Pendekar Cacad 17

Pendekar Cacad Karya Gu Long Bagian 17


tidak berbicara lebih jauh.
Dengan suara dingin Biau-kosiu berkata, "Setiap orang
yang sudah terluka jarum beracun ekor lebah keluarga Tong,
maka dalam tiga jam, racun jahat itu akan menyerang
jantung. Bila keadaan sudah begini, biar ada obat dewa pun
jangan harap bisa menyelamatkan jiwanya."
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Thay-kun,
segera tanyanya penuh harapan, "Jadi kau dapat
menolongnya?"
Sekali lagi Biau-kosiu tertawa dingin.
"Aku hanya dapat mengeluarkan jarum beracun dari
tubuhnya, namun tidak mampu menyembuhkan luka beracun
dalam tubuhnya."
Mendengar sampai di situ, dengan nada memohon Thaykun
berkata, "Biau-kosiu, kumohon kepadamu, tolonglah dia
dan sembuhkan luka yang dia derita. Apa pun syarat yang kau
ajukan, pasti aku akan menyetujui."
Biau-kosiu tertawa dingin.
"Racun yang terkandung pada jarum ekor lebah keluarga
Tong di propinsi Sucwan bukanlah racun sembarang racun.
Sekalipun aku berhasil mengeluarkan jarum beracun itu dari
1099 dalam tubuhnya, sulit juga baginya untuk mempertahankan
hidup." "Padahal dia sudah terkena racun jahat dari Hek-mo-ong,
cepat atau lambat dia pasti akan mati juga."
Thay-kun menangis terisak.
"Nona Biau, aku tahu kau sanggup menyelamatkan
jiwanya, apalagi racun Hek-mo-ong pun disampaikan
kepadanya melalui tanganmu. Sekalipun Hek-mo-ong
membenci seluruh jago lihai yang ada di dunia persilatan, tapi
Jian-ciat-suseng sama sekali tak punya jalinan dendam atau
pun sakit hati apa pun dengannya. Apakah kalian benar-benar
hendak membinasakan dirinya?"
Berubah paras muka Biau-kosiu, dengan suara dingin ia
berkata, "Darimana kau tahu racun dari Hek-mo-ong diterima
olehnya melalui tanganku?"
"Karena kau adalah anak buah Hek-mo-ong."
"Kau seorang yang sangat pintar dan bisa menduga semua
persoalan secara tepat dan pasti. Tapi dugaanmu kali ini
keliru, aku sama sekali bukan anak buah Hek-mo-ong."
Thay-kun tertawa rawan, "Apabila kau bukan anak buah
Hek-mo-ong, maka aku pun merasa lega."
"Tidak usah banyak bicara lagi," tukas Biau-kosiu dengan
suara dingin. "Bila berniat menyelamatkan jiwanya, satusatunya
jalan adalah menemukan Gi Jian-cau. Biarpun
membawa besi sembrani, keselamatan jiwanya masih tetap
terancam."
Selesai berkata, Biau-kosiu segera merogoh ke dalam
sakunya dan mengeluarkan sepotong besi berwarna hitam
yang segera dilontarkan kehadapan Thay-kun, katanya lagi,
"Untuk sementara waktu kupinjamkan besi sembrani padamu.
Silakan kau turun tangan mengisap jarum-jarum beracun itu
dari mulut lukanya!"
1100 Pada saat itulah tiba-tiba terdengar nenek berambut putih
itu menimbrung, "Anak Siu, mengapa kau harus
membantunya?"
Biau-kosiu menghela napas, sahutnya, "Nenek, aku merasa
berhutang budi padanya karena dia telah membantuku
merebut kembali kitab pusaka Kui-kok-khi-liok, jadi aku
merasa wajib membantunya."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi, "Nenek,
mari kita pergi."
Selesai berkata Biau-kosiu bersama nenek berambut putih,
lelaki dan perempuan kekar bermata tunggal membalikkan
badan dan segera berlalu dari situ.
Thay-kun memungut besi sembrani itu sambil mengawasi
bayangan tubuh keempat orang itu berlalu dari sana.
Memandang bayangan punggung mereka yang memasuki
hutan bambu, dia menggeleng kepala sambil bergumam,
"Sungguh tak nyana dia akan meminjamkan besi sembrani,
ai.." Sejak kedatangan Biau-kosiu, Bong Thian-gak memejamkan
mata. Saat itu tiba-tiba dia berkata sambil menghela napas,
"Tindak-tanduknya yang sebentar bermusuhan dan
bersahabat ini sungguh membuat orang merasa bingung dan
tak habis mengerti. Ai! Sumoay, kau tak usah bersusah payah
lagi, sekalipun jarum-jarum beracun itu berhasil kau luap,
namun sari racunnya telah menyusup ke dalam tubuhku
dengan mengikuti aliran darah, akhirnya aku bakal tewas
juga." "Suheng, kau tak boleh mati," kata Thay-kun dengan
lembut. "Kita tentu akan berhasil menemukan Gi Jian-cau.
Sekarang berbaringlah dahulu dengan tenang, biar kucoba
mengisap keluar jarum-jarum beracun itu dengan besi
sembrani ini."
1101 Selesai berkata dia segera membaringkan tubuh Bong
Thian-gak fce alas tanah, kemudian turun tangan melepas
pakaian bagian atasnya.
Tampak pada dada sebelah kiri dekat puting susu, kulit
daging berdarah, bahkan di beberapa tempat terbakar hangus.
Sekarang noda darah itu sudah mengering, karena itu
Thay-kun harus bersusah-payah membersihkan noda darah
mengering itu, membiarkan darah segar meleleh kembali.
Kemudian Thay-kun menempelkan besi sembrani di tangan
kanannya itu ke atas mulut luka. Ketika diangkat kembali,
pada ujung besi sembrani itu sudah menempel tujuh batang
jarum yang amat lembut, jarum-jarum lembut itu tak lain
adalah jarum ekor lebah yang berwarna hitam pekat.
Dengan cepat Thay-kun mencabut jarum-jarum ekor lebah
itu dari atas besi sembrani, kemudian mencari lagi di sekitar
mulut luka itu.
Lebih kurang sepeminuman teh, seluruhnya Thay-kun
berhasil mengangkat tiga belas batang jarum beracun.
Sambil menghela napas Thay-kun berkata, "Meskipun
jarum ini sangat lembut dan kecil, untung kekuatannya tak
seberapa besar hingga tak mampu menembus badan lebih
dalam lagi. Jika jarum beracun itu sampai memasuki nadi
darah, wah, apa jadinya."
Tiba-tiba Bong Thian-gak melompat bangun dan duduk,
lalu katanya sambil tertawa getir, "Racun jahat jarum itu
sudah telanjur memasuki aliran darah, cepat atau lambat
akhirnya aku bakal mati juga."
Thay-kun segera membersihkan besi sembrani itu dari noda
darah, lalu disimpan kembali ke dalam sakunya. Setelah itu dia
bertanya dengan lembut, "Bagaimana rasanya sekarang?"
"Mulut luka itu masih terasa panas, agaknya sudah
menunjukkan gejala keracunan."
1102 "Mari kubimbing kau pergi dari sini, kita harus secepatnya
mencari si tabib sakti."
"Tidak ada gunanya," sahut Bong Thian-gak sambil
menggeleng. "Kini aku hanya berharap kau bisa menemaniku
selama tiga jam. Berilah kesempatan padaku untuk bicara
padamu." "Suheng, aku tak bisa hidup tanpa kau, seandainya kau
mati, maka aku pun tak ingin hidup seorang diri, oleh sebab
itu kau harus hidup," kata Thay-kun dengan suara amat
lembut Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Semutpun ingin hidup, apalagi manusia. Ai, tapi empat
samudra begini luas, dimanakah si tabib sakti berada" Ai,
sekalipun dia benar-benar bersembunyi dalam Ban-jian-bong
ini, kemanakah kita harus pergi mencarinya" Sekalipun
berhasil ditemukan, belum tentu ia bersedia menyelamatkan
jiwaku." "Tiga jam adalah waktu yang singkat dan segera akan
lewat dalam sekejap, lagi pula mungkin aku akan jatuh
pingsan tak lama lagi."
"Suheng, sekarang aku mendapatkan firasat yang
mengatakan si tabib sakti berada tak jauh dari sini,
secepatnya kita akan berhasil menemukan dirinya."
Bong Thian-gak mengerut dahi, kemudian berkata,
"Sungguh aneh, sewaktu aku bertarung melawan ketiga
Hwesio tadi, aku sudah menperdengarkan tiga kali suara
pekikan panjang. Mengapa hingga sekarang belum tampak
juga Tio Tian-seng sekalian datang kemari?"
"Dalam keadaan begini aku tak mempunyai hasrat dan niat
lagi memikirkan persoalan itu. Suheng, apakah kau ingin
menyerah begitu saja menerima kematian?"
1103 Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Ai, baiklah! Aku
akan mengikutimu mencarinya."
Selesai berkata, di bawah bimbingan Thay-kun dengan
perlahan-lahan pemuda itu berdiri.
Siapa tahu baru saja ia berdiri, sekujur tubuhnya segera
gemetar keras. "Aduh," keluhnya pelan, paras mukanya segera berubah
pucat-pasi, bibirnya menghijau dan kulit badannya mengejang
keras, wajahnya mencerminkan penderitaan luar biasa.
Dengan terkejut Thay-kun segera bertanya, "Suheng,
mengapa kau?"
"Aku, mungkin aku sudah tak jauh dari kematian," bisik
Bong Thian-gak dengan suara gemetar. "Dadaku terasa sakit,
kepalaku terasa amat pening."
Thay-kun merentangkan tangan memeluk tubuh pemuda
itu, katanya, "Suheng, bagaimana kalau kubopong dirimu
menuju ke bawah pohon yang rindang di depan sana?"
Dengan membopong tubuh anak muda itu, Thay-kun tiba di
bawah pohon rindang, di atas gundukan tanah berumput, di
situlah mereka duduk.
Bong Thian-gak berbaring dalam pelukannya dengan wajah
pucatpasi, seluruh badannya mengejang keras, agaknya
penderitaan dan siksaan yang dialaminya bukannya
berkurang, malah sebaliknya semakin bertambah.
Akhirnya pemuda itu mulai merintih, "Oh Sumoay, sekarang
anggota badanku sakit dan linu, sekujur badanku seperti
hancur." "Ah!" Thay-kun menjerit kaget. "Mungkin racun jarum ekor
lebah itu telah memancing bekerjanya racun Hek-mo-ong
sebelum waktunya."
1104 "Bila dua macam racun itu bekerja pada saat bersamaan,
sudah dapat dipastikan aku akan mati secara mengenaskan.
Oh, Thay-kun, aku ingin menyampaikan beberapa persoalan
kepadamu."
"Setelah aku mati nanti, tolong bawalah jenazahku ini ke
sebuah lembah terpencil di puncak Cui-im-hong di bukit Bongsan
dan kuburkanlah aku di situ, istriku Song Leng-hui
berdiam di situ."
"Kedua, tolonglah Oh Cian-giok, putri Oh Ciong-hu, dari
sekapan musuh, dia telah ditangkap oleh Ho Lan-hiang, Congkaucu
Put-gwa-cin-kau dan entah disekap dimana?"
Perkataan Bong Thian-gak itu diutarakan dengan suara
lirih, seolah-olah merupakan pesan terakhir menjelang ajal,
begitu pilu dan pedih suaranya sehingga membuat suasana
tercekam dalam suasana penuh haru.
Dengan air mata bercucuran dan suara tersengguk
menahan isak-tangis, Thay-kun berseru, "Oh Suheng, kau tak
boleh mati, kau tak akan mati. Kau harus mengobarkan
semangatmu untuk hidup terus, bukankah beberapa kali kau
bisa lolos dari ancaman bahaya maut" Bukankah dua kali kau
bisa mempertahankan hidupmu" Mengapa kau tidak mampu
untuk ketiga kalinya?"
"Aku rasa kali ini belum tentu aku beruntung. Aii, sekarang
aku rela mati, karena selama ini aku bertekad untuk hidup
terus demi membalas dendam bagi kematian guruku, Oh
Ciong-hu, sekarang aku sudah tahu Oh Ciong-hu telah tewas
di tangan Hek-mo-ong dan mereka saling bunuh karena
perselisihan berantai, rasanya aku tak usah melibatkan diri lagi
dalam pertentangan itu."
"Thay-kun, sesungguhnya aku adalah anak buangan yang
tak berayah dan beribu. Sejak dua puluh tahun berselang, aku
seharusnya sudah mati kelaparan, mati kedinginan ... dan kini
1105 aku sudah bisa hidup selama dua puluh tahun lagi, aku sudah
cukup puas, aku pun tak menyesal untuk mati sekarang."
"Thay-kun, kau tak usah bersedih, kehidupan manusia di
dunia ini ibarat sebuah impian, tiada orang yang tetap
berkumpul dan tak pernah berpisah. Aku ... aku akan
menunggumu di alam baka."
Sampai di situ, suara Bong Thian-gak makin lirih dan kecil,
akhirnya dia tak sadarkan diri.
Menyaksikan itu, Thay-kun berteriak, "Suheng ... Suheng!"
Cepat ia memeriksa napasnya, ternyata napas pemuda itu
semakin lemah. Ketika diperiksa denyut nadinya, detak
jantung pemuda itupun belum berhenti, ia segera tahu
pemuda itu belum mati, dia hanya jatuh pingsan saja.
Karenanya Thay-kun merasa hatinya sedikit lega.
Pikirnya kemudian, "Bagaimana pun juga aku harus berhasil
menemukan si tabib sakti, sebab di kolong langit ini hanya dia
seorang yang mampu menolong Bong Thian-gak."
Kemudian ia pun berpikir lebih jauh, "Bong Thian-gak
sudah terkena jarum ekor lebah keluarga Tong yang
termasyhur karena keganasannya, seharusnya racun jahat itu
baru akan mulai menyerang ke jantung setelah tiga jam, tapi
sekarang racun itu sudah membangkitkan racun Hek-mo-ong
yang telah mengeram dalam tubuhnya, diserang oleh dua
racun pada saat yang bersamaan. Entah berapa lama Bong
Thian-gak dapat mempertahankan hidup?"
Mendadak tampak bayangan orang berkelebat, Thay-kun
segera menyaksikan dari berbagai arah bermunculan dua
puluhan Hwesio berbaju kuning.
Kawanan Hwesio itu sama sekali tidak mirip tampang
seorang Hwesio, bukan saja wajah mereka gemuk dan penuh
daging, matanya memancarkan pula sinar kebuasan yang
1106 mengerikan, masing-masing menggenggam senjata tajam


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerupai tombak pendek.
Tatkala kawanan Hwesio itu menjumpai jenazah ketiga
Hwesio lain yang tergeletak di atas tanah, sekilas perasaan
kaget dan ngeri segera menghiasi wajah mereka, langsung
mereka menghentikan langkah.
Sebaliknya Thay-kun yang melihat kawanan Hwesio itu
segera berpikir, "Untuk menemukan si tabib sakti, rasanya
hanya bisa dicari dari mulut mereka."
Menurut pendapat Thay-kun, kawanan Hwesio ini
seharusnya tak dipengaruhi jago persilatan dan apabila Gi
Jian-cau benar bersembunyi di tempat ini, maka kepandaian
silat yang dimiliki orang-orang itu pasti merupakan didikan Gi
Jian-cau, otomatis kepandaian silat yang dibina olehnya ini
secara khusus hendak digunakan untuk menghadapi Hek-moong
yang hendak mencari balas kepadanya.
Saat inipun Thay-kun juga sudah tahu kawanan Hwesio itu
tidak lebih hanya jago-jago kelas tiga. Itulah sebabnya,
sewaktu mereka saksikan ketiga sosok mayat Hwesio yang
dibunuh Bong Thian-gak tadi, timbul perasaan takut dalam
hati. Sebab ketiga orang yang terbunuh itu merupakan jago
lihai kelas satu dalam Ban-jian-bong.
Kawanan Hwesio bermuka bengis itu tampak ragu-ragu
sejenak, tiba-tiba mereka menyerbu ke depan.
Sudah jelas di sekitar tempat itu tak tampak orang lain,
kecuali dua orang di hadapannya, padahal yang lelaki sudah
terluka parah sedang yang perempuan tidak perlu ditakuti.
Itulah sebabnya nyali mereka semakin bertambah besar.
"Berhenti!" Thay-kun membentak nyaring.
Kawanan Hwesio yang mengurung menjadi terkejut dan
serentak menghentikan langkah.
1107 Waktu itu Thay-kun telah membaringkan Bong Thian-gak di
atas tanah berumput dan dia berdiri di depan gundukan tanah
itu dengan wajah memancarkan sinar kewibawaan yang
membuat hati orang bergidik, sorot matanya yang tajam
mengawasi kawanan Hwesio itu tanpa berkedip.
Dalam waktu singkat kawanan Hwesio itu dapat merasakan
bahwa perempuan cantik bak bidadari dari kahyangan di
hadapan mereka ini bukanlah perempuan lemah, sebaliknya
justru merupakani harimau ganas dan menakutkan.
Seorang Hwesio bermuka hitam dan agak gemuk,
tampaknya merupakan pemimpin gerombolan itu tertawa licik,
kemudian dengan suara parau dia berkata, "Bocah
perempuan, kau tak usah mencari kematian, kau cukup
menjawab beberapa buah pertanyaan yang kuajukan, tak
nanti aku menyusahkan dirimu."
"Aku pun hendak mengajukan beberapa pertanyaan
kepadamu, usul kau pun bersedia menjawab beberapa buah
pertanyaanku, tentu k.ilian bisa hidup terus. Kalau tidak, hm,
kalian akan mati konyol di sini."
Selesai berkata Thay-kun segera mengayun telapak tangan
kirinya ke depan dan melepaskan sebuah pukulan.
Tanpa menimbulkan sedikit suara pun tahu-tahu tiga
Hwesio berbaju kuning yang berdiri di sebelah utara sudah
roboh terjengkang ke ulas tanah dan tewas oleh pukulan Sohli-
jian-yang-sin-kang yang sangat lihai.
Tiba-tiba hati Thay-kun bergetar keras melihat ketiga orang
Hwesio itu roboh binasa, pikirnya, "Heran, mengapa tenaga
dalamku bisa tumbuh begitu tangguhnya" Padahal jaraknya
cukup jauh, namun kenyataan seranganku berhasil merenggut
nyawa mereka sekaligus. Hal Ini benar-benar tak terduga."
Thay-kun benar-benar diliputi perasaan kaget dan gembira,
padahal dia hanya bermaksud melepas pukulan untuk
menggetar mundur para Hwesio itu agar mereka takut dan
1108 mundur teratur. Siapa sangka pukulan itu ternyata
mengandung tenaga begitu dahsyat hingga mencabut nyawa
lawan. Tenaga dalamnya sekarang telah meningkat dua kali lipat
daripada sebelumnya
"Ah! Ilmu Soh-li-jian-yang-sin-kang telah berhasil mencapai
ke tingkat sepuluh."
"Aku ... aku sudah mampu membunuh Cong-kaucu Putgwa-
cin-kau." Mendadak Thay-kun mengayun tangannya dan sekali lagi
melancarkan pukulan maut.
Tanpa disertai desingan angin pukulan sedikit pun, tahutahu
tujuh Hwesio yang berada di sebelah selatan roboh
bergelimpangan tanpa nyawa lagi.
Suara bentakan dan teriakan panik segera berkumandang,
kawanan Hwesio itu segera membalikkan badan dan melarikan
diri terbirit-birit, malah saking takutnya ada di antara mereka
yang terkencing-kencing.
"Mau kabur kemana?" bentak Thay-kun
Dengan gerakan tubuh ringan dia berkelebat maju, lalu
tangan kanannya menyambar dan mencengkeram baju bagian
belakang si Hwesio gemuk itu.
Perawakan Hwesio gemuk jauh lebih berat daripada rekanrekannya.
Mesti begitu ketika bajunya kena dicengkeram, dia
segera berhenti dan tidak sanggup beranjak barang setengah
langkah pun. Saking takutnya, kontan dia berkaok-kaok, "Dewi yang
mulia, ampunilah nyawaku, ampunilah jiwaku ini!"
Thay-kun tertawa dingin, mendadak ia membanting
tubuhnya ke atas tanah, bentaknya, "Boleh saja kuampuni
1109 jiwamu, cuma kau mesti menjawab beberapa pertanyaanku
secara baik."
Pelan-pelan Hwesio itu merangkak bangun, ia merasakan
suasana di sekeliling tempat itu sunyi-senyap, rekan-rekannya
sudah mampus atau melarikan diri, kini tinggal dia seorang
yang berada di situ ditemani rekan-rekannya yang telah
menjadi mayat. Dengan perasaan sangat takut, Hwesio itu berlutut di atas
tanah dan menganggukkan kepala berulang kali seraya
berkata, "Apa yang ingin dewi tanyakan, tentu akan kujawab,
aku takkan berbohong."
"Siapakah nama pemimpin kalian" Ayo jawab secepatnya,"
tanya Thay-kun segera.
"Pemimpin kami adalah Hongtiang ruang ketujuh kuburan
ini, Ci-kim-kong Hwesio."
"Lalu siapakah ketiga orang Hwesio itu?" tanya Thay-kun
dengan kening berkerut.
"Apakah dewi tanyakan ketiga Hwesio bertasbih itu"
Mereka adalah Hwesio yang bertugas di tanah pekuburan ini,
bersama Ci-kim-kong Hwesio, mereka disebut sepuluh orang
Toa-kim-kong."
"Bagaimanakah tampang Ci-kim-kong Hwesio?" kembali
Thay-kun bertanya.
Sebelum perkataan itu selesai diutarakan, tiba-tiba
terdengar suara menyeramkan berkumandang.
"Hud-ya telah datang. Bagaimanakah tampang mukaku
boleh perhatikan sendiri dengan jelas."
Tiba-tiba terdengar jeritan lengking yang memilukan,
rupanya jeritan seperti babi disembelih itu berasal dari si
Hwesio bermuka hitam.
1110 Tampak Hwesio bermuka hitam itu bergulingan di atas
tanah beberapa kali sebelum akhirnya sama sekali tidak
berkutik lagi. Dengan ketajaman mata Thay-kun, sekilas pandang saja ia
sudah melihat di atas tengkuk Hwesio bermuka hitam itu
tertancap sebatang anak panah kecil.
Anak panah itu meluncur tanpa menimbulkan sedikit suara
pun dan tepat menghajar belakang kepala si Hwesio bermuka
hitam itu secara telak, nyata orang yang melepaskan anak
panah itu memiliki kepandaian silat luar biasa.
Pelan-pelan Thay-kun memandang ke depan.
Entah sedari kapan di hadapannya telah muncul tujuh
Hwesio berperawakan tinggi pendek tak menentu, namun di
tangan kiri masing-masing memegang tasbih yang sama.
Tak salah lagi biji tasbih itu tentulah Leng-hwe-tan yang
berisi jarum beracun ekor lebah.
Di antara ketujuh Hwesio itu, berdiri Hwesio tinggi besar
berjenggot hitam sepanjang dada dan berwajah merah,
mungkin orang Inilah yang menjadi pimpinan pasukan
keamanan Ban-jian-bong, Ci-kim-kong Hwesio.
Sambil tertawa dingin, Thay-kun segera bertanya, "Kaukah
yang bernama Ci-kim-kong Hwesio?"
Hwesio itu tertawa licik, "Betul, Hud-ya orangnya."
Semula Thay-kun mengira nama Ci-kim-kong Hwesio
adalah nama samaran Gi Jian-cau, sekarang dia merasa
kecewa mendengar jawaban itu, katanya kemudian dengan
suara dingin, "Kedatanganmu nangat tepat, ada satu
persoalan ingin kutanyakan kepadamu."
"Apakah kau ingin bertanya kepadaku, dimanakah Gi Jiancau
berada?" ujar Ci-kim-kong Hwesio dengan suara
menyeramkan. 1111 Thay-kun dibuat tertegun.
"Darimana kau bisa tahu?"
"Barusan, sudah ada tiga orang yang mengajukan
pertanyaan yang sama kepadaku."
"Apakah kau sudah memberitahukan kepada mereka?" Cikim-
kong Hwesio tertawa bangga.
"Sebenarnya Hud-ya ingin mengajak mereka pergi
menjumpai Gi Jian-cau, tapi sayang ketiga orang itu sudah tak
mampu bergerak lagi, oleh sebab itu Hud-ya pun tidak jadi
membawa mereka."
Thay-kun menjadi terkejut sekali mendengar perkataan itu,
dia segera bertanya, "Jadi kalian telah melukai mereka
bertiga?" Dengan bangga Ci-kim-kong Hwesio tertawa terbahak,
"Baik Mo-kiam-sin-kun maupun Liu Khi dan Pat-kiam-huihiang,
semuanya tak ada yang lolos, mereka sudah terluka."
Berada dalam suasana dan keadaan seperti ini, mau tak
mau Thay-kun harus membuat penilaian baru terhadap
kepandaian silat Ci-kim-kong Hwesio.
Kepandaian silat Tio Tian-seng bertiga sudah terhitung
sangat tangguh dan hebat, bagaimana mungkin mereka dapat
dilukai secara mudah"
Tapi kenyataan Ci-kim-kong Hwesio sanggup melukai
mereka bertiga, terbukti betapa lihainya kepandaian silat
orang ini. "Apakah mereka bertiga terluka oleh Leng-hwe-tan?" tanya
Thay-kun. "Benar, mereka memang terluka oleh Leng-hwe-tan dalam
biji tasbih ini," jawaban Ci-kim-kong Hwesio terdengar amat
dingin dan menyeramkan.
1112 Thay-kun segera tersenyum.
"Kalau begitu Tio Tian-seng bertiga terluka karena
memandang enteng kemampuanmu, bukan karena kau bisa
mengungguli mereka dengan mengandalkan kepandaian
sejati. Sekalipun peluru Leng-hwe-tan sangat lihai, tapi
bukankah sudah kau saksikan sendiri, ketiga Hwesio yang
membawa Leng-hwe-tan pun tak berhasil meloloskan diri dari
kematian."
Paras muka Ci-kim-kong Hwesio berubah hebat, segera
ujarnya dingin, "Jadi ketiga Kim-kong Hwesio itu tewas di
tanganmu?"
"Bukan, mereka mati dibunuh oleh Jian-ciat-suseng."
Sambil menarik muka Ci-kim-kong Hwesio kembali berkata,
"Kalau memang bukan mati di tanganmu, Hud-ya pun tak
ingin menyusahkan dirimu. Segera kau boleh meninggalkan
Ban-jian-bong!"
Thay-kun tersenyum.
"Sebelum bertemu Gi Jian-cau, aku tak akan
mengundurkan diri dari Ban-jian-bong begitu saja."
"Bila kau tak segera mengundurkkan diri dari Ban-jianbong,
maka hanya jalan kematian yang akan kau hadapi."
Ketika Thay-kun menyaksikan keenam Hwesio lainnya telah
bersiap melancarkan serangan, mendadak ia berseru, "Tunggu
dulu!" "Apakah kau hendak mengundurkan diri dari Ban-jianbong?"
"Aku tidak ingin melukai orang terlalu banyak," kata Thaykun
dengan suara dingin. "Aku tak lebih hanya ingin bertemu
Gi Jian-cau serta memohon kepadanya untuk menyelamatkan
jiwa Jian-ciat-suseng, soal lain aku tidak mengharapkan apaapa."
1113 "Hud-ya pun tidak mengharapkan apa-apa darimu, aku
hanya berharap kau suka mengundurkan diri dari Ban-jianbong
dengan segera."
"Percayakah kau, sebelum kalian sempat melepaskan Lenghwe-
tan yang pertama, aku sanggup membinasakan kalian
semua?" kata Thay-kun.
Tiba-tiba Ci-kim-kong Hwesio membentak, "Bunga salju
terbang di angkasa!"
Sebagai seorang jago persilatan yang berpengalaman luas,
Thay-kun segera tahu pihak lawan sedang menurunkan
perintah untuk melancarkan serangan. Setelah mendengar
suara bentakan itu, maka dia pun segera membentak dan
mengayunkan telapak tangan kirinya melepaskan sebuah
pukulan. Segulung tenaga pukulan yang sangat kuat dan
mengandung tenaga Soh-li-jian-yang-sin-kang segera
meluncur ke depan secepat kilat dan menerjang seorang Kimkong
Hwesio yang berdiri di sudut paling kiri.
Serangan itu segera meluncur ke muka tanpa menimbulkan
sedikit suara, tahu-tahu saja Kim-kong Hwesio itu roboh
terjungkal, kemudian tanpa menimbulkan suara keluhan apa
pun, dia terkulai dan tak pernah merangkak bangun kembali.
Ilmu pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang dari Thay-kun yang
maha dahsyat itu dengan cepat mengejutkan semua Kim-kong
Hwesio lain. Dengan begitu dia tak punya kesempatan lagi
melukai Hwesio kedua.
Tiga dengungan keras yang memekakkan telinga
berkumandang, lalu secepat kilat menyelimuti seluruh arena
pertarungan itu.
Ternyata keenam Kim-kong Hwesio itu telah melepaskan


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biji tasbihnya secara beruntun ke angkasa dengan ilmu
melepaskan senjata rahasia yang khusus.
1114 Dalam waktu singkat biji-biji tasbih itu menari-nari di
angkasa seperti bunga salju beterbangan di udara.
Dalam waktu singkat seluruh badan Thay-kun sudah
terjerumus ke dalam lautan api, dia seperti seekor burung
dalam sangkar yang dibikin ketakutan, terbang ke sana
kemari, namun selalu gagal melepaskan diri dari kepungan.
Thay-kun benar-benar terkejut setelah menghadapi
kejadian ini, dia bukannya takut terluka di tangan musuh, tapi
dia kuatir Bong Thian-gak yang masih tak sadarkan diri itu
akan terluka lagi oleh serangan Leng-hwe-tan lawan.
Baru saja pikirannya bercabang, tiba-tiba dua biji Lenghwe-
tan sudah saling tumbuk di hadapannya dan
menimbulkan ledakan yang keras.
Ibarat daun berguguran dari atas ranting, Thay-kun segera
bergulingan di atas tanah.
Biarpun gerakannya ini berhasil menyelamatkannya dari
ancaman j tiga puluh jarum beracun ekor lebah, namun gagal
menghindari sergapan bara api, dalam waktu singkat
pakaiannya sudah terbakar hangus.
Biji tasbih berpeluru Leng-hwe-tan itu memang benar-benar
senjata rahasia yang tiada taranya, apalagi dipancarkan oleh
enam Kim-kong Hwesio pada saat bersamaan, kekuatannya
luar biasa. Kobaran api yang membumbung tinggi ke angkasa serta
kilatan guntur yang menggelegar membuat Thay-kun seperti
sasaran yang diincar setiap orang, pada hakikatnya sama
sekali tidak tersisa sedikit kemampuan pun untuk melancarkan
serangan balasan.
Mendadak dari luar lingkaran kepungan, terdengar Ci-kimkong
Hwesio membentak.
1115 Tahu-tahu Hwesio itu sudah mendesak maju, tangan
kanannya segera diayunkan ke muka dan sebatang anak
panah segera meluncur ke depan bagai sambaran kilat.
Tahu-tahu senjata itu sudah mengancam dada Thay-kun.
Di bawah serangan Leng-hwe-tan yang menimbulkan
kobaran api dan asap tebal ini, siapa saja pasti akan
merasakan kepala pening dan mata berkunang-kunang,
pikiran kalut dan perasaan kacau-balau tak keruan. Dalam
keadaan demikian, siapa pun pasti tak akan mampu
menghindarkan diri dari serangan anak panah yang demikian
cepatnya. Dalam anggapan Ci-kim-kong Hwesio, Thay-kun sudah
pasti akan terkena sasaran anak panahnya pula.
Seringkah kenyataan memang berada di luar dugaan siapa
saja, sementara Thay-kun menjerit kaget, dia telah membalik
pergelangan tangan kanannya menangkap anak panah itu,
lalu balik menyambitkan ke depan.
Jeritan ngeri yang menyayat hati seperti jeritan babi
disembelih segera berkumandang.
Seorang Kim-kong Hwesio yang kebetulan berdiri di
hadapannya terkena sambitan anak panah itu tepat pada
matanya hingga roboh binasa.
Ci-kim-kong Hwesio terkesiap, cepat dia berteriak,
"Lepaskan lagi Leng-hwe-tan, gunakan 'Lautan api membakar
langit', binasakan orang ini!"
Sementara itu Thay-kun sudah merasakan betapa dahsyat
dan hebatnya Leng-hwe-tan, ia tak berani melancarkan
serangan ke arah lawan secara gegabah lagi, badannya segera
bergerak dan melompat ke samping tubuh Bong Thian-gak,
kemudian dengan cekatan membopong tubuh pemuda itu.
1116 Rentetan Leng-hwe-tan yang dilancarkan secara bertubitubi
ke arahnya segera berledakan dimana-mana serta
menimbulkan suara gemuruh.
Thay-kun membentak sambil membopong tubuh Bong
Thian-gak, dia segera melejit ke tengah udara.
Tenaga dalam yang dimilikinya saat ini membuat orang tak
berani mempercayainya, sekali lompatan saja dia telah
berhasil melompati hutan bambu.
Menyaksikan ilmu meringankan tubuh yang begitu hebat
dan luar biasa, untuk sesaat Ci-kim-kong Hwesio menjadi
kaget dan lupa untuk melepas Leng-hwe-tan serta melakukan
pengejaran, dia hanya berdiri termangu di tempat dengan
mata terbelalak, bayangan Thay-kun sudah lenyap di balik
hutan bambu. Thay-kun sambil membopong Bong Thian-gak berlari
menyusuri hutan bambu itu sejauh satu li lebih, mendadak
sepasang matanya bersinar tajam, rupanya dia sudah keluar
dari hutan bambu yang begitu rapat di Ban-jian-bong itu.
Tanpa terasa Thay-kun menghentikan langkah, lalu
memandang sekejap sekeliling tempat itu, ternyata dia sudah
berada di sebelah barat laut pekuburan itu, sepanjang mata
memandang hanya padang rumput yang luas tanpa tepian.
Tanpa berbicara ataupun mengeluarkan sedikit suara pun,
Thay-kun berjalan menyusuri padang rumput yang sangat luas
itu. Kemanakah dia hendak pergi"
Cahaya matahari yang mendekati senja memancarkan
sinarnya yang merah ke atas tubuhnya, beberapa bagian
pakaian yang dikenakan telah hangus terbakar, membuat
pakaiannya sangat kusut dan wajahnya amat layu.
1117 Angin berhembus menerbangkan rambutnya yang panjang
dan membentuk perpaduan pemandangan memilukan dan
mengenaskan. "Engkoh Gak, engkoh Gak, dimanakah engkau berada,
engkoh Gak Angin barat berhembus, seakan ada panggilan yang
menyayat hati. "Engkoh Gak, dimanakah engkau berada" Engkoh Gak
Suara panggilan yang muncul sangat mendadak dan
bernada memilukan itu segera menyadarkan Thay-kun dari
pikiran kusut dan murung.
Dengan cepat dia memandang sekejap ke arah padang
rumput yang membentang tak bertepian di depan matanya,
namun tak kelihatan sesosok bayangan orang pun di sana.
"Jelas itu suara panggilan seorang perempuan," gumam
Thay-kun dengan suara lirih.
"Dia sedang mencari engkoh Gak, siapakah engkoh Gak
itu?" Thay-kun berdiri tegak di situ dengan tenang, menanti
datangnya suara panggilan itu sekali lagi.
Namun suasana amat hening, sepi, bahkan suara panggilan
tadi tak terdengar lagi.
Tiba-tiba Thay-kun menghela napas, lalu bergumam,
"Mungkinkah aku telah salah mendengar?"
"Ai! Mengapa aku harus berjalan menuju ke padang rumput
yang tak bertepian ini?"
"Kini keselamatan jiwa Bong Thian-gak sedang terancam
bahaya, mengapa aku membuang waktu yang berharga begitu
saja?" "Si tabib sakti Gi Jian-cau berada dalam Ban-jian-bong,
bagaimana pun aku harus dapat menemukannya dan
1118 memaksanya menyelamatkan jiwa Bong Thian-gak. Aku harus
secepatnya kembali ke Ban-jian-bong."
Tadi berhubung Thay-kun diserang Leng-hwe-tan oleh Cikim-
kong sekalian secara bertubi-tubi, merasa sudah tak ada
harapan lagi mengungguli musuh, kemudian harapannya
untuk menemukan si tabib lakti Gi Jian-cau pun sudah lenyap,
dia menjadi putus asa, sedih dan kecewa sekali.
Pukulan batin yang sangat berat itu membuat pikirannya
menjadi sangat kalut, sehingga tanpa disadari dia berjalan
menuju ke padang rumput tanpa tujuan.
Sekarang dia dapat menenangkan pikiran, dengan perasaan
lebih tenang dan otak lebih dingin, dia mulai merasa bahwa
kondisi Bong Thlun-gak sangat lemah, dia sangat
membutuhkan pertolongan si tabib takti, maka dia pun
memutuskan balik ke Ban-jian-bong.
Dengan membopong tubuh Bong Thian-gak, berangkatlah
Thay-kun kembali ke Ban-jian-bong.
Tidak sampai setengah jam kemudian, Thay-kun sudah tiba
di mulut barat laut Ban-jian-bong.
Thay-kun berpikir, dalam perjalanan memasuki Ban-jianbong
kali llil, ia tak akan bisa menghindari suatu pertarungan
berdarah lagi. Bong Thian-gak yang berada dalam
bopongannya akan semakin terancam lagi oleh bahaya maut.
Karena itu Thay-kun mencari pohon Siong besar,
membaringkan Bong Thian-gak di situ, lalu katanya dengan
lembut, "Bong-suheng, terbaringlah di sini dengan tenang, aku
akan segera kembali."
Bong Thian-gak sudah berada dalam keadaan tak sadar,
sudah barang tentu dia tak mampu menjawab pertanyaan itu.
Thay-kun menggeleng sambil menghela napas sedih,
kemudian baru membalikkan badan dan mengerahkan
1119 Ginkangnya menerobos ke dalam hutan bambu di Ban-jianbong.
Ban-jian-bong yang sangat menyeramkan dan
menggidikkan masih dicekam keheningan.
Secara beruntun Thay-kun menembus enam-tujuh lapis
kuburan, namun tak sesosok bayangan pun yang berhasil
ditemukan. Thay-kun makin gelisah, apalagi melihat senja semakin
mendekat. Bila dia berdiam terus-menerus hingga membiarkan
malam menjelang tiba, berarti usahanya menemukan si tabib
sakti akan semakin menemui kesulitan.
Pikir punya pikir, tanpa terasa Thay-kun mulai berteriak,
"Ci-kim-kong Hwesio, berada dimanakah kau" Nonamu hendak
menantangmu bertarung tiga ratus gebrakan."
Bagaikan seorang yang sudah kalap, kembali Thay-kun
berteriak, "Tabib sakti Gi-locianpwe, kau bersembunyi dimana"
Gi-locianpwe, Thay-kun tahu kau bersembunyi di dalam Banjian-
bong ini. Ayo cepat keluar!"
Suara teriakannya yang sangat keras segera menggema di
seluruh hutan bambu itu.
Namun suasana dalam Ban-jian-bong tetap hening, sepi
dan sama sekali tak terdengar sedikit suara pun.
Gelak tawa Thay-kun yang keras dan tajam itu akhirnya
berubah seperti orang gila.
"Badannya berputar-putar dalam hutan bambu secepat
sambaran kilat, pukulan demi pukulan dilancarkan berulang
kali ke sana kemari membuat peti mati hancur berantakan dan
tulang belulang beterbangan di angkasa.
Mendadak terdengar dua kali desingan angin tajam.
1120 Thay-kun segera mengenali suara itu, desingan senjata
rahasia, maka sepasang tangannya segera digetarkan dan
tubuhnya melejit ke tengah udara.
Pada saat itulah terdengar suara ledakan keras, jilatan api
menyambar dari bawah kakinya.
Tubuh Thay-kun bagaikan seekor burung walet yang
terbang di angkasa segera meluncur ke arah hutan bambu di
hadapannya, di mana angin pukulan menyambar, seorang
Hwesio berbaju kuning segera roboh terjengkang ke atas
tanah. Setelah berhasil membinasakan seorang musuh, sekali lagi
Thay-kun melejit ke udara dan menerjang lagi ke dalam hutan
bambu. Baru saja kakinya melayang turun ke atas tanah, sesosok
bayangan muncul dari balik pepohonan bambu yang rindang.
Thay-kun segera membentak, "Hendak kabur kemana kau!"
Telapak tangan kirinya segera melepaskan sebuah bacokan
maut ke depan. Dimana angin pukulan menyambar, bayangan orang segera
rontok dari tengah udara dan tak pernah merangkak bangun
kembali. Tenaga pukulan Thay-kun benar-benar sangat dahsyat dan
tajam, membuat siapa pun yang melihat akan bergidik.
Sementara suara desingan senjata rahasia kembali
terdengar. Thay-kun mulai memutar otak dan menghitung sisa Kimkong
Hwesio yang masih tersisa, Bong Thian-gak telah
membunuh tiga orang, barusan ia telah membunuh tiga orang
dan kini membunuh lagi dua orang, berarti masih tersisa tiga
orang saja. 1121 Dengan gerakan tubuh yang enteng seperti burung walet,
Thay-kun meluncur ke udara, lalu seganas harimau dia
menerkam ke arah hutan bambu di hadapannya.
Jeritan ngeri yang memilukan sekali lagi berkumandang,
dari balik peti mati mencelat keluar sesosok tubuh yang
kemudian tergeletak di tanah sebagai mayat.
"Pelacur busuk, Hud-ya akan mengadu jiwa denganmu!"
Di tengah bentakan keras, Ci-kim-kong Hwesio dan Kimkong
Hwesio yang terakhir muncul dari balik gundukan tanah.
Sebatang anak panah kecil disertai dua desingan angin
pukulan yang sangat kuat segera menyergap datang dari arah
belakang. Thay-kun tertawa terkekeh-kekeh, lalu bentaknya,
"Sesungguhnya kalian mesti muncul diri sejak tadi!"
Dengan cepat Thay-kun melompat ke muka dan melayang
turun di belakang kedua Hwesio itu dengan sangat ringan. Tibatiba
terdengar seseorang membentak.
Telapak tangan kiri Thay-kun sudah keburu diayunkan ke
depan dengan kecepatan luar biasa.
Salah seorang dari Kim-kong Hwesio itu segera mendengus
tertahan, lalu tubuhnya roboh terjengkang ke belakang dan
binasa dalam keadaan mengenaskan.
Dengan cepat tiga sosok bayangan telah melayang datang
dan turun di samping tubuh Ci-kim-kong Hwesio.
Setelah mengetahui jelas siapa ketiga orang itu, dengan
perasaan girang Thay-kun segera berseru, "Ci-kim-kong
adalah satu-satunya sumber berita untuk kita, harap kalian
jangan melukai dirinya!"
1122 Ternyata ketiga orang yang baru saja muncul adalah Tio


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tian-seng, Liu Khi serta Tan Sam-cing.
Sewaktu Ci-kim-kong Hwesio menyaksikan ketiga orang itu,
dia justru menarik muka sambil membentak, "Kalian bertiga
cepat turun tangan dan bekuk perempuan rendah itu!"
Thay-kun jadi tertegun, ditatapnya Tio Tian-seng bertiga
dengan termangu, dia ingin tahu bagaimanakah reaksi rekanrekannya
itu" Tampak olehnya Tio Tian-seng, Liu Khi dan Tan Sam-cing
segera berkelebat ke muka dan dengan cepat membentuk
posisi mengurung dari posisi tiga sudut, dengan begitu
perempuan itu terkurung rapat.
Thay-kun berkerut kening, lalu serunya lantang, "Tiopangcu,
sejak kapan kalian bertiga berubah pendirian serta
bersedia menuruti perintahnya?"
"Nona Thay-kun," dengan suara dalam Mo-kiam-sin-kun Tio
Tian-seng berkata, "kami telah berjumpa si tabib sakti Gi Jiancau.
Demi persatuan kami untuk bersama-sama menghadapi
Hek-mo-ong, maka kami telah mengambil keputusan untuk
tetap tinggal di Ban-jian-bong sambil berjaga-jaga di sini."
"Mulai sekarang setiap orang dilarang memasuki daerah
Ban-jian-bong lagi. Oleh sebab itu kami berharap nona Thaykun
bersedia mengundurkan diri dari sini secepatnya."
Thay-kun berkerut kening, lalu dengan hawa napsu
membunuh menyelimuti wajahnya, dia berkata, "Sebelum
berhasil menjumpai Gi
Jian-cau, aku tak akan mengundurkan diri dari Ban-jianbong."
"Nona," kata Liu Khi dengan ketus, "bilamana kau
bersikeras tak mau mengundurkan diri, terpaksa kau harus
terlibat dalam suatu pertarungan sengit melawan kami!"
1123 Pelan-pelan Thay-kun mengalihkan sorot matanya ke wajah
Tan Sam-cing, kemudian tanyanya pula, "Apakah Tanlocianpwe
juga sudah berpihak kepada mereka?"
Pat-kiam-hui-hiang Tan Sam-cing mendengus dingin,
kemudian katanya, "Berbagai perubahan yang mendadak
seringkali terjadi dalam Kangouw. Nona Thay-kun, kuanjurkan
padamu lebih baik pergi dari Ban-jian-bong ini secepatnya,
kalau tidak, kau akan tertimpa bencana kematian."
Thay-kun segera tertawa dingin.
"Bagus, bagus sekali. Cuaca gampang berubah, urusan
dunia pun selalu berubah tak menentu. Jika memang demikian
aku ingin terkubur dalam Ban-jian-bong ini daripada
mengundurkan diri dari sini."
Tiba-tiba Ci-kim-kong Hwesio yang berada di sisinya
berkata pula dengan suara berat, "Dia telah membinasakan
sembilan orang Kim-kong Hwesio, apakah aku harus
membiarkan dia pergi dari sini begitu saja?"
Tio Tian-seng memandang sekejap ke arah Ci-kim-kong
Hwesio, kemudian katanya, "Taysu, si tabib sakti ada perintah
membiarkan dia mengundurkan diri dari Ban-jian-bong. Bila
dia tidak mau mundur, kita baru berusaha membunuhnya."
"Aku tidak percaya si tabib sakti benar-benar berbuat
demikian," teriak Ci-kim-kong Hwesio.
Thay-kun tertawa dingin, kemudian teriaknya secara tibatiba,
"Hwesio bajingan, biar kubunuh dirimu lebih dulu."
Thay-kun segera mengayun telapak tangan kirinya,
kemudian mendesak ke depan menghampiri Ci-kim-kong
Hwesio. Siapa tahu baru saja tubuhnya bergerak, tiba-tiba dua bilah
pedang dan sebilah golok panjang telah menghadang jalan
pergi Thay-kun dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
1124 Tio Tian-seng, Tan Sam-cing serta Liu Khi adalah tiga jago
persilatan berilmu silat tinggi dalam Kangouw dewasa ini.
Setelah mereka bekerja sama, siapa yang sanggup
menghadapinya"
Dalam kejutnya, Thay-kun segera mundur tiga langkah,
kemudian ujarnya dingin, "Benarkah kalian bertiga akan
mencampuri urusanku dan menghalangi niatku ini?"
Dengan suara dalam Tio Tian-seng berkata, "Tabib sakti
berpesan kepada kami bahwa Jian-ciat-suseng Bong Thian-gak
yang terkena jarum beracun ekor lebah dari Leng-hwe-tan tak
bakal mati. Apakah nona masih ingin membuat keonaran
lagi?" "Apakah dia berkata demikian" Benarkah Jian-ciat-suseng
tak akan mati?" tanya Thay-kun dengan perasaan bergetar
keras. Tio Tian-seng menghela napas panjang.
"Ai, tadi pun aku sudah terkena racun jarum ekor lebah
Leng-hwe-tan, bekerjanya racun itu telah memancing
bekerjanya racun dari Hek-mo-ong yang terkandung dalam
badanku. Tapi kenyataan aku tak mampus."
"Tapi kau sudah memperoleh perawatan dan pengobatan
tabib sakti, itulah sebabnya kau tak mampus!"
Tiba-tiba Tio Tian-seng bertanya, "Nona, pernahkah kau
tahu tentang teori dalam ilmu pertabiban yang dinamakan
"dengan racun melawan racun'?"
"Walaupun Jian-ciat-suseng sudah terkena jarum ekor
lebah yang amat beracun, bukan saja dia tak akan mati,
bahkan akan memusnahkan racun dari Hek-mo-ong yang
ditanamkan di dalam tubuhnya, sekarang dia hanya pingsan
selama beberapa jam, jiwanya tak akan terancam."
"Sungguhkah perkataanmu itu?" tanya Thay-kun dengan
terkejut bercampur heran.
1125 "Aku tak perlu membohongimu."
Thay-kun segera tertawa dingin.
"Apabila kalian berani membohongi aku, selama hidup aku
bersumpah tak akan hidup berdampingan dengan kalian
secara damai."
Selesai berkata, dia lantas membalikkan badan dan
beranjak pergi dari situ.
Tiba-tiba terdengar Tio Tian-seng berkata lagi, "Harap nona
mengingatnya baik-baik, sekali lagi jangan kau memasuki
daerah Ban-jian-bong ini."
Thay-kun yang sudah jauh segera menyahut dengan suara
merdu, "Bila Jian-ciat-suseng selamat dari ancaman bahaya,
kemungkinan besar kami akan mengundurkan diri untuk
selamanya dari keramaian dunia persilatan."
Bayangan tubuh Thay-kun pun segera lenyap di balik
remang-remangnya cuaca.
Matahari sudah lama tenggelam, yang tersisa tinggal
secercali sinar yang sangat redup.
Di padang rumput yang hening, tiada hentinya
berkumandang suara panggilan yang memilukan dan
memedihkan hati, "Bong-suheng, dimana kau" Bong-suheng
Seorang perempuan yang berpakaian compang-camping
dan berwajah kusut berlarian di padang rumput seperti orang
kalap. "Bong Thian-gak, dimanakah kau" Mengapa kau
meninggalkan aku begitu saja?"
Tiada hentinya perempuan berbaju biru itu berteriak dan
menjerit sekerasnya.
1126 Padang rumput yang tampak begitu sepi, hening dan
mengerikan. Sebelum matahari terbenam tadi, di angkasa
terdengar orang yang berteriak, "Engkoh Gak, engkoh Gak,
dimanakah kau?" Dan sekarang ketika magrib tiba, kembali
suasana hening dipecahkan oleh teriakan, "Bong-suheng,
Bong-suheng, dimanakah kau?"
Sama-sama teriakan pilu seorang perempuan, sama-sama
bernada cemas dan sedih, namun berasal dari dua orang
perempuan yang berbeda.
Ternyata ketika Thay-kun berlari keluar dari Ban-jian-bong
dan kembali ke bawah pohon yang rindang itu, bayangan
tubuh Bong Thian-gak sudah lenyap. Tidak meninggalkan
bekas apa-apa, tak mungkin pemuda itu diserang binatang liar
atau menjumpai suatu peristiwa yang sama sekali di luar
dugaan. Tapi tubuh Bong Thian-gak lenyap begitu saja.
Jelas dia sudah mendusin sendiri dari pingsannya,
kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
Kepergian Bong Thian-gak tanpa pamit membuat Thay-kun
merasa sedih. Sejak dia menelan pil penghilang sukma hingga
syarafnya menderita luka, keadaan badannya menjadi sangat
lemah, akibatnya pukulan batin yang amat besar ini segera
membuat jalan pikirannya menjadi lamban dan tidak jelas.
Bagaikan orang gila, dia mulai berlarian sambil memanggil
nama Bong Thian-gak, dia berlari menyusuri setiap sudut
padang rumput yang dilewatinya.
Malam sangat kelam.
Di sudut padang rumput berdiri sebuah gedung bobrok,
sepi dan menyeramkan.
Tiba-tiba muncul seorang perempuan muda berambut
panjang yang mengenakan baju putih, perempuan muda itu
1127 berwajah cantik, usianya antara dua puluh tahunan, namun
perutnya besar sekali, jelas dia sedang mengandung.
Di atas perutnya yang sudah besar dan kandungan berusia
lima-enam bulan ini berbaring seorang lelaki dalam keadaan
tak sadar, hal ini membuat perempuan muda itu nampak lebih
lemah dan mengenaskan.
Seluruh wajah perempuan muda itu diliputi perasaan sedih
dan pedih, ia memandang sekejap sekeliling gedung itu, lalu
gumamnya, "Mungkin gedung ini tak ada penghuninya?"
Sembari bergumam dengan cepat ia membopong lelaki itu
dan masuk ke dalam gedung.
Nyonya muda itu mengetik batu api, sekilas cahaya api
menerangi sekeliling tempat itu, ternyata sebuah ruangan
besar, perabotnya komplit dan di atas dinding tergantung
beberapa lukisan pemandangan dan orang, sementara
lantainya bersih tak berdebu, jelas ada penghuninya.
Dengan terkejut perempuan muda itu mengundurkan diri
dari pintu ruangan, kemudian serunya lembut, "Adakah
seseorang di sini?"
Pertanyaan itu diulang beberapa kali, namun tak terdengar
suara apa pun. Akhirnya nyonya muda itu bergumam, "Mungkin pemilik
rumah sedang keluar, pintu luar tidak dikunci, jelas dia tak
pergi jauh. Ai, luka yang diderita engkoh Gak begini parah,
aku perlu mengobati luka itu secepatnya. Ya sudahlah,
terpaksa aku meminjam ruangan ini...."
Sekali lagi nyonya muda itu masuk ke dalam ruangan, lalu
menyulut tiga batang lilin yang ada dalam ruangan itu, cahaya
api segera menerangi seluruh penjuru ruangan itu.
Kali ini nyonya muda itu dapat melihat jelas ruangan itu
diatur sangat rapi dan mewah, terutama lukisan di atas
1128 dinding, pada hakikatnya semua lukisan itu berasal dari
pelukis kenamaan.
Tapi nyonya muda itu seperti tak ada waktu untuk
menikmati lukisan-lukisan itu, dengan cepat ia membaringkan
lelaki dalam bopongannya itu ke atas sebuah meja pendek di
tengah ruangan.
Kemudian dia melepas pakaian bagian dadanya dan
diperiksa dengan seksama semua luka yang dideritanya,
kemudian dia memegang urat nadinya dan memeriksa lebih
kurang sepeminuman teh lamanya.
Kemudian nyonya muda itu baru menghela napas panjang,
mengambil kursi dan mengeluarkan sebuah kotak kemala
persegi panjang yang segera diletakkan di atas kursi tadi.
Ketika penutup kotak itu terbuka, selapis cahaya emas dan
perak segera memancar dari balik kotak itu.
Sinar emas dan perak itu sangat kuat dan menusuk
pandangan mata, sehingga sinar lilin yang semula menyinari
ruangan itu pun terasa menjadi redup.
Dengan cepat nyonya muda berbaju putih itu
mengeluarkan isi kotak kemala itu, ternyata isinya adalah
jarum emas dan perak.
Jarum-jarum itu lembut seperti bulu kerbau, setiap batang
jarum memancarkan sinar yang sangat kuat.
Dengan sangat teratur, perempuan berbaju putih itu
menjajarkan jarum-jarum itu di atas bangku, ternyata jarum
itu terdiri dari dua belas batang jarum emas dan dua belas
jarum perak. Ketika semua persiapan telah selesai, perempuan berbaju
putih baru menarik napas panjang, dengan tangan kanan
memegang sebatang jarum emas, tangan kiri memegang
sebatang jarum perak, serentak dia tusuk jalan darah penting
di dada pemuda itu dengan cepat.
1129 Gerakan yang dilakukan nyonya muda itu sangat cepat,
sepasang tangannya bekerja bersama secara bergantian.
Dalam waktu singkat, dari dua puluh empat batang jarum
emas dan perak itu tinggal dua batang yang belum
ditancapkan. Saat itu dia telah menggenggam kedua batang jarum emas
dan perak terakhir.
Mendadak dari luar berkumandang suara panggilan yang
keras dan memekakkan telinga.
"Bong-suheng, dimanakah kau berada?"
Ketika mendengar teriakan itu, nyonya muda berbaju putih
itu nampak tertegun, namun dengan cepat kedua batang
jarum emas dan perak itu ditancapkan ke atas dada pemuda
itu. Mendadak sesosok bayangan berkelebat masuk ke dalam
ruangan gedung.
Seorang perempuan berbaju biru yang compang-camping,
dengan cepat sudah berdiri di ruang tengah. Ketika
menyaksikan orang yang tergeletak di atas meja rendah itu,
teriaknya, "Jangan kau lukai dia!"
Dengan gerakan sangat cepat dia mendesak maju, lalu
cahaya merah memancar dari tangan kirinya, tahu-tahu
sebuah pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang telah dilontarkan.
Nyonya muda berbaju putih itu memandang sekejap ke
arahnya, namun kedua batang jarum emas dan perak itu
masih dilanjutkan menusuk ke jalan darah pemuda itu.
Berada dalam keadaan seperti ini, sudah barang tentu
mustahil bagi nyonya muda berbaju putih itu untuk menangkis


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datangnya ancaman serangan perempuan itu, apalagi
serangan itu merupakan ilmu Soh-li-jian-yang-sin-kang yang
ganas dan mematikan.
1130 Tampaknya nyonya cantik berbaju putih itu segera akan
tewas di tangan lawan.
Siapa tahu pada saat itulah dari belakang tubuh nyonya
berbaju putih itu muncul sebuah tangan yang mendahului
pukulan dahsyat tadi dengan mendorong tubuh perempuan
berbaju putih itu hingga mundur tiga-empat langkah.
Thay-kun tak pernah menyangka ilmu pukulan Soh-li-jianyang-
sin-kang akan mengenai tempat kosong. Meskipun saat
itu dia pun melihat orang yang mendorong perempuan
berbaju putih itu, namun tak sempat lagi melepaskan
serangannya, dengan cepat dia hendak memeluk orang yang
berbaring di atas meja itu.
Melihat perbuatan itu, nyonya muda berbaju putih itu
segera berteriak, "Jangan kau sentuh dia!"
Jangan dilihat badannya lemah-gemulai seperti tak
bertenaga, ternyata gerakannya cepat dan sama sekali di luar
dugaan. Tahu-tahu sebuah pukulan telah dilontarkan ke
depan. Telapak tangan kanan nyonya berbaju putih itu
menghantam di atas bahu kanan Thay-kun.
Akibatnya Thay-kun tidak mampu menahan diri lagi,
dengan sempoyongan dia terdorong mundur tiga-empat
langkah, kemudian memuntahkan darah segar.
Selapis hawa membunuh yang sangat menggidikkan segera
memancar dari mata Thay-kun, pelan-pelan dia mengangkat
telapak tangan kirinya.
Mendadak terdengar suara seorang kakek, "Tahan!"
Suara itu terlambat, pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang
Thay-kun telah dilontarkan ke depan.
1131 Nyonya berbaju putih mendengus tertahan, lalu sambil
memeluk perutnya yang besar dia terjongkok dan duduk di
tanah. Saat itulah Thay-kun baru melihat lawan adalah seorang
perempuan yang sedang mengandung. Dia menjadi tertegun,
kemudian kakinya menjadi lemas dan akhirnya jatuh terduduk
di atas tanah. Paras muka nyonya muda berbaju putih pucat-pias seperti
mayat. Mukanya mengejang keras, dengan suara penuh
penderitaan dia berkata, "Empek, tolong bantu aku
melindunginya, dia segera akan mendusin."
Ternyata di dalam ruangan itu telah bertambah dengan
seorang kakek berbaju hijau.
Kakek itu mempunyai wajah yang keras, alis matanya
berwarna putih, telinga besar, namun tampaknya seperti
sedang menderita sesuatu penyakit sehingga mukanya kuning
kepucat-pucatan.
Kendatipun demikian, hal itu sama sekali tidak menutupi
kegagahan serta kewibawaannya.
Kakek berbaju hijau memandang sekejap ke arah nyonya
muda berbaju putih, lalu tanyanya dengan ramah, "Parahkah
luka yang kau derita?"
"Parah sekali, telah menggoncang rahimku!"
Dalam pada itu Thay-kun sudah mulai sadar, secara lamatlamat
tindakan yang dilakukan perempuan muda berbaju putih
tadi bukan bermaksud hendak mencelakai Bong Thian-gak,
melainkan sedang mengobati lukanya dengan ilmu tusuk
jarum yang sangat hebat.
Thay-kun benar-benar menyesal, menyesal atas
kecerobohannya.
1132 Dengan cepat ia meronta bangun dari atas tanah, lalu
tanyanya agak gemetar, "Si... siapakah kau?"
Dengan wajah murung dan suara merintih, nyonya muda
berbaju putih itu berbisik pelan, "Mungkin ... mungkin kau
telah mencelakai jiwa anakku yang masih dalam kandungan."
"Ai, aku ... aku benar-benar telah khilaf. Aku ... aku kelewat
ceroboh," keluh Thay-kun sambil menghela napas sedih.
Kakek berbaju hijau berjalan mendekat, lalu mengeluarkan
sebuah botol obat menuju ke hadapan nyonya muda itu.
Dengan cepat dia mengeluarkan tiga butir pil, ujarnya dengan
lembut, "Cepat kau telan pil ini. Pil itu adalah Kiu-coan-bingwan,
bisa jadi akan menekan goncangan pada rahimmu."
Dengan cepat nyonya muda berbaju putih menerima
pemberian itu dan sekaligus menelan ketiga butir pil itu. Betul
juga, ketika pil itu masuk ke dalam mulut, terasa harum
semerbak memancar kemana-mana. Rasa sakit dalam perut
juga semakin berkurang.
Tiba-tiba Thay-kun membimbing nyonya muda berbaju
putih itu, kemudian bisiknya, "Cici, maafkanlah aku!"
Setelah menelan pil tadi, rasa sakit yang melilit perut
nyonya muda berbaju putih itu pun semakin berkurang,
dengan kening berkerut dia segera bertanya, "Siapakah kau"
Mengapa kau kenal padanya?"
"Apakah Cici kenal padanya?" Thay-kun balik bertanya
dengan terkesiap.
"Dia adalah suamiku," jawab si nyonya muda itu dengan
suara pedih. Thay-kun benar-benar terkejut sekali.
"Ah, kalau begitu kau adalah ... adalah Song Leng-hui!"
Agaknya nyonya muda berbaju putih itu sama sekali tak
mengira Thay-kun bisa menyebut namanya dengan tepat,
1133 selapis sinar duka dan murung segera memancar dari balik
matanya, pelan-pelan dia bertanya, "Siapakah namamu?"
"Aku bernama Thay-kun, aku adalah adik seperguruannya."
Ternyata nyonya muda berbaju putih itu adalah Song Lenghui.
Sejak Bong Thian-gak meninggalkannya untuk turun
gunung, dia hidup seorang diri di tengah pegunungan yang
terpencil sambil merindukan suaminya, rasa rindu itu kian hari
kian bertambah.
Setiap pagi maupun senja, dia selalu berdiri di puncak bukit
sambil menunggu suaminya pulang.
Pada bulan kedua, Song Leng-hui merasa ada perubahan
pada dirinya. Perut pun makin hari makin membesar, dia tahu
hubungan intim yang mereka lakukan pada malam ini telah
menghasilkan benih dalam rahimnya.
Kejadian itu membuat Song Leng-hui semakin
mengharapkan suaminya pulang, dia ingin turun gunung, tapi
pesan orang tuanya sebelum meninggal membuatnya tak
berani membangkang sumpah untuk turun gunung.
Tapi rasa rindu yang menyiksa dirinya serta perut yang
semakin bertambah besar, membuat perempuan itu tak bisa
berdiam diri lagi, akhirnya tanpa berpikir lebih jauh, ia segera
turun gunung. Setelah turun gunung, dia pun mulai menyusuri jejak Bong
Thian-gak sepanjang jalan. Dia pergi ke Ho-pak, lalu ke Holam,
sebulan lebih dia menderita dan mengembara, namun
jejak Bong Thian-gak belum juga ditemukan.
Dalam sedih dan tekanan batin yang sangat berat, akhirnya
terjadi perubahan pada dirinya. Setiap senja mulai menjelang
tiba, dia mulai menyusuri tempat terpencil dan meneriakkan
nama, "Engkoh Gak ...engkoh Gak."
Akhirnya dia berhasil juga menemukan Bong Thian-gak.
1134 Ia tergeletak di bawah pohon dalam keadaan sangat kritis,
maka sambil membopong tubuhnya dan menyusuri jalanan
sejauh satu li lebih, akhirnya dia berhasil menemukan gedung
itu. Song Leng-hui menghela napas sedih, pelan-pelan katanya,
"Thay-kun, aku pernah mendengar nama itu disebut olehnya,
dia terjun kembali ke dunia persilatan tak lain karena ingin
menolongmu. Ai, tapi dia ... dia telah berubah menjadi begini
rupa sekarang."
Air mata bercucuran membasahi wajah Thay-kun, serunya
lirih, "Enci Song, maafkanlah aku, aku memang pantas mati
bila kau mengalami sesuatu. Bagaimana mungkin aku bisa
mempertanggungjawabkan kepada Bong-suheng."
Thay-kun menangis, menangis dengan sedihnya.
Suara isak-tangisnya amat memilukan, membuat siapa pun
yang mendengar turut berduka.
Memandang keadaan itu, Song Leng-hui menjadi terharu
pula, tanpa terasa dia segera menghibur, "Enci Thay-kun, kau
tidak usah bersedih, aku tak akan mati."
"Enci Song, tadi aku telah melancarkan serangan dengan
ilmu Soh-li-jian-yang-sin-kang, aku sudah seharusnya mati."
Mendadak kakek berbaju hijau itu menghela napas
panjang, lalu berkata, "Sebenarnya ilmu pukulan Soh-li-jianyang-
sin-kang adalah ilmu sakti yang sangat langka, tapi
untunglah, nona Song memiliki tenaga Tay-gi-khi-kang yang
melindungi badannya, sehingga luka yang dideritanya pun
tidak terlampau parah."
Perkataan kakek berbaju hijau membuat kedua orang
perempuan itu segera sadar bahwa di dalam ruangan itu
masih hadir seorang kakek berbaju hijau.
Song Leng-hui segera berpaling ke arah kakek itu,
kemudian ujarnya dengan lembut, "Terima kasih banyak atas
1135 pemberian obat Locianpwe. Maafkanlah, Siauli sedang terluka
sehingga tak dapat menyampaikan rasa terima kasihku
kepadamu."
"Nona Song tidak usah banyak adat."
Tiba-tiba Song Leng-hui berkata lagi, "Tampaknya
Locianpwe adalah tuan rumah gedung ini. Bila Siauli telah
memasuki gedung kediamanmu pada saat yang kurang cepat
dan secara gegabah, harap Locianpwe sudi memaafkan."
Sebenarnya Thay-kun mengira Song Leng-hui dan kakek
berbaju hijau itu berasal dari satu jalan, dia baru tertegun
sesudah mendengar perkataan itu, tanpa terasa dia
memperhatikan beberapa kejap.
"Tak usah sungkan-sungkan," kata kakek berbaju hijau itu
sambil tersenyum. "Kita dapat bersua berarti di antara kita
memang punya jodoh."
Song Leng-hui kembali tersenyum.
"Locianpwe memang betul-betul seorang tokoh yang luar
biasa. Nyatanya kau sanggup menebak asal-usul ilmu silatku
secara tepat, bolehkah aku tahu siapa nama Locianpwe?"
Sambil mengelus jenggotnya yang panjang dan tertawa,
kakek berbaju hijau itu berkata, "Tay-gi-khi-kang merupakan
ilmu silat yang luar biasa dalam persilatan, di kolong langit
dewasa ini pun hanya Song-ciu suami-istri yang memiliki
kepandaian itu. Bila dugaanku tidak salah, sudah pasti nona
adalah keturunan Song-ciu."
Berubah paras muka Song Leng-hui, cepat dia bertanya,
"Siapakah Locianpwe?"
Dalam benak Song Leng-hui dengan cepat melintas pesan
terakhir ayahnya sebelum meningal, "Anak Hui, sekalipun kau
berhasil melatih ilmu silat yang luar biasa, ilmu Tay-gi-khikang
serta berbagai macam ilmu silat lainnya, namun
bagaimana pun juga kau tidak boleh turun gunung, sebab
1136 orang tuamu mempunyai seorang musuh besar yang lihai
sekali. Bukan saja dia telah berhasil melatih berbagai macam
ilmu silat yang hebat di dunia ini, dia pun berhati kejam dan
buas. Sekali kau menggunakan ilmu silatmu, maka dia akan
segera mengenali asal-usulmu itu dan melakukan
pembunuhan atas dirimu."
"Oleh karenanya aku meminta kau bersumpah dan selama
hidup tidak turun gunung, selama hidup merahasiakan ilmu
silat yang kau miliki itu ... sekalipun terhadap kekasihmu
sendiri, kau juga tidak boleh memperlihatkan ilmu silatmu
sendiri." Hati Song Leng-hui benar-benar bergetar keras, ditatapnya
kakek berbaju hijau itu lekat-lekat tanpa berkedip.
Menyaksikan ketegangan yang mencekam Song Leng-hui,
diam-diam Thay-kun menegur kecerobohannya, maka dia pun
memutuskan bila kakek itu bersiap melakukan serangan, maka
dia akan turun tangan lebih dahulu.
Sementara itu kakek berbaju hijau sudah memandang
sekejap ke arah kedua gadis itu, kemudian katanya, "Kalian
tak usah bertanya siapa namaku, kalian pun tidak perlu curiga
dan takut terhadapku."
Song Leng-hui adalah seorang yang baru terjun ke dunia
Kangouw, pengetahuan serta pengalaman yang dimilikinya
masih cetek. Setelah mendengar ucapan kakek itu, dia
menjadi tersipu-sipu dan segera menundukkan kepala.
Sebaliknya Thay-kun segera tersenyum, seraya berkata,
"Ah, kami tidak lebih hanya merasa bahwa Locianpwe adalah
seorang aneh, lain daripada yang lain."
"Melihat yang aneh jangan terasa aneh, keanehan hanya
akan muncul dari dasar hati," kata kakek berbaju hijau itu
sambil mengelus jenggotnya dan tertawa.
1137 Kemudian dia berpaling dan memandang sekejap ke arah
Bong Thian-gak yang masih terbaring di atas meja sambil
berkata, "Ilmu tusuk jarum Song-hujin yang mengandalkan
dua puluh empat batang jarum emas dan perak merupakan
tandingan dari berbagai macam racun yang ada di dunia ini,
kini semua racun yang ada di dalam tubuhnya mungkin sudah
punah oleh tusukan jarum emas dan perak itu. Nona Song,
kau boleh mencabut semua jarum emas dan perak itu."
"Locianpwe, tampaknya kau seperti banyak tahu tentang
segala sesuatu mengenai kedua orang tuaku?" tanya Song
Leng-hui curiga.
Kakek berbaju hijau itu segera tertawa terbahak-bahak,
"Nama besar Song-ciu suami-istri tercantum dalam deretan
nama sepuluh tokoh persilatan. Nama mereka amat
termasyhur, tak aneh bila diketahui setiap orang."
"Locianpwe, maaf bila aku mengajukan pertanyaan secara
sembrono," tukas Thay-kun. "Aku lihat wajahmu kurang baik.
Apakah kau merasa kurang sehat?"
Kembali kakek berbaju hijau itu tertawa tergelak, "Benarbenar
memiliki ketajaman mata luar biasa. Betul, aku memang
menderita suatu penyakit menahun."
"Bolehkah aku tahu penyakit apakah itu?"
"Keracunan," jawab si kakek sambil tersenyum.


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah racun yang bersarang di dalam tubuh Locianpwe
sukar untuk diobati?"
"Racun yang bersarang dalam tubuhku cuma bisa
disembuhkan oleh dua orang saja di kolong langit dewasa ini."
"Aku tahu siapakah kedua orang yang kau maksudkan itu."
"Coba katakanlah!"
"Si tabib sakti Gi Jian-cau serta dua puluh empat batang
jarum emas dan perak Song-hujin!"
1138 Sekali lagi kakek berbaju hijau itu tertawa terbahak-bahak,
"Pintar sekali. Dugaanmu memang sangat tepat, tapi aku tidak
habis mengerti, darimanakah kau bisa menebak isi pikiranku
secara tepat."
"Sewaktu enci Song terluka tadi, aku dapat melihat bahwa
kau merasa amat gelisah dan tidak tenang."
Song Leng-hui yang mendengarkan pembicaraan itu,
segera mengedipkan matanya yang jeli berulang kali,
kemudian ditengoknya kakek itu sekejap, katanya, "Benarkah
Locianpwe menderita luka keracunan menahun?"
"Benar," kakek berbaju hijau itu mengangguk. "Racun yang
bersarang di dalam tubuhku itu sudah menyiksaku selama
puluhan tahun lamanya."
"Bila Locianpwe memang terluka, sudah sepantasnya bila
aku membantumu dengan segenap kemampuan yang
kumiliki."
"Kalau begitu aku ucapkan banyak terima kasih lebih dulu."
Tiba-tiba Song Leng-hui berkata kepada Thay-kun, "Enci
Thay-kun, coba kau pergilah ke sana dan cabutlah kedua
puluh empat batang jarum emas dan perak itu dari atas tubuh
engkoh Gak."
Thay-kun segera berjalan ke hadapan Bong Thian-gak dan
mencabut kedua puluh empat batang jarum emas dan perak
yang menancap di tubuh Bong Thian-gak.
Dengan suara lembut Song leng-hui segera berkata lagi,
"Setengah jam kemudian dia akan mendusin. Enci Thay-kun
setelah termakan oleh pukulan Tay-gi-ciang tadi, kuduga isi
perutmu sudah menderita luka ringan. Kau cepatlah duduk
bersila untuk mengatur pernapasan, kalau tidak, bila darah
sampai membeku di dalam badan sudah pasti akan
menciptakan luka dalam yang tak terobati."
1139 Thay-kun merasa berterima kasih sekali mendengar
perkataan itu, kemudian katanya, "Enci Song, aku tidak apaapa,
yang penting adalah kau sendiri."
"Ketiga butir pil mujarab yang dihadiahkan Locianpwe
kepadaku sangat mujarab, mungkin keadaanku sudah tidak
apa-apa lagi. Sekarang biar aku beristirahat dulu sejenak,
sebelum membantu menyembuhkan luka yang diderita
Locianpwe."
"Tak perlu terburu napsu," cepat kakek berbaju hijau
berkata. "Tak ada salahnya bila nona Song sekalian
beristirahat beberapa hari dulu di sini. Bila luka yang kau
derita sudah sembuh, barulah kau coba membantuku
mengobati luka yang kuderita ini."
"Enci Song," Thay-kun segera menyambung, "mari kita
beristirahat dulu selama beberapa hari di sini."
Song Leng-hui menghela napas panjang.
"Ai, antara kita dan Locianpwe ini boleh dibilang sama
sekali tidak kenal dan tak punya hubungan apa-apa. Aku
merasa kurang enak untuk mengganggu ketenangan orang
lain." Si kakek berbaju hijau segera tertawa, "Perkataan nona
Song terlalu serius. Bila kau sanggup menyembuhkan
penyakitku yang telah menahun ini, maka aku akan sangat
berterima kasih kepadamu, bahkan budi kebaikan ini pun tak
tahu bagaimana musti kubayar. O, ya .... Bukankah kalian
belum bersantap malam" Sebentar biar aku masuk ke dalam
dan memerintahkan orang-orangku mempersiapkan hidangan
malam untuk kalian."
Selesai berkata kakek berbaju hijau segera beranjak masuk
ke ruang dalam, dengan begitu dalam ruangan pun tinggal
Bong Thian-gak, Song Leng-hui dan Thay-kun bertiga.
1140 Sekalipun Thay-kun dan Song Leng-hui menaruh
kecurigaan terhadap asal-usul kakek itu, namun sikap
bersahabat si kakek membuat mereka tak mampu menduga
secara sembarangan.
Tak lama setelah kakek itu masuk, dari ruang dalam telah
muncul dua orang dayang berbaju hijau, yang seorang
membawa baki berisi enam buah cawan, sedang yang lain
membawa sebuah poci berisi air teh.
Kedua orang dayang itu berusia antara lima-enam belas
tahun, berkulit putih, bermata jeli dan senyum manis
menghiasi ujung bibirnya, membuat siapa pun yang
memandang merasa tertarik.
Dayang berbaju hijau yang berada di sebelah kanan segera
berkata dengan suara merdu, "Bila pelayanan kami terlambat,
harap sudi dimaafkan. Silakan nona berdua minum teh!"
Sembari berkata kedua dayang itu telah
mempersembahkan dua cawan air teh dengan cepat.
Tanpa sungkan Thay-kun dan Song Leng-hui segera
menerima cawan air teh itu.
Tiba-tiba Thay-kun merasa cawan teh itu dingin sekali,
ketika diamati lebih seksama lagi, ternyata terbuat dari kemala
asli. Dengan terkejut Thay-kun berseru, "Wah, keenam cawan
ini benar-benar benda antik yang tak ternilai harganya!"
"Ketajaman mata nona sungguh mengagumkan," kata
dayang berbaju hijau itu sambil tersenyum. "Keenam cawan
kemala putih berusia seribu tahun ini merupakan cawan yang
hanya digunakan majikan terhadap tamu agung. Konon bila
menggunakan cawan ini untuk menyeduh air teh, bukan saja
baunya akan lebih harum dan rasanya manis, terlebih dapat
menyegarkan tubuh."
1141 Sementara itu Song Leng-hui telah meneguk secawan. Dia
segera berseru, "Oh, sungguh harum sekali. Belum pernah aku
minum air teh semacam ini."
Thay-kun segera turut mencicipi, dengan cepat dia pun
memuji tiada hentinya,
"Air teh ini benar-benar lezat dan harum. Bagaikan cairan
kental yang menyegarkan badan, benar-benar luar biasa."
Sementara itu dayang berbaju hijau itu sudah berdiri di
samping dan memenuhi dua cawan air teh lagi.
"Mengapa adik berdua tidak mencicipi pula secawan?" kata
Song Leng-hui tiba-tiba.
Dayang berbaju hijau itu segera tersenyum.
"Air teh dalam cawan kemala putih berusia seribu tahun
merupakan benda yang tak ternilai harganya. Budak tak
berani meneguknya."
Thay-kun yang mendengar perkataan itu segera merasa
amat terkejut, pikirnya dengan cepat, "Mengapa mereka tak
berani minum air teh itu" Jangan-jangan di balik semua itu
terdapat hal-hal yang tak beres."
Belum selesai ingatan itu melintas, tiba-tiba terdengar
suara gelak tawa yang sangat keras, "Siu-kong, Siu-go,
bukankah tamu telah menghadiahkan secawan teh kemala
putih kepada kalian" Mengapa kalian tidak berterima kasih
kepada tamu?"
Mendengar ucapan itu, kedua dayang berbaju hijau itu
segera berkata bersama, "Terima kasih banyak budak ucapkan
atas pemberian teh dari nona."
Kemudian mereka meneguk habis isi cawan itu dengan
lahapnya. setelah itu ia baru berseru, "Hm, sungguh harum, sungguh
manis." 1142 Dari sikap kedua dayang itu meneguk air teh, Song Lenghui
dapat melihat bahwa mereka belum pernah mencicipi air
teh yang berasal dari cawan kemala berusia seribu tahun itu,
maka setelah tertegun sejenak, tanyanya, "Apakah kalian
belum pernah minum air teh itu?"
Dari balik ruangan muncul kembali kakek berbaju hijau itu,
sambil tersenyum ia segera berkata, "Cawan kemala putih
berusia seribu tahun merupakan benda langka yang tak
ternilai harganya di dunia ini, belum pernah kuserahkan cawan
itu untuk dipakai para pelayan. Oleh sebab itu harap kalian
berdua jangan menertawakannya."
Song Leng-hui berkerut kening mendengar perkataan itu,
diam-diam pikirnya, "Pelit amat orang ini, tapi heran, mengapa
ia justru bersikap royal kepada kami?"
Sebaliknya Thay-kun segera berkata pula sambil tertawa,
"Silakan Locianpwe pun menikmati secawan air teh bersama
kami." Thay-kun tahu bahwa kaum persilatan penuh dengan tipumuslihat
serta ancaman mara bahaya, apalagi asal-usul kakek
berbaju hijau itu tidak diketahui secara jelas, bagaimana pun
juga ia merasa wajib untuk menjaga diri dan waspada
terhadap serangan lawan.
Tampaknya kakek berbaju hijau itu dapat membaca suara
hati Thay-kun, dia segera tertawa terbahak-bahak, "Tentu saja
aku harus menemani tamu minum bersama."
Sementara itu Siu-kong telah mengangsurkan pula secawan
air teh ke hadapannya, kakek berbaju hijau itu segera
meneguknya sampai habis, kemudian baru berkata sambil
tertawa ringan, "Siu-kiong, Siu-go, cepat masuk dan bantu
Hay Cing-cu menyiapkan sayur dan arak."
Kedua dayang berbaju hijau segera menjura dan
mengundurkan diri dari ruangan itu.
1143 Sementara kakek itu sudah duduk dan berkata sambil
tersenyum, "Sejak setengah tahun berselang, aku pindah
kemari untuk merawat lukaku. Untuk itu aku hanya membawa
tiga orang pembantu saja, itulah sebabnya gedung ini kosong
dan amat sepi rasanya."
Song Leng-hui serta Thay-kun memang ingin mengajukan
pertanyaan itu kepada si kakek, sungguh tak disangka
ternyata dia telah memperkenalkan diri terlebih dahulu.
Dalam hati Thay-kun tanpa terasa timbul perasaan curiga
dan bimbang, sambil tertawa merdu dia lantas berkata,
"Bolehkah aku tahu, siapakah nama Locianpwe?"
Kakek itu tertawa tergelak, "Nona Thay-kun, cepat atau
lambat kalian pasti akan mengetahui siapa aku."
Baru selesai dia berkata, suara rintihan pelan bergema dari
mulut Bong Thian-gak yang berbaring di meja, kemudian
tampak anak muda itu bangkit dan duduk.
Begitu duduk, kebetulan sekali sorot matanya tertuju ke
arah Song Leng-hui yang berada di hadapannya. Dalam
tertegunnya, Bong Thian-gak segera menggosok-gosok
matanya berulang kali.
Tiba-tiba terdengar Song Leng-hui berseru, "Engkoh Gak ...
ini aku!" Dengan cepat dia sudah menubruk ke muka.
"Leng-hui ... kau" Atau aku sedang bermimpi?" seru Bong
Thian-gak sambil menggeleng kepala berulang kali.
Sementara itu Thay-kun segera bangkit dan
menghampirinya sambil berkata, "Kau bukan lagi bermimpi,
enci Song turun gunung hendak menolongmu."
Saat itu Bong Thian-gak telah melihat jelas raut muka
setiap orang yang berada dalam ruangan itu, jelas semua ini
bukan dalam mimpi, tapi kenyataan. Dalam ingatannya, Song
1144 Leng-hui adalah seorang gadis lemah yang sama sekali tak
mengerti ilmu silat, darimana dia sanggup menyembuhkan
lukanya" Tapi benarkah dia mampu menolongnya"
Bukankah tiga tahun berselang, dia pun pernah
menyelamatkan jiwanya dari ancaman maut"
Berbagai ingatan berkecamuk dalam benak Bong Thiangak,
tiba-tiba sorot matanya tertumbuk kepada perut Song
Leng-hui yang membengkak besar.
Tanpa terasa ia tertegun dan bergumam lirih, "Kau ... kau
telah mengandung?"
Dalam pada itu Song Leng-hui pun sudah melihat sikap
Bong Thian-gak yang bingung dan tak habis mengerti, dia
malah tertegun dibuatnya, tiba-tiba saja gadis itu menangis
tersedu-sedu sambil menundukkan kepala.
Tangisan yang kelewat sensitif kaum wanita. Ketika ia lihat
kegugupan pemuda itu, disangkanya si pemuda tidak
menyukainya lagi, tidak suka kalau dia mengandung, maka
hatinya menjadi amat sedih.
Tiba-tiba Thay-kun berkata dengan dingin, "Bong-suheng,
enci Song telah mengandung anakmu. Kau benar-benar amat
kejam, membiarkan seorang gadis yang lemah hidup seorang
diri di atas gunung yang terpencil, sekarang dia telah
melakukan perjalanan jauh dan bersusah-payah mencari kau,
bahkan menyelamatkan pula jiwamu, mengapa kau justru
bersikap begitu dingin dan hambar kepadanya?"
Ketika melihat istrinya menangis, Bong Thian-gak dibuat
semakin tertegun lagi, dia baru sadar dari lamunannya, tibatiba
ia berteriak dan menubruk ke depan, lalu sambil
memegang bahunya dia berseru dengan gembira, "Leng-hui,
kau ... kau benar-benar sudah mengandung anak kita berdua"
1145 Oh, aku gembira sekali. Belum pernah terbayang olehku akan
mendapat anak, aku benar-benar merasa gembira."
Song Leng-hui ikut tertawa dengan tersipu-sipu malu,
katanya lirih, "Benarkah kau menyukai anak" Aku malah
merasa jengkel karena dia datang terlalu cepat."
"Lebih cepat malahan lebih baik," seru Bong Thian-gak
sambil melompat kegirangan. "Aku malah ingin sekali dia lahir
saat ini juga dan memanggil ayah padaku."
"Tempat ini bukan rumah kita, kau jangan berteriak-teriak
seperti anak kecil."
Mendengar itu, Bong Thian-gak baru memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu, kemudian tanyanya heran,
"Berada dimanakah kita sekarang" Mengapa kau turun
gunung" Bersediakah kau menceritakan segalanya kepadaku?"
Mendadak kakek berbaju hijau itu berkata, "Nona Song dan
Bong-laute telah bertemu kembali setelah berpisah sekian


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lama, tentu banyak persoalan yang hendak kalian bicarakan,
biarlah aku mohon diri lebih dulu."
Kali ini Bong Thian-gak dapat melihat paras muka kakek
berbaju hijau itu dengan jelas, air mukanya segera berubah.
Setelah tertegun sejenak, pikirnya, "Aku seperti pernah
berjumpa orang ini" Tapi siapakah dia" Ya, siapakah dia?"
Dalam pada itu si kakek berbaju hijau sudah
mengundurkan diri dari ruangan itu.
Thay-kun sendiri merasa kecut hatinya, di samping rasa
cemburu yang timbul secara tiba-tiba setelah menyaksikan
Song Leng-hui dan Bong Thian-gak berbicara lirih dengan
sikap begitu mesra dan penuh cinta kasih, diam-diam dia
segera membalikkan badan dan beranjak pergi pula dari situ.
Song Leng-hui yang menyaksikan keadaan itu segera
mengejar ke depan, sambil serunya, "Enci Thay-kun, kau
hendak pergi kemana?"
1146 Thay-kun menyahut sambil tersenyum, "Bong-suheng
sudah sehat kembali, aku ... aku hendak pergi dari sini."
"Enci, kau tak boleh pergi. Bila kau pergi, maka aku pun
akan segera pulang ke gunung."
Sambil menghela napas Bong Thian-gak berkata pula,
"Thay-kun, kau jangan pergi dulu. Sekalipun hendak pergi, tak
perlu tergesa-gesa. Ai, tempat apakah ini" Siapa pula kakek
tadi?" Sesungguhnya Thay-kun pun sudah melihat pula
perubahan air muka Bong Thian-gak setelah melihat paras
muka kakek berbaju hijau itu. Satu ingatan segera melintas
dalam benaknya, segera tanyanya, "Bong-suheng, apakah kau
pernah bersua dengannya" Dia adalah tuan rumah tempat ini,
gedung ini terletak di luar kota Lok-yang, di sekelilingnya tidak
bertetangga."
"Jadi kalian sama sekali tidak kenal padanya?" tanya Bong
Thian-gak dengan kening berkerut.
"Ya, kami tak pernah kenal sebelumnya."
Secara ringkas Thay-kun segera menceritakan kembali apa
yang mereka alami. Dengan kening berkerut kencang Bong
Thian-gak mendengarkan kisah itu dengan penuh perhatian.
Song Leng-hui menaruh kesan baik terhadap kakek berbaju
hijau itu, cepat dia berseru, "Engkoh Gak, empek tua ini
sangat ramah, gagah dan menyenangkan, dia pasti orang
baik-baik."
Mendadak Bong Thian-gak berseru tertahan, paras
mukanya kembali berubah hebat, serunya lirih, "Dia agak
mirip dengan..."
Dengan merendahkan suaranya hingga setengah berbisik,
Bong Thian-gak berkata, "Raut mukanya sangat mirip Samcing
Totiang." 1147 "Hek-mo-ong!" Thay-kun terkejut.
"Seandainya dia benar-benar adalah Sam-cing Totiang, kita
tak boleh berdiam lama di sini."
"Siapa Hek-mo-ong?" tanya Song Leng-hui dengan
perasaan tidak habis mengerti.
"Dia adalah seorang jago silat yang ganas dan berhati
buas, sedikit pun tidak berperi-kemanusiaan."
"Engkoh Gak, kau jangan salah melihat orang."
"Benar, aku sendiri pun tidak mempunyai keyakinan untuk
mengenalinya sebagai Sam-cing Totiang, namun perawakan
tubuh serta bayangan punggungnya mirip Sam-cing Totiang."
Tiba-tiba Thay-kun berkata, "Seandainya dia adalah Hekmo-
ong, seharusnya dia sudah turun tangan terhadap kita
sejak tadi."
Hek-mo-ong adalah seorang tokoh sakti yang dikenal
namanya oleh setiap umat persilatan, namun tak seorang pun
yang berhasil menjumpainya. Untuk bisa membuktikan apakah
dia adalah Hek-mo-ong atau bukan, terpaksa mereka harus
tetap tinggal di situ.
"Apa yang mesti kita lakukan sekarang untuk membuktikan
dia benar-benar adalah Hek-mo-ong atau bukan?" tanya Bong
Thian-gak kemudian.
Thay-kun memandang sekejap ke arah Bong Thian-gak,
lalu katanya, "Sewaktu berada di Ban-jian-bong, Hek-mo-ong
pernah terkena tusukan pedang Tan Sam-cing, agaknya
tusukan itu telah mendatangkan luka yang cukup berat
baginya." "Jadi kita harus memeriksa tubuhnya, adakah luka bekas
tusukan atau tidak?"
"Enci Leng-hui telah berjanji untuk menyembuhkan luka
yang dideritanya."
1148 "Oh, benarkah itu?" tanya Bong Thian-gak cepat.
"Benar," sahut Song Leng-hui. "Aku telah berjanji akan
mengobati penyakitnya, sudah barang tentu aku tak boleh
mengingkari perkataan sendiri."
"Penyakit apa yang dideritanya?"
"Dia bilang keracunan hebat, penyakit itu sudah
menyiksanya selama puluhan tahun."
"Racun keji" Racun apakah itu" Masakah dapat mengeram
di dalam badan sampai puluhan tahun lamanya?"
"Hek-mo-ong adalah Thio Kim-ciok, sedang Thio Kim-ciok
sudah dicelakai oleh sepuluh tokoh persilatan dan Ho Lanhiang
pada tiga puluh tahun berselang, mayatnya pun telah
tenggelam di dasar telaga. Andaikan Thio Kim-ciok dapat lolos
dari musibah itu, maka dia tentu akan menderita pula penyakit
menahun." "Sekarang kakek berbaju hijau itu mengatakan dirinya
menderita penyakit menahun, kenyataan ini sesuai dengan
keadaan Thio Kim-ciok, bila dia bangkit dari hidupnya. Untuk
menyingkap teka-teki ini, kita memang wajib tetap tinggal di
sini." Kemudian setelah berhenti sejenak, Thay-kun menyambung
lebih jauh, "Andaikata kakek berbaju hijau itu benar-benar
adalah Hek-mo-ong Thio Kim-ciok, aku pikir dia pun tak akan
turun tangan keji terhadap kita, kita tak punya dendam sakit
hati apa pun dengannya?"
"Betul," Bong Thian-gak menghela napas panjang. "Kita
memang tak punya dendam sakit hati apa pun dengannya,
tapi tersangkut pula sedikit dendam dengannya. Bukankah Oh
Ciong-hu adalah guruku."
Sampai di sini dia menengok sekejap ke arah Song Lenghui,
kemudian katanya sambil menghela napas, "Tak kusangka
pula, Song Leng-hui adalah keturunan Song-ciu suami-istri.
1149 Oleh sebab itu bila Hek-mo-ong benar-benar adalah Thio Kimciok,
mungkin aku dan Leng-hui tak akan dilepaskan olehnya
begitu saja."
Lambat-laun Song Leng-hui sudah dapat menangkap garis
besar pembicaraan itu, dengan wajah berubah ia segera
berseru, "Sebelum meninggal dunia, ayah pernah berpesan
kepadaku bahwa dia mempunyai seorang musuh besar yang
sangat lihai. Engkoh Gak, kalian mengatakan sepuluh tokoh
persilatan telah membinasakan Thio Kim-ciok, sebenarnya
siapa Thio Kim-ciok itu?"
Sekali lagi Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Hingga sekarang aku sendiri pun tidak mengetahui sumber
dendam kesumat itu. Biarlah kalau ada waktu senggang akan
kuberitahukan persoalan itu kepadamu."
Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar suara gelak
tertawa yang amat keras.
Kakek berbaju hijau telah muncul kembali dari ruang
belakang sambil berkata, "Aku cukup tahu sejarah hidup
saudagar kaya-raya Thio Kim-ciok. Apabila kalian bertiga tidak
merasa bosan, aku bersedia menceritakan kisahnya secara
garis besar."
Bong Thian-gak dan Thay-kun menjadi melongo, sebaliknya
Song Leng-hui berseru dengan merdu, "Cepatlah ceritakan
Locianpwe, orang macam apakah Thio Kim-ciok itu?"
Sambil mengelus jenggot, kakek berbaju hijau tertawa,
"Baik, aku akan bercerita, tapi panjang sekali untuk
mengisahkan peristiwa itu. Bukankah kalian bertiga belum
bersantap malam" Mari kita bersantap di ruang belakang lebih
dulu sambil bercerita."
"Kalau begitu terpaksa kami mengganggu ketenanganmu,"
ucap Thay-kun sambil tertawa.
Kakek berbaju hijau balas tertawa.
1150 "Setiap orang persilatan lebih mengutamakan kebebasan
dan keterbukaan, apalagi kita merasa cocok sejak bertemu.
Buat apa mesti sungkan-sungkan lagi" Mari ikut aku."
Selesai berkata, kakek berbaju hijau segera membalikkan
badan dan beranjak lebih dulu, dia berjalan menuju ke
halaman belakang, kemudian setelah melalui sebuah beranda
menuju ke kebun bunga di halaman belakang.
Di dalam kebun terdapat gunung-gunungan, gardu dan
aneka bunga yang menyebarkan bau harum semerbak.
Sementara itu di sebuah gardu di hadapan mereka tampak
cahaya lentera bersinar terang. Sebuah meja perjamuan yang
penuh dengan berbagai macam hidangan telah disiapkan, dua
orang berdiri di samping meja, mereka adalah sepasang
dayang berbaju hijau yang tadi, sedangkan di sisi lain berdiri
seorang aneh bermuka hijau yang bertubuh gemuk pendek
dan berwajah jelek sangat menyeramkan.
Begitu mereka memasuki gardu, Sui-kiong dan Sui-go
segera menyiapkan tempat duduk sambil tersenyum-simpul,
sedangkan lelaki bermuka aneh itu tetap berdiri di tempat
tanpa berbicara atau tertawa, wajahnya sangat kaku dan
tanpa emosi. Kakek berbaju hijau itu tertawa ringan sambil menunjuk ke
arah lelaki itu, katanya, "Dia bernama Hay Cing-cu, meski
mukanya jelek dan tak sedap dipandang, namun merupakan
seorang koki yang sangat hebat, dia sudah puluhan tahun
lamanya melayani kebutuhanku, benar-benar seorang
pembantu setia yang pantas dihormati dan disegani."
Si kakek berbaju hijau segera duduk di bangku tepat di
muka Hay Cing-cu.
"Silakan duduk, tidak usah sungkan," katanya lagi.
Song Leng-hui, Thay-kun dan Bong Thian-gak
menganggukkan kepala lebih dulu ke arah Hay Cing-cu, siapa
1151 tahu lelaki aneh bermuka jelek itu tetap berdiri kaku tanpa
emosi, sepasang matanya yang bulat sama sekali tak
bergerak, dia hanya berdiri kaku saja di situ, persis seperti
patung. Kenyataan ini tentu saja membuat ketiga orang itu menjadi
tertegun, diam-diam pikirnya, "Aneh benar orang ini."
Tanpa sungkan lagi, mereka segera mengambil tempat
duduk. Dalam pada itu Siu-kiong dan Siu-go telah menghampiri
mereka untuk menuang arak dan menyiapkan hidangan.
"Tak perlu sungkan, setelah kita bersantap dan meneguk
arak, barulah berbincang-bincang."
Tampaknya kakek berbaju hijau amat ramah, suka
bersahabat dan mudah bergaul, sikapnya begitu luwes dan
berpengalaman. Hidangan yang disiapkan benar-benar mewah, hampir
setiap hidangan rasanya lezat dan menggiurkan.
Bong Thian-gak bertiga memang sudah lama kelaparan,
sudah tentu mereka tak sungkan lagi.
Selesai bersantap, kakek berbaju hijau berkata sambil
tersenyum, "Sekarang kita boleh mulai bercerita, tapi sebelum
dimulai, aku ingin bertanya dulu, seberapa banyak yang sudah
kalian ketahui tentang Thio Kim-ciok?"
"Aku sama sekali tidak tahu," kata Song Leng-hui sambil
menggeleng kepala.
Kakek berbaju hijau itu segera mengalihkan sorot matanya
ke arah Thay-kun dan Bong Thian-gak.
Thay-kun termenung sejenak, kemudian katanya dengan
suara merdu, "Kami tahu Thio Kim-ciok adalah seorang
saudagar kaya-raya pada tiga puluh tahun lalu, kekayaannya
melebihi kekayaan sebuah negeri."
1152 Sambil tersenyum kakek berbaju hijau manggut-manggut.
"Ya betul, kekayaan yang dimiliki Thio Kim-ciok memang
sangat besar seperti apa yang tersiar selama ini dalam
masyarakat luas."
"Kami pun tahu Thio Kim-ciok telah mengumpulkan semua
Enghiong Hohan yang ada di kolong langit. Tapi kemudian
berhubung hendak belajar silat, dia telah mengangkat sepuluh
tokoh persilatan menjadi gurunya."
Kakek berbaju hijau manggut-manggut.
"Ya, termasuk istri Thio Kim-ciok sendiri, perempuan
tercantik di wilayah Kanglam Ho Lan-hiang, jumlahnya sebelas
tokoh persilatan."
Lalu sesudah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh,
"Selanjutnya bagaimana kejadian yang menimpa Thio Kim-ciok
hingga dia tewas, apakah kalian tahu juga?"
"Keadaan yang sejelasnya tidak diketahui, namun kami
tahu bahwa dia mati dibunuh oleh sepuluh tokoh persilatan
serta Ho Lan-hiang, namun di antara kesepuluh jago itu
tampaknya ada dua orang yang tidak ikut dalam peristiwa itu."
"Dua orang yang mana?"
"Menurut dugaanku, kemungkinan besar mereka adalah Liu
Khi dan Tan Sam-cing."
Kembali kakek berbaju hijau tersenyum, "Jadi menurut
pendapat kalian, Thio Kim-ciok belum mati?"
"Thio Kim-ciok memang tidak pernah mati," jawab Thaykun
tertawa. Kakek berbaju hijau tertawa bergelak, "Nona memang
pintar sekali. Thio Kim-ciok memang belum mati, tapi nona tak
pernah dapat menduga siapakah Hek-mo-ong?"
1153 Ucapan itu kontan menggetarkan hati Thay-kun dan Bong
Thian-gak, segera tanyanya, " Jadi Hek-mo-ong bukan Thio
Kim-ciok?"
Kakek berbaju hijau memandang bintang yang bertaburan
di angkasa, kemudian pelan-pelan ujarnya, "Yang akan kita
bicarakan sekarang adalah Thio Kim-ciok bukan Hek-mo-ong.
Sekarang aku hendak bertanya, apa sebabnya kesepuluh
tokoh persilatan dan Ho Lan-hiang hendak membunuh Thio


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim-ciok?"
"Bila apa yang dikatakan Liu Khi kepada kami adalah
sejujurnya, maka kesepuluh tokoh itu membunuh Thio Kimciok
karena kuatir apabila ia sudah mencapai puncak
keberhasilan, maka dia pasti akan merajai persilatan."
Dengan cepat kakek berbaju hijau menggeleng kepala
berulang kali, katanya, "Alasan kesepuluh tokoh persilatan dan
Ho Lan-hiang mencelakai Thio Kim-ciok rasanya tak berbeda
dengan alasan yang dipikirkan masing-masing orang, kuatir
ilmu silat yang dimiliki Thio Kim-ciok mengalami kemajuan
amat pesat sehingga mencelakai umat manusia, tapi aku tahu
yang benar-benar mempunyai pikiran demikian hanya Ku-lo
Hwesio, Oh Ciong-hu, serta Song-ciu suami-istri. Sekilas orang
memang merasa bahwa alasan keempat orang ini membunuh
Thio Kim-ciok adalah benar dan tepat, karena demi
menyelamatkan umat persilatan dari ancaman bahaya besar,
namun yang mereka lakukan justru adalah termakan siasat
busuk pihak lain."
"Mengapa dikatakan mereka termakan siasat busuk pihak
lain?" tanya Thay-kun.
"Karena si perencana siasat busuk itu sesungguhnya ingin
membunuh Thio Kim-ciok demi harta."
"Demi harta" Kalau begitu si perencana siasat busuk itu
bukan Ho Lan-hiang?"
1154 "Bukan Ho Lan-hiang, tapi niat Ho Lan-hiang membunuh
suaminya pun tak terlepas dari harta."
"Wah, semakin kudengar, aku merasa semakin bingung
dan tidak mengerti. Sebetulnya siapa perencana siasat busuk
itu?" Tiba-tiba kakek berbaju hijau berkata dengan suara dalam,
"Semua orang tahu Thio Kim-ciok kaya-raya dan memiliki
harta yang tak terhitung banyaknya, tapi tahukah kalian
darimana Thio Kim-ciok bisa kaya-raya secara mendadak?"
"Soal itu tidak kami ketahui," Thay-kun segera menggeleng.
"Rasanya tak ada yang tahu darimanakah sumber harta
kekayaannya itu."
"Yang menjadi alasan utama kematian Thio Kim-ciok adalah
rahasia sumber kekayaannya diketahui orang lain," kata kakek
berbaju hijau dengan suara dalam.
"Apa rahasia sumber kekayaan Thio Kim-ciok?"
Dengan sorot mata tajam kakek berbaju hijau memandang
sekejap wajah semua orang yang hadir, kemudian lanjutnya,
"Sumber kekayaan Thio Kim-ciok diperoleh dari sebuah bukit
tambang emas yang dimilikinya. Oleh karena itu Thio Kim-ciok
memiliki emas murni yang tak ada habisnya, yang membuat
dia menjadi seorang hartawan kaya-raya yang tiada
tandingannya di seluruh kolong langit."
Semua orang menghela napas panjang, baru sekarang
mereka tahu apa yang menjadi penyebab Thio Kim-ciok
menjadi kaya-raya.
Dengan suara lembut Song Leng-hui segera bertanya,
"Dimana letak tambang emas itu" Selain Thio Kim-ciok, siapa
lagi yang tahu?"
Kakek berbaju hijau menghela napas panjang, "Ai, Thio
Kim-ciok adalah seorang berotak licik dan berhati ganas.
Setiap orang yang dikirimnya ke tambang emas untuk
1155 mengumpulkan emas itu, semuanya tak ada yang lolos dari
pembunuhan tutup mulut sekembalinya mengirim emas murni
itu. Semakin bertambah kekayaan Thio Kim-ciok, semakin
banyak pula orang yang menjadi korban. Selama sepuluh
tahun saja, entah berapa banyak jiwa yang telah melayang di
tangannya."
Mendengar sampai di sini, Bong Thian-gak sekalian diamdiam
terkesiap juga oleh kekejaman dan kebuasan Thio Kimciok.
Setelah menghela napas panjang, kakek berbaju hijau
berkata lebih jauh, "Namun Thio Kim-ciok mempunyai juga
kebajikan, yaitu setiap kali dia membunuh pekerja
tambangnya, maka dia akan memberikan emas murni dalam
jumlah yang tak akan habis digunakan oleh keluarganya
sepanjang hdup sehingga anak keturunan pekerja tambang itu
tak akan mengalami kelaparan atau telantar hidupnya."
Bong Thian-gak tetawa dingin, serunya, "Thio Kim-ciok
telah membunuh orang, menyiksa manusia demi kepuasan
dan kekayaan sendiri. Apakah dosa sebesar ini bisa diperingan
dengan kebajikannya meninggalkan emas yang cukup bagi
keluarga yang ditinggalkan?"
Berubah paras kakek berbaju hijau, tapi sejenak kemudian
sudah lenyap tak berbekas. Katanya lagi sambil menghela
napas, "Benar, ada sementara orang yang menyukai
kehangatan keluarga daripada emas yang berlimpah. Tapi
bilamana nyawa seseorang bisa dikorbankan dengan timbalbalik
yang sesuai, kalau dihitung-hitung kematiannya bisa
dibilang cukup berharga juga."
"Bagaimana pun juga tingkah-laku serta perbuatan Thio
Kim-ciok patut dikutuk setiap orang di dunia," kata Bong
Thian-gak dengan suara dingin.
"Betul," kakek berbaju hijau mengangguk, "Thio Kim-ciok
memang berdosa."
1156 "Locianpwe, lanjutkan kembali kisahmu itu!" pinta Thay-kun
dengan suara lembut.
Kakek berbaju hijau termenung dan berpikir sejenak,
kemudian katanya, "Oleh sebab itu tambang emas milik Thio
Kim-ciok belum pernah diketahui orang kedua, tapi entah
bagaimana jadinya, ternyata rahasia tambang emas miliknya
itu diketahui juga."
"Pepatah kuno mengatakan, 'Burung mati karena makanan,
manusia mati karena harta'. Kata-kata itu memang tepat,
akibatnya entah berapa banyak orang mulai menyusun
rencana busuk dan berupaya dengan segala cara untuk
mendapatkan peta rahasia tambang emas itu."
"Keselamatan jiwa Thio Kim-ciok pun mulai tak terjamin.
Suatu hari Thio Kim-ciok mendapat surat berisi peringatan
kepadanya, surat itu berbunyi, 'Dalam waktu satu bulan, kau
harus menyiapkan peta rahasia itu, kalau tidak, nyawamu tak
akan terjamin'."
"Surat itu ditanda-tangani oleh Hek-mo-ong."
Ketika mendengar kisah itu sampai di sini, tiba-tiba Thaykun
teringat perkataan Liu Khi. Dia segera bertanya, "Kalau
begitu Thio Kim-ciok segera mengutus Liu Khi untuk
menyelidiki siapa gerangan orang yang menamakan diri
sebagai Hek-mo-ong setelah menerima surat peringatan itu
dan gara-gara hal itu pula Thio Kim-ciok menugaskan Liu Khi
untuk membunuh Hek-mo-ong."
"Rupanya nona pun mengetahui juga tentang peristiwa
itu," kata kakek berbaju hijau sambil tersenyum.
"Yang dicurigai Thio Kim-ciok sebagai Hek-mo-ong waktu
itu tak lain adalah satu di antara kesepuluh tokoh persilatan
dan Ho Lan-hiang."
"Apakah Thio Kim-ciok mau memenuhi keinginan Hek-moong
dengan melukiskan peta rahasia tambang emasnya?"
1157 "Benar, Thio Kim-ciok memang membuat peta tambang
emasnya itu, tapi dengan suatu kepandaian yang luar biasa,
peta itu dipecah menjadi sebelas bagian yang masing-masing
dibagikan kepada kesebelas orang."
"Siapa saja kesebelas orang itu?"
"Kesebelas orang itu adalah istrinya Ho Lan-hiang beserta
sepuluh tokoh persilatan."
"Ai, Thio Kim-ciok memang seorang pintar," kata Thay-kun
sambil menghela napas panjang. "Langkah catur yang
dilakukan olehnya ini betul-betul luar biasa. Secara tepat sekali
dapat membuat para musuh yang mengincar harta
kekayaannya saling bunuh demi memperebutkan bagian peta
yang lain."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya pula, "Jelas
kesebelas bagian peta rahasianya itu disebarkan setelah ia
terbunuh."
Dengan cepat kakek berbaju hijau tertawa bangga, dia
segera bertanya, "Nona Thay-kun, darimana kau tahu Thio
Kim-ciok baru menyebarkan kesebelas potongan peta rahasia
sesudah dia terbunuh?"
"Thio Kim-ciok sudah tahu kalau Hek-mo-ong adalah satu di
antara istrinya beserta sepuluh tokoh persilatan, namun tak
dapat menentukan secara pasti siapakah orangnya, lagi pula
dia pun tahu, jika batas waktu sebulan sudah lewat peta
rahasia itu belum juga diserahkan, sudah pasti dia akan
terbunuh di tangan Hek-mo-ong. Maka untuk membalas
dendam bagi kematiannya sendiri, ia menjalankan siasat
membunuh orang meminjam golok dengan menyerahkan
bagian peta rahasia ke tangan orang kepercayaannya dengan
pesan, bila ia mati, maka kesebelas bagian peta rahasia itu
harus diserahkan pada orang-orang yang telah ditentukan."
"Ai, manusia memang mati karena harta. Ketika semua
orang sudah menerima bagian peta rahasia itu, siapakah yang
1158 tidak akan saling bunuh untuk memperoleh bagian peta
rahasia yang lain?"
"Kalau begitu kekacauan dunia persilatan saat ini serta
kematian yang menimpa kesepuluh tokoh persilatan ini tak
lain diciptakan oleh siasat Thio Kim-ciok itu?"
Tiba-tiba kakek berbaju hijau menghela napas sedih,
ujarnya, "Namun kemudian Thio Kim-ciok sendiri pun tak
pernah mengira kalau tindakan Hek-mo-ong masih setingkat
lebih tangguh daripada jalan pikirannya. Tatkala batas waktu
satu bulan sudah lewat, nyatanya Hek-mo-ong bukan datang
mencelakai dirinya, melainkan mempengaruhi kesebelas jago
lihai lainnya untuk bekerja sama mencelakai Thio Kim-ciok."
"Tapi Hek-mo-ong sendiri pun tak pernah menduga tentang
kesebelas bagian peta rahasia tambang emasnya."
Bong Thian-gak segera menengok sekejap ke arah Thaykun,
lalu ujarnya, "Thay-kun, bukankah dugaan kita bahwa
Hek-mo-ong adalah Thio Kim-ciok adalah salah besar?"
"Benar, Thio Kim-ciok memang bukan Hek-mo-ong."
Pada saat inilah Song Leng-hui bertanya, "Locianpwe, kau
mengatakan Thio Kim-ciok belum mati, lantas dimanakah
orangnya sekarang?"
Sebelum kakek berbaju hijau sempat menjawab, mendadak
Hay Cing-cu yang berdiri di belakang kakek berbaju hijau telah
berpekik aneh, menyusul tubuhnya secepat sambaran kilat
meluncur keluar dari gardu itu. Dengan paras muka berubah
hebat kakek berbaju hijau segera berkata, "Pembicaraan kita
telah disadap orang."
Tampang Hay Cing-cu memang jelek dan tidak menarik,
bulat gemuk seperti tong, namun kesempurnaan ilmu
meringankan tubuhnya benar-benar mengagumkan dan
mengejutkan. Dalam sekejap bayangan tubuhnya sudah
lenyap. 1159 Tiba-tiba Bong Thian-gak bangkit seraya bertanya,
"Locianpwe, perlukah kubantu mengejar orang yang telah
menyadap pembicaraan kita tadi?"
"Tidak usah," kakek berbaju hijau menggeleng. "Ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki pendatang itu sangat hebat.
Andaikata Hay Cing-cu gagal mengejarnya, maka tak ada
orang yang bisa menyusulnya lagi."
Perkataan itu membuat Bong Thian-gak merasa kurang
enak, tapi dia pun duduk kembali.
Tampaknya kakek berbaju hiaju itu tahu dia telah salah
bicara, cepat katanya lagi, "Bong-siauhiap, maafkan
kelancanganku bicara yang bukan-bukan tadi."
"Ah, ilmu meringankan tubuh Hay Cing-cu memang sangat
hebat." Thay-kun tak ingin suasana serba kaku dan rikuh itu
berlangsung lebih lanjut, sambil tertawa ringan dia segera
berkata, "Locianpwe, maafkan aku bila ternyata kelewat
berterus-terang. Benarkah Locianpwe adalah Thio Kim-ciok?"
Kakek berbaju hijau menghela napas panjang, "Rahasia
tentang belum matinya Thio Kim-ciok hingga saat ini baru
diketahui oleh kalian beberapa orang saja."
"Orang persilatan mengutamakan pegang janji, kami
bertiga tak akan membocorkan rahasia ini kepada siapa pun,"
Thay-kun berjanji dengan suara dalam.
"Betul, akulah Thio Kim-ciok!"
Sekalipun secara lamat-lamat orang sudah tahu kakek
berbaju hijau itu adalah orang kaya pada tiga puluh tahun
berselang, Thio Kim-ciok, namun sebelum ada pengakuan
tegas dari pribadinya, tak urung mereka tetap ragu-ragu dan
tak yakin. 1160 Namun setelah pengakuan itu diberikan, tak urung semua
orang dibuat terperanjat juga, serentak Bong Thian-gak
bertiga mengawasi wajah kakek berbaju hijau tanpa berkedip.
Thio Kim-ciok memang terlalu misterius dan penuh rahasia.
Pada saat itulah terdengar Song Leng-hui bertanya dengan
air mata bercucuran, "Thio-locianpwe, apakah kau yang telah
mencelakai kedua orang tuaku?"
Kembali kakek berbaju hijau menghela napas sedih,
katanya perlahan, "Nona Song, aku tidak pernah mencelakai
orang tuamu, aku pun tidak pernah mencelakai Ku-lo Hwesio,
Oh Ciong-hu serta Kui-kok Sianseng. Namun terus terang
kuakui, aku pernah membenci mereka serta pernah
bersumpah akan membinasakan mereka, tapi sayang aku tak
punya kemampuan berbuat demikian."
"Mengapa Thio-locianpwe mengatakan kau tidak
berkemampuan berbuat demikian?" tanya Thay-kun cepat.
Sekali lagi Thio Kim-ciok menghela napas sedih, katanya
pula, "Tiga puluh tiga tahun berselang, sepuluh tokoh
persilatan serta Ho Lan-hiang telah memberikan serangan
yang telak dan mematikan kepadaku. Kendati aku beruntung
bisa meloloskan diri dari musibah itu, namun saat ini diriku
telah berubah menjadi manusia cacat."
"Dapatkah Locianpwe menjelaskan lebih jauh?"
"Dalam usaha pembunuhan yang mereka lakukan pada
waktu itu, tubuhku telah terkena tiga pukulan yang amat
dahsyat dan beracun, sebuah totokan jari Thian-kang-ci, tujuh
batang panah beracun penempel tulang serta tujuh buah luka
bacokan pedang, yang paling hebat lagi aku dicekoki beberapa


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetes obat racun Hok-teng-ang yang dapat memutus usus."
"Dengan begitu banyak luka yang kau derita, bagaimana
mungkin kau masih dapat hidup hingga sekarang?" tanya
Thay-kun dengan perasaan terkejut bercampur keheranan.
1161 Mencorong sinar aneh dari balik mata Thio Kim-ciok,
dengan agak emosi katanya, "Andaikata orang lain, biarpun
punya cadangan nyawa sebanyak sepuluh lembar pun, tak
dapat selembar pun dipertahankan, tapi aku harus dapat
mempertahankan hidup lebih jauh."
"Liu Khi mengatakan pada kalian bahwa aku mati
tenggelam di dasar telaga, padahal yang benar adalah
sesudah aku dipaksa minum racun Hok-teng-ang, segera
kukerahkan tenaga dalamku untuk melawan dan sempat
bertarung mati-matian selama setengah jam dengan sepuluh
tokoh persilatan beserta Ho Lan-hiang. Dengan badan terluka
parah dan hawa murni tak mampu dihimpun kembali,
ditambah pula racun jahat sudah menyusup ke dalam badan
hingga darah bercucuran dari ketujuh lubang indra, waktu itu
aku mengira diriku pasti mati, tapi aku tak rela membiarkan
diriku tewas dibunuh mereka, maka aku pun jadi nekat dan
terjun ke dalam telaga."
"Akhirnya Thio-locianpwe berhasil lolos dari mulut harimau
serta dapat kembali ke kehidupan yang tenang?" tanya Thaykun.
"Sesudah melompat ke dasar telaga, air telaga yang dingin
membekukan badan membuat keadaanku yang mulai
kehilangan kesadaran menjadi segar kembali, tentu saja aku
tak ingin mati begitu saja, maka aku pun mulai berjuang
melawan cengkeraman malaikat elmaut. Dengan sekuat
tenaga aku berenang dan menyelam ke dalam istana bawah
airku yang kubangun secara rahasia."
"Mimpi pun Ho Lan-hiang serta kesepuluh tokoh persilatan
tak menyangka aku telah membangun istana bawah air yang
amat rahasia di dasar telaga itu, tapi justru karena itulah aku
dapat hidup terus di dunia ini."
"Selama dua puluh tahun berikutnya, aku tinggal di dalam
istana air sambil berjuang melawan cengkeraman malaikat
elmaut, perawatan dan pengobatan hampir dua puluh tahun
1162 lamanya membuat luka pukulan, luka pedang sembuh sama
sekali... ai."
"Tapi racun jahat Hok-teng-ang yang menyerang dalam
tubuhku ternyata tak pernah dapat dilenyapkan untuk
selamanya. Oleh sebab itulah aku tak pernah dapat
memulihkan kembali tenaga dalamku seperti sediakala, tentu
saja aku pun tak dapat menggunakan jurus silat tingkat tinggi
yang pernah aku pelajari."
"Akibatnya aku pun tidak dapat membunuh musuh besar
yang telah mencelakai diriku itu."
"Ai, waktu yang berlangsung lama kadangkala memang
dapat menawarkan rasa benci dan dendam seseorang.
Perjuanganku selama dua puluh tahun melawan maut
membuat aku menjadi sadar dan menyesali semua
perbuatanku dulu, aku merasa tanganku sudah penuh
bernodakan darah. Dosa dan kesalahanku pun sudah
bertumpuk. Mungkinkah semua musibah yang menimpa diriku
selama ini merupakan karma atas semua perbuatanku
dahulu?" "Dendam, rasa benci yang mendarah daging dalam diriku
lambat-laun pun semakin tawar dan menghilang."
"Tatkala meninggalkan istana bawah air tujuh tahun
berselang, tiba-tiba aku dengar kabar bahwa Kui-kok Sianseng
dari Mi-tiong-bun telah terbunuh, kemudian sepasang kekasih
persilatan Song-ciu suami-istri juga tewas, disusul pula dengan
kematian Oh Ciong-hu serta padri sakti dari Siau-lim-pay Ku-lo
Hwesio. Semua itu membuat aku merasa terkejut, di samping
pula merasa sangat...."
Sampai di sini tiba-tiba perkataannya berhenti, sambil
tersenyum Thay-kun segera melanjutkan, "Tentunya kau pun
merasa sangat gembira bukan?"
Thio Kim-ciok memandang ke arah nona itu, lalu menghela
napas panjang, "Ai, apa yang diucapkan nona Thay-kun
1163 memang benar. Aku merasa gembira karena siasat meminjam
golok membunuh orang yang telah aku persiapkan sejak tiga
puluh tahun berselang, kini sudah mulai berkembang."
"Akibatnya api dendam dan benci yang mengeram dalam
Thio-locianpwe pun menggelora dalam dada membara kembali
bukan?" tanya Thay-kun lagi.
"Benar, aku berharap semua orang yang pernah
bersekongkol mencelakai diriku, kini mendapatkan pembalasan
yang setimpal."
"Padahal otak peristiwa berdarah ini adalah Hek-mo-ong.
Apakah Thio-locianpwe berhasil menyelidiki siapa gerangan
Hek-mo-ong?" kembali Thay-kun bertanya.
"Belum," Thio Kim-ciok menggeleng.
"Kira-kira aku sudah dapat menduga siapa gerangan Hekmo-
ong itu." "Silakan nona mengutarakan."
Thay-kun segera tersenyum.
"Padahal Thio-locianpwe sendiri pun sudah mengetahui
siapa gerangan Hek-mo-ong itu?"
"Benar, secara lamat-lamat sudah kuketahui siapakah dia,
tapi sebelum kesepuluh tokoh persilatan dan Ho Lan-hiang
mati hingga tinggal orang terakhir, rasanya susah untuk
menentukan secara tepat. Kau harus tahu kelicikan,
kehebatan ilmu silat serta kemampuan menyusun rencana
besar kesebelas orang itu sama-sama hebat dan luar biasa,
satu dengan yang lain tak ada yang lebih lemah."
Mendadak Bong Thian-gak menyela dengan suara nyaring,
"Hek-mo-ong adalah si tabib sakti Gi Jian-cau."
"Betul," Thio Kim-ciok mengangguk. "Di antara sepuluh
tokoh persilatan itu, Gi Jian-cau merupakan orang paling
kejam dan buas. Dia adalah manusia munafik yang berlagak
1164 suci. Racun Hok-teng-ang yang mengeram dalam tubuhku
sekarang tak lain adalah hasil perbuatannya."
"Mungkin Hek-mo-ong sudah mendapat kabar tentang
masih hidupnya Thio-locianpwe," kata Thay-kun dengan suara
dalam. Belum selesai perkataan itu diucapkan, tiba-tiba dari tengah
udara berkumandang tiga kali suara pekikan panjang yang
amat keras dan memekakkan telinga.
Dengan wajah berubah hebat Thio Kim-ciok segera
berkata, "Hay Cing-cu telah menjumpai musuh tangguh,
kemungkinan musuh tangguh akan menyerbu kemari sebentar
lagi." Sambil berkata tiba-tiba saja Thio Kim-ciok bangkit dari
tempat duduknya.
"Thio-locianpwe," kata Thay-kun kemudian, "silakan duduk
di sini dengan tenang. Andaikata Hay Cing-cu membutuhkan
bantuan, kami bersedia membantunya."
Thio Kim-ciok menghela napas panjang, "Seperti apa yang
ditebak nona, agaknya Hek-mo-ong sudah memperoleh kabar
bahwa aku belum tewas, musuh yang kini datang bisa jadi
bertujuan untuk membuktikan apakah benar aku belum mati."
"Tapi menurut pendapatku, tujuan kedatangan musuh
tangguh adalah untuk mengincar peta rahasia tambang emas
itu." Thio Kim-ciok tertawa rawan.
"Sekalipun di dalam tubuhku masih tersisa racun keji Hokteng-
ang hingga tak mungkin bagiku untuk mengerahkan
tenaga dalam dan bertarung melawan orang, tapi bila musuh
ingin menaklukkan diriku secara mudah, aku rasa pihak lawan
harus membayar dengan mahal."
1165 Tiba-tiba Song Leng-hui bertanya, "Thio-locianpwe, apakah
kau minta aku membantumu untuk memusnahkan racun Hokteng-
ang yang masih mengeram dalam tubuhmu itu?"
Thio Kim-ciok segera menghela napas, "Ai, kecuali kedua
puluh empat batang jarum emas perak nona Song, di kolong
langit dewasa ini memang tiada cara pengobatan lain yang
dapat dipergunakan untuk memusnahkan pengaruh racun
Hok-teng-ang yang bersarang di dalam tubuhku."
"Locianpwe, sekarang juga aku bersedia mengobati
penyakitmu itu," seru Song Leng-hui.
"Sekarang tak mungkin, musuh telah datang."
Baru selesai dia berkata, terlihat Hay Cing-cu dengan
sekujur badan bermandikan darah melayang turun di depan
gardu itu. Dengan ketajaman matanya, beberapa orang itu sudah
melihat dengan jelas bahwa luka yang di
Harpa Iblis Jari Sakti 1 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Hati Budha Tangan Berbisa 11
^