Golok Halilintar 10

Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 10


ku." kata Giok Cu sambil memperlihatkan sebatang
seruling ditangan kanannya, Katanya lagi : "Apakah kau bisa
memetik khim?" Tak terasa Sin Houw manggut. "Bagus!" seru Giok Cu girang, terus saja ia lari memasuki
ruangan dalam dan keluar lagi sudah menjinjing sebuah alat
musik petik yang disebutnya khim. Melihat alat tabuhan itu, teringatlah Sin Houw kepada
gurunya, Bok-siang Tojin, Hampir dua tahun lamanya, ia
dipaksa mengiringi kehendak gurunya yang bertabiat aneh itu,
Tetapi justru demikian, ia kini jadi bisa memetik tabuhan itu,
Namun didepan Giok Cu, berkata merendah:
"Aku belajar memetik Khim tanpa guru, kebiasaanku hanya
mengiringi senandung orang, sama sekali aku tak mengenal
sebuah lagupun." "Akh! Kau terlalu merendahkan diri." Giok Cu tak percaya.
Kemudian secara acuh tak acuh ia mengangkat serulingnya
kedepan mulut. Pada saat itu juga Giok Cu meniup lagu
kegemarannya. Mula-mula perlahan seperti berbisik kemudian
mengalun tinggi dan melengking menembus kesunyian
malam. Mendengar tiupan seruling itu Sin Houw tertegun sampai
lupa memetik alat Khim-nya. ia merasa dirinya terbawa
mengapung diantara awan yang bergerak. Aneh! selama
hidupnya, belum pernah ia memperoleh perasaan demikian.
621 Padahal seringkali ia mendengar gurunya meniup seruling,
Dan apabila Giok Cu meletakkan serulingnya diatas
pangkuannya kembali, ia menghela napas karena kagum -
katanya: "Saudara Giok Cu! Tak pernah kusangka, kau seorang
pemuda serba bisa, Mengapa kau begini cerdas?"
"Akh, jangan memperolok aku! Mengapa kau tak memetik
khim-mu" Apakah tiupanku tadi, tak dapat kau iringi" Coba
katakan kepadaku, lagu apa yang kau sukai?"
"Saudara Giok Cu, aku berkata sebenarnya bahwa
kecerdasan dan pengetahuanmu jauh berada diatasanku,
Bagaimana aku bisa memilih sebuah lagu yang indah,
sedangkan rasa keindahan itu sendiri belum aku mengarti
sebaik baiknya?" kata Sin Houw sungguh-sungguh.
Mau tak mau Giok Cu tertawa senang, Didunia ini,
siapakah yang tidak senang memperoleh pujian setulus hati
demikian" sahutnya: "Benarkah begitu" Kalau benar begitu, biarlah aku yang
memilih lagunya dan cobalah kau memetik "khim,"
Tanpa menunggu jawaban, Giok Cu lantas meniup
serulingnya kembali. Sin Houw menunggu sebentar, kemudian
mulailah ia memetik alat tabuhannya. Dan begitu kedua alat
tabuhan itu berpadu, malam sunyi dan bulan yang cemerlang
terasa menjadi agung. Dua orang pemuda itu terpekur sejenak, setelah lagu yang
dibawakan telah selesai. Keindahannya yang halus -meresap
didalam perbendaharaan hati. Sin Houw sebenarnya sering
mengiringi Bok-siang Tojin bermain Khim.
Gurunya yang lain, Bok Jin Ceng pandai meniup seruling
pula, Akan tetapi, tiupan Giok cu mempunyai bentuk
622 keindahannya sendiri. Dan keindahan itu membawa suatu
perasaan yang aneh, sampai detik itu, belum juga ia
menemukan sebab-sebabnya. "Bagaimana" Dapatkah kau menikmati keindahannya?"
tanya Giok Cu. "Sungguh! selama hidupku, baru malam ini aku seperti
mengarti tentang keindahan hidup." sahut Sin Houw sejadi
jadinya, "Dahulu, aku mengira hidup ini penuh siksa dan
derita, Mimpipun tak pernah, bahwa pada suatu kali aku diberi
kesempatan mereguk keindahannya yang sejati walaupun
hanya sesaat saja, Akh, apakah begini kenikmatan sorga yang
di janjikan kepada umat manusia?"
Giok Cu tertawa geli, Kata-kata Sin Houw terlalu
berlebihan, namun ia segan mengusiknya. Bahkan ia duduk
beringsut mendekati. Dan begitu berdekatan - Sin Houw
mencium bau harum yang meremangkan bulu romanya. ini
bukan bau harum bunga yang bertebaran didepannya, tetapi
bau harum ... tak berani Sin Houw menyelesaikan dugaannya.
"Sebenarnya, kau senang atau tidak aku meniup seruling?"
tiba-tiba tanya Giok Cu. "TentuI Kenapa kau tanyakan" Begitu mendengar tiupan
serulingku, ingatanku terbawa pada masa-masa lalu tatkala
masih berada diatas puncak gunung Hoa-san." sahut Sin
Houw. Giok Cu menoleh dan menatap wajahnya. Mulutnya
bergerak-gerak hendak mengucap kata-kata, tetapi batal
sendiri. sebagai ganti, ia meniup serulingnya lagi, Dan Sin
Houw seakan-akan mempunyai kewajiban untuk segera
mengiringkan dengan petikan khim. Selagi nada lagu memasuki kata-kata pertengahan, tibatiba
Giok Cu berhenti dengan mendadak. seruling yang berada
623 dimulut diletakkan kebawah, Ke-mudian dipatahkan menjadi
dua! "Hei, kenapa?" Sin Houw kaget berbareng heran.
"Serulingmu sangat bagus, kaupun pandai meniupnya,
Mengapa kau ...?" Giok Cu menundukkan kepala, Kata-nya perlahan:
"Belum pernah selama hidupku, aku meniup seruling untuk
seseorang, Mereka semua hanya gemar membicarakan
tentang senjata tajam dan berkelahi, serta uang dan cita-cita,
Hmm!" "Tetapi aku senang sekali melihat dan mendengar kau
meniup seruling. Tak percayakah kau pernyataanku ini?" ujar
Sin Houw dengan suara tinggi. "Seumpama benar demikian, kaupun esok pagi akan pergi
jauh, Dan begitu kau pergi, kesunyian hidup kembali lagi,
apakah perlunya aku meniup seruling malam ini?" sahut Giok
Cu dengan suara agak gemetar. Thio Sin Houw tercengang, Dan oleh rasanya itu, ia
berpaling menatap wajah Giok Cu yang putih bersih.
"Memang, tabiatku sangat buruk, hal itu aku telah
menyadari," kata Giok Cu lagi, "Entah apa sebabnya, aku
seakan-akan tak dapat menguasai suatu rangsang yang
datang dengan tiba-tiba. Aku tahu, kau benci aku. walaupun
kau sangat baik kepadaku, akan tetapi hatimu tersiksa karena
sifat burukku, Bukankah begitu?"
Thio Sin Houw terdiam, mulutnya seakan-akan terkunci
rapat. "Benar begitu, bukan?" Giok Cu mengulang kata sambil
624 menghela napas pendek. "ltulah sebabnya, mulai esok hari
kau tak bakal sudi melihatku lagi, Malahan, seumpama aku
tidak menahanmu, malam ini juga kau ingin sekali
meninggalkan rumahku." Mendengar perkataan Giok Cu, mendadak saja Sin Houw
merasa menjadi bingung, itulah disebabkan semua perkataan
Giok Cu benar belaka, sulit ia mencoba berkata:
"Saudara Giok Cu, Dalam hidupku, inilah yang untuk
pertama kalinya, aku benar-benar merasa merantau. Kau
bilang aku benci melihat perangaimu. Memang, aku harus
membenarkan perkataanmu itu. Tadinya memang aku benci
terhadapmu tetapi kini, tidak!"
"Tidak" Kenapa?" Giok Cu menegas dengan suara
perlahan. ia mengawasi Sin Houw dengan hati yang cemas
dan penuh selidik. "Sekarang aku tahu, apa sebab kau bertabiat aneh.
sekarang akupun mengerti, apa sebab kau merasa tak dapat
menguasai suatu rangsangan yang datang dengan tiba-tiba,
Aku yakin, hal itu terjadi lantaran hatimu selalu diliputi
perasaan duka-cita. Entah duka cita apa - aku tak tahu, Tetapi
pasgi begitu..." kata Sin Houw dengan suara yakin.
Kemudian meneruskan dengan hati-hati:
"Maukah kau menceritakan kedukaan hatimu kepadaku?"
Wajah muka Giok Cu berubah. Tiba-tiba saja matanya
berlinangan, Cepat ia menundukkan kepala dan membuang
pandang - sampai sekian lamanya ia terpekur dan mencoba
menguasai diri, setelah menegakkan kepalanya kembali, ia
menatap muka Sin Houw sambil berkata perlahan:
"Benar, Kau seperti dewa peramal, Pandang matamu
seperti kuasa menembus kabut rahasia hidup. Baiklah, aku
625 akan menceritakan kepadamu segala penderitaan batinku.
Tetapi ... tetapi jangan-jangan kau lantas memandang rendah
diriku, setelah mendengar keadaan diriku."
"Walaupun aku masih muda, seumpama seorang anak
yang belum pandai apa apa, aku berjanji kepadamu bahwa hal
itu tak mungkin terjadi!" seru Sin Houw dengan suara
menyala-nyala. Beberapa saat lamanya, Giok Cu menatap wajah Sin Houw
mencari keyakinan, kemudian ia mengumpulkan
ketabahannya untuk menceritakan riwayat hidupnya, katanya:
"Baiklah, aku percaya kepadamu, biarlah aku ceritakan
siapa diriku." Thio Sin Houw balas menatap wajah Giok Cu, Dengan
sungguh-sungguh ia menaruh perhatian dan siap
mendengarkan setiap patah kata-kata yang membersit dari
mulut Giok Cu. "Tatkala ibumu masih muda remaja, aku sudah dihamilkan
olehnya..." Giok Cu memulai. "Maksudku, ketika ibu masih
remaja, ia kena diperkosa oleh seorang laki-laki busuk. Dan
akibat dari perkosaan itu, lahiriah aku, Kakek tentu saja tidak
tinggal diam. Dengan berbekal kepandaiannya, ia melabrak
lelaki busuk itu. Akan tetapi kakek kalah".
Karena penasaran, kakek mengumpulkan sepuluh orang
teman-temannya, dan barulah manusia busuk itu bisa terusir
dari rumah. Tetapi dengan demikian, aku jadi tak mempunyai
ayah lagi. Nah, tahulah kau kini bahwa aku ini anak seorang
manusia busuk. Hasil dari suatu perkosaan, sekarang hinalah
aku!" Thio Sin Houw tahu tabiat Giok Cu aneh, tetapi tak pernah
menyangka bahwa jalan pikirannya pun aneh juga. Maka
cepat-cepat ia menjawab: 626 "Sudah tentu kau sendiri tak dapat disalahkan. Kalau
memang harus ada yang disalahkan, haruslah si manusia
busuk itu." "Akh, kau hanya menghibur hatiku saja!" ujar Giok Cu
dengan suara dalam. "Seumpama kau berada diantara
sepuluh orang, yang sembilan orang berpikir lain, Kata
mereka, justru dirikulah yang menyebabkan dan yang
membuat ibu serta manusia busuk itu terangsang napsunya.
Memang, dihadapanku mereka tak berani berkata
demikian, tetapi dibelakang aku, mereka mencemooh,
mencaci dan mengutuk diriku, Merekapun memaki-maki ibu
pula." "Hm! siapakah yang telah berani menghina kau dan
menghina ibumu?" tanya Sin Houw dengan mata menyala.
"Baik aku berjanji kepadamu, akan membantumu meng hajar
mereka sampai jera. Manusia jail mulut itu, tak pantas kita
kasihani, saudara Giok Cu, setelah mendengar kisah hidupmu,
kini tiada lagi sisa rasa benciku kepadamu, Dan demi Tuhan,
sekiranya kau sudi menganggap diriku sebagai salah seorang
sahabatmu, aku pasti akan datang lagi kepadamu dan
bersedia menyertaimu ke manapun kau pergi."
"Oh, benarkah itu?" seru Giok Cu girang. Dan karena rasa
girangnya, kedua matanya menjadi basah, Rasa haru
menyelinap ke dalam lubuk hatinya. Mendadak ia lompat
bangun dan memeluk Sin Houw, kemudian ia menari-nari
kegirangan ! Menyaksikan kelakuan Giok Cu, sejenak Sin Houw
menjadi tercengang, ia kaget tatkala kena dipeluk. Lengannya
lembut halus. Bau harum rambutnya, terasa sedap. selagi
demikian Giok Cu menari -nari, sehingga mau tak mau ia
tertawa geli juga. 627 "Saudara Sin Houw, lihatlah! Aku begini girang, tahukah
kau apa sebabnya ...?" kata Giok Cu menguji.
"Apakah karena aku bersedia menyertaimu ke manapun
kau pergi?" "Benar! Kau berjanji dengan sesungguhnya, bukan?" Giok
Cu berhenti menari dan menegas. "Tak pernah aku berdusta terhadap siapapun juga, Guruku
sering berkata, bahwa untuk suatu janji seorang laki-laki harus
berani mengorbankan diri sendiri. Kalau perlu, jiwa dan
hartanya ..." jawab Sin Houw dengan suara meyakinkan.
Sekonyong-konyong terdengarlah suara gemerisik
dibawah gundukan. Sin Houw lompat bangun dan menoleh ke
arah suara itu, sesosok bayangan muncul di antara gerombol
bunga, lalu terdengar ia mendengus menggerendeng:
"Hm! Di malam buta kalian mengadakan pertemuan."
Bayangan itu bertubuh jangkung kurus, siapa lagi, kalau
bukan Kun Jie" Wajahnya muram, ia berdiri sambil bertolak pinggang.
Terang sekali, ia dalam keadaan marah.
Giok Cu terkejut, Tetapi begitu mengenali Kun Jie, segera
ia menegur dengan kata-kata pedas: "Kau sendiri keluyuran sampai di sini, Kenapa?"
"Kau jawablah pertanyaanmu sendiri !" sahut Kun Jie.
"Aku sedang bergadang menikmati bulan purnama dengan
saudara Sin Houw, apa salahnya?" jawab Giok Cu cepat, "Dia
berada disini karena aku yang undang, sebaliknya kau" siapa
628 yang mengundangmu" Coba bilang, bukankah siapa saja
mengetahui, kalian kularang memasuki wilayah ini" Di dunia
ini, kecuali ibu, siapapun tak diperkenankan memasuki
pertamananku. Cu suciok sendiri yang menetapkan undangundangnya,
mengapa sekarang kau berani melanggar?"
Kun Jie mendengus. sambil menuding Sin Houw, ia
berkata: "Dan dia" Kenapa dia datang ke mari?"
"Bukankah telingamu tadi sudah mendengar" Dia datang
kemari karena aku yang undang! Berani kau mencampuri


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

urusanku?" bentak Giok Cu. Tak enak hati Sin Houw menyaksikan pertengkaran mulut
itu, lantaran ia sendiri. segera ia menengahi:
"Kukira sudah cukup kita bergadang menikmati sinar bulan.
Biarlah aku mengundurkan diri saja."
"Tidak, jangan pulang dulu!" Giok Cu mencegah. "Kau
duduk sajalah." Sin Houw yang sudah berdiri, lalu kembali duduk ditempat
semula. ia melihat muka Kun Jie semakin muram. Meskipun
dia tak berani membantah kata-kata Giok Cu, namun jelas
sekali hatinya mendongkol. "Bunga-bunga yang kutanam di sini adalah hasil jerihpayahku
sendiri, boleh aku cabuti atau aku jual atau aku
pertontonkan kepada orang lain," ujar Giok Cu galak.
"Siapapun tak dapat mengingkari hakku itu, sekarang,
kularang kau menonton bunga-bungaku!"
"Tetapi, aku terlanjur melihat semua tanaman bungamu!"
kata Kun Jie kekanak-kanakan. "Hanya saja, aku belum
pernah menciumnya, Sekarang, biarlah aku menciumnya."
629 "Tidak boleh!" Giok Cu melarang menjerit.
Kali ini Kun Jie berani membangkang, ia menghampiri
serumpun tanaman bunga itu lalu menciumnya.
Meluap amarah Giok Cu. Serta merta ia meloncat dari
tempatnya. sekali melesat ia menyambar tangkai bunga itu,
lalu dicabutnya, setelah dilemparkan ke tanah, ia mencabut
yang lain demikianlah sampai tiga-ampat kali.
"Nah, kau sekarang puas, bukan" Benar-benar puas?" jerit
Giok Cu. "Kau menghina aku!" Giok Cu berteriak. "Kenapa kau cium
bungaku" Biar kucabuti saja, Biar kau dimarahi susiok -
bukankah kau tahu, siapa saja aku larang melihat bungaku"
Kenapa kau malahan telah menciumnya" Biar kucabuti sajal"
Tiba-tiba ia lantas menangis sambil masih mencabuti
tanaman bunganya. Hebat sepak-terjangnya, seperti tadi, ia
mengamuk. sebentar kemudian taman bunganya telah
menjadi rusak. Thio Sin Houw tak dapat mencegah. ia seperti tergugu
melihat watak Giok Cu. Tanaman bunganya, benar-benar
diKun Jie tetap gusar, akan tetapi ia tidak berkata apa-apa,
Melihat kira-kira ada empatpuluh batang bunga yang tercabut
berantakan, ia memutar tubuh dan berjalan dengan
penasaran. Tatkala hendak menuruni gundukan, ia menoleh
dan berkata: "Aku selalu bersikap baik terhadapmu kenapa kau
perlakukan aku begini rupa" Coba kau pikir baik-baik, Kau
mempunyai budi pekerti atau tidak?"
Giok Cu masih menangis, jawabnya dengan ketus:
630 "Siapa yang menghendaki kau bersikap baik kepadaku"
Jika kau tidak senang melihatku, silahkan kau mengadu
kepada paman. Biarkan aku diusir dari sini! Malam ini aku
akan tetap berada disini bersama saudara Sin Houw, nah,
adukanlah hal ini kepada paman. sama sekali aku tidak takut."
Kun Jie menghela napas. ia menundukkan kepala. Hatinya
pedih bukan main. Dengan berdiam diri, ia menuruni
gundukan. Setelah bayangan Kun Jie hilang dari pengamatan, Giok
Cu kembali memasuki paseban dan duduk disamping Sin
Houw. Kedua pipinya basah dengan air mata.
"Mengapa sikapmu begitu keras kepada kakakmu sendiri?"
tanya Sin Houw. "Dia bukan kakak kandungku," sahut Giok Cu diantara isak
tangisnya, "Dia anak pamanku yang menguasai rumah kakek,
dia kakak misanku. Akh, andaikata aku mempunyai ayah,
pastilah aku tidak akan tinggal di rumah ini. Dengan
mempunyai rumah sendiri, tak akan aku dihina orang."
Berkata sampai disitu, tangisnya kian menjadi-jadi, Sin
Houw tetap belum mengerti perangai Giok Cu yang
dianggapnya aneh, jalan pikirannya sukar dimengerti. Maka
terpikir oleh Sin Houw: "Rumah ini adalah rumah kakeknya, kini dikuasai oleh
pamannya. Bukankah tetap satu keluarga" Mengapa dia
merasa dirinya dihina keluarga pamannya?" Berpikir demikian,
Sin Houw lalu berkata : "Kulihat dia bersikap baik kepadamu, justru kau yang
terlalu galak terhadapnya." Giok Cu mengangkat kepalanya, dan tiba-tiba ia tertawa,
Sahutnya: 631 "Sekiranya aku tidak bersikap galak kepadanya, pastilah
dia bakal memperlakukan aku yang bukan-bukan."
Jawaban Giok Cu terasa aneh bagi Sin Houw, ia bahkan
berkesimpulan Giok Cu bukan manusia lumrah, pemuda itu
bisa menangis menggerung-gerung dan tertawa riang secara
mendadak. inilah tanda-tanda seorang manusia berbahaya!
Walaupun demikian, karena Giok Cu seorang yatim seperti
dirinya, hatinya bersimpati juga. "Ayahku juga binasa karena aniaya orang seperti ayahmu."
kata Sin Houw, menghibur, "Waktu itu, aku baru berumur tujuh
atau delapan tahun, ibuku juga binasa pada hari yang sama."
"Apakah kau sudah menuntut balas...?" tanya Giok Cu.
"Sampai hari ini, aku belum memperoleh kesempatan
untuk ..." "Kalau begitu, catatlah namaku didalam hatimu! Bila kau
hendak menuntut balas, dengan sepenuh hati aku hendak
membantumu" Giok Cu memutus perkataan Sin Houw dengan
suara prihatin. "Tak perduli musuhmu sangat lihay ilmu
kepandaiannya, aku akan membantumu."
Mendengar ucapan Giok Cu, Thio Sin Houw geli
bercampur haru, Tadinya ia hendak menghibur dan
memberitahukan betapa sikapnya terhadap orang-orang yang
telah membunuh ayah dan ibunya. Bahwasanya walaupun hati
menyimpan dendam sedalam lautan, tak boleh mengumbar
adat seenaknya sendiri. Tetapi sekarang, dia justru dihibur
oleh Giok Cu, Tak terasa terucaplah kata-katanya kepada
teman barunya itu: "Saudara Giok Cu, aku sangat berterima kasih
terhadapmu!" 632 Giok Cu memegang pergelangan tangan Sin Houw, dan
Sin Houw membalas pegangannya, Giok Cu membiarkan dan
berkata: "Dalam hal ilmu silat, aku kalah beberapa puluh kali lipat
dari padamu, Akan tetapi mengenai sikap hidup didalam
pergaulan, rupanya kau belum berpengalaman banyak.
Dikemudian hari aku perlu menyumbangkan pikiranku."
"Akh, kau baik sekali kepadaku,." kata Sin Houw terharu,
"Selama hidupku - belum pernah aku mempunyai seorang
teman seusiamu." "Benarkah begitu" Tetapi tabiatku sangat buruk." Giok Cu
mengakui dengan menundukkan kepalanya, "Yang aku
khawatirkan, janqan-jangan dikemudian hari aku akan berbuat
kesalahan terhadapmu." "Aku telah mengenal tabiatmu sejak pertemuan kita yang
pertamar" sahut Sin Houw, "Umpama kau melakukan
kesalahan terhadapku, tidak akan aku masukkan ke dalam
hatiku benar-benar." Mendengar ucapan Sin Houw, Giok Cu merasa bersyukur
bukan main sampai ia menghela napas lega, Tiba-tiba, di luar
dugaan ia berkata: "Tetapi justru demikian, hatiku jadi merasa tak tenang."
"Mengapa?" Giok Cu tak segera memberikan jawaban, ia semakin
menundukkan kepalanya. Melihat sikap sahabatnya itu, Sin Houw semakin heran.
Mengapa sehabatnya kali ini begitu lembut" Kebengisan serta
kegalakannya lenyap sama sekali dari perbendaharaan
633 hatinya. "Saudara Giok Cu!" kata Sin Houw dengan suara bergetar.
"Sebenarnya ingin aku mengajakmu berbicara. Tetapi entah
kau sudi mendengarkan atau tidak?"
Giok Cu menegakkan pandangnya lagi. Menjawab
meyakinkan: "Di dalam dunia ini, hanya tiga orang saja yang kudengar
perkataannya, Yang pertama, ibuku. Kedua, pamanku, Cu
susiok. Dan yang ketiga adalah kau!"
Hati Sin Houw semakin tergerak. Berkata:
"Terima kasih. Kau ternyata menghargai diriku terlalu
tinggi. sebenarnya, perkataan siapapun asal memang pantas,
harus kau dengar." "Tidak!" Giok Cu menolak dengan tegas. "Dalam dunia ini,
tiada suatu kewajiban yang mengatakan begitu. seorang yang
berbicara terlalu pantas, biasanya banyak ulatnya. sebab katakata
saja belum tentu membawa sikap dirinya. sebaliknya,
seseorang yang memperlakukan diriku sangat baik dan
akupun berkenan padanya, meskipun kadangkala katakatanya
tidak pantas, akan tetap kudengarkan perkataannya,
sebaliknya, apabila hatiku jemu terhadapnya, walaupun katakatanya
pantas didengar, aku akan bersikap tuli."
Thio Sin Houw tertawa geli, Katanya:
"Cara berpikirmu masih kekanak-kanakan, Sebenarnya,
berapa umurmu kini?" "Delapan atau sembilan belas tahun. Dan kau?"
"Mungkin lebih tua tiga atau empat tahun."
634 Giok Cu menundukkan kepalanya lagi. wajahnya
mendadak bersemu merah lalu katanya dengan suara
perlahan: "Sejak masih kanak-kanak, aku hidup sebatangkara
dengan ibu, Tidak mempunyai kakak maupun adik,
Bagaimana kalau kita mengangkat saudara" Maukah kau
menerimaku sebagai ..." Thio Sin Houw seorang pemuda yang cermat, lantaran
digodok oleh pengalamannya yang pahit sejak masih kanakkanak,
itulah sebabnya, tak dapat ia menerima Giok Cu
dengan segera. Ia belum kenal Giok Cu sedalam da1amnya.
juga ibunya maupun keluarganya, Tercetaklah dalam
ingatannya siang tadi, bahwa keluar Giok Cu merupakan
musuh para penduduk setempat, oleh pertimbangan itu, ia jadi
ragu-ragu. Giok Cu ternyata sangat perasa, ia seperti dapat meraba
keadaan hati Sin Houw, terus saja ia berputar tubuh dan lari
menuruni tanjakan, Keruan saja Sin Houw jadi terkejut, dan
cepat-cepat ia memburu. Dalam sekejap saja bayangan Giok
Cu terlihat sudah mulai mendaki bukit yang berada disebelah
depan. "Dia mudah tersinggung, lantaran tabiatnya keras dan
aneh. Akh, tidak boleh aku mengecewakan hatinya, Dia bisa
bersakit hati, dan kalau sampai hatinya merasa kulukai,
jangan-jangan..." pikir Sin Houw selagi mengejar. ia khawatir,
Giok Cu akan nekat bunuh diri terjun ke dalam jurang. Menilik
adatnya yang aneh dan sukar diduga, bukan mustahil ia bisa
berbuat begitu, Oleh pikirannya itu, segera Sin Houw menggunakan ilmu
sakti Bok-siang tojin, Dalam beberapa rintasan saja, ia sudah
dapat mendahului. Kemudian berdiri menghadang.
Benar saja dugaannya, Giok Cu berusaha mengelakkan
635 hadangannya dengan nyelonong ke sebelah kiri, Cepat Sin
Houw melompat menghadang kembali sambil berseru:
"Giok Cu Hiantee, apakah kau marah kepadaku?"
Mendengar Sin Houw memanggil adik kepadanya, Giok Cu
girang bukan kepalang, serentak ia berhenti, kemudian duduk
bersimpuh dan perlahan-lahan ia menegas dengan hati-hati:
"Benarkah kau sudi memanggil adik kepadaku" Bukankah
diriku tidak cukup berharga untuk kau panggil demikian?"
"Sejak kapan aku tidak menghargai dirimu?" sahut Sin
Houw terharu, "Mari! Di tempat ini kita saling mengangkat
saudara, Kau mau, bukan?" Terus saja Giok Cu bangkit dan berdiri tegak, kemudian
masing masing mengiris kulit pergelangan tangannya sampai
keluar darah, setelah itu, mereka memanunggalkan darah
mereka masing masing dengan memipitkan pergelangan
tangan. Dengan disaksikan oleh langit dan bumi, mereka
bersumpah saling mengangkat saudara. Lalu Sin Houw
memanggil adik kepada Giok Cu dan Giok Cu memanggil
kakak kepada Sin Houw, perlahan ia mengucapkan
perkataannya, lantaran hatinya terharu.
Lega hati sin Houw setelah selesai upacara itu, kemudian
ia mengajak pulang karena hari sudah larut malam. Giok Cu
tidak membantah, dan mereka saling berendeng berjalan
pulang, sampai didepan pintu kamar, Sin Houw berpesan:
"Jangan sampai ibu terbangun. Kita tidur disini saja!"
Mendengar perkataan Sin Houw, wajah Giok Cu merah
dengan mendadak. ia tertawa manis seraya menolak tangan
636 Sin Houw, Katanya: "Kau... kau... sampai besok pagi ! " dan setelah itu, ia lari
keluar. "Aneh!" pikir Sin Houw yang merasa tidak mengerti.
***** SEPERTI BIASANYA, pada keesokan harinya Sin Houw
bangun pada pagi buta, ia bersemedi dulu agar memperoleh
kesegaran dalam dirinya. Satu jam kemudian, pelayan
perempuan yang semalam datang mengantarkan air teh
hangat. Cepat-cepat Sin Houw melompat turun dari ranjangnya,
dan mengucapkan terima kasih. setelah mencuci muka, ia
makan pagi yang juga telah tersedia dihadapannya, Dan
selagi makan, Giok Cu muncul diambang pintu memasuki
kamarnya. "Marilah kita makan pagi bersama ..." Sin Houw menawari.
Giok Cu tertawa, Sahutnya: "Terima kasih. Apakah Sin-ko akan melihat suatu
keramaian?" "Keramaian apakah itu?" tanya Sin Houw heran.
"Seorang gadis datang pada pagi hari buta tadi, untuk


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menagih emas, Mari kita lihat!"
Sebenarnya Sin Houw ingin minta keterangan tentang
kata-kata "menagih" itu, Tetapi karena Giok Cu sudah
mengajaknya, ia lantas mangut dan berkata:
"Baik!" 637 Berdua mereka memasuki sebuah gedung yang
mempunyai ruangan olah raga, Di ruangan itu, mereka melihat
seorang gadis sedang bertempur melawan Kun Jie, Dan dua
orang lain, nampak duduk di atas kursi diluar gelanggang,
Yang seorang bersenjata sebatang tongkat, dan yang lainnya
bertangan kosong. Giok Cu mendekati orang yang bersenjata tongkat, ia
membisik. Orang itu menoleh kepada Sin Houw, ternyata dia
seorang yang sudah berusia lima puluhan tahun lebih.
Rambutnya, kumisnya dan jenggotnya sudah banyak
ubannya, ia menatap Sin Houw beberapa saat lamanya
dengan penuh perhatian, kemudian memanggut-manggut.
Thio Sin Houw hanya membalas memandang beberapa
detik, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada gadis yang
sedang bertempur melawan Thio Kun Jie, ia seorang gadis
berumur sembilan belas tahunan, wajahnya cantik sekali.
Gerak-geriknya gesit, pakaiannya berwarna merah.
Diam-diam Sin Houw mencoba menduga duga siapakah
gadis itu, setelah pertempuran berlangsung sepuluh jurus.
Gadis berpakaian merah itu gesit gerakannya dan cantik
orangnya, hati Sin Houw tercekat, ia melihat sua tu gerakan
pedang yang sangat dikenalnya. ujung pedang itu menyambar
pundak Kun Jie, lalu dengan tiba-tiba berbelok sasaran
menikam leher, inilah gerakan salah satu jurus ajaran gurunya,
Bok Jin Ceng! Mereka berdua memang bertempur dengan menggunakan
senjata, Gadis itu memegang sebatang pedang, dan Kun Jie
menggunakan sebatang golok. Masing-masing nampak mahir
sekali menggunakan senjata andalannya. Tadi gadis itu
menyambar pundak, Kun Jie segera menangkis dengan
mengadu tenaga. 638 Kena tangkisan Kun Jie, pedang gadis itu terpental. justru
pada saat itu, mendadak pedangnya menikam leher. Kun Jie
kaget sampai melesat mundur tiga langkah, namun gadis itu
tak sudi memberi waktu bernapas. Gesit sekali, ia melesat, sebelah tangan dan kedua kakinya
bekerja saling menyusul. Menyaksikan hal ini, Thio Sin Houw
ber-bimbang hati, jurus itu jelas bukan merupakan ajaran
gurunya, Maka pikirnya didalam hati:
"Bagaimanapun juga, dia pasti sudah pernah menerima
jurus-jurus ajaran suhu. Setidak-tidaknya, termasuk golongan
suhu, Jangan-jangan dia adalah murid salah seorang saudara
seperguruanku. Sekiranya dia tidak memiliki ilmu pedang itu,
takkan mungkin ia bisa membuat Kun Jie benar-benar repot,"
Gerak-gerik gadis itu memang cepat dan gesit, pedangnya
berkelebatan. Namun dibandingkan dengan kepandaian Thio
Kun Jie, ia masih kalah ulet, Tak perduli pedangnya garang
bagaikan jari maut, namun dia bukan tanding Kun Jie.
Sin Houw melihat, dalam beberapa gebrakan lagi, gadis itu
akan segera terdesak. Dan penglihatannya ternyata tepat.
Beberapa jurus kemudian, Kun Jie yang sudah tenang
kembali, mulai melancarkan serangan-serangan yang
berbahaya. Dan gadis itu mundur selangkah demi selangkah
dengan berputaran. "Hemm!" dengus Giok Cu. "Dengan berbekal kepandaian
begitu, dia sudah berani main labrak disini!" Giok Cu tertawa
tawar, "Dia bukan tanding kakak misanku, bagaimana menurut
pendapatmu ?" Thio Sin Houw belum menjawab atau ia melihat
berkelebatnya babatan golok Kun Jie yang berbahaya sekali.
waktu itu, gerakan lawannya mulai kendor, itulah kesempatan
639 sebaik-baiknya bagi Kun Jie untuk memperkembangkan ilmu
goloknya. Setelah merangsak beberapa kali, goloknya
bergerak melintang. Dan gadis itu terancam pinggang serta
lengannya sekaligus! Hati Thio Sin Houw tercekat, Melihat suatu kegentingan,
tanpa berpikir panjang lagi ia melompat memasuki gelanggang
pertempuran. Kedua tangannya menyekat garis tengah. Itulah
berbahaya sekali, karena kedua orang itu sedang
mengayunkan senjata, Giok Cu yang menyaksikan hal itu,
memekik kaget. Dan kedua orang tua yang berada diluar gelanggang
meloncat bangun, tetapi baik Giok Cu maupun kedua orang
tua itu tak sempat lagi mencegah perbuatan Sin Houw.
Thio Sin Houw sudah barang tentu menyadari akan
ancaman bahaya itu, Tetapi pada detik yang menentukan
tangan kanannya menolak lengan Kun Jie dengan perlahan,
dan tangan kirinya menangkap pergelangan tangan si gadis
dengan perlahan pula. Berbareng dengan gerakannya itu, ia
mengendapkan diri, Dengan demikian, terbebaslah dirinya dari
ancaman maut. Gerakan Thio Sin Houw nampaknya sederhana saja,
hanya akibatnya diluar dugaan siapapun. Tatkala
mengendapkan diri, ia menggempur tekanan tenaga mereka
dengan ilmu saktinya yang lunak. Begitu terpotong, baik pedang maupun golok, gagal
mencapai sasaran. Dalam keadaan demikian, Thio Sin Houw
bisa leluasa merampas senjata mereka. Namun ia tak berbuat
begitu, karena khawatir akan menyinggung kehormatan diri
Kun Jie, sebaliknya karena gerakan ilmu saktinya utuh, kudakuda
mereka berdua kena digempur sampai mundur
sempoyongan dua-tiga langkah. Keruan saja mereka kaget
sampai memekik tertahan. 640 Setelah bisa memperbaiki diri, mereka menjadi gusar
dengan alasannya masing-masing. Terlebih hati Thio Kun Jie yang memang sudah dengki
terhadap Sin Houw. Didepan adik misannya, harga dirinya
runtuh. ia malu sekali sampai tak dapat memejamkan mata
satu malam suntuk, sekarangpun dirinya diperlakukan sangat
ringan dihadapan adik misannya, malahan kedua orang tua
yang berada di luar gelanggang pula. Tak mengherankan
hatinya menjadi panas seperti dibakar.
Sebaliknya gadis itu gusar, lantaran mengira Sin Houw
membantu Kun Jie, Menurut kata hati, ingin ia menggerakkan
pedangnya, Tetapi segera ia menyadari, bahwa kepandaian
pemuda itu sangat tinggi. Maka dengan terpaksa ia
mengendalikan rangsangan hatinya, kemudian mundur dua
langkah dan hendak mengangkat kaki.
"Kouwnio, tunggu!" seru Sin Houw, "Aku ingin bicara
denganmu!" "Tak dapat aku melawanmu!" sahut gadis itu diantara rasa
marahnya, "Tetapi seseorang berkepandaian beberapa kali
lipat tingginya dariku, akan datang mengambil emasnya
kembali. Mau berbicara apa lagi?"
Thio Sin Houw mendekati, memberi hormat dan berkata
lagi: "Jangan kau menuruti kata hati saja, bersabarlah sedikit,
sebenarnya siapakah namamu, dan dari mana asalmu"
Bolehkah aku ..." "Tak tahu malu!" gadis itu ber-sungut dan meludah dilantai,
lalu sekali loncat ia sudah keluar pintu,
Thio Sin Houw segera mengejarnya. Akan tetapi, ia
membiarkan gadis itu mencapai serambi depan dulu,
641 Kemudian, dengan sekali loncat ia melesat bagaikan terbang.
Tahu-tahu ia sudah menghadang didepan gadis itu, katanya
setengah membisik: "Sst! jangan pergi dulu, Aku akan membantumu ..."
Gadis itu tercengang sampai menghentikan langkahnya,
sambil menatap wajah Sin Houw, ia menegas:
"Siapakah kau?" "Aku Sin Houw!" Gadis itu mengerutkan dahinya, ia menatap wajah Sin
Houw kian tajam, Menguji: "Kenalkah dengan Nie susiok?"
Mendengar pertanyaan itu, Sin Houw menggigil. siapa lagi
yang disebut Nie susiok, kalau bukan si paman bisu" Terus
saja ia memperkenalkan nama lengkapnya:
"Aku Thio Sin Houw, bukankah kau Cie Lan?"
Mendadak saja, wajah gadis itu berseri-seri, oleh rasa
girang, ia lupa diri, Terus saja disambarnya tangan Sin Houw,
dan ditariknya mendekati serunya: "Benar, aku Ci Lan! Dan kau ...." Benar-benarkah kau sin
Houw koko?" tetapi setelah mengucap demikian, justru ia
tersadar, Dengan wajah merah, ia melepaskan pegangannya.
Tepat pada saat itu, terdengar Thio Kun Jie berkata:
"Akh, kukira siapa kau saudara Sin Houw, Kiranya kau
adalah mata-mata dari Thio Su Seng yang merembes kemari!"
642 Thio Sin Houw tercengang. ia me mang mengetahui nama
Thio Su Seng sebagai pahlawan pejuang, dan gurunya
bahkan merupakan pembantu utama dari pahlawan pejuang
itu. Tetapi kalau dia kini datang ke rumah keluarga Thio
sebagai mata-mata dari pejuang itu, sama sekali tidak benar,
Maka berkatalah ia memberikan keterangan:
"Aku memang mengagumi pahlawan pejuang bangsa itu,
dan aku bahkan kenal dengan panglima Thio Hian Cong tetapi
tidak benar apabila aku dikatakan sebagai mata-mata dari
mereka. Mengapa kau bisa menuduh demikian" Apakah
karena aku kenal gadis ini" Dialah sahabatku sejak kami
masih kanak-kanak. sepuluh tahun lebih kami berdua tidak
pernah bertemu pandang. sekarang bolehkah aku minta
keterangan kepadamu, apa sebabnya kau bentrok dengan
sahabatku ini" Bagaimana pendapatmu mana-kala aku
memberanikan diri, untuk mendamaikan perselisihan kalian
berdua?" "Apabila emas yang kuminta bisa dikembalikan, barulah
persoalan selesai!" kata Cie Lan.
"Hemm! Begitu gampang?" dengus Kun Jie.
"Saudara Kun Jie, mari kuperkenalkan ..." Sin Houw
mencoba meredakan ketegangan. "Dia bernama Cie Lan,
seperti kataku tadi, sejak kanak-kanak kami berdua pernah
hidup dibawah satu atap, sampai pada hari ini, lebih dari
sepuluh tahun lamanya kami tak pernah bertemu, Mari, aku
perkenalkan ..." Kun Jie tetap bersikap dingin. ia mengawasi Cie Lan
dengan pandang tegang. Melihat hal itu, hati Sin Houw
menjadi tak enak, Cepat-cepat ia mengalihkan pembicaraan.
Katanya kepada Cie Lan: "Bagaimana kau segera mengenali diriku?"
643 "Tanda bekas luka didahimu, sebelah kanan!"
"Tanda bekas luka?" Thio Sin Houw meraba dahinya
dengan tercengang. "Bagaimana aku bisa melupakan kejadian dulu itu, tatkala
kau dilukai, penculik yang mencoba melarikan aku, seumpama
kau tidak berusaha menolong diriku dengan mati-matian,
entahlah bagaimana akibatnya. Apakah peristiwa itu tak
pernah terkenang lagi olehmu?"
Merah wajah muka Sin Houw, sambil menurunkan tangan
dari dahinya, ia menyahut: "Tak mungkin kulupakan. Bukankah waktu itu kita sedang
bermain-main?" Giok Cu yang selama itu mendengarkan pembicaraan
mereka, tiba-tiba ikut bicara: "Kalau masih hendak berbicara berkepanjangan lagi,
masuklah ke dalam !" Tetapi Sin Houw tidak menghiraukan, gelisah ia minta
keterangan kepada Cie Lan: "Sebenarnya, bagaimana asal mulanya, kau sampai
bentrok dengan saudara Kun Jie?"
"Aku dan ciu suheng kena pegat." Cie Lan memberikan
keterangan. "Ciu suheng" siapakah dia?" tanya Sin Houw.
"Dia adalah keponakan luar dari Siok-hu Thio Hian Cong."
kata Cie Lan menerangkan. "Kami berdua sedang
mengantarkan uang mas milik Thio Su Seng untuk propinsi
Ciat-kang. Dan orang busuk itu tiba-tiba merampasnya!" dan
644 Cie Lan menunjuk Giok Cu. Sekarang, barulah jelas bagi Sin Houw bahwa uang emas
rampasan Giok Cu sesungguhnya milik laskar pejuang yang
dipimpin oleh Thio Su Seng, Dan setelah ia mengetahui uang
perbekalan itu kena dirampas, sudah seharusnya ia tidak akan
tinggal diam, jangan lagi terhadap pahlawan pejuang bangsa
itu, seumpama uang emas itu milik CieLan atau ibunya, dalam
keadaan demikian ia akan berpihak padanya. sekalipun
terhadap Giok Cu. Lagipula, uang emas itu pasti sangat penting artinya untuk
perbekalan perjuangan bangsa. Karena itu sudah
seharuanyalah kalau ia membantu-nya!
Setelah memperoleh keputusan demikian, ia berkata
kepada Giok Cu: "Hiantee! Maukah kau mengembalikan uang emas itu
kepadanya?" "Hmm!" Giok Cu mendengus. "Menghadaplah sendiri
kepada kedua pamanku itu. Ajaklah beliau berbicara!"
Mendengar syarat itu, Thio Sin Houw segera menghampiri.
Karena dia telah menjadi saudara angkat Giok Cu dan
ternyata kedua orang tua itu adalah pamannya, maka tiada
jeleknya apabila dia berlutut untuk memberi hormat kepada
mereka, Demikian, setelah berhadapan maka Sin Houw
bergegas hendak berlutut. Orang tua yang memegang tongkat cepat-cepat berkata:
"Hey! Tak berani aku menerima penghormatanniu. Anak
muda, kau bangunlah!" Dimulut dia berbicara demikian manis, tetapi setelah ia
menyandarkan tongkatnya, dengan tangannya ia memegang
645 bahu Sin Houw, Kemudian diangkatnya sambil mengerahkan
himpunan tenaga saktinya.

Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thio Sin Houw terperanjat tatkala kena angkat orang tua
itu, Apabila membiarkan diri, ia akan terlempar ke udara. Maka
iapun segera mengerahkan tenaga dalamnya agar badannya
jadi seberat gunung. Dengan menggunakan ilmu sakti itu, ia
berhasil tetap berlutut dengan tubuh tak bergeming.
Didalam hati, orang tua itu menjadi sangat terkejut,
Pikirnya: "Hebat anak ini! sekian puluh tahun aku melatih
menghimpun tenaga sakti , namun masih tak sanggup aku
mengangkat tubuhnya," ia lantas tertawa berkakakan sambil
berkata: "Selamat! selamat! pantas keponakanku memujimu
sebagai seorang pemuda yang memiliki ilmu tinggi. Benarbenar
tak tercela, dan aku telah membuktikannya sendiri!"
Giok Cu yang berada di belakang Sin Houw maju ke
samping dan berkata memperkenalkan "lnilah pamanku yang ketiga, Sam-susiok. Dan ini adalah
pamanku yang ke lima, Go-susiok ..."
Baik sang paman yang ketiga maupun yang ke lima,
membungkam mulut. Mereka seperti tak senang
diperkenalkan kepada Thio Sin Houw.
Pemuda itu menjadi perasa, diam-diam ia merasa
mendongkol. Tetapi ia seorang pemuda yang pandai
membawa diri, segera ia menoleh kepada Giok Cu dan
berkata dengan suara tegas: "Hiantee, aku minta dengan hormat agar emas itu segera
646 kau kembalikan ke pada adikku!"
"Adik! Adik!" Giok Cu jadi iri-hati, "selalu saja kau sebut dia
adik, Begitu besar perhatianmu kepadanya mengapa aku tak
memperoleh perhatianmu yang layak?"
"Giok Cu Hiantee! Kita semua adalah golongan ksatrya,
kalau tak mau di sebut sebagai golongan pendekar. Jangan
kau bergurau keterlaluan!" kata Sin Houw tak memperdulikan
ocehan Giok Cu, "Emas itu kau rampas, karena kau tidak
mengetahui siapa pemiliknya, Tak apalah! siapapun bisa
berbuat salah. Dan hidup ini cukup lapang untuk me maafkan
kesalahanmu itu. Tetapi setelah mengetahui bahwa uang
emas itu adalah milik laskar perjuangan, sudah seharusnyalah
kau kembalikan dengan segera, Malahan kita wajib mohon
maaf yang sebesar-besarnya," Thio Ceng Sam yang menjadi Sam-susiok dari Giok Cu
dan Thio Ceng Go sang paman kelima, jadi tak enak hati.
Tadinya mereka mengira, bahwa uang emas itu milik
seorang saudagar besar yang sedang sial, Tak tahunya uang
emas itu milik laskar perjuangan yang dipimpin oleh Thio Su
Seng, sekarang setelah mereka mengetahui, seumpama gadis
itu dapat diusir pergi, Thio Su Seng pasti akan mengirimkan
laskarnya, siapa yang mampu menghadapi laskar yang besar
jumlahnya" inilah ancaman yang sangat membahayakan
kesejahteraan keluarga Co-liang pay!
Memperoleh pertimbangan demikian, kembali Thio Ceng
sam tertawa, lalu ia berkata kepada Giok Cu:
"Keponakanku, demi persahabatanmu dengan dia, kau
kembalikanlah uang emas itu!" Girang hati Thio Sin Houw mendengar perintah Thio Ceng
647 Sam. inilah suatu keputusan yang bijaksana, Diluar dugaan,
Giok Cu menyahut galak: "Tidak, paman! Tak dapat aku kembalikan uang emas itu"
Thio Sin Houw tercengang. Tiba-tiba suatu ingatan
menusuk benaknya, maka segera ia berkata:
"Oh, ya, Yang sebagian memang berada padaku, Biarlah
aku mengembalikan dahulu kepadanya, bagaimana?"
"Jika yang sebagian kau yang menghendaki, aku akan
segera menyerahkan kepadamu," kata Giok Cu. "Selamanya
tak pernah aku menganggap sebungkus emas sebagai barang
mustika dunia. Te- tapi kalau dia yang menghendaki aku
mengembalikan uang emas yang telah aku rampas, hmm ...
tak sudi aku menyerahkannya!" berkata demikian Giok Cu
menuding Cie Lan dengan mata berapi-api.
Cie Lan menjadi gusar, ia maju selangkah dan berkata
bengis: "Kau mau mengembalikan atau tidak " Atau kau ada
syarat-syarat tertentu" sebutkan!"
Giok Cu tak menghiraukan reaksi Cie Lan, masih saja ia
menatap Thio Sin Houw, Menegas kepada pemuda itu:
"Sebenarnya kau berpihak dimana" Dia atau aku?"
Memperoleh pertanyaan demikian, Thio Sin Houw jadi
bimbang, Hati-hati ia memberikan jawaban:
"Sebenarnya aku tidak memihak siapapun, hanya saja aku
patuh kepada guruku." "Gurumu" siapakah gurumu itu?"
648 "Guruku salah seorang panglima penting dalam laskar Thio
Su Seng." "Hemm!" dengus Giok Cu mendongkol. "Pulang-balik, kau
hanya membantu dia. Baiklah, Emas itu memang berada di
sini. Tetapi kau sendiri tahu, betapa sulitnya aku
mempertahankan emas itu. Malahan kalau tidak bernasib baik
dan berakal jitu, pastilah jiwaku sudah melayang ditengah
perjalanan. Karena aku memperoleh emas itu dengan akal
dan keringat, maka kaupun harus merebutnya kembali dengan
akal dan keringat pula, Aku beri waktu tiga hari, kau rebutlah
emas itu. Tetapi bila dalam waktu tiga hari kau tak berhasil
merebutnya, maka akupun tak akan bersegan-segan lagi
terhadapmu!" Thio Sin Houw menyambar tangan Giok Cu, dan diajaknya
menyendiri. Katanya: "Adikku, semalam kau berjanji mau mematuhi dan taat
kepadaku, tetapi belum lagi setengah hari kata-katamu sudah
berubah. Mengapa?" "Jika kau perlakukan diriku dengan baik sekali, pastilah aku
akan patuh pada setiap patah perkataanmu. Bukankah aku
berkata begitu?" sahut Giok Cu cepat.
"Apakah aku bersikap tak baik kepadamu?" Sin Houw tak
mengerti. "Benarkah aku tak dapat mengambil uang emas itu
kembali?" Kedua mata Giok Cu menjadi merah basah. Katanya:
"Baru semalam kau mengangkat diriku sebagai
saudaramu, Tetapi begitu bertemu dengan sahabat lama, kau
sudah tidak menaruh perhatian lagi kepadaku. seumpama aku
hendak mengangkangi emas Thio Su Seng, apa yang aku
andalkan" Paling-paling aku pasti mati, Ya, memang
649 sebenarnya aku harus tahu diri, bahwa didunia ini tiada
seorangpun yang menaruh belas kasih kepadaku.."
Hati Sin Houw tergetar. Tetapi jawaban Giok Cu tidak juga
membuatnya puas, maka ia berkata untuk memberikan
pengertian: "Kau adakah adik angkatku, dan dia adalah puteri
sahabatku, Baik dia maupun kau, kupandang sebagai bagian
dari hidupku sendiri. Tiada sama sekali aku membedabedakan,
mengapa kau bersikap kaku begini?"
"Sudahlah, jangan bicara berkepanjangan!" bentak Giok
Cu. "Kalau mempunyai akal, kau ambil saja emas itu dalam
waktu tiga hari..." dan setalah berkata demikian, ia lari
kedalam. Thio Sin Houw menarik napas. Hatinya masgul luar biasa.
Karena menumbuk suatu kegagalan, terpaksalah ia membawa
Cie Lan keluar dari rumah keluarga Thio, dan menginap
dirumah seorang keluarga petani. Di rumah ini, Sin Houw
minta keterangan asal-mula terjadinya perampasan uang
emas itu kepada Cie Lan, Dan Cie Lan memberi keterangan
terlalu sederhana. ia seperti belum percaya penuh kepada
Thio Sin Houw, Katanya, ia berdua Ciu suheng yang katanya
menjadi keponakannya Thio Hian Cong pada suatu kali
berpisah, dan pada saat itu enam kawalannya kena dirampas
Giok Cu. Karena emas itu menjadi tanggung jawabnya, ia
lantas menyusul ke rumah keluarga Cio-liang pay.
"Selanjutnya, kau sendiri menyaksikan bagaimana
kesudahannya," Cie Lan menutup ceritanya.
Melihat Cie Lan berbimbang-bimbang terhadap dirinya, Sin
Houw membatalkan maksudnya yang hendak mengetahui
latar belakang persoalannya, ia segera mempersiapkan diri
dalam usahanya, hendak merebut uang emas itu kembali dari
tangan Giok Cu. 650 Pada malam harinya, sekitar jam dua Sin Houw mengajak
Cie Lan untuk mengintai gerak-gerik pihak Cio-liang pay.
Begitu melompat diatas genting, ia melihat gedung pertemuan
terang-benderang oleh nyala api. Thio Ceng Sam dan Thio
Ceng Go duduk berhadap-hadapan dengan Giok Cu dan Kun
Jie mereka makan-minum diseling pembicaraan yang
menggembirakan, seolah olah sedang berpesta.
Sin Houw mencoba menguping pembicaraan mereka.
siapa tahu dengan tak sadar mereka menyinggung tentang
uang emas yang disembunyikan. selagi demikian, ia
mendengar Giok Cu berkata seperti kepada dirinya sendiri:
"Bungkusan emas memang ada disini - siapa saja yang
merasa diri mempunyai kepandaian, boleh ambil." dan setelah
berkata demikian, ia tertawa melalui dadanya.
Cie Lan menarik lengan Sin Houw, Bisiknya:
"Rupanya dia sudah mengetahui kita berada disini."
Thio Sin Houw mengangguk. Meskipun demikian, pandang
matanya tak beralih, ia melihat Giok Cu meletakkan dua buah
bungkusan diatas meja, segera ia membukanya, dan
terpantullah sinarnya yang bergemerlapan. itulah emas yang
dipertaruhkan. Kemudian ia meletakkan pedangnya
disampingnya. Kun Jie yang duduk disampingnya, meletakkan
pula goloknya diatas meja, Kemudian mereka meneguk
minumannya dan menikmati penganan yang disediakan.
"Mereka sengaja memperlihat emasnya, dengan
penjagaan yang rapi dan kuat, Tiada jalan lain, kecuali
mengadu kekerasan. perlukah aku berbuat begitu?" pikir Sin
Houw didalam hati, ia menoleh kepada Cie Lan untuk
memperoleh pertimbangan tetapi gadis itu hanya
membungkam mulut saja. 651 Setengah jam lamanya Sin Houw dan Cie Lan menunggu,
mereka yang berada didalam gedung tetap saja duduk
dikursinya masing-masing, Akhirnya terpaksa Sin Houw
mengalah. Dengan hati kesal ia mengajak Cie Lan pulang ke
tempat pemondokannya. Malam itu mereka merasa gagal
merampas emasnya kembali. Keesokan harinya sikap Cie Lan agak beda, ia tak
menaruh sangsi lagi kepada Sin Houw, sekarang ia
menceritakan tentang keadaan ibunya yang katanya dalam
keadaan sehat dan seringkali membicarakannya.
Sin Houw lalu mengambil gelang emas kecil dari dalam
sakunya, yang diperlihatkan kepada Cie Lan. Katanya:
"lnilah gelang emas pemberian ibu mu, tatkala aku hendak
berangkat mendaki gunung Hoa-san. Dahulu, pergelangan
tanganku tidak sebesar sekarang, Karena itu gelang emas
pemberian ibumu hanya kusimpan didalam saku, Aku selalu
membawanya ke mana saja aku pergi."
Cie Lan tertawa. ia memperhatikan lengan Sin Houw dan
gelang emas itu, lalu katanya mengalihkan pembicaraan
mereka: "Sepuluh tahun lebih kita tidak pernah bertemu, akupun tak
pernah mendengar beritamu, Sesungguhnya, selama itu apa
saja yang telah kau kerjakan?"
"Setiap hari aku hanya berlatih dan mendalami ilmu ajaran
suhu." jawab Sin Houw sederhana.
"Pantas saja ilmu kepandaianmu hebat sekali." Cie Lan
memuji. "Sewaktu kemarin kau menolak tubuhku,
kedudukanku gempur." "Tetapi, dari mana kau memperoleh ilmu pedang itu?" Sin
652 Houw minta keterangan . "Siapakah yang memberimu
pelajaran ?" Memperoleh pertanyaan itu, tiba-tiba kelopak mata Cie Lan
basah, jawabnya: "Ciu suheng yang mengajari, Bukankah dia termasuk salah
seorang murid golongan Hoa-san?"
Hati Sin Houw tercekat melihat kelopak mata Cie Lan yang
menjadi basah dengan tiba-tiba. Tanyanya menebas:
"Apakah dia terluka dalam perjalanan ini?"
"Tak mungkin dia terluka ..."
"Kalau begitu, mengapa kau bersedih hati?"
"Aku dibiarkan berjalan seorang diri, dia berpisah dan
meninggalkan aku tanpa pamit." Cie Lan menundukkan
kepalanya. Thio Sin Houw tak mau mendesak. Ia lantas mengalihkan pembicaraan tentang kemungkinan
nanti malam, dalam usaha merebut kembali uang emas, Dan
apabila sudah memperoleh kata sepakat, mereka lalu
bersemedi menghimpun tenaga dalam masing-masing.
Larut malam, mereka mengintai lagi dari atas genting
gedung pertemuan, seperti kemarin malam, Meja itu tetap
terjaga oleh empat orang, Hanya saja kedudukan Thio Ceng
Go ditempati oleh lain orang, Pastilah mereka itu termasuk
pula anggauta keluarga Cio-liang pay.
Menurut keterangan Giok Cu, semua pamannya berjumlah
lima orang. Bila hanya dua orang memperlihatkan diri secara
terang-terangan, tentunya yang tiga orang sedang
653 bersembunyi di suatu tempat tertentu.
Thio Sin Houw seorang pemuda yang cermat, lantaran
tergodok oleh pengalaman hidupnya sejak kanak-kanak.
Memperoleh dugaan demikian, segera ia mengisiki Cie Lan:
"Waspadalah! Pasti ada beberapa orang yang
bersembunyi disekitar tempat ini, Kita mau mengintai mereka,
jangan-jangan justru kita yang mereka intai."
Cie Lan manggut. Sekonyong-konyong kedua alisnya
berkerut, Tanpa minta pertimbangan, ia melompat turun.
Gerakan itu membuat hati Sin Houw terkesiap, segera ia
mengejar dengan maksud mengawal dari belakang.
Cie Lan ternyata mengarah ke belakang gedung. ia


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencari dapur dan terus menyalakan api. sebelum Sin Houw
sempat memberi pertimbangan, dapur sudah dibakarnya,
sebentar saja api menjilat tinggi sampai keatap gedung,
seketika itu juga, seluruh anggauta rumah tangga menjadi
kacau-balau, Gugup mereka lari berserabutan mencari air dan
merobohkan ranting-ranting pohon untuk memadamkan api,
Dan pada saat itu, Cie Lan lari balik keatap gedung
pertemuan. Tahulah Sin Houw akan maksud gadis itu. ia hendak
mengalihkan perhatian empat orang yang berada di dalam
gedung pertemuan itu, Dan akal itu memang tepat sekali.
Tatkala mereka berdua telah berada diatas atap gedung
pertemuan kembali, keempat orang tadi tiada nampak lagi. Cie
Lan girang, ia merasa dirinya cerdas dan akalnya berjalan
dengan baik sekali. Terus saja ia berseru kepada Sin Houw:
"Mereka sedang sibuk memadamkan api, mari kita
bekerja!" dan segera ia melompat turun melalui jendela,
Sin Houw mencontoh perbuatannya, tetapi ia berhenti
bergelantungan di luar jendela, untuk menjaga
654 kemungkinannya. "lkut aku!" ajak Cie Lan.
Gadis itu tiba diatas lantai dan hendak segera
menghampiri meja. Sin Houw terpaksa pula mengikuti. ia
melihat bungkusan emas itu berada diatas meja tanpa
penjaga. Dan dengan bernapsu Cie Lan maju selangkah.
Tangannya menyambar. Mendadak saja Sin Houw merasakan
suatu keanehan. Lantai yang di injaknya terasa lunak dan
bergoyang, segera sadarlah dia, bahwa lantai itu merupakan
lobang jebakan. Cepat tangannya bergerak menjangkau tubuh Cie Lan,
sambil melompat ke samping. Tetapi terlambat! sambaran
tangannya gagal, pada detik itu juga, Cie Lan terjeblos
kedalam lubang jebakan. Sin Houw menjejakkan kakinya pada
lantai yang menjeblak kedalam, tangannya menyambar dan
berhasil mencapai tiang yang berada di sebelah meja.
Kemudian ia menurunkan kakinya pada dasar tancapan tiang
itu, ia selamat, tetapi kaget dan cemas memikirkan nasib Cie
Lan. Dengan jantung bertebaran keras ia berpaling kearah
jendela, Dan seseorang yang merasa terancam bahaya,
biasanya menjadi peka oleh rasa naluriahnya, Apalagi Sin
Houw seorang pemuda yang mempunyai pembawaan cerdas
luar biasa. Tiba-tiba saja ia menaruh curiga terhadap jendela itu,
menurut dugaannya, pada jendela itulah terletak pesawat
penggerak lantai jebakan. Memperoleh dugaan demikian,
terus saja ia melompat hendak menyelidiki.
Selagi badannya terapung diudara, angin tajam
menyambar padanya. Tahulah dia, seseorang menyerang dari
belakang punggungnya, Cepat ia menangkis, suatu bentrokan
655 terjadi. Prak! Dan orang itu terdorong mundur, Namun dia
ternyata gesit, Begitu roboh diatas lantai, dia meletik bangun.
Thio Sin Houw tak sudi kena dilibat oleh perkelahian ia
melompat ke atas genting, Tetapi orang itupun menyusul
dengan sebat pula. pemuda itu mendongkol juga, ia memutar
pandang dan pada saat itu, bulu kuduknya menggeridik, sebab
dengan tiba-tiba saja, ia telah kena kepung. Beberapa orang
yang berperawakan tak rata memandang padanya dengan
bengis. Yang langsung berhadapan dengan dia, seorang laki-laki
berperawakan pendek kecil setengah cebol. Disampingnya
seorang laki-laki pula, berperawakan tinggi besar. Orang itu
nampak perkasa sekali. Dua orang itu didampingi empat orang
lagi yang bersenjata lengkap. Dan karena mereka berdiri
membelakangi cerah bulan. Sin Houw tak dapat melihat
wajahnya dengan jelas. Sin Houw lantas memperhatikan orang yang menyusulnya,
ternyata dia adalah Kun Jie, Dan begitu melihat Kun Jie,
segera ia menyadari siapakah mereka. Jelas mereka adalah
sisa tiga orang pamannya Kun Jie yang belum pernah
dilihatnya. Hanya ia belum mengetahui apakah mereka benar-benar
hendak mencelakai dirinya. Memperoleh pikiran itu, ia
bersikap waspada dan hati-hati. Diantara mereka yang mengepung kecuali Kun Jie, ia
mengenal tiga orang dengan segera. Yang pertama adalah
Thio Ceng Sam, kemudian Thio Ceng Go dan yang ketiga
Giok Cu, Tatkala ia bermaksud hendak menegurnya, tiba-tiba
orang yang berperawakan tinggi besar tertawa terbahakbahak.
Hebat perbawanya, atap yang diinjaknya bergetar dan
suara tertawanya nyaring sekali. "Kami berlima tinggal di sebuah dusun yang sunyi!"
656 katanya nyaring. "Tak pernah kami duga, bahwa pada hari ini salah seorang
bawahan Thio Su Seng sudi mengunjungi rumah kami."
Thio Sin Houw maju selangkah. ia memanggut hormat
seraya menyahut: "Perkenankan aku memperkenalkan diri terhadap susiok
sekalian." "Tidak usah. Bukankah kau bernama Thio Sin Houw?"
orang itu menukas dengan galak. Giok Cu yang berdiri di belakang mereka, maju
menengahi, Katanya memperkenalkan paman-pamannya:
"inilah pamanku yang paling tua, Ceng It, Dan ini pamanku
yang kedua, Ceng Jie, Dan ini yang keempat, Ceng Sie. Dan
dia kakak misanku yang lain, Kun Cie, puteranya paman Ceng
it ..." Thio Sin Houw memanggut hormat, setiap kali Giok Cu
menyebut nama mereka masing-masing. Didalam hati ia
berpikir: "Rupanya keluarga mereka menggunakan nama Ceng
untuk golongan tertua, dan Kun untuk yang muda-muda. Entah
apalagi untuk generasi berikutnya, dan entah apa pula maksud
mereka," Diantara kelima bersaudara, Ceng Jie yang beradat
berangasan.Dengan segera ia menegur:
"Hey, anak muda! usiamu belum seberapa, tetapi sudah
pandai membakar rumah. Bagus! sesungguhnya kepandaian
apakah yang kau andalkan?" 657 "ltulah perbuatan temanku yang semberono." sahut Sin
Houw dengan sopan. "Aku sangat menyesal atas terjadinya
pembakaran itu. syukurlah, api tidak begitu besar. Biarlah esok
pagi, akan kuperintahkan ia menghaturkan maaf kepada
paman sekalian." Ceng Jie melotot marah. Memang, api telah dapat
dipadamkan, akan tetapi hatinya masih saja panas. Ceng Sie
yang berperawakan tinggi jangkung dengan punggung agak
melengkung, maju ke depan. Katanya menimbrung:
"Puluhan tahun kami tinggal disini, selama itu belum
pernah kami terusik oleh pekerti siapapun. Mereka yang
datang kemari, hanyalah untuk menghaturkan rasa hormat
mereka. sebaliknya kau yang masih begini muda, berani
membuat onar disini, sebenarnya siapakah gurumu?"
"Guruku berada dalam laskar Thio pekhu." sahut Sin Houw
dengan tenang. "Kedatanganku kemari semata-mata untuk memohon, agar
paman sekalian sudi mengembalikan emasnya Thio Pekhu.
Aku berjanji hendak membujuk guruku, agar beliau sudi
berkirim surat kepada paman sekalian untuk menyatakan rasa
terima kasih." Thio Ceng Sie mendengus. sekian panjangnya pemuda
mengoceh, akan tetapi nama gurunya tidak pernah
disinggungnya, selagi hendak membuka mulut, kakaknya yang
tertua, Ceng It, membentak nyaring kepada pemuda itu:
"Siapakah gurumu?" Thio Sin Houw mendehem. Menyahut: "Guruku jarang sekali berkelana atau memperkenalkan diri,
Karena itu, tak berani aku menyebutkan nama beliau, lagi
658 pula, bagi paman sekalian tiada artinya sama sekali."
"Hemm!" Ceng Jie tak sabar lagi, Memang adatnya
berangasan. lantas saja ia memutuskan:
"Jadi kau masih hendak sembunyikan nama gurumu"
Apakah kau kira, kami tidak dapat mengenal gurumu" Kami
mempunyai cara lain, kau berhati-hatilah!" Dan dengan wajah
merah padam ia berseru kepada Kun Cie:
"Kun Cie! Coba kau bermain main sebentar dengan anak
itu!" Seorang pemuda yang tadi diperkenalkan sebagai
puteranya Ceng It, dengan gesit masuk ke gelanggang, Terus
saja tangannya bergerak menampar pipi, kemudian kakinya
menyusul membuat suatu tendangan. Thio Sin Houw mengelak, dan Kun Cie melepaskan tinju
kirinya. Pikir Sin Houw didalam hati:
"Mereka berjumlah banyak. "Kalau mereka maju satu demi
satu, aku bisa celaka karena lelah, Bila aku tidak melawannya
dengan cepat, sulit untukku meloloskan diri."
Oleh pikirannya itu, ia menyambut tinju kiri Kun Cie dengan
berhadap-hadapan, Tangan kanannya berkelebat menyambar
tinju itu, lalu dilemparkan ke belakang sambil melompat
kesamping. Kun Cie tak berkesempatan lagi untuk membebaskan
dirinya yang kena disambar. Belum lagi ia menancapkan
kakinya, tubuhnya sudah tertarik ke depan, Tidak dikehendaki
sendiri, ia menyelonong ke depan. Tatkala kakinya menginjak
atap, genting yang diinjaknya pecah. Dan ia terjeblos ke
bawah. Syukurlah pada saat itu, Ceng sam masih berkesempatan
659 menyambar dirinya. Sekiranya tidak demikian, pastilah dia bakal terbanting
kelantai, Mukanya merah padam oleh rasa malu, dengan
penasaran ia menyerang lagi. Thio Sin Houw sudah bersiaga, sama sekali ia tak
bergeming tatkala lawannya menyerang dengan dahsyat. ia
agaknya hendak mengadakan perlawanan dengan berhadaphadapan,
Tetapi mendadak saja, ia memutar tubuhnya
berbareng menarik kaki kirinya. Dak! Dan Kun Cie roboh
terjungkal. Sin Houw ternyata tidak hanya mendupakkan kaki kirinya
saja, iapun menggerakkan tangan kanannya selagi kaki kirinya
ditarik, Dengan suara deras, tangan kanannya menyambar
pantat Kun Cie, ia mencengkeram dan mengangkatnya oleh
gerakannya itu, tak sampai Kun Cie mencium tanah. ia
malahan dapat berdiri kembali dengan tak kurang suatu apa.
Bukan main rasa mendongkol Kun Cie, Akan tetapi tak
dapat ia berkelahi lagi, ia harus tahu diri. Meskipun matanya
masih melototi terpaksa ia mengundurkan diri.
"Hey! Anak ini benar-benar hebat!" seru Ceng Jie dengan
hati gusar. "Biarlah aku mencoba-coba mengadu kepandaian dengan
murid seorang sakti." Setelah berseru demikian, ia maju sambil menggerakkan
kedua tangannya. Tiba-tiba Giok Cu melompat ke samping orang tua itu, dan
membisik: "Paman! Dia telah mengangkat saudara denganku.
janganlah paman melukainya .."
660 "Setan! Minggir!" bentak Ceng Jie dengan sengit.
Tetapi Giok Cu bahkan memegang tangannya. Katanya
setengah merajuk: "Paman tidak akan melukainya, bukan ?"
"Kau lihat saja bagaimana nanti!" sahut Ceng Jie sambil
mengibaskan tangannya yang kena genggam, Dan oleh
kibasan itu, Giok Cu terpelanting mundur beberapa langkah.
Hampir saja ia roboh terguling. Ceng Jie tidak menghiraukan keponakannya itu, ia maju
mendekati Sin Houw, Bentaknya. "Kau majulah!" "Akh, aku tidak berani." sahut Sin Houw sambil
membungkuk hormat. "Kau tak mau menyebutkan nama gurumu, maka seranglah
aku tiga kali!" perintah Ceng Jie. "Aku ingin melihat sendiri,
apakah aku sanggup mengenal gurumu."
Panas juga hati Thio Sin Houw ketika mendengar dan
melihat sikap Ceng Jie yang besar kepala, Setelah
menimbang sejenak, akhirnya ia berkata dengan suara
merendah: "Kalau begitu, terpaksalah aku mengiringi kehendak
paman. Tetapi kepandaianku hanya terbatas, aku mohon
paman berbelas kasihan kepadaku."
"Jangan ngoceh tak keruan!" bentak Ceng Jie. "Siapa sudi
mengobrol denganmu" Hayo, seranglah!"
Sekali lagi Thio Sin Houw membungkuk hormat, dan tibaKANG
ZUSI WEBSITE http://cerita-silat.co.cc/ *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***
661 tiba tangannya menyambar. serangan pendek itu membawa
kesiur angin keras. Keruan saja Ceng Jie terperanjat sama
sekali tak diduganya, bahwa pemuda itu memiliki tenaga
dalam begitu kuat, Buru-buru ia melintangkan tangannya dan
hendak menyambar lengan baju. Thio Sin Houw tadi menyerang dengan tangan kiri, Begitu
melihat Ceng Jie membalas menyerang, gesit ia menarik
tangannya kembali. Kemudian dengan tiba-tiba pula, ia
menyerang raut muka ! "Hey!" Ceng Jie terperanjat lagi, itulah suatu serangan
yang terjadi sangat cepat, Tak sempat lagi ia menangkis.
Padahal ia seorang pendekar yang sudah terlalu banyak
makan garam. Ribuan kali ia menghadapi lawan-lawan berat
yang memiliki ilmu berkelahi yang berbeda-beda. Namun
serangan Sin Houw kali ini adalah yang terhebat.
Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri, hanyalah
melenggakkan tubuhnya kebelakang. Thio Sin Houw tak sudi memberi kesempatan lawan untuk
dapat mengadakan serangan balasan, ia bergerak mundur


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan kemudian melingkarkan tubuhnya, gerakan itu seperti
memberi kesempatan kepada lawan untuk memperbaiki
kedudukan dan mengira bahwa Thio Sin Houw hendak
melarikan diri. Cepat cepat Ceng Jie mengulurkan tangannya untuk
memberi hajaran, tetapi sebelum tangannya sampai pada
sasaran, sekonyong konyong ia merasakan suatu kesiur dari
angin serangan. Dilihatnya kedua tangan Sin Houw bergerak
dengan berbareng mirip sambaran seekor ular hendak
mematuk sasaran, sasaran itu mengarah kepada kedua tulang
iganya. "Ha-ha ..." ia tertawa di dalam hati, "Meskipun kau berhasil
menyentuh igaku, apa artinya dibandingkan dengan
662 gempuranku?" Cepat luar biasa ujung tangan Sin Houw tiba pada
sasarannya, dan mengenai pinggang Ceng Jie dengan jitu,
Dan terdengarlah suara gemeretak dua kali hampir berbareng,
Dan tepat pada detik itu, Sin Houw telah melesat mundur
sambil berputaran sebentar. Kemudian berdiri tegak
mengawasi lawannya. Ceng Jie terperanjat dan mendongkol, ia kena tipu
kesombongannya sendiri. Temyata kekebalannya tak kuasa
membendung pangutan ujung tangan Sin Houw yang
nampaknya tak bertenaga. Tetapi nyatanya seluruh tubuhnya
merasa kesemutan. sebaliknya, walaupun merasa diri seorang
yang kenyang makan garam, namun masih tak dapat
mengenal corak tata berkelahi yang terlalu percaya ke pada
pagutan tenaga tangan. Tapi dalam pada itu, Giok Cu kagum menyaksikan
kegesitan Sin Houw, hampir saja ia berteriak memujinya.
sebenarnya dalam jurus tadi, Sin Houw menggunakan
jurus gabungan. Mula-mula ia bergerak dengan ilmu ajaran
Bok Jin Ceng, lalu ia menggunakan ilmu kegesitan tubuh
ajaran Bok-siang to-jin. Dan yang terakhir ia memagutkan
tangannya dengan ilmu sakti warisan Gin-coa Long-kun. Maka
tak mengherankan, apa sebab Ceng Jie menjadi bingung.
Tetapi yang heran dan bingung ternyata tidak hanya Ceng
Jie seorang, juga Ceng It dan Ceng Sie tak kurang-kurang
pula. Mereka saling memandang dengan pandang penuh
pertanyaan. Selamanya, Ceng Jie menganggap dirinya seorang
pendekar besar. Kali ini, ia kena tertipu dalam satu gebrakan
saja, Tak mengherankan kehormatan dirinya tersinggung
sekaligus. Dengan serentak ia melompat maju dan menyerang
dengan mendadak. wajahnya merah padam, alis dan
663 kumisnya bagun seluruhnya. Gerakan kedua tangannya lantas
saja membawa kesiur angin dahsyat. Hebat perbawa Ceng Jie. Dibawah sinar bulan yang
cemerlang, kepalanya nampak mengepulkan asap, siapapun
mengerti, itulah akibat rasa amarahnya yang tak terkendalikan
lagi. Gerakan kakinya lambat, akan tetapi mantap. Itulah suatu
tanda, bahwa Ceng Jie memiliki himpunan tenaga dalam yang
sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Thio Sin Houw tak berani bermain-main lagi, Menghadapi
serangan Ceng Jie, ia mengendapkan diri sambil mendekat,
Dua kali berturut-turut, ia dadat membebaskan diri dengan
cara demikian, Pada jurus ketiga, diam-diam ia bersiaga
mengadakan perlawanan dengan ilmu sakti Hok-houw ciang.
Dan pada jurus keempat, pertempuran sengit terjadilah.
Tetapi justru menghadapi perlawanan Sin Houw, serangan
Ceng Jie tidaklah secepat tadi, Gerakannya kini agak kendor,
namun setiap pukulannya mengandung tekanan dahsyat.
setiap kali, apabila tangannya bergerak, angin dahsyat
mendahului atau mengiringi. Menghadapi tekanan himpunan tenaga dalam demikian
dahsyat, Sin Houw tercekat hatinya. Namun sama sekali ia tak
gugup. sekonyong-konyong ia melihat cahaya merah kuning
berada dalam telapak tangan Ceng Jie, ia terkejut dan sempat
berpikir didalam hati: "Apakah ia memiliki ilmu Ang-see ciang?"
Teringatlah ia kepada tutur kata gurunya tentang berbagai
ilmu sakti dengan tanda-tandanya, seperti ilmu Tiat-see ciang
(Tangan Pasir Besi), Cu-see ciang (Tangan Cu-se) dan Angsee
ciang (Tangan Pasir Merah). semua ilmu sakti itu
adakalanya mengandung bisa racun, dan juga merupakan
ilmu pukulan yang tak boleh mengenai sasaran. Barang siapa
664 kena gempurannya akan rontok tulang-tulangnya. Memperoleh
ingatan demikian, segera ia mengubah tata berkelahinya,
Untuk mencegah pendekatan, kedua tangannya di pukulkan
saling susul dengan cepat sekali. Ceng Jie bersenyum mengejak, Tahulah dia, bahwa Sin
Houw segan terhadap ilmu saktinya. ia jadi berbesar hati,
lantas saja ia mendesak selangkah demi selangkah,
Mendadak saja, lengan kanannya terasa nyeri. Kaget ia
melesat mundur sambil memeriksa tangannya, ternyata
lengan yang tadi terasa nyeri kelihatan merah dan bengkak.
Tahulah dia, lengannya tadi kena sentuh tanpa diketahui
karena cepatnya, dan iapun segera mengerti bahwa Sin Houw
bermurah hati terhadapnya, Sekiranya menghantam dengan
benar-benar, tangan atau lengannya pasti sudah rusak.
Meskipun demikian, hatinya penasaran juga. Sayang, tak
dapat lagi ia melanjutkan pertempuran itu, Dalam peraturan
adu kepandaian, ia sudah jatuh ! Selagi pertempuran terhenti, Ceng Sam maju mendekati
Sin Houw, Katanya dengan suara tenang:
"Anak muda! Masih begini muda sekali umurmu, akan
tetapi ilmu kepandaianmu hebat sekali. Marilah, ingin aku
mencobamu dengan berbekal senjata."
Thio Sin Houw cepat-cepat membungkuk memberi hormat,
sahutnya dengan suara merendahkan hati:
"Waktu datang kesini, tak berani aku membekal senjata.
Aku datang dengan tangan kosong ..."
Ceng Sam tertawa dan memutus perkataan Sin Houw:
"Kau mengenal adat istiadat. Bagus! Memang, kulihat kau
tak membawa senjata, Hal itu terjadi, karena kau terlalu yakin
kepada kemampuanmu sendiri, Hatimu terlalu besar, sehingga
keberanianmu sangat mengagumkan. Tidak apalah, hanya
665 saja malam ini kau harus memperlihatkan kepandaianku
kepadaku. Marilah, kita melihat-lihat gedung Lian-bu thia.
(Lian-bu thia = semacam ruangan untuk berolah raga).
Apa yang disebut Lian-bu thia, sebenarnya tempat
anggauta Cio-liang pay berlatih, setelah berkata demikian,
Ceng sam mendahului melompat turun dari atas genting, Dan
rombongannya ikut turun pula. Maka tak dapat lagi, Sin Houw
menolak undangan itu. Terpaksalah ia melompat turun dari
atas genting, dan mengikuti mereka memasuki ruangan Lianbu
thia. Tatkala hendak memasuki ambang pintu, tiba-tiba Giok Cu
mendekati dan membisik dekat telinga Sin Houw:
"Didalam tongkatnya tersembunyi senjata rahasia."
Tercekat hati Sin Houw mendengar peringatan itu,
seumpama tidak memperoleh pemberitahuan itu, sama sekali
ia tidak menyangka. Maka dengan hati waspada, ia
menebarkan penglihatannya. Ruangan berlatih itu berukuran lebar dan luas sekali.
Didalamnya terdapat tiga panggung persegi panjang, para
anggau Cio-liang pay nampak berkumpul berkelompokkelompok.
Rupanya, mereka semua gemar akan ilmu silat.
Baik laki-laki maupun perempuan, Mereka hendak
menyaksikan adu kepandaian antara Ceng Sam melawan Sin
Houw, Malahan, diantara mereka terdapat beberapa kanakkanak
berusia tujuh atau delapan tahun. Setelah mereka mencari tempat duduknya masing-masing,
muncullah seorang wanita setengah baya, usianya kurang
lebih empatpuluhan tahun. ia didampingi pelayan perempuan
yang semalam mengantarkan makanan untuk Thio Sin Houw.
666 "lbu!" seru Giok Cu yang mendekati wanita setengah baya
itu, wanita itu masih cantik wajahnya, namun mengandung
rasa duka, Mendengar seruan anaknya, ia hanya
mengerlingkan mata. Sama sekali tak menyahut memperlihat
wajah jernih. pandang matanya guram tak bersinar.
"Anak muda," kata Ceng Sam kepada Sin Houw, "Disini
banyak terdapat bermacam-macam senjata, Kau hendak
menggunakan senjata apa, boleh pilih sendiri !" setelah
berkata demikian, ia menunjuk sekitar ruangan, Pada dinding
gedung itu terdapat deretan berbagai macam senjata tajam.
Thio Sin Houw menyadari, bahwa ia sedang menghadapi
persoalan yang rumit sekali. Tak mudah baginya untuk
memperoleh penyelesaian tanpa kekerasan.
Namun, ia tak menghendaki akan terjadinya ketegangan
yang bertambah hebat, Karena itu, tak boleh ia sampai melukai siapapun
meskipun dirinya seumpama terdesak kepojok. inilah
pengalamannya untuk yang pertama kalinya setelah
memasuki kancah penghidupan babak kedua, Dan masalah
yang sedang dihadapi itu, ternyata sulit luar biasa, ia
berbimbang-bimbang sejenak untuk menentukan sikapnya.
Giok Cu yang sejak tadi memperhatikan Sin Houw, melihat
pemuda itu berbimbang-bimbang. ia berserus "Pamanku yang
ketiga ini paling senang terhadap seorang muda yang
berkepandaian tinggi. pastilah dia tidak akan melukaimu ..."
"Tutup mulutmu!" tukas ibunya dengan suara sengit, Tak
usah dikatakan lagi, bahwa wanita itu tiba-tiba saja berpanas
hati. Ceng sam menoleh kepada Giok Cu. Berkata:
667 "Kau lihat saja, bagaimana kesudahannya nanti." setelah
berkata demikian, ia melemparkan pandang kepada Sin Houw
dan berkata lagi: "Anak muda, kau menggunakan pedang atau
golok panjang?" Thio Sin Houw terdesak. Mau tak mau ia harus
memberikan jawaban. segera ia menebarkan penglihatannya.
Tiba-tiba ia melihat seorang kanak-kanak berusia ampat tahun
berada di dekat seorang pelayan wanita, pastilah anak itu
salah seorang anggauta keluarga tuan rumah. ia hadir dengan
membawa alat-alat permainannya, diantaranya terdapat
sebatang pedang kayu yang di cat hitam, Melihat pedang kayu
itu, Sin Houw segera mendekati anak itu dan berkata lembut:
"Adik kecil, bolehkah aku meminjam pedangmu" sebentar
saja." Anak itu ternyata pemberani. Sama sekali ia tak takut
terhadap orang asing, Dengan tertawa ia mengangsurkan
pedang kayunya, Dan setelah Sin Houw menerima
pedangnya, ia lari ke dekapan pengasuhnya.
"Sam susiok, tak berani aku menggunakan senjata benarbenar."
kata Sin Houw mendekati Ceng Sam, "Bukankah kita
hanya berlatih saja?" Sebenarnya Sin Houw bermaksud merendahkan dirinya,
akan tetapi bagi Ceng Sam justru dianggap menghinanya.
Hampir saja orang tua itu tak sanggup mengendalikan rasa
marahnya. Untuk menghibur dirinya sendiri, ia tertawa
terbahak-bahak. Katanya diantara suara tawanya:
"Memang akulah yang lagi sial, puluhan tahun lamanya,
aku berkelana mencari lawan dan kawan. selama itu belum
pernah aku bertemu dengan seorang yang berani
merendahkan diriku. 668 Hem, pernahkah kau mendengar nama tongkatku: Liongtou
Koay-tung?" katanya. "Baiklah! Jika benar-benar kau mempunyai kepandaian
dewa, hayo kau tabaslah tongkatku kutung!"
Yang disebut tongkat Liong-tou Koay-tung terbuat dari campuran besi dan baja, siapapun
percaya bahwa tongkat itu tak akan mungkin tertatas kutung
oleh pedang kayu, kecuali apabila pedang kayu itu buah
tangan dewa sakti dan setelah berkata demikian, dengan hati
mendongkol Ceng sam menyambar tongkatnya dan
dibabatkan kearah pinggangnya Sin Houw. Hebat
sambarannya, didalam ruangan itu lantas saja terdengar suatu
suara berdengung. Gidk Cu memekik cemas, menyaksikan sambaran tongkat
pamannya yang hebat tak terkatakan, pada saat itu, ia melihat
tubuh Sin Houw berputar seperti terseret putaran anginnya.
Akan tetapi belum sampai tubuh Sin Houw terlempar, tibatiba
pedang kayu ditangannya bergerak kencang dan
menikam pergelangan. Ceng Sam mundur sambil menarik tongkatnya, sebagai
gantinya, ia maju selangkah dan menusuk ke arah dada.
"Akh!" seru Sin Houw didalam hati. "Kiranya tongkatnya
bisa dipergunakan untuk menikam pula, aku harus berhatihati."
Cepat-cepat ia mengelak dan pedang kayunya menotok
lengan. Ceng Sam terkejut, ia tahu, meskipun hanya pedang
kayu akan tetapi bila menabas lengan bisa mengutungkan.
Sebat ia melepaskan pegangannya, sehingga ujung tongkat
jatuh menusuk lantai. Tetapi tepat pada saat itu, serangannya
yang tak kalah dahsyatnya telah menyusul.
669 Hebat gerak-geriknya. selain cepat, mengandung ancaman
mengerikan, sedikit saja Sin Houw kena tersentuh, pasti akan
celaka. Thio Sin Houw kagum melihat kegesitan dan kesehatan
Ceng Sam oleh rasa kagumnya, ia berkelahi dengan hati-hati
dan cermat. ia selalu mengelak atau menghindari. Dan
kemplangan tongkat yang tidak mengenai sasaran,
menghantam batu lantai hingga hancur berantakan.
Keping-kepingannya terpeleset kesana kemari bagaikan
titik hujan. Maka bisa dibayangkan betapa akibatnya, apabila
sampai mengenai tubuh manusia yang terdiri dari darah dan
daging. Sin Houw tak sudi terpengaruh kedahsyatan tongkat Liongtou
Koay-tung, segera ia melayani kegesitan lawan dengan
ilmu kelincahan tubuh ajaran Bok-siang tojin, Tubuhnya
bergerak sangat lincah, gesit dan sebat luar biasa.
Tak ubah bayangan, ia melesat ke sana kemari. Dan setiap
kali memperoleh kesempatan, pedangnya menabas dan


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menikam, Tak terasa, pertempuran cepat itu telah memasuki jurus
duapuluh, setelah itu, Ceng Sam kelabakan sendiri. ia sudah
terlanjur membuka mulut besar. Akan tetapi sampai sekian jurus, belum berhasil
merobohkan lawannya yang masih berusia muda sekali.
sekian puluh tahun lamanya, ia malang melintang tanpa
tandingan karena tongkatnya itu. Akan tetapi pada malam itu, ia malah kena dipermainkan
seorang bocah cilik. 670 Masakan melawan pedang kayu saja, membutuhkan waktu
begitu lama" Dan oleh pikiran itu, ia menjadi gugup, Tak
dikehendaki sendiri, keringatnya membasahi seluruh
tubuhnya. Oleh rasa gugup dan mendongkol, ia menjadi penasaran.
segera ia merubah tata-berkelahinya, Dengan gesit ia
mencoba melihat Sin Houw dengan tongkat andalannya.
Gerakannya membuat semua penonton mundur beberapa
langkah, karena tersapu angin yang datang bergulungan. Ada
diantaranya yang bersandar pada tembok untuk
mempertahankan diri. Setelah merubah tata berkelahinya, Sin Houw mengakui
didalam hati bahwa orang tua itu merupakan lawannya yang
tertangguh selama hidupnya, Tak dapat ia mendekatinya.
sedang pedang kayunya tak dapat diharapkan bisa menabas
kutung tongkat Liong-tou Koay-thung bahkan apabila kurang
hati-hati, pedang kayunya sendiri yang bakal patah menjadi
dua tiga bagian. "Akh, kalau begini terpaksa aku harus melawannya dengan
ilmu gabungan kedua guruku ..." pikir Sin Houw di dalam hati,
Berpikir demikian, iapun segera merubah tata berkelahinya,
Gerakannya jadi lambat dan nampak perlahan.
Ceng Sam bergirang hati menyaksikan gerakan Sin Houw
yang makin lama jadi makin lambat. Itulah suatu tanda bahwa
dia kehilangan tenaga. oleh pikiran itu, tak sudi ia sia-siakan
kesempatan yang bagus. Begitu memperoleh kesempatan,
dengan sebat ia menghantamkan tongkatnya.
Thio Sin Houw nampak lelah. Dengan gerakan lambat ia
menyambut serangan tongkat Ceng Sam yang dahsyat tak
mengenal ampun. Giok Cu yang berada diluar gelanggang
berseru cemas. Tiba-tiba ia melihat suatu perubahan yang mengherankan.
671 Pada saat ujung tongkat lewat didepan dada, cepat, luar biasa
Sin Houw menggerakkan tangannya. Tahu-tahu ujung tongkat kena ditangkapnya dengan
tangan kiri, Dengan tenaga penuh, ia menghentak sambil
menarik. Kemudian pedang kayunya menyambar. Bret! dan
bajunya Ceng Sam menjadi koyak! Ceng Sam kaget bukan kepalang. Pada detik itu pula, telapak tangannya panas luar biasa
oleh gentakan Sin Houw. Tak dapat lagi ia mengelakkan diri
atau mencoba mempertahankan diri. Satu-satunya jalan, hanya melepaskan genggemannya.
Artinya, tongkat andalannya kena direbut lawan. Hal itu
sebenarnya sudah merupakan karunia meskipun memalukan
sekali. coba seumpama Sin Houw tidak mengenal belas kasih,
dadanya sudah kena tikam dengan telak!
Thio sin Houw tahu kegelisahan lawan. Hatinya yang mulia
tidak mengijinkan untuk ia membuat orang tua itu
menanggung malu, selagi menarik pedang kayunya, ia
menyodorkan tongkat yang kena dirampasnya kepada
pemiliknya lagi. Gerakan itu dilakukan dengan cepat dan
semu, sehingga hanya seorang ahli saja yang bisa
mengetahuinya. Sebenarnya Ceng sam sudah merasa mati kutu, Akan
tetapi hatinya panas dan mendongkol, sambil menerima
tongkatnya kembali, ia berteriak tinggi sambil menyerang,
itulah kejadian diluar dugaan Sin Houw, ia heran, apa sebab
orang tua itu membandel" Bukankah dia sudah terkalahkan"
Apa sebab ia masih menyerang" Tapi tak sempat lagi ia
berpikir berkepanjangan, ia harus mengelakkan serangan tibatiba
itu, Dengan gesit ia melesat ke samping dengan
memiringkan badannya. Lalu melompat mundur.
672 Ceng sam tak mau mengerti. Sebenarnya, kalau mau Sin
Houw dapat menyerangnya dari samping, Tapi ia tak
memperdulikan kemuliaan hati pemuda itu. Dengan
penasaran, ia menarik pulang tongkatnya. Lalu menyerang,
tapi kali ini dibarengi dengan suara berdesir, Dan dari ujung
tongkatnya, melesatlah tiga batang paku beracun yang tipis.
sasarannya membidik atas, tengah dan bawah.
Jarak mereka sangat dekat. Maka bisa dibayangkan,
betapa berbahayanya. Apalagi Ceng Sam membarengi dengan tusukan. Giok Cu
berseru kaget, Hampir saja ia melompat ke dalam gelanggang,
kalau saja tidak kena tarik ibunya.
Thio Sin Houw sudah berjaga-jaga sejak memperoleh
kisikan Giok Cu. Tapi serangan itu sendiri, sangat keji.
Gesit luar biasa, ia menyapu ketiga paku itu dengan
pedang dan ujung baju-nya, itulah jurus simpanan ilmu sakti
dari golongan Hoa-san pay ajaran guru-nya, Bok Jin Ceng
yang jarang sekali muncul didepan umum. Kalau saja tidak
merasa terpaksa, tidak akan Sin Houw menggunakan ilmu
simpanan tersebut. Setelah itu, dengan geram ia maju selangkah dan
menekan ujung tongkat Ceng Sam dengan pedang kayunya
kelantai. Itulah suatu peristiwa diluar dugaan Ceng Sam. ia tadi
sudah merasa pasti, bahwa serangan paku beracunnya akan
berhasil. Tak mengherankan, tongkatnya tidak perlu ditariknya
kembali cepat-cepat, sekarang tongkatnya kena tindih, Suatu
tenaga luar biasa besarnya menekan ujung tongkatnya ke
lantai. Terus saja, ia berjuang mempertahankan tongkatnya, Akan
673 tetapi pedang kayu Sin Houw terus menekan ke bawah sedikit
demi sedikit, Dan tatkala ujung tongkat meraba lantai, kaki
kirinya menggantikan kedudukan pedang, Tongkat itu
diinjaknya. Keringat dingin membanjiri seluruh tubuh Ceng Sam, ia
berkutat mati-matian untuk membebaskan tongkatnya.
Selagi mengerahkan sisa tenaganya, tiba tiba Sin Houw
melompat mundur, oleh perubahan itu, Ceng Sam terhentak
mundur beberapa langkah dan hampir saja ia roboh
terjengkang, ia berhasil mengangkat tongkatnya kembali. Akan
tetapi lantai yang terbuat dari batu pualam hijau meninggalkan
lobang besar sebesar tusukan ujung tongkatnya, Dan
menyaksikan hal itu, semua hadirin terperanjat dan
tercengang. Tak usah diumumkan lagi, Ceng Sam telah kalah. ia
mendongkol bukan kepalang. Tak pernah terlintas di dalam
benaknya, bahwa pada suatu kali ia bakal dikalahkan lawan
yang hanya bersenjata pedang kayu, ia menggigil oleh rasa
marah, kecewa dan benci. Dengan kedua tangannya ia melemparkan tongkatnya
keatas wuwungan gedung. Brak! Dan atap gedung itu
tertembus tongkatnya dengan suara berderakan.
"Tongkatku kena kau kalahkan dengan pedang kayumu,
Apa perlunya kusimpan lagi sebagai senjata mustika?"
teriaknya dengan wajah merah padam.
Thio Sin Houw tak bergerak dari tempatnya. ia tahu, orang
tua itu sedang mengumbar rasa mendongkolnya. sebenarnya
bukan tongkatnya yang buruk, akan tetapi karena ilmu
kepandaiannya kalah jauh dengan Thio Sin Houw. Semua
orang tahu akan hal itu, Dan sebenarnya tak perlu Ceng Sam
menutup nutupi kekalahannya. 674 Diantara keluarga Cio-liang pay yang berkumpul didalam
gedung itu, tinggal Ceng It, Ceng Sie dan Ceng Go yang
belum melawan Sin Houw, Ceng Go adalah seorang ahli
pembidik senjata rahasia. senjata yang digunakannya adalah
semacam pisau belati panjang yang tipis.
Bentuknya setengah golok setengah pisau, Tajamnya luar
biasa. selain itu mengandung racun jahat, Selama hidupnya,
belum pernah ia kehilangan sasaran bidikannya, selalu tepat
dan tak pernah meleset. Senjatanya disimpan dalam sebuah kantong semacam
tempat anak panah. Masing-masing senjata mempunyai daya
berat setengah kilo, Biasanya senjata bidik terlepas tanpa
suara. Tapi senjata bidik Ceng Go yang istimewa itu, meraung
nyaring seperti seruling, itulah disebabkan pada ujung belati
terdapat sebuah lobang sebesar biji asam.
Suara itu sendiri dimaksudkan sebagai suatu santun.
Lawan diperingatkan terlebih dahulu agar bersiaga penuh
begitu mendengar suara raungan, Akan tetapi sebenarnya
raungan suara itu justru mengacaukan pemusatan lawan.
salah salah bisa membuat lawan yang kecil hati jadi bingung
dan gugup. Melihat kakaknya gagal menguji ketangguhan Sin Houw,
tanpa berbicara lagi ia melompat kedalam gelanggang.
"Saudara Sin Houw!" katanya. "Tahun depan umurku
mencapai empat puluh tahun, jadi aku masih pantas menyebut
kau sebagai saudara. Kau hebat, saudara. Dengan senjata
kayu kau bisa mengalahkan tongkat mustika kakakku.
Bagaimana kalau sekarang aku mencoba-coba senjata
bidikku?" Dan setelah ia berkata demikian, dialihkannya kantong kulit
yang berada dipunggung ke pinggang.
675 Sin Houw menatap gerak-gerik Ceng Go sebentar.
Rasanya tiada gunanya ia mencoba menolak. Maka
terpaksalah ia mengangguk. sahutnya:
"Baiklah, hanya saja tak berani paman menyebut diriku
dengan istilah saudara. sebab aku sudah mengangkat
saudara dengan kemenakanmu, Harap saja paman sudi
bermurah hati terhadapku " Ia mengembalikan pedang kayu kepada anak yang
meminjami, kemudian balik kembali memasuki gelanggang, ia
tahu, kali ini bakal menghadapi pertempuran seru, apalagi ia
menghadapi orang termuda dari lima dedengkot Cio-liang pay,
pastilah dia lebih berangasan dari pada saudara-saudaranya
yang tua tadi. Dalam pada itu, semua penonton mundur sampai
kedinding. Mereka tahu, senjata bidik Ceng Go tak boleh di
buat semberono, sekali terlepas, maka udara akan dipenuhi
pisau belati yang berterbangan dengan suara meraung.
Tak mengherankan suasana gelanggang jadi tenang
bercampur tegang, Sebab apabila Sin Houw terpaksa
mengelak, senjata bidik akan terus meluncur menikam salah
seorang penonton yang lagi bernasib sial.
Thio Sin Houw sendiri kala itu, terpaksa memeras otak,
Bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk melawan senjata
bidik Ceng Go" Kalau hanya main tangkap, rasanya kurang
kena. Karena gerakan itu hanya memperlihatkan suatu
kegesitan belaka, seumpama Ceng Go bisa dikalahkan
dengan cara demikian, tentunya dia belum puas.
Kecuali apabila sanggup menanamkan rasa segan
kedalam hati mereka semua, agar Cie Lan dibebaskan dengan
hormat.Pikirnya: "Dia hendak memperlihatkan kepandaiannya
dalam hal membidikkan senjata kenapa aku tak menirunya?"
676 dan memperoleh pikiran demikian, segera ia berkata:
"Go susiok, biarlah aku mengambil segenggam batu untuk
menghadapi senjata bidik paman yang dahsyat."
Setelah berkata demikian, ia keluar gelanggang dan
mengambil seraup batu-batu kerikil. ia sudah memperoleh
keputusan hendak melawan senjata bidik Ceng Go dengan
ilmu ajaran Bok-siang tojin! "Silahkan!" katanya setelah memasuki gelanggang
kembali. "Hati-hati!" Ceng Go memperingatkan.
Berbareng dengan peringatannya, sebatang pisau belati
menyambar dengan suara meraung, Hebat suara raungan itu,
gerakan Ceng Go tangkas pula. Maka cepat-cepat Sin Houw
menyentil sebuah batu, !Takk!" Batu membentur ujung pisau.
Dan suara raungan itu terhenti, karena batu menyumbat
lobang suara. "Bagus!" Ceng Go memuji. "Kalau begitu, tak boleh aku
bersegan segan lagi, Hati-hatilah!"
Dua pisau belati terbang menyambar dengan sekaligus,
dan dua kali pula bentrokan terdengar nyaring, Yang pertama
terpukul miring dan membenam pada tiang, sedang yang
kedua runtuh bergelontangan dilantai, peristiwa itu benarbenar
mengejutkan Ceng it yang memperhatikan adu
kepandaian antara saudara-saudaranya melawan Sin Houw.
Betapa tidak" senjata bidik Ceng Go mempunyai berat
kurang lebih setengah kilo, Kena tenaga lontaran pembidiknya
akan mempunyai daya berat sekian kali lipat, Akan tetapi kena
di runtuhkan Sin Houw yang hanya menggunakan batu kerikil.
Tak usah dikatakan lagi, bahwa himpunan tenaga dalam Sin
Houw jauh berada diatas Ceng Go. 677 Wajah Ceng Go nampak berubah, begitu menyaksikan
runtuhnya dua pisau belatinya, Tapi pada saat itu pula, ia
memberondongkan ampat pisau belatinya sekaligus. Sin
Houw sudah mempunyai dugaan demikian, ia menyongsong
sambitan pisau belati Ceng Go dengan ampat butir kerikilnya,
Dan ampat pisau belati itu runtuh diatas lantai saling susul
seperti tadi, setelah terdengarnya suara benturan yang
nyaring. "Akh, bagus! Bagus!" seru Ceng Go, ia seperti menyatakan
pujian dengan hati tulus, akan tetapi hatinya sesungguhnya
mendongkol bukan main. segera ia melepaskan enam pisau
belatinya sekaligus, kemudian dua batang lagi menyusul
beberapa detik. Arah bidikannya memenuhi segenap penjuru akan tetapi
sasarannya satu. Teriaknya didalam hati: "Hem! Coba, ingin
kulihat apakah kau mampu meruntuhkan ke enam pisau-pisau


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belati, berikut dua lagi yang menyusul belakangan ..."
Terbangnya delapan benda tajam itu membawa suara
meraung-raung berisik sekali, Kena pantulan sinar lampu, ke
delapan senjata bidik itu membawa cahaya berkilauan, Tetapi
sebentar saja, baik suara raungan maupun sinar berkilauan itu
padam dengan mendadak kena benturan enambelas batu
kerikil Sin Houw yang bersuing pula diudara!
"Akh, benar-benar hebat!" seru Ceng Go didalam hati,
sekarang ia jadi penasaran. Dengan semangat tempur yang
menyala, ia melepaskan enam batang pisau belati sampai tiga
kali berturut-turut saling menyusul, Tak usah dikatakan lagi,
betapa berisik suara raungan diudara!
Ceng It adalah seorang pendekar berpengalaman. Melihat
gerak-gerik Sin Houw yang gesit dan tangkas luar biasa,
tahulah dia bahwa pemuda itu pasti murid seorang pendekar
yang berkepandaian tinggi luar biasa. Kalau sampai pisaunya
678 Ceng Go melukainya, akan panjang ekornya. Maka cepatcepat
ia berteriak mencegah: "Go-tee, jangan menuruti hati panas saja, Tahan!"
Akan tetapi pencegahan itu sudah kasep, Tiga kali
berturut-turut, Ceng Go melepaskan senjata bidiknya, setiap
kali ia melepaskan enam batang. Dengan demikian,
delapanbelas batang senjata bidik berkilauan memenuhi udara
tak ubah hujan gerimis. Adalah tak mungkin untuk menarik
kembali. Thio Sen Houw sendiri bersikap tenang luar biasa,
menghadapi hujan senjata bidik. Mula-mula ia menebarkan
duabelas batu kerikilnya untuk meruntuhkan enam batang
golok. Kemudian ia melesat kesana kemari menangkap enam
pisau belati susulan. setelah kena tergenggam ditangannya, ia
menyambitkan kembali meruntuhkan enam senjata bidik yang
menyambar untuk yang ketiga kalinya.
Dengan tiga gerakan itu, ke delapan belas senjata bidik
Ceng Go rontok bergelontangan diatas lantai. Dan yang kena
bentur senjata kerikilnya terbang keluar gelanggang
menancap pada dinding. itulah suatu pemandangan yang
benar-benar mempesonakan. Mereka semua yang melihat,
memekik tertahan oleh rasa heran dan kagum.
Pandang mata Ceng It, Ceng Jie, Ceng Sam, Ceng Sie
dan Ceng Go mendadak menjadi bengis. Dengan serentak
mereka berteriak nyaring: "Apakah kedatanganmu kemari atas perintahnya Gin-coa
Long-kun?" Sin Houw tercengang, Memang, ia tadi menggunakan jurus
ilmu warisannya Gin-coa Long-kun selagi menghadapi
kerumunan senjata bidiknya Ceng Go. Tetapi bagaimana
679 mereka berlima bisa mengenal dengan sekali melihat saja"
Thio Sin Houw tidak mengetahui bahwa pada waktu muda,
Ceng It berlima pernah bertempur melawan Gin-coa Long-kun.
Ketika waktu itu Ceng Go menyerang dengan delapanbelas
senjata bidiknya, cara menangkap dan mengadakan
perlawanan Gin-coa Long-kun, benar-benar tak pernah
terlupakan oleh mereka berlima. Di dunia ini hanya dia
seorang, Bertahun-tahun lamanya, mereka membicarakan dan
merundingkan gerakan Gin-coa Long-kun yang ternyata
merupakan obat pemunah sambaran pisau terbang yang
ampuh, Gerakan itu tak pernah terhapus dari ingatan mereka.
Bahkan seringkali dibawanya bermimpi. Maka itulah
sebabnya, begitu melihat gerakan perlawanan Thio Sin Houw
segera mereka mengenali tanpa ragu-ragu lagi.
Thio Sin Houw tidak mengetahui adanya latar belakang
sejarah mereka berlima yang bersangkut-paut dengan Gin-coa
Long-kun. Melawan Ceng Jie dan Ceng Sam serta Ceng Sie,
ia hanya meng gunakan jurus-jurus ajaran kedua gurunya.
Tetapi setelah merasa terpojok oleh sambaran pisau terbang
Ceng Go, dengan tak dikehendakinya sendiri ia melakukan
perlawanan dengan jurus warisan Gin-coa Long-kun. Memang
warisan Gin-coa Long-kun sudah meresap didalam darah
dagingnya, seakan-akan miliknya sendiri. Karena itu cara
menggunakannya secara naluriah belaka.
Begitulah, tatkala mendengar pertanyaan itu segera ia
hendak memberi keterangan, Tetapi pengalaman hidupnya
yang pahit, menahannya. ia menaruh curiga terhadap bunyi
dan nada pertanyaan mereka. Cara mereka bertanya,
mengingatkan dirinya kepada musuh-musuh ayah bundanya
yang bersikap galak dan main paksa. Mulutnya yang sudah
bergerak, segera menutup kembali, selagi demikian, terlihatlah
tiga orang memasuki paseban, Yang berjalan di depan adalah
Cie Lan yang terbelenggu kedua tangannya. ia dikawal oleh
dua orang yang bersenjata terhunus. Rupanya, baru saja Cie
Lan dikeluarkan dari lubang jebakan.
680 Melihat munculnya Cie Lan, hati Sin Houw tergetar, Terus
saja ia melesat menghampiri. Ceng It dan Ceng Ji segera
memburunya dengan senjata andalan mereka.
Thio Sin Houw tak menghiraukan, ia menyusul Cie Lan,
Tiba-tiba dua pengawalnya menyerang dengan berbareng,
Cepat ia mengendapkan diri, dan pada detik itu
terdengarlah suatu bentrokan senjata tajam, itulah bentrokan
senjata antara dua pengawal Cie Lan dan Ceng lt.
"Minggir, tolol!" bentak Ceng It mendongkol.
Sin Houw tadi tidak mengadakan perlawanan tatkala kena
serang dua orang pengawalnya Cie Lan, ia hanya
mengendapkan diri, sehingga kedua pedang penyerangnya
menyelonong melalui punggungnya, justru pada saat itu Ceng
It dan Ceng Jie sedang menyerang pula. Dengan demikian
senjata mereka berempat jadi berbenturan. Keruan saja, dua
pengawal itu kaget setengah mati. Mereka heran bukan kepalang, atas terjadinya benturan
itu, pada waktu itu Sin Houw mempunyai kesempatan untuk
mendekati Cie Lan. Dengan sekali tabas, ia memutuskan tali
pembelenggu dengan pedangnya Cie Lan yang masih
tergantung di pinggangnya. Kemudian berkata:
"lni pedangmu!" "Sin-ko!" seru Cie Lan girang, Cepat ia membuang tali
pembelenggunya dan terus menerima pedangnya, Dan baru
saja pedangnya tergenggam, dua batang tombak pendek
Ceng It melintang di depannya, ia terperanjat Tetapi pada saat
itu, ia mendengar suara mengaduh. Cepat ia menoleh dan
melihat dua pengawal yang sialan tertusuk tombak Ceng It.
Untung, Ceng It masih sempat menyadarkan tikamannya
681 sehingga hanya menusuk paha. Kalau tidak, mereka berdua
pasti akan menjadi sate mentah. Peristiwa itu terjadi oleh kecekatan Sin Houw yang bisa
mengambil keputusan diluar dugaan. Melihat ancaman
bahaya, sebat ia menyambar dua pengawal yang menyerang
dari samping dan dibenturkan pada tombak majikannya dan
setelah itu, ia merenggut tali pembelenggu Cie Lan untuk
dijadikan alat melawan keganasan tombak Ceng It.
Ceng It pada waktu itu mendongkol bukan main, Dengan
geram, ia menendang kedua pengawalnya,Kemudian
mengulangi tikamannya. Sin Houw menyambar tangan Cie
Lan dan dibawanya melompat mundur. Kemudian ia melihat
ujung tombak Ceng It dengan tali pembelenggu.
Sudah barang tentu, Ceng It tidak sudi kena libat, untuk
membebaskan libatan itu, ia melompat dengan menikamkan
tombaknya lagi untuk yang ketiga kalinya, Sin Houw memuji
kecekatannya, Tetapi otaknya yang cerdas dapat mengambil
tindakan diluar dugaan. Tadi, memang ia bermaksud menarik
tombak itu setelah melihatnya. Apabila Ceng it melompat maju
sambil melepaskan tikamannya, ia malah melepaskan tali
libatan, Dan dengan kecepatan luar biasa, ia melompat
kesamping sambil melindungi Cie Lan. Ceng It jadi kehilangan
keseimbangan. Tubuhnya menyelonong ke depan sampai dua langkah
jauhnya. Kemudian dengan mati-matian ia
mempertahankannya dengan menjagangkan kedua kakinya.
Thio Sin Houw mempergunakan kesempatan yang baik itu,
Dengan membimbing tangan Cie Lan, ia lari keserambi depan,
ia membalikkan tubuhnya, berdiri tegak dan menunggu
kedatangan mereka dengan sikap tenang luar biasa.
Ceng It jadi panas hati, ia merasa diri kena dipermainkan
682 seorang pemuda seumpama bocah yang belum pandai apaapa.
Maka dengan penasaran dan penuh dengki, ia memburu.
Keempat saudara dan dua kemenakannya segera
menyusulnya. Dan sebentar saja, mereka bertujuh sudah
mengambil sikap mengurung. "Kau jawablah pertanyaanku! Di mana Lim Beng Cin kini
berada?" bentak Ceng It dengan menudingkan tombaknya.
"Lim Beng Cin" siapakah Lim Beng Cin?" sahut Sin Houw
heran, Kemudian meneruskan dengan suara sabar: "Marilah
kita bicarakan dengan baik-baik. susiok sekalian tidak perlu
bergusar hati terhadapku." "Apakah kau muridnya Lim Beng Cin yang terkenal dengan
sebutan Gin-coa Long-kun?" kata Ceng It yang tidak
menggubris. "Apakah kedatanganmu ke sini, atas
perintahnya?" Belum lagi Sin Houw membuka mulutnya, Ceng Sie ikut
bicara, Katanya garang: "Anak muda! sebelum terlanjur berilah kami keterangan
sejelas-jelasnya - coba jawab, dimanakah Gin-coa Long-kun
kini berada?" Sepasang alis Sin Houw terbangun. Teringatlah dia, bahwa
dahulu Kun Cu dan temannya secara samar-samar pernah
menyebut Gin-coa Long-kun dengan nama Lim Beng Cin pula,
Maka oleh ingatan itu, segera ia menjawab:
"Dengan sesungguhnya, selama hidupku belum pernah
aku melihat wajah Gin-coa Long-kun. Bagaimana dia bisa
memerintahkan aku untuk datang ke sini?"
"Apa kata-katamu ada harganya untuk kami percaya?"
Ceng sie menegas. 683 "Hem! Meskipun aku bukan seorang ksatria besar, tetapi
selama hidupku belum pernah aku berbohong terhadap
siapapun." sahut Sin Houw mendongkol. "Secara kebetulan
aku bertemu dengan saudara Giok Cu, kemudian bersahabat
dan datang ke sini untuk mengunjungi dan menjenguk
kesehatannya, Apakah hal ini ada hubungannya dengan Gincoa
Long-kun?" Mendengar perkataan Sin Houw Ceng It berlima agak
menjadi tenang, Namun rasa curiga mereka belum hilang,
setelah berdiam sejenak, Ceng It berkata mengancam:
"Kau bisa menyebut Gin-coa Long-kun dengan lancar,
pastilah kau mengetahui dimana tempat persembunyiannya,
janganlah kau mengharap bisa keluar dari dusun ini. Terus
terang saja, dia adalah orang buruan kami!"
Thio Sin Houw menjadi tercengang mendengar bunyi
ancaman Ceng It, ia menjadi teringat dengan nasib
keluarganya yang terus-menerus dikejar-kejar musuh dari
berbagai jurusan, Dan teringat hal itu, hatinya sengit, Namun
masih bisa ia bersikap sabar dan tenang, setelah
membungkuk hormat, ia menyahuti "Aku memang kenal namanya, tetapi aku bukan sanak atau
keluarganya, Akupun belum pernah melihat dirinya dengan
berhadap-hadapan, apalagi berbicara dengannya. Hanya saja
memang aku tahu, di mana dia kini berada. Tetapi yang
kukhawatirkan, barangkali tiada seorangpun yang berani
menemuinya ..." Itulah suatu penghinaan bagi Ceng It berlima, lantas saja ia
menggerung hebat. Teriaknya: "Siapa bilang kami tak berani mencarinya " Belasan tahun
sudah, kami berusaha mencari untuk menemukannya kembali.
Kami berlima boleh kau antarkan seorang demi seorang, atau
dengan berbareng. Sesukamulah! Biarpun dia bersembunyi di
684 ujung langit, kami tidak akan mundur selangkah pun juga..."
Nah, antarkan kami kepadanya! Atau berilah kami
keterangan di mana dia sekarang berada."
Thio Sin Houw tertawa tawar, sebagai seorang pemuda
yang banyak mempunyai pengalaman berhadapan dengan
musuh-musuh ayah-bundanya, lantas saja dia dapat menilai
budi pekerti Ceng It dan saudara-saudaranya, sahutnya
menggertak: "Apakah benar-benar susiok hendak menemui dia?"
Dengan hati panas, Ceng It maju selangkah. Berteriak
nyaring: "Tidak salah lagi! Aku memang mau menemui dia, Di
mana?" Sin Houw mengkerutkan dahi, Ber-tanya menegas:
"Sebenarnya apa maksud susiok hendak menemuinya?"
"Hei, anak muda!" bentak Ceng It, "Kau anak kemarin sore,
janganlah kau mempermainkan aku yang sudah ubanan, kau
katakanlah, dimana dia sekarang berada!"
Sin Houw tersenyum melihat kelakuan orang tua itu, yang
masih berangasan, jawabnya: "Kurasa susiok masih membutuhkan waktu beberapa
tahun, untuk bisa menemui dia."
"Apa maksudmu?" potong Ceng It.
"Karena dia sudah meninggal dunia..." ujar Sin Houw
dengan suara tenang. 685 Mendengar perkataan itu, mereka semua tercengang, Juga
seluruh anggauta keluarga Cio-liang pay yang ikut menyusul
ke serambi depan. Tiba-tiba terdengarlah pekik suara Giok Cu:
"lbu! ibu ...!" Thio Sin Houw menoleh. Dan pada saat itu, ia masih
berkesempatan melihat ibunya Giok Cu jatuh pingsan di atas
kursi. Cepat-cepat Giok Cu mengangkat kepala ibunya, dan
diletakkan diatas pangkuannya, wajah ibunya pucat lesi,
kedua matanya tertutup rapat. "Hemm ...!" dengus Ceng Sie dengan bersungut,
Ceng Jie berpaling kepada Giok Cu, menuding sambil
berkata memerintah. "Kau bawalah ibumu masuk kedalam, Keluarga kita tak
boleh memperlihatkan kelemahannya!"
Giok Cu menangis dengan tiba-tiba, jawabnya dengan


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sengit: "lbu terkejut tatkala mendengar berita ayah, kenapa harus
malu" Apa yang harus disembunyikan" ibu bersengsara, ibu
pedih, Hatinya kena tertikam!"
Mendengar perkataan Giok Cu Sin Houw menjadi sangat
terkejut, pikirnya didalam hati: "Jadi, Gin-coa Long-kun suami wanita itu" Jadi, Gin-coa
Long-kun ayahnya Giok Cu?" Ceng Sam menegakkan pandangnya, mendengar
perkataan Giok Cu. Dengan menahan luapan marahnya, dia
membentak: 686 "Toako! Kau sayang kepada anak itu, nyatanya dia berani
melawan perintah Jie-ko. Idzinkanlah aku menghajar dia!"
Ceng It mencoba menengahi, Kata-nya sengit kepada Giok
Cu: "Kau bilang, Gin-coa Long-kun itu ayahmu" Hayo, kau
bawa ibumu masuk ke dalam! Cepat!"
Giok Cu tak berani membantah perintah pamannya yang
tertua. Dengan memaksa diri, ia memapah ibunya hendak
dibawanya masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba ibunya Giok Cu
tersadar, perlahan-lahan ia berkata kepada Giok Cu:
"Katakan kepada anak Sin Houw, bahwa aku ingin
berbicara esok malam, Banyak yang hendak kutanyakan
kepada-nya." Giok Cu memanggut dan segera mendekati Sin Houw.
Katanya. "Masih ada satu hari lagi. Esok malam datanglah ke sini
lagi untuk mencari emasmu. ingin kutahu, kau mempunyai
kemampuan atau tidak." setelah berkata demikian, ia
mengeringkan matanya kepada Cie Lan.
Pandangnya sengit, Kemudian ia memapah ibunya masuk
ke dalam. "Mari, Lan-moay. Kita pergi saja" ajak Sin Houw kepada
Cie Lan. Dengan memanggut kecil, Cie Lan mendahului memutar
tubuhnya. "Tunggu dulu!" seru Ceng Go dengan menghalangkan
kedua tangannya. "Jawab pertanyaanku satu kali lagi!"
687 "Hari sudah larut malam, susiok." sahut Sin Houw dengan
membungkuk hormat, "Lain kali aku datang ke sini untuk
memenuhi kehendak susiok." "Tidak! Jawab pertanyaanku dulu! Waktu Lim Beng Cin
mati, siapa yang menyaksikan" Lagipula, di mana dia mati ?"
Dengan sesungguhnya, Gin coa Long-kun bukan sanak
keluarga Sin Houw, Tetapi mendengar lagak pertanyaan Ceng
Go, ia jadi panas hati. Entah apa sebabnya, Dan seketika itu
juga, teringatlah dia kepada Thio Kun Cu dan temannya yang
datang ke gunung Hoa-san hendak mencari warisan Gin coa
Long kun, pikirnya didalam hati: "Hm... apakah aku tak tahu maksudmu sebenarnya" Kau
benci terhadap Gin-coa Long-kun, tetapi hatimu mengincar
warisannya. Bagus benar hatimu. walaupun sampai mati, tidak
akan aku memberi keterangan kepadamu."
Dan oleh pikiran itu, ia menjawab dengan mengulum
senyum: "Sebenarnya aku hanya mendengar berita kematian Gincoa
Long-kun dari tutur-kata seorang sahabat. Kalau tak salah,
menurut sahabatku itu Gin-coa Long-kun meninggal disebuah
pulau di seberang sungai Tiang-kang, Nama pulau itu sendiri,
katanya Beng-to." Ceng It berlima saling pandang dengan rasa heran penuh
pertanyaan. Mati di pulau Beng-to" Mengapa begitu jauh"
Sementara itu Sin Houw berkata lagi:
"Nah, bila susiok sekalian ingin melihat makamnya,
pergilah ke pulau Beng-to ... Sekarang, perkenankan kami
berdua beristirahat dulu, karena hari sudah jauh malam. Hawa
pegunungan terlalu dingin bagiku."
688 "Tunggu dulu!" cegah Ceng Jie. Kedua tangannya
dilintangkan menghadang kepergian Sin Houw, seperti
perbuatan Ceng Go tadi. Tak senang Sin Houw dihadang dengan cara demikian.
segera ia menolak lengan Ceng Jie. Tetapi Ceng Jie tidak mau
mengerti, dan ia segera menekuk lengannya lalu
mencengkeram, sasarannya mengarah pergelangan tangan.
Thio Sin Houw tak sudi terlibat dalam suatu perkelahian
lagi. Begitu tangannya berbenturan, cepat-cepat ia
menyambar lengan Cie Lan, Dengan suatu isyarat, ia
mengajak Cie Lan melompat melalui hadangan kaki Ceng Jie.
Ternyata Cie Lan seorang gadis yang cerdas, ia mendahului
melompat dan berhasil melalui hadangan Ceng Jie dengan
selamat. Ceng Jie jadi panas hati, Tangan kanannya bergerak
meraba pinggangnya, Dan tiba-tiba saja ia sudah
menggenggam sebatang cambuk lemas yang tadinya
dipergunakan sebagai ikat pinggang.
Cambuk itu termasuk senjata andalannya . Dibuat dari otot
lembu yang kuat luar biasa, karena terlapis dengan logam,
Kedahsyatannya melebihi cambuk yang dibuat dari logam
penuh. Sebab daya gunanya jauh lebih baik dari pada logam yang
sifatnya kaku. Kadang-kadang bisa kencang tak ubah sebatang tombak,
kadangkala bisa melingkari semacam gaetan setajam pisau
cukur. Dan dengan satu lecutan, ia menghantam punggung
Sin Houw yang telah melaluinya. Betapa bahayanya, tak usah
dikatakan lagi. Thio-Sin Houw mendengar kesiur angin mengejar dirinya,
689 Tanpa menoleh, ia melesat maju sambil menyambar tangan
Cie Lan, Kemudian dengan mengerahkan enam bagian
himpunan tenaga dalamnya, ia membawa Cie Lan melompat
ke atas dinding. Dan cambuknya Ceng Jie menghajar tempat
kosong. Ceng Jie semakin penasaran. Belasan tahun lamanya ia
telah melatih diri dengan cambuk andalannya, selama itu, tak
pernah sasarannya gagal. Tetapi anak muda itu ternyata bisa
mengelakkan diri dengan mudah saja. Maka ia mengulangi
lagi serangannya, kali ini mengarah kakinya Cie Lan yang baru
saja mendarat diatas tembok. Mendongkol hati Sin Houw yang menyaksikan kelicikan
Ceng Jie, Mengapa menghantam Cie Lan yang
kepandaiannya kalah tinggi" Sebat ia mengulur tangan kirinya menangkap ujung
cambuk, sambil ia melindungi Cie Lan. waktu itu, kedua
kakinya telah mendarat di atas tembokmaka dengan
mengerahkan tenaga, ia menghentak. Ceng Jie kaget bukan
kepalang . Sama sekali tak diduganya, bahwa Sin Houw
mampu menangkap ujung cambukny . Ketika melecutkan cambuknya, ia melompat maju pula,
Kini tiba-tiba kena bentak Sin Houw dari atas tembok. Karena
kalah tenaga, ia terangkat naik, kedua kakinya jadi
bergelantungan, ia jadi kehilangan tenaga. Tak dapat lagi ia
berkutik. Dalam detik itu juga, ia jadi menyesal atas
kesemberonoannya sendiri. Tadinya ia mengira, dengan
menjatuhkan Cie Lan dari atas tembok, kedudukan keluarga
Cio-liang pay jadi tidak terlalu suram. Tak tahunya, ia kini
malah kena digelantungkan diudara, tak ubah seorang
persakitan lagi menjalankan hukuman gantung. ia
mendongkol, panas hati, penasaran , malu dan menyesal.
690 Ceng Go menyadari kakaknya dalam kesulitan, Cepatcepat
ia melepaskan pisau terbangnya hendak menolong,
Bidikannya mengarah pada cambuk. sebaliknya Sin Houw
mengira, dirinya akan diserang, Cepat-cepat ia melepaskan
ujung cambuk yang berada dalam genggamannya sambil
membawa Cie Lan melompat turun melintasi tembok.
Tepat pada saat itu, sebatang pisau terbang menyambar
kearahnya. Dengan gesit ia mendupak selagi melompat, dan
pisau itu terpental balik membentur pisau kedua. Trang! Kedua
pisau terbang itu runtuh bergelontangan diatas tanah.
Dalam pada itu, Ceng Jie yang bergelantungan diatas
terbanting jatuh ketika Sin Houw melepaskan pegangannya,
Tepat pada saat itu, ia melihat berkelebatnya sebatang
pisauterbang yang terpental balik kena dupakan Sin Houw,
Kaget ia melencutkan cambuknya. Maksudnya, hendak
menggaet sebelum mengancam dirinya, Diluar dugaan,
cambuknya telah terpapas kutung. Keruan saja hatinya tercekat, Dengan mati-matian ia
merobohkan diri di atas tanah sambil bergulingan justru pada
saat itu, kedua pisau yang saling berbenturan, meletik
memburu dirinya, ia selamat, tetapi tak urung bajunya masih
saja kena sambar sehingga menjadi koyak.
Ia bangkit tertatih-tatih, Mulutnya ternganga. Sama sekali
tak disangkanya, bahwa dalam keadaan demikian, masih Sin
Houw mampu mengadakan serangan balasan dengan
menggunakan pisau terbang lawan. cambuknya sendiri
terpotong menjadi dua bagian sehingga tak dapat
dipergunakan lagi! Ceng It kagum bukan main, sampai ia menggelenggelengkan
kepalanya, juga adik-adiknya pun begitu juga, Kata
Ceng Go: "Umur anak itu belum melebihi duapuluh lima tahun.
691 seumpama dia belajar ilmu sakti selagi masih di dalam
kandungan ibunya, kepandaiannya pun tentunya terbatas
pada masa latihannya, tetapi kenapa dia memiliki
kepandaiannya jauh melebihi diriku?"
Ceng Go yang masih penasaran, tak sudi mengakui
keunggulan Sin Houw, ia mencari kambing hitamnya.
Teriaknya: "Bangsat Lim Beng Cin yang berkepandaian tinggi",
akhirnya roboh di tangan kita, Masakan kita kini kalah
melawan anak kemarin sore" Besok malam dia datang lagi
untuk mencoba mengambil emasnya kembali. Baik
Seruling Samber Nyawa 12 Bara Naga Karya Yin Yong Bukit Pemakan Manusia 10
^