Bukit Pemakan Manusia 12

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 12


?" Tampaknya Gui Sam tong seakan akan tidak
memahami perkataannya itu, segera jawabnya "Sekarang..,sekarang.,." "Maksudku,
kini kau sudah melakukan pertarungan sengit, tapi
tenaga dalammu telah banyak yang hilang akibat suatu pertarungan yg
seru, apakah kau masih bisa diikatakan kepandaianmu masih sedikit
lebih hebat daripadaku!' Dengan cepat Gui sam tong memahami ucapan tersebut, katanya
kemudian dengan cepat: "Temu saja aku sudah tak mampu untuk menandingi dirimu sekarang..."
"Nah itulah dia, bila aku tak menghajar si harimau selagi berada dalam
kurungan apakah aku akan menunggu sampai si harimau pulang gunung
baru memberi kesempatan Kepadanya untuk mencengkeramku" Saudara
Gui, kau ada lah seorang yang cerdas, tentunya kau cukup memahami
tujuan akan perkataanku ini." Gui Sam Tong mengerti, tentu saja dia mengerti. maka diapun tidak
banyak berbicara Sebaliknya Wong Peng ci kembali berkata sambil tertawa; 'Aku pikir,
sekarang tentunya saudara Gui sam tong sudah
mengerti bukan, apa sebab-nya aku berlagak seakan akan tak punya
kepandaian lagi" tentunya kaupun sudah paham bukan kenapa aku baru
turun tangan setelah kalian berdua kehabisan tenaga lebih dahulu ...?"
Gui Sam tong segera menundukkan kepalanya rendah rendah. "
Saudara wong benarkah kau hendak turun tangan kepada
diriku ?" serunya "Haah.. haa ..ha.... mengapa tidak?" Ya, mengapa
Wong Peng Ci tak akan berbuat demikian " Kalau berbicara soal
perasaan, kedua belah pihak boleh dibilang
sama sekali tak berperasaan. Kalau dibilang teman" Dia malah semula
bermaksud untuk merenggut jiwanya. Dan sekarang keadaan sudah terbalik, apalagi yang
dia lakukan selain berkentut" Wong Peng ci memperhatikan sekejap kakek , itu, lalu
memandang pula ke arah Gui Sam tong, setelah iit baru
katanya. "Saudara Gui, kau harus menahan diri" Sembari berkata, dia segera
turun tangan, Gui Sam tong ingin berkelit, tapi dia tak mampu untuk berkelit.
Bukannya tak mau berkelit, tapi tak bertenaga lagi untuk berkelit.
Bila seseorang sudah kehabisan tenaga dan beristirahat, maka
semua kelelahan akan datang bersama sama, waktu itu dia ingin
bergerak pun tak bisa, karena dia memang tak berkekuatan lagi untuk
bergerak. Oleh karena itu, semua kepandaian silat yg miliki Gui Sam tong segera
dipunahkan. Nasib kakek itu lebih buruk lagi, bukan cuma enaga dalamnya saja
yang dipunahkan, bahkann lengan kirinya sudah tak dapat dipergunakan
lagi untuk selamanya. Menyusul kemudian, Wong Peng ci mengambil keluar lencana emas Pa
tau kim pay dari saku Gui Sam tong dan membebaskan jalan darah
kakek itu kemudian sambil tertawa terkekeh kekeh dia berjalan
meninggalkan tempat itu Sepeninggal Wong Peng ci, kakek itu dan Gai Sam tong baru menghela
napas panjang. Inilah yang dinamakan sama sama terluka dan sama sama ruginya.
Gui Sam tong memandang sekejap kearah ka kek itu, kemudian
tegurnya; "Saudara siapa namamu?" "Cu Sam po" jawab kakek itu sambil
tertawa "Aaaai...saudara Cu, bagaimana kalau sekarang kita
berunding b a g a i m a n a b a i k n y a " ' D e n g a n c e p a t C u S a m p o
m e n g g e l e n g k a n k e p a l a n y a b e r u l a n g
kali. "Tak ada gunanya, hanya ada sebuah jalan yg tersedia buat kita
sekarang, jalan kematian?" Tapi Gui Sam tong segera menggelengkan pula kepalanya. "Tidak,
kita masih bisa hidup, masih ada harapan untuk hidup
lebih lanjut!" Mendengar perkataan itu, Cu Sam po menjadi tertegun,
segera serunya dengan cepat: "Tapi harus menggunakan cara apa?" "Asal
situa bangka itu mengirim orang lagi maka kita akan segera
hidup!" "Bisa hidup?" Cu Sam po tertawa getir 'Kecuali kabur dari dunia
ini!" Gui Sam po segera menempelkan bibirnya disisi telinga Cu San
po dan membisikkan sesuatu. Cu San po segera tertawa dan
menganggut berulang kali, kemudian merekapun diam-diam meninggalkan tempat itu. Gui Sam
tong dan Cu San po telab pergi, tujuannya tidak jelas,
apakah mereka berdua berhasil meloloskan diri dari pengejaran Lok
hun pay juga tidak jelas. Tapi ada suatu hal yang segera memperoleh jawaban, yakni dari Wong
Peng ci segera munculkan diri lagi.
Karena dia mendapat perintah dari Sun Tiong lo untuk menantikan suatu
penyelesaian disini. Ternyata penyelesaiannya sama sekali diluar dugaan, Sun Tiong lo
maupun Bau-ji dan Hou-ji tak ada munculkan diri disana.
Sekalipun Wong Peng ci sudah menunggu sekian lama, ternyata tak
seorangpun yang menampakkan diri. Sampai akhirnya Wong Peng ci baru dapat memahami sebab
musababnya dan segera berlarian menuju kedepan.
Alasannya sederhana sekali, asal dilihat ke dalam sebuah huran yang
terletak tak jauh da ri tempat terjadinya peristiwa itu, maka segera
sesuatunya akan menjadi jelas. Didalam hutan terdapat Sun Tiong lo, ada Nona Kim, ada Bauji, juga
ada Beng Liau huan dan pelayannya, kecuali Beng Liau huan yg kurang
leluasa untuk duduk sehingga masih tetap berada diatas kuda, yang
lainnya sudah turun dari kudanya berbincang bincang.
Yang pertama-tama buka suara lebih dulu adalah Bau ji, dia berkata
pada Sun Tiong lo. "Ji te, sebenarnya apa yang menjadi tujuan mu dengan berbuat
demikian?" "Tentu saja dikarenakan sesuatu alasan yang maha besar" jawab Sun
Tiong lo sambil tertawa. "Tapi, katakanlah, apa alasannya?" Bau ji mengerutkan dahinya
kencang kencang. "Bagaimana kalau kita menebak bersama-sama " Nona Kim segera
mengerling sekejap keara Sun Tiong lo
kemudian menjawab; 'Bagaimanapun juga kau toh mempunyai akal
muslihat paling banyak, anggap saja kami tak dapat menebaknya"
-oo0dw0oo- Jilid 24 SUN TIONG LO segera tertawa. "Hasil yang kita peroleh pada hari ini
besar sekali, yang paling penting adalah bila setelah ini muncul kembali manusia berkerudung
berbaju emas dihadapan kita, maka dalam sekilas pandangan saja aku
dapat menentukan apakah dia asli atau palsu."
Mendengar perkataan itu, semua orang menjadi amat girang sekali.
Bau ji segera bertanya: "Kau dapat melihatnya dari mana ?" Sekali
lagi Sun Tiong lo tertawa. "Tentu saja dari tubuh Wong Peng ci, Gui
Sam tong serta Cu San poo..." "Dapatkah kau memberi keterangan dengan lebih jelas lagi?"
seru nona Kim agak mendongkol. Sun Tiong lo memandang sekejap
kearah nona itu, kemudian sahutnya: "Setelah Wong Peng ci berhasil dibekuk, tanpa sengaja dia
telah menggunakan suatu hal yaitu kedudukannya dalam Lok hun pay adalah
menduduki urutan yang kedelapan !"
"Hal mana telah kami dengar pula!" seru Bau si cepat. "Benar, itulah
sebabnya aku lantas mengajaknya untuk
berbincang-bincang, dalam hal ini secara diam-diam aku telah
memperhatikan pula segala sesuatu dari Wong Peng ci.
"Segala sesuatunya?" seru nona Kim keheranan. Sun Tiong lo
manggut-manggut, "Benar, segala sesuatunya." "Sudah cukup
Siau-liong, sekarang kau harus berbicara dengan
lebih jelas lagi!" seru Siau Hou cu sambil tertawa. "Benar, aku memang
hendak mengatakannya, tapi harus kumulai
lagi sejak awal." Nona Kim segera mendengus. "Baik, kalau dari awal
yaa dari awal, tapi cepatlah kau katakan!" Sun Tiong lo sama sekali tidak
memperdulikan kegelisahan semua orang, ia masih saja berbicara pelan-pelan:
"Akhirnya apa saja yang bisa kuingat dari tubuh Wong Peng ci, akupun
mengingatnya secara baik- baik, kemudian akupun mengatur suatu
kesempatan untuk melakukan suatu penyelidikan."
"Jadi kau menotok jalan darah Wong Peng ci pun merupakan suatu
kesempatan yang sengaja kau atur?" kata nona Kim dengan kening
berkerut. Sun Tiong lo segera manggut-manggut. "Yaa, seharusnya dikatakan
kalau aku telah menggunakan suatu kesempatan, cuma kesempatan ini andaikata bukan Lok Hun pay
sendiri, maka dia tak akan sanggup untuk melakukannya."
"Kenapa bisa begitu?" "Tiada manusia yang sama didunia ini,
misalnya saja..." "Jite, katakan saja hal-hal yang penting !" tukas
Bau ji. Sun Tiong lo segera mengiakan, katanya: "Sejak aku sudah
mengetahui asal usulku sendiri, secara diamdiam
aku mulai mempelajari watak serta kebiasaan dari Lok Hun pay
tersebut, kemudian setelah berjumpa dengan toako, aku lebih
mengenali lagi tentang diri Lok Hun pay tersebut."
"Oleh karena itu, tatkala Wong Peng ci munculkan diri dengan gayanya
sebagai Lok Hun pay, sampai akhirnya tertangkap dan munculkan diri
dengan wujud aslinya, aku telah menduga Lok Hun pay sudah pasti
masih mengirim orang untuk mengawasi jago-jago lihaynya."
"Waktu itu, belum terlintas dalam ingatanku untuk memperalat Wong
Peng ci, karena walaupun aku tahu masih ada orang lain yang
mengawasinya, tapi jelas dia tak akan mempunyai persiapan apapun
terhadap usaha kita untuk menemukan jejak Lok Hun pay.
"Tapi setelah tanpa sengaja Wong Peng ci mengatakan kalau dia adalah
pengganti yang ke delapan, satu ingatan melintas didalam benakku, dan
kumanfaatkan titik kelemahan manusia yang ingin
mencari hidup dan takut mati, akupun lantas berunding dengan Wong
Peng ci." "Jadi persoalan inilah yang kau bicarakan ketika berbisik-bisik dengan
Wong Peng ci tadi ?" sela Bau ji.
Sambil tertawa Sun Tiong lo segera manggut-manggut. "Benar,
untuk mempertahankan kehidupannya, akhirnya Wong
Peng ci menyanggupi syaratku." Hou ji segera tertawa terbahak-bahak.
"Hahahahaha... maka kaupun lantas menotok jalan darahnya dan
meninggalkan kepandaian silatnya..." "Engkoh Hou, berbicara terus
terang, aku sama sekali tidak mempertahankan ilmu silat yang dimiliki Wong Peng ci, melainkan
kugunakan suatu kekuatan yang istimewa untuk menghancurkan
kepandaian silat dari Wong Peng ci." sela Sun Tiong lo sambil
tersenyum. "Aaah, tidak benar" seru Bau ji, "sudah jelas tenaga dalam yang dimiliki
Wong Peng ci masih utuh." Sun Tiong lo tertawa, kembali selanya. "Bukankah siaute telah
kukatakan tadi bahwa aku telah mempergunakan suatu kepandaian istimewa untuk menghancurkan ilmu
silat dari Wong Peng ci " Lebih jelas lagi, walaupun ilmu silatnya
kelihatan masih tetap ada, sesungguhnya kekuatan tersebut hanya bisa
bertahan selama dua jam belaka !"
Sekarang semua orang baru mengerti, demikian pula dengan Hou ji,
Terdengar Sun Tiong lo berkata lebih jauh.
"Waktu itu, Wong Peng ci tidak tahu kalau perbuatanku ini bertujuan
untuk memancing perhatian dari jago-jago yang mengawasinya, untuk
menghindari segala hal yang tak diinginkan, serta mempermudah
penyelesaiannya ?" "Aku masih tetap tidak mengerti, sekalipun dapat memancing
orang-orang yang mengawasinya, lantas apa pula yang bisa dilakukan?"
sela Bau ji tidak habis mengerti. Semua orang mempunyai perasaan yang sama pula, maka tanpa terasa
mereka bersama-sama berpaling kearah Sun Tiong lo.
Sun Tiong lo segera tertawa. "Toako, asalkan kau mendengarkan
lebih lanjut maka kau akan mengerti, akhirnya Gui Sam tong menampakkan diri. Wong Peng ci tahu
kalau aku berada disekitar tempat itu, maka untuk membaiki diriku, dia
tak segan-segannya untuk mengajak Gui Sam Tong
berbincang-bincang." "Jangan kau lihat Wong Peng ci berniat untuk membaiki diriku,
kenyataannya memang amat berguna sekali, perkataan yang berguna
adalah menyuruh aku tahu kalau Gui Sam tong diantara rekan rekannya
menduduki urutan ke tujuh..." "Hmm, sekalipun dibedakan antara Lok liok atau lo jit, tapi apalah
gunanya?" nona Kim mendengus dingin.
"Kegunaannya besar sekali. Tadi, bukankah sudah kukatakan bahwa
segala sesuatu yang bisa kuperhatikan diatas tubuh Wong Peng ci telah
kuperhatikan dengan jelas, sekarang muncul lagi seseorang dengan
dandanan yang sama pula, apakah hal ini bisa dikatakan tak berguna?"
Hou ji yang pertama-tama mengerti paling dulu, dia lantas berseru:
"Ooh, rupanya kau hendak mengenali perbedaan antara Lo liok dengan
lo pat ?" "Tepat sekali" seru Sun Tions lo sambil bertepuk tangan, "aku toh
sudah bertanya kepada Wong Peng ci dan berhasil membuktikan kalau
didepan Lok Hun pay mereka semua tetap menutupi wajahnya dengan
kain kerudung dan tidak saling mengenal.
"Bayangkan saja, sembilan orang manusia berkerudung berbaju emas,
ditambah pula dengan Lok Hun pay sendiri sehingga jumlahnya menjadi
sepuluh, siapa yang membawa Kim pay, entah Liong tau kim-pay, atau
Hou tau kim pay serta Pa tau kim pay, dia pula yang dapat memerintah
orang lain." "Tentu saja siapa yang membawa lencana Kim pay tersebut, dan ia
harus memerintahkan nomor berapa untuk melakukan pekerjaan,
sebelumnya Lok hun pay pasti telah mengatur segala sesuatunya
dengan jelas dan sempuma." "Tapi bagi Lok hun pay pribadi dia seharusnya dapat mengenali
pengganti nomor berapakah yang berada di hadapannya dalam
pandangan pertama, kalau semua orang berkerudung, lantas
bagaimanakah caranya untuk mengenali mereka satu persatu ?"
"Maka dari itu, aku lantas mengambil kesimpulan kalau Lok Hun pay
pasti mempunyai suatu cara yang khusus untuk mengenali kesembilan
orang penggantinya itu, meskipun suatu pergaulan yang cukup lama
lebih mempermudah baginya untuk mengenali siapakah mereka
masing-masing, tapi hal itu tidak berlaku bagi orang yang berkerudung,
apalagi perawakan tubuh mereka hampir seimbang, tentu saja hal ini
semakin sulit lagi untuk dikenali."
"Dari sinilah aku lantas menduga kalau Lok hun pay telah memberikan
suatu kode rahasia tertentu diatas pakaian, atau sepatu atau ikat
pinggang yang dikenakan kesembilan orang penggantinya..."
"Tepat sekali." seru nona Kim sambil manggut-manggut. "tak heran
kalau semua orang menganggapmu jauh lebih pintar dari pada orang
lain." "Aaah, aku toh hanya bersikap lebih teliti dan seksama belaka." ucap


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sun Tiong lo sambil tertawa. "Bila dalam segala persoalan kita bisa menaruh perhatian lebih dalam
daripada orang lain, maka orang ini tak akan melakukan suatu
kesalahan lagi" kata nona Kim.
Sun Tiong lo segera berpaling kearah nona Kim dan tertawa, hal ini
membuat nona Kim menjadi tersipu-sipu dan segera menundukkan
kepalanya rendah-rendah. Menyusul kemudian, Sun Tiong lo berkata lebih lanjut: "Begitu aku
sudah menyusun rencana dan Gui Sam tong
munculkan diri, maka aku segera memperhatikan dengan seksama,
apalagi setelah dia membantuku dengan mengatakan kalau Gui Sam
tong adalah Lo jit, aku semakin gampang untuk mengenali rahasia
dibalik kesemuanya itu." "Kemudian ketika Cu Sam po menampakkan diri, berbicara sejujurnya,
kemunculan orang itu sama sekali diluar dugaanku, tapi justru semakin
membantu baik usahaku untuk membuktikan akan hal ini."
"Mungkinkah ditempat yang kau curigai itu terdapat suatu perbedaan ?"
tanya Hou ji. Belum habis dia berkata, Sun Tiong Io telah menyahut dengan cepat:
"Benar, seluruh tubuh mereka kecuali suatu bagian tertentu, hampir
semuanya sama, dan satu-satunya tempat yang tidak sama inilah aku
berhasil memecahkan reka teki itu dan membuktikan akan kebenaran
dari kecurigaanku?" "Sebenarnya dimanakah letak ketidak samaan itu?" tanya Bau ji dengan
kening berkerut. "Pada kancing pakaian mereka! Pada setiap pakaian berwarna emas
yang dipakai mereka bila ada sembilan buah kancing yang dijahit dari
bawah ke arah kanan, maka berarti dia adalah Lo kiu.
"Bila ada delapan buah kancing maka iia adalah Lo pat, yaitu Wong
Peng ci, kemudian tujuh buah kancing yaitu si Lo jit Gui Sam tong
sedangkan Cu San poo mempunyai lima buah kancing kecil, itu berarti
dia adalah lo ngo." Bau ji segera berpikir sebentar, kemudian katanya:
"Aku sudah mengerti sekarang cuma dibalik kesemuanya itu masih ada
sebuah persoalan lagi." "Benar, memang masih ada persoalan lagi" kata Sun Tiong lo sambil
tertawa, "misalkan saia Lok Hun pay sendiri yang muncul dihadapan
kita, dia seharusnya mempunyai sembilan buah kancing yang agak
kecilan ataukah sembilam buah kancing yang agak besar !"
Bau ji manggut-manggut. "Benar, memang persoalan inilah yang ku
maksudkan." "Bila dipikirkan persoalan ini rasanya merupakan suatu
persoalan, tapi bila berbicara sejujurnya, maka hal inipun bukan merupakan suatu
persoalan !" "Apa maksud dari perkataanmu itu?" Bau ji tidak habis mengerti.
"Sesungguhnya persoalan itu sederhana sekali, kancing yang
besar atau kecil sebetulnya bukan suatu masalah, tapi mengapa Lok
hun pay justru menyukai anak buahnya menggunakan kancing kecil ?"
"Aku tidak memahami arti dari perkataan mu itu" kata Bau ji tetap tidak
habis mengerti. Pelan-pelan Sun Tiong lo menjelaskan. "Misalkaa saja Wong Pengci,
mengapa dia mengenakan delapan biji kancing kecil dan sebutir kancing lebih besaran, sedang Gui Sam
tong mengenakan tujuh biji kancing kecil dan dua biji agak besar."
"Hal ini dikarenakan Lok Hun pay adalah orang yang angkuh dan tinggi
hati, maka setiap benda yang besar bentuknya adalah melambangkan
dia, karena itu aku berani menjamin, orang yang mengenakan pakaian
dengan sembilan biji kancing berbentuk besar, sudah pasti adalah Lok
Hun pay pribadi." Semua orang saling berpandangan sekejap, kemudian merekapun
manggut-manggut merasa setuju. Nona Kim lantas berkata: "Jadi kalau begitu orang yang memakai
sembilan biji kancing kecil adalah Lokiu?" Sun Tiong lo segera manggut-manggut. "Aku rasa
kemungkinan besar memang demikian" Nona Kim segera tertawa.
"Sekarang akupun mengerti sudah, mengapa kau tidak
munculkan diri lagi!" "Yaa, aku tahu hal ini memang tak akan bisa
mengelabuhi dirimu." sahut Sun Tiong lo sambil tertawa. Selesai berkata, dia lantas
berkerut kening seakan-akan menjumpai suatu persoalan penting. "Ada sesuatu yang menyulitkan
dirimu?" tanya nona Kim sambil
mendekat. "Ada suatu persoalan memang harus dirundingkan secara
baikbaik, mari kita berangkat sekarang, didepan sana terdapat sebuah kota
besar, mari kita mencari rumah penginapan dan membicarakan
persoalan ini lagi dengan seksama."
Gui Sam tong dan Cu San Poo kehilangan kuda, kehilangan pula tenaga
dalam mereka, terpaksa selangkah demi selangkah mereka harus
berjalan menelusuri jalan yang sepi serta menghindarkan diri dari
hal-hal yang tidak diinginkan. Wong Peng ci yang lama menunggu kedatangan Sun Tiong lo tapi tak
kunjung datang, dia seperti menyadari akan sesuatu, dengan cepat
melakukan perjalanan kedepan. Diapun tak berani menelusuri jalan raya, melainkan melalui
gunung-gunung yang sepi. Oleh karena itu dalam waktu singkat, ia telah berhasil menyusul Gui
Sam tong dan Cu San Poo. Tatkala Gui Sam tong dan Sam poo melihat Wong Peng ci menyusul tiba,
paras mukanya segera berubah hebat, untuk menyembunyikan diri jelas
tak mungkin, terpaksa mereka harus keraskan kepala sambil menanti
kedatangannya. Tapi suatu kejadian aneh segera berlangsung. Wong Peng ci segera
menyusup tiba, tapi segera berjalan lewat
disamping Gui Sam tong serta Cu San Poo, jangankan berhenti,
mengucapkan sepatah katapun tidak, seakan-akan dia tidak melihat
akan kehadiran mereka berdua. Sudah amat jauh Wong Peng ci melewati mereka berdua, tapi Gui Sam
tong dan Cu Sam Poo masih berdiri termenung dengan mata terbelalak
lebar. Akhirnya sambil mengangkat bahu dan menggelengkan berulang kali,
mereka melanjutkan perjalanan sambil berbincang-bincang.
Gui Sam tong yang pertama-tama buka suara paling dulu, katanya.
"Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang sangat
aneh, apa yang dia ingin lakukan?"
Cu San Poo menggelengkan kepala ber-kali2. "Siapa yang tahu,
sahutnya "tapi yang pasti tentu ada persoalan
yang amat penting artinya." "Jangan-jangan dia sudah mengadakan
hubungan rahasia dengan orang she Sun itu?" kata Gui Sam tong dengan kening berkerut.
Kontan saja Cu San Poo tertawa dingin. "Mustahil, masa burung
gagak bisa berada bersama burung hong" apakah ini mungkin?" Gui Sam tong tertawa getir dan tiada bicara
lagi. Sebaliknya Cu San Poo segera berkata lagi setelah berpikir
sebentar: "Lo Gui, tiba-tiba saja aku mendapatkan se suaru firasat..." "Firasat
apa?" "Andaikata tiada peristiwa yang terjadi hari ini, sekalipun kami
bisa hidup terus dan mati tua, atau menjumpai musuh tangguh sehingga
tewas, mungkin masing-masing pihak tak akan mengetahui nama yang
sebenarnya dari masing-masing pihak."
Sambil tertawa getir Gui Sam tong segera mengangguk. "Yaa, sejak
kita terjerumus kedalam jaring Lok hun pay, jangan
nama toh nama dan asal-usul, bahkan tubuh kita sendiripun bukan
menjadi milik kita lagi!" Cu San Poo menghela napas panjang. "Aaaai... siapa bilang tidak,
setiap hari kita berkumpul, tapi untuk
mengucapkan sepatah kata yang paling sederhanapun tak boleh,
masing-masing pihak saling menaruh curiga, saling menganggap
kawannya sebagai musuh, hal ini... aaaaai!"
Gui Sam tong segera melanjutkannya cepat: "Selain itu, seperti juga
peristiwa kali ini, ketika aku mendapat
perintah dari Pa tau kim tay dan mengetahui kalau orang yang harus
kubunuh bernama Wong Peng ci, ternyata aku merasa agak girang..."
Belum habis dia berkata, Cu San Poo telah melanjutkan. "Sedikitpun
tak salah, ketika aku mendapat perintah Hou tau
kimpay. untuk membunuhmu pun aku berperasaan demikian, kalau
dipikirkan sekarang, aku masih saja tidak habis mengerti, coba
katakanlah hal ini aneh tidak ?"
"Aku rasa hal ini pastilah merupakan suatu anggapan perasaan
seseorang yang sudah lama dikekang dan ditindas sehingga kehilangan
rasa peri kemanusian lagi dalam hatinya, oleh karena itu selain benci,
dia sudah tidak mempunyai apa-apa lagi."
Cu San poo segera manggut-manggut. "Benar ! Tapi untung saja sekarang keadaannya sudah baikan, inilah
yang disebut sebagai suatu kebebasan yang seutuh-utuhnya !"
Gui Sam tong segera tertawa, Cu San poo juga ikut tertawa, Kemudian,
Cu San poo segera segera berkata lebih jauh:
"Lo Gui, menurut pendapatmu, apakah kita dapat pulang ke rumah ?"
katanya kemudian. "Dapat !" Gui Sam tong mengangguk, "siapa pun tak akan menduga
kalau kita mempunyai keberanian sebesar ini untuk berbuat demikian."
"Benar juga perkataan itu, seandainya si "tua bangka" sama sekali tidak
keluar dari gunung..." "Tidak mungkin, jelas tidak mungkin!" Gui Sam tong segera menukas
sambil menggelengkan kepalanya lagi.
Cu San-poo segera berpikir sebentar, lalu berkata, "Tapi kita harus
bertindak dengan berhati-hati, sebab persoalan ini bukan sesuatu yang
bisa dianggap sebagai gurauan belaka !"
"Tak usah kuatir, selama banyak tahun ini sedikit banyak siaute sudah
mempunyai sedikit persiapan !"
"Ooh, persiapan apakah itu?" "Aku telah mempersiapan dua hal."
kata Gui Sam-tong lagi sambil tertawa. Cu San poo memandang ke arah Gui Sam tong dengan
wajah tertegun, dia tidak berkata apa apa. Gui Sam tong segera menepuknepuk
bahu Cu San poo seraya berkata lagi:
"Pertama kita harus mencari tahu siapakah Lok hun pay yang
sebenarnya." "Ah, hal ini mana mungkin ?" kata Cu San poo cepat.
"Mengapa tak mungkin " "kata Gui Sam tong.
"Ooh, coba katakan, bagaimana caramu untuk mengenali dirinya," Gui
Sam tong segera mengangkat kaki kanannya seraya berkata "Saudara
Cu, coba lihat sepatu yang kita kenakan ini."
Cu San poo menundukkan kepalanya dan memandang sekejap sepatu
yang dikenakan Gui Sam tong, lalu memperhatikan pula sepatu yang
dikenakan sendiri, setelah itu dengan keheranan dia berkata.
"Apakah ada sesuatu perbedaan dengan sepatu ini ?"
"Menggabungkan diri dengan kaum iblis, sama halnya dengan
menjual diri kepada orang lain, entah sandang maupun pangan
semuanya memerlukan bantuannya, tetapi dia pula yang mengatur
segala-galanya lengkap dengan larangan-larangannya."
"Misalkan saja dengan sepatu yang kita kenakan ini, sepintas lalu persis
sama antara satu dengan lainnya tapi jika diperhatikan lebih seksama
lagi dan diperhatikan sepenuh hati, maka kau akan mengetahui kalau
sepatu yang kita kenakan ini sesungguhnya tidak sama."
"Dimanakah letak ketidak samaan itu ?" tanya Cu San poo. "Pada sol
sepatunya, sol sepatu yang kita kenakan setebal Iima
hun, sedangkan sol sepatunya delapan hun, kalau sol sepatu kita di
jahit dengan rangkap enam maka punya dia dengan jahitan sepuluh
susun, jika kau tidak percaya coba hitunglah sendiri !"
Sambil berkata Gui Sam tong segera melepaskan sepatunya dan
mengacungkan di hadapan Cu San poo.
Benar juga, ternyata memang sol sepatu itu dijahit dengan enam
lapisan. Setelah selesai, mengenakan kembali sepatunya, Gui Sam tong segera
berkata lebih jauh. "Kali ini dia memberikan perintahnya sendiri kepadaku, aku rasa dia
pasti merasa kurang berlega hati kepada Sun Tionglo, dan
sekarang pasti sedang meminpin kawanan jago lihaynya untuk
diam-diam mengejarnya. Cu San poo segera mengangguk. "Ya, ada kemungkinan memang
begitu!" Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh. "Lo Gui,
bukannya aku tidak percaya denganmu, bila dapat
mengungkap persoalan ini secara jelas." "Boleh saja" tukas Gui Sam
tong sambil tertawa, "cuma sebelum
kuterangkan sesuatu, aku hendak membicarakan satu hal lebih dulu
kepadamu, yaitu kau tak boleh mencari tahu berita yang kuperoleh ini
berasal dari siapa" "Baik, aku akan bersedia menyanggupi permintaanmu itu" Cu San poo
segera manggut-manggut. Gui Sam tong memandang sekejap ke arah Cu San poo, kemudian
katanya lagi. "Aku masih ingat, ada suatu ketika dia memerintahkan seseorang untuk
pergi membakar kuil Tay nian koan dikota Lok yang, waktu ini yang di
utus pergi ada tiga orang..." "Ya, aku masih ingat, memang ada peristiwa semacam ini !" sela Cu
San poo. Gui Sam tong segera tertawa. "Salah seorang diantara tiga orang
yang di utus kesana adalah aku..." "Tapi hal ini toh tak bisa membuktikan apa-apa?" kata Cu San
poo sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
Sekali lagi Gui Sam tong tertawa. "Jangan terburu nafsu
Lo Cu !" Setelah berhenti sejenak, dia lantas bertanya
lagi: "Lo Cu, tahukah kau siapa yang telah menurunkan perintah pada waktu
itu?" "Siapa menurut kau?" tanya Cu San poo dengan wajah aneh. Gui
Sam tong segera menepuk bahu Cu sau poo dan berseru: "Orang itu
adalah kau!" Sehabis berkata dia lantas mendongakkan kepalanya
dan tertawa terbahak-bahak. Paras muka Cu San poo kelihatan agak tertegun, tidak
menanti Gui Sam tong menghentikan tertawanya, ia sudah menukas: "Lo Gui,
darimana kau bisa tahu?" Mendadak Gui Sam tong menarik mukanya
lalu berkata. "Lo Cu, apakah kau sudah lupa dengan perjanjian kita
semula, kau tak boleh menanyakan sumber berita ini?" Dengan perasaan apa
boleh buat terpaksa Cu San poo hanya
tertawa belaka. "Bagaimana" Katakanlah benar atau tidak?" seru Gui
Sam tong kemudian lebih jauh. Cu San poo tidak menjawab pertanyaan ini,
sebaliknya malah bertanya lagi: "Apakah kau dapat mengetahui siapakah saja yang
menurunkan perintah kepadamu?" Gui Sam tong manggut-manggut, tapi dengan cepat
menggelengkan kepalanya lagi. "Benar, tapi juga tidak betul!" "Gui tua"
seru Cu San poo segera dengan kening berkerut,
"seharusnya apa maksudmu?"
Gui Sam tong tertawa getir. "Mengapa kau tidak gunakan sedikit otak untuk berpikir kembali,


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seandainya tenaga dalam kita belum punah dan nama kita tidak
terungkap secara paksa, walaupun aku dapat mengenali kau adalah si
nomor berapa, tapi apa yang bisa kulakukan?"
Cu San-poo segera manggut-manggut. "Yaa, benar juga, aaai..!" Gui
Sam-tong segera mengalihkan pembicaraan ke soal lain,
katanya: "Cuma sekarang justru bermanfaat sekali, sekembalinya ke
bukit kali ini, asal kita sembilan orang pengganti munculkan diri bersamasama,
walaupun masing-masing tidak saling mengenal nama, tapi aku
mengetahui dengan pasti nomor berapakah dia."
"Oleh karena itu, apakah didalamnya terdapat Lok hun pay si tua
bangka itu atau tidak, jangan harap bisa mengelabuhi diriku, asal begitu
maka aku mempunyai cara untuk menghadapi mereka, pergi dengan
aman, pulang dengan aman pula!"
Cu San poo termenung sambil berpikir sejenak, kemudian tanyanya lebih
jauh: "Seandainya si lencana Lok hun pay hadir pula disuu?" Gui Sam tong
segera tertawa getir, "Kalau sampai demikian, hal
itu berarti saat pembalasan buat perbuatan kita pun sudah tiba." Cu San
poo tidak berbicara lagi, dia hanya menganggukkan
kepalanya berulang kali. Kedua orang itu segera mempercepat langkah
masing-masing untuk meneruskan perjalanan, tapi itupun hanya terbatas sekali. Baru
berjalan dua tiga li, Cu san-poo baru teringat akan suatu
persoalan lain, segera ujarnya lagi. "Lo Gui, kau mengatakan
semuanya telah mempersiapkan dua..." Belum habis dia berkata, Gui
sam tong telah menukas: "Sekarang kau baru teringat?" "Toh belum terlambat?" seru Cu san
poo sambil tertawa. Gui Sam tong turut tertawa, sahutnya sambil
menggeleng. "Yaa, memang belum terlambat justru tepat
waktunya!" Setelah memandang sekejap ke arah Gui Sam-tong, Cu
san poo baru berkata lagi. "Nah, kalau memang begitu kau katakan!"
"Persiapanku yang lain adalah aku telah menyiapkan dua buah
Liong tau Lok hun kim leng (lencana emas lok hun pay berkepala
naga)!" Cu San poo menjadi berdiri bodoh setelah mendengar perkataan itu,
untuk sesaat lamanya dia sampai berdiri terbelalak dan tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun. Sambil tertawa kembali Gui Sam tong berkata. "Sesungguhnya hal
ini gampang sekali, asal mau memperhatikan
dengan seksama, tiada persoalan yang tak dapat dilakukan!" Cu San
poo menghela napas panjang, katanya: "Lo Gui, aku benar-benar takluk
kepadamu, mari kita berangkat, sekalipun harus mati di atas bukit, akupun akan mati dengan hati yang
rela dan pasrah!" Maka kedua orang itu tidak berbicara lagi, selangkah demi selangkah
mereka melanjutkan perjalanan. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** "Pelayan, datanglah sebentar !" "Baik, baik tuan . . ."
Pelayan mendorong sebuah pintu kamar dan melangkah masuk
menuju ke sebuah serambi halaman. Didalam serambi halaman tersebut tersedia tiga buah kamar,
dekorasinya cukup mengagumkan. Tapi didalam ke tiga buah kamar itu hanya tinggal seorang tamu, tamu
itu datangnya menjelang fajar tadi, begitu datang laatas bertanya
apakah terdapat kamar disertai halaman yang tenang.
Waktu itu, si pelayan masih ingat jelas, seluruh badan tamu itu basah
kuyup oleh keringat, wajahnya merah, nafasnya terengah- engah,
seperti baru saja melakukan perjalanan cepat siang dan malam.
Kini, selisih waktunya dari tamu itu mencari kamar baru sepertanak nasi,
ketika mendengar suara panggilan, pelayan itu segera mendorong pintu
dan masuk ke halaman, setelah itu menuju ke depan kamar.
Baru saja pelayan itu akan buka suara, dari balik kamar sudah
kedengaran suara nafas orang yang memburu.
Dengan cepat pelayan itu mendorong pintu dan masuk kedalam, dalam
tiga langkah yang menjadi dua langkah dia lari masuk ke kamar sebelah
kanan yang agak gelap. Tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya berdiri bodoh, kemudian
tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia membalikkan badan dan lari
keluar. "Kembali, cepat! Cepat!" seru tamu itu lagi. Terpaksa pelayan itu
berhenti, membalikkan badan dan masuk ke
kamar gelap itu. Walaupun si tamu hanya mengucapkan beberapa patah
kata saja, namun lelahnya seperti seekor kerbau tua yang baru selesai
membajak sawah seluas dua puluh hektar, mukanya pucat. keringat
dingin jatuh bercucuran dengan derasnya.
"Kau... kau....mengapa kau?" dengan gugup bercampur gelisah pelayan
itu menegur. Tamu itu mengulapkan tangannya dengan paksa, kemudian setelah
nafasnya yang memburu agak mereda, dia baru berkata.
"Pe...penyakit...penyakit lamaku kambuh lagi...ambil..ambilkan
semangkok air untukku." Dengan cekatan pelayan itu membangunkan tamunya dan
mengambilkan semangkok air. Setelah meneguk air, keadaan tamu itu mulai lebih baikan, lewat sesaat
kemudian baru menjadi tenang kembali.
Saat itulah, si pelayan baru berkata Iagi. "Perlukah dipanggilkan
seorang tabib untuk memeriksakan keadaan penyakit yang kau derita?" Mendengar perkataan itu tamu
tersebut segera mengulapkan tangannya berulang kali. "Tidak usah, sebentar aku akan menjadi baik
sendiri !" Apa pun yang dikatakan tamunya, pelayan itu bergidik juga
dibuatnya, pepatah kuno bilang manusia makan lima macan biji bijian,
maka tiada manusia yang terhindar dari penyakit, siapapun tak bisa
menjamin penyakitnya akan sembuh sendiri.
Tapi orang yang mengusahakan rumah penginapan paling berpantang
terhadap peristiwa semacam ini, bukan saja mati hidup tamu
menyangkut soal nyawa, yang penting usahanya juga akan mengalami
pengaruh yang besar. Maka pelayan itu kembali membujuk: "Tuan, aku lihat kalau
memang sudah sakit lebih baik memanggil
tabib saja, kalau tidak apa kerjanya si tabib" Beristirahatlah dahulu
tuan, hamba akan mengundangkan..."
Belum habis dia berkata, si tamu kembali sudah mengulapkan
tangannya sembari menukas. "Penyakit yang kuderita bukan sembarangan penyakit, kau tak
mengerti, para tabib dikolong langit pun tak ada yang mengerti!"
Pelayan itu menjadi geli sekali setelah mendengar perkataannya itu,
katanya sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau orang tua sungguh pandai sekali bergurau, lagi sakit dibilang
bukan penyakit, kalau sampai tabib pun tidak mengenali penyakit yang
kau derita itu, waah... penyakitmu itu sudah gawat dan repot sekali..."
Seusai berkata, dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari situ...
Tamu tersebut menjadi naik darah, cuma walaupun lagi marah,
suaranya tidak begitu keras, serunya.
"Tunggu sebentar, dengarkan dulu penyakit apakah yang sedang
kuderita..." Pelayan itu segera berhenti sambil tertawa, sementara hatinya berputar
terus, kalau dilihat dari keadaan si tamu istimewa itu, dia tahu penyakit
yang diderita tamunya ini tentu luar biasa sekali.
Baru berhenti bicara, si tamu sudah terengah-engah kembali, lewat
sesaat kemudian dia baru berkata lagi.
"Aku sudah melakukan perjalanan semalaman suntuk, badanku kelewat
lelah, yang lebih penting lagi aku sedang kelaparan, setiap kali sedang
kelaparan, aku pasti akan menderita seperti ini, mengerti ?"
Kali ini si pelayan benar benar kegelian setengah mati, katanya
tertahan. "Oooh, Thian, mengapa tidak kau katakan sedari tadi" Kau ingin makan
apa ?" Tamu itu berpikir setengah harian lamanya" lalu dengan badan yang
lemas dia baru berkata. "Masakkan semangkok mie, dalam bakmi itu beri dua butir telur ayam
dadar..." Oelayan itu mengiakan dan segera berlalu dari situ.
Tiba tiba sang tamu berseru lagi: "Apakah dalam rumah penginapan
"kalian mempunyai kampak?" Pelayan itu kembali tertegun
dibuatnya, jantung yang baru saja menjadi tenang kembali, kini berdebar semakin keras. Menyaksikan
keadaan si pelayan itu, sikapmu menjadi sadar
kembali, dengan cepat dia melanjutkan. "Bukan kampak yang
kumaksudkan adalah sebuah pisau gunting
kecil, maksudku gunting kecil untuk memotong kuku" Pelayan itu segera
menghembuskan nafas panjang, setelah
mengiakan buru-buru dia berlalu dari ruangan tersebut. Tak lama
kernudian, gunting telah dikirim datang, sedang tamu
itu segera berusaha keras untuk duduk kembali sepeninggal pelayan
tersebut, dari belakang kursinya dia mengambil pakaian yang berwarna
kuning emas. Setelah pakaian emas itu diambil, dari dalam sakunya tamu itu
mengeluarkan dua buah lencana berwarna emas.
"Aaah, ternyata tamu itu tak lain adalah Wong Peng ji." Setelah
mengeluarkan lencana emas kepala harimau dan kepala
macan kumbang, dia berpikir sejenak, kemudian lencana harimaunya dia
simpan dibawah bantal setelah itu dengan gunting dia mulai
mengguntingi pinggiran lencana emas kepala macan tutul itu.
Dengan mempergunakan tenaga yang paling besar dia hanya berhasil
menggunting sebuah lubang yang besarnya seujung jari, sementara
keringat jatuh bercucuran dengan derasnya.
Dia nampak lelah sekali. Bukan cuma lelah, bahkan seluruh
badannya seakan-akan sudah tidak bertenaga lagi. Ketika dia berhasil menakut-nakuti Gui Sam tong
dan Cu San poo dalam hutan tadi hingga melarikan diri, kemudian munculkan
diri kembali didalam hutan untuk menunggu kemunculan Sun Tiong lo,
mendadak saja ia telah memahami akan satu hal.
Berbicara soal kebaikan, maka dia boleh bilang paling jarang melakukan
kebaikan itu. Berbicara soal kejahatan, agaknya kejahatan yang pernah dilakukan
olehnya masih jauh melebihi perbuatan jahat yang dilakukan Cu San poo
maupun Gui Sam tong. Lantas atas dasar apakah dia memperoleh kebaikan dari lawannya untuk
mendapatkan kembali kepandaian silat yang dimilikinya"
Mustahil! jelas hal ini mustahil bisa terjadi! Oleh karena itu diapun
memahami akan persoalan ini, persoalannya sederhana sekali, tentunya Sun Tiong lo telah
mempergunakan kepandaian khusus untuk memunahkan ilmu silatnya
setelah suatu jangka waktu tertentu, ilmu silatnya bakal punah dalam
jangka waktu tertentu, lantas berapa langkah jangka waktu tertentu itu"
Dia memang seorang yang pintar, Sun Tiong lo menitahkan kepadanya
untuk melaksanakan tugas, bila tugas itu telah selesai, tentu saja tiada
persoalan yang berharga untuk menahan seluruh kepandaian silat yang
dimilikinya lagi, itu berarti... Maka dia mulai merasa ketakutan dan bergidik, itulah sebabnya dia
mulai lari, lari dengan secepat-cepatnya, beberapa jauh dia bisa lari
berapa jauh pula dia akan menempuh.
Karena dia harus menghindarkan diri dari kemungkinan pengejaran
orang-orang Lok hun pay, selain itu diapun harus sejauh-jauh
meninggalkan Gui Sam tong dan Cu San poo.
Sebab kalau sampai mereka berjumpa lagi, sedang ilmu silat yang
dilikinya telah punah, dengan dua lawan satu Wong Peng-ci tahu bahwa
keadaan semacam ini tak akan menguntungkan baginya, atau dengan
perkataan lain hanya jalan kematian saja yang tersedia baginya.
Justeru karena persoalan ini puIa, walaupun ditengah jalan dia telah
berjumpa dengan Gul Sam tong serta Cu San poo, namun langkahnya
sama sekali tidak dihentikan. Tentu saja, ketika dia berjumpa dengan Cu San poo dan Gui Sam tong
ditengah jalan tadi. kepandaiannya silatnya masih utuh, untuk
menghilangkan bibit bencana diitemudian hari dia bisa saja
menggunakan kesempatan tersebut untuk melenyapkan lawanlawannya.
Tapi banyak kejadian di dunia ini memang aneh sekali, anehnya bukan
kepalang. Seperti dua orang yang saling bermusuhan, di hari-hari biasa A selalu
berusaha untuk mencelakai C, sedang C juga selalu berusaha untuk
mencelakai A, kedua belah pihak enggan hidup bersama mereka selalu
berusaha untuk menggunakan cara yang paling keji untuk meniadakan
lawannya. Tapi suatu hari secara tiba-tiba A mengalami suatu musibah, entah
kebakaran entah musibah lainnya, sedangkan C juga mengalami nasib
yang sama, maka kedua itupun menjadi senasib sependeritaan...
Dalam keadaan seperti ini, bilamana kedua belah pihak saling berjumpa,
maka A yang melihat keadaan C akan timbul perasaan ibanya, begitu
pula ketika C bertemu dengan A, sekalipun mereka berdua saling
bermusuhan satu sama lain, namun dalam suasana seperti itu mereka
jadi tidak bersemangat lagi untuk mempersoalkan masalah lama.
Begitu juga keadaan dari Wong Peng ci sekarang, setelah tahu kalau
kepandaian silatnya tak lama kemudian akan turut punah, dia menjadi
segan untuk memikirkan masalah lain lagi apa yang diharapkan sekarang
hanyalah bisa selamat dan bebas dari ancaman marabahaya.
Sepanjang perjalanan nasibnya masih terhitung beruntung, akhirnya dia
berhasil juga tiba dikota tersebut.
Yang lebih beruntung lagi adalah sebelum kepandaian silatnya punah, ia
telah mendapat kamar dirumah penginapan.
Tapi setelah dia melangkah masuk kedalam ruangan kamar dan
memanggil pelayan, keadaannya menjadi parah.
Tiba-tiba saja kepandaian silatnya menjadi punah tak berbekas,
tubuhnyapun menjadi lemas dan lunglai, sedemikian lamanya sehingga
tak mampu untuk berdiri lagi, bukan cuma lemas bahkan linu, bukan linu
biasa, bahkan lebih hebat daripada orang yang kena penyakit encok.
Dalam keadaan seperti ini, dia benar-benar tak sanggup menguasahi diri
lagi, dia segera merintih dan memanggil pelayan.
Sewaktu Gui Sam tong dan Cu San poo kehilangan ilmu silatnya tadi,
mereka sama sekali tidak mengalami penderitaan seperti ini, hal mana
dikarenakan kepandaian yang digunakan Wong Peng ci kurang begitu
liehay, disamping Gui Sam tong dan Cu San poo mendapat kesempatan
yang cukup lama beristirahat. Berbeda sekali keadaannya dengan Wong Peng ci. Ketika mengetahui
kalau ilmu silatnya bakal punah, dia telah
menggunakan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk melarikan
diri, sepanjang jalan dia lari terus tiada hentinya, ditambah lagi ilmu
totokan yang dipergunakan Sun Tiong-Io juga sangat istimewa, secara
otomatis penderitaan yang dialaminya pun berlipat ganda.
Ketika semua penderitaan telah berhasil di atasi, Wong Peng ci mulai
memikirkan pula segala macam persoalan yang bakal dihadapinya sejak
kini. Bagaimanapun ganasnya manusia dan bagaimanapun lihaynya
seseorang, ia toh membutuhkan juga nasi untuk mengisi perut.
Makan kedengarannya adalah sesuatu yang gampang, tapi tanpa uang
bagaimana mungkin hal itu bisa diselesaikan.


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ya benar, uang, uang, uang, sekali lagi uang adalah faktor terpenting,
yang mengatur segala-galanya. Pepatah kuno pernah bilang: Uang sepeser dapat membuat seorang
enghiong mampus. Ucapan tersebut memang tepat sekali, dan benar-benar bisa membunuh
seseorang. Andaikata bikin mampus dalam sesaat, hal ini masih mendingan, yang
lebih mengenaskan lagi kalau sampai setengah mati setengah hidup,
dihina orang, dicemooh teman, kehilangan sanak, ditinggalkan kekasih,
dihianati teman, disumpai orang tua, dipandang sinis oleh anak bini.
Perasaan seperti itu, penderitaan semacam itu, tak mungkin bisa
dipahami oleh siapa pun. Kalau lelaki tak punya uang tak punya ambisi, kalau bukan mencuri
tentu merampok. Kalau perempuan tak punya harga diri apa lagi tak punya uang, kalau
bukan menjadi gundik orang, pasti menjadi pelacur !
Dan sekarang, Wong Peng-ci benar2 dihadapkan pada masalah yang
pelik, yaitu membutuhkan uang, itulah sebabnya terpaksa dia harus
membongkar lencana emas berkepala macan tutulnya.
Kalau dihari-hari biasa, Wong Peng ci tak perlu membutuhkan gunting,
dan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, dia berhasil
menggunting sedikit sekali. Setelah beristirahat sebentar, dia bekerja keras sekali, dia berhasil
menggunting sebagian. Kemudian dia masukan sebagian kebawah bantal dan segera duduk
beristirahat. Jangan dilihat tenaga dalamnya kini sudah punah, setelah bersemedhi
sekian waktu, semua perasaan linu, lemas, kaku dan sakit yang semula
mencekam perasaannya seketika lenyap tak berbekas, keadaannya tak
berbeda jauh dari manusia biasa. Pelayan datang menghidangkan bakmi, kebetulan bakmi itu cukup untuk
mengisi perut Wong Peng-ci yang sedang lapar.
Kemudian dia berpesan kepada pelayan agar menukarkan kedua
potong hancuran emas itu menjadi uang perak.
Ia berpesan kepada pelayan agar menitipkan uang yang ditukarnya itu
kepada kasir dan jangan memanggil dia, dia ingin tidur sepuas-puasnya
dan segala persoalan dibicarakan kembali setelah dia bangun dari
tidurnya nanti. Pelayan menerima hancuran emas itu dan berlalu dengan senyuman di
kulum. Wong Peng-ci segera menjatuhkan diri ke atas pembaringan
sepeninggal pelayan itu setelah menempuh perjalanan siang malam: ia
tidur bagaikan seekor babi mampus! Entah berapa lama dia tidur, mendadak hujan turun dengan derasnya,
begitu deras seolah-olah dituangkan dari tengah angkasa.
Wong Peng ci merasa seakan-akan lagi berjalan diluar kota, dia
merasakan sekujur badannya basah kuyup oleh air hujan.
Tubuh bagian atasnya menjadi dingin dan menggelikan badan, sekujur
tubuhnya gemetar, dia, Wong Peng ci segera tersadar kembali dari
impiannya. Ketika membuka matanya, ia mengalihkan sorot matanya ke depan
jendela, hari telah menjadi gelap. "Aaah, tidak benar! seandainya lagi bermimpi kehujanan, mustahil
badannya terasa basah kuyup setelah bangun dari tidurnya.
Ketika membalikkan badannya, Wong Peng ci berdiri bodoh, dia berdiri
termangu bagaikan sebuah balok kayu.
Dihadapan mukanya telah bertambah dengan sesosok tubuh manusia.
Orang itu mengenakan pakaian berbaju emas dengan kain berkerudung
warna emas juga, di tengah suasana remang-remang yang menyelimuti
angkasa, orang itu duduk disisi pembaringan dengan sebuah teko air
dingin berada di tangannya. Tak bisa disangkal lagi, air hujan yang dirasakan dalam mimpinya tadi
berasal dari air teh didalam teko tersebut.
Wong Peng ci hanya merasakan sekujur badannya kesemutan, tulang
belulangnya menggigil keras dan tubuhnya sama sekali tak mampu
berkutik, bahkan sepasang biji matanya pun turut menjadi terbelalak
kaku. Pelan-pelan manusia berbaju emas itu meletakkan kembali teko air
tehnya ke atas meja, kemudian dengan suara dalam perintahnya:
"Bangun! Ayoh cepat menggelinding bangun!" Baru saja Wong Peng
ci akan bangun, mendadak tergerak hatinya, dengan cepat di meraba ke bawah bantalnya. Ternyata lencana
kepala harimau serta sisa lencana kepala
macan tutul yang disimpan dibawah bantal itu sudah lenyap tak
berbekas. Sementara itu, si orang berbaju emas itu sudah duduk diatas kursi
dengan angkernya, dengan suara dalam dia lantas membentak, "Apa
yang kau cari " Cepat menggelinding bangun !"
Wong Peng ci benar-benar menggelinding turun dan atas pembaringan
tangannya segera meraba pakaian emas milik sendiri.
Mendadak orang berbaju emas itu mendengus dingin, hal ini membuat
Wong Peng-ci ketakutan dan menarik kembali tangannya Setelah
tertawa dingin, orang berbaju emas itu me negur, "Darimana kau
dapatkan kedua buah lencana emas ini ?"
"Benda... benda itu milik Gui Sam-tong dan Cu San poo," jawab Wong
Peng-ci dengan puara gemetar. Manusia berbaju emas itu seperti merasa agak tercenung, kembali
bertanya. "Mengapa bisa terjatuh ke tanganmu ?"
Sementara itu Wong Peng-ci telah menjadi tenang kembali, persoalan
yang dihadapinya dapat kembali dengan seksama, maka dia tidak
segera menjawab pertanyaan dari orang berbaju emas itu, tampaknya
ia sedang mempertimbangkan sesuatu.
"Cepat jawab pertanyaanku !" bentak orang berbaju emas itu lagi
dengan gusar. "Tunggu dulu," kata Wong Peng-ci kemudian "siapakah kau dan
mengapa memasuki kamar yang kutinggali " Mengapa pula kau
membentak-bentak diriku " Atas dasar apa kau berbuat demikian "
siapakah kau " Katakan dulu, siapakah kau ?"
Mendadak sontak orarg berbaju emas itu bangkit berdiri, serunya
sambil menuding ke arah Wong Peng-ci:
"Apakah kau kepingin mampus ?" Entah mengapa ternyata nyali
Wong Pengci bertambah besar, sahutnya sambil terbawa dingin: "Kau berani membunuh orang"
Bajingan, besar amat nyalimu..." Kemudian setelah berhenti sebentar
teriaknya lagi dengan suara keras: "Tolong, ada..." Belum sempat kata ?"perampok" diucapkan,
tangan orang berbaju emas itu telah mencekik tenggorokannya sehingga selain tak
bisa berteriak, juga tak dapat bernapas, hanya sepasang tangannya saja
yang meronta ke sana ke mari. Agaknya orang berbaju emas itu merasakan sesuatu yang tak beres,
sambil berseru tertahan dia segera mengendorkan cekikannya.
Begitu mengendorkan tangan, orang berbaju emas itu segera
mengancam dengan suara menyeramkan.
"Bila kau berani berteriak lagi, jangan salah kalau aku segera akan
menjagal dirimu!" Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya. "Sekarang, Gui Sam-tong
dan Cu San poo berada dimana?" Dalam pada itu Wong Peng ci
sudah mempunyai perhitungan didalam hatinya, cuma ada kalanya orang memang bisa salah menduga,
kalau kesalahan tersebut dialami dihari biasa, mungkin keadaannya
masih mendingan tapi kalau kesalahan tersebut dibuatnya dalam
keadaan seperti ini, bisa jadi keselamatan jiwanya yang menjadi
pertaruhan. Walaupun ucapan tersebut benar, tapi kalau tidak menyerempet
bahaya, mungkin tak akan lolos pula dari kematian, andaikata bahaya
yang diserempet benar dan segala sesuatunya berjalan seperti apa yang
diduganya, kemungkinan besar dia akan lolos dari kematian.
Teringat sampai disini, Wong Peng ci dapat semakin menenangkan
hatinya, dia lantas berkata. "Aku sama sekali kenal dengan mereka berdua" "Hmm, kau sedang
membohongi siapa ?" dengus Manusia
berbaju emas berkerudung emas itu. cepat Wong Peng ci segera
memperlihatkan sikap seperti apa boleh buat, katanya lagi.
"Jika kau tidak percaya, akupun tak bisa berbuat apa-apa lagi."
Manusia berkerudung emas itu agak berhenti sejenak, kemudian
baru bertanya lagi: "Lantas darimana kau bisa mengetahui nama
mereka ?" "Aku tak dapat mengatakannya, juga tak berani
mengatakannya, kalau kuutarakan bisa jadi masuk pengadilan !" seru Wong Peng-ci
sambil memperlihatkan sikap ketakutan.
Manusia berkerudung emas itu segera mendengus dingin. "Hmm,
sekalipun tak dapat dikatakan juga harus dikatakan, tidak
berani diucapkan juga harus diucapkan, sedang soal takut
masuk pengadilan, soal ini tak usah kuatir, kami tak bermaksud untuk
mengadukan persoalan ini ke pengadilan !"
Wong Peng ci segera memperlihatkan wajah berseri, serunya dengan
segera: "Benarkah ucapanmu itu" jadi kita tak usah masuk pengadilan?"
Manusia berkerudung emas itu manggut-manggut menyatakan
suara hatinya. Setelah itu, Wong Peng-ji baru berkata lagi: "Aku adalah
seorang saudagar kain, mempunyai sekereta kain
serta tiga empat tahil uang perak, kemarin lantaran aku ingin cepatcepat
sampai di kota untuk berdagang..."
"Bicarakan saja hal-hal yang penting!" tukas manusia berkerudung emas
itu tak sabar. Wong Peng-ci berlagak tertegun, kemudian baru katanya; "Yang
penting" semuanya itu toh penting..." Manusia berkerudung emas itu
segera mendengus dingin, tukasnya lebih jauh. "Soal-soal yang tak ada gunanya lebih baik tak
usah disinggung, katakan darimana kau bisa mengetahui nama mereka" Wong Peng ci
mengerdipkan matanya berulang kali kemudian
berkata: "Aku toh sedang membicarakannya" Lantaran ingin buru buru
sampai dikota maka aku jadi kemalaman dihutan, dalam keadaan begitu
terpaksa aku harus mencari hutan untuk beristirahat, siapa tahu pada
saat itulah aku telah berjumpa dengan suatu peristiwa aneh."
"Baru saja aku masuk ke dalam hutan dan menyembunyikan keretaku,
mendadak muncul dua orang manusia..."
Ketika berbicara sampai disini, sengaja Wong Peng ci memandang
sekejap ke arah manusia berbaju emas itu, kemudian baru katanya lebih
jauh: "Aaah benar, mereka mengenakan pakaian seperti apa yang kau
kenakan sekarang, tapi tidak mengenakan kain kerudung hitam, waktu
itu mereka berdua sedang duduk tak jauh dari diriku dan lagi
berbincang-bincang." "Ternyata mereka telah berjumpa dengan musuh bebuyutannya dan
dibilang tenaga dalamnya kena dipunahkan, aku tidak mengerti apa
yang dinamakan tenaga dalamnya kena dipunahkan, tapi dapat
kudengar kalau apa yang mereka bicarakan pasti bukan suatu kejadian
baik." "Kemudian merekapun membicarakan soal apa yang mesti dilakukan,
dibicarakan pula mereka bakal dibunuh oleh orang yang disebutnya tua
bangka Lok-hun-pay, akhirnya karena aku kurang berhati-hati, jejakku
kena diketahui mereka." "Aku takut mampus, tapi mereka tidak galak, hanya bertanya apa yang
sedang kulakukan, akupun mengaku terus terang, setelah berunding
sebentar akhirnya mereka berdua mengajak aku untuk menukar
sekereta kain kita dan seluruh pakaianku dengan kedua belah lencana
emas tersebut." "Bagaimana selanjutnya " Apa saja yang mereka katakan?" tukas
manusia berkerudung itu. "Beberapa tahil uang perakku juga mereka ambil sebagai gantinya aku
memperoleh pakaian emas milik mereka..."
"Tutup mulut, kau ingin membohongi siapa?" tukas manusia
berkerudung emas itu mendadak. Wong Peng ci menjadi tertegun, lalu dengan wajah bersungguhsungguh.
"Aku tidak berbohong, semua perkataanku kuutarakan dengan
sejujur-jujurnya." Kembali manusia berkerudung emas itu mendengus dingin. "Hanya
berdasarkan mereka mengatakan kalau lencana emas itu
adalah emas murni, maka kau bersedia untuk menukarnya?" Wong
Peng-ci segera mencibirkan bibirnya sembari berseru: "Aaah... kau
anggap aku tak mampu untuk membedakan mana
emas asli dan mana yang palsu" Hmm!" Ucapan tersekat tepat sekali,
kontan saja manusia berkerudung emas itu dibikin terbungkam dalam seribu bahasa. Wong Peng ci
memang amat cerdas, dia sudah mengerti kalau
manusia berkerudung emas itu tak lain seperti juga dirinya, salah satu
dari sembilan orang pengganti Lok hun pay.
Kecuali pemegang Lok hun pay pribadi, di antara kesembilan orang
penggantinya itu boleh dibilang tiada yang saling mengenal, berada
dalam keadaan seperti ini perkataan apapun bisa dia utarakan, toh
semua perkataanya tiada yang menyaksikan."
Akhimya Wong Peng ci bilang setelah dia berhasil menukar
barang-barang tersebut, ditengah jalan dia baru teringat kalau sekereta
kain citanya ditambah kedua lembar pakaian nya tidak bernilai setengah
lencana emas itu. Oleh karena dia kurang enak dalam hatinya, maka secara diam- diam
dia balik kembali untuk melakukan pengintaian.
Kebetulan dia menyaksikan salah seorang diantara kedua orang ita
sedang membunuh seorang rekannya kemudian mendorongnya
ke-dalam kereta, dia menjadi ketakutan setengah mati dan malam itu
juga dia kabur menuju kekota tersebut.
Tentu saja manusia berkerudung emas itu tidak percaya dengan begitu
saja, tapi semua perkataan dari Wong Peng ci masuk diakal, apalagi
sekarang ini manusia berbaju emas itu sudah tahu kalau Gui Sam tong
dan Cu san poo telah kehilangan ilmu silatnya, sekalipun tak percaya
mau tak mau juga harus percaya juga.
Ketika manusia berkerudung emas itu menanyakan tempat kejadiannya,
tanpa keraguan Wong Peng ci segera menerangkan tempat kejadian
tersebut, tapi ketika manusia berkerudung emas itu mengajak Wong
Peng ci untuk pergi kesana, sampai mati pun Wong Peng ci enggan ikut.
Alasan yang di pakai Wong Peng ci masuk diakal, dia bilang hari sudah
gelap, tiba disitu tepat tengah malam, dia takut.
Diapun berkata, kalau ingin pergi saja boleh, tapi besok setelah terang
tanah. Terpaksa manusia berkerudung emas itu meluluskan permintaannya,
karena masih ada orang yang menantikan laporannya.
Maka manusia berkerudung emas itu pun memperingatkan kepada Wong
Peng ci agar jangan mencoba-coba untuk melarikan diri, bila kabur
berarti mati, kemudian dia bilang besok pagi akan datang mencarinya
lagi untuk mengunjungi tempat kejadian tersebut.
Wong Peng ci segera meluluskan tetapi dia minta kembali lencana
emasnya itu. Tentu saja manusia berkerudung emas itu tak dapat menyerahkan
lencana emas tersebut kepadanya, tapi dia bersikeras menuntut kembali
lencana itu.

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sikap seperti ini dibawakan dengan amat persis, hal mana membuat
manusia berkerudung emas itu percaya dengan ucapannya maka dia pun
memberi sepuluh tahil perak kepadanya untuk digunakan, bahkan
berjanji puIa, bila apa yang terbukti besok memang suatu kenyataan dia
jamin ada lima puluh tahil emas sebagai hadiah.
Akhirnya dengan terpaksa Wong Peng ci menerima permintaannya itu.
Maka manusia berkerudung emas itupun membuka jendela dan
melompat keluar dari sana. Ketika Wong Peng ci melihat manusia berbaju emas itu telah pergi, dia
segera menghembuskan napas panjang, tapi dia percaya manu sia
berkerudung emas itu tentu belum pergi jauh saat itu dia pasti sedang
mengawasi gerak-gerik nya secara diam-diam.
Setelah memutar biji matanya sebentar, satu ingatan cerdik segera
melintas dalam benaknya, cepat dia berseru memanggil pelayan.
Jilid 25 - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
WAKTU itu merupakan saat-saat yang paling sibuk, setelah memanggil
setengah harian lamanya sipelayan baru muncul.
Mula-mula Wong Peng ci menanyakan tantang emas yang ditukarkan,
setelah pelayan itu menerangkan kalau lelah mendapat enam belas tahil
delapan mata uang dan sekarang disimpan dimeja kasir, sambil
manggut-manggut Wong Peng ci lantas memesan makanan.
Wong Peng ci seperti sudah tak sabar lagi, dia segera berpesan kepada
pelayan: "Dengarkan baik-baik, aku memesan setengah kati arak wangi, arak
paling wangi, seekor ayam panggang, tiga macam sayur, satu kuah,
kuahnya minta agak tawar, jangan diberi terlalu banyak garam."
Pelayan itu mengiakan dan siap berlalu, tapi Wong Peng ci kembali
menarik pelayan itu. Dengan termangu-mangu pelayan tersebut memandang kearah
tamunya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sambil tertawa Wong Peng ci lalu berbisik.
"Apakah disini terdapat pipi licin?"
Yang dimaksudkan sebagai "pipi licin" tak lain adalah perempuan
pelacur yang kerjanya jual beli badan.
Pelayan tersebut sudah seringkali melakukan pekerjaan seperti ini,
sambil tertawa segera sahutnya: "Tentu saja ada, cuma sekarang..." "Carikan pipi licin yang paling
cakep, tapi wataknya harus baik, tahu diri dan sekarang temani aku minum arak lebih dulu!" Pelayan itu
mengiakan dan segera berlalu. Tak lama kemudian, pipi licin itu datang
duluan, masih cukup cakep, cuma dandanannya agak menyolok. Manusia berkerudung emas
yang menyembunyikan diri dibalik kegelapan baru benar-benar merasa lega hati setelah menyaksikan
kejadian itu, ia segera berlalu. Sayurpun segera dihidangkan, Wong Peng ci dan pelacur itu segera
berpesta pora. Wong Peng ci bersantap dengan cepat, daIam waktu singkat dia sudah
makan sampai kenyang, kemudian dia suruh pelacur itu makan seorang
diri, sedang dia mengatakan ada sedikit urusan kecil yang hendak
diselesaikan dulu maka serta merta dia pun ngeloyor keluar dari
ruangan tersebut. Dia tak berani kabur melalui pintu besar, jubah berwarna emasnya juga
tak berani dikenakan, sampai uang yang disimpan dikasirpun tidak
diambil, dengan memanjat dinding belakang dia segera kabur
menyelamatkan diri... Dibalik ruang kuil yang separuh ambruk tampak kilatan cahaya lentera.
Seorang manusia berkerudung emas duduk diatas meja altar yang
separuh ambruk. Disebelah kirinya berdiri dua orang manusia berkerudung
emas. Sedang didepan manusia berkerudung emas yang duduk itu masih
berdiri pula seorang manusia berkerudung emas lainnya.
Ketika jumlahnya dihitung, ternyata semuanya berjumlah enam orang.
Manusia berkerudung emas yang duduk itu sedang menegur manusia
berkerudung emas yang berada dihadapannya dengan suara dalam:
"Bagaimana" orangnya sudah lenyap?" Manusia berbaju emas itu
hanya menundukkan kepalanya dan membungkam seribu bahasa. Orang yang duduk ditengah itu kembali
menghela napas panjang, katanya lebih lanjut: "Kau berhasil menemukan kembali kedua
buah lencana emas ini. sebetulnya merupakan suatu pahala yang besar, tapi sekarang jasamu
itu harus dilenyapkan oleh kelalaianmu, sungguh patut disayangkan, aku
berani menjamin manusia keparat itu sudah pasti adalah Wong Peng ci!"
Sesudah mendengar perkataan itu. rasa takut yang semula mencekam
perasaan manusia berbaju emas yang berada ditengah itu menjadi
lenyap tak berbekas, dengan cepat dia mendongakkan kepalanya lagi.
Kemudlan dengan suara agak emosi, serunya: "Hamba sudah banyak
berhutang budi dari majikan, soal jasa
atau tidak bukan masalah, tapi kelalaian yang hamba lakukan kali ini
benar-benar..." "Benar, makin diperkirakan hamba merasa semakin penasaran!"
katanya cepat. Manusia berbaju emas yang duduk itu tidak segera menjawab, agaknya
dia sedang merenungkan kembali alasan dari sipembicara itu.
Selang berapa saat kemudian, manusia berbaju emas yang duduk itu
baru manggut2, katanya: "Aku memahami alasanmu mengatakan penasaran, persoalan ini aku
akan mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya!"
"Maksud hamba, bukan dikarnakan jasaku kali ini dibilang impas maka
aku lantas meneriakkan kata penasaran." kata orang berbaju emas
yang berada ditengah lebih jauh, "yang paling penting adalah peristiwa
yang kita hadapi sekarang benar-benar merupakan suatu peristiwa
yang membuat kita apa boleh buat."
"Tiada kejadian yang begitu kebetulan didunia ini, apalagi dalam
peristiwa kali ini sebenarnya kau masih bisa mendesak posisi Wong
Peng ci.." "Coba kalau hamba mengetahui dia, mana mungkin aku akan
melepaskannya dengan begitu saja?"
Manusia berbaju emas yang duduk itu segera mendengus dingin.
"Hmm, lebih baik salah membunuh seratus orang dari pada
melepaskan satu orang, dari sinilah kata-kata tersebut terungkapkan!"
Manusia berbaju emas yang berdiri itu tak berkata lagi, kepalanya segera
ditundukkan rendah-rendah. Setelah berhenti sejenak, orang berbaju emas yang duduk itu kembali
berkata lebih jauh. "Aku rasa Wong Peng ci pasti belum kabur kelewat jauh, apalagi tenaga
dalamnya telah punah sekarang, bila kalian segera melakukan
pengejaran sekarang juga, aku percaya dia tak akan dapat kabur terlalu
jauh, sebelum fajar menyingsing bisa jadi dia telah tertangkap kembali,
kemudian kita masih harus mengejar orang she Sun tersebut!"
Manusia berbaju emas yang berdiri itu mengiakan, katanya: "Hamba
masih tetap curiga atas hilangnya kepandaian silat yang
dimiliki Wong Peng ci!" Orang yang duduk itu segera tertawa, dengan cepat dia mengelengkan
kepalanya berulang kali. "Tak usah dicurigai lagi, kepandaian silat yg dimilikinya benar- benar
telah punah!" Baru saja orang berbaju emas yang berdiri itu akan melanjutkan
pertanyaannya orang yang duduk itu telah menukas:
"Andaikata tenaga dalamnya masih utuh, buat apa dia mesti menukar
lencana kepala macan kumbang menjadi persediaan uang" Dia lebih
lebih tak mungkin akan mencari gunting sebagai alat pembantunya
apalagi diapun tak bakal tidur seperti orang mati!"
Orang berbaju emas yang berdiri itu tidak menjawab, sekarang ia hanya
mengangguk berulang kali, mengulapkan tangannya, manusia berbaju
emas yang berdiri serta empat orang manusia berkerudung emas lainnya
segera memberi hormat, kemudian dengan kecepatan luar biasa mereka
keluar dari kuil dan menuju kekota dan sekitarnya untuk melakukan
pengejaran terhadap Wong Peng ci. Waktu menunjukkan kentongan ke dua, Pada kentongan kedua, di
dalam kuil diluar kota terjadi peristiwa seperti diatas,
Pada kentongan ketiga, didalam kamar yang disewa Wong Pong ci
dalam rumah penginapan telah terjadi pula suatu peristiwa.
Wong Peng ci yang bernyali besar tapi cerdik itu ternyata tidak kabur
terlalu jauh, dia telah balik kembali kedalam kamar penginapannya.
Dengan suatu gaya amat santai dia membuka pintu kamarnya,
kemudian menguncinya dari dalam. Dalam kamar ada cahaya lentera, tak bisa disangsikan lagi, sipelacur
masih berada disitu. Betul juga, tatkala Wong Peng ci mendorong pintu dan berjalan masuk,
pelacur itu segera menyambut kedatangannya.
Sambil tertawa Wong Peng ci segera membimbing pelacur itu untuk
duduk, kemudian baru ujarnya: "Jangan terlalu sungkan, sudah kenyangkah kau?" "Tadi ada orang
mencari tuan..." kata pelacur itu dengan suara
aleman. Wong Peng ci manggut-manggut, selanya: "Aku tahu, ada
orang ingin meminjam uang, dia masih hutang
dan belum dibayar, sudah berapa kali berhutang terus- tadi aku memang
sengaja keluar untuk menghindarinya, andaikata dia datang lagi nanti,
bilang saja kalau aku pulang" "Tuan, apakah kau tak memanggil pelayan untuk membereskan
barang-barang disini?" Kembali Wong Peng ci menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tak
menjadi soal, biar diberesi besok saja" Pelacur itu mengerling
sekejap kearah Wong Peng ci, kemudian
katanya lagi: "Tuan, apakah kau tidak suruh dia menyiapkan air untuk
membersihkan badan?" Wong Peng ci segera tertawa, "Coba kau tebak,
barusan apa yang telah ku lakukan" Haaahhh... haaah... haaahh..." Seraya berkata
Wong Peng ci segera mengunci pintu dan
melangkah masuk kedalam. Sambil berjalan diapun berkata: "Bila kau
hendak masuk nanti, jangan lupa memadamkan
lentera!" Pelacur itu tidak mengiakan tapi segera memadamkan lampu
lentera yang menerangi tempat itu. Matahari sudah berada diatas
awang-awang, sehari kembali sudah lewat. Tiada orang yang datang mencari Wong Peng ci lagi, tampaknya ke lima
orang manusia berkerudung emas itu tak berhasil menemukan jejak
Wong Peng ci semalam sehingga terpaksa mengalihkan perhatiannya
untuk mengejar Sun Tiong lo. Ketika Wong Peng ci bangun dari tidurnya, segala sesuatunya telah
dipersiapkan pelacur itu, ternyata diapun menghadiahkan dua tahil
perak untuk pelacur itu bahkan berpesan kepadanya agar malam nanti
datang untuk melayani dia. Kota tersebut tidak begitu kecil, tapi bukan suatu kota yang besar, jadi
penghasilan seorang pelacur dua tahil semalam bukankah suatu yang
bisa terjadi, mustahil jika malam nanti dia tidak datang lagi.
Sepeninggal pelacur itu, Wong Peng ci segera memanggil pelayan untuk
meminta uang yang dititipkan di kasir, kemudian dia suruh pelayan
membelikan pakaian yang cocok dua stel dan membeli sepatu.
Setelah itu dia berpesan kepada pelayan, seandainya ada orang yang
bertanya tentang dia, katakan kalau semalam telah pergi, sebagai
penutup mulutnya dia menghadiahkan dua tiga hun perak untuk
pelayan tersebut.... Selesai bersantap siang, Wong Peng-ci lantas tidur siang sampai pintu
kamarnya diketuk orang. Ternyata hari sudah gelap kembali, dengan mata masih mengantuk
Wong Peng ci bangun untuk membukakan pintu.
Pintu dibuka, pelayan datang menghantarkan pakaiannya, setelah Wong
Peng ci menerima pakaian dan sepatu, pelayan itu telah mengundurkan
diri dan pintu kamar siap ditutup, mendadak terjadilah suatu peristiwa
yang sama sekali diluar dugaan. Ada dua orang yang berpakaian orang dusun sedang mengikuti
dibelakang pelayan lain berjalan ke dalam penginapan dan melewati
ruangan tersebut, secara kebetulan mereka melihat diri Wong Peng ci.
Salah seorang diantara kedua orang itu hendak bersembunyi tapi yang
lain segera menarik tangannya, kemudian setelah memperhatikan Wong
Peng ci sekejap, sambil tertawa dingin dia membuka pintu dan masuk
kedalam ruangan. Mendengar suara pintu dibuka, Wong Peng ci segera berpaling, dengan
cepat diapun berdiri bodoh. Ternyata dua dua orang itu tak lain adalah Gui Sam tong dan Cu San
poo... Wong Peng ci memang tak malu disebut orang pintar, sambil tertawa
segera katanya kepada sipelayan. "Siau ji ko, kedua orang ini adalah sahabat ku, cepat siapkan air untuk
mencuci muka cepat-cepat..." Kemudian setelah berhenti sejenak dan memperhatikan wajah Gui Sam
tong dan Cu San poo, katanya lebih jauh:
"Selain itu belikan dua stel pakaian dan dua pasang sepatu, nih ambil
uangnya." Seraya berkata dia mengeluarkan uang dan diserahkan kepada pelayan
tersebut. Pelayan itu hendak menerima uang tersebut tapi Cu San poo segera
mencegah lalu berkata: "Tak usah membuang uang dengan percuma, ambilkan saja air untuk
cuci muka serta air teh." Sepeninggalan pelayan itu, Cu San poo segera menutup kembali pintu
kamar tersebut. "Saudara Cu, saudara Gui. silahkan duduk!" kata Wong Peng ci
kemudian dengan sikap hormat. Cu San poo segera tertawa seram. "Heeh... heehh... heeehh....
benar-benar tidak ketemu dikuil ketemu dinirwana, maaf!" Sembari berkata dia lantas memberi tanda kepada Gui Sam tong,
kemudian dengan langkah lebar berjalan masuk kedalam ruangan.
Setelah duduk, siapapun tidak buka suara, agaknya ada sesuatu yang
sedang dinantikan. Benar juga, menanti pelayan sudah menghantar air untuk mencuci muka
serta air teh, Cu San poo baru berkata:
"Bagi orang yang bermusuhan, rasanya jalan didunia ini terlalu sempit,
Wong Peng ci, kau tidak merasa terlalu kebetulan bukan?"
Wong Peng ci tidak menjawab pertanyaan ini, sambil menuding ke arah
pintu halaman katanya: "Aku akan pergi mengunci pintu dulu, ada persoalan kita bicarakan
belakangan." "Silakan" kata Cu ^an poo sambil tertawa, "toh akupun tidak kuatir kau
bisa Iari!" Wong Petig ci tidak menjawab dia pergi menutup pintu halaman lebih
dulu kemudian baru balik kembali kedalam kamar.
Dengan pandangan dingin Cu San poo memperhatikan semua
gerak-gerik dari Wong peng-ci itu, lalu katanya sambil tertawa dingin:
"Hutang piutang diantara kita tentunya sudah sepantasnya untuk
dibereskan bukan?" "Terserah" sahut Wong Peng ci acuh tak acuh, "asal saudara Cu merasa
hal itu penting, mau dihitung mari kita hitung!"
"Saudara Cu, ada persoalan lebih baik dibicarakan, ada persoalan lebih


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baik dibicarakan..." buru-buru Gui Sam tong mencegah.
Cu San poo sudah mengetahui keadaan yang sebenarnya, maka
ujarnya kepada Gui Sam tong sambil tertawa:
"Tak usah kuatir Gui tua, andaikata bocah keparat ini masih memiliki
ilmu silatnya, bayangkan saja, masa dia akan bersikap begitu sungkan
terhadap kita?" Mendengar perkataan itu, Gui Sam-tong segera menjadi paham
kembali, dengan cepat dia melompat bangun seraya berseru:
"Haa., haa haa ha... Wong Peng ci, kau juga akan menjumpai keadaan
seperti ini!" Sambil berkata dia siap maju ke depan untuk turun tangan, tapi
perbuatan mana segera dihalangi Cu San poo.
Setelah berhasil menghalangi Cui Sam tong, Cu San poo kembali
berpaling kearah Wong-Peng ci dan berkata sambil tertawa:
"Bagaimana, kembalikan dulu lencana berkepala harimau ku itu!
"Benar" sambung Gui Sam tong, "masih-ada lencana kepala
macan kumbang ku.." Tak menanti Gui Sam tong menyelesaikan kata
katanya, dengan cepat Wong Peng ci menukas: "Maaf, Kedua buah lencana emas itu
sudah diminta kembali oleh pemiliknya!"
Begitu mendengar ucapan tersebut, Gui Sam tong dan Cui San poo jadi
amat terperanjat Secara ringkas Wong Peng-ci lantas mengulangi kembali kejadian yang
dialaminya semalam, kemudian ia menambahkan.
"Mau percaya atau tidak terserah pada kalian berdua, sekarang keadaan
kita adalah sama, entah siapa saja, bila berjumpa lagi dengan si setan
pengejar nyawa niscaya jiwanya bakal melayang sekalipun tidak
mampus sekarang akhirnya juga bakal mampus."
"Bila kalian berdua tak bisa memandang hal ini lebih terbuka, dan
bersikeras hendak membunuhku lebih dulu, akupun tak berdaya
apa-apa, cuma... tentu saja aku tak akan menyerah dengan begitu saja
untuk menerima kematian, dengan segala kemampuan yang dimiliki aku
pasti akan beradu jiwa." "Bila sampai beradu jiwa, kemungkinan besar kita bertiga akan sama
sama terluka, sekalipun aku mati, cepat atau lambat kalian berdua juga
bakal terjatuh ketangan si "loji", nah saat itu kematian kalian pasti akan
bertambah mengerikan !" Cu San-poo berpikir sebentar, kemudian katanya. "Ucapanmu itu
memang tak salah, tapi dendam sakit hati atas
perbuatanmu yang telah memunahkan kepandaian silatku." "Lebih baik
kita tak usah menyinggung soal itu, waktunya sudah
berbeda." tukas Wong Peng-ci cepat. "Hm, bagaimana bedanya ?"
dengus Cu San-Poo. Sambil tertawa Wong Peng ci berkata: "Waktu itu
saudara Gui hadir di arena dan bisa menjadi saksi,
ketika itu kau bersikeras hendak membunuh saudara Gui, maka hal ini
memaksa saudara Gui harus bertarung mati-matian melawan dirimu,
ketika dia hampir kehabisan tenaga, aku baru turun tangan."
"Benar, kau toh yang turun tangan lebih dulu!" tukas Cu San poo lagi.
"Dapatkah aku berpeluk tangan belaka " Saat itu kau mengangkat
pedangmu tinggi-tinggi sedang saudara Gui sudah tak berdaya lagi untuk
menghindarkan diri, jika aku tidak turun tangan, saudara Gui pasti sudah
mati seda ri tadi, apakah sekarang dia masih dapat duduk enak-enak
disini..?" Cu San poo segera terbungkam dibuatnya, sedangkan Gui Sam tong
manggut-manggut seraya berkata: "Cu tua, apa yang dia katakan memang merupakan suatu kenyataan !"
Saat itu, Cu San poo teringat lagi akan satu hal, dia segera menegur
lebih jauh: "Sekalipun benar, mengapa pula kau memunahkan kepandaian yang
kumilikinya?" Wong Peng ci tertawa lebar. "Waktu itu kau adalah utusan khusus
dari Lencana Lok hun pay, apakah aku dapat mengampuni dirimu?" serunya.
"Ya, betul Cu tua, waktunya memang berbeda, hal ini tak bisa salahkan
dia." sekali lagi Gui Sam tong menyambung.
Kontan saja Cu San poo dibikin terbungkam dalam seribu bahasa, tapi
ingatan lain dengan cepat melintas dalam benaknya, kepada Gui Sam
tong katanya: "Gui tua, bagaimana pula dengan perbuatannya yang telah
memunahkan kepandaian silatmu?"
Gui Sam tong berpikir sebentar, kemudian merasa pertanyaan itu
benar, maka serunya kepada Wong Peng ci dengar gusar:
"Coba kau katakan, mengapa kau berbuat begini?" Wong Peng ci
masih tetap tertawa. "Mengapa kau harus bertanya kepadaku"
Sebelum saudara Cu munculkan diri, kau begitu berhasrat untuk membunuh aku, untung aku
tak sampai mati seandainya kau yang dihadapkan pada keadaan seperti
itu, apa pula yang hendak kau lakukan?"
Membayangkan ucapan tersebut, kontan saja Gui sam tong dibikin
terbungkam. Wong Peng ci segera mengalihkan kembali pembicaraannya, ia berkata
lebih jauh: "Lagipula bila aku tidak menolongmu, kau sudah mati diujung pedang
saudara Cu. pada hal kau sebelumnya hendak membunuhku, dan aku
malah menolong dirimu, apakah perbuatanku ini salah?"
Gui Sam kui segera berputar otak dengan keras, tapi pikir punya pikir ia
tak berhasil menemukan suatu kata yang tepat untuk membantah
perkataan dari Wong Peng ci. Cu San-poo tahu kalau mereka memang kekurangan alasan untuk
bertindak, terpaksa mewakili Gui Sam tong katanya:
"Kalau memang begitu, mengapa pula kau bersikeras untuk
memunahkan ilmu silat dari Gui tua?"
"Soal ini gampang sekali, jalan darahku sudah ditotok orang dan tenaga
dalamku pasti akan punah. andaikata aku tidak buru-buru memunahkan
dulu kepandaian silat yang dimiliki saudara Gui, hal mana berarti saudara
Gui akan tetap memiliki kepandaian sepenuhnya, andaikata dia tetap
bertekad untuk membunuhku, apa pula yang harus kulakukan?"
"Mana mungkin aku akan membunuh dirimu lagi?" bantah Gui Sam tong
dengan cepat. Wong Peng-ci segera menghela napas panjang. "Aaaii... sekarang,
tentu saja aku percaya kalau kau tak akan
membunuhku lagi, tapi waktu itu aku mana berani berpikiran demikian"
Apalagi berbicara soal kepandaian, aku pun berkepandaian paling
rendah..?" Cu San-poo tidak berbicara lagi, Gui Sam tong juga tidak mengatakan
apa-apa. Wong Peng ci segera menghela napas panjang, katanya lebih jauh:
"Berbicara pulang pergi, kesemuanya ini adalah akibat ulah dari Lok
hun pay si tua bangka itu!" Gui Sam tong manggut-manggut, dia menganggap jawaban tersebut
memang paling tepat. Kemudian terdengar Wong peng ci berkata lebih jauh: "Selama
banyak tahun ini, kita selalu keluar masuk antara hidup
dan mati, kita selalu jual nyawa baginya, tapi sejak awal sampai akhir,
entah betul atau salah, dia selalu mengirimkan orang untuk mengawasi
gerak gerikmu." "Andaikata peristiwanya seperti apa yang kita alami sekarang, selain
muncul penyakitnya juga kepandaian kita tak sanggup menandingi
orang, apa pula yang bisa kita katakan" Tapi dia tak ambil perduli dan
tanpa pandang bulu segera memerintahkan untuk melakukan
pembunuhan lebih dahulu." "Seandainya majikan yang bijaksana, maka andaikata mengalami
peristiwa semacam ini, dia pasti akan menghibur dan mengajukkan kita
agar jangan putus asa, saat itu kami pasti akan semakin berterima kasih
kepadanya, bila bertemu urusan lain, dapatkah kita menampik untuk
tidak menjual nyawa kepadanya?"
Ucapan mana segera disambut oleh Gui Sam tong dan Cu San poo
dengan helaan nafas dan anggukan kepala.
Setelah berhenti sejenak. Dengan bersungguh hati Wong Peng ci
berkata lebih jauh. "Sekarang, nasib yang kita alami sama, sekalipun ilmu silat yang kita
miliki masih utuh juga belum bisa meloloskan diri dari cengkeraman
maut Lok hun pay, apalagi sekarang kita sudah menjadi manusia biasa
yang tak berkepandaian apa-apa."
"Tentang tindakanmu yang memunahkan kepandaian silat kalian berdua,
aku mengaku hal itu merupakan suatu kesalahan, entah hukuman
macam apapun yang hendak kalian berdua jatuhkan kepadaku, akan
kuterima hukuman tersebut dengan senyuman"
Dengan cepat Cu San poo menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Sudahlah" dia berkata, "yang sudah lewat biarkan lewat!" Gui Sam
tong lebih mantap lagi sikapnya, dia segera berseru
dengan lantang: "Wong Iote, tak usah menyinggung soal ini siapa yang
menyinggung dia adalah telur busuk." Begitulah, tiga orang persilatan
yang kehilangan ilmu silatnya, dari musuh kini berubah menjadi teman. Pertama-tama Wong Peng-ci
memanggil si pelayan lebih dulu untuk memesan sayur dan arak. Begitu sayur dan arak telah
dihidangkan Wong Peng-ci baru berpesan kepada pelayan agar pelacur yang semalam dijanjikan tak
usah datang lagi. Untuk hal ini, Gui sam tong dan Cu San poo sempat menggoda Wong
Peng ci habis-habisan. Akhirnya ketiga orang itu melanjutkan
perjanjiannya sambil membicarakan hal-hal yang santai.
Mula-mula Wong Peng ci yang bertanya dulu kepada Cu San poo dan
Gui Sam-tong apa rencana mereka selanjutnya.
Dengan kening berkerut Gui Sam tong menjawab: "Aku dan Cu tua
sebetulnya berniat untuk pulang sejenak!" "Pulang?" dengan nada
tercengang dan setengah tidak percaya
Wong Peng ci berseru. Cu San poo tertawa getir. "Kalau tidak pulang
mana mungkin" Aku dan Cu tua kan tak
punya sepeser uangpun!." Menyinggung soal uang, Wong Peng ci
menjadi berdiri bodoh. Betul saat ini dia masih mempunyai belasan tahil
perak, andaikata untuk hidup berhemat mungkin dia sendiri masih bisa hidup
setengah tahunan, tapi jika untuk beaya hidup tiga orang, dua bulan
sudah akan ludas. Lok hun pay tak pernah lupa memberikan uang kepada mereka, entah
perak, entah emas. mereka bertiga paling tidak masing- masing
memiliki tiga lima ratus tahil, kalau di jumlahkan benar- benar
merupakan sejumlah harta kekayaan yang tidak kecil.
Tapi Lok hun pay memang sangat lihay, seluruh uang perak dan uang
emas yang di miliki seseorang, kecuali tiga lima tahil yang boleh dibawa
dalam saku, sisanya harus tetap disimpan dalam lemari diatas gunung.
Bila sedang bertugas luar, semua biaya menjadi beban Lok hun pay dan
telah diatur dengan sempurna, tak pernah mereka risaukan tentang
soal ini, tak nyana mereka harus mengalami nasib seperti hari ini, boleh
dibilang peristiwa tersebut merupakan suatu kejadian yang tak pernah
mereka bayangkan sebelumnya. Wong Peng ci berpikir sejenak, kemudian katanya: "Benar, kita
memang harus pulang ke gunung mumpung loji
tidak berada di rumah..." "Aku dan lo Gui pun berpendapat demikian,
justru karena itulah aku baru berani pulang!" sela Cu San poo. "Dari sembilan orang
pengganti Loji, sekarang tinggal enam
orang, padahal ilmu silat yang dimiliki Sun Tiong lo masih berada jauh
diatas kepandaian loji, karena itu kuduga pada saat ini loji tak akan
punya waktu untuk pulang gunung. "Cuma kepandaian silat yang kita miliki sekarang telah punah, kalau di
hari biasa tentu saja kita tak usah menguatirkan soal apa- apa, tapi
sekarang, bila rahasia kita sampai ketahuan, sekalipun otot kawat
balong besi, mungkin kita cuma bisa pergi tak akan dapat kembali lagi!"
"Tak usah kuatir" sela Gui Sam-tong sambil tertawa cekikikan, "aku
sudah mempunyai persiapan yang matang."
Maka apa yang pernah diungkapkan kepada Cu San-poo, sekali lagi
diutarakan kepada rekannya. Jalan pemikiran Wong Peng ci memang lebih tajam dari pada
rekan-rekannya, mendengar rencana tersebut dia segera bertepuk
tangan sambil memuji: "Bagus sekali, itu berarti kita boleh segera berangkat pulang" Setelah
berhenti sejenak, kembali dia menambahkan: "Cuma untuk
berhati-hatinya, lebih baik kita bertindak dengan
suatu penyusunan rencana yang matang!" Cu San poo pun merasa hal
ini tepat sekali, maka mereka bertiga
segera berunding kembali untuk menyusun rencana baru.
-ooo0dw0oooTEMPAT ini bukan Bukit pemakan manusia, tapi mirip sekali dengan
Bukit Pemakan manusia. Karena tempat untuk naik gunung sama sekali berbeda dengan tempat
yang dahulu pernah dilalui Sun Tiong lo, Bau ji serta Hou cu,
seakan-akan antara bukit yang satu dengan bukit yang lain sebetulnya
adalah dua bukit yang berbeda. Cuma yang kebetulan sama adalah setengah hari setelah melewati jalan
masuk bukit dan membeloki sebuah tebing, pemandangan yang dijumpai
persis sama dengan keadaan dibukit pemakan manusia dulu, yakni
barisan lentera yang pernah dijumpai Sun Tiong lo dulu.
Tapi sekarang hari masih terang benderang tentu saja tidak di jumpai
barisan lentera. Sekilas pandangan, diujung jalan sana pun terdapat sebuah
perkampungan seperti perkampungan keluarga Beng milik Beng Liau
huan, yang dimaksudkan sama tentu saja dipandang dari luarnya.
Sedangkan mengenai bagian dalamnya apakah sama atau tidak, hal ini
kurang begitu jelas. Dibawah cahaya matahari yang terang benderang, tampak tiga orang
manusia berkerudung emas berjalan masuk ke atas bukit.
Dibawah sebatang pohon besar mereka segera berhenti, Salah
seorang diantaranya segera mengambil segulung tali kecil
yang diujungnya berkait kemudian dia berjalan ke belakang pohon di
mana disisi pohon tersebut terdapat sebuah gua yang dalam.
Orang itu segera melepaskan tali senarnya ke dalam lubang yang
dalam itu dengan kait nya menghadap ke bawah.
Tampak dia menggerakkan tangannya be berapa kali, kemudian sambil
menggetarkan tangannya dia menarik kembali senarnya keatas.
Tak lama kemudian dia telah berhasil menarik keluar sebuah bungkusan
kecil yang terbuat dari kertas minyak tebal dari balik lubang tersebut.
Ketika buntalan itu terbuka, ternyata didalamnya terdapat dua buah
lencana Lok hun pay berkepala naga.
Dari lencana emas tersebut, kita dapat segera menduga siapa gerangan
ketiga orang manusia berkerudung emas itu.
Mereka tak lain adalah Gui Sam tong, Cu San-poo dan Wong Peng ci.
Dari dulu memang sudah terkenal sepatah pepatah kuno yang
mengatakan begini: Manusia mati karena harta, burung mati karena
makanan. Sepandai-pandainya seseorang, siapakah manusia didunia ini yang tidak
menyukai harta " Kepandaian silat yang dimiliki Wong Peng ci, Cu San poo dan Gui Sam
tong telah punah sama sekali, tapi mereka toh menyaru kembali
kedudukannya semula, dengan perbandingan sepuluh lawan satu
mereka berusaha untuk mengambil kembali tabungan mereka selama
banyak tahun ini. Seandainya kepandaian silat yang mereka miliki masih utuh, dengan


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengandalkan kepandaian tersebut mereka masih bisa merampok atau
mencuri rumah-rumah orang kaya, mereka pun tak usah merisaukan
kehidupan dikemudian hari. Tapi sekarang mereka tak punya apa-apa lagi, sebab itu terpaksa
mereka harus datang menyerempet bahaya.
Setelah lencana emas berhasil diperoleh, Gui Sam tong segera
menyembunyikannya ke dalam saku, kemudian setelah menyimpan
kembali pancingan dan senarnya, bersama Wong Peng ci dan Cu San
poo, mereka melanjutkan perjalanannya naik gunung.
Mereka baru berhenti lagi setibanya ditempat yang bisa melihat jelas
perkampungan. Gui San tong segera menuju kedepan sebuah batu, merogoh kebalik
batu itu dan membunyikan keleningan.
Tidak lama kemudian muncullah dua orang lelaki berkerudung hitam.
Ketika Gui Sam tong itu mengangkat tinggi-tinggi lencana emasnya, dua
orang lelaki berkerudung itu segera menunggu perintah dengan sikap
yang hormat. Dengan suara angker dan dalam, Gui Sam-tong segera memerintahkan
pada mereka untuk menyiapkan tiga ekor kuda cepat, menyiapkan seribu
tahil emas murni yang di simpan kedalam tiga buah peti besi dan segera
mengirim ke mulut gunung. Dua orang lelaki berkerudung itu mengiakan dan segera berlalu, maka
mereka bertiga lantas membalikkan badan dan berjalan balik melalui
jalan semula, tapi hatinya berdebar keras kuatir menjumpai hal-hal
yang sama sekali di-luar dugaan... Belum lagi mereka bertiga berjalan keluar dari daerah pegunungan,
mendadak dari arah belakang berkumandang suara derap kaki kuda.
Dengan perasaan berdebar bercampur cemas ke tiga orang itu
melanjutkan langkahnya dengan sangat berhati-hati, mereka tak berani
menunjukkan sikap yang gelisah atau cemas.
Tak selang berapa saat kemudian, derap kaki kuda itu berhenti di
belakang mereka, dalam keadaan begini terpaksa ke tiga orang itu
membalikkan badannya. Ternyata orang yang menghantar emas, kini telah bertambah dengan
seorang lagi. Orang yang muncul bersama mereka itu adalah seorang manusia
berbaju putih, berkaos putih, sepatu putih dan berkain kerudung putih
pula. Orang berbaju putih itu menunggang kuda berwarna putih, gayanya
benar-benar sangat angker. Orang berbaju putih itu yang pertama-tama melompat turun dari
kudanya, sesudah menjura kepada ke tiga orang itu, diapun berkata.
"Karena mendengar kabar yang mengatakan kehadiran lencana naga,
aku sengaja datang untuk memberi sambutan."
"Apakah kau hendak memeriksa lencana ini" kata Gui Sam tong sambil
mengeluarkan lencana naga tersebut.
"Aku tak berani" jawab orang berbaju putih itu sambil menggoyangkan
tangannya berulang kali. Kemudian setelah berhenti sebentar, sorot matanya dialihkan ke atas
lencana tersebut, lalu setelah mengawasinya berapa saat, kembali dia
berkata: "Harap uang emasnya di periksa !" Sambil berkata, orang berbaju
putih itu mengulapkan tangannya. Dua orang lelaki kekar berbaju
hitam segera munculkan diri sambil membawa tiga buah peti besi, peti itu dibuka ditepi jalan lalu di
persembahkan ke hadapan Gui Sam tong untuk diperiksa isinya.
Gui Sam tong segera memeriksa isi peti tersebut dengan seksama,
kemudian manggut-manggut tanda setuju.
Lelaki berbaju hitam itu segera mengunci kembali peti besi mana dan
diletakkan keatas punggung tiga ekor punggung kuda yang kosong,
kemudian setelah menjura mereka segera mengundurkan diri ke
samping. Gui Sam tong segera memberi tanda kepada Cu dan Wong berdua
seraya berseru: "Silahkan saudara berdua, waktu yang tersedia amat terbatas mungkin
kita tak sempat memburu ke situ !"
Wong peng ci dan Cu San poo segera memberi tanggapan dan cepat
naik keatas pelana. Sementara itu, si manusia berkerudung putih itu cuma berdiri
mengawasi dari sisi arena, walaupun paras mukanya ditutupi oleh kain
kerudung, akan tetapi Gui Sam tong tahu, sudah pasti manusia
berkerudung putih itu sedang mengawasi mereka bertiga, dengan
penuh perhatian. Sebab itu Gui Sam tong merasakan hatinya kebat-kebit tak teruan, dia
kuatir Cu San-poo dan Wong Peng ci menunjukkan suatu pertanda yang
akan merugikan lawan. Untung saja Wong Peng-ci dan Cu San poo bertindak hati-hati, ketika
naik kuda gerak gerik mereka nampak amat santai.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** TAPI, setelah Wong Peng ci dan Cu San-poo naik
keatas kuda dan Gui Sam tong hendak naik keatas pelana kudanya, mendadak
manusia berkerudung putih itu berkata kepada Gui Sam tong, "Aku
ingin turun gunung bersama-sama kalian bertiga."
Gui Sam tong berpaling, masih melanjutkan gerakannya naik keatas
kuda, dia bertanya. "Mau ke mana ?" "Ada urusan yang maha penting hendak di
sampaikan kepada majikan." "ltu berarti harus menuju ke selat Wu-shia dan tiap hari
menempuh tiga ratus li berarti dua hari kemudian baru bisa berjumpa
dengan majikan, soal-soal lainnya tentu kau bisa melakukannya bukan"
kata Gui Sam tong dingin. "Benar !" jawab manusia berkerudung putih itu dengan hormat.
Sesudah berhenti sejenak, dengan suara rendah kembali dia
berkata. "Tolong tanya tujuan dari kepergian kalian
bertiga..." Belum habis dia berbicara, Gui Sam tong telah membentak dengan
suara nyaring: "Kau benar-benar ingin bertanya?" "Aku tidak berani." buru-buru
manusia berkerudung putih itu memberikan penjelasan, "aku hanya ingin..." "Majikan tak nanti akan
menanyakan persoalan ini kepadamu"
tukas Gui Sam tong sambil mendengus, "bila kau berani menyinggung
persoalan ini, kuanjurkan kepadamu sepanjang jalan lebih baik pikirkan
dulu jawabnya yang tepat, dari pada... hmmm... hmm..!"
Nada ucapan semacam itu memang amat cocok dengan kedudukan yang
dipangkunya sekarang. Oleh karena itu, manusia berkerudung putih itu tak berani menanggapi
lebih lanjut. Sekali lagi Gui Sam tong mendengus dingin, katanya lebih jauh:
"Jangan kau anggap setelah mengenakan pakaian berwarna
putih, maka kau dapat melindungi segala sesuatunya!" Berbicara sampai
duitu, dia tertawa dingin tiada hentinya,
kemudian sambil menarik tali les kuda, dia berjalan lebih dahulu dari
situ. Wong Pengci dan Cu Sam poo berdua pun menyesuaikan diri dengan
kedudukannya sekarang tak mengucapkan sepatah katapun, mengikuti
dibelakang Gui Sam tong, mereka menjalankan kudanya pelan-pelan,
meninggalkan tempat tersebut. Setelah Gui Sam tong bertiga pergi jauh, tiba-tiba manusia berkerudung
putih itu berpaling kearah dua orang lelaki kekar yang berada
dibelakang sambil berpesan. "Pulanglah dulu kalian berdua, segala sesuatunya harus berhati- hati,
lepaskan si "awan kelabu", katakan ada urusan hendak di laporkan
kepada majikan, katakan pula aku telah turun gunung, tak lama
kemudian akan memberikan laporannya sendiri !"
Kedua orang lelaki kekar itu mengiakan dengan hormat, manusia
berkerudung putih itupun segera mencemplak kudanya dan berlalu dari
tempat itu. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** BEBERAPA sosok bayangan manusia tampak
berkumpul dibawah setitik cahaya lampu yang redup: Sun Tiong lo bersama Hou ji. Bau ji
dan nona Kim sedang berunding bagaimana caranya untuk mengatur kehidupan Beng
Liau-huan dan pelayannya selanjutnya.
Hou ji tahu kalau masalahnya sulit, maka dia berkata lebih dulu.
"Persoalan ini tidak mudah untuk diselesaikan"-katanya. "apa lagi
sepasang kaki Beng cengcu telah cacad, selain gerak-geriknya kurang
leluasa, untuk mcnghindarkan diri dari pengejaran lawan pun tidak
mudah untuk menyembunyikan diri"
"Bukan cuma terbatas akan dua hal itu saja" kata Sun Tiong lo sambil
menghembuskan napas panjang, "yang lebih penting lagi, ada kalanya
kami tak bisa membagi orang untuk memperhatikan mereka berdua,
tapi kitapun tak bisa berpeluk tangan belaka tanpa mengurus keadaan
mereka." "Mengapa tidak kita cari kan suatu akal untuk mencari tempat
pondokan yang aman kedua orang itu?" tanya nona Kim.
"Justru persoalan itulah yang hendak kita rundingkan pada malam ini!"
seru Sun Tiong Io. Bau ji berpikir sejenak, kemudian:
"Tapi kita harus mencarikan tempat pemondokan dimana barulah aman
dari segala gangguan apapun?" Hou ji mengerutkan dahinya kencang-kencang, dia sedang termenung
sambil memikirkan persoalan ini dengan serius:
Nona Kim tak perlu repot-repot untuk memutar otak, karena dia baru
terjun ke dalam dunia persilatan, tiada tempat baik yang bisa dia
usulkan kepada orang. Sun Tiong lo sendiripun kehabisan akal untuk mencarikan suatu tempat
yang aman bagi Bong Liauhuan dan pelayannya, sebab itu dia duduk
dengan kening berkerut. Tiba-tiba Hou ji berseru, serunya cepat: "Aaaaa, aku berhasil
menemukan suatu tempat yang aman untuk
mereka berdua." "Dimana?" seru Sun Tiong lo girang. "Tempat itu
adalah tempat yang hendak kita tuju sekarang." "0ooh. .. maksudmu
dua belas puncak dari bukit Wu san?" "Bukan." dengan cepat Hou ji
menggelengkan kepalanya, "maksudku keluar kota Seng tok" "Kau maksudkan markas besar
perkumpulan pengemis di hutan bambu Ci tiok lim ?" seru Sun Tiong lo lagi dengan perasaan girang. Hou
ji segera tertawa. "Siau liong, bagaimani pendapatmu tentang tempat
yang kuusulkan itu" Cukup aman bukan?" Sun Tiong lo segera
manggut-manggut "Yaa, tempat itu memang
merupakan tempat yang paling cocok, cuma suhu dia orang tua tidak
berada di dalam markas besar."
Hou ji segera tertawa terkekeh. "Haaahhh... haaah... terpaksa kita
mesti setengah menggertak dan setengah memaksa!" "Apa yang kau maksudkan sebagai setengah
menggertak dan setengah memaksa itu?" tanya nona Kim dengan wajah tertegun.
Kembali Hou ji tertawa terkekeh-kekeh.
"Aku sudah dicoret namanya oleh suhu dari perkumpulan kaum
pengemis, tapi aku percaya suhu tak akan mengabarkan kejadian ini
pada seluruh anggota perguruan lainnya, oleh karena itu aku masih bisa
memanfaatkan tingkat kedudukanku dalam perkumpulan untuk
menyelesaikan persoalan ini...."
"Cuma dengan kedudukanku sekarang, masih selisih sedikit bila ingin
menitipkan seseorang kedalam perkumpulan oleh karena itu aku
terpaksa harus mengatakan kalau hal ini merupakan perintah suhu,
nah, cara semacam ini bukankah cocok sekali kalau dikatakan sebagai
setengah menggertak, setengah memaksa?"
Selesai mendengarkan keterangan tersebut, semua orang tidak bisa
menahan rasa gelinya lagi dan tertawa terbahak-bahak.
Maka semua orangpun mengambil keputusan untuk tak memperdulikan
lagi pengejaran musuh di sepanjang jalan.
Selesai berunding masing-masing orang kembali kekamarnya
masing-masing untuk beristirahat sebagai persiapan keesokan harinya
melanjutkan perjalanan. Merekapun menerangkan pula hal ini kepada Beng Liau huan berdua
agar mereka bersiap. Sewaktu mereka bersama-sama merundingkan persoalan itu tadi, Beng
Liau huan dan pelayannya pun sedang merundingkan pula masalah
tersebut. Waktu itu Beng Liau huan setengah berbaring diatas pembaringan
sedangkan Beng Seng duduk disisinya.
Setelah menyerahkan cawan air tehnya kepada Beng Seng, Beng Liau
huan menghela napas panjang, kemudian berkata:
"Aku sungguh merasa menyesal mengapa mengikuti mereka
meninggalkan bukit pemakan manusia !"
"Loya, terlalu banyak yang kau pikirkan?"
Dengan cepat Beng Liau huan menggeleng.
"Sewaktu aku ingin meninggalkan bukit tempo hari, maksudku ingin
cepat-cepat membalas dendam atas sakit hati yang telah menimpa
diriku, tapi setelah meninggalkan Bukit pe makan manusia, aku baru
tahu bahwa langkah ku akan semakin sulit bahkan setiap detik setiap
saat harus memohon perlindungan orang lain."
"Selama budak berada disini, apa lagi yang loya risaukan?" hibur Beng
Seng cepat, Beng Liau huan tertawa getir.
"Kau sendiripun lemah tak bertenaga, kekuatan untuk membunuh seekor
ayam pun tidak dimiliki, apalagi usiamu pun sudah menanjak semakin
tua, sebaliknya Sun kongcu bersaudara dan Hou hiap tersebut
masing-masing mempunyai dendam berdarah yang harus dibalas, jika
kini bertambah lagi dengan kita berdua, sesungguhnya kehadiran kita
hanya akan merepotkan mereka saja, aaaaii..."
Beng Seng tidak berbicara, dia tak dapat membantah apa yang
dikatakan merupakan suatu kenyataan, Yaa, bila kenyataan telah
berada didepan mata, apa pula yang bisa dikatakan"
Tak selang berapa saat kemudian, kembali Beng Liau huan berkata:
"Beng Seng, kita harus mencari akal yang baik untuk mengatasi
masalah yang amat pelik ini!" Beng Seng manggut-manggut. "Budak akan menuruti perkataanmu !"
Setelah berpikir sebentar, Beng Liau huan berkata. "Aku
memutuskan untuk berangkat malam ini juga, tinggalkan saja sepucuk
surat pemberitahuan pada mereka!"
Beng Seng kembali tertawa getir. "Loya... seandainya di tengah jalan
bersua lagi dengan musuh besar kita, maka..." Beng Liau huan segera menghela napas dan tukasnya: "Persoalan sendiri
harus dihadapi dan diatasi oleh kemampuan sendiri, tidak sepantasnya
btia kita mesti merepotkan orang lain!"
"Walau ucapan mana betul, tapi kita berdua sudah tua dan sama sekali
tak berdaya..." Beng Liau huan menyapu sekejap wajahnya Beng Seng, dan menukas
cepat: "Keputusan aku telah bulat, Cepat siapkan kertas dan pena!" Beng
Seng berpikir sebentar dan tidak berbicara lagi, dia lantas
mempersiapkan kertas dan pena. Ketika Sun Tionglo menemukan surat
tersebut dan selesai membacanya, dia menggelengkan kepalanya berulang kali. Hou ji dan
nona Kim serta Bauji pun hanya bisa tertawa getir
tanpa mengucapkan sepatah katapun. Tiada jalan lain lagi bagi mereka,
kecuali melanjutkan perjalanan

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil berusaha menemukan kembali jejak Beng Liau huan berdua.
Maka selesai membayar rekening penginapan Sun Tiong lo dan
nona Kim berangkat dalam satu rombongan yang lain, seorang
berangkat ketimur, yang lain berangkat kebarat dengan tujuan
menemukan jejak Beng Liau-huan berdua.
Mereka berjanji selewatnya malam hari nanti, mereka akan bersua
kembali di kota bukit tersebut. Tempat mereka berpisah tidak lain adalah didepan rumah penginapan
kecil tersebut. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** SETELAH mempunyai bekal beribu uang emas murni
dan tiga ekor kuda, Wong Peng ci, Cu San poo dan Gui Sam tong pun memiliki
keberanian yang baru untuk melanjutkan hidup baru
mereka, sambil membusungkan dada dan semangat yang tinggi mereka
lanjutkan perjalanan kedepan. Pepatah mengatakan Manusia adalah besi, nasi adalah baja, hal ini
melukiskan kalau manusia harus makan sampai kenyang.
Kini, manusia adalah kantung kulit uang adalah semangat setelah ada
uang, kantung kulit baru menggelembung besar, semangatpun
berkobar. Dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah menempuh perjalanan
sejauh lima puluh li lebih sebelum akhirnya turun didalam sebuah hutan
untuk beristirahat. Setelah beristirahat merekapun lantas merundingkan pula masa depan
mereka. Pertama-tama Wong Peng ci yang berkata lebih dahulu, ujarnya:
"Saudara berdua, bagaimana dengan kita selanjutnya." Persoalan
apakah yang dimaksudkan" Meski tidak dijelaskan
secara terang-terangan, akan tetapi Gui Sam-tong dan Cu San-poo
mengetahui dengan amat jelas. "Aku rasa pertama-tama kita harus mencari rumah penginapan lebih
dulu, kemudian baru membicarakan persoalan lainnya !" sela Cu
San-poo dengan cepat. "Tidak, yang penting sekarang adalah mencari tahu lebih dulu, apakah
ada orang yang mengintil perjalanan kita kali ini!" sela Gui Sam tong
dengan wajah serius. Wong Peng ci segera tertawa. "Tentu saja ada, itu mah peraturan !"
Kata "tentu saja" tersebut, kontan saja mengejutkan Gui Sam
tong dan Cu San poo sehingga nyaris tubuh mereka menggigil keras.
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Inilah peraturan yang telah ditemukan oleh Lok hun loji, orang yang
melakukan penguntitan tak nanti berani turun tangan keji terhadap kita
sebelum dia berhasil mendapatkan bukti yang nyata, akan tetapi untuk
memperoleh data yang selengkapnya hal ini jelas membutuhkan waktu
cukup lama !" "Dimanakah letak alasannya " Aku ingin mengetahui alasannya yang
tepat." "Hal ini harus kembali pada tugas yang pernah kupangku ketika baru
saja naik gunung tempo dulu." Pelan pelan Wong Peng-ci berkata. "Ketahuilah, loji memiliki empat ekor
burung merpati yang bukan cuma kenal jalan, bahkan dalam satu hari
bisa terbang sejauh seribu li."
"Aku percaya si bocah keparat berbaju putih itu pasti sudah menaruh
perasaan curiga terhadap kita, cuma dia tak berani turun tangan secara
gegabah, itu berarti dia telah melepaskan burung merpati untuk
mengadakan kontak langsung dengan loji !"
"Kau mengatakan si bocah berbaju putih itu sudah menaruh curiga
terhadap kita, apa bukti nya ?" tanya Cu San poo dengan cepat.
"Betul." Gui Sam-tong menyela pula dengan cepat, "apa bukti mu
sehingga berani mengatakan begitu ?"
"Kita telah melupakan akan suatu hal, dan kelupaan kita tersebut telah
membongkar rahasia kita." "Ooh !" Gui Sam-tong berseru tertahan, "Kita sudah kelupaan untuk apa
?" Wong Peng-ci segera tertawa. "Kita bertiga tidak seharusnya
munculkan diri secara bersamasama diatas bukit: Mendengar perkataan itu. Cu San poo menjadi
tertegun dan tak sanggup berbicara Iagi. Sedang Gui Sam tong berpikir sebentar, kemudian mengangguk
berulang kali. "Benar, hal ini memang tidak cocok dengan peraturan yang berlaku
selama ini!" katanya. Dengan cepat Wong Peng ci menggeleng, katanya lagi: "Persoalan ini
tidak ditetapkan dalam peraturan manapun,
sebetulnya tiga orang munculkan diri bersama samapun bukan sua
Bentrok Para Pendekar 10 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Bara Naga 12
^