Pendekar Cacad 9

Pendekar Cacad Karya Gu Long Bagian 9


emah lembut tak bertenaga.
"Ai, sudah hampir empat bulan aku meninggalkan Leng-hui,
saat ini mungkin kehidupannya akan dilewati bagaikan
bertahun-tahun."
Bong Thian-gak adalah seorang lelaki sejati yang romantis,
namun penuh dengan tanggung jawab, Song Leng-hui telah
547 menjadi istrinya, setiap waktu dia selalu merindukannya,
menguatirkan nasibnya ... terutama bila tengah malam tiba, di
saat suasana menjadi hening dan tak terdengar suara sedikit
pun, bayangan Song Leng-hui selalu muncul di hadapannya.
Ada kalanya Bong Thian-gak kuatir akan keselamatan Song
Leng-hui, gadis yang hidup menyendiri di tengah gunung
terpencil, mungkinkah dia diserang serigala ganas, diterkam
harimau buas. Bila semua ini mulai muncul, ingin sekali secepatnya dia
kembali ke sisinya.
"Ai, Leng-hui, wahai Leng-hui, seandainya kau bisa
meninggalkan gunung dan hidup mendampingiku, betapa
bahagianya aku."
"Ah, tidak! Setiap hari aku hidup bergelimpangan di ujung
golok, aku tak boleh membiarkan dia kuatir ... harus kutunggu
sampai Tiong-yang-hwe kuat dan digdaya sebelum dia
kujemput kemari."
Berpikir sampai di situ, mendadak Bong Thian-gak menaruh
suatu harapan aneh terhadap kuil Hong-kong-si itu.
Andaikata Hong-kong Hwesio bersedia memberikan tempat
ini kepadanya, dia hendak menjadikan tempat ini sebagai
markas besar Tiong-yang-hwe.
Teringat akan diri Hong-kong Hwesio, tanpa terasa Bong
Thian-gak berpikir kembali, "Aku telah pindah kemari, menurut
aturan, sudah sepantasnya bila kujumpai dulu Hong-kong
Hwesio." Pelan-pelan dia bangkit, kemudian beranjak dari ruangan.
Sejak pindah ke situ tiga hari lalu, Bong Thian-gak belum
sempat memperhatikan keadaan sekeliling tempat itu, maka
saat ini dia berjalan di tengah kegelapan malam dengan
santai. 548 Tiba di ruang tengah bagian belakang, tanpa terasa
pemuda itu menghentikan langkahnya.
Rupanya gedung belakang ini merupakan tempat tinggal
Hong-kong Hwesio bersama ketiga muridnya, dari Long Jitseng
diketahui bahwa Hong-kong Hwesio berempat tidak
senang kalau ketenangan mereka diusik orang lain.
Maka Bong Thian-gak tak berani maju lebih ke depan,
apalagi suasana di ruangan itu gelap gulita dan tak terdengar
sedikit suara pun.
Coba kalau Long Jit-seng tidak memberitahukan hal itu
lebih dahulu kepadanya, siapakah yang akan menduga kalau
di dalam ruangan itu berdiam Hong-kong Hwesio dan muridmuridnya"
Setelah berhenti beberapa saat di situ, Bong Thian-gak
sudah siap membalikkan badan untuk berlalu dari situ.
Mendadak dari halaman gedung sebelah selatan
berkumandang suara langkah kaki seseorang.
Dengan kening berkerut Bong Thian-gak segera menyelinap
ke balik sebuah tiang penyangga gedung, tepat di samping
pintu gerbang yang gelap gulita.
Tidak selang lama kemudian dari balik pintu telah muncul
dua sosok bayangan orang.
Ketika Bong Thian-gak dapat melihat jelas wajah kedua
orang itu, tanpa terasa ia berpikir dalam hati, "Ah, Thia Lengjuan
dan Long Jit-seng."
Benar, orang yang baru muncul dari balik pintu tak lain
adalah seorang sastrawan berbaju biru berusia tiga puluh
tahun serta seorang kakek berbaju hitam.
Mereka memang Thia Leng-juan serta Long Jit-seng.
549 Kedua orang itu seperti sudah saling mengenal satu sama
lain, keadaan itu segera menimbulkan kecurigaan Bong Thiangak.
Mendadak terdengar Thia Leng-juan berbisik, "Long-tocu,
aku benar-benar tidak habis mengerti apa sebabnya kau
bertindak begitu gegabah, bergabung dengan Tiong-yang-hwe
memang bukan masalah, tapi mengapa kau mengajak Jianciat-
suseng sekalian datang ke kuil Hong-kong-si ini?"
Long Jit-seng tertawa dingin, "Jian-ciat-suseng telah
mengetahui rahasia harta karun Mo-lay-cing-ong, barang siapa
mengetahui rahasia itu, dia tak dapat dibiarkan hidup terus."
"O, jadi kau ingin mempergunakan kekuatan Hong-kong
Hwesio untuk membunuh Jian-ciat-suseng" " tanya Thia Lengjuan.
Long Jit-seng tersenyum.
"Kepandaian silat Jian-ciat-suseng tidak di bawah
kemampuan siapa pun dalam Put-gwa-cin-kau, bila ingin
menghabisi nyawanya, kecuali Hong-kong Hwesio, mampukah
kita menghabisi nyawanya?"
Peluh dingin segera keluar membasahi tubuh Bong Thiangak
sesudah mendengar perkataan itu, mimpi pun dia tak
mengira kalau Long Jit-seng telah memperhitungkan dengan
sebaik-baiknya bagaimana melenyapkan dirinya dari muka
bumi. Coba kalau rencana keji Long Jit-seng ini tidak terbongkar
secara kebetulan pada malam ini, bisa dibayangkan dia bisa
terperangkap dan mati konyol.
"Ai, aku benar-benar kelewat ceroboh dan gegabah," ia
berpikir, "mengapa aku begitu menaruh kepercayaan kepada
Long Jit-seng?"
Saat itu juga Bong Thian-gak telah mendapat semacam
pelajaran, yaitu tak boleh mempercayai orang begitu saja.
550 Pelan-pelan Thia Leng-juan berkata lagi, "Setelah melalui
suatu pertimbangan yang mendalam, aku pikir kita tidak usah
seawal ini menghabisi nyawa Jian-ciat-suseng."
"Mengapa?"
"Pihak yang mengetahui harta karun ini selain Put-gwa-cinkau,
masih ada lagi orang-orang Hiat-kiam-bun dan Kay-pang,
orang-orang dari kedua partai itu pun sudah mulai menelusuri
jejakmu sekarang, tampaknya mereka bertekad untuk
mendapatkan dirimu dengan cara apa pun."
"Bila sekarang juga kita pergunakan Hong-kong Hwesio
bertiga untuk melindungimu, maka kita tak akan berhasil
mendapatkan harta karun itu."
Long Jit-seng segera manggut-manggut.
"Benar, Hong-kong Hwesio bertiga sedang memusatkan
segenap pikiran dan perhatian untuk mempelajari peta harta
karun itu, mereka memang belum punya waktu untuk
menampakkan diri."
Mendengar ucapan itu, sekali lagi Bong Thian-gak berpikir,
"Oh, rupanya Hong-kong Hwesio dan murid-muridnya bukan
sedang mengasingkan diri dalam ruangan itu. Hahaha,
sungguh tak kusangka pikiranku begitu polos, dengan amat
mudahnya berhasil dikelabui oleh Long Jit-seng."
"Tapi siapakah Hong-kong Hwesio yang sebenarnya"
Lihaikah ilmu silatnya. Dari pembicaraan Thia Leng-juan dan
Long Jit-seng, kepandaian silat Hong-kong Hwesio pasti amat
sempurna."
Belum habis ingatan itu melintas, terdengar Thia Leng-juan
telah berkata lagi, "Itulah sebabnya untuk sementara waktu
kita tak perlu menghabisi nyawa Jian-ciat-suseng."
"Tapi bila Jian-ciat-suseng lama berdiam di sini dan suatu
saat dia akan mengetahui rahasia kita, bagaimana kita mesti
menghadapinya?"
551 "Selama Hong-kong Hwesio bertiga tidak menampakkan
diri, bagaimana mungkin Jian-ciat-suseng dapat mengetahui
rahasia mereka bertiga?"
Hek-ki-to-cu merasa ucapan itu ada benarnya juga, maka
sesudah termenung sebentar dia bertanya lagi, "Benarkah Jikaucu
Put-gwa-cin-kau mempunyai kemampuan untuk
menghadapi alat-alat rahasia itu dan menemukan harta
karun?" "Ji-kaucu ahli ilmu falak yang hebat, dia pun mahir ilmu
bangunan tanah serta berbagai kepandaian lainnya, namun
tanpa peta rahasia itu, betapa pun lihainya dia, jangan harap
bisa mendahului kita."
"Tampaknya Ji-kaucu sudah tidak mempercayai dirimu
lagi," kembali Long Jit-seng berujar.
Mendengar ucapan terakhir ini, tiba-tiba saja hati Bong
Thian-gak bergetar keras, segera pikirnya, "Thia Leng-juan,
mungkinkah dia yang menyelundup ke dalam tubuh Put-gwacin-
kau?" Satu ingatan cepat melintas dalam benak Bong Thian-gak,
ia teringat nada suara, bentuk badan serta gerak-gerik Samkaucu
Put-gwa-cin-kau yang dijumpainya semalam.
Teringat semua itu, hampir saja Bong Thian-gak menjerit
keras. Rupanya Sam-kaucu Put-gwa-cin-kau tak lain tak bukan
adalah Thia Leng-juan.
Dalam waktu singkat teka-teki yang sukar dijawab melintas
dalam benak Bong Thian-gak.
Dengan cara apakah Thia Leng-juan menjadi Sam-kaucu
Put-gwa-cin-kau" Bagaimana mungkin dia bisa memperoleh
kepercayaan Cong-kaucu"
552 Sebagaimana diketahui, Thia Leng-juan pernah bekerja
sama dengan Bong Thian-gak membunuh Sam-kaucu di masa
lalu, bukan saja dia musuh bebuyutan Put-gwa-cin-kau,
bahkan termasuk salah seorang yang tercantum dalam daftar
hitam Put-gwa-cin-kau untuk dibunuh.
Bagaimana mungkin Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau bisa
menerima dirinya"
Lantas kemana perginya Ho Put-ciang beserta segenap
orang-orang dari Bu-lim Bengcu"
Saat ini Bong Thian-gak sudah banyak curiga terhadap Thia
Leng-juan. Sementara itu Thia Leng-juan telah berkata lagi, "Long-tocu
tak perlu kuatir, ketika menjabat sebagai Sam-kaucu Put-gwacin-
kau, aku masih tetap Thia Leng-juan, nyatanya Congkaucu
sangat menaruh kepercayaan kepadaku, biarpun Jikaucu
rada kurang percaya. Dalam anggapan Cong-kaucu, Jikaucu
hanya merasa kedudukannya terancam oleh
kehadiranku, jadi reaksi spontan yang wajar, mustahil dia
akan mencurigai diriku."
Dengan ucapan itu, Thia Leng-juan telah menjelaskan pula
bagaimana caranya dia memperoleh kepercayaan dari Congkaucu.
Long Jit-seng tertawa, "Apakah kau sudah berhasil
menyelidiki identitas serta riwayat hidup Cong-kaucu?"
Thia Leng-juan segera menggeleng.
"Belum berhasil, tapi bisa jadi aku akan berhasil melihat
raut wajah aslinya malam nanti."
"Hehehe, hati-hati, kau jangan sampai terpikat olehnya,"
seru Long Jit-seng sambil tertawa.
553 "Perempuan yang ada di dunia ini hanya Si-hun-mo-li
seorang yang paling memikat hati, bagaimana mungkin aku
bisa tergoda setelah saban hari bergaul dengannya" "
"Kau ingin berjumpa dengan Hong-kong Hwesio?"
Thia Leng-juan mendongakkan kepala memandang cuaca,
lalu menjawab, "Saat kentongan ketiga tinggal setengah jam
lagi, aku sudah tak punya banyak waktu lagi."
"Beberapa hari ini Hong-kong Hwesio sedang sibuk,
alangkah baiknya bila kita tak mengganggu konsentrasi dan
perhatiannya."
"Baiklah, kalau begitu aku mohon diri lebih dulu. Kau harus
baik-baik menghadapi Jian-ciat-suseng, paling penting harus
kau selidiki dulu asal-usulnya."
Selesai berkata dia membalikkan badan dan segera berlalu.
Long Jit-seng memperhatikan pula keadaan sekeliling
tempat itu, kemudian dia pun turut berlalu dari sana.
Bong Thian-gak sendiri seperti sukma gentayangan
mengejar ke gedung belakang. Di bawah cahaya rembulan dia
saksikan sesosok bayangan orang sedang bergerak di depan
sana, Bong Thian-gak tahu orang itu adalah Thia Leng-juan,
maka dia segera menguntitnya secara diam-diam.
Dia harus mengikuti Thia Leng-juan, sebab dia ingin turut
menyaksikan muka asli Cong-kaucu.
Dia pun ingin mengetahui nasib para jago yang semula
berdiam dalam gedung Bu-lim Bengcu.
Bong Thian-gak perlu keterangan langsung dari Thia Lengjuan,
tapi pemuda itu pun menaruh perasaan ngeri bercampur
seram, dia kuatir Ho Put-ciang serta rekan-rekannya sudah
terbunuh. Bagaimana pun juga dia pernah menyaksikan kekejaman
serta kebuasan Thia Leng-juan ketika membunuh KauTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
554 hubuncu Hiat-kiam-bun, apalagi caranya memerintah Si-hunmo-
li untuk mencelakai umat persilatan.
Dilihat dari segala gerak-gerik serta perbuatan itu,
tampaknya Thia Leng-juan bukan seorang Enghiong yang
berjiwa lurus. Mungkin dia telah mengubah pendirian dan takluk kepada
kekuasaan kaum siluman dan iblis.
0oo0 Di tepi jalan raya Hong-sia, tepatnya berada di sebidang
tanah perkebunan yang luas, berdiri anggun sebuah gedung
mungil yang indah dan megah.
Di sebelah kiri bangunan itu berdiri sebuah loteng
bertingkat tiga, cahaya lentera memancar keluar dan
menyinari sekitarnya seperti siang hari saja.
Dalam keheningan malam, tiba-tiba muncul sesosok
bayangan orang melompat ke atas sebatang pohon Pek-yang
dengan lincah seperti seekor monyet, tubuhnya enteng, gerakgeriknya
cepat seperti kilat, dalam waktu singkat bayangan
tubuhnya sudah lenyap.
Baru saja bayangan orang itu menyembunyikan diri,
seorang pemuda berbaju biru sudah muncul dari balik
pepohonan dan menuju ke arah gedung itu.
Dengan cepatnya sastrawan berbaju biru itu menuju ke
arah loteng bertingkat tiga tadi.
Melihat hal itu, orang yang berada di pohon Pek-yang tadi


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segera berpikir, "Mungkin gedung itu adalah tempat tinggal
Thia Leng-juan."
Di dalam kota terlarang ternyata Thia Leng-juan memiliki
tempat tinggal sedemikian banyaknya, mau tak mau Bong
Thian-gak segera berpikir dengan kening berkerut.
555 "Thia Leng-juan benar-benar licik dan banyak akal
muslihatnya."
Beberapa saat kemudian, Thia Leng-juan telah muncul di
tepi jendela loteng tingkat ketiga. Kini dia telah berganti
pakaian dengan satu stel jubah biru yang baru dan di tangan
kirinya membawa sebuah kipas, gayanya tak beda dengan
seorang lelaki romantis.
Senyuman cerah menghiasi wajah Thia Leng-juan pada
saat itu. Ia mendongakkan kepala memandang keadaan cuaca,
kentongan ketiga telah menjelang.
Mendadak Bong Thian-gak yang berada di atas pohon Pekyang
mengendus bau harum bunga anggrek yang tersiar
kemana-mana. Bau harum bunga anggrek itu sangat tajam dan merupakan
ciri khas kehadiran Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau.
Sementara itu Thia Leng-juan telah berkata dengan suara
nyaring, "Sam-kaucu dengan hormat menantikan kehadiran
Cong-kaucu!"
Baru selesai ucapan itu, Bong Thian-gak telah menyaksikan
sesosok bayangan orang melayang turun di hadapannya dan
berjalan masuk ke dalam loteng tingkat tiga, langsung menuju
ke depan Thia Leng-juan.
Ilmu meringankan tubuh Peng-poh-cim-im (melangkah
datar awan hijau) Cong-kaucu benar-benar sangat hebat,
bagaikan bidadari yang baru turun dari kahyangan.
Bong Thian-gak tertegun menyaksikan kejadian itu, sebab
di kolong langit dewasa ini rasanya belum terdapat orang
kedua yang memiliki ilmu meringankan tubuh sehebat ini.
Di tambah lagi udara di sekeliling tempat itu seakan-akan
diliputi bau harum bunga anggrek yang begitu lembut, hal itu
556 membuat orang beranggapan Cong-kaucu adalah jelmaan dari
bidadari kahyangan.
Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau yang serba misterius kini
berdiri membelakangi jendela, sayang Bong Thian-gak tak
sempat melihat jelas paras mukanya.
Perempuan itu mengenakan pakaian sutera warna putih
yang lembut, perawakan tubuhnya nampak sedikit agak
gemuk, namun montok dan kenyal, mendatangkan suatu daya
rangsang aneh bagi pria yang melihatnya.
Rambutnya disanggul model keraton, untaian mutiara
menghiasi lehernya, sedangkan sebutir batu kemala hijau
yang tak ternilai harganya tersisip di ujung tusuk kondenya.
Thia Leng-juan seakan-akan dibuat terkesima oleh paras
muka Cong-kaucu, sepasang matanya mengawasi perempuan
itu dengan terkesima, tak sepatah kata pun sanggup
diucapkan. Bong Thian-gak ingin sekali menyaksikan paras muka
Cong-kaucu, apa mau dikata, perempuan itu justru berdiri
membelakanginya.
Dari bentuk tubuhnya arah belakang, usia perempuan ini
sekitar tiga puluh tujuh-delapan tahun.
Mendadak suara merdu merayu bergema dari mulut Congkaucu,
"Sam-kaucu, mengapa seperti bertemu orang asing
saja?" Teguran itu segera menyadarkan Thia Leng-juan dari
lamunan, dengan cepat dia berseru tertahan, "Paras muka
Cong-kaucu benar-benar anggun, cantik dan menawan hati,
jauh di luar dugaanku, ai ... mungkin hal ini disebabkan baru
sekali ini kusaksikan wajah asli Cong-kaucu."
Mendadak Cong-kaucu tertawa cekikikan, "Sam-kaucu tak
usah banyak adat, perjumpaan malam ini hanya kita berdua."
557 Suara tawanya penuh dengan kekuatan daya pikat yang
membetot sukma, tidak ada pria yang tak terpengaruh oleh
keadaan itu. Kecuali Thia Leng-juan sudah buta matanya atau dia sudah
menduga maksud tujuan undangan Cong-kaucu malam ini,
kalau tidak, mustahil dia bisa menahan diri.
Sebaliknya bagi wanita yang sudah lama hidup menyendiri,
perjumpaan berduaan semacam begini pasti akan
menimbulkan gairah yang luar biasa, apalagi Cong-kaucu
adalah perempuan berpengaruh, bagaimana mungkin dia
mampu berpuasa lama"
Dengan senyuman penuh arti, Thia Leng-juan segera
berkata, "Silakan duduk Cong-kaucu, aku telah menyiapkan
sayur dan arak."
Seusai berkata, dia membalikkan badan dan masuk ke
ruang dalam, beberapa saat kemudian dia telah muncul
dengan membawa baki berisi hidangan yang lezat, hidangan
memang telah disiapkan.
Cong-kaucu duduk dekat jendela, sedang Thia Leng-juan
duduk persis di hadapannya.
Bong Thian-gak yang bersembunyi di luar jendela dapat
menyaksikan gerak-gerik kedua orang itu dengan jelas, dia
pun dapat melihat bagaimana Thia Leng-juan melayani
pimpinannya itu dengan gaya sehalus mungkin.
Setelah perjamuan berlangsung beberapa saat, rayuan
Cong-kaucu kian merangsang, tiba-tiba dia berbisik, "Samkaucu,
bersediakah kau menghiburku malam ini hingga aku
puas?" Mendadak Thia Leng-juan bangkit, lalu merangkul tubuh
Cong-kaucu dan membopongnya.
558 Ia merasakan tubuh perempuan itu halus lembut seolaholah
tidak bertulang, terutama bau harum yang teruar dari
tubuhnya membuat setiap pria terangsang.
"Cong-kaucu, kau sungguh amat cantik," bisik Thia Lengjuan
sambil tertawa lirih.
"Ehmm ... bagian yang tercantik belum sempat kau lihat..."
"Tapi sebentar lagi akan kulihat juga."
"Cukup satu kali, selama hidup kau takkan melupakannya."
"Hihihi, aku rada kurang percaya."
"Tidak percaya" Sekarang kau buktikan, kau akan
mengetahui bagaimana rasanya."
"Mimpi pun aku orang she Thia tak pernah mengira suatu
hari Cong-kaucu bisa berada dalam pelukanku."
"Aku kan seorang perempuan!"
"Betul, kau seorang perempuan, perempuan yang paling
aneh, dan misterius di dunia ini."
"Tapi bagian yang terahasia belum kau temukan?"
"Sebentar lagi tempat rahasiamu akan kumasuki ... ooh ...
rayuan semacam ini sungguh membuat aku tak tahan."
Sebuah pembaringan, selembar kain kelambu ....
Kain kelambu tertutup rapat....
Thia Leng-juan telah berubah ganas, seganas serigala atau
harimau kelaparan, sedangkan Cong-kaucu berubah begitu
lemah dan lembut, seperti gadis perawan yang sedang
diperkosa orang.
Suara tertawa jalang, kata-kata porno yang jorok, serta
rintihan yang memikat, membuat darah orang mendidih.
Bong Thian-gak yang bersembunyi di atas pohon Pek-yang
sampai memejamkan mata, namun suara cabul yang begitu
559 merangsang membuat pikiran dan perasaannya menjadi
kacau. Ia sangat menyesal, kenapa bersembunyi sedemikian
dekat. "Cong-kaucu ... ampunilah aku ... ampunilah, aku sudah
hampir mati...." seruan lirih mendadak bergema.
Bong Thian-gak mendongakkan kepala dan terkejut.
Ia saksikan tubuh Cong-kaucu sedang melilit tubuh Thia
Leng-juan seperti seekor ular berbisa, melilit dengan
kencangnya. Sekarang Bong Thian-gak baru dapat melihat jelas
perawakan tubuh Cong-kaucu yang indah serta selembar
wajah yang cantik molek.
Tapi sekarang pada hakikatnya perempuan itu telah
berubah menjadi seorang perempuan jalang penghisap darah.
Suara tertawanya yang jalang serta getaran tubuhnya yang
amat keras hakikatnya telah menindas Thia Leng-juan
sehingga tak berwujud manusia lagi.
Peluh sebesar kacang bercucuran membasahi tubuh Thia
Leng-juan, wajahnya tampak gembira serta nikmat luar biasa.
Bong Thian-gak tidak menyangka akan menyaksikan
adegan semacam ini, Cong-kaucu benar-benar mirip iblis
perempuan, siluman perempuan dan perempuan jalang....
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Bong Thiangak,
"Mengapa tak kumanfaatkan kesempatan di saat dia
sedang terpengaruh hawa napsu untuk menghabisi nyawanya
... biasanya perempuan yang bagaimana pun hebatnya, bila
sedang berada dalam keadaan seperti ini, kepandaian saktinya
tidak nanti bisa dikembangkan."
Belum habis ingatan itu melintas, mendadak terdengar Thia
Leng-juan menjerit kaget.
560 Tampak matanya terbelalak, sekujur tubuhnya gemetar
keras. Bong Thian-gak tahu, keadaan seperti ini hanya dialami
oleh seorang yang sedang mencapai puncak kenikmatan.
"Betul-betul manusia yang tidak berguna!" umpat Congkaucu
sambil tertawa.
Dengan cepat dia mendorong tubuh lelaki itu, dengan
lemas tak bertenaga Thia Leng-juan segera berguling,
sepasang matanya yang memukau itu tiba-tiba dialihkan ke
atas pohon Pek-yang di luar jendela.
Terkesiap hati Bong Thian-gak menyaksikan kejadian itu,
pikirnya, "Wah, jangan-jangan dia sudah menemukan
jejakku?" Akhirnya Cong-kaucu buka suara, katanya dengan suara
lembut, "Aku benar-benar tidak percaya di dunia ini masih
terdapat lelaki yang sama sekali tak tergerak hatinya
menyaksikan adegan panas yang berlangsung di depan
hidungnya."
Mendengar perkataan ini, diam-diam Bong Thian-gak
membatin, "Aduh celaka, ternyata dia telah mengetahui
jejakku. Hmm! Aku tak percaya dalam keadaan bugil kau bisa
berbuat sesuatu kepadaku ...."
Diiringi suara tawa menyeramkan, Bong Thian-gak
melompat keluar dari atas pohon Pek-yang dan menerobos
masuk melalui jendela.
Sekarang ia dapat menyaksikan dengan jelas paras muka
asli Cong-kaucu, bukan hanya wajah aslinya, bahkan setiap
bagian rahasia tubuhnya dapat terlihat dengan nyata.
Cong-kaucu sungguh merupakan seorang perempuan tidak
tahu malu, tanpa canggung dia turun dari pembaringan dan
berjalan ke hadapan Bong Thian-gak dalam keadaan bugil.
561 Bong Thian-gak tak berani memandang lebih jauh, dia
meludah dan katanya dingin, "Kalau disuruh mencari
perempuan manakah di dunia ini yang paling tak tahu malu,
orang itu sudah pasti kau!"
Cong-kaucu tertawa terkekeh-kekeh, "Kalau aku tak tahu
malu, kau lebih-lebih tak tahu malu."
Merah padam wajah Bong Thian-gak mendengar umpatan
itu, serunya, "Hei, mengapa kau belum juga mengenakan
pakaian?" Cong-kaucu tertawa jalang
"Sepasang matamu sudah kaku dan mendelong, aku
berpakaian atau tidak, rasanya sudah bukan masalah lagi."
"Kau tahu siapa aku?" tegur Bong Thian-gak dingin.
"Jian-ciat-suseng."
Kembali Bong Thian-gak tertawa dingin.
"Andaikata aku uarkan kejadian memalukan yang
kusaksikan malam ini, tentu segenap umat persilatan akan
tahu, akan aku lihat apakah kau punya muka untuk memimpin
Put-gwa-cin-kau atau tidak?"
"Kau tak nanti bisa berbuat demikian."
"Mengapa?"
"Bila kau tidak bersedia takluk kepadaku malam ini, hanya
jalan kematian yang akan kau hadapi."
"Kau yakin pasti berhasil?"
"Tiada lelaki di dunia ini yang tidak pernah terbayang dan
tergila-gila setelah bermain cinta denganku, aku yakin tiada
lelaki yang akan terlepas dari cengkeramanku."
"Tampaknya kau mempunyai keyakinan yang luar biasa
atas kecantikan wajahmu?" jengek Bong Thian-gak dingin.
562 "Aku yakin kecantikan Se Si pun tak akan bisa mengungguli
aku." Bong Thian-gak mengamati sejenak wajah perempuan itu,
lalu manggut-manggut, "Ya, sayangnya kau sudah tua!"
Gemetar keras sekujur badan Cong-kaucu sesudah
mendengar perkataan itu, tanyanya, "Benarkah aku sudah
tua?" Bong Thian-gak memang ada maksud menghina dan
mencemooh perempuan itu, paling baik bila dapat melukai
hatinya. "Menurut pandanganku, biarpun kau pergunakan minyak
wangi dan pupur serta gincu yang terbaik dan termahal di
dunia ini untuk mendandani wajahnya, tetap tidak bisa
menghilangkan kerutan tuamu yang makin nyata, yang lebih
menggelikan lagi, masa kau menganggap dirimu masih
mempunyai daya tarik dan daya rangsang yang luar biasa"
Hm, terus terang saja aku beritahukan, manusia macam Thia
Leng-juan bisa takluk di bawah ketiakmu, hal ini bukan
dikarenakan dia\tergiur oleh kecantikanmu, sesungguhnya dia
terpesona oleh rangsangan napsu dan terbuai dalam
pelampiasan hawa napsu belaka."
Agaknya Cong-kaucu takut mendengar orang lain
mengatakan dia tua dan tidak cantik.
Sekarang ia benar-benar membenci Bong Thian-gak,
sedemikian bencinya hingga kalau bisa merobek-robek


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuhnya, mencorong sorot mata tajam penuh kebencian dari
balik matanya. Mendadak dia berkelebat maju, lalu menyambar
pakaiannya yang berserakan di atas pembaringan.
Melihat tingkah-lakunya yang konyol itu, Bong Thian-gak
tertawa terbahak-bahak.
563 Di tengah gelak tawanya yang keras, pemuda itu melejit
dan melayang keluar jendela.
Pada dasarnya ilmu meringankan tubuh Bong Thian-gak
sudah mencapai puncaknya, dengan sikap yang sinis dan
memandang rendah dia tertawa seram, secepat kilat tubuhnya
berkelebat pergi dan menjauh dari situ.
Dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap di
balik kegelapan malam.
Baru pertama kali Cong-kaucu menerima hinaan dan
cemoohan paling besar bagi seorang wanita.
Selama puluhan tahun terakhir ini, seingatnya hanya
seorang lelaki yang bisa membuatnya marah dan dendam, tapi
hari ini telah bertambah dengan seorang lagi.
Orang ini tidak lain adalah Jian-ciat-suseng.
Ia bersumpah akan mencincang tubuh Jian-ciat-suseng
hingga hancur-lebur, dia akan menggunakan siksaan yang
paling kejam dan paling buas untuk menghukum lelaki laknat
itu. 0oo0 Dengan mengerahkan Ginkangnya yang sempurna, Bong
Thian-gak berlarian sejauh tiga-empat li sebelum berhenti.
Ternyata di tengah jalan kecil di padang yang sunyi itu, dia
saksikan munculnya serombongan orang.
Orang-orang itu bergerak sangat enteng dan cepat
bagaikan hembusan angin, sama sekali tak menimbulkan
suara. Dalam waktu singkat mereka telah berlalu di hadapan Bong
Thian-gak. 564 Bong Thian-gak dapat melihat dengan jelas bahwa
rombongan itu terdiri dari gadis-gadis berbaju merah, pedang
pendek tersoreng di punggung dan pakaiannya amat ringkas.
Di antara mereka terdapat delapan orang yang
menggotong sebuah tandu kecil, jendela di empat penjuru
tandu itu tertutup oleh selapis kain hitam, agaknya seseorang
duduk di baliknya.
Tergerak hati Bong Thian-gak menyaksikan semua itu,
diam-diam ia berpikir, "Bukankah mereka adalah anggota Hiatkiam-
bun?" Rasa ingin tahunya segera muncul dalam benaknya,
dengan cepat pemuda itu menyusuri pepohonan yang rindang
dan membuntuti secara diam-diam.
Setelah berjalan lebih kurang tujuh-delapan li, mendadak
bergema suara tawa yang amat keras bagaikan suara guntur
menggelegar, sedemikian kerasnya suara itu membuat
kawanan gadis berbaju merah tertegun.
Serempak ketiga belas orang gadis berbaju merah itu
melolos pedang pendek mereka, sebuah gerakan dilakukan
cepat dan enteng, sebuah barisan segera terbentuk tepat di
depan tandu kecil itu.
Sementara kedelapan gadis pemikul tandu itu pun
menurunkan tandu, lalu melolos pedang pendeknya berjagajaga
di sekeliling tandu, sikap mereka serius seakan-akan
sedang menghadapi musuh besar.
Di bawah sinar rembulan, tampak seorang lelaki kekar
berbaju abu-abu, beralis tebal, bermata besar dan
bercambung seperti kawat, berdiri tegak di tengah jalan.
Dengan mata Bong Thian-gak yang tajam, sekilas pandang
saja ia sudah dapat mengenali lelaki kekar ini, Han Siau-liong
dari Kay-pang, yang lebih dikenal dengan julukan Put-mi-kiam.
565 Kemunculan Han Siau-liong membingungkan Bong Thiangak,
pikirnya, "Seandainya orang yang berada di dalam tandu
kecil itu bukan tokoh lihai Hiat-kiam-bun, hari ini anak murid
Hiat-kiam-bun pasti akan mati konyol."
Sementara itu Han Siau-liong telah menghardik, "Siapa
yang duduk di dalam tandu?"
Salah seorang gadis bertubuh langsing di antara ketiga
belas gadis berkerudung merah itu segera tampil ke depan,
tampaknya dia adalah pimpinan rombongan.
"Siapa pula engkau?" dia balik bertanya, "di dalam tandu
adalah majikan kami."
"Kalau begitu panggil Hiat-kiam-buncu agar tampil dan
bicara." "Masa orang yang berada di dalam tandu bukan Long Jitseng,
aku tahu kalian orang-orang Hiat-kiam-bun pun sedang
berusaha keras menemukan jejaknya."
Bong Thian-gak yang mengikuti jalannya pembicaraan itu
amat terkejut, segera pikirnya, "Masakah orang yang berada
di dalam tandu adalah Long Jit-seng?"
Sementara si gadis berkerudung merah menjawab, "Kau
salah terka, orang yang berada dalam tandu bukan Hek-ki-tocu."
Han Siau-liong tertawa dingin, "Hehehe, kecuali aku diberi
kesempatan untuk melihat dengan mata kepala sendiri, kalau
tidak, jangan harap aku akan melepas kalian pergi begitu
saja." Jelas anggota Hiat-kiam-bun memiliki iman yang cukup
tebal, dia masih tetap sabar.
"Boleh saja kau berniat melihatnya, tapi seandainya orang
yang berada di dalam tandu itu bukan Long Jit-seng, kau
harus mundur dengan segera!"
566 "Hahaha, kalian tahu, siapakah aku?"
"Dari bentuk badan maupun sikapmu, sudah pasti kau
punya kedudukan cukup tinggi dalam Kay-pang."
"Orang-orang persilatan menyebutku Put-mi-kiam!" Han
Siau-liong memperkenalkan diri dengan suara dalam.
Tampaknya para anggota Hiat-kiam-bun yang hadir
sekarang rata-rata sudah pernah mendengar nama tokoh
penting Kay-pang itu, gadis itu seperti terkejut mendengar
nama itu, serunya tanpa sadar, "Tidak kusangka kau telah
sampai di Hopak!" Kembali Han Siau-liong tertawa dingin.
"Han Siau-liong, tentu kalian pernah mendengar nama ini
bukan" Bila kalian bersedia menuruti perkataanku, hari ini Han
Siau-liong tidak bakal melukai seorang pun di antara kalian."
Biarpun gadis itu terkejut dan ngeri mendengar nama Putmi-
kiam, namun dia bukan seorang yang sudi bertekuk lutut
begitu saja, ia tertawa cekikikan, "Sampai sekarang pihak
Hiat-kiam-bun masih belum berniat mencari permusuhan
dengan pihak Kay-pang, namun bila kalian terus menerus
memojokkan kami, segenap anggota Hiat-kiam-bun rela mati
daripada membuat malu nama perguruan."
Han Siau-liong tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, punya
semangat juga kalian, anggota Hiat-kiam-bun rata-rata adalah
wanita yang bersemangat baja, sayang kalian telah salah
menerima kematian pada malam ini."
Sembari berkata, selangkah demi selangkah ia berjalan
menuju ke hadapan mereka.
Mendadak tiga gadis berkerudung di depannya
menggetarkan pergelangan mereka, tiga batang pedang
pendek dengan kecepatan bagaikan sambatan petir segera
menusuk ke depan.
"Berhenti!" bentak mereka serentak.
567 Mencorong cahaya membunuh yang amat tebal dari balik
mata Han Siau-liong, sambil mendengus ia lepaskan sebuah
pukulan dengan telapak tangan kirinya.
Tiga kali jeritan ngeri yang memilukan hati bergema.
Termakan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat,
ketiga orang gadis berkerudung yang sedang menerjang ke
muka itu mencelat dan kemudian roboh ke tanah sambil
muntah darah. Beberapa saat kemudian mereka sudah tewas dalam
keadaan mengerikan.
Tenaga pukulan Han Siau-liong yang mengejutkan dan keji
ini kembali membuat suasana menjadi heboh, segenap
anggota Hiat-kiam-bun menjadi terkejut dan mundur
selangkah tanpa terasa.
Tak terlukiskan hawa amarah yang membara di dada si
nona pemimpin rombongan itu setelah melihat kematian yang
mengenaskan dari ketiga orang rekannya, ia segera
membentak nyaring.
Bagaikan kilat, pedangnya langsung ditusukkan ke muka.
"Hm, cari mampus rupanya kau!" jengek Han Siau-liong
sambil tertawa dingin.
Telapak tangan kirinya yang dibacokkan ke depan tadi,
mendadak direndahkan ke bawah dan mencengkeram urat
nadi pergelangan tangan kanan gadis itu.
Gadis ini adalah Pat-hubungcu Hiat-kiam-bun, ilmu
pedangnya tidak lemah, di antara perputaran pergelangan
tangannya, cahaya pedang bagaikan bianglala, di tengah
desingan tajam tahu-tahu hawa serangan telah menyambar ke
sisi tubuh lawan, di antara titik-titik cahaya bintang, kembali
mengurung seluruh badan Han Siau-liong.
568 Mata Han Siau-liong terbelalak lebar, bentaknya, "Bagus
sekali, kepandaianmu benar-benar hebat."
Dengan mengeluarkan jurus Nu-hay-poh-liong (menangkap
naga di samudra luas) dan masih tetap memakai ilmu Kim-najiu-
hoat, dia berusaha merampas pedang pendek lawan.
Biarpun serangan yang digunakan Han Siau-liong terhitung
amat cepat, akan tetapi Pat-hubuncu terhitung jago nomor
dua di dalam partainya, serta-merta serangan Han Siau-liong
luput mengenai sasaran.
Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun tahu bahwa lawan adalah
seorang jago yang amat lihai, dengan cepat pedang
pendeknya dikembangkan, serangan itu seperti menutul,
seperti juga menusuk, menggunakan aliran yang berbeda.
Dalam waktu singkat secara beruntun dia telah
melancarkan dua belas jurus serangan.
Han Siau-liong tidak menyangka gadis ini sanggup
menghindar dari dua belas jurus ilmu Kim-na-jiu-hoat yang
lihai, dengan suara menggeledek ia membentak, tangan
kirinya mengeluarkan jurus Kim-si-liau-wan (mencengkeram
urat nadi lawan).
"Aduh!" jerit kesakitan bergema, pergelangan tangan Pathubuncu
sudah tercengkeram hancur, pedang pendeknya
terjatuh ke tanah, bersamaan itu pula Han Siau-liong
mengayunkan telapak tangan kanannya siap menghabisi
nyawa perempuan itu.
Di saat yang amat kritis inilah tiba-tiba terdengar suara
bentakan, "Kau telah membunuh tiga orang, apakah jumlah
itu masih belum cukup?"
Dari balik kegelapan malam, pelan-pelan berjalan keluar
seorang sastrawan berlengan tunggal.
Setelah dapat melihat jelas wajah pendatang itu, Han Siauliong
segera menghentikan gerakan tangan kanannya,
569 kemudian tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, bagus, bagus
sekali! Benar-benar tidak kusangka Jian-ciat-suseng muncul di
sini." Bong Thian-gak memandang sekejap tangan kiri Han Siauliong
yang masih menelikung lengan kanan Pat-hubuncu Hiatkiam-
bun, kemudian ujarnya dengan suara dingin, "Kita
sebagai lelaki sejati, rasanya kurang gagah bila mesti
menganiaya seorang wanita lemah."
Tiba-tiba Han Siau-liong melepas tangan kanannya dan
melempar tubuh Pat-hubuncu, lalu jengeknya, "Bila kau
memang bernyali, jangan coba kabur lagi malam ini."
"Aku memang tak pernah bermaksud melarikan diri."
Han Siau-liong mundur selangkah, tiba-tiba ia melolos
pedang raksasanya yang tersoreng di belakang punggung,
pedang ini empat kaki panjangnya, pedang itu tampaknya
tumpul, berwarna hitam, persis seperti besi tua.
Sebagai tokoh silat berkepandaian tinggi, cukup
memandang pedang Han Siau-liong, Bong Thian-gak tahu
musuh terhitung tokoh lihai dalam ilmu pedang.
Keningnya berkerut, kemudian dengan suara hambar dia
berkata, "Aku pikir masih kelewat awal bila kita mesti
menentukan mati hidup di antara kita berdua sekarang juga."
"Put-mi-kiam begitu terlolos dari sarungnya, ia tak akan
kembali sebelum menjilat darah," seru Han Siau-liong ketus.
Bong Thian-gak tertawa dingin, "Sudah sering kudengar
orang berkata demikian, sebelum menjilat darah, pedang tak
akan kembali ke sarungnya, namun kenyataan ... hm, pedang
itu menjilat darah mereka sendiri."
"Mengapa tidak kau lolos pedangmu?" bentak Han Siauliong
dengan lantang.
570 "Pedangku telah dipatahkan oleh Sutemu, sekarang aku
sudah tidak memiliki pedang yang bisa kucabut lagi."
"Jadi kau hendak menghadapi pedangku dengan tangan
kosong?" teriak Han Siau-liong marah.
"Oh, tidak, maksudku andai pertarungan nanti
dilangsungkan, aku akan meminjam pedang orang lain."
Kemudian dia berpaling dan memandang sekejap ke arah
Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun, tanyanya, "Nona, benarkah orang
yang ada dalam tandu adalah Hek-ki-to-cu?"
Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun ini sudah dua kali bertemu
Bong Thian-gak, tentu saja dia kenal pemuda ini, apalagi Bong
Thian-gak telah menyelamatkan jiwanya kali ini, meski
kejadiannya di luar dugaan, diam-diam dia amat berterima
kasih kepada pemuda ini.
Begitulah sambil mengedipkan matanya yang jeli, Pathubuncu
berkata, "Benar Hek-ki-to-cu atau bukan, aku rasa
kau pasti lebih mengerti daripada kami."
Tentu saja Bong Thian-gak memahami maksud
perkataannya, kemudian ia bertanya, "Lalu siapakah dia?"
Pat-hubuncu termenung sebentar, kemudian menjawab,
"Dia adalah Buncu kami, ketua Hiat-kiam-bun."
"Ketua Hiat-kiam-bun" Kalau begitu dia ...." paras muka
Bong Thian-gak berubah hebat.
Ternyata Pat-hubuncu amat cerdik dan cekatan, dia pun


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanya, "Jadi... kau tahu siapa Buncu kami?"
"Ya, aku tahu," pemuda itu mengangguk.
Jawaban ini mengejutkan Pat-hubuncu, serunya,
"Sungguh?"
"Sungguh! Sebab aku pun sedang mencarinya."
571 "Kalau begitu kau pun mengetahui rahasia Hiat-kiam-bun
kami?" tanya Pat-hubuncu semakin terkejut.
"Aku malah mengetahui juga asal-usul Cong-hubuncu dan
Ji-hubuncu perguruan kalian."
"Aku tak pernah ditipu orang secara begini gampang," kata
Pat-hubuncu dengan suara dalam.
"Aku bukan penipu," Bong Thian-gak tersenyum, "nona bisa
membuktikannya dengan segera."
"Bagaimana cara membuktikannya?"
"Aku dapat menjelaskan asal-usul Cong-hubuncu dan Jihubuncu
perguruan kalian."
Pat-hubuncu termenung sebentar, kemudian dia berkata,
"Coba kau katakan secara garis besarnya saja."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Hubungan antara Cong-hubuncu dan Ji-hubuncu adalah
hubungan antara ibu dan anak. Masih ada satu hal lagi,
seandainya orang yang berada di dalam tandu benar-benar
Buncu Hiat-kiam-bun, maka dia datang dari gedung raja muda
Mo-lay-cin-ong."
Pat-hubuncu terbungkam seketika mendengar penjelasan
ini. "Darimana kau tahu semua ini sedemikian jelasnya?"
Bong Thian-gak tersenyum.
"Sebab musababnya tak mungkin bisa dijelaskan, pokoknya
sudah kuterangkan sedari dulu, Tiong-yang-hwe tidak akan
memusuhi Hiat-kiam-bun, itulah sebabnya aku tak pernah
melukai anggota Hiat-kiam-bun seorang pun."
"Bagaimana dengan Kiu-moayku" Bukankah Kau-hubuncu
tewas di tanganmu?"
572 "Bukan."
Tampaknya Pat-hubuncu mempercayai kata-kata Bong
Thian-gak, katanya, "Seandainya kau adalah sahabat Hiatkiam-
bun, tolong bantu kami, bantulah kami hingga tiba di...."
Sampai di sini, mendadak ia membungkam.
Bong Thian-gak sendiri pun tidak mendesak lebih jauh, dia
segera menyahut, "Aku sanggup melakukannya, harap nona
pinjamkan pedang itu kepadaku."
Pat-hubuncu mendekat sambil menyodorkan pedang
pendeknya kepada Bong Thian-gak.
"Pihak lawan adalah tokoh silat hebat dari Kay-pang, kau
mesti menghadapinya hati-hati," ia berpesan.
Setelah menyambut pedang pendek itu, Bong Thian-gak
baru berpaling ke arah Han Siau-liong sambil berkata,
"Kuharap kau suka menuruti nasehatku, apakah pertarungan
kita dapat ditunda lain saat?"
"Sejak berlatih ilmu pedang, cita-citaku adalah merebut
gelar jago pedang nomor wahid, berarti cepat atau lambat kita
pasti akan saling tempur, kulihat malam ini adalah malam
yang tepat untuk berduel, mengapa kita mesti menyia-nyiakan
kesempatan baik ini?"
"Bila dua ekor harimau saling bertarung, satu di antaranya
tentu akan terluka. Apalagi di sekitar kita sudah bersembunyi
harimau ketiga."
Baru selesai perkataan itu diutarakan, tiba-tiba terdengar
seorang berkata dengan suara dingin, "Tajam amat
penglihatanmu, agaknya kemampuanmu masih setingkat lebih
unggul daripada Put-mi-kiam."
Di tengah pembicaraan, dari balik semak belukar di sisi
kanan mereka berjalan keluar seorang lelaki berbaju hijau, ciri
khas yang paling menyolok daripada orang itu adalah
573 terdapatnya sebuah tahi lalat di atas alis kirinya dan sebilah
pedang tembaga tersoreng di pinggangnya.
"Kehadiran Ji-kaucu memang tepat sekali," seru Han Siauliong
sambil tertawa terbahak-bahak, "tiga tahun berselang
aku orang she Han tidak berkesempatan mencoba kepandaian
saktimu, hal ini membuatku tak senang siang dan malam, aku
harap Ji-kaucu dapat memenuhi keinginanku malam ini."
Han Siau-liong memang seorang jagoan yang gila nama,
kalau dapat dia ingin menantang semua jago lihai yang ada di
dunia ini, baik dari golongan putih maupun hitam, asal musuh
termasuk jago lihai, dia berusaha mencoba kepandaiannya.
Bong Thian-gak sendiri dapat mengenali orang itu adalah
Ji-kaucu Put-gwa-cin-kau, cuma dia tak banyak komentar.
Dalam pada itu Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun merasa terkejut
bercampur ngeri, tiba-tiba bisiknya kepada Bong Thian-gak,
"Orang-orang Put-gwa-cin-kau telah mengejar sampai di sini."
"Aku lihat hanya Ji kuacu seorang yang telah sampai, kalian
cepat bersiap melarikan diri, biar aku menahan dirinya."
Sementara itu Ji-kaucu Put-gwa-cin-kau telah
menghentikan langkah, katanya dengan suara yang
menyeramkan, "Han Siau-liong, sikapmu yang sombong dan
takabur membuat dirimu tak bisa hidup lama di dunia ini."
Han Siau-liong tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, semenjak
aku belajar pedang, aku memang sudah tak ingin hidup lama
di dunia ini."
Sepanjang pembicaraan berlangsung, Bong Thian-gak
dengan sepasang mata yang tajam mengawasi seluruh gerakgerik
Ji-kaucu tanpa berkedip.
Tiba-tiba pemuda itu berteriak, "Cepat mundur, Ji-kaucu
telah melepaskan racun jahat!"
574 Ternyata Bong Thian-gak telah melihat munculnya
segumpal kabut tipis yang pelan-pelan berhembus keluar dari
semak belukar sebelah utara, kabut itu menggulung datang di
atas permukaan rumput, tak ubahnya seperti kabut malam
yang terhembus angin.
Sejak awal Pat-hubuncu telah memerintahkan anak
buahnya agar bersiap sedia. Begitu mendengar suara
bentakan Bong Thian-gak, kedelapan gadis muda itu segera
menggotong tandu kecil itu dan segera kabur menuju ke arah
selatan. Dengan gerakan cepat Bong Thian-gak ikut mengundurkan
diri pula ke arah selatan.
Menyaksikan hal ini Ji-kaucu tergelak, pedangnya segera
dilolos, kemudian bagaikan seekor bangau raksasa dia
melompat dan menerkam dari tengah udara, hardiknya, "Kau
memang benar-benar cekatan, tapi aku ingin tahu apakah kau
sanggup lolos dari seranganku atau tidak."
Di tengah pembicaraan, pedang Ji-kaucu telah membacok
datang dengan membawa segulung hawa serangan dingin dan
mengerikan. Tiga tahun berselang, Bong Thian-gak pernah terluka di
ujung pedangnya, terutama disebabkan pedang Ji-kaucu ini
memiliki rahasia besar.
Maka dari itu Bong Thian-gak tidak menyambut serangan
itu dengan kekerasan, sebaiknya malah melompat mundur.
Ji-kaucu tidak menyangka Bong Thian-gak memilih mundur
daripada menerima serangannya, sambil tertawa dingin dia
menjengek, "Mengapa kau tidak menyambut seranganku?"
Kembali pergelangan tangan kanannya digetarkan,
pedangnya menciptakan selapis bunga pedang, seperti
membacok dan menusuk langsung menyambar tubuh Bong
Thian-gak. 575 Biarpun Bong Thian-gak memegang pedang di tangan
kirinya, dia masih saja mundur tanpa menyambut datangnya
ancaman. Dia mundur dengan mengambil langkah segitiga, sebentar
ke kiri sebentar ke kanan, agaknya dia berjaga-jaga atas
serangan racun yang dilancarkan Ji-kaucu, itulah sebabnya dia
selalu mundur dengan mengikuti arah angin.
Ketika Ji-kaucu melancarkan serangan keempat, mendadak
dari sana berkumandang beberapa kali jeritan yang menyayat
hati. Dengan terkejut Bong Thian-gak segera berpaling, apa
yang kemudian terlihat segera membuat darahnya mendidih.
Rupanya Han Siau-liong telah memanfaatkan kesempatan
itu untuk menghadang jalan pergi anggota Hiat-kiam-bun,
pedang bajanya diputar sedemikian rupa membentuk
gelombang angin pedang yang menderu-deru dan amat
memekakkan telinga.
Tak seorang pun di antara anggota Hiat-kiam-bun yang
mampu menahan serangannya itu.
Jerit lengking yang memilukan bergema susul menyusul,
suara orang sekarat yang mendekati ajal, membikin siapa pun
yang mendengar berdiri bulu kuduknya.
Bong Thian-gak berpekik nyaring dengan nada pedih, dia
melejit ke tengah udara dan meluncur ke muka, bentaknya,
"Han Siau-liong, serahkan nyawamu!"
Selesai bentakannya itu, secepat kilat Bong Thian-gak
menyambar ke depan, cahaya pedang yang kemerah-merahan
ikut menyambar pula dengan hebatnya.
"Hahaha," Han Siau-liong terbahak-bahak, "Jian-ciatsuseng,
kau memang seharusnya turun tangan sejak tadi."
576 Diiringi desingan tajam, pedang bajanya dibabatkan ke
muka menyambut datangnya ancaman itu.
"Trang", dentingan nyaring disertai percikan bunga api
segera memancar ke empat penjuru.
Dengan pedang pendeknya Bong Thian-gak berhasil
mementalkan pedang baja lawan yang beratnya mencapai
seratus kati itu.
Akibat bentrok ini, Han Siau-liong mundur tiga langkah
dengan sempoyongan sebelum berhasil berdiri tegak kembali.
Bong Thian-gak mengunjuk rasa terkejut, rupanya dalam
bentrok tadi ia merasakan pergelangan tangan kirinya sakit,
linu dan kesemutan.
Dari sini dapatlah diketahui tenaga serangan Han Siau-liong
memang benar-benar sangat tangguh.
Padahal Han Siau-liong jauh lebih terperanjat lagi
ketimbang Bong Thian-gak.
Seingatnya, kecuali gurunya seorang, belum pernah di
dunia ini ada orang yang sanggup menggetarkan pedang
bajanya sampai terpental, mimpi pun dia tak pernah
menyangka laki-laki berlengan tunggal yang berwajah pucat
dan penyakitan ini memiliki kekuatan begitu dahsyat.
Padahal bagi dua jago yang bertarung, teledor dan
kehilangan konsentrasi merupakan pantangan paling besar.
Sementara dia masih terkejut bercampur keheranan, Jikaucu
telah memanfaatkan kesempatan itu untuk menerobos
masuk, dalam waktu singkat tujuh-delapan gadis berbaju
merah telah roboh tergeletak di tanah tanpa bersuara,
sementara Ji-kaucu sendiri telah menerjang ke muka tandu
kecil. Bentakan nyaring bergema memecah keheningan Pathubuncu
segera menyusul ke muka.
577 "Nona, jangan mendekati dia," teriak Bong Thian-gak
cemas. Belum lagi ucapan itu selesai, tangan kiri Ji-kaucu telah
mengayun ke arah belakang.
Dengusan tertahan bergema, sekujur badan Pat-hubuncu
bergetar keras, kakinya menjadi lemas dan roboh terduduk ke
atas tanah. "Lihat pedang!" bentak Bong Thian-gak.
Hawa pedang bagai bianglala menyambar dan menusuk ke
depan. Tampaknya Ji-kaucu mengetahui kehebatan serangan itu,
sambil memutar badan ia mundur ke sisi kiri.
Akhirnya Bong Thian-gak berdiri di muka tandu kecil itu
dengan pedang disilangkan di depan dada.
Ji-kaucu memandang sekejap ke sekeliling tempat itu, lalu
ujarnya, "Orang-orang Hiat-kiam-bun sudah banyak menjadi
korban, kau anggap dengan kemampuanmu seorang bisa
meneruskan perjalanan untuk melindungi tandu ini?"
Memandang mayat yang berserakan di atas tanah, Bong
Thian-gak merasa sedih sekali. Gadis-gadis muda yang segar
dan lincah tadi dalam waktu singkat menjadi korban di tangan
keji Ji-kaucu dan Han Siau-liong, peristiwa ini merupakan
kejadian yang mengenaskan.
Tiba-tiba terdengar suara rintihan lirih, Pat-hubuncu
mengangkat kepala dan berbisik pelan, "Siangkong, kau ...
kau tak usah tinggal di sini lagi... sebentar Buncu akan ... akan
mendusin ... bila sampai begitu, maka dia ... dia masih tetap
akan menjadi orang Put-gwa-cin-kau."
"Aku tak dapat membiarkan dia terjatuh kembali ke tangan
orang-orang Put-gwa-cin-kau," tukas Bong Thian-gak dengan
suara dalam. 578 "Kali ini kita gagal, tapi lain kali kita masih ada kesempatan
untuk menolongnya, bila ia sadar nanti, kesadarannya tetap
hilang, dia hanya tahu mentaati perintah Put-gwa-cin-kau,
berarti kau akan mendapat seorang musuh tangguh lagi."
Sementara itu Han Siau-liong telah menerjang masuk
melalui belakang, pedang bajanya segera bergetar.
"Sreet", kain hitam penutup tandu segera tersambar hingga
robek dan terbuka.
Orang yang berada dalam tandu pun segera terlihat jelas.
Mendadak Han Siau-liong menjerit kaget, "Ah, rupanya dia
adalah Si-hun-mo-li?"
Mendengar seruan itu, Bong Thian-gak mendesak maju,
tampak di balik tandu itu duduk seorang wanita cantik.
Biarpun wajah perempuan itu sudah berubah menjadi abuabu,
Bong Thian-gak masih dapat mengenali dengan pasti.
Agaknya Han Siau-liong belum pernah menjumpai
perempuan yang begitu cantik sepanjang hidupnya, dia
tertegun dan berdiri dengan mata terbelalak.
Perempuan itu sedang tidur, tidur amat nyenyak dan
nampak begitu cantik menawan hati.
Tak tahan Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Ah,
ternyata memang dia, rupanya Si-hun-mo-li adalah Thay-kun.
Ai! Rupanya Cong-kaucu benar-benar telah mencelakai


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirinya." Belum habis ingatan itu, sebilah pedang dingin
menggidikkan diam-diam telah menusuk ke arah tubuhnya.
Tanpa pikir panjang Bong Thian-gak memutar pedang
pendeknya ke depan sementara tubuhnya berputar tiga kali.
"Kau dapat menghindari seranganku ini?" seru Ji-kaucu
tertahan dengan sorot mata memancarkan rasa kaget dan
tercengang. 579 Amarah sedang berkobar dakam dada Bong Thian-gak,
segera ia membentak keras, "Ji-kaucu, Han Siau-liong, kemari
kalian berdua, biar lenganku cuma satu, aku masih mampu
menandingi kedua bilah pedang kalian bersama-sama."
Bentakan itu amat keras hingga menggetarkan seluruh
angkasa. Han Siau-liong maupun Ji-kaucu tertegun, serentak mereka
mendongakkan kepala.
Bong Thian-gak dengan pedang terhunus di depan dada
dan sorot mata memancarkan cahaya setajam sembilu sedang
mengawasi mereka berdua tanpa berkedip.
Menyaksikan sikap angker Bong Thian-gak yang berdiri
bagaikan batu karang dan hawa membunuh menyelimuti
seluruh wajahnya, Ji-kaucu maupun Han Siau-liong samasama
terkesiap dibuatnya.
Ternyata mereka sudah dapat melihat Bong Thian-gak
sedang mempersiapkan tenaga dalamnya berniat melancarkan
serangan dengan pedang terbang.
Dalam posisi demikian, Han Siau-liong maupun Ji-kaucu
menjadi ragu, mereka tak tahu apakah serangan dahsyat yang
dilepaskan Bong Thian-gak itu dapat disambut oleh mereka
berdua ataukah tidak.
Sebagai jagoan yang punya nama besar, tentu saja Han
Siau-liong serta Ji-kaucu enggan bekerja sama, mereka pun
enggan bersama-sama menghadapi serangan dahsyat Bong
Thian-gak. Sikap kereng dan berwibawa Bong Thian-gak sekarang
memaksa keduanya mau tidak mau harus mengangkat pedang
bersiap siaga. Keheningan yang mencekam menyelimuti sekitar tempat
itu, tapi suasana seram, ngeri dan tegang menekan perasaan
580 setiap orang dan hal ini makin lama makin menebal bersama
dengan berkembangnya sang waktu.
Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun tidak percaya ilmu silat Bong
Thian-gak dapat dipakai untuk melawan serangan gabungan
Ji-kaucu serta Han Siau-liong, sambil menahan rasa sakit dari
luka yang dideritanya, tanpa berkedip dia mengawasi gerakgerik
mereka. Tiba-tiba Bong Thian-gak dengan pedang tersilang di depan
dada, selangkah demi selangkah maju dan pelan-pelan
mendekati kedua orang lawannya.
Dengan cara ini, siapa mampu meloloskan diri dari
sergapan Bong Thian-gak itu" Akan tetapi Ji-kaucu mampuh
Han Siau-liong tetap tidak menggerakkan tubuh, seolah-olah
sedang menunggu datangnya serangan lawan.
Ji-kaucu serta Han Siau-liong terbilang tokoh silat yang
sangat berpengalaman dalam Bu-lim, jangan dilihat gerak
Bong Thian-gak sangat lamban, bila musuh berani bergerak,
maka pedang pendek Bong Thian-gak akan meluncur
bagaikan anak panah terlepas dari busurnya, tak seorang pun
yang mampu menerima serangan itu.
"Sret, sret", dua kali desingan nyaring berkumandang.
Akhirnya Bong Thian-gak tiba di depan kedua orang itu,
pedang pendeknya dengan sangat ringan membacok ke dada
Ji-kaucu serta Han Siau-liong.
Pada saat bersamaan pedang baja Han Siau-liong
membacok pula ke depan, sedang pedang hijau Ji-kaucu
meluncur secepat petir.
Dalam waktu singkat cahaya pedang menyelimuti hawa
dingin yang menusuk tulang, serasa menyakitkan.
Dua kali dengusan tertahan segera bergema.
581 Bayangan orang menyambar dan berkelebat ke samping ...
diikuti lenyapnya cahaya pedang.
Bong Thian-gak berjumpalitan dan mundur, cahaya tajam
dari balik matanya sudah berkurang, sementara pedangnya
entah sudah mencelat kemana.
Pedang baja yang semula berada di tangan kanan Han
Siau-liong kini sudah menancap di atas tanah, bahu kirinya
tertancap sepotong kutungan pedang, darah segar bercucuran
keluar dengan derasnya.
Pedang kanan Ji-kaucu masih tersilang di depan dada,
namun di dada kanannya tertancap sepotong kutungan
pedang berikut gagangnya, darah segar pun bercucuran
membasahi pakaian.
Rupanya Ji-kaucu dan Han Siau-liong sama-sama terluka,
kedua orang itu terkena pedang pendek Bong Thian-gak yang
patah menjadi dua dan menusuk dua sasaran yang berbeda.
Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun mengikuti dengan jelas
bagaimana Bong Thian-gak mematahkan pedangnya jadi dua,
dan secara terpisah menancapkan di bahu kiri Han Siau-liong
dan dada kanan Ji-kaucu.
Ji-kaucu dan Han Siau-liong sendiri pun tidak ada tahu cara
bagaimana Bong Thian-gak melukai mereka.
Dalam pertarungan sengit yang berlangsung tadi, Ji-kaucu
dan Han Siau-liong sama-sama menggetarkan pedang
menyambut ancaman itu, mereka pun merasa seakan-akan
pedang pendek Bong Thian-gak terpapas kutung oleh senjata
mereka. Tapi ketika lengan tunggal Bong Thian-gak digetarkan,
tahu-tahu Han Siau-liong dan Ji-kaucu telah terluka oleh
tusukannya. 582 Agaknya di saat pedang patah menjadi dua, Bong Thiangak
telah mencengkeram kedua kutungan pedang itu dengan
lengan tunggalnya, kemudian disambitkan ke depan.
Han Siau-liong mencabut kutungan pedang dari bahunya,
lalu setelah tertawa, dia berkata, "Lihai, benar-benar amat
lihai, Jian-ciat-suseng memang terhitung manusia tangguh.
Kalau ditanya senjata apa di dunia ini yang tercepat, maka
itulah golok sakti si lengan tunggal, tapi kulihat ilmu pedang
Jian-ciat-suseng masih berada di bawah To-pit-coat-to Liu
Khi." "Rupanya Liu Khi terhitung jago nomor dua perkumpulan
kalian?" jengek Bong Thian-gak tertawa dingin.
Biarpun bahu kirinya sudah basah oleh darah, Han Siauliong
masih tetap tertawa, "Hahaha, benar-benar, Liu Khi
memang jago nomor dua Kay-pang, Ji-kaucu sendiri pun
pernah keok di tangannya."
Dalam pada itu Ji-kaucu telah mencabut kutungan pedang
dari dadanya, tampaknya dia terluka parah, secara beruntun
beberapa buah jalan darahnya telah ditotok hingga darah
tidak mengalir lagi.
Setelah tertawa seram, dia berkata, "Serangan yang kau
lancarkan benar-benar cepat, pedang Ji-kaucu memang tak
akan bisa melukaimu untuk selamanya."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Ah, mana, aku telah mengerahkan segenap
kemampuanku, namun kenyataannya tak sanggup merenggut
nyawamu, setelah berpisah malam ini, entah kapan aku baru
bisa membinasakan kalian."
Di tengah pembicaraan, dengan suatu gerakan cepat Bong
Thian-gak telah memungut kembali sebilah pedang pendek
dari atas tanah. Suasana di sekeliling tempat itu segera
berubah kembali menyusul gerak-gerik Bong Thian-gak,
583 selapis hawa membunuh dengan cepat menyelimuti tempat
itu. Dengan perasaan tegang dan serius Han Siau-liong dan Jikaucu
sekali lagi bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Jelas Bong Thian-gak telah diliputi oleh hawa membunuh.
Rupanya dalam bentrokan tadi, Bong Thian-gak telah
berhasil mengetahui rahasia pedang panjang Ji-kaucu, dia
yakin kemampuannya sanggup melenyapkan Ji-kaucu,
bagaimana pun juga Ji-kaucu adalah musuh besarnya yang
harus dibunuh. Kini kekuatan Put-gwa-cin-kau sudah meningkat hebat,
mumpung dia masih berkeyakinan melenyapkan kekuatan
lawan, mengapa tidak ia manfaatkan peluang itu untuk
menggerogoti kekuatan musuh" Itulah sebabnya Bong Thiangak
memusatkan kembali kekuatan melepaskan serangan
berikut. Kali ini Bong Thian-gak berdiri sambil memeluk pedang di
depan dada, pelan-pelan ia berkata, "Han Siau-liong, kau
sudah keok di ujung pedangku, bila ingin membalas dendam,
kesempatan masih cukup banyak, kuanjurkan kepadamu
cepatlah meninggalkan tempat ini!"
Han Siau-liong tertawa terbahak-bahak, "Biarpun aku sudah
terluka, aku masih mampu untuk merobohkan dirimu."
"Kau telah membunuh banyak orang, aku memang tak
akan melepas kau begitu saja," ucap Bong Thian-gak dingin,
"apalagi pihak Kay-pang memang tidak mengizinkan aku
menancapkan kaki dalam Bu-lim, maka boleh dibilang setiap
saat bisa jadi kita akan berduel kembali."
"Hahaha, bagus, bagus sekali," Han Siau-liong tertawa
nyaring. "Malam ini Han Siau-liong terpaksa harus menuruti
nasehatmu untuk mengundurkan diri."
584 Selesai berkata, Han Siau-liong segera menggerakkan
badan beranjak pergi.
Jangan dilihat perawakannya yang tinggi besar, kehebatan
ilmu meringankan tubuhnya tidak malu disebut jago lihai kelas
satu dari dunia persilatan, dengan dua kali lompatan saja
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Sepeninggal Han Siau-liong, Bong Thian-gak baru berkata
sambil tertawa dingin, "Ji-kaucu, hari kematianmu sudah tiba!"
"Bukan hari kematianku, tapi hari kematianmu," sahut Jikaucu
dengan suara menyeramkan.
"Benar, siapa unggul siapa kalah memang susah untuk
diketahui, tapi aku percaya kau sudah berada di tepi jurang
kematian."
"Selamanya Ji-kaucu bukan orang yang gampang mati,
percaya atau tidak terserah padamu."
Bong Thian-gak tertawa.
"Gerak pedangmu jauh lebih lamban daripada aku, ilmu
racunmu susah untuk dikembangkan lagi, bahkan rahasia
pedangmu sudah dapat kuketahui, kepandaian apa lagi yang
akan kau andalkan" Memangnya kau masih memiliki ilmu
menyusup ke tanah atau terbang ke langit?"
Pucat keabu-abuan paras muka Ji-kaucu mendengar
perkataan itu, dia seperti belum mau percaya begitu saja,
kembali tanyanya, "Apa benar kau sudah mengetahui rahasia
pedangku?"
"Apa sebabnya pedangmu bisa merenggut nyawa musuh"
Kan karena pedangmu itu dapat menusuk setengah kaki lebih
ke depan, karena di balik pedangmu itu kau sengaja
menyisipkan sebilah pedang kecil setipis daun, bila tombol
rahasianya kau pencet, pedang kecil itu akan melejit keluar
dari ujung pedang dan menusuk korban."
585 Rasa kaget dan tercengang dengan cepat menyelimuti
wajah Ji-kaucu, dia terbungkam dan hanya bisa memandang
anak muda itu dengan termangu.
Malam ini merupakan kali kedua Bong Thian-gak bertarung
melawan Ji-kaucu.
Sesungguhnya yang lebih banyak bahayanya daripada
selamat bukan Ji-kaucu, melainkan Bong Thian-gak.
Sebab Bong Thian-gak masih belum mengetahui pasti akan
rahasia dan kehebatan pedang Ji-kaucu itu.
Bong Thian-gak memang tidak seharusnya kalah untuk
kedua kalinya di tangan Ji-kaucu, namun pada saat itulah Sihun-
mo-li yang berada di dalam tandu kecil sudah mulai
membuka matanya.
Bagaikan segulung angin perempuan itu melompat keluar
dari balik tandu.
Sepasang matanya yang jeli segera berputar kian kemari
sebelum akhirnya berhenti pada tubuh Bong Thian-gak.
"Thay-kun!" bisik Bong Thian-gak.
Ia merasa perempuan itu seperti orang baik, wajahnya
cantik, matanya jeli dan manis menawan hati, terutama
sekulum senyum manis yang menghiasi wajahnya.
Begitu cantik dan lembut gadis itu, bagaikan bidadari yang
baru turun dari kahyangan.
Panggilan lembut Bong Thian-gak tentu dapat terdengar
olehnya, tapi gadis itu tidak menjawab ataupun menunjukkan
suatu perubahan sikap, sekulum senyuman yang menawan
masih menghiasi wajahnya.
Sepasang matanya seolah-olah sedang tertawa pula,
tampak begitu indah, lembut dan menawan hati.
586 Bong Thian-gak menghela napas lirih, serunya, "Thay-kun,
kau tidak kenal aku?"
Senyum dan pancaran sinar mata Si-hun-mo-li semakin
memikat, dengan langkah gemulai dia berjalan menghampiri
Bong Thian-gak.
Pat-hubuncu yang menyaksikan hal itu menjadi sangat
terkejut, segera serunya, "Bong-siangkong, kesadaran otaknya
sudah punah ....kau ... kau cepat lari...."
Jeritan yang begitu keras dan melengking ini cepat
menyadarkan Bong Thian-gak bahwa orang yang dihadapi
bukan Thay-kun melainkan Si-hun-mo-li.
Dengan langkah lembut gadis itu makin lama semakin
mendekati Bong Thian-gak.
Bong Thian-gak sendiri tidak tahu bagaimana harus
menghadapi semua ini, bagaimana tidak" Paras muka gadis itu
sama sekali tidak memancarkan rasa gusar ataupun
permusuhan, yang ada cuma senyum yang memukau.
Siapa lelaki di dunia ini yang mampu melawan daya
pesonanya" Lebih-lebih tiada seorang pun yang tega turun
tangan dan menghabisi nyawa seorang gadis yang polos.


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cepat mundur ... cepat mundur ... dia akan
membunuhmu," sekali lagi Pat-hubuncu menjerit keras.
Bong Thian-gak terkejut, tanpa sadar ia menggeser
langkahnya dan mundur setengah tindak.
Pada saat itulah Si-hun-mo-li dengan gerakan seperti
hendak menjatuhkan diri ke dalam pelukannya telah
menerjang tiba.
Pada saat yang bersamaan pula Bong Thian-gak dapat
melihat betapa merah membaranya telapak tangan kirinya itu,
kelima jari tangan yang direntangkan lebar langsung
diarahkan ke tubuh bagian bawahnya.
587 Bong Thian-gak benar-benar sangat terperanjat, dia
menjatuhkan diri ke belakang, lalu melejit ke samping.
Dengan gerakannya itu, maka serangan Kau-ji-ti-tho
(monyet sakti memetik buah Tho) Si-hun-mo-li mengenai
tempat kosong. Padahal selama ini belum pernah ada lelaki di dunia ini
yang sanggup melepaskan diri dari cengkeraman tangan
mautnya. Si-hun-mo-li kelihatan agak tertegun, lalu sambil
mendongakkan kepala dia tertawa cekikikan, suaranya begitu
merangsang membuat napsu birahi orang bangkit.
Siapa pun yang mendengar suara tawa itu, hatinya pasti
akan bergejolak, darahnya mendidih dan tanpa sadar akan
terbayang kembali adegan hubungan mesra antara laki dan
perempuan. Begitulah di tengah suara cekikikan yang penuh kejalangan,
Si-hun-mo-li mulai melepas kancing bajunya dan
membentangkannya hingga terbuka lebar.
Yang mengejutkan adalah di balik baju luarnya ternyata ia
tidak mengenakan secuwil baju pun, kulit badannya yang
putih menawan, serta liukan badannya yang aduhai....
Pokoknya Bong Thian-gak dapat menyaksikan semua
bagian rahasia tubuh Si-hun-mo-li secara jelas.
Dengan suatu gerakan cepat mendadak Bong Thian-gak
mengegos ke samping, lalu melompat ke sisi tubuh Pathubuncu,
dengan suatu gerakan cepat ia menyambar
pinggangnya dan siap melarikan diri.
Tapi bayangan orang kembali berkelebat, tahu-tahu Si-hunmo-
li sudah mengejar ke muka.
Terpaksa Bong Thian-gak harus bergeser ke samping kiri
dan kabur kembali.
588 Tapi untuk kesekian kalinya Si-hun-mo-li kembali mendesak
ke muka, kali ini Bong Thian-gak sempat melihat telapak
tangan gadis itu sudah muncul di hadapannya, bahkan
segulung angin pukulan yang membuat sesak napas menekan
ke arah dadanya.
Bong Thian-gak merasa sekujur badannya menjadi dingin,
dada kanannya termakan pukulan itu secara telak, saking
sakitnya hampir saja tubuh Pat-hubuncu yang berada dalam
bopongannya terjatuh ke tanah.
Walaupun Bong Thian-gak sudah termakan oleh pukulan Sihun-
mo-li, namun dia tak sampai roboh, malahan dengan
memanfaatkan tenaga pantulan itu dia melejit jauh dan
melarikan diri dari sana.
Di tengah kegelapan malam, terdengar suara Ji-kaucu
berseru dengan suara bangga, "Wahai Jian-ciat-suseng, kau
tak bakal hidup melampaui satu jam lagi, sekarang kau telah
termakan sebuah pukulan maut Si-hun-mo-li."
Benar, memang tiada seorang pun di dunia yang mampu
menahan serangan maut Si-hun-mo-li, bahkan Ku-lo Hwesio
yang termasyhur pun akhirnya tewas setelah terkena pukulan
itu tiga tahun berselang.
Sebab pukulan yang melukainya adalah Soh-li-jian-yangsin-
kang yang tiada duanya di dunia ini.
0oo0 Di tengah keheningan yang mencekam, terdengar seorang
dengan nada lirih dan lemah berkata, "Siangkong, kau sudah
terkena pukulan."
Di bawah sebatang pohon di sisi hutan, duduk bersandar
seorang gadis berkerudung berbaju merah.
Di hadapannya berjongkok seorang pemuda berlengan
tunggal. 589 "Benar," Bong Thian-gak manggut-manggut, "aku memang
sudah terkena pukulannya."
Dua baris air mata bercucuran membasahi wajah Pathubuncu
yang tertutup kain kerudung, katanya sesenggukan,
"Siangkong, gara-gara aku, kau harus mengorbankan
nyawamu." "Aku tak bakal mati!" Bong Thian-gak tersenyum.
"Aku tahu, di dunia ini belum ada seorang pun yang
mampu bertahan atas pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang
Buncu." Sekali lagi Bong Thian-gak mengangguk.
"Benar, Soh-li-jian-yang-sin-kang memang ilmu pukulan
hebat." "Oh, Siangkong," Pat-hubuncu menangis tersedu-sedu,
"mengapa kau kabur tadi" Kau kan tahu, kepandaian silat
Buncu begitu lihai."
"Sudah kubilang, aku tak bakal mati!" Bong Thian-gak
tersenyum. "Kau membohongi aku."
"Soh-li-jian-yang-sin-kang memang sangat lihai," Bong
Thian-gak kembali berkata dengan wajah bersungguhsungguh,
"setiap orang yang terkena pukulannya akan merasa
kesakitan pada sekujur badannya, dia akan menggigil
kedinginan, wajah memucat dan seluruh kulit badan berkerut
kencang, tapi kenyataan aku tetap sehat walafiat sekarang,
mengapa kau belum mau percaya?"
Pat-hubuncu segera membuka mata lebar-lebar dan
mengamati paras muka Bong Thian-gak dengan seksama, lalu
katanya dengan wajah tidak mengerti, "Dengan jelas kulihat
dada kananmu terhajar oleh serangannya, mengapa kau ...."
590 Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Sesungguhnya
aku telah berhasil melatih ilmu Tat-mo-khi-kang yang sangat
dahsyat, daya serangan Soh-li-jian-yang-sin-kang tak akan
mampu melukai isi perutku, itulah sebabnya aku sama sekali
tidak terluka tadi."
"Benarkah itu?" Pat-hubuncu kegirangan.
"Aku tidak bermaksud membohongimu, sekarang kau tak
perlu kuatir, yang perlu dirisaukan sebenarnya adalah
nyawamu sendiri." Pat-hubuncu tertawa rawan.
"Tiada berharga untuk merisaukan nyawaku, karena
nyawaku memang tiada harganya."
"Nyawa setiap manusia adalah sama, tidak dibedakan mana
yang berharga dan yang tidak. Lepaskan kain kerudungmu,
akan kulihat apakah kau keracunan atau tidak."
Pelan-pelan Pat-hubuncu melepas kain kerudungnya,
kemudian menjawab, "Perut bagian bawahku terkena
pukulan." Dengan menggunakan sepasang matanya yang mampu
melihat dalam kegelapan, ujarnya sambil tertawa, "Wajahmu
amat cantik, beruntung sekali kau pun tidak terkena serangan
racun Ji-kaucu."
"Ah, Siangkong pandai menggoda orang."
"Ayo kemarilah, kubantu dirimu mengobati luka yang kau
derita." Sambil berkata pemuda itu lantas menempelkan telapak
tangan kirinya ke atas perut bagian bawah nona itu, segulung
hawa panas segera memancar keluar dari telapak tangannya
dan menyusup serta menyebar ke dalam tubuh Pat-hubuncu.
Tindakan yang diambil anak muda itu kontan saja membuat
berdebar jantung Pat-hubuncu, merah padam wajahnya
lantaran jengah.
591 Selama hidup belum pernah dia berdempetan dengan lelaki
mana pun, apalagi telapak tangan Bong Thian-gak menempel
di atas perut bagian bawahnya yang merupakan daerah rawan
dan menimbulkan napsu birahi.
Dengus napas Pat-hubuncu segera bertambah cepat, dia
pejamkan matanya dan hampir lupa dengan rasa sakit yang
dideritanya, suatu perasaan yang tak terlukiskan dengan katakata
segera menyelimuti perasaannya.
Secara diam-diam ia menyambut kenikmatan itu tanpa
berkata-kata, sayang sekali keadaan itu tidak berlangsung
lama karena Bong Thian-gak menarik kembali tangannya
sambil berbisik, "Nah, sudah selesai, keadaan lukamu
sekarang sudah tidak membahayakan lagi, kau boleh pulang."
Merah padam wajah Pat-hubuncu, untung saja pada waktu
itu malam sangat gelap sehingga keadaannya tidak kentara.
Diam-diam ia menarik napas panjang, "Betul juga, hawa
sudah dapat berjalan lancar tanpa hambatan." Hal itu
membuatnya sangat kagum.
"Budi pertolongan Siangkong takkan kulupakan untuk
selamanya, aku ...."
"Kau tak perlu memikirkan hal itu dalam hati," tukas Bong
Thian-gak sambil menggeleng kepala, "korban yang jatuh
pada malam ini cukup besar, hal itu membuat hatiku amat tak
enak ... oya betul! Aku belum bertanya siapa nama nona dan
jabatanmu dalam perguruan Hiat-kiam-bun."
"Aku adalah Pat-hubuncu, sejak kecil sudah mendampingi
Cong-hubuncu, dia memanggil aku Siau Gwat-ciu!"
"Selama ini Cong-hubuncu kalian selalu mengosongkan
jabatan ketua, kesetiaan kalian benar-benar mengagumkan."
"Siangkong," tiba-tiba Pat-hubuncu bertanya. "Darimana
kau tahu tentang asal-usul perguruan Hiat-kiam-bun kami
dengan begitu jelas?"
592 Bong Thian-gak tersenyum.
"Gwat-ciu, kau cepat pulang saja, kita pasti akan bersua
kembali di masa mendatang, maaf kalau aku harus mohon
pamit terlebih dahulu."
Seusai perkataannya, dia lantas pergi dari situ.
Tentu saja dia lantas pulang ke kuil Hong-kong-si.
Setelah menempuh perjalanan semalam suntuk, ditambah
pula menderita pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang dari Si-hunmo-
li secara telak, kendati tidak mengakibatkan Bong Thiangak
terluka, dia belum lega rasanya sebelum bersemedi
barang setengah jam.
Oleh karena itu begitu usai bersemedi dia tertidur nyenyak
saking lelahnya.
Ketika ia mendusin beberapa waktu kemudian, suara
ketukan pintu bergema dari luar ruangan. "Siapa?" tegurnya
kemudian. "Aku, Hong-hong," suara merdu terdengar dari luar.
"Ada urusan apa?"
"Lapor Hwecu," kata Yu Hong-hong dengan merdu, "di luar
ada orang mohon berjumpa dengan Hwecu."
Bong Thian-gak terkejut mendengar ucapan itu, tanyanya
dengan kening berkerut, "Siapakah dia?"
"Orang itu sudah berada di ruang tamu, dia telah
menunggu dua jam lamanya."
Dengan cepat Bong Thian-gak membereskan pakaiannya,
lalu membuka pintu, Yu Hong-hong sudah berdiri di luar pintu
dengan senyuman aneh menghias bibirnya.
Begitu Bong Thian-gak muncul, dia berbisik, "Hwecu,
jodohmu memang sangat baik."
593 "He, Hong-hong! Apa maksudmu?" tanya Bong Thian-gak.
Yu Hong-hong tertawa cekikikan. "Ada seorang gadis yang
datang berkunjung, katanya dia tak akan beranjak dari situ
sebelum bertemu dengan Hwecu, bayangkan sendiri,
bukankah jodoh Hwecu memang amat baik?"
"Seorang gadis" Siapakah dia?" pikir Bong Thian-gak.
"Mengapa dia bisa tahu aku berdiam di sini?"
Berpikir demikian, dengan dahi berkerut kencang Bong
Thian-gak bertanya lagi, "Dia berasal dari golongan mana?"
"Aku tidak kenal, dia pun tidak mau menerangkan asal-usul
perguruannya, tapi wajahnya cantik, potongannya tinggi
semampai, pinggangnya langsing lagi."
Mengikut di belakang Yu Hong-hong, Bong Thian-gak
menuju ke ruang tamu, dari kejauhan dia sudah melihat
seorang gadis tinggi semampai berambut panjang sedang
berdiri di depan jendela, ketika mendengar suatu langkah
mendekat, ia segera berpaling.
Bong Thian-gak baru benar-benar tertegun sesudah melihat
jelas paras muka gadis itu, sebab wajah itu sangat asing
baginya dan belum pernah berjumpa sebelumnya.
Gadis cantik itu segera menjura dalam-dalam begitu
bertemu pemuda itu, lalu dengan senyum di kulum katanya,
"Bong-hwecu, rupanya kedatanganku mengganggu?"
"Ah, mana ... mana ...." sahut Bong Thian-gak tersenyum,
"silakan duduk, silakan duduk!"
Sementara mulutnya menjawab, dalam hati kembali dia
berpikir, "Heran, siapa orang ini?"
Sesudah menempati kursinya, gadis cantik itu baru
menundukkan kepala dan berkata agak tersipu-sipu, "Adapun
kedatanganku pada hari ini adalah ingin menyampaikan rasa
594 terima kasihku atas pertolongan yang telah Hwecu berikan
semalam." "Oh, rupanya kau adalah Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun,"
Bong Thian-gak berseru tertahan sesudah mendengar
perkataan itu. Memang benar gadis ini tak lain adalah Pat-hubuncu yang
lelah diselamatkan Bong Thian-gak tadi malam.
Sesudah berhenti sejenak, sambil tertawa Bong Thian-gak
berkala, "Pat-hubuncu, darimana kau bisa tahu bahwa aku
berdiam di sini?"
"Harap Hwecu sudi memaafkan, sesungguhnya telah
kukuntit Hwecu secara diam-diam semalam?" sahut Pathubuncu
agak tersipu. Bong Thian-gak tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, Pathubuncu
memang betul-betul cerdas, aku orang she Bong
sungguh merasa amat kagum."
Kemudian sambil menunjuk ke arah Yu Hong-hong yang


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdiri di sampingnya, ia memperkenalkan, "Dia adalah
Hiangcu perkumpulan kami, Hwe-im-eng Yu Hong-hong!"
Buru-buru Yu Hong-hong memberi hormat kepada Pathubuncu
sambil menyapa, "Pat-hubuncu, baik-baikkah kau?"
Setelah berhenti sejenak, tanyanya lagi sambil tersenyum,
"Pat-hubuncu, kunjunganmu sepagi ini tentu bukan khusus
menyampaikan rasa terima kasihmu kepada Hwecu kami atas
pertolongannya bukan?"
"Ucapan Yu-hiangcu memang benar," Pat-hubuncu
manggut-manggut, "kedatanganku ini, di samping hendak
menyampaikan rasa terima kasihku atas pertolongan Hwecu,
juga kami mendapat perintah untuk mengundang Hwecu agar
bersedia mengunjungi perkumpulan kami guna suatu
perbincangan."
595 "Pat-hubuncu, bila kau ada persoalan, katakan saja terus
terang," ucap Yu Hong-hong dingin.
Pat-hubuncu segera menunjukkan sikap serba susah,
katanya kemudian, "Aku hanya mendapat perintah untuk
mengundang Bong-hwecu saja."
"Apakah Ji-hubuncu partai kalian yang menyuruh kau
datang kemari?" tukas Bong Thian-gak.
Pat-hubuncu menggeleng. "Bukan Ji-hubuncu, tapi Conghubuncu."
"Oh, jadi Cong-hubuncu pun sudah tiba di Hopak?" Bong
Thian-gak keheranan.
"Benar," Pat-hubuncu manggut-manggut, "dia orang tua
memang telah tiba di Hopak."
"Ada urusan apa Cong-hubuncu mencariku?"
"Entahlah, soal ini aku sendiri pun tak tahu."
"Sekarang dia ada dimana?"
"Aku akan mengajak Bong-hwecu menghadapnya."
"Baiklah," Bong Thian-gak mengangguk, "harap Pathubuncu
suka menjadi petunjuk jalan."
Tiba-tiba Yu Hong-hong menimbrung, "Pat-hubuncu, aku
rasa sebaiknya Cong-hubuncu kalian yang datang ke Hongkong-
si!" "Sesungguhnya Cong-hubuncu kami mempunyai kesulitan
yang tak bisa diungkapkan, mustahil baginya menempuh
perjalanan jauh," kata Pat-hubuncu serba susah.
Kontan saja Yu Hong-hong tertawa dingin, "Jadi kau
anggap Hwecu kami bisa menempuh perjalanan jauh semaunya?"
596 "Hong-hong," tiba-tiba Bong Thian-gak menyela, "kau tak
usah kuatir, aku akan menjumpai Cong-hubuncu Hiat-kiambun
itu." Yu Hong-hong mengangkat kepala dan memandang
sekejap ke arah Bong Thian-gak, lalu katanya, "Bong-hwecu,
pihak Hiat-kiam-bun pernah mempergunakan siasat yang
amat licik hendak mencelakai Hwecu, menurut pendapatku
bisa jadi mereka berniat jelek terhadapmu, apalagi mereka
hanya mengundang Hwecu seorang."
"Hong-hong, kau tak usah kuatir," kata Bong Thian-gak
sambil menggeleng kepala berulang kali, "kau pun boleh ikut
bersamaku."
Pat-hubuncu berkerut kening mendengar perkataan itu,
cepat dia menyela, "Bong-siangkong, Ji-hubuncu telah
berpesan, mereka hanya mengharapkan kehadiran Bongsiangkong
seorang diri."
"Nah, sekarang ketahuan sudah belangnya, bukankah
kalian memang berniat jahat terhadap Hwecu kami?" dengus
Yu Hong-hong dingin.
Agaknya Pat-hubuncu mengerti bahwa hal itu tak mungkin
bisa dipaksakan lagi, maka akhirnya ia menghela napas
panjang, "Ai, kalau begitu baiklah, silakan nona ikut bersama
kami." Sebagaimana diketahui, Bong Thian-gak sudah mengetahui
jelas asal-usul perguruan Hiat-kiam-bun, dia pun tahu
kedatangan Cong-hubuncu Hiat-kiam-bun untuk
menjumpainya tanpa disertai niat jahat.
Dalam pada itu Pat-hubuncu telah bangkit dan berkata lagi,
"Siangkong, bila kau tak ada urusan lagi, mari kita segera
berangkat!"
"Silakan Pat-hubuncu!" Bong Thian-gak manggut-manggut.
597 Dengan langkah perlahan Pat-hubuncu Siau Gwat-ciu
bersama Bong Thian-gak dan Yu Hong-hong meninggalkan
kuil Hong-kong-si, sepanjang jalan mereka bergerak tanpa
berbicara, arah yang dituju mula-mula adalah kota terlarang,
tapi di tengah jalan tiba-tiba Siau Gwat-ciu berbelok ke arah
tenggara. "Hei, bukankah kita akan pergi ke kota terlarang?" Yu
Hong-hong segera menegur.
Pat-hubuncu Siau Gwat-ciu tersenyum.
"Jejak Cong-hubuncu perguruan kami tak menentu,
setibanya di wilayah Hopak, masa dia akan berdiam dalam
rumah penginapan yang begitu gaduh dan bising?"
"Lantas dia berdiam dimana?" tanya Yu Hong-hong dengan
kening berkerut.
"Sebentar kau bakal mengetahui."
Yu Hong-hong memang sama sekali tidak mengetahui asalusul
Hiat-kiam-bun, hal itu semakin menimbulkan kecurigaan
dalam hatinya, segera ia berbisik kepada Bong Thian-gak,
"Hwecu, apakah kita harus mengikutinya?"
"Hong-hong, bukankah kita sudah sampai di sini?" sahut
Bong Thian-gak sambil tersenyum, "kalau tidak mengikutinya,
kita harus ikut siapa?"
"Tapi... Hwecu, aku sangat kuatir."
"Hong-hong, baiklah kuberitahukan satu hal kepadamu,"
tukas Bong Thian-gak, "ketahuilah, Cong-hubuncu Hiat-kiambun
sekarang bisa jadi adalah sahabat karibku di masa
lampau, oleh sebab itulah aku perlu menjumpainya."
"Seandainya Cong-hubuncu Hiat-kiam-bun bukan sahabat
seperti yang kau duga lantas bagaimana?" tanya Yu Honghong.
598 Tiba-tiba Pat-hubuncu Siau Gwat-ciu berpaling dan ikut
berbicara, "Perkataan Bong Thian-gak rasanya sudah
menghilangkan kecurigaan yang semula mencekam Siauli,
betul tampaknya Cong-hubuncu kami memang kenal
denganmu."
Kembali Bong Thian-gak tersenyum.
"Aku hanya berbicara menurut dugaanku saja, bisa juga
Cong-hubuncu kalian bukan orang yang kuduga."
Paras muka Pat-hubuncu Siau Gwat-ciu segera berubah
sesudah mendengar itu, mendadak ia menghentikan langkah
seraya berpaling dan berkata, "Siangkong telah menanam budi
pertolongan kepadaku, tak nanti Siauli membiarkan Siangkong
mendapat ancaman bahaya sekecil apa pun."
"Apa maksud Pat-hubuncu?"
"Andaikata Siangkong adalah sahabat karib Cong-hubuncu
kami, maka perjalanan ini jelas tak ada bahaya apa pun, tapi
seandainya Cong-hubuncu kami bukan orang yang Siangkong
duga, maka bisa jadi Siangkong bakal dicelakai olehnya."
"Mengapa hal ini tidak kau jelaskan sedari tadi?" bentak Yu
Hong-hong dengan wajah berubah.
Siau Gwat-ciu menghela napas sedih, "Ai, aku telah
mengkhianati Hiat-kiam-bun ... sekali pun kuungkap rahasia
itu pada saat ini, rasanya itu pun belum kelewat terlambat,
coba Siangkong pikir kembali dengan seksama, apakah kita
perlu meneruskan perjalanan ini?"
"Pat-hubuncu tak perlu kuatir," Bong Thian-gak tersenyum
manis, "sebelum kuambil keputusan untuk datang kemari,
segala sesuatunya telah kupertimbangkan masak-masak,
andaikata Cong-hubuncu kalian bukan orang yang kuduga,
bisa jadi dia akan berusaha membunuhku sepenuh tenaga
serta berusaha melenyapkan seorang musuh tangguh dari
muka bumi ini."
599 "Lantas Siangkong tetap bertekad akan berangkat ke sana
juga?" tanya Siau Gwat-ciu tertegun.
"Tentu aku harus ke sana," Bong Thian-gak manggutmanggut.
"Bong-hwecu, kita hanya berdua," ujar Yu Hong-hong,
"apakah kita harus menelan kerugian" Menurut pendapatku,
lebih baik kita
"Hong-hong," tukas Bong Thian-gak lantang, "bila Tiongyang-
hwe kita ingin muncul di Bu-lim, kita wajib
menyingkirkan segenap partai atau pun aliran yang memusuhi
kita, cepat atau lambat Hiat-kiam-bun pasti akan bertemu
Tiong-yang-hwe, andaikata Cong-hubuncu Hiat-kiam-bun
memang bukan orang yang kuduga, maka aku memutuskan
untuk melenyapkan organisasi ini terlebih dulu."
Paras muka Pat-hubuncu Siau Gwat-ciu segera berubah,
serunya cepat, "Jago-jago dalam Hiat-kiam-bun kami sangat
banyak, terutama Cong-hubuncu kami, boleh dibilang
kepandaian silatnya lihai sekali. Kendati Siangkong tangguh
dan hebat, namun kekuatannya sangat sedikit."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Aku merasa berterima kasih sekali atas maksud baik Pathubuncu
yang telah memberi petunjuk dengan bersungguh
hati, Tiong-yang-hwe baru beberapa hari didirikan, kami
memang tidak memiliki banyak anggota, tapi setiap anggota
perkumpulan kami rata-rata memiliki daya tempur kuat dan
tangguh serta semangat juang yang sangat tinggi."
Mendengar perkataan itu, diam-diam Siau Gwat-ciu
mengagumi keberanian Bong Thian-gak, meski demikian ia
masih tetap menaruh perasaan kuatir atas perjalanannya kali
ini, kembali ia berkata, "Siauli sudah pernah melihat sampai
dimana taraf kepandaian silat Siangkong, kau memang boleh
disebut jagoan kelas satu dalam Bu-lim, cuma
600 Bong Thian-gak tak membiarkan perempuan itu
melanjutkan kata-katanya, sesudah tertawa dia berkata, "Mari
kita lanjutkan perjalanan."
Yu Hong-hong cukup mengetahui watak Bong Thian-gak,
setiap persoalan yang telah ditetapkan atau diputuskan,
bagaimana pun juga tidak akan pernah diubah, oleh sebab itu
dia pun tidak berusaha untuk membujuk, meski di hati ia tetap
merasa tidak tenteram.
Sementara itu Siau Gwat-ciu telah melanjutkan perjalanan
tanpa bicara, mereka bertiga berjalan lebih kurang setengah
jam lamanya sebelum di depan sana muncul sebuah hutan
yang mengelilingi sebuah bayangan air beriak.
Yu Hong-hong mengangkat kepala dan memperhatikan
sekejap keadaan di depan sana, kemudian bisiknya, "Di depan
sana adalah telaga Kun-beng-oh!"
"Ya, Cong-hubuncu kami tinggal di dalam sebuah kuil kecil
di tepi telaga itu," Siau Gwat-ciu menyambung.
Selama pembicaraan berlangsung, mereka bertiga telah
berjalan ke tengah hutan, di depan sana tampak sebuah kuil
kecil. Suasana di tempat itu amat sepi, hening, tak nampak
sesosok bayangan pun, beberapa li di seputar tepi telaga pun
tak nampak rumah lain selain kuil itu, tempat itu benar-benar
sebuah tempat yang tenang, tersendiri dan berpemandangan
alam sangat indah.
Ketika mereka bertiga tiba di depan pintu, tiba-tiba Siau
Gwat-ciu berbisik kepada Bong Thian-gak, "Harap Siangkong
menanti sebentar, biar Siauli masuk dulu untuk memberi
laporan." "Silakan!" sahutnya Bong Thian-gak manggut-manggut.
Dengan langkah ringan dan cepat, Pat-hubuncu Siau Gwatciu
segera masuk ke dalam kuil.
601 Sepeninggal Siau Gwat-ciu, Bong Thian-gak segera
berpaling dan ujarnya pada Yu Hong-hong, "Hong-hong, saat
bertemu Cong-hubuncu nanti, kuminta kau tetap tenang dan
jangan membuat keonaran secara gegabah."
"Aku akan turut perintah," gadis itu manggut-manggut.
Meski sudah menyahut, tapi nada suaranya tidak gembira.
Baru saja Bong Thian-gak hendak menjelaskan, tampak
Siau Gwat-ciu telah muncul, nona itu berseru, "Siangkong,
silakan masuk!"
Bong Thian-gak dan Yu Hong-hong bersama-sama masuk
ke dalam halaman kuil Nikoh yang berpintu empat.
Semua halaman dan ruangan nampak bersih, tiada setitik
debu atau pun daun kering yang berceceran di sana, agaknya
memang sering dibersihkan orang, hanya anehnya, tak
nampak sesosok bayangan pun yang berlalu-lalang di sana.
Pintu ruang pertama terbuka lebar, waktu itu dari dalam
ruangan tampak muncul tiga orang, yang berada di tengah
adalah seorang rahib setengah umur berwajah kereng dan
berwibawa, berkulit putih, bersih dan matanya saleh penuh
welas kasih, memancarkan cahaya tajam.
Di samping kanan rahib setengah umur itu berdiri seorang
Nikoh tua kurus kering dan berwajah amat jelek.
Sedang di sebelah kirinya seorang gadis berambut panjang
yang berwajah terlebih jelek daripada rahib tua itu.
Dengan sorot mata Bong Thian-gak yang tajam, dalam
waktu singkat ia telah melihat jelas paras muka ketiga orang
itu, wajahnya tetap tenang dan sama sekali tiada luapan
emosi, sementara dalam hati ia berpikir, "Ah! Ternyata dia
memang Keng-tim Suthay Nyo Li-beng ... sebaiknya tidak
kukenali mereka dulu untuk sementara waktu."
602 Dalam pada itu Cong-hubuncu Hiat-kiam-bun sekalian
bertiga, dengan sorot matanya yang tajam sedang mengawasi
pula wajah Bong Thian-gak tanpa berkedip, akhirnya paras
muka Keng-tim Suthay Nyo Li-beng memperlihatkan
perubahan serius bercampur bingung.
Siau Gwat-ciu dan Yu Hong-hong yang berada di samping
dapat melihat pula gerak-gerik dan perubahan wajah orang
secara jelas. Perasaan Yu Hong-hong berat sekali, sebab dia
tahu Bong Thian-gak bukanlah orang yang dicari Conghubuncu,
berarti Bong Thian-gak serta Yu Hong-hong akan
sulit lepas dari pembantaian.
Sementara semua orang masih termenung, tiba-tiba Bong
Thian-gak tertawa ringan, suara tawanya segera menyadarkan
semua orang dari lamunan.
Sembari berkata, ia lantas menjura ke arah Keng-tim
Suthay Nyo Li-beng, "Aku Bong Thian-gak merasa bangga


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendapat undangan Cong-hubuncu."
Seperti baru sadar dari lamunan, Keng-tim Suthay
manggut-manggut seraya tertawa, "Tak usah banyak adat,
silakan Siangkong masuk ke dalam untuk minum teh."
Bong Thian-gak dan Yu Hong-hong jalan bersanding,
masuk ke ruang dalam, tempat itu merupakan ruang tamu
yang luas, di bagian tengah ada beberapa kursi, sementara
empat orang gadis berbaju merah berambut panjang siap
melayani mereka di samping.
Dengan sorot mata tajam Yu Hong-hong mengawasi
sekejap setiap orang yang hadir di sini dengan seksama, yang
membuat hatinya agak lega adalah orang-orang itu ternyata
tak membawa senjata, penampilan mereka pun tidak
menunjukkan sesuatu gejala yang mencurigakan.
Dengan wajah serius Keng-tim Suthay Nyo Li-beng
menempati kursinya, sementara empat gadis berbaju merah
603 yang semula berdiri di samping menuangkan secawan air teh
bagi Bong Thian-gak berdua.
Setelah suasana hening beberapa saat, barulah Keng-tim
Suthay berkata, "Belakangan ini saudara telah menggetarkan
dunia persilatan, nama besar Jian-ciat-suseng ibarat guntur
yang memekakkan telinga, beruntung Pinni bisa bertemu
denganmu hari ini."
Bong Thian-gak tersenyum, "Kau kelewat sungkan, selama
Suthay memimpin Hiat-kiam-bun, justru kaulah ibarat naga
sakti yang nampak kepala tak kelihatan ekor, aku yang
merasa sangat beruntung karena hari ini bisa melihat raut
wajah aslimu!"
Keng-tim Suthay tertawa, "Aku rasa Pat-hubuncu
perguruan kami tentu sudah menyampaikan maksud Pinni
mengundangmu bukan!"
"Pat-hubuncu hanya menyampaikan undangan Suthay saja,
soal lain sama sekali tidak disinggungnya, karena itu aku
mohon petunjuk darimu," Bong Thian-gak tersenyum.
Dalam pada itu Siau Gwat-ciu telah berdiri di samping
bersama keempat gadis berbaju merah lainnya, ia berdiri
dengan wajah serius dan dahi bekernyit.
"Ada satu hal ingin Pinni tanyakan," kata Keng-tim Suthay
Nyo Li-beng, "dalam perjumpaan kita pertama kali tadi
bagaimana mungkin kau bisa mengetahui Pinni adalah Conghubuncu
Hiat-kiam-bun."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Seorang pemimpin selamanya mempunyai kewibawaan
sebagai pemimpin, hal itu tidak sulit untuk diketahui."
Tiba-tiba Keng-tim Suthay menghela napas panjang.
"Ai, sebenarnya maksud Pinni mengundangmu tak lain
adalah ingin melihat raut wajah aslimu."
604 "Hanya soal itu?"
"Pinni ingin tahu, apakah Jian-ciat-suseng yang namanya
telah menggetarkan seluruh kolong langit ini memang seorang
yang pernah kukenal dulu."
"Setelah bertemu, bagaimanakah pendapat Suthay?" Bong
Thian-gak bertanya.
Keng-tim Suthay menggeleng kepala, "Rasanya seperti
pernah kenal tapi seperti juga tidak kenal."
"Siapa orang yang Suthay maksudkan?"
"Dia she Ko bernama Hong."
Ketika mendengar nama itu, hati Yu Hong-hong bergetar
keras, hampir saja ia berseru tertahan.
Sepasang mata Keng-tim Suthay memang benar-benar
amat tajam, ia segera mengalihkan sorot matanya ke wajah
Yu Hong-hong, kemudian tanyanya, "Lisicu kenal dengannya?"
"Nama besar Ko Hong Tayhiap sudah menggetarkan
seluruh dunia persilatan pada tiga tahun berselang, sayang
aku hanya pernah mendengar namanya tapi belum pernah
bertemu orangnya," sahut Yu Hong-hong cepat.
"Lapor Suthay," Bong Thian-gak menyambung, "aku kenal
dengan manusia yang bernama Ko Hong itu."
Sekilas rasa gembira menghiasi wajah Keng-tim Suthay,
tanyanya dengan wajah berseri, "Sekarang dia berada
dimana" Bersediakah kau memberitahukan kepadaku?"
Bong Thian-gak termenung sejenak, lalu jawabnya, "Bila
Suthay ingin kukatakan jejak Ko Hong, sebenarnya hal itu
tidak sulit, tapi pertama-tama ingin kuketahui dulu ada urusan
apa Suthay mencarinya?"
Keng-tim Suthay menghela napas panjang.
605 "Ai, bukankah kau sudah tahu, hingga sekarang perguruan
kami masih belum mempunyai ketua?"
"Ya, aku memang mengetahui hal ini," pemuda
mengangguk. Sekali lagi Keng-tim Suthay menghela napas, "Sebetulnya
Hiat-kiam-bun mempunyai seorang ketua, tapi nasib ketua
kami ini belum diketahui, sebab itu jabatan itu selalu kami
kosongkan hingga sekarang."
"Bukankah ketua perguruan kalian adalah Si-hun-mo-li?"
tanya Bong Thian-gak dengan suara dalam.
Keng-tim Suthay mengangguk, "Kemarin malam kau sudah
menyelamatkan jiwa Pat-hubuncu, maka kau pun seharusnya
tahu Si-hun-mo-li, ya, betul! Dia adalah ketua Hiat-kiam-bun
kami, cuma alasan di balik semua ini tak mungkin bisa aku
jelaskan kepadamu."
"Aku mengetahui jelas asal-usul Si-hun-mo-li itu," pelanpelan
Bong Thian-gak, berkata.
Keng-tim Suthay terkejut sekali.
"Kau mengetahui asal-usul Si-hun-mo-li dengan jelas?"
"Ya, bukankah dia adalah Jit-kaucu Put-gwa-cin-kau?"
Dengan nada tidak percaya Keng-tim Suthay bertanya lagi,
"Kalau begitu kau pun tahu dia adalah ketua Hiat-kiam-bun?"
"Oleh karena dia adalah pendiri Hiat-kiam-bun, maka kalian
mengangkatnya sebagai ketua, bukankah begitu?"
"Betul, Si-hun-mo-li adalah pendiri Hiat-kiam-bun, darimana
kau bisa tahu persoalan ini sedemikian jelasnya?"
Bong Thian-gak tersenyum.
"Semua ini aku tahu dari Ko Hong."
606 "Ehm, memang masuk akal, kalau begitu kau memang
benar-benar kenal Ko Hong Tayhiap." Bong Thian-gak
tertawa. "Suthay, kau belum menjelaskan kepadaku ada urusan apa
kau mencari Ko Hong?"
"Ai ... Pinni mencari Ko Hong Tayhiap karena aku ingin
dialah yang memangku jabatan sebagai ketua Hiat-kiam-bun,"
ucap Keng-tim Suthay setelah menghela napas panjang.
Bergetar perasaan Bong Thian-gak mendengar itu, ujarnya,
"Ketua Hiat-kiam-bun adalah Si-hun-mo-li, mengapa Suthay
mencari Ko Hong untuk diangkat sebagai ketua?"
Untuk kesekian kali Keng-tim Suthay menghela napas
panjang, "Padahal ketua Hiat-kiam-bun yang sebenarnya
adalah Ko Hong, di saat Si-hun-mo-li mendirikan Hiat-kiambun
tempo hari, dia telah menunjuk Ko Hong sebagai ketua
Hiat-kiam-bun."
Bong Thian-gak segera merasakan darah yang mengalir
dalam tubuhnya mendidih, peristiwa yang terjadi pada tiga
tahun berselang pun satu demi satu melintas dalam benaknya.
Ketika ia berhasil menguasai kembali perasaannya, dengan
sedih ia berkata, "Sekarang aku ingin menceritakan sebuah
kisah kepadamu, ini terjadi pada tiga tahun berselang di
sebuah dusun petani di luar kota Kay-hong, dusun petani itu
merupakan kantor cabang Put-gwa-cin-kau untuk kota Kayhong.
Pada saat itu segenap jago lihai Put-gwa-cin-kau telah
terhimpun, konon mereka hendak menyerang perkampungan
Bu-lim Bengcu, padahal bukan gedung Bu-lim Bengcu yang
akan diserang, yang menjadi sasaran utama mereka waktu itu
adalah seorang pengkhianat perkumpulan yakni Jit-kaucu
Thay-kun .... "Rupanya pentolan barisan pengawal tanpa tanding nomor
dua berhasil mendapat kabar bahwa Jit-kaucu Thay-kun masih
mempunyai hubungan dengan komandan pasukan pengawal
607 tanpa tanding nomor tiga Nyo Li-beng, bahkan secara diamdiam
sedang membentuk organisasi Hiat-kiam-bun yang cara
kerjanya menentang Put-gwa-cin-kau, itulah sebabnya Thaykun
menjadi sasaran pembunuhan.
"Cong-kaucu segera mengutus Ji-kaucu dan sekalian jago
lihai untuk bersiap di dusun petani itu guna menghabisi nyawa
Thay-kun."
Sampai di sini, Bong Thian-gak memandang sekejap ke
arah Keng-tim Suthay, setelah itu sambungnya, "Aku yakin
Suthay juga mengetahui peristiwa ini bukan" Sebab ketika itu
Suthay pernah memberi petunjuk kepada Ko Hong agar
berangkat ke dusun petani itu."
"Ya, cepat kau lanjutkan ceritamu!" seru Keng-tim Suthay
dengan perasaan sedih gembira bercampur aduk.
Setelah menghembuskan napas panjang, Bong Thian-gak
berkata lebih jauh, "Ko Hong serta Jit-kaucu Thay-kun tak bisa
menghindar dari pertarungan darah melawan kawanan iblis
Put-gwa-cin-kau ... dengan dikerubut musuh yang berjumlah
banyak, Thay-kun serta Ko Hong terluka, terutama sesudah
terkena racun Ji-kaucu, tapi mereka masih tetap bertarung
mati-matian untuk meloloskan diri dari kepungan.
"Thay-kun dan Ko Hong dengan membawa luka segera
kabur ke Lok-yang dengan maksud mohon pengobatan tabib
sakti Gi Jian-cau, tapi Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau serta
komandan pasukan kedua pengawal tanpa tanding telah
menunggu kedatangan mereka di kaki bukit Cui-im-hong ...
dalam pertarungan itu Ko Hong kehilangan sebuah lengannya
dan tertusuk dua puluh luka pedang di badannya.
"Dalam keadaan terluka parah, beruntung Ko Hong
mendapat pertolongan dari seorang gadis lemah sehingga
mendapatkan kembali nyawanya, tiga tahun ... ya ... tiga
tahun kemudian, Ko Hong kembali muncul dalam Bu-lim, akan
tetapi situasi dalam Bu-lim telah berubah."
608 Bicara sampai distu, Keng-tim dan sekalian anggota Hiatkiam-
bun menjatuhkan diri berlutut di atas tanah, semua
orang mendengarkan penuturan Bong Thian-gak itu dengan
air mata bercucuran.
Ketika menyaksikan semua orang berlutut, dengan terkejut
Bong Thian-gak segera menegur, "Suthay, mengapa kalian?"
Dengan kesedihan luar biasa Keng-tim Suthay berkata,
"Buncu, sudah amat lama kami mencarimu! Tiga tahun
belakangan ini, setiap saat kami selalu mencari jejakmu,
ternyata Thian melindungi Hiat-kiam-bun, akhirnya kami
berhasil menemukan kembali ketua kami."
"Ayo bangun, ayo bangun semua, kalau ada urusan, mari
kita rundingkan baik-baik," seru Bong Thian-gak berulang kali.
Sambil berkata, pemuda itu segera membangunkan Kengtim
Suthay sambil berkata, "Memang benar, akulah Ko Hong,
tapi Ko Hong bukan nama asliku, wajah yang kalian jumpai
sebagai Ko Hong dahulu pun bukan wajah asliku."
Ketika Keng-tim Suthay dan semua orang sudah duduk
kembali, si gadis jelek baru berseru merdu, "Ketua, kau benarbenar
telah menipu kami habis-habisan, kita sudah berjumpa
beberapa kali, namun tak pernah kusangka kau adalah ketua
Ko Hong yang sedang kami cari-cari siang dan malam, ai! Aku
merasa gembira sekali."
"Nona," kata Bong Thian-gak sambil tertawa, "andaikata
kau tidak berkerudung hitam, asal-usul Hiat-kiam-bun pasti
sudah dapat kuduga sejak semula."
Si gadis jelek tertawa cekikikan.
"Justru karena Hiat-kiam-bun belum menemukan ketuanya,
maka kami malu berjumpa orang dengan wajah asli, itulah
sebabnya kami selalu menggunakan kain kerudung hitam."
609 Bong Thian-gak menghela napas," Ai, di bawah bimbingan
ibumu, Hiat-kiam-bun sudah cukup menggetarkan dunia
persilatan, hasil yang diperoleh pun sudah bagus sekali."
"Ketua, selanjutnya segala masalah yang menyangkut Hiatkiam-
bun adalah menjadi wewenang ketua, kami semua akan
mengikuti perintah ketua," ucap Keng-tim Suthay dengan
sikap hormat. Bong Thian-gak termenung sambil berpikir sejenak,
kemudian dia baru berkata, "Ternyata Thay-kun menunjuk aku
untuk menjabat ketua Hiat-kiam-bun, kejadian ini benar-benar
di luar dugaanku, bila tugas dan beban yang amat berat ini
harus kupikul sendiri, sesungguhnya aku akan kepayahan, ai...
kekuatan yang ada di Bu-lim sekarang tercerai-berai dan
masing-masing menempuh jalan sendiri-sendiri, kita kaum
pemegang kebenaran apabila tak dapat bersatu-padu,
memang sulit rasanya untuk menghadapi kenyataan, baiklah!
Kalau begitu akan kuterima jabatan ini."
0oo0 Jian-ciat-suseng Bong Thian-gak ternyata ketua Hiat-kiambun,
kejadian itu benar-benar merupakan suatu kejadian yang
tak pernah disangka sebelumnya.
Tiba-tiba Keng-tim Suthay berkata, "Cho-ji cepat ambil
keluar Pek-hiat-kiam."
"Baik!" si gadis jelek mengiakan.
Dengan cepat ia masuk ke ruang dalam, tak lama kemudian
gadis itu telah muncul kembali sambil membawa sebilah
pedang, sarung pedangnya terbuat dari batu pualam hijau,
cukup dilihat dari sarungnya saja sudah dapat diketahui benda
itu adalah sebilah pedang yang tak ternilai harganya.
Setibanya di depan Keng-tim Suthay, dengan sikap yang
sangat menghormat gadis itu menyerahkan pedang tadi
kepada ibunya. 610 Dengan memegang pedang tadi, Keng-tim Suthay berkata
kepada Bong Thian-gak, "Pek-hiat-kiam ini merupakan tanda
kepercayaan ketua Hiat-kiam-bun, harap ketua sudi menerima
pedang ini."
Ketika Bong Thian-gak menerima Pek-hiat-kiam itu, sekali
lagi Keng-tim Suthay sekalian menjatuhkan diri berlutut seraya
berkata, "Ketua, Tecu sekalian siap menerima perintah."
Bong Thian-gak tidak mengira semua orang bakal berlutut
di hadapannya, buru-buru dia berkata, "Ayo cepat, semua


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangun, harap kalian tak usah banyak adat."
Sesudah mendengar perkataan itu, Keng-tim Suthay
sekalian baru bangkit.
Dengan suara dalam Bong Thian-gak berkata lagi, "Hari ini,
aku baru pertama kali memangku jabatan yang amat berat ini,
oleh sebab aku kurang jelas terhadap semua orang dan
persoalan yang ada di sini, maka aku perintahkan Keng-tim
Suthay agar tetap memimpin dan memberi petunjuk kepada
segenap anggota partai."
"Terima perintah," Keng-tim Suthay berkata dengan
hormat. "Tentang jabatan dan sebutan segenap anggota untuk
sementara waktu masih tetap berlaku seperti keadaan
semula," Bong Thian-gak menambahkan.
Tiba-tiba Yu Hong-hong bertanya, "Lapor Bong-hwecu,
bagaimana selanjutnya dengan nasib saudara-saudara kita
dalam Tiong-yang-hwe?" Bong Thian-gak tersenyum.
"Jumlah anggota Tiong-yang-hwe kita baru enam orang,
kecuali aku dan Long Jit-seng, hanya Hui-eng-su-kiam kalian
berempat saja, karena itu bila kalian berempat tidak merasa
keberatan, mari kuajak kalian untuk masuk menjadi anggota
Hiat-kiam-bun saja."
611 Dengan sorot mata mengandung nada cinta, Yu Hong-hong
menyambut lirih, "Hui-eng-su-kiam sudah bertekad akan
mengikuti Bong-hwecu, biar badan hancur, biar harus naik ke
bukit golok atau terjun ke kuali minyak mendidih, kami tak
akan menampik."
"Adikku dari keluarga Yu," tiba-tiba si nona jelek tertawa
cekikikan, "sejak hari ini, kau mesti menyebut ketua kita
sebagai Bong-buncu."
"Ah, betul, Bong-buncu!" Yu Hong-hong tertawa.
Bong Thian-gak bertanya kepada Keng-tim Suthay, "Tolong
tanya Suthay, bagaimana dengan keadaan perguruan kita"
Dapatkah Suthay menerangkan secara ringkas?"
Keng-tim Suthay segera mengeluarkan sejilid kitab kecil
dari dalam sakunya, kemudian berkata, "Kitab kecil ini
mencantumkan semua nama jabatan dan kedudukan anggota
kita, silakan Buncu memeriksanya."
Setelah Bong Thian-gak menerima daftar anggota Hiatkiam-
bun itu, Keng-tim Suthay berkata lebih jauh, "Secara
garis besarnya, susunan perguruan kita terbagi dalam
sembilan wakil ketua setelah ketua sendiri, di bawah setiap
wakil ketua adalah anggota perguruan, semua anggota
berjumlah seratus delapan orang, tapi dengan kematian tiga
puluh orang akhir-akhir ini, mungkin jumlah kita tinggal tiga
puluh orang."
Bong Thian-gak menghela napas sedih.
"Ai, kemarin malam saja kita sudah kehilangan belasan
orang anggota, semoga saja selanjutnya tiada anggota Hiatkiam-
bun yang menjadi korban lagi."
Belum habis perkataan itu, tiba-tiba terdengar suara jeritan
ngeri yang memilukan hati berkumandang setengah li di luar
gedung. 612 Dengan wajah berubah Keng-tim Suthay berseru, "Di luar
sana telah terjadi peristiwa, Khi Cho (si nona jelek) cepat kau
periksa!" "Jeritan ngeri tadi suaranya tinggi melengking dan amat
menusuk pendengaran," kata Bong Thian-gak dengan suara
dalam, "jelas jeritan orang menjelang kematian."
Belum habis ia berkata, dari kejauhan sana kembali
berkumandang dua kali jeritan ngeri yang memilukan hati, dari
suaranya, jeritan-jeritan itu berasal dari kaum wanita.
"Biar Pinni pergi melihat keadaan!" buru-buru Keng-tim
Suthay berseru.
Sebelum ia bergerak, sesosok bayangan orang telah
berkelebat masuk dari luar, tahu-tahu Khi Cho sudah
melayang masuk sambil berseru dengan gelisah, "Orang-orang
Kay-pang telah menyerbu sampai di luar hutan Ang-hong-lim."
"Berapa orang yang datang?" tanya Keng-tim Suthay.
"Hanya empat orang, tapi salah seorang di antaranya
berilmu silat sangat hebat, ketika memasuki hutan Ang-honglim,
dalam waktu singkat dia telah membabat habis tujuh
orang penjaga kita yang ditempatkan di atas pohon."
Dengan wajah berubah Bong Thian-gak berseru, "Cepat
turunkan perintah, lepaskan musuh masuk kemari."
"Anggota perguruan kita sama sekali tak bermaksud
menghalangi jalan mereka," kata Khi Cho gelisah, "tapi musuh
berhati kejam dan buas, satu per satu dia telah menghabisi
anggota kita yang bersembunyi di pohon."
Mendengar perkataan ini, secepat sambaran petir Bong
Thian-gak meluncur keluar dari ruang kuil.
Keng-tim Suthay segera menyusul di belakangnya.
613 Gerakan Bong Thian-gak sangat cepat, badan bergerak
seakan-akan melayang di atas dahan pohon, dalam waktu
singkat pemuda itu sudah mencapai puluhan tombak jauhnya.
Pada saat itulah kembali terdengar jeritan ngeri yang
memilukan bergema dari depan sana.
Bong Thian-gak kembali berjumpalitan dan meluncur ke
depan, kebetulan sekali tampak segulung bayangan orang
menggelinding lewat dari tepi pohon, lalu ...."Blak", terkapar
di depannya. Ternyata bayangan itu adalah perempuan berkerudung
merah. Gadis itu terkapar lemas di atas tanah, sebilah pisau kecil
yang amat tipis menancap di tenggorokannya, darah masih
meleleh, tapi jiwanya sudah melayang.
Sepasang mata Bong Thian-gak segera berubah menjadi
merah berapi-api karena gusar, pelan-pelan dia bergerak ke
depan sambil melakukan pencarian.
Akhirnya sorot mata itu berhenti di depan sana, terhenti
pada sepasang kaki yang berdiri kaku di atas tanah.
Pelan-pelan pula sorot mata Bong Thian-gak beralih dari
sepasang kaki itu bergerak naik ke atas.
Di depan sana berdiri seorang berbaju hitam yang kurus
kering. Dia berjubah panjang warna hitam, lengan baju kanannya
berkibar terhembus angin, rupanya seorang berlengan
tunggal. Paras muka orang berlengan tunggal itu dingin kaku, sama
sekali tidak menunjukkan hawa kehidupan, namun sepasang
matanya yang bulat besar justru memancarkan sinar tajam
yang menggidikkan.
614 Sementara itu Keng-tim Suthay sudah memburu ke tempat
itu. Pada saat bersamaan dari balik pohon di belakang orang
baju hitam berlengan tunggal itu muncul lagi tiga orang lelaki
berpakaian pengemis berwarna hitam, mereka bertiga berdiri
berjajar di belakang orang berlengan tunggal itu.
Dengan seksama Bong Thian-gak mengawasi paras muka
orang berlengan tunggal itu, katanya dalam hati, "Ah, dia! Topit-
coat-to Liu Khi!"
Pada saat itulah orang berbaju hitam berlengan tunggal itu
tertawa terkekeh-kekeh, katanya, "Cepat amat gerakan tubuh
saudara, hehehe, mungkin kau adalah Jian-ciat-suseng!"
Bong Thian-gak tertawa dingin, "Kalau begitu, kau pastilah
To-pit-coat-to Liu Khi!"
Tatkala Liu Khi mendengar Bong Thian-gak menyebut
namanya, dia kelihatan agak tertegun, tapi kemudian
sahutnya sambil tertawa, "Lihai, sungguh amat lihai, tidak
heran Han Siau-liong memujimu setinggi langit."
Dalam pada itu Khi Cho dan Yu Hong-hong serta Siau
Gwat-ciu sekalian telah tiba di sana.
Sejak Keng-tim Suthay tahu musuh adalah jago lihai nomor
dua Kay-pang, si golok sakti berlengan tunggal Liu Khi,
dengan cepat dia perintahkan kepada Khi Cho sekalian agar
mundur. Sementara itu Bong Thian-gak telah berkata dingin,
"Menurut cerita orang persilatan, Liu Khi adalah manusia
berhati kejam dan gemar membunuh, setiap golok terbangnya
dilepas, tentu akan mematikan lawan, ternyata nama besarmu
memang bukan nama kosong."
Liu Khi tertawa seram, "Mana, mana! Semuanya ini hanya
berkat kasih sayang sobat-sobat persilatan saja."
615 Bong Thian-gak tertawa dingin.
"Sebenarnya aku berusaha menghindari bentrok secara
langsung dengan pihak Kay-pang, tapi anggota Kay-pang
kelewat sombong dan jumawa, oleh sebab itu terpaksa aku
menanggapi secara wajar."
Liu Khi mendengus dingin, "Hm, Liu Khi sudah membunuh
beribu-ribu orang, selama ini tak pernah kukerutkan dahi, tapi
untuk membunuhmu hari ini, aku merasa sedikit rada sayang."
Bong Thian-gak kembali tertawa dingin, "Walaupun engkau
selalu menjadi panglima yang menang perang, tapi aku
percaya hari ini kau akan menghadapi suatu cobaan yang
sangat berat."
"Ji-kaucu Put-gwa-cin-kau juga pernah berkata seperti apa
yang kau katakan sekarang," kata Liu Khi.
"Tapi kau tak mampu membunuh Ji-kaucu," jengek Bong
Thian-gak. "Dia adalah satu-satunya orang yang bisa lolos dari ujung
golokku dalam keadaan selamat."
"Tapi hari ini akan ada orang kedua."
Liu Khi menarik muka, kemudian berkata, "Kedatanganku
hari ini sedang mengemban tugas lain, pertarungan di antara
kita lebih baik ditunda sampai hari mendatang."
"Aku ingin tahu, apa tujuanmu datang ke Kun-beng-oh?"
kata Bong Thian-gak.
"Aku datang untuk mencari ketua Hiat-kiam-bun."
"Ada urusan apa kau mencarinya?"
"Akan kutanya dimanakah Long Jit-seng saat ini."
"Kau tahu siapakah ketua Hiat-kiam-bun?"
616 Liu Khi mengalihkan sorot matanya yang tajam dan
menggidikkan ke wajah Keng-tim Suthay yang berdiri di
sebelah kanan, kemudian ujarnya, "Sepanjang hidupku, aku
Liu Khi paling membanggakan daya penciuman, daya
penglihatan, serta daya pendengaran yang kumiliki, dia adalah
ketua Hiat-kiam-bun."
Bong Thian-gak tertawa seram, "Hanya bermaksud mencari
tahu persoalan o
Bukit Pemakan Manusia 14 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Bukit Pemakan Manusia 8
^