Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 5

Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Bagian 5


beranggapan ruyung ini bisa mempengaruhi nama baiknya, ke-napa beliau meminta aku melindungi ruyung ini dengan segenap jiwa raga" Konon ruyung ini menyangkut sejumlah mestika yang menggetarkan hati setiap orang persilatan, aku harus waspada, dan jangan sampai kena ditipu bajingan ini
Berpikir demikian, ia lantas berkata, "Aku berhutang budi setinggi bukit kepada Suhu, setelah ia menghadiahkan ruyung kepadaku berarti segala akibatnya telah diperhitungkannya, jika seperti apa yang kau ucapkan, ruyung ini menyangkut urusan guruku, maka sekalipun harus menyeberangi lautan api akan kutanggung segalanya, tapi kalau menyu-ruh kuserahkan ruyung ini kepada orang lain, tak mungkin kulakukan."
Seng-gwat-kiam Oh Kay-thian tidak terpengaruh oleh perkataan itu, katanya lagi sambil tertawa, "Baiklah, kalau kau tidak percaya akupun tak bi-sa berbuat apa-apa, aku tak ingin mengganggu le-bih lanjut, semoga saja ruyung itu bisa kau
simpan baik-baik dan jangan biarkan orang persilatan me-ngetahui hal ini, kalau tidak, bencana besar pasti berada di ambang pintu. Nah, mohon diri dulu."
Habis berkata Oh Kay-thian memutar tubuh dan berlalu dari situ, sekejap saja ia telah lenyap di balik remang pagi.
Tindakan Oh Kay-thian yang pergi tanpa me-lakukan sesuatu tindakan membuat tertegun Bok Ji-sia dan Tong Yong-ling.
Terbayang kembali apa yang dialaminya selama beberapa bulan ini, sungguh seperti mimpi saja, ter-utama
perjumpaannya dengan Oh Kay-thian hari ini, ucapan serta tingkahnya menimbulkan macam-macam pikiran dalam
benaknya. Padahal, mereka tidak tahu sebabnya Oh Kay-thian tidak turun tangan keji kepada mereka hari ini adalah karena ilmu jahat yang sedang dilatih-nya belakang ini belum mencapai kesempurnaan. Selain itu, dia tak pandang sebelah mata kepa-da Bok Ji-sia, ia yakin ruyung emas Jian-kim-si-hun-pian akhirnya akan jatuh ke tangannya, maka ia tidak melakukan tindakan apa-apa hari ini.
Tong Yong-ling menghela napas memecahkan pergolakan pikiran Ji-sia, ujarnya, "Bok-siangkong, tak perlu kita pikir lagi, mari berangkat ke ba-ngunan itu."
Ji-sia menghela napas sedih, gumamnya, "Du-nia persilatan memang arena adu kelicikan dan ke-pandaian, semua hal sukar untuk diduga."
Setelah menghela uapas, kedua orang itu me-ngerahkan ilmu meringankan tubuh dan cepat ber-angkat ke bangunan aneh di barat-daya itu. Tak lama kemudian, Ji-sia berdua tiba di tem-pat tujuan, tapi apa yang terlihat membuat mereka tertegun.
Ternyata berpuluh orang jago persilatan dari empat penjuru telah berkumpul di situ. Apalagi setelah menyaksikan kawanan jago yang berada di sekeliling tempat itu, dadanya
serasa dipukul oleh martil, bukan karena takut kepada kawanan jago itu, tapi ia bergidik atas bahayanya dunia persilatan serta cepatnya berita itu tersiar.
Di sebelah barat, tampak rombongan Thian-seng-po
dipimpin langsung oleh Thian-seng-kiam Oh Ku-gwat, ia berdiri didampingi Im-hong-siu (kakek angin dingin) Kui Kok-hou, Mo-in-jiu (tangan sakti peraba awan) Kok Siau-thian, juga si kakek berwajah seram dan sekawanan laki-laki berbaju ringkas.
Di sebelah selatan, tampak rombongan Kiam-hong-ceng yang dipimpin oleh Huan-in-kiam Lam-kiong Giok didampingi Bu-sian Gisu Kwanliong Ciong-leng, Hek-to-su-koay beserta kedua puluh empat laki-laki dari Kiam-hong-ceng serta kawanan jago golongan hitam anak buah keempat manusia aneh itu.
Di sebelah timur, tampak sekawanan jago per-silatan yang terdiri dari aneka macam manusia, ada jago dari golongan putih ada pula jago-jago dari Bu-lim-su-toa-to, tapi pimpinan keempat pulau be-sar sendiri tak nampak batang hidungnya.
Kawanan jago persilatan itu biasanya sangat jarang bertemu satu sama lain, masing-masing pun menjagoi daerahnya sendiri-sendiri, mereka berkum-pul semua di sini sekarang, tapi tak seorang pun di antara mereka yang berbicara.
Dangan langkah perlahan Ji-sia dan Yong-ling maju ke depan melalui arah selatan di mana ka-wanan jago Kiam-hong-ceng berada.
Melihat kemunculan kedua orang ini, Huan-in-kiam
Lamkiong Giok terbahak-bahak, "Hahaha, saudara Bok, nona Tong, rupanya kalian juga ikut meramaikan suasana di sini"
Hahaha, sungguh tak terduga! Sungguh tak terduga semua orang akan menghadiri pertemuan besar ini."
Oh Ku-gwat dari Thian-seng-po merasa terke-jut setelah menyaksikan kemunculan muda-mudi itu, tapi dia adalah
seorang yang licin, sambil tertawa katanya, "Bok-siauhiap, nona Tong, sejak kapan kalian datang kemari" Hahaha, kalian benar-benar memiliki kepandaian yang luar biasa, sungguh mem-buat orang kagum."
Selapis hawa membunuh segera menyelimuti wajah Bok Jisia berdua begitu berjumpa dengan Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat
"Oh Ku-gwat," kata Ji-sia dengan geram, "se-bentar kalian akan tahu bahwa pembalasan keji segera akan tiba, sekarang kuberi kesempatan lagi kepadamu untuk hidup beberapa waktu lagi."
Oh Ku-gwat tersenyum, katanya "Bok-siau-hiap, kita adalah sahabat lama, masa baru berte-mu lagi sudah kau lontarkan kata-kata tak sedap seperti itu?"
Betapa senangnya Lamkiong Giok demi mengetahui kedua orang itu mempunyai perselisihan dengan pihak Thian-seng-po, pikirnya, "Tampaknya kedua orang tenaga pembantu yang berharga ini akan menjadi milikku, hahaha, kalau begitu, posisiku hari ini jelas akan mengalami perubahan".."
Berpikir demikian, ia lantas menghampiri anak muda itu, sambil menjura dan tertawa katanya: "Saudara Bok, bila kalian berdua bersedia membantu kami, ucapan semalam pasti akan kami laksanakan menurut janji!"
Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat terkesiap mellhat Lamkiong Giok menarik kedua orang itu ke pihak-nya, ia tahu kelihaian kedua orang muda mudi itu, jika sampai berpihak kepada lawan, itu berarti pi-hak sendiri akan terancam.
Cepat ia tertawa, serunya, "Lamkiong Giok, sekalipun kau peroleh bantuan mereka berdua juga percuma, ketahuilah Thian-seng-po letaknya hanya beberapa jengkal dari sini, sebagian besar jago kamipun belum dikirim kemari, hahaha, kalian orang Kiam-hong-ceng sudah ditakdirkan akan tertumpas hari ini."
Yang dikuatirkan Lamkiong Giok selama ini justeru letak Thian-seng-po yang dekat dari situ, kalau tidak, posisinya sekarang jelas sudah lebih unggul dari pihak mana pun.
Sekalipun terkesiap di dalam hati, tapi dasar licin, ia tidak memperlihatkannya, sambil tertawa katanya, "Ah, cepat atau lambat pertarungan seru akan terjadi juga antara Thian-seng-po dengan Kiam-hong-ceng."
"Tak kusangka di wilayah kekuasaan Thian-seng-po ada orang yang berani demikian takabur. Hm, tidakkah orang Kiam-hong-ceng terlampau jumawa?" ujar Oh Ku-gwat dengan tersenyum.
Tok-sim Siu-su Bu Yang-hong tertawa dingin, sindirnya tiba-tiba, "Memangnya tanah pekuburan umum ini adalah tempat khusus untuk mengubur orang-orang Thian-seng-po."
"Bu Yan-hong!" kakek di belakang Oh Ku-gwat berseru dengan suara yang menyeramkan, "bila kalian ingin terkubur di sini, dengan senang hati orang Thian-seng-po akan mengalah untukmu."
Mendadak dari luar halaman berkumandang suara gelak tertawa macam gembreng pecah yang keras, menyusul
sesosok bayangan bagaikan setan gentayangan bergerak datang dari arah timur.
Orang itu berperawakan tubuh tinggi besar de-ngan dada yang bidang dan pinggang yang kasar, rambutnya terurai sepanjang bahu terikat dengan sebuah gelang emas,
wajahnya bercambang hingga terbentuk kuncir-kuncir kecil, ditambah matanya besar dan mulutnya lebar hingga kelihatan angker dan mengerikan.
Rombongan orang di sebelah timur yang se-mula terkulai lemas segera bersemangat kembali se-telah kemunculan orang ini, sebaliknya air muka rombongan Lamkiong Giok dan Oh Ku-gwat sa-ma-sama berubah hebat. Sambil tertawa Busian Gisu Kwanliong Ciong-leng segera memberi hormat
kepada orang itu sam-bil berseru, "Saudara In, baik-baikkah selama ini" Masa dari pihak keempat pulau besar hanya kau saja yang datang?"
Ternyata manusia aneh yang bertubuh kekar ini tak lain adalah salah satu di antara keempat pemilik pulau terbesar yang termashur di dunia per-silatan, Cian-ciau-tocu, Ciu-siu-thi-say (singa baja bercambang) In Ceng-bu adanya.
Cian-ciau Tocu, Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu de-ngan matanya yang besar dan memancarkan sinar tajam
memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian sambil tertawa katanya, "Ada apa" Jadi kalian menyambut dengan hormat kedatanganku" Hahaha, saudara Kwanliong,
perhitunganmu jangan cuma mau untung sendiri, walaupun dari empat pulau besar hanya diriku seorang yang datang, ini saja sudah lebih dari cukup."
Sejak tadi Bok Ji-sia sudah tak sabar mende-ngarkan pembicaraan yang tiada hentinya itu, ka-tanya segera, "Nona Tong, mari kita ke sana!"
Dengan langkah lebar pemuda itu berjalan masuk ke
bangunan yang kuil bukan kuil itu, ter-nyata di dalam adalah sebuah kuburan kuno yang terbuat dari batu hijau.
Ketika Lamkiong Giok melihat Bok Ji-sia ma-suk ke situ, tiba-tiba ia memberi komando, "Bok-siauhiap sudah tak sabar menunggu, ayo lekas ka-lian turun tangan membongkar kuburan itu!"
Empat orang laki-laki berbaju hitam segera muncul dengan membawa alat cangkul, dengan en-teng mereka berkelebat menuju ke ruang dalam"..
Ciu-siu-thi-say adalah seorang laki-laki kasar yang tinggi hati, ketika dilihatnya Bok Ji-sia bersikap angkuh dan tak pandaag sebelah mata ke-padanya, bahkan masuk ke ruang tengah tanpa menggubris yang lain, dengan gusar segera mem-bentak, "Bocah cilik, besar amat nyalimu, ayo ber-henti!"
Tubuhnya yang tinggi besar itu secepat kilat menerjang ke belakang Bok Ji-sia"..
Terhadap tubrukan tersebut, Ji-sia sama sekali tak peduli, ia tunggu Ciu-siu-thi-say sudah dekat di belakang baru membentak, "Mundur kau!"
Dengan, suatu gerakan indah ia memutar tubuh sambil melancarkan bacokan dengan tangan kanan?"
Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu sudah terbiasa meng-umbar kebengisannya, hakikatnya ia tak pandang sebelah mata terhadap Ji-sia, maka sama sekali ti-ada persiapan dalam serangannya.
Ketika dirasakan ada sesuatu tak beres dari serangan lawan, keadaan sudah terlambat, seketika tubuhnya yang tinggi besar termakan oleh pukulan yang maha dahsyat itu, kontan ia tergetar mundur tujuh delapan langkah. Belum pernah Ciu-siu-thi-say dipecundangi orang di muka umum, apalagi dipaksa mundur oleh se-orang pemuda tak ternama, meski hal ini disebab-kan kurang waspada, tapi karena malu dan gusarnya gembong iblis itu segera membentak, sambil melompat ke muka, telapak tangan kanannya segera
melancarkan bacokan"..
Tiba-tiba bergema empat kali jeritan ngeri. Kiranya pada waktu keempat orang berbaju hitam dan Kiam-hong-ceng hendak mencangkul batu nisan kuburan, mendadak
terhembus keluar segulung angin pukulan berhawa dingin yang sangat aneh, keempat orang itu terpental keluar dari ruang tengah, bah-kan menghancurkan tulang dada mereka, darah berhamburan, kematiannya sangat mengerikan sekali.
Kejadian mendadak ini mengejutkan kawanan jago lainnya, serentak mereka mengerubung ke de-pan. Tapi di sana hanya terdapat sebuah kuburan kuno yang amat besar, tidak tampak tempat sem-bunyi lain.
Lamkiong Giok berkerut dahi, serunya, "Jago lihai
darimanakah yang bersembunyi di situ dan me-lukai orang, kenapa tidak unjukkan dirimu?"
Kawanan jago yang berkumpul tak ada yang menyangka angin pukulan aneh tersebut memang berasal dari dalam kuburan itu. Ketika bentakan Lamkiong Giok reda, suasana dalam ruangan masih tetap hening".
Puluhan pasang sinar mata tajam dari kawan-an jago persilatan itu sama-sama berpindah ke se-keliling ruang tengah, tapi di sana tiada suatu tem-pat pun yang bisa digunakan orang untuk bersem-bunyi, malah ruangannya kosong, tak tampak se-sosok bayangan pun.
Sambil tertawa dingin Lamkiong Giok kembali membentak,
"Kalau kau adalah manusia yang pu-nya kepala dan muka, seharusnya tampilkan diri-mu, buat apa main sembunyi sambil melukai orang?"
Suasana dalam ruangan masih tetap hening dan
menyeramkan. Tampaknya kemarahan, Lamkiong Giok sukar dibendung lagi, tapi dasar wataknya licik, tak per-nah perasaan tersebut ia ungkapkan, mendadak pe-rintahnya kepada anak buahnya, "Kirim empat orang lagi untuk membongkar kuburan itu!"
Keempat orang segera tampil ke depan dan mengambil alih alat cangkul dari tangan keempat rekannya yang telah tewas, kemudian pelahan me-reka naik ke atas undak-undakan batu dan masuk ke ruang tengah yang mengerikan itu. Sekalipun sikap keempat orang itu menampil-kan keberanian,
sesungguhnya dalam hati mereka tercekam pula oleh
perasaan ngeri, tapi peraturan Kiam-hong-ceng sangat keras, hal mana membuat mereka mau-tak-mau harus melaksanakan perintah.
Dalam pada itu, kawanan jago persilatan yang berkumpul di luar ruangan telah membentangkan mata lebar-lebar,
mereka awasi gerak-gerik keempat orang yang memasuki ruangan dan berhenti di de-pan kuburan tersebut, namun suasana di sana tetap hening, tak terdengar sedikit, suara pun.
Mendadak dua orang mengangkat martil besar dan
dihantamkan pada batu nisan kuburan"..
Pada saat martil hampir menghantam di atas batu nisan itulah, mendadak terdengar lagi empat kali jeritan ngeri.
Keempat laki-laki kekar yang berdiri di depan batu nisan itu mencelat keluar ruangan. Suasana menjadi gempar, kawanan jago per-silatan yang berkerumun serentak menyingkir.
"Brak! Brak!" seperti juga keempat orang tadi keempat orang ini menemui nasib yang sama dan tewas secara mengerikan?"
Peristiwa ini membuat kaget kawanan jago persilatan lainnya, sebab kematian keempat orang ini persis seperti keempat korban pertama, padahal semua orang telah
memperhatikan darimana arah da-tangnya serangan itu, tapi nyatanya tidak seorang pun yang tahu.
Pada hakikatnya serangan itu berhhembus datang tanpa bersuara, yang lebih mengerikan lagi adalah waktu, tempat, kekuatan serta ketepatan sasarannya tak berbeda sedikitpun dengan kematian yang me-nimpa keempat orang pertama tadi. Dari sini terbuktilah betapa tinggi dan lihainya ilmu silat orang itu, sudah barang tentu kawanan iblis dan jago silat yang hadir dapat merasakan pula.
Tiba-tiba Lamkiong Giok mendapat akal, sam-bil tertawa katanya, "Tadi kita masih saling mem-perebutkan pusaka Hian-ki-hian-cing, sekarang kita tak perlu saling berebut lagi, asal ada seorang di antara kita dapat menghancurkan batu nisan ini, maka mestika itu akan menjadi bagiannya, yang lain tidak diperkenankan merebutnya, entah bagai-mana pendapat kalian semua?"
"Hahaha, usul yaog bagus!" seru Oh Ku-gwat dengan
tergelak, "ucapan Lamkiong-lote memang cocok dengan suara hatiku!"
"Untuk mendapatkan harta pusaka Hian-ki-hian-cing, kurasa saudara semua pasti ingin cepat-cepat turun tangan bukan" Nah, demi kepentingan umum dan untuk menghindari perebutan yang tak berguna, pihakku bersedia mengalah lebih dahulu."
"Lamkiong-lote" kata Oh Ku-gwat sambil tersenyum, "sedari kapan kau begitu sungkan" Kami terhitung tuan rumah di sini, sudah sepantasnya aku yang mengalah kepada kalian, kupikir lebih baik kalian saja menikmati hak untuk turun tangan le-bih dahulu!"
Sebagaimana diketahui, kawanan manusia per-silatan itu rata-rata adalah berhati licik yang berkumpul dari pelbagai daerah, setiap orang bertekad mendapatkan mestika tersebut, tentu saja tak ada yang rela membiarkan orang lain turun tangan duluan. Tapi setelah menyaksikan kematian kedelapan orang Kiam-hong-ceng, dalam hati mereka mulai menduga bahwa isi kuburan jangan-jangan sudah didapatkan orang lain lebih dulu.
Lamkiong Giok yang licik dan memang mu-suh bebuyutan Thian-seng-po segera mendapat akal untuk meminjam
kekuatan manusia aneh itu untuk menumpas lawan-lawannya, habis ini baru ia akan turun tangan untuk membereskan yang lain.
Berpikir demikian, dengan tertawa dingin Lam-kiong Giok lantas berkata, "Oh Ku-gwat, jangan menyesal nanti, memangnya kau kira aku tak mampu membobol kuburan itu?"
Baru habis perkataannya, tiba-tiba terdengar lagi
serentetan jeritan ngeri. Delapan sosok mayat kembali terlempar keluar dari dalam. Kiranya pada waktu mereka sedang berbicara orang Bu-lim-su-toa-to bermaksud
menghancurkan kuburan itu, tapi alhasil mereka pun menemui kematian secara mengerikan.
Peristiwa ini semakin mengejutkan orang, se-bab kali ini ada delapan orang yang maju bersama tapi baru mendekati batu nisan mereka telah tewas secara aneh, bahkan kalau dilihat tanda kematian mereka ternyata berbeda dengan kedelapan orang Kiam-hong-ceng. Tubuh mereka sama sekali tidak berluka, hidung dan mulut pun tak berdarah, hanya wajah mayat itu berwarna pucat pasi.
Ji-sia dan Yong-ling tak kenal apa artinya ta-kut, tidak urung kali ini mereka pun terkesiap oleh kelihaian orang.
"Bok-siangkong," kata Yong-ling, "apakah hhembusan angin pukulan yang aneh itu berasal dari da-lam kuburan?"
Ji-sia berpikir sebentar, kemudian sahutnya, "Kukira mestika dalam kuburan itu telah diambil orang, kalau tidak, masakah ada yang memiliki ilmu silat setinggi itu?"
"Bok-siangkong, maksudmu ilmu silat orang dalam kuburan itu sudah melebihi jago kelas satu mana pun di kolong langit?"
"Belum tentu demikian"." Ji-sia geleng ke-pala berulang kali.
Sebenarnya ia hendak mengatakan bahwa kung-fu Oh Kay-gak dapat menangkan ilmu silat orang dalam kuburan itu, tapi di antara kerumunan jago silat yang begitu banyak, ia menjadi waspada dan urung bicara.
Cian-ciau Tocu, Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu yang kena dipukul mundur beberapa langkah oleh Ji-sia tadi, hingga kini masih mendongkol, maka ketika mendengar perkataan
tersebut, diliriknya sekejap anak muda itu dengan pandangan dingin, kemudian sindirnya, "Entah jagoan dari manakah saudara itu, sungguh luas pengetahuanmu, maaf jika aku bersi-kap kurang hormat."
Bwe-hoa-sian-kiam Tong Yong-ling meliriknya, lalu
mendengus, "Huh, padi sebukit tak bisa menindih mampus seekor tikus, sekalipun tubuhnya segede kerbau ta-pi otaknya bebal, apa gunanya"..?" ia memaki.
Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu adalah seorang Tocu kenamaan di dunia persilatan, tentu saja ia tak ta-han mendengar dampratan Tong Yong-ling itu, sambil meraung keras mendadak ia melancarkan puku-lan kosong dari kejauhan.
Sungguh amat tepat pukulannya itu, segulung angin dahsyat langsung menghantam tubuh Tong Yong-ling.
Dari desing yang menyambar datang, Yong-ling tahu
pukulan itu berkekuatan sangat besar, baru saja ia hendak berkelit, tiba- tiba Ji-sia mem-bentak keras, "Hm, mentang-mentag seorang laki-laki, beraninya cuma main sergap terhadap seorang peren puan, tak tahu malu?"
Dengan tangan kiri ia menarik lengan Tong Yong-ling, sambil bergeser ke samping, telapak ta-ngan kanannya melepaskan pukulan balasan. Semenjak memperoleh warisan tenaga Oh Kay-gak, tenaga dalam Bok Ji-sia kian hari kian ber-tambah maju, serangan itu membentur pukulan In Ceng-bu. Ketika kedua gulung tenaga pukulan yang kuat itu bertemu, timbul pusaran angin yang menerbang-kan debu pasir.
Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu mendengus, ia ter-getar mundur tiga langkah, sementara Ji-sia masih berdiri tegak di tempat semula. Adegan ini amat mengejutkan kawanan jago
persilatan yang hadir, air mnka mereka berubah he-bat.
Kalau tadi In Ceng-bu terpukul mundur ka-rena kurang waspada, maka mundurnya kali ini akibat adu kekuatan, dari sini menunjukkan bahwa tenaga pukulannya masih kalah bila dibandingkan dengan Ji-sia.
Perlu diterangkan, bahwasanya In Ceng-bu ter-sohor dalam dunia persilatan karena pukulannya yang tangguh, tapi
sekarang ia dipaksa mundur pukulan Ji-sia yang dilepaskan seenaknya, siapa yang tidak terkejut dibuatnya"
Lamkiong Giok berkerut kening dan memandang awan di angkasa, seakan-akan sedang memikirkan sesuatu.
Betapa hangat dan mesranya perasaan Yong-ling melihat pemuda itu melindunginya, lebih ter-getar lagi hatinya ketika lengan kanannya ditarik, coba kalau di situ tidak banyak orang, tentu ia su-dah menjatuhkan diri ke dalam pelukan Jisia.
Tok-sim Siu-su Bu Yan-hong dari Hek-to-su-koay sangat dendam kepada Ji-sia, kalau bisa dia ingin menggunakan tenaga orang banyak untuk membinasakannya, ketika
dilihatnya In Ceng-bu mengunjuk rasa jeri kepada pemuda tersebut, tiba-tiba ia melirik dan menyindir, "Saudara In, kulihat tenaga pukulanmu kian lama kian bertambah
sempurna, sungguh mengagumkan sekali!"
Orang ini memang berakal busuk, ketika di-ketahui
kawanan jago yang hadir sama bermusuhan, tampaknya pertarungan sengit sukar terelakkan, maka dicarilah akal untuk mengobarkan api per-tarungan, agar orang lain bertempur dulu sampai lelah, kemudian dengan kekuatan sendiri yang ma-sih segar, berusaha merebut kemenangan terakhir.
Waktu itu Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu sedang gusar dan tak ada tempat penyaluran, mendengar ucapan Bu Yan-hong, dianggapnya orang sedang menyindirnya, kontan ia naik darah, ?"Persoalannya dengan orang she In pasti akan kubikin beres nanti," katanya dengan geram, "tapi cara saudara Bu bicara sungguh membuat orang tak tahan, ayolah unjukkan kebolehanmu, dengan taruhan nyawa pasti akan kuiringimu."
Thian-kang kiam Oh Ku-gwat melihat ada kesempatan baik dan segera memanfaatkannya, da-sar licik, melihat dua jago lihai itu bercekcok, ce-pat-cepat ia menimbrung, "Kalau kalian
berdua ingin berkelahi, cepatlah dilangsungkan, kuyakin perta-rungan isi pasti suatu pertunjukan yang mena-rik?"
"Mana, mana," Tok-sim Siu-su Bu Yan-hong ter-senyum,
"sekalipun saudara Oh berusaha menyiram minyak untuk mengobarkan api amarah juga per-cuma, tak nanti kau menjadi nelayan yang mujur."
Muak rasa hati Ji-sia menyaksikan kelicikan orang-orang itu, maka setelah memukul mundur In Ceng-bu, ia berpaling ke arah lain dan tak sudi memperhatikan orang-orang itu lagi.
Tiba-tiba Lamkiong Giok berseru lantang, "Se-karang lebih baik kalian jangan terlibat dalam per-sengketaan pribadi, selesaikan dulu masalah besar di depan mata, kemudian baru menyelesaikan ma-salah budi dan dendam."
"Lamkiong Giok, masalah besar apa yang kau
-maksudkan?" tanya Tong Yong-ling lantang.
"Nona Tong, saudara Bok, kalian tentu tahu bahwa kungfu orang dalam kuburan itu lihai se-kali, kemungkinan besar kitab pusaka Tay-khek-hian-ki-hian-ceng serta pil mestika Ji-khi-kun-goan-sin-wan telah ditemukan orang itu. Jika manusia ini dibiarkan muncul ke dunia persilatan, sudah pasti kita akan mengalami banyak rintangan. Me-nurut dugaanku, orang itu pasti sedang berlatih suatu macam ilmu, mumpung ada kesempatan baik, mari kita beramai-ramai melenyapkan orang ini daripada meninggalkan bibit bencana di kemudian hari."
Ji-sia sangat tidak setuju dengan usulnya yang keji dan jahat itu, pikirnya, "Mestika hanya dibe-rikan bagi mereka yang berjodoh, kalau memang mestika tersebut telah didapatkan orang itu lebih dulu, tidak sepantasnya kita merintangi pertapaan orang, apalagi melenyapkan orang tersebut"."
Bu-sian Gisu Kwanliong Ciong-leng terperanjat juga atas terjadinya perubahan yang tak terduga ini, betapa cerdiknya tak dapat menebak siapakah orang yang mujur tersebut"
Pada dasarnya ia memang seorang manusia li-cik, bergelak tertawalah dia, katanya, "Saudara-saudara sekalian, apa yang diucapkan saudara Lam-kiong memang benar, kedatangan kita sebenarnya adalah untuk mendapatkan kitab Hian-ki-hian-ceng, tapi sekarang telah ditemukan orang, terbukti ilmu silatnya memang tinggi dan tindak tanduknya ke-jam, siapa yang berani menjamin bahwa orang ini tak akan menekan kita di kemudian hari" Maka satu-satunya cara yang paling baik sekarang adalah harus kita bekerja sama untuk melenyapkan orang dalam kuburan ini dari muka bumi."
Oh Ku-gwat tersenyum, tiba-tiba ia bertanya, "Apa yang diucapkan saudara Kwanliong memang benar, tapi
bersediakah semua orang bekerja sama?"
Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang dari Hek-to-su-koay tertawa terkekeh-kekeh, "Hehehe, paling-paling yang tak sudi bekerja sama adalah komplotan dari Thian-seng-po. Hm, terus terang, jika kalian enggan bekerja sama guna menghancurkan kuburan ini, maka pusaka yang akan diperoleh tiada bagian lagi untuk kalian."
"Mana, mana!" Oh Ku-gwat tertawa, "perselisihan antara Thian-seng-po dan Kiam-hong-ceng disebabkan oleh urusan adikku Oh Kay-gak, dengan diriku sendiri sama sekali tiada sangkut paut apa-pun, kalau Lamkiong-siauya mau bekerja sama de-nganku, sudah barang tentu pucuk dicinta ulam ti-ba bagiku."
Selesai berkata Oh Ku-gwat memimpin orang-orang Thian-seng-po segera bergerak dari sisi kiri menuju ke ruang tengah.
Lamkiong Giok, Hek-to-su-koay dan Bu-sian Gisu sekalian orang-orang dari Kiam-hong-ceng pun dari sebelah kanan mendekati ruang itu. Sementara Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu beserta sekalian anggota Su-toa-to dan jago persilatan tanpa kelompok bergerak dari arah tengah.
Dalam waktu singkat, segenap jago yang hadir telah bergerak maju mendekati kuburan kuno di te-ngah ruangan,
suasana menjadi tegang, hanya Ji-sia dan Yong-ling berdua masih tetap berdiri di tempatnya semula.
Sekejap kemudian semua orang sudah naik anak tangga batu dan berhenti lebih kurang tiga tombak di depan kuburan kuno itu. Tampaknya semua orang masih merasa jeri terhadap ilmu silat manusia aneh dalam kuburan, semua orang tak ingin turun tangan secara gegabah dan menjadi pembuka jalan bagi rekan-rekannya.
Dengan suara lantang Lamkionig Giok berseru ke arah kuburan kuno itu, "Siapakah yang berada di dalam kuburan"
Bila tak mau unjuk diri lagi, jangan salahkan kami yang hendak menghancurkan kuburan ini."
Suasana tetap hening, dari balik kuburan ku-no itu belum juga kedengaran suara apapun. Mendadak Lamkiong Giok mengayun tangan kanan dan melepaskan pukulan dari jarak jauh. Segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat sege-ra menerjang ke arah batu nisan. Baru saja angin pukulan yang dahsyat itu hendak menghantam batu nisan, mendadak Lamkiong Giok melompat ke samping.
Pada saat itulah dua orang laki-laki berbaju hitam yang berdiri di belakang Lamkiong Giok sa-ma menjerit dan roboh binasa"..
Kejadian ini disambut dengan gempar oleh kawanan jago persilatan yang berada di sekeliling ruangan itu, dalam keadaan kacau serentak mereka mengundurkan diri dari sana.
Lamkiong Giok melirik sekejap kedua sosok mayat yang menggeletak di tanah itu, pikirnya, "Sungguh berbahaya!"
Kiranya sewaktu pukulannya hampir menghan-tam pada batu nisan tadi, mendadak terasa ada desing angin yang sangat kuat menhembusi telapak tangannya. Sebagai seorang yang cerdik, buru-buru ia menghindar ke samping sementara kedua orang anak buahnya harus berkorban sebagai tumbal.
Sekalipun diam-diam ia terkejut oleh kehebat-an ilmu silat orang, tapi hawa amarah yang ber-kobar pun tak
terkendalikan, sambil tertawa dingin, sekali lagi ia melepaskan pukulan dahsyat ke arah batu nisan. Kali ini bukan cuma dia seorang yang melancar-kan serangan, hampir bersamaan waktunya Hek-to-su-koay, Ciu-siu-thi-say, Oh Ku-gwat, Im-hong-siu dan Me-in-jiu belasan orang sekaligus ikut melepas-kan pukulan dahsyat ke arah batu nisan yang be-sar itu.
Sungguh hebat tenaga gabungan orang banyak itu, angin pukulan yang dahsyat serentak menggu-lung ke depan dan menghantam batu nisan.
"Brang!" batu nisan itu hancur berkeping-keping. Pada saat itulah dari balik kuburan tiba-tiba berkumandang suara tertawa seram menggidikkan, suara itu seperti suara perempuan tua yang me-nangis, seperti juga jerit monyet yang memilukan hati?".
Setelah jeritan aneh tadi sirap, suasana pulih kembali dalam keheningan. Kini batu nisan telah hancur, keadaan dalam kuburan itu tampak remang gelap, sekalipun pada pagi hari, tetap sukar melihat keadaan dalam liang kubur itu. Tiba-tiba terdengar bentakan keras, serentak kawanan jago persilatan itu berebut melompat ma-suk ke dalam liang kubur itu".
Tapi menyusul serentetan jeritan ngeri lantas bergema.
Puluhan jago persilatan yang berada paling de-pan, seperti daun kering yang terhhembus angin mu-sim gugur, satu persatu rontok ke atas tanah.
Perubahan mendadak di luar dugaan ini se-ketika membuat kawanan jago persilatan yang lain menjadi tertegun dan berdiri terbelalak. Suasana di ruangan itu seakan-akan menjadi beku, tegang dan berat, seperti ada sehelai jaring tak berwujud pelahan menyelimuti sekeliling tem-pat itu, wajah
semua orang sama mengejang dan kaku oleh karena rasa ngeri yang kelewat batas.
Lamkiong Giok masih berdiri sekukuh bukit karang,
sekalipun kaget dan ngeri oleh kejadian aneh tersebut, tapi pengalaman serta latihannya yang dilakukan setiap hari, membuat wajahnya tetap te-nang.
"Wahai jago lihai dalam kuburan, mengapa tidak
menampilkan dirimu?" bentak Oh Ku-gwat, "jika kau lukai orang dari tempat kegelapan dan tidak bersuara lagi, jangan menyesal jika kami tidak sungkan-sungkan lagi."
Suasana dalam kuburan masih tetap hening, hal mana segera membangkitkan kemarahan orang banyak, sambil membentak bayangan manu-sia berkelebat lewat"..
Puluhan sosok bayangan itu bersama-sama melompat ke arah kuburan, tapi sebelum mereka sem-pat melancarkan serangan, mendadak dari balik ku-buran kembali berhhembus keluar segulung angin di-ngin yang menusuk tulang.
Serentetan jeritan menyayat hati kembali ber-kumandang.
Dua puluhan orang segera mengeletak mati.
Ji-sia maupun Yong-ling yang berada di luar ruangan dapat menyaksikan kejadian tersebut, di-am-diam mereka pun ngeri, sebab ilmu silat orang itu betul-betul luar biasa. Terdorong oleh rasa ingin tahu, kedua orang itu ikut melompat ke atas undakan batu dan ber-diri diantara kerumunan manusia.
Sampai waktu itu, sudah ada lima puluhan orang yang tewas di bawah serangan angin dingin tersebut, korban terdiri dari orang yang berasal da-ri ketiga kelompok.
Tiba-tiba dari balik kuburan berkumandang serentetan suara perempuan yang dingin, "Pusaka Hian-ki-hian-cing serta pil Ji-khi-kun goan-sin-wan telah kudapatkan dua tahun yang lalu, bila kalian menghancurkan kuburan ini, maka semua orang yang hadir di sini jangan harap akan bisa pulang dengan hidup."
Semua orang tidak menyangka manusia aneh penghuni
kuburan adalah seorang perempuan, tapi ketakaburan perempuan itu segera membangkitkan kemarahan kawanan jago itu.
Lamkiong Giok segera tertawa dingin, katanya, "Sudah banyak orang yang kau bunuh, utang da-rah ini tak bisa diputuskan dengan begitu saja. Hmm, hari ini kami harus membinasakan dirimu di dalam kuburan ini."
Perempuan dalam kuburan itu sama sekali tak bersuara, suasana kembali hening.
"Hei, apakah kau malu bertemu dengan ma-nusia?"
Lamkiong Giok menjengek pula, "kalau ti-dak, kenapa tidak berani unjukkan dirimu agar kami bisa melihat apakah kau berkepala tiga dan ber-tangan enam?"
Jilid 7 Tok-sim-siusu Bu Yan-hong yang licik tertawa seram dan menimbrung, "Saudara Lamkiong, dugaanmu memang benar, mungkin perempuan itu te-lanjang bulat, maka tak berani menampakkan diri."
Mendengar ucapan tersebut, kontan semua orang bergelak tertawa.
Singa baja bercambang In Ceng-bu dengan suaranya bagai gembrengan pecah ikut menimbrung, "Tok sim-siusu,
ucapanmu terlampau keji, bila ia menampakkan diri nanti, yang pertama dicari pasti kau!"
Bu Yan-hong bergelak tertawa "Hahaha, jika apa yang In-heng katakan benar, pasti akan kuajak perempuan setengah manusia setengah setan itu un-tuk mencari surga dunia, akan kucicipi bagaimana rasanya dia!"
Rupanya semua orang tahu perempuan itu menempati
posisi yang lebih menguntungkan karena bersembunyi dalam
kuburan, bila tidak dipancing keluar dengan kata-kata yang kotor, maka sukar melancarkan serangan kepadanya.
Tong Yong-ling adalah seorang gadis, wajahnya menjadi merah jengah mendengar kata-kata kotor tersebut. Melihat itu, dengan dahi berkerut Bok Ji-sia lantas berpaling ke arah Lamkiong Giok sambil berkata, "Saudara Lamkiong, kenapa mulut orang persilatan begitu kotor" Apakah mereka tidak me-rasa menurunkan martabat sendiri" Kalau mulutnya tetap tidak senonoh, akan kuberi hajaran kepada mereka."
"Saudara Bok," sahut Lamkiong Giok sambil tertawa,
"mereka tidak sungguh-sungguh ingin bicara kotor, tujuannya hanya ingin memanaskan hati mu-suh belaka."
Perempuan aneh di dalam kuburan itu sungguh memiliki iman yang tebal, sekalipun disindir dengan kata-kata kotor, ia masih tetap membungkam dan bersembunyi dalam liang kubur, dalam keadaan be-gini sudah barang tentu kawanan jago lain tak be-rani sembarangan bertindak.
Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu memang sudah senti-men pada Bok Ji-sia, dengan gusar tiba-tiba ia berteriak, "Bocah itu betul2 tak tahu diri, selalu suka mencampuri urusan orang lain."
"Saudara In, kalau begitu mari kita jagal sa-ja dia," ucap Tok-sim-siusu Bu Yan-hong dengan tertawa seram.
"Kalau aku suka mencampuri urusan, mau apa kau?" ejek Bok Ji-sia.
Sambil berkata, dengan suatu gerakan aneh ia menerjang maju, telapak tangan kanan segera di-ayun ke depan dan
"plak-plok," dua kali tamparan tepat mampir di muka Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu.
Selama hidup belum pernah In Ceng-bu diper-lakukan semacam ini, apalagi ditampar di hadapan orang banyak, peristiwa ini dianggapnya sebagai su-atu penghinaan besar.
Sambil membentak keras, telapak tangan ka-nannya dengan jurus Lip-pit-ngo-gak (membacok runtuh lima bukit) langsung menghantam kepala Bok Ji-sia. Anak muda itu tertawa dingin, pergelangan ta-ngan kanan berputar, dengan jurus Kim-soh-poh-liong (tali emas mengikat naga) ia balas menceng-keram pergelangan tangan kanan In Ceng-bu, lalu ditariknya, mau-tak-mau tubuh Ciu-siu-thi-say pun ikut terseret ke depan.
Mendadak tenaga pukulan yang terhimpun da-lam telapak tangan Ji-sia dikerahkan. Tanpa ampun tubuh In Ceng-bu mencelat ke udara oleh tenaga pantulan tersebut, masih untung ilmu silatnya cukup tangguh, hawa murni cepat di-himpun kemudian berjumpalitan di udara dan me-layang turun ke atas tanah dengan ringan. Sekalipun ia terlempar ke udara, namun sama sekali tidak menderita luka barang sedikit pun.
Sesudah mementalkan tubuh In Ceng-bu, Bok Ji-sia
mendorong pula telapak tangan kirinya ke depan, segulung tenaga pukulan yang kencang kem-bali menghantam tubuh Tok-sim-siusu. Gerak tubuh Bok Ji-sia yang aneh tapi sakti membuat tercengang semua orang, tapi sikap pe-muda yang jumawa ini juga menimbulkan rasa ma-rah orang-orang itu.
Sejak pemuda itu memaki orang, diam-diam Tong Yongling sudah waswas, apalagi setelah me-nyaksikan ia menyerang dua orang itu, ia jadi kuatir. Perlu diterangkan bahwa semua jago yang ha-dir saat itu hampir seluruhnya dendam kepada Bok Ji-sia, seandainya mereka sampai bekerja sa-ma untuk mengerubutinya, biar pemuda itu berilmu tinggi, tapi dua tangan sukar menahan empat kepalan, apalagi kawanan jago yang hadir ini rata-rata adalah jago kelas tinggi.
Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu kembali menerjang ke dapan, langsung ia menghantam dada Bok Ji-sia. Serangan ini merupakan kepandaian andalan In Ceng-bu, dahsyat sekali tenaga pukulannya. Setelah berulang kali memukul mundur musuh, Ji-sia rada memandang enteng musuhnya, tangan kiri
yang menyerang Bu Yan-hong ditarik kembali dan digunakan menyambut serangan In Ceng-bu.
Ji-sia mengira bentrokan kali inipun pasti akan memukul mundur orang, siapa tahu kejadian sama sekali di luar dugaan. Begitu telapak tangan saling bertemu, Ji-sia se-gera merasakan keadaan tidak beres, dia ingin me-ngerahkan tenaga untuk melawan, sayang terlambat. Tenaga pukulan In Ceng-bu yang hebat itu mendampar hingga Ji-sia
sempoyongan mundur empat lima langkah dari posisi semula.
Sebaliknya Cian-ciau-tocu, si singa baja ber-cambang In Ceng-bu merasakan pula tenaga tolakan yang aneh muncul dari balik telapak tangan lawan, walaupun Ji-sia dipaksa mundur empat-lima lang-kah, tapi In Ceng-bu sendiri pun tergetar mundur beberapa langkah dengan terkejut.
Diawasinya wajah Ji-sia dengan termangu, ia tak mengira pemuda yang tak ternama ini memiliki tenaga dalam
sesempurna ini. Padahal ia sudah menggunakaa hampir seluruh tenaganya, ia yakin musuh pasti terluka dan nama sendiri akan menonjol. Nyatanya sekarang tenaga pukulan yang dilatih-nya selama puluhan tahun itu dapat ditangkis lawan dengan begitu mudah, sekalipun lawan kena dipaksa mundur beberapa langkah, tapi jelas diketahui Ji-sia belum menggunakan seluruh kekuatannya.
Tiba-tiba Bok Ji-sia menerjang maju dengan gusar,
bentaknya, "Sambut seranganku lagi!"
Dengan jurus Tui-san-tian-hay (mendorong bukit
membendung samudra), ia bacok In Ceng-bu sekuatnya. Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu juga menjadi gusar, sambil memutar telapak tangan kanan ia sambut pukulan tersebut dengan keras lawan keras.
"In-heng, jangan takut, Siaute membantumu!" Tok-sim-siusu Bu Yan-hong membentak nyaring, de-ngan jurus Ing-
hong-hud-liu (mengikuti angin membabat pohon) ia hantam punggung Ji-sia.
Serangan ini dilancarkan dengan sergapan dari belakang, betul-betul ancaman yang berbahaya. Perlu diketahui, sejak bertarung dengan Ji-sia di gardu bobrok semalam, Hek-to-su-koay telah me-ngetahui bahwa pemuda itu berilmu tinggi, bila dibiarkan hidup terus sehingga tenaga dalamnya ber-tambah sempurna, maka akibatnya akan menjadi bi-bit bencana terbesar bagi kaum Lok-lim. Sebab itulah timbul niat jahat mereka, sewaktu di dalam gardu bobrok, mereka mengira Lamkiong Giok akan turun tangan untuk melenyapkan Ji-sia, siapa tahu malah dilepaskan pergi.
Kini, setelah melihat tenaga dalam Ji-sia me-nunjukkan kemajuan dalam pertarungan melawan In Ceng-bu, hawa napsu membunuh mereka makin berkobar. Dengan sinar mata tajam Kui-tau-kou, Sat-hong-tok-ciang dan Eng-jiau-jiu mengawasi Ji-sia le-kat-lekat, ketika Tok-sim-siusu turun tangan merekapun bergeser ke tengah arena.
Ji-sia tidak menyangka In Ceng-bu berani me-nyambut serangannya dengan kekerasan, ketika dua gulung tenaga saling bentur, buru-buru anak mu-da itu manfaatkan tenaga pantulan dan melayang keluar arena, dengan gerakan indah ia berhasil me-lepaskan diri dari sergapan Tok-sim-siusu.
Semua gerakan indah dan lincah ini membuat air muka Lamkiong Giok berubah hebat, pikirnya, "Orang ini berusia sebaya denganku, kenapa ilmu silatnya selihai ini" Entah Cianpwe manakah yang menjadi gurunya".?"
Sementara itu, Tok-sim-siusu Bu Yan-hong sedang
berteriak "Saudara In, bocah ini rada ba-haya, dibiarkan hidup akan menimbulkan bencana buat kita, mari kita bekerja sama".."
Di tengah seruan tersebut, In Ceng-bu telah mengayunkan telapak tangannya dan melancarkan suatu pukulan pula ke depan.
Inilah ilmu Pek-poh-cuan-yang-kun (pukulan seratus kaki menembus pohon) andalan Ciu-siu-thi-say. Angin pukulan seperti putaran roda cepatnya menggulung ke depan. Satu ingatan terlintas dalam benak Bok Ji-sia, ia bergeser dua langkah ke samping, dari kejauhan ia melepaskan pukulan balasan.
Kemajuan yang di capai Bok Ji-sia boleh di-bilang pesat sekali, kini bukan saja ia dapat meng-gunakan tenaga sekehendak hati, bahkan tenaga da-lamnya sangat hebat, pukulan yang dilontarkan se-enaknya saja tidak kepalang lihainya. Tapi In Ceng-bu merasakan kekuatan pukulan itu tidak terlalu besar, segera tangan kanan me-lepaskan pukulan lagi dari jauh.
Ujung baju Ji-sia berkibar terembus angin, tahu-tahu ia sudah berkelit lagi ke samping, kedua tangannya segera diayunkan dan sekaligus menyerang In Ceng-bu dan Tok-sim-siusu. Tong Yong-ling tahu kesempurnaan ilmu silat Bok Ji-sia, walaupun dikerubut dua orang, belum tentu pemuda itu akan terluka, maka dengan hati lega dia menyingkir ke samping sambil berjaga2 terhadap sergapan ketiga manusia aneh lainnya.
Ketika In Ceng-bu beradu pukulan dengan Bok Ji-sia, Tok-sim-siusu segera menghimpun pula te-naganya dan
melancarkan ssrangan dari samping. Tapi Ji-sia telah keburu menyingkir sehingga serangannya mengenai tempat kosong.
Bok Ji-sia benci kepada Tok-sim-siusu yang licik ini, sambil mendengus ia menerjang ke depan dengan cepat, telapak tangan dan jari tangan digu-nakan sekaligus untuk
melepaskan serangkaian se-rangan berantai, dalam waktu singkat ia sudah me-lancarkan lima pukulan, enam kali tutukan dan ti-ga kali tendangan.
Keempat belas kali serangan ini cukup ganas dan cepat, ttnaga serangan juga kuat luar biasa. Tok-sim-siusu Bu Yan-hong berkelebat kian kemari untuk menghindarkan diri, ia mundur delapan-sembiian langkah baru berhasil melepaskan diri dari keempat belas kali serangan musuh, pada saat itu ia sudah berada beberapa kaki saja dari liang kubur yang mengerikan itu.
Timbul hawa napsu membunuh Bok Ji-sia, di-iringi
bentakan menggeledek, kedua telapak tangan-nya diayunkan berbareng, dua gulung angin pukulan yang kuat bagai gulungan ombak mendampar tu-buh Tok-sim-siusu Bu Yan-hong. Serangan mematikan yang dilancarkannya sung-guh di luar dugaan, lebih-lebih Tok-sim-siusu, da-rah dalam dadanya bergolak setelah menerima em-pat belas kali serangan lawan yang cepat tadi.
Tok-sim-siusu Bu Yan-hong sadar bila serangan itu
disambut dengan kekerasan, akibatnya dia akan terluka parah bahkan mungkin akan mati muntah darah, maka satu-satunya jalan adalah mengelak.
Dalam pada itu angin pukulan yang berat ba-gaikan gugur gunung dahsyatnya telah menekan da-danya, ia tak bisa berpikir panjang lagi dan buru-buru melompat ke depan liang kubur itu. Ji-sia memang bermaksud memaksanya masuk ke liang kubur itu, maka ketika dilihatnya Tok-sim-siusu sudah dekat di mulut liang, secepat kilat te-lapak tangan kirinya melancarkan lagi pukulan dahsyat.
Mendadak dari dalam kuburan berkumandang suara
tertawa seram dan menusuk telinga, suara ter-tawa panjang aneh, seperti lolong serigala lapar yang menggetar sukma.
Mendengar suara tertawa itu, Tok-sim-siusu Bu Yan-hong menjadi ketakutan setengah mati, suk-manya seakan-akan melayang meninggalkan raganya. Sambil menjejakkan
kakinya, dengan cepat ia sam-but pukulan Ji-sia itu.
Sayang waktu tidak mengizinkan ia berbuat demikian, serangan Ji-sia tahu-tahu sudah menekan tubuhnya, ia tergetar keras dan terpaksa menyelinap masuk ke daiam liang kubur untuk menyelamatkan jiwa. In Ceng-bu dan ketiga orang aneh lainnya se-rentak membentak keras, keempat orang bersama-sama melancarkan pukulan dahsyat ke
punggung Ji-sia.
Seluruh perhatian Bok Ji-sia waktu itu hanya tertuju kepada Tok-sim-siusu seorang, ketika dira-sakan datangnya bahaya, tenaga gabungan keempat jago lihai itu sudah berada di belakang tubuh-nya, ia ingin membalik tubuh untuk
menangkis, ta-pi waktu tidak mengizinkan lagi, terpaksa iapun melompat masuk ke dalam kuburan itu.
Sekali lompat, Ji-sia telah berada di mulut liang, tiba-tiba ia memutar badan sambil menghan-tam, dua gulung angin pukulan yang maha dahyat menyambar ke sana, menyambut serangan keempat orang tersebut"..
"Blang!" benturan keras berkumandang, Ji-sia mendengus tertahan, tubuhnya langsung terpental masuk ke dalam liang.
Tong Yong-ling, terperanjat melihat kejadian itu, pelahan bentaknya, "Bajingan yang tidak tahu malu, beraninya cuma main sergap!"
Pedang Bwe-hoa-kiam dengan membentuk bu-nga bwe
secepat kilat menusuk tubuh Ciu-siu-thi-say In Ceng-bu.
Semua kejadian itu berlangsung dengan kece-patan luar biasa.


Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada waktu itulah, tiba-tiba dari balik kuburan berkumandang jeritan yang memilukan hati, jeritan bagaikan lengking setan.
Semua orang sama merasa terkejut, lebih-lebih Tong Yongling, saking kagetnya sampai permainan Bwe-hoa-kiam terhenti setengah jalan. Setelah sirapnya jeritan ngeri itu, perlahan mun-cul sesosok tubuh berdarah dari liang kubur itu"..
Dia adalah Tok-sim-siusu Bu Yan-hong, cuma wajahnya sudah rusak dan berlepotan darah, bajunya koyak-koyak, keadaannya mengerikan sekali, membuat orang tak tega melihatnya. Kedua mata Tok-sim-siusu Bu Yan-hong me-rah membara dan melotot, mulutnya ternganga, titik darah seperti hujan menetes tiada hentinya. Muka-nya tampak mengejang, tubuhnya melangkah dengan kaku, hanya dua tindak, tanpa mengeluarkan suara ia roboh dan binasa. Baju bagian punggungnya juga robek-robek, lima jalur bekas guratan yang dalam tertera jelas di punggungnya.
Seorang gembong iblis golongan hitam yang menggetarkan dunia persilatan, akhirnya tewas da-lam keadaan yang mengenaskan. Melihat kematian Tok-sim-siusu Bu Yan-hong yang mengerikan itu, semua orang berdiri terbelalak dengan mulut melongo, rasa takut dan ngeri me-nyelimuti wajah mereka.
Tapi orang-orang itu masih berdiri menanti de-ngan tenang, puluhan pasang mata sama tertuju ke arah liang kubur yang mengerikan itu, seakan-akan sedang menantikan sesuatu. Rupanya mereka sedang menantikan jeritan ngeri yang lain?"jerit kematian Bok Ji-sia.
Sampai sekian lamanya, suasana disekeliling tempat itu tetap hening dan tak kedengaran sedikitpun suara.
Tiba-tiba Tong Yong-ling berseru penuh ke-sedihan, "Bok-siangkong, cepat".cepatlah keluar!"
Sambil berteriak ia melompat maju dan ber-maksud
menerjang ke dalam liang kubur itu.
Bayangan manusia segera berkelebat, Lamkiong Giok tahu-tahu sudah menyelinap ke samping Tong Yong-ling dan menarik tangannya sambil berbisik, "Nona Tong, jangan gegabah, ilmu silat perempuan aneh itu sangat lihai!"
Rupanya cinta Tong Yong-ling terhadap Bok Ji-sia sudah bersemi, ketika tangan kirinya diceng-keram Lamkiong Giok,
sambil melepaskan diri ben-taknya, "Lamkiong Giok, kenapa kau menghalangi aku masuk ke situ?"
Air muka Lamkiong Giok agak berubah, tapi segera
sahutnya sambil tertawa, "Nona Tong, aku kuatir kau akan mengalami kejadian yang tidak me-nguntungkan!"
"Kau kira ia sudah tertimpa musibah?" tanya Yong-ling dengan sedih.
Lamkiong Giok berpikir sebentar, kemudian jawabnya,
"Sudah sekian lama ia masuk ke situ hingga sekarang tiada tanda apa pun, kukira dia"."
"Jika dia mati, aku harus masuk ke situ untuk membalaskan dendam baginya!"
"Tunggulah sebentar lagi, jika ia belum keluar, akan kutemani dirimu masuk ke sana dan mem-balas dendam,"
kata Lamkiong Giok.
Tong Yong-ling tertawa dingin. "Kau bermu-suhan dengan dia, bila ia mati, memangnya kau ti-dak merasa gembira?"
"Nona Tong, kenapa kau berkata demikian" Sejak mula aku tidak pernah menaruh rasa dendam kepadanya."
"Kalau begitu sekarang juga kita masuk ke situ dan membunuh perempuan keparat itu!"
Kiranya Tong Yong-ling tahu jika dia harus masuk seorang diri, jelas kepandaiannya bukan tandingan perempuan dalam kuburan itu, maka ia sengaja bikin hatinya panas dan berharap pemuda itu mau masuk ke liang kubur itu
bersamanya. Mendengar ajakan tersebut, Lamkiong Giok mengunjuk wajah serba salah, ia adalah seorang yang cerdik, tentu saja iapun mengetahui akan kelihaian perempuan aneh dalam kuburan itu, terutama ke-kejian serangannya.
Melihat pemuda itu membungkam, dengan ter-tawa dingin Tong Yong-ling kembali menyindir, "Lamkiong Giok, kau pun takut padanya?"
Sesungguhnya diam-diam Lamkiong Giok menaruh cinta kepada Tong Yong-ling, ia tak ingin menunjukkan
kelemahannya di hadapan orang pe-rempuan, maka sahutnya dengan tertawa, "Nona Tong, aku hanya kuatirkan kau tertimpa sesuatu yang tak terduga.."
"Kalau kau tak mau masuk, biar aku masuk sendiri!" ujar gadis itu dengan sedih.
Selesai berkata dia lantas menerjang masuk ke dalam liang kubur itu.
Entah mengapa ternyata Lamkiong Giok segera ikut masuk kedalam kuburan, ia berbisik, "Nona Tong, entengkan langkahmu, jika bukan tandingan-nya nanti, lebih baik cepat-cepat kita keluar lagi."
Seakan-akan berhadapan dengan musuh tang-guh, sambil menghimpun tenaga dalamnya perlahan mereka menyusup ke dalam kuburan. Waktu itu, kawanan jago silat yang hadir te-lah dibuat ketakutan oleh kehebatan perempuan aneh dalam kuburan, ketika menyaksikan Lamkiong Giok dan Tong Yong-ling menyelusup ke dalam liang tersebut, mereka tak berani bergeser maju barang selangkah pun, puluhan pasang mata sana tertuju ke arah kuburan besar itu.
Suasana dalam kuburan gelap gulita, melihat jari tangan sendiri saja sukar, setelah masuk ke da-lam, kedua orang itu berhenti dan mulai memeriksa keadaan sekeliling tempat itu.
Sekalipun kedua orang itu terhitung jago lihai yang bertenaga dalam sempurna, tapi mereka tak mampu melihat keadaan sebenarnya dalam kuburan itu, Tong Yong-ling sendiri meski dapat melihat da-lam kegelapan karena kebiasaan dalam penjara air Thian-seng-po tempo hari,
sekarang dia hanya bisa melihat segala sesuatu dalam jarak satu tombak jauhnya.
Ruangan kuburan itu lebar sekali, suasana te-rasa
menyeramkan. Sesudah berdiri sekian lama, kedua orang itu baru meneruskan perjalanan lebih ke dalam. Ternyata satu tombak di dalam sana terdapat undak2an batu yang menjurus ke bawah. Tong Yong-ling dan Lamkiong Giok menuruni anak tangga batu itu, tiba-tiba mereka melihat se-sosok bayangan hitam sedang berduduk bersila di-depan sana, serentak mereka berhenti.
Tiba-tiba bayangan orang yang duduk bersila itu berpaling dan mengulapkan tangan, memberi tanda kepada mereka.
Tong Yong-ling dan Lamkiong Giok dapat melihat bahwa orang itu tak lain adalah Bok Ji-sia.
Pada saat itulah mendadak Lamkiong Giok me-ngayunkan tangan kanannya, segulung tenaga pu-kulan yang kuat segera menerjang Ji-sia.
Harus diketahui bahwa Lamkiong Giok adalah seorang licik dan berhati keji, ia sudah tahu Ji-sia berilmu tinggi, sejak pertama kali bertemu dulu su-dah timbul ingatan untuk mencelakainya, maka de-mi melihat Ji-sia masih hidup, napsu membunuhnya segera timbul, ia pura-pura tidak melihat jelas orang itu adalah Ji-sia, hingga seandainya pemuda itu sampai binasa oleh pukulannya, Tong Yong-ling pun tak dapat menyalahkan dirinya.
Yong-ling memang tidak menyangka Lamkiong Giok berniat membunuh Bok Ji-sia, apalagi serang-an itu tidak
menimbulkan suara, maka meski gadis itu berada di
sampingnya juga tidak merasakan niat busuknya itu. Agaknya segera Bok Ji-sia akan termakan oleh serangan maut manusia licik itu?".
Pada saat itulah tiba- tiba dari dalam kuburan muncul embusan angin dingin yang secara diam-diam memunahkan
tenaga pukulan Lamkiong Giok itu. Ji-sia merasakan juga angin dingin tersebut, telapak tangan kanannya segera berputar dan se-gulung angin pukulan cepat menyambar ke arah datangnya serangan itu?"
Dia mengira perempuan aneh itu hendak me-nyergap
kedua orang itu, maka ia memberi bantuan. Tapi serangan yang dilancarkan tersebut sama sekali tidak menimbulkan reaksi apa-apa, bahkan lenyap dengan begitu saja. Sergapan yang dilancarkan Lamkiong Giok pun punah oleh desing angin aneh tadi, tubuhnya ber-getar keras diam-diam ia gemas pada perempuan aneh yang telah mencampuri urusannya itu.
Agaknya Tong Yong-ling merasakan pula ke-adaan yang tak beres, segera ia berseru, "Lamkiong Giok, kau".."
"Ssst, jangan bersuara nona Tong!" bisik Lam-kiong Giok cepat-cepat, "baru saja ada orang me-nyergapnya."
Sementara itu mereka berdua telah tiba di sisi Bok Ji-sia, mereka bertiga berdiri sejajar.
Suara tertawa dingin yang menyeramkan tiba-tiba
berkumandang dari kedalaman kuburan itu, "Anak muda, kau sungguh manusia licik yang sangat berbahaya. Hm, setelah memasuki kuburan ini, ja-ngan harap kau bisa keluar lagi."
Ji-sia masih juga tak tahu Lamkiong Giok te-lah
menyergapnya secara keji, mendengar ucapan tersebut ia lantas berseru, "Orang kosen, ucapanmu agak terlalu takabur, siapa menang dan kalah ma-sih sukar diramalkan, buat apa kau omong besar" sebenarnya aku orang she Bok tak ingin menganggu ketenanganmu, tapi sekarang mau-tak-mau ingin kulihat wajahmu, ingin kuketahui apakah kau seorang manusia berkepala tiga dan bertangan enam, atau kukan?"
"Saudara Bok, dengan tenaga gabungan kita bertiga, rasanya tak sulit untuk membinasakan dia." bisik Lamkiong Giok cepat.
Perempuan aneh dalam kuburan itu kembali tertawa dingin, katanya, "Siapa yang berdosa, dia tak boleh hidup, jika kalian sudah bosan hidup, boleh saja coba berbuat."
"Kau kira aku jeri padamu?" teriak Ji-sia de-ngan gusar.
Seraya berkata, dengan suatu gerakan cepat anak muda itu melayang ke tempat datangnya su-ara itu.
"Mundur kau, anak muda!" bentakan keras menggeledek, segulung tenaga pukulan lunak dan dingin langsung
menumbuk tubuh anak muda itu.
Ji-sia memang berwatak tinggi hati, ia men-dengus sambil berkelit, telapak tangan kanannya dengan cepat diayunkan pula ke muka, berbareng ia ikut menerjang maju.
"Hm, punya simpanan juga kau," ejek perem-puan aneh itu, "Tapi bila kau ingin mengalahkan aku. Huh, terlalu tak tahu diri!"
Ji-sia menubruk tempat kosong sebab di sa-na tiada sesosok bayangan manusia pun, suasana gelap gulita dan susah melihat lima jari sendiri. Karena menubruk tempat kosong, buru-buru anak muda itu menghentikan gerak tubuhnya sam-bil siap menghadapi sergapan lawan.
"Saudara Bok," Lamkiong Giok segera ber-seru, "cepat kembali ke tempat semula, jangan sam-pai termakan oleh siasat busuk lawan!"
Padahal Lamkiong Giok sama sekali tak menguatirkan keselamatan Ji-sia, sebab sejak masuk ke dalam kuburan, ia telah merasa perempuan aneh itu tidak bermaksud mencelakai anak muda tersebut, ia kuatir jika Ji-sia meninggalkannya, maka perem-puan aneh itu akan turun tangan keji kepadanya secara tiba-tiba.
Apa yang diduga Lamkiong Giok ternyata be-nar,
perempuan aneh dalam kuburan itu memang tidak bermaksud mencelakai jiwa Bok Ji-sia, ka-lau tidak, dengan serangan
mautnya, kendatipun sepuluh orang Bok Ji-sia juga amblas jiwanya. Begitu mendengar seruan Lamkiong Giok, de-ngan cepat Ji-sia melompat kembali ke tempat se-mula.
Dari balik kegelapan berkumandang lagi dengus-an
menghina, lalu perempuan aneh itu berkata de-ngan suara dingin, "Anak muda, kau benar-benar tak tahu diri. Hm, betapa licin pun jangan harap kau bisa meninggalkan tempat ini!"
Sesungguhnya perkataan perempuan aneh itu ditujukan kepada Lamkiong Giok, tapi Bok Ji-sia salah paham dan mengira perkataan itu ditujukan kepadanya.
Dengan mendongkol dia mendengus, sahutnya, "Kau
sendiri licin dan berbahaya, pandainya cuma mencelakai orang dari tempat kegelapan, bila punya kepandaian ayolah bertarung tiga ratus gebrakan dengan orang she Bok ini."
"Kau orang baik dan berbudi luhur, tapi orang persilatan kebanyakan berhati licik dan busuk, orang jujur semacam dirimu akhirnya tentu akan dicelakai orang."
"Kedatanganku kemari bukan untuk mendengarkan
nasihatmu," kata Ji-sia dengan marah, "bila kau tidak menampakkan diri lagi, jangan menya-lahkan aku akan melancarkan serangan secara membabi buta."
"Untuk kesekian kalinya kuperingatkan pada-mu agar mundur dari sini," kata perempuan aneh itu lagi, "bila berhenti lebih lama lagi di sini, ber-arti kau cari penyakit sendiri!"
Lamkiong Giok tertawa dingin, "Hehehe, de-ngan susah payah kami dapat masuk kemari, jika tidak bertemu muka dulu dengan jago lihai sema-cam kau, apakah aku takkan merasa menyesal untuk selamanya?"
Ji-sia berseru pula dengan dingin, "Boleh sa-ja bila kau minta kami mundur dari sini, tapi wajah aslimu harus kami lihat dulu?"
"Enci yang baik," timbrung Yong-ling, ?"ke-datangan kami ke kuburan ini tidak bermaksud membalas dendam, kami datang terdorong oleh ra-sa ingin tahu saja?"?"
Belum habis ucapannya, tiba-tiba dari luar kuburan berkumandang beberapa kali jeritan nge-ri?"..
Kiranya para jago persilatan di luar kuburan itu samar-samar mendengar Ji-sia sedang bercakap-cakap dengan perempuan aneh itu, mereka mengira ada kesempatan baik, empat orang dari Kiam-hong-ceng segera menyelinap masuk ke dalam kuburan, tapi segera mereka dibinasakan oleh perempuan aneh tersebut. Dari jeritan yang memilukan hati, Ji-sia sekalian lantas mengetahui bahwa di luar kuburan korban kembali berjatuhan, keruan mereka terperanjat, se-bab mereka sama sekali tidak melihat bagaimana caranya perempuan aneh itu melancarkan serangan-nya.
Ini berarti jika ia mau membunuh mereka ber-tiga, dengan pukulan yang tak kelihatan itu, me-reka pasti tak sanggup mengelak. Berpikir demikian, tanpa terasa mereka ber-tiga mempertinggi kewaspadaan dan diam-diam menghimpun
tenaga. Di antara ketiga orang itu, Lamkiong Giok paling berat perasaannya, sebab perempuan aneh itu telah berkata hendak membinasakan dia.
Lamkiong Giok sadar, malam yang panjang akan
mendatangkan impian yang banyak, berada terlalu lama di sini tidak menguntungkan dirinya. Maka kepada Ji-sia ia berbisik,
"Bok-heng, lebih baik kita tinggalkan tempat ini untuk sementara waktu, ayo kita keluar sekarang!"
Ji-sia tertegun, ia tak habis mengerti kenapa Lamkiong Giok secara tiba-tiba berubah pikiran. "Saudara Lamkiong,"
bisiknya, "bukankah kita hendak melabrak dia?"
Lamkiong Giok tersenyum, "Lain waktu masih banyak
kesempatan buat bertarung dengan dia, ke-cuali selama hidup dia berdiam di kuburan ini, se-karang dia berada di tempat
gelap dan kita ada di tempat yang terang, jelas kita akan rugi besar, ma-ka lebih baik kita keluar saja "
"Hai anak muda, jangan berpikir muluk-mu-luk," ejek perempuan aneh itu dari sisi kiri, "he-hehe, bukan pekerjaan gampang untuk meninggalkan tempat ini!"
Mendengar seruan tersebut, Ji-sia, Lamkiong Giok dan Tong Yong-ling cepat berpaling. Beberapa kaki disebelah sana tampak berdiri se-sosok bayangan yang ramping menawan hati, cuma sayang terlalu gelap sehingga sukar melihat jelas raut wajahnya.
Lamkiong Giok tertawa terbahak-bahak, kata-nya, "Selama hidup aku Lamkiong Giok tak pernah jeri kepada siapapun, bila kau paksa orang terus menerus, maka akupun terpaksa mengiringi kehen-dakmu dengan mempertaruhkan selembar jiwaku."
Lamkiong Giok memang berotak tajam dan licik, setelah mengetahui perkembangan urusan ini, dengan tenang ia menghadapinya tanpa rasa takut, hal ini tentu saja dikarenakan dasar silatnya me-mang tinggi dan pengalaman cukup.
"Keberanianmu memang mengagumkan!" seru perempuan
aneh itu dengan suara dingin, "Bagus! Bagus sekali! Biar kusempurnakan keinginanmu."
Ucapan tersebut sedemikian dinginnya hingga boleh
dibilang sama sekali tidak bernada manusia, membuat siapapun yang mendengar akan bergidik. Perlahan perempuan aneh itu mengangkat te-lapak tangan kirinya, di tengah kegelapan tertam-paklah selapis warna putih gemerdep pada telapak tangannya.
Lamkiong Giok terkejut, pikirnya, "Ilmu apa ini?"
Sekalipun ia berpengetahuan luas, sulit juga untuk menebak asal-usul ilmu pukulan orang. Perempuan aneh itu
sama sekali tidak melepas-kan serangannya, hanya dengan matanya yang tajam dia awasi Bok Ji sia, ia seperti terperanjat, sinar matanya berhenti pada wajah pemuda itu dan me-mandangnya dengan terbelalak.
Lantaran dalam ruangan itu gelap gulita, sekalipun sepanjang tahun ia hidup dalam kuburan itu dan terbiasa dengan kegelapan, tetap tak berhasil melihat jelas Ji-sia, hanya dirasakan raut-wajah orang sudah dikenalnya dengan baik.
Sekalipun demikian, ia tak mencurigai Ji-sia sebagai "dia", sebab dianggapnya si dia sudah lama mati, sebab dalam tiga-empat tahun belakangan ini setiap saat ia selalu mencari jejaknya, namun tiada kabar sama sekali, maka ia menduga si dia lebih banyak celakanya dari pada hidup.
Tapi pemuda di depannya sekarang bukan saja wajahnya mirip, suaranya pun mirip dia, ditambah lagi mempunyai she yang sama, jangan-jangan me-mang dia inilah" Tapi bila betul dia, sepantasnya dia kenal di-rinya, dari bayangan badan saja dia harus kenal".
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benak pe-rempuan aneh itu, pikirannya bagaikan ombak sa-mudra yang bergolak.
Mendadak perempuan aneh itu menghela napas sedih, lalu bertanya, "Orang she Bok, siapakah na-mamu?"
Pertanyaan ini membuat bingung orang, Ji-sia tertegun sejenak, lalu sahutnya, "Buat apa kau ta-nya namaku?"
"Ah, tidak bermaksud apa-apa, aku hanya ingin tahu namamu saja!"
"Kita tak pernah saling mengenal, lebih baik jangan pula sembarangan tanya nama orang lain, jika tidak penting, kukira tidak perlu kukatakan."
Perempuan aneh itu tertawa dingin, tiba-tiba katanya,
"Apakah hari ini kalian masih ingin me-ninggalkan tempat ini dengan selamat?"
Sambil mengangkat telapak tangannya yang pu-tih bersinar itu, ia awasi ketiga orang tanpa ber-kedip.
Lamkiong Giok tertawa, bukan menjawab, dia malah balik bertanya, "Ilmu silat apakah yang kau pergunakan sekarang?"
"Katak dalam sumur, betapa luas pengetahuan-nya" Tentu saja kalian tak tahu nama ilmu pukulanku ini!"
"Hmm, sekalipun keji ilmu pukulanmu juga ti-dak
kupikirkan," jengek Ji-sia.
Waktu itu Bok Ji-sia, Lamkiong Giok dan Tong Yong-ling telah menghimpun sepenuh tenaga dalamnya dan siap
bertarung sengit melawan pe-rempuan aneh itu dengan cara mengerubut.
"Baiklah," kata perempuan aneh itu dengan dingin,
"kuharap kalian kenal nama ilmu pukulanku ini, agar matipun tahu mati dibawah kungfu apa. Inilah ilmu Peng-sian-jit-gwat-ciang (pukulan matahari rembulan berhawa dingin) yang sudah le-nyap dua ratusan tahun lamanya dari dunia per-silatan!"
Begitu mendengar nama ilmu pukulan tersebut, Lamkiong Giok merasakan dadanya seperti dipu-kul dengan martil, diam-diam keluhnya dalam hati, "Habislah riwayatku kali ini, habis!
Kalau dia ber-niat membunuhku, hari ini aku pasti akan tewas di sini."
Perlu diketahui bahwa Peng-sian-jit-gwat-ciang adalah sejenis ilmu sakti berkekuatan maha dahsyat yang amat sukar dilatih, kepandaian ini sudah ham-pir dua ratus tahun lamanya lenyap dari peredaran dunia persilatan, tak disangka kepandaian itu bisa muncul dalam kuburan ini sekarang.
Tanda atau ciri khas seseorang yang telah berhasil melatih Peng-sian-jit-gwat-ciang adalah munculnya lingkaran warna putih bagaikan kaca pa-da tengah telapak tangan, makin kecil tanda ling-karan tersebut berarti makin sempurna tenaga da-lamnya.
Bila ditinjau dari tanda lingkaran pada telapak tangan perempuan aneh tersebut, dapat diketahui Peng-sian-jit-gwat-ciangnya baru mencapai tingkat pertengahan. Walaupun demikian, mungkin hanya beberapa orang saja dalam dunia persilatan dewasa ini yang sanggup menahan serangan mautnya.
Bila serangan dilancarkan, orang tak akan me-nangkap sedikitpun suara, yang ada hanya hawa udara yang dingin membeku menyambar lewat. Jika tubuh terasa dingin dan menjadi kaku secara tiba-tiba, itu berarti sudah terkena pukulan, biasanya seorang korban segera akan menggeletak dan tewas.
Lamkiong Giok berseru dengan suara rada ge-metar,
"Apakah hendak kau gunakan Peng-sian-jit-gwat-ciang untuk menghadapi kami bertiga?"
Perempuan aneh itu tertawa dingin, sahutnya dengan nada menghina, "Dengan kepandaianmu yang masih cetek itu, belum perlu kugunakan Peng-sian-jit-gwat-ciang, kepandaian apakah yang te-lah membinasakan orang-orang di luar tadi, dengan kungfu itu pula kalian akan menerima kematian!"
Tiba-tiba Lamkiong Giok tertawa dingin kati-nya, "Sekali pun ilmu pukulan Peng-sian-jit-gwat-ciangmu itu maha dahsyat, dan masih berlebihan jika digunakan menghadapi kami angkatan muda, tapi bila ingin melukai kawanan jago lihay itu kukira masih belum cukup, apalagi dari sepuluh ba-gian tenaga pukulan Peng-sian-jit-gwat-ciang paling-paling baru lima bagian saja yang kau kuasai."
Diam-diam perempuan aneh itu merasa kagum juga atas pengetahuan Lamkiong Giok, sebab cuma sekilas pandang saja telah mengetahui Peng-sian-jit-gwat-ciang yang dilatihnya baru mencapai lima bagian, meski demikian, dengan
kemampuannya se-karang juga sukar dicarikan tandingan lagi dalam dunia persilatan.
"Walaupun demikian," Lamkiong Giok me-lanjutkan lagi kata-katanya, "menurut berita dalam dunia persilatan, barang siapa bisa melatih ke-pandaian itu hingga mencapai lima bagian sudah merupakan orang yang mujur, menurut
pengamatan-ku, mungkin hanya beberapa orang saja dalam du-nia persilatan dewasa ini yang sanggup menerima seranganmu."
Tiba-tiba perempuan aneh itu bertanya dengan dingin,
"Beberapa orang yang mana yang sanggup menyambut
serangan Peng-sian-jit-gwat-ciangku ini?"
Harus diketahui bahwa Lamkiong Giok itu li-cik, ia sudah tahu bahwa kepandaian mereka bukan tandingan lawan, maka dia berusaha mengajaknya bicara untuk mengulur waktu sambil mencari akal untuk menghadapi keadaan gawat ini.
Sambil tersenyum sahut Lamkiong Giok, "Mi-salnya ayahku Bu-lim-sin-kun Lamkiong Hian, Thian-kang-te-sat-gwat-kiam Oh Kay-gak dan Kiu-thian-mo-li, ada lagi".."
"Masih ada siapa lagi" Cepat katakan," desak perempuan aneh itu dengan cepat.
Lamkiong Giok pura-pura termenung dan ber-pikir
sebentar, kemudian baru menjawab, "Situasi dunia persilatan dewasa ini telah mengalami perubah-an besar, tentu saja ada sementara orang yang ti-dak ternama pada masa lalu, dalam waktu akhir-akhir secara tiba-tiba menjadi jago tersohor dalam dunia persilatan, oleh sebab itu masih ada siapa lagi yang sanggup menerima pukulan Peng-sian-jit-gwat-ciangmu itu sukar dikatakan, seperti misalnya saja saudara Bok yang
berada di hadapanmu seka-rang, siapa tahu kalau iapun sanggup menerima pukulanmu itu."
Manusia persilatan memang berbahaya dan penuh tipu muslihat, seperti Lamkiong Giok, setelah timbul niatnya untuk membunuh Bok Ji-sia, maka dalam setiap pembicaraan yang mungkin menda-tangkan maut dia selalu menyertakan nama Bok Ji-sia, maksudnya untuk memancing rasa ingin me-nang perempuan aneh itu sehingga turun tangan keji terhadap anak muda itu.
Cara meminjam pisau membunuh orang sema-cam ini
boleh dibilang suatu siasat yang keji.
Tentu saja perempuan aneh itu dapat pula me-nerka isi hati Lamkiong Giok, ia mendengus dan berseru, "Lamkiong Giok, kau terlalu busuk dan keji, manusia semacam kau hanya menciptakan banyak dosa saja bila dibiarkan hidup terus dalam dunia persilatan."
Mendengar perkataan itu, diam-diam Lamkiong Giok
merasa terkejut, tapi di luar ia tetap bersikap tenang, malah katanya sambil tertawa, "Apakah kau tidak percaya dengan perkataanku" Mengapa ti-dak kau coba sendiri" Sebentar akan kau ketahui sen-diri ucapanku ini benar atau salah!"
Perempuan aneh itu tertawa dingin, "Apakah kaupun
sanggup menerima sekali pukulanku?"
"Tidak berani! Tidak berani!" Lamkiong Giok tersenyum,
"tapi jika kau melancarkan serangan ter-hadap seorang Wanpwe, maka terpaksa akupun ha-rus menyambutnya
dengan mempertaruhkan selem-bar jiwaku!"
"Hmm, dengan kemampuanku paling-paling hanya satu
gebrakan saja sudah beres!" bicara sampai di sini, pelahan telapak tangan perempuan aneh itu diturunkan kembali.
Diam-diam Lamkiong Giok menghembus napas lega,
katanya lagi sambil tertawa, "Apakah aku bo-leh tahu siapa nama Locianpwe?"
Lamkiong Giok memang benar-benar pandai melihat
gelagat, dengan sikapnya yang ramah tamah ini, sekalipun perempuan itu hendak membunuhnya, sulit juga turun tangan dalam waktu singkat, apa-lagi perempuan aneh itu memang tidak menaruh rasa dendam padanya.
"Kau masih belum pantas untuk tanya nama-ku!" jawab perempuan aneh ketus.
Ucapan ini sangat takabur dan cukup mem-buat orang gemas atau mendongkol, coba dalam keadaan biasa, sejak tadi Lamkiong Giok sudah me-ngumbar amarahnya.
Diam-diam ia menyumpah dalam hati, "Ja-ngan kau anggap aku jeri kepada ilmu pukulan Peng-sian-jit-gwat-ciangmu itu, padahal pukulan yang kau lancarkan belum tentu sanggup melukai diriku, cuma aku tak sudi menempuh bahaya dengan per-cuma."
Berpikir sampai di sini, sambil tersenyum iapun berkata,
"Kalau Locianpwe tak ingin menunjukkan identitasmu yang sebenarnya, tentu saja Wanpwe tidak akan mendesak lebih jauh, cuma lain waktu bila ada orang ingin menjajal Peng-sian-jit-gwat-ciang yang telah dua ratus tahun lenyap dari dunia persilatan, aku jadi sulit untuk menye-butkan namamu!"
"Siapa yang berani bertarung dengan Peng-sian-jit-gwat-ciangku ini?"
"Ayahku, lalu guru nona Tong dan guru sau-dara Bok!"
"Siapakah guru mereka!"
"Suhu nona Tong adalah Bwe-hiang-sian-ki yang namanya termashur dalam dunia persilatan," jawab Lamkiong Giok sambil tertawa, "sedangkan guru saudara Bok tidak kuketahui, konon iapun seorang Bu-lim-cianpwe yang bernama besar!"
Dengan matanya yang tajam perempuan aneh itu menatap wajah Bok Ji-sia, lalu bertanya, "Sia-pakah gurumu!"
Ji-sia tertawa, "Dengan dasar apa kau ingin mengetahui asal-usul perguruanku?"
Mendengar jawaban tersebut, hawa napsu membunuh
terpancar keluar dari balik mata perempuan itu, ia tertawa dingin lalu berkata, "Kau betul-betul pemuda keras kepala, cara bicaramu tak tahu aturan. Hmm, rupanya kau sudah bosan hidup!"
"Tak usah banyak bicara," tukas Ji-sia marah, "mau bunuh aku, silakan sekarang juga turun ta-ngan!"
"Belakangan ini kebanyakan orang muda me-mang sok
sombong dan takabur, bila tidak kuberi sedikit hajaran mungkin kalian masih tak tahu ting-ginya langit dan tebalnya bumi."
Walaupun berkata dengan dingin, namun tak bisa menutupi suaranya yang merdu, bila ditinjau dari potongan tubuhnya maka dapat ditebak dia pasti seorang perempuan setengah umur yang can-tik, tapi ucapannya jumawa sekali. Sejak mula sampai sekarang Lamkiong Giok selalu berusaha menebak asal-usul perempuan ini, tapi tetap tak tahu siapa gerangan orang ini" Me-nurut perkiraannya perempuan ini pasti bukan jago persilatan yang sudah termashur.
Ji-sia jadi gusar mendengar perkataannya tadi, segera ia menjengek, "Kalau begitu biar aku orang she Bok menjajal dulu kepandaian saktimu."
Sembari bicara Ji-sia terus menyusup ke sam-ping
perempuan aneh itu. Belum sempat anak muda itu
melancarkan se-rangannya, mendadak perempuan itu telah menda-hului mengayunkan telapak tangan kirinya ke depan.
Ji-sia memang keras kepala dan tinggi hati, se-gera pula telapak tangan kirinya menyambut datang-nya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Ketika dua gulung tenaga pukulan itu saling bentur di udara, terjadilah ledakan keras, Ji-sia ter-dorong tiga langkah ke belakang, sementara perem-puan aneh itu masih tetap berdiri tenang di tempat semula. Diam-diam Ji-sia terkejut, dia tidak mengira dia bisa dipaksa mundur dalam sekali gebrakan, nyata ia tidak tahu kalau musuh hanya mengguna-kan tenaga dua bagian saja.
Sambil tertawa dingin, perempuan aneh itu berseru,
"Pukulanmu memang cukup tangguh, se-karang terimalah satu pukulanku lagi!"
Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dia melancarkan tutukan ke depan. Ji-sia memutar tangan kanan untuk menangkis datangnya tutukan itu dengan keras lawan keras.
"Blang!" benturan keras kembali terjadi.
Dalam serangan ini, perempuan aneh itu kem-bali
mempergunakan tenaga sebesar dua bagian saja tapi kali inipun Ji-sia hanya merasakan kedua ba-hunya bergetar keras.
Pada kesempatan baik itu tiba-tiba Ji-sia menerjang maju, telapak tangan kiri terus menghantam dada lawan.
Serangan ini bukan saja mengandung kekuatan yang
dahsyat, juga membawa perubahan gerakan yang tak
terduga. Menyaksikan serangan itu, perempuan aneh itu terperanjat, dia tak menyangka anak muda itu mempunyai jurus serangan seaneh dan setangguh ini, tangan kirinya cepat menyambar ke bawah un-tuk mencengkeram pergelangan tangan Ji-sia.
Gerak serangan ini sungguh aneh dan jauh di luar
peraturan jurus serangan umumnya. Ji-sia mendengus, telapak tangan kirinya tiba-tiba berubah gerakan di tengah jalan, pergelangan tangan berputar, kelima jarinya dibentangkan dan berbalik mencengkeram pergelangan tangan lawan. Perempuan aneh itu menjerit kaget, tiba-tiba
sikut kirinya menyodok ke bawah, sementara kelima jari tangan terus menggeser, iapun balas menceng-keram urat nadi Ji-sia. Air muka Ji-sia berubah, suatu pukulan kilat segera dilancarkan dengan tangan kanan".
Tapi bersamaan waktunya, perempuan aneh itupun
mengayun tangan kanan menyambut datang-nya pukulan itu.
"Blang!" benturan keras terjadi pula, Ji-sia merasakan darah dalam dadanya bergolak, tubuh ikut bergetar sehingga berputar satu lingkaran. Pada kesempatan berputar inilah, Jisia meng-angkat kaki kanan dan mendepak lutut lawan.
Tendangan ini cukup keji dan aneh, baru se-karang
perempuan aneh itu merasakan kehebatan musuh, sambil tertawa dingin ia berseru, "Mundur kau dari sini!"
Kaki kanannya tiba-tiba menghantam sisi kaki kanan Ji-sia, sehingga anak muda itu tergetar mun-dur. Lamkiong Giok terperanjat, sebab walaupun kedua orang itu cuma saling gebrak dua jurus, tapi perubahan dalam jurus itu terdiri dari beberapa ge-rakan lain, semuanya merupakan jurus sakti yang jarang ditemui dalam dunia persilatan, terutama sekali tendangan terakhir perempuan aneh itu, ia me-nyerang lebih lambat, tapi tiba pada sasaran lebih duluan. Tendangan aneh ini sungguh membuat orang tidak habis heran.
Ketika didesak mundur berulang kali, Ji-sia jadi gusar, segenap kekuatan dihimpun pada tangan kanan, lalu didorong ke depan. Perempuan aneh itupun menggerakan tangan kanan dan pelahan mendorong"..
Supaya diketahui, dalam pertarungan antara sesama jago lihai, setiap gerak tangan maupun kaki bisa jadi
mendatangkan kematian bagi musuh. Di tengah dorongan kedua orang itu terkandung ke-kuatan yang maha dahsyat, seandainya kekuatan itu tidak saling membentur, hakikatnya orang lain tak dapat melihatnya dengan jelas.
Tiba-tiba di antara kedua orang itu berhembus lewat segulung angin, sekali lagi Ji-sia tergetar mun-dur sejauh beberapa langkah. Ji-sia mendengus, mendadak kedua telapak ta-ngannya didorong lagi ke depan. Ternyata sesudah melancarkan pukulan tadi, tiba-tiba Ji-sia merasakan hatinya berdebar keras, ia merasa tenaga tekanan musuh sedemikian besarnya bagaikan ombak mendampar dan sukar ditahan.
Maka dalam serangan berikutnya dia telah ser-takan segenap tenaga dalamnya, kekuatan ini sung-guh sangat mengerikan. Ketika memukul mundur Ji-sia kali ini, pe-rempuan aneh itu telah mempergunakan tenaganya
sebesar tiga bagian, tapi sesudah terjadi benturan, ia merasa terkejut sekali, tak disangkanya pihak lawan yang muda itu ternyata memiliki tenaga da-lam sesempurna itu.
Sementara ia masih tercengang, Ji-sia telah mendorong lagi kedua telapak tangannya ke depan, ia tetap mempergunakan tenaganya sebesar tiga bagian. Mendadak tubuhnya bergetar keras, ternyata tenaga yang digunakan lawan jauh lebih kuat be-berapa bagian dibandingkan serangan sebelumnya, cepat tenaga telapak tangan kanannya dikerahkan menjadi empat bagian, dan dapat menahan serangan Ji-sia dengan sama kuat.
Rupanya nasibnya mujur, perempuan aneh itu berhasil mendapatkan kedua pil Ji-khi-kun-goan-sin-wan, tenaga dalamnya sekarang telah men-capai dua kali enam puluh tahun hasil latihan, menurut perkiraannya, dengan kekuatan tersebut ia bisa menjagoi dunia persilatan dan membalas sakit hatinya, siapa tahu sekarang berjumpa dengan pe-muda semacam Bok Ji-sia, yang terbukti sanggup menahan empat bagian tenaga pukulannya.
Dalam kejut dan gusarnya dia membentak, te-lapak tangan kanan menghantam pula, kali ini te-naga dalamnya dari empat bagian ditingkatkan menjadi lima bagian. Ji-sia menjerit
tertahan, ia terpental sejauh beberapa tombak dan muntah darah, ia sempoyo-ngan lalu jatuh terduduk.
Buru-buru Lamkiong Giok dan Tong Yong-ling memburu ke depan, dengan kuatir nona itu berseru, "Bok-siangkong, parah".parahkah luka-mu?"."
"Isi perutnya telah terluka cukup parah," pe-rempuan aneh itu berkata dengan suara dingin, "bi-la banyak bicara, niscaya lukanya akan bertambah parah, bahkan kemungkinan besar akan menemui ajalnya."
Lamkiong Giok segera berpaling dan memper-hatikan Ji-sia, dilihatnya napas Bok Ji-sia berjalan teratur dan wajahnya tetap seperti biasa, pada ha-kikatnya sama sekali tidak menderita luka parah, hal mana membuatnya terperanjat sekali.
"Kenapa seaneh ini kepandaian silatnya?" de-mikian ia berpikir, "ia betul-betul punya ilmu simpanan yang menakutkan, kalau tidak, kenapa sece-pat ini lukanya bisa sembuh" Bila tidak dilenyap-kan sekarang, di kemudian hari aku pasti bukan tandingannya?"."
Berpikir demikian, pelahan dia menghampiri anak muda itu, katanya, "Parah sekali luka yang diderita Bok-heng biar kubantumu mengatur tenaga."
Telapak tangan kanannya yang telah meng-himpun pelan-pelan ditempelkan pada punggung Ji-sia.
"Minggir kau!" tiba-tiba perempuan aneh itu membentak, segulung angin lembut memaksa Lam-kiong Giok tergetar mundur dua langkah ke be-lakang.
Pada saat itulah, tiba-tiba Ji-sia membuka ma-tanya sambil bangkit berdiri, dengan gusar bentak-nya, "Sambut lagi pukulanku ini!"
Telapak tangan kanannya menyodok langsung ke depan dengan kuat. Perempuan aneh itu terkejut oleh tingkah laku
Ji-sia yang sangat aneh itu, dia mengira anak mu-da itu sengaja main gila untuk menakuti saja. Tapi perempuan aneh itu segera merasakan keadaan tidak beres, tenaga pukulan yang kuat selapis demi selapis bagai gelombang samudra menggulung tiba dengan hebatnya. Sungguh tak tersangka olehnya bahwa tenaga dalam Ji-sia dapat pulih da-lam waktu sesingkat ini, bahkan kekuatannya ber-tambah besar.
Dalam keadaan tidak siap, tahu-tahu pukulan dahsyat itu sudah mendampar tiba, berada dalam keadaan demikian buru-buru dia mengayun telapak tangan kirinya ke depan. Tapi serangan Ji-sia betul-betul dahsyat, sisa kekuatan memaksa perempuan itu tergetar mundur setengah langkah, sementara Ji-sia sendiri juga ter-getar mundur dua langkah.
Kejadian ini mengobarkan amarah perempuan aneh itu, tiba-tiba ia mendongak dan tertawa menyeramkan?""
Lamkiong Giok cukup cerdik, begitu mendengar suara tertawa itu, ia tahu musuh mulai kalap, ce-pat serunya, "Nona Tong, saudara Bok, lekas ke-luar dari kuburan ini!"
Sambil bicara segera ia mendahului melompat ke atas undak-undakan batu di tengah kuburan itu. Tapi perempuan aneh itu bertindak cepat, be-tapa ia tidak membiarkan musuh kabur begitu saja.
"Tinggalkan dulu nyawamu!" bentaknya.
Ji-sia dan Tong Yong-ling telah siap untuk ka-bur dari situ demi mendengar peringatan Lamkiong Giok, tapi ketika mendengar kata-kata jumawa la-wan, hatinya jadi panas, ia menghentikan tubuhnya dan menatap tajam-tajam perempuan aneh itu.
Perempuan aneh itu membentak, tiba-tiba te-lapak tangan kiri diayun ke depan, segulung tenaga pukulan berhawa lembut secepat kilat menyambar punggung Lamkiong Giok yang sudah berada cukup jauh dan akan melompat keluar liang kubur ter-sebut, tapi angin tajam itu telah menyusul
tiba di belakang tubuhnya, ia tahu serangan orang amat lihai, terpaksa dia berkelit ke samping, secara ber-untun telapak tangan kanannya melepaskan empat kali pukulan berantai.
Serangan ini amat cepat dan luar biasa, mem-buat orang sukar menebak berapa kali serangan yang telah dilancarkan.
Baru saja keempat kali serangan itu dilepaskan, tiba-tiba Lamkiong Giok merasakan datangnya te-naga pukulan yang amat tajam langsung menumbuk tubuhnya, ia terperanjat, telapak tangan kiri segera menahan ke depan.
Ketika sampai setengah jalan, tiba-tiba seperti anak panah terlepas dari busurnya Lamkiong Giok meluncur keluar kuburan.
Menyaksikan kejadian tersebut, perempuan aneh itu
mendengus dan berseru, "Anak muda, aku telah tertipu, rupanya ilmu silatnya paling tinggi!"
Kemudian sambil berpaling ia membentak lagi, "Anak dungu, kau benar-benar tak sayang nyawamu lagi?"
Di tengah bentakannya perempuan aneh itu mengayunkan telapak tangan kanan ke depan, se-gulung angin segera meluncur ke arah Ji-sia.
"Bagus sekali!" bentak Ji-sia, "ingin kulihat dengan mengandalkan apa kau berani sejumawa ini!"
Suatu pukulan dilancarkan pula dengan telapak tangan kanan, angin menderu dan menggulung tu-buh perempuan aneh itu. Anehnya serangan Ji-sia ini tidak menumbuk serangan yang dilancarkan lawan, tapi langsung menghantam tubuh perempuan aneh itu. Perempuan itu mengebaskan telapak tangan kiri, lalu mendengus tertahan, tubuhnya bergetar dan mundur tiga-empat langkah dengan
sempoyongan. Jelas tak enteng lukanya termakan oleh serang-an Ji-sia ini, tapi dengan demikian justeru telah membangkitkan napsu
membunuhnya terhadap pe-muda itu. Sesungguhnya
perempuan aneh ini tidak ber-maksud mencelakai Ji-sia, bahkan beberapa kali menolongnya secara diam-diam, tapi serangan yang dilontarkan untuk memunahkan serangan gelap Lamkiong Giok pada Ji-sia itu telah disalah tanggap oleh Ji-sia, malahan Ji-sia sempat menghantam pe-rempuan itu.
Maka setelah menegakkan tubuhnya, sambil tertawa dingin perempuan aneh itu berseru, "Kalau kau ingin mencari kematian sendiri, jangan salahkan aku akan bertindak keji!"
Bagaikan hantu ia terus menerjang maju de-ngan cepat.
Tiba-tiba Tong Yong-ling berteriak, "Cici, ha-rap ampuni jiwanya, semua ini hanya salah paham saja."


Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waktu itu perempuan aneh sudah berada di depan Ji-sia, ketika mendengar seruan tersebut, de-ngan cepat ia menarik kembali serangannya. Ji-sia tidak menyiakan kesempatan itu, demi dilihatnya perempuan itu menerjang tiba, tanpa bi-cara ia melancarkan pukulan ke dada lawan.
Perempuan aneh itu mendengus, secepat kilat iapun
menghantam menyongsong ancaman Ji-sia. Dua gulung
tenaga kembali saling bentur dan menerbitkan angin topan, Jisia mendengus tertahan dan tergetar mundur tiga langkah, lalu jatuh ter-duduk di atas undak2an batu. Tapi begitu jatuh terduduk pemuda itu lantas melompat bangun lagi dan melepaskan pukulan dahsyat ke depan.
Perempuan aneh itu melengak, ia tak menyang-ka orang sedemikian aneh, seakan2 semua luka yang dideritanya segera sembuh kembali dalam se-kejap, bahkan tenaga serangannya makin lama se-makin kuat.
Ia berkelit ke samping, lalu dengan jurus Peng-ho-kay-tong (sungai es mulai membeku) ia balas hantam dari samping.
Tangan kiri Ji-sia menerobos dari bawah untuk menyambut serangan dari perempuan itu, tubuh bergetar pula, tapi
dengan cepat ia menerjang maju lagi. Gerak tubuh yang aneh ini membuat kejut pe-rempuan aneh itu, dia merasa gerakan berputar itu sedemikian saktinya sehingga setiap jurus serangan yang dipelajarinya dari kitab Hian-ki-hian-ciang-pit-tik tak sanggup membendung gerak maju anak mu-da itu.
Sesudah menerjang maju, Ji-sia mendorong ke-dua
tangannya ke depan, tangan kiri dan jari ka-nan menyerang bersama, dalam waktu singkat ia melepaskan lima kali pukulan dan empat kali tutukan.
Kelima pukulan dan keempat kali tutukan itu dilancarkan dengan kecepatan luar biasa dan amat keji, semua tertuju pada jalan darah kematian. Sayangnya orang yang diserang memiliki ke-pandaian setingkat lebih tinggi, bukannya mundur, perempuan aneh itu malahan maju, kedua telapak tangannya bergerak berulang dan memunahkan se-mua pukulan maupun tutukan anak muda itu.
Semua gerakan dan jurus serangan perempuan itupun
jurus sakti yang sukar diduga, hal ini mem-buat Ji-sia merasa amat kagum, ia tahu sekalipun dirinya berlatih sekian waktu lagi juga belum bisa menandingi lawannya, semangat tempurnya menjadi kendor dan iapun berhenti menyerang.
Perempuan aneh itu tertawa dingin, katanya tiba-tiba,
"Sekarang tiba giliranku untuk melancar-kan tiga kali serangan!"
Segera ia menerjang maju, tangan kiri menya-pu dan tangan kanan menyodok ke depan. Ji-sia merasakan di balik serangannya tersebut banyak terkandung gerak perubahan yang aneh, un-tuk sesaat ia tak berhasil menemukan cara peme-cahannya, karena tak berani menyambut dengan
ke-kerasan, maka cepat ia menyingkir ke samping.
Perempuan aneh itu kembali tertawa dingin dan berkata,
"Kau orang yang tahu diri, kenapa tidak kau sambut
seranganku ini" Hmm, serangan ke-dua ini tanggung tidak bisa kau hindari lagi!"
Segera telapak tangan kirinya melancarkan ge-rak tipu ke udara, sementara tangan kanan dengan mengepal
melepaskan pukulan keras lurus ke dada. Ji-sia tertegun, ia merasa serangan ini belum pernah dilihatnya, lamat-lamat ia merasa di balik kelima jari tangan yang mengepal itu terkandung jurus mematikan yang sangat lihai.
Cepat ia melayang mundur ke belakang?""
Siapa tahu pada saat itu tangan kiri orang yang melakukan gerak tipuan tiba-tiba menekan ke bawah, kelima jarinya dipentangkan, dari pu-kulan berubah menjadi cengkeraman.
Perubahan jurus itu sungguh aneh sekali, tahu-tahu urat nadi pada pergelangan tangan kanan Ji-sia sudah kena
dicengkeramnya.
Ji-sia masih ingat ilmu menutuk Hiat-to ajaran Oh Kay-gak, walaupun nadi pada pergelangan ta-ngan kanan kena
dicengkeram, hal itu tidak mem-pengaruhi kemampuannya untuk mengerahkan te-naga, sambil mendengus, telapak tangan kirinya segera menghantam dada perempuan aneh itu.
Perubahan gerakan ini dilakukan dengan cepat sekali.
Perempuan aneh itu kembali tertegun melihat Ji-sia sama sekali tidak terpengaruh meski nadinya tercengkeram, tangan kirinya segera menariknya ke samping, sementara tubuhnya berputar dan ber-geser ke samping kanan anak muda itu, dengan de-mikian tubuhnya telah menempel rapat dengan tubuh Ji-sia.
"Sekarang kau boleh mati tanpa menyesal!" katanya sambil tertawa dingin.
Telapak tangan kanannya segera diangkat dan siap
menghantam ubun-ubun kepala pemuda itu".
"Lepas tangan!" bentakan nyaring tiba-tiba menggelegar.
Mendadak Tong Yong-ling melolos pedang Bwe-hoa-sian-kiam, cahaya tajam segera menerangi wajah Bok Ji-sia".
Perempuan aneh itu menjerit kaget?"..tangan-nya yang mencengkeram pergelangan tangan kiri Ji-sia segera mengendur dan telapak tangan kanan yang siap menghantam ubun-ubun mendadak miring ke samping, jari telunjuk dan jari tengahnya melingkaran terus menyelentik.
Gerakan tersebut dengan tepat berhasil menjen-tik pedang Tong Yong-ling. Tapi cepat ia lepas tangan dan melompat mundur dengan tubuh meng-gigil, sayang suasana gelap sehingga Ji-sia dan Yong-ling tak dapat melihat jelas wajahnya.
Andaikata mereka dapat melihat wajahnya, maka akan terlihat titik air mata jatuh bercucuran".Dan hatinya pun mencucurkan darah.
Dalam hati ia berpekik dengan pedih, "Ah"..dia anak Sia"..dia anak Sia..?"Ternyata ia be-lum mati. Oh. Thian!
Ternyata iapun berhasil me-miliki kepandaian yang sakti."
Seluruh benaknya dipenuhi oleh kejadian yang memilukan hati di masa lampau?".
Ji-sia tidak menyangka secara tiba-tiba orang membatalkan serangannya, dengan dingin tegurnya, "Kenapa kau tidak melanjutkan seranganmu yang keji?"
Terdengar helaan napas panjang, menyusul de-ngan suara yang memilukan hati perempuan aneh itu berkata, "Ce".cepat kalian keluar dari sini"."
Tong Yong-ling tertegun mendengar suara la-wan yang agak gemetar, tanyanya dengan lembut, "Cici, siapakah kau?"
"Kalian tak usah tanya siapa diriku, cepat".cepat keluar dari sini".."
Ji-sia benar-benar tak tahu siapa perempuan itu,
perubahan yang terjadi tiba-tiba ini membuat-nya bingung, apalagi teringat akan ilmu silat orang yang lihai, tanpa terasa anak muda itu menghela napas.
"Nona Tong, marilah kita pergi!" katanya lirih.
Tanpa membuang waktu ia putar badan dan keluar dari kuburan itu diikuti Tong Yong-ling di belakang".
Tiba-tiba dari dalam kuburan berkumandang suara
perempuan aneh itu, "Dunia persilatan penuh dengan tipu muslihat dan kekejian, kalian harus bertindak lebih waspada.
Nona Tong, hendaknya kau jaga dia baik-baik."
Perkataan itu sedemikian lembutnya, sama se-kali tidak lagi bernada dingin seperti yang diper-dengarkan tadi, bahkan nadanya penuh perasaan kuatir dan penuh perhatian.
Heran Tong Yong-ling oleh ucapan tersebut, sahutnya,
"Terima kasih atas perhatian Cici, aku mengerti, kau".?".."
Sebenarnya dia ingin tanya siapakah dia, tapi perempuan aneh itu segera memotong perkataannya, "Cukup, sekarang kau boieh pergi dari sini!"
Tong Yong-ling benar-benar tak mengerti, se-kalipun ia pintar, akhirnya dibikin bingung juga oleh perubahan yang aneh dan tak terduga itu. Se-jak masuk ke dalam kuburan tadi ia sudah merasa-kan berulang kali Lamkiong Giok bermaksud mem-bunuh Bok Ji-sia, tapi berulang kali ditolong oleh perempuan aneh itu, ia sudah merasa perempuan aneh itu memang tiada maksud untuk mencelakai Ji-sia.
Tapi ucapan Ji-sia yang terlalu kasar, akhirnya
membangkitkan napsunya untuk membunuh, tapi pada
serangan terakhir tadi, tiba-tiba ia mundur se-cara mendadak, agaknya perasaannya mengalami pergolakan keras?".
Satu ingatan dengan cepat terlintas dalam be-nak nona ini.
"Jangan2 perempuan ini adalah bekas kekasih Bok Ji-sia?"
demikian pikirnya, "Kalau tidak, me-ngapa bisa terjadi hal aneh ini" Bukankah sejak mula ia selalu tanya namanya"..?"
Berpikir sampai di sini, timbul rasa sedih dan kecewa dalam hatinya, ia menghela napas dan ikut di belakang Ji-sia keluar dari kuburan itu.
Baru saja akan melangkah keluar kuburan, ti-ba-tiba dari depan berhembus tenaga pukulan yang membendung jalan keluar mereka. Ternyata kawanan jago persilatan yang berada di luar kuburan masih tetap belum pergi, mereka masih berdiri mengitari kuburan, ketika melihat Ji-sia dan Tong Yong-ling berjalan keluar, serentak mereka lancarkan pukulan dahsyat.
Selagi Ji-sia merasa bingung, dari dalam ber-kumandang suara perempuan aneh tadi, "Boleh ka-lian melompat ke kiri-kanan mulut kuburan?"."
Melihat pukulan musuh yang sangat kuat itu, maka tanpa pikir panjang mereka menurut dan me-lompat ke kiri dan kanan sambil melancarkan pukulan. Pada saat mereka melompat ke samping, dari dalam kuburan menggulung keluar pula desing angin yang memunahkan serangan kuat kawanan jago persilatan di luar itu.
Tak terlukiskan rasa kejut kawanan jago per-silatan itu melihat perempuan dalam kuburan itu membantu Bok Ji-sia.
Mendadak menyambar lagi angin tajam dari dalam liang kubur itu. Beberapa kali jeritan ngeri bergema, belasan orang tewas seketika dalam kea-daan mengerikan.
Suasana menjadi gempar, kawanan jago sama melompat mundur keluar ruangan itu. Dengan suatu gerak cepat Ji-sia dan Yong-ling segera melompat menuju ke ruang tengah.
Dengan sinar mata tajam Ji-sia memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian membentak, "Siapakah yang menyergap kami berdua?"
Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat mengelus jeng-gotnya dan tertawa terbahak-bahak, "Hahaha?"sau-dara Bok,
sahabatmu sendiri yang membangkitkan semangat orang banyak untuk menyerangmu!"
"Sahabatku siapa?" tanya Ji-sia. Dalam pada itu Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang tiba-tiba menyusup ke belakang Ji-sia, kesepuluh jarinya terentang lebar dan secepat kilat mengancam bagian jalan darah penting di punggung anak muda itu.
"Saudara Bok, awas sergapan dari belakang!" mendadak Lamkiong Giok berteriak.
Dengan suatu lompatan cepat ia menerjang maju sambil melancarkan pukulan ke tubuh Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang.
Gusar sekali Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang karena Lamkiong Giok menggagalkan serangannya yang nyaris merenggut jiwa lawan itu, teriaknya keras, "Bagus sekali Lamkiong Giok!
Ternyata kau ma-lah membantu musuh untuk memusuhi
kami, kau betul-betul tidak bersahabat."
"Saudara Hou jangan salah paham" sahut Lamkiong Giok sambil tertawa tergelak, "sesungguh-nya aku justeru telah menolong jiwamu!"
Ji-sia merasa berterima kasih kepada Lamkiong Giok atas bantuan yang diberikan, mendengar per-kataan itu katanya kepada Eng-jiau-jiu sambil ter-tawa dingin, "Terus terang kuberitahukan padamu, andaikata Lamkiong Giok tidak menyerangmu, se-jak tadi kau sudah mampus di bawah serangan balasanku!"
Lamkiong Giok tersenyum, sambungnya, "Sau-dara Hou, sekarang tentunya kau percaya maksud baikku bukan?"
Mendengar perkataan itu, Eng-jian-jiu jadi bi-ngung hingga untuk sesaat termangu. Padahal Lamkiong Giok berbuat demikian lantaran kuatir Oh Ku-gwat menunjukkan bahwa dia yang menganjurkan agar semua orang turun tangan
membunuh Bok Ji-sia. Oleh karena itu dia pura-pura memukul mundur Eng-jiau-jiu agar rasa curiga Bok Ji-sia terhadapnya bisa dihilangkan. Sebab menurut per-hitungannya, lebih baik bermusuhan dengan Eng-jiau-jiu daripada memusuhi Bok Jisia, siapa tahu tindakannya itu justeru malah mendatangkan dua hasil sekaligus.
Oh Ku-gwat tertawa dingin, katanya, "Sungguh
mengagumkan, Lamkiong Hian boleh berbangga karena
mempunyai seorang anak pintar seperti kau"."
Ji-sia masih menaruh dendam kepada Oh Ku-gwat karena nyaris terbunuh dalam Thian-seng-po tempo hari, ia lantas mendengus dan bentaknya, "Oh Ku-gwat, utang-piutang kita sudah sepantasnya di perhitungkan sekarang!"
Sambil menghimpun tenaga dalam ia melepas-kan pukulan dahsyat ke arah Oh Ku-gwat.
Kakek kosen di belakang Oh Ku-gwat tertawa dingin, kedua tangannya mendorong ke depan, de-ngan pukulan dahsyat menyambut serangan Ji-sia itu.
Ji-sia bertambah gusar setelah mengenali kakek cebol yang bersekongkol dengan Oh Ku-gwat untuk menjebaknya dulu, semua kemarahan segera dilimpahkan kepadanya.
Sambil menghimpun segenap tenaga dalam, dia
membentak, "Bangsat, kau cari mampus!"
Pukulan dahsyat dilontarkan, telapak tangan kanan
membacok tubuh kakek cebol itu. Sungguh hebat serangan yang dilancarkan da-lam keadaan gusar, apalagi setelah memperoleh ke-majuan pesat. Suatu benturan keras terjadi, kakek cebol itu kontan terpental tujuh-delapan langkah.
Sementara itu kawanan jago Thian-seng-po pelahan
bergerak maju mendekati Ji-sia dan Yong-ling. Cian-ciau-tocu, singa baja bercambang dengan memimpin anak buahnya juga
mengurung sekitar tempat itu, menyusul juga bergerak Hek-to-sam-koay.
Suasana menjadi tegang, dalam keadaan seperti ini, keadaan Ji-sia amat gawat, suatu pertarungan sengit segera akan terjadi. Kakek cebol yang dipaksa mundur oleh Ji-sia itu membentak marah, ia melambung ke udara, bagaikan seekor burung elang menubruk ke arah anak muda itu.
"Jangan gugup saudara Bok, aku datang membantumu!"
tiba-tiba Lamkiong Giok berteriak.
Tangan kanannya dikebaskan ke muka, empat jalur sinar secepat kilat menyambar batok kepala Bok Ji-sia.
Dengan rasa kaget Tong Yong-ling berseru, "Lamkiong Giok, kau?".."
Ketika Ji-sia melihat si kakek cebol itu me-nerjang datang, secepatnya ia bergeser ke samping, maka keempat bilah pedang terbang Lamkiong Giok pun menyambar lewat ke belakang kepalanya dan langsung menyambar tubuh kakek cebol itu.
Jerit kesakitan berkumandang, darah berham-buran, batok kepala kakek cebol itu terpenggal pu-tus dan menggelinding oleh sambaran keempat pe-dang terbang itu, tentu saja nyawanya melayang seketika. Empat jalur sinar tajam tadi berputar setengah lingkaran lalu melayang kembali ke dalam lengan baju Lamkiong Giok.
Ji-sia makin berterima kasih melihat Lamkiong Giok membantunya berulang kali, dengan suara lan-tang dia berseru, "Lamkiong Giok, demi memban-tuku kau tak segan-segan bermusuhan dengan Thian-seng-po, kebaikan ini sungguh membuatku terharu."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba desing ang-in tajam kembali menerjang datang dari belakang.
Ji-sia menghimpun tenaga dan berdiri sekuat tonggak, lalu putar badan dan disambutnya serang-an tersebut dengan keras lawan keras, ketika ia me-mandang ke sana, kiranya Oh Ku-gwat yang sedang menyerang dirinya dan Lamkiong Giok dengan ta-ngan kiri dan kanan.
Lamkiong Giok juga berkelit ke samping menghindarkan serangan Oh Ku-gwat itu, kemudian sam-bil tertawa katanya kepada Ji-sia, "Dunia persilatan adalah tempat orang beradu akal, tipu muslihat yang lebih licin akan lebih baik, tapi kulihat saudara Bok seorang jujur dan berjiwa besar, sejak perke-nalan semalam aku sudah merasa cocok denganmu, asal saudara Bok tidak keberatan, kita tak perlu lagi membedakan kau atau aku, apalagi antara Thian-seng-po dengan Kiam-hong-ceng memang sudah ter-ikat
permusuhan."
Semakin tertarik Ji-sia oleh ucapan itu, kata-nya dengan terharu, "Saudara Lamkiong, sungguh beruntung Siaute dapat bersahabat denganmu, cinta kasihmu itu pasti akan kuingat selalu."
Diam-diam Lamkiong Giok merasa girang se-kali, sebab bantuan anak muda ini jauh lebih ber-harga daripada Hek-to-su-koay, apalagi Tok-sim-siusu Bu Yan-hong telah tewas.
Segera Lamkiong Giok berseru lantang, "Sau-dara Bok, mulai sekarang kita akan bekerja sama untuk menghadapi musuh yang bandel, terjang dulu kepungan dan kemudian baru berunding lagi tindak-an selanjutnya."
"Lamkiong Giok?" Kui-tau-kou Tu Leng-mo tertawa seram,
"apakah kau hendak membatalkan janji kita semula?"
Saudara Tu, kenapa kau berkata demikian" Tak pernah kubatalkan janji kita, malahan saudara Tu sekalian yang justru tidak pegang janji kita semalam untuk bersama-sama menghadapi Thian-seng-po".."
Dalam pada itu Oh Ku-gwat menjadi murka karena
pembantu setianya tewas di tangkap Lam-kiong Giok, ia telah menubruk ke samping pemuda itu, dengan tiga jari segera ia menutuk jalan darah penting di tubuh Lamkiong Giok.
Sambil menyerang Oh Ku-gwat berseru, "Sau-dara Bengcu dari Holam, Shoatang dan Oupak, selamanya kami Thian-seng-po tak ada ganjalan apa-apa dengan kalian, buat apa kalian memusuhi kami" Sifat Lamkiong Giok kini sudah kalian ke-nal, lebih baik kita bekerja sama saja untuk
mem-binasakan mereka."
Lamkiong Giok yang diserang merasa terkejut, "Sungguh dahsyat tenaga jari tangannya!"
Ia berkelit ke samping, dengan jurus To-coan-im-yang (memutar balikan im dan yang) dia balas menyerang, langsung ia cengkeram urat nadi tangan Oh Ku-gwat.
Tiba-tiba Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang dari Hek-to-sam-koay tertawa seram, serunya lantang, "Sau-dara Tu, saudara Ki, mari kita membinasakan me-reka!"
Sambil berseru, Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang men-dahului mencengkeram punggung Lamkiong Giok dengan cakar
setannya. Ji-sia mendengus, cepat ia berputar, de-ngan suatu gerakan aneh iapun mencengkeram pergelangan tangan Eng-jiau-jiu.
Jilid 8 Bila jago-jago lihai bertarung, menang atau kalah seringkali ditentukan dalam waktu sekejap, Eng-jiau-jiu tidak menyangka Ji-sia mempunyai ge-rak tubuh secepat itu, terasa tangan menjadi kaku daa tahu-tahu urat nadinya sudah dicengkeram Bok Ji-sia. Di pihak lain, Lamkiong Giok dengan Ki-na-jiu-hoat berhasil pula memaksa Oh Ku-gwat me-narik serangannya dan melompat mundur.
Ketika melihat Ji-sia berhasil mencengkeram urat nadi tangan kiri Eng-jiau-jiu, diam-diam ia merasa gembira, serunya sambil tertawa, "Saudara Bok, ilmu silatmu memang mengagumkan!"
"Saudara Lamkiong, hukuman apa yang hendak kau
jatuhkan terhadap orang ini?" tanya Ji-sia.
"Jika saudara Bok ada permusuhan dengan dia, bereskan dia saja!" sahut Lamkiong Giok.
Waktu itu, Sat-hong-tok-ciang Ki Thi-hou su-dah menyusup ke belakang Ji-sia, suatu pukulan terus dilontarkan. Ji-sia mendengus, tiba-tiba tangan kirinya di-tarik ke belakang, tubuh berputar setengah lingkaran dan telapak tangan kanan membacok keluar".
"Blang!" benturan terjadi, Ki Thi-hou tergetar mundur selangkah.
"Saudara Hou, kubantu kau!" tiba-tiba Oh Ku-gwat
berteriak, telapak tangan kanannya dengan membawa deru angin terus menghantam iga kiri Bok Ji-sia"..
Sebagaimana diketahui, tenaga dalam Oh Ku-gwat amat sempurna, Ji-sia pernah nyaris tewas di bawah telapak tangannya, serangan yang mengguna-kan tenaga delapan bagian ini betul-betul dahsyat sekali. Ji-sia yang keras hati berkerut dahi, dengan tangan kanan ia sambut serangan tersebut.
Ketika terjadi benturan keras, Ji-sia tergetar sampai berputar dan mundur dua langkah, sebalik-nya Oh Ku-gwat juga tergetar. Oh Ku-gwat tertegun, ia merasa tenaga pukulan Ji-sia jauh lebih tangguh daripada beberapa hari yang lalu.
Dalam pada itu Sat-hong-tok-ciang Ki Thi-hou juga telah menyerang dari arah lain. Ji-sia memutar tangan kanan dengan jurus "Hong-eng-si-gi" (burung manyar pentang sayap) ia sodok iga Ki Thi-hou, serangan itu dilancarkan
belakangan, tapi tiba disasaran lebih dulu dan Sat-hong-tok-ciang harus melindungi diri lebih dulu.
Sambil miringkan tubuh ia bergeser dua lang-kah ke samping, dengan demikian pukulannya pun mengenai sasaran kosong.
Ketika serangannya gagal tadi, Oh Ku-gwat marah dan mendongkol, bentaknya, "Saudara Ki, cepat kita bereskan dulu lawannya!"
Kedua telapak tangan segera membacok silih berganti, dua gulung angin tajam menyambar ke-luar. Ji-sia mendengus gusar, tangan kirinya menarik dan tubuh Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang digunakan menyongsong serangan Oh Ku-gwat.
"Saudara Bok, biar kubantu tahan serangan-nya!" tiba-tiba Lamkiong Giok membentak.
Segera telapak tangan kirinya menghantam tu-buh Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang, rupanya tujuan se-benarnya adalah untuk membunuh Hou Wi-kang. Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat tertawa dingin, katanya, "Lamkiong Giok, hatimu benar-benar ter-lampau keji!"
Tiba-tiba serangan yang dituju Ji-sia itu berbalik menerjang ke arah Lamkiong Giok, perubahan ge-rak serangan ini betul-betul hebat sekali.
Ketika serangan dilancarkan tadi, Lamkiong Giok telah melompat maju ke depan, lalu mengejek, "Oh Ku-gwat, mulai kapan hatimu menjadi welas asih?"
Tiba-tiba Ji-sia melepaskan cengkeramannya pada
pergelangau tangan Hou Wi-kang, sambil me-lemparkan tubuh orang, dia berseru, "Mengingat perjanjianmu dengan Lamkiong Giok, untuk semen-tara waktu kuampuni jiwamu."
"Saudara Bok, kebesaran jiwamu ini sungguh membuat orang merasa kagum!" puji Lamkiong Giok dengan tertawa.
"Memangnya saudara Lamkiong minta aku
mem-bunuhnya?" tanya Ji-sia.
Ternyata Ji-sia salah mengartikan perkataan Lamkiong Giok, dengan sifat kejam orang tak nanti Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang dilepaskan begitu saja.
Sambil melotot Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang ber-seru,
"Lamkiong Giok, kau kejam dan berhati bu-suk, suatu hari pasti akan kubikin pembalasan!"
"Hei, saudara Hou kenapa kau membalas air susu dengan air tuba?" kata Lamkiong Giok sambil tertawa, "coba kalau kita tiada perjanjian di muka, hari ini kau pasti sudah tewas di tangan saudara Bok, mau kau anggap sahabat atau musuh tarserah pada dirimu, tapi lebih baik bantu saja diriku untuk me-lawan Thian-seng-po, kalau tidak, hmm, kukira da-lam dunia persilatan sudah tiada tempat lagi bagi kalian Hek-to-su-koay untuk menancap kaki."
"Lamkiong Giok!" bentak Kui-tau-kou Tu Leng-mong
dengan gusar, "dengan caramu yang ti-dak setia kawan, siapakah yang sudi bekerja sama denganmu. Hmm, hari ini juga kami akan mem-buat perhitungan denganmu!"
"Saudara Tu, saudara Hou, saudara Ki, laku-kan saja keinginan kalian!" timbrung Oh Ku-gwat, "segala akibatnya akan kutanggung bagi kalian!"
Mendengar perkataan ini, Hek-to-sam-koay tahu Oh Ku-gwat bersedia menerima mereka ke pihaknya, setelah merasa mantap ada Thian-seng-po sebagai tulang punggung yang tak kalah hebat-nya daripada Kiam-hong-ceng, perasaan mereka menjadi tenang, kalau tidak, mereka benar-benar takut Kiam-hong-ceng akan mencari balas kepada mereka.
Ji-sia merasa gusar menyaksikan sikap Oh Ku-gwat yarg berseri-seri itu, sambil membentak ia menerjang maju, tangan kiri membuat gerakan se-tengah lingkaran dan menyambar dari samping, se-mentara telapak tangan kanan menyodok ke
depan. Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat cukup tahu mu-tu serangan lawan, cepat ia berkelebat ke samping untuk menghindar.
Dalam pada itu. dengan langkah pelahan Hek-to-sam-koay mendekati Lamkiong Giok, rupanya mereka bermaksud
mengerubuti orang itu.
Lamkiong Giok tertawa sinis, tiba-tiba tangan kirinya memberi tanda, serunya kepada kawanan laki-laki berbaju ringkas, "Siapkan barisan Huan-in-kiam-tin!"
Dua belas laki-laki berbaju hitam dari Kiam-hong-ceng serentak mencabut pedangnya, lalu ba-yangan orang
berkelebat lewat, dalam waktu sing-kat kedua belas orang itu sudah maju mengurung Hek-to-sam-koay di tengah.
Lamkiong Giok segera berpaling ke arah Ji-sia, lalu katanya sambil tertawa, "Saudara Bok, mari kita bereskan dulu ketiga orang ini, kemudian bersama-sama menghadapi Thian-seng-po!"
Tong Yong-ling cukup kenal kekejian Lamkiong Giok, ia tahu saat ini tak lebih hanya ingin meng-gunakan tenaga Ji-sia untuk melawan musuh, se-bab keadaan sekarang sangat tidak menguntungkan Lamkiong Giok, maka kerja samanya dengan Ji-sia sangat diharapkannya.
Maka demi mendengar anjuran orang cepat kata-nya
kepada Ji-sia, "Bok-siangkong, kedatangan kita kemari hanya untuk mencari kitab Hian-ki-hian-cing, kini mestika itu sudah diperoleh orang lain, lebih baik pergi saja dari sini. Apalagi sampa
Seruling Samber Nyawa 11 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Bentrok Para Pendekar 6
^