Hikmah Pedang Hijau 3

Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Bagian 3


n Pek berpaling, ia lihat sinar sang surya memang memancar masuk dari sisi kanan pembaringan, sebuah batu tampak digeser ke samping. pahamlah pemuda ini akan duduk persoalan yang sebenarnya.
Diam2 ia menghela napas dan berpikir: "Kenapa tidak terpikir olehku kalau kesemuanya ini cuma tipuan belaka'"
Ingatan lain segera berkelebat pula dilain benaknva:
"Setiap perkataan yang diucapkan kakek aneh ini bukan saja jelas bahkan sangat masuk di-akal, sedikitpun tak ada tanda2 sinting atau tak beres otaknya, jangan2 tingkah lakunya tempo hari cuma sengaja dilakukan untuk menutupi keadaan yang sebenarnya" Tapi kenapa ia berbuat begitu?"
Walaupun penuh tanda tanya, namun pemuda itu tak tahu bagaimana mesti ajukan pertanyaan.
Sementara itu paman Lui telah alihkan sorot matanya pada kitab ilmu silat yang terletak di meja, senyuman kembali tersungging di ujung bibirnya ia menghampiri meja dan mengambil kitab tersebut.
Detik itulah untuk pertama kalinya Tian Pek melihat bentuk asli kitab ilmu silat tersebut, kitab yang tipis ini punya halaman depan yang berwarna-warni.
Semula dia mengira kitab pusaka tersebut tentu berwarna kuning atau coklat, setelah mengetahui bentuk yang sebenarnya ia jadi tertegun, tanpa terasa ia teringat kemibali akan dongeng "orang buta meraba gajah" di masa kecil.
Waktu itu ibunya dengan penuh kasih sayang berpesan kepadanya bila selesai bercerita: "Sebelum kau saksikan dengan mata kepala sendiri. sekalipun benda itu telah kau raba, tapi janganlah menarik kesimpulan cepat atas hasil rabaanmu itu, kalau tidak, maka engkau akan sama gobloknya dengan orang buta yang meraba gajah!"
Tian Pek dapat meresapi makna yang mendalam dari petuah itu, diapun dapat menyelami betapa pentingnya ucapan itu, untuk sesaat pikirannya jadi melayang dan melamun kembali kejadian di masa silam.
Sementara itu paman Lui telah berkata lagi sambil membalik-balik halaman kitab itu: "Maksudku membawa kau kemari adalah agar kau bisa membaca isi kitab pusaka ini, tentunya selama beberapa waktu yang lalu kau telah membaca isi kitab itu bukan?"
Dengan pikiran bingung Tian Pek mengangguk.
"Sengaja kubawa kau kemari dan mengurung kau dalam gua gelap ini seorang diri, tujuanku tak lain agar kau bisa
meresapi makna dari isi kitab ini tanpa diganggu oleh siapapun, apakah selama ini "
Mendengar perkataan itu Tian Pek merasa agak mendongkol, pikirnya: "Kalau maksudmu agar kupelajari isi kitab ini, tidak sepantasnya kau sekap diriku dalam gua yang gelap gulita begini. Hm. omongnya saja enak didengar
"' Berpikir sarnpai di sini, tak tahan lagi dia lantas berkata:
"Wanpwe merasa amat berterima kasih atas kebaikan hati Locianpwe, tapi Locianpwe mesti tahu, sepasang mataku belum buta dan tak pernah mengidap penyakit apapun, di tempat yang terang aku masih mampu membaca tulisan dengan jelas, kenapa Locianpwe membawa diriku masuk ke gua ynng gelap seperti ini, bukankah cara Locianpwe ini agak keterlaluan ....?"
Karena hatinya merasa mendongkol, pemuda ini tak peduli siapa lawan bicaranya, serentetan kata2 pedas meluncur keluar, ia tak peduli bagaimana akibatnya, pokoknya bicara dulu dan urusan belakang.
Paman Lui sama sekali tidak tersinggung atau marah, malahan tetap tersenyum hambar, suatu perasaan aneh terlintas di wajahnya seperti teringat akan sesuatu, ia menghela napas panjang. Gumamnya: "Ai, gayanya waktu bicara, nadanya waktu menegur, wataknya yang keras kepala. tak ada yang berbeda .... Persis sekali ...."
Tian Pek melongo, ia tidak tahu apa arti ucapan orang, sementara pikirannya masih melayang paman Lui telah sodorkan kitab warna-warni itu ke tangannya seraya berkata: "Anak muda memang harus bicara secara terus terang kepada siapapun, tapi kau harus timbang dulu persoalan itu persoalan apa dan yang kau ajak bicara itu siapa."
Tian Pek tertegun, ia tak bisa menangkap makna ucapan tersebut, ketika terlihat kitab yang gemerlapan dengan aneka warna warni itu, cepat ia ambil kitab itu.
"Buka kitab itu dan baca isinya!" perintah paman Lui dengan ketus.
Tian Pek tertegun bercampur keheranan, ia berpikir:
"Masa tulisan dalam kitap ini bisa lenyap kalau terkena sinar?"
Dia masih ingat, tulisan yang tercantum dalam kitab itu amat teratur dan rapi, ia coba membuka halaman pertama kitab itu dan dilihat ....
Apa yang terlihat membuat pemuda itu melenggong, jantungya juga berdebar keras dan mukanya juga berubah merah, hampir saja ia robek kitab pusaka itu.
Tapi pera?aan ingin tahunya serta gelora nafsu berahi yang sangat kuat telah menguasai pikiran pemuda itu, pandangannya tak mampu lagi bergeser lagi dari kitab itu, matanya jadi berkunang-kunang dan napasnya mulai memburu, hampir saja ia tak sanggup berdiri tegak.
Dengan tangan gemetar, mata merah dan nafsu menggelora segera ia hendak membalik halaman kedua.
"Plok!" sebuah tamparan keras tiba2 bersarang telak di pipinya, menyusul mana kitab pusaka itu lantas dirampas kembali oleh paman Lui,
Tian Pek terkesiap, kesadarannya pulih kembali dan keringat dingin membasahi seluruh tubuh-nya, teringat sikapnya yang linglung, tanpa terasa wajah pemuda itu jadi merah jengah.
Rupanya isi kitab tersebut bukan tulisan pelajaran ilmu silat melainkan gambar2 perempuan cantik dalam keadaan
telanjang bulat dengan pose amat menggiurkan, ditambah pula gambar itu berwarna, maka bentuknya jadi lebih merangsang.
Lukisan perempuan cantik itu ada yang sedang duduk, ada pula yang berbaring, pantatnya yang bulat, putih dan berisi kelihatan amat merangsang, apalagi lukisan itu sedemikian hidupnya. Jangankan Tian Pek hanya seorang pemuda biasa, sekalipun manusia bajapun mungkin akan meleleh bila melihat gambar2 itu.
Tian Pek berusaha pusatkan seluruh perhatiannya dan menekan debar jantungnya, ia tak berani melirik lagi kearah buku itu.
Paman Lui lantas menjengek: "Sekarang tentu-nya kaudapat mengerti bukan" Walaupun dalam kegelapan dan tiada sesuatu yang terlihat, kan jauh lebih baik tidak melihat daripada melihatnya?"
Tian Pek merasa malu sekali, dengan perasaan menyesal dan jengah ia tundukkan kepalanya rendah-rendah.
Paman Lui tersenyum, ia tepuk bahunya dan berkata dengan lembut: 'Engkau tak usah bersedih hati karena perbuatanmu itu, ketahuilah sejak dulu hingga sekaiang entah sudah berapa banyak orang g?gah dan pendekar besar yang menemui ajalnya karena kitab pusaka So-kut-siau-hun-thian-hud-pit-kip (Kitab pusaka Buddha pengunci tulang dan penggetar sukma) ini, engkau masih muda, bukan apa2
perbuatanmu tadi."
Tian Pek sangat terharu, ia merasa perkataan. itu bukan saja menghibur hatinya bahkan member1 dorongan semangat pula kepadanya untuk maju, ia menengadah dan berkata ter-bata2: '"Paman Lui, aku .... aku masih muda dan pengalamanku cetek, harap Paman Lui jangan menyalahkan diriku!"
Orang yang berwatak keras memang harus di-tundukkan dengan sikap yang lembut, apabila orang lain memandang hina atau menganiaya dia, sampai matipun anak muda ini tak sudi menyerah, tapi kalau orang lain baik kepadanya, hatinya jadi lemas dan pemuda ittipun tunduk seratus persen.
Paman Lui tersenyum, kembali ia berkata: "Kitab pusaka penggetar sukma ini adalah kitab paling aneh di dunia, mungkin karena usiamu yang masih muda belum pernah kaudengar kata2 ini, tapi kalau . . . . ai, kalau orang2 sebaya dengan aku yang mendengar nama tersebut, mereka pasti tahu bahwa kitab ini benar2 kitab yang paling aneh di kolong langit, dengan susah payah dan membuang tenaga dan pikiran aku berhasil mendapatkan kitab ini tapi aku sendiripun hampir mengalami kelumpuhan karena menyelami isi kitab pusaka tersebut!"
Ia berbenti sebentar, tiba2 kitab itu disodorkan pula ke depan Tian Pek dan ujarnya lagi: "Sekarang periksalah kitab ini sekali lagi, keanehan kitab in1 tidak terbatas sampai di sini saja."
Tapi Tian Pek lantas tunduk kepala, mata memandang ujung hidung, hidung menuju ke hati, ia tak berani memandang lagi barang sekejappun kitab itu-Paman Lui tersenyum menyaksikan kelakuan pemuda itu. ia tutup sebagian halaman kitab itu dengan tangannya, lalu berkata lagi: "Coba bacalah tulisan yang tercantum di dalam kitab ini!"
Tian Pek masih kuatir kalau terlihat lagi gambar saru itu, tapi iapun tahu kakek aneh itu tentu mempunyai maksud yang mendalam dengan perbuatannya, maka ia coba mengintip ke arah kitab itu dengan ragu2.
Apa yang dilihat sekarang tcrnvata hanya beberapa baris tulisan yang lembut dan rapi, tulisan itu berbunyi demikian:
'"Yang dimaksudkan gadis cantik adalah gadis yang punya bodi menarik, punya api asmara yang membara, punya keunikan dalam bercinta dan punya pengertian yang mendalam tentang pria, makin matang gadis itu dalam pergaulan makin menarik dalam pandangan pria ..."
Membaca sampai di sini, ia jadi heran, ia menengadah dan tak berani membaca lebih jauh, serunya: "Paman Lui, waktu kuraba tulisan itu dalam
kegelapan, agaknya tulisan tidak berbunyi begitu, kenapa sekarang yang kulihat sama sekali berbeda" Di manakah letak keanehannya "
"Coba pejamkan matamu dan rabalah sekali lagi?" kata paman Lui dengan muka berseri.
Hati Tian Pek tergerak, ia pejamkan mata dan segera meraba kitab itu. Ketika tonjolan huruf itu diikuti kembali dengan seksama, ternyata isinya sama seperti rahasia ilmu silat yang telah dipelajarinya itu, dengan tercengang matanya terbelalak lebar.
"Cianpwe, sebenarnya apa yang terjadi?" serunya.
Paman Lui tersenyum, aganya ia gembira sekali:
"Semula aku masih kuatir kalau engkau tak berhasil menemukan rahasia dibalik kitab ini, tak kusangka kau memang cerdik dan rahasia ini akhirnya dapat kau ketahui juga."
"Selama beberapa hari belakangan ini, tiap hari Wanpwe meraba tulisan tersebut, semua isi kitab ini telah kuapalkan di luar kepala."
"Sudah kau selami makna yang sebenarnya dari tulisan tersebut?" tanya paman Lui dengan dahi berkerut.
Tian Pek menghela napas panjang: "Ai, sayang bakatku jelek, kecerdasanku juga terbatas, apalagi isi kitab itu dalam sekali artinya, walaupun Wanpwe telah berusaha sekian hari, baru sebagian kecil saja yang bisa kuselami, harap Cianpwe bersedia memberi petunjuk kepadaku"
Paman Lui tidak langsung menjawab, ia menengadah memandang jauh ke sana lalu menghela napas panjang.
"Ai, segala sesuatu yang ada di dunia tak dapat dipaksakan, semua telah di atur oleh Yang Maha Kuasa, untung jerih payahku selama ini tidak sia2 belaka . . . . " bisiknya.
Ia duduk di pembaringan, lalu berkata lagi: "Kalau engkau telah menguasai seluruh makna pelajaran kitab ini dan mslatihnya dengan tekun, tak selang beberapa waktu mungkin akupun bukan tandinganmu lagi."
Tian Pek masih penasaran, ia berseru: "Locianpwe, kulihat isi kitap ini adalah pelajaran ilmu silat yang amat tinggi, kenapa nama kitab ini tak sedap didengar" Kukira si pembuat kitab ini bermaksud untuk mewariskan ilmu silatuya kepada angkatan yang akan datang, kenapa kitab itu malahan dilukisi dengan gambar perempuan bugil ....
Ai, apa ia tidak merasa perbuatnya itu keliru besar?"
Makin berbicara suaranya makin keras, ia melanjutkan kata2nya: "Kukira penulis kitab pusaka ini pasti bukan berasal dari kalangan yang baik, lebih baik Wanpwe tidak belajar saja!"
Tian Pek adalah pemuda keras kepala yang suka bicara blak2an, apa yang dipikir dalam hati langsung diutarakan tanpa tedeng aling2, dari sini dapat di nilai bahwa pemuda ini benar2 orang yang polos dan jujur.
Paman Lui tersenyum, ucapnya: "Sepintas lalu kitab ini memang kelihatan cabul dan menyesatkan, tapi dalam kenyataan pelajaran yang tercantum di dalamnya adalah
ajaran ilmu silat murni yang berasal dari pelbagai aliran, lagi perbuatannya itu bukan tidak disertai dengan maksud yang dalam"
Tian Pek mendengus, dia hendak membantah, tapi paman Lui telah melanjutkan kata2nya: "Berita yang tersiar di dunia persilatan mengenai asal-usul kitap ini beraneka ragam dan tak ada yang sama, tapi sesungguhnya kitab ini memang sudah berusia dua ratus tujuh puluhan tahun lamanya, pembuatnya adalah seorang jago aneh dari dunia persilatan yang bernama Ciah-gan-long-kun (pemuda tampan satu mata)."
"Siapa itu Ciah-gan-long-kun" Apakah dia meniang buta sebelah?" tanya Tian Pek.
Paman Lui tersenyum: "Meskipun Ciah-gan-long knu memakai julukan'Ciah-gan', tapi sebenarnya ia tidak bermata satu, sayang aku dilahirkan agak lambat sehingga tak dapat berjumpa sendiri dengan tokoh sakti tersebut, menurut berita yang tersiar di dunia Kangouw. bukan saja Ciah-gun-long kun berkepandaiin tinggi, iapun amat gemar mencampuri urusan orang, dapat menyelami perasaan sesamanya, simpatik dan pandai bergaul, banyak pertikaian yang terjadi di dunia persilatan dapat di-lerai olehnya, banyak pula kaum munafik yang ter-bongkar rahasia kemunafikannya oleh tokoh sakti ini."
"Kalau dia adalah seorang tokoh sakti, tak mungkin dibuatnya barang peninggalan yang porno begini, menurut pendapat Wanpwe, jangan2 iapun orang jahat yang pura2
baik, manusia munafik"'' sela Tian Pek dengan alis berkernyit.
Paman Lui tersenyum: "Kebaikan seseorang baru dapat ditentukan bilamana dia sudah membujur di dalam peti mati, lain halnya dengan tokoh tua ini, meskipun 'peti mati'
nya sudah lama di tutup, bahkan jenasahnya mungkin sudah menjadi abu, tapi ia tetap tak bisa 'tenang' karena terlalu banyak kejadian besar yang dilakukan selama hidupnya, kita tidak pedulikan apakah perbuatannya baik atau buruk, karena pandangan tiap manusia berbeda satu sama lainnya, tapi yang pasti kitab silat yang dia wariskan ini tak bisa disebut sebagai benda yang mendatangkan celaka!"
Tian Pek mengerut dahi, ia tidak puas dengan keterangan tersebut, kembali bantahnya: "Paman Lui, katamu tadi, entah sudah berapa banyak orang gagah dan pendekar besar di dunia yang mampus karena kitab pusaka ini, masa barang macam begini bukan barang yang mendatangkan celaka bagi umat manusia?"
"Sungguh tak kusangka pemuda seusia kau bisa keras kepala begini," omel paman Lui sambil tersenyum, "kau harus ingat, keras kepala boleh2 saja, tapi harus bisa membedakan mana yang benar dan mana yang keliru, hanya manusia keras kepala yang bisa membedakan salah dan benarlah baru dapat disebut seorang Kuncu, seorang lelaki sejati."
Ia berhenti sebentar, lalu melanjutkan: "Menurut apa yang kudengar, bukan saja Ciah-gan-long-kun tidak bermata satu, wajabnya boleh dibilang tampan sekali sehingga waktu itu merupakan pemuda tertampan di dunia persilatan, karena kegantengannya, maka sepanjang hidup entah berapa kali mesti dibikin pusing oleh masalah cinta, tapi untunglah ia berhati teguh bagaikan baja, maka perasaannya sama sekali tidak tergoyah oleh bujuk rayu wanita2 cantik."
Sekali lagi Tian Pek mendengus karena tak puas, pikirnya: "Kalau hatinya keras bagaikan baja, itu berarti dia
tak kenal perasaan, kalau seseorang tidak berperasaan lagi, pastilah orang itu bukan manusia baik2."
Ia sudab mempunyai pandangan sendiri terhadap tokoh sakti yang bernama "Ciah-gan-long-kun" ini, maka bagaimanapun paman Lui melukiskan kebolehan tokoh sakti itu, ia tetap tidak puas, tapi ia tak berani mengatakan sesuatu sebab ia tahu paman Lui adalah salah seorang pemuja tokoh sakti tersebut.
Sementara itu paman Lui telah melanjutkan
penuturannya: "Ketika mula2 Cianpwe itu berkelana di dunia persilatan, walau ilmu silatnya sangat tinggi, tapi belum mencapai puncaknya kesempurnaan, tentu saja orang2 yang dibongkar kemunafikannya jadi benci dan dendam, tapi karena banyak tokoh sakti jaman itu ikut membelanya, maka orang2 jahat itupun tak mampu bertindak apa2, rasa bencinya tak berani dilampiaskan apalagi membalas dendam, oleh sebab itu mereka lantas cari akal untuk memancing tokoh sakti ini melakukan suatu perbuatan terkutuk, kcmudian orang2 itu akan menggunakan alasan tersebut untuk menyingkirkan dia dari nmka bumi, siapa tahu .... haha . . . . " manusia aneh itu tergelak tertawa, terusnya: "Siapa tahu dia memang berhati keras bagaikan baja, bagaimanapun orang berusaha menjebaknya, memancing dengan wanita cantik, tak sebuah rencanapun yang mempan mempedayai dia."
Walaupun Tian Pek merasa tak puas, diam2 timbul juga rasa kagumnya setelah mendengar penuturan tersebut, pikirnya: "Kalau dalam kenyataan ia memang begitu hebat, dia tak malu disebut sebagai seorang lelaki sejati yang patut di-kagumi"
Paman Lui melanjutkan kembali penuturannya; "Suatu ketika tiba2 ia berhasil menemukan suatu rahasia ilmu silat.
maka berangkatlah tokoh sakti ini ke suatu tempat yang
terpencil guna mendalami ilmu silat yang ditemunya itu, sayang perhitungannya meleset, walaupun ia sudah cukup waspada, ia tetap dikhianati seorang sahabatnya yang paling karib karena temannya itu iri dengan kemampuannya, begitu tempat pengasingannya diketahui umum ber-bondong2lah para iblis meluruk ke situ, di antara kawanan pengacau itu ada seorang iblis wanita cantik jclita yang terhitung paling lihay, ia menggunakan ilmu Ni-li-mi-hun-tay-hoat (ilmu sakti perawan pcnbius sukma) uutuk mengacau ketenangan Ciak-gan-long-hun, akibatoya sebelum tenaga dalam yang dilatihnya mencapai kcsempurnaan, tokoh sakti itu telah tergoda"
"Sayang!" seru Tian Pek tanpa sadar, ia ikut menghela napas panjang.
"Kalau latihannya saja yang gagal masih mendingan,
"ujar paman Lui, "ketahuilah makin tinggi ilmu yang dilatih seseorang makin besar pu!a risikonya. Kalau seorang telah melatih ilmunya hingga mencapai tingkat yang tinggi, maka dia harus menjaga diri dengan baik, sekali pikiran bercabang, bukan saja akan mengalami kelumpuhan, jiwapun bisa meiayang."
Ia berhenti scbentar untuk ganti napas, lalu sambungnya:
"Begitulah, pada saat yang paling kritis dalam latihannya, tokoh sakti itu tergoda oleh wanita iblis tersebut hingga napsu berahinya berkobar, dalam keadaan demikian bukan saja hasil latihannya menjadi buyar, iapun mengalami kelumpuhan, seandainya Tiat-sim Tojin dari Bu-tong pay dan Ko-swi Sangjin dan Siau-lim si tidak datang tepat pada saatnya, andaikata jiwanya tidak melayang, paling sedikit dia akan jadi lumpuh dan tak bisa bergerak lagi untuk selamanya."
Walaupun peristiwa itu sudah berlangsung lama sekali, tak urung Tian Pek menarik napas lega. sambil mengusap
keringat yang membasahi jidatnya ia geleng kepala, katanya: "Wah, sungguh berbahaya!"
Paman Lui berkata pula dengan gegetun: "Ai, walaupun jiwanya tertolong dan ilmu silatnya dapat diselamatkan, sayang karena peristiwa itu dia tak mampu lagi memecahkan inti ilmu silat tingkat yang terakhtr hingga ikut terkubur ke liang kubur, tapi iapun tak rela memberikannnya begitu saja kepada generasi yang akan datang, karena itu dengan susah payah dibuatlah kitab aneh ini dan kitab pusaka ini disembunyikan disuatu tempat yang sangat rahasia dipuncak bukit Lo-hu-san, kepada dunia ia mengumumkan bahwa terdapat sejilid kitab pusaka yang maha sakti, barang siapa ingin memperolehnya harus dinilai dulu cukup kuatkah imannya . . . . "
Sampai di sini ia berpaling ke arah Tian Pek dan menambahkan: "Nah, apakah perbuatannya itu keliru?"
Tian Pek melengak, ia tunduk kepala dan bungkam.
Paman Lui lantas melanjutkan: "Setelah menyadari ilmu silatnya tak bisa maju lagi, tokoh sakti itu pun alihkan perhatiannya untuk mendalami ilmu membuat syair serta ilmu melukis, dasar bakatnya memang bagus dan otaknya encer, akhirnya diapun menjadi seorang pelukis kenamaan yang dikagumi, menurut kabar yang tersiar, semua lukisan yang tercantum dalam kitab aneh ini bukan saja merupakan hasil karyanya, orang yang digunakan sebagai model bukan lain adalah perempuan iblis yang telah menghancurkan hasil latihannya itu."
Dia ayun kitab itu ke atas dan melanjutkan: "Perempuan bugil yang kau lihat di dalam kitab ini bukan lain ialah wajah perempuan iblis tersebut, apakah tingkah laku wanita itu persis seperti apa yang tercantum di sini akupun kurang tahu, tapi yang pasti raut wajahnya memang persis sekali.
Ai, perempuan iblis itu memang cantik dan merangsang bati setiap orang, jangankan bertemu sendiri dengan orangnya, lukisan di dalam kitab inipun cukup menggoyahkan iman orang Ai, tak aneh kalau Ciah-gan-long-kun yang berhati sekeras baja akhirnya tergoda juga olehnya"
Ia menghela napas panjang dan menghentikan ceritanya.
Cerita yang menarik itu membuat Tian Pek berdiri melongo, se-akan2 tokoh yang disebut Ciah-gan long kun benar2 muncul di depan matanya.
Ia menunduk dan berpikir: "Lukisan dalam kitab ini sudah cukup bikin hatiku berdebar dan napsu berahi berkobar, dari sini dapat ditarik kesimpulan bukan saja Ciah-gan-long-kun adalah seorang tokoh sakti, perempuan iblis itupun terhitung seorang yang luar biasa!"
Lama sekali kedua orang membungkam, rupa-nya mereka sedang membayangkan kembali kejadian tersebut.
Kini Tian Pek sudah bertambah waspada, ketika angin berembus mengibarkan ujung bajunya ia menengadah dan bertanya: "Bagaimana nasib dari kitab ajaib itu selanjutnya"
Dan cara bagaimana bisa terjatuh ke tangan Locianpwe?"
Se-olah2 baru sadar dari lamunan, paman Lu, menjawab: "Walaupun Ciah-gan-long-kun telah memperingatkan kepada dunia agar mereka yang ber-iman rendah jangan ikut memperebutkan kitab tersebut, tapi dalam kenyataan siapa yang tidak terpikat ketika mengetahui bahwa isi kitab tersebut adalah pelajaran tenaga dalam tingkat tinggi" Tak sampai setengah tahun, para jago dari berbagai pelosok dunia telah berkumpul di puncak Lo-hu-san, semua orang bermaksud mendapatkan kitab pusaka itu.
Setahun telah dilewatkan tanpa terasa, setiap gua yang ada di sekitar Lo-hu-san, semua telah digeledah, akhirnya kitab pusaka yang diidamkan setiap umat persilatan ini berhasil ditemukan oleh dua orang murid dari perguruan Hoat-hoa-lam-cong."
Tian Pek mengerutkan dahinya dan menyela: "Setelah kitab itu ditemukan mereka, tentu yang akan kecewa tak akan biarkan kedua orang itu ber-lalu dengan mcmbawa kitab pusaka itu bukan" Dan lagi bagaimana keadaan mereka setelah melihat kitab tersebut . . " Seraya berkata ia tuding kitab yang berwarna-warni itu.
Paman Lui tersenyum: "Apa yang telah terjadi hanya sempat kudengar dari cerita orang tua jaman dulu, bagaimana keadaan yang sejelasnya aku kurang tahu, tapi ada satu hal yang kuketahui, kedua murid dari perguruan Hoat-hoa-lam cong ini juga jago silat yang tergolong top di dunia Kangouw."
Bicara sampai di sini, ia berhenti sebentar dan menghela napas panjang, kemudian melanjutkan: " Sejak kawanan jago persilatan berkumpul di Lo-hu san, secara diam2
mereka sudah saling bertikai dan saling membunuh, entah berapa banyak jago yang mampus sebelum pekerjaan pencarian dimulai, dua orang jago dari perguruan Hoat hoa-lam cong ini bisa lolos dari hukum rimba. kecerdasan otaknya harus dipuji."
"Benar! Pcrkataan Cianpwe memang tepat sekali," sahut Tian Pek sambil mengangguk, diam2 ia merasa kagum atas ketelitian serta ketenangan paman Lui dalam memecahkan persoalan. Tiba2 pikirannya tergerak pula.
"Paman Lui adalah seorang yang sangat cerdas, kenapa tempo hari ia pura2 sinting" Ai, sudah pasti iapun pernah
mengalami sesuatu yang luar biasa, maka wataknya berubah jadi begini. hal ini nanti perlu kutanyai dia"
Sementara itu paman Lui telab mengancungkan kitab pusaka itu sambil melanjutkan ceritanya: "Ketika buku ini ditemukan oleh dua orang itu. konon tersimpan dalam sebuah kotak kayu cendana yang sangat mungil dan indah, pada permukaan kotak kayu itu terukir delapan huruf So kut-siau-hun thian-hud pit-kip. dari sini pula lahirnya nama buku ini hingga sekarang. Ketika kitab pusaka ini ditemukan. kedua orang itu sama sekali tidak bersuara, diam2 kotak itu dibuka dan kitab pusakanya di ambil, mereka masukkan sejilid kitab ilmu pukulan 'Tay-kek-kun-hoat' ke dalam kotak, lalu mengembalikan kotak tadi ke tempat semula, setelah itu merekapun menggabungkan diri dengan rombongan lain dalam pencarian kitab ini, mereka berlagak tak pernah terjadi sesuatu, orang lain tentu saja tak tahu pula akan perbuatan mereka."
Tian Pek menghela napas panjang, selanya; "Kecerdasan otak kedua orang ini memang patut dipuji, tapi masa air muka merekapun tidak meng-unjukkan sesuatu
perubahan?"
"Kawanan jago persilatan yang berkumpul d1 Lo hu-san waktu itu rata2 adalah jago kawakan yang berkepandaian tinggi," ujar paman Lui sambil menganguk, "tentu saja jago2 lihay semacam mereka tak bisa dikibuli, sedikit saja mereka ber-dua menunjukkan gerak gerik yayg mencurigakan orang lain segera mengetahuinya."
"Sampai sekarang aku masih mengira perguruan Hoat hoa-lam-cong adalab suatu perguruan besar dari aliran suci, sungguh tak kusangka murid merekapun begitu licik,"
gumam Tian Pek.
Paman Lui tertawa: "Jangankan perguruan Hoat hoa lam cong, sekalipun daiam tubuh Bu-tong-pay atau Siau-lim pay juga terdapat anasir jahat dan sampah masyarakat!"
Tian Pek meaggeleng dan menghela napas, ia tak menyangka kalau kenyataan seringkali berbeda dengan apa yang diduganya semula.
"Di antara jago2 persilatan yang ikut naik gunung mencari pusaka itu ada sebagian yang mati terbunuh, ada yang pulang dengan kecewa, akhirnya hanya tinggal belasan orang saja tetap bertahan," tutur paman Lui, "di antaranya termasuk pula dua orang Hoat-hoa-lam-ciong tadi, mereka tetap membaurkan diri dengan jago2 lain tanpa mengunjuk sesuatu sikap yang mencurigakgn, suatu malam ketika musim dingin menjelang tiba, suasana di Lo-hu-san amat dingin dan sepi, semua orang sedang duduk menghangatkan badan di sekitar api unggun. tiba2
terdengar gelak tertawa latah berkumandang dari kejauhan, semua orang terperanjat dan memburu kesana.
Di tengah malam yang amat dingin itu salah seorang di antara dua anggota Hoat hoa-lam cong itu sedang bergelindingan dalam keadaan bugil dengan memegang kitab pusaka aneh ini."
Hati Tian Pek bergetar keras sehingga tanpa terasa dia menjerit kaget.
Paman Lui menghela napas, katanya: "Rupanya orang itu tak dapat menahan rasa ingin tahunya, setelah membawa kitab pusaka itu selama beberapa hari, malam itu dia berpikir apa salahnya kucuri lihat dulu isi kitab ini"
Ketika semua orang tidak menaruh perhatian, diam2 ia kabur ke sebuah gua dan meucuri baca kitab itu di bawah cahaya remang2.
Tapi sial baginya mendingan kalau dia tidak membaca begitu kitab itu dilihat, kontan jantungnya berdebar keras, napsu berahinya berkobar, apalagi usianya waktu itu masih muda, sebelum masuk perguruan Hoat hoa lam-cong dulunya dia seorang bandit, maka bisa dibayangkan bagaimana jadinya waktu itu, Ai, apalagi sudah ngebet setahun lebih di Lu hu-san yang terpencil, begitu berahinya memuncak, ia tak mampu menguasai diri lagi, orang itu jadi kalap dan ber-guling2 sendiri dalam keadaan bugil."
"Benarkah beberapa lembar lukisan cabul di dalam kitab itu bisa mendatangkan daya kekuatan sedahsyat itu?" seru Tian Pek terperanjat.
Paman Lui menghela napas panjang, katanya: "Karena belum seluruhnya isi kitab itu kaubaca, dengan sendirinya kau tidak tahu keajaibannya, menurut berita yang tersiar, katanya dalam lukisan kitab itu dibuat sesuai dengan pengaruh ilmu Ni li-mi-hun-toa hoat si iblis perempuan itu, terutama syair dalam kitab . . . , Ai, bayangkan saja! Kalau kitab ini tiada kekuatan yang dapat menggetar sukma, kenapa bisa membuat orang Hoat-hoa-lam-cong bergulingan begitu?"
Setelah berhenti sebentar, ia menutur lagi: "Melihat keadaan itu, murid perguruan Hoat-hoa-lam-cong yang lain jadi terperanjat, dengan gugup ia memburu maju dan merampas kitab itu tanpa memperhatikan mati hidup rekan seperguannya, karena perbuatannya itu timbul kecurigaan kawanan jago persilatan lainnya, mereka segera turun tangan dan membekuk kedua saudara seperguan itu, bahkan sebelumnya semua orang bersepakat tidak akan membuka kitab itu, akhirnya kitab pusaka itu ditaruh di bawah sebuah batu padas, dengan pelbagai cara yang keji kawanan jago silat itu menyiksa kedua orang Hoat-hoa lam-
cong agar mengaku, dalam keadaan tersiksa hebat akhirnya merekapun mengaku dengan sejujurnya!"
"Setelah mengetahui duduknya perkara, kedua orang itupun pasti tak akan lolos dari kematian!" ucap Tian Pek.
"Betul, bukan saja kedua orang itu menemui ajainya dalam keadaan mengerikan, bahkan korban yang berjatuhan sesudah peristiwa itu jauh lebih banyak lagi, suasana waktu itu jadi kacau-balau, menurut cerita, lima orang jago yang berdiri paling depan mampus seketika itu dihajar oleh orang2 yang berada di belakangnya, kemudian para jago yang lain tanpa membedakan kawan atau lawan lagi segera membacok dan membunuh secara ngawur, dalam waktu singkat mayat bergelimpangan di mana2, diantara sekian banyak jago lihay itu terdapat seorang yang bernama Ngo jiau-leng-bou (Rase licik bercakar lima), dia cerdik dan banyak akalnya, menyadari ilmu silatnya tidak memadai jika dibandingkan yang lain, diam2 ia kabur lebih dulu dari tempat kejadian, tapi ia tidak pergi terlalu jauh, hanya sembunyi di sekitar sana sambil mengikuti jalannya pertumpahan darah itu, ia saksikan betapa dahsyatnya pertarungan yang berlangsung, satu persatu tokoh silat yang hadir di situ menggeletak jadi mayat, akhirnya tinggal seorang murid dari Khong-tong pay yaug masih bertahan, sambil tertawa latah ia berhasil membereskan musuhnya yang terakhir, lalu ia menyingkirkan batu padas dan mengambil kitab pusaka itu, siapa tahu belum sampai kitab itu terpegang, sebuah bacokan golok bersarang lebih dulu dipunggungnya hingga nyawanya melayang, rupanya Ngo jiau leng hou tahu kalau jago Khong-tong pay itu sudah kehabisan tenaga, maka diam2 ia bacok orang itu sampai mampus dan kitab pusaka inipun terjatuh ke tangan Ngo jiau-leng-hou yang licik itu."
Bercerita sampai di sini, paman Lui mengembuskan napas dan berhenti berkata.
Tian Pek merasakan sekujur badannya gemetar keras karena emosi, mimpipun ia tak menyangka begitu kejam dan kejinya dunia persilatan, iapun tak mengira begitu banyak nanusia berhati binatang yang berkeliaran di dunia ini, hawa marah yang berkobar dalam dadanya sukar dibendung lagi.
Tiba2 ia himpun hawa murninya dan menyambar kitab tersebut, kemudian dibetotnya dan hendak di-robek2nya kitab putaka itu.
"Tunggu sebentar!" cepat paman Lui berteriak dengan cemas.
Mendadak bayangan orang berkelebat, sesosok tubuh manusia telah muncul di mulut gua.
Tian Pek berpaling. ia melengak setelah mengetahui siapa yang datang ini.
Kiranya orang yang datang ini adalah si nona baju hitam yang pernah muncul di kamar Leng-hong Kongcu itu.
Sekilas rasa tak senang menghiasi wajah paman Lui, dengan dahi berkerut ia menegur: "Ada apa?"
Gadis baju hitam itu mengerling sekejap ke arah Tian Pek, kemudian menjawab ketus: "Tete (adik lelaki) dan Moay-moay (adik perempuan) telah saling bertempur!"
"Kenapa tidak kaulerai?" seru paman Lui dengan kuatir.
"Aku tak mampu mengurus!" jawab si nona baju hitam dengan nada yang tetap ketus.
Paman Lui mendengus, ia tidak percaya dengan ucapan dara itu. "Lalu di manakah ibumu?"
"Apalagi ibu, masa dia mau menuruti perkataannya!"
"Di mana ayahmu" dan mana orang yang lain?" seru paman Lui tak senang hati. "Masa urusan yang terjadi di rumahmu harus aku yang menyelesaikannya?"
"Habis orang lain tak sanggup mengurus!"
Menyaksikan itu Tian Pek merasa heran, dia lihat paman Lui agak cemas, tapi ucapan nona baju hitam itu tetap dingin dan ketus, se-akan2 urusan itu sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan dia, padahal mereka adalah saudara sekandung.
Tian Pek amat menguatirkan keselamatan Wan-ji, nona yang lincah dan polos itu, apakah anak dara itu bertempur dengan kakaknya yang jumawa itu lantaran membela dirinya"
"Baik, akan kutengok kesana," akhirnya paman Lui berseru setelah tertegun sejenak, rupanya ia menguatirkan keselamatan Wan-ji, lalu kepada Tian Pek ia berpesan:
"Tunggu aku di sini!"
Diam2 ia memberi tanda agar kitab So kut siau hud pit-kip itu disimpan, kemudian sekali enjot tubuh ia berlalu dari gua itu.
Sepeninggalnya paman Lui, nona baju hitam itu tidak ikut pergi, ia malahan masuk ke gua dan bersandar di dinding, sepasang matanya yang bening menatap wajah Tian Pek tanpa berkedip.
Cahaya terang yang memancar masuk dari luar tepat menyoroti raut wajahnya, meski bibir dan hidungnya tertutup oleh kain cadar yang tipis, namun matanya yang jeli dan bening kelihatan sangat indah dan mempesona.
"Nona, silakan masuk dan duduk" kata Tian Pek, ia merasa jengah ditatap orang selekat itu.
Tapi segera ia ingat bahwa dia adalah seorang jejaka, tidaklah pantas untuk mengundang seorang gadis muda masuk ke gua dan duduk berduaan, ia menjadi kikuk, ia hendak garuk kepala dan ingin meraba hidung, konyolnya tangannya tak sempat digunakan karena memegangi kitab tadi.
"Barang apa yang kau pegang" Boleh kulihat?" gadis ba)u hitam itu menegur sambil memandang kitab pusaka itu.
Tian Pek makin panik, apalagi teringat isi kitab itu hanya lukisan gadis2 dalam keadaan bugil, masa kitab cabul semacam itu boleh diperlihatkan kepada seorang gadis"
Ccpat2 kitab itu ia masukkan ke dalam
saku dan menjawab dengan tergagap: "Oo, tidak ..tidak ada apa2nya "
"Kenapa kau sembunyikan?" seru si nona sambil mengerling sekejap. "Aku kan cuma minta lihat sebentar saja lalu akan kukembalikan lagi padamu, masa tidak boleh?"
"Nona kitab ini tidak. .... tidak pantas nona lihat " seru Tian Pek dengan tergagap.
Pembawaan Tian Pek sebenarnya angkuh. selama belasan tahun pemuda ini bidup sengsara dan penuh penderitaan, ia paling takut dipandang hina orang, ucapan dara baju hitam itu sangat menusuk perasaan hatinya, andaikata yang dihadapi sekarang adalah orang lain, matipun barang itu pasti takkan diperlihatkan, tapi kitab pusaka itu berisi gambar porno, betapapun ia tak berani diperlihatkan kepada si nona baju hitam.
Nona baju hitam itu mendengus, ujarnya ketus: "Hm, aku tak pernah memobon kepada orang lain, tak kusangka permohonanku yang pertama kali telah kau tolak mentah2.
Tentu kau masih ingat, jiwamu telah kutolong" Dengan dasar itu, engkau harus per-lihatkan kitab itu kepadaku!"
Dengan langkah yang lemah gemulai nona baju hitam itu menghampiri Tian Pek, kemudian sambil
mengangsurkan tangan ia berseru: "Hayo, serahkan!"
Tian Pek mengendus bau harum yang memabukkan dari tubuh dara itu, tatapan matanya yang tajam membuat hatinya berdebar keras, sambil mundur ke belakang, serunya tergagap: "Nona..jangan kau lihat kiiab ini!
Dara baju hitam itu makin mendongkol karena Tian Pek tidak memberi muka kepadanya, mcndadak ia menubruk maju secepat kilat, dua jari tangan kirinya bergerak menusuk mata Tian Pek, tangan kanannya dengan jurus Yap-te-tau-tho (mencuri buah Tho dari bawah daun) terus hendak rampas kitab pusaka itu.
Serangan ini dilancarkan sangat mendadak serta memakai jurus yang ampuh, dalam keadaan tak siap Tian Pek hanya merasakan pandangan matanya jadi kabur dan tahu2 desiran angin sudah tiba di depan mata.
Dalam keadaan begitu, Tian Pek tak bisa berbuat lain kecuali menghadapi serangan itu sedapat mungkin, secara naluri kitab yang terpegang di tangan kanan ia ketuk jalan darah" kwan-goan" di pergelangan si gadis, sedang telapak tangan kirinya menabas ke bawah dan dengan tepat mematahkan serangan si nona.
Kepandaian dara baju hitam ini terhitung kelas satu di dunia pcrsilatan, jarang sekali ada orang yang mampu menandingi dia, bila Tian Pek sebelum masuk gua, niscaya ia tak mampu menghindari jurus serangannya.
Tapi Tian Pek sekarang bukan lagi Tian Pek dahulu, sejak mempelajari ilmu sakti yang tercantum daiam kitab pusaka So-kut-liau-hun-thiau-hud pit-kip, kepandaiannya sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat, serangan balasan yang dilancarkan seketika memaksa si dara baju hitam membatalkan serangannya dan terpaksa harus menyelamatkan diri lebih dulu.
Namun apapun juga ilmu silat si dara baju hitam itu memang jauh lebih tinggi dari pada Tian Pek, pula meski tenaga dalam yang dimiliki pemuda itu mengalami kemajuan yang pesat, namun ia sendiri tidak menyadari hal itu, dengan sendirinya kehebatannya belum scmpat digunakan semaksimal mungkin.
Setelah berhasil memaksa gadis itu batalkan serangannva, Tian Pek berdiri tertegun, saat itulah tangan kiri si nona kembali menyambar tiba pula, tahu2 kitab pusaka Thian-hud-pit-kip itu telah ber-pindah tangan.
Tian Pek terkejut, sebelum ia sempat berbuat sesuetu, sambil membawa kitab tadi si dara baju hitam itu sudah melayang keluar gua.
"Aku ingin tahu buku pusaka apakah ini" "omelnya
"Masa begini berharga, dilihat saja tak boleh "
Dengan langkah yang lemah gemulai dara baju hitam itu berjalan keluar gua, menyusul ia lantas mcmbuka lembaran kitab tadi.
"Nona, jangan dilihat! "teriak Tian Pek gelisah sambil memburu keluar gua.
"Cis! "dara baju hitam itu menutup kembali kitab itu setelah melirik sekejap isi buku itu, dengan muka merah padam karena malu, serunya: "Buku busuk begini juga kau lihat! Ini, terimalah kembali."
Gadis itu putar badan sambil lemparkan kitab tadi ke dalam gua.
Siapa tahu Tian Pek kebetulan sedang mengejar keluar, tak bisa dihindari lagi kedua orang itu saling menumbuk satu sama lain, keduanya sama menjent kaget.
Dada nona itu tertumpuk Tian Pek, ia merasa dadanya jadi kesemutan dan badan lemas separoh, selama hidup kejadian ini belum pernab dialaminya, apalagi dia memang seorang perawan yang masih suci.
Walaupun tumbukan itu tidak terasa sakit, tapi cukup membuat dara itu kaget bereampur malu, jantungnya ber debar2 dan mukanya merah, ia berdiri melenggong, setaat lamauya tak mampu bersuara.
Tian Pek sendiri merasakan dadanya bangat seperti menumbuk daging lunak, terguncang juga hatinya, cepat ia menyurut mundur tiga langkah-Ketika ia menengadah, dilihatnya gadis itu sedang berdiri dengan muka merah, matanya yang bening menatap wajahnya tak berkedip, sepertinya mau marah tapi tak bisa.
mau menegur juga kikuk.
"Oo, maaf nona, aku . ... aku tidak sengaja!" cepat Tian Pek memberi hormat, kemudian ia pungut kembali kitab pusaka yang tergeletak di atas tanah.
Belum lagi ia berdiri, tiba2 dari samping berkumandang suara orang mendengus,
Tian Pek terkesiap, cepat ia berpaling ke belakang.
Apa yang dilihatnya membuat pemuda itu terperanjat, entah sejak kapan belasan orang telah berdiri berjajar di tanah lapang di luar gua itu.
Orang yang berdiri paling depan adalah seorang pemuda tampan berjubah biru, walaupun ganteng tapi wajabnya dingin menyeramkan.
Sekilas pandang Tian Pek kenal orang ini adalah Lenghong Kongcu yang hendak melemparkannya keluar kamar itu.
Di belakang Leng hong Kongcu berdiri delapan orang pria kekar bersenjata, dengan sorot mata bengis mereka sedang melototi Tian Pek.
Ditatapnya kedelapan orang itu dengan tenang. Tian Pek kenal dua di antaranya adalah Tan Cing dan Tan Peng yang pernah membacoknya di hutan tempo hari, yang lain rasanya pernah dijumpai di kamar tidur Leng hong Kongcu.
Di sebelah kanan pemuda jumawa itu berdiri pula seorang Tosu buta, jubah berwarna abu2, pipi kempot mulutnya runcing seperti paruh burung, biji matanya yang hanya kelihatan tinggal putihnya mengerling ke sana kemari hingga mendatangkan rasa ngeri bagi yang memandangnya.
Di samping imam buta itu berdiri lagi seorang pelajar berusia setengah baya, sikapnya latah dan jumawa sekali.
Sebelah kiri Leng-hong Kongcu berdiri pula dua orang, yang satu adalah kakek gundul berlengan satu, mukanya pucat ke-hijau2an, sedang yang lain adalah seorang pria berdandan perlente, gayanya persis seperti saudagar kaya raya.
Meskipun dandanan keempat orang itu ber-aneka ragam, namun pelipis mereka menonjol tinggi kecuali imam buta, rata2 sinar matanya amat tajam, dari sini dapat diketahui mereka adalah jago2 persilatan kelas wahid.
"Apa yang dikehendaki Leng hong Kongcu?" pikiran ini terlintas dalam benak Tian Pek, "mau apa dia bawa jago sebanyak ini meluruk kemari?"
Namun si anak muda itu tetap membungkam, dia cuma memandang lawannya salu persatu.
Sementara itu si gadis berbaju hitam itu telah mendengus: "Hm, setelah menganiaya adik. sekarang mau cari gara2 dengan Taci?"
Leng hong Kongcu mengerut kening, ia tidak gubris sindiran orang, dengan sikap yang angkuh dia berpaling pada Tian Pak dan menegur: "Kukira penyakitmu telah sembuh bukan?"
"Terima kasih atas perbatianmu, penyakitku memang sudah sembuh!" jawab Tian Pek.
"Ada pesan terakhir yang hendak kau tinggalkan?" ejek Leng-hong Kongcu sambil mencibir sinis.
Tian Pek tertegun, untuk sesaat ia tak mampu menjawab.
"Hm! Kenapa mesti pura2 bodoh" Atau kau takut?" ejek Leng-hong Kongcu lebih jauh. "Masih ingat bukan apa yang kaukatakan waktu berada di kamarku?"
Setelah di desak berulang kali, habislah kesabaran Tian Pek, iapun naik pitam dan nekat, serunya dengan sama angkuhnya: "Aku tak pernah mengenal arti kata takut, akupun tak tahu apa yang Kongcu maksudkan!"
Belum lagi Leng-hong Kongcu menjawab, sastrawan latah yang berdiri di sisinya telah bergelak tertawa, suaranya keras memekik telinga, dari sini dapat diketahui betapa sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki orang ini.
"Bocah ingusan yang masih berbau pupuk, sikapmu terlalu angkuh dan kurang ajar, siapa suruh kau bersikap tak
sopan terhadap Kongcu" Hm! rupanya kau sudah bosan hidup."
Diam2 Tian Pek merasa ngeri. tapi pembawaannya memang tidak mudah tunduk begitu saja, walaupun sadar bukan tandingan orang, ia tidak menjadi gentar, sambil mengerahkan hawa murninya ia tetap berdiri tegak.
Sebelum pria latah itu bertindak. dua orang kekar yang berdiri di belakang Leng-hong Kongcu mendadak tampil ke depan, setelah menjura kata mereka: "Kongcuya, untuk membunuh ayam kenapa mesti pakai pisau pemotong kerbau" biarkan hamba berdua yang membekuk batang leher keparat ini!"
Kedua orang ini tak lain tak bukan adalah Tan Cing serta Tan Peng yang pernah membacok si anak muda di hutan itu.
Tentu saja Tian Pek gusar, pikirnya: "Budak anjing yang tak tahu diri, dianggapnya aku mudah dianiaya" Berani kau pandang hina diriku ..."
Dengan angkuh Leng-hong Kongcu memandang kedua orang itu sekejap, lalu berkata: "Tangkap hidup2, jangan dibunuh!"
Tian Pek semakin gusar mendengar ucapan ini, darah dalam dadanya bergolak dengan hebatnya.
Dalam pada itu Tan Cing dan Tan Peng telah
mengiakan, mereka menjura pula pada pria latah tadi sambil berkata: "Jiya, untuk membekuk seorang keroco begini, tak perlu engkau turun tangan sendiri, biarkan hamba bekuk batang lehernya!"
"Hahaha! Bagus, bagus!" seru pria latah itu sambil tergelak. "Kalau begitu seorang saja yang maju, buat apa kalian maju berdua?"
Hawa amarah berkobar dalam dada Tian Pek, pikirnya:
''Mereka sama memandang hina padaku, aku harus bunuh satu-dua orang di antaranya untuk melampiaskan rasa dongkolku dan supaya mereka tahu rasa."
Tian Pek sudah kenyang dihina dan hidup menderita, betapapun ia pantang menyerah, apalagi setelah dihina di depan orang banyak, timbul niatnya untuk beradu jiwa.
Diam2 hawa murninya dikerahkan sepenuhnya, tapi mulut tetap membungkam, ia telah memutus-kan, siapa saja yang maju segera akan dihantamnya dengan sebuah pukulan yang mematikan.
Sementara itu Tan Cing dan Tan Peng jadi malu maju bersama setelah mendengar perkataan pria latah tadi.
"Kalau begitu, biar aku saja yang bekuk cecunguk ini!"
seru Tan Cing kemudian sambil lolos goloknya.
Sekali lompat, Tan Cing sudah berdiri di depan Tian Pek, ia tuding pemuda itu dengan ujung goloknya, lalu menghardik: "Bocah edan, " cabut senjatamu!"
Rasa gusar Tian Pek sukar dikendalikan lagi terutama melihat sikap kurangajar orang, ia menjengek: "Untuk melayani budak anjing macam kau. lebih baik Siauya layani dengan bertangan kosong saja daripada mengotori senjataku!"
Padahal pedang hijau mestikanya telah hilang di tangan An-lok Kongcu. sekalipun dia ingin pakai senjata juga tak ada, tentu saja untuk menghadapapi Tan Cing yang jumawa itu ia tak sudi pakai senjata, ia sengaja bersikap terlebih angkuh untuk meremehkan budak itu.
Semua orang sama2 mendongkol juga mendengar perkataan Tian Pek itu, terutama Tan Cing, dengan
menyeringai segera ia membentak: "Bocah takabur, lihat serangan!"
Sewaktu berada di hutan tempo hari Tan Cing pernah merasakan kelihayan pukulan Tian Pek, waktu itu dengan tiga lawan satupun mereka tak mampu menang, apalagi sekarang satu lawan satu, tentu saja ia menyadari tak mampu menandingi pemuda itu.
Karenanya walaupun Tian Pek mengejek dengan kata2
sinis. ia tak berani melayaninya dengan bertangan kosong.
Setelah membentak tadi dia putar goloknya terus hendak menyerang.
"Tahan!" tiba2 si nona baju hitam tadi membentak nyaring. "Tan Cing, kau tahu malu tidak" Orang lain bertangan kosong" Masa kau hendak layani dia dengan bersenjata?"
Tan Cing tertegun, mukanya merah dan sesaat lamanya dia berdiri kesima dengan serba salah.
"Kau tak perlu ikut campur urusan ini!" seru Leng hong Kongcu cepat. "Sudah untung bagimu bila aku tidak mengatakan apa2 tentang perbuatanmu mengadakan pertemuan gelap dengan pemuda asing di sini, masa sekarang kau malah berani ikut campur urusanku?"
Dara baju hitam itu sangat mendongkol, sekujur badannya gemetar karena keki, sambil menuding adiknya dengan gemetar teriaknya keras2: "Kau .... kau . . . . " "
Sampai lama ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Leng-hong Kongcu mendengus, ia tidak menggubris encinya lagi, bentaknya. "Tan Cing. hajar bocah itu!"
Waktu itu Tan Cing sedang merasa serba salah, mendengar perintah dari majikannya, segera ia putar golok dan membacok batok kepala Tian Pek.
Sedari tadi Tian Pek sudah siap sedia, melihat datangnya serangan, ia mengegos ke samping, berbareng dengan jurus
"lek-pi-hoa san (menggugurkan bukit Hoa san) dia balas hajar dada Tan Cing.
"Duuk!" pukulan keras itu bersarang telak di dada lawan tersebut.
Tan Cing menjerit kesakitan, bagaikan terhantam martil, tubuhnya mencelat dan terbanting. Darah segar berhamburan dari mulutnya dan terbanglah nyawanya.
Selagi semua orang kaget tercampur heran, kembali terdengar suara benturan keras.


Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiranya Tan Peng menjadi nekat demi menyaksikan kakaknya mati dalam keadaan mengerikan, ia langsung menubruk maju dan membacok punggung anak muda itu.
Merasa desiran angin tajam menyerang dari belakang, Tian Pek tahu ada orang sedang menyergap, ia jadi gusar, tanpa berkelit ia putar badan sambil menampar ke belakang dengan jurus To ta-kim-ciong (memukul balik genta emas), dia gampar pelipis Tan Peng dengan keras. Tidak sempat menjerit lagi. Tan Peng mencelat dan menyusul kakaknya ke alam baka.
Kalau diceritakan sangat lambat, tapi kejadian itu berlangsung dalam waktu singkat, secara beruntun Tian Pek telah membereskan dua pengawal istana keluarga Buyung yang disegani orang.
Berbicara sesungguhnya, meskipun Tan Cing dan Tan Peng hanya dua orang pengawal keluarga Buyung, ilmu silat mereka tidak lemah, jangankan cuma satu gebrakan, untuk merobohkan mereka dalam dua-tiga gebrakan juga sulit.
Tapi kini hanya satu gebrakan saja Tian Pek telah membinasakan mereka, bukan saja Leng-hong Kongcu jadi melengak, kawanan jago lainpun sama tertegun dan mengunjuk rasa kaget.
Sambil menatap Tian Pek dengan mata melotot, pikir mereka di dalam hati: "Sungguh tak nyana pemuda ini mempunyai kepandaian yang begini tangguh dan luar biasa!"
Padahal Tian Pek sendiripun diam2 merasa kaget dan heran, batinnya: "Tempo hari ketika mereka hendak membunuh aku di hutan sana, kepandaianku hanya berada dalam keadaan seimbang dengan mereka, tapi sekarang, kenapa ilmu silat mereka jadi tak becus" Sekali tonjok saja mereka sudah keok semua" Aneh, sungguh aneh!"
Kalau ilmu silatnya tidak maju pesat dan lihay, kitab pusaka So-kut-siau-hun-thian-hud-pit-kip itu tentu tukkan dinamakan kitab paling aneh dikolong langit ini, walaupun Tian Pek baru belajar belasan hari lamanya, namun tenaga dalam yang diimilikinya telah mendapat kemajuan dan mencapai tingkatan tinggi. Apalagi serangannya tadi mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya. tentu saja Tan Cing dan Tan Peng tak tahan.
Air muka Leng hong Kongcu berubah hebat setelah melihat Tian Pek membunuh dua orang anak buahnya, ia melotot penuh kegusaran.
Tapi sebelum pemuda itu tampil ke depan, pria setengah baya tadi sudah bergelak tertawa dengan latahnya, gelak tertawa itu keras menusuk pendengaran dan mendengung tiada hentinya di angkasa, membuat jantung orang yang mendengar berdebar keras
"Anak muda!" seru pria latah itu dengan mendelik. "Kau cukup angkuh dan takabur, berani membunuh dua orang centeng keluarga Buyung dihadapan
Kongcu, hm, nyalimu harus dipuji "
Setelah membinasaksn kedua orang tadi, sebeharnya Tian Pek merasa agak menyesal, tapi begitu ditegur hawa amarahnya kembali berkobar, dengan gagah sahutnya: 'Aku tak peduli siapa mereka, barang siapa berani menghina aku, terpaksa kubela diri dengan mempertaruhkan nyawa!"
"Bocah takabur, kau tahu siapakah aku?" hardik pria latah itu dengan sorot mata berkilat.
"Maaf, aku tak tahu siapa kau!" sahut Tian Pek.
"Thian ya ong seng (manusia latah dari ujung langit)!
Pernah kau dengar nama ini" Thian-ya-ong-seng Tio Kiu-ciu ialah diriku ini, akulah manusia latah dari ujung langit, Tio Kiu-ciu. Dalam tiga jurus, Cukup tiga jurus saja, akan kucabut nyawa anjingmu!"
"Kalau aku tidak mati dalam tiga jurus" Apa yang akan kau lakukan lagi?" ejek Tian Pek, meski dia tahu ilmu silatnya bukan tandingan lawan, namun ia tak sudi menyerah begitu saja.
Pemuda ini pernah mendengar cerita tentang tokoh aneh ini, menurut cerita, manusia latah dari ujung langit ini berasal dari perguruan Tiang pek-pay, baru tiga tahun ia belajar silat, semua jago lihay seperguruannya telah dikalahkan, bahkan guru-nya sendiripun harus menelan kekalahan di tangannya.
Karena merasa tiada yang bisa diperoleh lagi, dia lantas tinggalkan perguruannya dan berkelana di dunia persilatan, kepada khalayak ramai dia berkata, barang siapa bisa
mengalahkan dia, maka dia akan mengangkat orang itu sebagai gurunya.
Ia memang berbakat bugus, semua aliran ilmu silat yang pernah dilihatnya takkan terlupa lagi dalam ingatannya, malahan dalam waktu singkat ia mampu menciptakan jurus balasan untuk mematahkan serangan lawan.
Dengan kemampuan yang luar biasa itulah, moski dalam lima tahun terakhir ini sudab banyak jago lihay yang menantang dia berduel, namun tak seorangpun di antara mereka yang mampu menandingi kelihayannya.
Karena sudah kehabisan musuh, berangkatlah tokoh latah ini ke Siong-san untuk melabrak barisan Lo-han-tin yang termashur di Siau-lim-si, kemudian melabrak pula Butong-sam-cu, tiga tokoh terlihay dan Bu-tong-pay, semua itu dapat dilakukan dengan lancar dan mundur dengan selamat,
Karena perbuatannya ini, nama besar Manusia latah dari ujung langit semakin terkenal dan menggetarkan dunia Kangouw.
Akhirnya entah karena apa, mendadak jejak jago latah ini lenyap tak berbekas. Dan sungguh tak nyana puluhan tahun kemudian, Thian-ya-ongseng kembali muncul didepan umum, bahkan telah mengabdi pula pada keluarga Buyung yang tersohor, bagi orang yang kenal watak kelatahanoya, hal ini sungguh sangat mencengangkan sekali.
Begitulah Manusia latah dari ujung langit Tio Kiu-ciu telah mengebaskan ujung bajunya sambil berkata: "Kalau dalam tiga jurus aku tak mampu merobohkan kau, julukanku segera kuhadiahkan kepadamu. Nah. bocah temberang, ber-siap2lah untuk menerima kematian?"
Tian Pek sendiri sudah dibikin gusar oleh kelatahan orang, dengan dahi berkerut ia menjawab: "Sejak tadi aku sudah siap, hayo seranglah?"
"Bagus, sambutlah serangan yang pertama!"
Bagai sambaran kilat cepatnya, Tio Kiu-ciu berputar setengah lingkaran, lengan kirinya tertekuk, dengan menggunakan sikutnya dia tutuk Sam-yang-hiat dan Hun-swi-hiat di dada Tian Pek, sementara telapak tangan kanannya berputar di udara dan melepaskan satu pukulan dahsyat ke batok kepala musuh.
Tian Pek terkejut, selama hidup belum pernah ia hadapi jurus serangan seaneh dan sehebat ini.
Karena tak kenal jurus serangan lawan, pemuda itu tak berani menyerang secara gegabah, terpaksa dengan langkah Gua-be-kim-sau (naik
melintas bukit emas) ia mengegos ke samping.
Ketika Tian Pek menghindar ke samping, kebetulan sebelah kakinya tersangkut oleh sepotong batu bulat hingga tergelincir, tubuhnya segara roboh terjengkang.
"Jurus kedua!" bentak si Manusia latah dari ujung langit.
Serangan kedua ini jauh lebih aneh dan dahsyat, tubuhnya meluncur ke depan dengan gerak mendatar, ibaratnya seekor capung sedang menutul permukaan air, tanpa memandang lawan tangannya menabas dengan dahsyat.
Angin pukulan mendesing tajam di udara-
"Krak!" sebatang pohon cemara kecil tertabas kutung bagaikan terbacok golok tajam dan seketika tumbang.
Walaupun serangan itu dahsyat, namun Tian Pek sana sekali tak terluka, karena saat itu kebetulan dia jatuh tergelincir, hal ini justeru menyelamatkan dia dan serangan maut manusia latah itu.
Ucapan manusia latah dari ujung langit memang bukan bualan belaka, jurus serangan yang diancarkannya bukan saja cepat bahkan lihay luar biasa, jangankan Tian Pek yang masih hijau, sekalipun tokoh kelas satu dari dunia persilatan pun belum tentu sanggup menghindarinya.
Bayangkan saja, batang pohon Siong saja tertabas kutung, apalagi tubuh manusia yang terdiri dari darah-daging.
Tapi nasib Tian Pek memang lagi mujur, di-saat yang kritis tadi ia tersangkut batu dan tergelincir, sehingga serangan maut musuhnya bisa di-elakkan dengan aneh dan lucu.
Rupanya dalam serangan yang pertama tadi, Manusia latah dari ujung langit To Kiu-ciu telah memperhitungkan kemana Tian Pek akan berkelit, maka tanpa memandang lebih jauh jurus kedua dilepaskan secepat kilat, andai kata Tian Pek tidak tergelincir jatuh, sulitlah baginya untuk mnghindarkan diri.
Terkesiap juga minusia latah itu setelah menyaksikan dua serangannya mengenai sasaran yang kosong, ia terperanjat dan berdiri tertegun, jago lihay ini tak menduga kalau jatuhnya Tian Pek karena terpeleset, dia megira anak muda itu telah menggunakan gerak tubuh yang sakti untuk menghindarkan dua jurus serangan mautnya.
Akan tetapi setelah diamatinya posisi jatuh pemuda itu, mendadak manusia latah itu tertawa ter-bahak2 karena geli, bentaknya: "Eh anak muda, hayo, cepat merangkak bangun!" " Telapak tangannya kembali diayun ke depan.
Tian Pek terperanjat, ia merasakan desiran angin keras.
ia mengira serangan ketiga dari musuh telah dilancarkan, dalam gugupnya buru2 ia gunakan gerakan "keledai malas bergulingan", ia menggelinding jauh ke sana, baru kemudian meloncat bangun.
"Hahaha! Anak muda, tak usah gugup, seranganku yang ketika belum lagi kulancarkan!" ejek manusia latah dari ujung langit sambil ter-bahak2 lalu selangkah demi selangkah ia menghampiri anak muda itu.
"Paman Tio, kau curang!" tiba2 si nona baju hitam berseru. "Sebagai tokoh kenamaan dunia per-silatan, ucapanmu bisa dipercaya atau tidak?"
"Setiap patah kata yaug kuucapkan tak pernah kuingkari, kalau aku suka main curang dan ingkar janji, tak nanti aku dapat hidup tenteram dan terhormat selama sepuluh tahun di tengah keluarga Buyung kalian. Nona Hong, betul tidak ucapanku ini?"
Sekalipun sedang berbicara, manusia latah itu tidak menghentikan langkahnya, setindek demi setindak ia menghampiri Tian Pek.
Dara berbaju hitam itu kembali mendengus: "Hm.
bukankah paman Tio akan membunuh dia dalam tiga jurus"
Kini tiga jurus sudah lewat, kenapa kau masih hendak menyerang lagi?"
Manusia latah dan ujung langit ini segera ber-henti, ia berpaling dan menatap dara itu dengan tercengang. "Siapa bilang aku sudah melancarkan tiga jurus serangan?" serunya penasaran. "Semua orang menyaksikan kalau aku baru melepaskan dua kali pukulan saja!"
"Paman Tio, bukankah jurus pertama kau menyerang dengan gerakan 'menyumbat sungai membuat bendungan'"
Lalu dalam serangan yang kedua
memakai jurus 'membendung Sungai memutuskan aliran'?"
"Benar, lalu apa jurus seranganku yang ketiga?"
Di luar ia berkata begitu, dalam hati diam2 manusia latah ini memuji kecerdasan nona baju hitam ini, ia tak menyangka jurus serangan Tui-hong-ki-beng-ciang (ilmu pukulan gerak aneh pengejar angin) yang diciptakannya dapat dikenali oleh-nya.
Tapi tokoh ini yakin kalau dia baru menyerang sebanyak dua jurus, pikirnya: "Hm! Sekalipun kau budak setan ini amat ccrdik, aku yakin kau takkan mampu membuktikan bahwa aku sudah menyerang tiga kali!"
Dara baju hitam itu mengerling, lalu berkata: "Sewaktu dia berkelit ke samping tadi, paman Tio telah melancarkan serangan yang ketiga!"
Manusaia latah dari ujung langit itu mendengus: "Hra!
Aku tak pernah menghajar orang yang sudah roboh di tanah, gerak tanganku tadi hanya memerintahkan kepadanya untuk bangkit, masa gerak itupun kau anggap scbagai jurus serangan?"
"Hah, bukankah itu jurus Long-ki-lm-sah (damparan ombak menghanyutkan pasir), suatu jurus serangan mematikan, kalau pemuda itu tidak menghindar dengan cekatan, niscaya ia sudah menemui ajalnya!" kata si nona.
Mendengar keterangan itu, Manusia latah dan ujung langit jadi teitegun.
Kiranya di antara ilmu pukulan Tui-hong ki~ heng ciang yang diciptakannya itu memang benar terdapat jurus yang bernama "Long-ki liu sah", gerak tangannya yang dilakukan tadi memang sangat mirip dengan gerak serangan tersebut, tapi ia tidak menggunakan dengan maksud menyerang, sebab kalau jago sakti ini mau menyerang sungguhan, niscaya Tian Pek sudah mati sejak tadi.
Walau begitu, Manusia latah dari ujung langit ini tak bisa membantah tuduhan si nona, sekalipun ia hendak membantah namun pada kenyataannya memang begitulah, terpaksa sambil menggeleng kepala ia berkata dengan sedih:
"Ah, baik! Anggaplah paman Tio kali ini telah kecundang, tapi kau harus tahu, nona Hong, aku tidak kecundang di tangan bocah itu melainkan kecundang oleh mulutmu yang tajam!"
Kepada Leng hong Kongcu ia lantas menjura dan menambahkan: "Orang she Tio sudah sepuluh tahun berdiam di rumah Kongcu, bukan pahala yang kubuat sebaliknya kekecewaan yang kuberikan kepada Kongcu, karenanya aku mohon diri saja dan sampai berjumpa lain waktu!"
Selesai berkata dia terus melangkah pergi, dalam waktu singkat bayangannya sudah lenyap.
Siapapun tak menyangka bahwa manusia latah dan ujung langit itu, bakal berlalu dengan begitu saja, apalagi gerak tubuhnya teramat cepat, sebelum Leng hong Kongcu sempat buka suara, jago sakti itu sudah lenyap dari pandangan.
Betapa gusar dan mendongkolnya Leng-hong Kongcu menghadapi kejadian itu, semua rasa keki-nya segera dilampiaskan pada diri encinya.
Ia mendengus kepada dara baju hitam itu dan berkata:
"Coba lihat, akibat ulahmu yang tak genah paman Tio telah pergi karena marah, akan kulihat cara bagaimana pertanggungan-jawabmu dihadapan ayah nanti!"
Dara baju hitam itu mengernyitkan alis, ia balas mendengus.
"Hm! Dia pergi sendiri, memangnya aku yang mengusir"
Kalau dia ingin pergi, masa aku bisa menahan dia?"
"Huh! Ulahmu hanya akan sia2 belaka," ejek Leng hong Kongcu. "Sekalipun paman Tio kaubikin marah dan pergi, aku tetap takkan ampuni jiwanya?"
Dengan garang dan bengis Leng hong Kongcu lantas menghampiri Tian Pek.
"Kongcu, jangan ter-buru2!" tiba2 si lelaki yang berdandan perlente maju mencegah. "Biar aku yang bereskan bocah itu!" Lalu kepada Tian Pek dia menambahkan: "Aku hendak mainkan sebait lagu yang merdu, apakah engkoh cilik berminat menikmatinya?"
Tian Pek tidak langsung menjawab, diamatinya pria berdandan perlente ini dengan tajam, orang itu berusia empat puluhan, walaupun dandanannya perlente tapi ucapannya merendah hati sehingga amat tidak serasi. Tapi Tian Pek sadar, semakin sungkan sikap musuh yang dihadapinya berarti makin sukar orang itu dilayani.
Ia tak kenal siapakah lelaki perlente ini, tapi dari sinar matanya yang tajam bagaikan pisau itu ia tahu lawan pasti seorang jago persilatan yang ber-ilmu tinggi.
Namun Tian Pek tidak jeri, iapun tak sudi tunduk kepada siapapun, ia menyadari biarpun merengek minta ampun kepada mereka, bukan saja orang2 itu tak kenal
belas kasihan, malahan akan lebih di hina dan dicemoohkan.
Karenanya dengan tegas dia menyahut: "Jangankan hanya menikmati lagu, sekalipun hendak adu tenaga, aku pasti akan mengiringi kehendakmu!"
Diam2 si gadis baju hitam mengerut dahi, ia berpikir:
"Bocah bodoh, kenapa mencari susah sendiri" Masa kau tidak kenal orang ini adalah Gin-siau toh-hun (seruling perak pembetot sukma) Ciang Su-peng" Dia lebih sulit dilayani daripada manusia latah dari ujung langit tadi, kenapa kau malah tantang dia" Benar2 bodoh."
"Bagus!" puji Gin-siau-toh hun Ciang Su-peng dengan muka berseri. "Sungguh tak nyana engkoh cilik punya semangat jantan. Baik, akan kumainkan sebuah lagu yang merdu untuk menghibur hatimu!"
Dari sakunya ia lantas keluarkan sebuah seruling perak yang memancarkan sinar berkilat, setelah tersenyum, ia tempelkan seruling itu di ujung bibirnya lalu mulai ditiup lembut: "Tit...tut...tiit..tutt " suaranya merdu, nadanya tinggi melengking.
Tian Pek melongo, ia tak mengerti apa yang hendak dilakukan lawan itu. Sementara para jago yang berada disekeliling gelanggang telah mengundurkan diri ke belakang, masing2 mengeluarkan kain atau saputangan untuk menyumbat lubang telinga sendiri.
Dara baju hitm itupun gelisah dan meng-gentak2 kaki.
"Ai, celaka, dia pasti celaka . . . . " keluhnya di dalam hati.
Dara baju hitam itu ingin mencegah, tapi Ciang Su peng sudah keburu mainkan irama serulingnya dengan merdu.
Walaupun suaranya tidak begitu keras, tapi nyaring dan jelas, iramanya menggetar kalbu.
Lagu yang dimainkan itu melukiskan seorang wanita sedang menangis dengan sedihnya di tengah malam buta membuat pendengarnya ikut bersedih hingga tak tahan dan melelehkan air mata.
Suasana yang sedih penuh duka nestapa ini sangat sesuai dengan perasaan Tian Pek sekarang, tanpa sadar terbayang kembali kematian ayahnya yang mengenaskan, kematian ibunya yang sengsara serta peristiwa2 sedih yang pernah menimpa kehidupannya di masa lampau, ia jadi terbuai ke alam kepedihan, pemuda itu jadi lupa kalau musuh tangguh ada di depan mata.
"Tiitt .... tuuut .... tiitt .... tutt . . . . " irama seruling itu kian lama kian mengharukan, air muka Tian Pek jadi murung dan diliputi kepedihan, dengan ter-mangu2 ia memandang kejauhan, entah ke mana kesadaran pemuda itu dibawa" Air mata bercucuran membasahi wnjahnya.
Dara baju hitam itu sama sekali tidak terpengaruh oleh irama seruling maut itu sebab ia tahu betapa lihaynya
"irama seruling pembetot sukma" dari Ciang Su-peng, maka sebelumnya ia telah pusatkan seluruh perhatiannya sehingga sebegitu lama ia tetap tenang saja. Tapi ia menjadi cemas melihat kesedihan Tian Pek yang terpengaruh oleh irama seruling sehingga akhirnya menangis tersedu-sedan.
Dara baju hitam itu terperanjat dan kuatir, cepat ia berteriak: "Paman Ciang, perbuatanmu tidak adil!"
Perlu diketahui bahwa Cengeu atau kepala
perkampungan Pah-to-san-cung, Ti-seng-jiu (tangan sakti pemetik bintang) Buyung Ham amat menghargai jago2
kenamaan dari dunia persilatan, setiap kali bertemu jago tangguh, maka diundanglah jago itu untuk berdiam dalam perkampungannya, ia selalu menghormati mereka ibarat
saudara sendiri, karena itu putera-puterinya juga memanggil paman kepada mereka.
Begitulah si seruling perak pembetot sukma Ciang Su-peng lantas menghentikan permainan serulingnya dan tersenyum. "Nona Hong, apa lagi yang hendak kau katakan?"
Merah jengah wajah si nona, untung mukanya tertutup oleh kain cadar hitam, walau begitu ia jadi rikuh sebab rahasia hatinya se olah2 kena di-tebak oleh senyum Ciang Su peng yang penuh arti.
Tapi dengan cepat ia lantas pusatkan perhatian-nya kembali, dengan nada serius katanya: "Paman Ciang, engkau kan seorang jago kenamaan di dunia persilatan, mengapa engkau tega mengerjai seorang muda yang masih hijau begini?"
Si seruling perak pembetot sukma melengak, dari mukanya yang gemuk terpancar rasa tak senang hati.
"Nona Hong, apa maksudmu?" serunya.
"Irama toh hun-toa-hoat {Irama iblis pembetot sukma) milik paman Ciang adalah suatu kepandaian yang ampuh dan dikenal setiap umat persilatan, tanpa memberi keterangan engkau langsung menyerangnya dengan ilmu sakti tersebut, kalau tidak dinamakan mengerjai lantas perbuatan paman ini harus dinamakan apa?"
Seruling perak pembetot sukma Ciang Su-peng penasaran sekali karena dituduh "mengerjai anak muda", dengan nada marah dan muka masam ia menjawab: "Siapa bilang sebelumnya tidak kujelas-kan" Aku kan sudah mempersilakan dia untuk menikmati irama serulingku, dan permintaanku ini disanggupi olehnya, semua orang menyaksikan kejadian ini, semua orang mendengar
perkataanku ini, siapa bilang tidak kujelaskan" Hm! Masa kau menyalahkan diriku malah?"
Si nona tahu apa yang diucapkan Ciang Su-peng memang betul tapi demi menyelamatkan jiwa Tian Pek dan bahaya, dara yang cerdik ini segera berseru pula: 'Walau begitu, paman Ciang kan tak pernah menerangkan bahwa engkau hendak beradu kepandaian dengan menggunakan irama seruling" Kalau tidak kau terangkan, mana orang lain bisa bersiap sedia sebelumnya?"
Bicara sampai di sini, ia berpaling ke arah Tian Pek dan melanjutkan: "Begitu bukan" Tahukah kau bahwa irama seruling yang dimainkan
Ciang-locianpwe merupakan Kungfu yang maha lihay?"
Maksud si nona, dengan kata2nya itu dia hendak memperingatkan Tian Pek agar meningkatkan
kewaspadaannya agar tidak mengorbankan jiwanya secara sia2.
Siapa tahu Tian Pek tetap membungkam bagaikan orang linglung dan memandang jauh ke depan tanpa
menghiraukan kata2 si nona, sementara air matanya jatuh bercucuran membasahi sebagian dada bajunya.
Buyung Hong, si nona baju hitam terkejut, ia kuatir anak muda itu telah terluka oleh pengaruh irama seruling lawan tadi, didorongnya pemuda itu sambil menegurnya dengan suara lantang: "Hei, kau dengar tidak ucapanku?"
Jilid 05 : Buyung Hong membuat aib Keluarga Ti-seng-jiu
Sekujur badan Tian Pek bergetar keras, ia tersadar kembali dari pengaruh suara seruling, dengan ter-mangu2
dipandangnya dara baju hitam itu, untuk sesaat ia seperti tidak tahu apa yang baru terjadi atas dirinya"
Rupanya ketika mendorong tubuh pemuda itu, diam2
Buyung Hong telah menotok Ce tay hiat dan Ki hu hiat di dada Tian Pek, getaran itu seketika menyadarkan anak muda itu dari pengaruh irama seruling.
Melihat pemuda itu sudah mendusin. Buyung Hong berseru lagi dengan lantang: "Gin-siau-toh-hun-ciang locianpwe akan menggunakan ilmu seruling im-mo-toh-hun siau-hoat untuk beradu kepandaian denganmu, kau merasa punya kemampuan untuk menerimanya tidak" Kalau tahu kekuatan sendiri belum memadai, lebih baik janganlah mencari penyakit."
Buyung Hoog kuatir kalau Tian Pek tak sanggup menahan serangan orang sehingga terluka, dengan ucapan tersebut ia sengaja memperingatkannya betapa lihay dan ampuhnya ilmu seruling "im-mo-toh-hun-siau-hoat" Ciang Su-peng itu, maksudnya agar TIan Pek jangan terlalu memaksa diri, kalau ia tidak terima tantangan tersebut, dengan kedudukan Ciang Su-peng dalam dunia persilatan tentu tak akan turun tangan untuk membinasakan seorang angkatan muda tanpa perlawanan.
Sayangnya Tian Pek telah salah artikan maksud baik dara baju hitam itu. Terpengaruh oleh irama Seruling yang ampuh, pemuda itu terjerumus dalam kesedihan yang luar biasa, rasa sedih yang kelewat batas membuat ia putus asa dan kecewa, hampir saja hawa murninya buyar dan tubuhnya menjadi cacat.
Seandainya Buyung Hong tidak pandai melihat gelagat dan segera menghentikan permainan seruling "im-mo-toh-
hun-siau-hoat" Ciang Su-peng tadi niscaya Tian Pek sudah terluka oleh irama "iblis pembetot sukma" tersebut.
Walaupun sepintas lalu keadaan tidak kelihatan berbahaya, tapi sebenarnya Tian Pek seperti baru saja berputar sekeliling di pintu neraka.
Setelah Tian Pek sadar dari pengaruh seruling dan mendengar ucapan Buyung Hong , ia salah paham dan mengira gadis itu memandang enteng padarnya, dengan alis berkerut ia berkata: "Aku orang she Tian tidak lebih hanya angkatan muda di dunia persilatan, bisa mendapat kehormatan untuk mencoba keampuhan ilmu seriling "im-mo-toh-hun-siau-hoat" dari Ciang-cianpwe, hal ini merupakan sartu kebanggaan bagiku, kendati aku bukan tandingannya, sekalipun mati juga mati dengan bangga"
Rupanya anak muda itu salah mengartikan maksud Buyung Hong, setelah medusin dari sadihnya, diam ia menegur diri sendiri: "Tian Pek, wahai Tian Pek! Lebih baik kau mati daripada merusak nama baik keluarga, betapa gagah perwiranya ayahmu sewaktu malang-melintang di utara dan selatan sungai dengan kesaktian pedang hijaunya"
Sekalipun tak dapat meniru kegagahan ayahmu, paling sedikit jangan mandah dihina orang!"
Dua puluh tahun yang lalu Gin-siau-toh-hun Ciang Su-peng pernah merobohkan Tionggoan-sam-lo tiga pemimpin dunia. persilatan di puncak Hoasan, sejak Itu namanya tersohor di-mana2. dia di segani dan semua orang menaruh hormat kepadanya.
Tian Pek sendiri bukannya tak tahu kelihayan orang, tapi ia bertekad untuk mengadu jiwa, ia merasa lebih berharga mati di tangan seorang kenamaan daripada mandah dihina, karena itu tanpa ragu ia sambut tantangan jago lihay itu.
"Bagus! Sungguh mengagumkan!" puji Ciang Su-peng dengan muka berseri, "jika demikian, silahkan engkoh cilik menikmati sebuah laguku lagi"
Dengan santai jago tua itu lantas duduk di atas sepotong batu, ditatapnya pemuda itu sekejap sambil tersenyum, lalu ia tempelkan serulingnya dibibir dan mulai memainkan
"irama pembetot sukma". .
Dengan gemas Buyung Hong molotot orang tua itu sekejap, sia2 ia gelisah, namun tdk mampu mencegah.
Semua orang telah mundur jauh ke sana, dengan prihatin mereka berharap akan menyaksikan pertunjukan irama maut itu. Irama seruling mulai berkumandang. Kali ini iramanya tidak sesedih tadi.
Irama yang dimainkan sekarang bernada gembira dan lincah, ibarat bunga berkembang di musim semi membuat hati orang jadi lega dan bersukaria, seakan2 ada seorang pemuda yang menanti kekasih nya di taman bunga, lalu mereka menari, bernyanyi bersama dengan riang gembira, kemudian mereka saling berpelukan dengan mesra, penuh kebahagiaan, kedamaian dan ketenangan.
Kali ini Tian Pek sudah siap sedia, ia pusatkan pikirannya, sambil duduk bersila ia jalankan latihan seperti yang diajarkan dalam kitab pusaka "So kut siau hun thian-hud pit-kip".
Ilmu yang tercantum dalam kitab itu memang hebat, hanya sebentar saja Tian Pek sudah berada dalam keadaan lupa akan segala2nya, tentu saja irama seruling itu tidak mempengaruhi pikirannya.
Berbeda dengan orang2 yang menyaksikan pertarungan itu dari samping, walaupun telinga mereka tersumbat dengan kain, namun irama seruling masih sempat
menyusup ke dalam telinga, beberapa orang yang cetek tenaga dalamnya mulai tak. Tahan bahkan mulai berjoget dan menari seperti orang gila.
Buyung Hong sendiri juga terpengaruh oleh Irama seruling itu, mukanya tampak berseri2 hampir saja ia tak mampu mengendalikan diri. Irama seruling terus mengalun, tapi Tian Pek tetap tenang, sedikitpun tidak terpengaruh.
Diam2 "seruling perak pembetot sukma" Ciang Su peng merasa heran, dilihatnya pemuda itu tetap duduk tenang di atas tanah rumput tanpa terpengaruh oleh irama serulingnya, dalam hati ia berpikir: "Walaupun bocah ini berbakat bagus, namun ilmu silatnya jelas tidak begitu tinggi, tapi aneh kenapa dia memiliki dasar tenaga dalam yang begini kuat dan tidak terpengaruh oleh irama serulingku'?"
Permainan serulingnya segera berubah, dari irama gembira kini berubah menjadi irama yang sedih, penuh duh nestapa, perubahan tersebut ibarat bunga mekar di musim semi tiba2 terlanda badai salju yang dingin dan membeku, bunga berguguran, suasana yang riang gembira telah lalu yang tersiksa hanya kesedihan dan kedukaan.
Seolah2 mendadak ditinggal pergi kekasih yang tercinta, dunia terasa hampa, semua harapan musnah, tiada gairah untuk hidup lagi, putus asa, kecewa, dan kegelapan belaka.
Sampai detik itu Leng-hong Kougku, si Tocu buta, kakek berkepala botak dan sekalian jago lihay yang lain masih belum terpengaruh, sebab bukan saja tenaga dalam mereka sempurna, jaraknya juga agak jauh.
Lain halnya dengan keenam laki2 kekar di belakang majikannya, dasar Lwekang mereka sangat cetek, mengikuti perubahan irama tersebut dari gerak menari yang menggila
kemudian mereka jadi lesu, bermuram durja dan duduk tepekur air mata mulai mengalir membasahi wajahnya.
Dasar Lwekang yang dimiliki Buyung Hong sebetulnya terhitung tinggi tapi karena ia bediri disamping Tian Pek, maka pengaruh irama seruling yang menyerangnya jauh lebih hebat dari yang lain.
mula2 mukanya bersenyum gembira, setelah mengikuti perubahan irama seruling kini muka menjadi murung dan diliputi kesedihan, air mata pun mulai membasahi pipinya.
Tian Pek sendiri tetap duduk bersila ditempat semula, dia sama sekali tidak terpengaruh meski nada Irama seruling semakin memuncak.
Ciang Su peng semakin terperanjat, irama lagu
"hangatnya sang surya dan musim semi" serta "beku salju dimusim dingin" telah dimainkan, ternyata pemuda itu sama sekali tidak terpengaruh, ia jadi penasaran.
Sekali lagi irama seruling berubah dari nada "beku salju dimusim semi" kali ia mainkan nada "angin musim gugur tajam bagaikan golok". Dari irama sedih kini berubah menjadi tinggi melengking dan penuh bernada hawa nafsu membunuh.
lrama itu kian meninggi, kian memburu ibaratnya pasukan berkuda yang menyerbu datang dengan ganasnya, bumi se-olah 2 berguncang dan langit serasa ambruk.
Seperti bunyi senjata tajam saling beradu dengan ramainya.
Mengikuti perubahan irama itu, enam orang yang berada di belakang Leng Hong Kongcu tadi mulai lolos senjata dan saling bacok membacok dengan sengitnya.
Darah segar berhamburan, kuntungan lengan, kutungan senjata berserakan, bagaikan sudah kalap keenam orang itu saling bacok membacok, saling bunuh membunuh dengan
ganasnya. dalam waktu singkat empat di antaranya sudah terluka parah.
Berulang kali Leng Hong Kongcu menghardik, namun bentakan itu tak mampu menghentikan perbuatan nekat keenam anak buahnya, mereka tetap saling membacok dan saling membunuh dengan ganasnya, menyaksikan kejadian itu, kakek botak itu berkerut kenning, ia segera tutuk jalan darah keenam orang itu hingga tak dapat berkutik lagi, walaupun begitu mereka tetap saling melotot dengan gusarnya, hawa nafsu membunuh masih menyelimuti wajah mereka, walau darah sudah berceceran dan tubuh sudah terluka, namun mereka tetap garang dan siap menerjang
Buyung Hong sendiripun terpengaruh oleh irama tersebut, hawa nafsu membunuh yang tebal terlintas di wajahnya. Namun sambil mengertak gigi sekuatnya ia coba bertahan. Keringat mulai membasahi jidatnya, terlihat gadis itu suara hatinya yang mulai tidak terkendali.
Lambat laun suasana mulai kritis, tosu buta ini pun mulai menyadari betapa gawat keadaan saat itu. Ia pun tahu "Irama Pembetot Sukma" rekannya sama sekali tidak terpengaruh bagi pemuda itu.
Akhirnya dengan ilmu gelombang suara ia mulai berbisik pada temannya itu: " Ciang heng, kukira pemuda itu agak aneh, kalau ingin menaklukkan dia lebih baik kita pindah lain tempat saja, jangan sampai permainan mu mengganggu ketenangan loya"
Karena bisikan ini dikirim dengan gelombang suara, orang lain hanya melihat bibirnya bergerak, tapi tidak tahu apa yang dibicarakan tapi ciang su peng dapat mendengar dengan jelas sekali.
Namun bukan nya berhenti, ucapan ini segera membangkitkan rasa ingin menang dalam hati jago sakti ini, ia jadi malu bercampur gusar karena irama maut "Im-mo-toh-hun-siau-hoat" yang sangat diandalkan ternyata tidak mampu merobohkan pemuda ingusan, kalau berita ini tersiar di luaran, bagaimana jadinya nanti " Karena itulah bukannya berhenti, ia malahan mainkan irama mautnya semakin bernafsu.
Sekali kali lagi irama serulingnya berubah. Namun bagaimanapun dia ganti irama serulingnya, Tian Pek tetap tenang saja, dia telah mainkan irama seruling nya yang membawakan perasaaan gembira, marah, sedih, takut, benci dan nafsu berahi, semuanya tidak mendatangkan hasil yang diharapkan. Tian Pek masih tettap duduk bersila di atas tanah berumput, matanya terpejam rapat, pikirannya terpusat menjadi satu, sekalipun langit ambruk di sampingnya tetap tak diperdulikannya.
Semula Gin-siau toh- hun mengira cukup dengan irama
"irama musim semi" dan "musim dingin", si anak muda itu sudah bisa ditaklukkan, terutama mengingat ilmu seruling yang dimilikinya telah memperoleh kemajuan yang amat pesat jika dibandingkan dengan belasan tahun berselang.
Dahulu Tiong goan-sam-lo yang tersohor juga bisa ditundukkan apalagi Tian Pek yang dihadapinya kini tak lebih cuma seorang pemuda ingusan"
Siapa tahu, sekalipun lalu musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin telah dimainkan seluruhnya (hanya musim duren aja belum dimainkan, gagagak), kemudian juga menggunakan irama perasaan manusia untuk menggoda ketenangan pemuda itu, ternyata Tian Pek masih tetap tidak terpengaruh.
Hal ini sangat menggelisahkan Gin-siau toh-hun disamping rasa gusar yang berkobar, akhirnya dia
mengeluarkan jurus terampuh dari irama mautnya yakni
"Toh-bun-siau-boat" (seruling sakti pembetot sukma), untuk merobohkan anak muda itu.
Watak manusia memang suka menang demikian pula dengan si seruling perak pembetot sukma ketika dilihatnya Irama maut yang sangat terkenal di kolong langit ini sama sekali tak mampu merobohkan seorang pemuda ingusan.
tentu saja ia Jadi penasaran, dalam keadaan demikian maka semua kepandaian yang dimilikinya segera dikerahkan dengan sepenuh tenaga.
Namun Tian Pek tetap tidak terpengaruh, diam2 Gin-siau-toh-hun Ciang Su peng merasa heran, pikirnya: "Ah, masa kemampuan anak muda ini bisa lebih hebat dari Tionggoan-sam-lo?"
Tentu saja mimpipun dia tak menduga kalau ilmu yang digunakan Tian Pek untuk menanding irama mautnya bukan lain adalah Sim hoat ( ilmu batin) yang paling top di dunia persilatan yang tercantum dalam kitab pusaka So kutsiau hun thian- hud-pit- kip, sejak tergoda oleh Thian-sian-mo-li (Iblis wanita bidadari dari langit) serta terperosot dalam ilmu Ni-li mi-hun-toa-hoat (gadis pemikat sukma ), Ciah gan-long kun telah menciptakan semacam Sim Hoat untuk melawan pengaruh iblis tersebut. apa yang diciptakan olehnya kemudian dicatat dalam kitab pusaka "So-kut-siau-hun-thian hud pit- kip", maka dapat dibayangkan setelah Tian Pek menguasai ilmu sakti itu, mungkinkah ia terpengaruh oleh irama maut Ciang Su-peng" Padahal irama maut itu belum apa2 kalau dibandingkan kelihaian Thian-sian- mo-li (Iblis wanita bidadari dari langit) Walau begitu, sudah tentu Gin siau-toh-hun sendiri tak mau menyerah dengan begitu saja. dengan muka merah
padam karena menahan emosi dan sinar mata berkilat, ia mainkan irama im mo hoan keng (irama maut pembawa ke alam khayal) yang merupakan tingkat paling hebat dari ilmu serulingnya.
Dalam waktu singkat iramanya yang merdu merayu membubung tinggi, menembus segala rintangan, emaspun rasanya tertembus oleh getaran irama itu, ketika membubung tinggi ke angkasa, tiba2 merendah kembali ke bawah.
Satu irama seketika terpecah menjadi bermacam2 seperti bidadari menabur bunga lagi menari dengan indahnya, seperti
Air muka Leng Hong Kongcu berubah hebat rupanya iapun mulai terpengaruh oleh irama maut itu, tubuhnya menggigil...
Melihat keadaan majikannya, kakek botak itu sangat terkejut, ia cengkeram lengan pemuda itu dan berseru
"Cepat mundur kebelakang" berbareng ia melompat mundur beberapa tombak dengan menyeret Leng Hong Kongcu.
Agaknya si Tosu buta juga tahu Gin siau-toh-hun sudah mulai kalap, sambil menghela napas dan menggeleng kepala, ia pun melayang mundur kebelakang untuk melindungi Leng Hong Kongcu.
Irama seruling yang menggema ke empat penjuru mulai berubah lagi, ibarat berpuluh2 gadis cantik dalam keadaan telanjang bulat sedang menari, mereka tersenyum dan merangsang nafsu birahi.
Kaum pria mulai membayangkan gadis2 cantik yang mengerumuninya dalam keadaan polos, dalam khayalnya rasanya ia adalah pemuda yang tampan di dunia.
Bagi kaum wanita, mereka merasa se-akan2 tubuhnya dipeluk jejaka tampan dan sedang dibelai dengan penuh kasih sayang. diraba dan diusap dengan mesra, membuat berahinya terasa kian berkobar.
Bagi kaum hamba yang kemaruk harta, alam pikiran mereka terseret ke dalam khayala yang lebih hebat, se-olah2
ada segudang emas, segudang intan permata dan segala mutu manikam berserakan di hadapannya.
Setiap orang terbayang pada apa yang dikhayalkan siapa yang bisa melawan hawa napsu diri sendiri" Siapa yang sanggup membendung hasrat pribadi"
Namun Tian Pek tetap tak terpengaruh, ia tetap duduk tenang seperti tak pernah terjadi sesuatu apapun. Namun Buyung Hong, kakak perempuan Leng Hong Kongcu, puteri sulung si "Tangan sakti pemetik bintang" Buyung Ham, tampak sudah mulai kehilangan kesadarannya.
Tubuhnya yang ramping dan indah mulai gemetar, kulit mukanya yang putih bersih bagaikan salju kini bersemu merah, alisnya bekernyit, tampaknya ia sedang menahan penderitaan yang hebat, biji matanya yang bening mengerling ke sana kemari dengan genitnya, muka yang semu merah dihiasi senyum yang menawan, seolah-olah sedang mengharapkan sesuatu.
Api nafsu birahi yang membakar tubuh Buyung Hong makin berkobar, akhirnya dara cantik itu tak mampu menguasai diri lagi, ia mulai melepaskan kain kerudung yang menutupi wajahnya.
Bibir yang mungil bagai delima merekah, hidung mancung, parasnya yang cantik jelita benar2 merupakan suatu perpaduan yang serasi. Buyung Hong, puteri sulung Buyung Ham memang tak malu yang disebut sebagai gadis yang cantik bagai bidadari.
Muka Buyung Hong tampak makin merah membara, sikap angkuh dan dingin yang selalu menghiasi wajahnya kini sudah lenyap tak berbekas, yang tertinggal adalah kegenitan dan pancaran mata yang penuh dengan nafsu birahi.
Irama seruling makin menggila, dara baju hitam itu semakin tak kuasa mengendalikan diri, akhirnya dengan langkah gemulai ia menghampiri Tian Pek.
"Oo"oo"sayang sudah lama ku menantikan
kau?""..Ooooooo. betaaapa rindu ku padamu.. engkoh sayang. . . . tahukah kau, betapa cintaku padamu ., . sayaug
... aku ingin Karena dorongan nafsu berahi yang membara, dengan bibir setengah merekah, mata setengah terpejam dan keluhan yang berharap, gadis itu menjatuhkan dirinya ke dalam pangkuan Tian Pek, ia rangkul pemuda itu penuh kemesraan, lalu membelai wajahnya dengan penuh kasih sayang.
Tian Pek. merinding ketika mendadak terasa pipinya gatal2 geli karena tersentuh sesuatu, perlahan ia membuka mata, tahu2 seorang gadis cantik berada dalam rangkulannya, seketika jantungnya berdebar keras segulung hawa panas memancar keluar dan pusarnya dan menerjang ke arah selangkangan, konsentrasinya menjadi goyah dan api birahi terasa membakar.
Tanpa disadarinya daya pertahanannya menjadi buyar, saat itulah pengaruh irama maut seruling mulai menyusup ke dalam tubuhnya. Tian Pek tak dapat menguasai din lagi la merentang tangannya dan memeluk gadis baju hitam itu erat2.
Dari kejauhkan Leng hong Kongcu dapat menyaksikan semua adegan mesra itu dengan jelas. Malu dan gusarnya tidak kepalang, segera ia membentak: "Cukup!"
Bentakan itu dilancarkan Leng hong Kongcu dengan segenap tenaga dalamnya, suara menggelegar itu membuat si "Seruling perak pembetot sukma" jadi melengak dan tanpa terasa menghentikan permainan serulingnya.
Ditengah bentakannya secepat kilat Leng Hong Kongcu lantas menerjang ke depan Tian Pek serta Buyung Hong, ia tarik encinya dari rangkulan anak muda itu, kemudian telapak tangannya diayukan dan menghajar dada Tian Pek.
'"Duuk!"' Tian Pek tidak tahu berkelit, dadanya terhantam telak oleh pukulan Leng hong Kongcu itu.
Tian Pek tergetar dengan hebatnya, namun ia tetap duduk tidak roboh. Pukulan dahsyat itu bagai martil ribuan kati menghatam dadanya, isi perut Tian Pek kontan bergetar, hawa murninya bergolak dan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa seketika dia muntah darah.
"Plok!" sebuah tamparan keras tiba2 dilepaskan Buyung Hong dan telak bersarang di pipi Leng -hong Kongcu, dengan sempoyongan anak muda itu tergetar mundur beberapa langkah, hampir saja roboh terjengkang.
Lima jalur merah bekas jari menghiasi muka Leng Hong Kongcu yang tampan, bahkan pipinya agak bengkak, darah meleleh di ujung bibirnya. Memang cukup keras tamparan Buyung Hong itu, jangankan dipukul. sebesar ini belum pernah Leng-hong Kongcu dimaki atau diperlakukan sekasar ini, untuk sesaat ia jadi tertegun dan terpaku diam .
Setelah menampar, Buyung Hong tak lagi memandang adiknya, dengan pandangan mesra ia tatap wajah Tian pek bisiknya lagi dengan lembut: "0, Sakitkah kau" 0, kasihan. .
. . . sayang . . coba kuperiksa lukamu . . !" dengan lemah gemulai ia menghampiri anak muda itu, membuka pakaiannya dan membesut darah di ujung bibirnya.
. "Nona, pergilah dari sini! Sejak kecil aku sudah terbiasa hidup menderita, luka sekecil itu takkan merengut nyawaku!' kata Tian Pek sambil menyingkirkan tangan
:anak dara itu, lalu bangkit berdiri dan melangka pergi dengan sempoyongan.
"Engkoh sayang, tunggu, adik akan turut bersamammu!"
seru Buyung Hong sambil mengejar. Tapi Tian Pek tidak menggubrisnya ia melangkah terus dengan sempoyongan.
Buyung Hong menjadi gelisah, dengan air mata bercucuran ia menyusul pemuda itu, merengek kepada anak muda itu agar membawa serta dirinya.
Leng-hong Kongcu berdiri mematung dengan terkejut, bukan terkejut karena pipinya digaplok, ia heran karena encinya yang selalu dingin, ketus dan jarang bicara, ternyata mengejar dan merengek2 pada seorang pemuda asing. Ia jadi melongo kesima hingga lupa rasa sakit dipipinya.
"Nona Hong!"
"Nona Buyung!" si Tosu buta, kakek botak serta sekalian jago yang ada di situ menghalangi jalan pergi gadis itu, mereka bermaksud menarik perhatiannya, dengan menyadarkan pikirannya agar menjaga harga diri.
Tidak tersangka Buyung Hong lantas melotot gusar, dengan marah ia menghardik: "Hey, kalian mau apa"
Enyah dari sini!" Tosu buta maupun kakek botak merupakan jago persilatan yang berkedudukan tinggi, walaupun di dalam istana keluarga Buyung mereka hanya sebagai tamu, namun mereka selalu dihormati dan disegani
orang. Sudah tentu bentakan Buyung Hong sangat mencengangkan mereka, sesaat mereka berdiri melongo.
Akhirnya kakek botak itu berkata dengan suara berat:
"Nona Hong!, walau kau tidak pikirkan harga diri, !tapi tak kuizinkan kau berbuat seenaknya,"
"Betul nona!'" sambung si Tosu buta, "harus kau ingat pada kedudukan ayahmu, jangan1ah berbuat menuruti watakmu, ., . .."
Bukan diterima baik, Buyung Hong semakin marah, ia paksa mundur kedua orang dengan gerak "Ya-be hun cong"
(kuda liar menyibak bulu suri), kemudian ia mengejar Tian Pek dan berseru: "00. engkoh sayang.. . . , !tunggu aku. . . . .
Bahwa Buyung Hong dapat menyerang mereka hal ini sama sekali di luar dugaan si Tosu buta dan si kakek botak, kontan mereka terdesak mundur dua langkah.
Merah padam wajah kedua orang itu, sekali berkelebat jalan Buyung Hong kembali teradang.
Dara baju hitam itu menangis seperti anak kecil, serunya
: "jangan urusi diriku. . . . . , biarkan aku pergi, biarkan aku pergi" sambil berteriak dan menangis., tiba2 pakaian sendiri dirobek dan dilempaskan dari tubuhnya.
Cepat gerak tangan gadis itu, dalam waktu singkat pakaian sutra hitam sudah hancur ber-keping2 dan bertebaran, ia jadi bugil, seluruh anggota tubuh nya terpampang jelas.
Kakek botak itu kaget dan kelabakan, cepat ia menyurut mundur, walau pengalamannya luas dan banyak kejadian besar yang pernah dihadapinya, tapi selama hidup belum pernah mengalami kejadian seperti sekarang ini.
Meski sepasang mata tosu buta, pendengaran nya sungguh tajam sekali, sekalipun semua kejadian tak dapat diikuti dengan mata, namun telinga bisa mengikuti peristiwa itu dengan jelas. Ia pun terkesiap dan menyurut mundur kebelakang, biji matanya yang putih mendelik, melongo dan untuk sesaat tidak mampu berbicara.
Lebih2 Leng Hong Kongcu yang angkuh, saking gusarnya ia pun kelabakan, mukanya pucat dan bergumam sendiri entah apa yang digerutunya. Sekalipun Buyung Hong adalah kakak kandungnya, ia tak berani mencegah karena nona itu dalam keadaan bugil, anak muda itu hanya bisa ber keok2 dan gelisah setengah mati.
Mendengar ribut2 itu Tian Pek berpaling, ketika dilihat tubuh anak dara itu yang telanjang bulat mulus itu, ia tertegun dan berdiri terkesima.
"jangan halangi aku, jangan urusi diriku, aku mencintai dia?".." jerit Buyung Hong seperti orang gila.
Setelah pakaiannya dirobeknva hancur dan telanjang, ia masih belum puas. Ia muali mencabuti tusuk kundainya, gelangnya, anting2 dan semua perhiasan yang menempel di tubuhnya, itu dibuang ke tanah.
Dalam waktu singkat ia berada dalam keadaan polos, kembali keasliannya yang murni, rambutnya yang hitam gombyok terurai, sambil merentangkan tangannya ia menubruk ke dalam pangkuan Tian Pek.
Pikiran aneh terlintas dalam pikiran anak muda itu, ia tidak menaruh prasangka jelek atas tubuh Buyung Hong yang telanjang, tiada nafsu birahi yang menguasai pikirannya. Ia malahan merasa manusia lebih wajar dalam keadaan bugil, sebab tanpa dibebani belenggu apapun, semua terbuka dan bebas, suci dan murni
. Pikiran itu mendorongnya untuk mencabik cabik pakaian sendiri, tapi sebelum celana yang terakhir sempat dilepaskan. Buyung Hong telah berada di depannya.


Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memandang tubuh Tian Pek yang kekar dan berotot, sekilas cahaya aneh terpancar pada mata Buyung Hong, ia mengeluarkan suara keluhan gembira dan kepuasan, Tian Pek juga sudah berada dalam keadaan telanjang kecuali sebuah celana dalam yang masih menutupi bagian vitalnya, sesudah berhadapan Buyung Hong lantas menubruk kedalam pelukan pemuda itu, ia merangkul tubuhnya, ia berpekik gembira dan berlompatan seperti anak kecil, menari nari seperti orang gila.
la benar kalap, sudah gila karena kebebasannya. belum pernah ia rasakan kegembiraan seperti ini. kebebasan yang tak terbatas, kebahagiaan yang tanpa belenggu apapun.
Leng-hong Kongcu, Ciang Su-peng, si Tosu buta maupun kakek botak sama2 berdiri melongo, apa yang mereka lihat sungguh sukar dipercaya dan tidak pernah dibayangkan mereka.
Keenam pria kekar yang tertutuk jalan darahnya, walaupun tubuh mereka tak bisa bergerak, namun mata mereka tidak buta, merekapun tercengang menyaksikan kejadian yang luar biasa ini.
Di antara sekian banyak orang, Ciang Su peng yang paling sedih, sama sekali tak terduga olehnya bahwa permainan seruling maut nya bisa menimbulkan peristiwa seperti ini.
Semula Tian Pek juga sudah timbul rasa kegembiraan dan kebebasan seperti apa yang diperlihatkan Buyung Hong, ketika pakaiannya juga dirobek hingga akhirnya
tinggal celana dalam saja, tiba2 tangannya menyentuh dua macam benda, kedua benda itu tidak dibuangnya, sebaliknya malah membuat anak muda itu segera tersadar kembali
kepada realita kehidupan ini.
Benda itu adalah kitab pusaka So kut-siau hun thian-hud-pit- kip, disinilah tumpahan semua harapannya, ia masih ingat ucapan paman Lui: "lImu silat tingkat tertinggi ini akan membuka masa depan mu yang cemerlang. akan menuntun kau menuju kehidupan yang lebih bahagia, menuntut balas bagi kematian ayahmu karena itu kitab ini tak dapat dibuang dengan begitu saja."
Benda kedua adalah kantung kecil yang diterima dari mendiang ayahnya, dari situlah dia akan melacak jejak pembunuh ayahnya. Dua benda inilah yang menyadarkan kembali anak muda itu dari alam khayalnya, sekalipun Buyung Hong yang bugil dan cantik masih merangkul tubuhnya, mencium tubuhnya dengan hangat, ia tak peduli yang terpikir kini cuma melepaskan diri dari godaan orang2
itu untuk memperdalam ilmu dan mencari pembunuh ayahnya dan membalas dendam.
Dengusan seorang tiba berkumandang memecah
kesunyian, menyusul serentetan teguran ketus menggema:
"hm! Manusia2 yang tak berguna! Cepat seret dia dari situ, bikin malu saja!"
"Anak Hong, kenapa kau" Anak Hong, kenapa kau?"
jerit seorang perempuan dengan suara melengking.
Suara langkah orang banyak hiruk-plkuk berkumandangg dari kejauhan Tian Pek terperanjat dan tersadar, ia menengadah, dilihatnya belasan orang telah muncul di depannya.
Seorang lelaki tinggi kekar, bermuka merah, berusia lima puluhan dan berdandan perlente berjalan paling depan, orang itu memakai baju yang gemerlapan, matanya besar dan mulutnya lebar, siapapun yang memandangnya pasti akan terkesima oleh wibawanya yang besar. Nyonya cantik yang telah beberapa kali ditemuinya juga berada di samping pria kekar itu.
Tiga puluhan orang lain menyusul di belakang, rata2
mereka bertubuh tegap, rupanya sekawanan jago persilatan yang berilmu tinggi.
Dari dandanannya yang agung Tian Pek menduga orang ini tentu adalah Loya yang pernah disebut 2 sebagai suami nyonya cantik itu.
Wajah pria perlente itu tampak sangat marah, sedang si nyonya tercengang bercampur keheranan, ketika mereka tiba di situ Leng-hong Kongcu dan
lain2 sama kebat-kebit dan menahan napas. empat orang dayang baju hijau segera menghampiri Buyung Hong, mereka melepaskan baju luar masing2 untuk menutupi tubuhnya yang telanjang, lalu mereka hendak mengiring pulang si nona.
"Aku tak mau . . aku tak mau pergi" jerit Buyung Hong dengan kalap, tapi keempat dayang itu terus menggiringnya pergi dari situ, walau kesadarannya belum pulih, agaknya Buyung Hang tek berani membantah perintah ayahnya, sementara Buyung Hong digiring pergi, satu ingatan berkelebat dalam benak Tian Pek, ia susupkan kitab dalam kantong kecil itu ke dalam celananya, celana dalamnya sangat ketat sehingga.... benda2 tak mungkin terjatuh.
"Berikan pakaian kepadanya, suruh dia ikut padaku"
kembali lelaki agung tadi memerintah. Seorang pria bergolok segera melepaskan mantelnya dan dilemparkan ke
arah Tian Pok, mantel itu terbuat dari sutra hitam lemas, namun sewaktu meluncur ke arah Tian Pek ternyata berubah menjadi kaku bagaikan toya diiringi desing angin langsung menerjang dada anak muda itu, agaknya pria bersenjata itu hendak pamer kekuatannya dan kalau bisa membunuh anak muda itu sekalian.
Tian Pek tersenyum, dia salurkan hawa murninya pada jari tangan, sekali remas dan sekali menyendal, seketika tenaga dalam musuh itu dipunahkan, malahan mantel hltam itu lantas dikenakan dibadannya.
Demonstrasi kepandaian ini sebenarnya sangat mengagumkan, akan tetapi pria agung itu tak memandang barang sekejappun, ia segera putar badan dan berlalu.
Agaknya lelaki itu yakin kalau Tian Pek tak berani membangkang perintahnya dan tentu turut pergi bersama dia.
.Sikap angkuh lelaki tersebut menimbulkan anti pati dalam hati kecil Tian Pek, namun dilihatnya kawanan jago yang hadir disitu sedang melotot gusar padanya. Tian Pek menyadari kepandaiannya masih bukan tandingan lawan2
itu, dilihatnya juga nyonya cantik itu sedang memandang kepadanya dengan sorot mata penuh kasih sayang, pikirnya
:" ah, kenapa kuurusi orang2 ini" peduli amat apa yang kalian lakukan kepada ku, biarlah kuikuti kemana pergi kalian"
Tapi pada saat dia mulai melangkah ia merasa seperti tawanan yang sedang digiring ketiang gantung, hatinya berontak, pikirnya didalam hati " Tian Pek dimana keberanianmu " apa kau mandah digebuk dan disiksa orang tanpa melawan" Apakah kau hendak menyerah sebagai seorang pengecut"
Walau hatinya panas dan ingin berontak namun anak muda itu sadar kekuatan lawan, sudah pasti ilmu silatnya bukan tandingan orang, ia tak ingin mati konyol, apalagi ia harus menunaikan tugas lain yang lebih penting.
Karena itulah Tian Pek menahan diri, diam2 dia ambil keputusan bilamana tidak terpaksa ia tak ingin mengorbankan jiwanya dengan sia2.
Meskipun malu dan menyesal dalam hati,Tian Pek tetap membungkam, ia meneruskan langkahnya dengan kepala tertunduk.
Ia iihat mantel hitam yang dikenakannya terbuat dari bahan sutera yang halus, di dada sebelah kiri bersulamkan seekor macan tutul yang indah dan garang.
Selama ini ia memang mengherankan asal-usul si nyonya cantik, Buyung Hong dan Leng-hong Kongcu tapi sekarang, lambang macan tutul di dada kiri mantel hitam ini telah mengingatkan dia akan suatu nama yang cemerlang di kolong langit.
"Pa-to-san-ceng!" pikir Tian Pek. "Kalau tebakanku tak keliru, orang tua yang berbaju perlente itu pastilah ketua perkampungan Harimau Tutul (Pah to-san-ceng) yang berjuluk Ti-seng-jiu (Tangan sakti pemetik bintang) Buyung Ham!"
Berpikir demikian, ia segera menengadah ke depan, ia ingin tahu keistimewaan apakah yang di miliki Ti-seng-jiu Buyung Ham, dan keampuhan apakah yang dimiliki jago kosen itu sehingga disegani jago2 dari kalangan putih maupun golongan hitam.
Pria agung itu berjalan di depan, tiga puluhan orang jago persilatan mengikut di belakangnya, di antara mereka termasuk pula Leng-hong Kongcu Tosu buta, kakek botak,
Gin-siau-toh-hun serta enam orang kekar yang saling bacok membacok tadi.
Sementara itu jenazah Tan Cing serta Tan Ping telah diangkut pergi dari situ, terhadap kematian anak buahnya, pria perlente itu sama sekali tidak menegur atau bertanya, se-akan2 kematian hanyalah suatu kejadian yang biasa di situ.
Di antara deretan orang yang begitu banyak Tian Pek hanya sempat menyaksikan bayangan punggungnya dari kejauhan, ia lihat pakaian perlente yang bukan sutera dan bukan satin yang dikenakan orang itu gemerlapan ketika tersorot cahaya sang surya.
Satu ingatan berkelebat dalam benak Tian Pek, ia merasa bahan pakaian yang dikenakan orang ini sangat istimewa.
Di antara puluhan orang yang membuntuti di
belakangnya banyak pula yang mengenakan pakaian perlente, bahkan para centeng dan dayangpun mengenakan pakaian dari bahan nomor satu di pasaran. tapi kalau dibandingkan dengan bahan pakaian yang dikenakan orang tua itu, nyata benar perbedaannya.
Tian Pek segera teringat pada cabikan kain yang ada di kantong kecil peninggalan ayahnya: "'Hah"! Bukankab bahan pakaian yang dia kenakan itu persis sama seperti cabikan kain itu" "
Penemuan yang sama sekali di luar dugaan ini menggetar hati Tian Pek, seperti tersambar geledek, hampir saja ia tak mampu mengendalikan diri, darah panas bergolak dalam dadanya, hampir saja ia menerjang maju untuk mengadu jiwa.
Tapi sedapatnya ia berusaha untuk menguasai diri, ia mengertak gigi dan menahan emosi, pikirnya: "Mungkin bangsat tua inilah pembunuh ayahku"
Tapi ia lantas berpikir lebih jauh: "Sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir, ayah
menyerahkan kantong kecil itu kepadaku, isi kantong itu adalah secomot rambut, seutas serat, sebiji gotri baja, sebiji kancing tembaga, sebiji mata uang tembaga dan secabik kain sutera yang jelas berasal dari robekan pakaian, walaupun aku tak tahu apa arti dari benda2 tersebut, yang pasti bahan pakaian itu persis bahan pakaian yang dikenakan keparat tadi. sekalipun dia bukan pembunuh ayahku, paling sedikit dari dialah akan kudapatkan titik terang yang bisa kugunakan untuk melakukan penyelidikan
..." Dengan pikiran yang kalut Tian Pek melelanjutkan perjalanannya, entah sudah berapa jauh mereka berjalan, entah berapa banyak pintu mereka lewati, akhirnya tanpa ditanyai atau diperiksa anak muda itu terus dijebloskan ke dalam sebuah penjara batu yang sangat kuat.
Tian Pek merasa kuatir dan tak tenang ketika dijebloskan ke dalam penjara, sebab ia tak tahu apa yang hendak diperbuat Buyung Ham atas dirinya, tapi setelah dipikir lebih jauh, iapun dapat berlega hati. untuk sementara ia harus bersabar, dia menggunakan kesempatan yang baik itu untuk berlatih tekun serta memperdalam ilmu yang dipelajarinya dari kitab pusaka So kut-siau-hun-thian-hud-pit kip.
Mula2 karena Tian Pek ingin cepat menguasi ilmu sakti, ia berlatih dengan amat tekun, setiap kesempatan ia gunakan untuk memperdalam ilmunya, di siang hari ia membuka kitab itu, tapi lukisan percnipuan bugil yang merangsang napsu lantas mengobarkan perasaannya,
mcmbuat pemuda itu tak mampu memusatkan perhatian untuk berlatih, apalagi ia telah lihat keindahan tubuh Buyung Hong yang telanjang, seringkali dia jadi melamun dan mengkhayalkan hal2 yang bukan2, membuat jantungnya berdebar dan napsu berahi berkobar.
Tapi kemudian Tian Pek sadar mendadak akan
kesalahannya itu, ia tabu kalau cara begini berlanjut terus, akhirnya dia akan mengalami kesesatan dalam ilmu yang dilatihnya dan mungkin sekali akan cacat selamanya.
Maka pemuda itu lantas kembali ke sistim lama seperti yang dilakukannya di gua itu, ia meraba isi kitab tersebut dengan mata terpejam, untung cara ini sudah terbiasa baginya, maka tiada banyak kesulitan yang ditemui.
Dengan begitu maka pemuda itu tenggelam kembali dalam kesibukannya untuk melatih ilmu, ia lupa waktu, lupa makan bahkan lupa kalau dirinya sedang disekap dalam sebuah penjara . . .
*o* *o* *o* *o* *o*
Setelah menjebloskan Tian Pek ke dalam penjara, Ti-seng-jiu Buyung Ham tak pernah memikirkan lagi pemuda yang tiada artinya itu.
Lain halnya dengan peristiwa yang memalukan bagi keluarganya itu, ia jadi marah oleh perbuatan puterinya, ia menganggap kejadian itu menodai nama baik keluarganya, merusak kehormatannya selaku pemimpm dunia persilatan di lima propinsi utara.
Bersama dengan isterinya, mereka sekap Buyung Hong di sebuah ruang rahasia, ia paksa puterinya mengaku, sebab apa ia melakukan perbuatan yang memalukan itu"
Tapi Buyung Hong cuma menangis, sama sekali ia tidak menjawab pertanyaan ayahnya.
Buyung Ham semakin gusar, akhirnya ia menggebrak meja hingga meja itu hancur ber-keping2, kemudian ia cabut keluar sebilah pedang pendek.
"Kau telah memalukan nama keluarga, kau menodai namaku! Lebih baik kau mampus saja daripada membuat malu!" teriaknya sambil melemparkan pedang itu ke depan kaki puterinya, kemudian ia banting daun pintu dan tinggal pergi.
Air mata jatuh berderai membasahi seluruh wajah Buyung-Hong, tanpa berkata diambilnya pedang pendek itu terus menggorok leher sendiri.
Untung si nyonya cantik itu bertindak cepat, ia rampas pedang itu dan memeluk puterinya erat2.
"Anak Hong, jangan nekat . . .. jangan bunuh diri" ratap sang ibu dengan air mata bercucuran. "Kemarahan ayahmu hanya berlangsung sebentar saja. nanti dia akan baik lagi . .
.'. "Oo .... ibu!" seru Buyung Hong sambil memeluk ibunya dan menangis sedih.
xxxx Dengan penuh kemarahan Ti-seng-jiu Buyung Ham menuju ke ruang dalam sebelah timur, dia hendak mengumbar kegusarannya pada Buyung Seng-yap. Ketika seorang kacung agak lambat membukakan pintu, dengan marah Buyung Ham menendangnya hingga daun pintu mencelat dan hancur.
Cepat si kacung melongok keluar, dia ingin tahu apa yang terjadi, apa lacur sebuah pukulan mendadak bersarang di batok kepalanya, tak sempat menjerit kacung itu roboh binasa dengan kepala pecah.
Betapa kaget dan takutnya kawanan pelayan dan dayang lainnya menyaksikan kejadian itu, dengan ketakutan mereka berse
Bentrok Rimba Persilatan 11 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Golok Halilintar 12
^