Seruling Samber Nyawa 12

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 12


t tidak menemukan tanda-tanda yang diharapkan.
Pakaiannya tetap rapi, rambutnya juga tidak awut-awutan
terang bahwa sebelum ini dia tidak atau belum mengadakan
pertempuran. Apa mungkin tidak terjadi adu tanding
kepandaian diatas Im hong-gay sana"
Hati berpikir, tanpa merasa mulutnya berkata : "Kau sudah
bergebrak dengan guru belum?" Tanpa ragu-ragu Li Pek-yang bersuara keras: "Sudah lama
kudengar nama To-ji Pang Giok sebagai salah seorang ih-lwesu
cun yang diagungkan, ternyata kepandaiannya juga hanya
begitu saja ! Hahahahaha!" Gelak tawanya ini membuat hati Giok-liong mencelos,
hatinya terasa menjadi ciut, Sebab gelak tawanya itu
menunjukkan rasa puas dan bangganya akan
kemenangannya. Giok liong bertanya lebih keras: "Sudah saling gebrak!"
"Lohu sudah mengukur kepandaian gurumu!" tidak perlu
ditanyakan lagi terang bahwa Yu-bing-khek cu Li Pek-yang
teish menang. Giok-liong tak kuat menahan perasaan hatinya, maju
setapak ia bertanya tak sabaran: "Guruku " . . ." dia tidak
berani mengatakan "kalah".
"Gurumu jjga hanya sebegitu saja buyung, coba ketuk
hatimu dan tanyakan apakah kau bisa lebih kuat dari gurumu
sendiri !" "Aku . ." "Kau bagaimana ?" "Aku tidak percaya !" "Tidak percaya ?" "Ya." "Aku punya sebuah bukti." belum habis ucapannya Yu-bingkekcu
Li Pek yang tahu-tahu berkelebat tiba diambang pintu
gua, setelah menggape kepada Giok liong ia menunjuk puncak
lereng serta katanya: "Ikut aku ke puncak Im-hong-gay
lihatlah sendiri kemampuan gurumu !"
Perasaan dingin menjalari seluruh tubuh Giok-liong,
sungguh kejamnya bukan main, pikirnya: "Apakah mungkin
guru . . . ia tak berani membayangkan keadaan sebenarnya
diatas puncak lereng sana, Apakah mayat yang sudah tercerai
berai . . ." Giok liong melompat gesit sekali. dimana bayangan putih
berkelebat, terdengar ia berserunya nyaring. "Silakan !"
datang belakang tapi Giok-liong sudah mendahuIui menginjak
kaki diambang gua terus membentang kedua lengan tangan.
Keruan sepak terjang Giok-liong ini membuat Li Pek yang
tertegun sejenak sampai mengeluarkan suara tertahan.
Sungguh diluar dugaannya bohwa pemuda ini bisa bergerak
begitu lincah dan sempurna betul, kecepatan gerak tubuhnya
melebihi orang persilatan umumnya, tanpa merasa dari
kekagumannya ini berapa kali ia pandang Giok-liong dengan
seksama. Giok liong berkata wajar : "Khek-cu maaf ada masalah apa
?" "Kita bicara lagi setelah sampai diatas."
Habis ucapannya tubuh Li Pek-yang lantas melesat tinggi,
dimana ia menggentakkan kedua lengannya, jubah bajunya
yang kuning gondrong itu melambai lambai seperti dua sayap
burung besar terus melembung tinggi menjulang ke tengah
angkasa melesat kearah lereng curam dan terjal didepan sana.
Lereng bukit dari batu gunung adalah sedemikian licin
seperti kaca, rumput tidak tumbuh, tiada tempat berpinjak
untuk meletakkan tenaga, jangan untuk berpijak bagi manusia
sampai burung juga tidak kuasa menotok diatas lereng terjal
itu. Tapi begitu Li Pek-yang mementang kedua lengannya di
tengah udara menekuk pinggang, tangan dan kaki diulur
berkembang lempeng, dengan jurusan gaya Ham-ya to lim
langsung tubuhnya menempel diatas batu terjal diatas lereng
itu, sedikit tangan-menekan dan menarik keatas berbareng
kedua kakinya sedikit menutul. Mulutnya juga lantas
menggembor keras, kontan badan besarnya melenting lebih
cepat lagi ketengah udara seperti bintang mengejar rembuIan.
Disaat tubuhnya melenting seperti anak panah meluncur ini
tubuhnya lantas terjajar lempeng, daya luncurannya menjadi
semakin keras menegang kearas, lima tombak dicapainya
dengan mudah, Begitulah beruntun dua kali ia menggunakan
cara yang sama kaki dan tangan bekerja sama badannya terus
mumbul keatas. Kalau dituturkan memang gampang, tapi bagi yang
melakukan adalah memeras keringat dan untuk yang
menonton merasa giris dan merinding, sebab sangat sulit
dapat melakukan pertunjukkan macam begitu, Karena bukan
saja sangat berbahaya, kalau tidak membekali lwekang dan
kepandaian yang sudah sempurna tak mungkin dapat
mengembangkan kepandaian selincah itu.
Akan tetapi bagi Giok liong hanya sekali pandang cara
gerakan permulaan Li Pek yang lantas ia tahu cara apa yang
telah digunakan orang, dimaklumi oleh Giok-liong cara
meminjam tenaga melentingkan tubuh dengan gaya
meminjam tenaga ini lebih cepat dan cekatan kalau dibanding
ilmu Pik hou kang (cecak merayap). Oleh karena itu Giok liong juga hendak meniru cara orang,
sekali loncat ia jungkir ke belakang, punggung menempel
dinding lalu dengan Leng-hun-toh ia mulai bergerak. Tapi
karena punggung yang menempel dinding maka ia tidak
menggunakan kaki tangan, waktu tubuhnya melayang hampir
menyentuh dinding, mendadak bokongnya dijorokkan
kebelakang dengan gaya seperti orang duduk umumnya, tapi
meminjam gaya berduduk ini begitu pantatnya menyentuh
dinding badannya lantas jumpalitan keatas, sekali melesat lima
tujuh tombak tingginya untuk kedua kalinya mundur
menempel dinding lagi terus dengan pantatnya meminjam
tenaga melentingkan tubuhnya semakin tinggi.
Cara dan gaya yang aneh dilakukan Giok-liong ini bukan
saja bagi orang dibawah merasa aneh dan takjub, bagi Giokliong
sendiri juga merupakan penemuan baru sesuai mengikuti
situasi dihadapinya ini, inilah cara baru yang diilhami oleh
kecerdikannya ! Tapi bila benar benar diukur hakikatnya gerak luncuran
tubuhnya ini jauh lebih pesat dibanding gerak tubuh Li pekyang
tadi. Dari atas Li Pek-yang melihat pertunjukan aneh ini, diamdiam
hatinya gelisah dan risau, pikirnya terhitung ilmu apakah
yang dikembangkan bocah ini! Hati berpikir tapi gerakannya
masih tetap dilancarkan beruntun berapa kali jumpalitan
dengan enteng mendaratkan kakinya diatas ngarai.
Baru saja kakinya mendarat dan memutar tubuh, terdengar
angin berkesiur melesat lewat disamping pundaknya,
terdengar suara orang bertanya: "Khek cu, dimanakah
guruku?" Sebetulnya Yu-bing-khek-cu Li Pek-yang sangat terkejut
karena Giok-liong bisa bersamaan waktu tiba diatas bukit, tapi
dasar tua-tua keladi, lahirnya tetap tenang tanpa menunjuk
rasa kagum, tawar saja ia menyahut : "Mari ikut aku !"
Angin pegunungan menghembus keras menderu di pinggir
kuping, dahan dahan pohon bergoyang melambai turun naik
angin ini terasa dingin membekukan badan manusia
sedemikian tinggi puncak ini menjulang naik ke awan, waktu
pandang kebawah, gunung gemunung tiada batas ujung
pangkalnya beriring dan berjajar sambung menyambung,
memang kenyataan hanya puncak dirinya berpijak inilah yang
paling tinggi di banding sekitarnya.
Sekali lompat Ll Pek-yang melesat ditengah-tengah Imhong
gay, katanya sambil menunjuk sebuah batu gunung
besar: "Nah, inilah tanda peninggalan Lwekang gurumu !"
Lekas-lekas Giok-liong memburu maju terus memeriksa
batu besar itu. Batu gunung ini begitu besar laksana sebuah
rumah, samar samar terlibat ada bekas telapak tangan
manusia, bekas telapak tangan ini melesak masuk sedalam
tiga senti. Giok liong kurang paham, tanyanya: "Lwekang Guruku . . .
" "Coba kau lihat muka sebelah sana." kata Li Pek-yang
tawar, Hilang suaranya tubuhnya sudah melambung tinggi
melampaui batu gunung besar itu meluncur ke balik sana.
Gesit sekali Giok-liong juga sudah tiba di sebelah sana,
menurut arahnya ia memandang. Ternyata muka sebelah sini
diatas batu gunung itu ada pula bekas telapak tangan,
sepasang telapak tangan ini juga melesak sedalam tiga senti.
"Ini ?" Giok liong membelalakan mata, ia bertanya dengan
tidak mengerti." "inilah bekas telapak tangan gurumu dan Khek cu waktu
mengadu Lwekang, bagaimana " Kau masih belum paham?"
Mengadu keras telapak tangan ?"
Giok-liong menggeleng kepala, otaknya menjadi tumpul tak
tahu apa yang telah terjadi. "Buyung ! Baiklah kuterangkan ! Gurumu berdiri di sebelah
sana, aku berdiri disini, kedua belah pihak bersama
mengerahkan tenaga mendorong batu ini untuk mengadu
Lwekang ! Sudah paham belum ?"
"O, baru sekarang Giok-liong mengerti, menunjuk bekas
telapak tangan diatas batu itu ia berkata : "Suhu tiga uang,
sama kuat tiada yaag lebih unggul sau asor !"
Siapa tahu Li Pek yang membentak aseran: "Siapa bilang
tidak terbedakan kalah menang !"
"Dilihat dari bekas telapak tangan ini, terang gurumu masih
kalah seurat dibanding aku." "Omong kosong belaka !" "Ada bukti dapat kau lihat, Lihat ini !" kata Li Pek-yaog
sambil menunjuk kebawah kakinya, sambut nya lagi : "Nah,
disini masih ada buktinya !" Waktu Giok-liong memandang kebawah benar juga diatas
batu gunung kasar yang penuh lumut itu kelihatan ada
sepasang bekas kaki, melesak dalam lima senti, tapak itu
sangat rapi dan persis sekali seperti diukir dan di tanah.
Belum sempat Giok-liong membuka sura Li Pek-yang sudah
berkata lagi lebih keras, "Inilah bekas tapak kaki Lohu!" lalu ke
dua kakinya dimasukkan kedalam tapak kaki diatas batu itu,
benar juga persis benar tanpa kelihatan lobang-lobang
sisanya. Maka dengan penuh kemenangan ia berkata lagi:
"Mari kita lihat punya gurumu !"
Giok-liong melompat lebih dulu kebalik batu sebelah sana,
begitu ia melihat bekas tekas diatas tanah seketika ia berdiri
melongo. Ternyata diatas batu gunung yang sana bekas
telapak kaki disini jauh berbeda, Bukan saja melesak sedalam
tujuh senti malah bekas tapak kaki ini meleset mundur empat
inci, terang kalau berdirinya tidak kuat dan ksunit mundur
serta bertahan mati matian. Giok-liong menggeleng kepala, otaknya menjadi tumpul tak
tahu apa yang telah terjadi. Dari samping dengan pandangan hina, Li Pek-yang
mengejek dingin: "Sekarang sudah paham belum?"
Kenyataan membuktikan mulut Giok-liong terkancing tak
kuasa buka suara lagi, akhirnya ia bertanya ragu-ragu:
"Guruku" Dia. . ." Li Pek yang tertawa hambar dengan puas, katanya: "Dia
sudah mengadakan suatu perjanjian denganku !"
"Janji" janji api ?"
"Dia tidak turut campur urusanku dengan pihak golongan
dan aliran Iain. Sebaliknya aku tidak menguarnya berita
kekalahannya hari ini kepada dunia persilaian, supaya tidak
merusak nama baik Ih lwe su-cun selama dua ratusan tahun !"
"Benar begitu?" "Sebagai seorang ketua mungkinkah aku berbohong !"
Giok liong menjadi bungkam seribu basa matanya
memandang ketempat yang jauh disana, otaknya tengah
berpikir dan menerawang tindakan apa yang harus
dilaksanakan sekarang. "Hahahaha! "Hehehehehe!" saking puas dan bangga Li Pekyang
memperdengarkan gelak tawanya yang melengking
tinggi. Giok-liong merasa kalau membiarkan saja Yu-bing-mo khek
terus berkembang dan menjadi besar, pigak yang menderita
dan jadi sasaran utama pasti delapan aliran besar, sedang
golongan Pang atau Pay dalam kalangan Kangou juga takkan
luput dari agresi pihak Yu-bing-mo-khek. Hm, kalau ini
dibiarkan berkembang biak, pasti terjadilah pembantaian
manusia besar-besaran, dunia persilatan pasti geger dan dan
tiada satu haripun yang aman sentosa.
Karena pikirannya ini akhirnya Giok-liong mengempos
semangat, dengan sabar ia berkata: "Khek-cu! Apakah
perjanjianmu ini tidak mungkin dirubah lagi?"
"Tentu, kecuali gurumu sudak tidak hiraukan lagi nama
baiknya selama dua ratus tahun itu, ditambah dosa sebagai
manusia kerdil rendah yang mengingkari janji, kalau tidak,
Lohu pasti melaksanakan apa saja yang pernah kukatakan."
"Hahahaha . . . .Giok-liong menengadah bergelak terloroh-
Ioroh dengan kecut, Tak tahu dia bagaimana perasaan
tawanya itu, yang terang cukup membuat pendengarnya
merinding. Yu-bing khek-cu sendiri juga terlongong di tempatnya tak
tahu apa maksud tawa orang, sekian lama ia menjublek tak
bersuara. Giok-liong menarik tawanya lala berkata lantang: "Khek cu,
sayang sekali perhitunganmu yang cukup menguntungkan kau
itu bakal gagal total Hahahahana!"
"Gagal total. . ." "Ya, sebab perjanjian itu tidak berlaku."
"Tidak berlaku?" "Ya tidak berguna sama sekali!"
"Kau berani melanggar perjanjian yang diadakan
perguruanmu?" "Penjanjian diatas Im hong gay sini adalah aku yang
menjanjikan, kalau orang lain yang mewakili seharusnya kau
boleh tidak usah melayani dia. Part apa yang dikatakan wakil
itu tanpa mandat lagi, sudah tentu tak boleh masuk hitungan."
"Pembual besar!" "Dimana aku membual, bukankah Khek-cu sendiri yang
mengundang aku!"

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ini...." "Dan lagi, pertandingan guruku dan kau, itu hakekatnya
kurang pada tempatnya." "Bagaimana maksud katamu ini!"
"Ketahuilah betupa sempurna kepandaian guruku, boleh
dikata sudah hampir mencapai menjadi dewa, mana dia tega
menduga tenaga kasar dengan kau, terang dia mengalah
untuk memberi muka kepada kau. Dan bagimu kau anggap
mendapat angin dan dapat mengalahkan beliau. Sampai
sekarang kau masihdikelabui oleh pikiran sempitmu. Malah
mentang-mentang mengadakan ikatan janji demi keuntungan
sendiri. Huh, benar benar tidak tahu betapa tingginya langit
dan tebalnya bumi, Hahaha." Sementara kata-kata Giok-ling ini diucapkan dengan
takabur seolah-olah disampingnya tiada orang lain terang ia
tidak memandang sebelah mata Yu bing-khek- cu Li Pek-yang,
terutama tawa dinginnya yang bernada mengejek ini lebih
tajam dari senjata mengetuk sanubarinya, keruan Li Pek-yang
menjadi berang bentaknya: "Buyung. tutup mulutmu!" tibatiba
ia melompat keatas batu besar itu serta hardiknya lagi:
"Aapakah kau berani tanggung resiko membatalkan perjanjian
perguruanmu." Acuh tak acuh Giok liong menjawab perjanjian perguruan
aku tidak menolak dan tidak berani membangkang!"
"Itulah baik!" "Tapi nanti dulu!" "Apa lagi yang perlu diperbincangkan?"
"Janjiku sendiri aku harus manepatinya !"
"Janjimu ?" "Bukankah kau perintahkan Tong-cumu menjanjikan aku
datang kemari ?" "Brengsek ?" "Apa yang kau maksudkan brengsek ?"
"Gurumu sudab mewakili kau menapati janji itu, bukan!"
"Janji dikalangan Kangouw kecuali orang yang itu sendiri
sudah meninggal seharusnya dia sendiri yang harus hadir
tepat pada waktunya, Aku yang rendah masih segar bugar,
bukan saja belum mati malah tepat aku datang pada
waktunya, buat apa perlu orang lain mewakili aku !"
"Buyung, masa kau berani tidak mengelabui Pang Giok ?"
Pertanyaan ini membuat Giok- liong mengerut kening,
Karena kaum persilatan di Kangouw paling mengutamakan
dan menjunjung tinggi nama suci perguruan betapapun yang
terjadi harus selalu setia dan bakti pada sang guru sekarang Li
Pek-yang mengemukakan pertanyaan besar ini kepada Giokliong,
sudah tentu Giok-liong menjadi serba salah, tak
mungkin ia berani mengeluarkan kata-kata yang tidak
mengakui perguruannya apalagi sejak semula ia sangat
hormat dan setia pada gurunya yang berbudi. Sebab itu,
sesaat ia terhenyak bungkam tak bisa bersuara.
Li Pek yang semakin mendapat hati, jengeknya dingin :
"Buyung, urusan pihak kita lebih baik selanjutnya jangan kau
turut campur!" Giok-liong terlongong-longong menengadah memandang
langit, "Sudah tidak bisa berdebat lagi " Kuperintahkan segera kau
keluar dari lingkungan Yu bing-mo-khek!"
"Baik ! . . . kau . . " Dengan lesu dan rasa saya Giok liong sudah siap hendak
tinggal pergi, mendadak hatinya tergerak, otaknya
memperoleh sebuah ilham segera kakinya lantas merandek,
dengan berani ia pandang Yu-bing-khek-cu serta katanya :
"Kali ini adalah kau yang mengundang aku. Apakah boleh aku
berbalik menantangmu?" "Tanpa ragu-ragu Yu bing - khek-cu menjawab: "Sudah
tentu boleh!" Berubah girang air muka Giok liong, serunya lantang sambil
berseri tawa: "Baik, sekarang aku menantangmu!"
"Kapan dan ditempat mana" Lohu selalu mengiringi
kemauanmu!" "Watuunya adalah sekarang dan tempatnya juga di Imhong
gay sini!" Li Pek yang tidak mengira akan ucapan Giok liong ini,
sesaat ia menjadi tercengang, katanya tergagap:"Se. .
.sekarang..." Semangat Giok liong menyala-nyala, hatinya girang bukan
main, laksana pohon cemara yang menghadapi gelombang
hujan bayu berdiri tegak ia berseru keras: "Bagaimana" Tidak
relu. Atau tidak berani" Yubing khek cu Li Pek-yang menjadi naik pitam,
semprotnya gusar: "Bocah keparat yang kurang ajar,
Sebutkan cara pertandingan?" Keadaan Giok liong terbalik dari tamu menjadi tuan rumah,
dengan penuh semangat ia tertawa dingin: "Mengadu
Iwekang, caranya terserah pada kau orang tua untuk
menentukan menang dan asor, tapi aku perlu mengemukakan
suatu permintaan!" "Apa itu?" "Hapus janji antara guruku, dengan kau ini!"
"Kau memang sengaja hendak ikut campur dalam urusan
Lohu" "Dikalangan kangouw paling mengutamakan kebajikan dan
keperwiraan baru memperbincangkan untung ruginya,
Membunuh atau mencelakai jiwa orang memang tidak
seharusnya!" "Apa kau punya pegangan pasti bisa menang dari Lohu?"
"Sudah tentu aku yang rendah pasrah pada takdir!"
"Kiranya kau pintar juga!"
"Kau sendiri juga harus pintar melihat gelagat!"
"Lihat serangan!" Yu bing khek cu Li Pek-yang melancarkan
serangan dahsyat saking gusarnya karena diolok-olok.
Perbawa kekuatan pukulannya ini laksana guntur menggelegar
dan kilat menyambar, apalagi dilancarkan secara tiba-tiba
sebelum lawan bersiaga, maka dapatlah dibayangkan betapa
hebat serangan ini. Giok liong menjadi terkejut tersipu-sipu ia meloncat tinggi
hinggap diatas sebuah basu besar, teriaknya: "Hei, main
sergap dan membokong." Li Pek yang sudah dibakar oleh kemarahan, mana ia
perdulikan segala cemoohan dan ejekan Giokliong, sambil
membalikkan badan sebelah tangannya membalik menepuk
kebelakang, inilah untuk kedua kalinya ia turun tangan,
kekuatannya lebih dahsyat lagi dari serangan pertama tadi,
yang diarah adalah perut Giok liong.
Terpaksa Giok liong harus main kelit lagi, badannya melejit
tinggi lima tombak untuk menghindar "Blang" pecahan batu
beterbangan melesat kemana-mana. Dua kali pukulannya mengenai tempat kosong membuat Li
Pek-yang tambah murka sambil mengerling dan berkaok kaok
ia lan carkan serangannya lebih gencar.
Melihat keadaan lawan, Giok-liong semakin girang dalam
hati pikirnya bagi tokoh kosen paling pantang mengumbar
hawa amarah hatinya dalam pertempuran, masa dia tidak tahu
akan hal ini, tapi peduli amat, paling benar kupancing supaya
dia lebih berang dan marah seperti kebakaran jenggot, baru
yang terakhir nanti menundukkannya.
Dengan bekal niatnya ini, wajahnya semakin mengunjuk
rasa puas dan gagah-gagahan sambil berloncatan ia terkakak
keras se-runya: "Silakan Kau boyong keluar semua
kemampuanmu, tiga ratus jurus atau dalam gebrak lima ratus
jurus kalau bisa menyentuh bajuku, anggap saja pertempuran
sekarang ini aku kalah, Kalau tidak hehe,hehe, hihi, hahaha !"
Benar juga tantangannya ini membuat Li Pek-yang semakin
murka mencak mencak seperti kera makan trasi, mulutnya
masih menggerung beringas sepasang matanya menyala
gosar berapi api napasnya juga mulai memburu seperti
dengus sapi. Dimana setiap pukulannya menyambar pasti menderu
angin kencang yang menggetarkan bumi.
Hakikatnya kepandaian Ginkang Giok-liong sudah
sempurna, berkelit dari berbagai serangan tokoh silat utama
masih berlebihan malah kadang-kadang bisa balas menyerang
dan menggoda, sekarang selalu main kelit dan menghindar
seenaknya tanpa takut takut dengan sikap tetap wajar maju
mundur, kakinya bergerak bebas seenaknya.
Justru karena gerak geriknya yang wajar dan tidak takut
serta menggoda inilah semakin membakar dada Li Pek-yang,
Terdengar lah suara "blang" , "blung" dimana angin pukuIan
menyambar lewat, batu gunung atau pohon menjadi pecah
dan tumbang, rumput dan dedaunan serta debu beterbangan
menari-nari ditengah udara. Beruntun terdengar suara kesiur angin dari lambaian baju
orang, tahu-tahu diatas puncak lereng sudah bertambah
puluhan bayangan orang. Ang-i-mo-li Li Hong yang terlebih
dulu mendaratkan kakinya di puncak lereng terjal ini, Di
belakangnya delapan belas Tong-cu serta berpuluh rasul jubah
abu-abu semua sudah meluruk tiba di im-hong-gay ini.
Melihat anak buahnya semua meluruk datang bertambah
murka Li Pek-yang. sebagai ketua dari suatu aliran yang
disegani mana boleh dibawah tontonan anak buahnya
mengunjukkan kelemahan dirinya. Akan tetapi, apa boleh buat Giok-liong selalu main kelit dan
berloncatan menghindar seperti burung gereja tangkasnya,
laksana burung terbang gesitnya, mulutnya tak henti-hentinya
berkakakan, bergerak bebas dan selulup timbul diantara
samberan angin pukulan dan diantara pohon dan batu-batu
gunung. Betapapun dahsyat dan hebat angin pukulan yang
dilancarkan oleh Li Pek-yang jangan harap bisa menyentuh
ujung bajunya saja, Apalagi gerak gerik Giok liong begitu
cepat dan sebat hebat sekali, jangan toh menyentak bisa
mendesak dekat satu kaki saja payah sekali.
Sudah tentu bukan kepalang sengit dan gemas Ti Pekyang,
Demikian juga delapan belas Tong-cu juga ikut dongkol
dan gusar, Tiba tiba serentak mereka bergerak berpencar ke
empat penjuru delapan belas, Tong cu berpencar mengepung
rapat, segala jurusan Im-hong-gay ini.
Kedua mata Ang i-mo li Li Hong memancarkan rasa heran
dan kejut, Keadaannya memang serba susah. Teringat akan
hubungan asmara dirinya dengan Giok-liong, apalagi pujaan
yang selalu diserang f:tng mslim, sekarang mana mungkin dia
diam saja melihatnya hancur lebur diatas Im-hong gay karena
keroyokan sedemikian banyak tokoh silat kelas wahid.
Begitu melihat delapan belas Tong cu bergerak mengepung
dirinya, tanpa merasa Giok-Iiong menjadi aseran, seiring
dengan hardikan keras dari muIutnya, mendadak ia rogoh
keluar Potlot mas dan seruling samber nyawa.
Dengan menarikan potlot mas ditangan kanan dan seruling
samber nyawa ditangan kiri Giokliong menggembor keras:
"Ada berapa banyak kurcaci Yu-bing mo-khek yang tidak takut
mati, silahkan maju bersama!" "Ha! Seruling samber nyawa !"
"Kim-pit-jan-hun?" delapan belas Tong-cu berbareng
berteriak kejut, "Sreng!" serempak mereka juga me!olos
keluar delapan belas macam senjata masing-masing.
Tapi mereka maklum bahwa seruling samber nyawa
merupakan senjata kuno yang sakti mandraguna, kekuatan
dan kesaktiannya tidak boleh dibuat main-main. Maka
siapapun tiada yang berani berlaku ceroboh mendahului
bergerak menyerang. Semua hanya bergerak dan mengepung diIuar kalangan
pertempuran sambil berteriak-teriak pula.
Terlihat Li Pek yang rada tertegun, maka dilain saat ia juga
merogoh ke pinggangnya mengeluarkan sepasang gadanya.
"Prang gada iblis ditangan kirinya diketukkan bersama
memercikkan kembang api, teriaknya beringas: "Bocah
keparat, kau memancing kemarahan Lohu, jangan harap hari
ini kau bisa meninggalkan Im hong pay, kecuali kau tinggalkan
Jan hun- ti, kalau tidak silakan jiwa saja yang serahkan
kepada Kami.!" Dengan membekal senjata pusaka ditangan Giok-liong lebih
temberang, serunya lantang: "Itu kan impian mu belaka!"
Selain saling cercah itu jarak mereka sudah semakin dekat
Mendadak kedua belah pihak bergerak bersama, "Lihat
serangan !" .. "Bagus sekali!" bentakan geras kedua bilah pihak ini
laksana geledek menggelegar penuh hawa amarah.
Sinar putih berkelebat cahaya kuning laksana bianglala
memancar luas dan tinggi. Sebaliknya dua bayangan hitam
yang besar juga bergerak gesit dan kencang sekali seperti
awan mendung berkembang, tiga macam bayangan yang
tidak sama tengah berkutet menimbulkan berbagai pandangan
aneh yang menakjubkan, angin menderu keras mendesak
mundur para pengepung diluar gelanggang, sungguh hebat
dan dahsyat sekali pertempuran kali ini jarang ketemu
pertempuran yang begini sengit selagi ratusan tahun di
kalangan kangouw. Tatkala itu udara mendadak menjadi mendung gelap angin
menghembus semakin dingin, tak lama kemudian hujan rintikrintik.
Tapi pertempuran sengit ditengah gelanggang tidak
menjadi kendor karena hujan rintik-rintik ini, sebaliknya
mereka semakin semangat karena kepala basah dan menjadi
segar. Gebrak perkelahian tokoh kosen tingkat tinggi dilakukan
dengan banyak mengambil resiko, begitu cepat lawan cepat
dan ketangkasan, sekejap saja ratusan jurus sudah berlalu !
sinar kuning, cahaya putih perak serta bayangan gada,
ditambah deru angin yang menghembus kencang dalam
suasana hujan rintik-rintik lagi. Delapan belas Tongcu semua berdiri menjublek kedinginan
basah kuyup seperti ayam kecimplung keaij mereka berdiri
tegang dan bersiaga tak bergerak gerak seperti pasung saja.
Terlebih lagi para rasul jubah abu-abu semua menahan napas.
Adalah Ang-i mo li Li Hong yang paling runyam
keadaannya, hatinya dirundung khawatir, khawatir akan
keselamatan ayahnya, juga khawatir pujaannya menemui
mara bahaya. Dan yang paling menyulitkan adalah watak ayahnya yang
kasar dan ketus itu mana dirinya berani maju menyelak untuk
bicara, Apalagi dalam keadaan pertempuran yang sengit dan


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegang begini juga tidak mungkin ia minta Giok-liong
menghentikan pertempuran. Pada saat itulah, diantara alam pegunungan yang luas sana
berkumanding auman keras bagai guntur menggelegar,
suaranya seperti kayu pecah berkelotokan, membuat semua
pendengar merasa merinding dan berdiri bulu romanya, Baju
saja lengking suara ini menembus angkasa, Mendadak rada Li
Pek-yang bergerak dengan tipu Mo in jan-jan (bayangan iblis
berkelebat), sekuat tenaga ia sapukan kedua gadanya untuk
memukul mundur Giok-liong lalu terloroh-loroh menyela,
ujarnya: "Hahahaha. Para Tong-cu lekas berbaris, sambut
tahu terhormat!" Serempak delapan belas Tong-cu mengiakan.
"Siap!" rapi sekali mereka bergerak gesit dan teratur terus
berdiri jajar menyusup pinggir jurang, membetulkan pakaian
terus menyimpan senjata masing-masing!
Para rasul juga lantas berantai ramai merubung jadi satu
berdiri tegak dibekakang ketua mereka, semua berdiri tegak
hormat tanpa berani bersuara. Giok liong tidak tahu apa yang bakal terjadi, sesaat ia
melongo dan tertegun di-tempatnya. Melihat sikap Giok-liong ini, Pek yang menjengek dingin,
ujarnya: "Tunggu sebentar, tak perlu Lohu mengadu
kepandaian dengan kau lagi, sebentar lagi akan datang
seorang yang mencari Kim-pit-jan-hun membuat perhitungan
!" Giok-liong semakin melongo, tanyanya tak mengerti :"
Mencari aku "Siapa ?" "Sebentar lagi kau akan tahu sendiri Tapi Lohu juga merasa
sedikit sayang! " "Kau merasa sayang !" "Ya, aku merasa sayang bagi kau !"
"Bagiku untus apa yang perlu disayangkan ?"
"Sayang karena seruling sakti mandraguna itu sekejap nanti
bakal pindah tangan menjadi milik orang lain, bukankah aku
harus merasa sayang !" "Omong kosong belaka ! " "Jangan mengumbar jengkel, lohu tak perlu repot
sekarang, nanti ada orang lain yang akan menggebah mu,
lihat!" pada akhir katanya Li Pek-yang menuding ketempat
jauh. Jauh dibawah pegunungan sana sebuah bayangan kecil
cebol telah berloncatan dengan cepat seperti kupu-kupu
menari, melesat secepat terbang di puncak pohon dan batu
batu gunung secepat kilat meluncur ke arah puncak lereng
terjal disini. Dari kecepatan gerak tubuhnya dapatlah diperkirakan
pendatang baru ini tentu lihay paling tidak Lwckangnya tiduk
lebih rendah dibanding Li Pek-yang, malah mungkin setingkat
lebih tinggi. Giok liong menjadi heran. maju setindak ia bertanya lagi:
"Siapa" sebetulnya siapakah dia?"
Belum lagi Li Pek-yarjg membuka kata, dari samping Ang-i
mo li Li Hong sudah menyelak: "Ayah, apa bukan paman
Ibun?" dalam bertanya ini sengaja sepasang matanya
mengerling kearah Giok liong, malah ia monyongkan bibir
mulutnya, serta memberi syarat memandang kebawah lereng
sana. Terang ia memberi bisikan kepada Giok-liong supaya ia
lekas melarikan diri turun gunung. Walaupun Giok-liong tahu maksud baiknya ini, namun ia
mandah tersenyum saja, katanya tawar: "Ibun" lbun apa?"
Melihat sikap kurang ajar Giok-liong ini Li Pek-yang menjadi
senang, wajahnya cerah dan belum sempat lagi ia membuka
suara, lambaian baju sudah terdengar dekat.
"Ibun Hoat disini ! Apa tidak kenal aku bangkotan tua ini?"
orangnya belum kelihatan suaranya sudah kumandang dulu,
dan seiring dengan habis ucapannya, bayangannya sudah
mendarat diatas puncak. Bercekat hati Giok liong waktu ia pentang mata, terlihat di
hadapannya kini bertambah seorang tua renta berkepala
gundul bertubuh kurus kecil, cebol lagi.
Begitu kurus kering tubuhnya tinggal kulit membungkuk
tulang, kalau ditimbang mungkin bobot tidak bakal lebih berat
dari bebek panggang yang paling gemuk.
Keadaan yang aneh dan tidak menyolok mata ini,
mengenakan pakaian jubah sutera tersulam indah dubrakan,
saking kedodoran sampai melambai-lambai tertiup angin
gunung seperti joget kera. Meski tubuhnya kurus kecil tapi suaranya keras bagai
geledek, berkaok seperti bambu pecah mendengung
memekakkan telinga bergema sekian lamanya.
Tersipu-sipu Li Pek-yang tampil kedepan sambil menjura ia
berkata tertawa lebar: "Engkoh tua! Bilang datang pasti
datang!" Tua renta gundul ini mandah celingukan seperti orang
gendeng, sahutnya tanpa expresi: "Bagus, apa yang pernah
Ibun Hoat katakan selamanya pasti dilakukan! Disini
kunyatakan terima kasihku dulu."
Yu-bing-khek cu Li Pek-yang terhenyak, tanyanya: "Engkoh
tua! Terima kasih" Terima kasih apa dari aku?"
Tetap dengan sikapnya yang kaku tanpa bergerak air
mukanya, si tua renta berkata: "Tidak bakal mengangkangi
Jan hun-ti, malah setuju untuk ditinggalkan dan diserahkan
kepada Lohu, sekarang kenyataan masih di-tinggal disini dan
berkesempatan untuk menjadi milikku, bagaimana kebaikan ini
tidak harus dinyatakan terima kasih" Kalau diganti kurcaci lain
yang rakus dan tamak, mungkin siang-siang sudah ngacir tak
ketinggalan jejaknya" Menurut nada perkataannya ini terang percaya benar
bahwa Seruling samber nyawa sudah bakal menjadi miliknya,
sekali raih gampang saja lantas disimpan dalam kantongnya
hebatnya ia tidak pandang sebelah mata kepada Giok liong.
Gigi giok liong berkerut menahan gusar, jengeknya dengan
mendengus hidung keras-keras. Pada saat itulah para Tong-cu dari Yu-bing-mo-khek
dengan para rasulnya ada kesempatan menjura bersama serta
berseru berbareng pula "Selamat datang Tok-kiong-cu-jin!"
Bergetar perasaan Giok-liong, pikirnya, ternyata si tua renta
kurus kering cebol ini bukan lain adalah Cukong istana
beracun Ibun Hoat. Cukong istana beracun Ibun Hoat menengadah
mengulapkan tangan saja serta berkata acuh tak acuh: "Kalian
bebas, tak perlu banyak peradatan !"
Habis berkata ia terus maju ke hadapan Giok-liong, dengan
tajam ia awasi muka dan seluruh tubuh Giok-liong seperti
menikmati sebuah gambar elok dan indah.
Harus ketahui bahwa Cukong istana beracun Ibun Hoat ini
merupakan orang tokoh tua yang paling beracun dan jahat
dalam dunia persilatan, bukan saja kepandaianya sangat lihay
dan menjagoi sendiri tingkatannya juga tidak lebih rendah dari
Ih-lwe-su-cun. Apalagi beratus beribu macam obat-obatan
beracun selalu digembol dalam tubuhnya. Selama dua ratusan
tahun ini tiada seorang kaum persilatan yang tidak takut dan
gentar menghadapi beliau. Sebab itu, siang-siang Giok-liong sudah siap waspada, Ji-lo
sudah dikerahkan melindungi badan memusatkan hawa murni
terus disalurkan dikedua belah lengannya, tangan kiri
menyekal seruling samber nyawa sedang tangan kanan
melintangkan potlot mas. Pasti sudah pertempuran babak kedua antara Giok-liong
lawan Ibun hoat ini tentu lebin dahsyat dan hebat sekali. Tapi
kejadian di dunia ini kadang kadang diluar perhitungan
manusia. Setelah mendesak maju sampai didepan Giok liong, jarak
mereka kira-kira masih setombak lebih, mendadak ia tersentak
mundur dua langkah dengan airmuka penuh rasa heran dan
kejut, sepasang mata bundar kecilnya itu mendelik kesima
penuh dirundung pertanyaan yang tak terjawab, muIutnya
ternganga, sesaat ia menyublek di tempatnya.
Giok-liong melayangkan Potlot mas serta bentaknya: "Apa
yang hendak kau lakukan?" "Hahahaha. . ." mendadak Ibun hoat menengadah bergelak
tawa menggila seperti kesetanan, sepasang tangan kurus kecil
itu bergerak menggaruk-garuk seperti cakar ayam.
Dengan tingkah lakunya diluar dugaan ini bukan saja Giok
liong dibuat heran, Yu-bing-khek-cu Li Pek-yang sendiri juga
tercengang sekian lama melongo tak tahu apa yang harus
dilakukan, lama kemudian baru ia bertanya: "Engkoh tua, apa
yang kau tertawakan?" Tak duga Ibu Hoat malah tertawa semakin keras, begitu
geli agaknya sampai badannya bergerak membungkukbungkuk
sambil menekan perut. Giok liong menjadi jengkel, sambil menyapukan Seruling
samber nyawa ia menghardik: "Apa yang kau tertawakan!
Sudah gila kau, suaranya rendah berat, namun alunan irama
seruling sebaliknya melengking tinggi nyaring seperti pekik
bangau ditengah angkasa. (Bersambung Jilid ke 21) Jilid 21 Baru sekarang Ibun Hoat menghentikan gelak tawanya,
kepalanya berpaling menghadap Yu-bing-khek-cu Li Pek-yang,
katanya keras: "Khek-cu ! suruhlah seorang bawahan mu yang
paliug kuat dan dapat dipercaya untuk mengikuti dia."
Ucapan yang tiada juntrungannya ini seketika membuat
seluruh hadirin melongo heran tak tahu kemana gerangan
maksud kata-katanya itu" Tanya Li Pek-yang tak mengerti: "Mengikuti Ma Giok-liong
?" "Betul !" "Untuk apa ?" "Menanti kesempatan menjemput seruling saktinya itu
tanpa mengeluarkan tenaga." "Bangkotan tua jadah ! Kau mimpi disiang hari bolong !"
Sebelum berkata Ibun Hoat mendengus dingin : "Hm,
bocah keparat ! Kematian sudah diambang pintu masih
berkepala batu, malah mengatakan Lohu mimpi !"
"Maksud engkoh adalah . . ." Li Pek yang bertanya.
Dengan kalem Cukong istana beracun Ibun Hoat
menjelaskan: "Biji matanya bersemu merah membara sedang
ujung hidungnya gelap dingin, urat nadi sudah mulai terbakar,
menurut pandanganku pasti dia sudah terkena pukulan Le
hwe bu ceng-tok-kang dari Le-hwe-heng-cia tokoh kenamaan
dari luar perbatasan itu! Kalau tidak menunggu ajal apalagi
yang dinantinya ?" Tergetar perasaan Giok-liong, tapi ia masih tak berani
percaya diam-diam ia mengempos semangat menyalurkan
bawa murni untuk mencoba apakah jalan darahnya berjalan
normal, kenyataan seluruh sendi tulang dan urat nadinya tak
apa-apa tanpa rintangan hatinya menjadi lega maka sahutnya
sambil tertawa lebar: "Bangkotan tua., kau betul-betul sudah
melihat setan pada tengah hari bolong ini!"
Li Pek-yang juga bimbang rada tidak percaya, katanya
tersekat sekat: "Engkoh tua, bagi orang yang keracunan Le
hwe-bu-ceng dalam jangka waktu dua belas jam seluruh
tubuhnya pasti terbakar hangus, Bocah ini sejak memasuki
daerah pegunungan kita sampai sekarang jauh sudah
melampaui dua belas jam, apa mungkin . . ."
"Tidak akan salah, tapi. . ." Ibun Hoat juga menjadi curiga
dan ragu-ragu. Dalam pada itu, Ibun Hoat maju dua langkah lebih dekat
dihadapan Giok-lioag, dengan cermat matanya menyelidik dan
memeriksa dengan teliti sekian lama.
Walau dalam hati Giok liong sangat gusar dirinya dijadikan
tontonan, tapi untuk orang membuktikan apakah dirinya betulbetul
sudah terkena Le-hwe bu ceng, sedapat mungkin ia
berlaku sabar membiarkan orang bertingkah semaunya.
"Paman Ibun, apakah omonganmu dapat dipercaya?" tanya
Li Hong yang sejak tadi diam saja, dalam bertanya ini matanya
mengerling tajam kearah Giok-liong, Nadanya terang bertanya
keadaan sebenarnya, namun hakekatnya rasa prihatin dan
gelisah hatinya tidak kalah besar dari kekhwatiran Giok-liong
sendiri. Sambil mengelus-elus jenggot kambingnya Ibun Hoat
merenung, ujarnya : "Aneh bocah ini ada melatih ilmu tunggal
macam apa, kalau tidak " Mengapa . . . . , " bicara sampai
disini mendadak ia bertepuk keras-keras, serunya : "Tidak
peduli bagaimana, betapa juga Lwekangmu tinggi dan kuat,
tujuh hari ini walaupun dewa datang juga tidak akan dapat
menolong jiwanya dari reng-gutan elmaut, Buat apa aku patut
dicap sebagai pembunuh kejam !" mulutnya mengoceh
sendirian seperti sang tabib tua tengah menyelidiki suatu
penyakit yang menyulitkan. Dilain pihak Giok-liong sendiri juga tenggelam dalam
renungannya, lupa akan keadaan dirinya saat itu. Sebab ia
tengah memikirkan pengalaman semalam dirumah penginapan
itu semalam suntuk dirinya terserang penyakit panas yang
aneh. Lantas teringat pula akan pertempuran dirinya dengan Lehwe-
heng-cia tempo hari. semua hnl itu pasti Ibun Hoat
takkan menduga dengan tepat, Tapi kenapa sekali lihat lantas
dia dapat menunjuk secara tepat. Terang bukan bohong atau
membual belaka. Tak tahu Ang i-mo-Ii bagaimana perasaan hatinya selanya
cepat: "Paman Ibun, apa kau tidak kwatir dia mempunyai cara
pengobatan yang cocok!" "Hahaha ! Mana gampang ! Mana gampang!"
Tak duga Li Pek-yang juga ikut bicara : "Engkoh tua !
Bocah ini cukup cerdik, hubungan I-hwe su-cun juga sangat
luas, Apa kau tidak kwatir salah perhitungan ?"
Terbalik biji mata Ibun Hoat, dengan semangat riang ia
tertawa kering, lalu katanya: "Hehe! Apa kau kira Le-hwe-boceng
merupakan ilmu pasaran yang gampang di buat main,
Kalau tidak masa dianggap satu dari tujuh ilmu tunggal
mematikan paling hebat di daerah luar perbatasan !"
Cepat-cepat Li Hong membuka mulut lagi : "Apakah tiada
cara pengobatannya ?" "Ada !" jawab Ibun Hoat tegas.
Tergerak hati Giok-liong, dengan cermat ia pasang kuping
mendengarkan. "Pengobatan cara bagaimana ?" tercetus juga pertanyaan
dari mulut Li Pek-yang.

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ibun Hoat menggoyangkan kepala serta mengetuk dahinya,
ujarnya : "Lebih sulit memanjat langit ! Tiada halangannya
kuberi tahu ! jangan katakan bahwa aku tua bangka terlalu
tahu diri!" lalu ia berputar menghadap Giok liong serta
melangkah maju lebih dekat, mulutnya berkata pelan: "Hwising-
chio dari Ling lam dan Ciat-bam-im dari Pak-hay beruntun
kau harus minum tujuh resep baru jiwamu tertolong, namun
ilmu silatmu musnah. Dalam tempo tujuh hari kau harus bisa
lari keselatan di Ling-lam lalu mengejar waktu menuju kelaut
utara untuk memohon kedua ramuan obat pusaka tadi,
mungkin jiwamu bakal tertunda selama tiga lima tahun, Kalau
tidak terpaksa kau harus niecca-ri Le-hwe heng cia untuk
memperhitungkan hutang darah ini ! Hahaha ! Hahaha!"
Panjang lebar ia menjelaskan sambil tuding sana tunjuk sini
serta mencak-mencak dengan bangga. Yu-bing-khek-cu Li Pek yang mendengar dan bergelak tawa
keras, serunya lantang: "Kalau begitu caranya, benar benar
lebih sukar memanjat langit Pek-cho-ang di Ling-lam masa
gampang mau diganggu usik " Lebih sulit lagi dapat menemui
Pak-hay Hwi-thian khek itu tokoh misterius yang aneh !"
Giok-liong semakin gelisah dan kwatir mendengar tembang
sebul tanya jawab mereka berdua, jelas bahwa mereka
berintrik hendak merebut seruling saktinya, maka tidak bisa ia
harus percaya akan kata kata mereka itu.
Pikirnya, apapun yang bakal terjadi aku harus mencari
Suhu dulu. Karena pikirannya ini, Potlot mas diacungkan
kedepan serta katanya dengan nada rendah : "Bagaimana,
aku tidak dapat menunggu terlalu lama disini !"
Tidak menanti Giok-liong bicara habis Ibun Hoat sudah
menjura kepadanya serta ujarnya : "Silakan ! Lebih baik kau
cepat-cepat keluar dari lingkungan daerah Bu-lay-san supaya
tidak membawa kau busuk bagi kita semua."
Giok-liong berludahi semprotnya: "Coh! Basgkotan tua yang
tidak tahu diri !" lalu ia menghadapi Li Pek-yang katanya :
"Kuperingatkan kepadamu, hapuskan perjanjianmu dengan
guruku! Mulai saat ini jika kalian malang melintang dan
membuat geger serta mala petaka di dunia persilatan
kebentur ditanganku pasti tidak kuberi ampun !"
Li Pek yang terloroh-loroh, aerunya : "Lekaslah lagi
selamatkan diri ! Tuan besarmu ini takkan mata debat dengan
bocah seperti kau yang menjelang ajal masuk liang kubur."
Lahirnya Giok liong tetap berlaku wajar dan tenang, namun
sebenarnya hatinya gelisah dan was-was, Maka tiada minat ia
terlalu lama tinggal di tempat ini main bacot, setelah
mendengus dingin ia cepat-cepat tinggalkan tempat itu.
Ibun Hoat tertawa sinis, ujarnya : "Kita akan mengutus
seseorang untuk mengikuti kau!"
Acuh tak acuh dan jengkel Giok-liong menjengek : "Kukira
kalian takkan berani !" "Lihat saja nanti !" "Ya, yang sudah bosan hidup, silakan mengintil aku !"
"Wah main marah apa segala, kan kita bermaksud baik !"
"Maksud baik ?" "Setelah memperoleh seruling samber nyawamu pasti kita
akan mengurus jenazahmu dengan upacara pekuburan besarbesaran!"
"Kentutmu busuk !" hardik Giok-liong dengan murka,
dimana badannya berkelebat jalur sinar kuning dari ujung
Potlot masnya berkelebat tahu-tahu Jan hun su-sek sudah di
lancarkan Laksana guntur menggelegar dan kilat menyambar
langsung ujung senjatanya menutuk kearah tengah kedua
mata Ibun Hoat Cukong istana beracun
"Kematian sudah didepan mata masih berani gagah
gagahan." sambil miringkan tubuh berkelit sebat sekali Ibun
Hoat menghindarkan diri dari rangsakan ini, enak-enak saja ia
menggendong tangan dengan sikap wajar dan tenang seperti
tak terjadi sesuatu apa. Giok-Iiong tahu gelagat dilihatnya tempat ini tidak perlu
diberati lagi, apalagi naga-naganya mereka sudah tiada niat
bergebrak lagi dengan dirinya, maka sambil mengembangkan
kedua lengannya seperti burung terbang badannya mencelat
jauh tinggi, di tengah udara ia membentak keras: "Sekarang
aku pergi. Siapa yang bosan hidup silakan mengintil di
belakangku!" hilang suaranya bayangan tubuhnya juga sudah
meluncur turun dari Im-hong gay dan sekejap mata saja
sudah menghilang dikejauhan sana. Jauh dibelakangnya sana terlenrar Ibua Hoat berseru
lantang : "Betapapun tinggi Lwekangnya, sayang tidak
berumur panjang!" Terdengar pula Li Pek-yang berkata :
"Engkoh tua, apa betul-betul hendak mengutus orang untuk
membuntutinya ?" Di ujung jalan keluar pegunungan Bu-lay-san yang sempit
penuh ditumbuhi pohon siong yang tua dan rimbun itu, angin
menghembus kencang, diatas batu-batu runcing yang tersebar
luas itu tampak meluncur sebuah bayangan putih laksana
meteor terbang tengah berlari kencang seperti memburu
waktu. Begitu cepat luncuran bayangan putih ini sampai sukar
dilihat dengan pandangan mata biasa, terus melesat keluar
dari pegunungan yang liar dan lebat itu.
Tak lama sesudah bayangan putih ini menghilang dibalik
aling-aling pohon yang lebat didepan sana, tiba-tiba terlihat
pula setitik bayangan merah juga berlari kencang secepat kilat
memburu dengan ketat, gerakan bayangan merah ini
kelihatan lebih lincah dan gemulai.
Bayangan putih didepan itu bukan lain adalah Kim-pit janhun
Ma Giok liong yang baru saja turun dari Im-hong-gay,
setelah mendengar obrolan Cukong istana beracun Ibun Hoat
mau tak mau hatinya menjadi goncang dan penuh was-was.
Karena menurut katanya dirinya telah terkenal bisa ilmu
pukulan Le hwe-bu-ceng yang jahat itu. Tapi waktu ia
kerahkan hawa murni terbukti bahwa jalan darahnya normal
tanpa gangguan atau petunjuk gejala gejala luka dalam.
Tapi kalau dikata dirinya tidak terluka dan terserang racun
jahat,pengalaman malam dipenginapan itu sungguh aneh dan
minta perhatian juga. Apalagi tujuan utama ibun Hoat melulu pada seruling
samber nyawa, terang benda sakti berada didepan mata
tinggal menggunakan kekerasan merebutnya dari tangannya,
namun dia tidak berbuat sebodoh itu, terang bahwa dia betul
betul mempunyai pegangang akan berhasil dengan analisa
tentang penyakit dirinya itu. lblis tua laknat ini penuh akal muslihat dan licik, berhati
loba dan tamak lagi, sesuatu benda yang sudah di incarnya
kalau tiada punya pegangan pasti berhasil, tak mungkin begitu
gampang ia mau melepas begitu saja, paling tidak harus
memeras keringat untuk merobohkan dirinya dulu.
Bukankah Lam cu tok-yam merupakan ilmu sesat yang
ganas dan paling diandalkan oleh pihak istana beracun.
Begitulah sambil berlari kencang diatas pegunungan yang
lebat itu hatinya terus menimbang dan berpikir gundah tak
tentram. "Berdiri!" mendadak sebuah hardikan keras terdengar dari
bawah bukit sebelah depan sana. DisusuI luncuran turun
sebuah bayangan abu abu laksana malaikat dewata terus
menghadang didepannya, Begitu melihat orang orang menghadang di depannya ini
segera Giok liong menghentikan larinya, cepat cepat ia
menjura serta menyapa : "Kiranya adalan Lo cianpwe!"
Ci-hu-sin-kun menunjukkan sikap serius dan tegang, tanpa
mengacuhkan kata kata Giok-liong sebaliknya ia membentak
lagi: "Dimana dia?" Bahwasanya hati Giok liong sudah dongkol perjalanan ini
dihalangi kini dibentak-bentak lagi tanpa juntrungan kalau
menurut adat biasanya pasti ia unjuk gigi.
Tapi sekarang dirinya dihadapi persoalan penting tak mau
ia banyak menimbulkan perkara ditengah jalan, maka tawartawar
saja ia menyahut :"Siapa?"
"Siapa " Kau tidak tahu?"
"Darimana Wanpwe bisa tahu, toh aku bukan tukang
ramal!" "Bangsat! Tutup mulutmu!"
"Tidak mau aku banyak bicara, labih enak! selamat
bertemu!" Dimana badannya melejit terus meluncur kedepan sejauh
lima tombak terus melesat lebih laju.
Giok liong sudah bergerak begitu cepat, namun bayangan
abu-abu juga tidak kalah cepatnya, tahu-tahu sekali
berkelebat telah menghadang lagi didepannya, bentaknya:
"Bocah keparat! Waktu di Bu-tong-san ada Bik-lian-hoa yang
melindungi kau maka Lohu memberi ampun melepasmu untuk
hidup, Tak duga ternyata pambek ambisimu begitu besar!"
Giok-liong tercengang heran, katanya: "Ucapan cianpwe ini
sungguh aku tidak paham!" "Tidak paham!" "Waktu mengadu pukulan di Bu-tong-san adalah kau
sendiri yang melukai putrimu, apa pula hubungannya dengan
aku yang rendah!" "Mulut bawel! Serahkan anak Ling kepadako!"
"Serahkan dia" Nona Kiong?"
"Kemana kau bawa lari anak putriku?"
Giok-liong menjadi semakin melenggong, cepat ia
menyahut: "Sejak berpisah di Bu-tong-san, bukankah nona
Kiong kau bawa pulang" Kenapa sekarang kau menagih
kepadaku?" Geram benar hati Ci hu sin-kun, dari dalam bajunya
dirogohnya keluar selembar kain sutra terus diserahkan Giokliong,
mulutnya membentak marah: "Coba baca ini!"
Kain sutra warna merah berkembang mengandung desiran
angin keras terus meluncur seperti anak panah, Agaknya Cihu-
sin-kun benar-benar marah, maka lemparan kain sutra ini
dilandasi tenaga dalamnya yang lihay, kepandaian
Lwekangnya memang cukup hebat. Giok-liong tak berani berajal, sigap sekali ia menggeser kaki
miring ke sebalah kiri untuk menghindar daya tekanan dari
sambaran angin keras ini lalu mengulur tangan meraih kain
sutra dari samping. Terlihat olehnya diatas kain sutra itu bertuliskan huruf
huruf yang indah bergaya lembut diujung paling kanan
berbunyi: "Disampaikan kepada ibunda !" sedang isi tulisan
selanjutnya berbunyi "Harap maafkan anak tidak berbakti,
sehari aku tidak menemukan Giok liong, sehari aku akan
kembali ke Ci hu, Tertanda pi ao anak Ling !"
Giok-liong menjadi melongo di tempatnya, perasaannya
hampa tak tahu bagaimana ia harus berkata, Pikirnya, kenapa
Kiong Ling-ling bisa begitu ke memek terhadap dirinya,
sebegitu besar rasa cintanya sampai hendak mencari aku
sampai keujung langit atau didalam bumi. Betapa besar dunia
ini seorang perempuan lemah seperti dia bukankah akan hidup
sengsara dan merana dalam rantau. Sedang aku sendiri tidak
tabu mena hu tentang hal ini. Agaknya cinta asmaranya ini akan sia-sia belaka, Sebab
hanya menghadapi Coh-Ki-sia seorang saja cukup membuat
kepalanya pusing tujuh keliling, bagaimana ia berani
menimbulkan banyak kesulitan lainnya lagi"
Karena pikirannya ini timbul batin dalam hatinya: "Nona
Kiong ! Ling-ling ! betapa besar rasa cintamu terhadapku,
terpaksa aku Ma Giok-liong tidak dapat memberikan harapan."
Seorang diri ia terpekur tenggelam dalam renungannya,
sebaliknya Ci hu-sin-kun yang menanti sekian lama sudah
tidak sabaran Iagi, air mukanya semakin membara seperti di
bakar, biji matanya yang berkilat memancarkan cahaya abuabu,
dengan tak sabar ia menggembor: "Masih ada omongan
apa lagi yang ingin kau katakan ?"
Tidak gusar Giok liong sebaliknya tertawa gelak-gelak.
"Apa yang kau tertawakan ?"
"Sambut kembali !" kain sutra itu melambai lempang
meluncur kembali ke arah Ci-hu-sin kun.
"Anakmu sendiri yang merat tanpa kau jaga, apa
hubungannya dengan aku !" belum habis kata kata Giok-liong,
ia sudah menjejakkan kedua kakinya, tahu-tahu badannya
sudah melenting sejauh tiga tombak meluncur ke semak
belakar di depan sana. "Keparat, enak benar kau hendak mungkir dari
perbuatanmu!" gesit sekali Ci-hu-sin-kun juga bergerak
laksana mengejar angin memburu kilat berlari kencang
mengejar di belakang Giok liong. "Ai..!" terdengar seruan tertahan yang lirih nyaring, setitik
bayangan merah meluncur pula kedepan mengejar paling
belakang. "Terjadilah kejar mengejar diantara bayangan putih, abu
abu dan merah. Laksana luncuran bintang kemukus mereka
meluncur saling kejar diantara lebatnya hutan dan keadaan
pegunungan yang penuh jurang- jalang membuat jarak
mereka tidak terlalu jauh. Tak lama kemudian jauh didepan sana terdengar
kumandangnya suara harpa yang mengalun sedih memilukan
Di atas sebidang tanah datar berumput tebal, membumbung
tinggi seonggok kayu bakar, beberapa pulun orang orang
aneh-aneh yang berambut panjang terurai tengan mengelilingi
bara api itu sambil gembar gembor dan menari-nari kegilaan.
"Tang !" suara gembreng berbunyi sekali, seketika suara
hiruk pikuk menjadi sirap orang-orang aneh yang menari-nari
itu juga segera berhenti seluruhnya.
Diantara gerombolan besar ini berdiri seorang tua bermuka
biru berteriak dengan suasa keras: "saudara saudaraku,
lihatlah !" Tangannya menunjuk kearah bayangan putih yang melesat
datang dengan kecepatan luar biasa langsung meluncur
kearah lapangan berumput ini, jaraknya tidak lebih tinggal
lima tujuh tombak saja. Orang tua bermuka biru itu seketika menggerung keras,
laksana seekor burung hijau yang besar mendadak ia
menjejakkan kakinya tubuhnya lantas melambung tinggi
memapak ke depan. Di tengah udara sekali lagi ia menggerung bengis seraya
bentaknya: "Siapa kau!" "Dar . . . " ledakan dahsyat memekakkan telinga, bayangan
putih itu melenting tinggi beberapa tombak baru meluncur
turun hinggap di tanah dengan ringan sekali.
Demikian juga orang tua muka biru dengan mata mendelik


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebesar jengkol, rambut panjang awut-awutan terjungkir balik
turun dari tengah udara, sikapnya garang dan buas penuh
nafsu membunuh. Sementara itu, bayangan abu-abu juga sudah meluncur
tiba terus mendarat di sebelah kanan.
Melihat kehadiran sibayangan abu-abu ini berubah air muka
si Orang tua muka biru, suaranya mengguntur laksana
geledek: "Ci-hu Loji, berapa tahun tak bertemu, kiranya kau
belum mati ?" Ci hu sin kun Kiong Ki juga berubah dingin, sahutnya penuh
keheranan: "0h ternyata kau !"
"Kau tak menduga bahwa Lit-mo-kiang-si (mayat berambut
hijau dari Kiang-si bun (aliran mayat hidup) masih hidup diatas
dunia baka ini bukan ?" Orang tua bermuka biru yang mengaku bernama Lit mokiang-
si menggelengkan kepalanya menggemakkati rambut
panjang warna hijau diatas kepalanya, nada kata-katanya
dingin menusuk pendengaran. Demikian kedua lengan panjangnya yang tumbuh rambut
lebat juga digentakkan sampai berbunyi keretekan, setelah
berkata dengan langkah tetap ia mendesak maju ke arah Giok
liong yang tengah berdiri melongo di tempatnya, giginya
terdengar berkeriut. Benar seperti dedemit atau siluman penunggu gunung,
seolah-olah mayat yang hidup kembali dari liang kubur.
Begitu mendengar kata-kata Ci hun-sin-kun tadi, diam-diam
Giok liong sudah waspada, Sebab tiang si bau merupakan
aliran sesat yang paling jahat pada ratusan tahun yang lalu,
lama sudah aliran ini putus turunan dan sudah lenyap dari
kalangan Kangouw, sekarang secara tidak sengaja mendadak
ditemui di tempat ini, ini betul-betul suatu hal yang luar biasa.
Sementara itu Lik-mo kiang-si sudah membentak kepada
Giok-liong : "Kawan cilik, siapa kau ini ?"
"Hahahaha . . . " belum lagi Giok-liong sempat menjawab,
di sebelah sana Ci-hu-sin kun sudan bergelak tawa terbahakbahak,
Tiba-tiba tawa panjangnya berhenti sekali berkelebat
tahu tahu ia sudah melejit tiba di tengah antara Lik-mo kiangsi
dan Giok-liong, dimana tangan besarnya bertepuk sekali
seraya berkata: "jalan di dunia ini kelihatannya memang
sempit ! Yang tidak seharusnya bertemu justru sudah bersua
tanpa disengaja, sungguh sangat kebetulan !"
Liok mo-kiang-si menengguk liur, katanya, melengking :
"Kiong Lotoa ! jangan suka jual mahal ! Dia ini apamu ?"
Ci-hu sin-kun bergelak tawa lagi sambil menengadah,
ujarnya : "Kiaag si kui ! Apa kau kenal To-ji Pang Giok ?"
"Ha ! Pang Giok Bangkotan tua yang belum mati itu . . . "
"Tutup mulutmu !" hardik Giok-liong dengar gusar
mendengar Lik-roo kiang-si berani kurang ajar memaki
gurunya, "Kenapa kau semena-mena memaki orang ?"
Dengan senyum penuh arti Ci-hu-sin kun berkata mengadu
domba: "inilah murid tunggal Pang Giok yang kenamaan
dengan gelar Kim pit-jan hun, hahahaha !"
Kontan berubah air muka Lik-mo-kiang-si, sepasang
matanya memancarkan cahaya hijau rambutnya berdiri tegak
nafsu membunuh membayang pada pandangannya, gigi juga
berkerot menahan gusar, kedua telapak tangannya digosokgosokan
dengan beringas ia tatap Giok-liong, katanya: "Setan
kecil benar kau murid tunggal Pang Giok?"
Giok liong tidak tahu menahu asal usul orang, maka
sejujurnya ia menjawab lantang : "Benar ! Ada urusan apa ?"
"Bagus ! Bagus !" dengan langkah kaku Lik-mo-kiang-si
melangkah setindak, mendadak jarak beberapa tombak itu
diperpendek dengan sekali lompat, lompatannyapun sangat
aneh kedua kaki menjejak tanah lapang, badannya lantas
melejit ketengah udara, di mana kedua tangannya
berkembang jari-jari tangannya laksana cakar garuda
mencengkram datang, mulutnya membentak: "serahkan
jiwamu !" Tubrukannya ini sungguh sangat ganas dan buas seperti
serigala kelaparan, serangan tangannya juga bukan olah-olah
hebat dan telengas. Keruan Giok-liong terkejut bukan main, bukankah selama
ini belum pernah ketemu dengan Lik-mo kiang-si ini, kenapa
sikapnya terhadap dirinya begitu garang seperti musuh punya
dendam kesumat. Sebab sekali ia menyingkir setombak Iebih, seru Giok-liong
: "Tiada dendam dan permusuhan, apa-apaan perbuatanmu
ini!" "Huaaa . . . haha . . ." begitu tusukannya mengenai tempat
kosong, mulut Lik-mo-kiang-si lantas berkaok-kaok
mengeluarkan suara aneh, Tapi reaksi suaranya ini sungguh
mengejutkan. Terdengar angin berseliweran, ratusan anak
buahnya yang berambut aneh seketika merubung datang
mengurung Giok-liong dengan rapat. Tubuh bagian atas mereka telanjang kelihatan badan yang
kurus-kurus tinggal kulit membungkus tulang, namun seluruh
tubuhnya dirambati bulu-bulu yang tebal panjang, selembar
kulit harimau untuk menutupi bawab tubuhnya, kakinya
telanjang seperti para kerucut dari istana Giam lo-ong.
Di lain pihak Ci-hu-sin-kun malah bertepuk tangan sambil
berjingkrak seperti melihat tontonan yang menggelikan,
serunya: "Lucu! Lucu ! perhitungan ini cukup menyulitkan
bukan !" Terdengar Lik-mo-kiang-si juga membentak beringas:
"Buyung siksaan selama tujuh puluh tahun sudah cukup
kuderita, sungguh Tunan maha pengasih, sehari baru saja aku
bebas lantas kau mengantarkan nyawa masuk pintu!
Hahahaha !" Hakikatnya Giok-liong tidak tahu menahu duduk
perkaranya, keruan ia menjadi gusar, semprotnya: "Bicara
dulu supaya jelas, Urusan setinggi langit juga aku Ma Giok
liong atau menandingi ! jangan main seruduk seperti banteng
ketaton yang menggila, apa maksudmu?"
Ci-hu-iin-kun tertawa terpingkel-pingkel ujarnya: "Betul!
Kian-si-kui, bicaralah biar jelas, supaya bocah ini tidak mati
penasaran" "Baik." Lik mo kiang si menggoyangkan kepala, rambut
panjang di kepalanya diambilkan ke belakang, "keparat !
bagaimana juga kau takkan dapat terbang ke langit!"
Lalu dengan telunjuknya ia menunjuk tulang pundaknya
kelihatan tulang pundaknya berlobang sebesar ibu jari, lalu
katanya sambil mengertak gigi: "Ini sepasang lobang ini,
sampai hari ini tepat tujuh puluh tahun sudah, Tujuh puluh
tahun bukan jangka yang pendek, dua laksa lebih hari-hari
yang penuh penderitaan sudah ku kenyam" Hm"
Giok liong masih belum paham akan juntrungannya,
tanyanya: "Tujuh puluh tahun Aku tidak paham !"
"Sudah tentu akan ku buat kau paham !" kata Lik-mo
kiang-si sepasang matanya seperti bara api berkilat,
lengannya bergerak berkembang dengusnya marah-marah:
"Dengan baja murni, Pang Giok merantai aku di atas Kui-ongpeng
selama tujuh puluh tahun, membuatku sangat menderita
batin selama tujuh puluh tahun, hujan kedinginan siang
kepanasan oleh terik matahari."
Giok-liong menjadi heran, selanya: "Kenapa harus tujuh
puluh tahun?" "Setan cilik! Kau masih pura-pura main sandiwara, apakah
tidak tahu baja asli yang dibuat rantai gurumu itu adalah Liam
kiam-jan-thiat yang akan lumer sendiri setelah tujuh puluh
tahun" Masa kau tidak tahu sebelum itu Liam- kiam -jan thiat
adalah logam keras yang tak mempan sembarang senjata
tajam?" "Memang aku tidak tahu!" "Tutup bacotmu! Bocah keparat, kau mau mungkir!"
"Aku " mungkir?" "Derita selama tujuh puluh tahun sudah kenyang kukecap!"
"Jadi kau penasaran !" "Ya penasaran ini harus kulampiaskan pada dirimu, kecuali
kau suruh guru setanmu itu muncul kemari menggantikan
jiwamu!" Giok liong harus berpikir panjang sebelum bertindak, direm
wasnya situasi sekelilingnya. Musuh begitu kuat, sedang Cihu-
sin-kan enak-enak menggendong tangan berdiri dikejauhan
sana sambil tersenyum sinis tanpa berbicara Iagi. sedang
orang-orang aneh berambut panjang di sekelilingnya semua
mendelik gusar siap menubruk maju mencacah tubuhnya.
Sambil mengerahkan Jilo melindungi badan bersiaga, mulut
Giok liong bersuara: "Kenapa guruku menggunakan Liat-kiamjan
thiat membelenggu kau! Seharosnya kau bisa menilai
dirimu sendiri!" "Kentut!" Lik-mo-kiang-si berjingkrak gusar, teriaknya
:"Gagah-gagahan dia anggap dirinya sebagai pendekar bangsa
dewata apa segala, menghina aku sebagai iblis sesat
dikatakan aku membahayakan Bulim dengan alasan suka
membunuh dan membuat huru-hara dan apalagi, buset!"
Giok liong menjadi tertawa terbahak bahak, ujarnya :
"Hahaha itulah, kalau kau tidak membunuh tidak menyebar
elmaut di Bulim, belum tentu guruku mau turun tangan, kau
sendiri juga belum tentu harus disiksa selama tujuh puluh
tahun. Kau harus merasa beruntung tidak kebentur dalam
tanganku! Kalau sampai konangan olehku, hm, hm!"
"Kau, kenapa?" "Aku tidak akan membantumu menderita siksaan selama
tujuh puluh tahun!" "Kau. . . Apa yang hendak kau lakukan?"
"Hukum mati dengan cacah jiwa!" sedemikian lantang dan
keras Giok liong berkata-kata dengan sikap garang dan
berwibawa, suaranya laksana guntur menggelegar disiang hari
bolong. Lik-mo-kiang si yang memang sudah penasaran ingin
melampiaskan kedongkolan hatinya semakin berjingkrak gusar
seperti kebakaran jenggot, gerungnya: "Setan cilik, cari mati!"
dengan kalap ia menubruk maju dengan serangan tangan
laksana bayangan setan beribu banyaknya, yang diarah adalah
dada dan perut Giok liong. Giok liong berlaku tenang, ujarnya sambil menyeringai : "Di
belenggu selama tujuh puluh tahun, namun watakmu masih
belum berubah!" dimana tangannya didorong kedepan
serentak ia menghardik keras: "sambut ini !"
"Blang!" dentuman dahsyat menggetarkan langi dan bumi,
Dua bayangan manusia terpental mundur, Lik-mo-kiang-si
tertolak mundur sampai setombak lebih, mulutnya
menggerung dan giginya berkeriut. sedang Giok-liong sendiri
juga tersurut mundur tiga langkah, wajahnya mengunjuk rasa
heran. Adu pukulan kali ini ternyata sama kuat dan setanding
tanpa kelihatan siapa unggul dan asor.
Adalah para anak buah Kiang-si-bun yang menonton
berkeliling sejauh tiga tombak itu tak kuat berdiri tegak,
semua terdesak mundur oleh damparan angin keras akibat
dari adu pukulan tadi, kini lingkaran gelanggang menjadi
semakin besar. Terdengar Ci hu sin kun membuka suara dengan rada sinis
rendah : "Kiang si-kui, Lwekang bocah ini tidak lebih rendah
dari Pang Giok sendiri, Menurut hematku sudahi saja
pertikaian kalian, mandah menyerah sajalah, supaya kau tidak
kejatuhan abu mengotori muka sendiri !"
Hebat inilah kata-kata menghasut yang bersifat mengadu
domba, Bagi Giok-liong ia mandah tertawa tawar saja, katanya
: "Kiong cian- pwe! Menurut pendapatku lebih penting kau
mencari putrimu saja, kenapa kau berdiam disini
menghabiskan waktumu belaka ?"
Terkancing mulut Ci hu sin kun, mukanya merat jengah
sekian lama tak bisa bicara. Pada saat itu berkelebat sebuah
bayangan merah menyelinap hilang didalam dedaunan pohon
yang rimbun diluar gelanggang lapangan rumput sana.
Setelah mengadu pukulan secara keras lawan keras, muka
Lim mo-kiang-si yang semula biru menjadi hijau bersemu
kekuningan, diantara warna kuning bersemu putih lagi, kilat
mata hijaunya menyapu padang sekian lamanya, mendadak ia
berteriak: "Setan kecil, tak nyana hebat benar kau !"
Tawar tawar saja Giok-liong berkata: "penderitaan selama
tujuh puluh tahun masa masih belum dapat mengubah
watakmu, menurut pendapatku yang bodoh, letakkan golok
jadilah umat Tuhan yang saleh dan bijaksana. Lepas dari
jurang kenistaan dan mati dengan tentram dari pada konyol!"
Giok liong mengudal ludah bertujuan baik untuk
menasehati orang sebaliknya bagi pendengaran Lik-mo kiangsi
adalah sebaliknya, semakin membakar kemarahannya.
Pelan-pelan kakinya menggeser maju, matanya dipicikan
kedua, lengannya lurus turun suaranya rendah berat: "Katakatamu
memang betul, tepat sekali ucapanmu! Di mulut ia
berkata halus rnanis, namun kakinya masih terus melangkah
mendekat ke depan Giok-liong tidak lebih berjarak tujuh kaki,
Mendadak mulutnya menggembor keras: "Roboh!"
"BIang." cahaya merah pecah berhamburan disertai
tekanan hawa panas sehingga udara menjadi membara
laksana terjadi ledakan gunung yang dahsyat sekali. Tiga
tombak sekelilingnya menjadi hangus terbakar kobaran api
membungbung tinggi. Ternyata Lik-mo-kiang si telah berlaku licik dan kejam,
secara membokong ia kerahkan seluruh tenaganya untuk
melancarkan pukulan dahsyat, Karena tidak menyangka dan
tanpa siaga dengan telak dada Giok liong kena digenjot seperti
dipalu godam seberat ribuan kati, untuk berkelit sudah tak
mungkin lagi, dalam keadaan yang mendesak dan gawat itu
terpaksa ia hanya mampu mengempos hawa murni
memusatkan seluruh tenaganya di pusar dia mandah digenjot
dengan telak. Diluar tahunya begitu dadanya terpukul hantaman dahsyat
itu tenaga yang terkerahkan dalam pusarnya menjadi
mendidih panas dan pedas sekali, seperti minyak mendidih,
begitu terdesak oleh tenaga genjotan itu seketika seluruh isi
perutnya seperti pecah dan hancur lebur, segulung hawa
panas terus menerjang langsung ketenggorokan dan
menyembur keluar diri mulut tanpa tertahan lagi, sebelum ia
sempat menjerit tubuhnya sudah terkurap jatuh tak ingat diri,
kepala enteng terasa pusing tujuh keliling.
Tepat sebelum tubuhnya menyentuh tanah dari mulut Giokliong
menyembur keluar selarik lidah api yang bersuhu tinggi
terus menyemprot kedepan.

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cemas bukan kepalang kaget Lik mo-kiang-si, sebab
dikiranya pukulan bokongannya itu membawa hasil yang
memuaskan, tengah ia kegirangan siapa tahu belum lagi ia
sempat menarik balik tangannya letupan larik api membara itu
sudah menyembur ke arah dirinya. "Celaka ! Bocah ini pandai main sihir " tak sempat mulutnya
habis berkata kedua lengan yang terjulur ke depan itu sudah
celaka lebih dulu, seluruh bulu yang tumbuh dikedua
lengannya itu seketika terjilat api apalagi angin menghembus
rada kencang, kobaran api semakin besar, sebentar saja
rambut diatas kepala serta bulu didepan dadanya juga sudah
terjilat terbakar, beruntun kulit harimau yang dipakainya serta
kedua kakinya yang kurus kecil itu juga mulai di makan api.
Sekarang Lik- mo kiang si menjadi segulungan bara api
yang menyala besar. Sambil berkaok dan melolong ia
bergelindingan di atas tanah berusaha memadamkan api yang
membakar dirinya. Siapa tahu, kalau dikata memang aneh, api
ini agaknya rada berbeda dengan api umumnya betapa juga ia
menggelinding dan membanting-banting tubuhnya tetap tak
mau padam. Keruan saking kepanasan Lik-mo-kiang-si berjingkrak
berloncatan sambil menjerit-jerit. Alhasil, malah dengan
berloncatan dan bergerak itu membawa desiran hembusan
angin lebih besar, bukan padam bara api di tubuhnya seperti
desiran minyak dihembus angin berkobar semakin besar.
Ci-hu sin kun sudah kaya akan perbendaharaan
pengalamannya selama puluhan tahun merupakan Bingcu dari
aliran hitam lagi, sekali pandang saja lantas ia tahu dan
tersurut mundur dengan kaget dan takut mulutnya berteriak
tak tertahan lagi: "Wah, Bu Cing le hwe, Lehwe . ," belum
selesai teriakannya, sesosok bayangan abu-abu sudah
melenting tinggi puluhan tombak terus berlari kencang kearah
semak belukar sana seperti dikejar setan.
Saking cepatnya ia berlari laksana anak panah terlepas dari
busurnya, sebentar saja bayangannya sudah lenyap dari
pandangan mata. Para anak buah Kiang-si bun begitu melihat seluruh tubuh
sang Ciang-bun jin terbakar api semua, menjadi panik dan
gugup, suasana menjadi kacau balau, ada yang memburu
maju berusaha membantu untuk memadamkan api, tapi
mereka menjadi kehabisan akal karena tidak tahu cara
bagaimana harus bekerja. Sebagian lagi ada pula memaki kalang kabut terus
memburu maju kearah Giok liong, Hakikatnya Giok-liong
sendiri saat itu tengah pingsan tak ingat diri, Justru yang lucu
dan aneh keadaannya, dari mulut dan hidungnya masih tetap
menyemburkan asap tebal yang bergulung panas, setombak
disekitar tubuhnya terasa panas tak tertahan, tujuh kaki
disekeliling tubuhnya sudah terbakar bangus.
Ada beberapa anak boah Kiang-si-bun yang berani mati
menubruk dengan nekad, seketika mereka sendiri bulu dan
rambutnya kena tersulut dan terus terbakar juga.
Suasana diatas lapangan berumput itu menjadi semakin
gaduh dan panik, Belum lagi yang satu ini dapat dipadamkan
yang lain-lain ikut terbakar pula. Keruan para kurcaci Kiang
sibun yang ikut terbakar itu lebih panik dan gaduh mereka
bergelindingan ditanah dan menjerit dan menggerang seperti
babi hendak disembelih menjelang ajal.
Bagi yang tidak terjilat api menjadi serba sulit pula, Tinggal
lari takut kalau nanti api yang membakar Lik mo-kiang-si
padam mereka bakal dijatuhi hukuman sebagai penghianat
kepada cikal-bakal, lari di medan perang, Kalau tetap tinggal
disitu sesaat mereka menjadi bingung cara bagaimana harus
menolong para kawan dari jalatan api.
Suasana seri ut cicism kuali panas mereka ii i nnu^ dtiti
berputar lari serabutan di aaj l:pFi-ji n )iitnpu! i u, tak thhu
daii mana i. e.i "A harus mulai turun tangan
Adalah Lit mo-kiang si meski seluruh tubuhnya sudah
terjilat api yang tengah berkobar besar, pikirannya masih
tetap segar dalam keadaan gawat itu dengan suara parau ia
membentak kepada anak buahnya: "Pelan-pelan
menggelinding, ke Ham cui-khek, menggelinding"
Bilang menggelinding benar-benar menggelinding, dengan
membawa kobaran api di badannya ia mendahului
bergelindingan terus menggelinding kearah timur dimana
kehinaan buah aliran sungai, Anak buahnya yang tidak terjilat api segera berkaok dan
bersorak gegap gempita berlari kencang menuju ke sungai di
sebelah timur sana. Mereka yang terjilat api mencontoh ketua
mereka terpaksa ikut bergelundungan sekejap saja lapangan
rumput menjadi sepi. Suasana menjadi sunyi, yang terdengar hanya semburan
asap tebal yang masih menyemprot keluar dari hidung dan
mulut Giok liong yang rebah celentang ditanah.
Di-samping itu rumput dan semak belukar disekitar
lapangan rumput itu juga sudah mulai terjilat api, api menjalar
terhembus angin dengan cepat mengeluarkan bunyi
keretekan. Tiba tiba sebuah bayangan merah melompat keluar dari
semak belukar sebelah sana. Sosok bayangan merah ini bukan
lain adalah Li Hong. begitu mendaratkan kakinya kontan ia
mengernyitkan kening dan mendelong mengawasi keadaan
Giok liong yang aneh itu, gumannya :"Kenapa hidung dan
mulutnya bisa menyemprotkan api?"
Tiba tiba ia menemukan sumber rahasia dari kobaran api
yang terjadi ini. Kiranya api yang menyembur keluar dari
mulut dan hidung Giok liong hanya merupakan segulung hawa
panas yang berupa jalur putih terbaur dengan asap hitam,
karena tenaga semburan yang besar sampai menimbulkan
gelombang panas dan udara mulai bergolak mengeluarkan
suara ini. Kobarn api di sebelah sana menjadi seperti arus tersedot
oleh besi semberani meletup keras terus membakar semakin
besar. setelah mengetahui rahasia ini Li Hong menjadi
bingung mulutnya berkata sendirian "Untuk menolongnya, aku
harus memadamkan dulu kobaran api ini."
Maka mulailah ia bekerja memadamkan api, Pertama tama
ia singkirkan dahan-dahan pohon yang belum terjilat api, lalu
menjemput sebatang pohon terus mengepruk dan
memadamkan api kobaran api terakhir ia menggali tanah
dengan tanah inilah ia menguruk j.n,ng dan sisa sisa kayu
bakar yang masih menyala, setelah susah payah akhirnya
seluruh kobaran api dapat dipadamkan.
Sudab lazim bagi yang bermain air pasti basah, bermain api
kena hangus. Demikian juga keadaan Li Hong, wajahnya yang
putih halus dan cantik itu kini sudah kotor oleh arang dan
hangus terutama kedua telapak tangan dengan jari-jarinya
menjadi lecet dan lebam hitam. Baju merahnya juga tidak
luput terkena abu dan api apalagi seluruh tubuhnya sudah
mandi keringat, napas juga ngos-ngosan.
Tuhan memang maha pengasih terhadap yang menderita
bekerja Waktu ia menengok kearah Giok-liong yang masih
celentang itu, Benar juga mulut dan hidungnya sudah tidak
menyemburkan lidah api lagi, cuma dari hidungnya masih
menyemburkan hawa panas. "Tunggu lagi sebentar mungkin keadaannya bisa
mendingan." demikian Li Hong berpikir sambil mengusap
keringat dan kotoran di mukanya. Pelan pelan ia memeriksa
dan meronda di sekitar Kui-ung-peng (lapangan raja setan).
Pertama ia khawatir Lik-mo kiang-si bakal putar balik lagi,
kedua ia gentar menghadapi Ci-hu-sin-kun, siapa tahu
bangkotan tua itu bisa datang kemari lagi, Betapapun dirinya
bukan menjadi tandingan satu diantara mereka berdua.
Sang waktu sedetik demi sedetik terus berlalu. Kala malam
telah menjelang datang. Pelan pelan dengan langkah ringan Li Hong mulai maju
mendekat, dilihatnya Giok-liong yang masih kepulasan, Seperti
layaknya orang yang sedang mabuk, d:iir.ian juga iea risau
Giok-liong selebar mukanya merah membara kedua biji
matanya merem meIek, muIut dan hidungnya menghembus
keras hawa panas yang menyembur keluar dari hidungnya
masih kelihatan mengandung kabut putih yang samar-samar.
Tapi suhu panas jauh sudah menurun dibanding pertama tadi.
Coba-coba Li Hong berseru membangunkannya: "Ma Siau
hiap ! Ma Giok-Iiong! Giok-liong ! Liong . . " sedikit reaksipun
tak ada, ia coba meraba pernapasannya, belum mati, rada
ragu ragu telapak tangannya terulur mendekap jantungnya,
tujuannya hendak merasakan apakah jantungnya masih
berdetak, tak kira dimana tangannya menyentuh sebuah
benda panjang keras, seruling samber nyawa seketika hatinya
bersorak. Pikirnya "Aku mendapat tugas supaya membuntutinya
untuk mengambi seruling samber nyawa, inilah kesempatan
paling baik bila kuambil, boleh dikata setan juga tidak bakal
mengetahui. Tapi otaknya lantas membatin lagi: seruling
iamber nyawa merupakan senjata pusaka orang orang kuno,
merupakan benda antik yang paling diimpikan, berharga oleh
kaum persilatan, sekarang aku hanya mengulur tangan saja
sudah menjadi milikku, ah, mimpi juga aku takkan bisa
menduga." Sambil membatin itu pelan-pelan ia membuka kancing baju
Giok liong. Dalam kegelapan malam yang sudah menjelang
datang ini tiba tiba keadaan sekitarnya menjadi terang
benderang tersoren oleh cahaya puiih cemerlang yang
terpancar dari Seruling sakti itu, sigap sekali Li Hong
merogohnya keluar lalu dielus elus di tangannya.
Sekonyong konyong bayangan gelap membayangi
sanubarinya, kedua tangannya yang mengelus-mgelus seruling
tanpa terasa menjadi lemas dan turun semampir menindih di
atas dada Giok-liong. seruling samber nyawa melintang lurus
didepan dada Giok-liong. Bila asli membawa pulang Seruling samber nyawa tak lebih
harus "disampaikan kepada cukong istana beracun Ibun Hoat,
jikalau tidak diserahkan kepadanya tentu terjadi pertikaian
hebat antara Tok-kiong dengan Mo khek, Terang kepandaian
ayah bukan tandingan Ibun Hoat, apalagi oigfcoa daa
sepasang pembantunya. buk.-.nsan si i-:i,i saja menimbulkan
pertempuran konyol. Kalau kuserahkan kepadanya, apa pula untangku " Apalagi
Seruling ini adalah benda yang selalu diinginkan siang malam .
. . . seluruh miliknya." berpikir sampai disini tanpa merasa
matanya melirik kearah Giok-liong yang masih rebah tak
bergerak. Saat mana warna merah pada mukanya sudah berangsur
hilang. Tepat pada saat itulah terdengar hidungnya
mendengus seolah-olah mengeluh karena kesakitan, lalu
menggeleng kepala. "Ma Siau-hiap ! Ma Giok-Iiong ! Giok-liong !"
Giok-liong tetap seperti tidur nyenyak tenggelam dalam
impiannya. "Bila kehilangan benda sakti pemberian perguruan ini,
bagaimana nanti akibatnya ?" Tak kira kini Li Hong sendiri
yang tenggelam dalam pikirannya, perang batin tengah terjadi
dalam sanubarinya "perbuatan yang merugikan orang lain
kenapa harus kulakukan !" demikianlah akhirnya kesadaran
dan pikiran terangnya telah menang, cepat cepat ia membuka
pula baju Giok-iiong terus menyusupkan seruling samber
nyawa ke dadanya. Sekonyong-konyong sesosok bayangan kuning meluncur
datang dan kejauhan sana, belum orangnya tiba suaranya
sudah berteriak mendaki : "Siluman bernyali besar. Lihat
pedang!" dari tengah udara melancarkan serangannya,
pedang pendek diputar menjadi kuntum bunga yang kemilau
terus menungkrup keatas kepala Li Hong, sungguh hebat dan
cukup ganas. Li Hong berseru kejut, dalam gugupnya Seruling samber
nyawa ditariknya keluar untuk menjaga diri, Terdengarlah
suara seruling melengking tinggi, cahaya putih terus menyapu
ke depan memapak dan menangkis serangan pedang lawan.
"Siluman keparat, sengaja memang kau hendak mencuri
pusaka itu. Cara bagaimana kau telah membikinnya pingsan !"
"Tan Soat-kiau, bicaralah biar jelas!"
"Kenyataan di depan mata, kau masih berani bermulut
bandel, merabukan pedang pendek Tan Soat kiau lincah dan
lihay, tapi tak berani saling bentur dengan seruling sakti,
terpaksa ia putar sekencangnya diluar garis pertahanan
musuh, begitu deras sinar pedangnya berputar sehingga
bayangan merah kena terbungkus didalamnya.
Lagi-lagi terdengar ia membentak : "Ang-i-mo-li permainan
apa yang telah kau lakukan, kau membius Engkoh Liong!"
Walaupun bersenjata seruling samber nyawa, tapi karena Li
Hong sendiri juga tidak biasa memainkan jurus-jurus ilmu
seruling ampuh ini terpaksa digunakan secara ngawur saja
seperti Poan-koan-pit umumnya, peranti untuk jalan darah.
Mendengar tuduhan yang semena-mena itu hatinya
menjadi gusar, malunya kembali "Budak tidak tahu malu,
terang-terangan kau berani panggil engkoh Liong apa segala,
engkoh dari hubungan yang mana?"
Keruan merah jengah melebar muka Tan Soat kiau sampai
kepinggir kupingnya malu bukan main, pedang lantas diputar
lagi semakin gencar, setiap jurusnya semakin ganas,
mematikan tak mengenal kasihan lagi mulut nya pun tak kalah
adu lidah: "Kau kira siluman macam kau ini saja yang tahu"
siluman kecil macammu ini baru tidak tahu malu, bukankah
kau sendiri yang tadi mencopoti baju seorang laki-laki,
sungguh rendah dan hina serta kotor sekali !"
Beringas wajah Li Hong dimaki begitu rendah dan kotor,
seruling ditangannya diayun sekuatnya terus mengepruk
keatas batok kepala lawan, mulutnya tidak tinggal diam saja:
"Budak tidak tahu malu, kau pintar memutar lidah !"
Begitulah kedua belah pihak saling tuduh dan saling maki,
namun gerak gerik mereka dengan senjata masing-masing
tidak pernah kendor, Pedang dilarikan begitu kencang
mengembangkan bundaran cahaya pedang besar kecil,
sebaliknya irama seruling melengking lurus tanpa nada.
Kalau bayangan kuning mengepung diluar gelanggang
dengan gerak-gerik yang lincah dan serangan yang
membadai, adalah bayangan merah berdiri sekokoh gunung
menggetarkan cahaya putih, membubung tinggi laksana
gunung seperti tonggak menyanggah langit.


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suasana sepi di lapangan rumput kini menjadi ramai
dengan makian dan angin deras yang menderu-deru,
pertempuran seru penuh kebencian dengan serangan yang
saling berlomba untuk merobohkan lawan ini terus berjalan
sampai ratusan jurus pada babak terakhir ini mulai kelihatan
masing-masing mempunyai kepandaian khusus dan ada pula
kelemahannya, tapi sedapat mungkin mereka
mempertunjukkan kepandaian istimewanya sehingga situasi
pertempuran masih sama kuat. "Hai, apa apaan kalian bertempur disini hayo berhenti !"
tiba-tiba sebuah gerungan keras berseru disamping sana,
Betul juga bayangan kedua orang yang berkuntet lantas
mundur. Tan Soat-kiau menyapukan pedangnya itu menyapu
kedepan, dengan tubuh agak doyong ke depan tiba-tiba
kakinya menjejak tanah , kontan tubuhnya terus melejit
mundur setombak lebih. Seruling ditangan Li Hong juga bergoyang malang
melintang didepan dada menangkis disusul cahaya putih
berkelebat tahu tahu ia sudah berdiri tegak sambil
melintangkan seruling samber nyawa di depan dadanya.
Dibawah keremangan sinar bintang-bintang yang
bertaburan di cakrawala, kelihatan Giok-liong tengah berdiri
bertolak pinggang, matanya berkedip kedip celingukan
bergantian memandang Tan Soat kiau dan melihat Li Hong,
katanya penuh tanda tanya "Apa kalian rebutkan?"
Enteng sekali Li Hong melayang kede-kat Giok-liong,
katanya lemah lembut: "Ma Siau-hiap, kau sudah siuman
kembali !?" Giok-liong kucek-kucek matanya, sahutnya sembarangan
"Ai, aku sudah bangun, aku . . . ."
Sudah tak teringat olehnya pengalaman yang baru tadi, Tak
tahu ia apa yang tengah terjadi dihadapannya ini, pikir punya
pikir ia berusaha mengingat kejadian apa yang telah menimpa
dirinya tadi siang. Sementara itu melihat Li Hong menggelendot di pinggir
Giok-liong, rasa pahit hati Tan Siat-kiau saking mendelu
dengan gusar ia memburu maju terus berteriak "Engkoh
Liong, hati-hati akan bokongan, siluman licik ini !".
Giok liong tersentak, tanyanya tak mengerti: "Di bokong?"
Tan Soat-kiau berkata lantang : "Bukankah seruling samber
nyawamu sudah dicuri oleh siluman keparat itu, awas . . . "
Giok liong tersurut mundur sambil berseru tertahan, waktu
tangannya merogoh kedalam bajunya lagi-lagi ia berseru kejut
sambil berjingkrak. Baru sekarang dilihatnya bahwa Seruling
dicekal ditangan Ang-i mo li Li Hong itu bukan lain adalah Jan
hun ti miliknya. Maka sebelum seruan kejutnya hilang, sigap sekali ia
mengulur tangan sambil melangkah kedepan terus
menangkap kearah Li Hong. "Nanti dulu!" dengan muka bersungut Li Hong loncat
sejauh sembilan kaki, serunya keras: "Jadi kau percaya
obrolannya !" Memang Giok-liong tengah bingung dan menjadi ceroboh,
sahutnya tersekat : "Tapi Jan-huu-ti . . . " tangannya
menunjuk seruling yang dipegang oleh Li Hong.
Tan Soat-kiau tertawa sinis, katanya: "Hm bukti ada
didepan mata, jangan kau mungkir."
Li Hong menjadi gusar, teriaknya kalap : "Kau menuduh
semena-mena, kau . . ." Yang dipikirkan Giok-liong melulu seruling saktinya itu,
maka katanya : "Tak perduli bagaimana serahkan dulu Jan
hun ti itu !" Tan Soat-kiau membakar pula dengan kata-katanya:
"Benar, rebut kembali seruling itu, jangan sampai ia sempat
melarikan diri!" Benar juga Giok-liong termakan oleh hasutan ini, sikapnya
lebih waspada dan berjaga-jaga katanya tertekan : "Untuk
membuktikan kesucian hatimu, serahkan kembali seruling itu
kepadaku segala sesuatu baiklah dibicarakan kembali !"
Saking jengkel air muka Li Hong sampai berobah keki
membesi hijau, teriaknya keras : "Kecapa kau tidak percaya
kepadaku kenapa begitu gampang termakan oleh hasutan dan
adu domba mulut manis Tan Soat-kiau ?"
Namun Giok-liong berkata : "Sebab bukti memang
kenyataan kau telah mengambil serulingku !"
"K,au sangka aku benar-benar mencuri." kata Li Hong
sembari tertawa getir, tawanya ini menjadi sember karena
umbaran dari rasa gusarnya suaranya menjadi seperti pekik
orang hutan yang mengeluh di malam nan keIam. Dengan
sedih dan hati hancur pelan-pelan ia angkat seruling diatas
kepalanya, wajahnya pucat bergetar, bibirnya sudah memutih,
tanpa darah, giginya juga berkerot-kerot, serunya: "Berdiri
disitu, selangkah lebih dekat biar aku hancur bersama
Serulingmu ini!" agaknya ia benar benar hendak melaksanaancamannya.
Tergetar badan Giok liong, lekas lekas ia mundur beberapa
langkah, serunya gugup: "Nona Li, jangan! jangan kau
berbuat senekad itu!" Kini berbalik Tan Soat-kiau yang dongkol, air mukanya
menjadi tegang dan membesi, makinya dengan gusar :
"Berani kau! Budak galak! Berani kau merusak sedikit saja
seruling itu, akan kuhancur leburkan tubuhmu!"
"Tidak tahu malu, ada sangkut paut apa urusan ini dengan
tampangmu!" dengus Li Hong. Giok liong kwatir kalau mereka berdua benar-benar saling
cakar cakaran lagi, saking gusar mungkin Li Hong benar-benar
melaksanakan ancamannya dengan merusak seruling saktinya
itu,l pasti akibatnya sangat runyam dan merugikan banyak
pihak, Oleh karena itu, lekas lekas ia menggoyangkan kedua
tangannya serta berteriak: "Bicara saja baik baik, mari kita
rundingkan kenapa harus bertengkar!"
Pucat pasih selembar muka Li Hong saking menahan
gejolak hatinya, suaranya sedu dan penuh rasa keibaan
:"Memang tujuanku hendak mengambil seruling samber
nyawa ini, ini memang tidak salah! "
Tampak Soat kiau tertawa hambar penuh kemenangan:
"Nah sudah kentara belangnya!"
"Ma Giok-liong ! Kapan seruling sakumu ini terjatuh di
tanganku " Cara bagaimana jatuh di tanganku " Apa kau tahu
" Coba katakan !" Giok-iiong menjadi melenggong, matanya berkedip-kedip
suaranya tergagap : "Aku hanya ingat . . .setelah
meninggalkan . . ." "Setelah meninggalkan Im hong-gay tak perlu kau uraikan !
selanjutnya bagaimana ?" "Aku bersua dengan Ci-hu-sin kun akhirnya . . ."
"Akhirnya bagaimana ?" "Akhirnya . , . . disini ! Aku bertemu dengan Lik-mo-kiang si
!" Tan Soat-kiau tertegun kejut, ujarnya : "Haya, Apakah iblis
durjana kejam yang membunuh orang tanpa berkesip dan
mendadak menghilang jejaknya pada tujuh puluh tahun ini ?"
Jauh jauh Li Hong T,cnyapkan seruling ditangannya,
katanya tak senang: "jangan cerewet !"
Sekarang Giok-liong sudah menjadi tenang dan ingat
segala-galanya: "Lik-mo-kiang-si mendadak melancarkan
pukulan membokong aku pukuIannya.,...Haya, pukulannya itu
agaknya tepat mengenai jalan darah besar di dadaku, yaitu
Tiong-ting-hiat yang mematikan, Dulam keadaan gawat dan
mendesak itu, aku masih sempat mengerahkan hawa tenaga
dalam pusar, dengan menghimpun seluruh kekuatan Lwekang
untuk menerima pukulan dahsyat musuh !"
Li Hong tertawa tawar, jengeknya dingin: "Sayang
usahamu ini sia sia belaka, Sekali pukul akhirnya kau
terbanting semaput di tanah, dari hidung dan mulutmu
menyemburkan asap tebal dan bara api yang bersuhu sangat
panas sekali !" Giok liong tak berani banyak berkata, ia tenggelam dalam
renungannya. Tan Soat-kiau menjadi tidak sabaran, ia menyela lagi :
"Kentut, jatuh ya jatuh, bagaimana mulut dan hidungnya
menyemburkan asap apa segala !"
Ang i mo-li Li Hong tidak menggubriskan lagi, dengan suara
nyaring ia bicara panjang lebar : "untung semburan asap tebal
dari mulutnya itu telah menimbulkan kebakaran besar di
sekitar gelanggang sini, tidak sedikit anak buah Kiang si bun
yang kena terjilat api dan lari pontang panting. Kau sebagai
murid tunggal Ji-bun yang suci murni dari I-lwe su cun (empat
duta agung mayapada), tapi melatih ilmu sesat yang jahat
kejam sampai matipun tak memberi ampun pada orang. Ai, Li
Hong terhitung sudah terbuka mataku!" enak saja ia berbicara
seperti bercerita dengan suara nada yang semakin sengit
meninggi dan semangat sampai Giok-liong terlongo kesima.
Agak lama kemudian baru ia bergerak seraya menghela
napas panjang, katanya ragu ragu "llmu sesat " Sampai mati
tak memberi ampun ?" Li Hong menyeringai dingin, ujarnya: "Hehehe, kejadian ini
adalah aku sendiri yang melihat, maka kaupun tak perlu lagi
memberi penjalasan." "Aku " Aku tidak bisa !"
"Perdengaran kuping mungkin bisa salah tapi penglihatan
mana tentu benar. Bagai mana duduk kejadian sebenarnya,
Ci-hu-sin-kun bisa menjadi saksi, yang hadir pada waktu itu
bukan hanya aku Li Hong seorang saja !"
Giok-liong tak bisa bicara lagi, menengadah ia menghela
napas lagi, keluhnya : "Ai ! Tuhan yang tahu !"
Terdengar Li Hong menyambung lagi: "Sekian lama kau
jatuh pingsan, terpaksa aku bekerja memadamkan bara api,
kalau tidak mungkin kau sendiri saat ini sudah hangus
terbakar, apa perdulimu tentang Jan-hun-ti segala."
Giok-liong jelajatkan pandangannya ke empat penjuru,
memang kata-kata Li Hong rupanya tidak bohong, dengan
terlongong ia manggut-manggut, sepasang matanya
mengunjuk rasa terima kasih. Li Hong berkata lagi: "Tatkala itu, berulang kali aku
berusaha membangunkan kau, tapi keadaan seperti orang
mati. Kalau mau saat itu aku bisa ambil seruling sumber
nyawa dan tinggal pergi, kau dapat menuduh siapa" Masa kau
bisa tahu akan perbuatanku?" Mendengar sampai disini, tiba tiba Tan Soat-kiau tertawa
cekikikan katanya :" Hihi, tadi kau terang-terangan
mengatakan kedatanganmu ini. . ."
"Tak perlu kau cerewet, tujuanku memang hendak
mengambil seruling ini!" Giok liong tercengang, katanya :" "Kenapa kau tidak lantas
pergi setelah memperoleh seruling ini?"
"Aku. . ." mulut Li Hong jadi tersendat, bagaimana mungkin
secara berhadapan ia bicara "karena aku menyintai kau" maka
hatiku tega wajahnya berubah merah.
Beruntun berapa kali Tan Soat-kiau mendapat cemooh saat
ini kesempatan baginya untuk membalas, desaknya dengan
nada dingin :"Ayo katakan. coba kulihat cara bagaimana kau
berbohong mengarang cerita begitu panjang lebar."
Dari malu Li Hong menjadi gusar di senggak begitu rupa,
seruling di tangannya tiba tiba diputar ditengah udara
menimbulkan suara lengking tinggi, katanya :"Aku menanti
orang ingin berkelahi untuk mencoba kekuatan seruling sakti
ini!" Tan Soat-kiau juga seorang nona yang keras di dalam
lemah diluar," mendengar tantangan terang-terangan ini
segera iapun acungkan pedangnya, katanya terkikik:
"Sungguh kebetulan, biar nona besarmu ini mengiring
bertempur tiga ratus jurus." "Baik biar aku mengukur berapa tinggi kepandaian Kaujiang
-san." "Kalau kau punya kepandaian sejati, jangan gunakan
seruling sakti itu!" "Kau kira nonamu mengandal seruling ini untuk
menundukkanmu?" habis berkata tiba-tiba Li Hong
melemparkan seruling di tangannya ke-arah Giok liong seraya
membentak :"Sambut!" Giok liong benar-benar tidak menyangka, kejutnya bukan
main sigap sekali dengan hati-hati ia mengulur tangan
menyambut loncatan seruling yang keras dan deras ini.
Tepat waktu Giok liong dapat menangkap serulingnya, di
sebelah sana Li Hong juga sudah melolos Liong cwan kiamnya.
Ti-ba-tiba terpancar cahaya dingin membungkus seluruh
tubuhnya yang mengenakan pakaian serba merah menyolok
itu. Waktu Giok liong memasukkan seruling samber nyawa ke
kantong bajunya kedua nona berwatak keras itu sudah
berkutet dengan sengitnya, keruan Giok liong menjadi gugup
dan gelisah, mulutnya saja yang berkaok-kaok: "Berhenti!
Berhenti!" "Buat apa kalian berkelahi seperti anak-anak?"
Jilid 22 Namun bukan saja mereka tidak mau berhenti, malah
masing-masing sudah lancarkan serangan lebih gencar,
semakin lama pertempuran semakin seru dan semangat.
Kepandaian kedua belah pihak sudah cukup tinggi
termasuk tokoh kelas satu, gerak mereka serba gesit dan
cekatan lagi kini, ketemu tandingan yang sembabat, keruan
mereka semakin bersemangat untuk menjajal dan mengukur
kepandaian sendiri dengan kemampuan lawan.
Hanya Giok-liong sendiri yang dibuat gelisah seperti semut
dalam kuali panas, Kalau mau dengan tingkat kepandaiannya
gampang saja ia terjun kedalam gelangang untuk melerai
perkelahian edan-edanan ini. Tapi saat ini tak mungkin ia berbuat begitu, pula ia tidak
berani, Sebab siapa tahu kalau tidak kebetulan merugikan
salah satu pihak, tentu bakal menimbulkan akibat yang susah
dibayangkan. Tan Soat-kiau pernah menolong jiwanya perkenalan
ditengah jalan saja, namun dia berulang kali sudah ikut
menanggulangi dari kejaran dan keroyokan Hiat hong-pang
dan Kim-i pang. Apalagi sekarang dia sudah di-pungut menjadi
anak angkat dari Kim-ling-cu Li cianpve salah satu dari Bu limsu-
bi, betapapun ia tidak berani berbuat salah terhadap Soat
kiau.

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pertama bersua dengan Li Hong dengan tekun dan prihatin
ia melindungi dirinya. pernah juga menolong jiwanya. Terang kedatangannya ini
adalah mendapat perintah untuk mengambil seruling sakti ini,
tak mungkin ia harus mengabaikan perintah ayahnya dan
tidak memperdulikan keganasan kaum istana beracun,
kenyataan toh ia mengembalikan seruling saktinya, bagaimana
juga aku tidak enak menyakiti hatinya.
Pikir punya pikir otaknya semakin terasa butek, semakin
kacau balau. Kalau terang tak mungkin bisa mencegah
pertempuran ini untuk apa pula tinggal ditempat ini lamalama,
lebih baik tinggal pergi saja seumpama nanti bisa
dibedakan siapa lebih unggul dan asor, dirinya juga bakal
serba susah lagi. Karena pikirannya ini Giok-liong lantas putar
tubuh tinggal pergi. Tapi puluhan langkah kemudian mendadak ia
menghentikan kakinya lagi, batinnya: "perkara ini terjadi
karena aku, mana mungkin aku tinggal pergi begitu saja tanpa
mengurusnya " Tatkala itu pertempuran berjalan sangat cepat, serang
menyerang menggunakan cara kilat, sinar pedang masingmasing
menyambar dan membabat atau menikam dengan
berbagai gaya yang mematikan, bergulung-gulung ke timur
lalu berloncatan kearah barat di lapangan rumput hijau ini,
terus saling kejar dan paling hantam.
Memandang dahan dahan pohon dan rumput yang hangus
terbakar ditempat itu, mendadak Giok-liong teringat sesuatu.
Bagaimana mungkin hidung dan mulutnya bisa
menyemburkan api" samar-samar pengalaman dirinya mulai terbayang
dikelopak matanya. Mendadak ia mengeluh dalam hati.
"Celaka, sebelum lari Ci-hun sin-kun ada berteriak tentang
"Le-hwe..." sekarang teringat jelas dalam otaknya sebelum lari
pergi memang ia mendengar ci-hu sin-kun berteriak
ketakutan: "Bu-ceng le-hwe, Le hwe - - -"
Karena pikirannya inijantungnya menjadi berdebar keras,
hatinya menjadi tegang. Terkiang kata kata Cukong Istana beracun Ibun Hoat waktu
bertda diatas Im-hong gay : "setelah terkena Le-hwe bu-ceng-hot kang.... paling
banyak masih mempunyai sisa hidup tujuh hari.. ."
Tujuh hari adalah waktu yang begitu pendek- betapa
mungkin dirinya lari ko Linglam minta Hui-ting chio kepada
Pekschio ang. apakah mungkln pula mengejar waktu menuju
ke laut utara minta Ciat-ham-im. omongan Ibun Hoat itu naga-naganya memang dapat
dipercaya kalau tidak kenapa tanpa sebab dirinya bisa
menyemburkan asap dan api. Mengapa Ci hu-sin- kun
sekaligus bisa lantas menyebutkan sumber penyakitnya ini.
Ibun Hoat dan Kiong Ki merupakan tokoh kenamaan yang
lihay dari aliran hitam yang sesat dengan tingkat kedudukan
mereka tak mungkin sembarangan mengudal mulut bicara
bohong atau membual, tak mungkin pula mengada-ngada.
Agaknya memang usia Ma Giok- liong tinggal tujuh hari
saja, "Hidup tua, sakit, mati serta sengsara atau menderita
sudah menjadi kodrat alam, bagi seluruh umat manusia
takkan luput dari kelima unsur kesukaran ini. Bagaimana
mungkin Giok-liong bisa luput dari ketentuan kodrat alam ini
?" Terpikir olehnya telah tujuh lari kemudian dirinya bakal
terbakar hangus dan mampus, tak keruan paran rasa hatinya
ini, lesu dan putus asa lagi, semangat gagah dan
keperwiraannya sudah hilang dihembus angin lalu. Tanpa
merasa ia menghela napas pula. gumannya:
"Ai, hidup manusia kiranya juga demikian ini, saja "
tanpa hiraukan mati hidup pertempuran Li Hong dan soat
kiau dengan menunduk kepala langkahnya bergoyang gontai
meninggalkan lapangan rumput raja setan itu.
Putus asa benar-benar sudah mencekam seluruh
sanubarinya. Tapi kejadian di dunia ini kadang kadang tak
segampang seperti yang di duga oleh manusia umumnya
semakin ia berpikir semakin berat rasanya, seperti apa yang
dikatakan: "kalau digunting tidak putus dalamnya masih akan menjadi
kacau balau," Begitulah karena tidak kuasa mengambil
keputusan sendiri hatinya semakin gundah diliputi berbagai
bayangan dan kekuatiran. Akhirnya ia ambil keputusan juga, dengan mengepal
tangannya ia berseru lantang: "yang lain boleh aku tidak peduli, seruling sakti ini
merupakan senjata yang ampuh mandra guna, betapapun
pantang terjatuh ditangan orang jahat. Kalau tidak tentu bakal
menimbulkan banyak dosa dan menyesalpun sudah
terlambat." "Tapi - - - " pemberian guru inijuga juga harus
kukembalikan kepada suhu, tapi di mana aku harus mencari
beliau, jejak suhu yang suka kelana mengembara kemanamana
itu sulit dijajaki seperti orang linglung mulut kumat
kamu langkah sempoyongan. Akhirnya terpikirjuga cara jalan
keluarnya. "Terpaksa aku harus siang siang pergi ke Gak yang lalu,
Kim ling-cu ada mengundang pertemuan pada hari Goan-siau
disana, seumpama tidak bisa jumpa dengan suhu, siapa tahu
bisa bertemu dengan satu dua orang tokoh-tokoh kenamaan
dari aliran lurus atau salah seorang Cianpwe yang punya
hubungan erat dengan perguruannya. Baiklah aku tunggu saja
disana meninggalkan pesan dan menitipkan pada mereka.
Apalagi jangka tujuh hari ini paling cepat cuma kebetulan saja tepat pada waktunya
mencapai kota Gak yang." setelah mendapat ketetapan hati, hati kecil Giok liong
menjadi lapang dan terhibur. Waktu ia berpaling Kebelakang
tak terasa ia sudah jauh meninggalkan Kui-ong-ping,
bayangan merah kuning masih kelihatan bertempur dengan
sengitnya. Menghirup napas panjang Giok-liong mengeluh:
"Ai, bertempur dan berkelahi hanya untuk mencari
kemenangan dan mengejar nama kosong, akhirnya takkan
luput tertimpa kematianjuga, untuk apakah manusia ini hidup
" Pelan-pelan ia salurkan tenaga dari pusarnya dimana
tangan berkembang pesat sekali ia kembangkan Ling-hun-toh,
laksana seekor garuda tubuhnya mencelat tinggi beberapa
tombak setelah mengambil arah tujuan yang tepat sekencang
angin ia berlari kedepan tanpa menoleh lagi.
sekejap saja Kui-ong-ping sudah ketinggalan jauh ratusan
tombak, sekonyong-konyong terdengar jerit pekik suara
perempuan yang ketakutan dari lamping gunung sebelah kiri
sana, begitu keras lengking jeritan itu sampai menembus
langit menggetarkan alam pegunungan menyayatkan hati.
Tergetar hati Giok liong, badannya giris dan merinding,
luncuran tubuhnya menjadi kendor dan mulai pelan pelan
berlari. Tapi terkilas dalam otaknya:
"jiwaku tinggal tujuh hari, orang hampir mati seperti aku
buat apa ikut mengurusi segala tetek bengek yang tiada
sangkut pautnya dengan diriku "
segera ia kerahkan tenaganya lagi, tubuhnya lantas
mumbul tinggi tiga tombak-luncuran tubuhnya semakin pesat
ke depan. Tak diduga jeritan yang menyayatkan hati tadi terulang
kembali, malah jaraknya semakin dekat:
"Aaaa ... " terlihat dikeremangan lamping gunung sebelah
kiri sana melambung tinggi sesosok bayangan merah jambon
diiringi teriakan panjangnya, dari suaranya ini jelas sekali
bahwa ia seorang perempuan. Agaknya kepandaian
perempuan itu tidak ungkulan atau mungkin sudah terluka
dalam, gaya luncuran tubuhnya agak limbung daa seperti
meronta dan berlari sipat kuping sekuat tenaga.
Kira kira puluhan tombak, di belakang bayangan merah ini
sebuah bayangan putih laksana salju bergerak lincah dan gesit
mengejar dengan kencang, dilihat naga naganya sebentar saja
bayangan merah di depan itu kena dicandaksambil
berlari sipat kuping perempuan baju merah itu
berkaok, dan melolong menjerit-jerit, sebaliknya bayangan
putih di belakangnya itu tergelak tawa menyeringai seram.
Kalau dalam keadaan biasanya tentu tanpa banyak pikir lagi
Giok-liong mengunjukkan diri mengulur tangan menolong si
perempuan dari kelaliman. Tapi saat itu sifat gagahnya sudah
amblas terbawa keputus asaan akan bayangan kematian yang
mencekam sanubarinya. Apalagi ia tergesa-gesa memburu waktu untuk pergi ke
Gak- yang hendak menyerahkan kembali benda pusaka
perguruannya. Maka walaupun hatinya tergetar dan tak tega
akhirnya ia geleng kepala serta menghela napas panjangkakinya
tetap meluncur cepat kedepan menempuh perjalanan.
Tak duga kini bayangan merah ternyata membelok dan
memapak kearah yang berlawanan dengan arah tujuan Giok
liong, jarak yang rada jauh itu sekejap saja menjadi lebih
dekat. "Haya" tak tertahan lagi tiba-tiba Giok-liong berteriak kejut,
saat itu baru dilihat tegas olehnya bahwa perempuan yang lari
pontang- panting itu bukan lain adalah Hiat-ing Kong-cu Ling
soat-Yan. Dilain pihak agaknya Putri bayangan darah Ling soat-yan
juga sudah melihat Giok liong, saking girang ia berterik keras
minta tolong sambil terus berlari dengan kencang:
"M a" Giok liong Engkoh Liong"
Meskipun beribu kali tidak sudi turut campur urusan orang
lain juga tidak mungkin lagi bagi Giok liong. Karena itu
tubuhnya yang meluncur berderap kedepan mendadak
melembung tinggi menerjang ke depan seperti luncuran anak
panah dengan gaya Hong-hong-i-hwi (burung hong terbang)
terus menubruk kedepan, tangkas sekali kedua tangannya
menyanggah kedua pundak Hiat-ing Kong-cu Ling soat yan,
mulutnya bertan gugup "Nona Ling kenapa kau?" Air muka putri bayangan darah Ling soat yan pucat pasi,
rambutnya awut-awuran, napasnya ngos ngosan, begitu
melihat Giok-liong seperti melihat handai taulan terdekat.
segera menubruk kedalam pelukan Giok- liong terus
meluncur turun bersama, setelah berdiri dengan tergegap dan
tersengal ia berkata susah payah "Binatang itu- - -dia memukul mati Chiu-ki, berani berbuat
kurang ajar pula terhadapku, dia- - -"
seketika berkobar hawa amarah Giok-liong, menepuknepuk
pundak orang ia berkata gusar: "sampah dunia persilatan biar aku memberi hajaran
kepadanya." "Apakah kau mampu?" seiring dengan ejak dingin tanpa
perasaan ini muncullah seorang pemuda berpakaian serba
putih berdiri setombak lebih. Pelan pelan Giok- liong melepaskan Ling Soat-Yan, waktu ia
angkat kepala hendak mengumbar kemarahannya tak duga
seketika ia berdiri melongo terkejut bukan kepalang tanpa
merasa kakinya tersurut mundur dua langkah setelah
menyedot hawa dingin mulutnya tak kuasa berseru kejut dan
heran. Di lain pihak pemuda baju putih itu juga terkejut waktu
melihat wajah Giok-liong berbareng mulutnya juga menjerit
kaget. Giok liong menjublek ditempatnya, hatinya membatin:
"Dikolong langit ini masa ada kejadian begini bebetulan,
bagaimana mungkin wajahnya persis benar dengan aku?"
sementara itu pemuda baju putih itujuga tengah berpikir:
"Apa kau melihat setan di siang hari bolong Kenapa ia
serupa benar dengan aku seumpama saudara kembar"
sebab kedua orang yang berhadapan ini bentak tubuhnya
serta muka dan segala ciri cirinya persis benar seperti pinang
dibelah dua- Hanya hawa perwatakan ditengah alis merekalah
satu satunya ciri khas yang dapat membedakan sifat mereka.
Kecuali hawa perwatakan ditengah alis pemuda baju putih
kurang bersih dan guram ma Bentrok Rimba Persilatan 16 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Bentrok Rimba Persilatan 4
^