Pendekar Cacad 5

Pendekar Cacad Karya Gu Long Bagian 5


gak berkata, "Mari kita
tengok!" Suara bentakan itu berasal setengah li dari tempat itu,
suaranya tidak begitu keras.
Buru-buru Bong Thian-gak dan Tan Thiam-ka berputar ke
kebun buah sebelah utara, di situ mereka menyaksikan
sekelompok orang mengerubuti seseorang.
Menyaksikan itu, hati Bong Thian-gak terkesiap.
Rombongan itu terdiri dari tiga belas orang, mereka
mengenakan baju hijau penuh tambalan, tak usah ditanya lagi
mereka adalah orang-orang Kay-pang.
271 Orang yang sedang dikepung ketiga belas orang Kay-pang
itu adalah seorang gadis berbaju hitam.
Bong Thian-gak dapat melihat pula raut wajah gadis
berbaju hitam ttu dengan jelas, dia berkulit hitam dengan
hidung besar, mulut lebar dan mata melotot. Tampang
semacam itu benar-benar jelek setengah mati.
Bong Thian-gak terkejut, sambil menarik tangan Tan
Thiam-ka menuju ke tempat peristiwa itu, bisiknya lirih,
"Komandan Tan, coba kau perhatikan, diakah yang
menyampaikan surat itu kepadamu?"
Setelah melihat jelas paras muka gadis berbaju hitam itu,
Tan Thiam-ka berseru tertahan, "Ah, betul! Ko-siauhiap, dialah
orangnya."
Bong Thian-gak manggut-manggut.
"Bagus sekali, mari kita lihat keadaan dan berpeluk tangan
dulu." Sementara itu kawanan pengemis Kay-pang dan gadis
berwajah jelek itu sudah melihat pula kehadiran Bong Thiangak
serta Tan Thiam-ka.
Sebenarnya orang-orang Kay-pang itu mengira Bong Thiangak
dan Tan Thiam-ka adalah teman gadis berwajah jelek itu,
mereka baru menyadari kesalahan itu setelah menyaksikan
kedua orang itu berhenti.
Mendadak terdengar gadis berwajah jelek itu tertawa,
kemudian menegur, "Kalian kawanan pengemis tak tahu diri,
di siang hari bolong begini pun berani membegal aku?"
Salah seorang di antara pengemis itu, yang berusia agak
lanjut, tertawa aneh, "Hehehe, bocah perempuan jelek,
pentang matamu lebar-lebar, kami anggota Kay-pang bukan
manusia yang membiarkan diri dihina orang semaunya sendiri.
Sekarang aku si pengemis tua hanya ingin bertanya saja
272 kepadamu, siapa dua orang gadis yang baru saja kau bunuh
itu?" Gadis berparas jelek itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Hehehe, kalian kawanan pengemis rudin, untuk mencari
makan sehari tiga kali saja sudah sulit, ternyata berani
mencampuri urusan orang lain. Aku cuma menasehatimu
secara baik-baik, kalau mau hidup langgeng, lebih baik cepat
tinggalkan tempat ini dan jangan ceritakan apa yang telah kau
lihat tadi, kalau tidak, kalian akan mampus di sini tanpa liang
kubur." Mendadak pengemis tua itu membentak gusar, "Bocah
perempuan jelek, kenalkah kau dengan Lohu?"
"Kau tak lebih dari seorang pelindung hukum ruang siksa
Kay-pang?" kata si nona hambar.
Pengemis tua itu tertawa dingin.
"Seorang pelindung hukum ruang siksa Kay-pang
mempunyai hak menurunkan perintah membantai setiap
musuh yang dijumpai. Bila tahu diri, lebih baik cepat sebutkan
identitas serta asal-usul kedua orang itu."
Mendadak gadis yang berwajah jelek itu menarik muka dan
mencorongkan sinar membunuh dari balik matanya, dengan
suara dingin dia berkata, "Sekarang kalian sudah mengetahui
rahasiaku membunuh orang, kukira sudah sepantasnya bila
kubunuh kalian agar rahasia ini tidak bocor ke orang lain, hm,
belum lagi aku melakukan pembunuhan itu, sungguh tak
nyana kalian telah memojokkan aku dengan perkataanmu itu."
Bong Thian-gak yang menyaksikan kejadian ini berpikir
dalam hati, "Aduh celaka, gadis ini sudah diliputi hawa
membunuh."
Sementara dia berpikir, pengemis tua telah berteriak,
"Bagus sekali! Arak kehormatan tidak mau, kau justru memilih
arak hukuman. Pengawal! Tangkap dulu budak jelek itu!"
273 Begitu bentakan dilontarkan, empat orang anggota Kaypang
segera menerjang ke depan sambil memutar tongkat
bambu mereka. Siapa tahu, dengan satu lejitan tahu-tahu gadis berwajah
jelek itu sudah menyongsong kedatangan keempat orang itu.
Menyusul "Plak! Plokl Plak! Plok!", empat kali tamparan
nyaring berkumandang memecah keheningan.
Keempat orang pengemis yang melakukan terjangan itu
masing-masing mendengus tertahan, kemudian tergeletak di
tanah dan tidak berkutik lagi.
Ilmu pukulan yang demikian cepat dan luar biasa ini
membuat Hong Thian-gak yang menyaksikan kejadian itu
mengerut dahi. Sementara para pengemis Kay-pang diliputi perasaan
kaget, ngeri dan tertegun.
Agaknya gadis berwajah jelek itu sudah didorong nafsu
untuk melakukan pembunuhan secara besar-besaran guna
melenyapkan semua saksi hidup, dengan suatu gerakan yang
amat cepat dia menyerbu ke tengah kerumuman orang
banyak. Segera berkumandang jeritan kaget tertahan serta jerit
kesakitan disana-sini. Bayangan orang mencelat dan
berkelebat ke sana kemari, dalam waktu singkat telah ada dua
belas orang anggota Kay-pang tergeletak di tanah.
Dalam keadaan seperti ini, Bong Thian-gak tidak
mengetahui apakah dia harus mencampuri urusan ini atau
tidak" Sementara itu si nona berwajah jelek sudah berjalan
menuju ke depan pengemis tua itu begitu berhasil
membinasakan kedua belas anggota Kay-pang tadi.
Mendadak Bong Thian-gak membentak nyaring, "Tahan!"
274 Waktu itu si nona berwajah jelek sudah mengangkat
telapak tangan siap melancarkan serangan maut, ketika
mendengar suara bentakan itu, gerakannya segera dihentikan.
Dengan suatu gerakan cepat Bong Thian-gak menghampiri
nona berwajah jelek itu, kemudian katanya, "Nona, jangan
kau lakukan pembantaian secara besar-besaran."
"Ko-siangkong, harap menyingkir dulu," kata gadis
berwajah jelek itu pelan. "Sekarang aku telah membinasakan
dua belas orang anggota partainya dan aku tak boleh
membiarkan dia kabur untuk membocorkan rahasia ini."
Paras muka Bong Thian-gak berubah hebat sesudah
mendengar perkataan itu, ujarnya, "Nona, kepandaian silat
yang kau miliki lihai sekali, justru karena aku tak bisa
mengambil keputusan dengan cepat, akibatnya aku tak
sempat mencegah perbuatan kejimu."
"Siangkong, apabila kau menghalangi perbuatanku ini,
maka kau bakal menyesal sepanjang masa. Harap kau segera
menyingkir."
Dalam pada itu si pengemis tua masih berdiri di situ
dengan wajah termangu. Bong Thian-gak yang menyaksikan
hal itu segera membentak, "Hei, mengapa kau tak segera
melarikan diri" Kau hendak menunggu sampai kapan?"
Pengemis tua itu terkejut sesudah mendengar seruan itu.
Dia segera membalikkan badan dan melarikan diri.
Mendadak gadis itu mengayunkan pergelangan tangan
kanan. "Sret", setitik cahaya bintang yang terang bagaikan
sambaran petir dengan cepat menyambar ke belakang tubuh
si pengemis tua itu.
Mimpi pun Bong Thian-gak tidak mengira gadis berwajah
jelek itu bakal melancarkan serangan dengan menggunakan
senjata rahasianya, ia membentak keras, telapak tangan
275 kirinya segera diayun ke depan melepaskan pukulan kosong
membabat ke titik cahaya bintang itu.
Walaupun dia bertindak agak terlambat, senjata rahasia
tadi tersapu juga oleh sambaran angin pukulannya, dengan
begitu kekuatan serangannya menjadi berkurang dan tak
menyeramkan lagi.
"Aduh!" berkumandang jerit kesakitan yang memilukan
hati. Pengemis tua itu sempoyongan, lalu melarikan diri makin
cepat meninggalkan tempat itu.
Di saat Bong Thian-gak mengayunkan telapak tangan
kirinya melancarkan serangan tadi, tangan kanannya juga
secepat kilat menghantam bahu gadis berwajah jelek itu.
Dengan cekatan gadis berwajah jelek itu mundur tigaempat
langkah, ujarnya setelah menghela napas sedih,
"Siangkong, dengan perbuatanmu ini hanya akan menambah
kesulitanku saja, bahkan bisa jadi akan mempengaruhi situasi
dunia persilatan."
"Mengapa?" tanya Bong Thian-gak dengan suara dalam.
"Siangkong, tahukah kau siapakah kawanan pengemis itu?"
tanya gadis berwajah jelek itu sambil menghela napas sedih.
"Para anggota Kay-pang!"
"Kay-pang adalah perkumpulan paling besar di Bu-lim
dewasa ini. Pengaruh organisasi itu meliputi hampir setiap
pelosok dunia persilatan, kini kau telah membiarkan pengemis
tua itu melarikan diri, mungkin tidak sampai dua belas jam
kemudian, pihak Kay-pang sudah akan mengutus jagojagonya
datang kemari mencari balas."
"Nona, kalau kau tak ingin disusahkan oleh orang-orang
Kay-pang, mengapa pula kau membunuh anggota mereka?"
276 Dengan polos gadis berwajah jelek itu menjawab, "Asalkan
kau tidak menghalangiku tadi, maka aku akan berhasil
membunuh mereka semua, perbuatanku ini tak akan diketahui
siapa pun, bahkan aku bisa mengalihkan balas dendam
mereka ke arah yang salah. Bukankah ini justru akan
mendatangkan keuntungan bagi diriku?"
"Nona kau berasal dari perguruan atau aliran mana?" tanya
Bong Thian-gak kemudian dengan kening berkerut.
Gadis berwajah jelek itu tertawa cekikikan.
"Aku tidak punya perguruan maupun partai."
"Bukankah nona yang menyuruh dia mengantar surat
untukku?" I.inya Bong Thian-gak lagi dengan suara dalam.
Sembari berkata dia menunding ke arah Tan Thiam-ka
yang berdiri di samping.
"Betul! Aku yang menitipkan surat itu kepadanya," gadis
berwajah jelek itu membenarkan.
"Seingatku belum pernah berjumpa atau berkenalan
dengan nona, darimana nona mengenali diriku" Apa pula
maksud nona mengirim surat itu kepadaku?"
"Walaupun aku tidak kenal padamu, tapi besar
kemungkinan majikan kami kenal Ko-siangkong."
"Ai, apakah kau masih mempunyai majikan" Siapakah
nama majikan kalian itu?"
"Aku juga tidak mengetahui siapa nama majikan kami."
Kali ini Bong Thian-gak benar-benar dibikin bingung dan tak
habis mengerti, sebenarnya dia mengira Jit-kaucu Thay-kun
yang menyuruh gadis ini menyampaikan surat kepadanya,
siapa tahu kenyataan sama sekali berbeda dengan apa yang
diduganya semula.
Lantas siapakah majikannya"
277 Ilmu silat gadis berwajah jelek itu kelihatan amat aneh dan
istimewa, boleh dibilang Bong Thian-gak sama sekali tak
mengenalinya. Setelah termenung dan memutar otak, Bong Thian-gak
bertanya, "Nona, dapatkah kau mengajakku pergi menjumpai
majikanmu?"
"Tentu saja boleh, cuma aku kuatir majikan tidak bersedia
bertemu denganmu."
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Bong Thiangak,
katanya, "Dalam surat itu, dia menyuruh aku datang
menjumpainya."
"Kau tidak bohong?" gadis berwajah jelek itu menegas.
"Tidak!"
Gadis itu memandang ke arah Tan Thiam-ka sekejap,
kemudian katanya, "Majikan kami tak mengizinkan orang lain
menjumpainya."
Tentu saja Bong Thian-gak cukup memahami maksud
ucapannya itu, maka katanya kepada Tan Thiam-ka,
"Komandan Tan, kau boleh pulang lebih dulu."
"Baik!" sahut Tan Thiam-ka.
Dengan mengerahkan Ginkang, dia lantas kembali ke
gedung Bu-lim Bengcu.
Sepeninggal Tan Thiam-ka, gadis itu baru berkata sambil
tersenyum, "Siangkong, mari kita berangkat!"
Selesai berkata dia lantas membalik badan dan berangkat
ke arah utara. Bong Thian-gak juga tidak banyak bicara, dengan ketat dia
mengikut di samping kiri gadis bermuka jelek itu.
Mendadak gadis itu berkata, "Siangkong, apakah kau tidak
mencurigai diriku sebagai anggota Put-gwa-cin-kau?"
278 "Ehm, aku sudah menduga ke situ," sahut Bong Thian-gak
dengan suara hambar.
"Seandainya aku benar-benar anggota Put-gwa-cin-kau,
apa yang hendak Siangkong lakukan?"
"Akan kubunuh dirimu sekarang juga!"
Gadis bermuka jelek itu tertawa cekikikan. "Tak usah
kuatir," katanya, "kedua gadis yang kubunuh tadi tak lain
adalah anggota Put-gwa-cin-kau."
"Mengapa kau membinasakan mereka," tanya si pemuda
dengan terkejut bercampur keheranan.
"Sebab aku sedang melaksanakan perintah majikan!"
"Sesungguhnya siapa majikanmu itu?" desak Bong Thiangak
tiba-tiba sambil menghela napas.
"Bagaimana pun juga kau bakal bertemu dengannya,
setelah bersua nanti kau akan tahu dengan sendirinya."


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Majikanmu itu seorang lelaki atau perempuan?"
"Seorang perempuan."
Kini Bong Thian-gak diliputi perasaan bimbang, tidak habis
mengerti dan curiga, namun dia tidak berdaya mengatasi
kecurigaan itu, maka selain membuang jauh-jauh pikiran itu
untuk sementara waktu, sorot matanya dialihkan ke sekeliling
tempat itu sambil mengawasi pemandangan alam.
Lambat-laun matahari tenggelam di langit barat, senja pun
menjelang tiba.
Suasana tengah malam yang sepi berlapiskan cahaya
keemas-emasan yang sangat indah.
Akhirnya sampailah mereka di depan sebuah hutan kecil,
dari balik hutan lamat-lamat nampak sebuah kuil.
"Kita sudah hampir sampai," bisik gadis itu tiba-tiba.
279 "Apakah kuil di depan sana?" pemuda itu bertanya.
"Ya, kuil kaum Nikoh!"
Sementara pembicaraan berlangsung, mereka berdua
sudah memasuki halaman muka kuil itu.
Saat itulah si nona yang bermuka jelek itu baru
menghentikan langkahnya dan berpaling ke arah Bong Thiangak,
katanya, "Harap kau suka menunggu sebentar di luar
kuil!" Tidak menanti jawaban Bong Thian-gak, dia sudah
menerobos ke balik pintu gerbang kuil itu.
Meminjam sinar senja berwarna keemas-emasan, Bong
Thian-gak mencoba mengawasi kuil itu, ternyata kuil itu
bernama Keng-tim-an.
Kuil Keng-tim-an tidak terhitung besar, namun juga tidak
kecil. Seluruh bangunan terdiri dari lima lapis halaman.
Waktu itu di ruang tengah amat sepi dan tidak nampak
sesosok bayangan orang pun.
Suasana diliputi oleh keheningan, kesepian yang luar biasa.
Diam-diam Bong Thian-gak berpikir, "Andaikata tempat ini
hanya merupakan suatu perangkap Put-gwa-cin-kau,
bagaimana caraku menghadapi mereka dan meloloskan diri?"
Belum habis dia berpikir, tiba-tiba nampak gadis bermuka
jelek itu sudah berjalan keluar dari ruang tengah, kemudian
katanya dengan suara dingin, "Siangkong, kau pandai
berbohong. Dalam suratnya, majikan kami tidak
mengundangmu kemari!"
"Tak usah marah-marah, nona, sesungguhnya terdorong
oleh rasa ingin tahuku, maka aku kemari ingin berjumpa
dengan majikan kalian."
280 "Gara-gara ulahmu itu, akibatnya aku yang didamprat
majikan habis-habisan. Untung majikan mempunyai
pandangan lain kepadamu sehingga dia bersedia bertemu
dengan kau."
"Terima kasih banyak atas bantuan nona, harap kau suka
membawaku masuk ke dalam!"
"Setelah masuk ke dalam kuil nanti, harap kau jangan
mengusik para Nikoh."
"Apakah ada Nikoh yang berdiam di sini?"
"Ya, mereka adalah Nikoh yang menjalani pantangan berat,
jumlahnya mencapai tujuh puluhan orang."
Sementara berbicara, gadis itu sudah berjalan lebih dahulu
untuk menunjukkan jalan.
Sesudah memasuki pintu kuil, benar juga pada sisi pagar
bangunan itu nampak ada puluhan orang Nikoh sedang
menyirami bunga, menanam sayur dan membabat rumput.
Mereka langsung menuju ke ruang tengah.
Di depan patung Buddha di ruang tengah, nampak asap
dupa mengepul memenuhi angkasa, tiga orang Nikoh sedang
berdoa di situ dengan khidmat.
Gadis bermuka jelek itu langsung mengajak Bong Thiangak
menuju ke halaman lapis keempat.
Waktu itu dalam semua kamar di masing-masing halaman
telah diterangi cahaya lentera.
Gadis berwajah jelek itu membawa Bong Thian-gak menuju
ke depan sebuah rumah yang terpencil di tengah halaman.
Dari luar tampak sesosok bayangan orang sedang duduk di
tepi jendela. Bayangan tubuh seorang perempuan cantik dan
menarik, Bong Thian-gak seakan-akan pernah mengenalinya
di suatu tempat.
281 Pada saat itulah, gadis itu berkata dengan sikap hormat,
"Lapor majikan, Ko-siangkong telah tiba."
Dari dalam ruangan segera berkumandang suara merdu
dan lembut, "Silakan Siangkong masuk!"
"Siangkong, silakan masuk!" kata gadis itu.
Sekali pun Bong Thian-gak diliputi perasaan bingung dan
penuh curiga, namun terdorong rasa ingin tahunya yang
besar, ia segera beranjak memasuki ruangan itu.
Setibanya dalam ruangan dia mendongakkan kepala.
"Ah, kau!" Bong Thian-gak segera menjerit kaget.
Di bawah cahaya lentera yang terang-benderang, seraut
wajah yang cantik jelita muncul di hadapannya.
Waktu itu Jit-kaucu tidak menampilkan perasaan girang,
gusar maupun murung, dia hanya berkata hambar, "Suheng,
silakan duduk."
Dipanggil "Suheng" oleh gadis itu, Bong Thian-gak
merasakan suatu perasaan canggung. Tanpa mengucapkan
sepatah kata pun, dia lantas mengambil tempat duduk.
Pelan-pelan Jit-kaucu Thay-kun bangkit dan menuang
secawan air teh, kemudian disodorkan ke hadapan Bong
Thian-gak, katanya, "Silakan minum air teh!"
Memandang kesepuluh jari tangannya yang putih dan
ramping, tanpa terasa Bong Thian-gak menerima angsuran
cawan teh itu dengan cepat, namun tidak segera
meneguknya. Beberapa saat sesudah termenung, pemuda itu baru
berkata, "Jadi kau yang menulis surat itu?"
"Ya, aku yang menulis," Jit-kaucu Thay-kun mengangguk.
"Tindak-tandukmu sungguh membuat aku bingung dan
merasa tak habis mengerti."
282 Jit-kaucu menarik wajah, kemudian berkata, "Cong-kaucu
telah menurunkan perintah agar aku membinasakan dirimu."
"Cepat atau lambat perintah ini akan diturunkan juga!"
"Kau memang tolol," tegur Jit-kaucu dingin. "Memang kau
harus memperlihatkan kebolehanmu" Seandainya pada tiga
hari lalu kau tidak melukai komandan nomor dua pasukan
pengawal tanpa tanding, tak nanti Cong-kaucu memandang
serius dirimu."
Mendapat teguran itu, timbul perasaan aneh dalam hati
Bong Thian-gak, dia tidak bisa melukiskan bagaimana
perasaannya waktu itu, karenanya dia hanya menerima
teguran itu dengan mulut bungkam.
Kembali Jit-kaucu Thay-kun berkata, "Sembilan hari lagi,
Cong-kaucu akan datang sendiri ke kota Kay-hong ini."
"Kalau begitu sembilan hari lagi merupakan saat ajal
bagimu," kata Bong Thian-gak sambil tertawa dingin.
Paras muka Jit-kaucu Thay-kun lantas saja berubah hebat,
serunya tanpa terasa, "Apa maksud perkataanmu itu?"
"Setelah Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau memerintahkan kau
membunuh Ku-lo Hwesio dan aku, maka sasaran ketiga adalah
dirimu sendiri! Sesungguhnya kehadirannya di kota Kay-hong
tak lain adalah untuk membunuhmu!"
"Ku-lo Sinceng benar-benar telah meninggal dunia?"
Bong Thian-gak mengangguk.
"Ya, sudah meninggal dunia! Tapi dia bukan mati lantaran
terhajar oleh pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang."
"Ai, dunia persilatan telah kehilangan seorang tokoh yang
luar biasa," gumam Jit-kaucu sedih.
"Sumoay," bisik Bong Thian-gak lirih.
283 Dia hanya mampu menyebut itu saja, kemudian paras
mukanya berubah merah padam dan tak mampu berkata lebih
lanjut. Jit-kaucu sendiri paras mukanya mengunjuk suatu
perubahan sangat aneh mendengar panggilan "Sumoay" itu.
Sepasang mata mereka saling pandang tanpa berkedip ...
lama-lama ... lebih kurang sepeminunan teh kemudian Bong
Thian-gak baru melanjutkan kata-katanya, "Semua
perkataanku bukan cuma bualan belaka."
Jit-kaucu Thay-kun berkerut kening, lalu gumamnya,
"Dengan susah-payah Suhu mendidikku selama dua puluh
tahun lebih, entah berapa banyak pikiran dan tenaga yang
telah dikorbankan untukku, mungkinkah dia akan ...."
Bicara sampai di situ, mendadak gadis itu menghentikan
gumamannya dan tidak dilanjutkan.
Bong Thian-gak menghela napas sedih, ujarnya, "Dari dulu
hingga sekarang, banyak benggolan dunia persilatan yang
cuma mengutamakan keuntungan dan keberhasilan pribadi
mereka, seakan sudah kehilangan hati nurani, bahkan
terhadap anak kandung sendiri pun tega untuk di korbankan."
"Suhu mendidik dan membinaku justru karena ingin
mewujudkan cita-citanya menguasai dunia Kangouw, kenapa
dia harus melenyapkan aku?"
"Untuk mencapai ambisi gilanya, dia telah mengubah kau
dari seorang gadis biasa menjadi luar biasa, tujuannya tak lain
adalah untuk menjadikan kau sebagai alatnya dalam
menaklukkan dunia persilatan. Kini orang yang dia segani dan
takuti telah mati semua, maka dia pun tidak memerlukan alat
itu lagi, bila alat yang lihai ini dibiarkan hidup terus, hal itu
akan menimbulkan ketidak-tenangannya di masa-masa
mendatang."
"Mengapa bisa begitu?"
284 "Alasan yang terutama adalah karena ilmu Soh-li-jian-yangsin-
kang yang kau miliki justru merupakan tandingan
kepandaian silatnya."
Jit-kaucu Thay-kun berkerut kening, "Darimana kau tahu
Soh-li-jian-yang-sin-kang merupakan tandingan segenap
kepandaian sakti guruku" Apakah kau sudah mengetahui asalusul
Cong-kaucu?"
Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Ai ... aku
memang tidak jelas tentang asal-usul Cong-kaucu, namun
persoalan ini diketahui Ku-lo Sinceng sesaat sebelum dia
meninggal dunia."
Thay-kun tertawa dingin. "Begini cara sembilan partai besar
dari daratan Tionggoan mengadu domba kekuatan kami?"
ejeknya. Bong Thian-gak menarik muka dan berkata dengan wajah
serius, "Semua perkataan yang kuucapkan hari ini adalah
sejujurnya, kuucapkan dengan maksud dan tujuan baik."
Mendadak Jit-kaucu Thay-kun bertanya, "Apakah si jelek
telah menyampaikan sesuatu kepadamu?"
"Si jelek" Si jelek yang mana?"
"Gadis yang membawamu kemari itu."
Bong Thian-gak menggeleng.
"Tidak!"
"Mengapa kau tidak menyayangi keselamatan jiwamu
sendiri?" pelan-pelan Jit-kaucu Thay-kun bertanya.
"Dilahirkan saja sukar, siapa bilang aku tidak menyayangi
jiwaku?" "Sekarang Cong-kaucu sudah berhasrat melenyapkan kau
dari muka bumi, apa rencanamu untuk menghadapinya?"
"Melawan sampai titik darah penghabisan."
285 "Kau harus tahu, Put-gwa-cin-kau memiliki kekuatan luar
biasa, mengertikah kau akan hal ini?"
"Kecuali kau, aku yakin masih mampu menghadapi yang
lain." "Tampaknya kau menaruh kepercayaan yang kelewat besar
terhadap kemampuan ilmu silatmu?"
"Aku sudah pernah mengalahkan beberapa orang jago lihai
Put-gwa-cin-kau."
"Bagaimana menurut pendapatmu tentang ilmu silat
komandan nomor dua pasukan pengawal tanpa tanding itu?"
"Lihai sekali."
"Sampai dimanakah taraf kelihaianmu?"
Bong Thian-gak termenung beberapa saat, kemudian baru
berkata, "Jauh lebih lihai daripada Sam-kaucu, tapi aku yakin
masih bisa mengalahkan dia, bahkan sekalian mencabut
jiwanya." Jit-kaucu Thay-kun menghela napas sedih, "Ai, orang itu
merupakan salah seorang jago muda yang berhasil dididik
Cong-kaucu hanya dalam tujuh tahun. Dari tingkat ilmu silat
orang itu, tentunya kau bisa membayangkan bukan sampai
taraf macam apakah kepandaian silat Cong-kaucu!"
"Selain Cong-kaucu, ilmu silat Ji-kaucu (ketua kedua) serta
komandan nomor satu pasukan pengawal tanpa tanding juga
luar biasa hebatnya, sampai dimanakah kehebatan mereka
bahkan aku sendiri pun tak bisa menduganya secara tepat."
"Terutama Ji-kaucu, bukan saja ilmu silatnya sangat lihai,
dia pun memiliki berbagai ilmu hitam dan ilmu sesat lainnya
yang mengerikan. Dia menjabat sebagai Kunsu (juru pikir)
Put-gwa-cin-kau, semua rencana dan ide keluar dari benak
orang ini, aku benar-benar kuatir dia datang ke kota Kay-hong
ini." 286 Bong Thian-gak yang mendengar perkataan itu diam-diam
terperanjat, tapi rasa terkejut tidak diperlihatkan di mukanya.
"Dapatkah kau sebutkan nama mereka?" tanyanya
kemudian dengan suara lembut.
Paras muka Jit-kaucu Thay-kun bertambah berat, tegasnya
dengan nada dingin,"Sudah terlalu banyak rahasia yang
kuutarakan kepadamu."
"Terima kasih banyak, Sumoay!"
"Untuk menyelamatkan jiwamu, hari ini aku telah
menitahkan si jelek untuk membunuh anggota Put-gwa-cinkau.
Dengan matinya mereka, untuk sementara rahasia
pertemuan kita dapat dipertahankan, oleh sebab itu dalam
sembilan hari kau harus menghindarkan diri, kau harus
menghindari pengejaran dan usaha pembunuhan orang-orang
Put-gwa-cin-kau."
Bong Thian-gak menghela napas pelan.
"Sumoay, belakangan ini gara-gara aku, kau telah


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengkhianati Put-gwa-cin-kau, mengapa kau tidak
melepaskan jalan sesat untuk kembali ke jalan yang benar
saja?" Jit-kaucu Thay-kun menghela napas sedih, "Aku harus
menanti...." Sampai di situ dia berhenti dan tidak melanjutkan
kata-katanya. "Sumoay, apa yang sedang kau nantikan?"
"Aku tidak percaya Cong-kaucu adalah seorang yang tidak
berdarah dan berdaging, masakah dia sama sekali tak
berperasaan."
Mendengar perkataan itu, Bong Thian-gak jadi girang,
pikirnya, "Dari kata-katanya, bukankah terbukti dia sudah
punya perasaan tidak percaya terhadap Cong-kaucu .... Kalau
sekarang dia masih belum menantangnya secara langsung dan
terang-terangan, sesungguhnya kejadian ini pun merupakan
peristiwa yang lumrah. Bagaimana pun juga Cong-kaucu
287 adalah gurunya, penolong yang telah memelihara dan
mendidiknya hingga dewasa. Perasaan itu memang lebih
dalam daripada samudra dan mustahil bisa dilupakan orang
begitu saja. Oleh sebab itu kendati dia tahu pada akhirnya
Cong-kaucu hendak turun tangan keji kepadanya, tapi untuk
membuktikan hal ini terpaksa dia harus menanti sampai Congkaucu
benar-benar memperlihatkan wajah yang
sesungguhnya."
Kemudian Bong Thian-gak bertanya, "Apakah kuil Kengtim-
an ini merupakan salah satu markas besar Put-gwa-cinkau?"
Jit-kaucu Thay-kun menggeleng, "Put-gwa-cin-kau sama
sekali tidak tahu aku sedang berada di kuil Nikoh ini."
"Siapakah Hongtiang (ketua) kuil Keng-tim-an ini?"
"Suhunya si jelek."
"Mengapa si jelek menyebutmu sebagai majikan?"
Jit-kaucu Thay-kun mengangkat kepala dan memandang
sekejap ke arah Bong Thian-gak, kemudian dia tersenyum
sambil berkata, "Aku adalah majikan kuil Keng-tim-an ini,
termasuk Hongtiangnya, mereka memanggilku sebagai
majikan." "Aku tidak mengerti," kata Bong Thian-gak sambil
menggeleng kepala dengan perasaan tidak mengerti.
Jit-kaucu Thay-kun termenung sejenak, katanya, "Sekarang
masih belum waktunya, aku tak ingin membongkar rahasia ini
lebih dulu. Sebentar akan kuperkenalkan dirimu dengan Kengtim
Suthay, apabila kau menemui kesulitan di kemudian hari,
mereka akan membantumu."
Jit-kaucu Thay-kun segera bangkit, setelah mengangkat
kepala memandang cuaca, dia pun berbisik lirih, "Waktu sudah
tidak pagi, aku tak bisa berdiam lebih lama di sini."
288 Baru selesai dia berkata, mendadak dari luar ruangan
terdengar suara langkah kaki berkumandang datang,
menyusul terdengar seorang berkata dengan suara yang
lembut dan manis, "Lapor majikan, apakah akan bersantap di
sini?" Mendengar ucapan itu, Bong Thian-gak segera tahu orang
yang berada di luar sana adalah si nona muka jelek.
"Tidak usah," jawab Jit-kaucu Thay-kun dengan suara
merdu. "Aku akan segera pergi meninggalkan tempat ini, lebih
baik kau sediakan hidangan malam untuk Ko-siangkong saja."
Bong Thian-gak ikut bangkit, katanya, "Tidak usah, aku
harus buru-buru kembali."
Tidak menanti Bong Thian-gak berkata lebih jauh, Jit-kaucu
Thay-kun menukas, "Si jelek, apakah Keng-tim Suthay telah
menyelesaikan semedinya?"
"Ibu telah menyelesaikan sembahyang malamnya," jawab
nona itu dengan hormat, dia melangkah masuk ke dalam
ruangan dengan pelan.
"Jika begitu harap kau mengundangnya kemari," perintah
Jit-kaucu. "Baik!" sahut si nona.
Dia segera membalikkan badan dan berlalu dari ruangan
itu. Sepeninggal nona bermuka jelek, Jit-kaucu berkata kepada
Bong Thian-gak, "Suheng, tak ada salahnya kau bersantap
malam dulu di sini sebelum pergi, kau pun perlu berbincangbincang
dengan Keng-tim Sulhay dan si jelek agar kedua belah
pihak saling kenal lebih mendalam."
Sesungguhnya Bong Thian-gak memang menaruh perasaan
bingung, curiga dan ingin tahu terhadap kuil Keng-tim-an.
289 Dalam hati pemuda itu bersedia tetap tinggal di situ
melakukan penyelidikan.
Selang beberapa saat kemudian dari luar ruangan
terdengar lagi ?nara langkah kaki manusia, dengan cepat
muncul bayangan orang dari luar ruangan.
Tampak seorang Nikoh setengah umur yang mengenakan
jubah panjang berwarna abu-abu, membawa tasbih di tangan,
berdiri di depan pintu, di belakangnya mengikut si nona
bermuka jelek itu.
Dengan sorot mata tajam Nikoh setengah umur itu
memandang sekejap wajah Bong Thian-gak, kemudian dia
merangkap tangan dan memberi hormat kepada Jit-kaucu
Thay-kun. "Pinni sedang bersemedi dalam ruangan hingga tak
mengetahui kedatangan majikan di sini, bilamana tak
menyambut kedatanganmu harap majikan sudi memaafkan."
Sekarang Bong Thian-gak baru sempat melihat wajah Nikoh
setengah umur itu, mukanya bulat dengan kulit putih bersih,
panca indranya sempurna dan memancarkan keanggunan.
Menyaksikan hal itu, tanpa terasa dia berpikir, "Mungkinkah
dia adalah ibu si jelek?"
Lalu ia memperkenalkan diri, "Namaku Ko Hong, harap
Suthay sudi banyak memberi petunjuk."
Jit-kaucu Thay-kun menuding ke arah Nikoh setengah umur
itu sembari berkata, "Dia adalah Hongtiang kuil ini, Keng-tim
Suthay, sedang ini adalah Ko-siauhiap."
Keng-tim Suthay tersenyum dan manggut-manggut,
katanya, "Ko-siauhiap, belakangan ini nama besarmu
menggetarkan dunia persilatan, sudah lama Pinni mendengar
nama besarmu."
290 "Ah, aku hanya seorang pemuda yang baru terjun ke dunia
persilatan, Suthay terlampau memuji!"
"Keng-tim Suthay," kata Jit-kaucu pula, "harap kalian
menemani Ko-siangkong berbincang-bincang, bilamana
Siangkong membutuhkan bantuan kalian di kemudian hari,
harap kalian suka membantu sepenuh tenaga. Maaf, aku
harus segera pergi."
"Apakah majikan masih akan meninggalkan pesan lain?"
"Sembilan hari lagi, bila aku belum kembali di kuil Kengtim-
an ini, kau boleh menyampaikan semua petunjuk itu
kepada Siangkong."
Selesai berkata ia segera berkelebat dan tanpa
menimbulkan sedikit suara pun berlalu dari situ.
Menyaksikan ilmu meringankan tubuh Jit-kaucu Thay-kun
ya begitu sempurna, diam-diam Bong Thian-gak berpikir,
"Kepandai silatnya benar-benar sudah mencapai puncak
kesempurnaan."
Sementara dia masih termenung, Keng-tim Suthay berkata
dengan suara lembut, "Siangkong, harap minum air teh."
Sembari berkata, nona bermuka jelek dan Keng-tim Suthay
masing-masing mengambil tempat duduk, kemudian
memenuhi cawan Bong Thian-gak dengan air teh baru.
Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Suthay, ucapannya sebelum pergi tadi sungguh membuat
hati orang merasa kuatir."
Keng-tim Suthay tersenyum, "Ko-sicu tak usah murung.
Segala sesuatunya telah diatur oleh takdir."
"Suthay, aku mempunyai beberapa persoalan yang tak
kupahami, bersediakah kau memberi petunjuk?" tanya Bong
Thian-gak kemudian dengan kening berkerut.
291 Keng-tim Suthay tertawa, "Majikan telah berpesan, oleh
karena saatnya belum tiba, kurang baik untuk membongkar
rahasia itu. Maaf apabila Pinni tak bisa banyak membantumu."
Mendengar ucapan itu, kembali Bong Thian-gak berpikir,
"Kalau dilihat dari kemampuan si nona bermuka jelek dalam
melakukan pembunuhan atas kedua belas orang anggota Kaypang
itu, sudah dapat diketahui dia adalah seorang jago lihai
yang berilmu tinggi, sedangkan Keng-tim Suthay juga bermata
amat tajam, tampaknya kesempurnaan tenaga dalamnya telah
mencapai puncak kesempurnaan. Dengan bekal kepandaian
ilmu silat yang begitu tinggi, nyatanya sikap mereka terhadap
Jit-kaucu Thay-kun begitu hormat, sesungguhnya hubungan
apakah yang terjalin di antara mereka bertiga?"
Sementara dia termenung memikirkan persoalan itu,
mendadak tampak paras muka Keng-tim Suthay berubah
hebat, kemudian tanyanya dengan lirih, "Siangkong, apakah
kau datang bersama sahabatmu?"
Mendengar ucapan itu, Bong Thian-gak segera pasang
telinga baik-baik, segera ia tahu di atas atap rumah telah
kedatangan dua orang pejalan malam.
Bong Thian-gak agak kuatir kalau mereka adalah anggota
gedung Ilu-lim Bengcu, siapa tahu mereka tidak tega
membiarkan dia pergi seorang diri, maka secara diam-diam
mengutus orang menguntit.
Maka untuk beberapa saat dia tidak mampu menjawab
pertanyaan Keng-tim Suthay.
Sementara itu Keng-tim Suthay sudah membentak dengan
suara dalam, "Sicu darimanakah yang telah mengganggu
ketenangan kami" Mengapa tidak segera turun?"
"Hehehe," suara tawa menyeramkan berkumandang
memecah keheningan malam.
292 Kemudian "Sret", di tengah halaman telah bertambah
dengan dua sosok manusia.
Dengan suatu lompatan kilat, Bong Thian-gak menyusup
keluar melalui jendela, sementara Keng-tim Suthay dan nona
bermuka jelek itu pun telah keluar ruangan.
Di bawah cahaya lentera yang memancar keluar dari dalam
ruangan, tampak dua orang aneh berbaju putih telah berdiri di
tengah halaman, jubah putih mereka diberi beberapa
tambalan dari kain kuning.
Begitu melihat siapa gerangan dua orang tamu tak
diundang itu, diam-diam Bong Thian-gak mengeluh dalam
hati, "Aduh celaka! Rupanya anggota Kay-pang yang telah
kemari." Sementara itu si nona bermuka jelek pun mengeluh dalam
hati. Dalam pada itu Keng-tim Suthay telah merangkap tangan di
depan dada sambil menegur, "Omitohud, apakah Sicu berdua
adalah anggota Kay-pang?"
Kedua orang lelaki berbaju putih itu berusia empat puluh
tahunan, orang di sebelah kiri berperawakan tinggi kekar,
memelihara jenggot pendek. Sedangkan orang di sebelah
kanan berwajah bersih tapi mencorong tajam sinar matanya,
jelas dia lebih cekatan dan hebat.
Sejak menampakkan diri di situ, mereka berdua dengan
tajam mengawasi nona bermuka jelek dan Bong Thian-gak
tanpa berkedip, wajah mereka dihiasi hawa amarah yang amat
tebal. Mendadak terdengar lelaki berwajah bersih menyahut
sambil tertawa dingin, "Benar, kami berdua adalah Hiangcu
ruang hukuman Kay-pang."
Dari mimik wajah mereka yang kurang cerah, Keng-tim
Suthay tahu kedatangan mereka disebabkan suatu persoalan,
293 dia merangkap tangan kembali, tanyanya, "Entah ada urusan
apa Hiangcu berdua berkunjung ke kuil kami?"
"Hm, tanyakan kepadanya bila ingin tahu," seru lelaki
bermuka bersih sambil menunjuk ke arah nona bermuka jelek
itu. Keng-tim Suthay berpaling dan memandang sekejap ke
arah nona bermuka jelek itu, tanyanya pula, "Si jelek, apa
yang telah kau lakukan sehingga membuat marah mereka
berdua" Ayo cepat minta maaf kepada kedua Sicu ini!"
"Minta maaf?" jengek lelaki bertubuh kekar itu ketus. "Hm,
tak segampang itu urusan bisa dibikin selesai."
"Ibu, aku telah membunuh dua belas orang mereka," bisik
nona bermuka jelek itu lirih.
Setelah mengetahui duduk persoalannya, Keng-tim Suthay
baru menyadari betapa gawatnya persoalan itu, dengan suara
dalam dia lantas menegur, "Si jelek, mengapa kau melakukan
perbuatan tolol itu?"
Bong Thian-gak tahu semua kesulitan itu gara-garanya,
coba kalau dia memberi kesempatan nona bermuka jelek itu
menghabisi nyawa pengemis terakhir tadi, sudah pasti tak
akan terjadi kesulitan seperti ini.
Kay-pang merupakan perkumpulan terbesar yang
mempunyai kekuasaan paling luas dalam Bu-lim, jago-jago
lihainya banyak, tak bisa dihitung, cara kerja mereka pun
antara sesat dan lurus, baik golongan putih maupun hitam
biasanya suka mengalah terhadap masalah-masalah yang
melibatkan pihak kaum pengemis.
Menghadapi situasi saat ini mau tak mau Bong Thian-gak
harus memutar otak mencari akal.
Mendadak terdengar lelaki berwajah bersih itu berkata
dengan suara dingin, "Hutang uang bayar uang hutang nyawa
294 harus dibayar nyawa, kami akan pergi dari sini bila
pembunuhnya telah diserahkan!"
Tiba-tiba Bong Thian-gak maju sembari menjura, kemudian
katanya, "Saudara berdua, peristiwa terbunuhnya beberapa
orang anggota perkumpulan kalian di tangan nona ini, di
kemudian hari aku pasti akan berkunjung sendiri ke markas
besar kalian di Sucwan untuk memberikan keadilan kepada
kalian. Bagaimana kalau kalian berdua menyudahi persoalan
sampai di sini dulu?"
Lelaki berwajah bersih itu tertawa dingin.
"Siapa namamu" Apakah dengan bekal beberapa katakatamu
itu kami harus menghabisi dendam kesumat sedalam
lautan begitu saja?"


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku she Ko bernama Hong. Harap kau sudi memberi
petunjuk," kata Bong Thian-gak menahan sabar.
Nama "Ko Hong" ini sudah berubah menjadi nama yang
amat termasyhur dalam Bu-lim dewasa ini, paras muka kedua
orang Hiangcu Kay-pang itu segera berubah hebat.
"Bagus!" seru lelaki bertubuh kekar sambil tertawa
tergelak, "Ji-siauya partai kami Giok-bin-giam-lo (Raja akhirat
berwajah pualam) To Siau-hou pernah menyinggung nama
besarmu setelah sadar dari pingsannya tempo hari, katanya
bila ingin mengetahui Put-gwa-cin-kau paling baik menemukan
dirimu. Hari ini kau harus mengikuti kami pergi
dari sini."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Sebetulnya aku bersedia mengikuti kalian pergi dari sini,
sayang aku masih ada urusan penting lainnya yang harus
segera diselesaikan, hingga...."
295 "Kuanjurkan kepada saudara, lebih baik jangan mengikat
tali permusuhan dengan Kay-pang!" bentak lelaki kekar itu
dengan wajah membesi.
Tiba-tiba saja paras muka Bong Thian-gak berubah pula,
dingin seperti es, ucapnya ketus, "Kalian tak akan mampu
menyelesaikan persoalan ini secara baik-baik, kuanjurkan
kepada kalian lebih baik cepat pulang saja, tak usah mencari
penyakit buat diri sendiri."
Beberapa patah kata itu kontan membuat kedua orang
Hiangcu itu naik darah.
Kedudukan Hiangcu dalam Kay-pang hanya sedikit di
bawah Tongcu, merupakan orang ketiga yang berkuasa dalam
perkumpulan, apalagi mereka adalah Hiangcu ruang hukuman,
kekuasaan maupun kedudukannya tinggi sekali.
Lelaki berwajah bersih itu tertawa seram.
"Hehehe, mendengar perkataanmu itu, kami jadi tak tahu
diri dan ingin sekali mengetahui apa yang menjadi modalmu
hingga berani bersikap jumawa!"
Si nona bermuka jelek yang selama ini hanya diam saja,
mendadak berkata, "Bukankah kalian berdua ingin
mengajakku pergi" Baiklah, aku bersedia pergi bersama
kalian." Si jelek berpaling ke arah Keng-tim Suthay, kemudian
berkati pelan, "Ibu, siapa membunuh orang, dia harus
membayar dengan nyawa pula, putrimu merasa sudah
sepantasnya mengikuti mereka untuk menerima hukuman,
harap kau orang tua jangan kuatir."
Kemudian sambil berpaling ke arah kedua orang itu, dia
berkata lagi, "Semua perbuatan itu merupakan tanggungjawabku,
mari kita pergi!"
296 Bong Thian-gak yang menyaksikan kejadian itu punya
firasat permainan apakah yang hendak dilakukan gadis
bermuka jelek itu.
Namun berhubung perkembangan peristiwa itu telah
mencapai keadaan seperti ini, tentu saja dia tak dapat
menghalangi niatnya lagi.
Dalam hati dia hanya bisa berdoa secara diam-diam,
"Semoga Thian mengampuni dosa-dosanya!"
Begitulah dua orang Hiangcu dari Kay-pang segera
membawa nona bermuka jelek itu berlalu dari situ.
Memandang bayangan punggung mereka lenyap dari
pandangan, Keng-tim Suthay menghela napas sedih, katanya,
"Dosa! Dosa! Dendam berdarah ini makin lama semakin
mendalam, tampaknya ikatan permusuhan ini tak bakal
berakhir untuk selamanya."
"Semoga saja sejak kini hilang semua bukti-bukti nyata,
kalau tidak, entah bagaimana akhirnya nanti?"
"Omitohud," bisik Keng-tim Suthay pelan, "Ko-siangkong,
silakan duduk di dalam."
Bong Thian-gak dan Keng-tim Suthay masuk dan duduk di
ruang dalam. Saat itulah Keng-tim Suthay berkata, "Siangkong, apakah
kau telah menyaksikan pertarungan itu?"
Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Menjelang
senja tadi, putrimu dikejar oleh tiga belas jago Kay-pang ...."
Secara ringkas Bong Thian-gak menceritakan bagaimana
peristiwa pembunuhan itu terjadi.
Begitu selesai mendengar penuturan itu, Keng-tim Suthay
menghela napas panjang dan berkata, "Ai, perbuatan yang
dilakukan si jelek memang tugas yang dibebankan majikan
kepada kami menyangkut keselamatan seluruh umat
297 persilatan, apabila rahasia itu sampai dibocorkan anggota Kaypang,
bukan saja keselamatan jiwa majikan kami terancam
bahaya, bahkan akan menyangkut keselamatan jiwa puluhan
orang lainnya."
Bong Thian-gak terperanjat mendengar perkataan itu,
katanya, "Apa maksud perkataanmu itu?"
"Di kemudian hari Siangkong bakal tahu dengan sendirinya,
ai! Kekuatan Put-gwa-cin-kau saat ini mengancam
keselamatan umat persilatan, kekuatan sembilan partai besar
dunia persilatan pun sudah dipaksa musuh hingga berada
dalam posisi tak mampu melawan lagi."
Keng-tim Suthay berhenti sejenak, lanjutnya pula, "Untuk
menyelamatkan dunia persilatan dari berbagai pembunuhan
itu, Put-gwa-cin-kau harus ditumpas sampai ke akar-akarnya
dan untuk itu tampaknya hanya ...."
Berkata sampai di sini Keng-tim Suthay menutup mulut.
Makin mendengar Bong Thian-gak makin memahami akan
suatu rahasia besar dunia persilatan, lekas dia bertanya,
"Hanya apa" Mengapa Suthay tidak melanjutkan perkataanmu
dengan terus-terang?"
Keng-tim Suthay memandang sekejap ke arah Bong Thiangak,
lalu ujarnya, "Siangkong adalah orang pandai, tentunya
telah menduga garis besar duduknya persoalan bukan" Yang
jelas sembilan hari lagi di Bu-lim akan muncul suatu organisasi
baru yang berkekuatan besar."
"Ah! Mengapa aku belum mendengar persoalan ini," seru
Bong Thian-gak dengan terperanjat. "Siapa yang memimpin
perkumpulan baru ini" Apakah dia?"
Pada saat itulah dalam ruangan telah berjalan masuk si
nona bermuka jelek itu, hanya kali ini dia muncul dengan
pakaian bernoda darah dan peluh membasahi jidat.
298 Bong Thian-gak maupun Keng-tim Suthay tahu apa yang
telah diperbuat nona itu, kendatipun demikian dia tak tahan
untuk tidak bertanya, "Nona, bagaimana caramu menghukum
mereka?" "Membantainya sampai mampus!" sahut nona itu dengan
hambar. Bong Thian-gak berkerut kening dan bergumam, "Korban
yang mengenaskan nasibnya."
"Bila kita tidak melenyapkan mereka, pihak Kay-pang pasti
akan mencari balas tiada hentinya."
"Apa sebabnya nona tak menyembunyikan diri sementara
waktu" "Si jelek, perkataan Ko-siangkong memang benar," sahut
Keng-tim Suthay. "Untuk sementara waktu kau bersembunyi
saja dalam kuil sembari menunggu petunjuk selanjutnya dari
majikan." Bong Thian-gak segera bangkit, kepada Keng-tim Suthay ia
berkata, "Aku tak bisa berdiam lebih lama lagi di sini, untuk
sementara waktu mohon diri dahulu, tapi sebelum pergi
bolehkah aku bertanya kepada Suthay, apakah kau
mengetahui tempat tinggal majikan kalian?"
"Majikan pernah memberitahu kepada Pinni bahwa Putgwa-
cin-kau telah menurunkan perintah untuk membunuh
Siangkong. Kini Siangkong menanyakan tempat kediaman
majikan, apakah kau hendak mengantar diri ke mulut
harimau?" Paras muka Bong Thian-gak berubah serius, katanya
dengan nada sungguh-sungguh, "Kini keselamatan jiwanya
berada dalam bahaya, bagaimana pun juga aku harus
melindunginya secara diam-diam."
299 "Majikan telah dilindungi keselamatan jiwanya oleh empat
orang jago lihai, aku pikir keselamatan jiwanya tidak
terlampau berbahaya."
"Tapi lebih banyak yang melindunginya lebih baik"
Kehadiranku hanya akan mendatangkan keuntungan saja
baginya?" "Tapi jika sampai terjadi mengusik rumput mengejutkan
ular, bagaimana?"
Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Ai, aku
mendapat perintah melindungi keselamatan jiwanya,
bagaimana pun juga aku harus berupaya dengan segala
kemampuanku untuk melaksanakan tugasku sebaik-baiknya,
andai aku harus mencari secara membuta, tindakan itu
malahan akan mengusik rumput mengejutkan ular dan
mempengaruhi situasi."
"Omitohud, tak nyana ketajaman lidah Siangkong tidak
berada di bawah kepandaian ilmu silatmu," kata Keng-tim
Suthay kewalahan.
bong Thian-gak tersenyum.
"Sungkan! Sungkan, harap Suthay utarakan dengan cepat!"
"Kantor cabang Put-gwa-cin-kau didirikan di kota Kay-hong,
berada dalam sebuah kampung petani kecil, lebih kurang tiga
puluh li di luar kota sebelah utara, kepala kampung tempat itu
pun anggota Put-gwa t in-kau, apabila Siangkong ingin
menyelundup ke dalam dusun itu, aku rasa hal ini jauh lebih
sulit daripada mendaki langit."
"Terima kasih banyak atas petunjuk Suthay, sekali pun
harus mendaki bukit golok atau menembus sarang naga gua
harimau, aku akan tetap berupaya menyusup ke sana."
Kembali Keng-tim Suthay menghela napas panjang.
300 "Ai, baiklah kalau Siangkong berkeras kepala, tampaknya
Pinni harus menanggung resiko bakal ditegur majikan."
Sembari berkata, dari sakunya Keng-tim Suthay
mengeluarkan sebatang panah pendek tanpa bulu.
Panah itu panjangnya cuma tiga inci dengan kepala panah
terbuat dari emas murni, sementara batang panah berwarna
hitam, agaknya terbuat dari kayu besi.
Di atas panah itu tertera banyak ukiran, hanya tidak
diketahui ukiran apakah itu.
Sambil memegang panah kecil tak berbulu itu, Keng-tim
Suthay berkata, "Panah kecil ini merupakan lencana Put-gwakim-
ciam-leng dari Put-gwa-cin-kau, lencana itu
melambangkan Cong-kaucu. Di dalam Put-gwa-cin-kau, orang
yang mempunyai lencana panah emas ini pun hanya Ji-kaucu
sampai Kiu-kaucu ditambah tiga orang komandan pasukan
pengawal tanpa tanding."
Setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh, "Aku
harap lencana emas ini kau simpan dengan sebaik-baiknya!"
Setelah menerima anak panah kecil itu, Bong Thian-gak
berkata, "Apakah anak panah emas ini milik majikanmu?"
Keng-tim Suthay menggeleng,
"Bukan!" sahutnya sambil tertawa.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak pemuda itu,
katanya kemudian, "Kalau begitu, Suthay juga ...."
"Ya, dulu Pinni memang anggota Put-gwa-cin-kau, tapi
sekarang bukan."
"Bolehkah aku tahu apa kedudukan Suthay dalam
perkumpulan tempo hari?"
301 "Pinni adalah seorang di antara tiga komandan pasukan
pengawal tanpa tanding, ai! Kejadian sedih di masa lampau
tak usah dibicarakan lagi."
Dalam diamnya Bong Thian-gak mengangguk, pikirnya
pula, "Sungguh tak kusangka dia pun salah seorang anggota Putgwa-
cin-kau, tampaknya pada waktu yang lampau dia
mengalami suatu peristiwa yang amat memedihkan hatinya."
Berpikir sampai di situ, anak muda itu segera bertanya,
"Tolong tanya Suthay, bagaimana caraku mempergunakan
anak panah emas ini?"
"Kecuali terhadap dua belas orang pentolan Put-gwa-cinkau,
terhadap anggota perkumpulan yang lain kau boleh
menggunakan lencana panah emas ini dan memberikan
perintah kepada mereka."
"Dengan membawa lencana ini kau bisa masuk keluar di
dalam perkampungan itu dengan leluasa."
"Terima kasih banyak, Suthay!"
Untuk kesekian kalinya Keng-tim Suthay memberi
peringatan, "Ingat baik-baik, kedua belas pentolan Put-gwacin-
kau itu saling mengenal wajah masing-masing, kau tak
boleh membiarkan mereka tahu lencana panah emas ini!"
Bong Thian-gak manggut-manggut.
"Aku pasti mempergunakannya dengan hati-hati,"
sahutnya. Keng-tim Suthay mengangkat kepala dan termenung
beberapa saat, kemudian berkata, "Harap Siangkong suka
memperhatikan baik-baik, terutama terhadap Ji-kaucu, orang
ini licik, berbahaya, kejam dan penuh dengan tipu daya, selain
matanya tajam, dia pun gampang menaruh curiga terhadap
seseorang, boleh dibilang dia merupakan manusia paling
302 berbahaya di dunia ini, dengarkan baik-baik, Pinni akan
mencoba melukiskan raut wajah orang itu."
"Suthay begitu menaruh perhatian kepadaku, sungguh
membuat aku merasa berterima kasih sekali."
Keng-tim Suthay tersenyum.
"Di kemudian hari kita akan menjadi rekan seperjuangan
dalam Bu-lim, harap Siangkong tak usah sungkan-sungkan
lagi." Setelah berhenti sejenak, sambungnya pula, "Ji-kaucu
berusia lima puluh tahun, tapi dipandang dari luar, usianya
seperti jauh lebih muda, berdandan seorang sastrawan dan
gemar memakai jubah warna hijau, potongan badannya tinggi
gagah seperti potongan seorang dewa. Yang menjadi ciri khas
darinya, ia mempunyai sebuah tahi lalat berwarna hitam pada
ekor alis mata sebelah kirinya, dia pun suka menggembol


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedang tembaga hijau di pinggangnya."
"Dandanan semacam ini tidak sukar untuk dikenal," kata
Bong Thian-gak.
"Tentang ilmu silat Ji-kaucu ini, kepandaian silatnya yang
lihai adalah ilmu beracun yang membunuh orang tak nampak
darah, bila bertemu dengannya, lebih baik jangan berdiri
bertentangan dengan arah datangnya angin."
"Majikan kalian pernah menyinggung pula tentang
berbahayanya Ji-kaucu ini, aku pasti akan bertindak menurut
keadaan. Beruntung sekali aku telah bertemu dengan Suthay
hari ini sehingga banyak rahasia Put-gwa-cin-kau yang
berhasil kuketahui, umat persilatan pasti akan berterima kasih
atas petunjuk Suthay ini."
"Aku minta kau jangan memberitahukan apa yang kita
bicarakan hari ini kepada orang lain, tentunya Siangkong
dapat menjaga rahasia secara baik-baik bukan?"
"Mengapa?"'
303 "Ada satu hal mesti kau tahu, dalam gedung Bu-lim Bengcu
terdapat mata-mata yang mendekam di situ, bahkan orangorang
Put-gwa-cin-kau menganggap Pinni sudah meninggal
dunia sejak belasan tahun berselang. Apabila rahasia ini
sampai terbongkar, sudah pasti pihak Put-gwa-cin-kau akan
turun tangan membekuk semua jago, hal ini dapat
mempengaruhi berpuluh-puluh jiwa jago berilmu tinggi."
Bong Thian-gak termenung beberapa saat lamanya, setelah
itu katanya, "Hingga sekarang di dalam gedung Bu-lim Bengcu
masih terdapat seorang mata-mata yang mendekam di situ,
konon adalah Cap-go-kaucu. Apakah Suthay mengetahui asalusul
Cap-go-kaucu ini?"
"Sudah belasan tahun Pinni tak pernah mencampuri urusan
perkumpulan, rahasia semacam itu hanya diketahui majikanku
saja." "Persoalan ini tak mungkin bisa ditunda-tunda lagi, aku
ingin mohon diri sekarang juga."
"Apakah Siangkong tidak bersantap dulu" Bersantaplah
sebelum pergi!"
"Terima kasih banyak, sampai bertemu lagi di lain
kesempatan." Selesai berkata, dengan cepat pemuda ini
berangkat meninggalkan kuil Nikoh itu.
Setelah keluar dari kuil, Bong Thian-gak menentukan arah
tujuannya, kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya buru-buru berangkat kembali ke gedung Bu-lim
Bengcu. Sementara Ho Put-ciang sekalian sudah menunggu di
halaman tengah, mereka sedang menanti dengan perasaan
sangat gelisah.
Orang-orang itu menjadi amat gembira setelah
menyaksikan Bong Thian-gak muncul kembali dalam keadaan
selamat. 304 Pendekar sastrawan dari Im-ciu Thia Leng-juan segera
bertanya, "Ko-heng, apakah menemukan sesuatu
perkembangan baru?"
Bong Thian-gak tersenyum.
"Ya, tidak sia-sia perjalananku kali ini."
"Apa yang berhasil Ko-siauhiap temukan" Apakah kau
dapat memberitahukan?"
Dengan cepat Bong Thian-gak menggeleng.
"Aku telah berjanji kepada orang lain untuk tidak
membocorkan rahasia itu, harap saudara sekalian sudi
memaafkan, cuma kalian pun tak akan menanti terlalu lama."
"Sembilan hari lagi segala sesuatunya akan menjadi
terang." "Sebagai anggota persilatan, janji memang harus ditepati,
kalau begitu Ko-siauhiap tak usah mempersoalkan itu."
"Sembilan hari lagi, dunia persilatan akan mengalami suatu
perubahan yang amat pesat, sekarang aku harus
melaksanakan tugas pertama yang dibebankan Ku-lo Sinceng
sebelum ajal, yaitu melindungi keselamatan Jit-kaucu."
"Apakah kau telah berhasil menemukannya?"
"Ya, aku telah berhasil menemukan jejaknya!"
"Jadi orang-orang Put-gwa-cin-kau belum meninggalkan
kota Kay-yang?" tiba-tiba Thia Leng-juan berkata.
"Oya, hampir saja aku lupa memberi keterangan kepada
kalian, dalam sembilan hari ini, pihak Put-gwa-cin-kau akan
mendatangkan semua jago intinya ke kota Kay-hong, mungkin
pertempuran akan segera berlangsung, kita harus bersiap
menghadapi setiap perubahan."
"Ji-kaucu Put-gwa-cin-kau pandai dalam ilmu beracun dan
membunuh orang tanpa wujud, kita harus berhati-hati
305 terhadap orang Ini, jangan sampai dia berhasil menyelundup
ke dalam gedung Bu-lim Bengcu dan meracuni kita semua. Ciri
muka Ji-kaucu adalah...:
Secara ringkas Bong Thian-gak melukiskan raut wajah
maupun ciri khas Ji-kaucu Put-gwa-cin-kau ini kepada para
jago. Setelah para jago dalam gedung Bu-lim Bengcu mendapat
berita itu dari mulut Bong Thian-gak, mereka mulai melakukan
persiapan menghadapi setiap perubahan yang bakal terjadi.
Sementara itu Bong Thian-gak sendiri sudah meninggalkan
gedung Bu-lim Bengcu berangkat ke tempat tujuan.
0oo0 Sebelah utara kota Kay-hong merupakan sebuah padang
rumput, luasnya mencapai puluhan li, dengan mengerahkan
ilmu meringankan tubuh Bong Thian-gak melesat ke depan
dengan kecepatan luar biasa.
Kurang lebih setengah jam kemudian dia sudah menempuh
perjalanan dua puluh li.
Diam-diam Bong Thian-gak berpikir, "Menurut keterangan
Keng-tim Suthay, perkampungan itu terletak tiga puluh li di
sebelah utara kota ini, berarti aku sudah makin mendekati
sasaran." Berpikir demikian, dia lantas mempertinggi kewaspadaan
dan melanjutkan perjalanan ke depan.
Padang rumput yang liar kini telah menjadi sawah yang
berpetak-petak, luasnya mencapai puluhan li.
Bong Thian-gak harus berjalan menelusuri jalan yang diapit
ole hektaran sawah yang tiada batasnya, akhirnya dia
menangkap titik-titi cahaya lampu di kejauhan sana.
Rupanya dia telah mendekati sebuah perkampungan deng
bangunan yang berlapis-lapis.
306 Sekeliling perkampungan itu dipagari dinding kayu besar ya
amat tinggi, sepintas keadaan mirip sebuah benteng yang
kokoh. Bong Thian-gak segera memperlambat gerak tubuhnya,
bebera kali lompatan saja dia sudah mencapai bawah dinding
sebelah barat. Setelah mendongakkan kepala dan memperhatikan
sekej keadaan sekeliling tempat itu, tanpa menimbulkan
sedikit suara pun menyelinap ke balik pagar yang tingginya
mencapai satu depa lebih.
Mendadak segulung bayangan hitam dengan membawa
bau busuk menerkam datang dengan kecepatan luar biasa,
Bong Thian-gak sangat terkejut, dengan cepat dia memutar
tubuh seperti gangsingan dan menyelinap, menanti dia
membalikkan badan, pemuda itu terperanjat.
Rupanya di hadapannya mendekam seekor serigala yang
besarnya seperti anak kerbau, bulunya yang putih dengan
sepasang mata berwarna hijavi sedang melotot gusarnya ke
arahnya, dilihat dari gayanya, dia sedang bersiap melancarkan
tubrukan kedua.
Selama hidup belum pernah Bong Thian-gak menyaksikan
serigala sebesar itu, hatinya kontan bergidik, cepat dia
memutar otak mencari suatu akal, pikirnya, "Kalau aku
melarikan diri, pasti serigala itu akan menggonggong,
sebaliknya kalau tidak pergi, bisa jadi serigala-serigala lain
akan berdatangan dan semakin memusingkan kepala."
Baru saja ingatan itu melintas, serigala itu sudah
menerjang datang lagi bagai segulung angin puyuh yang
menderu-deru. Bong Thian-gak menghindar, dia hanya sedikit menggeser
bahu kirinya, lalu tangan kiri disodokkan ke atas, secara telak
307 mencengkeram serigala itu, menyusul telapak tangan kanan
diayunkan ke bawah melancarkan sebuah bacokan maut.
Ilmu silat Bong Thian-gak telah mencapai puncak
kesempurnaan, cengkeraman ini dilakukan setajam bacokan
pedang atau golok.
Seketika itu juga tulang leher serigala itu terbabat putus,
apalagi ditambah bacokan telapak tangan kanannya, tak
sempat bersuara lagi mampuslah serigala besar itu.
Selesai membinasakan serigala itu, Bong Thian-gak segera
membuang bangkai serigala itu ke tengah sawah, kemudian
melompat melewati tembok pekarangan, tanpa berhenti dia
meluncur naik ke atas atap rumah.
Malam itu tak berbulan, hanya bintang bertaburan di
angkasa membiaskan cahaya redup, namun bagi Bong Thiangak
yang bertenaga dalam sempurna, ia dapat menyaksikan
pemandangan yang berada setengah li di sekeliling tempat itu.
Sambil mendekam di atas atap rumah Bong Thian-gak
mencoba mengamati keadaan sekeliling sana.
Rupanya tempat itu merupakan sebuah perkampungan
yang terdiri dari dua ratus orang kepala keluarga, kebanyakan
merupakan rumah petani yang sederhana, hanya di sudut
utara sana berdiri kokoh sebuah gedung yang sangat besar.
Satu-satunya keistimewaan dusun ini adalah setiap
rumahnya teratur rapi dan bersih dengan jalan raya yang
lebar, di tepi jalan tertanam pepohonan yang rindang, betulbetul
sebuah perkampungan yang sangat nyaman.
Mendadak Bong Thian-gak menyaksikan dari jalan raya
dalam perkampungan bermunculan kawanan serigala
melakukan perondaan kian-kemari, tampaknya serigalaserigala
itu memang sengaja disebar di setiap sudut
perkampungan sebagai penjaga.
308 Terkesiap Bong Thian-gak menyaksikan kejadian itu, diamdiam
pikirnya, "Tak heran perkampungan petani ini tanpa
seorang pun, rupanya mereka menggunakan serigala untuk
melakukan perondaan malam."
Hampir saja Bong Thian-gak kehabisan daya setelah
menyaksikan begitu banyak anjing serigala yang berkeliaran di
sana, dia tak tahu dengan cara bagaimana dirinya harus
menyelundup ke perkampungan petani itu.
Waktu itu baru menjelang malam, namun perkampungan
petani yang amat luas itu tak nampak seorang pun yang
berlalu-lalang, dari dua ratus kepala keluarga yang berdiam di
situ, hanya beberapa rumah saja yang memancarkan cahaya.
Kembali Bong Thian-gak berpikir, "Kepala perkampungan
tani ini mungkin berdiam dalam gedung yang megah itu, bila
Jit-kaucu Thay-kun berada dalam perkampungan ini sudah
pasti dia berada di dalam situ."
Berpikir demikian, dengan berhati-hati Bong Thian-gak
melompat ke atas atap rumah dan bergerak menuju ke arah
gedung megah di sebelah timur laut dengan gerakan hati-hati
sekali. Dia tahu betapa tajam daya penciuman serta pendengaran
serigala-serigala itu, tubuhnya bergerak seperti burung walet
dan secepat sambaran kilat meluncur ke muka tanpa
menimbulkan sedikit suara pun.
Akhirnya dia berhasil melewati pengawasan kawanan
serigala itu dan melayang turun di atas sebatang pohon Pekyang
yang berada di balik bangunan gedung megah itu.
Setibanya di atas pohon Pek-yang yang rimbun itu, sekali
lagi Bong Thian-gak mengamati keadaan sekeliling tempat itu.
Di sekitar halaman bangunan itu tidak nampak seekor
serigala pun, juga tak nampak orang melakukan perondaan,
semua itu membuat Bong Thian-gak lega.
309 Dia hanya takut terhadap serigala, namun tidak takut
kepada para peronda.
Dengan sepasang matanya yang tajam bagaikan burung
hantu Bong Thian-gak memusatkan segenap perhatian
memeriksa keadaan di situ, siapa tahu dia menemukan
sesuatu. Mendadak dari kejauhan sana terdengar suara langkah kaki
manusia yang berkumandang makin mendekat.
Dengan cepat Bong Thian-gak mendongakkan kepala.
Dari balik sebuah pintu gerbang, tampak dua orang
berjubah hijau muncul dan berjalan ke arah pohon Pek-yang
dimana Bong Thian-gak bersembunyi.
Dengan terkesiap anak muda itu berpikir, "Ah, janganjangan
dia sudah mengetahui jejakku?"
Berpikir demikian, tanpa terasa dia meningkatkan
kewaspadaan untuk menjaga segala kemungkinan yang tak
diinginkan. Tampak kedua orang berjubah hijau itu berjalan menuju ke
bawah pohon Pek-yang dan tiba-tiba berhenti.
Orang yang agak pendek sebelah kiri berdehem pelan, lalu
dengan suara rendah, berat dan parau ia berkata, "Hay-heng,
bukankah Ji-kaucu akan datang pada malam nanti?"
Mendengar nama Ji-kaucu, Bong Thian-gak berkesiap,
segera pikirnya, "Ah, gembong iblis itu akan datang, betulbetul
suatu kejadian yang sama sekali di luar dugaan,
mungkin keadaan rada kurang beres."
Berpikir sampai di situ, orang she Hay itu menjawab agak
dingin, "Angheng, Ji-kaucu memang seharusnya sampai di sini
sejak kemarin malam."
"Hay-heng, tahukah kau bahwa kehadiran Ji-kaucu di
kantor cabang kota Kay-hong ini menunjukkan duduk
310 persoalan agak sedikit luar biasa?" kembali orang berjubah
hijau she Ang itu bertanya.
"Ya, betul! Duduknya persoalan memang terasa agak luar
biasa, kalau tidak, Ji-kaucu tak akan mengutus kita berdua
untuk datang kemari tiga hari lebih awal!"
Orang she Ang itu tertawa kering, "Kita berdua adalah
utusan pembuka jalan Ji-kaucu, setiap kali Ji-kaucu hendak


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkunjung ke suatu tempat, kita berdualah yang selalu diutus
melakukan penyelidikan terlebih dahulu keadaan di sekitar
daerah kunjungannya, kebanggaan seperti ini sesungguhnya
kita patut gembirakan."
Dari pembicaraan itu Bong Thian-gak segera tahu bahwa
kedua orang ini adalah orang kepercayaan Ji-kaucu,
menyaksikan cara mereka berjalan maupun bertingkah-laku,
bisa diduga ilmu silat yang mereka miliki bukan kepandaian
silat kelas dua.
Kenyataan itu membuat Bong Thian-gak semakin tak berani
bertindak gegabah, bahkan untuk bernapas pun dia telah
menggunakan ilmu Kui-si-hoat (ilmu bernapas kura-kura).
Tiba-tiba terdengar orang she Hay berkata kembali, "Sekali
pun tugas yang dibebankan kepada kita merupakan suatu
kebanggaan tersendiri, namun tanggung-jawabnya besar
sekali, bahkan sedikit kesalahan pun tak boleh terjadi. Ketika
kemari, sebenarnya aku merasa sedikit kurang tenang."
"Mengapa?"
"Mengapa" Tidakkah kau lihat, berapa banyak sudah
pentolan dari tingkat lencana panah emas yang berdatangan
ke gedung ini?"
"Kan baru Jit-kaucu, Liok-kaucu, Kiu-kaucu serta komandan
pasukan pengawal tanpa tanding nomor dua!"
"Dari empat orang pentolan tingkat lencana panah emas
yang telah hadir itu, tiga di antaranya adalah murid CongTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
311 kaucu yang paling disayang, terutama sekali kedudukan Jitkaucu,
mereka sama-sama mempunyai kekuasaan besar."
"Hay-heng, keanehan apa yang terdapat di balik semua
itu?" tanya orang she Ang itu keheranan.
Orang she Hay tertawa dingin, "Ehm, masa kau tak pernah
mendengar pepatah mengatakan, 'Di atas sebuah bukit tak
boleh dihuni sepasang harimau'" Baik Jit-kaucu maupun Jikaucu
boleh dibilang sama-sama punya kekuasaan besar
dalam Put-gwa-cin-kau, menurut pendapatmu, apa sebabnya
Cong-kaucu mengirim mereka berdua ke satu tempat yang
sama" Itulah sebabnya bisa kuduga di sini telah terjadi suatu
peristiwa maha besar."
Orang she Ang termenung beberapa saat, lalu berkata,
"Hay-heng, menurutmu, kekuasaan Jit-kaucu dan Ji-kaucu
sama besarnya, tapi menurut pendapatku, kedudukan Ji-kaucu
jauh lebih tinggi."
"Ah, kau ini tahu apa?" kata orang she Ang dingin.
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh, "Ang-heng
baru tiga tahun bergabung dengan perkumpulan kita, tentu
saja kau tidak mengetahui rahasia besar Cong-kaucu kita itu."
"Rahasia besar apa?"
Tiba-tiba orang she Hay itu merendahkan suaranya dan
berkata, "Ang-heng, aku bersedia memberitahu soal ini
kepadamu, tapi jangan beritahukan lagi kepada orang lain."
"Tak usah kuatir Hay-heng, aku merasa amat cocok
denganmu, bahkan kau sudah kuanggap sebagai saudara
sendiri, masa aku bakal mengkhianati dirimu?"
"Kalau begitu kuberitahukan kepadamu, meski Jit-kaucu
adalah anak angkat serta murid Cong-kaucu, padahal yang
benar Jit-kaucu merupakan Suhu Cong-kaucu."
312 Orang she Ang seperti terkejut sekali, segera tanyanya
dengan perasaan tidak habis mengerti, "Hay-heng, kau bilang
Jit-kaucu adalah guru Cong-kaucu" Atas dasar apa kau
berkata demikian?"
"Sebab ilmu silat Cong-kaucu adalah atas ajaran Jit-kaucu,"
bisik mang she Hay. "Beberapa tahun berselang, aku pernah
ditugaskan memikul tanggung-jawab sebagai komandan
pasukan pengawal dari istana bagian dalam, itulah sebabnya
aku mengetahui persoalan ini."
Ketika mendengar perkataan itu, dengan suara heran orang
she Ang berseru, "Jadi kalau begitu ilmu silat Jit-kaucu masih
jauh di atas kepandaian Cong-kaucu?"
Dengan cepat orang she Hay menggeleng kepala berulangkali.
"Soal itu aku kurang tahu," sahutnya. Kemudian setelah
berhenti sejenak, dia melanjutkan, "Ang-heng, oleh sebab itu
hubungan Jit-kaucu dengan Cong-kaucu sesungguhnya sangat
kacau, kendatipun dibilang kedudukan serta kekuasaan Jitkaucu
masih di bawah Ji-kaucu, namun karena Jit-kaucu
mempunyai hubungan yang amat istimewa dengan Congkaucu
maka atas dasar apa kau mengatakan kedudukan siapa
lebih tinggi dari siapa?"
Mendadak orang she Ang merendahkan suaranya, sambil
berbisik, "Hay-heng, menurut pendapatmu, kejadian apakah
yang mungkin akan terjadi di sini?"
Dengan cepat orang she Hay menggeleng kepala berulangkali.
"Aku kurang jelas dan tak berani memastikan. Pokoknya
kita berdua harus melaksanakan tugas seperti apa yang
diperintahkan Ji-kaucu, setia dan taat pada pekerjaan serta
perintah."
313 Bicara sampai di situ, dia mendongakkan kepala dan
memandang sekejap keadaan cuaca, kemudian melanjutkan,
"Ang-heng, malam ini kau bertugas sampai tengah malam
nanti, sedang tengah malam nanti sampai pagi adalah
giliranku!"
"Ah, tanpa terasa setengah jam sudah kita lewatkan untuk
berbincang-bincang. Hay-heng, silakan pergi beristirahat!"
"Silakan Ang-heng!" seru orang she Hay.
Sembari berkata, orang she Hay membalikkan badan dan
masuk kembali ke dalam gedung.
Kini di bawah pohon Pek-yang tinggal lelaki berjubah hijau
she Ang itu seorang.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Bong Thiangak,
segera pikirnya, "Mengapa aku tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk melenyapkan kedua orang ini lebih
dulu." Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya, "Bila
mereka dilenyapkan dan Ji-kaucu tiba kemari, bagaimana
jadinya?" Baru saja dia berpikir sampai di situ, mendadak orang she
Ang itu sudah lenyap tak ketahuan kemana perginya.
Bong Thian-gak berkerut kening, pikirnya, "Ilmu silat orang
ini sangat lihai, tak nyana gerak-geriknya sama sekali tak
menimbulkan suara."
Untuk beberapa saat Bong Thian-gak duduk termangu di
bawah pohon Pek-yang, selang tak lama dia baru
mengeluarkan sebuah botol obat dan mengambil sebutir di
antaranya, lalu dengan kukunya merobek kulit obat tadi,
diletakkan di atas telapak tangan dan digosok-gosok sebentar,
kemudian dioleskan ke wajah sendiri.
314 Paras muka Bong Thian-gak yang semula pucat-pias itu
mendadak berubah merah padam, usianya yang berumur
sekitar dua puluh lima-enam tahun pun sekarang nampak
sepuluh tahun lebih tua.
Ternyata isi botol obat itu adalah Pek-pian-gi-yong-wan (Pil
perubah selaksa wajah) peninggalan Jian-bin-hu-li Ban Li-biau
di masa lampau.
Pil obat semacam ini merupakan obat sangat mujarab,
ketika Ban Li-biau dikejar umat persilatan di masa lampau,
dengan mengandalkan pil penyaru muka inilah dia berhasil
meloloskan diri dari pengejaran sehingga orang persilatan tak
pernah menemukan dirinya.
Selesai mengubah wajah, sementara itu Bong Thian-gak
sudah melompat turun dari atas pohon Pek-yang.
Dia lantas berpikir, "Sekarang aku telah mengubah wajah,
meski berjumpa orang yang kukenal, belum tentu mereka bisa
mengenali diriku dengan gampang."
Karena berpendapat demikian, nyali Bong Thian-gak
semakin besar, pertama-tama dia mengelilingi gedung itu satu
lingkaran lebih dulu, kemudian melakukan penelitian terhadap
setiap sudut halaman gedung itu.
Mendadak dari balik pintu halaman sebelah kiri Bong Thiangak
mendengar suara nyaring, dengan cekatan pemuda itu
menyelinap di balik pepohonan dan menyembunyikan diri.
Tampak sesosok bayangan menerobos keluar dari balik
jendela. Di bawah cahaya bintang yang redup, dia dapat melihat
orang itu seorang dayang berbaju biru.
Usia dayang itu antara tujuh-delapan belas tahun, dengan
amat seksama dia memeriksa keadaan sekeliling tempat itu,
315 kemudian berjalan menuju ke sebuah kebun bunga kecil di
sebelah utara. Bong Thian-gak merasa betapa mencurigakan gerak-gerik
dayang itu, didorong perasaan ingin tahu, secara diam-diam
dia menguntitnya.
Dengan ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna,
tentu ?a)a gerak-geriknya tidak diketahui pihak lawan.
Setelah masuk ke dalam kebun bunga, mendadak dayang
berbaju bini itu duduk di atas gunung-gunungan sambil
bertopang dagu, sementara sorot matanya dialihkan ke atas
entah sedang memikirkan apa" Atau mungkin juga ia sedang
menantikan seseorang"
Dengan sabar dan tenang Bong Thian-gak menunggu
beberapa saat, ketika tidak menjumpai sesuatu yang
mencurigakan, sebenarnya dia hendak berlalu dari sana.
Siapa tahu pada saat inilah dari balik kebun bunga muncul
sesosok bayangan orang yang bergerak seperti sukma
gentayangan. Orang itu berjubah panjang berwarna hijau, berperawakan
gemuk tapi kekar.
"Ah! Bukankah dia orang she Ang."
Ya, orang itu memang salah satu di antara dua petugas
yang diutus Ji-kaucu dan tadi sedang berbincang-bincang di
bawah pohon Pek-yang itu.
Orang she Ang itu langsung berjalan menuju ke arah
dayang berbaju biru, ia berkata, "Cong-kaucu telah mengambil
keputusan tak datang ke kota Kay-hong, yang datang adalah
Ji-kaucu."
"Kapan Ji-kaucu sampai di sini?"
316 "Seharusnya kemarin malam, tapi sampai sekarang belum
nampak muncul di sini, mungkin malam nanti atau mungkin
juga besok."
Tanya-jawab dilakukan kedua orang ini secara singkat, tapi
jelas sebelumnya tidak saling menyapa, tampaknya kedua
belah pihak sama-sama didesak oleh waktu.
Selesai mendengar tanya jawab itu, tergerak hati Bong
Thian-gak, ia lantas berpikir, "Oh, rupanya orang she Ang ini
seorang mata-mata! Tapi mata-mata siapa" Mungkinkah
mata-mata yang dikirim oleh Jit-kaucu Thay-kun?"
Berpikir sampai di situ, Bong Thian-gak jadi teringat
perkataan yang pernah disampaikan Keng-tim Suthay
kepadanya, "Di sekeliling Jit-kaucu terdapat banyak jago lihai
yang melindungi keselamatannya."
Belum habis dia berpikir, dayang berbaju biru berkata,
"Majikan bertanya, apakah keadaanmu aman?"
"Aman sekali," jawab orang she Ang, "Tolong sampaikan
kepada majikan, katakan aku sudah dipergunakan oleh Jikaucu."
"Majikan berpesan, bila menjumpai sesuatu yang aneh,
segera meloloskan diri, jangan melakukan pengorbanan siasia."
"Ehm, aku tahu, hubungan kita malam ini sampai di sini
dulu." Dayang berbaju biru tak bicara lagi, mendadak ia
bangkit dan siap berlalu dari situ.
Siapa tahu pada saat itu juga mendadak dari balik kebun
bunga melompat keluar sesosok bayangan orang.
"Ah!" dengan terkejut dayang berbaju biru berteriak.
Dengan cekatan orang she Ang pun membalikkan badan,
tapi segera pula ia tertegun pula.
Bong Thian-gak melihat pula kehadiran orang itu.
317 Orang yang muncul dari balik kebun bunga itu berwajah
dingin menyeramkan, dia adalah orang berjubah hijau she Hay
itu. Dengan terkejut bercampur heran Bong Thian-gak
membatin. Dia menyadari apa gerangan yang sebenarnya terjadi.
Sementara itu orang she Ang sudah tahu rahasianya
terbongkar, dia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang.
"Hahaha, belum tidur saudara," dengan senyum yang amat
tenang orang she Ang itu menegur pelan.
Orang she Hay tertawa dingin. "Ang Teng-siu, aku sudah
cukup liima menantikan kedatanganmu di sini."
Sembari berkata, selangkah demi selangkah orang she Hay
itu menuju ke kebun dekat gunung-gunungan dan langsung
menghampiri dayang berbaju biru serta orang she Ang itu.
"Hay Tiong-kim, kau terlalu menyiksa diri!" seru Ang Tengsiu
sambil tertawa.
Hay Tiong-kim menarik wajah dan berkata dingin,
"Siapakah dayang ini" Asal kau mau mengaku terus-terang,
aku orang she Hay masih akan mengingat hubungan kita di
masa lampau dengan memohonkan hukuman yang lebih
ringan dari Ji-kaucu, kalau tidak, hm, malam ini kau Ang Tengsiu
sudah ditakdirkan untuk mampus!"
"Siapa yang bakal mampus, saat ini masih sukar untuk
diduga, lebih baik jangan bicara sembarangan," kata Ang
Teng-siu tertawa.
Sambil berkata, seperti sambaran angin puyuh Ang Tengsiu
menerjang ke arah Hay Tiong-kim.
Dengan cekatan Hay Tiong-kim bersiap melancarkan
serangan httlasan.
Siapa tahu, pada saat itulah dari belakang tubuhnya
berhembus datang segulung angin pukulan yang sangat kuat,
318 Hay Tiong-kim segera merasakan isi perutnya hancur
berantakan, tak sempat mendengus lagi tubuhnya mencelat
ke depan dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Kebetulan sekali Ang Teng-siu juga sedang melancarkan
serangan ke depan. "Duk!", bagaikan layang-layang putus
benang, tubuh Hay Tiong-kim mencelat.
"Blam", debu dan pasir beterbangan memenuhi angkasa,
setelah Hay Tiong-kim tak pernah merangkak bangun lagi.


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kepandaian silat Ang Teng-siu memang lihai, begitu
serangannya bersarang di tubuh Hay Tiong-kim, dia segera
merasakan tubuh musuh bagaikan sesosok mayat saja,
segulung tenaga perlawanan pun tidak ada.
Maka dengan cekatan dia menyelinap ke depan, kemudian
membangunkan mayat Hay Tiong-kim itu.
Tampak darah kental mengucur dari tujuh lubang indra Hay
Tiong-kim, jantungnya waktu itu sudah berhenti berdenyut.
Sementara itu dayang berbaju biru telah menerjang datang
pula, melihat Hay Tiong-kim sudah tewas, ia berkata sambil
menghela napas panjang, "Kepandaian silat Ang-tayhiap
benar-benar luar biasa, malam ini sepasang mataku benarbenar
terbuka." Dengan wajah serius Ang Teng-siu bangkit, kemudian
dengan sorot mata tajam bagaikan kilat dia mengawasi
keadaan sekeliling tempat itu. Lama, lama kemudian, dia baru
menghela napas panjang.
"Ai, Hay Tiong-kim bukan mati di tanganku," dia berkata.
"Di dunia dewasa ini mungkin hanya majikan seorang yang
memiliki tenaga pukulan sehebat itu dan mampu
membinasakan musuh dalam sekali pukulan saja."
"Apa" Hay Tiong-kim bukan mati di tanganmu?" seru
dayang berbaju biru itu terkejut.
319 Ang Teng-siu menggeleng kepala berulang kali.
"Dengan kepandaian silat Hay Tiong-kim, tak mungkin aku
orang she Ang sanggup membunuhnya dalam sekali ayunan
tangan saja."
Paras dayang berbaju biru itu segera berubah hebat.
"Tapi majikan...."
"Kenapa dengan majikan?"
"Satu jam berselang majikan telah pergi bersama Kiukaucu!"
Sementara itu Bong Thian-gak yang bersembunyi pelanpelan
telah melangkah keluar dari tempat persembunyiannya
dan maju menghampiri mereka.
Pandangan Ang Teng-siu dan dayang berbaju biru itu
serentak dialihkan ke wajah Bong Thian-gak dan menatapnya
lekat-lekat. Mendadak Bong Thian-gak berhenti, berhenti di
hadapannya. "Siapakah kau?" Ang Teng-siu menegur dengan suara
rendah. Bong Thian-gak mengangkat tangan kirinya, sekilas cahaya
emas memancar keempat penjuru, tahu-tahu tangannya telah
bertambah dengan sebilah anak panah kecil tanpa bulu.
Paras muka Ang Teng-siu berubah hebat, segera serunya
dengan terkejut, "Ai, lencana Put-gwa-kim-ciam-leng!"
Dengan cepat Bong Thian-gak menyimpan kembali lencana
panah emas itu ke dalam sakunya, kemudian berkata pelan,
"Segala sesuatunya telah kusaksikan dengan jelas."
"Apakah kau komandan pasukan ketiga pengawal tanpa
tanding?" 320 Pertanyaan itu diajukan Ang Teng-siu dengan suara agak
gemetar, sudah jelas dia dicekam perasaan takut.
"Ang Teng-siu!" ujar Bong Thian-gak kemudian. "Kalian tak
usah takut, apa yang telah kusaksikan malam ini, tak akan
kuberitahukan kepada orang kedua, tapi kalian pun jangan
memberitahukan pihak ketiga kalau telah berjumpa
denganku."
Selesai berkata, dia membalikkan badan dan siap berlalu
dari situ. Mendadak seru Ang Teng-siu, "Saudara, harap tunggu
sebentar!"
"Masih ada urusan apa?" tanya Bong Thian-gak seraya
berpaling. "Tolong tanya, apakah Hay Tiong-kim tewas oleh
pukulanmu?"
"Benar, oleh karena aku muak menyaksikan tingkahlakunya,
maka aku telah membunuhnya."
Ternyata Bong Thian-gak kuatir pertarungan antara Ang
Teng-siu dan Hay Tiong-kim bisa mengejutkan orang lain,
maka dia mengerahkan ilmu Tat-mo-khi-kang yang maha
dahsyat, serangan itu kontan saja membuat isi perut Hay
Tiong-kim hancur.
Ang Teng-siu segera menghembuskan napas lega, sesudah
mengetahui Hay Tiong-kim tewas di tangan Bong Thian-gak,
dia seperti lepas dari tindihan batu cadas seberat seribu kati.
Dengan hormat dia menjura dalam-dalam kepada Bong
Thian-gak, lalu ujarnya, "Terima kasih banyak atas bantuan
yang telah kau berikan kepadaku."
Bong Thian-gak tertawa dingin.
"Bila Ji-kaucu datang nanti, bagaimana caramu
menghadapinya?"
321 "Itu soal gampang, asal kubuatkan suatu cerita yang seram
lalu melenyapkan jenazah Hay Tiong-kim, urusan akan
menjadi beres dengan sendirinya."
"Kalau memang begitu, kalian boleh segera bekerja!"
Selesai berkata, dia membalikkan badan dan beranjak pergi
dari situ, namun baru berjalan beberapa langkah, dia sudah
membalikkan badan seraya berkata, "Cengcu berdiam
dimana?" "Di halaman lapis keempat, ada urusan apa kau
mencarinya?"
"Baru saja aku kemari, sekarang aku membutuhkan suatu
tempat untuk beristirahat."
Tergerak hati Ang Teng-siu mendengar perkataan itu, cepat
dia berkata, "Kini Hay Tiong-kim sudah mati, bila kau tidak
menaruh curiga, silakan menginap semalam di loteng itu."
"Di loteng itu, selain kau dan Hay Tiong-kim, masih ada
siapa?" "Hanya kami berdua!"
Bong Thian-gak manggut-manggut.
"Bagus sekali, kalau begitu aku jalan duluan!"
Dengan sepasang mata terbelalak lebar, Ang Teng-siu dan
dayang berbaju biru itu menyaksikan bayangan punggung
Bong Thian-gak lenyap di ujung kebun sana.
Setelah bayangan pemuda itu hilang dari pandangan,
dayang berbaju biru itu baru berkata lirih, "Ang-tayhiap,
gerak-gerik orang ini amat mencurigakan, sebenarnya siapa
orang ini?"
Ang Teng-siu menggeleng kepala berulang-kali.
"Seandainya orang ini benar-benar merupakan salah satu
pentolan Put-gwa-cin-kau, sudah pasti dia Go-kaucu atau SuTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
322 kaucu, atau bisa jadi komandan pasukan ketiga pengawal
tanpa tanding."
"Kalau dilihat dari tenaga serangannya yang dipakai untuk
membunuh Hay Tiong-kim, sudah jelas dia menggunakan ilmu
pukulan bertenaga dalam dahsyat. Orang ini berwajah biasa
tapi kelihaian ilmu silatnya tak bisa ditandingi oleh kau
maupun aku."
"Jika majikan sudah pulang nanti, cepat laporkan bentuk
wajah orang itu untuk mendapat kepastian. Soal jenazah Hay
Tiong-kim, biar aku saja yang mengurus."
Ang Teng-siu dan dayang berbaju biru itu pun berpisah
untuk melakukan pekerjaannya masing-masing.
Dalam pada itu Bong Thian-gak telah menuju ke loteng
seorang diri, lentera dalam ruangan belum padam, dalam
ruangan yang besar nampak meja kursi lengkap, segala
sesuatunya diatur sangat rajin dan bagus, kamar tidur berada
di atas loteng dan terbagi dalam empat bilik tersendiri.
Bong Thian-gak memeriksa setiap bagian rumah itu secara
seksama, dua di antaranya nampak bekas dipakai. Sementara
dua ranjang lain masih tetap rapi dan rajin, selimut maupun
seprei masih licin dan rapi.
Bong Thian-gak memilih kamar yang tak berlampu untuk
tinggal di situ, mula-mula dia membuka daun jendela,
kemudian menutup pintu dan duduk bersila sambil mengatur
pernapasan. Kurang lebih setengah jam kemudian dari atas loteng
terdengar suara langkah kaki dan kemudian terdengar suara
Ang Teng-siu bertanya, "Tuan, kau berdiam di kamar yang
mana?" "Ruang ketiga."
"Aku ingin berbicara denganmu," kembali Ang Teng-siu
berkata dari luar ruangan.
323 "Pintu kamar hanya dirapatkan, masuklah!"
Ang Teng-siu yang berada di luar pintu nampak agak
sangsi, sesaat kemudian pelan-pelan dia membuka pintu
kamar dan masuk ke dalam dengan sepasang telapak
tangannya disilangkan di depan dada.
"Apakah jenazah Hay Tiong-kim sudah kau bereskan?"
"Seujung rambut pun tak tertinggal."
"Persoalan apakah yang hendak kau sampaikan kepadaku?"
"Hamba ingin mengetahui nama dan kedudukanmu di
dalam jiei kumpulan kita?"
"Tanyakan saja kepada Jit-kaucu, dia pasti tahu."
"Ada satu hal yang tidak hamba ketahui, mengapa kau
membunuh Hay Tiong-kim" Andaikata peristiwa ini sampai
berhasil diselidiki Ji-kaucu ...."
Sambil tertawa dingin Bong Thian-gak menukas, "Lencana
panah emas mempunyai kekuasaan menentukan hidup mati
seseorang, atas dasar apa Ji-kaucu hendak mengurus tindakan
ini?" "Walaupun perkataanmu benar, tapi kau telah mengikat tali
permusuhan pribadi dengan Ji-kaucu ...."
Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak Bong
Thian-gak bertanya, "Hei, coba dengar, suara apakah itu?"
Ang Teng-siu agak tertegun mendengar perkataan itu,
katanya, "Ah, suara apa" Aku tidak mendengar suara apa
pun." Rupanya Bong Thian-gak telah menangkap serentetan
suara irama musik yang berkumandang datang secara lamatlamat
dari kejauhan sana.
Suara musik itu ada tambur, gembrengan serta aneka
macam alat musik lainnya, irama yang dibawakan juga irama
324 yang aneh sekali, sedemikian anehnya hingga siapa pun yang
mendengar seakan-akan tertidur.
Dalam pada itu Ang Teng-siu telah mendengar suara musik
itu. Dengan paras muka berubah hebat ia menjerit kaget, "Ah,
Ji-kaucu telah datang!"
Mendengar nama "Ji-kaucu", hati Bong Thian-gak bergetar
keras, dia berkata, "Kau maksudkan Ji-kaucu telah datang?"
"Irama musik itu merupakan irama Im-siau-biau-hun-lok
(Buaian awan sukma melayang) dari Ji-kaucu."
Bicara sampai di situ mendadak Ang Teng-siu seperti
teringat akan sesuatu, dia segera berpikir, "Aneh, mengapa ia
tidak memahami irama Im-siau-biau-hun-lok dari Ji-kaucu?"
Sementara itu walaupun Bong Thian-gak sudah menduga
secara lamat-lamat Ang Teng-siu adalah komplotan Jit-kaucu
Thay-kun, namun berhubung dia belum berjumpa dengan
Thay-kun, maka ia tak bisa menerangkan identitas sendiri
secara terang-terangan.
Dalam pada itu irama musik makin lama terdengar semakin
jelas, tentu mereka sudah semakin dekat dengan
perkampungan petani itu.
Tiba-tiba Ang Teng-siu bertanya lagi, "Sebenarnya siapa
kau" Sebentar lagi Ji-kaucu akan tiba di sini, kita harus
mencari akal untuk menghadapi keadaan ini."
"Siapakah aku, untuk sementara waktu tak usah kau urus,
pokoknya aku sealiran dan setujuan denganmu."
"Sebentar lagi Ji-kaucu sudah sampai di perkampungan
petani ini, apa yang hendak kau lakukan?"
"Aku telah mempersiapkan segalanya bagi diriku sendiri,
lebih baik kau mengerjakan saja pekerjaanmu."
"Kalau begitu aku harus pergi menyambut kedatangan Jikaucu."
325 "Silakan pergi."
"Kau harus baik-baik menjaga diri."
Selesai berkata Ang Teng-siu membalik badan dan berjalan
keluar ruangan, lalu turun dari loteng.
Bong Thian-gak sendiri masih tetap duduk bersila di atas
pembaringan, sementara benaknya berputar, berusaha
menemukan cara terbaik untuk menghadapi keadaan itu.
Tugasnya sekarang adalah melindungi keselamatan jiwa Jitkaucu
Thay-kun secara diam-diam, tapi sekarang Thay-kun
tidak berada dalam perkampungan, apa yang harus dilakukan"
Pikir punya pikir, bagaikan sambaran angin berpusing Bong
Thian-gak melompat turun dari pembaringan dan menerobos
keluar melalui jendela dan melayang ke atas atap rumah.
Bintang bertaburan di angkasa, udara malam itu amat
bersih, tapi suasana hening mencekam seluruh perkampungan
petani itu. Waktu itu setiap rumah penduduk telah memasang lentera,
kelihatan bayangan orang bergerak kian kemari.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya,
beberapa kali lompatan saja Bong Thian-gak telah sampai di
depan pintu gerbang halaman muka dan membaurkan diri di
antara kerumunan orang banyak.
Sementara itu suara musik yang sangat aneh dan membuai
peiasaan itu sudah semakin mendekati tempat itu.
Akhirnya dari ujung jalan perkampungan muncul
serombongan Delapan orang pemusik berjubah panjang warna hijau
dengan diiringi sebuah tandu besar yang megah dan mewah
pelan-pelan berjalan mendekat, tandu itu sangat besar dan
digotong oleh delapan orang berjubah panjang warna hijau
pula. 326 Bong Thian-gak berbaur dengan orang banyak dan
menyaksikan gaya jumawa Ji-kaucu, diam-diam menyumpah
dalam hati, "Keparat cucu kura-kura, pandai sekali dia mencari
kenikmatan hidup."
Dalam waktu singkat tandu itu sudah berhenti di depan
pintu gerbang, irama musik pengiring berhenti pula, seorang


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lelaki berjubah panjang warna hijau berseru dengan suara
lantang, "Ji-kaucu tiba ...."
Ucapan terakhir sengaja ditarik panjang, suara yang
nyaring berkumandang hingga sejauh sepuluh li lebih di
tengah keheningan malam.
Semua serentak membungkukkan badan memberi hormat
pada tandu besar itu sambil berseru, "Menyambut dengan
hormat kedatangan Ji-kaucu!"
Bong Thian-gak yang mencampurkan diri di antara
kerumunan orang ikut menundukkan kepala, pada
kesempatan itu ia mendongakkan kepala dan menyapu
sekejap ke arah orang-orang yang berada di sekitar sana.
Pada barisan depan dekat pintu gerbang berdiri seorang
aneh berambut awut-awutan, di kiri-kanannya masing-masing
berdiri dua orang berbaju perlente berkerudung.
Kecuali terhadap tiga orang yang dikenal Bong Thian-gak
sebagai Liok-kaucu serta dua orang pengawal tanpa tanding,
yang lain semuanya berwajah asing dan tak seorang pun yang
dikenalnya. Dalam arena tak nampak Jit-kaucu Thay-kun, Kiu-kaucu Ni
Kiu-yu serta orang berkerudung berjubah hitam yang dikenal
sebagai komandan pasukan kedua pengawal tanpa tanding.
Dari mulut dayang berbaju biru, Bong Thian-gak tahu Jitkaucu
serta Kiu-kaucu telah meninggalkan perkampungan
petani itu dan hingga kini belum pulang, tapi kemana pula
perginya si orang berkerudung hitam"
327 Sementara dia melamun, kain tirai tandu disingkap orang,
lalu pelan-pelan berjalan keluar seorang sastrawan berbaju
hijau. Dia berwajah keren dengan jenggot sepanjang dada, sorot
matanya tajam bagaikan sembilu, perawakan tubuhnya
jangkung dan berwajah cerah, sekilas pandang siapa pun tak
akan menduga dia seorang kakek berusia lima puluh sembilan
tahun, karena wajahnya seperti jauh lebih muda sepuluh
tahun. Di bawah petunjuk Keng-tim Suthay, Bong Thian-gak sudah
tahu ciri khas Ji-kaucu ini, betul juga pada ujung alis mata
sebelah kirinya terdapat sebuah tahi lalat hitam, sebilah
pedang antik tersoreng di pinggangnya.
Begitu dia turun dari tandu, Liok-kaucu maju menyambut
kedatangannya sambil berbisik-bisik membicarakan sesuatu
dengan suara amat lirih.
Kemudian Ji-kaucu mendongakkan kepala dan memandang
wajah semua orang sekejap, mendadak dia bertanya, "Mana
Jit-kaucu, Kiu-kaucu dan komandan Siau?"
Sementara itu Ang Teng-siu dan seorang lelaki setengah
umur berdandan petani telah maju menyambut ke depan.
Lelaki setengah umur berdandan petani itu berkata lebih
dulu, "Lapor Ji-kaucu, komandan Siau masih berbaring di
ranjang untuk merawat luka-lukanya, oleh sebab itu dia tidak
dapat menyambut kedatangan Ji-kaucu. Sedangkan Jit-kaucu
dan Kiu-kaucu telah meninggalkan perkampungan satu jam
yang lalu untuk menyelesaikan suatu persoalan."
Ji-kaucu memandang sekejap petani itu, kemudian
bertanya, "Mungkin kaukah kepala kantor cabang kota Kayhong,
Ki Su-teng?"
"Benar, hamba adalah Ki Su-teng!" jawab lelaki setengah
umur berdandan petani dengan hormat.
328 Ji-kaucu mengulap tangan menitahkan dia mundur,
kemudian rombongan pun meneruskan perjalanannya masuk
ke halaman tengah.
Bong Thian-gak kuatir jejaknya ketahuan lawan, dia tak
berani membuntuti masuk ke dalam, secara diam-diam dia
menyelinap ke halaman belakang.
Sementara dia tak tahu apa yang harus dilakukan.
Mendadak dari balik kegelapan sana muncul sesosok
bayangan kecil mungil, sambil berjalan mendekat katanya
dengan suara merdu,
"Siangkong, payah amat, kucari dirimu kemana-mana."
Bong Thian-gak mendongakkan kepala, ternyata gadis yang
berjalan mendekat itu adalah si dayang berbaju biru yang
dijumpainya dalam kebun tadi.
Waktu itu tubuhnya basah oleh peluh, napasnya tersengalsengal
dan wajahnya nampak tegang.
"Ada urusan apa?" Bong Thian-gak segera bertanya.
Mendadak dayang berbaju biru itu menarik tangan kiri Bong
Thian-gak sambil berujar, "Ayo cepat sedikit, tempat ini bukan
tempat untuk berbincang-bincang."
Ia mengajak Bong Thian-gak berlalu dari situ dengan
langkah amat cepat, dalam waktu singkat mereka sudah
melalui dua lapis halaman yang sangat lebar dan tiba di
sebuah bangunan mungil di sisi kebun bunga.
Dari dalam bangunan mungil itu nampak cahaya lentera
memancar keluar, dua sosok bayangan orang tertera jelas di
balik jendela. "Siangkong tiba ...." kata dayang berbaju biru.
Sembari berkata dia mendorong pintu, lalu bersama Bong
Thian-gak masuk ke dalam ruangan.
329 Bong Thian-gak tahu satu di antara kedua sosok bayangan
itu adalah Jit-kaucu Thay-kun, maka dia masuk ke kamar baca
dengan langkah cepat.
Betul juga, Jit-kaucu Thay-kun sedang duduk dekat jendela
bersama seorang dayang berbaju biru.
Waktu itu Thay-kun sedang bermuram durja, sepasang alis
matanya bekernyit, sorot matanya memancarkan sinar pedih.
Ketika Thay-kun melihat paras muka Bong Thian-gak, dia
nampak agak tertegun, kemudian katanya, "Dandananmu
sekarang benar-benar jelek dan amat tak sedap dilihat."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Bagaimana pun aku menyaru, nampaknya tak pernah lolos
dari ketajaman matamu!"
"Tadi He Hong melaporkan kejadian itu kepadaku, sudah
kuduga pasti kau yang datang, ayo cepat duduk!"
Bong Thian-gak tahu, yang dimaksud sebagai He Hong
pastilah si dayang yang membawanya kemari barusan.
Dia mencari sebuah kursi, lalu duduk, katanya pelan, "Jikaucu
lelah datang!"
Thay-kun tertawa getir.
"Duduknya persoalan sudah jelas sekarang, Ji-kaucu
sengaja diutus untuk menghadapi diriku."
"Apa maksudmu berkata demikian?" Jit-kaucu Thay-kun
menghela napas sedih.
"Ai, Cong-kaucu tahu Ji-kaucu merupakan satu-satunya
orang yang bisa menandingi diriku, ai! Aku sama sekali tidak
menduga Ji-kaucu bisa begitu cepat muncul di kota Kayhong."
330 "Aku mendapat pesan terakhir dari Ku-lo untuk
melindungimu, aku bersumpah akan melaksanakan perintah
ini dengan sebaik-baiknya," kata Bong Thian-gak nyaring.
"Sekali pun Ji-kaucu memiliki tiga kepala enam lengan, aku
tetap bertekad untuk bertarung sampai titik darah
penghabisan dengannya."
"Kemampuan Ji-kaucu sedikit sekali yang kau ketahui,
padahal menurut taktik ilmu pertempuran dikatakan, 'Tahu
kekuatan sendiri labu kekuatan lawan, setiap pertarungan
tentu akan menang'. Ai, seandainya malam nanti terjadi
sesuatu yang luar biasa. Keng-tim Suthay dapat
menyampaikan segala sesuatunya kepadamu."
"Barusan aku suruh He Hong mengundangmu kemari,
maksudku lak lain adalah ingin menyuruh kau meninggalkan
perkampungan ini secepatnya, selama hidup aku belum
pernah memohon bantuan kepada orang lain, sekarang aku
ingin memohon kepadamu, bersediakah kau menuruti
perkataanku?"
Mendengar perkataan itu, Bong Thian-gak tertawa.
"Aku pun belum pernah memohon kepada orang lain, tapi
sekarang aku sangat berharap kau sudi mengizinkan diriku
untuk mendampingimu, bersediakah kau?"
Tiba-tiba sepasang biji mata Jit-kaucu Thay-kun berkacakaca,
hampir saja titik air mata jatuh berlinang membasahi
pipinya, dengan sedih dia berkata, "Bila demikian, maka hanya
jalan kematian saja yang akan kau peroleh, bila kau dan aku
mati masih tidak menjadi masalah, tapi kalau sampai beriburibu
umat persilatan diperbudak selamanya oleh orang Putgwa-
cin-kau ... Suheng, selama bukit tetap hijau, tak usah
takut kehabisan kayu bakar, pergilah kau!"
"Mengapa kita tidak pergi bersama-sama?" kata Bong
Thian-gak dengan cepat.
331 "Aku ingin melanjutkan cita-cita Ku-lo Sinceng melenyapkan
Ji-kaucu dari muka bumi."
"Bila Ji-kaucu mati bersamamu, lalu siapa yang akan
melenyapkan Cong-kaucu dari muka bumi?"
Jit-kaucu termenung sambil berpikir beberapa saat
lamanya, kemudian ujarnya setelah menghela napas panjang,
"Ai, kalau begitu, aku akan membeberkan segala sesuatu
mengenai Ji-kaucu."
Baru saja berbicara sampai di situ, dia berhenti sejenak
sambil berkata dengan gelisah, "Mereka telah datang."
Sembari berkata telapak tangannya segera diayunkan ke
depan, serentak api lilin dipadamkan.
Bong Thian-gak sudah beberapa kali bertemu Jit-kaucu
Thay-kun, tapi setiap saat dia selalu bersikap tenang bila
menghadapi persoalan, selamanya belum pernah
menunjukkan kepanikan serta ketegangan seperti apa yang
diperlihatkan sekarang, mungkinkah Ji-kaucu benar-benar
lihai" Belum habis ingatan itu melintas, mendadak terdengar
seseorang berseru dengan suara rendah, "Ji-kaucu tiba!"
"Sumoay, bagaimana dengan diriku?" Bong Thian-gak
berseru dengan cepat.
"Tetap tinggal di sini dan jangan sembarangan bergerak,
mereka masih belum mengetahui kehadiranmu dalam
perkampungan petani ini."
"Andaikata pertempuran sampai berkobar, kehadiranku di
sini pasti di luar dugaan orang."
"Suheng, kau harus ingat, bahwa sekujur tubuh Ji-kaucu
penuh dengan racun keji, dia dapat melukai orang tanpa
wujud." 332 Selesai berkata, dia bersama kedua orang dayangnya
segera beranjak dari tempat duduk.
"Kalian hendak kemana?" Bong Thian-gak bertanya.
"Kami hendak keluar menyambut kedatangan Ji-kaucu."
Begitulah, Jit-kaucu Thay-kun diiringi kedua dayang di kiri
dan kanan pelan-pelan berjalan keluar ruangan itu.
Dengan cepat Bong Thian-gak menyelinap ke bawah
jendela, kemudian mengintip melewati celah-celah jendela.
Bayangan orang nampak bermunculan di luar pintu, dua
puluhan orang mengiringi sebuah tandu yang amat besar.
Jit-kaucu Thay-kun berdiri menanti di depan halaman.
Ketika sampai di depan pintu gerbang, tandu besar itu baru
berhenti, sementara dua puluhan orang yang berada di
sekelilingnya menyebar ke kiri dan kanan membuat setengah
lingkaran. Kepada tandu besar itu Thay-kun membungkukkan badan
memberi hormat, kemudian katanya, "Jit-kaucu menyambut
kedatangan Ji-kaucu."
Ji-kaucu melangkah keluar dari tandunya, kemudian
dengan suara menyeramkan berkata, "Aku ke kota Kay-hong
untuk melaksanakan perintah Cong-kaucu, dipersilakan Jitkaucu
mengikuti diriku kembali ke markas besar."
Selesai berkata dia merogoh ke dalam sakunya, mengambil
suatu benda dan dilemparkan ke hadapan Jit-kaucu.
Di antara kilauan sinar lentera, ternyata benda itu adalah
sebuah borgol emas.
Jit-kaucu Thay-kun memandang borgol emas itu sekejap,
kemudian dengan wajah tak berubah tanyanya, "Tolong tanya
kesalahan apakah yang telah kulakukan" Mengapa Ji-kaucu
datang menunjukkan borgol emas Put-gwa-cin-kau?"
333 Sesungguhnya segenap anggota Put-gwa-cin-kau yang
berada di sekeliling tempat itu, termasuk Liok-kaucu sendiri
sama sekali tidak mengetahui apa maksud kedatangan Jikaucu
ke tempat ini. Rupanya borgol ini merupakan alat hukuman tertinggi Putgwa-
cin-kau, benda itu melambangkan kehadiran Cong-kaucu
pribadi, oleh sebab itu siapa yang melihat borgol emas itu
seperti juga mereka menjumpai Cong-kaucu pribadi.
Dosa dan kesalahan apakah yang telah dilakukan Jit-kaucu"
Tak seorang pun tahu.
Sementara itu suasana arena diliputi keseraman dan
ketegangan yang mencekam, setiap orang merasakan
munculnya suatu tenaga tekanan yang amat berat menindih di
atas dada masing-masing.
Ji-kaucu membentak, "Setelah bertemu borgol Put-gwa-cinkau,
mengapa kau tidak berlutut menerima hukuman"
Tampaknya kau hendak membangkang perintah dan
melakukan perlawanan?"
"Sesudah menyaksikan borgol Put-gwa-cin-kau secara tibatiba,
aku merasa seperti disambar geledek di siang bolong,
itulah sebabnya aku harus menanyakan persoalan ini dengan
jelas." Ji-kaucu tertawa dingin.
"Baiklah, aku beritahukan kepadamu, kau telah melakukan
pengkhianatan terhadap perkumpulan."
"Pengkhianatan" Kapan aku mengkhianati perkumpulan?"
seru Jit-kaucu lantang.
Kembali Ji-kaucu tertawa dingin.
"Hehehe, sejak tiga tahun lalu kau sudah punya niat
melakukan pengkhianatan. Bukti dan saksi semuanya sudah
lengkap, apakah kau hendak membantah?"
334 "Kalian mempunyai bukti dan saksi apa" Mengapa tidak
segera diperlihatkan?"
Mendadak Ji-kaucu berseru, "Undang kemari komandan
Siau!"

Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seorang pengikutnya segera beranjak pergi dari situ.
Suasana hening beberapa saat lamanya, kemudian
terdengar Ji-kaucu berkata, "Secara diam-diam perkumpulan
kita telah membentuk suatu organisasi kekuatan yang
dipimpin langsung oleh Cong-kaucu sejak beberapa tahun
berselang, adapun tugas organisasi itu adalah mengawasi
gerak-gerik setiap anggota perkumpulan, komandan Siau
adalah utusan khusus yang ditugaskan organisasi untuk
mengawasi gerak-gerikmu, sebentar kau dapat mendengar
laporannya."
Sementara itu paras muka Jit-kaucu Thay-kun telah
berubah menjadi amat serius, dia tidak nampak sesantai tadi,
bukannya kuatir dia akan dijatuhi suatu tuduhan, melainkan
kuatir semua rahasianya terbongkar.
Mendadak terdengar seorang berseru lantang, "Komandan
Siau tiba!"
Tampak seorang berkerudung berjubah hitam, diiringi dua
orang berbaju perlentee berkerudung pelan-pelan berjalan
mendekat. Sepasang pedang masih tetap tersoreng di pinggang orang
berkerudung berjubah hitam itu, setelah memberi hormat
kepada Ji-kaucu, ujarnya kepada Jit-kaucu Thay-kun, "Pada
tiga tahun berselang, Pun-tui-tiang (komandan) mendapat
perintah dari Cong-kaucu untuk melakukan suatu tugas di
Kamsiok bersama Jit-kaucu, siapa tahu Jit-kaucu lalai dalam
tugas dan membiarkan musuh meloloskan diri, akibat
kelalaiannya itu, tugas itu tak dapat terlaksana sebagaimana
mestinya."
335 Thay-kun tertawa dingin, "Hehehe, orang yang kulepas
waktu itu adalah seorang perempuan yang bunting tua dan
hampir melahirkan, darimana komandan Siau bisa
membuktikan bahwa dia adalah musuh kita?"
"Hasil dari pemeriksaan yang kemudian dilakukan
membuktikan perempuan bunting tua itu adalah seorang
dayang komandan ketiga pasukan pengawal tanpa tanding
Nyo Li-beng yang berkhianat."
Mendengar perkataan itu, Bong Thian-gak yang
bersembunyi dalam ruangan terkesiap, segera pikirnya, "Nyo
Li-beng" Bukankah nama asli Suthay Keng-tim adalah Nyo Libeng?"
Sementara itu Jit-kaucu Thay-kun telah berkata lagi,
"Bagaimana caramu membuktikan hal itu setelah
berlangsungnya peristiwa itu?"
Kembali orang berkerudung tertawa dingin.
"Hehehe, setelah peristiwa itu, kami berhasil menangkap
kembali perempuan itu, apa yang diakuinya sangat tidak
menguntungkan kedudukan Jit-kaucu dalam perkumpulan."
"Pengakuan yang diperoleh dengan cara menyiksa orang
secara keji tak bisa dipercayai begitu saja."
"Hm, sejak peristiwa itu, Jit-kaucu telah menunjukkan
gejala pengkhianatan, diam-diam Cong-kaucu telah
memerintahkan kepadaku unluk menyelidiki dan mengamati
terus terang gerak-gerik Jit-kaucu."
"Apa hasil penyelidikanmu itu?"
"Aku berhasil mengetahui bahwa Nyo Li-beng masih hidup,
Jit-kaucu pun mempunyai hubungan dengannya, bahkan
sekarang sedang mempersiapkan suatu tindakan
pengkhianatan."
336 Dengan suara menyeramkan Ji-kaucu berkata pula, "Sejak
kemarin malam aku sudah sampai di kota Kay-hong sambil
secara diam-diam melakukan penyelidikan atas sejumlah
persoalan, kubuktikan bahwa Jit-kaucu punya hubungan pula
dengan pihak gedung Bu-lim Bengcu."
"Beberapa hari berselang, ketika komandan Siau membawa
pasukan menyerang gedung Bu-lim Bengcu, ternyata Jit-kaucu
ada niat menghalangi usaha komandan Siau melakukan
serangan terhadap gedung Bu-lim Bengcu."
Jit-kaucu Thay-kun tertawa dingin.
"Cong-kaucu telah melimpahkan kekuasaan penyerangan
gedung Bu-lim Bengcu kepadaku, komandan Siau berani
melakukan operasi sendiri, hal ini sudah berarti membangkang
perintah. Waktu itu aku telah memperhitungkan kekuatan
lawan dengan cermat, di dalam gedung Bu-lim Bengcu
terhadap dua orang jago lihai yang menunjang kekuatan
mereka, yakni Ku-lo Hwesio serta Ko Hong yang asal-usulnya
tidak jelas. Oleh karena aku merasa bukan tandingan mereka,
maka aku bermaksud mencegah mereka. Kita harus
melakukan tindakan secara tidak gegabah."
"Buktinya komandan Siau menderita luka parah di tangan
Ko Hong sehingga harus menggeletak selama beberapa hari di
atas ranjang, semua ini menunjukkan dugaanku sama sekali
tak salah, mengapa kau malah menuduh aku melakukan suatu
pelanggaran besar?"
"Semenjak satu tahun lalu, Cong-kaucu telah
memerintahkan dirimu menyusun rencana dan melenyapkan
gedung Bu-lim Bengcu itu dari muka bumi, mengapa hingga
kini kau masih belum menyelesaikan tugasmu itu"
Tindakanmu yang sama sekali tidak mengacuhkan tugas dan
tanggung-jawab ini sudah merupakan suatu kesalahan dan
dosa besar."
337 "Hehehe ...." Jit-kaucu Thay-kun tertawa dingin. "Bengcu
gedung Bu-lim Bengcu yang lalu, Thi-ciang-kan-kun-hoan Oh
Ciong-hu baru mati beberapa hari lalu, kini muncul seorang Ko
Hong, coba kau bayangkan, dengan kekuatan yang kau miliki,
bagaimana mungkin bisa menyelesaikan tugas itu
secepatnya?"
"Sejak delapan tahun berselang, Jit-kaucu telah melaporkan
kematian Ku-lo Hwesio, akibat keteledoran itu Sam-kaucu kita
yang berilmu tinggi harus menjadi korban, untuk keteledoran
ini pun Jit-kaucu pantas menerima hukuman mati. Nah,
apalagi yang hendak kau katakan sekarang" Mengapa tidak
segera kau kenakan borgol emas itu" Apakah kau hendak
menunggu aku turun tangan?"
"Hm!" Jit-kaucu Thay-kun mendengus dingin. "Kecuali
Cong-kaucu datang sendiri, kalau tidak, jangan harap aku sudi
mengenakan borgol emas itu."
"Hehehe, Cong-kaucu telah menduga kau akan melakukan
perlawanan, ternyata dugaannya tepat. Itulah sebabnya Congkaucu
melimpahkan kekuasaan paling tinggi untuk
menentukan mati-hidupmu, jika kau melawan, terpaksa aku
harus menurunkan perintah membinasakan dirimu!"
Beberapa saat lamanya arena diliputi oleh suasana tegang.
Ilmu silat Jit-kaucu Thay-kun bukan biasa-biasa saja,
kecuali sekawanan jago lihai dari tingkat Kaucu, siapa yang
berani mencari penyakit bagi diri sendiri".oleh karena itu tak
seorang pun dari antara kawanan jago Put-gwa-cin-kau berani
mengambil tindakan secara gegabah.
Mendadak Ji-kaucu menurunkan perintahnya, "Mo-ing-pathiong
(Delapan jago irama iblis) terima perintah!"
Begitu perintah diturunkan, mendadak dari balik kegelapan
muncul delapan orang berjubah hijau yang membawa
berbagai macam alat musik, bagaikan sukma gentayangan
338 mereka muncul dari balik kegelapan dan secepat kilat
melakukan pengepungan dari arah luar.
Mungkin Ji-kaucu sudah menduga kemungkinan
digunakannya kekerasan untuk menangkap Jit-kaucu Thaykun,
maka sejak tadi kedelapan orang berjubah hijau ini sama
sekali tidak menampakkan diri.
Begitu perintah diturunkan, delapan orang berjubah hijau
itu segera muncul dari arah yang berlawanan, dalam waktu
singkat mereka telah mengepung Jit-kaucu serta kedua orang
dayang berbaju biru itu di tengah arena.
Peristiwa ini berlangsung sangat tiba-tiba, untuk beberapa
saat Jit-kaucu Thay-kun tidak mengetahui bagaimana caranya
mengatasi perubahan itu, apalagi gerakan tubuh mereka
dilakukan dengan cepat.
Menanti kedelapan orang berjubah hijau itu mengambil
posisi masing-masing, gadis itu baru sadar dia sudah kalah
posisi, diam-diam pekiknya dalam hati, "Aduh celaka!"
Sementara itu Ji-kaucu segera mengunjuk senyuman licik
penuh kebanggaan setelah menyaksikan kedelapan orang itu
mengambiL-posisi masing-masing, pelan-pelan dia berkata,
"Kini barisan Mo-ing-pat-hiong-tin telah terbentuk, jagoan
yang bagaimana pun lihai jangan harap bisa meloloskan diri
dari kurungan, Jit-kaucu lebih baik kenakan saja borgol emas
itu tanpa melawan, siapa tahu Cong-kaucu masih mengingat
hubungan kalian sebagai guru dan murid, lalu membebaskan
dirimu dari hukuman mati."
"Ji-kaucu," kata Jit-kaucu Thay-kun hambar, "dengan
susah-payah kau menciptakan delapan manusia yang tak mirip
manusia, setan tak mirip setan ini, apakah tujuannya untuk
menandingiku?"
Rupanya kedelapan orang itu semuanya berambut panjang
terurai ke bahu, wajahnya jelek, betul-betul tiga bagian mirip
manusia tujuh bagian mirip setan, ditambah lagi paras muka
339 mereka berdelapan amat menyeramkan dan mengerikan,
semua ini membuat bergidik bagi yang melihatnya.
Sambil tersenyum Jit-kaucu berkata, "Ji-kaucu, kau orang
pintar, tentunya kau tahu seluk-beluk ilmu silatku dengan
jelas, namun aku tak akan membiarkan harapanmu tercapai
begitu saja pada malam ini."
"Hm, semua perkataan halus telah kugunakan, namun kau
masih saja tak mau sadar akan kesalahanmu, baiklah,
terpaksa aku akan membiarkan sepasang matamu terbuka."
Bicara sampai di situ dia berpaling ke arah para jago
lainnya dan menitahkan, "Kecuali Mo-ing-pat-hiong, yang lain
diharap mundur."
Para jago perkumpulan yang berada di sekeliling tempat itu
segera menurut dan bersama-sama mengundurkan diri keluar
arena. Hanya orang berkerudung berjubah panjang hitam dan
Liok-kaucu berdua masih tetap berdiri di tempat.
Mendadak Ji-kaucu berteriak dengan suara lantang, "Jitkaucu,
dengarkan baik-baik, mengapa Kiu-kaucu bisa lenyap?"
Begitu ucapan itu diutarakan, paras muka Jit-kaucu segera
berubah hebat, kemudian serunya dingin, "Kau apakan Kiukaucu?"
"Hm, main catur ada menang ada kalah, maka aku telah
menjadikannya sebagai sandera."
Jit-kaucu tertawa dingin, "Hehehe, Kiu-kaucu tak pandai
menjaga diri, kalau dia mati, itu kesalahannya sendiri, apa
sangkut-pautnya dengan diriku?"
Jit-kaucu Thay-kun tertawa ringan.
"Cong-kaucu ingin melenyapkan aku seorang, tapi
sudahkah dia pikirkan bahwa
Istana Pulau Es 2 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Jodoh Rajawali 8
^