Pencarian

Anak Harimau 1

Anak Harimau Karya Siau Siau Bagian 1


http://kangzusi.com/
Anak Harimau Karya : Siau Siau
Editor : aaa & Dewi KZ
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusi.info/
http://kangzusi.com/
Bab 1 KUBURAN KUNO DI TENGAH HUTAN
Matahari bersinar cerah menyoroti telaga Huan-yang ou
yang beriak karena hembusan angin, udara tampak cerah
dan bersih, udara di musim gugur memang terasa lebih
nyaman dan semilir.
Sebuah perkampungan nelayan berdiri di tepi telaga,
rumah bambu yang berjajar di antara sela-sela dedaunan
nan hijau tampak berderet memanjang menampilkan suatu
pemandangan yang indah.
Sepanjang bendungan tampak jala yang dibentangkan di
bawah terik matahari, nona-nona muda duduk berkumpul
di bawah pohon yang rindang sambil menambal jala-jala
yang robek. Kaum wanita dan ibu-ibu sedang mencuci pakaian di
tepi telaga, sedang anak-anak saling berkejaran diiringi teriakan dan jeritan gembira.
Saat itu, sekumpulan gadis nelayan sedang duduk
berkerumun sambil membicarakan seorang tamu dari utara
yang menginap di rumah Thio lopek, seorang kakek yang
ramah bersama seorang gadis yang cantik dan seorang anak lelaki berkulit hitam..
Tampaklah seorang gadis nelayan berbaju hijau yang
berambut kepang, sambil menghentikan sulamannya
memandang ke arah seorang gadis berbaju kembang-
kembang di hadapannya sana, kemudian berseru:
"Enci Ing cun, nampaknya sahabat dari Thio lopek
adalah seorang yang berwajah hokki, coba lihat rambutnya yang putih, jenggotnya yang berwarna perak, kalau berjalan
http://kangzusi.com/
halus dan lembut, tidak seperti Thio lopek, mana matanya segede jengkol, alis matanya tebal, kumisnya malang
melintang, hiiih, mengerikan .."
"Aaah, Ji-niu, masa kau tidak tahu" Thio Lopek kan
seorang jago silat sedang tamu dari utara ia orang
sekolahan, tentu saja berbeda," sela seorang nona bercelana hijau.
Seorang nona berumur lima enam belas tahun lainnya
ikut menimbrung dengan wajah serius.
"Aku rasa tamu dari utara itupun seorang ahli silat, buktinya setiap kali ke tiga putra Thio lopek beradu silat dengan si bocah jaliteng dari utara itu, yang kalah selalu ke tiga putra Thio lopek "
"Yaa.. yaa, betul, apa yang dikatakan adik Kim-hoa
memang benar," gadis nelayan yang bernama Ing-cun itu berseru cepat: "apalagi si nona cantik dari utara itu, mana bajunya serba merah, cantik lagi, hakekatnya seperti cabe merah. Sekali melompat ke atas, atap rumah orangpun
dilalui. . ."
Belum habis dia berbicara, mendadak dari arah dusun
sana terdengar suara bentakan gusar.
Diikuti sekumpulan anak-anak desa bersorak sorai dan
berlarian menuju ke dalam hutan bambu di tepi dusun.
Nona-nona nelayan itu segera melongok bersama ke arah
hutan bambu, kemudian salah seorang diantaranya berseru
sambil tertawa:
"Nampaknya ke tiga orang putra Thio Lopek lagi-lagi menantang si Jaliteng untuk berduel!"
Belum habis dia berbicara, sorak sorai anak-anak dusun
itu kembali berkumandang dari balik hutan bambu.
http://kangzusi.com/
Mendengar sorakan itu, nona-nona nelayan itu saling
berpandangan sambil tertawa, seakan akan mereka berkata:
"Sudah pasti Thio Toa-keng anaknya Thio lopek kena
dibanting lagi oleh si Jaliteng!"
Mendadak mencorong sinar terang dari balik mata
seorang nona nelayan, lalu jeritnya kaget:
"Hei, coba kalian lihat!"
Ketika semua orang berpaling, tampaklah dari atas
tanggul telaga lebih kurang puluhan kaki di depan sana,
muncul sesosok bayangan kecil yang mengenakan jubah
panjang. Tapi oleh karena ilalang yang tumbuh di sekitar tanggul
amat tinggi dan bergoyang terhembus angin, maka
bayangan itu tidak nampak jelas, tapi mereka yakin kalau orang itu adalah seorang sekolahan dari kota, sebab di
seluruh dusun nelayan itu tak pernah dijumpai ada orang
yang mengenakan jubah panjang.
Lambat laun bayangan itu makin mendekat, sekarang
baru terlihat jelas, ternyata bayangan kecil itu adalah
seorang bocah lelaki berbaju biru. Bocah lelaki itu berusia lima enam belas tahunan, berwajah tampan dan bergigi
putih, tubuhnya tegap dan mukanya ganteng, sungguh
nampak menarik hati.
Terutama sekali sepasang biji matanya yang jeli, penuh
dengan pancaran sinar kecerdasan.
Ujung bajunya yang berwarna biru berkibar terhembus
angin, sedang sorot matanya yang jeli memandang ke sana
ke mari, agaknya dia sedang menikmati keindahan alam di
sekitar telaga.
http://kangzusi.com/
Wajahnya yang tampan tampak
berubah ubah, sementara keningnya kadangkala berkerut, kadangkala pula senyuman menghiasi bibirnya.
Dengan terkesima, kawanan gadis nelayan itu memperhatikan wajah pemuda itu, seakan akan mereka
sedang menyaksikan sesuatu yang sangat indah.
Sebaliknya pemuda itu seakan akan tak pernah melihat
kalau di bawah pohon yang rindang, duduk sekelompok
gadis nelayan yang sedang memperhatikannya.
Karena waktu itu dia sedang melamun, ia sedang
berpikir bagaimana dia harus melaporkan kisah perjumpaannya dengan bibi Wan kepada ayahnya sesudah
tiba di dalam kuburan kuno di tengah hutan nanti,
Teringat akan keagungan wajah Bibi Wan nya itu,
kembali sepasang alis matanya berkerut.
Ia tidak tahu kalau ayahnya masih mempunyai seorang
adik perempuan yang sudah setengah umur namun
berwajah cantik, bahkan ibunya yang telah meninggal lima tahun berselangpun tak pernah membicarakan tentang soal
ini, hal mana membuatnya merasa bingung dan tak habis
mengerti. Dia pun tak tahu apa isi kotak kecil yang diperintahkan
oleh ayahnya untuk diserahkan kepada Bibi Wan, tapi
kalau dilihat dari sikap ayahnya ketika berpesan sebelum berangkat, dapat dipastikan isi kotak tersebut tentu barang berharga.
Tapi kalau membayangkan sikap tegang dan gugup yang
terpancar dari wajah Bibi Wan setelah menyaksikan isi
kotak itu, dapat diduga pula kalau benda itu adalah sebuah benda yang luar biasa.
http://kangzusi.com/
Mendadak ia tertawa lagi, mukanya kembali berseri,
hatinya menjadi riang gembira lagi.
Sebab dia terbayang pula dengan Ciu Siau cian, putri
tunggal Bibi Wan nya itu.
Enci Cian berusia setengah tahun lebih tua, mukanya
putih halus, wajahnya cantik jelita, dia adalah seorang gadis cantik, yang alim dan baik hati.
Selama tiga hari dia berada di rumah bibi nya, gadis itu jarang tertawa atau berbicara tapi perhatian terhadap
dirinya amat besar.
Sekalipun ia jarang berbincang-bincang dengan Enci
Cian, ketika ia sedang duduk di sisinya. duduk
membungkam sambil menikmati kecantikan wajahnya dan
keanggunan sikapnya.
Terutama sekali sepasang mata Enci Cian yang jeli
dengan alis mata yang lentik, membuat siapa saja yang
memandangnya merasa amat nyaman-
Sorak sorai serombongan anak dusun dengan cepat
membuat pemuda berbaju biru itu mendusin kembali dari
lamunannya. Ia lantas mendongakkan kepalanya ke depan, dijumpai
nya serombongan anak sebaya dengan usianya sedang
berteriak, bersorak dan menggoyang-goyangkan tangannya
di dalam hutan bambu..
Rasa ingin tahu dan dorongan sifat ke kanak-kanakannya
membuat pemuda itu berjalan, menuju ke hutan tanpa
terasa. Tapi baru berapa langkah kembali dia menjadi ragu,
karena pesan dari Bibi Wan kembali mendengung di sisi
telinganya. http://kangzusi.com/
".langsung pulanglah ke rumah, jangan berhenti di
tengah jalan lagi.."
Maka dia hanya melirik sekejap ke arah hutan bambu,
kemudian melanjutkan kembali perjalanannya
Dia masih ingat, setelah melewati dusun nelayan itu, dia harus menelusuri sebuah jalan setapak di arah barat laut sana.
Mendadak terdengar suara bentakan gusar menggema di
dalam hutan, diikuti anak-anak dusun yang sedang bersorak sorai itu membuyarkan diri ke mana-mana.
Tak tahan pemuda berbaju biru itu segera berpaling,
dengan cepat ia menjumpai. seorang anak lelaki berkulit
hitam dan berbaju hitam, berusia paling banyak empat belas tahun terlempar ke luar dari balik hutan bambu.
Menyusul kemudian muncul tiga orang anak dusun yang
berperawakan lebih besar dari anak berkulit hitam itu
dengan mata melotot, mereka menyusul ke luar sambil
mengepalkan tinjunya.
Dasar pemuda berbaju biru ini memang berjiwa
pendekar, hawa amarahnya segera berkobar sesudah
menyaksikan kejadian itu, dia lupa dengan pesan bibi Wan, dengan suara lantang bentaknya:
"Cepat berhenti, masa kalian bertiga mengerubuti satu orang" Huuh, tak tahu malu."
Sambil membentak, ia turut menubruk ke muka.
Serentak empat orang anak yang sedang berkelahi segera
berhenti saling memukul, sedang anak-anak nakal yang
berada di sekitar hutan bambupun sama-sama mengalihkan
sorot mata mereka yang terkejut ke arah pemuda baju biru itu.
http://kangzusi.com/
Menanti pemuda berbaju biru itu semakin mendekat, ia
baru merasa kalau keadaan agak kurang beres, sebab empat orang anak yang berkelahi tadi kecuali seorang anak
bertubuh agak besar yang sedang melotot gusar ke arahnya, tiga orang yang lain telah berdiri berjajar sambil tertawa.
Tergerak hati pemuda baju biru itu dan ia segera
menahan gerak terjangannya.
"Aaah, jangan-jangan mereka sedang bermain-main?"
demikian dia lantas berpikir.
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya,
anak yang melotot gusar telah maju menghampirinya
dengan sepasang kepalannya dikepalkan kencang-kencang.
Pemuda berbaju biru itu sangat menyesal, ia merasa
tidak seharusnya mencampuri urusan orang lain, tapi
hatinya mendongkol juga setelah melihat tampang anak
desa yang jumawa itu.
Setibanya satu kaki di hadapannya, anak dusun itu
melotot gusar ke arah pemuda berbaju biru itu. kemudian
tegurnya dengan suara dalam:
"Hei, kau datang dari mana" Mau ikut-ikutan yaa?"
Pemuda berbaju biru itu berdiri tenang, tapi melihat
sepasang kaki lawan bersikap dalam bentuk kuda-kuda,
sepasang tinjunya dikepal kencang-kencang, jelas ia
bermaksud hendak berkelahi, amarahnya makin berkobar.
Ia mencoba berpaling ke arah bocah dusun yang lain,
dua orang anak yang terlibat dalam perkelahian tadi,
seorang anak berbadan gemuk seperti babi kecil, dan
seorang anak kurus seperti monyet sedang tertawa haha hihi sambil berbisik-bisik dengan anak berkulit hitam itu.
http://kangzusi.com/
Sementara dia masih mengamati anak-anak itu, si anak
dusun yang menantangnya telah membentak keras:
"Hai, aku bertanya kepadamu datang dari mana,
mengapa kau tidak menjawab?"
Pemuda berbaju biru itu menjawab dengan hati
mendongkol. "Aku datang dari mana, apa urusannya denganmu?"
Didamprat dengan pedas, anak dusun itu jadi terbelalak
dengan wajah merah padam.
Sedang anak-anak dusun lainnya yang berada di sekitar
hutan segera tertawa terbahak-bahak mentertawakannya.
Salah seorang di antaranya, seorang anak berbaju robek
segera mengejek ke arah anak dusun itu.
"Hmm, Thio Toa-keng, biasanya kau cuma berani
menganiaya kami, coba rasain hari ini"
Dengan gemas Thio Toa-keng melotot sekejap ke arah
anak berbaju robek itu, kemudian kepada si pemuda berbaju biru teriaknya lagi:
"Kalau memang tak ada sangkut pautnya, mengapa pula kau datang mengacau permainan kami?"
Agak memerah juga wajah si pemuda baju biru itu. tapi
ia berteriak pula dengan mendongkol:
"Belum pernah kujumpai orang yang tak tahu aturan
seperti kau. " Kemudian setelah melotot sinis ke arah Thio Toa-keng, dia membalikkan badan siap akan pergi.
Karena dia teringat lagi dengan pesan Bibi Wan nya,
maka ia tak berani berada terlalu lama di situ.
http://kangzusi.com/
Suatu bentakan keras tiba-tiba menggema memecahkan
kesunyian itu, angin menderu-deru dan sesosok bayangan
manusia telah menghadang di depan lelaki berbaju biru itu.
Dengan perasaan gusar pemuda berbaju biru itu mundur
ke belakang, belum sempat ia menegur, anak-anak dusun
lainnya telah bersorak sorai.
"Hoooree- hooooree- Enci Soat telah datang, Enci Soat telah datang- "
Serta merta pemuda berbaju biru itu berpaling, dia
saksikan sesosok bayangan merah berkelebat lewat dari
balik hutan bambu, lalu di depan kawanan anak dusun itu
telah berdiri seorang anak perempuan berbaju merah darah yang menyoren pedang pendek.
Anak perempuan berbaju merah itu berumur empat lima
belas tahun, mukanya yang putih berbentuk potongan
kwaci, matanya jeli dan besar, hidungnya mancung,
bibirnya tipis, di atas rambutnya yang panjang tampak
sebuah pita berbentuk kupu-kupu.
Sarung pedang di punggungnya berwarna merah
menyala, sepatunya juga berwarna merah dengan sepasang
bola merah di ujung sepatu tersebut.
Dengan kening berkerut dan bertolak pinggang, nona
cilik itu sedang mengawasi si pemuda berbaju biru dengan sorot mata tajam.


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemuda baju biru itupun sedang menatap ke arahnya,
dia hanya merasa dari balik hutan bambu muncul sebuah
bola api dan tahu-tahu di depan matanya telah bertambah
dengan seorang gadis baju merah yang kelihatan binal dan sukar dihadapi.
"Lebih baik aku cepat-cepat meninggalkan tempat ini"
demikian ia berpikir.
http://kangzusi.com/
Tapi baru saja ingatan itu sempat melintas dalam
benaknya. dari arah belakang telah terdengar suara
bentakan lagi. "Siauya sedang mengajakmu berbicara, mengapa kau
tidak menggubris-?"
Begitu selesai membentak. angin tajam sudah menyambar ke punggungnya. Dengan cekatan pemuda
berbaju biru itu berpaling, ia saksikan Thio Toa-keng
sedang mengayunkan tinjunya sambil melotot marah.
Pemuda berbaju biru tertawa dingin, ia segera miringkan
badannya ke samping sambil menjatuhkan diri, lalu secepat kilat dia cengkeram pergelangan tangan Toa-keng.
Kawanan anak dusun di sekitar hutan bambu menjerit
kaget hampir bersamaan waktunya dengan ditangkapnya
pergelangan tangan Thio Toa-keng oleh bocah itu.
Thio Ji keng yang gemuk seperti babi kecil segera
melotot gusar melihat kakaknya ditangkap orang bentaknya keras-keras.
"Cepat lepas tangan . . . . "
Di tengah bentakan keras tubuhnya menubruk ke depan,
kepalannya langsung di ayunkan ke muka memukul kepala
pemuda berbaju biru itu keras-keras.
Dengan kening berkerut pemuda berbaju biru itu
mendengus gusar, tangan kanannya yang menggenggam
tangan Thio Toa-keng segera digetarkan keras-keras . . .
"Duuk, duuk, duuk . . . " di tengah suara langkah kaki yang mundur ke belakang Thio Toa-keng merintih sambil
meringis menahan kesakitan, sementara sepasang tangannya diayunkan kesana ke mari berusaha untuk
menjaga keseimbangan badannya.
http://kangzusi.com/
Angin berhembus lewat, kepalan kecil dari Thio Ji-keng
si anak berbadan gemuk seperti babi telah meluncur datang.
Pemuda berbaju biru itu tidak gugup atau panik, dia
segera merendahkan kepala sambil membuang bahu ke
samping, lalu sambil maju ke depan dia bacok pergelangan tangan kanan Thio Ji-keng yang bulat gemuk dengan jurus
Si gou huang gwat ( badak melihat rembulan).
Pada saat itulah . .
"Duuk. . . ! diiringi dengusan kesakitan.
Thio Toa-keng yang terlempar mundur tak sanggup
menjaga keseimbangan badannya lagi, ia terjatuh ke tanah lalu roboh terlentang dengan gaya empat kaki menghadap
atas. Suara bentakan gusar dan jeritan kaget kembali bergema,
pergelangan tangan kanan Thio Ji keng telah terpapas telak oleh bacokan bocah berbaju biru itu, sambil menahan
kesakitan Thio Ji keng yang gemuk segera menerjang maju
lebih ke depan.
Dengan cekatan anak berbaju biru itu membalikkan
badannya lalu melayang dua kaki ke samping.
"Blaammm!" lantaran tenaga terjangan Thio Ji-keng kelewat besar dan ia tak sang-gup menahan tubuhnya, tak
ampun tubuhnya terjerembab ke tanah dengan gaya
"harimau lapar menubruk domba."
Suasana di seluruh arena menjadi sepi, tiada orang yang
bersorak sorai lagi, semua anak dusun itu berdiri terbelalak dengan wajah ketakutan, mereka bersama sama mengawasi
pemuda berbaju biru itu dengan sorot mata terperanjat.
http://kangzusi.com/
Thio Sam keng yang kurus seperti monyet berdiri bodoh.
sedang si jaliteng berdiri dengan mata melotot ke luar,
diapun ter-perana dibuatnya.
Hanya si nona cilik berbaju merah yang masih berdiri
sambil bertolak pinggang, sekulum senyuman acuh
menghiasi bibirnya, sedang sorot mata yang dingin
mengawasi pemuda berbaju biru itu tanpa berkedip.
Agaknya Thio Toa-keng tahu kalau telah bertemu
dengan "musuh tangguh". tanpa berbicara dia segera merangkak bangun, lalu sambil meraba pantatnya yang
sakit dia menghampiri Thio Ji keng dan menarik bangun
adiknya dari tanah.
Tiba-tiba pemuda berbaju biru itu menyaksikan matahari
telah condong ke barat dengan wajah gelisah dia lantas
membalikkan badan dan berlalu dari situ dengan langkah
lebar. "Berhenti!" Nona cilik berbaju merah itu membentak keras.
Sekali lagi pemuda berbaju biru itu merasa jengkel
setelah mendengar bentakan yang dingin dan bernada
memerintah itu, dia segera berhenti dan menengok ke arah si nona . . . .
Tampak olehnya nona cilik berbaju merah itu berdiri
dengan wajah tanpa emosi, matanya yang jeli menatap
dingin ke arahnya, sikap maupun lagaknya amat angkuh
dan jumawa. Dasar dalam hatinya sudah mangkel, melihat tampang
seperti itu lagi, ibaratnya api bertemu bensin, kontan saja hawa amarah pemuda yang berbaju biru itu membara.
http://kangzusi.com/
Tapi dia kuatir ayahnya marah karena dia pulang
terlambat, maka sambil menahan sa-bar katanya dengan
suara dalam: "Ada urusan apa kau memanggilku?"
Nona kecil berbaju merah itu melengos ke arah lain,
sekejappun ia tidak memandang ke arahnya, kepada si anak berkulit hitam, pekat itu serunya dengan nada memerintah:
"Adik Gou, kau coba kekuatannya!"
Begitu nona cilik itu berseru, kawanan anak dusun di
sekitar sana segera bersorak sorai, seolah-olah sedang
memberi duku-ngan kepada si hitam tersebut:
"Thio Toa-keng, Ji-keng dan Sam-keng juga tertawa
senang sorot mata mereka me-man-carkan sinar harapan,
mereka berharap si hitam bisa menghajar pemuda berbaju
biru itu sampai babak belur, atau paling tidak bisa
membalaskan sakit hati mereka.
Anak hitam itu mengencangkan dulu ikat pinggangnya,
lalu setelah menatap sekejap ke arah lawannya dengan
sepasang biji mata yang hitam pekat, ia maju ke muka
dengan langkah lebar.
Sementara itu, si pemuda berbaju biru itu sudah melihat
awan gelap di langit sebelah barat-daya, hatinya semakin gelisah, sebab dia tahu awan mendung telah menyelimuti
langit yang makin gelap.
Dengan langkah tegap anak berkulit hitam itu telah tiba
di hadapannya, mula-mula dia menjura lebih dulu,
kemudian dengan bibirnya yang merah dia menegur:
"Saudara, tolong tanya siapa namamu" Aku Wu Thi-gou mendapat perintah dari enci Soat untuk mencoba berapa
jurus ilmu silatmu."
http://kangzusi.com/
Meski dalam hati pemuda berbaju biru itu merasa gelisah
dan tak sabar, tapi dia tahu jika hari ini tidak unjuk gigi dan menentukan menang kalah, jangan harap dia bisa
meninggalkan tempat itu.
Maka ketika dilihatnya si anak berkulit hitam Wu Thi-
gou bersikap sopan dan nampaknya seperti berpendidikan,
mungkin murid seorang jago kenamaan, diapun balas
memberi hormat.
Sekalipun kukatakan namaku belum tentu kalian tahu,
lebih baik tak usah di utarakan saja" katanya tak sabar.
Belum habis dia berkata, mendadak terdengar nona cilik
berbaju merah itu menukas dengan suara dalam:
"Sebutkan saja namamu, setelah kau ucapkan, bukankah kami akan mengetahuinya ?"
Merah jengah selembar wajah pemuda berbaju biru itu,
dengan gusar dia melotot sekejap ke arah gadis cilik itu, kemudian katanya kepada Wu Thi-gou:
"Aku bernama Lan See-giok, cepatlah lancarkan
seranganmu!"
Siau Thi-gou tidak sungkan lagi, sambil membentak dia
lepaskan sebuah pukulan keras.
Lan See-giok tahu bahwa si bocah hitam ini tak boleh
dianggap enteng, dengan cekatan dia berkelit ke samping, kemudian
mengayunkan telapak tangannya untuk menyambut datangnya ancaman tersebut.
Apa yang diduga ternyata benar juga. baru saja Lan See-
giok menggerakkan tubuhnya. permainan jurus serangan
Siau Thi-gou (si kerbau baja kecil) segera berubah weess.
weess! segulung angin tajam menyapu ke depan. dalam
http://kangzusi.com/
waktu singkat dia telah melancarkan lima buah serangan
dahsyat. Untung saja Lan See-giok telah mempersiapkan diri
sebelumnya, buru-buru ia tangkis ancaman itu lalu berebut melepaskan serangan balasan, meski begitu, ia toh kena
terdesak juga sampai mundur beberapa langkah dari posisi semula.
Thio Toa-keng bersaudara. segera bersorak sorai
kegirangan. Sedang anak-anak nakal lainnya ikut berteriak teriak
sambil memberi semangat kepada kedua belah pihak,
seakan akan mereka sedang menonton pertunjukan adu
jago saja. Si Nona berbaju merah pun tampak tertawa puas, dari
balik bibirnya yang kecil mungil terlihat dua baris giginya yang putih bersih.
Agak memerah paras muka Lan See-giok karena kena
didesak mundur, amarahnya segera berkobar, permainan
jurus pukulannya pun berubah, sekarang dia mulai unjuk
gigi, sambil menyerbu ke depan . . . Sreeet! Sreeet! Sreeet Secara beruntun dia lancarkan tiga buah pukulan berantai yang maha dahsyat.
Siau Gou - cu segera merasakan empat penjuru sekeliling
tubuhnya diliputi oleh bayangan telapak tangan yang
membukit, dengan susah payah dia harus menangkis kesana
ke mari berusaha untuk meloloskan diri dari ancaman, tak ampun dia menjadi kelabakan setengah mati.
Sekarang Thio Toa-keng bertiga tak bisa berteriak lagi,
kawanan anak nakal di sekitar arenapun berhenti berteriak, sedang senyuman yang menghiasi ujung bibir si nona kecil berbaju merahpun turut menjadi lenyap.
http://kangzusi.com/
Seluruh arena menjadi hening, semua orang mengawasi
Siau Gou cu dengan mata terbelalak dan perasaan kuatir,
mereka kuatir kalau sampai si hitam kecil itu di kalahkan.
Pertarungan makin lama berkobar makin seru, baik Lan
See-giok maupun Siau Thi-gou sama-sama tak mau
mengalah, kedua belah pihak mengerahkan segenap
kepandaian silat yang dimilikinya untuk kemenangan.
Matahari semakin condong ke barat, senja pun telah
menjelang tiba, angin yang berhembus kencang membawa
kelembaban udara, tampaknya hujan sudah hampir turun.
Lan See-giok bertambah gelisah setelah menyaksikan
keadaan itu, jurus serangan yang dilancarkan makin lama
semakin kalut, untung saja ilmu meringankan tubuh yang
dimilikinya jauh lebih hebat dari pada Siau Thi-gou,
sehingga beberapa kali dia berhasil menghindarkan diri dari ancaman bahaya.
Mendadak terdengar seseorang membentak merdu:
"Adik Gou, mundur!"
Siau Thi-gou segera melancarkan tiga buah serangan
berantai untuk mendesak mundur lawannya, kemudian
menggunakan kesempatan itu tubuhnya melompat mundur
sejauh satu kaki lebih dari posisi semu-la.
Lan See-giok segera mendongakkan kepalanya, dia
saksikan si nona cilik berbaju merah itu sedang berjalan mendekat dengan sikap yang sangat angkuh.
Tampaknya kegagalan Siau Thi-gou untuk merobohkan
Lan See-giok membuat nona cilik berbaju merah itu segera tampil sendiri untuk menghabisi lawannya.
Setelah berada di hadapan Lan See-giok, dengan angkuh
nona berbaju merah itu berkata:
http://kangzusi.com/
"Aku bernama Si Cay-soat, tampaknya lebih kecil dua tahun darimu, tapi kami sudah bergilir mengerubuti dirimu, rasanya sekalipun memang juga tidak gagah, maka
sekarang aku hendak menetapkan tiga puluh gebrakan saja, menang atau kalah kita selesaikan dalam batas waktu
tersebut" Lan See-giok sudah habis kesabarannya sedari tadi, maka
sahutnya. dengan cepat:
"Bagus sekali, silahkan kau segera lancarkan serangan!"
Si Cay-soat tidak sungkan lagi, dia segera melompat ke
depan sambil mengayunkan te-lapak tangannya menghantam wajah anak lelaki itu.
Paras muka Lan See-giok berubah hebat, buru-buru dia
memiringkan badannya sambil menghindar.
Bentakan nyaring kembali berkumandang, bayangan
merah berkelebat lewat, bagaikan bayangan setan saja Si
Cay-coat telah memburu ke depan, telapak tangannya
langsung menghantam pinggang lawan.
Lan See-giok menjadi sangat terkejut, peluh dingin jatuh bercucuran, dia baru merasa kalau kepandaian silat nona
cilik ini berapa kali lipat lebih dahsyat dari pada si anak hitam tadi.
Serta merta dia menjejakkan ujung kakinya ke tanah dan
melejit satu kaki dari posisi semula, nyaris dia termakan serangan tersebut, menyusul kemudian sambil membentak
keras, dia mengayunkan kembali telapak tangannya
melancarkan serangan balasan.
Tiba-tiba dari arah tanggul berkumandang suara gelak
tertawa orang serta suara pembicaraan gadis-gadis nelayan yang sedang pulang ke rumah.
http://kangzusi.com/
Lan See-giok yang mendengar hiruk pikuk itu bertambah
panik, dia lihat awan mendung sudah makin menyelimuti
ang-kasa. Si Cay-soat ternyata cukup cerdas, dari kegelisahan di
wajah orang, dia lantas tahu kalau anak inipun buru-buru ingin pulang ke rumah.
Maka menggunakan kesempatan dikala pikirannya
bercabang, dengan cepat tubuhnya berkelebat ke muka, jari tangan kanan nya langsung menusuk ke atas jalan darah
dipinggang anak itu.
Lan See-giok amat terperanjat, dia ingin menghindar tapi tak sempat lagi, tahu-tahu jari tangannya sudah mengancam di depan mata,
Satu ingatan segera melintas dalam benak nya, dengan
jurus Hud liu ti hoa (menyapu liu memetik bunga), telapak kanannya segera membacok ke bawah keras-keras.
Si Cay-soat segera tersenyum, jari tangannya dengan
cepat menotok di atas jalan darah siau-yau-hiat di tubuh Lan See-giok.
Akan tetapi Lan See-giok tidak merasa apa-apa, telapak
tangan kanannya masih melanjutkan

Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bacokannya menghajar pergelangan tangan lawan.
Si Cay-soat amat terkejut, pucat pias paras mukanya,
Sambil menjerit cepat-cepat dia melompat mundur sejauh
dua kaki dari tempat semula.
Sayang, walaupun dia sudah berkelit dengan gerakan
cepat, toh kelima jari tangan kanannya kena tersambar juga oleh angin pukulan yang dilancarkan Lan See-giok, kontan dia merasa kesakitan setengah mati.
http://kangzusi.com/
Menanti dia berpaling ke arah lawannya, waktu itu Lan
See-giok sudah membalikkan badannya dan kabur menuju
ke utara dusun dengan mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya. Thio Toa-keng dan Siau Thi-gou. segera membentak
keras, mereka melompat ke muka siap melakukan
pengejaran. "Kembali . . . " Si Cay-soat segera membentak keras.
Thio Toa-keng dan Siau
Thi-gou membatalkan langkahnya dan berpaling ke arah nona cilik itu dengan
sinar mata keheranan.
Si Cay-soat berkerut kening, bisiknya kemudian dengan
wajah agak bingung dan kosong :
"Dia yang menang!"
Sambil berkata, sepasang matanya yang bulat besar
segera dialihkan ke arah bayangan punggung Lan See-giok
yang menjauh dengan pandangan aneh.
Sampai sekarang dia masih saja tidak habis mengerti,
mengapa totokan jalan darahnya yang bersarang telak tadi bisa tidak bermanfaat apa-apa"
Bayangan tubuh Lan See-giok sudah lenyap di luar
dusun sana, tapi dalam hati kecil Si Cay-soat masih tertera jelas bayangan tubuhnya.
Setelah meninggalkan perkampungan nelayan itu Lan
See-giok merasa menyesal sekali karena kelancangannya
mencampuri urusan orang, dia berpikir, saat itu ayahnya
pasti sudah menunggu dengan tak sabar di luar hutan.
Menelusuri jalanan yang kecil, dia berpikir terus ke halhal yang beraneka ragam- hatinya makin gelisah dan dia
ingin cepat-cepat sampai di rumah,
http://kangzusi.com/
Setelah habis menelusuri tanah persawahan, dia berjalan
menembusi semak belukar yang lebat dan akhirnya
menembusi hutan belantara yang lebat sekali.
Baru satu li dia berjalan menembusi hutan, seluruh
angkasa telah berubah menjadi gelap gulita, angin malam
berhembus kencang dan membawa udara yang dingin.
Titik-titik cahaya api berkedip di balik hutan yang gelap, sebentar bergerak mendekat sebentar lalu bergerak menjauh cahaya api itu menambah suasana seram di sekitar sana.
Lan See-giok tahu kalau sinar titik api itu bernama api
setan, konon merupakan setan- setan yang berjalan ke luar dari dalam kuburan untuk mencari sukma-sukma yang lain
Tapi Lan See-giok tidak takut, dia percaya ayahnya pasti sudah
menanti di ujung hutan sana, menanti kedatangannya. Maka dia segera mempercepat perjalanan nya menembusi hutan tersebut . . .
Tak lama kemudian ia sudah sampai di ujung hutan, tapi
. . di mana ayahnya" Ia tidak menjumpai bayangan tubuh
ayahnya berada di situ.
Dia segera berhenti, ternyata tempat yang dituju
memang tak salah, ayahnya telah berkata dengan jelas, dia akan menunggunya di bawah pohon besar ini.
Mungkinkah ayahnya tertidur di atas pohon"
Berpikir demikian dia lantas mendehem-dehem, tapi
kecuali bunyi jengkerik dan binatang kecil lainnya, tidak terdengar suara jawaban ayahnya.
Dengan cepat dia mendongakkan kepala nya dan
memandang ke arah depan, hutan belantara tampak sangat
gelap, api setan berkedip-kedip dan bergoyang ke sana ke
http://kangzusi.com/
mari terhembus angin, dia seolah-olah menyaksikan api
setan itu makin lama makin membesar dan akhirnya
lambat-lambat seperti nampak munculnya sesosok bayangan setan.
Lan See-giok mulai ketakutan, dia segera berpikir:
"Mengapa ayah tidak menjemputku?"
Dia tahu dari sini sampai di kuburan kuno itu masih
cukup jauh, dia harus melewati dua buah tebing tinggi, tiga buah tanah pekuburan dan sebuah sungai seluas satu kaki.
Dia tidak takut ular beracun atau babi hutan, tapi dia
takut dengan jeritan burung hantu, suaranya yang
menggetarkan sukma cukup mendirikan bulu roma
siapapun yang mendengarnya.
Teringat jeritan burung hantu, bulu kuduk Lan See-giok
segera pada berdiri, dalam keadaan begini betapa besarnya dia berharap ayahnya bisa datang menjemputnya.
la maju beberapa langkah lagi ke depan, semak belukar
sudah setinggi lutut, tak jauh di balik hutan sana adalah sebuah tanah pekuburan yang sudah porak poranda
keadaannya. Hampir sebagian besar kuburan di situ sudah hancur,
batu nisan berserakan. peti mati pada merekah, bahkan
tulang belulang manusia yang tak terurus tergeletak di sana sini menimbulkan cahaya api setan yang menggidikkan
hati.. Walaupun sejak kecil Lan See-giok telah belajar silat,
bagaimanapun juga dia hanya seorang anak berusia lima
enam belas tahun, sewaktu kecil dulu dia sering mendengar ibunya bercerita tentang setan.
http://kangzusi.com/
Membayangkan kembali cerita setan yang pernah
didengarnya dulu, anak itu semakin ketakutan, tanpa terasa dia berteriak keras.
"Ayah, anak Giok telah pulang!"
Suasana amat hening, kecuali beberapa ekor ayam alas
yang berlarian karena kaget, tak nampak sesosok bayangan manusiapun yang muncul di sana.
Lan See-giok sangat kecewa, dia tahu dalam keadaan
begini dia harus pulang sendiri ke kuburan kuno.
Maka setelah menghimpun tenaganya dan memusatkan
pikiran, dia segera mengerah kan ilmu meringankan
tubuhnya bergerak menuju ke depan.
Setelah melewati tanah pekuburan yang terbengkalai itu,
keadaan mega semakin meninggi, hutan semakin rapat dan
suasana pun semakin gelap gulita ..
Sepanjang perjalanan, Lan See-giok menyaksikan
burung-burung beterbangan karena takut, dua tiga babi
hutan mengejar dengan kencang, diapun menyaksikan ular-
ular beracun dengan sorot matanya yang buas muncul dari
balik tulang kerangka manusia atau peti mati yang
berserakan.. Tapi anak itu tidak mengambil perduli, dia berlarian
terus dengan kencangnya menuju ke tempat tujuan.
Beberapa saat kemudian ia telah melewati dua buah
tebing dan sebuah sungai kecil, di depan sana terbentang hutan pohon siong, di dalam hutan itulah terletak kuburan kuno tempat tinggal ayahnya.
Selama ini Lan See-giok selalu tidak habis mengerti apa
sebabnya ayahnya pindah ke dalam kuburan kuno itu,
berapa tahun setelah pindah ke sana, ibunya meninggal
http://kangzusi.com/
dunia, sejak saat itulah ayahnya menjadi seorang yang
pemurung. Beberapa kali dia menyaksikan ayahnya duduk tepekur
sambil bermuram durja, adakala ayahnya menjadi
berangasan dan suka marah-marah, tapi ada kalanya pula
dia nampak amat gelisah dan tidak tenang . . .
Lan See-giok tahu kalau ayahnya pasti mempunyai suatu
rahasia besar yang tak ingin diketahui orang lain, diapun menduga ibunya pasti mati karena merasa murung dan
sedih karena persoalan ini.
Dia ingin sekali mengetahui rahasia tersebut, dia bersedia membantu ayahnya untuk memikirkan persoalan itu, tapi
dia tak berani bertanya, diapun tahu sekalipun di tanyakan, belum tentu ayahnya bersedia menjawab.
Mendadak dari atas pohon tak jauh di hadapannya sana,
terdengar bunyi burung hantu yang memekakkan telinga.
Lan See-giok merasakan bulu kuduknya pada bangun
berdiri, dengan cepat dia mendongakkan kepalanya ke
depan, ternyata dia sudah berada dalam hutan siong, jarak nya dengan kuburan kuno itu sudah tak jauh lagi. Di depan matanya kini muncul sebuah tugu yang terbuat dari batu
hijau, di atas permukaan tugu itu tertera dua huruf yang amat besar:
"ONG LENG."
Akhirnya sampai juga di tempat tujuan, Lan See-giok
merasa girang sekali, ia mempercepat larinya menuju ke
depan. Setelah melewati tugu itu muncullah sebuah jalanan
beralas batu yang sangat lebar, panjangnya puluhan kaki, di kedua belah sisi jalan besar itu berjajar patung-patung kuda, patung kambing, patung orang dan lain sebagainya.
http://kangzusi.com/
Di ujung jalan tersebut adalah sebuah pintu bangunan
yang sudah ambruk, yang tersisa tinggal tiang-tiang
penyangganya saja. sedang bangunan itu sendiri telah porak poranda.
Dalam bangunan yang porak poranda terdapat sebidang
tanah pekuburan yang luasnya mencapai puluhan hektar,
puluhan buah kuburan besar berserakan di sana sini. batu bong pay berdiri kekar di depan setiap kuburan itu, tapi tulisannya sudah buram.
Terbayang kalau sebentar lagi bakal berjumpa dengan
ayahnya, Lan See-giok merasa amat gembira, ia telah
mempersiapkan ucapannya yang pertama begitu bersua
dengan ayahnya nanti, ia hendak mengatakan bahwa kotak
kecil itu telah diserahkan kepada Bibi Wan yang anggun
tersebut. Begitu besar keinginannya bertemu dengan ayahnya, dia
tak ingin berjalan berputar lagi, dengan suatu lompatan
cepat ia melewati tanah pekuburan itu langsung menuju ke depan sebuah kuburan yang paling besar.
Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya paling hebat,
ayahnya sering memuji akan kehebatannya, sedang
kepandaian kedua yang paling ampuh adalah ilmu Gi-hiat
kang, kepandaian untuk menggeserkan tempat kedudukan
jalan darah. Tanpa terasa ia teringat kembali pertarungannya dengan
Si Cay-soat belum lama berselang, kepandaian silat nona itu memang sangat hebat, coba kalau dia tak pan-dai
memindahkan letak jalan darah, niscaya dia sudah
dipecundangi orang.
Sementara masih melamun, dia telah melayang turun di
depan kuburan ke depan yang menghadap ke arah timur
laut. http://kangzusi.com/
Tiba di depan kuburan itu, ia saksikan pintu rahasianya
terbuka lebar, mungkin- ayahnya lupa untuk menutup
kembali. Tanpa sangsi lagi Lan See-giok melompat masuk ke
dalam kuburan, menelusuri anak tangga dan berlarian
menuju ke ruang dalam.
Suasana di dalam kuburan itu gelap gulita hingga lima
jari tangan sendiri pun susah dilihat, tapi Lan See-giok sudah banyak tahun berdiam di sini, sekalipun harus
berjalan dengan mata meram pun dia dapat mencapai
ruangan dalam. Sesudah melewati dua tikungan, akhir nya dari dalam
ruangan bulat di depan sana nampak setitik cahaya lentera.
Lan See-giok amat gembira, dia tahu ayah-nya belum
tidur, dengan suara lantang segera teriaknya:
"Ayah, anak Giok telah kembali!"
Sambil berteriak gembira dia segera menubruk ke depan.
Tapi dengan cepat anak itu berhenti dengan wajah
tertegun, ternyata ia tidak menjumpai ayahnya berada di
sana. Cahaya lentera memancar ke luar dari sebuah lampu
minyak di atas meja, cahaya itu amat redup sehingga
suasana di seluruh ruangan itu remang-remang dan terasa
menyeramkan. Pembaringan di sisi dinding ruangan nampak rapi, di
atas meja besar dekat pembaringan terletak senjata gurdi emas "Cing kim-kong-luau-jui!" - senjata andalan ayahnya.
Gurdi emas itu berujung runcing dan amat tajam, bagian
ekornya lebih kasar dan besar hingga bentuknya mirip
jarum. http://kangzusi.com/
Senjata itu kalau lemas bentuknya seperti seutas tali, tapi kalau sudah disaluri tenaga dalam bentuknya mirip gurdi, tanpa tenaga dalam yang sempurna jangan harap orang bisa memainkan senjata semacam itu.
Begitu melihat senjata gurdi emas milik ayahnya masih
tergeletak di atas meja, Lan See-giok segera tahu kalau
ayahnya tidak pergi.
Mendadak . . . Segulung bau amisnya darah berhembus lewat dan
menusuk hidung anak itu. . .
Lan See-giok merasa sangat terkejut, dengan cepat dia
mengendusnya beberapa kali, benar juga, bau yang
menusuk hidung itu adalah bau amisnya darah segar.
Hatinya menjadi amat tercekat. tanpa terasa dia mundur
dua langkah, sementara perasaan seram menyelimuti
seluruh benaknya.
Pada saat itulah dari luar kuburan terdengar bunyi
burung hantu berpekik keras, suaranya terdengar amat
menyeramkan .. Lan See-giok segera bergidik, bulu kuduknya pada
bangun berdiri, tanpa terasa dia berteriak dengan suara
keras: "Ayah. . . ayah . . . ayah . . ."
Teriakan anak itu kedengaran parau dan diselingi isak
tangis yang gemetar.
Tapi, kecuali suara dengungan keras dari balik lorong
yang memantulkan suaranya, tidak terdengar suara jawaban dari ayahnya.
Kembali terendus bau amis darah yang amat menusuk
penciuman. http://kangzusi.com/
Sekali lagi Lan See-giok terperanjat, dia berusaha
mengumpulkan segenap kemampuannya untuk meneliti
ruangan itu. Tiba-tiba mencorong sinar terang dari balik matanya, ia
saksikan di sebelah kiri meja batu nampak sesosok
bayangan hitam berada di sana.
Dengan suatu kecepatan kilat dia menyambar lentera di
meja dan menghampiri bayangan itu.
Di bawah cahaya lentera yang redup, ia segera
menyaksikan suatu pemandangan yang menyeramkan,
peluh dingin segera jatuh bercucuran, sukmanya serasa


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melayang meninggalkan raganya.
Lan See-giok betul-betul berdiri kaku bagaikan patung,
mukanya pucat, matanya terbelalak lebar sedang mulutnya
ternganga lebar.
Sebab bayangan itu tak lain adalah tubuh ayahnya, tubuh
ayahnya yang tergelepar di atas genangan darah.
Cepat dia letakkan lentera itu ke meja, lalu sambil
menjerit dan menangis dia menubruk ke atas tubuh
ayahnya dan menangis tersedu sedu.
Seketika itu juga dalam seluruh kuburan itu dipenuhi
oleh suara isak tangis yang penuh kesedihan, keseraman
dan kengerian. Lan See-giok menangis terus sampai air mata yang ke
luar berubah menjadi darah sambil menangis tersedu sedu, dia mulai memeriksa jenazah ayahnya itu.
Ia saksikan ayahnya tewas dengan mata melotot mulut
ternganga, noda darah menyelimuti seluruh wajahnya,
jenggot yang putih dan rambut yang putihpun penuh
dengan darah, sekilas pandangan saja dapat diketahui kalau
http://kangzusi.com/
ayahnya tewas akibat suatu gempuran tenaga pukulan
dahsyat yang menghancurkan isi perutnya.
Ditinjau dari posisi ayahnya sewaktu jatuh setelah
menyadari kehadiran musuh tak di undang, ayahnya buru-
buru menyambar senjata gurdi emas yang tergeletak di meja sayang sebelum maksudnya tercapai, punggungnya sudah
kena dihajar lebih dulu.
Tak terlukiskan rasa sedih yang menyelimuti perasaan
Lan See-giok waktu itu melihat ayahnya mati secara begitu mengenaskan, dia menjerit keras lalu muntah darah segar, tubuhnya segera terkapar di atas tanah dan tak sadarkan
diri. Isak tangis dalam kuburan itu segera terhenti, yang
tersisa hanya suara dengungan keras yang memantul ke
mana-mana. Di luar kuburan, angin malam berhembus kencang
mengiringi suara hujan yang turun dengan deras, malam itu benar-benar suatu malam yang amat mengenaskan.
Mendadak- Lan See-giok yang lambat-lambat mulai sadar kembali
dari pingsannya merasa ada seseorang menotok jalan darah Hek ci hiat nya keras-keras.
Menyusul kemudian sebuah tangan dengan gugup dan
panik menggeledah seluruh tubuhnya, orang itu seperti
sedang mencari sesuatu dari dalam saku dan bagian tubuh
lainnya- Kejut, gusar dan takut segera menyelimuti seluruh
perasaan Lan See-giok, ia tak tahu siapakah orang itu" Tapi ia yakin orang itu sudah pasti adalah pembunuh biadab
yang telah membunuh ayah nya.
http://kangzusi.com/
Dia ingin membalikkan badan sambil melancarkan
serangan, kalau bisa dengan suatu gerakan secepat kilat
untuk membinasakan orang yang sedang menggeledah
sakunya itu. Tapi dia tahu, asal dia mengerahkan tenaga, pihak lawan
pasti akan menyadari akan hal itu, dengan kepandaian silat ayahnya yang begitu lihai pun bukan tandingan lawan, bila dia sampai melakukan suatu gerakan, bukankah tindakan
tersebut ibaratnya telur diadu dengan batu"
Maka dia bermaksud untuk mengintip dulu siapa
gerangan orang itu, asal wajahnya teringat, usaha membalas dendam bisa dilakukan di masa mendatang.
Berpikir begitu, diam-diam ia membuka matanya dan
mencoba untuk mengintip. . .
"Blaam!" tiba-tiba orang itu menendang tubuhnya keras-keras sampai mencelat dan terbalik.
Lan See-giok menggigit bibirnya kencang-kencang
menahan rasa sakit, merintih pun tidak.
la merangkak di tanah dan pelan-pelan membuka
matanya lalu melirik ke arah orang itu.
Kebetulan orang itu berdiri di belakang tubuhnya
sehingga di atas dinding tertera sesosok bayangan manusia yang tinggi besar.
Lan See-giok membuka matanya lebar-lebar, dia
berharap bisa menyaksikan raut wajah orang itu dari
bayangan badannya.
Orang itu berperawakan, tinggi besar, hidungnya
mancung, kening dan dagunya sempit, jenggotnya tidak
banyak, cuma beberapa gelintir, memakai baju pendek
http://kangzusi.com/
celana panjang. dia sedang berdiri di sana seperti lagi
termenung memikirkan sesuatu.
Mendadak terdengar orang itu berguman dengan
perasaan keheranan. "Aneh, kenapa tidak ada juga?"
Walaupun Lan See-giok tak berpengalaman dalam dunia
persilatan hingga tak dapat membedakan dialek setiap
propinsi, tapi dia yakin, orang ini pasti tinggal di sekitar telaga Huan-yang ou.
Setelah berguman, orang itu sekali lagi membungkukkan
badan dan menggeledah seluruh badan Lan See-giok ..
Tiba-tiba tangan itu berhenti menggeledah kalau dilihat
dari bayangan yang tertera di atas dinding, tampaknya
orang itu seperti memasang telinga dan memperhatikan
sesuatu. Kemudian tampak bayangan manusia berkelebat lewat,
tahu-tahu orang itu sudah lenyap dari pandangan.
Lan See-giok tak berani bergerak, tahu orang itu belum
pergi, sebab menurut arah bergeraknya bayangan di atas
dinding, nampaknya orang itu sedang menyembunyikan
diri di sisi pembaringan.
Tapi ia tak habis mengerti mengapa orang itu
menyembunyikan diri secara tiba-tiba "
Pada saat itulah terdengar suara ujung baju terhembus
angin berkumandang datang dari arah mulut lorong rahasia: Lan See-giok terperanjat, dia tahu kembali ada jago lihay berkunjung ke situ, bersamaan itu pula dia lantas paham
kenapa orang itu secara tiba-tiba menyembunyikan diri ke belakang pembaringan.
Tapi setelah dipikir lebih lanjut, sekali lagi hatinya
merasa bergetar keras, syukur dia tidak jadi melancarkan
http://kangzusi.com/
serangan gelap terhadap orang itu, sebab menurut perasaan nya, kesempurnaan tenaga dalam yang di miliki orang ini
benar-benar luar biasa.
Sementara itu suara ujung baju yang terhembus angin
kedengaran semakin jelas, bahkan ada kalanya diiringi pula suara benda berat yang menyentuh lantai.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, kemudian
terdengar seseorang tertawa terbahak-bahak.
Lan See-giok yang tertelungkup di tanah merasa
telinganya sakit sekali oleh getaran suara tertawa yang
memekikkan te1inga itu, darah segar dalam rongga dadanya serasa bergelora keras, hampir saja dia mengeluarkan suara.
Terdengar pendatang itu menghentikan suara tertawanya, kemudian tanpa perasaan takut barang
sedikitpun jua, dia berseru lantang:
"Lan Khong-tay wahai Lan Khong-tay, sungguh tak
disangka Kim cui gin tan (gurdi emas peluru perak) Lan
tayhiap juga akan mengalami nasib seperti hari ini, hmmm
.. bayangkan saja betapa gagahmu dimasa lalu, tapi.. haaah.
haaah. sekalipun mempunyai barang itu, apalah gunanya?"
Selesai berkata, kembali dia tertawa terbahak-bahak,
menyusul kemudian terdengar suara ketukan keras bergema
semakin dekat. Lan See-giok tahu, pendatang adalah seseorang yang
kenal dengan ayahnya, bahkan mempunyai ikatan dendam
dengan ayahnya.
Sementara dia masih termenung, orang itu sudah tiba di
depan jenazah ayahnya, suara ketukan keras yang bergema
kian bertambah keras, bahkan terasa pula getaran keras
yang menggetarkan sukma.
http://kangzusi.com/
Kini Lan See-giok tidak merasa takut, karena dalam
hatinya penuh diliputi kobaran api dendam yang membara,
dia hanya ingin tahu siapakah pembunuh ayahnya.
Ia merasa perlu untuk memperhatikan wajah orang ini,
siapa tahu dari orang ini di kemudian hari dia bisa
menyelidiki siapa gerangan orang berjenggot yang
berhidung mancung itu"
Baru saja Lan See-giok akan membuka matanya, orang
itu sudah berjalan ke arah-nya, maka cepat-cepat dia
memejamkan matanya kembali, meski demikian ia sempat
melihat kaki kiri orang itu sudah kutung, sedang di bawah ketiaknya terdapat sebuah tongkat besi yang amat berat
menyanggah tubuhnya.
Kalau diamati dari suara tertawa serta nada pembicaraan
orang itu, bisa diperkirakan kalau usianya di atas empat puluh tahunan.
Setibanya di sisi tubuh Lan See-giok, orang itu mulai
menyentuh badannya dengan ujung tongkat besi itu meski
maksudnya untuk menggeledah namun hal itu dilakukan
tidak serius. Karena pendatang itu sudah menduga bahwa pembunuh
yang telah membinasakan si Gurdi emas peluru perak Lan
Khong-tay tentu sudah menggeledah pula tubuh bocah itu,
maka ia tidak menganggap serius akan hal itu.
Lan See-giok yang tubuhnya ditusuk-tusuk oleh toya besi
itu merasakan sekujur badannya kesakitan, tapi dia
menggertak gigi sambil menahan diri, dalam hati dia
bersumpah, suatu ketika sakit hati ini pasti akan dituntut balas.
http://kangzusi.com/
Mendadak orang itu menghentikan perbuatannya,
kemudian sambil mendongakkan kepala dia membentak
keras, "Siapa di situ?"
Di tengah bentakan tersebut, bayangan manusia nampak
berkelebat lewat, tahu-tahu orang itu sudah lenyap dari
pandangan. Lan See-giok merasa telinganya kembali mendengung
keras oleh suara bentakan lawan yang memekikkan telinga, saking kagetnya dia sampai bergidik dan lupa kalau dia
sedang berlagak seakan akan tertotok jalan darahnya, buru-buru dia membalikkan badan sambil berpaling-
Tampak olehnya di balik lorong di samping pembaringannya sana terdapat dua sosok bayangan
manusia sedang berkelebat saling mengejar.
Lan See-giok tahu bahwa orang yang berada di depan
adalah orang yang telah membinasakan ayahnya, sedang
yang berada di belakang adalah orang yang berkaki
buntung. Sebelum dia sempat berbuat sesuatu, orang yang berkaki
buntung telah membentak lagi dengan suara keras:
"Sobat, sebelum meninggalkan barang itu, jangan harap kau bisa kabur dari sini?"
Ditengah bentakan, dia mengayunkan tongkat besinya
sambil menghantam tubuh orang itu.
Orang yang berada di depan tidak mengeluarkan suara
berang sedikitpun juga, dia masih berlarian terus ke depan, hanya secara tiba-tiba tangan kanannya diayunkan ke
belakang.. http://kangzusi.com/
Serentetan cahaya tajam bagaikan anak panah yang
terlepas dari busurnya segera meluncur ke arah orang yang berkaki buntung.
Segera itu juga orang yang berkaki buntung itu tertawa
terbahak-bahak, tongkat bajanya di angkat ke atas dan..
"traaang!" terdengar suara benturan keras yang disertai percikan bunga api tersebar dalam lorong gelap tersebut.
Kemudian terdengar pula suara senjata rahasia yang
bergelinding ke sisi lorong, sementara kedua sosok
bayangan manusia itu-pun lenyap dari pandangan mata.
Dengan cepat Lan See-giok melompat bangun, dia
merasakan sekujur badannya linu dan sakit, tapi sambil
menahan rasa sakit dia mengejar ke luar, dia berharap
dengan mengandalkan kehapalannya dengan daerah di
sekitar tempat itu, dia sempat menyaksikan paras muka
yang sebenarnya dari pembunuh keji tersebut.
Siapa tahu belum sempat dia melangkah ke depan
mendadak dari luar kuburan telah terdengar suara si
pincang sedang mencaci maki dengan penuh kegusaran.
"Anak jadah. anak bangsat peliharaan anjing, kau
anggap barang itu dapat kau telan seorang diri" Tidak
begitu mudah, sekalipun kau kabur ke ujung langit, locu
akan mengejarnya sampai dapat!"
Lan See-giok tahu kedua orang itu sudah pergi amat jauh
sekalipun hendak dikejar juga tak ada gunanya.
Maka dia berjalan kembali ke samping jenazah ayahnya
yang terkapar ditengah genangan darah, kemudian sambil
berlutut dan menangis tersedu sedu, katanya:
"Ayah- sungguh kasihan kau- tahukah kau anak Giok
telah pulang- tahukah kau anak Giok telah menyelesaikan
http://kangzusi.com/
perintahmu dan menyerahkan kotak kecil tersebut ke pada
bibi Wan- "
Lan See-giok makin menangis semakin sedih, makin
menangis semakin tak ingin hidup.
Dia memang ingin mati, dia ingin mati bersama ayah
dan ibunya, tapi bila teringat akan dendam kesumatnya
yang lebih dalam dari samudra, dia merasa tidak
seharusnya mati sebelum sakit hati itu terbalas, dia harus membinasakan pembunuh berhidung mancung itu sebelum
menyusul ayah dan ibunya di alam baqa.
Maka sambil memandang wajah ayahnya yang penuh
noda darah, diam-diam ia berdoa, dia berharap arwah
ayahnya di alam baqa dapat melindunginya dan membantu
nya untuk membalas dendam.
Sementara itu tengah malam sudah menjelang tiba, di
luar kuburan hanya terdengar suara rintikan hujan serta
angin malam yang menderu-deru.
Seorang diri Lan See-giok bersembunyi di dalam
kuburan, duduk di samping jenazah ayahnya dan di bawah
cahaya lentera dia membersihkan noda darah dari atas
wajah ayahnya yang pucat.
Titik-titik air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya.
pipi yang telah berubah menjadi merah karena dendam.
Di luar kuburan kembali terdengar suara pekikan burung
hantu yang menyeramkan, tapi dia tidak takut, dia tidak
merasa ngeri, karena dia hanya memikirkan soal dendam
kesumat. Dia berpikir, sekalipun badan harus hancur, sekalipun
harus menjelajahi sampai ke ujung langit, pembunuh
ayahnya akan di kejar terus dan dibunuh sampai mati.
http://kangzusi.com/
ooo0dw0ooo BAB 2 BAYANGAN IBLIS MULAI BERMUNCULAN
MALAM semakin kelam . . .
Angin berhembus semakin kencang..


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil melelehkan air mata, Lan See-giok masih
memperhatikan wajah kelabu ayah-nya yang sudah
membujur kaku di tanah.
Mendadak . . . terdengar suara pekikan panjang yang
memekakkan telinga berkumandang datang dari luar
kuburan. Suara pekikan itu amat tajam dan memekakkan telinga,
membuat siapa saja yang mendengarnya merasakan bulu
kuduknya pada bangun berdiri.
Terutama sekali bagi Lan See-giok yang seorang diri
berada dalam kuburan, di bawah sinar lentera yang redup
serta didampingi jenazah ayahnya yang membujur kaku.
Tapi sikap Lan See-giok masih tetap kaku tanpa
perasaan, dia seolah-olah tidak mendengar suara pekikan
itu. Waktu itu, hatinya sedang merasa amat pedih, karena
dia tak tahu bagaimana caranya untuk menutup kembali
sepasang mata ayahnya yang melotot besar penuh
kemarahan itu. Pekikan seram makin lama semakin mendekat, di balik
pekikan itu penuh diliputi perasaan gelisah bercampur
gusar. http://kangzusi.com/
Tapi Lan See-giok masih tidak berkutik, tangannya yang
kecil masih saja mengelus mata ayahnya yang melotot
besar. Lambat laun suara pekikan aneh itu makin keras dan
menusuk pendengaran agaknya orang itu sudah tiba di luar kuburan.
Tergerak hati Lan See-giok. . dia bertekad hendak
melihat jelas paras muka pendatang itu, tapi. ada satu hal yang tidak dimengerti olehnya, mengapa kuburan yang
sudah banyak tahun tak pernah dikunjungi orang, tahu-tahu kebanjiran pengunjung pada malam ini.
Benda apa pula yang dimaksudkan si pincang tadi"
Mendadak suara pekikan itu berhenti, lalu mendengar
suara ujung baju terhembus angin menggema datang.
"Sungguh cepat gerakan tubuh orang ini.." Dengan terkejut Lan See-giok segera berpikir, "kalau dilihat dari kecepatan gerak tubuhnya jelas dia adalah seorang jago
kelas satu dalam dunia persilatan. . ."
Belum habis dia berpikir, hembusan angin tersebut sudah
kedengaran semakin jelas.
Lan See-giok merasa makin terkejut lagi, sebab orang itu selain sempurna dalam ilmu meringankan tubuh, juga amat
hapal dengan daerah dalam kuburan tersebut.
Buru-buru dia melompat bangun dan memandang
sekejap sekeliling tempat itu, akhirnya dia merasa di
belakang meja batu besar itu merupakan
tempat persembunyian yang baik, tanpa berpikir panjang dia segera menerobos kedalamnya. . .
http://kangzusi.com/
Saat itulah bayangan manusia nampak berkelebat lewat,
tahu-tahu orang itu muncul di dalam ruangan dan langsung menerjang ke depan pembaringan ayahnya.
Lan See-giok merasa tegang bercampur cemas, peluh
telah membasahi telapak tangannya, dengan perasaan gusar bercampur berdebar dia mengintip ke luar . .
Ternyata orang itu adalah seorang lelaki berjubah hitam, rambutnya sepanjang bahu berwarna kelabu, ia tidak
bersenjata, wajahnya juga tak nampak karena sedang
menghadap ke arah pembaringan.
Dengan perasaan gusar, gelisah dan tak tenang orang itu
nampak menggeledah seluruh pembaringan, selimut dan
bantal ayahnya.
Kemudian dengan marah dia melemparkan semua benda
itu ke atas tanah, lalu dengan gugup ia mulai meraba empat kaki pembaringan di empat penjuru..
Tergerak hati Lan See-giok setelah menyaksikan kejadian
itu, dia merasa besar kemungkinan orang ini adalah orang yang menotok jalan darahnya serta menggeledek seluruh
badannya tadi. Kalau dilihat dari tindak tanduk orang itu sewaktu ke
dalam kuburan serta tingkah lakunya yang tergesa-gesa
sewaktu melakukan penggeledahan atas seluruh isi ruangan itu, dapat diketahui orang itu belum sempat melakukan
penggeledahan setelah berhasil melaksanakan perbuatan
kejinya tadi. Makin dipikir Lan See-giok merasa apa yang diduga
makin cocok, dia segera memutuskan kalau orang inilah
pembunuh yang telah membinasakan ayahnya.
http://kangzusi.com/
Kemarahannya segera bergelora, diam-diam hawa
murninya dihimpun ke dalam telapak tangannya, ia siap
sedia menyergap orang itu dari belakang.
Mendadak.. orang berbaju hitam itu membalikkan
badannya. Lan See-giok tersentak kaget, peluh dingin segera
membasahi seluruh tubuhnya, sementara jantungnya
seakan akan mau melompat ke luar dari dalam rongga
dadanya. Apa yang dilihat" Ternyata orang itu berwajah hijau
penuh dengan bekas bacokan yang dalam, gigi taringnya
nampak panjang, matanya yang tinggal sebelah melotot
besar seperti gundu. wajahnya benar-benar mengerikan
sekali. Mata sebelah kanannya yang buta ditutup dengan
selembar kulit berwarna hitam, hal ini menambah seramnya tampang orang ini. Setelah membalikkan badan tadi,
dengan mata tunggalnya yang tajam ia mulai memeriksa
setiap sudut ruangan yang mencurigakan, sementara
wajahnya nampak makin gelisah, peluh sebesar kacang ijo
nampak bercucuran membasahi seluruh jidatnya.
Berada dalam keadaan seperti ini, Lan See-giok tak
berani berkutik, dia kuatir si mata tunggal itu menemukan tempat persembunyian nya.
Ia tidak takut mati, tapi dia tak ingin mati sebelum
dendam sakit hati ayahnya di balas.
Begitulah, setelah memeriksa seluruh ruangan itu,
dengan nada gemas orang bermata satu itu berguman:
"Aneh, disembunyikan di manakah barang itu..?"
http://kangzusi.com/
Begitu mendengar suara gumaman orang itu, sekali lagi
Lan See-giok merasa kebingungan, dia dapat mengenali
suara orang ini tidak sama dengan suara orang yang
menggeledah tubuhnya tadi, sebab suara orang itu parau
dan berat. Selain itu. diapun menyaksikan perawakan orang ini
tidak sekekar orang yang menggeledah tubuhnya tadi, lagi pula orang ini mengenaskan pakaian pendek.
Diam-diam Lan See-giok berkerut kening, ditatapnya
orang bermata satu itu lekat-lekat, sementara di hati
kecilnya dia bertanya: Siapakah orang bermata satu ini "
Benarkah ayahnya tewas di tangan orang ini . . . . ".
Belum habis dia berpikir, tampak olehnya orang bermata
satu itu sudah mengumbar hawa amarahnya, kakinya
terlihat diayunkan ke sana kemari, semua barang yang
berada di sekelilingnya segera beterbangan di angkasa.
Dalam waktu singkat seluruh ruangan itu dipenuhi
dengan suara hiruk pikuk serta pecahan barang yang
tersebar ke mana-mana.
Dengan penuh bernapsu, orang bermata satu itu
menyepak dan menendang hancur barang-barang itu, dia
berharap dari balik pecahan barang-barang tersebut bisa
ditemukan barang yang sedang dicari.
Tapi akhirnya ia menghela napas dengan perasaan
kecewa. Kini sorot matanya mulai dialihkan ke atas lubang
bangunan di langit-langit kuburan, gigi taringnya yang
panjang kedengaran bergemerutuk keras, hal ini membuat
wajahnya nampak semakin mengerikan.
Lan See-giok semakin tak berani berkutik, dia merasa
hatinya bergidik dan bulu romanya pada bangun berdiri,
http://kangzusi.com/
tampang orang bermata satu itu betul-betul menggetarkan
hatinya. Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata
tunggalnya, sekilas perasaan girang menghiasi wajahnya
yang seram, dengan suatu kecepatan tinggi tiba-tiba ia
melompat ke depan meja batu itu.
Lan See-giok yang bersembunyi di belakangnya menjadi
sangat terperanjat, begitu kagetnya dia sampai jantungnya seolah-olah terlepas.
Untung saja meja batu itu tinggi lagi besar, jaraknya
dengan dindingpun amat sempit, maka bila orang itu tidak memeriksa dengan teliti, sulit rasanya untuk menemukan
tempat persembunyian itu.
Ternyata orang bermata satu itu tidak bermaksud untuk
menggeledah tempat itu, sebab setelah mengambil senjata
gurdi emas yang terletak di meja, ia melayang kembali ke tempat semula.
Diam-diam Lan See-giok menghembuskan napas lega, ia
segera mengintip kembali ke luar.
Ternyata orang bermata satu itu sedang mengorek setiap
lubang angin yang berada di langit-langit kuburan dengan senjata gurdi emas milik ayahnya.
Tapi, akhirnya orang bermata satu itu kembali menghela
napas dengan wajah kecewa, ia tidak berhasil menemukan
sesuatu dari balik lubang angin itu.
Kekecewaan yang berulang kali kontan saja membuat
orang itu bertambah marah, paras mukanya yang memang
sudah mengerikan kini berubah semakin menggidikkan hati.
"Sungguh menggemaskan?" gumamnya menahan geram.
http://kangzusi.com/
Dengan penuh perasaan mendongkol, akhirnya dia
melemparkan senjata gurdi emas yang berada di tangannya
itu ke depan keras-keras.
Sekilas cahaya emas berkelebat lewat bagaikan serentetan cahaya bianglala, gurdi tersebut menyambar ke arah dinding sebelah kiri.
Lan See-giok mengenali, di balik dinding itulah terletak kamar tidurnya.
"Blaaammm!" diiringi suara nyaring senjata gurdi emas itu menancap di atas dinding dan tembus hingga ke
belakang. Tiba-tiba terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang datang dari balik ruangan tersebut.
Lan See-giok terkesiap, hampir saja ia menjerit keras
saking kagetnya. Mimpipun dia tak menyangka kalau di
dalam kamar tidurnyapun terdapat kawanan musuh yang
sedang menyembunyikan diri.
Orang bermata tunggal itu sendiri juga nampak agak
tertegun, lalu dengan wajah berubah hebat dia menerjang
masuk ke dalam ruangan sebelah.
Tak lama kemudian ia mendengar orang bermata satu itu
menjerit kaget:
"Haaah, kau?"
Suara ujung baju yang terhembus angin segera
berkumandang saling menyusul, makin lama suara itu
makin lirih dan akhirnya lenyap di luar kuburan sana.
Untuk sesaat suasana dalam kuburan kuno itu menjadi
sepi, hening, tak kedengaran sedikit suarapun.
http://kangzusi.com/
Lan See giok juga duduk termangu mangu, dia tak tahu
siapakah orang tadi" Masih hidupkah orang itu" Atau sudah mati"
Tapi dia berharap orang itu sudah mati, karena dia
menduga orang yang bersembunyi dalam kamar sebelah
tentu sudah mendengar doanya kepada ayahnya tadi . dia
telah menyerahkan kotak kecil tersebut kepada Bibi Wan..
Sekarang, Lan See giok sudah dapat menduga,
kemungkinan besar kehadiran orang-orang tak dikenal pada malam ini dikarenakan kotak kecil tersebut, tapi apakah isi kotak kecil itu"
Kepergian si orang bermata satu yang tergesa-gesa tadi
membuat Lan See giok merasa amat gelisah, dia tidak
berharap orang bermata satu itu menolong orang tadi,
karena hidupnya orang itu berarti bencana besar bagi bibi Wan.
Sekalipun mereka tak akan mengetahui nama dari bibi
Wan, tapi jika mereka mau melakukan penyelidikan dengan
seksama, tak sulit untuk menemukan tempat tinggal bibi
Wan nya. Terbayang akan semua peristiwa tersebut, Lan See giok
merasakan peluh dingin jatuh bercucuran, ia merasa bila
kedatangan orang-orang itu benar-benar dikarenakan kotak kecil tersebut, dia harus segera melaporkan kejadian ini kepada bibi Wan, agar dia tahu kalau-kalau ayahnya sudah mati.
Mendadak Lan See giok merasakan firasat tak enak, ia
merasa dalam kuburan itu seakan akan bukan cuma dia
seorang, ia seperti merasa ada sesosok tubuh manusia
sedang berjalan mendekatinya dari belakang.
http://kangzusi.com/
Tanpa sadar dia segera membalikkan kepalanya ke
belakang. . . .
Tapi baru saja kepalanya digerakkan, mendadak tampak
sesosok bayangan hitam menyambar tiba disertai segulung
angin tajam yang maha dahsyat. Lan See giok amat
terperanjat, tanpa sadar ia menjerit keras.
"Blammm-!" sebuah benda yang mempunyai daya pantul yang amat keras tahu-tahu sudah menghajar di belakang
batok kepalanya.
Kontan Lan See giok merasakan kepalanya seperti mau
pecah. langit serasa menjadi gelap, seluruh bumi serasa
berputar, pandangan matanya menjadi gelap dan tak ampun
ia roboh tak sadarkan diri.
Sesaat sebelum jatuh pingsan, secara lamat-lamat dia
masih sempat menyaksikan orang yang berada di belakang
tubuhnya adalah seseorang yang berambut putih.
la tak bisa membedakan apakah orang itu seorang kakek
atau seorang nenek, tapi sudah pasti orang itu adalah
seseorang yang telah berusia lanjut bahkan berperawakan
tidak begitu tinggi.
la tidak merasakan tubuhnya mencium tanah, mungkin
orang yang berada di belakangnya keburu menyambar
badannya dan membaringkan ke tanah, mungkin juga ia
keburu tak sadarkan diri. . .
Entah berapa saat sudah lewat. . .
Pelan-pelan Lan See giok membuka matanya, pandangan pertama yang sempat terlihat olehnya adalah
setitik cahaya lentera, kemudian sesosok bayangan manusia berbaju kuning. . .
http://kangzusi.com/
Lan See giok merasakan kelopak matanya sangat berat,
tak kuasa ia memejamkan matanya kembali, ia merasa tak
bertenaga lagi, meski hanya untuk membuka kelopak
matanya. Tiba-tiba terdengar seseorang menegur dengan suara


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang lembut dan penuh perhatian:
"Nak, kau telah sadar " Bagaimanakah perasaanmu
sekarang?"
Tiba-tiba Lan See-giok teringat kembali kejadian yang
belum lama menimpa dirinya, begitu mendengar teguran
tersebut, mendadak dia melompat bangun kemudian
melotot dengan mata besar, ternyata orang yang berada di hadapannya adalah seorang kakek berambut putih.
Kemarahan yang mencekam dalam dada nya tak bisa
ditahan lagi, sambil membentak keras, tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian dihimpun ke dalam tangan
kanannya, kemudian . . . "Weess!" dihantamkan ke atas dada kakek itu keras-keras.
Menghadapi perubahan yang terjadi amat mendadak,
apa lagi dalam jarak sedemikian dekatnya, tak mungkin lagi buat kakek itu untuk menghindarkan diri.
"Blammm!" pukulan dari Lan See giok itu secara telak bersarang di atas dada kakek itu.
Betapa terkejutnya Lan See giok setelah melepaskan
pukulan itu, secara beruntun dia mundur sejauh dua
langkah, kepalan kanannya yang menghajar dada kakek itu
serasa menghantam di atas gumpalan kapas, ternyata
segenap kekuatannya serasa hilang lenyap tak berbekas.
Sementara itu, kakek yang berada di hadapannya telah
tertawa ramah, lalu tanya nya lembut:
http://kangzusi.com/
"Nak, kau lagi marah kepada siapa" Mengapa kau
lampiaskan kemarahanmu itu kepadaku?"
Seraya berkata dia tertawa tergelak dengan penuh
keramahan. Buru-buru Lan See giok memusatkan pikirannya sambil
perhitungan, dia cukup tahu keterbatasan tenaga dalam
yang dimilikinya, dibandingkan dengan kemampuan lawan,
selisih tersebut ibarat langit dan bumi, diam-diam ia lantas memperingatkan diri sendiri agar jangan bertindak secara gegabah.
Selain itu, diapun berpendapat hanya kakek bertenaga
dalam selihai ini yang sanggup membunuh ayahnya di
dalam sekali pukulan.
Ia menggosok gosok matanya, kemudian melototi kakek
ramah di hadapannya dengan pandangan penuh kebencian.
Tampak kakek itu berambut putih, bermuka merah dan
bermata tajam tapi penuh keramahan, ia memakai jubah
berwarna kuning dan bersikap amat gagah sekali.
Lan See giok segera merasa kalau kakek ini tidak mirip
dengan orang jahat, diam-diam pikirnya.
"Orang yang menghantam kepalaku tadi berhati kejam, tapi. . siapakah dia?"
Diamatinya kakek berambut putih itu sekali lagi,
kemudian pikirnya lebih jauh:
"Sudah pasti dia"
Tapi ia tidak habis mengerti, apa sebabnya kakek
berwajah ramah tapi berhati kejam ini tidak segera
meninggalkan tempat itu setelah menghantam pingsan
dirinya, malahan menunggu sampai ia mendusin kembali.
http://kangzusi.com/
Mendadak satu ingatan melintas kembali dalam
benaknya, dengan cepat ia menyadari apa sebabnya kakek
itu belum juga pergi.
"Yaa, sudah pasti dia ingin menanyakan tempat tinggal Bibi Wan" demikian dia berpikir.
Maka sambil mendengus dingin, pikiran nya lebih jauh.
"Hmmm, jangan bermimpi di siang hari bolong,
sekalipun badan harus hancur tak nanti aku akan
memberitahukan hal ini kepadamu."
Sementara itu, si kakek berjubah kuning kembali tertawa
terbahak bahak setelah menyaksikan sinar mata Lan See
giok berkedip dan wajahnya berubah, berulang kali tanpa
menjawab pertanyaannya. dengan penuh perhatian kembali
dia bertanya: "Nak, siapakah yang telah merobohkan dirimu?"
Kemarahan dalam dada Lan See giok semakin membara,
dia menganggap semakin ramah kakek itu, semakin
menaruh perhatian kepadanya, berarti semakin berbahaya
dan jahat orang itu.
Setelah mendengus marah, serunya dengan suara dingin:
"Siapakah yang menghantamku sampai roboh" Heeehhh-
heeehhh- heeehhh, mustahil kau tidak tahu!"
Tertegun si kakek berjubah kuning itu setelah mendengar
dampratan tersebut, ditatapnya Lan See giok dengan
termangu, lama-lama kemudian ia baru sadar seperti
memahami sesuatu dan segera tertawa.
"Nak!"
katanya kemudian sambil mengalahkan pembicaraan ke soal lain:
"Apakah Lan Khong tay adalah ayahmu?"
http://kangzusi.com/
Api yang berkobar dalam dada Lan See -giok sekarang
hanyalah dendam kesumat, ia sudah bertekad tak akan
melayani pembicaraan si kakek yang dianggapnya manusia
munafik ini. Sambil tertawa dingin segera ejeknya sinis:
"Huuuh, sudah tahu pura-pura bertanya lagi, benar-
benar tak tahu malu . . . !"
Kakek berjubah kuning itu kembali berkerut kening,
kekasaran serta kekurang ajaran bocah itu sangat di luar dugaannya.
Sedangkan Lan See giok meski tahu kalau kepandaian
silatnya tak mampu menandingi kepandaian kakek berjubah
kuning itu, tapi diapun percaya bahwa musuhnya tak nanti akan membinasakannya meski berada dalam keadaan yang
bagaimana gusarpun.
Sebab dia menganggap kakek berjubah kuning itu ingin
mengetahui tempat tinggal Bibi Wan nya serta jejak dari
kotak kecil tersebut, karenanya bagaimanapun marahnya
lawan tak nanti ia berani bersikap kasar.
Benar juga, kakek berjubah kuning itu menghela napas
panjang, lalu berkata lagi dengan ramah:
"Nak, aku sudah mengetahui perasaanmu sekarang, aku tahu kau mendendam kepadaku karena mengira ayahmu
mati di tanganku, aku tidak menyalahkan kau, sedang
mengenai alasan ayahmu sampai dicelakai orang, mungkin
akupun jauh lebih jelas dari pada dirimu.."
Ucapan tersebut semakin membuat Lan See giok percaya
kalau orang yang memukul nya sampai pingsan tadi adalah
kakek berjubah kuning ini, diam-diam dia lantas
mendengus dingin:
http://kangzusi.com/
"Tentu kau adalah seorang yang berkomplot untuk
membunuh ayahku, tentu saja kau mengetahui jelas sebab
kematian dari ayahku." demikian pikirnya lagi.
".. yang membuat hatiku amat pedih adalah keterlambatanku datang ke mari malam ini, kalau tidak
niscaya pembunuh ayahmu itu pasti akan berhasil
kutangkap."
terdengar kakek berjubah kuning itu melanjutkan kembali kata katanya.
"Bedebah, kakek sialan, manusia licik" kontan saja Lan See giok menyumpah di hati.
Dalam pada itu, si kakek berjubah kuning itu sudah
berhenti sejenak sebelum kemudian melanjutkan kembali
kata katanya: "Nak, coba ceritakanlah kisah pembunuhan yang telah menimpa ayahmu malam tadi, ceritakan pula bagaimana
terjadinya Pertarungan, berapa orang yang datang serta
manusia-manusia macam apa saja yang telah kemari,
mungkin aku bisa membantumu untuk mengenali orang-
orang itu serta merebut kembali kotak kecil tersebut."
Lan See giok tertawa dingin:
"Heeehhh. heeehhh.. heeehhh.. buat apa kau mesti
bertanya kepadaku" Aku yakin, kau sudah pasti jauh lebih mengerti dari pada diriku sendiri.."
Merah padam selembar wajah kakek berjubah kuning itu
setelah mendengar ucapan tersebut, paras mukanya agak
berubah, jenggotnya gemetar keras, jelas orang itu merasa agak tak senang hati, tapi hanya sejenak kemudian ia telah bersikap lembut kembali.
Ditatapnya wajah Lan See giok lekat-lekat, kemudian
katanya dengan serius:
http://kangzusi.com/
"Nak, aku tidak habis mengerti mengapa kau bersikap kasar, emosi dan tak menggunakan akal terhadap diriku"
Ketahuilah perbuatan semacam ini akan memporak
porandakan keadaan, tidak bermanfaat bagi masalah yang
sebenarnya, kau harus mawas diri, dinginkan otakmu dan
terutama sekali harus tahu kalau keselamatanmu sedang
terancam bahaya.."
Belum habis kakek berbaju kuning itu menyelesaikan
kata katanya, Lan See giok telah tertawa keras penuh
kegusaran, tukasnya dengan perasaan benci yang meluap.
"Sudah sedari tadi aku tak pernah memikirkan soal mati hidupku, kenapa aku mesti takut mati" Hmmm, aku rasa
justru ada orang yang kuatir bila aku sampai mati!"
Sekali lagi kakek berbaju kuning itu mengerutkan
dahinya rapat-rapat, berkilat sepasang matanya, kemudian seakan akan memahami sesuatu, dia manggut-manggut.
"Ehmmm, benar, ketika aku mendengar suara jeritan tadi dan menerobos masuk ke dalam kuburan Ong-leng,
kusaksikan ada sesosok bayangan manusia yang kurus
pendek sedang kabur ke arah utara, gerakan tubuh nya
secepat sambaran petir.."
Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar ucapan
itu, terutama sekali kata bayangan manusia kurus pendek, dengan
cepat dia teringat kalau orang yang menghantamnya sampai pingsan tadi memang seorang
kakek yang berperawakan kurus lagi pendek.
Maka dia segera mengamati tubuh kakek berbaju kuning
itu sekali lagi, ia merasa meski perawakan orang ini tidak termasuk tinggi besar, tapi jika dia bersembunyi di belakang meja batu, niscaya jejaknya akan ditemukan olehnya.
http://kangzusi.com/
Berpikir sampai di sini, Lan See giok semakin
kebingungan dibuatnya, dia lantas berpikir lagi:
"Jangan-jangan bukan si kakek berjubah kuning ini yang menghantamku sampai pingsan tadi . . ?"
Tapi ingatan lain dengan cepat melintas kembali di
dalam benaknya, dia merasa walaupun bukan kakek ini,
tapi ia sudah pasti termasuk salah seorang yang berniat
jahat kepada ayahnya, kalau tidak, mengapa dia bisa tahu kalau tujuan orang-orang itu adalah untuk mendapatkan
kotak kecil milik ayahnya"
Dari sini bisa disimpulkan kalau orang inipun bukan
orang luar, ia bisa mencari sampai di sana, berarti diapun bukan manusia sembarangan.
Karena berpendapat demikian, maka apa yang selanjutnya diucapkan kakek berjubah kuning itu sama
sekali tak terdengar olehnya.
Dalam pada itu, si kakek berbaju kuning tadi sudah
berkata lagi: "Oleh karena itu, kau harus mengikuti aku untuk
menyingkir dulu ke dusun kaum nelayan Ho hi cun,
kemudian baru berusaha untuk menemukan beberapa orang
itu serta merampas kembali kotak kecil itu."
Setelah mendengar ucapannya yang terakhir ini, Lan See
giok dapat segera mengambil kesimpulan kalau kakek ini
belum lama datangnya, sebab jika ia sudah mendengar
kalau kotak kecil tersebut telah diserahkan kepada bibi Wan nya, niscaya dia tak akan berkata begitu.
Tapi mengapa dia bisa datang terlambat" Maka tak tahan
lagi dia lantas bertanya:
"Dari mana kau bisa tahu kalau ayahku tinggal di sini?"
http://kangzusi.com/
"Aaaah kau ini . . kenapa bertanya lagi" Bukankah tadi sudah kukatakan kepadamu?"
"Apa yang kau ucapkan tadi" Tak sepatah katapun yang kudengar!"
"Tujuh delapan tahun berselang, aku pernah berjumpa muka dengan ayahmu di bawah puncak Giok- li-hong di
bukit Hoa san, oleh karena ayahmu memberi kesan yang
sangat mendalam bagiku, maka begitu masuk ke mari dan
menyaksikan jenazah yang terkapar di atas genangan darah, aku segera mengenalinya sebagai Kim wi-gin tan Lan
Khong tay yang termasyhur di kolong langit dimasa dulu.."
Mendengar sampai di situ, Lan See giok merasa amat
sedih sekali sehingga tanpa terasa dia berpaling dan
memandang sejenak ke arah jenazah ayahnya, titik-titik air segera jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Terdengar kakek berjubah kuning itu berkata lebih jauh:
"Aku hanya tahu kalau ayahmu si gurdi emas peluru
perak Lan Khong tay berdiam di sekitar telaga Huan-yang
ou, tapi tidak kuketahui jika ia berdiam dalam kuburan Ong leng."
"Setengah jam berselang, karena suatu persoalan secara kebetulan aku lewat di sini. mendadak kudengar suara
jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergema dari sini,
dalam kagetnya aku bergerak berangkat ke mari.
Baru tiba di depan pintu gerbang yang bobrok itu,
kujumpai dari belakang kuburan muncul sesosok bayangan
kecil dan kurus sedang kabur ke arah utara, sebenarnya aku hendak mengejarnya, tapi setelah kutemukan di belakang
kuburan terdapat pintu yang terbuka lebar, maka akupun
masuk ke mari. http://kangzusi.com/
Apa yang kulihat pertama kalinya adalah ayahmu yang
terkapar di atas genangan darah bila kuperiksa ternyata
mayatnya sudah kaku dan ia sudah meninggal cukup lama,
itu berarti jeritan yang kudengar tadi bukan berasal dari ayahmu."
Tanpa terasa Lan See giok mengangguk ia tahu jeritan
ngeri yang didengar kakek berjubah kuning tadi sudah pasti orang yang kena ditembusi gurdi emas di balik dinding itu.
Tanpa terasa dia lantas mengerling sekejap ke arah
senjata "gurdi emas" yang menembusi dinding ruangan itu.
Terdengar kakek berjubah kuning itu berkata lebih jauh:
"Waktu itu aku merasa keheranan, kemudian kusaksikan kau terkapar di balik meja sana, ketika kuperiksa ternyata kau belum mati."
"Pertama tama kutarik dulu badanmu ke luar dari situ, baru kuketahui kau sedang pingsan, tapi ada satu hal yang tidak kupahami, mengapa orang yang telah membinasakan
ayahmu telah melepaskan kau dengan begitu saja "
Tentu saja Lan See giok tahu apa sebabnya dia tak mati,
cuma dia enggan untuk mengutarakannya.
Terdengar kakek berjubah kuning itu berkata lebih jauh:
"Sampai kini aku tidak tahu apa sebabnya orang itu tidak membunuhmu, tapi aku yakin orang itu pasti menganggap
kau mempunyai kegunaan yang amat berharga, namun bila
apa yang berharga itu sudah dapat diraih, jelas kau pun
akan dibunuh juga."


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oleh sebab itu, sekarang kau harus pergi meninggalkan tempat ini, demi keselamatanmu kau harus pergi dari sini- "
"Tidak" tukas Lan See giok dengan cepat: "aku tak akan meninggalkan tempat ini"
http://kangzusi.com/
Jawaban tersebut sama sekali di luar dugaan kakek
berjubah kuning itu, tanpa terasa serunya dengan perasaan terperanjat:
"Mengapa?"
"Aku hendak menunggu orang itu datang kembali, aku
hendak membunuh orang itu untuk membalaskan dendam
bagi ayahku"
Kakek berjubah kuning itu termenung sebentar, akhirnya
diapun manggut-manggut.
"Baiklah", katanya kemudian, "tunggu saja di sini, sekarang aku harus pergi dulu, semoga kau bisa baik-baik menjaga diri dan berhati-hati dalam setiap tindakan."
Selesai berkata, dia lantas membalikkan badan dan
bertalu dari tempat itu.
Lan See giok hanya mengawasi kakek berbaju kuning itu
dengan pandangan dingin, ia tidak menahannya pun tidak
menghantar kepergiannya, karena ia masih ragu terhadap
apa yang telah diucapkan orang itu.
Setelah berjalan beberapa langkah, mendadak kakek itu
berhenti lagi, sambil berpaling ke arah Lan See giok
pesannya: "Nak, jika kau mempunyai kesulitan atau membutuhkan bantuanku, datang saja ke rumahnya Huan kang ciang liong (naga sakti pembalik sungai) di dusun Hong hi cun untuk
mencari diriku, saat itulah aku akan memberitahukan
kepadamu apa sebabnya orang-orang itu membunuh
ayahmu." Selesai berkata, tidak menanti jawaban dari bocah itu
lagi, dia segera berlalu dari situ, hanya dalam sekejap mata
http://kangzusi.com/
saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan
mata. Lan See-giok agak terkejut pula menyaksikan kelihaian
ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu.
Setelah berpikir sejenak, diapun termenung:
"Orang-orang itu semuanya berilmu tinggi, untuk
membalas dendam .. aaai tampaknya sulit melebihi
mendaki ke langit.."
Dengan sedih dia memandang ke arah ayahnya sekali
lagi, sementara air mata kembali jatuh bercucuran.
Pelan-pelan dia berjalan ke sisi jenazah ayahnya,
membungkukkan badannya dan bermaksud untuk membopong tubuh ayah-nya.
Mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya,
dengan cepat dia berjongkok untuk memeriksa dengan lebih seksama.
Ternyata ujung jari telunjuk jenazah si Gurdi emas
peluru perak Lan Khong tay sedang menancap di atas
tanah, sementara di atasnya telah terukir sebuah goresan, entah goresan lukisan atau tulisan . .
Dengan cepat Lan See giok menduga kalau goresan itu
pasti dibuat oleh ayahnya menjelang ajal merenggut
nyawanya. Sebagai bocah yang pintar, Lan See giok segera
mengambil lampu lentera di meja dan didekatkan pada
goresan tersebut.
la tahu, besar kemungkinan goresan tersebut menyangkut
soal nama pembunuh yang telah menghabisi jiwa ayahnya .
. . http://kangzusi.com/
Lama sekali Lan See giok mengamati goresan itu dengan
seksama, akhirnya dia berhasil menarik kesimpulan kalau
goresan tersebut adalah sebuah goresan tulisan.
Tampaknya tulisan itu adalah sebuah huruf "To" atau tunggal.
Dengan termangu mangu dia mengawasi huruf tersebut
sambil berpikir.
"Apakah arti kata dari huruf To itu" Apakah julukan dari pembunuh ayahnya.." Ataukah menunjukkan nama marga
orang itu?"
Dengan cepat dia memeras otak berusaha untuk mencari
diantara nama-nama tokoh persilatan yang pernah
diberitahukan ayah-nya selama ini, apakah ada yang
berjulukan dengan huruf To "ataupun menggunakan nama marga To-.
Tapi dia kecewa, tak seorangpun diantara jago-jago yang
teringat olehnya mempergunakan julukan itu, diapun tak
tahu apakah di kolong langit terdapat orang yang
menggunakan nama marga To.
Akhirnya dia meletakkan kembali lampu lentera itu ke
atas meja, membopong jenazah ayahnya ke atas
pembaringan, kemudian sambil duduk di sisinya dia
menangis tersedu sedu.
Sambil menangis dia berdoa kepada ayah-nya agar
membantunya dalam pencarian orang yang menggunakan
huruf "tunggal" pada julukan atau namanya . . . .
Mata tunggal Mendadak bayangan manusia berjubah hitam, berwajah
seram dan bermata tunggal itu melintas kembali dalam
benaknya. http://kangzusi.com/
Lan See giok segera berhenti menangis, dengan kobaran
api dendam segera gumam nya.
"Betul, sudah pasti si manusia bermata tunggal itu- sudah pasti keparat itu"
Tapi diapun teringat, pula dengan orang yang telah
menggeledah sakunya ketika ia pingsan karena sedih tadi, siapa pula orang itu" Apakah dia bukan pembunuh
ayahnya" Satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, dia
merasa bila ingin mengetahui siapakah pembunuh ayahnya,
dia harus mencari ke belakang dinding ruangan itu serta
menemukan orang yang telah menghantamnya sampai
pingsan itu. Mendadak dia melompat bangun dan segera lari menuju
ke dalam kamar tidurnya.
Setitik cahaya terarah mencorong masuk lewat lubang
angin dalam kamarnya, ternyata fajar telah menyingsing.
Selangkah demi selangkah dia berjalan menuju ke depan
pembaringan, kemudian berjongkok ke bawah, di situ
hanya dijumpai segumpal darah, sedangkan orang yang
bersembunyi di sana telah dilarikan si manusia bermata
tunggal itu. Dalam sekejap mata saja dia lantas menaruh curiga
terhadap orang yang telah dilarikan si mata tunggal itu, dia curiga bukan saja orang itu telah menyimpan barang yang
hendak didapatkannya, bahkan curiga kalau orang itu telah menyaksikan adegan sewaktu ayahnya terbunuh.
Dengan termangu Lan See giok mengawasi senjata gurdi
emas yang menembusi dinding ruangan itu, baru pertama
kali ini dia mengetahui betapa tajamnya senjata gurdi emas tersebut.
http://kangzusi.com/
Ia berjalan ke luar dari ruangan, mengerahkan segenap
tenaganya untuk membetot keluar senjata gurdi tersebut,
kemudian menggulungnya dan dimasukkan ke dalam saku,
dia bertekad hendak menggunakan senjata gurdi emas milik ayahnya untuk membinasakan pembunuhan keji tersebut.
Sekarang dia merasa kemungkinan si manusia bermata
tunggal itulah pembunuh ayahnya yang terbesar, kemudian
orang yang menggeledah tubuhnya merupakan orang kedua
yang perlu dicurigai, sedangkan orang yang bersembunyi di belakang dinding dan belakang meja serta si kakek tunggal paling kecil kemungkinannya.
Walaupun begitu, dia masih tetap menaruh curiga
terhadap kakek berjubah kuning yang berwajah ramah itu,
dia tak tahu apakah orang itulah yang telah menghajarnya sampai pingsan atau bukan.
Selain itu, diapun tak habis mengerti siapakah orang
yang kemungkinan besar sempat mengikuti adegan
pembunuhan terhadap ayahnya.
Dalam keadaan begini dia, lantas berpendapat bahwa ia
harus pergi menuju ke dusun Hong hi cun mencari si kakek berjubah kuning itu dan mencari keterangan darinya, lagi pula kakek itupun pernah berjanji dia akan menerangkan
sebab musabab terjadinya pembunuhan terhadap ayahnya
itu. Setelah mengambil keputusan, buru-buru dia menuju ke
sisi pembaringan di mana jenazah ayahnya berbaring, dia
hendak membawa jenazah ayahnya menuju ke ruang dalam
dan membaringkannya bersama dengan jenazah ibunya.
Belum lagi dia berbuat sesuatu mendadak terdengar lagi
suara ujung baju yang terhembus angin berhembus tiba.
http://kangzusi.com/
Dengan perasaan terperanjat Lan See giok segera
berpikir "Siapa lagi yang datang?"
Mendadak . . . . . terdengar suara isak tangis yang amat keras berkumandang datang dari pintu masuk ruangan
kuburan itu. Dengan perasaan terperanjat Lan See giok segera
berpaling, ia saksikan sesosok bayangan manusia diiringi suara isak tangis yang parau bergema tiba dengan kecepatan luar biasa.
Cepat sekali gerakan tubuh bayangan hitam itu, hanya di
dalam waktu sekejap ia telah tiba di sana.
Lan See-giok dibuat kalut juga pikirannya setelah
menyaksikan kejadian itu, untuk menyembunyikan diri tak
sempat lagi. Tampaklah bayangan hitam itu segera menubruk ke
depan jenazah yang berada di atas pembaringan dan
menangis tersedu sedu, sebuah benda tiba-tiba terjatuh ke tanah.
Oleh kejadian yang berlangsung sangat mendadak dan di
luar dugaan ini, Lan See giok hanya bisa berdiri termangu mangu dan untuk sesaat tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Ketika ia mencoba untuk mengamati benda yang terjatuh
ke tanah, ternyata isinya adalah sebuah keranjang bambu
yang penuh berisikan hio, lilin dan uang kertas.
Ketika dia mengawasi pula orang yang sedang menangis
di depan jenazah ayahnya, ternyata orang itu adalah
seorang kakek kurus kering yang berbaju abu-abu, berambut putih dan bertelinga tunggal.
http://kangzusi.com/
Waktu itu, dengan suara yang parau si kakek bertelinga
tunggal itu menangis tiada hentinya.
"Ooooh adik Khong-tay . . . sungguh mengenaskan
kematianmu ini . . . oooh . . . betapa sengsaranya engkoh tua mencari dirimu . . ."
Begitu mengetahui kalau orang itu adalah sahabat karib
ayahnya, kontan saja Lan See -giok merasakan kesedihan
yang tak terkendalikan, dia segera menubruk ke tubuh
kakek itu dan turut menangis tersedu sedu.
Dalam waktu singkat seluruh ruangan kuburan itu sudah
dipenuhi oleh isak tangis yang mengenaskan, suasana
begitu sedih dan penuh kepedihan membuat siapapun akan
turut beriba hati bila melihatnya.
Dalam isak tangisnya, Lan See giok merasa ada sebuah
tangan yang kurus kering sedang membelai kepalanya
dengan penuh kasih sayang, bersamaan itu pula terdengar
kakek bertelinga tunggal itu berseru sambil menangis
terisak: "Anak Giok, anak yang patut dikasihani.."
Kata selanjutnya tak bisa dilanjutkan karena suaranya
menjadi sesenggukan dan tersendat sendat.
Mendengar panggilan "Anak Giok" yang mesra itu, isak tangis Lan See giok semakin menjadi.
Walaupun dalam ingatannya dia belum pernah
mendengar ayah ibunya pernah berbicara tentang seorang
empek yang bertelinga tunggal, namun sejak kehilangan
ayahnya, inilah panggilan mesra pertama yang didengar
olehnya. http://kangzusi.com/
Itulah sebabnya pula dalam hati kecilnya segera menaruh
perasaan yang akrab terhadap kakek ceking bertelinga
tunggal ini. Terdengar kakek ceking itu berkata dengan penuh kasih
sayang. "Anak Giok, jangan menangis, bangunlah, biar empek
tua melihat wajahmu. . sudah sepuluh tahun lebih kita
berpisah, sungguh tak nyana kalau kau sudah tumbuh
menjadi begini dewasa. ."
Air mata Lan See giok ibaratnya anak sungai yang
meluap, tanpa terasa lagi dia memeluk tubuh kakek ceking bertelinga tunggal itu semakin kencang.
Kembali kakek itu menghela napas sedih lalu bisiknya
agak gemetar : "Anak Giok, anak yang patut dikasihani.."
Sambil berkata dia lantas membopong tubuh Lan See-
giok dan membangunkannya.
Lan See-giok masih saja menangis tersedu-sedu . . . .
Dengan penuh kasih sayang kakek bertelinga tunggal itu
menyeka air mata yang membasahi pipinya.
Lan See-giok belum sempat melihat raut wajah empek
tuanya ini, ketika dia mendongakkan kepalanya dan
mengamati dengan seksama, tiba-tiba timbul suatu perasaan seram dalam hatinya, ternyata kakek ceking bertelinga
tunggal ini mempunyai wajah berbentuk kuda, beralis
botak, mata sesat, mulut, tipis tak berjenggot, tulang kening lancip serta hidung melengkung seperti paruh elang.
Tampang semacam ini seratus persen adalah tampang dari
seorang manusia sesat.
http://kangzusi.com/
Setelah menangis sekian lama, walaupun di atas
wajahnya yang penuh keriput tak nampak basah oleh air
mata, namun sepasang mata sesatnya yang penuh kelicikan
telah berubah menjadi merah membara.
Lan See giok benar-benar tidak percaya dengan
pandangan matanya, dia tak mengira kalau seorang yang
bersuara lembut, bersikap hangat dan penuh kasih sayang
itu ternyata memiliki raut wajah yang menyeramkan serta
menggidikkan hati.
Tapi bukankah di dunia ini tak sedikit manusia berwajah
jelek dan menyeramkan yang justru berhati bajik dan mulia"
Berpikir demikian, agak lega juga perasaan hatinya.
Menyaksikan Lan See giok hanya mengamatinya terus
tanpa berkedip, dengan nada penuh kasih sayang kakek
bertelinga tunggal itu segera menegur:
"Anak Giok, sudah tidak kenal lagi dengan empek tua?"
Sambil berkata, tangannya yang kurus kering itu tiada
hentinya meraba bahu maupun punggung Lan See giok.
Anak itu menatap sekejap si kakek, lalu mengangguk
jujur. Kakek bertelinga tunggal itu segera tertawa getir, katanya dengan sedih:
"Yaa. ini memang tak dapat menyalahkan kau, sudah
sepuluh tahun lebih kita tak pernah bersua, waktu itu kau masih seorang anak cilik yang tak tahu apa-apa.."
Berbicara sampai di situ, sepasang mata sesat nya segera melirik sekejap ke arah mayat Lan Khong tay, kemudian
sambungnya lebih jauh:
"Anak Giok, apakah ayahmu belum pernah membicarakan tentang diriku kepadamu?"


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

http://kangzusi.com/
Lan See giok merasa kurang leluasa untuk menjawab
secara terus terang, maka sahutnya:
"Ayah memang seringkali membicarakan tentang nama
dan empek yang banyak sekali jumlahnya, sayang anak
Giok bodoh dan tak bisa mengingat terlalu banyak."
Mendengar jawaban tersebut, si kakek bertelinga tunggal
itu segera tertawa bangga.
Tapi menyaksikan kening Lan See giok berkerut
kencang, dia segera menarik kembali senyumnya dan
berkata lagi dengan sedih:
"Anak Giok, cepat kau pungut hio dan lilin itu, mari kita bersembahyang di depan jenazah ayahmu .."
Berbicara sampai di situ, dia lantas membungkukkan
badan dan memunguti lebih dulu kertas uang, hio dan lilin.
Tergerak hati Lan See giok setelah menyaksikan benda-
benda itu, dengan cepat dia berseru:
"Empek tua, sudah sepuluh tahun lebih kau berpisah
dengan ayahku, darimana kau bisa tahu kalau ayah dan
anak Giok tinggal di sini" Dari mana pula kau bisa tahu
kalau ayahku tewas?"
Kakek bertelinga tunggal itu sedikitpun tidak gugup,
sahutnya dengan pelan:
"Anak Giok, sudah sepuluh tahun lebih empek mencari ayahmu, semalam ketika aku berada di kota sebelah depan
sana, tiba-tiba kudengar di luar penginapan ada orang
sedang membentak-bentak, ketika empek lari ke luar,
ternyata orang itu adalah To-kak-thi koay (Tongkat besi
kaki tunggal) Gui Pak -ciang, seorang musuh bebuyutan
ayahmu di masa lalu.."
http://kangzusi.com/
Tergerak kembali perasaan Lan See giok, cepat dia
menimbrung: "Empek maksudkan seorang kakek bertongkat besi yang kehilangan kaki sebelah kiri nya?"
Kakek bertelinga tunggal itu nampak agak tertegun,
kemudian serunya tidak habis mengerti:
"Apa" Jadi kau kenal dengan dia?"
Menyinggung soal itu, Lan See giok segera teringat
kembali akan perbuatan si Toya besi berkaki tunggal Gui
Pak ciang yang telah menusuk tubuhnya dengan toya besi
tersebut, dengan kening berkerut serunya penuh rasa
dendam. "Dua jam berselang, dia telah datang ke mari!"
Diam-diam kakek bertelinga tunggal itu melirik sekejap
wajah Lan See giok yang diliputi hawa amarah, kemudian
dengan paras muka berubah hebat pikirnya:
"Tebal amat hawa pembunuhan dari anak ini .."
Kemudian sambil menghela napas sedih katanya lebih
jauh. "Benar, aku tahu kalau kalian tinggal di sini dan tahu juga kalau adik Khong tay telah tewas, aku tahu karena dia yang memberitahukan hal itu kepada empek, waktu itu aku
merasa sedih sekali, sehingga setelah mencari keterangan jalan kemari, akupun membeli hio dan lilin, langsung
berangkat ke mari.."
Kemarahan dan rasa dendam Lan See -giok segera
berkobar lagi, tiba-tiba ia berpaling ke arah kakek bertelinga tunggal itu, lalu bertanya dengan sedih:
"Empek, apakah kau tidak bertanya kepadanya siapa
yang telah membinasakan ayahku?"
http://kangzusi.com/
Sekali lagi kakek bertelinga tunggal itu merasakan
hatinya bergetar keras sesudah menyaksikan sorot mata Lan See-giok yang tajam bagaikan sembilu, ia merasa walaupun usia Lan See giok hanya belasan tahun, tapi paling tidak ia sudah memiliki tenaga dalam sebesar sepuluh tahun hasil
latihan, suatu kehebatan yang luar biasa.
Maka sambil menunjukkan perasaan sedih dan pedih,
dia menjawab: "Sebodoh-bodohnya empek, tak nanti aku akan lupa
menanyakan persoalan yang maha penting ini, menurut dia, sewaktu ia memasuki kuburan ini dibalik kegelapan tampak sesosok bayangan manusia yang menyembunyikan diri,
setelah dilakukan pengejaran sampai di dalam hutan,
barulah diketahui kalau orang itu adalah To pit him
(beruang berlengan tunggal) Kiong Tek cong.."
Mendengar nama "Beruang berlengan tunggal", tergerak hati Lan See giok, dengan cepat ia menjadi sadar kembali apa sebabnya orang itu setelah menotok jalan darahnya,
tetap meraba pula dengan tangan kanan, rupanya dia
adalah seorang yang berlengan tunggal.
Teringat akan "berlengan tunggal," dia lantas terbayang kembali dengan huruf "tunggal" yang digoreskan ayahnya di atas tanah.
Tapi sekarang telah muncul seorang berkaki tunggal,
seorang berlengan tunggal, dan seorang lagi bermata
tunggal, siapakah yang dimaksudkan ayahnya sebagai
"tunggal" tersebut"
Dengan keterangan yang diperolehnya dari si kakek yang
bertelinga tunggal ini, maka dia mulai merasa ragu lagi
terhadap kesimpulan nya semula yang menduga si manusia
bermata tunggal itulah pembunuh ayahnya.
http://kangzusi.com/
Karenanya dengan kening berkerut dia mulai memutar
otak untuk melakukan analisa, sebenarnya pembunuh
ayahnya itu si Beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong ataukah si manusia bermata tunggal"
Tapi akhirnya dia menarik kesimpulan, kemungkinan
yang paling besar adalah si Beruang berlengan tunggal.
Tapi sewaktu si manusia bermata tunggal memasuki gua
tadi, ia masuk dengan terburu -buru, bahkan melirik ke arah ayahnya pun tidak, sebaliknya langsung menuju ke
pembaringan dan melakukan pemeriksaan, bukankah hal
ini membuktikan kalau ia sudah pernah datang satu kali di situ"
Dalam pada itu si kakek bertelinga tunggal sedang
memasang hio sambil diam-diam mengawasi Lan See giok
yang sedang berdiri termenung. .
Tiba-tiba ia mendengar bocah itu sedang berguman.
"Tapi. . . mengapa dia balik lagi untuk menggeledah pembaringan serta lubang angin?"
Dengan perasaan tidak habis mengerti si kakek bertelinga tunggal itu segera menimbrung:
"Anak Giok, siapakah yang kau maksud kan?".
Lan See giok berusaha menenangkan hatinya, lalu
berpaling sambil bertanya:
"Empek tua, apakah kau kenal dengan seorang manusia bermuka hijau, bergigi taring dan bermata tunggal?"
Paras muka kakek bertelinga tunggal itu berubah hebat,
tampaknya dia merasa terkejut sekali, kemudian serunya
dengan cemas: "Apa" Iblis keji itupun telah datang?"
http://kangzusi.com/
Dari mimik wajah kakek itu, Lan See giok segera tahu
kalau manusia bermata tunggal itu adalah seorang manusia yang sangat lihay, dia lantas manggut-manggut.
"Empek, siapakah orang itu?" serunya.
"Dia adalah seorang iblis yang amat termasyhur
namanya di dalam golongan putih maupun golongan
hitam, orang menyebut nya sebagai To gan liau pok (setan buas bermata tunggal) Toan Ki tin".
Sambil menjawab, dia lantas membawa hio dan berjalan
ke depan pembaringan.
Lan See giok masih saja berdiri termangu -mangu sambil
membawa uang kertas tersebut, dia lupa menderita, tiada
air mata dalam kelopak matanya, ia sudah dibikin
kebingungan oleh teka teki yang berada di hadapannya. . .
Diam-diam kakek bertelinga tunggal itu melirik sekejap
ke arah Lan See giok kemudian serunya:
"Anak giok, cepat kau bakar uang kertas itu!"
Lan See giok segera tersadar kembali dan maju
mendekat, tapi apa yang kemudian tertera di hadapannya
membuat ia menjadi terkejut sehingga paras mukanya
berubah. Ternyata kakek bertelinga tunggal itu telah menancapkan
hio tadi ke atas tiang kayu di ujung pembaringan, dilihat dari sini dapat diketahui kalau tenaga dalamnya benar-benar sangat lihay.
Dengan air mata bercucuran Lan See giok segera
berseru. "Oooh empek tua, mengapa kau tidak mau datang sehari lebih pagian, jika empek ada di sini, niscaya ayah tak
sampai dicelakai orang."
http://kangzusi.com/
"Aaai . . . anak Giok, inilah yang dinamakan takdir, kalau aku tidak bertemu dengan To kak- thi-koay Gui Pak
ciang secara kebetulan, empek malah tidak tahu kalau
kalian berdiam di dalam kuburan rahasia ini."
Setelah hening sejenak, tiba-tiba Lan See- giok bertanya lagi:
"Empek, tahukah kau, apa sebabnya ayahku pindah ke
dalam kuburan kuno ini?"
Kakek bertelinga tunggal itu nampak agak sangsi,
kemudian sahutnya:
"Keadaan yang sebenarnya tidak begitu kuketahui, tapi menurut sementara orang persilatan, mereka menduga
ayahmu telah berhasil menemukan sejilid kitab Cinkeng
ketika berada di bawah puncak Giok li hong di bukit Hoa
san . . . ".
Menyinggung soal puncak Giok li hong di bukit Hoa
San, Lan See giok teringat kembali akan kakek berbaju
kuning yang berwajah ramah itu, dia mengatakan kalau
telah bertemu dengan ayahnya di bawah puncak Giok li
hong. Sementara dia masih termenung, kakek bertelinga
tunggal itu telah bertanya lagi dengan ramah.
"Anak Giok apakah ayahmu pindah ke mari benar-benar dikarenakan persoalan tersebut"
Dengan cepat bocah itu menggeleng.
"Tidak, anak Giok tidak tahu, tapi belum pernah
kusaksikan ayahku membaca kitab Cinkeng apapun . . ."
Belum selesai Lan See-giok menjawab, dengan senyum
ramah kakek bertelinga tunggal itu telah menukas, katanya:
http://kangzusi.com/
"Sekalipun namanya kitab Cinkeng, sesungguhnya tak
lebih cuma sebuah kotak kecil ."
Mendengar sampai di situ, Lan See-giok hampir saja tak
sanggup menahan diri, jantungnya berdebar semakin keras.
Mencorong sinar terang dari balik mata si kakek yang
sesat, di atas wajahnya yang menyeramkan terpancar pula
sinar kerakusan, tapi sejenak kemudian katanya lagi sambil tertawa ramah:
"Anak Giok, pernahkah kau menyaksikan kotak kecil
itu?" Lan See-giok merasakan jantungnya semakin keras, dia
merasa walaupun kakek bertelinga tunggal ini adalah
sahabat karib ayahnya, tapi ia merasa tak baik untuk
mengungkap persoalan tersebut sekarang.
Maka setelah ragu-ragu sebentar, sahutnya agak
tergagap: "Anak Giok belum pernah menyaksikannya!"
Selesai berkata dia lantas menundukkan kepalanya
dengan perasaan malu dan menyesal.
Sedang si kakek bertelinga tunggal itu nampak berubah
hebat paras mukanya, keningnya berkerut dan mata
sesatnya melotot besar, senyuman menyeringai segera
menghiasi wajahnya, tampang yang pada dasarnya sudah
menyeramkan, kini semakin menakutkan lagi.
Tenaga dalamnya segera dihimpun ke dalam telapak
tangan kanannya yang kurus kering, kelima jari tangannya yang di pentangkan bagaikan cakar pelan-pelan di ang-kat ke angkasa.
Sedang Lan See-giok sendiri, waktu itu merasa menyesal
sekali karena telah berbohong, saking malunya dia sampai
http://kangzusi.com/
tak berani mendongakkan kepalanya lagi, dia merasa tidak seharusnya berbohong terhadap seorang empek sahabat
karib ayahnya yang sudah sepuluh tahun lebih mencari
mereka. Si kakek bertelinga tunggal itu sudah mengejangkan
seluruh kulit mukanya, tangan kanannya yang ceking dan
penuh disertai tenaga dalam itu sudah di angkat melampaui bahunya.
Tapi kemudian berkilat sepasang matanya, wajah yang
semula menyeringai serampun kini pulih kembali seperti
sedia kala. senyuman licik menghiasi ujung bibirnya. tangan kanannya yang sudah dipersiapkan seperti cakar setanpun
diturunkan kembali ke bawah.
Kemudian dengan suara yang tetap ramah dan lembut
dia berkata: "Tentu saja, terhadap masalah sepenting ini, apalagi menyangkut benda mestika dari dunia persilatan, mana
mungkin dia akan perlihatkan kepada seorang anak yang
tak tahu urusan seperti kau.."
Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh:
"Apa lagi sekalipun kau tahu juga tak akan memahami betapa pentingnya benda tersebut."
Lan See giok segera mengiakan berulang kali untuk
menutup ketidak tenangan di dalam hatinya.
Kakek bertelinga tunggal itu memandang sekejap ke arah
jenazah yang berbaring di atas pembaringan, kemudian
kembali dia berkata:
"Anak Giok, orang bilang masuk ke tanah akan
membuat yang tiada menjadi tenteram, kita harus segera
mengebumikan jenazah ayahmu ini"
http://kangzusi.com/
Lan See giok merasakan hatinya amat sakit bagaikan
diiris-iris dengan pisau belati, ia mendongakkan kepalanya dan memandang jenazah ayahnya sekejap, kemudian
katanya: "Anak Giok bermaksud untuk membaringkan jenazah
ayahku di samping jenazah ibuku di dalam kuburan sana"
"Apakah kau tahu jalan menuju ke dalam kuburan
sana?" tidak menunggu bocah itu menyelesaikan kata
katanya, si kakek bertelinga tunggal itu telah menukas lebih dulu.
Tanpa ragu Lan See giok mengangguk, tapi sorot
matanya masih tetap menatap jenazah ayahnya.
"Setiap tahun disaat hari kematian ibuku, ayah pasti mengajak Giok ji masuk ke dalam untuk menengok wajah
ibu." Berbicara sampai di situ, dua baris air mata segera jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Kejut dan girang segera menyelimuti wajah jelek kakek
bertelinga tunggal itu, dengan tak sadar dia segera berseru.
"Kalau memang begitu, mari kita segera turun tangan"
Tidak menunggu pendapat dari Lan See- giok lagi, buru-
buru dia menuju ke depan pembaringan dan membopong
bangun jenazah dari si Gurdi emas peluru perak Lan Khong tay, kemudian melanjutkan:
"Giok ji, kau jalan di muka!"
Lan See giok pun merasa ada baiknya untuk segera
mengirim jenazah ayahnya ke dalam kuburan, maka sambil
mengangguk dia berjalan lebih dulu menuju ke sebuah
lorong. http://kangzusi.com/
Kakek bertelinga tunggal itu hampir saja tak sanggup
mengendalikan gejolak emosi dalam dadanya, sehingga
wajahnya nampak berseri, sambil membopong jenazah Lan
Khong-tay ia segera mengikuti di belakang Lan See giok
kencang kencang.
Kedua orang itu dengan menelusuri lorong yang gelap
segera berputar ke kiri berbelok ke kanan, berjalan terus tiada hentinya . .
Akhirnya sampailah mereka di depan sebuah persimpangan jalan, di kedua belah samping lorong itu
terdapat dinding yang berbentuk hampir sama, dan di sana terdapat pintu besi yang besarnya hampir sama tertutup
rapat. Melihat hal itu, si kakek bertelinga tunggal itu nampak


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat gelisah, apa lagi setelah menyaksikan Lan See-giok berjalan dengan langkah yang amat berhati - hati, dengan cepat dia alihkan Lan Kong thay ke bawah ketiaknya.
Maka setiap kali mereka melakukan belokan dia lantas
mengerahkan tenaga dalamnya ke ujung jari dan diam-diam
membuat sebuah tanda di atas dinding gua tersebut.
Tak selang berapa saat kemudian, mereka telah melalui
tujuh buah ruangan batu berbentuk persegi serta tiga puluh ruang kuburan kosong yang amat besar, akhirnya di depan
sana muncul setitik cahaya yang amat redup dibalik
kegelapan. Tergerak hati kakek bertelinga tunggal itu, dia tahu di
depan sana adalah tempat yang mereka tuju, buru-buru
jenazah Lan Khong tay dibopong dengan baik.
Saat itulah Lan See giok telah berpaling sembari berkata.
"Empek, di depan situlah terletak kuburan ibuku!"
http://kangzusi.com/
Kemudian, sewaktu dilihatnya kakek itu membopong
jenazah ayahnya dengan amat hormat, dia menjadi terharu
sekali. segera ujarnya lebih jauh.
"Empek, tahukah kau bahwa kuburan raja ini berada
dalam keadaan kosong" Hanya kuburan inilah baru benar-
benar merupakan kuburan Leng ong- "
Tak terlukiskan rasa girang kakek bertelinga tunggal itu setelah mendengar ucapan tersebut, sampai lama kemudian
ia baru berkata dengan suara gemetar.
"Empek tahu . . . ."
ooo0dw0ooo BAB 3 RAHASIA TERCURINYA PEDANG
DENGAN wajah tertegun Lan See giok segera berpaling
dan memandang sekejap ke arah kakek bertelinga tunggal
itu. Dengan cepat kakek itu tahu kalau dia telah salah
berbicara, satu ingatan dengan cepat melintas dalam
benaknya, ujarnya dengan penuh kesedihan.
"Sesudah sepuluh tahun lebih empek mencari orang
tuamu, meskipun tak bisa bertemu dalam keadaan hidup,
tapi asal aku bisa melihat wajah ibumu yang sudah lama
tiada pun rasanya tidak sia-sia belaka perjalananku selama puluhan tahun ini"
Lan See giok segera mengucurkan kembali air matanya
karena ia sedih. Sementara pembicaraan sedang berlangsung, mereka sudah tiba di suatu tempat yang
bersinar itu. http://kangzusi.com/
Sebuah pintu besi yang tinggi besar berdiri angker di
hadapan mereka, pintu itu tertutup rapat sementara di
sebelah kiri dan kanannya masing-masing terdapat sebuah
ruangan batu. Di atas pintu besi itu terdapat sebuah mutiara yang
memancarkan cahaya berkilauan.
Lan See giok segera menyeka air mata dan berjalan
masuk ke dalam ruangan batu di sebelah kiri.
Sementara itu kakek bertelinga tunggal sedang mengawasi gerak gerik, bocah itu dengan seksama, paras
mukanya yang jelek dan licikpun mengikuti setiap
perubahan dari Lan See giok berubah ubah.
Pelan-pelan Lan See giok berjalan menuju ke sudut
ruangan sebelah dalam lalu menyingkapkannya ke atas.
Batuan yang berada di sana paling tidak mencapai dua
tiga ratus kati beratnya, tapi nyatanya Lan See giok dengan sepasang tangannya dapat mengangkat batu itu secara
mudah, hal ini kontan saja membuat kakek itu berubah
wajah dan terperanjat sekali.
Menurut penilaiannya secara diam-diam, paling tidak
tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok telah mencapai
sepuluh tahun kesempurnaan.
Selintas hawa napsu membunuh segera menghiasi wajah
yang jelek, dengan cepat pikirnya:
"Jelas dia merupakan bibit bencana, manusia semacam ini tak boleh diampuni dengan begitu saja"
Ia menyaksikan pula sebuah gelang besar berwarna
hitam yang berkilat berada di bawah batu itu dan menempel di atas tanah.
http://kangzusi.com/
Lan See giok segera menggenggam gelang itu, kemudian
membentak keras sambil membetotnya ke atas, gelang itu
dengan cepat terangkat ke atas menyusul munculnya seutas rantai besar.
Mendadak.. dari bawah tanah sana berkumandang suara
gemerincing yang amat ramai.
Menyusul kemudian pintu besi yang tinggi besar itu
pelan-pelan bergeser kedua
belah samping dengan menimbulkan suara gemericit yang berat.
Kakek bertelinga tunggal itu segera merasakan ada
segulung hawa dingin yang menusuk tulang memancar ke
luar dari balik pintu tersebut, tanpa terasa sekujur badannya gemetar keras.
Di balik pintu merupakan sebuah lorong yang
panjangnya dua kaki, di ujung lorong sana merupakan
sebuah dinding lagi, di bagian tengah dinding terdapat
sebaris batu permata sebesar kepalan yang memancarkan
cahaya berkilauan.
Waktu itu pintu besi sudah terbuka lebar, Lan See-giok
telah masuk pula ke dalam ruangan, kepada kakek
bertelinga tunggal itu segera serunya:
"Empek tua, mari kita masuk!"
Sembari berkata, dia lantas berjalan masuk lebih dulu ke dalam pintu besi tersebut.
Kakek bertelinga tunggal itu manggut-manggut, dia
Pendekar Laknat 11 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pendekar Latah 4
^