Pendekar Cacad 8

Pendekar Cacad Karya Gu Long Bagian 8


lagi," tukas Ji-hubuncu dingin.
"Hari ini kau akan mati ataukah ingin hidup?"
"Tentu saja masih ingin hidup," jawab Bong Thian-gak
dengan suara hambar.
"Kalau ingin hidup, cepat katakan siapa pembunuh Kauhubuncu
kami?" "Boleh saja," Bong Thian-gak tertawa dingin. "Cuma kau
harus memperlihatkan dulu paras mukamu." Ji-hubuncu
mendengus dingin.
"Selamanya aku tak pernah bertukar syarat dengan orang
lain." 479 Mendadak Bong Thian-gak bangkit, kemudian katanya,
"Kalau begitu terpaksa aku mohon diri lebih dulu."
Yu Hong-hong turut bangkit, kemudian bersama Bong
Thian-gak membalikkan badan dan berjalan keluar ruangan
itu. Tiba-tiba Ji-hubuncu membentak nyaring, "Berhenti!"
Pelan-pelan Bong Thian-gak membalikkan badan,
mendadak ia menyaksikan Ji-hubuncu sudah melolos pedang.
Pedang berwarna merah darah, jauh lebih menyolok
daripada pedang-pedang lainnya, seolah-olah sebilah pedang
yang baru saja digunakan membunuh orang dan masih
berlepotan darah.
Dengan pedang itu Ji-hubuncu menuding ke langit sambil
melakukan gerakan-gerakan aneh, menyusul gerakan itu, tiga
orang aneh yang berdiri di belakangnya mengawasi pedang
darah itu dengan sorot mata yang mengerikan dan
menggidikkan. Tampaknya apabila pedang Ji-hubuncu itu menunjuk ke
depan, maka tiga orang aneh itu akan melaksanakan
perintahnya seperti orang kalap.
Sambil tertawa dingin Ji-hubuncu berkata, "Hiat-kiam-bun
bisa menggetarkan seluruh kolong langit antara lain karena
kami ditunjang oleh lima algojo yang tangguh, bila pedang
darah ini kutudingkan ke arahmu, maka penjagal-penjagal
berbaju merah ini akan membunuhmu secara keji dan kalap."
"Algojo-algojo berbaju merah ini bukan manusia, melainkan
setan iblis, biarpun kau Jian-ciat-suseng mempunyai
kepandaian silat yang lebih hebat pun, jangan harap bisa
membunuhnya, karena mereka mempunyai beribu lembar
jiwa, mati satu tumbuh seribu dan setiap kali mati mereka bisa
hidup kembali."
480 Setengah percaya setengah tidak, Bong Thian-gak tanpa
terasa bertanya, "Sungguhkah itu?"
"Aku tidak bohong."
Tiba-tiba Yu Hong-hong melolos pedang dan berdiri di sisi
kiri Bong Thian-gak dengan siap siaga.
"Aku tak ingin bermusuhan dengan Hiat-kiam-bun, aku pun
tak ingin mencoba kekuatan algojo-algojo berbaju merah itu,
namun bila Ji-hubuncu mendesak terus, terpaksa kami harus
membela diri sepenuh tenaga."
Sembari berkata dia mundur ke belakang selangkah demi
selangkah, sedangkan Yu Hong-hong yang berada di sisi
kirinya ikut mundur pula dengan hati-hati dan tak berani
gegabah. Menyaksikan hal ini, ujung pedang darah Ji-buncu Hiatkiam-
bun yang menuding ke langit pun pelan-pelan
digerakkan turun ke bawah.
Tiga pasang mata orang berjubah merah itu pelan-pelan
bergerak pula ke bawah mengikuti gerakan pedang darah itu.
Mendadak Ji-hubuncu berteriak keras, "Ma Kong, bunuh
mereka!" Berbareng dengan teriakan itu, pedang darahnya segera
menuding ke arah Bong Thian-gak.
Jeritan keras seperti teriakan setan segera berkumandang.
Orang berjubah merah yang berada di posisi tengah melejit
ke depan secepat terbang, kemudian dengan cepat menerkam
tubuh Bong Thian-gak dan Yu Hong-hong.
Yang mengerikan adalah gerak-gerik orang berjubah merah
itu sedikit pun tidak mirip manusia, gayanya sewaktu
menerkam seolah-olah sedang terbang.
481 Yu Hong-hong membentak nyaring, pedangnya
menciptakan titik cahaya bintang segera membacok tubuh
orang berjubah merah itu.
Mendadak orang berjubah merah itu memutar lengan
kanan menangkis datangnya bacokan pedang itu.
"Cring", Yu Hong-hong merasa pergelangan tangan
kanannya sakit, senjatanya tahu-tahu sudah dipukul mental
oleh tangkisan lawan.
Kejadian ini benar-benar menggidikkan, ternyata lengan si
orang berjubah merah itu tidak mempan ditusuk atau pun
dibacok, Selesai mementalkan pedang lawan, orang berjubah merah
itu segera mengayunkan pula telapak tangan kanannya
mencengkeram tubuh Yu Hong-hong.
Yu Hong-hong segera melejit ke samping dan memutar
tubuh, sekali lagi pedangnya melancarkan tusukan ke depan.
"Cring", bunyi dentingan nyaring kembali bergema.
Kali ini tusukan pedang Yu Hong-hong persis menusuk ke
lambungnya, tapi pedang yang terbuat dari baja asli itu malah
patah menjadi dua bagian.
Rupanya sekujur tubuh si algojo berbaju merah itu kebal
tusukan senjata, kejadian ini kontan membuat Yu Hong-hong
tertegun, dia lupa cakar kanan orang sudah berada tiga inci di
depan tenggorokannya.
Bong Thian-gak yang menyaksikan mara bahaya itu segera
membentak, secepat kilat tangan kirinya menyambar pinggang
Yu Hong-hong sambil melompat mundur, dengan gerakan
manis dia telah menyelamatkan si nona dari cengkeraman
maut lawan. 482 Gagal dengan cengkeraman mautnya, orang berjubah
merah itu menjerit aneh, kali ini dia menerkam Bong Thiangak
. Bong Thian-gak sudah menduga musuh akan menerkam ke
arahnya, cepat dia menurunkan Yu Hong-hong. Sambil
membentak gusar, segulung tenaga pukulan yang amat
dahsyat segera dilontarkan.
"Blam", ledakan keras yang memekakkan telinga
berkumandang. Dada si orang berjubah merah terhajar telak, sedemikian
dahsyat serangan itu membuat orang aneh itu terdorong
mundur tiga-empat langkah.
Bong Thian-gak berkerut kening menyaksikan itu, padahal
kekuatan tadi mengandung ribuan kati, betapa pun hebatnya
seorang tokoh persilatan mustahil bisa menyambut dengan
kekerasan. Tapi kenyataan lawan malah menerima serangannya itu
sambil membusungkan dada tanpa takut.
Agaknya pukulan yang maha dahsyat tadi telah
mengobarkan api kebuasan dan keganasan orang berjubah
merah itu, sambil berpekik keras, sekali lagi dia menyerang
Bong Thian-gak.
Kali ini Bong Thian-gak sudah menggenggam gagang
pedang kayunya, apabila orang berjubah merah itu
menyerang lagi, dia akan membalas dengan mempergunakan
jurus pedangnya.
Sejak Bong Thian-gak muncul di Bu-lim, belum pernah ada
orang yang sanggup menerima jurus serangannya, maka
setiap kali pedangnya digunakan, korban pasti berjatuhan.
Betul pedangnya hanya terbuat dari kayu, namun disaluri
tenaga dalam yang sangat sempurna, pada hakikatnya pedang
itu lebih tajam daripada pedang mestika.
483 Mendadak Bong Thian-gak berkata dengan suara dalam,
"Hong-hong, di bahumu masih terdapat sebilah pedang lain,
cepat cabut keluar apabila pedangku tidak mendatangkan
manfaat yang kuharapkan, terpaksa aku harus meminjam
pedangmu itu."
Mendengar perkataan itu, dengan cepat Yu Hong-hong
melolos pedangnya yang tersoreng di bahu.
Sementara itu si orang berjubah merah sudah menjerit
keras dan menerkam dengan ganas.
Diiringi bentakan nyaring, Bong Thian-gak melolos
pedangnya. "Crit", desingan tajam mendesis, kemudian bergema
teriakan setan yang menggidikkan hati.
Pedang kayu Bong Thian-gak telah menembus tiga inci di
bawah pusar orang berjubah merah itu hingga tembus,
menyusul dengan suatu gerakan cepat kaki kanan Bong Thiangak
melepaskan tendangan yang membuat tubuh musuh
mencelat. Orang berjubah merah itu tewas, namun dari mulut lukanya
tiada cairan darah yang meleleh keluar.
Mencorong sinar aneh dari balik mata Ji-hubuncu Hiatkiam-
bun, tiba-tiba ujarnya, "Benar-benar jurus pedang yang
luar biasa, tak nyana tubuh si algojo berbaju merah pun
tembus. Namun jangan keburu bangga, sebentar lagi Ma Kong
akan bangkit kembali, sekarang dia cuma jatuh semaput."
Paras muka Bong Thian-gak segera berubah serius,
serunya, "Hong-hong, berikan pedangmu kepadaku."
Ternyata tusukan pedang kayu Bong Thian-gak dengan
cepat sudah ditarik dan dimasukkan ke sarungnya, sementara
lengannya menerima angsuran pedang dari Yu Hong-hong.
484 Setelah menggenggam pedang baja, ia berseru lantang,
"Ji-hubuncu, kau adalah seorang yang cerdik, pedang kayuku
saja bisa menembus tubuh si algojo berbaju merah itu apalagi
dengan pedang baja di tangan. Aku orang she Bong percaya
masih bisa mematahkan seluruh bagian tubuhnya. Aku tidak
percaya bila seseorang sudah tercincahg menjadi tujuhdelapan
bagian, dia masih dapat hidup kembali."
Sambil tertawa dingin, Bong Thian-gak berkata lebih lanjut,
"Untuk mendididk dan melatih lima algojo berbaju merah ini,
aku yakin pihak Hiat-kiam-bun telah banyak mengeluarkan
pikiran dan tenaga, bila Ji-hubuncu menginginkan kerja
kerasmu selama ini porak-poranda dalam sekejap mata, maka
terpaksa aku akan memusnahkan mereka dari muka bumi."
"Padahal sesungguhnya, antara aku orang she Bong
dengan perguruan kalian tidak mempunyai ikatan dendam
ataupun sakit hati, aku pun tak ingin melenyapkan algojoalgojo
kalian itu, nah Ji-hubuncu, aku sudah cukup memberi
penjelasan, harap kau jangan mendesak diriku lebih jauh."
Setelah itu Bong Thian-gak berkata kepada Yu Hong-hong,
"Ayo kita segera mundur dari sini!"
Mendadak kesembilan gadis berkerudung merah yang
berdiri di depan pintu menggerakkan senjata dan maju
menyambut kedatangan mereka.
Tiba-tiba terdengar Ji-hubuncu berseru nyaring, "Mundur,
biarkan mereka mengundurkan diri dari sini!"
Mendapat perintah itu, kesembilan gadis berkerudung
merah segera menyingkir ke kiri dan ke kanan.
Dengan suara lantang Bong Thian-gak berseru, "Terima
kasih Ji-hubuncu atas kemurahan hatimu, sampai jumpa di
lain waktu."
Dia membuka pintu dan bersama Yu Hong-hong
mengundurkan diri dari situ.
485 Setibanya di luar pagar halaman, Yu Hong-hong
mendongakkan kepala memandang matahari yang bersinar
terik, tak tahan lagi gumamnya, "Ai, seperti baru saja
bermimpi buruk!"
"Siapa bilang bermimpi buruk" Kita mengalami semua
sebagai kenyataan," kata Bong Thian-gak sambil
mengembalikan pedang baja gadis itu.
"Tapi hakikatnya melebihi setan iblis dari neraka, benarbenar
menggidikkan," bisik Yu Hong-hong dengan jantung
masih berdebar. Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Ai, seandainya tidak kusaksikan dengan mata kepalaku,
aku benar-benar tak percaya akan peristiwa yang mengerikan
ini." Yu Hong-hong bertanya pula dengan polos, "Hwecu,
bukankah kau dapat memusnahkan kelima setan iblis itu"
Mengapa kau tidak memanfaatkan kesempatan tadi untuk
membinasakan mereka?"
Bong Thian-gak kembali menghela napas panjang, "Tadi
sebenarnya aku sendiri pun tidak yakin akan berhasil
memotong-motong tubuh mereka dengan menggunakan
pedangmu, sesungguhnya Ji-hubuncu termakan oleh gertak
sambalku."
Yu Hong-hong mengedipkan mata berulang-kali, lalu
bertanya lagi, "Bukankah pedang kayu Hwecu berhasil
menembus tubuh setan iblis itu" Bila diganti dengan sebilah
pedang baja, masakah tak mampu mencabik-cabik tubuh
mereka" Bong Thian-gak menggeleng kepala, "Untuk mengerahkan
tenaga melepaskan tusukan, tenaga yang kita gunakan akan
jauh lebih besar, terutama bagi seorang jago yang bertenaga
dalam sempurna, memakai pedang kayu atau pedang
sungguhan sebenarnya tidak berbeda jauh, kecuali pedang
486 yang kita pergunakan adalah sebilah pedang mustika yang
dapat mematahkan benda apa saja."
"Wah, jika di kemudian hari Hiat-kiam-bun melepas kelima
algojonya malang-melintang dalam Bu-lim, bukankah akan
tercipta bibit bencana besar bagi umat persilatan."
"Sekarang aku sedang berusaha menanggulangi kejadian
itu, untung saja kita diberi kesempatan mengetahui rahasia
Hiat-kiam-bun itu, kalau tidak, akibatnya di kemudian hari
tentu akan semakin serius."
Bicara punya bicara, Bong Thian-gak dan Yu Hong-hong
sudah sampai di halaman kamar nomor tiga puluh enam.
0oo0 Malam semakin kelam, suasana amat sepi dan tidak
terdengar suara apa pun.
Cahaya lentera masih memancar keluar dari bilik kamar
nomor tiga puluh enam.


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bong Thian-gak duduk di depan meja sambil terpekur dan
merenung seorang diri.
Tiba-tiba di luar kamar terdengar suara gemerisik yang
amat lirih. Biarpun ada daun kering yang rontok terhembus angin pun
tidak akan lolos dari pendengaran Bong Thian-gak, apalagi
suara gemerisik yang mengundang kecurigaan.
"Siapa di situ?" sambil membentak sorot mata Bong Thiangak
dialihkan keluar jendela dengan cepat.
Mendadak ia menyaksikan sesosok bayangan tubuh yang
ramping dan indah berdiri di tengah halaman.
Bagaikan disambar geledek Bong Thian-gak membatin.
"Ah! Si-hun-mo-li! Ia benar-benar telah datang."
487 Sementara itu bayangan indah di luar jendela masih diam
tak bergerak, namun sepasang matanya yang jeli justru
memancarkan cahaya tajam yang indah, sorot mata itu
sedang mengawasi Bong Thian-gak yang berada di balik
jendela tanpa berkedip.
Dengan suara rendah Bong Thian-gak menegur, "Kalau
sudah datang, mengapa tidak masuk" Pintu tidak ditutup!" v
Siapa tahu baru selesai perkataan itu diucapkan, terdengar
suara cekikikan merdu, lalu bayangan indah di luar sana
lenyap. Bong Thian-gak terkejut, dengan cepat dia melompat
keluar melalui jendela dan naik ke atas wuwungan rumah.
Di bawah cahaya bintang dan rembulan, tampak sesosok
bayangan tubuh indah sedang bergerak di ujung atap rumah
sebelah sana. Bong Thian-gak mengembangkan Ginkangnya dan
melakukan pengejaran secara ketat.
"Bagaimana pun juga aku tak boleh membiarkan dia lolos
dari pengejaranku."
Inilah keputusan yang diambil Bong Thian-gak, oleh karena
ia tak sempat melihat jelas paras muka Si-hun-mo-li, maka
tidak diketahui olehnya apakah Si-hun-mo-li itu benar Thaykun
atau bukan. Pengejaran dilakukan Bong Thian-gak dengan kecepatan
bagaikan sambaran petir.
Bayangan indah di depan sana pun berlari tak kalah
cepatnya. Dalam waktu singkat keduanya sudah berada di luar
kota, akan tetapi Bong Thian-gak belum juga berhasil memperpendek
jarak di antara mereka.
488 Sekarang pemuda itu baru terperanjat, segera pikirnya, "Ai,
tak nyana ilmu meringankan tubuh yang dia miliki begitu
cepat, tapi aku tak boleh kehilangan jejak, tidak gampang
mengundang kehadirannya ... bila kali ini aku tak berhasil
menjumpainya, maka selamanya tak akan berjumpa lagi."
Sementara berbagai ingatan berkecamuk dalam benak
Bong Thian-gak, ia semakin mempercepat gerak tubuhnya,
seperti sedang terbang saja kaki tidak menempel tanah.
Akhirnya jarak antara mereka berhasil diperpendek.
Di hadapan mereka tiba-tiba muncul sebuah gedung
berloteng yang amat megah.
Bayangan langsing di depan sana menerobos masuk ke
dalam rumah yang berlapis-lapis itu dan sekejap kemudian
bayangan tubuhnya sudah lenyap.
Bong Thian-gak menerjang masuk ke dalam bangunan itu,
namun suasana di sekeliling sana sepi dan hening, seolah-olah
sebuah kota mati saja.
Tentu saja bayangan Si-hun-mo-li turut lenyap, dia seolaholah
tertelan oleh kegelapan malam.
Ketika Bong Thian-gak menginjak daun-daun kering yang
berserakan di tanah, segera disadari olehnya bahwa di
perkampungan itu sudah lama ditinggalkan orang dan tak
berpenghuni lagi.
Si-hun-mo-li tentu bersembunyi di dalam sana ... ya, dia
pasti berada di dalam gedung itu.
Bong Thian-gak tidak putus-asa, pelan-pelan dia menelusuri
bangunan itu dan melakukan pencarian dengan seksama.
"Heran, mengapa Si-hun-mo-li tak berani menjumpai
diriku" Ya, dia sudah mengenali aku ... kalau begitu dia tentu
Jit-kaucu Thay-kun."
489 Teringat akan Thay-kun, dalam benak Bong Thian-gak
terlintas kembali pengalamannya pada tiga tahun lalu, di kaki
bukit Cui-im-hong di luar kota Lok-yang, dimana mereka
berdua sama-sama mengunjungi rumah si tabib sakti Gi Jiancau.
"Ai, bila Thay-kun sampai tertimpa sesuatu musibah,
tanggungjawabku akan bertambah berat."
Diam-diam Bong Thian-gak menghela napas, sementara
tubuhnya sudah melalui tiga lapis halaman dan hampir setiap
ruangan sudah diperiksa dengan seksama, namun ia belum
juga menemukan bayangan perempuan itu.
Biarpun saat ini Bong Thian-gak sudah jadi suami Song
Leng-hui, namun dalam hati masih tetap dipenuhi bayangan
Thay-kun. Semua peristiwa yang dialami, tubuhnya yang indah dan
cantik, serta pesan wanti-wanti Ku-lo Sinceng, pendeta agung
Siau-lim-si itu.
Biarpun suasana dalam Bu-lim dewasa ini sudah mengalami
perubahan besar, tapi Bong Thian-gak percaya Put-gwa-cinkau
tak akan lenyap begitu saja.
Selama tiga bulan terakhir ini, dia sudah menyelidiki
keadaan dunia persilatan secara diam-diam, Bong Thian-gak
tahu Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau memang telah berkunjung
ke markas besar Kay-pang di wilayah Sucwan.
Itulah sebabnya tersiar berita yang mengatakan Congkaucu
Put-gwa-cin-kau telah dikalahkan oleh Pangcu kaum
pengemis dalam suatu duel yang sengit, akibatnya dia terikat
dan tak berani mengembangkan sayapnya lagi.
Ikatan itu adalah pihak Put-gwa-cin-kau wajib
mengasingkan diri dan tak boleh muncul kembali di Bu-lim.
Bisa jadi ikatan itu berlaku dalam batas waktu tiga tahun.
490 Sebab dari kemunculan Si-hun-mo-li yang baru tiga bulan,
Bong Thian-gak mengambil kesimpulan bahwa Si-hun-mo-li
bisa jadi adalah salah satu alat Put-gwa-cin-kau untuk
melenyapkan umat persilatan dari dunia ini.
Pada tiga tahun berselang, Thay-kun telah ditangkap oleh
Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau.
Tak mungkin Cong-kaucu melepaskan Thay-kun begitu
saja, bisa jadi Thay-kun dijadikan iblis wanita pembetot
sukma. Walaupun semua peristiwa itu merupakan dugaan Bong
Thian-gak, namun apa yang diduganya itu memang cukup
beralasan, untuk membuktikan kebenaran dugaannya itu
terpaksa dia harus menemui Si-hun-mo-li.
Gedung itu sangat besar, bisa jadi pemiliknya di masa
lampau adalah seorang pembesar kaya, biarpun sudah lama
gedung itu ditinggal penghuninya, namun semua gununggunungan,
gardu, loteng dan pagar, masih mencerminkan
keindahan dan kemegahan seperti dulu.
Setiap sudut bangunan telah diperiksa Bong Thian-gak
dengan seksama, namun dia tak berhasil menemukan
bayangan perempuan itu.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Bong Thiangak,
bagaikan sukma gentayangan Bong Thian-gak melompat
naik ke atas loteng tertinggi, kemudian menyembunyikan diri
di situ. Pemandangan di bawah loteng terbentang luas, ia dapat
dengan jelas mengawasi setiap gerak-gerik sekeliling
bangunan itu. Mendadak Bong Thian-gak seperti mengendus selapis bau
harum bunga anggrek yang amat tipis.
Bau harum itu seolah-olah datangnya dari ujung langit sana
yang menyebar kemana-mana.
491 Bong Thian-gak mendongakkan kepala dan memandang
sekejap sekeliling tempat itu, namun di seputar sana tiada
bunga anggrek, tiada pula bunga lain, tapi bau harum itu
makin lama makin tajam, Bong Thian-gak merasa seolah-olah
pernah mengendus bau harum itu. Mendadak pula paras muka
Bong Thian-gak berubah hebat. Ia teringat sekarang, bau
anggrek itu pernah diendusnya tiga tahun berselang, tatkala
dia berada di kaki bukit Cui-im-hong di luar kota Lok-yang,
tepatnya di rumah tabib sakti Gi Jian-cau. Waktu itu Congkaucu
Put-gwa-cin-kau muncul. Belum habis ingatan itu lewat,
Bong Thian-gak telah menyaksikan munculnya sebuah tandu
besar di tengah kebun di depan sana, tandu itu berhenti di
atas sebuah gardu.
Apa yang dilihat sekarang sungguh mengejutkan Bong
Thian-gak hingga jantungnya berdebar keras.
"Mungkin Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau muncul." Dendam
kusumat yang dipendam sejak tiga tahun lalu segera berkobar
kembali, Bong Thian-gak merasakan darah dalam tubuhnya
mendidih, hampir saja dia hendak menerkam ke depan.
Untung selama tiga tahun melatih diri secara tekun di bukit
terpencil membuat wataknya lebih tenang dan pandai
mengendalikan diri, akhirnya ia berhasil mengendalikan
gejolak perasaan benci dan dendam yang berada di dalam
dadanya. Rupanya pada saat itu Bong Thian-gak menyaksikan
munculnya berpuluh sosok bayangan orang di sekeliling tandu.
Biarpun ilmu silat Bong Thian-gak sekarang sudah
mencapai tingkat yang luar biasa, namun dia belum yakin
dapat menandingi kekuatan Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau,
apalagi musuh berjumlah lebih banyak, ia semakin tak berani
bertindak gegabah.
Tiga tahun berselang, hampir saja ia tewas di tangan
lawan. 492 Sungguh tak disangka kemunculan kembali tiga tahun
kemudian dengan cepat mempertemukan dia dengan Congkaucu
Put-gwa-cin-kau.
Tiba-tiba dari balik tandu besar berkumandang suara
seseorang dengan nada merdu.
"Sam-kaucu, selama tiga bulan ini, tugas yang kau
laksanakan amat memuaskan hatiku, bertambahnya pembantu
semacam kau di dalam Put-gwa-cin-kau, hakikatnya seperti
harimau tumbuh sayap."
Mendengar panggilan "Sam-kaucu", Bong Thian-gak
terkejut, pikirnya, "Bukankah Sam-kaucu Put-gwa-cin-kau
sudah terbunuh tiga tahun lalu di pagoda Leng-im-po-tah di
luar kota Kay-hong" Waktu itu aku bersama Toa-suheng Ho
Put-ciang dan Thia Leng-juan yang melaksanakan
pembunuhan ini, dimana jenazahnya dihancurkan Thia Lengjuan
dengan obat penghancur mayat. Mengapa bisa muncul
Sam-kaucu lagi sekarang" Jangan-jangan dia adalah Samkaucu
baru yang belum lama bergabung dengan mereka."
Berpikir sampai di sini, Bong Thian-gak segera
mengarahkan pandangan matanya ke arah depan sana.
Di muka tandu besar itu berlutut seorang berperawakan
biasa sedang menjura pada Cong-kaucu yang berada di dalam
tandu besar, lalu katanya dengan hormat, "Terima kasih,
Cong-kaucu."
Mendengar logat suara orang itu, Bong Thian-gak tertegun,
pikirnya dalam hati, "Heran, suara ini amat kukenal,
sebenarnya siapakah Sam-kaucu yang baru itu?"
Sementara itu Cong-kaucu yang berada di dalam tandu
telah berkata kembali, "Sam-kaucu, mengenai tugas yang kau
lakukan di kota terlarang, sudah sebagian besar kau
rampungkan, saat ini sebagian jago lihai dari berbagai
perguruan telah muncul di dalam kota, yang masih tersisa pun
tinggal beberapa pentolan saja, mungkin tak sampai setengah
493 bulan lagi, sebagian besar akan berkumpul di wilayah Hopak
ini." "Bukan suatu tugas yang sederhana bagi Put-gwa-cin-kau
kita menghadapi jago lihai sedemikian banyak, maka aku
sengaja berkunjung ke wilayah Hopak untuk memberi
komando inti kekuatan Put-gwa-cin-kau kita. Ji-kaucu serta
komandan pertama pasukan pengawal tanpa tanding sekalian
dalam waktu singkat akan datang semua ke Hopak, sampai
waktunya orang yang akan memberi komando adalah aku, Jikaucu,
Sam-kaucu, komandan pertama pasukan pengawal
tanpa tanding serta komandan kedua pasukan tanpa tanding."
"Baik, terima kasih banyak atas perhatian Cong-kaucu yang
telah mencantumkan pula diri hamba dalam kelompok
komandan," jawab Sam-kaucu dengan hormat.
Kembali Cong-kaucu berkata, "Sam-kaucu, belakangan ini
di Bu-lim telah muncul Jian-ciat-suseng, apakah kau tahu asalusul
orang itu?"
Bong Thian-gak yang mendengar perkataan itu menjadi
amat terperanjat, segera pikirnya, "Benar-benar tak kusangka
Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau telah menaruh perhatian
kepadaku."
Sementara itu Sam-kaucu termenung sejenak, kemudian
sahutnya, "Lapor Cong-kaucu, malam ini Si-hun-mo-li
berangkat mengunjungi Jian-ciat-suseng, hamba rasa dia tak
akan lolos dari cengkeraman Si-hun-mo-li."
Mendengar perkataan itu, pelan-pelan Cong-kaucu
menyahut, "Sam-kaucu, dalam melaksanakan pekerjaanmu
kali ini kau bertindak kelewat gegabah dan menyerempet
bahaya, dewasa ini Jian-ciat-suseng sudah termasuk di antara
deretan jago lihai dalam Bu-lim, sebelum kau selidiki dengan
jelas asal-usul Jian-ciat-suseng, sudah kau utus Si-hun-mo-li
menghadapinya, jika Si-hun-mo-li tak mampu menyelesaikan
494 tugasnya atau menemui celaka di tangan Jian-ciat-suseng,
bukankah usaha kita selama ini akan sia-sia belaka."
Teguran itu membuat Sam-kaucu menundukkan kepala,
tanpa menjawab ia berdiri kaku di tempat.
Setelah berhenti sesaat, Cong-kaucu berkata lagi, "Samkaucu,
aku tahu, kau percaya setiap lelaki yang bertemu Sihun-
mo-li, dia tak akan mampu memberi perlawanan,
bukankah demikian?"
"Lapor Cong-kaucu, hamba memang berpendapat begitu,"


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawab Sam-kaucu agak tergagap.
"Tak heran Sam-kaucu mempunyai pendapat begitu, terus
terang kukatakan, sepasang mata Si-hun-mo-li sebetulnya
sudah melatih ilmu Si-hun-tay-hoat (Ilmu pembetot sukma)
yang merupakan kepandaian rahasia perguruan Mi-tiong-bun
di Tibet, setiap umat persilatan yang memandang sepasang
matanya pasti akan terpikat dan terpengaruh pikirannya, tapi
di Bu-lim ini masih terdapat dua tokoh silat yang memiliki
kemampuan untuk mematahkan pengaruh Si-hun-tay-hoat
itu." "Siapakah kedua orang itu?" tiba-tiba Sam-kaucu bertanya.
"Dia adalah Kay-pang Pangcu dan Cengcu Kim-liong-kiansan-
ceng!" Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan, "Aku
rasa Jian-ciat-suseng pun bisa jadi memiliki kemampuan untuk
mematahkan pengaruh Si-hun-tay-hoat itu."
"Darimana Cong-kaucu bisa tahu Jian-ciat-suseng memiliki
kemampuan itu?" tanya Sam-kaucu
Cong-kaucu termenung sejenak, kemudian ujarnya,
"Senjata yang digunakan Jian-ciat-suseng adalah pedang, bagi
seorang jago lihai ahli pedang, kepandaian yang harus dilatih
terlebih dahulu adalah melatih ketajaman mata dan ketepatan
hati, ditinjau dari kemampuan Jian-ciat-suseng mengalahkan
495 begitu banyak jago lihai dalam tiga bulan terakhir ini, sudah
jelas ilmu pedangnya tidak kalah dibanding ilmu pedang
Cengcu Kim-liong-kian-san-ceng Mo Hui-thian dan Kay-pang
Pangcu. Ketiga orang ini sama-sama mengandalkan ilmu
pedang mereka yang lihai."
"Biarpun aku belum tahu dengan jelas asal-usul Jian-ciatsuseng,
namun aku memuji kehebatan ilmu pedangnya, dia
merupakan salah satu musuh tangguh Put-gwa-cin-kau kita."
"Nasehat Cong-kaucu akan hamba camkan dalam hati,"
sahut Sam-kaucu dengan hormat
Tiba-tiba Cong-kaucu bertanya lagi, "Beberapa bulan lalu,
Sam-kaucu pernah mengatakan bahwa perkampungan ini
punya peralatan lengkap dan bisa digunakan sebagai kantor
cabang perkumpulan kita di wilayah Hopak, harap Sam-kaucu
mengajak diriku melihat-lihat keadaan di sekitar sini!"
"Perkampungan ini adalah bekas istana raja muda Mo-laycing-
ong di masa lampau, biarpun bangunan megah ini enak
dipandang, namun belum merupakan yang terhebat, karena
bangunan utama terletak di bawah tanah."
Pelan-pelan Cong-kaucu berkata pula, "Raja muda Mo-laycing-
ong, adik sepupu kaisar Ching Ko-cou, orang ini berotak
cerdas dan kepandaiannya jauh melampaui kaisar Ching Kocou
sendiri. Tatkala kaisar Ching Ko-cou melakukan
pembersihan terhadap bekas-bekas pembesar setianya, hanya
Mo-lay-cing-ong yang lolos dari pembersihan itu, ia tidak pergi
jauh, melainkan bersembunyi di dalam istana bawah tanah
ini?" "Cong-kaucu memang cerdas dan cermat, jauh melampau
siapa pun, betul waktu itu Mo-lay-cing-ong bersembunyi di
istana bawah tanah ini."
"Aku pernah berkunjung ke dalam istana itu serta
menemukan delapan belas sosok kerangka, satu di antaranya
berperawakan tinggi besar, sedang yang lain berperawakan
496 kecil dan lembut, kemungkinan adalah kerangka raja Mo-laycing-
ong beserta ketujuh belas selirnya."
"Aku dengar kekayaan raja muda Mo-lay-cing-ong tiada
taranya, apakah Sam-kaucu berhasil menemukan sesuatu di
bawah istana sana?"
"Menurut daftar yang dibuat kaisar Ching Ko-cou atas
orang-orang yang dikehendakinya, nama raja muda Mo-laycing-
ong terdaftar sebagai musuh nomor satu, konon yang
paling menakutkan adalah harta kekayaan raja muda itu."
"Setelah kusaksikan bangunan istana dalam perkampungan
ini, terpikir olehku bisa jadi semua harta kekayaan raja muda
Mo-lay-cing-ong berada di istana bawah tanahnya, tapi karena
istana itu dilengkapi alat rahasia, aku belum sempat
menggeledah setiap ruangan yang berada di situ, itulah
sebabnya hingga kini aku belum menemukan harta karun
peninggalan raja muda Mo-lay-cing-ong itu."
"Sam-kaucu tak usah kuatir, aku telah mengundang
seorang ahli bangunan dan ilmu tanah untuk menangani
persoalan ini, mungkin dalam beberapa hari mendatang
rahasia istana tanah Mo-lay-cing-ong akan berhasil kita
temukan." "Cong-kaucu telah mengundang seorang ahli bangunan dan
ilmu tanah?"
Baru selesai ucapan itu diutarakan, mendadak terdengar
seseorang menyambung dengan suara dingin, "Aku Jikauculah
orangnya!"
Bersama dengan selesainya ucapan itu, dari balik bangunan
lain tiba-tiba muncul sekelompok bayangan orang yang
langsung berjalan menuju ke arah gardu itu.
"Oh, cepat amat kedatangan Ji-kaucu!"
Cong-kaucu yang berada dalam tandu berseru kegirangan,
"Aku malah menduga besok malam Ji-kaucu baru akan tiba di
497 Hopak, tak disangka kau bisa datang sehari lebih awal, mari ...
mari ... mari ... Sam-kaucu belum pernah bicara dengan Jikaucu,
biar kuperkenalkan dahulu kalian berdua."
Sementara pembicaraan berlangsung, Ji-kaucu beserta
ketujuh-delapan anak buahnya telah berkumpul di depan
tandu besar itu.
Ji-kaucu memberi hormat lebih dulu kepada tandu besar
itu, ujarnya, "Ji-kaucu menyampaikan salam sejahtera untuk
Cong-kaucu."
"Tak usah banyak adat, kedatangan Ji-kaucu memang
sangat kebetulan, baru saja aku tiba di Hopak dan belum
mencari tempat pemondokan, harap Ji-kaucu mencarikan
sebuah ruangan dalam istana ini sebagai tempat
pemondokan."
Sementara itu Sam-kaucu telah memberi hormat kepada Jikaucu,
"Sam-kaucu menyampaikan selamat bertemu pada Jikaucu."
"Tak usah banyak adat," kata Ji-kaucu pula dingin. "Sudah
begini lama Cong-kaucu tiba di sini, mengapa Sam-kaucu
belum mencarikan tempat pemondokan bagi Cong-kaucu?"
"Hamba memang mengundang Cong-kaucu untuk
memasuki ruang bawah istana."
"Mengapa Sam-kaucu masih belum menunjuk jalan?" tegur
Ji-kaucu dingin.
"Kalau begitu dipersilakan Cong-kaucu dan Ji-kaucu
mengikuti diriku."
Selesai berkata, dia beranjak lebih dulu menuju ruangan
sebelah barat. Tandu besar serta kedua puluh orang serentak mengikut di
belakangnya, tak selang beberapa saat kemudian bayangan
mereka telah lenyap di balik kegelapan sana.
498 Dengan menyembunyikan diri di atas wuwungan loteng,
Bong Thian-gak dapat menyaksikan rombongan itu memasuki
sebuah ruangan gedung kecil di tengah halaman lapis
keempat. Sementara itu cahaya lentera memancar keluar dari gedung
tadi. Menyaksikan rahasia besar itu, berbagai pertanyaan yang
mencurigakan dan tidak dipahami olehnya bermunculan
menyelimuti benak anak muda itu.
Sebenarnya siapakah Sam-kaucu itu"
Mengapa suaranya begitu dikenal"
Berhubungan jarak mereka kelewatan jauh, maka Bong
Thian-gak tidak sempat menyaksikan dengan jelas paras muka
setiap orang yang hadir di sana.
Dari pembicaraan mereka, bisa jadi Si-hun-mo-li, si momok
perempuan yang disegani dan ditakuti setiap umat persilatan
tak lain adalah Jit-kaucu Thay-kun.
Tapi mengapa Thay-kun bisa berubah jadi manusia seperti
itu" Tatkala Jit-kaucu Thay-kun belum mengkhianati Put-gwacin-
kau, kedudukannya dalam partai begitu tinggi dan
terhormat sehingga pada hakikatnya hanya berada pada
urutan kedua setelah Cong-kaucu, tapi kini dia justru
dikendalikan oleh Sam-kaucu, dari sini dapat disimpulkan
bahwa gadis itu memang sudah dicelakai oleh ketuanya
sendiri. Bila jadi Thay-kun yang sekarang hanya robot hidup tanpa
pikiran dan kesadaran.
Yang paling mengejutkan Bong Thian-gak adalah di gedung
itu ternyata masih terdapat sebuah istana yang konon sangat
megah. 499 Mo-lay-cing-ong adalah seorang panglima perang
kenamaan ketika tentara Ching menyerbu daratan Tionggoan,
konon sewaktu raja muda Mo-lay-cing-ong membawa tentara
menyerbu daratan, dia telah merampok semua harta kekayaan
rakyat kecil hingga dalam waktu singkat dia telah menjadi
panglima perang terkaya di seluruh negeri.
Ketika Ching Ko-cou naik tahta, dia mendapat laporan
bahwa raja muda Mo-lay-cing-ong sedang mencari tentara dan
membeli kuda dengan niat melakukan pemberontakan,
kejadian ini mengejutkan sang raja sehingga dia bertindak
lebih dulu dengan menjatuhi hukuman pancung kepala atas
semua keluarga raja muda itu.
Tapi kaisar Ching Ko-cou tak pernah berhasil membunuh
raja muda Mo-lay-cing-ong, karena tak seorang pun yang tahu
dimanakah dia menyembunyikan diri.
Ketika Mo-lay-cing-ong hilang, tahta kerajaan waktu itu
telah beralih ke tangan kaisar Yong Cing, ini membuat sang
kaisar tak pernah tenang dan memerintahkan anak buahnya
lebih giat melakukan pencariannya atas jejak si raja muda itu.
Dari pembicaraan Cong-kaucu dengan Sam-kaucu,
tampaknya raja muda Mo-lay-cing-ong telah menyembunyikan
diri di istana bawah tanahnya ketika itu.
Bila rahasia besar ini sampai tersiar, bisa dibayangkan
betapa gemparnya seluruh dunia.
Intan permata dan emas perak hasil rampokan raja muda
Mo-lay-cing-ong dari rakyat bangsa Han bisa jadi disimpan
juga di dalam istana bawah tanah ini, siapakah yang tidak
silau menyaksikan harta karun yang tak ternilai harganya itu"
Barang siapa berhasil menemukan harta karun itu, dia akan
segera menjadi jutawan yang tiada bandingannya di seluruh
negeri. 500 Bila harta karun itu sampai dikuasai pihak Put-gwa-cin-kau,
maka Put-gwa-cin-kau akan segera menguasai seluruh dunia
persilatan dan menjadi pemimpin dunia.
Itu berarti kekacauan dan kekalutan akan merajarela di
seluruh negeri, hidup rakyat kecil tak pernah tenang, bencana
manusia pun akan muncul berulang-ulang.
Bong Thian-gak segera menyadari betapa beratnya
kewajiban dan tugasnya setelah berhasil menyadap rahasia
besar itu, karena bukan cuma menyangkut dunia persilatan
saja, tapi sudah mencapai kolong langit.
Bagaimana pun juga, dia tak boleh membiarkan pihak Putgwa-
cin-kau mendapatkan harta karun raja muda Mo-lay-cingong
itu. Dia pun tak dapat membiarkan harta karun itu jatuh ke
tangan kerajaan Ching.
Sebab harta karun itu milik bangsa Han, hasil rampokan
raja muda Mo-lay-cing-ong dari rakyat bangsa Han ketika dia
menyerbu daratan Tionggoan dulu.
Sekarang dia sebagai bangsa Han wajib melindungi
keutuhan harta karun milik rakyatnya, sehingga tidak
dikangkangi pihak kerajaan Ching.
Harta karun itu sudah sewajarnya dikembalikan kepada
rakyat yang berhak memilikinya, rakyat bumi putera anak
keturunan kaisar Hong Te.
Dalam waktu singkat Bong Thian-gak merasa darah yang
mengalir dalam tubuhnya mendidih, pikirannya kalut, dia telah
mengambil keputusan melakukan usaha besar bagi umat
persilatan. Mendadak terdengar beberapa kali jerit kesakitan
berkumandang dari arah gedung kecil di sebelah barat.
501 Perubahan ini terjadi sangat mendadak, sama sekali di luar
dugaan, untuk beberapa saat Bong Thian-gak tidak
mengetahui apa gerangan yang telah terjadi"
Dengan cepat pemuda itu menengok ke arah sumber
suara. Tiba-tiba tiga sosok bayangan orang meluncur keluar dari
balik gedung kecil itu dengan kecepatan tinggi.
Salah seorang di antaranya bergerak cepat dan gesit,
bagaikan sambaran petir dia melampaui dua orang yang lain
dan langsung meluncur ke arah Bong Thian-gak berada.
Bersamaan dengan berkelebatnya tiga sosok bayangan
orang itu, dari arah belakang muncul pula seorang berbaju
hijau yang melakukan pengejaran dengan pedang terhunus.
Gerakan tubuh orang itu pada hakikatnya jauh lebih cepat
daripada gerakan burung elang, tampak dia melejit dengan
enteng dan tahu-tahu sudah melewati kepala kedua orang
berbaju hitam di mukanya.
Cahaya pedang berkelebat, dua kali jeritan ngeri yang
menyayat hati bergema memecah keheningan malam.
Tahu-tahu kedua orang berbaju hitam itu sudah kena
tusukan pedang dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Selesai membunuh kedua orang itu, orang tadi mengangkat
kepala memandang ke depan, ketika dilihatnya korban ketiga
sudah kabur ke depan sana, ia tertawa dingin, lalu sambil
melejit dia melakukan pengejaran secepat kilat.
Ilmu meringankan tubuh orang itu benar-benar sangat
lihai, di saat sang korban sudah kabur ke gedung dimana
Bong Thian-gak menyembunyikan diri, orang itu sudah bisa
melampaui orang berbaju hitam dan melayang turun di
mukanya, sementara pedangnya langsung dibabatkan ke
muka. 502 Tampaknya kepandaian silat orang berbaju hitam itu tidak


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lemah, melihat jalan perginya dihadang orang, tubuhnya yang
hampir menumbuk orang itu segera berputar setengah
lingkaran dan berhenti, dengan begitu dia pun berhasil lolos
dari tusukan pedang orang itu.
Bong Thian-gak dapat melihat dengan jelas bahwasanya
orang itu tak lain adalah Ji-kaucu.
Sedangkan orang berbaju hitam yang sedang melarikan diri
itu adalah seorang kakek kurus kering.
Bertemu Ji-kaucu, kakek berbaju hitam tadi nampak sedikit
tegang, gugup dan ketakutan, tapi sebagai seorang jago
kawakan Bu-lim, dengan cepat pula dia berhasil
mengendalikan perasaan dan bersikap tenang kembali.
"Permainan pedangmu sungguh cepat dan buas!"
jengeknya sambil tertawa dingin. "Tujuh anak buahku mati di
tanganmu!"
Paras muka Ji-kaucu dingin menyeramkan, sama sekali tak
nampak perubahan apa pun, katanya kaku, "Kau pun jangan
harap bisa lolos dari kematian!"
Mendadak kakek berbaju hitam itu tertawa seram.
"Kau adalah satu-satunya orang paling buas dan kejam
yang pernah aku orang she Long jumpai sepanjang hidup."
"Hm, Hek-ki-to-cu Long Jit-seng terhitung seorang buas
dan keji pula di sekitar kepulauan di laut timur."
Mendengar perkataan itu, kakek berbaju hitam itu nampak
terkejut dan berubah paras mukanya, "Tajam amat
pandangan matamu, ternyata kau masih mampu mengenali
diriku." "Ilmu silat Hek-ki-to-cu Long Jit-seng hanya biasa saja,
namun ilmu lain seperti iNgo-heng-pat-kwa, ilmu perbintangan
503 dan ilmu bangunan, ilmu tanah dan ilmu membaca peta justru
termasyhur di seluruh kolong langit."
Bong Thian-gak yang menyadap pembicaraan itu dari atas
wuwungan rumah dapat menangkap semua pembicaraan itu
dengan jelas, dia memang pernah juga mendengar nama
besar Long Jit-seng sebagai seorang ahli dalam ilmu-ilmu itu.
Padahal Long Jit-seng berdiam di pulau Hek-ki-to yang
berada di tengah lautan timur, jauh-jauh dia mendatangi kota
terlarang dan muncul di gedung penuh rahasia itu, sebagai
orang yang cerdas Bong Thian-gak segera dapat menebak
maksud dan tujuan.
Jangan-jangan Long Jit-seng sendiri pun mengetahui juga
tentang rahasia harta karun Mo-lay-cing-ong"
Sementara itu Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak,
"Hahaha, kau terlampau memuji, biarpun ilmu kepandaian itu
amat kukuasai, sayang masih belum cukup untuk melindungi
keselamatan jiwaku sendiri."
Ji-kaucu tertawa dingin.
"Ai, jika kau bersedia menjawab beberapa pertanyaanku
dengan sebaik-baiknya, bisa jadi ilmu yang kau miliki itu dapat
menjamin pula keselamatan jiwamu."
"Pertanyaan apa yang hendak kau ajukan" Cepat
diutarakan!"
"Kau mendapat perintah dari siapa untuk menyusup ke
dalam istana bawah tanah?"
Long Jit-seng tertawa tergelak.
"Selama hidup belum pernah Long Jit-seng diperintah
orang, apalagi tunduk di bawah lutut orang lain."
Ketika mendengar perkataan itu, mencorong sinar
membunuh dari balik wajah Ji-kaucu, kembali dia berkata
dengan suara sedingin salju, "Rahasia istana bawah tanah MoTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
504 lay-cing-ong ditemukan oleh Sam-kaucu perkumpulan kami,
kecuali dia membocorkan rahasia itu, mustahil ada orang bisa
mengetahui."
"Mengapa kau tidak menuduh Sam-kaucu kalian yang telah
bersekongkol denganku?"
"Sam-kaucu baru saja menggabungkan diri dengan
perkumpulan kami, Cong-kaucu sangat menaruh kepercayaan
kepadanya dan aku pun amat percaya kepadanya."
"Jika demikian, mengapa kau masih curiga?" Ji-kaucu
tertawa dingin.
"Lantas darimanakah pihak Hek-ki-to memperoleh rahasia
ini?" "Harta karun Mo-lay-cing-ong sudah diketahui orang
seantero jagad. Hehehe, apalagi ketika Mo-lay-cing-ong
membangun istana bawah tanah ini, dia telah mengundang
seorang ahli tukang kayu."
"Siapakah orang itu?" tukas Ji-kaucu.
"Dia adalah Susiok-co, adik kakek!"
"Jadi karena itu kau mengetahui rahasia itu?"
"Betul, sejak tiga puluh tahun berselang aku sudah
mengetahui rahasia itu."
"Lantas mengapa kau tidak melakukan pencarian sejak
dulu, namun hari ini baru dilakukan?"
"Ilmu bangunan Susiok-co tiada bandingan di dunia ini,
terutama ilmu alat rahasia, ya, boleh dibilang tiada
kemungkinan bagi orang lain untuk memecahkan."
"Jadi maksudmu, alat rahasia dalam bangunan istana
bawah tanah itu cuma dia seorang yang bisa membuka dan
mencapai dimana harta karun itu tersimpan?" seru Ji-kaucu
sambil tertawa dingin tiada hentinya.
505 Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha, kalau dilihat dari kemampuan menemukan alat
rahasia dalam ruang gedung begitu masuk tadi... terbukti kau
pun seorang yang mahir di dalam ilmu bangunan, hehehe ...
cuma saja bila kau ingin membuka kedelapan puluh satu bilik
bawah tanah serta keempat puluh sembilan lorong rahasianya,
aku pikir seumur hidup tak akan dapat kau lakukan."
"Kau telah membantuku melaksanakan sebagian besar
tugasku, rasanya aku tak perlu banyak membuang tenaga lagi
dengan percuma," jengek Ji-kaucu dingin.
Paras muka Long Jit-seng berubah hebat mendengar
perkataan itu, segera tanyanya, "Apa maksud ucapanmu?"
"Aku tahu kau sudah membuang banyak tenaga dan pikiran
untuk meraba peta dasar bangunan bawah tanah itu, asal
kuperoleh peta rahasia yang telah kau persiapkan itu,
bukankah aku bisa membuka setiap bilik dan lorong rahasia itu
secara mudah dan cepat?"
Ucapan itu mengejutkan Long Jit-seng, namun paras
mukanya sama sekali tak berubah, katanya cepat sambil
tertawa dingin, "Kau benar-benar sangat lihai, betul aku
memang sudah mempersiapkan sebuah peta lengkap tentang
seluruh bangunan istana bawah tanah itu, namun peta itu tak
berada di sakuku sekarang."
"Peta itu pasti ada di sakumu," seru Ji-kaucu. Long Jit-seng
sadar, bilamana dia ingin meloloskan diri dari cengkeraman
maut Ji-kaucu, kuncinya terletak pada peta itu. Menyadari hal
itu, Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, engkau
selalu yakin tebakanmu selamanya tepat, namun kau gagal
menebak secara tepat kali ini?"
"Bila aku berani membunuhmu, buat apa banyak bicara
hal-hal yang tak berguna denganmu?"
506 "Jadi mati-hidupku tergantung pada keputusanku bersedia
bekerja sama atau tidak?" Long Ji Seng tertawa semakin
keras. "Hek-ki-to-cu termasyhur sebagai manusia licik dan banyak
akal muslihatnya, tentu saja kau dapat membedakan bukan,
mana yang menguntungkan dan yang merugikan sebelum
mengambil keputusan yang menguntungkan bagi dirimu
sendiri." Long Jit-seng kembali tertawa terbahak-bahak. "Kau amat
licik, berhati busuk dan berbahaya, bila tujuanmu sudah
tercapai, akhirnya aku bakal mati juga di tanganmu." "Tapi
sedikit banyak kau bisa hidup lebih lama." Dari pembicaraan
kedua orang itu, bisa diketahui betapa licik dan berbahayanya
kedua orang ini, mereka sama-sama cerdas dan bertujuan
dalam, kedua belah pihak sama-sama tidak saling percaya.
Ibarat dua ekor rusa bertemu, mereka saling menipu, saling
memasang perangkap untuk menjebak lawan.
Sudah barang tentu Long Jit-seng berada pada posisi yang
tidak menguntungkan, sebab dia tahu, bagaimana pun juga
kepandaian silatnya masih belum sanggup menandingi lawan.
Dalam sekali gebrakan saja pihak lawan mampu
menghabisi ketujuh anak buahnya yang berilmu tinggi,
peristiwa ini sudah menggidikkan hati Long Jit-seng, apalagi
dalam istana bawah tanah masih terdapat begitu banyak jagojago
lihai. Andaikata pihak Put-gwa-cin-kau benar-benar menghabisi
nyawa Long Jit-seng, biarpun dia hendak kabur ke ujung
langit pun jangan harap bisa lolos dalam keadaan selamat.
Bong Thian-gak yang mengamati semua peristiwa itu dari
atas wuwungan rumah dengan cepat dapat menebak jalan
manakah yang bakal dipilih Long Jit-seng.
Sudah jelas jalan "kehidupan" yang bakal dipilih olehnya.
507 Mendadak Bong Thian-gak memperdengarkan suara
dinginnya yang menggidikkan dari atas wuwungan rumah.
Tertawa seram itu muncul sangat mendadak dan sama
sekali di luar dugaan orang, seketika itu juga Ji-kaucu dibuat
terkesiap dan kaget setengah mati.
Mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau di situ bakal
hadir pihak ketiga yang bersembunyi di atas wuwungan rumah
yang berjarak sedemikian dekat dengannya tanpa disadari.
Padahal ia percaya pada ketajaman mata maupun
pendengaran sendiri, daun rontok pada jarak sepuluh tombak
pun takkan lolos dari pendengarannya, suasana gelap gulita
pun bisa dilihat olehnya dengan jelas, tapi mengapa ia tak
menangkap suara apa pun"
Nyatanya orang itu dapat lolos dari pendengaran maupun
penglihatannya, dari sini bisa diketahui bahwa ilmu silat lawan
betul-betul sangat lihai.
"Jago lihai darimanakah yang bersembunyi di atas" Harap
segera menampilkan diri."
Dengan suara menyeramkan dan mata bersinar tajam Jikaucu
mengawasi wuwungan dengan pandangan tak
berkedip. "Mengapa Ji-kaucu tidak berani naik ke atas?" sahut Bong
Thian-gak dingin.
"Jadi engkau tak berani turun?" jengeknya.
"Siapa bilang aku tak berani?"
Selesai bicara, tubuh Bong Thian-gak segera meluncur
turun dari wuwungan rumah, langsung menerkam Ji-kaucu.
Tubrukan Bong Thian-gak dilakukan dengan kecepatan
bagaikan kilat, dalam sekejap tubuhnya sudah sampai di atas
kepala Ji-kaucu, segulung tenaga maha dahsyat langsung
menekan ke atas kepala lawan.
508 Sesungguhnya ilmu silat Ji-kaucu sangat lihai, namun
sekarang dia pun tak mempunyai keyakinan untuk berhasil
lolos dari ancaman maut itu.
Dalam keadaan begini, Ji-kaucu segera memutar
pedangnya menciptakan selapis kabut pedang melindungi
batok kepalanya, lalu secepat kilat tubuhnya menyingkir ke
samping. Long Jit-seng adalah seorang cerdas, dia tak mau
membuang kesempatan yang sangat baik ini untuk meloloskan
diri, secepat kilat dia melejit dan kabur dari tempat itu.
Sesungguhnya tujuan Bong Thian-gak menampakkan diri
tadi adalah memberi kesempatan kepada Long Jit-seng untuk
melarikan diri, maka dia sama sekali tidak memberi
kesempatan kepada Ji-kaucu untuk berganti napas, angin
pukulan kedua kembali dilontarkan dengan kekuatan luar
biasa. Cepat Ji-kaucu melejit ke samping, tapi angin pukulan lain
tahu-tahu sudah menyambar datang dari arah kiri.
Ji-kaucu benar-benar tidak menduga gerakan lawan begitu
cepat, aneh dan luar biasa.
Pada serangan pertama, ancaman datang dari atas ke
bawah, maka pada serangan kedua dia telah mengubah arah
dengan menerjang dari sisi kiri.
Ji-kaucu tertawa dingin, kali ini dia tidak menghindar,
segulung angin pukulan dilepaskan dari sisi kiri untuk
menyongsong datangnya ancaman lawan.
"Blam", kedua gulung angin pukulan itu saling bentur,
terjadilah angin berputar yang menerbangkan dedaunan
kering dan debu.
Akibat bentrokan ini, sepasang kaki Ji-kaucu goyah dan
mundur liga langkah secara beruntun.
509 Sepanjang hidup belum pernah dia menghadapi pukulan
dahsyat seampuh ini, dalam gusarnya Ji-kaucu segera melolos
pedang dan melejit ke arah sisi lawan sambil melancarkan
sebuah tusukan.
Reaksinya cukup cepat, tapi gerakan tubuh Bong Thian-gak
jauh lebih cepat lagi.
Bong Thian-gak menjejakkan kaki kanannya dan melompat
ke atas wuwungan rumah, dengan demikian cahaya pedang
Ji-kaucu hanya menyambar lewat di bawah kakinya saja.
Gagal dengan serangan pedangnya, Ji-kaucu dongkol
setengah mati, sambil menjejakkan kaki dia mengejar ke atas
wuwungan rumah.
Tapi gerakan Bong Thian-gak jauh lebih cepat, begitu
tubuhnya berkelebat, tahu-tahu dia sudah berada jauh di
sana. "Hei, kalau jantan kenapa tidak kau hentikan langkahmu?"
bentak Ji-kaucu mendongkol.
Sambil membentak dia mengejar terus secara cepat.
Dalam pada itu dari arah gedung bermunculan beberapa
sosok bayangan orang, tampaknya orang itu dibuat terkejut
oleh ledakan! dahsyat akibat benturan dua kekuatan angin
pukulan tadi. Di antara bayangan-bayangan itu, nampak sesosok
bayangan orang bergerak paling cepat, langsung hendak
menghadang di depan Bong Thian-gak.
Sayang sekali gerakan tubuh Bong Thian-gak masih jauh
lebih cepat lagi, ia tak sampai terhadang oleh lawan.


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu Ji-kaucu telah menyusul pula ke sana,
mendadak dia berteriak keras, "Sam-kaucu, tak usah dikejar
lagi" 510 Ternyata bayangan orang yang mengejar paling cepat
adalah Sam-kaucu, ia menghentikan gerakan tubuhnya begitu
memperoleh perintah, tapi segera tegurnya, "Ji-kaucu,
mengapa kita biarkan musuh kabur begitu saja?"
Ji-kaucu tertawa dingin.
"Ilmu meringankan tubuh orang itu amat cepat, yakinkah
Sam-kaucu berhasil menyusulnya?"
Sam-kaucu mendongakkan kepala, empat penjuru amat
sepi tak terdengar suara apa pun, sementara bayangan tubuh
Bong Thian-gak yang semula berada di depan sana, kini sudah
lenyap. Dengan wajah tertegun Sam-kaucu berkata, "Wah, cepat
benar gerakan tubuh orang itu, siapakah dia"
Paras muka Ji-kaucu berubah sangat tak sedap dilihat,
namun dia menjawab dengan suara dingin, "Jika dilihat dari
ujung lengan baju kanannya yang kosong terhembus angin,
tampaknya dia adalah seorang berlengan tunggal."
Walaupun saat kejar mengejar tadi Ji-kaucu belum berhasil
melihat raut wajah lawan, namun bayangan tubuh Bong
Thian-gak, terutama ujung lengan baju kanannya yang kosong
dapat terlihat olehnya dengan nyata.
"Ah, dia adalah Jian-ciat-suseng!" seru Sam-kaucu tanpa
terasa dengan paras muka berubah.
"Sam-kaucu, bukankah kau mendapat perintah untuk
menyusun persiapan besar di wilayah Hopak, bagaimana
persiapan yang telah kau lakukan hingga jejak kita dapat
dibuntuti lawan?"
"Selama aku berada di kota terlarang, yakin belum ada
seorang pun yang menemukan jejakku, apalagi identitasku."
"Lantas bagaimana Jian-ciat-suseng bisa sampai di gedung
ini?" 511 "Barusan kulihat Si-hun-mo-li kembali ke istana bawah
tanah, bisa ditebak Si-hun-mo-li gagal dalam tugasnya dan
justru dialah yang memancing kehadiran Jian-ciat-suseng."
Berubah hebat air muka Ji-kaucu.
"Kalau begitu pembicaraanmu dengan Cong-kaucu serta
segala macam rahasia kita telah diketahui oleh Jian-ciatsuseng!"
"Tentang masalah itu, kita baru bisa menganalisanya
setelah tahu bagaimana cerita Ji-kaucu sampai menemukan
jejak Jian-ciat-suseng."
Ji-kaucu tertawa dingin.
"Sam-kaucu mengapa kau tidak berterus terang saja
mengatakan bahwa aku pun turut terkecoh oleh kehadiran
Jian-ciat-suseng sehingga gerak-geriknya tidak kuketahui
sama sekali?"
"Tidak berani, aku tak berani berpendapat demikian."
"Sam-kaucu, apakah kau mengetahui tempat tinggal Jianciat-
suseng?" tiba-tiba Ji-kaucu menegur dengan suara dingin
menyeramkan. "Kamar nomor tiga puluh enam Hong-tok-ciu-lau."
"Dalam tiga hari, Sam-kaucu harus berhasil membunuh
Jian-ciat-suseng dengan cara apa pun."
"Cong-kaucu telah berpesan, sementara kita tak akan
membunuh Jian-ciat-suseng."
Ji-kaucu segera menarik muka mendengar perkataan itu,
katanya kemudian, "Kalau begitu segera kubicarakan masalah
ini dengan Cong-kaucu, mungkin saja dia mau berubah
pikiran." 512 Selesai berkata dia lantas meluncur turun dari atas
wuwungan rumah dan langsung menuju ke gedung kecil tadi,
Sam-kaucu mengikut di belakangnya.
Mendadak Ji-kaucu berpaling seraya berkata, "Long Jitseng
telah melarikan diri, harap Sam-kaucu segera mengirim
orang mengejarnya, bila gagal membekuknya hidup-hidup,
mati pun tak apalah."
"Harap Ji-kaucu mengutus orang untuk membantuku,"
sahut Sam-kaucu cepat.
Sementara itu enam orang berjubah hijau telah
bermunculan dari balik gedung.
Mendadak Ji-kaucu berseru kepada seorang berjubah hijau
yang gemuk pendek.
"Ang Teng-siu, lekas bawa tiga orang dan bersama Samkaucu
pergi mengejar Long Jit-seng!"
"Baik!" jawab orang gemuk pendek itu dengan sikap
hormat. Dengan cepatnya dia telah memilih tiga orang rekan untuk
mendampinginya, lalu sambil berjalan ke depan Sam-kaucu
dia berkata dengan lantaYig, "Ang Teng-siu siap menerima
komando Sam-kaucu!"
"Tak usah banyak bicara, ayo kita berangkat," seru Samkaucu.
Kelima orang jago lihai Put-gwa-cin-kau itu dengan cepat
berangkat meninggalkan gedung itu mengejar Long Jit-seng.
Long Jit-seng keluar dari gedung dengan kecepatan luar
biasa, ia kabur secepatnya meninggalkan tempat itu.
Long Jit-seng mengerti, bila orang-orang Put-gwa-cin-kau
telah berhasil membunuh orang yang membantunya, dengan
cepat mereka akan mengejarnya kemari, maka dia memilih
daerah yang sepi di barat kota untuk menyelamatkan diri.
513 Sesudah menempuh perjalanan setengah jam dengan
kecepatan tinggi, sampailah dia di tanah kuburan di sebelah
barat kota, di situlah Long Jit-seng baru menghentikan
perjalanannya. Suasana di kompleks pekuburan itu hening, sepi dan
mengerikan. . Batu-batu nisan yang terbengkalai porak-poranda
menjadikan sekeliling sana sebagai tempat persembunyian
yang paling ideal.
Dengan langkah mantap Long Jit-seng langsung menerobos
masuk ke dalam kompleks tanah kuburan itu.
Mendadak dari atas sebuah batu nisan Long Jit-seng
menyaksikan munculnya sesosok bayangan orang.
Long Jit-seng terperanjat, cepat ia mendongakkan kepala.
Orang itu berperawakan jangkung dengan wajah cakap,
termasuk seorang pemuda yang bermata tajam.
Sebilah pedang tersoreng di pinggangnya, sementara
lengan baju kanannya nampak kosong, mengikuti hembusan
angin malam, ujung baju itu bergoyang tiada hentinya.
Waktu itu dia sedang memandang ke wajahnya dengan
senyum di kulum.
Seandainya tiada senyumannya yang ramah, niscaya Long
Jit-seng akan menyangka dia sebagai setan gentayangan di
tanah kuburan itu.
Dengan terkesiap dan jantung berdebar keras Long Jit-seng
menegur, "Kau ini sebetulnya manusia atau setan?"
"Manusia," sahut Bong Thian-gak sambil tersenyum.
"Kalau begitu kau ini musuh atau sahabat?"
"Musuh atau sahabat tergantung pada keputusanmu."
514 Paras muka Long Jit-seng berubah hebat, tanyanya lagi
dengan gemetar, "Jadi kau adalah anggota Put-gwa-cin-kau?"
"Tidak, aku bukan anggota Put-gwa-cin-kau."
Rupanya Hek-ki-to-cu menjadi ketakutan setengah mati
karena mengira Bong Thian-gak adalah anak buah Put-gwacin-
kau, hatinya baru merasa lega setelah mengetahui
dugaannya meleset.
Sambil menghela napas pelan-pelan dia bertanya, "Ada
urusan apa kau menghadang jalan pergiku?"
Bong Thian-gak tersenyum.
"Baru saja aku mendirikan sebuah perkumpulan baru dan
sekarang sedang 'mencari umat persilatan yang bisa diterima
sebagai anggota baru perkumpulan, aku tertarik denganmu."
Tergerak hati Long Jit-seng mendengar tawaran itu, segera
tanyanya, "Apa nama perkumpulan itu" Siapa pemimpinnya?"
"Tiong-yang-hwe, akulah Hwecunya."
Mendadak Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak, "Hahaha,
kau tahu siapakah aku?"
"Long Jit-seng dari lautan timur, seorang tokoh persilatan
mahir banyak ilmu."
"Ah, jadi engkau yang membantu meloloskan diriku tadi?"
Long Jit-seng terkejut.
Kembali Bong Thian-gak tersenyum.
"Aku tak ingin melihat kau terbunuh atau diperalat Jikaucu."
"Hahaha, mengapa tidak kau katakan bahwa kau tak
ingin melihat harta karun raja muda Mo-lay-cin-ong terjatuh
ke tangan orang-orang Put-gwa-cin-kau?" Long Jit-seng
tergelak makin keras.
Tiba-tiba Bong Thian-gak menarik muka, kemudian
berkata, "Orang-orang Put-gwa-cin-kau tak akan melepas
515 dirimu begitu saja, orang yang menurunkan perintah
membunuh atas dirimu adalah Ji-kaucu. Padahal jagoan
berilmu tinggi seperti Ji-kaucu banyak terdapat dalam Putgwa-
cin-kau, sedang anak buahmu" Adakah jagoan dari Hekki-
to yang memiliki kepandaian untuk menandingi Ji-kaucu?"
"Perkataanmu memang benar," Long Jit-seng tertawa, "tapi
sayang, biarpun aku bergabung dengan perkumpulan kalian
pun sulit rasanya untuk meloloskan diri dari kematian."
Mencorong sinar tajam dari mata Bong Thian-gak, ujarnya
dengan suara nyaring, "Biarpun Tiong-yang-hwe belum
berkekuatan untuk melawan kekuasaan Put-gwa-cin-kau,
namun aku yakin masih sanggup melindungi keselamatan
jiwamu." "Engkaukah Jian-ciat-suseng yang belakangan ini
termasyhur namanya dalam Bu-lim?"
"Betul," Bong Thian-gak tertawa, "aku memang seorang
cacat." Tiba-tiba Long Jit-seng berkata lagi, "Sepanjang
hidupku, aku hanya tahu menurunkan perintah dan
memerintah orang lain, belum pernah kuperoleh perintah
orang lain untuk mengerjakan sesuatu. Oleh sebab itu, aku
ingin melihat dahulu kepandaianmu." Bong Thian-gak tertawa.
"Bila kau bersedia menggabungkan diri dengan Tiong-yanghwe,
berarti kau adalah Kunsu (juru pikir) Tiong-yang-hwe,
hal ini sama artinya kau hanya memberi perintah kepada
orang lain dan bukan orang lain yang memberi perintah
kepadamu."
Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak.
"Kau adalah ketua Tiong-yang-hwe, berarti seorang Kunsu
masih tetap di bawah tingkatan seorang Hwecu bukan?"
"Long-kunsu," Bong Thian-gak tertawa, "kau ingin mencoba
keistimewaanku" Boleh saja, cuma dibanding kecerdasan otak
dan akal muslihatmu, aku mengaku kalah darimu."
516 Long Jit-seng tertawa nyaring.
"Soal mengatur siasat dan menyiapkan tipu muslihat, tentu
saja bidang itu merupakan pekerjaan seorang Kunsu.
Sedangkan sebagai ketua, syarat yang dibutuhkan selain ilmu
silat yang tinggi dia mesti memiliki budi pekerti yang baik.
Sebab biarpun ilmu silat seseorang sangat tinggi, bila dia tidak
memiliki kemampuan seorang pemimpin dan kebajikan serta
budi pekerti yang baik, jadinya sebuah perkumpulan yang
kaku, sebuah perkumpulan tanpa nyawa, biasanya
perkumpulan semacam ini tak pernah bisa menggetarkan
dunia persilatan."
"Aku mempunyai semacam kemampuan untuk menilai
orang dari wajah seseorang dan aku mengerti kau memang
memiliki budi pekerti serta kewibawaan sebagai seorang
pemimpin. Yang belum kuketahui sekarang adalah kepandaian
hebat yang kau miliki."
"Dengan cara apa Kunsu hendak mencoba kepandaian
silatku?" tanya Bong Thian-gak sambil tersenyum.
Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak.
"Sesungguhnya bidang ilmu silat tak perlu dicoba lagi,
sebab dengan nama besar Jian-ciat-suseng, rasanya sudah
lebih dari cukup untuk menggetarkan seluruh dunia
persilatan."
"Sungguh tak kusangka begitu cepat Long Jit-seng bersedia
menggabungkan diri dengan Tiong-yang-hwe, kejadian ini
sungguh merupakan suatu keberuntungan bagi Bong Thiangak,"
pemuda itu berseru dengan nada terharu.
Long Jit-seng membenahi pakaiannya, lalu maju ke
hadapan Bong Thian-gak dengan hormat, dia
membungkukkan badan menjura sambil berkata nyaring,
"Hwecu di atas, Long Jit-seng memberi salam atas kebesaran
Hwecu." 517 Buru-buru Bong Thian-gak membangunkan Long Jit-seng
sambil menyahut, "Long-kunsu tak usah banyak adat...."
Belum habis dia berbicara, tiba-tiba Bong Thian-gak
merasakan urat nadi pada pergelangan tangan kirinya
dicengkeram orang, dengan lima jari tangannya yang kuat.
Pada saat bersamaan, telapak tangan kiri Long Jit-seng
disodokkan ke muka.
Mimpi pun Bong Thian-gak tak menyangka Long Jit-seng
bakal melancarkan serangan dengan cara sedemikian kejinya.
Perlu diketahui, urat nadi pergelangan tangan merupakan
salah satu dari tiga tempat mematikan di tubuh manusia,
begitu urat nadi dicengkeram orang, betapa pun besarnya
kekuatan tidak mungkin bisa dikerahkan lagi.
Masih mending bagi mereka yang bertangan utuh, Bong
Thian-gak hanya berlengan tunggal, bagaimana mungkin dia
bisa meloloskan diri"
Itulah sebabnya serangan Long Jit-seng benar-benar
merupakan sergapan maut yang kejam dan tak berperikemanusiaan.
Bong Thian-gak tidak tahu bagaimana cara untuk
menghindarkan diri ataupun berbuat sesuatu, namun dia tetap
berdiri tegak dengan senyum di kulum, dengan dada
dibusungkan dia menyambut datangnya sergapan Long Jitseng
itu. "Blam", pukulan dahsyat Long Jit-seng menghajar telak di
atas dada Bong Thian-gak.
Dengan cepat Long Jit-seng merasakan telapak tangan
kirinya sakit panas dan pedas, seolah-olah baru saja
menghantam sepotong lempengan besi baja.


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada saat itulah Bong Thian-gak memutar pergelangan
tangan kirinya dengan leluasa, seakan-akan pergelangan
518 tangannya terdiri dari kapas yang lunak, tahu-tahu saja sudah
terlepas dari cengkeraman baja kelima jari tangan kanannya!
Long Jit-seng tertegun, mimpi pun dia tak menyangka ilmu
silat Bong Thian-gak telah mencapai tingkatan begitu hebat.
Sambil tersenyum Bong Thian-gak berkata, "Tipu muslihat
Long-kunsu benar-benar hebat, jika caramu ini digunakan
untuk mencoba kepandaian orang, memang sulit bagi orang
lain untuk menghindar."
Long Jit-seng menghela napas panjang, "Hwecu memang
pantas disebut seorang Tay-enghiong. Bukan cuma
berkepandaian silat tinggi, Hwecu pun welas-asih dan
bijaksana."
"Sesungguhnya barusan aku berniat jahat dengan niat
menghabisi nyawa Hwecu dalam sekali pukulan. Sedangkan
Hwecu pun sudah dapat meraba niat jahat diriku, namun
kenyataan kau sama sekali tidak mengungkapnya."
"Ai ... atas kejadian ini Long Jit-seng sungguh merasa
menyesal, aku tidak pantas menjadi anggota Tiong-yanghwe!"
Beberapa patah kata Long Jit-seng itu diucapkan dengan
tulus hati dan sejujurnya.
Bong Thian-gak pada dasarnya memang pemuda yang
berjiwa besar, sungguh ia dibuat sangat terharu oleh kejadian
itu. Akhirnya sambil tersenyum Bong Thian-gak berkata, "Kata
Nabi besar, tiada orang yang luput dari kesalahan. Asal kau
bersedia bertobat, dosa apa pun bisa dimaafkan. Tiong-yanghwe
sangat membutuhkan orang-orang berbakat seperti Hekki-
to-cu." Berkilat mata Long Jit-seng, segera ujarnya dengan suara
lantang, "Sekarang dan detik ini juga Long Jit-seng bergabung
dengan Tiong-yang-hwe, selama hidup aku bersumpah akan
519 setia sampai mati kepada Hwecu dan selalu mendampingimu,
bila suatu hari aku melanggar sumpah, biar Thian
menjatuhkan hukuman berat kepadaku dan mati dengan hulu
hati tertembus pedang."
Selesai mengucapkan sumpah, Long Jit-seng segera
menjatuhkan diri berlutut dan menyembah tiga kali ke arah
langit. "Long-sianseng, kesetiaan dan ketulusan hatimu
mengharukan hatiku," kata Bong Thian-gak kemudian.
Air mata jatuh berlinang membasahi wajah pemuda itu,
dengan cepat dia membimbing bangun Long Jit-seng yang
masih berlutut, kemudian pelan-pelan ujarnya, "Longsianseng,
mari kita pulang!"
"Hwecu tinggal dimana?"
"Rumah penginapan Hong-tok-ciu-lau."
"Tempat itu tak boleh didiami lagi."
"Ehm, ucapanmu memang benar," Bong Thian-gak
mengangguk, "entah bagaimanakah pendapat Sianseng?"
"Lebih kurang tiga li di luar kota terlarang terdapat kuil
Hong-kong-si, Hongtiang kuil itu Hong-kong Hwesio adalah
sahabat karibku, bila Hwecu tidak keberatan lebih baik markas
Tiong-yang-hwe dipindahkan saja untuk sementara waktu ke
situ." Bong Thian-gak termenung beberapa saat, kemudian
sahutnya, "Kuil Hong-kong-si pasti merupakan kompleks kaum
ibadah, rasanya kurang pantas bagi kita orang-orang kasar
dunia persilatan untuk mengganggu ketenangannya." Long Jitseng
tersenyum. "Di dalam kuil Hong-kong-si hanya berdiam Hong-kong
Hwesio serta kedua muridnya saja," tukasnya.
520 "Dalam kuil yang begitu luas hanya didiami mereka
bertiga?" Bong Thian-gak heran.
Long Jit-seng manggut-manggut sambil tertawa.
"Hong-kong Hwesio adalah seorang berwatak aneh, belum
pernah ada seorang Hwesio pun yang cocok hidup
bersamanya, maka itulah kuil Hong-kong-si tak pernah
menerima anggota baru."
"Apakah dia akan setuju bila kita menempati kuilnya?"
tanya pemuda itu sambil berkerut kening.
Long Jit-seng tertawa.
"Dalam satu tahun ada tiga ratus enam puluh lima hari,
boleh dibilang sepanjang hari Hong-kong Hwesio dan kedua
orang muridnya hidup mengasingkan diri dalam sebuah kamar
gelap tak tembus cahaya, biar langit ambruk atau permukaan
tanah merekah mereka bertiga tak bakal meninggalkan
kamarnya. Oleh sebab itu kita tak usah meminjam kepada
mereka, kita secara langsung pindah saja ke situ."
Makin mendengar, Bong Thian-gak semakin terkejut,
tanyanya kemudian, "Apakah mereka tidak bersantap?"
"Rangsum yang disimpan dalam kamar membukit,
sepanjang tahun mereka tidak bakal kekurangan rangsum
atau air."
'Ai, cara hidup mengasingkan diri Hong-kong Hwesio ini
benar- . benar mengagumkan," tanpa terasa Bong Thian-gak
menghela napas.
"Hwecu, kalau begitu kita putuskan demikian saja," kata
Long Jit-seng kemudian, "besok sebelum senja tiba, kita
semua pindah ke kuil Hong-kong-si."
"Kini Long-sianseng adalah Kunsu Tiong-yang-hwe, tentu
saja segala sesuatunya akan berjalan menurut perkataanmu,"
Bong Thian-gak tertawa.
521 Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, Hwecu
begitu percaya menyerahkan beban berat itu kepadaku,
mungkin aku tak bisa memikul tanggung jawab ini."
Mendadak paras Bong Thian-gak berubah, serunya cepat,
"Ssstt, ada orang datang, bisa jadi mereka adalah anggota
Put-gwa-cin-kau."
Baru selesai dia berkata, empat sosok bayangan orang
telah menerobos masuk ke dalam kompleks tanah kuburan itu.
Jelas orang-orang itu sudah mengetahui jejak Bong Thiangak
maupun Long Jit-seng, maka tanpa berhenti mereka
langsung menuju ke arah mereka berada.
Bong Thian-gak diam-diam terkejut, pikirnya, "Heran,
mengapa para pendatang segera mengetahui lokasi kami
secara tepat?"
Belum habis ingatan itu melintas, keempat sosok bayangan
orang itu sudah berhenti di hadapan mereka.
Mereka berempat adalah orang berjubah panjang hijau,
sebilah pedang tersoreng di pinggang masing-masing, sebagai
pemimpin adalah seorang pemuda gemuk pendek berkulit
putih. Sementara itu orang gemuk pendek itu tampak tertegun
juga setelah bertemu Bong Thian-gak serta Long Jit-seng.
Berkilat sepasang mata Bong Thian-gak, dia merasa orang
gemuk pendek itu seakan-akan pernah bersua di suatu
tempat, paras mukanya sangat dikenal, setelah tertegun
sejenak, berbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya.
"Hehehe, tampaknya kehadiran kalian berempat bermaksud
untuk membekuk diriku?" jengek Long Jit-seng sambil tertawa
dingin. 522 Salah seorang menengok sekejap ke arah pemuda gemuk
pendek itu, lalu berkata, "Komandan regu Ang, orang inilah
Hek-ki-to-cu Long Jit-seng!"
Mendadak Bong Thian-gak berseru tertahan, lalu pikirnya,
"Ang Teng-siu! Kalau begitu dia adalah orang kepercayaan
Thay-kun."
Tiga tahun berselang di suatu perkampungan petani, Ang
Teng-siu dan seorang dayang Thay-kun telah bekerja sama
membunuh seorang pembantu Ji-kaucu, waktu itu Ang Tengsiu
pernah memberi pertanyaan kepada Bong Thian-gak
bahwa Thay-kun adalah majikannya.
Sementara itu Ang Teng-siu telah berseru dengan suara
dalam, "Bunuh mereka semua!"
Begitu perintah diberikan, ketiga orang berjubah panjang
itu serentak melolos pedangnya sambil berjalan mendekat.
"Berhenti!" bentak Bong Thian-gak dengan suara dalam.
Di tengah bentakan, Bong Thian-gak melompat ke muka
dan menghadang di hadapan Long Jit-seng.
Tiga bilah pedang panjang ketiga orang itu serentak
menusuk tubuh Bong Thian-gak dengan kecepatan bagaikan
sambaran petir.
Bong Thian-gak tertawa dingin, tubuhnya selincah ikan
melejit lewat di antara celah-celah ketiga pedang itu,
kemudian telapak tangan kirinya diayunkan ke muka dan ...
dua kali dengusan tertahan bergema.
Kedua orang berjubah hijau itu masing-masing terhajar
dadanya oleh serangan Bong Thian-gak sehingga terdorong
mundur sejauh tiga-empat langkah, pedang mereka terlilit
oleh lengan baju kanan Bong Thian-gak yang kosong sehingga
sebilah di antaranya mencelat ke udara.
523 Dalam satu gebrakan saja Bong Thian-gak berhasil
menaklukkan ketiga orang berjubah hijau itu, kesempurnaan
ilmu silat orang ini segera menggetarkan hati semua orang.
Untung saja Bong Thian-gak masih punya belas kasihan
dengan meringankan tenaga serangannya, coba tidak, bisa
jadi ketiga orang berjubah hijau itu akan tewas.
Berubah hebat paras Ang Teng-siu, dengan cepat ia
menyerbu ke muka, sebuah pukulan dilontarkan ke arah Bong
Thian-gak dengan kecepatan luar biasa.
Bong Thian-gak menggeser langkah kakinya ke samping,
tahu-tahu tubuhnya sudah beralih ke samping, setelah itu
bentaknya, "Tahan!"
"Apa lagi yang hendak kau ucapkan?" tanya Ang Teng-siu
dengan wajah tertegun.
"Bukankah kau she Ang bernama Teng-siu?" tegur Bong
Thian-gak sambil menarik muka.
"Betul!" jawab Ang Teng-siu terkejut, "darimana kau bisa
tahu namaku" Siapa pula kau?"
Sambil tertawa dingin Long Jit-seng segera menimbrung,
"Ketua Tiong-yang-hwe... Jian-ciat-suseng!"
Mendengar nama itu, air muka Ang Teng-siu berubah
hebat, serunya kemudian, "Sudah lama kudengar nama
besarmu, apakah kau kenal diriku?"
"Apakah Ang-heng mendapat perintah untuk menangkap
Hek-kito-cu?" kembali Bong Thian-gak bertanya dengan suara
dalam. Ang Teng-siu termenung sambil berpikir sejenak, kemudian
baru menjawab, 'Dengan kehadiran saudara, bagaimana
mungkin kami bisa melakukan penangkapan terhadap Tocu?"
"Kalau memang begitu, cepat kalian berempat
mengundurkan diri dari sini!"
524 Sebelum Ang Teng-siu sempat menjawab, mendadak dari
balik kompleks tanah kuburan yang amat luas itu
berkumandang suara seseorang dengan suara merdu.
"Jian-ciat-suseng, kalian sudah terkepung."
Seruan ini sungguh mengejutkan Bong Thian-gak, dia tak
pernah mengira di kompleks tanah kuburan itu pun sudah
tersembunyi musuh yang siap menyerang.
Dengan cepat Long Jit-seng berpaling.
Dari balik nisan yang porak-poranda dan menyeramkan itu,
sekejap mata telah bermunculan dua puluh sosok bayangan
orang berbaju merah, mereka semua berdiri di depan nisan
kuburan. Memandang dari kejauhan, yang terlihat hanya sorot mata
mereka yang hijau berkilat seperti api setan.
Dari posisi mereka berada, Bong Thian-gak dan Long Jitseng
memang benar-benar sudah terkepung.
"Apakah Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun yang berada di situ?"
Bong Thian-gak segera menegur nyaring.
Yang berdiri paling dekat dengan Bong Thian-gak adalah
seorang perempuan berkerudung merah, dia segera
menjawab dengan merdu, "Betul, memang aku."
"Ji-hubuncu, dengarkan baik-baik," seru Bong Thian-gak
dengan suara lantang, "aku orang she Bong tak ingin
mempunyai perselisihan dengan pihak Hiat-kiam-bun, bila Jihubuncu
adalah orang pintar, harap kau segera
mengundurkan diri dari sini!"
"Mundur boleh saja," sahut Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun
sambil tertawa seram. "Asal kau tinggalkan Long Jit-seng di
sini." Mendengar ucapan itu, tiba-tiba Long Jit-seng terbahakbahak.
525 "Hahaha, aku orang she Long sudah tua dan tak bertenaga,
bila nona menginginkan aku, aku tak berani menerima!"
"Yang kami inginkan adalah harta karun Mo-lay-cing-ong,"
kata Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun dengan suara dingin, "asal kau
Hek-ki-to-cu bersedia bekerja sama, Hiat-kiam-bun tak bakal
melupakan jasamu itu."
"Mana ... mana ...." Hek-ki-to-cu tertawa, "sayang sekali
Hiat-kiam-bun datang terlambat, sebab aku sudah bergabung
dengan perkumpulan Tiong-yang-hwe."
"Soal itu aku bisa membicarakan dengan Hwecu kalian."
Sebagai orang pintar, Bong Thian-gak segera dapat meraba
duduknya persoalan mendengar pembicaraan itu, agaknya
pihak Hiat-kiam-bun juga sudah mengetahui tentang rahasia
harta karun milik raja muda Mo-lay-cing-ong itu dan agaknya
Long Jit-seng juga telah membicarakan syaratnya dengan
pihak Hiat-kiam-bun.
Maka setelah tertawa dingin, Bong Thian-gak berkata,
"Cara menyerobot yang dilakukan Hiat-kiam-bun tak bisa
diterima kami."
"Biarpun ilmu silat Jian-ciat-suseng tiada tandingan, namun
jangan harap bisa menandingi kerja sama tiga orang penjagal
berbaju merah kami. Tempo hari ketika masih berada di
rumah penginapan, tentunya kau sudah pernah merasakan
kelihaian penjagal berbaju merah bukan" Jadi aku tak usah
memperkenalkan lagi."
Dengan sorot mata tajam Bong Thian-gak memandangnya
lekat-lekat, lamat-lamat dia dapat melihat di belakang Jihubuncu


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hiat-kiam-bun tiga pasang mata yang menggidikkan
sedang mengawasi dirinya dengan sorot mata hijau
menyeramkan. Penjagal berbaju merah memang merupakan algojo-algojo
andalan Hiat-kiam-bun.
526 Kalau di dalam pertarungan kemarin Bong Thian-gak masih
punya keyakinan, maka sekarang dia sama sekali tidak
berkeyakinan untuk bisa menandingi ketiga algojo itu.
Melihat pemuda itu bungkam dan sampai lama belum
menjawab, Ji-hubuncu berkata lagi sambil tertawa, "Di bawah
pimpinanmu, aku percaya dalam waktu singkat Tiong-yanghwe
bisa tampil sebagai suatu perkumpulan besar dalam Bulim,
sebagai seorang Tay-enghiong, Tay-hokiat, dia mesti
seorang yang tahu gelagat dan bisa menyesuaikan diri dengan
keadaan. Jian-ciat-suseng masih bisa mencari kedudukan
besar di kemudian hari, kali ini kau mesti menerima dulu
keadaan." Bong Thian-gak mendongkol bercampur geli, dia lantas
berkata, "Aku benar-benar berhasrat menyaksikan raut
wajahmu, ingin kulihat bibir macam apakah yang kau miliki
sehingga begitu pandai bicara."
"Asal kau bersedia melepaskan Hek-ki-to-cu, aku pun
bersedia memperlihatkan wajah asliku."
"Aku tahu wajahmu sangat jelek, karenanya aku tak ingin
melihatnya lagi," tukas Bong Thian-gak sambil tertawa dingin.
Ternyata perkataan itu membuat Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun
terbungkam, sampai lama sekali dia tak bicara lagi.
Untuk beberapa saat suasana di sekeliling tempat itu
menjadi sunyi senyap, tegang dan mengerikan.
Ang Teng-siu dan ketiga orang berbaju hijau berdiri di
tempat semula, mereka juga membungkam.
Mendadak terdengar Ji-hubuncu berkata, "Ang Teng-siu,
kau sudah berhasil menemukan Buncu?"
Mimpi pun Bong Thian-gak tak mengira kalau Ang Teng-siu
pun berkomplot dengan pihak Hiat-kiam-bun, berarti
kedatangan Ang Teng-siu berempat ke situ tadi bukan
sungguh-sungguh hendak mencari Long Jit-seng, melainkan
527 sebelum kejadian Ang Teng-siu memang sudah punya janji
dengan pihak Hiat-kiam-bun.
Dengan sikap menghormat, sahut Ang Teng-siu, "Lapor Jihubuncu,
jejak Buncu sudah kami ketahui dengan jelas, cuma
saat ini bukan saatnya untuk bicara, maaf kalau aku tak bisa
memberi laporan sekarang."
Mendadak Bong Thian-gak tertawa terbahak-bahak,
kemudian katanya lantang, "Ji-hubuncu, untuk menyusupkan
Ang Teng-siu ke dalam Put-gwa-cin-kau memang bukan suatu
pekerjaan gampang, bisa jadi banyak tenaga dan pikiran telah
digunakan. Malam ini, bila aku bisa lolos dari pengejaran
kalian dan kulaporkan kejadian ini kepada pihak Put-gwa-cinkau,
dapat dipastikan Ang Teng-siu tak bisa melanjutkan
pekerjaannya menyusup ke dalam tubuh Put-gwa-cin-kau."
"Hm, tampaknya reaksi pikiranmu benar-benar cepat!"
jengek Ji-hubuncu dingin.
Bong Thian-gak tertawa.
"Mana ... mana ... ikan dan telapak beruang tak mungkin
bisa diperoleh bersama-sama, Ji-hubuncu, kau jangan kelewat
tamak!" Tiba-tiba Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun menghela napas, lalu
berkata, "Jian-ciat-suseng, silakan bawa Hek-ki-to-cu
meninggalkan tempat ini!"
"Terima kasih atas kemurahan hati Ji-hubuncu!"
Selesai berkata, pemuda itu berpaling ke arah Long Jit-seng
dan berkata lebih lanjut, "Long-sianseng, mari kita pergi!"
Tapi baru saja Bong Thian-gak berjalan dua langkah,
mendadak dia berpaling lagi sambil bertanya kepada Ang
Teng-siu, "Ang Teng-siu, masih kenal padaku?"
Ang Teng-siu tertegun, lalu menggeleng kepala.
528 "Kita baru bersua untuk pertama kali ini, bagaimana
mungkin bisa kenal?"
Dengan wajah serius dan bersungguh-sungguh Bong Thiangak
berkata, "Kita pernah bertemu walau Ang-heng belum
ingat. Siapa tahu dengan Ji-hubuncu kalian pun merupakan
sahabat lama" Waktunya memang sudah lama sehingga tidak
ingat lagi."
Habis berkata dia lantas beranjak pergi.
Long Jit-seng mengikut di belakang Bong Thian-gak dengan
mulut membungkam, setelah menempuh perjalanan beberapa
saat Long Jit-seng berkata, "Hwecu benar-benar seorang naga
sakti di antara manusia, sungguh tak nyana Ji-hubuncu Hiatkiam-
bun yang paling sukar dihadapi pun bersedia memberi
muka padamu."
Bong Thian-gak menghela napas, "Ai, Ji-hubuncu
membiarkan kita pergi dengan selamat lantaran jejak Buncu
mereka dipandang jauh lebih berharga dari apa pun. Ai,
semoga mereka bisa menemukan Buncunya."
"Siapa Buncu mereka?" tanya Long Jit-seng tercengang.
Sekali lagi Bong Thian-gak menghela napas, "Bila dugaanku
tak salah, bisa jadi Buncu Hiat-kiam-bun adalah Si-hun-mo-li."
Long Jit-seng terkejut.
"Maksud Hwecu, Si-hun-mo-li adalah Buncu Hiat-kiambun?"
Untuk kesekian kalinya Bong Thian-gak menghela napas
panjang, "Apa yang barusan kukatakan hanya merupakan
dugaan saja, tapi tujuh puluh persen mungkin benar, ai ...
mengenai hal ini baru bisa jelas bila dirunut kejadian tiga
tahun berselang ... baiklah persoalan ini kita bicarakan di
kemudian hari saja."
529 Ternyata setelah berjumpa Ang Teng-siu hari ini, dia segera
memperoleh jawaban yang tepat atas beberapa teka-teki yang
selama ini belum terjawab olehnya.
Tiga tahun berselang, di dalam perkampungan petani yang
menjadi markas kantor cabang Put-gwa-cin-kau kota Kayhong,
dia telah bertemu Ang Teng-siu.
Ang Teng-siu adalah anak buah Jit-kaucu Thay-kun, sedang
Ang Teng-siu pun anggota Hiat-kiam-bun, dengan cepat Bong
Thian-gak jadi teringat ucapan Thay-kun serta Keng-tim
Suthay waktu itu.
"Sembilan hari lagi di Bu-lim bakal muncul sebuah
perkumpulan baru."
Ketika Bong Thian-gak muncul kembali di Bu-lim, dia
memang sudah berkunjung ke gedung Bu-lim Bengcu di kota
Kay-hong serta Keng-tim-an, namun orang-orang yang
menghuni di kedua tempat itu tak satu pun yang berhasil
ditemukan, tempat tinggal mereka dalam keadaan kosong,
sedang kabar penghuninya seolah lenyap begitu saja.
Tiga tahun kemudian, di Bu-lim muncul sebuah partai baru
yang disebut Hiat-kiam-bun.
Ketika itu Bong Thian-gak berpikir dalam hati, "Janganjangan
Hiat-kiam-bun adalah partai baru yang didirikan Toasuheng
Ho Put-ciang atau Keng-tim Suthay sekalian?"
Setelah dua kali perjumpaannya dengan Ji-hubuncu Hiatkiam-
bun, Bong Thian-gak merasa baik nada suara maupun
perawakan tubuhnya seakan-akan pernah bersua di suatu
tempat. Akhirnya setelah kemunculan Ang Teng-siu pada hari ini,
Bong Thian-gak baru dapat menebak bahwa Ji-hubuncu itu
tidak lain adalah puteri Keng-tim Suthay, si gadis jelek.
Hong-leng terletak di atas tanah perbukitan di sebelah
utara kota terlarang.
530 Waktu itu seorang pemuda berbaju putih berdiri di atas
undak-undakan pintu gerbang, sebilah pedang tersoreng di
pinggangnya, ia berwajah tampan.
Sebentar-sebentar ia mendongak mengawasi sang surya
yang semakin lama bergeser semakin ke tengah awangawang.
Akhirnya tepat berada di atas kepala, tengah hari telah
tiba. Pada saat itulah dari jalan raya di kejauhan sana muncul
seekor kuda yang dilarikan cepat, kuda itu menuju ke depan
undak-undakan batu sebelum penunggang kudanya melejit ke
udara dan turun di depan undak-undakan batu pertama.
Orang itu adalah seorang pemuda berlengan tunggal
berusia tiga puluhan, berwajah tampan, terutama sorot
matanya yang memancarkan sinar kewibawaan.
Melihat kemunculan pemuda berlengan tunggal itu,
pemuda berbaju putih tadi berseru sambil tertawa terbahakbahak,
"Hahaha, Jian-ciat-suseng benar-benar memegang
janji tidak datang lebih awal, tidak pula terlambat, persis
tengah hari."
"To-tongcu sudah menanti lama rupanya," kata Bong
Thian-gak sambil tersenyum.
Rupanya tengah hari ini adalah saat dilangsungkannya duel
antara Sin-tong Tongcu Kay-pang yakni To Siau-hou dan Bong
Thian-gak. Mendadak To Siau-hou menarik muka, kemudian berkata,
"Hari ini aku orang she To dapat bertarung dengan saudara,
hal ini sungguh merupakan suatu kebanggaan bagiku."
Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Kedatanganku memenuhi janji ini sesungguhnya bukan
untuk berduel denganmu."
531 "Lantas mau apa kau kemari?" seru To Siau-hou dengan
wajah berubah. "Aku datang untuk minta maaf kepada To-tongcu, bila
kemarin Hui-eng-su-kiam bersaudara dari perkumpulan kami
telah mengusik perkumpulan kalian, harap kau sudi
memaafkan."
To Siau-hou tertawa dingin.
"Apakah kau beranggapan sebagai ketua suatu
perkumpulan besar akan kehilangan pamor dan derajat bila
berduel denganku?" "Oh, tidak!"
"Hm! Selama sastrawan berkelana di Bu-lim, kau selalu
berusaha mencari jago-jago lihai kenamaan untuk diajak
berduel, selama tiga bulan terakhir ini entah berapa banyak
jago lihai yang telah keok di tanganmu ... cuma selama ini kau
belum pernah mencari gara-gara terhadap jago Kay-pang,
entah lantaran kau jeri pada nama besar Kay-pang ataukah
memang tak ingin berselisih dengan pihak kami."
"Aku memang tak ingin berselisih dengan orang-orang Kaypang,"
kata Bong Thian-gak sambil tersenyum.
"Seandainya Jian-ciat-suseng berkeinginan menjadi tenar,
maka cara yang terbaik adalah mengalahkan para jago Kaypang,
dengan cara ini bisa jadi Tiong-yang-hwe akan berhasil
menancapkan kaki untuk selamanya dalam Bu-lim."
"To-tongcu masih muda dan berkepribadian,
keberhasilanmu di kemudian hari pasti akan luar biasa,
sebagai anak muda yang berjiwa panas, kuanjurkan janganlah
kelewat banyak mencari gara-gara, sebab cara ini bukan cara
yang baik."
Bong Thian-gak mengucapkan kata-katanya dengan wajah
serius dan bersungguh-sungguh.
To Siau-hou tertawa dingin, "Sejak enam bulan lalu
kuterima jabatan Tongcu bagian Sin-tong partai kami, belum
532 pernah kujumpai seorang jago lihai yang pantas
melangsungkan duel denganku, hari ini aku tertarik duel
denganmu. Bila kau enggan berduel melawanku hari ini,
silakan kau umumkan pembubaran perkumpulan Tiong-yanghwe
dari dunia persilatan. Kau mesti tahu, tidak semua umat
persilatan senang menyaksikan munculnya partai baru."
"Bila kuterima tantangan untuk berduel ini?" tanya Bong
Thian-gak sambil menarik wajah.
To Siau-hou tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, bila kau
sanggup melawanku, To Siau-hou akan mengundurkan diri
dari Kay-pang dan selama hidup membaktikan diri untuk
Tiong-yang-hwe."
"To-tongcu, kau sedang bergurau rupanya"!' tanya Bong
Thian-gak dengan kening berkerut.
"Seorang lelaki sejati tak pernah bicara tanpa tanggung
jawab." "Ai, tidakkah To-heng pikirkan bahwa taruhanmu kelewat
besar?" To Siau-hou tertawa dingin, "Hehehe, jangan kuatir, aku
pun mempunyai sebuah syarat."
"Apa syaratmu?"
"Bila kau keok, Tiong-yang-hwe harus dibubarkan dengan
segera dan Jian-ciat-suseng pun harus menggabungkan diri
dengan kaum pengemis."
"Sayang aku tak bisa menerima syaratmu," kata Bong
Thian-gak dengan tersenyum.
"Mengapa kau menampik?" To Siau-hou berkerut kening.
"Suatu pertandingan adu kepandaian boleh dibilang suatu
perbuatan yang baik bagi kaum persilatan untuk mengukur
kepandaian silatnya, buat apa kita mesti bertaruh dengan
533 taruhan yang begitu besar" Apakah To-tongcu sudah yakin
dapat menangkan diriku?"
Tertegun si To Siau-hou mendengar perkataan itu, katanya
kemudian, "Bila kau yakin bisa menangkan diriku, mengapa
tidak kau terima keuntungan ini."
"Bila kau melepaskan diri dari Kay-pang, sudah dapat
dipastikan Pangcu kalian tak akan melepaskan diriku," ucap
Bong Thian-gak dengan suara dalam.
"Ya, betul," To Siau-hou manggut-manggut, "tapi bila
Tiong-yang-hwemu makin hari makin bertambah kuat, Kaypang
pun tak dapat melepaskan dirimu."
"To-tongcu, kalau kau sudah bertekad hendak adu
kepandaian, cabut pedangmu."
Ucapan anak muda itu hambar tanpa emosi.
"Kau tidak melolos pedang?" tanya Giok-bin-giam-lo dingin.
"Pedangku dilolos bila keadaan sudah membutuhkan."
Tampaknya To Siau-hou tidak sesombong Mo Sau-pak dari
perkumpulan Kim-liong-kiam-san-ceng, dengan cepat tangan
kanannya melolos sebilah pedang mustika yang memancarkan
cahaya tajam. Begitu pedang dilolos, To Siau-hou segera miringkan tubuh
ke samping, kemudian tubuh berikut pedangnya langsung


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang sisi kanan Bong Thian-gak.
Jurus serangan yang dipergunakan olehnya sangat lamban
dan tiada keistimewaan, seolah-olah serangan dilancarkan
dengan santai. Tapi Bong Thian-gak yang menyaksikan serangan itu justru
hatinya begetar, batinnya, "Ah! Tay-kek-kiam, ilmu silatnya
seperti beberapa kali lipat lebih maju daripada tiga tahun
berselang."
534 Seperti burung walet terbang di udara, Bong Thian-gak
melejit ke atas undak-undakan batu ketiga dan meloloskan diri
dari serangan itu.
Dengan demikian posisi yang ditempati kedua belah pihak
persis pada garis undak-undakan yang sama.
Gagal dengan serangannya, To Siau-hou berseru, "Jianciat-
suseng memang benar-benar bukan orang sembarangan!"
Sementara berbicara pedangnya kembali diputar, pelanpelan
membacok lagi ke sisi kanan Bong Thian-gak.
Belum lagi serangannya tiba, terasa segulung hawa dingin
yang menusuk tulang menyergap wajahnya.
Sesudah menyaksikan jurus kedua ini, Bong Thian-gak baru
paham apa sebabnya To Siau-hou memandang begitu serius
pertaruhan yang diusulkannya tadi, ternyata Giok-bin-giam-lo
yang sekarang sudah bukan Giok-bin-giam-lo tiga tahun yang
lalu, kepesatan ilmu silat telah mencantumkan namanya di
antara jago-jago lihai.
Dalam tiga tahun yang singkat ternyata To Siau-hou
berhasil mendalami ilmu silatnya, maju beberapa puluh kali
lipat lebih hebat dari semula, maka dapat dibayangkan
kepandaian silat ketua Kay-pang yang mewariskan ilmu silat
itu kepadanya benar-benar tak terlukiskan.
Tiba-tiba Bong Thian-gak bergeser dua undak-undakan lagi
untuk menghindarkan diri dari tusukan lawan.
Tapi To Siau-hou pun tak malu disebut jago lihai, dia tidak
memberi kesempatan kepada Bong Thian-gak untuk
menempati posisi di atas yang lebih menguntungkan.
Dengan cepat dia bergeser berebut naik dua undakundakan,
angin serangan dingin diiringi desingan cahaya
tajam secara beruntun dan tiada habisnya mengurung Bong
Thian-gak di bawah bungkusan kabut cahaya pedangnya.
535 Ilmu pedang itu bukan lain adalah Tay-kek-kiam-hoat,
adalah ilmu pedang Bu-tong-pay, ilmu pedang ciptaan Thio
Sam-hong cikal-bakal Bu-tong-pay.
Ilmu pedang ini mengutamakan tenaga lembut dan halus,
dengan tenang menguasai keras.
Seandainya ada orang bisa melatih ketenangan dan
kelembutan Tay-kek-kiam-hoat hingga puncak kesempurnaan,
maka jangan harap umat persilatan di dunia ini bisa
meloloskan diri dari kurungan cahaya pedang itu dengan
selamat. Tay-kek-kiam-hoat termasuk ilmu andalan Bu-tong-pay,
biasanya hanya para Ciangbunjin yang memperoleh warisan
ilmu itu, Bong Thian-gak sungguh tak habis mengerti
darimanakah Giok-bin-giam-lo bisa mewarisi kepandaian itu.
Jian-bin-hu-li (rase sakti seribu li) Ban Li-biau telah mencuri
kitab pusaka seantero perguruan yang ada di dunia ini, sudah
barang tentu Tay-kek-kiam-hoat pun tidak terkecuali, itulah
sebabnya Bong Thian-gak juga menguasai taktik dan rahasia
ilmu itu. Di tengah kepungan cahaya pedang To Siau-hou yang
rapat, dengan gaya yang tak cepat maupun lambat, jurus
demi jurus Bong Thian-gak memunahkan semua ancaman
lawan. Dalam waktu singkat To Siau-hou telah mengeluarkan tiga
puluh sembilan jurus Tay-kek-kiam-hoat.
Makin bertarung To Siau-hou makin kaget, tiba-tiba dia
berpekik nyaring, permainan pedangnya segera berubah, dari
ilmu pedang Tay-kek-kiam kini dia pergunakan jurus-jurus
pedang yang ganas, cepat dan luar biasa.
Di bawah desakan tiga jurus serangan kilat To Siau-hou,
Bong Thian-gak terdesak mundur sejauh tiga undak-undakan.
536 Sekali lagi To Siau-hou berpekik nyaring, tubuh dan
pedangnya bersatu-padu, kemudian dari bawah menuju ke
atas secepat kilat dia lancarkan tusukan ke tubuh Bong Thiangak.
Di dalam jurus serangannya kali ini dia telah
mempergunakan ilmu pedang terbang yang merupakan ilmu
pedang tingkat tinggi.
Tergerak hati Bong Thian-gak, cahaya pedang berkelebat,
mau tak mau dia harus melolos pedangnya.
"Trang", benturan nyaring bergema memecah keheningan.
Tiba-tiba saja cahaya pedang sirap, To Siau-hou terdorong
sampai undak-undakan batu terakhir, dengan wajah terkejut
bercampur seram dia mengawasi pedangnya yang tinggal
setengah. Di atas undak-undakan ketiga belas, berdirilah Bong Thiangak
dengan wajah serius.
Di tangannya terpegang sebilah pedang kayu yang tak
bersinar, sementara sorot mata Bong Thian-gak yang tajam
sedang mengawasi pedang kayunya yang gumpil sebagian,
akhirnya dia menghela napas seraya berkata, "To-tongcu, kau
telah tertusuk pedangku ini!"
Sembari berkata, Bong Thian-gak segera menggetarkan
tangan kirinya dan patahlah pedang kayu itu menjadi dua
bagian. To Siau-hou membuang juga kutungan pedangnya ke
tanah, lalu berkata dengan nada yang amat sedih dan duka,
"Aku kalah, aku kalah ... tiga tahun berlatih dengan tekun
ternyata aku tak mampu menghadapi serangan pedang kayu."
Ketika mengucapkan kata-kata yang terakhir, nada
suaranya berubah menjadi sangat lemah seolah-olah setiap
saat dia akan menangis tersedu-sedu.
537 Dengan suara lantang Bong Thian-gak berkata, "Menang
atau kalah adalah wajar dalam suatu pertarungan, To-tongcu,
mengapa kau memandang begitu serius masalah menang atau
kalah ini."
To Siau-hou tertawa seram, "Kau berada di pihak yang
menang, tentu saja tak akan kau pahami bagaimana rasanya
menjadi orang yang kalah."
"Lengan kananku pernah kutung, bukankah ini pertanda
suatu kekalahan?" Bong Thian-gak berkata dengan suara
dalam, "padahal To-tongcu tidak kalah di tanganku, apa yang
terjadi tak lebih hanya senjata yang menjadi kutung belaka."
Tertegun To Siau-hou mendengar perkataan itu, serunya,
"Kau berhasil menang tapi tidak sombong maupun tinggi hati,
sikapmu jauh berbeda dengan apa yang tersiar selama ini."
Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Ai, apa yang
tersiar di Bu-lim memang selalu ditambah dengan bumbu di
sana sini supaya kedengarannya hebat dan menggemparkan."
Mendadak paras muka To Siau-hou berubah serius,
kemudian ujarnya dengan nada bersungguh-sungguh, "Di
antara kelompok kaum pengemis, ilmu silatku ada pada urutan
keempat, seandainya kau ingin mengalahkan pula ketiga
orang jago lihai kami, rasanya kau mesti berlatih diri lagi
selama sepuluh tahun sebelum niatmu itu terlaksana."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Menurut cerita orang, Liong-thau Pengcu dari Kay-pang
adalah seorang hebat di dunia persilatan, sudah barang tentu
kepandaian silatnya menempati urutan pertama, tapi siapa
pula kedua jago lainnya?"
"Dua orang jago lihai Kay-pang lainnya adalah para
pelindung Pangcu, orang kedua bernama To-pit-coat-to (Golok
sakti lengan tunggal) Liu Khi, sedang orang ketiga adalah
538 kakak seperguruanku, Put-mi-kiam (pedang tanpa nyawa) Han
Siau-liong."
"Oh, tidak heran pada tiga tahun berselang pihak Kay-pang
berhasil memaksa Put-gwa-cin-kau mengasingkan diri dari
keramaian dunia, rupanya kalian mempunyai dukungan jagojago
lihai semacam ini untuk menekan Put-gwa-cin-kau."
To Siau-hou tertawa dingin, "Peristiwa Kay-pang
mengalahkan orang-orang Put-gwa-cin-kau sudah lama
tersebar luas dalam Bu-lim, tapi siapa pula yang tahu kalau
tiga tahun berselang Put-gwa-cin-kau dan Kay-pang telah
melangsungkan pertarungan besar-besaran?"
"Aku ingin tahu duduk persoalan yang sesungguhnya dari
pertarungan itu, bersediakah kau memberi keterangan
kepadaku?"
To Siau-hou termenung dan berpikir sebentar, kemudian
ujarnya, "Sebenarnya peristiwa ini merupakan sebuah rahasia
dunia persilatan, tapi bolehlah kuberitahukan kepadamu."
"Terima kasih atas kebaikan To-tongcu."
"Tiga tahun berselang, Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau
memimpin Ji-kaucu dan sekalian jago lihainya berangkat ke
wilayah Sucwan dimana markas besar Kay-pang berada untuk
mengadakan suatu pertandingan ilmu silat, taruhannya waktu
itu adalah siapa yang kalah, maka dia wajib mengasingkan diri
dari keramaian dunia persilatan selama tiga tahun."
"Jadi Liong-thau Pangcu dari Kay-pang berhasil
mengalahkan Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau?" kata Bong Thiangak
dengan kening berkerut.
To Siau-hou tertawa dingin.
"Pangcu kami sama sekali tidak turun tangan, sedangkan
pihak Put-gwa-cin-kau juga hanya menurunkan Ji-kaucu."
539 "Kepandaian silat Ji-kaucu luar biasa sekali," seru Bong
Thian-gak dengan perasaan bergetar keras.
Belum habis berkata, To Siau-hou telah menyambung,
"Tapi kepandaian silat To-pit-coat-to Liu Khi jauh lebih hebat
lagi." "Betul, betul!" Bong Thian-gak mengangguk, "To-pit-coatto
Liu Khi sanggup mengalahkan Ji-kaucu, paling tidak
kepandaiannya pasti luar biasa sekali."
"Aku bicara sebanyak ini, tujuanku adalah menganjurkan
padamu untuk membubarkan Tiong-yang-hwe dan bergabung
dengan pihak Kay-pang, daripada mendatangkan bibit
bencana bagi diri sendiri."
"Apa maksud perkataan To-tongcu ini?"
Dengan wajah serius To Siau-hou berkata lagi, "Baik To-pitcoat-
to Liu Khi, maupun kakak seperguruanku si Put-mi-kiam
Han Siau-liong, keduanya sudah berhasil melatih kepandaian
silat mereka hingga mencapai tingkatan yang luar biasa,
kecuali Pangcu kami, mereka tidak berharap ada orang yang
sanggup mengungguli mereka, oleh sebab itu cepat atau
lambat mereka berdua tentu akan datang mencarimu untuk
diajak adu kepandaian."
Baru selesai ucapan itu diutarakan, mendadak terdengar
seseorang berseru dengan suara nyaring, "Sekarang juga aku
telah datang mencarinya."
Ucapan itu sangat mengejutkan Bong Thian-gak maupun
To Siau-hou, serentak mereka mendongakkan kepala.
Pada puncak undak-undakan batu, muncul orang berbaju
abu-abu yang tinggi besar, berwajah kasar dan bermata bulat,
sedang melangkah menghampiri mereka.
Pada punggungnya tersoreng sebilah pedang yang panjang
tebal, bobotnya pun kelihatan amat berat, membuat setiap
langkah kakinya menimbulkan suara denting nyaring.
540 Lekas To Siau-hou memburu ke depan, sambil
membungkukkan badan memberi hormat, katanya, "Suheng
telah datang rupanya" Bila Sute tak menyambutmu dari jauh,
harap kau sudi memaafkan."
Sementara itu Bong Thian-gak juga sedang berpikir,
"Agaknya si pendatang ini tak lain adalah jago lihai ketiga Kaypang
... Put-mi-kiam Han Siau-liong."
Dari sepasang biji mata Han Siau-liong yang jeli dan
berkilau, dengan cepat B6hg Thian-gak tahu bahwa ilmu silat
orang ini beberapa kali lipat lebih lihai daripada To Siau-hou.
Sepasang mata Han Siau-liong tajam dan bersinar seperti
mata harimau kumbang, di balik ketajaman terselip cahaya
kebuasan, kekejian dan keseraman, sementara dari tubuhnya
seolah-olah memancar pula bau keliaran yang menggidikkan,
membuat orang teringat bau khas binatang buas.
Han Siau-liong memandang sekejap ke arah To Siau-hou,
setelah tertawa terbahak-bahak, katanya, "Hahaha, Siau-hou,
rupanya kau sudah memberitahukan semua kejelekan
kakakmu kepadanya."
Terhadap kakak seperguruannya ini, To Siau-hou seperti
menaruh perasaan jeri, dengan sikap yang sangat hormat
lekas sahutnya, "Siau-hou tak lebih hanya mengatakan bahwa
Suheng adalah seorang yang gila ilmu."
Gelak tawa Han Siau-liong semakin menjadi-jadi, "Betul,
betul sekali, Suhu pun sering mengatakan aku adalah orang
yang gila ilmu silat."
Sesudah berhenti sejenak dan mendongakkan kepala
memandang sekejap ke arah Bong Thian-gak, dia kembali
bertanya, "Siau-hou, kau telah dikalahkan olehnya?"
Dengan cepat To Siau-hou menjawab, "Kami baru selesai
bertarung dan hasilnya adalah seimbang."
541 "Kau bohong, apakah kau tak ingin Suhengmu
membalaskan dendam bagimu?" seru Han Siau-liong sambil
melotot. "Suheng menganggap aku kalah di tangannya?" To Siauhou
balik bertanya sambil tersenyum.
Pertanyaan ini kontan membuat Han Siau-liong tertegun,
segera pikirnya, "Benar juga perkataan ini, tiga tahun terakhir
ini Sute telah memperoleh gemblengan ketat dari Suhu,
bagaimana mungkin dia kalah dengan mudah di tangan orang
lain." Sementara kedua orang itu berbicara, diam-diam Bong
Thian-gak naik ke atas kudanya dan berlalu dari situ.
Siapa tahu sesosok bayangan orang berwarna abu-abu
telah menyambar ke arahnya dengan kecepatan tinggi,
sementara kelima jari tangannya dengan cepat menyambar
tali kudanya. "Mundur!" bentak Bong Thian-gak.
Lengan kirinya setajam golok langsung membacok ke arah


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang. Jurus-jurus serangan Bong Thian-gak ini dilepaskan
belakangan, tapi tiba lebih duluan pada sasaran, bayangan
orang yang sedang melambung di udara itu buru-buru
menarik kembali cengkeramannya, sementara tangannya
dibalik dan menyongsong datangnya ancaman telapak tangan
kiri Bong Thian-gak.
"Blam", suara benturan keras menggelegar, di tengah
ringkik kuda yang nyaring, Bong Thian-gak berikut kudanya
telah menerjang maju.
Sebaliknya Han Siau-liong melayang turun, kini dia berdiri
dengan wajah sangat terkejut.
Dengan cepat To Siau-hou memburu ke depan.
542 Bong Thian-gak yang berada di atas kudanya berkata
sambil tersenyum, "Kekuatan serangan saudara benar-benar
hebat dan kau merupakan jago lihai pertama yang kujumpai
selama ini, bila kau anggap ada kepentingan untuk
melangsungkan pertarungan, lebih baik kita memilih tempat
lain saja di kemudian hari, kita bertarung tiga ratus gebrakan
sampai puas."
Dalam bentrokan tadi, Han Siau-liong merasakan gejolak
darah dalam tubuhnya, biarpun dia nampak kasar di luar,
sesungguhnya orang ini sangat cermat dan berhati-hati, walau
baru satu gebrakan saja, namun dia pun sadar telah bertemu
jago lihai. Sepanjang hidupnya, belum pernah Han Siau-liong
menderita kekalahan, dia tak ingin menderita kekalahan di
tangan musuh dengan cepat, ketika mendengar ucapan tadi,
ia bertanya, "Kaukah Jian-ciat-suseng?"
"Betul, akulah orangnya," Bong Thian-gak tertawa, "selama
berada di dalam kota terlarang, mungkin kita akan sering
bertemu, nah, sampai berjumpa di lain kesempatan."
Selesai berkata dia lantas menjura, kemudian melarikan
kudanya meninggalkan tempat itu.
Memandang bayangan punggungnya yang menjauh, tibatiba
Han Siau-liong menghela napas panjang, lalu ujarnya,
"Kepandaian silat orang benar-benar sangat hebat, mungkin
aku atau To-pit-coat-to Liu Khi juga bukan tandingannya."
To Siau-hou tertegun mendengar ucapan itu, serunya
dengan cepat, "Han-suheng, kau anggap tenaga dalam Jianciat-
suseng masih jauh lebih hebat daripadamu?"
"Menurut cerita yang tersiar dalam Bu-lim, Jian-ciat-suseng
saat ini bagaikan Suhu ketika terjun ke dunia persilatan
puluhan tahun berselang, kedahsyatan dan kehebatannya
hampir tak berbeda. Mula-mula aku tidak percaya Jian-ciatsuseng
itu sanggup dibandingkan dengan kehebatan serta
543 keampuhan Suhu di masa lampau, namun setelah bentrokan
hari ini, aku baru menyadari bahwa kesempurnaan tenaga
dalamnya memang tak mungkin bisa dilawan oleh siapa pun."
To Siau-hou menyadari bahwa kepandaian silat kakak
seperguruannya ini masih beberapa kali lipat lebih hebat
daripada dirinya, namun dia masih tetap tidak percaya Jianciat-
suseng benar-benar memiliki kemampuan seperti apa
yang dikatakan Suhengnya itu, bahkan Liu Khi pun tak mampu
mengungguli dirinya.
To Siau-hou tertawa terbahak-bahak, kemudian ujarnya,
"Suheng, nampaknya keangkuhan dan ketinggian hatimu di
masa lampau telah berubah" Betul, kepandaian silat Jian-ciatsuseng
memang sangat lihai, namun tak nanti sehebat apa
yang dilukiskan Suheng barusan."
"Kalau dalam melancarkan serangan tadi Suheng
menyerang dari udara, dan ancaman mencengkeram berubah
menjadi pukulan, tenaga yang digunakan otomatis selisih lebih
banyak ketimbang lawan, apalagi Jian-ciat-suseng melepas
pukulannya dengan duduk di atas pelana kuda, dengan
tambahan tenaga terjangan kuda, tidak heran kekuatan yang
dia hasilkan lebih sempurna daripada orang lain."
Sesudah mendengar penjelasan To Siau-hou ini, Han Siauliong
berpendapat ucapan itu memang benar, maka setelah
menghela napas, katanya dengan suara rendah, "Semoga saja
apa yang kau duga memang betul, kalau tidak, Suhu akan
mendapat seorang musuh tangguh!"
Tiba-tiba To Siau-hou berpaling dan memandang sekejap
ke arahnya, lalu bertanya, "Suheng, Suhukah yang mengirim
kau untuk membantuku?"
"Ketika Suhu menerima surat kilat Sute yang mengatakan
bahwa pihak Put-gwa-cin-kau sedang mencari sejumlah harta
karun ... tampaknya dia orang tua pun segera teringat bahwa
harta karun itu bisa jadi merupakan harta peninggalan raja
544 muda Mo-lay-cing-ong seratus tahun lalu, itulah sebabnya
beliau lantas mengutus aku datang
membantu Sute guna melaksanakan tugas besar ini." To
Siau-hou manggut-manggut.
"Apa yang diduga Suheng memang tepat sekali, beberapa
hari ini aku memang telah berhasil menyelidiki persoalan itu
hingga jelas, harta karun yang dimaksud memang benarbenar
merupakan harta karun peninggalan raja muda Mo-laycing-
ong." "Harta karun Mo-lay-cing-ong mempunyai sangkut-paut
yang sangat besar dengan Kay-pang kita, maka kita bertekad
mendapatkannya walaupun dengan pengorbanan apa pun,
To-sute, cepat kau tuturkan keadaan yang sebenarnya
kepadaku."
"Dalam penyelidikanku selama beberapa hari ini, dapat
diketahui bahwa pihak yang mengetahui rahasia tentang harta
karun Mo-lay-cin-ong ini selain Put-gwa Cin Kua tampaknya
masih ada orang-orang Hiat-kiam-bun, ditambah kita berarti
ada tiga kekuatan yang mengincarnya."
Han Siau-liong termenung dan berpikir beberapa saat, lalu
tanyanya, "Apakah Jian-ciat-suseng mengetahui rahasia ini?"
"Tahu atau tidak bukan masalah, sebab dengan
kekuatannya seorang, rasanya mustahil untuk mendapatkan
harta karun Mo-lay-cing-ong itu."
"Dimanakah letak harta karun itu dipendam?"
"Soal ini tampaknya kita pihak Kay-pang kalah selangkah,
sebab hingga kini masih belum begitu jelas. Tapi yang pasti
berada pada radius sepuluh li seputar kota terlarang ini."
"Semalam aku berhasil memperoleh berita gembira, orangorang
Hiat-kiam-bun sedang mencari orang ini, seorang umat
persilatan yang pertama mengetahui harta karun itu."
545 "Siapakah dia?"
"Long Jit-seng dari lautan timur."
"Apakah orang ini masih berada di sekitar kota terlarang?"
"Konon orang ini sudah berhasil menyusup masuk ke dalam
wilayah harta karun itu, sudah barang tentu dia berada di
seputar kota terlarang."
"Tugas pertama kita sekarang adalah menemukan jejak
Long Jit-seng," ujar Han Siau-liong kemudian dengan kening
berkerut. To Siau-hou manggut-manggut.
"Benar, konon bangunan penyimpanan harta karun Mo-laycing-
ong adalah hasil bangunan Susiok-co Long Jit-seng.
Tempat harta karun itu disimpan dipasang berbagai alat
rahasia yang amat hebat, di dunia saat ini hanya Long Jit-seng
yang sanggup mematahkan alat-alat itu, oleh sebab itulah
orang-orang Hiat-kiam-bun dengan cepat telah mengadakan
hubungan dengan Long Jit-seng."
"Kalau begitu bukankah usaha kita akan sia-sia belaka?"
To Siau-hou menggeleng.
"Biarpun pihak Hiat-kiam-bun sudah mengadakan
hubungan dengan Hek-ki-to-cu, namun syarat yang mereka
kemukakan tidak ada kecocokan, sehingga kerja sama itu
nampaknya batal!"
Han Siau-liong termenung sebentar, kemudian katanya
dengan suara dalam, "Bagaimana pun juga kita harus
melindungi Long Jit-seng."
"Telah kuutus segenap anggota ruang Sin-tong untuk
menyebar diri dan mencari kabar Long Jit-seng, mari kita
cepat pulang sambil menanti kabar."
0oo0 546 Hong-kong-si adalah sebuah kompleks kuil yang terdiri dari
dua ruang besar dan belasan bilik kecil, di balik tembok
pekarangan yang tinggi, tumbuh rimbun pepohonan bambu
nan hijau. Dipandang dari jauh, tempat pengasingan ini sepi dan
tenang. Ketika orang memasuki bangunan itu, maka terlihatlah
daun kering melapisi seluruh permukaan tanah, debu tebal
menyelimuti lantai ruangan, sarang laba-laba menghiasi
patung arca dan peralatan, pada hakikatnya kuil ini yang
sudah lama terbengkalai.
Dalam satu tahun, belum tentu nampak cahaya lentera di
dalam kuil itu, tapi malam ini, dari tujuh buah bilik di belakang
ruang depan berkedip cahaya lilin.
Rupanya selewat tengah hari tadi, ada enam orang laki
perempuan yang secara diam-diam masuk ke dalam kuil
Hong-kong-si, mereka terdiri dari Jian-ciat-suseng Bong Thiangak,
Long Jit-seng serta Hui-eng-su-kiam.
Malam semakin bertambah larut, Long Jit-seng dan Huieng-
sukiam telah memasuki bilik masing-masing untuk
beristirahat, hanya tinggal Bong Thian-gak yang nampak
masih duduk menepekur di depan jendela sambil
mendengarkan bunyi daun bambu yang bergoyang terhembus
angin. Sementara dalam benaknya terlintas bayangan tubuh
seorang gadis yang l
Bara Naga 6 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Kisah Para Pendekar Pulau Es 2
^