Pendekar Sakti Suling Pualam 17

Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 17


misteri itu penuh dengan berbagai setan iblis, kenapa Tuan
ingin ke sana?"
"Bibi!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang "Aku ke sana
demi menolong seseorang."
"Oh?" Wanita itu mengerutkan kening. "Terus terang, aku
pun tidak tahu berada di mana tempat misteri itu."
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Tuan," ujar wanita itu dengan wajah serius "Kami pernah
melihat tempat itu, namun tidak berani mendekatinya."
"Oh?" Wajah Tio Bun Yang berseri. "Tempat itu berada di
mana?" "Sebelah barat Gurun Sih Ih." Wanita itu memberitahukan.
"Tapi tempat itu akan muncul di saat senja. Jadi Tuan harus
menuju arah barat Gurun Sih Ih, tapi harus hati-hati jangan
sampai tersesat di gurun itu!"
"Terimakasih atas petunjuk Bibi!" ucap Tio Bun Yang.
Di saat bersamaan, muncullah pelayan dengan membawa
makanan untuk gadis kecil yang baru sembuh itu.
"Tuan," tanya pelayan setelah menaruh makanan itu di atas
meja. "Sebetulnya gadis kecil itu sakit apa?"
"Gadis kecil itu tidak sakit, melainkan keracunan." Tio Bun
Yang memberitahukan.
"Keracunan apa?" pelayan itu tersentak.
"Dia makan semacam buah yang beracun, maka
keracunan." Tio Bun Yang menjelaskan. "Kalau terlambat
bertemu denganku dia pasti mati, sebab tiada seorang tabib
pun yang mampu memunahkan racun itu."
"Oooh!" Pelayan itu manggut-manggut dan sangat kagum
kepadanya. "Tuan masih muda, tapi ilmu pengobatan Tuan
sudah begitu hebat."
"Aku cuma mengerti sedikit ilmu pengobatan."
"Cuma mengerti sedikit sudah begitu hebat, apalagi
banyak!" ujar pelayan sambil tertawa.
"Tuan!" Mendadak wanita itu menyodorkan sebuah
bungkusan berisi ratusan tael perak kehadapan Tio Bun Yang
seraya berkata, "Ini untuk tuan!"
"Terimakasih!" ucap Tio Bun Yang, namun ia tidak
menerima bungkusan itu. "Tadi aku sudah bilang, tidak
menerima biaya apa pun."
"Terimalah, Tuan!" desak wanita itu.
"Aku tidak akan menerima uang itu." Tio Bun Yang
menggelengkan kepala. "Sebab aku menolong dengan setulus
hati." "Tuan...." Wanita itu memandangnya dengan mata
terbelalak. "Baru kali ini aku bertemu orang yang berhati bajik,
menolong orang tanpa pamrih."
"Betul," sambung pelayan. "Aku juga baru kali ini melihat
cara pengobatan yang begitu aneh.
Halaman 30-31 ga ada hi hi
"Ya." Pelayan segera pergi
Sedangkan Tio Bun Yang duduk sambil memikirkan
perjalanan esok. Tak seberapa lama, kemudian, muncullah
pelayan itu dengan membawa sebuah kantong kulit besar
berisi air minum
"Ini, Tuan," ujar pelayan sambil menaruh kantong kulit
berisi air itu di atas meja
"Terimakasih!" ucap Tio Bun Yang
Keesokan paginya, berangkatlah Tio Bun Ya ke Gurun Sih
Ih. Dia tidak menunggang kuda karena merasa tidak tega
kepada kudanya. Maka kudanya dititipkannya kepada pelayan
itu. -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh dua
Tewas dan dikurung
Betapa teriknya di Gurun Sih Ih pada siang hari namun
sungguh dingin sekali di malam hari Gurun Sih lh ini tiada
mata air, maka siapa yang tersesat di gurun itu pasti mati
kehausan. Oleh karena itu, tiada seorang pun yang berani
menyeberangi gurun itu apabila cuma seorang diri.
Di tengah-tengah Gurun Sih Ih, justru terdapat sebuah
tempat yang amat indah dan subur sungguh merupakan suatu
kegaiban, namun itulah disebut sebagai tempat misteri yang
dihuni para setan iblis.
Tidak usah heran. Tempat misteri itu tidak bisa dicapai,
sebab hanya bisa dilihat di saat senja hari. Lagipula disekitar
tempat misteri itu terus berhembus angin kencang, yang
membuat pasir-pasir beterbangan ke mana-mana. Makhluk
apa pun tidak akan bisa bertahan di situ, sebab akan
terhembus terbang entah ke mana. Akan tetapi, bagi yang
tahu tentunya bisa mencapai tempat misteri tersebut, sebab di
saat-sat tertentu, angin di sekitar tempat itu berhenti
berhembus sejenak.
Betapa indahnya panorama di tempat misteri itu. Pohonpohon
dan rumput-rumput menghijau, tampak pula bungabunga
bermekaran berwarna-iiiini.
Justru sungguh mengherankan, di sana tampal sebuah
bangunan besar berdiri kokoh. Bangunan itu ternyata markas
lama Kui Bin Pang.
Di dalam markas itu terdengar suara tawa gelak. Tampak
delapan orang sedang bersulang di ruang depan. Mereka
adalah ketua Kui Bin Pang, kedua Hu Hoat dan Ngo Sat Kui.
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang terus tertawa. "Tentunya
kalian tidak menyangka, kalau aku tahu tempat ini!"
"Ketua," ujar Toa Sat Kui. "Sungguh beruntung markas
berada di sini, sebab tempat sangat indah dan subur, bahkan
terdapat beberapa mata air. Jadi kita tidak akan kekurangan
makanan maupun air minum, bahkan sangat aman di sini."
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang terus tertawa "Ini adalah
tempat misteri. Hanya aku seorang yang tahu cara memasuki
tempat misteri ini. Ha ha ha. Pihak Kay Pang dan Pulau Hong
Hoang To tidak mungkin bisa ke mari! Kalau mereka berani
mari, pasti akan mampus di Gurun Sih Ih."
"Ketua," tanya Yo Kiam Heng mendad "Bagaimana keadaan
Nona Siang Koan?"
"Dia baik-baik saja," sahut ketua Kui Bin Pang. "Dia
kukurung di ruang bawah. Tidak lama lagi dia akan menjadi
milikku. Ha ha ha...!"
"Ketua," ujat Toa Sat Kui. "Bagaimana andainya persediaan
makanan kita habis?"
"Gampang. Rampok saja para pedagang yang , Wa,au
engkau ^ berjanj. akan
lewat Gurun Sih Ih." sahut ketua Kui Bin dan
menambahkan, "Kalau kalian ingin senang-senang, kalian pun
boleh menculik para gadis di sekitar Gurun Sih Ih."
"Terimakasih, Ketua!" ucap Toa Sat Kui girang
"Nah, mari kita bersulang lagi!" ajak ketua Kui Bin Pang
sambil tertawa gelak. "Ha ha ha,"
-oo0dw0oo- Malam harinya, Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him duduk
berhadapan di dalam kamar. Mereka bercakap-cakap dengan
menggunakan ilmu menyampaikan suara, agar tidak terdengar
oleh yang lain.
"Kiam Heng, kapan kita turun tangan memiting Nona Siang
Koan?" "Itu...." Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala. "Itu
sulit sekali, kita tidak boleh ceroboh kalau ceroboh kita pasti
celaka " "Terus terang, aku sudah tidak sabar menunggu," ujar
Kwan Tiat Him sungguh-sungguh. "Aku ingin cepat-cepat
menolongnya, lalu meninggalkan markas ini."
"Tiat Him," pesan Yo Kiam Heng. "Biar bagaimana pun, kita
harus berhati-hati!"
"Aku tahu itu, tapi...." Kwan Tiat Him menghela nafas
panjang, kemudian menambahkan, "Aku telah berjanji kepada
Tio Bun Yang.."
"Walau engkau telah berjanji kepadanya untuk menolong
Nona Siang Koan, namun harus juga lihat situasi. Kalau situasi
tidak mengijinkan, janganlah kita turun tangan, sebab akan
mencelakai diri kita. Bersabarlah untuk menunggu waktu yang
tepat!" "Kiam Heng!" Kwan Tiat Him menatapnya, kini engkau
sudah punya kekasih, maka engkau tak boleh sembarangan
menempuh bahaya. Sebab kalau terjadi sesuatu atas dirimu,
bagaimana dengan Lam Kiong Soat Lan" Ya, kan?"
"Maksudmu?" Yo Kiam Heng heran.
"Maksudku..." sahut Kwan Tiat Him sungguh sungguh. "Biar
aku saja yang menolong Nona Siang Koan. Seandainya tidak
berhasil dan diriku celaka di tangan ketua, itu pun tidak apaapa
karena aku tidak punya tanggungan."
"Tiat Him...." Yo Kiam Heng menggeleng gelengkan kepala.
"Engkau tidak boleh bertindak sendiri...."
"Kiam Heng!" Kwan Tiat Him tersenyum getir. "Telah
kupikirkan, kini engkau sudah punya kekasih, maka tidak
boleh menempuh bahaya menolong Nona Siang Koan. Jadi...
biarlah aku saja yang menolongnya, agar tidak merembet
dirimu. "Itu tidak bisa." Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.
"Ingat!" Kwan Tiat Him tersenyum. "Lam Kiong Soat Lan
sangat mencintaimu, lagi pula engkau telah berjanji akan ke
Tayli menengok nya. Kalau terjadi sesuatu atas dirimu di sini
bukankah engkau akan membuatnya menderita?"
"Itu...." Kening Yo Kiam Heng berkerut-kerut, apa yang
dikatakan Kwan Tiat Him memang masuk akal, namun
kemudian ia berkata, "Tentang ini, akan kita rundingkan lagi
nanti." "Baiklah." Kwan Tiat Him mengangguk menambahkan,
"Pokoknya engkau tidak boleh menempuh bahaya!"
"Tiat Him...." Betapa terharunya Yo Kiam Heng. Tidak
disangkanya Kwan Tiat Him begitu memikirkan kepentingan
teman. Di saat bersamaan, di ruang tengah juga tampak Toa Sat
Kui sedang berbisik-bisik dengan ketua Kui Bin Pang.
"Jadi...." Ketua Kui Bin Pang menatapnya. Engkau
mencurigai kedua Hu Hoat itu?"
"Ya." Toa Sat Kui mengangguk. "Sebab dalam beberapa
hari ini, gerak-gerik mereka sangat aneh."
"Aneh bagaimana?"
"Kelihatannya mereka ingin melakukan sesuatu."
"Oh?" Ketua Kui Bin Pang tampak gusar. "Mereka berdua
bekerja sama untuk mengkhianatiku?"
"Kira-kira begitulah."
"Itu... agak tidak masuk akal." Ketua Kui Bin wig
menggeleng-gelengkan kepala. "Sebab mereka pun terluka
parah di Pulau Hong Hoang To."
"Ketua..." bisik Toa Sat Kui. "Mungkin itu ulna merupakan
suatu siasat saja."
"Oh?" Ketua Kui Bin Pang diam beberapa saat lalu
melanjutkan, "Tanpa bukti engkau tidak boleh menuduh."
"Ya, Ketua." Toa Sat Kui mengangguk. "Tapi menurut aku,
salah satu di antara mereka sedang berupaya menolong Siang
Koan Goat Nio."
"Oh, ya?" Ketua Kui Bin Pang tampak kurang percaya.
"Dua malam yang lalu, tanpa sengaja aku melihat Jie Hu
Hoat berendap-endap ke sana kemari, kelihatannya seperti
sedang mencari sesuatu."
"Lalu bagaimana?"
"Berselang sesaat, dia langsung kembali kamarnya. Aku
pun mengintip ke dalam, melihat Jie Hu Hoat duduk di
hadapan Toa Hu Hoat"
"Kalau begitu..." ujar ketua Kui Bin Pang. "Jie Hu Hoat itu
memang sangat mencurigakan, sedangkan Toa Hu Hoat...."
"Ketua," bisik Toa Sat Kui lagi. "Aku pun suatu cara untuk
menjebak mereka."
"Oh" Apa caramu itu?"
"Begini...." Toa Sat Kui berbisik-bisik di telinga ketua Kui
Bin Pang, berselang sesaat, ketua Kui Bin Pang itu manggutmanggut
seraya berkata dengan suara rendah.
"Bagus! Bagus! Caramu itu memang sungguh jitu sekali!"
"Terimakasih atas pujian Ketua!" ucap To Sat Kui girang.
"Pokoknya dengan caraku itu mereka berdua pasti terjebak!"
"Kalau cuma salah satu di antara mereka berarti yang
lainnya tidak tersangkut."
"Kita buktikan saja nanti, Ketua."
"Betul. Kita buktikan saja! Ha ha ha...!'
Ketika Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him baru mau tidur,
mendadak mereka mendengar suara ketukan pintu.
"Siapa?" sahut Kwan Tiat Him.
"Ha ha ha!" Terdengar suara tawa. "Kalian berdua belum
tidur?" "Ketua!" Kwan Tiat Him dan Yo Kiam Heng tersentak kaget,
kemudian segera meloncat bangun, sekaligus membuka pintu
kamar itu. "Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak sambil
melangkah masuk, lalu duduk.
Kwan Tiat Him dan Yo Kiam Heng segera memberi hormat,
kemudian Yo Kiam Heng bertanya.
"Sudah larut malam Ketua ke mari, apakah ada tugas untuk
kami?" "Ya." Kedua Kui Bin Pang manggut-manggut. "Aku gembira
sekali, karena selama ini kalian berdua sangat setia
kepadaku."
"Itu memang harus," sahut Yo Kiam Heng.
"Kebetulan malam ini aku akan pergi bersama Ngo Sat Kui,
maka aku akan menyerahkan kunci kepada kalian."
"Kunci apa?" tanya Kwan Tiat Him.
"Kunci pintu ruang bawah," sahut ketua Ki Bin Pang
singkat. "Itu...." Hati Kwan Tiat Him berdebar-debar "Bukankah
Nona Siang Koan dikurung di situ?"
"Betul." Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut. "Aku
mempercayai kalian, maka kuserahkan kunci ini kepada
kalian." Ketua Kui Bin Pang menyodorkan kunci tersebut ke
hadapan mereka, dan Kwan Tiat Him segera menerimanya.
"Jie Hu Hoat," pesan ketua Kui Bin Pang "Simpan baik-baik
kunci itu, jangan sampai hilang!"
"Ya, Ketua." Kwan Tiat Him mengangguk dan bertanya.
"Kapan ketua dan Ngo Sat Kui akan pulang?"


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkin... besok sore," sahut ketua Kui Bin Pang. "Setelah
aku pulang, engkau harus kembalikan kunci itu kepadaku."
"Ya, Ketua," sahut Kwan Tiat Him dan bergirang dalam
hati. "Baiklah." Ketua Kui Bin Pang bangkit berdiri "Kalian boleh
tidur, aku dan Ngo Sat Kui aku segera pergi."
Ketua Kui Bin Pang meninggalkan kamar itu.
Kwan Tiat Him cepat-cepat menutup pintu, se-il.mgkan Yo
Kiam Heng malah duduk diam di pinggir ranjang, kelihatannya
seperti memikirkan u-suatu.
"Kiam Heng," tanya Kwan Tiat Him heran, 'enngkau sedang
memikirkan apa?"
"Tiat Him...." Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala.
"Ini sungguh mencurigakan!"
"Maksudmu?" tanya Kwan Tiat Him.
"Kenapa mendadak ketua ke mari tengah malam
menyerahkan kunci ini kepada kita?" sahut Tiat Kiam Heng
sambil bangkit berdiri, kemudian berjalan mondar-mandir.
"Mungkinkah... itu melupakan suatu jebakan?"
"Tidak mungkin," ujar Kwan Tiat Him. "Bukankah tadi ketua
bilang, dia sangat mempercayai kita, maka kunci ini dititipkan
kepada kita" Nah, ini merupakan kesempatan baik bagi kita."
"Aku tetap bercuriga." Yo Kiam Heng menggelenggelengkan
kepala. "Sebab bukankah dia bisa menyimpan kunci
itu di suatu tempat" Kenapa harus dititipkan kepada kami?"
"Ketua khawatir kunci itu hilang, jadi dititipkan kepada
kita." ujar Kwan Tiat Him sambil menggenggam kunci itu eraterat.
"Tiat Him...." Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala.
"Begini..." bisik Kwan Tiat Him. "Berhubung engkau sudah
punya kekasih, maka biar aku saja yang menolong Nona Siang
Koan." "Lebih baik kita bersama pergi menolongnya ujar" Yo Kiam
Heng. "Bagaimana mungkin aku membiarkan engkau
menempuh bahaya seorang diri?"
"Engkau harus tahu, ketua dan Ngo Sat Kin mungkin sudah
pergi." Kwan Tiat Him tertawa gembira. "Aku menunggu
subuh barulah pergi menolong Nona Siang Koan, engkau
tunggu disini saja!"
"Tiat Him...." Yo Kiam Heng menghela nafas panjang.
"Engkau...."
"Setelah aku berhasil menolong Nona Sian Koan, aku dan
dia akan kemari, barulah kita meninggalkan markas Kui Bin
Pang ini."
"Tapi...."
"Engkau khawatir akan terjadi sesuatu atasku?"
"Ya."
"Kalaupun aku mati, aku tidak akan menyesal" ujar Kwan
Tiat Him sungguh-sungguh. "Sebab aku telah menepati janji
kepada Tio Bun Yang. Ia pemuda baik, maka aku harus
membantunya."
'Tiat Him...." Yo Kiam Heng menatapnya, "Semoga engkau
berhasil menolong Nona Siang Koan"
"Ng!" Kwan Tiat Him manggut-manggut.
-oo0dw0oo- Ketika hari mulai subuh, tampak sosok bayangan berendakendap
menuju ruang bawah. Siapa dia" Tidak lain adalah
Kwan Tiat Him. sedangkan Yo Kiam Heng menunggu di dalam
kamar dengan hati berdebar-debar tegang.
Kwan Tiat Him telah sampai di depan pintu ruang bawah.
Di saat itu mulai membuka gembok 'dengan kunci yang
dibawanya itu, mendadak terdengarlah suara tawa seram, lalu
muncullah enam orang di belakangnya. Mereka adalah ketua
Kui Bin Pang dan Ngo Sat Kui. Dapat dibayangkan betapa
terkejutnya Kwan Tiat Him.
"He he he! Jie Hu Hoat! Mau apa engkau membuka pintu
ruang itu?" tanya ketua Kui Bin Pang dingin.
"Ketua...." Kwan Tiat Him menarik nafas dalam-dalam. Ia
tahu bahwa dirinya sulit meloloskan diri. Karena itu, ia bersiap
untuk bertarung mati-matian. "Aku ke mari ingin menolong
Nona Siang koan."
"Oh?" Ketua Kui Bin Pang tertawa terkekeh-kekeh. "He he
he! Engkau terjebak oleh akal Toa sat Kui. Kini sudah terbukti
engkau berkhianat."
"Hm!" dengus Kwan Tiat Him dingin. "Ayoh, mau kita
bertarung, aku tidak takut menghadapimu!"
"Ketua!" Toa Sat Kui maju selangkah. "Biar aku yang
menghabiskannya."
"Toa Sat Kui!" Ketua Kui Bin Pang menggelengkan kepala.
"Engkau bukan lawannya, mundurlah!"
Toa Sat Kui terpaksa mundur. Sedangkan ketua Kui Bin
Pang segera melangkah maju sambil menuding Kwan Tiat
Him. "Engkau harus mampus di tanganku!"
"Ha ha ha!" Kwan Tiat Him tertawa geli
"Aku akan mati secara gagah, sebaliknya engkau akan
menang secara pengecut!"
"Oh?" Ketua Kui Bin Pang tertawa terkekeh kekeh. "He he
he! Lihat seranganku!"
Ketua Kui Bin Pang langsung menyerang Kwan Tiat Him
dengan jurus yang mematikan Kwan Tiat Him berkelit dan
sekaligus balas menyerang.
Terjadilah pertarungan seru. Puluhan jurus kemudian,
Kwan Tiat Him mulai terdesak, membuat ketua Kui Bin Pang
tertawa gelak. "Ha ha ha! Jie Hu Hoat. apabila engkau mampu bertahan
tiga jurus lagi, maka aku akan melepaskanmu!"
"Baik!" Kwan Tiat Him mengangguk.
"Hati-hati!" seru ketua Kui Bin Pang. Ia mulai mengerahkan
Pek Kut Im Sat Kang (Tenaga Hawa Dingin Beracun), lalu
menyerangnya dengan Pek Kut Im Sat Ciang (Ilmu Pukulan
Hawa Dingin Beracun).
"Jurus pertama!"
Di saat ketua Kui Bin Pang menyerang, pasang telapak
tangannya mengeluarkan uap dingin yang mengandung racun.
Kwan Tiat Him tidak berani menangkis selingan itu. Ia
bergerak cepat menghindar, tetapi, ketua Kui Bin Pang
menyerangnya lagi secepat ilat.
Badan ketua Kui Bin Pang berkelebatan menyilaukan mata
dan sepasang telapak tangannya terus mengeluarkan uap
beracun Kwan Tiat Him meloncat ke belakang. Namun di saat itu
salah satu telapak tangan ketua Kui Bin Pang menghantam
dadanya. Duuuk!
"Aaaaakh...!" jerit Kwan Tiat Him. Ia terpental, dan ketika
roboh sekujur badannya tampak mengeluarkan asap,
kemudian mulai mencair. namun masih terdengar suara
jeritannya yang menyayat hati.
Berselang sesaat, tubuh Kwan Tiat Him tinggal tulangnya
saja. Sungguh mengerikan pemandangan itu! Ngo Sat Kui
berdiri mematung ditempat, sedangkan ketua Kui Bin Pang
terus tertawa terkekeh-kekeh. "Mari kita ke kamar Toa Hu
Hoat!" ajaknya kemudian. "Dia tersangkut atau tidak harus
dihukum" "Betul?" sahut Toa Sat Kui. "Itu sebagai pelajaran baginya."
Mereka menuju kamar tersebut. Sementara Y Kiam Heng
terus berjalan mondar-mandir.
Mendadak ia mendengar suara langkah, maka segera
meloncat ke tempat tidur.
"Tok! tok! Tok!" Terdengar suara ketukan.
"Siapa?" sahut Yo Kiam Heng.
"Cepat buka pintu!" bentak Toa Sat Kui.
Yo Kiam Heng segera meloncat bangun, tahu telah terjadi
sesuatu atas diri Kwan Tiat Him. Setelah membuka pintu, ia
melihat ketua Kui Bin Pang juga berdiri di situ
"Ketua...."
"Diam!" bentak ketua Kui Bin Pang. "Bagi Engkau
bersekongkol dengan Jie Hu Hoat untuk mengkhianatiku!"
"Ketua," sahut Yo Kiam Heng. "Aku tidak mengerti apa
yang Ketua katakan, bolehkah dijelaskan?"
"Hm!" dengus ketua Kui Bin Pang dingj "Aku menjebak
kalian dengan kunci itu. Ha ha...!"
"Kunci itu" Bukankah kunci itu berada tangan Jie Hu Hoat?"
"Tidak salah. Dia menggunakan kunci untuk menolong
Siang Koan Goat Nio yang kurung di ruang bawah. Ha ha ha!
Dia terjebak oleh akal Toa Sat Kui, dan kini dia sudah mati"
"Oh?" Yo Kiam Heng bersikap acuh tak acuh namun hatinya
berduka sekali. Kalau ia tidak memakai kedok setan, ketua Kui
Bin Pang bisa melihat bagaimana air mukanya.
"Engkau bersekongkol dengan dia atau tidak, aku sama
sekali tidak mengetahuinya. Tapi kalian berdua adalah Toa Jie
Hu Hoat. Karena dia berani berkhianat, maka engkau pun
harus kuhukum."
"Ketua...."
"Toa Sat Kui! Cepat totok jalan darah di bagian
punggungnya!" perintah ketua Kui Bin Pang.
"Ya, Ketua." Toa Sat Kui segera menotok jalan darah di
bagian punggung Yo Kiam Heng. Pemuda itu tidak berani
melawan, karena tidak ingin mati dengan sia-sia. Setelah jalan
darahnya tertotok, Yo Kiam Heng langsung lumpuh
Ketua Kui Bin Pang terawa gelak. "Bagus! Bagus! Engkau
tidak melawan!" Dia manggut-manggut, kemudian
memandang Toa Sat Kui. "Kurung dia di ruang bawah!"
perintahnya. "Ya, Ketua." Toa Sat Kui lalu memapah Yo Kiam Heng ke
ruang belakang, sedangkan ketua Kui Bin Pang terus tertawa
gelak. "Ha ha ha! Ha ha ha...!"
-oo0dw0oo- Ketua Kui Bin Pang dan Lima Setan Algojo duduk di ruang
depan. Mereka kelihatan sedang merundingkan sesuatu.
"Bagaimana menurut kalian, karena hingga saat ini Siang
Koan Goat Nio masih belum tertarik kepadaku?"
"Apakah Ketua sudah memperlihatkan wajah?" tanya Toa
Sat Kui. "Belum." Ketua Kui Bin Pang menggelengkan kepala. "Aku
justru tidak menghendakinya mengenali wajahku."
"Ketua!" Toa Sat Kui tertawa. "Sebetulnya itu tidak menjadi
masalah. Lebih baik Ketua memperlihatkan wajah kepadanya,
mungkin dia akan tertarik."
"Bagaimana kalau dia tidak tertarik?" tanya ketua Kui Bin
Pang. "Ha ha ha!" Mendadak Jie Sat Kui (Setan Algojo Kedua)
tertawa gelak. "Pergunakan Toh Hun Tay Hoat, gadis itu pasti
tertarik kepada Ketua!"
"Tapi...." Ketua Kui Bin Pang menggeleng gelengkan
kepala. "Memang, kalau aku menggunakan Toh Hun Tay Hoat,
tentu dia akan menurut kepadaku. Tapi...."
"Kenapa, Ketua?" tanya Toa Sat Kui heran
"Aku tetap tidak akan mendapat hatinya" sahut ketua Kui
Bin Pang sambil menghela nafas panjang.
"Oooh!" Toa Sat Kui manggut-manggut. "Kalau begitu...
aku punya akal."
"Oh?" Ketua Kui Bin Pang tampak girang sekali. "Apa
akalmu?" "Ketua harus menggunakan Toh Hun Tay Hoat untuk
mempengaruhi pikirannya." Toa Sat kui memberitahukan.
"Agar dia membayangkan Tio Bun Yang sedang berbuat yang
bukan-bukan dengan gadis lain. Nah, sudah barang tentu dia
akan membenci Tio Bun Yang."
"Betul, betul." Ketua Kui Bin Pang tertawa gembira. "Ha ha
ha! Akalmu sungguh bagus, tapi setelah itu?"
"Ketua harus mendekatinya." sahut Toa Sat Kui sambil
tertawa. "Oooh!" Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut
"Kok berabe amat?" Sam Sat Kui (Setan Algojo Ketiga)
menggeleng-gelengkan kepala. "Pergunakanlah Toh Hun Tay
Hoat agar dia tidur bersama Ketua! Beres kan?"
"Itu memang beres." Ketua Kui Bin Pang mengangguk.
"Namun selamanya aku tidak akan memperoleh hatinya,
bahkan dia pasti membenciku selama-lamanya."
"Ha ha ha!" Sam Sat Kui tertawa. "Ketua Menghendaki
tubuhnya atau hatinya?"
"Aku menghendaki dua-duanya," sahut ketua Hui Bin Pang.
"Kalau aku cuma menghendaki tubuhnya, tentu aku sudah
mendapatkannya."
"Oooh!" Sam Sat Kui manggut-manggut. "Kalau begitu,
memang harus menggunakan akal Ta Sat Kui."
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa terbahak-bahak
sambil bangkit dari duduknya "Sekarang aku akan ke ruang
bawah menemuinyi Ha ha ha...!"
-oo0dw0oo- Sementara itu, Siang Koan Goat Nio yang telah
dilumpuhkan itu duduk bersandar pada dinding. Gadis itu
tampak kurus dan wajah pun puci pias. Ia rindu sekali kepada
Tio Bun Yang ia berharap kekasihnya itu akan muncul
menolongnya. Di saat ia sedang melamun, mendadak pintu ruang itu
terbuka, dan ketua Kui Bin Pang berjalan masuk.
"Nona Siang Koan..." panggil ketua Kui Bin Pang.
"Hm!" dengus Siang Koan Goat Nio sanil membuang muka.
"Nona Siang Koan...." Laki-laki itu memangil lagi lalu duduk
di hadapannya. "Aku sangat tertarik kepadamu, kenapa
sikapmu begitu dingin terhadapku?"
"Sebab engkau pengecut," sahut Siang Koan Hoat Nio.
"Oh?" Ketua Kui Bin Pang tertawa. "Aku menculikmu karena
tertarik kepadamu, bukan berarti ingin menyiksamu lho!"
"Kita tidak saling mengenal, kenapa engkau tertarik
kepadaku?" tanya Siang Koan Goat Nio sambil mengerutkan
kening. "Engkau harus tahu, aku sudah punya kekasih."
tambahnya. "Oh, ya?" Ketua Kui Bin Pang tertawa. "Kalau tidak salah,
kekasihmu bernama Tio Bun Yang kann?"
"Betul." Siang Koan Goat Nio mengangguk, ia pemuda baik,
tampan dan lemah lembut."
"Oh?" Ketua Kui Bin Pang tertawa lagi. "Nona Siang Koan,
mungkin engkau mengira aku sudah tua Ya, kan?"
"Engkau sudah tua atau masih muda tiada urusan dengan
diriku. Ayoh, cepat lepaskan aku!" jerit Siang Koan Goat Nio.
"Jangan jadi pengecut!"
"Nona Siang Koan," tanya ketua Kui Bin Pang. "Engkau


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ingin melihat wajahku?"
"Kenapa aku harus melihat wajahmu?" Siang koan Goat Nio
mengerutkan kening sambil mengalengkan kepala. "Tidak
perlu!" "Aku memakai kedok setan, mungkin menjijikkanmu," ujar
ketua Kui Bin Pang sekaligus melepaskan kedok setannya.
Terlihatlah raut wajahnya yang begitu tampan.
"Wajahmu cukup tampan, tapi kenapa hatimu begitu
jahat?" Siang Koan Goat Nio menghela nafas panjang.
"Sebetulnya hatiku tidak jahat," sahut ketua Kui Bin Pang
sambil tersenyum lembut. "Buktinya aku tidak menyiksamu."
"Engkau mengurungku di sini, bukankah telah
menyiksaku?" Siang Koan Goat Nio menatapnya dingin.
"Nona Siang Koan...." Ketua Kui Bin Pang menghela nafas
panjang. "Aku tidak pernah jatuh hati kepada gadis yang
mana pun, hanya kali ini aku jatuh hati kepadamu."
"Sayang sekali!" Siang Koan Goat Vio menggelenggelengkan
kepala. "Aku sudah punya ke kasih."
"Hm!" dengus ketua Kui Bin Pang, dan mendadak sepasang
matanya berapi-api. "Kuberitahukan kepadamu, namaku Kwee
Teng An. Kekasihmu adalah musuh besarku."
"Kwee Teng aH?" Siang Koan Goat Nio mengerutkan
kening. "Kami tidak mengenalmu, bagaimana mungkin Kakak
Bun Yang adalah musuh besarmu?"
"Julukannya adalah Giok Siauw Sin Hiap Kan?"
"Betul."
"Nah, dia adalah musuh besarku."
"Itu...." Siang Koan Goat Nio menggelengkan kepala.
"Tidak mungkin, sebab Kakak Bun Yang tidak punya musuh."
"Hmm!" dengus Kwee Teng An dingin. "Betapa tahun lalu,
Tio Bun Yang memusnahkan kepandaianku, sehingga para
penduduk melemparkanku ke dalam jurang. Tapi... aku tidak
mati, sebaliknya malah memperoleh kepandaian yang maha
tinggi. Ha ha ha...!"
Sebetulnya siapa Kwee Teng An itu" Ternyata " adalah
mantan Cay Hoa Cat (Penjahat Pemetik Bunga). Beberapa
tahun lalu, ketika Tio Bun Yang tiba di sebuah desa, para
penduduknya itu sedang dicekam rasa cemas, karena
munculnva seorang penjahat pemerkosa gadis alias penjahat
pemetik bunga. Tio Bun Yang memusnahkan kepandaiannya, lalu
meninggalkan desa itu. Para penduduk desa itu tidak bisa
menahan amarah, segera menyeret Kwee Teng An dan
kemudian melemparnya ke dalam jurang. Namun Kwee Teng
An tidak mati didasar jurang, sebaliknya malah menemukan
sebuah goa tempat tinggal Pek Kut Lojin, ketua Kui Bin Pang
lama. "Kalau begitu..." ujar Siang Koan Goat Nio. "Engkau pasti
orang jahat. Maka Kakak Bun Yang musnahkan
kepandaianmu."
"Dia pemuda yang tak bermoral. Aku memergokinya
sedang memperkosa seorang gadis desa, maka dia
memusnahkan kepandaianku," Kwee Teng An sekaligus
mengerahkan ilmu Hun Tay Hoat.
"Omong kosong!" Siang Koan Goat Nio gusar sekali. "Kakak
Bun Yang bukan orang semacam itu!"
"Tio Bun Yang memang pemuda yang suka memperkosa."
Kwee Teng An terus mengerah ilmu sesatnya itu untuk
mempengaruhi pikiran Siang Koan Goat Nio. "Lihatlah!
Bukankah dia sering tidur bersama seorang gadis cantik"! Dia
adalah Tio Bun Yang! Lihatlah!"
Siang Koan Goat Nio mulai terpengaruh sehingga timbul
halusinasinya, sepertinya ia lihat Tio Bun Yang sedang tidur
bersama seorang gadis cantik.
"Kakak Bun Yang!" seru Siang Koan Gj Nio dengan suara
bergemetar. "Kenapa engkau berbuat begitu" Kenapa?"
"Lihatlah! Tio Bun Yang mulai melepasl pakaian gadis itu!"
Suara Kwee Teng An yang mengandung ilmu Toh Hun Tay
Hoat. "Aaaakh!" keluh Siang Koan Goat Nio, seakan melihat Tio
Bun Yang sedang melepaskan pakaian seorang gadis. "Kakak
Bun Yang...."
"Tuh! Dia sedang mencium gadis itu!" Su? Kwee Teng An.
"Kakak Bun Yang...." Siang Koan Goat mulai menangis
terisak-isak. Ia melihat Tio Bun Yang sedang mencium gadis
itu. "Aku benci engkau! Aku benci engkau!"
"Tio Bun Yang adalah pemuda hidung belang, maka engkau
tidak boleh mencintainya! Engkau harus melupakannya!"
"Ya." Siang Koan Goat Nio mengangguk. "Aku
membencinya! Aku harus melupakannya! Kakak Bun Yang,
aku benci engkau!"
"Nona Siang Koan, kini engkau sudah tahu Tio Bun Yang
merupakan pemuda apa, maka engkau tidak perlu
memikirkannya lagi!"
"Ya."
"Nona Siang Koan!" Kwee Teng An tertawa. "Aku adalah
pemuda baik dan lemah lembut, engkau harus mencintaiku!"
"Mencintaimu?" Siang Koan Goat Nio terbelalak. Ternyata
batinnya masih terdapat sedikit perlawanan terhadap ilmu
sesat itu. "Kenapa aku haruss mencintaimu" Aku cuma
mencintai Kakak Bun Yang.... Tidak! Aku tidak mencintainya!
Aku membencinya!"
"Nona Siang Koan...." Kwee Teng An memegang
tangannya, namun mendadak gadis itu membentak.
"Jangan menyentuhku! Kalau engkau berani
menyentuhku...." Ancam Siang Koan Goat Nio. "Aku akan
bunuh diri!"
"Eh" Nona Siang Koan!" Kwee Teng An tertegun, karena
ilmu Toh Hun Tay Hoatnya tidak mampu menguasai pikiran
gadis itu, sehingga membuatnya tidak habis berpikir.
Kenapa dalam batin Siang Koan Goat Nio bisa timbul sedikit
perlawanan terhadap ilmu sesat itu" Ternyata sejak kecil ia
telah berlatih Giok Li Sin Kang (Tenaga Sakti Gadis Murni).
Tenaga sakti tersebut telah memperkuat batinnya, lagipula
cintanya terhadap Tio Bun Yang telah mendalam sekali. Maka,
walau pikirannya telah terpengaruh oleh ilmu Toh Hun Tay
Hoat, tapi rasa cintanya terhadap Tio Bun Yang tetap
bersarang dalam lubuk hatinya.
"Nona Siang Koan!" Kwee Teng An menatapnya. "Engkau
sudah melihat Tio Bun Yang berbuat yang bukan-bukan
dengan gadis lain, kenapa engkau masih tidak mau
mencintaiku?"
"Aku...." Siang Koan Goat Nio menggeleng gelengkan
kepala. "Engkau adalah ketua Kui Bi Pang, aku... aku tidak
akan mencintaimu."
"Kalau aku bukan ketua Kui Bin Pang, apakah engkau akan
mencintaiku?" tanya Kwee Teng An dengan penuh harap.
"Entahlah." Siang Koan Goat Nio mengeleng-gelengkan
kepala lagi. "Kakak Bun Yan masih bisa berubah, apalagi
engkau." "Nona Siang Koan," ujar Kwee Teng A sambil tersenyum.
"Percayalah! Aku pasti mencintaimu selama-lamanya."
"Sudahlah!" Siang Koan Goat Nio menghela nafas panjang.
"Cepatlah engkau pergi, jangan menggangguku!"
"Baik." Kwee Teng An manggut-manggut. "Aku akan pergi
sekarang, tapi engkau jangan memikirkan Tio Bun Yang lagi!"
Siang Koan Goat Nio mengangguk. Kwee leng An bangkit
dari duduknya lalu memakai kedok setan, dan meninggalkan
ruang itu. Setelah ketua Kui Bin Pang itu pergi, Siang koan Goat Nio
menangis terisak-isak sambil bergumam.
"Kakak Bun Yang, kenapa engkau menyeleweng" Kenapa
engkau begitu tega" Aku merindukanmu siang dan malam,
tapi kenapa engkau menyeleweng dengan gadis lain?" Air
mata Siang koan Goat Nio berderai-derai. "Kakak Bun Yang,
aku... aku benci engkau! Aku benci engkau...!"
Sementara Kwee Teng An sudah berada di ruangg depan.
Dia duduk melamun di situ. Ngo Sat Kui juga berada di situ,
namun mereka sama-sama diam.
"Aaaah...!" Kwee Teng An menghela nafas panjang. "Entah
sudah berapa banyak gadis yang dipermainkan, namun kali ini
aku sungguh-sungguh jatuh cinta kepada gadis itu!" katanya.
"Apakah Ketua belum menggunakan ilmu Toh ihin Tay Hoat
untuk mempengaruhi pikiran gadis itu?" tanya Toa Sat Kui.
"Sudah." Kwee Teng An mengangguk. "Kini dia sudah
membenci Tio Bun Yang, tapi...."
"Kenapa?" tanya Jie Sat Kui.
"Dia tetap tidak mau menerima cintaku," sahut Kwee Teng
An sambil menghela nafas panjang. "Sungguh mengherankan,
padahal pikirannya sudah terpengaruh ilmu Toh Hun Tay
Hoat" "Oh?" Toa Sat Kui tertegun. "Ketua, lebih baik ajak dia tidur
saja!" katanya.
"Itu pasti kulakukan, tapi bukan sekarang," sahut Kwee
Teng An seraya tertawa. "Ha ha ha Apabila sudah waktunya,
aku pasti...."
-oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh tiga
Penolong yang tak disangka
Tio Bun Yang telah tiba di Gurun Sih Ih. Terik matahari
mulai menyengat dirinya dan angin pun mulai berhembus
kencang, membuatnya susah membuka matanya. Begitu tiba
di Gurun Sih Ih ia terus menuju ke arah barat.
Bukan main susahnya melakukan perjalanan! Gurun Sih Ih.
Kalau angin berhembus, pasir pl beterbangan sehingga mata
harus dipejamkan.
Dalam perjalanan ini, Tio Bun Yang telah menghabiskan
setengah air minum yang di dalam kantong kulit. Udara di
gurun itu memang panas sekali, sehingga membuat
tenggorokan cepat keling.
Tio Bun Yang terus berjalan ke arah barat. Pakaiannya
telah basah oleh keringat yang terus mengucur.
Ketika hari mulai senja, ia menghentikan langkahnya sambil
menengok ke sana ke mari. Di saat itu, Gurun Sih Ih tampak
kemerah-merahan tertimpa sinar matahari senja. Tiba-tiba Tio
Bun Yang terbelalak, karena ia melihat sebuah tempat yang
amat indah, ada bukit, pohon dan lain sebagainya.
"Itulah tempat misteri! Itulah tempat misteri!" seru Tio Bun
Yang. Ia merasa girang dan ia segera meleset ke depan
menggunakan ilmu ginkang.
Akan tetapi, di saat itulah terjadi sesuatu yang aneh.
Ternyata tempat misteri itu tampak menjauhi dirinya. Tio Bun
Yang terus mengejarnya Menggunakan ginkang, namun
tempat misteri yang dilihatnya itu pun semakin menjauh,
bahkan akhirnya sirna dari pandangannya.
"Haaah?" Bukan main herannya Tio Bun Yang! Ia berdiri
termangu-mangu di gurun itu. "Tempat misteri itu kok bisa
hilang?" Berselang sesaat, mendadak ia terbelalak karena melihat
tempat misteri itu muncul lagi disebelah utara. Segeralah ia
meleset ke sana, tetapi, tempat misteri itu pun menjauhinya.
Tio Bun Yang terus mengejarnya, tetapi akhirnya tempat
misteri yang dilihatnya itu kembali menghilang. Ia berdiri di
tempat dengan nafas memburu, lalu meneguk air minum yang
di dalam kantong kulit.
"Haaah?" Tio Bun Yang terkejut sekali, sebl air minum itu
telah habis. "Celaka!" serunya.
Di saat bersamaan, tempat misteri itu muncul lagi di
depannya. Tanpa membuang waktu ia langsung meleset ke
arah depan, tapi tempat itu mendadak hilang lagi. Sedangkan
Tio Bun Yang sudah lelah sekali, dan tenggorokannya pun
mulai kering. "Aaaah...!" keluhnya karena ia mulai kehausan lagi.
Ia berjalan sempoyongan. Saat itu hari sudah mulai gelap.
Tiba-tiba tempat misteri itu muncul lagi di depannya. Bukan
main indahnya tempat itu karena tampak bergemerlapan.
Tio Bun Yang tidak lagi meleset menggunakan gingkang,
sebab ia telah kelelahan. Ia berjalan sempoyongan, dan
puluhan langkah kemudian tempat misteri itu pun sirna
perlahan-lahan.
"Aaaah...!" keluh Tio Bun Yang. "Aku haus sekali! air!
Air...!" Matanya mulai berkunang-kunang, kemudian dia terkulai.
Di saat itulah mendadak muncul seseorang. Ketika melihat Tio
Bun Yang, orang itu tampak tertegun.
"Bun Yang..." serunya tak tertahan, lalu membopongnya
pergi. "Si... siapa?" tanya Tio Bun Yang lemah. "Aku... aku haus
sekali! Aku... aku mau minum...."
Orang itu tidak menyahut, tapi langsung membopongnya
dan dibawanya melesat pergi. Akhirnya Tio Bun Yang pingsan
dalam bopongan orang itu
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Perlahan-lahan Tio Bun Yang membuka matanya. Ternyata
ia telah siuman. Seketika ia meloncat bangun dengan mata
terbelalak, karena mendapatkan dirinya berada di tempat yang
amat indah. Padahal ia masih ingat ketika dirinya kelelahan dan
kehausan di Gurun Sih Ih, tiba-tiba muncul seseorang.
Teringat akan hal itu, segeralah ia menoleh, dan dilihatnya
seorang bertubuh tinggi besar duduk di bawah pohon sambil
meneguk arak. "Terimakasih atas pertolongan, Tuan!" ucapnya
"Ha ha ha!" Orang itu tertawa gelak. "Tidak bertemu
beberapa tahun, engkau kok telah melupakan aku?"
"Siapa Tuan?" Tio Bun Yang menatapi dengan penuh
perhatian. "Ha ha ha!" Orang itu tertawa lagi. "Engkau berkepandaian
tinggi, tapi pelupa!"
"Tuan...." Tio Bun Yang terus mengingat namun tidak bisa
ingat siapa penolongnya "Maaf Tuan, aku memang lupa!"
"Bun Yang!" Orang itu tersenyum. "Kita pernah bertanding
di daerah Miauw. Engkau yang membebaskan kedua orang
tua Cing Cing. sudah ingatkah engkau?"
"Hah?" Mulut Tio Bun Yang ternganga lalu "Paman Pahto!
Paman Pahto...."
Betapa girangnya Tio Bun Yang. Ia langsung
menghampirinya, lalu duduk di sisinya.
"Ha ha ha!" Orang itu memang Pahto. "Sudah ingatkah


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

engkau sekarang?"
"Aku sudah ingat, Paman Pahto," sahut Bun Yang gembira.
"Tak disangka kita bertemu di sini!"
"Kalau aku tidak kebetulan melihatmu, miungkin engkau
akan mati di Gurun Sih Ih," ujar Pahto sambil tersenyum.
"Engkau berkepandaian tinggi tapi tak berpengalaman di
gurun pasir."
"Terimakasih atas pertolongan Paman!" ujar Tio Bun Yang
sambil memberi hormat.
"Ha ha ha!" Pahto tertawa gelak. "Engkau masih tetap
sopan seperti beberapa tahun lalu!Aku menangkap ketua suku
Miauw dan isterinya, puterinya justru ke Tionggoan minta
bantuan kepada ayahmu! Namun malah engkau yang muncul
di daerah Miauw bersama Cing Cing itu!"
"Aku masih ingat." Tio Bun Yang tersenyum. "Aku harus
melewati tiga rintangan...."
"Engkau berhasil melewati tiga rintangan itu, kita pun
bertanding. Aku kalah dan membebaskan kedua orang tua
Cing Cing. Oh ya, gadis itu kelihatan mencintaimu lho!"
"Kini dia sudah bersuami." Tio Bun Yang memberitahukan.
"Eh?" Pahto tertegun. "Dari mana engkau tau dia sudah
bersuami?"
"Beberapa bulan lalu, aku datang di daerah Miauw..." tutur
Tio Bun Yang tentang itu dan menarnbahkan, "Maka aku tahu
Cing Cing sudah bersuami."
"Oooh!" Pahto manggut-manggut. "Engkau sungguh
berjiwa besar! Demi mengobati para ketua tujuh partai besar,
engkau datang di daerah Miauw mencari rumput Tanduk
Naga!" "Tapi kemudian...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Kenapa?" tanya Pahto sambil memandangnya
"Ketika kami pulang ke Tionggoan, Goat Nio
Hal 64-65 ga ada wew
nyaris meloncat bangun. "Ini... inikah tempat misteri yang
kucari?" "Betul." Pahto mengangguk dan menjelaska "Tempat ini
berada di tengah-tengah Gurun Si Ih. Bagi yang tidak tahu
cuaca dan keadaan disini jangan harap bisa mencapai tempat
ini." "Oh?" Tio Bun Yang memandangnya seraya bertanya,
"Kalau begitu, markas Kui Bin Pang berada di tempat ini?"
"Ya." Pahto manggut-manggut. "Markas itu berada di balik
bukit, namun harus berhati-hati kalau kau mau ke sana, sebab
di sana banyak jebakan."
"Paman Pahto...." Tio Bun Yang menatapnya dengan mata
tak berkedip. "Kok Paman tahu cara mencapai tempat ini?"
"Ha ha ha!" Pahto tertawa gelak. "Aku pun ingin mencari
ketua Kui Bin Pang."
"Apa?" Air muka Tio Bun Yang berubal "Apakah Paman
teman ketua Kui Bin Pang?"
"Ha ha ha!" Pahto tertawa gelak lagi. "Boleh dikatakan
teman, tapi juga boleh dikatakan musuh."
"Maksud Paman?" Tio Bun Yang bingung.
"Tenang!" Pahto tersenyum. "Yang jelas kita tidak mungkin
bermusuhan malah aku akan membantumu."
"Oh?" Tio Bun Yang berlega hati. "Terimi kasih, Paman!"
"Bun Yang!" Pahto menatapnya dalam-dalam. "Beberapa
tahun kita tidak bertemu, aku yakin kepandaianmu bertambah
tinggi, maka tanganku pun jadi gatal nih."
"Paman...." Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Aku
harap Paman jangan mengajakku bertanding, karena aku
sedang pusing!"
"Aku tahu itu." Pahto tertawa. "Tapi biar bagaimana pun
kita harus bertanding sejenak."
"Tidak. Lebih baik aku mengaku kalah."
"Begini!" Pahto menunjuk sebuah batu yang cukup besar di
hadapan mereka, yang jaraknya kira-kira empat lima depa.
"Kita berdua duduk di sini, lalu mengerahkan lweekang untuk
mengangkat batu itu. Siapa yang berhasil mengangkat lebih
tinggi, berarti yang menang."
"Paman...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Hatiku sedang kacau...."
"Bun Yang!" Pahto tampak tidak senang. "Kalau engkau
tidak mau bertanding dengan menggunakan cara itu, pertanda
engkau tidak menghargaiku."
"Paman...." Tio Bun Yang berpikir lama sekali, setelah itu
barulah mengangguk. "Baiklah. Mari kita bertanding dengan
cara itu!"
"Bagus! Ha ha ha!" Pahto tertawa gelak. "Aku mulai lebih
dulu." "Silakan Paman!" sahut Tio Bun Yang.
Pahto mulai menghimpun lweekangnya, kemudian
perlahan-lahan menjulurkan sepasang telapak tangannya ke
depan, dan mendadak membentak keras.
"Naik!"
Sungguh menakjubkan karena tiba-tiba batu itu terangkat
ke atas, dan makin lama makin tinggi lalu berhenti, pada
ketinggian beberapa depa. Setelah itu, batu tersebut merosot
ke bawah perlahan-lahan ke tempat semula.
"Sungguh hebat lweekang Paman!" ujar Bun Yang memuji.
"Tidak bertemu beberapa tahun, lweekang Paman sudah
bertambah tinggi."
"Ha ha ha!" Pahto tertawa terbahak-bahak "Jangan
memuji, aku pun tahu lweekangmu makin tinggi. Ayoh,
sekarang giliranmu!"
"Ya, Paman." Tio Bun Yang mengangguk. Ia menarik nafas
dalam-dalam mulai menghimpun Pan Yok Hian Thian Sin
Kangnya, kemudian menjulurkan sepasang telapak tangan ke
depan, dan mendadak membentak keras.
"Naik!"
Bukan main! Batu yang itu terangkat keatas dan makin
lama makin naik, kemudian berhenti.
Sesungguhnya Tio Bun Yang masih mampu mengangkat
batu itu lebih tinggi, namun ia tidak mau berbuat begitu.
Setelah itu, batu tersebut mulai merosot ke bawah perlahanlahan
ke tempat mula.
"Hebat!" seru Pahto sambil menghela nafas panjang. "Aku
tahu, engkau tidak mau mempermalukan aku."
"Paman!" Tio Bun Yang tersenyum. "Lweekang kita
seimbang, jadi kita tidak usah bertanding lagi "
"Ha ha ha!" Pahto tertawa gelak. "Kalau aku masih
mengajakmu bertanding, berarti aku cari penyakit sendiri."
"Paman...."
"Bun Yang," ujar Pahto sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Sejak kita berpisah di daerah Miauw, aku kembali ke
Gunung Himalaya untuk menemui guruku. Aku terus berlatih
di sana dengan harapan suatu hari akan mengalahkanmu. Hari
tak disangka, aku tetap terjungkal di tanganmu."
"Jangan berkata begitu, Paman!" Tio Bun Yang tersenyum.
"Sesungguhnya kepandaian Paman sudah tinggi sekali. Kalau
bertanding sungguh sungguh, aku pasti kalah."
"Justru akan mempermalukan diriku sendiri." Pahto
menghela nafas panjang dan menambahkan "Selain
berkepandaian tinggi, engkau pun berhati besar. Kalau engkau
berhati jahat, entah apa jadinya rimba persilatan."
"Oh ya!" Tio Bun Yang teringat sesuatu dan segera
bertanya. "Ketika aku berada di Gurun Si ih aku melihat
tempat ini. Namun kemudian sirna begitu saja. Kenapa bisa
begitu?" "Itu cuma merupakan pantulan cahaya malam hari." Pahto
menjelaskan. "Tempat ini kelihatan berada di arah barat, tapi
sesungguhnya tidak berada di sana. Justru berada di tengahtengah
Gurun Sih Ih."
"Oh?" Tio Bun Yang terbelalak.
"Itu adalah kegaiban alam," ujar Pahto di menambahkan,
"Siapa pun sulit mendatangi tempat ini, karena di sekitar
tempat ini sering terjadi badai dan angin pun terus berhembus
kencang. Tapi... di waktu tertentu, badai dan angin kencang
akan berhenti sejenak. Itulah kesempatan untuk menerobos
ke mari." "Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut "Kok Paman tahu
tentang itu?"
"Guruku yang memberitahukan," sahut Pahto sambil
menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan. "Pendiri Kui
Bin Pang tidak berhati jahil bahkan sering menolong kaum
pedagang suku-suku yang tinggal di sekitar daerah Gurun Sih
Ih. Pada suatu hari, pendiri Kui Bin Pang menyelamatkan dua
anak kecil, kemudian dijadikan muridnya...."
Tio Bun Yang mendengarkan dengan penuh perhatian.
Pahto menghela nafas panjang ia melanjutkan.
"Anak yang lebih besar itu berotak cerdas tapi sangat licik.
Sedangkan yang kecil agak bodoh, tapi justru berhati bajik.
Kedua anak itu kian harri kian bertambah besar dan
kepandaian mereka pun bertambah tinggi, tapi yang kecil
tetap di bawah tingkat yang besar. Guru mereka tahu akan
sifat mereka yang mencolok itu, maka secara diam-diam guru
itu mengajarkan kepandaian ilmu setingkat tinggi kepada anak
yang kecil, tapi... justru diketahui oleh anak yang besar."
"Lalu bagaimana?" tanya Tio Bun Yang tertarik.
"Setelah kedua anak itu dewasa, pada suatu hari pendiri
Kui Bin Pang jatuh sakit. Di saat itulah pendiri ia menyerahkan
sebuah kitab kepada Si Bungsu, kitab itu adalah Pck Kut Im
Sat Im Keng (Kitab Pusaka Pelajaran Lweekang hawa Dingin
Beracun)," jawab Pahto sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Di saat itulah muncul murid tertua, yang langsung
membunuh pendiri Kui Bin Pang dan merebut kitab pusaka
tersebut."
"Hah?" Tio Bun Yang terkejut bukan main. "Bagaimana
nasib Si Bungsu?" tanyanya.
"Untung dia berhasil meloloskan diri." Pahto menghela
nafas panjang. "Si Bungsu langsung kabur ke Gunung
Himalaya, kemudian berguru kepada seorang pertapa sakti di
sana." "Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut. "Bagaimana
Paman tahu begitu jelas tentang itu?"
"karena Si Bungsu itu adalah guruku." Pahto Diberitahukan.
"Sedangkan murid murtad itu adalah kakak seperguruan
guruku atau Pek Kut Lojin. Dia pula yang mengangkat dirinya
sebagai ketua Kui Bin Pang, lalu mulai melakukan berbagai
kejahatan. Akan tetapi, mendadak tiada kabar beritanya.
Hingga kini sudah hampir seratus tahun, kira-kira sebulan lalu,
guruku memperoleh informasi, bahwa di Tionggoan telah
muncul Kui Bin Pang, dan sedang menuju ke Gurun Si ih
Maka, guruku menyuruhku ke mari."
"Kenapa beliau menyuruh Paman ke mari!"
"Untuk membasmi ketua Kui Bin Pang itu sebab guruku
tahu bahwa ketua Kui Bin Pang pasti ke markas yang di
tempat ini."
"Oooh!" Wajah Tio Bun Yang berseri, "Paman, kapan kita
ke markas Kui Bin Pang itu?"
"Sekarang pun boleh."
"Kalau begitu, mari kita ke sana!"
"Baik." Pahto mengangguk, kemudian tersenyum. "Untung
guruku telah memberitahukan mengenai semua jebakan yang
ada di markas Kui Bin Pang itu, jadi kita tidak akan terjebak
sana." "Syukurlah!" ucap Tio Bun Yang.
Mereka berdua lalu meleset pergi menuju markas Kui Bin
Pang, yang di belakang bukit. Dapat dibayangkan betapa
gembiranya Tio Bun Yang. Di saat meleset ke sana, Pahto,
menggunakan ginkang dan makin lama makin cepat. Ternyata
ia ingin menguji ginkang Tio Bun Yang
Pemuda itu tersenyum dan terus mengikutinya, la tidak
tertinggal setapak pun, sehingga membuat Pahto makin
kagum kepadanya.
"Sungguh tinggi ginkangmu!" ujar Pahto sambil tertawa.
"Ginkangku masih berada di bawah tingkat ginkangmu."
"Tidak juga." Tio Bun Yang tersenyum. "Melainkan Paman
mengalah kepadaku."
"Bun Yang!" Pahto menghela nafas panjang. "Engkau
memang bersifat baik. Walau berkepandaian tinggi, namun
selalu merendahkan diri. aku kagum dan salut kepadamu."
"Paman...." Tio Bun Yang cuma tersenyum, mereka berdua
terus meleset ke arah markas Kui Bin Pang menggunakan
ginkang. -oo0dw0oo- Berselang beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah
tiba di suatu tempat di belakang bukit. Pahto langsung
berhenti, dan begitu pula Tio Bun Yang.
" Tuh!" Pahto menunjuk ke depan. "Bangunan .. itu adalah
markas Kui Bin Pang yang dilengkapi dengan berbagai
jebakan. Walau aku sendiri tahu semua jebakan di sana, tapi
kita harus tetap berhati-hati!"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk, lalu memandang ke arah
bangunan itu. "Paman, ada puluhan anggota Kui Bin Pang
berada di sana"
"Kita harus membantai mereka." sahut Pahto
"Paman!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Mereka tidak perlu kita bantai, tapi kita cukup memusnahkan
kepandaian mereka."
"Bun Yang!" Pahto menghela nafas panjang "Engkau masih
tetap seperti dulu, tidak tega membunuh."
"Yaaah!" Tio Bun Yang menarik nafas dalam dalam. "Belum
tentu mereka jahat semua, maka alangkah baiknya kita
melepaskan mereka."
"Baiklah." Pahto mengangguk. "Mari kita kesana!"
Mereka berdua segera meleset ke sana, kemudian
melayang turun di hadapan para anggota Kui Bin Pang.
"Haaah...?" Betapa terkejutnya para anggota Kui Bin Pang.
Bahkan salah seorang dari mereka langsung membentak,
"Siapa kalian" Sungguh besar nyali kalian menerobos ke
mari!" "Ha ha ha!" Pahto tertawa gelak. "Kau adalah anggota Kui
Bin Pang, kalau aku tidak menghargai siauw hiap (Pendekar
Kecil) ini, aku sudah membantai kalian!"
"Siapa siauw hiap ini?" tanya orang itu.
"Dia adalah Tio Bun Yang." Pahto memberitahukan.
"Kekasihnya bernama Siang Koan Goat Nio, ditangkap oleh
ketua kalian. Maka, dia ke mari mencari kekasihnya itu."
Para anggota Kui Bin Pang itu saling memandang,


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian salah seorang dari mereka berkata,
"Memang benar ketua kami menculik nona itu. Tapi...
alangkah baiknya kalian segera pergi, kalau muncul Ngo Sat
Kui, kalian pasti mati!"
"Bagus, bagus." Pahto tertawa gelak. "Dengan adanya
ucapanmu itu, maka aku pun mengampuni kalian. Cepatlah
kalian meninggalkan tempat ini!"
"Kami...." Para anggota Kui Bin Pang tampak ragu. "Ketua
pasti akan membunuh kami...."
"Kalian tidak usah khawatir, sebab kami ke sini justru ingin
membasminya." ujar Pahto meluaskan. "Sekarang aku
menyatakan Kui Bin Pang dibubarkan."
Ketegasan Pahto membuat mereka tertegun, semuanya
saling memandang dengan penuh keheranan, lalu salah
seorang dari mereka bertanya,
"Berdasarkan hak apa engkau berani menegaskan begitu?"
"Berdasarkan ini," sahut Pahto sambil mem-perlihatkan
sebuah medali. Begitu melihat medali itu, mereka langsung menjatuhkan
diri berlutut. "Kami memberi hormat kepada Ketua!" seru nrka serentak.
"Bagus, bagus." Pahto tertawa gelak. "Ternyata kalian
masih mengenali medali ini! Nah sekarang kuperintahkan,
kalian segera meninggalkan tempat ini!"
"Ya, Ketua," sahut mereka sambil bangkit berdiri.
"Terimakasih!"
Bersamaan itu, muncullah lima orang, yaitu Ngo Sat Kui.
Mereka tampak terkejut ketika melihat Tio Bun Yang bersama
seseorang, dan Toa Sat Kui segera membentak.
"Tio Bun Yang, sungguh bernyali engkau kemari! Tempat
ini merupakan kuburan bagimu!"
"Di mana Goat Nio" Cepat lepaskan dia" sahut Tio Bun
Yang. "Ha ha ha!" Toa Sat Kui tertawa gelak. "Kekasihmu sedang
bersenang-senang dengan ketua Ha ha ha...!"
"Apa?" Wajah Tio Bun Yang pucat pias.
"Ngo Sat Kui!" bentak Pahto sambil memperlihatkan medali
yang di tangannya. "Kalian kenal medali ini?"
Begitu memandang medali itu, badan mereka tampak
bergetar, kemudian mereka berlima saling memandang.
"Ha ha ha!" Mendadak Toa Sat Kui tertawa gelak. "Mau apa
engkau memperlihatkan medali rongsokan itu?"
"Hah?" Wajah Pahto berubah hebat. "Engkau berani
menghina medali ini" Engkau memang harus dihukum!"
"Ha ha ha!" Toa Sat Kui tertawa lagi. "Kini Kui Bin Pang
sudah mempunyai ketua, maka medali itu tiada gunanya!"
"Oh?" Pahto tertawa dingin. "Jadi kalian berlima berani
melawan medali peninggalan pendiri Kui Bin Pang ini?"
"Bahkan kami pun akan membunuh kalian berdua!" sahut
Toa Sat Kui, lalu perintahkan para anggotanya menyerang
Pahto dan Tio Bun Yang. "Cepatlah kalian serang mereka!"
Akan tetapi, para anggotanya diam saja.
"Kalian berani membangkang perintahku?" bentak Toa Sat
Kui gusar. "Kalian tidak takut dihukum mati?"
"Ha ha ha!" Pahto tertawa seraya berseru, "Para anggota
Kui Bin Pang, cepatlah kalian lepaskan kedok setan itu dan
segera meninggalkan tempat ini!"
"Ya!" sahut para anggota Kui Bin Pang itu, lalu segera
melepaskan kedok setan masing-masing dan cepat-cepat
meninggalkan tempat tersebut.
Toa Sat Kui gusar bukan kepalang melihat tindakan
mereka. "Mari kita serang dia!" bentaknya.
Seketika juga Ngo Sat Kui menyerang Pahto, Tio Bun Yang
langsung menyingkir. Ia tidak mau membantu Pahto, sebab
takut akan menyinggung perasaannya.
"Ha ha ha!" Pahto tertawa gelak sambil berkelit, lalu balas
menyerang. Terjadilah pertarungan yang seru dan sengit Ngo Sat Kui
menggunakan semacam formasi menyerang Pahto, sehingga
membuat Pahto tampak kewalahan dan terdesak.
Tio Bun Yang mengerutkan kening menyaksikan keadaan
Pahto. Ia ingin turun tangan membantunya, namun khawatir
akan menyinggung perasaannya. Akan tetapi, kalau dia tinggal
diam Pahto akan celaka. Ia cemas sekali, namun mendadak
wajahnya berseri sekaligus berseru.
"Melangkah ke kiri menggeser ke belakang Maju dan
meloncat ke atas!" Ternyata Tio Bun Yang memberi petunjuk
kepada Pahto secara diam-diam. Itu sungguh menggirangkan
Pahto membuatnya tertegun, sebab tidak menyangka Tio Bun
Yang mengerti tentang formasi itu.
Segeralah ia mengikuti petunjuk itu, lalu tampak pak
formasi tersebut mulai kacau.
"Ha ha ha! Bun Yang, engkau sungguh hebat engkau!" seru
Pahto sekaligus menyerang Ngo Sat Kui.
Puluhan jurus kemudian, dua Setan Algojo telah terluka. Di
saat itulah Toa Sat Kui melesat ke dalam bangunan itu
berseru. "Kalian berdua, tahan dia! Aku ke dalam melapor kepada
ketua!" "Mau kabur ke mana!" bentak Tio Bun Yang.
"Bun Yang, jangan mengejarnya!" seru Pahto lan
menambahkan, "Banyak jebakan di sana!"
Tio Bun Yang tidak jadi mengejar Toa Sat kui, dan tetap
berdiri di tempat. Sedangkan Pahto terus bertarung melawan
kedua Setan Algojo.
Sementara itu, Kwee Teng An atau ketua Kui Bun Pang
justru sedang duduk melamun di ruang tengah. Mendadak
muncul Toa Sat Kui, yang dengan nafas terengah-engah
langsung memberi hormat dan melapor.
"Ketua! Para anggota telah meninggalkan tempat ini.
Saudara-saudaraku sedang bertarung dengan seseorang yang
memegang medali milik pendiri Kui Bin Pang."
"Apa?" Kwee Teng An meloncat bangun. "Siapa orang itu?"
"Aku tidak kenal," sahut Toa Sat Kui dan menambahkan,
"Dia datang bersama Tio Bun Yang, dan telah melukai kedua
saudaraku."
"Apa?" Kwee Teng An tampak terkejut kemudian tertawa
dingin. "Ha ha ha! Dia datang mau menolong Siang Koan Goat
Nio" hm! Jangan bermimpi!"
"Ketua...!"
Sekonyong-konyong Kwee Teng An mengerahkan
tangannya, dan Toa Sat Kui yang tidak berjaga-jaga itu
terpukul dadanya.
"Aaaakh...!" jeritnya dan tubuhnya terpental ke belakang.
"Ketua...."
"Ha ha ha!" Kwee Teng An tertawa terbahak bahak. "Kalian
berlima sudah tiada gunanya bagi ku! Ha ha ha...!"
"Ketua," hatimu sungguh... sungguh kejam" Badan Toa Sat
Kui mulai berasap dan tak lama kemudian mulai mencair.
"Ha ha ha!" Kwee Teng An terus tertawa kemudian meleset
ke ruang bawah.
Siang Koan Goat Nio duduk bersandar dinding,
kelihatannya seperti kehilangan sukma
Pintu ruang itu terbuka dan Kwee Teng berjalan masuk
sambil menatapnya, lalu berkata menggunakan ilmu Toh Hun
Tay Hoat. "Goat Nio, engkau harus ikut aku pergi!" "
Ya." Siang Koan Goat Nio mengangguk.
"Bagus! Bagus! Ha ha ha!" Kwee Teng tertawa gelak sambil
melepaskan kedok setan kemudian menarik Siang Koan Goat
Nio meninggalkan ruang bawah itu.
Berselang beberapa saat kemudian setelah Kwee Teng An
membawa Siang Koan Goat Nio pergi, muncullah Pahto dan
Tio Bun Yang. "Eeeh?" Pahto mengerutkan kening. "Ke kekasihmu tidak
ada?" "Celaka!" seru Tio Bun Yang dengan wajah pucat. "Janganjangan
telah dibawa pergi ketua Kui Bin Pang!"
"Ngm!" Pahto manggut-manggut. "Jie Sat Kui
memberitahukan kepada kita, bahwa Siang Koan Goat Nio
dikurung di sini, tapi sekarang tidak ada berarti telah dibawa
pergi oleh ketua Kui Bin Pang"
"Aaaah...!" keluh Tio Bun Yang. "Kok kita tidak melihat
mereka?" "Tentunya mereka melalui jalan lain, maka kita tidak
berpapasan dengan mereka," ujar Pahto, ia kemudian teringat
sesuatu. "Oh ya, kita harus ke ruang lain menyelamatkan Toa
Hu Hoat." "Jie Sat Kui memberitahukan bahwa Toa Hu Hoat dikurung
di ruang belakang. Mari kita ke luar!" sahut Tio Bun Yang.
Mereka naik ke atas, kemudian menuju ruang belakang.
Pahto membuka pintu itu, tampak Toa Hu Hoat di dalamnya.
"Saudara Kiam Heng!" panggil Tio Bun Yang.
"Saudara Bun Yang!" sahut Yo Kiam Heng lemah dan
memberitahukan. "Nona Siang Koan dikurung di ruang
bawah." "Dia tidak ada di sana," ujar Tio Bun Yang sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Telah dibawa pergi oleh ketua
Kui Bin Pang."
'Oh?" Yo Kiam Heng tertegun, kemudian menghela nafas
panjang. "Saudara Bun Yang, Tiat Him telah tewas."
"Apa?" Tio Bun Yang terbelalak. "Dia telah tewas ?"
Yo Kiam Heng mengangguk. "Dia tewas karena menolong
Nona Siang Koan...."
Yo Kiam Heng menutur tentang kejadian dan Tio Bun Yang
mendengar dengan wajah murung.
"Kalian berdua harus segera meninggall tempat ini," ujar
Pahto memberitahukan. "Sebab aku akan menghancurkan
semua jebakan yang ada di sini."
"Paman...." Tio Bun Yang merasa berat berpisah dengan
Pahto. "Ha ha ha!" Pahto tertawa gelak. "Bun Yang kita akan
berjumpa lagi kelak. Percayalah!"
"Oh ya!" Tio Bun Yang memperkenalkan mereka. "Saudara
Kiam Heng, paman ini bernama Pahto."
"Paman!" panggil Yo Kiam Heng sekali memperkenalkan
dirinya. "Namaku Yo Kiam Heng kakekku adalah Pelindung
Perkumpulan Kui Pang."
"Ngmm!" Pahto manggut-manggut sambil memperlihatkan
medali itu. Begitu melihat medali tersebut, Yo Kiam Heng langsung
berlutut memberi hormat.
"Ketua...."
"Ha ha ha!" Pahto tertawa. "Aku bukan ketua Kui Bin Pang,
cepatlah engkau bangun!"
"Terimakasih!" Yo Kiam Heng bangkit berdiri "Guruku
adalah adik seperguruan Pek Kut Lojin." Pahto
memberitahukan. Yo Kiam Him terkejut, namun Pahto
tersenyum dan berkata, "Engkau panggil aku paman saja!"
"Ya, Paman." Yo Kiam Heng mengangguk.
"Bun Yang....." Pahto memberitahukan bagaimana cara
meninggalkan tempat misteri itu. "Kita berpisah di sini, kelak
kita akan berjumpa kembali"
"Paman!" Wajah Tio Bun Yang langsung berwajah murung.
"Oh ya!" Pahto memandangnya seraya berkata. "Aku yakin
ketua Kui Bin Pang kembali ke Tionggoan, jadi kalian berdua
segera ke Tionggoan saja!"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Terima kasiih atas
petunjuk Paman!"
"Cepatlah kalian tinggalkan tempat ini!" desak Pahto.
"Sebab aku harus segera menghancurkan lima jebakan yang
ada di dalam bangunan ini."
"Paman," ucap Tio Bun Yang. "Sampai jumpa".
"Sampai jumpa, Bun Yang!" sahut Pahto sekaligus
menghiburnya. "Jangan cemas, engkau pun akan berkumpul
kembali dengan kekasihmu"
"Terimakasih, Paman!" ucap Tio Bun Yang, lalu menarik Yo
Kiam Heng meninggalkan bangunan itu.
-oo0dw0oo- Tio Bun Yang dan Yo Kiam Heng duduk berhadapan di
dalam kedai teh. Kini mereka berdua sudah berada di Giok
Bun Kwan ( Perbatasan).
"Apa rencanamu sekarang, Saudara Bun Yang" tanya Yo
Kiam Heng sambil memandangnya,
"Engkau?" Tio Bun Yang balik bertanya.
"Saudara Bun Yang," jawab Yo Kiam heng sambil menghela
nafas panjang. "Aku teringat kepada Lam Kiong Soat Lan."
"Begini..." ujar Tio Bun Yang mengusul "Lebih baik kita ke
markas pusat Kay Pang setelah itu barulah engkau berangkat
ke Tayli" "Ya." Yo Kiam Heng manggut-manggut, namun mendadak
berkeluh. "Aaaah! Sungguh mengenaskan cara kematian Tiat
Him, aku... harus membalaskan dendamnya!"
"Saudara Kiam heng!" Tio Bun Yang menggelenggelengkan
kepala. "Engkau bukan lawannya, jangan
memikirkan soal balas dendam!!
"Tapi Tiat Him...." Yo Kiam Heng menghela nafas panjang.
"Dia... dia mati demi menolong Nona Siang Koan."
"Aku tahu itu," ujar Tio Bun Yang berjanji "Aku pasti
menuntut balas kepada ketua Kui Pang."
"Aku... aku harus membunuh ketua Kui Bin Pang dengan
tanganku sendiri!" Yo Kiam Heng berkertak gigi. "Aku akan
terus berlatih di Tayli"
"Saudara Kiam Heng...." Tio Bun Yang menggelenggelengkan
kepala. "Aku bingung sekali."
"Kenapa bingung?"
"Entah dibawa ke mana Goat Nio, aku tidak tahu harus ke
mana mencari mereka! Aaaah! aku...."
"Menurutku, ketua Kui Bin Pang pasti pergi ke Tionggoan.
Mudah-mudahan kita akan bertemu dia di sana!"
"Mudah-mudahan!" sahut Tio Bun Yang. "Ayoh, mari kita
melanjutkan perjalanan!"
"Baik." Yo Kiam Heng mengangguk.
Mereka berdua segera melanjutkan perjalanan menuju
markas pusat Kay Pang. Dalam perjalanan ini, Tio Bun Yang
sering bertanya kepada orang tentang Siang Koan Goat Nio
yang dibawa pergi oleh ketua Kui Bin Pang. Akan tetapi, tiada
seorang pun pernah melihat mereka.
"Aaaah...!" keluh Tio Bun Yang dengan wajah murung.


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Entah dibawa ke mana Goat Nio?"
"Tenanglah, Saudara Bun Yang!" ujar Yo kiam Heng
menghiburnya. "Aku yakin engkau pasti akan bertemu Nona
Siang Koan."
"Tapi...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala dan
matanya mulai bersimbah air. "Goat Nio...."
Tujuh delapan hari kemudian, mereka berdua baru tiba di
markas pusat Kay Pang. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong
memandang mereka dengan penuh keheranan, karena
mereka tidak menyangka kalau Tio Bun Yang akan muncul
bersama Yo Kiam Heng.
"Kakek, Kakek Gouw!" panggil Tio Bun Yang
"Lo cianpwee!" panggil Yo Kiam Heng sambil memberi
hormat. "Kalian duduklah!" sahut Lim Peng Hang "Bun Yang,
engkau kok ke mari bersama Kiam Heng" Di mana Goat Nio?"
"Kakek...." Tio Bun Yang menutur tentang semua kejadian
itu dan menambahkan dengan wajah murung. "Tapi aku tetap
tidak bertemu Goat Nio."
"Bun Yang...." Lim Peng Hang menghela nafas panjang.
"Engkau masih mujur," ujar Gouw Han Tionj "Kalau tidak
muncul Pahto, engkau pasti mati di Gurun Sih Ih."
"Aaaah...!" keluh Tio Bun Yang. "Lebih baik aku mati di
Gurun Si Ih...."
"Bun Yang!" bentak Lim Peng Hang bernada gusar.
"Percuma engkau jadi lelaki! Menghadapi sedikit percobaan
saja kau sudah begini macam. Tahukah engkau bagaimana
pengalaman ayah mu?"
"Aku tahu...." Tio Bun Yang menundukkan kepala. "Kakek,
maafkan aku!"
"Yaaah!" Lim Peng Hang mengehela nafas "Kakek tahu
bagaimana perasaanmu, namun engkau harus tabah!"
"Ya, Kakek." Tio Bun Yang mengangguk.
"Kasihan Kwan Tiat Him!" ujar Lim Peng Hang sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Dia mati demi menepati
janjinya."
"Padahal aku sudah memperingatkannya, tapi dia tidak
mau mendengar sama sekali," ujar Yo Kiam Heng dengan air
mata berlinang. "Oleh karena itu, aku harus menuntut balas!"
"Menuntut balas?" Gouw Han Tiong menatapnya. "Dengan
apa engkau membalaskan dendamnya?"
"Aku...." Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau pun aku harus terus menerus berlatih, belum tentu
dapat melawan ketua Kui Bin Pang itu."
"Engkau tahu siapa dia?" tanya Gouw Han Tiong.
"Tidak tahu." Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.
"Kepandaiannya tinggi sekali, terutama ilmu Pek Kut Im Sat
Kangnya." "Jadi...." Gouw Han Tiong mengerutkan kening,. "Kwan Tiat
Him terkena ilmu pukulan itu, maka badannya mencair?"
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk. "Aaaah, mati harus
bagaimana memecahkan ilmu itu" entah ilmu itu mengandung
racun pula."
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya seraya berpesan,
"Kalau kelak engkau berhadapan dengan ketua Kui Bin Pang
itu, haruslah berhati-hati!"
"Ya, Kakek." Tio Bun Yang mengangguk.
"Kiam Heng!" Lim Peng Hang memandangnya. "Apa
rencanamu sekarang?"
"Aku... aku..." jawab Yo Kiam Heng dengan wajah agak
kemerah-merahan. "Aku ingin ke Tayli
"Ke Tayli?" Lim Peng Hang tertegun.
"Kakek!" Tio Bun Yang memberitahukan. "Dia ke Tayli ingin
menemui Lam Kiong Soat Lan"
"Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggut sambil
tersenyum. "Kiam Heng ternyata engkau jatuh hati kepada
gadis itu!"
"Aku...." Yo Kiam Heng menundukkan kepala "Dia memang
cantik dan lincah. Engkau sangat cocok menjadi
pasangannya." ujar Lim Peng Hang dan bertanya, "Kapan
engkau akan berangkat ke Tayli?"
"Besok," sahut Yo Kiam Heng.
"Ngmm!" Lim Peng Hang manggut-manggu "Tentunya kami
tidak akan menahanmu di sini silakan berangkat!"
"Terimakasih, Lo cianpwee!" ucap Yo Kiam Heng.
Keesokan harinya, berangkatlah Yo Kiam Heng ke Tayli.
Sedangkan Tio Bun Yang tetap tinggal di markas pusat Kay
Pang. -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh empat
Jatuh ke jurang
Tidak salah. Kwee Teng An yang membawa pergi iSang
Koan Goat Nio, memang menuju Tionggoan. Kini mereka telah
tiba di suatu tempat dekat jurang di Gunung Heng San.
Tempat itu dinamai Ban Hoa Ngai (Tebing Selaksa Bunga).
Karena di sana banyak bunga beraneka warna.
"Sungguh indah Ban Hoa Ngai ini!" ujar Kwee Teng an.
"Goat Nio, engkau menyukai tempat ini?"
"Entahlah." Siang Koan Goat Nio menggelengkan kepala
sambil memandang hampa pada tempat tersebut.
"Goat Nio...." Kwee Teng An menatapnya dengan mesra.
"Terus terang, aku sungguh mencintaimu!"
"Aku tidak tahu." Siang Koan Goat Nio mengalengkan
kepala. "Goat Nio...." Kwee Teng An ingin mengatakan sesuatu,
namun mendadak keningnya tampak berkerut, karena
mendengar suara langkah yang halus sekali. Segeralah ia
menolehkan kepalanya, tampak seorang tua pincang berdiri di
belakangan sambil menyengir.
"Asyiiik!" ujar orang tua pincang itu. "Berdua di tempat
yang indah seperti ini memang mengasyikkan."
"Siapa engkau?" tanya Kwee Teng An bernada tidak
senang. "Anak muda!" Orang tua pincang menggeleng gelengkan
kepala. "Pertanyaanmu sungguh kasar Apakah karena aku
telah mengganggumu?"
"Sudah tahu kenapa belum mau pergi?" sahut Kwee Teng
An ketus. "Ayoh, cepatlah pergi!"
"Ha ha ha! Orang tua pincang itu tertawa
"Eh?" Orang tua pincang terbelalak. "Anak muda, kenapa
engkau tak tahu sopan santun Aku sudah tua, namun engkau
masih membent bentakku?"
"Hm!" dengus Kwee Teng An. "Kalau engkau tidak mau
pergi, jangan katakan aku kejam!"
"Oh, ya?" Orang tua pincang tertawa gelak "Ha ha ha! Anak
muda, sikapmu sungguh sombong!"
"Jadi engkau masih belum mau pergi?" Wajah Kwee Teng
An mulai berubah kehijau-hijauan
"Ha ha ha!" Orang tua pincang tertawa terbahak-bahak.
"Engkau cukup tampan, tapi kenapa begitu kasar dan kurang
ajar?" Kwee Teng An tidak menyahut, tapi sepasang matanya
terus memelototinya.
"Gadis itu cantik sekali, tapi...." Orang pincang menatap
Siang Koan Goat Nio dengan penuh perhatian. "Heran"
Kenapa seperti tak bersukma" Hei! Gadis cantik, siapa
engkau"' "Aku...." Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan
kepala. "Entahlah."
"Hah?" orang tua pincang terbeliak. "Gadis cantik,
engkau...."
"Orang tua!" bentak Kwee Teng An dingin. "Kalau engkau
masih tetap tidak mau pergi, berarti engkau cari penyakit!"
"Ha ha ha!" Orang tua pincang tertawa. "Aku memang ingin
cari penyakit di sini!"
"Baik. Sambutlah seranganku!" seru Kwee Teng An sambil
menyerangnya. "Wuah, hebat sekali kepandaianmu!" sahut orang tua
pincang sekaligus berkelit.
"Hmm!" dengus Kwee Teng An dingin. "Lumayan juga
kepandaianmu, tua bangka! Coba sambut lagi seranganku ini!"
"Pasti kusambut! Ayoh, cepatlah serang aku!"
Kwee Teng An tidak menyahut, tapi langsung menyerang.
Orang tua pincang cepat-cepat berkelit dan balas
menyerangnya. Puluhan jurus kemudian, orang tua pincang
semakin terkejut, karena tidak menyangka kalau pemuda di
hadapannya itu berkepandaian begitu tinggi
"Tua bangka!" bentak Kwee Teng An sambil menghentikan
serangannya. "Ha ha ha!" Orang tua pincang menarik nafas
"Engkau tidak berani menyerangku lagi?"
"Tua bangka!" sahut Kwee Teng An sambil mengerahkan
Pek Kut Im Sat Kang. "Kini aku akan mencabut nyawamu
dengan Pek Kut Im Ciang!"
"Hah" Apa?" Wajah orang tua pincang berubah pucat dan
mendadak ia meleset pergi laksana kilat
"Ha ha ha!" Kwee Teng An tertawa. "Tua bangka! Untung
engkau cepat kabur! Kalau tidak engkau pasti mati di
tanganku!"
Siapa orang tua pincang itu" Ternyata guru Sie Keng Hauw,
yang kebetulan melewati tempat itu. Lantaran melihat Kwee
Teng An Siang Koan Goat Nio, dan mengira bahwa mereka
berdua adalah sepasang kekasih, maka ia ingin menggoda.
Akhirnya ia malah bertarung den Kwee Teng An. Ketika
pemuda itu menyebut Kut Im Sat Ciang, tahulah orang tua
pincang siapa pemuda itu, maka ia buru-buru kabur, karena
tahu akan kelihayan ilmu tersebut.
Sementara Siang Koan Goat Nio tetap berdiri mematung di
tempat, Kwee Teng An mendekatinya sambil tersenyum
lembut. "Goat Nio," ujarnya. "Aku telah mengi orang gila itu. Dia
kemari ingin mengganggu kita
"Oh?" Siang Koan Goat Nio tidak memperlihatkan reaksi
apa pun. "Goat Nio!" Kwee Te An memandangi: "Mari kita duduk!"
Siang Goat Nio mengangguk lalu duduk. Teng An pun
duduk di hadapannya, setelah itu Teng An terus menatapnya
tajam sambil mengerahkan ilmu Toh Hun Tay Hoat.
"Goat Nio!"
"Ya."
"Engkau harus menuruti semua perintahku!"
"Ya."
"Sekarang... engkau harus melepaskan pakaianmu.
Cepaat!" "Ya." Siang Koan Goat Nio mulai melepaskan pakaiannya,
tapi mendadak ia kelihatan tersentak. "Tidak! Aku tidak boleh
melepaskan pakaianku di hadapanmu, tidak boleh!"
"Boleh! Engkau harus cepat melepaskan pakaianmu!" ujar
Kwee Teng An, suaranya mengandung suatu kekuatan yang
tak dapat dilawan.
"Ya." Siang Koan Goat Nio mengangguk, Namun mendadak
dalam batinnya timbul perlawanan. "Tidak! Tidak!"
"Goat Nio!" Kwe Teng An terus menatapnya tajam. "Engkau
harus tidur bersamaku!"
"Aku...." Mendadak Siang Koan Goat Nio bangkit berdiri.
"Tidak! Tidak!"
"Goat Nio!" Kwee Teng An juga bangkit berdiri dan terus
mengerahkan Toh Hun Tay Hoat "Engkau harus menuruti
semua perintahku! cepat buka pakaianmu!"
"Aku...." Siang Koan Goat Nio termundur-bhimlur. "Aku...."
"Jangan takut, aku sangat mencintaimu! Mari kita
bersenang-senang!" Kwee Teng An mendekatinya.
"Tidak!" Siang Koan Goat Nio terus melangkah mundur,
sama sekali tidak menyadari bahwa di belakangnya ada jurang
yang menganga "Goat Nio!" Kwee Teng An tampak penasaran sekali, Ia
memang sudah berniat memperkosanya di tempat tersebut.
"Goat Nio...."
Mendadak pemuda itu merentangkan sepasang tangannya,
kemudian menerjang ke arah Siang Koan Goat Nio dengan
maksud memeluknya. Akan tetapi, mendadak gadis itu
meloncat ke belakang.
"Haaah?" Betapa terkejutnya Kwee Teng karena loncatan
itu justru ke arah mulut jurang "Goat Nio...."
"Aaaakh...!" jerit Siang Koan Goat Nio badannya terus
merosot ke bawah jurang yang dalamnya ribuan kaki.
"Goat Nio! Goat Nio...!" teriak Kwee Teng An sambil
memandang ke dalam jurang. Badan Siang Koan Goat Nio
makin kecil, akhirnya lenyap dari pandangannya.
Kwee Teng An berdiri termangu-mangu dipinggir jurang itu,
kemudian menggeleng-gelengkan kepala sambil bergumam.
"Sungguh sayang sekali! Aku belum menikmati tubuhnya
dia sudah keburu jatuh ke jurang Tapi aku merasa puas sekali
karena Tio Bun Yang sudah kehilangan dirinya! Ha ha ha...!"
Kwee Teng An tertawa gelak, sejurus kemudian barulah
berhenti dan mulai berpikir. Kini Kui Bin Pang telah bubar, lagi
pula percuma jadi ketua Kui Bin Pang! Kepandaianku sudah
tinggi sekali seharusnya aku memanfaatkan kepandaiianku
untuk hidup senang. Betul! Betul! Aku harus ke ibu kota, siapa
tahu akan hidup senang dan mewah di sana. Setelah berpikir
sampai ke sana, maka ia mengambil keputusan untuk
berangkat ke ibu kota.
"Ha ha ha!" Kwee Teng An tertawa terbahak-bahak,
kemudian meleset pergi.
Di saat itulah muncul seorang tua pincang dari balik pohon
dengan kening berkerut-kerut, ternyata apa yang terjadi tadi
tidak lewat dari matanya.
Orang tua pincang itu memang cerdik. Setelah melesat
pergi, mendadak ia kembali lagi lalu sembunyi di belakang
pohon. Karena Kwee Teng An sedang mengerahkan ilmu Toh
Hun Tay Hoat, maka tidak tahu akan keberadaan orang tua
pincang itu. Betapa terkejutnya orang tua pincang itu ketika melihat
Siang Koan Goat Nio meloncat ke belakang, tepatnya ke mulut
jurang itu, sehingga membuatnya nyaris menjerit kaget.
Setelah Kwee Teng An meleset pergi, barulah orang tua
pincang itu muncul. Ia berdiri di pingir jurang itu sambil
memandang ke bawah.
"Aaaah...!" Orang tua pincang itu menghela nafas panjang.
"Sungguh kasihan gadis itu! Tidak mungkin bisa hidup...."


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Padahal
pemuda itu telah menggunakan Toh Hun Tay Hoat, tapi batin
gadis itu masih bisa melawan ilmu sesat tersebut! Heran"
Sebetulnya siapa gadis itu?"
Lama sekali orang tua pincang itu termangu mangu di
pinggir jurang, setelah itu menggeleng gelengkan kepala lagi
dan melesat pergi.
-oo0dw0oo- Yo Kiam Heng yang berangkat ke Tayli telah tiba di
kerajaan tersebut, dan langsung ke istana Tentunya pengawal
kerajaan tidak memperbolehkannya masuk.
"Maaf!" ucap Yo Kiam Heng dan memberitahukan. "Aku ke
mari ingin menemui Nona Lam Kiong."
"Engkau siapa dan ada urusan apa ingin menemui Nona
Lam Kiong?" tanya salah seorang pengawal sambil
menatapnya. "Namaku Yo Kiam Heng, teman Nona Lan Kiong."
"Oooh!" Pengawal itu segera memberi hormat. Maaf, aku
tidak tahu kedatangan Yo tayhiap!"
"Eh?" Yo Kiam Heng terbelalak.
"Yo tayhiap!" Pengawal itu tersenyum. "Nona lam Kiong
telah berpesan kepada kami, apabila Yo tayhiap ke mari, kami
harus mempersilahkan masuk."
"Oh?" Wajah Yo Kiam Heng berseri. "Terima-kasih!"
"Yo tayhiap," bisik pengawal itu. "Beberapa hari ini Nona
Lam Kiong terus melamun, mungkin memikirkan Yo tayhiap.
Oleh karena itu, Yo Hiap harus membuat kejutan!"
"Kejutan apa?" Yo Kiam Heng heran.
"Nona Lam Kiong sering duduk seorang diri di halaman, Yo
tayhiap masuk saja!" ujar pengawal itu melanjutkan,
"Kemunculan Yo tayhiap yang mendadak, tentu akan
mengejutkannya."
"Oooh!" Yo Kiam Heng manggut-manggut lalu bertanya, "Di
mana halaman itu?"
"Dari sini terus berjalan ke dalam. Di halaman itu terdapat
taman bunga." Pengawal itu memberitahukan. "Tadi Nona
Lam Kiong duduk di sana"
"Terimakasih!" ucap Yo Kiam Heng lalu berjalan ke dalam.
la tak begitu tergesa-gesa, namun tak lama setelah sampai
di taman bunga itu. Dilihatnya seorang gadis cantik duduk
termenung di situ, yang tidak lain Lam Kiong Soat Lan.
"Adik Soat Lan! Adik Soat Lan!" panggil Kiam Heng sambil
mendekatinya dengan wajah berseri-seri.
"Haa?" Lam Kiong Soat Lan terkejut cepat-cepat menoleh.
Ketika melihat Yo Kiam Heng, ia justru mengira bahwa
matanya telah salah lihat. Maka, ia mengucek-ucek matai
"Kakak Kiam Heng" Kakak Kiam Heng...."
"Adik Soat Lan!" Yo Kiam Heng berdiri hadapannya,
sekaligus memandangnya dengan mata berbinar-binar. "Adik
Soat Lan...."
"Kakak Kiam Heng!" seru Lam Kiong Soat Lan girang sambil
meloncat bangun. "Aku... bukan dalam mimpi?"
"Adik Soat Lan," ujar Yo Kiam Heng sambil tersenyum
lembut. "Aku telah berdiri di hadapanmu, bagaimana mungkin
dalam mimpi?"
"Kakak Kiam Heng...." Lam Kiong Soat Lan langsung
mendekap di dadanya. "Kakak Kiam Heng...."
"Adik Soat Lan...." Yo Kiam Heng membelainya dengan
penuh kasih sayang. "Aku kemari menengokmu, engkau
girang?" "Aku... aku girang sekali." Lam Kiong Soat Lan terisak-isak
saking girangnya. Kemunculan Yo Kiam Heng yang mendadak
itu memang merupakan suatu kejutan yang menggembirakan
"Soat Lan!" Tiba-tiba terdengar suara memanggilnya,
kemudian muncul Toan Beng Kiat dan Bokyong Sian Hoa.
"Soat Lan!"
"Aku di sini." sahut Lam Kiong Soat Lan dengan suara
rendah. Toan Beng Kiat dan Bokyong Sian Hoa langsung ke taman
bunga itu. Begitu melihat Lam Kiong Soat Lan berpelukpelukan
dengan seorang pemuda, terbelalaklah mereka.
"Soat Lan!" panggil Toan Beng Kiat .
"Beng Kiat, dia...." sahut Lam Kiong Soat Lan.
Di saat bersamaan, Yo Kiam Heng menolehkan kepalanya
sambil tersenym.
"Saudara Kiam Heng!" seru Toan Beng Kiat tertahan.
"Engkau...."
Yo Kiam Heng melepaskan pelukannya, kemudian
menghampiri Toan Beng Kiat sambil memberi hormat.
"Saudara Beng Kiat, kita bertemu kembali."
"Saudara Kiam Heng...." Toan Beng Kiat terus
memandangnya. "Oh ya, di mana Saudara Tiat. Kenapa dia
tidak datang bersamamu?"
"Dia...." Yo Kiam Heng menghela nafas panjang "Dia telah
tewas." "Haah?" Bukan main terkejutnya Toan Beng Kiat
"Bagaimana kejadian itu" Bolehkah dituturkan?"
"Ng!" Yo Kiam Heng langsung menutur tentang kejadian
yang menimpa Kwan Tiat Him. Toan Beng Kiat, Bokyong Sian
Hoa dan Lam Kiong Soat Lan mendengarkan penuturan sambil
menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian Toan Beng Kiat
menghela nafas panjang seraya berkata.
"Sungguh kasihan Saudara Tiat Him, dia ber korban demi
menolong Goat Nio!"
"Kakak Kiam Heng," tanya Lam Kiong Soat Lan. "Apakah
Kakak Bun Yang berhasil menyelamatkan Goat Nio?"
"Goat Nio dibawa pergi oleh Ketua Kui Bin Pang." Yo Kiam
Heng memberitahukan tentang itu. "Saudara Bun Yang
mengajakku ke markas pusat Kay Pang, setelah itu barulah
aku ke mari "Jadi Bun Yang masih berada di markas pusat Kay Pang?"
tanya Toan Beng Kiat.
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk. "Kasihan Kakak Bun
Yang, dia pasti cemas dan sedih karena belum berkumpul
kembali dengan Goat Nio," ujar Lam Kiong Soat Lan sambil
menghela nafas panjang.
"Kakak Soat Lan," sela Bokyong Sian IM sambil tersenyum.
"Sebelum Kakak Kiam Heng ke mari, bukankah engkau sangat
cemas dan sedih" Kini wajahmu baru kelihatan berseri-seri. "
"Sian Hoa...." Lam Kiong Soat Lan cemberut
"Hi hi hi!" Bokyong Sian Hoa tertawa geli
"Saudara Kiam Heng!" Toan Beng Kiat menatapnya.
"Engkau tahu Ketua Kui Bin Pang membawa Goat Nio ke
mana?" "Entahlah." Yo Kiam Heng menggeleng kepala. "Kalau tahu,
saudara Bun Yang dan aku pasti sudah pergi mengejarnya."
"Aaaah...!" Toan Beng Kiat menghela nafas. "Itu
merupakan cobaan berat bagi Bun Yang, mudah-mudahan dia
bisa tabah menghadapinya!"
"Kakak Bun Yang pasti tabah," ujar Lam Kiong Soat Lan.
"Aku yakin dia akan segera pasti kumpul kembali dengan Goat
Nio." "Itu yang kita harapkan!" Yo Kiam Heng manggut-manggut.
"Kakak Kiam Heng," ujar Lam Kiong Soat Lan dengan suara
rendah. "Mari kita ke dalam menemui kedua orang tuaku!"
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk.
"Sungguh kebetulan sekali!" Toan Beng Kiat
memberitahukan. "Kedua orang tua Soat Lan sedang
bercakap-cakap dengan kedua orang tuaku di ruang tengah.
Mari kita ke dalam!"
Mereka berjalan menuju ke ruang tengah. Begitu melihat
kehadiran pemuda asing itu, kedua orang tua Lam Kiong Soat
Lan dan kedua orang Toan Beng Kiat semuanya terbelalak.
"Ayah, Ibu!" panggil Lam Kiong Soat Lan berseri dan
memperkenalkan. "Dia... dia adalah Kiam Heng."
"Paman, Bibi!" Yo Kiam Heng segera memberi hormat.
"Terimalah hormatku!"
"Oooh!" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut sambil
tersenyum. "Ternyata engkau adalah Yo Kiam Heng yang
membuat putriku terus melamun! Ha ha ha...!"
"Ayah!" Wajah Lam Kiong Soat Lan memerah. "Jangan
mengada-ada! Aku...."
"Ayah tidak mengada-ada, melainkan berkata
sesungguhnya," sahut Lam Kiong Bie Liong tertawa lagi. "Ha
ha ha...!"
"Kiam Heng!" Toan Pit Lian menatapi dengan penuh
perhatian seraya bertanya, "Bukankah engkau punya seorang
teman bernama Kwee Tiat Him" Kenapa dia tidak ikut ke
mari?" "Dia...." Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala. "Dia
telah tewas di tangan Ketua Kui Bin Pang."
"Oh?" Toan Beng Kiat mengerutkan kening "Bagaimana
kejadiannya?"
"Malam itu...." Yo Kiam Heng menutur mengenai kejadian
tersebut dan menambahkan, "Tiat Him mati secara
mengenaskan, maka aku harus membalaskan dendamnya."
"Kakak Kiam Heng...." Lam Kiong Soat Lan terkejut.
"Apakah Bun Yang berhasil menyelamatkan Goat Nio?"
tanya Toan Wie Kie.
"Tidak." Yo Kiam Heng menghela nafas panjang. "Karena
Ketua Kui Bin Pang keburu membawa pergi Goat Nio."
"Aaah...!" Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.
"Kasihan Bun Yang, dia belum berkumpul dengan Goat Nio...."
"Bagaimana kepandaian Ketua Kui Bin Pang itu?" tanya
Lam Kiong Bie Liong mendadak."Apakah tinggi sekali?"
"Kepandaiannya memang tinggi sekali." Yo Kiam Heng
mengangguk. "Terutama ilmu Pek Kut Im Sat Ciangnya. Siapa
yang terkena ilmu pukulan itu, badannya pasti mencair."
"Oh?" Lam Kiong Soat Lan merinding. "Jadi...." Lam Kiong
Bie Liong mengerutkan kening. "Ilmu pukulan itu mengandung
racun?" "Ya." Yo Kiam Heng mengangguk. "Mengandung racun
yang amat ganas, dan tiada obat penawarnya."
"Ngmmm!" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut,
kemudian menatap Yo Kiam Heng dengan penuh perhatian
seraya bertanya, "Betulkah engkau mencintai putri kami ini?"
"Ya," sahut Yo Kiam Heng cepat sambil mengangguk.
"Engkau tahu tentang keluarga Lam Kiong?" tanya Lam
Kiong Bie Liong mendadak.
"Aku pernah mendengar," ujar Yo Kiam Heng. "Keluarga
Lam Kiong terkenal akan senjata rahasianya, juga sangat
disegani lawan maupun kawan "
"bahkan juga ada satu peraturan," tambah giok siauw sin
hiap Toan Pit Lian sambil tersenyum.
"Peraturan apa?" tanya Yo Kiam Heng hen
"Seperti apa yang pernah kami alami...." To Pit Lian
memberitahukan. "Karena aku mencintai Kakak Bie Liong,
maka ibunya menguji kepandaianku."
"Ibu!" protes Lam Kiong Soat Lan. "Mana ada peraturan itu
dalam keluarga Lam Kiong?"
"Ada." Toan Pit Lian mengangguk.
"Itu bohong!" Lam Kiong Soat Lan cemberut "Ibu cuma
mengada-ada!"
"Soat Lan," sela Toan Wie Kie. "Ibu tidak bohong, itu
memang merupakan peraturan Lam Kiong turun-temurun."
"Tapi...," ujar Lam Kiong Soat Lan. "Di sini Tayli, bukan di
rumah keluarga Lam Kiong lbu"
"Peraturan keluarga Lam Kiong tetap berlaku di mana saja,"
sahut Lam Kiong Bie Liong sambil tersenyum. "Oleh karena
itu, Yo Kiam Heng harus bertanding dengan ayah tiga jurus!"
"Ayah!" Lam Kiong Soat Lan mengerutkan kening. "Hapus
saja peraturan itu, aku...."
"Soat Lan," sahut Lam Kiong Bie Liong. "Itu adalah
peraturan leluhur, bagaimana mungkin ayah menghapusnya?"
"Adik Soat Lan!" Yo Kiam Heng tersenyum "Aku harus
mentaati peraturan tersebut, jangan mengecewakan ayahmu!"
"Tapi...." Lam Kiong Soat Lan menggeleng-gelengkan
kepala, kemudian bertanya kepada Lam Kiong Bie Liong.
"Ayah, bagaimana kalau Kakak Kiam Heng tidak sanggup
bertahan dalam tiga jurus?"
"Tentunya dia harus segera angkat kaki dari sini," jawab
Lam Kiong Bie Liong.
"Haaah...?" Wajah Lam Kiong Soat Lan berubah pucat.
"Ayah...."
"Adik Soat Lan!" Yo Kiam Heng tersenyum lembut. "Engkau
tenang saja! Aku pasti sanggup bertahan."
"Tapi...." Lam Kiong Soat Lan menggeleng-gelengkan
kepala. "Aku khawatir...."
"Tidak usah khawatir!" Yo Kiam Heng tampak tenang
sekali. Ia berjalan ke tengah-tengah ruangan ituu, lalu
memberi hormat kepada Lam Kiong Liong seraya berkata,
"Paman, aku mohon petunjuk!"
"Bagus! Bagus!" Lam Kiong Bie Liong menghampirinya
sambil terawa gelak. "Ha ha ha...!"
"Paman," tanya Yo Kiam Heng. "Kita bertarung
menggunakan senjata atau tangan kosong ?"
"Kita pakai pedang saja," sahut Lam Kiong Liong sambil
menghunus pedangnya. "Oh ya, engkau tidak punya pedang?"
"Punya." Perlahan-lahan Yo Kiam Heng melepaskan
pedangnya yang dililitkan di pinggang-yaitu pedang lemas.
"Kiam Heng!" Lam Kiong Bie Liong memberitahukan. "Kita
bertanding cukup tiga jurus saja. Apabila engkau sanggup
bertahan, kami pasti merestui kalian."
"Terimakasih, Paman!" ucap Yo Kiam Heng dan bertanya,
"Apakah aku boleh balas menyerang?"
"Tentu boleh." Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut, lalu
mulai mengerahkan lweekang nya.
Begitu pula Yo Kiam Heng, pemuda itu pun mulai
menghimpun lweekangnya siap menghadapi serangan yang
akan dilancarkan Lam Kiong Bie Liong.
"Hati-hati!" seru Lam Kiong Bie Liong dan mendadak
menyerang. Lam Kiong Bie Liong menggunakan Teng Yang Kiam Hoat
(Ilmu Pedang Surya), menyerang Yo Kiam Heng dengan jurus
Thay Yang Poh Cin (Surya Memancarkan Cahaya). Tampak
pedang Lam Kiong Bie Liong berkelebatan memancarkan
cahaya mengarah ke pemuda itu.
Yo Kiam Heng tidak berkelit, melainkan menggunakan Teng
Hai Kiam Hoat (Ilmu Pedang Menenangkan Laut),
mengeluarkan jurus Kiam Khi Peng Lang (Hawa Pedang


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Membendung Ombak) menangkis serangan Lam Kiong Bie
Liong. Trang! Terdengar suara benturan pedang.
Yo Kiam Heng terdorong ke belakang lima ingkah,
sedangkan Lam Kiong Bie Liong hanya tiga langkah.
"Bagus! Bagus! Ha ha ha!" Lam Kiong Bie Liong tertawa
gembira. "Aku tak menyangka kalau engkau mampu
menangkis seranganku! Nah, sambutlah jurus kedua ini!"
Lam Kiong Bie Liong menyerangnya dengan jurusan Jit Cut
Tang Hong (Surya Terbit Di Ufuk Timur), yang bukan main
lihay dan dahsyatnya.
Yo Kiam Heng tampak terkejut, namun tetap tenang.
Mendadak ia menggerakkan pedangnya, maka tampak
pedangnya berkelebatan menangkis serangan itu. Ternyata ia
mengeluarkan jurus Ban Kiam Teng Hai (Selaksa Pedang
Menenangkan Laut). Jurus tersebut justru dapat membendung
serangan Lam Kiong Bie Liong, sehingga menimbulkan
kekagumannya. "Jurus ketiga!" Seru Lam Kiong Bie Liong, kali ini ia
mengeluarkan jurus yang paling lihay dan dahsyat, yakni jurus
Jit Liak Sauh Te (Terik Surya Membakar bumi).
"Ayah!" seru Lam Kiong Soat Lan kaget. Ternyata gadis itu
tahu akan kelihayan jurus tersebut.
Akan tetapi, Lam Kiong Bie Liong terus melanjutkan
serangannya. Di saat bersamaan, Yo Kiam Heng
mengeluarkan siulan panjang, sekaligus menangkis serangan
itu dengan jurus Pang Lang Teng Hai (Membendung Ombak
Menenangkan Laut), yang merupakan jurus simpanannya.
"Trang!" Terdengar suara benturan pedang yang
memekakkan telinga.
Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Bie Lion masing-masing
termundur-mundur beberapa langkah, dan wajah mereka
tampak pucat pias. I
"Ayah! Kakak Kiam Heng!" seru Lam Kiong Soat Lan cemas.
"Jangan khawatir!" bisik Toan Beng Kie "Mereka tidak akan
terjadi apa-apa."
Berselang sesaat, barulah Yo Kiam Heng memberi hormat
kepada Lam Kiong Bie Liong
"Terimakasih atas kemurahan hati Paman!" ucapnya
dengan tersenyum.
"Ha ha ha!" Lam Kiong Bie Liong tertawa gembira. "Engkau
memang pantas menjadi suami Soat Lan! Ha ha ha...!"
"Terimakasih, Paman!" ucap Yo Kiam Heng dengan wajah
ceria, kemudian melirik Lam Kiong Soat Lan.
Wajah gadis itu langsung memerah, kemudian
ditundukkannya dalam-dalam.
Lam Kiong Bie Liong dan Yo Kiam Heng kembali ke tempat
duduk. Sementara Toan Beng Kie terus memandang pemuda
itu, lalu bertanya
"Engkau dapat bertahan beberapa lama melawan Ketua Kui
Bin Pang?"
"Sekitar lima puluh jurus," jawab Yo Kiam Heng jujur.
"Hah?" Toan Wie Kie terbelalak. "Kepandaianmu sudah
begitu tinggi, tapi... cuma dapat pilahan lima puluh jurus?"
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk. "Itu kalau dia tidak
mengeluarkan Pek Kut Im Sat Ciang! Apabila dia langsung
mengeluarkan ilmu tersebut, Mungkin aku tak mampu
bertahan sampai lima jurus."
"Oh?" Betapa terkejutnya Lam Kiong Bie liong. "Kalau
begitu, kita semua bukan lawannya"
"Ya." Yo Kiam Heng menghela nafas panjang.
"Aaaah...!" Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.
"Hanya Cie Hiong dan Bun Yang yang dapat melawannya!"
"Itu juga belum tentu," ujar Yo Kiam Heng. "Sebab ilmu
pukulan Pek Kut Im Sat Ciang mampu menerobos lweekang
pihak lawan."
"Kakak Kiam Heng, engkau belum tahu sih. Sesungguhnya
Kakak Bun Yang berkepandaian tinggi sekali." kata Lam Kiong
Soal Lan. "Kalau begitu..." ujar Yo Kiam Heng. "Sayang sekali, tiada
kesempatan bagiku untuk mohon petunjuk kepadanya."
"Apa?" Lam Kiong Soal Lan melotot. "Engkau mau
bertanding dengannya?"
"Tentu tidak." Yo Kiam Heng tersenyum. "Aku bersungguhsungguh
mohon petunjuk ke-padanya mengenai ilmu pedang."
"Oooh!" Lam Kiong Soat Lan menarik nafas lega. "Kukira
engkau ingin menantangnya bertanding"
"Bagaimana mungkin?" Yo Kiam Heng senyum lagi. "Kami
adalah teman baik, tentusaja aku tidak akan menantangnya
bertanding."
"Oh ya!" Lam Kiong Soat Lan menatapnya "Ilmu pedang
apa yang engkau pergunakan untuk menangkis serangan
ayahku?" "Ilmu pedang Teng Hai Kiam Hoat." Yo Kiam Heng
memberitahukan dan bertanya. "Kenapa engkau menanyakan
itu?" "Karena ilmu pedang itu sangat hebat lihay," sahut Lam
Kiong Soat Lan dengan senyum. "Oleh karena itu...."
"Soat Lan!" Toan Pit Lian terbelalak. "Engkau ingin
bertanding dengan Kiam Heng?"
"Tidak." Lam Kiong Soat Lan menggelengkan kepala. "Aku
hanya ingin memperlihatkan ilmu pedangku."
"Oooh!" Toan Pit Lian berlega hati. "Itu boleh."
"Terimakasih, Ibu!" ucap Lam Kiong Soat Lan, kemudian
berkata kepada Yo Kiam Heng "Kakak Kiam Heng, saksikanlah
ilmu pedang ku!"
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk
Lam Kiong Soat Lan berjalan ke tengah- tengah ruangan.
Setelah memberi hormat, ia mulai menggerakkan pedangnya.
Gerakan pedang itu makin lama makin cepat, membuat Yo
Kiam Heng terbelalak. Ia tidak menyangka kalau Lam Kiong
Soat Lan memiliki ilmu pedang yang begitu hebat, ternyata
gadis itu mempertunjukkan Thian Liong Kiam Hoat (Ilmu
Pedang Naga Kahyangan).
Berselang beberapa saat kemudian, barulah ia
menghentikan gerakannya dan memandang Yo Kiam Heng
seraya bertanya. "Engkau sanggup melawan ilmu pedangku?"
"Aku...." Yo Kiam Heng tampak ragu-ragu.
"Ha ha ha!" Lam Kiong Bie Liong tertawa. "Pasti sanggup
melawan ilmu pedangmu itu!"
"Bagaimana kalau aku menggunakan Kim Kong Cap Sah
Ciang (Tiga Belas Jurus Ilmu Pukulan Cahaya Emas)?" tanya
Lam Kiong Soat Lan mendadak.
"Kalau engkau mengeluarkan ilmu pukulan itu, tentu Kiam
Heng tidak sanggup melawanmu," sahut Lam Kiong Bie Liong.
"Adik Soat Lan," ujar Yo Kiam Heng tertarik, "Bolehkah
engkau mempertunjukkan ilmu pukulan itu?"
"Baiklah." Lam Kiong Soal Lan mengangguk, mulai
mempertunjukkan ilmu pukulan tersebut.
Yo Kiam Heng menyaksikannya dengan mulut menganga
lebar ia mengakui dalam hati dirinya tidak sanggup melawan
ilmu pukulan itu.
Sesaat kemudian, barulah Lam Kiong Soat Lan berhenti,
lalu memandang Yo Kiam Heng seraya bertanya.
"Bagaimana" Engkau sanggup melawan pukulanku ini?"
"Tidak sanggup," jawab Yo Kiam Heng jujur "Walaupun aku
menggunakan pedang, aku tentu akan kalah."
"Oh?" Lam Kiong Soat Lan tersenyum, kemudian kembali
ke tempat duduknya.
"Adik Soat Lan," ujar Yo Kiam Heng kagum "Aku tidak
menyangka kalau kepandaianmu begitu tinggi. Oh ya, siapa
gurumu?" "Aku dan Beng Kiat adalah murid Tayli Ceng." Lam Kiong
Soat Lan memberitahukan
"Hah?" Yo Kiam Heng tampak terkejut. "Kalian murid padri
tua itu?" "Engkau kenal guru kami?" tanya Lam Kiong Soat Lan.
"Tidak. Tapi aku pernah dengar dari ayah. Kata ayah,
kepandaian Tayli Lo Ceng tinggi sekali bahkan mahir meramal
pula," jawab Yo Kiam Heng dan menambahkan, "Mungkin
guru kalian mampu melawan Ketua Kui Bin Pang."
"Ha ha ha!" Lam Kiong Bie Liong tertawa "Kiam Heng,
kepandaian Bun Yang mungkin sudah lebih tinggi dari Tayli Lo
Ceng." "Bagaimana mungkin?" Yo Kiam Heng kurang percaya.
"Apabila engkau menyaksikan kepandaiannya, barulah akan
percaya," ujar Lam Kiong Bie Liong dan menambahkan,
"Ayahnya juga pernah bertanding dengan Tayli Lo Ceng."
"Siapa yang menang?" tanya Yo Kiam Heng.
"Kami tidak tahu." Lam Kiong Bie Liong tersenyum. "Hanya
mereka berdua yang tahu."
"Oooh!" Yo Kiam Heng manggut-manggut, lalu berkata
sungguh-sungguh kepada Lam Kiong Soat Lan. "Mulai besok
aku akan berlatih denganmu."
"Maksudmu ingin menuntut balas kepada ketua Kui Bin
Pang?" tanya Lam Kiong Soat Lan.
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk.
"Sudahlah!" Lam Kiong Soat Lan menggeleng-gelengkan
kepala. "Engkau tidak usah memikirkan itu, biarlah Kakak Bun
Yang yang mencarinya."
"Tapi...." Yo Kiam Heng mengerutkan kening.
"Kiam Heng," ujar Lam Kiong Bie Liong serius. "Engkau
sudah tidak memikirkan Soat Lann" Kalau engkau ingin
menuntut balas kepada ketua Kui Bin Pang, berarti engkau
mau cari mati"
"Paman...."
"Saudara Kiam Heng!" Toan Beng Kiat tersenyum. "Engkau
tinggal di sini saja, mengenai Ketua Kui Bin Pang, biarlah Bun
Yang yang mencarinya."
"Itu...." Yo Kiam Heng masih mengerutkan kening.
"Kakak Kiam Heng!" Air muka Lam Kiong Soat Lan berubah.
"Kalau engkau ingin menuntut balas kepada Ketua Kui Bin
Pang, lebih baik pergi sekarang saja! Ayoh, cepat pergi!"
"Adik Soat Lan...." Yo Kiam Heng menundukkan kepala.
"Aku...."
"Kiam Heng!" Toan Pit Lian menatapnya "Kami tahu engkau
sangat setia kawan, namun menangani Ketua Kui Bin Pang,
biarlah Bun Yang yang mencarinya! Sebab engkau bukan
lawan Ketua Kui Bin Pang itu, lagi pula engkau harus
memikirkan Soat Lan lho!"
"Ya, Bibi." Yo Kiam Heng mengangguk, memandang Lam
Kiong Soat Lan seraya berkata "Aku tidak akan pergi mencari
Ketua Kui Bin Pang itu."
"Oh?" Wajah Lam Kiong Soat Lan langsung berseri. "Tapi
ingat, engkau tidak boleh pergi secara diam-diam lho!"
"Aku berani bersumpah...."
"Aku mempercayaimu." Lam Kiong Soat Lan
memandangnya dengan mata berbinar-binar kemudian
tersenyum mesra.
"Ha ha ha! Ha ha ha...!" Lam Kiong Soat Liong dann Toan
Wie Kie tertawa terbahak-bahak, itu membuat wajah gadis itu
memerah, mendadak lari ke dalam....
-oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh lima
Mengabdi pada Menteri Ma
Kwee Teng An telah tiba di ibu kota. Keindahan dan
kemewahan gedung-gedung di ibu kota membuatnya
terbelalak. Oleh karena itu, ia semakin berniat hidup senang di
ibu kota tersebut.
Setelah merasa puas berkeliling-keliling menikmati
keindahan ibu kota, barulah ia mampir ke sebuah kedai arak.
Ia duduk dengan wajah cerah, lalu memesan seguci arak dan
makanan, dan pelayan segera menyajikannya. Ketika Kwee
Teng An baru mau meneguk araknya, mendadak ia
mendengar beberapaa tamu sedang bercakap-cakap dengan
seru sekali. "Kepala pengawal Menteri Ma mau mengundurkan diri dan
pulang ke kampung halaman-maka menteri Ma sedang
mencari penggantinya."
"Oh" Siapa yang sanggup menggantikan kedudukan kepala
pengawal itu?"
"Hingga saat ini, tiada seorang pun yang sanggup
menggantikan kedudukan kepala pengawal itu."
"Kok begitu?"
"Karena menteri Ma mengeluarkan sebuah syarat, siapa
yang ingin menggantikan kedudukan kepala pengawal itu
harus dapat bertanding seimbang dengannya. Namun hingga
saat ini, tidak seorang pun yang sanggup melawan kepala
pengawal itu sampai tiga puluh jurus."
"Kepala pengawal itu memang berkepandaian tinggi sekali.
Kalau tiada seorang pun yang sanggup bertanding seimbang
dengannya, maka Menteri Ma tidak akan melepaskannya
pulang ke kampung halaman."
"Oh ya, bukankah putri menteri Ma adalah murid kepala
pengawal itu?"
"Betul. Gadis itu cantik sekali, entah siapa yang beruntung
mempersuntingnya."
Di saat bersamaan, Kwee Teng An mendekati mereka, lalu
memberi hormat seraya bertanya
"Maaf. Di mana tempat tinggal menteri Ma ?"
"Eh" Anda...." Mereka menatap Kwee Teng An dengan
mata terbelalak, sebab pemuda itu berbadan pelajar.
"Aku ingin bertanding dengan kepala pengawal itu." Kwee
Teng An memberitahukan.
"Apa?" Para tamu di kedai arak itu semuanya tertegun.
"Anda seorang pelajar, bagaimana mungkin mengerti ilmu
silat?" "Aku justru.sanggup mengalahkan kepala pengawal itu,"
sahut Kwee Teng An sambil tersenyum. "Nah, beritahukan di
mana tempat tinggal menteri Ma!"
"Dari sini berjalan terus, kemudian belok ke kiri...." Salah
seorang tamu memberitahukan.
"Terimakasih!" ucap Kwee Teng An girang. Ia cepat-cepat
menyerahkan setael perak kepada pelayan, lalu meninggalkan
kedai arak itu, dan para tamu mulai membicarakannya.
"Besok kita pasti tahu siapa yang menang. Nah. bagaimana
kalau kita bertaruh?"
"Baik. Engkau pegang siapa?"
"Aku pegang kepala pengawal itu."
"Yaaah, kalau begitu, aku tidak jadi bertaruh! sebab


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaimana mungkin ia sanggup melawan kepala pengawal
itu?" "Bagaimana kalau kita bertaruh tiga lawan satu'"
'Tiga lawan satu" Maksudmu?"
"Tiga tael melawan satu tael. Maksudku begitu bagaimana"
Engkau berani bertaruh denganku?"
"Kalau begitu... baiklah."
"Mau bertaruh berapa?"
"Sepuluh tael perak. Kalau kepala pengawal itu kalah,
engkau harus bayar aku tiga puluh tael perak."
"Tentu."
"Aku ikut bertaruh!" seru tamu lain. "Aku pegang kepala
pengawal, tiga lawan satu!"
"Baik. Aku bertaruh denganmu."
"Mau taruh berapa?"
"Seratus tael perak."
"Hah" Berapa?"
"Seratus tael perai. Apabila kepala pengawal itu kalah,
engkau harus membayarku tiga ratus perak."
"Baik. Tapi... bagaimana kalau mereka seri?"
"Taruhan kita pun menjadi seri."
"Oh ya, kita bertaruh secara tunai, tidak ada istilah
hutang." "Tentu."
"Kalau begitu, mari kita taruh uang kita pada pemilik kedai
arak ini! Dia sebagai saksi dari taruhan kita."
"Baik."
Mereka lalu pergi menemui pemilik kedai arak. Betapa
gembiranya pemilik kedai arak
"Aku bersedia menjadi saksi, tapi harus uang imbalannya."
"Pokoknya beres," sahut salah seorang tamu yang bertaruh
itu. "Nah, sekarang mari kita ke sana!"
"Kita pasti tidak diijinkan masuk, percuma kita ke sana."
"Kita menunggu di luar saja. Siapa yang menang kita pasti
mengetahuinya. Ayoh, mari kita ke tempat tinggal Menteri
Ma!" Mereka segera meninggalkan kedai arak itu menuju tempat
tinggal Menteri Ma. Sementara Kwee Teng An yang berangkat
duluan itu sudah sampai di sana.
"Maaf!" ucapnya kepada salah seorang pengapi yang
menjaga di pintu. "Aku ingin menemui Menteri Ma."
"Oh?" Pengawal itu menatap tajam. "Engkau siapa dan ada
urusan apa ingin menemui Menteri Ma?"
"Aku bernama Kwee Teng An. Aku ke mari ingin bertanding
dengan kepala pengawal." Pemuda itu memberitahukan.
"Apa?" pengawal itu terbelalak, kemudian tertawa gelak.
"Engkau ingin bertanding dengan kepala pengawal di sini?"
"Ya." Kwee Teng An mengangguk.
"Baiklah!" Pengawal itu manggut-manggut. "Mari Ikut aku
ke dalam!"
"Terimakasih!" ucap Kwee Teng An, lalu mengikuti
pengawal itu ke dalam. Bukan main kagumnya akan
keindahan halaman rumah Menteri Ma itu.
"Tunggu di sini!" ujar pengawal itu. "Aku harus melapor
kepada Menteri Ma dan kepala pengawal."
Kwee Teng An mengangguk, lalu berdiri situ sambil
menikmati keindahan taman bunga.
Berselang beberapa saat kemudian, munculah dua orang
lelaki tua, yaitu Menteri Ma dan kepala pengawal. Begitu
melihat lelaki tua berpakaian kebesaran, Kwee Teng An segera
berlutut. "Hamba menghadap Menteri Ma." ucapnya
"Siapa engkau?" Menteri Ma menatapnya tajam.
"Nama hamba Kwee Teng An. Hamba keari ingin
bertanding dengan kepala pengawal," jawab Kwee Teng An
memberitahukan.
"Engkau tampak lemah, bagaimana mungkin sanggup
bertanding dengan kepala pengawalku" Menteri Ma
menggeleng-gelengkan kepala.
"Hamba sanggup mengalahkannya dalam sepuluh jurus,"
sahut Kwee Teng An.
"Apa?" Menteri Ma tertegun. "Engkau ber omong besar di
hadapanku?"
"Hamba tidak omong besar, pasti hamba buktikan," tegas
Kwee Teng An. "Apabila hamba tidak sanggup
mengalahkannya dalam sepuluh jurus hamba bersedia
dihukum." "Engkau bersedia dihukum berat?" tanya Menteri Ma
sungguh-sungguh.
"Hamba bersedia," jawab Kwee Teng An cepat.
"Pikirkan dulu!" ujar Menteri Ma. "Agar engkau tidak
menyesal nanti."
"Hamba tidak akan menyesal."
"Baik." Menten Ma manggut-manggut dan Menambahkan,
"Kalau engkau mampu mengalahkan kepala pengawalku,
maka akan kuangkat sebagai pengawal di sini dengan gaji
yang memuaskan."
"Terimakasih, Menteri Ma!"
"Tapi seandainya engkau kalah, lenganmu akan kupotong
sebagai hukumannya."
"Ya."
Menteri Ma duduk. Di pandangnya kepala ngawalnya
seraya berkata. "Lam Sun, bertandinglah dengan dia!"
"Ya, Menteri Ma," sahut kepala pengawal itu sambil
memberi hormat. Dia berusia enam puluhan, namun masih
tampak gagah. "Anak muda, mari kita ke tengah-tengah
halaman!" "Baik." Kwee Teng An mengikutinya ke tengah-tengah
halaman. "Anak muda, bolehkah aku tahu namamu?" kepala
pengawal itu menatapnya tajam.
"Namaku Kwee Teng An. Nama cianpwee?"
"Aku bernama Liok Lam Sun." Kepala pengwal itu
tersenyum. "Siapa gurumu, bolehkah aku mengetahuinya?"
"Maaf, cianpwee!" sahut Kwee Teng An. "Aku tak bisa
memberitahukan."
"Tidak apa-apa." Liok Lam Sun tersenyum "Tadi engkau
bilang akan mengalahkanku dalam sepuluh jurus. Kalau tidak,
engkau bersedia hukum berat?"
"Ya, cianpwee."
"Anak muda!" Liok Lam Sun menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau terlampau sombong"
"Cianpwee!" Kwee Teng An tersenyum. "Aku tidak
sombong, melainkan berkata sesungguhnya"
"Oh, ya?" Liok Lam Sun menatapnya dia tanyanya. "Kita
bertanding dengan tangan kosong atau senjata?"
"Terserah Cianpwee."
"Kalau begitu...," ujar Liok Lam Sun setelah berpikir
sejenak. "Kita bertanding dengan tangan kosong saja."
"Baik." Kwee Teng An mengangguk.
Sementara di luar sudah berkumpul puluhan orang, yaitu
para tamu kedai arak yang akan bertaruh.
"Kalian tidak boleh masuk, cukup di sini saja ujar salah
seorang pangawal yang menjaga di situ
"Ya."
"kenapa kalian ingin menyaksikan pertandingan itu?"
"Karena kami... kami bertaruh."
"Bertaruh?"
"Ya."
"Caranya?"
"Tiga lawan satu," Salah seorang dari mereka
memberitahukan, kemudian menambahkan, "Siapa Menang
menang, pokoknya beres."
"Ngmmm!" Pengawal itu manggut-manggut dan kitanya,
"Siapa yang paling besar taruhannya?"
"Kami berdua," sahut kedua orang yang bertaruh tiga ratus
tael perak melawan seratus tael perak.
"Berapa banyak taruhan kalian?" tanya pengawal itu.
"Tiga ratus tael perak melawan seratus tael perak," jawab
kedua orang itu jujur.
"Hah?" Mulut pengawal itu ternganga lebar. "Begitu besar
taruhan kalian?"
"Ya," sahut salah seorang dari mereka. "Kalau aku menang
tiga ratus tael perak, pasti memberimu seratus tael perak."
"Sungguh?" tanya pengawal itu kurang percaya
"Sungguh!" Orang itu mengangguk.
"Baik." Pengawal itu memandang ke dalam, "Nah. mereka
akan segera bertanding. Kepala pengawal sudah memasang
kuda-kuda, sedangkan pemuda itu cuma berdiri dan
tersenyum-senyum saja"
"Apa?" Wajah orang-orang yang bertaruh memegang
pemuda itu langsung berubah pucat. "Jangan jangan pemuda
itu gila!"
"Tenang!" seru pengawal itu dan memberitahukan,
"Pemuda itu dipersilakan menyerang duluan! Yaah! Dia cuma
melancarkan pukulan biasa!"
"Melayanglah uangku!" keluh salah seorang dari mereka.
"Kepala pengawal berkelit, lalu mendadak membalas
menyerang," lanjut pengawal memberitahukan tentang
jalannya pertandingan tersebut
"Bukan main, badan pemuda itu berkelebat entah
menggunakan jurus apa menyerang kepala pengawal. Kepala
pengawal tampak terdesak, dan meloncat mundur. Akan
tetapi... mendadak badan pemuda itu berputar-putar
menyerang kepala pengawal. Aah. mataku menjadi silau."
"Bagaimana pertandingan itu?" tanya orang bernada
tegang. "Haaah...?" pengawal itu terbelalak. "Kepala pengawal
terpental beberapa depa, dan tidak bisa bangun lagi. Pemuda
itu menang."
"Horeee...! Aku menang tiga ratus tael perak!"
"Jangan lupa jatahku lho!" Pengawal itu mengingatkannya.
"Sebentar akan kuantar ke mari, sebab harus ke kedai arak
dulu ambil uang itu. Sampai jumpa!" Orang itu segera berlari
ke kedai arak begitu pula yang lain. Sedangkan yang kalah
terus bergerutu.
"Dasar kepala pengawal itu sudah tua! Kalau tahu dia bakal
kalah, aku tidak akan bertaruh"
Memang tidak salah, kepala pengawal itu terpental
beberapa depa terkena pukulan yang dilancarkan Kwee Teng
An, bahkan mulutnya mengeluarkan darah. Untung Kwee
Teng An hanya menggunakan lima bagian lweekangnya, maka
liok Lam Sun tidak terluka parah.
Menteri Ma terbelalak, seakan tidak percaya apa yang
dilihatnya, karena tidak sampai sepuluh jurus, pemuda itu
telah berhasil mengalahkan Liok Lam Sun.
"Anak muda...." Liok Lam Sun bangkit berdiri lalu memberi
hormat. "Terimakasih atas kemurahan hatimu! Sekarang juga
aku akan pulang ke kampung halaman, lalu bertani di sana."
"Lam Sun!" Menteri Ma menatapnya. "Cukup lama engkau
mengabdi kepadaku, maka aku akan memberimu uang
secukupnya untuk membeli sawah."
"Terimakasih, Menteri Ma!" ucap Liok Lam Sun yang
kemudian berjalan masuk.
"Ha ha ha!" Menteri Ma tertawa gelak. "Anak muda, mari
ikut aku masuk!"
"Terimakasih, Menteri Ma!" ucap Kwee Teng An sambil
memberi hormat, lalu mengikuti Menteri Ma masuk.
Begitu menyaksikan kemewahan rumah itu, Kwee Teng An
terbelalak dengan mulut ternganga saja
"Silakan duduk!" ucap menteri Ma.
"Terimakasih!" sahut Kwee Teng An dan duduk.
"Teng An!" Menteri Ma menatapnya. "Mulai sekarang
engkau tinggal di sini, kedudukanmu adalah kepala pengawal
disini, bahkan sebagai pengawal pribadiku juga. Aku ke mana,
engkau harus ikut."
"Ya, Menteri Ma."
"Bagus! Ha ha ha...!" Menteri Ma tertawa gembira. "Oh ya,
engkau ingin minta gaji berapa sebulan?"
"Kini aku sudah mengabdi kepada Tayjin (Tuan Besar),
jadi... tentang gajiku, aku tak begitu mempermasalahkannya."
"Bagus! Bagus!" Menteri Ma tertawa gembira "Pokoknya
engkau membutuhkan uang, bilang saja kepadaku!"
"Terimakasih, Tayjin!" ucap Kwee Teng An
Di saat bersamaan, Liok Lam Sun juga berpamit kepada Ma
Giok Ceng, muridnya. Gadis itu merasa berat sekali berpisah
dengan gurunya "Giok Ceng, aku tidak bisa tinggal di sini lagi sebab
ayahmu...."
"Guru!" Mata Ma Giok Ceng mulai basah "Maafkan semua
perbuatan ayahku, itu adalah urusan politik kerajaan."
"Maka aku tidak mau terlibat." Liok Lam Sun menghela
Suling Emas Dan Naga Siluman 19 Tiga Mutiara Mustika Karya Gan Kl Pendekar Bayangan Setan 15
^