Pencarian

Anak Harimau 6

Anak Harimau Karya Siau Siau Bagian 6


sedia kala, lalu dengan nada penuh perhatian dia berkata.
"Anak Giok, bibi tak akan menghalangi niatmu untuk
mengunjungi bukit giok li -hong, tapi mesti kau ketahui, perjalanan semacam ini jelas merupakan suatu perjalanan
menyerempet bahaya, andaikan To- seng cu benar-benar
adalah musuh besar yang membinasakan ayahmu,"
perjalanan mu kali ini lebih banyak bahayanya dari pada
http://kangzusi.com/
selamat, bahkan bisa jadi akan mengorbankan selembar
jiwamu" Lan See giok sama sekali tidak gentar oleh perkataan
tersebut, katanya malah dengan gagah.
"Dendam sakit hati anakku lebih dalam dari pada
samudra, sekalipun harus naik ke bukit golok atau terjun ke kuali berisi minyak mendidih, anak giok tak akan mundur
barang setapak pun"
Mendadak ia saksikan Cu Siau cian menunduk dengan
wajah sedih, tanpa terasa ia turut beriba hati, katanya
kemudian dengan nada menghibur.
"Apalagi bencana atau rejeki bukan di tentukan manusia.
sampai sekarang pun belum kita ketahui To seng cu
sebenarnya musuh besar pembunuh ayahku atau bukan
seandainya bukan, anak Giokpun karena bencana peroleh
rejeki, selain bisa mempelajari ilmu silat yang hebat akupun dapat membalaskan dendam bagi kematian ayahku"
Dengan sorot mata gembira Hu-yong siancu memandang
sekejap ke arah Lan See giok lalu ujarnya sambil manggut-manggut.
"Berbicara soal ilmu silat, To seng cu terhitung manusia paling kosen di dunia persilatan dewasa ini, sampai
sekarang belum pernah ada orang yang mengetahui nama
dan usia yang sebenarnya, konon dia telah berumur di atas seratus tahun, kepandaian silatnya boleh dibilang sudah
mencapai tingkatan yang luar biasa..!"
Dengan sedih Ciu Siau cian mendongakkan kepalanya,
seperti memahami sesuatu dia menyela:
"Ibu, bukankah kau pernah berkata kau pun pernah
bersua dengan To seng cu" Coba kau bayangkan, persiskah
http://kangzusi.com/
dia dengan kakek berjubah kuning yang diceritakan adik
Giok tadi" "
Hu-yong siancu berkerut kening, sekilas perubahan aneh
menghiasi wajahnya, lalu ujarnya sambil manggut-
manggut: "Peristiwa ini sudah terjadi sepuluh tahun berselang, waktu itu To seng cu mengenakan jubah panjang berwarna
putih, membawa kipas dan amat berwibawa sehingga
siapapun akan berkesan mendalam bila menjumpainya."
Melihat sikap bibinya begitu menaruh hormat, dimana
hal tersebut justru berlawanan sekali dengan pandangan
nya, maka dengan perasaan tak puas katanya.
"Bibi, anak Giok berpendapat gelar To-seng cu ini
kurang sedap didengar, seperti nama-nama Siau yau-cu, Lui cengcu, Sian kicu dan lain sebagainya, nama tersebut
kebanyakan adalah kaum tosu.."
Hu-yong siancu tertawa hambar, katanya dengan lembut:
"Anak Giok, hal ini hanya disebabkan kau sudah
terlanjur menaruh perasaan benci terhadap julukan yang
menggunakan kata permulaan "To" atau tunggal, itulah sebabnya To seng cu memberi kesan kurang baik
kepadamu, padahal arti sebenarnya dari To seng-cu atau
aku yang telah sadar!"
Berada dihadapan bibinya, Lan See giok tak berani
memperlihatkan perasaan tak senang hati. namun dihati
kecilnya dia tertawa dingin, katanya kemudian:
"Anak Giok tetap berpendapat, julukan To seng cu itu kelewat jumawa dan tekebur, anak Giok rasa arti dari
julukan itu bukan aku yang telah sadar. mungkin saja dia beranggapan akulah yang dipertuan . . . "
http://kangzusi.com/
Hu-yong siancu segera berkerut kening agaknya ia telah
melihat perasaan benci Lan See giok terhadap To Seng cu, maka katanya kemudian sambil manggut-manggut dan
tertawa: "Penjelasan secara demikian pun boleh juga. namun
kelewat memaksakan pendapat sendiri dalam perjalananmu
menuju ke bukit Hoa san kali ini, bila berjodoh dan dapat menjumpai To seng cu, kau harus mengatakan yang
sebenarnya yakni mendapat petunjuk dari seorang kakek
berjubah kuning untuk datang minta belajar ilmu. kau tidak boleh sekali kali menyinggung masalah dendam sakit hati, dari pada menimbulkan kecurigaan To seng cu dan
mempengaruhi kemajuanmu dalam menuntut ilmu. "
Kemudian setelah memandang sekejap ke arah putrinya
yang sedang murung, dia melanjutkan.
"Bisa jadi di sekeliling tempat ini masih penuh dengan mata-mata dari Wi-lim-poo untuk menghindari segala
sesuatu yang tak diinginkan, lebih baik kau berangkat
setelah malam nanti, sampai waktunya biar enci Cian yang melindungimu sampai di keresidenan Tek an. ."
"Tidak usah merepotkan enci Cian." Tampik Lan See giok cepat, "anak Giok yakin masih dapat menjaga diri
sebaik baiknya, dengan menempuh perjalanan seorang diri, hal tersebut lebih mudah bagiku untuk meloloskan diri dari kepungan bila menjumpai kawan jago lihay dari Wi-lim-poo"
Hu-yong siancu segera menganggap ucapan ini masuk
diakal, diapun mengangguk.
"Baiklah, semoga kau berhati hati di sepanjang jalan, jarak dari sini hingga kota Tek an sekitar seratus li, bila menggunakan ilmu meringankan tubuh paling banter
http://kangzusi.com/
selewatnya tengah malam kau sudah tiba di sana,
beristirahat di luar kota semalam."
Keesokan harinya kau boleh meneruskan perjalanan
menuju ke wilayah Kui ciu lewat Sui ciang, dari sana kau boleh langsung berangkat ke bukit Hoa san. ."
Dengan perasaan amat berat Lan See giok mengangguk
berulang kali sambil mengiakan.
Terdengar Hu-yong siancu berkata lebih jauh.
"Anak Giok, semalam kau belum tidur, malam nantipun harus melanjutkan perjalanan, sekarang beristirahatlah dulu di pembaringan enci Cian mu."
Selesai berkata, dia lantas berjalan menuju ke luar.
Ciu Siau cian memandang sekejap ke arah Lan See giok
dengan pedih, kemudian dengan kepala tertunduk
mengikuti di belakang ibunya menuju ke kamar tidur
ibunya. Lan See giok termangu mangu, wajah pedih enci Cian
nya sekarang pada hakekat nya berbeda sekali dengan
wajah riang ketika menotok jalan tidurnya tadi.
Benar hubungan mereka belum lama, tapi setelah diberi
kesempatan untuk menjalin hubungan lebih mendalam,
sikap Ciu Sian cian saat ini sudah jauh lebih terbuka.
Kini ia harus berpisah lagi, dia harus berangkat ke Hoa
san dengan membawa nasib yang sukar diketahui, bisa jadi perpisahan kali ini merupakan perpisahan untuk selamanya.
Pikir punya pikir, masalah demi masalah pun
berdatangan secara beruntun, sampai lama sekali dia baru dapat tertidur.. Ketika mendusin, matahari sore sudah di jendela belakang, dengan kaget dia melompat bangun
http://kangzusi.com/
melihat bibinya berada di luar, cepat dia ke luar dari
ruangan sambil bertanya.
"Bibi, sudah jam berapa sekarang, agaknya aku sudah tertidur cukup lama?"
Melihat wajah Lan See giok cerah kembali dia sedikitpun
tidak memperlihatkan tanda keletihan, dengan girang Hu-
yong siancu berkata.
"Selama berapa hari belakangan ini kau belum tertidur baik, tidurmu hari ini boleh dibilang sudah lebih dari
cukup." Kemudian setelah melirik sekejap matahari senja di luar
pagar. terusnya.
"Sekarang, mungkin sudah mendekati pukul lima sore."
Sambil tertawa Lan See giok menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Waah, tidur anak Giok kali ini memang betul-betul
nyenyak sekali."
Ketika tidak menjumpai Siau cian di ruangan, kembali ia
bertanya dengan perasaan tak mengerti.
"Bibi, mana enci Cian?"
"Ia sedang menyiapkan santapan malam untukmu" sahut Hu-yong siancu sambil melirik sekejap ke dapur.
Baru saja dia menyelesaikan kata katanya, Ciu Siau cian
telah masuk sambil menghidangkan santapan malam.
Lan See giok melihat sepasang mata enci nya sudah
merah membengkak, wajahnya sedih dan murung, ia tahu
gadis itu baru saja habis menangis, hal mana membuat
perasaannya amat resah.
http://kangzusi.com/
Hidangan pada malam itu sangat lezat, sayangnya ke
tiga orang itu merasa tak enak untuk makan.
Akhirnya Hu-yong siancu mengambil kotak kuning itu
dari dalam kamarnya serta sebungkus uang perak,
kemudian dengan penuh perhatian ia berkata.
"Anak Giok, simpanlah kotak kecil ini baik baik,
sepanjang jalan kau tak boleh kelewat menonjolkan diri,
gunakan uang perak tersebut sehemat mungkin, dengan
begitu kau akan bisa tiba di Hoa san dengan tak usah takut kehabisan biaya."
Sambil berkata, dia serahkan kotak dan kantung uang
tersebut kepada Lan See giok.
Buru-buru pemuda itu bangkit berdiri sambil menerimanya, tak terlukiskan rasa haru dalam hatinya
hingga tanpa terasa air matanya jatuh bercucuran, ujarnya sedih:
"Bila anak Giok berhasil mempelajari ilmu silat dalam kepergian kali ini serta membalas dendam sakit hati, anak Giok pasti akan pulang dengan secepatnya, lalu anak Giok akan mendampingi bibi dan tak akan terjun lagi ke dunia
persilatan untuk selamanya, cuma kuatir kepergian anak
giok kali ini lebih banyak bahayanya daripada keberuntungan, kalau sampai nasibku jelek dan tewas,
terpaksa budi kebaikan bibi dan enci Cian akan kubayar
dalam penitisan mendatang."
Sambil berkata seka1i lagi dia menjura, dalam-dalam.
Hu-yong siancu tersenyum, dua baris air mata jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
Siau cian yang paling sedih, dia menutupi wajahnya
dengan sepasang tangan dan menangis tersedu sedu.
http://kangzusi.com/
Sambil membangunkan Lan See giok dari tanah, Hu-
yong siancu berkata lagi dengan air mata bercucuran:
"Bangkitlah anak Giok, bibi mempunyai firasat kita pasti akan bersua kembali, To seng cu adalah seorang tokoh
persilatan yang berkedudukan sangat tinggi, ia disegani dan dihormati setiap orang, sekali pun ia bisa jadi telah
membunuh ayahmu, namun tak akan melancarkan
serangan keji terhadap seorang anak muda seperti kau"
Sementara itu Lan See giok telah menyimpan baik-baik
kotak kecil serta kantung berisi uang itu, kemudian dengan air mata bercucuran namun sikap tegas ia menjawab.
"Walaupun dia tak akan turun tangan keji kepadaku, tapi aku tak akan melepaskan dia dengan begitu saja."
Hu-yong siancu menghela napas sedih, kata nya
kemudian dengan mengandung arti dalam.
"Anak giok, bibi harap kau bersikap cerdik dalam
menghadapi setiap persoalan, berpikirlah yang cermat,
jangan emosi dan jangan kelewat kolot, terutama sekali
melakukan tindakan "mengadu telur dengan batu."
walaupun kau sendiri tidak menyayangi jiwamu, namun
kau harus memikirkan juga mereka-mereka yang selalu
menguatirkan keselamatanmu"
Lan See giok amat terkejut, dengan air mata bercucuran
dia segera berpaling dan memandang sekejap Ciu Siau cian yang sedang menangis tersedu sedu.
Dengan kening berkerut Hu-yong siancu berkata lebih
jauh: "Bukan cuma bibi yang mengharapkan kepadamu, enci
Cian mu juga berharap kau bisa berjaya dalam dunia
persilatan di kemudian hari.."
http://kangzusi.com/
Lan See giok sangat terharu, ujarnya dengan wajah
penuh rasa menyesal.
"Anak giok menerima semua nasehat, pasti tak akan
kusia siakan harapan bibi dan cici".
Hu-yong siancu manggut-manggut dengan sedih, setelah
memandang suasana gelap di luar halaman, katanya lebih
jauh. "Kehidupan orang di kampung nelayan amat sederhana
dan bersahaja, sekarang kebanyakan orang dusun telah
pergi tidur, nah, kau boleh berangkat sekarang."
Ciu Siau cian yang masih menangis terisak pun segera
mengangkat kepalanya dan memandang Wajah Lan See
giok dengan murung, beribu ribu patah kata semuanya
ditumpukkan dalam balik sorot matanya itu.
Lan See giok sendiri meski merasa berat hati, namun dia
toh menjura juga seraya berkata:
"Harap bibi baik-baik menjaga diri, anak Giok akan
segera berangkat.!"
Lalu kepada Siau cian ujarnya pula:
"Enci Cian, baik baiklah menjaga diri, kepergian siaute kali ini paling banter cuma satu tahun, sampai waktunya
aku pasti akan balik kembali, tak akan kulupakan
pengharapan dari cici."
Ciu Siau cian memandang Lan See giok dengan wajah
sayu, kemudian manggut-manggut, butiran air mata sekali
lagi jatuh bercucuran.
Walaupun Hu-yong siancu merasakan hatinya sakit
bagaikan diiris iris dengan pisau, namun wajahnya masih
tetap tenang, dia memang tidak mempunyai keyakinan
http://kangzusi.com/
apakah kepergian Lan See giok kali ini benar bisa pulang kembali dengan selamat.
Maka sekali lagi dia berkata dengan wajah bersungguh
sungguh: "Anak giok, tujuan kepergianmu ke bukit Hoa san adalah untuk belajar ilmu silat. seandainya terjadi sesuatu ditengah jalan kau tak boleh berdiam diri terlalu lama, sekarang
berangkatlah lewat halaman belakang, lalu larilah menuju barat laut, tidak sampai sepuluh li kau akan tiba di jalan raya menuju ke kota Tekan."
Seusai berkata. dia lantas membalikkan badan dan
masuk kembali ke ruang dalam
Melihat bibinya telah masuk, Lan See giok segera
menggenggam tangan Siau cian dan berkata dengan lembut.
"Cici tak usah bersedih hati, aku pasti dapat kembali dengan aman dan selamat."
-ooo0dw0ooo- BAB 12 CIU Siau cian manggut-manggut, sahut nya dengan air
mata bercucuran.
"Adikku cici akan selalu menantikan kedatanganmu.."
Belum habis perkataan tersebut diucapkan, dua baris air
mata sudah meleleh ke luar bagaikan air bah yang
menjebolkan bendungan.
Buru-buru Lan See giok menggunakan ujung bajunya
untuk menyeka air mata di wajah encinya, setelah itu
mereka berdua baru masuk ke ruang dalam.
http://kangzusi.com/
Sementara itu bibi Wan telah membuka jendela belakang
secara hati-hati, kemudian dengan cekatan dia menengok
sekeliling jendela luar.
Ketika Lan See giok menyusul sampai di situ, ia lihat
langit nan biru, beribu bintang bertebaran diangkasa.
suasana kegelapan menyelimuti seluruh dusun. Tiba-tiba


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hu-yong siancu berpaling dan bisiknya lirih:
"Anak giok, berangkatlah sekarang, tampaknya belakang dusun tidak ada seorang manusiapun!"
Lan See giok memandang ke arah bibinya airmata
bercucuran amat deras, bibirnya bergetar seperti ingin
mengucapkan sesuatu. namun tak sepatah katapun yang
dikeluarkan. Hu-yong siancu segera tertawa, sambil pura-pura
gembira, katanya dengan suara rendah.
"Anak giok, mumpung saat ini tiada orang cepatlah
berangkat, semoga kau selamat dan sukses sepanjang jalan"
Kemudian dengan penuh keramahan dia menepuk bahu
pemuda itu, sementara air matanya tak tahan jatuh
bercucuran. Lan See giok manggut-manggut, sekali lagi dia
menengok sekejap ke arah encinya, kemudian baru
melompat ke luar dari jendela dan secepat kilat meluncur ke luar dari pagar rumah.
Setelah celingukan sekejap ke sekeliling tempat itu,
dengan menyembunyikan diri dibalik pepohonan dia
meneruskan perjalanannya ke depan.
Setelah sampai di belakang sebatang pohon yang rimbun,
ia berhenti sebentar seraya berpaling, jendela rumah bibinya telah di tutup, namun dari celah-celah jendela, ia dapat
http://kangzusi.com/
merasakan ada empat buah sorot mata yang tak tenang dan
gelisah sedang mengawasi dirinya.
Dengan cekatan sekali lagi dia mengawasi sekeliling
tempat itu, kemudian mengulapkan tangannya ke arah
jendela belakang, setelah itu baru membalikkan badan dan melanjutkan perjalanannya.
Tiba-tiba . . .
Pada saat dia membalikkan badan itulah, dari bawah
pohon yang ke tiga dijumpai ada sesosok bayangan manusia sedang berjongkok di situ.
Tak terlukiskan rasa kaget Lan See giok, saking
terkejutnya ia membentak seraya menerjang ke muka
dengan sebuah pukulan siap dilontarkan.
Tapi setelah berhasil mendekati dihadapan nya, ia baru
tertegun karena kaget, ternyata orang itu tak lain adalah Oh Li cu yang telah ditotok jalan darahnya.
Lan See giok segera berusaha mengendalikan diri,
kemudian berjongkok dan memeluk Oh Li cu ke dalam
rangkulannya. Waktu itu Oh Li cu sudah tertidur dengan nyenyak
sekali. napasnya sangat teratur, jelas ia sudah ditotok jalan darah tidurnya.
Dalam keadaan begini Lan See giok sudah tak bisa
memikirkan lagi bagaimana akibat nya bila dia menyadarkan kembali Oh Li -cu. telapak tangannya segera
di angkat siap membebaskan totokannya.
Pada saat itulah..
Mendadak terdengar ujung baju terhembus angin
berkumandang datang . . .
http://kangzusi.com/
Dengan perasaan terkejut Lan See giok mengangkat
kepalanya, dari antara pepohonan ia saksikan ada dua
sosok bayangan manusia sedang meluncur datang dengan
kecepatan luar biasa ternyata mereka adalah bibi Wan serta enci Cian yang mungkin mendengar suara bentakannya
tadi. Belum habis Ingatan tersebut melintas lewat, Hu-yong
siancu dan Ciu Siau cian dengan wajah pucat dan gerak
gerik gugup telah meluncur tiba.
Ketika kedua orang itu melihat Oh Li cu dalam
rangkulan Lan See giok, sekali lagi paras muka mereka
berubah hebat. Dengan nada gelisah Hu-yong siancu segera menegur:
"Anak giok, kau tak boleh membunuhnya."
Seraya berkata ia berjongkok dengan gugup.
"Bibi, bantah Lan See giok, ia sudah ditotok lebih dulu jalan darah tidurnya oleh orang lain. aku menemukannya
bersandar di tempat ini!"
Sekarang Hu-yong siancu sudah merasakan kalau gelagat
kurang beres, ia segera menerima Oh Li cu dari rangkulan Lan See-giok dan secara beruntun melepaskan tiga buah
tepukan, akan tetapi Oh Li cu masih tetap tidur amat
nyenyak. Dengan perasaan tegang Lan See giok segera berbisik
"Bibi, agaknya jalan darah tidurnya telah ditotok serangan dengan semacam ilmu totokan khusus!"
Hu-yong siancu manggut-manggut, menyusul kemudian
dia periksa keadaan di sekeliling tempat itu dengan
seksama, setelah itu bisiknya lirih:
http://kangzusi.com/
"Anak Giok, cepat pergi, persoalan di sini biar aku yang hadapi, bila ada orang menghalangimu, tak usah dilayani."
Lan See giok mengangguk berulang kali, kemudian,
dengan cekatan dia awasi sekeliling tempat itu, lalu
bisiknya: "Bibi, anak giok berangkat dulu!"
Sekali lagi dia menengok ke arah encinya yang berwajah
pucat pias itu kemudian membalikkan badan segera
berangkat meninggalkan tempat itu.
Dengan menghimpun tenaga dalamnya ke dalam telapak
tangan untuk berjaga jaga atas segala kemungkinan yang
tak diinginkan, Lan See giok percepat langkahnya
meninggalkan tempat itu, sorot matanya yang tajam
memperhatikan keadaan di sekitarnya dengan seksama,
beberapa lompatan kemudian ia telah tiba di luar dusun.
Dalam keadaan begini, dia sudah tak berminat lagi untuk
memikirkan soal Oh Li cu yang ditotok orang, apa yang
dipikirkan sekarang adalah secepatnya meninggalkan
daerah pesisir telaga.
Sekeluarnya dari dusun, dia membenarkan arah
tujuannya, kemudian meneruskan perjalanan ke depan.
Tanah persawahan yang dilewati, berada dalam
kegelapan yang luar biasa, di sana sini hanya terdengar
suara jengkerik serta kunang-kunang yang terbang kian
kemari. Dikejauhan sana nampak tanah perbukitan secara lamat-
lamat serta hutan lebat yang gelap gulita,
Lan See giok tidak merubah arah, dia meneruskan
perjalanannya menembusi hutan melewati bukit langsung
http://kangzusi.com/
ke arah barat laut, dalam waktu singkat tujuh delapan li telah dilalui.
Perasaan tegang dan panik yang semula mencekam
perasaannya, lambat laun dapat ditenangkan kembali.
Setelah melalui sebuah tanah perbukitan, lamat-lamat di
kejauhan sana sudah terlihat jalan raya menuju ke kota Tek an.
Pada saat itulah.
Serentetan suara gelak tertawa yang sangat keras dan
nyaring berkumandang datang dari arah utara sana.
Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera
menyembunyikan diri di belakang sebatang pohon besar,
kemudian baru menengok kearah utara.
Satu dua li dari tempat persembunyian nya merupakan
sebuah hutan pohon siong yang lebat, dari tempat itulah
gelak tertawa nyaring tadi berasal.
Kembali terdengar suara bentakan penuh kegusaran:
"Hei orang she Gui, kau jangan kelewat memojokkan
orang, aku To pit him (beruang berlengan tunggal) Kiong-
Tek-ciong selalu mengalah kepadamu, bukan berarti aku
takut kepadamu, kau harus tahu hanya mereka yang
berjodoh dan punya rejeki besar yang akan mendapatkan
benda mestika, bila kau memang punya kepandaian, ayolah
masuk sendiri, aku tak nanti akan mengincar dirimu."
Mendengar pembicaraan tersebut, Lan See giok segera
memastikan kalau suara tertawa itu berasal dari To tui thi koay (tongkat berkaki tunggal) Gui Pak ciang, hanya tidak dipahami olehnya masalah yang membuat kedua orang itu
ribut sendiri. http://kangzusi.com/
Dari balik hutan kembali kedengaran suara Gui Pak
ciang yang kasar.
"Beruang berlengan tunggal, kau tidak usah bermain
kembangan dihadapanku, kita boleh dibilang musuh
bebuyutan yang merasa jalan kelewat sempit, bila kau tidak serahkan benda tersebut pada malam ini, jangan harap kau bisa pulang ke bukit Tay ang-san mu dalam keadaan
hidup!" Tergerak hati Lan See giok, sekarang dia baru mengerti
bahwa markas besar si beruang berlengan tunggal berada di bukit Tay ang san.
"Orang she Gui!" bentakan nyaring kembali berkumandang, "aku akan beradu jiwa denganmu, hari ini kaupun jangan harap bisa kembali ke benteng Pek-hoo-cay!"
Diiringi suara gelak tertawa yang nyaring, menyusul
kemudian bergema suara desingan suara tajam dan deruan
angin pukulan. Lan See giok tahu bahwa kedua orang itu sudah mulai
melibatkan diri dalam pertarungan sengit, tergerak hatinya, cepat-cepat dia lari turun dari bukit dan kabur menuju
kegelapan di arah utara.
Dalam perjalanan tersebut, ia dapat melihat kalau tempat kegelapan di depan sana memang sebuah hutan pohon
siong. Tapi setelah maju lebih ke muka, dengan perasaan
terkejut pemuda itu segera berhenti, ia jumpai dibalik hutan pohon siong tersebut ternyata bukan lain adalah puncak
kuburan Ong-leng yang sangat dikenal olehnya.
Sekarang Lan See giok baru mengerti, ternyata hutan
pohon siong di depan sana tak lain adalah kuburan Ong-
leng yang didiaminya selama banyak tahun.
http://kangzusi.com/
Ketika ia mencoba untuk memasang telinga kembali,
ternyata suasana dalam hutan tersebut sudah pulih kembali dalam ketenangan. agaknya pertarungan yang semula
berlangsung kini telah mereda.
"Aduh celaka" pekik Lan See giok dalam hati.
Dengan cepat dia menyembunyikan diri ke belakang
bantuan cadas yang berada tak jauh dari sana.
Rupanya pemuda itu segera menyadari karena agaknya
pertarungan dari si tongkat besi berkaki tunggal dan
Beruang berlengan tunggal segera di akhiri berhubung
mereka telah menangkap suara ujung bajunya yang
terhembus angin.
Benar juga, dari balik hutan pohon siong di depan sana
segera muncul dua sosok bayangan manusia, ke empat buah
sorot mata mereka yang tajam bagaikan sembilu segera
dialihkan ke arah tanah persawahan sana.
Buru-buru Lan See giok menundukkan kepalanya sambil
menyembunyikan diri, hatinya sangat gelisah selain
menyesal, di samping itu diapun lantas teringat kembali
pesan bibinya sebelum berpisah tadi.
Sewaktu mengangkat kepalanya kembali, dia jadi
gemetar karena ketakutan, ternyata si tongkat besi kaki
tunggal serta si beruang berlengan tunggal dengan senjata disiapkan sedang melakukan pencarian ke arahnya.
Dalam keadaan begini, di samping Lan See giok
menyesali kecerobohan sendiri, diapun hanya bisa
menunggu sampai kedua orang itu mencari sampai ke
arahnya. Untuk kabur, jelas hal ini tak mungkin akan berhasil,
mau bertarung diapun sadar bahwa kemampuannya belum
http://kangzusi.com/
mampu untuk menghadapi kedua orang tersebut, terpaksa
satu satunya jalan adalah beradu jiwa . . .
Di dalam waktu yang amat singkat itu, rasa menyesal,
malu, gelisah berkecamuk di dalam benaknya kalau bisa dia ingin segera menghabisi nyawa sendiri.
Teringat bibi Wan serta enci Cian nya. mereka berdua
tentu tak akan menyangka kalau dia sudah terperosok ke
dalam keadaan yang sangat berbahaya kini.
Tanpa terasa dia meraba kotak kecil dalam sakunya, ia
tahu benda tersebut tentu akan sukar dipertahankan lagi, dari pada benda mestika itu terjatuh ke tangan dua orang penjahat itu. lebih baik ia hancurkan kitab pusaka tersebut.
Berpikir demikian, diam-diam ia merogoh ke dalam
sakunya, ia merasa telapak tangan nya sudah mulai basah
oleh keringat dingin.
Pada saat tangan kanan Lan See giok hampir menyentuh
kotak kecil tersebut, mendadak terdengar suara tertawa
dingin seseorang yang sangat rendah berkumandang datang
dari arah hutan pohon siong sana.
Beruang berlengan tunggal berdua merasa sangat
terkejut, dengan cepat dia membalikkan badan seraya
membentak: "Siapa di situ?"
Tapi suasana dalam hutan sangat hening dan tak
kedengaran sedikit suarapun.
Mendadak terdengar si tongkat baja kaki tunggal
membentak nyaring:
"Manusia sialan mana yang tak berani bertemu orang, kalau tidak segera ke luar.."
http://kangzusi.com/
Belum habis umpatan tersebut diutarakan, dari balik
hutan telah meluncur ke luar dua titik bayangan hitam yang langsung menyambar ke hadapan tongkat baja kaki tunggal
berdua dengan membawa desingan suara tajam.
Berhubung gerakannya sangat cepat dan luar biasa,
kedua orang itu tak sempat lagi untuk menghindarkan diri.
"Plaaakkk, plaaakkk!"
Debu bertebaran ke angkasa, tahu-tahu saja kedua titik
hitam tadi sudah menghajar di atas kening si Tongkat baja kaki tunggal dan si beruang berlengan tunggal secara telak.
Kedua orang tersebut menjadi tertegun kemudian
berteriak kesakitan, mereka meraba pipinya, ternyata
senjata rahasia yang bersarang di atas pipi mereka berdua tak lebih hanya dua gumpal lumpur belaka.
Kontan saja si Tongkat baja kaki tunggal serta si Beruang berlengan tunggal jadi gusar sekali, sambil membentak
nyaring serentak mereka menyerbu ke dalam hutan.
Lan See giok segera memperoleh peluang yang baik
sekali, pekiknya dalam hati:
"Kalau sekarang tidak angkat kaki, masa aku harus
menunggu sampai datangnya saat kematian?"
Berpikir demikian, dengan cepat dia melompat bangun
dan segera kabur menuju ke arah barat laut. .
Belum sampai lima kaki Lan See giok melarikan diri,
tiba-tiba saja dari arah hutan, pohon siong telah
berkumandang dua kali jeritan kaget yang tinggi
melengking serta penuh mengandung nada seram den ngeri.
Gemetar sekujur badan Lan See giok, ia tak berani
berpaling lagi, larinya semakin dipercepat, bagaikan
http://kangzusi.com/
segulung asap ringan dia langsung melarikan diri menuju ke arah jalan raya.
Pemuda itu dapat menduga, si Tongkat baja kaki tunggal
serta Beruang berlengan tunggal tentu sudah bertemu
dengan gembong-gembong iblis yang kejam dan buas, kalau


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditinjau dari jeritan kagetnya yang menyeramkan tadi. bisa diketahui kalau kedua orang tersebut tentu ketakutan sekali menjumpai lawannya.
Sementara masih termenung, ia sudah tiba dijalan raya,
ketika berpaling kecuali pepohonan rendah yang tersebar di belakang sana, ia tidak melihat ada manusia yang mengejar ke arahnya.
Dalam hati kecilnya Lan See giok tiada hentinya
bersyukur. dia tak menyangka dalam bahayanya tadi
ternyata muncul seorang bintang penolong yang tak sempat dijumpai wajahnya.
Sekalipun orang yang berada di belakang itu tidak
mengejarnya, tapi pemuda kita berlarian terus dengan
kencang, ia tak berani melambatkan gerakan tubuhnya
barang sebentarpun karena sekarang dia baru mengingatkan diri atas pesan dari bibinya, jangan mencampuri urusan
yang bukan masalah sendiri.
Waktu berlangsung amat cepat, tak lama kemudian
tengah malam pun telah tiba.
Dalam kegelapan di kejauhan sana lamat-lamat dia
melihat munculnya sebuah kota besar dengan beberapa titik lentera merah digantungkan ke tengah angkasa, meski
hanya setitik cahaya namun cukup mendatangkan semangat
bagi Lan See giok yang sedang -berlarian ditengah
kegelapan. http://kangzusi.com/
Dia tahu, cahaya lentera tersebut berasal dari kota
Tekan, karenanya tanpa terasa semangatnya kembali
berkobar. Berhubung pada siang harinya dia sudah tidur cukup,
saat ini semangatnya terasa berkobar-kobar, apalagi
semenjak dia menelan pil racun pemberian dari manusia
buas bertelinga tunggal Oh Tin san, selain tenaga dalamnya telah peroleh kemajuan yang pesat, diapun sama sekali
tidak merasa lelah, mengapa bisa demikian, hingga
sekarang masalah tersebut masih merupakan sebuah tanda
tanya besar. Sementara masih termenung dia telah tiba di kota Tekan,
tapi oleh sebab dia tidak merasa lelah, diputuskan untuk melanjutkan perjalanannya lebih jauh.
Maka dengan melingkari kota, dia langsung berangkat
menuju ke kota Toan cong.
Malam semakin kelam, suasana di sekeliling tempat
itupun sangat hening, di bawah cahaya rembulan yang amat redup Lan See giok berlarian seorang diri ditengah jalan raya yang lenggang.
Satu kentongan sudah lewat, entah berapa jauh
perjalanan telah ditempuh, dari kejauhan sana ia mulai
mendengar suara ayam jago berkokok, angin malam terasa
makin dingin, kegelapan malam yang mencekam makin
terasa gelap. Lan See giok tahu, sesaat lagi fajar akan menyingsing,
akan tetapi bayangan kota Toan-cong belum juga nampak.
Sementara itu rasa lapar, dahaga, lelah dan gelisah telah menyerang datang bersama sama. air peluh sudah mulai
membasahi seluruh jidatnya.
Tiba-tiba- http://kangzusi.com/
Bau harum semerbak yang sangat aneh muncul secara
mendadak dari dalam tenggorokannya.
Berbareng itu juga, dia merasakan munculnya cairan
harum yang amat luar biasa dari bawah lidah dan
kerongkongan nya.
Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera
memperlambat gerakan tubuhnya. Dia merasa cairan
harum itu berasal dari dalam tubuhnya sendiri, persis
seperti bau harum yang dirasakan setelah menelan pil
berwarna hitam pemberian dari Oh Tin san sewaktu berada
di dalam kuburan kuno tempo hari.
Dalam keadaan begini dia merasa tak bisa melanjutkan
perjalanannya lagi, dia harus bersemedi lebih dulu sebelum melanjutkan perjalanan.
Maka dengan sorot mata yang tajam dia mulai
mengawasi keadaan di sekeliling tempat itu, akhirnya ia
duduk bersila di bawah sebatang pohon yang rindang, enam tujuh kaki di sebelah kiri jalan.
Entah sedari kapan, bau harum tersebut makin lama
terasa semakin menebal, dengan cepat pula rasa lapar yang semula merongrong dirinya kini hilang lenyap tak berbekas, kerongkongannya juga tidak terasa dahaga lagi, malah rasa lelah yang semula mencekam tubuhnya kini sudah jauh
berkurang. Ia tidak berniat untuk berpikir lebih jauh, tapi ia percaya, hal ini pasti bukan ditimbulkan oleh cairan racun pil
pemberian Oh Tin san tempo hari.
Lan See giok memejamkan matanya sambil mengatur
pernapasan, dalam waktu singkat timbul hawa panas yang
sangat hangat dari pusarnya yang dalam waktu singkat
telah menyebar ke seluruh tubuhnya, rasa lapar, dahaga dan
http://kangzusi.com/
lelah yang semula menghantui dirinya. sekarang telah
hilang lenyap tak berbekas.
ENTAH berapa lama sudah lewat, dari kejauhan sana
mulai terdengar suara anjing menggonggong, ketika Lan
See giok membuka matanya, dia lihat fajar mulai
menyingsing, dusun di kejauhan sana pun lamat-lamat
sudah mulai kelihatan.
Lan See giok segera melompat bangun, ia merasakan
tubuhnya telah segar bugar kembali, penuh semangat dan
tenaga, pada hakekatnya bagaikan dua manusia yang
berbeda bila dibandingkan sebelum bersemedi tadi.
Dengan perasaan girang dia meneruskan perjalanannya,
sekali melompat tahu-tahu saja sepasang kakinya sudah
melayang turun ditengah jalan raya, kejadian tersebut
kembali membuat anak muda tersebut termangu-mangu
karena kaget. Padahal jarak antara pepohonan dimana ia bersemedi
tadi dengan jalan raya mencapai enam tujuh kaki lebih,
sebelum ia bersemedi tadi, jelas hal semacam ini tak
mungkin bisa dilakukannya, tapi sekarang selesai ia
bersemedi, ternyata hal mana bisa dilakukan olehnya
dengan begitu mudah.
Rasa terkejut. gembira, girang membuat semangatnya
semakin berkobar-kobar, dia meneruskan perjalanannya
juga lebih cepat lagi.
Langit baru saja terang tanah, namun jalan raya itu
sudah banyak manusia yang berlalu lalang, kota Toan-cong pun kini sudah muncul di depan mata, maka dengan
langkah lebar dia segera berjalan menuju ke depan.
Ketika Lan See-giok masuk ke jalan Lam-kwan,
matahari baru saja muncul, saat para pedagang mulai
http://kangzusi.com/
meninggalkan rumah penginapan untuk melanjutkan
perjalanan. Ia segera memilih sebuah rumah penginapan yang agak
besar untuk beristirahat.
Para pelayan rumah penginapan kebanyakan adalah
orang-orang yang sudah berpengalaman, dalam sekilas
pandangan saja, mereka sudah tahu kalau Lan See giok
adalah anggota persilatan yang baru saja menempuh
perjalanan semalam suntuk.
Apalagi kalau melihat usianya yang paling banter baru
lima enam belas tahunan, orang yang berani menempuh
perjalanan malam dalam usia seperti ini jelas sudah kalau kepandaian silat yang dimiliki nya pasti amat hebat.
Beberapa orang pelayan tersebut tak berani berayal,
cepat-cepat mereka maju menyambut kedatangannya, lalu
dengan senyuman di wajah sapanya:
"Siauya, silahkan masuk ke dalam, di sana tersedia
kamar tunggal yang dikelilingi kebun, ada kacung ada
pelayan, semua persediaan lengkap, tanggung siauya akan
puas" Lan See giok tidak ingin melakukan pemborosan, jangan
lagi bekalnya amat sedikit, kendari pun dia membawa
sejumlah uang yang lebih besar pun tak nanti dia akan
boros seperti itu.
Karenanya dengan kening berkerut dia awasi beberapa
orang pelayan itu, kemudian berkata dengan hambar:
"Aku hanya ingin beristirahat sebentar saja, seusai bersantap nanti aku masih melanjutkan perjalanan
kembali." http://kangzusi.com/
Kemudian sambil menuding sebuah kamar tunggal di
depannya, dia melanjutkan:
"Biar aku menyewa kamar itu saja!"
Pelayan segera mengiakan berulang kali dan mengajak
Lan See giok menuju ke ruangan.
Ruangan tersebut sangat sederhana, selain sebuah meja
dua bangku dan sebuah pembaringan kayu, tidak nampak
perabot yang lain, tapi biar sederhana namun segalanya
bersih. Maka pemuda itu pun memesan sejumlah makanan yang
sederhana untuk mengisi perut.
Beberapa orang pelayan itu saling berpandangan sekejap
lalu sama-sama mengundurkan diri, diam-diam mereka
memuji akan kesederhanaan pemuda itu, biarpun berasal
dari keluarga kaya namun hidupnya bersahaja. selain tidak sombong, orangnya selalu merendah.
Seusai bersantap, Lan See giok segera membaringkan diri
untuk beristirahat, pertama tama dia teringat akan enci Cian serta bibi Wannya.
Ditinjau dari kejadian berkumpul dan berpisah dengan
encinya, dia tahu kalau enci Cian amat mencintainya. maka ia bertekad dihati, apabila kepergiannya ke bukit Hoa-san kali ini berhasil mempelajari kepandaian silat sehingga
dendamnya bisa terbalas, dia akan hidup selamanya
bersama enci Cian serta bibi Wannya.
Dari pembicaraan Oh Tin san suami istri, diapun tahu
kalau bibinya dahulu terkenal sebagai seorang pendekar
wanita yang bernama Hu-yong siancu, kemudian
berdasarkan pembicaraan kemarin, diapun menjumpai
kalau antara bibi Wan dengan ayahnya tentu pernah
mempunyai suatu hubungan yang luar biasa.
http://kangzusi.com/
Lantas dia pun terbayang kembali Oh Li cu yang jalan
darah tidurnya ditotok orang, entah bagaimana keadaannya sekarang" Dia pikir, bibi Wan dan enci Cian pasti akan
baik-baik merawat dirinya.
Setelah itu diapun membayangkan si Tongkat baja kaki
tunggal serta Beruang berlengan tunggal, dua jeritan
kagetnya yang memekikkan telinga tadi entah merupakan
jerit kesakitan ataukah jeritan ngeri menjelang saat ajalnya tiba" Bila kedua orang itu sudah tewas, berarti dia tak akan bisa menyelidiki lagi sebab musabab mereka bisa
mendatangi kediaman ayahnya pada malam itu.
Cairan harum itu yang muncul dari kerongkongannya
pagi tadi serta bertambahnya tenaga dalam yang dimiliki, semuanya membuat dia bingung dan tidak bebas mengerti,
sekarang dia berani memastikan kalau selama berada dalam kuburan kuno tempo hari, ia memang telah memperoleh
penemuan luar biasa.
Akhirnya diapun membayangkan kembali soal To seng-
cu, dari nasehat dan teguran dari bibinya, ia tidak terlalu yakin sekarang bahwa To seng cu adalah musuh besar
pembunuh ayahnya, namun ia tetap menaruh curiga
kepadanya. Teringat akan To seng cu, dia jadi ingin sekali tiba di
bukit Hoa san secepatnya.
Maka dia segera melompat bangun, lalu duduk bersila,
menutup mata dan mengatur pernapasan, dalam waktu
singkat ia telah berada dalam keadaan tenang"
Entah berapa saat kemudian, ketika membuka matanya,
waktu sudah mendekati pukul sembilan, dengan cepat dia
membenahi diri, membayar rekening dan meneruskan
perjalanan. http://kangzusi.com/
Lewat tengah hari, dia sudah memasuki wilayah propinsi
Ou pak. Sepanjang perjalanan Lan See giok selalu menuruti nasehat dari bibinya, dia selalu menempuh perjalanan
dengan berhati hati dan hemat.
Dalam satu bulan perjalanan, walaupun beberapa kali ia
menjumpai hujan salju yang lebat, namun sama sekali tidak mempengaruhi perjalanannya.
Dalam sepanjang perjalanan, Lan See giok pun telah
memperoleh banyak pengetahuan dan pengalaman, ia
menjadi jauh lebih matang daripada ketika berada di
benteng Wi-lim-poo.
Hanya saja, selama ini dia tak pernah dapat melupakan
dendam sakit hatinya, dalam benaknya juga sering muncul
bayangan wajah dari enci Cian nya yang cantik dan lembut serta bibi Wan nya yang anggun dan ramah.
Diapun amat berterima kasih kepada kakek berjubah
kuning itu, bukan saja tidak melarikan kitab pusaka Tay lo hud bun pwee tiap cinkeng. malah dia
sempat memberitahukan kepadanya bagaimana caranya mempelajari kitab pusaka tersebut.
Kadangkala diapun teringat Oh Li cu, terutama rasa
terima kasihnya atas pemberian beberapa butir pil pemunah racun untuknya.
Dia juga berterima kasih kepada gadis berbaju merah Si
Cay-soat, hanya sewaktu teringat Siau thi-gou yang polos dia selalu merasa agak menyesal.
Hari ini ia menyeberangi Han sui, bukit Hoa san yang
tinggi dan angkerpun sudah muncul di kejauhan sana.
Dari jauh memandang, bukit itu nampak angker dan
bersambungan dengan awan di angkasa, begitu angker,
http://kangzusi.com/
gagah tak malu di sebut bukit kenamaan di daratan
Tionggoan Baru pertama kali ini dia berkunjung Ke bukit Hoa san,
boleh dibilang dia sama sekali tidak mengenal dengan
keadaan situasi di sekitar situ, akhirnya pemuda itu
memutuskan untuk menginap di sebuah kota kecil yang
jaraknya hanya sepuluh li dari kaki bukit.
Seorang diri pemuda itu duduk di loteng rumah makan
sambil memandang bukit yang menjulang tinggi ke angkasa
dengan pandangan termangu, ia tak tahu bukit manakah
yang dinamakan Giok li hong, dan dia pun tak tahu harus
masuk melalui jalan bukit yang mana.
Seorang pelayan yang sudah sejak lama mengamati
tamunya ini, segera datang menghampiri sambil menegur:
"Tuan, araknya sudah mulai dingin rupanya, apakah
perlu hamba hangatkan dulu?"
Melihat pelayan tersebut, tergerak hati Lan See giok, dia tertawa ramah kemudian menggeleng, setelah itu menunjuk
ke tanah perbukitan di depan sana, ia bertanya:
"Tolong tanya, diantara sekian banyak bukit di bukit Hoa san, puncak manakah yang paling indah?"
Menghadapi pertanyaan itu, sang pelayan segera
merasakan semangatnya bangkit kembali, dia menunjuk
kearah deretan pegunungan itu lalu, menerangkan:
"Tiga puncak bukit Hoa san sukar di bedakan satu
dengan lainnya, puncak di bagian tengah yang paling tinggi disebut puncak Lian hoa hong, di sebelah timur adalah Sian jin hong, sedangkan Lok-eng-hong terletak di sebelah
selatan, di atas puncak terdapat kuil Pek tee bio, gardu Nyoo kong teng, kolam Lok eng ti, tugu Jian jip pit masih ada lagi tempat-tempat kenamaan lain."
http://kangzusi.com/
Melihat si pelayan sama sekali tidak menyinggung soal
puncak Giok li hong, Lan See giok segera berkerut kening, kemudian tanyanya dengan nada tidak mengerti:
"Masa di atas bukit Hoa san hanya terdapat tiga buah puncak kenamaan saja . .?"
"Aaah, tentu saja banyak sekali," jawab pelayan itu bersungguh sungguh, "seperti Im tay hong, Kun cu hong, Giok li hong. "
"Giok li hong . ." mencorong sinar terang dari balik mata Lan See giok.
Tidak menanti sampai pemuda itu menyelesaikan kata


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katanya, sang pelayan kembali telah menimbrung:
Giok li hong amat tinggi bukitnya dan selalu tertutup
awan putih, pohon siong, tumbuhan bambu, batuan air
kolam penuh berserakan dimana mana, semua tempat
indah seperti gadis cantik yang tinggi semampai.
Menyaksikan pelayan itu bercerita dengan penuh
semangat sampai mukanya turut menjadi merah, lama
kelamaan ia menjadi tak tega, segera selanya:
"Tolong beri petunjuk kepadaku Giok-li-hong adalah
puncak yang mana?"
Pelayan itu segera menggelengkan kepala nya berulang
kali, katanya sambil tertawa paksa:
"Maaf tuan, puncak Giok li hong tertutup oleh puncak Lok eng hong, jadi tidak terlihat dari tempat ini."
Sambil berkata dia lantas mengalihkan pandangannya
kearah Lok eng hong, kemudian sambit menuding katanya
lagi. "Tuan, bila kau ingin berkunjung ke Giok- li-hong.
masuklah ke gunung lewat mulut lembah sempit, setibanya
http://kangzusi.com/
pada puncak ke tujuh Tiau yang hong, langsung pergilah ke Lok eng hong. dari situ akan kau jumpai Giok li hong."
Mengikuti arah yang ditunjuk Lan See- giok mengangkat
kepalanya, awan putih nampak menyelimuti puncak-
puncak bukit itu sehingga kelihatan seperti bersambungan satu dengan lainnya, sukar diketahui berapa jauh jaraknya dari tempat itu.
"Kau pernah berkunjung ke Giok li hong?" tanyanya kemudian dengan kening berkerut.
Merah padam selembar wajah pelayan itu, sambil
tertawa paksa ia menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Hamba hanya manusia kasar yang tidak berkependidikan, aku tidak memiliki jiwa seni yang begitu tinggi. apalagi dari sini sampai di Giok li hong memakan waktu perjalanan selama dua hari lebih, di atas gunung pun banyak harimau, ular besar, binatang buas dan lain lainnya, salah-salah aku bisa kehilangan nyawa"
Lan See giok tersenyum saja mendengar cerita itu, dia
pun manggut-manggut.
Dengan dilangsungkannya pembicaraan tersebut, banyak
manfaat yang berhasil diraih olehnya, menurut cerita
pelayan itu, orang biasa dapat mencapai tujuan dalam dua hari perjalanan, andaikata dia
menggunakan ilmu meringankan tubuh, berarti hanya setengah harian saja dia akan tiba di tempat tujuan.
"Begitulah,
keesokan harinya ketika fajar baru menyingsing, Lan See giok telah meninggalkan kota kecil
itu langsung menuju ke jalan raya yang berhubungan
dengan kaki bukit bagian selatan dari bukit Hoa-san.
http://kangzusi.com/
Waktu itu udara sangat cerah, bintang bertaburan
diangkasa, terhembus angin pagi yang segar tubuh terasa
lebih bersemangat- dan segar bugar.
Memandang jauh ke depan, meski kabut pagi masih
menyelimuti angkasa, namun pegunungan Hoa san dapat
terlihat secara lamat-lamat.
Lan See giok menempuh perjalanannya dengan cepat,
ketika matahari belum muncul dia sudah tiba di kaki selatan bukit Hoa san.
Setelah membenarkan arah menuju ke puncak Tiau yang
hong sesuai dengan petunjuk pelayan. Lan See giok
meninggalkan jalan raya menuju ke sebuah mulut bukit.
Setelah memasuki daerah pegunungan, suasananya
segera berubah, kabut masih menyelimuti angkasa,
tumbuhan, akar rotan tumbuh dimana mana, batuan cadas
berserakan, jauh berbeda dengan apa yang semula
dibayangkan. Baru pertama kali ini Lan See giok memasuki sebuah
bukit besar yang begitu angker, jauh memandang ke atas,
hanya awan putih yang menyelimuti dimana mana.
Setelah membenarkan arah, dia meneruskan perjalanannya bagaikan terbang, makin lama makin sesukar medan yang harus di lewatinya..
Dua jam kemudian, kakinya sudah mulai menginjak
lapisan salju, awan putih yang berkuntum kuntum lewat di sisi tubuhnya membuat pemuda itu kadangkala tak bisa
membedakan lagi arah mata angin.
Sewaktu tiba di sebuah sudut bukit, dia sudah tak tahu
dimanakah dirinya berada, mendongakkan kepalanya dia
hanya melihat pantulan sinar matahari yang amat
menyilaukan mata.
http://kangzusi.com/
Tapi pemuda itu tidak putus asa, selangkah demi
selangkah dia melanjutkan perjalanannya ke atas, akhirnya pandangan matanya menjadi terang dan ia sudah
menembusi lapisan awan.
Sejauh mata memandang hanya lautan mega yang tak
bertepian, puncak bukit bermunculan seperti hutan. puncak Tiau yang- hong yang berjejer dengan puncak Lok eng hong ternyata masih berada dua tiga puluh li jauhnya.
Mendongkol dan gelisah segera menyelimuti perasaan
Lan See giok, ia mencoba untuk mendongakkan kepalanya,
puncak tersebut masih ada ratusan kaki tingginya, padahal tengah hari sudah tiba.
Dalam keadaan begini dia mulai merasa gugup, sebab
bila keadaan seperti ini berlangsung terus, biarpun berlarian sampai besok tengah haripun belum tentu dia akan
menemukan puncak Giok li hong.
Segera diamatinya suasana di sekeliling tempat itu
dengan seksama, dengan cepat ia temukan antara puncak
dengan puncak lain boleh dibilang semuanya berhubungan,
di samping itu diapun berhasil menemukan kilauan cahaya
dinding kuil di punggung bukit di kejauhan sana.
Pemuda itu segera mengambil keputusan untuk
melanjutkan perjalanan, dalam anggapannya setelah
mencapai puncak bukit itu, tidak akan sulit untuk
menemukan Giok li hong.
Maka dia membuka perbekalannya untuk menangsal
perut, kemudian baru meneruskan perjalanannya ke depan.
Benar juga, setelah melewati beberapa buah puncak
bukit, puncak Lok eng hong makin lama semakin dekat,
semangatnya segera berkobar kembali, gerakan tubuhnya
juga dipercepat.
http://kangzusi.com/
Tak lama kemudian dia telah tiba di puncak Tiau yang
hong. Pemandangan di atas puncak ini sangat indah, pohon
siong tumbuh berjajar jajar, lautan awan yang tak bertepian menyelimuti empat penjuru, kabut melayang dekat
permukaan sementara suara air terjun bergema entah dari
mana. Lan See giok sangat gembira, tanpa terasa lagi ia
berteriak keras-keras.
Suara teriakannya segera menggema di seluruh angkasa
dan mengalun sampai di tempat kejauhan sana, lama sekali belum juga mereda.
Lan Se giok benar-benar amat kegirangan, walaupun dia
merasa dirinya sangat kecil ditengah bukit yang luas namun perasaannya sangat lega dan membuat orang merasa segar,
tanpa terasa sekali lagi dia berpekik panjang..
Suara pekikannya mengalun di seluruh angkasa dan
membumbung tinggi ke angkasa.
Dengan pekikan itu, semua perasaan kesal, marah, resah,
gelisah hampir terlampiaskan ke luar, dadanya terasa lega sekali.
Mendadak.. Ia menangkap suara ujung baju yang terhembus angin
berkumandang datang dari belakang tubuhnya.
Dengan perasaan terkejut Lan See giok membalikkan
badan, dia saksikan seorang pemuda berbaju abu-abu dan
berusia dua puluh satu dua tahunan sedang berlarian datang dari balik hutan pohon siong dengan langkah tergesa gesa.
Pemuda berbaju abu-abu itu, berwajah tampan dan
menyoren sebilah pedang di punggungnya, pita kuning
http://kangzusi.com/
tergantung pada gagang pedangnya dan bergoyang tiada
hentinya sewaktu terhembus angin.
Memandang wajah gusar yang menyelimuti pemuda
berbaju abu-abu itu, Lan See giok segera mengerti,
kedatangan orang itu pasti hendak menyelidiki sumber dari pekikannya tadi.
Benar jaga, setibanya di situ pemuda berbaju abu-abu itu langsung menghampirinya, lalu dengan sorot mata yang
tajam mengawasi Lan See giok dari atas hingga ke bawah,
kemudian seperti menahan amarah yang meluap-luap, dia
menegur dengan suara dalam.
"Apakah kau baru pertama kali ini tiba di sini?"
Mendongkol juga Lan See giok melihat kesombongan
pemuda berbaju abu-abu itu, terutama sikapnya yang sangat tidak bersahabat itu. namun dia manggut manggut juga
sambil menjawab:
"Benar. baru pertama kali ini aku tiba di sini!"
"Ada urusan apa kau datang ke mari" Mengapa berpekik panjang disini" Sudah kau bertanya kepada para pendeta
dan tosu dari pelbagai kuil..?" kembali pemuda berbaju abu-abu itu menegur
Usia pemuda berbaju abu-abu itu paling banter hanya
berapa tahun lebih tua ketimbang Lan See giok, tapi
kesombongan nya luar biasa, selain memojokkan orang lagi pula bernada menegur. .
Karena itu dengan perasaan mendongkol dan sikap yang
lebih angkuh pemuda kita menggelengkan kepalanya
berulang kali, jawabnya dengan suara hambar.
"Aku ke mari bukan untuk memasang hio menyembah
Buddha, buat apa mesti berkunjung ke kuil?"
http://kangzusi.com/
Amarah yang semula sudah sukar terkendali, kontan saja
meledak dengan hebatnya, pemuda berbaju abu-abu itu
segera berkerut kening, lalu bentaknya dengan penuh
kegusaran: "Apakah kau tidak mengetahui pantangan dan larangan kami?" Lan See giok segera tertawa dingin.
"Hmmm, aku hanya tahu, datang kemari untuk
berpesiar, soal-soal semacam itu mah tidak mengerti!"
"Tutup bacotmu" hardik pemuda berbaju abu-abu itu semakin gusar. "masih muda sudah bicara sengak, hmmm!
kalau tidak dikasih sedikit pelajaran, kau pasti tak akan menyesal!"
Sembari berkata ia menerjang ke muka, lalu dengan jurus
Lik pit hoa san (membacok runtuh Hoa san) dia langsung
menghajar batok kepala Lan See giok dengan kekuatan
besar. Lan See giok cukup sadar, biasanya pegunungan yang
terpencil merupakan
daerah pertapaan tokoh-tokoh persilatan yang berilmu tinggi, oleh sebab itu melihat
datangnya bacokan maut dari pemuda berbaju abu-abu itu,
dia tak berani menyambut dengan kekerasan, ujung kakinya segera menjejak tanah dan melayang mundur sejauh dua
kaki lebih. Pemuda berbaju abu-abu itu tertawa dingin, tubuhnya
berkelit ke samping kemudian mengejar lebih ke depan. . .
Belum lagi Lan See giok dapat berdiri tegak, pemuda
berbaju abu-abu itu sudah menubruk datang, dalam
kejutnya dia membentak keras, sebuah bacokan tangan
kanan segera dilontarkan ke luar.
Gulungan angin pukulan yang maha dahsyat dengan
cepatnya menerjang ke dada lawan.
http://kangzusi.com/
Pemuda berbaju abu-abu itu mendengus dingin,
tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu sudah lenyap tak
berbekas. "Blaammm!"
Benturan nyaring menggelegar memecahkan keheningan,
pasir dan debu beterbangan ke mana-mana, ternyata
serangan dari Lan See giok menghajar permukaan tanah.
Menyaksikan kejadian tersebut Lan See giok merasa
gelagat tidak menguntungkan, dengan perasaan terkejut dia segera membalikkan badan:
Pada saat dia sedang membalikkan badan secara tiba-tiba
itulah, jalan darah Pay tui hiat dipinggang belakangnya
sudah kena di totok oleh pemuda berbaju abu-abu itu.
Lan See giok berlagak seolah-olah tidak merasa, sambil
membentak telapak tangan kanannya sekali lagi didorong
ke muka.. Tak terlukiskan rasa terkejut pemuda berbaju abu-abu
itu, saking kagetnya dia menjerit keras. sepasang telapak tangannya segera disilangkan untuk melindungi dada,
disambutnya serangan tersebut dengan kekuatan penuh.
"Blaammm!" benturan keras menggelegar lalu terdengar suara dengusan tertahan, di antara suara langkah kaki yang mundur dengan berat, Lan See giok serta pemuda baju abu-abu itu saling berpisah dengan sempoyongan.
Secara beruntun Lan See giok mundur sejauh lima
langkah lebih, sebaliknya pemuda berbaju abu-abu itu
terjatuh hingga pantatnya beradu keras dengan tanah.
Akibatnya ke dua orang itu sama-sama membelalakkan
matanya lebar-lebar dan tertegun.
http://kangzusi.com/
Pemuda berbaju abu-abu itu membuka mulutnya dengan
napas terengah engah, dia tak tahu kepandaian silat apakah yang telah dipelajari bocah berbaju perlente itu sehingga totokan jalan darahnya sama sekali tak mempan.
Lan See giok merasakan juga lengan kanannya linu dan
kaku bahkan secara lamat-lamat terasa sakit, dia tahu
pemuda berbaju abu-abu itu tentu anak murid seorang jago yang lihay yang menetap di atas bukit tersebut.
Gerakan tubuh dari pemuda berbaju abu-abu itu selain
indah dan cekatan, tenaga dalamnya masih jauh melebihi
dirinya, justru pemuda itu bisa roboh lantaran dia sedang tertegun karena totokan jalan darah nya tak mempan.
Padahal dalam keadaan tak siap saja lawan sanggup
membuat dirinya terdorong mundur sejauh lima langkah,
bisa dibayangkan sampai dimanakah taraf tenaga dalam
yang dimiliki orang ini.
Sementara dia masih berpikir. Pemuda berbaju abu-abu
itu sudah bangkit berdiri, keningnya berkerut kencang,
kemudian pergelangan tangan kanannya diputar dan..
"Criing!" dia telah meloloskan pedangnya yang tersoren di punggung.
Mimpi pun Lan See giok tidak menyangka kalau gara-
gara pekikan nyaringnya tadi bakal mendatangkan
kerepotan baginya, melihat pemuda berbaju abu - abu itu
sudah meloloskan pedangnya, tanpa terasa dia berpaling
memandang matahari senja yang mulai tenggelam di langit
barat. Ia sadar gerakan tubuhnya mungkin tidak selincah dan
seenteng lawan, akan tetapi dalam permainan senjata belum tentu dia sampai kalah, cuma saja senja telah hampir lewat, padahal dia belum mengetahui di manakah letak puncak
http://kangzusi.com/
Giok li hong. hal inilah yang membuat hatinya merasa
sangat gelisah.
Sementara itu pemuda berbaju abu-abu itu sudah
mengejar datang sambil tertawa dingin, kemudian tegurnya: dengan suara dalam: "Bagaimana" Kau masih ingin kabur?"
Lan See giok yang didesak terus menerus akhirnya
menjadi naik darah juga, segera bentaknya dengan gusar:
"Kau jangan kelewat memojokkan orang, Hoa san


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah tempat umum yang boleh di datangi setiap orang,
bukan daerah khusus yang menjadi milikmu. Hamm, jarang
sekali kujumpai manusia yang tak tahu sopan santun seperti kau. Aku bukan bermaksud melarikan diri, tapi langit sudah malam, aku takut urusanku jadi tertunda, maka aku tak
ingin melayanimu lebih jauh, Tapi jika kau bersikeras juga hendak menjajal senjata tajamku, baik, akupun ingin
melihat sampai dimana kah kehebatan ilmu pedang yang
kau miliki itu"
Seraya berkata dia lantas merogoh ke dalam pinggangnya dan meloloskan senjata andalannya.
Tampak cahaya keemas emasan yang amat menyilaukan
mata memancar ke empat penjuru, tahu-tahu senjata gurdi
emas Kang luan tui milik Lan See giok sudah diloloskan
bagaikan seekor ular emas hidup.
Pemuda berbaju abu-abu itu segera tertegun dan serentak
menghentikan langkahnya, dengan pandangan termangu
serta keheranan dia awasi senjata gurdi emas di tangan Lan See giok tanpa berkedip, sesaat kemudian dia baru menegur dengan perasaan tak habis mengerti:
"Senjata aneh apa sih yang kau pergunakan itu?"
Lan See giok tertawa dingin, sebelum dia sempat
menjawab, dari balik pohon siong telah muncul kembali
http://kangzusi.com/
seseorang, gerakan tubuh orang ini terasa satu kali lipat lebih cepat daripada pemuda berbaju abu-abu itu.
Pemuda berbaju abu-abu tadi segera membalikkan
tubuhnya, kemudian berseru keras.
"Khu suheng, barusan dialah yang berpekik keras!"
Sambil berkata dia lantas menuding ke arah Lan See
giok. Ketika Lan See giok berpaling, dia saksikan pendatang
itu baru berusia tiga puluh tahunan, kulit mukanya kuning dan tubuhnya kurus ceking tinggal kulit pembungkus
tulang, namun sepasang matanya berkilat kilat dan gerak
geriknya amat tinggi hati, orang inipun mengenakan baju
berwarna abu-abu.
Lelaki setengah umur itu berjalan mendekat kemudian
memperhatikan Lan See giok sekejap dengan pandangan
tanpa emosi, kemudian dia baru menegur dingin.
"Mengapa kau sembarangan berpekik di tempat ini dan tak suka mengindahkan nasehat?" "
Sembari berkata, dengan langkah lebar dia berjalan
menuju ke hadapan Lan See giok.
Pemuda berbaju abu-abu itu terkejut, mendadak
cegahnya. "Khu suheng, jangan terlampau dekat, dia
memiliki semacam kepandaian aneh, biar jalan darah nya
sudah tertotok namun tubuhnya sama sekali tidak roboh."
Tertegun lelaki setengah umur itu, setelah berseru
tertahan dia lantas menghentikan langkahnya, sementara
sepasang matanya yang tajam mengawasi Lan See giok
dengan pandangan terkejut bercampur keheranan.
Dalam anggapan Lan See giok semula, dengan
datangnya kakak seperguruan dari pemuda tersebut maka
http://kangzusi.com/
urusan akan bisa dibereskan dengan segera, siapa tahu
suheng nya ini lebih tak tahu aturan, maka setelah
mendengus katanya sinis.
"Hmmm, berpengetahuan picik sok keheranan saja?"
Namun lelaki setengah umur itu seakan- akan tidak
mendengar apa yang dikatakan Lan See giok, dengan
kening berkerut terdengar ia berguman seorang diri:
"Aku merasa sedikit tidak percaya!"
Tiba-tiba saja dia menubruk ke muka, jari tangan
kanannya langsung menotok jalan darah Cong hiat-hiatnya.
Tak terlukiskan amarah Lan See giok menyaksikan
datangnya ancaman tersebut, sebagaimana diketahui, jalan darah Cong-hiat merupakan salah satu jalan darah penting di tubuh manusia, bila sampai tertotok, sekalipun tak
sampai mati juga bakal terluka, itulah sebabnya hawa napsu membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya.
"Bagus sekali" ia membentak. "bila kau tidak percaya, silahkan saja dicoba sendiri."
Sambil membentak, gurdi emasnya menusuk ke muka
secepat sambaran petir dengan jurus Pau hou pay wi (
harimau ganas mengebaskan ekor ), dengan gerakan ilmu
cambuk dia menyambar pinggang lelaki setengah umur itu.
Menganggap kepandaian silat yang dimilikinya cukup
tinggi tentu saja lelaki setengah umur itu tidak memandang sebelah matapun terhadap Lan See giok, sambil tertawa
dingin tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu lenyap dari
pandangan. Sebelum itu, Lan See giok sudah pernah menyaksikan
gerakan aneh dari pemuda berbaju abu-abu itu. dia tahu
musuhnya telah menyelinap ke belakang punggungnya.
http://kangzusi.com/
Maka tanpa menggerakkan badan, gurdi emasnya segera
menyerang lagi dengan jurus wi ceng pat hong
(menggemparkan delapan penjuru)..
Serentetan suara desingan tajam segera menderu deru,
cahaya tajam berkilauan memancar ke empat penjuru,
dalam waktu singkat muncul beribu ribu bayangan gurdi
emas yang melindungi seluruh badan Lan See-giok.
Agaknya lelaki setengah umur itu tidak menyangka
kalau Lan See giok begitu hebat dalam perubahan - jurus
tangan kanannya yang baru saja melepaskan totokan nyaris tersapu oleh gurdi emas tersebut, dia segera menjerit kaget lalu mundur sejauh delapan depa lebih.
Lan See giok sudah diliputi oleh hawa napsu
membunuh, sudah barang tentu ia tak akan membiarkan
lelaki setengah umur itu pergi dengan begitu saja, sambil membentak keras hawa murninya disalurkan ke dalam
gurdi itu, kemudian dengan jurus Kim coa toh sim (Ular
emas menjulurkan lidah) ia lepaskan sebuah tusukan
dengan gerakan pedang-
Sebelum lelaki setengah umur itu berhasil berdiri tegak, gurdi emas dari Lan See giok telah menusuk tiba, sekali lagi dia menjerit keras lalu mundur ke belakang dengan cepat-Mencorong sinar tajam dari balik mata Lan See giok,
tanpa menghentikan tubuhnya dia meneruskan terjangannya ke muka, gurdi emasnya melepaskan tiga
jurus serangan secara beruntun, ditengah deruan angin
serangan, cahaya emas berkilauan, bagaikan hujan badai
menyambar tiada hentinya, sungguh mengerikan sekali
keadaannya. Dengan cekatan lelaki setengah umur itu berkelit ke kiri dan menghindar ke kanan. karena didesak oleh Lan See
giok sehingga kalang kabut dengan gugup ia mundur.
http://kangzusi.com/
Pemuda berbaju abu-abu itu menjadi tertegun saking
kagetnya, dia sampai lupa untuk turun tangan membantu
kakak seperguruan-nya melepaskan diri dari bahaya.
Pada saat itulah . . .
Tiba-tiba ia mendengar bentakan keras berkumandang
memecahkan keheningan.
"Cepat tahan . . . . "
Suaranya sangat nyaring seperti suara genta amat
menusuk pendengaran, mendengar itu Lan See giok segera
menghentikan gerak serangannya.
Sewaktu ia berpaling, lebih kurang dua kaki di tepi arena tampak orang kakek berjubah panjang warna abu-abu dan
berjenggot panjang berdiri tegak di sana.
Kakek itu berwajah amat ramah tapi memancarkan sinar
kewibawaan amat tinggi, di antara bayangan manusia yang
berkelebat lewat, lelaki setengah umur dan pemuda berbaju abu-abu sudah melompat ke hadapan kakek tadi dengan
wajah tersipu -sipu, setelah memberi hormat, mereka
berbisik lirih:
"Suhu!"
Dalam pada itu, Lan See giok sedang berpikir pula
dihati. "Dengan murid yang begitu berpikiran picik dan berdada sempit, gurunya pasti seorang manusia latah yang berjiwa sempit pula"
Oleh karena berpendapat demikian, maka dia hanya
berdiri tegak di situ tanpa memberi hormat.
Dengan wajah penuh kegusaran lelaki berjubah panjang
itu memandang sekejap ke arah kedua orang muridnya,
kemudian kata nya dengan suara dalam.
http://kangzusi.com/
"Mundur kalian!"
Lelaki setengah umur dan pemuda itu segera mengiakan
dengan hormat dan mengundurkan diri ke sisi tubuh
gurunya, di atas wajah kedua orang itu sama sekali tidak dijumpai sinar keangkuhan lagi.
Sambil mengelus jenggotnya yang panjang kakek
berjubah panjang itu memandang wajah Lan See giok,
kemudian tanyanya sambil tersenyum: "Siauhiap membawa gurdi emas, apakah kau adalah keturunan dari Lan tayhiap?"
Menyinggung soal ayahnya, paras muka Lan See giok
segera berubah menjadi serius kembali, cepat-cepat dia
menjura seraya menjawab dengan hormat.
"Lan Khong-tay adalah guruku, boleh aku tahu siapa
nama cianpwe dan dari mana kau bisa mengenali senjata
tajam andalan dari guruku ini- ?"
Manusia berjubah panjang itu mendongak kan kepalanya
lalu tertawa terbahak bahak:
"Aaah - haaahhh - haaahhh. ayahmu Lan Khong-tay
sangat termasyhur dikolong langit, senjata gurdi emasnya merajai dunia persilatan, sembilan butir peluru peraknya selalu tepat dan tak pernah meleset, dan aku pernah
berjumpa dengan ayahmu, sudah barang tentu kenal juga
dengan senjata kenamaannya"
Mengetahui kalau dia kenal dengan ayah-nya Lan See
giok segera berkata dengan serius:
"Oooh rupanya Ban locianpwe, apabila boanpwe Lan
See giok berbuat ceroboh dan mengganggu ketenangan
locianpwe, harap locianpwe sudi memaafkan,"
http://kangzusi.com/
Selesai berkata, kembali dia menjura dalam-dalam,
Sekali lagi Ban peng cuan tertawa tergelak.
"Tiada induk harimau yang melahirkan anjing, ayah
ibumu selalu hidup bagaikan dewa dewi, sedang ibumu Hu-
yong siancu juga sudah banyak tahun tak menampakkan
diri, apakah selama ini dia selalu berada dalam keadaan
baik-baik?"
Lan See giok segera merasakan hatinya bergetar keras,
dia sangat kebingungan, dengan kening berkerut dan nada
tidak mengerti tanyanya.
"Ibuku adalah Ki lu lihiap Ong Si hoa, bukan Hu-yong siancu bibi wan, pertanyaan dari locianpwe ini sungguh
membuat boanpwe tidak habis mengerti!"
Merah padam selembar wajah Ban peng coan. dia tahu
kalau dirinya khilaf, dengan nada minta maaf katanya
kemudian: "Oh betul, aku memang sudah tua dan ingatanku tidak tajam lagi. andaikata kau tidak mengingatkan kembali,
hampir saja aku lupa dengan Ong lihiap."
Setelah berhenti sejenak, seakan akan sengaja mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, dia bertanya lebih jauh dengan nada tidak mengerti.
"Apakah kedatangan hiantit kemari hanya untuk
berpesiar saja?"
Sejak semula Lau See giok sudah merasa kalau
hubungan bibi Wan dengan ayahnya tidak biasa. apabila
setelah mendengar perkataan dari Ban Peng cuan,
kecurigaannya semakin berlipat ganda.
http://kangzusi.com/
Namun bila teringat kembali tujuan kedatangannya ke
bukit Hoa san kali ini, terpaksa kecurigaannya terhadap bibi Wan harus ditunda sampai lain waktu.
Sahutnya kemudian dengan hormat:
"Boanpwe ingin buru-buru menjumpai To seng cu,
karena itu khusus aku berangkat dari kota Tek an kemari, tapi tak kuketahui di manakah letak puncak Giok-li-hong, karena itu . . . "
Belum habis ia bercerita, pemuda berbaju abu-abu itu
sudah tertawa geli.
Lan See giok menjadi tertegun, tanpa terasa dia
memandang ke arah pemuda berbaju abu-abu itu dengan
termangu. Ban Peng cuan sendiripun tak dapat menahan rasa
gelinya, sambil tersenyum ia segera berkata.
"Agaknya baru pertama kali ini kau datang kemari,
disinilah letak puncak Giok-li- hong!"
Sambil berkata, dia lantas menuding ke arah sebuah
puncak bukit yang berada puluhan kaki jauhnya.
Sementara itu matahari senja telah terbenam, maghrib
pun menjelang tiba, kegelapan mulai menyelimuti seluruh
bukit Hoa san, ketika Lan See giok mengangkat kepala nya, didapati puncak Giok li hong memang jauh berbeda dengan
bukit-bukit lainnya.
Terdengar Ban Peng cuan bertanya lagi dengan ragu.
"Apakah kau sudah mengetahui tempat kediaman dari
To seng-cu locianpwe?"
Lan See giok segera menggelengkan kepalanya berulang
kali. http://kangzusi.com/
"Boanpwe tidak tahu, tapi konon berada di bawah
puncak Giok li hong-."
"Keponakanku" ujar Ban Peng cuan dengan bersungguh sungguh, "bukan aku sengaja hendak menghilangkan
kegembiraanmu. kami guru dan murid bertiga sudah
banyak tahun berdiam di puncak ini, tapi belum pernah
bertemu dengan "To seng cu" locianpwe barang satu kalipun, cerita tentang berdiamnya dia orang tua di bawah puncak Giok li hong sudah mulai beredar semenjak sepuluh tahun berselang"
Mendengar perkataan tersebut, Lan See giok segera
merasakan kepalanya seperti diguyur dengan sebaskom air
dingin, tapi ia percaya kakek berjubah kuning yang ramah itu tidak bakal membohonginya.
"Setelah boanpwe datang kemari, boanpwe tetap akan
mencarinya, kalau toh akhirnya tidak kutemukan tentu saja aku akan pulang ke rumah" ucapnya pelan.
Ban Peng coan berpikir sebentar, kemudian mengangguk. "Baiklah kalau begitu, memang tak ada salahnya untuk dicoba, namun kuharap kau jangan membawa pengharapan
yang kelewat besar."
"Terima kasih atas petunjuk locian-pwe, boanpwe ingin mohon diri lebih dulu" Setelah memberi hormat, pemuda itu membalikkan badan dan melompat turun dari puncak
itu. Suasana di bawah puncak gelap gulita, pemandangan
yang berada tujuh delapan kaki dihadapannya sukar untuk
dilihat Seca-ra jelas.
http://kangzusi.com/
Tempat dimana Lan See- giok berhenti sekarang tak lain
adalah lembah yang menghubungkan puncak Tiau yang-
hong dengan puncak Giok- li-hong..-
Udara dalam lembah tersebut ternyata hangat lagi
nyaman, aneka bunga tumbuh dengan suburnya, pohon
siong tumbuh merata, air mengalir sangat tenang,


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemandangan alam di situ sungguh mempesonakan -
Dengan penuh perhatian Lan See giok mengawasi
sekejap keadaan di sekitar sana, di situ tidak nampak
bangunan rumah, tidak pula gua atau tempat lain yang bisa dipakai sebagai tempat berteduh, sudah barang tentu To
seng cu tak mungkin berdiam di sana.
Maka dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, dia berjalan lebih ke depan.
Lambat laun pepohonan siong tumbuh semakin rapat,
tumbuhan bambu menghutan, makin ke dalam suasananya
semakin bertambah gelap.
Akhirnya pemuda itu merasa percuma untuk berlarian
secara membuta tanpa arah tujuan tertentu, karena dengan cara demikian tak mungkin dia bisa menemukan tempat
kediaman To seng cu, tanpa terasa ia lantas teringat
kembali dengan pesan dari kakek berjubah kuning itu, dia bertekad hendak mencobanya.
Berpikir demikian. pemuda itu segera melompat naik ke
atas sebuah batu cadas, kemudian setelah menghimpun
tenaga dalamnya, dia berseru dengan lantang:
"Boanpwe Lan See giok datang dari tempat jauh untuk menyambangi To seng-cu locian-pwe, bila diperkenankan
mohon diberi petunjuk untuk menemui beliau!"
Selesai berteriak, dia lantas memusatkan semua
perhatiannya untuk mengawasi dan mendengarkan suasana
http://kangzusi.com/
di sekelilingnya. biarpun dihati kecilnya dia tidak
mempunyai harapan yang terlalu besar.
Mendadak- Dari balik kegelapan lebih kurang seratus kaki
dihadapannya sana muncul setitik cahaya lentera, ternyata cahaya itu berasal dari sebuah lentera merah yang
bergoyang goyang karena terhembus angin gunung.
Lan See giok amat terperanjat setelah melihat cahaya
lentera itu, hatinya terkejut bercampur gembira. pikirnya kemudian:
"jangan-jangan To seng cu memang benar-benar berdiam dalam lembah ini?"
-ooo0dw0ooo- BAB 13 LAN SEE GIOK mengawasi lentera merah yang muncul
di balik kegelapan sana dengan perasaan kejut bercampur
girang di samping perasaan tak habis mengerti, dia tak tahu mengapa kejadian bisa berlangsung begitu kebetulan, baru saja dia berteriak, cahaya lentera lantas muncul kan diri"
Tanpa terasa, ia teringat kembali akan perkataan dari
Ban Peng coan, sudah banyak tahun mereka berdiam di situ namun belum pernah berjumpa dengan To seng cu,
mungkinkah kemunculan lentera merah tersebut hanya
suatu kejadian secara kebetulan saja"
Menyusul kemudian dia berpikir lebih jauh:
"Jangan-jangan di situ terdapat rumah pemburu Atau
mungkin si penebang kayu yang sesat jalan?"
http://kangzusi.com/
Akhirnya dia memutuskan untuk memeriksa sendiri,
andaikata di situ menang berdiam penduduk, dia berniat
untuk menyelidiki tempat tinggal To seng cu dari mereka.
Berpikir demikian, diapun berangkat menuju ke arah
lentera merah yang muncul pada seratus kaki di
hadapannya itu.
la telah berlarian amat cepat, paling tidak seratus kaki sudah dilalui, akan tetapi lentera merah tersebut masih
kelihatan berada di tempat yang begitu jauh.
Dengan cepat dia melompat naik ke atas sebuah pohon
besar, betul juga, ternyata lentera merah yang berada di depan sana tampaknya sedang berlarian ke depan.
Tergerak hatinya setelah menjumpai hal itu, kembali dia
berpikir di hati,
"Yaa, jangan-jangan lentera merah itu memang
bermaksud membawanya untuk menjumpai To seng cu?"
karena berpendapat demikian, dia memutuskan untuk
membuktikan sendiri, agar tidak sampai terjerumus ke
dalam perangkap lawan.
Dengan menghimpun tenaga dalamnya dia berseru
lantang: "Wahai lentera merah yang berada di depan apakah, kau sedang memberi petunjuk jalan kepadaku untuk berjumpa
dengan To seng cu locianpwe" Kalau memang demikian.
harap gerakkan lentera merahmu ke kiri dan ke kanan ."
Baru selesai dia berseru, lentera merah tersebut benar-
benar bergerak ke kiri dan ke kanan.
Melihat hal ini Lan See giok malah menjadi sangsi, entah mengapa, dalam saat itulah dalam hati kecilnya timbul
suatu firasat yang tidak menguntungkan.
http://kangzusi.com/
Di samping itu diapun terbayang kembali wajah bibi
Wan serta enci Cian nya yang sedih dan murung ketika
berpisah tempo hari.
Dalam pada itu, lentera merah yang berada ditengah
kegelapan itu masih digoyangkan tiada hentinya, seakan
akan sedang mendesaknya agar melanjutkan perjalanan.
Lan See giok segera teringat kembali akan tujuan
kedatangannya, harapan dari enci Cian serta bibi Wannya, kemudian dendam berdarah dari ayahnya . . akhirnya dia
menggigit bibir dan membulatkan tekadnya untuk mengejar
lebih jauh. Lentera merah yang berada di depan itu memang aneh
sekali, seakan akan dia memiliki beribu ribu mata, begitu Lan See giok maju, diapun turut maju, ketika Lan See giok berhenti, diapun turut berhenti biarpun Lan See giok sudah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, namun dia
belum berhasil juga menyusul lentera merah tersebut.
Begitulah dengan berlarian mengejar lentera merah itu,
tanpa terasa dia telah melewati puncak Giok li hong dan
tiba di sebuah lembah lain.
Perasaan mendongkol dan curiga berkecamuk di dalam
benak Lan See giok, di tak tahu permainan setan apakah
yang sedang diperbuat lentera merah tersebut.
Lambat laun dia mulai menangkap suara yang amat
keras diantara pepohonan siong yang bergoyang terhembus
angin, di samping itu memandang alam dalam lembah itu
sangat indah, jauh berbeda dengan keadaan ditempati lain.
Lan See giok tidak berniat untuk memperhatikan
kesemuanya itu, dia masih melanjutkan pengejarannya
terhadap lentera merah tersebut .
Mendadak- http://kangzusi.com/
Dari balik kegelapan puluhan kaki dihadapannya,
muncul kembali sebuah
lentera merah lain yang menyongsong kedatangan lentera merah yang pertama.
Tapi lentera kedua yang menyongsong tadi lebih sampai
dua kaki itu tahu-tahu saja padam dengan begitu saja.
Lan See giok merasa sungguh tak habis mengerti dia
mengalihkan kembali pandangan matanya, ternyata lentera
merah yang pertama masih tetap tak berkutik di tempat
semula. Dia tahu, bisa jadi di tempat inilah merupakan tempat
kediaman dari To seng cu, karenanya tanpa ragu-ragu lagi dia menyusul kearah mana lentera merah tersebut berada.
Dalam perjalanan majunya, lambat laun dia dapat
melihat sebuah tebing yang tingginya ratusan kaki
menghadang jalan perginya, sedang lentera merah itu
agaknya berada di tangan seorang manusia yang tinggi
besar. Setelah dekat dengan tempat itu baru dia ketahui
bayangan tinggi besar itu bukan orang melainkan sebatang pohon yang telah mengering, lentera tersebut tergantung di atas pohon tadi dan bergoyang tiada hentinya ketika
terhembus angin.
Lan See giok merasa sangat keheranan, pikirnya:
"Kalau toh dia adalah penunjuk jalan, mengapa tidak ditunjukkan sampai ke pintu depan?"
Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya,
mungkin saja To seng-cu berdiam di dalam hutan itu.
Ia mendongakkan kepalanya, hutan pohon yang mulai
mengering itu, dalamnya mencapai dua tiga puluh kaki
sebelum tiba di depan dinding tebing tersebut, di dalam
http://kangzusi.com/
hutan tidak dijumpai rumah gubuk ataupun rumah batu, ia
bertekad akan menuju ke dinding tebing tersebut untuk
melakukan pemeriksaan.
Berhubung timbulnya firasat yang kurang enak tadi, di
dalam langkah majunya kali ini, ia bertindak dengan
berhati-hati sekali.
Setelah ke luar dari hutan dan mencapai jarak berapa
kaki dari tebing, tiba-tiba saja ia merasakan pandangan
matanya menjadi terang..
Pada sisi kanan tebing curam itu dijumpa sebuah gua,
sebatang pohon siong persis tumbuh didepannya sehingga
menutup mulut gua tadi, jika tidak diperhatikan dengan
seksama, mulut gua tersebut memang sukar ditemukan.
Dengan perasaan gembira ia segera menubruk ke depan
gua, itu dengan cepat dia saksikan mulut gua penuh
ditumbuhi lumut hijau serta sarang laba-laba, suasana gua itu gelap gulita, seolah-olah tidak ada yang menetap di situ.
Lan See giok segera berkerut kening, dia percaya tokoh
nomor satu seperti To seng cu tak mungkin akan mendiami
gua yang begitu suram dan kotor seperti itu.
Baru saja dia akan beranjak pergi mendadak di atas
dinding gua yang sudah dipenuhi lumut hijau itu ia
saksikan ada guratan-guratan aneh yang sangat mirip
dengan tulisan.
Sekali lagi tergerak hatinya, cepat-cepat dia menghampiri dinding tebing dan memeriksa dengan seksama, betul juga, garis-garis itu merupakan serangkaian kata yang diukir
dengan pisau, tapi berhubung lumut nya amat tebal, sulit untuk membaca kata-kata tersebut.
Terdorong oleh perasaan ingin tahunya lalu dia
mengambil sekeping batu, kemudian menghapus lumut
http://kangzusi.com/
hijau yang menempel diatasnya, dalam waktu singkat dia
dapat membaca gaya tulisan yang indah, jelas tulisan
seorang wanita.
Lan See giok mundur dua langkah, kemudian membaca
huruf-huruf tersebut dengan pelan.
"Musim gugur pergi musim dingin lewat, musim semipun tiba.
Rindu dan kangen menyerang setiap malam.
Air mata bercucuran bagaikan mutiara.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. .
Wajah telah basah entah oleh air mata atau embun.
Thian tidak mengasihi aku. .
Sepasang merpati harus terbang berpisah.
Kemesraan di masa lalu.
Kini tinggal kepedihan dan air mata.
Oh Thian.. Oh Thian, betapa buruknya nasibku."
Membaca sampai di sini, Lan See giok semakin
bimbang, dipandangnya sekejap mulut gua yang gelap
gulita itu, dia percaya dalam gua tersebut tentu berdiam seorang perempuan yang menderita karena cinta, atau
mungkin juga tersebut merupakan kuburan dari perempuan
yang bernasib buruk itu.
Sebenarnya anak muda ini sudah tak berniat untuk
memasuki gua, tapi sekarang tanpa disadari dia telah
melakukan masuk ke dalam gua tersebut.
Gua itu dalam sekali, keadaannya gelap gulita sehingga
sukar melihat kelima jari tangan sendiri, biarpun dia telah mengerahkan tenaga dalamnya ke mata, apa yang bisa
dilihatpun hanya mencapai sejauh lima depa.
http://kangzusi.com/
Pelan-pelan dia maju ke depan, segera ditemukan gua itu
miring ke sebelah kanan, ketika berpaling, ia sudah tidak melihat mulut gua tersebut lagi.
Suasana dalam gua amat hening dan sepi, kecuali
langkah kakinya, tak kedengaran Lagi suara yang lain.
Mendadak lima depa di depan sana, telah merupakan
ujung jalan, setelah pemuda itu maju lagi dua tiga langkah, baru diketahui di depan sana terbentang sebuah pintu batu yang sangat berat.
Dia mencoba untuk meraba, pintu batu itu sangat licin
seperti cermin, ketika didorong dengan sekuat tenaga, pintu tersebut segera terbuka dengan sendiri, cahaya terang yang menusuk mata segera mencorong ke luar dari balik pintu.
Dengan perasaan terkejut Lan See giok mundur dua
langkah, ternyata dibalik pintu itu yang terbentang sebuah undak undakan batu yang sangat lebar dan menjurus ke
atas. Untuk sesaat dia berdiri ragu di depan pintu, tak
diketahui harus melanjutkan perjalanan atau mundur
dengan begitu saja, tapi dorongan rasa ingin tahu yang kuat mengkilik hatinya, membuat pemuda tersebut semakin
bertekad untuk menyelidiki apa gerangan yang terdapat
dalam ruangan tersebut.
Akhirnya dia putuskan untuk masuk ke dalam dan
menyelidiki sendiri sebab ia merasa nasib perempuan itu
kelewat menge-naskan, bila dia masih berada di dalam
mungkin dia akan mengetahui tempat tinggal dari To seng
cu. Berpikir demikian diapun berjalan masuk ke dalam
ruangan, ternyata cahaya tajam tadi berasal dari sebutir mutiara yang di pasang di atas pintu masuk.
http://kangzusi.com/
Undak undakan batu itu menjurus naik ke atas, setiap
tikungan selalu diberi sebutir mutiara kecil sebagai
penerangan, sehingga keadaan di dalam gua bisa terlihat
secara lamat-lamat.
Itulah sebabnya dia dapat meneruskan -perjalanannya
dengan cepat, dalam waktu singkat puluhan kaki telah
dilewati. Setelah membelok pada sebuah tikungan, sepasang
matanya kembali terasa silau, cahaya terang memancar ke
empat penjuru dari depan sana, pada ujung undak undakan
batu kembali muncul sebuah pintu batu raksasa yang
tingginya satu kaki dan lebarnya delapan depa, pintu
tersebut tertutup rapat-rapat.
Tujuh butir batu mulia yang sangat indah berserakan di
atas pintu, sinarnya tajam dan sangat menyilaukan mata.
Ketika diamati lebih seksama di atas pintu tersebut
tergantung pula sebuah lian dengan huruf-huruf yang amat besar.
Pada kanan pintu tertuliskan kata-kata.
"Hati di langit barat, tubuh di alam semesta, melatih ilmu membenahi watak menanti datangnya saat gembira,"
Sedangkan di sebelah kiri pintu bertuliskan.
"Seratus tahun menghadap dinding lepas tulang jadi dewa, tak akan tergoda oleh gadis dan cinta!"
Lan See giok menjadi melongo setelah selesai membaca
tulisan itu, walaupun ia tak bisa memahami arti sari tulisan tersebut secara tepat, tapi ia percaya nada tulisan dari sepasang Lian tersebut tidak cocok satu, sama lainnya:
Kalau berbicara dari tulisan yang terukir dimuka gua,
gua tersebut seharusnya didiami oleh seorang perempuan
http://kangzusi.com/
yang hidup sengsara karena cinta, tapi bila dilihat dari arti sepasang lian tersebut agak nya penghuni gua tersebut
adalah seorang pertapa.
Bila ada orang bertapa di dalam gua ini waktunya pasti
cukup lama, bisa jadi orang ini adalah To seng cu sendiri maka pemuda ini bertekad untuk masuk lebih ke dalam,
kepada pintu batu tersebut diapun menjura, kemudian
berkata dengan lantang:
"Boanpwe Lan See giok tertarik oleh syair di luar gua sehingga masuk kemari dengan ceroboh, kini boanpwe
merasa tidak habis mengerti, mohon locianpwe sudi
memberi petunjuk"
Ucapan mana diutarakan dengan suara nyaring sehingga
nada suaranya menggema di seluruh ruangan gua.


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lan See giok berdiri menanti di luar gua dengan tenang,
tapi lama sekali belum juga kedengaran suara jawaban,
lantas mengambil kesimpulan gua itu kosong tak
berpenghuni. Maka dia maju ke depan dan menempelkan telapak
tangannya di atas pintu, ketika didorong dengan sepenuh
tenaga, terdengarlah suara gemerutuk yang amat berat-
Pintu batu yang sangat besar itu pelan-pelan terbuka
sebuah celah lebar, segulung bau harum yang semerbak pun segera berhembus ke luar dari balik pintu, Lan See giok
melongok ke dalam, ternyata dibalik pintu terbentang
sebuah ruangan gua yang memanjang, dalamnya mencapai
lima kaki, di sisi kiri dan kanan masing-masing terdapat sebuah ruangan.
kedua ruangan itu tanpa pintu semua, sedang di ujung
gua terdapat pula sebutir batu manikam yang besar
http://kangzusi.com/
berwarna kuning, cahaya yang terpancar ke luar sangat
lembut. Lan See giok menyelinap masuk ke balik pintu, ia
merasakan kakinya menginjak tempat yang lembut, ketika
diperiksa, ternyata lantai gua dilapisi oleh permadani
kuning tebal. Sewaktu masuk ke dalam kedua ruangan ia jumpai di
situ terdapat masing-masing sebuah kasur untuk duduk,
namun tak nampak seorang manusia pun.
Di bawah mutiara kuning di ujung gua terdapat sebuah
meja pendek yang panjang diatasnya dilapisi kain kuning
sampai terkulai ke atas lantai.
Di muka meja pendek terletak pula sebuah kasur duduk
yang besar dan tebal, selain itu, dalam gua tersebut tidak di jumpai benda apapun.
Menyaksikan kesemuanya ini, Lan See giok tahu bahwa
dalam goa ini paling tidak terdapat tiga orang yang bertapa di situ, tapi sekarang sudah tak ada lagi, mungkin sudah menjadi dewa semua.
Sewaktu sorot matanya terbentur dengan benda di atas
kain kuning di meja rendah itu tergerak hati Lan See giok, dengan langkah cepat dia menghampirinya.
Apa yang kemudian terlihat segera membuat paras
mukanya berubah hebat, saking kagetnya dia sampai
mundur dua langkah sembari berseru kaget.
Ternyata di atas kain kuning pada meja rendah itu tertera sembilan huruf besar yang terbuat dari emas, tulisan itu berbunyi demikian. "TAYLO PWE CIN-KENG."
Lan See giok berdiri termangu mangu, sekarang dia baru
tahu kalau gua tersebut adalah tempat To seng cu bertapa.
http://kangzusi.com/
Mendadak terdengar suara tertawa cekikikan berkumandang dari belakang tubuhnya.
Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera
membalikkan badan, ia saksikan dari sisi pintu ruangan
sebelah kiri, lebih kurang tiga kaki dihadapannya seperti ada bayangan hitam berkelebat lewat, tanpa sangsi dia
segera menubruk ke sana.
Ketika tiba diantara kedua belah pintu, ia celingukan
sekejap ke kiri kanan, dalam ruangan masih terletak dua
buah kasur duduk yang kosong, namun tak nampak sesosok
bayangan manusiapun.
Diam-diam Lan See giok terkesiap, tapi ia segera
berpikir, kemungkinan besar orang itu bersembunyi di sisi kiri atau kanan pintu.
Maka diapun siap beranjak .
Pada saat itulah, tiba-tiba dari depan gerbang melayang
masuk se sosok bayangan kuning.
Mula-mula Lan See giok agak terperanjat ketika melihat
kemunculan orang itu, menyusul kemudian dengan
perasaan terkejut bercampur girang, seolah-olah bertemu
kembali dengan sanak keluarga sendiri, teriaknya keras-
keras. "Locianpwe- - "
Sambil berseru dia segera menubruk ke muka.
Ternyata orang yang melayang masuk ke dalam gua saat
ini bukan lain adalah kakek berjubah kuning yang berwajah ramah itu.
Kakek berjubah kuning itu masuk sambil membawa
banyak sekali buah anggur yang segar, ketika melihat
pemuda itu menubruk tiba dia segera mengangkat ke dua
http://kangzusi.com/
belah tangannya dan tertawa terbahak bahak, sikapnya
nampak gembira sekali.
Lan See giok memeluk kakek berjubah kuning itu erat-
erat, saking gembiranya air mata sampai jatuh bercucuran, tiada henti-nya dia memanggil:
"Locianpwe . . locianpwe . . . "
Tiba-tiba kakek berjubah kuning itu menghentikan gelak
tertawanya, kemudian dengan penuh kasih sayang dia
berkata. "Kalian berdua sudah berani bermain setan, melanggar
perintah guru, ayo cepat kau terima buah buahan ini!"
Lan See giok yang mendengar perkataan itu menjadi,
kebingungan setengah mati, ketika berpaling tampak
olehnya si nona berbaju merah Si Cay soat dengan wajah
tersipu-sipu dan senyum dikulum sedang melompat
mendekat. Siau thi gou yang berkulit hitam sedang melototkan
sepasang biji matanya yang besar.
"Suhu, Thi gou tak berani, semuanya ini merupakan ide enci Soat seorang, dia bilang kita takut takuti Lan See giok agar bisa membalaskan rasa mendongkol Gou ji!"
Sembari berkata, dia tetap berdiri tak bergerak di depan pintu ruangan.
"Hmmm!" kakek berjubah kuning itu mendengus marah,
"siapa suruh kau berdiam diri saja" Ayo cepat memasang lentera."
Setelah menyerahkan buah buahan itu kepada Si Cay
soat yang berdiri dengan wajah gembira tapi agak tersipu sipu itu, dia membelai rambut Lan See giok sambil ujarnya dengan ramah.
http://kangzusi.com/
"Nak, ternyata kau benar-benar datang, ayo jalan mari kita berbicara di dalam."
Ditariknya tangan pemuda itu dan diajak menuju ke
bantal duduk di depan meja rendah.
Sekarang Lan See giok baru mengerti, rupa kakek
berjubah kuning ini adalah To seng cu, anehnya perasaan
benci yang semula mencekam perasaannya kini sudah
lenyap tak berbekas, entah mengapa ia sudah tak percaya
sekarang kalau To seng cu adalah orang yang mencelakai
ayahnya. Dalam perjalanan itu, Lan See giok dapat melihat pula
kalau di antara alis mata sebelah kiri kakek berjubah kuning itu benar-benar terdapat sebuah tahi lalat merah, tahi lalat tersebut hampir tertutup oleh alis mata yang tebal, hal ini semakin membuktikan kalau kakek berjubah kuning ini
memang To-seng-cu.
Tiba di depan meja rendah, To seng cu segera menunjuk
ke sisi kasur duduk itu sambil berkata dengan gembira.
"Duduklah anak giok!"
Sembari berkata ia sendiri duduk bersila pula di atas
kasur duduk tersebut. Lan See giok mengiakan dengan
hormat dan segera duduk bersila di sebelah kanan To seng cu, ia merasa kasur duduk itu empuk sekali sehingga sangat nyaman untuk ditempati.
SI CAY SOAT telah meletakkan pula buah buahan segar
itu di depan kasur duduk kemudian ia sendiri duduk di
sebelah kiri To seng-cu, dengan wajah bersemu merah dan
mata yang jeli tiada hentinya dia mengawasi Lan See giok.
Siau thi gou berjalan ke depan kasur tanpa berbicara,
kemudian sambil mengambil sepuluh biji anggur besar yang
http://kangzusi.com/
disodorkan ke hadapan Lan See giok, katanya dengar
bersungguh hati:
"Kau sudah menempuh perjalanan selama seharian
suntuk, sekarang tentu merasa amat dahaga, cepatlah
makan anggur ini, tapi ingat, setiap kali makan buah anggur seperti ini, kau hanya boleh makan sepuluh biji."
Berjumpa dengan Siau thi gou, Lan See giok segera
teringat pula dengan peristiwa di dusun nelayan tempo hari, dimana ia telah menotok jalan darahnya, tanpa terasa
timbul perasaan menyesal di dalam hatinya.
Ketika ia saksikan Siau thi gou sama sekali tidak
mendendam kepadanya, malah menghadiahkan buah
anggur, segera ujarnya sambil menjura.
"Terima kasih banyak, adik Thi gou!"
Siau thi gou tertawa lebar, dia segera duduk pula di
samping Si Cay soat.
Sementara itu To seng cu telah berkerut kening,
kemudian sambil memandang ke arah Siau Thi gou dengan
wajah tak mengerti, ia bertanya cepat:
"Thi gou, siapa yang bilang kalau setiap kali makan hanya boleh makan sepuluh biji buah anggur?"
Mendengar pertanyaan itu, paras muka Si Cay soat
segera berubah menjadi merah padam.
Siau thi gou segera menuding ke arah Si Cay soat,
dengan melototkan sepasang mata nya dia menjawab:
"Enci soat yang berkata demikian, ia bilang kalau makan sebelas biji perutnya akan sakit, bila makan dua belas biji akan mencret-mencret, bila makan tiga belas biji maka
selama hidup akan selalu kontet (cebol)!".
http://kangzusi.com/
Belum habis perkataan itu diutarakan, To seng cu sudah
tak dapat menahan rasa gelinya lagi, dia tertawa terbahak bahak.
Agaknya Lan See giok juga dapat mendengar kalau
ucapan semacam itu hanya ulah Si Cay soat untuk
mempermainkan Siau thi gou, tanpa terasa diapun jadi
teringat kembali bagaimana dia sendiripun di permainkan
ketika baru datang ke sana.
Dengan wajah merah padam Si Cay soat tertawa
terkekeh kekeh, dengan cepat ia menjelaskan:
"Adik Gou paling suka makan buah anggur, setiap kali makan dia bisa menghabiskan empat lima biji tanpa
dikunyah lagi, kalau ditanya bagaimana rasanya, diapun
tidak tahu.."
Belum habis perkataan itu diselesaikan. To seng cu telah menghentikan tertawanya dan berkata dengan suara dalam
tapi ramah. "Hei si binal, kau kan enci masa senang mempermainkan adik" Sekarang anak giok telah datang. dia adalah
kakakmu, akan kulihat apakah dia akan menganiaya kau si
adik atau tidak."
Siau thi gou mencibirkan bibir tanpa berbicara,
sedangkan Si Cay-soat melirik sekejap ke arah Lan See giok kemudian menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Paras muka Lan See giok juga berubah menjadi merah
padam, sekarang dia baru tahu rupanya dia menjadi kakak
bukan sebagai adik seperti apa yang diduganya semula.
Ketika dilihatnya hubungan To-seng cu dengan murid
muridnya tidak disertai dengan peraturan yang ketat,
bahkan kasih sayangnya bagaikan seorang ayah terhadap
http://kangzusi.com/
putra putrinya, kesemuanya ini membuat rasa hormatnya
terhadap To seng cu makin bertambah.
Terbayang kembali maksud tujuannya datang ke situ,
diapun mengeluarkan kotak kecil bungkus kuning itu dari
sakunya dan dipersembahkan ke hadapan To seng cu
sambil ujarnya dengan hormat:
"Anak giok telah menuruti perintah dengan membawa
cinkeng tersebut datang ke mari."
Memandang kotak kecil itu, terlintas perasaan sedih di
atas wajah To seng cu, diterimanya kotak itu serta
diperhatikan sekejap kemudian ia berkata:
"Kitab pusaka ini sudah menemani aku setengah
hidupku, sepuluh tahun berselang, kotak ini tercuri di luar dugaan, sungguh tak disangka hari ini bisa bertemu
kembali." Sembari berkata dia lantas meletakkan kotak kecil itu di depan kasur duduknya.
Mendengar kata "dicuri," paras muka Lan See giok segera berubah menjadi merah padam karena malu, saking
tak tahannya dia sampai menundukkan kepalanya rendah-
rendah. Melihat hal tersebut, To seng cu segera tahu kalau
pemuda itu telah salah paham, sambil tertawa ramah dia
lantas menjelaskan:
"Segala sesuatu yang ada di dunia ini sudah di atur oleh takdir, yang tak ada masalah yang dapat dipaksakan, waktu itu Oh Tin san dan komplotannya berhasil mencuri cinkeng tersebut, dari tempatku tapi kemudian karena ketahuan
olehnya sehingga melarikan diri, di dalam gugupnya kotak tersebut telah terjatuh ditengah jalan tanpa mereka sadari . .
" http://kangzusi.com/
Mendengar penjelasan tersebut. Lan See -giok segera
mengangkat kepalanya sambil bertanya:
"Locianpwe, bagaimana ceritanya sampai ayahku
berhasil mendapatkan kotak kecil ini?"
"Menurut apa yang kuketahui, dia menemukan benda itu dalam keadaan yang sangat kebetulan, duduk persoalan
yang sebenarnya bibi Wan mu yang mengetahui paling
jelas" Lan See giok segera merasakan hatinya bergetar keras,
tanpa terasa ia bertanya dengan gelisah.
"Kalau toh bibi Wan tahu, mengapa dia tidak
menerangkannya kepada anak giok?"
To seng cu segera tertawa riang.
"Seperti apa yang diucapkan bibimu, kalian masih kanak-kanak dan tak perlu mengetahui semua kejadian itu"
"Jadi locianpwe telah berkunjung ke rumah kediaman
bibi Wan pada malam itu?" seru Lan See giok terkejut.
To seng cu manggut-manggut.
"Oleh karena kulihat kau sudah berangkat maka aku
tidak jadi masuk."
Sekarang Lan See giok baru mengerti, diapun segera
teringat apa yang menyebabkan jalan darah tidur Oh Li cu tertotok, menyusul kemudian hatinya tergerak, dengan nada menyelidik dia segera bertanya:
"Apakah locianpwe juga yang tertawa dingin di kuburan Ong leng serta memancing kepergian si Tongkat baja kaki
tunggal serta Beruang tunggal?"
To seng cu memandang anak muda itu sambil
tersenyum, dia hanya manggut saja tanpa menjawab.
http://kangzusi.com/
Menyusul kemudian Lan See giok teringat kembali dua
kali jeritan kaget yang mengeri-kan itu, dengan nada tak mengerti kembali dia bertanya:
"Apakah dalam gusarnya locianpwe telah menghabisi
nyawa kedua orang itu?"
To seng cu segera tertawa terbahak bahak:
"Sudah puluhan tahun lamanya aku tak pernah
melakukan pembunuhan, masa kedua orang itu kubunuh"
Waktu itu aku hanya menotok jalan darah kaku mereka
secara diam-diam, mungkin karena kaget mereka baru
berteriak keras!"
"Locianpwe, kalau toh kau selalu mengikuti di sisi anak giok, mengapa tidak munculkan diri untuk menempuh
perjalanan bersama-sama ku?"
Sekali lagi To seng cu tertawa terbahak bahak.
"Anak giok, bukan aku sengaja bermain setan
denganmu. berhubung ayahmu mati terbunuh orang, dihati
kecilmu pasti menaruh banyak prasangka serta kecurigaan, bila tidak berbuat begini kau belum tentu akan menyusul ke mari."
Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Si Cay
soat serta Siau thi gou yang mendengarkan dengan
seksama, dia melanjutkan:
"Aku pernah berpesan kepada Soat ji dan Thi gou berdua agar menyambut kedatanganmu di mulut lembah, selain itu
memberi penjelasan, kepadamu apa yang sesungguhnya
terjadi, sungguh tak disangka mereka berdua begitu binal."
Mendengar perkataan itu Si Cay soat segera tertawa geli, mukanya nampak sangat binal, sebaliknya Siau thi gou
hanya duduk tenang tanpa mengucapkan sepatah katapun,
http://kangzusi.com/
seolah-olah persoalan ini sama sekali tiada hubungan
dengan dirinya.
Lan See giok segera terbayang kembali perjumpaan


Anak Harimau Karya Siau Siau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka yang pertama kali di dusun nelayan, sejak waktu itu dia sudah merasa kalau Si Cay soat adalah seorang nona
cilik yang sukar dilayani, selanjutnya dia berjanji akan bertindak lebih berhati -hati.
Sewaktu To seng cu melihat sepasang mata Siau thi gou
berputar tiada hentinya di atas buah anggur tersebut, sambit tertawa, kembali ujarnya kepada Lan See giok.
"Anak giok, ayo cicipi buah buahan tersebut!"
Sambil berkata dia mengambil seuntai buah anggur dan
diberikan kepada Lan See giok kemudian mengambil
seuntai lagi untuk siau thi gou.
Setelah menerima buah anggur itu Lan See giok teringat
kembali akan peristiwa lima cacad dari tiga telaga yang
datang mencuri kitab, dengan nada tidak mengerti kembali dia bertanya:
"Locianpwe. dengan cara apa Oh Tin san sekalian
berhasil mencuri kitab pusaka tersebut pada sepuluh tahun berselang?"
To seng cu tertawa dan manggut-manggut:
"Persoalan ini panjang sekali untuk di ceritakan, apalagi malam sudah semakin larut, biar kita bicarakan di
kemudian hari saja."
Melihat To seng cu enggan berbicara, sudah barang tentu
Lan See giok sungkan untuk bertanya lebih jauh, untung
saja masa mendatang masih panjang, dia masih mempunyai
banyak kesempatan untuk membicarakan persoalan itu lagi.
http://kangzusi.com/
Begitulah, ke empat orang itupun sambil makan buah
anggur membicarakan serba serbi dunia persilatan, suasana dilalui dengan penuh riang gembira.
Akhirnya To seng cu berkata:
"Anak giok sudah menempuh perjalanan cukup jauh,
malam ini beristirahatlah dengan cepat, anak giok kau boleh tidur bersama Siau thi gou"
Mendengar perkataan itu, ke tiga orang muda mudi itu
segera minta diri kepada To seng cu dan berjalan menuju ke depan pintu ruangan batu itu.
Lan See giok mengikuti Siau thi gou menuju ke pintu
ruangan sebelah kiri, sedang kan Si Cay soat seorang diri menuju ke pintu ruangan sebelah kanan, baru saja Lan See giok ingin mengucapkan sesuatu kepada gadis itu, tahu-tahu bayangan merah berkelebat lewat, Si Cay soat sudah lenyap dari pandangan.
Sementara itu terdengar Siau thi gou telah berseru:
"Engkoh giok, aku akan naik lebih dulu" Mendengar seruan tersebut Lan See giok segera berpaling, tampak
bayangan hitam berkelebat lewat, tubuh Siau thi gou telah melayang ke atas langit-langit ruangan.
Ketika dia mendongakkan kepalanya, ternyata di atas
langit-langit ruangan itu terdapat sebuah gua yang luasnya tiga depa dan tinggi dua kaki dari permukaan tanah
diataspun terpancar sinar yang terang.
Terdengar Siau thi gou berseru dari atas:
"Engkoh Giok, cepat naik!"
Lan See giok mengiakan dan segera melompat naik ke
atas ruangan itu, ketika hampir mencapai ujung langit-
http://kangzusi.com/
langit, Siau thi gou mengulurkan tangannya dan menarik
tangannya sehingga melayang tiga depa ke samping.
Ternyata di situ terdapat sebuah ruangan berbentuk
bulat, di langit-langit ruangan tertera tiga butir mutiara, sekeliling dinding ruangan terdapat enam buah lubang
sebesar kepalan yang berfungsi sebagai ventilasi udara,
Pada permukaan lantainya dilapisi permadani yang sama
tebalnya dengan permadani yang berada di bawah, di sisi
kiri bertumpuk selimut tebal yang pada satu bagian
merupakan lapisan kain sutera sedang pada lapisan yang
lain adalah bulu kambing yang berwarna putih, nampaknya
sangat lembut dan halus.
Sambil menjatuhkan diri berbaring di atas lantai, Siau thi gou segera berseru.
"Engkoh giok, tidurlah!"
Sambil berkata dia melemparkan selembar selimut kulit
kepada Lan See giok.
Melihat gerak gerik yang polos dan lincah dari Siau thi
gou, Lan See giok merasa bocah itu memang rada mirip
seperti kerbau kecil, karena itu setelah menerima selimut pemberiannya dia bertanya sambil tertawa:
"Adik Thi gou, mengapa sih namamu Thi gou atau
kerbau baja" Mengapa tidak bernama Kim gou (kerbau
emas) saja?"
Siau thi gou melototkan matanya bulat- bulat dan
menggelengkan kepalanya berulang kali, jawabnya dengan
wajah bersungguh sungguh:
"Tidak boleh, tidak boleh."
Kemudian sambil menunjuk pada jari tangannya, dia
melanjutkan: http://kangzusi.com/
"Kongcou ku bernama Kim liong (naga emas),
engkongku bernama Gin hou (harimau perak), sedang ayah
bernama Tong kou (kuda tembaga) maka aku bernama Thi
gou (kerbau baja)"
Lan See giok segera menjadi tertarik sekali dengan
susunan keluarga tersebut, cepat dia bertanya:
"Adik Thi gou, seandainya kau punya anak di kemudian hari, akan kau namakan siapa anakmu itu?"!
"Akan kunamakan Sikou (anjing platina),"
Lan See giok yang mendengar jawaban tersebut menjadi
tertegun, sepasang alis matanya segera berkerut, kemudian berkata:
"Adik Thi gou, aku rasa urutan ini kurang sesuai, masa dari emas perak merosot terus menjadi tembaga, besi dan
platina, dari naga dan harimau merosot menjadi kuda
kerbau lantas anjing, bukankah dengan demikian satu
generasi lebih jelek dari generasi berikutnya?"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba dari balik sebuah
lubang bulat di atas dinding terdengar suara seseorang
sedang tertawa cekikikan
Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera berpaling,
namun dari balik tutup lubang itu gelap tak bersinar
sehingga sulit baginya untuk menentukan dari liang yang
manakah suara tertawa tersebut, berasal.
Melihat Lan See giok tertegun, Siau thi gou segera
tertawa terbahak bahak sambil berkata:.
"Kau jangan bingung, enci Soat yang sedang tertawa dia seringkali membicarakan soal kau dengan diriku"
Belum selesai dia berkata, dari balik liang tersebut,
kembali terdengar Si Cay soat berseru:
http://kangzusi.com/
"Adik Thi gou, bila kau cerewet terus, hati-hati besok!"
Mendengar teguran tersebut, Sian thi gou segera
menjulurkan lidahnya yang kecil dan segera memejamkan
matanya rapat-rapat.
Lan See Giok sendiri hanya bisa memandang lubang-
lubang angin di atas dinding tersebut dengan wajah
tertegun, sebenarnya dia ingin bertanya kepada Siau thi
gou, apa saja yang telah diperintahkan To seng cu
locianpwe kepada Si Cay soat mengapa pula gadis itu tidak menuruti perintah gurunya malahan mempermainkan dia.
tapi setelah mendengar ancaman dari gadis tersebut. diapun tak berani bertanya lebih jauh.
Sementara dia masih termenung, tiba-tiba dari sisi
tubuhnya bergema suara orang mendengkur, ketika
berpaling. ternyata Siau thi gou sudah tertidur nyenyak.
Dengan perasaan apa boleh buat Lan See -giok segera
menggelengkan kepalanya berulang ulang kali, dengan
cepat dia menarik selimut dan ditutupkan ke atas tubuh
sendiri. Walaupun sudah berbaring, namun sepasang mata yang
belum juga mau terpejam, termangu mangu ditatapnya ke
tiga butir mutiara di atas langit-langit ruangan tanpa
berkedip, sementara dalam benaknya dipenuhi berbagai
kejadian yang dialaminya selama ini, termasuk kejadian-
kejadian yang sama sekali tak pernah diduga sebelumnya..
Kini, segala sesuatunya berjalan dengan lancar, ternyata dia telah mengalami banyak kejadian yang semula dianggap bahaya tahu-tahu berubah menjadi rejeki.
Dari pikiran yang bergolak, pelan-pelan perasaannya
berhasil ditenangkan kembali. ditambah pula Siau Thi gou
http://kangzusi.com/
yang berbaring di sisinya telah mendengkur sedari tadi,
tanpa terasa diapun tertidur nyenyak.
Perjalanan jauh selama berbulan bulan membuat
pemuda ini tak pernah beristirahat dengan perasaan tenang, dia selalu kuatir kotak kecilnya dicuri orang.
Kini setelah beban pikirannya hilang, diapun tertidur
dengan nyenyak sekali.
Ketika sadar kembali, Siau thi gou yang semula tidur di
sisinya kini sudah tak nampak lagi batang hidungnya.
Cepat-cepat dia melompat bangun, ditemukan pada
dinding ruangan di sisinya bertambah dengan sebuah pintu batu yang lebarnya dua depa dan tingginya mencapai langit-langit ruangan.
Lan See giok sungguh tak habis mengerti mengapa
setelah mendusin diri tidurnya di sana telah bertambah lagi dengan sebuah pintu batu
Setelah melompat bangun dan diperiksa ternyata dinding
ruangan telah digeserkan orang, pada bagian tengah pintu batu itu terdapat pula sebuah lubang angin yang sama
besarnya dengan lubang angin di sisi lain.
Ke luar di pintu dia temukan sebuah undak undakan
batu menuju ke atas yang entah menghubungkan ke tempat
mana sedang pada bagian lain terdapat pula sebuah pintu
yang lebarnya lebih kurang dua depa.
Dengan perasaan tak habis mengerti dia segera menuju
ke pintu yang lain serta melongok ke dalam.
Ternyata ruangan itu hanya berisikan permadani merah,
selimut bulu serta sebuah cermin tembaga putih, bau harum semerbak yang sangat aneh memancar ke luar dari sana.
http://kangzusi.com/
Tak terlukiskan rasa kaget Lan See giok dengan cepat dia mundur beberapa langkah sepasang matanya dengan
cekatan menengok ke kiri dan kanan, sementara wajahnya
segera memperlihatkan perasaan menyesal, jantungnya
berdebar keras.
Selain itu diapun mengerti, ruangan tersebut sudah pasti merupakan kamar tidur Si Cay soat, bila sampai ketahuan
gadis itu bahwa dia telah memasuki kamarnya, niscaya
martabatnya akan dinilai sangat rendah.
Sebenarnya dia hendak menelusuri undak undakan batu
itu untuk melongok ke atas, tapi sekarang ia sudah tak
berani sembarangan bergerak lagi.
Baru saja dia akan berjalan balik, mendadak ia
mendengar suara teriakan Siau thi gou yang bergema
datang secara lambat-lambat.
"Enci Soat, cepat kemari, disini terdapat seekor kelinci liar yang amat besar"
Mendengar teriakan itu, Lan See giok tahu Siau thi gou
serta, Si Cay soat sedang berada di atas, maka ia segera menelusuri undak undakan batu itu dia berlari ke atas.
Sesudah berbelok ke kiri menikung ke kanan dan
bergerak naik terus ke atas, akhirnya sampailah pemuda itu di ujung undak -undakan tersebut.
Pada ujung undak undakan itu, dia menjumpai mulut ke
luar berada di belakang se buah meja batu ruangan batu, di dalam ruang batu Itu tersedia pula meja bambu dan bangku kayu. namun semua perabot diatur dengan amat rapi.
Lan See giok lari ke luar pintu, dia melihat cahaya
matahari telah memancarkan cahaya keemas-emasannya ke
empat penjuru, aneka bunga tumbuh subur dimana mana,
pemandangan alam sangat indah dan menawan hati.
http://kangzusi.com/
Rumah batu itu dikelilingi pepohonan siong yang
mengitarinya pada jarak tujuh delapan kaki, segalanya
kelihatan rapi dan teratur, sedikitpun tidak kelihatan acak-acakan.
Ketika pandangan matanya dialihkan ke sekitar sana,
tampak tiga buah puncak bukit menjulang ke angkasa,
ternyata di mana ia berada sekarang tak lain adalah dinding tebing yang terlihatnya semalam, punggung puncak Giok li hong.
Puncak Giok Ii hong tingginya mencapai ratusan kaki, di
sisi kirinya terdapat sebuah air terjun, pemandangan indah sekali.
Menyaksikan kesemuanya itu. tiba-tiba saja Lan See giok
merasakan dadanya menjadi terbuka dan nyaman sekali.
Pada saat itulah, dari balik hutan berkumandang lagi
suara teriakan dari Siau thi gou.
"Enci Soat, disini terdapat seekor kijang kecil-."
Belum habis Siau thi gou berteriak, terdengar suara Si
Cay soat telah menukas:
"Jangan kita usik dia, mari kita menangkap ikan saja di telaga Cui oh?"
Mendengar suara pembicaraan mereka. Lan See giok
segera berlarian menuju ke hutan itu sambil berteriak.
"Adik Thi gou, tunggu aku"
Sambil berseru di segera berlarian masuk menuju ke
dalam hutan yang terbentang di hadapannya.
Berpuluh puluh kaki dia telah menembusi hutan tersebut,
tapi anehnya belum juga pemuda tersebut berhasil ke luar dari lingkungan hutan tadi, kejadian tersebut dengan cepat
http://kangzusi.com/
menimbulkan perasaan-perasaan tak
habis mengerti baginya. Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar Siau thi gou sedang memohon dari tempat yang tak jauh darinya.
"Enci Soat, cepat beritahu kepada engkoh Giok, bila guru tahu, kau pasti akan dimaki sebagai si binal lagi!"
Mendengar perkataan tersebut, Lan See giok segera
menyadari kalau keadaan di situ kurang beres dengan cepat dia menghentikan gerakan tubuhnya.
Tiba-tiba terdengar Si Cay soat mendengus dingin, lalu
berseru dengan nada tak senang hati:
"Yang dia panggil kan adik Thi gou, Siapa sih yang
memanggil aku"
Sekali lagi Lan See giok berpekik di dalam hati:
"Aduh celaka, yaa, mengapa aku lupa memanggil Si Cay soat" Tidak heran kalau dia menjadi tak senang hati"
Berpikir demikian, dengan nada minta maaf dia segera
berseru. "Adik Soat, Ih-heng segera datang!"
Baru selesai dia berseru, tiba-tiba terdengar Siau thi gou sudah berteriak sambil tertawa:
"Engkoh Giok, turuti perkataanku, belok tiga kali ke kiri, belok lima kali ke kanan melihat tujuh jalan serong,
berjumpa delapan maju ke depan"
Lan See giok bukan anak bodoh, begitu peroleh petunjuk
dia segera menjadi paham.
Pendekar Kelana 11 Pukulan Si Kuda Binal Karya Gu Long Hikmah Pedang Hijau 10
^