Golok Yanci Pedang Pelangi 3

Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Bagian 3


lu pada kesempatan kita sedang menggali di sini, mereka gunakan peluang tersebut
untuk menyelundupkan golok mestika itu keluar, untuk mendapatkan sebilah golok
biasa dalam Thian-po-hu kan tidak sukar?"
"Seandainya . . . ." "Jangan pakai seandainya, untung belum terlambat, golok mestika Yan-ci-po-to itu
pasti masih berada di sekitar Kiok-hiang-sia, kalau kita lakukan pengejaran sekarang,
mungkin masih belum terlambat."
Rasa gusar, gemas dan cemas membuat tokoh Cian-sui-hu ini ingin sekali melompat
mencapai Kiok-hiang-sia, ketika kata terakhir diucapkan, bagaikan angin ia sudah
melayang keluar dari hutan sana. Cepat Leng-hong mengikut di belakangnya.
Tapi tak lama setelah keluar hutan, tiba-tiba Leng-hong menarik ujung baju Pang
Goan sambil berbisik, "Lotoako, harap tunggu sebentar."
"Tunggu apa?" tanya Pang Goan sambil berhenti.
Leng-hong tidak menjawab, ia celingukan sejenak memandang sekeliling tempat itu,
lalu menariknya masuk kembali ke dalam hutan.
"Hei, apa yang kau lakukan?" tegur Pang Goan keheranan, "Kau tahu, waktu sudah
mendesak, jangan sampai kehilangan waktu yang berharga."
Ho Leng-hong menggoyangkan tangannya berulang, katanya dengan suara parau,
"Bagaimana juga Siaute merasa di balik kejadian ini masih ada hal lain yang
mencurigakan, Lotoako boleh melakukan pemeriksaan di sekitar Kiok-hiang-sia, tapi
jangan sampai jejakmu ketahuan orang, sedang Siaute akan tetap menunggu saja di
sini." "Apa yang hendak aku tunggu di sini?"
"Siaute mempunyai suatu firasat, bila golok mestika Yan-ci-po-to tiada di Thian-pohu,
maka kemungkinan besar benda tersebut masih berada dalam hutan ini."
Pang Goan berpikir sebentar, kemudian katanya, "Baiklah, kau boleh tinggal di sini,
sedang aku akan melakukan pemeriksaan di sekitar Kiok-hiang-sia, bila di sana tidak
berhasil kutemukan sesuatu, aku akan segera kembali ke sini."
Leng-hong membiarkan Pang Goan berlalu, ia tunggu bayangan orang sudah tak
tampak baru kembali ke tepi liang penyimpan golok tadi.
Mula-mula ia masukkan dulu golok tersebut ke tempatnya semula, lalu ditimbun
dengan tanah dan akhirnya diberi saputangan dan ditutup pula dengan daun busuk.
Ketika segala sesuatunya sudah beres, Leng-hong baru melayang kembali ke atas
dahan pohon, menutupi badannya dengan dedaunan dan menunggu di sana dengan
tenang. Apa yang dinantikan" Ia sendiripun tak dapat menerangkan, tapi bagaikan seorang
pemburu yang berpengalaman ia menunggu dengan penuh kesabaran dan penuh rasa
percaya pada diri sendiri. Sekian lama sudah, tapi suasana tetap hening, Pang Goan juga belum kembali.
Leng-hong tetap duduk diam di atas pohon, ia perhatikan suasana di sekeliling tempat
itu dengan seksama. Lewat sekian lama pula, suasana di sekeliling situ tetap hening, sama sekali tiada
suatu yang mencurigakan. Leng-hong mulai gelisah..... bukan karena dugaannya keliru, tapi merasa kuatir atas
keselamatan Pang Goan yang pergi dan tak kembali lagi itu.
"Sret!" mendadak terdengar suara enteng, tahu-tahu di bawah pohon telah bertambah
dengan sesosok bayangan manusia. Sungguh cepat kemunculan orang ini, suara gemersik dan kelebatan bayangan hampir
terjadi pada saat yang sama, baru saja desir angin terdengar tahu-tahu orang itu sudah
berada di bawah pohon. Betapa kejut Leng-hong, ia nyaris terjatuh dari atas pohon. Apalagi setelah melihat
jelas raut wajah serta dandanan orang itu, hampir ia menjerit kaget.
Orang ini mengenakan gaun berwarna kuning telur, ternyata tak lain adalah Pang
Wan-kun. Gerak-gerik Pang Wan-kun kelihatan agak gugup, tampaknya ia tak menyangka di
atas pohon bersembunyi seseorang, dengan sorot mata tajam ia awasi tempat
penyimpanan golok itu, lalu mencabut sebilah pisau belati dan mulai menggali tanah
dengan tergesa-gesa. Sesungguhnya Leng-hong hendak menegurnya, tapi setelah menyaksikan keadaan itu
ia urungkan niatnya. Pang Wan-kun bukan Cuma gugup, baju dan rambutnya juga kusut tak teratur, pula
bahu kirinya kelihatan berdarah, jelas ia terluka.
Sebab apa ia terluka" Darimana ia tahu golok mestika itu disembunyikan di sini"
Mengapa ia gugup" Apa yang hendak digalinya....
Semua pertanyaan itu dengan cepat telah memperoleh jawabannya. Pang Wan-kun
bekerja dengan cepat, tak seberapa lama golok berbungkus kain minyak itu sudah
tergali keluar. Tapi ia tidak memperhatikan golok tersebut dan dibuang begitu saja ke samping, lalu
melanjutkan pekerjaannya menggali liang.
Tak lama kemudian, dari dalam liang ia mengeluarkan pula suatu bungkusan yang
lain. Mencorong sinar mata Ho Leng-hong, cukup sekilas pandang saja ia lantas
mengenali benda itu sebagai bungkusan yang digunakannya untuk menyimpan golok
Yan-ci-po-to semalam. Kiranya benda yang disembunyikan Bwe-ji dan Siau Lan memang benar-benar
adalah golok mestika Yan-ci-po-to, Cuma pada lapisan yang atas mereka taruh pula
sebilah golok biasa. Kecuali menyaksikan dengan mata kepala sendiri, siapa yang akan menduga di dalam
liang telah ditanam dua bilah golok yang berbeda"
Ho Leng-hong tak menyangka, Pang Goan yang cerdik dan teliti pun tak mengira.
Tapi, dari mana Pang Wan-kun bisa tahu"
Melihat gelagatnya, bukan saja ia tahu tentang penyimpanan golok mestika itu,
bahkan bisa jadi Bwe-ji dan Siau Lan melakukan pekerjaan itu atas perintahnya . . . .
Pelbagai pikiran berkecamuk dalam benak Ho Leng-hong, meskipun ia merasa
terkejut, macam-macam tanda tanya selama beberapa hari akhirnya tersingkap juga,
dengan enteng ia lantas melayang turun ke bawah.
Waktu itu Pang Wan-kun sedang membuka kain yang membungkus golok tersebut,
betapa terperanjatnya demi melihat kemunculan Ho Leng-hong, air mukanya berubah
hebat, sambil mundur dua-tiga langkah ia sembunyikan golok mestika itu di belakang
punggungnya. Leng-hong tertawa lebar, katanya, "Hah, tak kausangka bukan bahwa aku akan
muncul di sini?" Dengan tangan kiri masih disembunyikan di belakang punggung, Pang Wan-kun
menepuk dadanya dan mengembuskan napas, katanya sambil tertawa, "Ai benarbenar
tak kusangka, Jit-long kaubikin kaget padaku saja."
"Nona, kupikir sebutan di antara kita kini perlu diganti," kata Leng-hong sambil
tertawa. "Kenapa?" "Sebab kau bukan Pang Wan-kun, dan kaupun tahu aku bukan Nyo Cu-wi, sandiwara
suami-isteri sudah berlangsung hingga kini, apakah tidak perlu diakhiri saja?"
"Aku tidak paham akan maksudmu!"
Ho Leng-hong mendesak maju selangkah, lalu katanya lagi dengan suara tertahan,
"Apa susahnya untuk memahami" Tujuan kalian adalah mencuri golok mestika Yanci-
po-to, sebenarnya urusan ini tak ada sangkut pautnya denganku, tapi dengan
pelbagai akal muslihat kalian telah menyeretku terjerumus ke dalam pusaran air ini."
Bergetar badan Pang Wan-kun, ditatapnya wajah Ho Leng-hong dengan tajam, ia
tidak membenarkan pun tidak menyangkal ucapannya.
Leng-hong menjadi semakin bangga, katanya lebih lanjut, "Kalau dipikir kembali,
sungguh aku amat bodoh. Selama ini, hampir saja kuanggap diriku benar-benar adalah
Nyo Cu-wi, tak lama berselang akupun masih menganggap kau sebagai Pang Wankun
yang sesungguhnya, tapi sekarang aku telah paham. Cuma, nona, dengan berani
kau menyamar sebagai majikan perempuannya gedung Thian-po-hu, begini persis
samaranmu sehingga Pang-toako pun terkelabui, hal ini membuktikan bahwa
kecerdikan maupun keberanianmu sungguh sangat mengagumkan."
Pang Wan-kun berkedip-kedip seperti orang bingung, katanya dengan ragu, "Jit-long,
kau omong apa" Jangan-jangan menyakitmu kumat lagi?"
"Ya, mungkin saja menyakitku kumat lagi," kata Leng-hong sambil tertawa, "tapi
sekali ini untung hadir seorang tabib sakti di sini. Nona, asal kauserahkan golok Yanci-
po-to itu kepadaku, lalu kita bersama-sama menghadap Pang-lotoa, siapa yang sakit
dan siapa yang tidak dengan cepat pasti akan diketahui."
"Hei, apa yang kau maksudkan dengan golok Yan-ci-po-to"Di mana ada Yan-ci-poto?"
"Itu dia, di belakang punggungmu! Bagaimanapun kita sudah menjadi suami-isteri,
lebih baik serahkan sendiri kepadaku, sebab kalau terpaksa harus kugunakan
kekerasan, tentu akan lenyaplah semua hubungan kasih mesra suami-isteri antara kita
berdua." Pang Wan-kun mengulurkan tangan kirinya dan memperlihatkan sarung golok ke
depan, katanya, "Apakah golok ini yang kaumaksudkan sebagai Yan-ci-po-to?"
"Masa bukan" Kukenal dengan jelas kain pembungkus golok itu, dan lagi pada
gagang golok terdapat huruf yang gemerlapan . . . . "
Pang Wan-kun menghela napas panjang, ia sodorkan sarung golok itu ke depan
Leng-hong, katanya, "Ai, kalau kau ngotot mengatakan golok ini adalah golok
mestika Yan-ci-po-to segala, nah ambil dan lihatlah sendiri."
"Ya, aku memang ingin memeriksanya dengan seksama, mana mungkin kusalah lihat
. . . ." Baru saja tangannya memegang ujung sarung golok, baru disadarinya bukan salah
melihat terhadap goloknya melainkan orangnya.
Waktu Pang Wan-kun menyodorkan golok itu kepadanya, ekor sarung golok itu
tertuju ke arah Ho Leng-hong dengan gagang golok menghadap ke arahnya sendiri,
dan tatkala anak muda itu memegang sarung golok, tiba-tiba ia membalik telapak
tangannya dan tahu-tahu gagang golok telah tergenggam.
"Creng!" cahaya tajam gemerlapan, golok itu secepat kilat sudah dilolos dari
sarungnya. Ho Leng-hong hanya merasa ketiaknya tersambar angin dingin, cepat ia lepaskan
pegangan sambil melompat mundur, tapi antara pinggang dan perut telah tersayat
suatu luka sepanjang tujuh delapan inci, dara segera mengucur keluar.
Pang Wan-kun membalik lagi tangan kanannya dan meraih sarung golok dari tangan
Leng-hong, katanya sambil tertawa dingin kepada Leng-hong, "Mengingat hubungan
suami-isteri, kuampuni jiwamu dari tebasan golok tadi, maka lebih baik jangan
kauterangkan asal-usulmu kepada si monyet Pang, sebab jika ia sampai mencari tahu
jejak Nyo Cu-wi dan isterinya, maka kau pun akan mengalami kesulitan sendiri."
Selesai berkata ia masukkan goloknya ke dalam sarung, lalu memutar badan dan
berlalu dari situ. Dengan sempoyongan Leng-hong memburu maju tapi darah segar mengucur lebih
deras dari lukanya, tenggorokkan terasa kering seperti terbakar, kepala pusing dan
hampir roboh. Ia sadar musuh tak mungkin terkejar, terpaksa ia himpun tenaga dan berteriak keraskeras,
"Pang-toako . . . Pang-toako . . . ."
Tapi sebelum mendengar suara jawaban Pang Goan, robohlah dia tak sadarkan diri.
--------------------- *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***--
Entah sudah lewat beberapa lama, entah apa pula yang terjadi kemudian.
Ketika Ho Leng-hong mengendus bau harum bunga dan membuka matanya, baru
diketahuinya dirinya berbaring dalam Kiok-hiang-sia.
Duduk di kursi di tepi pembaringan seorang nyonya muda berwajah cantik sedang
menundukkan kepala sambil menyulam kain sarung bantal.
Dipandang dari samping, jelas nyonya cantik ini bukan lain adalah Pang Wan-kun.
Sungguh tidak kepalang kaget Ho Leng-hong, hampir saja ia melompat bangun dari
pembaringan. Tapi baru saja setengah badannya terangkat, lambungnya terasa sakit sekali, ia
mengeluh dan roboh kembali ke atas bantal.
Rintihannya mengejutkan Pang Wan-kun yang duduk di sampingnya, buru-buru ia
menaruh sulamannya dan berpaling, lalu sapanya dengan tersenyum, "Jit-long, kau
telah sadar" Tidur saja dengan tenang, jangan sampai pecah lagi lukamu."
Dengan sorot mata kaget, gusar, mendongkol dan cemas Leng-hong melototi nyonya
itu, seakan-akan sedang berhadapan dengan setan iblis yang menyeramkan.
Pang Wan-kun tertawa manis, pelahan ia membetulkan ujung selimut, katanya,
"Kenapa kau melotot padaku" Seperti tidak kenal aku lagi?"
"Hm, kau perempuan siluman, tak kusangka kau masih berani tinggal di sini!"
"Kenapa aku tak boleh tinggal di sini" Tempat ini adalah Thian-po-hu, rumah kita . . .
." "Cis!" sungguh Leng-hong ingin meludahi nyonya muda tersebut, katanya sambil
menggigit bibir, "apa yang kauinginkan sudah didapatkan, kenapa tidak lekas angkat
kaki" Kauanggap aku tak berani membongkar rahasiamu ini kepada Pang-toako?"
Wan-kun sama sekali tidak marah, dengan tenang katanya, "Jit-long, agaknya
penyakit gilamu kambuh lagi!" "Kausendiri yang gila," teriak Leng-hong dengan marah, "terus terang kukatakan
padamu, aku hendak . . . ." "Kauhendak bilang apa" Terhadap siapa" Jit-long, kuanjurkan lebih baik tenanglah
dulu, sekarang semua orang tahu kau mengidap penyakit gila, apapun yang
kaukatakan tak akan dipercaya oleh siapapun."
"Semua kejadian akan kusingkap, kau yang mencuri Yan-ci-po-to, kau juga yang
melukai diriku." Wan-kun tertawa tak acuh, "Terserah apa katamu, pokoknya Toako sudah tahu Bweji
dan Siau Lan yang mencuri golok itu, dan kau terluka di tangan seorang
berkerudung, untung aku datang tepat pada waktunya hingga jiwamu selamat, malah
akupun terluka karena berusaha menolongmu, sedang orang berkerudung itu berhasil
meloloskan diri." "Tapi kutahu Bwe-ji dan Siau Lan mendapat perintahmu, atau paling sedikit mereka
adalah dayang-dayang kepercayaanmu, bagaimanapun jua tak mungkin kau tak tahu
menahu akan perbuatan mereka."
"Ya, memang, mereka adalah dayang-dayang kepercayaanku, tapi bukan aku yang
membawa mereka dari Cian-sui-hu, jika mereka sampai bersekongkol dengan orang
luar, apa aku yang bertanggung jawab?"
"Hm, cepat atau lambat merekapun takkan lolos dari cengkeraman Pang-lotoa, asal
satu saja di antara mereka tertangkap, tak sulit untuk memaksanya mengaku."
"Sayang selamanya mereka takkan tertangkap lagi," kata Wan-kun sambil
mengangkat bahu. "Berdasar apa kauberani berkata demikian?"
"Sebab mereka telah dibunuh orang di dekat Kiok-hiang-sia semalam!"
"Kau yang membunuh mereka?"
"Tentu saja bukan aku, pembunuh itu datang dari ruang depan, lagipula seorang pria,
justru lantaran Toako harus mengejar pembunuh itu, maka ia tak bisa kembali ke
hutan tepat pada saatnya." "Ia pasti akan berhasil menyelidiki siapa pembunuh itu?"
"Seharusnya ia akan berhasil, sayang tindakannya terlampau buru-buru, dan lagi
sahabat-sahabat anjingmu terlalu jeri kepadanya, maka akhirnya kecuali
membubarkan mereka, hasil apapun tidak ditemukan."
"Di mana orangnya sekarang?"
"Itu!" Pang Wan-kun memondongkan mulutnya keluar jendela, "ia tak pernah putus
harapannya untuk menemukan golok mestika itu, dianggapnya benda tersebut masih
ada di dalam taman, sejak tengah malam kemarin ia pimpin sendiri orang-orang untuk
menggali taman dan hingga sekarang belum juga istirahat, sayang sekali tanaman
bunga-bunga dalam taman di sekitar Kiok-hiang-sia semuanya porak poranda."
Ho Leng-hong coba melongok keluar lewat jendela, kemudian dengan sedih ia
menghela napas panjang. Bayangan manusia tampak bergerak di sekitar Kiok-hiang-sia, suara cangkul dan
sekop kedengaran nyaring, dipimpin sendiri oleh Pang Goan, puluhan orang Busu itu
bekerja keras menggali hampir seluruh pelosok taman untuk mencari golok mestika
Yan-ci-po-to. "Selama Pang-lotoa masih berada di Thian-po-hu, pati akan berakhir riwayatmu,"
kata Leng-hong dengan gemas, "akan kubongkar semua rahasiamu kepadanya."
Pang Wan-kun kembali tertawa, "Kau tak akan berbuat demikian, sebab hal ini tak
ada manfaatnya bagimu, malah sebaliknya akan mendatangkan banyak kesulitan,
apalagi kau pernah mengidap penyakit gila, siapa yang akan percaya pada
keteranganmu?" "Tapi paling sedikit aku sudah tahu kau bukan majikan perempuan dari Thian-po-hu,
Pang Wan-kun adalah saudara kandung Pang Goan, ia pasti dapat membuktikan
bahwa kau adalah Pang Wan-kun gadungan."
Wan-kun tertawa senang, katanya pula, "Dengan cara apa hendak ia buktikan aku ini
gadungan" Saudara seayah lain ibu, lagi pula usianya selisih sekian puluh tahun,
hidup terpisah sekian lama, sewaktu di rumah pun sehari belum tentu bertemu satu
kali, apalagi setelah kawin, sekalipun di tubuhku mempunyai tanda khusus juga
belum tentu ia akan mengetahuinya, sekalipun tahu, masa dia akan mencopot bajuku
untuk melakukan pemeriksaan?" Setelah berhenti sebentar, katanya lebih lanjut, "Apalagi aku bukan Pang Wan-kun
dan kaupun bukan Nyo Cu-wi, bila urusannya terbongkar, apakah kau tidak kuatir
akan kugigit dirimu bahwa kita bersekongkol?"
Ho Leng-hong terbelalak dan melongo, untuk sesaat ia tak sanggup membantah.
"Benar juga kata-katanya," demikian ia berpikir, "bukan saja aku tak punya bukti,


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

asal usulku juga tak jelas, mana mungkin perkataanku akan dipercaya oleh Pang
Goan?" Sambil tertawa Pang Wan-kun duduk di tepi pembaringan, dipegangnya bahu
pemuda itu dengan tangannya yang halus, lalu katanya dengan lembut, "Jit-long, kau
adalah orang yang pintar, tak nanti melakukan perbuatan sebodoh itu."
Harta kekayaan, kedudukan dan isteri cantik belum tentu bisa didapatkan orang lain
meski dalam mimpi, tapi kau telah memperolehnya secara gampang, apalagi yang
masih kurang?" Ho Leng-hong tak bisa bersuara lagi, ia merasa timbul hawa dingin dalam lubuk
hatinya, rasanya seperti terjerumus ke gudang es.
Perempuan itu sungguh terlalu lihay, segala sesuatunya telah diatur secara cermat dan
rapi, apa lagi yang dapat dikatakannya"
Agaknya Pang Wan-kun dapat menebak isi hatinya, kembali ia berkata, "Pepatah
kuno mengatakan: menjadi suami isteri dalam semalam, selamanya terkenang tak
terlupakan. Kita adalah suami isteri, tak mungkin kucelakai dirimu."
Ho Leng-hong termenung agak lama, kemudian menghela napas panjang, katanya,
"Beri tahukan padaku, sesungguhnya siapa kau" Golok Yan-ci-po-to telah
kaudapatkan, apa lagi yang kauinginkan?"
Sambil tersenyum Wan-kun mentowel pipinya lalu berbisik lirih, "Aku bernama
Pang Wan-kun, kau bernama Nyo Cu-wi, aku adalah isterimu dan kau adalah
suamiku, sekarang demikian, besokpun begitu. Sebagai seorang isteri, kecuali
memikirkan suami sendiri, apa lagi yang perlu dipikirkan?"
Ucapan ini penuh nada kasih sayang, tapi bagi pendengaran Ho Leng-hong cukup
mendirikan bulu kuduknya. "Kita suami isteri sudah bicara cukup lama," kata Wan-kun kemudian, "sedang
Toako masih sibuk menggali pusaka di luar sana, sepantasnya diundang masuk untuk
beristirahat." jilid 4 Tidak menunggu jawaban Leng-hong dia lantas berteriak dengan nyaring, "Peng-ji!"
Seorang genduk cilik bermuka bulat lari masuk ke kamar, "Hujin memanggil
hamba?" tanyanya. "Beri tahukan kepada Kuloya, katakan Tuan sudah sadar dan mengundang beliau
kemari, jangan menggali terus menerus!"
Ho Leng-hong kenal genduk yang bernama Peng-ji itu adalah babu pekerja kasar di
situ, orangnya rada bodoh dan cara bekerjanya agak lambat, mungkin lantaran Bwe-ji
dan Siau Lan mati secara beruntun, maka ia ditaruh di sana untuk melayani segala
keperluan. Kini Leng-hong tak berani memandang rendah seorang babu bodoh lagi, sebab kalau
Pang Wan-kun memilihnya sebagai orang kepercayaan, sudah tentu orang itu
merupakan pembantu yang telah dipersiapkan.
Siapapun tak tahu ada berapa banyak orang yang telah ia siapkan dalam Thian-pohu"
kalau ditinjau dari keadaannya, jelas jumlahnya tidak sedikit, sebab kalau tidak
demikian tak mungkin ia bisa membinasakan Bwe-ji dan Siau Lan sementara ia
sendiri masih berani tinggal di situ.
Tiba-tiba Leng-hong merasa kekuatannya terlalu kecil dan menyendiri, kecuali Pang
Goan rasanya tak seorangpun yang bisa dipercaya lagi, sebaliknya Pang Goan baru
dikenalnya belum lama, mungkinkah ia akan percaya pada perkataannya"
Makin dipikir, rasa percaya pada diri sendiri makin hilang, akhirnya ia berbaring
dengan lemas. Tak lama kemudian, Pang Goan masuk dengan langkah lebar, begitu bertemu ia
lantar berkata dengan menyesal, "Akulah yang salah dan akulah yang teledor, yang
kuperhatikan waktu itu Cuma mengejar si pembunuh, mimpipun tak kuduga di dalam
taman telah bersembunyi pula seorang musuh. Jit-long, cepat beri tahukan padaku,
macam apakah tampang orang itu?"
Baru saja Leng-hong hendak menjawab, Wan-kun yang berada di sampingnya segera
mendahului, "Waktu itu dia terluka, mana bisa memperhatikan tampang lawannya"
Tapi beruntung aku dapat melihatnya, Cuma orang itu mengenakan kerudung hitam,
jadi sukar untuk mengenalinya."
"Walaupun tampangnya sukar dikenali, paling sedikit kan bisa membedakan
lelakikah dia atau perempuan" Bagaimana pula dandanannya?"
"Toako, bukankah sudah kukatakan padamu, seorang laki-laki, berperawakan tinggi
besar dan memakai pakaian malam berwarna hitam . . . . ."
"Bisa jadi kau tidak jelas melihatnya, aku perlu tanya sendiri kepada Jit-long.
Sudahlah, kau jangan menimbrung saja," kata Pang Goan.
Wan-kun tidak menghiraukan, katanya pula sambil tersenyum, "Baiklah, tanyalah
sendiri kepadanya, Cuma jangan lupa, lukanya tidak enteng, banyak bicara bisa
mengganggu kesehatannya." "Aku mengerti, bila laki-laki sedang membicarakan soal yang serius, lebih baik kaum
wanita jangan banyak menimbrung!"
Senang hati Leng-hong demi mendengar perkataan itu, meski ucapan itu hanya
merupakan omelan seorang kakak terhadap adiknya, tapi bagi pendengaran Lenghong
pada saat ini justru terasa cocok. Akan tetapi, waktu sinar matanya berbentur dengan senyum yang menghiasi ujung
bibir Pang Wan-kun, hatinya kembali menjadi dingin.
Sepintas lalu senyuman itu kelihatan seperti lembut dan penurut, padahal justru
melambangkan kebanggaan serta keyakinan pada diri sendiri.
Ya, jika ia tidak penuh keyakinan, mungkinkah Pang Goan diizinkan bertemu
dengannya" Ho Leng-hong merasa dirinya ibarat binatang buas dalam rombongan sirkus,
meskipun punya taring dan cakar yang tajam, tapi harus tunduk pada cambuk sang
pawang, ia harus bermain di depan penonton menurut kehendak pawang.
Dan perempuan yang menyaru sebagai Pang Wan-kun ini tak lain adalah seorang
pawang yang lihai. Jelas Pang Goan bukan seorang penonton yang cermat, dengan tak sabar ia lantas
bertanya, "Jit-long, coba bayangkan kembali kejadian waktu itu, kemudian beritahu
padaku dengan saksama, manusia macam apakah dia itu" Apa yang kalian alami" Dan
cara bagaimana ia melukai dirimu?"
Leng-hong tarik napas panjang-panjang, lalu tertawa getir, "Apa yang dikatakan
Wan-kun memang benar, orang itu memakai baju warna hitam, berperawakan tinggi
besar dan mengenakan cadar hitam, jadi tampangnya tidak kelihatan."
"Cara bagaimana kaupergoki dia?"
"Setelah berpisah di tepi hutan tadi, aku merasa gerak-gerik Bwe-ji dan Siau Lan
sangat mencurigakan, agaknya mereka seperti sudah tahu ada yang mengintip
perbuatannya, maka sengaja ditanamnya sebilah golok biasa di situ, padahal
kedatangan Lotoako lebih awal dari mereka, tak mungkin jejakmu bakal ketahuan,
maka aku lantas mencurigai mereka bukan memakai benda itu untuk menipu musuh
melainkan sebagai tanda bagi komplotannya dengan tujuan tertentu."
"Ehm, benar juga dugaanmu," Pang Goan manggut-manggut.
"Maka sekembalinya ke dalam hutan, aku berjaga-jaga di dekat liang, betul juga, tak
lama kemudian kulihat ada orang menyusup ke dalam hutan dan menggali liang itu."
"Bukankah isi liang itu Cuma sebilah golok biasa?"
Leng-hong menghela napas, "Ai, Lotoako! Kita sudah tertipu, di bawah golok itu
justru tersimpan golok mestika Yan-ci-po-to yang kita cari itu."
"Ah!" mencorong sinar mata Pang Goan, tubuhnya tergentar karena emosi, "sungguh
siasat mengelabuhi lawan yang amat sempurna!"
Diam-diam Leng-hong melirik Pang Wan-kun, perempuan itu kelihatan sedang
mendengarkan pembicaraan mereka dengan tersenyum.
"Jit-long, bukannya aku ingin menegurmu," kata Pang Goan kemudian, "jika golok
mestika Yan-ci-po-to sudah kau temukan, semestinya kau melihat gelagat pada waktu
itu, bila tidak yakin dapat mengatasinya, kenapa tidak berteriak saja agar orang itu
dikepung." Leng-hong tertawa getir, "Waktu itu musuh berada di pihak yang terang dan aku di
pihak yang gelap, sebenarnya sudah kucegat dia, tak kusangka bangsat itu sangat
licin, dengan berpura-pura hendak mengembalikan golok itu kepadaku, tiba-tiba saja
suatu serangan dilancarkan, aku hendak berteriak, tapi sudah terlambat."
"Benar," sambung Wan-kun cepat, "ketika mendengar teriakan Jit-long, buru-buru
kususul ke situ, siapa tahu bukan saja licik dan cerdik orang itu ilmu silatnya juga
lihay, akupun gagal untuk mengalangi larinya."
"Kalau begitu Yan-ci-po-to telah dicuri dari Thian-po-hu, sedang kita tak tahu siapa
musuhnya," keluh Pang Goan sambil menghela napas.
"Tak bisa diragukan lagi, orang itu pasti utusan Hu-yong-sia dari Leng-lam," kata
Wan-kun. "Darimana kautahu perbuatan ini dilakukan pihak Hiang-in-hu dari Hu-yong-sia?"
"Hanya Hiang-in-hu yang mempunyai alasan untuk melakukan pencurian, dan hanya
pihak mereka yang mempunyai kemampuan berbuat demikian, untuk menjaga nama
baik Thian-he-te-it-to (golok nomor satu di dunia) jangan sampai terjatuh ke tangan
orang lain, dengan segala tipu daya mereka berusaha mendapatkan golok mestika kita
ini." "Tidak mungkin! Hiang-in-hu dari Leng-lam bukan manusia semacam itu, sekalipun
mereka ingin menjaga agar nama baik Thian-he-te-it-to jangan sampai terjatuh ke
tangan orang lain, tak nanti mereka lakukan tindak pencurian ini," kata Pang Goan
sambil menggeleng. "Kenapa?" tanya Leng-hong tercengang.
Ia selalu beranggapan Hiang-in-hu adalah satu-satunya musuh tangguh dari Thianpo-
hu, bahkan memastikan perempuan yang menyaru sebagai Pang Wan-kun ini
adalah mata-mata yang dikirim dari Hiang-in-hu, maka setelah mendengar perkataan
Pang Goan sekarang, ia menjadi heran.
Kalau bukan Hiang-in-hu yang menjadi dalangnya, lantas siapa yang berdiri di
belakang layar peristiwa pencurian ini"
Dengan wajah serius Pang Goan berkata lagi, "Thay-yang-to (si golok matahari) Hui
Pek-ling dari Hiang-in-hu meski berwatak agak berangasan, tapi jujur dan lurus, dulu
ketika Thian-po-hu berhasil merebut gelar itu dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe, belum
pernah timbul maksud Hui Pek-ling untuk mencuri golok mestika itu, buat apa ia
mesti menunggu sampai sekarang" Selain itu, kalian jangan lupa, ketika gelar Thianhe-
te-it-to didapatkan oleh Hiang-in-hu, merekapun tidak memiliki senjata mestika,
kalau tanpa golok mestika saja Hui Pek-ling berhasil mendapatkan kemenangan, buat
apa ia lakukan perbuatan rendah itu sekarang?"
"Tapi, bukankah Lotoako pernah berkata seandainya golok Yan-ci-po-to sampai
didapatkan orang she Hui itu, akan lebih sulit bagi kita untuk mengalahkan dia?"
"Aku hanya kuatirkan bila golok mestika itu didapatkan olehnya, bukan mengatakan
ia bakal mencuri golok mestika tersebut!"
"Tapi, apa pula bedanya?"
"Tentu saja ada bedanya. Dengan kepandaian silat Hui Pek-ling, Nyo-keh-sin-to dan
Keng-hong-kiam-hoat dari Cian-sui-hu masih belum sanggup menandinginya, yang
menjadi tumpuan harapan kita, selain ilmu To-kiam-hap-ping-tin, dengan golok Yanci-
po-to di tangan sedikit banyak juga ada manfaatnya, tapi jika golok mestika itu
sampai terjatuh ke tangan Hui Pek-ling, hal ini sama artinya dengan merugikan kita
dan menambah keuntungan bagi lawan."
"O, jadi maksud Lotoako, tak mungkin Hui Pek-ling yang menjadi otak dari
pencurian ini, tapi bila si pencuri mempersembahkan golok mestika itu kepadanya,
Hiang-in-hu tentunya tak akan menolak pemberian tersebut?"
"Demikian halnya, bila seorang menjadi terkenal karena ilmu goloknya, siapakah
yang tidak berharap akan bisa mendapatkan golok mestika?"
Ho Leng-hong tak bicara lagi, karena pengetahuannya tentang Hiang-in-hu amat
terbatas. Pang Wan-kun yang sejak tadi hanya diam saja, tiba-tiba malah bertanya, "Tapi,
kecuali Hiang-in-hu, siapa lagi yang mempunyai ingatan untuk mencuri golok
tersebut" Dan lagi, siapakah yang mempunyai keberanian untuk berbuat demikian?"
Pang Goan menggeleng kepala, "Justru soal inilah yang harus kita selidiki, bila
ditimbang atas dasar keterangan yang kalian berikan, ilmu silat pencuri itu pasti lihay
sekali, sepantasnya mereka bukan manusia tak bernama. Siapa tahu kalau tujuannya
mencuri golok mestika itu bukan ingin diberikan kepada Hiang-in-hu melainkan
hendak dipergunakan sendiri untuk merebut gelar Thian-he-te-it-to dalam pertemuan
Lo-hu-to-hwe yang akan datang?"
"Wah, jadi kalau begitu setiap orang yang belajar ilmu golok di dunia ini harus
dicurigai?" kata Wan-kun. "Jumlah orang yang belajar ilmu golok di dunia ini memang banyak, tapi yang pantas
muncul dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe Cuma beberapa orang saja, kita pasti berhasil
menyelidikinya." "Toako jangan terlalu percaya kepada orang," kata Wan-kun sambil angkat bahu,
"menurut dugaanku, si pencuri golok itu tak mungkin orang lain, seratus persen pasti
perbuatan pihak Hiang-in-hu." Tapi Pang Goan masih tetap menggeleng tidak percaya, tapi ia tidak melanjutkan
perdebatannya. Dengan tercengang Ho Leng-hong mengawasi perempuan itu beberapa saat, pikirnya,
"Heran, mengapa ia berkeras menuduh Hiang-in-hu sebagai pencuri golok" Untuk
menghilangkan jejak bila diselidiki Pang Goan" Atau karena ada tujuan lain?"
Rupanya Pang Wan-kun merasakan juga perkataannya terlampau menyolok, sambil
tertawa katanya lagi, "Bagaimanapun juga golok mestika itu sudah hilang, terjatuh di
tangan siapa pun pasti tidak menguntungkan kita, kukira yang harus kita lakukan
sekarang adalah bagaimana caranya melacaki pencuri itu, apakah Toako sudah
mempunyai perhitungan?" Pang Goan termenung sebentar, lalu jawabnya, "Jika benda itu sudah keluar dari
Thian-po-hu, penyelidikan agak sukar dilakukan, apalagi mata-mata yang ada di sini
sudah terbunuh, sedang musuh di luar sukar diselidiki, hal ini memang sulit untuk
dilakukan." "Lotoako, sewaktu kau mengejar pembunuh itu, apakah tiada titik terang yang
kautemukan?" Leng-hong coba bertanya.
"Sungguh memalukan sekali, waktu itu cuaca gelap dan lagi orang itu sangat apal
dengan jalan dalam gedung ini, mungkin bahu kirinya berhasil kulukai, tapi ia masih
dapat kabur dengan membawa luka."
Ho Leng-hong lantas teringat pada luka di bahu kiri Pang Wan-kun ketika hendak
menggali golok mestika dalam hutan malam itu, jelas dia pembunuh Bwe-ji dan Siau
Lan. Tentu saja ia lebih apal jalan-jalan dalam gedung ini daripada Pang Goan, setelah
membunuh Bwe-ji dan Siau Lan, ia sengaja memancing Pang Goan ke ruang depan,
sementara ia sendiri putar balik ke belakang untuk menggali golok mestika itu.
Waktu itu dia pasti menyaru sebagai seorang pria, dengan begitu Pang Goan dapat
dikelabuhi. Dan tak salah lagi, tentu dia otak pencurian golok mestika . . . . .
Berpikir demikian, Ho Leng-hong merasa darahnya mendidih, kalau bisa semua
rahasia itu hendak dibongkarnya pada saat itu juga. Tapi segera ia berpikir lebih
lanjut, perempuan ini licik sekali, kalau tak dapat menemukan buktinya lebih dulu,
hanya bicara saja tak ada gunanya, malah bila usaha ini gagal, kemungkinan besar
Pang Goan akan ikut dicelakai olehnya, maka ia memutuskan untuk membungkam
lebih dulu, nanti kalau luka di bahunya sudah terlihat jelas barulah semua kejadian
akan diungkap. Berpikir sampai di sini, ia lantas pura-pura menghela napas, katanya, "Sayang ia
berhasil kabur dari sini, bila salah seorang bisa tertangkap hidup-hidup, tak sulit
rasanya untuk menyelidiki keadaan yang sebenarnya."
"Aku mempunyai akal bagus, entah bisa digunakan atau tidak?" tiba-tiba Pang Wankun
mengusulkan. "Coba katakan!" ucap Pang Goan.
"Kupikir, jika pembunuh Bwe-ji dan Siau Lan itu sedemikian apal dengan jalanan
dalam Thian-po-hu, kemungkinan besar dia adalah anggota Thian-po-hu sini, atau
mungkin juga salah seorang di antara sahabat Jit-long."
"Em, mungkin juga!" Pang Goan manggut-manggut.
"Sekalipun dalam kegelapan Toako tak sempat melihat jelas raut wajahnya, tapi
serangan yang kau lancarkan pasti akan meninggalkan bekas di atas tubuhnya, kenapa
tidak kita kumpulkan segenap penghuni di sini untuk diadakan pemeriksaan. Barang
siapa yang bahu kirinya kedapatan terluka, dia itulah yang pantas dicurigai."
Pang Goan berpikir sebentar, lalu katanya, "Meskipun cara ini adalah cara yang
bodoh, tapi tak ada salahnya untuk dicoba, Cuma . . . penghuni gedung ini dapat kita
periksa, bagaimana pula dengan sahabat-sahabat Jit-long?"
"Ah, itu kan soal gampang," kata Wan-kun sambil tertawa, "terhadap penghuni
gedung kita lakukan pemeriksaan terang-terangan, sedangkan terhadap kawan Jit-long
kita lakukan pemeriksaan secara diam-diam, asal Toako tampil sendiri dan
mengunjungi rumah mereka satu persatu, lalu memaksa mereka membuka pakaian
untuk membuktikan kebersihan dirinya, siapa yang berani menolak?"
"Tidak bisa, kita tak boleh berbuat demikian," Pang Goan menggeleng kepala,
"meskipun mereka bukan ksatria sejati, jelek-jelek mereka itu adalah teman Jit-long,
di wilayah Kwan-lok ini juga ada nama dan kedudukan, kupikir cara demikian agak
kelewat batas." "Kalau begitu, gunakanlah waktu di tengah malam buta, pada waktu semua orang
sudah tidur penyelidikan ini dilakukan, dalam keadaan begini, barang siapa terluka
tentu tak bisa menutupi dirinya lagi."
"Bagaimanapun kukira cara ini kurang baik, kita tak boleh kehilangan golok mestika,
lebih-lebih tak boleh sampai ditertawakan orang, sekarang akan kuperiksa dulu semua
orang dalam gedung ini, jika tidak menghasilkan sesuatu baru kita adakan
pembicaraan lebih lanjut." Selesai berkat, ia lantas bangkit dan berlalu.


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah bayangan tubuh Pang Goan sudah pergi jauh, tiba-tiba Wan-kun tertawa
dingin, lalu gumamnya, "Sungguh tak kusangka si monyet Pang yang biasanya
sombong, sekali ini juga agak tahu aturan."
"Kau tahu cara ini tak akan menghasilkan apa-apa, kenapa kau suruh dia berbuat
demikian?" tanya Leng-hong. "Siapa bilang tak akan berhasil?" sahut Wan-kun dengan kening berkerut, "asal ia
bersedia melakukan penyelidikan, pasti akan diperoleh hasil yang diinginkan."
"Jangan-jangan kau tahu siapa yang terluka bahu kirinya?"
Wan-kun tertawa, "Bukan cuma aku yang tahu, mestinya kaupun dapat menduga
sampai ke situ." "Oya"! Siapakah dia?"
"Kecuali Thian Pek-tat, siapa lagi?"
Ho Leng-hong jadi melenggong. Benar juga perkataan ini, sejak peristiwa di rumah pelacuran Hong-hong-wan sampai
tercurinya golok Yan-ci-po-to, dalam setiap peristiwa yang terjadi, Thian Pek-tat
adalah orang yang paling mencurigakan, tapi sekalipun Thian Pek-tat benar-benar
seorang mata-mata musuh, seharusnya ia segolongan dengan Pang Wan-kun,
mengapa perempuan ini malah membongkar rahasianya"
Jangan-jangan mereka bukan sekomplotan"
Mungkin mereka hanya mempunyai tujuan yang sama"
Atau karena mereka sudah menemui jalan buntu maka Pang Wan-kun menggunakan
siasat "pinjam golok membunuh orang" untuk melenyapkan Thian Pek-tat dan
menghilangkan saksi" Ho Leng-hong merasa persoalan ini makin lama makin bertambah ruwet, hakikatnya
membuat orang bingung dan tidak habis mengerti . . . .
Cuma, berhubung Pang Wan-kun ada niat untuk mencelakai Thian Pek-tat, hal ini
menimbulkan setitik harapan bagi Ho Leng-hong.
Harapan itu adalah . . . , kemungkinan besar golok Yan-ci-po-to belum meninggalkan
gedung Thian-po-hu. Usaha Pang Goan untuk mencari orang yang terluka bahu kirinya tentu saja tidak
mendatangkan hasil apa-apa. Tapi, lantaran ia harus memeriksa semua Busu yang ada di dalam gedung, Pang Goan
berhasil menemukan sesuatu hasil di luar dugaan.
Menurut laporan para Busu yang melakukan penjagaan pada malam itu, jumlah
peronda yang berjaga di sekitar gedung malam tersebut lebih banyak satu kali lipat
daripada biasanya, semua orang menyatakan tidak ditemukan seorang manusiapun
yang keluar-masuk dari Thian-po-hu.
Hari itu Ho Leng-hong telah berpesan kepada anak buahnya agar tidak mengizinkan
siapapun keluar, maka para Busu yang melakukan perondaan dilipatkan jumlahnya,
jadi seandainya ada orang meninggalkan gedung, hal ini tak mungkin bisa
mengelabuhi para Busu. Penemuan tak terduga ini justru cocok dengan analisa Ho Leng-hong, terbukti bahwa
Yan-ci-po-to meski sudah dibawa keluar oleh Pang Wan-kun dari dalam hutan, tapi
berhubung tergesa-gesa, dan lagi tak ada pembantu, golok tersebut belum sempat
diselundupkan keluar gedung. Asal Yan-ci-po-to masih berada dalam Thian-po-hu, berarti setiap saat bisa
mengalami perubahan. Sayang luka di lambung Leng-hong belum sembuh dan harus berbaring di atas
pembaringan, jadi ia tak ada kesempatan untuk mengadakan pertemuan empat mata
dengan Pang Goan. Selama tiga hari beruntun Pang Wan-kun tak pernah meninggalkan sisi Leng-hong,
meskipun dengan alasan menemani, yang jelas adalah mengawasi gerak-geriknya.
Untuk menyelidiki jejak golok mestika, keadaan Pang Goan ibaratnya semut dalam
kuali panas, sejak pagi hari ia sudah keluar rumah, bila malam tiba baru kembali,
daerah sekitar Kwan-lok hampir telah dijelajahinya, bahkan para Busu dalam jumlah
yang besar pun dikirim keluar untuk mencari berita.
Tiga hari sudah lewat, namun tiada sesuatu yang berhasil didapatkan.
Pagi itu, dengan wajah yang lelah dan kusut Pang Goan pulang dari bepergian,
sekilas pandang saja dapat diketahui bahwa semalam suntuk ia tak tidur.
Lama kelamaan Ho Leng-hong menjadi tak tega sendiri, segera hiburnya, "Lotoako,
tak usah terlampau bersusah payah, sekalipun tanpa golok mestika Yan-ci-po-to kita
tetap mempunyai harapan untuk mengalahkan Hiang-in-hu, bukankah Hui Pek-ling
juga berbuat yang sama ketika itu?"
Pang Goan geleng kepala berulang kali, katanya, "Walaupun begitu, dengan
hilangnya golok mestika, aku merasa bersalah kepada kakakmu, dan lagi aku tidak
rela menyerah sampai di sini saja."
"Apa yang kaumaksudkan dengan tidak rela?" tanya Wan-kun.
"Selama beberapa hari ini, bukan saja ratusan li di sekitar Kwan-lok telah kujelajahi,
akupun telah minta bantuan orang Kay-pang untuk membantu usahaku, tapi kabar
berita tentang golok Yan-ci-po-to itu seolah-olah tenggelam di dasar samudra, berita
sedikitpun tak ada. Masakah golok itu punya sayap dan bisa terbang sendiri?"
"Padahal masalah itu bukan masalah yang harus diselesaikan dengan segera, siapa
tahu kalau golok itu masih . . . ."
Rupanya Pang Wan-kun sudah menduga apa yang hendak dikatakan olehnya, buruKoleksi
Kang Zusi buru ia menambahkan, "Benar, siapa tahu golok itu tidak terbang melainkan
disembunyikan orang, semakin cemas kaulakukan penyelidikan, semakin tak berani
berkutik pencuri golok itu. Wah, kalau begitu, jejaknya makin susah dicari lagi."
Pang Goan manggut-manggut, "Aku telah memikirkan juga kemungkinan ini,
ditinjau menurut keadaan sekarang, rasanya golok itu memang belum meninggalkan
wilayah Kwan-lok, bahkan belum meninggalkan gedung Thian-po-hu."
"Ada seorang yang paling cepat memperoleh berita tentang kejadian di sekitar Kwanlok,
kenapa Toako tidak mencarinya?"
"Siapa?" "Thian Pek-tat! Dia adalah kawan Jit-long yang bergelar Tiang-ni-siau-thian (Thian
kecil si telinga panjang)." "O, dia kiranya!" "Toako jangan pandang rendah orang itu, di adalah orang yang paling luas
pergaulannya di wilayah Kwan-lok, baik urusan kecil maupun urusan besar, ia selalu
mengetahui dengan cepat, siapa tahu dari mulutnya Toako akan mendapat petunjuk?"
"Aku sudah ke sana, sayang ia tak ada di rumah."
"Tak ada di rumah" Ke mana ia pergi?"
"Konon sekembalinya dari sini, Thian Pek-tat telah diundang seorang temannya pergi
ke Lan-hong, dan hingga kini belum pulang."
"Oya"! Masa ada kejadian yang begitu kebetulan" Toko, jangan-jangan kau
dibohongi orang!" "Tidak mungkin, telah kuselidiki sendiri ke rumahnya, Thian Pek-tat memang tidak
berada di rumah." "Wah, ini baru mengherankan, kenapa ia tidak pergi sejak dulu atau pergi beberapa
hari lagi, tapi justru setelah Yan-ci-po-to dicuri orang baru dia pergi meninggalkan
rumah" "Wan-kun, jangan berkata demikian," kata Leng-hong, "Siapa tahu kalau secara
kebetulan dia ada urusan . . . ."
"Ah, kau ini suka membela teman-temanmu," omel Wan-kun.
Setelah berhenti sejenak, katanya kepada Pang Goan, "Toako, jelas kejadian ini
sangat mencurigakan, siapa tahu kalau golok mestika Yan-ci-po-to sudah dibawa
kabur oleh orang she Thian itu?"
Pang Goan tertegun, katanya kemudian sambil tertawa, "Hal ini tak mungkin terjadi,
dengan mata kepalaku sendiri kusaksikan mereka meninggalkan Thian-po-hu,
jangankan golok mestika, sebilah pisau pun ia tidak membawanya."
"Apakah ia tak bisa menerima golok itu setelah berada di luar gedung, lalu
membawanya kabur dari wilayah Kwan-lok?"
"Waktu keluar ia tidak membawa golok, orang dalam gedung juga tak ada yang
keluar pintu, bagaimana caranya golok itu dioperkan kepadanya?"
"Misalnya saja malam itu ia sembunyikan golok mestika tersebut di sekitar dinding
pekarangan, sedang ia sendiri tidak keluar, lalu keesokan harinya meninggalkan
gedung dengan tangan hampa, setelah penjagaan agak kendor ia balik lagi untuk
mengambil golok, dengan demikian siapa yang akan menduga bahwa golok itu dicuri
olehnya?" Air muka Pang Goan berubah hebat, "Ya, mungkin juga . . . ."
"Tidak mungkin!" tukas Leng-hong mendadak.
Pang Goan berpaling dan memandangnya dengan tercengang. Sebaliknya air muka
Pang Wan-kun tampak dingin, terlihat jelas betapa gemas perempuan itu.
Tapi Leng-hong pura-pura tidak melihat, pelahan katanya, "Kita jangan lupa,
pembunuhan yang terjadi atas Bwe-ji dan Siau Lan serta penggalian golok mestika
dalam hutan hakikatnya adalah dua orang yang berbeda, setelah kejadian itu, seorang
kabur ke ruang depan sedang yang lain kabur dari taman, lagipula orang yang
menggali golok dalam hutan adalah seorang berkerudung yang berperawakan tinggi
besar, Thian Pek-tat tidak terhitung tinggi besar."
Padahal jelas diketahui Ho Leng-hong bahwa pembunuh Bwe-ji dan Siau Lan serta
orang yang menggali itu adalah perbuatan Pang Wan-kun seorang, kendatipun ia tidak
berkesan baik terhadap Thian Pek-tat, namun entah apa sebabnya ia lebih suka
membela orang itu. Mungkin juga hal ini dikarenakan dia ingin membalas dendam kepada Pang Wankun!
Tiba-tiba saja ia merasa muak dan sebal terhadap perempuan yang pernah
mempunyai hubungan mesra dengannya itu, betapa gembiranya apabila dia dapat
memancing kegusaran dan kebencian perempuan itu.
Pang Wan-kun benar-benar telah dibikin gusar oleh perkataan itu, tapi ia masih
berusaha untuk menekan hawa amarahnya agar jangan meledak, ia tertawa, katanya
kemudian, "Sebagai kawan sekomplot, masa tak mungkin yang satu
menyembunyikan golok, sedang yang lain membawa pergi?"
"Kalau demikian, itu berarti manusia berkerudung yang menyembunyikan golok itu
masih ada dalam Thian-po-hu, kita harus mengadakan pemeriksaan terhadapnya,"
kata Leng-hong. Dengan gemas Pang Wan-kun mendengus, "Hm, kaukira Thian-po-hu adalah
benteng yang dilapisi dinding baja yang kuat, kauanggap keterangan para Busu itu
bisa dipercaya" Masa tidak mungkin mereka sengaja berkata begitu untuk mengelak
tanggung jawab?" "Andaikata manusia berkerudung itu mampu masuk keluar gedung Thian-po-hu
dengan sekehendak hatinya, buat apa ia sembunyikan golok itu lebih dulu dan
kemudian baru mengoperkannya kepada Thian Pek-tat" Bukankah tindakannya ini
sama sekali tak ada gunanya?" "Aku tidak mengatakan Thian Pek-tat telah berhasil membawa lari golok mestika itu,
aku hanya mengemukakan kemungkinan yang bisa terjadi?"
"Akupun hanya berbicara menurut apa yang terjadi, kurasakan hal ini tidak mungkin
. . . ." "Cukup, cukup!" seru Pang Goan sambil mengulapkan tangan, "kita lagi
merundingkan masalah penting, tidak perlu saling ngotot. Bagaimanapun hilangnya
Thian Pek-tat cukup mencurigakan dan perlu diselidiki, aku dapat membereskan hal
ini." "Kalau ingin bekerja harus dilaksanakan secepatnya, sebab kalau semakin berlarut
dan lukanya telah sembuh, sulitlah untuk mencari buktinya."
"Aku tahu, tapi kaisar tak akan mengirim tentara yang kelaparan, Siaumoay, tolong
sediakan sayur dan arak untuk Toako, setelah kenyang baru Toako bisa bekerja
dengan baik." "Baik, akan kusuruh Peng-ji menyiapkan hidangan . . . ."
"Siaumoay," kembali Pang Goan tertawa, "tolong siapkan sendiri bagiku, sudah lama
aku tidak merasakan kuah lobakmu, mau bukan bikinkan buat Toako?"
Pang Wan-kun agak ragu, tapi Leng-hong segera menyela, "Betul, kuah lobak Wankun
memang sangat nikmat, tak mungkin koki bisa menyiapkan hidangan selezat itu."
Rupanya pemuda itu sengaja membonceng, dengan berkata demikian maka Wan-kun
tak bisa menolak lagi, bila hidangnya nanti kurang enak hal ini sama membongkar
rahasia sendiri. Tentu saja, yang lebih penting adalah menyingkirkan perempuan itu dari hadapannya
agar ia bisa berbicara empat mata dengan Pang Goan.
Wan-kun bukan orang bodoh, tentu saja ia dapat menduga tujuannya, tapi ia tidak
menolak sambil tertawa iapun beranjak.
"Sudah lama aku tak pernah turun ke dapur, biarlah kucoba, bila masakanku nanti
kurang sedap harap jangan ditertawakan."
Lalu sambil melirik sekejap ke arah Ho Leng-hong, katanya lagi, "Jit-long, terlalu
banyak bicara bisa mengganggu kesehatan, bila ingin cepat sembuh lebih baik
beristirahatlah dengan tenang dan jangan banyak bicara."
"Jangan kuatir, aku bisa menjaga diriku sendiri," kata Leng-hong sambil tertawa.
Pang Goan tidak buka suara, diawasinya Wan-kun sampai keluar villa, tiba-tiba
keningnya berkerut dan mukanya menunjukkan suatu perubahan yang sangat aneh.
Leng-hong menarik pula senyumnya, lalu tanyanya lirih, "Lotoako, ada sesuatu yang
tak beres?" "O, tidak apa-apa," sahut Pang Goan sambil menggeleng, "aku hanya heran, berapa
tahun tidak berjumpa ternyata kalian telah berubah semua."
Terkesiap hati Leng-hong, "Kami" Maksud Lotoako aku ataukah Wan-kun?"
"Keduanya!" sahut Pang Goan, ditatapnya wajah Leng-hong lekat-lekat, lalu
terusnya, "kau berubah menjadi gesit, lebih cerdik, dan lebih jantan daripada dulu,
sekarang kau lebih mirip sebagai seorang laki-laki, sedang Siaumoay juga berubah
menjadi lebih cekatan." "Maksud Lotoako...." "Dulu ia tak pernah turun ke dapur, iapun tidak pernah membuat kuak lobak atau
hidangan lain." Ho Leng-hong menarik napas, dan mulut melongo.
Sedetik itu tak dapat diketahui bagaimanakah perasaannya, entah kaget atau girang"
Harus mengaku ataukah harus menyangkal"
Si monyet Pang memang cerdik, jelas ia sudah menemukan titik kelemahan
perempuan yang menyaru sebagai Pang Wan-kun itu, maka sengaja dipakainya "kuah
lobak" sebagai pancingan. Tapi, apakah iapun sudah tahu Nyo Cu-wi juga seorang gadungan pula" Kalau sudah
tahu, kenapa belum juga turun tangan" Kenapa nada ucapannya masih tetap tenang"
Seandainya dirinya bongkar semua ini, dapatkah orang mempercayainya" Apakah
orang takkan mencurigai dirinya sebagai komplotan perempuan yang menyaru
sebagai Pang Wan-kun . . . . . . "
Perasaan Leng-hong waktu itu bagaikan benang kusut, kalut sekali pikirannya, dia
Cuma bisa mengawasi Pang Goan dengan termangu. Untuk sesaat ia tidak tahu apa
yang mesti dilakukannya. Waktu itu, dengan sinar mata yang tajam Pang Goan sedang mengawasinya tanpa
berkedip, seakan-akan hendak menembus lubuk hatinya.
Lama dan lama sekali Pang Goan baru menghela napas panjang, bisiknya, "Jit-long,
kau adalah suaminya, masa sedikitpun tidak kaurasakan sesuatu yang mencurigakan?"
"Merasakan apa?" "Dia adalah Wan-kun gadungan!" jawab Pang Goan sekata demi sekata.
"Oo"!" Leng-hong bersuara singkat.
"Sejak hari pertama kudatang kemari sudah kurasakan suaranya agak kurang beres,"
Pang Goan menerangkan, cuma waktu itu tidak terlampau kupikirkan, tapi selama
beberapa hari ini, makin kulihat tingkah laku dan cara bicaranya, aku semakin curiga,
barusan . . . . . "Hati-hati, Lotoako!" Leng-hong memperingatkan dengan memondongkan mulut
keluar pintu. Peng-ji, si dayang berdiri di luar dan sedang celingukan ke dalam ruangan.
Mencorong sinar mata Pang Goan, katanya dengan suara tertahan, "Apakah kau
berada di bawah ancamannya?" Leng-hong menggoyangkan tangan berulang kali, "Persoalan ini sukar untuk
dibicarakan dengan sepatah dua kata, kalau Lotoako sudah mulai waspada, lebih baik
jangan tunjukkan dulu sesuat gerakan yang mencurigakan daripada memukul rumput
mengejutkan ular. Tengah malam nanti, harap kautunggu di kamar tamu, kita
bicarakan persoalan ini dengan lebih terperinci lagi . . . ."
Tiba-tiba Peng-ji mendorong pintu dan masuk ke dalam, menyusul kemudian Pang
Wan-kun diikuti dua orang pelayan masuk juga ke situ.
Kedua orang pelayan itu, yang satu membawa kotak bersisi makanan sedang yang
lain membawa guci arak dan cawan. "Toako, maaf," kata Wan-kun sambil tertawa, "kebetulan hari ini tak ada lobak di
dapur, terpaksa kusuruh mereka menghidangkan dulu daging dan kacang goreng
sebagai teman minum arak, tidak keberatan bukan?"
Pang Goan manggut-manggut, "Anggap saja aku memang tidak beruntung, kalau ada
arak dan makanan sekedarnya,mari sembari makan kita bercakap-cakap lagi."
Ia berusaha bersikap sewajarnya, padahal dia memang merasa lapar sekali, harum
arak juga memancing nafsu makannya.
Pang Wan-kun turun tangan sendiri mengatur peralatan makan, bahkan menemani
pula di samping meja, sepanjang perjamuan berlangsung dia juga menuangkan arak,
mengambilkan sayur buat Pang Goan. Sikapnya bagaikan seorang adik yang sedang
melayani kakaknya. Semua arak dan sayur diberikan kepada Pang Goan dicicipi dulu olehnya sebelum
diberikan. Pang Goan menenggak dua cawan arak, kemudian katanya sambil tertawa,


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siaumoay, mengapa kau tidak minum secawan?"
"Aku tidak biasa minum arak sepagi ini, lebih baik Toako minum sendiri."
"Minum arak sendirian rasanya kurang berarti, Jit-long, bagaimana kalau temani
Lotoako minum dua guci arak?" "Siaute menerima perintah!" sahut Leng-hong sambil bangun berduduk di
pembaringan. Pang Wan-kun tidak mengalanginya, cuma pesannya dengan hambar, "Jangan
minum terlalu banyak, hati-hati lukamu belum sembuh!"
Kemudian ia turun tangan sendiri dan penuhi cawan Leng-hong dengan arak.
"Lotoako, kuhormati secawan arak kepadamu, mari minum!" kata Leng-hong sambil
mengangkat cawan. "Jangan terburu nafsu," cegah Pang Goan sambil menggoyang tangan, "lukamu
belum sembuh, jangan minum secara terburu nafsu, cicipi dulu."
Ho Leng-hong menurut, sambil tertawa ia cicipi arak itu satu cegukan.
"Bagaimana rasanya arak ini?" tiba-tiba Pang Goan bertanya.
"Sedaap!" "Bukankah sedikit kecut?"
"Arak ini adalah arak Li-ji-ang, biasanya memang terasa rada asam!"
"Kau keliru," kata Pang Goan sambil menggeleng kepala, "arak ini rasanya tidak
kecut, tapi ada orang telah mencampuri arak ini dengan sesuatu, maka rasanya
menjadi begini." "Sungguh?" teriak Leng-hong dengan kaget.
"Kalau tidak percaya, kenapa tidak kautanyakan kepada Siaumoay?"
Sebelum Leng-hong mengajukan pertanyaannya dengan ketus Pang Wan-kun telah
berkata, "Benar, akulah yang mencampurkan San-kang-sah (pasir pembuyar tenaga ke
dalam arak ini)." Suaranya dingin, kaku dan tenang, mukanya tidak merah, sikapnya tidak gugup,
seakan-akan mengakui bahwa dalam kuah telah ditambah beberapa minyak dan
kejadian itu bukan sesuatu yang diherankan.
Hampir saja Leng-hong melompat bangun dari tempat duduknya, dengan suara keras
ia berteriak, "Hei, apa maksudmu?"
"Tidak ada maksud apa-apa," jawab Wan-kun dengan suara berat, "berhubung tenaga
dalam Toako sangat lihay, dan aku kuatir bukan tandingannya terpaksa aku mesti
mengadakan persiapan lebih dulu."
"O, kau masih memanggil Toako padaku?" ejek Pang Goan sambil tertawa.
"Mengapa tidak" Aku adalah bininya Jit-long, sedang kau adalah kakak iparnya,
kalau kau tidak kupanggil sebagai Toako lantas mesti memanggil apa?"
Pang Goan sedikitpun tidak marah, dia mengangguk berulang kali, "Benar, panggilan
itu memang benar, sebagai saudara, ada persoalan apa boleh dibicarakan secara baikbaik,
kenapa mesti gunakan kekerasan?"
Sekali tenggak, kembali dia menghabiskan secawan arak.
"Lotoako, kau tak boleh minum terlampau banyak . . . . ." cegah Leng-hong dengan
cemas. Pang Goan terbahak-bahak, "Hahaha . . . . pasir pembuyar tenaga akan segera bekerja
begitu masuk tenggorokkan, minum secawan atau sepuluh cawan tidak berbeda jauh,
apa salahnya kalau minum sampai mabuk lebih dulu?"
Ho Leng-hong melongo, tiba-tiba air mukanya berubah.
Meskipun hanya secegukan ia cicipi arak tersebut, tapi saat ini perutnya mulai terasa
aneh sekali, perutnya seolah-olah ditembusi oleh suatu benda sehingga timbul banyak
lubang, hawa murninya kontan menjadi buyar dan tak sanggup dihimpun kembali.
Pang Wan-kun tertawa dingin, dia penuhi kembali cawan Pang Goan dengan arak,
lalu katanya, "Meskipun apa yang Toako katakan memang benar, tapi ada baiknya Jitlong
jangan minum terlalu banyak, sebab minum arak terlalu banyak bisa
mendatangkan keburukan buat lukamu."
"Hm, kau masih berpura-pura baik hati macam kucing menangisi tikus?" teriak
Leng-hong dengan marah, "Jika aku sampai mampus karena terluak parah, bukankah
hal ini akan memenuhi harapanmu?"
"Jit-long, jangan kau bicara tanpa berperasaan seperti itu," tegur Pang Goan,
"bagaimanapun kalian adalah suami isteri, masa dia berharap kau lekas mati"
Seandainya kau benar-benar mati, kan ilmu To-kiam-hap-ping-tin tak bisa dilatih
lagi?" "Betul!" puji Pang Wan-kun sambil tertawa, "Toako memang cerdas sekali, perasaan
orang lainpun dapat kaupahami."
"Tapi sayang, To-kiam-hap-ping-tin berada dalam perutku, sekalipun kau dapat
membuyarkan hawa murniku, belum tentu bisa kaukorek keluar ilmu To-kiam-happing-
tin-hoat tersebut dari perutku."
"Ah, apa susahnya" Aku mempunyai cukup waktu dan kesabaran, asal luka yang
diderita Jit-long telah sembuh, pelahan kita masih bisa merundingkannya lagi."
Kemudian ia bertepuk tangan dua kali sambil berseru, "Pengawal!"
Dua orang pelayan yang mengantarkan santapan tadi segera muncul, Cuma kali ini
mereka tidak membawa arak melainkan menghunus golok panjang yang bersinar
gemerlapan. "Kuloya telah mabuk, bawalah ke kamar tamu untuk beristirahat, layani dengan hatihati
dan sebaik-baiknya, jangan ayal."
Kedua pelayan itu mengiakan, satu di kiri yang lain di kanan, segera mereka gusur
Pang Goan keluar. Pang Goan sama sekali tidak melawan, malah sambil tertawa terkekeh ejeknya,
"Hehehe . . . Siaumoay, kenapa tidak dibicarakan sekarang juga" Kalau kaukatakan
jejak Wan-kun kepadaku, mungkin akupun akan mengungkapkan rahasia To-kiamhap-
ping-tin-hoat kepadamu." "Aku tidak terlalu terburu nafsu untuk mengetahui rahasia barisan itu," jawab Pang
Wan-kun ketus, "lagipula waktu masih cukup banyak buat kami, kau masih mabuk,
lebih baik pulang kamar dulu dan beristirahat."
"Betul juga," Pang Goan manggut-manggut, "minum arak dengan perut kosong
memang gampang mabuk, Jit-long, lain kali kau musti ingat."
Dua orang pelayan itu rata-rata bertubuh kekar dan bertenaga besar, sebaliknya Pang
Goan kurus lagi kecil, belum habis perkataannya, seperti burung elang mencengkeram
anak ayam, ia terus digusur keluar.
Benarkah It-kiam-keng-thian (pedang sakti penyanggah langit) dari Cian-sui-hu itu
harus keok di tangan seorang perempuan"
-------------------- Betapa sedih Leng-hong waktu itu, ia merasa segala sesuatu itu gara-gara
tindakannya, andaikata ia bongkar semua rahasia ini kepada Pang Goan semenjak
orang tiba di Thian-po-hu, tak mungkin akan timbul akibat seperti apa yang
dialaminya sekarang. Ia dapat merasakan hingga detik itu Pang Goan masih menganggapnya sebagai Nyo
Cu-wi, sebab itu orang pun masih curiga kepadanya, kalau tidak, tak mungkin orang
menyuruh dia ikut minum arak yang telah dicampuri racun pembuyar tenaga itu.
Jelas Pang Goan berbuat demikian dengan maksud untuk menyelidiki apakah dia
berkomplot dengan musuh atau tidak, dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa orang
menaruh curiga kepadanya. Kalau sudah demikian, dapatkah ia mengaku terus terang
siapa sebenarnya dirinya sendiri"
Sesungguhnya Ho Leng-hong adalah seorang luar yang dipaksa untuk melibatkan diri
dalam pertikaian ini, kini secara tiba-tiba ia merasa dirinya berhak pula untuk
membongkar duduknya persoalan ini hingga jelas, sebab hanya dengan demikianlah
bisa membuktikan kebersihannya. Ia telah diubah oleh komplotan Pang Wan-kun gadungan menjadi Nyo Cu-wi, Pang
Goan sendiripun menganggap dia sebagai Nyo Cu-wi, maka sudah menjadi kewajiban
baginya untuk berjuang sampai titik darah penghabisan menghadapi kawanan
penjahat tersebut, kemudian baru berusaha mencari tahu jejak Nyo Cu-wi suami-isteri
yang sebenarnya serta menyelamatkan Pang Goan . . . .
Setelah mengambil keputusan, ia berlagak mengomel, "Wan-kun, bagaimana kau ini"
Kauminta aku merahasiakan urusan ini, sebaliknya kau sendiri malah menyiarkan
rahasia ini." Dengan dingin Wan-kun melotot ke arahnya, ejeknya, "Benarkah kau dapat
merahasiakan soal ini?" "Tentu saja, aku telah menyanggupi permintaanmu, tak kusangka kau malah
mencampur sesuatu di dalam arak."
Wan-kun tertawa, "Sebetulnya aku tak ingin turun tangan, tapi apa yang hendak
kauberitahukan kepadanya tengah malam nanti" Daripada kau yang mengungkapkan
persoalan ini, lebih baik aku membongkarnya sendiri."
"O, jadi kau telah mendengar semua pembicaraan kami?" seru Leng-hong terkejut.
"Kalau tak ingin diketahui orang, kecuali tidak berbuat. Jangan kauanggap aku ke
dapur, lalu semua kejadian di sini bisa mengelabuhi diriku."
Leng-hong tertawa jengah, "Padahal kau salah paham, justru lantaran ia mulai curiga
kepadamu, maka aku harus membaiki dia, aku malah sudah bersiap hendak mengajak
kau membicarakan soal ini secara pribadi serta mencari akal cara menghadapinya
malam nanti." "Benarkah itu" Bagaimana rencanamu untuk memberi penjelasan kepadanya?"
"Tentu saja aku tak akan mengakui kau ini gadungan, tentang kepandaian di dapur,
aku bisa mengatakan kepandaian itu dipelajari setelah kawin, lantaran aku suka
makan kuah lobak, maka . . . ."
"Cukup! Cukup!" sela Wan-kun sambil mengulapkan tangannya dengan tidak sabar,
"Jadi maksudmu kau bersedia bekerja sama denganku serta menurut semua
perintahku?" "Benar! Aku sudah terlanjut basah, kecuali begitu tiada pilihan lain lagi."
"Bagus sekali," Wan-kun manggut-manggut, "sekarang akan kuserahi suatu tugas
kepadamu dan kau harus menyelesaikannya dengan baik."
"Aku akan berusaha sebaik-baiknya."
"Nasihatilah Pang-lotoa, suruh dia cepat-cepat membeberkan rahasia ilmu To-kiamhap-
ping-tin-hoat tersebut kepada kami."
"Aku tentu akan menasihatinya, Cuma iapun mulai curiga kepadaku, mungkin ia
enggan membertahukan rahasia tersebut kepadaku."
"Paling sedikit ia masih mengakui dirimu sebagai Nyo Cu-wi, tak ada salahnya kau
katakan bahwa Pang Wan-kun yang asli sudah berada di tanganku, seluruh gedung
Thian-po-hu juga berada dalam cengkeramanku, bila ia enggan memberitahukan
rahasia To-kiam-hap-ping-tin-hoat, maka Thian-po-hu dan Cian-sui-hu bakal lenyap
dari percaturan dunia persilatan."
"Kalau begitu, nona ini dari Hiang-in-hu?" Leng-hong coba menyelidik.
Wan-kun tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya, "Kau kira kecuali Thian-po-hu
dan Cian-sui-hu, di dunia persilatan hanya tertinggal Hiang-in-hu saja yang paling
hebat?" Leng-hong tertawa, "Habis nona datang dari nama" Siapa namamu" Paling sedikit
kau harus mengungkapkan hal itu kepadaku, agar aku ada alasan untuk menasihati
Pang-lotoa." Wan-kun termenung sebentar, katanya kemudian, "Jika kau ingin tahu, hanya empat
baik syair yang dapat kukatakan kepadamu, soal lain boleh kautebak sendiri."
"Coba katakan!" "Badan ramping tubuh lemah semangat tinggi, tinggalkan jarum belajar golok,
gemuruh guntur membangunkan orang tidur, baru tahu si perempuan adalah seorang
ksatria." --------------------- *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***-
Pang Goan rebah di pembaringan dengan siku sebagai bantal, matanya terpejam dan
sikapnya adem ayem. Habis mendengar keempat baik syair yang dibacakan oleh Ho Leng-hong, kontan
saja ia mendengus. "Hmm, syair kentut anjing," serunya mendongkol, "artinya tak lebih adalah orang
perempuan ingin berebut kedudukan dengan kaum pria, mengenai nama dan asalusulnya
hampir tidak disinggung satu kata pun."
"Tapi paling tidak kan sudah diketahui bahwa dia bukan dari Hiang-in-hu."
"Sejak pertama kali sudah kuketahui akan hal ini, sekarang akupun enggan mencari
tahu asal usulnya, aku hanya ingin tahu bagaimana nasib Siaumoay."
Ho Leng-hong menghela napas panjang, "Dia hanya mengaku Wan-kun berada di
tangan mereka, sedang soal lain sama sekali tak disinggung."
"Sebelum ia memberi pertanggungan jawab nasib Siaumoay, jangan harap akan
memaksa aku mengungkapkan rahasia To-kiam-hap-ping-tin."
Tiba-tiba ia membuka matanya dan menatap Leng-hong lekat-lekat, "Kalian adalah
suami-isteri, masa isteri yang tiap hari tidur bersama ditukar orang juga tidak tahu"
Aku benar-benar tak habis mengerti, sesungguhnya kau ini terdiri dari darah daging
atau balok kayu?" "Tepat sekali teguran Lotoako," Ho Leng-hong menunduk kepala, "tapi
penyaruannya terlalu persis, bukan saja perawakan dan suaranya sama, bahkan tanda
khusus ditubuhpun tak ada yang berbeda, ditambah lagi Bwe-ji dan Siau Lan, kedua
dayang itu sudah disuap mereka, siapakah yang akan menyangka?"
"Sebelum dan sesudah kejadian, apakah dalam rumah tidak terlihat sesuatu tanda
yang mencurigakan?" "Benar-benar tak ada, bukan saja semua penghuni gedung tak tahu, teman-teman juga
tak tahu, malah sewaktu Lotoako datang, bukankah engkaupun dikelabuhi?"
Pang Goan manggut-manggut, "Perempuan ini memang tidak sederhana, kecuali
penyaruan yang sempurna, pemikiran yang tajam, persiapan yang cermat serta
rencana yang tepat, boleh dibilang tiada titik kelemahan sedikitpun, cuma ia toh tetap
melupakan satu hal." "Dalam hal apa?" tanya Leng-hong lirih.
Pang Goan cuma tertawa dan tidak menjawab, diambilnya sebuah cangkir teh dari
meja kecil, pelahan ditempelkan telapak tangan kanan di mulut cangkir tersebut.
Dalam waktu singkat seluruh telapak tangan kanannya berubah menjadi merah darah,
uap panas mengepul, asap mengepul tiada hentinya.
Tak lama kemudian warna merah itu hilang, ketika ia menggeser telapak tangannya,
tahu-tahu cawan itu sudah penuh arak.
Kejut dan gembira Leng-hong, bisiknya dengan suara gemetar, "Lotoako, kau . . . ."
Pang Goan menunjuk ke pintu dengan mulutnya sambil menukas, "Pulang dan
beritahukan kepada mereka, katakan aku sanggup membeberkan To-kiam-hap-pingtin
kepadanya asal ia membertahukan lebih dulu jejak serta keselamatan Wan-kun,
kalau tidak, tiada perundingan lebih lanjut."
"Baik, segera akan kusampaikan kepadanya, semoga Toako baik-baik menjaga diri . .
. . " bisik Leng-hong. Ia masih ingin mengucapkan sesuatu tapi Pang Goan telah membuang arak itu ke
bawah pembaringan sambil memberi tanda agar ia tinggalan tempat itu.
Setibanya di luar kamar tamu, Leng-hong merasa langkah kakinya bertambah ringan.
Itulah yang dikatakan orang pintar sejaman, bodoh sesaat. Kalau perempuan itu tahu
ilmu silat Pang Goan sangat lihay, tidaklah terpikir olehnya bahwa "pasir pembuyar
tenaga" belum tentu efektif terhadapnya"
Tak heran Pang Goan berkata begini, "Minum arak waktu perut kosong paling
gampang mabuk." Rupanya hal ini menunjukkan ia sudah waspada terhadap arak dan sayur yang
dihidangkan, dengan kecermatan Pang Goan, tentu saja dia tak akan dikerjai begitu
saja oleh orang. Atau dengan perkataan lain, ia pura-pura keracunan tak lebih hanya siasat belaka.
Pertama karena kuatirkan keselamatan Pang Wan-kun, kedua, dengan cara itu dia
hendak menyelidiki asal-usul musuhnya.
Tentu saja masih ada alasan lain, yakni lantaran luka yang diderita Ho Leng-hong
belum sembuh, dia harus bersabar untuk menghindari segala kemungkinan yang tak
diinginkan. Dengan masih utuhnya tenaga dalam Pang Goan berarti setiap saat ia bisa membekuk
perempuan yang menyaru sebagai Pang Wan-kun itu, asal perempuan itu tertangkap,
mustahil asal-usul mereka tak terungkapkan"
Sungguh gembira perasaan Ho Leng-hong ketika itu, tapi ia harus berusaha
mengendalikan pergolakan emosi tersebut dengan berpura-pura murung dan kesal,
apa yang dikatakan Pang Goan segera disampaikan kepada "Pang Wan-kun".
Rupanya Pang Wan-kun gadungan ini sudah menduga sampai ke situ, sambil tertawa
dingin katanya, "Aku Cuma bisa mengatakan bahwa dia berada di tangan kami dan
sehat saja, soal bukti tak bisa kami perlihatkan, jadi mau percaya atau tidak terserah
padanya." "Tapi, tanpa suatu bukti tak mau ia ungkapkan rahasia To-kiam-hap-ping-tin dan lagi
bukankah orang itu berada di tangan kalian" Kenapa tidak digusur sebentar ke sini
agar mereka bisa berjumpa muka?"
"Tak mungkin," sahut Pang Wan-kun gadungan sambil menggeleng, "sekalipun bisa
dipenuhi, paling banter ia Cuma bertemu dengan seseorang Pang Wan-kun yang
berwajah mirip denganku, tetap tak bisa dibedakan asli atau palsu."
"Ya, apa boleh buat?" Leng-hong angkat bahu, "kalau kalian tetap ngotot, akupun tak
bisa berbuat lain. Pokoknya Pang-lotoa juga kukuh dengan pendiriannya, sebelum
bertemu dengan adiknya, jangan harap bisa memperoleh To-kiam-hap-ping-tin
darinya." "Pang Wan-kun" tertawa dingin, "Hmm, aku punya cara untuk memaksanya
berbicara, tunggu saja nanti!"
Ketika Ho Leng-hong bertanya lagi cara apa yang hendak dipergunakan, "Pang Wankun"
tidak menjawab melainkan hanya tertawa dingin saja.
Sejak itu sampai tiga-empat hari kemudian, ternyata tiada sesuatu tindakan yang
dilakukan, hari demi hari lewat dengan tenang.
Pang Goan tinggal di kamar tamu sebelah depan, kecuali dua orang pelayan yang


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melayani keperluannya siang-malam, ia tidak mendapat pengawalan yang ketat, asal
tidak meninggalkan gedung Thian-po-hu, hampir boleh dibilang tak ada orang yang
mengurusi gerak-geriknya. Ia boleh keluar masuk taman belakang, bermain catur dengan Ho Leng-hong atau
jalan-jalan dalam taman, bila dia mau bahkan makan bersama dengan "Pang Wankun"
dan bergurau pula bersama, bagaikan kakak yang bercanda dengan adiknya.
Mereka seakan-akan sudah mempunyai persetujuan bersama, bukan saja tidak
menyinggung soal Pang Wan-kun, merekapun tidak menyinggung soal To-kiam-happing-
tin, kedua orang itu tetap rukun seperti tak pernah terjadi sesuatu apapun.
Ho Leng-hong jadi bingung sendiri setelah menyaksikan keadaan tersebut.
Beberapa kali ia coba menyelidiki hal ini, tapi kedua pihak tidak memberi jawaban
yang memuaskan, meski demikian ia dapat merasakan ketenangan di luar tak bisa
mengendalikan kekalutan di dalam, suatu badai hebat setiap saat bisa terjadi, hanya
tidak diketahui kapan meledaknya. Selama beberapa hari belakangan ini ia telah menemukan pula suatu kejadian yang
mengerikan, ternyata semua pelayan yang berada di taman belakang adalah
komplotan "Pang Wan-kun", lagipula ilmu silat mereka rata-rata cukup tinggi.
Jelas perempuan-perempuan itu berasal dari suatu perkumpulan yang sama dan telah
mendapat pendidikan yang keras, jelas komplotan itu bukan dibentuk secara terburuburu.
Maka dari itu, meski di luar tampaknya Pang Goan bisa bergerak bebas,
sesungguhnya setiap saat dan setiap detik ia berada di bawah pengawasan yang ketat.
Rupanya Pang Goan juga mengetahui akan hal ini, maka iapun bersikap tenang dan
tak pernah melewati daerah terlarang, setiap kali bertemu dengan Ho Leng-hong,
yang dibicarakan hanya masalah umum.
Tampaknya mereka seperti sedang menantikan sesuatu.
Selama perang dingin berlangsung, luka di lambung Ho Leng-hong secara berangsur
telah sembuh kembali. Hari ini, Ho Leng-hong merasakan situasi agak tak beres.
Sejak sore hari, tiba-tiba di taman belakang Thian-po-hu muncul beberapa orang
perempuan asing. Leng-hong berani bertaruh perempuan-perempuan itu bukan pelayan Thian-po-hu,
tapi mereka mengenakan seragam pelayan Thian-po-hu, jumlahnya kurang lebih
enam-tujuh, dipimpin seorang perempuan setengah umur, mereka melakukan
perondaan yang saksama di setiap sudut taman, termasuk juga ruang tidur di atas
loteng. Rupanya mereka sedang memeriksa setiap tempat yang mungkin dibuat tempat
bersembunyi, terutama terhadap ruang atas boleh dibilang pemeriksaan dilakukan
amat teliti, kemudian empat orang di antaranya menyebarkan diri di dalam taman,
sedang perempuan setengah umur itu beserta dua orang lainnya tetap tinggal di ruang
atas dan menjaga jalan masuk-keluar tempat itu.
"Pang Wan-kun" tidak memberi penjelasan apa-apa terhadap kemunculan beberapa
perempuan asing itu, tapi Ho Leng-hong dapat menyaksikan betapa hormatnya
terhadap perempuan setengah umur yang baru datang itu, bahkan memanggilnya
dengan sebutan "Liu A-ih" atau bibi Liu.
Sikap bibi Liu sangat angkuh dan tinggi hati, mukanya selalu dingin bagaikan es dan
tak pernah kelihatan bersenyum. Jika pernah senyum atau tertawa, maka hal ini terjadi ketika pertama kali berjumpa
dengan Ho Leng-hong, setelah memperhatikan sekujur badan pemuda itu dengan
sorot mata menghina, tiba-tiba ia tertawa.
Ketika tertawa tertampaklah dua baris giginya yang hitam seperti buah delima yang
telah busuk, begitu seramnya tertawa perempuan itu membuat Leng-hong bergidik.
Suka atau tidak suka adalah urusan lain, yang pasti dengan tertawa tersebut Ho Lenghong
berhasil memperoleh sedikit hasil yang di luar dugaan.
Ditinjau dari gigi Liu A-ih yang hitam itu bisa diduga delapan puluh persen ia suka
mengunyah sirih, ketika diperhatikan lagi dialek bicaranya, maka terdengarlah ia
bicara dengan logat wilayah Leng-lam.
Hal ini segera menghubungkan pikiran Ho Leng-hong dengan letak Hiang-in-hu yang
berada di Hu-yong-shia wilayah Leng-lam, bukankah hal ini menunjukkan
rombongan Liu A-ih umpama bukan anak buah Hiang-in-hu, tapi sedikit banyak tentu
ada hubungannya" Kalau tidak, maka kemungkinan besar mereka adalah gundik atau
pelayan Hui Pek-ling yang berkhianat dan beraksi di luar tahu Hui Pek-ling.
Ingin sekali Ho Leng-hong melaporkan hasil penemuannya ini kepada Pang Goan di
ruang depan, sayang ia tidak memperoleh kesempatan, terpaksa secara diam-diam saja
diperhatikannya setiap gerak-gerik di bawah loteng.
Senja itu, ketika Peng-ji mengantar makan malam ke loteng, ia membisikkan sesuatu
ke sisi telinga "Pang Wan-kun".
"Aku tahu," Wan-kun manggut-manggut, "aku dapat menyelesaikannya, suruh
mereka berhati-hati terutama bagian depan."
Setelah meletakkan hidangan di meja, Peng-ji mengundurkan diri.
Leng-hong tertawa dan menegur, "Wan-kun, urusan apa yang hendak kalian
selesaikan?" "Lebih baik jangan banyak bertanya," sahut Wan-kun dengan ketus, "setelah makan
kenyang tidurlah baik-baik, apapun yang terjadi, janganlah kautinggalkan kamar tidur
ini." "Aku bisa menebaknya, bukankah kalian hendak menghadapi Pang-lotoa"
Kedatangan Liu A-ih pasti khusus untuk menyelesaikan persoalan ini."
Pang Wan-kun cuma tertawa dingin, ia tidak membenarkan pun tidak menyangkal,
rupanya ia tak peduli apakah Ho Leng-hong mengetahui rahasia ini atau tidak, selain
itu iapun sudah menduga pemuda itu pasti bisa berpikir sampai ke situ, maka ia tidak
heran. Andaikata Leng-hong pura-pura tidak mengetahui soal apapun, mungkin tindakan ini
malah akan memancing kecurigaan mereka.
Kembali Leng-hong menghela napas panjang, "Aku adalah orang di luar garis,
dengan kedua belah pihak tak ada hubungan apa-apa, hakikatnya apa yang hendak
kalian lakukan terhadap Pang-lotoa sama sekali tak ada hubungannya denganku, cuma
sebagai penonton kuharap agar kalian jangan mencelakai jiwanya, ia sudah
kehilangan ilmu silatnya, jelas tak bisa menandingi kalian......"
"Hei, kusuruh kau jangan mencampuri urusan ini, mengerti tidak kau?" hardik Wankun.
"Baik, aku takkan bertanya lagi, setelah makan aku akan tidur senyenyaknya,
tentunya boleh bukan?" Habis berkata ia lanjutkan santapannya dengan lahap, betul juga, ia tidak buka suara
lagi. Pang Wan-kun bersantap dengan tergesa-gesa, setelah menyuruh Peng-ji
membersihkan meja, merekapun turun dari loteng. Sebelum pergi, pintu kamar
dikunci dari luar, Leng-hong dikurung dalam loteng.
Mungkin mereka mengira tenaga Ho Leng-hong telah buyar, lukanya belum sembuh,
maka jalan darahnya tidak perlu ditutuk.
Ho Leng-hong sudah mempunyai rencana sendiri, buru-buru ia membuka baju
luarnya dan membuat orang-orangan di balik selimut, setelah memadamkan lampu, ia
membuka daun jendela. Dari jendela tertampaklah suasana dalam taman gelap gulita, sebaliknya ruang tengah
di bawah loteng terang benderang dan bermandikan cahaya lampu.
Pang Wan-kun dan Liu A-ih rupanya berada dalam ruangan semua, di dalam taman
pun terdapat penjaga, tapi suasana di luar loteng amat hening, tak nampak sesosok
bayangan manusia pun. Ditinjau dari keadaan tersebut, bisa diduga malam itu mungkin ada seorang penting
akan berkunjung ke situ, maka semua orang menantikan kedatangannya dengan
tenang. Tentu saja orang yang akan datang itu mempunyai kedudukan di atas A-ih, atau
bahkan mungkin juga otak yang mendalangi operasi pencurian golok mestika.
Pelahan Ho Leng-hong membuka jendela dan menyelinap keluar, lalu merosot ke
sebuah balkon di bawah jendela, dengan tangkas sebelah tangan memegang kosen
jendela, tangan yang lain digunakan memegang emper rumah, dari situ ia ambil
tangga tali yang berada di tepi emper.
Tangga tali tersebut sudah disiapkan dua hari yang lalu, dan disembunyikan di talang
emper rumah, semula dipersiapkan untuk kabur bila keadaan terdesak.
Sekarang ia tahu tak mungkin turun lewat tangga tali itu sebab tindakan ini tentu
akan mengejutkan para peronda dalam taman, sebaliknya naik ke atas, bukan saja
lebih leluasa, dan lagi aman. Setiba di atas atap rumah, orang bisa memperhatikan keadaan sekitarnya dengan
saksama, andaikata bisa melintasi rak bunga di sebelah sana, di balik semak bunga
akan lebih mudah baginya untuk menyembunyikan diri.
Begitulah, meski Ho Leng-hong tak dapat mengerahkan tenaga dalamnya, tapi ia bisa
bergerak lincah, sekali berjumpalitan ke atas, tahu-tahu ia sudah berada di atas atap
rumah. Kemudian ia menarik tangga tali itu, dia atur napas, dan menelusuri atap, pelahan ia
merayap ke arah rak bunga. Baru saja melewati tiga kali lukukan genteng, tiba-tiba ia mendengar suara
pembicaraan orang di sebelah bawah.
Leng-hong mengintai ke sana, dilihatnya dua buah lentera mengiringi serombongan
orang sedang naik ke ruang atas dari arah barat.
Dua orang dayang cilik yang membawa lampu lentera adalah anggota Thian-po-hu,
di belakang mengikut empat orang perempuan berbaju hitam, dua di muka dan dua di
belakang, mengiringi seorang gadis berbaju merah.
Empat orang perempuan berbaju hitam itu mempunyai perawakan yang cebol tapi
kekar, bajunya juga istimewa, bagian bawah mengenakan celana panjang yang ketat
sedang bagian atas mengenakan baju pendek yang longgar dengan bagian leher sangat
lebar, baju itu tidak berkancing tapi diikat dengan ikat pinggang lebar berwarna hitam,
andaikata mereka tidak bersanggul tinggi, orang akan mengira mereka sebagai lelaki.
Yang lebih istimewa lagi adalah pinggang masing-masing terselip dua bilah golok,
yang satu panjang dan yang lain pendek.
Yang pendek cuma dua kaki, gagang golok itu malah mencapai tujuh-delapan inci,
sedangkan golok panjang berukuran empat-lima kaki, gagangnya sendiri juga
mencapai satu kaki lebih. Lebar mata golok hanya sebesar tiga jari, bentuknya ramping tapi panjang, sedikit
mirip pedang, Cuma ujungnya melengkung ke atas dan jelas hanya mata golok
sebelah saja yang tajam. Jelek-jelek begitu, Ho Leng-hong terhitung seorang ahli golok, tapi selama hidup
belum pernah ia lihat golok panjang (samurai) seaneh ini.
Nona berbaju merah itu tak bersenjata api gayanya lembut dan terpelajar, sekalipun
dalam kegelapan tak dapat melihat wajahnya, api umurnya mungkin belum
melampaui dua puluhan, dan mungkin sangat cantik.
Baru saja rombongan itu tiba di luar pintu, Pang Wan-kun serta Liu A-ih dengan
langkah cepat menyambut kedatangan mereka.
"Menyambut kedatangan Samkongcu!" seru mereka sambil memberi hormat.
"Tak usah banyak adat," nona berbaju merah itu mengulapkan tangannya, "mari kita
bicara di dalam saja." Pang Wan-kun dan Liu A-ih segera memberi jalan, didahului keempat orang
perempuan berbaju hitam tadi mereka lantas masuk ke dalam.
Ho Leng-hong diam-diam merasa heran, pikirnya, "Hebat benar perempuan ini,
bukan saja bergelar Tuan Puteri, punya pengawal pribadi pula, tampaknya kehebatan
mereka jauh melebihi Thian-po-hu. wah, jika ditilik dari sikap Pang Wan-kun berdua,
rupanya perempuan yang menyaru Pang Wan-kun ini hanya seorang keroco, sedang
Liu A-ih tak lebih Cuma seorang pelayang . . . . ."
Berpikir sampai di sini, dengan cepat ia ubah rencananya semula, diputuskan
penyampaian berita kepada Pang Goan sementara waktu ditunda, dia akan mengikuti
dulu pembicaraan apa yang sedang berlangsung di bawah loteng.
Tapi penjagaan di sekitar ruangan itu sangat ketat, bagaimana caranya mengikuti
pembicaraan mereka" Ah, ada akal! Pelahan Leng-hong melintasi wuwungan rumah, ia manjat ke atas rak
bunga, dengan tangkai bunga sebagai aling-aling pelahan ia melayang turun ke
bawah, kemudian dengan sikut menggantikan kaki ia merangkak, dari rak bunga
merangkak sampai ke bawah dinding kamar, dari mana ditemukan sebuah lubang
hawa yang ditutupi dengan terali besi.
Di dalam lubang hawa adalah ruangan bawah tanah.
Leng-hong masih ingat, dalam ruangan itu terdapat sebuah perapian yang terbuat dari
batu, perapian itu dipersiapkan sebagai penghangat udara di musim dingin, cerobong
perapian tadi justru menembus ke dinding rangkap di ruang tengah.
Seandainya ia merangkak masuk ke dalam cerobong asap, tempat itu sungguh tempat
persembunyian yang paing bagus untuk mencuri dengar pembicaraan yang sedang
berlangsung. Dengan sangat hati-hati ia melepaskan terali besi lubang hawa itu, kemudian tanpa
mempedulikan kotornya debu dan hangus, bagaikan seekor ular pelahan ia merayap
ke dalam cerobong. Ternyata segala sesuatunya persis seperti apa yang diharapkan, letak perapian itupun
sangat menguntungkan, ditambah lagi cerobong asap tersebut cukup lebar, sehingga
seorang yang berdiri di dalamnya masih terasa longgar.
Yang lebih menguntungkan lagi adalah baik pada cerobong asap maupun dinding
rangkap terdapat pintu kecil guna keperluan pembersihan, dengan dibukanya pintu
kecil tersebut, bukan saja pembicaraan dalam ruangan dapat terdengar, bahkan
pemandangan dalam ruangan juga dapat terlihat jelas.
Satu-satunya hal yang patut disesalkan adalah ketika Ho Leng-hong tiba di cerobong
tersebut, Samkongcu itu sudah berduduk, kebetulan ia duduk membelakangi pintu
kecil sehingga raut wajah sama sekali tak terlihat olehnya.
Tapi bila ditinjau dari bayangan punggungnya terbuktilah apa yang dibayangkan Ho
Leng-hong memang tepat . . . . Dia adalah seorang gadis muda yang lemah lembut
dan berperawakan menarik. Liu A-ih duduk di sebuah bangku di sampingnya, sementara keempat orang
perempuan bersamurai itu berdiri di kiri kanan, Pang Wan-kun tampak berdiri dan
sedang menuturkan kepada Samkongcu semua kejadian yang berlangsung belakangan
ini. Waktu itu laporan baru berlangsung satu bagian, rupanya Samkongcu merasa kurang
puas atas laporan tersebut, pelahan katanya, "Selama ini, penampilanmu memang tak
jelek, tapi kalau dibilang dengan begitu lantas Thian-po-hu dan Cian-sui-hu telah
berhasil kaukendalikan, hal ini terlalu berlebihan. Kautahu, tujuan kita bukan
menguasai Thian-po-hu dan Cian-sui-hu, yang kita butuhkan adalah golok mestika
Yan-ci-po-to serta intisari ilmu To-kiam-hap-ping-tin-hoat tersebut, kemudian dalam
pertemuan Lo-hu-to-hwe yang akan datang kita hajar mereka sampai kalah, agar
setiap pria di dunia tunduk di bawah kekuasaan Ci-moay-hwe kita."
"Hamba mengerti!" kata Pang Wan-kun.
"Kalau sudah tahu, tidak seharusnya kaugunakan kekerasan, terutama terhadap Pang
Goan, tidak seharusnya kaubocorkan rahasiamu, dengan demikian intisari To-kiamhap-
ping-tin baru akan diuraikan kepada kalian."
"Tapi ia sudah mulai menaruh curiga kepada hamba."
"Hal ini membuktikan pekerjaanmu masih kurang sempurna, dalam menghadapi
pelbagai persoalan pun kurang sabar, daripada rahasiamu ketahuan kan lebih baik
berusaha menghilangkan kecurigaan itu dengan cara yang lain."
Pang Wan-kun menunduk kepala dan bungkam.
Samkongcu berkata lebih lanjut, "Yang paling tak bisa dimaafkan adalah tindakanmu
yang tergesa-gesa untuk mencuri golok mestika tersebut, semua persiapan kurang
sempurna sehingga akhirnya kita berkorban nyawa dua orang anggota kita, lalu
apakah tindakan ini bisa menutupi titik kelemahanmu" Toh akhirnya jejakmu
ketahuan juga, bayangkan sendiri, berhargakah tindakanmu itu?"
"Hamba mengaku salah," Pang Wan-kun menundukkan kepalanya lebih rendah."
Samkongcu menghela napas panjang, katanya lagi, "Ketika Kongcu mengetahui
kejadian ini, ia marah sekali. Tapi mengingat golok mestika Yan-ci-po-to berhasil
kaudapatkan, maka dosamu tak sampai dituntut, sebab itulah aku dan Liu A-ih
sengaja dikirim kemari untuk membereskan langkah yang berantakan ini."
"Terima kasih atas kebijaksanaan Hwe-cu, terima kasih pula kepada Samkongcu
yang telah membantu diriku," kata Pang Wan-kun sambil memberi hormat.
"Sekarang serahkan Yan-ci-po-to itu kepadaku dan serahkan Pang Goan kepada Liu
A-ih untuk digusur pergi, dan kau sudah tak ada urusan lagi. Cuma kau harus tetap
tinggal di Thian-po-hu untuk melanjutkan kedudukanmu sebagai nyonya Nyo Cu-wi,
berusahalah menyelidiki asal-usul Thian Pek-tat, yang penting ia menjalankan
perintah siapa" Apa pula tujuannya" Bila berhasil mendapatkan keterangan, laporkan
kepada kantor cabang, jangan mengambil tindakan secara gegabah."
Pang Wan-kun mengiakan pula. "Selain itu, tak perlu kauberi pasir pembuyar tenaga kepada orang she Ho itu, dia
adalah hasil karya kita yang telah banyak makan tenaga dan pikirkan, ilmu silatnya
tidak tinggi, asal diawasi secara ketat sudah lebih dari cukup. Harus kauberi obat
penawar kepadanya, rayu dia dengan segala kelembutan dan kemesraan agar ia mau
kita gunakan secara sukarela."
Pang Wan-kun hanya mengiakan berulang kali.
Dari nada pembicaraan mereka, Ho Leng-hong dapat merasakan bahwa ilmu silatnya
dianggap rendah bahkan bernada menghina, hal ini amat menggusarkan hatinya.
Diam-diam ia tertawa dingin, pikirnya, "Budak sialan, kauanggap orang she Ho ini
laki-laki bangor yang bernyali tikus" Hmm, kau telah salah melihat orang! Walaupun
ilmu silatku rendah, tapi bukan laki-laki yang gampang dikendalikan . . . ."
Sementara itu Liu A-ih berbangkit sambil bertanya, "Kongcu bermaksud akan
berangkat kapan?"

Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Berangkatlah dulu bersama tawananmu, setelah mendapatkan golok mestika itu aku
segera menyusul," kata Samkongcu.
"Sekarang juga hamba akan ke taman untuk mengambil golok," kata Pang Wan-kun
cepat, "biar Peng-ji yang mengantar Liu A-ih ke ruang depan."
"Kausembunyikan golok mestika itu di taman?" tegur Samkongcu dengan kening
berkerut. "Benar, sebetulnya hamba akan mengambilnya dari sana, tapi perbuatanku diketahui
Ho Leng-hong sehingga terpaksa harus kulukai dia, waktu itu hamba tak sempat
membawanya pergi, maka golok itu kusembunyikan kembali dalam liang semula,
untung Pang Goan tidak menyangka golok mestika itu masih berada di tempat
semula." "Perbuatanmu itu terlalu berbahaya," kata Samkongcu sambil menggeleng, "cepat
ambil, semoga tidak terjadi hal-hal di luar dugaan lagi."
Pang Wan-kun mengiakan dan keluar dari ruangan, Ho Leng-hong buru-buru
menerobos keluar dari lubang hawa itu.
Ia tidak kuatir Pang Goan akan digusur pergi Liu A-ih, maka diputuskan untuk
mendahului Pang Wan-kun dan merebut kembali Yan-ci-po-to itu.
Atau paling sedikit dia akan mengacau agar Yan-ci-po-to tidak sampai dibawa kabur
oleh Samkongcu. Ho Leng-hong sadar di sekitar loteng pasti dijaga ketat oleh anggota "Ci-moay-hwe"
(perkumpulan kaum perempuan), tapi ia tidak mempedulikan soal itu, ia menelusuri
rak bunga yang gelap dan menerobos ke belakang loteng menuju ke hutan.
Suatu keanehan kembali terjadi, sekalipun ia kabur dengan cara sekasar itu, namun
jejaknya ternyata tidak diketahui oleh para penjaga.
Dalam waktu singkat pemuda itu sudah berada di tepi hutan, menurut perhitungannya
Pang Wan-kun tentu masuk ke hutan lewat arah lain. Ia tak berani ayal, dengan
langkah cepat ia masuk ke tengah hutan.
Ketika dia tiba di tempat penyimpanan golok tersebut, tiba-tiba dari depan terdengar
suara langkah kaki orang. Diam-diam Leng-hong gelisah, sebab menurut keadaan tersebut tak mungkin baginya
untuk mengambil golok mestika itu mendahului Pang Wan-kun, sekalipun mereka
tiba berbareng, dengan kepandaian silatnya jelas ia bukan tandingan perempuan itu.
Terpaksa ia berhenti dan menutup mulutnya dengan tangan, maksudnya mengurangi
napasnya yang tersengal, kemudian ia pasang telinga dan memperhatikan gerak-gerik
lawan. Tapi, sungguh aneh, ketika ia berhenti, suara langkah kaki itupun ikut berhenti.
Ia coba maju dua langkah, ternyata di depan tidak ada reaksi apapun.
Sesungguhnya apa yang terjadi" Mungkinkah lantaran terlalu tegang maka ia salah
dengar" Keadaan sudah mendesak, Ho Leng-hong tak sempat berpikir panjang lagi, dengan
langkah cepat ia memburu ke depan. Tapi setibanya di tanah lapang dalam hutan, ia tertegun.
Di sekitar liang telah bertumpuk tanah baru, jelas liang tersebut baru digali orang.
Tapi bukan Pang Wan-kun yang menggali liang tersebut, sebab perempuan itu masih
berdiri di tepi liang, tangannya kosong dan tubuhnya kaku, jelas jalan darahnya
ditutuk orang. Ho Leng-hong coba memeriksa keadaan di sekitar situ, namun tiada sesosok
bayangan pun, dengan cepat ia bertanya, "Mana golok mestika itu" Apakah golok
mestika itu telah dibawa kabur orang?"
Pang Wan-kun tidak menjawab, kecuali biji matanya masih dapat bergerak-gerak,
sekujur badanya kaku seperti patung.
Bila jalan darah seorang tertutuk, mana bisa ia menjawab"
Leng-hong ingin cepat-cepat mengetahui Yan-ci-po-to, ia mengitari liang itu dan
menepuk beberapa kali punggung perempuan itu.
Tapi hawa murninya tak bisa dihimpun, otomatis pukulannya juga tak bertenaga,
bagaimanapun juga ia menepuk, jalan darah Pang Wan-kun sukar dilancarkan.
Dengan gemas Leng-hong menggentak kaki ke tanah, bentaknya, "Obat penawar
kaubawa tidak" Kalau ada, kerdipkan matamu dua kali!"
Pang Wan-kun segera mengerdipkan matanya dua kali.
Cepat Leng-hong menggeledah sakunya, betul juga dekat belahan baju dalamnya ia
temukan sebuah botol porselen bulat pipih.
"Apakah botol ini berisi obat penawar?" tanyanya pula.
Sekali lagi Wan-kun mengerdipkan matanya.
Leng-hong membuka tutup botol dan mengeluarkan sebutir obat penawar terus
dimasukkan ke dalam mulut. Setelah obat itu ditelan, tak lama kemudian muncul aliran panas dari bagian dada,
bagaikan minum arak panas aliran itu terus turun ke perut.
Segera Leng-hong menarik napas panjang, pelahan hawa murninya dihimpun
kembali lalu disalurkan ke telapak tangan kanannya....
Tapi sebelum bertindak sesuatu, tiba-tiba terlintas satu ingatan dalam benaknya,
"Tidak, perempuan ini tak boleh dibebaskan dulu jalan darahnya, ilmu silatnya
mungkin lebih tinggi daripadaku, setelah dibebaskan, bisa jadi aku akan dijegal
malah, kan bisa runyam?" Berpikir demikian, maka tepukan tangannya dialihkan ke tempat lain, yakni pada
jalan darah bisu di kuduk perempuan itu.
Pang Wan-kun terbatuk-batuk, setelah tumpah segumpal riak kental, ia dapat
bersuara kembali. "Cepat katakan, Yan-ci-po-to itu digali siapa?" tanya Leng-hong.
Bukan menjawab, Wan-kun malah berkata, "Jit-long, bebaskan dulu jalan darahku,
bagaimanapun juga kita pernah menjadi suami isteri, lagipula obat penawar pasir
pembuyar tenaga telah kuberikan padamu, masa kau tak mau menolong aku yang
sedang tertimpa kesusahan?" "Katakan dulu padaku, siapa yang telah membawa kabur golok mestika itu, asal kau
megaku terus terang, tentu saja akan kutolong dirimu."
"Aku pasti akan memberitahukan kepadamu, tapi bebaskan dulu jalan darahku."
"Hmm, sampai sekarang pun kau masih ingin bertukar syarat denganku?"
"Aku tidak minta tukar syarat, aku hanya mohon kepadamu, sebab bila golok mestika
itu sampai hilang, aku bakal dihukum mati."
"Huh, kau tak boleh kehilangan golok mestika, apakah aku boleh kehilangan" Jangan
lupa, Yan-ci-po-to bukan milikmu."
Wan-kun tertawa getir, "Jit-long, apa gunanya membicarakan persoalan itu dalam
keadaan seperti ini" Baik golok itu milik siapa, kita sama-sama tak ingin kehilangan,
bukan?" Tentu saja Leng-hong tak dapat menyangkal, iapun tahu, seandainya Yan-ci-po-to
sampai terjatuh ke tangan orang lain, hal ini tak ada manfaat baginya.
Wan-kun kembali berkata, "Lepaskan aku, Jit-long! Kita harus bekerja sama untuk
mengejar kembali golok mestika itu, kita tak boleh saling mencurigai, bila golok itu
berhasil kita dapatkan kembali, aku pasti akan menceritakan segala sesuatunya
kepadamu." "Kalau begitu beritahu dulu kepadaku, siapa yang telah melarikan golok mestika
tersebut?" Pang Wan-kun menghela napas panjang, "Bila kuberitahukan dulu hal ini kepadamu,
apakah kau dapat pegang janji dan melepaskan diriku?"
"Tentu saja, orang she Ho bukan seorang laki-laki yang suka mengingkar janji."
Wan-kun tertawa, katanya lagi, "Bersediakah kau bersikap seperti dulu,
menganggapku sebagai isterimu?"
"Kau sesungguhnya mau bicara atau tidak?" seru Leng-hong dengan marah, "aku tak
ada waktu untuk mengobrol dengan kau."
"Ai, bagi kaum pria mungkin dianggap mengobrol, tapi bagi kaum wanita justru
lebih penting daripada nyawa sendiri," kata Pang Wan-kun dengan menyesal, "Jitlong,
meskipun kita bukan suami isteri sungguhkan, tapi selama beberapa bulan kita
telah menikmati penghidupan sebagai suami-isteri, peduli kau percaya atau tidak,
yang pasti dalam hidupku ini hanya kau kuanggap sebagai suamiku, nama dan she
boleh palsu, tapi perasaan kita tak mungkin palsu, Jit-long, kau . . . . ."
"Cukup," tukas Leng-hong sambil menggoyang tangan, "sekalipun kau amat
mencintaiku, sekarang bukan waktunya untuk membicarakan soal tersebut, kita harus
menyelesaikan dulu masalah penting, soal cinta kasih ini boleh dibicarakan lain waktu
saja, setuju bukan?" Hampir meledak gelak tertawanya, perempuan ini memang lucu, baru saja
Samkongcu menitahkan dia merayu dengan segala kemesraan, kontan ia laksanakan
tugas, sayang waktunya tidak sesuai sehingga siapa yang bernafsu untuk
meresapinya" Agaknya Pang Wan-kun merasakan juga suasananya tidak cocok, dengan tersipusipu
ia alihkan pembicaraan ke soal lain, katanya, "Baiklah kalau kau ingin
mengetahui dulu siapa yang melarikan golok mestika itu aku dapat memberitahukan
padamu, besar kemungkinan orang itu adalah Thian Pek-tat!"
"Kenapa kaukatakan besar kemungkinan?" tanya Leng-hong tercengang.
"Ia menggunakan kain kerudung pada wajahnya, pakaian yang dikenakan juga
ringkas, tanpa melihat raut wajah yang sesungguhnya darimana aku bisa tahu pasti dia
atau bukan, tapi menurut perkiraanku, kecuali Thian Pek-tat tak mungkin orang lain."
Leng-hong memang mencurigai Thian Pek-tat, maka setelah termenung sejenak lalu
katanya, "Ilmu silatnya tidak terlalu tinggi, kenapa jalan darahmu bisa tertutuk
olehnya?" "Ia menyergap diriku secara mendadak dan di luar dugaan, lagipula dalam hutan
tersembunyi pula beberapa orang komplotannya."
"Semua beberapa orang" Setelah berhasil mereka kabur ke arah mana" Sudah berapa
lama?" "Jumlah yang pasti aku tidak tahu, mungkin dua-tiga orang, setelah mendapatkan
golok mestika itu mereka kabur ke arah Kiok-hiang-sia."
Kiok-hiang-sia terletak dekat kamar loteng, bila maju lagi akan tiba di ruang depan,
ditinjau dari keadaan pada umumnya, Thian Pek-tat mestinya kabur lewat taman
belakang, tapi mengapa ia malah lari ke ruang depan?"
Tercengang juga Ho Leng-hong menghadapi hal ini, tapi lantaran waktu amat
mendesak, tak mungkin lagi baginya untuk bertanya lebih jauh, sesudah termenung
sebentar iapun putar badan dan berlalu.
"He, Jit-long, bukankah kau telah menyanggupi akan membebaskan jalan darahku?"
seru Wan-kun cemas. "Sebenarnya hendak kubebaskan jalan darahmu, tapi setelah kau kehilangan Yan-cipo-
to, Samkongcu tak nanti akan percaya begitu saja, maka lebih baik kau diam
beberapa saat lagi di sini, hal ini akan lebih menguntungkan kau."
"Hei, Jit-long, kaut tak boleh ingkar janji!" teriak Wan-kun, "Jit-long.... Jit-long...."
Leng-hong menutuk lagi jalan darah bisunya, kemudian sambil menepuk pelahan
pipinya ia berbisik, "Aku berbuat demikian demi kebaikanmu, kalau kita bukan suami
isteri, tentu kulepaskan dirimu agar didamprat dan dihukum oleh Samkongcu itu, bila
kau dalam keadaan begini, kan terlepaslah tanggung jawabmu."
Habis berkata dia lantas meninggalkan hutan.
Menurut perhitungannya, Liu A-ih dan anak buahnya pasti sudah tiba di ruang depan,
bila Pang Goan tak mau menyerah, pertarungan mungkin sudah berkobar, maka
begitu keluar dari hutan ia langsung menuju ke ruang depan.
Tapi baru saja ia melewati pintu taman, suara bentakan nyaring sudah terdengar di
depan sana. Suara itu berasal dari ruang loteng, malah kedengaran juga suara Pang
Goan. Cepat Leng-hong putar arah dan menelusuri taman dan balik lagi ke ruang loteng.
Dari kejauhan ia dapat menyaksikan lampu menerangi sekitar tempat itu, dua sosok
bayangan sedang terlibat dalam pertarungan yang seru.
Sambil berdekap tangan Samkongcu berdiri di undak-undakan batu, sementara
keempat perempuan pendek berbaju hitam itu berdiri berjajar di depannya.
Di bawah cahaya lentera, untuk pertama kalinya Leng-hong melihat jelas wajah
Samkongcu. Ia lembut dan cantik, paling banter usianya baru delapan atau sembilan
belas tahunan, matanya besar, bibirnya tipis dan sekilas pandang dapat diketahui
bahwa dia adalah seorang gadis yang cerdik, cuma sorot matanya setajam sembilu dan
lagi rada menyeramkan. Sementara kedua orang yang terlibat dalam pertempuran itu adalah Liu A-ih
melawan Pang Goan. Kedua orang itu sama-sama bertarung dengan tangan kosong, bila ditinjau dari situasi
pertarungan, pukulan Pang Goan yang kuat membawa desing angin tajam, jelas ia
menduduki posisi di atas angin, tapi gerakan tubuh Liu A-ih amat gesit dan lincah,
meskipun harus menerobos ke sana kemari di antara pukulan Pang Goan yang
bertubi-tubi, sedikitpun tidak terlihat tanda-tanda akan kalah.
Agaknya pertarungan antara mereka sudah berlangsung cukup lama.
Dengan sorot mata tajam, Samkongcu mengikuti jalannya pertarungan dengan
saksama, sekeliling gelanggang hampir dipenuhi oleh anggota Ci-moay-hwe, tapi tak
seorangpun di antara mereka yang turun kalangan dan memberi bantuan.
Jago-jago itu hanya menonton jalannya pertarungan dengan tenang, seakan-akan
mereka tidak terburu nafsu untuk mengalahkan Pang Goan.
Diam-diam Leng-hong gelisah, pikirnya, "Betapa baiknya jika saat ini dia memegang
Yan-ci-po-to...." Sementara ia masih bingung apakah mesti membantu Pang Goan atau tidak, tiba-tiba
Samkongcu membentak, "Liu A-ih, mundur!"
Liu A-ih segera tarik serangan dan melompat keluar dari gelanggang, keningnya
sudah basah keringat. Samkongcu memberi tanda, tiba-tiba keempat perempuan pendek berbaju hitam itu
melolos samurainya, kemudian menyerbu ke tengah gelanggang dan mengepung Pang
Goan rapat-rapat. "Perempuan busuk, rupanya kalian hendak bertarung secara bergantian?" dengus
Pang Goan, "hayo majulah, aku orang she Pang tak jeri melayani barisanmu itu."
Samkongcu tidak menjawab, katanya kepada anak buahnya, "Berikan sebilah pedang
kepadanya." Liu A-ih melolos sebilah pedang seorang gadis pembawa lentera, lalu
melemparkannya kepada Pang Goan. Setelah menerima pedang itu, Pang Goan merasa tercengang juga, katanya kemudian
sambil tertawa, "Hei, kenapa" Kalian ingin bunuh diri" . . . barangkali sudah bosan
hidup?" "Kami tak ingin mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah lebih banyak,"
kata Samkongcu tenang, "tapi keempat orang ini selalu bertempur dengan ilmu golok
gabungan, maka untuk adilnya kuberikan pula sebilah senjata padamu."
Mendengar ucapan ini, Pang Goan tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, tapi kalian
jangan lupa, ilmu pedang Keng-hong-kiam-hoat dari Cian-sui-hu sudah tersohor
selama puluhan tahun dalam dunia persilatan, begitu orang she Pang turun tangan,
mereka tak ada harapan untuk hidup lagi."
"Coba saja bagaimana akhirnya nanti!" kata Samkongcu, ia lantas bertepuk tangan
tiga kali. Mendengar tepukan tangan itu, keempat orang perempuan cebol berbaju hitam itu
segera membentak dan menyerbu ke depan.
Mereka sama membawa sebilah samurai panjang dan sebilah pisau pendek, tapi
selama pertarungan berlangsung, pisau pendek tetap terselip di pinggang, sementara
samurai itu digenggam dengan kedua tangannya.
Di antara bentakan nyaring, empat bilah samurai menabas bersamaan dari kiri dan
kanan, dalam waktu singkat keempat perempuan cebol itu sudah melancarkan dua
belas kali tabasan. Cahaya samurai berkilauan memenuhi angkasa, dalam waktu singkat sekeliling
gelanggang seolah-olah diliputi kabut samurai yang menyeramkan.
Ho Leng-hong juga seorang ahli golok, tapi belum pernah ia lihat ilmu golok secepat
dan seganas itu, tak urung peluh dingin membasahi juga tubuhnya karena
mengusirkan keselamatan Pang Goan. Di tengah bayangan golok yang berlapis-lapis, Pang Goan tertawa nyaring, serentak
ilmu pedangnya dikembangkan. Belum sempat Leng-hong menyaksikan bagaimana caranya orang itu menyerang,
mendadak ia merasakan pandangannya menjadi kabur, tahu-tahu suara beradunya
senjata berkumandang memekak telinga, disusul percikan bunga api di udara . . . .
Waktu maju tadi keempat perempuan cebol itu dapat bergerak cepat, sewaktu
mundurpun tak kurang cepatnya, masing-masing menyurut mundur tiga-empat
langkah, tapi masih dalam posisi mengepung Pang Goan.
"Boleh juga ilmu silatmu!" puji Samkongcu sambil tersenyum.
Pang Goan mendengus, "Hm, budak busuk, berapa banyak anak buahmu, suruh
mereka maju semua!" Samkongcu Cuma tertawa dan tidak menjawab, kembali ia bertepuk tangan empat
kali. Dua orang perempuan cebol diantaranya segera menyimpan kembali samurainya
sambil mundur, sebaliknya dua orang lain sekali lagi melancarkan serangan.
Sekali ini kedua samurai itu menyerang secara teratur, yang satu menyerang tubuh
bagian atas, sedang yang lain menyerang perut dan kaki, semuanya dengan gerakan
cepat dan kerja sama yang ketat. Sekalipun dalam hal senjata telah berkurang dua
bilah, tapi justru serangan ini terasa lebih dahsyat.
Rupanya Pang Goan belum lagi memperhatikan serangan kedua samurai itu,
pedangnya berputar menciptakan selapis cahaya yang menyilaukan mata.
"Ting! Ting!" dua kali benturan nyaring, hampir bersamaan waktunya kedua samurai
lawan tertangkis balik. Akhirnya Leng-hong dapat melihat jelas, meski Pang Goan hanya memainkan satu
jurus, tapi sekaligus dapat menangkis dua serangan lawan.


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebetulnya serangan itu digunakan menyongsong ancaman yang datang dari atas, tapi
ketika terjadi benturan senjata, tiba-tiba pedang itu memerosot ke bawah, bagaikan
besi semberani yang mengisap jarum, samurai yang mengancam tubuh bagian atas itu
dipaksa ke bawah sehingga tepat menangkis samurai yang mengancam tubuh bagian
bawah itu. Atau dengan kata lain, gerakan tersebut adalah satu gerakan dengan dua guna,
meminjam golok untuk menangkis golok, baik ketepatan waktu, jurus serangan dan
tenaga, semuanya digunakan dengan tepat.
"Ilmu pedang bagus!" puji Samkongcu tanpa terasa, beruntun ia tepuk tangan lagi
dua kali. Tiba-tiba barisan serangan keempat perempuan cebol itu berubah lagi, bayangan
manusia berkelebat, empat orang itu segera berdiri dalam satu garis lurus, sementara
samurai pendek yang terselip di pinggang pun dicabut keluar.
Perempuan cebol yang pertama bergerak lebih dulu, samurai panjang dan pendek
digunakan bersama untuk menyerang Pang Goan, tapi baru terjadi kontak senjata,
tiba-tiba ia tarik serangan sambil mundur ke belakang, sementara perempuan cebol
kedua segera maju menggantikan posisinya, seperti yang pertama tadi, begitu terjadi
kontak senjata ia terus mundur untuk digantikan orang ketiga....
Begitulah, secara bergilir keempat orang perempuan cebol itu melancarkan serangan
secara bergantian, delapan samurai panjang dan pendek bagaikan bunga salju yang
berhamburan di sekitar Pang Goan. Setiap kali mereka menyerang, arah sasarannya selalu berbeda, jurus serangan yang
digunakan pun aneh dan berlainan, yakni sekali menyerang segera berganti orang lagi.
Dengan tangguh dan gagahnya Pang Goan melayani kerubutan keempat orang itu,
setiap serangan dipatahkan dengan serangan, setiap bacokan dihadapi dengan
bacokan, dalam sekejap mata dua puluh gerakan sudah lewat . . . .
Ho Leng-hong merasa matanya sampai berkunang-kunang, ia merasa kagum dan juga
gembira, terasa olehnya permainan pedang Pang Goan begitu luwes dan leluasa,
setiap serangannya selalu dilancarkan dengan enteng, lincah tapi kuat, memang tak
malu sebagai seorang jago kenaman. Diam-diam semua jurus ampuh itu diingatnya di dalam hati, sebisanya Leng-hong
memperhatikan setiap gerakan dengan saksama.
Sementara ia memusatkan perhatiannya untuk mengikuti jalannya pertarungan itu,
tiba-tiba terdengar seseorang tertawa dingin, dari kegelapan seseorang berseru,
"Wahai orang she Pang, jangan kaukeluarkan semua ilmu silatmu, selanjutnya kau tak
bisa tancap kaki lagi dalam dunia persilatan!"
Meskipun suara itu sangat pelahan, tapi setiap patah katanya dapat didengar semua
orang yang hadir ini d Bara Naga 15 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Bara Naga 11
^