Seruling Samber Nyawa 15

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 15


ihat tegas. (Bersambungjiiid ke 26) Jilid 26 Kuda pupus itu ditunggangi seorang pemuda yang berusia
dua puluh lima bermuka lebar berkuping besar, sikapnya
garang, yang paling menyolok adalah sebuah andeng-andeng
besar di tengah kedua alisnya itu, pakaian yang dikenakanjuga
serba biru berkilau, selain sepatu putihnya itu boleh dikata
seluruh tubuhnya serba bersinar kemilau.
Kuda satunya yang dilarikan berendeng itu tak lain di
tunggangi oleh Coh Ki-sia yang mengenakan pakaian warna
coklat. "Adik Sia..." mendadak tergerak hati Giok-liong, ini hanya
terjadi sekilas saja, namun kaki Giok-liong lantas melompat
maju mengejar seraya berteriak: "Ki sia sia ...." Begitu cepat lari kedua ekor kuda itu laksana mengejar
angin, sekejap saja tabu-tahu sudah jauh puluhan tombak,
hanya terlihat kedua ekornya saja yang bergoyang gontai
diantara taburan bunga salju itu. Giok-liong rasa mendelu karena teriakannya tiada
mendapat sambutan, tapi sedikit merenung akhirnya ia
membanting kaki dan menggumam: "Aku harus mencari tahu persoalan ini.-"
Siapakah pemuda diatas kuda itu" Kenapa Coh Ki-sia bisa
bersama dia" Buat apa mereka menempuh perjalanan dalam
malam gelap di hujan salju ini " inilah tiga pertanyaan yang
mengganjel dalam lubuk hati Giok-liong.
Giok-liong harus memecahkan tiga pertanyaan teka-teki ini,
Maka begitu membanting kaki menggunakan tenaga tutulan
ini segera ia mengejar ke depan. Akan tetapi saat itu kedua
ekor kuda tadi sudah tidak kelihatan lagi.
Tapi Giok-liong tidak peduli segalanya, dengan penuh
semangat ia terus berlari kencang kira-kira sepeminuman teh
kemudian masih belum tersusul, untung diatas salju masih
kelihatan bekas tapak kaki kuda yang menyolok sekali,
menyelusuri bekas tapak kaki inilah sebagai jalan Giok liong
membuntuti terus. Tak lama kemudian di depan sana kelihatan setitik api
kelap kelip serta terdengar gonggongan anjing, Giok-liong
menghibur hati: "Tidak, jauh lagi, mungkin itu sebuah desa yang baru saja
mereka lewati sampai mengejutkan anjing liar disana" sembari
berpikir kakinya terus melangkah cepat menuju kearah- titik
sinar lampu yang fcelap, kelip itu.
Kiranya itulah sebuah perkampungan terasing yang jauh
dari kota, penghuninya tidak lebih tiga puluhan keluarga dan
sebuah rumah makan, karena hari sudah larut malam
seluruhnya sudah tutup pintu, lalu di-ujung jalan paling kiri
sana masih terlihat penerangan lampu menyorot keluar,
memang tinggal rumah makan satu-satunya inilah yang belum
sempat tutup pintu. Dengan langkah lebar Giok-liong langsung mendatangi.
Kebetulan rumah makan baru saja hendak menutup pintu.
"Hei, Tiam-keh Tunggu sebentar " buru-buru Giok liong
berseru. Tiam-keh atau juragan rumah makan ini adalah seorang
tua berusia lima puluhan dengan kejut dan heran ia
mengawali Giok-liong. Terlihat oleh Giok liong salah satu meja dalam ruangan
sana terdapat dua mang kok dan sayur mayur serta sumpit
yang belum sempat dikemasi, terang baru saja ada dua orang
tengah makan minum disini, maka dengan tersipu-sipu ia
bertanya: "Tian-keh, Adakah tadi dua muda mudi menunggang kuda
lewat disini ?" Kuasa rumah makan itu melongo, sahutnya:
"Baru saja mereka berangkat "
Tanpa ayal lagi Giok-Liongbergegas mem buru maju
kedekat meja sebelah kanan sana dimana diatas meja
terdapat sepiring tumpukan Bakpan, seraya sembarang
dicomotnya empat buah terus melompat keluar lagi tenggang
berlari kencang seraya berteriak: "Tiam-keh Terima kasih " sembari mengejar Giok- liong mulai jejalkan bakpao kering
ke dalam mulutnya, ciinkangnya dikembangkan sampai
puncak tertinggi. Waktu empat bakpao habis digares ia sudah
jauh ratusan tombak ditempuhnya. Benar juga dikeremangan malamjauh didepao sana, lapatlapat
terdengar derap langkah kuda dan dua titik bayangan
hitam tengah meluncur diatas salju. Lambat laun jarak meieka
semakin dekat, kira-kira terpaut hanya tiga puluhan tombak
lagi-Tak tertahan lagi segera Giok-liong berteriak nyaring:
"Kisia Adik sia Adik sia"
Kedua ekor kuda yang berlari kencang itu mendadak
berhenti sehingga kedua ekor kuda itu meringkik dan berdiri
diatas kedua kakinya. Berjajar berhenti ditengah jalan.
Memang tidak salah perempuan diatas kuda itu memang
Coh Ki-sia adanya sekian lama tak berjumpa kini kelihatan
tambah segar dan montokTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Tapi kelihatan air mukanya bersungut dan mengunjuk rasa
gusar dan dongkol. Begitu memutar kudanya lantas Coh Ki-sia
melihat kedatangan Giok liong serunya dengan nada heran:
"oo- Kiranya kau ?" "Adik sia.. ." "Tutup mulutmu " tiba-tiba pemuda di atas kuda pupus itu
mengayun pecutnya sehingga mengeluarkan suara nyaring di
tengah udara, lalu dengan sikap garang ia mendelik,
semprotnya: "siapa kau " Berani gembar-gembor memanggil nama
orang " Berkerut alis Giok-liong, hampir saja ia mengumbar
nafsunya. Namun serta dilihat sikap Coh Ki sia yang merengut
rawan, kelopak matanya berkedip-kedip mengembeng air
mata, hatinya menjadi tidak tega, segera ia angkat tangan
unjuk hormat, katanya: "Aku yang rendah Ma Giok-liong. Harap tanya siapakah
saudara ini ?" Tak duga dengan gaya Ki yan liong bu (ikan melompati
pintu naga) pemuda ini lantas melompas lurun dari atas kuda,
gerak geriknya kelihatan lincah dan gesit, nyata bahwa
Iwekang-nya cukup tinggi, setelah menginjak tanah, pecut
diayun terus menuding Giok-liong, jengeknya:
"Hm, saudara Mengandal apa kau menyebut aku Saudara
apa kau sembabat" Coba kekolam ikan sana untuk bercermin,
lihatlah tampangmu yang buruk itu"
Beringas muka Giok- liong, hawa membunuh menyelubungi
mukanya. Tapi kejap lain ia sudah merubah sikapnya lagi,
wajahnya berseri tawa. pikirnya: "sebelum aku mencari tahu hubunganmu dengan coh Kisia,
lebih baik aku tidak berlaku gegabah, supaya tidak
menambah kesalahpahamanku dengan coh Ki-sia." Karena itu
tertawa tawar ia tidak hiraukan lagi kepada pemuda itu,
langsung ia menghadapi Coh Ki-sia yang masih berada diatas
kuda: "Adik sia .. ." "siiuuut" segulung angin kencang tiba2 menyambar keatas
kepalanya. Kepandaian Giok-liong sudah mencapai puncaknya,
panca inderanya cukup tajam, sekilas saja jantas ia bergerak
secara reflek. macam bokongan yang licin begini masa dapat
terlaksana. gesit sekali Giok-liong berkelebat menghindar diri, matanya
mendelik gusar semprotnya, "sau... apa yang kau hendaki ?"
Lagi-lagi pemuda itu mengayun pecutnya dengusnya berat:
" Kau panggil apa terhadap dia?"
Tanpa ragu-ragu Giok-liong ulangi panggilannya:
"Adik sia " "Kurang ajar Kau harus dihajar"
sekarang serangan pecutnya ini. dilancarkan dengan
sepenuh hati, maka jurus tipunya cukup lihay dan hebat,
belum lagi pecutnya, tiba angin bertenaga terpendam sudah
mendahului merangsang datang. Meskipun dirinya dimusuhi tanpa ampun, diam-diam Giokliong
memuji juga dalam hati: "Bagus " Belum lagi pecut mengenai sasarannya mendadak Coa Kisia
berteriak diatas kudanya: "Engkoh seng, mari kita mefanjutkan perjalanan, jangan
layani dia " Mendengar teriakan ini wajah beringas si pemuda seketika
sirna amblas, kini berubah berseri tawa, agaknya ia penurut
benar menarik balik pecutnya terus melompat mundur berapa
kaki berulang kali mulutnya mengiakan sambil beiseri tawa.
"ya memang benar ucapanmu dik " lalu dengan gaya
loncatan burung bangau menyisik bulu ia melompat kembali
ke atas tunggangannya. Tatkala itu Coh Ki-sia sudah menarik tali kendali kudanya
terus dilarikan kedepan. sudah tentu Giok-liong menjadi
gugup, dengan tersipu-sipu segera ia melesat tiga tombak
terus menghadang didepan kuda serta serunya:
"Adik sia, kau.. ." Tak duga Coh Ki-sia malah mengangkat alis dengan mata
gusar ia mendamprat: "Pemuda bangor yang kurang ajar, siapa kenal kau ini ?"
Kata-kata ini seumpama ujung pisau menusuk lubuk hati
Giok-liong, selamanya belum pernah merasakan penderitaan
batin seberat ini, namun sekuatnya ia berlaku sabar dan
menahan gelora amarahnya, katanya sengal-sengal:
"Adik sia, masa kau -." "Sudah jangan cerewet" "Benar-benar cari mampus kau" pemuda penunggang kuda
pupus itu menerjang turun dari kudanya.
segera Coh Ki-sia menarik kendali melarikan kudanya
kedapan, serta ujarnya lemah lembut:
"Engkoh seng Mari berangkat jangan mengurusi dan
mengabaikan urusan besar kita. Mungkin ini
merupakanjebakannya supaya melibat kita, maka janganlah
tertipu olehnya " seperti mendengar petuah orang tuanya saja, pemuda itu
mengiakan dan manggut-manggut, tampaknya riang sekali,
sahutnya "Huh menguntungkan bocah keparat ini"
sembari berkata ia mendelik garang kearah Giok- liong, lalu
membedaL kudanya dilarikan kedepan seraya berteriak-
"Adik sia Bukan saja Iwekang-mu sudah mencapai tingkat
yang dibanggakan otakmu cerdik dan banyak akal lagi
Mungkin memang tipu daya kaum keroco atau pokrol bambu
belaka untuk mencegat perjalanan kita ini"
Dengan nada kasih mesra Coh Ki sia menyebut:
"Maka kukatakan jangan hiraukan dia lagi"
Cobalah bayangkan betapa kecewa dan duka hati Giok
liong serta melihat istrinya berjalan dengan pemuda yang
asing baginya, malah sikap dan hubungan mereka kelihatan
sangat mesra, "sudahlah Memang dia sudah berubah. Kenapa
aku harus memaksanya" sesaat hatinya membatin sepontan ia
lantas menghela napas panjang. Akan tetapi segala sesuatu kalau bisa dibereskan begitu
gampang dan sepele mungkin dalam dunia fana ini tiada
segala kericuhan atau pertikaian apa segalanya. Meskipun
sedapat mungkin Giok liong segan untuk memikirkan lagi, tapi
kebalikan dari angan angan ini, lubuk hatinya semakin
kecantol dan tidak bisa tentram, samar-samar kupingnya
mendengar derap langkah kuda yang semakinjauh dan
menghilang, terasa jantungnya berdegup semakin kencang tak
terkendalikan lagisekonyong- konyong ia berteriak keras penuh haru:
"Aku harus membuat terang persoalan ini," Begitu
mengerahkan hawa murninya sekuli loncat berapa tombak
ditempuhnya, sekejap saja ia sudah kembangkan ilmu ringan
tubuhnya lagi mengejar untuk kedua kalinya. Beberapa kali
loncat saja dari jauh sudah kelihatan dua ekor kuda yang
membedal kencang didepan sana. Betapa juga sebagai seorang laki laki Giok liong tak sudi
dan disepelekan oleh Coh Ki sia- Maka kuntitannya sekali ini
tidak secara langsung menegurnya, hanya dengan jarak
tertentu ia menguntit darl belakang supaya tidak diketahui
oleh mereka berdua. Entah sudah berselang berapa lama, sebelum hari
menjelang tengah malam mereka sudah sampai disebuah kota
yang cukup besar, Coh Ki-sia dan pemuda itu langsung
memasuki kota dan mencari penginapan.
Giok liong sembunyi diemperan rumah dan mengintai
dengan cermat, setelah mengingat-ngingat mereka mereka
lantas ia sendiri mencari tempat untuk melepaskan lelahnya,
menurut rencananya kira kira jam dua nanti ia akan
menyelidiki rahasia sikap dan perjalanan coh Kisia yang serba
janggal dan rahasia bagi pendapat Giok-liong.
Malam sangat dingin, salju bertebaran, seorang diri Giok
liong duduk berdiam diemperan rumah orang yang rada gelap
dan tersembunyi bunga salju yang terhembus angin menghiasi
mukanya sehingga badan terasa segar dan nyaman.
Tujuannya adalah melepaskan lelah dan menghimpun
tenaga, tapi mana mungkin hatinya bisa tenteram, jantungnya
berdetak keras dan hatinya risau gundah gulana.
TUnggu punya tunggu, waktu yang dinantikan tiba juga,
darijarak yang cukup dekat terdengar kentongan sudah
dipukul dua kali, Giok liong bergegas berdiri sambil
mengebutkan bunga salju yang mengotori tubuhnya, sekali
lompat ia naik keatas rumah terus langsung melesat kearah
penginapan satu-satunya dalam kota itu.
Hari sudah jam dua keadaan penginapan seluruhnya sudah
gelap gulita, hanya kamar di belakang sebelah kanan sana
masih kelihatan cahaya pelita menyorot keluar.
Tanpa ayal Giok liong terus menggeremat kearah sana
langsung turun didepan jendela, hati-hati waspada dengan
lidahnya ia memecah lobang kecil terus mengintip ke dalam
dengan mata kirinya.

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat kebetulan sekali, kelihatan setiap sinar pelita
sebesar kacang berkelap-kelip. Coh Ki-sia tengah duduk
bertopang dagu dipinggir ranjang, matanya mendelong dan
melamun mengawasi sinar pelita. Wajahnya berkerut dalam membayangkan rasa duka dan
cemas, seolah-olah tengah memikirkan sesuatu yang
mengganjal dalam hatinya. Baru saja Giok- liong hendak menjentikkan jari
memanggilnya, kelihatan pintu kamar disebelah kiri sana
terbuka. Pemuda yang bertahi lalat merah di tengah alisnya
itu tampak berjalan masuk, Agaknya ia sangat prihatin dan
kasih sayang, dengan berdiri diambang pintu ia berkata sambil
tersenyum: "Adik sia, kau belum tidur ?"
Coh Ki-sia tersentak kaget dan meloncat bangun, wajahnya
membeku dingin, desisnya dengan mengancam:
"Engkoh seng Hari sudah begitu malam buat apa kau
datang kekamarku ini?" sikapnya serius nada perkataannya juga ketus dan kasar
terbalik dari sikap halus dan mesranya tadi siang.
Pemuda itu cukup bandel, dengan tetap berseri tawa ia
menyahut: "sia - - -" "silakan kau keluar " segera Coh Ki-sia membentak dengan
suara berat- "Adik sia, kau " "Aku kenapa ?" "Watakmu sungguh sukar dapat kuraba, hanya ingin tanya
sebuah hal kepadamu " "Tentang urusan apa ?" "Pemuda baju putih tadi siang itu, dia ?"
"Jangan singgung tentang dia lagi"
"o, baik Aku tidak tanya tentang dia lagi. Tapi adik sia
selama beberapa bulan ini aku merasa belum pernah kau
bersikap begitu mesra Kenapakah ?"
"Ini..." coh Ki-sia tersekat matanya mendelong air mata
lantas mengalir keluar. si pemuda menjadi kaget, cepat ia bertanya:
"Adik sia Kau.. ." "Keluar Keluar Aku hendak tidur..." Coh Ki-sia mendesak
langkah terus menarik daun pintu hendak ditutupkan.
Pemuda itu tidak bergerak dari tempat-nya, tanyanya
mendesak "Adik, siapakah pemuda baju putih itu adalah..."
"Musuh besar yang melukai ayah " sepatah demi sepatah
Coh Ki-sia mengatakan sambil mengertak gigi, air mata
meleleh semakin deras, agaknya hatinya sangat pilu dan
sedih. Giok-liong yang mengintip diluar jendela juga menjadi
kecutsementara itu, waktu si pemuda mengundurkan diri, diamdiam
ia sudah tahu kalau dibawah jendela diluar kamar itu ada
orang sembunyi sambil menggerung tertahan langsung ia
meloncat keluar pekarangan. saat itu penerangan pelita dalam kamar juga lantas padam
dan dilain kejap Coh Ki-sia juga memburu keluar.
Tahu bahwa jejaknya sudah konangan sedikitpun Giok liong
tidak takut, dengan berdiri terlongong ia tidak bergerak
ditempatnya. "Kiranya kau " pemuda itu sudah menyilangkan tangannya
menubruk maju sembari kirim serangan.
Giok-liong tidak mau balas menyerang, begitu kembangkan
Leng-hun toh gesit sekali ia menghindar diri dari samberan
angin pukulan lawan langsung menyongsong kedatangan coh
Ki-sia, katanya lirih: "Adik sia. Apakah kau betul-betul tidak bisa menyelami
perasaanku?" Belum habis perkataannya si pemuda sudah menubruk tiba
dengan serangan yang lebih dahsyat dan ganas, mungkin
setaker tenaganya sudah dikerahkan sambil membentak:
"Keparat cari mampus" Tidak menjawab pertanyaan iok-liong tiba-tiba Coh Ki-sia
malah berteriak kaget suara terdengar aneh dan ganjil.
Giok liong juga ikut terkejut, sekali tutul kaki, tubuhnya
melambung tinggi naik keatap rumah, serambut saja
terlambat tentu badannya hancur kena pukulan lawan.
"Keparat Toan-bak seng takkan melepas kau " sembari
berteriak marah-marah si pemuda itu mengejar naik keatas,
masih badan melambung ditengah udara ia sudah mendahului
lancarkan serangan yang keji dan telengas.
Belum lagi kaki Giok-liong berdiri tetap angin kencang
sudah menyamber datang, dalam keadaan yang gawat ini
sigap sekali ia sampokkan sebelah tangannya untuk punahkan
tenaga serangan musuh lalu tubuhnya jumpalitan lagi
meluncur kebawah, katanya kepada Coh Ki sia:
"Adik sia Apa kau betul-betul sudah membenciku
sedemikian rupa ?" "Aku benci kau Benci sekali" sembari berteriak dengan
kalap segera Coh Ki sia menerjang maju langsung menyerang
kepada Giok liong. Perasaan Giok-liong seperti lubuk hati-nya diiris-iris pisau,
gesit sekali ia mencelat, serunya: "Baik, akan datang suatu hari segalanya dapat dibikin
terang " Tatkala itu pemuda yang memburu ke-atas rumah jaga
sudah meluncur turun kali ini tanpa bersuara terus
menepukkan kedua telapak tangannya serangannya terbagi
tiga jalan dengan tiga sasaran atas tengah dan bawah-
Giok-liong menghela napas dengan ringan sekali loncat ia
melejit keatas rumah lagi. "Lari kemana kau" pemuda itu mengejar datang sembari
menyerang lagi dari belakang. sembari kertak gigi Giok-liong kerahkan tenaganya, sekali
tiga tombak dilampaui setelah melewati beberapa wuwungan
rumah orang langsung berlari kencang keluar kota.
Ternyata si pemuda terus mengejar, maka terjadilah kejar
mengejar dengan kencang, terlihat dua titik hitam bayangan
diatas salju,jarak mereka kira-kira cuma beberapa tombak,
sama-sama mengerahkan tenaga dan mengembangkan ilmu
ringan tubuh. Kira kira ratusan tombak kemudian tiba tiba Giok liong
menghentikan langkahnya terus berdiri menanti. Kini mereka
sudahjauh dari kota, tak perlu takut mengganggu orang, maka
Giok-liong berteriak keras: "Kenapa kau mengejarku?" Pemuda itu menggaung murka begitu menerjang datang
kedua tangannya lantas bergebrak menyerang dengan tipu
yang mematikan makinya: "Kurcaci malam malam kau mengintip di penginapan, tentu
punya tujuan tidak senonoh" sebelah tangan kiri Giok-liong disurung lalu disampok
kesamping mematahkan tekanan serangan lawan sedang
tangan kanannya melancarkan serangan balasan.
Tujuan Giok-liong hanya hendak menggertakkan sajamaka
serangannya ini hanya menggunakan tiga bagian
tenaganya saja, sehingga gaya serangannya kelihatan sangat
lemah- "Alah silat kampungan saja juga berani tarung dengan aku"
demikian si pemuda mengejek sambil tersenyum sinis, tanpa
berkelit atau menangkis, tahu-tahu kedua tangannya malah
terulur keluar seperti cakar kera langsung mencengkeram
pergelangan Giok- liong. sebetulnya Giok liong tidak berniat bertempur sungguhsungguh,
karena sedikit geaabah hampir saja tangannya patah
dicengkeram lawan untung dia berlaku gesit dengan gerakan
reflek yang cukup cekatan cepat-cepat ia tarik tangannya
sembari melangkah mundur tujuh kaki, selamatlah tangannya.
Mendapat angin si pemuda semakin takabur, serangan
lanjutan segera ditaburkan semakin menderas dengan gencar,
sekali ini ia benar-benar lancarkan ilmu pukulan laksana
gugusan sebuah gunung yang ketat dan rapat sekali.
"Engkoh seng, bunuh dia" kiranya Coh Ki-sia juga sudah menyusul datang langsung
menerjang kedalam gelanggang pertempuran terus
menyerang dengan kalap. sungguh seperti diiris-iris hati Giok-liong, betul-betul tak
terduga olehnya bahwa istrinya tercinta ternyata bergabung
dengan orang mengeroyoknya. "Adik sia, apakah kau betul-betul tiada rasa cinta dan setia
" "Bocah keparat, omong kosong belaka "
seperti kebakaran jenggot pemuda itu berjingkrak gusar
seraya lancarkan pukulan yang lebih ganas dan mematikan.
Coh Ki-sia sendiri juga mengertak gigi, teriaknya:
"Siapa yang ada cinta dan setia apa segala"
Rasa duka dan dongkol Giok-liong benar benar susah
dilukiskan dengan kata-kata, akhirnya ia menjadi nekad dan
ambil ketetapan hati, batinnya, 'terang dia sudah tiada rasa
cinta kasih terhadapku, buat apa aku selalu mengenangnya
kembali.' sebat sekali ia melompat tinggi sam-ji cui-hun-chiu lantas
dikembangkan, mulai dari jurus Cin-chiu, ia tahan gelombang
serangan si pemuda sedang tangan kanan menggunakan jurus
Hwat-bwe balas menyerang ke arah Coh Ki sia.
Lweekangnya sudah mencapai tingkat yang paling
sempurna, sam-ji-cui-hun chiu merupakan ilmu pelajaran Teji
Pang Giok yang tunggal dan digdaya lagi, maka bukan olaholah
hebatperbawanya- Mega putih lantas berkembang
menderu dengan hawa dingin yang menyesakkan napas.
Bercekat hati sipemada, kejutnya bukan main, seiring
dengan teriak kejut tubuhnya lantas mencelat setombak tebih,
sejauh sembilan kaki, meski ia sudah bergerak sangat tangkas
tak urung dirinya tudah dibuat kepayahan terpental keluar dari
gelanggang pertempuran. sementara itu, pergelangan coh Ki-sia sendirijuga sudah
kena digenggam oleh Giok-liong asal Giok-liong mengerahkan
tenaga meremas, seumpama jalan darah Coh Ki-sia tidak
sungsang surobel dan mengalir terbalik sehingga mematikan,
paling tidak sebelah tangannya itu sudah hancur luluh tulangtulangnya,
selamanya menjadi invalid. Tapi apakah Giok-liong betul-betul tega turun tangan
sekejam itu, terasa pergelangan orang begitu lembut dan
halus serta empuk seperti tak bertulang, bercekat hatinyasekilas
itu terbayang olehnya betapa kasih mesra hubungan
mereka waktu masih berada di Hwi-hun-san cheng dulu, maka
sambil membanting kaki dan mengertak gigi ia mendesah
berat: "Adik sia " cengkeramannya di lepas lalu tubuhnya
mencelat mundur beberapa tombak, kelopak matanya
mengembeng air mata. Coh Ki sia sendiri terhuyung berapa langkah kena gentakan
tenaga Giok- liong tadi, beruntung ia sempoyongan sampai
setombak lebih baru bisa berdiri tegak-
Pemuda itu buru-buru maju memayang tubuhnya, tanyanya
penuh prihatini "Adik sia, kau terluka ?"
sungguh gemes dan duka hati Coh Ki- sia, tak tertahan lagi
air mata mengalir deras membasahi pipinya, mukanya pucat
dan bibir gemetar napas juga sengal-sengal, agaknya ia
sangat haru terbawa oleh hanyutan perasaannya.:
"Engkoh seng kau... bunuh ia- "
" nanti kululusi permintaanmu "
Kata-kata terakhir ini bagi pendengaran Giok liong laksana
ribuan jarum yang menghunjam kejantucgnya.
Agaknya pemuda itu juga tersentak bingung, namun
seketika semangatnya lantas terbangun, sahutnya:
"itu gampang Kuharap kau kelak tidak pungkiri janji dan
menyesal " lalu ia melepaskan tubuh Coh Ki-sia langsung menerjang
kedepan Giok liong, teriaknya: "Kurcaci lihat seranganku "
sebetulnya Giok-liong sendiri juga tak kuasa mengontrol
perasaaan hatinya, hatinya sangat gusar dan seperti dibakar,
tanpa banyak suara lagi maka segera ia kerahkan tenaganya
di kedua lengannya. setiap gerak langkah berat dan
serangannya juga kuat,membawa gelombang damparan angin
pakaian yang dahsyat, jauh lebih hebat dan tekanan
Belum lagi pemuda itu menerjang tiba, tahu-tahu tubuhnya
sudah mencelat balik terguling-guling tujuh kaki jauhnya,
setelah merangkak bangun mulutnya mendaki gusar:
"Bocah keparat kau" Kemurkaan Giok liong sudah meledak mana bisa
dikendalikan lagi, serangannya semakin cepat dan ganas rasa
gusar dan dukanya semua dicurahkan kearah pemuda yang
dianggapnya sebagai duri di depan matanya, begitu ia
menerjang tiba pukulannya juga tidak ketinggalan begitu
serangan datang tekanan tenaganya juga langsung
memberondong sampaisebetulnya kepandaian si-pemuda juga cukup tinggi, tapi
mana kuat bertahan dibawah tekanan serangan dahsyat ci iok-
Liong yang sudah terlanjur marah marah ttu, baru berapa
jurus saja Lantas keLihat ia kerepotan mundur berulang-ulang,
setiap gerak tangannya cuma membela diri melulu tiada
mampu baLas menyerang. Pada saat kritik itulah mendadak terdengar Lambaian baju
mendatangi. LaLu terdengar sebuah seruan sember berkata
"Anak seng Kau minggir" Tahu-tahu ditengah geLanggang
sudah hinggap seorang tua pertengahan umur.
orang tua ini bertubuh tinggi kekar melebihi orang biasa,
seperti bentuk menara saja Layaknya, sepasang matanya
berkilat seperti pancaran bara api, dagunya bercambang bauk
Lebat, bajunya kain kaci warna kuning mengenakan mantel
kuning pula, sikapnya yang angker ini Laksana maLaikat
dewata yang-baru turun dari atas Langit.
Pemuda bertahi LaLat di tengah aLisnya itu Lantas
memburu maju ke depan orang tua ini terus membungkuk
daLam seraya menyapa hormat: "Ayah" Coh Ki-sia juga memburu maju terus menubruk kedaLam
peLukan si orang tua sambil nangis gerung-gerung, teriaknya
sesenggukan.

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Paman Dia?" yang ditunjuk adalah Giok liong, sayang
karena terlalu emosi, kata katanya tersendat di tengah
tenggorokan. sebelah tangan orang tua itu mengelus kepala Coh Ki sia
sedang matanya berkilat menatap tajam ke arah Giok-liong
sebentar, lalu berpaling kepada si pemuda, tanyanya:
"Anak seng Apa yang telah terjadi di-sini?"
Pemuda itu membungkuk hormat, sahutnya :
"Bocah kurcaci ini adalah musuh besar Adik sia"
si orang tua lantas menarik muka, bentaknya:
"Apa benar?" "Adik sia sendiri yang mengatakan kepadaku"
orang tua termenung sebentar lalu mengguman:
"Dia" dia adalah musuh tandingan coh Jian- kuo suami
istri itu" tanpa menghiraukan Giok liong ia bertanya kepada si
pemuda: "Coba katakan apakah sepanjang jalan ini ada perubahan
?" "Tidak ada " "Konon, kabarnya perjalan keBu-ih-san ini kita harus hatihati.
Banyak gembong-gembong iblis yang lama mengeram
diri kini bermunculan kembali, situasi sangat tegang, maka
bergegas aku menyusul kemari, tak duga kalian.. ."
"Tak kira Ih-hun cheng cu sendiri juga ikut terjan dalam
keramaian ini tak heran kalangan persilatan bakal geger "
mendadak terdengar orang berseru lantang dan suara
merdu bagaikan irama sembilu, keruan semua orang menjadi
kaget sebetulnya Giok-liong tengah menjublek dan terlongonglongong
memandangi coh Ki-sia dalam pelukan si orang tua
tinggi kekar itu, tak urung iapun tersentak kaget mendengar
suara aneh ini, tiba-tiba tergerak hatinya ia membatin:
"Ternyata orang tua ini adalah Ih-hun-cheng cu dari daerah
timur laut itu yang bernama Toanbok Ih-bun, tak perlu
dijelaskan lagi terang pemuda itu tentu putranya yang
bernama julukan It-tiam-ang (setitik merah) Toan-bok seng."
Kalau Giok-liong tengah tenggelam dalam hatinya. Di
sebelah sana terdengar Toan-bok Ih-hun sudah berseru keras
kearah datangnya suara: "Ang To-bok, apa kau belum modar ?"
"orang macam aku yang tidak disambut di akhirat, setan
dan dedemit lari pontang-panting melihat aku, masa gampang
disuruh mati Hahahahaha " gelak tawannya seperti sengguk orang nangis, tahu-tahu
sebuah tubuh kecil cebol yang kurus kering melesat hinggap di
tengah gelanggang. orang cebol kurus kecil yang tinggi tiga kaki ini sudah
berambut uban, tidak lebih seperut Toan bok Ih hun berdiri di
hadapan orang sehingga kelihatan janggal dan lucu sekali,
perbedaan yang menyolok ini- Begitu menancapkan kakinya, sepasang matanya yang kecil
bundar lantas jelilatan berputar menyapu pandang keempat
penjuru, suaranya melengking berkata:
"Tengah malam buta begini, kenapa kalian saling pelotot
disini-" Ih hun ceng-cu Toan-bok Ih-hun tertawa tawa, katanya:
"Menyelesaikan urusan anak-anak kecil-"
orang tua cebol kurus ini mengiakan sambil manggutmanggut,
sekilas ia melirik berapa kali ke arah Giok-Liong,
jelas kelihatan sikapnya acuh tak acuh terhadap Giok- liong,
malah jengeknya: "Waktu amat mendesak, para gembong iblis itu mungkin
sudah membuat geger di Bu ih-sin sana, masa kau masih ada
tempo mengurus persoalan bocah tetek bengek ini, mari tuan
besar, segera kita berangkat "
Toan-bok Ih-hun melepas pelukan coh Ki-sia, lalu katanya
kepada Giok-Liong: "Apakah kau ini yang bernama Kim-pitrjan hun Ma Giok
liong." "Hah " belum lagi Giok- liong sempat menjawab si orang
tua kate itu sudah berjingkrak kejut, merubah sikapnya yang
acuh tak acuh itu matanya berkedip kedip mukanya beringas,
bentaknya: "Katakan betul apa tidak ?"
Giok-liong mendesis dengan suara dingin:
"Ya, memang akulah yang rendah "
Kontan si kate cebol perdengarkanjengek dingin, katanya
sambil menunjuk Ih-hun-ceng-cu: "Bagus sekali. Tuan besar, hubungan selama puluhan
tahun, kau begitu tega mengapusi aku si tua bangka itu,
mengatakan apa itu.. ." Keruan Ih-hun-cheng cu Toan bok Ih-hun melengak.
tanyanya: "Aku ngapusi apa?" Ang To-bok menyeringai licik, katanya:
"Katamu menyelesaikan urusan anak kecil, yang terang
disini kau sedang berdaya upaya merundingkan guna merebut
pusaka itu" "Perundingan merebut pusaka ?"
Hampir berbareng Giok liong danToan bak ih hun berteriak-
Ang to bok menggerakkan kepala kecil yang sudah penuh
ubanan itu, katanya seperti mengetahui duduk perkara
sebenarnya: "Pusaka tersembunyi yang berada di dalam rawa naga
beracun di gunung Bu-ih san itu, siapa yang tidak tahu bahwa
pemilik sebenarnya adalah orang she Ma .. ."
Tergetar hati Giok-liong. Mendadak teringat olehnya pesan
teiakhir ibundanya dulu. "Pada sumber mata air didasar rawa naga beracun di
pegunungan Bu-ih-san tersimpan sejilid buku catatan rahasia
tulisan ayahmu.. ." teringat pula akan kata-kata ibundanya
yang lalu. "Nak turutilah kata-kata ibu-mu, pergilah ke Ih hun sancheng
di daerah timur laut sana- carilah Toan bok Ih hun, dan
mintalah supaya dia membantu." kalau dalam perjalanan
menemui kesulitan perlihatkan bentuk batu pualam ini... tadi
karena hati tidak tentram dan gelisah sehingga tidak ingat
atas kejadian beberapa tahun yang lalu.
sekarang setelah mendengar Ang to bok menyinggung
persoalan ini tanpa terasa bergidik tubuhnya, batinnya:
"Bocah yang tidak mengenal budi pekerti dan tak berbakti
kenapa aku melupakan pesan ibu yang wanti-wanti itu" karena
pikirannya ini bergegas ia tampil ke depan langsung menjura
kepada Toan bok Ih hun, katanya lantang:
"wanpwe tidak tahu bahwa cianpwe adalah Ih hun-chengcu
yang berdiam di Liao-tong itu, harap suka dimaafkan"
Kejadian perubahan ini sangat mendadak sekali, sudah
tentu Toan bok Ih hun dirundung cemas dan curiga, tanyanya:
"Apa maksudmu ini ?" "sebelum cayhe berkelana, pernah ibu berpesan dengan
batu pualam berbentuk. jantung sebagai bukti supaya
Wanpwe ke Liok-tong menemui kau orang tua"
"Batu pualam bentuk jantung hati?"
"Benar, tatkala itu, aku..."
"Jadi kau ini adalah?" mendadak Toan bok Ih hun
memutus kata-katanya, dengan cermat dan seksama ia amatamati
Giok-liong sikapnya menjadi tawar dan rawan.
Giok-liong tinggal seadanya: " Hanya karena Wanpwe belum lama meninggalkan rumah
lantas merubah arah tujuan sehingga tidak menuruti pesan
ibunda, ditengah jalan aku berputar menuju ke lembah
kematian dan untung di sanalah aku bersua dengan guru yang
berbudi " Toan-bok lh-hun tidak perhatikan penjelasannya ini,
tanyanya: "Lalu dimana batu pualam bentuk jantung hati itu?"
Tanpa disadari Giok liong meraba kantong bajunya,
sahutnya dengan muka merah: "sudah kuserahkan kepada seorang nona untuk tanda
kepercayaan" Belum habis ucapannya, mendadak sesosok bayangan
melejit jauh terus, berlari pergi. Kiranya mendengar
penjelasan Giok liong ini coh Ki-sia lantas mendengus gusar
terus melesat dua tombak lebih berlari kembali kearah kota.
Toai bok Ih-hun tidak hiraukan kedua anak muda itu,
sebaiknya membentak kepada Giok-liong.
"Mulutmu saja yang ngobrol tanpa bukti, lekas cari kembali
batu pualam bentukjantung hati itu baru menghadap kepada
aku" selesai bicara iapun melambung tinggi seraya berkata
kepada Ang TO-bok- "Cebol selamat bertemu diBu-ih san"
Keberangkatan ketiga orang inijuga terlalu mendadak, Giok
liong sendiri masih belum jelas dalam ingatannya, suduh tentu
dia tidak menyadari katanya tadi: "Diserahkan kepada seorang nona untuk tanda
kepercayaan ini betul-betul sangat melukai perasaan coh Kisia"
Tapi betapapun tidak terpikirkan oleh Giok-liong akan
kesalahan kata-katanya ini, karena Coh Ki-sia sudah lari jauh
tak kelihatan lagi. Dalam pada itu sambil berlenggang si cebol Ang To bok
menghampiri kedepan Giok-liong, katanya dengan suara di
buat-buat: "saudara kecil Apa yang telah kalian ikrarkan bersama
Toan-bok Ih-hun tadi?" Hakikatnya Giok liong sendiri tidak tahu pangkal tujuan
pertanyaan orang, dasar hati sedang gundah, tiada minat ia
banyak bicara, lalu ia menyahut tawar
"Ikrar " Tidak " sembari menjawab kakinya sudah beranjak
tinggal pergi, dalam hati ia tengah menerawang langkahlangkah
selanjutnya. Menuju ke Laut utara atau pergi keBu-lhsan"
Aku harus pilih satu diantara ini. Tak duga Ang To-bok berseyot-seyot mengintil
dibelakangnya, katanya berat: "saudara kecil, walau aku Te ou sing-kun (dedemit bumi
kesataria bintang) Ang to bok bukan cukat Liang yang hidup
kembali tapi hanya menghadapi urusan kecil macam ini,
jangan harap dapat mengelabui aku"
Giok-liong menjadi uring-uringan, semprotnya.
"Jangan cerewet Peduii apa kau manusia kerdil ini"
sambil menyeringai iblis Ang To-bok tertawa-tawa, katanya:
"Kau jangan main galak" Perjalanan keBu-ih-san ketahuilah
aku orang she Ang juga termasuk satu hitungan tangan"
Rasa dongkol Giok liong susah dilampiaskan, kini
mendengar ocehan yang menyebalkan ini seperti api disiram
minyak semakin berkobar amarahnya, desisnya geram
"Persoalan di Rawa naga beracun itu siapa berani turut
campur, maka jangan harap dia bisa hidup kembali."
Ang-to-bok bergelak tawa, teriaknya:
"Hahaha, takabur benar kau ini"
"Kau mau apa". "Tidak lain aku hanya ingin bergabung dan bekerja sama
dengan kau, nanti kita bagi sama adil setelah mendapatkan
buku catatan rahasia itu" "Ha h, h m Kau mimpi" "Mimpi saudara kecil, jangankan pandang rendah aku ini"
Giok liong menjadi sebal, saking kewalahan mendadak ia
jejakkan kakinya terus berlari kencang tinggal pergi, gerak
gerik Giok- liong cukup hebat, namun Ang To bokjuga tidak
kalah gesit bukan saja ia mengejar kencang malah berlari
berendeng, ditengah udara ia bersuara:
"saudara kecil, demi menjaga kepercayaanmu terhadap
Toan bok Ih-bun, boleh aku mengalah dibagi tiga sama rata."
"Menyebalkan" Giok liong membentak sambil mengibaskan
sebelah tangan menampar kesamping. "Wah kok turun tangan" seru Ang TO bok sambiljumpalitan,
terus meluncur turun. Karena menyerang dan menggunakan tenaga Gioks liong
sendirijuga melorot ke-bawah, menurut dugaannya Ang to bok
pasti balas menyerang, maka begitu kakinya menginjak tanah
segera ia bersiaga dengan memasang kuda-kuda.
Diluar sangkanya Ang to bok tertawa-tawa disebelah sana,
ujarnya: "saudara kecil, kau tidak sudi bekerja sama dengan aku
mungkin karena kau belum tahu seluk beluk keadaan di Rawa
naga beracun itu, kalau tidak tentu kau tidak menolak uluran
tanganku ini" "Maksudmu..." Giok Liong sudah hendak lancarkan
pukulannya dengan gemas, namun bentakannya lantas di
telan kembali dan takjadi menyerang, hatinya berpikir
memang keadaan di TOksliong-tam sana aku tidak tahu, apa
salahnya aku mengorek keluar keterangan dari mulut orang
bawel ini, kan menguntungkan. Maka ia merubah sikapnya tadi, katanya kalem:
"Bagaimana keadaan di Toksliong-tam?"
"Nah kan begitu saudara kecil" ujar Ang to bok berjingkrak
girang sambil menjentik ibu jarinya,
" urusan dapat dirundingkan bukankah bisa menelorkan
hasil yang menguntungkan, kalau sampai berkelahi wah
berabe merugikan kita dua belah pihak"
Karena punya tujuan tertentu terpaksa Giok liong menekan
rasa dongkolnya, sahutnya: "ya, coba terangkan dula situasi di-Rawa naga beracun itu"
"Baik, mari ikut aku" kata Ang To-bok sambil menunjuk
ketempat yang jauh badan nya lalu melesat pergi.
Diam-diam Giok-liong sudah bersiaga, tapi terpaksa ia
mengintiljuga, setelah melewati bidang-bidang sawah terus
menyelusuri anak sungai di ujung muara sana kelihatan
sebuah biara kecil, saking tua dan tidak terurus keadaannya
sudah bobrok, namun papan namanya kelihatan bertulis Liong
ong bio tiga huruf besar- Ang To-bok meluncur turun didepan biara kecil ini, kedua
tangannya lantas bertepuk dua kali. segera terdengar suara
kereyat kereyot terlihat pintu biara terpentang pelan, bergegas
ia beranjak keatas undakan batu diambang pintu serta berkata
kepada Giok-liong yang baru saja tiba:
"saudara kecil, mari silakan "
Kwatir orang mengatur tipu daya, diam-diam Giok-liong
kerahkan ji-lo untuk melindungi badan, kabut putih


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyelubungi seluruh badannya. Ang To-bok tertawa kering, ujarnya:
"Terlalu memandang rendah aku orang she Ang, tarik
kembali hawa pelindung mu itu"
Giok-liong menjadi rikuh, sahutnya kikuk-
"Niat mencelakai orang tidak boleh ada, berjaga mengatasi
tipu daya orang harus waspada-"
sembari kata ia sudah naik keatas undakan batu. Pintu
biara sudah terpentang lebar, berdiri dihadapannya seorang
laki-laki pertengahan umur. sesaat Giok-liong menjadi tertegun, sebab pada cuaca
dimusim dingin ini, laki laki ini ternyata bertelanjang bagian
atas tubuhnya, tempat fitalnya saja yang digubat dengan selilit
kain panjang dari sutra, seluruh tubuhnya tumbuh rambut
hitam panjang, badannya kekar dan berotot keras.
Begitu melihat kedatangan Ang To-bok. lantas unjuk tawa
lebar, giginya kelihaian rajin memutih lalu ia mengerling pada
Giok-liong, dua biji matanya tajam dan bening seperti dua
tonggak yang berhawa dingin. sambil tertawa-tawa Ang To-bok manggut-manggut
menunjuk dirinya lalu menunjuk Giok-liong, akhirnya
menunjuk orang laki-laki bertelanjang itu. Lalu ketiga jari
tanganya dirangkap bersama terus digenggam dengan tangan
lainnya. Laki-laki itu menyeringai tertawa besar, suaranya aneh dan
serak, tersipu-sipu ia melangkah mundur kesamping.
Ang To-bok menyilangkan tangan memperlihatkan Giokliong:
"saudara kecil silakan kita bicara didalam"
Kalau sudah datang apa pula yang harus dikawatirkan,
maka dengan langkah lebar tanpa ragu Giok-liong beranjak
masuk. tengah ruangan terdapat seonggok bara api yang
tengah menyala besar. Di pinggir api unggun terletak seguci
arak dan separo kempol kambing yang baru saja dipanggang
mengeluarkan baunya yang wangi. "Mari, sambil gegares kita bicara disini jauh lebih enak
diluar yang dingin " demikian ujar Ang to bok sembari menarik sebuah
gulungan rumput kering untuk alas duduk Giok liong.
sementara ini laki-laki setengah telanjang itu sudah duduk
dipinggir guci besar itu, dengan cawan besar ia meminum arak
lalu merogoh keluar pisau kecil mengiris daging kambing terus
dijejalkan kedalam mulutnya, tanpa berkata-kata lagi.
Giok liong tidak hiraukan orang, langsung ia mengungkat
pembicaraan "sudah mari kita mulai, bagaimana sebenarnya keadaan
Tok liong tam itu ?" Kata Ang Toksbok berseri tawa: " Letak Toksliong-tam di dalam pedalaman gunung Bu-ih
san yang jarang diinjak manusia, air rawa ini sangat dingin
membekukan tulang di tempat sumber mata airnya, bulu
angsa saja tentu ditelan tenggelam ke dasarnya, apalagi
pusarannya besar dan kuat sekali-"
"oh apa betul ?" tanya Giok liong.
"Hal yang penting ini masa boleh menipu orang." sahut Ang
to bok sungguh-sungguh. Giok-liong pernah mendengar penjelasan ibunya, maka
sambil mengerut kening ia bertanya lagi:
"Kalau begitu bagaimana menurut rencanamu ?"
Ang to bok tertawa getir, ujarnya: "Aku orang she Ang boleh dikata sebagai seekor bebek
kering, jangan kata rawa naga beracun, air biasa saja
mungkin aku bisa kelelap dan mampus tenggelam. Sudah
tentu aku tak mungkin berani turun kendalam rawa maut itu
?" "Lalu siapa ... ." "Nah, dia inilah " tukas Ang to bok sambil menunjuk lakilaki
setengah telanjang itu. Giok-liong melirik berkali-kali
kearah laki-laki setengah telanjang itu.
Kata Ang To-bok dengan penuh kepercayaan
"Dia bukan lain adalah Ah-liong-ong (raja naga bisu) yang
sangat kenamaan di dunia persilatan."
" Ah-liong-ong ?" "Ya, raja naga bisu " "Kepandaiannya - - -" "Kepandaian diatas tanah biasa saja, tapi sekali ia masuk
air laksana ikan terbang naga sakti, boleh dikata ia sangat
berbakat sejak kecil, pembawaan sejak lahir-"
"O, betul-beiul ada hal serupa itu ?"
"Bukan begitu saja keahliannya, betapa dingin airnya
selama tiga puluh enam jam ia kuat bertahan bertahan di
dasar air, di dalam air ia bisa hidup seperti ikan umumnya,
kalau meninggalkan air hidupnya malah sengsara-"
Giok-liong terlongong mendengar cerita aneh yang belum
pernah didengarnya ini. Ah-liong-ong ini agaknya memang sudah pembawaan bisu
dan tuli, tak tahu apa yang tengah mereka bicarakan, melihat
Giok-liong memandang dirinya, ia terus angkat cawan arak
dan ditenggaknya habis, Giok-liong manggut-manggut dan
tertawa-tawa. Terdengar Ang to bok melanjutkan penjelasannya:
" untuk mencapai dasar rawa naga beracun ini selain Ahliong-
ong ini, ku berani tanggung di seluruh Kangouw ini tentu
tiada orang kedua yang berani. Maka buku catatan rahasia ini,
sudah terang dan nyata bakal menjadi milik aku orang she
Ang " Giok liong menyeringai dingin, katanya:
" Kalau begitu, kenapa kau undang aku untuk membantu ?"
"Tentang ini..." merah wajah Ang To-bok, sekian lama baru
ia bicara tersekat: "Tapi, tapi... betapa juga harus berjaga-jaga, sebab
menurut kabar berita di kalangan Kangouw, entah ada berapa
banyak gembong-gembong silat yang sudah berkumpul diBuih
san sana, meski mereka tak kuasa turun ke air tapi diatas
bumi... diatas bumi..." Giok liong tertawa dengan nada hina:
"Bukankah ada kau " "Aku.. ." selebar muka Ang To-bok lebih merah seperti
kepiting direbus, katanya terbata- bata:
"Aku... tentu.. tapi - - -"
"Maka kau undang aku untuk melawan musuh-musuh berat
di atas daratan ?" "ya, begitulah " "Lalu setelah memperoleh buku catatan rahasia itu, kau
bisa merat melarikan diri bukan ?"
"Ah Tidak." "Masa tidak ?" " Aku paling dapat dipercaya, legakan hatimu "
Giok-liong menyeringai dingin, tiba-tiba ia berteriak:
"Barang yang tersimpan didalam sumber mata air dalam
dasar rawa naga beracun digunung Bu-ih san itu ada
pemiliknya, ketahuilah barang yang tidak halal lebih baik kau
jangan tamak hendak merebutnya "
Ang to bok ternyata tidak marah, sebaliknya malah
manggut-manggut sambil tertawa tawa, ujarnya:
"Duduk, silahkan duduk." sekonyong-konyong terdengar lengking panjang yang
bersahutan dari jarak yang cukup jauh diluar sana, Suar n ini
begitu tajam daw- meninggi seperti menembus langit
menggetarkan sukma. Ah liong ong yang sedang makan minum itu juga
terpengaruh oleh suara lengking ini sampai berobah pucat air
mukanya seketika ia duduk menjublek ketakutan.
Ang to bok sendiri juga menarik muka dan mendengarkan
dengar serius katanya dengan suara berat:
"selalu kalian mencari gara-gara kepada Lohu"
nada perkataannya penuh kebencian tapi terang
mengandung rasa takut, terang paling tidak ia merasa gentar
menghadapi pendatang ini. Tergerak hati Giok liong, tanyanya:
"siapa mereka ?" "Tong-si ngo kui " "Lima setan keluarga Tong ?"
Tong-singo-kui atau Lima setan keluarga Tong adalah
gembong silat aliran hitam yang kenamaan di daerah barat
laut. Mereka berlima adalah saudara kandung seibu, biasanya
suka bertempur dengan cara keroyokan yang diberi nama
Ngo-kui-nau-pan (lima setan menggeserkan sidang). "
Cara turun tangannya keji selamanya tak memberi ampun
kepada musuhnya. Sudah sekian lama mereka malang
melintang di Kangouw, ditakuti dan disegani oleh kaum
persilatan karena kekejamannya. Giok liong membatin: "Agaknya Ang-to bok bukan tandingan Tong-si ngo-kui itu,"
Karena pikirannya ini serta merta Giok-liong tertawa geli,
ujarnya: " Kalau kau berani pergi keBu-ih-san, terlebih dulu kau
harus memberantas musuh-musuh berat, sekarang mereka
mengantar jiwa di depan pintu, inilah saatnya kau
memperlihatkan kepandaianmu sejati, supaya mereka kena
gertak " Merah muka Ang to kok, dengan beringas ia mendesis
terbata-bata: "Lohu, takkan... ampuni jiwa mereka?"
Diam-diam Giok liong tertawa geli- suara suitan itu sudah
semakin dekat, nadanya semakin keras dan menusuk telinga
Ah liong-ong yang duduk disebelah sana tampak mementang
kelima jarinya diulur kedepan, mulutnya berseru:
"fiii.......ya......aaaaahhhn....uuuuh"
Terang hati Ang-to-bok sangat gelisah, namun lahirnya ia
berlaku tenang, dengan tangan ia memberitahu kepada Ahliong
ong supaya tenang-tenang saja. Lalu sambil
menggerakkan kedua lengannya ia melangkah lebar keluar
pintu. Baru saja melangkah berapa tindak diluar sana terdengar
suara "Blang" yang keras sekali, daun pintu biara kecil yang
tebal itu tiba tiba mencelat jauh gedebukan dilantai, debu dan
pasir beterbangan dan rontok dari atas runtuhan, begitu keras
terjangan tenaga menumbuk pintu ini sehingga seluruh biara
terasa tergetar seperti terjadi gempa bumi.
Belum lagi suara sirap dan debu menghilang beruntun
meluncur masuk lima bayangan laki-laki yang bertubuh kekar
sejajar menghadang diambang pintu, muka mereka beringas
dengan pandangan mendelik. Laki-laki tertua yang berdiri ditengah terdengar membentak
dengan sengit : "Ang to bok, didaerah kekuasaan kita berlima berani kau
menculik Ah-liong-ong, kau terlalu tidak pandang sebelah
mata kita bersaudara sekarang kita berlima sudah tiba, cara
bagaimana kau hendak menyelesaikan urusan ini?"
Belum sempat Ang to bak menjawab. Empat saudara lain
dari Tong-si-ngo kui sudah menggerung bersama:
"Mana ada begitu banyak tempo untuk main debat dengan
kurcaci ini, sikat saja"- belum lenyap dengung suara mereka serentak menubruk
maju sambil menjerit lengking tajam, angin kencang yang
dahsyat seketika meluruk kearah Ang to bok-
Dengan suara gemetar dan sember Ang To-bok menjadi
nekad, serunya: "Baik, Lohu adu jiwa dengan kalian." - dengan nekad ia
menyambut serangan para musuhnya dengan kegesitan
tubuhnya. sekali gebrak Tong-si ngo-kui langsung kembangkan ilmu
Ngo kui nau san yang paling mereka banggakan itu ternyata
memang cukup lihay dan hebat juga. Baru beberapa jurus saja
kelihatan Ang to bok sudah terdesak dibawah angin, gerak
geriknya sudah kacau balau setiap saat menghadapi ancaman
mara bahaya. sementara itu. Ah-liong ong meringkuk dibawah jendela
sana, naga-naganya ia hendak mencari kesempatan untuk
melarikan diri Karena kemenangan sudah terang bakal dipihaknya, siangsiang
Tong-si-ngo-kui juga sudah memperhitungkan kejadian
ini, maka tiba-tiba salah seorang dari ngo-kui melompat keluar
dari gelanggang pertempuran langsung memburu ke-arah Ahliong-
ong, sembari membentak: "Ah-liong ong kau hendak lari "
Tampak pula sebuah bayanga dari seorang saudaranya ikut
menerjang datang. kepandaian silat Ang-liong ong biasa saja mana mungkin
dapat menghindar diri dari cengkeraman lihay dari setan jahat
ini. Tiba-tiba dalam keadaan yang genting ini, mega putih
kelihatan berkembang terdengar cniok-liong membentak
gusar: "Tong-si-ngo-kii jangan kalian mentang-mentang disini,
lihat Tuan mudamu akan menghajar kalian."
sebuah suit panjang yang melengking mengalun tinggi
bergema sekian lamanya dari mulut Giok-liong, mega putih
lantas melayang ketimur melebar ke barat bergulung-gulung,
sebuah tangan putih halus tahu-tahu menyelonong tiba
melancarkan sejurus tipu Cin-chiu, Hwat-bwe dan Tiam-ceng
sekaligus. seketika angin ribut bergulung seperti lesus memberondong
kearah kedua musuh yang menerjang datang ini.
Terdengar jerit dan pekik kesakitan yang menyayat hati,
darah berterbangan bau anyir darah lantas merangsang
hidung. Dua dlantara kelima Ngo-kui yang menerjang kearah
Ah liong-ong itu sudah tamat riwayatnya, sesuai dengan nama
julukan mereka kini benar-benar menjadi setan gentayangan
toeng-hadap Giam-lo-ong. salah seorang tengah terpental jauh tiga tombak, perutnya
pecah dedel dowel seorang lagi otaknya pecah berhamburan,
tapi tangannya masih mencengkeram kencang lengan Ahliong-
ong, sehingga seluruh tubuh Ang-liong-ong menjadi
kotor oleh darah dan cairan otak. Ah-liong-Ong sendiri menggelendot diambang jendela,
tubuhnya menjadi lemas dan tak kuasa mengeluarkan suara,
lidahnya terjulur keluar berdiri menjublek seperti patung. Tapi
sepasang matanya yang bening memandang ke arah Giokliong
dengan perasaan yang penuh haru dan terima kasih-


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memang kalau bukan serangan telak Giok liong yang
mematikan kedua setan itu, mungkin Ah liong ong sendiri
yang bakal mampus, kalau bukan perut pecah tentu kepala
hancur. Tiga saudara yang lain begitu melihat dua saudara sendiri
mati begitu mengenaskan dalam satu gebrak, betapa mereka
takkan murka dan sedih- Berbareng mereka menjerit bersama
lantas tinggalkan Ang To-bok serentak menerjang kearah
Giok-liong dengan serangan dahsyat.
sudah tentu Giok-liong tidak pandang mata kepada ketiga
musuhnya ini, bentaknya: "Mampus " kedua tangannya didorong memapak ke depan, gulungan
mega putih lantas menerpa dengan kekuatan yang
menggetarkan "Blam" suara ledakan gegap gempita disusul
suata runtuhan yang riuh rendah ternyata biara bobrok yang
sudah tua ini menjadi runtuh berantakan karena sebuah
tonggaknya kena terdampar oleh angin pukulan dahsyat tadiserasa
pacah nyali tiga Ngo-kui yang masih sisa hidup inisalah
seorang terdengar berteriak: " Angin kencang " ia mendahului melesat keluar dari lobang
runtuhan ini. Dua saudara lainnya juga segera lari sipat
kupingsementara itu, karena kehabisan tenaga Ang to bok tengah
duduk bersimpuh semampai di kaki meja sembari mengempos
tenaga mengembalikan semangatnya. Ah liong-ong masih
berdiri menjublek bagai patung dipinggir jendela.
Dari kejauhan diluar sana terdengar kokok ayam jago,
agaknya hari sudah menjelang pagi- Giok liong tertawa dingin, katanya kepada Ang to bok-
"Ang to bok- mengandalkan kemampuan ini, berani kau
hendak merebut benda pusaka ke Bu ih-san, benar-benar
mimpi dan menggelikan sekali, menurut hematku lebih baik
kau belajar lagi dan melihat gelagat supaya tidak mengantar
jiwa sia-sia." Habis berkata dengan langkah lebar ia tinggalpergi keluar
biara. Belum lagi ia beranjak sampai diluar pintu, mendadak Ang
to bok membentak: "Kemana kau" Giok-liong menjadi gusar, hardiknya sambil membalik
badan, "Ang To-bok cari mampus " Ang To-bok tengah merangkak
bangun, dengan tawa getir ia berkata halus:
"Bukan...Bukan kau siau hiap Aku memanggil dia "
ternyata secara diam-diam Ah liong-ong mengintil dibela
kang Giok liong, juga hendak tinggal pergi, sepasang matanya
terus menatap muka Giok-liong, mimiknya mengunjuk rasa
terima kasih dan kagum mohon pertolongan lagi, tangannya
bergerak-gerak serta mulutnya mengeluarkan suara aneh
yang tidak dimengerti oleh Giok-liong, Tangannya menunjuk
Ang To-bok lalu digoyang-goyang lalu menunjuk Giok-liong
terus hatinya sendiri. Ang To-bok yang tahu arti main tunjuknya ini menjadi
geram, gerungnya: "Bocah keparat, melihat yang baru kau lupakan yang lama
kau ingin ikut dia pergi " dengan kalap ia menerjang kearah Ah-liong-ong.
gesit sekali Giok-liong melejit menghadang di depannya,
hardiknya dengan murka: "Ang To-bok berani kau" ringan sekali ia menggeser tenaga serangan Ang to bok lela
menepuk pundak Ah-liong-ong menenangkan hatinya.
Lalu katanya pula kepada Ang to bok-
"Terhadap seorang cacat kau mengundal keberanianmu
sikapmu begitu kasar sudah tentu ia ingin ikut orang lain,
apalagi kepandaianmu hakikatnya untuk menyelamatkan jiwa
sendiri masih kepalang tanggung masa kuasa
melindungijiwanya pula?" lalu ia putar tubuh berkata keras kepada Ah-liong-ong:
"Untuk sementara waktu kau tetap bersama Ang To-bokikutlah
kepadanya, karena Tong-si-ngo-kui akan selalu
mengejar kau" Ah-liong-ong menggerakkan kaki tangan-nya, mulutnya
entah mengatakan apa yang tidak di mengertiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/ Giok-liong tertawa tawa, katanya keras:
"Aku tidak mengerti maksud ucapanmu."
saking kewalahan Ah liong-ong memburu maju terus
menarik lengan baju Giok-liong dan tak mau dilepas lagi. Tahu
Giok-liong bahwa orang hendak ikut dirinya-
Tapi dirinya sendiri seperti awan mengembang yang
kemana saja terhembus angin tiada sesuatu tujuan tertentu
tak punya rumah lagi, kemana pula ia harus membawa
seorang gagu ini. Akhirnya ia berkeputusan, katanya kepada Ang To-bok:
" orang she Ang, perlakukan baik-baik, tentu dia akan
senang dan setia terhadap kau. Bakat pembawaan yang
jarang ada ini sangat berguna bagi kejayaan kaum persilatan.
Cukup sekian saja kata kataku kelak Kalau jumpa lagi kuharap
kau masih membawa dia, kalau tidak aku Ma Giok- liong tentu
akan membuat perhitungan dengan kau, ingat pesanku ini."
lalu dengan gerak-gerak tangannya Giok-liong membujuk
Ah-liong-ong, setelah itu baru bertindak ke luar dengan
langkah lebar. sang surya sudah memancarkan sinar cemerlang, hari
sudah pagi- sesampai diluar Giok-liong menghirup hawa segar,
di alam terbuka dengan hawa yang segar nyaman ini
pikirannya menjadi tenang dan lapang, diam-diam ia ambil
keputusan untuk menuju keBu ih san.
Demi memecahkan teka-teki rahasia riwayatnya sendiri,
untuk ayahnya dan sebagai putra yang berbakti betapapun
tugas suci ini harus dilaksanakan. (Bersambung kejilid 27) Jilid 27 Pikirnya, meskipun Kim-ling-cu Cian-pwe berpesan supaya
aku secepatnya menuju ke ping goan dilaut utara, mungkin
urusan disana juga tidak kalah pentingnya. Akan tetapi urusan
di Bu-ih san ini menurut berita yang didapat ditengah jalan ini
betapa juga dirinya tidak boleh ayal untuk segera menyusul
kesana, semoga dirinya kelak tidak mendapat teguran karena
perubahan arah tujuan ini. Setelah mengambil keputusan tetap, disaat waktu masih
pagi dan belum kelihatan orang berlalu lalang ini segera ia
kembang-kan Leng-hun-toh, membelok kearah tenggara
langsung menuju ke Bu ih-san. Sepanjang jalan ini secara cermat ia awasi setiap orang
yang berlalu lalang, betul juga didapatinya tidak sedikit kaum
persilatan yang juga tengah menempuh perjalanan dengan
langkah cepat, semua menunjukkan sikap tegang dan tergesagesa,
sama pula tujuan arah mereka ke tenggara dimana letak
Bu-ih san itu. Supaya lebih cepat sampai ditempat tujuan, sedapat
mungkin Giok-liong menghindar diri dari bentrokan dengan
kaum persilatan Bukan begitu saja, malah pada tengah hari ia
tekan tenaga dan menyedot hawa mengendalikan Iwekang
pakaian juga berganti seperti pelancongan umumnya,
sedikltpun ia tidak tunjukan gaya sebagai kaum persilatan.
yang terpenting selalu ia sengaja lewati kota-kota besar
dan rumah penginapan, seadanya saja menginap di rumah
petani atau gubuk pemburu serta beli makanan kering untuk
ditangsel di tengah perjalanan setiap malam saat paling enak
untuk melanjutkan perjalanan kilat.
Entah berapa hari telah lewat, hari itu ia sudah mulai
memasuki daerah pedalaman pegunungan Bu ih-san. Bulan
sabit bertengger dicakrawala, bintang berkelap-ke diangkasa
raya, hawa malam yang sejak menghembus halus sepoi-sepoi.
Di bawah sinar bulan yang redup ini, Giok liong
melanjutkan perjalanan terus menerobos semak belukar dan
jurang jurang, menurut perhitungannya sebelum terang tanah
tentu dirinya sudah tiba di rawa naga beracun itu.
semakin dekat semangatnya semakin menyala, tenaganya
terkerahkan kakinyapun melangkah semakin cepat.
sekonyong-konyong selarik sinar biru meluncur tinggi ke
tengah angkasa terus meledak ditengah udara, cahayanya
terang menyolok mata, Bersama itu dari semak belukar kanan
kiri terdengar suara keresakan bayangan orang bergerakgerak
disertai kilatan sinar senjata tajam. Tanpa disadari Giokliong
sudah masuk kepungan. sesaat Giok-liong melengak, namun dilain saat ia
menghimpun semangat mengerahkan hawa ji-lo melindungi
badan, lahirnya berlaku tenang, kakinya terus melangkah
menyelusuri jalan pegunungan kecil yang berliku-liku, tapi
langkah kakinya mulai lamban. Tiba-tiba sesosok bayangan kuning terbang menubruk
datang, belum sampai suaranya sudah membentak:
"Berdiri " hilang suaranya bayangan itu sudah hinggap
ditanah kira-kira tiga toaibak dihadapan Giok-liong.
dari penerangan cahaya bulan kelihatan orang ini tinggi
kurus berusia lima puluhan mengenakan jubah kuning dari
kain kaci yang tipis. Cuaca pada saat ini musim dingin
sedikitpun ia kelihatan tidak merasa dingin, terang kalau
Iwekang sudah sangat tinggi, di belakang punggungnya
menonjol keluar batang pedangnya, sikapnya kelihatan sangat
garang dan angker. Kepandaian tinggi membuat nyali Giok-liong besar dan
tabah. Apalagi sudah dalam perhitungan kalau berani meluruk
keBu-ih-san ini paling tidak harus mengalami pertempuran
besar melawan gembong-gembong silat kenamaan, maka
sikapnya ini sangat tenang tanpa merasa sesuatu keganjilan,
dengan senyum manis ia berkata tawar:
"Lo-tiang menyuruh aku berhenti"
sudah tentu si orang tua jubah kuning ini tertegun malah,
melihat sikap Giok-liong yang wajar tanpa kejut dan takut ini
terasa aneh dan lucu baginya, maka dengan mengangkat alis
ia menghardik bengis: " Kalau tidak melarang kau siapa pula yang berada disini ?"
"oh Lalu kenapakah ?" "Tidak karena apa " "Kalau tidak ada persoalan, terpaksa aku yang rendah
melanggar perintah " lalu dengan langkah semula ia beranjak
maju ke depan, Giok-liong memang sengaja hendak
menggertak orang, maka langkahnya kelihatan pelan, namun
waktu kakinya menutul tanah, dimana Leng-hun-toh
dikembalikan tahu-tahu tubuhnya berkelebat laksana
bayangan telah melesat lewat disamping si orang tua yang
berdiri tegak tiga tombak di depannya.
"Hah " orang tua jubah kuning terbelalak sambil mengucekngucek
matanya, belum sempat ia berkedip tahu-tahu
bayangan putih berkelebat lewat terus menghilang, keruan
saking kejut mulutnya berteriak: "Apa aku melihat setan ?"
"Hehehe, bukankah aku berada disini"
Mendengar suara Giok- liong bicara di-belakangnya orang
tua jubah kuning tersentak kaget seperti disengat kala, sambil
bersitegang leher bergegas ia memutar tubuh sambil melolos
keluar pedang dari punggungnya, dengan gaya dibuat-buat ia
menghardik bengis: "Bedebah, kau setan atau manusia ?"
Giok-liong menjadi geli dan dongkol, desisnya:
"pandangan orang kampung Katak dalam sumur yang tidak
melihat betapa besarnya dunia ini"
orang tua jubah kuning menjadi murka diolok-olok,
bentaknya geram: "Buyung kurang ajar" Pedangnya terus menusuk dan menerjang dengan
tendangan pula. Giok liong tertawa dingin, tangan kirinya berputar setengah
lingkaran di udara, sedangkan jari tangan kiri seperti cakar
mencengkeram pergelangan tangan musuh yang memegang
pedang cara kerjanya secepat kilat dan indah sekali
"Wah" orang tua jubah kuning lagi-lagi menjerit
sempoyongan tujuh kali sambil menarik pedangnya-
Meski sasaran serangannya tidak berhasil hanya cukup
menggertak mundur musuh, Giok-liong menjadi segan
melanjutkan aksinya, maka ejeknya tawar:
"Hm Mengandal kemampuanmu ini, apa tidak malu
ditertawakan orang." Orang tua jubah kuning semakin berjingkrak gusar seperti
kebakaran jenggot, teriaknya sambil membanting kaki:
"Keparat Kau menghina Lohu yang tidak becus ini"
Giok liong tertawa gelak, ujarnya: "Bukan aku menghina kau tidak tidak becus. kenyataan
bahwa kau sendiri yang tidak becus"
"Mati aku saking jengkel, lihat pedang" sinar pedangnya
bergerak lincah dan cepat sekali seperti bianglala laksana titik
sinar bintang kelap kelip yang rapat dan kokoh serta keji,
terang inilah ilmu pedang aliran tingkat tinggi yang cukup
hebat. Tapi apa boleh buat, betapa juga kepandaian setingkat ini
masih jauh dibanding kemampuan orang lain betapapun tak
dapat dipaksakan seperti orang sering berkata telur ayam
diadu dengan batu, hancurlah. Memang cara permainan ilmu pedang orang tua jubah
kuning ini cepat gesit laksana angin lesus, malah sangat
sempurna dalam latihan dengan tekanan titik yang
mengancam kelemahan lawan, ini sudah boleh terhitung
angkatan kelas satu pada kalangan persilatan.
Sayang lawan yang dihadapi adalah Ma Giok liong, tunas
harapan Bulim yang paling berbakat, kalau dibanding dan
dibedakan laksana bumi dan langit, sedikitpun orang tua ini
tak mampu memperlihatkan kewajibannya.
Menghadapi ilmu pedang yang lihay ini Giok liong berlaku
sangat tenang seperti dirinya tidak diserang sama sekali,
setiap gerak luncuran ujung pedang musuh selalu diikuti oleh
pandangan matanya, kalau ujung pedang benar-benar
menusuk datang pada detik yang menentukan mendadak ia
menekuk dada atau menggeser kedudukan kesamping atau
mundur maju dengan lincah sekali. Kadang kala ia ulurkan tangan seperti orang hutan memetik


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buah dengan ujung jarinya menjepit pedang musuh, atau
balas menyerang dengan tutukan jari di badan penting musuh.
gerak serangan balasan Giok liong selalu tepat dan lincah
sekali tak terduga lagi sebelumnya, jalan darah yang diarah
juga telak sekali, keruan hanya dengan gerak gerik gertak
sambil ini saja cukup membuat musuhnya kelab akan
setengah matiTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Suatu ketika terdengar orang tua itu mengeluh tertahan
lantas terdengar suara kerontangan, kiranya pedang
panjangnya terpental jatuh ke tanah-
"Hahahaha" Giok- liong bergelak tawa terloroh-loroh,
suaraku bergema dialam pegunungan yang sunyi lengang ini.
"Lohu mengadu jiwa dengan kau "
sembari menjerit murka si orang tua jubah kuning lantas
menyerbu datang dengan kedua kepalannya, nyata bahwa ia
sudah berlaku nekad untuk mengadu jiwa.
Melihat orang berlaku kalap seperti kesetanan dengan
serangan kepalan yang cukup ganas lagi, Giok-liong sendiri
menjadi keripuhan, sembari melayani serangan musuh
terdengar ia berteriak: "Kau ingin mengadu jiwa, apa kita bermusuhan dan
dendam kesumat ?" Seperti harimau gila orang tua jubah kuning ini menyerbu
terus sambil lancarkan pukulan yang gencar, sedikitpun ia
tidak hiraukan kepalan tangan Giok-liong yang bakal mendarat
diatas tubuhnya, seumpama betul-betul kena, jiwanya tanpa
ampun tentu melayang, justru ini memang menjadi tujuannya
untuk gugur bersama. sudah tentu Giok liong tidak sudi adu jiwa, oleh karena itu
terang ia berkesempatan melancarkan tutukan jarinya atau
sebuah pukulan yang mematikan, tapi betapapun ia harus
menjaga diri untuk menolong jiwa sendiri.
Begitulah pertempuran yang agak lucu dan ganjil ini
berjalan terus dengan sengitnya sekejap saja lima puluh jurus
sudah lewat keadaan masih seperti semula sama kuat tiada
yang penghabisan Lama kelamaan Giok-liong menjadi gelisah sendiri, pikirnya,
cara tempur begini berlangsung terus tentu tiada akhirnya,
sampai kapan nanti baru bisa selesai. Tiba-tiba ia mencelat
mundur tujuh langksh bentaknya: "Aku sudah mengalah begitu jauh, kalau Lotiang mendesak
terus jangan salahkan aku sampai kelepasan tangan"
Orang tua jubah kuning sudah megap-megap kelelahan
dengus napasnya seperti hembusan kerbau, saking mangkel ia
lantas membentak mengertak gigi: "selama hidup ini Lohu belum pernah main keroyokan,
sebetulnya aku benci main keroyokan tapi, sekarang apa boleh
buat" habis berkata mendadak ia menjebirkan bibir terus
mendongak keatas bersiul panjang, suaranya melengking
tinggi menembus awan. Reaksi dari siulan panjang ini sungguh diluar dugaan,
serempak terdengar derap langkah yang ramai dari berbagai
penjuru hutan sekelilingnya lantas kelihatan bayangan banyak
orang bergerak sembari menghunus senjata tajam.
Nyata bahwa diantara rumpun pohon dan semak belukar
sana sudah terpendam bala bantuan yang siaga. Kini setelah
mendengar tanda aba-aba serentak mereka menyerbu keluar
langsung meluruk ke arah Giok-liong, jumlah mereka tidak
kurang sebanyak dua tiga ratus orang.
Sungguh hebat dan menggetarkan nyali perbawa barisan
ini sudah tentu Giok- liocg bercekat, pikirnya: "Kedua
kepalanku ini betapa juga susah menghadapi musuh begitu
banyak, seorang laki-laki paling gemas menghadapi
keroyokan, untuk mearang aku pantang membunuh sudah
tidak mungkin lagi." "Aku harus turun tangan lebih dulu."
seiring dengan kilas pikiran dalam benaknya ini Giok-liong
lantas menggerakkan kedua kepalannya seraya membentak
gusar: "mau-main keroyokan, silakan, kalau kalian ingin lekas
mati" orang-orang yang mendesak datang dari empat penjuru itu
sekarang sudah tinggal jarak tiga tombak saja semua siap
siaga menyerbu tinggal tunggu komando saja. Terlihat orang
tua jubah kuning angkat sebelah tangannya mulutnya berseru
keras. "Pun ciang-bun melanggar undang-undang puluhan tahun,
para murid dengar perintah keroyok dan hancur leburlah
badannya" "Bunuh... " "Sikat.... " teriakan aba-aba yang semakin ramai dan
semangat ini gegap gempita menggetarkan alas pegunungan
dalam hutan lebat ini. Coba bayangkan betapa keras dan
menakutkan pcebawa gemboran keras dari gabungan dua tiga
ratus orang. sabar ada batasnya, demikianlah keadaan Giok liong karena
didesak demikian rupa akhirnya ia menjadi nekad teriaknya:
"jangan salahkan tanganku yang main keji ini"
tubuhnya berputar seperti gangsingan, dimana kedua
tangannya bergerak memutar menimbulkan angin kencang
menahan serbuan musuh, tak lupa hawa ji-lo dikerahkan
sampai puncak tertinggi tiba-tiba ia melejit maju setombak
terus lancarkan serangannya. Serbuan ratustan musuh yang mengepung itu laksana air
bah dan terjangan ribuan kuda liar, gelombang mega putih
yang besar selulup timbul bergerak lincah diantara sekian
ratus orang banyak yang seliweran melancarkan serangan
ganas tak mengenal kasihan lagi. Tapi dimana gelembung mega putih itu sampai seketika
pasti terdengar jerit dan teriakan kesakitan yang
mengenaskan, nafsu membunuh Giok-liong sudah menghantui
sanubarinya, tanpa banyak rintangan segera ia kembangkan
sam-ji-cui-hun-chiu, selalu ia mengerahkan pukulannya
ketempat dimana kelompok manusia paling banyak, sudah
tentu orang-orang menjadi korban konyol.
Orang tua jubah kuning berkaok-kaok berang, aba-abanya
menjadi semakin deras, namun serta melihat anak buahnya
jungkir balik dan satu persatu berguguran, tiba-tiba ia menjerit
panjang, seperti banteng ketaton segera ia menyerbu tiba
dengan kedua kepalan yang mengancam jiwa, melihat
pimpinan mempelopori penyerbuan gelombang kedua ini anak
buahnya menjadi lebih semangat lagi, serbuan semakin gila
gila tak mengenal apa artinya maut, betul-betul pantang
mundur. Keruan Giok-liong semakin beringas, pikirnya,
"menangkap berandal harus meringkus pentolannya dulu,
kalau ular tanpa kepala tentu tak dapat bergerak banyak,
terpaksa aku harus membekuk orang tua kepala batu ini,
masa takut anak buahnya tidak bertekuk lutut menghentikan
rangsakan yang edan-edanan." Tiba-tiba ia mencelat tinggi ketengah udara, lalu meluncur
turun seperti seekor elang langsung menyamber ke arah
orang tua jubah kuning itu mulutnya berteriak:
"Tua bangka sudah gila kau"
sebetulnya orang tua jubah kuning sudah gentar, namun
mulutnya masih bandel "Keparat kau Lohu bersumpah takkan hidup berdampingan
dengan kau" anak buah di-sekelilingnya seiring dengan tubrukan Giokliong
ini, bergegas mereka memburu kearah ketuanya untuk
melindungi jiwanya. Tapi saking banyak jumlah mereka,
mempunyai itikad yang sama pula, sehingga antara kawan
sendiri siling berdesekan, gerak gerik kurang bebas dan
tangkas, mana mungkin dapat mengungkuli kecepatan Giokliong
yang cekatan dengan dilandasi Iwekang yang tinggi lagi.
Terdengar ia bersuit sekali, setelah menyedot hawa terus
berseru: "Kemarilah " "Aduh" terdengar orang tua jubah kuning mengeluh tertahan,
sambil berontak sekuat tenaga, namun sia-sia belaka karena
jalan darah dipundak kena dipencet oleh Giok-liong sedang
tangan kanan mengancam jalan darah Giok-sia yang
mematikan. Cara turun nya tangan Giok-liong ini betul betul secepat
kilat, belum lagi para pengepungnya melihat tegas, tahu-tahu
sang ketua sudah diringkus menjadi sandera pihak musuh,
terdengar Giok-liong membentak lantang:
"siapa berani bergerak, ku bunuh dia dulu"
Karena jalan darah besar dipencet, orang tua jubah kuning
menjadi pucat dan ketakutan sedikit bergerakpun tidak berani,
saking gusar air mukanya menjadi pucat dan basah oleh
keringat dingin, bibirnya membiru dan gemetar, demikianjuga
seluruh tubuhnya bergidik. Anak buah yang mengepung diempat penjuru menjadi
tertegak diam tanpa bersuara diliputi gelapnya sang malam.
Giok-liong berkata lantas. "Aku yang rendah selamanya belum kenal dengan kalian,
belum pernah mengikat permusuhan dan sekarangpun tiada
dendam kesumat kalian.. ." Tak kira orang tua jubah kuning yaag jalan darahnya sudah
terpencet dan mati kutu tiba-tiba berontak berteriak beringas:
" Kalian serbu terus sampai titik darah penghabisan
tegakkan dan lindungilah nama baik perguruan kita, aku mati
tidak menjadi soal, lekas serbu bersama"
Giok-liong menjadi sengit, hardiknya:
"Kau betul-betul tidak takut mati ?"
Tanpa menyahut gentakan Giok-liong, orang tua jubah
kuning berteriak lagi dengan suara serak:
"Kalau tidak menumpas bocah kurcaci ini, tentu perguruan
kita tiada kesempatan hidup jaya dan sentosa di rimba
persilatan. Mari para muridku hayo turun tangan, jangan
pedulikan jiwa ku yang tak berarti ini"
Baru saja Giok-liong berniat merintangi, tahu-tahu di antara
kelompok pengepung itu ada orang berteriak-
"Ketua berkorban demi nama baik perguruan. Hayo kawankawan
serbu bersama" "Maju Serbu " gegap gempita bersahutan, beratus orang menyerbu sambil
menggerakan senjata tajam tanpa hiraukan lagi sang ketua
yang dijadikan sandera ditangan Giok-liong. Nyata kemurkaan
masa memang tukar dibendung lagi. kejadian ini benar-benar diluar sangka Giok liong, akhirnya
ia menjadi sengit pula, teriaknya: "Kubunuh..." sekonyong- konyong - "Giok liong jangan " bentakan serak ini laksana samberan geledek seperti
keluhan naga kumandang di tengah udara, suarnya, tidak
keras tapi tebal kuat dan kokoh terdengar jelas sekali, sampai
mendengung dipinggir kuping menggetarkan langit dan bumisupyr
gaduh, dari ratusan orang itu menjadi sirap tertelan oleh
gema yang menusuk telinga ini- Giok-liong sendiri jaga tersentak kaget seperti baru siuman
dari impian batinnya, "suara ini kukenal betul... ."
belum lagi habis pikirannya mendadak ia lepaskan
cengkeraman sebat sekali tubuhnya lantas melenting tinggi
tiga tombak langsung meluncur kearah tanjakan tinggi dari
mana suara tadi terdengar, ditengah udara ia berteriak
dengan nada kegirangan dan penuh kejut:
"suhu suhu " Dibawah penerangan cahaya bulan yang redup kelihatan
diatas batu yang menonjol keluar diatas gugusan puncak
sebelah kiri sana berdiri seseorang laksana malaikat dewata,
jubah panjang melambai terhembus angin. Beliau bukan lain
adalah majikan Lembah kematian salah satu dari Ih-lwe-sucun
Toji Pang Giok- Tampak air muka Toji Pang Giok serius, alis yang lentik
memutih diangkat tinggi, mata jehnya memancar sinar terang
dan tajam berwibawa, sikap yang sungguh dan angker ini
sedikitpun tiada tawa serinya, sekian lama ia hadapi Giok liong
tanpa bersuara. Kecut perasaan Giok iiok. tersipu-sipu ia bertekuk lutut
terus menyembab, sapanya: "Suhu" Dingin muka Toji Pang Giok, dengusnya:
"Kau masih ingat aku ?" tanpa marah sudah memperlihatkan perbawanya yang
menggetarkan hati, nadanya berat. Giok liong tersentak kejut, berulang-ulang ia menyembah
tanpa berani angkat kepala, ratapnya:
"Harap suhu suka mengoreksi "
Toji Pang Giok mendengus keras, tanpa hiraukan Giokliong,
tidak menyuruhnya bangun tiba-tiba ia kebutkan lengan
bajunya enteng sekali badannya lantas melayang turun dari
puncak bukit entah bagaimana ia bergerak tahu-tahu di kejap
lain ia sudah hinggap dihadapan orang tua jubah kuning itu,
katanya berseri sambil unjuk hormat:
"cio Ciang-bun Baik-baik saja selama berpisah "
Kiranya orang tua jubah kuning ini adalah Ciang-bun-jin
dari aliran Bu ih-pay, beliau bukan lain Im yang-kiam cio
Beng-hui yang kenamaan itu. sebagai tertua dari I-lwe-su cun kedudukan tingkat Toji
Pang Giok boleh dikata sangat tinggi tiada keduanya yang di
dunia persilatan. Meskipun Im yang-kiam cio Beng-hui sebagai
ketua dariBu-ih pay, kalau mau dikata menurut urutan aturan
kalangan persilatan boleh dikata tiada hak untuk dijajarkan
dengan kedudukan Toji Pang Giok- Pada waktu Go Beng-hui masih ingusan sebagai kacung
diBu-ih pay, nama Toji Pang Giok sudah menggetarkan maya
pada ini, tokoh kelas satu yang disanjung puja, dulu memang
mereka pernah bertemu muka sekali, sekarang sudah
berselang puluhan tahun, menurut perkiraannya Toji Pang
Giok Giok tentu seorang orang tua bangka yang sudah reyot
dan ubanan. Tak terduga setelah bertemu mula baru dilihatnya tegas,
bahwa Toji Pang Giok ternyata masin begitu segar dan sehat,


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sikap dan semangatnya masih begitu kuat dan muda-
Tak heran lantas timbul rasa hormatnya tersipu-sipu ia
membungkuk dalam balas menghormat seraya sapanya:
"Beng-hui menghadap pada Ciang-pwe "
Anak murid Bu ih-pay hanya pernah dengar akan
keharuman nama ToJi Pang Giok, selamanya belum pernah
melihat. Kini melihat sang ketua begitu hormat, dan merendah
terhadap orang, seketika mereka turut membungkuk dengan
hormat, menghela napas besarpun tak berani.
Karena hormat Go Beng-hui yang merendahi diri ini Toji
Pang Giok menjadi rikuh cepat ia berkata:
"Kenapa Go Ciang bun begitu sungkan. Muridku yang nakal
dan kurang ajar itu, biarlah aku orang she Pang yang
mintakan maaf dan ampun baginya "
Im-yang-kiam Go Beng-hui menjadi terkejut, berulang kali
ia mengiakan: "Mana Wanpwe berani terima, tak berani terima "
Toji Pang cijiok mendongak dan membentak berat kearah
Giok-liong yang masih berlutut di puncak gunung sana:
" Giok-liong Kemari" Giok-liong menjadi ketakutan, bergegas ia meluncur turun
terus berdiri disamping menundukkan kepala tak berani
bersuara. Menurut adat kebiasaan dalam aturan kalangan Kangouw,
sesuatu aliran atau golongan kalau hendak menghukum atau
melaksanakan hukuman menurut undang-undang perguruan
tak boleh ada orang luar hadir Maka cepat-cepat Go Beng-hui
maju selangkah, katanya: "Cian-pwe berkunjung keBu-ih-san, Wanpwe tidak
menyambut selayaknya, harap suka dimaafkan sebesarbesarnya
" Toji Pang Giok tertawa, ujarnya: "Aku malah mengganggu kalian, tak perlu sungkan"
Kata Im yang-kiam Go Beng hui: "Akhir akhir ini banyak urusan di wilayah kita. Belakangan
ini kulihat banyak kaum persilatan yang meluruk datang dan
mengobrak-abrik tempat semayan kita disini- Karena itu untuk
melindungi nama baik perguruan yang didirikan oleh para
Cosu, tak dapat tidak kita harus bertindak tegas, tak duga"
tak duga..." Toji pang Giok manggut-manggut, ujarnya:
"Memang benar ucapan Go Ciang-bun, sudah jamak dan
semestinya kalian bertindak demikian "
Kuatir berlarut membicarakan pertikaian yang memalukan
barusan tadi, Go Beng-hui segera mengalihkan pokok
pembicaraan katanya tertawa getir: " urusan ini sudah kujelaskan maka Wanpwe mohon diri "
"Go Ciang bun silakan" "Mari pulang " dengan lantang Go Beng-hui memberi perintah pada anak
buahnya, sekejap saja mereka beriring mengundurkan diri
menghilang dilamping sebelah kiri Di pegunungan yang sunyi di bawah penerangan cahaya
bulan yang remang-remang kini tinggal Toji Pang Giok dan
Giok-liong berdua. Memberanikan diri Giok liong coba bertanya mengambil
hati: "Suhu selama ini apakah baik-baik saja kau orang tua ?"
"Kau duduk " ToJi Pang Giok membentak dengan suaya
berat. Lalu ia melangkah dua tindak memilih sebuah batu
besar dan duduk dengan angkernya. Mana Giok-liong berani duduk, mulutnya mengiakan
terbata-bata: "Dimana Tecu ada kesalahan, harap guru berbudi suka
menghukum" "Baik, asal kau masih mengaku aku sebagai gurumu,
terhitung hati nuranimu belum padam, kau masih punya
perasaan " Giok-liong bergidik seram, mulutnya hanya mengiakan saja.
"Coba kutanya," kata Toji Pang Giok.
"selama kau kelana di Kangouw, apa saja yang pernah kau
lakukan ?" "Tecu memang bersalah, boleh dikata satupun tiada yang
sukses." "Kaupun tahu bukan saja tiada satupun yang beres, malah
mencuci bersih seluruh Go bi, menimbulkan kemarahan
delapan partai besar yang meluruk mencari perkara kepada
gurumu-" "Pencucian bersih pihak Go-bi, bukan perbuatan Tecu "
"Aku tahu bukan perbuatanmu tapi kalau kakimu sudah
terbenam kedalam lumpur maka kau harus berusaha
mencucinya sampai bersih untuk membuktikan kesucian diri "
"Benar, Tecu pasti akan menyelesaikan hal ini"
"Masih ada lagi, kau berkutet dan bermain pat-gulipat tiada
habisnya dengan pihak hutan kematian, sehingga
mengorbankan jiwa Wi-thian-ciang Liong Bun"
"Tecu memang harus dihukum"
"Yang paling menyengitkan adalah kau memimpin para
kawanan anjing menyerbu ke-tempat semayan sip-hiat-Hongpian
Koan le kini dan melukai muridnya siau-pa ong"
"Harap suhu suka periksa bersekongkol dan memimpin
gerombolan liar adalah salah paham belaka, tentang melukai
siau pa ong..." "Kau tak perlu main debat"
"Keadaan Tecu waktu itu memang sangat terdesak
terpaksa harus berbuat begitu"
" gurumu selama ratusan tahun berkelana di kalangan
Kangouw, belum pernah terjadi sampai terdesak atau kepaksa
berbuat sesuatu yang melanggar hukum, Masa kau harus
dihargai secara istimewa" Ketahuilah, membina diri dan
menyempurnakan jiwa tergantung dari pribadi masing-masing
jangan kau sesalkan orang lain kalau sesuatu terjadi atas
dirimu." "selanjutnya Tecu pasti membatasi diri dan mematuhi
petunjuk Suhu" "Petunjuk guru" Hm Hm" bentak ToJi Pang Giok.
"main gagah-gagahan dan senang berkelahi, hari ini
berjanji dengan orang besok menantang orang berkelahi,
sehingga gurumu ini terpaksa harus meluruk ke yu-bing-ma
khek- bertanding Iwekang dengan iblis itu, karena tidak tega
membuka pantangan membunuh selama dua ratus tahun ini,
akhirnya terjadi penyelesaian yang cukup memalukan ini
semua gara-gara perbuatanmu yang mengakibatkan timbulnya
bibit perkara yang menimpa gurumu, bagus ya perbuatanmu?"
Keringat dingin membanjir keluar membasahi seluruh
badan Giok liong. Hening sejenak Toji Pang Giok menghela napas panjang
lalu berkata lagi dengan suara tertekan :
"Coba katanya lagi Kau kumpulkan para nona cantik itu di
Kau ji san, cara bagai mana kau hendak menyelesaikan urusan
mereka?" Mimpi juga Giok liong tidak menyangka bahwa segala
perbuatan dirinya selama kelana dikangouw, semua sudah
diteropong dan diawasi oleh gurunya sedemikian jelas tak
mungkin dirinya membela diri, maka untuk sesaat lamanya ia
terbungkam seribu basa. Suara Toji Pang Giok mendadak meninggi keras
"perkara Hwi hun cheng bagaimana pula kau hendak
membereskannya" Hayo bicara?"
gemetar seluruh tubuh Giok liong, dengan lemas lunglai ia
berlutut lalu menyembah berulang- ulang.
Toji Pang Giok menarik muka, sikapnya dingin, bentaknya
"Menurut undang undang perguruan, lalu sudah tahu cara
bagaimana kau harus dihukum?" nada kata-kataaya bengis dan keras laksana geledek di
siang hari bolong, laksana sebuah pentung yang
mengemplang kepala Giok liong. selamanya Giok liong belum pernah melihat gurunya marah
begitu besar, sebesar ini belum pernah pula dimaki dan di
tegur begitu keras, keruan ia menjadi gemetar dan merinding.
Agak lama kemudian baru ia berkata terbata-bata.
" Harap suhu suka jatuhkan hukuman."
Toji Pang Giok semakin murka, hardiknya:
"Tarik kembali ilmu silatmu, bikin cacat kaki tangannya, usir
dari perguruan dan diumumkan kepada seluruh Bulim"
Giok liong bagai mendengar bunyi geledek di pinggir
telinganya tersentak kaget berdiri terus menubruk maju
berlutut dan memeluk kedua kaki suhunya.
suara Toji Pang Giok masih terdengar kereng dia berat:
"Kusangka setelah menyempurnakan kau bisa dibuat bekal
untuk menumpas segala kejahatan daa mala petaka di-Bulim,
untuk menyambung kemurnian, perguruan ji bun kita. siapa
sangka dimana-mana kau bermain romantis mengandal
kepandaian malang melintang membuat onar demi
kepentingan pribadi?" "Cukup, cukup Apa kau mau menindas bocah ini sehingga
mati ya" sebuah suara nyaring merdu laksana kicauan burung kenari
terdengar mendatangi, sekejap saja hidung juga lantas
terangsang bebauan wangi yang menyegarkan.
Dengan mata mengembeng air mata tersipu-sipu Giok liong
memburu kearah Kim Ling cu serta memberi hormat, sapanya
: " Bibi, terimalah sembah Tit-ji."
Laksana dewi dari kahyangan pakaian Kim Ling-cu
melambai-lambai meluncur di-hadapan mereka.
Toji pang Giok juga tersipu-sipu bangun sambil
membetulkan pakaiannya, serunya : "Ji moay" Kim ling cu mengulur tangan menggandeng tangan Giokliong,
ia diseret kehadapan Pang Giok- katanya tersenyum
manis: "Kau ini guru agama yang nganggur tak ada kerjaan
mungkin, bocah ini tengah menghadapi persoalan yang
menegangkan dengan gertakanmu tadi untuk melanjutkan
cara bagaimana ia harus terjun kembali ke-dunia persilatan"
Tetap dengan sikapnya yang keren dan berwibawa Toji
Pang Giok berkata. "Kalau kedatanganku sedikit terlambat saja, aliran Bu ih
bakal terbabat habis di tangannya pula"
Sebetulnya Giok-liong merasa dongkol dan penasaran ada
alasan untuk membela diri, tapi melihat sikap garang suhunya
untuk marah-marah itu, hatinya menjadi ciut dan tak berani
banyak berkutik, sebaliknya Kim-ling-cu berkata dengan
sewajarnya "Sudah jamak terjadi dalam dunia persilatan yang kuat
menang yang lemah binasa, kebijaksanaan hanya bisa
dilaksanakan pada diri orang-orang yang kenal aturan. Kalau
dia tidak turun tangan apa suruh antar jiwa sendiri di ujung
golok musuh- Ku tanggung kalau murid kesayanganmu ini
binasa kau sendiripun akan bersedih, paling tidak bakal
membikin malu nama baik golongan ji- bun kamu"
Toji Pang Giok menjadi bungkam seribu basa, selang
berapa lama baru ia berkata sambil menghela napas.
"Ai, takdir selalu mempermainkan manusia"
Kim ling-cu terkikik geli, ujarnya.
"Bocah ini serahkan kepadaku silakan tinggal pergi"
Toji Pang Giok sudah beranjak hendak tinggal pergi, tapi
baru dua langkah tiba tiba ia putar balik dengan sikap kereng
ia memberi peringatan kepada Giok-liong:
"urusan dirawa naga beracun mempunyai sangkut paut
yang penting dengan asal usul riwayatmu. Maka gurumu
takkan merintangi keberangkatanmu ini. Tapi ada satu
undang-undang yang harus kau patuhi betul "
Lekas-lekas Giok-liong menyembah serta katanya:
" Harap unsu memberi petunjuk"
Kata Pang Giok lantang: "Betapapun kejadian kularang kau membunuh orang, kalau
tidak biarlah kita putus hubungan antara guru dan murid,
anggap saja selama ini kita tidak kenal satu sama lain,
selanjutnya jangan kau sebut-sebut nama ji bun"
Kim-ling-cu menjadi melenggong, tanya nya tertegun:
"Mana bisa begitu ?" Giok-liong menduga, berapa banyak gembong-gembong
silat dan Para iblis, ia kini telah meluruk datang ke Rawa naga
beracun itu, menghadapi musuh sedemikian banyak adalah
janggal sekali untuk tidak sampai melukai atau membunuh
jiwa seseorang. Tapi mana ia berani main debat di hadapan
gurunya, sambil memandang kearah Kim-ling-cu berteriak:
"suhu.. ." Kata Pang Giok keras "sudah cukup sekian saja, keputusanku jangan digugat
lagi." Cepat-cepat Kim-ling-cu ikut menyela:
"Kalau sebentar dengan para iblis .. ."
"Jimoay " segera Pang Giok menukas kata-kata Kim ling cu
dengan panggilannya ini, lalu katanya pula dengan nada
serius: "Kau sudah dengar belum ?"
Mana Giok-liong berani bertingkah- sahutnya tergagap,
"Tecu sudah dengar" "Bagus " sekejap saja TOji Pang Giok lantas melayang jauh
dan menghilang dari pandangan mata.
Giok liong berteriak keras, baru sekarang ia berani
menangis sekeras-kerasnya. Memang pembawaan sifatnya
sangat keras dan ketus, tapi menghadapi guru yang berbuat di
sini meski ia merasa sangat penasaran, betapa juga ia tidak
berani mengumbar adatnya, sekarang setelah gurunya pergi,
tak tertahan ia lampiskan kedongkolan hatinya dengan tangis
gerung-gerung. Kim ling-cu terkekeh geli, sambil mengelus kepalanya
dengan sikap yang halus dan penuh kasih sayang ia berkata
lembut: "Anak bodoh, gurumu sudah pergi jauh, buat apa kau
menangis " sudahlah jangan bersedih "
Sejak berpisah dengan ibunya belum pernah Giok-liong
mendengar bujukan serta suara yang begitu halus penuh
kasih sayang, seketika timbul rasa hangat dan terkenang akan
ibunya, rasa duka membuat tangisnya menjadi keras ia
menubruk kedalam pelukan Kim ling cu dan menangis sepuaspuasnya.


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

secara batiniah Kim-ling cu dapat menyelami betapa dalam
dan gersang perasaan anak yang sejak kecil kehilangan cinta
kasih orang tuanya ini, maka tanpa banyak bujukan lagi,
tangannya menepuk-nepuk punggung Giok liong, sedang
tangan yang lain menyeka air mata dipipinya.
Seperti rebah dalam haribaan sang ibunya yang tercinta
Giok-liong mengumbar rasa dukanya. Entah berapa lama berselang, pelan-pelan Kim ling-cu
mengangkat dagu Giok-liong, ujarnya penuh prihatin.
"sudah Nak, rasa duka dan dongkolmu sudah terlampias
belum " Teringat akan peringatan suhunya sebelum pergi tadi, Giokliong
menjadi kememek fagi, katanya sambil mengembeng air
mata: "Bibi, suhu dia orang tua .. ."
"Kau tak perlu hiraukan dia lagi,"
ujar Kim Ling cu tersenyum "segalanya biar aku yang tanggung jawab"
sungguh Giok liong sangat berterima kasih, namun betapa
juga ia tidak berani melanggar pesan gurunya, katanya sayu:
"Terima kasih Bibi, tapi menurut pendapatku tak usah ikut
campur segala urusan di pegunungan Bu-ih-san ini, sebab
seumpama..." Belum selesai Giok liong bicara, Kim-ling cu sudah berkata:
"Begitu mendengar kabar urusan di Rawa naga beracun
sudah tersiar luas dikalangan Kangouw, aku kuatir kau sudah
jauh menuju ke Laut utara, maka aku lantas menyusulmu
kesana, Ditengah jalan baru kuketahui bahwa kau sudah putar
balik dan telah memasuki pegunungan Bu-ih-san ini. urusan
kali ini menyangkut kepentingan riwayatmu, budi orang tua
setinggi gunung, mana bisa kau lepaskan kesempatan terakhir
ini- Asal kau berpedoman sedikit turun tangan kejam dan tidak
melukai jiwa orang saja. urusan macam ini aku dan gurumu
tidak leluasa ikut campur, maka kau harus kuat bersabar dan
mengendalikan diri- Tentang beringatan gurumu tadi kau tak
perlu kwatir." Betapa besar rasa terima kasih Giok- liong, serta merta ia
menubruk maju terus menyembah berulang-ulang. Cepatcepat
Kim-lingcu menarik bangun, katanya:
"Buat apa kau banyak peradatan. segera kau pergi, kalau
urusan disini sudah selesai cepat-cepat menyusul ke ciokyang"
" Lalu perjalanan ke laut utara .. ." tersipu-sipu Giok- liong
berkata. "Nantikan saja setelah pertemuan di Gak- yang nanti,
mungkin aku sendiri harus pergi bersama kau ke Ping-goan di
laut utara " "Bibi terlalu baik terhadap aku"
"Anak bodoh, apakah perlu diantara kita main sungkan apa
segala." Seiring dengan gelak tawanM yang merdu nyaring dan
suara kelintingan yang melengking tinggi, kelihatan Kim lingcu
mengebutkan lengan bajunya, laksana seekor bangau
terbang sekejap saja bayangan putih telah melayang jauh dan
menghilang. "Bibi " Giok-liong berseru memanggil sambil melesat tinggi
sejauh tiga tombak- "Nak- kunanti kedatanganmu di Gak-yang lau " dari
kejauhan terdengar seruan Kim-ling cu.
Terpaksa Giok-liong menghentikan pengejarannya, sambil
menghela napas ia menjublek di tempatnya sambil
memandang jauh kebawah gunung sana-
Sekonyong-konyong suara suitan panjang lalu disusul suara
gemuruh yang menggetarkan terdengar dari bawah bukit
sana- Di lain kejap terlihat selarik sinar biru yang menyala
terang meluncur ke tengah angkasa dari hutan gelap
dikejauhan sana, sekejap saja sinar biru menyala itu telah
meluncur turun diatas bukit tak jauh kira-kira puluhan tombak
dimana Giok-liong berada- Giok-liong menjadi tercengang, batinnya:
" iblis dari aliran mana lagi ini " Kalau menurut tabiat
biasanya tentu segera memburu kesana untuk melihat dengan
mata kepala sendiri. Tapi sekarang ia sudah berpedoman,
lebih baik tiada tersangkut paut dalam suatu perkara daripada
terlibat dalam suatu pertikaian. supaya tidak melanggar larangan gurunya, walaupun Kimling
cu sendiri sudah memberi hati hendak menanggung
segala sepak terjangnya, tapi bagaimana juga kalau bisa
berlaku sabar dan menghindari saja. Karena itu pelan-pelan ia
memutar tubuh terus beranjak turun gunung.
siapa tahu tiba-tiba terdengar lambaian pakaian yang
menderu terhembus angin. Dari belakang gunung sebelah
sana terlihat puluhan bayangan hitam laksana kilat meluncur
ditengah udara langsung melesat kearah di mana sinar biru
tadi lenyap. Jelas kelihatan puluhan bayangan hitam itu rata-rata
membekal kepandaian yang tidak boleh di pandang ringan.
terang semua adalah tokoh-tokoh silat kelas wahid-
Cepat-cepat Giok- liong menyelinap menyembunyikan diri
dibelakang semak batu. Baru saja Giok-liong berjongkok
mengumpatkan diri, terlihat sebuah bayangan biru tua yang
besar meluncur lewat dari atas kepalanya. Meskipun saat itu
dalam kegelapan, namun dengan kejelian mata Giok liong,
sekilas saja dapat dilihatnya, jelas bayangan itu bukan lain
adalah guru Lan-i long-kun Hoa sip-i yaitu ketua Lan ing-hwe
Lan-ing-mo-ko Le siang san. seorang diri Lan-ing mo-ko Le Siang san berlari kencang
menuju ke puncak bukit di mana rombongan bayangan hitam
tadi menuju. Mau tak mau Giok-liong harus menerka-nerka dalam hati,
sikap yang semula tak mau campur segala urusan tetek
bengek akhirnya menjadi kabur dan lenyap dalam benaknya,
karena terasa olehnya keganjilan menurut apa yang dilihatnya
ini, betapa juga harus diselidiki kesana.
Demikian ia membatin dalam hati, serta sudah tetap
pikirnya, tanpa ayal lagi dengan cermat ia menggeremet dan
main sembunyi terus menyelinap di antara kegelapan menuju
kebukit itujuga. Tak duga belum jauh ia berjalan dari arah timur, selatan
barat dan utara berbagai penjuru beruntun terlihat gerak-gerik
bayangan orang yang serba misterius, sama menunjukkan
kepandaian yang tidak boleh dipandang ringan. Tanpa berjanji
terang tujuan mereka tak lainjuga puncak bukit didepan sana
itu. Kira-kira setengah jam telah berlalu. Mungkin ada puluhan
rombongan yang sudah kelihatan bergerak meluruk kearah
tujuan sana, jelas dan terang bukit Bu-ih-san ini sudah
menjadi arena tempat yang bakal menjadi pertempuran seru
antara gembong-gembong silat kenamaan.
Maka Giok-liong tidak berani berlaku ayal, berapa-kali
loncatan tubuhnya berkelebat cepat langsung melesat
kebelakang sebuah pohon siong besar dipinggir bukit dari
tempat sembunyian nya ini diam-diam ia mengintip ke arah
puncak bukit sana. setelah tiba diatas puncak dan dari dekat barujelas
kelihatan situasi dan keadaan bukit yang menyerupai
punggung seekor unta ditengah puncak tanahnya melekuk
dalam dan gundul seluas puluhan tombak- Diatas tempat
lekuk yang datar ini dibagian timur dan barat sudah
berkelompok dibagi dua gerombolan tokoh-tokoh silat dari
berbagai golongan dan aliran dari seluruh penjuru dunia.
golongan satria dari aliran lurus tak kelihatan seorangpun
yang ikut hadir dalam pertemuan besar iniTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/ Diantara mereka sebagian besar adalah musuh-musuh yang
pernah bergebrak dengan Giok-liong, setelah menerawang
situasi dalam gelanggang diam-diam bercekat hati Giok liong,
seumpama tak usah hiraukan larangan suhunya, hanya para
iblis dan gembong-gembong silat yang harus dihadapinya ini
saja cukup membuat kepalanya pusing.
seumpama benar-benar harus berkelahi dan harus menang
tanpa membunuh atau melukai mereka ini benar-benar
sesukar memanjat keatas langit, Giok liong menjadi serba sulit
dan menghela napas panjang ditempat sembunyinya.
Kecuali ia mengundurkan diri dan meninggalkan gunung Bu
ih san ini, kalau tidak pertempuran besar dan mati-matian
harus ditakuti. Bolehkah dirinya mengundurkan diri atau
berpeluk tangan saja" Tak mungkin jadi.
Disaat Giok liong dirundung kebingungan inilah tiba-tiba
terdengar sebuah gerungan keras disertai melebarnya kabut
biru. Kiranya Cukong istana beracun I bun Hoat telah tampil
kedepanserta berseru: "Go B eng- hui benar-benar bertingkah dan main jual mahal
seaala Berulang-kali sudah kita undang dan desak untuk
keluar sampai sekarang masih tak sudi unjukkan diri, apa
memandang ringan kita orang orang dari aliran samping dan
luar pintu ini. Atau hendak mengagulkan kedudukan sendiri
sebagai pentolan suatu aliran lurus yang berbau busuk itu?"
Begitu iblis besar ini mempclopori makiannya seketika
seluruh lapangan menjadi ribut dan berbisik-bisik, yang
bertabiat kasar malah lantas mengumpat caci makian kotor.
"Go-ciang-bun tiba" kumandang sebuah gerung a n keras
dan kumandang di tengah udara, lantas terlihat pancaran
sinar biru berkilau meluncur ke tengah gelanggang, ternyata
itulah salah seoarang dari anak buah istana beracun.
Dalam sekejap lain terlihatlah sesosok bayangan kuning
meluncur turun pula, itulah Im yang klam Go Beng-hui, Ciangbunjio
Bu ih pay telah tiba. Di belakangnya mengintil empat
orang muridnya yang paling diandalkan, punggung mereka
menyoreng pedang, semua berdiri tegak dengan sikap serius
dan waspada. Sambil berputar Go Beng-hui angkat tangan memberi
hormat keempat peajuru, serunya lantang:
"Para tuan-tuan malam-malam berkunjung keatas gunung
kita, aku yang rendah terlambat..."
Tak menanti ia bicara habis, terlihat tubuh kecil cebol I bun
Hoat Cukong istana beracun kelihatan bergerak maju,
teriaknya dengan angkuh: "Tay ciang-bun. Tak perlu banyak cerewet, silakan bicara
yang penting saja." Membesi air muka Go Beng-hui, sikapnya dingin
membeku,jengeknya dingin: "Tujuan tuan-tuan..." Li Peklyang ketua dari yu-bing mo-khek mendadak
melompat maju ke hadapan Im-yang-klam, semprotnya
dengan beringas: "Apa perlu ditanyakan lagi maksud kedatangan kita. Kita
hanya menanti saja bagaimana sikap pihak B u-ih-pay kalian
terhadap persoalan di Rawa naga beracun itu."
sikapnya yang congkak dan takabur ini sungguh sangat
menyebalkan dan tengik sekali. Go Beng hui tertawa getir, ujarnya:
"Gamblang sudah bahwa peristiwa kali ini terjadi diatas
gunung kita, betapa juga kita takkan berpeluk tangan mandah
menonton saja " "Sret" Ke empat murid Bu ih-pay serempak mencabut
pedang masing-masing terus berpencar ke empat penjuru,
empat batang pedang mereka berkilau menyilaukan mata
melintang di depan dada, semua siap dan waspada untuk
menghadapi pertempuran besar. Cukong istana beracun I bun Hoat terkekeh keras,
suaranya menusuk telinga dan menyedot sukma, katanya:
"Menurut pendapat aku orang she I bun, lebih baik pihak
Bu ih-pay kalian tidak ikut campur dalam air keruh ini supaya
tidak - - Hehehe Hehe-hehe" beruntun jengek dinginnya ini betul-betul mengandung
ancaman seram dengan nada yang kejam dan sadis.
Menghadapi musuh sekian banyak yang berkepandaian
tinggi sekali, mau tak mau Go Beng hui merasa keder juga.
Tapi sebagai seorang ketua dari satu partai, betapa juga malu
untuk menyesali begitu saja, sekilas ia memberi isyarat
dengan kedipan mata kepada empat muridnya, artinya agar
keempat muridnya jangan sembarangan bergerak lalu dengan
sikap tenang yang dibuat-buat ia tertawa kering, katanya:
"Ha Haha-hahaha jadi tuan-tuan sekalian bermaksud main
tangan ?" Dengan suaranya yang serak dan keras yu bing-khek cu Li
Pek-yang mengancam: "Semua terserah dari ucapan Go ciangbun saja "
Delapan belas Hek-i Tongcu serta para rasul yang tak
terhitung jumlahnya dari yu-bing mo khek- anak buah dari
istana beracun mengenakan pakaian aneh dengan kedok aneh
pula seperti laba-laba diatas kepalanya, serta entah berapa
banyak gembong-gembong silat dari berbagai aliran serentak
merubung maju. Im yang kiam Go Beng hui sudah terkepung dalam barisan
manusia yang berlapis-lapis banyaknya, kalau sedikit ia bicara
kurang hati-hati dan menyinggung perasaan mereka, tak ayal
lagi puluhan atau ratusan kepalan tangan pasti serempak
memberondong kearah dirinya, betapa lihay kepandaian
sendiri seumpama setinggi langit juga takkan mungkin dapat
membela diri atau meloloskan diri dari serangan gabungan
yang dahsyat itu, terang jiwanya bakal melayang secara
konyol. Karena itu sebisanya ia menekan gejolak hatinya dengan
muka rada pucat ia berkata gemetar sambil menelan air liur:
"ini urusan besar dalam dunia persilatan betapa juga harus
dirundingkan masak-masak, mana mungkin tergantung dari
sekejap dua patah kata saja?" Namun cukong istana beracun tak memberi hati. Bentak I
bun Hoat: "Tidak perlu rundingan apa segala, Go Tay-ciang bun,
hayolah kau putuskan sekarang juga."
Go Beng hui menjadi serba salah, saking kewalahan
akhirnya ia membuka kata dengan nada sember:
"Terus terang saja perguruan kita tiada menaruh minat
terhadap buka catatan rahasia yang berada didalam rawa
naga beracun itu" "Ini terhitung kau pandai melihat gelagat"
"Tapi kejadian hari ini justeru terjadi didalam markas besar


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kita yang terlarang, kalau pihak kita tidak unjuk muka apakah
tidak ditertawakan oleh sesama kaum Dan yang terpenting
generasi muda partai kita untuk selanjutnya susah hidup dan
tampil di Kangouw" "Hahahahahahihihihi" Cukong istana beracun I bun Hoat
mengudal gelak tawanya yang menusuk telinga menggetarkan
sukma mengalun tinggi menembus angkasa.
setelah gelak tawanya berhenti, mulutnya lantas
menggerung: "seorang kesatria harus pandai melihat gelagat memutar
haluan menurut arah angin, perguruan Bu-ih-bun kalian kalau
bisa terhindar dari malapetaka kali ini sudah terhitung suatu
keberuntungan besar, masih masih mau mengurus generasi
muda apa segala Go Ciang bun terlalu jauh pandanganmu "
sebagai Ciang-bun-jin dari suatu aliran, tingkah aku atau
tindak tanduk Im-yang-kiam Go Beng hui selalu mewakili
perguruan-nya serta nama dan gengsi Bu-ih-pay, bagaimana
juga ia harus menegakkan kebenaran dan berani menanggung
sebala resiko, maka katanya.: "Ucapan saudara I bun Hoat sukar dapat kusetujui"
Beringas muka I bun Hoat, dengusnya:
"Hah Kenapa?" "Sebagai seorang ciang-bun, sudah selayaknya aku
mengembangkan dan menegakkan keharuman nama dan
gengsi perguruan" I bun Hoat terloroh-loroh sambil menekan perutnya,
matanya yang menyipit hampir terpejam karena tertawa itu.
sekonyong-konyong gelak tawanya lenyap mukanya berubah
bengis dan menjengek dengan ketus. "Cuh mengembangkan apa segala, kentut busuk jangan
kau mimpi" Umumnya kalau dua orang berhadapan saling bermusuhan
karena urusan pribadi masing-masing saling caci maki dan
mencemooh atau menghina lawannya adalah jamak dan biasa,
ini tak terhitung keluar batas. Tapi adalah lain kalau kedua belah pihak berhadapan
secara masa membawa nama baik perguruan atau golongan,
umpat caci atau makian yang menghina secara umum di muka
sekian banyak orang belum pernah terjadi, sehingga para
gembong-gembong silat yang biasanya berlaku ganas itu juga
tercengang dan melenggong mendengar kata-kata I bun
Hoat yang terlalu mengandung nada kasar itu.
seumpama seorang tanah liat, betapa juga Go Beng hui
punya perasaan, seketika pucat pasi selembar mukanya,
bibirnya sampai biru, seluruh badan gemetar saking gusar,
serunya: " I bun Hoat Kau..." "Coba kau tanya dirimu sendiri, bagaimana kalau kalian
dibanding kekuatan dan kebesaran pihak Go bipay "
demikian semprot I bun Hoat. Giok liong yang sejak tadi sembunyi dan mengintip menjadi
gusar bukan main, rasanya nadi dan jalan darahnya menjadi
melembung dan tangan juga gatal ingin rasany segera
menerjang keluar merangsak I bun Hoat si manusia laknat
itu. satu pihak karena merasa sebal dan gemas melihat tingkah
polahnya yang congkak dan takabur itu, lain pihak karena
pencucian bersih diatas gunung Go b i san itu oleh pihak
istana beracun sehingga dirinyalah yang terkena getahnya
dicap sebagai durjana yang menumpas habis seluruh Go
bipay- sungguh penasaran. Akan tetapi, demi mematuhi larangan gurunya, terpaksa ia
harus menelan keinginannya bulat-bulat, dengan menahan
sabar ia mandah menonton dan melihat perkembangan
selanjutnya. saat mana Im yang-kiam Go Beng bui memutar tubuh
memandang ke empat penjuru lalu katanya dengan
Bentrok Para Pendekar 14 Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Bentrok Rimba Persilatan 20
^