Pendekar Cacad 14

Pendekar Cacad Karya Gu Long Bagian 14


ita benar-benar sudah terkena racun. Bisa jadi
satu jam kemudian, sekujur badan kita akan menjadi kaku dan
tidak dapat bergerak lagi, mari kita percepat perjalanan kita!"
Sambil berkata, kedua orang itu menggunakan Ginkang
menuju ke arah dinding kota.
Dalam perjalanan, tiba-tiba dari balik kegelapan sana
terdengar suara bentakan nyaring, "Kalian kawanan manusia
laknat darimana" Ayo cepat kalian sebutkan namamu!"
Bong Thian-gak menjadi tertegun mendengar suara itu,
katanya kemudian, "Tio-pangcu, nada suara ini sangat
kukenal, apakah suara gadis suku Biau itu?"
"Benar," Tio Tian-seng mengangguk, "memang suaranya,
mari kita tengok ke sana!"
Kedua orang itu segera mengubah arah dan menuju ke
sudut kota sebelah utara.
Di sisi dinding kota, di bawah beberapa batang pohon
besar, tampak delapan lelaki kekar berbaju hitam dengan
pedang terhunus sedang mengepung gadis suku Biau.
Sedang di balik kegelapan di sisi dinding kota rasanya
masih berdiri pula sekelompok orang sedang mengawasi
arena. Sebenarnya Bong Thian-gak hendak melompat keluar, tapi
Tio Tan seng segera menarik tangannya sambil berbisik,
"Tunggu dulu, mari kita selidiki dulu asal-usul gadis suku Biau
itu!" Mereka berdua lantas menyelinap ke balik pohon besar.
Dalam pada itu kedelapan lelaki kekar berpedang itu sudah
mulai melancarkan serangan, tiga orang pertama dengan
892 ketiga pedangnya secepat kilat melancarkan tusukan ke gadis
itu. Dari kecepatan mereka melancarkan serangan, dapat
dilihat kepandaian silat orang-orang itu cukup hebat.
Siapa sangka baru saja ketiga lelaki itu melancarkan
serangannya, tiba-tiba bergema jerit kesakitan yang
memilukan seperti jeritan babi yang disembelih.
Ketiga orang itu tahu-tahu sudah membuang pedang
mereka dan menutup wajah dengan kedua belah tangan dan
bergulingan di atas tanah, tak lama kemudian mengejang
keras dan tak berkutik lagi untuk selamanya.
Kejadian di depan mata ini kontan membuat semua jago
lainnya berkerut kening, sebab barusan tak seorang pun di
antara mereka yang melihat bagaimana gadis Biau
melepaskan serangan.
Dengan terkejut Bong Thian-gak segera bertanya, "Tiopangcu,
sudahkah kau lihat dengan kepandaian apakah ia
melukai musuh-musuhnya?"
Tio Tian-seng menggeleng.
"Sepasang tangannya sama sekali tidak bergerak, tapi
musuh segera menjerit kesakitan. Mungkin ada orang lain
yang membantunya secara diam-diam?"
"Tempat persembunyian kita letaknya cukup strategis,
semua penjuru arena bisa terlihat dengan jelas, tapi
kenyataan kita tidak melihat kehadiran orang lain di seputar
arena yang telah membantunya."
"Aku rasa ketiga orang itu seperti tewas oleh serangan
senjata rahasia beracun yang kecil dan lembut bentuknya, bisa
jadi sebangsa jarum bunga Bwe atau sebangsanya yang
melukai mata mereka. Kalau begitu gadis itu melepaskan
senjata rahasia dengan menggunakan semburan mulut."
893 Belum selesai ia berkata, lima lelaki berbaju hitam lainnya
sudah menggerakkan pedang memainkan selapis kabut
pedang, kemudian bersama-sama melancarkan bacokan kilat
yang sangat hebat.
Kali ini gadis Biau itu melakukan putaran badan satu
lingkaran, jeritan demi jeritan ngeri yang menyayat hati sekali
lagi berkumandang.
Yang lebih mengerikan lagi adalah gadis Biau itu masih
belum juga menggerakkan tangan melancarkan serangan, tapi
hasilnya kelima orang itu sudah roboh bergulingan sambil
menjerit kesakitan, bahkan jiwa mereka melayang.
Bong Thian-gak pun berseru tertahan, lalu bisiknya,
"Perkataan Tio-pangcu memang benar, jarum beracun itu
disemburkan lewat mulut."
Dalam pada itu rombongan orang yang berdiri di sisi
dinding kota mulah menerjang tiba dengan gerakan cepat,
mereka terdiri dari delapan orang lelaki berbaju hitam pula.
Mendadak bergema suara bentakan, "Mundur!"
Kedelapan orang yang sudah menerjang ke depan tadi
serentak menghentikan langkah.
Dari balik kegelapan pelan-pelan muncul seorang, setelah
tertawa terbahak-bahak ia berkata, "Jarum beracun nona
memang lihai sekali. Malam ini aku benar-benar memperoleh
pengetahuan yang sangat berharga, rasanya di kolong langit
dewasa ini hanya satu orang yang mampu menyebarkan racun
melalui mulut, dia adalah Kui-kok Sianseng dari bukit Bongsan."
Gadis Biau itu tertawa kecil.
"Kau mampu melihat semburan jarum beracunku lewat
mulut, ketajaman matamu memang pantas disebut jagoan
persilatan. Ayo sebutkan siapa namamu!"
894 Kakek bungkuk itu kembali tertawa.
"Aku she Bu bernama Seng."
Begitu si kakek bungkuk menyebut namanya, Tio Tian-seng
segera berbisik lirih, "Ah, dia adalah si pukulan tanpa wujud
Bu Seng." "Tio-pangcu apakah dia adalah pukulan tanpa wujud Bu
Seng yang angkat nama bersama guruku Thi-ciang-kan-kunhoan
Oh Ciong-hu pada empat puluh tahun berselang?" tanya
Bong Thian-gak.
Tio Tian-seng mengangguk membenarkan.
"Betul, kalau dibilang siapa-siapa saja yang termasyhur
dalam Bu-lim karena ilmu pukulannya, maka orang pertama
adalah gurumu Oh Hong hu almarhum, kemudian Bu Seng.
Sungguh tak kusangka Bu Seng masih hidup."
Sementara itu setelah kakek bungkuk itu menyebut
namanya, sambil tersenyum gadis Biau itu berkata, "Pukulan
tanpa wujud Bu Seng memang termasyhur dalam persilatan,
namun malam ini di sini masih hadir pula seorang yang
mempunyai nama besar lebih termasyhur daripadamu dan
orang itu sudah menjadi pengawalku sekarang."
Mendengar itu, si kakek bungkuk tertawa terbahak-bahak,
"Siapa nama besar pengawal nona itu?"
Agaknya dia belum percaya atas perkataan gadis Biau itu.
Sesungguhnya berapa orangkah yang mempunyai nama
dan kedudukan yang lebih tinggi daripada dirinya saat ini"
"Si tua Bu, rupanya kau tidak percaya perkataanku ini,"
seru gadis itu sambil tertawa. "Coba jawab, cukup tenarkah
nama besar Mo-kiam-sin-kun Tio Tian-seng dalam dunia
persilatan?"
Mendengar kata-katanya itu, Bong Thian-gak segera
berpaling dan memandang sekejap ke arah Tio Tian-seng.
895 Tampak Tio Tian-seng menggeleng kepala sambil tertawa
getir, "Wah, agaknya dia telah menganggap kita berdua
sebagai pengawalnya."
Sementara itu si kakek bungkuk sudah dibuat serba salah
oleh perkataan lawan, dengan wajah meringis katanya, "Tio
Tian-seng adalah Kay-pang Pangcu, masakah dia
pengawalmu" Benar-benar melantur dan tak bisa dipercaya."
"Hei, si tua Bu, bagaimana kalau kita bertaruh?" tantang si
gadis suku Biau itu dengan suara merdu.
"Bagaimana caranya bertaruh?"
"Seandainya Tio Tian-seng adalah benar-benar
pengawalku, kau mesti segera mengundurkan diri dan tidak
lagi mencari gara-gara kepada nonamu ini, setuju?"
Kakek bungkuk itu tertawa keras, "Hahaha, bagaimana
caramu membuktikan bahwa Tio Tian-seng adalah
pengawalmu" Apakah cuma mengandalkan bibirmu yang
pandai bicara itu?"
"Oh, soal itu mudah untuk dibuktikan. Asal aku mau, dapat
kuperintahkan Tio Tian-seng menuruti perintahku."
"Bagaimana seandainya kau yang kalah?"
"Kalau aku kalah, maka terserah kepada perintahmu, aku
tak akan melawan sedikit pun juga."
Kakek bungkuk itu memperhatikan sekejap sekeliling
tempat itu, lalu ujarnya, "Nona, kau sudah kalah."
"Mau bertaruh atau tidak, terserah pada keputusanmu
sendiri," jengek si nona Biau sambil tertawa dingin.
"Nona telah membunuh delapan orang anak buahku, aku
tak sudi bergurau denganmu lagi," tukas si kakek bungkuk itu
ketus. 896 "Aku tahu, sepasang telapak tanganmu itu lihai dan tiada
tandingannya. Sekali turun tangan, maka sudah pasti aku
akan tewas di tanganmu."
Sampai di situ, tiba-tiba ia menghentikan perkataannya.
Sudah jelas perkataan itu memang sengaja diucapkan agar
terdengar oleh Tio Tian-seng.
Pada saat itulah dengan suara lirih Bong Thian-gak
bertanya, "Tio-pangcu, bagaimana keputusanmu?"
"Tampaknya ia sudah tahu kita telah menyembunyikan diri
di sekitar sini, maksud tujuannya jelas hendak memaksa kita
menampakkan diri."
"Tio-pangcu adalah seorang terhormat dengan kedudukan
mulia, kau tak boleh memberi kesan kepada orang lain bahwa
dirimu adalah pengawalnya. Biar Boanpwe saja yang tampil
melihat keadaan."
Selesai berkata, pemuda itu segera melompat ke udara dan
melayang turun di sisi kiri gadis Biau itu bagaikan malaikat
yang turun dan kahyangan, setibanya di situ dia
membungkam. Diam-diam si kakek bungkuk itu terkejut menyaksikan
gerakan Bong Thian-gak yang amat sempurna, diawasinya
pemuda itu beberapa saat. kemudian tegurnya, "Apakah orang
ini adalah pengawalmu?"
Dengan matanya yang jeli, gadis Biau mengerling sekejap
ke arah Bong Thian-gak, lalu dengan senyuman bangga yang
menghiasi ujung bibirnya ia menyahut, "Benar, dia adalah
pengawalku!"
"Kalau begitu biar kubunuh pengawalmu ini terlebih
dahulu," seru si kakek bungkuk sambil tertawa dingin.
Tiba-tiba si kakek bungkuk mengayun telapak tangan
kanannya ke depan, segulung angin pukulan yang tak
897 berwujud bagaikan amukan ombak di tengah samudra
langsung menggulung ke arah anak muda itu.
Bong Thian-gak tidak menyangka lawan segera melepas
serangan begitu selesai mengatakan akan turun tangan.
Sambil mendengus pemuda itu mengayun lengan tunggalnya
menyambut datangnya ancaman kakek bungkuk itu dengan
keras melawan keras.
Sementara itu dalam pikiran si kakek bungkuk ia justru
kuatir apabila Bong Thian-gak berkelit dan tak berani
menyongsong datangnya serangannya dengan kekerasan.
Maka begitu melihat lawannya menyambut ancaman itu
dengan kekerasan, ia segera berpikir sambil tertawa geli,
"Bocah keparat, kau sudah ingin mampus rupanya."
Belum habis ingatan itu melintas, dua gulung angin pukulan
tanpa wujud sudah saling bentur.
Gelombang angin pukulan yang saling bentur itu seketika
menimbulkan pusaran serta desingan angin tajam yang
mengerikan dan melontarkan pasir serta debu hingga
memenuhi angkasa.
Akibat benturan yang amat keras itu sepasang bahu kakek
itu bergetar keras hingga tak dapat dicegah lagi tubuhnya
terdorong mundur sejauh tiga langkah.
Sebaliknya Bong Thian-gak juga mendengus tertahan, lalu
secara beruntun dia mundur tiga langkah dengan
sempoyongan. Ketika kakek bungkuk itu melihat Bong Thian-gak masih
berdiri segar bugar di tempat, paras mukanya kontan berubah
hebat, setelah tertawa dingin katanya, "Ehm, dari
kemampuanmu menyambut seranganku tadi, bisa kuduga
tenaga dalam yang kau miliki benar-benar amat sempurna."
898 Pada saat itu Bong Thian-gak harus menerima semuanya
itu tanpa menjawab, karena itu dia berlagak bisu dan tuli serta
tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Sesudah tertawa bangga, gadis suku Biau itu berkata
kembali, "He, si tua Bu, kau jangan keburu bangga dulu
dengan mengira ilmu pukulanmu sudah tiada taranya di dunia
ini. Ketahuilah pada malam ini kau telah bertemu dengan
lawan tandingmu, tentunya kemampuan yang dimiliki anak
buahku itu tidak lebih lemah daripada kemampuan yang kau
miliki bukan?"
Sebenarnya kakek bungkuk ini memang agak bergidik
dibuatnya, tapi di luar ia tetap berkata sambil tertawa dingin,
"Siapa nama besar pengawalmu ini?"
Gadis suku Biau itu tersenyum.
"Jika kusebut namanya, besar kemungkinan kau akan
terperanjat."
Sekali lagi si kakek bungkuk mengawasi Bong Thian-gak
sekejap, lalu dengan kening berkerut katanya, "Jangan kuatir,
nyaliku cukup besar, coba katakan orang ternama
darimanakah pengawalmu itu hingga rela bertekuk lutut
menjadi budak orang."
Bong Thian-gak kontan mengerut dahi, hawa napsu
membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya.
Kembali gadis suku Biau itu berkata sambil tersenyum, "Dia
adalah Jian-ciat-suseng Bong Thian-gak, pernah kau dengar
nama orang ini?"
Berubah hebat paras muka si kakek bungkuk itu, segera ia
berpaling ke arah Bong Thian-gak dan bertanya, "Benarkah
kau adalah Jian-ciat-suseng?"
"Benar, akulah orangnya," untuk pertama kalinya Bong
Thian-gak bersuara dan menjawab dengan suara hambar.
899 Tiba-tiba kakek bungkuk itu tertawa terbahak-bahak,


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian serunya lantang, "Aku dengar kau telah mendirikan
sebuah partai yang dinamakan Hiat-kiam-bun. Sungguh tak
kusangka malam ini kau justru mengikat hubungan dengan
perempuan liar ini, bahkan bersedia menjadi budaknya.
Peristiwa ini benar-benar tidak kusangka."
"Apa yang hendak kuperbuat, lebih baik kau tak usah ikut
campur," kata Bong Thian-gak dengan suara dingin.
"Bagaimana pun juga malam ini, Jian-ciat-suseng tak akan
mengizinkan kau melukainya barang seujung rambut pun."
Sekali lagi kakek bungkuk itu tertawa terbahak-bahak,
"Sudah puluhan tahun aku belum pernah bertemu seorang
lawan tanding. Malam ini Jian-ciat-suseng memang perlu
merasakan kemampuan sepasang telapak tanganku ini."
"Bu Seng, ilmu pukulan tanpa wujudmu meski sudah
termasyhur di seluruh kolong langit belum tentu aku bukan
tandinganmu, tapi malam ini orang yang melindungi
keselamatannya bukan cuma aku seorang. Oleh sebab itu
kuanjurkan kepada Bu-locianpwe agar segera mengundurkan
diri, kesempatan bagi kita untuk bertarung di kemudian han
masih cukup banyak."
"Siapa lagi yang berada di sini?" desak kakek bungkuk itu
cepat. Dengan suara dalam Bong Thian-gak menjawab, "Jangan
kau tanya siapa orangnya, yang jelas dia adalah seorang
tokoh sakti dari persilatan yang memiliki ilmu silat lebih
tangguh daripada aku."
"Tahukah kau apa yang menjadi sengketa antara diriku
dengan perempuan itu?" tegur si kakek bungkuk lagi.
"Walaupun aku tak tahu, namun kuharap Bu-locianpwe sudi
memberi muka untuk kali ini saja, di kemudian hari aku pasti
akan memohon maaf kepada Locianpwe."
900 Kakek bungkuk itu tertawa terbahak-bahak, "Baiklah kalau
begitu, aku mengundurkan diri untuk sementara waktu."
Selesai berkata, dia lantas mengulap tangan, kedelapan
lelaki berbaju hitam tadi serentak menggotong jenazah rekanrekannya
dan berlalu mengikut di belakang kakek bungkuk itu.
Dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap
di balik kegelapan sana.
Pada saat itulah dari bawah rindangnya pepohonan pelanpelan
berjalan keluar Mo-kiam-sin-kun Tio Tian-seng.
Dengan suara rendah dan berat, Bong Thian-gak segera
berkata kepada gadis suku Biau itu, "Nona, sekarang aku
hendak bicara secara blak-blakan padamu. Kami bersedia
membantumu menghadapi musuh mana pun, tetapi enggan
menuruti perintah dan menjalankan tugas yang kau berikan."
"Tentunya nona tahu meskipun aku dan Tio-pangcu sudah
keracunan, namun masih memiliki kekuatan untuk bertempur
melawan musuh mana pun juga, tetapi demi keselamatan
kami berdua, besar kemungkinan kami akan berbuat
sewenang-wenang terhadapmu."
Biau-kosiu tertawa, "Kau menyebut diri sebagai pendekar,
apakah kalian benar-benar akan turun tangan keji terhadap
seseorang yang sama sekali tidak ada ikatan dendam maupun
sakit hati terhadap dirimu?"
"Nona tak sudi menolong orang yang sedang susah, tiada
setia kawan serta ingkar janji. Apakah kami pun akan
membiarkan kau bertindak sewenang-wenang untuk
keuntungan dirimu sendiri?"
Tiba-tiba Biau-kosiu menghela napas panjang, "Ai, semua
itu gara-gara aku telah cerewet sehingga membocorkan
kepada kalian bahwa aku dapat menyembuhkan racun
sengatan nyamuk penghancur darah."
901 "Bila nona bersedia membantu kami, Bong Thian-gak tak
akan melupakan budi kebaikanmu itu."
"Baiklah, aku bersedia menghadiahkan obat penawar racun
untuk kalian berdua," ucap Biau-kosiu kemudian.
"Apakah obat penawar racun berada di rumah
penginapan?"
"Ya, silakan kalian ikut aku kembali ke rumah penginapan
Ban-heng!"
Rumah penginapan Ban-heng adalah rumah penginapan
terbesar di kota Lok-yang, bangunan rumahnya bersusunsusun
dan kamarnya terdiri dari ratusan bilik, letaknya di
sebelah barat dekat dinding kota.
Oleh karena itu Bong Thian-gak, Tio Tian-seng dan Biaukosiu
menelusuri dinding kota menuju ke bagian barat,
kemudian melompati dinding benteng dan melayang masuk ke
halaman rumah penginapan Ban-heng.
Waktu itu kentongan kelima baru saja bergema, bintang
dan rembulan telah tenggelam, langit dicekam kegelapan.
Dengan gerakan tubuh yang enteng, Biau-kosiu menelusuri
halaman menuju gedung lapisan kedua dan pada akhirnya
melayang turun ke muka sebuah pintu.
Baru saja mereka muncul, dari balik gedung sudah
terdengar seorang perempuan menegur tapi penuh kasih
sayang, "Anak Siu di situ?"
Menyusul cahaya lentera menerangi ruangan kamar.
"Nenek, Siu-ji yang datang," Biau-kosiu berseru manja.
Dari balik ruangan terdengar perempuan tua itu menegur
lagi, "Siapakah kedua orang lainnya?"
Ketika mendengar teguran itu, paras muka Tio Tian-seng
dan Hong Thian-gak sama-sama berubah hebat, pikir mereka,
902 "Hebat, tajam dan cekatan benar pendengaran perempuan itu,
padahal langkah kami sudah diusahakan seringan mungkin,
sudah tidak menimbulkan sedikit suara pun, tapi anehnya
mengapa pihak lawan bisa membedakan berapa orang yang
telah datang?"
Dapatlah diduga perempuan di dalam ruangan itu adalah
seorang jagoan yang berilmu sangat tinggi.
Diam-diam Bong Thian-gak dan Tio Tian-seng jadi kuatir,
andaikata Biau-kosiu ingkar janji dan tak bersedia
menyerahkan obat penawar racun, sanggupkah mereka
berdua menandingi Biau-kosiu beserta perempuan tua itu"
Dalam pada itu Biau-kosiu termenung sesaat, tidak
langsung menjawab, mendadak dari kegelapan muncul
bayangan orang, tahu-tahu ada tiga orang telah mengurung
Bong Thian-gak serta Tio Tian-seng.
Ketiga orang itu terdiri dari seorang nenek berambut putih
berwajah merah, membawa toya kepala setan yang besarnya
selengan bocah dan berwarna hitam pekat.
Di sisi nenek itu adalah seorang perempuan setengah umur
yang tinggi kekar bermata tunggal berparas jelek serta
bertelanjang kaki yang bentuknya sebesar gajah.
Sedang di sebelah kanannya adalah seorang lelaki kekar
setengah umur yang hitam dan jelek, bermata tunggal dan
berperawakan tinggi kekar, dia pun bertelanjang kaki.
Pada hakikatnya kedua orang terakhir ini merupakan
pasangan yang amat serasi, baik lelaki maupun yang
perempuan sama-sama berwajah bengis, buas, bermata
tunggal dan bertelanjang kaki.
Dari kemampuan ketiga orang yang muncul tanpa
menimbulkan sedikit suara, bahkan sanggup menyelinap
dengan kecepatan tinggi, jelas kemampuan mereka sungguh
hebat dan tak bisa dianggap enteng.
903 Seketika itu juga Bong Thian-gak dan Tio Tian-seng
dicekam oleh ketegangan yang luar biasa.
Sementara itu Biau-kosiu telah bersandar dalam pelukan si
nenek berambut putih itu sambil berkata dengan manja,
"Nenek, berilah dua butir pil penawar nyamuk beracun
untukku, anak Siu telah berjanji akan menghadiahkan untuk
mereka berdua."
Dengan penuh kasih sayang nenek berambut putih itu
membelai rambut Biau-kosiu, lalu katanya, "Anak Siu, siapa
kedua orang ini" Mengapa kau berjanji hendak
menghadiahkan pil penawar nyamuk beracun itu kepada
mereka?" "Nenek janganlah bertanya terus, Siu-ji telah berjanji, tentu
saja aku tidak ingin ingkar janji. Nenek, ayolah ambil pil itu!"
Tampaknya nenek berambut putih itu sangat menyayangi
Biau-kosiu, ia segera menjawab, "Baik, nenek akan
memberikan dua butir untuk mereka."
Seusai berkata, tiba-tiba nenek berambut putih itu
mengeluarkan dua pil berwarna merah dari dalam sebuah
botol berwarna putih porselen, kemudian diserahkan ke
tangan nona itu.
Setelah menerima pil itu, Biau-kosiu segera menyerahkan
kepada Bong Thian-gak sambil ujarnya manja, "Cepat kalian
telan pil itu dan tinggalkan tempat ini secepatnya!"
Bong Thian-gak menerima pil itu, baru saja hendak
mengucapkan beberapa patah kata merendah, nona itu di
bawah bimbingan si nenek berambut putih dan diikuti
sepasang laki perempuan bermata tunggal itu sudah berlalu
dari sana. Bong Thian-gak hanya bisa menghela napas dan
menyerahkan sebutir pil ke tangan Tio Tian-seng, kemudian
mereka menelan pil itu.
904 Begitu pil itu masuk ke dalam mulut, bau harum semerbak
memancar kemana-mana, pil segera mencair dan membaur
dengan liur mengalir ke dalam perut.
Tak lama kemudian mereka berdua merasakan
semangatnya berkobar kembali, dada terasa lapang dan
segar. Tio Tian-seng pun menarik Bong Thian-gak untuk diajak
pergi dari situ.
"Kita hendak kemana?" tanya Bong Thian-gak.
"Mari kita memesan kamar dan tinggal di rumah
penginapan ini."
Bong Thian-gak dan Tio Tian-seng pun menginap di rumah
penginapan Ban-heng, jaraknya dari situ ke gedung yang
ditempati Biau-kosiu sekalian cuma selisih sebuah beranda
lebar. Di dalam gedung yang mereka pesan terdapat dua buah
kamar dengan bagian tengahnya merupakan ruang tamu.
Ketika Tio Tian-seng pergi meninggalkan penginapan, dalam
ruangan itu tinggal Bong Thian-gak seorang.
Perjalanan yang jauh semalam suntuk membuat Bong
Thian-gak merasa agak lelah, ketika ia bersiap-siap masuk ke
dalam kamar untuk beristirahat, mendadak dari halaman muka
bergema suara langkah kaki, lalu seseorang berkelebat dan di
muka pintu sudah berdiri seorang sastrawan berbaju putih.
Dengan terkejut Bong Thian-gak menegur, "Kau mencari
siapa?" Tampang sastrawan berbaju putih itu ganteng, mata jeli
dan hidung mancung, mukanya putih bersih, ia menggenggam
kipas putih dan menggembol sebilah pedang di punggungnya.
Dengan sorot mata tajam ia mengawasi wajah Bong Thiangak
lekat-lekat. Sekulum senyuman yang angkuh menghiasi
905 ujung bibirnya, ia ganti menegur dengan lantang, "Kau yang
bernama Jian-ciat-suseng?"
"Benar," Bong Thian-gak manggut-manggut. "Ada urusan
apa kau datang mencariku?"
Sastrawan berbaju putih itu tersenyum.
"Aku she Liong bernama Oh-im."
Sekalipun Bong Thian-gak merasa agak bingung dan heran
atas kedatangan tamu tak diundang ini, namun ia segera
menyahut dengan nada gembira, "Oh, rupanya Liong-heng.
Silakan duduk."
Tanpa sungkan sastrawan berbaju putih Liong Oh-im
melangkah masuk ke dalam dan duduk di kursi tamu.
Bong Thian-gak menuang secangkir teh untuk tamunya,
kemudian baru bertanya lagi, "Apakah Liong-heng mencari
aku?" "Benar," Liong Oh-im tertawa dingin. "Adapun
kedatanganku tak lain adalah menanyakan beberapa
persoalan kepada Bong-tayhiap."
"Liong-heng ada urusan apa, silakan saja utarakan secara
terus terang," jawab Bong Thian-gak tertegun.
Kembali Liong Oh-im tertawa.
"Sebenarnya kita memang tidak saling mengenal.
Karenanya bila kedatanganku telah mengganggu Bongtayhiap,
harap sudi memaafkan."
"Ah, empat penjuru adalah tetangga, empat samudra
adalah saudara."
Tiba-tiba sastrawan berbaju putih merendahkan suara,
kemudian berbisik, "Bong-tayhiap, sebenarnya persoalan yang
hendak kutanyakan adalah masalah yang menyangkut
hubungan Bong-tayhiap dengan Biau-kosiu."
906 "Kau maksudkan gadis suku Biau itu?" tanya Bong Thiangak
terperanjat. Liong Oh-im tersenyum.
"Konon Bong-tayhiap menjadi salah satu pengawal Biaukosiu"
Apa benar kabar ini?"
Bong Thian-gak tidak langsung menjawab, ia termenung
dan berpikir beberapa saat, kemudian balik bertanya, "Ada
urusan apa Liongheng menanyakan hal ini?"
Kembali Liong Oh-im tertawa kering, "Aku hanya ingin
tahu, benarkah Bong-tayhiap sudah menjadi pengawalnya?"
"Tidak," Bong Thian-gak menggeleng dengan tegas.
"Kalau memang Bong-heng bukan pengawal Biau-kosiu,
buat apa kau tetap berada di sini untuk menyerempet
bahaya?" Bong Thian-gak tersenyum.
"Dengan berdiam dalam rumah penginapan ini,
mungkinkah aku akan menjumpai ancaman maut?"
"Sudah banyak jago-jago lihai persilatan yang beranggapan
bahwa Bong-tayhiap adalah orang Biau-kosiu. Dengan tetap
berada di sini, bukankah sama artinya menjajakan diri menjadi
sasaran kemarahan orang?"
Tiba-tiba Bong Thian-gak bertanya, "Apakah kau berasal
dari satu aliran dengan si pukulan tanpa wujud Bu Seng?"
"Betul, Bu Seng si tua itu tak lebih adalah panglima
andalanku."
Bong Thian-gak sangat terkejut, segera pikirnya, "Jadi dia


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah anak buahnya" Lantas orang macam apakah Liong Ohim?"
Bu Seng adalah tokoh silat yang pernah menggemparkan
Bu-lim pada empat puluh tahun berselang, tapi sekarang dia
907 tak lebih cuma seorang anak buah Liong Oh-im yang masih
begitu muda. Tentu Liong Oh-im adalah seorang yang mempunyai asalusul
luar biasa. Bong Thian-gak berpikir beberapa saat, kemudian katanya
sambil tersenyum, "Apakah kau hendak membuat perhitungan
dengan Biau-kosiu serta rombongannya?"
"Boleh dibilang begitu," sahut Liong Oh-im sambil tertawa
ringan. Bong Thian-gak segera tertawa.
"Aku rasa Biau-kosiu bukan manusia yang mudah dihadapi,
lagi pula di sekelilingnya dilindungi oleh beberapa jago silat
berilmu tinggi. Untuk menghadapi perempuan itu, kau mesti
banyak membuang tenaga dan pikiran."
"Justru karena agak sulit dihadapi, maka aku sengaja
datang menjumpai Bong-tayhiap dan berharap kau tidak
mencampuri urusan ini," kata Liong Oh-im sambil tertawa.
Bong Thian-gak juga tertawa.
"Ah, aku cukup terang pikiran untuk membedakan mana
budi dan mana dendam. Bila ada orang melepas budi
kepadaku, aku pun akan membalas kebaikan kepadanya, tapi
bila orang memberi kejahatan padaku, aku pun bersumpah
akan menuntut balas. Jika persoalan tiada sangkut-paut
dengan budi dan dendam, maka aku pun akan berpeluk
tangan." Liong Oh-im terbahak-bahak, "Jika Bong-tayhiap memang
benar memegang ketat perkataanmu itu, aku pun tak usah
kuatir lagi. Baiklah, aku mohon diri lebih dulu."
Selesai berkata, dia lantas berdiri, memberi hormat dan
segera membalikkan badan berlalu dari situ.
908 Bong Thian-gak mengawasi bayangan Liong Oh-im lenyap
dari pandangan, kemudian menghela napas seraya
bergumam, "Sebenarnya orang macam apakah Liong Oh-im"
Dilihat dari gerak-geriknya, dia seperti memiliki jiwa seorang
pemimpin. Mungkinkah dia benar-benar seorang tokoh
terkenal yang memiliki kedudukan tinggi?"
Belum habis ingatan itu melintas, tiba-tiba dari luar pintu
sudah muncul Mo-kiam-sin-kun Tio Tian-seng.
Begitu memasuki ruangan, Tio Tian-seng segera bertanya,
"Bong-laute, apakah ada tamu yang telah berkunjung
kemari?" Sekali lagi Bong Thian-gak tertegun, kemudian baru
jawabnya, "Ya, memang ada seorang tamu tak diundang yang
telah berkunjung kemari. Dia mendatangkan kebimbangan,
kecurigaan dan kemisteriusan bagiku."
"Oya" Tamu macam apakah dia?"
"Seorang sastrawan berbaju putih yang berusia dua puluh
tujuh-delapan tahun, dia mengaku bernama Liong Oh-im."
Mendengar nama itu, paras Tio Tian-seng berubah,
kemudian serunya terkejut, "Liong Oh-im" Dia adalah Giokgan-
suseng (sastrawan berwajah kemala) Liong Oh-im yang
namanya amat tersohor di seputar wilayah Se-ih."
Bong Thian-gak belum pernah mendengar tentang Giokgan-
suseng. Oleh sebab itu dia tidak terpengaruh oleh nama
ini, malah tanyanya, "Menakutkankah orang itu, Tio-pangcu?"
"Mungkin Bong-laute belum begitu mengenal dan belum
pernah mendengar tentang Giok-gan-suseng Liong Oh-im ini.
Ketahuilah, sejak delapan belas tahun berselang, nama besar
Giok-gan-suseng sudah amat termasyhur, bahkan amat
menggetarkan wilayah Se-ih."
"Delapan belas tahun berselang?" Bong Thian-gak terkejut.
"Tapi aku rasa Liong Oh-im masih berusia dua puluh delapan
909 tahunan. Ah, mana mungkin" Masakah sejak usia sepuluh
tahun sudah terkenal dan menggemparkan persilatan?"
"Bong-laute, kau salah taksir. Liong Oh-im tidak terhitung
anak muda lagi, usianya sekarang sekitar empat puluh
tahunan, tapi oleh karena dia telah memakan obat mustika
yang disebut Ho-siu-uh yang berusia seribu tahun, maka
wajahnya tetap awet muda dan menyerupai anak muda
berusia dua puluh tahun, ditambah lagi parasnya memang
termasuk tampan. Itulah sebabnya orang menyebut Giok-gansuseng
kepadanya."
"Ah, masakah di dunia ini benar-benar terdapat sejenis
obat mustika yang bisa membuat orang awet muda?" seru
Bong Thian-gak heran.
"Barusan aku telah berkunjung ke kantor cabang
perkumpulan di l.ok-yang dan mendapat tahu bahwa Lok-yang
telah dijadikan arena perkumpulan jago lihai dari seluruh
kolong langit, seakan-akan bakal terjadi suatu peristiwa yang
mengerikan di kota Lok-yang ini."
Bong Thian-gak menghela napas ringan.
"Setelah mendengar perkataan Liong Oh-im tadi, kemudian
dicocokkan dengan perkataanmu barusan, maka aku rasa
berkumpulnya para jago persilatan di kota Lok-yang ini bisa
jadi hendak mencari gara-gara kepada pihak Biau-kosiu."
Secara ringkas lantas Bong Thian-gak menceritakan apa
yang dibicarakannya bersama Liong Oh-im belum lama
berselang. Kata Tio Tian-seng dengan suara dalam, "Bong-laute, untuk
menghadapi seorang Hek-mo-ong saja kita sudah cukup
dibuat pusing dan kewalahan. Apakah kau hendak menanam
bibit bencana lagi dengan mencari musuh baru macam Giokgan-
suseng Liong Oh-im?"
910 "Biau-kosiu telah melepas budi pertolongan kepada kita
berdua, apakah kita harus berpeluk tangan membiarkan dia
dipermainkan dan dianiaya orang lain?"
"Bong-laute," Tio Tian-seng berkata, "pernahkah kau
bayangkan siapakah sebenarnya orang yang telah menyergap
kita dengan nyamuk-nyamuk penghancur darah itu?"
"Apakah hasil perbuatan Hek-mo-ong?"
Tio Tian-seng menggeleng kepala berulang-kali.
"Aku rasa bukan Hek-mo-ong, melainkan perbuatan Biaukosiu."
"Bagaimana penjelasanmu tentang persoalan ini" Antara
kita dengan Biau-kosiu sama sekali tidak terikat dendam sakit
hati apa pun?"
"Apabila perbuatan Hek-mo-ong, maka dia pasti tidak
hanya melepaskan nyamuk penghancur darah saja dan lebihlebih
tidak akan mengizinkan Biau-kosiu menyelamatkan jiwa
kita. Sekarang kota Lok-yang sudah menjadi pusat jagoan dari
bermacam-macam aliran dan kedatangan mereka pun untuk
membuat gara-gara kepada Biau-kosiu serta rombongannya,
posisi Biau-kosiu sudah terjepit dan menghadapi ancaman dari
mana-mana. Betul, dia masih dilindungi nenek berambut putih
serta laki-perempuan bermata tunggal itu, tapi mungkinkah
baginya membendung serangan Liong Oh-im bersama
kawanan jago lihai lainnya?"
"Oleh sebab itu Biau-kosiu yang licik dan banyak tipu
muslihat itu melepas nyamuk-nyamuk penghancur darah
untuk mencelakai kita, kemudian menguntit dan memaksa kita
menjadi pengawalnya."
"Entah bagaimanakah pendapat Bong-laute tentang
keteranganku ini" Apakah masih dapat diterima?"
Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Ai, apabila Tiopangcu
tidak mengatakan lebih dahulu bahwa Hek-mo-ong
911 bisa menyergap kita berdua, aku pun menduga seperti apa
yang baru saja kau kemukakan. Cuma peristiwa ini sudah
lewat, entah Biau-kosiu benar-benar melepas nyamuk-nyamuk
penghancur darah secara sengaja untuk mencelakai kita atau
tidak, Boanpwe sudah tidak mengingat lagi masalah itu dalam
hati." "Bong-laute, hari ini kita masih berdiam di Lok-yang karena
menunggu kabar Pat-kiam-hui-hiang Tan Sam-cing. Kita hanya
secara kebetulan bertemu perselisihan antara golongan Biaukosiu
dengan Giok-gan-suseng Liong Oh-im. Perkataan Bonglaute
terhadap Liong Ohi m kunilai tepat sekali, kita memang
tak usah mencampuri urusan orang lain, lebih baik berpeluk
tangan menyaksikan mereka saling gontok."
"Tio-pangcu," tiba-tiba Bong Thian-gak bertanya, "sekarang
aku makin bingung. Betulkah dalam Bu-lim terdapat seorang
tokoh yang disebut Hek-mo-ong?"
"Tak heran Bong-laute merasa ragu dan sangsi terhadap
peristiwa Ini. Nama Hek-mo-ong memang tidak diketahui oleh
sebagian besar umat persilatan, seperti pula keberhasilan
perkumpulan Put-gwa-cin-kau menguasai dunia persilatan. Hal
ini pun disebabkan kemisteriusan yang menyelimuti setiap
tokoh mereka."
"Tio-pangcu, kau mempunyai dugaan atas empat orang
yang kemungkinan besar adalah Hek-mo-ong, bolehkah
kuketahui keempat orang yang manakah menurut kau
kemungkinan besar adalah Hek-mo-ong ?"
Tio Tian-seng termenung dan berpikir sesaat lamanya,
kemudian buru menjawab, "Keempat orang yang
mencurigakan itu adalah Pat-kiam-hui-hiang Tan Sam-cing, si
tabib sakti Gi Jian-cau, Giok-gan-suseng Liong Oh-im serta Topit-
coat-to Liu Khi," sebab hanya keempat orang inilah yang
memiliki kepandaian silat cukup tangguh untuk memegang
peranan sebagai Hek-mo-ong."
912 "Tio-pangcu, mengapa kau mencantumkan nama wakil
ketuamu, Liu Khi, dalam daftar orang-orang yang kau curigai?"
tanya Bong Thian-gak-
"Ya, setiap orang yang kucurigai sesungguhnya mempunyai
alasan dan bukti yang cukup kuat," kata Tio Tian-seng seraya
manggut-manggut. "Walaupun Liu Khi sempat memangku
jabatan sebagai wakil ketua Kay-pang, namun gerak-gerik,
ilmu silat dan kecerdasannya, rasanya lebih dari cukup untuk
memegang peranan sebagai Hek-mo-ong."
Bong Thian-gak menghela napas, "Ai, keempat orang yang
Tio-pangcu sebutkan tak begitu kukenal secara akrab. Oleh
sebab itu aku tak herani berkomentar apa-apa tentang
mereka, cuma Gi Jian-cau seorang yang hingga kini belum
pernah kulihat raut wajahnya, seperti apakah wajah si tabib
sakti Gi Jian-cau?"
"Saat-saat Hek-mo-ong tampil mungkin tidak akan terlalu
lama lagi, sebab orang yang paling dia segani satu per satu
telah disingkirkan olehnya. Pada akhirnya Hek-mo-ong yang
asli akan segera diketahui orangnya."
"Tio-pangcu," Bong Thian-gak bertanya, "hingga sekarang
aku masih belum tahu asal-usul Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau.
Dapatkah Tio-pangcu memberi keterangan kepadaku?"
Berubah paras Tio Tian-seng, dia nampak ragu, tapi
akhirnya berkata, "Bong-laute, aku telah bersumpah takkan
membocorkan asal-usulnya selama hidup. Sebagai umat
persilatan yang memegang janji, aku tak ingin mengingkari
sumpahku sendiri. Benar, aku berdiri pada pihak yang
bermusuhan dengan dirinya, tapi aku tak bisa melanggar
sumpahku."
Bong Thian-gak tertegun, katanya, "Ai, sungguh tak
kusangka Tio-pangcu begini memegang janji."
"Harap Bong-laute sudi memaafkan," suara Tio Tian-seng
amat sedih dan pilu.
913 "Boanpwe tak akan menyalahkan dirimu, bagaimana pun
juga aku telah menyaksikan paras asli Cong-kaucu."
"Kehadiran Cong-kaucu dalam Kangouw, sedikit banyak
masih dapat menandingi gerak-gerik Hek-mo-ong. Oleh sebab
itu hingga sekarang kau belum melihat perlunya bentrokan
secara langsung pihak mereka dan di sinilah letak hubungan
yang sensitif di antara kami."
Bong Thian-gak menjadi bingung, tanyanya kemudian,
"Hek-mo-ong adalah otak di belakang layar yang mengatur
semua perbuatan dan tindakan orang-orang Put-gwa-cin-kau,
hanya Hek-mo-ong yang dapat memberi perintah kepada
Cong-kaucu. Mengapa kau mengatakan Cong-kaucu justru
merupakan biji catur yang sanggup menghadapi Hek-mo-ong
serta membatasi gerak-geriknya?"
"Keadaan ini tak ubahnya seperti keadaanku yang
mencurigai Liu Khi, biarpun Cong-kaucu hanya seorang anak
buah Hek-mo-ong, namun sesungguhnya Cong-kaucu pun
punya kemungkinan merebut jabatan pimpinan tertinggi."
Bong Thian-gak setengah mengerti arti kata-katanya itu,
katanya pula, "Sejak dulu berapa banyak menteri setia yang
akhirnya berontak terhadap kaisar dan merebut kedudukan
terhormat itu. Apabila dunia persilatan memang dipenuhi
berbagai orang yang berambisi besar, siapa bilang keadaan
demikian tak akan terjadi?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya, "Ai, ambisi
dan rasa lak puas seseorang memang tak bisa dipenuhi untuk
selamanya. Banyak peristiwa sedih dan tragis yang terjadi di
dunia selama ini, bukankah sebagian besar disebabkan oleh
watak manusia yang serakah, berambisi dan perasaan tak
puas?" Semangat Tio Tian-seng berkobar, segera katanya, "Bila
Hek-mo-ong telah disingkirkan, aku akan segera
mengumumkan kepada seluruh umat persilatan bahwa aku
914 akan mengundurkan diri dari keramaian dan selama hidup
tidak akan mencampuri urusan duniawi lagi."
Untuk kesekian kalinya Bong Thian-gak menghela napas
panjang. "Selama ini Boanpwe pun tidak mempunyai ambisi untuk
menjadi pimpinan besar dunia persilatan atau pun ambisi
untuk menguasai ?eluruh jagat. Asal dendam sakit hati
perguruanku sudah terbalas dan Put-gwa-cin-kau bubar,
Boanpwe pun berniat mengasingkan diri di suatu tempat
terpencil dan tak akan lagi mencampuri urusan dunia ramai
lagi." "Bong-laute, mari kita beristirahat. Kemungkinan besar kita
akan disuguhi pertunjukan bagus malam nanti, kita tak boleh
ketinggalan menyemarakkan keramaian itu."
Bong Thian-gak manggut-manggut.


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar, siang hari memang merupakan waktu beristirahat
bagi orang persilatan, mari kita beristirahat."
Maka kedua orang itu pun kembali ke kamar masingmasing
untuk beristirahat.
Bagi manusia-manusia yang berilmu tinggi seperti Tio Tianseng
dan Bong Thian-gak, duduk bersemedi pun sudah cukup
bagi mereka untuk menggantikan tidur, terutama Tio Tianseng
yang mempunyai dasar tenaga dalam yang amat
sempurna, baginya setiap hari hanya cukup bersemedi dua
jam saja untuk menggantikan tidur semalam suntuk.
Demikianlah mereka duduk bersemedi, dua jam sudah
berlalu tanpa terasa.
Waktu itu Bong Thian-gak sudah berada dalam keadaan
lupa akan segalanya, hawa murni beredar dengan lancar dan
napas berembus sangat beraturan.
915 Tiba-tiba di luar jendela muncul seseorang, seorang gadis
berbaju hijau telah menyusup masuk dari jendela.
Ilmu yang dipelajari Bong Thian-gak adalah Tat-mo-khikang.
Selama ia duduk bersemedi, indra perasaannya amat
sensitif dan tajam, sejak nona berbaju hijau muncul di luar
jendela, dia telah mengetahui kehadirannya.
Pemuda itu membuka mata, sedang si nona berbaju hijau
segera menempelkan jari tangannya di depan mulut memberi
tanda agar jangan bersuara, kemudian dia mengayun tangan
kirinya melemparkan sepucuk surat ke arah Bong Thian-gak,
setelah itu si nona melompat keluar jendela dan lenyap di
balik wuwungan rumah sana.
Bong Thian-gak tertegun, kemudian mengawasi surat yang
dilemparkan ke arahnya dengan termangu, pikirnya, "Aneh,
siapakah perempuan ini" Mengapa dia datang menyampaikan
surat untukku?"
Pemuda itu segera memungut surat itu dan membukanya,
di atas surat berwarna biru tertera tiga baris tulisan hitam,
gaya tulisannya indah dan lembut, sudah jelas tulisan seorang
wanita. Di atas surat itu tertera tulisan:
"Ditujukan kepada Jian-ciat-suseng Bong Thian-gak. Surat
ini disampaikan oleh seorang kepercayaanku. Harap setelah
menerimanya Siangkong segera berangkat keluar kota dan
menjumpai seorang perempuan berbaju hijau di sebuah kuil
dewa gunung yang terletak tiga li dari barat kota."
Selesai membaca surat itu, Bong Thian-gak merasa ragu
sejenak, kemudian setelah merobek-robek surat itu hingga
hancur berkeping-keping, ia berpikir, "Aku sudah menerima
budi pertolongan darinya, berarti aku harus membantunya."
Bong Thian-gak segera turun dari pembaringan dan menuju
ke pintu. 916 Pada saat itulah dari ruang tengah terdengar suara Tio
Tian-seng menegur, "Bong-laute, kau sudah bangun?"
"Ya, sudah bangun!" pemuda itu mengiakan. Ia membuka
pintu kamar dan menuju ke ruang tengah.
Tio Tian-seng sedang duduk di ruang tengah, dia
menengok sekejap ke arah Bong Thian-gak, lalu bertanya,
"Apakah Bong-laute telah menjumpai seseorang memasuki
tempat tinggal kita?"
Bong Thian-gak terkesiap, tapi buru-buru menjawab, "Oh,
dia adalah nona berbaju hijau, tapi dengan cepat telah
meninggalkan tempat ini."
Sementara itu paras muka Tio Tian-seng diliputi hawa
dingin, pelan-pelan ia mengeluarkan sepucuk surat sampul
putih dari dalam sakunya dan diserahkan kepada Bong Thiangak
sambil berkata, "Hek-mo-ong telah mengirim kartu
undangan kematian buat kita."
"Kartu undangan kematian?" Bong Thian-gak bertanya
dengan kening berkerut.
"Kartu itu berada di dalam sampul surat ini, lihatlah
sendiri!" Bong Thian-gak membuka sampul itu dan mengeluarkan
isinya yang ternyata berupa dua lembar kartu undangan
berwarna putih pula.
Pada bagian tengah kartu itu, tertera huruf-huruf besar.
Yang satu berbunyi:
"Dipersembahkan untuk Jian-ciat-suseng Bong Thian-gak."
Sedangkan yang lain berbunyi:
"Dipersembahkan untuk Mo-kiam-sin-kun Tio Tian-seng."
Tulisan itu dibuat dari tinta merah darah, sehingga
kelihatannya amat menyolok pandangan mata.
917 Bong Thian-gak membuka sampul undangan yang
ditujukan kepadanya dan membaca isinya, ternyata isinya
berupa sebuah kalimat dengan tulisan berwarna merah:
"Usia Jian-ciat-suseng Bong Thian-gak akan berakhir pada
tahun Sim-cho, bulan delapan, tanggal delapan tengah hari
tepat." Sedangkan bagian bawahnya tertera sebuah lambang
tengkorak berwarna putih.
Sambil tersenyum Bong Thian-gak segera berkata, "Tiopangcu,
apa yang tertera pada undanganmu itu?"
"Dia menetapkan usiaku akan berakhir pada bulan delapan
tanggal sembilan persis selisih sehari darimu."
Sekali lagi Bong Thian-gak tertawa, "Hari ini baru bulan
delapan tanggal lima menjelang tengah hari, wah, kalau
begitu usiaku masih ada tiga hari enam jam."
"Bong-laute, selama ini kartu kematian dari Hek-mo-ong
bukanlah gurauan," kata Tio Tian-seng serius.
"Selama puluhan tahun belakangan ini, setiap orang yang
telah menerima undangan kematian Hek-mo-ong belum
pernah dapat hidup melebihi batas waktu yang ditentukannya
di dalam kartu undangan itu."
Bong Thian-gak tertawa terbahak-bahak, "Kapan Tiopangcu
mendapatkan kartu undangan ini?"
"Di saat aku sedang keluar ruangan tadi, kutemukan
sampul undangan itu di atas meja."
"Kalau begitu tunggu saja sampai saatnya tiba nanti."
"Bong-laute, tampaknya kau tidak terlalu serius
menghadapi kartu undangan kematian ini?" keluh Tio Tianseng
sambil menggeleng kepala dan menghela napas.
918 "Sebenarnya kartu undangan kematian Hek-mo-ong ini
sangat kuharapkan, sebab dengan demikian aku dapat
mengenali manusia macam apakah Hek-mo-ong itu, ingin
kulihat apakah benar-benar seorang yang berkepala tiga
berlengan enam."
"Selamanya Hek-mo-ong tak perlu menunjukkan wujudnya
saat hendak membunuh orang," kata Tio Tian-seng lagi
dengan suara dalam.
"Bila kau melihat kemunculannya, berarti ajalmu sudah
berada di depan mata, oleh sebab itulah sampai sekarang
belum ada seorang pun yang mengetahui macam apakah
wajah Hek-mo-ong yang sesungguhnya."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Sekarang aku ingin keluar sebentar, tak ada salahnya Tiopangcu
memanfaatkan kesempatan ini untuk menyusun cara
guna menghadapi lawan."
"Kau hendak pergi kemana?"
"Mau jalan-jalan ke kota."
Sekali lagi Tio Tian-seng berkata dengan suara dalam, "Di
saat Hek-mo-ong mengirimkan kartu undangan kematian itu,
dia sudah lama menguntit gerak-gerik kita. Tiap saat dia
menanti datangnya kesempatan baik untuk turun tangan keji
terhadap kita. Bong-laute, bila kau tidak ada urusan yang
penting, lebih baik tak usah keluar rumah dulu."
"Maksudmu selama batas waktu yang ditentukan belum
lewat, kita harus tetap berdiam di sini dan tak boleh
meninggalkan ruangan barang selangkah pun?"
"Satu-satunya cara untuk menghadapi ancaman kartu
undangan kematian itu adalah mulai sekarang kita berdua
mengurung diri di dalam ruangan dan jangan keluar dulu
untuk sementara waktu, kita pun tak usah makan, minum atau
pun tidur sampai batas waktu yang ditentukan lewat."
919 "Ah, Boanpwe tak percaya dengan segala macam
takhayul," seru Bong Thian-gak menggeleng berulang-kali.
"Cara membunuh orang yang paling diandalkan oleh Hekmo-
ong adalah membunuh dengan jalan meracuni. Selama
puluhan tahun terakhir ini, setiap saat aku selalu putar otak
dan berdaya upaya untuk mencari jalan guna menghadapi
Hek-mo-ong, namun usahaku selama ini lak memberikan hasil
yang diharapkan."
Menyaksikan keseriusan, kekuatiran, sikap tegang dan
berat yang menyelimuti wajah Tio Tian-seng, diam-diam Bong
Thian-gak berpikir, "Betulkah Hek-mo-ong sedemikian
hebatnya?"
Sementara itu, Tio Tian-seng segera berkata lagi sambil
menghela napas sedih, "Aku kuatir Pat-kiam-hui-hiang Tan
Sam-cing lah Hek-mo-ong. Kalau tidak, caraku menutup diri
menantikan kedatangannya ini pasti berhasil mendesak Hekmo-
ong menampakkan diri."
"Batas waktu yang ditentukan bagi kematianku masih
sehari lebih cepat ketimbang Tio-pangcu. Andai kata aku
benar-benar tewas, Tio-pangcu pun masih mempunyai waktu
satu hari satu malam untuk bersiap menghadapinya. Buat apa
kau mesti gelisah dan panik mulai sekarang?"
Tio Tian-seng menghela napas panjang, "Ai, apabila Bonglaute
tidak percaya perkataanku ini, aku kuatir kau akan
dimanfaatkan oleh Hek-mo-ong."
"Tak usah kuatir, Boanpwe pasti sanggup menghadapinya
dengan hati-hati. Bagaimana pun juga aku tak punya rencana
untuk menutup diri menantikan datangnya saat kematian. Bisa
juga sebelum batas waktu bulan delapan tanggal delapan tiba,
aku telah tewas dibunuh Hek-mo-ong."
Seusai berkata, pemuda itu segera membalik badan dan
beranjak keluar ruangan.
920 Sepeninggalnya dari penginapan Ban-heng, dia langsung
menuju ke barat kota.
Tatkala ia melangkah keluar rumah penginapan Ban-heng,
Bong Thian-gak yang cekatan dan teliti segera merasakan
bahwa dirinya sedang dikuntit seseorang.
Tapi Bong Thian-gak berlagak seolah-olah tak merasa
jejaknya diikuti, dengan langkah tetap dan tenang dia
melanjutkan perjalanan menuju ke kota bagian barat.
Tak selang beberapa saat ia sudah tiba di pintu kota
sebelah barat. Sekeluarnya dari pintu kota, Bong Thian-gak
menelusuri dinding kota menuju ke arah utara, benar juga ia
saksikan seseorang sedang mengikutinya di belakang sana.
Diam-diam ia tertawa dingin, mendadak di depan situ
muncul sebuah tikungan yang menjorok ke dalam, maka Bong
Thian-gak segera mempercepat langkahnya melewati tikungan
itu, kemudian melompat naik ke atas dinding kota, dari situ ia
berlari balik, kemudian dari dalam dia melompat keluar
dinding kota itu.
Seperti malaikat sakti yang turun dari kahyangan, dengan
tepat Bong Thian-gak melayang turun di hadapan si penguntit.
Kemunculannya yang mendadak ini tentu saja membuat si
penguntit gugup dan gelagapan, kemudian ia mundur
selangkah dan mengawasi lawannya dengan wajah kaget,
gugup, panik dan cemas.
Bong Thian-gak mengamatinya sekejap, dia adalah seorang
laki-laki setengah umur bertubuh ceking dan bertampang
seperti monyet, tidak nampak membawa senjata.
Sambil tertawa dingin Bong Thian-gak menegur, "Sejak dari
rumah penginapan Ban-heng kau telah mengikuti diriku
sampai di sini. Ingin kuketahui siapa yang telah mengirimmu
untuk mengikuti diriku?"
921 Dalam anggapan Bong Thian-gak orang ini paling cuma
seorang kurcaci yang dibayar seseorang untuk mengikutinya,
oleh karenanya dia tidak segera turun tangan membekuknya.
Lelaki setengah umur berwajah monyet itu melototkan
sepasang matanya yang kecil dan memperhatikan Bong Thiangak
sekejap, kemudian tanyanya kebingungan, "Toaya, apa
kau bilang?"
"Hm, aku menuduh kau telah mengikuti diriku," dengus
Bong Thian-gak dingin.
Tiba-tiba lelaki itu tertawa cekikikan, lalu serunya, "Toaya
gemar bergurau, jalan yang kulewati kan jalan pemerintah,
memangnya orang lain tak boleh mempergunakannya selain
kau seorang?"
"Tajam benar mulut orang ini," pikir Bong Thian-gak sambil
tertawa dingin. Lalu katanya, "Kalau memang benar jalan ini
adalah jalan raya milik pemerintah. Silakan kau segera angkat
kaki dari sini!"
Ucapannya ini segera membikin lelaki itu tertegun,
kemudian sambil menggeleng kepalanya yang gundul dia pun
mengeluyur pergi ke arah utara. Bong Thian-gak masih tetap
berdiri di tempat sambil mengawasi orang itu pergi, kemudian
baru ia menyelinap ke balik tikungan dan mengerahkan
Ginkangnya menuju keluar kota.
Dengan Ginkangnya yang sempurna sekalipun lelaki itu
membalik badan dan menguntitnya lagi juga belum tentu
dapat menyusulnya.
Padahal Bong Thian-gak tidak pernah menyangka lelaki itu
sesungguhnya bukan orang sembarangan, dia adalah Jian-likau
(monyet seribu li) Cu Ciong yang amat termasyhur
namanya di Kangouw.
Di balik sebuah hutan waru yang sangat lebat, Bong Thiangak
melihat sebuah bangunan kuil kecil.
922 Kuil itu berdiri di antara bebatuan yang berserakan, daun
kering berceceran, rumput ilalang memenuhi halaman,
tampaknya kuil itu sudah lama terbengkalai dan tak pernah
dijamah manusia lagi.
Dengan langkah pelan Bong Thian-gak menuju ke ruang
kuil, dia lihat sarang laba-laba memenuhi setiap sudut
ruangan, debu menebal, dinding tembok banyak yang rontok,
sedang ruang kuil itu kosong tak nampak sesosok bayangan
pun.

Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan kening berkerut Bong Thian-gak berpikir, "Ah, tak
mungkin Biau-kosiu sengaja mengajakku bergurau. Mungkin
orang itu Mi i m datang."
Tiba-tiba dari arah hutan terdengar suara langkah
menginjak tumpukan daun kering.
Dengan cepat Bong Thian-gak membalik badan
memandang kemuka.
Tampak seorang perempuan cantik berbaju hijau
berperawakan badan aduhai muncul di hadapannya dan
berjalan menuju ke hadapan Bong Thian-gak dengan langkah
lemah-gemulai. Dengan suara lantang Bong Thian-gak segera berkata, "Aku
Bong Thian-gak, Biau-kosiu yang memintaku datang
menjumpai perempuan berbaju hijau, apakah kau?"
Perempuan itu tidak membiarkan Bong Thian-gak
menyelesaikan perkataannya, dengan cepat ia menukas,
"Begitu lambat kau sampai di sini, apakah sudah terjadi
sesuatu di tengah jalan?"
"Ya, karena ada persoalan pribadi aku datang agak
terlambat. Harap nyonya sudi memaafkan."
Tiba-tiba perempuan itu merogoh sakunya dan
mengeluarkan sebuah gulungan yang di luarnya dibungkus
923 dengan kain hijau, dilihat dari bentuknya mirip kitab atau
lukisan. Dengan wajah serius perempuan itu berkata, "Tolong
serahkan benda itu kepada nona, jangan sampai hilang atau
direbut orang."
Bong Thian-gak menerima benda itu dan dipandang
sekejap, kemudian katanya, "Tampaknya bungkusan ini berisi
sejilid kitab!"
Perempuan berbaju hijau itu memandang sekejap ke arah
Bong Thian-gak, lalu ujarnya dengan suara dalam, "Cepat kau
simpan ke dalam saku. Selain nona seorang, jangan sekali-kali
kau perlihatkan kepada orang lain."
"Tak usah kuatir, aku pasti menyerahkan sendiri benda ini
ke tangan Biau-kosiu."
Dengan cepat ia masukkan gulungan kitab itu ke dalam
sakunya. Perempuan itu memandang sekejap sekeliling tempat itu,
lalu katanya lagi, "Berdiam lebih lama di sini berarti
menambah ancaman bahaya, cepatlah kau pergi
meninggalkan tempat ini!"
"Apakah nyonya tidak mempunyai pesan-pesan lain?"
"Tidak ada."
"Kalau begitu aku mohon diri lebih dulu."
Setelah memberi hormat, ia membalikkan badan dan
berlalu dari tempat itu.
Sambil berjalan Bong Thian-gak berpikir, "Mungkin kitab
yang dititipkan padaku ini adalah kitab pusaka, tapi mengapa
Biau-kosiu tidak datang mengambil sendiri" Atau si perempuan
berbaju hijau ini mengantarkan sendiri sampai ke dalam
kota?" 924 Bong Thian-gak benar-benar tidak mengerti apa sebabnya
secara begitu misterius Biau-kosiu meminta padanya untuk
mengambil kitab itu, mendapat pesan berarti diberi
kepercayaan orang itu, maka pemuda itu berpikir lagi, "Ah,
buat apa aku memikirkan hal itu" Pokoknya kuserahkan kitab
ini ke tangan Biau-kosiu, urusan kan beres."
Tiba-tiba pemuda itu menghentikan langkah.
Ternyata di hadapannya telah muncul seseorang
menghadang jalan perginya, seorang lelaki setengah umur
bertubuh ceking, berbaju abu-abu dan bertampang seperti
monyet, ia mengawasi sambil tertawa bodoh.
Berjumpa kembali orang ini, hati Bong Thian-gak bergetar
keras, pikirnya, "Aduh celaka, barusan aku telah salah melihat,
tampaknya orang ini memiliki ilmu silat yang amat tangguh."
Bong Thian-gak mendengus dingin seraya katanya,
"Sungguh tak kusangka kita bersua kembali."
Lelaki bermuka monyet tertawa dingin, "Bumi itu bulat, aku
pun tidak menyangka kita bersua kembali di sini."
Bong Thian-gak tertawa dingin pula, "Tadi aku benar-benar
telah salah melihat, boleh aku tahu siapakah kau?"
"Cu Ciong," sahut lelaki itu sambil tertawa kering penuh
ejek. Bong Thian-gak berseru kaget, "Ah, tak kusangka kau
adalah seorang kenamaan."
Cu Ciong tertawa seram lagi, "Di hadapan orang yang
mengerti, lebih baik bicara blak-blakan. Boleh kau tunjukkan
benda yang baru saja diserahkan kepadamu?"
Diam-diam Bong Thian-gak dibuat terperanjat, pikirnya,
"Wah, ternyata dia telah menyaksikan semua peristiwa tadi,
tapi mengapa aku tak menemukan jejaknya?"
925 Sambil tersenyum dia lantas berkata, "Aku benar-benar
tidak mengerti perkataanmu itu."
Cu Ciong menarik muka, kemudian dengan nada serius
katanya, "Kau berada di luar persoalan ini, aku tak mengerti
mengapa kau melibatkan diri?"
"Hei, semakin bicara aku semakin bingung dan tidak
mengerti perkataanmu itu."
Cu Ciong tertawa seram lagi, "Barusan nyonya berbaju
hijau telah menyerahkan bungkusan kepadamu, maka aku
cuma berharap kau mengeluarkan bungkusan itu, serahkan
padaku dan segala urusan tidak ada sangkut-pautnya lagi
denganmu."
Bong Thian-gak tahu semua sudah diketahui lawan, maka
sambil tertawa dingin katanya, "Ehm, tak kusangka kau
memiliki mata yang amat jeli, aku betul-betul merasa kagum
kepadamu. Cuma gulungan kitab itu sudah di sakuku, bila kau
menginginkannya silakan datangi kemari mengambilnya
sendiri." Sekarang Bong Thian-gak teringat pesan wanti-wanti
perempuafll berbaju hijau itu, pikirnya kemudian, "Sekarang
dia telah mengetahui semua persoalan ini, maka aku tak boleh
membiarkan dia pergi dari sini dalam keadaan hidup."
Apalagi lawan bermaksud merampas kitab itu dengan
kekerasan, pemuda itu bertekad akan membunuhnya
bilamana perlu.
Cu Ciong memutar matanya yang bulat kecil, lalu setelah
tertawa licik, ia bertanya, "Tahukah kau benda apakah itu?"
"Aku tidak tahu dan aku pun tak ingin tahu, yang
kuketahui! hanya menyerahkan benda itu kepada orang yang
berhak." "Kau hendak menyerahkan itu kepada Biau-kosiu rupanya?"
926 "Benar."
Cu Ciong terbahak-bahak, "Apabila kau tidak segera
menyerahkan! kitab itu kepadaku, aku yakin kau tak akan
berhasil memasuki kota Lok-yang dalam keadaan hidup.
Percaya atau tidak?"
"Aku bisa membuktikannya sendiri nanti!"
Bong Thian-gak membusungkan dada dan melangkah ke
depan. "Berhenti!" dengan suara keras seperti guntur membelah
bumi di tengah hari bolong Cu Ciong membentak, tubuhnya
bergerak maju dan menghadang di hadapan Bong Thian-gak.
Bong Thian-gak tertawa dingin, "Di tengah hari bolong pun
kau berniat merampok aku?"
Cu Ciong tertawa seram, "Membunuh, membakar atau
merampok merupakan kejadian lumrah di dunia persilatan.
Sekarang aku hendak memberitahu kepadamu, di sekeliling
kota Lok-yang telah berkumpul ratusan jago persilatan.
Sekalipun kau berhasil melewati diriku, jangan harap kau bisa
lolos dari cegatan rombongan jago lihai lainnya."
"Kau sudah melepaskan tanda bahaya?" tanya Bong Thiangak
sambil mengerutkan dahi.
"Benar, sewaktu masih berada di hutan tadi, aku telah
melepaskan merpati pos mengabarkan kejadian yang telah
berlangsung di sini kepada mereka."
Bong Thian-gak tertawa dingin, "Sebenarnya aku tidak
berniat membunuhmu, tetapi sekarang tampaknya mau tak
mau aku harus menghabisi nyawamu."
Begitu selesai berkata, lengan tunggal Bong Thian-gak
sudah membacok ke arah depan dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat.
927 Angin pukulan yang maha dahsyat langsung menggulung
ke depan dengan sangat hebatnya, ancaman itu membuat Cu
Ciong yang kurus dan ceking terlempar ke udara bagai layanglayang
putus benang. Ia terguling sampai tiga kali di tengah udara, namun ketika
melayang turun, ternyata tidak mengalami apa-apa, kecuali
mukanya sedikit berubah.
Gagal dengan serangan dahsyatnya, Bong Thian-gak
tertawa dingin, lalu katanya, "Aku benar-benar merasa kagum
dengan Ginkangmu yang lihai, tak nyana kau sanggup
menghindarkan diri dari sergapanku tadi."
Cu Ciong tertawa aneh, "Kedahsyatan dan kehebatan angin
pukulanmu tidak kalah dari kemampuan Bu Seng. Tapi bila
kau berniat membunuhku, ini bukan suatu pekerjaan yang
gampang bagimu."
Selesai berkata Cu Ciong menerjang maju pula dengan
kecepatan luar biasa dan langsung menyerang Bong Thiangak.
Bagi tokoh sakti yang sedang bertarung, dalam satu
gebrakan saja akan diketahui sampai dimana kemampuan
seseorang, ketika Bong Thian-gak lihat musuh bisa
menghindar dan langsung menerjang ke depan, ia segera
sadar musuh adalah seorang jago lihai yang berilmu tinggi.
Jika dia tidak melancarkan serangan mematikan, sulit rasanya
menaklukkan musuhnya itu.
Oleh sebab itu di kala Bong Thian-gak menyaksikan musuh
menerjang datang, dia sama sekali tidak menghindar atau
menyingkir. Ditunggunya serangan lawan hingga di depan dada, saat
itulah Bong Thian-gak mencabut pedangnya serta melepaskan
babatan, pedang Pek-hiat-kiam telah menyambar.
928 Dimana cahaya pedang itu berkelebat, jerit kesakitan yang
memilukan segera berkumandang.
Tubuh Cu Ciong yang sedang melayang di udara terbanting
jatuh ke tanah dan tidak berkutik lagi, percikan darah segar
menggenangi permukaan tanah padang rumput itu.
Siapa jago di Kangouw saat ini yang paling cepat mencabut
dan melepaskan serangan"
Mungkin serangan yang dilancarkan Bong Thian-gak
barusan dapat menandingi kemampuan Liu Khi.
Ketika Bong Thian-gak selesai membacok mati Cu Ciong,
Pek-hiat-kiam telah kembali ke dalam sarungnya.
Ketika Bong Thian-gak mendongakkan kepala, Giok-gansuseng
Liong Oh-im yang berwajah kereng dan gagah sudah
berada di hadapannya.
Sepasang mata Liong Oh-im yang amat tajam sedang
mengawati genangan darah segar yang mengucur dari tubuh
Cu Ciong, kemudian katanya, "Benar-benar tak kusangka, Cu
Ciong yang termasyhur karena kehebatan Ginkangnya
ternyata tak berhasil lolos dari bacokan pedang Jian-ciatsuseng.
Peristiwa ini benar-benar mengejutkan!"
Begitu bertemu Liong Oh-im, paras muka Bong Thian-gak
segera berubah hebat.
Sementara itu Liong Oh-im itu sudah memberi hormat,
kemudian ujarnya lantang, "Bong-tayhiap, kita telah bersua
kembali, aku pun dapat melihat kecepatan dan kehebatan
permainan pedang Bong-tayhiap, aku benar-benar kagum
sekali." Bong Thian-gak tersenyum, "Kedatangan Liong-sianseng
sungguh teramat cepat."
Liong Oh-im kembali tertawa ringan.
929 "Bong-tayhiap," katanya, "diam-diam kita pun rasanya tak
usah menyembunyikan sesuatu lagi, kedatanganku
sesungguhnya karena mendapat surat yang dikirim Cu Ciong
dengan merpati posnya."
Ketika mendengar perkataan itu, Bong Thian-gak berlagak
seolah-olah terkejut, ujarnya kemudian, "Oh, tidak kusangka
Cu Ciong satu aliran dengan Liong-sianseng."
Tiba-tiba Liong Oh-im menarik muka dan berkata dengan
hambar, "Cu Ciong adalah salah seorang pengawal andalanku,
sayang sekali dia mati terlampau cepat."
"Apakah Liong-sianseng berniat membuat perhitungan
padaku atas kematiannya?"
Liong Oh-im tersenyum.
"Soal itu tergantung sikap Bong-tayhiap sendiri, aku ingin
melihat bagaimana sikapmu terhadap diriku!"
"Apa maksudmu?"
"Kematian Cu Ciong disebabkan kitab pusaka Kui-hok-khiliok,
apabila Bong-tayhiap bersedia menyerahkan kitab pusaka
Kui-hok-khi-liok, maka kematian Cu Ciong pun tidak perlu
disesalkan lagi."
"Jadi Biau-kosiu adalah ahli waris Mi-tiong-bun?" tanya
Bong Thian-gak terkejut.
"Aku pun ahli waris Mi-tiong-bun, boleh dibilang aku dan
Biau-kosiu adalah sesama saudara seperguruan."
Sekarang Bong Thian-gak baru tahu asal-usul perguruan
mereka, tapi yang membuatnya tidak mengerti adalah sebagai
sesama saudara seperguruan, mengapa mereka berebut kitab
pusaka perguruannya.
Bong Thian-gak berkata, "Kalau Liong-sianseng berasal
satu perguruan dengan Biau-kosiu, maka bila kitab pusaka
930 Kui-hok-khi-liok ini diserahkan ke tangannya atau di tanganmu
kan sama saja, apa bedanya?"
"Aku telah menjelaskan asal-usul kami berdua, maka ingin
kuingatkan bahwa perselisihanku dengan Biau-kosiu tidak
lebih hanya perselisihan sesama anggota Mi-tiong-bun, oleh
karena itu kuharap Hong-tayhiap berada di luar garis, tak usah
melibatkan diri pula dalam persoalan ini."
"Sebagai orang luar, tentu saja aku tidak berhak
mencampuri urusan perguruan kalian, aku memang tidak


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhasrat mencampurinya."
"Kalau demikian, Bong-tayhiap harap mengambil keputusan
yang cepat dan pintar."
"Liong-sianseng, harap kau suka memaafkan kesulitan yang
sedang kuhadapi, aku tak dapat menyerahkan kitab pusaka
Kui-hok-khi-liok ini kepadamu."
Berubah paras muka Liong Oh-im, tapi sejenak kemudian
telah pulih menjadi lembut dan ramah, katanya kemudian
dengan suari tenang dan kalem, "Rupanya Bong-tayhiap
masih belum mengetahui kitab pusaka macam apakah Kuihok-
khi-liok itu?"
"Benar, aku sama sekali tidak mengetahui tentang kitab itu,
namun aku pun tidak ingin mengetahuinya."
"Andaikata kau mengetahui kitab macam apakah Kui-hokkhi-
liok itu, kau tentu akan menyerahkannya kepadaku."
"Ah, belum tentu demikian."
Liong Oh-im menghela napas sedih, kemudian katanya,
"Apabila Bong-tayhiap menyerahkan kitab pusaka Kui-hok-khiliok
itu kepada Biau-kosiu, maka Mi-tiong-bun kami akan
terancam bahaya maut."
"Apa maksudmu?" tanya Bong Thian-gak dengan kening
berkerut. 931 Sekali lagi Liong Oh-im menghela napas panjang,
"Sebenarnya pesoalan ini merupakan rahasia pribadi Mi-tiongbun
kami, aku tidak ingin mengutarakan kepada orang lain."
Saat itu dalam hati Bong Thian-gak mulai muncul
kebimbanga andaikata apa yang dikatakan Liong Oh-im itu
memang sunggu sungguh dan benar, maka dia memang
seharusnya menyerahkan kitab pusaka Kui-hok-khi-liok itu
kepadanya, tapi....
Tampaknya Liong Oh-im dapat mengetahui suara hati Bo
Thian-gak, kembali dia menghela napas sedih sambil
melanjutkan "Apabila Bong-tayhiap menyerahkan kitab pusaka
Kui-hok-khi-liok itu kepadaku, maka bagimu sama sekali tak
akan menimbulkan kerugian apa-apa, malah sebaliknya tanpa
kau sadari, kau telah menyelamatku jiwa banyak anggota Mitiong-
bun yang terancam maut. Budi dan jasa semacam ini
boleh dibilang tiada taranya, segenap anggota Mi-tiong-bun
pasti akan berterima kasih kepadamu dan tak akan melupakan
jasa? jasamu itu untuk selamanya."
Perkataan yang terakhir ini benar-benar mengandung daya
tarik yang amat besar, tanpa disadari Bong Thian-gak
merogoh ke dalam saku untuk mempersembahkan kitab
pusaka Kui-hok-khi-liok itu kepadanya. Tiba-tiba terdengar
suara bentakan nyaring, "Siangkong, kau harus memegang
teguh kepercayaan orang yang meminta tolong padamu,
jangan kau serahkan kitab itu kepada orang lain."
Saat Bong Thian-gak mendongakkan kepala, dia lihat
perempuan cantik berbaju hijau sedang berlari mendekat, bau
harum semerbak berhembus, ia telah berdiri di samping anak
muda itu. Ketika Liong Oh-im bertemu nyonya cantik berbaju hijau
ini, paras mukanya segera berubah menjadi amat tak sedap
dipandang, rasa gusar dan mendongkol menyelimuti seluruh
wajahnya. Andaikata perempuan itu tidak muncul tepat pada
932 waktunya, niscaya Bong Thian-gak telah menyerahkan kitab
pusaka Kui-hok-khi-liok itu kepadanya.
Dengan sorot mata tajam Liong Oh-im mengawasi
perempuan itu lekat-lekat, kemudian setelah mendengus
dingin, tegurnya, "Thamcu, kau berani mengkhianati aku?"
"Aku tidak berani mengkhianati Liong-huhoat," jawab
perempuan itu merdu.
Liong Oh-im segera tertawa dingin, "Selama puluhan tahun
ini, aku telah mencari dirimu kemana-mana dan menelusuri
semua pelosok tempat, tidak kusangka ternyata kau berada di
Lok-yang."
"Apakah dikarenakan kitab pusaka Kui-hok-khi-liok inilah
Liong-huhoat mencari jejakku kemana-mana?"
Dari pembicaraan kedua orang itu, Bong Thian-gak
mengambil kesimpulan bahwa kedua orang itu bukan saja
sudah saling mengenal, juga berasal dari satu perguruan yang
sama. Bong Thian-gak benar-benar tak mengerti persoalan
apakah yang sebenarnya menjadi pangkal perselisihan mereka
sebagai sesama anggota Mi-tiong-bun"
Pikirnya kemudian, "Kalau aku terlibat dalam persoalan
semacam Ini, wah, tidak ada harganya sama sekali."
Sementara itu Liong Oh-im telah berkata sambil tertawa
dingin, "Thamcu, sudah belasan tahun kau menghindari diriku,
tujuanmu hanya ingin melindungi kitab pusaka Kui-hok-khi-liok
agar tidak sampai aku dapatkan, tapi hari ini aku justru minta
kepadamu untuk menyerahkan kitab pusaka Kui-hok-khi-liok
itu kepadaku, mengerti?"
Perempuan itu tertawa cekikikan, "Sayang sekali
kedatangan liong-huhoat terlambat satu langkah, kitab pusaka
Kui-hok-khi-liok itu sudah tidak berada di dalam sakuku lagi."
933 "Aku akan memerintahkan kepadamu untuk meminta
kembali kitab itu dari tangannya."
Perempuan itu tertawa cekikikan, "Kecuali Kui-kok Buncu
hidup kembali. Kalau tidak, tiada seorang pun yang dapat
memberi perintah kepadaku!"
"Oh, jadi kau tak percaya kalau aku sanggup memberi
perintah kepadamu?" tanya Liong Oh-im sambil tersenyum.
Selesai berkata, tiba-tiba ia mengeluarkan tongkat naga
kemala putih dari sakunya dan diangkat tinggi-tinggi,
kemudian bentaknya, "Thamcu, coba kau lihat benda apakah
ini?" Menyaksikan tongkat kemala putih itu, gemetar keras
sekujur badan perempuan itu, tiba-tiba saja dia menjatuhkan
diri berlutut ke atas tanah dan katanya dengan suara gemetar
keras, "Benda kekuasaan Buncu ... tongkat naga kemala
putih." Dengan perasaan ingin tahu Bong Thian-gak
memperhatikan pula tongkat kemala itu dengan penuh
perhatian, tongkat sebesar lengan anak-anak, di atas tongkat
terukir seekor naga darah kecil dalam gaya siap terbang ke
angkasa. Sekilas pandang saja ia dapat mengetahui bahwa tongkat
naga kemala putih itu amat berharga dan tak ternilai
harganya, tapi Bong Thian-gak tidak menyangka tongkat naga
kemala itu memiliki daya pengaruh yang begitu besar
sehingga perempuan berbaju hijau itu segera menjatuhkan diri
berlutut setelah melihat tongkat tadi.
Sambil mengangkat tongkat naga itu tinggi-tinggi, Liong
Oh-im membentak, "Thamcu, sekarang kuperintahkan padamu
untuk merebut kembali kitab pusaka Kui-hok-khi-liok itu dari
tangannya."
934 Bong Thian-gak menjadi terperanjat, pada saat itulah
perempuan cantik berbaju hijau melompat bangun dan
mengayun telapak tangannya membabat dada Bong Thiangak.
Serangan yang dilancarkan itu amat cepat dan gencar,
benar-benar ancaman yang berbahaya.
Serta-merta Bong Thian-gak menghindar ke samping. Meski
begitu, nyaris tubuhnya termakan juga oleh bacokannya ini,
maka bentaknya, "Nyonya, benarkah kau ingin meminta
kembali kitab pusaka Kui hok-khi-liok itu?"
Nyonya itu tidak menjawab, namun wajahnya menunjukkan
penderitaan dan kegelisahan yang luar biasa, kembali telapak
tangan kirinya diayunkan ke depan menghajar Bong Thiangak.
Berada dalam keadaan begini, Bong Thian-gak benar-benar
tidak tahu bagaimana dia mesti bertindak, namun dari mimik
perempuan itu dapat diketahui bahwa dia telah didesak oleh
keadaan sehingga terpaksa dan mau tak mau harus
menyerang dirinya.
Kepandaian silat yang dimiliki perempuan itu benar-benar
lihai, jurusnya aneh tapi sakti, biarpun Bong Thian-gak
berhasil menghindar dari ketiga serangannya, namun ia dapat
melihat musuh sama sekali tidak menggunakan tenaga penuh.
Pada saat itulah kembali terdengar Liong Oh-im
membentak lagi, "Thamcu, kuperintahkan padamu untuk
menaklukkan lawan hanya dalam sepuluh gebrakan saja."
"Terima perintah," jawab perempuan itu cepat.
Tiba-tiba permainan pukulannya berubah seperti kupu-kupu
yang berterbangan di antara aneka bunga, serangan demi
serangan dilancarkan secara beruntun dan tiada hentinya.
935 Dalam waktu singkat tampak bayangan telapak tangan
berlapis-lapis, begitu dahsyat dan gencarnya serangan itu,
membuat Bong Thian-gak harus mundur berulang kali.
Bong Thian-gak terkejut oleh keanehan dan kehebatan
jurus serangan lawan, dalam waktu singkat perempuan itu
sudah melancarkan sembilan serangan berantai.
Mendadak ia menghentikan gerakannya, namun sepasang
telapak tangannya disiapkan satu di muka dan yang lain di
belakang dengan posisi menyerang dan bertahan.
Bong Thian-gak memandang perempuan itu sekejap,
wajahnya yang semula cantik jelita tiba-tiba dilapisi cahaya
berkilau, sementara matanya yang jeli mengawasi wajah
pemuda itu lekat-lekat.
Sudah jelas dia sedang memberi kode agar Bong Thian-gak
secepatnya pergi meninggalkan tempat ini.
Pada saat itulah suara Liong Oh-im menggelegar kembali,
"Thamcu, kalau kau sudah menghimpun tenaga saktimu.
Mengapa tidak kau lancarkan?"
Mendengar ucapan itu, Bong Thian-gak membentak keras,
"Lio Oh-im, cepat suruh dia menghentikan serangannya. Bila
ada persoalan kita rundingkan secara baik-baik."
Belum selesai berkata, perempuan itu sudah mendesis dan
mengayunkan telapak tangannya.
Serangan yang dilepaskan olehnya itu dilancarkan amat
sederhana dan enteng, bagaikan segulung angin hangat yang
berhembus. Tiba-tiba saja Bong Thian-gak merasakan sekujur badann
gemetar lemas, sepasang bahunya bergetar keras dan tanpa
terasa dan mundur selangkah.
Sebaliknya perempuan cantik berbaju hijau itu seakan-akan
kehabisan tenaga dan segenap tulang belulangnya terlepas, ia
936 terduduk di atas tanah dengan tubuh lemas tidak bertenaga,
cahaya merah yang menyinari wajahnya telah hilang, pucatpias
menghiasi mukanya.
Dalam kesepuluh jurus serangan itu, Bong Thian-gak sama
sek tidak melancarkan serangan balasan.
Sekulum senyuman bangga menghiasi wajah Liong Oh-im
di sisi arena, pelan-pelan ia berkata, "Bong-tayhiap, kau sudah
terkena ilmu pukulan Sau-yang-sin-kang."
Mendengar "Sau-yang-sin-kang", berubah paras muka Bong
Thia gak, ia mengangkat kepala memandang sekejap ke arah
perempuan berbaju hijau itu.
Sementara itu mata perempuan itu sudah dipenuhi oleh air
mata dia seperti merasa bersalah terhadap Bong Thian-gak
sehingga membu ia sedih dan pedih.
Bong Thian-gak menghela napas sedih, lalu katanya,
"Konon Sau yang-sin-kang adalah semacam ilmu pukulan yang
teramat hebat, yang khusus melukai delapan nadi penting di
tubuh manusia, korbannya tidak dapat hidup melebihi dua
belas jam. Kalau begitu, aku pun tak jauh dari lembah
kematian."
Liong Oh-im tertawa terbahak-bahak, sahutnya, "Bongtayhiap
setelah mengetahui umurmu hampir berakhir,
mengapa kau tidak mempersembahkan kitab pusaka Kui-hokkhi-
liok itu kepadaku?"
Bong Thian-gak menarik muka dan menjawab dingin,
"Apabila kuserahkan kitab pusaka Kui-hok-khi-liok itu sekarang
juga, maka kematianku akan sama sekali tak ada artinya lagi."
Liong Oh-im kembali tertawa, "Memangnya kau masih
dapat lolos dari cengkeramanku?"
Sementara itu hawa membunuh menyelimuti wajah Bong
Thian-gak, katanya tiba-tiba dengan dingin, "Liong-sianseng,
937 bila kau yakin dapat merampas kitab pusaka Kui-hok-khi-liok
itu dari tanganku, silakan saja mencoba!"
Liong Oh-im berpaling dan memandang sekejap ke arah
perempuan itu, kemudian tanyanya, "Thamcu, sudahkah kau
lukai kedelapan nadi pentingnya dengan ilmu pukulan Sauyang-
sin-kang?"
"Liong-huhoat," kata perempuan cantik berbaju hijau itu
penuh penderitaan. "Kau telah memaksaku mencelakai
seseorang yang sama sekali tiada sakit hati ataupun dendam
kesumat denganku."
Liong Oh-im kembali tertawa dengan suara keras, "Thamcu
dapat membunuh Jian-ciat-suseng yang termasyhur, engkau
telah menjadi pahlawan Mi-tiong-bun. Mengapa kau malah
sedih dan menyesal?"
Sembari bicara, langkah demi langkah Liong Oh-im
menghampiri Bong Thian-gak, kemudian terusnya, "Barang
siapa sudah terhajar oleh Sau-yang-sin-kang hingga terluka
delapan nadi pentingnya, maka hawa darah dalam Mi-bun-hiat
akan pudar dan tenaga murni akan musnah. Bong Thian-gak,
kau sudah tak mampu menghimpun tenaga dalammu."
Mendadak ia mengayunkan telapak tangannya dan
langsung dibacokkan ke tubuh Bong Thian-gak.
Baru saja angin pukulannya berhembus ke depan, Bong
Thian-gak lelah melolos Pek-hiat-kiam, cahaya pedang
bagaikan bianglala dan hawa pedang bagaikan sayatan,
serentak menggulung ke muka.
Barang siapa dapat melihat hawa pedang yang terpancar
dari ?erangan itu, dia akan mengetahui Bong Thian-gak sama
sekali tidak terluka oleh pukulan Sau-yang-sin-kang.
Ketika perempuan berbaju hijau melihat itu, wajahnya
segera nampak berseri dan amat gembira.
938 Sebaliknya Liong Oh-im menjerit kaget dan cepat
menerobos keluar dari lapisan hawa pedang seperti seekor
burung walet. Setelah melayang turun, ia baru berkata, "Ilmu pedang


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang amat bagus, aku benar-benar dibikin melek dan
bertambah pengetahuan.
Gagal dengan serangan pedangnya, Bong Thian-gak
melayang turun dengan bahu agak bergetar, katanya
kemudian dengan suara dingin, "Apakah kau ingin mencoba
serangan pedangku yang kedua?"
"Oh, tentu saja," jawab Liong Oh-im sambil tertawa paksa.
Bong Thian-gak menyarungkan kembali Pek-hiat-kiam,
kemudian katanya, "Maaf."
Lalu dia melompat ke depan dan melesat cepat ke depan
sana. Liong Oh-im tertawa terbahak-bahak, bagaikan kuda
terbang di angkasa, dia melesat ke depan dan mengejar dari
belakang dengan ketat.
Sejak awal Bong Thian-gak sudah menduga Liong Oh-im
bakal melakukan pengejaran, maka ketika berada di udara dia
melolos pedangnya, cahaya bianglala yang amat tajam
secepat kilat langsung menusuk ke tubuh Liong Oh-im.
Berada di tengah udara, Liong Oh-im mengebas ujung
bajunya ke depan, segulung angin pukulan tak berwujud yang
sangat kuat segera menyapu ke muka.
Siapa tahu serangan yang dilancarkan oleh Bong Thian-gak
cuma serangan tipuan, di saat angin pukulan Liong Oh-im
yang maha dahsyat itu menyapu tiba, dia sudah menarik
kembali senjatanya dan melompat ke muka.
939 Lompatannya atas bantuan angin serangan Liong Oh-im
yang kuat, tak heran gerakannya sangat cepat dan selisih
jarak di antara mereka pun semakin bertambah jauh.
Setelah menjejak tanah sekali lagi, Bong Thian-gak
melompat ke depan, dalam waktu singkat ia sudah puluhan
tombak di depan sana, lalu lenyap.
Menyadari dirinya tertipu oleh siasat musuh, Liong Oh-im
merasa sangat jengkel dan mendongkol sekali, dia mendepakdepakkan
kakinya berulang kali ke atas tanah, lalu serunya
sambil tertawa seram, "Bocah keparat, tidak kusangka hari ini
aku Liong Oh-im bakal dipecundangi anak muda macam kau.
Hm, ingin kulihat dengan cara apa kau hendak menyerahkan
kitab pusaka Kui-hok-khi-liok itu kepada Biau-kosiu."
Seusai berkata ia memandang sekejap ke arah perempuan
berbaju hijau, kemudian membalikkan badan dan mengejar ke
arah Lok-yang. Sementara itu Bong Thian-gak mengerti bahwa Liong Ohim
pasti midah menyiapkan jaring dan perangkap untuk
menghalangi dirinya memasuki rumah penginapan Ban-heng,
karena itu setelah masuk ke dalam kota, ia tidak menuju ke
rumah penginapan itu, melainkan pergi ke kota sebelah
selatan. Sesudah keluar pintu kota sebelah selatan dan tiba di tanah
pekuburan yang terpencil dan sepi, dia memeriksa sekejap
sekeliling tempat itu, lalu sambil duduk bersila, gumamnya,
"Setelah terluka oleh pukulan Sau-yang-sin-kang, mungkin
sekali jiwaku tak akan tertolong lagi. Ai, saat ini dari kedelapan
nadi pentingku, ada dua di antaranya yang secara lamat-lamat
mulai terasa sakit."
Bong Thian-gak duduk di depan sebuah batu nisan sambil
mendongakkan kepala memperhatikan awan di angkasa,
hatinya teramat masgul.
940 "Ai, sebenarnya kitab pusaka Kui-hok-khi-liok itu berisi
apa?" Berpikir begitu, tanpa terasa dia mengeluarkan kitab itu
dari dalam sakunya, tapi setelah berpikir sebentar, pemuda itu
memasukkan kembali gulungan kitab itu ke dalam sakunya.
Matahari sudah tenggelam ke langit barat, Bong Thian-gak
hampir satu jam lamanya duduk di kuburan itu.
Selama satu jam dia sudah mencoba untuk mengatur
pernapasan dan menyalurkan hawa murni ke seluruh tubuh,
namun yang aneh sama ?ekali dia tidak merasakan cidera
atau luka apa pun pada nadi-nadi penting di dalam tubuhnya,
bahkan rasa sakit yang semula mencekam tubuhnya pun
lambat-laun lenyap.
Rasa gembiranya ini membuat Bong Thian-gak segera
melompat bangun dari atas tanah dan berseru, "Aha, ternyata
aku tidak menderita luka apa pun oleh serangan Sau-yang-sinkang
itu." Sekonyong-konyong terdengar suara dingin dan
menyeramkan di belakangnya.
"Sekalipun Sau-yang-sin-kang tidak melukaimu, namun
ilmu pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang akan merenggut
selembar nyawamu."
Ucapan itu bagaikan guntur yang membelah bumi di siang
hari bolong, dengan terperanjat Bong Thian-gak segera
berpaling ke samping.
Tapi dengan cepat dia dibuat tertegun.
Di belakang tubuhnya, di depan sebuah kuburan yang amat
besar, telah berdiri seorang perempuan cantik bagai bidadari
dari kahyangan berbaju biru.
Perempuan itu bukan lain adalah Si-hun-mo-li Thay-kun.
941 Di samping Si-hun-mo-li Thay-kun, berdiri pula seorang
berbaju hijau. Orang berbaju hijau itu berwajah pucat-pias, dingin, kaku
dan sama sekali tiada warna darah, bahkan tiada berbau hawa
manusia. Bong Thian-gak berkerut kening, rasanya orang berbaju
hijau itu mengenakan topeng kulit manusia sehingga menutupi
wajah aslinya. Tapi siapakah orang itu"
Bong Thian-gak kaget, tercengang, bingung dan tidak habis
mengerti. Mengapa ia bisa berada bersama Si-hun-mo-li Thaykun"
Bong Thian-gak memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, cahaya matahari yang berwarna kuning keemas-emasan
menyinari tanah pekuburan itu, namun di sana tidak nampak
manusia lain kecuali mereka berdua.
Bong Thian-gak telah memperoleh sebutir pil Hui-hun-wan
dan persoalan pertama yang ingin segera diselesaikan olehnya
adalah menemukan Si-hun-mo-li dan memberi pil Hui-hun-wan
itu kepadanya agar Thay-kun bisa memperoleh kembali pikiran
dan kesadarannya seperti semula.
Sekarang Thay-kun sudah berada di depan mata, asal dia
menelan pil Hui-hun-wan, berarti usahanya akan berhasil.
Namun hal ini bukanlah perbuatan yang amat gampang.
Dia tahu untuk menyelesaikan tugas itu, kemungkinan
besar dia harus membayar mahal, bahkan bisa kehilangan
selembar nyawanya.
Orang berbaju hijau yang berada di hadapannya sekarang
terlalu menyeramkan dan menggidikkan.
Mungkinkah orang ini adalah Hek-mo-ong"
942 Berpikir sampai di sini, Bong Thian-gak segera menghimpun
pikiran dan perhatian mengawasi gerak-gerik orang berbaju
hijau itu. Orang itu tertawa dingin, ujarnya, "Apabila kau ingin
meloloskan diri dari ancaman kematian, lebih baik serahkan
saja kitab pusaka Kui-hok-khi-liok itu kepadaku."
Tertegun Bong Thian-gak, segera tanyanya, "Apa" Jadi kau
pun menghendaki kitab pusaka Kui-hok-khi-liok dari Mi-tiongbun?"
Paras muka orang berbaju hijau itu masih tetap tenang
tanpa perubahan sedikit pun, sahutnya, "Apabila kau mengerti
rahasia kitab pusaka Kui-hok-khi-liok, setiap orang yang
berada di dunia ini rasanya ingin mendapatkannya."
"Siapakah kau?" tanya Bong Thian-gak sambil tersenyum.
"Kau tak perlu mengetahui siapakah aku. Yang penting
bagimu hanya memilih dua jalan yang kutawarkan kepadamu,
mau hidup atau mati, silakan segera tentukan!"
"Aku ingin mengetahui lebih dulu dengan mengandalkan
ilmu silat apakah kau hendak menghukum mati diriku?"
"Serangan Si-hun-mo-li dan sergapan mendadak yang
kulancarkan nanti!"
Bong Thian-gak kembali tersenyum.
"Yakinkah kau pasti akan dapat merenggut nyawaku?"
"Bila kau yakin dapat meloloskan diri dari cengkeraman
mautku, maka kau tak perlu mengeluarkan kitab pusaka Kuihok-
khi-liok."
Bong Thian-gak termenung dan berpikir beberapa saat,
tiba-tiba ia bertanya, "Dari kemampuanmu memberi perintah
kepada Si-hun-mo-li, tentunya kau pun dapat membuat Sihun-
mo-li jatuh tak sadarkan diri bukan?"
943 "Apa maksudmu?"
"Oh, itu rahasia pribadiku dan merupakan syarat yang
hendak kuajukan sebagai pertukaran."
"Harap kau suka memberi penjelasan secara terperinci."
"Boleh saja kuserahkan kitab pusaka Kui-hok-khi-liok
kepadamu, namun kau harus dapat merobohkan Si-hun-mo-li
lebih dulu hingga tak sadar kan diri."
"Setelah Si-hun-mo-li tak sadarkan diri, maka kau bisa
menandingi diriku bukan?"
"Ya, terpaksa harus dicoba," Bong Thian-gak tersenyum.
"Kitab pusaka Kui-hok-khi-liok sudah berada di sakumu, aku
bisa turun tangan merampasnya dari tanganmu."
"Kau tetap harus menguatirkan sesuatu."
"Apa yang mesti kukuatirkan?"
"Kekalahan."
Orang berbaju hijau itu tertawa dingin. "Ehm, nampaknya
kau masih mempunyai sedikit otak untuk berpikir."
"Ah, seandainya tiada suatu yang dikuatirkan, sedari tadi
kau telah turun tangan merebutnya dari tanganku."
"Kau keliru besar," ujar orang berbaju hijau itu sambil
tertawa seram. "Yang kukuatirkan justru tindakanmu menghancurkan kitab
pusaka Kui-hok-khi-liok sebelum penyerahan nanti, itulah
sebabnya aku tidak turun tangan hingga detik ini."
"Terima kasih banyak atas petunjukmu itu," Bong Thiangak
tertawa. "Aku benar-benar tak berpikir begitu."
Orang berbaju hijau itu mendengus dingin, "Hm, belum
pernah aku bicara sebanyak ini dengan orang lain, kau harus
mengambil keputusan secepatnya?"
944 "Aku yang mesti mengambil keputusan sendiri ataukah kau
yang menyuruh aku mengambil keputusan?"
"Baiklah, aku akan menuruti keinginanmu dengan
merobohkan Si hun-mo-li hingga tak sadarkan diri, tapi pada
saat bersamaan kau harus melemparkan kitab pusaka Kui-hokkhi-
liok jauh ke sana."
"Baik, aku setuju dengan usulmu itu."
"Masih ada satu hal lagi, apakah kau sudah melihat kitab
pusakm Kui-hok-khi-liok?"
"Belum."
"Bagus sekali, sekarang aku akan menghitung sampai
angkal sepuluh dan kau harus melemparkan kitab pusaka Kuihok-
khi-liok itul ke depan sana."
"Di saat kulihat Si-hun-mo-li roboh tak sadarkan diri nanti,
aku pasti akan melemparkan kitab pusaka itu ke depan."
"Aku akan menghitung sampai angka sepuluh, saat itu Sihun-
mo li pasti sudah roboh tak sadarkan diri!"
Demi menyelamatkan selembar jiwa Thay-kun, Bong Thiangak
telah mengambil keputusan hendak mengingkari janjinya
dengan Biau-kosiu. Biarpun saat ini kitab pusaka Kui-hok-khiliok
diserahkan kepada lawan, namun ia yakin masih memiliki
kemampuan untuk merebutnya kembali.
Sebaliknya bila Si-hun-mo-li kabur lagi, usahanya
menyelamatkan jiwa perempuan itu akan menemui kesulitan
yang lebih banyak lagi.
Itulah sebabnya Bong Thian-gak mengambil keputusan
akan mengingkari janji terhadap Biau-kosiu.
Tiba-tiba sepasang mata orang berbaju hijau itu
memancarkan cahaya dingin kehijau-hijauan, pelan-pelan dia
mulai memanggil, "Si-hun-mo-li!"
945 Panggilan itu penuh diliputi nada menyeramkan, aneh dan
menggidikkan. Ketika mendengar suara yang menggidikkan itu, pelanpelan
Si-hun-mo-li membalik badan, namun ketika sinar
matanya saling bentur dengan sorot mata orang berbaju hijau
itu, ia nampak seperti tersengat lebah.
Seketika itu juga sukma dan pikirannya seolah-olah terbetot
oleh pandangan mata itu, dia berdiri melongo seperti sebuah
patung. Sementara itu orang berbaju hijau sudah menghitung
dengan cara melengking tapi lambat, "Satu ... dua ... tiga ...
empat...."
Pada saat itulah dari balik kuburan tiba-tiba muncul
seseorang yang menerjang ke punggung orang berbaju hijau
dengan kecepatan tinggi.
Dengan sorot mata Bong Thian-gak yang amat tajam, ia
sudah melihat dengan jelas bahwa orang yang baru saja
muncul itu bukan lain adalah perempuan berbaju hijau yang
menyerahkan kitab pusaka Kui-hok khi-liok kepadanya itu.
Kemunculannya yang sangat mendadak ini segera
menggetarkan perasaan Bong Thian-gak, ia tahu persoalan
bakal runyam. Belum habis ingatan itu, suara orang berbaju hijau yang
sedang menghitung itu pun terhenti secara mendadak.
Kemudian secepat kilat dia membalik badan seraya
melancarkan bacokan kilat ke depan.
Angin pukulan yang kuat dan tajam secara telak
menghantam tubuh perempuan berbaju hijau itu.
Jerit kesakitan bergema, tubuh perempuan berbaju hijau
itu segera terlempar bagaikan layang-layang yang putus
benang. 946 Dengan cepat Bong Thian-gak melejit ke udara dan
melayang turun di hadapan perempuan berbaju hijau itu.
Sementara itu paras muka perempuan berbaju hijau itu
sudah berubah pucat-pias seperti mayat, darah segar muntah
dari mulutnya. Dengan cepat Bong Thian-gak membimbing bangun,
kemudian menempelkan telapak tangannya di atas jalan darah
Mi-bun-hiat di punggungnya.


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Segulung hawa panas segera menyusup ke tubuh
perempuan itu melalui jalan darah Mi-bun-hiat, hawa darah
bergolak dengan kuat dalam tubuhnya, perempuan itu pun
segera berkata, "Bong-siangkong, kau tak boleh menyerahkan
kitab pusaka Kui-hok-khi-liok itu kepada orang lain, kau tak
boleh mengingkari janjimu terhadap Biau-kosiu."
"Ai, harap kau sudi memaafkan aku," ujar Bong Thian-gak
sambil menghela napas panjang.
Saat itu Bong Thian-gak benar-benar menyesal dan tidak
keruan rasanya.
Perempuan berbaju hijau itu memandang sekejap ke
arahnya, kemudian dengan air mata bercucuran katanya,
"Bong-siangkong, kemungkinan besar aku akan segera mati.
Sebelum ajalku tiba, aku minta kau bersedia menyanggupi
keinginanku, kau harus melindungi kitab Kui-hok-khi-liok itu
hingga diserahkan terhadap Biau-kosiu. Apabila kau tak
mampu menyerahkan kepadanya, tolong hancurkan dan
musnahkan kitab itu."
Paras muka perempuan berbaju hijau itu pucat-pias seperti
mayat, dari balik matanya memancar sinar permohonan,
ditatapnya wajah Bong Thian-gak tanpa berkedip.
Dia hendak menanti jawaban Bong Thian-gak, sebab dia
tahu asalkan pemuda yang berada di hadapannya sudah
947 menganggukkan kepala memberikan persetujuan, biar langit
ambruk pun, pendiriannya tak pernah akan berubah.
Tapi Bong Thian-gak masih tetap termenung dan sama
sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Sebab perasaan dan pikirannya saat ini sangat kalut, dia
tak bisa mengambil keputusan dengan segera, bagaimana pun
menyelamatkan Thay-kun merupakan harapannya yang terbesar. Sekarang
dia telah mendapat kesempatan baik yang tak mungkin bisa
dijumpai lagi di kemudian hari. Apakah dia harus melepaskan
kesempatan yang sangat baik itu begitu saja"
Melihat pemuda itu hanya membungkam tanpa menjawab,
perempuan berbaju hijau itu menjadi sangat kecewa, air
matanya segera bercucuran membasahi wajahnya.
Diiringi jeritan yang memilukan, perempuan berbaju hijau
itu sekali lagi memuntahkan darah segar, tiba-tiba saja dia
tewas dalam keadaan penuh kecewa.
Tak terlukiskan rasa terkejut Bong Thian-gak, sementara
dia masih tertegun, tiba-tiba dari belakang tubuhnya
terdengar orang berbaju hijau itu berkata dengan dingin, "Dia
bukan mati karena mendongkol kepadamu. Ketahuilah, barang
siapa sudah termakan oleh pukulanku, maka dia tak akan
mampu hidup lebih seperempat jam."
Pelan-pelan Bong Thian-gak membalikkan badan dan
menatap orang itu lekat-lekat, kemudian ujarnya, "Tenaga
pukulan yang kau miliki memang benar-benar amat dahsyat
dan tajam, tapi yakinkah kau bahwa seranganmu pasti dapat
menghabisi nyawaku?"
"Sebelum mendapatkan kitab pusaka Kui-hok-khi-liok itu,
aku tak nanti turun tangan melukaimu."
"Sekarang aku sudah berubah pikiran," ucap Bong Thiangak
dengan suara dingin. "Aku tak jadi menyerahkan kitab
948 pusaka itu kepadamu, akan kulindungi kitab Kui-hok-khi-liok
ini hingga saat penyerahan nanti."
Orang itu tertawa seram mendengar perkataan itu, "Bagus
sekali, kau mencari jalan kematian bagi dirimu sendiri."
Mendadak Bong Thian-gak melolos Pek-hiat-kiam,
kemudian berkata, "Apabila kau bermaksud mencabut
nyawaku, maka tak ada salahnya kau mencoba menerima
beberapa buah tusukanku ini."
Pemuda itu melompat ke muka dan melepaskan sebuah
tusukan kilat. Sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata segera
berkelebat ke depan.
Orang itu sama sekali tidak menggeser badan
menghindarkan diri, sebaliknya Si-hun-mo-li yang berada di
sisinya bagaikan sesosok arwah gentayangan telah
menyelinap ke depan dan menghadang di hadapan orang itu,
sementara telapak tangannya yang putih bersih ditolakkan ke
muka menghantam mata pedang itu.
Sebenarnya Bong Thian-gak bisa saja berganti jurus
dengan membacok pergelangan tangannya, namun ia sama
sekali tidak berbuat demikian. Menghadapi ancaman itu, dia
menarik balik pedangnya.
Si-hun-mo-li sama sekali tidak memberi kesempatan
kepada lawan untuk banyak bertindak, kembali tubuhnya
berkelebat maju dan menerjang sisi kiri Bong Thian-gak,
sementara telapak tangannya yang lain segera dihantamkan
ke bahu kiri anak muda itu.
Sejak bertemu Si-hun-mo-li, ilmu silat yang dimiliki Bong
Thian-gak seolah-olah mengalami kemunduran yang amat
pesat. Dalam keadaan demikian, seharusnya ia dapat
menggerakkan pedangnya untuk melepaskan tusukan, namun
949 ia tidak berbuat demikian, tubuhnya malah melompat mundur
untuk menghindarkan diri dari ancaman itu.
Siapa tahu pada saat itulah telapak tangan kiri Si-hun-mo-li
telah diayun ke depan dan membacok tubuh Bong Thian-gak
dengan mempergunakan Soh-li-jian-yang-sin-kang.
Cahaya tajam yang berwarna merah darah segera
menyambar, pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang yang maha
dahsyat bagaikan putaran roda kereta langsung menggulung
ke muka. Bong Thian-gak segera membentak, mendadak Pek-hiatkiam
diputar kencang menciptakan kabut pedang yang tebal,
bukannya mundur dia malah maju.
Ilmu pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang merupakan ilmu
pukulan yang maha dahsyat dan amat termasyhur dalam Bulim.
Mimpi pun orang berbaju hijau itu tak mengira permainan
kabut pedang yang diciptakan Bong Thian-gak itu mampu
mementalkan sergapan tenaga Sinkang itu.
Benar-benar di luar dugaannya, serangan maut yang begitu
tajam dan dahsyat dari Soh-li-jian-yang-sin-kang berhasil
dipunahkan begitu saja oleh putaran hawa pedang Bong
Thian-gak. Sebaliknya tubuh Bong Thian-gak sendiri berputar ke
hadapan Si-hun-mo-li dengan kecepatan luar biasa, lalu kaki
kanan Bong Thian-gak diayunkan ke muka dan menendang
jalan darah kaku di pinggang Si-hun-mo-li.
Tendangan yang dilancarkan olehnya itu benar-benar
dilepaskan secara jitu dan manis, diikuti jeritan tertahan,
tubuh Si-hun-mo-li segera roboh terjungkal ke atas tanah.
Pada saat itulah Bong Thian-gak membuang Pek-hiat-kiam,
lalu mementang kelima jari tangannya, dia cengkeram urat
nadi pergelangan tangan kiri Si-hun-mo-li.
950 Bong Thian-gak tahu ilmu pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang
yang dimiliki Si-hun-mo-li terletak pada tangan kirinya, oleh
sebab itu ia langsung mencengkeram bagian vital itu dengan
harapan dapat mengendalikan gerak-gerik perempuan itu.
Sejak Bong Thian-gak memutar pedang sambil mendesak
maju hingga dia merobohkan Si-hun-mo-li dengan tendangan,
beberapa gerakan itu dilakukan dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat dan dilakukan secara beruntun.
Menanti orang berbaju hijau tahu Si-hun-mo-li tak mungkin
mampu menghadapi serangan Bong Thian-gak, urat nadi
pergelangan tangan kiri Si-hun-mo-li sudah berhasil
dicengkeraman Bong Thian-gak.
Orang berbaju hijau itu mendengus penuh amarah, dari
kejauhan dia lepaskan bacokan maut ke tubuh pemuda itu.
Tapi Bong Thian-gak dengan membopong tubuh Si-hunmo-
li malah melompati dua buah kuburan besar untuk
menghindarkan diri.
Ketika tenaga pukulan yang dilancarkan orang berbaju
hijau itu menghantam batu nisan, terjadilah suara ledakan
yang amat keras disusul robohnya batu nisan dan debu pasir
beterbangan ke udara.
Gagal dengan serangan mautnya, orang itu bagaikan
sukma gentayangan mendesak maju, sewaktu berada di muka
Bong Thian-gak, kembali tangan kanannya diayunkan siap
melepaskan pukulan maut lagi.
Padahal Bong Thian-gak baru saja berhasil berdiri tegak
ketika musuh telah berdiri di hadapannya, gerakan tubuh yang
sedemikian cepatnya ini membuat anak muda itu tertegun.
Sambil tertawa dingin, orang berbaju hijau itu berkata,
"Asal kau berani menggerakkan tubuhmu, tenaga pukulan
yang telah kuhimpun ini secepat kilat akan menghajar
tubuhmu." 951 Waktu itu tangan Bong Thian-gak sedang mencengkeram
urat nadi pergelangan tangan kiri Si-hun-mo-li. Ketika
mendengar ancaman itu, ia segera tertawa dingin sambil
ujarnya, "Tenaga pukulanmu itu mungkin akan menghajar Sihun-
mo-li." Agaknya rahasia hati orang berbaju hijau itu berhasil
ditebak Bong Thian-gak secara tepat. Ia segera berpikir
beberapa saat, setelah itu baru ujarnya dengan suara dingin,
"Apa yang ingin kau lakukan terhadap dirinya?"
"Mencabut nyawanya."
"Bila dia mati, kau pun jangan harap bisa hidup lebih lama,"
ancam orang berbaju hijau itu segera.
"Betul, itulah sebabnya tak ada salahnya bila kita bertukar
syarat." "Apa syaratmu?"
Bong Thian-gak berpikir sejenak, kemudian katanya dengan
wajah bersungguh-sungguh, "Harap kau segera mundur dari
sini! Aku tak akan mengganggu keselamatan jiwanya."
"Sekarang segenap tenaga pukulanku telah terhimpun di
telapak tangan, sesungguhnya yang mendapat ancaman
bukan aku, melainkan kau," ucap orang berbaju hijau itu
dengan nada menyeramkan.
"Aku tahu. Meski tenaga pukulanmu amat tajam dan
menakutkan, namun belum tentu dapat melukaiku."
"Setiap kali melepas pukulan, belum pernah pukulanku
meleset." "Bukankah ilmu pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang Si-hunmo-
li pun belum pernah meleset, tapi terbukti sudah bahwa ia
tak mampu melukai aku."
Orang berbaju hijau itu tertawa dingin.
952 "Hm, aku memang tidak mengerti apa sebabnya kabut
pedang yang kau ciptakan tadi bisa mematahkan ancaman
Soh-li-jian-yang-sin-kang yang begitu hebat."
"Karena sebenarnya aku telah berhasil melatih semacam
ilmu sakti yang dapat menandingi pengaruh Soh-li-jian-yangsin-
kang itu," kata Bong Thian-gak sambil tersenyum.
Tampaknya orang itu seperti berhasil menebak, dengan
terkejut ia segera bertanya, "Apakah tenaga sakti yang kau
pergunakan barusan adalah Tat-mo-khi-kang?"
Bong Thian-gak manggut-manggut, "Ya benar, memang
Tat-mo-khi-kang. Itulah sebabnya berani aku katakan tadi,
bahwa tenaga seranganmu belum tentu dapat melukai diriku."
"Sekalipun mempelajari Tat-mo-khi-kang, bukan berarti
sudah tiada tandingan di kolong langit?"
"Tapi paling tidak kan aku sanggup menerima serangan
mautmu tanpa kuatir terancam keselamatan jiwaku."
"Sekarang aku tidak ingin lagi melancarkan serangan lebih
dahulu kepadamu, lebih baik kita saling bertahan pada posisi
demikian saja!"
Yang paling menjengkelkan dan membingungkan Bong
Thian-gak sekarang adalah dia tidak memiliki tangan kanan
sehingga sama sekali tak mampu mengeluarkan pil Hui-hunwan
itu dan dicekokkan ke mulut Si-hun-mo-li.
Kabut malam sudah makin menyelimuti angkasa,
sementara sang surya sudah tenggelam ke langit barat, tanah
pekuburan itu mulai dicekam kegelapan.
Mendadak dari balik tanah pekuburan berkumandang suara
orang bicara, "Apabila keadaan saling bertahan semacam ini
berlangsung lebih lama, akhirnya Jian-ciat-suseng akan
menderita kekalahan sebelum pertarungan dimulai."
Mendengar perkataan itu, hati Bong Thian-gak bergetar.
953 "Siapa di situ?" bentak orang berbaju hijau itu dingin.
Dari balik sebuah kuburan besar muncul seorang berjubah
panjang warna hitam, lengan kanan orang itu sudah kutung
sementara sebilah golok panjang tersoreng di pinggangnya.
Berjumpa dengan manusia berlengan tunggal itu, Bong
Thian-gak terkejut bercampur girang, segera pekiknya dalam
hati, "Ah, tenyata Liu khi. Andaikata ia bersedia membantuku,
niscaya keselamatan jiwa Thay-kun akan terjamin."
Kemunculan Liu Khi tentu saja memberi harapan baru yang
amat besar bagi Bong Thian-gak, tapi pada saat itu pula tibatiba
Bong Thian-gak merasa kepalanya sangat pening.
"Aduh celaka," pekik Bong Thian-gak dalam hati.
Dengan cepat ia menyambar tubuh Si-hun-mo-li, kemudian
sekuat tenaga melompat ke depan dimana Liu Khi berada.
Baru saja Bong Thian-gak menggerakkan tubuh, jurus
serangan orang berbaju hijau yang telah disiapkan sedari tadi
dilontarkan ke muka.
Suara dengusan tertahan segera memecah keheningan.
Tubuh Bong Thian-gak dan Si-hun-mo-li mencelat ke
belakang. Tenaga yang dilontarkan oleh orang berbaju hijau itu
hampir saja membuyarkan tenaga Tat-mo-khi-kang yang
dihimpun Bong Thian-gak.
Dalam keadaan setengah sadar, dengan cepat Bong Thiangak
melepas cengkeramannya pada urat nadi pergelangan
tangan kiri Si-hun-mo-li, kemudian tangannya merogoh ke
dalam saku mengeluarkan pil Hui-hun-wan dan sekali lompat
dia sudah menindih di atas tubuh Si-hun-mo-li, ia jejalkan pil
Hui-hun-wan itu ke dalam mulut perempuan itu.
954 Pada saat itulah Bong Thian-gak merasa tengkuknya amat
dingin, sebuah cengkeraman maut yang sangat kuat bagaikan
jepitan baja telah mencengkeram tengkuknya.


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menyusul suara bentakan menggema, "Hek-mo-ong,
terimalah bacokanku ini!"
Liu Khi tahu-tahu telah melepas goloknya dengan
kecepatan luar biasa.
Di antara berkelebatnya cahaya putih mata golok itu, orang
itu segera melompat mundur untuk menghindarkan diri.
Begitu musuh mundur, Liu Khi menyarungkan kembali
goloknya, lalu berseru dengan terkejut, "Agaknya kau mampu
juga menghindarkan diri dari bacokan golokku ini?"
"Hm, benar-benar permainan golok yang luar biasa
cepatnya," jengek orang berbaju hijau itu dengan suara dingin
dan menyeramkan. "Hampir saja lenganku terpapas kutung
oleh sambaran golokmu itu."
Di bawah sinar bintang dan rembulan yang remangremang,
orang berbaju hijau itu telah kehilangan sebagian
ujung baju tangan kirinya.
Liu Khi tertawa dingin setelah mengamati lawannya itu,
kembali ia menegur dengan suara ketus, "Engkau adalah Hekmo-
ong?" "Hm! Atas dasar apa kau menuduh aku sebagai Hek-moong?"
balas orang berbaju hijau itu dengan suara tak kalah
seram. Kembali Liu Khi tertawa seram, "Hm, aku sudah tiga hari
menguntit dirimu, aku pun telah meneliti semua mayat yang
tewas di tanganmu, semuanya mati dengan isi perut hancur,
hanya sayang tidak kujumpai lambang tengkorak hitam yang
khas itu."
955 "Liu Khi, sejak tadi aku telah mengetahui kau mengikuti
diriku," kata orang berbaju hijau itu.
Liu Khi tertawa dingin.
"Oleh sebab itulah kedelapan belas orang anak buahmu
sekarang telah berubah menjadi setan-setan tanpa kepala."
"Kecepatan permainan golokmu benar-benar di luar
dugaanku."
"Ketajaman pukulan tangan kosongmu pun tak di bawah
permainan golok saktiku."
"Apa maksudmu?"
"Ilmu silat Jian-ciat-suseng yang sekarang menggeletak di
tanah ttu belum tentu di bawah kita, dengan ketajaman ilmu
pukulanmu ternyata kau sanggup menghajarnya secara telak.
Bukankah ketajaman Ilmu pukulanmu benar-benar membikin
hati orang bergidik?"
Sementara itu Bong Thian-gak yang menggeletak di atas
tanah merasakan seluruh tubuhnya lemas, tulang-belulangnya
seperti sudah terlepas, namun dia tidak jatuh pingsan, dengan
demikian semua pembicaraan Liu Khi dan orang berbaju hijau
itu dapat didengar semua olehnya dengan jelas.
Diam-diam Bong Thian-gak merasa amat terkejut, segera
pikirnya, "Betulkah orang berbaju hijau itu adalah Hek-moong?"
Bong Thian-gak segera teringat bagaimana orang itu
melancarkan serangan yang tepat mengenai perempuan
berbaju hijau tadi, kecepatan serta kehebatan serangannya
memang sungguh mengerikan.
Perempuan berbaju hijau itu bukan termasuk seorang
lemah, namun nyatanya orang itu sanggup menghajarnya
hingga tewas dalam satu gebrakan saja. Benar-benar
menggidikkan. 956 Apabila Liu Khi harus berduel melawan orang berbaju hijau
itu, dapatkah Liu Khi meraih kemenangan"
Bong Thian-gak berharap kemampuan Liu Khi sanggup
menahan mang berbaju hijau itu hingga tenaga dalamnya
pulih atau kalau tidak, ia bersama Thay-kun pasti akan
menemui bencana besar.
Sementara itu Thay-kun sejak dicekoki pil Hui-hun-wan
masih tetap tidak sadarkan diri, keadaannya tak ubahnya
sesosok mayat, sama sekali tidak bergerak, tubuhnya masih
tertindih Bong Thian-gak.
Tiba-tiba terdengar orang berbaju hijau itu menegur
dengan suara menyeramkan, "Liu Khi, apa yang hendak kau
lakukan sekarang?"
"Pertama-tama, aku ingin bertanya kepadamu, benarkah
kau adalah Hek-mo-ong?" tanya Liu Khi sambil tertawa dingin.
"Jika aku adalah Hek-mo-ong, hari ini aku datang
mengenakan topeng kulit manusia, kau tak akan mengenali
juga raut wajah asliku."
"Itulah sebabnya aku ingin bertanya kepadamu dan kau
harus memberikan ketegasan dalam jawabanmu, ya atau
tidak." "Aku tak dapat memberikan jawaban yang meyakinkan
padamu." Liu Khi tertawa dingin tiada hentinya, "Seandainya golok
yang berada dalam genggamanku ini berhasil
mengunggulimu?"
"Aku ingin balik bertanya kepadamu, ada urusan apa kau
mencari Hek-mo-ong?"
Untuk kesekian kalinya Liu Khi tertawa dingin, "Mungkin
kau sudah mengetahui rahasiaku."
957 "Tentu saja tahu, di dunia persilatan terdapat seorang
pembunuh yang kerjanya khusus membunuh orang
berdasarkan order, dia adalah orang misterius dan tak
membedakan antara yang sesat dan lurus. Asal ada orang
memberi uang kepadanya, dia akan membunuh siapa pun
seperti yang diinginkan si pemesan."
Liu Khi tertawa terbahak-bahak serunya, "Tentunya orang
yang kerjanya membunuh berdasarkan order ini adalah Liu
Khi, bukan?"
"Benar, memang Liu Khi."
Bong Thian-gak terkejut serta ingin tahu.
Dia ingin tahu, karena selama ini belum pernah terdengar
olehnya di dunia persilatan terdapat pekerjaan membunuh
berdasarkan order seperti apa yang dikatakannya itu.
Dia terkejut karena sama sekali tidak menyangka Liu Khi
adalah orang yang mempunyai pekerjaan membunuh
berdasarkan order itu.
Mo-kiam-sin-kun Tio Tian-seng pernah berkata kepada
Bong Thian-gak, "Aku mencurigai Liu Khi...."
Sesungguhnya Bong Thian-gak merasa kurang puas
terhadap kecurigaan Tio Tian-seng itu, namun sekarang dia
harus mengakui akan ketajaman mata, kematangan
pengetahuan serta pengalaman Tio Tian-aeng, rupanya dia
telah mengetahui rahasia Liu Khi itu.
Sambil tertawa Liu Khi berkata, "Benar-benar sangat hebat,
padahal sedikit umat di Kangouw saat ini yang mengetahui
rahasiaku."
"Sekali lagi aku ingin bertanya kepadamu, apakah ada
orang yang telah membayar tinggi kepadamu untuk
membunuh Hek-mo-ong?"
"Benar, Liu Khi telah menerima order itu," Liu Khi tertawa.
958 "Hek-mo-ong adalah seorang yang luar biasa. Entah berapa
besar harga yang telah dibayarkan kepadamu?"
"Untuk membunuh Hek-mo-ong, harganya tak dapat
ditentukan dengan emas, intan atau permata lainnya."
Orang berbaju hijau tertawa dingin, katanya lebih jauh,
"Dapatkah kau memberitahu kepadaku siapa yang
mengundangmu?"
"Apakah kau tidak tahu bahwa persoalan semacam ini tak
dapat diutarakan?" seru Liu Khi sambil tertawa terbahakbahak.
Mendadak orang berbaju hijau itu memasukkan tangannya
ke dalam saku, bersamaan lengan tunggal Liu Khi telah
memegang pula gagang golok yang tersoreng di pinggangnya,
kemudian bentaknya, "Kau jangan mencoba melepas racun,
sebelum datang kemari Liu Khi telah menelan pil anti bisa
yang bisa menawarkan berbagai macam pengaruh racun."
Tangan kiri orang berbaju hijau itu masih tetap berada di
dalam saku, tak bergerak, katanya dingin, "Aku memang
sudah tahu Liu Khi kebal terhadap aneka serangan racun,
tentu saja aku tak akan berbuat nebodoh ini dengan
melepaskan racun terhadapmu."
Liu Khi tertawa dingin.
"Bila tangan kirimu meninggalkan saku, maka golokku akan
terlolos pula dari sarung!" ancamnya.
Tiba-tiba orang berbaju hijau itu memandang sekejap
bintang yang bertebaran di angkasa, kemudian katanya pelan,
"Liu Khi, aku ingin mengundangmu untuk membunuh orang.
Bersediakah kau menerima orderku ini?"
"Sebelum Liu Khi menerima order, terlebih dulu harus
kuketahui persoalan macam apakah itu, karenanya kau harus
mengatakannya lebih dulu kepadaku siapa yang hendak kau
bunuh?" 959 "Mo-kiam-sin-kun Tio Tian-seng!" jawab orang berbaju
hijau itu dengan suara hambar.
Liu Khi termenung beberapa saat, setelah itu baru berkata,
"Sulit untuk membunuh Mo-kiam-sin-kun Tio Tian-seng,
rasanya kesulitan itu tidak di bawah Hek-mo-ong sendiri."
"Bagaimana pun juga kau adalah wakil ketua Kay-pang.
Boleh dibilang siang malam kalian bergaul, kesempatanmu
untuk membunuh amat banyak."
Liu Khi tertawa dingin, "Lantas berapa hendak kau bayar?"
"Aku akan membantumu merebut kursi ketua
Bukit Pemakan Manusia 10 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Istana Pulau Es 2
^