Pendekar Remaja 10

Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Bagian 10


Akan tetapi Lo Sian lebih menyukai tempat seperti ini untuk bermalam daripada hotel yang ramai. Maka, malam hari itu mereka lalu bermalam di kuil ini untuk menanti lewatnya malam dan untuk melanjutkan perjalanan pada keesokan harinya.
Pada saat mereka menuju ke kuil itu di waktu hari telah mulai menggelap tiba-tiba di luar hutan itu berkelebat bayangan orang. Lili yang merasa curiga melihat gerakan bayangan yang cepat ini, segera mengejar. Akan, tetapi ketika ia tiba di luar hutan, bayangan itu sudah lenyap.
"Hemm, bayangan itu gerakannya menunjukkan bahwa dia adalah seorang berilmu tinggi.
Malam hari ini kita harus berlaku hati-hati, Lili," kata Lo Sian. Akan tetapi gadis yang tabah sekali ini hanya tersenyum dan sama sekali tidak merasa takut, sungguhpun gerakan orang tadi membuat ia kagum.
Mereka memilih kuil yang bersih di mana terdapat sebuah kamar. Lili memakai kamar ini sebagai tempat bermalam dan ia merebahkan diri di atas sebuah pembaringan batu yang kasar.
Adapun Lo Sian memilih ruang belakang sebelum pergi ke kuil itu.
Agaknya kekuatiran Lo Sian tidak terbukti karena sampai tengah malam tidak terjadi sesuatu.
Akan tetapi, pada saat Lili dan Lo Sian sudah hampir pulas, tiba-tiba terdengar suara perlahan dari atas genteng dan tahu-tahu bayangan hitam yang gerakannya ringan sekali melayang turun di ruangan belakang di mana Lo Sian membaringkan tubuhnya. Pada waktu itu, bulan telah muncul dan ruang itu yang tidak tertutup genteng, nampak agak terang oleh cahaya bulan yang dingin.
Pendengaran Lo Sian masih amat tajam dan begitu ia mendengar suara ini, lenyaplah kantuknya dan ia segera bangun dan duduk memandang tajam.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
292 Untuk sesaat bayangan itu tidak bergerak, terdengar sedu sedan di kerongkongannya dan tiba-tiba bayangan itu menjatuhkan diri berlutut di depan Lo Sian sambil berkata perlahan,
"Suhuuu..., ampunkan teecu yang tidak kenal budi?"
Tentu saja Lo Sian menjadi terkejut dan heran sekali. Ia berdiri bengong untuk beberapa lamanya, kemudian baru ia dapat berkata gagap,
"Eh, eh, nanti dulu. Kau siapakah dan mengapa menyebut Suhu kepadaku" Aku Lo Sian tidak mempunyai murid kecuali Lili yang mengaku sebagai muridku!" Sambil berkata demikian, ia melangkah maju dan memandang wajah orang itu dengan penuh perhatian.
Orang itu adalah seorang pemuda yang berwajah tampan, akan tetapi benar-benar Lo Sian tidak ingat lagi siapa gerangan yang datang mengaku guru kepadanya itu.
"Sudah sepatutnya Suhu tidak sudi mengaku murid kepada teecu," pemuda itu berkata dengan suara sedih sekali, "teecu telah Suhu tolong dan lepaskan dari bahaya maut, lalu menerima budi Suhu yang amat besar. Akan tetapi teecu..." kembali terdengar sedu sedan di kerongkongan pemuda itu.
"Sabar dulu, orang muda. Bukan aku tidak sudi mengaku murid kepadamu, akan tetapi sesungguhnya aku tidak kenal siapa kau ini."
"Suhu, teecu adalah Kam Seng, anak yang dulu Suhu tolong di sebuah kelenteng dan kemudian menjadi murid Suhu. Lupakah Suhu kepada teecu yang bodoh?"
Akan tetapi tentu saja Lo Sian yang sudah kehilangan ingatannya itu tidak mengenalnya.
Tiba-tiba terdengar bentakan dan tubuh Lili berkelebat masuk dengan pedang Liong-coan-kiam di tangan.
"Bangsat rendah, kau berani datang ke sini?" Secepat kilat pedangnya menusuk ke arah tubuh Kam Seng yang masih berlutut tidak bergerak itu! Untung pada saat itu juga Lo Sian bergerak maju dan mencegah sehingga terpaksa Lili menahan tusukannya. Akan tetapi sebetulnya cegahan Lo Sian itu kurang perlu, karena pada saat itu, tubuh Kam Seng telah mencelat ke arah pintu dan menghilang di dalam gelap. Hanya terdengar suaranya dari luar,
"Aku tak dapat melawanmu, Lili, tak dapat membencimu! Betapapun benciku kepada
ayahmu, aku tak dapat memusuhimu, kau tahu akan hal ini..."
"Bangsat rendah jangan lari!" Lili membentak marah dan ia pun lalu melompat keluar mengejar.
Akan tetapi di luar tidak terlihat bayangan Kam Seng lagi. Diam-diam Lili merasa penasaran dan juga heran mengapa kini gin-kang dari pemuda itu jauh lebih hebat daripada dahulu.
Ketika ia kembali ke ruangan itu, terpaksa ia menuturkan kepada Lo Sian tentang Song Kam Seng, putera dari Song Kun yang tewas di tangan ayahnya. Ia menuturkan pula betapa dulu Kam Seng telah ditolong oleh Lo Sian. Pengemis Sakti ini menarik napas panjang dan berkata,
"Sayang dia menaruh hati dendam kepada ayahmu, Lili. Melihat betapa pemuda itu masih ingat kepadamu dan tidak melupakan budi, ia terhitung seorang yang masih memiliki pribudi."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
293 Lili tidak menjawab, akan tetapi kepalanya terasa panas sekali kalau ia teringat betapa pemuda itu dulu pernah menciumnya! Betapapun juga, agaknya ia tidak akan sampai hati membunuh Kam Seng, kalau diingat bahwa pemuda itu pernah pula membebaskannya dari kematian dan hinaan di dalam kuil Ban Sai Cinjin.
Memang pemuda itu adalah Song Kam Seng yang kini telah menjadi murid Wi Kong Siansu.
Semenjak kekalahannya terhadap Lili dan juga terhadap Lie Siong, pemuda ini merasa prihatin sekali. Ia lalu mengajukan permohonan kepada suhunya untuk menurunkan ilmu silat yang lebih tinggi dan bertekun mempelajari segala macam ilmu silat dari Wi Kong Siansu.
Tidak heran apabila ia mendapat kemajuan yang amat pesatnya. Pada waktu ia sedang mengikuti suhunya melakukan perantauan, dan biarpun ia tidak berkata sesuatu, namun ia merasa berdebar ketika mendengar bahwa suhunya hendak pergi ke Shaning mencari
Pendekar Bodoh! Ketika tiba di kota Lianing dan suhunya mengadakan pertemuan dengan kawan-kawan lama, ia lalu berjalan-jalan seorang diri dan melihat Lili dengan gurunya dalam kota itu. Tentu saja ia menjadi terkejut sekali dan hatinya terharu ketika ia melihat kedua orang itu. Teringatlah ia ketika dulu Lili masih kecil bersama Lo Sian pula untuk menolongnya dari ancaman pisau Hok Ti Hwesio di kuil dalam rimba milik Ban Sai Cinjin.
Diam-diam ia mengikuti mereka dan menahan nafsu hatinya untuk menjumpai suhunya itu. Ia kuatir kalau-kalau Lili akan menyerangnya, maka menanti sampai tengah malam barulah ia masuk ke dalam kuil menjumpai suhunya. Tidak tahunya suhunya telah lupa sama sekali kepadanya dan hampir saja ia menjadi korban pedang Lili!
Pada keesokan harinya, Lili mengajak suhunya melanjutkan perjalanan mereka. Mereka mampir dulu di kota Lianing untuk makan pagi. Ketika mereka memasuki sebuah rumah makan, tiba-tiba wajah gadis itu berubah dan tak terasa pula ia memegang tangan suhunya. Lo Sian juga menengok dan ia melihat pemuda yang malam tadi mendatangi kuil telah duduk menghadap meja dengan tiga orang lain. Kam Seng duduk bersama Wi Kong Siansu dan dua orang lain, dua orang setengah tua yang nampak gagah, yang seorang berhadapan dengan Wi Kong Siansu memakai sebuah topi dan sikapnya nampak sombong sekali. Orang ke dua bertubuh pendek dan bermuka buruk seperti seekor monyet.
Song Kam Seng juga terkejut sekali ketika melihat Lili dan Lo Sian memasuki rumah makan itu. Untuk sesaat matanya bertemu dengan mata Lili dan pemuda itu mengerutkan keningnya dengan hati penuh kekuatiran. Ia kuatir sekali kalau-kalau gadis itu akan bentrok dengan Wi Kong Siansu, karena ia maklum bahwa kepandaian Lili masih kalah jika dibandingkan dengan kepandaian gurunya. Akan tetapi Lili yang tabah sekali tidak mempedulikan Wi Kong Siansu, bahkan dengan tenahgnya lalu mencari meja yang masih kosong. Meja satu-satunya yang kosong adalah meja yang berada dekat meja Wi Kong Siansu itu. Akan tetapi, dengan langkah tenang dan gagah Lili mengajak suhunya duduk menghadapi meja itu!
Wi Kong Siansu seakan-akan tidak mengetahui kedatangan nona yang pernah merasakan kelihaian totokannya, dan ia sedang bercakap-cakap dengan orang yang bertopi. Nampaknya mereka sedang berdebat tentang sesuatu.
Orang bertopi itu adalah seorang jago silat dari Santung, seorang ahli gwa-kang yang memiliki tenaga gajah. Namanya Can Po Gan, dan orang yang bertubuh kecil dan bermuka buruk itu adalah adiknya bernama Can Po Tin. Sungguhpun ia kecil dan buruk, akan tetapi kelirulah kalau orang memandang rendah kepadanya, karena ilmu kepandaiannya bahkan lebih lihai daripada kakaknya. Apa pula Can Po Tin terkenal memiliki kecerdikan dan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
294 kelicinan yang luar biasa sehingga di kalangan kang-ouw ia diberi nama poyokan Si Belut!
Secara kebetulan sekali, di kota ini mereka bertemu dengan Wi Kong Siansu yang telah mereka kenal dan mereka kagumi, maka mereka lalu bercakap-cakap dengan asyiknya di restoran itu.
Biarpun matanya tidak memandang ke arah meja di mana Wi Kong Siansu, Song Kam Seng, dan kedua orang sudara Can itu bercakap-cakap, namun Lili tertarik juga akan percakapan mereka dan mendengarkan sambil minum air teh yang dipesannva dari pelayan. Ketika Lo Sian memandang kepadanya dengan mata bertanya, Lili lalu mencelupkan telunjuknya ke dalam cawan tehnya, dan menggunakan jari telunjuk yang basah itu untuk menulis huruf-huruf di atas meja agar Lo Sian dapat membacanya. Ia menulis nama Wi Kong Siansu.
Terkejutlah Lo Sian membaca nama ini karena telah beberapa kali Lili bercerita kepadanya tentang tosu ini yang amat tinggi kepandaiannya dan yang diakui oleh Lili bahwa ia pernah roboh oleh totokan tosu itu! Juga Lili pernah menceritakan bahwa Wi Kong Siansu ini adalah suheng dari Ban Sai Cinjin yang terkenal jahat. Diam-diam ia juga memperhatikan orang-orang itu dan mendengarkan percakapan mereka.
"Wi Kong Totiang berkata benar, Twako," terdengar Si Kecil Buruk berkata kepada kakaknya yang nampak tidak percaya. "Betapapun besarnya tenaga gwa-kang, akan celakalah kalau menghadapi seorang ahli lwee-keh, karena tenaga kasar itu hanya akan terbuang sia-sia."
"Betapapun juga sukar untuk dapat dipercaya!" membantah Can Po Gan sambil memandang kepada Wi Kong Siansu. "Aku lebih percaya bahwa tingkat kepandaian seseoranglah yang menentukan kemenangan. Tentu saja, kalau misalnya aku menghadapi Wi Kong Totiang yang tingkatnya lebih tinggi dariku, aku pasti akan kalah, tak peduli Wi Kong Totiang mempergunakan gwa-kang maupun lwee-kang. Akan tetapi kalau menghadapi orang
setingkat, biarpun ia ahli lwee-keh, agaknya belum tentu aku akan kalah!"
Adiknya, Tan Po Tin tertawa dan Lili merasa bulu tengkuknya meremang mendengar suara ketawa yang tinggi kecil seperti suara ketawa seorang perempuan itu. Orang yang suara bicaranya demikian parau dan besar bagaimana bisa tertawa seperti itu"
"Twako, kau tidak tahu. Kalau kau menghadapi seorang yang ilmu kepandaian dan tenaga lwee-kangnya seperti Pendekar Bodoh, tenagamu yang besar takkan ada gunanya lagi."
Marahlah Can Po Gan mendengar ini.
"Hemm, ingin sekali aku mencoba tenaga lwee-kang dari Pendekar Bodoh itu yang banyak didengung-dengungkan orang! Hendak kulihat apakah tenaganya ada selaksa kati!"
Wi Kong Siansu tersenyum. "Pengharapanmu akan terkabul, Can-sicu. Akan tetapi sebelum kau bertemu dengan dia, lebih baik kau berhati-hati dan jangan terlampau mengandalkan tenagamu. Dengan ilmu silatmu Hui-houw-ciang-hwat (Ilmu Silat Pukulan Harimau Terbang) agaknya kau masih akan dapat menghadapinya, akan tetapi kalau kau mengandalkan
tenagamu, kau keliru. Ketahuilah bahwa di antara ahli-ahli lwee-keh ada yang menyatakan bahwa tenaga gwa-kang amat lemahnya sehingga tak dapat menarik putus sehelai rambut.
Dan kata-kata ini memang ada betulnya!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
295 "Totiang, mengapa kau pun memandang amat rendahnya kepada tenaga orang" Hendak
kusaksikan sendiri kebenaran kata-kata sombong ini." Kini Can Po Gan yang berangasan menjadi marah dan penasaran sekali.
"Kau ingin bukti" Nah, mari kita buktikan agar dapat menambah pengalaman dan kau bisa berlaku hati-hati," jawab Wi Kong Siansu yang segera mencabut sehelai rambut jenggotnva yang panjang. Ia memegang rambut itu pada ujungnya dan berkata,
"Can-sicu, coba kau tarik rambut ini dan kita sama-sama lihat apakah kau dapat menarik putus rambut ini!"
Can Po Gan tertawa keras dan ia segera menjepit ujung rambut itu dengan jari telunjuk dan ibu jarinya.
"Awas, Totiang, sekali tarik saja, akan putuslah rambut ini." katanya dan ia mengerahkan tenaganya menarik. Akan tetapi sungguh heran! Ketika ditarik, rambut itu tidak menjadi putus, hanya mulur sedikit. Ia menambah tenaganya dan tahu-tahu rambut yang terjepit di antara kedua jarinya itu terlepas, akan tetapi tidak putus!
Kembali terdengar suara ketawa yang kecil aneh dari Can Po Tin.
"Ingat, Twako. Rambut itu mempunyai tenaga lemas, apalagi berada di dalam tangan Wi Kong Tosu! Mana kau bisa memutuskannya?"
"Rambut itu terlalu licin!" kata Can Po Gan penasaran. "Kalau tidak terlepas, tentu aku akan dapat memutuskannya!"
"Boleh kaucoba sekali lagi, Can-sicu," kata Wi Kong Siansu. Kembali Can Po Gan
memegang ujung rambut itu dan mulai menariknya. Rambut itu menegang sehingga menjadi makin kecil.
Lili yang tadi mendengar nama ayahnya disebut-sebut, menjadi mendongkol sekali. Ia maklum bahwa Wi Kong Siansu pasti telah melihatnya, karena mustahil seorang
berkepandaian tinggi seperti tosu itu tidak melihatnya yang duduk demikian dekat. Melihat betapa tosu itu tidak pernah mempedulikannya, bahkan berani bercakap-cakap membicarakan ayahnya, tanda bahwa pendeta itu tidak memandang mata kepadanya, membuat gadis ini marah sekali. Ia tidak merasa takut sedikitpun juga, biarpun ia maklum akan kelihaian Wi Kong Siansu. Melihat pertapa itu bersama orang bertopi itu kembali mendemonstrasikan tenaga lwee-kang dan gwa-kang, Lili lalu mengambil sebuah uang mas dari saku bajunya dan memegang uang itu diantara jari-jari tangan kirinya. Ia menanti dan melihat ke arah Wi Kong Siansu yang masih saja mengadu tenaga melalui rambut itu dengan Can Po Gan. Setelah dilihatnya bahwa rambut itu telah menjadi tegang dan kecil akan tetapi tetap saja tidak dapat putus, tiba-tiba Lili lalu menggunakan jari tangannya menyentil uang emas di tangannya itu.
"Ting...!!" Nyaring sekali suara ini ketika uang emas itu terkena sentilannya dan terlempar ke udara.
"Ah...!" Wi Kong Siansu dan Can Po Gan berseru kaget karena ketika terdengar suara yang nyaring itu, rambut yang mereka tarik telah putus dengan tiba-tiba sekali. Tadinya Can Po Gan mengira bahwa ia telah menang dalam pertandingan ini, akan tetapi ia merasa heran Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
296 sekali ketika melihat Wi Kong Siansu dan adiknya, Can Po Tin, tidak memandang kepadanya dengan kagum, sebaliknya menengok dan memandang ke arah meja di sebelah kirinya dan anehnya, pandang mata Wi Kong Siansu nampak marah.
Ia pun lalu menengok dan baru kali ini Can Po Gan melihat wajah Lo Sian yang kebetulan juga sedang memandang kepadanya.
"Sin-kai Lo Sian!" Can Po Gan berseru ketika ia melihat dan mengenal kakek pengemis ini.
Akan tetapi tentu saja Lo Sian tidak mengenalnya dan mendengar namanya disebut, ia memandang dengan tajam.
Sementara itu, Wi Kong Siansu telah bangkit berdiri dan berkata kepada Lili,
"Hemm, puteri Pendekar Bodoh, kau sungguh lancang dan jail seperti ayahmu! Akan tetapi aku harus menyatakan kagum atas ketabahan hatimu. Apakah kau masih belum mengaku kalah terhadapku?"
Lili tetap duduk di bangkunya ketika ia menjawab dengan suara dingin,
"Wi Kong Siansu, menang dan menang adalah dua macam hal yang jauh berlainan! Menang dengan mutlak adalah kemenangan yang dicapai dengan cara jujur dan berterang. Ada pula kemenangan yang dicapai dengan kecurangan dan dengan jalan pengeroyokan.
Kemenanganmu terhadap aku dulu adalah kemenangan yang kedua ini. Siapa mau mengaku kalah terhadap kau" Seperti juga tadi, kaukatakan rambut jenggotmu itu tidak dapat putus, bukankah dengan suara uang emasku saja sudah dapat terputus" Apakah hal ini boleh dianggap kau telah kalah pula terhadapku?"
"Bocah bermulut lincah! Apakah kau datang ini sengaja hendak memancing pertempuran dengan pinto?" Wi Kong Siansu bertanya penasaran.
"Tidak ada yang memancing pertempuran. Aku masuk ke dalam rumah makan umum untuk makan, apa salahnya dan siapa berhak melarangku?"
"Akan tetapi, mengapa kau berlancang tangan memutuskan rambutku dengan suara
uangmu?" Wi Kong Siansu makin penasaran.
"Siapa pula menyuruh kalian membawa-bawa nama ayahku dalam percakapanmu?" balas Lili.
Tiba-tiba Wi Kong Siansu tertawa bergelak. "Betul pandai! Aku mengaku kalah berdebat dengan engkau. Bagus, tolong kau sampaikan kepada ayahmu, bahwa kalau dia berani, aku mengundangnya untuk menentukan siapa yang lebih unggul, kelak pada musim semi tahun depan di puncak Thai-san! Kalau dia tidak datang, akan kuanggap bahwa Pendekar Bodoh hanya namanya saja yang besar, akan tetapi nyalinya kecil!"
"Siapa takut kepadamu?" kata Lili marah. "Jangan kata Ayah, aku sendiri pun tidak takut dan akan datang pada waktu itu!"
Wi Kong Siansu duduk kembali, tidak mau mempedulikan lagi kepada Lili. Akan tetapi, kedua saudara Can itu memandang dengan penuh penasaran. Bagaimana seorang tokoh besar Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
297 seperti Wi Kong Siansu dapat bercakap-cakap dengan seorang gadis muda seakan-akan bicara dengan orang yang sama tinggi kedudukannya dalam kepandaian silat" Pula, Can Po Gan yang mendengar bahwa gadis ini adalah puteri Pendekar Bodoh, dan bahwa putusnya rambut tadi adalah disebabkan oleh gadis itu yang membunyikan uang emas dengan nyaringnya, ia menjadi amat penasaran. Ia memandang dengan senyum mengejek dan berkata,
"Jadi inikah puteri Pendekar Bodoh" Eh, Nona, kau duduk semeja dengan Sinkai Lo Sian, apamukah dia?" tanya Can Po Gan dengan kasar dan menyeringai.
"Dia adalah Suhuku, kau mau apa tanya-tanya?" Lili yang tabah itu balas bertanya dengan kasar.
Tidak saja kedua saudara Can itu yang terheran, bahkan Wi Kong Siansu juga tertegun mendengar ucapan ini. Ia pernah melihat Lo Sian dan sudah mendengar akan kepandaian Pengemis Sakti ini, akan tetapi kalau dibandingkan dengan kepandaian gadis puteri Pendekar Bodoh itu, Si Pengemis Sakti akan kalah jauh! Hanya Kam Seng seorang yang menundukkan mukanya, diam-diam mengagumi Lili yang masih terus mengaku guru kepada Lo Sian
sungguhpun gadis itu kini telah memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada Lo Sian!
Terdengar suara ketawa yang menyeramkan dari Can Po Tin ketika ia mendengar ini. "Sinkai Lo Sian, benar-benarkah Nona ini muridmu" Dan muridmu sudah berani berlaku kurang ajar terhadap Wi Kong Siansu, kaudiamkan saja" Alangkah kurang ajar dan tak tahu adat kau ini!"
Akan tetapi dengan tenang Lo Sian menjawab dengan suaranya yang dalam, "Kalian ini siapakah" Aku tidak kenal dengan Ji-wi (Tuan Berdua), mengapa Jiwi hendak
menggangguku?"
Mendengar jawaban ini, kedua saudara Can itu melengak. Akhirnya Can Po Gan yang berangasan itu lalu bangkit berdiri dan dengan langkah lebar ia menghampiri Lo Sian.
"Pengemis jembel! Kau berpura-pura tidak mengenal kami" Dulu kami pernah mengampuni jiwa anjingmu dan sekarang kau masih berani berlaku demikian kurang ajar dan tidak memandang mata" Agaknya kau minta dihajar lagi!" Sambil berkata demikian, tangan kanan orang berangasan ini melayang dari atas dan memukul lengan tangan Lo Sian yang diletakkan di atas meja. Lo Sian cepat menarik lengannya dan "brakk!!" kepalan angan Can Po Gan yang keras itu bagaikan palu baja menimpa meja sehingga tembus! Cawan air teh di depan Lili melayang ke atas dengan cepat karena getaran meja itu sehingga kalau tidak cepat-cepat Lili menangkapnya, tentu isinya akan tumpah. Gadis ini menjadi marah sekali dan cepat ia berdiri, sementara itu Lo Sian sudah melompat ke belakang untuk menghindarkan diri dari serangan selanjutnya.
"Buaya darat!" Lili memaki sambil memandang dengan mata berapi. "Kepandaian macam itu saja kaupamerkan di sini" Apakah kau tukang jual obat kuat?"
Can Po Gan memandang kepada Lili dan senyum mengejek menghias bibirnya yang tebal.
"Apa kau tidak takut melihat tanganku ini?" Ia mengacungkan kepalan tangan kanannya yang kini menjadi kemerah-merahan.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
298 Melihat cahaya merah yang menjalar di sepanjang lengan tangan yang besar itu diam-diam Lili terkejut dan mengetahui bahwa lengan tangan itu memiliki kekuatan Ang-see-jiu yang berbahaya. Akan tetapi ia tidak takut, bahkan ia lalu membuka telapak tangannya, mengulurkan ke depan dan berkata,
"Siapa sih takut kepada lengan tangan kasar berbulu macam itu" Gunanya paling banyak hanya untuk memukul meja atau menakut-nakuti orang."
"Bocah bermulut lancang! Kepalamu pun akan tertembus terkena pukulanku," kata Can Po Gan.
Lili tersenyum dingin. "Begitukah" Coba kautembuskan telapak tanganku ini, kalau dapat membuat aku merasa sakit, aku mau berlutut di depan kakimu dan mengangkat kau sebagai Sucouw (Kakek Guru)!"
"Kau menantang!"
"Beranikah kau memukul tanganku?"
"Siapa takut" Awas, kuhancurkan tanganmu yang kecil halus!" Setelah berkata demikian, Can Po Gan telah melakukan pukulan keras ke arah telapak tangan Lili yang diperlihatkan kepadanya.
Tanpa dapat terlihat oleh orang lain, karena gerakannya cepat sekali, tangan gadis itu bergeser sedikit dan jari telunjuknya menyentil dengan cepat dan keras ketika lengah tangan lawannya itu meluncur lewat menyerempet telapak tangannya.
"Aduh...!" Can Po Gan menarik kembali lengannya, akan tetapi ia tidak dapat menggerakkan lengan tangan kirinya yang kini telah menjadi kaku seperti sepotong kayu itu! Ternyata ketika tadi dia memukul, dari gerakan anginnya saja Lili sudah dapat mengelak sedikit tanpa menggerakkan lengan, hanya menggerakkan pergelangan tangannya, kemudian ia telah melakukan sentilan jari telunjuk untuk menotok jalan darah pada pergelangan siku lawannya!
"Jangan main-main terhadap gadis itu Sicu!" kata Wi Kong Siansu yang sudah melangkah maju dengan beberapa kali urutan serta tepukan, totokan itu dapat dibebaskan dari lengan tangan Can Po Gan. Akan tetapi Can Po Gan dan Can Po Tin sudah menjadi marah sekali dan mereka lalu mencabut golok masing-masing, siap maju menggempur Lili.
Akan tetapi, sambil mengeluarkan seruan nyaring, tubuh Lili mencelat ke atas meja dan kini ia telah berdiri di atas meja dengan tangan memegang sebatang pedang yang berkilauan saking tajamnya, yakni pedang Liong-coan-kiam!
"Kalian mau mencari mampus" Boleh, boleh, majulah!" tantangnya dengan sikap gagah sekali.
Melihat ini, kedua saudara Can itu menjadi gentar juga. Sesungguhnya, kekalahan Can Po Gan tadi bukan karena ilmu kepandaiannya jauh di bawah tingkat kepandaian Lili, akan tetapi terjadi oleh karena kurang hati-hatinya dan kesembronoannya juga karena tadinya ia memandang rendah. Sekarang melihat ketabahan dan kekerasan gadis itu, apalagi mengingat Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
299 bahwa gadis itu adalah puteri Pendekar Bodoh setidaknya mereka menjadi ragu-ragu. Wi Kong Siansu lalu maju pula dan mencegah mereka.
"Ji-wi Can-sicu, tak perlu membikin ribut di sini. Kelak saja pada permulaan musim semi tahun depan, kita mempunyai kesempatan banyak untuk mengadu tenaga dengan Nona ini."
"Baiklah, kami akan menanti datangnya saat itu dengan hati tidak sabar," kata Can Po Gan sambil duduk kembali dan menyimpan senjatanya. Adapun Lili ketika melihat sikap lawannya ini, juga tidak mau mendesak lebih lanjut, karena gadis ini bukan tidak tahu bahwa kalau sampai terjadi pertempuran dan Wi Kong Siansu turun tangan, sukar sekali bagi dia dan suhunya untuk mencapai kemenangan.
Lili melompat turun, menyimpan pedangnya dan memberi ganti kerugian kepada pelayan restoran, kemudian ia mengajak suhunya untuk cepat-cepat meninggalkan tempat itu, karena kini dia menjadi perhatian semua orang yang tadi menyaksikan peristiwa itu.
"Jangan lupa sampaikan undanganku kepada ayahmu!" Wi Kong Siansu masih berseru keras ketika Lili dan Lo Sian sudah tiba di luar restoran. Gadis itu tidak menjawab karena ia merasa mendongkol sekali. Terang-terangan ayahnya ditantang oleh tosu itu dan ia merasa penasaran sekali tidak dapat menghadapi tosu itu sekarang juga!
Ketika tiba di Shaning dan memasuki rumah keluarga Sie, Lo Sian disambut oleh Cin Hai dan Lin Lin dengan penuh penghormatan. Kedua suami-isteri pendekar ini merasa amat berterima kasih kepada Lo Sian dan mereka menyambutnya sebagai seorang penolong besar.
Sebaliknya Lo Sian merasa amat canggung dan juga kagum, melihat sepasang suami isteri yang namanya telah terkenal di seluruh penjuru bumi Tiongkok, akan tetapi yang ternyata bersikap ramah tamah dan sederhana, juga, suami-isteri itu amat tampan dan cantik.
Ketika mendengar penuturan Lili tentang keadaan Lo Sian, Cin Hai dan Lin Lin mengerutkan keningnya. Apalagi kelika mereka mendengar bahwa Lo Sian merasa pasti akan kematian Lie Kong Sian, kedua orang ini menjadi amat berduka.
"Tidak dapatkah kau mengingat di mana dan bagaimana Lie-suheng menemui kematiannya?"
tanya Cin Hai, akan tetapi Lo Sian menggeleng kepalanya.
"Menyesal sekali, Tai-hiap. Ingatanku sudah lenyap sama sekali, dan aku sendiri pun tidak tahu mengapa aku berhal seperti ini. Sudah kucoba untuk mengerahkan ingatan, akan tetapi hasilnya nihil belaka. Hanya dapat kurasakan dan agaknya sudah terukir dalam-dalam di hatiku bahwa Lie Kong Sian Tai-hiap telah tewas, entah dengan cara bagaimana dan di mana, yang sudah pasti menurut perasaan hatiku, tewas dalam cara yang amat mengerikan!"
"Suhu sudah lupa segala macam peristiwa yang lalu, Ayah. Bahkan nama sendiri pun dia telah lupa. Akan tetapi ketika aku menjumpai Suhu dalam keadaan lupa ingatan dan rusak pikiran, Suhu berseru-seru ketakutan dan mengucapkan kata-kata 'pemakan jantung', entah apa yang dimaksudkan."
Mendengar kata-kata ini, wajah Lo Sian berubah agak pucat dan ia menghela napas berkali-kali. "Ucapan ini sudah seringkali membuatku tak dapat tidur. Aku sendiri merasa bahwa dalam ucapan ini terkandung hal yang amat hebat, akan tetapi sayang sekali, aku tak dapat mengingatnya lagi."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
300 Cin Hai dan Lin Lin merasa kasihan melihat keadaan penolong puterinya ini dan tahu bahwa orang ini perlu beristirahat dan mendapatkan hiburan. Maka ia merasa girang sekali mendengar keinginan Lili untuk menahan suhunya tinggal di situ. Mereka menyatakan persetujuan mereka, bahkan mereka setengah memaksa Lo Sian untuk tinggal di situ, sehingga lenyaplah keraguan dan kesungkanan dari hati Lo Sian. Semenjak saat itu, ia tinggal bersama Pendekar Bodoh dan menempati kamar bekas tempat tinggal Yousuf yang masih dibiarkan kosong.
Ketika Cin Hai dan isterinya mendengar penuturan Lili tentang Wi Kong Siansu yang menantang mereka untuk mengadu kepandaian di puncak Thai-san pada musim semi tahun depan, Cin Hai hanya tersenyum saja dan berkata tenang,
"Wi Kong Siansu seperti anak kecil saja. Betapapun juga, undangan macam ini tak boleh tidak harus disambut dengan gembira."
Sebaliknya, Lin Lin berkata dengan muka merah,
"Pendeta sombong! Kalau memang dia merasa penasaran dan hendak mencoba kepandaian, mengapa dia tidak terus datang saja sekarang" Siapa yang takut menghadapinya?"
Mendengar percakapan suami-isteri ini, Lo Sian menjadi kagum sekali. Sikap Pendekar Bodoh demikian tenang dan tabah sebagaimana layaknya sikap seorang pendekar besar yang telah luas sekali pengetahuannya. Dan sikap dari Lin Lin demikian gagahnya, mengingatkan Lo Sian kepada watak Lili.
"Menurut pendapatku yang bodoh, seorang yang mengundang pibu dengan menyebutkan waktu dan tempat tertentup harus dihadapi dengan hati-hati. Kalau Wi Kong Siansu telah menetapkan waktu tahun depan dan mengambil tempat di puncak Thai-san, tentulah dia telah merencanakan hal ini dengan semasak-masaknya dan takkan mengherankan apabila Tai-hiap kelak tidak hanya akan bertemu dengan dia seorang, melainkan dengan orang-orang lain yang lihai."
Cin Hai mengangguk-angguk dan Lin Lin segera berkata dengan wajah berseri, "Lo-twako, mendengar bicaramu aku teringat kepada mendiang ayah angkatku! Kau sama benar dengan ayah, hati-hati dan jauh pandangan."
Sebentar saja Lo Sian merasa cocok dan suka sekali dengan sepasang pendekar besar itu yang menyebutnya twako (kakak tertua), sedangkan Lili lalu menyebutnya twa-pek (uwa).
Hong Beng dan Goat Lan setelah menjaga di Istana Pengemis, menanti kalau-kalau pihak Coa-tung Kai-pang datang membikin pembalasan, ternyata tidak terjadi sesuatu. Oleh karena itu, Hong Beng lalu minta diri dari kelima saudara Hek, dan berangkatlah bersama tunangannya menyusul Lili ke kota Kiciu, tempat tinggal Thian Kek Hwesio, ahli pengobatan di kuil Siauw-lim-si itu.
Thian Kek Hwesio menerimanya dengan girang karena memang sudah lama ia kenal dan mengagumi Goat Lan, murid tersayang dari sahabat baiknya, Sin Kong Tianglo. Ia merasa makin gembira ketika mendengar betapa Goat Lan telah berhasil mendapatkan To-hio-giok-ko obat satu-satunya untuk penyakit putera kaisar. Ketika Goat Lan menyatakan terus terang Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
301 bahwa ia hendak ke Tiang-an dulu untuk mengambil kitab Thian-te Ban-yo Pit-kip untuk mempelajari cara mempergunakan dua macam obat itu, Thian Kek Hwesio segera berkata,
"Tidak usah, Nona. Tak perlu kau membuang waktu untuk mengambil jalan memutar.
Penyakit putera kaisar sudah payah sekali dan kalau kau tidak cepat-cepat pergi ke kota raja dan mengobatinya, mungkin kau akan terlambat dan pengharapan mendiang sahabat baikku akan sia-sia belaka."
Terkejut Goat Lan ketika ia mendengar ucapan ini.
"Habis bagaimana baiknya, Losuhu" Aku tidak tahu apa macamnya penyakit yang diderita oleh Pangeran Muda itu dan tidak tahu cara bagaimana harus mempergunakan obat yang langka ini."
"Jangan kuatir, pinceng pernah mendengar keterangan dari sabahat baikku gurumu itu.
Baiklah kubentangkan sedikit agar lebih jelas bagimu. Penyakit yang diderita oleh Pangeran Mahkota ini adalah semacam penyakit di dalam usus besar. Menurut gurumu, usus besar itu terluka hebat dan di situ terdapat bisul yang sudah pecah dan menjadi semacam luka yang makin lama makin menghebat. Oleh karena itulah, maka Pangeran Muda itu selalu
mengeluarkan kotoran darah dan tubuhnya lemas, perutnya terasa sakit. Kalau kau sudah menghadap Hong-siang (Kaisar) dan Hong-houw (Permaisuri) dan dibawa ke tempat si sakit, kau lebih dulu harus memberinya Giok-ko (Buah Mutiara) sebuah untuk dimakan mentah-mentah. Giok-ko ini khasiatnya untuk membersihkan darah sehingga daya penolak luka di dalam itu akan menjadi kuat. Kemudian, To-bio (Daun Golok) itu boleh kau rebus dengan air sampai airnya tinggal satu bagian, lalu berikan untuk diminum. Daun ini sarinya manjur sekali untuk mengeringkan lukanya. Setelah tiga hari berturut-turut kau memberi obat To-hio-giok-ko kepada Pangeran, selanjutnya dapat kaulakukan pengobatan dengan obat-obat penguat tubuh, pembersih darah seperti biasa, bahkan amat baik kalau kau mempergunakan juga tiam-hoat (ilmu totok) untuk melancarkan jalan darah!"
Setelah mendapat keterangan demikian, Goat Lan lalu minta diri untuk segera menuju ke kota raja. Kepada Hong Beng ia berkata setelah keluar dari kuil itu.
"Koko, kau mendengar sendiri bahwa aku harus segera ke kota raja untuk mengobati putera Kaisar, demi menjaga dan menjunjung nama baik dan nama kehormatan mendiang Suhu Sin Kong Tianglo. Apakah kau hendak menyusul Lili, ataukah...?" Goat Lan tak dapat
melanjutkan kata-katanya karena sesungguhnya hatinya masih ingin sekali melakukan perjalanan dengan tunangan yang gagah berani dan tampan ini. Tentu saja sebagai seorang gadis yang sopan dan tinggi hati, ia tidak dapat menyatakan suara hatinya.
Seperti halnya Goat Lan, biarpun ia seorang laki-laki namun Hong Beng juga masih sungkan dan malu-malu. Ia pun tidak pandai menyatakan perasaan hatinya melalui bibirnya, maka dengan muka merah ia menjawab,
"Lan-moi, sebetulnya aku pun ingin sekali ke kota raja, dan... dan aku kuatir kalau-kalau para tokoh kang-ouw yang merasa iri hati terhadap mendiang suhumu, akan datang mengganggu dan menghalangimu mengobati putera Kaisar."
"Aku pun berpikir demikian, Koko. Bukan tak mungkin sekarang telah banyak yang
mengincar gerak-gerikku."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
302 "Biarlah aku mengawanimu sampai selesai tugasmu ini, Moi-moi, tetapi... kalau kau tidak keberatan."
"Mengapa keberatan?" Goat Lan memandang kepada tunangannya yang kebetulan juga
menatap wajahnya. Dua pasang mata kembali bertemu untuk kesekian kalinya dan keduanya menundukkan muka dengan wajah merah dan bibir tersenyum. Tak perlu lagi kata-kata pada saat seperti itu. Mereka telah saling mendengar seribu satu ucapan yang keluar dari hati masing-masing.
"Hayo kita berangkat!" Akhirnya Hong Beng memecahkan kesunyian yang menekan dan membuat mereka merasa canggung. Keduanya lalu berlari cepat menuju ke kota raja.
Memang kekuatiran kedua orang muda ini betul-betul terjadi. Di dalam kota raja terdapat komplotan yang siap sedia menghalangi semua usaha mengobati Pangeran yang sedang rebah menderita sakit yang amat berat. Mereka ini dikepalai oleh seorang selir kaisar yang juga mempunyai putera dan yang mengharapkan agar puteranya kelak yang menggantikan
kedudukan kaisar apabila pangeran itu meninggal dunia karena sakitnya. Selir kaisar inilah yang mengharapkan kematian putera Kaisar, dan ia telah mempercayakan semua urusan ini untuk dilaksanakan kepada seorang pembesar tinggi yang menjadi kepala pengawal istana bernama Bu Kwan Ji yang sebenarnya telah lama mempunyai hubungan gelap dengan selir kaisar itu!
Bu Kwan Ji adalah seorang yang pandai ilmu silat, termasuk perwira kelas satu di kota raja, dan mempunyai banyak kawan sepaham terdiri dari para perwira bayangkari yang tinggi ilmu silatnya. Para kawan-kawannya maklum akan keadaan Bu Kwan Ji yang dikasihi oleh Kaisar dan selirnya, dan bahwa Bu Kwan Ji mempunyai banyak harapan bagus di masa depan. Maka tentu saja mereka suka membantu agar kelak ikut pula merasakan kesenangan. Rombongan pengkhianat ini lalu minta bantuan pula dari tiga orang tabib yang paling terkenal di kota raja.
Mereka mengadakan hubungan dan Bu Kwan Ji menjanjikan upah besar dan pembagian
keuntungan apabila kelak ia dapat menduduki kursi tinggi.
Memang harta benda dan pangkat dapat memabukkan manusia dan dapat membutakan mata batin manusia. Tiga orang tabib itu bukanlah orang sembarangan, bahkan ilmu silat dan ilmu pengobatan mereka sudah amat terkenal di kalangan kang-ouw. Yang seorang bernama Ang Lok Cu, seorang pendeta dan pertapa yang terkenal dari Bukit Kun-lun-san. Orang ke dua dan ke tiga adalah dua orang hwesio gundul, kakak beradik seperguruan yang tinggi ilmu silat dan ilmu pengobatan mereka. Mereka ini bernama Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio. Kedua orang hwesio ini dulu pernah belajar ilmu pengobatan dari Thian Kek Hwesio, akan tetapi setelah dapat menduga bahwa dua orang hwesio ini bukanlah orang-orang yang berhati teguh dan suci, Thian Kek Hwesio menghentikan pelajaran mereka. Adapun Ang Lok Cu adalah murid dari seorang tosu perantau yang ahli dalam ilmu pengobatan.
Tadinya, tiga orang pendeta ini datang ke kota raja untuk mencoba kepandaian mereka mengobati putera Kaisar, akan tetapi mereka tidak berhasil. Kemudian mereka mendengar tentang kesanggupan Sin Kong Tianglo, maka mereka menjadi iri hati dan bersama beberapa orang tokoh kang-ouw mereka menjumpai Sin Kong Tianglo dan memperolok-olokannya dan memanaskan hati Sin Kong Tianglo sehingga kakek sakti ini pergi mencari obatnya lalu menjumpai kematian di daerah dingin itu. Ketika Bu Kwan Ji mendengar tentang kekecewaan dan iri hati dari tiga orang pendeta ini, maka ia lalu datang menghubunginya dan kini ketiga Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
303 orang pendeta ini menerima tugas untuk mencegah pengobatan untuk putera Kaisar ini.
Melalui selir Kaisar, Bu Kwan Ji berhasil membuat Kaisar mengangkat ketiga orang pendeta itu menjadi tabib-tabib penjaga putera Kaisar, dan mereka inilah yang berhak memeriksa obat-obat yang hendak diminumkan kepada yang sakit.
Dengan demikian, maka bukanlah tugas yang ringan bagi Goat Lan untuk mengobati putera Kaisar itu, karena menghadapi segerombolan serigala kejam tanpa diketahuinya lebih dulu di mana serigala-serigala itu bersembunyi. Baiknya dia dan Hong Beng sudah dapat menduga lebih dulu bahwa tugasnya ini tentu akan mengalami halangan pihak yang memusuhinya.
Halangan pertama dijumpai oleh Goat Lan dan Hong Beng ketika mereka telah datang di kota raja dan hendak menghadap Kaisar. Yang menerima adalah kepala bayangkari yang juga telah menjadi kaki tangan Bu Kwan Ji, maka tidak mudah bagi kedua orang muda ini untuk menghadap Hong-siang (Kaisar). Mereka dibawa masuk ke dalam sebuah kantor besar di mana duduk Bu Kwan Ji yang memeriksa mereka.
"Kalian ini dari manakah dan dari siapakah kalian membawa obat untuk putera Kaisar?"
tanya Bu Kwan Ji dengan pandangan mata tajam.
Mendengar pertanyaan yang kasar ini, Goat Lan mengerutkan keningnya. Akan tetapi Hong Beng yang tahu akan kekerasan hati Goat Lan, mewakili tunangannya menjawab,
"Kami mewakili Yok-ong (Raja Obat) Sin Kong Tianglo, membawa obat penyembuh
penyakit Pangeran. Harap saja Ciangkun sudi membawa kami menghadap kepada Hong-siang atau langsung membawa kami kepada yang sakit agar supaya pengobatan tidak terlambat."
"Mudah saja kau bicara hendak mengobati Pangeran!" tiba-tiba Bu Kwan Ji membentak marah. "Aku sudah bosan mendengar ocehan segala macam tukang obat. Sudah ratusan ahli pengobatan yang tua-tua dan berpengalaman tidak berhasil menyembuhkan Beliau, kalian ini orang-orang muda berani sekali membawa obat palsu. Apakah kalian tidak menyayangi jiwa sendiri" Awas, pengobatan yang tidak berhasil akan membuat kalian ditangkap dan menerima hukuman berat!"
Goat Lan menjadi mendongkol sekali dan cahaya berapi telah timbul pada sepasang matanya.
Ingin sekali ia maju dan menampar mulut perwira ini, akan tetapi kembali Hong Beng yang menyabarkannya karena pemuda ini telah berkata pula kepada Bu Kwan Ji,
"Maaf, Ciangkun. Kami datang dengan maksud menolong. Dulu Yok-ong telah berjanji hendak menyembuhkan penyakit putera Kaisar, dan kini muridnya ini telah datang membawa obat itu. Berilah kami kesempatan untuk menolong nyawa putera Kaisar yang sakit."
"Hemm, benarkah kau murid dari Yok-ong Sin Kong Tianglo?" tanya Bu Kwan Ji kepada Goat Lan. "Dan kau sudah mendapatkan obat yang manjur untuk mengobati penyakit putera Kaisar."
"Benar!" jawab Goat Lan singkat.
"Kalau begitu, kautinggalkan obat itu kepadaku agar aku dapat memberi perintah kepada tabib-tabib istana untuk meminumkan obat itu kepada Pangeran."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
304 "Tidak bisa demikian!" Goat Lan berkata gemas. "Obat itu tidak boleh diminumkan oleh orang lain, harus aku sendiri yang mengobatinya."
"Kalau begitu, pergilah kalian dari sini!" Bu Kwan Ji menggebrak meja.
Mendengar ucapan ini, Goat Lan bangkit berdiri dari tempat duduknya. "Bagus! Macam apakah perwira seperti kau ini" Kau kira kami takut kepadamu" Kami datang hendak menolong putera Kaisar dan kau sengaja mengusir kami" Kalau kami melaporkan hal ini kepada Hong-siang, aku kuatir kau takkan dapat mempertahankan pangkatmu lagi!"
Bu Kwan Ji memandang tajam dan melihat sikap kedua orang muda yang gagah ini, hatinya menjadi ragu-ragu. "Pulanglah dan besok kalian boleh datang kembali. Aku harus melaporkan hal ini kepada Kaisar lebih dulu. Aku hanya menjalankan tugas, karena siapa tahu kalau ada yang datang berpura-pura membawa obat akan tetapi sebenarnya hendak meracuni
Pangeran!"
Dengan mendongkol Goat Lan dan Hong Beng terpaksa keluar dari situ, karena mereka mau tak mau harus membenarkan pula ucapan ini. Memang Bu Kwan Ji orangnya cerdik sekali.
Melihat keadaan kedua orang muda itu dan mendengar bahwa nona itu adalah murid Sin Kong Tianglo yang sakti, ia tidak berani berlaku sembrono. Ia menyuruh kedua orang muda itu pulang dulu untuk mencari kesempatan mengatur siasat.
Ketika Goat Lan dan Hong Beng keluar dari situ, mereka melihat tiga orang perwira menyusul mereka dan berjalan mengikuti mereka.
"Kalian mau apa?" Goat Lan membentak marah.
"Oleh karena Ji-wi hendak mengobati putera Kaisar, maka kami disuruh mengikuti Ji-wi dan mencari tahu di mana Jiwi bermalam, agar mudah memanggil apabila ada perintah dari Kaisar untuk memanggil Ji-wi menghadap," jawab seorang perwira itu.
Hong Beng dan Goat Lan tak dapat membantah dan setelah mereka mendapat kamar dalam sebuah hotel, ketiga orang perwira itu pergi meninggalkan mereka.
"Malam ini kita harus berhati-hati," kata Hong Beng kepada Goat Lan. "Siapa tahu kalau-kalau ada penjahat datang mengganggu. Ayah seringkali bercerita tentang penjahat-penjahat yang pandai di kota raja."
Goat Lan mengangguk dan masuk ke dalam kamarnya setelah makan malam. Hong Beng
juga duduk di dalam kamarnya, duduk bersila di atas ranjang, tidak mau tidur, dan hanya beristirahat sambil bersamadhi.
Menjelang tengah malam, baik Hong Beng maupun Goat Lan yang duduk pula bersamadhi, dapat mendengar gerakan kaki beberapa orang yang amat ringan dan halus di atas genteng hotel. Kedua orang muda itu tersenyum dan dengan penuh perhatian keduanya memasang telinga untuk mengikuti gerak-gerik orang di atas genteng. Mereka berdua sudah memiliki pendengaran yang amat tajam, maka dengan mudah dapat menduga bahwa yang datang
adalah tiga orang yang ilmu gin-kangnya cukup tinggi.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
305 Kedua orang muda itu tidak bergerak, menanti sampai ketiga orang penjahat malam itu turun dari atas genteng. Akan tetapi sungguh mengherankan karena mereka bertiga itu tidak turun, hanya berjalan hilir mudik beberapa kali seperti orang-orang yang merasa ragu-ragu. Tiba-tiba terdengar bunyi genteng digeser, baik di atas kamar Hong Beng maupun di atas kamar Goat Lan. Kedua orang muda itu dengan urat saraf tegang menanti datangnya senjata rahasia, mereka tidak takut sama sekali. Hendak mereka lihat bagaimana penjahat-penjahat itu akan bertindak terhadap mereka di dalam kamar yang gelap itu.
Hong Beng sudah siap-siap dengan hati-hati sekali. Ia mempunyai dua dugaan, yaitu penjahat itu akan menyerang dengan senjata rahasia dengan ngawur, atau akan melompat turun ke dalam kamarnya dari atas genteng. Dan tiba-tiba dari atas melayang turun benda kecil, akan tetapi jauh dari tempat ia berdiri di sudut kamar. Ia hampir tertawa melihat ketololan penjahat itu, akan tetapi alangkah kagetnya ketika benda itu jatuh di lantai, nampak asap mengebul. Ia hendak melompat keluar melalui jendela, akan tetapi tiba-tiba ia mencium bau yang amat wangi dan robohlah Hong Beng terguling dalam keadaan pingsan! Ternyata bahwa asap itu adalah asap yang mengandung obat memabukkan yang luar biasa kerasnya.
Goat Lan mengalami peristiwa yang sama. Sebuah benda juga jatuh di dalam kamarnya dan mengeluarkan asap. Akan tetapi, sebagai murid Sin Kong Tianglo yang berjuluk Raja Obat atau Raja Tabib, gadis ini selalu mengantongi penolak racun. Begitu ia melihat benda itu mengeluarkan asap ia telah menjadi curiga dan cepat ia memasukkan tiga buah pel merah ke dalam mulutnya, sehingga ketika ia mencium bau wangi itu, ia tidak jatuh pingsan, sungguhpun ia merasa agak pening juga.
"Bangsat curang!" ia memaki dan cepat tubuhnya melayang ke atas melalui jendela kamarnya. Ia melihat bayangan dua orang hwesio di atas genteng, maka langsung ia menyerang dengan bambu runcingnya. Kedua orang hwesio itu bukan lain adalah Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio. Mereka ini datang bersama Ang Lok Cu setelah mendapat kabar dari Bu Kwan Ji bahwa murid Sin Kong Tianglo telah datang membawa obat untuk putera Kaisar. Mereka hendak mendahului kedua orang muda itu dan mencuri obat yang dibawanya. Ang Lok Cu yang mempunyai julukan Ngo-tok Lo-kai (Setan Tua Lima Racun) lalu mengeluarkan asap beracunnya yang lihai untuk membuat kedua orang muda itu pingsan agar memudahkan pekerjaan mereka. Setelah mendengar Hong Beng roboh di dalam
kamarnya, Ang Lok Cu lalu melayang turun ke dalam kamar pemuda itu, sedangkan kedua hwesio kawannya itu masih menanti untuk mendengarkan suara robohnya gadis di dalam kamar lain.
Akan tetapi alangkah kagetnya kedua orang hwesio jahat itu ketika mendengar suara angin dan makian Goat Lan. Mereka lebih terkejut lagi ketika melihat betapa dengan gerakan yang luar biasa cepatnya gadis cantik itu telah menyerang mereka dengan sepasang bambu runcing yang menotok ke arah dada mereka. Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio cepat mengelak sambil mencabut pedang mereka, akan tetapi Cu Siang Hwesio kurang cepat gerakannya sehingga satu tendangan susulan dari Goat Lan membuat ia menjerit kesakitan dan tubuhnya terguling di atas genteng.
"Lihai sekali!" seru Cu Tong Hwesio dan tanpa membuang waktu lagi, melihat gadis itu benar-benar hebat sepak-terjangnya, lalu hwesio ini menyambar tangan adiknya dan membawanya melompat turun dari atas genteng dengan gerakan cepat sekali.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
306 Goat Lan tidak mau mengejar karena ia merasa kuatir akan keadaan tunangannya. Ia cepat melompat turun dan sekali tendang saja jendela kamar Hong Beng terbuka. Asap yang wangi keluar dari jendela itu. Goat Lan masih dapat melihat berkelebatnya sesosok tubuh manusia keluar dari kamar tunangannya melalui lubang di atas genteng. Akan tetapi ia tidak mau mengejar, terus menghampiri ke dalam kamar dan cepat mencari tunangannya.
Ternyata bahwa tosu yang memasuki kamar Hong Beng itu telah menyalakan lilin dan telah memeriksa buntalan pakaian Hong Beng. Goat Lan yang melihat tubuh tunangannya
menggeletak di atas lantai, menjadi pucat. Cepat ia mengangkat tubuh tunangannya itu ke atas pembaringan dan tanpa sungkan-sungkan lagi ia memeriksa. Ia menarik napas lega ketika mendapat kenyataan bahwa tunangannya tidak menderita sesuatu, hanya pingsan akibat asap yang memabukkan tadi. Dengan pertolongan air teh yang tersedia di atas meja, ia dapat membikin Hong Beng siuman dari pingsannya.
Hong Beng merasa malu sekali karena telah menjadi korban penjahat, akan tetapi Goat Lan lalu mengeluarkan beberapa butir pel dan memberikan itu kepada tunangannya.
"Aku yang kurang hati-hati," katanya menghibur, "seharusnya aku memberi beberapa butir obat penolak ini kepadamu untuk penjagaan. Yang datang tadi adalah orang-orang yang cukup pandai, sungguhpun bukan merupakan lawan yang harus ditakuti." Kemudian Goat Lan menceritakan bahwa yang datang adalah dua orang hwesio dan seorang tosu.
"Aku tidak dapat melihat jelas wajah mereka," kata gadis gagah ini, "apalagi yang memasuki kamarmu. Hanya kulihat ia adalah seorang berpakaian seperti tosu. Aku hanya berhasil menendang roboh seorang hwesio, sayang bahwa mereka telah dapat melarikan diri. Gerakan mereka cukup cepat dan ringan sekali."
"Sudah terang bahwa maksud kedatangan mereka itu untuk mencuri dan mencari obat yang kaubawa," kata Hong Beng. "Agaknya mereka itu bukan kaki tangan perwira yang galak tadi."
"Kukira juga bukan," jawab Goat Lan, mungkin sekali mereka adalah ahli-ahli obat yang iri hati kepada mendiang Suhu, dan hendak merampas obat agar supaya nama Suhu tetap tercemar."
"Dugaanmu betul. Melihat asap beracun tadi, tentulah mereka itu memiliki kepandaian tentang obat-obatan. Mungkin juga mereka hendak mencuri obat agar mereka dapat
mengobati putera Kaisar dan merekalah yang akan berjasa."
Demikianlah, kedua orang muda itu bercakap-cakap dengan asyik. Tiba-tiba Goat Lan teringat bahwa sudah terlalu lama ia berada di kamar Hong Beng, maka dengan wajah merah ia lalu berdiri dan berkata,
"Koko, aku harus kembali ke kamarku sendiri!"
Sebelum Hong Beng menjawab, gadis itu melompat keluar dari jendela kamar itu,
meninggalkan Hong Beng yang menjadi bengong saking kagumnya melihat wajah
tunangannya yang demikian manisnya tersinar oleh penerangan lilin! Ia menghela napas lalu menutup kembali jendelanya, kemudian ia melompat naik ke atas pembaringan dan rebah membayangkan wajah Goat Lan yang cantik manis!
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
307 Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng telah menghadap Bu Kwan Ji yang
menerima mereka dengan muka ramah sehingga kedua orang muda itu berlaku makin hati-hati sekali. Sikap ini bukan menyenangkan hati mereka, bahkan menimbulkan kecurigaan di dalam hati.
"Ji-wi telah diterima oleh Hong-siang dan sekarang juga dipersilakan menghadap," katanya dengan senyum manis dibuat-buat.
Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng telah menghadap Bu Kwan Ji yang
menerima mereka dengan muka ramah sehingga kedua orang muda itu berlaku makin hati-hati sekali. Sikap ini bukan menyenangkan hati mereka, bahkan menimbulkan kecurigaan di dalam hati.
"Ji-wi telah diterima oleh Hong-siang dan sekarang juga dipersilakan menghadap," katanya dengan senyum manis dibuat-buat.
Dengan dikawal oleh Bu Kwan Ji beserta dua belas orang perwira bayangkari yang gagah dan berpakaian indah, sepasang orang muda itu memasuki istana yang luar biasa indahnya.
Bagaikan dua orang dusun yang baru pertama kali memasuki sebuah kota besar, Hong Beng, dan Goat Lan memandang ke kanan kiri dan tiada habisnya memuji dan mengagumi perabot yang memang luar biasa indahnya dan jarang dapat terlihat oleh umum.
Mereka diterima oleh Kaisar dan Permaisuri sendiri! Bukan dalam persidangan umum, di mana Kaisar dihadap oleh sekalian hamba sahaya dan bayangkari, melainkan pertemuan tersendiri.
Hong Beng dan Goat Lan merasa silau oleh pakaian yang dipakai oleh Kaisar dan
Permaisuri, maka mereka dari jauh sudah menjatuhkan diri berlutut bersama semua perwira yang mengawal mereka.


Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Betulkah kalian datang membawa obat untuk putera kami?" terdengar Kaisar bertanya. Goat Lan tidak berani menjawab, merasa seakan-akan lehernya tersumbat, sehingga Hong Beng yang mewakili.
"Benar, Paduka yang mulia. Hamba berdua mewakili Yok-ong Sin Kong Tianglo, datang membawa obat dan hendak mencoba mengobati putera Paduka, mudah-mudahan saja Thian Yang Maha Kuasa akan memberi berkah-Nya."
"Hemm, kami telah mendengar akan kesombongan Raja Obat itu! Kami sudah bosan
mendengar kesanggupan ahli-ahli obat. Tahukah kalian bahwa sudah ada empat orang ahli obat kami jatuhi hukuman mati karena mereka tidak dapat memenuhi kesanggupan mereka"
Kami memberitahukan hal ini karena sayang melihat kalian yang masih muda dan rupawan.
Sekarang tinggalkan sebuah obatmu untuk kami cobakan kepada putera kami, mudah-
mudahan ada hasilnya."
"Mohon maaf sebanyaknya apabila hamba berani membantah," tiba-tiba Goat Lan berkata.
"Menurut pesan terakhir dari Suhu, haruslah hamba sendiri yang meminumkan obat itu kepada putera Paduka."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
308 Berkerutlah kening Kaisar itu. "Apa" Apakah kau tidak percaya kepadaku" Tidak percaya kepada ahli-ahli pengobatan yang berada di dalam istana?"
"Bukan demikian, akan tetapi?"
"Cukup! Kau ini anak gadis masih muda, sampai berapa tinggi kepandaian dan berapa banyak pengalamanmu. Tabib-tabibku adalah orang-orang yang pandai dan berpengalaman.
Tinggalkan obat itu dan kalian harus tunggu di dalam kota raja, jangan sekali-kali keluar sebelum ada hasil pengobatan itu!"
Bukan main gelisahnya hati Goat Lan, akan tetapi ia tidak berani membantah. Suara Kaisar itu dan keadaannya sungguh amat berpengaruh dan dengan kedua tangan menggigil ia mengeluarkan sebutir buah Giok-ko.
"Hamba mentaati perintah," katanya kemudian. "Harap saja buah ini diberikan kepada putera Paduka yang sakit untuk dimakan mentah-mentah."
Kaisar memberi tanda dengan tangannya dan Bu Kwan Ji maju untuk mewakili Kaisar menerima buah itu. Bukan main mangkelnya hati Goat Lan. Mengapa Kaisar mempercayai orang macam ini" Akhirnya ia dan Hong Beng dipersilakan keluar dari istana. Setelah keluar dari istana yang mewah dan megah itu, Goat Lan membanting-banting kakinya.
"Kaisar bod..."
"Sst," kata Hong Beng mencegah.
"Kita lihat saja bagaimana perkembangannya, Moi-moi. Marah saja takkan ada artinya.
Harus kauingat bahwa pengobatan dan segala jerih payahmu ini bukan khusus untuk menolong Pangeran yang sedang sakit, melainkan untuk menjaga nama suhumu."
Keduanya lalu berjalan perlahan kembali ke hotel mereka.
Tiba-tiba terdengar seruan girang,
"Li-hiap...!"
Mereka menengok dan melihat seorang pemuda tanggung berusia kurang lebih empat belas tahun yang berwajah tampan dan berpakaian indah sedang duduk di atas kuda putih, diiringkan oleh empat orang pengawal berpakaian sebagai guru-guru silat. "Kau...?" Goat Lan merasa kenal dengan pemuda bangsawan ini ketika pemuda tanggung itu melompat turun, teringatlah ia bahwa dia adalah Ong Tek, putera Pangeran Ong yang dulu menjadi murid Ban Sai Cinjin dan yang telah ditolongnya dari bahaya maut ketika diserang oleh gurunya sendiri!
"Li-hiap, kau hendak ke manakah" Sungguh amat menggirangkan hati dapat bertemu dengan penolongku yang tak pernah kulupakan di tempat ini!" Dengan sikap masih kekanak-kanakan Ong Tek lalu menghampiri Goat Lan dan menjura dengan hormatnya. Cepat Goat Lan
membalasnya, karena banyak orang yang melihat mereka dengan mata heran. Siapa yang tidak merasa heran melihat putera pangeran beramah-tamah dengan seorang gadis biasa"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
309 Li-Hiap, marilah kau singgah di rumah orang tuaku, mereka telah merasa rindu dan ingin sekali bertemu dengan penolongku."
Menghadapi keramahan anak ini, Goat Lan tak dapat menolak dan ia menganggukkan
kepalanya. Ong Tek menjadi girang sekali dan ketika ia melihat Hong Beng ia segera bertanya, "Li-hiap, siapakah Twako yang gagah ini?"
"Dia adalah... kawan baikku, dan kedatanganku juga bersama dia."
Ong Tek yang terpelajar itu lalu menjura dan memberi hormat kepada Hong Beng yang membalasnya dengan tersenyum. Ia suka juga melihat anak yang sopan dan peramah ini.
"Silakan naik kuda pengawalku!" kata Ong Tek, yang menyuruh dua orang pengawalnya turun dari kuda. Akan tetapi Goat Lan dan Hong Beng tentu saja menolaknya dan menyatakan lebih baik berjalan kaki. Ong Tek tak dapat memaksa dan ia pun lalu menyuruh para pengawalnya berangkat lebih dulu sambil membawa kudanya, mengabarkan bahwa
penolongnya akan datang ke rumahnya. Ia sendiri lalu bersama dua orang muda itu berjalan kaki!
Rumah gedung Pangeran Ong Tiang Houw, ayah Ong Tek, amat besar dan megah. Pangeran ini cukup berpengaruh, karena dia masih terhitung keluarga dekat dengan Kaisar. Maka ia amat disegani. Akan tetapi oleh karena ia amat setia kepada Kaisar dan tidak mau berbaik dengan para pembesar durna, diam-diam banyak pembesar yang membencinya.
Ketika Goat Lan dan Hong Beng tiba di gedung itu, mereka merasa amat malu-malu dan sungkan karena ternyata bahwa Pangeran Ong Tiang Houw suami-isteri menyambut mereka sendiri sampai di depan pintu, diiringkan oleh banyak sekali pelayan dan pengawal!
Begitu berhadapan, ibu Ong Tek lalu maju dan merangkul Goat Lan. Ia menatap wajah pendekar wanita itu dengan kagum lalu berkata, "Ah, melihat kau begini cantik dan lemah-lembut, sukarlah bagiku untuk percaya cerita Tek-ji (Anak Tek) bahwa kau adalah seorang pendekar wanita gagah perkasa yang telah menolong nyawa anakku."
Goat Lan dengan muka kemerah-merahan mengucapkan kata-kata merendah. Juga Pangeran Ong menyatakan kegembiraan dan kekagumannya.
"Nona, siapakah sebenarnya namamu" Putera kami sendiri tidak tahu siapa nama
penolongnya."
Goat Lan dengan sikap hormat dan manis lalu memperkenalkan namanya dan juga nama Hong Beng. Ketika mendengar bahwa Goat Lan adalah puteri Kwee An dan Hong Beng
putera Pendekar Bodoh, Pangeran Ong makin menghormat sikapnya. Kedua orang muda itu lalu diajak masuk ke dalam di mana mereka diterima dengan jamuan makan yang mewah serta percakapan yang amat ramah tamah dan meriah.
Pada saat mereka sedang makan minum sambil bercakap-cakap, ditemani oleh beberapa orang pengawal kepala yang duduk di meja lain, tiba-tiba seorang penjaga pintu datang menghadap Pangeran Ong dengan wajah pucat.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
310 "Taijin, di luar ada utusan dari Hong-siang (Kaisar) yang minta agar Paduka dan tamu Paduka keluar."
Pangeran Ong mengerutkan kening mendengar ini. Tidak biasa Kaisar mengutus orang pada waktu seperti ini, dan sepanjang ingatannya, tidak ada urusan penting di istana. Betapapun juga, ia berdiri dari tempat duduknya dan Hong Beng yang mendengar ucapan penjaga itu pun lalu bangun berdiri mengikuti tuan rumah keluar dari ruangan dalam. Adapun Goat Lan yang duduk bercakap-cakap dengan Nyonya Ong, hanya memandang ke arah Hong Beng, seakanakan ia menyatakan sudah cukup diwakili oleh tunangannya itu untuk melihat apakah yang terjadi di luar gedung.
Ketika Pangeran Ong dan Hong Beng tiba di luar, ternyata yang datang adalah Perwira Bu Kwan Ji sendiri, diikuti oleh lima orang perwira lain. Melihat Pangeran Ong, Bu Kwan Ji memberi hormat karena kedudukan Pangeran ini jauh lebih tinggi daripada kedudukannya yang hanya sebagai kepala pengawal raja.
"Mohon dimaafkan apabila hamba mengganggu Taijin. Hamba mendapat keterangan bahwa kedua orang muda yang lancang berani memberi obat palsu kepada Pangeran yang sedang sakit berada di gedung Taijin dan hamba datang hendak menangkap mereka." Ia memandang ke arah Hong Beng yang berdiri dengan tenangnya.
Pangeran Ong memandang heran. Sesungguhnya Hong Beng dan Goat Lan tidak
menceritakan kepadanya tentang hal pengobatan itu.
"Bu-ciangkun, apakah kau mengimpi" Memang ada kedua orang tamuku di sini, akan tetapi mereka adalah pendekar-pendekar muda yang gagah perkasa. Inilah seorang diantaranya, ia adalah putera dari Pendekar Bodoh, apakah ini yang kaumaksudkan?"
Bu Kwan Ji tertegun mendengar bahwa pemuda ini adalah putera Pendekar Bodoh, akan tetapi ia dapat menetapkan hatinya dan berkata, "Betul, Taijin. Dia inilah dan seorang gadis telah berani memberi obat palsu kepada Hong-siang dan setelah diberikan kepada Pangeran yang sakit, ternyata obat itu membuat sakitnya lebih berat!"
Hong Beng melangkah maju, "Ciangkun, apakah bicaramu itu boleh dipercaya?"
"Mengapa tidak" Hayo kau menyerah untuk kami tangkap! Kau dan kawanmu telah berani mati mencoba meracuni Pangeran!" Sambil berkata demikian, Bu Kwan Ji bergerak maju diikuti lima orang kawannya. Akan tetapi Hong Beng sudah marah sekali.
"Maaf, Ong-taijin," katanya kepada Pangeran Ong, "terpaksa hamba akan melayani perwira-perwira kasar ini." Ia lalu menantang kepada Bu Kwan Ji dengan suara keras. "Perwira she Bu, aku tidak percaya akan semua ucapanmu itu! Kalau memang benar kata-katamu,
antarkanlah aku dan kawanku ke tempat Pangeran yang sedang sakit berada, agar kami dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri!"
"Hemm, penjahat muda. Apakah kau hendak datang dan membunuh Pangeran dengan kedua tanganmu sendiri, setelah obat racunmu tidak berhasil membunuhnya?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
311 Keadaan menjadi tegang dan Pangeran Ong lalu berlari masuk sambil berkata, "Baik kupanggil Nona Kwee!" Sementara itu, dua orang pengawalnya berdiri menjaga pintu sedangkan Hong Beng berdiri bertolak pinggang dengan sikap menantang.
Tiba-tiba terdengar suara bergelak dari sebelah belakang para perwira itu dan tahu-tahu seorang kakek tua yang berpakaian mewah dan membawa sebatang huncwe panjang
melangkah maju.
"Bu-ciangkun, orang ini mengaku sebagai putera Pendekar Bodoh! Ha-ha-ha! Agaknya semua penjahat muda menggunakah nama Pendekar Bodoh untuk menakut-nakuti orang.
Akan tetapi aku tidak takut! Biarlah aku menolong kalian menangkapnya!"
Orang tua itu bukan lain adalah Ban Sai Cinjin! Biarpun Hong Beng belum pernah melihat sendiri kakek ini, namun ia telah mendengar dari Goat Lan tentang kakek ini. Ketika Ban Sai Cinjin mengirim huncwenya ke arah Hong Beng, pemuda ini merasa betapa angin yang keras menyambar ke arahnya. Cepat ia mengelak dan kini ia tidak merasa ragu-ragu lagi. Melihat kelihaian sambaran huncwe tadi, ia maklum bahwa tentulah ini orangnya yang pernah bertempur dengan Lili dan Goat Lan.
"Apakah ini yang disebut Huncwe Maut?" katanya mengejek. "Biar kulihat sampai dimana sih kepandaianmu maka kau sejahat itu!"
Ban Sai Cinjin merasa penasaran sekali ketika sambaran huncwenya dapat dielakkan dengan secara mudah sekali oleh pemuda itu. Tadinya ia masih memandang rendah dan sama sekali tidak percaya bahwa pemuda ini pun putera Pendekar Bodoh, maka ia lalu maju menyerang dengan cepatnya. Akan tetapi, akhirnya ia merasa ragu-ragu dan terkejut sekali karena gerakan pemuda itu benar-benar luar biasa sekali. Dengan ilmu gin-kang bagaikan seekor burung walet ringannya pemuda itu dapat menghindarkan diri dari serangan-serangan huncwenya, bahkan kini membalas dengan serangan pukulan tangan kosong yang luar biasa sekali. Makin besar rasa terkejutnya ketika ia mengenal ilmu silat pemuda ini sebagai Ilmu Silat Pat-kwa-ciang-hoat, ilmu silat satu-satunya di dunia barat yang menjadi kepandaian seorang tokoh besar.
"Eh, dari mana kau mencuri ilmu silat dari Pok Pok Sianjin?" bentaknya sambil mengayun huncwenya.
"Tua bangka rendah! Pok Pok Sianjin adalah Suhuku, kau mau apa?" Hong Beng memaki sambil mempercepat gerakannya.
Pertempuran berjalan ramai sekali dan sungguhpun Hong Beng menghadapinya dengan tangan kosong, namun dalam beberapa belas jurus ini belum kelihatan pemuda itu terdesak, bahkan ia mempergunakan kegesitan dan keringanan tubuhnya untuk menyambar-nyambar dari atas dan mengirim pukulan dan tendangan ke arah kepala lawannya!
Bukan main terkejut dan marahnya Ban Sai Cinjin. Tadi ia telah menyombong di depan Bu Kwin Ji dan ketiga tabib istana untuk menangkap dua orang muda yang hendak mencoba mengobati Pangeran, akan tetapi sekarang baru menghadapi seorang di antara kedua orang muda itu saja, ia tidak dapat menangkapnya, biarpun pemuda itu bertangan kosong! Ia berseru keras dan dengan cepat ia menjemput tembakau hitam dari kantong tembakau yang
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
312 tergantung pada huncwenya, memasukkan tembakau itu di kepala huncwenya yang masih berapi. Tak lama kemudian mengepullah asap hitam dari huncwenya!
Akan tetapi pada saat itu, berkelebat bayangan putih kemerahan dan tahu-tahu Goat Lan telah melompat dari dalam dan berdiri di depan kedua orang pengawal Pangeran Ong yang berdiri menjaga di depan pintu masuk. Di belakangnya nampak Ong Tek berlari-lari mengikutinya.
Kini keduanya berdiri bengong memandang ke arah mereka yang sedang bertempur. Ong Tek memandang dengan hati berdebar ngeri ketika mengenal bekas gurunya yang sedang
menyerang Hong Beng, adapun Goat Lan juga merasa heran mengapa kakek ini tiba-tiba saja dapat muncul di tempat itu. Akan tetapi ketika ia melihat huncwe yang mengepulkan asap hitam itu, tak terasa pula ia mendekatkan telunjuknya ke mulut. Hatinya gelisah dan ia memandang dengan hati kuatir sekali akan keselamatan tunangannya.
"Hati-hati, Koko, asap tembakaunya beracun! Biar aku menghadapi pesolek tua bangka ini!"
Setelah berkata demikian, ia mencabut sepasang bambu runcingnya dan melompat ke kalangan pertempuran.
Bukan main kagetnya hati Ban Sai Cinjin ketika ia melihat gadis yang pernah mengacau kuilnya dulu. Ia cepat memutar huncwenya untuk menangkis bambu runcing yang telah dikenal kelihaiannya itu. Sungguh sial, pikirnya. Keadaan pemuda itu saja sudah merupakan kesialan baginya, karena tadinya ia tidak percaya bahwa pemuda ini benar-benar putera Pendekar Bodoh dan memiliki ilmu silat sedemikian lihainya, bahkan ternyata masih murid Pok Pok Sianjin pula! Dan sama sekali tidak pernah ia mimpi bahwa gadis yang membawa obat untuk Pangeran itu adalah Kwee Goat Lan yang lihai! Menghadapi kedua orang muda ini, ia tidak akan menang, pikirnya, maka setelah menyemburkan asap hitam tembakaunya, ia lalu melompat mundur dan lari keluar dari tempat itu! Goat Lan memutar sepasang bambu runcingnya untuk memukul buyar asap hitam yang bergumpal-gumpal sedangkan Hong Beng juga melompat mundur sambil menggerakkan kedua tangannya agar mendatangkan angin mengusir asap berbahaya tadi.
Ketika keduanya memandang ke depan, ternyata rombongan perwira tadipun sudah lenyap dari situ! Pangeran Ong Tiang Houw sudah keluar pula dan Pangeran ini marah sekali. Ia membanting-banting kakinya dan berkata dengan gemas,
"Terlalu sekali si Bu Kwan Ji! Aku harus memprotes hal ini di hadapan Kaisar! Perwira itu sudah sepatutnya diganti dengan orang lain! Sungguh kurang ajar, di rumahku berani berlagak seperti itu!"
Adapun Goat Lan merasa marah sekali dan juga mendongkol. "Susah payah Suhu
mencarikan obat sampai mengorbankan nyawa dan aku melanjutkan usahanya mencari obat itu, tidak tahu hanya begini saja terima kasih orang! Koko, apa gunanya mengobati orang yang tidak tahu terima kasih" Aku mau pulang saja ke Tiang-an!"
Biarpun dibujuk oleh Pangeran Ong, Goat Lan tetap tidak mau tinggal lebih lama di gedung Pangeran itu dan bersama Hong Beng lalu keluar dari situ. Akan tetapi Hong Beng berhasil membujuk Goat Lan agar jangan meninggalkan kota raja dulu.
"Moi-moi, hatiku masih merasa amat curiga terhadap Bu Kwan Ji itu! Siapa tahu kalau-kalau dia yang main gila dan bukan Kaisar yang menyuruh tangkap kita" Dan siapa tahu pula kalau dia bermain gila dan mengganti obat buah mutiara itu dengan lain buah?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
313 Terkejut Goat Lan memandang kepada Hong Beng. "Mungkinkah ada orang berpangkat
pengawal istana yang menghendaki kematian Pangeran?"
"Siapa tahu?" Hong Beng menggerakkan kedua pundaknya. "Menurut Ayah, di dunia ini banyak sekali terjadi kejahatan-kejahatan yang mengerikan. Iblis telah berkuasa di banyak hati manusia. Oleh karena itu, biarlah kita untuk sementara tinggal di hotel dan menanti perkembangan selanjutnya. Kita tak usah kuatir, biarpun ada Ban Sai Cinjin yang membantu Bu Kwan Ji, kita tak perlu takut!"
Disebutnya nama ini membuat Goat Lan mengerutkan keningnya. "Aku tidak takut kepada Huncwe Maut itu, hanya aku merasa heran sekali bagaimana kakek jahat itu bisa sampai ikut campur tangan" Benar-benar aneh!"
Memang ucapan Goat Lan beralasan. Mungkin para pembaca juga merasa heran seperti gadis cantik itu. Bagaimanakah tahu-tahu Ban Sai Cinjin bisa muncul di kota raja dan ikut melakukan penangkapan dan membantu Bu Kwan Ji"
Setelah rumahnya menderita amukan Lie Siong yang membakar dan membunuh banyak anak buahnya, diam-diam Ban Sai Cinjin menjadi terkejut dan mulai merasa kuatir. Ternyata bahwa keturunan Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya amat tinggi ilmu kepandaiannya dan juga amat ganasnya. Memang betul bahwa dia telah berhasil mengundang pembantu-pembantu yang tangguh seperti suhengnya sendiri Wi Kong Siansu yang ilmu kepandaiannya belum tentu kalah oleh Pendekar Bodoh, juga telah berhasil mengundang Thai-lek Sam-kui, Tiga Iblis Geledek dari Hailun yang juga memiliki ilmu kepandaian yang boleh diandalkan dan hanya sedikit di bawah tingkat Wi Kong Siansu. Ia lalu mengadakan perundingan dengan suhengnya dan tiga orang Iblis Geledek itu, bagaimana untuk menghadapi musuh-musuh besarnya, yaitu Pendekar Bodoh dan keturunan serta kawan-kawannya.
"Mereka itu terlalu sombong dan mengandalkan kepandaian mereka," kata Ban Sai Cinjin,
"kalau kita tidak mengambil tindakan, akan hancurlah nama kita! Seorang pemuda keturunan Pendekar Bodoh berani sekali membunuh orang-orangku, tamu-tamuku dan juga membakar rumahku, sungguh hebat sekali! Ilmu kepandaian Bu Pun Su ternyata telah diwarisi oleh orang-orang muda yang ganas dan kejam!" Memang mudahlah bagi mulut untuk mengatakan kejam pada lain orang, sama sekali tidak ingat akan kekekejaman sendiri yang dianggapnya selalu benar!
"Biarlah aku pergi mengunjungi Pendekar Bodoh untuk menegurnya dan sekalian
menyampaikan undangan untuk pibu di puncak Thai-san tahun depan, bagaimana
pikiranmu?" tiba-tiba Wi Kong Siansu bertanya.
Tentu saja semua orang menyatakan persetujuan. "Akan lebih baik lagi kalau begitu. Kita bisa mempersiapkan diri, dan kalau Suheng bertemu dengan kawan-kawan sehaluan di tengah perjalanan, boleh sekalian minta bantuan mereka."
Hailun Thai-lek Sam-kui tertawa bergelak dan saling pandang. "Masih tahun depan"
Alangkah lamanya, kami kira sekarang akan diadakan pibu! Ah, kalau begitu biarlah kami bertiga melancong dulu menghibur hati, nanti musim semi tahun depan kami akan datang di Thai-san!" kata Thian-he Te-it Siansu, kakek yang kate gemuk dan selalu membawa payung itu. Tiga orang ini termasuk orang-orang aneh yang tidak dapat dihalangi kehendaknya, maka Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
314 Ban Sai Cinjin juga tidak dapat mencegah keberangkatan mereka. Ia amat mengharapkan bantuan orang-orang ini dan kalau mereka sudah berjanji akan datang membantu pada nanti tahun depan di puncak Thai-san, tentu mereka tidak akan melanggar janji. Ia lalu memberi bekal banyak uang emas dan barang-barang berharga, yang diterima oleh Hailun Thai-lek Sam-kui dengan gembira.
Demikianlah, Wi Kong Siansu dan muridnya, Song Kam Seng, berangkat menuju ke Shaning untuk mencari Pendekar Bodoh dan di tengah perjalanan, yaitu di Lianing, ia bertemu dengan Lili dan Lo Sian sebagaimana telah dituturkan di depan dan menyampaikan tantangan pibunya melalui gadis puteri Pendekar Bodoh itu.
Setelah Thai-lek Sam-kui pergi, Ban Sai Cinjin yang ditinggal seorang diri merasa tidak enak sekali. Diam-diam ia memikirkan nasibnya yang seakan-akan dikelilingi oleh lawan-lawan muda yang amat tangguhnya. Ia tidak merasa gentar, akan tetapi sesunguhnya ada perkara yang lebih penting dan besar daripada perkara permusuhannya dengan golongan Pendekar Bodoh. Dari para sahabatnya di kota raja, ia mendengar tentang keadaan yang amat genting di dalam istana. Biarpun dari luar tidak terdengar sesuatu dan rakyat hanya mengetahui bahwa Pangeran Mahkota telah sakit keras sekali, akan tetapi sebetulnya di dalam istana terjadi perebutan kekuasaan yang hebat!
Ban Sai Cinjin adalah seorang yang mempunyai cita-cita besar. Ia amat haus akan kedudukan tinggi dan kemewahan hidup, dan keadaannya yang telah kaya raya itu masih belum memuaskan nafsunya. Alangkah baiknya kalau ia bisa menjadi pembesar tinggi, menjadi bangsawan yang dihormati oleh laksaan orang!
Telah lama ia menjadi sahabat Ang Lok Cu, tosu yang berjuluk Ngo-tok Lo-koai dan yang kini tiba-tiba kejatuhan bintang dan menjadi tabib istana berkat pertolongan Bu Kwan Ji. Ia lalu menghubungi sahabatnya ini dan diperkenalkan kepada Bu Kwan Ji. Perwira yang cerdik ini amat gembira dapat berkenalan dengan Ban Sai Cinjin, karena orang macam inilah yang amat dibutuhkan untuk membantunya mencapai cita-cita. Biarpun ketiga orang ahli obat itu merupakan tenaga-tenaga yang cakap, akan tetapi ilmu silat mereka kurang tinggi. Semenjak perkenalan itu, Ban Sai Cinjin selalu mengadakan hubungan dengan Bu Kwan Ji dan kaki tangannya, atau lebih tepat lagi, dengan kaki tangan selir Kaisar yang bercita-cita mengangkat puteranya sendiri menjadi pengganti kaisar!
Persekutuan gelap dibentuk dan Ban Sai Cinjin telah menyanggupi untuk mempersiapkan pasukan yang kuat dari Mongol apabila sewaktu-waktu terjadi perang. Muridnya, Bouw Hun Ti di rumah melawat ke Mongol dan mengadakan hubungan dengan kepala suku Mongol yang dikenalnya baik, yaitu Malangi Khan.
Kemudian Ban Sai Cinjin teringat akan bekas muridnya, yaitu Ong Tek. Ia merasa menyesal sekali mengapa ia telah kehilangan Ong Tek, oleh karena ia tahu bahwa ayah Ong Tek, yaitu Pangeran Ong Tiang Houw, adalah seorang pembesar yang amat berpengaruh di dalam istana.
Dan sekarang ia bahkan telah menanam kebencian di dalam hati Ong Tek yang tentu saja telah menuturkan semua peristiwa yang terjadi kepada ayahnya!
"Ong Tek merupakan bahaya besar, Suhu," kata Hok Ti Hwesio, murid satu-satunya yang amat dipercaya oleh Ban Sai Cinjin. "Akan baik sekali kalau Suhu bisa mencari dan membunuhnya agar ia tidak banyak membuka mulutnya memburukkan nama Suhu."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
315 Demikianlah, dengan hati kesal setelah semua orang pergi, ia lalu memesan Hok Ti Hwesio agar menjaga kuilnya, kemudian ia lalu berangkat ke kota raja, dengan tujuan pertama-tama untuk mengadakan perundingan dengan Bu Kwan Ji tentang perkembangan cita-cita mereka, kedua kalinya untuk mencari dan kalau mungkin membunuh bekas muridnya, yaitu Ong Tek!
Dan pada saat ia tiba di gedung tempat kediaman Bu Kwan Ji itulah maka kebetulan sekali Bu Kwan Ji sedang menghadapi urusan besar, yaitu datangnya dua orang muda yang
mewakili Sin Kong Tianglo membawa obat untuk Pangeran Mahkota yang sedang sakit!
Dengan lincahnya, Bu Kwan Ji berunding dengan selir Kaisar yang menyampaikan kepada Kaisar tentang adanya dua orang muda yang mencurigakan dan yang katanya datang
membawa obat untuk Pangeran.
"Mereka itu masih muda, mana bisa memiliki kepandaian tinggi?" Kaisar dibujuk oleh selirnya. "Boleh mencoba obat mereka, akan tetapi lebih baik mereka jangan diperbolehkan mendekati Pangeran, siapa tahu kalau mereka itu utusan para pemberontak yang diam-diam hendak membunuh Pangeran?"
Bujukan itu termakan oleh Kaisar dan sebagaimana dituturkan di bagian depan, Goat Lan dan Hong Beng tidak diperbolehkan mendekati Pangeran, hanya buah Giok-ko saja yang diterima oleh Kaisar. Mudah sekali diduga bahwa setelah obat itu diberikan kepada tiga orang tabib istana untuk dicobakan kepada Pangeran yang sakit, obat itu telah dibuang dan diganti dengan obat lain yang tidak ada khasiatnya bahkan yang merusak kesehatan Pangeran yang malang itu.
Kaisar menjadi marah dan menyuruh Bu Kwan Ji pergi mencari dan memanggil kedua orang muda yang telah membawa obat palsu!! Perwira she Bu ini karena merasa kuatir kalau-kalau dua orang muda itu melawan, lalu mengajak Ban Sai Cinjin pergi mengunjungi rumah gedung Pangeran Ong. Sungguh hal yang kebetulan sekali, pikir mereka, karena kedua orang muda itu ternyata kenal baik dengan Pangeran Ong. Kesempatan sekali untuk memfitnah keluarga Pangeran Ong!
Siasat yang licin, akal busuk dijalin oleh para pengkhianat itu dan Hong Beng bersama Goat Lan merasa kuatir, tidak tahu apakah yang akan terjadi selanjutnya. Mereka tidak tahu bahwa musuh-musuh tersembunyi sedang mengatur siasat yang jahat terhadap mereka dan keluarga Pangeran Ong! Bu Kwan Ji membawa Ban Sai Cinjin menghadap Kaisar. Dengan pandai sekali ia menuturkan bahwa kedua orang muda itu telah dilindungi oleh Pangeran Ong Tiang Houw, dan bahkan kedua orang itu berkepandaian tinggi, melawan ketika hendak ditangkap.
"Baiknya ada Losuhu ini yang menolong hamba, kalau tidak, hamba tentu akan binasa oleh mereka" kata Bu Kwan Ji menutup laporannya.
"Hamba sudah tahu bahwa mereka itu adalah keturunan Pendekar Bodoh, seorang yang terkenal sebagai pemberontak di masa pemerintahan ayah Paduka." Ban Sai Cinjin berkata kepada Kaisar. "Agaknya Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya masih saja mempunyai
keinginan untuk memberontak dan bersekutu dengan bangsawan-bangsawan yang berhati khianat!"
Bukan main marahnya Kaisar mendengar ucapan-ucapan yang menghasut ini.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
316 "Bagaimana mungkin?" katanya ragu-ragu. "Ong Tiang Houw adalah seorang pembesar yang setia, bahkan masih terhitung keluarga istana! Agaknya tak mungkin ia berhati khianat dan mengadakan perhubungan dengan segala pemberontak dan penjahat.
"Hamba tidak berani menuduh," kata Bu Kwan Ji, "hanya akan lebih aman dan baik sekali apabila Pangeran Ong dipanggil untuk memberikan keterangan."
"Baik, kau pergi dan panggil dia datang, seluruh keluarganya!" bentak Kaisar. "Dan Losuhu ini, siapakah namanya?"
"Hamba disebut orang Ban Sai Cinjin, seorang hamba sahaya biasa saja yang bersedia mengorbankan tenaga dan nyawa untuk negara."
"Bagus, kaubantulah Bu Kwan Ji, akan kupikirkan kedudukan yang sesuai dengan jasamu!"
Bukan main girangnya hati Ban Sai Cinjin mendengar ucapan Kaisar ini dan lalu
mengundurkan diri untuk melakukan. tugas yang diperintahkan oleh Kaisar. Untuk kali ini, Bu Kwan Ji menerima surat kuasa yang berupa bendera lengki (bendera tanda pesuruh kaisar). Dengan lengki di tangannya, mudah saja Bu Kwan Ji membawa Pangeran Ong sekeluarganya, digiring semua ke tahanan, sementara menanti perintah Kaisar untuk memeriksa mereka. Suara tangis riuh-rendah memenuhi tempat tahanan akan tetapi Pangeran Ong Tiang Houw dengan tenang berkata,
"Tak usah menangis! Kita telah difitnah orang, akan tetapi mengapa gelisah" Tunggulah sampai aku dapat bertemu dengan Kaisar, tentu aku akan sanggup menyadarkan Kaisar yang agaknya dihasut oleh mulut jahat!"
*** Alangkah terkejutnya hati Hong Beng dan Goat Lan ketika mereka mendengar dari pelayan hotel bahwa keluarga Pangeran Ong telah ditangkap oleh perwira-perwira istana! Hal ini adalah sebuah hal yang aneh dan mengejutkan orang, maka tentu saja berita ini tersiar dengan cepatnya sehingga pelayan itu pun mendengar lalu menyampaikan kepada semua tamu hotel.
"Sungguh aneh, agaknya dunia akan kiamat!" pelayan yang doyan cerita itu menutup penuturannya. "Pangeran Ong adalah seorang yang amat berpengaruh dan ditakuti, ia selalu dekat dengan Hong-siang karena kabarnya ia masih saudara dari Hong-houw (Permaisuri).
Akan tetapi siapa tahu akan nasib orang" Ah, kasihan, Pangeran Ong sekeluarga terkenal amat dermawan dan budiman. Apalagi puteranya, Ong Kongcu yang suka sekali datang ke sini dan bercakap-cakap dengan semua orang. Ia amat peramah dan tidak sombong, naik kuda mengelilingi kota, bergaul dengan semua orang, tidak seperti putera-putera bangsawan lain yang besar kepala dan..."
Baru sampai di situ kata-katanya, tiba-tiba ia menutup mulut dan wajahnya menjadi pucat.
Serombongan perwira berbaris menuju ke hotel itu dengan sikap galak dan mengancam!
Ributlah semua orang dan semua tamu bersembunyi di kamar masing-masing. Pelayan itu terpaksa dengan kaki gemetar menuju ke pintu bersama pelayan-pelayan lain mengiringi pengurus hotel menyambut barisan itu.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
317 "Pelayan itu terlampau lancang mulut, tentu ia akan ditangkap!" terdengar seorang tamu berkata perlahan.
Akan tetapi Hong Beng dan Goat Lan berpikir lain. Mereka saling pandang dan cepat masuk ke kamar masing-masing. Sekejap kemudian mereka telah keluar pula dan telah
menggendong semua barang-barang mereka, siap untuk meninggalkan tempat itu!
Benar saja dugaan mereka, begitu mereka keluar dari kamar, pengurus hotel dan para pelayan yang agaknya bercakap-cakap dengan para perwira, lalu menudingkan jari mereka ke arah Hong Beng dan Goat Lan. Tiba-tiba Bu Kwan Ji dan perwira-perwira kelas satu dari istana maju menyerbu dan mengurung kedua orang muda itu!
Goat Lan memandang kepada kedua orang hwesio yang seperti telah dikenalnya itu, akan tetapi ia lupa lagi di mana ia pernah bertemu dengan mereka. Ia tidak diberi kesempatan untuk mengingat-ingat hal itu, karena mereka telah mengeroyok dan kepandaian mereka ternyata tidak boleh dipandang ringan. Ban Sai Cinjin sendiri sudah amat tangguh, juga dua orang hwesio dan tosu itu merupakan tandingan-tandingan yang tak boleh dibuat main-main. Bu Kwan Ji dan tujuh orang perwira kelas satu dari istana yang sudah menjadi kaki tangannya juga memiliki kepandaian yang cukup hebat, maka Goat Lan dan Hong Beng cepat mencabut senjata mereka. Hong Beng mengeluarkan tongkat hitamnya, yaitu tongkat tanda pangkat sebagai ketua Hek-tung Kai-pang, sedangkan Goat Lan lalu mencabut sepasang bambu runcingnya.
Tempat di mana mereka bertempur itu amat sempit, maka Hong Beng lalu berseru, "Hayo kita keluar!" Goat Lan mengerti maksud tunangannya maka ia lalu menerjang pengeroyoknya dan merobohkan seorang perwira. Demikian pula Hong Beng berhasil mengemplang kepala seorang perwira dan bersama Goat Lan cepat melompat ke halaman hotel. Di sini tempatnya lebih luas sehingga mereka akan dapat melakukan perlawanan dengan baik. Akan tetapi baru saja kaki mereka menginjak halaman hotel tiba-tiba puluhan batang anak panah menyambar dari luar. Cepat mereka menggerakkan senjata dan memutarnya melindungi tubuh. Ketika mereka memandang, ternyata bahwa tempat itu telah dikurung oleh pasukan yang banyak sekali jumlahnya!
Jalan keluar tidak ada lagi dan terpaksa Hong Beng dan Goat Lan lalu menghadapi lagi serbuan Ban Sai Cinjin dan kawan-kawannya yang sudah mengejar pula sampai di situ. Hal ini menguntungkan bagi kedua orang muda itu karena dengan adanya keroyokan para perwira, maka pasukan pemanah itu tidak berani mempergunakan anak panah mereka lagi.
Pertempuran berjalan seru sekali. Yang amat mendesak adalah Ban Sai Cinjin. Kali ini karena banyak kawannya, Ban Sai Cinjin bertempur dengan semangat besar dan huncwenya benar-benar merupakan senjata maut bagi Hong Beng dan Goat Lan. Sekali saja mereka terkena pukulan huncwe yang selalu ditujukan ke arah kepala mereka, akan celakalah mereka!
Ketika kedua orang muda itu terpaksa hendak menggunakan tangan besi dan membunuh para pengeroyoknya untuk dapat mencari jalan keluar, tiba-tiba terdengar sorak-sorai dan lapat-lapat terdengar oleh Hong Beng dan Goat Lan.
"Bantu pangcu kita...!"
Keadaan pasukan yang tadinya mengurung tempat itu, tiba-tiba menjadi heboh dan geger.
Ternyata mereka telah diserang secara tiba-tiba dan dari belakang oleh serombongan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
318 pengemis bertongkat hitam! Ternyata bahwa tadi ketika Hong Beng melompat keluar dari dalam hotel dan dikeroyok oleh para perwira, ada beberapa orang anggauta Hek-tung Kaipang berada di luar hotel itu. Melihat betapa pemuda gagah itu bersenjatakan tongkat hitam yang mereka kenal sebagai tongkat pusaka dari Hek-tung Kai-pang, tahulah mereka bahwa pemuda ini tentulah pangcu yang baru sebagaimana telah mereka dengar dari para pemimpin cabang mereka. Sebentar saja, atas bunyi siulan rahasia mereka, datanglah berpuluh-puluh pengemis anggauta Hek-tung Kai-pang, bahkan para pemimpin yang berkedudukan di kota raja secara sembunyi-sembunyi juga muncul dan melakukan pengeroyokan terhadap para tentara kerajaan yang mengurung itu!
Hong Beng merasa girang sekali. Bersama Goat Lan ia lalu melompat jauh dan mencari jalan keluar dari tempat di mana para pengemis tongkat hitam itu menyerbu. Sambil memutar tongkat hitamnya dan merobohkan beberapa belas tentara yang mengeroyok, ia berseru,
"Aku pergi, lekas kalian mencari jalan aman!" Setelah berkata demikian, ia dan Goat Lan melompat ke atas genteng dan melenyapkan diri di balik wuwungan rumah-rumah yang tinggi. Juga kawanan jembel yang setia itu lalu melarikan diri ke sana ke mari, memecah rombongan sehingga sukarlah bagi barisan kerajaan untuk mengejar mereka. Juga tidak ada perintah mengejar para pengemis itu, sebaliknya Bu Kwan Ji berteriak-teriai memerintahkan anak buahnya untuk mengejar dua orang muda tadi! Akan tetapi kemanakah mereka harus mengejar" Dua orang muda itu melompat ke atas genteng bagaikan dua ekor burung walet saja, dan biarpun para perwira mengikuti Ban Sai Cinjin mengejar, akan tetap mereka ini tertinggal jauh oleh Ban Sai Cinjin yang gerakannya cepat sekali.
Setelah mengejar agak jauh dan mendapatkan dirinya hanya sendiri saja, Ban Sai Cinjin menjadi gentar. Kalau hanya seorang diri, andaikata ia dapat menyusul, bagaimana ia akan dapat menangkap kedua orang muda yang lihai itu" Terpaksa ia menunda kejarannya dan membiarkan kedua orang muda itu melarikan diri dengan cepat.
"Tutup semua pintu gerbang! Perkuat penjagaan! Jangan biarkan mereka lolos dari kota!"
seru Bu Kwan Ji dengan marah sekali. Di dalam kemarahannya terhadap Hong Beng dan Goat Lan, perwira ini sampai lupa kepada para pengemis tongkat hitam yang tadi menolong kedua orang muda itu!
Hong Beng dan Goat Lan lari terus sampai di ujung kota yang sunyi.
"Mari ikut aku!" gadis itu mengajak tunangannya dengan suara tegas.
"Ke mana, Moi-moi?" tanya Hong Beng.
"Ke istana, mencari Pangeran Mahkota!"
Hong Beng mempunyai pikiran yang cerdas dan mudah menangkap maksud kata-kata orang, maka ia diam saja dan keduanya lalu berlari menuju ke istana yang megah itu. Untung bagi mereka bahwa semua penjagaan dikerahkan untuk menjaga seluruh pintu gerbang dan merondai dinding kota sebagaimana yang diperintahkan oleh Bu Kwan Ji, sehingga di dalam kotanya sendiri hanya beberapa orang perwira saja melakukan penggeledahan di sana-sini.
Senja hari telah mendatang dan keadaan telah hampir gelap ketika keduanya telah tiba di dekat dinding tinggi yang mengelilingi istana kaisar.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
319 Tidak mudah bagi kedua orang muda itu untuk dapat memasuki istana dan melalui dinding yang tinggi sekali itu. Untuk masuk lewat depan tidak mungkin sekali dan masuk dengan jalan melompati dinding yang begitu tinggi, juga sukar. Mereka berjalan ke sana ke mari mencari dinding yang agak rendah, akan tetapi sia-sia belaka. Ada beberapa batang pohon yang cukup tinggi untuk menjadi jembatan, akan tetapi pohon-pohon ini letaknya jauh dari dinding, sehingga melompat dari pohon ke atas dinding, bahkan lebih sukar daripada melompat dari atas tanah. Mereka duduk di bawah dinding dengan hati kecewa, keduanya tidak mengeluarkan suara dan termenung memutar otak. Tiba-tiba Hong Beng berkata girang,
"Ah, aku mendapat akal, Lan-moi! Kau tentu akan dapat masuk ke dalam dengan melompat ke atas dinding."
"Bagaimana aku dapat melompati dinding setinggi itu, Koko?"
"Kau melompat lebih dulu dan aku mendorongmu dari bawah! Dengan meminjam tanganku, bukankah kau akan dapat melompat lagi ke atas?"
Untuk sesaat Goat Lan memandang kepada tunangannya dengan sepasang matanya yang seperti mata burung Hong itu, kemudian wajahnya berseri girang.
"Ah, benar juga kata-katamu, Koko. Mengapa aku tidak dapat berpikir sampai di situ?"
Tiba-tiba Hong Beng mengerutkan keningnya. "Sayangnya, hanya kau saja yang bisa masuk ke dalam istana untuk mencari Pangeran dan mengobatinya. Bagaimana hatiku bisa tenteram kalau membiarkan kau masuk seorang diri di tempat berbahaya itu" Dengan menanti kembalimu di luar dinding ini aku akan merasa seakan-akan berdiri di atas besi panas!"
Kini Goat Lan yang berkata dengan gembira, "Mengapa susah-susah" Pohon itu dapat menolongmu!"
Giliran Hong Beng yang sekarang memandang kepada tunangannya dengan mata bodoh
karena sungguh-sungguh ia tidak mengerti apa maksud gadis itu.
"Pohon itu letaknya terlalu jauh dari dinding, bagaimana pohon itu bisa menolongku?"
"Koko, kau tidak ingat kepada cabangnya yang panjang!" seru gadis itu yang segera melompat ke arah pohon besar dan kemudian ia melompat ke atas, memilih cabang yang panjang dan kuat. Dengan sekali renggut saja patahlah cabang itu yang cepat dibersihkan daun-daunnya sehingga merupakan sebatang tongkat panjang.
"Nah, kalau aku sudah berhasil sampai di atas, kaulemparkan tongkat ini kepadaku.
Kemudian kau melompat dan kuterima dengan tongkat ini, bukankah beres?"
Girang sekali hati Hong Beng. Ia menangkap tangan Goat Lan sambil memuji, "Moi-moi, kau benar-benar hebat! Kau cerdik sekali dan... dan... cantik manis!"
"Hush, bukan waktunya untuk bersendau-gurau, Koko!" kata Goat Lan merengut dan
mencubit lengan pemuda itu, akan tetapi sepasang matanya bersinar bangga dan kerlingnya menyambar hati Hong Beng, menyuburkan cinta kasih yang sudah berakar di dalam hati pemuda itu.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
320 "Nah, sekarang melompatlah, Moi-moi. Melompatlah dengan lurus ke atas, dekat dinding, kemudian tarik kakimu ke atas sehingga kalau aku sudah menyusul di bawahmu, kau dapat mengenjotkan kakimu di atas tanganku!"
Goat Lan mengangguk maklum, lalu membereskan pakaiannya, mengikat erat tali
pinggangnya dan membereskan letak buntalan pakaian dan obat yang berada di punggungnya.
"Siap, Koko!" kata gadis itu sambil menghampiri dinding. Hong Beng berdiri di belakangnya dan ketika gadis itu melompat ke atas, ia pun menyusul di bawahnya! Keduanya
mempergunakan gerat lompat Pek-liong-seng-thian (Naga Putih Naik ke Langit). Tubuh Goat Lan yang ringan itu meluncur pesat ke atas dan ketika ia merasa bahwa tenaga luncurannya telah hampir habis, ia lalu menarik kedua kakinya ke atas. Tepat pada saat melayang turun kembali, ia merasa betapa kedua tangan Hong Beng yang kuat telah menyangga sepasang telapak kakinya. Goat Lan diam-diam memuji tunangannya ini karena dengan gerakan ini ternyata bahwa tenaga lompatan Hong Beng masih menang sedikit jika dibandingkan dengan tenaga loncatannya. Karena kini mendapat tempat untuk kedua kakinya, Goat Lan lalu mengenjot lagi ke atas dan tubuhnya melayang makin tinggi sehingga ia dapat mencapai dinding itu. Tangannya menyambar pinggiran dinding dan sekali ia mengayun tubuh ke atas, ia telah berada di atas dinding yang tinggi itu! Ia memandang ke sebelah dalam dan untung sekali bahwa mereka tiba di dinding yang menutupi sebuah taman bunga yang amat indahnya sehingga gadis ini menjadi takjub melihat demikian banyaknya pohon-pohon bunga yang menyerbakkan keharuman. Sayang bahwa keadaan sudah agak gelap hingga ia tidak dapat menikmati tata warna yang luar biasa dari taman bunga itu. Saking kagumnya, Goat Lan sampai lupa kepada Hong Beng. Ia terkejut ketika mendengar seruan Hong Beng, "Moi-moi, terimalah tongkat ini!" Cepat ia memutar tubuhnya dan menghadap keluar lagi. Dinding itu tebal sekali, lebar permukaan dinding yang diinjaknya lebih dari dua kaki, sehingga ia boleh berdiri dengan enak dan tetap di atas dinding itu.
Hong Beng melempar tongkat panjang ke atas dan diterima oleh Goat Lan dengan mudahnya.
Ketika gadis itu duduk di atas tembok, tangan kiri merangkul tembok dan tangan kanan memegang ujung tongkat yang diulur ke bawah maka ujung tongkat di bawah telah mencapai tempat yang cukup rendah bagi Hong Beng untuk melompat dan menangkapnya. Akan tetapi pemuda ini masih berkuatir kalau-kalau Goat Lan tidak akan kuat menahan berat tubuhnya dengan tongkat itu, maka sebelum meloncat ia berseru,
"Moi-moi, kalau nanti terlalu berat bagimu, kaulepaskan saja tongkat itu jangan sampai kau ikut jatuh ke bawah!"
"Kaukira aku orang apa?" bantah Goat Lan pura-pura marah, akan tetapi suaranya terdengar bersungguh-sungguh. "Kalau kau jatuh, aku pun ikut jatuh pula!"
"Eh, eh, jangan begitu, Lan-moi. Kalau kau lepaskan tongkat itu, jatuhku tidak dari tempat terlalu tinggi dan paling-paling aku hanya akan lecet-lecet saja. Akan tetapi kau... dari tempat begitu tinggi!"
"Aku juga takkan mati jatuh dari tempat setinggi ini!"
Hong Beng menjadi bingung. Ia ragu-ragu untuk melompat, karena ia maklum bahwa gadis itu betul-betul takkan membiarkan ia jatuh sendiri! Tiba-tiba pemuda itu lalu berlari ke tempat Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
321 di mana terdapat pohon besar tadi. Goat Lan memandang heran, akan tetapi ia melihat pemuda itu telah melompat naik ke atas pohon dan menggunakan pedangnya untuk membabat putus sebatang cabang yang panjang. Ketika Hong Beng sudah tiba di tempat tadi, tahulah Goat Lan bahwa pemuda itu telah mengambil dan membuat sebatang tongkat seperti tadi panjangnya, hanya saja kini tongkat ini ujungnya ada kaitannya. Pemuda yang cerdik ini telah mengambil cabang yang ada kaitannya dan kemudian ia berkata,
"Moi-moi, taruh saja tongkat itu di atas dinding, dan kaupakailah tongkat ini!" Ia melontarkan tongkat baru ini ke atas yang disambut dengan mudahnya oleh Goat Lan. Gadis ini menjadi girang sekali, karena tentu saja dengan tongkat ini, tidak usah kuatir tunangannya akan jatuh kembali karena ia tidak kuat menahan berat tubuhnya. Ia lalu memasang kaitan tongkat itu pada dinding, dan memegang kaitan itu menjaga jangan sampai kaitannya terlepas.
"Lompatlah, Koko!" teriaknya ke bawah.
Hong Beng mengumpulkan tenaga kakinya, lalu mengenjot tubuhnya ke atas. Ketika
tangannya dapat mencapai ujung tongkat yang tergantung di bawah, ia menangkap tongkat itu dan dengan cekatan sekali ia lalu naik ke atas, merayap melalui tongkat. Setelah tiba di atas dinding, ia mengomel kepada tunangannya,
"Lan-moi, lain kali jangan kau main nekad begitu. Kalau aku tidak mendapat akal ini, aku takkan berani melompat naik dan membiarkan kau jatuh ke bawah."
Goat Lan tersenyum manis, kemudian teringat akan tugasnya lagi.
"Mari kita turun ke dalam," katanya, "baiknya ada dua tongkat ini yang akan dapat membantu kita."
Gadis yang berani itu lalu melompat turun lebih dulu dengan tongkat yang dipegangnya merupakan pembantu yang amat berguna. Sebelum tubuhnya tiba di tanah, ia lebih dulu menancapkan tongkat itu sehingga dapat menahan tenaga luncurannya. Setelah tenaga luncuran itu habis, ia lalu melompat ke bawah dengan ringannya. Kedua kakinya tidak mengeluarkan suara sedikitpun juga.
Hong Beng segera meniru gerakan kekasihnya ini dan kini mereka berdua telah berada di dalam taman.
"Aduh indahnya kembang ini..." kata Goat Lan sambil menghampiri sekelompok bunga seruni kuning yang indah. Gadis ini bagaikan seekor kupu-kupu. Dengan lincah dan gembira ia berlari-larian dari satu ke lain bunga, riang gembira seperti anak-anak.
"Lan-moi, apakah kita masuk ke sini hanya untuk bermain-main di taman bunga ini?" tanya Hong Beng menegur tunangannya dengan pandang mata kagum karena sungguh cocok sekali bagi seorang gadis cantik berada di taman indah penuh kembang.
"Koko, bunga ini cocok sekali untukmu!" Goat Lan seakan-akan tidak mendengar ucapan Hong Beng. Ia memetik setangkai bunga seruni dan membawa bunga itu kepada Hong Beng.
Dengan sikap yang menyayang ia lalu memasukkan tangkai kembang itu ke lubang kancing pada dada Hong Beng. Terharu juga hati pemuda ini melihat kelembutan tunangannya. Ia Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
322 meremas tangan Goat Lan, kemudian tanpa berkata-kata ia lalu memetik pula setangkai seruni merah yang ditancapkannya di atas rambut kekasihnya.
"Hayo kita mencari Pangeran," katanya kemudian. Ucapan ini mengusir hikmat taman bunga dan kasih sayang mesra. Keduanya lalu berjalan dengan hati-hati sekali sampai ke ujung taman bunga di mana terdapat sebuah pintu.
Tiba-tiba mereka mendengar suara orang bercakap-cakap di belakang pintu itu.
Ketika mereka mendengarkan dengan penuh perhatian dan tahu bahwa yang bercakap-cakap itu hanyalah dua orang penjaga pintu belakang, cepat kedua orang muda perkasa ini lalu membuka pintu dengan tiba-tiba. Dua orang penjaga yang memandang dengan celangap itu tak diberi kesempatan membuka suara. Begitu tangan Goat Lan dan Hong Beng bergerak, keduanya telah kena ditotok sehingga menjadi kaku tak dapat bergerak maupun bersuara lagi.
Hong Beng mencabut tongkatnya. Setelah membebaskan seorang penjaga dari totokannya, ia menempelkan ujung tongkat pada leher orang itu sambil berkata,
"Hayo katakan terus terang di mana kamar Pangeran Mahkota!"
Penjaga itu biarpun tubuhnya menggigil, mukanya pucat, dan bibirnya gemetar namun ia menggeleng kepalanya dan berkata, "Tidak, tidak! Kami telah banyak menerima budi Hong-siang (Kaisar), dan Putera Mahkota amat budiman. Biarpun aku akan kaubunuh, aku takkan mengkhianati Putera Mahkola! Kau tidak boleh membunuhnya!"
Tersenyum Hong Beng mendengar ini. Ia suka dan kagum melihat kesetiaan penjaga pintu, pegawai rendah ini. Tiba-tiba ia mendapat pikiran yang baik sekali.
"Dengar, sahabat. Kami berdua datang sama sekali bukan membawa maksud jahat. Kami datang hendak mengobati Putera Mahkota, akan tetapi kami dihalang-halangi oleh Bu Kwan Ji si jahanam. Maukah kau membantu kami menolong pangeranmu itu?"
Penjaga itu memandang kepada Hong Beng dengan curiga. "Siapa tahu betul tidaknya bicaramu ini?" tanyanya.
Goat Lan turun tangan dan berkata, "Dengarlah, Lopek (Uwa). Aku adalah murid dari Yok-ong (Raja Obat) Sin Kong Tianglo dan aku benar-benar datang hendak menolong Pangeran Mahkota. Kau percayalah dan tunjukkan kepadaku di mana tempat Pangeran itu."
Melihat Goat Lan, lenyaplah kecurigaan penjaga itu. Gadis secantik dan seramah ini dengan sepasang mata yang indah dan halus itu tak mungkin jahat.
"Baiklah, aku akan membantumu. Kalau aku salah duga ternyata kau datang hendak
melakukan kejahatan, biarlah nyawaku akan menjadi setan yang mengejar-ngejarmu! Pada waktu ini, Pangeran Mahkota berada di ruangan belakang, tak jauh dari sini. Baiknya tiga orang tabib yang biasa selalu menjaganya, kini sedang keluar, kabarnya untuk menangkap pemberontak-pemeberontak! Yang menjaga hanyalah inang pengasuh dan para pelayan saja.
Mari kalian ikut padaku!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
323 Penjaga yang seorang lagi tidak dibebaskan dari totokan, bahkan Hong Beng lalu melepaskan ikat pinggang orang itu dan mengikat kedua tangannya agar jangan sampai terlepas dan menimbulkan ribut. Ketiganya lalu berjalan ke sebelah dalam dan tak lama kemudian mereka tiba di ruang yang dimaksudkan.
Di situ terdapat lima orang pelayan wanita, dua orang pelayan banci (thai-kam) dan empat orang penjaga yang kokoh kuat tubuhnya. Alangkah kaget semua orang ini ketika melihat penjaga itu masuk bersama dua orang muda yang elok. Empat orang penjaga itu cepat melompat menghampiri mereka dengan golok di tangan.
"Siapa kalian dan perlu apa masuk tanpa dipanggil?" bentak seorang diantara mereka.
"Kami datang hendak mengobati Pangeran!" kata Hong Beng.
"Tak seorang pun boleh mengobati Pangeran di luar tahunya ketiga tabib istana! Kalian orang-orang jahat harus ditangkap!"
Hong Beng dapat menduga bahwa empat orang penjaga ini pun tentulah kaki tangan Bu Kwan Ji, maka ia memberi tanda kepada Goat Lan. Ketika dua orang muda perkasa ini berkelebat tubuhnya dan bergerak kedua tangannya, empat orang penjaga itu roboh dengan tubuh lemas tak berdaya lagi! Tentu saja dua orang thaikam dan lima orang pelayan wanita itu menjadi ketakutan dan berdiri dengan muka pucat dan tubuh gemetar.
"Kami datang bukan dengan maksud jahat," kata Hong Beng. "Kami datang untuk mengobati Pangeran! Akan tetapi, siapa saja yang berani menghalangi kami akan kuhancurkan kepalanya!" Sambil berkata demikian, Hong Beng lalu mencabut tongkatnya yang hitam mengkilap sehingga mereka semua menjadi takut.
"Siapakah yang membuat ribut-ribut itu?" tiba-tiba terdengar suara yang halus dan lemah.
Goat Lan cepat menengok ke arah suara itu dan terlihatlah pangeran Mahkota yang sedang berbaring di tempat tidurnya yang indah. Pangeran ini masih muda sekali, paling banyak baru empat belas tahun, tubuhnya kurus dan wajahnya pucat.


Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Goat Lan melompat dan berlutut di depan Pangeran yang telah duduk di atas
pembaringannya itu.
"Hamba Kwee Goat Lan, murid dari Yok-ong Sin Kong Tianglo. Hamba datang hendak
melanjutkan usaha mendiang Suhu untuk mencoba mengobati Paduka."
Pangeran kecil itu membuka kedua matanya lebar-lebar. "Bukankah kau kemarin dinyatakan hendak meracuniku" Obat apa yang kaukirim ke sini itu" Rasanya pahit dan masam!
Membuat perutku muak!"
Goat Lan bangkit berdiri. "Paduka telah ditipu. Orang-orang jahat mengelilingi tempat ini.
Yang diberikan bukan obat dari hamba, melainkan telah ditukar dengan obat lain yang jahat!"
Ia mengeluarkan buah Giok-ko dan memperlihatkannya kepada Pangeran itu. "Buah inilah yang kemarin hamba persembahkan kepada Hong-siang, apakah ini pula yang Paduka
makan?" Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
324 Pangeran itu menerima buah yang berkilauan seperti mutiara itu dengan kagum dan heran.
"Bukan, bukan ini, akan tetapi buah hijau yang baunya tidak enak. Buah ini wangi sekali."
"Nah, silakan Paduka makan buah ini, dan demi Thian Yang Maha Adil, kalau Paduka percaya, penyakit Paduka pasti akan lenyap!"
Pangeran itu memandang kepada Goat Lan sampai lama, kemudian ia tersenyum lemah dan berkata, "Kau cantik dan gagah, aku percaya kepadamu!" Dan ia lalu makan buah itu. Baru saja satu gigitan, ia berseru girang, "Manis dan wangi sekali!" Sebentar saja habislah buah itu semua. "Kalau masih ada, aku ingin makan lagi!" Sambil berkata demikian dengan tangan kanan, Pangeran itu menutup mulut menahan kuapnya, karena ia tiba-tiba merasa mengantuk sekali.
"Sekarang harap Paduka suka beristirahat, karena baru besok pagi Paduka boleh makan sebuah lagi," kata Goat Lan. Akan tetapi Pangeran itu sudah merebahkan diri dan sebentar saja ia tertidur terkena pengaruh Giok-ko yang manjur itu. Goat Lan lalu menyuruh seorang pelayan menyediakan perabot untuk memasak daun To-hio sebagaimana yang telah
dipesankan oleh Thian Kek Hwesio.
Pada saat Goat Lan tengah sibuk memasak obat itu, tiba-tiba Hong Beng berseru terkejut,
"Celaka, Hong-siang bersama para pengiringnya sedang menuju ke sini!"
Memang sudah menjadi kebiasaan Kaisar untuk menengok keadaan puteranya yang tercinta sebelum tidur. Seperti biasa, malam hari itu Kaisar juga datang diantar oleh lima orang pengawal pribadinya!
Hong Beng yang menjaga pintu menjadi bingung, dan Goat Lan lalu berkata, "Koko, kurasa lebih baik lagi kalau Hong-siang berada di dalam kamar ini untuk menyaksikan bagaimana kita menolong puteranya!"
Hong Beng memutar otak dan cepat ia berkata kepada semua pelayan di situ, "Awas, semua orang tidak boleh membikin ribut. Diam-diam saja seperti tak terjadi sesuatu sehingga Hong-siang tidak akan terkejut dan curiga. Kalian telah melihat sendiri bahwa kami benar-benar hendak mengobati Pangeran, dan seperti kataku tadi, siapa saja yang akan menghalangiku, akan kuhancurkan kepalanya!"
Pemuda itu lalu bersembunyi di balik daun pintu, menanti masuknya Kaisar, sedangkan Goat Lan tetap memasak obat tanpa mempedulikan keadaan di luar kamar.
Pendekar Gelandangan 1 Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin Duri Bunga Ju 4
^