Jodoh Si Mata Keranjang 9

Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


iri agar jangan sampai diganggu dan diam-diam ia harus mencari kesempatan untuk melarikan diri. Andaikata hal itu tidak mungkin, ia akan menanti karena baik Kapten Gonsalo dapat meloloskan diri atau tidak, ayahnya pasti akan mencarinya, membawa pasukan mencari di seluruh perbukitan sampai ia dapat ditemukan dan dibebaskan. Bagaimanapun juga, kini para pimpinan perampok itu sudah tahu bahwa ia puteri komandan benteng Portugis, pasti mereka tidak akan berani mengganggunya. Dengan hati lega Sarah menerima hidangan yang dimasukkan ke kamar atau guha tahanan itu melalui pintu besi, dan ia pun makan, kemudian membersihkan diri dan merebahkan diri di atas dipan. Karena hari itu ia melakukan perjalanan menunggang kuda cukup jauh dan melelahkan sebelum malam tiba ia sudah jatuh pulas.
Sementara itu, di dalam tempat sembunyinya, Hay Hay melihat gadis itu dibawa keluar. Dia pun menyelinap keluar dan berhasil membayangi sehingga dia tahu di mana gadis kulit putih itu ditawan. Dia sudah mengambil keputusan untuk menolong dan membebaskan gadis itu. Kalau terjadi pertempuran atau permusuhan wajar antara gerombolan ini dengan orang kulit putih, dia tidak akan mau mencampuri urusan mereka, tidak akan berpihak. Akan tetapi, sekali ini urusannya lain. Seorang gadis muda ditawan gerombolan. Tidak perduli gadis itu bangsa apa, golongan apa, dia harus menolongnya! Hal ini ada hubungannya dengan watak seorang pendekar yang selalu akan menolong orang yang sedang dilanda malapetaka, dan menentang perbuatan yang mengandalkan kekuasaan dan kekerasan. Gerombolan itu menawan seorang gadis, tentu dia harus menolong gadis itu. Akan tetapi, dia melihat be tapa perkampungan perampok itu penuh dengan perampok-perampok yang jumlahnya lebih dari lima puluh orang. Agaknya akan sukar baginya untuk dapat menolong dan melarikan gadis itu dari kepungan lawan yang sedemikian banyaknya. Maka, dia pun tetap bersembunyi, menanti datangnya malam gelap.
Dari tempat sembunyinya, Hay Hay melihat ketika rombongan perampok dari belasan orang memasuki perkampungan itu, membawa beberapa orang yang terluka. Bahkan di antara mereka yang luka-luka, tidak kurang dari sebelas orang banyaknya, terdapat tiga orang yang tewas. Mereka itu ternyata adalah gerombolan perampok yang tadi mengeroyok Gonsalo. Yang terluka adalah tujuh orang yang terkena tembakan, bahkan tiga di antara mereka tewas. Sedangkan empat orang yang lain adalah mereka yang terluka oleh pedang dan tinju kapten muda yang gagah perkasa itu. Hay Hay mendengar pula betapa laki-laki kulit putih yang tadinya bersama wanita tawanan itu, dapat meloloskan diri.
Agaknya para pimpinan perampok marah-marah melihat tiga orang anak buahnya tewas dan delapan orang lagi luka-luka, apalagi mendengar bahwa laki-laki kulit putih yang menyebabkan anak buah mereka tewas dan luka-luka itu dapat meloloskan diri. "Ini sudah keterlaluan!" bentak raksasa hitam yang menjadi pemimpin pertama. "Sekarang kita harus menggunakan gadis kulit putih itu untuk membalas dendam. Tidak saja orang kulit putih harus membayar seribu tail perak kepada kita, juga pembunuh itu harus diserahkan kepada kita untuk ditukar dengan gadis itu! Dan kalian semua harus ikut menjaga agar gadis itu tidak dapat lolos, juga tidak ada yang boleh mengganggunya!"
Akan tetapi, satu di antara nafsu yang membuat orang kadang suka menjadi nekat adalah nafsu berahi. Kalau orang sudah dicengkeram nafsu ini, maka dia berani melakukan apa pun juga untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, untuk memuaskan nafsunya yang berkobar. Demikian pula dengan Ji Tang, orang ke tiga dari lima pimpinan perampok, yang termuda dan yang sejak melihat Sarah, sudah berkobar nafsunya dan dia bertekat untuk mendapatkan gadis itu, walau hanya untuk sejenak. Dia harus dapat memiliki gadis itu sebelum gadis itu dibebaskan.
Lima orang pemimpin gerombolan itu adalah kakak-beradik seperguruan, dan mereka berlima memiliki kepandaian yang cukup hebat sehingga mereka diakui sebagai ketua oleh puluhan orang perampok, dikenal dengan julukan mereka Lima Harimau Cakar Besi! Biarpun usianya paling muda, namun Ji Tang dalam urusan persaudaraan seperguruan, merupakan orang ke tiga. Dia pun lihai dan terutama sekali tenaganya yang besar dan pandai sekali memainkan sepasang golok pendek yang selalu terselip di pinggangnya. Akan tetapi dia memiliki suatu kelemahan, yaitu diperbudak oleh nafsu berahinya. Kalau empat orang saudaranya haus akan kedudukan dan kekayaan, Ji rang selalu haus akan wanita dan dialah orangnya yang selalu menculik wanita, bahkan anak buah yang ingin menyenangkan hatinya, kalau dapat menculik wanita cantik selalu diberikan lebih dahulu kepada Ji Tang. Dan dia pun seorang pembosan. Entah berapa banyaknya wanita yang setelah dia miliki untuk beberapa hari, minggu atau bulan, dia campakkan dan dia berikan kepada anak buahnya untuk diperebutkan.
Malam itu sunyi sekali. Bukan hanya sunyi karena malam itu gelap dan angin malam bertiup dingin, akan tetapi juga karena hati semua anggauta gerombolan dicekam ketegangan. Mereka maklum bahwa wanita yang ditawan itu adalah puteri komandan benteng Portugis. Mereka semua siap siaga kalau-kalau akan terjadi penyerbuan pasukan orang asing kulit putih itu. Tiga buah peti mati berada di ruangan dalam guha yang biasa dipergunakan untuk pertemuan atau latihan silat. Tempat ini pun dijaga, dan nampak keluargga dari tiga orang anggauta yang tewas itu berkabung di situ. Lilin-lilin sembahyang bernyala di meja-meja sembahyang yang di pasang di depan tiga buah peti mati.
Biarpun semua anggauta gerombolan itu bersiap-siaga seperti yang diperintahkan oleh para pimpinan mereka, namun hanya sedikit saja yang nampak di luar guha. Malam terlalu dingin dan gelap bagi mereka untuk keluar dari dalam guha tempat tinggal mereka yang hangat. Mereka siap-siaga dalam guha masing-masing, dan hanya pasukan penjaga saja yang melakukan perondaan di luar guha.
"Berhenti! Siapa itu?" bentak kepala peronda yang terdiri dari sepuluh orang ketika mereka melihat sesosok tubuh berjalan dan berpapasan dengan mereka.
"Aku! Jaga baik-baik!" jawab orang itu. Cahaya lentera yang dibawa seorang di antara para peronda menimpa wajah orang itu dan sepuluh orang peronda itu menarik napas lega.
"Kiranya Ji-toako."
Orang itu memang Ji Tang. Dia melangkah dengan tenang menuju ke arah guha di mana Sarah ditahan. Para peronda melanjutkan perondaan mereka, merasa lebih aman karena seorang diantara para pimpinan mereka agaknya juga melakukan perondaan.
Ji Tang kini tiba di depan guha tempat tahanan dan kembali dia ditegur enam orang penjaga yang melakukan penjagaan di depan guha itu secara bergiliran. Akan tetapi enam orang penjaga ini juga merasa lega ketika mereka melihat siapa yang datang.
"Aku Ji Tang, aku akan melihat keadaan tawanan. Buka pintunya!" perintah Ji Tang dengan suara tegas. Biarpun enam orang penjaga itu saling pandang karena tadi Coa Gu, ketua pertama yang raksasa hitam itu, telah memesan kepada mereka agar siapa saja tidak diperbolehkan memasuki guha itu.
"Akan tetapi, Ji-toako....."
"Diam! Aku yang datang dan kalian masih ribut" Bukakan pintunya kataku, atau harus kupukul dulu?"
"Maaf, Ji-toako.... maaf....."
Enam orang itu ketakutan dan penjaga yang memegang kunci cepat mengeluarkan kuncinya dan membuka pintu besi guha itu.
"Jaga baik-baik di sini dan jangan buka sebelum kupanggil dari dalam." kata Ji Tang yang segera memasuki guha dan menutupkan daun pintu dari dalam. Penjaga itu cepat menguncinya kembali dari luar karena dengan pintu terkunci mereka merasa lebih aman. Mereka saling pandang dan tersenyum membayangkan apa yang akan terjadi di dalam kamar tahanan itu. Bagi mereka, bukan hal aneh melihat perbuatan ketua mereka yang nomor tiga ini. Hanya biasanya, peristiwa seperti itu mendatangkan tawa gembira karena mereka menganggapnya lucu, sekali ini ada perasaan khawatir karena mereka sudah dipesan dengan tegas oleh ketua pertama bahwa siapa pun tidak boleh memasuki guha itu. Mereka tahu betapa pentingnya wanita kulit putih yang menjadi tawanan. Pintu itu berlapis, dan pintu sebelah dalam berjeruji, akan tetapi yang luar rapat sehingga mereka tidak akan dapat melihat atau mendengar sesuatu yang terjadi di dalam.
"Siapa.....?"" Mereka berenam kembali bangkit dan membentak bayangan yang muncul di depan mereka.
"Bodoh, butakah kalian" Aku Ji Tang. Hayo cepat buka daun pintunya, aku mau masuk memeriksa tawanan!" bentak orang itu.
Enam orang penjaga itu berdiri melongo, memandang kepada orang yang baru muncul. Mereka merasa betapa bulu tengkuk mereka meremang. Mereka menggosok-gosok mata, memandang lagi. Akan tetapi benar. Yang berdiri di depan mereka ini adalah Ji Tang, ketua mereka yang ke tiga. Yang baru saja masuk tadi!
"Tapi... tapi...., Ji-twako.... tapi...." Si pemegang kunci berkata gagap, sebentar memandang kepada Ji Tang dan sebentar kepada pintu yang tertutup itu. "Tadi.... bukankah baru saja Toako masuk....?"
"Kau mimpi! Bicara ngacau-belao!" Ji Tang menggerakkan tangan kanannya menampar. "Plakk!" Penjaga itu ditamparnya dan terpelanting.
"Hayo cepat buka, atau kalian ingin kupukul sampai mampus?"
Kini enam orang itu yakin bahwa mereka tidak mimpi, bahkan yakin bahwa yang berdiri di depan mereka ini adalah Ji Tang aseli. Tapi siapa yang tadi masuk" Dengan tangan gemetar, penjaga
yang memegang kunci lalu membuka daun pintu. Ketika Ji Tang menyelinap masuk, mereka cepat menutupkan dan mengunci lagi daun pintu itu.
"Aku pergi melapor.... !" kata kepala jaga dan dia pun segera lari ke dalam kegelapan malam untuk melaporkan peristiwa yang dianggapnya tidak masuk akal dan amat aneh itu. Sementara itu, lima orang penjaga yang lain duduk berhimpitan di depan guha, di sudut dan hawa udara bagi mereka terasa semakin dingin sehingga mereka agak menggigil.
Sarah masih tidur pulas, sama sekali tidak tahu bahwa di bawah sinar lentera yang tadi dipasang di dalam guha itu oleh penjaga, kini terdapat seorang laki-laki bertubuh tinggi kurus yang menghampirinya, lalu berdiri di dekat dipan, mengamati dirinya dengan mata yang lahap. Orang itu menjilat-jilat bibir sendiri ketika memandang ke arah tubuhnya, sikapnya semakin gelisah seperti seekor harimau kelaparan yang siap menerkam kelinci.
Sarah sudah tidur lelap sejak sore tadi, cukup lama. Dan kini agaknya sinar mata orang itu yang menggerayangi tubuhnya, terasa olehnya, seperti menggugahnya. Ia membuka kedua matanya dan begitu melihat laki-laki itu berdiri dekat sekali, dengan mata yang liar, dengan mulut setengah terbuka dari mana keluar napas terengah-engah, ia pun terkejut dan cepat bangkit duduk sambil menjauhkan diri.
"Siapa kau" Mau apa kau?"bentaknya.
laki-laki itu tersenyum dan memang wajahnya cukup tampan. "Nona, aku Ji Tang, ketua ke tiga dari kelompok kami. Aku datang karena kasihan kepadamu, Nona. Malam begini dingin dan engkau seorang diri saja. Aku in gin menemanimu, Nona."
"Tidak sudi! Keluar! Aku tidak membutuhkan teman. Enyah kau dari sini!" Sarah menudingkan telunjuk kirinya ke pintu sedangkan tangan kanannya dikepal. Dalam pandangan Ji Tang yang sedang mabuk berahi, dalam keadaan seperti itu, Sarah nampak semakin menggairahkan. Dia pun melangkah maju mendekati.
"Aih, jangan pura-pura, Nona. Aku mendengar bahwa wanita kulit putih memiliki gairah yang besar dan selalu ingin ditemani pria. Marilah, Nona. Engkau akan senang dan akan aman kalau menjadi kekasihku. Tidak ada orang yang akan tahu...." Ji Tang yang sudah tidak tahan lagi, mengulurkan tangan hendak merangkul.
"Bangsat kau! Jahanan busuk!" Sarah memaki dan wanita itu menggerakkan tangan kanannya memukul. Akan tetapi, sekali sambut saja, pergelangan tangan kanan Sarah sudah ditangkap oleh Ji Tang dan dia pun merangkul, lalu menarik tubuh Sarah, diraih dan hendak dicium.
Sarah meronta dan memalingkan mukanya, kemudian kakinya menendang. Ji Tang menyumpah karena tulang keringnya terkena tendangan ujung sepatu yang keras. Dia gagal mencium bibir dara itu, sebaliknya tulang keringnya kena cium!
"Brettt....!" Baju kemeja itu robek lebar di bagian depan ketika Sarah meronta dan berusaha melepaskan diri dari rangkulan Ji Tang sehingga nampak baju dalamnya yang berwarna merah muda. Melihat tubuh yang molek itu terbayang jelas, nafsu berahi makin berkobar dalam kepala Ji Tang. Namun, tidak mudah menguasai gadis kulit putih itu. Bahkan untuk mendapatkan sebuah ciuman pun amat sukar. Gadis itu meronta, memukul, mencakar dan menendang, tiada ubahnya seekor kucing hendak dimandikan.
Ji Tang menjadi marah. Dua kali dia menampar pipi Sarah, namun dara itu tidak menjadi takut, malah mengamuk semakin kuat. Akhirnya Ji Tang terpaksa menotoknya dan tubuh Sarah terkulai tanpa tenaga lagi. Ji Tang memondongnya dan merebahkannya telentang di atas dipan.
Pada saat itulah Hay Hay memasuki guha itu. Tentu saja dia yang tadi membuat para penjaga terkejut dan terheran-heran karena dalam pandangan mereka, pemuda ini adalah Ji Tang! Tadi Hay Hay yang bersembunyi dekat mulut guha, melihat munculnya Ji Tang yang kemudian memasuki guha tempat di mana gadis kulit putih itu ditahan. Tak lama kemudian, karena dia hanya menduga bahwa pemimpin gerombolan yang bertubuh jangkung itu, tentu mempunyai niat mesum, dia mempergunakan kekuatan sihirnya, menyamar atau mengaku sebagai Ji Tang dan berhasil memasuki guha itu. Begitu dia masuk, pintu guha ditutup kembali dan dikunci dari luar.
Masuknya Hay Hay hanya terlihat oleh Sarah yang terlentang tak berdaya. Akan tetapi, munculnya seorang pemuda ini tidak membuatnya girang karena Sarah menganggap bahwa yang muncul ini tentulah kawan si jangkung yang kurang ajar ini. Ia tahu bahaya apa yang mengancam dirinya. Hatinya mulai dicengkeram rasa takut dan ngeri, akan tetapi ia tidak sudi memperlihatkannya. Ji Tang sendiri yang sedang diamuk nafsu berahinya, tidak melihat bahwa ada orang memasuki ruangan ini. Dia sudah tidak sabar lagi dan dia pun menerkam tubuh yang sudah telentang tak berdaya di depannya.
Terjadilah keanehan yang membuat Ji Tang dan juga Sarah terkejut dan terheran. Ketika Ji Tang menerkan ke tubuh Sarah yang terlentang di atas dipan, tiba-tiba saja tubuhnya terpentang ke belakang dan dia pun jatuh terjengkang di atas lantai. Tentu saja Ji Tang terkejut dan mengira bahwa wanita kulit putih itu yang memiliki ilmu iblis. Akan tetapi karena dia tadi merasa tubuhnya seperti dibetot dari belakang, dia segera meloncat berdiri dan memutar tubuhnya. Barulah dia tahu bahwa di situ terdapat orang ke tiga, seorang pemuda yang sama sekali tidak dikenalnya. Dia mengingat-ingat untuk mengenal siapa pemuda itu. Tubuhnya sedang clan tegap, dadanya bidang, wajahnya tampan dengan pakaian sederhana. Kepalanya tertutup sebuah caping lebar dan dari bawah caping itu mengintai sepasang mata yang mencorong, mulut yang senyum-senyum nakal. Dia tidak mengenal orang ini, bukan seorang di antara anak buah gerombolan yang dipimpinnya.
"Siapa kau!" bentaknya marah.
Hay Hay tersenyum. "Siapa aku" Aku adalah seorang yang paling tidak suka melihat seorang laki-laki menggunakan paksaan dan memperkosa seorang gadis, biar gadis itu seorang wanita asing kulit putih sekali pun."
"Jahanam! Kau hendak melindungi seorang wanita bangsa biadab?"
Hay Hay tersenyum. Dia sudah mendengar bahwa sebagian besar dari bangsanya sendiri selalu menyebut bangsa asing sebagai bangsa biadab! Hal ini merupakan balas dendam karena pernah dijajah oleh Bangsa Mongol. Dan bangsa-bangsa di luar daerah kerajaan merupakan suku-suku bangsa yang suka memberontak. Oleh karena itu, muncullah sebutan bangsa biadab bagi bangsa asing. Akan tetapi tentu saja tidak semua orang berpendapat demikian, dan yang jelas dia sendiri tidak mau menyebut biadab kepada bangsa apa pun. Baginya, biadab tidaknya seseorang tidak ditentukan oleh suku atau bangsanya, melainkan oleh perbuatannya. Maka, mendengar ucapan atau pertanyaan yang sifatnya menuduh dari si jangkung itu, dia tertawa.
"Ha-ha-ha, kalau mau bicara tentang kebiadaban, maka bagiku, orang biadab adalah orang yang melakukan perbuatan keji macam apa yang kau lakukan sekarang ini. Engkaulah yang biadab, dan tentang wanita ini, aku belum melihat ia melakukan perbuatan yang tidak benar, maka aku tidak dapat mengatakan ia biadab." Hay Hay menoleh ke arah Sarah yang masih telentang di atas dipan dengan baju kemeja robek lebar di bagian depan. Dia melihat betapa gadis yang amat cantik jelita itu memandang kepadanya dengan mata birunya, pandang mata penuh dengan harapan dan permohonan. Dia pada saat itu menoleh kepada gadis itu, tiba-tiba saja Ji Tang menyerang dengan dahsyat! Si jangkung yang curang ini mempergunakan kesempatan selagi Hay Hay menengok untuk melayangkan pukulan maut ke arah kepala pemuda itu segera remuk.
"Awas, sobat!" Tiba-tiba terdengar Sarah berseru. Gadis ini melihat gerakan serangan itu, maka dengan kaget ia lalu memperingatkan penolongnya, atau setidaknya pria yang mengeluarkan ucapan membelanya dan mencela si jangkung.
Dengan tenang Hay Hay memalingkan mukanya dan pada saat itu, pukulan tangan kanan dari atas itu telah menyambar ke arah kepalanya. Hay Hay mengangkat lengan kiri menangkis dan pada saat itu juga, pada saat lengannya bertemu dengan lengan lawan, tangan kanannya sudah menyambar ke depan, jari telunjuknya menusuk perut lawan.
"Hekk....!" Si jangkung yang tiba-tiba perutnya kena disodok jari, merasa napasnya terhenti dan perutnya mulas sehingga tanpa dapat dicegahnya lagi dia menekuk tubuhnya ke depan. Ketika mukanya menurun karena perutnya ditekuk itu. Hay Hay menyambut mukanya dengan lutut kiri dan diangkat ke atas, tepat mengenai dagu lawan.
"Dukkk.....!" Tubuh yang tadi membungkuk itu tiba-tiba menjadi tegak kembali, bahkan condong ke belakang karena kepala itu tadi terpental ke atas pada saat tubuh bagian atas condong ke belakang, Hay Hay sudah menggerakkan kaki menyapu ke arah kedua kaki lawan yang sudah kehilangan keseimbangan.
"Brukkk!" Tanpa dapat dihindarkan lagi, tubuh si jangkung terpelanting dan dia terbanting ke atas lantai. Hay Hay tidak memperdulikannya, melainkan jalan menghampiri dipan dan sekali menggerakkan tangan, totokan pada tubuh Sarah telah bebas! Gadis itu bangkit duduk, menarik baju yang terobek dan mengikatkan kemeja robek itu sedapatnya asal bisa menutupi dadanya, dan matanya memandang ke arah Hay Hay, kini dengan pandang mata bersukur dan juga penuh kagum. Tak disangkanya bahwa pemuda yang tubuhnya sedang itu, yang nampaknya tidak begitu kuat, mampu merobohkan si jangkung sedemikian mudahnya. Ia pun tahu bahwa orang ini tentu seorang pendekar seperti yqng pernah didengarnya cerita tentang para pendekar yang memiliki ilmu berkelahi tangguh sekali walaupun nampaknya pendekar itu bertubuh lemah. Ia pun pernah melihat pertunjukan dan permainan silat, maka ia dapat menduga bahwa tentu si caping lebar ini seorang pendekar ahli silat.
Pada saat itu, si jangkung yang merasa penasaran, sudah menubruk lagi dari belakang. Hay Hay tidak menangkis, melainkan meloncat ke samping untuk mengelak, dan ketika Ji Tang membalikkan tangan untuk mencengkeram ke arah lambungnya, Hay Hay memapaki tangan yang terbuka membentuk cakar itu dengan totokan jari telunjuknya.
"Tokk! Aughhh.....!" Ji Tang berteriak kesakitan. Telapak tangan yang ditusuk jari telunjuk itu terasa panas dan nyeri, bahkan menusuk-nusukk rasanya sampai ke jantung. Dan sebelum dia tahu apa yang terjadi, tubuhnya sudah terjengkang roboh ketika dadanya didorong ujung sepatu Hay Hay. Dan tubuhnya yang terjatuh itu menggelinding ke dekat dipan. Melihat ini, Sarah lalu memapakinya dengan tendangan sepatunya yang keras.
"Crottt!" Ujung sepatu itu tepat mengenai hidung Ji Tang dan bukit hidung itu pun patah, kulitnya pecah dan darah pun mengucur! Hay Hay cepat menyambar tangan Sarah dan ditariknya ke belakang ketika kaki Ji Tang menyambar ke arah perut gadis itu.
"Terima kasih!" Sarah berkata, maklum bahwa kalau tangannya tidak ditarik, tentu perutnya terkena tendangan yang amat keras itu. Kini Ji Tang melompat bangun, tangan kirinya menggosok hidung yang berdarah sehingga darahnya bahkan melumuri mukanya dan dia pun sudah mencabut sepasang pedang pendeknya, senjata yang amat diandalkan.
Hay Hay menudingkan telunjuknya ke arah Ji Tang danberkata, suaranya lantang, "Heii, pedangmu di kedua tangan itu saling bermusuhan. Coba hendak kulihat, siapa di antara mereka yang lebih unggul?"
"Ehhh" Apa...." Bagaimana....?" Ji Tang merasa bingung, akan tetapi segera terjadi hal yang amat aneh. Kini Ji Tang menggerakkan kedua pedangnya dan kedua pedang itu seperti bertempur sendiri, digerakkan kedua tangannya dan terdengar suara berdentangan. Hay Hay memandang dengan kekuatan sihirnya, kemudian dia cepat memegang tangan Sarah dan berbisik, "Hayo kita cepat pergi!" Dia menghampiri daun pintu dan diketuknya daun pintu besi itu.
"Buka pintu! Buka....!"
Para penjaga di luar yang masih terheran-heran, kini membuka daun pintu itu dan begitu Hay Hay menyapu mereka dengan pandang matanya, mereka melihat Ji Tang menggandeng tawanan wanita kulit putih itu keluar. Karena tadi Ji Tang telah bersikap keras, maka para penjaga itu tidak ada yang berani menegur sehingga Hay Hay dapat dengan mudah membawa Sarah lari dan menghilang dalam kegelapan malam.
Pada saat Hay Hay dan Sarah lenyap ditelan kegelapan, penjaga yang tadi melapor sudah datang beriari-lari, diikuti empat orang pimpinan gerombolan itu. Mereka berempat marah dan juga tidak percaya bahwa Ji Tang telah menjadi dua orang yang kata penjaga itu keduanya memasuki tempat tahanan di mana gadis kulit putih itu ditawan.
Ketika mereka tiba di depan guha yang pintunya sudah terbuka, mereka melihat para penjaga itu berdiri memandang ke dalam dengan bengong. Melihat ini empat orang pimpinan itu berlompatan dan mereka pun berada di pintu guha dan memandang ke dalam. Mereka terbelalak dan bengong, terheran-heran melihat rekan mereka, Ji Tang, memainkan kedua pedang yang saling serang seperti seorang dalang wayang boneka memainkan dua peran yang sedang berkelahi! Pemimpin gerombolan yang tinggi besar hitam itu lalu meloncat ke dekat Ji Tang, menepuk pundaknya dan membentak nyaring.
"Ji Tang, apa yang kau lakukan ini?"
Ji Tang terkejut, kedua batang pedangnya terlepas dan jatuh berkerontangan di atas lantai, lalu memandang ke sekeliling seperti orang yang baru terjaga dari tidurnya.
"Apa.... apa yang terjadi" Dimana keparat bercaping itu dan mana ..... mana tawanan kita....?" Ji Tang memandang kepada para penjaga yang berkerumun di depan guha. "Heii, kalian para penjaga! Ke mana perginya tawanan kita?"
Para penjaga menjadi panik dan takut. "Toako, tadi kami melihat Toako Ji Tang mengajak tawanan itu keluar dari sini!"
"Gila kalian! Aku masih di dalam sini!" teriak Ji Tang bingung.
"Sungguh mati, kami melihat Ji-toako tadi keluar menggandeng tawanan itu dan menuju ke sana." Seorang penjaga menunjuk keluar guha, ke arah kiri.
Raksasa hitam itu membentak. "Cukup semua ini! Keterangan boleh nanti diberikan. Sekarang semua harus cepat pergi mencari dan menangkap kembali wanita kulit putih itu!"
Dipasanglah obor-obor dan gegerlah perkampungan gerombolan itu. Suasana menjadi ramai sekali dan semua orang melakukan pengejaran dan pencarian ke sana ke mari. Akan tetapi semua usaha mereka sia-sia. Tawanan itu lenyap tanpa meninggalkan bekas, pria yang menurut keterangan Ji Tang adalah seorang pemuda bercaping lebar akan tetapi menurut para penjaga adalah Ji Tang sendiri!
Lima orang pemimpin itu mengadakan perundingan dan mereka yang lain mendengarkan keterangan Ji Tang yang amat aneh, juga keterangan para penjaga yang mengatakan bahwa mereka melihat Ji Tang dua kali memasuki guha, kemudian melihat Ji Tang membawa keluar tawanan wanita, akan tetapi di dalam guha terdapat Ji Tang pula yang sedang bermain-main dengan sepasang pedangnya seperti orang gila!
"Tentu ada orang lain menyamar seperti engkau, sam-te (adik ke tiga)," kata raksasa hitam. "Dan orang itulah yang melarikan tawanan kita. Hanya anehnya, bagaimana mereka itu dapat melarikan diri demikian cepat, di malam gelap pula?"
"Lebih aneh lagi, orang itu dapat menyamar seperti aku, padahal ketika memasuki guha, jelas kulihat dia tidak menyamar, melainkan mengenakan caping lebar. Dan betapa aku seperti orang tak sadar bermain-main dengan sepasang pedangku. Aih, jangan-jangan dia itu bukan manusia, Toako. Ketika aku menyerangnya, aku roboh dua kali secara aneh. Hihh, dia tentu iblis sendiri yang mengganggu kita. Ataukah..., jangan-jangan wanita kulit putih itu mempunyai peliharaan setan!" Semua orang bergidik ngeri mendengar ini. Bukan tidak mungkin, pikir mereka. Mereka tidak mengenal benar kebudayaan dan kepandaian orang kulit putih. Mereka adalah orang-orang sederhana yang percaya akan tahyul, dan melihat semua keanehan ini, dan
lenyapnya tawanan tanpa meninggalkan jejak, mereka yakin bahwa tentu ada setan yang menolong wanita itu!
Sebagai orang-orang tahyul, mereka segera melakukan sembahyang, baik di depan peti-peti mati di guha besar, maupun di tempat-tempat yang mereka anggap keramat untuk mohon agar iblis dan setan tidak lagi mengganggu mereka.
*** () *** Ke manakah perginya Hay Hay dan Sarah" Ketika Hay Hay berhasil menarik tangan Sarah menyelinap dalam kegelapan, dia pun bingung ke mana harus melarikan diri. Malam itu gelap sekali dan tidak mungkin mempergunakan ilmu berlari cepat di tempat penuh batu dan gelap itu, apalagi dia tidak mengenal daerah itu, ditambah dia harus melindungi wanita kulit putih.
"Sobat, ke mana kita dapat pergi....!?"" Sarah juga merasa khawatir karena ia melihat guha banyak orang berlarian ke arah guha tadi dan terdengar mereka itu ribut-ribut. Kepergiannya telah diketahui orang dan tentu banyak orang akan mencarinya. Bagaimana penolongnya ini akan mampu menghadapi puluhan orang seperti itu"
"Sttt, mari nona!" kata Hay hay dan dia pun sudah tahu ke mana dia harus membawa wanita itu bersembunyi. Guha tempat berkabung, di mana tiga buah peti itu berjajar!
Para penjaga di guha itu pun sudah meninggalkan tempat penjagaan mereka karena mereka pun mendengar ribut-ribut itu dan mereka berlarian menuju ke guha tempat tawanan. Yang tinggal di guha tempat berkabung tinggal keluarga tiga orang anggauta perampok yang tewas oleh peluru pestol Kapten Gansalo, terdiri dari isteri-isteri mereka dan anak-anak mereka. Tempat itu diterangi tiga buah lampu gantung dan lilin-lilin bernyala di atas meja sembahyang.
Tiba-tiba tiga buah lentera gantung itu padam! Dan berturut-turut, semua lilin di atas meja sembayang juga padam! Suaana menjadi gelap gulita dan sibuklah mereka yang berkabung. Ada yang cepat mencoba untuk menyalankan lilin dan lampu, ada pula yang menangis dan mereka semua merasa ketakutan karena padamnya semua lampu dan lilin merupakan hal yang aneh dan juga menakutkan, apalagi di situ. terdapat tiga buah peti mati berisi mayat. Sebagian besar orang menghubungkan kematian dengan iblis dan setan, menimbulkan perasaan ngeri, seram dan takut! Rasa takut seialu timbul karena tidak mengerti, tidak mengenal apa dan bagaimana kematian itu, juga kita tidak mengenal dan tidak tahu apa yang disebut setan dan iblis itu. Oleh karena keduanya merupakan hal yang asing dan tidak kita kenal, maka muncullah dugaan yang macam-macam, khayalan yang aneh-aneh dan timbullah rasa takut. Membayangkan orang mati hidup kembaIi, kita merasa takut dan menghubungkannya dengan setan dan iblis, coba kita membayangkan seekor semut yang sudah mati hidup kembali, tidak ada di antara kita yang akan merasa takut, karena semut tidak merupakan ancaman bagi keselamatan kita. Berbeda dengan manusia mati yang hidup kembali, kita membayangkan betapa mayat hidup itu menjadi setan dan akan mencekik kita!
Tak seorang pun di antara para keluarga si mati yang berkabung di situ tahu betapa dalam kegelapan tadi ada dua sosok bayangan menyelinap masuk ke dalam guha, terus ke dalam dan lenyap dalam kegelapan guha sebelah dalam di mana terdapat empat buah ruangan kamar yang dipergunakan untuk menyimpan senjata alat berlatih silat di ruangan besar oguha itu. Juga tidak ada yang tahu bahwa yang memadamkan lentera dan lilin tadi adalah Hay Hay.
Setelah lentera gantung dan semua lilin sudah dinyalakan kembali, para anggauta keluarga itu sibuk menyembahyangi tiga peti mati karena mereka takut kalau-kalau arwah tiga orang itu yang tadi penasaran dan "mengamuk", memadamkan semua penerangan.
Asap hio yang mereka pergunakan untuk sembahyang memenuhi tempat itu, membentuk tirai asap putih yang hanya perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit keluar dari guha.
Tiba-tiba semua orang, ada belasan orang keluarga tiga orang yang mati, terkejut dan cepat mereka menjatuhkan diri berlutut ketika terdengar suara di belakang tiga buah peti mati itu. Suara itu besar dan dalam, bergema dan terdengar oleh mereka seperti bukan suara manusia!
"Kalian semua keluarlah..... , keluarlah.... kami ingin tenang.... keluarlah atau kami akan mengajak kalian mati....!!"
Dapat dibayangkan betapa kaget dan takutnya semua orang yang berada di situ. Biarpun tiga buah peti mati itu berisi jenazah kepala keluarga mereka, suami dan ayah mereka yang kematiannya mereka tangisi dan mereka kabungi, akan tetapi begitu ada suara dari si mati, mereka pun menjadi ketakutan! Memang aneh. Keluarga yang ditinggal akan menangisi kematian seseorang yang dicinta, berduka dan kecewa karena orang yang dikasihi meninggalkan mereka, akan tetapi begitu yang ditangisi itu, yang dianggap sudah mati, dapat bersuara atau hidup kembali, mereka yang berkabung itu akan lari cerai-berai ketakutan! Sambil menjerit-jerit, mereka yang berkabung itu berhamburan keluar dari dalam ruangan guha yang besar itu. Sarah yang menyaksikan itu semua, tidak menahan suara tawanya. Baru setelah Hay Hay memberi isyarat, ia membungkam mulut sendiri dengan tangan, agar suara tidak keluar dari mulutnya. Gadis ini merasa geli bukan main melihat betapa Hay Hay mempermainkan mereka yang berada di situ sehingga mereka itu lari tunggang langgang, jatuh bangun dan mungkin juga ada yang sampai terkencing-kencing.
Setelah suara tawanya mereda, Sarah menjatuhkan diri duduk di dalam sebuah di antara kamar-kamar itu, bersandar kepada dinding batu. Lantai kamar itu kering dan bersih, dan di sudut terdapat rak senjata. Hay Hay juga duduk bersandar dinding, berhadapan dengan gadis itu, dalam jarak tiga meter. Mereka saling pandang dan diam-diam keduanya saling mengagumi. Kini Hay Hay menanggalkan capingnya yang tergantung di punggung. Baru sekarang Sarah dapat melihat wajah penolongnya dengan jelas. Wajah yang cerah, tampan dan terhias senyum nakal. Hay Hay juga memandang kagum. Kiranya gadis ini nampak masih muda sekali, bahkan wajahnya masih kekanak-kanakan. Akan tetapi kalau dia teringat betapa tadi di dalam guha, gadis bule ini berani menentang seorang pemimpin perampok ganas, melawan mati-matian, bahkan ketika sudah bebas dari totokan, mampu menendang remuk hidung kepala perampok jangkung, sungguh dia merasa kagum sekali. Gadis ini benar-benar mempunyai watak seorang pendekar wanita!
"Kenapa engkau tertawa, Nona" Jangan keras-keras kalau tertawa, nanti terdengar mereka, kita bisa celaka," kata Hay Hay memancing bicara.
Dara itu tersenyum nakal dan jantung Hay Hay berdebar. Biarpun penerangan yang memasuki kamar itu tidak terlalu kuat, namun dia dapat melihat wajah itu dengan jelas. Ketika gadis itu tersenyum, nampak deretan gigi putih yang rapi dan amat kuat, dan senyum itu mengandung madu, begitu manisnya. Ada lesung pipi yang amat jelas dan lekuk dagu yang mempesonakan.
"Aku tidak takut karena di sini ada engkau." kata Sarah. "Aku tahu siapa engkau." Hay Hay terbelalak, memandang wajah cantik itu penuh selidik. Benarkah dara asing ini mengetahui siapa dia"
"Ehh" Engkau tahu siapa aku" Nah, katakan siapa aku."
"Engkau tentu seorang pendekar, ahli silat dan juga engkau seorang tukang sulap."
"Tukang sulap" Apa maksudmu?"
"Engkau tadi membuat si jahanam jangkung itu menari-nari dengan kedua pedangnya seperti orang gila, kemudian engkau dapat membawa aku keluar dari guha itu tanpa ada yang menghalangi, dan di sini, engkau membuat semua orang tunggang langgang setelah dengan aneh engkau memadamkan semua penerangan dan lilin. Sobat, engkau telah menolongku, sungguh aku berhutang budi besar kepadamu. Siapakah namamu?"
"Sebut aku Hay Hay, dan engkau siapa, Nona" Bagaimana pula engkau sampai tertawan oleh para perampok itu?"
"Panjang ceritanya, akan tetapi apakah kita hanya akan membuang waktu dengan bercakap-cakap di tempat ini" Bukankah kita harus cepat-cepat meloloskan diri dari sini, Hay Hay?"
Hay Hay tersenyum. Dia semakin kagum dan suka kepada dara kulit putih ini. Demikian bebas terbuka dan ramah sehingga dengan akrabnya menyebut namanya begitu saja tanpa canggung-canggung, seolah-olah mereka telah lama sekali menjadi sahabat karib.
"Kita tidak mungkin pergi sekarang. Di luar gelap dan aku tidak mengenal jalan. Juga mereka akan menghadang. Jumlah mereka banyak. Besok aku akan mencari akal dan jangan khawatir, aku akan menyelamatkanmu bebas dari tempat ini."
Sarah menarik napas lega. "Aku percaya pdamu, Hay Hay. Nah, namaku Sarah lengkapnya Sarah Armando. Ayahku adalah Kapten Armando, komandan benteng Portugis di Cang-cow."
"Ahh?".!"
"Engkau mengenal ayahku?"
"Tidak, aku bukan orang Cang-cow, aku hanya terkejut dan heran mendengar engkau puteri seorang komandan. Lalu bagaimana engkau dapat tertawan oleh para penjahat itu?"
"Aku marah kepada ayah?"" kata Sarah dengan mulut cemberut. Bibirnya yang merah segar itu meruncing dan nampak lucu bagi Hay Hay sehingga dia tertawa. Dara ini seperti seorag anak kecil yang merajuk saja.
"Hemm, Sarah, engkau marah kepada ayahmu kenapa lalu tertawan penjahat?"
"Ayah sudah berjanji untuk mengajak aku berkuda pagi tadi, akan tetapi dia berhalangan karena harus menghadiri pelaksanaan hukuman mati terhadap pemberontak. Ayah lalu menyuruh Kapten Gonsalo mewakilinya untuk mengantar aku berkuda di perbukitan. Kapten Gonsalo adalah wakil atau pembantu utama ayah. Hatiku jengkel sekali."
"Aih, kenapa begitu" Bukankah engkau sudah dapat pergi berkuda diantar oleh Kapten Gonsalo itu?"
"Ya, akan tetapi aku tidak suka kepada Kapten Gonsalo."
"Hemm, lalu apa yang terjadi?"
"Kami berkuda di perbukitan dan karena masih marah aku lalu membalapkan kuda ke perbukitan yang penuh hutan. Kapten Gonsalo hendak melarang, akan tetapi aku nekat dan dia pun mengejarku. Setiba kami di tengah hutan, tiba-tiba muncul banyak perampok. Kapten Gonsalo menyerang mereka dengan pistolnya dan dia merobohkan tujuh orang perampok. Peluru pistolnya habis dan dia lalu mengamuk dengan pedangnya, dikeroyok banyak perampok."
Hay Hay mengangguk-angguk. "Hebat juga Kapten Gonsalo itu, Sarah."
"Dia memang seorang jagoan. Jago tembak, jago bermain pedang dan jago tinju. Kapten muda berusia tiga puluhan tahun itu di benteng kami tidak ada yang berani melawannya."
"Hemm, dia gagah. Sungguh aneh engkau tidak menyukainya. Apakah dia kasar dan kurang ajar?"
"Dia tampan dan gagah, keras akan tetapi terhadap aku dia amat sopan. Adalah pandang matanya yang membuat aku tidak suka padanya."
"Pandang matanya?"
"Matanya itu kalau memandang kepadaku mengingatkan aku akan mata seekor srigala atau harimau kelaparan!"
Mendengar ini Hay Hay tertawa akan tetapi menahan suara tawanya agar jangan bergelak. Dia mengerti sekarang. Kiranya seorang kapten muda yang tampan dan gagah perkasa jatuh cinta kepada dara jelita ini, akan tetapi agaknya sang dara ini tidak membalas cintanya itu. Payah kalau cinta bertepuk tangan sebelah!
"Lalu bagaimana, Sarah" Teruskan ceritamu."
"Kapten Gonsalo mengarnuk, akan tetapi aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya dengan dia. Ketika aku bersiap-siap untuk membantunya dan mencabut pistolku, tiba-tiba saja ada orang menyerangku dari belakang dan tahu-tahu aku sudah tidak mampu menggerakkan kaki tanganku yang menjadi lemas dan lumpuh. Aku ditawan seorang laki-laki tinggi kurus dan aku dilarikan olehnya di atas kuda, dibawa ke sini dan dihadapkan pimpinan penjahat. Lalu aku ditawan di dalam guha itu sampai muncui si jahanam busuk jangkung itu. Oohh, betapa inginku menembakkan pistolku sampai habis peluruku ke dalam kepalanya!"
"Jadi, mayat-mayat dalam peti mati ini adalah korban peluru senjata api Kapten Gonsalo" Dan bagaimana dengan dia?"
"Benar, tujuh orang roboh oleh. tembakannya dan dia memang kuat, mungkin masih ada beberapa orang lagi roboh oleh pedang dan tinjunya. Mungkin tiga orang di antara mereka tewas. Aku sendiri tidak tahu bagaimana dengan nasib Kapten Gonsalo. Akan tetapi dia seorang yang kuat dan cerdik, kurasa tidak mudah bagi penjahat-penjahat itu untuk menangkapnya."
Hay Hay mengangguk-angguk dan dia pun berpikir dengan keras. Kebetulan sekali dia bertemu puteri komandan benteng Portugis, bahkan menyelamatkannya. Hal ini membuka kesempatan baginya untuk menyelidiki keadaan orang-orang Portugis yang di dalam surat laporan Yu
Siucia disebut sebagai sekutu para pejabat di Cang-cow yang hendak melakukan pemberontakan, di samping para bajak laut Jepang dan orang-orang Pek-lian-kauw. Kalau melihat dara ini, dan mendengar ceritanya tentang Kapten Gonsalo, agaknya bangsa Portugis ini adalah bangsa yang gagah perkasa!
"Heii, kenapa engkau melamun saja, Hay hay" Sekarang tiba giliranmu menceritakan keadaan dirimu, siapa engkau sebenarnya dan bagaimana ,engkau dapat datang ke sini dan menyelamatkan aku."
Hay Hay sadar dari lamunannya. Dia harus mempergunakan kesempatan ini untuk mendekati Sarah dan memancing keterangan apa saja yang dapat dia peroleh dari puteri komandan ini.
"Aku" Sudah kukatakan, namaku Hay Hay dan adalah seorang perantau yang sedang berusaha mencari pekerjaan yang layak di Cang-cow. Ketika tadi aku lewat di bukit sana, aku melihat engkau dilarikan si tinggi kurus ke bukit berbatu ini. Aku merasa curiga dan aku paling tidak suka melihat wanita diperhina, maka aku lalu membayanginya dan berhasil menyelundup ke tempat ini. Ketika aku mendapatkan kesempatan, aku memasuki guha di mana engkau ditawan dan kebetulan saja aku dapat menghindarkan engkau dari penghinaan. yang akan dilakukan si jangkung itu."
"Jahanam busuk dia!" kata ,Sarah sambil mengepal tinju. "Andaikata engkau tidak muncul, Hay Hay, sudah pasti aku akan menjadi korban kebiadabannya, dan aku akan diperkosanya. Dan sisa hidupku akan kupergunakan untuk membalas dendam kepadanya, entah dengan cara bagaimanapun juga!"
Hay Hay bergidik. Dara muda yang jelita ini memiliki kekerasan hati yang luar biasa. "Sarah, kukira, para pemimpin perampok menawanmu dengan maksud untuk menjadikan engkau sebagai sandera dan akan minta uang tebusan yang besar jumlahnya. Hanya si jangkung tadi sajalah yang hendak berbuat tidak senonoh dan kukira dia melakukannya di luar tahu para rekannya, yaitu empat orang pimpinan yang lain. Kulihat engkau sama sekali tidak takut menghadapi orang-orang buas itu."
"Hemm, kenapa takut" Baik Kapten Gonsalo sudah tewas atau mampu meloloskan diri aku yakin bahwa ayah tentu akan memimpin pasukan untuk mencariku, dan kalau pasukan ayah dapat tiba di tempat ini, tentu seluruh perampok itu akan dibasmi habis!"
"Sarah, sungguh aku merasa kagum sekali kepadamu." Hay Hay mengamati wajah yang
jelita itu. Sarah balas memandang dan alisnya berkerut, pandang matanya berubah heran dan menyelidik.
"Hay Hay, engkau seorang diri berani menyusup ke tempat berbahaya ini dan menolongku. Sepatutnya akulah yang kagum kepadamu atas keberanian, kegagahan dan kemuliaan hatimu. Bukan engkau yang mengagumiku. Kenapa engkau mengatakan kagum sekali kepadaku?"
Hay Hay tersenyum. Dia tidak sekedar merayu. Dia memang kagum kepada gadis kulit putih ini, kagum akan kecantikannya, kagum akan keberaniannya.
"Kenapa" Sikapmu begini gagah berani, sedikit pun engkau tidak penakut dan tidak cengeng seperti kebanyakan wanita. Dan engkau begini cantik jelita dan manis. Belum pernah selama hidupku aku bertemu dengan seorang gadis sejelita engkau, Sarah. Rambut di kepalamu seperti mahkota emas, seolah-olah mengeluarkan cahaya. Dan wajahmu amat manis, terutama sekali sepasang matamu. Bagikan dua buah bintang kejora, dan
warnanya demikian penuh rahasia, kebiruan seperti lautan yang dalam. Bentuk dahimu, pipimu, hidungmu, dagumu dan terutama bibirmu! Bukan main, seperti engkau inilah kiranya wajah bidadari dari dongeng. Dan bentuk tubuhmu! Engkau wanita yang sempurna kecantikanmu. Sarah, dan aku kagum bukan main."
Kerut di alis itu semakin mendalam dan kini sepasang mata itu menyinarkan kemarahan, "Hay Hay, kelirukah penilaianku terhadap dirimu" Tadi aku menilaimu sebagai seorang pendekar, seorang yang gagah perkasa dan berbudi mulia! Apakah engkau ternyata hanya seorang laki-laki mata keranjang dan kurang ajar!"
"Hemmm, kenapa engkau menganggap aku mata keranjang dan kurang ajar, Sarah?"
"Engkau mencoba untuk merayu aku, ya" Hay Hay, biarpun kuakui bahwa engkau telah menolongku, akan tetapi jangan kira bahwa setelah menolongku, engkau dapat berbuat sesuka hatimu, dapat merayu dan menggodaku!"
"Wah, sungguh sayang, Sarah. Pujianku kepadamu tetap. Engkau cantik jelita dan gagah perkasa, akan tetapi sekarang setelah engkau bicara, sayang sekali harus kukatakan bahwa engkau berprasangka buruk dan karenanya bodoh sekali!"
Bagaimana pun juga, Sarah tetap seorang wanita. Tidak ada wanita yang tidak haus akan pujian. Baik pujian itu sejujurnya atau pun hanya rayuan, tetap saja segala macam bentuk pujian membesarkan hati seorang wanita, dan mengangkat harga dirinya. Biarpun tadi marah-marah, tetap saja di sudut hatinya, Sarah merasa senang dan bangga mendengar pujian pria yang dikaguminya, yang telah menyelamatkannya dari ancaman bahaya
yang amat hebat. Kini, mendengar pemuda itu mengatakan ia berprasangka buruk dan bodoh, tentu saja ia menjadi kecewa.
"Hay Hay?"..!"
"Ssttt?"., jangan berteriak?"."
Sarah teringat, "Hay Hay," katanya, kini lirih. "Engkau sombong! Engkau mengatakan aku berprasangka buruk dan bodoh" Betapa sombongnya engkau!"
Hay Hay tersenyum. "Nah, itulah bukti kebodohanmu. Ketika aku memujimu, engkau marah dan menganggap aku merayu dan menggoda, mata keranjang. Ketika aku mengatakan engkau berprasangka buruk dan bodoh engkau mengatakan aku sombong."
"Tentu saja! Engkau seorang laki-laki, dan baru saja menolongku. Sekarang engkau memuji-muji kecantikanku dengan kata-kata yang muluk, bukankah itu rayuan gombal namanya?"
"Sarah, rayuan hanya dikeluarkan oleh orang yang ingin menjilat dan menyenangkan ia yang dirayunya, dengan pamrih tertentu. Aka tetapi aku sama sekali tidak merayumu. Kau lihat, aku mempunyai sepasang mata yang sehat dan tidak cacat, bukan?"
Sarah memandang heran. "Tentu saja, biar bentuk matamu agak sipit, namun sinarnya mencorong seperti mata naga."
"Eh, engkau sudah melihat mata naga?"
"Dalam dongeng yang kubacanya. Nah, ada apa dengan matamu?"
"Aku mempunyai sepasang mata yang sehat. Aku melihat engkau dan pandang mataku melihat betapa wajahmu cantik jelita. Aku mengatakannya dengan terus terang, karena memang aku menyukai keindahan. Aku menggambarkan kecantikanmu seperti kalau aku melihat setangkai
kembang yang indah dan mengaguminya. Apakah ini yang kaunamakan aku mata keranjang dan merayu" Aku hanya mengemukakan pendapat secara jujur. Engkau memang cantik jelita dalam pandanganku. Apakah aku harus mengatakan bahwa engkau buruk" Apakah kejujuranku ini kauanggap sebagai rayuan gombal?"
Kini pandang mata gadis itu menjadi terbelalak. Agaknya ia bingung. Belum pernah ia mendengar pendapat seorang pria seperti yang baru saja didengarnya.
"Engkau ini?"aneh, Hay Hay! Benarkah pujianmu tadi bukan rayuan, melainkan pernyataan yang jujur" Apakah di balik pujian itu tidak ada suatu pamrih, suatu dorongan berahi" Apakah engkau tidak ingin menyentuhku, memeluk dan menciumku?"
Tiba-tiba Hay Hay merasa betapa mukanya panas dan dia tahu bahwa tentu kulit mukanya berubah merah. Untung bahwa sinar penerangan yang memasuki kamar batu itu pun kemerahan sehingga perubahan warna pada wajahnya tidak akan nampak. Dia menjadi salah tingkah mendengar pertanyaan-pertanyaan itu. Dia harus be.rsikap sejujurnya. Gadis ini berbeda dengan gadis-gadis bangsanya. Demikian terbuka dan agaknya tidak pantangbicara tentang berahi. Dia harus menarik napas panjang beberapa kali untuk mengumpulkan keberaniannya sebelum bicara.
"Kau ingin aku jujur, bukan" Jangan marah kalau jawabanku yang jujur akan menyinggung perasaan hatimu."
"Kalau engkau tidak jujur dan membohongiku, barulah aku akan tersinggung, Hay Hay."
"Baiklah. Terus terang saja, kalau engkau bertanya kepadaku apakah aku tidak ingin menyentuhmu, memeluk dan menciumi, jawabnya sama dengan kalau engkau bertanya kepadaku apakah aku tidak ingin menyentuh, meraba dan mencium setangkai bunga yang indah mengharum" Aku akan berbohong kalau aku mengatakan tidak, Sarah. Engkau begini cantik jelita seperti setangkai bunga, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa aku mempunyai niat tidak senonoh kepadamu. Aku menyayangi keindahan. Aku akan menyentuh dan mencium setangkai bunga karena mengaguminya, akan tetapi aku tidak akan memetiknya dan merusaknya. Engkau mengerti?"
Hay Hay menduga bahwa gadis itu akan tersinggung dan marah. Akan tetapi, dara itu sama sekali tidak marah, bahkan tersenyum manis sekali! "Aku mengerti, Hay Hay, dan aku semakin kagum kepadamu. Engkau jujur dan jantan. Nah, kalau memang engkau ingin menyentuh, memeluk dan menciumku, kenapa tidak kau lakukan itu?"
"Ehhh?"!" Hay Hay terbelalak mengamati wajah gadis itu. Mengejekkah gadis itu"
"Kenapa, Hay Hay" Bukankah engkau ingin memeluk dan menciumku" Nah, aku akan girang sekali kalau kaulakukan itu.
Ataukah ucapanmu itu hanya basa-basi belaka dan engkau tidak berani melakukan apa yang kau katakan?"
"Aku takut engkau akan marah kalau kulakukan itu, Sarah."
"Kenapa marah" Kalau memang engkau jujur, aku tidak akan marah bahkan aku akan merasa bangga dan girang sekali. Atau engkau hanya pura-pura jujur saja?"
Bukan main! Hay Hay tercengang. Belum pernah dia bertemu seorang gadis seperti ini. Kalau dia tidak yakin akan kejujuran Sarah, tidak yakin akan kesucian hatinya dan melihat betapa Sarah mati-matian mempertahankan kehormatannya, bahkan akan membalas dendam secara mengerikan kalau sampai kehormatannya dicemarkan, tentu dia akan mengira gadis ini murahan! Begitu saja menantang seorang laki-laki untuk memeluk dan menciumnya untuk menimbulkan kekagumannya dan kejujurannya! Namun, Hay Hay tahu bahwa menghadapi gadis seperti ini, dia pun harus berani membuktikan kejujurannya. Apalagi, bukti itu akan amat menyenangkan!
"Kalau begitu, maafkan aku!" katanya dan dia pun bangkit, menghampiri Sarah, duduk di dekatnya dan dia pun merangkul dengan perasaan sayang, lalu dengan lembut dia mencium dahi yang kulitnya putih seperti susu itu. Ciuman yang hangat dan mesra.
Dalam sentuhan antara hidung dan bibir Hay Hay dengan kulit dahi yang halus dan harum aneh oleh bedak dan keringat itu terkandung perasaan sayang dan kagum dari hati Hay Hay, mendatangkan kehangatan pada hidung dan bibirnya. Kedua lengannya merangkul pundak dan le.her dengan lembut namun kuat, seolah dia hendak melindungi wanita asing yang membuatnya kagum ini.
Ketika tadi Hay Hay mendekatkan mukanya, Sarah sudah memejamkan mata dan membuka bibir, menanti ciuman hangat. Ia masih memejamkan mata ketika ciuman itu jatuh ke dahinya dan ia pun teringat kepada ayahnya yang biasanya juga mencium dahinya dengan kasih sayang. la membiarkan dirinya dipeluk ketat, membiarkan pemuda pribumi itu sejenak menempelkan bibir dan hidung didahinya, dengan pasrah.
Hay Hay menarik kembali mukanya dan melepaskan rangkulannya dengan lembut, memandang wajah ayu yang masih memejamkan mata. Dahulu, kalau dia mencium seorang gadis, maka gadis itu akan tersipu malu, membuang muka ke samping atau menunduk. Akan tetapi, Sarah masih tetap tengadah, memejamkan mata dan mulutnya tersenyum dengan bibir setengah terbuka. Sama sekali tidak nampak canggung atau malu-malu. Perlahan-lahan Sarah membuka matanya memandang. Dua pasang mata bertemu pandang, bertaut sejenak dan pesona itu pecah ketika Sarah tertawa! Tawanya juga lepas walaupun suaranya hanya lirih karena ditahan. Deretan giginya yang rapi dan putih hampir nampak semua ketika sepasang bibir yang merah itu merekah.
Hay Hay mengerutkan alisnya, wajahnya terasa panas sekali. Dia merasa diejek! Apanya yang salah pada ciumannya" Kenapa Sarah menertawakannya"
Tawa itu jelas tawa yang mengandung arti, seperti orang melihat sesuatu yang amat lucu.
"Sstt, jangan keras-keras tertawa, Sarah. Katakan, kenapa engkau menertawakan aku?"
Sarah berhenti tertawa dan memegang lengan Hay Hay. "Tentu saja aku tertawa karena engkau lucu. Engkau mengingatkan aku kepada ayahku."katanya sambil menahan tawa dengan senyum lebar. Kerut di antara alis Hay Hay masih belum lenyap. "Hemm, sudah begitu tuakah aku" Kenapa aku mengingatkan engkau kepada ayahmu" Usiaku baru dua puluh lima tahun!"
Mendengar ucapan ini, Sarah kelihatan semakin geli dan kini kedua tangannya memegang kedua tangan Hay Hay, matanya menatap dengan terbuka dan bibirnya menahan senyum geli, "Tentu saja engkau mengingatkan aku kepada ayahku karena engkau menciumku seperti kalau ayah menciumku. Dan engkau bukan ayahku. Ha, engkau sungguh sama sekali tidak pandai mencium, Hay Hay."-
Kini Hay Hay yang tersipu. Gadis ini segalanya begitu terus terang, begitu polos dan sadar, ada yang ada dalam hati dan pikirannya, ceplas-ceplos saja dikatakan melalui mulutnya tanpa ada rikuh, tanpa khawatir menyinggung perasaan orang karena memang sama sekali tidak ada niat untuk menyinggung. Biarpun tersipu, Hay Hay tersenyum dan semakin kagum.
"Maafkan aku, Sarah. Terus terang saja, aku memang bukan ahli dalam hal itu, mungkin kurang pengalaman karena jarang memperoleh kesempatan. Nah, kau beritahu padaku, bagaimana sih seharusnya mencium seorang gadis seperti engkau ini?"
Tentu saja Sarah merasa heran dan geli. Seorang pemuda yang usianya sudah dua puluh lima tahun, bertanya kepadanya tentang cara mencium seorang gadis! Hal ini terdengar janggal dan aneh baginya, tentu saja karena bangsanya sudah pandai berpacaran sejak usia di bawah dua puluh tahun! Melihat cara Hay Hay tadi menciumnya, ia percaya bahwa Hay Hay tidak berpura-pura.
"Ada tiga cara mencium, Hay Hay. .Pertama, ciuman sayang orang tua kepada anaknya, yaitu ciuman di dahi seperti yang kau lakukan tadi. Kedua, ciuman sayang antara saudara atau sahabat baik, di pipi kanan atau kiri atau keduanya. Dan ke tiga adalah ciuman tanda cinta seseorang kepada kekasihnya yaitu ciuman bibir dengan bibir. Nah, engkau sekarang sudah tahu. Perbaikilah ciumanmu yang salah tadi." Setelah berkata demikian, gadis itu dengan sikap manja menengadahkan mukanya yang cantik, dengan mata terpejam dan bibir sedikit terbuka.
Melihat wajah yang dekat itu, hidung yang mancung dan bibir yang menggairahkan dan menantang, ingin sekali Hay Hay mengecup bibir itu. Akan tetapi dia tidak berani melakukannya. Biarpun aneh dan bebas, dia tahu bahwa Sarah adalah seorang gadis yang terhormat, seorang gadis yang memiliki harga diri yang tinggi. Dia tidak ingin menyinggung hati gadis yang mendatangkan perasaan kagum di hatinya itu. Maka, dia pun mendekatkan mukanya, kemudian mencium gadis itu pada kedua pipinya, dengan hidung dan bibirnya. Ciuman yang mengandung perasaan sayang dan kagum. Dan dia merasa betapa gadis itu pun tanpa canggung-canggung membalas ciumannya.
Setelah Hay Hay melepaskan rangkulannya dan menatap wajah Sarah, mereka saling pandang dan gadis itu tersenyum. Dan Hay Hay merasa betapa terjadi perubahan dalam suasana dan hubungan mereka. Terasa akrab sekali dan seolah-olah mereka telah menjadi sahabat baik sejak bertahun-tahun. Lenyaplah perasaan asing di antara mereka.
"Nah, sekarang kita telah benar-benar menjadi sahabat baik, Hay Hay. Dan aku berterima kasih sekali kepadamu, karena selain engkau telah menolongku, juga ternyata engkau seorang gentlemen sejati."
"Gentlemen" Apa itu?"
Sarah tersenyum lebar. "Gentlemen itu kalau menggunakan bahasamu adalah seorang jantan, seorang ksatria, seorang laki-laki sejati yang dapat dipercaya, yang gagah perkasa, lembut hati. Pendeknya, seorang laki-laki pilihan, begitulah!"
"Dan engkau seorang gadis yang cantik jelita, gagah perkasa, berbudi baik, dan terus terang saja, juga begitu amat aneh. Belum pernah selama hidupku aku bertemu dan bersahabat dengan gadis yang hebat seperti engkau ini."
Gadis itu memandang dengan wajah berseri gembira. "Dan aku pun tidak pernah mimpi akan dapat berkenalan dengan seorang pendekar seperti engkau. Kukira tadinya bahwa semua orang pribumi?""Sarah menghentikan ucapannya dan menatap wajah pemuda itu dengan ragu. Bagaimanapun, dara ini tidak ingin kalau ucapannya akan membuat sakit hati orang yang dikagumi ini.
"Kaukira semua orang pribumi bagaimana, Sarah" Lanjutkanlah dan jangan ragu. Aku pun mengagumi kejujuranmu."
"Baik aku akan berterus terang saja. Karena terpengaruh oleh pendapat bangsaku, tadinya aku mengira seperti juga mereka bahwa semua orang pribumi di sini kasar, sombong, kotor dan jahat, tidak dapat dipercaya. Setelah aku bertemu dan berkenalan denganmu, sekarang aku melihat bahwa pendapat itulah yang sombong!"
Hay Hay tersenyum dan sikapnya membuat Sarah merasa lega karena pemuda itu tidak tersinggung seperti yang dikhawatirkannya tadi. "Sarah, apakah engkau belum melihat kenyataan bahwa manusia ini, bangsa apapun juga, dari manapun juga, hanyalah makhluk yang lemah dan banyak di antara manusia terlalu sering melakukan kesalahan. Manusia hanya berbeda pada lahirnya saja, berbeda warna kulit, mata, rambut dan kebudayaan karena pengaruh alam lingkunganya. Akan tetapi jiwanya datang dari satu Sumber. Tidak ada satu Dangsa yang orangnya baik semua, atau jahat semua. Kalau ada yang buruk, pasti ada yang baik dan demikian sebaliknya, karena baik dan buruk memang sudah merupakan pasangan yang tak terpisahkan. Di antara bangsaku terdapat banyak orang jahat, kurasa tiada bedanya dengan bangsamu. Dan kalau di antara bangsamu terdapat banyak orang baik, demikian pula dengan bangsaku. Jahat tidaknya seseorang bukan tergantung dari bangsanya, agamanya, atau keadaan lahiriahnya. Bukankah demikian, Sarah?"
"Ya Tuhan! Di samping kegagahanmu, ketampananmu, keramahan dan semua kebaikanmu, kiranya engkau masih mempunyai kehebatan lain. Engkau seorang filsuf yang bijaksana!" Sarah berseru kaget, heran dan kagum sehingga lupa untuk melunakkan suaranya.
"Stttt, jangan berteriak-teriak, Sarah".." kata Hay Hay dan dia memberi isyarat kepada gadis itu agar tidak mengeluarkan suara lagi sambil membuat gerakan menunjuk ke arah luar ruangan itu.
Sarah memandang keluar dan mereka pun cepat menyelinap ke belakang peti-peti mati sambil mengintai keluar. Terdengar suara banyak orang di luar guha. Tahulah Sarah bahwa orang-orang yang tadi ketakutan, kini telah datang kembali dan agaknya disertai para pimpinan gerombolan itu.
"Heii, iblis mana yang bermain-main dengan kami" Iblis jahat, ini aku Ma Kiu sudah datang, keluarlah dan jangan membikin takut keluarga mereka yang mati!" Terdengar teriakan raksasa hitam yang menjadt orang pertama dari lima pemimpin gerombolan.
Tiba-tiba dari dalam guha itu terdengar suara tawa yang mengerikan. Tawa perempuan yang terkekeh-kekeh, kedengarannya aneh dan menyeramkan sekali karena datangnya dari peti-peti mati itu! Semua orang yang berada di luar guha hanya berani memandang ke dalam, ke arah tiga buah peti mati yang tertutup kabut asap tipis dari hio-hio yang masih terbakar.
"Siluman betina?"" mereka berbisik-bisik ketika mendengar suara tawa wanita itu. Akan tetapi, karena lima orang pemimpin berada di situ, mereka tidak lari tunggang-langgang. Dan Ma Kiu raksasa hitam itu pun nampak tidak takut. Hal ini karena dia datang bersama empat orang saudaranya dan di situ berkumpul pula puluhan orang anak buahnya. Andaikata dia harus menghadapi guha itu sendirian saja, tentu dia sudah lari ketakutan sejak tadi! Ma Kiu biasanya amat galak, pemberani dan tidak takut menghadapi lawan yang mana pun juga, biasa membunuh orang dengan kejam dan dengan darah dingin. Akan tetapi, semua kegalakannya dan kegagahannya terbang entah ke mana kalau dia harus menghadapi setan dan iblis.
"Roh jahat yang berada di dalam guha! Keluarlah perlihatkan diri kalau memang berani, atau pergilah dari sini, jangan mengganggu kami lagi!" dengan suara yang digalak-galakkan Ma Kiu berteriak lantang.
Melihat lagak Ma Kiu, orang-orang yang berkumpul di situ timbul keberaniannya dalam hati mereka. Seperti juga Ma Kiu yang sudah mengamang-amangkan goloknya, mereka mencabut senjata masing-masing dan mulailah mereka berteriak-teriak.
"Siluman betina, pergilah dari sini!"
"Iblis, jangan ganggu kami!"
Seperti rasa takut yang mudah menular, maka keberanian pun dapat mudah menular. Orang yang tadinya ketakutan, kalau melihat semua orang berlagak berani, rasa takutnya akan lenyap dan timbullah keberaniannya. Mereka kini mengamangkan senjata dan berteriak-teriak sehingga suasana gaduh sekali. Juga tempat di depan guha itu menjadi terang benderang karena banyak obor bernyala.
Melihat ini, hati Sarah menjadi gentar juga. Bagaimana mungkin Hay Hay akan mempu melawan orang sebanyak itu" Ia memegang lengan kiri Hay Hay dengan kedua tangannya. Tadi ia telah mengeluarkan suara tawa seperti yang diminta Hay Hay, yang membisikkan agar ia mencoba untuk tertawa seperti setan agar menakut-nakuti mereka. Ia pun tadi tertawa seperti sedang main-main saja, seperti seorang anak kecil menakut-nakuti anak-anak lain, dan ia pun gembira sekali. Akan tetapi, melihat orang-orang itu mencabut senjata dan siap menyerbu ia mulai ketakutan.
Biarpun mulut gadis itu tidak mengeluarkan perasaan takutnya, akan tetapi merasa betapa kedua tangan Sarah yang memegang lengannya terasa dingin dan gemetar, tahulah Hay Hay bahwa gadis pemberani ini mengenal juga perasaan ngeri dan gentar.
"Tenanglah, aku tanggung mereka tidak akan dapat mengganggumu, Sarah. sekarang, kau lihat baik-baik apa yang akan kulakukan kepada mereka!" kata Hay Hay dan dia lalu mengangkat ujung peti mati yang berada di tengah-tengah, mendorong ujung peti itu ke atas sehingga peti itu bangkit berdiri, seolah-olah mayat yang berada di dalam peti hidup kembali dan bangkit bersama petinya! Dan Hay Hay mengeluarkan suara menggereng yang membuat seluruh guha itu tergetar, disusul kata-kata yang suaranya terdengar parau dan menyeramkan.
"Hemmm, kalian berani mengganggu kami" Akan kami cabut nyawa kalian satu demi satu kalau tidak segera pergi meninggalkan kami. Kami ingin tenang mengerti?"
Suara itu bergema dan menyeramkan sekali. Apalagi ketika dengan tangan kirinya Hay Hay rnenggoyang-goyangkan peti di sebelah kiri sedangkan tangan kanan masih tetap menahan peti tengah agar berdiri. Ditambah lagi peti yang kanan mulai bergoyang-goyang karena Sarah membantu Hay Hay dan mengguncang peti itu dengan kedua tangannya sambil mengerahkan seluruh tenaganya.
Orang-orang yang berada di depan guha terbelalak. Siapa orangnya tidak akan takut melihat peti mati dapat bangkit berdiri dan yang dua buah lagi bergoyang-goyang. Tiga rnayat itu agaknya benar-benar telah hidup kernbali! Raksasa Hitam Ma Kiu terbelalak, wajahnya pucat dan seluruh bulu di tubuhnya meremang, tengkuknya terasa dingin seperti ditempeli es. Di kanan kirinya, orang rnenahan napas, ada yang rnenggigil, bahkan ada yang terkulai lemas karena pingsan saking takutnya. Ma Kiu dan empat orang saudaranya yang biasanya amat kejam dan dapat mernbantai banyak orang tanpa berkedip, kini melihat mayat-mayat dalam peti hidup kembali, menjadi gemetar ketakutan dan nyali mereka pun terbang entah ke mana. Apalagi mendengar kata-kata yang diucapkan dengan suara menyeramkan tadi. Mereka tak dapat lagi menahan rasa takut mereka dan Ma Kiu yang lebih dulu membalikkan tubuh dan melangkah pergi dari situ dengan langkah lebar. Dia malu untuk lari, akan tetapi langkahnya lebar dan cepat melebihi lari cepatnya! Empat orang saudaranya mengikuti jejaknya dan gegerlah semua anak buahnya, berebut dulu melarikan diri. Mereka saling tabrak dan melarikan diri cerai-berai, tunggang-langgang dan jatuh bangun. Ada yang menyeret kawan yang jatuh pingsan dan terdengar tangis di sana-sini, membuat suasana menjadi semakin menyeramkan.
Melihat tingkah puluhan orang itu, Sarah tidak mampu menahan geli hatinya dan ia pun tertawa terkekeh-kekeh, bukan lagi tawa buatan melainkan tertawa bebas dan wajar. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sudah hampir gila oleh rasa takut itu, suara tawa yang wajar ini, suara tawa seorang wanita yang merdu, membuat mereka semakin menjerit-jerit, lari terkencing-kencing seolah-olah suara tawa itu mengejar mereka dan yang tertawa berada di dekat tengkuk mereka!
Melihat Saran tertawa geli dan terpingkal-pingkal, Hay Hay ikut pula. tertawa. setelah tawanya reda, Sarah mengusap beberapa butir air mata yang ikut terloncat keluar ketika ia tertawa, lalu matanya mencari-cari wajah pemuda itu dalam keremangan cuaca karena setelah semua orang melarikan diri dan tidak ada lagi cahaya obor-obor bersinar dari luar, cuaca menjadi gelap.
"Hay Hay?"" katanya, dalam suaranya ,terkandung keheranan dan keraguan sehingga Hay Hay balas memandang dengan sinar mata menyelidik.
"Ada apakah, Sarah?"
"Katakanlah sebenarnya kepadaku. Apakah engkau ini benar-benar seorang?"..manusia biasa"..?"
Kini Hay Hay yang membelalakkan kedua matanya, kemudian dia tertawa. "Ha-ha-ha, apakah engkau sudah ketularan mereka tadi, mengira bahwa aku ini siluman, setan atau iblis, Sarah?"
"Aku bukan orang picik yang percaya tahyul, Hay Hay. Akan tetapi aku melihat engkau melakukan hal-hal yang tidak lajim dapat dilakukan manusia biasa. Peti ini berat sekali. Aku mengguncang sekuat tenaga pun hanya dapat membuatnya bergerak-gerak. Padahal, biar aku wanita, tenagaku tidak kalah dibandingkan pria biasa. Tapi engkau dengan sebelah tangan, mudah saja mendorongnya sampai bangkit berdiri dan tanganmu sebelah lagi mengguncang peti yang lain. Dan tadi engkau mengeluarkan gerengan yang membuat seluruh guha tergetar, bahkan aku merasa jantungku terguncang dan bulu tengkukku meremang. Seorang manusia biasa tidak mungkin dapat melakukan hal itu."
Hay Hay tersenyum. "Sarah, aku mendengar bahwa pada diri siluman terdapat tiga tanda. Pertama, dia tidak mempunyai lekuk bibir di bawah hidungnya, dia tidak memiliki tumit, dan yang ke tiga, kalau dia berdiri, kedua telapak kakinya tidak menyentuh tanah. Nah, sekarang lihatlah aku," dia meraba bawah hidungnya. "Di sini terdapat lekukan biasa, dan lihat kakiku." Dia bangkit berdiri dan memperlihatkan kakinya. "Kedua tumitku masih utuh, dan kalau aku berdiri, lihat kaki kananku ini, menyentuh tanah ataukah tidak?" Hay Hay sengaja mengangkat sedikit kaki kanannya sehingga tidak menyentuh tanah. Sarah mengikuti semua ucapan Hay Hay, tadi memperhatikan bawah hidung, lalu tumit kaki dan ketika ia memandang ke arah kaki kanan yang tidak menyentuh tanah, ia terbelalak, akan tetapi ketika ia melirik ke arah kaki kiri Hay Hay yang tentu saja berpijak di atas tanah, ia pun tertawa dan tahu bahwa pemuda itu sengaja mempermainkan ia.
"Hemm, engkau memang bukan manusia biasa, Hay Hay. Engkau seorang manusia yang luar biasa, engkau seorang pendekar yang tidak saja gagah perkasa, akan tetapi juga jujur, baik budi, jenaka dan?"..mata keranjang.
"Aih, kenapa ujungnya menjadi tidak enak" Engkau ini memuji, merayu atau mencela, Sarah?"
"Bukan merayu bukan mencela, melainkan bicara sejujurnya, seperti engkau. Ahh, aku lelah sekali, dan mengantuk." Sarah merebabkan diri begitu saja, miring di belakang peti mati.
"Tidurlah, Sarah, biar aku yang menjagamu."
"Bagaimana aku dapat tidur bersama orang-orang mati begini, Hay Hay" Aku hanya ingin merebahkan diri, akan tetapi tempat ini agak kotor, ihh?"!" Ia bangkit dan mengebut-ngebutkan bajunya. Lantai itu memang tidak bersih, terdapat banyak debu dan abu hio di situ.
"Kalau kau mau, rebahlah di sini, Sarah." kata Hay Hay menepuk kedua pahanya. Dia bicara setengah main-main, akan tetapi diam-diam dia terkejut karena tanpa banyak bicara lagi Sarah lalu merebahkan diri di atas pangkuannya dan menyandarkan kepala di dadanya! Hay Hay bersikap biasa saja dan merangkul pinggang itu, seperti seorang ayah memangku anaknya.
"Sarah, aku heran sekali mengapa engkau tidak suka kepada Kapten Gonsalo itu. Menurut keteranganmu, dia seorang kapten pembantu ayahmu yang tampan dan mendengar ceritamu tadi, dia cukup gagah dan pemberani, bahkan amat mencintamu. Pandang matanya kepadamu itu adalah tanda bahwa dia mencintamu, Sarah. Bukankah dia akan menjadi pasanganmu yang cocok dan baik sekali?" Hay Hay setengah memaksa diri untuk bercakap-cakap, karena kelembutan tubuh yang dipangkunya itu, kehangatannya, dan keharuman rambut yang berada di dadanya, membuat dia tidak tenang. Dengan percakapan, tentu perhatiannya akan terpecah.
Mendengar pertanyaan itu, Sarah menarik napas panjang. "Dia memang gagah dan tampan, bahkan aku tahu bahwa dia menjadi rebutan para gadis bangsa kami. Dia telah berjasa besar ketika berhasil menghadap kaisar bangsamu dan diterima dengan baik ketika mewakili bangsa kami menyerahkan hadiah kepada kaisar. Namanya terkenal dan dia dipuji-puji. Akan tetapi, aku?".aku tidak mencintanya, Hay Hay."
Hay Hay mengerutkan alisnya. Ada suatu kejanggalan di sini, pikirnya. Kalau Kapten Gonsalo itu demikian tampan dan gagah, menjadi rebutan para gadis bangsanya, kenapa Sarah tidak tertarik kepadanya" Tentu jawabnya hanya satu, yaitu bahwa Sarah mencintai pria lain! Seorang dara yang "panas" seperti Sarah ini rasanya tidak mungkin kalau tidak mempunyai seorang kekasih.
"Sarah, aku yakin bahwa engkau tentu telah mempunyai pilihan hati sendiri, mempunyai seorang kekasih."
Tubuh yang bersandar di dada itu bergerak, membalik ketika Sarah menengok ke arah Hay Hay dengan matanya yang biru itu terbelalak. Indah sekali.
"Heiii, bagaimana engkau bisa tahu, Hay Hay?"
Hay Hay tersenyum, untuk menangkis serangan keindahan mata yang menembus jantung itu. "Bukankah engkau sendiri yang mengatakan bahwa aku bukan manusia biasa" Nah, katakanlah terus terang. Engkau sudah mempunyai seorang kekasih, bukan?"
Sarah menghela napas dan bersandar kembali. "Benar, namanya Asron, berusia dua puluh tima tahun. Kami saling mencinta?"."
"Lalu kenapa bukan yang mengantar engkau berkuda, akan tetapi Kapten Gonsalo?"
"Ah, bagaimana mungkin" Dia hanya seorang perajurit biasa saja. Karena itu, ayah tidak menyetujui hubungan kami. Padahal, aku tahu dan yakin benar, Asron tidak kalah gagah perkasa dibandingkan Kapten Gonsalo. Hanya dia kalah pendidikan sekolah, maka dia hanya perajurit biasa, tidak seperti Gonsalo. Hay Hay, aku sungguh sedih kalau mengingat Asron. Hanya karena cintanya kepadaku maka dia masih bertahan menjadi perajurit, sejak dahulu tidak dinaikkan pangkatnya oleh ayah, walaupun jasanya sudah banyak sekali. Kalau dia tidak ingat padaku, dia sudah berhenti menjadi perajurit. Aku menyesal sekali?""
Tubuh di pangkuannya itu terguncang. Sarah menangis! Aneh, pikir Hay Hay. Betapa seorang wanita berhati singa ini dapat juga menangis, Cinta memang bisa membuat orang bersikap aneh, bisa menghancur luluhkan hati yang sekeras baja, juga bisa mengeraskan hati yang tadinya lemah. Dia membiarkan Sarah menangis. Setelah agak reda, dia menggunakan tangan untuk mengusap air mata dari pipi gadis itu.
"Sarah, benarkah engkau ini Sarah yang tadi begitu berani menghadapi penjahat, bukan seorang anak perempuan yang cengeng?" Hay Hay sengaja berkelakar.
Sarah membalikkan mukanya, menghapus air mata dari mukanya ke baju Hay Hay! Lalu ia membalik dan bersandar lagi. "Hay Hay, jangan mengejek. Engkau tidak merasakan betapa duka dan perihnya hatiku kalau teringat kepada Asron. Aku kasihan kepadanya."
"Bagus, kasihan memang menjadi bunganya cinta. Akan tetapi mengapa berduka, Sarah" Hidup ini memang merupakan perjuangan. Hidup ini berarti menghadapi segala macam bentuk tantangan. Setiap kesukaran dalam hidup merupakan tantangan yang harus kita hadapi dengan tabah, yang harus kita perjuangkan agar kita dapat mengatasinya, memenangkannya. Justeru perjuangan menghadapi dan mengatasi setiap tantangan itulah seninya kehidupan! Tanpa adanya tantangan berupa segala bentuk kesukaran, alangkah akan hampanya hidup ini, tidak ada gairah lagi. Jadi, jangan melarikan diri ke dalam kesedihan dan menenggelamkan diri ke dalam lautan air mata. Bangkit dan hadapi kesukaran itu dengan tabah, dan berusaha sekuatnya untuk mengatasinya. Itu baru pantas bagimu, Sarah."
Sarah menarik napas panjang. "Luar biasa! Engkau seorang pemuda aneh yang luar biasa, Hay Hay. Hemm, andaikata di sana tidak ada Asron, betapa akan mudahnya bagiku untuk jatuh cinta kepadamu."
"Heii, benarkah itu" Bukankah tadi engkau mengatakan aku mata keranjang?"
Sarah menjebikan bibirnya yang merah basah. "Hemm, laki-laki manakah di dunia ini yang tidak mata keranjang" Tentu saja mata keranjang dalam arti kata suka sekali kepada wanita cantik, mudah tertarik dan suka menikmati keindahan seorang wanita melalui pandang matanya. Semua laki-laki mata keranjang dan dia akan mengakui hal ini kalau dia jujur. Hanya bedanya ada yang berterus terang seperti engkau, bahkan engkau memperlihatkannya tanpa tedeng aling-aling lagi, mengaku terus terang sehingga kalau wanita kurang kuat batinnya, ia akan mudah saja bertekuk lutut terhadap pujian dan kata-katamu yang bermadu. Ada pula yang pura-pura menunduk akan tetapi matanya melirik ganas, dan yang model inilah yang amat berbahaya, seperti seekor kucing yang diam-diam melirik tikus, tanpa bergerak, tahu-tahu menubruk saja! Untung batinmu bersih dan tidak menjadi hamba nafsu, Hay Hay. Kalau engkau seperti itu, alangkah banyaknya wanita yang menjadi korbanmu. Engkau akan menjadi seorang perusak wanita nomer satu, banyak wanita akan hancur binasa dalam pelukanmu akan tetapi dengan mulut tersenyum karena mabuk oleh rayuanmu."
Hay Hay mengerutkan alisnya. Apa yang digambarkan gadis bule itu persis keadaan mendiang ayahnya. Ayahnya ada lah Ang-hong-cu (Si Kumbang Merah), seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang terkenal. Entah berapa puluh atau ratus wanita yang sudah menjadi korbannya, termasuk di antaranya adalah ibu kandungnya! Ayahnya itu dahulu tampan, perayu dan menjatuhkan wanita dengan ketampanannya, rayuannya, kepandaiannya, bahkan tidak segan-segan memperkosa! Dan agaknya, kesukaan yang agak keterlaluan dari hatinya terhadap wanita merupakan warisan ayahnya. Untungnya, seperti yang dikatakan Sarah, dia tidak memiliki niat jahat, tidak menjadi hamba nafsu sehingga dia mampu mengendalikan nafsunya. Dia tidak tega merusak wanita, tidak tega menyengsarakan dan mematahkan hatinya, apalagi memperkosanya.
"Sudahlah Sarah. Sekarang tidurlah. Engkau perlu beristirahat karena besok pagi-pagi sekali, setelah di luar tidak segelap ini, kita harus cepat meninggalkan tempat ini dan pelarian itu tentu membutuhkan tenaga."
"Baik, Hay Hay, aku memang sudah mengantuk sekali. Biar kubersihkan dulu lantai ini agar dapat tidur enak?""
"Lantainya kotor, tidur sajalah di sini, Sarah."
"Hemm, engkau tentu akan lelah sekali kalau kusandari sampai pagi."
"Tidak, engkau ringan sekali bagiku."
"Terima kasih, engkau memang baik sekali, aku merasa seperti engkau ini kakakku
sendiri," kata Sarah dan ia pun menyandarkan kembali kepalanya di dada Hay Hay dan tak lama kemudian napasnya sudah menjadi lembut dan panjang, tanda bahwa ia telah jatuh pulas. Hay Hay merangkulnya dan ketika dia melihat wajah di dadanya itu, dia segera memejamkan matanya. Terasa benar olehnya timbulnya berahi. Timbulnya dari pandang mata lalu dikembangkan dalam benak. Pikiran membayangkan hal-hal yang menggairahkan dan nafsu berahi pun mulai bangkit dan kalau nafsu ini dikipasi dengan bayangan dalam pikirannya, nafsu itu tentu akan semakin berkobar. Ketika dia memejamkan mata dan mengosongkan pikiran, hal yang sudah dilatihnya sejak dia masih remaja dan mempelajari ilmu dari See-thian Lama, kemudian dilanjutkan dari Ciu-sian Sin-kai, Pek-mau San-jin, kemudian Song Lojin, maka seketika pikirannya menjadi tenang dan bagaikan air yang diam, pikiran menjadi jernih dan bayangan yang menimbulkan nafsu berahi pun lenyap.
Nafsu merupakan pelengkap dalam kehidupan manusia, bahkan pendorong dan manusia tidak akan hidup tanpa adanya nafsu. Kenikmatan hidup dapat datang karena adanya nafsu. Keindahan melalui pandang mata, kemerduan melalui pendengaran telinga, keharuman melalui penciuman hidung, dan semua kenikmatan yang dapaf kita rasakan melalui panca indera, melalui semua anggauta tubuh, melalui hati akal pikiran, semua itu dapat kita nikmati karena adanya nafsu. Nafsu merupakan anugerah bagi manusia hidup di dunia ini, merupakan barkah dan bekal hidup. Seperti juga anggauta badan, hati dan pikiran, nafsu merupakan peserta dan alat yang bertugas mengabdi dan membantu manusia. Manusia dapat menemukan segala kekuatan dan sarana yang ada di dunia ini, berkat bekerjanya akal yang didorong nafsu. Kemajuan lahiriah yang ada sekarang ini, semua berkat bekerjanya nafsu melalui hati akal pikiran. Dan semua hasil pekerjaan nafsu ditujukan untuk kesejahteraan hidup manusia, untuk kenikmatan hidup manusia di dunia, yaitu yang lajim disebut materi, benda. Namun, nafsu yang amat berguna bagi kehidupan kita ini, juga amat berbahaya karena kalau manusia dikuasainya, maka manusia akan diseretnya menjadi hamba nafsu yang hidupnya hanya mengejar kenikmatan dan kesenangan duniawi saja. Akibatnya, segala cara dilakukan manusia demi meraih kesenangan yang menjadi tujuan semua nafsu dan terjadilan perbuatan-perbuatan yang dinamakan jahat, yaitu merugikan orang lain.
Kalau kita tidak waspada dan ingat selalu kepada Sang Maha Pencipta, yang menciptakan kita, yang menguasai seluruh diri kita luar dalam, yang mengatur segala yang nampak dan tidak nampak, maka kita akan mudah menjadi korban kekuatan nafsu. Segala kebutuhan hidup kita ini dilengkapi dengan nafsu yang akan menimbulkan kenikmatan dalam memenuhi kebutuhan hidup itu. Kita lapar butuh makan agar bertahan hidup, dan di dalam makan itu kita dianugerahi nafsu yang mendatangkan kelezatan dalam mengisi perut yang pada dasarnya dilakukan untuk mempertahankan hidup. Kita mengantuk butuh tidur, dan di dalam tidur pun kita dianugerahi kenikmatan. Kalau haus butuh minum dan dalam minum pun tersedia kenikmatan yang didorong oleh nafsu. Tidak ada kebutuhan yang tidak disertai kenikmatan dalam memenuhinya. Puji Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Demikian besarnya Tuhan melimpahkan cinta kasih kepada segala cintaan-Nya. Akan tetapi, kalau nafsu merajalela dan kita yang diperhamba, apa akibatnya" Kita melupakan kebutuhan inti dari kehidupan ini, yang kita kejar hanyalah kenikmatan dan kesenangan, hanya kebutuhan nafsu semata. Kita makan bukan lagi untuk sekedar mempertahankan hidup menghilangkan lapar, melainkan lebih condong untuk memuaskan nafsu yang mengejar keenakan sehingga seringkali dapat kita lihat buktinya betapa dalam keadaan lapar sekali pun, kalau lauknya tidak menyenangkan mulut kita, kita makan sedikit saja, tidak perduli bahwa mulut kita membutuhkan lebih banyak. Sebaliknya, biarpun perut sudah kekenyangan, kalau yang kita makan itu kita rasakan enak, dan memuaskan nafsu, kita makan terlalu banyak sampai akhirnya menderita sakit perut! Demikian pula dengan semua kebutuhan hidup, termasuk haus, kantuk, mencari kebutuhan hidup yang lainnya, termasuk pula nafsu sex. Nafsu sex ini mutlak penting dengan perkembangbiakan manusia. Tanpa adanya nafsu ini, orang tidak akan suka melakukan, hubungan dan akibatnya, manusia akan punah seperti yang terjadi pada banyak mahluk lain yang dahulu juga menjadi penghuni bumi namun kini tidak ada lagi sama sekali.
Teringat akan semua itu, Hay Hay menarik napas panjang. Mendiang ayah kandungnya, jai-hwa-cat Ang-hong-cu, merupakan contoh dari sekian banyaknya pria yang menjadi hamba nafsu berahinya. Demi memuaskan nafsunya itu, dia tidak segan-segan mengejar dan melampiaskannya dengan segala macam cara, tidak perduli lagi apakah cara itu baik atau buruk, melanggar hukum ataukah tidak.
"Semoga Tuhan akan selalu membimbingku sehingga aku tidak akan mabuk oleh nafsu dan kehilangan kewaspadaan," pikirnya dan tangan kirinya dengan lembut mengelus kepala yang berambut kuning emas itu. Alangkah indahya rambut ini, pikirnya, kini tidak ada sedikit pun nafsu berahi menggodanya. Seperti benang sutera emas! Kulit muka itu demikian putih kemerahan. Kalau saja tidak ada bulu lembut di permukaannya, kulit muka itu seperti kulit muka bayi. Mata yang terpejam itu tidak kelihatan bola mataya yang biru, akan tetapi masih saja mendatangkan kesan asing dan aneh karena bulu matanya juga tidak hitam benar, melainkan agak kelabu dan panjang melengkung. Dan garis mata itu demikian panjang. Dan hidung itu pun biar tidak terlalu besar, namun mancungnya lain daripada kemancungan hidung bangsanya. Punggung hidung itu tinggi sehingga kalau nampak dari pinggir, mirip paruh burung. Dan mulut itu pun berbibir indah, sulit menggambarkan keindahannya karena keindahan itu tersembunyi dalam lekukan-lekukan kecil di sekitar mulut, tersembunyi di antara bibir yang sedikit terbuka, di kedua ujung yang membelok ke atas, di bibir belahan bawah yang penuh dan tipis, agaknya tergigit sedikit pun akan pecah, dan bentuk dagu itu membayangkan keangkuhan, keanggunan, juga amat manis. Wajah ini memang aneh dan asing baginya. Akan tetapi ketika mereka tadi bercakap-cakap, tidak terasa sama sekali keasingan itu. Jalan pikiran, hati dan akal pikiran gadis ini sama saja dengan apa yang ada pada diri gadis-gadis bangsanya. Yang berbeda hanya kulitnya, akan tetapi isinya sama. Dan dia merasa sayang kepada gadis ini. Bahkan Sarah tadi mengatakan bahwa ia merasa seperti dengan kakaknya sendiri! Akan tetapi, kebiasaan atau cara hidup dari gadis ini sungguh berbeda sekali dengan cara hidup bangsanya. Kalau seorang gadis bangsanya, sampai bagaimana pun juga, tidak mungkin mau tidur di atas pangkuan dan menyandarkan kepala di dada seorang laki-laki asing yang bukan apa-apanya. Bahkan antara saudara sekandung sendiri pun tidak! Mungkin hanya laki-laki yang menjadi suami seorang wanita saja yang akan dipercaya seperti ini.
Tentu saja lain halnya kalau wanita itu seorang wanita sesat yang telah menjadi hamba nafsu yang tidak mengenal susila lagi, hamba nafsunya sendiri yang telah menjadi seperti buta. Akan tetapi Sarah bukanlah wanita seperti itu. Sama sekali bukan! Ia mempertahankan kehormatannya mati-matian, kalau perlu dengan taruhan nyawa. Jelaslah bahwa bagi bangsa Sarah, hubungan antara pria dan wanita jauh lebih bebas dan berdekatan seperti ini bukan merupakan hal yang buruk bagi Sarah.
Hay Hay tidak berani tidur, maklum bahwa di luar guha terdapat banyak musuh yang tentu telah berjaga-jaga, menanti datangnya pagi, Setelah mereka tidak ngeri lagi terhadap siluman, tentu mereka akan menyerbu guha. Dia tidak berani tidur, dan sambil memangku tubuh Sarah, dia hanya menghimpun tenaga murni dan membiarkan tubuhnya melepas lelah.
*** () ***

Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sttt, Sarah, bangunlah?"" Hay Hay berbisik di dekat telinga kiri gadis itu. Sarah menggerakkan bulu matanya, menggeliat dan ketika ia mengangkat kedua lengannya ke atas, tangannya menyentuh muka Hay Hay dan ia pun membuka mata dengan kaget dan heran. Akan tetapi, ketika kedua matanya yang biru dan masih mengantuk itu menatap wajah Hay Hay, ia segera teringat dan tersenyum.
"Selamat pagi, Hay Hay."
"Selamat pagi. Bersiaplah, kita akan pergi sekarang. Kau tunggu dulu di sini, aku akan mencari kuda untuk kita."
Setelah ingatannya segar kembali, Sarah segera berbisik. "Kalau bisa, tolong ambilkan kudaku, Hay Hay. Berbulu kelabu dengan keempat kaki dan ekornya putih."
Hay Hay mengangguk. "Kau tetap bersembunyi saja di kamar paling belakang tempat menaruh senjata-senjata itu dan jangan keluar dari kamar sebelum aku kembali. Jangan pula mengeluarkan suara, Sarah."
"Aku tahu, Hay Hay," kata Sarah dan ia pun bangkit, melangkah masuk ke dalam kamar di bagian belakang guha itu. Semalam ia dan Hay Hay tetap bersembunyi di balik tiga buah peti mati. Setelah mengantar gadis itu memasuki kamar, sekali berkelebat, Hay Hay lenyap dari depan Sarah. Gadis itu terbelalak, menjenguk keluar kamar, ke arah ruangan depan di mana nampak tiga buah peti mati dari situ. Akan tetapi tidak nampak lagi bayangan Hay Hay. Ia menghela napas panjang. Pernah ia mendengar cerita tentang pendekar pribumi, akan tetapi tak pernah disangkanya ada yang sehebat Hay Hay, yang agaknya memiliki ilmu aneh, ilmu menghilang! Seperti bukan manusia saja, pikirnya.
Hay Hay menyelinap ke belakang batu di depan guha dan menghilang keluar. Benar saja dugaannya, dia melihat gerakan di sana-sini, di balik batu-batu dan nampak rambut kepala orang-orang tersembul di balik batu. Tentu banyak orang berjaga-jaga, pikirnya, dan tentu mereka memperhatikan mulut guha ini. Dia lalu melepas kancing bajunya, dan membalikkan bajunya ke atas, menutupi caping dan seluruh mukanya. Dari celah-celah baju dia dapat melihat keluar. Kemudian dia bangkit dan berloncatan dengan gerakan aneh keluar dari situ. Tentu saja anak buah gerombolan yang mengintai dari kanan-kiri dan depan guha, melihat mahluk aneh itu muncul dari dalam guha tempat tiga buah peti mati ditaruh. Dan mereka gemetar ketakutan. Mahluk apakah yang keluar dengan loncatan-loncatan aneh, miring dan ke kanan-kiri itu" Seperti loncatan katak mabuk. Mahluk itu berkaki seperti manusia, akan tetapi tubuh atasnya berkerobong sehingga tidak nampak kedua tangan maupun kepalanya. Hanya dalam kerobongan itu, nampak bagian kepala yang luar biasa besarnya. Itulah caping yang terbungkus baju! Tentu. saja mereka yang masih merasa ngeri, ketika melihat "mahluk" aneh itu keluar, menjadi semakin gentar. Hari masih pagi sekali, kabut masih menggelapkan cuaca. Sinar matahari belum sepenuhnya muncul. Mereka tidak berani bergerak, akan menanti sampai cuaca terang, baru mereka berani mendekati guha atau memasukinya, tergantung perintah lima orang ketua mereka yang sejak pagi sekali sudah berada pula di tempat persembunyian para penjaga.
Melihat mahluk aneh itu, lima orang pimpinan gerombolan juga termangu dan gentar, tidak berani memberi perintah apa-apa karena mereka berlima juga hanya orang-orang sederhana yang amat tahyul. Mereka adalah orang-orang kejam yang tidak segan membunuh orang, dan mereka tidak takut menghadapi orang lain, akan tetapi mereka gentar untuk melawan setan. Apalagi mahluk aneh itu dengan loncatan yang mengerikan, memiliki gerakan yang amat ringan dan beberapa kali loncatan saja dia menghilang! Suasana makin menyeramkan.
Dengan mudah Hay Hay menemukan kuda milik Sarah yang dikat dalam sebuah guha kosong. Tidak ada orang berjaga di situ. Agaknya semua orang berkumpul, suasana yang menyeramkan dan rasa takut terhadap "mayat hidup" membuat mereka tidak berani menyendiri. Mereka merasa lebih aman untuk berkumpul dengan teman-teman. Akan tetapi Hay Hay tidak melihat kuda lain. Seekor pun sudah cukup, pikirnya. Kuda untuk Sarah, sedangkan dia sendiri tidak membutuhkan kuda. Kedua kakinya lebih dari cukup dan untuk berlari cepat, dia tidak mau kalah oleh kuda yang mana pun! Dia menuntun kuda itu dan ditambatkannya kuda itu di tempat yang lain. Setelah mengenal benar jalan dari tempat dia menyembunyikan kuda itu ke guha perkabungan, dia lalu kembali. Seperti tadi, dia menutupi kepala berikut capingnya dengan baju yang dibalik ke atas, akan tetapi sengaja sekali ini dia bergerak cepat sekali sehingga orang-orang yang mengintai di sekeliling tempat itu hanya melihat bayangan yang aneh bentuknya, kepala besar tanpa muka, berkelebat memasuki guha. Tentu saja semua orang menjadi ketakutan.
Ma Kiu, raksasa hitam kepala gerombolan itu tidak sabar lagi. Dia mendorong rekannya yang ke lima dan ke empat untuk menjadi pelopor. "Kalian berdua majulah. Beri contoh kepada yang lain. Pengecut!" bentaknya akan tetapi dengan suara lirih tertahan. Kepala ke empat yang tubuhnya gendut perutnya besar dan ke lima yang kurus kering, saling pandang dengan muka pucat. Mereka takut kepada pirnpinan pertama mereka, juga malu kepada para anak buah karena mereka dimaki pengecut. Mereka memberanikan diri dan keduanya segera muncul dari balik batu. Mereka memegang sebatang golok besar di tangan kanan dan sebuah perisai baja di tangan kiri. Di antara rnereka berlima, yang memegang senjata cakar besi di tangan kiri dan golok di tangan kanan hanyalah Ma Kiu, pemimpin pertama. Karena cakar besinya inilah maka mereka berlima dijuluki Lima Harimau Cakar Besi. Narnun, dua orang yang bergolok dan berperisai ini pun lihai bukan main.
"Haii, siluman, keluarlah dan lawanlah kami berdua!" teriak si gendut dengan sikap gagah akan tetapi suaranya jelas terdengar gemetar dan parau!
"Setan iblis yang berani mengganggu kami! Keluarlah dan rasakan tajamnya golokku!" teriak pula si kurus kering. Dia ini bersuara lantang dan tidak gemetar, akan tetapi kalau orang melihat ke arah kakinya, jelas bahwa dua buah kakinya itu menggigil! Dua orang pemimpin ini sebenarnya ketakutan sekali, akan tetapi mereka memaksa diri dan keduanya lalu melangkah maju menghampiri mulut guha.
Setelah tiba di mulut guha dan melihat tiga buah peti mati itu terletak seperti biasa, timbullah keberanian mereka. Mereka memutar golok ke atas kepala dengan sikap gagah dan menantang.
Akan tetapi, mereka yang mengintai dari tempat persembunyian mereka, terbelalak kaget dan terheran-heran ketika mereka melihat betapa dua orang pemimpin itu, si gendut dan si kurus kering, kini mulai saling serang dengan mati-matian! Saling serang dengan golok, ditangkis dengan perisai dan terdengarlah bunyi trang-tring-trang ketika mereka saling serang dengan ganasnya.
"Mampus kau, setan!" teriak si gendut.
"Rasakan golokku, iblis!" bentak si kurus.
Pada saat semua orang terheran-heran, nampak dua sosok bayangan melesat keluar dari dalam guha. Dua orang tanpa kepala, atau lebih tepat, kepalanya tidak nampak karena tubuh bagian atas merupakan kerobongan. Dua orang itu lari dengan cepat, seperti saling melekat. Melihat ini, Ma Kiu menjadi curiga karena cuaca sudah semakin terang dan dia dapat melihat bahwa mereka adalah seorang pria dan seorang wanita yang mengerobongi tubuh atas mereka dengan baju yang dibalik ke atas!
"Kalian cepat kejar mereka!" teriaknya kepada pemimpin ke dua dan kepada Ji Tang, pemimpin ke tiga sedangkan dia sendiri sudah meloncat ke arah dua orang pembantunya yang saling serang itu.
"Berhenti!" teriaknya sambil menggerakkan golok menangkis. "Trang-trang!" "Berhenti, apakah kalian berdua sudah gila, saling serang sendiri?"
Si gendut dan si kurus saling pandang, terbelalak dan bingung.
"Aku tadi menyerang setan!" kata si gendut.
"Aku pun menyerang iblis!" kata si kurus.
Tentu saja ulah yang aneh itu akibat pengaruh sihir Hay Hay. Sekarang karena Hay Hay telah pergi mereka sadar kembali dan Ma Kiu dapat menduga bahwa tentu ada musuh yang menggunakan ilmu sihir. Tentu peristiwa semalam yang menggegerkan karena disangka tiga buah mayat dalam peti mati hidup kembali juga merupakan perbuatan musuh itu. Musuh itu dan wanita bule telah melarikan diri, yaitu dua bayangan tadi. Dia segera mengajak si gendut dan si kurus untuk melakukan pengejaran agar dapat membantu dua kawan terdahulu yang telah melakukan pengejaran.
Mereka mendengar derap kaki kuda dan ke sanalah mereka berlari. Akan tetapi mereka hanya menemukan Ji Tang dan orang ke dua mengerang kesakitan dengan dahi terluka.
"Di manakah mereka" Apa yang terjadi?" tanya Ma Kiu penasaran.
"Ahh, si keparat itu!" Ji Tang mengepal tinju mengamangkan tinju itu ke arah bayangan yang kini nampak sudah jauh sekali, dan bunyi derap kaki kuda juga tinggal sayup sampai saja. "Kiranya yang melarikan gadis bule itu adalah seorang laki-laki yang mengenakan caping lebar. Tentu dia yang semalam mempermainkan kita semua, dan agaknya dia pandai ilmu sihir. Ketika tadi kami mengejar sampai di sini, mereka melompat ke atas kuda milik gadis itu, dan si caping lebar menyambit kami dengan batu, mengenai dahi kami."
Ma Kiu menyumpah-nyumpah, memaki kawan-kawan dan anak buahnya penakut dan
tolol, akan tetapi tentu saja mereka tidak berani melakukan pengejaran kedalam kota.
Keterangan yang diberikan Ji Tang memang benar. Hay Hay yang tadi menggunakan sihir membuat dua orang pimpinan gerombolan itu saling serang di depan guha, kemudian, menggunakan kesempatan itu dia mengajak Sarah untuk lari keluar dari guha dengan membalikkan baju ke atas menutupi muka mereka. Di balik baju, dia menggandeng tangan Sarah dan dia seperti menarik tubuh Sarah dibawa berlari cepat, menuju ke tempat dia menyimpan kuda.
"Cepat naiklah kudamu, aku mengikuti dari belakang." Kata Hay Hay.
"Tidak!" Sarah berkukuh. "Aku tidak mau naik kuda kalau engkau berjalan kaki."
"Habis, bagaimana " Aku hanya mendapatkan seekor kuda, tidak terdapat kuda lain, entah mereka sembunyikan di mana."
"Kudaku ini kuda pilihan yang kuat. Kita menunggang kuda bersama, berboncengan, atau bersama pula kita berlari!"
Karena khawatir dikejar puluhan orang dan Sarah tentu terancam bahaya, Hay
Hay tidak mau banyak berbantah lagi. "Baik, kita berboncengan!" katanya dan dia sudah melihat datangnya dua orang yang berlari cepat ke arah mereka. Tanpa banyak cakap lagi dia memeluk pinggang Sarah dan mengangkatnya naik ke atas kuda, kemudian dia memungut dua buah batu sebesar telur ayam dan menyambit dua kali ke arah dua orang yang berlari menghampiri. sambitan tepat mengenai dahi dan dua orang itu pun terpelanting dan mengaduh-aduh. Hay Hay meloncat ke atas punggung kuda, di belakang Sarah dan gadis itu yang sudah memegang kendali kuda lalu membalapkan kudanya meninggalkan tempat itu.
Mereka menunggang kuda tanpa pelana karena ketika Hay Hay menemukan kuda itu, pelananya tidak ada, entah disimpan di mana. Untung bahwa kendali kuda masih dipasang. Kini kuda dilarikan kencang dan mereka duduk tanpa pelana. Tubuh Sarah tegak dan lentur, tanpa tahu bahwa ia memang ahli menunggang kuda, ,Hay Hay juga biasa menunggang kuda, akan tetapi belum pernah dia menunggang kuda tanpa pelana, apalagi berboncengan seperti itu. Ketika kuda dilarikan kencang, dia terpaksa memeluk pinggang gadis itu dengan kedua tangan untuk menjaga keseimbangan badannya dan tubuhnya merapat dengan tubuh belakang Sarah. Dia memejamkan mata dan mengerahkan kekuatan batinnya untuk membayangkan yang bukan-bukan, tidak merasakan tubuhnya yang merapat dengan tubuh Sarah.
Setelah mereka keluar dari daerah bukit yang berguha-guha itu, Hay Hay berkata, "Cukup, Sarah. Kita sudah keluar dari daerah mereka dan kulihat tidak ada yang mengejar. Kasihan kudamu kalau disuruh membalap terus." Diam-diam hatinya mengeluh. Akulah yang patut dikasihani, seperti tersiksa oleh bisikan setan!
Sarah menahan kendali kuda dan membiarkan kudanya berjalan congklang. Ketika kuda itu berjalan congklang seperti itu, Hay Hay merasa semakin tersiksa. Tubuhnya terangkat angkat seperti diadu dengan tubuh Sarah! Dia tidak dapat bertahan lagi dan melompat turun.
"Eh, kenapa?" tanya Sarah sambil menahan dan menghentikan kudanya.
Wajah Hay Hay seperti kepiting direbus. "Tidak apa-apa, aku"..aku hanya kasihan kepada kudamu?"lebih baik aku berjalan saja."
Sarah menatap wajah Hay Hay penuh perhatian, dan tiba-tiba ia tertawa, tawa yang bebas lepas. Hay Hay mengerutkan alisnya, dan dari pandang mata gadis itu dia dapat menduga bahwa agaknya Sarah tentu dapat mengerti apa yang menyiksanya dan yang memaksanya turun. Dia semakin tersipu. "Sarah, kenapa engkau tertawa" Apakah engkau mentertawakan aku, Sarah?"
Sarah menghentikan tawanya dan tersenyum kepadanya. "Engkau memang lucu, Hay Hay. Lihat, kudaku tidak apa-apa, kenapa engkau yang ribut-ribut" Kudaku ini kuat sekali. Naiklah, mari kita lanjutkan perjalanan dengan naik kuda. Kalau engkau berjalan kaki, aku pun akan berjalan kaki. Kenapa sih kalau berboncengan dengan aku" Apakah engkau malu?"
Hay Hay tersenyum, di dalam hatinya mengeluh. Gadis ini memang aneh, agaknya memang tidak akan sungkan-sungkan lagi dengannya. Tentu saja dia malu untuk mengaku betapa himpitan tubuh di antara mereka tadi membuat dia tidak dapat menahan gejolak berahinya. "Tidak apa-apa, Sarah, hanya?"tidak enak dilihat orang kalau kita menunggangi seekor,kuda berdua, akan dianggap tidak mempunyai perasaan kasihan kepada kuda ini."
Tiba-tiba Sarah tertawa lagi. "Aih, Sarah, benar-benarkah engkau mentertawakan aku?"
Sarah menggeleng kepalanya. "Hay Hay, ucapanmu itu mengingatkan aku akan dongeng kuno yang pernah diceritakan pelayan kami kepadaku," katanya menahan tawa.
"Dongeng apa?" Hay Hay cepat menyambut karena dia mendapatkan bahan percakapan lain untuk mengalihkan urusan berboncengan itu.
"Dongeng tentang dua orang, seperti kita ini, yang hanya mempunyai seekor kuda, mereka adalah suami isteri yang melakukan perjalanan, seperti kita pula. Nah, si suami mendesak agar isterinya naik kuda sendirian, dan dia yang menuntun kuda. Di tengah perjalanan, mereka bertemu seorang laki-laki setengah tua. Melihat suami isteri itu, laki-laki tadi mengomel, mengatakan betapa isteri itu tidak tahu diri, tidak kasihan kepada suami, enak-enak nongkrong di atas kuda sedangkan suaminya berjalan sampai bermandi peluh. Nah, mendengar omelan itu, sang isteri segera turun dan mendengar agar suaminya saja yang kini menunggang kuda. Sang isteri kini yang berjalan menuntun kuda. Tak lama kemudian mereka berpapasan dengan seorang waruta setengah tua yang menggeleng-geleng kepala melihat suami isteri itu, lalu mencela betapa kejamnya suami itu membiarkan isterinya berjalan kaki sedangkan dia sendiri enak-enak menunggang kuda dan mengatakan betapa tidak pantasnya sikap suami itu. Mendengar ini, sang suami lalu menarik isterinya ke atas punggung kuda dan mereka berdua kini berboncengan, seperti kita tadi. Akan tetapi kembali mereka bertemu seorang kakek tua yang menyumpah-nyumpah dan dengan
marah menegur mereka sebagai suami isteri yang berhati kejam, membiarkan kuda mereka tersiksa menanggung beban dua orang. Mendengar celaan terakhir ini, suami lsteri itu menjadi jengkel. Mereka turun dan mencari bambu, mengikat empat buah kaki kuda itu, lalu memikul kuda mereka dengan kaki ke atas dan tubuh di bawah. Mereka tidak perduli lagi walaupun di sepanjang jalan mereka disoraki dan ditertawakan orang!"
Sarah mengakhiri ceritanya dengan tertawa geli. Hay Hay juga tertawa.
"Hay Hay tidakkah sama benar keadaan Itu dengan keadaan kita kalau engkau menolak untuk berboncengan" Kalau engkau jalan kaki, aku tidak mau naik kuda, sebaliknya kalau aku yang berjalan kaki, jelas engkau tidak mau naik kuda. Dan sekarang engkau menolak untuk berboncengan. Apakah sebaiknya kita mencari bambu dan memikul kuda ini seperti suami isteri itu" Heh-heh-hi-hik, alangkah akan lucunya!" kata Sarah.
Hay Hay juga tertawa. "Sarah, rasanya tidak pantas kalau aku sebagai laki-laki harus membonceng."
"Kalau begitu aku yang membonceng!"
Hay Hay menghela napas. Sukar untuk membantah gadis yang lincah dan pandai berdebat ini. "Baiklah engkau yang membonceng." Dia pun melompat ke atas punggung kuda, ke depan Sarah yang sudah menggeser duduknya ke belakang. Mereka melanjutkan perjalanan dan biarpun tubuh Sarah menempel ketat di belakangnya dan kedua lengan gadis itu merangkul pinggangnya, namun Hay Hay tidak merasa begitu tersiksa seperti tadi. Bagaimanapun juga, setan seperti berbisik-bisik, mengingatkan dia akan perasaan aneh di tubuh belakangnya yang berhimpitan dengan tubuh Sarah, sehingga terpaksa dia harus mengerahkan kekuatan batinnya untuk melawan.
Untuk membuyarkan perhatiannya yang selalu terarah kepada perasaan di punggungnya, Hay Hay mengajak Sarah bercakap-cakap. Dia tahu bahwa setelah berhasil dengan penyelidikannya, dia akan ke kota raja menyerahkan surat laporan Yu Siucai kepada Menteri Yang Ting Hoo atau Cang Ku Ceng. Dan tentu pemerintah di kota raja akan merigirim pasukan untuk menggempur Cang-cow dan mengusir orang-orang Portugis. Akan tetapi perang menumpas para pemberonrak. Dia amat mengkhawatirkan Sarah.
"Sarah, setelah engkau kembali kepada ayahmu, kita akan saling berpisah."
Kedua lengan yang memeluk pinggangnya itu semakin kuat, seolah gadis itu tidak ingin berpisah darinya. "Akan tetapi, bukankah engkau hendak mencari pekerjaan, Hay Hay" Aku dapat membantumu, aku dapat minta kepada ayah agar engkau diberi pekerjaan. Dengan demikian, kita akan dapat selalu berdekatan. Aku ingin persahabatan kita ini dapat berlanjut selamanya?""
"Sarah, hal itu tidak mungkin, dan terima kasih atas maksud baikmu. Akan tetapi, aku tidak akan melupakanmu selama hidupku, Sarah. Dan aku ingin meninggalkan pesan yang teramat penting bagimu."
Sarah adalah seorang gadis yang berhati baja dan tabah. Akan tetapi membayangkan bahwa setelah ia kembali kepada ayahnya ia akan berpisah dari penolongnya yang amat dikaguminya ini, ingin rasanya ia menangis.
"Katakan, pesan apakah itu?"
"Engkau tentu tahu sendiri betapa bangsamu, orang-orang Portugis, mengadakan persekutuan dengan para pembesar di Cang-couw, juga dengan para bajak laut Jepang. Mereka bersikap memberontak terhadap pemerintah di kota raja. Hal ini sudah pasti akan menimbulkan perang. Pemerintah tidak tinggal diam dan pasti Cang-couw akan diserbu."
Sarah terkejut. "Ah, begitukah" Aku malah tidak tahu akan hal itu, Hay Hay. Aku tidak pernah mencampuri urusan politik ayah. Setahuku menurut ayah, kepala daerah Cang-couw menghukum mati banyak pejabat penting yang dituduh memberontak. Bukankah itu berarti bahwa kepala daerah Cang-couw setia kepada rajanya?" .
"Hemm, itu pemutarbalikan kenyataan, Sarah. Akan tetapi engkau tidak akan mengerti. Pesanku hanya ini, yaitu agar engkau segera meninggalkan Cang-cow, kembalilah ke negerimu sebelum terlambat, sebelum terjadi perang. Karena kalau terjadi perang, aku sungguh amat mengkhawatirkan keselamatanmu."
"Bagaimana mungkin, Hay Hay" Aku tidak dapat meninggalkan ayah, apalagi ada Asron?""
"Nah, bukankah pernah kau ceritakan bahwa kekasihmu itu bertahan di sini hanya karena engkau" Bahwa ayahmu selalu menekannya dan tidak pernah memberi kenaikan pangkat" Ajaklah dia pulang saja ke negeri kalian, Sarah. Aku tidak ingin mendengar engkau menjadi korban perang. Pulanglah dan hiduplah berbahagia dengan kekasihmu itu di sana. Gadis seperti engkau ini tidak layak menjadi korban dalam perang yang kejam, engkau layak untuk hidup berbahagia di samping pria yang mencintamu. Ingat baik-baik pesanku ini, Sarah?""
Sarah tidak sempat menjawab lagi karena tiba-tiba bermunculan banyak kuda yang mengepung mereka dan ternyata mereka adalah pasukan orang Portugis yang dipimpin oleh Kapten Armando dan Kapten Gonsalo!
Kapten Gonsalo dengan pistol ditodongkan ke arah Hay Hay, sudah mengajukan kudanya dan membentak. "Jahanam busuk, angkat tangan atau kuhancurkan kepalamu yang terkutuk dengan peluru pistolku!"
"Kapten Gonsalo, hentikan kata-katamu yang busuk dan kotor itu!" bentak Sarah dengan marah sekali. "Dia adalah seorang pendekar, dan dialah yang telah menyelamatkan aku dari tawanan para gerombolan penjahat! Hati-hati kau dengan mulutmu!"
"Hemm, mereka semua adalah orang-orang biadab! Mereka layak dibunuh!" Gonsalo masih menodongkan pistolnya ke arah Hay Hay yang bersikap tenang saja sambil tersenyum.
"Kapten Gonsalo, bersabarlah dan jangan lancang tangan," kata Kapten Armando. "Sarah, turunlah dan ke sinilah, biar kami yang akan menyelesaikan urusan ini. Aku girang sekali melihat engkau selamat."
Sarah tidak mau turun, akan tetapi Hay Hay yang biarpun tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, dapat menduga kehendak kapten setengah tua yang rambutnya keemasan dan matanya biru seperti rambut dan mata Sarah itu. "Sarah, turunlah dan pergi kepada ayahmu. Jangan lupakan pesanku tadi."
"Tapi, Hay Hay"..aku khawatir mereka mengganggumu?""
Harpa Iblis Jari Sakti 1 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Bentrok Rimba Persilatan 23
^