Bukit Pemakan Manusia 11

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 11


at ini !" - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 22 SUN TlONG LO segera mengalihkan sorot matanya memandang sekejap
Mo Tin hong yang sedang bertarung ditengah arena. kemudian
tegurnya: "Apakah nona yakin memiliki kemampuan untuk melindungi keselamatan
sendiri?" "Hm, kau jangan memandang hina kepada orang lain!" "Permainan
toya lemas dari Mo Sancu sekarang lebih banyak
melancarkan serangan dari pada bertahan, jurus-jurus serangan yang
di-lancarkanpun lebih banyak yang aneh dan sakti, mustahil dia bisa
menderita kekalahan, tapi bila kau menampakkan diri sekarang, maka
hal ini justru akan memaksanya..."
Ketika berbicara sampai disitu, sengaja dia menghentikan perkataannya
itu. Nona Kim agak tertegun, cepat selanya: "Memaksa Sancu kenapa?"
"Memaksa Mo Sancu harus menyerah kalah!" "Kenapa bisa begitu ?"
Nona Kim merasa tidak habis mengerti. Sun Tiong lo tertawa. "Tadi
manusia menangis bisa terluka lantaran dia kelewat
bernapsu ingin mencari kemenangan, padahal berbicara soal ilmu silat,
dengan kedudukan dua lawan satu sekarang, meski Mo Sancu bisa
mempertahankan diri agar tak kalah, bukan suatu pekerjaan yang
gampang baginya untuk meraih kemenangan.
"Sebaliknya bila kau munculkan diri sekarang salah seorang diantara
dua manusia aneh itu pasti akan melancarkan serangan secara tiba-tiba
kepadamu, andaikata kau sampai tertawan dengan sandera ditangan,
apakah kedua orang manusia aneh itu tak dapat memaksa Mo Sancu
untuk..." Nona Kim tidak berbicara lagi, dia segera menundukkan kepalanya dan
menyembunyikan diri lagi ketempat semula.
Sementara berbicara dengan nona Kim tadi sepasang mata Sun
Tiong-lo tak pernah berpisah dari tengah arena, dengan seksama dia
perhatikan terus jalannya pertarungan antara manusia tertawa dan
manusia menangis melawan Mo Tin-hong, dia memang seorang
manusia yang bertujuan. Pelan pelan nona Kim mendongakkan kepalanya kembali memandang
sekejap kearah Sun Tiong lo, tiba-tiba ia bertanya:
"Apa yang sudah kau lihat ?" Walaupun Sun Tiong lo mengerti apa
yang dimaksudkan nona itu, namun dia berlagak pilon, segera tanyanya pula, "Lihat apa ?"
"Keadaan pertarungan yang sedang berlangsung !" "Kalau dipaksakan
aku memang masih bisa melihat jelas gerakan
tubuh mereka beserta jurus-jurus serangannya !" Mendengar itu nona
Kim segera menundukkan kepalanya rendah-rendah, katanya lirih. "Aku justeru tak dapat melihat apa-apa!"
"lni berkat pengalaman, masih belum terhitung seberapa." Sun
Tiong lo tertawa. Dengan cepat nona Kim menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Hal ini bukan dikarenakan pengalaman, kau tak usah
membohongi aku..." Kembali Sun
Tiong lo tertawa. "Perlukah kujelaskan jalannya pertarungan kepadamu ?" dia
menawarkan pelan. "Tentu saja." nona Kim tertawa tersipu-sipu. Sun Tiong lo segera
mengalihkan kembali sorot matanya ketengah arena, lalu katanya. "Enam belas Kiamsu berbaju hitam
mempunyai tenaga dalam yang merata, oleh karena itu meski pihak lawan terdapat tiga racun, toh
gagal untuk melepaskan diri dari barisan pedang, bila pertarungan
berjalan lama, mereka pasti tak akan tahan, kau tak usah kuatir!"
Dengan gemas nona Kim melotot sekejap ke arah Sun Tiong lo sambil
berseru. "Hei, kau toh tahu kalau aku sedang menanyakan kedua orang siluman
tersebut ?" "Tak usah gelisah." tukas sang pemuda sambil tersenyum "akan
kujelaskan satu bagian demi satu bagian, akhirnya kelompok kedua
siluman itupun pasti akan kubicarakan juga !"
Nona Kim tidak menanggapi perkataan itu, ia segera mengerling
sekejap kearah Tiong lo. Tapi Sun Tiong lo berlagak tidak melihat, kembali dia berkata.
"Walaupun manusia menangis sudah terluka, namun tidak
menghalangi gerak-geriknya untuk melanjutkan pertarungan, kaki
kirinya juga seperti tidak patah melainkan cuma salah urat, sekarang
tampaknya kesalahan urat tersebut telah dibenarkan olehnya sendiri.
"Gerak gerik si manusia tertawa sudah tidak selincah dan secepat tadi
lagi, tapi jurus serangan yang dimainkan dengan senjata penggaris
Liang-thian-ci nya sangat lihay luar biasa, agaknya dia seperti memiliki
suatu jurus pembunuh lainnya."
"Ilmu pukulan manusia menangis juga sangat aneh, rupanya merupakan
semacam ilmu pukulan hawa dingin yang sangat
beracun, kalau tidak, Mo Sancu tak mungkin bersiap sedia selalu
dengan tangan kirinya yaug melindungi dada serta melayani sangat
berhati-hati." "Masih kuatkah tenaga kekuatan yang dimiliki ayahku?" sela nona Kim
lagi tanpa terasa, Sun Tiong lo segera tertawa.
"Tak usah kuatir, Mo Sancu masih belum menunjukkan tanda- tanda
akan kalah meski harus menghadapi serangan gabungan dari dua orang
manusia aneh itu." "Menurut pendapatmu, bagaimanakah akhir dari pertarungan sengit
ini..." "Sulit untuk dikatakan, ada kalanya suatu kelompok yang tampaknya
bakal menang tapi karena gegabah atau terlalu menyombongkan diri
akhirnya jadi kalah, tentu saja bila selisih tenaga dalamnya amat besar,
lain lagi cerita nya." "Jangan kau singgung soal keteledoran atau gegabah, berilah
penilaianmu atas dasar kekuatan yang mereka miliki."
"Sulit untuk dibicarakan." Sun Tiong lo tetap menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Mengapa?" nona Kim masih saja tidak habis mengerti. "Pertama
aku kurang begitu jelas mengetahui tenaga dalam serta
kepandaian silat yang mereka miliki, kedua berbicara sampai detik ini,
agaknya Mo Sancu masih menyembunyikan sebagian besar ilmu
silatnya, maka sulit bagiku untuk memberikan penilaiannya."
"Ooooh.!" Setelah berhenti sejenak, mendadak nona Kim bertanya
lagi. "Andaikata pertarungan ini sudah berlangsung hingga mencapai
puncak kekritisan, dimana akhirnya ayahku tak sanggup menahan diri,
bahkan jiwanya terancam bahaya maut, bersediakah kau menampilkan
diri guna menolong ayahku ?" "Tentu saja!" jawab Sun Tiong lo serius.
Mendengar perkataan itu, nona Kim merasa hatinya sangat lega, dia
lantas tersenyum manis. "Kalau begitu, akupun merasa lega sekali" "Tapi aku masih tetap tak
tahu perbuatanku itu benar atau salah!" Sun Tiong lo kembali menambahkan sambil melirik sekejap
kearahnya. "Oooh, tentu saja benar, coba bayangkan, ke dua orang manusia aneh
itu adalah musuh sedang ayahku adalah empek angkatmu, dan lagi
pertarungan inipun dilangsungkan untuk membalas dendam bagi
kematian ayah serta ibumu " Sun Tiong lo segera tertawa getir, tiba-tiba tukasnya: "Bagaimana
kalau kita jangan membicarakan persoalan itu
sekarang?" "Aaaah, berbicara pulang pergi, kau masih saja tidak
percaya kepada ayahku." kembali nona Kim menjadi marah. Tiba-tiba Sun Tiong
lo menuding ke tengah arena sambil berseru: "Oooh... sebuah jurus Sin
Liong siang-hui (naga sakti terbang
berputar) yang sangat indah, si manusia tertawa telah terluka. Benar
juga, mengikuti ucapan dari Sun Tiong lo itu, bergema
suara tertawa aneh dari si manusia tertawa. Menyusul kemudian
tampak bayangan manusia saling berpencar,
pertarunganpun segera terhenti. Sekali lagi senjata toya lemas naga
sakti milik Mo Tin hong penuh berpelepotan darah. Siluman tertawa dan siluman menangis berdiri
berjajar pula dengan sikap waspada, jaraknya dengan Mo Tin hong cuma satu kaki
delapan depa. Dengan sepasang mata memancarkan cahaya tajam, siluman menangis
mengawasi wajah Mo Tin hong tanpa berkedip, sepatah katapun tidak
diucapkan. Bahu kiri siluman tertawa berubah pula menjadi merah darah, seluruh
lengan kirinya itu sudah tak sanggup digerakkan lagi.
Sesaat kemudian, siluman menangis berpaling dan memandang sekejap
ke arah siluman tertawa, kemudian katanya:
"Loji, bagaimana sekarang?" Siluman tertawa segera tertawa,
serunya. "Lotoa, sepuluh tahun ditimur, sepulun tahun dibarat,
kepandaian Mo loji saat ini sudah jauh lebih tangguh daripada tahun-tahun
sebelum-nya, cuma lotoa, menang kalah masih terlalu awal untuk
dibicarakan bukan begitu?" "Tentu saja, cuma.,..perlukah berbuat begitu" "Kakimu, bahuku
tentunya tak akan dibiarkan sia-sia dengan
begitu saja bukan?" seru siluman tertawa sambil terkekeh-kekeh.
Siluman menangis segera menggigit bibirnya kencang-kencang,
kemudian katanya: "Loji, menurut pendapatmu apa yang mesti kita
lakukan sekarang?" "Lotoa, mati hidup manusia sudah digariskan, tiada tanah
yang tak bisa dipakai untuk mengubur jenazah, aku lihat pemandangan alam
di atas Bukit pemakan manusia ini sangat indah, bagaimana kalau kita
membelinya saja?" Mendengar perkataan itu, siluman tertawa segera berpekik sedih,
serunya lantang. "Kalau kudengar dari pembicaraanmu tampaknya kau telah bertekad
untuk menjual nyawa tuamu disini. sekalipun demikian, sudah
sewajarnya kalau dilakukan tawar menawar lebih dahulu, benar bukan
loji ?" Siluman tertawa segera mengangguk. "Tentu saja, kita memang
seorang ahli dalam hal tawar menawar" Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Lotoa, mari kita
membuat penawaran untuk Mo loji !" Begitu selesai berkata, siluman
tertawa itu tertawa seram dengan suara nyaring, dua sosok bayangan manusia tahu-tahu melejit ketengah
udara, kemudian dengan kecepatan luar biasa langsung menerjang ke
arah Mo Tin hong. Gerak serangan yang dilakukan saat ini benar-benar amat dahsyat dan
mengerikan, dalam kagetnya tanpa terasa nona Kim menjerit keras.
Sementara gadis itu masih menjerit kaget, siluman tertawa dan siluman
menangis telah menerjang kehadapan Mo Tin hong dengan sepenuh
tenaga. Walaupun Mo Tin hong memiliki tenaga dalam yang amat sempurna
dengan ilmu silat yang lihay, diapun tak berani memandang enteng atas
serangan maut yang dilepaskan ke dua orang siluman itu, serta merta
dia melejit kesamping kiri sejauh tiga kaki lebih untuk meloloskan diri.
Dengan melejitnya Mo Tin hong ke samping hal ini memberi peluang
bagi kedua orang si luman itu untuk melanjutkan sergapan mautnya.
Berada ditengah udara, dua orang siluman itu segera berpekik sedih
dan tertawa seram. Menyusul kemudian mereka berdua saling beradu pukulan sendiri
ditengah udara, lalu siluman menangis menerjang ke tubuh Mo Tin hong,
sebaliknya siluman tertawa dengan meminjam tenaga benturan tadi
meluncur datar ke muka. Siluman tertawa yang meleset ke depan sama sekali tidak bermaksud
untuk membantu siluman menangis dalam usahanya menggencet Mo
Tin hong, rupanya dia menaruh maksud jahat dengan menerjang ke
tempat persembunyian nona Kim. Rupanya seluk beluk serta keadaan diatas bukit Pemakan manusia sudan
diketahui oleh dua orang siluman itu, mereka juga tahu kalau diatas
bukit itu tidak terdapat jago perempuan lain selain putri Sancu.
Ketika Nona Ki m berdebat dengan Sun Tiong lo lalu bangkit berdiri dan
bersiap-siap meninggalkan tempat persembunyiannya tadi,
sesungguhnya dua orang siluman tersebut telah melihatnya.
Waktu itu mereka berdua sedang bertarung sengit melawan Mo Tin
hong, dalam repotnya dalam sekilas pandangan saja mereka dapat
menangkap bayangan tubuh nona Kim, tak heran kalau sasaran yang
dituju kali ini sangat tepat. Walaupun dua orang siluman itu tak tahu persis kedudukan nona Kim,
tapi karena Khong It hong telah bersekongkol dengan Tin lam sam-tok.
dia pun turut mengetahui jika perempuan dalam Bukit pemakan
manusia ini erat sekali hubungannya dengan Sancu.
Dalam pertarungan yang berlangsung itupun kedua orang siluman itu
tahu bahwa kemenangan tak mudah diraih, apalagi anak buah yang
dipimpin tiga manusia racun sudah hampir punah dibantai enam belas
jago lawan. Sedang pasukan pembantu lain yang dipersiapkan hingga kinipun belum
ada kabar beritanya, tak bisa disangkal lagi mereka pasti sudah dibantai
pula oleh Lam sat pak mo. Maka timbullah niat mereka untuk membekuk nona Kim sebagai
sandera, dengan adanya sandera ditangan sedikit banyak harapan bagi
mereka untuk berhasil masih ada. Itulah sebabnya dua orang siluman itu saling beradu tenaga diangkasa,
lalu siluman tertawa manfaatkan kesempatan itu untuk meluncur ke
tempat persembunyian nona Kim serta berusaha untuk membekuk gadis
itu sebagai sandera. Waktu itu, siluman tertawa sudah hampir meluncur tiba pada
sasarannya, sementara Mo Tin-hong masih terlibat dalam suatu
pertarungan sengit melawan siluman menangis.
Dibawah serangan-serangan gencar dari siluman menangis, Mo
Tin-hong masih sempat, berseru keras memberi peringatan kepada
nona Kim. "Kim ji, hati-hati dengan sergapan dari Siluman tertawa !" Teriakan
Mo Tin liong yang bermaksud untuk memberi
peringatan ini boleh dibilang merupakan suatu tindakan yang bodoh,
seandainya dia tidak meneriakkan kata "anak Kim," mungkin siluman
menangis dan si luman tertawa masih belum mengetahui kedudukan si
nona yang sebelumnya, kendatipun se andainya sampai terjatuh ke
tangan mereka, tak nanti kedua orang siluman itu menyanderanya untuk
memaksa Mo Tin hong menuruti kemauan mereka.
Tapi sekarang, keadaan menjadi berubah, siluman menangis segera
berpekik sedih, kemudian teriaknya:
"Looji, sudah dengar belum " Budak itu berguna sekali!" Ketika
ucapan tersebut diutarakan, siluman tertawa telah
menyelinapkan senjata penggaris Liang thian ci itu kesisi pinggangnya,
kemudian dengan telapak tangan kanannya yang besar, disertai tenaga
Yu ming si hun kui im ciang ( hawa dingin cakar setan pembetot sukma)
dia cengkeram tubuh si nona." Sambil menggertak gigi, nona Kim meloloskan pedangnya dan
menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Siapa tahu, baru saja ujung pedang itu mencapai tiga depa dihadapan
tubuh siluman tertawa, mendadak senjata tersebut terpental kembali


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keras-keras, menyusul kemudian hidungnya segera mengendus bau amis
yang tak sedap, tahu-tahu cakar setan Si hun kui jiau telah muncul di
depan dada. Pucat pias wajah nona Kim, ia menjerit kaget dan tampaknya sulit buat
nona itu untuk meloloskan diri dari ancaman bahaya maut.
Pada saat yang kritis inilah, mendadak Sun Tiong lo membentak gusar:
"Hmmm, berhadapan dengan orang yang tak bersalah pun
menggunakan ilmu beracun yang begini ganas, tampaknya kau sedang
mencari kesulitan buat diri sendiri.
Ditengah pembicaraan tersebut, tampak Sun Tiong lo mengebaskan
ujung baju sebelah kanan nya, segulung hembusan angin lembut segera
menyongsong datangnya cakar raksasa Yu ming si hun kui-jiau yang
telah mengancam didepan dada si nona itu.
Siluman tertawa segera menjerit kesakitan tubuhnya yang tinggi besar
dan putih itu mencelat oleh tenaga pukulan yang sangat kuat itu
sehingga terlempar sejauh satu kaki dua depa sebelum akhirnya
terbanting keras-keras di atas tanah.
Begitu mencium tanah, siluman tertawa berusaha untuk meronta
bangun, namun usahanya yang berulang kali itu tak pernah berhasil.
Ketika memeriksa pula cakar setannya yang barusan dipentangkan lebar
lebar, tampaklah kelima jari tangannya telah patah menjadi dua, darah
segar bercucuran dengan derasnya. Siluman tertawa yang ganas tapi setia kawan itu, mesti terkapar
ditanah dalam keadaan terluka parah, ia sempat menggigit bibirnya
sambil berseru kepada siluman menangis.
"Lotoa, mundur cepat dari sini, seorang di antara kita berdua harus
terap hidup untuk membalas dendam atas sakit hati ini."
Siluman menangis sedang beradu kekuatan melawan Mo Tin hong
waktu itu, ia tak pernah menyangka kalau saudaranya siluman tertawa
bakal menderita kekalahan total, lebih-lebih tak menyangka kalau
siluman tertawa bakal dipecundangi sehingga terluka parah.
Ketika mendengar jeritan ngeri dari siluman tertawa tadi, hatinya
menjadi terkesiap, dalam repotnya dia melirik sekejap kearah
saudaranya itu, baru dia berpaling, telinganya sudah mendengar seruan
dari siluman tertawa, sekarang dia baru tahu keadaan saudaranya itu
sudah amat payah. Dengan cepat dia berpekit keras memperdengarkan tangisan setannya,
kemudian sesudah memukul mundur Mo Tin-hong, ia langsung
menerjang ke arah siluman tertawa. Begitu tiba disamping saudaranya, dia berseru keras. "Loji,
bagaimana keadaanmu" Apakah masih bisa jalan." Ucapan terakhir
baru diutarakan terjangan maut dari Mo Tin
hong telah menerkam tiba. Tangan kiri Mo Tin hong dikepal
kencang-kencang, kemudian diayunkan kemuka dengan kecepatan luar
biasa, ketika hampir tiba pada sasarannya mendadak jati telunjuknya
direntangkan kedepan, lalu bagaikan sebatang tombak menusuk jalan
darah tay yang hiat dikening siluman menangis sementara tenaga dalam
yang lain disalurkan lewat tangan kanannya dan menembusi tongkat
lemas sin-hong luan cang untuk membabat kedepan.
Entah siluman menangis sedang sedih hingga kehilangan ketajaman
pendengarannya, entah disebabkan alasan lain, walaupun ia sempat
melejit keudara, namun tak sempat meloloskan diri dari totokan jari
tangan Mo Tin hong itu. Tak sempat lagi menangis setan, tubuhnya segera tergelepar diatas
tanah, sedangkan sapuan loya yang dilancarkan Mo Tin hong dengan
sepenuh tenaga itu, oleh karena tubuh siluman menangis tergelepar di
tanah sehingga tidak terkena serangan.
Siluman tertawa yang sudah terluka parah dan sedang duduk bersila itu
segera menjadi sasaran berikutnya, dengan telak sapuan itu
menghantam punggungnya. Pada saat itu, Sun Tiong-lo berteriak keras: "Mo sancu, cepat tarik
kembali toyamu !" Sayang seruan itu terlambat diutarakan punggung
siluman tertawa sudah terhajar telak, ia segera muntah darah segar dan
terkapar mampus disamping rekannya.
Mo Tin-bong segeta berpekik panjang, tubuhnya berputar kencang dan
menerjang masuk kedalam lingkaran musuh yang terdiri dari tiga
manusia beracun, toya lemasnya berkelebat kian kemari, jeritan
kesakitanpun berkumandang silih berganti.
Tak selang berapa saat kemudian, semua musuh berhasil ditumpas
habis, tak seorang pun diantara mereka yang dibiarkan hidup.
Dalam pada itu, Lam-sat-pak-mo juga telah meluncur balik, jelaslah
sudah bahwa mereka pun berhasil menumpas musuhnya.
Nona Kirn masih berdiri bodoh disamping Sun Tiong-lo, perubahan itu
terjadi terlalu mendadak sehingga untuk sesaat dia menjadi tertegun
saking kagetnya. Sun Tiong lo pun berkerut kening, tanpa mengucapkan sepatah katapun
dia maju kesisi tubuh siluman menangis dan siluman tertawa dengan
langkah lebar, kemudian membungkukkan badan dan memeriksa
denyutan nadi mereka. Ternyata jalan darah Tay-yang hiat diatas kening siluman menangis
telah berlubang, tulang kepalanya sudah hancur, tentu saja selembar
nyawanya sudah terbang meninggalkan raganya.
Saat itulah Mo Tin-hong maju kemuka membangunkan nona Kim,
hiburnya dengan suara lirih: "Anak Kim, kau dibikin kaget ?" Nona Kim menggeleng, ia
membalikkan badan menubruk keatas bahu Mo sancu dan menangis tersedu-sedu. Sekalipun dia berhati keras
namun belum pernah menjumpai keadaan seperti apa yang dialaminya malam itu, lebih-lebih lagi belum
pernah menyaksikan mayat yang terkapar memenuhi tanah, maka tak
kuasa lagi dia menangis. Sun Tiong lo melirik sekejap kearah Mo Tin hong, kemudian tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia membalikan badan dan berlalu.
Mo Tin hong amat terkesiap menyaksikan keadaan itu, segera tegurnya
dengan suara keras. "Hiantit kau hendak kemana?" "Kembali kekamar untuk beristirahat!"
jawab Sun Tiong lo dingin. Mo Tin hong berusaha keras untuk
mengembalikan gejolak dalam hatinya, lalu berkata sambil tertawa. "Musuh tangguh yang menyerbu
ke atas bukit pada malam ini sungguh tangguh, siluman tertawa dan siluman menangis merupakan
dua orang gembong iblis yaug tiada tandingannya dikolong langit,
apalagi ketika siluman tertawa menyergap anak Kim secara tiba-tiba,
seandai nya tak ada hiantit..."
Sun Tiong lo segera menukas sambil tertawa hambar: "Seandainya
tak ada aku, kedua orang itu akan mampus lebih
awal lagi..." Ucapan mana kontan saja membangkitkan kemarahan
nona Kim, sambil melotot besar teriaknya. "Apa.... apa maksudmu?" "Aku
berbicara sejujurnya" jawab Sun Tiong lo dingin, "dan aku
percaya Mo sancu pasti mengerti akan ucapanku ini!" Tentu saja Mo Tin
liong mengerti, namun dia harus berlagak
seolah-olah tidak mengerti, dengan wajah tertegun tanyanya. "Hiantit,
apa yang kau maksudkan dengan perkataan tersebut?" "Mo sancu tidak
mengerti...?" kata Sun Tiong lo setelah
memandang sekejap ke arah nona Kim. "Empek betu!-betul merasa
tidak mengerti!" Sun tiong lo segera tertawa dingin. "Mo sancu, kalau
toh kau memiliki ilmu jari Thian sin ci yang
maha lihay, mengapa tak kau gunakan sedari tadi" Mengapa kau malah
bertarung menggunakan senjata tajam?"
Mo Tin hong terbawa terbahak bahak. "Haahh..,.haaahh... haaahh
hiantit salah paham!" "Ooh...salah paham" Aah, belum tentu
begitu!?" Sekali lagi Mo Tin hong tertawa. "Seandainya empek
memiliki ilmu jari Thian sian ci yang lihay
mengapa tidak kau gunakan semenjak tadi?" Dengan cepat Sun Tiong
lo menunjuk kearah jalan darah Tay yang hiat diatas kening siluman menangis, kemudian ujarnya: "Kalau
kepandaian semacam ini mah masih belum dapat
mengelabui diriku!" "Jadi hiantit berpendapat demikian?" sekali lagi Mo
Tin hong melirik sekejap kearah Sun Tiong lo. Sun Tiong lo berkerut kening,
"Memangnya keliru ?" Mo Tin hong tidak menjawab, dia segera maju
kedepan mendekati jenasah dari siluman menangis lalu mencengkeram mayatnya
dan di dekatkan kepada Sun Tionglo, katanya sambil melepaskan
jenasah tersebut keatas tanah. "Hiantit, coba kau saksikan dengan lebih seksama, terutama jalan darah
Tay-yang hiat dimana merupakan luka yang mematikan bagi siluman
tua ini !" Mendengar perkataan itu, berkilat sepasang mata Sun Tiong lo. dia
segera mengalihkan perhatiannya keatas jalan darah Tay-yang hiat.
Sesaat kemudian, paras muka Sun Ti.mg lo berubah menjadi merah
padam, katanya agak tersipu. "Harap Mo sancu maklum, tampaknya aku telah salah melihat!" Mo
Tin hong menghembuskan napas panjang, dia segera
melancarkan serangan untuk menekan disisi jalan darah Tay yang hiat
dikening siluman menangis sebatang jarum Wu sik bok
sepanjang satu setengah inci segera melompat keluar dari jalan darah
Tay yang hiat. Dengan kedua jari tangannya Mo tin bong menjepit jarum kayu
tersebut, kemudian sekalian memutusnya dengan pakaian silum"n
menangis setelah menghembuskan napas panjangt ia masukan kembali
jarum itu kedalam saku- Tiba-tiba terlintas tasa curiga dalam hati Sun liong lo, segera serunya
cepat, "Sungguh cepat gerakan tangan Mo sancu!" Ucapan itu mempunyai
arti ganda, percaya Mo Tin hong pasti
akan memahaminya. Ternyata Mo Tin hong seolah-olah tidak
menangkap makna yang sesungguhnya dari perkataan itu, segera kepalanya digelenggelengkan.
"Cepat apa" Kalau dibicarakan sesungguhnya memalukan sekali."
Setelah berhenti sebentar, dia menggulung bajunya dan berkata.
"Hiantit, silahkan kau lihat ini !" Ketika Mo Tin hong menggulung naik
ujung bajunya tadi, Sun tiong-lo sudah tahu apa gerangan yang telah terjadi. Ternyata dibalik
ujung bajunya itu terdapat sebuah alat pembidik
jarum yang diikatakan pada lengan, diatas alat pembidik tersebut di
pasang dua baris jarum kayu Wu sik-bok.
Perlu diketahui, kayu Wu sik-bok adalah sejenis kayu yang keras
bagaikan emas, bersifat panas dan sangat beracun, kayu itu banyak
dihasilkan diwilayah Biau. Menggunakan kayu sebagai senjata rahasia, pada hakekatnya
merupakan suatu perbuatan yang sama sekali diluar dugaan.
Apalagi Mo Tin-hong menyembunyikan jarum semacam itu dibalik
bajunya, tindakan semacam ini pada hakekatnya jauh diluar dugaan
siapa pun, tak heran kalau dengan kesempurnaan tenaga dalam
yang dimiliki Sun Tionglo pun ia tak sempat melihat jelas kalau siluman
menangis tewas akibat terkena jarum kayu beracun itu.
Sekarang, duduknya persoalan sudah menjadi nyata, kecurigaan Sun
Tiong lo pun langsung lenyap. Dia, Sun Tiong-lo, sebenarnya adalah seorang pemuda yang jujur, maka
setelah menyadari kalau kesalahan berada dipihaknya, kontan semua
kecurigaannya lenyap. Dengan wajah yang bsrsungguh-sungguh dia pun berkata: "Empek,
harap kau maklum, siau tit mengakui akan kesalahanku itu,
sesungguhnya hal bisa terjadi karena siautit masih mencurigai empek
sebagai musuh besarku, seperti diketahui dendam sakit hati orang tuaku
belum terbalas dan kebetulan Su-nio, istri muda empek adalah musuh
besar yang patut dicurigai, oleh karena itu..."
Tidak menunggu Sun Tiong-Io menyelesaikan perkataannya, Mo
Tin-hong telah menukas. "Hiantit tak usah memberi penjelasan, sesungguhnya Pak-gi suami istri
bisa sampai terikat dendam sakit hati dengan kedua orang siluman itu
tak lain adalah gara-gara empek, sehingga sewaktu menderita serangan
gelap, empek merasa sedih sekali..."
Tiba-tiba Sun Tiong lo mengucapkan suatu perkataan yang amat
mengejutkan hati. "Empek Mo, hingga kini siautit masih tidak percaya kalau kedua orang
siluman itu adalah musuh besarku!"
Agak tertegun wajah Mo Tin hong ketika mendengar perkataan itu,
segera serunya. "Apakah Hiantit tidak mendengar apa yang telah empek bicarakan
dengan kedua orang itu?" "Siautit memang sudah mendengar semua. tapi kedua orang siluman itu
toh tidak mengakui." Mo Tin hong segera menghela napas panjang.
"Aaai... hal ini harus disalahkan pada-empek yang kelewat berhati-hati,
seandainya aku tidak menyadari kedua orang Siluman itu kelewat liehay
sehingga setelah melancarkan serangan dengan jarum kayu Wu sik bok,
tak nanti akan kutambahi dengan toya lemas itu.
"Seandainya tiada serangan toya itu, siluman menangispun pasti tak bisa
menyingkir ke samping sehingga serangan mana mengenai siluman
tertawa, asal salah seorang saja diantara ke dua orang siluman itu masih
hidup, niscaya tak sulit untuk menyelidiki persoalan ini sampai menjadi
jelas!" Baru saja dia menyelesaikan perkataan itu. tiba-tiba dari balik kegelapan
terdengar seseorang menjawab. "Walaupun kedua orang itu sudah mati, namun aku berani menjamin
kalau musuh besar yang melakukan pembunuhan dimasa lalu bukanlah
mereka...!" Mendengar perkataan itu, paras muka Mo Tin hong berubah hebat, ia
segera memberi tanda kepada Lam sat pak mo sambil berseru.
"Masih ada musuh yang belum tertumpas, kali ini jangan biarkan
seorang manusiapun tetap hidup!"
Lam sam Pak mn segera bergerak setelah mendengar perkataan itu.
Buru-buru Sun Tiong lo berseru. "Empek Mo, cepat suruh mereka
berhenti, engkoh ku yang datang!" Baru saja Mo Tin hong menitahkan Lam sat Pak mo berhenti,
dari tempat kegelapan telah muncul dua sosok bayangan manusia, yang
berada dipaling depan adalah Bau ji sedang yang berada dibelakangnya
tidak dikenal oleh Mo Tin hong maupun nona Kim.
Sebaliknya Sun Tiong lo yang menyaksikan orang yang berada
dibelakang itu segera maju menyongsong sambil tertawa.
Mereka saling berjabatan satu sama lainnya dengan sangat akrab
sekali, seakan-akan sudah lama tidak saling bersua.
"Hiantit, dia adalah sahabatmu?" tegur Mo Tin hong dengan perasaan
tergerak. Belum sempat Sun Tiong lo menjawab, orang itu sudah menghampiri Mo
Tin hong menjura. "Mo sancu, baik-baikkah kau!" Begitu teguran itu diutarakan, Mo Tin
hong menjadi tertegun dan tak tahu bagaimana mesti menjawab. Buru-buru Sun Tiong Jo
memperkenalkan Siau hou, "dialah Mo
Tin hong, empek Mo-ku !" Ternyata orang yang baru datang itu adalah
Siau Hou cu. Sambil tertawa terkekeh-kekeh sekali lagi Siau Hou cu menjura ke arah
Mo Tin hong sambil berkata: "Aduuh... aduuh... memimpi aku Siau hou-cu tak pernah menyangka


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalau Sancu yang bengis dan buas dari bukit pemakan manusia ini tak
lain adalah bekas Mo cengcu dari perkampungan Ang liu ceng!"
Ucapan tersebut kontan saja membuat Mo Tin hong menjadi termangu
dan tak mampu menjawab lagi. Siau Ho cu tidak berhenti sampai disitu saja, sambil tertawa dingin
kembali sambungnya. "Sekarang urusan jadi lebih mendingan, setelah kuketahui Sancu bukit
pemakan manusia adalah Mo cengcu, dan Mo cengcu pun secara
kebetulan adalah empek siau liong te ku, aku jadi tak usah kuatir Iagi,
sekarang aku boleh berdiri disini dengan berani." katanya.
Sun Tiong-lo kuatir Mo Tin hong mendapat malu, maka dengan cepat
dia menimbrung dari samping: "Engkoh Siau hou, aku dan empek Mo
barusan terjadi sedikit kesalahan paham, tapi untung saja kesalahan
paham itu sudah dapat dibereskan, aku harap
engkoh dan engkoh Siauhou pun bisa mengurangi ejekannya dan
bersikap lebih menghormat." Setelah Sun Tiong lo berkata demikian, tentu saja Siau Hou cu rikuh
untuk mencemooh dan mengejek lebih lanjut, maka sambil tertawa
katanya lagi kepada Mo Tin hong: "Mo sancu, siapa tidak tahu dia tidak bersalah, harap kau jangan marah
!" Sesungguhnya kemarahan yang berkobar di dalam dada Mo Tin- hong
telah mencapai pada puncaknya, namun dia segan untuk mengumbarnya
didalam suasana seperti ini, terpaksa sambil berpura-pura tertawa dia
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Setelah berhenti sejenak, diapun mengalihkan pokok pembicaraan kesoal
lain, ujarnya kepada Sun Tiong-lo. "Tempat ini bukan tempat yang pantas untuk berbincang- bincang,
hiantit, mari kita duduk-duduk didalam ruangan saja ."
Sun Tiong-lo segera mengiakan, baru saja dia akan mengundang Bauji,
siapa tahu Bau ji telah berkata lebih dulu kepada Siau Hou cu.
"Bagaimana" Bersedia untuk membantu ?" "Tentu saja bersedia!"
sahut Siau Hou cu dengan wajah serius,
"bagaimana kita berbicara bagaimana pula kita laksanakan !" Tanya
jawab dari kedua orang ini kontan saja membuat Sun
Tiong lo tidak habis mengerti, tanpa terasa ia bertanya: "Toako, soal
apa sih?" "Sebelum ini, bukankah kau telah memberi kabar kepadaku
agar berjumpa dengan Bauji." kata Siauw Hou cu cepat. Ketika Mo Tin hong
mendengar perkataan ini, tanpa terasa ia
memandang sekejap kearah Sun Tiong lo. Melihat itu, buru-buru
Sun Tiong lo menjelaskan lebih dulu.
"Empek, harap kau jangan menyalahkan siautit, sewaktu datang siautit
sebetulnya melakukan perjalanan bersama engkoh siau hou, dengan
tujuan satu terang-terangan memasuki bukit ini yang lain secara
diam-diam, sebaliknya kedatangan kakakku sama sekali diluar dugaan,
oleh karena itu..." Mo Tin hong berlagak seakan-akan dapat memaklumi keadaan tersebut,
dia segera tertawa selanya. "Empek mengerti, waktu itu hiantit masih menganggap empek sebagai
musuh besarmu, sudah barang tentu dalam setiap tindakan mesti
berhati-hati, sedang kalau dilihat dari kepandaian yang hiantit miliki
ketika memukul mundur siluman tertawa tadi, jelaslah sudah bahwa
penjaga dibukit ini belum mampu membendung kedatangan hiantit
maupun Bau ji, tentu saja lebih tak mungkin bisa mengurung pendekar
Siau hou !" Siau hou ji segera tertawa terkekeh-kekeh. "Mo Sancu, harap kau
jangan berkata begitu dengan mengandalkan aku si macan kertas yang pandainya cuma bisa
menakut-nakuti orang, mana mungkin aku bisa menyerempet bahaya
untuk sampai kemari" Ke semuanya ini sesungguhnya tak lain adalah
berkat kepandaian Siau liong seorang..."
"Aah, sama-sama... sama-sama, enghiong memang dari kaum
pemuda." Pada saat itulah Sun Tiong lo menyela. "Engkoh Siau hou, ketika kau
berjumpa dengan toako ku, bagaimana ceritanya sehingga akhirnya..." "Akhirnya kami berteman."
sahut Siau Hou cu cepat, "Kalau
watak sudah cocok. tentu saja kamipun berteman. Kami lantas
berunding, dalam saat perundingan itulah kami anggap cara yang adik
Siau liong kemukakan kurang sempurna."
"Kalau cuma toako seorang, sudah jelas dia tak akan mempunyai akal
muslihat semacam ini !" kata sun Tiong lo sambil tertawa.
Kembali siau Hou cu tertawa cekikikan. "Dan aithirnya kami pun
harus menyerempet bahaya dan keluar
kemari..." Ketika berbicara sampai disini, ia berhenti sebemar, kemudian
berpaling kearah Mo Tin-hong dan berkata lebih jauh: "Mo sancu, aku
lihat kau sudah sepantasnya mengucapkan
terima kasih kepadaku dan adik Bau !" "Ooh...." belum sempat Mo
Tin-hong berkata lebih lanjut, nona
Kim telah menukas dengan dingin: "Mengapa?" Siau Hou cu
mengerdipkan sepasang matanya kepada nona Kim
dia berkata: "Nona, aku Siauw Hou cu cukup memahami jalan
pemikiranmu apabila kau hendak marah silahkan dilampiaskan kepada Siau-liong, toh
selama beberapa hari ini dia telah memperkenalkan dengan jelas semua
asal usulnya kepada diri nona."
"Siapa tahu, setelah idni saling berjumpa, mungkin dia saking
gembiranya ternyata sampai lupa untuk memperkenalkan diri, tak heran
kalau nona lantas mengungkat-ungkit penyakit nya."
Ucapan tersebut kontan saja membuat paras muka Sun Tiong lo
berubah menjadi merah padam. Belum sempat dia mengucapkan sesuatu, nona Kim telah berkata lebih
dahulu. "Hei, sebetulnya kau bisa mengertikan pembicaraan atau tidak" Aku
ingin bertanya, kenapa ayahku mesti berterima kasih kepada kalian, apa
pula hubungannya soal ini dengan mengungkit-ungkit penyakit ?"
"Ooh, jadi tak ada hubungannya?" kata Siau Hou cu. "Tak ada
sangkut pautnya!" nona Kim menyahut dengan cepat.
Siau Hou cu segera tertawa terkekeh-kekeh. "Lantas persoalan
apakah yang ada hubungannya dengan mengungkit-ungkit penyakit ?" Tanpa berpikir panjang lagi nona Kim
segera menyahut: "Kau sudah datang sedari tadi, namun ia sama sekali
tidak memberitahukan kepadaku hal ini." Ketika berbicara sampai disitu,
mendadak nona Kim seperti menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia merubah nada
pembicaraannya: "Tapi soal inipun tak ada sangkut pautnya dengan soal
mengungkit-ungkit penyakit !" Begitu ucapan tersebut diutarakan, kontan saja semua orang tertawa
terbahak-bahak. Begitu melihat semua orang tertawa, nona Kim semakin mendongkol.
Tapi sebelum dia mengucapkan sesuatu, Siau Hou cu telah berkata lebih
dulu: "Ada orang melepaskan api diistana Pat-tek sin-kiong, sementara Pat tek
pat lo dipancing oleh musuh menuju ketempat lain, kebetulan aku dan
adik Bau datang kesana, maka akupun lantas turun tangan untuk
membekuk mereka !" Mendengar perkataan itu, mencorong sinar buas dari balik mata Mo Tin
hong, serunya dengan cepat. "Ada berapa orang" sekarang mereka berada dimana ?" "Empat
orang bocah keparat, semuanya berada didalam gua
bagian belakang sana !" Mo tin-hong segera berkerut kening, sinar
matanya dialihkan dan memberi tanda kepada seorang yang berada dibelakangnya, orang itu
mengangguk dan segera berlalu dari sana.
Siau Hou cu kembali memutar biji matanya kepada orang itu dia
berseru keras: "Hei, sobat, bagaimana kalau meninggalkan mereka dalam keadaan
hidup saja?" Diam-diam Mo Tin hong menggigit bibir, diapun segera berseru lantang.
"Jangan celakai mereka, sekap orang-orang itu didalam gua Liat hwi
tong." Siapa tahu pengalaman Siavw Hou cu kelewat banyak, sambil tertawa
terkekeh-kekeh dia melanjutkan.. "Mo sancu, jikalau di jebloskan kedalam gua Liat hwee tong, bukankah
orang hidup pun akan di panggang sampai mampus?"
Saking mendongkolnya Mo Tin hong sampai menggigil bibirnya
keras-keras, terpaksa sekali lagi dia berseru.
"Serahkan kepada kepada Pat lo, jangan celakai jiwa mereka!"
Orang itu menyahut dan segera berlalu dari situ, Menanti orang
itu sudah pergi jauh, Mo Tin hong baru sekuat tenaga menahan hawa
amarahnya dan berkata kepada Siau Hou cu sambil tertawa:
"Apa yang Hou hiap katakan memang betul, lohu sudah sepantasnya
mengucapkan banyak terima kasih !"
Dalam pembicaraan tersebut, sekali lagi dia mempersilahkan tamunya
untuk masuk ke dalam ruangan, Tapi dengan cepat pula Siau Hou cu
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Jangan terburu nafsu sancu. aku dan adik Bau masih ada persoalan
yang belum diselesaikan." Seraya berkata, dengan langkah lebar dia berjalan menuju kedepan
siluman menangis, kemudian membangunkan mayatnya sehingga berdiri
tegak. Walaupun apa yang diiakukan oleh Siau Houcu sangat mencurigakan Mo
Tin hong tapi dia masih dapat menahan diri dan tidak rnengajukan
sesuatu pertanyaan pun. Nona Kim yang polos dan jujur dengan cepat bertanya: "Apa yang
hendak kau lakukan?" Siau Hou cu tidak menggubris pertanyaan itu, sebaliknya kepada Bau ji
dia berseru. "Adik Bau, kau memang hebat, ternyata siluman tua ini masih belum
kaku !" Setelah Siau Hou cu berkata demikian, semua orang baru merasa amat
puas. Siluman menangis yang sudah mati banyak waktu, ternyata jenasahnya
tidak menjadi kaku, sudah barang tentu peristiwa ini merupakan suatu
kejadian yang sangat aneh. Dengan suara dingin Bau ji berkata: "Walaupun orangnya sudah
mati, darah dan dagingnya masih bisa hidup setengah hari lagi, sudah barang tentu tubuhnya tak akan
menjadi kaku !" Nona Kim tidak puas dengan teori tersebut dengan cepat dia menyela
dari samping. "Lantas mengapa orang yang baru mati, tubuhnya ada pula yang
menjadi kaku ?" Bau ji memandang sekejap kearahnya, lalu menjawab: "Orang yang
baru mati, badannya tidak kaku, berapa saat
kemudian badannya baru nampak menjadi kaku karena daya hidup
yang berada didalam tubuhnya menjadi hilang, tapi kaku nya itu cuma
kaku palsu, sesaat kemudian ia akan menjadi lembek kembali !"
Dalam pada itu, Siau Hou cu telah membangunkan mayat dari siluman
menangis sehingga berdiri. Bauji hanya memandang sekejap kearah depan, belakang kiri dan
kanan, kemudian menggelengkan kepalanya berulang kali seraya
berkata: "Apanya yang bukan?" "Bukan" apa" Tak seorang manusiapun yang
tahu. MenyusuI kemudian Siau Hou cu pun membangunkan tubuh
siluman tertawa sehingga berdiri. Bau ji hanya melirik sekejap ke arah
mayat itu, lalu sahutnya lagi dengan dingin: "lni pun bukan !" Terpaksa Siau Hou-cu harus
membaringkan kembali mayat siluman tertawa dan berjalan ke samping sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali. Mo Tin hong yang menyaksikan kejadian itu ingin sekali cepat- cepat
mengetahui apa gerangan yang telah terjadi, namun untuk menghindari
segala sesuatu yang tidak diinginkan, dia tak berani mengajukan
pertanyaan secara langsung. Sun Tiong lo adalah seorang pemuda yang cerdas, sekarang dia cerdas
sekarang ia sudah menduga apa gerangan yang menjadi tujuan Bau ji
dengan perbuatan perbuatannya yang aneh itu.
Maka diapun tidak mengajukan pertanyaan apa2, bahkan terhadap apa
yang mereka lakukan itu, dia bersikap seolah-olah tak pernah
melihatnya. Berbeda dengan nona Kim, dia tidak habis mengerti juga ingin tahu,
maka tak tahan segera tanyanya: "Hei, sebenarnya apa yang telah terjadi " panggilan "hei" itu bisa
diajukan pada Siau Houcu, bisa pula
sedang bertanya pada Bau ji. Akan tetapi baik Bauji maupun siau Hou
cu sama sekali tidak ambil peduii kepadanya.. Dalam keadaan seperti ini, nona Kim merasa malu dan mendongkol dia
segera mencari Sun Tionglo. Kali ini dia lantas menuding kearah orang nya sambil menegur:
"Tionglo, sebenarnya apa yang telah terjadi?" Sun Tiong lo
mengetahui dengan jelas apa gerangan yang
terjadi, namun ia berlagak seakan-akan tidak mengerti, katanya cepat.
"Dari mana aku bisa tahu?" "Apakah kau tidak bisa bertanya?" nona
Kim berkerut kening, Sun Tiong lo kehabisan daya, terpaksa tanyanya kepada Siau Hou cu.
"Siau hou, sebenarnya apa yang terjadi?" Siau Hou cu segera tertawa.
"Siau liong, apakah kau tak dapat melihat, aku hanya menjalankan tugas
atas perintah" Darimana aku bisa tahu apa yang sedang dilakukan"
percuma mengajukan pertanyaan padaku.
Sun Tiong lo cukup-mengetahui akan watak dari Bau ji, maka dia baru
mengajukan pertanyaan tersebut kepada siau Hou cu siapa tahu siau
Hou cu telah menghindarkan diri dari pertanyaan tersebut, malah
pertanyaannya telah di dorong balik kembaIi.
Dalam keadaan begini terpaksa dia harus minta petunjuk kepada Bau
ji... Baru saja dia akan mengajukan pertanyaan tersebut Bau ji telah
memandang sekejap ke arahnya, lalu memandang pula kearah Mo Tin
hong dan si nona Kim, setelah itu katanya.
"Aku hendak menyelidiki apakah siluman menangis dan siluman tertawa
adalah manusia berkerudung berbaju emas itu!"
"Oooh," Sun Tiong lo berseru lirih padahal diam-diam dia mengangguk,
karena apa yang diduga memang persis seperti apa
yang dikatakan barusan, Mo Tin hong segera merasakap hatinya
tercekat, tapi dia pura-pura tidak habis mengerti, kembali tanyanya.
"Dulu, sewaktu kakakku menghadapi nenek-nya dan ibunya pergi
meninggalkan rumahku, ditengah jalan dia telah berjumpa dengan
seorang manusia kerudung berbaju emas yang membawa anak buahnya
menghadang kepergian mereka. "Manusia berkerundung itu bertekad hendak membabat seluruh
keluarga kami sampai seakar-akarnya, bahkan diapun bertekad hendak
membunuh kakakku seketika itu juga, walau pun akhirnya kakakku
berhasil lolos dari bencana itu, namun nenek Yan..."
Bau ji yang berada disampingnya segera menukas: "Bajingan itu
bekerja dengan persiapan yang matang, mereka
telah mempersiapkan dua orang perempuan sialan yang menyaru


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai nenekku dan ibuku, salah seorang diantara mereka telah tewas
dibunuh nenekku, sebaliknya yang lain telah membunuh ibuku.
Kemudian nenek pun lenyap tak ada kabar beritanya lagi, sudah pasti
beliau pun ikut dibunuh manusia kerudung berbaju emas itu, hari ini kau
mengatakan salah seorang diantara dua siluman ini sebagai pemilik
lencana Lok hun pay, maka aku..."
Mo Tin hong segera tertawa terbahak-bahak sambil menukas :
"Haaahhh.... haaahh.... haaahhhh... keponakan Bau, tak salah lagi
Jkalau salah seorang diantara sepasang siluman ini adalah Lo hun pay,
tapi pemilik Lo hun pay toh belum tentu adalah manusia berkerudung
berbaju emas ?" Bauji segera mendengus dingin. "Hmm, pemilik lencana Lok-hun pay
adalah manusia berkerudung berbaju emas !" "Darimana kau bisa tahu ?" Mo Tin hong berkerut
kening. "Ketika terjadi tanya jawab antara manusia berkerudung
berbaju emas itu dengan nenek dan ibuku, aku hadir diarena, dari pembicaraan
kedua belah pihak dapat kubuktikan kalau manusia berkerudung berbaju
emas itulah pemilik lencana Lok-hun-pay!"
Dengan cepat Mo Tin-hong menggelengkan kembali kepalanya berulang
kali. "Siluman menangis dan siluman tertawa merupakan manusia- manusia
licik yang banyak akal muslihatnya, bila kau percaya dengan perkataan
mereka, berarti kau mudah tertipu!"
Bau ji mendengus dingin tanpa menjawab. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** PADA
SAAT itulah tiba-tiba Sun Tiong lo berkata kembali:
"pandanganku persis seperti padangan dari kakakku, akupun tidak
percaya kalau pemilik lencana Lok-hun pay adalah siluman tertawa dan
siluman menangis !" Mo Tin hong termenung dan berpikir sebentar, kemudian ujarnya:
"Dapatkah kau terangkan alasan dari kesimpulanmu itu ?"
Sun Tiong lo tertawa. "Maaf Sancu, saat ini bukan saatnya untuk
memberi keterangan kepadamu !" Dan setelah mendengar perkataan itu, Mo Tin hong
merasa kurang leluasa untuk bertanya lagi, dia segera tertawa. "Aku rasa,
segala sesuatunya akan menjadi beres setelah Su nio
si perempuan rendah itu berhasil ditangkap kembali." Sun Tiong lo tidak
menjawab, dia tertawa, "Mari kita duduk
didalam ruangan" kembali Mo Tin hong mempersilakan tamunya musuk.
Sun Tiong lo segera memandang sekejap ke arah Bau ji dan siau Hou
cu, sambil tertawa, siau Hou cu berkata.
"Berbicara terus terang, duduk mah tidak perlu, yang penting adalah
mengisi perut." Sebenarnya nona Kim sedang tak senang hati, tapi ucapan tersebut
segera membuatnya tertawa terpingkal-pingkal.
Maka didalam ruanganpun segera disiapkan hidangan. Mo Tin hong,
telah berangkat meninggalkan bukit pemakan
manusia. Dia berangkat bersama sama dengan nona Kim, Sun Tiong lo,
Bau ji, Siau Hou cu dan Beng Liau buan serta pelayannya. Tengah hari
itu mereka sudah tiba di kota kecil dibawah bukit,
Beng liau-huan dan pelayannya segera berpamitan untuk pcrgi, sedang
lainnya bersantap dirumah makan. Selesai bersantap, Mo Tin hong berkata kepada Sun Tiong lo, Bauji,
nona Kim dan Siau-Hou cu bahwa dia hendak berpisah dengan mereka
untuk melanjutkan perjalanan seorang diri ia bersumpah sampai diujuug
langitpun Su nio akan di tangkap. Sesaat menjelang perpisahan, sekali lagi Mo Tin hong berkata kepada
Sun Tiong lo agar jangan lupa dengan janji mereka setahun kemudian
untuk berjumpa lagi di bukit pemakan manusia.
Sun Tiong lo, mengangguk sambil tertawa, bahkan mengucapkan
selamat kepada Mo Tin hong, semoga dia berhasil menemukan Sunio.
Pada saat itulah secara diam-diam Siau hou cu memberi tanda kepada
Sun Tiong lo supaya meninggalkan tempat duduk dan di suatu tempat
yang tersembunyi dia utarakan maksudnya dan Bauji, ternyata dia dan
Bau ji masih tetap menaruh curiga terhadap Mo Tin hong.
Siau Hou cu bahkan menyatakan tekadnya ber sama Bau ji akan
menguntit dibelakang Mo Tin hong secara diam-diam hingga kecurigaan
mereka hilang, sebab itu, dia hendak memberitahukan hal ini lebih dulu
kepada Sun Tiong lo. Setelah termenung beberapa saat lamanya, Sun Tiong lo segera
mengambil keputusan, barulah keputusan tersebut di beritahukan
kepada Si:u Hou cu, mendengar keputusan tersebut Siao Hou cu
menjadi amat girang, dia lantas manggut-manggut
Kedua orang itupun segera balik kembali ke tempat duduk nya. Tak
lama setelah duduk, Siau Hou cu segera mengusulkan agar
tujuan mereka dialihkan ke bukit Wu san, tapi demi lancarnya
penyelidikan mereka atas Su-nio, maka diusulkan agar mereka
berempat membagi diri menjadi dua rombongan.
Maka diputuskan Sun Tiong lo melakukan perjalanan bersama nona Kim,
sedangkan Siau hou cu serta Hau ji berada dalam satu rombongan lain,
sebelum berpisah, berulangkali Sun Tiong lo memesan kepada Bau ji dan
Siau ho cu bila ada kabar, mereka jangan bergerak lebih dulu tapi
bertindak setelah menyusun rencana yang matang, daripada tindakan
mereka terperangkap oleh perhitungan lawan.
Siau ho cu dan segera mengiakan berulang kali, sambil menunggang
kuda, merekapun minta diri lebih dulu.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Nona Kim dan Sun Tiong lo beristirahat di bawah
pohon kui yang lebat dan besar. Waktu itu Sun Tiong lo sedang mendongakan kepalanya
memandang keangkasa, ia seperti sedang memikirkan sesuatu. Nona
Kim berkerut kening, dengan tenang dia memperhatikan
Sun Tiong lo yang sedang termenung tanpa berbicara itu. Lama, lama
kemudian... Akhirnya nona Kim tak kuasa menahan diri, dengan suara
dingin segera tegurnya: "Bagaimana, apakah masih bisa melihat benda lainnya
?" "Ooh... tentu saja bisa" sahut Sun Tiong lo tersipu-sipu,
"padahal..." "Padahal kenapa" Kau anggap aku tidak tahu" "sela nona
Kim cepat, Sun Tiong lo jadi tertegun. "Apa... apa yang kau ketahui?" Sekali lagi nona Kim mendengus
dingin. "Kau anggap aku tak bisa melihatnya" Sepanjang jalan, kau
selalu melewati jalanan yang sepi dan jauh dari keramaian manusia,
kau tak pernah mengajakku berbicara lebih dulu, apa sebabnya..."
Sun Tiong lo segera menghela napas panjang. "Aaaai... nona.." "Kau
panggil aku apa?" tukas nona Kim dengan mata melotot. "Aaah,
anggap saja aku salah, adik Kim!" Sun Tiong lo segera
tertawa pelan. Sebutan "adik" tersebut, seketika itu juga
menghilangkan semua kemurungan dan kemarahan yang berkobar didalam dada nona Kim.
Dengan lembut dan hangat dia lantas tertawa kepada Sun Tiong
lo, kemudian ujarnya: "Padahal akupun mengetahui jalan pemikiranmu,
cuma kalau murung melulu toh sama sekali tak ada gunanya ." Sun Tiong lo
memandang nona itu sekejap, lalu tertawa, ia tidak
berkata apa-apa lagi. Nona Kim turut tertawa, katanya pula: "Mengapa
sih kau selalu melewati jalan yang sepi dan terpencil
seperti ini ?" "Adik Kim, coba lihatlah itu!" ujar Sun Tiong lo sambil
menuding kearah atas dahan pohon. Nona Kim mencoba untuk mendongakkan
kepalanya dan terlihatlah diatas dahan pohon itu tampak sebuah tanda panah yang
terbuat dari benda tajam, tanda panah itu menunjukkan ke arah
sebelah kiri. Nona Kim memandang sekejap kearah Sun Tiong lo, kemudian
tanyanya dengan cepat. "Tanda rahasia ?" "Ehmm!" Sun tiong lo hanya mengiakan tanpa
berkata apa-apa. "Apakah tanda rahasia itu ditinggalkan oleh engkoh
Bau-ji?" kembali nona itu bertanya. Sejak Mo Tin-hong menjelaskan hubungan
kekeluargaannya dengan keluarga Sun, Sun Tiong lo dan nona Kim telah mengganti pula
panggilannya, mereka adalah engkoh Lo dan adik Kim.
Oleh karena itu sebutannya terhadap Bau-ji pun turut dirubah pula.
Cuma saja Bau ji tidak mempunyai nama lain, hingga terpaksa nona
Kim harus memanggil engkoh Bau-ji kepadanya.
Waktu itu Sun Tiong lo manggut-manggut namun dia belum juga
menjawab. Nona Kim amat cerdik, dengan kening berkerut segera serunya:
"Kalau dilihat dari keadaan sekarang, tampaknya kita sedang
menguntil seseorang?" Sun Tiong lo merasakan hatinya amat berat, dia
belum juga memberikan jawaban. Sebenarnya nona Kim masih ingin bertanya
kembali, tapi setelah ucapan sampai diujung bibirnya, dia segera menariknya kembali. Sun
Tiang lo segera menuding ke arah sebuah jalan kecil sebelah
kiri sana, kemudian katanya: " Adik Kim, mari kita pergi" Nona Kim
mengiakan, dia menarik tali les kudanya dan
menjalankan ke arah kiri. Sambil berjalan diapun berkata: "Kalau
mengikuti arah yang ditunjuk tersebut, entah sampai
kapan kita baru akan sampai di bukit Wu san?"
Sun Tiong-lo tertawa. "Bukankah adik Kim pernah mengemukakan pendapatmu bahwa Su Nio
tak nanti akan kembali ke bukit Wu san?"
"Benar." jawab nona Kim sambil tertawa, "tapi paling tidak seharusnya
ada sebuah jalur perjalanan yang tetap, tidak seperti sekarang, jalan
kesana kemari secara mengawur tanpa arah tujuan yang benar, kecuali
kalau engkoh Lo sudah memperoleh kabar berita yang sebenarnya!"
"Adik Kim, kau ingin mengetahui hal yang sebenarnya?" tanya Sun
Tiong lo tiba-tiba dengan wajah serius.
"Kau akan berbicara sejujurnya kepadaku?" nona Kim balik bertanya
dengan wajah serius pula. "Yaa, sebetulnya kami sedang menguntit di belakang beng cengcu dan
pelayannya." Nampaknya jawaban tersebut sama sekali di luar dugaan gadis
tersebut. "Oooo... rupanya kita sedang menguntit mereka!" serunya kemudian.
Sun Tionglo tertawa. "Adik Kim, bagaimanakah jalan pemikiran mu
sebelum ini ?" "Aku mengira kalian sedang menguntil ayahku!" sahut
nona Kim sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah. Tampaknya Sun
Tiong-lo mempunyai tujuan lain, cepat serunya. "Aah, Tidak mungkin,
kecuali kalau secara kebetulan sancu pun
melalui jalanan yang kita tempuh ini !" Nona Kim segera mengerling
sekejap kearah Sun tiong-lo, kemudian tegurnya. "Hingga sekarang, sebutanmu terhadap ayahku
masih belum juga dirubah ?" "Harap adik Kim sudi
memaafkan !" Nona Kim segera mendengus dingin. "Maafkan " Atas dasar apa ?"
serunya. Sun Tiong-lo tertawa getir. "Walaupun sancu menerangkan
segala sesuatunya tetapi keterangannya itu masih sukar untuk membuat orang mempercayainya."
"Heran, apa sih yang sulit membuatmu untuk mempercayainya ?" seru
nona Kim dengan mata melotot. "Pertama, Sancu dan mendiang ayahku adalah saudara angkat, menurut
berita yang tersiar dalam dunia persilatan, mereka adalah sobat karib
yang sehidup semati, selamanya selalu membantu keluarga yang sedang
ditimpa kesusahan. Akan tetapi, ketika orang tuaku menjumpai musibah
dulu, ternyata sancu..." "Bukankah ayahku telah menerangkan, waktu itu dia sedang
mengasingkan diri diatas bukit untuk melatih ilmu silat guna bersiap
sedia melakukan pembalas dendam ?" seru nona Kim cepat, "hal mana
menyebabkan dia terputus sama sekali hubungannya dengan dunia
persilatan, dia sama sekali tidak tahu...."
"Adik Kim, bukan persoalan ini yang kumaksudkan," tukas Sun Tiong-lo
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Ooooh.... lantas soal apa?" "Maksudku ketika Sancu mengetahui kalau
anggauta perkampungan Ang liu ceng nya telah dibunuh semua oleh lencana Lok
hun pay, apa sebabnya dia tidak mengundang mendiang ayahku untuk
membantunya didalam menghadapi serangan musuh?""
Nona Kim berpikir sebentar, lalu jawabnya. "Bukankah ayahku telah
berkata waktu itu dia merasa bukan tandingan dari Lok hun pay, sedangkan ilmu silat yang dimiliki ayahmu
belum tentu lebih hebat daripada kepandaian ayahku, oleh karenanya..."
"Adik Kim, apakah kau tidak merasa kalau penjelasan tersebut kurang
kuat alasannya?" kata Sun Tiong lo sambil tertawa.
"Ayahku memang berwatak demikian, bila dia sedang menghadapi
kesulitan, tak pernah akan merepotkan orang lain!" kata nona kim
dengan wajah serius. "Oooh... lantas bagaimana pula persoalannya dengan sepasang siluman
itu?" "Bagaimana dengan sepasang siluman itu?" "Aku percaya kaupun
dapat mengetahui bahwa kedua orang siluman itu bukanlah Lok hun-pay!" "Darimana kau bisa berkata
demikian?" nona Kim tertegun. "Adik Kim, kau benar-benar tidak tahu,
ataukah...." "Tentu saja aku benar benar tidak tahu" nona Kim nampak
agak naik darah. Sun Tiong lo segera tertawa. "Aku percaya kau benar-benar
tidak tahu sebab hatimu terlalu baik dan mulia!" "Apa maksudmu berkata demikian?" "kembali nona Kim
mengerdipkan matanya berulang kali. "Adik Kim pernah berkata bahwa
tenaga dalam yang dimiliki Sancu masih belum sanggup untuk menandingi Lok hun pay, bahkan
kaupun pernah bilang kalau mendiang ayahku belum tentu sanggup
menandingi dari Lok-hun-pay, masih ingatkah kau dengan perkataan
tersebut?" Dengan cepat nona Kim dapat memahami apa yang dimaksudkan oleh
Tiong-lo, kontan saja ia dibikin terbungkam dalam seribu bahasa.
Terdengar Sun Tiong-Io berkata lebih lanjut: "Apa lagi kedua orang
siluman itu tak pernah berpisah satu sama lainnya, sedangkan
didalam pertarungan diatas bukit Pemakan manusia, sancu yang harus
berhadapan dengan dua orang musuhpun tidak memperlihatkan gejala
kalah, apakah hal ini tidak aneh?"
Nona Kim termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian
sahutnya: "Demi membalas dendam, selama banyak tahun ayahku selalu melatih
diri secara tekun, kalau sekarang ilmu silatnya mampu menangkan
kedua orang siluman tersebut, kejadian ini bukan sesuatu peristiwa yang
luar biasa !" "Ucapanmu itu menang benar tapi hal inipun mustahil bisa terjadi." kata
pemuda itu manggut-2 Nona Kim menjadi mendongkol dia lantas menegur: "Kau bilang
bahwa ucapanku itu ada benarnya, tapi mengatakan
pula kalau tidak mungkin, sebenarnya apa maksudmu?" "Andaikata
selama beberapa tahun ini Sancu berhasil
menemukan suatu penemuan diluar dugaan atau berhasil mendapatkan
pusaka ilmu silat yang maha dahsyat kemudian melatihnya dengan
tekun, kemungkinan besar ucapanmu itu ada benarnya."


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi kalau bukan karena itu, sebaliknya hanya melatih diri secara tekun
atas kepandaian silat yang telah diketahui dulu, soal tenaga dalam
mungkin akan peroleh kemajuan yang pesat, namun kalau dibilang
dengan kemampuannya seorang ternyata sanggup mengalahkan dua
orang jago tangguhnya hal ini mustahil bisa terjadi!"
"Mengapa mustahil bisa terjadi?" nona Kim belum juga mengerti.
"Sepasang manusia aneh itu bukan orang tolol hanya puas
dengan apa yang dimilikinya, apakah selama banyak tahun ini mereka
tak pernah melatih kepandaiannya secara tekun" Kalau Sancu
mempunyai waktu selama sepuluh tahun untuk melatih diri, apakah
kedua orang siluman itu tidak memiliki pula waktu selama
sepuluh tahun untuk melatih diri" Mengertikah kau dengan apa yang
kukatakan ?" Mendadak nona Kim seperti teringat akan sesuatu, segera serunya:
"Aaah, benar, ayahku pernah mendapatkan sejilid kitab pusaka, kitab
itu..." "Apakah kau maksudkan kitab yang disimpan dalam loteng Hian- ki-lo
dan kemudian dicuri Khong It-hong serta menyalinnya kedaiam kitab
lain itu ?" Nona Kim merasa terperanjat sekali setelah mendengar perkataan itu,
serunya cepat: "Darimana kau bisa tahu tentang persoalan ini ?" Sun Tiong-lo segera
tertawa. "Adik Kim, apakah kau lupa" Bukankah waktu itu aku
bersembunyi disamping ruangan ?" Nona Kim mendengus dingin. "Tapi
kau baru bercerita kepadaku setelah kejadian itu lewat." "Benar, waktu
itu aku masih belum mengetahui dengan pasti
akan posisi dan kedudukan adik Kim !" Sekali lagi nona Kim mendengus
dingin. "Sekarang, aku toh masih tetap aku yang dulu !" "Paling tidak
diluarnya kita toh tidak saling berhadapan sebagai
musuh !" sambung Sun Tiong lo sambil tertawa. Nona Kim sagera
mengerling sekejap kearah Sun Tiong Io,
kemudian katanya: "Aku hendak bertanya kepadamu, hingga sekarang,
benarkah kau masih menaruh rasa curiga terhadap ayahku ?" Sun Tionglo
tertawa getir. "berbicara terus terang, mau tak mau
aku harus menaruh curiga tersebut !"
"Lantas apa rencanamu selanjutnya?" Sun Tiong-lo menggelengkan
kepalanya berulang kali tanpa menjawab. Dan dengan wajah serius sekali
lagi nona Kim berkata: "Engkoh Lo, andaikata kau bersikeras mempunyai jalan pemikiran
semacam itu, maka mustahil buat kita untuk melakukan perjalanan
lebih jauh..." - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 23 MENDADAK Sun Tiong lo menuding ke atas pohon sambil berseru:
"Adik Kim, cepat lihat !" Nona Kim mengalihkan sorot matanya
kearah yang ditunjuk, tampaklah tanda panah yang semula menunjuk kearah atas, kini
arahnya sudah berubah menjadi melintas, bahkan dibawah tanda panah
yang tertera pula tanda "X".
Menyaksikan tanda itu, dengan kening berkerut nona Kim segera
bertanya. "Apa pula arti dari tanda ini?" Paras muka Sun Tiong lo kini berubah
menjadi amat serius, jawabnya: "Engkoh Siau hou memberitahukan kepadaku kalau Beng
cengcu dan pelayannya telah menjumpai ancaman bahaya, sekarang dia
sedang berjalan melewati jalanan sebelah kanan, hayo kita cepat
menyusul ke sana!" Nona Kim sangat menguatirkan keselamatan dari Beng Liau tuan dan
pelayannya, mendengar perkataan itu segera jawabnya.
"Kalau begitu mari kita segera ke sana !" Sambil berkata kedua orang itu
segera melarikan kudanya kencang-kencang menuju kedepan sana.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** BENG Liau huan dan pelayan tuanya Beng seng tak
pernah menyangka kalau didalam hidup mereka kali ini masih punya harapan
untuk keluar dari Bukit pemakan manusia dalani keadaan hidup, ketika
mereka tahu kalau diri nya berdua diperbolehkan meninggalkan bukit,
tentu saja gembiranya bukan kepalang.
Diam-diam orang itupun segera berunding, mereka menganggap
kejadian ini sudah pasti disertai dengan rencana keji.
Selama banyak tahun, Beng Liau huan dan pelayannya sudah cukup
mengenali watak dari Mo Tin hong, mereka sadar andaikata kali ini dia
bukan dipaksa oleh keadaan, mustahil Mo Tin hong akan bersedia
melepaskan mereka berdua untuk turun gunung.
Oleh sebab itu setelah berunding, diputuskan bahwa mereka akan
melakukan perjalanan bersama-sama Sun Tiong lo kakak beradik,
tujuannya agar mereka tidak disergap siapapun atau dicelakai oleh
siapapun. Akan tetapi ketika mereka mendapat tahu kalau Mo Tin hong pun
melakukan perjalanan bersama mereka, Beng Liau huan berdua segera
merubah kembali rencananya, mereka bertekad akan melanjutkan
perjalanan sendiri agar bisa cepat-cepat meloloskan diri dari pengejaran
serta pengawasan Mo Tin hong. Setelah berpamitan dengan semua orang, karena mereka berkuda maka
perjalanan bisa di lanjutkan sangat cepat.
Kurang lebih belasan li kemudian, mendadak Beng liau huan menarik
tali les kudanya dan berpaling, ia ingin tahu apakah ada orang yang
secara diam diam menguntil dibelakang mereka.
Setelah yakin kalau tak ada yang menguntil, mereka lantas berbelok
kesebuah jalanan kecil dan merubah arah perjalanannya secara
tiba-tiba. Beng Liau huan termasuk seorang jagoan persilatan pula dimasa lalu,
tapi setelah dua puluh tahun disekap diatas bukit, apalagi setelah
badannya cacad, sudah barang tentu berbicara soal kepandaian maupun
kecerdasan, ia sudah jauh ketinggalan daripada dulu.
Itulah sebabnya mereka amat mudah diintil orang tanpa disadari oleh
mereka sendiri. Sudah barang tentu Beng Liau huan pun sangat memperhatikan keadaan
dibelakang tubuh nya, sayang pihak lawan sudah melakukan persiapan
yang matang sehingga semenjak mereka meninggalkan Sun Tiong lo
sekalian, kedua orang tersebut sudah melangkah kedalam perjalanan
yang penuh ancaman bahaya. Di tengah jalan, kedua orang itu berhenti untuk beristirahat sambil
mengisi perut. Ketika selesai bersantap Beng Seng lantas bertanya kepada Beng liau
huan: "Cengcu, mengapa kau tidak rnenceriterakan apa yang telah kau dengar
dan kau saksikan selama banyak tahun ini kepada Sun kongcu?"
Beng liau hoan tertawa getir. "Tentu saja ada alasannva, pertama
orang yang merampas perkampungan dan membunuh keluarga aku dimasa lalu bukan Mo Tin
hong pribadi, kendatipun kemungkinan besar dialah dalang dari
pembunuhan itu, sayang aku tidak mempunyai bukti yang pasti."
"Kedua Sun kongcu dan Mo Tin hong masih mempunyai sedikit
hubungan, apa yang diucapkan pada saat ini belum tentu akan
mendatangkan hasil, maka lebih baik kalau kita menunggu sampai
tibanya kesempatan lain yang lebih cocok."
"Ke tiga, aku sudah mengetahui kalau nona Kim bukan putrinya Mo Tin
hong, maka ketika Sun kongcu mengajak nona Kim meninggalkan Bukit
pemakan manusia, aku sudah mempunyai suatu rencana..."
Belum habis dia berkata, Beng seng telah menukas: "Aku lihat tak
bakal salah lagi, orang she Mo itu adalah dalang
dari segala macam peristiwa ini, tak usah membicarakan yang lain,
cukup dilihat dari perbuatannya yang mengancam kita berdua selama
banyak tahun, sudah terbukti kalau dia bukan orang baik- baik."
"Apalagi kalau dilihat dari kematian yang mengenaskan aari
sahabat-sahabat persilatan yang salah memasuki bukit dan mati
disergap oleh jago-jago mereka yang ber-jaga2 disana..."
Sekali lagi Beng Liau huan tertawa getir, katanya sambil mengulapkan
tangannya. "Kau keliru besar, Mo Tin hong tak pernah membunuh orang- orang
yang salah memasuki bukit pemakan manusia!"
"Tak pernah ?" Beng Seng tertegun, "tuan, apakah kau lupa...?" "Aku
tidak lupa." tukas Beng Liau huan sambil menggeleng,
"walaupun yang tewas tidak sedikit, sedang sahabat-sahabat persilatan
yang telah salah memasuki bukit itu, semuanya masih tetap hidup
dengan selamat." "Tuan, sungguhkah itu ?" Beng seng berdiri bodoh. Beng Liau Iiuan
manggut-manggut. "Betul, pada mulanya akupun tidak mengetahui
akan hal ini, sampai sepasang manusia siluman menyerbu ke dalam perkampungan
dan dengan mata kepala sendiri kusaksikan jago- jago silat tersebut,
hatiku baru sadar dan paham." "Aneh sekali kalau begitu." Beng Seng belum juga mengerti,
"orang-orang itu mempunyai rumah dan keluarga, mengapa mereka
mau tinggal diatas bukit ini?"
Beng Liau huan menghela napas panjang. "Aaaaai... sayang sekali
teka-teki ini tak ada orang yang bisa
memecahkannya." Beng seng berpikir sebentar, ujarnya. "Tuan, jangan murung karena
urusan orang lain lagi, coba katakan, sekarang langkah pertama kita harus kemana?" Beng seng
berpikir sebentar, lalu manggut-2. "Betul, Toa kohya mempunyai
hubungan yang luas sekali dengan jago-jago dalam dunia persilatan, mungkin saja kita dapat mengetahui
asal terjadinya peristiwa dimasa lalu, siapakah dalangnya serta karena
apa bisa terjadi peristiwa itu?"
Beng liau-huan tidak menanggapi ucapan itu dia memberi tanda agar
Beng seng membimbingnya naik keatas kuda.
Beng liau huan pada saat ini adalah seorang manusia cacad yang telah
tak berkepandaian lagi, setelah naik keatas kuda, bersama Beng-Seng
diapun melanjutkan perjalanan menuju kedepan.
Tak lama setelah kedua orang itu berlalu, dari balik semak belukar
muncul pula dua orang lelaki kekar yang berwajah bengis.
Kedua orang itu saling berpandangan sekejap sambil tertawa, kemudian
merekapun mengejar dibelakang dan Bau ji menyusul pula ke sana,
menyaksikan sisa rangsum yang tercecer diatas tanah, kedua orang itu
saling manggut dan melanjutkan perjalanannya melakukan pengejaran.
Ketika mereka tiba disebuah pohon besar, Siau hou-cu segera
membalikkan tangannya dan meninggalkan sebuah tanda diatas pohon.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Dua orang lelaki kekar berwajah bengis berhenti
didepan sebuah hutan dan bersandar diatas dahan sambil memperhatikan Beng liau
huan berdua yang tinggal dua titik bayangan hitam dikejauhan sana.
Tiba-tiba salah seorang diantara dua orang lelaki bermuka buas itu
tertawa seram, kemudian katanya: "Lo huan, dugaan majikan ternyata benar, tua bangka celaka itu
benar-benar hendak pergi ke rumah putrinya mari kita tunggu sebentar
lalu mengejar lagi !" Lelaki she Huan itu segera tertawa. "Lo-oh, diantara anak buah
majikan, kepandaianmu lebih tinggi daripada aku, segala sesuatunya aku menuruti perkataanmu saja!"
"Aaah, tak usah mempersoalkan lebih tinggi atau tidak, kita toh
sama saja !" Lo-oh menggeleng. "Berbicara yang sebenarnya,
penghalang di depan sana bisa dilewati dengan selamat bukan" "Hm, kita bisa mampus kalau sampai
gagal!" Lo-huan berpikir sebentar, lalu katanya lagi. "Danpada terjadi hal-hal
yang tak diinginkan, Lo-oh, mari kita menyusul sekarang juga" Lo oh
mengiakan, bersama Lo Huan mereka segera melanjutkan perjalanannya
untuk melakukan pengejaran. Tentu saja semua pembicaraan tersebut dapat didengar oleh Siau hou
cu dan Bau ji dengan jelas, itulah sebabnya dibawah tanda panah yang
dibuatnya diatas dahan pohon, diberi pula tanda "X".
Menyusul kemudian, Siauhou cu pun berkata kepaca Bau ji. "Kali ini kita
pun memisahkan diri, kau menekan dari belakang, aku menghadang
dari depan!" "Betul!" Bau ji mengangguk, "kali ini kita harus meninggalkan korban
dalam keadaan hidup." "Tentu saja, kita harus memaksa setan tua itu untuk memperlihatkan
wujud yang sesungguhnya." Sambil berkata dia lantas memberi tanda kepada Siau hou cu dan
berlalu lebih dahulu. Sedangkan Bau ji menjalankan kudanya pelan-pelan mengikuti
dibelakangnya. -ooo0dw0oooBeng Liau huan dan pelayan tuanya sudah memasuki sebuah
jalan bukit yang sepi dan terpencil. Waktu itu senja menjelang tiba,
pemandangan tampak sangat indah sekali. Sambil menunjuk ke tempat kejauhan sana, tiba-tiba Beng
liau huan berkata: "Beng seng, bagaimana kalau kita sekaligus melewati
bukit didepan sana?" Menyaksikan majikan tuannya sedang gembira,
buru-buru Beng seng menyahut: "Bagus sekali, biar aku yang akan berjalan didepan!"
Mendadak Beng liau-huan menghela napas sedih, katanya. "Walaupun
semangatku masih seperti dulu, sayang orangnya
sudah jauh berbeda!" Beng seng ada maksud menghilangkan
kemurungan majikannya, lalu ujarnya sambil tertawa. "Siapa yang bilang begitu" Aku justru tidak
puas kalau dibilang sudah tua dan tak mampu." Beng Liau-huan segera menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Sekalipun tidak puas, apa pula gunanya "
Tulang kita sudah tua, apalagi tenaga dalam ku sudah punah, setelah lama tidak menunggang
kuda, rasanya mustahil bagiku untuk mendaki bukit itu semalaman
suntuk, betul niatku besar sayang kekuatanku sudah tak akan memenuhi
harapan tersebut." Baru saja Beng Seng akan menjawab, mendadak dari arah depan sama
berkumandang datang suara bentakan keras:
"Hmmm, memang tidak pikun, jago kawakan memang tetap jago
kawakan, tampaknya kau sudah tahu kalau dalam hidupmu kali ini
tak mungkin bisa melewati bukit itu lagi, orang she Beng, harap turun
dari kudamu !" Ditengah pembicaraan tersebut, dua orang lelaki berbaju hitam telah
melompat keluar dan menghampiri mereka.
Dilihat dari gerakan tubuh mereka yang begitu cepat, dapat diketahui
kalau kedua orang lelaki itu adalah jago-jago kelas satu didalam dunia
persilatan. Mendengar bentakan tersebut, Beng Liau huan segera tertawa getir,
bisiknya kemudian kepada Beng Seng.
"Cepat lari meninggalkan tempat ini, bagai manapun juga harus ada
seorang yang pergi ke rumah toa konio untuk membawa berita!"
Sudah dua puluh tahun Beng Seng tak pernah meninggalkan
majikannya, tapi ia cukup mengetahui akan situasi yang sedang
dihadapinya sekarang, maka sambil mengiakan dia segera melarikan
kudanya untuk meninggalkan tempat itu.
Siapa tahu belum lagi kudanya diputar, dari belakang tubuhnya kembali


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terdengar seseorang menegur sambil tertawa.
"lngin kabur" Boleh saja, cuma tinggalkan dulu nyawamu!"
Menyaksikan dari depan dan belakang muncul musuh tangguh
yang menghadang perjalanan mereka, Beng Seng menjadi naik darah.
Dia segera menuding ke arah keempat orang lelaki buas yang berada
didepan maupun belakangnya, kemudian bentaknya keras- keras.
"Kami berdua toh tidak mempunyai dendam kesumat dengan kalian,
mengapa kalian mendesak kami terus menerus?"
Dua orang lelaki yang berada dibelakang tak lain adalah Lo Huan dan
Lo Oh. Sambil tertawa seram Lo Huan segera menyahut.
"Yaa, memang tak ada dendam kesumat tak ada sakit hati, tapi
selamanya aku orang she Huan memang tak pernah mempersoalkan
dendam sakit hati bila ingin membunuh orang!"
Manusia berbaju emas yang berada di sebelah timur itu segera
mendengus dingin. "Hmmm, orang kuno bilang, siapa yang terlibat dia terpikat!" "Betul,
siapa yang terlibat dia memang terpikat!" sahut manusia
berbaju emas yang berada disebelah barat sambil mendengus pula.
Lama-kelamaan, manusia berbaju emas yang ada disebelah timur
menjadi naik pitam, dia lantas berseru. "Cukup, sekarang kau hendak
menghabisi diri sendiri, ataukah harus menerima bantuanku." "Apa sih maksud perkataanmu itu?" yang
berada disebelah barat pura-pura tidak mengerti. "Apakah perkataanku masih kurang jelas?"
"Perkataannya mah sudah cukup jelas, cuma alasannya saja yang
tidak kupahami !" "Kau ingin mengetahui alasannya" Baik, kalau begitu
kuberitahukan kepadamu, Kau si nomor delapan, bernama Wong Peng
ci yang berasal dari Ting kang, rasanya hal ini sudah cukup jelas bukan
sahabat Wong yang baik hati?" Yang ada disebelah barat adalah Wong Peng ci, sedang yang berada
disebelah timur, tak bisa disangkal lagi adalah orang yang mendapat
perintah untuk membunuhnya. Wong Peng ci segera manggut-manggut. "Bagus, bagus sekali, dan
aku rasa memang sudah cukup! Majikan pernah bilang nama siapa dan nomor siapa bila dibocorkan
kerahasiaannya, maka hal itu berarti kematiannya sudah diumumkan aku
rasa memang tak perlu lagi bagiku untuk menanyakan alasannya lagi.."
Orang yang berada disebelah timur itu segera manggut-manggut.
"Betul, tampaknya kau belum melupakan peraturan kita itu!"
serunya cepat. Wong Peng ci tertawa. "Sudah sekian tahun aku
bertugas dan berbakti kepada majikan,
masa peraturan semacam inipun bisa kulupakan ?" "Kalau memang
begitu bagus sekali" seru si manusia disebelah
timur sambil tertawa, "Wong Peng ci, silahkan segera turun tangan
untuk menghabisi dirimu sendiri"
"Tunggu dulu" seru Wong Peng ci sambil mengulapkan tangannya. "aku
masih ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu."
"Kau benar-benar kurang memuaskan hati." "Hmmm, memuaskan
atau tidak tunggu saja sampai aku selesai
mengajukan pertanyaan ini, kemudian kau baru boleh berbicara sesuka
hati mu..." Orang yang berada di sebelah timur itu segera tertawa licik. "Betul
juga perkataanmu itu" katanya, "mungkin diantara
sembilan orang pengganti majikan kaulah yang paling memuaskan
hati!" Wong Peng ci tak mau kalah, diapun tertawa seram. "Bila hari ini
aku mati, maka basok kaulah yang mampus, hal ini
tetap akan berlangsung untuk selamanya Sobat, sebelum melaksanakan
tugasmu itu, lebih baik cobalah untuk meresapi dahulu maksud dari
perkataanku ini." Untuk beberapa saat lamanya orang vang berada disebelah timur itu
tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Sebaliknya Wong Peng ci juga tidak buka suara lagi.
Sampai lama, lama kemudian, orang yang berada di sebelah timur baru
berkata dengan suara rendah dan berat.
"Sahabat Wong, waktu yang tersedia bagiku sangat terbatas sekali!"
Perkataan itu bermaksuk amat sederhana yaitu minta kepada Wong
Peng ci agar segera menyelesaikan kehidupannya.
Wong Peng ci segera tertawa. "Majikan toh berada disekitar tempat
ini, Iebih baik pertanyaan ini kuajukan dulu kepada majikan agar bersedia untuk menjawabnya
lebih dahulu." "Wong Peng ci, kuanjurkan kepadamu lebih baik sedikitlah tahu diri."
tegur orang disebelah timur dingin.
"Baik." Wong Peng-ci tertawa, "memandang pada kedudukan kita
sama-sama sebagai sembilan orang pengganti, persoalan ini terpaksa ku
ajukan saja kepadamu, maaf aku tak tahu siapakah namamu, terpaksa
aku harus menyebut anda kepadamu..."
"Terserah" tukas orang itu, Setelah mendengus dan tertawa, Wong
Peng ci lantas berkata. "Apakah anda hanya menitahkan pada aku orang she Wong untuk
bunuh diri atau menyerahkan nyawaku dengan begitu saja."
Pada mulanya orang yang berada di sebelah timur itu tertegun,
kemudian katanya sambil tertawa. "Sahabat Wong, kau benar-benar tak tahu diri, silahkan kau perhatikan
benda apa ini?" Sembari berkata, orang yang berada disebelah timur itu segera
mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, tahu-tahu genggamannya
telah bertambah dengan sebuah lencana emas berkepala macan kumbang
Pa tau lok hun kim pay. Wong Peng ci memandang sekejap ke arah lencana emas tersebut,
kemudian katanya sambil tertawa pedih.
"Bagus sekali, kalau begitu silahkan anda turun tangan untuk
menyelesaikan aku!" "Ooh, aku kira lebih baik sahabat Wong turun tangan sendiri saja untuk
menyelesaikan dirimu sendiri" "Bagaimana...?" ejek Wong peng ci tenang, "aku orang she Wong sudah
menjumpai musuh tangguh dan kepandaian silatku telah dipunahkan
orang sehingga saat ini sudah lemah tak berkekuatan ibaratnya orang
biasa, apakah masih takut terhadap diriku?"
Orang yang berada disebelah timur itu segera menggelengkan
kepalanya berulang kali: "Sekalipun tenaga dalam yang dimiliki sahabat Wong masih utuhpun,
aku tak bakal jeri kepadamu!" Wong Peng ci segera tertawa dingin tiada hentinya. "Tentu saja cara
kerja Lok hun pay selamanya disertai dengan
suatu perencanaan yang matang, kalau toh mengutus orang untuk
secara diam-diam mengawasi gerak gerik seseorang, tenaga dalam yang
dimiliki orang itu sudah pasti jauh melebihi kepandaian lawannya!"
Berhubung paras muka orang yang berada disebelah timur tertutup oleh
kerudung kain hitam, maka sulit untuk mengetahui mimik wajah
sebenarnya, tapi kalau didengar dari nada ucapannya yang baru
dilontarkan sudah cepat dia akan segera dibikin kaget dan marah.
Dengan emosi yang meluap, lantas berseru: "Wong Peng ci, kau
berani menyebut majikan dengan sebutan
semacam itu?" Wong Peng ci segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak. "Haaahh... haaahh... haaahh... selain kematian tiada
bencana lain yang lebih besar, bagaimanapun juga aku orang she Wong toh
sudah pasti mati, kenapa aku mesti takut kepada persoalanpersoalan
yang lain" sebaliknya justru kau sendirilah yang mesti
waspada kepadaku, paling baik lagi jika bertindak lebih berhati- hati!"
"Mati dengan mati tak akan sama, aku dapat membuatmu tersiksa lebih
dulu sebelum mampus!" ancam orang yang berada disebelah timur
sambil membentak keras. Untuk kesekian kalinya Wong Peng ci mendongakkan kepalanya sambil
tertawa ter-bahak2. "Haaahh... haaahh... haaahh... apanya yang berbeda, paling banter toh
harus hidup tersiksa berapa waktu lebih lama!"
"Tutup mulut dan segera habisi nyawamu sendiri!" teriak orang yang
berada disebelah timur itu sambil menudingkan kearah Wong Peng ci.
Tapi Wong Peng ci menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin, aku
tak mungkin akan melakukannya sendiri,
jadi kalau kau ingin cepat terpaksa kau harus melakukan sendiri, aku
akan menyuruh kau sepanjang hidup, siang maupun malam selalu
teringat dengan kisah perbuatan mu didalam membunuhku pada hari
ini." "Kemudian, bila pada suatu saat lencana Lok hun pay berbalik dan
menuduh kau adalah kuku garuda orang lain seningga menjatuhi
hukuman mati kepadamu, saat itulah aku akan muncul kembali untuk
menjemput arwahmu menuju keakhirat!"
Orang yang berada di sebelah timur itu tak sanggup untuk
mendengarkan perkataan itu lebih lanjut, dengan gusar segera
teriaknya: "Perbuatanmu sekarang hanya akan membuatmu tersiksa hidup
beberapa waktu lamanya sebelum kematian menghabisi riwayatmu."
Sembari berkata, dengan langkah lebar dia segera berjalan mendekati
Wong peng ci. Wong peng ci masih saja tersenyum. "Saudara kau tak usah berlagak seperti itu di hadapanku, sekarang
tenaga dalam yang aku orang she Wong miliki sudah punah, mau
melarikan diri pun sudah tak sanggup, melawan sudah tak sanggup
hanya dengan suatu langkah pelan saja, hal itu sudah cukup
menggetarkan hati orang!" Orang yang berada disebelah timur itu segera mendengus dingin,
katanya: "Sekali lagi kuberi sebuah kesempatan kepadamu, cepat habisi sendiri
nyawamu." Tapi Wong peng ci tetap membandel, untuk kesekian kalinya dia
menggelengkan kepala nya berulang kali.
"Kini, kau secara beruntun telah melanggar beberapa kali perintah dari
Lok hun pay, apa bila dugaanku tidak salah, dibelakang tubuhmu
sekarang sudah pasti ada orang yang sedang mengawasi dirimu, aku
kuatir..." Mendadak dia berhenti bicara, kemudian wajahnya segera
memperlihatkan suatu senyuman yang sangat aneh, terutama sekali
sepasang matanya itu, membuat manusia berbaju emas yang berada di
sebelah timur mau tak mau harus celingukan ke sana kemari dengan
perasaan tak tenang, dan akhirnya dengan perasaan ngeri dia mundur
ke belakang berulang kali. Ternyata apa yang diduga Wong Peng ci sedikitpun tidak salah, karena
entah sejak kapan, di belakang tubuh manusia berbaju emas yang
berada di sebelah timur itu telah bertambah lagi dengan seorang aneh
berbaju emas yang mengenakan kain kerudung muka berwarna kuning
emas.. Baru saja orang yang berada disebelah timur akan bersuara, manusia
berbaju emas yang barusan menampakkan diri itu sudah berkata
dengan suara dalam. "Gui Sam tong, persembahkan dahulu lencana Kim pay tersebut
kepadaku!" Gui Sam tong, atau orang yang berada di sebelah timur itu sudah
diumumkan namanya secara blak-blakan, menurut peraturan lencana Lok
hun pay, hal ini berarti dia dan Wong Peng ci mempunyai kedudukan
yang sama, yakni sudah dijatuhi hukuman mati.
Maka baru saja Gui Sam tong hendak mengeluarkan lencana Kim pay
tersebut, mendadak Wong Peng ci telah mencegahnya seraya berkata.
"Saudara Gui, tunggu sebentar!" Dengan geramnya Gui Sam tong
membalikkan badannya sambil membentak keras. "Semua ini gara-gara kau si kawanan tikuslah yang
mencelakai diriku..." "Saudara Gui, tutup mulutmu." suara Wong Peng ci dengan
suara keras, "menurut peraturan yang ditentukan tua bangka itu, barang siapa
namanya diumumkan secara blak-blakan maka itu berarti dia sudah
dijatuhi hukuman mati. Sekarang, sekalipun kau dapat membunuhku
juga tak akan mendapatkan pengampunan dari lawan, mustahil dia
bersedia mengampunimu dengan begitu saja!"
Gui Sam tong menjadi berdiri bodoh seperti patung, untuk sesaat
lamanya dia tak tahu apa yang harus dilakukan.
Manusia berkerudung emas yang baru saja munculkan diri itu segera
berkata lagi: "Gui Sam tong mengapa tidak kau serahkan lencana kim pay itu
kepadaku?" "Lo Gui, saudara Gui, mengapa kau tak menanyakan dulu kepadanya, ia
mempunyai apa?" Diam-diam Gui Sam tong mengangguk baru saja akan buka suara, pihak
lawan telah berkata lebih dulu: "Lencana Kim pay semuanya terdiri dari tiga macam, kau harus tahu,
sekarang aku mendapat perintah dengan lencana Hou tau kim
pay (lencana emas kepala harimau) untuk mengawasi gerak- gerikmu,
aku telah dapat perintah untuk melaksanakan menurut peraturan,
mengertikah kau sekarang..." Wong peng-ci tertawa. "Mengerti kentutmu, cepat perlihatkan itu
lencana emas itu." "Benar" sambung Gui Sam tong, "aku pun ingin
menyaksikan macam apa lencana emas Hou tau kim pay itu!" "Selain itu, kau harus
bertanya dulu kepadanya, peraturan manakah yang telah kau langgar?" sambung Wong Peng ci. Dengan
cepat Gui Sam tong manggut-manggut, pada manusia
berbaju emas itu katanya. "Benar, kau harus menerangkan semua
persoalan itu sampai jelas!" Manusia berkerudung berbaju emas itu mendengus dingin,
tangannya segera merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan sebuah
lencana Hou tau kim pay, sebuah lencana emas yang bergambar kepala
harimau. Perlu diketahui, lok hun pay dibagi menjadi empat macam, yang paling
berkuasa besar ada lah Lok hun si leng (lencana kematian).
Setelah itu menurut urutannya adalah lencana emas berkepala naga,
lencana emas berkepala harimau dan lencana emas berkepala macan
kumbang. Jadi dengan begitu maka lencana Pa tau lok hun leng yang dibawa oleh
Gui Sam tong sesungguhnya kalah satu tingkat bila dibandingkan
dengan berkepala harimau. Setelah lencana Hou tau kim leng lawan di-keluarkan, Gui Sam tong tak
dapat berbicara lagi. Tampak di pihak lawan mengangkat tinggi tinggi lencana emas
"Lepaskan kerudung yang kau kenakan itu!"
Kali ini kedua orang itu tak berunding, tanpa membantah Gui Sam tong
segera melepaskan kain kerudung berwarna mukanya.
Dengan demikian, dari tiga orang pengganti Lok hun pay yang hadir
saling berhadapan, tinggal satu orang saja yang masih mengenakan kain
kerudung muka. Mula-mula simanusia berkerudung itu menyimpan dahulu lencana emas
Hou tau kim pay nya, setelah itu baru perintahnya.
"Gui Sam tong, sekarang persembahkan lencana Pa tau kim pay mu itu
kepadaku." "Gui heng, hayolah bertanya, tanya apa dosa dan kesalahanmu?" seru
Wong peng ci tiba2.

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak menanti pertanyaan itu di ajukan, manusia berkerudung itu sudah
berkata lebih dulu dengan suara lantang.
"Gui Sam tong, kau hanya mendapat perintah untuk membunuh Wong
Peng ci, bukan untuk mengajaknya berdebat maka perbuatanmu itu
selain melanggar perintah majikan, juga melanggar peraturan perguruan,
mengertikah kau atas dosa-dosamu?"
Wong Peng ci segera mendengus dingin. "Kalau begitu kau keliru
besar, si pemilik lencana Lok hun pay
berhasrat membunuhku karena aku bukan tandingan lawan sehingga
tertangkap, padahal aku sudah mempunyai banyak jasa dan pahala
baginya, mengapa jasa-jasaku ini tak pernah disinggung kembali?"
"Itulah sebabnya aku merasa tak puas, tentu saja aku harus
menanyakan persoalan ini sampai jelas, apabila saudara Gui tidak dapat
memberikan penjelasan yang memuaskan hati ku, tentu saja peraturan
tak bisa dijalankan dengan begitu saja, sebaliknya dia telah memberi
penjelasan kepadaku, tapi kenyataannya ia malah dijatuhi hukuman,
hmm, peraturan dari manakah itu?"
"Betul, peraturan dari perguruan manakah itu?" sambung Gui Sam tong
pula. Manusia berkerudung itu segera mendengus. "Wong Peng ci, lohu
tak akan bertindak seperti Gui Sam tong lagi
untuk mendengarkan ocehanmu sehingga melanggar peraturan
perguruan!" Sesudah berhenti sebentar, sambil menuding ke arah Gui Sam tong dan
Wong Peng ci kembali dia membentak.
"Dengarkan baik-baik, majikanku mempunyai kecerdasan yang luar
biasa, ia sudah mempunyai rencana yang amat matang, sebelum ini dia
telah memberitahukan kepada lohu kalau Wong Peng ci pasti akan
tertawan oleh lawan, bila dia tak sampai mati, itu berarti dia telah
menghianati majikan." "Oleh karena itu, pihak lawan paling banter hanya akan memunahkan
ilmu silatnya dan melepaskan dia pergi, Kini kenyataannya berbicara
sama, hal ini menunjukkan kalau dugaan majikan memang tepat sekali."
"Apalagi majikanmu sudah menduga kalau Gui Sam tong tak akan
bertindak tegas, tak bisa diberi tugas besar, terutama sekali bila
menghadapi suatu perubahan secara tiba-tiba, dia akan semakin
nyeleweng dari kebiasaan." "Apakah kau tidak merasa semua perkataanmu itu hanya perkataan
yang tak ada gunanya." tiba-tiba Wong Peng ci menukas.
Manusia berkerudung emas itu tertawa dlngin. "Heehh... heehh...
heeh... lohu hanya mendapat perintah untuk
melaksanakan tugas, aku tidak tahu soal perasaan. Andaikata
kepandaian ilmu silat yang kamu miliki itu masih ada, mungkin lohu
merasa tak sanggup untuk menandingi kerubutan kalian berdua, tapi
kini..." Wong Peng ci segera mendengus dingin. "Orang she Wong sudah
tahu kalau aku pasti mati, jangan kau
lihat kepandaian silatku sudah punah, tapi aku masih bisa
mengadu jiwa denganmu, paling tidak aku masih bisa menggigit dagingmu untuk
mencicipi bagaimanakah jasanya daging manusia!"
Manusia berkerudung itu tak banyak bicara lagi, dengan langkah lebar
dia segera berjalan mendekat. Cuma dia bertindak sangat hati-hati, karena dia tahu kalau kepandaian
silat yang dimiliki Gui Sam tong terhitung cukup hebat.
Sambil berjalan mendekat, manusia berkerudung itu kembali berseru
kepada Gui Sam-tong: "Jika kau tidak segera menyerahkan lencana emas itu kepadaku, itu
berarti sebelum mampus kau akan merasakan dahulu suatu siksaan
hidup yang luar biasa!" Wong Peng ci yang berada di samping Gui-Sam tong buru-buru berkata
kembali. "Jangan melupakan apa yang telah kukata kan kepadamu barusan,
terkecuali mati tiada bencana yang lebih besar lagi. Apa lagi, kita
memang hidup diujung golok yang penuh dengan marabahaya, kita
bukan manusia yang dilahirkan untuk digertak!"
Gui Sam tong juga sudah tahu kalau kematian tidak akan bisa dihindari
lagi, tentu saja diapun menjadi nekad, sambil manggut- manggut
sahutnya dengan cepat. "Benar, makanya . .. . kenapa aku orang she Gui tidak menahan
lencana emas ini sebagai pengganjal peti mati?"
Wong Peng ci segera bertepuk tangan sambil memuji: "Nah,
begitulah baru tampak gagah Sekali.." Lalu setelah memandang
sekejap ke arah manusia berkerudung
itu, katanya lagi: "Saudara Gui, kepandaian yang dimiliki keparat itu
tidak lebih hebat daripada kepandaianmu, hadapi dengan tenang, walaupun aku
sudah kehilangan kepandaianku sekarang, tapi kau tak usah kuatir, aku
masih bisa membantu dirimu!" Mendengar perkataan tersebut, manusia berkerudung emas itu segera
tertawa seram, "Heeh ,..heeh....heeh...Gui Sam tong, percaya kah kau bahwa seseorang
yang sudah kehilangan ilmu silatnya masih mengatakan bisa membantu
dirimu" Heeh...beeh...heeh....pada hakekatnya ucapan tersebut hanya
suatu ucapan membohongi anak kecil saja...."
"Saudara Gui, cepat turun tangan, jangan rnendengarkan obrolan orang
itu" buru buru Wong Peng ci menyela lagi, "dapatkah aku membantu
dirimu, paling banter hanya menunggu sebentar kemudian toh
semuanya akan terbukti' Gui Sam-tong memandang sekejap ke arah Wong Peng ci, kemudian
manggut-manggut. "Wong, aku cukup memahami akan persoalan ini, sekarang kita berdua
memang sudah berada diatas sebuah perahu yang sama:"
Sekali lagi Wong Peng-ci bertepuk tangan berulang kali. "Betul, betul
sekali, kalau begitu hadapilah lawannya dengan
sepenuh tenaga, bila kesempatan yang kutunggu sudah tiba, aku pasti
akan segera bertindak, tak usah kuatir, pokoknya asal aku sudah
bertindak, keparat itu sudah pasti akan roboh!"'
Sementara itu, si manusia berkerudung itu sudah semakin mendekati
tubuh Gui Sam-tong, dia menuding ke arah Wong Peng- ci lebih dulu,
kemudian serunya: "Wong Peng ci, tampaknya kau ingin merasa kan bagaimanakan
sedapnya ilmu Toan hun sut kut (ilmu pemutus sukma mengerut
tulang)" Wong Peng ci tertawa tergelak. "Hahahahaha......apa yang
dikatakan oleh Lo Gui tadi memang benar, dia hendak menggunakan lencana emas Pa tau kim pay tersebut
sebagai penganjal peti matinya, dan aku" Aku hendak
menggunakan lencana emas Hou tau kim pay yang berada disakumu
untuk diloakkan dan ditukar dengan arak ."
Manusia berkerdung itu benar-benar berasa denki sekali terhadap Wong
Peng ci, tapi selama berada dihadapan Gui Sim tong dia tak berani
bertindak secara gegabah, terpaksa dia berencana untuk membekuk Gui
Sam tong lebih dahulu, kemudian baru menyiksa Wong Peng ci
Sementara itu Gui Sam tong telah meloloskan pedang mestikanya,
sedangkan manusia berkerudung itupun telah meloloskan pedangnya.
Mereka berdiri saling berhadapan muka, Gui Sam tong telah bersiap
sedia untuk melancarkan serangan iebih dulu.
Mendadak Wong Peng ci berkata lagi: "Lo Gui, kau sudah pasti
bukan tandingannya, kalau tidak Lok
Hun pay si tua bangka tak akan begitu berlega hati mengirimkan
keparat ini kemari, maka kau harus menghadapinya dengan tenang,
jangan menyerang lebih dulu, bertahan saja sebisanya sembari
rnencari kesempatan untuk melancarkan serangan balasan"
Gui Sam tong segera manggut-manggut. "Benar" serunya, ''hampir
saja aku tertipu." Berbicara sampai disitu, benar juga, Gai Sam rong
segera mengambil posisi bertahan dan tidak bermaksud untuk melancarkan
serangan lagi. Tenaga dalam yang dimiliki manusia berkerudung hitam itu sebenarnya
masih tinggi satu bagian bila dibandingkan dengan tenaga dalam yang
dimiliki Gai Sam tong. didalam seratus gebrakan semestinya dia
mempunyai kemampu an untuk mengalahkan Gui Sam tong.
Tapi seandainya Gui Sam tong mengambil sikap bertahan saja tanpa
menyerang, maka berbicara soal kondisi badan, orang yang bertahan
akan memperoleh keuntungan situ bagian bila
dibandingkan dengan pihak penyerang, dengan demikian, kedudukan
mereka berdua jadi berimbang. Atau dengan perkataan lain, andaikata Gui Sam tong mengambil sikap
bertahan belaka tanpa mehkukan penyerangan, maka andaikata manusia
berkerudin itu ingin membinasakan Gui Sam tong, dia harus bertarung
paling tidak dua ratus gebrakan lebih dulu sebelum berhasil.
Dan tampaknya inilah siasat yang sengaja diatur Wong Peng ci, tapi
bagaimanakah siasat tersebut " Hal ini akan diceritakan nanti
Manusia berkerudung itu tak bisa tidak terpaksa harus rurun tangan,
pedangnya segera di getarkan lalu maju ke depan sambil melancarkan
serangan gencar. Gui Sam tong masih tetap bertahan dengan tenang dan mantap, entah
jurus serangan macam apapun yang ditujukan kepadanya, dia hanya
menangkis dan memunahkan saja setiap ancaman yang tertuju ke
arahnya, benar-benar tak setengah jurus serangan pun yang dibiarkan
lewat setengah. Untuk mempercepat keinginannya untuk meraih kemenangan, terpaksa
manusia berkerudung emas itu harus mempercepat serangan-lagi.
Tiga puluh jurus, lima puluh jurus, delapan puluh jurus..... Sudah
delapan puluh jurus serangan yang dilancarkan secara
beruntun, akan tetapi manusia berkerudung itu masih belum berhasil
untuk mendebak Gui Sam-tong untuk mundur barang satu langkah pun.
Seratus jurus, seratus sepuluh jurus ... Kini Gui Sam tong sudah
dipaksa mundur sejauh lima depa lebih. Seratus lima puluh jurus
sudah lewat, kini Gui Sam tong sudah
didesak mundur sejauh dua kaki lebih.
Waktu itu Gui Sam tong benar benar sudah tak sanggup untuk
mempertahankan diri lagi. dia sudah merasa kehabisan tenaga lagi
untuk melakukan perlawanan. Sambil tetap melancarkan serangan demi serangannya secara gencar,
manusia berkerudung emas iiu mulai mengejek :
'Hei bagaimana " Adakah Wong Peng ci sudah memberikan bantuannya
kepadamu?"' Gui Sam tong tidak berkata apa-apa. karena bila dia membuka suara
dalam keadaan seperti ini, niscaya segenap tenaganya akan buyar dan
ia bakal mampus ditangan lawan. Sebaliknya manusia berkerudung itupun harus menghembuskan napas
setelah mengucapkan kata kata ejekan tersebut.
Wong Peng ci yang menyaksikan kejadian itu dari sisi arena segera
menimbrung dengan suara dingin : "Lo Gui, jangan kau dengar perkataan dari keparat itu, barusan keparat
tersebut baru mengucapkan beberapa patah kata saja, namun napasnya
sudah tersengal-sengal, hal ini menunjukkan kalau sisa tenaga yang
dimilikinya sudah tidak terlalu banyak lagi."
"Kau cobalah untuk bertahan sebanyak lima puluh gebrakan lagi. jika
Keparat ini sudah tidak sanggup melakukan serangan lagi, pada waktu
itulah aku siorang yang sudah kehilangan kepandaian silatku baru
dapat membantuan kepadamu !" Gui Sam tong yang mendengar perkataan itu merasa bahwa apa yang
diucapkan Wong peng ci memang tepat sekali, maka dia hanya tertawa
belaka tanpa menjawab. Sebaliknya manusia berkerudung itu menjadi gelisah, mendongkol dan
merasa apa boleh buat setelah mendengar ucapan itu.
Apa yang dikatakan memang merupakan suatu kenyataan, manusia
berkerudung emas itu tak sanggup membantah barang sepatah katapun.
Seratus tujuh puluh jurus, seratus delapan puluh jurus. Gui Sam tong
sudah harus memaksakan diri untuk melakukan
pertahanan, tenaga dalam yang sudah hilang akibat mempertahankan diri
itupun telah mencapai delapan puluh persen lebih.
Serangan demi serangan yang dilancarkan manusia berkerudung itupun
sudah semakin lamban, tampaknya hal inipun disebabkan dia kehabisan
tenaga. Seratus sembilan puluh jurus sudah lewat.. Mendadak manusia
berkerudung hitam ini menghimpun sisa
tenaga yang dimilikinya untuk melepaskan sebuah bacokan dari atas
menuju ke bawah. Gui Sam-tosg terpaksa haius menggigit bibir sambil mengayunkan
pedangnya untuk menangkis, tapi akibatnya, sekalipun bacokan maut itu
berhasil ditahan, namun dia sendiri juga sudah terpental sehingga jatuh
dan terguling diatas tanah. Seratus Sembilan puluh satu jurus! Mendadak manusia berkerudung
mengayunkan pedangnya ambil melancarkan sebuah tusukan kilat dari
sisi sebelah samping. Gui Sam-tong benar benar sudah tak samnggup untuk mempertahankan
diri lagi terpaksa dia harus menggunakan sepasang tangannya untuk
bersama sama menggenggam pedangnya menahan ancaman tersebut.
Sebaliknya, manusia berkerudung itupun teah menggunakan kedua
belah tangannya pula untuk menggenggam gagang pedang tersebut.
Pada jurus yang keseratus sembilan puluh dua, sekali lagi manusia
berkerudung itu rnelancarkan serangan dengan menggunakan jurus Heng
sau kang hoo (menyapu rata sungai besar)
Untuk kesekian kalinya, kembali Gui Sam tong berhasil menahan
serangan tersebut, cuma tangannya telah tak bertenaga lagi untuk
menggenggam pedang, seketika itu juga senjata nya mencelat sejauh
enam tujuh depa dari tempat semula.
Habis sudah kini dalam keadaan demikian jangankan tenaga untuk
perlawanan, untuk merangkak selangkah saja Gui Sam tong sudah tidak
marrpu lagi. Bagaimana dengan manusia berkerudung itu" Dia masih sanggup untuk
menyerang sebanyak tiga gebrakan lagi.
Itulah sebabnya, manusia berkerudung itu mulai memperdengarkan suatu
tertawanya yg menyeramkan, suara tertawanya telah bercampur aduk
dengan suara dengusan napas yang memburu.
Sekali lagi dia mengangkat pedangnya tinggi tinggi, kemudian dengan
sisa kekuatan yang dimilikinya dia melepaskan sebuah bacokan maut
kebawah untuk membegal batok kepala Gui sam tong.
Didalam keadaan demikian Gui Sam tong hanya bisa memejamkan
matanya belaka, diam dia merasa agak mendendam juga terhadap Wong
Peng ci. Cuma dalam keadaan kehabisan tenaga sehingga kekuatan untuk
bergerak saja tak punya seseorang pasti akan enggan untuk berfikir
terlalu banyak, maka rasa dendamnya terhadap Wong Peng ci pun
hanya melintas sebentar dalam benaknya.
Kini pedang mestika dari manusia berker. dung emas uu sudah berada
diatas batok kepala Gui Sam tong. Mendadak suatu kejadian aneh telah berlangsung. Ternyata bacokan
pedang mestika dari manusia berkerudung itu tak berhasil diayunkan
kebawah. Padahal Gui Sam tong telah memejamkan matanya rapat-rapat sambil
menunggu datang nya Kematian! Karena tengkuknya tidak merasa sakit
serta dia membuka matanya kembali Apa yang kemudian yang terlihat, kontan saja membuat Gui Sam tong
tertawa gembira. Tampak Wong Peng ci sedang mencengkeram pergelangan tangan dari


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manusia berkerudung itu. kemudian dengan gampang sekali dia telah
merampas pedang mestika yang berada di genggaman manusia
berkerudung itu dan membuangnya jauh jauh.
Malahan peristiwa aneh itu tidak berlangsung sampai disitu saja.
Setelah berhasil merampas pedang mestika manusia
berkerudung itu, ternyata Wong Peng ci. segera turun tangan
melepaskan kerudung yang menutupi wajah orang itu.
Bedtu kain ketudungnya terlepas, segera terlihatlah bahwa erang itu
adalah seorang kakek berusia lima puluh tahunan.
Gui Sam tong menjadi tertegun beberapa saat lamanya bagaikan
bertemu dengan setan, ia tak tahu apa gerangan yang telah terjadi.
Mengapa manusia berkerudung itu tidak mencoba untuk berkelit atau
mencoba melakukan perlawanan. Untung saja beberapa persoalan yang menjadi teka teki d.dalam
benaknya itu segera memperoleh jawaban.
Begitu kain kerudungnya dicopot, kakek itu sepera menjerit keras
dengan perasaan kalut "Aaah.... jadi..... jadi kau masih mempunyai ilmu silat ?" Begitu
mendergar perkataan tersebut, Gui sam tong segera
memahami apa gerangan yang sudah terjadi. ia segera tertawa. Kepada
kakek tersebut, Wong Peng-ci segera berkata.
'Ucapanmu memang tepat sekali tenaga dalam dari aku orang she
Wong masih terap utuh, tentang ini tentunya jauh diluar dugaan si tua
bangka pemegang lencana Lok hun pay bukan " Dan tentu saja
termasuk pula diri mu." kata orang she Wong tersebut.
"Aku rasa kau pasti lebih memahami tentang peraturan dari si tua
bangka pemegang lencana Lok hun pay bukan" Barang siapa
kain kerudungnya terlepas sehingga kelihatan wajah asli nya, itu berarti
hanya ada jalan kematian yang tersedia bukan ?"
Sembari berkata, dia lantas turun tangan untuk menotok jalan dari
kakek itu Kemudian dia merogoh kedalam saku kakek itu dan mengeluarkan
sebuah lencana emas Hou tau kim pay dari sakunya.
Sekarang kakek itu baru tahu kalau dia sudah tertipu, dalam keadaan
demikian mau menangispun ia tak bisa lagi.
Berbeda dengan Gui Sam tong, dia menjadi amat gembira, sambil
melompat bangun seru nya ; "Lo Wong, rupanya ilmu silatmu masih
belum punah ?" "Yaa, belum, tentunya kau tidak menyangka bukan?" kata Wong Peng
ci sambil tertawa Gui Sam tong segera menggelengkan kepala nya berulang kali.
"Jangan toh aku, sekalipun si setan tua itu pun tak pernah
menyangka sampai disitu." Sekali lagi Wong Peng ci tertawa terbahak
bahak, katanya kepada Gui Sam tong sambil menuding kearah kakek itu : "Lo Gui,
tahukah kau kalau situa yang sudah menyelamatkan
selembar jiwamu?" Gui Sam tong agak tertegun, Segera serunya :
"Apa" Barusan, hampir saja tua bangka ini hendak merenggut
selembar jiwaku, menngapa kau malah mengatakan....." Sambil tertawa
terkekeh-kekeh Wong Peng ci segera berkata:
"Coba kalau tua bangka keparat ini datang terlambat satu langkah saja!
bukankah kau akan segera turun tangan melawanku ?"
"Benar, baru saja aku akan turun tangan terhadap dirimu, keparat itu
telah muncul!" "Nah itulah dia, padahal kau menganggap tenaga dalamku sudah
punah, tentu saja kau tak akan bersiap sedia terhadap diriku, kau tentu
akau maju kedepan dan turun tangan se enaknya, karena menurut
anggapanku serangan yang macam apapun pasti akan berhasil
membunuhku " Padahal asal kau turun tangan, apakah aku tak akan
segera turun tangan untuk menghadapi dirimu....?"
Paras muka Gui Sam tong segera berubah hebat. "Benar, benar!
Karena kuanggap tenaga dalammu sudah punah,
sudah barang tentu aku tidak akan mempergunakan senjata tajam,
lebih-lebihlagi tak akan bersiap sedia, jika aku sampai turun
tangan......haaah......haaah,.....haaaahh"
Mendadak paras Wong Peng-ci berubah hebat, kemudian serunya lebih
jauh. "Lo Gui. tenaga dalam serta kepandaian silat mu tentunya jauh lebih
tinggi daripada diriku bukan ?"
'Selisihpun tidak terlalu banyak, tidak banyak, hanya sedikit
sekali.....'Gui Sam-tong tersenyum.
Jelas ucapan tersebut merupakan ucapan yg amat sungkan, hanya saja
perkataan yang di utarakan bukan pada waktunya.
Wong Peng-ci tidak tertawa paras mukanya berubah semakin berubah
dingin lagi maka katanya lebih jauh:
"Dan sekarang Bara Naga 1 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Bentrok Para Pendekar 14
^