Pendekar Remaja 12

Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Bagian 12


Pada suatu hari, ketika sepasang suami isteri pendekar ini berada di sebelah selatan Tiang-an, kurang lebih tiga puluh li lagi dari Tiang-an, dan mereka sedang menjalankan kuda dengan cepat, tiba-tiba pada sebuah tikungan jalan, hampir saja kuda mereka beradu dengan seekor kuda yang dilarikan cepat dari depan! Penunggang kuda itu seorang pemuda yang tampan dan gagah, cepat menarik kendali kudanya dan sambil mengeluarkan suara keras, kudanya yang besar itu berhenti dengan tiba-tiba, mengangkat kedua kaki depan ke atas dan meringkik-ringkik! Pemuda ini adalah Kam Liong, panglima muda yang sedang menuju ke selatan untuk mengadakan pemeriksaan pada penjagaan di selatan, serta sekalian hendak singgah di Shaning untuk mengabarkan kepada Pendekar Bodoh tentang malapetaka yang menimpa diri puteranya. Kam Liong membelalakkan matanya dan tadinya ia hendak marah kepada dua orang penunggang kuda itu, akan tetapi akhirnya ia menjadi heran dan terkejut sekali betapa dua orang penunggang kuda itu pun dapat menghentikan kuda mereka dengan tiba-tiba dan tenang saja, seakan-akan tidak pernah terjadi sesuatu. Dia sendiri yang terkenal sebagai seorang ahli penunggang kuda hanya dapat menghentikan larinya kuda dengan kekerasan sehingga kudanya merasa sakit pada hidungnya dan berjingkrak-jingkrak, akan tetapi bagaimanakah kedua orang itu demikian tenang dan kuda mereka berhenti seakan-akan empat kaki kuda mereka tiba-tiba berakar pada tanah" Ia dapat menduga bahwa dua orang yang nampaknya gagah ini tentulah orang-orang berkepandaian tinggi, maka cepat Kam Liong melompat turun darikudanya dan menjura dengan hormatnya.
"Harap Ji-wi sudi memberi maaf kepada siauwte kalau siauwte mendatangkan kekagetan kepada Ji-wi."
"Siapa yang kaget?" jawab Lin Lin sambil tersenyum manis karena ia merasa suka kepada pemuda yang sopan ini. "Kalau ada yang kaget, agaknya kudamu itulah yang kaget."
Merah muka Kam Liong mendengar ucapan nyonya setengah tua yang cantik itu. Biarpun nyonya itu mengatakan bahwa yang kaget adalah kudanya, akan tetapi tentu mereka itu telah melihat bahwa yang kaget sebenarnya adalah dia sendiri!
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
358 "Siauwte she Kam bernama Liong," ia memperkenalkan diri, "karena siauwte mempunyai urusan penting, maka buru-buru membalapkan kuda. Sungguh amat hebat kepandaian Ji-wi menunggang kuda, benar-benar membuat siauwte tunduk sekali."
Cin Hai dan Lin Lin memandang tajam. Jadi inikah pemuda putera Panglima Hong Sin seperti yang telah diceritakan oleh Lili itu" Tentu saja mereka tidak menduga sama sekali oleh karena Kam Liong memang selalu berpakaian biasa saja apabila melakukan pemeriksaan.
"Kaukah putera dari Panglima Kam Hong Sin?" tanya Cin Hai tiba-tiba dengan langsung, sesuai dengan wataknya yang jujur.
Kam Liong tertegun. "Benar, Lo-enghiong, tidak tahu siauwte berhadapan dengan siapakah?"
"Ayahmu seorang yang jujur dan baik," kata Cin Hai tanpa menjawab pertanyaan pemuda itu, "kami kenal baik dengan ayahmu itu. Sayang kami belum dapat bertemu lagi sebelum ia gugur dalam perjalanan."
Kam Liong memandang makin tajam dan tiba-tiba ia teringat akan sesuatu. Cepat ia mengerling ke arah nyonya itu dan sekilas memandang saja lenyaplah keraguannya. Wajah nyonya itu sama benar dengan wajah Lili, gadis yang dirindukannya!
Dengan hati berdebar girang ia menjura lagi sambil berkata,
"Salahkah kalau siauwte mengatakan bahwa Sie-taihiap, Pendekar Bodoh yang terhormat bersama dengan isteri yang siauwte hadapi ini?"
"Pandangan matamu tajam juga, orang muda. Kau tidak menduga salah," jawab Lin Lin.
Tiba-tiba Kam Liong menjatuhkan diri berlutut di atas tanah. Cin Hai dan Lin Lin saling pandang dengan senyum di bibir, kemudian terpaksa mereka pun melompat turun dari kuda.
Cin Hai cepat memegang pundak Kam Liong untuk mengangkatnya bangun. Pemuda ini amat cerdik. Ia tertarik oleh Lili dan ingin sekali meminang gadis itu menjadi isterinya, maka kini bertemu dengan orang tua gadis itu, cepat ia memberi hormat. Ketika merasa betapa kedua tangan Cin Hai menyentuh pundaknya, Kam Liong sengaia mengerahkan tenaga Jeng-kin-kang (Tenaga Seribu Kati) untuk memperlihatkan kesanggupannya. Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika pundaknya yang tadinya dikeraskan oleh tenaga Jeng-king-kang itu ketika tersentuh dan tertekan oleh jari-jari tangan Cin Hai, tiba-tiba lenyap tenaganya sama sekali dan tubuhnya berubah menjadi lemas, sehingga ia terpaksa menurut saja ketika ia diangkat bangun.
"Mohon ampun sebanyaknya bahwa siauwte yang bodoh bermata buta, tidak melihat dan mengenal pendekar-pendekat besar! Sesungguhnya, pertemuan ini amat membahagiakan hatiku, karena sesungguhnya siauwte memang hendak pergi ke Shaning ingin bertemu dengan Ji-wi."
"Ada keperluan apakah Ciangkun hendak bertemu dengan kami?" tanya Cin Hai sambil memandang dengan penuh perhatian, karena sesungguhnya ia tidak begitu suka untuk berhubungan dengan segala perwira atau panglima kerajaan. Hatinya masih terluka oleh sepak terjang para perwira kerajaan yang banyak menyusahkan hidupnya di waktu ia muda dulu (baca cerita Pendekar Bodoh).
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
359 Akan tetapi, Lin Lin hatinya tertarik oleh kesopanan pemuda ini. Biarpun ia memiliki kedudukan tinggi, akan tetap pandai sekali membawa diri, tidak sombong dan sopan santun.
Bagi pembaca yang sudah pernah membaca cerita Pendekar Bodoh, tentu masih ingat bahwa Lin Lin sendiri adalah puteri dari seorang perwira maka tentu saja dia tidak merasakan ketidaksukaan terhadap kaum perwira seperti yang dirasakan oleh suaminya.
"Tentu ada keperluan yang amat penting sehingga Ciangkun meninggalkan kota raja untuk mencari kami," kata Lin Lin dengan suara lebih halus.
"Sesungguhnya, siauwte membawa berita yang amat penting mengenai keadaan putera Ji-wi, yaitu Sie Hong Beng."
"Dia di mana" Apa yang terjadi?" Lin Lin mendesak dengan muka berubah mengandung kekuatiran. Sudah lajimnya para lbu selalu menguatirkan keadaan puteranya. Cin Hai tetap tenang saja dan hanya sinar matanya yang mendesak kepada Kam Liong untuk cepat-cepat menceritakan apa yang telah terjadi atas diri Hong Beng.
Kam Liong lalu menuturkan dengan sejelasnya betapa Goat Lan dan Hong Beng dengan kekerasan telah berhasil menolong Putera Mahkota, dan betapa kemudian Goat Lan diberi karunia, diangkat meniadi selir pertama untuk Putera Mahkota yang ditolak dengan tegas oleh Giok Lan sehingga gadis itu dihukum buang ke utara dan dikawani oleh Hong Beng! Tentu saja ia tidak lupa untuk menuturkan betapa ia telah menyusul kedua orang muda itu dan memberi kuda serta memberi petunjuk.
"Siauwte telah memberi tahu kepada Saudara Hong Beng dan Nona Kwee agar supaya
mereka dan para pengawal mereka mengambil kedudukan di lereng Gunung Alkata-san, di mana siauwte dahulu mempunyai sebuah benteng yang cukup baik kedudukannya dan kuat.
Kalau siauwte sudah selesai tugas siauwte ke selatan, siauwte juga akan memimpin pasukan ke utara. Hal ini penting sekali oleh karena bukan hanya bangsa Tartar saja yang mengacau, akan tetapi ada desas-desus yang mengabarkan bahwa kini bangsa Mongol di utara di bawah pimpinan raja mereka, Malangi Khan, juga hendak menyerbu ke selatan!"
Mendengar penuturan pemuda ini, Cin Hai menggigit bibirnya, akan tetapi Lin Lin membanting-banting kedua kakinya dengan gemas.
"Kaisar bu-to (tiada pribudi)! Sudah ditolong nyawa anaknya, masih tidak berterima kasih, bahkan hendak menjadikan calon mantuku sebagai selir Putera Mahkota! Dia kira macam apakah Goat Lan itu" Sungguh tak tahu membedakan orang!"
Kam Liong adalah seorang panglima muda yang mempunyai kesetiaan terhadap Kaisar, seperti ayahnya dahulu. Oleh karena itu, mendengar betapa Lin Lin memaki Kaisar, ia menjadi tak senang juga. Ia pun terkejut mendengar bahwa Goat Lan adalah tunangan Hong Beng sebagaimana baru saja disebut oleh Lin Lin bahwa Goat Lan adalah calon mantunya.
Untuk membela nama Kaisar, Kam Liong berkata,
"Sayang sekali bahwa Nona Kwee Goat Lan atau Saudara Sie Hong Beng tidak berterus terang saja kepada Hong-siang bahwa mereka berdua sudah bertunangan. Kalau Kaisar mengetahui akan hal ini, siauwte merasa pasti Nona Kwee takkan dipaksa menjadi selir Putera Mahkota. Sesungguhnya, menjadi selir pertama dari Putera Mahkota adalah suatu Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
360 kehormatan yang tinggi sekali, karena siapa tahu kalau Putera Mahkota kelak menjadi kaisar dan selir pertama amat dicintanya, wanita itu mempunyai harapan untuk menjadi permaisuri"
Dengan penolakan Nona Kwee, penolakan secara langsung di hadapan para menteri dan pembesar tinggi, sudah tentu saja Kaisar terhina sekali sehingga menjatuhkan hukum buang.
Siauwte menjelaskan hal ini agar Ji-wi tidak menjadi salah mengerti."
Cin Hai dan Lin Lin mengangguk-angguk bahkan Cin Hai lalu menarik napas panjang dan berkata,
"Semenjak dahulu sampai sekarang, selalu kaum bangsawan dan pembesar mempunyai
kekuasaan dan kebenaran tersendiri, tanah yang mereka injak berada di atas kepala rakyat kecil!"
"Kita harus menyusul Beng-ji ke utara!" kata Lin Lin. "Baiknya kita memberi tahu kepada Engko An dan Enci Ma Hoa tentang hal ini. Mereka juga berhak mendengar berita perihal puteri mereka."
"Ke utara bukan tempat dekat dan tidak dapat dilakukan dalam waktu pendek. Kalau kita langsung ke sana, bagaimana dengan Lili" Apakah dia takkan gelisah dan menanti-nanti kita?" kata Cin Hai. Kedua suami-isteri ini dalam ketegangannya sampai lupa bahwa di situ masih ada Kam Liong yang diam-diam mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Maaf, Ji-wi harap jangan mengira kurang ajar. Akan tetapi sesungguhnya perjalanan siauwte ke selatan akan melalui Shaning. Kalau kiranya Ji-wi tidak berkeberatan, siauwte dapat menyampaikan berita ini ke rumah ji-wi, karena siauwte pernah mendapat kehormatan bertemu dengan puteri Ji-wi."
Cin Hai mengerutkan keningnya, akan tetapi Lin Lin menjawab dengan girang,
"Bagus, kau baik sekali, Ciangkun. Lili juga sudah menceritakan pertemuannya denganmu.
Baiklah, kalau kau melalui Shaning, tolong kau beritahukan kepada puteri kami bahwa kami mungkin akan terus ke utara untuk menyusul Hong Beng."
Kam Liong girang sekali, akan tetapi ia tidak memperlihatkan perasaan hatinya pada wajahnya, hanya menyatakan kesanggupannya dengan sikap sopan. Mereka lalu berpisah, kedua suami-isteri pendekar itu cepat mengaburkan kudanya ke Tiang-an, adapun Kam Liong dengan hati girang lalu menuju ke Shaning.
Ketika tiba di pekarangan depan rumah gedung yang ditinggali oleh Kwee An di Tiang-an, seorang pelayan tua yang segera mengenal mereka lalu menyambut dan memegang kendali kuda mereka untuk dibawa ke kandang kuda.
"Selamat datang, Sie-taihiap berdua, selamat datang!" katanya girang.
terdengar suara teriakan girang dan seorang anak laki-laki yang bermuka putih dan bundar berusia kurang lebih sembilan tahun berlari keluar dari pintu depan.
"Kouw-kouw dan Kouw-thio datang..." serunya.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
361 "Cin-ji (Anak Cin), kau sudah besar sekarang!" seru Lin Lin yang segera menyambut anak itu dengan kedua tangat terbuka. Dipeluknya Kwee Cin, anak ke dua dari Kwee An dan Ma Hoa dengan girang dan. ketika Cin Hai memeluknya pula, anak itu berbisik kepadanya,
"Kouw-thio (Paman, suami Bibi), kapan kau mau mengajarku Liong-cu Kiam-sut?"
Cin Hai tertawa. Ketika anak ini baru berusia lima tahun, anak ini telah pula mengajukan permintaan untuk belajar ilmu pedang darinya. Dan sekarang anak ini menanyakan hal itu pula, sungguh seorang anak yang teguh kehendaknya.
"Bukankah ilmu pedang ayahmu juga bagus sekali" Dan ilmu bambu runcing ibumu tiada keduanya di dunia ini!" kata Cin Hai.
Kwee Cin berkata bangga, "Memang ilmu bambu runcing Ibu tidak ada bandingannya di atas dunia ini, akan tetapi kata Ayah, dalam hal ilmu pedang, tidak ada yang melebihi Ilmu Pedang Liong-cu Kiam-sut dari Kouw-thio!"
"Baiklah, Cin-ji, kelak kalau ada waktu, kau boleh mempelajari ilmu pedang dariku."
Kwee Cin menjadi girang sekali dan ia lalu menarik tangan bibi dan pamannya itu, diajak masuk ke dalam rumah. Akan tetapi, sebelum mereka melangkah ke ambang pintu, dari dalam keluarlah Kwee An dan Ma Hoa dengan wajah girang sekali. Kedua suami isteri ini telah mendengar dari pelayan akan kedatangan kedua orang tamu dari Shaning ini.
Mereka segera bercakap-cakap dengan gembira sekali, akan tetapi kegembiraan mereka itu tidak berlangsung lama, terutama bagi pihak tuan rumah. Ketika Lin Lin menceritakan kembali penuturan Kam Liong tentang peristiwa yang terjadi di istana kaisar dan hukuman yang dijatuhkan Kaisar kepada Goat Lan, wajah Ma Hoa menjadi pucat.
Seperti juga suaminya, Ma Hoa juga puteri seoran g perwira, maka ia tahu betul akan arti semua peristiwa ini.
"Keputusan Kaisar tak dapat diubah. Tidak ada jalan lain, kita harus menyusul ke utara untuk membantu tugas yang diberikan kepada anak kita!" kata Ma Hoa setelah dapat
menenteramkan hatinya dari berita mengejutkan ini.
"Memang kami berdua pun telah mengambil keputusan untuk menyusul ke sana," kata Lin Lin yang kemudian menceritakan bahwa Hong Beng dan Goat Lan telah mendapat
pertolongan Kam Liong bahkan telah diberi nasihat untuk menempati bekas benteng di lereng Bukit Alkata-san.
"Biar aku saja yang pergi bersama Lin Lin dan Cin Hai," kata Kwee An kepada isterinya.
"Kita tak dapat pergi berdua meninggalkan Cin-ji seorang diri di rumah. Banyak orang-orang jahat sedang memusuhi kita, maka tidak baik rumah ditinggalkan, apalagi kalau meninggalkan Cin-ji seorang diri tanpa ada yang menjaganya."
"Ayah, aku mau pergi! Aku mau ikut pergi menyusul Enci Lan dan membantunya
menghancurkan pengacau-pengacau yang mengganggu orang-orang di daerah perbatasan!"
tiba-tiba Kwee Cin berkata dengan penuh semangat. Anak ini nampak lucu sekali, kedua tangannya dikepal dan sepasang matanya bersinar-sinar!
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
362 "Tidak boleh, sama sekali tidak boleh!" kata ayahnya. "Perjalanan ke utara bukanlah perjalanan mudah. Kau tinggal di rumah dengan ibumu!" Kwee Cin nampak murung, akan tetapi Ma Hoa yang dapat merasakan kebenaran ucapan suaminya ini, menghibur puteranya dan berkata, "Ayahmu berkata benar, Cin-ji. Kau tidak boleh ikut dan kita berdua tinggal di rumah menjaga kalau-kalau ada musuh datang."
"Kalau ada musuh datang, jangan sembunyikan aku di dalam kamar, Ibu. Biarkan aku ikut menghadapi mereka!"
Setelah ibunya menyanggupi, baru Kwee Cin tidak murung lagi. Cin Hai dan Lin Lin hanya bermalam satu malam saja di rumah Kwee An, dan pada keesokan harinya, Kwee An, Cin Hai dan Lin Lin berangkat naik kuda menuju ke utara.
Kam Liong yang merasa senang sekali, membalapkan kudanya menuju ke kota Shaning. Ia merasa amat bahagia, karena dapat bertemu dengan Pendekar Bodoh dan isterinya dan dapat membantu mereka. Tak dapat tidak, ia tentu telah mendatangkan kesan baik di dalam hati mereka. Akan lebih licinlah jalan menuju kepada cita-citanya, yaitu melakukan pinangan terhadap Lili. Dan sekarang ia bahkan mendapat perkenan mereka untuk menyampaikan berita tentang Hong Beng dan tentang kedua suami isteri itu kepada Lili, gadis yang membuatnya tidak nyenyak tidur setiap malam. Akan tetapi, ketika ia teringat akan sesuatu, tak terasa pula ia menahan lari kudanya. Ia duduk di atas kuda yang kini tidak lari lagi itu dengan bengong dan wajahnya menjadi muram sekali. Bagaimana kalau ternyata bahwa Lili sudah ditunangkan dengan lain orang" Seperti halnya Hong Beng dan Goat Lan, tanpa ia duga mereka ini sudah bertunangan! Siapa tahu kalau-kalau Lili juga sudah ditunangkan! Tidak, tidak, tidak mungkin! Ia membantah jalan pikirannya sendiri dan kembali ia mengaburkan kudanya.
Ketika ia memasuki kota Shaning, tiba-tiba ia melihat seorang gadis berjalan seorang diri dari depan. Ia menjadi terkejut dan juga girang karena ia mengenal gadis itu yang bukan lain adalah Lili yang berjalan sambil menggendong buntalan dan gagang pedangnya nampak di balik punggungnya. Biarpun gadis itu berada di tempat yang jauh, sekali melihat bayangannya saja, Kam Liong akan mengenalnya!
Ia cepat melompat turun dari kudanya dan kini ia berjalan kaki sambil menuntun kuda, menyongsong kedatangan Lili. Gadis ini pun telah mengenalnya, maka segera
menghampirinya. Lili bukan seorang gadis pemalu dan ia ramah-tamah pula. Panglima muda ini telah berlaku ramah kepadanya, bahkan telah memberi surat tentang kakaknya, maka tidak dapat ia membiarkan pemuda itu lalu begitu saja. Setelah berhadapan keduanya memberi hormat sambil menjura.
"Sie-siocia (Nona Sie), sungguh kebetulan sekali kita dapat bertemu di sini! Aku sedang menuju ke rumahmu untuk menyampaikan pesan orang tuamu!"
Lili tertegun. Bagaimana ayah-bundanya dapat menyampaikan pesan kepadanya melalui Panglima Muda ini" Akan tetapi, setelah membalas penghormatan pemuda itu ia berkata,
"Di manakah kau berjumpa dengan ayah ibuku, Kam-ciangkun?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
363 "Di luar kota Tiang-an. Akan tetapi, marilah kita duduk di sana karena ceritaku panjang, Nona." Kam Liong menunjuk ke arah sebatang pohon besar yang berada di pinggir jalan, maka Lili lalu mengikuti pemuda ini ke tempat itu. Setelah mengingat kudanya pada akar pohon dan membiarkan binatang itu makan rumput di bawah pohon, Kam Liong lalu
mengajak gadis itu duduk di atas batu besar dan mulailah ia menceritakan semua hal yang telah terjadi. Ia menuturkan tentang Goat Lan dan Hong Beng, kemudian menuturkan pula tentang pertemuannya dengan Pendekar Bodoh dan isterinya.
"Jadi kalau begitu, ayah dan ibuku telah berangkat dan menyusul ke utara, Kam-ciangkun?"
Kam Liong mengangguk. "Mungkin ayah-bundamu telah pergi bersama Kwee Lo-enghiong, karena menurut mereka,sebelum berangkat hendak pergi ke Tiang-an mengajak orang tua gagah she Kwee itu."
Lili nampak kecewa. "Ah, kalau begitu mereka tentu telah berangkat. Aku harus segern menyusul mereka ke utara! Ah, kasihan sekali Engko Hong Beng dan Enci Goat Lan!"
Kemudian ia bangkit berdiri, menjura kepada Kam Liong dan berkata,
"Kam-ciangkun, banyak terima kasih atas semua jerih payahmu menyampaikan berita penting ini kepadaku. Aku harus berangkat sekarang juga untuk menyusul mereka di utara!"
"Nanti dulu, Nona Sie. Ketahuilah bahwa aku sendiri pun hendak memimpin pasukan menuju ke utara. Aku telah berjanji kepada kakakmu untuk membantu mereka menghalau para pengacau dan membuat penjagaan kuat di perbatasan utara untuk menolak bahaya yang datang dari pihak Mongol. Perjalanan ke utara bukanlah perjalanan mudah selain di daerah itu amat tidak aman, banyak sekali penjahat, juga bagi yang belum pernah melakukan perantauan ke daerah itu, akan sukar mencari jalan ke Alkata-san. Tentu saja aku percaya penuh bahwa kau takkan gentar menghadapi para penjahat, akan tetapi, kalau kau sudi, lebih baik kau melakukan perjalanan bersama aku dan pasukanku. Selain tidak membuang banyak waktu untuk mencari-cari, juga lebih baik berkawan di tempat berbahaya itu daripada seorang diri saja. Daerah itu amat dingin dan kalau sampai kau terserang hawa dingin dan jatuh sakit, siapa yang akan menolongmu" Dengan bergabung, kita lebih kuat menghadapi bahaya. Tentu saja aku tidak memaksamu, yakni kalau kau sudi melakukan perjalanan dengan orang bodoh seperti aku ini."
Lili berpikir sejenak. Panglima Muda ini cukup sopan dan pemurah, seorang kawan seperjuangan yang tidak menjemukan. Juga dia sudah banyak menolongnya, maka apa salahnya melakukan perjalanan bersama" Kalau dipikir-pikir memang betul juga ucapan Panglima Muda ini, karena bukankah Sin Kong Tianglo, guru dari Goat Lan yang demikian sakti pun terkena bencana di daerah dingin itu" Selain dari pada semua itu, ia masih ingin banyak bertanya kepada panglima ini, baik mengenai pengalaman-pengalaman Goat Lan dan Hong Beng, maupun penjelasan tentang isi suratnya dulu yaitu surat dari Kam Liong yang memberitahukan bahwa kakaknya telah menjadi orang buruan!
"Baiklah, Kam-ciangkun, dan untuk kedua kalinya, terima kasih atas kebaikan hatimu."
Kam Liong merasa girang sekali, seakan-akan kejatuhan bulan. Akan tetapi tentu saja ia tidak mengutarakan kegirangannya ini, hanya nampak senyumnya melebar dan wajahnya berseri.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
364 "Marilah kita ke kota Shaning dulu, Nona. Aku perlu memberi pesan kepada pembesar di Shaning agar pekerjaanku memeriksa penjagaan di selatan dapat diwakili oleh seorang perwira lain."
Demikianlah, kedua orang muda ini masuk kota Shaning dan Kam Liong cepat memberi perintah kepada pembesar setempat untuk menyampaikan surat-surat perintahnya kepada komandan barisan yang menjaga di daerah selatan. Pembesar itu ketika melihat tanda pangkat yang dikeluarkan oleh Kam Liong, segera menghormatinya sebagai seorang panglima kerajaan yang berkedudukan tinggi. Pemuda ini lalu minta seekor kuda yang baik untuk Lili, dan pada hari itu juga, berangkatlah keduanya keluar dari kota Shaning, langsung menuju ke utara!
Melihat sepasang orang muda ini membalapkan kuda mereka, sungguh amat sedap
dipandang. Yang laki-laki muda, tampan, dan gagah sekali. Yang wanita cantik jelita dan juga amat gagah. Mereka seakan-akan merupakan dua orang pembalap yang melarikan kuda untuk berlomba. Diam-diam Kam Liong makin merasa kagum kepada Lili yang ternyata selain berkepandaian tinggi, juga pandai sekali naik kuda. Ingin sekali ia menyaksikan sampai di mana ketinggian ilmu kepandaian puteri dari Pendekar Bodoh ini. Kepandaian Hong Beng telah ia saksikan dan ia merasa kagum sekali. Apakah Lili juga sepandai kakaknya"
Di sepanjang jalan, Kam Liong selalu disambut dengan penuh penghormatan oleh para perwira dan pembesar setempat sehingga diam-diam Lili juga mengagumi pemuda yang masih muda sudah menduduki tempat tinggi ini. Juga Kam Liong selalu memperlihatkan sikap sopan santun, jauh sekali bedanya dengan pemuda kurang ajar yang mencuri sepatunya itu! Lebih-lebih kalau ia teringat betapa pemuda kurang ajar itu telah menculik Lo Sian, makin gemaslah hatinya!
Ketika Kam Liong ditanya oleh Lili tentang pengalaman Goat Lan dan Hong Beng, Panglima Muda ini lalu menceritakannya dengan sejelasnya, dibarengi dengan pujian-pujian kepada Goat Lan dan Hong Beng sehingga Lili makin suka kepada pemuda ini.
"Dan ketika aku melihatmu, kau nampak murung. Sebenarnya, kalau boleh kiranya aku mengetahui, kau sedang menuju ke manakah, Nona?"
Kalau pertanyaan ini diajukan oleh Kam Liong pada saat mereka bertemu, belum tentu Lili mau menceritakannya. Akan tetapi oleh karena gadis ini melihat betapa Kam Liong sungguh-sungguh seorang pemuda yang baik, gagah, dan boleh dijadikan kawan, ia lalu berkata sambil menarik napas panjang.
"Ah, di rumah telah terjadi peristiwa yang cukup menggemparkan dan membingungkan hatiku."
Kam Liong segera memandang dengan penuh perhatian. "Apakah yang terjadi, Nona" Siapa kiranya orang gila yang berani main-main di rumah orang tuamu?"
"Ada orang jahat yang telah menculik Sin-kai Lo Sian bekas suhuku."
"Apa..." Kau maksudkan Sin-kai Lo Sian, orang tua gagah yang dulu kujumpai bersamamu, orang tua yang menuliskan kata-kata bersemangat di dinding makam panglima itu?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
365 Lili mengangguk. "Benar, dia yang diculik orang." Kemudian ia lalu menuturkan peristiwa yang terjadi di rumahnya, betapa seorang pemuda bernama Song Kam Seng masuk ke dalam rumah seperti maling dan betapa tahu-tahu Lo Sian telah lenyap. Ia tidak menceritakan kepada Kam Liong bahwa ia tahu siapa penculik itu. Hatinya segan menuturkan siapa adanya orang yang menculik Lo Sian karena kalau memang betul pemuda kurang ajar itu putera Ang I Niocu, bukankah itu berarti ia memburukkan nama Ang I Niocu yang amat dikasihi oleh ayah bundanya"
Kam Liong menggeleng-geleng kepalanya. "Aneh sekali. Orang yang bernama Song Kam Seng itu, mengapa ia masuk rumah seperti pencuri" Apakah yang dicurinya?"
"Entahlah, hanya kutahu bahwa ia menaruh hati dendam terhadap ayah, dan rupanya karena ayah tidak berada di rumah ia hendak mencuri sesuatu."
"Yang lebih aneh lagi adalah lenyapnya Sin-kai Lo Sian. Siapa orangnya yang berani dan dapat menculiknya" Dia adalah seorang tua yang memiliki kepandaian tinggi bagaimana bisa diculik begitu saja" Aku masih meragukan apakah betul-betul diculik orang. Siapa tahu kalau memang dia sengaja pergi" Orang-orang kang-ouw memang banyak yang mempunyai watak aneh," kata- pemuda itu.
Setelah diam sejenak, Lili teringat akan surat dulu itu, maka tanyanya, "Dan sekarang, Kam-ciangkun, maukah kau menjelaskan isi suratmu kepadaku dahulu itu" Kesalahan apakah yang telah diperbuat oleh kakakku Hong Beng sehingga kau menyatakan bahwa ia menjadi orang buruan?"
Merahlah wajah Kam Liong mendengar pertanyaan ini. "Aku telah salah sangka, Nona.
Ketika itu, aku memang mengira bahwa pemuda itu putera Pendekar Bodoh, karena ia pandai sekali dan ia dapat mainkan ilmu-ilmu silat yang menjadi kepandaian ayahmu. Akan tetapi ketika aku bertemu dengan Saudara Hong Beng barulah aku tahu bahwa sesungguhnya pemuda itu bukanlah putera ayahmu." Ia lalu menceritakan pertemuannya dengan Lie Siong ketika Lie Siong menolong Lilani dari tangan Gui Kongcu.
Mendengar penuturan ini, diam-diam Lili merasa dadanya tidak enak sekali. Hemm, tidak tahunya "pemuda kurang ajar" yang telah merampas sepatunya itu telah menolong gadis cantik yang dulu dilihatnya mengejar-ngejar pemuda itu dan agaknya hubungan mereka menjadi demikian eratnya sehingga mereka tidak dapat berpisah lagi! Mendengar penuturan Kam Liong bahwa pemuda yang disangka saudaranya itu mempunyai pedang yang berbentuk naga dan lidah merah dari pedang naga itu lihai sekali, ia tidak sangsi pula bahwa pemuda yang menolong Lilani itu tentulah pemuda kurang ajar yang mengaku-putera Ang I Niocu.
"Tahukah kau, Kam-ciangkun, siapa nama pemuda yang kausangka saudaraku itu?"
"Ia berwatak aneh, keras dan tinggi hati sekali, Nona. Ia tidak mau memperkenalkan namanya. Akan tetapi ilmu pedangnya sungguh-sungguh hebat sekali. Kurasa, melihat ilmu silatnya, kepandaiannya tidak berada di sebelah bawah kepandaian kakakmu, Saudara Hong Beng."
Lili mencibirkan bibirnya hingga dalam pandangan Kam Liong nampak manis sekali. "Huh, kepandaian macam itu saja mengapa dikagumi" Kalau aku bertemu dia pedang naganya pasti takkan berkepala lagi!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
366 Kam Liong merasa heran sekali mengapa gadis ini agaknya marah dan membenci pemuda berpedang naga itu, akan tetapi ia tidak berani banyak bertanya. Makin besar keinginan hatinya untuk menyaksikan kepandaian gadis yang agaknya jumawa sekali ini. Ia tidak percaya kalau kepandaian gadis ini akan lebih tinggi daripada kepandaian pemuda yang menolong Lilani itu.
Ketika mereka tiba di kota raja, Kam Liong lalu mengajak Lili singgah di rumah gedungnya dan ia memperkenalkan gadis ini kepada ibunya yang sudah janda. Nyonya Kam ternyata adalah seorang wanita terpelajar yang halus dan ramah-tamah, mengajak Lili bercakap-cakap, sementara itu Kam Liong lalu membuat laporan kepada Kaisar, kemudian menerima perintah untuk memimpin sepasukan besar tentara pilihan untuk menuju ke utara dan menggempur para pengacau serta memperkuat penjagaan tapal batas karena terdengar berita akan adanya serangan dari Malangi Khan, raja bangsa Mongol.
Tiga hari Kam Liong membutuhkan waktu di kota raja untuk membuat persiapan, kemudian berangkatlah pasukannya di bawah pimpinannya. Kini pemuda itu mengenakan pakaian panglima dan makin gagah saja. Lili minta diri dari Nyonya Kam yang baik hati, kemudian gadis ini pun ikut dengan pasukan itu, naik kuda di depan bersama Kam Liong. Semua perwira dalam barisan itu yang mendengar bahwa gadis itu adalah puteri Pendekar Bodoh, menjadi kagum dan diam-diam mereka tersenyum karena menaruh harapan bahwa komandan mereka, Kam-ciangkun, akan berjodoh dengan pendekar wanita yang lincah dan jelita ini.
Lima hari kemudian setelah pasukan ini berangkat ke utara, mereka mulai melewati daerah yang amat sukar dan dingin. Diam-diam Lili merasa bersyukur ia ikut dalam rombongan ini, karena memang harus diakuinya bahwa kalau ia melakukan perjalanan seorang ia akan menempuh kesukaran besar sekali.
Pada suatu hari, ketika pasukan itu dengan susah payah mendaki sebuah lereng gunung yang tertutup salju, tiba-tiba Kam Liong dan Lili yang berkuda di depan, melihat dua orang tua berlari cepat dari arah kanan.
"Hei...! Bukankah itu Kam-ciangkun yang memimpin pasukan?" tiba-tiba seorang di antara kedua kakek itu berseru girang sambil berlari menghampiri. Ketika kedua orang ini sudah dekat, hampir saja Lili tak dapat menahan ketawanya. Ia melihat dua orang pendeta seorang tosu dan seorang hwesio yang keadaannya lucu sekali. Mereka sudah tua dan tosu itu bertubuh tinggi kurus, mukanya yang keriputan saking tuanya itu nampak makin
menyedihkan karena selalu ia bermuka seperti orang hendak menangis! Adapun hwesio yang menjadi kawannya itu pun lucu sekali. Tubuhnya gemuk seperti tong besar, bajunya terbuka sehingga biarpun berada di tempat dingin, perutnya yang gendut nampak. Mukanya bundar seperti bal dan selalu menyeringai seperti orang yang merasa gembira sekali.
"Kam-ciangkun, apakah kau hendak memimpin pasukanmu ke Alkata-san?" tanya Si Tosu yang mau menangis itu.
Sebelum Kam Liong menjawab dan berkata dengan dua orang pendeta itu, Lili tak dapat menahan hatinya lagi dan bertanya girang,
"Apakah dua orang pendeta ini bukan Ceng To Tosu dan Ceng Tek Hwesio?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
367 Kedua orang pendeta itu terkejut dan memandang kepada Lili dengan penuh perhatian. "
Kam-ciangkun, siapakah Nona yang cantik dan gagah ini?" tanya Si Hwesio sambil
tersenyum-seyum.
"Kawan lama, Ji-wi Losuhu (Dua Orang Pendeta). Kawan lama!" jawab Kam Liong gembira.
"Tentu Ji-wi takkan dapat menduga siapa dia, karena dia ini adalah Nona Sie Hong Lie, puteri dari Sie Cin Hai Tai-hiap Pendekar Bodoh!"
"Apa...?"" Ceng To Tosu dengan mewek-mewek mau menangis menghampiri Lili dan
memegang tangan kirinya, sedangkan Ceng Tek Hwesio yang makin lebar ketawanya juga menghampirinya dan memegang tangan kanannya.
Lili menjadi gembira sekali. Seringkali ayah dan ibunya terkekeh-kekeh kalau menceritakan tentang kedua orang ini yang muncul di dalam masa ayah ibunya masih muda (baca cerita Pendekar Bodoh). Kini melihat mereka, biarpun sudah nampak tua sekali namun keadaan mereka masih tetap tidak berubah, persis seperti yang digambarkan oleh ayah dan ibunya, mau tak mau Lili lalu tertawa terpingkal-pingkal sehingga ia menggunakan tangan yang dipegang lengannya itu untuk menutupi mulutnya.
"Ji-wi Losuhu," akhirnya ia berkata setelah dapat menahan geli hatinya. "Jiwi hendak pergi kemanakah" Apakah Jiwi telah bertemu dengan ayah bundaku?"
"Di mana ayahmu" Di mana Sie Taihiap" Sudah bertahun-tahun kami tidak bertemu dengan dia," jawab Ceng To Tosu.
"Ayah dan Ibu juga berada di daerah utara ini," kata Lili.
"Apa..." Betulkah?" tanya Ceng Tek Hwesio.
Kemudian Kam Liong lalu menuturkan kepada dua orang pendeta ini tentang semua
peristiwa, yang terjadi sehingga kedua orang pendeta itu menjadi girang sekali.
"Ah, usiaku yang tinggal sedikit ini ternyata penuh dengan kebahagiaan," kata Ceng To Tosu. "Berjumpa dengan Nona Sie Hong Li puteri Sie Tai-hiap sudah merupakan hal yang membahagiakan, apalagi sekarang ada kemungkinan bertemu dengan Sie Tai-hiap sendiri dan puteranya!"
"Akan tetapi Ji-wi Losuhu mengapa sampai berada di tempat ini" Ada keperluan penting apakah?" tanya Kam Liong.
Kini Ceng Tek Hwesio yang menceritakan dengan muka berseri-seri seakan-akan cerita itu merupakan sebuah cerita yang menggirangkan hati. Padahal cerita itu hebat dan seharusnya patut dibuat gelisah. Ternyata bahwa Malangi Khan, raja bangsa Mongol, telah membuat persiapan perang besar-besaran dan bala tentaranya dipecah menjadi dua, sebarisan menyerang dari utara dan barisan ke dua menyerang dari barat. Pertempuran-pertempuran kecil telah pecah antara barisan-barisan Mongol yang sebagian besar di bagian barat telah menggabung dengan tentara Tartar, melawan pasukan-pasukan penjaga kerajaan yang tidak berapa kuat.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
368 "Sudah demikian hebat keadaannya?" kata Kam Liong dengan kaget.
"Itu masih belum hebat, Kam-ciangkun. Yang paling menggemaskan adalah terdapatnya banyak sekali orang-orang kang-ouw yang menggabungkan diri dan membantu Malangi Khan!"
"Hebat, siapakah pengkhianat-pengkhianat bangsa itu?"
"Belum diketahui, Ciangkun. Akan tetapi menurut laporan-laporan para perajurit yang menjaga di perbatasan dan yang dipukul mundur, diantara pemimpin-pemimpin pasukan Tartar dan Mongol, banyak sekali terdapat orang-orang bangsa kita sendiri yang
berkepandaian tinggi. Oleh karena itu kami sengaja mencarimu atas perintah suhumu dan siok-humu (pamanmu) yang telah mengumpulkan beberapa orang gagah untuk menjadi
sukarelawan menghadapi serbuan musuh."
Berseri wajah Kam Liong mendengar berita ini. "Suhu dan Siok-hu" Di mana mereka?"
"Tak jauh dari sini, di hutan sebelah barat itu, Ciangkun. Marilah kau ikut kami menjumpainya dan kau juga, Nona Sie. Kau akan bertemu dengan orang-orang gagah di sana."
Tentu saja Lili tidak menolak. Setelah berpesan kepada para perwira untuk memberi kesempatan kepada pasukan beristirahat di situ, Kam Liong dan Lili lalu berjalan kaki mengikuti dua orang pendeta itu. Mereka mempergunakan ilmu lari cepat, maka tak lama kemudian sampailah mereka di hutan yang nampak dari tempat pemberhentian tadi.
Suhu dari Kam Liong adalah seorang tosu yang bertubuh tinggi besar berwajah galak.
Sungguhpun usianya telah mendekati empat puluh tahun, namun rambut kepalanya masih subur dan hitam sehingga ia nampak lebih muda dari usia sebenarnya! Tiong Kun Tojin masih terhitung suheng (kakak seperguruan) yang ilmu kepandaiannya lebih tinggi daripada mendiang Kam Hong Sin. Adapun yang disebut paman atau siok-hu dari Kam Liong, adalah adik misan dari ayah Kam Liong dan bernama Kam Wi. Kam Wi juga bukan orang
sembarangan, karena ia memiliki kepandaian yang tinggi pula. Ia menjadi sute (adik seperguruan) dari Tiong Kun Tojin, selain telah mewarisi ilmu silat Kun-lun-pai, juga Kam Wi telah mempelajari Ilmu Houw-jiauw-kang yang lihai, semacam ilmu silat tangan kosong yang amat berbahaya. Oleh karena itu, Kam Wi jarang sekali mempergunakan senjata, sungguhpun ia pandai pula main pedang. Selalu ia menghadapi lawannya dengan tangan kosong, mengandalkan Ilmu Silat Houw-jiauw-kang yang sempurna. Dan oleh karena Ilmu Silat Houw-jiauw-kang (Cengkeraman Kuku Harimau) inilah maka ia mendapat julukan Sin-houw-enghiong (Pendekar Harimau Sakti)!
Tiong Kun Tojin dan Kam Wi mempunyai watak yang cocok, keduanya beradat keras,
berangasan, akan tetapi jujur dan gagah perkasa, pembela kebenaran dan keadilan. Kalau Tiong Kun Tojin sudah berusia empat puluh tahun, adalah Kam Wi baru berusia tiga puluh tahun lebih. Juga ia mempunyai tubuh tinggi besar seperti suhengnya. Ketika mendengar tentang penyerbuan dan pengacauan bangsa Mongol dan Tartar di daerah perbatasan negaranya, kedua orang gagah ini timbul semangat dan jiwa patriotnya. Mereka meninggalkan Gunung Kun-lun-san dan menuju ke utara. Di sepanjang jalan mereka mengajak para tokoh kangouw. Kemudian mereka lalu berkumpul di hutan itu, hutan yang hanya dilindungi oleh Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
369 pohon-pohon yang gundul karena daunnya telah rontok semua, dahan-dahannya kini penuh oleh salju yang menggantikan kedudukan daun-daun yang sudah lenyap.
Di tengah-tengah hutan yang berada di lereng gunung itu terdapat sebuah gua besar dan karena adanya gua besar inilah maka tokoh-tokoh Kun-lun-pai itu memilih tempat ini.
Ketika Kam Liong dan Lili yang mengikuti dua orang pendeta itu tiba di luar gua, mereka melihat sinar api dari dalam gua. Ternyata bahwa di dalam gua itu duduk lima orang yang mengelilingi api unggun yang bernyala besar. Hawa panas keluar dari gua itu dan karena hawa di luar gua amat dinginnya, maka panas ini mendatangkan udara yang nyaman sekali.
"Aduh, enak... enak...!" kata Ceng Tek Hwesio sambil tersenyum-senyum dan mendekati mulut gua.
"Kam-ciangkun, kalau kau dan Nona Sie kuat menghadapi panas yang hebat itu, masuklah, bertemu dengan suhumu. Kami berdua tidak kuat bertahan lama-lama di dalam neraka itu!"
kata Ceng To Tosu.
Dari luar Kam Liong sudah melihat suhunya dan pamannya duduk bersama tiga orang lain yang tidak dikenalnya. Nampak mereka sedang bercakap-cakap dengan asyiknya. Kam Liong maklum bahwa tanpa memiliki tenaga lwee-kang yang tinggi, tidak mungkin orang akan dapat bertahan duduk di gua yang panas itu sampai lama. Ia telah maklum akan kepandaian Ceng Tek Hwesio dan Ceng To Tosu, namun kedua orang pendeta itu masih tidak kuat tinggal lama-lama di dalam gua dan kini hanya duduk di luar gua! Akan tetapi, tidak percuma ia menjadi murid Tiong Kun Tojin, tokoh luar biasa dari Kun-lun-pai. Ia maklum bahwa untuk kuat bertahan di dalam gua yang panas itu, ia harus mengerahkan lwee-kangnya memperkuat daya Im-kang di dalam tubuh untuk melawan daya Yang-kang. Ia melirik kepada Lili yang memandang ke dalam dengan sikap acuh tak acuh.
"Nona, kalau terlalu panas untukmu, biarlah aku masuk menjumpai Suhu dan siok-hu."
"Siapa bilang terlalu panas" Aku pun ingin sekali bertemu dengan orang-orang yang suka mendekati api itu," jawab Lili, karena diam-diam gadis ini pun tertarik hatinya melihat lima orang yang seakan-akan mendemonstrasikan kepandaian mereka itu.
Mendengar jawaban ini, selain tertegun Kam Liong juga kagum dan gembira, karena kali ini ia akan dapat menyaksikan dan membuktikan sampai di mana keunggulan kepandaian gadis ini. Ia lalu melangkah masuk diikuti oleh Lili.
Bukan main panasnya hawa di dalam gua itu. Baiknya di langit-langit gua terdapat lobang di antara batu karang sehingga asap api unggun itu dapat keluar dan tidak menyesakkan napas di dalam gua. Akan tetapi api yang besar itu benar-benar membuat kulit serasa hampir terbakar.
Lima orang yang sedang bercakap-cakap ketika melihat kedatangan Kam Liong dan Lili, segera menunda percakapan mereka dan kini semua mata tertuju kepada dua orang muda ini.
"Suhu, sungguh menggembirakan dapat bertemu dengan Suhu di sini!" kata Kam Liong setelah berlutut, kemudian ia berpaling kepada pamannya dan berkata, "Siok-hu, apakah Siok-hu baik-baik saja?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
370 Kedua orang tua itu girang melihat Kam Liong.
"Ah, kebetulan sekali. Kau baru datang?" tanya suhunya. "Memang kami sedang
mempercakapkan tentang penyerbuan musuh. Kebetulan kau datang, karena sesungguhnya secara resmi, kaulah yang bertanggung jawab menghadapi mereka."
Sebaliknya ketika Kam Wi melihat Lili yang masih muda dan cantik itu dapat pula bertahan memasuki gua dan sama sekali tidak nampak kepanasan, diam-diam ia merasa kagum sekali.
"Eh" Liong-ji (Anak Liong), siapakah Nona yang gagah ini?"
"Dia adalah Nona Sie Hong Li, puteri dari Sie Tai-hiap!"
"Kaumaksudkan Sie Tai-hiap Pendekar Bodoh?" tanya Kam Wi setengah tidak percaya.
Ketika Kam Liong mengangguk membenarkan pertanyaan ini, tidak saja Kam Wi yang
memandang dengan penuh perhatian bahkan Tiong Kun Tojin dan kefiga orang lain itu memandang dengan penuh perhatian. Terdengar seorang di antara ketiga kakek yang duduk di situ mengeluarkan seruan heran dan berkata,
"Ah, kebetulan sekali! Sudah lama kami rindu sekali untuk menyaksikan kepandaian Pendekar Bodoh yang amat terkenal namanya, hari ini bertemu dengan puterinya, setidaknya kami akan dapat menilai sampai di mana tingkat kepandaian Pendekar Bodoh yang terkenal itu!"
Mendengar nama ayahnya disebut-sebut oleh suara orang yang agaknya sombong ini, Lili lalu mengangkat mukanya memandang dengan penuh perhatian. Suhu dari Kam Liong dan juga pamannya, memang patut menjadi orang gagah. Wajah mereka keren dan tubuh mereka tinggi besar, terutama sekali pandang mata kedua orang tokoh Kun-lun-pai ini amat tajam dan memandang dengan jujur dan langsung. Akan tetapi, tiga orang kakek yang duduk di situ benar-benar membuat Lili hampir tertawa geli. Orang-orang macam ini pantas sekali kalau menjadi sahabat Ceng To Tosu dan Ceng Tek Hwesio, karena mereka inipun mempunyai bentuk tubuh yang aneh. Yang bicara tadi adalah seorang yang tubuhnya seperti anak-anak, kepalanya botak dan jenggotnya sudah putih semua. Ia mengempit sebuah payung butut.
Orang ke dua bertubuh gemuk pendek dengan muka lebar dan mulut serta mata besar.
Kepalanya tertutup kopyah pendeta yang bertuliskan huruf "Buddha". Orang ini selalu tersenyum lebar dan pada pinggangnya terlilit rantai yang panjang dan besar. Orang ke tiga bertubuh tinggi kecil dan kepalanya yang kecil tertutup kopyah. Kumisnya hanya beberapa lembar di kanan kiri sedangkan jenggotnya yang hitam berbentuk jenggot kambing. Ia memegang sebatang tongkat sederhana.
Lili sama sekali tidak pernah menduga bahwa tiga orang ini adalah Hailun Thai-lek Sam-kui (Tiga Iblis Geledek dari Hailun) yang amat tersohor namanya. Seperti pernah dituturkan di bagian depan, Goat Lan ketika mencarikan obat untuk putera pangeran, pernah bertemu dengan tiga orang kakek itu. Juga pernah dituturkan bahwa ketiga orang kakek ini setelah mendengar dari Ban Sai Cinjin bahwa pertandingan pibu melawan rombongan Pendekar Bodoh akan diadakan setahun lagi, yaitu pada permulaan musim semi, lalu meninggalkan Ban Sai Cinjin untuk melanjutkan perantauan mereka.
Sungguhpun ketiga orang kakek ini mempunyai kegemaran yang buruk, yaitu suka sekali berkelahi dan mencoba ilmu kepandaian serta tidak mau kalah, namun mereka masih tetap Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
371 merupakan orang-orang gagah yang tidak mau melakukan kejahatan. Bahkan orang pertama, Thian-he Te-it Siansu yang bertubuh kate, dan Lak Mau Couwsu yang pendek gemuk, mempunyai jiwa pahlawan. Mereka berdua ini merasa tak senang mendengar betapa
bangsanya banyak yang diculik dan dirampok oleh orang-orang Mongol dan Tartar. Orang ke tiga, yang bernama Bouw Ki, sebetulnya adalah seorang keturunan Mongol, akan tetapi ketika mendengar betapa kedua orang suhengnya hendak membantu tentara kerajaan mengusir pengacau-pengacau bangsa Tartar dan Mongol, ia segera menyatakan kesediaannya untuk membantu pula! Bouw Ki dulu menjadi tokoh di negara Mongol, akan tetapi semenjak Malangi Khan merebut tahta kerajaan, ia melarikan diri dan mendendam kepada Malangi Khan yang sudah banyak membunuh keluarganya.
Demikianlah, ketika Hailun Thai-lek Sam-kui bertemu dengan Tiong Kun Tojin dan Kam Wi, kedua orang tokoh Kun-lun-pai ini, mereka segera mengadakan pertemuan di dalam gua itu untuk merundingkan maksud mereka membantu gerakan tentara pemerintah mengusir bangsa Tartar dan Mongol. Inilah sebab mengapa Lili menjumpai mereka di dalam gua.
Ketika kelima orang tua itu mengadakan pertemuan di dalam gua, dengan jujur Kam Wi menyatakan bahwa hawa amat dingin. Mendengar ini, Thian-he Te-it Siansu tertawa bergelak dan ia mengusulkan membuat api unggun di dalam gua. Ceng Tek Hwesio dan Ceng To Tosu disuruh mengumpulkan kayu kering dan tak lama kemudian bernyala api unggun besar di dalam gua itu. Panasnya tak tertahankan lagi oleh Ceng Tek Hwesio dan Ceng To Tosu yang kemudian disuruh oleh Tiong Kun Tojin untuk mencegat perjalanan barisan dari kerajaan dan kebetulan bertemu dengan Kam Liong.
Adapun lima orang pandai itu, setelah menyalakan api unggun, timbullah sifat Hailun Thailek Sam-kui untuk menguji kepandaian orang. Mereka dengan sengaja menambah bahan bakar sehingga kini api unggun itu bukan diadakan untuk mengusir hawa dingin, melainkan diadakan untuk menguji kepandaian masing-masing! Tentu saja kedua orang tokoh Kun-lunpai yang mengerti maksud tiga orang tamunya, tidak mau menyerah kalah begitu saja dan seakan-akan tidak mengerti maksud mereka, kedua orang ini mengajak Hailun Thai-lek Sam-kui bercakap-cakap sampai Kam Liong dan Lili datang.
Lili yang merasa mendongkol juga mendengar ucapan Thian-he Te-it Siansu yang
menyinggung nama ayahnya, lalu berkata,
"Siapakah gerangan Sam-wi Lo-enghiong (Tiga Orang Tua Gagah) yang telah mengenal nama ayahku?"
Ketiga orang aneh itu tidak menjawab, melainkan tertawa-tawa saja dan Bouw Ki sekarang menambah lagi kayu bakar pada api unggun itu sehingga makin besarlah nyalanya dan makin panas hawanya.
Tiong Kun Tojin merasa tidak enak melihat sikap tiga orang kakek itu, karena menghadapi puteri Pendekar Bodoh ia tidak berani memandang rendah, maka ia lalu memperkenalkan,
"Kam Liong, dan kau juga Nona Sie. Ketahuilah bahwa tiga orang tua ini adalah Hailun Thai-lek Sam-kui yang amat terkenal. Mereka datang untuk membantu kita mengusir pengacau di perbatasan."
Kam Liong terkejut dan menjura dengan hormat kepada tiga kakek itu, akan tetapi Lili tiba-tiba tertawa mengejek.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
372 "Ah, tidak tahunya aku berhadapan dengan tiga orang kakek gagah perkasa, demikian gagah perkasanya sehingga suka mengeroyok seorang gadis yang bernama Goat Lan!"
Tiong Kun Tojin dan Kam Wi, juga Kam Liong tertegun mendengar ucapan ini, dan mereka merasa khawatir sekali melihat gadis itu berani mengejek tiga orang kakek itu. Akan tetapi, memang sudah menjadi watak Hailun Thai-lek Sam-kui yang aneh, mereka ini tidak pernah marah, dan hanya satu kesukaannya, yaitu berkelahi mencari kemenangan! Kini mendengar ejekan Lili, mereka tidak marah. Lak Mau Couwsu berkata sambil memperlebar senyumnya,
"Ah, murid Sin Kong Tianglo itu telah menceritakan tentang perjumpaannya dengan kami bertiga" Bagus, katakan kepadanya bahwa lain kali dia takkan kami lepaskan sebelum mengaku kalah. Ha-ha-ha!"
Tiong Kun Tojin adalah seorang tokoh Kun-lun-pai yang dikenal berwatak keras, jujur dan suka berterus terang. Melihat betapa di antara tiga orang kakek itu dan Lili terdapat pertentangan, ia lalu berkata terus terang,
"Dalam waktu seperti ini, di mana negara sedang terancam oleh musuh dari luar, sungguh amat disesalkan kalau di antara kita saling cakar-cakaran! Lebih baik kita melupakan untuk sementara waktu urusan lama yang terjadi di antara kita, dan mempersatukan tenaga untuk menolong negara! Adapun tentang pengujian kepandaian, dapat dilakukan di sini tanpa membahayakan nyawa! Biarlah kutambah lagi api ini untuk melihat siapa yang paling kuat di antara kita." Sambil berkata demikian, tokoh Kun-lun-pai ini lalu menambahkan kayu bakar lagi pada api unggun yang sudah amat besar itu. Kam Liong hampir tak dapat menahannya.
Peluhnya telah mulai keluar membasahi jidatnya. Ketika ia mengerling ke arah Lili, ternyata bahwa gadis ini masih tersenyum-senyum seakan-akan tidak merasa panas sama sekali!
"Kam Liong, kau keluarlah. Kau tidak ikut serta dalam ujian ini!" kata suhunya untuk menolong muridnya ini, karena ia maklum bahwa kepandaian Kam Liong masih belum cukup matang untuk dapat menahan panas yang demikian hebatnya. Kam Liong lalu menjura dan setelah mengerling sekali kepada Lili, ia lalu keluar dari situ, disambut oleh Ceng Tek Hwesio dan Ceng To Tosu.
"Aduh, kukira kau takkan keluar, Kam-ciangkun. Kalau aku yang berada di dalam, bisa kering seluruh tubuhku!" kata hwesio gemuk itu.
"Eh, apakah Nona Sie masih bertahan di dalam?" tanya Ceng To Tosu heran.
Kam Liong mengangguk. Ia belum berani mengeluarkan suara, karena pergantian hawa dari dalam yang panas menjadi dingin sekali di luar, membutuhkan pengerahan tenaga lwee-kang untuk mengatur aliran darahnya.
Adapun Lili yang menghadapi lima orang itu, sambil tersenyum-senyum memandang kepada mereka. Dilihatnya betapa muka kelima orang itu merah sekali tersorot oleh api unggun dan betapa mereka mempertahankan dengan sin-kang mereka yang tinggi, tetap saja nampak betapa mereka itu telah mulai terserang rasa panas yang luar biasa ini. Lili sendiri juga merasakan serangan hawa panas itu, akan tetapi dia bukanlah puteri Pendekat Bodoh dan cucu murid Bu Pun Su kalau harus kalah sedemikian mudahnya. Ia telah mempelajari latihan sinkang yang luar biasa dari ayahnya, yaitu latihan sin-kang pokok yang diajarkan oleh Bu Pun Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
373 Su dahulu kepada ayahnya. Pengerahan sin-kangnya membuat tubuhnya sebentar-sebentar terasa dingin sekali dan ia berseru,
"Aduh dinginnya..."
Thian-he Te-it Siansu memandangnya dengan kagum dan heran, lalu menganggukkan
kepalanya dan berkata, "Memang dingin sekali! Biar kutambah kayu bakarnya!" Kakek botak yang kecil ini lalu menambah kayu bakar lagi sehingga api berkobar makin tinggi dan hawa panas makin menghebat!
Melihat hal ini, diam-diam Lili terkejut sekali. Sin-kang dari lima orang tua ini benar-benar hebat sekali, dan karena ia kalah latihan, kalau dilanjutkan akhirnya ia sendiri yang akan mundur dan mengaku kalah. Akan tetapi, Lili adalah puteri Pendekar Bodoh dan ibunya terkenal amat cerdik. Gadis ini pun memiliki kecerdikan, ketabahan, dan ketenangan yang luar biasa sekali. Ia lalu berpikir dan mengingat-ingat dongeng yang dulu sering ia dengar dari kakeknya, yaitu Yousuf. Setelah mengingat sebuah dongeng tentang padang pasir, ia lalu tersenyum, menghafalkan sajak tentang Abdullah yang terserang panas di padang pasir.
Setelah hafal betul di luar kepala, gadis ini lalu tersenyum-senyum girang. Ia lalu berdiri dan mengumpulkan semua kayu bakar, dan dilemparkannya kayu bakar itu ke dalam api unggun.
Api kini menyala hebat sekali sampai sundul pada langit-langit gua!
Lima orang tua itu kaget sekali dan cepat mereka mengerahkan tenaga dalam, karena kini hawa panas luar biasa hebatnya. Lili sendiri lalu duduk bersila, mengatur napas dan duduk seperti orang bersamadhi, seluruh perasaannya melupakan adanya api unggun, bahkan kini membayangkan keadaan di luar gua yang tertutup salju dan dingin sekali. Setelah hawa panas mereda, tiba-tiba gadis ini lalu menyanyikan sajak yang tadi dihafalnya di luar kepala. Ia bernyanyi tanpa mempergunakan perasaannya sehingga ia tidak terpengaruh oleh
nyanyiannya sendiri.
Lima orang tua itu mendengar suara yang merdu dan indah, tak dapat bertahan lagi lalu memperhatikan kata-kata nyanyian itu. Memang Lili mempunyai suara yang amat merdu, dan terdengarlah ia bernyanyi keras,
"Abdullah kelana sengsara.
Haus, lapar, lelah tak berdaya.
Tersesat di gurun pasir tandus.
Matahari membakar, panas... haus!
Tak tertahankan panasnya, serasa dibakar.
Mata silau, terasa pedas, perih, nanar.
Kulit mengering.
Kepala pening...
Aduh panasnya, panas tak tertahankan...!"


Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
374 Dahulu ketika Yousuf menyanyikan sajak ini ketika mendongengkannya tentang Abdullah si musafir kelana, Lili seringkali merasa ikut panas dan seakanakan ia merasakan betapa sengsaranya berada di padang pasir yang kering itu. Kini ia bernyanyi dengan suaranya yang merdu, didengarkan dengan penuh perhatian oleh lima orang tua itu. Dan akibatnya sungguh hebat!
Ketika ia bernyanyi sampai di bagian mata silau, terasa pedas, perih, nanar, terdengar keluhan Kam Wi yang tidak kuat lagi membuka matanya, seakan-akan api unggun yang bernyala itu berubah menjadi matahari yang luar biasa panas dan menyilaukan matanya.
Kepalanya menjadi pening dan betapa pun ditahan-tahannya, ia tidak kuat lagi sehingga untuk berjalan keluar saja ia tidak kuat lagi. Suhengnya, Tiong Kun Tojin, yang melihat keadaan sutenya ini, lalu menggerakkan kaki kanannya mendorong tubuh sutenya itu yang terpental dan bergulingan keluar sampai di pintu gua. Setelah mendapatkan hawa segar, barulah Kam Wi dapat mengerahkan tenaga dan melompat keluar dengan terengah-engah!
Tiong Kun Tojin menolong sutenya tanpa berani mengeluarkan sepatah kata pun. Ia sendiri sudah hampir tidak kuat, apalagi ketika Lili mengulang nyanyiannya dan menambahkan semua sisa kayu bakar pada api unggun itu! Juga Hailun Thai-lek Sam-kui dengan susah payah mencoba untuk menahan serangan hawa panas yang luar biasa dan yang kini berlipat ganda hebatnya setelah mereka mendengarkan nyanyian Lili.
"Tutup mulut...! Jangan menyanyi...!" Thian-he Te-it Siansu membentak, akar tetapi bentakannya ini membuat ia makin lemah dan pertahanannya tak dapat melawan pengaruh panas yang mendesak. Sambil berseru keras tubuhnya berkelebat keluar dari situ, diikuti oleh kedua orang sutenya. Sesampai di luar, mereka terengah-engah dan cepat-cepat duduk bersamadhi untuk mengatur napas.
Tiong Kun Tojin mencoba untuk mempertahankan diri. Sebagai seorang tokoh Kun-lun-pai yang ternama, ia merasa malu kalau harus mengaku kalah dalam hal menghadapi api unggun oleh gadis yang cerdik dan banyak akal ini. Akan tetapi gema nyanyian Lili betul-betul membuat ia bohwat (kehabisan akal) dan terpaksa ia lalu berdiri dari tempat duduknya, memandang ke arah Lili yang ternyata kini bernyanyi sambil duduk bersamadhi meramkan matanya itu. Lili memang sedang memusatkan tenaganya dan biarpun mulutnya bernyanyi, ia bernyanyi tanpa menggunakan perasaan atau pikiran. Tahulah Tiong Kun Tojin akan akal bulus gadis ini dan diam-diam ia menjadi kagum sekali. Ia tidak kuat berdiam di situ lebih lama lagi dan dengan tindakan perlahan ia keluar dari gua. Berbeda dengan yang lain-lain, ia keluar dengan tenang dan sambil berjalan, ia telah mengatur napasnya sehingga ketika tiba di luar gua, keadaannya tidak apa-apa, hanya mukanya saja telah penuh dengan peluh!
Baru saja tiba di luar, berkelebatlah bayangan Lili. Gadis ini hanya nampak merah saja mukanya, tanpa peluh setitik pun. Kemerahan mukanya menambah kemanisan gadis ini sehingga semua orang memandangnya dengan penuh kekaguman.
"Ah, tidak mengecewakan kau menjadi puteri Pendekar Bodoh!" Tiong Kun Tojin memuji dengan setulus hati.
Juga Sin-houw-enghiong Kam Wi yang berwatak kasar dan jujur lalu berkata kepada Kam Liong,
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
375 "Liong-ji, kalau kau bisa berjodoh dengan Nona ini, hatiku akan puas sekali dan roh ayahmu akan tersenyum bahagia! Aku akan mencari Pendekar Bodoh untuk mengajukan pinangan!"
Kam Liong menjadi kaget sekali dan menyesal akan kelancangan pamannya yang kasar itu.
Diam-diam ia mengerling ke arah Lili yang menjadi merah sekali mukanya, bukan merah karena panasnya api, akan tetapi merah sampai ke telinga-telinganya saking jengah, malu dan marahnya. Ia memandang dengan mata bersinar tajam kepada pembicara itu, agaknya siap untuk memaki. Akan tetapi Kam Liong buru-buru menghampirinya dan menjura amat dalam lalu berkata,
"Nona Sie, mohon maaf sebanyaknya apabila ucapan pamanku menyinggung hatimu.
Percayalah, Siok-hu (Paman) tidak bermaksud buruk dan sama sekali tidak hendak
menghinamu. Harap kau sudi memaafkannya."
Mendengar ucapan dan melihat sikap pemuda ini, Lili merasa tidak enak hati kalau melanjutkan kemarahannya terhadap orang tinggi besar yang kasar itu. Akan tetapi tetap saja ia mengomel,
"Agaknya orang di sini tidak tahu aturan dan boleh bicara apa saja seenak hatinya, tanpa mempedulikan orang lain seakan-akan dia yang lebih tinggi dan lebih pintar. Kam-ciangkun, marilah kita melanjutkan perjalanan, aku hendak mencari keluargaku. Untuk apa lama-laima di sini" Kalau kau masih hendak lama berdiam di tempat ini, terpaksa aku akan pergi lebih dulu!"
Kam Liong menjadi serba salah dan memandang kepada suhu dan pamannya. Akan tetapi sebelum ketiga orang ini mengeluarkan kata-kata, Thian-he Teit Siansu, orang pertama dari Thai-lek Sam-kui itu, berkata sambil tertawa,
"Nona Sie, kau telah mengakali kami bertiga. Kau cerdik sekali! Akan tetapi hatiku belum puas karena belum melihat kepandaianmu yang sesungguhnya. Marilah kau melayani kami sebentar, hendak kulihat apakah kepandaianmu sama tingginya dengan akal bulusmu!"
Sambil berkata demikian, kakek kate ini menggerak-gerakkan payungnya.
Pada saat itu Lili sedang merasa jengkel dan marah karena ucapan Kam Wi tadi, maka kini mendengar orang menantangnya, ia menjawab marah,
"Kalian ini tiga orang iblis tua ternyata jahat dan sombong. Kaukira aku takut kepada kalian"
Di dalam waktu seperti ini, kalian datang katanya hendak membantu perjuangan dan mengusir para pengacau, akan tetapi siapa tahu bahwa kalian hanya hendak mencari permusuhan dengan setiap orang yang kaujumpai. Kalian mengajak berkelahi. Baik, majulah aku Sie Hong Li tidak takut sedikit pun!" Sambil berkata demikian sekali ia menggerakkan kedua tangannya, pedang Liong-coan-kiam telah berada di tangan kanan dan kipas maut telah berada di tangan kirinya! Ia berdiri dengan sikap gagah sekali, mukanya merah matanya menyala.
Melihat sikap ini, Tiong Kun Tojin lalu cepat melangkah maju dan berkata kepada Hailun Thai-ek Sam-kui,
"Sam-wi sungguh tidak dapat membedakan orang. Bicara terhadap seorang gadis muda seperti Nona Sie, seharusnya jangan dipersamakan dengan pembicaraan terhadap seorang Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
376 yang sudah masak oleh api pengalaman." Kemudian tosu ini lalu berpaling kepada Lili dan berkata,
"Nona Sie, sesungguhnya memang sudah menjadi watak Hailun Thai-lek Sam-kui untuk menguji kepandaian setiap orang yang dijumpainya. Ini adalah cara penghargaan mereka.
Kalau yang dijumpainya itu seorang yang mereka anggap tidak cukup sempurna
kepandaiannya dan tidak cukup berharga, biar dipaksa-paksa sekalipun jangan harap akan dapat membuat mereka turun tangan mengajak bertanding! Tantangannya ini merupakan sepenghormatan yang aneh, Nona. Oleh karena itu, harap kau jangan marah dan lakukanlah pertandingan ini secara persahabatan, yaitu hanya merupakan ibu (pertandingan kepandaian) biasa saja untuk menentukan siapa yang lebih unggul tingkatnya!"
Lili tersenyum menyindir ketika menjawab, "Totiang, aku pun bukan seorang kanak-kanak, sungguhpun harus aku akui bahwa pengalamanku belum banyak. Ketiga orang tua ini termasuk tokoh-tokoh kang-ouw yang terkenal dan sudah mencapai tingkat tinggi. Akan tetapi mengapa untuk menghadapi aku seorang saja mereka bertiga hendak maju berbareng"
Bukan aku merasa takut, akan tetapi bukankah kalau hal ini hanya sebuah pibu biasa nama mereka akan merosot turun?"
Bouw Ki orang ke tiga dari Thailek Sam-kui tertawa bergelak.
"Nona Sie, kami bertiga disebut tiga setan, mengapa takut nama merosot" Kami tidak mempedulikan nama dan juga menjadi kebiasaan kami untuk maju bersama, hidup bertiga mati bertiga! Nona, kalau seorang di antara kami menang, kami tak dapat memperebutkan kemenangan itu dan kalau kalah, harus kami pikul bertiga. Ha-ha-ha!"
Lili adalah seorang gadis yang keras hati, mendengar omongan ini ia menjadi makin marah.
"Majulah, majulah! Siapa takut padamu?"
Thian-he Te-it Siansu, orang pertama dari Hailun Thai-lek Sam-kui mengeluarkan suara aneh dan payungnya menyambar ke arah pinggang Lili.
"Anak Pendekar Bodoh, awaslah!" serunya.
Lili melihat bahwa biarpun payung itu merupakan benda sederhana saja, namun ia tahu bahwa itu adalah sebuah senjata luar biasa. Tidak saja gagang payung dapat mewakili sebuah tongkat, juga setiap jari-jari payung itu merupakan tongkat-tongkat kecil yang dapat dipergunakan untuk menotok jalan darah. Maka ia tidak berlaku ayal lagi dan cepat ia mengebutkan kipas di tangan kirinya menangkis. Terdengar suara keras ketika kipas dan payung beradu dan ketika dari kipas ini datang angin pukulan yang aneh, Thian-he Te-it Siansu menjadi kagum sekali.
Begitu pukulan pertama dari payung Thian-he Te-it Siansu dapat tertangkis oleh Lili, menyusullah serangan-serangan dari Bouw Ki yang menggerakkan tongkatnya dan Lak Mou Couwsu yang mainkan rantai besarnya. Sebentar saja Lili telah terkurung oleh tiga orang tokoh besar itu dengan rapat sekali. Akan tetapi, gadis yang berhati tabah dan berani sekali ini tidak menjadi gentar seujung rambut pun, bahkan ia lalu mempercepat permainan kipas San-sui-san-hoat peninggalan dari Swi Kiat Siansu dan memperhebat pula serangan pedang di tangan kanannya yang memainkan Ilmu Pedang Liong-cu Kiam-sut ciptaan ayahnya.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
377 Pada saat Thian-he Te-it Siansu menyerang dengan payung dikembangkan ke arah lambung Lili, gadis ini berseru keras dan cepat mengembangkan kipasnya pula, dikebutkan ke arah payung sedangkan pedangnya tidak tinggal diam, melainkan menahan datangnya rantai dan tongkat!
"Nanti dulu!" seru Thian-te Te-it Siansu ketika merasa betapa kebutan kipas itu telah menolak hawa pukulan dari payungnya. "Bukankah yang kaumainkan ini ilmu kipas maut San-sui-san-hoat dari Swi Kiat Siansu?"
Lili tidak mau menahan senjatanya dan sambil menyerang terus ia berseru, "Kalau betul kau mau apa?"
"Ha-ha-ha! Katanya kau puteri Pendekar Bodoh, kenapa menghadapi dengan Ilmu Kipas Maut dari Swi Kiat Siansu" Mana kepandaian dari Pendekar Bodoh, ayahmu?" Thian-he Te-it Siansu yang paling pandai bicara di antara kedua mengejek Lili.
Memang sesungguhnya, Thian-he Tiat Siansu agak jerih menghadapi ilmu kipas maut dari Swi Kiat Siansu, karena ia pernah jatuh bangun oleh Swi Kiat Siansu yang mainkan ilmu silat ini. Ketiga orang Iblis Geledek dari Hailun ini memang pernah mengadu kepandaian dengan Swi Kiat Siansu dan biarpun tokoh terbesar dari utara ini hanya mainkan sebuah kipas butut, namun ketiga orang iblis ini terpaksa mengakui keunggulan Swi Kiat Siansu! Kini melihat bahwa gadis muda ini pandai pula mainkan ilmu Kipas San-sui-san-hoat, selain jerih terhadap ilmu kipas itu sendiri, juga Thian-he Te-it Siansu merasa jerih menghadapi nama kakek jagoan dari utara itu. Maka ia sengaja mengejek Lili agar mengeluarkan kepandaian yang dipelajarinya dari Pendekar Bodoh.
Lili adalah seorang gadis muda yang betapapun cerdik dan tabahnya, namun masih kurang pengalaman. Dalam sebuah pibu, sebetulnya ia boleh saja mengeluarkan segala kepandaian yang pernah dipelajarinya, karena namanya juga pibu (mengadu kepandaian), kalau ia menyimpan dan tidak mempergunakan sesuatu kepandaiannya, kalah menang tak dapat dipergunakan sebagai ukuran. Mendengar ejekan Thian-he Te-it Siansu itu, ia menjadi marah sekali.
"Tua bangka, kaukira aku hanya mengandalkan pelajaran dari Swi Kiat Siansu belaka" Untuk mengalahkan orang-orang macam kalian ini cukup dengan pedang dan tangan kiriku." Sambil berkata demikian, Lili lalu menyelipkan kipas mautnya di pinggang, kemudian ia menyerang lagi sambil memutar pedang Liong-coan-kiam sehingga pedang itu berubah menjadi segulung sinar putih yang menyilaukan mata.
"Bagus sekali. Aku tak pernah menyaksikan ilmu pedang seperti ini, akan tetapi betu1-betul hebat!" seru Lak Mou Couwsu yang jujur. Memang Ilmu Pedang Liong-cu Kiam-sut adalah ciptaan dari Pendekar Bodoh sendiri, yaitu sebagian dari Ilmu Pedang Daun Bambu yang amat sulit dipelajarinya, maka jarang ada orang yang pernah menyaksikannya. Ilmu Pedang Daun Bambu adalah ilmu pedang yang baru dapat dimainkan oleh orang yang telah memiliki kepandaian pokok segala ilmu silat dan dasar-dasar gerakan tubuh seperti yang telah dimiliki oleh Pendekar Bodoh biarpun Lili telah dilatih oleh ayahnya semenjak kecil, akan tetapi tetap saja gadis ini belum dapat menangkap pelajaran mengenal pokok dan dasar ilmu silat seperti yang dimiliki ayahnya, maka sukarlah baginya untuk mempelajari Ilmu Pedang Daun Bambu.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
378 Sebagai gantinya, Pendekar Bodoh lalu menciptakan Ilmu Pedang Liong-cu Kiam-sut untuk puterinya.
Ilmu Pedang Liong-cu Kiam-sut ini memang benar-benar hebat, tepat sebagaimana yang dikatakan oleh Lak Mou Couwsu yang jujur. Kalau sekiranya yang menghadapi ilmu pedang ini seorang di antara Hailun Thai-lek Sam-kui, belum tentu mereka akan kuat menahan.
Gerakan pedang ini sama sekali tidak pernah terduga dan pergerakannya amat wajar, tetapi tepat dan sesuai dengan gerakan lawan. Ilmu pedang ini menjadi "hidup" apabila
dipergunakan menghadapi serangan lawan, karena sambil menangkis pedang Liong-coan-kiam itu terus bergerak dengan otomatis menyerang bagian yang lemah dari lawan yang masih berada dalam kedudukan menyerang itu. Pernah dituturkan di dalam cerita Pendekar Bodoh betapa pendekar ini menciptakan Ilmu Pedang Daun Bambu dengan menjadikan daun-daun bambu yang bergerak-gerak tertiup angin sebagai "lawan-lawan" yang ratusan jumlahnya. Kalau daun-daun bambu itu tidak bergerak tertiup angin, agaknya Sie Cin Hai si Pendekar Bodoh takkan berhasil menciptakan ilmu pedang yang lihai ini. Akan tetapi dengan ratusan daun bambu bergerak-gerak, maka gerakan pedangnya menjadi "hidup" sehingga biarpun pohon bambu terlindung oleh ratusan daunnya yang bergerak-gerak, tetap saja ujung pedangnya dapat melukai batang-batang bambu tanpa melanggar daun sehelai pun!
Tentu saja dalam hal ilmu pedang, Lili masih jauh di bawah kepandaian ayahnya. Selain belum matang betul, juga pengertiannya tentang pokok dasar gerakan masih belum sepandai ayahnya. Ditambah pula kini ia menghadapi keroyokan tiga tokoh besar di dunia kang-ouw yang telah menggemparkan dunia persilatan dengan ilmu silat mereka yang aneh pula, maka setelah bertempur puluhan jurus, Lili mulai terkurung rapat dan terdesak.
Sementara itu, tidak saja Tiong Kun Tojin dan Kam Wi berdiri dengan amat kagum
menyaksikan ilmu kepandaian Lill, akan tetapi terutama sekali Kam Liong menjadi terkejut.
Sedikit pun tak pernah disangkanya bahwa gadis ini memiliki kepandaian sedemikian hebatnya sehingga dapat menghadapi keroyokan Hailun Thai-lek Sam-kui! Akan tetapi ia merasa bukan main cemasnya ketika melihat betapa gulungan sinar pedang gadis itu makin menjadi kecil karena terdesak oleh tiga senjata istimewa yang dimainkan oleh tiga iblis tua itu.
"Liong-ji," tiba-tiba Kam Wi berkata dengan penuh kekaguman, "Nona ini benar-benar patut menjadi isterimu! Aku akan melamarnya untukmu kepada Pendekar Bodoh!" Ucapan ini dikeluarkan dengan keras sehingga terdengar pula oleh Lili yang menggigit bibirnya dengan muka makin merah. Akan tetapi ia tidak sempat untuk melayani orang kasar yang jujur ini.
"Memang mengagumkan sekali," kata Tiong Kun Tojin, "pinto sendiripun setuju sepenuhnya kalau Kam Liong dapat berjodoh dengan Nona Sie yang gagah perkasa ini." Akan tetapi ucapan tosu ini hanya perlahan dan terdengar oleh Kam Liong dan Kam Wi saja. Tentu saja Kam Liong merasa amat gembira mendengar ucapan dua orang ini.
"Sungguhpun teecu merasa setuju sekali akan tetapi orang seperti teecu mana berharga untuk menjadi jodohnya?" kata pemuda ini dengan hati berdebar.
Ucapan terakhir dari pemuda ini terdengar oleh Lili maka ia menjadi makin tak enak hati. Ia ingin sekali mengalahkan tiga orang lawannya dan segera pergi dari mereka yang
membuatnya amat jengah dan malu, akan tetapi bagaimana ia dapat lolos dari kepungan tiga orang lawan yang hebat ini" Ia mendengar penuturan Goat Lan betapa gadis kosen itu pun Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
379 kalah menghadapi keroyokan Thai-lek Sam-kui, maka teringatlah ia akan cerita Goat Lan bahwa tiga iblis tua ini tidak bermaksud mencelakakan lawannya dan hanya bertempur mati-matian karena haus akan kemenangan belaka!
Mereka takkan melukaiku, pikir Lili, dan gadis ini memutar otaknya yang cerdik. Kalau aku tidak menggunakan senjata, mereka tentu takkan mendesak hebat dalam kekhawatiran mereka melukaiku dan apabila mereka memperlambat gerakan, dengan ilmu silat Kong-ciak-sinna (Ilmu Silat Burung Merak) apakah aku takkan dapat merampas senjata mereka" Setelah berpikir demikian gadis ini lalu menyimpan pedangnya dan kini ia bersilat dengan Ilmu Silat Kong-ciak-sinna ilmu silat tangan kosong ciptaan Bu Pun Su kakek gurunya yang khusus untuk menghadapi lawan bersenjata!
Tubuh gadis yang lincah ini menjadi makin ringan dan ia melompat ke sana kemari bagaikan burung merak indah menyambar-nyambar diantara sambaran senjata lawan mencari
kesempatan untuk mengulur tangan dan mencengkeram senjata lawan untuk dirampasnya.
"Aduh, hebat! Inilah agaknya Kong-ciak-sinna dari Bu Pun Su yang lihai!" Thian-he Te-it Siansu berseru. "Dia mau merampas senjata, lekas kita menghadapinya dengan tangan kosong pula!"
Ternyata kakek kate ini cerdik sekali dan ia telah tahu akan maksud gadis itu. Lili menjadi makin gelisah dan gemas. Karena sekarang ketiga orang lawannya bertangan kosong dan mereka ternyata adalah ahli-ahli lwee-keh yang tenaganya hebat, harapannya untuk dapat lolos menjadi tipis sekali. Di dalam kemarahannya, Lili lalu mengubah gerakan tubuhnya dan kini kedua lengannya mengebulkan uap putih dan hawa pukulan yang hebat keluar dari lengan yang berkulit putih halus itu!
"Hebat sekali, inilah Pek-in-hoat-sut dari Bu Pun Su!" teriak Thian-te Te-it Siansu dengan gembira dan ia telah mencabut payungnya lagi yang segera dikembangkan untuk menangkis hawa pukulan yang luar biasa dari Lili. Juga kedua orang adiknya lalu mengeluarkan senjata masing-masing karena dengan bertangan kosong, mereka tidak berani menghadapi Pek-in-hoat-sut yang lihai.
Bukan main gemasnya hati Lili. Ia berseru nyaring, "Baiklah, aku akan mengadu jiwa dengan kalian!" Dan sekejap mata kemudian, kipas dan pedangnya telah berada di kedua tangannya.
Inilah keputusan terakhir yang berarti bahwa gadis ini bukan hendak pibu lagi, melainkan hendak bertempur mati-matian dengan maksud membunuh!
Akan tetapi, ketiga orang iblis tua itu tidak takut sama sekali bahkan terdengar mereka tertawa-tawa mengejek sambil mengurung Lili. Memang mereka bertiga ini tentu saja lebih kuat daripada Lili, dan betapapun gadis ini mainkan kipas dan pedangnya, tetap saja ia terkurung dan tak dapat lolos!
Tiba-tiba berkelebat bayangan yang gesit dan tahu-tahu tanpa dapat dicegah lagi oleh Tiong Kun Tojin atau Kam Wi, Kam Liong telah meloncat masuk ke dalam gelanggang
pertempuran dengan pedang di tangan.
"Sam-wi Totiang, harap suka melepaskan Nona Sie!" teriak Panglima Muda ini sambil memutar pedangnya, membantu Lili menangkis serangan lawan.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
380 Thai-lek Sam-kui menunda serangannya, "Ha-ha-ha, Kam-ciangkun, tentu saja kami akan menghentikan serangan apabila Nona Sie suka mengaku bahwa kepandaian Hailun Thai-lek Sam-kui lebih tinggi daripada kepandaian Pendekar Bodoh!"
"Jangan ngacau!" bentak Lili. "Biarpun ada sepuluh orang seperti kalian, ayahku takkan kalah!" Dengan gemas sekali, gadis ini lalu menyerang lagi dan disambut oleh Thai-lek Sam-kui sambil tertawa-tawa.
"Sam-wi Totiang, jangan serang dia!" Kam Liong kembali mencegah.
"Kam-ciangkun, kau sayang kepada Nona ini" Boleh kaubantu padanya agar lebih gembira permainan ini. Ha-ha-ha!" Thian-he Te-it Siansu tertawa bergelak dan demikianiah, pertempuran kini menjadi lebih ramai lagi dengan adanya Kam Liong yang membantu Lili.
Lili menjadi makin gemas. Bantuan dari Kam Liong tidak menyenangkan hatinya, karena hal itu dianggap merendahkannya. Akan tetapi apa yang dapat ia lakukan" Betapapun juga, harus ia akui bahwa seorang diri saja tak mungkin ia akan dapat lolos dan kini bantuan Kam Liong, biarpun tak dapat mendatangkan kemenangan baginya namun dapat membuat ia agak
bernapas lega, tidak repot seperti tadi.
Melihat betapa pertempuran itu, terutama dari pihak Lili, dilakukan dengan sungguh-sungguh dan mati-matian, timbul hati khawatir pada Tiong Kun Tojin dan Kam Wi. Keduanya memberi tanda dengan mata dan sekali mereka menggerakkan tubuh, mereka telah melompat ke dalam gelanggang pertempuran.
"Sam-wi Beng-yu, harap suka mengalah dan mundur!" kata Tiong Kun Tojin sambil
menggerakkan tangannya ke arah payung yang dipegang oleh Thian-he Te-it Siansu. Si Kakek Kate ini merasa betapa angin pukulan yang hebat keluar dari tangan tokoh Kun-lun-pai itu, maka cepat ia menarik kembali payungnya dan melompat mundur.
Juga Kam Wi sebagai tokoh Kun-lunpai ke dua, memperlihatkan kepandaiannya. Ia hanya mengebutkan kedua ujung lengan bajunya, akan tetapi kedua ujung baju itu sudah cukup untuk menggempur tongkat dan rantai di tangan Bouw Ki dan Lak Mou Couwsu sehingga senjata mereka terpental ke belakang!
Hailun Thai-lek Sam-kui melompat mundur dan Thian-he Te-it Siansu tertawa bergelak.
"Nona Sie, sekarang kau sudah sepantasnya mengaku bahwa kepandaian Hailun Thai-lek Sam-kui masih lebih unggul daripada kepandaian Pendekar Bodoh!"
"Manusia sombong, kalau sewaktu-waktu kalian mendapat kehormatan bertemu dengan ayah, kalian ini seorang demi seorang tentu akan mendapat tamparan untuk melenyapkan kesombonganmu!" Setelah berkata demikian, Lili lalu mengangguk kepada Kam Liong dan berkata, "Kam-ciangkun, maafkan, aku tidak dapat berdiam di sini lebih lama lagi!" Ia lalu melompat jauh dan tidak perdulikan lagi seruan Kam Liong yang hendak menahannya.
Tiong Kun Tojin menarik napas. "Seorang gadis yang gagah. Aku setuju usul Sute untuk menjodohkannya dengan Kam Liong."
Kam Wi menegur Thai-lek Sam-kui mengapa mereka ini sebagai orang-orang tua masih suka mengganggu seorang gadis muda seperti itu. Adapun Kam Liong, betapapun mendongkolnya terhadap Thai-lek Sam-kui, namun ia tidak berani menegur. Mereka lalu masuk kembali ke Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
381 dalam gua yang kini telah padam api unggunnya, lalu merundingkan cara untuk mencegah penyerbuan tentara musuh, yaitu bala tentara Mongol dan Tartar.
"Pinto mendengar berita bahwa barisan Mongol dibantu oleh orang-orang pandai dari pedalaman, entah siapa-siapa orangnya. Oleh karena inilah maka pinto dan Siok-humu sengaja mengumpulkan kawan-kawan untuk menghadapi pengkhianat-pengkhianat bangsa yang tak tahu malu itu," kata Tiong Kun Tojin kepada muridnya. "Baiknya kaupimpin dulu pasukanmu untuk menjaga garis depan di sepanjang tembok besar, pinto akan menanti dulu di sini sampai kawan-kawan kita tiba di sini, baru kami akan menyusul ke garis depan."
Setelah berunding, Kam Liong lalu kembali ke tempat di mana pasukannya berhenti dan kemudian memimpin pasukannya maju terus ke utara. Di dalam hatinya ia merasa menyesal dan kecewa sekali karena Lili telah meninggalkannya dan diam-diam ia menyumpahi Hailun Thai-lek Sam-kui yang telah menyebabkan gadis itu menjadi marah-marah dan pergi. Akan tetapi diam-diam ia merasa girang dan bersyukur sekali karena suhu dan siok-hunya telah berjanji hendak meminang Lili untuknya kepada Pendekar Bodoh! Maklum bahwa gadis itu pasti akan pergi ke Gunung Alkata-san dimana Hong Beng dan Goat Lan berada, maka ia tidak merasa khawatir, lalu mempercepat perjalanan pasukannya ke Gunung Alkata-san.
*** Mari kita sekarang mengikuti perjalanan Lie Siong putera Ang I Niocu pemuda remaja yang gagah perkasa dan berwatak sukar dan aneh itu. Sebagaimana telah diketahui, Lie Siong berhasil menotok Lo Sian hingga tak berdaya dan membawa Pengemis Sakti itu. Ia menculik Lo Sian bukan karena ia benci kepada pengemis ini, akan tetapi sesungguhnya karena ia ingin sekali mengetahui keadaan ayahnya, yaitu pendekar besar Lie Kong Sian.
Setelah membawa Lo Sian jauh dari Shaning malam hari itu, Lie Siong lalu menurunkan Lo Sian dari pondongannya dan meletakkannya di atas rumput. Ia tidak membebaskan Lo Sian dari totokan, sebaliknya bahkan lalu merebahkan diri di bawah pohon dan tidur. Pemuda ini telah melakukan perjalanan jauh dan merasa lelah sekali.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia telah bangun dan ketika melihat ke arah Lo Sian, ia melihat pengemis tua itu masih berbaring tak dapat bergerak. Timbul rasa kasihan dalam hatinya maka ia lalu menghampiri Lo Sian dan melepaskan totokannya. Beberapa kali urutan dan tepukan pada tubuh pengemis itu, terbebaslah Lo Sian. Akan tetapi oleh karena selama setengah malam Lo Sian berada dalam keadaan tertotok, dia masih merasa lemas dan hanya dapat bangun duduk dengan payah sekali. Pengemis ini segera meramkan mata bersamadhi untuk menyalurkan tenaga dalamnya dan mengatur napasnya agar jalan darahnya bisa normal kembali. Lie Siong lalu menempelkan telapak tangannya pada telapak tangan pengemis itu dan membantunya menyalurkan hawa dan tenaga dalamnya sehingga sebentar saja Lo Sian merasa tubuhnya hangat dan kuat. Diam-diam ia merasa heran melihat pemuda ini. Baru saja menotok, menculik dan menyiksanya dengan membiarkannya dalam keadaan tertotok sampai setengah malam, akan tetapi sekarang bahkan membantunya melancarkan jalan darahnya sehingga cepat menjadi baik kembali. Sungguh pemuda yang aneh sekali!
Ia membuka matanya dan menggerakkan tangannya. Lie Siong lalu menjauhkan diri dan duduk menghadapi pengemis itu.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
382 "Anak muda, apa maksudmu menculik dan membawaku ke tempat ini?" kata-kata pertama yang keluar dari mulut Lo Sian ini terdengar tenang sekali. Pandangan mata pengemis ini yang begitu tenang dan mengandung tenaga batin, membuat Lie Siong tiba-tiba merasa malu kepada diri sendiri dan mukanya menjadi kemerah-merahan. Pandang mata ini
mengingatkannya kepada ayahnya. Seperti itulah pandang mata ayahnya, kalau ia tak salah ingat.
"Maaf, Lopek. Sesungguhnya aku tidak mempunyai permusuhan sesuatu dengan kau, dan sungguh tidak ada alasan sama sekali bagiku untuk menyusahkan kau orang tua. Akan tetapi ucapanmu yang kudengar di rumah Thian Kek Hwesio di kuil Siauw-lim-si di Ki-ciu dahulu itu selalu tak pernah dapat terlupakan olehku. Ketahuilah, terus terang saja aku adalah putera tunggal dari Lie Kong Sian, Ang I Niocu adalah ibuku, dan namaku Lie Siong. Cukup sekian keterangan mengenai diriku. Sekarang yang terpenting, apakah maksud kata-katamu dahulu itu yang menyatakan bahwa ayahku telah meninggal dunia" Ketahuilah bahwa, aku sedang mencari ayahku dan di Pulau Pek-leto aku tidak dapat menemukannya. Karena kau mengenal ayahku, maka aku ingin agar supaya kau menceritakan apa maksud kata-katamu tentang kematian ayah itu." Setelah berkata demikian, pemuda itu memandang tajam. Lo Sian merasa ngeri melihat mata yang berbentuk bagus itu mengeluarkan sinar yang amat tajamnya, seakanakan hendak menembus dadanya. Ia tidak tahu bahwa seperti itulah mata Ang I Niocu, Pendekar Wanita Baju Merah yang dahulu telah menggemparkan dunia persilatan.
"Sayang sekali, orang muda. Aku tak dapat menjawab pertanyaanmu, karena sesungguhnya aku sendiri pun tidak tahu apa yang telah terjadi dengan ayahmu itu."
"Lopek, harap kau orang tua jangan main-main! Kau berkata bahwa Ayah mati, akan tetapi sekarang kau menyatakan tidak tahu apa-apa. Apa artinya ini?"
"Aku bicara sebenarnya, anak muda, dan sama sekali aku tidak mempermainkanmu atau juga membohong kepadamu. Aku telah kehilangan ingatan sama sekali, aku tidak tahu apa yang telah terjadi dahulu. Ingatanku hanya terbatas semenjak di tempat Thian Kek Hwesio sampai sekarang. Sebelum itu, yang teringat olehku hanya bahwa ayahmu telah meninggal dunia."
"Di mana matinya dan bagaimana" Di mana makamnya." Lie Kong mendesak.
Lo Sian menarik napas panjang. "Percayalah, anak yang baik. Hal satu-satunya yang akan kukerjakan pertama-tama kalau ingatanku dapat kembali adalah mengingat tentang ayahmu itu. Akan tetapi apa daya, pikiranku hampir menjadi rusak dan harapanku untuk hidup hampir musnah karena aku telah berusaha mengingat-ingat tanpa hasil sedikit pun juga. Kau tenanglah dan coba dengar penuturanku." Lo Sian lalu menceritakan semua pengalamannya, yaitu semenjak tahu-tahu ia merasa berada di tempat tinggal Thian Kek Hwesio yang menyembuhkannya dan menceritakan pula semua pengalamannya yang didengarnya kembali dari Lili, yaitu pada waktu ia menolong Lili dahulu.
"AH, sampai sekarang aku tidak bisa mengingat hal yang terjadi sebelum aku disembuhkan oleh Thian Kek Hwesio. Hanya dua ha1 yang masih terbayang di depan mataku, yaitu ayahmu yang telah meninggal dan ucapan pemakan jantung yang membuatku tak dapat tidur."
Lie Siong mengerutkan alisnya. Dapatkah ia mempercaya omongan seorang yang baru saja sembuh dari sakit gila"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
383 "Betapapun juga, anak muda. Aku mempunyai perasaan bahwa ayahmu itu pasti mati dalam keadaan yang mengerikan, dan aku merasa yakin bahwa kalau aku melihat kuburannya, tentu akan mengenal tempat itu."
Timbul kembali harapan Lie Siong. Ia berpikir sejenak, kemudian berkata,
"Kalau begitu, Lopek. Terpaksa kau harus ikut dengan aku mencari makam ayah, kalau benar-benar ia telah meninggal dunia seperti yang kaukatakan tadi."
"Boleh, boleh! Hanya saja... bagaimana dengan Lili?"
"Lili siapa?"
"Sie Hong Li, nona yang kutinggalkan seorang diri. Dia anak baik, seperti anak atau keponakanku sendiri. Dia tentu akan gelisah sekali."
"Biar saja, dia bukan anak kecil dan kepandaiannya cukup tinggi untuk menjaga diri sendiri,"
jawab Lie Siong tegas.
"Ke mana kita akan pergi?"
"Sudah kukatakan tadi, mencari makam ayah."
"Setelah itu?"
"Aku akan mengantarkan seorang gadis ke utara untuk mencarikan suku bangsanya."
Lo Sian teringat akan cerita Lili. "Ah, gadis yang dulu kauganggu itu?"
Merah muka Lie Siong. "Jangan bicara sembarangan, Lopek! Gadis itu adalah Lilani, seorang gadis Haimi yang kutolong dari gangguan orang jahat. Sekarang ia menderita penyakit pikiran dan kutinggalkan di rumah Thian Kek Hwesio. Kita sekarang menuju ke sana untuk melihat keadaannya."
Lo Sian tertegun mendengar kekerasan hati pemuda ini. Lili boleh disebut seorang gadis yang berhati keras, akan tetapi pemuda ini lebih-lebih lagi!
"Baiklah, aku menurut saja, karena aku merasa kagum dan menghormat ayahmu, seorang pendekar besar. Biarpun aku tidak ingat lagi, namun aku merasa yakin bahwa aku dahulu tentu pernah ditolong oleh ayahmu. Maka sudah menjadi kewajibanku kalau sekarang aku membantumu mencari makamnya. Jangan sekali-kali kau menganggap kepergianku
denganmu ini sebagai tanda bahwa aku takut kepadamu, anak muda. Ah, bukan sekali-kali.
Biarpun kepandaianmu boleh lebih tinggi dariku, namun aku Sin-kai Lo Sian bukanlah seorang yang takut mati. Aku menuruti kehendakmu karena aku pun ingin sekali
mendapatkan makam pendekar besar Lie Kong Sian ayahmu."
Lie Siong mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia senang melihat sikap pengemis ini yang dianggapnya cukup gagah dan patut dijadikan kawan seperjalanan. Berangkatlah kedua orang ini menuju ke Ki-ciu untuk melihat keadaan Lilani gadis Haimi yang bernasib malang itu.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
384 Tentu saja sebagai seorang yang pendiam dan tidak banyak bicara, Lie Siong tidak menceritakan hubungannya dengan Lilani itu.
Dengan hati girang Lie Siong mendapatkan Lilani telah sembuh dari sakitnya, hanya saja gadis ini sekarang berubah menjadi pendiam sekali. Ia telah mendapat banyak nasihat dan petuah dari Thian Kek Hwesio karena gadis ini setelah diobati, menganggap Thian Kek Hwesio sebagai satu-satunya orang yang dapat diajak bertukar pikiran. Pendeta tua yang banyak sekali pengalamannya ini dan yang paham akan bahasa Haimi, mendengarkan
pengakuan dan penuturan Lilani dengan wajah tenang dan sabar.
"Itulah salahnya kalau orang-orang muda kurang memperhatikan tentang kesopanan yong sudah jauh lebih tua daripada kita umurnya. Amat tidak sempurna kalau seorang gadis seperti engkau melakukan perjalanan berdua dengan seorang pemuda seperti Lie Siong yang tampan dan gagah. Mudah sekali bagi iblis untuk mengganggu kalian." Hwesio itu menarik napas panjang. "Akan tetapi tak perlu hal itu dibicarakan lagi. Yang terpenting sekarang, dengarlah nasihatku. Kalau kau memang benar-benar telah merasa yakin bahwa cintamu tidak terbalas oleh pemuda itu, jalan satu-satunya bagimu adalah kembali ke bangsamu sendiri!
Kebiasaanmu dan kebiasaan Lie Siong sebagai seorang gadis Haimi dan seorang pemuda Han tidak cocok sekali. Kau biasa hidup bebas, sedangkan orang Han selalu terikat oleh peraturan-peraturan kesusilaan dan kesopanan sehingga kalau ikatan itu terlepas sedikit saja, akan membahayakan. Memang baik sekali kalau dia mau menikah denganmu, akan tetapi kalau tidak demikian, jalan satu-satunya adalah seperti yang ktakatakan tadi. Nah, terserah kepadamu."
Lilani mendengarkan nasihat ini sambil meramkan mata untuk menahan air mata yang mulai mengucur. Alangkah besamya cinta hatinya terhadap Lie Siong. Akan tetapi ia dapat merasakan bahwa pemuda itu tidak mencintainya. Sebelum mendengar nasihat Thian Kek Hwesio, memang ia sudah mengambil keputusan untuk kembali kepada bangsanya, dan ia sekarang makin tetap lagi hatinya.
Demikianlah, ketika Lie Siong datang, Thian Kek Hwesio memanggil pemuda itu ke dalam kamarnya dan berkata,
"Anak muda she Lie. Pinceng sudah mendengar semua penuturan Lilani tentang hubungan kalian. Katakan saja terus terang kepada pinceng, apakah ada niat dalam hatimu untuk mengawininya?"
Dengan muka merah sekali Lie Siong menundukkan mukanya dan kemudian menggeleng
kepalanya. Akan tetapi segera ia menyusul pernyataan dengan gelengan kepala ini dan berkata, "Betapapun juga, Losuhu, aku takkan membuatnya sengsara dan meninggalkannya begitu saja. Aku akan menjaganya, kalau perlu mengambilnya sebagai adik angkat, atau"
bagaimana saja menurut sekehendak hatinya asalkan... asalkan jangan menjadi suaminya!"
"Pinceng maklum akan isi hatimu. Kau sudah bersalah, akan tetapi kalau kau sudah mengakui kesalahanmu dan kini mau bertanggung jawab memperhatikan nasib gadis itu, kau boleh disebut orang baik."
"Aku hendak mencari suku bangsa Haimi dan membawa Lilani kembali kepada bangsanya.
Tentu saja aku tidak akan memaksanya, hanya inilah kehendakku."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
385 Thian Kek Hwesio mengangguk-angguk. "Baik, itulah jalan yang terbaik. Pinceng merasa girang sekali mendengar kau mempunyai ketetapan hati seperti itu. Dengar, anak muda. Kalau kau bukan putera pendekar besar Lie Kong Sian dan Ang I Niocu yang keduanya sudah memupuk perbuatan baik dan kebajikan, kiranya pinceng takkan bersusah payah memberi nasehat dan mencampuri urusanmu. Akan tetapi, sebagai seorang laki-laki yang gagah, kau harus berani bertanggung jawab atas segala perbuatanmu. Di dalam kegelapan pikiran kau telah melakukan pelanggaran bersama Lilani dan sungguhpun kau tidak dapat mengawininya, akan tetapi kau harus penuh tanggung jawab mengatur kehidupannya dan sekali-kali jangan menyia-nyiakan sehingga gadis yang malang itu hidup dalam kesengsaraan. Kalau kau meninggalkannya begitu saja tanpa persetujuan hatinya, kau akan menjadi seorang siauw-jin (orang rendah). Mengertikah kau?"
Kalau sekiranya yang bicara itu bukan Thian Kek Hwesio yang memiliki daya pengaruh luar biasa memancar keluar dari wajahnya yang tenang, sabar dan berwibawa itu, pasti Lie Siong akan menjadi marah sekali. Akan tetapi kali ini pemuda itu hanya menundukkan kepala dan menyatakan kesanggupannya.
Ketika Lilani bertemu dengan Lie Siong, gadis itu memandang dengan mata sayu, lalu bertanya perlahan, "Tai-hiap, bilakah kita akan mencari suku bangsaku?"
"Sekarang juga, Lilani. Hari ini juga!" jawab Lie Siong dengan hati diliputi keharuan besar.
Adapun Lo Sian ketika bertemu dengan Thian Kek Hwesio, cepat-cepat memberi hormat.
Hwesio sangat tua itu mengangguk-angguk lagi dengan senang.
"Adanya Sin-kai Lo Sian bersama Lie Siong, menandakan bahwa pemuda itu benar-benar seorang yang boleh dipercaya," pikir hwesio ini, karena ia tahu betul orang macam apa adanya Sin-kai Lo Sian.
"Lebih baik kita mengantar dulu Nona Lilani ke utara. Setelah kita dapat bertemu dengan rombongan suku bangsa Haimi dan mengembalikan Nona itu kepada bangsanya, barulah kita mencoba untuk mencari keterangan perihal ayahmu," kata Lo Sian setelah mereka bertiga mulai melakukan perjalanan.
Lie Siong menyetujui pikiran ini, akan tetapi ia hendak mengetahui pendirian Lilani yang kini nampak demikian pendiam dan wajahnya selalu diliputi kemurungan.
"Tai-hiap tahu bahwa aku selalu hanya menurut saja. Sesuka hatimu sajalah, aku hanya ikut, karena apakah daya seorang seperti aku?" jawaban ini tidak saja membuat Lie Siong menjadi terharu, bahkan Lo Sian yang tidak tahu apa-apa tentang urusan mereka, menjadi kasihan sekali melihat Lilani. Dia lalu bersikap ramah tamah dan baik terhadap gadis ini sehingga Lilani merasa agak terhibur dan suka kepada Pengemis Sakti ini.
Beberapa hari kemudian, tibalah mereka di kota Ciang-kou, dekat dengan tapal batas Mongolia di Propinsi Ho-pak. Mereka melihat kota itu sunyi seperti kota-kota dan dusun-dusun lain di dekat tapal batas, karena penduduknya sebagian besar telah pergi mengungsi ke selatan, takut akan penyerbuan dan gangguan tentara-tentara. Di sepanjang jalan, Lie Siong dan Lo Sian mendengar tentang kekacauan dan gangguan para tentara Mongol dan Tartar. Lo Sian yang berjiwa patriot itu menjadi marah sekali dan beberapa kali ia menyatakan kepada Lie Siong bahwa kalau ia bertemu dengan tentara musuh, ia akan menyerang mereka!
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
386 Sebaliknya, pemuda itu diam saja tidak menyatakan perasaannya hingga sukar bagi Lo Sian untuk mengetahui isi hati pemuda aneh ini.
Seperti biasa, di dalam kota Ciang-kou, mereka mencari tempat bermalam di dalam kuil yang telah ditinggal pergi oleh para hwesionya, dan di situ hanya terdapat dua orang hwesio penjaga kuil yang ramah tamah.
"Sicu, sungguh amat berani sekali Ji-wi Sicu datang ke tempat ini. Setiap waktu kota ini bisa diserbu oleh gerombolan musuh yang jahat. Tentu saja untuk Nona ini tidak ada bahayanya."
Kedua hwesio ini memandang kepada Lilani dengan kening dikerutkan. Betapa Lilani bersikap sebagai seorang gadis Han, tetap saja kecantikannya yang berbeda dengan gadis-gadis Han itu mudah menimbulkan dugaan bahwa ia bukanlah gadis bangsa Han. Kulit seorang gadis Haimi berbeda dengan gadis Han yang kulitnya kekuning-kuningan. Sebaliknya kulit tubuh gadis ini putih kemerah-merahan.
"Biarkan mereka datang, akan kami sikat!" kata Lo Sian dengan marah sekali.
Kedua orang hwesio itu diam saja, di dalam hatinya mengejek orang yang berpakalan pengemis itu. Siapa berani bersikap sombong terhadap gerombolan Mongol yang mempunyai banyak perwira pandai"
Akan tetapi, ketika Lie Siong minta tolong kepada hwesio itu untuk membelikan makanan dan mengeluarkan uang perak, pendeta-pendeta itu bersikap manis dan membantu serta melayani mereka dengan ramah. Lie Siong dan kawan-kawannya tidak mengira bahwa diam-diam kedua orang hwesio itu telah melaporkan hal keadaan mereka, terutama Lilani kepada seorang gagah yang melakukan pengawasan terhadap mata-mata Mongol di tempat itu. Orang gagah ini bukan lain adalah Kam Wi, paman dari Kam Liong!
Di dalam usahanya mencari kawan-kawan yang hendak membantu pertahanan tapal batas dari serangan musuh, Kam Wi memisahkan diri dari suhengnya, Tiong Kun Tojin dan pergi sampai ke kota Ciang-kou, di sepanjang jalan selalu berlaku waspada. Kalau dilihatnya ada orang-orang kang-ouw yang hendak menyeberang ke utara untuk bersekutu dengan orang-orang Mongol, tentu orang-orang kang-ouw itu dibujuknya, dengan halus atau dengan kasar!
Mendengar laporan kedua orang hwesio bahwa ada dua orang gagah yang sikapnya
mencurigakan bersama seorang gadis Haimi bermalam di kuil, diam-diam Kam Wi merasa curiga sekali. Pada keesokan harinya, ketika Lie Siong, Lo Sian dan Lilani melanjutkan perjalanan mereka, sebelum meninggalkan kota yang sunyi itu, tiba-tiba mereka berhadapan dengan seorang laki-laki tinggi besar yang melompat keluar dari sebuah tikungan jalan. Orang ini bukan lain adalah Kam Wi.
Begitu melihat Lilani, tahulah Kam Wi tokoh Kun-lun-pai itu bahwa gadis ini memang seorang gadis Haimi, maka untuk mencari bukti, ia segera menegur Lilani dalam bahasa Haimi,
"Apakah kau orang Haimi?"
Ditegur demikian tiba-tiba dalam bahasanya sendiri, Lilani menjadi terkejut, akan tetapi menjawab juga,
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
387 "Betul! Saudara siapakah?"
Akan tetapi Kam Wi tidak banyak cakap lagi, segera membentak dan mengulur tangannya hendak menangkap pundak Lilani, "Mata-mata Mongol! Jangan harap akan dapat melepaskan diri dari Sin-houw Enghiong!"
Akan tetapi Lilani bukanlah seorang gadis yang lemah. Ia telah mendapat tambahan pelajaran silat dari Lie Siong, maka kegesitannya bertambah. Melihat betapa orang tinggi besar yang berwajah galak itu tiba-tiba menyerang dan hendak menangkap pundaknya, ia cepat mengelak dan melompat mundur.
Bukan main marahnya hati Kam Wi melihat cengkeramannya dapat dielakkan oleh gadis itu.
Kecurigaannya bertambah. Seorang gadis Haimi dapat mengelak dari cengkeramannya pastilah bukan orang sembarangan dan patut kalau menjadi mata-mata Mongol atau
setidaknya pencari orang-orang kang-ouw untuk membantu pergerakan bangsa Mongol.
"Bagus, kau berani mengelak" Coba kau mengelak lagi kalau dapat!" Sambil berkata demikian, Kam Wi mengeluarkan kepandaiannya yang diandalkan, yaitu Ilmu Silat Houw-jiauw-kang! Tangannya terulur maju merupakan cengkeraman atau kuku harimau dan ia menubruk ke depan untuk menangkap atau mencengkeram pundak gadis itu!
Lilani benar-benar menjadi bingung dan gugup. Serangan kali ini hebat luar biasa dan kedua tangan Kam Wi yang merupakan kuku harimau itu benar-benar sukar untuk dielakkan lagi.
Jalan ke kanan kiri atau ke belakang tertutup dan Lilani hanya akan dapat menghindarkan serangan ini kalau ia dapat ke atas atau amblas ke dalam bumi!
Akan tetapi pada saat itu, terdengar bentakan keras dan tahu-tahu tubuh gadis itu benar-benar mumbul ke atas! Kam Wi sampai membelalakkan matanya ketika tiba-tiba yang hendak ditangkapnya itu lenyap dari depan matanya dan telah melompati tubuhnya, melalui atas kepala dan tiba di belakangnya! Ia cepat menengok dan ternyata bahwa yang menolong gadis itu adalah pemuda yang tadi bersama gadis itu datang dengan tenangnya. Memang
sesuhgguhnya adalah Lie Siong yang telah menolong Lilani dari cengkeraman Kam Wi tadi.
Ketika tadi pemuda itu melihat betapa Lilani terancam bahaya cengkeraman yang demikian lihainya cepat ia melompat sambil menyambar pinggang Lilani, dibawa lompat melampaui atas kepala Kam Wi dengan gerakan Hui-niau-coan-in (Burung Terbang menerjang Mega)!
Dengan gerakan ginkang yang luar biasa ini ia berhasil menolong gadis itu sehingga kini.
Kam Wi memandang dengan tertegun dan penuh kekaguman. "Siapa Saudara muda yang
gagah ini" Mengapa bisa bersama dengan seorang gadis Haimi yang menjadi mata-mata Mongol" Mungkinkah seorang enghiong yang gagah perkasa sampai tersesat dan hendak mengkhianati bangsa sendiri?"
Sebelum Lie Siong sempat menjawab, Lo Sian sudah mendahuluinya, pengemis ini
mengangkat kedua tangan menjura sambil berkata,
"Orang gagah, harap kau suka bersabar dulu, agaknya kau telah salah sangka! Kami sekali-kali bukanlah pengkhianat-pengkhianat seperti yang kaukira!"
Kam Wi berpaling kepada Lo Sian dan ketika melihat pengemis ini ia memandang penuh perhatian dan berkata,
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
388 "Ah, bukankah aku berhadapan dengan Sin-kai Lo Sian?"
Lo Sian tertegun dan ia mengerti bahwa dahulu tentu orang yang gagah ini pernah bertemu atau kenal dengannya, akan tetapi ia telah lupa sama sekali, maka dengan senyum ramah ia berkata,
"Maaf, memang benar siauwte adalah Lo Sian orang yang bodoh. Akan tetapi sungguh otakku yang tumpul tidak ingat lagi siapa adanya orang gagah yang berdiri di hadapanku sekarang."
Kam Wi tertawa bergelak. "Ah, ah, Sin-kai Lo Sian benar-benar suka bergurau! Kini aku tidak ragu-ragu lagi bahwa kawan-kawanmu ini pasti bukan orang jahat, akan tetapi sungguh amat mengherankan apabila Sin-kai Lo Sian sampai lupa kepadaku. Aku adalah Kam Wi, sudah lupa lagikah kau akan Sin-houw-enghiong dari Kun-lun-pai?"
Akan tetapi Kam Wi tidak tahu bahwa benar-benar Lo Sian tidak ingat lagi kepadanya.
Bagaimana pengemis ini dapat ingat kepadanya sedangkan kepada diri sendiri saja sudah lupa" Akan tetapi Lo Sian tidak mau berpanjang lebar, maka cepat ia menjura lagi sambil berkata,
"Ah, tidak tahunya Sin-houw-enghiong Kam Wi, tokoh dari Kun-lun-pai! Maaf, maaf, kami tidak tahu sebelumnya maka berani berlaku kurang ajar. Harap Enghiong suka melepaskan kami, karena sesungguhnya kami bukanlah orang-orang jahat. Kami hendak mengantar Nona ini kembali ke bangsanya maka bisa sampai di tempat ini."
Kam Wi berdiri ternganga. Lo Sian sama sekali tidak mengira bahwa ucapannya ini benar-benar mengherankan hati Kam Wi karena dahulu Lo Sian tidak demikian "sopan santun"
sikapnya. Mengapa pengemis ini begini berubah"
"Sungguh aneh!" kata Kam Wi. "Kalian tidak bermaksud menggabungkan diri dengan para pengkhianat bangsa, akan tetapi hendak mencari suku bangsa Haimi, sedangkan suku bangsa Haimi sudah bersekutu dengan orang-orang Mongol! Bangsa Haimi dan bangsa Mongol sudah menjadi sekutu untuk menyerang dan mengganggu negara kita!"
"Kau bohong!" tiba-tiba Lilani berseru keras. "Bangsaku tidak pernah berlaku seperti itu!
Selamanya bangsaku bahkan diganggu oleh orang-orang Mongol dan mendapat pertolongan bangsa Han. Tak mungkin sekarang bisa bersekutu dengan perampok-perampok Mongol!"
"Nona, baiknya kau datang bersama Sin-kai Lo Sian sehingga aku percaya bahwa kau bukanlah orang jahat. Kalau tidak demikian halnya, tuduhan bohong kepada Sin-houw-enghiong Kam Wi sudah merupakan alasan cukup untuk membuat turun tangan. Aku Kam Wi selama hidup tak pernah berbohong. Agaknya kau telah lama meninggalkan bangsamu sehingga kau tidak tahu betapa pemimpinmu yang bernama Saliban itu telah membawa bangsamu bersekutu dengan orang.-orang Mongol!"
Lilani terkejut. Saliban adalah seorang di antara sekian banyak pamannya. Memang ia tahu bahwa di antara paman-pamannya, Saliban adalah seorang yang jahat. Menurut cerita mendiang ibunya, Meilani, dahulu Saliban pernah memberontak dan hampir membunuh kakeknya karena pamannya itu ditolak cintanya oleh ibunya yang pada masa itu telah Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
389 bertunangan dengan Manako, mendiang ayahnya (diceritakan dengan rnenarik di dalam cerita Pendekar Bodoh).
Lilani berpaling kepada Lie Siong, "Tai-hiap, bantulah aku untuk menolong bangsaku dan melenyapkan Saliban yang memang jahat itu! Mari kita pergi mencari mereka."
Lie Siong tidak membantah dan kedua orang muda ini tanpa melirik lagi kepada Kam Wi lalu pergi dari situ. Adapun Sin-kai Lo Sian lalu memberi hormat kepada Kam Wi dan berkata,
"Sin-houw-enghiong, terima kasih atas kepercayaanmu. Biarlah lain waktu kita bertemu lagi." Setelah berkata demikian, Sin-kai Lo Sian hendak pergi. Akan tetapi Kam Wi menahannya dengan kata-kata,
"Nanti dulu, kawan. Negara sedang terancam oleh penyerbuan pengacau-pengacau Mongol dan Tartar. Apakah kau sebagai seorang gagah mau berpeluk tangan saja?"
"Siapa bilang aku ingin peluk tangan saja" Dimana saja aku bertemu dengan mereka, aku akan mengerahkan sedikit kebodohanku untuk menghancurkan mereka."
"Bagus, kalau begitu kau benar-benar seorang sahabat. Ketahuilah bahwa aku sedang mengumpulkan kawan-kawan seperjuangan. Kalau kau bermaksud membantu, pergilah ke Guunng Alkata-san dan bantulah tentara kerajaan di sana."
"Aku akan memperhatikan omonganmu, Sin-houw-enghiong. Akan tetapi terlebih dulu aku akan membantu Nona Lilani mencari bangsanya!" Maka pergilah Lo Sian menyusul Lie Siong dan Lilani yang telah berangkat lebih dulu.
Setelah mengalami peristiwa yang tidak enak itu yang disebabkan oleh keadaannya sebagai seorang gadis Haimi, Lilani lalu berganti pakaian. Ia merasa malu dan menyesal sekali mendengar betapa bangsanya telah dibawa sesat oleh Saliban sehingga suku bangsa Haimi kini dipandang sebagai musuh oleh orang-orang gagah dari dunia kang-ouw. Untuk mencegah terjadinya hal seperti yang tadi dialami ketika bertemu dengan Sin-houw-enghiong Kam Wi, Lilani lalu mengenakan pakaian seperti seorang gadis Han, bahkan rambutnya lalu diubah susunannya sehingga kini benar-benar ia merupakan seorang gadis Han yang cantik.
Mereka bertiga melanjutkan perjalanan dengan cepat, sama sekali tidak menyangka bahwa diam-diam Sin-houw-enghiong Kam Wi tokoh Kun-lun-pai itu masih membayangi mereka.
Kam Wi merasa curiga kepada mereka yang disangkanya mata-mata bangsa Mongol.
Kehadiran Lo Sian memang menimbulkan kepercayaannya, akan tetapi sebaliknya sikap Lo Sian yang amat berbeda dengan dahulu, mengembalikan kecurigaannya. Ia tadi telah menyaksikan kelihaian pemuda tampan yang mengawani gadis itu, maka khawatirlah ia kalau-kalau mereka itu benar-benar hendak menggabungkan diri dengan kaum pengacau.
Pada suatu pagi, tibalah mereka di dusun yang berada di sebelah selatan kaki Gunung Alkatasan. Dusun itu cukup ramai dan di situ banyak sekali orang gagah dari berbagai golongan.
Memang amat mengherankan orang kalau melihat di tempat yang jauh di sebelah utara itu begitu banyak terdapat orang-orang dari selatan. Mereka ini adalah orang-orang yang biasa melakukan perdagangan dengan orang-orang Mongol dan biarpun keadaan amat
mengkhawatirkan dengan timbulnya bahaya perang, namun orang-orang yang ulet ini masih saja mencari-cari kesempatan untuk mendapatkan keuntungan besar.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
390 Ketika Lo Sian dan kedua orang kawannya sedang enak berjalan, tiba-tiba terdengar bentakan keras,
"Ha, bangsat muda, kebetulan sekali aku bertemu dengan kau di sini!" Orang ini ketika dilihat ternyata adalah Ban Sai Cinjin! Sebagaimana telah diketahui, Ban Sai Cinjin pernah bentrok dengan Lie Siong dan pemuda itu mengamuk dan membunuh beberapa orang murid dan kawan Ban Sai Cinjin ketika orang-orang muda itu mengganggu Lilani dahulu. Kini melihat pemuda ini, bukan main marahnya Ban Sai Cinjin sehingga ia menegur di jalan raya.
Ban Sai Cinjin bukan seorang diri di situ, akan tetapi ditemani oleh seorang pengemis tua yang menyeramkan. Rambutnya dipotong pendek dan berdiri kaku seperti kawat. Pengemis menyeramkan ini sesungguhnya bukan lain adalah Coa-ong Lojin, ketua dari perkumpulan Coa-tung Kai-pang! Sebagaimana telah dituturkan, dua orang pengurus kelas satu dari Coatung Kai-pang pernah bertempur dan dikalahkan oleh Hong Beng yang diangkat menjadi ketua dari Hek-tung Kai-pang. Dalam usahanya mencari kawan-kawan, Ban Sai Cinjin berhasil pula menempel raja pengemis yang terkenal galak dan ganas ini dan kini mereka berada di utara karena memang Ban Sai Cinjin telah mengadakan persekutuan dengan Malangi Khan. Yang menjadi perantara adalah muridnya sendiri yaitu Bouw Hun Ti yang telah lebih dahulu menggabungkan diri dengan tentara Mongol dan membantu mereka.
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 6 Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Harpa Iblis Jari Sakti 21
^