui-lan sangat baik padaku, aku pernah berjanji pada dia
setelah urusanku selesai, aku akan menemani dia bermain ke pulau
Teratai, mengenai hal ini juga harus ada penegasan!"
Setelah berkata begitu, baru dia merasa kata katanya tidak
pantas, terpaksa dia tertawa kaku.
Tiba-tiba Cui-giok menghentikan langkahnya:
"Aku sangat lelah!"
Sin-hiong tertegun, wajahnya tampak gelisah. Cui-giok melihat
Sin-hiong dan berkata: "Sin-hiong, apakah kau tidak bisa
menggendongku?"
Wajah Sin-hiong jadi merah, katanya gugup: "Di jalan banyak
orang!" Cui-giok menggelengkan kepala:
"Tidak apa-apa, kau ingin mengejar mereka, jika tidak
menggendongku bagaimana bisa mengejar mereka?"
Sin-hiong merasa betul juga, tapi walau-pun dia dengan Cui-giok
sejak kecil besar bersama-sama, tapi sejak mereka sudah dewasa,
hari ini adalah kedua kalinya mereka bertemu dan bercakap-cakap,
apa lagi, Cui-giok adalah calon istrinya Ho Koan-beng, bagai-mana
mungkin dirinya menggendong dia berlari di siang hari"
Dia jadi kesulitan, Cui-giok tersenyum dan berkata:
"Kalau begitu, aku ada satu permohonan, entah kau bisa
menyanggupinya tidak?"
Perkataan Cui-giok berbelit-belit, Sin-hiong sama sekali tidak
mengerti, terpaksa menjawabnya:
"Katakan saja!"
"Sebenarnya akupun tidak ada permintaan apa-apa, hanya....
hay, sudahlah jangan dikatakan lagi."
Melihat dia tidak jadi mengatakannya, tidak tahan Sin-hiong jadi
mengeluh panjang, Saat ini kau masih berkelakar, tadinya dia mau
memakinya, tapi sesaat tidak bisa membuka mulut, akhirnya
menelan kembali kata-katanya yang sudah sampai dibibirnya.
Cui-giok melihat Sin-hiong, wajahnya menjadi merah dan
berkata: "Bolehkan aku memanggil nona itu Cici" Jika kita bertemu
dengan dia, mohon kau perkenalkan kami!"
Ternyata kata-kata ini mengandung makna yang dalam, Sinhiong
mendengarnya sampai wajah-nya menjadi merah, didalam
hati berkata: 'Kau terlalu banyak pikiran, hay! Masalah ini bagaimana
mungkin"' Cui-giok melihat Sin-hiong tidak menjawab, dengan sedih
berkata: "Aku tahu kau masih memikirkan masalahku dengan Ho Koanbeng,
tapi itu sudah berlalu!"
Sin-hiong mundur ke belakang, terkejut dan berkata:
"Nona Sun! Bagaimana boleh begini?"
"Aku sekarang hanya tinggal seorang diri, mengenai masalah aku
sendiri, tentu saja harus aku sendiri yang menentukannya."
Sin-hiong menggelengkan kepala, dengan sedih sekali berkata:
"Kau tidak boleh begini, hay, sama sekali tidak boleh begini."
"Tidak peduli bagaimana, aku harus bersamamu, mengenai nona
itu, dia menjadi Ciciku juga tidak apa-apa!"
Kata-kata dia sudah semakin jelas, tidak peduli Sin-hiong punya
pikiran ini atau tidak, sekarang bagaimana pun harus menyatakan
pendiriannya"
Tapi, Sin-hiong malah jadi membisu!
Sebenarnya dalam hati dia, masih mencintai Cui-giok, juga
mencintai Hui-lan, tapi bagaimana pun Cui-giok adalah orangnya Ho
Koan-beng, beberapa kali Ho koan-beng ingin membunuh dia, jika
bukan karena Cui-giok, bagaimana mungkin dia bisa begitu sabar
terhadap Ho Koan-beng"
Melihat Sin-hiong tidak bicara, maka Cui-giok berkata lagi:
"Sin-hiong, jika kau tidak mau, maka kau kejar mereka sendiri,
supaya aku tidak menjadi bebanmu?"
Sin-hiong jadi merasa sulit, setelah dipikir lalu berkata:
"Kita jalan saja dulu, sekarang buat apa membicarakan hal yang
memusingkan kepala ini?"
Cui-giok tersenyum, dia mengerti Sin-hiong sudah tergerak
hatinya, kedua orang pelan-pelan berjalan lagi ke depan.
Kedua orang selangkah demi selangkah berjalan, Sin-hiong ingin
menyewa kereta supaya Cui-giok tidak perlu berjalan, tapi tidak
beruntung, di sepanjang jalan tidak ada kereta tumpangan,
walaupun ada juga sudah penuh orang.
Saat kedua orang itu tiba di sisi Huang-ho, mereka tidak bisa
berbuat apa-apa, sebab hari sudah mulai gelap.
Sin-hiong melihat di sisi sungai kebetulan ada satu perahu yang
akan menyeberang sungai maka bersama Cui-giok naik ke atas
perahu. Baru saja kedua orang itu naik ke atas perahu, terdengar tukang
perahu berteriak:
"Anginnya besar arusnya deras, para penum-pang harap jangan
sembarangan bergerak!"
Di depan dan di belakang perahu ada seorang tukang perahu,
semua penumpang diapit oleh kedua tukang perahu itu, tukang
perahu yang di depan mendorong dengan tongkatnya, dan
perahunya mulai bergerak, lalu ada seorang berteriak:
"Berangkat!"
Siapa sangka baru saja perahu ini berlayar sejauh kurang lebih
lima enam tombak, mendadak di daratan ada seseorang berlari
tergesa-gesa, dia sambil berlari sambil berteriak:
"Hei" Tunggu! Tunggu!"
Tukang perahu di belakang menggoyang-goyangkan tangannya
dan berteriak: "Tidak bisa, kau tunggulah perahu berikut-nya!"
Orang itu seperti terburu-buru, kembali berteriak-teriak:
"Hei hei, di atas perahu masih banyak yang kosonglah!"
Saat ini arus sungai sangat deras, tukang perahu yang di
belakang mengendalikan perahu dengan konsentrasi penuh, tidak
mempedulikannya lagi.
Sebuah gelombang air menghantam perahu, dan perahunya
bergoyang-goyang, Cui-giok berkata: "Baguslah jika perahu ini
tenggelam!"
Sin-hiong tersenyum dan berkata: "Kenapa kau ada pikiran
seperti ini?"
"Perahu tenggelam pasti akan diantarkan ke istana naga, saat itu
kita bisa bertemu dengan raja naga, bukankah itu bagus?"
Usia dia sudah tidak kecil, tapi kedengarannya seperti bicara
anak kecil saja, Sin-hiong tahu kata-katanya ada maksud tertentu,
setelah tersenyum, maka dia tidak pedulikan dia lagi!
Karena menganggur, iseng-iseng Sin-hiong membalikkan kepala
melihat ke belakang, tepat pada saat mi, sebuah kejadian aneh
terjadi. Karena orang tadi tidak berhasil menghentikan perahu, dia
mengambil beberapa batang ranting pohon dan dilemparkan ke
sungai, ranting-ranting itu menyebar dengan jarak tertentu, lalu
dengan beberapa loncatan saja orang itu sudah naik ke belakang
perahu. Tukang perahu di belakang sedang mengawasi ke depan
mengendalikan perahu, tentu saja tidak tahu di belakang perahu
ada orang naik ke atas perahu.
Orang ini ilmu meringankan tubuhnya sangat hebat, berdiri
dengan satu kaki di atas batang kendali di belakang tukang perahu
itu, ketika tukang perahu menggerakan perahu ke kiri dan ke kanan,
sedikit pun tidak merasakannya, Sin-hiong berkata di dalam hati:
"Walaupun ilmu silatmu sangat hebat, tapi dengan
memamerkannya seperti ini, bukanlah tindakan seorang jagoan
dunia persilatan?"
Ketika sedang berpikir, tiba-tiba satu gelombang besar datang
menghantam perahu lagi, ujung perahu turun ke bawah, tukang
perahu itu bercucuran keringat mengendalikan perahu, dan
tubuhnya ikut jadi miring, siapa sangka tepat di saat ini, orang di
belakang perahu itu mengaitkan kakinya, situkang perahu masih
mengira itu adalah gelombang besar, begitu menegakkan tubuhnya,
kali ini sedikit tidak bisa dikendalikan, dia merasa tubuhnya
melayang jatuh keluar perahu,
Sin-hiong tergetar, di dalam harinya berpikir: 'Nyawa seluruh
penumpang di perahu ada di tangan si tukang perahu itu, mana
boleh orang itu berkelakar seperti ini?"
Setelah berpikir, tubuhnya melayang keluar lalu mengulurkan
tangan, menarik kembali tubuh tukang perahu kedalam perahu.
Kecepatan gerakannya sulit digambarkan, sebab saat dia
bergerak, tubuh tukang perahu itu sudah berada di luar perahu, tapi
ketika dia keluar dan masuk lagi, orang-orang di dalam perahu
hanya sedikit yang tahu, terdengar seseorang dengan pelan
berkata: "Hebat sekali!"
Sin-hiong tersenyum pada orang itu, berkata: "Terima kasih!"
Saat Sin-hiong meloncat, Cui-giok sudah mengetahuinya, dia
melihat ketika Sin-hiong berada di udara, dia terkejut sampai
bercucuran keringat dingin, tapi tukang perahu yang selamat dari
maut, masih tidak tahu apa yang terjadi, dia menarik nafas panjang
dan berkata: "Ombak yang sangat besar sekali!"
Ternyata saat Sin-hiong meloncat keluar menyelamatkan orang,
orang yang berdiri di bagian kendali perahu itu sudah masuk ke
dalam perahu, orang-orang di dalam perahu sedang mabuk perahu,
maka tidak ada satu orang pun yang tahu.
Cui-giok menghela nafaspanjang dan berkata:
"Buat apa kau menempuh bahaya sebesar ini?"
Sin-hiong tersenyum tidak menjawab, dia hanya menganggukan
kepala, mendadak terdengar satu orang berteriak:
"Bagus, perahunya sudah merapat!"
Semua orang hanya merasa perahunya jadi ringan, ada orang
sudah meloncat meninggalkan perahu.
Orang itu masih berdesakan di belakang tubuh Sin-hiong, orangorang
sudah pada turun perahu, Sin-hiong menuntun Cui-giok baru
saja tiba di kepala perahu, mendadak dia merasa di belakang
tubuhnya ada yang mendorong, tubuhnya sedikit berkelebat dan
berkata: "Saudara, perahunya sudah merapat, kenapa masih terburuburu!"
Hati orang itu jadi tergetar, dia tadi sengaja menabrak, tidak
diduga Sin-hiong sudah tahu, terpaksa dia berkata:
"Maaf, aku ada urusan penting harus buru-buru!"
Setelah berkata, dia meloncat ke darat.
"Kau kenal orang ini?" tanya Cui-giok.
Sin-hiong sembarangan menjawab:
"Orang-orang di dunia ini semuanya adalah saudara, berbasabasi
itu hal yang biasa."
"Aku lihat orang ini hatinya tidak lurus!"
Sin-hiong melihat keluar perahu berkata tawar:
"Kalau begitu kita sedikit hati-hati!"
Kedua orang naik ke darat, sekarang Cui-giok sudah merasa lebih
baik, tapi racun di dalam tubuhnya masih belum hilang semua,
kepalanya merasa masih pusing dan tubuhnya lemah tidak
bertenaga. Sin-hiong melihat-lihat cuaca, katanya:
"Malam ini kita tidak bisa meneruskan perjalan an, kita menginap
dulu satu malam!"
Cui-giok tahu, sebenarnya Sin-hiong ingin mengejar waktu,
mengatakan tidak bisa meneruskan perjalanan, semua hanya demi
dirinya. Saat itu dia berkata:
"Kita cari dulu satu penginapan, setelah kau menyewakan kamar,
kau sendiri segera mengejar mereka, mungkin masih bisa keburu."


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hati Sin-hiong tergerak, di dalam hati berkata: 'Kata-katanya
masuk akal juga, setelah aku berhasil mengejar mereka, lalu
kembali lagi kesini, bukankah sama juga"'
Di benaknya mendadak berkelebat bayangan orang tadi, dia jadi
merasa khawatir maka berkata:
"Kau jangan pikirkan itu dulu, nanti kita melihat keadaan!"
Sambil bicara dia berjalan, tidak lama kemudian mereka sampai
di depan satu kota.
Kota ini cukup besar, sore hari orang-orang ramai berlalu lalang,
Sin-hiong menuntun Cui-giok berjalan di jalan raya, setelah
berputar-putar baru menemukan satu penginapan.
Siapa sangka, baru saja melangkah masuk ke dalam penginapan,
orang yang tadi di atas perahu penyeberangan sudah berada di
dalam penginapan!
Terlihat dia duduk di atas satu kursi di sisi meja, di atas meja
disediakan lima pasang sumpit, masakan dan arak juga sudah
diantarkan, tapi hanya dia seorang diri sedang makan dengan lahap
sekali. Cui-giok menyentuh Sin-hiong perlahan:
"Sin-hiong kau sudah melihatnya?"
Sin-hiong menganggukan kepala, saat ini satu orang pelayan
datang menghampiri dan bertanya:
"Siauya mau makan apa?"
Sin-hiong tidak menjawab pertanyan pelayan dia berkata:
"Ada kamar yang bersih tidak?"
"Ada... ada!" kata Pelayan berulang-ulang
Sin-hiong menyuruh pelayan untuk melihat dulu,
Cui-giok tidak tahu apa tujuannya, terpaksa mengikuti dari
belakang. Masuk ke dalam satu pekarangan, Sin-hiong memilih dua kamar,
dari dalam ke dua kamar itu bisa melihat dengan jelas keadaan di
ruang makan, lalu dia memesan makanan dan pelayan itu pun
pergi. Cui-giok melihat dulu ke kiri dan kanan lalu berkata:
"Tempat ini cukup bagus, kita bisa melihat perbuatan orang itu?"
Sin-hiong menyahut sekali, lalu mengeluarkan buku pengobatan
Kim-ciam-tok-su, membalik-balikan beberapa lembar dan bertanya:
"Nona Sun, dimana kau masih merasa tidak nyaman?"
Sun Cui-giok mengerutkan alis:
"Seperti di antara perut kecil!"
Sin-hiong membolak-balik lembaran, sesaat masih belum
menemukan resep yang tepat, dia mengeluh dan berkata:
"Aku tidak bisa memikirkan, resep penawar racunnya banyak
sekali, tapi aku tidak menemukan satupun, nona Sun, bagaimana
kalau kau sendiri saja yang melihatnya?"
Cui-giok menerima buku itu, dengan teliti membolak-balik
membaca, mendadak dia berteriak:
"Lihat! Bukankah resep ini?"
Sin-hiong melihat, diatas tertulis: "Cian-cu-ting, Su-ju-li, Ci-ju-kigoan,
Ho-ju-yu-lim, bisa mengobati lima racun!" Sin-hiong berkata:
"Benar, tapi Cian-cu-ting sangat sulit dicari!" Baru saja selesai
bicara, mendadak seseorang di dalam ruang makan berteriak:
"Bagus! Kau sudah menghabiskan semua araknya!"
Sin-hiong dan Cui-giok melihat, di dalam ruang makan saat ini
sudah bertambah satu orang, orang ini memakai baju kuning, di
punggungnya terselip sebilah pedang panjang, sepasang matanya
memancarkan sinar berkilat-kilat, tampangnya sangat luar biasa.
Orang yang pertama datang itu tertawa: "Siapa suruh kau telat!"
Setelah berkata, kembali dia minum araknya. Orang yang berbaju
kuning itupun tidak sungkan, langsung makan dengan lahapnya.
"Kau tahu siapa mereka?" tanya Cui-giok. Sin-hiong
menggelengkan kepala, tepat di saat ini, seorang laki-laki besar
berbaju merah juga melangkah masuk ke ruang makan.
Dua orang yang pertama datang tidak mempersilahkan dia, tapi
laki-laki besar baju merah itu langsung duduk dan makan dengan
lahap. Sin-hiong melihat sampai mengerutkan alis, di dalam hati terus
membaca, merah kuning biru, mendadak dia seperti sadar sesuatu,
di dalam hati berkata:
'Diatas meja sudah disediakan lima pasang sumpit, saat ini sudah
datang tiga, apakah masih ada putih dan hitam yang belum tiba"'
Baru saja berpikir begitu, benar saja di pintu masuk kembali
muncul dua orang satu berbaju putih dan satu lagi hitam.
Setelah kedua orang itu duduk, kelima orang itu dengan diam
melahap makanannya, siapa pun tidak ada yang berbicara.
Diantara lima orang ini, orang yang usianya paling tua tampak
tidak lebih dari empat puluh tahun, diantaranya orang yang berbaju
putih yang terlihat paling muda, kelihatannya tidak berbeda jauh
dengan Sin-hiong.
Matahari sudah tenggelam di barat, lampu di ruang makan sudah
dinyalakan, orang di dalam ruangan tidak sedikit, tapi lima orang
tamu di tengah ruangan seperti tidak ada orang saja, mereka hanya
melahap makanan mereka.
Setelah melihatnya Sin-hiong berkata:
"Tidak ada urusan dengan kita, lebih baik kita makan saja dulu."
Siapa sangka, pada saat ini, salah seorang mendadak mendengus
dan berkata: "Hemm hemm belum tentu!"
Sin-hiong terkejut, dia tidak mengira kata-katanya didengar oleh
orang itu, begitu melihatnya terdengar satu orang lagi berkata:
"Menurut pandanganmu bagaimana?"
Ternyata orang berbicara itu adalah laki-laki baju biru yang dilihat
Sin-hiong di atas perahu tadi, terlihal kedua mata dia melotot
dengan dingin berkala
"Apa yang bagaimana" Terpaksa bertarung!"
Begitu kata-kata ini keluar, empat orang lainnya jadi
bersemangat dan bersama-sama berkata:
"Bagus sekali, kita Huang-sat-ngo-kiam (Lima pedang dari pasir
kuning) bersama-sama akan bertarung dengan dia!"
Lima orang itu berteriak-teriak di dalam ruang makan, tapi,
semua orang di dalam ruangan tidak tahu siapa yang akan dihadapi
mereka" Tapi sejak mereka menyebutkan julukan Huang-sat-ngokiam,
di dalam ruangan kembali hening tidak ada suara, ternyata
julukan Huang-sat-ngo-kiam ini sangat besar sekali pengaruhnya!
"Kau pernah mendengarnya?" kata Cui-giok pelan.
"Tidak pernah!" Sin-hiong menggeleng.
Dua orang ini sudah selesai makan, Sin-hiong kembali berkata:
"Kau istirahatlah sebentar, aku pergi sebentar mencari Cian-cuting."
Setelah berkata, dia keluar kamar, saat lewat ruang makan, lakilaki
berbaju biru mendengus sekali dan berteriak:
"Hei! Berhenti!"
Sin-hiong tahu laki-laki itu memanggil dirinya, lapi dia pura-pura
tidak mendengar dan meneruskan jalannya.
"Kau dengar tidak" Heh, jika masih berjalan akan kupatahkan
kaki anjingmu!"
Setelah berkata, tampak dia sedikit mabuk, tapi karena
perkataannya sangat kasar, hari Sin-hiong yang sedang kesal,
begitu diusik maka meledaklah amarah-nya. Dia menghentikan
langkahnya dan bertanya: "Saudara ada urusan?"
Orang itu tertawa dingin:
"Urusan! Hemm hemm, karena saat ini kami tidak ada waktu,
kuberitahu, malam ini kau tidak boleh keluar kota."
Sin-hiong marah dengan dingin berkata:
"Aku keluar kota atau tidak, apa urusannya denganmu?"
Baru saja orang itu mau maju menerjang, laki-laki baju kuning
disisinya sudah bangkit berdiri dan berkata:
"Losam, ada apa kau dengan dia?"
Baru saja orang berbaju biru mau mengatakan kehebatan ilmu
silat Sin-hiong, mendadak di pintu muncul satu orang!
Wajah dia jadi berubah sambil berteriak dingin:
"Sudah datang!"
Huang-sat-ngo-kiam segera bersiap-siap, orang yang masuk ini
wajahnya tampan, begitu melihat Sin-hiong yang masih berada di
dalam ruang makan, tidak tahan orang itu bersuara "Iiih!" dan
berkata: "Sen-tayhiap, kita jumpa lagi!"
Setelah orang ini muncul, hati Sin-hiong jadi tergetar.
Lima orang itu lebih-lebih tergetar, otaknya berputar cepat, di
dalam hatinya berpikir ternyata merek berdua saling kenal"
Di antara semua orang hanya laki-laki berbaju biru di dalam
hatinya mengerti, sebab dia pernah menyaksikan kehebatan ilmu
silat Sin-hiong, dan juga pernah mencoba jurus pedang orang yang
baru masuk ini, dia tahu jika kedua orang ini bersatu, mungkin
mereka berlima bukan lawannya.
Ternyata orang yang masuk adalah Sim-kiam-jiu Ho Koan-beng,
entah kapan dia bermusuhan dengan orang ketiga Huang-sat-ngokiam,
Lan-ie-kiam (Pedang bulu biru) Nie Cing, itulah sebabnya Nie
Cing buru-buru pergi ke pantai selatan Huang-ho untuk
mengumpulkan empat jago pedang lainnya untuk menghadang Ho
Koan-beng. Mata Ho Koan-beng menyapu, dalam hati dia sudah mengerti,
sambil tertawa keras dia berkata:
"Saudara tua Ni, apa orang-orangmu sudah berkumpul semua"
He he he, dengan kemampuan kalian berlima, terhadap aku saja Ho
Koan-beng, kalian sudah tidak mampu menghadang, malah berani
mengusik lagi Kim-kau-kiam-khek Sen Sin-hiong?"
Kata-katanya begitu terdengar, orang-orang yang ada di seluruh
ruangan jadi membeku, di antaranya tentu saja Huang-sat-ngokiam,
Lan-ie-kiam yang mendengar, mabuknya jadi hilang setengah.
"Terima kasih!" kata Sin-hiong tertawa. Tadinya dia mau
memberitahukan keberadaan Sun Cui-giok di dalam penginapan ini,
tapi setelah berpikir lagi, disini banyak orang, lebih baik mencari
obat dulu saja.
Setelah berkata dia langsung jalan keluar pintu.
Apa yang akan terjadi di dalam ruangan makan, Sin-hiong sudah
malas memikirkannya, saat ini di benaknya sedang memikirkan
masalah Cui-giok dengan Ho Koan-beng, apa yang akan terjadi
setelah mereka bertemu" dia jadi mengkhawatirkannya.
Setelah Ho Koan-beng muncul, hatinya jadi tertarik dengan
pertengkaran yang sulit melepaskan diri, mengenai hal mengejar
ketua pulau Teratai dan putrinya, itu hal yang lain lagi.
Dia sudah jalan beberapa lama di jalan raya dan bertanya ke
beberapa toko obat, tapi semua toko tidak ada yang menjual Ciancu-
ting, terpaksa dia kembali lagi kepenginapan.
Di dalam ruangan makan, sudah tidak telihat lagi Huang-sat-ngokiam
dan Ho Koan-beng, Sin-hiong masuk ke kamar Cui-giok, Cuigiok
buru-buru bangkit berdiri dan berkata:
"Ho Koan-beng sudah pergi!"
"Kau sudah tahu, seharusnya kau berusaha menemui dia!"
Cui-giok memonyongkan mulut mungilnya:
"Aku tidak mau bertemu dengan dia lagi, dari bicaranya kulihat
dia selain sangat sombong, juga orangnya sangat licik."
Sin-hiong berpikir, entah Ho Koan-beng berkata apa lagi" Jika
tidak bagaimana Cui-giok bisa tahu Ho Koan-beng selain sombong
juga sangat licik"
Dia menghela nafas panjang:
"Tidak perduli bagaimana" Bagaimana pun dia adalah......"
Tadinya dia ingin berkata 'calon suamimu', tapi jika mengatakan
ini, pasti akan membuat Cui-giok sangat sedih, makanya dia tidak
jadi mengucapkan-nya.
Cui-giok seperti tahu yang dipikirkannya, dengan tertawa
terpaksa berkata:
"Aku sudah beristirahat, sekarang sudah jauh baik, lebih baik kita
melanjutkan perjalanan saja!"
Sin-hiong tahu dia sengaja ingin menghindar dari Ho Koan-beng,
walaupun hatinya tidak mau, tapi dia tidak tega menolaknya,
terpaksa Sin-hiong memanggil pelayan, membayar rekening dan
pergi melanjutkan perjalanan.
Saat ini malam sudah larut, tadinya Sin-hiong ingin membelikan
seekor kuda buat Cui-giok, tapi karena tidak ada yang menjual
kuda, dua orang itu hanya berjalan pelan-pelan keluar kota.
Sebenarnya Cui-giok belum sembuh total, tapi meskipun begitu
sekarang kesehatan dia lebih baik dari sebelumnya, jalan sejenak,
terlihat waktu sudah hampir jam sembilan malam, mendadak dari
hutan di depan terdengar suara benturan senjata.
Cui-giok berteriak:
"Di depan ada orang sedang bertarung!"
Secepat kilat Sin-giong mengangkat dia: "Jangan bersuara!"
Hanya beberapa loncatan, dia sudah sampai di sisi hutan itu, lalu
dia melihat Ho Koan-beng sedang bertarung sengit dengan Huangsat-
ngo-kiam. Tubuh Cui-giok sedikit bergetar dan berkata:
"Tidak mau bertemu dia di sana, tidak diduga malah bertemu
disini, hai...!"
Dia mengeluh pelan, begitu melihat pertarungan, kembali dia
terkejut berkata:
"Iiih, kepandaian Ho Koan-beng sudah maju pesat!"
Sin-hiong menganggukan kepala:
"Benar! Ilmu silat Sang-toh pun sudah maju pesat."
Cui-giok memandang tidak mengerti, Sin-hiong pura-pura tidak
melihatnya, tapi di dalam hatinya diam-diam mendengus dan
berkata: "Ilmu silat mereka berdua maju pesat tapi apa gunanya" Kecuali
mereka berdua bersatu, baru masih bisa menahan seranganku
seratus jurus!'
Tapi dia tidak mengatakan apa-apa, matanya melihat ke arah
enam orang yang sedang bertarung, terlihat mereka semakin
bertarung semakin seru!
Huang-sat-ngo-kiam bukan saja masing-masing mempunyai ilmu
silatnya cukup bagus, apa lagi jika mereka bersatu, kekuatan jurus
gabungan pedangnya, Ho Koan-beng juga tidak bisa menerobos
keluar. Ho Koan-beng mendengus dingin, jurus hebat dari berbagai
perguruan sudah dikeluarkannya, walaupun berada dalam
keroyokan Huang-sat-ngo-kiam, dia tetap mampu bertahan dan
menyerang, langkah kakinya sedikitpun tidak kacau! Sinhiongberpikir:
'Untung yang dihadapinya adalah Huang-sat-ngokiam,
jika diganti oleh pesilat tinggi biasa, mungkin tidak mampu
menahan lima puluh jurus serangan Ho Koan-beng!;
Baru saja dia berpikir, mendadak di lapangan terdengar satu
teriakan keras, pemuda berbaju putih sedang menyerang hebat
dengan pedangnya.
Pedangnya berkilat-kilat menyilaukan mata, menyerang Hwansui-
hiat dan Hong-fu nya Ho Koan-beng!
Ho Koan-beng bersiul panjang, pedangnya bergetar-getar dan
"Ssst ssst!" menghindar serangan dahsyat pemuda berbaju putih,
sekali memutar pergelangan tangan, mendadaknya menyerang lakilaki
baju merah. Laki-laki berbaju merah mengangkat pedang panjangnya, tubuh
lima orang itu mendadak mundur lalu maju kembali, tampaknya


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka sedang menjalankan suatu siasat, sinar pedang sangat
kerap, bersilang membentuk jaring rapat, dengan suara
memekakkan telinga, siasatnya memang luar biasa.
Ho Koan-beng segera mengayunkan pedang panjangnya, satu
jurus Ji-long-jian-cong (Ombak besar seribu lapis), baru saja
jurusnya di keluar setengah jalan, mendadak berubah jadi Peng-sabu-
jang (Pasir datar tiada batas), dua jurus ini adalah inti jurus
hebat dari berbagai perguruan besar, pedangnya menusuk ke arah
dua bayangan orang berwarna merah dan kuning.
Bukan saja dia tidak bertahan, malah sekuat tenaga menyerang,
angin pedang semakin membesar, dalam sekejap sudah saling
serang tiga puluh jurus lebih dengan Huang-sat-ngo-kiam!
Sebenarnya jurus pedang Huang-sat-ngo-kiam sangat hebat,
orang yang paling tua adalah orang berbaju merah yang bernama
Cin Beng, nomor dua laki-laki baju kuning Hong Cin, Nie Cing adalah
saudara ketiga, nomor empat He-it-jiu Ong Kun, pemuda baju putih
Lim Ceng adalah yang paling kecil, tapi diantara lima orang ini,
jurus pedang Nie Cing dan Lim Ceng yang paling keji.
Walaupun jurus pedang kelima orang ini berbeda-beda aliran,
tapi ke lima orang ini di waktu senggang telah melatih semacam
barisan yang bernama Ngo-lui-kiam-tin (Barisan pedang lima
halilintar), di dalam dunia persilatan, entah sudah berapa banyak
pesilat tinggi yang termasyur pernah dikalahkan oleh Ngo-lui-kiamtin
mereka. Ketika pertarungannya sedang sengit, tiba-tiba pedang Ho Koanbeng
menusuk dengan dahsyat kepada pemuda berbaju putih Lim
Ceng, Lim Ceng bergeser sedikit, sengaja memberi kesempatan
pada Ong Kun menyerang dengan pedangnya!
Pedang Ho Koan-beng jadi tidak mengenai sasaran, tapi dia tidak
gentar, dia mengangkat tangan kanan, menyabetkan pedangnya
dari samping, tepat menyambut pedang Ong Kun.
Ong Kun sangat lincah dia berteriak, sekali gus menusukan
pedangnya dua kali!
Ho Koan-beng menekan tangannya, pedang panjangnya berputar
dari kiri ke kanan, masing-masing pedangnya menusuk pada kelima
orang itu. "Jurus yang bagus!" teriak Nie Cing, lima jarinya secepat kilat
menyerang, dan tangan kanannya menyabetkan pedangnya, lima
jari kiri mencengkram, pedangnya menusuk jalan darah penting Ho
Koan-beng! Ho Koan-beng mengayunkan pedangnya, dengan dahsyat balas
menusuk dia! Jurus-jurus pedang Ho Koan-beng diambil dari inti sari jurus
pedang berbagai peguruan besar, jika satu lawan satu, kelima
Huang-sat-ngo-kiam ini tentu bukan lawannya.
Dengan Ngo-lui-kiam-tin, Huang-sat-ngo-kiam mengurung dia,
berisan ini dengan teratur mengatur serangan dan bertahan,
serangannya dahsyat, sedikit pun tidak mengendur!
Walaupun Cui-giok tidak ingin bertemu dengan Ho Koan-beng,
tapi di dalam hatinya tetap saja masih mengkhawatirkan dia dan
tanyanya: "Sin-hiong, menurutmu Ho Koan-beng bisa menang atau tidak?"
Sin-hiong mengangkat kepalanya:
"Kulihat Huang-sat-ngo-kiam juga tidak lebih lemah!"
"Kalau begitu hasilnya akan seri!" kata ui-giok sambil tersenyum.
"Belum tentu juga?" Sin-hiong juga tersenyum.
"Kenapa?"
"Jurus pedang siapa pun bisa menggunakan-nya, tapi hasil
latihan setiap orang masing-masing berbeda, maka ada yang lebih
tinggi ada yang lebih rendah, mereka dua kelompok ini bertemu
dengan tandingannya, siapa yang menang siapa yang kalah itu
tergantung pengalaman mereka menghadapi lawan."
Cui-giok kagum:
"Kalau begitu di dunia persilatan apa yang disebut seri itu hanya
membohongi orang saja, begitu?"
Sin-hiong tidak menjawab, sorot matanya melihat kembali ke
lapangan dan berkata:
"Ho Koan-beng sudah hampir menang!"
Ketika di lihat dengan teliti, terdengar Ho Koan-beng sekali
berteriak: "He he he, bagaimana dengan jurus ini?"
Terlihat gulungan sinar pedang mengembang besar, bayangan
pedang berkelebat dengan jurus Ya-can-pat-hong (Bertarung malam
dari delapan arah), pedang Huang-sat-ngo-kiam berputar-putar ke
bawah, berebut mendahuluinya.
Cui-giok tidak melihat Ho Koan-beng akan meraih kemenangan,
dia berkata: "Aku lihat tidak mungkin!"
Baru saja selesai berkata, mendadak terlihat pedang Ho Koanbeng
balik menggulung, kecepatan jurusnya, hampir tidak bisa di
ikuti mata, dalam sekejap sudah tiba.
Huang-sat-ngo-kiam terkejut, Cin Beng segera menggetarkan
pergelangan tangannya, menyerang pada Beng-bun-hiat Ho Koanbeng.
"Lepas" bentak Ho Koan-beng.
Kekuatan serangannya sangat dahsyat, pedang di tangannya
bergulung-gulung membentuk lima gulungan sinar, kekuatannya
sedikit pun tidak berkurang, dua hawa pedang saling beradu,
terdengar satu suara keras "Traang!", benar saja pedang panjang
Cin Beng terlepas dari tangannya.
Begitu berhasil Ho Koan-beng tidak membuang kesempatan,
pedang panjangnya bergerak-gerak cepat, mengambil posisi
menyerang! Orang tertua Huang-sat-ngo-kiam Cin Beng terdesak mundur,
barisan pedangnya segera menjadi kacau.
Hong Cin dengan susah payah menangkis tiga jurus, keningnya
sudah bercucuran keringat, dia segera berteriak:
"Losam, serang kirinya!"
Nie Cing mengayunkan pedangnya "Ssst!" menusuk pada Kiancin-
hiat di sisi kiri Ho Koan-beng!
Pemuda baju putih Lim Ceng bergerak lincah, kakinya berputarputar
seperti angin dan berteriak:
"Kuserang dia dari kanan!"
Walaupun barisan pedang mereka sudah kacau, tapi ilmu silat
masing-masing orang masih ada, di bawah tekanan bersama empat
orang itu, akhirnya keadaannya bisa sedikit dikembalikan.
Sin-hiong menghela nafas:
"sekarang Huang-sat-ngo-kiam bertarung mengandalkan tenaga
masing-masing, sayang kurang menggunakan otaknya!"
Melihat beberapa jurus tadi, mata Cui-giok terasa berkunangkunang,
setelah Ho Koan-beng menampilkan kehebatannya, di
dalam hati dia sedikit banyak terharu juga, tidak tahan dia jadi
menghela nafas juga.
Walaupun suaranya pelan sekali, tapi enam orang yang berada di
lapangan telinganya sangat tajam, Ho Koan-beng segera
menyabetkan pedang pusakanya dan berteriak:
"Pesilat hebat siapa telah datang kesini, kenapa tidak
menampakkan diri?"
Pertarungan Ho Koan-beng dengan Huang-sat-ngo-kiam, dia
hanya mampu sedikit diatas angin, jika suara nafas di dalam hutan
ini adalah dari kelompok Huang-sat-ngo-kiam, maka dia akan sulit
bisa lolos dari cengkraman mereka.
Huang-sat-ngo-kiam pun mengharapkan orang itu adalah dari
teman mereka, setelah Ho Koan-beng menanyakannya, kelima
orang ini membelalakan mata nya, menunggu jawaban dari orang
ini. Siapa sangka, di dalam hutan tampak kosong tidak ada orang,
Ho Koan-beng marah sekali dan berkata:
"Kau tidak mau keluar, apakah harus aku mempersilahkan kau
keluar?" Setelah berkata, orangnya sudah menerjang!
Baru saja dia sampai di sisi hutan, mendadak dari dalam hutan
terdengar suara "Ssst!" dan satu orang berkata:
"Saudara Ho, sesudah bertemu dengan pesilat tinggi, aku
sebagai penonton jadi merasa gatal tangan, mohon dimaafkan oleh
kalian!" Tentu saja dia adalah Sin-hiong, karena Cui-giok sudah
menimbulkan suara, maka Sin-hiong menyuruh dia keluar menemui
Ho Koan-beng, tapi Cui-giok bersikukuh tidak mau keluar.
Sin-hiong tidak bisa berbuat apa-apa, terpaksa dia keluar, tapi
mata Ho Koan-beng tajam sekali, dia sudah melihat masih ada
orang yang bersembunyi, setelah menghentikan langkahnya, dia
berkata lagi: "Siapa yang seorang lagi?"
Sin-hiong tergetar, di dalam hatinya berpikir, Ho Koan-beng
sudah melihat, aku tidak bisa tidak harus mengatakannya, tapi jika
dia mengatakan khawatir Cui giok menjadi marah, dia jadi raguragu
sejenak dan akhirnya berkata:
"Seorang teman, nanti dia juga akan bertemu denganmu!"
"Temanku?" tanya Ho Koan-beng tertegun. Sin-hiong
menganggukan kepala, tapi Ho Koan-beng merasa ragu-ragu dan
berkata: "Aku tidak percaya, aku harus melihatnya sendiri!"
Setelah berkata, maka dia segera masuk ke dalam hutan!
Sin-hiong terkejut, tubuhnya berkelebat dan berkata:
"Buat apa saudara Ho terburu-buru, bisakah kau selesaikan
masalahmu dulu?"
Gerakan dia sangat cepat, Huang-sat-ngo-kiam yang melihat Sinhiong
berkelebat keluar, mereka tertegun, sebab gerakannya sangat
cepat, selain Nie Cing, empat orang lainnya jadi sangat terkejut. Ho
Koan-beng tertawa dingin:
"Mereka bukan lawanku, buat apa meneruskan pertarungan
lagi?" Melihat Ho Koan-beng menghina dihadapan mereka, kelima
orang itu jadi marah besar, orang tertua Huang-sat-ngo-kiam
memungut pedangnya di tanah dan berkata:
"Kita kurung dia lagi!"
Lan-ie-kiam pertama-tama menerjang maju sambil marah
berkata: "Toako kita hanya kurang hati-hati, tidak bisa dihitungkan sudah
menang!" Ong Kun pun maju mengikutinya sambil berteriak:
"Kita tidak peduli dengan cara apapun jangan biarkan dia keluar
dari hutan ini!"
Ho Koan-beng membalikan tubuh dengan dingin berkata:
"Melarikan diri" Hemm hemm kalian hanya mengangkat diri
sendiri saja!"
Secepat kilat pedangnya sudah menyerang lagi pada mereka!
Dia sambil menyerang, berteriak:
"Sen Sin-hiong, kau tunggu sebentar!"
Kejadiannya sudah begini rupa, Sin-hiong tidak menunggu juga
tidak bisa, ketika mereka berenam bertarung lagi, Sin-hiong mundur
kembali ke dalam hutan.
Baru saja dia melangkah dua langkah, tiba-tiba Cui-giok yang ada
di belakang berkata:
"Sin-hiong, aku tidak mau menyulitkanmu."
Sin-hiong melihat, terlihat wajah Cui-giok menjadi merah dan
membela diri, katanya:
"Calon istri berwajah buruk akhirnya harus menemui mertua
juga, bukankah begitu?"
Setelah berkata, pelan-pelan berjalan keluar!
Ho Koan-beng sedang sengit bertarung, melihat di sisi Sin-hiong
ada seseorang, tidak melihat tidak apa-apa, sekali melihat, hatinya
jadi tergetar keras, tangan-nya jadi melambat, Huang-sat-ngo-kiam
segera ber-gerak cepat, lima pedang langsung melibat, pedang Ho
Koan-beng terlepas dari tangannya, dilontarkan mereka ke udara!
Sebenarnya walaupun dia sudah tidak mengharapkan lagi pada
Sun Cui-giok, tapi setelah bertemu perasaannya jadi bergolak lagi,
melihat calon istrinya berdiri bersama Sin-hiong, bagaimana pun dia
tidak bisa mengendalikan diri!
Saat Ho Koan-beng tertegun, Huang-sat-ngo-kiam mengambil
kesempatan ini menyerang, mereka berlima bersama-sama
berteriak: "Terima ini!"
Pikiran Ho Koan-beng sedang tertuju pada Cui-giok, saat ini dia
tidak bergerak melawan, jika keadaannya terus begini, tangan dan
kakinya pasti dipotong orang!
Pada saat yang kritis ini, mendadak satu bayangan orang
berkelebat dan berkata:
"Ini bukan perbuatan seorang kesatria?"
Begitu berkata orangnya sudah tiba, sekali menyabetkan
pedangnya, laksana bunga terbang di perbatasan, pedangnya
menyabet ke arah wajah ke lima orang itu!
"Heh! Kim-kau-kiam-khek!" teriak Nie Cing.
Hati ke lima orang itu tergetar, dalam sekejap mata Huang-satngo-
kiam merubah arah pedangnya dari menusuk Ho Koan-beng,
jadi menusuk Sin-hiong.
Sin-hiong menyabetkan pedang hanya untuk menyelamatkan Ho
Koan-beng, melihat mereka jadi menyerang dirinya, tangan kirinya
segera menarik Ho Koan-beng keluar dari barisan pedang dan
berkata: "Kalian nanti bicara, pertarungan ini serahkan padaku!"
Setelah berkata seperti ini, dalam hati Sin-hiong pun terasa
sedikit asam! Sekarang Huang-sat-ngo-kiam sudah bersama-sama menyerang,
Sin-hiong tidak bisa memikirkan hal lain, tapi terpaksa memfokuskan
pikirannya pada kelima orang ini, dia menyabetkan pedangnya
sambil memaksa dirinya tertawa:
"Aku sedang menjodohkan orang, kalian jangan begitu serius!"
Dia hanya mengeluarkan dua jurus, tapi dua jurus ini adalah
yang jurus terhebat dari jurus menyerang dan bertahan, Huang-satngo-
kiam sekuat tenaga menyerang, tapi satu inci pun tidak bisa
maju! Cin Beng bersuara "Heh!" dan berteriak:
"Kim-kau-kiam-khek memang bernama besar!"
Pedangnya dengan cepat menyerang ke arah Thian-keng-hiat
Sin-hiong! Sin-hiong memutar tubuhnya dan berkata:
"Terima kasih!"
"Huut!" pedangnya menyerang dengan hebat!
Cin Beng terpaksa menghindar, tapi Sin-hiong tidak
mempedulikan dia, sekali mengetarkan pedang bunga pedangnya
menyapu dari mulai nomor dua Huang-sat-ngo-kiam sampai ke yang
paling bontot! Begitu dia menyerang, ke lima orang itu semuanya dipaksa
hanya bisa bertahan.
Lim Ceng melihat umur Ho Koan-beng dan Sin-hion tidak
berbeda jauh dengan dirinya, tapi kehebatan jurus pedangnya susah
dihadapi, dia yang masih berjiwa muda jadi tidak terima, dan
berkata: "Kita coba bertarung beberapa jurus lagi!"


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebenarnya, kata-katanya tidak ada gunanya, jika Sin-hiong
bukan karena memberi waktu pada Ho Koan-beng berbicara dengan
Sun Cui-giok, jurus pedang Sin-hiong akan lebih dahsyat lagi!
Ho Koan-beng pelan-pelan berjalan Beberapa langkah dan
berkata "Nona Sun, apa kabarnya!"
Cui-giok tergetar, dia sadar, Ho Koan-beng memanggil dia nona
Sun, tidak memanggil namanya, apa yang dipikirkan dalam hatinya"
Sudah sangat jelas terlihat.
Cui-giok menganggukan kepala:
"Baik, bagaimana dengan kau?"
Tidak perduli apa yang terjadi, terhadap Ho Koan-beng dia masih
merasa sedikit penyesalan, maka suara yang keluar kecil sekali.
Ho Koan-beng maju lagi dua langkah, menatap wajah Cui-giok
yang pucat, mendadak sebuah pikiran melayang di kepalanya,
hatinya terasa tergetar, dalam hatinya berkata:
'Dia adalah calon istriku, jika bukan karena aku tidak punya
kemampuan, bagaimana mungkin aku mau menyerahkan calon
istriku jatuh ke pelukan Sen Sin-hiong" Hemm hemm Sen Sin-hiong
juga manusia, kenapa aku harus mengalah padanya!"
Pikiran ini begitu berputar diotaknya, dia merasa dirinya harus
kuat, dengan menghela nafas panjang dia berkata:
"Cui-giok, ikutlah denganku!"
Cui-giok tergetar, pertanyaan ini membuat dia tertegun.
Ho Koan-beng mendengus danberkata lagi: "Nyawa Sen Sinhiong
tinggal lima hari lagi, apa kau tahu?"
Kata-kata ini begitu keluar, Cui-giok jadi lebih terkejut lagi,
sepasang matanya membelalak besar, sesaat dia tidak bisa berkata,
sepatah kata pun.
Ho Koan-beng tertawa dingin:
"Jika aku tidak mengatakannya kau pun tidak akan tahu,
sekarang sembilan ketua perguruan besar di dunia persilatan
sedang menunggu dia di bukit Lui-hong di gunung Bu-Ii, walaupun
ilmu silat dia lebih tinggi lagi, bagaimana mungkin bisa melawan
sembilan ketua perguruan besar?"
Cui-giok merasa hatinya jadi tenggelam, tapi dia berpikir, aku
mencintai dia bukan mengharapkan apa-apa dari dia" Walau hanya
cinta lima menit saja, itupun sudah cukup!
Pelan-pelan dia menghela nafas dan berkata: "Aku tetap sangat
mencintai. dia, Koan-beng, maafkan aku, aku tidak akan ikut
denganmu."
Ho Koan-beng merasakan hatinya dingin, rasa dinginnya
menjalar mulai dari telapak kaki sampai ke ujung kepala, dia tidak
mengira Cui-giok bisa mengatakan hal ini, seperti pepatah yang
berkata, 'hati wanita mau berubah langsung berubah/ tapi dia tetap
bersabar dan berkata:
"Cui-giok, sudah kau pikirkan masak-masak?"
Saat Ho Koan-beng mengucapkan kata-kata ini, suaranya terasa
gemetar, walaupun dia sekuatnya mengendalikan perasaan, tapi
kemarahannya sudah diluar batas!
Cui-giok menundukan kepala, katanya pelan:
"Sudah kupikirkan, Koan-beng, lupakanlah aku!"
Suara dia begitu lembut seperti tidak ber-tenaga, setelah
berkata, dua tetes air mata turun di kedua pipinya.
Ho Koan-beng jelas mencintainya, tapi di dalam hatinya, dia
sudah tidak bisa kehilangan Sinhiong, makanya setelah dipikir-pikir,
dia tetap dengan tegar mengucapkannya.
Ho Koan-beng menggetarkan sepasang tangannya, sambil
menggelengkan kepala berkata:
"Cui-giok, aku tidak percaya, kau mengatakan isi hatimu?"
Cui-giok sudah tidak bisa bicara, setelah terisak-isak, baru
dengan gagap berkata:
"Lupakanlah......aku!"
Ho Koan-beng sudah menggunakan segala cara, sudah
menggunakan segala kata, melihat tidak bisa merubah hati Cui-giok
lagi, timbul kebenciannya, dia jadi naik pitam, dengan dingin
berkata: "Aku tidak bisa mendapatkanmu, kau juga jangan harap bisa ikut
dengan dia?"
Kata 'dia' ditunjukkan kepada Sin-hiong, walaupun Sin-hiong
sedang bertarung sengit, tapi kata ini tetap saja seperti jarum
menusuk kedalam telinga-nya, sekali menggetarkan pergelangan
tangan, dia mendesak mundur Huang-sat-ngo-kiam satu langkah ke
belakang! Ho Koan-beng melihat pada Sin-hiong dan bertanya:
"Sen-tayhiap, seharusnya kau sudah tahu Cui-giok adalah calon
istriku, bukan?"
Sin-hiong dengan berat menganggukan kepala, Ho Koan-beng
kembali dengan dingin berkata:
"Kalau begitu, jika aku tidak bisa mendapatkan dia, terpaksa aku
membunuh dia!"
Kata-kata ini begitu keluar, Sin-hiong dan Cui-giok tergetar
karenanya! Huang-sat-ngo-kiam dengan Sin-hiong dalam sekejap mata
menjadi berhenti, saling berhadapan, ke lima orang itu tidak
mengerti persoalan yang terjadi, tapi mereka diam tidak berkata.
Walaupun hati Sin-hiong sangat marah, tapi dia merasa memang
kenyataannya begitu, sesaat dia juga tidak bisa berbuat apa-apa, di
dalam hatinya berpikir:
'Asalkan kau berani bergerak menyerang Cui-giok, maka aku
tidak bisa tinggal diam.'
Cui-giok tidak perlu dikatakan lagi, kepedihan hatinya mungkin
lebih sakit dibandingkan dengan Sin-hiong dan Ho Koan-beng.
Suasana di lapangan dalam sekejap berubah menjadi hening,
ketiga orang yang terlibat cinta segi tiga ini tidak tahu sedang
menunggu apa, setelah lama dan lama, satu orang pun tidak ada
yang berkata. Mendadak, ada sebuah suara seruling yang kecil sekali terdengar
dari kejauhan, suara serulingnya sangat pilu, Sin-hiong yang
mendengar, di dalam hati diam-diam mengeluh dan berkata:
"Satu saja sudah sulit, sekarang ditambah satu lagi?"
Ternyata Ho Koan-beng pun sudah tahu siapa yang meniup
seruling ini" Setelah sedikit tergetar, dia berteriak:
"Sang-toh!"
Dia dengan Sang-toh, tidak pernah bertemu setelah kejadian
dulu, keduanya juga tidak tahu ilmu silat masing-masing sudah maju
pesat, maka setelah Ho Koan-beng berteriak, dengan sombong
melihat ke arah suara seruling itu.
Suara seruling itu pelan-pelan makin lama makin keras, tidak
lama kemudian, di dalam kegelapan muncul lagi seorang pemuda
tampan! Orang ini memang Sang-toh, terlihat dia sambil tersenyum
berkata: "Ho-heng, kau juga ada disini!"
Ho Koan-beng berkata dingin:
"Betul, kau juga datang kesini!"
Sang-toh menganggukan kepala, lalu berkata pada Sin-hiong:
"Sen-tayhiap, aku harus memberitahu kau satu berita!"
"Silahkan katakan saja!"
"Sembilan ketua perguruan besar sudah menunggumu di bukit
Lui-hong di gunung Bu-li, apa kau sudah tahu?"
Sin-hiong tergetar, tapi dia tetap dengan tegas berkata:
"Jika tahu lalu kenapa?"
Sang-toh memalingkan kepala:
"Ho-heng, kita adalah orang yang harus dikasihani!"
Ho Koan-beng tergerak, tapi dia ingat ilmu silat Sang-toh, jika
benar-benar bertarung, mungkin dia tidak akan bisa mampu
menahan lima jurus Sin-hiong, tidak tahan dia jadi sedikit putus asa,
dengan tawar berkata:
"Betul!"
Di dalam hati Sang-toh punya pikiran yang sama, dulu Ho Koanbeng
bukan lawan dia, sekarang kelihatannya juga tidak akan
mampu bertahan tiga jurus Sin-hiong, makanya setelah berkata,
sikapnya kembali menjadi dingin.
Kedua orang ini saling mengukur, sama-sama tidak tahu telah
mendapatkan keberuntungan, maka wajah kedua orang ini dan Sinhiong
terlihat sangat tegang.
Sin-hiong memutar otaknya, dalam hati berkata: 'Waktu lima hari
masih keburu, hai...! Bagaimana menghadapi kedua orang ini?"
Dia melihat-lihat pada kedua orang itu dan berkata:
"Jika kalian berdua sudah tidak ada keperluan lagi, sekarang aku
mau pergi!"
"Sin-hiong, aku ikut kau!" teriak Cui-giok.
Sang-toh dingin berkata:
"Ho-heng, calon istrimu mau ikut dengan dia!"
Dia sengaja menghasut Ho Koan-beng, di dalam hatinya berpikir:
'Biar aku menambah berat kata-kataku juga tidak apa-apa
makanya setelah berkata, tidak menunggu jawaban dari Ho Koanbeng
dia kembali berkata pada diri sendiri:
"Hai...! Memakai topi hijau bukankah juga bagus (Cemburu)?"
Ho Koan-beng licik dan banyak akal, jelas dia sudah tahu Sangtoh
sedang menghasut, tapi karena Sang-toh mengatakan di depan
mukanya, bagaimana pun dia tidak bisa menerimanya.
Maka Ho Koan-beng berteriak:
"Kalian berdua, berhenti!"
Sin-hiong menghentikan langkahnya dengan dingin berkata:
"Kau masih ada keperluan apa?"
"Kau boleh pergi, tapi dia tidak boleh ikut." Setelah berkata
menunjuk pada Cui-giok.
Cui-giok melihat sekali pada Sin-hiong:
"Sin-hiong, mari kita pergi!"
Hati Sin-hiong terjadi pertentangan, dia berhenti beberapa saat,
tapi sulit bicara.
Setelah berkata, Cui-giok pelan-pelan berjalan ke sisi Sin-hiong!
Ho Koan-beng berteriak:
"Kalau kau melangkah lagi satu langkah, maka aku tidak akan
segan-segan lagi!"
Setelah berteriak, dia sudah memungut pedangnya, tampak jika
Cui-giok melangkah lagi, mungkin dia akan benar-benar menyerang,
tapi, saat ini Cui-giok sudah melangkah lagi dua langkah!
Ho Koan-beng marah sekali "Huut!" pedang-nya menyerang!
Tubuh Cui-giok masih belum pulih, tentu saja tidak bisa
menangkis serangan ini, terlihat angin pedang sudah menyentuh
bajunya, mendadak Sin-hiong mendengus dan berkata:
"Kau tidak boleh melukai dia!"
Tubuhnya berkelebat, menarik Cui-giok ke samping!
Siapa sangka, Ho Koan-beng sudah menduga, maka tidak
menunggu jurusnya mati, dia merubah arah pedang, hawa pedang
yang dingin menusuk ke arah pergerakan Sin-hiong!
Sang-toh terkejut, di dalam hati berkata:
'Ilmu silat Ho Koan-beng sehebat ini, kita bisa bersatu
mengalahkan Sin-hiong!'
Setelah berpikir mendadak dia berteriak:
"Berhenti, aku masih mau bicara!"
"Kau mau bicara apa cepatkatakan!"
Sang-toh melihat pada Ho Koan-beng dan berkata:
"Ho-heng, aku mau mengajukan satu usul, apakah kau mau
menyanggupinya?"
"Silahkan katakan!"
"Kita bersatu melawan Sen Sin-hiong seratus jurus, bagaimana?"
"Kau bersatu dengan aku?"
Dia masih tidak percaya Sang-toh mampu, maka setelah
mengatakan, wajahnya masih tampak ragu-ragu.
Tadinya malam ini Huang-sat-ngo-kiam adalah peran utama, tapi
sekarang lima orang ini malah menjadi peran pembantu.
Hong Cin dengan nada tidak percaya berkata:
"Apa Kim-kau-kiam-khek sanggup melawan mereka berdua?"
Nie Cing menggelengkan kepala:
"Tampaknya ilmu silat marga Sen tidak lemah, tapi sebelum
bertarung sulit mengatakannya."
Cin Beng menghela nafas:
"Dalam satu malam kita sudah bertemu dengan tiga pesilat tinggi
masa kini, tidak sia-sia kita datang kesini."
Perbincangan beberapa orang ini dalam nada-nya mengandung
keharuan, tadi Sang-toh mengatakan sembilan ketua perguruan
besar sedang berada di gunung Bu-li menunggu kedatangan Sinhiong,
ini benar-benar berita besar, tidak diduga Sang-toh malah
berani bersatu dengan Ho Koan-beng menantang Sin-hiong,
bukankah ini berita besar yang lebih besar dari berita besar tadi"
"Betullah!" kata Sang-toh tersenyum. "Tapi jika kita berdua bisa
mengalahkannya, maka nona Sun harus ikut dengan salah satu
diantara kita!"
Terdengar seseorang dengan dingin berkata: "Bagaimana jika
kalah?" Sang-toh melihat orang bicara adalah Sin-hiong, maka dia
berkata: "Tentu saja nona Sun ikut denganmu, kita selanjutnya tidak akan
ikut campur lagi!"
Tiba-tiba Ho Koan-beng bergerak dan berkata:
"Kucoba dulu tenaga dalammu!"
Pedang pusakanya di putar ke kanan, sinar pedang yang
menyilaukan mata bergerak dengan jurus membunuh Liu-an-hoabeng
dari Hiang-liong-pit-to!
Sang-toh tertawa dingin, seruling giok disabet-kan miring,
tampak seperti akan menotok pergelangan tangan Ho Koan-beng,
tapi dalam sekejap mata, sudah menuju ke arah Koan-goan-hiat Ho
Koan-beng! Ho Koan-beng tergetar, di dalam hatinya berpikir, jurus pedang
apa ini" Jurus Liu-an-hoa-beng nya belum mati, sekali digetarkan, ujung
pedang mengeluarkan kilatan sinar perak, terdengar suara "Paak!",
dua-duanya terdorong ke belakang satu langkah!
Keduanya tertegun, Ho Koan-beng berteriak:
"Heh! Kau sudah mendapatkan ilmu silat dari Hu-houw-pit-to!"
"Kau juga sudah mendapatkan ilmu silat dari Hiang-liong-pit-to?"
Kedua orang itu bersama-sama saling bertanya, tapi wajah
mereka tampak warna yang aneh.
Ho Koan-beng tertawa dan berkata:
"Cukup, Hiang-liong bersatu dengan Hu-houw, siapa lagi didunia
ini yang bisa melawannya?"
"Jadi kau setuju dengan kata-kataku?"
Ho Koan-beng mengayunkan pedangnya:
"Tentu saja!"
Sekarang dia merasa sangat kuat, ketika pedang nya menyerang
kekuatannya seperti jadi bertambah!
Sin-hiong menarik Cui-giok ke belakang dan berkata:
"Kau tenang saja, aku bisa mengatasi mereka!"
Setelah berkata, dia menghunus pedang pusakanya,
mengarahkan ke kanan menyerang Ho Koan-beng.
Ho Koan-beng tertawa dingin, memutar tubuhnya, pedangnya


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menusuk Leng-tai-hiat nya Sin-hiong!
Sin-hiong bergeser, mendadak terasa di sisinya ada angin keras,
sambil tertawa Sang-toh berkata:
"Terima dua jurusku!"
Dia mengangkat seruling gioknya, dengan dahsyat menyerang
dua jurus! Sin-hiong berdiri tidak bergerak, telapak tangannya menghantam.
Sang-toh marah, tangan kiri menggunakan telapak, tangan kanan
memakai seruling giok, dengan jurus Kui-ong-pat-hwee (Raja setan
mengendalikan api), dua angin pukulan menerjang ke depan.
Ho Koan-beng pun tidak tinggal diam, berturut turut dia
mengayunkan pedangnya, berkerja sama menyerang Sin-hiong!
Sin-hiong dengan sinis berkata:
"Masih jauh dari seratus jurus, kalian sudah mengerahkan
seluruh tenaga?"
Sepasang kakinya bergerak-gerak, telapak tangan kiri memukul
delapan kali, pedang pusaka di tangan kanannya berkelebatan,
menimbulkan angin pusaran menerjang langit, mendesak mundur
Sang-toh ke belakang dua langkah, Ho Koan-beng harus berturutturut
menggunakan tiga jurus yang berbeda, baru bisa bertahan
tidak terdesak mundur ke belakang.
Kedua orang itu sangat terkejut, Sang-toh mendengus dan
berkata: "Aku tidak percaya!"
Seruling gioknya dengan cepat menotok Ki-bun-hiat nya Sinhiong,
Sin-hiong tertawa, tangan kiri mengait, ingin memecahkan
jurus ini, siapa sangka Sang-toh mendadak menyabetkan seruling
gioknya, tangan kirinya melancarkan jurus Houw-siau-san-lim
(Harimau bersiul di gunung dan di hutan), menotok bahu kiri Sinhiong,
seruling gioknya diayunkan lalu dibalikkan, dengan hebatnya
menyerang titik saluran Thian-tai-hiat nya Sin-hiong!
Sang-toh menggunakan sepasang tangannya secara bersamaan,
satu jurus dengan tiga perubahan, menyerang secara tiba-tiba dari
tiga arah, Sin-hiong jadi sedikit tertegun!
Pada saat ini, di belakang tubuhnya tampak sinar pedang,
pedang panjangnya Ho Koan-beng pun sudah datang menyerang
kembali! Sin-hiong jadi tergetar, ternyata arah serangan Ho Koan-beng
adalah arah mundurnya Sin-hiong!
Dia memutar otaknya dengan cepat, tangan kirinya menangkis,
menahan tiga perubahan jurus Sang-toh, Kim-kau-po-kiam
melancarkan jurus Lui-tong-ban-bu (Halilintar menggoyangkan
selaksa benda) melibat ke arah pedang Ho Koan-beng.
Ho Koan-beng dan Sang-toh mendengus dingin, pedang dan
seruling mendadak merubah arah serangannya, yang satu
menyerang dari atas, yang satu menotok ke bawah, kerja samanya
begitu sempurna, menekan kembali jurus Sin-hiong!
Sin-hiong jadi menghela nafas dingin, dalam hati berkata:
'Seharusnya Hiang-liong dan Hu-houw adalah dua macam ilmu
silat yang sangat berbeda, kenapa setelah bergabung malah sangat
sempurna, tidak ada celah sama sekali, he he he, kelihatannya
benar-benar harus bertarung seratus jurus baru bisa menentukan
pemenangnya!"
Dia mundur kebelakang, lalu maju menyerang lagi enam jurus
pedang! Dalam beberapa jurus ini ketiganya mengeluarkan jurus-jurus
yang sangat hebat, Huang-sat-ngo-kiam sampai membelalakan
matanya besar-besar, bernafas pun jadi tertahan menyaksikannya!
Cui-giok sangat khawatir, tangannya basah oleh keringat dingin.
Tubuhnya juga belum pulih, saat inipun harus menyandar pada
satu pohon kecil, karena terlalu tegang sehingga jatuh ke bawah.
Sang-toh dan Ho Koan-beng tahu ilmu silat Sin-hiong terlalu
tinggi, tapi kedua orang ini sekarang semakin mengerti inti sari dari
kedua macam ilmu silatnya, pedang dan seruling bersatu, dalam
sekejap sudah menyerang lebih dari dua puluh jurus.
Sebenarnya ilmu silat Sin-hiong jauh lebih tinggi dari pada Sangtoh
dan Ho Koan-beng, tetapi jika dua orang ini bergabung, dan
menggunakan ilmu silat yang sudah lama menghilang di dunia
persilatan, maka dia jadi tidak bisa mengembangkan jurusnya.
Ho Koan-beng dan Sang-toh sudah bergabung menyerang, bukan
saja kerja sama jurusnya sangat sempurna, hati mereka pun
sekarang sudah saling mengerti, sehingga kekuatannya bertambah
sangat besar, walaupun Sin-hiong telah mengerahkan seluruh
tenaganya, tetap saja dipaksa mundur beberapa langkah ke
belakang. Maka, bukan saja membuat kening Cui-giok bercucuran keringat,
hati Huang-sat-ngo-kiam pun jadi berdebar-debar.
Sekarang cuaca sudah hampir tengah malam, pertarungan ketiga
orang ini sudah berlangsung hampir empat jam.
Sin-hiong yang dikeroyok dua orang, setelah mundur beberapa
langkah, sebisanya menyerang beberapa jurus, baru bisa
memantapkan posisinya, tapi kepalanya sudah bercucuran keringat.
Malam yang hening ini, di dalam hutan terlihat hawa pedang
menerjang ke atas langit, dari kejauhan hanya terlihat tiga
bayangan orang meloncat berputar-putar, tidak bisa membedakan
siapa menyerang siapa yang bertahan.
Dalam sela-sela serangannya Ho Koan-beng dengan keras
bertanya: "Sang-heng, sudah berapa jurus sekarang?"
"Kurang lebih lima puluh jurus!" jawab Sang-toh
Semangat Ho Koan-beng jadi lebih tinggi, dengan keras berkata:
"Jangan biarkan dia melewati seratus jurus!"
"Tentu saja!" jawab Sang-toh.
Sin-hiong menusukan pedangnya dua kali, juga dengan keras
berkata: "Bagus sekali, kita batasi sampai seratus jurus, jika aku kalah,
selanjutnya aku tidak akan menggunakan pedang lagi dan tidak
berkelana di dunia persilatan lagi..."
Kata-katanya begitu terdengar, hati semua orang jadi tergerak!
Harus tahu, kata-kata Sin-hiong ini tidak bedanya dengan
mempertaruhkan nama besarnya, tapi mendengar nada bicaranya,
dia seperti sangat yakin bisa mengalahkan kedua orang ini.
Waktu terus berlalu, satu detik satu menit berlalu, tiga orang itu
terus bertarung, dalam hati Sang-toh diam-diam terkejut:
'Dengan kekuatan kita dua orang jika masih tidak bisa
mengalahkan Sin-hiong, seumur hidupku, jangan harap pada suatu
hari nanti bisa melebihi dia!"
Setelah berpikir begitu, kembali dia menyerang beberapa jurus
dengan dahsyat!
Bayangan bulan sudah miring ke barat, waktu tampak sudah
lewat tengah malam, sudah hampir jam tiga pagi!
Enam puluh jurus sudah lewat, hati Cui-giok nasih berdebardebar,
mulutnya tenis menghitung:
"Enam puluh saru, enam puluh dua......tujuh puluh......delapan
puluh jurus......"
Semakin menghitung, hatinya jadi semakin tegang!
Pertarungan ketiga orang itu semakin seru, tiba-tiba terdengar
satu teriakan "Heh!", kilatan sinar di tangan Sin-hiong mendadak
memanjang, hawa pedang berputar, dia menyerang dengan jurus
Tiang-hong-koan-jit (Pelangi menembus matahari)!
Terasa ada hawa pedang yang sangat dingin berkesiur,
mendadak terjadi tiga kali getaran pedang, di tempat yang paling
tepat Sin-hiong menlancarkan tiga jurus pedang!
Ketiga jurus pedangnya begitu keluar, segera mendesak mundur
Sang-toh dan Ho Koan-beng dua langkah ke belakang.
Mengambil kesempatan yang sempit ini, Sin-hiong meluruskan
nafasnya lalu dengan keras berteriak:
"Sudah jurus ke delapan puluh enam, paling banyak hanya
tinggal empat belas jurus!"
Ho Koan-beng bersiul panjang dan berkata:
"Betul, dalam empat belas jurus ini di antara kita harus ada
pemenangnya!"
Sang-toh mengepalkan jarinya dengan erat sekali, juga berkata:
"Jika kami kalah, aku Sang-toh akan pergi, selanjutnya tidak akan
pernah muncul lagi di dunia persilatan!"
Ho Koan-beng dengan nada dalam berkata:
"Aku marga Ho juga sama!"
Kedua orang ini semuanya sudah bersumpah berat, tapi sekarang
tinggal empat belas jurus lagi!
Sin-hiong berkata dingin:
"Dari tadi aku sudah berkata, bagus sekali kalianpun punya
pikiran yang sama denganku!"
Setelah berkata, kakinya perlahan melangkah, mencari posisi
yang menguntungkan.
Sang-toh dan Ho Koan-beng pun berputar satu putaran, Sang-toh
berteriak: "Saudara Ho, aku menyerang dulu!"
Dengan mengeluarkan suara siulan yang tajam seruling gioknya
datang menotok, begitu bergerak sudah menotok tiga tempat!
Sin-hiong mendengus:
"Delapan puluh tujuh, delapan puluh delapan, delapan puluh
sembilan!"
Ho Koan-beng ikut bergerak, sambil marah berkata:
"Tiga jurus pedangku belum dihitung!"
"Ssst ssst ssst!" dengan dahsyat dia menyerang tiga jurus!
Sin-hiong tertawa dingin dan berkata:
"Tiga jurus akupun harus dihitung!"
Tiga orang sambil bertarung terus berkata, dalam sekejap
masing-masing menyerang tiga jurus!
Sekarang sebelas jurus lagi sampai seratus jurus, Sin-hiong
menyerang tiga jurus, Kim-kau-pokiam nya kembali diayunkan,
kembali menyerang satu jurus lebih dulu, dan berteriak:
"Jurus ke sembilan puluh!"
Jurus Hui-pouw-liu-cian (Air terjun terbang mengalir keparit) ini
adalah jurus membunuh di dalam jurus Kim-kau-kiam, "Ssst ssst!"
tidak menunggu kedua orang lawannya membalas, sudah berubah
lagi menjadi jurus Lok-yap-kui-ken (Daun jatuh kembali keakar).
Ho Koan-beng berteriak:
"Sudah jueus ke sembilan puluh satu, he he he! Kau tinggal
sembilan jurus lagi menyerang!"
Tiba-tiba dia merubah jurus pedangnya, berturut-turut
mengeluarkan jurus membunuh dari Go-bi-pai dan Bu-tong-pai yang
hebat, sekuatnya melancarkan dua jurus serangan!
Kedua orang terus mengeluarkan jurusnya, Sang-toh pun tidak
mau ketinggalan, dengan dingin berkata:
"Lihat bagaimana dengan dua jurusku?"
Sebentar saja ketiga orang ini masing-masing kembali
menyerang dua jurus, karena semuanya menyerang dengan keras,
terasa angin keras saling menggetarkan, setelah terdengar sebuah
suara keras, ketiga orang itu masing-masing mundur dua langkah!
Sang-toh dan Ho Koan-beng mengabungkan tenaganya,
walaupun telah mendesak Sin-hiong mundur dua langkah, tapi
mereka berdua pun mundur dua langkah, wajah kedua orang itu
menjadi sangat serius, jumlah sembilan jurus ini berkelebat di hati
mereka bertiga.
Ketegangan di lapangan sudah sampai puncaknya, Huang-satngo-
kiam yang menonton di pinggir, masing-masing meraba dengan
tangannya, baju ke lima orang itu sudah basah semua.
Apalagi Cui-giok, dia tadi menyandar di sisi pohon, sekarang dia
malah memeluk pohon itu dengan erat, karena tidak tahan oleh
situasi di lapangan, nafasnya jadi sedikit terngengah-engah.
Dia sudah tidak berani melihatnya lagi, ketiga laki-laki yang
berada di depan matanya ini, bertarung mempertaruhkan nyawa
karena dirinya.
Sin-hiong memetik senar gitarnya, dengan nada dalam berkata:
"Tinggal sembilan jurus lagi!"
Wajah Ho Koan-beng tegang, dia tidak bicara.
"Betul, sembilan jurus ini adalah penentuan siapa yangbakal
menang!" teriak Sang-toh.
Setelah berkata, kembali dia berteriak, kedua orang itu sekarang
seperti sudah ada pengertian tanpa berkata lagi, mereka berpencar,
di iringi oleh suara "Ssst ssst!", mereka menyerang, satu d idepan
dan satu di belakang menyerang Sin-hiong satu jurus!
"Bagus!" teriak Sin-hiong.
Kim-kau-po-kiamnya bergerak, hawa pedang keluar bersama
sinar putih membacok mereka berdua!
Tapi, kali ini Ho Koan-beng1 dan Sang-toh menggunakan jurus
tipuan, baru saja pedang Sin-hiong bergerak, senjata kedua orang
itu sudah ditarik kembali, lalu bayangan itu menjadi satu, dengan
dahsyat menyerang lagi!
Sin-hiong terkejut, terdengar Ho Koan-beng tertawa dingin:
"Sembilan puluh dua, sembilan puluh tiga, hemm hemm kau
tidak akan bisa melewati sembilan puluh lima jurus!"
Sin-hiong langsung menyambut serangannya, siapa sangka, kali
ini Ho Koan-beng dan Sang-toh kembali menggunakan jurus tipuan,
Sin-hiong tidak bergerak masih bagus, begitu bergerak kedua orang
itu dengan cepat sekali menyerang balik!
Huang-sat-ngo-kiam jadi terkejut wajah mereka berubah!
Mata Cui-giok pun berkunang-kunang, hampir saja dia jatuh
pingsan, sekuat tenaga dia menahan, dengan pelan berteriak:
"Sin-hiong, aku telah mencelakakanmu!" Tapi, teriakannya belum
selesai, tiba-tiba terdengar Sin-hiong berteriak keras, sinar pedang
di tangannya mengembang besar, dengan keras berkata:
"Lihat saja, siapa yang tidak bisa melewati jurus ke sembilan
puluh lima!"
Di secara cepat membalikkan tangan pedang-nya melibat,
keganasan jurus pedangnya, tidak pernah terlihat di dunia
persilatan! Ho Koan-beng dan Sang-toh mengira tadi bisa mengalahkan Sinhiong,
tidak tahunya di saat berbahaya, dia masih punya sebuah
jurus ganas, kedua orang itu sedikit tertegun, lalu terdengar "Paak
paak!" senjata ke dua orang itu sudah di tempel dan dilontar-kan ke
udara. -ooo0dw0ooo- BAB 12 Angin meledak sebelum malam
Wajah Ho Koan-beng dan Sang-toh berdua menjadi pucat seperti
mayat, terdengar seseorang menghela nafas panjang dan berkata:
"Hai...! Malam ini mata kita benar-benar terbuka."
Ternyata orang yang bicara ini adalah orang tertua dari Huangsat-
ngo-kiam Cin Beng, Nie Cing pelan-pelan melanjutkan:
"Kim-kau-kiam-khek benar-benar hebat seperti julukannya, kita
seperti katak di dalam tempurung saja, Toako, betul tidak?"
Cin Beng menganggukan kepala, bayangan orang berbaju putih
pelan-pelan berjalan menuju kegelapan malam.
Nie Cing tertawa pahit, dia pun ikut pergi.
Cin Beng menggeleng-gelengkan kepala juga pergi, diikuti oleh
saudara ke dua dan ke empat yang diam seribu bahasa, pergi
menghilang di kegelapan malam.
Satu persatu Huang-sat-ngo-kiam meninggal-kan tempat itu, hal


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini tidak mengejutkan orang, yang diluar dugaan adalah Ho Koanbeng,
dengan hati yang berat dia berkata:
"Sang-heng, aku jalan duluan!"
Sang-toh tertawa pilu, dia pun pergi ke arah yang lain.
Malam yang hening, angin bertiup pelan membawa kedua orang
yang sedang sedih itu ke tempat yang jauh.
Sin-hiong menghela nafas panjang dan berkata:
"Cui-giok, kita juga harus pergi!"
Setelah berkata, mendadak Sin-hiong melihat Cui-giok
sempoyongan, dan "Bluuk!" jatuh ke tanah.
Sin-hiong sangat terkejut, secepat kilat menghampiri, dengan
tangannya dia meraba, merasa dia baik-baik saja:
"Cui-giok, kau kenapa?"
Karena tadi Cui-giok terlalu tegang, dan kondisi tubuhnya belum
pulih benar, saat ini melihat Sin-hiong menang bertarung,
semangatnya jadi lega, tidak tahan dia jadi jatuh ke tanah.
Setelah beberapa saat, Cui-giok sudah siuman lagi dan berkata:
"Sin-hiong, kau menang!"
Sin-hiong menganggukan kepala, lalu mengangkat dia berdiri dan
Pendekar Sadis 18 Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Dendam Iblis Seribu Wajah 2
^