Seruling Samber Nyawa 13

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 13


lah kentara juga sifat bangor dan nakalnya, selain itu tiada perbedaan lain yang lebih menyolok,
apalagi kalau tidak ditegasi juga sulit dapat melihat pertanda
perbedaan yang khas ini begitulah setelah berselang agak
lama masing-masing mematung berdiri berhadapan.
Terdengar Giok liong berkata lantang:
"siapakah tuan ini " Kenapa dialam pegunungan liar ini
menganiaya dan mengejar ngejar seorang perempuan jelita "
Apa kau tidak takut merusak nama baikmu serta nama harum
perguruanmu?" Karena rupa pemuda itu persis benar dengan Giok-liong
maka kata-kata yang diucapkan ini rada sungkan dan tuanya
bersifat menegor saja. setelah tercengang sebentar pemuda baja putih terlorohloroh
menengadah: "Kau tanya aku " seharusnya aku yang tanya padamu ?"
"Aku yang rendah Ma Giok- liong ..."
"Ma Giok liong Hahahaha" "Kenapa tuan tertawa ?" "Dicari merusakan sepatu besi tak keketemu, sekarang
ketemu disini tanpa susah payah Ha sungguh kebetulan sekali
" "Tuan kenal Ma Giok liong ?"
"Tidak, hitung-hitung pernah dengar akan namamu. itu
"nada perkataan pemuda baju putih ini rada menghina dan
mengandung sindiran lagi tanpa mengenal sopan, Giok-liong
berlaku sabar, sahutnya tertawa tawar:
"o, begitu ?" "Tak heran gadis genit macam keluarga Ling ini begitu
melihat aku lantas nanjang pendek dia memanggil aku dengan
sebutan Engkoh Liong apa segala dengan mesra dan penuh
kasih sayang. Ternyata kalian mempunyai hubungan begitu
erat dan rapat, Ma Giok- liong sungguh bahagia hidupmu ini."
Giok-liong menjadi mengerut kening, katanya keras:
"Tuan bicaralah kenal sopan santun dan tata kehormatan "
"Hahahaha Hormat dan sopan santun Apa yang dinamakan
sopan santun, jangan kau pura-pura, berlaku sebagai
sosiawan, mulutmu mengundal kata bajik dan berbuat susila
apa segala hakikatnya kau sendiri menjual tampang memikat
kaum perempuan, apakah kau dapat mengelabui mata jeli dari
tuan mudamu ini?" "Tutup bacotmu " Giok liong menjadi berang, suaranya
terdengar lantang penuh kemarahan: "siapa nama tuan ini, dari aliran atau perguruan mana,
sebutkan dengan jelas, perlu kiranya aku yang rendah
menyelesaikan urusan ini secara adil "
"Kau tanya padaku?" "ya, tanya kau " "Kalau kau tanya aku, kau harus ganti dulu nama busukmu
itu " "Haha Hm, hm Asal kau dapat menyebutkan alasannya, aku
Ma Giok- liong sedang setegang apa saja boleh kulakukan "
"Baik- berdirilah kuat dan tegak Aku orang she Ma sejak
kecil makan nasi sampai besar, bukan bangsa kurcaci yang
gampang di gertak silakan katakan"
"Tuan mudamu inijuga she Ma"
"Betapa besar dunia ini, entah berapa banyak orang yang
mempunyai she Ma, tak perlu di buat heran "
"Tuan mudamu ini bernama Ma Giok-hou"
"Ma----Giok- - -Hou " seketika Giok-liong berdiri kesirna, hatinya sambil
menjublek ditempatnya: "Ma Giok-hou" Masih teringat olehnya bahwa ibunya
pernah berkata bahwa dia masih punya seorang adik laki-laki,
bukankah ia bernama Ma Giok-hou?" karena ingatannya
tergetar hatinya, cepat ia berseru:
"Giok-hou Kau adalah. -adikku "
"Cis Kentutmu busuk " Ternyata kata pengakuan Giok-liong ini membuat pemuda
baju putih itu menjadi murka, setelah berludah ia berkata
menghina : "Ma Giok-liong Kau sedang mimpi Tuan mudamu ini adalah
adikmu" Kecuali kau lahir pada jelmaan yang akan datang"
Wajah Giok-liong menjadi panas, terasa bahwa tadi ia telah
salah omong terpaksa tertawa getir, ujarnya:
"Kalau begitu, ya sudah, harap maaf akan kesalahan
omonganku." lalu ia angkat tangan menjura dalam.
Dengan sikap gelak dan besar-besaran pemuda baju putih
mendengus jengeknya: "Hm, tidak tahu diri" Rasa curiga Giok liong masih belum hilang, katanya sambil
tertawa: "Tuan tamatan aliran kenamaan apakah boleh memberi
tahu dari perguruan mana?" "Boleh, tentu boleh. Kau sangka tuan mudamu ini tidak
punya akar tak punya aliran " "Sudah tentu begitu tentu.. ."
"Tuan mudamu hidup dibesarkan dilaut utara, menetap
dalam Hwi thiat-hay" "o Hwi thian hay Ma Hun dari laut utara, Ma-loeng-hiong
entah ada hubungan apa dengan tuan?"
"Beliau adalah ayahku " "Maaf kekurangan hormat tadi "
"Panggilan akan tuan muda pada diriku tidak berlebihan
bukan" "Tidak sudah tepat benar, keluarga persilatan murid
pendekar " Pemuda baju putih semakin congkak dan takabur dieluelukan,
mendadak wajahnya membersut kaku, katanya
rendah: "Kudengar katanya kau mengandal ketenaran nama Toji
Pang Giok serta keampuhan seruling sambar nyawamu itu
malang melintang dan menjagoi dunia Bulim" Ternyata
namamu begitu tenar bagaikan suara guntur di siang hari
bolong didalam daerah Tionggoan ?"
Terang-terangan ini adalah tiada angkatan tua memberi
teguran dan nasehat kepada angkatan muda, sikapnya
sungguh sangat sombong sekali. Tapi Giok- liong bersikap sabar tanpa ambil marah
sedikitpun meskipun rasa hatinya mendelu dan dongkol,
namun lahirnya tetap wajar saja, katanya:
"Terima kasih, itu hanya para kawan Kangouw yang terlalu
mengelukan, serta anugerah para bulim Cian-pwe"
Tak duga Ma Giok-hou ambil tidak pusing akan
penjelasannya ini, air mukanya semakin membeku dingin,
tanyanya balik - "Apakah kau tahu apa tujuan tuan mudamu menuju ke
Tionggoan sini ?" "Dari mana aku yang rendah bisa tahu"
"Ketahuilah Khusus aku hendak mencari kau "
"Karena aku?" "ya" "Ada petunjuk apakah ?" "Aku bernama Ma Giok-hou, maka kau tidak boleh lagi
menggunakan nama Ma Giok-liong "
"Uh Kenapa pula ?" "Aku bernama "Hou" (macan) sedang kau menggunakan
"Liong" (naga) terang sudah tidak mencocoki satu sama lain,
apalagi sama-sama menggunakan pula huruf " Giok" (kumala)
bukankah lebih tidak serasi " "Tidak serasijuga tidak menjadi soal kurasa "
"Tidak orang lain bisa anggap kita adalah saudara
sekandung " "Ini... Hihihi" Giok-liong menjadi geli sendiri, pikirnya,
"Hwi-thian khek Ma Hun dari Pak-hay sangat tersohor dan
berwibawa tata kehidupan keluarganya tentu sangat keras,
bagaimana mungkin bisa punya seorang putra yang bangor
dan congkak demikian ini omongannya terlalu takabur,
sungguh Jenaka dan menggelikan sekali. Terdengar Ma Giokhou
menggerung gusar, semprotnya : "Apa yang kau tertawakan ?"
"Menurut hemat aku yang rendah, nama seseorang
merupakan perwakilan yang tercantum belaka, tentang nama
tidak terlalu penting, adalah sepak terjang atau tingkah laku
seseorang menjadikan garis utama sebagai hidup manusia
layaknya, inilah yang terpenting, bagaimana menurut
pendapat tuan?" nada perkataan Giok- liong ini sudah mengandung sifat
kurang senang. Tak tahunya, sikap Ma Giok-hou acuh tak acuh,
cemoohnya: "Sesuatu yang kau anggap tidak penting sebaliknya
kupandang sangat penting " "Oh Lalu bagaimana menurut pendapat tuan ?"
"segera kau ganti nama " "Kau minta aku ganti nama, lalu ganti she dan nama apa ?"
"Terserah mana suka" "Kenapa begitu ?" "Sukar dapat dibedakan secara jelas antara. mata ikan dan
mutiara " "siapakah mata ikan, lalu siapa pula yang menjadi mutiara
?" " Untuk itu kau tidak perlu urus, pendek kata selanjutnya
kau tidak boleh menggunakan nama Ma Giok-Liong "
Giok liong kurang senang, baru saja ia hendak mengumbar
wataknya, akan tetapi lantas teringat olehnya bahwa tidak
lama lagi jiwa sendiri bakal melayang, termasuk hari ini tidak
lebih tinggal tujuh hari saja, buat apa berbuat menurut isi hati
melulu. Apalagi Hwi-tHan khek Mi Hun dari Pak-hay merupakan
tokoh kosen yang berwatak sangat aneh, namanya seumpama
geledek disiang hari bolong sifatnya lurus dan suka beramal
lagi, bagaimana juga ia tidak rela mengikat permusuhan
dengan tokoh kenamaan ini. Maka sedapat mungkin ia menekan gejolak amarah dalam
dadanya mandah menggeleng saja ia berkata:
"untuk soal ini kuharap tuan suka maafkan, gauti nama dan
she bukan merupakan urusan sepele, seumpama aku sendiri
sudah ganti nama, orang lain juga tetap menyebut namaku
yang lama, bukankah sia-sia belaka "
Tak sangka Ma Giok hou masih mengukuhi tuntutannya,
dengan berbagai alasan yang tidak masuk diakal.
Akhirnya Giok- Hou mengerut alis dan berkata
serampangan tak mengenal aturan: "Hoo, seharusnya sejak semula kau menggunakan namamu
sekarang " saking dongkol gusar dan geli Giok-liong terloroh-loroh,
"Hahahaha Hehehe Hihi" "Kau masih berani tertawa "
"Harap tanya tuan tahun ini berusia berapa ?"
"Tuan mudamu sudab cukup berusia delapan belas "
"Nah, kan tidak bisa salahkan aku "
"Apa harus salahkan aku?"
"Aku tidak berani salahkan kau, karena aku lebih tua dua
cahun dari kau, tentang nama itu terang aku diberi oleh
ibunda dan ayahku lebih dulu "
" Kau pintar memutar bacot dan ingin menang sendiri "
sekarang Ma Giok hou malah menuduh Giok-liong semena
mena menggunakan akal bulusnya, segera ia pasang kudakuda
dan bergaya siap untuk bertempur. Kemarahan Giok-liong sudah memuncak pada titik paling
tinggi, dengan mendengus dingin ia tidak hiraukan lagi pada
bocah sombong kurang ajar itu. Pelan pelan ia memutar tubuh
berkata pada Ling soat yan yang tengah duduk bersila semedi:
"Nona Ling, mari kita pergi"
Angin berkesiur, tahu-tahu Ma Giok-hou sudah
menghadang didepan mereka, bentaknya mendelik,
"Mau pergi, Mau tidak kau ganti nama ?"
"Sulit aku yang rendah menurut perintahmu, kalau mau
ganti, silahkan kau sendiri yang ganti"
"Apa kau berani menyuruh tuan mudamu ini ganti nama ?"
"Lalu mengandal apa kau suruh aku ganti nama ?"
"Mengandal wibawa Hwi-thian khek Ma Hun dan
kepandaian tunggal Hwi-thian-ling-cu"
"Kau terlalu menghina orang, seumpama seorang limpung
aku Ma Giok- liong juga punya parasaan, kau ada simpanan
kepandaian tunggal apa, nanti pada suatu ketika biar aku
belajar kenal di laut utara sana"
habis berkata Giok-liong melangkah mendekat ke arah Ling
soat-Yan sembari katanya: "Mari kita pergi" saat itu kebetulan Ling soat-Yan selesai dengan semadinya,
pelan-pelan merangkak bangun dengan pandangan gusar ia
deliki Ma Giok-hou lalu berkata kepada Giok-Liong:
"Kenapa kau hari ini seperti.. ."
Giok-liong tertawa getir, ujarnya: "Sudahlah Nona Ling " "Dia membunuh chiu Ki" "orang yang sudah mati takkan hidup kembali. Nona Ling
permusuhan gampang diikat sulit diselesaikan."
Walaupun dengan kata-kata manis Giok-Liong berusaha
membujuk Ling Soat-Yan, tapi Ma Giok-hou yang masih
mentang-mentang gusar itu tak mau peduli, jurus Ban huasam-
ong dimainkan kedua kepelan tangannya beruntun
bergerak tiga jurus terus menghadang di depan jalan,
bentaknya gusar: "Kalau kau hari ini tidak ganti nama, jangan harap kau
dapat lolos dari sepasang kepelan tuan mudamu ini"
Belum sempat Giok-liong mengumbar kemarahannnja, Ling
Soat-Yan sudah tak kuat lagi, katanya kepada Giok liong:
"Kau takut Ma Hun dari Pak-hay, aku orang she Ling tidak
takut Awas serangan." Agaknya ia menyerang dengan penuh kegusaran dan
pelampiasan dendam, maka kedua telapak tangannya berubah
warna merah darah, sekali turun tangan ia lancarkan Hiat-ing
ciang. Ma Giok hou bergelak tawa dengan congkaknya, serunya:
"Apakah ajaran tadi masih belum cukup ?"
kelihatan iapun menggerakkan kedua kepelan tangannya.
seiring dengan gerak jalan kepalannya mendadak terdengar


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara mendesis dari sambaran tenaga pukulannya yang dingin
membekukan, sungguh hebat mengejutkan perbawa sekejap
saja tiga tombak sekeliling-tubuhnya diliputi hawa dingin
membeku seumpama dimusim dingin yang banyak turun
hujan salju, begitu dingin hawa ini sampai menembus tulang
membuat orang merinding kedinginan.
Terkejut Giok-liong dibuatnya melihat kehebatan pukulan
lawan, tercetus teriakan dari mulutnya gugup:
"Awas nona Ling, jangan, kau sambut dengan kekerasan"
Ling Soat-Yan sendiri juga maklum bahwa Hwi thian ciang
yang dilancarkan Ma Giok-hou ini didalam gerak tipunya
dilandasi dengan ilmu Ciat tok ham-kang, ilmu tunggal dari
aliran Pak-hay yang paling diandalkan, perbawanya bukan
kepalang hebatnya, tadi dirinya pun sudah merasakan
kehebatannya. Maka tidak menanti peringatan Giok-liong ia sudah
bergerak, dengan jurus Thian-li-san hoa (bidadari menyebar
bunga), gesit sekali tiba tiba ia melayang mundur 3 tombak
jauhnya, lapat lapat terlihat dalam sorot pandangannya
hatinya sudah gentar dan kapok, wajahnya pucat.
Ma Giok hou sangat puas dan senang, katanya bergelak
tawa: "Bagaimana" Belum lagi kena kenapa lantas lari?"
sambil berkata kata ejek ini laksana tebaran bulu angsa
tubuhnya yang memutih melayang mengejar dengan enteng
sekali- Dimana ia gerakkan tipu Hian-hong it-sek (sejurus
angin lesus) mendadak kedua pundaknya bergoyang tahu
tahu ia sudah melejit tiba disamping Lign Soat-Yan tangan
kanan menyurung kepada telapak tangannya persis mengarah
tulang punggungnya, terus menepuk ringan.
Kalau tepukan telapak tangannya ini kena dengan telak,
tentu tamat riwayatnya Ling soat yan.
"Tahan" tanpa berayal segera Giok liong membentak,
dimana mega pulih berkelompok menerpa tiba, belum lagi
tubuhnya meluncur tiba angin pukulannya sudah bergerak
dengan dilandasi kobaran api deras yang mencorong mega
putih terus menindih ke telapak tangan Ma Giok hou yang
terulur keluar itu. "Ei.. OU"
"biang?" kedua gulung angin dahsyat saling bentur
ditengah udara tepat dibelakang punggung Ling soat yan.
Tiga bayangan orang kontan terpental ketiga jurusan
sampai setombak lebih- Terdengar Ma Giok-hou menjengek
dingin: "Kim-pit jan hun, kiranya hanya sebegitu saja."
Bahwasanya ia tidak tahu bahwa Giok-liong hanya
mengerahkan tiga bagian tenaganya saja, tujuh bagian yang
lain untuk melindungi badan. sudah tentu pukulan Ma Giok-hou tadi juga atau belum
dilancarkan menggunakan seluruh kekuatannya., setelah
menyambuti pukulan Giok liong terasa hanya sebegitu saja,
tiada tanda-tanda yang hebat dan mengesankan. Maka
sikapnya semakin takabur, nyalinya semakin besar.
Mendengar kata-kata orang yang menghina itu, hampir
meledak dada Giok-liong. Tak tahan lagi ia maju tertindas
seraya berkata lantang: "Aku sudah berkali-kali mengalah. jangan kau mendesak
orang begitu keterlaluan Harus kau ketahui.. ."
Jangan cerewet" tugas Ma Giok-hou dengan muka membesi
dingin, "keluarkan kepandaian khususmu. Tuan mudamu tahu kau
melulu mengandal kesaktian seruling samber nyawa yang
ampuh itu" Keruan semakin menyala kemarahan Giok-liong, desisnya
rendah: "Menghadapi kau tidak perlu kugunakan senjataku itu"
"Bocah keparat Lihat pukulanku ini" dalam tanya jawab itu
mereka sudah saling serang satu jurus- Mulailah pertempuran
besar-besaran yang sengit dan ramai- Kedua pihak samasama
mengenakan pakaian serba putih, dan diselubungi kabut
putih lagi keadaan gelanggang pertempuran menjadi semakin
seru. Diam-diam Giok liong membatin "Meskipun sifatnya congkak dan sombong, namun
kenyataan Iwekangnya tidak rendah "
Dilain pihak Ma Giok hou sendiri juga tengah membatin
"Memang tidak omong kosong ketenaran namanya itu,
kepandaian dan kekuatan Iwekangnya bukan olah-olah
hebatnya" Batu kerikil dan debu beterbangan pohon bertumbangan
keterjang angin pukulan dahsyat- Dua jagoan muda saling
memberondong dengan serangan gencar dan mematikan,
sama-sama tidak mau unjuk kelemahan dan mengalah.
semula Giok-liong sedanya saja menghadapi serangan
musuh sangkanya betapa juga manusia sombong macam
begini kekuatan Iwekangnya tentu ada batasnya siapa tahu
begitu saling gebrak lantas ia rasakan permainan Giok-hou
begitu aneh dan perubahannya sulit dijajaki, apalagi setiap
sambaran pukulannya dilandasi angin dingin yang menyampok
keras. Hwi thian-cay dari Pak-hay memang bukan nama
kosong. Tidak dapat tidak Giok liong harus menaruh perhatian
khusus untuk meneliti dan memecahkan jurus jurus permainan
lawan. Lima puluh jurus kemudian timbul suatu perasaan aneh
yang belum pernah timbul dalam sanubari Giok-liong selama
ini. Terasa oleh Giok-liong, musuh muda yang dihadapinya ini
merupakan tokoh muda yang paling kosen selama ia
berkelana di kangouw. Memang banyak yang berkepandaian setingkat dengan
Giok-hou, namun dengan usianya yang masih muda belia ini
jarang ditemui. Terpikir dalam otaknya:
"Aku sudah terserang penyakit Le-hwe-bu-ceng yang tak
mungkin dapat diobati lagi, jiwaku tinggal hidup tujuh hari
lagi, untuk apa aku berebut kemenangan, orang macam Ma
Giok-hou ini setelah bertambahnya usia dengan pengalaman
hidup yang lebih berat tentu sifat dan watak kotornya itu bakal
berubah pula, dia merupakan tunas muda dan bibit harapan
kaum Bulim, kalau aku sampai membuatnya cidera sayang
sekali. Karena pertimbangannya ini tanpa disadari gerak geriknya
menjadi kendor. Tapi tiada terpikir oleh Ma Giok-hou bahwa
Ma Giok-liong mempunyai pikiran aneh yang cenderung
kepada harapan masa depan dirinya, yang terang setelah lima
puluh jurus kemudian terasa olehnya tekanan permainan Giok-
Liong kelamaan menjadi kendor dan lemah tak bertenaga,
jurus permainannya juga tidak segesit semula, tenaganya
lebih payah lagi, keruan Giok-hou bersorak dalam hati.
sebaliknya tanpa mengenal kasihan Giok-hou melancarkan
serangannya lebih gencar, kedua kepelan tangannya itu
laksana ribuan kupu-kupu beterbangan mendesak dan
mengancam setiap saat, sehingga Giok-liong kerepotan
mundur dan mundur terus membela diri tanpa mampu balas
menyerang. Putri bayangan darah Ling soat yan menjadi gelisah melihat
Giok liong semakin payah dan terdesak dibawah angin, tak
tertahan lagi akhirnya ia berteriak:
"Giok-liong Engkoh Ling Kenapakah kau "
Mendengar teriakan ini Ma Giok-hou masih lebih
memberondong serangannya ditambah tenaga berlipat ganda.
Telapak tangan bergoyang memancing mendorong ke depan,
sedang telapak kiri yang membabat dari kanan ke kiri tiba-tiba
berubah menjadi tutukan, dimana kedua jari tengahnya
meluncur mengarah jalan darah besar dibawah tetek Giokliong,
cara serangan macam ini betul-betul ganas dan jahat
sekali, karena sembari menutuk mulutnya ikut membentak:
"Kena" Tapi sedetik sebelum kedua jarinya mengenai sasarannya
mendadak bentakannya menjadi seruan tertahan tersipu-sipu
ia menjejakkan kakinya lantas melayang jauh setombak lebih,
karena terlambat serambut saja dada sendiri juga tertembus
oleh selarik sinar pedang dingin yang melesat datang dari
tengah udara. Giok-liong juga berteriak khawatir, lekas lekas berkelit
mundur keluar kalangan, cepat cepat Ling soat- an memburu
maju menarik lengan baju Giok-liong, mukanya pucat penuh
kekwatiran. sejenak kemudian terlihat sesosok bayangan kuning
meluncur turun dari tengah udara. Tahu-tahu Tan soat-kiau
sudah berdiri teoak diantara mereka, sedikit membungkuk ia
mengulur tangan mencabut pedang pendeknya yang
bergoyang-goyang menancap ditanah, sepasang matanya
berkilat mendelik kearah Ma Giok hou, semprotnya:
"Kenapa kau turunkan tangan kejam. Engkoh Liong sengaja
memberi hati kepadamu, masa kau tidak tahu ?"
"Hahahahaha ". sebelum Ma Giok-hou bergelak tertawa
geli- sekian lama ia mengamati Tan soat-kiau, baru suaranya
mengalun: "Aduh satu lagi Ma Giok liong Rejeki sungguh besar, ya
Hahaha." Tan soat kiau membolang baling pedang pendeknya,
bentaknya: "Mulut bawel, awas nonamu memotong lidah kurang ajar
itu" saat mana Giok liong berdiri menjublek ditempatnya seperti
orang linglung, luka dalam hatinya sungguh besar sehingga
membuat semangatnya runtuh hakikatnya ia sudah kehilangan
daya gerak kehidupan sebagaimana manusia umumnya,
tenggelam semakin ambla Ini tak bisa menyalahkan dia sebab
tujuh hari adalah waktu yang sangat pendek "
Lain adalah Ma Giok-hou dengan tertawa cengar cengir ia
tunjuk Giok-liong berkata kepada Tan soat kiau:
"Dia adalah engkoh mu ?" Merah muka Tan soat kiau, namun dengan berani ia
menjawab: "Benar, kau mau apa ?" "Apa Kaujuga she Ma ?" "cis Nonamu she Tan" "Lho, kenapa kau panggil dia engkoh ?"
"Kau tak usah peduli hal ini "
"Kenapa kau tidak panggil 'engkoh' juga kepadaku"
"Bocah bangor Kucincang tubuhmu" lenyap suaranya tahutahu
sinar pedangnya sudah berkuntum beterbangan laksana
titik bintang terus menubruk kearah Ma Giok-hou sembilan
jalan darah besar ditubuh orang ia incar dengan tepat, cepat
sekali beruntun ia sudah lancarkan sembilan tusukan dan
tikaman. Kepandaian Ma Giok hou boleh dikata sudah mendapat
gemblengan pribadi dari Hwt-thian-khek Ma Hun dari laut
utara, dengan tingkat kepandaiannya sekarang mana begitu
gampang kena disergap oleh serangan musuh.
Pura pura ia berseru kejut dan mundur ketakutan sembari
berteriak menggoda: "Aduh Celaka" Bayanganputih melayang dan berlompatan kekanan kiri
dengan ringan sekali, tanpa terasa dengan kegesitan tubuhnya
itu indah sekali ia meluputkan diri dari ancaman ujung pedang
lawan, malah tidak sampai disitu saja ia menggoda tiba-tiba ia
melejit kekanan Tan soat-kiau begitu dekat jarak mereka
boleh di kata berdiri berendeng bersentuhan pundak.
Tangkas sekali ia melulur telapak tangannya
mencengkeram pelelangan tangan orang lalu digentakkan,
serunya lemah lembut : "Nona Tan jatuhkan pedangmu"
Tan soat-kiau sangat percaya akan hasil serangannya ini,
tak nyana baru saja ia bekerja setengah jalan mendadak
bayangan musuh menghilang, belum lagi ia mengetahui duduk
perkaranya tahu tahu terasa pergelangan tangan kesakitan
kena dicengkeram oleh lawan, begitu sakit sampai menembus
tulang, walaupun berusaha hendak berontak namun tenaga
sudah lemas. "Trang" ditengah keluhannya pedangnya jatuh ke tanah,
sekuatnya ia coba meronta, namun pergelangan tangannya
seperti dibelenggu kacip sedikitpun tidak bergeming malah
menambah sakit. Dari kejauhan Hiat-ing Kong-cu tak kuasa memberi
pertolongan, mulutnya hanya berteriak mengeluh saja.
sebetulnya semangat tempur Giok-liong sudah ludes dan
loyo, namun begitu melihat Tan soat-kiau terbelenggu dalam
bahaya kontan membara matanya, mega putih lantas
bergerak menerpa kedepan dengan merangkap kedua jari
tangan kanannya, ia menubruk maju mengitari jafan darah Gihiat
dipunggung Ma Giok-hou, mulutnyapun membentak
gusar: "Lepaskan dia " Menurut perhitungannya begitu ia lancarkan serangan
mematikan ini, tentu Ma Giok hou lepaskan Tan soat-kiau
untuk menyelamatkan diri dengan menyingkir jauh.
Tak nyana ternyata Ma Giok-hou malah terkekeh-kekeh,
sedikitpun ia tidak bergeming dari tempat berdiri, teriaknya
keras: "Mari tutuk. Asal kau tega lihat si cantik ini gugur bersama
aku, silakan tutuk saja " Walaupun Giok-liong berhasil mengancam jalan darah
besar cio-hian di punggungnya, tapi Ma Giok-hou masih
mencengkeram pergelangan tangan Tan soat-kiau, dimana
merupakan jalan darah yang mematikanjuga. oleh karena itu
ia menjadi serba sulit dilepas sayang kalau itu diteruskan
akibatnya juga tentu runyam, terpaksa ia membentak:
"Lekas lepaskan" Tatkala itu Tan soat-kiau masih bandel berusaha meronta
lepas sampai mukanya merah padam, napasnya sengal-sengal
sementara Ling soat yan hanya membanting banting kaki saja
sembari melotot tak mampu berbuat apa-apa.
Tanpa pedulikan seruan Giok-liong, Ma Giok-hou malah
tertawa kering, ujarnya menantang: " Kalau kau punya kepandaian silahkan tutuk "
Lengan Giok-liong menjadi gemetar, giginya terkancing
kencang saking gemas. Di lihat dari perangai Ma Giok-hou
yang bangor dan aseran itu, tentu ia dapat melaksanakan


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perkataannnya, terang dia takkan mau melemaskan Tan soatkiau
yang menjadi sandera keselamatan dirinya.
Keruan Giok-liong menjadi bingung dan gugup, katanya:
"Kau mau lepaskan tidak ?"
Acuh tak acuh dengan sikap malas-malasan Ma Giok-hou
menyahut: "Tidak sulit aku lepas tangan, tapi aku kuatir kau takkan
mau setuju " "Menyetujui apa ?" tanya Giok liong.
"Letakkan seruling samber nyawamu ditanah dan kau
sendiri harus mundur tiga tombak "
"Hm, kau memeras ?" "Bukan memeras, inilah syarat dan hitung dagang "
"Tentu, tukar menukar dengan adil Kalau tidak jangan
harap aku melepas kekasihmu ini."
Mendengar percakapan ini Tan soat-kiau menjadi gelisah,
teriaknya: "Giok-liong, engkoh Liong sekali-kali jangan percaya
obrolannya " Di sebelah sana Ling soat-yau juga mendesis mengertak
gigi: "Bangsat rendah dan hina dina "
Giok-liong lemas lunglai, ujarnya menghela napas:
"Ternyata tujuanmu hanya pada seruling samber nyawa
melulu " Tan soat-kiau berteriak lagi: "Bagaimana juga tidak boleh kau serahkan kepada kurcaci
ini. Kalau seruling sakti mandra guna berada di tangannya,
tentu penghidupan kaum persilatan tak aman sentosa
selanjutnya " Ma Giok-hou mengeraskan cengkeraman tangannya,
katanya dongkol: "Apa kau tidak ingin hidup lagi?"
"ou..." keringat sebesar kacang kedele berketes-ketes
meleleh membasahi selebar mukanya, agaknya soat-kiau
sangat menderita menahan kesakitan.
"Bangsat berani kau " bentak Ling soat yan, tapi apa
gunanya membuang tenaga dan suara. "Hentikan siksaanmu " mendadak Giok-liong membentak
keras, suaranya laksana guntur menggelegar selebar mukanya
bersemu hijau mcmbesi, betapa pedih dan mendelu hatinya
dapatlah dibayangkan, amarahnya sudah memuncak tak
terkendali lagi. Tapi pada lain kejap sikapnya menjadi lebih
tenang, ujarnya pelan-pelan: "Baiklah selalu kubawapun tiada gunanya lagi, lebih baik
kuberikan kepadamu saja" soat-kiau dan Soat-Yan berseru tertahan sambil mendekap
mulutnya. Ma Giok-hou menyeringai penuh kemenangan ujarnya:
"Asal kau tahu saja Lekas letakkan di tanah dan cepat
mundur tiga tombak " sepasang mata Giok liong mengembeng air mata, matanya
mendelong mengawasi ke depan, pelan-pelan ia merogoh
keluar seruling sakti yang selalu diimpikan dan diincar kaum
persilatan. Cahaya cemerlang menyolok mata terpancar dari
seruling sakti yang memutih halus itu.
Lekas Ling Soat-Yan memburu maju ke-samping Giok liong,
kedua tangannya mengelus-ngelus seruling sakti itu, air mata
membanjir keluar, tak tertahan ia menangis sesenggukan
keluhnya : "Apa betul-betul kau hendak menyerahkan seruling ini
begitu saja" Giok liong manggut-manggut tanpa bicara, pelan-pelan ia
mendorong tangan Ling soat-yan, lalu dengan seksama dan
penuh rasa berat ia mengamati seruling ditangannya.
Lama dan lama selali, akhirnya Ma Giok hou menjadi tidak
sabar lagi, serunya mendesak: "Bagaimana "Jadi tidak barter ini ?"
"Jadi, jadi Tapi sebelum seruling ini menjadi milikmu aku
ada beberapa patah kata ingin kuucapkan"
"Ada omongan apalagi, lekaslah katakan, main plintat
plintut segala." "Baik, kuharap kau dapat meresapinya "
"Katakanlah " "Pertama, seruling sakti ini peninggalan orang kuno yang
telah menjadi senjata ampuh mandraguna. Dia akan menjadi
milik orang yang berjodoh dengan seruling ini. Hari ini aku
kehilangan seruling ini mungkin perbuatan bajikku masih
minim, maka kuharap saudara selalu ingat akan peringatan ku
ini" "Itu kan obrolan biasa selama orang memberi nasehat "
" Kedua, seruling ini karena terlalu sakti sehingga cara
menggunakannya sangat ganas dan telengas, tidak bisa
dikatakan tidak akan bisa membunuh orang, maka harapanku
kedua supaya kau menggunakan kesaktiannya ini untuk
membunuh orang-orang jahat, lindungilah yang bijaksana dan
lemah tak bersalah, jangan sekali kali kau gunakan untuk
menyebar maut menimbulkan bencana."
"Aah, omong kosong belaka "
"Ketiga... " "Masih ada fagi. Waaah brengsek "
"Hehehe mau tidak kau mematuhi terserah kepadamu saja,
bagaimana ?" "Baiklah, sebutkan terus "
"Ketiga, seruling ini jangan sampai kena kotoran, sebagai
benda suci dan sakti sekali kena kotor lenyaplah
keampuhannya, bukan menjadi barang antik atau pusaka
lagi." "Untuk hal inu boleh dipercaya dan bisa kumaklumi"
"Keempat..." "Masih ada keempat?" "Jangan sembarangan kau serahkan seruling ini kepada
siapapun, pilihlah orang yang tepat dan orang itupun harus
betul-betul dapat kuat melindunginya...."
"sudah sudah Legakanlah hatimu Berada ditanganku
seruling ini akan lebih terlindung daripada menjadi milikmu-
Direbut orang lain, sesutu tak mungkin terjadi"
"Kuharap begitu pula" "Sudah belum, tiada sambungan lagi. Letakkan ditanah dan
menyingkir tiga tombak"- "Baik kuturuti segala kemauanmu" selesai berkata,
mendadak Giok-liong bertekuk lutut, seruling samber nyawa
diangkat tinggi diatas kepalanya, menghadap ke timur ia
menyembah berulang kali, mulutnya bersabda:
"Tecu tak berguna, seruling sakti ini tak mampu kulindungi
lagi, harap para Cosu memberikan hukuman setimpal pada
generasi yang tak berguna ini." selesai ia mengheningkan
cipta air mata sudah membanjir keluar tak tertahan.
Hati Tan soat-kiau seperti diiris-iris pisau, teriaknya sambil
meronta : "Aku rela mati, jangan kau...aduh"
"Jangan banyak mulut" "Ternyata begitu Ma Giok-hou mengeraskan
cengkeramannya, hampir saja Tan soat-kiau jatuh pingsan
saking kesakitan Giok liong menjadi beringas, hardiknya:
"Kau masih belum lepaskan tanganmu."
Ma Giok-hou menyerinyai, jengeknya-
"Aku akan lepas tangan setelah kau letakkan serulingmu itu
dan mundur tiga tombak-" "Kau mengukur hari seorang kuncu dengan martabat
seorang rendah. Aku tentu akan menepati janjiku- "
Benar juga pelan-pelan Giok liong meletakkan seruling yang
memancarkan cahaya cemerlang diatas rumput, lalu katanya
pelan: "Begini, kau puas bukan?"
"Mundur tiga tombak-" bentak Ma Giok hou-
Giok liong manggut-manggut, menggape kepada Ling soat-
Yan sembari katanya: "Nona Ling, mari kita mundur tiga tombak"
Ling Soat-Yan sudah tidak kuat menahan rasa sedihnya, ia
menangis keras tergerung-gerung, katanya tersekat-sekat:
"Kau". benar kau..."
Tan soat-kiau sendirijuga sampai ter-tenggak suaranya
saking pilu menangis: "Engkoh Liong, kau tidak seharusnya.-karena aku...."
Giok liong menggigit bibir, ujarnya:
"Aku sudah menyetujuinya, sudahlah jangan banyak omong
lagi, mari." sambil mengajak Ling Soat-Yan ia sudah melayang tiga
tombak lebih, terus duduk diatas sebuah batu besar, sikapnya
lesu dan loyo. Ling soat yan malah mendelong mengawasi seruling sakti di
tanah berumput itu, tidak rela untuk meninggalkan begitu saja
"Budak-" bentak Ma Giok-hou dengan garang:
"Tidak lekas menyingkir, apa cari kematian"
Terdengar Giok-liong berteriak memanggil.
"Nona Ling, marilah kesini "
Dengan pandang berapi-api penuh kebencian Ling Soat-Yan
mendelik kearah Ma Giok hou, seolah membanting kaki iapun
melompat jauh tiga tombak tiba disamping Giok-liong. suara
Giok-liong terdengar lemah berkata:
"Tuan boleh melepas orang bukan."
Ma Giok-hou menyeringai mendadak ia menengadah serta
bergelak tawa, tangan yang mencengkeram Tan soat kiau
masih belum dilepaskan mendadak ia menyeretnya ke depan
lalu membungkuk menjemput seruling samber nyawa, sambii
mengentakkan tangan Tan soat-kiau ia berteriak:
"Ternyata begini gampang tanpa mengeluarkan tenaga,
Genduk. ayu, tak nyana jiwamu sebagai timbal dengan senjata
sakti mandraguna ini, baik hitung-hitung masih
menguntungkan kau" habis berkata terlihat tangan kanannya dipuntir terus
disendai keatas. Ternyata sekali sentak ia lemparkan tubuh
Tan soat-kiau setinggi lima tombak-
Bayangan merah dan putih berkelebat bersama. Kiranya
Ling soat-Yan dan Giok-liong memburu bersama, begitu cepat
mereka meluncur kearah Tan soat-kiau yang melayang di
tengah udara itu. Betapa berat tubuh besar ini kini meluncur
lurus lagi keruan bukan kepalang deras dan kuat daya
jatuhnya. Untung kembangkan Ling hun-toh Giok-liong secepat kilat,
dalam saat gawat dan memburu itu kedua tangannya masih
sempat menyandak dan menyanggah ke atas, hitung-hitung ia
berhasil menahan sedikit daya luncuran jatuh tubuh Tan soatTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/ kiau. Tapi tubuh Giok-liong yang meluncur lempang itu sudah
hampir saja dadanya menyentuh tanah.
Karena kedua tangan menyanggah tubuh Tan soat-kisu
sehingga ia tidak leluasa mengembangkan gerak badannya,
hanya dada sedikit menyentuh tanah serta kedua tumit
kakinya menutul bumi, tubuhnya terus meluncur kedepanpula
beberapa jauh baru ia berhasil mengendalikan tubuhnya
dengan berdiri tegak- Tapi tak urung jidatnya sudah di basahi
keringat dingin- Dengan wajah masih penuh rasa panik Ling soat-Yan
menuding Ma Giok-hou, makinya: "Keparat, seruling sudah diserahkan kepadamu, kenapa kau
ingkar janji sengaja hendak mencelakai jiwa orang ?"
Ma Giok-hou tertawa lebar sambil mendongak, ujarnya:
"ingkar janji " janji apa yang kuingkari ?"
"Sikapmu terlalu kasar terhadap nona Tan ?"
"Kepada siapa aku pernah berjanji" Hahahaha " sambil
gelak tawa ia mengobat-abitkan seruling ditangannya, serta
teriaknya kegirangan. "Kupandang seruling ini biar kuampuni jiwa kalian sekali ini"
Lalu dengan memicingkan mata ia membelak balik seruling
ditangannya serta menikmati cahaya cemerlang yang
memancar keluar, pelan-pelan langkahnya mulai beranjak
keluar menuju kebawata gunung. Mendadak Giok-liong tersentak maju seperti teringat
sesuatu, teriaknya keras: "Tuan ini harap tunggu sebentar"
sebat sekali Ma Giok-beu mendadak memutar tubuh,
seruling melintang didepan da-danya, katanya mengumbar
kemarahan: "Kenapa" Kau menyesal ?"
sikapnya berangasan bersiaga hendak berkelahi,.
Giok-liong geleag-geleug kepala, katanya tertawa tawa :
"Bukan begitu maksudku" "Lalu untuk apa kau panggil aku ?"
"Ada sebuah pesan ketitipkan kepadamu"
"Urusan apa ?" "Belum lama berselang, aka yang rendah pernah mendapat
perintah dari ayahmu, beliau minta aku segera menuju ke Pak
hay untuk merundingkan sesuatu sekarang mungkin
permintaannya itu tak mungkin terlaksana. Maka kuminta
kesedianmu untuk menyampaikan berita ini kepada beliau,
tolong sampaikan pula salam hormatku kepada Ma-lo enghiong
" "Kau mimpi mana bisa ayahku mengundangmu "
"omoaganku cukup sekian saja, percaya tidak terserah
padamu" "Hm, kau hendak menekan aku dengan kebesaran nama
ayah bukan. Bedebah biarlah dengan seruling ini aku memberi
sedikit rente kepadamu, lihat serangan"
"Ma Giok-hou, edan kau" bentakan ini nyaring merdu, jauh
diluar puluhan tombak. Namun dalam pendengaran kuping bukan saja jelas malah
mendengung berirama tak putus-putus Iwekang orang yang
mengeluarkan suara ini tentu sudah mencapai puncak
kesempurnaannya. Disusul terdengar suara kelintingan yang riuh dan ramai
berkumandang terbawa hembusan angin. Berubah air muka
Ma Giok-hou, sikapnya menjadi takut-takut nyalinya kuncup.
Giok-liong sebaliknya mengunjuk rasa girang, dengan
prihatin ia mengulur leher memandang kearah datangnya
suara kelintingan, serunya sambil membungkuk hormat:
"Lo cian pwe telah datang"
Adalah putri bayangan darah Ling Soat-Yan dan Tan Soat


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kiau yang paling riang berjingkrak-jingkrak seperti anak kecil
yang melihat ibunya pulang dari pasar membawa kue-kue,
tanpa janji mereka berterik-teriak:
"Ibu datang Ibu ibu " Bu Bu"
sekuntum Bunga berkembang dikejauhan sana membawa
setitik merah terus melayang datang dari kejauhan sana,
sekejap saja sudah melayang turun dihadapan mereka tanpa
mengeluarkan suara tanpa menimbulkan kesiur angin.
Dengan sebelah tangan menggandeng Ang-i-mo-li Li Hong,
Kim ling cu sudah berdiri tegak diantara mereka. Bau harum
semerbak lantas berkembang merangsang hidung, sehingga
perasaan menjadi ringan, semangat pulih bergairah-
Memang tida malu dan kenyataan benar Kim-Ling-cu
sebagai tertua dari Bu lim-su-bi, meskipun usianya sudah
menanjak lanjut karena Iwekangnya yang tinggi maka
wajahnya masih kelihatan muda, halus dan cantik sekali tak
kalah keayuan bidadari, sejenak ia memandang kearah wajah
dan sikap kedua putri angkatnya, seketika alisnya menjekit
tinggi, matanya lantas memandang pula kearah Giok liong
bibirnya berkemik, "Terjadi apa lagi disini?"
Karena dongkol dan penasaran Ling soat yang dan Tan
soat-kiau sejak tadi masih tertekan dalam hati dan belum
sempat melampiaskan, mendengar pertanyaan yang halus
penuh rasa prihatin ini tak kuasa lagi berbareng memburu
maju sambil pecah tangis tergerung- gerung terus menubruk
kedalam pelukan Kim-Ling-cu. Giok-liong menjura dalam seraya menyapa-
"Wanpwe menyampaikan hormat kepada Cian-pwe"
Ma Giok-houjuga maju betapa langkah, katanya
menghormat: "Titji (keponakan) menghadapToa-i-be (Bibi besar)."
Mendelik sepasang biji matanya Kim-ling-cu, tanyanya
penuh wibawa: "Eh, kenapa seruling samber nyawa bisa berada di
tanganmu ?" Kembali Ma Giok-hou mengunjuk sikap sombongnya,
seruling samber nyawa diayun ditengah udara membuat
lingkaran membundar, katanya tertawa:
"Keponakan memperolehnya dalam menang berjudi "
Merengut air muka Kim-ling-cu, katanya kepada Giok-liong:
" Giok liong Kenapa kau tidak tahu diri Benda pusaka yang
sakti mandraguna kenapa kau jadikan taruhan untuk berjudi
apa segala kenapa begini ceroboh menuruti perasaan hati
melulu ?" "cianpwe?-" Giok liong tersendak tak kuasa menerangkan.
Putri bayangan darah Ling Soat-Yan tampil kedepan seraya
menuding muka Ma Giok-Uiou, katanya:
"Bujangan kau percaya obrolannya menang secara berjudi
apa segala, bohong " "sebetulnya, apa yang telah terjadi ?"
Tan soat-kiau menjelaskan sambil sesenggukan:
"Dia menyergap dan membokong mencengkeram
pergelanganku, aku dijadikan tandera memeras... dia (Giokliong),
sebagai gantinya ia minta jan hun-ti, kalau tidak ia
hendak membunuh aku" "Ha, ada kejadian demikian " berubah dingin air maka Kimling-
eu, telunjuk rasa tak senang pada wajahnya.
Ling soat-yan juga monyongkan mulut, tambahnya:
" untuk menolong jiwa adik soat-kiau terpaksa Giok-liong
meletakkan seruling samber nyawa diatas rumput dan harus
mundur lagi tiga tombak jauhnya, siapa tahu setelahjan-hun ti
berada ditangan-nya, ia mengerahkan tenaga dalam
melemparkan tubuh soat-kiau beberapa tombak, jauhnya
kalau Giok-liong terlambat-.."
Dengan memicingkan mata Kim-ling-cu mengawasi Ma
Giok-hou, suaranya rendah tertekan:
"Apa besar begitu ?" sikap Ma Giok-hou tidak tenang, mulutnya tergagap
berkata: "Tadi memang diadakan pertaruhan"
"yang kutanyakan apakah kenyataan memang begitu ?"
sekian lama Ma Giok-hou tak berani menjawab, akhirnya ia
manggut, namun samar samar dalam pandangan matanya
masih terseret rasa dongkol, agaknya hatinya berantai-
Kim-ling cu tidak unjuk marah juga tidak memakinya, ia
berpaling ke belakang kepada Li Hong memberi syarat kedipan
mata serta katanya halus: " Ambil kembali jan-hun-ti di tangannya itu "
Berdiri alis Ma Giok-hou, mulutnya sudah terbuka tapi
urung bicara, badannya tampak bergetar.
Kim-ling-cu tersenyum simpul: "Serahkan padanya " saat mana Li Hong sudah beranjak ke depan dengan
langkah gemulai, sekali raih gampang saja ia sambut seruling
samber nyawa dari tangan Ma Giok-hou. Lalu pelan-pelan
kembali berdiri di belakang Kim-ling cu, sepasang matanya
dengan penuh iba dan rasa dongkol dan penasaran melirik
kearah Giok-liong. Kata Kim ling cu kepada Giok liong:
"Kau ini memang ceroboh. Kenapa kau tinggalkan mereka
berkelahi diatas Kui-ong-ping, kau sendiri tinggal pergi tanpa
pamit, kalau terjadi malapetaka akan jiwa mereka berdua
bagaimana?" Panas selebar muka Giok-liong, jawabnya tersekat-sekat:
"wanpwe mempunyai kesukaran yang sulit untuk
diutarakan" Kata Kim ling cu lagi. "Li Hong, menerima perintah dari ayahnya dan pesan
wanti-wanti dari Ibun Hoat untuk membuntuti jejakmu,
sekarang cara bagaimana dia harus kembali ke yu bing-mo
khek- melaporkan tugasnya itu. seorang anak perempuan
lemah, tak punya rumah berkelana di Kangouw, apakah itu
baik?" Giok liong semakin keripuhan, lidahnya menjilat-jilat bibir,
katanya dengan rikuh: "Kalau begitu serahkan sajajan-hun-ti kepadanya, supaya ia
bisa kembali menunaikan tugasnya."
"Bocah gendeng tak berguna, bagaimana mungkin pusaka
perguruan kau jadikan taruhan berjudi dengan orang, kini ada
di-berikan kepada orang lagi" "Hati Wanpwe sekaran sudah beku tanpa tanpa lagi"
"Kenapa?" "sebab... sebab..." "Katakan saja"
"sebab termasuk hari ini, jiwa wanpwe tinggal hidup tujuh
hari saja" Tersentak kaget seluruh hadirin, terutama Ling-soat Yan
dan soat-kiau tergetar tubuhnya, dengan muka pucat dan
berdiri menjublek mereka mendelong mengawasi Giok liong.
sebaliknya Kim ling-cu mandah tersenyum manis katanya:
" Kau percaya benar akan ucapan Ibun Hoat"
"Keadaan yang membuat aku harus percaya "
"Coba kau kemari" Giok liong manggut, ia maju ke hadapan Kim ling cu kirakira
lima kaki jauhnya kepadanya, sedangkan pandangan lurus
ke depan berdiri tegak- Kim-ling-cu mengulur tangan, kelima jarinya meraba urat
nadi pergelangan tangannya, sekali lama ia memeriksa denyut
nadi, lalu membalik kelopak mata Giok-liong, lalu memeriksa
pula tengah-tengah alisnya dengan seksama.
(Bersambung kejilid 23) JIlid 23 Sebentar kemudian baru ia berkata: "Aaah, memang kau
benar-benar terserang Le-hwe-bu-ceng, Iwekang beracun dari
luar perbatasan itu" Agaknya Kim-ling-cu sudah mengetahui seluruh seluk beluk
Giok-liong dari penuturan Li Hong. "Le hwe-bu-ceng-tok kang" tak tertahan Ling Soat-Yan dan
Soat-kiau berseru terbelalak. Kim-ling cu memejamkan mata berpikir rada curiga dan
tanda tanya merangsang benaknya lama dan lama sekali ia
tidak berkata-kata. Akhirnya ia membuka mata dan berkata
tak mengerti: "Kalau sudah terserang racun Le hwe-bu ceng, betapapun
tinggi latihan Iwekang mu, dalam j angka dua belas jam tentu
racun dalam tubuh akan kumat dan terbakar habis menjadi
abu sebaliknya kau.." Semakin besar kepercayaan diri Giok-liong bahwa dirinya
terserang racun jahat, jiwanya bakal melayang dalam waktu
dekat. Karena tahu dirinya bakal mampus batinnya menjadi
lapang dan tenang, hidup atau mati menjadi tawar dalam
pandangannya, itulah yang dinamakan tak perduli mati atau
hidup pasrah pada nasib saja. Perasaannya lebih enteng dari yang lain, maka dengan
tawar saja ia berkata: "Menurut kata Ibun Hoat, aku punya suatu Lwe-kang
khusus yang kuat bertahan maka aku bisa menyambung
nyawa tujuh hari lagi. selewat tujuh hari seluruh tubuh
terbakar hangus tak membekas lagi "
Tatkala itu Ling soat yang dan Tan soat-klau sudah
tergerung-gerung, demikian juga Li Hong tak kuasa
membendung air mata lagi. Tanpa merasa Giok-liong membatin: "Benar, aku punya Iwekang khusus apa yang dapat
menahan bekerjanya kadar racun Le-hwe-bu ceng tokskang
itu?" Ma Giok-hou yang sejak tadi diam saja tanpa bersuara
sekarang ikut buka suara dengan jengekan dingin:
"Terkena Le-hwe b u-ceng tokskang, tak bisa tidak harus
minta bantuan pikak kita dari aliran Pak-hay"
Giok-liong tidak ambil perhatian kata-kata orang, hanya
sambil manggut-manggut ia berkata tawar:
"Benar memang memerlukan ciat-ham im yang tumbuh di
daerah kalian sana " Kim-leng cu mengerutkan kening, katanya:
"Seumpama punya Ciat-ham im dari Pak-hay, kalau tiada
Hwi-sing chio dari Limg-lam juga sia-sia belaka."
Berubah perasaan Ma Giok-hou, mulutnya sudah terbuka
urung berkata, senyum sinis berganti menghias wajahnya.
seperti teringat sesuatu mendadak Kim-liong-cu bertanya:
"Giok-liong, Iwekang ji-lo pelajaran gurumu, kau sudah
melatihnya sampai babak ke berapa ?"
Giok-hong menunduk malu, sahutnya: "Baru babak ke tiga." Kim-ling cu menjadi lemas seperti putus asa katanya sedih:
Ji-lo merupakan ajaran murni perpaduan dari hawa langit dan
bumi. Kalau dapat melatih sampai babak kesembilan dapat
mengusir atau menolak sembarang racun. Kau hanya berlatih
sampai babak ketiga, tak mungkln mencapai tingkat sempurna
begitu " suasana menjadi hening lelap, Kim-ling-cu tengah terpekur
seperti tengah memikirkan suatu problem teka teki yang
sangat rumit sekali, perbendaharaan pengalaman dan
pengetahuannya yang luas serta mendalam toh belum dapat
memecahkan rahasia persoalan ini. Tapi akhirnya ia mengambil suatu kebijaksanaan:
"Giok- liong Kaupun tidak perlu banyak pikir dan khawatir,
memang tidak salah kau terserang kadar racun Lc-hwe-bo
ceng tok kang. Namun menurut pemeriksaanku tadi, urat
nadimu bersih dari segala gangguan, seluruh isi perutmu
berjalan normal tanpa terasa adanya racun bekerja dalam
tubuhmu, malah karena dengan Le-hwe yang semula
mengeram dalam tubuhmu itu, pusarmu menjadi gemblengan
dan telah tertempa lebih kuat dan kokoh, bukan saja tidak
membahayakan keselamatan malah banyak menambah
kekuatan dan kemajuan Iwekang mu "
Giok liong tertawa getir, sahutnya:
"Terima kasih akan kebaikan cian-pwe"
Ternyata ia mengira Kim-ling cu hanya sekedar memberi
kata kata hiburan saja supaya tidak kehilangan muka, maka
iapun mengunjuk muka berseri tanpa menyinggung lagi
persoalan ini. Hakikatnya dalam hati masih terganjel pikiran
tujuh hari kemudian tibalah ia meninggalkan dunia -fana ini.
Kim-ling-cu berseri tawa, katanya: "janganlah terbawa oleh perasaanmu saja,"
lalu ia berpaling kearah Li Hong serta katanya:
"Serahkan kembali seruling samber nyawa "
Li Hong mengiakan terus melangkah maju dengan muka
merah malu langsung ia anggukkan seruling samber nyawa
kepada Giok-liong, matanya tidak berani beradu pandang.
Tatkala itu Kim-ling-cu. memutar badan menghadapi Ma Giokhou
katanya: "Giok-hou selanjutnya tak peduli dimana saja, ku-larang
kau berkelahi lagi dengan Giok-liong. Kalau tidak tanpa
memberi tahu dulu kepada ayahmu, perlu aku menghajarmu
sampai kedua kakimu putus, tahu "
Nada perkataannya biasa saja namun penuh wibawa dan
kekerasan, sepatah demi sekata kedengaran sangat kuat
bertenaga. Agaknya Ma Giok-hou merasa segan takut-takut terhadap
tertua dari Bu-lim-su-bi ini, berulang-ulang ia manggutss,
mulutnya pula mengiakan. Tiba-tiba Kim ling-cu menghela napas panjang, matanya
mendongak memandang ke-langit biru kelam, suaranya
kedengaran berada sedih dan iba: "Giok-hou Giok-liong Kamu
berdua seharusnya.... ai, betapapun kalian seharusnya lebih
dekat, ketahuilah, memukul harimau"."
kedua kelopak matanya kelihatan basah, ucapan
selanjutnya menjadi tersendat ditenggorokan tak kuasa
diucapkan lagi. sebaliknya Giok-lionglah yang meneruskan kata-katanya:
" ucapan cianpwe benar, memukul harimau masih saudara
sekandung, berangkat kemedan perang masih ayah ber-anak.
Kau bernama Giok hou aku bernama Giok- liong, sama-sama
she Ma lagi, seumpama saudara sekandung sendiri"
Namun agaknya Ma Giok-hou tidak tergerak atau ada minat
dengan rangkaian kata-kata ini, seperti mendengarkan kisah
panjang seenaknya mulutnya mengiakan saja.
Giok liong lantas maju berapa langkah dan terus menjura,
katanya:

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"sikapku yang kasar tadi harap suka diberi maaf "
Ma Giok-hou tertawa dibuat-buat, iapun membalas hormat
sekadarnya. Giok-liong lantas memasukkan seruling kedalam
kantongnya Mendadak tangannya meraba sebuah benda
dingin, waktu dirogohnya keluar, kelihatan itulah sebuah
benda warna hitam yang mengkilap, seperti besi tapi bukan
besi juga tidak menyerupai batu, begitu ia angkat tinggi terus
diayun diatas kepalanya, bawa sekelilingnya terasa menjadi
dingin membeku. Keruan seluruh hadirin terbelalak kaget- Terutama Ma Giok
Hou begitu melihat benda ini berubah hebat air mukanya,
tanpa berayal terus berlutut dan menyembah berulang-ulang.
Mulutnya berseru: "Tecu Ma Giok-hou menyembah pada Ling-kud (medali)."
Giok-liong tercengang, katanya gugup,
"saudara Giok-hou, kau...."
sikap Kim-ling cu sendiri juga menjadi serius dan hidmat,
katanya sungguh-sungguh: "Dari mana kauperoleh jau lian lui-siau-hwi-soat-ling "
Medali tertinggi dari Pak-hay bun?"
Cepat-cepat Giok-liong menjelaskan.
"Pek Congcu mengutus Ping-goan su lo menggunakan
medali ini mengundang wanpwe menuju ke Pak-hay untuk
suatu keperluan." Bersinar mata Kim-lim cu wajahnya mengunjuk rasa girang
katanya tersipu-sipu: "oh ada kejadian begitu, kenapa kau tidak lekas pergi "
" Waktu itu Wanpwe ada janji di Im-hong Pay, maka tak
mungkin memenuhi undangan ini"
"Sekarang urusan disini sudah selesai, lekas pergi" Lekas
pergi" "Perjanjian pertemuan di Gak yang lau pada hari Goan siau
tahun depan sudah dekat diambang mata, menurut pikiran
Wanpwe setelah akan pergi kesana"
"Apa-apaan kau ini Kau bisa segera sampai di Pak hay
adalah lebih penting dari urusan pertemuan pada hari Goan
siau yang akan datang. Lekas berangkat "
"Apa benar begitu penting?"
"Siang dan malam kau harus melakukan perjalanan kilat,
secepat mungkin kau harus tiba di Ping-goan di laut utara,
jangan sekali-kali kau main ragu atau bimbang aku khawatir
selagi tua itu bakal berubah pikirannya dan mencabut kembali
undang-undangannya" "Maksud Cianpwe-.." "setelah tiba di Ping-goan kau akan tahu, sekarang aku
belum bisa menebak maksud hatinya, tak perlu banyak omong
" Disebelah sini mereka bertanya jawab seenaknya, disebelah
sana Ma Giok bou masih tetap berlutut mendekam di tanah
tak berani bergerak apalagi angkat kepala.
Akhirnya Giok liong menjadi tidak tega, katanya.
"Giok-hou saudara silakan kau bangun untuk bicara "
Tanpa berani angkat kepala Ma Giok hou mengiakan
perlahan: "Tidak berani" Kim ling cu merasa geli, ujarnya: "Kuda liar ini tiba saatnya tahu rasa takut"
lalu ia menunjuk medali ditangan Giok- liong lalu
sambungnya. "Kalau kau tidak simpan pertanda kebesaran milik ayahnya
itu, mana dia berani berlaku kurang ajar?"
Baru sekarang Giok-liong paham cepat-cepat ia
memasukkan medali Hwi soat-ling itu kedalam kantongnya,
katanya tertawa. "Silakan bangun" sebelum angkat kepala Ma Giok hou melirik dulu ke arah
tangan Giok-liong, mendadak ia meloncat bangun serta
teriaknya: "Toa nio Disinilan letak persoalannya."
semua orang menjadi heran dan tercengang, tak tahu
kemana juntrungan ucapannya. Kim-ling-cu sendiri juga tidak
paham maksud kata-katanya itu, tanyanya:
" Engkau Persoalan apa dan dimana letaknya?"
"Kutanggung takkan salah " teriak Giok hou lagi.
Giok-liong melenggong, matanya menjublek memandangi
orang, tanyanya- "Tentang urusan apa, coba kau tuturkan pelan-pelan,
jangan terlalu emosi." Memang wajah Ma Giok hou berseri-seri kegirangan sangat
puas sekali, sekali tarik Giok liong kehadapan Kim ling cu lebih
dekat katanya lantang. "Mari keluarkan jian lian lui siau hwi soat ling, nanti
kuterangkan sejelasnya supaya kau tidak kawatir lagi"
Giok liong tidak tahu kemana juntrungan maksudnya ini,
dengan melongo dia awasi wajah Kim ling cu.
Kim ling cu sendiri juga diliputi tanda tanya, katanya
dengan nada tertekan: "Apa kau hendak menarik balik jian lian lui siau hwi soat
ling milik ayahmu itu?" segera Ma Giok hou berdiri tegak lurus penuh rasa hormat
katanya sungguh-sungguh. "Mana keponakan mempunyai nyali sedemikian besar"
"Kenapa kau minta dia mengeluarkan lagi?"
"Akan kubuktikan sesuatu keajaiban alam yang paling aneh
sekali" "oh" Giok liong berseru paham pula mengeluarkan medali
pusaka itu. Tanpa melirik atau melihat kearah medali ditangan Giokliong
itu Ma Giok-hou berkata penuh kepercayaan:
" Kalau terkaanku tidak meleset, ditengah-tengah medali
pusaka ini tentu ada setitik warna putih sebesar beras-"
semula Giok liong tidak pernah memperhatikan akan hal ini,
setelah kejadian dirinya terserang penyakit aneh itujuga tidak
memeriksanya lagi, kini setelah mendengar kata-kata Giok hou
baru ia berkesempatan memperhatikan.
Benar juga medali pusaka hitam mengkilap ditangannya ini
memang ada setitik putih sebesar beras, tepat ditengahtengah-
"Tentu ini ada penjelasan lebih lanjut bukan?"
Kim Ling cu bertindak maju ikut memeriksa, lalu katanya:
"Bagaimana pula dengan titik putih kecil ini?"
Dengan kalem Ma Giok-hou menerangkan.
"Setitik putih kecil itu merupakan wakil dari pada nyawa
kamu Kim pit jan hun." semua orang lebih heran dan tak mengerti. Kim liong cu
menjadi tidak sabar lagi, katanya mendesak:
"Katakan saja secara langsung dan cekak aos, kenapa
mesti pakai putar-putar apa segala"
Ma Giok-hou tersenyum serta mengiakan lalu serunya :
" Titik itu, adalah hasil sedotan dari jian Cian lui- siau- hwi
soat ling yang telah mengisap api beracun dari Le hwe bu
ceng itu-" Baru sekarang semula orang sadar dari duduk persoalan
mereka, melihat betapa bangga dan girang hati Ma Giok-hou,
katanya lagi lebih takabur: "Medali ini adalah batu meteor yang terjatuh dari langit,
terpendam didasar tumpukan salju selama ribuan tahun,
bukan saja mengandung inti sari tekanan suhu dingin malah
beribu lipat lebih dingin kalau dibanding dengan ciat ham im,
ini betul-betul merupakan obat manjur dari Le hwe- bu ceng
im, kalau kau simpan menempel dalam badanmu segala racun
yang bersipat panas bagaimana juga takkan mungkin kuat
merangsang badan ini merupakan sesuaru hal yang gampang
di mengerti, kenapa harus dibuat heran?"
"Hah, benar begitu" tiba-tiba Giok liong berjingkrak,
teriaknya: "Tak heran sewaktu aku menginap dihotel dibawah kaki Bulay-
san tempo hari, malam-malam aku terserang racun panas
yang tak tertahan lagi, semula aku terserang penyakit
malaria?" Ang i mo-li Li Hong yang sejak tadi tidak bicara tak
tertahan lagi menyeletuk "Ya, keadaanmu waktu itu betul betul sangat mengertikan."
Giok liong lantas menyambung lagi: "Ternyata sebelum naik tidur aku keluarkan medali ini dan
kusimpan dibawah bantal, maka tak heran bisa dari Le hwebun-
geng itu segera kumat" sesaat Kim ling cu mengamati Giok liong, lalu katanya
"sekarang racun yang mengeram dalam tubuhmu sudah
lenyap sama sekali kukira jiwamu tak perlu dikwatirkan lagi"
Ma Giok hou juga manggut-manggut, katanya:
"Titik putih diatas medali itu sudah terhimpun ketat sebesar
beras, ini pertanda bahwa seluruh racun panas dalam
tubuhmu sudah tersedot seluruhnya, kukira tak menjadi soal
lagi akan kesehatanmu" Giok liong menjadi rikuh, katanya: "Terpaksa harus membuat medali, kalian dapat karena
setitik putih ini- Ma Giok Wou bergelak tertawa, ujarnya :
"untuk itu kau tak perlu kwatir, tujuh kali tujuh empat
puluh sembilan hari kemudian medali ini akan kembali seperti
keadaan semula, tanpa kelihatan sedikit bekas-bekas cidera."
Ling soat Yan dan soat kian dan Li-Hong bertiga terlongong
seperti kanak-kanak yang mendengarkan cerita khayal.
Kim ling-cu menengadah melihat cuaca, katanya:
"Sudah hampir jam dua, aku masih punya urusan penting
ditempat lain, Giok- liong harus segera berangkat kePakhay
dan jangan tertunda-tunda lagi "
Belum lagi Giok-liong sempat menjawab Ang-i-mo-li Li
Hong segera menyelak bicara dengan gelisah:
"Cianpwe, aku..." Kim-ling-cu lantas mengerut kening, ujarnya:
"Ai, ya, serba berabe juga "
"Nona Li, kenapakah kau ?" tanya Giok-liong.
Kata Kim-ling cu: "Dia mendapet tugas dari ayahnya serta
diancam oleh Ibun Hoat untuk menguntit jejakmu, sekarang
seruling samber nyawa tidak berada ditangannya,
bagaimanakah kau suruh dia kembali ke yu-bing-mo-khek
melaporkan tugasnya ?" sementara itu, Ang-i-mo li mengucek-ngucek ujung
bajunya, sambil menunduk dengan malu dan gelisah.
Ternyata Tan soat-kiau berwatak polos dan jujur, segera ia
ikut bicara. " Kalau tiada halangan. Nona Li boleh ikut aku kembali ke
Kau jiang sai, di sana menetap sementara, bagaimana
selanjutnya kelak bicarakan lagi "
Kim-ling cu manggut-manggut, ujarnya:
"Begitupun baik, ya begitu saja Aku harus segera berangkat
" Belum bilang suaranya bayangan putih berkelebat cepat
sekali laksana hembusan angin lalu, sekejap saja bayangannya
sudah melayang jauh puluhan tombak- dilain kejap sudah
hilang dikeremangan malam. Tanpa bersuara lagi Ma Giok-hou segera menjejakkan kaki
tubuhnya melenting tinggi sambil membentangkan kedua
lengannya, laksana seekor burung bangau ia meluncur kearah
yarg berlawanan, dikejap lain iapun sudah menghilang dari
pandangan mata,- "Bocah keparat " teriak Ling soat-Yan begitu melihat orang
hendak tinggal pergi begitu saja, sebera ia memburu sambil
berseru lagi: "Kematian chiu Ki harus dibereskan"
Kuatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan segera Giokliong
kembangan Ling-hun-toh terus mengejar kedepan,
kedua lengannya dipentang menghadang di depan Ling soatyan,
katanya: "Nona Ling, sudahlah urusan ini tidak perlu ditarik panjang"
Tan soat-kiau juga memburu maju, bujuknya:
"Adik soat-yan, sudahlah tak perlu cari perkara lagi"
Amarah Ling soat-Yan masih belum terlampias, katanya
uring-uringan: "sudah terlampias rasa dendamku"
" Kalau begitu marilah adik juga ikut ke Kau-jiang-san
untuk satu bulan lamanya, setelah lewat musim dingin dan
dekat tahun baru kita bersama-sama pergi ke Gak- yang untuk
menghadiri pertemuan disana itu"
"Tepat sekali" seru Giok- liong bertepuk tangan.
" kalian bertiga bersama tentu takkan kesepian"
sekarang sikap Li Hong sudah tidak serikuh tadi, iapun ikut
maju membujuk: "Nona Ling, sementara ini mengalah saja, masa kelak
takkan berjumpa lagi dengan kurcaci itu " Kalau bersua
kembali bertiga kita keroyok dia supaya kapok"
Karena bujukan-bujukan ini terpaksa Ling soat-Yan
membanting kaki, katanya mengertak gigi:
"Dendam ini betapa juga aku harus membalasnya "
Hakikatnya saat itu Ma Giok hou sudah pergijauh tak
kelihatan lagi bayangannya.,. Giok,-liong berkata dengan
tertawa: "Kita bicarakan lagi bila bertemu pula "
"carikan lagi apa segala." sungut Ling seat-Yan sambil
membanting kaki, "aku akan mengadu jiwa dengan dia "
Cepat-cepat Giok,-Liong bicara lebih hati-hati:
"Baik, ya, ya, mengadu jiwa Siapa bilang tidak mengadu
jiwa " Tan soat-kiau dan Li Hong menjadi geli sambil menutup
mulutnya. Melihat Giok,-liong bicara sambil angkat tangan menjura
dan bertingkah laku sangat lucu, Ling soal yan menjadi geli
sendiri, tak tertahan lagi ia tertawa cekikikan, sambil melengos
dengan lirikan penuh arti ia tarik Tan soat-kiau serta katanya:
"Mari kita pergi, jangan hiraukan dia lagi "
Tan soat-kiau menggape Li Hong, katanya:
"Nona Li, mari berangkat "
Bayangan putih, kuning dan merah laksana tiga jalur
cahaya terbang melesat cepat sekali menembus semak
belukar, masing-masing kembangkan ginkangnya berlari
kencang saiing kejar menuju kearah barat.
sekarang alam pegunungan yang kosong dan sepi
terbenam dalam kegelapan malam, tinggal Giok, liong seorang


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri merasa hampa dan kesepian seperti kehilangan sesuatu, ia
menjublek dibawah penerangan sang putri malam yang
memancarkan sinar redup. Entah mengapa ia merasa benaknya ada berapa banyak
kata kata yang ingin dilimpahkan kepada seseorang, tapi, tak
tahu dia omongan apa yang harus ia tuturkan, malahan sendiri
menjadi bingung kepada siapa ia harus ber-tutur.
Akhirnya ia menghela napar panjang, tiba-tiba dengan gaya
Goan Hong-jip bun badannya melejit tinggi lima tombak,
diempos-nya rasa ganjelan hatinya sambil menekan pusar
terus menggembor keras dan panjang, suaranya mengalun
tinggi seperti kaluban, sementara tubuhnya terus meluncur
dengan kecepatan penuh menuju keutara.
Giok-liong belum jelas duduk perkara sebenarnya, apa
tujuannya menuju ke Pak-hay, malah rasanya lebih penting
dari bencana dunia persilatan yang sudah dlamblang pintu,
lebih mendesak lagi katanya. Tapi pesan Kim Ing-cu mau sak
mau harus dipatuhi. Perihal nama dan asal usul Hwe-thian-khek Ma Hun dari
laut utara Giok liong pernah dengar dari ibunya- Katanya
beliau sudah memasuki lembah putus nyawa, bagi semua
orang yang memasuki lembah putus nyawa bisa masuk takkan
dapat kembali, hanya dirinyalah yang paling beruntung
penemu rejeki besar satu-satunya didalam lembah putus
nyawa itu. Menurut penuturan gurunya bahwa ternyata Hwi thian-khek
Ma Hun tidak pernah memasuki lembah putus nyawa, malah
seorang yang she Ma pun tiada disana-
Begitulah sembari kencangkan larinya otaknya berputar
mengenang pengalaman dahulu, sekarang pikirannya mulai
menyelusuri juga pengalaman akhir akhir ini-
Bahwa Jian - lian - lui siau hwi-soatling adalah medali khas
milik Pak-hay yang tiada ternilai dan tinggi perbawanya, tentu
tak mudah dan segampang begitu saja di percayakan kepada
orang lain. Bukti nyata atas diri Ma Giok-hou yang bersifat
bangor dan nakal itu begitu melihat medali pusaka ini lantas
bertekuk lutut tak berani berkutik lagi. Maka dapatlah
dibayangkan betapa besar perbawa dan keangkeran medali
ini, kalau Ma Hun begitu sungguh sungguh mengundang
dirinya tentu urusan yang bakal dihadapinya ini bukan
sembarang urusan Apalagi pesan wanti-wanti Kim-ling-cu
begitu serius tadigelombang pemikiran bergejolak dalam hati kecil Giok,
liong, sang waktujuga terus berlalu ditengah pemikirannya
yang tidak keruan itu. sang putri malam tak terasa sudah hampir terbenam di
ufuk barat, saat itu kira-kira sudah tiba pada kentongan
keempat, dengan berlari kencang sekian lama ini boleh dikata
Giok,-liong sudah kerahkan seluruh kemampuannya untuk
mengembangkan Leng hun-toh- Tak lama kemudian Giok-liong menghadapi sebuah
gagasan gunung yang gundul tanpa tumbuh rumput atau
pohon, selayang pandang pasir yang kuning dan batu batu
cadas melulu keadaan ini seperti berada di padang pasir, Giok
liong menjadi heran. Tanpa merasa ia menjadi terkesima akan keadaan sekeliling
ini lalu menghentikan langkahnya. Terasakan keanehan di
alam sekelilingnya yang dilalui ini, sepanjang jalan jauh ini
yang dilewati selalu gunung gemunung yang penuh semak
belukar dan pohon-pohon lebat, sekarang berada di tempat
terbuka terbentang lebar tak kelihatan ujung pangkal,
perasaan hati menjadi agak longgar dan nyaman, apalagi
setelah malaman ini terlalu banyak mengeluarkan tenaga
menempuh perjalanan jauh perlujuga sekedar istirahat.
siapa tahun baru saja ia hinggap turun dilereng sebuah
tanjakkan, sekonyong konyong setitik bintang laksana anak
panah cepatnya mengeluarkan suara melengking tajam
menerjang datang kearah dirinya. Karena tak menduga Giok,-liong berseru tertahan, untung
Iwekang Giok, liong sekarang sudah mencapai tergerak
hatinya secara reflek tanganpun ikut bekerja, begitu ada
maksud dalam hati tenaga dalam lantas bekerja sendirinya.
Dengan cara membokong dan serangan menggelap macam
begitu mengeluarkan suara lagi, bagi Giok-liong bukan
menjadi rlntangan atau tak perlu dikuatirkan. Terlihat sebelah
tangannya terulur maju terus mencengkeram ke depan, telak
sekali tangannya menggenggam kencang, terasa empuk dan
berbau wangi, kiranya itulah sekuntum kembang serasi warna
kuning. Belum lagi ia melihat tegas benda di-tangannya terdengar
sebuah bentakan nyarlng, merdu darl samping sana.
"Keparat Kam pit jan hun yang kejam dan telengas, lihat
serangan " Tahu-tahu ui-hoa Kaunu Kim Eng telah berada di depannya
dimana sebelah tangannya menyapu miring dengan babatan
menggunakan tipu Bing-tek sian-to (Bing-tek
mempersembahkan golok) langsung menusuk ke arah teng
gorokan Giok- liong. serangan ini dilancarkan begitu cepat dan mendadak lagi,
cara menyerangnya juga begitu kejam dan ganas seakan-akan
sekali pukul hendak meremuk leburkan seluruh badan Giokliong.
Giok liong tidak tahu juntrungan orang, sebat sekali kakinya
menutul tanah begitu pundaknya sedikit bergoyang, enteng
sekali ia melayang kesamping setombak lebih, secara
gampang saja ia menyelamatkan diri darl serangan berbahaya
itu. "Kin- kaucu Kenapa kau?" "Lihat serangan ini lagi "
"Aduh Celaka Kau..." "Sambutlah saranganku ini." tanpa peduli tujuh kali tiga
dua puluh satu sekaligus ui-hoa Kaucu melancarkan dua belas
pukulan dan hantaman, setiap jurus serangannya dilandasi
seluruh tenaga dalamnya, apalagi cara menyerangnya juga
nekad dan kalap, seperti arus sangat besar yang bergulung
gulung tak mengenal putus dengan ombaknya yang berderai.
Keruan lereng gunung yang penuh bertaburan pasir kuning
itu menjadi gelap oleh debu pasir yang berhamburan tersapu
oleh angin pukulan yang dahsyat, batu-batu besar kecil juga
ikut beterbangan terdampar oleh kekuatan pukulan Kim Eng.
Walaupun dengan mudah Giok,-Liong selalu mengelakkan
diri dari rangsakan hebat ini, tapi tak urung badannya menjadi
kotor dan berlepotan debupasir keterjang batu dan krikil lagi
sehingga lambat laun bajunya sedikit berlobang dan koyak.
Dari dongkol akhirnya timbul amarah Giok,-Liong, dalam
suatu kesempatan dimana dilihatnya lawan menyerang lagi
sebera sebelah tangannya terulur maju sambil membentang
telapak tangan, sedang sebelah tangan yang lain ditarik
kesamping untuk memunahkan dorongan kekuatan tenaga
lawan, sementara telapak tangan Yang terpentabg itu
memapak maju menyambut. "Blang " terdengar erangan tertahan, kontan terlihat
bayangan orang terpental mundur sejauh setombak lebih.
"Kim Kaucu, kenapa begitu sengit dan galak betul sikapmu
terhadapku, menyerang secara semena-mena lagi.."
"Hm Hm Galak dan kejam " Tak nyana berani kau berkata
demikian," belum habis kata-kata Kim Eng, lagi-lagi ia
menggerakkan tangan serta melangkah maju hendak
menyerang lagi- "Tunggu sebentar " hardik Giok-liong sambil mengerutkan
alis, setelah mencegah serbuan ui-hoa Kaucu Kim Eng, ia
membentak pula: "Bicaralah dulu supaya jelas."
"Apakah perlu kujelaskan lagi?"
"Tentang urusan apa itu ?"
"Kau kira aku tidak tahu ?"
"Kau tahu apa ?" "Membunuh orang membakar rumah"
"Siapa yang melakukan ?" "siapa lagi kalau bukan kau"
"Aku ?" "Selain kau siapa lagi ?"
"siapa yang kubunuh " Rumah siapa pula yang kubakar ?"
"Perkampungan awan terbang"
"Apa katamu ?" "Kataku kau telah membakar habis menjadi tumpukan
puing seluruh Hwi hun san-cheng, membunuh pula Thi koan
im ibunda Coh Jian-kun" "Kim Kaucu, jangan kau sembarang omong, lebih-lebih kau
menuduh aku semena-mena." "Hahaha..." Kim Eng Kaucu ui-hoa-kiau terloroh-foroh
panjang sambil menengadah, setelah selesai gelak tawanya,
air mukanya berubah bengis, serunya beringas:
"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, kau tak perlu
main pungkir-" Keruan Giok-liong mangkel dan dongkol serunya dengan
rada berat: "Kau sendiri melihat aku Ma Giok- liong membunuh dan
membakar rumah ?" Tak duga Kim Eng mandah tertawa ejek lagi, katanya
penuh keyakinan: " Kalau waktu kejadian itu aku berada disana seumpama
harus mengorbankan jiwaku tentu aku tidak tinggal diam
melihat pemuda gila macam kau melaksanakan niat jahatmu."
"Cis, bukankah kau tadi mengatakan melihat dengan mata
kepala sendiri?" "Aku melihat sendiri Hwi hun tan cheng sudah menjadi
tumpukan puing, kutemui juga Thi koan im yang sudah lanjut
usianya itu terluka parah dengan tujuan lobang luka berat
ditahannya, keadaannya sangat menfenaskan."
"Apa betul" Betul ada kejadian itu?"
"Kau tak perlu main pura-pura."
"Kaucu, kau tak boleh asal buka mulut berkata seenakmu
sendiri-" "Berkata seenaknya" Kenapa aku tidak katakan kalau itu
perbuatan orang lain?" "Lalu mengandal apa kau mengatakan aku Ma Giok liong
yang berbuat?" "Mengandal batu Giok berbentuk jantung hati yang
tergantung diatas lehermu itu"
"Batu giok berbentuk jantung hati?."
ini menimbulkan banyak pikiran dalam benak Giok- liong.
seperti diketahui bahwa sebentuk batu giok itu kini sudah
diminta pulang kembali oleh Coh Ki-sia, dan kejadian itu lantas
terbayang di otaknya. Coh Ki sia adalah gadis rupawan
pertama yang pernah terjalin suatu kisah terjadinya antara
suami istri umumnya- Giok. Liong menjublek tak bergerak, ia tenggelam dalam
renungan pengalaman lama yang penuh kasih mesra dan
mikmar, namun kenangan lama itu kini menambah berat
tekanan hati yang penuh penjeriihan.
"Hahahaha Kau tak mampu berkelit lagi bukan"
Melihat sikap ciiong yang terlongong penuh rasa sedih dan
kuyu itu lebih mempertebal sikap prasangka Ui hoa Kaucu Kim
Eng akan tuduhannya, oleh karena itu lagi-lagi ia terlorohloroh
panjang dengan sedih dan rawan. sungguh pilu perasaan Giok, liong, harinya seperti ditusuk
oleh ribuan ujung jarum, suaranya tawar berkata sambil
goyang kepala: "Kaucu Kau salah sangka" "Aku salah Dimana letak kesalahanku Meskipan aku ada
sedikit perselisihan dengan Thi koan-im"."
"Kau dan Thi koan im?" "Ai- baiklah kuterangkan Dia membenci aku, tapi aku tidak
membencinya-" "Dia membencimu" Kenapa?"
"Tidak mengapa Tapi?" Bicara sampai disini tiba tiba Ki
Eng menghentikan kata kata selanjutnya, alisnya berkerut
dalam, sambungnya: "Sudahlah Kembalikan saja bentuk batu giok milikku itu"
"Milikmu ?" "ya- milikku, kau sangka aku bohong?"
"Kata-katamu ini semakin membingungkan aku"
"sudah tentu kau takkan paham" Mendadak sikap ui houkiaucu
Kim Eng berubah- Tadi bersikap garang menyerang
kalap untut gugur bersama kini sudah tersapu bersih,
sekarang kelihatan wajahnya membeku dingin penuh rasa
duka nestapa pancaran matanya juga menjadi redup.
Keruan Giok- liong menjadi terheran-heran, serunya:
" Kaucu " Mata Kim Eng mengembeng air mata, sedapat mungkin ia
menahan mengalirnya air mata namun akhirnya tak tertahan
lagi ia menangis sesenggukan, keadaannya ini sungguh pilu
dan menyedihkan, ujarnya sambil goyang tangan:
"urusan ini kau tidak akan mengerti "
Giok-liong menjadi ketarik, tanyanya mendesak:
"Bolehkah kau ceritakan kepadaku ?"
Dengan ujung bajunya Kim Eng menyeka air matanya
sambil menggigit bibir, matanya mendelong memandang jauh
ke angkasa. Lama dan lama kemudian baru mulutnya
menggumam: "Ai, pengalaman dulu laksana asap mengepul..."
Baru saja Giok liong hendak membuka mulut, Kim Eng
sudah menunjuk sebuah batu besar diatas tanjakan lereng
bukit tandus berpasir kuning sana, katanya:
"Di tanjakan atas sana ada batu, mari kita duduk di-sana
dengarlah kisah hidupku masa lalu "
"Baik, marilah " serentak mereka berdua menjejakkan kaki terus
melambung tinggi menuju ketanjakan bukit sana.
Di atas bukit memang ada beberapa batu besar yang rata
dan licin, Giok liong dan Kim Eng lantas duduk berhadapan.
sebelum membuka suara Kim Eng menghela napas dulu,
ujarnya: "Ai, kau harus tahu apakah larangan pertama dan undangundang
ui-hoi-tiau ?" sebetulnya Giok-liong memang tidak tahu namun bagai
mana baiknya ia harus menjawab hal ini membuatnya serba
susah, mulutnya tergagap: "Undang-undang pertama...".
"Undang-undang pertama itu berbunyi, semua murid


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

agama kita dilarang berkenalan dan bergaul dengan kaum
Adam, terlebih lagi tidak boleh membicarakan soal perkawinan
selama hidup ini harus hidup sebatang kara seorang diri
selamanya tidak boleh menikah "
"lni... kenapa?" Kim Eng lantas melanjutkan: " undang-undang agama kita semula tidak begitu keras,
undang-undang ini dibuat setelah aku menjabat sebagai
ketuanya " "oo, kenapa begitu ?" "Justru karena Cek Jian-kun dari Hwi-hunsan-cheng itulah-"
"Karena beliau ?" "Sebelumnya aku belum pernah kenal dengan coh jian kun
soalnya karena dijalan raya yang menuju ke kotajiang-ek- la
melukai salah seorang anggota agama kita- Waktu itu aku
belum lama berkecimpung di Kangouw, mendapat perintah
suhu untuk menagih pertanggungan jawabnya, maka aku
lantas meluruk ke Kwi-hun san-cheng membuat perhitungan."
"Begitulah cara perkenalan pertama ?"
"Benar, kenal sih tidak menjadi soal, siapa tahu, selain
merasa rikuh dan minta maaf kepadaku, iapun menyambut
dan berlaku sedemikian rupa." Giok,-liong manggut-manggut,
ujarnya. "Sebagai tuan rumah sudah jamak kalau ia berlaku ramah
dan sopan santun." Kim Eng tertawa getir ujarnya: "Ibu-nya Thi koan im,
sebaliknya marah-marah, berkeras menantang aku untuk
berkelahi" "inipun tak bisa disalahkan dia," kata Giok liong sambil
tersenyum. "Sudah jamak bukan ada orang meluruk datang
menantang, karena besar rasa cintanya terhadap putra tak
menghiraukan siapa salah atau benar, betapapun aturanaturan
Kangouw harus ia patuhi-" "ya akupun- tidak salahkan bukan, malah aku mengalah
sampai diserang tiga kali, mandah berkelit saja tak berani
balas menyerang " "Betul-betul pambek seorang Kaucu"
"Pambek apa segala, seorang cendekiawan bisa melihat
gelagat, bicara sebenarnya kepandaian waktu itu masih bukan
tandingannya " Giok-liong tertawa lagi ujarnya: " Kaucu berkata sungkan
Bagaimana selanjutnya ?" "Akhirnya dengan berbagai bujukan manis Coh Jian- kim
menahan ibunya, malah mengiringi aku menghadap suhuku
untuk minta maaf" "Kejadian itu sudah mencapai penyelesaian yang paling
sempurna, pertikaian ini kukira sudah selesai sampai disitu
saja bukan " "Ai, siapa tahu... sungguh durhaka "
"Durhaka " Adakan kesalah pahaman lain terjadi ?"
"siapa tahu disepanjang jalan pulang itu kita berdua?"
sampai disini merah malu selebar muka ui-hoa-kaucu Kim Eng,
sambil menunduk kepala dalam ia terpekur.
Giok-liong sendiri sudah maklum apa yang telah terjadisebab
kejadian dirinya dengan cek Ki-sia merupakan suatu
rangkaian penjelasan yang paling tepat. Maka sambil
tersenyum Giok-Liong berkata: "Ini merupakan suatu berita menggembirakan bagi kaum
persilatan, jodoh yang cocok dan pernikahan yang penuh
bahagia kiranya " "Berita gembira " jodoh takdir apa segala?" membeku air
muka Kim Eng setelah berkata. tiba tiba ia menengadah
terloroh-loroh seperti orang kesurupan, tawanya tersendatsendat
bernada tinggi seperti teriakan orang hutan yang
menyedihkan membuat pendengarannya pilu juga.
Giok.-liong merasa heran, tanyanya: "Apakah Coh Jian-kun
mengingkari hubungan.... hubungan mesra itu?"
"Tidak" "Lalu kenapa...?" "Ibunya anggap aku merupakan musuh yang meluruk
mencari perkara di rumahnya, bagaimana ia juga menolak dan
tidak merestui perjodohan ini "
"Wah, serba runyam..." "Bukan begitu saja, persoalannya lebih celaka lagi, ia
menekan dan memaksa Coh Jian kun mempersuntingkan
Tam-kiong-sian-ci Hoanji-hoa itu, pernikahan mereka
merupakan perjamuan terbesar dalam kalangan Bu-lim."
"Eh" tak tertahan Giok-liong berseru tertahan, sebab
urusan ini rada mengandung paksaaan yang melanggar
peradatan, tidak di landasi kebenaran lagi maka maklumlah
kalau Ui hoa-kiaucu sampai sedemikian merana dan duka
nestapa. "Tak duga kejadian itu, masih terus membawa buntut yang
tiada akhirnya." terdengar Kim Eng menyambung lagi dengan
air muka penuh duka dan rawan: "Lebih celaka lagi karena hubungan diperjalanan itu aku
sudah mengandung..." "Hah urusan ini lebih rumit lagi"
Memang coba pikirkan, sebagai ibu yang belum menikah
bagaimana selanjutnya aku harus menjadi manusia muncul
dimuka umum. "Benar, betapapun kau harus mencari penyelesaian
terhadap Coh Jian-kun " "suhuku sendiri yang meluruk ke Hwi-hun-san-ceng
menemui Thian-koan im untuk mencari titik pertemuan untuk
menyelesaikan urusan melainkan ini" "Bagaimana katanya?"
"Bukan saja tidak menaruh belas kasihan terhadap aku,
malah ia mencaci mati suhuku lagi, katanya undang undang
ui-hoa-kiau kurang keras dan melarang anak muridnya untuk
memincut laki-laki apa segala "
" orang tua itu keterlaluan..."
"saking murah- sejak hari itu juga lantas suhuku
menghilang mengasingkan diri tak pernah muncul lagi, entah
kemana beliau sekarang tak terdengar kabar beritanya-"
Giok-liong gelang-gelens kepala, keluhnya:
"Ai, mengenaskan" "Takkala itu dua orang suciku yang terbesar menjadi
berang, berbareng mereka menantang ke Hwi-hun-sanceng..."
"ya, terpaksa memang harus demikian"
"siapa tahu, mereka menghadapi gabungan tenaga Thikoan-
im dan Tam-kiong-sian-ci, dalam pertempuran yang seru
itu kedua belah pihak sama menderita luka-luka berat, setelah
kembali sampai di markas besar, beruntun mereka meninggal
dunia kerena luka-lukanya itu"
"Sungguh tak duga bakal terjadi bencana besar yang sia-sia
ini" "Hari ke hari perutku semakin besar, berulang kali aku
sudah berusaha hendak bunuh diri"
"Mana boleh kau mengambil jalan senekad itu, satu pihak
kau harus memanggul tugas dan warisan ui-hoa-kiau, dan
yang terpenting adalah orok dalam perutmu itu harus tetap
hidup dan tumbuh besar " Ucapan Giok-liong terakhir ini betul-betul mengenai lubuk
hati ui-hoa-kiau cu Kim Eng. Maka sekilas pancaran matanya
menjadi bersinar cemerlang, ujarnya penuh haru dan girang.
"ya, karena itulah maka mencuri hidup dan sampai
sekarang, aku harus hidup meskipun nista dan hina meliputi
diriku" Giok,-liong seperti teringat apas, katanya:
"Dalam jangka waktu selama ini seharusnya Coh Jian-kun
datang menengok dan menghiburmu bukan"
"Coh Jian-kun ?" "Apakah diapun berubah hatinya ?"
"Tidak" "Dari mana kau tahu?" "Bukan saja ia tidak melupakan aku, malah sejak
pernikahan itu ia tidak pernah tidur sekamar dengan isterinya"
"Eh, kami menderita. Tam kiong-sian-cijuga harus ikut
sengsara." "Tapi ia memang tidak mungkin datang menengokku"
"Kenapa bisa begitu ?" "Thi koan-im tidak memberi ijin ia meninggalkan rumah,
setiap saat selalu ia suruh Tam-kiong sian-ci mendampinginya.
Kemana saja ia pergi." " orang tua itu sungguh terlalu keras menjaga putranya "
"Akhirnya tiba saatnya juga aku melahirkan seorang anak
perempuan" " Anak perempuan Dimanakah putrimu itu sekarang ?"
Air muka Kim Eng rasa terang, sinar matanya
memancarkan rasa riang, tanpa berkedip ia terlongo
memandang bintang-bintang dilangit, mulutnya menggumam:
"Masih untung, ia hidup bahagia "
"Dimanakah sekarang dia berada ?"
"Aku tidak tahu" "Tidak tahu ?" "ya " "Akh, kan aneh " "Tidak lama setelah ia lahir, terus dibawa pergi"
"siapa ?" "Tam-kiong-sian-ci Hoan ji-hoa "
"oh, dia, kenapa ?" "sebab dia sendiri belum pernah melahirkan juga tiada
tanda-tanda mengandung bakal melahirkan anak "
"Bagaimana kau bisa berlega hati ?"
Kata-kata Giok-liong menusuk perasaannya yang rindu
akan cinta kasih kepada putrinya, tak tertahan lagi Kim Eng
menjerit menangis sesenggukan. Giok.-liong ikut meresapi kedukaan orang, cepat-cepat ia
membujuk: "Kalau sudah kau serahkan sejak dulu, apa untungnya kau
menangis sekarang ?" "Apa kau kira aku rela menyerahkan putriku kepadanya.
Tapi bagaimana kalau sudah besar nanti ia merajuk kepadaku
ingin melihat bapaknya, apalagi setelah menanjak dewasa
bagaimana pula ia harus mengambil namanya, bagaimana ia
harus hidup ?" Giok.-liong menjadi kagum dan memuji:
"ya, demi generasi muda, Kaucu sikapmu ini sungguh
mengharukan dan agung serta suci "
"setelah Tam-kiong-sian-ci membawa pulang putriku, Thikoan-
im menyuruh orang mengirim surat kepadaku, katanya
sejak saat itu aku dilarang menemui putriku supaya ia tidak
mengetahui masa lalunya " "Katanya kalau sekali aku berani menengok putriku, beliau
tidak mau lagi mengakui cucunya itu, malah mungkin
menganiaya dan mengusirnya dari keluarga Coh mereka. Demi
kebahagiaan anakku, terpaksa aku menurut saja "
"Kaucu, kau mengorbankan dirimu sendiri demi
kebahagiaan putrimu" "Untung Tam kiong-sian-ci Hoanji hoa tidak melahirkan,
dipandang dan dirawatnya sebagai anak kandung sendiri, ini
terhitung suatu keberuntungan dalam kejadian yang tidak
menguntungkan" Melonjak hati Giok, liong, tanyanya cepat:
"selamanya dia belum pernah melahirkan?"
"Ah, entah karena Coh Jian-kun berkukuh tidak mau tidur
sekamar atau karena apa?" Kini Giok, liong tidak menaruh perhatian akan persoalan
lain, desaknya lebih lanjut: "Jadi putrinya itu adalah Coh Ki-sia yang sekarang ini"
"siapa bilang bukan?" sahut Kim Eng sambil angkat alis.
Jantung Giok liong seperti bertambah berdegup dan
darahnya semakin menggelora, hatinya menjadi was-was dan
perasaannya tidak tentram. Hal ini memang serba runyam dan menyulitkan dirinya. Ada
niat ia hendak membuka rahasia hubungan dirinya dengan coh
Ki-sia, tapi cara bagaimana ia harus membuka mulut. Kalau
tidak dibicarakan langsung, hati kecil merasa tidak tentram,
sesaat perang batin tengah bergejolak dalam benaknya, satu
sama lain saling kontras. Apa lagi persoalan ini sulit untuk
mencari jalan tengahsaat itu terdengar Kim Eng berkata lagi:
"Maka kali ini aku mengetahui seluruh anggota kami
malam-malam menuju ke Hwi - hun san - cheng, tujuanku
hendak mencuri lihat saja darah dagingku ini"
"Berapa tahun sudah perpisahan ini?"
"Waktu itu dia baru lahir tiga bulan, sampai sekarang sudah
enam belas tahun, sejak saat itu kita ibu beranak belum
pernah jumpa barang sekalipun"
"Kalau begitu berarti ia tidak mengenal akan ibunda yang
agung ini" "ya, dia tidak akan mengenal aku"
Akhirnya Giok-liong mengambil keputusan untuk menutup
mulut sementara waktu lagi, katanya:
"Kenapa setelah berselang-enam belas tahun, hari ini
mendadak kau teringat hendak menengok putrimu itu?"
Berubah serius wajah Kim Eng, serunya keras:
"Baik tak perlu main sembunyi lagi. karena bentuk batu
giok jantung hati di lehermu itulah yang menimbulkan
kenangan mendorong untuk aku menengok putriku Kalau
tidak puluhan tahun sudah akupun sudah melupakannya. "
"Batu giok Bagaimana mungkin....?"
"Memang putriku dibawa pulang ke Hwi hun-san-cheng
oleh Tam-kiong-sian ci, namun bentuk batu Giok, jantung hati
inilah merupakan pertanda yang takkan lumer atau lenyap
selamanya, ini memang sengaja kuatur demikian, malah aku
mengikat janji pula dengan Tam kiong-sian-ci supaya ia
berpesan wanti-wanti kepada putrinya bahwa kalung batu giok
ini selamanya tidak boleh tertinggal dari tubuhnya, karena aku
kwatir bila kelak bertemu muka tidak dapat mengenalnya "
"Akh." hancur luluh hati Giok-liong sekarang, kalang batu
giok itu sudah dikembalikan kepada pemiliknya. Malah dia
jelas yang sudah berhubungan sebagai suami istri layaknya itu
kini semakin membenci dirinya, salah paham dalam dunia ini
kiranya ada pula yang sulit dijelaskan.
Pikirnya perkara baik selamanya harus sering menemui
dirinya. Kejadian dua generasi yang sama ini sebenarnya
bukan perbuatan tercela, kenapa justru ditakdirkan harus
menemui aral datang yang menyesatkan, apakah memang
yang Maha Kuasa sengaja mengatur demikian " Kalau ini


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar, Tuhan sungguh tak mengenal kasihan. Kenapa akibat
ini diatur menjadi begitu mengenaskan " Paling tidak
beruntung, dirinya-pun ikut menjadi salah satu tokoh dalam
peranan tragedi yang menyedihkan ini.
Begitulah Giok-liong tenggelam sendiri dalam lamunannya,
sebaliknya Kim Eng masih mencerocos dengan ceritanya:
"Tak duga waktu aku sampai di Hwi hun-san cheng, yang
kutemui hanyalah puing-puing yang sudah rata dengan tanah,
beberapa sosok mayat yang sudah hangus, oleh karena itu
lantas aku teringat untuk mencarimu."
"Kenapa harus mencari aku?"
"Karena itu perbuatanmu, maka aku harus mencarimu"
"Dengan alasan apa kau menduga aku yang
melakukannya?" "Kau tidak perlu mungkir dan membela diri dengan
berbagai alasan. Permusuhan dendam kesumat dalam
kalangan Kangouw aku sudah jera memikirkannya-"
"Tapi ini bukan aku?" "Waktu bertemu tadi, aku pertama berpikir hendak
mengadu jiwa dengan kau, sebab kau sudah memusnahkan
Hwi-hun san-cheng itu berarti kau meruntuhkan seluruh milik
Coh Jian-kun, aku mencintainya, maka.."
"Sebenarnya memang bukan perbuatanku "
Kim Eng tidak hiraukan pembelaan Giok liong, katanya lagi:
"sekarang aku sudah merubah haluanku sebab dalam
puing-puing itu aku tidak menemukan Coh Jian kun serta istri
dan anaknya, kutaksir mereka tengah pergi waktu kau
membakar kampungnya" "Bagaimana bisa begitu" "Kalung batu giok itu, mungkin karena sudah besar dan
tidak suka mengenakan lagi melihat benda yang bagus kau
ketarik lantas mengambilnya begitu saja dan kau bawa
kemana-mana" "salah semua dugaanmu." "Tak perlu kau banyak kata, sekarang aku minta kau
kembalikan kalung itu kepadaku, urusan lainnya semua tiada
sangkut paut dengan diriku, sejak saat ini aku Kim Eng takkan
terjun dalam segala urusan dunia persilatan lagi"
"Kaucu, sukakah kau dengar penjelasan ku "
"Apa kelonggaranku ini masih belum dapat kau terima?"
"Bukan tidak kuterima..."
"Kalung batu giok itu bukan merupakan benda berharga
yang bila mendatangkan uang, bagi kau tidak berguna, kau
miliki atau hilang dari tanganmu tidak membawa akibat apaapa.
Tapi sebaliknya bagi aku gunanya sangat besar dan
penting sekali " "Benar, aku paham akan maksud Kaucu"
"Kalau begitu lekaslah kau serahkan kepadaku"
"Hal ini..." "Adakah kau punya kesukaran?"
"Jangan dikata benda itu sekarang tidak kubawa..."
"Tidak kau bawa ?" "seumpama kubawa aku juga tak mungkin keserahkan
kepada kau" "Kau memang sengaja..." "Tidak, bukan sengaja..."
"Lalu kenapa?" "Aku hanya bisa memberi tahu sebuah hal saja"
"Hal apa?" "Kalung batu giok itu sekarang sudah ku kembalikan
kepada putrimu." "Apa betul" "Kalau aku bohong, biarlah aku disambar geledek-"
"o, jadi sudah kau kembalikan"
"Aku sudah bersumpah, percaya tidak terserah kau"
"Sebetulnya cara bagaimana kau mendapatkan mainan
kalung itu?" "Aku hanya bisa menjawab, itulah pemberian dari putrimu"
"Diberikan untuk kau- Anak ini, barang penting macam ini
mana boleh sembarangan diserahkan kepada orang lain" nada
seorang ibunda yang mencintai putrinya, kata-katanya penuh
bernada menegor kecerobohan anaknya, tapi akhirnya hatinya
merasa sangat girang. Sesaat ia miringkan kepala terpekur, lalu katanya:
"Kenapa dia serahkan barang milik pribadinya?"
Muka Giok liong menjadi panas, dengan senyum
dipaksakan ia menjawab samar-samar:
"saat ini belum tiba waktunya menjawab pertanyaanmu ini"
"Hah" Lalu kenapa mendadak ia memintanya kembali?"
"Ini hal ini tidak gampang dijelaskan dengan beberapa
patah kata saja" "Coba katakan...." "Kancu aku ada sebuah permintaan yang tidak masuk di
akal, kuharap kaucu bisa melulusi permohonanku ini,"
"oh, persoalan apa itu" Asal ada tenaga dan mampu pasti
kubantu sekuat mungkin." "Lebih dulu terimalah ucapan terima kasihku"
"Nanti dulu, sebetulnya urusan apa, sampai begitu serius
dan penting sekali agaknya?" "Aku mohon Kaucu sudi mengiringi aku sekali lagi kembali
ke Hwi hun-san-cheng, entah apakah Kaucu sudi mencapaikan
diri kesana" Air muka Kim Eng menampilkan rasa heran dan curiga,
matanya berkedip-kedip, tanyanya tak mengerti:
" untuk apakah kesana ?" Penderitaan batin Giok-liong boleh dikata serupa dengan
penderitaan Kim Eng. Akun tetapi seumpanna si bisu makan
buah kembang teratai kuning yang pahit, ada mulut tak bisa
bicara, sejenak ia ragu ragu baru berkata tersekat-sekat:
"Dengan Hwi hun-san-cheng aku ada hubungan yang
cukup mendalam, kiranya perlu aku menengok kesana"
"Hubungan yang mendalam, hubungan dengan siapa " Coh
Jian kun" Atau putrinya?"
Mata ui-hoa kaucu Kim Eng menatap tajam tak berkedip ke
arah Giok-liong, agaknya sangat mendesak ingin mendapat
jawaban. Melihat sikap orang yang begitu serius sikap Giok, liong
semakin kikuk dan rikuh, jawabnya samar-samar:
"semua .... semua ada hubungan baik, sebab pernah sekali
aku terluku parah, waktu itu aku belum lama berkecimpung
dikangouw, terpaksa aku harus merawat luka di Hwi-hun san
cheng." "o, begitu?" Giok-liong mandah manggut-manggut saja sebagai
jawabannya. sebetulnya Giok, liong seorang yang polos dan
jujur, selamanya tidak berani mengucapkan kata-kata yang
menipu atau bohong kepada orang lain, apa yang barusan
dikatakan sebagian besar benar tapi juga ada yang tidak
benar, sehingga hatinya menjadi tidak tentram.
sejenak Kim Eng berpikir lalu katanya:
"Baiklah, mari ku iringi kau kesana "
Tatkala itu sang surya sudah mulai memancarkan sinarnya
yang cerlang cemerlang. Mereka berdua mengembangkan
ginkang terus berlari kencang menempuh perjalanan,
perasaan mereka sama-sama berat, sebab mereka mempunyai
pengalaman dan penderitaan batin yang serupa, hubungan
pribadi masing-masing belum begitu kental, maka satu sama
lain tiada yang mengucapkan kata-kata menghibur, siapapun
tiada yang mau melimpahkan kesusahan hatinya terhadap
kawan seperjalanan. Terutama sikap Giok liong semakin kikuk- sebab kalau
diurut dari tingkatan kedudukan Ui hoa kaucu Kim Eng masih
setingkat lebih tinggi dari dirinya, kalau dipandang secara
peradatan merupakan mertua dirinya pula. Tapi sebelum
duduk perkara ini dibikin jelas betapapun ia tidak berani
bertindak secara semberonoitu juga sebelum hari menjelang magrib mereka sudah tiba
di Hwi-hun-san-cheng, Tampak keadaan Hwi-hun-san cheng
yang begitu indah megah dan banyak pemandangan yang
menyejukkan kini sudah berubah sama sekali, bangunan
bangunan gedung berloteng sudah ambruk menjadi tumpukan
puing, kebon bunga yang teratur rapi kini menjadi acakacakan,
demikian juga deretan pohon yang liu yang meliuk
indah melambai itu kini sudah hangus dan kuyu.
Tak tertahan lagi Giok liong sampai mengeluh panjang, air
mata berlinang di kelopak matanya, pelan-pelan ia beranjak ke
deretan pohon yang liu menghadapi aliran sungai yang
mengalir halus, ia termenung dengan sedihnya, lama dan
lama sekali tak kuasa membuka mulut.
Ditempat inilah dulu ia menetapkan ikatan perkawinannya
dengan coh Kisia, sungguh kenangan lama susah dikejar
kembalisekarang malah Kim Eng yang membujuknya: "Mengapa menyiksa diri tiada manfaatnya bagi kesehatan"
"Kaucu," Giok liong menelan air liur, katanya kepada Kim
Eng: "Harap tanya di manakah jenazah Thi koan im?"
"Aku sudah menguburnya dipinggir sungai sana"
"o, masih ada siapa lagi yang ikut berkorban dalam
bencana ini?" "Beberapa kacung dan tukang kebon, aku pun sudah
mengubur mereka semua" "Selain mereka tiada orang lain lagi?"
Kim Eng menggeleng kepala, tiba-tiba-seperti teringat apaapa
ia berkata: "Entah bagaimana kalau didalam tumpukan puing sana,
aku belum sempat memeriksa " Tergetar dan merinding seluruh tubuh Giok-liong, pikirnya:
"Semoga tiada orang dibawah tumpukan puing itu"
dalam hati ia berpikir demikian, kebalikannya mulutnya
berkata: "Mari kita coba periksa kesana, mungkin ada sesuatu yang
dapat kita temukan." Tanpa menanti jawaban Kim Eng, ia mendahului berlari
kearah depan sana, tak lupa dicabutnya sebuah pohon itu
sebesar lengan orang terus dibawa lari seakar-akarnya.
Dengan batang pohon inilah Giok, liong mulai mengorek
ngorek tumpukan puing.,. Tak mau ketinggalan Kim Eng juga meniru cara Giok-liong
sekian lama mereka mengorek-ngorek sehingga seluruh badan
basah kuyup oleh keringat namun tiada sesuatu apa yang
dapat ditemukan. sekonyong-konyong Ui hoa kiau Kim Eng menjerit kaget:
"Ah, medali besi..." Kiranya ia menemukan sebuah medali besi warna hitam
berkilauan sebesar tiga senti persegi. Giok-liong ikut berteriak
lejut waktu melihat medali besi hitam itu, serunya.
"Hah, kiranya perbuatan mereka yang terkutuk "
"siapa mereka ?" "Lencana besi yang dari Hutan kematian, inilah lencana
perintah yang dikeluarkan oleh Hutan kematian."
"Lencana besi hutan kematian?"
Belum lenyap suara Kim Eng ini, mendadak terdengar gelak
tawa panjang yang menggiriskan kumandang menusuk telinga
bergema ditengah udara, pertama jaraknya masih rada jauh,
namun sekejap saja sudah seperti dipinggir telinga.
Beruntun terdengar kesiur angin keras dari lambaian
pakaian dihembus angin dalam keremangan menjelang malam
ini, terlihat lima tombak disebelah sana berjajar lima orang
berkedok hitam, jubah kepanjangan terseret ditanah, tubuh
mereka rata-rata kurus lencir. Bagaimana muka kelima orang aneh ini tidak diketahui,
hanya sepasang mata yang melotot dari balik lobang
kedoknya itu sungguh menakutkan, Giok liong dan ui-hoakaucu
sampai terdiam untuk beberapa saat.
seiring dengan kata-kata mereka yang memekakkan telinga
itu, satu diantara kelima orang berkedok yang bertubuh paling
tinggi dan paling kurus seperti genter perlahan bertindak
maju, sinar matanya bagai kilat penuh wibawa menatap
medali besi ditangan Ui-hoa kaucu Kim Eng, setelah
mendengus hidung terdengar suaranya berkata:
"Tak duga kau telah menemukan lebih dulu, banyak
mengurangi capek lelah kita, kembalikan"
nadanya takabur tekanan suaranya dinginTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/ setelah berkata entah bagaimana ia bergerak tahu-tahu
badannya melejit tiba di tengah tumpukan puing, tidak minta
medali besi Hutan kematian yang berada di tangan Kim Eng
sebaliknya ia menjura hormat ke arah Giok, liong, sapanya:
"siau-hiap, kau baik-baik saja"
Giok, liong tercengang, Giok, liong tahu bahwa orang aneh
ini tentu begundal dari hutan kematian, tapi dari potongan
tubuhnya yang kurus lencir bagai genter ini, selama nya belum
pernah bertemu muka dengan dirinya, dari mana pula ia bisa
kenal dirinya " (Bersambung kejilid ke 24) Jilid 24 Belum lagi Giok liong hilang dari keheranannya, mendadak
berubah air muka Kim Eng, makinya sambil menuding Giokliong:
"oh, kiranya kau ini juga orang dari orang Hutan kematian
bagus benar, dengan omongan manis dan cerita bohong kau
menipu aku, kiranya kalian memang sudah berintrik satu sama
lain" "Kaucu...." cepat-cepat Giok-liong berseru hendak memberi
penjelasan. Tak duga orang kurus lencir bagai gencer itu tiba-tiba
menghadang maju, bentaknya bengis: "Kenapa dengan Hutan kematian Kau naik pitam ?"
Kepandaian ui-hoa-kiaucu Kim Eng cukup tinggi, tapi
menghadapi begundal dari hutan kematian mau tak mau
gencar juga hatinya. Sebab menurut apa yang tersiar dikalangan
Kangouw dikatakan bagaimana hebat dan menakutkan
kepandaian mereka, tindak tanduknya serba misterius lagi.
Tiada seorangpun yang mengenal asal usulnya menurut
kabarnya bukan saja ketua mereka yang sukar diketahui jejak
seperti naga sakti yang jarang menunjukkan diri, dua belas
Tongcu bawahannya pun merupakan tokoh-tokoh hebat yang
juga membekal ilmu silat yang lihay.
Sambil menggenggam medali besi Kim Eng menekan rasa
gusarnya, teriaknya lancang:

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Buat apa kau berlaku begitu garang, aku hanya bicara
dengan Ma Giok-liong " "Pun-tong tidak mengijinkan kau berlaku kurang ajar"
Meskipun ni hoa-klaucu bukan merupakan aliran lurus
dikalangan Kangouw, jelek-jelek merupakan sebuah
perkumpulan yang ada nama dan disegani pula didunia
persilatan, sebagai seorang ketua dari sebuah aliran dibentak
dan dimaki begitu rupa, keruan Kim Eng betul-betul naik
pitam, tak tertahan lagi berubah air mukanya, bentaknya
beringas: "Kau anggap apa terhadap golongan kita."
orang aneh bertubuh lencir itu terkekeh-kekeh, ujarnya
dingin. "Ku anggap kau sebagai pokrol bambu yang tak perlu
disebut namanya" "Terlalu menghina " teriak Kim Eng sambil sekuatnya
menyambitkan lencana besi yang digenggam ditangannya,
saking gusar cara menyambitkannya begitu keras dan kuat.
Kontan meluncurlah setitik sinar berkilau kehitaman langsung
mengarah mata kanan si orang aneh bertubuh kurus tinggi ini-
"Bagus" seenaknya saja orang aneh kurus tinggi itu
mengulurkan tangannya, tahu-tahu lencana besi yang
meluncur keras danpesat itu sudah digenggam dalam telapak
tangannya, sejenak ia memeriksa lalu di masukkan ke dalam
kantongnya, terdengar suaranya berat:
"Kim Eng Kau mencari kematian"
belum lenyap suaranya bagai potongan setan tubuh kurus
tinggi itu enteng sekali seperti dihembus angin melayang tiba
disamping Kim Eng, dengan jurus jing ing-poh tho (rajawali
menubruk kelinci) cakar panjangnya mencengkeram kepundak
kanan Kim Eng. Dari gerak tubuhnya yang gesit aneh serta cara
menyerangnya yang memandang rendah musuhnya ini,
dapatlah dinilai bahwa kepandaian orang kurus tinggi serta
kedudukannya tentu bukan sembarang tokoh.
Tepat pada saat itujuga tampak sebuah bayangan lain
menubruk datang, mega putih pun menerpa tiba,
"Tahan" tahu-tahu entah dengan gerakan apa Giok-liong
sudah melejit tiba ditengah mereka berdua, sebelah
tangannya mengarah tepat kecakar siorang kurus tinggi terus
membabat turun. "Aduh " "Aih " orang aneh tinggi kurus dan ui-hoa-klaucu samasama
mundur dan sama-sama berteriak. Giok-liong menarik muka, serunya keras:
"Kau punya kepandaian apa, urusan setinggi langit biarlah
aku Ma Giok- liong yang menandingi."
Berkedip-kedip mata si orang aneh tinggi kurus, katanya
sambil unjuk tawa dibuat-buat: "Siau hiap buat apa kau..."
Merah membara sepasang biji mata Kim Eng, semprotnya:
"Cis, kau ini terhitung barang apa, sekarang baru kulihat
tampangmu sebenarnya, pura-pura kau bermain sandiwara
apa disini, biar aku mengukur dulu betapa tinggi kepandaian
Kim-pitrjan-hun" tanpa tahu duduk perkara sebenarnya Kim Eng
melampiaskan kedongkolan hati dan rasa penasarannya
kepada Giok-liong. "Kaucu, kau " mana mungkin Giok liong berani balas
menyerang, keruan ia menjadi kerepotan diteter dengan
serangan gencar. saking murka ui-hoa-kaucu betul-betul menyerang sangat
bernafsu, jurus pertama luput, jurus kedua sudah
menyelonong tiba pula, mulutnya juga tidak tinggal diam
berteriak: "Biar aku mengadu jiwa dengan kau " sembari berteriak ini
beruntun ia sudah lancarkan delapan pukulan berantai yang
cukup hebat, agaknya benar-benar ia sudah berlaku nekad
untuk gugur bersama. Giok-liong tak berani balas menyerang atau menangkis
terpaksa harus main kelit dan berloncatan, serunya:
"Apa kau sudah gila " "sundel tengik hayo berhenti " tahu-tahu si orang aneh
tinggi kurus sudah menerjunkan diri dalam gelanggang
pertempuran berat sebelah ini, dengan jurus Hay-te-lou ciam
(merogoh jarum didasar lautan) kelima jarinya mendadak
menyelonong tiba dari arah samping yang tak terduga.
Tepat sekali, sekali raih ia cengkeram pergelangan tangan
kiri Ui-hoa kiaucu Kim Eng, sekali sentak belum sempat ia
melemparkan badan orang. Dalam saat yang krisis inilah
terpaut sedetik saja sejajar sinar putih yang datang laksana
awan mengembang. "Berani kau" kumandang bentakan Giok-liok. tepat pada
saat itu juga Giok-liong juga berhasil mencengkeram
pergelangan tangan kiri si orang aneh tinggi kurus,.
Inilah yang dinamakan tenggoret hendak menangkap
congcorang, tidak tahu bahwa burung gereja berada
dibelakang, dalam keadaan yang tidak siaga, meski si orang
aneh tinggi kurus berhasil membekuk Ui-hoa-kaucu, tapi Giokliong
juga menggunakan caranya ini untuk meringkusnya pula-
Ternyata usaha Giok-liong berhasil gemilang.
Maka berkelebatlah empat bayangan hitam berpencar ke
empat penjuru, kiranya empat orang aneh berkedok hitam
yang lain sudah berpencar menduduki posisi yang
menguntungkan bersikap pula untuk bertindak bila perlu.
Tanpa menghiraukan pergelangan tangan sendiri yang
dicengkeram Giok- liong, segera orang aneh tinggi kurus itu
berteriak: " Hai, jangan kalian berlaku kurang ajar "
katanya sambil mengunjuk senyum getir ia berkata kepada
Giok liong: "siau-hiap, lepaskan tanganku. Tindakanku ini adalah demi
keselamatanmu..." "Kau lepaskan dulu tangan Kim-kaucu " bentak Giok-liong.
" urusanku jangan kau turut campur " jengek Kim Eng
dingin. Tapi si orang aneh tinggi kurus benar-benar melepaskan
tangan kanannya serta berseru lantang:
"Baik aku menurut perintah Ma siau-hiap Kuampuni jiwamu
sekali ini Pergilah " Tak kuasa ui-hoa kaucu terhuyung sempoyongan beberapa
langkah, mukanya pucat serunya menuding Giok-liong:
"Kim pit Jan-hun peristiwa hari ini selamanya takkan
kulupakan" habis berkata segera ia menjejakkan kakinya terus
meluncur jauh dan menghilang. "Kaucu Kaucu" beruntun Giok liong berteriak memanggil
dua kali, namun Kom Eng tak menghiraukan lagi, larinya
malah dipercepat. "Siau-hiap, tanganmu..." siorang aneh tinggi kurus berkata
lirih sambil meringis. Giok liong berkata tertekan : "kau sudah melepas dia, akupun tentu melepas kau. Tapi
urusan kita masih belum selesai."
orang aneh kurus tinggi tertawa tawar, ujarnya lirih :
"siauhiap, menurut hemat hamba, lekaslah kau menuju ke
Hutan kematian, kalau tidak peristiwa seperti hari ini akan
selalu terulang lagi, selamanya takkan berakhir"
Giok-liong kurang paham akan arti perkataan orang:
"Jadi maksudmu..." "Maksudnya kalau kau tidak segera berkunjung ke Hutan
kematian, siapapun orang yang pernah berhubungan langsung
dengan kau mungkin akan menemui nasib seperti kejadian di
Hwi-hun-san cheng ini" "Kenapa bisa begitu?" "Entah kenapa, sejak Cukong hutan kematian menemukan
siauniap beliau mengharap benar kunjungan siauhiap ke sana.
Tempo hari suda Bentrok Rimba Persilatan 18 Bentrok Para Pendekar 19
^