Pendekar Kembar 12

Pendekar Kembar Karya Gan K L Bagian 12


nuh air mata seperti bunga mawar kehujanan, sambi
menggeleng ia berkata, "Tidak. aku tidak percaya, luka racun sehebat ini masakah tidak
berbahaya?"
"Meski racun ini sangat lihay, tapi di dunia ini masih ada satu orang sanggup menyelamatkan
diriku," kata Yu Wi.
"Oo" Maksudmu Hoat-su-jin" Tapi di ., . dia sudah pergi ..."
"Toa supek pergi ke mana?" tanya Yu Wi.
"He, dia Toa supekmu?" Khing-kiok menegas.
Yu Wi mengangguk, Lalu Khing-kiok menceritakan apa yang terjadi tadi.
"orang yang mencuri tulang jenazah itu pastilah It-teng Sin-ni," kata Yu Wi dengan menyesal.
Kembaii Khing-kiok menangis lagi.
"Jangan menangis, jangan menangis," Yu Wi menghiburnya.
"Tapi Toa supek sudah pergi, siapa lagi di dunia ini yang mampu menolong Toako?"
"Toa supek juga tidak dapat menyembuhkan lukaku yang beracun ini"
Khing-kiok berhenti menangis dan bertanya, " Habis siapa yang mampu menolong Toako?"
" orang ini tidak kau kenal, namanya seng-jiu-ii-lay Yok-ong-ya," tutur Yu Wi.
"Ah, kalau begitu, marilah sekarang juga kita pergi mencarinya." ajak Khing-kiok dengan tidak
sabar lagi. Yu Wi mengiakan, segera ia melompat bangun, tiba-tiba badan terasa enteng dan gesit, tidak
terpengaruh lagi oleh luka dipunggung itu. Ia menjadi heran, pikirnya, "Aneh, mengapa hanya
semalam saja luka dalamku sudab sembuh seluruhnya?"
setelah direnungkan, tahulah dia duduknya perkara. Kiranya Hoat- su-jin telah mengerahkan
tenaga dalam sendiri untuk mendesak racun dalam tubuhnya dan sekaligus juga telah
menyembuhkan Lwesiang atau luka dalamnya. Ia tidak tahu bahwa selain Lwesiang sudah
sembuh, berbareng tenaga dalam sendiri juga telah bertambah kuat.
Diam-diam Yu Wi sangat berterima kasih kepada sang Toa supek. Melihat tutup peti mati sang
bibi tersingkir kesamping, cepat ia membetulkannya. Ia merasa tutup peti mati itu sangat berat,
mau-tak-mau ia memuji tenaga It-teng yang luar biasa sehingga dapat membongkar peti mati
seberat itu tanpa diketahui oleh Khing kiok. Yu Wi lantas menggandeng tangan Khing-kiok dan
meninggalkan kuburan itu.
"Di manakah Yok song-ya berdiam?" tanya Khing kiok.
Yu Wi mengeluarkan peta dan diberikan kepada Khing-kiok, katanya, "Toa supek telah
melukiskan tempat tinggal Yok-ong-ya dengan jelas dalampeta ini." Khing-kiok membentang peta
itu dan dibacanya. Tiba-tiba Yu Wi berkata, "Marilah kita coba menjenguk Ang-locianpwe."
Lamat-lamat timbul firasat tidak enak dalam hati Yu Wi, segera ia mendahului berlari ke arah
rumah warna merah itu. setiba di depan rumah, ternyata pintu rumah merah itu sudah jebol.
segera Yu Wi menerobos ke dalam sambil berseru, "Locianpwe . . . Locianpwe. . . ."
Khing-kiok juga merasakan geagat tidak enak, sejenak kemudian dilihatnya Yu Wi keluar
dengan membawa sesosok mayat yang kepalanya sudah pecah.
Cepat nona itu menyongsong sambil berseru, "Ang-pepek. Ang-pepek. . . ."
"Dia sudah meninggal," kata Yu Wi dengan pedih, "Dibunuh oleh It-teng."
Khing-kiok mengertak gigi saking gemasnya ucapnya, "Sebab apa" Sebab apa dia membunuh
Ang-pepek?"
Yu Wi mencucurkan air mata, katanya dengan pelahan, "seb . . . sebab Ang-pepek telah
mengajarkan Hui-liong-poh padaku."
Mendadak teringat olehnya akan Lam-si-khek. cepat ia berseru, "Dan masih ada pula dia"
segera ia melompat kesana, berlari menuju ke tempat kediaman sijanggut biru.
Dari jauh sudah dilihatnya bangunan biru itupun sudah terbakar roboh, asap tampak masih
mengepul. Mayat si baju biru kelihatan menggeletak di tanah lapang didepan rumah, di
sekelilingnya juga bergelimpangan anak murid perempuannya, semuanya kepala pecah dan otak
berceceran, kematiannya sangat mengerikan.
Dengan menangis Yu Wi mengangkat jenazah sijanggut biru, dilihatnya di atas tanah tergores
beberapa huruf besar yang berbunyi, "siapa suruh kau memusuhi diriku?"
Yu wi berteriak dengan menengadah, "Nikoh bangsat it-teng, dalam hal apakah dia memusuhi
kau?" Pelahan ia turunkan jenazah Lam-si-khek. lalu berlutut dan berkata, "Masakah hanya karena
Cianpwe mengajarkan Hoa-sin-ciang padaku, lalu bangsat It-teng membunuh mu?"
Ia mendekap di atas tanah dan menangis tergerung-gerung. Melihat mayat murid Lam-si-khek
yang terkapar di sekitar situ. Khing-kiok jadi ingat akan kebaikan mereka tempo hari, tak
tersangka belum lama berpisah dan kini bertemu lagi sudah dalam keadaan tidak bernyawa, tanpa
terasa Khing-kiok juga mencucurkan air mata.
sesudah menangis sekian lama, Yu Wi merangkak bangun, digalinya tiga liang besar di depan
rumah, lalu dengan hormat ia mengubur Ang-bau-kong dan Lam-si-khek pada liang pertama dan
kedua, kemudian Khing-kiok mengubur mayat murid perempuan Lam-si-khek pada liang ketiga.
setelah mengubur jenazah-jenazah itu, Yu Wi berdiri di depan makam dan berseru dengan
tekad bulat, "Apapun juga aku pasti akan menuntut balas bagi para cianpwe."
sebenarnya dia terus menganggap Thio Giok-tin sebagai It-teng sin-ni, tapi sekarang dia
memandangnya sebagai Nikoh bangsat yang dosanya tak terampunkan.
setelah meninggalkan Tiam-jong-san, Khing-kiok menanggalkan baju kulit dan berkata, "Marilah
kita pergi ke Khay- yang dahulu."
Kota Khay- yang berdekatan dengan Kui ciu, kota propinsi Hunam, sebuah kota yang cukup
ramai. "Untuk apa ke Khay- yang?" tanya Yu Wi.
"Mencari Yok-ong-ya, apa lagi?" jawab Khing-kiok dengan tertawa.
"Mencari Yak-ong-ya?" Yu Wi menegas dengan terkejut.
Dia mengira tempat tirakat seng-jin-ji-lay tentu dipuncak pegunungan yang tidak dikenal dan
sukar dicari sehingga selama berpuluh tahun jejaknya tidak ditemukan orang, siapa tahu kalau
tabib sakti itu justeru tinggal di kota Khay-yang yang ramai.
"Tempat kediaman Yok-ong-ya yang lain ternyata juga berada di kota ramai yang sangat
terkenal," tutur Khing-kiok pula.
"Ah, memang betul," seru Yu Wi dengan tertawa. "Untuk tirakat besar tempatnya adalah kota
yang ramai. semula kukira Yok-ong-ya mengasingkan diri dipegunungan sunyi, nyata aku salah
besar." Toko obat paling terkenal di kota Khay- yang berada dipusat kota, merek tokonya ialah "Siausiau-
yok-boh" atau toko obat "Kecil".
Namanya toko kecil, tapi toko obat ini sama sekali tidak kecil, luas tokonya dan ramainya
pembeli boleh dikatakan sukar ditandingi toko obat yang paling besar sekalipun.
pada toko obat itu, suatu hari kedatangan dua muda-mudi yang berpakaian perlente, kedua
tangan anak muda itu selalu tersembunyi di dalam lengan baju, waktu turun dari kudanya juga
tidak menggunakan tangan.
Yang pemudi berwajah cantik, menunggang kuda yang sama bagusnya seperti kuda si pemuda,
dia yang masuk ke toko obat itu dan berseru kepada pegawainya, "Aku ingin bertemu dengan
juragan kalian."
Dari belakang meja kasir keluar seorang tua renta dan menyambut nona cantik itu, katanya
"Akulah juragannya."
"o, jika begitu kau inilah pemilik toko obat ini?" tanya pula si nona dengan tertawa.
"Ya, boleh dikatakan demikian," ujar si kakek.
"Kalau betul pemilik toko katakan saja betul, kalau bukan ya bilang bukan, masa pakai jawaban
demikian?" ujar si nona.
"Memangnya ada apa Anda mencari juragan pemilik sendiri?"
Nona itu menuding pemuda di belakangnya dan berkata, "Kami datang dari kota raja, ada
urusan bisnis besar harus berunding dengan juragan besar kalian."
Melihat kedua tangan si pemuda selalu terselubung di dalam lengan baju, sikapnya aneh, diamdiam
si kakek menjadi sangsi jangan-jangan orang adalah utusan pihak istana raja, cepat ia
menjawab dengan hormat, "Berapa besarnya bisnis bolehlah dirundingkan bersamaku."
"Apakah kau mampu memberi keputusan?" tanya si nona dengan tertawa.
"Kalau cuma berharga sekitar ribuan tahil emas kiranya tidak menjadi soal," ujar si kakek.
Mendadak nona itu menjulurkan kesepuluh jarinya tanpa menyebut jumlahnya.
"Maksud Anda apakah bisnis sepuluh ribu tahil emas?" tanya si kakek.
Nona itu menggeleng, jawabnya, "Bukan sepuluh ribu, tapi sepuluh laksa tahil."
si kakek melotot demi mendengar jumlah sebesar itu, ucapnya. "Masakah benar ada bisnis
sebesar itu?"
"Kau tidak percaya?" kata si nona sembari meraba tusuk kundai kemala pada sanggulnya.
si kakek dapat melihat tusuk kundai kemala itu mengeluarkan cahaya kemilau, kalau ditaksir
sedikitnya bernilai ribuan tahil emas, ia pikir kalau tusuk kundai yang dipakai sehari-hari saja
berharga setinggi ini, untuk bisnis sepuluh laksa tahil emas tentu juga urusan biasa.
setelah ragu sejenak. lalu si kakek berkata, "Meski akupun terhitung juragan toko obat ini. tapi
bisnis sebesar ini tak dapat kuputuskan, harus dirundingkan dulu dengan juragan besar kami."
"Nah, masih ada juragan besar, jadi juragannya juragan, bukan?" ujar si nona.
si kakek tidak menanggapi, katanya, "Toko obat Kecil ini seluruhnya ada lima cabang, setiap
cabang toko ada seorang kuasa, juragan besar menguasai seluruh lima toko cabang ini, untuk
bisnis besar harus minta keputusan beliau."
"Ternyata betul memang juragannya juragan," kata si nona dengan tertawa. "Eh, apakah
juragan besar berada disini."
"Tidak ada," sahut si kakek sambil menggeleng. seketika lenyap wajah riang si nona.
Kakek itu berkata pula, "silakan nona berkunjung saja keempat toko cabang kami yang lain di
Tay-tiok. siang-tam, Lam-leng dan Ki-ya, mungkin dapat berjumpa di sana."
"Masa tak dapat kau katakan dengan pasti jurangan besar kalian berada di mana?" tanya si
nona. "Toa lopan (juragan besar) memang biasa hilir mudik antara kelima kota yang terdapat toko
kami, jadi sukar untuk dikatakan beliau berada dimana saat ini."
Tiba-tiba nona itu berpaling dan berkata kepada pemuda di belakangnya, "Toako, marilah kita
pergi ke Tay-tiok."
setengah tahun kemudian kedua muda-mudi ini telah menjelajahi Tay-tiok, siang-tam dan Kiya,
pada toko obat Kecil di tiga kota itu tetap tidak diketemukan sang juragan besar, tinggal kota
Lam-leng saja yang terakhir.
Kota Lam-leng tcrletak dipropinsi Ciat Kang, setiba diwilayah Ciat Kang. si nona berkata kepada
pemuda itu, "Toako, sekali ini kita pasti dapat menemukan dia."
"Berkat usahamu, adik Kiok," sahut si pemuda dengan lemah.
Pasangan muda- mudi ini memang betul Yu Wi dan Lim Khing-kiok berdua yang sedang
mencari pengobatan kepada Yok-ong-ya.
Khing-kiok tahu umumnya orang yang mengasingkan diri di tengah kota ramai paling pantang
dikunjungi orang, maka mereka lantas pura-pura menyamar sebagai pedagang dari kota raja yang
ingin berunding tentang bisnis.
Tapi sangat tidak kebetulan, berturut mereka sudah mengunjungi empat kota dan tidak
menemukan Yok-ong-ya sehingga sudah makan tempo setengah tahun lamanya. Racun yang
semula terdesak dan berkumpul dibagian tangan Yu wi itu sukar dibendung lagi dan mulai
menjalar keseluruh badan sehingga tenaga dalam hampir lenyap seluruhnya, bicara saja sukar.
syukur sepanjang jalan ia mendapat perawatan Khing-kiok, kalau tidak. mana Yu Wi sanggup
melanjutkan perjalanan ke Ciat Kang.
setiba di Lam-leng, toko obat Kecil itupun terletak dipusat kota. setelah turun dari kudanya,
Khing-kiok lantas masuk toko obat itu dan berseru, "Juragan besar ada tidak?"
Waktu itu sang surya belum lama terbit, toko obat itu masih sepi, hanya seorang pegawai kecil
berduduk disamping sana sedang main catur sendirian. ia mengangkat kepala dan memandang
Khing-kiok sekejap sambil membatin, "Masih pagi begini ribut-ribut apa" Persetan"
segera Khing-kiok mengulangi bertanya, "Adakah Toalopan kalian?"
Tiba-tiba muncul seorang dan menegurnya, "Apakah kalian mau beli obat" He, Tikus Kecil,
layani mereka?"
Tikus Kecil adalah nama sipegawai kecil tadi, dia mendekati Khing-kiok dan bertanya, "Ingin beli
obat apa?"
Khing-kiok tidak menghiraukan pegawai kecil itu, tapi mencermati orang di sebelahnya,
dilihatnya orang itu sudah tua dan pendek kecil, mukanya kurus, pakaiannya sederhana, tadi
berduduk di kursi malas didalam sana sambil terkantuk-kantuk,
Karena menyangka kakek pendek kecil ini juga cuma pegawai biasa, Khing-kiok tidak
memperhatikannya lagi dan menjawab pertanyaan pegawai kecil tadi, "Kami ingin membeli Ho-siuoh
yang paling baik."
Pegawai kecil tadi menjulurkan lidah, katanya, "Ingin membeli Ho-siu-oh yang paling baik, jika
demikian aku tidak berani mengambil keputusan."
Buru-buru ia masuk ke ruangan dalam dan mengundang keluar seorang kuasa yang bermuka
gemuk merah dan berpakain perlente.
Maklumlah, Ho-siu-oh termasuk bahan obat-obatan yang bernilai tinggi seperti halnya Jinsom
(Ginseng), biasanya jarang ada yang berani beli Ho-siu-oh yang mahal itu.
setelah mengamat-amati Khing-kiok sejenak. kuasa toko obat itu merasa pengunjung ini cukup
mampu membeli Ho-siu-oh, ia lantas berkata, "Ho siu-oh yang paling baik kebetulan tiada tersedia
disini." "Wah, lantas bagaimana, tujuan kami justeru harus membelinya untuk obat," kata Khing-kiok.
"Meski tidak tersedia di sini, tapi dapat kami ambilkan dari tempat lain, entah nona perlu berapa
banyak?" tanya kuasa itu dengan tertawa. Khing-kiok memperlihatkan lima jarinya dan berkata,
"Lima kati"
"Ah, jangan nona bergurau," ucap kuasa toko itu, "untuk obat masa perlu sampai lima kati?"
"Penyakit Toakoku sangat berat, memang perlu lima kati," kata Khing-kiok dengan muka serius.
Melihat si nona bicara dengan serius, cepat kuasa toko itu menjawab, "Tapi, seketika mana
dapat mengumpulkan lima kati Ho-siu-oh yang paling baik?"
Menurut perkiraannya, biarpun seluruh toko obat dipropinsi Ciat Kang dikumpulkan juga tiada
tersedia lima kati Ho-siu-oh yang bernilai sangat tinggi itu.
Khing-kiok lantas berkata, "Toko obat Kecil sangat termashur ke seluruh negeri, masa tidak
dapat mengumpulkan lima kati Ho-siu-oh" Coba pertemukan kami dengan Toalopan kalian-"
Mendadak si kakek kecil tadi menyela, "Yang duduk di atas kuda itu apakah Toako nona?"
Khing-kiok mengangguk dan berkata pula, "Toalopan kalian berada di rumah tidak?"
"Ada, ada," cepat si kuasa tadi menjawab. Tiba-tiba si kakek kecil itu berucap dengan gegetun,
"Biarpun sepuluh kati Ho-siu-oh yang paling baik juga tidak dapat menyembuhkan penyakit
Toakomu." Terkejut Khing-kiok, ia pikir Toako duduk di atas kuda dan kakek bermuka jelek ini sudah tahu
penyakitnya tidak dapat disembuhkan Ho-siu-oh, jangan-jangan kakek kecil inilah Toalopan toko
obat ini, yaitu Yok-ong-ya"
Benar juga, si kuasa toko tadi segera menunjuk kakek kecil itu dan berucap. "Beliau inilah
Toalopan kami."
sungguh tak tersangka oleh Khing-kiok bahwa kakek yang tidak menarik ini justeru benar Yokong-
ya adanya, terbangkit semangat Khing-kiok, katanya dengan hormat, " Kalau sepuluh kati Hosiu-
oh tidak dapat menyembuhkan penyakit Toako, lain obat apa yang dapat menyembuhkannya?"
"Coba bawa dia kedalam," kata si kakek sambil mendahului masuk ke ruangan dalam.
Khing-kiok memapah Yu Wi turun dan kudanya, karena gerak-geriknya tidak leluasa. sejak tadi
Yu Wi tetap berada diatas kudanya, sekarang mereka ikut si kakek ke belakang toko.
Tempat dibelakang toko sangat luas. ada taman, ada kolam,jarang sekali dipusat kota terdapat
halaman seluas ini.
Menyusuri taman bunga, sampailah mereka di depan sebuah kamar yang bersih dan sederhana.
si kakek kecil tadi sudah menunggu disitu, setelah mengantar kedua tamunya kesini si kuasa toko
lantas mengundurkan diri
Khing-kiok memapah Yu Wi kedalam dan didudukkan dikursi, ia sendiri berdiri di samping.
"Nona pun silakan dUdUk," kata si kakek dengan tertawa.
Khing-kiok menggeleng kepala dan berkata. "Toakoku harus minta per ..."
"Jangan salah wesel, nona," cepat si kakek menukas, "orang tua tidak dapat menyembuhkan
penyakitnya . "
"Habis cara bagaimana kau tahu penyakit Toako tak dapat disembuhkan Ho-siu-oh biarpun
sepuluh kati sekaligus?" tanya Khing-kiok.
"Hal ini kan sangat sederhana," uiar si kakek "wajah Toakomu kelihatan guram, inilah tandanya
keracunan, siapapun tahu, meski Ho-siu-oh adalah bahan obat yang berharga, tapi tidak dapat
digunakan menawarkan racun. ini kan pengetahuan yang sangat sederhana."
"Lantas untuk apa kau undang kami masuk ke sini?" tanya Khing-kiok dengan kurang senang.
"Di toko obat kami ini akan segera kedatangan beberapa orang tabib, sebentar bila mereka
datang tentu dapat memeriksa penyakit Toakomu dan mungkin akan membuka resep baginya,"
kata si kakek dengan tertawa.
"Toakoku keracunan hebat, mohon engkau suka membuka resep obat penawarnya," pinta
Khing-kiok, si kakek terbahak, ucapnya, "Aku" .... Mana bisa jadi" Aku sama sekali tidak paham ilmu
pengobatan."
"Kau tidak paham" Habis siapa lagi yang paham?" jengek Khing-kiok. "Yok song-ya, janganlah
kau berlagak pilon lagi"
Air muka kakek kecil itu berubah, dengusnya, "siapakah yang menyuruh kalian datang kemari?"
Khing kiok menguatirkan racun dalam tubuh Yu Wi akan segera kumat sehingga cara bicaranya
rada kasar, sekarang setelah yakin yang dihadapinya ialah Yok-ong-ya, bintang penolong sang
Toako mau-tak-mau ia bersikap tenang dan sopan, jawabnya dengan hormat, "Toa supek kami
yang memberi petunjuk agar kesini mencari Locianpwe."
"siapa kah Toa supek kalian?" tanya si kakek.
"Toa supek she Lau bernama Tiong-cu," sambung Yu Wi.
Air muka si kakek berubah tenang kembaii. ucapnya dengan tertawa, "O, kiranya dia. Coba
kemari, biar kuperiksa penyakitmu?" Yu Wi lantas mendekatinya.
Kakek itu berkata pula, "Dia ternyata tidak melupakan diriku dan selalu mencarikan langganan
bagiku. Coba ulurkan tanganmu, kuperiksa luka racunmu."
Yu Wi lantas menjulurkan tangannya yang hitam itu, pelahan kakek kecil meremas-remas
tangannya sambil berucap. "Ehm, tidak ringan penyakitmu."
Dari dalam baju lantas dikeluarkannya sebentuk tusuk kundai perak kecil, segera ia cocok
telapak tangan Yu Wi, sejenak kemudian barulah dicabutnya tusuk kundai itu, lalu diciumnya
hingga sekian lamanya, tiba-tiba air mukanya berubah pula, ucapnya sambil menggeleng, "Racun
inipun tak dapat kupunahkan-"
"Mengapa tidak dapat" tanya Khing-kiok dengan kuatir.
Kakek kecil itu memandang dinding dengan termenung, katanya, "Racun didunia ini bermacam
ragamnya, mana bisa kuobati seluruhnya?"
"Tapi Toa supek menyebut engkau sebagai seng-jiu-ji-lay," seru Khing-kiok, "katanya asalkan
dapat menemukan engkau penyakit Toako pasti dapat disembuhkan."


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kakek itu tidak menjawab. tapi bergumam sendiri, "Lau toako, maafkan tak dapat kutolong
sutitmu, habis siapa yang suruh dia terkena racun khas suhengku .... "
"Kau pasti dapat menyembuhkan racun Toakoku," seru Khing-kiok dengan tidak sabar, "engkau
berjuluk Yok-ong-ya, pasti dapat mengobatinya, kau tidak boleh menolak dan tidak boleh
mengelak...."
sampai kata- kata terakhir itu, sikapnya berubah menjadi emosi hingga mirip orang kalap.
Maklumlah, jiwa Yu Wi baginya jauh lebih penting dari pada jiwa sendiri, semula ia jakin kalau
Yok-ong-ya diketemukan, maka urusan akan menjadi beres. siapa tahu jauh-jauh ke sini dan
sudah bertemu dengan Yok-ong-ya, keterangan yang diperoleh adalah "tak dapat
menyembuhkannya", tentu saja hal ini membuatnya hampir gila.
Karena ribut-ribut si nona. si kakek kecil menjadi tidak tentram, mendadak ia berbangkit dan
berkata dengan marah, "Jelas aku tidak dapat mengobati dia, nah, lekas kalian pergi saja."
"Apakah kau sengaja tidak mau menolong Toakoku?" tanya Khing-kiok dengan sedih.
"Ya," jawab si kakek. "hendaklah kau kata kan kepada Toa supek kalian menurut ucapanku
tadi, anggaplah aku telah mengecewakan dia, jika terpaksa dia akan memutuskan persahabatan
kami yang sudah berlangsung berpuluh tahun juga tetap tak dapat kutolong Toakomu."
Mendadak Khing-kiok bergelak tertawa dan berkata, "Hahaha,memangnya kenapa?"
Dengan muka kelam si kakek memberi tanda agar lekas meninggalkan tempatnya, katanya,
"Lekas pergi saja, tiada gunanya bertanya lagi Janganiah membuang waktu yang berharga,
Toakomu masih bisa bertahan hidup tiga hari lagi, cepat berusaha mencari jalan lain untuk
menyembuhkan dia."
Khing-kiok jadi putus asa, ucapnya, "Apakah benar Toakoku hanya tahan hidup tiga hari saja?"
"Kuyakin ucapanku tidak akan keliru, nah, lekas pergi mencari akal lain," kata si kakek.
"Hm, hanya tiga hari saja," jengek Khing-kiok. " Kalau Toako mati, akupun tidak ingin hidup
lagi. Boleh sekali pukul kau binasakan diriku saja"
Habis berkata, tanpa berjaga tubuh sendiri, ia terus mendahului menghantam bagian maut si
kakek kecil. Hantaman itu kalau kena dengan tepat jiwa si kakek pasti akan melayang. Keruan ia menjadi
gusar dan berteriak, "Apakah benar kau tidak ingin hidup lagi?"
Dengan tangan kiri ia menangkis, tangan kanan terus menutuk Hiat-to penting tubuh Khingkiok.
Tampaknya hampir kena sasarannya, mendadak ia tarik kembaii tangannya dan berseru.
"Tidak lekas pergi saja?"
Khing-kiok seperti tidak menyadari bahwa baru saja jiwanya hampir melayang, dia masih tetap
melancarkan pukulannya tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, bahkan berseru pula, "Yok
song-ya . lekas kaupukul mati aku saja dan penuhilah keinginanku."
si kakek sangat gusar, ia tutuk Hiat-to kelumpuhan Khing-kiok, "bluk." nona itu jatuh terbanting
ketanah dan tak bisa berkutik lagi.
Melihat itu, sekuatnya Yu Wi mendekati Khing-kiok dan mengangkatnya.
Tubuh Khing-kiok tak bisa bergerak, tapi mulut berteriak. "Toako, tidak boleh kau gunakan
tenaga." segera si kakek juga membentak. "Apakah kau cari mampus" Kau ingin mati lebih cepat?"
Tapi sekata pun Yu Wi tidak bersuara. dengan gagah ia pondong Khing-kiok dan dibawa
meninggalkan toko obat itu dengan pelahan.
si kakek terus mengikut di belakangnya dari jarak dekat, katanya berulang-ulang: "Jangan,
jangan menggunakan tenaga, lepaskan dia, turunkan dia".
Hendaklah maklum bahwa racun dalam tubuh Yu Wi sekarang sudah menyebar keseluruh
tubuh, asalkan dia menggunakan tenaga, bekerjanya racun akan bertambah cepat, dan kalau
racun menyerang jantung, seketika pula jiwanya akan tamat.
Khing-kiok tahu sang Toako sudah bertekad untuk mati, ia pikir, "Diriku toh pasti akan mati
bersama dia, berapa lama lagi dia akan mati, waktu itupun aku akan mati, kenapa aku mesti
banyak berkuatir lagi?"
Karena pikiran ini, hati menjadi lapang, ia mendekap dalam pelukan Yu Wi dengan diam saja.
Pelahan Yu Wi berjalan sampai diluar toko obat, sikakek berteriak memperingatkannya,
"Caramu berjalan dengan mengeluarkan tenaga, tidak lebih seratus langkah tentu jiwamu
melayang."
Dengan napas terengah Yu Wi menoleh dan menjawab, "Terima kasih atas perhatian Anda"
Habis bicara, untuk melangkah lagi rasanya sangat sulit.
pada saat itulah mendadak terdengar di kejauhan ada orang berteriak, "Sit-sim-li, sit-sim-li,
lihatlah sit-sim-li (perempuan kehilangan hati)...." Yu Wi merasa heran oleh nama yang aneh itu.
masa ada orang bernama sit-sim-li"
Dalam pada itu si kakek telah menyusul sampai di belakang Yu Wi dan berkata, "Meski tidak
dapat kusembuhkan racunmu, tapi dapat kubantu mencegah menjalarnya racun sehingga selama
sebulan takkan bekerja, dalam tempo sebulan dapat kau cari orang untuk menyembuhkan
penyakitmu. "
Tapi Yu Wi sama sekali tidak memperhatikan ucapan si kakek yang dipikir adalah nama sit-simli
yang aneh itu Dilihatnya didepan sana berkerumun orang banyak, entah siapa yang dikerumuni, hanya
terdengar orang-orang itu sama berteriak, " Lekas kemari melihat sit-sim-li...."
setelah kerumunan orang banyak itu mendekat. Dapatlah Yu Wi mendengar di tengah
gerembolan orang banyak itu suara seorang perempuan lagi berseru, "Hatiku, hatiku, di mana
hatiku"...."
Yu Wi merasa suara orang sudah sangat dikenalnya, diam-diam ia merasa heran, "siapa kah sitsim-
li ini" Rasanya suaranya sudah kukenal."
Dalam pada itu si kakek kecil sedang berkata pula, "Toa supekmu adalah sahabatku, tidak
boleh sama sekali tidak kuhiraukan dirimu, lekas ikut masuk lagi bersamaku"
Mendadak gerombolan orang banyak itu menjerit kaget dan berlari kalang kabut, seorang
diantaranya berlari kearah Yu Wi, tapi mendadak ia jatuh terjungkal dan tidak bangun lagi.
Si kakek kuatir orang ini akan menumbuk Yu Wi, cepat ia membangunkannya, tapi mendadak
terlihat luka pada lehernya, ia menjerit kaget, "Hah-Gu-mo-thian-ong-ciam (jarum raja langit
sehalus bulu kerbau)."
Mendengar istilah "Gu-mo-thian-ong-ciam" itu, hati Yu Wi tergetar. dilihatnya kerumunan orang
banyak telah bubar, tertampak si perempuan sit-sim-li yang dikelilingi tadi berjalan ke sana
dengan langkah sempoyongan- terdengar gadis itu berteriak teriak sambil berjalan-
"Hatiku...hatiku di mana?"
Waktu Yu Wi mengamatinya lebih seksama, dilihatnya gadis kehilangan hati itu sangat cantik
memakai baju sutera putih yang sudah robek. makin dipandang Yu Wi merasa orang memang
sudah dikenalnya.
Mendadak ia dapat mengenali sit-sim-li itu, kaki Yu Wi terasa lemas, jeritnya, "He, kau....belum
lanjut ucapannya, "bluk." ia jatuh terkulai.
sekali jatuh Yu Wi tidak sanggup bangun lagi cepat si kakek kecil hendak memayangnya
bangun tapi Yu Wi lantas berkata. "Yok-ong-ya, kumohon sesuatu padamu."
Kakek kecil itu alias Yok-ong-ya menjawab "Tidak perlu kau mohon padaku, pasti akan kucegah
menjalarnya racun dalam tubuhmu, di dunia ini orang yang dapat menyembuhkan dirimu tidak
cuma aku saja seorang."
Yu Wi menggeleng kepala, katanya, "Jangan kaupikirkan diriku, kumohon sudilah engkau
menolong sit-sim-li itu."
"orang gila seperti itu, untuk apa kutolong dia?" ujar Yok-ong-ya.
"Biarpun tidak kau tolong diriku sedikitpun aku tidak menyesal," kata Yu Wi pula dengan pedih,
"tapi sukalah Yok-ong-ya mengingat Toa supek dan sudilah menyelamatkan sit-sim-li itu."
"sedemikian kau perhatikan gadis tidak waras itu, memangnya dia pernah apamu?" tanya Yokong-
ya. "Dia adalah adik perempuanku,"jawab Yu Wi.
Yok-ong-ya tampak tercengang, segera ia memburu ke sana, ia tutuk Hiat-to si nona
kehilangan hati itu, lalu dikempitnya dan dibawa lari kembaii.
Caranya memburu kesana, menutuk dan berlari kembaii, serentetan perbuatan ini dilakukannya
dalam sekejap saja, boleh dikatakan secepat kilat. hampir tidak ada orang lain yang dapat
mengikutinya dengan jelas kecuali Yu Wi.
Menyaksikan sit-sim-li itu telah dibawa masuk ke dalam toko obat oleh Yok-ong-ya, legalah hati
Yu Wi, tapi pandangannya menjadi gelap. berjongkok saja tidak kuat lagi, ia jatuh terkapar dan
tidak sadar lagi.
Khing-kiok yang ikut terjatuh di sebelah sana berseru kuatir, "He, Toako Toako"
Ia mengira sang Toako telah mati, ia menjadi putus asa dan tidak mau hidup sendiri, tapi Hiatto
tertutuk dan tak dapat bergerak. terpaksa ia hanya memandangi Yu Wi yang menggeletak
disampingnya dengan air mata berderai.
sesudah mengatur sit-sim-li di ruangan belakang, kemudian Yok-ong-ya keluar lagi kedepan,
ketika dilihatnya Yu Wi jatuh pingsan di tepi jalan, hatinya tergetar, cepat ia mendekatinya .
Ia pegang nadi anak muda itu, diketahuinya Yu Wi belum mati, diam-diam ia menghela napas
lega. segera ia berseiu, "Tikus Kecil, kenapa kau biarkan tamu jatuh pingsan di depan toko. Ayo
lekas dibawa masuk kedalam"
Cepat si pegawai kecil tadi berlari keluar, sekuatnya ia memondong Yu Wi ke dalam.
Yok-ong-ya berlagak tidak terjadi apa-apa. katanya, "Jalan pelahan, jangan sampai terbanting
jatuh " sembari bicara, tanpa menoleh tangannya menutuk ke belakang untuk membuka Hiat-to
kelumpuhan Khing-kiok.
segera nona itu melompat bangun dan berseru, "Kembalikan Toakoku." Ia terus hendak
memburu ke dalam untuk merampas kembaii Yu Wi yang dibawa masuk oleh si Tikus Kecil tadi.
Tapi Yok-ong-ya lantas menghardiknya dengan suara tertahan, "jangan sembrono Toakomu
belum mati"
"Apa betul?" seru Khing-kiok kuatir dan girang. Yok-ong-ya hanya mengiakan dengan pelahanlalu
melangkah masuk ke ruangan belakang. Hati Khie-kiok merasa lega. ia mengusap air mata
dan ikut di belakang Yak-ong-ya.
setiba didalam rumah tadi, dengan serius Yok-ong-ya berkata kepada Khing-kiok. "Jika kau
ingin menyelamatkan Toakomu. kau harus turut kepada perkataanku."
"Silakan Locianpwe memberi perintah, apapun akan kuturut,"jawab Khing-kiok dengan
menahan air mata terharu.
Yok-ong-ya menghela napas. katanya. "Jangan keburu bergirang dulu, nona. Aku hanya dapat
menyelamatkan jiwa Toakomu untuk beberapa bulan saja, dalam waktu beberapa bulan ini kalian
mencari jalan lain, kalau tidak. apabila racun di tubuhnya bekerja lagi, pasti sukar ditolong."
seketika wajah Khing-kiok berubah sedih pula, katanya, "Menolong orang harus sampai tuntas,
apakah Cianpwe tidak dapat menawarkan racun Toakoku sekaligus?"
Yok-ong-ya menggeleng, katanya, "Kalau bisa tolong tentu sejak mula sudah kutolong, jika
racun yang mengenai Toako adalah racun jenis lain, tanpa kau minta tentu akan kusembuhkan.
Tapi, ai. justeru racun inilah , . . ." sampai di sini ia menghela napas dan menggeleng pula, lalu
menyambung, "Pendek kata, dahulu aku sudah pernah bersumpah tidak mau menawarkan racun
yang diidap Toako itu, maka bagaimana pun kau mohon juga tak kupenuhi."
"sebab apa?" tanya Khing-kiok dengan kuatir dan bingung.
"sebabnya . . . Ai, untuk apalagi mengungkitnya lagi, apa yang sudah lampau biarlah berlalu.
Eh, kenapa si Tikus Kecil belum lagi membawakan peralatan yang diperlukan."
Belum lenyap suaranya tertampak si Tikus Kecil sudah muncul. serunya dengan wajah
bersungut, "Wah, Toalopan, gentong air itu tidak kuat kami gotong bertiga."
Yok-ong-ya menggeleng kepala dan mengomel, "Sungguh tidak becus, masakah tiga orang
tidak mampu menggotong gentong itu."
Buru-buru ia keluar, tidak lama kemudian, dengan satu tangan dia mengangkat sebuah
gentong besar masuk kesitu. Gentong air itu hampir setinggi satu orang, untuk tempat air,
mungkin cukup buat diminum belasan hari oleh satu keluarga.
Di belakang Yok-ong-ya mengikut pula tiga pegawai toko obat yang lain, masing-masing
membawa dua kaleng cuka, begitu kaleng cuka mereka taruh dilantai, segera Yok-ong-ya
mendesak. "Lekas menimba air, lekas"
Begitulah ketika pegawai itu terus silih berganti keluar masuk mengisi gentong besar itu dengan
air jernih, mereka harus bekerja keras hingga mandi keringat dan baru dapat mengisi setengah
gentong. "Lekas usung kayu bakar dan batu bata,"desak pula Yok-ong-ya.
setelah kayu bakar dan bata disediakan, Yok-ong-ya sendiri lantas menumpuki bata itu hingga
berbentuk sebuah tungku darurat, gentong besar yang berisi air itu lantas ditaruh di atas tungku.
kemudian dituangi dengan cuka.
Menyaksikan kesibukan Yok-ong-ya itu, Khing kiok coba bertanya, "Untuk apakah semua ini?"
"Jangan urus, bantu saja menyalakan api, lekas, lekas" kata Yok-ong-ya.
Baru saja Khing-kiok menyalakan api tungku, Yok-ong-ya lantas memondong Yu Wi, dengan
gerak cepat ia membelejeti pakaian Yu Wi hingga telanjang bulat. Menyaksikan itu, keruan muka
Khing-kiok menjadi merah malu.
selagi nona itu merasa bingung, didengarnya Yok-ong-ya mendesak pula. "Lekas kipas.
besarkan nyala api"
seperti kena ilmu sihir saja, Khing-kiok menuruti segala perintah kakek kecil itu, segera ia
mengipas sekuat dan secepatnya. Tapi segera ia berteriak kuatir, "HHe, jangan-jangan Toako akan
terebus" Dengan serius Yok-ong-ya berkata, "Jika ingin menolong Toakomu, semakin besar api yang
berkobar semakin baik."
Karena keterangan ini, segera Khing-kiok mengipas secepatnya, hanya sejenak saja api lantas
berkobar dengan kerasnya.
"Nah, bagus" kata Yok-ong-ya. "Awas, harus tambah kayu jika api kurang besar, jaga yang
betul, api tidak boleh kecil, apa lagi padam."
Waktu Khing-kiok berhenti mengipas, Yok-ong-ya memberinya dua botol obat, katanya,
"sebentar bila air mendidih. cepat keluarkan Toakomu. ..."
Mengingat Toako dalam keadaan telanjang, cara bagaimana dirinya akan menggotongnya
keluar dari gentong, tanpa terasa ia menunduk malu sehingga tidak memperhatikan apa yang
diucapkan Yok-ong-ya.
orang tua itu lantas berseru pula. "Hei, dengar tidak "Jangan sampai Toakomu telanjur terebus
oleh air mendidih. bisa runyam nanti."
Akhirnya Khing-kiok mengertak gigi, pikirnya, "Toako sudah menjadi suamiku kenapa mesti
malu segala?"
Ia lantas mengangkat kepala dan mendengarkan pesan Yok-ong-ya.
setelah berdehem, kakek itu berkata pula, "Nah, setelah digotong keLuar nanti, suapi dia dua
senduk cairan obat dalam botol hitam itu. obat didalam botol putih digunakan untuk menggosok
sekujur badan Toakomu. Jangan lupa, gosok hingga rata, kalau tidak, nanti kalau dimasukkan lagi
kedalam gentong, dia benar-benar bisa menjadi manusia rebus."
Bahwa dirinya disuruh menggosok sekujur badan sang Toako dengan obat dalam botol putih
itu, hati Khing-kiok lantas berdebar-debar. Tapi demi kepentingan Toako, sedapatnya ia menahan
perasaannya, tanyanya, "Dengan begitu, Toako harus dgodok berapa kali?"
"satu hari tiga kali, sedikitnya harus digodok selama tiga hari berturut-turut," tutar Yok-ong-ya.
"ingat, setiap hari harus ganti air cuka dalam gentong. tiga hari kemudian jiwa Toakomu dapat
bertahan lagi selama beberapa bulan."
Dari pesan orang tua itu Khing-kiok merasa orang sengaja menyuruhnya bekerja sendirian,
segera ia tanya, "Dan cianpwe hendak ke mana?"
"Aku tidak pergi ke mana-mana,"jawab sikakek. "dalam beberapa hari ini harus kusembuhkan
gadis sit-sim-li itu, terpaksa. kau sendiri yang harus merawat Toakomu Pegawaiku mungkin tak
dapat bekerja teliti dan tidak dapat banyak membantu, tetapi mengenai pekerjaan ganti air dan
sebagainya boleh suruh mereka mengerjakannya."
Khing-kiok mengangguk teringat pada apa yang akan dilakukannya selama tiga hari berturutturut
ini, tanpa terasa muka menjadi merah dan jantung berdetak pula.
setelah memberi pesan seperlunya, lalu Yok-ong-ya meninggalkan ruang kerja itu ke kamar
lainnya. sembari menambah kayu bakar Khing-kiok juga memperhatikan keadaan di dalam gentong,
satu jam kemudian, tertampaklah uap mulai mengepul dari dalam gentong, ia tahu air sudah
hampir mendidih, segera ia menahan perasaan yang berdebur itu dan menyeret Yu Wi keluar dari
gentong dalam keadaan telanjang bulat.
Ia baringkan Yu Wi di dipan, dituangnya obat dari botol hitam, dilihatnya anak muda itu dalam
keadaan pingsan, ia menjadi bingung cara bagaimana menyuapinya.
Terpikir olehnya tempo hari sang Toako juga pernah merawat sakitnya, seketika timbul kasih
sayangnya, segera ia mengumur cairan obat terus diloloh ke dalam mulut Yu Wi.
Selesai melolohi dua senduk obat, kembaii Khing-kiok ragu-ragu lagi, ia pegang botol putih
dengan terkesima dan lupa menggosok badan Yu Wi dengan obat itu
pada saat itulah terdengar seorang berkata di luar kamar, "siocia, ini santapannya. ditaruh di
mana?" Khing-kiok menoleh, kiranya si Tikus Kecil mengantarkan makan siang baginya, cepat ia
mengambil selimut untuk menutupi tubuh Yu Wi, dengan muka merah ia menjawah, "Taruh saja
di atas, sebentar kumakan sendiri"
si Tikus membawa makanan untuk dua orang. dia menaruh makanan itu lalu berkata, "Kalau
perlu apa-apa, panggil saja si Tikus."
"Baiklah, sebentar lagi boleh kau datang lagi," kata Khing-kiok.
sesudah si Tikus pergi, Khing-kiok kuatir tertunda terlalu lama, terpaksa ia kesampingkan rasa
malunya, cepat ia menuang cairan obat botol putih dan mulai menggosok sekujur badan Yu Wi.
Tidak lama kemudian selesailah dia menggosok tubuh Yu Wi dengan obat, meski bukan pekerjaan
berat, tapi Khing-kiok telah mandi keringat, mungkin karena tegangnya perasaan hingga
membuatnya berkeringat.
setelah hati mulai tenang, lalu Khing-kiok menaruh Yu Wi lagi kedalam gentong, ia tambahi
kayu bakar pada api tungku, lalu berduduk memandangi santapan-santapan yang disediakan,
meski perut sudah lapar sejak tadi, tapi tidak ada nafsu makan- ia hanya menyumpit beberapa
kali, lalu memperhatikan air godokan dalam gentong.
si Tikus Kecil datang lalu membersihkan mangkuk piring serta bebenah sisa makanan dan
dibawa pergi. sehari tiga kali mengganti air gentong, sampai hari kedua, pada ketiga kalinya waktu Khing-kiok
mengeluarkan Yu Wi dari gentong, anak muda itu mulai mengeluarkan suara rintihan-
Khing-kiok bergirang, cepat ia membaringkan anak muda itu dan menyuapi cairan obat dan
menggosok tubuhnya.
Selesai semua itu, Khing kiok mengusap keringat dan menghela napas lega. dilihatnya Yu Wi
membuka mata dan berkata, "Adik Khing. bikin repot padamu"
Muka Khing kiok menjadi merah, tadi ia mengira anak muda itu masih pingsan, tak tahunya
ketika merintih Yu Wi sudah sadar, cuma dirasakan tubuh sendiri telanjang bulat, ia merasa tidak
enak untuk membuka mata, maka membiarkan Khing kiok menggosok tubuhnya habis itu barulah
ia membuka mata.


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan malu Khing kiok menutupi mukanya dan berseru, "Ah, Toako busuk. Toako jahat . . ."
diam diam ia pikir Toako sudah siuman, tapi sengaja membiarkan orang menyuapi mulutnya dan
menggosok tubuhnya, jelas membuatnya kikuk.
Tertengar Yu Wi berkata dengan gegetun- "Adik Khing meladeni diriku sedemikian baik, selama
hidup takkan kulupakan- . . ."
Khing-kiok membuka mukanya dan berkata dengan sungguh-sungguh. "Antara kita masa perlu
cara tentang melupakan dan tidak" Toako sendiri kan juga pernah meladeni diriku?"
"Di manakah Yoksong-ya?" tanya Yu Wi.
"dia mulai mengobati gadis sit-sim-li itu," tutur Khing-kiok.
Yu Wi memandangi langit-langit kamar dan berdoa, "syukur dan terima kasih kepada Thian
Maha Pemurah, kalau Yok-ong-ya mau mengobati dia. tentu dia akan sembuh."
Dengan suara pelahan Khing-kiok tanya, "siapa nona sit-sim-li itu" Apakah benar adik Toako?"
Yu Wi menoleh dan menjawab, "Apakah kau masih ingat peristiwa di Thian-ti-hu?"
Dahulu Yu Wi pernah menceritakan apa yang dialaminya setelah meninggalkan Hek-po, semua
masih diingat dengan jelas oleh Khing-kiok. maka ia mengangguk dan menjawab, "Urusan Toako
mana bisa kulupakan."
"Dan Toakongcu dari Thian-ti-hu yang kuceritakan serupa dengan wajahku itu, apakah kaupun
masih ingat?" tanya Yu Wi pula.
Kiranya sejak meninggalkan Ma-siau- hong, agar membikin pikiran Khing-kiok seolah-olah
sudah kenal Kan Ciau-bu, supaya kelak dapat merangkapkan perjodohan mereka, maka Yu Wi
sering bercerita tentang pengalamannya di Thian-ti-hu dahulu, terutama. dia suka menyebut
tentang kebaikan Kan- ciau-bu kepadanya.
Begitulah maka Khing-kiok lantas menjawab, "Tentu saja masih ingat, kau sering bercerita
tentang dia, hanya saja aku tetap tidak percaya di dunia ini ada orang yang mirip benar dengan
Toako." "Bila kelak kau bertemu dengan dia tentu kau akan percaya," kata Yu Wi. "Dan sit sim-li itu
ialah adik perempuannya, namanya Kan Hoay-soan-"
Khing-kiok berseru kaget, "Hah,jadi dia itu puteri Thian-ti-hu" Tapi mengapa dia berubah
menjadi begitu?"
Yu Wi menghela napas, ucapnya dengan sedih, "Ya, akupun tidak tahu apa sebabnya. . . ."
berulang-ulang ia menghela napas, jelas prkirannya sangat kusut.
Melihat sang Toako bersedih, Khing-kiok berkata pula, "Kau bilang kepada Yok-ong-ya bahwa
sit-sim-li adalah adik perempuanmu, jangan jangan karena wajahmu mirip kakaknya, maka dalam
hati tanpa terasa juga menganggapnya sebagai adik?"
"Ah. karena ditanya Yok-ong-ya, maka kujawab sekenanya, waktu menyamar menjadi Toakongcu
di Thian-ti-hu, karena tidak tahu, Hoay-soan selalu memanggil Toako padaku, dengan
sendirinya akupun menganggapnya sebagai adik."
"Di dunia inijarang ada yang berwajah sama, Kan ciau-bu benar mirip Toako, sampai anggota
keluarganya juga tidak tahu membedakannya, kukira... kukira antara kalian pasti ada... ada
hubungan darah."
Yu Wi menggeleng, katanya. "Tidak, tidak mungkin- Leluhurku berasal dari soasay, sedang kan
leluhur Kan ciau-bu berada di Kimleng, jarak kedua tempat ada ribuan li jauhnya, mana bisa
terjadi hubungan darah?"
Khing-kiok tertawa, katanya, "sungguh bodoh Toako ini, jauhnya tempat masa dapat
merintangi hubungan perasaan. Betapapun jauh jaraknya kan dapat didatangi orang, asalkan
kedua pihak suka sama suka, saling cinta, di manapun dapat bertemu."
"Jika demikian, apakah mungkin Kan ciau-bu adalah anak ayahku sehingga mukanya bisa
serupa dengapku?"
Dengan muka merah Khing-kiok berkata, "Hal ini memang sukar . . . sukar dipastikan. Bisa jadi
. . . bisa jadi kalian adalah saudara kembar, begitu lahir lantas dipisahkan, Kan ciau-hu dibesarkan
di Thian-ti-hu ..."
"Tidak mungkin, tidak mungkin terjadi," ujar Yu Wi. "Usia Kan ciau-bu selisih tiga tahun dari
padaku, aku dan dia tidak mungkin saudara kembar. Menurut pendapatmu, mungkinkah dia juga
putera ayahku?"
Muka Khing-kiok bertambah merah, dalam hati lamat-lamat timbul perasaan bahwa hal itu
bukan mustahil terjadi, tapi mengingat hanya kalau ayah Yu Wi harus bermesraan dengan ibu Kan
ciau bu baru dapat melahirkan Toa kongcu Thian ti-hu itu, bila hal ini dibicara kan oleh anak
perempuan seperti dia, tentu saja membuat mukanya merah.
Mendadak terlintas dalam benak Yu Wi mengenai perempuan berbaju hitam dengan rambut
panjang yang dilihatnya didaerah terlarang Thian-ti-hu itu, bukankah wajah perempuan itupun
mirip dengan dirinya" Jangan-jangan perempuan itupun famili terdekat dirinya"
Bepikir demikian, dada Yu Wi terasa panas. seperti diketahui, perempuan berbaju hitam sudah
dua kali menyelamatkan jiwanya. satu waktu dia kabur dari kejaran orang Jay-ih-kau dan kedua
kalinya waktu dia minta pengobatan pada su Put-ku di siau- ngo-tay-san.
Dua kali pertolongan itu menimbulkan perasaan aneh dalam hati Yu Witerhadap perempuan
berbaju hitam itu, diam- diam ia menganggapnya sebagai orang tua yang mencintainya dan
melindungi dirinya. Kalau dipikir lagi sekarang, wajah perempuan itu rasanya memang sangat
mungkin ada hubungan kekeluargaan dengan dirinya. seketika ia jadi kesima merenungkan
pengalamannya dahulu.
Melihat sang Toako termenung, Khing-kiok jadi kuatir kalau- kalau anak muda itu akan linglung,
cepat ia berseru. "Toako . . . Toako . . . ."
setelah dipanggil beberapa kali barulah Yu Wi sadar dari lamunannya, "Ada apa?" tanyanya.
"Janganlah Toako memikirkan lagi," kata Khing-kiok. "Di dunia ini memang banyak kejadian
yang kebetulan, bintang luncur dilangitpun kadang saling bentur, antara manusia dan manusia itu
juga bisa terjadi mirip muka."
Dahulu Yu Wi tidak pernah memikirkan tentang kemiripan si perempuan baju hitam dan Kan
ciau-bu dengan dirinya, kini demi teringat hal-hal itu, seketika hati merasa mengganjal dan sukar
dihilangkan. Ia pikir kejadian kebetulan didunia memang banyak, tapi. kalau ada wajah tiga orang sama
sekaligus tanpa sesuatu hubungan apa- apa, rasanya terlalu kebetulan kejadian ini. Apalagi setiap
tahun perempuan baju hitam itu pasti berziarah kemakam ayah Kan ciau-bu, darimana pula ia
tahu jalan masuk-keluar daerah terlarang Thian-ti-hu itu, di dalam persoalan ini pasti mengandung
sesuatu rahasia maha besar, tapi siapakah yang mengetahui"
Begitulah persoalan aneh itu terus berkecamuk dalam benak Yu Wi. setelah berpikir lama dan
lelah. tanpa terasa iapun tertidur.
Entah tidur berapa lama lagi, lamat-lamat ia dibangunkan dan terdengar suara Khing-kiok
berseru, "Toako, Toako, bangun makan"
"Waktu apa sekarang?" tanya Yu Wi.
"Hari sudah gelap. nyenyak benar tidur Toako, sudah tertidur dua hari masakah belum cukup?"
ujar Khing-kiok dengaa tertawa.
"Apakah Yok-ong-ya belum kemari?" tanya Yu Wi.
"Belum, juga tidak terdengar suaranya," tutur Khing-kiok.
"Aneh, mengapa belum selesai mengobati orang sakit selama dua hari?"
Bagian 19 "Bisa jadi penyakitnya sangat ruwet dan memerlukan waktu pengobatan yang lama, biarlah,
jangan kita ganggu dia."
Yu Wi mengiakan. Tiba-tiba Khing-kiok mendengar suara keruyukan dalam perut anak muda
itu, ia tertawa geli.
Tentu saja Yu Wi merasa kikuk, katanya, "Lapar benar perutku."
"Pantas juga kalau lapar, sudah dua hari kau tidak makan sebulir nasi pun," kata Khing-kiok
dengan tertawa. "Ayolah. Lekas bangun dan makan." Yu Wi menggerakkan tubuhnya, tapi tidak
dapat bangkit. "Ayolah lekas bangun," seru Khing-kiok pula.
"Aku tak dapat bangun," Yu Wi menggeleng.
"Kenapa tidak dapat?" Khing-kiok menjadi kuatir.
"Seluruh tubuhku tiada tenaga sedikitpun," kata Yu Wi.
"Ah, benar," kata Khing-kiok, "Menurut Yok-ong-ya, kau harus digodok selama tiga hari.
sebelum genap tiga hari Toako belum dapat bergerakl. Jika demikian, biarlah kusuapi kau, boleh
kau tetap berbaring saja."
Semalaman itu berlalu lagi. esok paginya si Tikus telah mengganti air cuka gentong dan
menyediakan kayu bakar lagi.
Khing-kiok membangunkan Yu Wi, serunya, "Dapatkah Toako bergerak sekarang?"
"Tetap belum bisa," sahut Yu Wi dengan gegetun.
Khing-kiok menggigit bibir, dengan muka merah ia berkata. "Biarlah kupondong kau kedalam
gentong," Tubuh Yu Wi hanya ditutupi selimut, cepat ia menahan ujung selimut dan berkata, "Nanti dulu,
tunggu sebentar...."
Terpaksa Khing-kiok duduk termenung ditepi pembaringan. seketika kedua orang sama-sama
merasa canggung. sekarang pikiran Yu Wi sudah jernih, ia merasa tidak pantas membiarkan
tubuhnya yang telanjang bulat itu dipondong oleh si nona.
selang sejenak. dengan tulus Khing-kiok berkata, "Aku sudah milik Toako, kenapa merasa malu
segala?" Habis berkata ia lantas mulai mengangkat tubuh Yu Wi.
Karena sudah dua hari dirinya diladeni nona itu, kalau sekarang menolak akan terasa tidak baik
malah. Maka Yu Wi lantas melepaskan selimut dan membiarkan Khing-kiok memondong tubuhnya
kedalam gentong.
Pada saat itulah, mendadak terdengar suara seorang perempuan menghela napas pelahan
diluar jendela.
Tergetar tubuh Yu Wi, cepat ia berseru, "siapa itu?"
Meski Khing-kiok sudah melayani Yu Wi selama dua hari dan sudah terbiasa, tapi dasar anak
perempuan, betapapun jantungnya tetap berdebar ketika memondong Yu wi dalam keadaan bugil,
sebab itulah dia tidak mendengar suara apapun. Demi mendengar seruan Yu Wi itu, ia berkata
dengan suara tertahan, "Kecuali si Tikus, di sini tidak ada orang lain-"
"Tapi kudengar suara seorang perempuan menghela napas di luar," kata Yu Wi.
"Ah, Toako suka berpikir macam- macam, disini mana ada perempuan lain?" ujar Khing-kiok.
Tapi dengan pasti Yu Wi menyatakan kebenaran pendengarannya, "Ada, pasti ada, bahkan
suara itu seperti sudah kukenal."
"Ah, Toako mengenangkan nona Ko lagi," ucap Khing-kiok dengan sendu.
Karena dianggap lagi merindukan Ko Bok-ya, Yu Wi tidak enak untUk omong lagi, tapi dalam
hati ia berpikir, "Jelas suara itu bukan suara Ya-ji. lantas siapakah dia?"
selewatnya hari ketiga itu, Khing-kiok terlebih akrab lagi terhadap Yu Wi. Melihat cara si nona
melayani dirinya sedemikian baik. dengan sendirinya hilanglah rasa kikuk Yu Wi dan tidak
canggung-canggung lagi.
Racun yang semula didesak hingga terkumpul pada kedua tangan oleh tenaga dalam Hoat-sujin
itu, lantaran digodok selama tiga hari. ditambah lagi pengobatan lain, maka racun kembali
menyebar keseluruh tubuh. Maka sekarang warna kedua tangan Yu Wi sudah kembali biasa. meski
kadar racun menyebar lagi ke seluruh tubuh, tapi karena juga terhisap oleh air cuka gentong
selama tiga hari, kadar racun telah buyar sebagian, racun yang masih mengendap dalam tubuhnya
untuk sementara tidak berbahaya lagi.
Maka esok paginya Yu Wi sudah bisa bangun berduduk, meski belum leluasa untuk berjalantapi
setelah mendapat perawatan Khing-kiok. tiga hari kemudian dapatlah dia bergerak dengan
bebas. Pagi hari itu, Yu Wi berkata, "Hari ini adalah hari ketujuh, kenapa Yok-ong-ya masih juga belum
kelihatan?"
"Sudah kutanyakan pada siTikus, katanya sepanjang hari Yok-ong-ya hanya duduk termenung
di dalam kamar sana dan tidak mengobati Kan Hoay-soan," tutur Khing-kiok. Yu Wi menjadi heran,
"Jika demikian- apakah Hoay-soan berada di kamar?"
Belum lagi Khing-kiok menjawab, terdengar suara orang berdehem, Yok-ong-ya telah muncul
dari kamar bagian dalam. Cepat Yu Wi menyongsongnya dan menyapa. "Cianpwe tentu capai"
Yok-ong-ya menggeleng, katanya dengan gegetun, "sudah tujuh hari kurenungkan di dalam
kamar dan tetap tidak menemukan cara untuk menyembuhkan adik perempuanmu."
Melihat wajah orang yang tambah kurus dan mata cekung, jelas selama tujuh hari ini telah
banyak memakan pikirannya. Maka dengan tenang ia tanya, "Apakah penyakit gilanya tidak dapat
disembuhkan?" .
"Adikmu sekarang tidak gila lagi," jawab Yok-ong-ya.
"Nah. kan sudah sembuh kalau begitu?" seru Yu Wi dengan girang.
Yok-ong-ya menghela napas, lalu berkata, "Coba kau ikut kemari."
Yu Wi ikut Yok-ong-ya masuk kekamar belakang sana, ruangan ini terbagi menjadi dua, bagian
depan penuh kitab, bagian belakang hanya dipisahkan oleh tabir saja.
Waktu tabir terbuka, kelihatan Kan Hoay-soan tetap memakai baju satin putih dan berduduk di
tepi pembaringan menghadapi kearah tabir sini.
Melihat nona itu berduduk tenang disitu seperti orang biasa, kelakuannya yang tidak waras
tujuh hari yang lalu kini sudah hilang. dengan girang ia lantas mendekat dan menegurnya, "Hoaysoan,
masih kenal padaku?"
Biji mata Kan Hoay-soan yang jeli itu tidak bergerak sedikitpun meski jelas dua orang telah
masuk ke situ, panggilan Yu wi iuga tidak mendapat reaksi sama sekali.
Yu Wi melangkah kedepan si nona, dengan suara memilukan ia tanya pula, "Hoay-soan. masih
kenal padaku tidak?"
Kan Hoay-soan tetap diam saja, mendadak ia berbangkit dan lewat di samping Yu wi, langsung
menuju kearah tabir.
Mengira si nona tidak mau menggubrisnya, Yu Wi bertanya pula, "Apakah Toakomu baik-baik
saja?" setiba di samping tabir, Hoay-soan berjalan balik.
Dengan girang Yu Wi menegur lagi, "setelah berpisah dahulu, sudah hampir dua tahun kita
tidak berjumpa."
Tapi setelah berada didepan pembaringan, kembali Kan Hoay-soan berjalan ke arah tabir lagi
dan begitulah ia mondar-mandir belasan kali, lalu berduduk ditepi pembaringan dan tidak berucap
sekatapun- Yu Wi memandangi nona itu dengan terkesima, keadaan Kan Hoay-soan ibaratnya mayat hidup.
Wajahnya tiada menampilkan perasaan apapun, tanpa terasa timbul perasaan ngeri dalam hati Yu
Wi. Ia coba memandang Yok-ong-ya.
Tabib sakti itu tersenyum getir, katanya. "Pada hari pertama juga sudah kusembuhkan sakit
gilanya, tapi selama enam hari kemudian, kecuali makan dan tidur, terus menerus dia cuma
berjalan mondar-mandir begini, betapapun ditanya tetap tidak menjawab."
"Apakah dia sengaja tidak mau bicara?" tanya Yu Wi.
Yok-ong-ya menggeleng, katanya, "Selama tujuh hari kurenungkan penyakitnya, akhirnya dapat
kutarik suatu kesimpulan . . . yakni, hakikatnya dia tidak dapat bicara."
"Mengapa tidak dapat bicara?" Yu Wi menegas dengan kuatir.
"Dia tidak punya hati, dengan sendirinya tidak dapat bicara." ujar Yok-ong-ya.
Yu Wi menggeleng-geleng kepala, ucapnya, "Dia tampak sehat-sehat saja, kenapa tidak punya
hati" Mana Cianpwe bergurau?"
Dengan serius Yok-ong-ya berkata, "Penyakit gila tidak sukar disembuhkan, tapi dia selain gila
juga kehilangan hati, meski sakit gilanya sudah sembuh, tapi hati yang hilang belum lagi
diketemukan kembali...."
sampai di sini, diam-diam Yu Wi merasa geli, tapi dilihatnya Yok-ong-ya bicara dengan
sungguh-sungguh dan kereng, ia tidak berani tertawa. Pikirnya, "Masakah didunia ini ada orang
mencari hati segala?"
Tapi Yok-ong-ya telah bicara terus, "selama tujuh hari tak dapat kuselami sebab musababnya
dia tidak mau bicara, akhirnya teringat pada seorang barulah kusadari duduknya perkara. orang
itu mahir semacam ilmu sihir yang disebut Mo-sim-gan (mata iblis). Cuma orang itu sudah lama
meninggalkan dunia Kangouw, makanya tidak kuingat padanya. Bila kusebutkan orang ini pasti
juga kau tahu, apakah kau masih ingat orang-orang yang mengerumuni adik perempuanmu tempo
hari sama menyebut sit-sim-li padanya?"
"Ya, karena sepanjang jalan Hoay-soan terus- menerus berteriak, di mana hatiku, makanya
orang menyebutnya sit-sim-li," kata Yu Wi.
"Dan tahukah kau sebab apa dia omong begitu?"
"Ucapan orang gila tentu juga aneh dan lucu, mana ada orang yang benar- benar kehilangan
hati, orang yang kehilangan hati mana bisa hidup?"
Dengan sikap misterius Yok-ong-ya berkata, "Tapi barang siapa pernah dipandang oleh Mo-simgan,
orang itu akan merasa seperti benar- benar kehilangan hati. Pada waktu menggunakan
ilmunya Mo-sim-gan akan berkata kepada korbannya, "Kau telah kehilangan hati"
Tiba-tiba Yu Wi teringat kepada Goan-si-heng-te, kedua saudara she Goan yang mahir ilmu
gaib itu, pada waktu mereka melancarkan ilmu sihirnya juga berkata kepadanya, "Kau sudah
lelah, kau perlu tidur" Habis berucap begitu dirinya benar-benar merasa kantuk dan ingin tidur
sepuasnya Jangankan Hoay-soan juga terkena iimu sihir semacam ini?"
"Apakah Mo-sim-gan itu sama seperti apa yang disebut Jui-bin-sut" Apakah orang yang
Cianpwe maksudkan adalah sepasang kakek tinggi kurus yang berbentuk serupa dan terkenal
sebagai kedua Goan bersaudara?" demikian Yu Wi lantas bertanya.
Yok-ong-ya menggeleng, katanya, "Mo-sim-gan jauh lebih hebat dari pada jui-bin-sut yang kau
sebut, apabila adikmu cuma terkena Jui-bin-sut, tentu sejak mula dapat kusembuhkun dia."
Kini Yu Wi percaya kepada setiap keterangan Yok-ong-ya, ia menjadi cemas, katanya, "Wah,
lantas bagaimana baiknya" Hoay-soan tidak boleh hidup tanpa hati?"
"Apakah dia benar- benar adik perempuanmu?" tanya Yok ong ya.
"Bukan, dia adalah puteri Thian-ti-hu, namanya Kan Hoay-soan," jawab Yu Wi. "Tapi kuanggap
dia sebagai adik sendiri, maka mohon cianpwe suka berusaha menyelamatkan dia . . . ."
Yok-ong-ya menghela napas, katanya, " orang sama menyebut diriku sebagai seng-jiu-ji-lay,
semua orang mengira aku dapat menyembuhkan penyakit apapun, padahal di dunia ini banyak
sekali penyakit yang aneh, mana bisa kusembuhkan seluruhnya." Ia berhenti sejenak, lalu berkata
pula, "Kukenal Kan Yok-koan . . . ."
"Ah, bagus sekali," seru Yu Wi, " Hoay-soan adalah cucu Kan Yok koan, mengingat leluhurnya
yang Cianpwe kenal. sudilah engkau menolong dia."
"Kalau bisa menyembuhkan dia masa tidak kulakukan," ujar Yok-ong-ya dengan kurang senang.
Tiba-tiba teringat olehnya penyakit Yu Wi yang juga pernah ditolaknya sekalipun dirinya mampu
mengobatinya, pantas kalau anak muda itu meragukan jawabannya, maka air mukanya berubah
tenang kembali dan berkata, "Racun yang mengeram dalam tubuhmu itu tidak dapat kupunahkan
karena aku pernah bersumpah takkan mengobatinya, kalau tidak, tentu sekaligus sudah
kusembuhkan dirimu. Tapi mengenai penyakit Kan Hoay-soan yang kehilangan hati ini memang
benar- benar tak dapat kusembuhkan-"
Yu Wi menoleh dan melihat Kan Hoay-soan masih duduk ditepi pembaringan, sebenarnya nona
itu sangat lincah dan menyenangkan, tapi sekarang seperti anak gendeng, pedih rasa hati Yu Wi,
katanya, "Apakah harus dibiarkan ini . . . , "


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Untuk melepaskan ikatan diperlukan bantuan orang yang mengikat .... "
"Aha, benar," tukas Yu Wi. "Akan kucari Goan-si-hengte untuk menghilangkan penyakit Hoaysoan
ini." "Tidak ada gunanya," ujar Yok-ong-ya sambil menggeleng, "dengan kemampuan Goan-sihengte
masih belum sanggup memunahkan Mo-sim-gan."
"sesungguhnya siapakah orang yang melakukan ilmu sihir ini?" tanya Yu Wi.
"Dia tidak punya nama, kuingat orang menyebut dia sebagai sam-gan-siusu (si cendekia cakap
bermata tiga)," tutur Yok ong-ya. "Konon dia pernah menerima dua murid anak kembar, bisa jadi
mereka ialah Goan-si-hengte yang kau katakan itu Untuk menyembuhkan penyakit nona Kan harus
kau cari dia sendiri barulah ada harapan."
"setelah menemukan dia, cara bagaimana baru dapat menyembuhknn penyakit kehilangan hati
Hoay-soan ini?"
"Asaalkan sam-gan-siusu menggunakan ilmu sihirnya lagi dan bicara kepada nona Kan bahwa
hatimu sudah diketemukan kembali, hatimu sudah berada lagi dalam tubuhmu, lalu nona Kan akan
melupakan pernyataan dimana hatiku yang selalu terpikir itu, dan penyakitnya segera akan hilang
serta pulih seperti sediakala."
"Kecuali itu apakah tiada jalan lain?" tanya Yu Wi.
"Mo-im-gan adalah ilmu pembetot sukma paling jahat didunia ini, hakikatnya sukar
disembuhkan dengan pengobatan biasa, harus disembuhkan oleh orang yang juga mahir Mo-simgan
dan tiada jalan lain."
Yu Wi menghela napas menyesal, katanya, "Dan maukah sam-gan-siusu menolongnya begitu
saja?" "Ada satu akal yang dapat membuat dia pasti menolongnya," kata Yok-ong-ya.
"Akal apa?" tanya Yu Wi.
"sam-gan-siusu itu terkenal keranjingan ilmu silat, asalkan kau ajarkan semacam kungfu
padanya, maka dia pasti akan menolong Kan Hoay-soan "
"Jika demikian, sekarang juga ku pergi mencari sam-gan-siusu."
Habis berkata, Yu Wi terus mendekati Kan Hoay-soan dan memegang tangannya, Nona itu
tidak melawan, dengan penurut ia berdiri
Yu Wi belum lagi putus asa, ia coba tanya pula, "Hoay-soan, kau kenal aku tidak?"
Kan Hoay-soan hanya memandang kaku ke depan tanpa berkedip dan tidak bersuara, air
mukanya seperti patung, sedikitpun tidak memperlihatkan sesuatu emosi.
Yu Wi menghela napas panjang, ucapnya, "Dunia seluas ini, kemana dapat kutemukan samgan-
siusu?" "Asalkan kau temukan Goan-si-hengte, kukira dapat juga menemukan sam-gan-siusu," ujar
Yok-ong-ya. "Cianpwe," tanya Yu Wipula, "umurku dapat bertahan berapa lama lagi?"
"dalam waktu setengah tahun masih tertolong jika dapat kau peroleh obat penawarnya."
"Dan kalau dalam setengah tahun tidak ada obat penawar?"
Dengan muram Yok-ong-ya menjawab, "Tatkala mana bila racun mulai bekerja lagi, maka
serangannya tambah ganas dan sukar dibendung lagi"
"Jadi tiada harapan buat hidup lagi?" Yu Wi menegas dengan tersenyum getir.
Yok-ong-ya diam saja tanpa bersuara. Untuk sejenak Yu Wi merasa bingung, lalu ia gandeng
tangan Kan Hoay-soan dan diajak keluar, setiba di samping tabir, ia menoleh dan bertanya pula,
"dalam waktu setengah tahun apabila Wanpwe tidak berhasil menemukan sam-gan-siusu,
Wanpwe akan minta bantuan orang lain untuk mengantar pulang Hoay-soan kesini, tatkala mana
kuharap cianpwe suka membawanya untuk berusaha lagi mencari sam-gan-siusu, entah Cianpwe
suka menerima tidak permintaanku ini?"
"Jelek-jelek aku adalah kenalan kakeknya, urusan ini pasti akan kukerjakan dengan sebisanya,"
ucap Yok-ong-ya.
"Jika demikian, legalah hatiku," kata Yu Wi.
selagi dia hendak melangkah pergi, mendadak Yok-ong-ya berseru, "Tunggu sebentar." Ia
memburu maju dan mengeluarkan sejilid buku berkulit kuning dan diberikan kepada Yu Wi,
katanya, "Kitab ini boleh kau bawa."
Yu Wi menerimanya, terlihat sampul buku itu tertulis: "Pian sik sinBian", dibagian bawah ada
tulisan huruf kecil dan berbunyi: "simpanan kakek gunung dari Hong-san."
Pian-sik adalah nama seorang tabib sakti dijaman ciankok. konon ilmu pengobatannya sangat
hebat, namanya terkenal turun temurun, tapi ilmu pengobatannya justeru tidak diketahui menurun
kepada siapa, sekarang mendadak Yu Wi melihat kitab ini, hatinya tergetar, ia tahu kitab "Pian sik
Sin Bian" atau catatan Pian sik ini adalah pusaka yang paling berharga bagi pertabiban.
"Kitab ini kupinjamkan selama setengah tahun kepadamu," kata Yok-ong-ya, "dalam waktu
setengah tahun hendaklah kau baca dan pelajari dengan baik isi kitab ini, boleh kau bikin suatu
resep pengobatan pribadi untuk menawarkan racun dalam tubuhmu."
Yu Wi sangat girang, ucapnya, "Terima kasih banyak-banyak kepada Cianpwe atas budi
pertolongan jiwaku ini."
Dengan dingin Yok-ong-ya menjawab, "Jangan keburu bergirang dahulu, dalam waktu setengah
tahun apakah kau mampu menyelami isi kitab ini atau tidak masih merupakan tanda tanya besar.
Umpama dapat kau pelajari dengan baik dan berhasil membuat satu resep obat untuk
menyembuhkan dirimu sendiri, hal ini adalah nasibmu yang mujur dan sekali tidak ada sangkutpautnya
dengan diriku."
"Ada suatu hal yang sukar kumengerti, dapatkah Cianpwe memberi penjelasan?" kata Yu Wi.
"Hal apa?" tanya Yok-ong-ya. "Hati Cianpwe welas-asih seperti Buddha, mengapa tidak mau
memunahkan racun dalam tubuhku?"
Yok ong ya tidak menjawab, ia mendahului melangkah keluar kamar, setiba di kamar tulis
barulah dia berkata, "Duduklah kau, akan kuceritakan suatu kejadian padamu."
Dengan hormat Yu Wi berduduk disamping sana, Kan Hoay soan juga didudukkan disamping
meja. setelah berduduk nona itu lantas diam saja tanpa bergerak lagi.
Yok ong ya hanya berdiri, sampai sekian lamanya barulah mendadak berkata, "Apa yang terjadi
itu sudah lama berselang .... waktu itu ada seorang kosen, karena suasana jaman itu kacau-balau,
beliau sengaja mengasingkan diri Pada waktu hendak mengasingkan diri itulah beliau memungut
dua anak buangan sebagai murid. Dua puluh tahun kemudian- kedua anak pungut itu sama
tumbuh dewasa, keduanya sama-sama mendapatkan ajaran ilmu sakti dari orang kosen itu.
Karena sejak kecil keduanya bersama dipegunungan sunyi dengan sang guru, maka kasih sayang
antara mereka tiada ubahnya seperti saudara sekandung. waktu si orang kosen menyuruh kedua
muridnya turun gunung untuk melakukan tugas bajik dan menolong sesamanya, kedua saudara
seperguruan itu lantas berpisah dan berkelana di dunia Kangouw, dengan cepat perpisahan itu
telah berlangsung sepuluh tahun lamanya. Pada waktu tahun kesebelas, kedua orang itu taat
kepada perintah sang guru dan pulang ke gunung untuk melaporkan pengalaman serta hasil kerja
masing-masing. Tak terduga, setiba di gunung, ternyata guru mereka sudah wafat tiga tahun
sebelumnya. ..." Bercerita sampai di sini, air muka Yok-ong-ya memperlihatkan rasa sedih luar
biasa. Diam-diam Yu Wi membatin, entah siapa diantara kedua saudara seperguruan itu adalah Yokong-
ya. Didengarnya Yok-ong-ya menyambung pula ceritanya, "Tentu saja kedua anak muda itu
sangat berduka, mereka menangis didepan makam sang guru dan menuturkan kisah perjalanan
mereka selama sepuluh tahun ini. dalam sepuluh tahun ternyata banyak mengalami perubahan,
suhengnya telah berumah tangga dan punya perusahaan, namanya cukup gemilang di dunia
Kangouw, sebaliknya sang sute tetap tidak punya pekerjaan dan juga belum menikah. selama 20
tahun belajar bersama, kedua suheng dan sute itu masing-masing mempunyai kepandaian khas
sendiri dan sebenarnya tiada perbedaan tinggi rendah antara mereka, hanya karena wajah sang
sute lebih jelek. kemana-mana tidak di sukai orang, maka lama-lama ia merasa rendah harga diri
dan selama sepuluh tahun tidak mendapat hasil apa-apa, padahal usianya sudah 30 lebih, tapi
isteri saja tidak punya."
Lamat-lamat Yu Wi dapat merasakan sang sute yang dimaksud pastilah Yok-ong-ya sendiri ia
pikir, "Umumnya orang suka menilai seseorang berdasarkan wajahnya, karena Yok-ong-ya
bertampang jelek sehingga tidak disukai orang. Padahal biarpun muka seseorang sangat cakap.
tapi kalau otaknya kosong, tidak berisi, apa gunanya?"
Yok-ong-ya memandang Yu Wi dengan kesima katanya kemudian, "Apabila sang sute itu
mempunyai muka secakap kau, tentu hasil yang dicapai selama sepuluh tahun takkan di bawah
suhengnya tapi . . . ai . . . "
suara helaan napas ini seolah-olah telah merasa penyesalan dan penasarannya. Yu Wi
bermaksud menghibumya, tapi tidak tahu apa yang harus diucapkan.
Yok ong ya menggeleng kepala, lalu menyambung. "Setelah sang suheng tahu keadaan
sutenya. iapun merasa menyesal bagi nasib sutenya, maka didepan makam sang guru ia
menghibur sutenya, selama sepuluh tahun itu sutenya tidak pernah mendapat perhatian orang,
sekarang hiburan sang suheng telah menimbulkan rasa persaudaraan semenjak kecil, ia menjadi
terharu dan menangis sambil memeluk sang suheng. Karena tangisan itu, rasa sedih dan hampa
selama sepuluh tahun itu lantas tersapu habis, ia berbicara sehari semalam dengan sang suheng
sehingga kasih sayang antara sesama saudara seperguruan bertambah akrab. suhu mereka itu
mempunyai seorang budak tua yang setia, demi menyampaikan pesan tinggalan sang guru kepada
kedua saudara seperguruan itu, selama tiga tahun budak tua itu tidak berani meninggalkan
gunung. Maka selesai memberi hormat di depan makam sang guru, budak tua itu menyerahkan
dua kitab pusaka tinggalan sang majikan kepada dua muridnya itu. Yang satu jilid adalah kitab
ilmu silat, kitab lainnya adalah kitab pertabiban, yaitu "Pian sik sin Bian". sang guru juga
meninggalkan pesan bahwa Aliran Hong-san selanjutnya menjadi kewajiban murid tertua untuk
mengembangkannya.-Melibat sang guru menyerahkan tugas pengembangan perguruan kepada
suhengnya, waktu itu si sute tidak memperlihatkan sesuatu perasaan. tapi didalam hati ia merasa
penasaran dan anggap sang guru tidak adil. Hendaklah diketahui bahwa aliran Hong-san terkenal
dengan ilmu silat dan ilmu pengobatannya. maka menurut pikiran si sute, meski bakat sendiri
dalam hal ilmu silat tidak dapat mengungguli sang suheng, tapi kan pantas jika dirinya diberi hak
waris mengenai ilmu pengobatan sang guru. siapa tahu gurunya tidak mewariskan apa-apa
padanya, hal ini membuatnya sangat berduka . . ."
Diam-diam Yu Wi juga merasa sedih bagi Yok-ong-ya, pikirnya, "Apabila aku menjadi guru
mereka, tentu aku takkan bertindak kurang adil begini." Tapi lantas terpikir pula olehnya, "Kalau
Yok-ong-ya tidak mewarisi ilmu pengobatan gurunya, mengapa sekarang dia malah mendapatkan
gelar seng-jiu-ji-lay dan cara bagaimana kitab Pian sik sin Bian itu berada di tangannya?"
Didengarnya Yok-ong-ya menyambung ceritanya, "Setelah kedua saudara seperguruan
berkabung dengan menjaga makam sang guru selama sebulan diatas gunung waktu turun
gunung, sang suheng mengundang agar sutenya ikut tinggal saja dirumahnya.- Karena tiada
tempat tujuan tertentu. si sute pikir daripada hidup luntang-lanlung sebatang kara di dunia
Kangouw, memang lebih baik kalau boleh mondok ditempat sang suheng. -setiba dirumah sang
suheng, dilihatnya harta benda suhengnya itu ternyata sangat besar, para tetangga juga sangat
menghormati sang suheng, tentu saja sutenya merasa kagum. Apa lagi suhengnya juga
mempunyai seorang isteri yang cantik dan bijaksana, melihat suso (kakak ipar perempuan) yang
baik itu, si sute selain kagum juga merasa dengki. Ia pikir kalau dirinya mempunyai isteri
demikian, biarpun umurnya dipotong sepuluh tahun juga rela."
Mendengar sampai disini, diam-diam Yu Wi menghela napas, pikirnya, "Pikiran yang timbul
dalam benak Yok-ong-ya ini jelas merupakan bibit sengketa baginya bila dia berdiam di rumah
sang suheng."
Yok-ong-ya memandang Yu Wi dengan termangu-mangu, heran sekali Yu Wi melihat sikap
orang, pikirnya, "Memangnya wajahku sedemikian menarik bagimu" Apakah ada sesuatu cacat
yang kau lihat?"
Ia coba mengusap muka sendiri sekuatnya.
Melihat perbuatan Yu Wi itu, Yok-ong-ya menyadari sikap sendiri yang tidak pantas, cepat ia
berkata, "Tiada sesuatu pada mukamu. Lantaran terkenang kepada suso, maka kupandang kau
dengan kesima."
"Apakah aku mirip susomu?" Tanya Yu Wi.
"Ya, sangat mirip. mirip sekali, makin kupandang makin mirip . ..." ucap Yok-ong-ya dengan
tercengang. Diam-diam Yu Wi merasa geli, pikirnya, "Kembali ada lagi seorang yang mirip diriku." Mendadak
terdengar Yok-ong-ya bergumam, "Aneh, sungguh aneh . . . ."
"Aneh apa, Cianpwe?" tanya Yu Wi.
"o, tidak apa-apa, tidak apa-apa," jawab Yok-ong-ya dengan tergegap. "Eh, sampai di mana
ceritaku tadi?"
Yu Wi pikir cerita si sute jelas ialah dirimu sendiri, tapi kalau kau berkisah sebagai cerita,
terpaksa akupun anggap mendengarkan cerita menarik. Maka dijawabnya, "Sampai si sute tinggal
di rumah sang suheng dan merasa iri . . . . "
"Ya, sebenarnya si sute tidak ingin berdiam terlalu lama di situ," tutur Yok-ong-ya lebih lanjut,
tapi dia baru datang beberapa hari, rasanya tidak enak kalau segera mohon diri Terpaksa ia
tinggal terus disitu dengan menahan rasa irinya. Dan sekali tinggal di situ ternyata hingga tiga
tahun lamanya...."
Diam-diam Yu Wi membatin, "Ah, ternyata salah dugaanku, dia tinggal dirumah suhengnya
tanpa menimbulkan perkara, bahkan tinggal sampai tiga tahun lamanya, sungguh hebat. selama
tiga tahun ini tentu hilang rasa irinya."
"Sebenarnya si sute sudah lama ingin pergi, tapi suheng dan suso meladeni dia seperti saudara
kandung sendiri sehingga membuamya tidak tega untuk tinggal pergi," tutur Yok-ong-ya pula.
"Lebih- lebih susonya sedikitpun tidak memandang rendah padanya. Padahal perempuan lain
memandang sekejap padanya saja tidak sudi, tapi suso yang cantik bagai bidadari itu justeru
sedemikian baik padanya, apakah dia perlu pergi ke tempat lain" Karena itulah si sute lantas
tinggal di termpat sang suheng dengan tenang, setiap hari hidup dilayani dewi kayangan, sebab
dalam pandangannya sang suso telah dianggapnya bidadari yang paling cantik dan paling baik.-
selama berdiam di rumah sang suheng ia juga mulai berusaha maju, tekun belajar ilmu
pengobatan, semua ilmu pengobatan yang pernah didapatnya dari sang guru telah diulang dan
dipelajari kembali, selama beberapa tahun tidak sedikit juga hasil yang diperolehnya. sampai tahun
ke empat...."
Mendadak Yok-ong-ya berhenti bersuara, wajahnya menampilkan penderitaan yang luar biasa
tiba-tiba "plak-plok". ia gampar mukanya sendiri belasan kali.
Yu Wi ingin mencegahnya, tapi cara turun tangan Yok-ong-ya itu tiada ubahnya seperti
pertarungan tokoh kelas satu dan sukar dihentikan, terpaksa ia hanya berteriak saja, "Locianpwe,
Locianpwe . . . ."
Yok-ong-ya masih terus menampar sehingga pipi sendiri sama bengkak. setelah puas baru
berhenti. "Kenapa Cianpwe menyiksa diri sedemikian rupa?" ujar Yu Wi dengan gegetun.
Yok-ong-ya tidak menghiraukannya, ia bercerita pula, "Pada tahun keempat itu telah terjadi
suatu peristiwa, sute yang lebih rendah dari pada binatang itu telah berbuat kotor tatkala sang
suheng sedang pergi jauh, sang suso jatuh sakit, waktu dia mengobati penyakit susonya dia telah
bertindak tidak semestinya. Ia mengira suso sangat baik padanya dan mudah dibujuk, dia banyak
mengucapkan kata- kata yang tidak senonoh, ia pikir dalam sakitnya sang suso tentu perlu
dihibur, kesempatan ini digunakan si sute untuk merayunya untuk memenuhi rindu dendamnya
selama tiga tahun ini. siapa tahu susonya adalah seorang perempuan yang suci bersih, ia tidak
marah kepada si sute tapi diberinya berbagai nasihat dan kata-kata mutiara untuk menyadarkan
sute itu. Karena impiannya tidak berhasil terlaksana, si sute merasa malu untuk tetap tinggal lagi
di situ. sebelum sang suheng pulang, diam-dlam ia tinggal pergi."
Yok-ong-ya tersenyum getir, lalu melanjutkan, "sesudah meninggalkan rumah sang suheng, si
sute pikir nama suhengnya sangat terpuji di dunia Kang-ouw, kenapa aku tidak dapat berjuang
dan mencari nama terlebih besar" Maka ia terus tekun belajar lagi dan menjalankan pertabiban di
dunia Kangouw demi mernupuk nama baik, ia berbuat bajik sebisanya, selama beberapa tahun
namanya benar-benar menanjak dan sangat terkenal. setiap orang memandangnya sebagai
Buddha hidup yang suka menolong orang. Padahal tujuannya bukan uutuk menolong orang
melainkan untuk menolong dirinya sendiri. ingin namanya menonjol dan melebihi nama sang
suheng, sama sekali tidak bermaksud menolong orang secara jujur."
"Ah, juga belum pasti begitu, orang yang berlagak baik sekali pandang saja lantas kelihatan,"
ujar Yu wi. "Justeru si sute itu memang benar ingin berbuat bajik, maka tidak kelihatan
kepalsuannya sehingga namanya makin terpuji."
"Apakah benar begitu?" jengek Yok-ong-ya. setelah berhenti sejenak, ia bertutur pula, "Suatu
hari, si sute menerima surat panggilan dari sang suheng. katanya ada urusan penting perlu
bertemu, diharap si sute lekas pergi ke rumahnya. sute itu mengira sang suheng akan
membunuhnya, ia pikir dirinya telah menggoda isterinya, mana suheng mau mengampuni dia.
Karena ilmu silatnya selisih jauh dibandingkan sang suheng, maka dia tidak berani pergi ke sana,
Tapi setelah berpikir dan menimbang semalam, si sute pikir betapapun suheng benci padanya,
tentu takkan membunuh seorang tabib termashur didunia Kangouw sehingga merusak nama baik
suheng sendiri Karena itu, dia ambil keputusan akan mengunjungi sang suheng. Padahal hasrat
yang mendorong kepergiannya itu adalah karena dia ingin melihat sang suso lagi. -setiba di rumah
suhengnya, ternyata sang suheng tidak keluar menyambutnya, kaum budak membawanya ke
kamar tidur. Tentu saja hati si sute kebat-kebit, ia pikir jangan-jangan sang suheng akan
membunuhnya di depan suso" -Dasar sute itu takut mati dan tamak hidup, ia berdiri di depan
kamar dan tidak berani masuk kesitu. Tiba-tiba ia dengar suara keluhan suso didalam kamar dan
sedang berkata, 'Untuk apa kita merepotkan sute datang kemari"' Mendengar suara sang suso,
semangat si sute terbangkit, ia menjadi tabah. Ia pikir kalau dapat bertemu sekali lagi dengan
suso, biarpun mati seketika didepannya juga rela dan tidak perlu menyesal." Diam-diam Yu Wi
menggeleng, pikirnya, "Cintanya kepada sang suso sungguh mendalam juga."
Kulit daging wajah Yok-ong-ya tampak berkerut-kerut sehingga tampangnya yang memang
jelek itu tambah buruk. Dengan suara pedih dia sambung ceritanya, "Begitu sute itu masuk kamar
segera dilihatnya adegan yang memilukan, tapi juga memperlihatkan betapa besar kekuatan cinta.
suso kelihatan berbaring tenang dengan wajah pucat seperti kertas, keadaannya sangat lemah
dan hanya tinggal napas terakhir saja sedangkan sang suheng merangkul puteri tunggalnya yang
baru berumur lima tahun dan berduduk di tepi pembaringan- -Mereka tidak terkejut oleh karena
kedatangan orang. mereka seperti tidak mendengar ada orang masuk kesitu, mereka tetap
pandang memandang, suso memandang suheng dan suheng memandang suso. Nyata mereka
ingin saling pandang sepuas-puasnya sebelum berpisah untuk selamanya. segala kejadian lain di
dunia ini seolah-olah tiada sangkut-paut lagi dengan mereka. Yang mereka inginkan hanya
pandang memandang, pandangan yang terukir dalam- dalam dilubuk hati masing-masing. -Melihat
sang suso sudah hampir meninggal hati si sute seperti ditikam satu kali, ia menjadi lupa sang
suheng juga berada di situ, cepat la memburu maju dan memeriksa denyut nadi sang suso. -Baru
diketahui suhengnya bahwa si sute telah datang. Dengan suara gemetar suhengnya berkata, 'sute,
apakah dia masih . . . masih dapat ditolong" Masih dapatkah ditolong" si sute sudah
berpengalaman sekian tahun dalam hal pengobatan, kini ilmu pertabibannya sudah melebihi sang
suheng, meski suhengnya memegang kitab Pian sik Sin Bian, tapi lantaran suhengnya
mencurahkan perhatian dalam hal ilmu silat sehingga tidak pernah mempelajari ilmu pengobatan
secara mendalam."


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Setelah memegang nadi suso, segera si Sute mengetahui keadaan penyakitnya, dengan tegas
ia menjawab, 'Jangan kuatir, pasti dapat tertolong' sang suheng sangat girang dan berseru, 'Adik
adik, adik dik, kau dengar tidak" sute bilang sakitmu pasti dapat ditolong, kau takkan mati, takkan
mati' Memandangi wajah susonya yang kurus pucat itu, dia berharap suso akan berterima kasih
padanya dan mengucapkan kata- kata yang bernada terima kasih, lalu dia akan memberi
penolongan padanya. -siapa tahu sang suso seperti tidak melihatnya, dengan suara lemah ia
berkata, 'Minggir, menyingkir, jangan menghalangi pandanganku' seketika hati si sute mencelus
seperti terperosot kedalam liang es, ia pikir dalam hati suso hakikatnya tidak terdapat diriku, dia
lebih suka mati daripada pandangannya terhadap sang suami terhalang. -sungguh tidak kepalang
rasa kecewa si sute dan juga iri luar biasa, sekonyong-konyong si sute menyingkir dan menjengek.
'Baiklah, silakan pandang saja, kalau tidak pandang lagi tentu tak sempat melihat untuk
selamanya' Habis berkata ia terus membalik tubuh dan tinggal pergi.
"Tentu saja suhengnya menjadi kelabakan, ia berseru, 'sute, sute, lekas kau tolong dia Hendak
ke mana kau"' - Dia menoleh dan bergelak tertawa, katanya, 'suhu pilih kasih padamu, suso juga
mencintaimu melebihi jiwa sendiri lalu aku ini terhitung apa" Bukankah kau pun punya Pian sik sin
Bian" Nah, silahkan kau sendiri saja menolongnya, silakan" Tanpa menghiraukan permohonan
sang suheng yang sangat, tanpa memperdulikan jiwa sang suso yang tinggal setitik harapan saja,
akhirnya ia tinggal pergi benar-benar, pergi sejauh-jauhnya, ia tidak mau menolong seorangpun
didunia ini, sebab ia anggap tiada seorang pun disunia ini berharga untuk ditolongnya. . . ."
Bercerita sampai di sini, karena kulit mukanya terlalu sering berkejang sehingga wajahnya
semakin pucat. napasnya juga terengah-engah seperti orang yang habis bertempur seru.
Diam-diam Yu Wi berpikir, "Sesungguhnya di dalam hati ia ingin menolong susonya, tapi rasa
cemburu yang hebat telah merintangi maksudnya, dalam perasaannya waktu itu pasti mengalami
pertentangan batin yang keras, makanya sampai sekarang bila bercerita masih tetap tidak
melupakan kejadian di masa lampau itu."
Entah sejak kapan dilihatya wajah Yok-ong-ya yang kurus itu telah mencucurkan air mata,
entah air mata berduka atau air mata penyesalan"
Suara raja obat itu sekarang berubah menjadi tenang, ia berkata pula, "Dengan hati yang luka,
dengan perasaan yang hancur, Sute itu bersembunyi pula di pegunungan sepi, di mana dia
dibesarkan, ia mendampingi makam sang guru, disitulah tanpa terasa ia menetap selama lima
tahun- -Selama lima tahun ini dia bertambah tua, rambut mulai beruban, rasanya seperti sudah
lewat lima puluh tahun yang singkat, suatu hari ia bertemu dengan sang Suheng yang sudah
berpisah selama lima tahun-
Pertemuan yang tak terduga itu menimbulkan rasa waswas dalam hati si Sute, ia merasa
dirinya bukan tandingan sang Suheng, kalau sang Suheng hendak membunuhnya terpaksa dia
harus pasrah nasib, Tapi sang Suheng ternyata tidak bertindak apapun kepadanya, malah dia
berkata kepada seorang anak yang ikut di sampingnya, 'Beri hormat kepada Susiokmu. muridku'
Muridnya menurut dan memberi hormat, penghormatan ini rasanya seperii suatu tikaman bagi
si Sute, ia berteriak, 'Jika hendak kau bunuh diriku, silakan bicara saja bagaimana caranya,
balaslah sakit hati isterimu yang tercinta dan bijaksana itu.' -Sang Suheng menjawab dengan
tenang, 'Sute, bicaralah sejujurnya menurut hati nurani. hari itu apakah ada niatmu hendak
menolong Suso" Asalkan ada maksudmu hendak menolongnya dan lantaran diriku sehingga kau
sengaja tidak mau menolongnya, alasan ini dapat kuterima dan dapat kuampuni kau.'
Dengan gelak tertawa si Sute menjawab, 'Hah, masakah kuperiu pengampunanmu" Aku muak
padamu, lebih- lebih muak terhadap isterimu yang cintanya palsu itu. Nah, kalau mampu boleh
kau bunuh saja diriku.' -Air muka sang suheng berubah pedih, ucapnya, 'Dapat kuterima jika kau
benci padaku, tapi apa salahnya suso sehingga kaupun dendam padanya, melihat dia hampir mati
dan tidak kau tolong. Dalam hal apa dia salah padamu, dimana dia menunjukkan cinta palsunya"
Ayo, kalau tidak kau jelaskan, pasti kubinasakan kau' -sute itu menjawab, 'Apa yang perlu
kukatakan lagi" Boleh kau bunuh saja diriku, ayolah bunuh saja Bunuhlah diriku dengan kungfu
ajaran suhu' Sang suheng menggeleng kepala, katanya, 'sayang ilmu pertabiban ajaran suhu tidak kupelajari
dengan baik, kalau tidak. waktu itu tentu tidak perlu kumohon pertolonganmu dan tentu pula
isteriku takkan meninggal'
Sutenya menyindir, 'Huh, bukankah kau mempunyai kitab Pian sik sin Bian" Kenapa tidak
mampu menyelamatkan isterimu" Hah, sunggah aneh'
-Dia sengaja bergelak tertawa sekerasnya untuk menyakiti hati sang suheng, sebab ia merasa iri
karena ilmu yang diperoleh sang suheng jauh lebih banyak daripadanya. sang suheng baru
menjawab setelah sutenya berhenti tertawa, katanya, 'Memangnya kau kira hanya dengan ilmu
silat saja dapat kubunuh kau" Kau anggap ilmu pertabibanmu maha tinggi, huh, sekarang kau
justeru harus mati dibawah ilmu pertabibanmu sendiri'
Si sute melengak. katanya dengan tertawa, 'Cuma sayang, ilmu pertabibanku hanya dapat
kugunakan untuk menolong diri sendiri dan tak dapat untuk membunuh diri Kukira tidaklah mudah
jika hendak kau paksa aku membunuh diri'
Sang suheng lantas mengeluarkan sebotol obat racun, katanya, 'Inilah racun yang kuracik
sendiri silakan kaupun membuat satu botol obat racun, lalu kita bertukar obat racun masingmasing,
kau minum racun buatanku dan kuminum racun buatanmu.....'
Si sute lantas paham maksud tujuan sang suheng, diam-diam ia bergirang, sebab selama
beberapa tahun ini, dalam waktu senggang ia berhasil membuat semacam obat racun yang maha
keras, ia pikir kalau bertanding ilmu pengobatan jelas dirinya takkan kalah. segera ia
mengeluarkan racun buatannya sendiri untuk menukar racun sang suheng, katanya dengan tak
acuh, 'setelah kau minum racunku, bilamana racun sudah bekeria, jangan lagi berharapakan
pertolonganku. '
Dengan perasaan pedih sang suheng menjawab, 'Kita saling membunuh, sungguh berdosa
terhadap budi kebaikan suhu yang telah mendidik kita. semoga arwah suhu dialam baka sudi
memaafkan kesalahan muridmu ini'
Sutenya menjengek. 'Kita sendiri yang mengusulkan pertandingan ini, umpama suhu marah
terhadap kita, hehe, bila kau mati dan bertemu dengan suhu di dunia halus sana, tentunya kau
sendiri yang harus memikul dosa ini.'
Sang suheng menjawab, 'Betul, akulah yang pantas memikul dosa ini, sekalipun arwah suhu
marah padaku juga akan kuterima segala akibatnya. tidak dapat kulupakan penderitaan adik Pik
sebelum meninggal, penderitaannya mestinya dapat dihilangkan. Akupun tidak pernah lupa pada
panggilan adik Pik sebelum meninggal, betapapun ia tidak mau berpisah denganku, padahal
asalkan kau sudi memberi pertolongan, tentu dia takkan tersiksa dan juga takkan meninggalkan
diriku dengan hati remuk rendam. Maka sakit hati ini harus kubalas, akupun ingin menyaksikan
penderitaanmu sebelum mati'
Uraian sang suheng itu membikin si sute termenung hingga tidak dapat menjawabnya,
kemudian mereka lantas saling minum obat racun tukaran masing-masing, mereka muka
berhadapan muka dengan perasaan tertekan, sebab mereka sama yakin obat penawar yang
terkulum di dalam mulut sendiri pasti mampu menawarkan racun pihak lawan.
Sang waktu berlalu sedetik demi sedetik keadaan sunyi senyap. tiada seorang pun buka suara.
Murid sang suheng memandangi gurunya dengan cemas, kuatir akan perubahan air muka sang
guru, sebab hal ini berarti obat penawar yang dikulumnya kehilangan khasiatnya dan jiwanya
seketika akan melayang. -Tapi didengarnya sang guru berkata dengan tersenyum, 'Put-ku, jika
aku mati keracunan, bawa pulanglah jenazahku dan kuburlah di samping makam ibu gurumu. . . ."
Diam-diam Yu Wi terkejut, pikirnya, "Kiranya sun Put-ku adalah sutitnya, tentu saja dia tidak
mau menolong musuh murid keponakannya itu."
Tapi segera terpikir pula olehnya, "Ah, tidak betul Dia bermusuhan dengan suhengnya, dengan
sendirinya sutit juga akan menjadi musuhnya, maka sepantasnya dia menolong diriku dari racun
buatan musuhnya."
Sungguh Yu Wi tidak habis mengerti sebab musabab di balik semua kejadian ini.
Didengarnya Yok-ong-ya menyambung lagi ceritanya, "Di luar dugaan, yang berubah air
mukanya ternyata adalah si sute, sebentar saja ia lantas jatuh terkapar sambil merintih.
Maklumlah, racun buatan mereka jelas sangat jahat dan lihai, sekali racun mulai bekerja tentu
sukar ditahan si sute merasa jiwanya sukar tertolong lagi, dengan suara lemah ia memanggil.
'suheng . . . suheng. . .'
Sebenarnya dia bertekad tidak sudi memanggil suheng lagi, tapi sebelum ajalnya, teringat
hubungan baik pada waktu kecil, akhirnya dia memanggil suheng padanya.
-Hati sang suheng pada dasarnya memang welas-asih, cepat ia mendekatinya dan bertanya,
'Ada urusan apa, sute"'
Si sute meronta sekuatnya dan berkata, 'Aku tidak paham, berpisah selama lima tahun,
mengapa ilmu pertabiban suheng bisa jauh melampaui diriku"' sang suheng menghela napas,
jawabnya, 'selama lima tahun ini kutekun mempelajari isi Pian sik Sin Bian-
Si sute merasa sangat kagum, sungguh tak terpikir olehnya pelajaran kitab tinggalan sang guru
itu memiliki daya guna sehebat itu, dengan suara terputus-putus ia berkata, 'Aku . . . aku sudah
hampir mati, suheng, ingin kumohon dua . . . dua hal padamu ....'
"Urusan apa, katakan saja" jawab sang suheng. sutenya berkata, 'Pertama, boleh kah kulihat
kitab Pian sik Sin Bian itu" . . . . "
Tanpa ragu sang suheng menyodorkan kitab pusaka yang diminta itu, dengan menahan sakit
dalam perut ia membalik-balik kitab itu sehalaman demi sehalaman, sebagai seorang ahli
pertabiban, melihat kitab ajaib dalam bidangnya itu, tentu saja timbul perasaan kagum dan minat
besar atas isi kitab itu setelah membaca sejenak, ia tahu waktunya tinggal sedikit, sejenak lagi dia
akan meninggalkan dunia fana ini. Maka kitab itu dikembalikannya kepada sang suheng sambil
berucap dengan lemah. ' kitab bagus, kitab bagus, setelah membaca kitab ini, mati pun aku tidak
menyesal lagi ..." Lalu sang suheng bertanya. 'Dan apa hal kedua"'
Dari dalam mulut si sute sudah mulai mengeluarkan darah beracun, keadaannya sudah payah
dan tak kuat bicara lagi, tapi entah darimana datangnya kekuatan. sebisanya dia menguraikan
kejadian waktu dia berusaha merayu sang suso dahulu. Dengan tulus iklas ia menyatakan
penyesalannya kepada sang suheng, katanya, 'sampai matipun aku merasa bersalah terhadap
suso, maka kumohon sukalah kau bersembahyang didepan makam suso dan sampaikan rasa
penyesalanku kepadanya, dalam hatiku selalu kupandang dia sebagai dewi kahyangan, seharusnya
tidak boleh kunista dia, kumohon dia sudi memaafkan diriku yang lebih rendah daripada binatang
ini' Habis mengucapkan hal kedua itu, ia tidak tahan lagi dan matilah dia . . . ."
Padahal jelas diketahui Yu Wi bahwa Yok-ong-ya tidak mati, tapi masih hidup segar-bugar
dihadapannya sekarang. Tapi mendengar sampai disini, tanpa terasa ia tanya juga, "Dan benarkah
dia mati?"
Yok ong-ya mencucurkan air mata, katanya, "Dia pantas mati, sebenarnya tiada alasan baginya
untuk hidup didunia ini. Akan tetapi kemudian dia siuman, dia menyangka sudah berada di akhirat,
sekuatnya dia menggigit lidah dan terasa kesakitan, baru diketahuinya dia tidak mati, tapi sang
suheng telah mengampuni jiwanya. Dia berdiri dan mengetahui racun dalam tubuh sendiri sudah
punah seluruhnya, ia meraba dalam bajunya ada sejilid kitab, setelah diperiksa kiranya itulah kitab
Pian sik sin Bian, keruan girangnya tak terkatakan dapat memperoleh kitab ajaib itu. Ia membalik
halaman kitab itu dan menemukan secucuk surat tinggalan sang suheng.
Surat itu mengatakan bahwa sang suheng tak tahu sute juga mencintai isterinya sehingga
menimbulkan pertengkaran diantara sesama saudara seperguruan, dia dapat memaafkan
kesalahan sute dikatakan pula bahwa suso sudah lama memaafkan kesalahannya, hal ini terbukti
sang suso tidak pernah melaporkan apa yang terjadi itu kepada suheng, ini tandanya suso tidak
memikirkan lagi kejadian itu.
-Lalu dikatakan pula bahwa sute gemar belajar ilmu pertabiban, maka kitab Pian sik sin Bian itu
sengaja ditinggalkan untuk sute, semoga sute dapat mengembangkan ilmu kebanggaan
perguruan, suheng menyatakan dirinya tidak cocok belajar ilmu pertabiban, buktinya sudah lima
tahun mempelajari isi kitab pusaka itu toh tetap tidak lebih unggul daripada sute.
Pada akhir surat itu sang suheng menyatakan bahwa pertandingan kita ini tidak ada yang kalah
atau menang, hal ini menunjukkan bakat sute dalam ilmu pertabiban jauh diatasku, maka Pian sik
Sin Bian seharusnya dimiliki olehmu. dialam baka suhu tentu juga setuju tindakanku ini. '
Bagian20 "Setelah membaca surat sang Suheng, mendadak teringat sesuatu olehnya, secepat terbang ia
meningggalkan gunung dan memburu ke rumah Suhengnya, tapi kedatangannya tetap teriambat.
sang suheng sudah meninggal akibat racun yang diminumnya.
Si Sute mendekap di atas jenazah sang Suheng dan menangis sedih, katanya, "o, Suheng,
pertandingan kita ini jelas dimenangkan olehmu, mengapa kau tidak menolong dirinya sendiri" Kau
memiliki Pian Sik Sin Bian, tidak nanti kau mati oleh racun buatanku ini."
Sute itu tahu racun buatannya sendiri itu sangat keras, sesudah diminum, tidak lama kemudian
racun akan bekerja, apabila sekian lama racun tidak bekerja, hal itu berarti racun kehilangan
khasiatnya. Bahwa sang Suheng mempunyai obat penawar asalkan meminum obat penawar tiga
hari ber-turut2 tentu kadar racun dapat ditawarkan seluruhnya. Tapi sang Suheng justeru
menyerahkan kitab pusaka itu kepadanya, jadi jelaslah Suhengnya memang berniat tidak mau
hidup lagi di dunia fana ini... Murid sang Suheng itu ikut menangis di sampingnya dan berkata,
"Waktu racun mulai mengganas, Titji telah membujuk Suhu agar suka minum obat penawar, tapi
Suhu berkeras tidak mau, katanya lebih suka menyusul Sunio (ibu guru) saja ... ."
Sute itu menangis tergerung- gerung, katanya, "o, Suheng, apakah kau bertahan hidup selama
ini adalah karena ingin menuntut balas bagi Suso"Jika demikian, seharusnya kau balas dendam,
mengapa kau ampuni diriku. Kenapa pula kau berikan Pian Sik Sin Bian padaku" Padahal ilmu
pertabibanmu sangat tinggi, bakatmu juga melebihi diriku, pertandingan kita itu seharusnya
dimenangkan olehmu, tugas mengembangkan kejayaan perguruan adalah bagianmu, kenapa kau
serahkan kewajiban itu kepadaku, sutemu yang tidak becus ini mana bisa melebihi kau"...."
Dia berlutut dan menangis sehari semalam didepan jenazah sang suheng, ia kehabisan air mata
hingga darah yang keluar, namun rasa dukanya tetap tidak berkurang. sejak itu meski dia masih
juga hidup didunia ini, namun sudah patah semangat dan tidak suka berkecimpung di dunia
Kangouw lagi, yang diharapkannya adalah menemukan seorang pemuda berbakat dan
menurunkan kitab pusaka Pian sik sin Bian kepaaanya agar si murid kelak dapat lebih
mengembangkan nama kebesaran perguruan dan memanfaatkan ilmu pertabiban bagi sesamanya,
sebab si sute merasa tidak sesuai menjadi anak murid Hong-san lagi.... Akan tetapi, selama
berpuluh tahun sudah lalu dan dia belum juga menemukan pemuda yang cocok...."
Sampai di sini, tambah sedihlah tangis Yok-Ong-ya, tangisnya ini seperti air bah yang tak
terbendungkan lagi, makin lama makin keras.
Tanpa terasa Yu Wi ikut mencucurkan air mata, pikirnya, "Tangisnya sekarang begini sedih,
entah betapa berdukanya waktu dia menangis sambil mendekap jenazah suhengnya berpuluh
tahun yang lalu?"
Lalu terpikir lagi olehnya. "selama berpuluh tahun ini dia masih ingat jelas kejadian dahulu dan
dapat menuturkan dengan terperinci, ini menandakan dia tidak pernah melupakan peristiwa itu,
tentu senantiasa dia merasa bersalah dan mencerca dirinya sendiri"
Yu Wi pikir Yok Ong-ya sudah cukup lanjut usia, bila menangis lebih lama lagi tentu tidak
tahan, maka ia coba menghiburnya, " Hendaklah Cianpwej angan berduka, urusan sudah belasan
tahun lampau, masakah Cianpwe masih begini sedih?"
Yok Ong-ya merasa tidak pantas menangis sedemikian sedih di depan orang luar, maka
pelahan ia berhenti menangis, sedapatnya ia menahan perasaannya. Ia mengusap air mata, lalu
berkata, "Aku adalah sahabat baik supekmu, dia menyuruh kau mencari dan minta pertolonganku,
mana bisa kutolak permintaannya, namun racun yang kau minum ini adalah racun buatan suheng
ku yang dahulu digunakan untuk bertanding denganku, hanya racun ini telah diubah oleh su Putku
menjadi racun yang kronis, tapi kadar racunnya tetap sama ."
Mendengar orang secara terus terang mengakui sang suheng dalam ceritanya tadi adalah
suhengnya, diam-diam Yu Wi merasa hidup Yok-Ong-ya memang pantas dikasihani.
"Dahulu aku sudah bersumpah takkan menawarkan racun suheng yang kuminum, sebab jelas
aku telah dikalahkan oleh suheng dan tidak mampu menawarkan racunnya."
"Ya, apa boleh buat, kuyakin supek pasti takkan menyalahkan kau. akupun sama sekali tidak
menyesali dirimu," kata Yu Wi dengan menghela napas. "Mati atau hidup sudah takdir, tentu akan
kumanfaatkan waktu selama setengah tahun untuk mempelajari isi Pian sik sik Bian agar aku
sendiri dapat meracik obat penawarnya."
Diam-diam ia percaya Yok Ong-ya yang memegang Pian sik sin Bian pasti dapat menawarkan
racun buatan mendiang suhengnya itu, cuma untuk menghormati sang suheng, Ia tidak berani
meracik obat penawarnya.
Lalu terpikir lagi olehnya, "Nasibku sendiri memang tidak baik, kenapa su Put-ku tidak
memberikan obat racun lain padaku, tapi justeru racun yang menjadi pantangan bagi Yok Ong-ya,
bila racun lain tentu sejak mula Yok Ong-ya sudah menolong diriku."
Dalam pada itu didengarnya Yok Ong-ya berkata pula kepadanya, "Dalam waktu setengah
tahun, bila dapat kau racik obat penawar, maka kitab itupun tidak perlu kau kembalikan padaku,
karena kaupun berbakat, maka kitab itu boleh kau gunakan untuk mengembangkan ilmu
kebanggaan perguruan kami."
"Dan kalau tidak dapat kubuat obat penawarnya, sebelum kumati. entah kepada siapa harus
kukembalikan kitab pusaka ini?"
Yok-ong-ya merasa kurang senang, ucapnya, "memangnya sedikitpun kau tidak percaya kepada
kemampuanmu sendiri?"
Seketika timbul semangat jantan Yu Wi, pikirnya, "Di dunia ini tidak ada urusan sulit, yang ada
cuma orang yang tidak bertekad teguh. Betapa pun akan kuracik obat penawar yang kuperlukan."
Karena pikiran itu, dengan semangat menyala ia menjawab, "Baik, setelah obat penawar dapat
kubuat, selanjutnya pasti kupelajari ilmu dalam kitab pusaka ini untuk menolong sesamanya di
dunia ini."
"Asalkan kau mempunyai cita-cita setinggi ini, maka legalah hatiku dan akupun berdoa semoga
usahamu berhasil," kata Yok Ong-ya dengan tertawa.
"Masih ada suatu hal ingin kuminta petunjuk kepada Cianpwe," kata Yu Wi pula.
Setelah menceritakan kisah hidupnya tadi, rasa simpatik Yok Ong-ya terhadap Yu Wi telah
bertambah banyak. iapun tidak tahu mengapa dia menceritakan kisah hidupnya kepada anak
muda itu, pikirnya, "Barang kali karena wajahnya mirip suso?"
"Cianpwe . . . . " panggil Yu Wi.
Yok Ong-ya tersadar dari lamunannya, jawabnya dengan tertawa, "Adakah sesuatu yang
membingungkan kau?"
"Tempo hari kudengar cianpwe menyebut Gu-mo-thian-ong-ciam, siapakah kiranya yang biasa
menggunakan senjata rahasia tersebut?" tanya Yu Wi.
"Untuk apa kau tanya soal ini?"
Teringat kepada Lau Yok Ci, si gadis penjinak singa berbaju hitam atau bakal isteri Kan ciau-bu,
seketika Yu Wi bersemangat, katanya "Wanpwe pernah ditolong oleh seorang gadis dengan
senjata rahasia berbentuk jarum, kupikir mungkin jarum itulah Gu-mo-thian-ong-ciam yang
disebut Cianpwe itu.."
"Siapakah gadis itu?" tanya Yok Ong-ya.
"Ialah keturunan Toa supek." jawab Yu Wi.
Yok Ong-ya menggeleng, katanya, "Gu-mo-thian-ong-ciam bukan senjata rahasia keluarga Lau,
tokoh dunia persilatan yang menggunakan Thian-ong-ciam sebagai senjata rahasia di jaman ini
hanya aliran Giok-bin-sin-po (si nenek sakti bermuka kemala) dari Thian-san, sebab Thian-ongciam


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak mudah diyakinkan seperti halnya Bwe-hoa-ciam, untuk berlatih Thian-ong-ciam
diperlukan keterampilan gerak tangan dan Lwekang yang kuat, sangat sukar cara berlatihnya."
"Jangan-jangan dia murid Giok-bin-sin-po?" diam-diam Yu Wi menerka.
"Watak Giok-bin-sin-po sangat nyentrik dan belum terdengar dia menerima murid," ujar Yok
ong-ya lebih lanjut.
"Jika demikian, siapakah kiranya yang menghalau keruma nan penonton itu dengan Thian-ong
ciam?" seru Yu Wi dengan heran.
"Melihat keadaan waktu itu, keterampilannya menggunakan Thian-ong- ciam jelas sudah
mencapai tingkatan yang sempurna, kukira hanya Giok-bin-sin-po saja yang memiliki kepandaian
setinggi itu."
Meski di dalam hati percaya, namun Yu Wi tetap bertanya, "Mengapa Giok-bin-sin-po perlu
menghalau kawanan penonton dengan Thian-ong-ciam?"
Ia pikir tujuan orang menghalau para penonton itu jelas supaya dirinya dapat mengenali sitsim-
li adalah Kan Hoay-soan Jika demikian tentu orang sudah tahu aku kenal Kan Hoay-soan.
Lantas siapakah gerangan orang yang tahu bahwa aku kenal baik pada Kan Hoay-soan?"
Didengarnya Yok Ong-ya lagi berkata, "Tindak tanduk Giok-bin-sin-po biasanya sangat aneh,
bahwa dia menghamburkan jarum untuk menghalau para penonton, sungguh sukar diterka apa
maksud tujuannya."
Dengan perlahan Yu Wi bergumam, "Tidak mungkin dia kenal diriku" juga tidak mungkin dia
kenal Kan Hoay-soan."
"sudahlah, jangan berpikir lagi yang bukan2," kata Yok Ong-ya dengan tertawa, "Isteri
kesayanganmu kau tinggal sekian lama di luar, apakah tidak kuatir akan dimarahi dia?"
Diam-diam Yu Wi juga mengomeli dirinya sendiri yang linglung, mana boleh Khing-kiok
ditinggal sendirian diluar, cepat ia menjawab dengan muka merah, "Dia ... dia bukan isteriku .... "
"oo ..." Yok Ong-ya tampak melengak, tapi lantas berkata pula dengan tertawa, "Biarpun bukan
isterimu, tentunya juga sahabat karibmu, akan kuundang dia ke sini."
Yok Ong-ya lantas melangkah keluar, sejenak kemudian pelahan Khing-kiok sendirian masuk ke
dalam kamar. Yu Wi lantas menyongsongnya dan memegang tangannya.
Khing-kiok meronta pelahan dan tidak terlepas, maka dibiarkan tangannya dipegang anak muda
itu, tapi dengan nada kesal ia bertanya, "Apa saja yang kalian bicarakan sampai setengah harian,
masa aku tidak boleh ikut mendengarkan?"
Yu Wi menghela napas, katanya, "Yok Ong-ya mengisahkan suatu kejadian di masa lampau,
kisah mengenai dirinya sendiri selama hidup beliau merasa tertekan dan menyesal, aku menjadi
ikut terharu."
"Pantas kudengar suara orang menangis, kiranya Yok Ong-ya, mungkin ketika dia berceritera
sampai bagian-bagian yang sedih sehingga menangislah dia," kata Khing-kiok. Yu Wi
membenarkan sambil mengangguk.
"Padahal dia sudah lanjut usia dan masih menangis sedih, maka dapat dibayangkan betapa
menderita hidupnya ini," kata Khing-kiok pula, "Eh, Toako, bagaimana kisahnya, dapatkah kau
ceritakan padaku?"
"Baik, kalau ada waktu senggang akan kuceritakan padamu," ucap Yu Wi.
Melihat Kan Hoay-soan masih duduk termangu-mabgu disamping meja sana, sinar matanya
buram dan pandangnya kaku, sama sekali tidak berkedip. Khing-kiok lantas tanya pula, "Apakah
penyakitnya sudah disembuhkan?"
Kembali Yu Wi menghela napas, katanya, "Hanya dapat dikatakan baru sembuh separoh dan
masih ada setengahnya belum dapat disembuhkan." Lalu secara ringkas tapi jelas ia ceritakan
keadaan penyakit Kan Hoay-soan.
Selesai mendengar cerita Yu Wi, tanpa terasa, Khing-kiok juga menghela napas terharu,
katanya, "Ai, sungguh dia harus dikasihani. Dalam setengah tahun ini Toako harus mencari orang
untuk menyembuhkan racun dalam tubuh sendiri, sekarang harus pula mencari sam-gan-siusu
untuk menolong nona Kan, apakah waktunya cukup bagimu?"
"Yok Ong-ya telah meminjamkan sejilid kitab pusaka pertabiban padaku, kupikir dalam
setengah tahun ini akan kucari suatu tempat yang tenang untuk mempelajari isi kitab, lalu meracik
sendiri obat penawar racun, apabila diriku sudah sembuh, segera kujelajahi dunia ini untuk
mencari sam-gan-siusu."
"Kitab pusaka macam apakah itu?" tanya Khing-kiok.
"Kitab tinggalan tabib sakti Pian sik dijaman ciankok, asalkan dalam setengah tahun dapat
kupahami isi kitab ini, pasti dapat kupunahkan rcun dalam tubuhku sendiri"
"Dan kalau tidak dapat memahaminya?" tanya Khing-kiok dengan sedih.
Dengan pedih Yu Wi menjawab, "Persoalan ini menyangkut pertaruhan jiwa dua orang. jika
menang atau berhasil, jiwaku dan Hoay-soan akan tertolong, kalau gagal, jelas aku akan mati dan
Hoay-soan akan hidup terluntang-lantung tanpa sandaran, tiada orang yang dapat menjaganya...."
Sampai di sini, mendadak ia genggam tangan Khing-kiok dengan kencang dan memohon
dengan sangat, "Ada suatu hal ingin kuminta bantuanmu...."
"Apakah kau minta kujaga Hoay-soan?" tany
Dendam Iblis Seribu Wajah 9 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Kuda Putih 2
^