Pendekar Kembar 13

Pendekar Kembar Karya Gan K L Bagian 13


a Khing-kiok dengan hampa.
Yu Wi mengangguk. ucapnya, "Hendaklah kau jaga dia dan antarkan dia kembali ke tempat Yok
Ong-ya ini agar beliau dapat berusaha menyembuhkannya .Jika Yok Ong-ya juga tidak berhasil
menemukan sam-gan-siusu, kuharap sukalah kau bawa dia pulang ke Hek Po dan mohon ayahmu
suka memberinya makan...."
Mendadak Khing-kiok mencucurkan air mata, katanya, "Kalau Toako meninggal. akupun tidak
ingin hidup lagi."
Tergerak hati Yu Wi sehingga tidak sanggup bersuara.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara si Tikus sedang bicara di luar, "Antar saja ke dalam"
Lalu terlihat seorang pegawai toko obat masuk dengan membawa satu bakul nasi dan satu
kotak sayur-mayur, si Tikus mengikut dibelakang dan juga membawa kotak makanan.
Dengan tertawa si Tikus berkata, "Toalopan kami memesan satu meja perjamuan dari restoran
didepan sana, kata beliau harus menjamu makan kalian sebaik-baiknya."
Ia lantas menyuruh rekannya mengatur sayur-mayur itu di atas meja, lagak si Tikus seperti
tuan rumah saja.
Dengan tertawa Yu Wi berkata, " Undanglah Toa lopan kalian agar ikut makan"
"Sejak pagi-pagi Toalopan sudah pergi, katanya kalian masih harus tinggal setengah tahun
disini" tutur si Tikus.
"Ah, beliau sudah pergi?" seru Yu Wi. saat itulah si kuasa toko tampak masuk, katanya dengan
tertawa, "Toalopan kami sudah berangkat sejak pagi tadi."
"Beliau pergi ke mana?" tanya Yu Wi. Kuasa toko itu menggeleng. jawabnya, " Entah, biasanya
Toalopan pergi- datang tidak menentu, siapapun tidak tahu saat ini beliau pergi ke mana, pendek
kata ada lima tempat yang selalu didatangi beliau."
Yu Wi pikir Yok Ong-ya sengaja tirakat di kola ramai, dengan sendirinya jejaknya tidak ingin
diketahui orang. Ia coba tanya pula, "Apakah beliau meninggalkan pesan?"
"Waktu mau berangkat Toalopan memberi pesan bahwa kalian masih perlu tinggal disini, kata
beliau ketiga tabib toko kami cukup bisa diandalkan, apabila ilmu pertabiban yang anda pelajari
ada sesuatu yang kurang jelas, boleh Anda minta petunjuk kepada mereka."
Diam-diam Yu Wi pikir maksud baik Yok Ong-ya itu sangat besar manfaatnya bagiku, sebab
kalau dirinya harus pergi dari sini, tempat kediaman yang tenang terang sukar dicari, lalu cara
bagiamana dapat mempelajari kitab pusaka itu dengan baik, kalau ada bagian yang tidak
dipahami, kepada siapa pula dirinya dapat bertanya"
Karena itulah ia lantas menjawab, "Baiklah, kuterima dengan senang hati maksud baik
Toalopan kalian, cuma kalian yang pasti akan tambah repot bilamana kami tinggal di sini, untuk ini
sebelumnya perlu kuminta maaf."
"Ah, tidak menjadi soal," kata si kuasa toko "silakan Anda tinggal saja dengan tenang, ada
keperluan apa-apa hendaklah kami diberitahu."
ooo ooo- ooo Begitulah, sang waktu berlalu dengan cepat, hanya sekejap saja setengah tahun sudah lewat.
selama setengah tahun ini siang dan malam Yu Wi giat mempelajari isi kitab pusaka Pian sik
sinBian, sedikitpun tidak kendur.
Lim Khing-kiok juga cukup bijaksana dan tahu aturan, ia mengerti waktu setengah tahun ini
sangat besar artinya, maka selain sehari-hari rajin meladeni Yu Wi, tidak lupa iapun melayani Kan
Hoay-soan makan minum berpakaian dan tidur.
Nona itu bekerja tekun tanpa mengomel sepatah-katapun, iapun tidak pernah mengganggu
pelajaran Yu Wi, selama setengah tahun hampir tidak ada sepuluh kalimat dia berbicara dengan
Yu Wi. Yu Wi belajar dengan cermat. ditambah ada tiga orang tabib yang siap memberi petunjuk
padanya, maka kemajuannya selama setengah tahun boleh dikatakan sangat besar dan pesat. Isi
kitab itu telah dibacanya dengan jelas danpaham, lebih-lebih bagian yang mengenai obat racun,
bab ini khusus dipelajarinya dengan lebih teliti.
Bab obat racun ini memuat segala jenis makhluk dan tumbuh-tumbuhan berbisa di dunia ini
serta cara meracik obat racun dan sifat bekerjanya racun itu sendiri. Mengenai cara-cara
menawarkan berbagai macam racun itu menyangkut teori pengobatan yang sangat dalam, kalau
bab ini sudah dikuasai dengan baik, lalu kepandaian ini digunakan mengobati bermacam-macam
racun di dunia ini tentu akan terasa sangat mudah.
Hari ini dia berhasil meracik obat penawar dan diminumnya sendiri, ia pikir apabila dalam tiga
hari racun tidak bekerja, maka dia akan minum lagi obat penawar itu, kalau berturut-turut sudah
minum obat penawar tiga kali, tentu racun kronis pemberian su Put-ku itu akan dapat dipunahkan
seluruhnya. Melihat hasil Yu Wi boleh dikatakan sudah tercapai setengah bagian, hati Khing-kiok juga
sangat girang, tanpa terasa kata-kata yang tersimpan dalam hati selama setengah tahun ini terus
dilontarkan keluar seluruhnya.
Dengan tertawa Yu Wi mendengarkan pembicaraan si nona, lama-lama minat bicara Yu Wi
sendiripun timbul, maka mereka bercengkrama terlebih asyik, mereka bicara ke timur dan ke
barat, segala urusan mereka perbincangkan.
Hanya Kan Hoay-soan saja yang tidak paham dan tidak mengerti apa yang dibicarakan mereka,
dia masih tetap linglung, tahunya hanya makan bila lapar, kalau lelah lantas tidur, lebih dari ini dia
tidak tahu apa-apa lagi.
Mereka terus mengobrol dari lohor hingga magrib pada saat itulah mendadak terdengar suara
gaduh di luar sehingga pembicaraan mereka terputus, mereka terkejut dan berbangkit. Tapi Kan
Hoay-soan seperti tidak merasakan apapun, dia masih tetap berduduk termangu di tempatnya.
Belum lagi Yu Wi keluar pintu untuk melihat yang terjadi, tiba-tiba si Tikus berlari masuk
mukanya tampak pucat, serunya, "Wah, celaka .....ada...."
"Tenanglah, sabar, ada urusan apa. coba katakan?" tanya Yu Wi. si Tikus tampak masih
ketakutan. katanya dengan gemetar, "Ada. . . ada ...."
Yu Wi tidak sabar lagi, ia menerjang keluar setelah menembus halaman tengah, sampailah
didepan toko. Dilihatnya didepan toko berdiri dua kakek tinggi besar, yang sebelah kiri berbaju kain belacu,
rambutnya merah kuning dan terikat menjadi satuJung kecil di belakang kepala. Mukanya seram
menakutkan, kalau melihatnya ditengah malam pasti akan disangka setan yang terlepas dari
akhirat. Kakek yang sebelah kanan tidak kurang menakutkannya daripada kakek sebelah kiri, dia
memakai baju longgar kain putih, entah mengapa ikat pinggangnya adalah seutas tali rumput
yang besar. hati siapapun merasa tidak enak bila melihat tampang dan dandanannya.
Kedua orang kakek itu berdiri persis di depan pintu toko, meja toko yang panjang itu sudah
pecah dan roboh, jelas karena dihantam sekerasnya oleh kedua kakek itu.
Di belakang mereka terdapat sebuah joli atau tandu mewah, empat lelaki kekar peng gotong
tandu tampak berdiri disamping, ditepi tandu berdiri pula satu orang, cuma tidak kelihatan
wajahnya. Yu Wi malas untuk melongok siapa yang berdiri didalam tandu itu, setiba di depan toko,
didengarnya si kakek berbaju belacu sedang berteriak. "Kalau tidak lekas suruh Yok-ong-ya keluar,
segera kami membongkar toko kalian ini."
Si kakek berbaju putih bergelak tertawa, teriaknya, "Mengapa Yok-ong-ya malu untuk bertemu
dengan orang" Kami mohon bertemu karena ada urusan penting, kenapa main sembunyi saja di
dalam?" Dengan suara lantang Yu Wi lantas bertanya, "Ada urusan apakah kalian mencari Yok-ong-ya?"
"Tentu saja minta diobati dia," seru si kakek baju putih samhil berpaling, " Untuk apalagi
mencari dia kalau bukan untuk menyembuhkan orang."
"Tapi Yok-ong-ya tidak di sini," jawab Yu Wi dengan tenang.
"Sialan" damperat si kakek berbaju belacu, "Memangnya siapa kau" Untuk apa kau ikut bicara?"
Setelah berpikir sejenak. Yu Wi menjawab. "Aku ini murid Yok Ong-ya yang tidak resmi."
"Ah, bagus, boleh kau panggil keluar suhumu," seru si kakek baju putih.
"Kan sudah kukatakan, beliau tidak di rumah," kata Yu Wi.
"Kentut" si kakek berbaju belacu menjadi gusar, "Yok-ong-ya hanya sembunyi di lima tempat,
sudah empat tempat kami mencarinya dan tidak bertemu, tempat ini adalah tempat kelima dan
yang terakhir. kalau dia tidak di sini, lalu di mana?"
Diam-diam Yu Wi merasa heran, "Siapakah mereka ini" Mengapa tahu lima tempat pengasingan
Yok-ong-ya ini"jangan-jangan kedatangan mereka inipun atas petunjuk sahabat Yok Ong ya. jika
demikian, tidaklah pantas bertengkar dengan mereka."
Karena pikiran ini, dengan ramah-tamah ia lantas menjawab. "Tapi beliau benar-benar tidak
disini." Si kakek berbaju putih tampaknya lebih tahu aturan, dengan tertawa ia berkata, "Jika gurumu
tidak berada di rumah, boleh juga silakan kau periksa penyakit siocia kami, coba penyakit apa
yang menyerangnya. Perguruan ternama tentu tidak mengeluarkan murid bodoh, silakan kau
lakukan tugasmu dan janganlah menolak."
Dengan tulus ikhlas Yu Wi mengangguk. "Baik, akan kuperiksa sebisanya, kalau dapat
kusembuh kan tentu kusembuhkan, kalau tidak dapat, silakan kalian mencari tabib yang lebih
mahir." Si kakek baju putih menjadi girang. serunya, "Tentu, tentu silakan, lekas"
Yu Wi lantas mendekati tandu itu. dilihatnya orang didalam tandu adalah seorang nona yang
sangat cantik ibaratnya anggrek di tengah lembah gunung yang sunyi, kecantikan nona sakit ini
sungguh tidak di bawah Lau Yok Ci.
Hanya kulit badan sinona sakit ini lain dari pada yang lain, kulit badannya yang tertampak dari
luar kelihatan bersemu merah seluruhnya seperti bunga merah yang semarak. Nona sakit ini
memejamkan mata dan berbaring di atas dipan berkasur didalam tandu. "siocia, silakan membuka
mata," kata Yu Wi.
Pelahan nona sakit itu membuka kelopak matanya, sungguh tak terkatakan betapa indah biji
matanya cuma di sekitar biji mata juga penuh bersemu merah tipis.
Segera Yu Wi berkata, "siocia, kau mengidap som-tok (racun Jinsom), tapi masih keburu
disembuhkan."
Orang yang sejak tadi berdiri disisi tandu dan tidak kelihatan wajahnya itu mendadak berpaling,
berkata, " omong kosong aku tidak tahu racun apa yang menyerangnya, tapi kau malah tahu.
memangnya siapa dapat kau tipu?" Waktu Yu Wi menoleh, orang ini ternyata su Put-ku adanya.
"Aha, kiranya kau" seru Yu Wi dengan tertawa. "pantas mereka tahu tempat tinggal Yok-ongya."
"Dimanakah susiokku?" tanya su Put-ku dengan menarik muka.
"Setengah tahun yang lalu Yok-ong-ya telah pergi dari sini dan entah berada di mana
sekarang," tutur Yu Wi.
"Hm, kau dusta, susiok pasti berada disini" ejek su Put-ku.
"Untuk apa kudusta?" kata Yu Wi. "Yok-ong-ya memang betul-betul tidak berada disini."
"Ingatkah kau sudah berapa lama kita berpisah?" tanya su Put-ku tiba-tiba, "sejak perpisahan
di siau-ngo-tay-san, sampai sekarang sudah lebih dua tahun"
"Hehe, masakah salah lag" jengek su Put-ku sambil terkekeh. "sudah lebih dua tahun dan kau
masih hidup, kalau susiok tidak berada disini. mungkinkah kau bisa hidup sampai sekarang?" ia
berpaling kearah si cantik sakit didalam tandu dan berkata pula, "Penyakit siocia hanya dapat
disembuhkan oleh susiokku, bocah ini tidak bicara secara jujur, boleh suruh Kau-hun-sucia
menghajar adat padanya dan tentu dia akan bicara terus terang."
Su Put-ku merasa bukan tandingan Yu Wi, maka bermaksud meminjam tangan si kakek berbaju
belacu yang bergelar "Kau hun-sucia" atau si rasul pencabut nyawa, untuk menghadapi anak
muda itu. Kalau si kakek berbaju belacu bergelar Kau-hun-sucia, maka si kakek berbaju putih bergelar
Toat-pek-sucia atau si kakek pembetot sukma.
Terdengar si cantik sakit berkata dengan suara lemah, "Apakah betul guru Kongcu memang
tidak berada di sini?",
Yu Wi mengangguk. belum sempat menjawab, si cantik berkata pula, "Kalau gurumu tidak ada,
merepotkan kau untuk mengobati sakitku."
Cepat su Put-ku menyela, "He, siocia,jangan percaya kepada ocehannya, dia paham apa" Kalau
dia tidak ditolong oleh sosiokku, sudah lama jiwanya pasti sudah melayang dibawah racun
perguruanku mana dia paham ilmu pengobatan segala?"
"Orang she su," jengek si cantik tiba-tiba, "Apa kau tahu aku mengidap penyakit apa?"
"Penyakit siocia sangat aneh, sayang pengetahuanku terlalu dangkal dan tidak tahu, sebab
itulah terpaksa kemari untuk minta bantuan susiok." jawab su Put-ku. "Meski aku tidak tahu
penyakit siocia. kuyakin susiokku pasti tahu."
Si cantik menjengek pula, "Kau bilang dia tidak mahir ilmu pengobatan, kau sendiri mengapa
tidak tahu penyakit apa yang kuidap, tapi sekali omong dia telah tepat menyebut penyakitku. Nah,
bagaimana penjelasanmu"Jangan-jangan kau sengaja atau pura-pura bilang tidak tahu?"
Su Put-ku tampak gugup, cepat ia menjawab. "Ah, mana su Put-ku berani pura-pura tidak tahu.
Aku memang betul-betul tidak tahu sakit siocia ini, Kalau tahu, sejak mula sudah kuberi obat yang
mujarab dan tidak perlu lagi datang kemari."
Si cantik sakit tampak berkerut kening, dengan air muka menghina ia berkata, "Kalau kau tidak
tahu hendaklah berdiri saja di samping sana, apa yang kau rewelkan pula?"
Dengan munduk-munduk su Put-ku mundur beberapa langkah kebelakang dan tidak berani
bersuara lagi. Diam-diam Yu Wi merasa heran, pikirnya, "Katanya su Put-ku sudah bersumpah tak mau
menolong orang lagi, mengapa dia tunduk benar kepada si cantik sakit ini, bahkan sikapnya
kelihatan sangat takut padanya."
Dalam pada itu si nona cantik sakit itu tersenyum kepada Yu Wi, katanya, "Sejak kecil badanku
lemah dan penyakitan, ayahku sering memberi Jinsom padaku dan entah sudah berapa banyak
yang kumakan, kau bilang aku kena racun Jinsom. kukira memang benar. Nah, apakah penyakitku
ini dapat disembuhkan?"
"Jinsom sebenarnya adalah obat kuat yang sangat mujarab." tutur Yu Wi, "Tapi ada semacam
jinsom daun merah, kalau dimakan bukan saja tidak bermanfaat, sebaliknya malah bisa membikin
celaka Jinsom daun merah ini sukar dibedakan daripada Jinsom biasa, jenisnya juga sedikit
sehingga jarang diketahui umum, maka kalau Jinsom daun merah itu dipetik oleh pencari Jinsom,
karena kurang pengertian, bila dimakan oleh orang yang menggunakannya lambat-laun orang
yang makan Jinsom daun merah ini akan keracunan, gejala penyakitnya adalah sekujur badan
terasa lemas tak bertenaga. apabila sekujur badan sudah merah seluruhnya, maka tak tertolong
lagi. . . ."
"Wah, lalu bagaimana baiknya, siocia kami. . . ." si kakek baju putih tampak gelisah.
Yu Wi menoleh dan berkata kepada kakek baju putih alias Toat-pek-sucia itu, "Untung
kedatangan siocia ini belum kasip. tadi sudah kuperiksa dan belum merah seluruhnya, kuyakin
dalam waktu dua-tiga hari tidak berbahaya, asalkan diberi obat penawar tentu akan sembuh."
"Jika begitu, lekas kau beri obatnya, untuk apa berdiri dan omong melulu?" teriak si kakek
belacu alias Kau-hun-sucia.
"Sacek (paman ketiga)," ucap si nona sakit itu tertawa, "kita minta diobati, hendaklah kau
sedikit sopan terhadap orang."
Tapi Kau-hun-sucia tetap bicara dengan garang, "Memangnya kenapa" Masa dia berani
menolak" sopan atau tidak dia tetap harus mengobati siocia. kalau tidak sembuh, segera kucabut
jiwanya " "Samte, kau sembarangan ngaco-belo apa?" damperat si kakek bajuputih. Lalu ia berpaling dan
berkata kepada Yu Wi dengan tertawa, "samteku ini memang berwatak keras, janganlah engkau
tersinggung."
"Ah. tidak apa-apa," ucap Yu Wi dengan tertawa. "Tujuanku belajar ilmu pengobatan adalah
untuk menolong orang. silakan kalian membawa siocia kedalam, akan kukumpulkan bahan obat
untuk membuat obat penawarnya."
Wajah Kau-hun-sucia yang buruk itu menampilkan senyuman jelek, katanya. "Baik juga hati
bocah ini, maaf ya jika tadi aku sembarangan omong. "Plak", mendadak ia gampar mukanya
sendiri. Diam-diam Yu Wi merasa geli, pikirnya, "Meski muka orang ini sangat buruk. tapi wataknya
polos dan jujur." Maka rasa dongkolnya tadi lantas banyak berkurang.
Toat-pek-sucia lantas menyuruh keempat kuli menggotong tandu, selagi Yu Wi hendak
mendadak masuk kedalam toko, mendadak su Put-ku berseru, "Nanti dulu, orang she Yu, aku
ingin tanya padamu"
"Ada apa?" tanya Yu Wi sambil berpaling.
"Dari mana kau tahu Jinsom daun merah yang jarang diketahui orang di dunia ini?" jengek su
Put-ku, "Jangan-jangan dapat kau baca di dalam Pian sik sin Bian?"
Rupanya su Put-ku juga tahu di antara macam-macam Jinsom itu ada sejenis Ang-hio-som atau
Jinsom berdaun merah yang mengandung racun hal inipun didengarnya dari sang guru, tapi tidak
tahu bagaimana gejala keracunan serta menawarkannya. Kini didengarnya Yu Wi bicara seperti
seorang ahli, seketika timbul rasa curiganya.
Dengan jujur Yu Wi lantas menjawab, "Betul. dari Pian sik sin Bian kuketahui jenis Jinson
berdaun merah ini."
So Put-ku bertambah sangsi, katanya, "Apa susiok yang memberi kitab itu padamu untuk
dibaca." "Ya, bukan saja Yok-ong-ya memberi baca Pian sik sinBian ini, bahkan kitab pusaka inipun
diberikan padaku."
Air muka su Put-ku berubah seketika, makinya, " Kentut busuk, Masa susiokku bisa memberikan
Pian sik sin Bian padamu?"
Yu Wi masih gemas karena orang telah memberi racun padanya, dia sengaja hendak membikin
marah padanya, segera ia memperlihatkan kitab pusaka itu dan berkata, "Lihatlah, bukankah ini
pian sik sin Bian?"
Su Put-ku melihat yang dipegang Yu Wi itu memang benar kitab pusaka yang dimaksud,
mendadak ia membentak, "Berikan padaku"
Secepat terbang mendadak ia menubruk maju dan bermaksud merampas kitab itu. Tapi Yu Wi
sudah berjaga-jaga, dengan ringan ia berkelit ke samping.
Sekali tubruk tidak kena, su Put-ku memutar balik, kesepuluh jarinya terpentang, kembali ia
mencengkeram ke arah Yu Wi. Melihat sinar mata orang hanya menatap tajam pada kitab yang
dipegangnya, rasanya seperti ingin sekali raih merampasnya. Yu Wi tahu orang pasti sudah sangat
lama ingin mendapatkan kitab ini, betapapun dirinya harus berhati-hati agar kitab itu tidak
diserobot. Tampaknya Su Put-ku sudah hampir kena meraih kitab yang dipegang Yu Wi, mendadak
terdengar suara nyaring keras sehingga anak telinga tergetar seakan2 pekak, kontan su Put-ku
roboh terjungkal.
Yu Wi berpaling, dilihatnya Kau-hun sucia memegang dua kepeng Poat (sejenis tetabuhan
logam tipis, bering-bering), dengan gelak tertawa orang aneh itu sedang berkata, "Makhluk tua,
kau sendiri yang cari penyakit"
Menyusul "creng", ia tabuh pula bering-beringnya dengan keras, seketika su Put-ku bergulingan
ditanah sambil menjerit, "setop. setop Berhenti"
Tapi Kau-hun-sucia masih terus membunyikan dua tiga kali, dengan senang ia berkata, "Kau
minta berhenti" Hah, masakah begitu gampang?"


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar suara nyaring memekak telinga itu terus menerus, setiap kali suaranya membuat su
Put-ku tergetar hingga menjerit ngeri, sampai belasan kali alat Kau-hun-sucia dibunyikan. su Putku
telah babak-belur karena bergulingan ditanah, jelas dia tidak tahan dan sangat menderita.
Toat-pek-sucia dan si cantik sakit itu menyaksikan kejadian itu tanpa ambil pusing, Yu Wi tidak
tega meski dia sendiri sangat benci terhadap su Put-ku, segera ia berteriak. "Berhenti"
Tampaknya Kau-hun-sucia tambah semangat membunyikan alat tetabuhannya sehingga tidak
menghiraukan seruan Yu Wi itu. melahan dia terbahak-bahak setiap kali melihat su Put-ku
menjerit kesakitan luar biasa.
Karena seruannya tidak dihiraukan, Yu Wi melangkah maju, kedua tangannya terjulur kedepan,
langsung ia rampas kedua kepeng Poat tembaga itu dari tangan Kau-hun-sucia, dengan enteng ia
lemparkan benda itu ke udara, hanya sekejap saja lenyaplah tanpa bekas.
Kedua alat tetabuhannya direbut secara aneh, lalu dilempar hilang, keruan Kau-hun-sucia jadi
melenggong, tanyanya, "He, kubantu kau merobohkan dia, mengapa kau berbalik menolong dia?"
Si cantik sakit berkata dengan tertawa, "samcek, masakah kau lupa bahwa mereka adalah
saudara seperguruan, kau hajar murid paman gurunya, memangnya dia rela tinggal diam"
Lalu ia berpaling dan berkata kepda Yu Wi, "Kungfumu ternyata jauh lebih tinggi daripada
makhluk aneh itu, lebih-lebih langkahmu yang ajaib tadi, kungfu apakah namanya?"
Dengan muka masam Yu Wi menjawab, "Apakah su Put-ku telah dicekoki obat bius oleh
kalian?" Mendadak Kau-hun sucia membentak dengan gusar, "Karang ajar Kau rampas dan melempar
hilang senjataku, tidak kumarah padamu, sekarang siocia kami tidak kau jawab, memang ingin
diberi hajar adat?"
Yu Wi menjengek. "Hm, kalau tidak mengingat watakmu yang kasar tapi polos, tentu takkan
kuampuni perbuatanmu yang kejam tanpa kenal kasihan tadi."
Kontan Kau-hun-sucia berkaok-kaok," Wah Jika demikian, jadi senjataku kau rampas dan
lempar hilang termasuk hukuman sekadarnya?"
Dengan kereng Yu Wi menjawab, "Betul selama hidup orang she Yu paling benci kepada orang
yang suka menggunakan obat bius segala, kurampas dan buang senjatamu sudah terhitung
hukum paling ringan, kelak bila kulihat kau gunakan suara gembrengmu untuk merobohkan orang,
pasti akan kupotong kedua tanganmu."
"Wah, besar amat suaramu" tukas si cantik tertawa.
"Hm, apakah kau tidak percaya?"jengek Yu Wi.
"Eh, janganlah kau bersikap segarang ini padaku," ucap si cantik dengan suaranya yang merdu.
"Ingat, aku ini pasienmu. Eh, tentunya persoalan kecil ini takkan mengubah pikiranmu untuk
mengobati penyakitku, bukan?"
"Seorang lelaki sejati, sekali sudah omong pasti kutepati," kata Yu Wi dengan gagah. "Tapi
coba jelaskan dulu, obat bius apa yang kau cekokkan kepada Su Put-ku?"
"Itulah obat simpanan keluargaku." jawab si cantik. "Karena kau tidak ingkar janji untuk
mengobati penyakitku, biarlah kuberikan juga obat penawar padanya sebagai syarat pertukaran
kita." Lalu ia mengeluarkan satu botol porselen kecil dan berkata, "Jicek (paman kedua), coba kau
beri minum obat ini kepada makhluk tua itu."
Toat-peks-sucia mengiakan dan menerima obat itu. lalu menyingkir kesamping untuk memberi
minum obat itu kepada su Put-ku.
"Sekarang jawab lagi, sebab apakah kau beri minum obat bius kepada su Put-ku?" tanya Yu Wi
pula. "Kugunakan obat bius, masakan hal inipun tetap akan kau usut?" ucap si cantik dengan
tertawa. "Asalkan lain kali tidak kau gunakan lagi obat begituan, aku takkan mencari perkara padamu,"
kata Yu Wi tegas.
"Suhengmu itu adalah makhluk aneh termashur Kangouw, demi memohon dia menyembuhkan
penyakitku, terpaksa harus kurancang suatu mengatasi dia, kalau tidak mana dia mau menuruti
kehendak kami dan membawa kami kesini untuk minta kepada susioknya agar suka mengobati
penyakitku. "
Yu Wi sendiri sudah mengalami kesulitan waktu minta pengobatan pada su Put-ku, maka cerita
si cantik tidak mengherankan dia. Terpikir pula Watak su Put-ku sangat keras, tapi sekarang
tunduk di bawah obat bius yang diminumnya, apabila diriku berada dalam keadaan seperti dia,
akupun akan tunduk dan menerima segala permintaan nona ini.
Teringat kepada betapa keji dan menakutkannya obat bius, Yu Wi lantas berkata, "Akan
kusembuhkan penyakitmu, tapi kuminta selanjutnya jangan kau gunakan obat bius untuk
mencelakai orang,"
"Apakah benar-benar kau benci kepada orang yang suka mengunakan obat bius?" tanya si
cantik. Yu Wi mengangguk. katanya, "Menjadi orang harus bertindak secara jujur dan terang-terangan,
terhitung ksatria macam apa jika mengatasi orang lain dengan obat bius atau ilmu sihir dan
sebagai nya. Untuk membikin orang tunduk lahir- batin harus digunakan kepandaian sejati."
"Baik, baik, aku berjanji selanjutnya takkan menggunakan lagi obat bius," ucap si cantik dengan
tertawa. Dalam pada itu su Put-ku sudah minum obat penawar. ia merangkak bangun dalam keadaan
lemas. "Lekas enyahlah kau Kami tidak memerlukan kau lagi" bentak Kau-hun-sucia.
Tapi bukannya pergi, sebaliknya su Put-ku malah melangkah maju. katanya terhadap Yu Wi.
"Berikan pian sik sin Bian padaku"
"Pian sik sin Bian kuterima dari Yok ong-ya, kenapa harus kuberikan pada mu" "jawab Yu Wi.
"Kitab pusaka itu asalnya adalah barang tinggalan suhuku, beliau memberikannya kepada
susiok untuk dipelajari isinya, jika susiok hendak mewariskan lagi kitab itu kepada keturunan
perguruan, maka seayaknya dia mewariskannya padaku dan tidak boleh kepadamu"
"Gurumu memberikan kitab ini kepada susiokmu, ini berarti kitab pusaka sudah menjadi milik
susiokmu, lalu Yok-ong-ya ingin mewariskan kitab ini kepada siapa adalah haknya, syukur beliau
menghargai diriku dan mewariskan kitabnya padaku, sekarang kitab ini adalah milikku, pasti akan
kupelajari isi kitab ini untuk menolong orang yang membutuhkannya di dunia ini jika kuberikan
padamu, sedangkan kau sudah bersumpah takkan menolong orang, lalu apa gunanya?"
Dengan gusar su Put-ku membentak, "Darimana kau tahu aku tidak mau menolong orang"
"Jika kau suka menolong orang, masa kau diberi nama su-put-kiu?" jengek Yu Wi.
Dengan gemas su Put-ku berkata, "Bocah kurang ajar, apakah kau tahu aku ini pernah
hubungan apa denganmu?"
Yu Wi jadi teringat kepada kejadian di siau-ngo-tay-san dahulu, ketika mendengar berita ibunya
meninggal, air muka su Put-ku tampak berubah. Hati Yu Wi jadi tergerak. segera ia tanya,
"Memangnya kau ini apa ku?"
Mendadak su Put-ku bergelak tertawa, katanya, "Bukankah kau sangka aku ini suheng
seperguruanmu" suheng seperguruan, hahaha, sungguh lucu, sungguh menggelikan..,."
"Apanya yang lucu dan apa yang menggelikan?" tanya Yu Wi dengan marah.
Su Put-ku berhenti tertawa, matanya mendelik dan marah seakan-akan menyemburkan api,
katanya sambil menatap Yu Wi tajam-tajam, "Kutertawai kau tidak jelas asal-usulnya sendiri, siapa
ibu sendiri pun tidak tahu, malah kau sangka ibumu sudah meninggal dunia."
"Memangnya ibuku belum meninggal?" tanya Yu Wi terkejut.
"Tentu saja belum," jeng ek su Put-ku.
Yu Wi menggeleng dengan bingung, ucapnya, "Tidak, aku tidak percaya. sudah lama ibuku
meninggal, dengan jelas almarhum ayahku memberitahukan hal ini padaku, tentu tidak salah."
Mendadak su Put-ku mencaci maki, "Ayahmu adalah telur maha busuk. dia menyumpahi ibumu,
untung dia sudah mampus, kalau tidak, pada suatu hari pasti akan kucincang dia hingga hancur
lebur." Melihat su Put-ku sedemikian benci kepada ayahnya, Yu Wi menjadi murka, mendadak ia
menghantam dengan Hoa-sin-ciang, "plak", dengan tepat su Put-ku kena digamparnya.
Pelahan su Put-ku meraba pipi sendiri yang tertampar itu, pikirnya, "Kungfu bocah ini ternyata
sudah jauh lebih tinggi daripada waktu di siau-ngo-tay-san tempo hari, kalau ingin merebut Pian
sik sin Bian dari tangannya agaknya sangat sukar."
Setelah menempeleng orang yang lebih tua, hati Yu Wi menjadi tidak enak. dengan rasa
menyesal ia berkata, "Ayahku adalah pendekar besar yang termashur di dunia Kangouw, asalkan
tidak kau maki dia, tentu takkan sembarangan kupukul kau,"
Tapi su Put-ku lantas bergelak tertawa, "Ha ha ha. Kau bilang ayahmu adalah pendekar besar"
Haha, kentut busuk Yang benar dia adalah manusia yang rendah dan tidak tahu malu"
Segera Yu Wi bermaksud menghantam lagi, tapi demi melihat sikap orang yang sama sekali
tidak berjaga-jaga, umpama sekali pukul membinasakannya juga orang takkan menangkis. mautak
mau ia pedang tangan kanan sendiri yang sudah terangkat itu dengan tangan kiri, ia pikir
terhitung orang gagah macam apa menyerang seorang yang tidak melawan"
Maka dengan gusar ia hanya membentak. "Lekas enyah kau. Enyah. . . ."
Su Put-ku tidak gentar sedikitpun, katanya pula, "Kau tahu sebab apa orang menyebut aku su
Put-kiu" Ha h, justeru lantaran ayahmu yang pantas mampus itulah dia, dia lupa budi dan ingkar
janji, sia-sia aku menolong jiwanya, akhirnya hanya mendatangkan kebusukan. Aku kecewa, aku
menyesal, memangnya setelah menolong orang hanya mendatangkan kebusukan saja". . . ."
Mau-tak mau rasa gusar Yu Wi mereda demi mendengar keluhan orang, ia turunkan tangannya
dan bertanya, "Apakah benar kau pernah menyelamatkan jiwa ayahku?"
Su Put-ku seperti tidak mendengar pertanyaan Yu Wi itu, ia berkata pula, "Jika sudah begitu,
untuk apa lagi aku menolong orang" Huh, peduli sebutan apa yang akan kau berikan padaku,
apakah Su Put-kui atau makhluk tua aneh segala, yang pasti aku sudah bersumpah tidak mau lagi
sembarangan menolong orang. . . ."
Diam-diam Yu Wi menghela napas, pikirnya, "Apabila benar ayah pernah lupa budi dan ingkar
janji padanya sehingga membuat dia menyesal dan tidak mau menolong sesamanya lagi, maka
keluarga Yu kami memang bersalah padanya."
Didengarnya Su Put-ku berkata pula, "Seumpama Pian Sik Sin Bian berada padaku juga aku
tidak mau lagi menolong orang. Tapi kitab itu ternyata didapatkan orang she Yu, inilah
membuatku tidak rela. Nah, Siaucu (bocah), meski kungfuku sekarang bukan tandinganmu dan
tidak mampu merebut kitab itu dari tanganmu, pada suatu hari kelak akhirnya pasti akan
kudapatkan kitab itu."
Habis berkata, mendadak ia membalik tubuh dan melangkah pergi.
Ketika bayangan orang sudah hampir menghilang dalam remang magrib, Yu Wi berteriak,
"Pada suatu hari apabila kau mau menolong lagi sesamanya, Pian Sik Sin Bian akan
kupersembahkan padamu dengan kedua tanganku."
Suaranya lantang dan berkumandang hingga jauh, meski dapat didengar dengan jelas oleh Su
Put-ku, tapi dia masih terus melangkah pergi tanpa menoleh Jelas ia tetap tidak mau menolong
orang lagi biarpun Pian Sik Sin Bian diberikan kepadanya.
Yu Wi berdiri melenggong di tempatnya, tiada hentinya ia berpikir, "Sesungguhnya dalam
urusan apa ayah berbuat salah padanya hingga menimbulkan pandangan negitifnya terhadap
ayah" . . . ."
Dalam pada itu keempat kuli peng gotong tandu telah membawa tandunya ke samping Yu Wi,
si cantik dalam tandu lagi menegur pelahan, "Yu-kongcu. . . ."
"Ada apa?" sahut Yu Wi sambil berpaling, dilihatnya wajah nona sakit itu merah membara, tapi
juga cantik luar biasa, teringat olehnya keadaan penyakit orang yang tidak ringan, cepat ia
berkata. "Oya, lekas bawa masuk ke dalam"
Tandu itu lantas digotong masuk melalui pintu belakang menuju kehalaman tengah, Khing-kiok
menyongsong keluar dan bertanya, "Toako, ada kejadian apakah di luar?"
Dengan tertawa Yu Wi menjawab, "O, tidak apa-apa, ada seorang pasien minta ditolong oleh
Yok-ong-ya."
Mendadak Khing-kiok melihat wajah Toat-pek dan Kau-hun-sucia, ia berjingkat kaget, serunya,
"He, sia . . . siapakah mereka?"
"Ha ha, apakah wajah kami menakutkan?" seru Toat-pek-sucia dengan tertawa.
Khing kiok memegang tangan Yu wi dan tidak berani memandang mereka lagi. sambil menepuk
punggung tangan si nona Yu Wi berkata, "Jangan takut" Hati mereka bajik dan baik,"
"Baik hati" Terima kasih atas pujian Yu-kongcu," ucap Kau-hun-sucia dengan tertawa. "Silakan
siocia kalian masuk ke kamar untuk pemeriksaan penyakitnya," kata Yu Wi.
Dengan suara pelahan Khing-kiok bertanya, "Yok-ong-ya tidak di rumah, siapa yang akan
mengobati dia?"
"Biar kucoba," jawab Yu Wi..
"Kau sanggup?" tanya Khing-kiok dengan ragu.
"Kalau perlu akan kuminta bantuanmu nanti," ujar Yu wi dengan tertawa.
"Bantuan apa yang dapat kuberikan?" jawab Khing-kiok dengan heran.
Dalam pada itu si nona sakit telah melangkah turun dari tandunya dengan pelahan, tampaknya
untuk berjalan saja kurang tenaga, hanya dua langkah saja dia tidak sanggup berjalan pula. Cepat
Khing-kiok memburu maju untuk memapahnya dan berkata, "Akan kubawa kau masuk ke sana."
"Terima kasih," ucap si cantik sakit dengan suara lirih.
Setelah melihat jelas wajah orang, diam-diam Khing kiok juga memuji di dalam hati, "Alangkah
cantiknya"
Setiba di dalam kamar, tertampak Kan Hoay-soan masih duduk termangu di situ se-olah2 tidak
melihat ada orang masuk ke situ.
"Siapakah dia?" tanya si nona sakit.
"Dia adalah adik Toakoku," jawab Khing- Kiok.
Si cantik memandang Hoay-soan sekejap dan bertanya pula, "Apakah dia juga sakit?"
Yu Wi ikut dibelakang dan mendengar ucapan si nona sakit itu, hatinya tergerak. cepat ia
bertanya, "Tahukah siocia penyakit apa yang diidapnya?"
Si nona sakit menoleh, katanya dengan tertawa, "Kau sendiri adalah murid tabib sakti, kalau
kau tidak tahu, masa aku tahu?"
"Maklumlah, akupun tidak tahu dia sakit apa, jangan-jangan siocia tahu, sebab penyakitnya ini
sukar diketahui?" kata Yu Wi.
Si nona sakit tampak melengak, tapi segera tenang kembali, ucapnya dengan tertawa, "Ah,
jangan selalu panggil siocia padaku, kikuk rasanya. Aku ada nama dan ada she, namaku Yap Jing,
orang rumah memanggilku Jing ji, maka kaupun boleh panggil Jing ji"
Bagian21 Yu Wi tahu si nona sengaja membelokkan pokok pembicaraan, maka iapun tidak bertanya lagi,
katanya terhadap Khing-kiok, "Adik Kiok, bawalah Yap-siocia istirahat dulu di bagian dalam, aku
akan meracik obat baginya."
Melihat Yu Wi masih tetap menyebutnya Siocia dan tidak menyebut Jing-ji padanva, diam-diam
Yap Jing kurang senang, pikirnya, "Pada suatu hari kelak kau pasti akan memanggil Jing-ji dengan
suka rela."
Kau-hun dan Toat-pek sucia selalu mendampingi Yap Jing kemanapun si nona pergi. Sesudah
nona itu dibawa masuk kedalam kamar, mereka lantas berjaga di luar pintu, tampaknya sangat
setia seperti kaum hamba terhadap sang majikan.
Khing-kiok menguatirkan Kan Hoay-soan, ia keluar lagi keruangan luar dan membawanya
kekamar dalam. Waktu keluar masuk, Khing-kiok sama sekali tidak berani memandang kedua
Sucia itu, Maklumlah, pembawaan Khing-kiok memang bernyali kecil, dia tidak berani memandang
wajah kedua Sucia yang buruk rupa dan menakutkan itu.
Tidak lama kemudian, hari sudah gelap, datanglah Yu Wi dengan membawa obat penawar
racun Jimsom berdaun merah, Khing-kiok diminta meladeni Yap Jing dan diminumkannya.
"Yap siocia," kata Yu Wi, "silakan istirahat dengan tenang semalam, besok pagi warna merah
pada tubuhmu tentu akan hilang dan itu berarti sakitmu sudah sembuh."
"Kalau warna merahnya tidak hilang?" tanya Yap Jing.
Yu Wi ragu sejenak, jawabnya kemudian, "jangan kuatir, pasti akan hilang."
Lalu anak muda itu mengundurkan diri. Satu malam berlalu tanpa terjadi sesuatu apapun.
Esoknya Khing-kiok meladeni Yu Wi cuci muka, anak muda itu bertanya, "Apakah Yap-siocia sudah
tampak baik?"
"Warna merah pada tubuhnya belum hilang," tutur Khing-kiok sambil menggeleng.
"Wah, repot jadinya" ujar Yu Wi.
"Repot bagaimana?" tanya Khing-kiok.
"Racun dalam tubuh Yap-siocia sudah terlalu berat dan terlambat ditolong, obat penawar yang
kuberikan sukar memunahkan kadar racunnya, harus kugunakan Kim-ciam-ji-hiat-hoat (terapi
tusuk jarum) untuk membantu khasiat obat penawarnya."
"Menolong orang harus sampai tuntas. hendaklah Toako lekas melakukan terapi tusuk jarum
tersebut," kata Khing-kiok.
"Tapi cara tusuk jarum itu cukup merepotkan, sebab harus ... harus. . . ."
"Harus bagaimana?" tanya Khing-kiok.
"Terbatas oleh adat antara lelaki dan perempuan, aku dan Yap-siocia juga baru kenal, rasanya
menjadi kurang leluasa."
Khing-kiok melengak, teringat olehnya waktu dirinya membelejeti anak muda itu untuk direbus
di dalam gentong, tanpa terasa mukanya menjadi merah, ia pikir jika pengobatan ini perlu main
buka dan copot memang rada merepotkan,
Di dengarnya Yu Wi berkata pula, "Biarlah nanti kutambah kadar obat penawarnya, coba
manjur atau tidak."
"Apakah penyakit Yap-siocia cukup berat?" tanya Khing-kiok.
"Kalau hari ini tidak dapat kusembuhkan dia barangkali berbahaya bagi jiwanya."
"Wah. kasihan" kata Khing-kiok. "Seorang tabib harus mempunyai perasaan seperti orang tua
terhadap anaknya, sekalipun kurang leluasa, terpaksa Toako harus menolongnya dengan tusuk
jarum." "Baik, hendaklah kau suka membantu," kata Yu Wi.
Yap Jing berbaring tenang di tempat tidur, sedangkan Kan Hoay-soan berduduk termangu di
tepi pembaringan sambil memandangi Yap Jing. suasana didalam kamar sunyi senyap tiada suara
sedikitpun. Khing-kiok memegang tangan Hoay-soan dan mendudukkan dia disamping sana.
Melihat Yu Wi masuk ke situ, Yap Jing menyapa sambil tertawa, "Yu-kongcu, tampaknya tak
dapat kau sembuhkan penyakitku ini."
Melihat si nona tetap bergurau meski menghadapi detik antara mati dan hidup, diam-diam Yu
Wi memuji akan kekuatan batinnya, ia coba memeriksa denyut nadi Yap Jing dan berpikir sejenak,
katanya kemudian, "sakitmu belum terlalu parah, jika kulakukan terapi tusuk jarum kuyakin pasti
masih bisa mengatasinya."
"Dengan tusuk jarum akan kau sembuhkan penyakitku?" Yap Jing menegas.
"Terapi tusuk jarum yang akan kulakukan ini jauh lebih berbahaya dari pada tusuk jarum biasa,
sedikit salah penggunaannya akan berakibat fatal bagimu," kata Yu Wi.
Yap Jing tertawa, katanya, "Sebagai ahli waris Yok-ong-ya, kupercaya kau pasti menguasai
benar ilmu penyembuhan ini dan tiada bahayanya, silakan kau sembuhkan diriku dengan Kimciam-
ji- hiat- hoatmu. "
"Sesungguhnya aku belum mahir menggunakan terapi ini," ucap Yu Wi dengan jujur dan serius,


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hanya kutahu cara penyembuhannya dari kitab yang kubaca dan belum pernah kupraktekkan.
Maka hendaklah Yap-siocia pertimbangkan lagi, sebab masih ada satu cara lain, yaitu menambah
berat kadar obat penawar yang kuberikan, cuma kadar obat itu terlalu keras, umpama racun dapat
kupunahkan. akibatnya siocia harus menanggung kelumpuhan selama hidup,"
"Waduh, jka aku diharuskan menggeletak ditempat tidur sepanjang tahun, mana aku betah"
seru Yap Jing. "sudahlah, mati atau hidup sudab takdir ilahi, janganlah Kongcu ragu lagi, silakan
mulai saja."
Yu Wi lantas mengambil sebuah peti kayu kecil, didalam peti banyak terdapat alat pertabiban,
peti ini adalah milik Yok-ong-ya, waktu mau pergi peti ini telah ditinggaikan kepada Yu Wi.
Dari dalam peti Yu Wi mengeluarkan 36 batang jarum emas yang berukuran berbeda-beda,
yang pendek seperti jarum jahit biasa, yang panjang tidak sampai sejengkal. Lalu katanya kepada
Khing-kiok, "Adik Kiok. harap bantu membukakan pakaian Yap-siocia."
Kini Yap Jing sudah sukar bergerak, terpaksa dia membiarkan bajunya dibuka Khing-kiok satu
persatu, sampai akhirnya hanya tertinggal kutang dan celana dalam saja.
Khing-kiok merasa rikuh untuk membuka lebih lanjut, ia berpaling dan melihat Yu Wi lagi
berduduk dengan prihatin, sikapnya itu mengingatkan orang kepada seorang pendeta yang alim.
Tampaknya anak muda itu tidak bermaksud menyuruhnya berhenti membuka baju nona Yap. ia
pikir mau-tak-mau harus kutelanjangi dia.
Ketika ia mulai membuka celana dalam Yap Jing, dengan suara rada gemetar nona itu
bertanya, "Apa . . . apakah perlu buka lagi?"
"Kalau tidak dibuka semua, cara bagaimana Toako dapat menemukan Hiat-to yang tepat" ujar
Khing-kiok. Meski sedang melakukan tugas sebagai seorang tabib, tapi tabib seperti Yu Wi sesungguhnya
terlalu cakap. Tentu saja Yap Jing merasa risi dalam keadaan telanjang bulat di hadapan tabib
ganteng ini. Tapi apa daya, dirinya sendiri yang minta disembuhkan, untuk menyembuhkan
penyakitnya terpaksa dirinya harus tunduk dan menurut segala perintah sang tabib.
Ketika Khing-kiok melepaskan kain terakhir dari tubuh Yap Jing, karena takut dan malu, Yap
Jing terus memejamkan mata. Mendadak ia merasa sebuah tangan yang panas meraba bagian
dadanya. sebagai gadis yang masih suci bersih, kecuali dirinya sendiri, belum pernah tubuhnya
diraba orang lain. Keruan sekujur badannya menggigil dan merinding, ia angkat tangan untuk
menolak tangan yang terasa panas itu.
Mandadak terdengar suara bentakan, "jangan bergerak" Menyusul ia merasa Hiat-to dekat
pinggang kesemutan, jarum yang cukup panjang hampir ambles seluruhnya kedalam Hiat-to
tersebut, habis itu tangan yang panas itu terus bergeser, beberapa Hiat-to berikutnya juga
dicocok dengan jarum.
Ke-36 Hiat-to penting tersebar di sekujur badan manusia, kepala, dada, punggung, tangan,
kaki, bagian kemaluan. selesai bagian dada ditusuk jarum, lalu bergilir pada bagian lain dan yang
terakhir adalah bagian anggota rahasia.
Selesai menusuk kelima bagian tubuh yang lain sisa empat batang jarum lagi hanya dipegang
Yu Wi dan tidak segera ditusukkan lagi.
Melihat keraguan anak muda itu, Yap Jing lantas tahu apa sebabnya, kini sekujur badannya
boleh dikatakan sudah rata diraba oleh Yu Wi,
Jantungnya berdetak keras, ia pikir bila bagian "itu" juga diraba, wah, bagaimana nanti"
Sampai sekian lamanya tidak terasa Yu Wi menusuk lagi, jantung Yap Jing berdebur semakin
keras, ia heran kenapa anak muda itu diam saja. sungguh ia ingin membuka mata untuk melihat
betapa kikuknya tabib muda ini.
Menurut dugaannya, sebabnya Yu Wi tidak segera menusukkan jarumnya lagi tentu karena
takut dan kikuk. Padahal tidak begitulah persoalannya, Yu Wi melakukan tugas dalam
kedudukannya sebagai tabib, sedikitpun dia tidak ragu dan mempunyai pikiran lain.
Malahan Khing-kiok yang menyaksikan disamping juga mengira anak muda itu takut
menyentuh anggota rahasia Yap Jing, makanya ragu-ragu dan tidak berani meneruskan tusuk
jarumnya. Yang benar adalah sisa keempat jarum itu sangat penting dan berbahaya, sebab bagian tubuh
manusia yang paling lemah dan peka justeru terletak di bagian anggota rahasia itulah. Kalau tusuk
jarumnya kurang hati-hati. sedikit meleset saja, maka tamatlah hidup Yap Jing.
Diam-diam Yu Wi lagi meyakinkan dirinya sendiri agar keempat jarum yang tersisa itu tidak
boleh salah tusuk. Ia mengerahkan tenaga pada telapak tangan kiri, sebelum jarum menusuk
telapak tangan kirinya digunakan meraba bagian Hiat-to yang bersangkutan dan menyalurkan
tenaga murni ke situ agar jarum tidak sampai membuat cedera Hiat-to yang akan ditusuk. sejenak
kemudian, setelah yakin bagian Hiat-to itu sudah terlindung oleh hawa murni yang disalurkannya,
lain jarum ditusukkan pelahan kedalam empat Hiat-to yang masih tersisa.
Selesai empat tusukan itu, seluruh badan Yap Jing benar-benar dalam keadaan lumpuh total,
tapi bukan kelumpuhan badaniah melainkan kelumpuhan batin, seperti seorang yang mabuk arak.
tenaga sedikitpun tidak ada.
Yu Wi juga mandi keringat, karena baru pertama kali dia melakukan terapi tusuk jarum,
lantaran tegang kelewat, tenaga murni yang dikeluarkan juga tidak sedikit, maka iapun sangat
lelah, katanya kepada Khing-kiok, "Adik Kiok. harap beri minum lagi satu dosis obat penawar."
Melihat keadaan Yu Wi yang sangat letih tak terkatakan rasa terima kasih Yap Jing, ia pikir jiwa
sendiri telah diselamatkan anak muda ini, entah cara bagaimana harus membalasnya nanti.
Yu Wi bersama Toat-pek dan Kau-hun-sucia tinggal dikamar luar, waktu mereka menjenguk
Yap Jing keesokannya, warna kulit nona itu sudah pulih seperti biasa, Yu Wi membuatkan pula
obat kuat dan menyuruh Khing-kiok menyeduhnya dan diminumkan kepada Jing.
Tiga hari berturut-turut Yu Wi memberi minum obat kuat kepada Yap Jing, maka tenaga nona
itupun pulih dengan cepat seperti sediakala.
Yu Wi sendiripun merasa racun yang mengeram dalam tubuhnya tidak bekerja meski sudah
lewat setengah tahun, ia tahu tidak sia-sia usahanya selama setengah tahun mempelajari isi kitab
Pian sik sin Bian itu, nyata obat penawarnya telah membawa khasiat yang menggembirakan.
Tentu saja dia sangat girang, ia pikir lewat beberapa hari lagi dapatlah dirinya membawa pergi
Kan Hoay-soan untuk mencari sum-gan-siusu.
Pagi hari itu, berkatalah Yu Wi kepada Toat-pek-sucia, "Penyakit Siocia kalian sudah sembuh,
sekarang juga kalian boleh pergi."
Kau-hun-sucia bergelak tertawa, katanya, "Murid Yok-ong-ya memang lain daripada yang lain,
apabila Tocu kami mengetahui siocia kau selamatkan, beliau pasti akan sangat berterima kasih
dan memberi balas jasa yang besar."
"Ah, soal kecil ini masakah perlu balas jasa segala," ucap Yu Wi.
"Jika tidak ketemu kau, didunia ini tiada orang lain lagi yang mampu menolong siocia," kata
Toat-pek-sucia dengan tertawa. "Jadi ucapanmu terasa agak terlalu rendah hati, balas jasa
sebagai tanda terima kasih kami tidak boleh dikesampingkan."
"Lantas cara bagaimana kita harus terima kasih padanya Jiko?" tanya Kau-hun-sucia.
Toat-pek-sucia tidak menjawab, ia mengeluarkan sebatang seruling kecil berbentuk aneh,
pelahan ia meniup seruling mini itu, seketika bergema suara melingking tajam. Yu Wi merasa
seruling mini itu sudah pernah dilihatnya, cuma entah dimana.
Tidak lama kemudian, empat sosok bayangan orang tampak berlari datang dengan cepat,
hanya sekejap saja sudah masuk kekamar. Kiranya semuanya adalah perempuan muda berbaju
putih dan berambut panjang semampir dipundak.
Tangan dan kaki keempat gadis ini memakai gelang emas yang bersinar kemilauan, dandanan
Mereka serupa kaum hamba dari keluarga hartawan, namun keempat gadis ini seperti membawa
semacam gaya yang misterius, tangan masing-masing membawa sebuah talam emas yang ditutup
dengan kain putih, dengan sangat hormat mereka menuju ke depan Toat-pek sucia .
"Singkirkan kain penutup," kata Toat-pek-sucia.
Yu Wi mensa heran darimana datangnya keempat gadis berbaju putih ini, kalau dikatakan
datang ikut Yap Jing, mengapa petang tempo hari tidak terlihat. Bila dilihat dari dandanan mereka
yang sama anehnya dengan Kau-hun-sucia berdua, Yu Wi jadi sangsi jangan-jangan Yap Jing
adalah pimpinan organisasi rahasia mereka"
Sesudah kawanan budak berbaju putih itu membuka kain putih, terlihatlah talam yang mereka
bawa itu penuh terisi emas intan dan batu manikam.
"Keempat talam permata ini mohon Kongcu sudi menerimanya," kata Toat-pek-sucia dengan
tertawa. Air muka Yu Wi berubah, katanya terhadap kawanan budak berbaju putih itu, "Lekas kalian
bawa pergi barang-barang ini."
"Batu permata ini tidak sedikit nilainya, apakah Kongcu merasa kurang banyak?" tanya Kauhun-
sucia . Yu Wi menjadi marah, katanya, "orang she Yu bukan manusia yang tamak harta. Kalau tidak
lekas bawa pergi, segera akan kuusir kalian"
"Barang-barang ini harus Kongcu terima, bahkan keempat budak inipun kami berikan
seluruhnya," ujar Toat-pek-sucia dengan tertawa.
Dengan gusar Yu Wi membentak. "Memangnya kalian anggap aku ini orang macam apa?"
"Jika Kongcu tidak mau terima, tentu siocia akan marah kepada kami, apapun juga mohon
Kongcu sudi memberi muka dan sudi menerimanya," kata Toat-pek-sucia pula.
"Dan kalau aku berkeras tidak mau terima?" jengek Yu Wi.
"Jiwa siocia kami telah kau selamatkan, mau-tak-mau harus kau terima," jawab Kau-hun-sucia .
Diam-diam Yu Wi merasa penasaran, masakah didunia ini ada cara memberi hadiah dengan
paksa begini, tapi ia lantas tertawa dan berkata, "Tidak, tidak dapat kuterima. Ingin kulihat cara
bagaimana akan kalian suruh kuterima."
Toat-pek-sucia lantas berseru. "Ayo, antarkan itu kedalam"
Tapi baru saja kawanan budak berbaju putih itu hendak melangkah, mendadak Yu Wi
membentak, "Berhenti"
Kawanan budak itu tidak berhenti, segera Yu Wi hendak memburu maju untuk mencegatnya,
pada saat itulah dari dalam kamar muncul seorang, ialah Yap Jing.
"Sudahlah kalau Yu-kongcu berkeras tidak mau terima," kata nona cantik itu
Dengan penasaran Kau-hun-sucia berkata, "Dia tidak mau terima berarti menghina kita."
Tapi Yap Jing lantas memberi tanda kepada kawanan budak berbaju putih itu dan berkata,
"Kalian boleh mundur kesana."
Sesudah memberi hormat, dengan munduk-munduk keempat budak itu lantas mengundurkan
diri keluar. "Yu- kongcu," kata Kau-hun-sucia, "harta benda tidak mau kau terima. lalu cara bagaimana
kami harus berterima kasih padamu."
"Jicek, Yu- kongcu bukanlah orang biasa. Budi besar tidak perlu dengan terima kasih, asal saja
selalu kita ingat kebaikannya ini," kata Yap Jing dengan tertawa.
"Siocia," uuap Kun-bun-sucia, "sudah hampir setengah tahun kita meninggalkan pulau, tentu
Pocu sangat menguatirkan keadaanmu , bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat pulang?"
Yap Jing mengangguk.
"Akan kusiapkan tandu untuk siocia," kataa pula, bergegas ia melangkah keluar.
Yu Wi merasa heran akan hubungan antara Yap Jing dengan Kau-hun-sucia berdua, tampaknya
seperti antara majikan dan hambanya, tapi mengapa Yap Jing menyebut mereka Jicek dan sacek
(paman kedua dan ketiga).
Yap Jing tertawa terhadap Yu Wi, katanya, "Terima kasih atas pelayananmu kepada kami
selama beberapa hari ini."
"Ah, tidak apa-apa." ujar Yu Wi. "Toko obat ini adalah milik Yok-ong-ya, bila kalian ingin
berterima kasih harus ditujukan kepada beliau."
"Tidakkah kau sebut Yok-ong-ya sebagai suhu?" tanya Yap Jing.
"Beliau mengajarkan ilmu pertabiban kepadaku, tapi belum pernah berlangsung upacara
pengangkatan guru." tutur Yu Wi.
"oo" Yap Jing bersuara pelahan- Lalu katanya pula, "Kutahu kau tidak suka menerima tanda
terima kasih dariku, maka akupun tidak pelu banyak adat lagi."
"Maksud tujuanku belajar ilmu pertabiban adalah untuk menolong orang dan tidak
mengharapkan terima kasih dari orang yang kutolong," kata Yu Wi.
Yap Jing termenung sejenak. setelah ambil keputusan sesuatu, tiba-tiba ia pandang Yu Wi dan
berkata, "Akupun ingin membantu sesuatu pada mu."
"Entah dalam hal apa kuperlu bantuanmu?" tanya Yu Wi.
"Tempo hari pernah kau tanya padaku apakah sukar untuk mengetahui penyakit yang diidap
adik perempuanmu, tatkala mana tidak kujawab, sekarang hendak kukatakan bahwa penyakit
adikmu memang benar sukar diketahui orang."
"Kukira tidak," ujar Yu Wi, "Kutahu penyakit adikku adalah akibat pengaruh semacam ilmu gaib
yang disebut Mo-sim-gan."
---------------
=siapakah dan tokoh macam apakah sam-gan-siusu dan apa hubungannya dengan Yap Jing"
= Dapatkah Yu Wi menemukan sam-gan-siusu dan apa pula yang akan dialaminya" =
= Bacalah jilid lanjutannya = =
-------------- Yap Jing tampak melengak,
Yu Wi lantas melanjutkan, "sedangkan di dunia ini orang yang mahir ilmu gaib Mo-sim-gan itu
konon ialah sam- gan-siusu."
"Jika sudah tahu, mengapa kau tidak berusaha memohon sam- gan-siusu menyembuhkan
penyakit adikmu ini?" tanya Yap Jing.
"Justeru segera kami akan pergi mencari sam- gan-siusu," jawab Yu Wi.
"Dan tahukah kau di mana tempat tinggal sam- gan-siusu?"
"saat ini aku tidak tahu, tapi pada suatu hari pasti dapat kutemukan dia."
"Tidak perlu lagi kau cari, kutahu sam-gan-siusu tinggal di Mo-kui-to (pulau hantu)."
"Mo-kui-to?" Yu Wi menegas. "Dimana letak Mo-kui-to?"
"Biar kukatakan juga sukar kau temukan, akan lebih baik jika kubawa kau ke sana. . ."
Mendadak Toat-pek-sucia berteriak. "He, jangan siocia, tidak boleh kau bawa dia. . ."
"Tidak menjadi soal Jicek," ujar Yap Jing dengan tertawa.
Melihat sang siocia berkeras pada pendiriannya, Toat-pek-sucia tidak bersuara lagi.
"Apakah urusan inikah yang kau maksudkan hendak membantu sesuatu pada ku?" tanya Yu Wi.
"Betul, Jika tidak kubawa kau kesana, biarpun kau cari sampai ke ujung langit juga sukar
menemukannya. Umpama dapat bertemu dengan sam-gan-siusu juga belum tentu dia mau
menyembuhkan adikmu dari pengaruh Mo-sim-gan."
Yu Wi merasa kurang senang, katanya, "Adikku tidak ada permusuhan apapun dengan samgan-
siusu, sekarang adikku telah dibuatnya hingga ling-lung begini, dengan alasan apa dia
menolak menolongnya?"
"Akupun tiduk tahu sebab apa ayahku menggunakan ilmu gaibnya terhadap adikmu," jawab
Yap Jing. "Jika benar tidak ada permusuhan apapun, biarlah atas nama ayah kuminta maaf
padamu." "Hah, sam- gan-siusu itu ayahmu?" tanya Yu Wi menegas dengan terperanjat.
"Betul," Yap Jing mengangguk. "setiba di Mokui-to, pasti akan kumohon kepada ayah agar
menyembuhkan penyakit adikmu."
"Kau sendiri mahir Mo-sim-siit tidak?" tanya Yu Wi.
"Tidak."jawab Yap Jing sambil menggeleng, "diseluruh dunia hanya ayahku saja yang
menguasai ilmu gaib ini. Kalau aku bisa, untuk apa jauh2 kuajak Kongcu ke Mo-kui-to?" Dalam
pada itu Kau-hun-sucia telah kembali.
"sacek. apakah tandunya sudah siap?" tanya Yap Jing.
"sudah, lagi menunggu siocia untuk berangkat," jawab Kau-hun-sucia.
"Tunggu sebentar, kami akan bebenah apa yang perlu kami bawa," kata Yu Wi,
"Jadi kalian mau ikut?" Yap Jing tertawa senang.
"Maksudmu kuterima dengan baik, nanti kalau penyakit adikku sudah sembuh barulah
kusampaikan terima kasih,"
"jiwaku sudah kau tolong dan tidak menghendaki terima kasih diriku, maka, sedikit urusan ini
jangan kau bicara tentang terima kasih segala, asal saja kalian tidak dendam kepada ayahku.
jadi?" "Baiklah" kata Yu Wi dengan ikhlas. Lalu buru-buru masuk ke dalam untuk bebenah.
Dengan suara pelahan Kau-hun-sucia lantas bertanya, "siocia, apakah betul hendak kaubawa
mereka ke Mo-kui-to?"
"Tocu melarang keras orang luar menginjak pulau kita, hendaknya siocia pertimbangkan lagi,"
sambung Toat-pek-sucia.
"Kutahu," kata Yap Jing. "Tapi dia sudah menolong jiwa ku, apakah kita tetap pandang dia
sebagai orang luar?"
Toat-pek-sucia tampak kuatir, katanya, "Tapi tanpa izin Tocu, apapun juga rasanya tidak aman.
Bila Tocu marah dan tidak kenal ampun, maksud baik siocia kan berbalik membikin celaka
mereka?" Sesungguhnya Yap Jing memang tidak dapat memastikan apakah ayahnva akan mengizinkan
dia membawa orang asing ke Mo-kui-to atau tidak- ia termenung sejenak, akhirnya dengan tegas
ia berkata, "Jika ayah marah kepada mereka, biarlah aku yang bertanggung-jawab, pasti kubela
dan takkan mereka terganggu seujung rambutpun. Kuyakin ayah pasti akan ingat hubungan
antara ayah dan anak."
Toat-pek-sucia masih tetap kuatir, katanya, "Ya, semoga Tocu mengingat penyakit siocia telah
disembuhkan olehnya dan takkan marah."
Baru habis ucapannya, sekonyong-konyong sesosok bayangan orang melayang tiba, sampai di
dalam kamar, "bluk", pendatang ini terbanting dilantai.
Yap Jing berdiri di dekat pintu, dengan jelas dapat dilihatnya siapa orang ini, teriaknya kaget,
"He, Giok-loh"
Kiranya orang yang terbanting jatuh ini adalah salah seorang budak berbaju putih yang baru
saja pergi itu. Cepat Toat-pek-sucia memburu maju dan membangunkannya, dilihatnya tubuh
budak ini terluka tiga kali tusukan pedang, darah membasahi bajunya, jiwanya sangat berbahaya.
"Apa yang terjadi?" tanya Toat-pek-sucia cepat.
Suara budak berbaju putih itu kedengaran lemah dan hampir tidak jelas, katanya, "Ad . . . ada
tu . . . . tujuh orang. . . ."
"Tujuh orang apa?" Toat-pek-sucia menegas.
Tapi budak itu tidak sanggup bicara lagi, baru saja mulutnya terbuka, segera napasnya putus,
matanya mendelik, kematiannya cukup mengenaskan-
"Kemana perginya ketiga budak yang lain" teriak Kau-hun-sucia.
Tiba-tiba suara seorang menjawab dengan dingin dan ketus, "Sudah pergi menghadap Giam-loong
(raja akhirat)"
"Siapa itu?" bentak Toat-pek-sucia.
Maka tertampaklah dari balik pohon dihalaman sana muncul tujuh orang, di antaranya ada tiga
orang Hwesio dan tosu, empat orang lagi berdandan orang preman, semuanya menyandang
pedang, usia masing-masing yang paling tua baru empat puluhan dan yang muda paling-paling
baru likuran (dua puluh lebih).
Suara yang dingin tadi diucapkan oleh satu-satunya tosu di antara rombongan pendatang ini.
Terdengar dia berkata pula, "Inilah Jit-te-cu (tujuh anak murid) dari Bu-tong, Siau-lim, Kun-lun,


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Khong-tong, Hoa-san, Go-bi dan Tiam-jong."
Toat-pek-sucia melompat ketengah halaman, serunya dengan tertawa. "Hahaha, rupanya para
tokoh dari apa yang dinamakan Jit-tay-kiam-pay (tujuh aliran pedang) dunia persilatan kini
berkumpul seluruhnya di sini"
Menyusul Kau-bun-sucia juga melompat maju, teriaknya dengan gusar, "Siapakah yang
membunuh dayang kami?"
Tosu itu mendengus, "Hm, kalian berdua ini dari Mo-kui-to?"
Toat-pek-sucia terkejut, ia heran darimana orang ini mengetahui Mo kui-to segala"
Belum lagi ia menjawab, dengan pelahan Yap Jing juga telah maju ke tengah halaman, dengan
lemah-lembut ia berkata, "Mengapa kalian membunuh pelayanku?"
Kiranya waktu Yap Jing meninggalkan Mo kui-to, selain kedua sucia yang ikut sebagai
pelindungnya. diam-diam iapun membawa empat pelayan. Lantaran kuatir rombongan mereka
terlalu menyolok. maka keempat pelayan itu tidak ikut bersama kelompok Yap Jing, hanya bila
bermalam di hotel barulah mereka menggabungkan diri untuk melayani si nona.
Salah seorang tokoh dari tujuh aliran besar itu adalah seorang HHwesio siau-lim-si, Hwesio ini
besar lagi gemuk- dengan tertawa ia melototi Yap Jing yang cantik molek itu, katanya, "Apakah
kau ini sang Kuncu yang disebut-sebut oleh budak baju putih itu?"
Tokoh Khong tong-pay juga seorang HHwesio, cuma perawakannya tinggi kurus dan hitam
lagi, dengan tidak sabar ia membentak. "Budak cilik orang macam apa kau di Mo-kui-to?"
Dengan aseran Yap Jing menjawab, "Kutanyai kalian, sebab apa kalian membunuh pelayanku?"
"Hm, memangnya kau bicara dengan siapa?" jengek si tosu dari Bu-tong-pay. "Di Mo kui-to kau
disanjung sebagai Kuncu, di daratan sini kau tidak termasuk hitungan, selama hidupmu ini jangan
harap akan pulang lagi ke Mo-kui-to."
Yap Jing berkerut kening, mendadak ia melangkah maju, "plak", kontan tosu itu ditamparnya
sekali. Belum lagi Tosu itu sempat berbuat apa-apa tahu-tahu Yap Jing sudah mundur lagi ke
tempatnya semula, jengeknya, "Nah, kutanya lagi. sebab apa kalian membunuh pelayanku?"
Ketujuh tokoh dari tujuh aliran besar itu sama melenggong oleh langkah ajaib Yap Jing itu
sehingga sampai sekian lama tiada seorang pun memberi jawaban.
Maklumlah, langkah ajaib yang digunakan Yap Jing itu tiada lain adalah Hui-liong-poh yang
digunakan Yu Wi untuk merampas senjata Kan-hun-sucia tempo hari.
Rupanya Yap Jing seorang gadis sangat cerdas, sekali pandang saja langkah Yu Wi itu lantas
diingatnya dengan baik. Meski langkahnya tadi belum cukup sempurna, tapi disertai Ginkangnya
sendiri yang tinggi, serangannya ternyata berhasil dengan baik dan membuat lawan terkejut.
Habis itu barulah seorang murid Hoa-san-pay yang masih muda berseru, "Setiap orang yang
berasal dari Mo-kui-to harus dibunuh?"
"Mengapa harus dibunuh?" tanya Yap Jing.
Murid Hoa-san-pay itu mendelik, dengan mengertak gigi ia berkata, "Guruku telah dibunuh oleh
Mo-kui-to kalian, biarpun orang Mo-kui-to kalian kubunuh habis juga belum cukup untuk
membalas sakit hati kematian guru."
Dengan tenang Yap Jing tanya pula, "siapa bilang gurumu mati di Mo-kui to?"
"Jika ingin orang lain tidak tahu, kecuali diri sendiri tidak berbuat," kata murid Hoa-san itu
dengan mengembeng air mata. "Dengan sendirinya ada orang mengetahui kematian guruku di
Mo-kui-to, maka sekarang jangan harap kalian akan pergi dari sini dengan hidup,"
"Kalian salah sasaran tampaknya," kata Yap Jing dengan tertawa. "siapa bilang aku ini datang
dari Mo-kui-to" Keempat budak ini kubeli dengan uang, maka kalian harus ganti rugi uang jika
tidak mau ganti nyawa."
Tokoh Kun-lun-pay adalah seorang lelaki kekar berpakaian preman, ia tertawa keras dan
berkata, "Haha, tidak nanti kami salah sasaran- Asal orang datang dari Mo-kui-to, sekali selidik
pasti akan ketahuan. ah, Kuncu yang manis, jika kau takut mati, hendaklah kau bicara terus
terang. Mengingat kau cuma seorang anak perempuan, bisa jadi jiwamu akan kami ampuni."
Air muka Yap Jing rada berubah, pikirnya, "Mengapa sekali selidik lantas tahu orang berasal
dari Mo-kui-to atau bukan" Darimana pula mereka tahu nama Mo-kui-to" Di balik urusan ini pasti
ada rahasia yang perlu dikorek."
Murid Tiam-jong-pay juga seorang pemuda keras, dengan gusar ia membentak. "Dari ketujuh
aliran besar seluruhnya ada anggotanya yang mati di Mo-kui-to, permusuhan kita dengan pihak
Mo- kui-to sedalam lautan, peduli dia lelaki atau perempuan, bunuh saja dan habis perkara."
Kembali Yap Jing terkesiap. ia heran darimana orang-orang ini mengetahui anggota ketujuh
aliran besar sama mati di Mo-kui-to" siapakah yang menyiarkan kejadian di Mo-kui-to kepada
mereka" Dalam pada itu Kau-hun-siocia menjadi gusar. dengan bengis ia berteriak. "Kalian bilang setiap
orang dari Mo-kui-to harus dibunuh. Nah, sekarang aku berdiri di sini, siapa yang berani
membunuhku?"
Ucapan Kau hun-sucia ini secara tidak langsung sama dengan mengakui dirinya memang
berasal dari Mo- kui-to, malahan Toat-pek-sucia segera menyambung, "Mungkin tidak mampu
membunuh orang, sebaliknya jiwa sendiri malah melayang."
Baru habis berucap. segera ia lepaskan tambang yang melilit di pinggangnya, sekali sabet,
segera kaki ketujuh orang itu hendak digulungnya.
Melihat senjata lawan hanya seutas tali rumput ketujuh tokoh itu memandang remeh. Mereka
tidak tahu bahwa tali itu kelihatannya seperti untiran rumput kering, padahal terbuat dari bulu
kera dan serigala, bila tenaga dalam disalurkan kepada tali itu, kerasnya seperti baja.
Ketika tali itu menyambar tiba dan terasa gelagat tidak enak, namun sudab kasip. kontan
ketujuh orang itu tersapu jatuh tanpa kecuali.
Melihat saudaranya sudah turun tangan, Kau-hun-sucia tidak mau ketinggalan, dia tidak
bersenjata, namun dia bertenaga raksasa pembawaan, tanpa pikir ia cabut sebatang pohon
tanggung, segera iapun menyapu dengan toya raksasa itu.
Kungfu Tosu Bu-tong-pay paling tinggi di antara rekan-rekannya, cepat ia menarik murid Tiamjong-
pay yang berada disampingnya dan meloncat keatas sehingga sabatan batang pohon
terhindar. Kelima orang lain juga sudah berjaga-jaga, merekapun sempat mengelak, berturut-turut
mereka melolos pedang untuk menghadapi serangan lebih lanjut, tapi mereka sudah kehilangan
kesempatan pertama, apalagi lawan mereka adalah tokoh kelas tinggi semacam Kau-hun dan
Toat-pek-sucia, posisi mereka yang terdesak sukar dipulihkan lagi.
Di tengah gelak tertawa Toat-pek-sucia, tambangnya berulang-ulang menyabet tiga orang
lawan. Untung anak murid ketujuh aliran besar itu berlatih tekun sejak kecil, kekuatan mereka
tidak lemah, meski babak belur tersabat oleh senjata musuh dan darah berceceran, namun tiada
seorang pun yang jeri dan pantang mundur.
Lantaran senjata yang digunakan tidak cocok, Kau-hun-sucia tidak dapat memperlihatkan
kelihayannya, tapi batang pohonnya yang menyapu dengan dahsyat itu telah membuat ketujuh
lawan terdesak kalang kabut, hanya sanggup menghindar dan tidak mampu balas menyerang.
Setelah berlangsung lagi belasan jurus, setiap orang sama kena disabat oleh tali Toat-peksucia,
juga tidak terkecuali si tosu dari Bu-tong-pay, diam-diam ia berpikir, "Kungfu kedua orang
ini jauh di atas kami bertujuh, kalau bertempur secara terpisah jelas terlebih bukan tandingan
mereka." Karena itulah mendadak si tosu berteriak, "Jit-sing-tin Pasang jit-sing-tin"
Segera ia mendahului berdiri di tengah sebagai poros, lalu keenam rekannya cepat bertempur
sambil menempati posisinya masing2.
Jelas sebelum ini mereka sudah berlatih dengan baik Jit-sing-tin yang dimaksudkan. Begitu Jitsing-
tin atau barisan bintang tujuh selesai diatur, serentak di sekeliling mereka seperti bertambah
dengan selapis dinding baja. Tali Toat-pek-sucia sukar lagi menembus barisan pertahanan mereka,
batang pohon Kau-hun-sucia juga tidak berguna.
Setelah barisan bintang tujuh selesai dipasang. kembali si Tosu berteriak. "Balas serang"
Begitu perintah diberikan, tujuh larik sinar pedang dengan tujuh macam ilmu pedang segera
menusuk Toat pek dan Kau-hun-sucia. Karena kedua orang ini sudah tidak mampu menyerang
ketengah barisan lawan, kini mereka terpaksa harus menangkis sinar pedang yang menyambar
tiba itu. Maklumlah, ilmu pedang dari ketujuh aliran besar itu adalah kungfu andalan masing-masing,
kini tujuh macam ilmu pedang bergabung, tentu saja daya serangnya bertambah lipat.
Tertampaklah sinar pedang berhamburan kian kemari di sekeliling Kau-hun-sucia berdua.
Toat-pek sucia bermaksud melilit pedang lawan dengan talinya, tapi sukar untuk menemukan
sasarannya, sebaliknya kalau penjagaan sendiri sedikit kendur, secepat kilat sinar pedang lantas
menyambar tiba, bila meleng sedikit saja, kalau tidak mati pasti juga akan terluka parah.
Kau-hun-sucia bertahan dengan batang pohon, tapi senjata kasar dan berat begini tentu saja
sukar menahan tusukan dan tabasan pedang, hanya sebentar saja batang pohonnya yang banyak
ranting dan daun itu telah terbabat hingga gundul, tertingga batang pohon saja,
Begini lebih baik bagi Kau-hun-sucia, Ia dapat menggunakan batang pohon itu dengan lebih
lincah, segera ia memainkan sejurus ilmu toya. Walaupun hebat juga permainan toya ini, tapi tidak
berani digunakan untuk menangkis pedang, kuatir terpenggal. Dengan demikian daya serangnya
banyak berkurang.
Lama-lama, semakin hebat barisan pedang para tokoh ketujuh aliran besar itu Kini Kau-hunsucia
berdua sudah terkurung rapat di bawah sinar pedang mereka, untuk mundur dengan
selamat terasa tidak mudah.
sejak tadi Yap Jing hanya menyaksikan dengan tenang, sejauh ini tidak dilihatnya ada sesuatu
yang hebat pada barisan pedang lawan. Nyata, biarpun dia cukup cerdas, tapi gerak perubahan
barisan pedang yang ruwet dan ajaib itu sukar diselami dalam waktu singkat.
Makin dipandang Yap Jing merasakan keadaan bertambah gawat, kalau dirinya tidak turun
tangan membantu, kedua sucia ada kemungkinan akan binasa Terpaksa ia nekat, dengan
bertangan kosong ia menerjang ke tengah barisan pedang musuh.
Sejak kecil nona ini sudah banyak belajar macam-macam kungfu dan berbagai tokoh yang
tinggal di Mo kui-to. seperti Toat-pek dan Kau-hun-sucia, merekapun pernah mengajari nona itu,
sebab itulah Yap Jing memanggil mereka paman, padahal mereka tidak lebih adalah anak buah
ayahnya. Begitu Yap Jing masuk kalangan pertempuran, seketika kedua sucia merasa longgar. daya
tekan musuh banyak berkurang.
Meski Yap Jing pernah belajar kungfu kepada mereka, tapi secara keseluruhan, kungfu si nona
lebih tinggi daripada mereka. Baik pukulan maupun tendangan, semuanya gesit dan lihai.
Akan tetapi pukulan dan tendangannya tetap tidak dapat membobol barisan pedang musuh,
sebaliknya tambah lama tambah kuat barisan pedang bintang tujuh itu, daya serang barisan
itupun semakin dahsyat. Tidak lama, kedua sucia merasakan tekanan musuh bertambah berat lagi.
Belasan jurus kemudian, akhirnya Yap Jing sendiri juga terkepung. bahayanya tidak berkurang
daripada Kau-hun berdua.
Melihat gelagat jelek. cepat Toat-pek-sucia berteriak. "Lekas mundur siocia, biar kami menahan
musuh bagimu"
Kau-hun-sucia iuga berkaok-kaok, "Dirodok Barisan apa ini, begini lihai Lekas lari siocia, biar
kami mengadu jiwa dengan mereka, cepat kau pulang ke Mo-kui-to untuk minta bala bantuan-"
"Bila bantuan siocia datang, tentu riwayat kita sudah tamat lebih dulu, masakah kau sanggup
menunggu?" omel Toat-pek-sucia dengan tertawa.
Dengan penasaran Kau-hun sucia berteriak. "Akan kuhantam mereka hingga sebulan lamanya."
"Hahaha, sebulan?" Toat-pek-sucia bergelak tertawa. "Mungkin sebentar lagi kita akan pulang
ke rumah nenek"
Beberapa gebrakan lagi. Kau-hun-sucia tertusuk dua kali dan Toat-pek sucia juga tertusuk satu
kali, melihat sang Siocia masih bertempur dengan nekat dan pantang mundur, cepat Toat-peksucia
berteriak. "Jangan urus kami, siocia, lekas mundur. balas saja sakit hati kami kelak"
Tapi Yap Jing seperti tidak mendengar seruannya dan masih bertempur sepenuh tenaga,
sesungguhnya bukan dia tidak mau mundur, soalnya sekarang kepungan Jit-sing tin sudah tambah
ketat dan sukar lagi untuk lolos. Mestinya dia ingin lapor kepada ayahnya bahwa di Mo-kui-to ada
mata-mata musuh yang telah menjual berita rahasia kepada ketujuh aliran besar didaerah
Tionggoan sehingga ketujuh ajiran besar yang sama sekali tidak akur satu sama lain ini, kini
bersatu padu hendak menghadapi Mo-kui-to.
Sekonyong-konyong tujuh larik sinar pedang serentak menyambar ke arah Yap Jing. serangan
ini jelas akan membinasakan nona itu. sebab kalau Yap Jing sudah mati, untuk membunuh kedua
sucia tentu bukan persoalan lagi. Terkesiap hati Yap Jing, diam-diam ia mengeluh, "Matilah aku"
Syukurlah pada detik berbahaya itu, setitik sinar hitam mendadak menyambar tiba, "trang",
ujung ketujuh pedang yang menusuk kearah Yap Jing itu sama patah.
Waktu Yap Jing berpaling, tidak kepalang rasa girangnya, diam-diam ia berkata dalam hati,
"Memang sejak tadi seharusnya kau turun tangan"
Sinar hitam itu kiranya adalah pedang kayu besi Yu Wi, dia memainkan Hai-yan-kiam-hoat
dengan langkah ajaib Hui liong-poh, keruan Jit-sing-kiam-tin tidak dapat menahan kedua macam
kungfu yang hebat ini. Ketujuh orang itu tidak keburu menahan serangan masing-masing sehingga
ujung pedang mereka tertabas patah oleh gedang kayu dengan tenaga dalam Yu Wi yang kuat itu.
Sekali serang berhasil dan membikin keder lawan, segera Yu Wi melontarkan lagi serangan
kedua. seketika menjerit kaget dan sakit ketujuh orang itu, pedang mereka sama mencelat, tulang
pergelangan tangan mereka sama patah. "Lekas lari" teriak si tosu Bu-tong-pay.
"Hahaha Lari ke mana?" Kau-hun-sucia terbahak-bahak. dengan batang pohon ia menghantam
pula. Tapi Yu Wi sempat menangkisnya dan menghadang di depan Yap Jing bertiga, ucapnya dengan
suara tertahan, "Biarkan mereka pergi" Hanya sekejap saja ketujuh orang itupun sudah lari dan
menghilang. "Barisan pedang yang dibentuk oleh Jit-kiam-pay (tujuh aliran pedang) pasti tidak cuma
kelompok ini saja," kata Yu Wi. "Jelas mereka sengaja hendak memusuhi Mo- kui-to, maka lekas
kalian pergi dari sini, kalau terlambat, mungkin akan datang lagi rombongan lain yang lebih
tangguh dan sukar untuk melawannya."
"Jika begitu, mengapa kau lepaskan mereka, bunuh saja semuanya kan beres dan mereka pun
tak dapat menyampaikan berita kepada kawan-kawannya," kata Yap Jing dengan mendongkol.
"Banyak membunuh orang tidak ada gunanya," kata Yu Wi.
"Kau tidak mau membunuh mereka, kita yang akan dibunuh mereka " kata Yap Jing.
"seorang nona seperti dirimu masakah suka membunuh?" ujar Yu Wi dengan kurang senang.
Yap Jing tidak dapat menjawab, dengan mendongkol ia berkata, "Jika begitu, lekas lari saja"
"Adik Kiok, mari lekas pergi" seru Yu Wi.
Lim Khing-kiok muncul dengan memanggul rangsel dan tangan lain menggandeng Kan Hoaysoan.
"Akan kemana dia?" tanya Yap Jing dengan bingung. "Kemana kupergi, kesana pula dia ikut,"
jawab Yu Wi. Ucapan ini cukup tegas dan halus, hati Khing-kiok merasa sangat terhibur, pikirnya, "Selamanya
Toako pasti takkan berpisah dengan diriku."
Tanpa bicara lagi Yap Jing mendahului keluar, tandu pun tidak ditumpangi lagi, langsung
mereka keluar kota. sementara itu Toatpek sucia telah disuruh membeli enam ekor kuda, masingmasing
menunggang seekor kuda terus dibedal kearah timur.
Setelah menempuh perjalanan sehari semalam, akhirnya mereka sampai di suatu pelabuhan
yang tidak terkenal, mereka turun dari kuda dan berduduk di pesisir. "Jicek, carilah kapal," kata
Yap Jing. Tanpa istirahat Toat-pek sucia terus berlari pergi menyusur pantai.
"Adakah kapal di sini?" tanya Yi Wi heran-
"Pasti ada, sebentar Jicek akan kembali dengan kapal," kata Yap Jing.
Yu Wi merasa tidak percaya, ia pikir sepanjang pantai itu tiada kelihatan bayangan sebuah
kapal pun, darimana bisa diperoleh kapal"
"Yu- kongcu," kata Yap Jing kemudian, "semalam berkat pertologanmu, kalau tidak, selama
hidup ini tiada harapanku lagi buat pulang ke Mo-kui-to."
"Membantu orang yang terancam bahaya adalah kewajiban kaum kita, tidak perlu kau
pikirkan," kata Yu Wi.
Diam-diam Kau-hun-sucia berpikir, "Karena kau ingin pergi ke Mo-kui-to, tentu saja kau perlu
menolong kami. Hm, kalau tidak ikut kami, selama hidup jangan kau harap akan menemukan Mokui-
to." Padahal masih ada suatu sebab lagi yang menjadi alasan Yu wi menolong mereka. Yaitu
lantaran dalam daftar nama pembunuh yang diterimanya dari Ko siu itu terdapat juga anak murid
Jit-tay-kiam-pay, hal ini menunjukkan dahulu pasti ada anak murid ketujuh aliran besar itu yang
ikut mengerubuti ayahnya.
Soalnya setiap nama yang tercantum dalam daftar nama pembunuh itu pasti dipandang hina
dan dibenci oleh Yu Wi. Menurut anggapannya, tokoh persilatan yang dapat dibeli dengan uang
untuk melakukan pembunuhan terhadap Kosiu, jelas mencemarkan nama baik dan semangat
orang persilatan.
Padahal ketujuh aliran besar itu terkenal sebagai aliran terhormat, tapi ada anak muridnya yang
dapal dibeli, ini pertanda bahwa diantara anak murid berbagai perguruan itu tercampur juga
oknum-oknum yang tidak baik.
Teringat kepada kematian ayahnya, dalam gemasnya cara turun tangan Yu wi tadi tanpa
ampun lagi, sekali pedangnya bekerja serentak barisan pedang lawan diboboinya, dua kali
menyerang semua musuh dilukainya.
Apabila dalam daftar nama pembunuh tidak terdapat anak murid ketujuh aliran besar, tentu
serangan kedua takkan dipatahkan tulang pergelangan tangan mereka, paling-paling hanya
digempur mundur saja.
Begitulah, tidak lama kemudian, di ujung laut sana timbul setitik warna putih. "Aha, itu dia
kapalnya" seru Yu Wi.
"Ya, memang sudah waktunya datang," ujar Yap Jing dengan tak acuh.
Lambat-laun titik putih itu tambah jelas, itu adalah sebuah kapal cepat berlayar putih. Hanya
sebentar saja kapal itu sudah mendekati pelabuhan.
Entah kapan Toat-pek-sucia juga sudah berlari kembali.
"Siapa nakhodanya?" tanya Yap Jing.
"Toako" jawab Toat-pek-sucia.
Tengah bicara, kapal cepat itu sudah berlabuh di tepi pantai, dari atas kapal diturunkan papan
jembatan, yang muncul paling depan adalah seorang lelaki tua tinggi besar, wajahnya tidak
sejelek Kau-hun dan Toat-pek-sucia. sambil melintasi papan loncatan dia berseru, "Apakah siocia
di situ?" Toat-pek sucia berlari menyongsong kesana dan berteriak menjawab, "Betul, Toako, siocia
telah pulang"
Kakek gagah itu menuruni papan jembatan dan berlari kesini dengan langkah cepat, serunya
dengan wajah berseri-seri, "siocia, syukurlah penyakitmu sudah sembuh, siang dan malam Tocu
selalu terkenang padamu."
Ketika mendadak dilihatnya Yu Wi, Lim Khing-kiok dan Kan Hoay-soan berbaring di pesisir,
segera ia tuding mereka dan bertanya kepada Toat-pek-sucia yang sudah berada di sampingnya,
"siapa mereka?"
Dengan lelah Yap Jing berbangkit, katanya dengan tertawa, "Toacek, mereka adalah tamuku"
Air muka kakek gagah itu rada berubah, tanyanya kepada Toat-pek-sucia, "Apakah sudah


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendapat izin Tocu?"
"Hakikatnya Tocu belum tahu," jawab Toat-pek-sucia sambil menggeleng.
Ketika Yap Jing mendekatinya, kakek gagah itu memberi hormat, lalu berkata dengan suara
tertahan, "siocia, tamumu tidak boleh naik kapal."
"Mereka telah menolong jiwaku, kedatangan mereka ke Mo-kui-to karena ada urusan penting
perlu minta pertolongan kepada ayah, maka kuberi izin kepada mereka untuk menumpang kapal
kita, harap Toacek jangan merintangi."
Si kakek gagah merasa serba susah, ucapnya, "Tapi Tocu. . . ."
"Biarlah aku yang bertanggung jawab terhadap ayah," kata Yap Jing dengan menarik muka.
Karena tak berdaya. terpaksa si kakek gagah berkata. "Jika begitu, silakan naik"
Dalam pada itu Yu Wi bertiga juga sudah berbangkit. Khing-kiok bertanya kepada Yu Wi,
"Toako, apa yang mereka bicarakan?"
"Kakek gagah itu tidak memperkenankan kita naik kapal, tapi Yap-siocia memutuskan kita boleh
ikut naik," tutur Yu Wi.
Kau-hun-sucia berdiri dibelakang mereka, diam-diam ia terkejut mendengar keterangan Yu Wi
itu, ia pikir tajam benar telinga bocah ini, padahal jaraknya cukup jauh, sedangkan dirinya tidak
mendengar apapun pembicaraan sang siocia, tapi anak muda ini dapat mendengarnya dengan
jelas, sungguh luar biasa.
Terdengar Yu wi berkata pula, "Tampaknya kakek gagah itu terpaksa mengizinkan, mari kita
kesana dan naik kapal."
Segera Khing-kiok menggandeng tangan Kai Hoay-soan dan ikut Yu Wi menuju ke sana. sambil
berjalan Khing-kiok berkata pula, "Toako, cara bagaimana paman Yap-siocia itu memanggil kapal
ini?" "Entah, akupun tidak tahu," jawab Yu Wi pelahan.
Dalam hati ia juga heran bahwa secara aneh kapal kakek gagah itu dapat dipanggil datang,
malahan diketahuinya yang menunggu disini adalah Yap siocia, bahkan Toat-pek-sucia juga tahu
nakhoda kapal ini adalah Toako atau kakaknya yang tertua, hal ini-jauh lebih mengherankan
daripada datangnya kapal, entah cara bagaimana mereka saling memberi isyarat.
Lalu terpikir pula olehnya, "Dari tanya-jawab tadi, agaknya semula Yap-siocia tidak tahu siapa
nakhoda kapal ini, jangan-jangan kapal mereka yang operasi dilautan sini tidak cuma sebuah
saja?" Semula kakek gagah itu tidak melihat jelas wajah Yu Wi, kini sesudah dekat dan melihatnya,
tiba-tiba ia berseru kaget, "He, Kan-kongcu?"
Lalu dilihatnya nona di samping Lim Khing-kiok, dengan tertawa ia menyambung pula, "Wah,
Kan-kongcu juga membawa adik perempuannya ke Mo-kui-to?"
Yap Jing merasa heran, tanyanya, "Toacek, siapakah Kan-kongcu yang kau maksudkan?"
Kakek gagah itu menuding Yu Wi, jawabnya dengan tertawa, "siapa lagi kalau bukan dia. Bila
tahu tamu siocia adalah Kan-kongcu, tentu tidak kurintangi."
"Dia tidak she Kan, tapi she Yu," kata Yap Jing.
Mendengar she Yu, sikap kakek gagah itu tampak terkesiap dan tidak bicara lagi.
"Anda kenal Kan-kongcu?" tanya Yu Wi.
Bagian22 Dengan singkat kakek gagah itu menjawab, "Ya, pernah bertemu satu kali."
"Toacek," kata Yap Jing dengan tertawa, "adik Yu-kongcu ini sakit dan perlu minta pertolongan
kepada ayah, maka lekas kita berangkat pulang."
"Masakah kau pun punya adik perempuan, Yu kongcu?" jengek si kakek gagah.
"Betul, kedua nona inilah adik perempuanku" jawab Yu Wi dengan tersenyum.
"Nona Lim itu tidak sama she dengan kau, masa dia adik perempuanmu?" ujar Yap Jing.
Yu Wi menuding Kan Hoay-soan dan menjawab, "Dia she Kan, dia juga tidak sama she dengan
diriku." Yap Jing seperti menyadari duduknya perkara katanya, "Ah, rupanya setiap gadis yang lebih
muda daripadamu tentu kau akui sebagai adik perempuan"
"Juga belum tentu, perlu lihat dulu apakah dia memenuhi syarat menjadi adik perempuanku
atau tidak," ujar Yu Wi.
"Akupun lebih muda daripadamu, apakah kau sudi menerima diriku sebagai adikmu?" tanya Yap
Jing dengan tertawa. Yu Wi diam saja tanpa menjawab.
Yap Jing menjadi kikuk karena tidak mendapat tanggapan yang memuaskan, berduka hatinya.
"Yu-kongca," kata si kakek gagah, "apakah engkau yang menolong Siocia kami?" Yu Wi
mengangguk. "Juga kau yang hendak memohon ayah Siocia kami untuk menyembuhkan penyakit nona Kan?"
tanya si kakek.
"siocia kalian yang secara sukarela mau membantuku," kata Yu Wi.
"o, jika siocia tidak membantumu. lalu bagaimana?"
"Biarpun sampai kakiku patah juga akan kucari sam gan-siusu agar dapat menghilangkan
penyakit adikku akibat pengaruh ilmu gaib yang dilakukannya," jawab Yu Wi tegas.
"Hm, nona Kan bukan adik kandungmu, apakah Yu-kongcu tidak merasa terlalu banyak ikut
Campur urusan orang lain?" jengek si kakek.
"Urusan didunia ini diurus oleh manusia dunia, kenapa diharuskan adik kandung sendiri baru
boleh ikut urus?" kata Yu Wi dengan tertawa.
"Nona Kan mempunyai kakak kandung sendiri, perlu apa Anda bersusah payah ikut campur?"
"Jika kakaknyaa da, tentu sajaa ku tidak perlu ikut campur."
"Tentu saja kakaknya ada," ucap si kakek tanpa terasa.
"Di mana?" tanya Yu Wi.
Si kakek merasa telanjur omong, cepat ia menjawab, "Mana kutahu?"
"jika kau tidak tahu, tampaknya aku tetap harus ikut campur urusan ini," ujar Yu Wi dengan
tertawa. Yap Jing merasa bingung oleh percakapan mereka. selanya, "He, apa yang kalian bicarakan"
Naik kapal tidak?"
Sekilas wajah si kakek tampak menampilkan rasa benci, jengeknya, "Baiklah, boleh naik
sekarang" Segera kakek itu mendahului naik keatas kapal disusul yang lain. setiap kelasi di atas kapal
berseragam putih ringkas dengan ikat kepala putih pula. Melihat Yap Jing, semua kelasi itu
berlutut dan menyembah padanya.
Melihat penghormatan besar itu, diam-diarn Yu Wi membatin, "ini kan penghormatan cara
kerajaan."
Tanpa memandang para kelasi yang menjembahnya itu, langsung Yap Jing melangkah
kedepan. Dari kabin kapal lantas muncul dua barisan gadis berbaju putih dan bergelang emas,
semuanya memberi hormat sambil menyapa, "Kuncu sudah pulang"
Yu Wi merasa heran. "Kalau ada Kuncu, tentu ada Kongcu, entah macam apa sang Kongcu."
Kongcu atau Tuan puteri adalah sebutan puteri raja tertua, puteri raja lainnya disebut Kuncu.
Kabin kapal sangat mewah, alat perabotnya serba indah.
Setelah perjalanan sehari semalam, tentu saja Yu Wi dan lain2 sangat lapar. Baru saja mereka
berduduk. segera pelayan berseragam mengaturkan santapan. semua tempat makanan terbuat
dari emas. sekalipun bajak laut paling besar juga tidak semewah ini hidupnya.
Makanan yang dihidangkan tergolong kelas tinggi. namun Khing kiok dan Hoay-soan tidak nafsu
makan, soalnya mereka berdua tidak pernah berlayar, begitu naik diatas kapal lantas tidak enak
rasanya. Setelah kapal berlayar. kepala mereka menjadi pusing dan jantung berdebar sambil tumpahtumpah,
mana bisa lagi makan.
Hanya Yu Wi tidak berhalangan, tapi lantaran melihat Khing kiok tidak enak badan, iapun tidak
nafsu makan. la hanya makan ala kadarnya, lalu masuk kamar kabin untuk menjaganya.
Yu Wi mendampingi Khing-kiok dan Hoay-soan di satu kamar, sepanjang hari jarang keluar.
Kalau tiba waktunya, pelayan mengantarkan makanan dan keperluan lain.
Antaran itu ada juga buah-buahan dan makanan kecil, yaitu untuk Khing-kiok dan Hoay-soan,
sedangkan santapan lain untuk Yu Wi.
Selama tiga hari, kecuali pelayan yang mengantarkan makanan itu, tidak ada orang lain lagi
yang mengganggu mereka.
Ssi kakek gagah memang kuatir kalau arah pelayaran mereka diketahui Yu Wi, jika pemuda itu
hanya mengeram di kamar saja, hal ini kebetulan malah baginya.
Yap Jing juga tidak datang menjenguknya. agaknya nona ini masih sirik padanya. Tapi apa
yang membuatnya kurang senang sukar untuk diketahui.
Pada hari keempat, datanglah Kau- hun-sucia mengetuk pintu dan berteriak, "Yu kongcu, sudah
hampir sampai di Mo-kui-to."
Hari ini keadaan Khing-kiok dan Hoay-soan sudah jauh lebih sehat. Yu Wi mengajak mereka,
"Marilah kita melihat keatas kapal."
Geladak kapal setiap hari disikat dan dicuci sehingga sangat bersih, berdiri di atas geladak kapal
dan memandang langit nan luas tanpa bisa membedakan timur dan barat atau utara dan selatan,
lebih- lebih tak tertampak bayangan daratan sama sekali.
Memandangi gelombang laut yang mendampar-dampar itu, hati Yu Wi melayang jauh
memikirkan kehidupan manusia yang serba kosong seperti mimpi ini.
Tiba-tiba Yap Jing muncul di atas kapal, melihat Yu Wi lagi ngelamun dan Lim Khing-kiok tidak
berada disampingnya, setelah ragu sejenak. akhirnya ia mendekati anak muda itu dan menegur
dengan suara pelahan.
"Di manakah adik perempuanmu?"
Yu Wi berpaling, sapanya dengan tertawa, "o, Yap-siocia"
"He, apakah tidak dapat kau panggil Jing-ji padaku?" teriak Yap Jing.
Yu Wi tertawa, katanya, "Adik Kiok berdua kepala pusing dan tidak berani naik kesini."
Dengan rada iri Yap Jing berkata, "Baik benar kau terhadap kedua adikmu. satu langkah saja
tidak mau berpisah."
Yu Wi menghela napas, katanya, "selama empat hari ini mereka benar-benar tersiksa, apabila
kau lihat mereka tentu akan merasakan mereka jauh lebih kurus."
"Peduli mereka kurus atau tidak." jawab Yap Jing dengan mendongkol.
Yu Wi jadi melengak dan tidak tahu apa pula yang harus diucapkan. Tiba-tiba ia melihat titik
hitam didepan sana, dengan girang ia berteriak. "Aha, itu dia Mo-kui-to. sudah sampai Bagus
sekali" "Bagus apa?" tanya Yap Jing.
"Ya, sedikitnya kedua adik tidak perlu menderita lagi dalam pelayaran ini," kata Yu Wi.
"Dan adikmu yang sinting itupun dapatlah disembuhkan." tukas Yap Jing dengan gemas.
"Hoay-soan tidak sinting, Siocia jangan keliru." ujar Yu Wi dengan kurang senang. Lalu ia
pandang Mo-kui-to yang semakin dekat dan tidak menghiraukan Yap Jing lagi. Bantahan Yu Wi
menyakitkan hati Yap Jing, sampai hampir saja ia mencucurkan air mata.
Pulau Hantu itu ternyata tidak kecil, dibagian tengah pulau tampak lereng gunung membentang
panjang, bentuk lereng gnnung itu serupa seorang raksasa bertanduk yang bertiarap di atas
pulau. Mungkin dari sinilah pulau ini mendapatkan julukan sebagai Pulau Hantu.
Pelahan kapal mulai merapat kepantai, pantai pulau ini hanya batu karang belaka, dermaganya
cukup ramai, disebelah sana tampak berlabuh sebuah kapal lain, kawanan kelasi berseragam putih
sedang naik ke atas kapal. Yu Wi pikir, "Entah kapal ini hendak berlayar ke mana?"
Pada saat itulah, terdengar suara benturan, kapal yang ditumpangi telah membentur batu
pantai, kapal sudah merapat, papan jembatan diturunkan pelahan dirisi kakek gagah mendahului
menuju ketepi geladak dan berkata dengan hormat, "silakan turun, siocia"
Khing-kiok dan Hoay-soan juga sudah dibawa keatas geladak. "Para tamu juga dipersilakan
turun," seru Yap Jing.
Tanpa memandang Yu Wi lagi, ia mendahului turun melalui papan jembatan. setiba di pantai,
terdengar orang banyak bersorak-sorai, "Kuncu sudah pulang"
Menyusul Yu Wi bersama Khing-kiok dan Hoay-soan juga ikut turun, tapi baru sampai di tengah
jembatan, tiba-tiba Yu Wi melihat seorang sedang naik keatas kapal yang hampir berangkat itu,
segara ia berteriak, "Kan ciau-bu"
Memang betul, orang yang sedang naik kapal itu memang Kan ciau-bu adanya.
Demi melihat Yu Wi dan Lim Khing-kiok serta Kan Hoay-soan mengikut dibelakangnya, seketika
air muka Kan ciau-bu berubah hebat, mendadak ia tidak jadi naik keatas kapal, tapi terus
melompat turun kedaratan dan berlari kembali ketengah pulau.
Melihat Kan ciau-bu juga berada disini, tentu saja kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Yu Wi.
Ada banyak urusan yang tidak jelas perlu ditanyakannya kepada Kan ciau-bu. Pertama yang
ingin ditahuinya adalah tentang keadaan Thian-ti-hu, selain itu iapun ingin tanya cara bagaimana
Ciau-bu akan menyelesaikan akibat yang ditimbulnnya atas perbuatannya di Ma-siau-hong, yakni
menyangkut diri Lim Khing-kiok.
Akan tetapi begitu melihat dia segera Kan ciau-bu kabur secepatnya. hal ini sungguh
membuatnya tidak habis mengerti. Yu Wi heran mengapa Cia u-bu lari terbirit-birit seperti melihat
setan, padahal dirinya tidak bermaksud berkelahi dengannya tapi ingin berunding dengan baik,
segera Yu Wi melayang turun dari papan jembatan sambil berteriak. "Jangan lari, ingin kutanya
padamu" Tapi bukannya berhenti, sebaliknya lari Kan ciau-bu terlebih kencang, hanya sebentar saja ia
sudah sampai di ujung barat laut pulau. Tanpa pikir Yu Wi terus mengejar ke sana.
"Toako, Toako..." Khing-kiok berteriak-teriak. segera iapun hendak menyusul, tapi teringat
kepada Kan Hoay-soan yang digandengnya, mana dia tega meninggalkan nona yang ling lung ini.
"Yu-kongcu, Yu kongcu...." Yap Jing juga berteriak. Ia tidak tahu siapa orang yang dikejar Yu
Wi itu, terpaksa ia menyusul kesana sambil berteriak. "Kembali. hai, kembali Tidak boleh kesana"
Kiranya di sebelah barat laut pulau itu ada suatu daerah terlarang, siapa pun tidak berani
masuk kedaerah terlarang tersebut. Maka Yap Jing menjadi kuatir kalau Yu Wi menerjang masuk
kedaerah terlarang itu.
Ginkang Kan ciau-ba cukup tinggi dan tidak dibawah Yu Wi, apa lagi dia lari lebih dulu. seketika
Yu Wi tidak dapat menyusulnya. Jarak kedua orang ada belasan tombak jauhnya, keduanya samasama
lari secepat terbang.
Ginkang Yap Jing lebih rendah, ia ketinggalan belasan tombak dibelakang dan berteriak-teriak,
"Hai, kembali, kembali, tidak boleh ke sana...."
Meski dengar seruan Yap Jing itu, tapi Yu Wi tidak berani berhenti, sebab kalau berhenti tentu
sukar lagi menyusul Kan ciau-bu.
Kejar mengejar itu berlangsung lagi sekian lamanya, mendadak Yu Wi melihat seonggok tulang
putih, maju lagi kembali dilihatnya seonggok. lebih maju lagi bahkan onggokan tulang berserakan
dimana, sedikitnya ada tulang-belulang ratusan mayat manusia.
Mayat itu bergelimpangan disebuah selat yang memang sempit, Kan ciau-bu terus berlari
kedalam selat itu tanpa berhenti.
Selagi Yu Wi hendak ikut terjang ke sana, tiba-tiba dilihatnya pada dinding karang dimulut selat
itu terukir tiga huruf besar: "Put-kui-kok" atau "Lembah tidak kembali". Ia terkejut, diam-diam ia
mengulang nama itu: "Put-ku-kok. Put-kui-kok. . . ."
Hanya sejenak ia ragu-ragu, tapi lantas tidak hiraukan lagi dan berlari masuk kedalam lembah.
Sudah terlambat waktu Yap Jing menyusul tiba, Yu Wi sudah menghilang. Ia berdiri termenung
diluar lembah itu sambil berdoa, "semoga kau dapat keluar lagi dengan selamat."
Tapi dia hanya dapat berdoa saja dan tidak berani yakin anak muda itu dapat keluar lagi
dengan selamat, sebab untuk keluar lagi dengan selamat boleh dikatakan tidak mungkin.
-0O:O0- O -OO^OO- 0 -0O:O0-
Begitu mengejar kedalam lembah segera Yu Wi kehilangan jejak Kan ciau-bu, ia pikir mungkin
karena berhentinya di mulut lembah tadi sehingga Kan ciau-bu sempat lari, tapi pasti berada di
depan sana. Segera ia percepat langkahnya dan mengejar lebih jauh.
Jalan di selat yang sempit itu semakin gelap dengan angin semilir dingin merasuk tulang.
sembari berjalan Yu wi juga berteriak, "Kan ciau-bu, Kan ciau-bu. . . ."
Suaranya bergema nyaring, dilembah yang sunyi ini, selain gema suara teriakan hanya ada
suara langkah Yu Wi sendiri.
Mendadak ia berhenti berteriak, lalu mendengarkan dengan cermat. Kini yang tertinggal hanya
suara langkah Yu Wi saja, sejenak kemudian, dari arah sana juga bergema suara orang berjalansuara
ini terdengar dengan jelas dan pasti. Yu Wi tidak berjalan lagi, maka suara "srak-srek" di
depan dapat terdengar dngan lebih nyata.
"Jangan-jangan Kan ciau-bu berlari balik kemari?" demikian pikir Yu wi.
Jalan selat yang sempit itu berliku-liku sehingga tidak kelihatan keadaan di depan sana, tapi
arah langkah orang itu semakin mendekat.
sekonyong-konyong sesosok bayangan orang muncul dari pengkolan sana, terlihat orang itu
berjalan dengan langkah sempoyongan, seperti terluka parah dan sukar untuk berjalan. Mata Yu
Wi sangat tajam, meski di tempat yang remang-remang tetapi dari jarak puluhan tindak jauhnya
dapat dilihatnya pendatang ini bukan Kan ciau-bu melainkan seorang Hwesio.
Dilihatnya si Hwesio berjalan lagi beberapa langkah dengan terhuyung-huyung. mendadak ia
jatuh terkapar sambil merintih pelahan-
Cepat Yu Wi berlari maju, ia tidak berani membangunkannya dengan segera, tapi ditanyainya
lebih dulu, "siapa kau" Apakah terluka?"
Hwesio itu terkapar di atas batu kerikil yang berserakan, punggungnya tampak berjumbul naikturun,
jelas bernapas saja sangat sulit.
Segera Yu Wi berkata pula, "Lekas katakan, siapa kau" Aku dapat menolong lukamu."
sakuatnya Hwesio itu meronta dan berkata "Aku Hoat-hai . . . . "
"Hoat-hai?" seru Yu Wi terkejut.
Kiranya pimpinan siau-lim-pay sekarang adalah angkatan yang memakai nama Hoat, kecuali
pejabat ketuanya yang bergelar Hoat-pun, tokoh lainnya yang seangkatan dengan dia adalah
Hoat-hai dan Hoat-ih. Ketiga orang itu terkenal sebagai siau-lim-sam-lo atau tiga tertua siau-lim-si.
Nama mereka terkenal dan disegani.
Sungguh tak terduga oleh Yu Wi bahwa Hwesio yang terluka ini ialah Hoat-hai, pikirnya,
"Mengapa paderi siau-lim-si ini bisa berada di sini dan kenapa pula sampai terluka" siapa kah
yang mampu melukainya?"
Cepat ia membangunkannya dan dibaringkannya pada pangkuannya sendiri, dilihatnya bagian
tubuh depan Hoat-hai berlumuran darah, lukanya silang melintang tak terhitung banyaknya,
melulu bagian muka saja ada lebih 20 luka sehingga sukar dibedakan mata-telinga dan hidung
atau mulutnya. Yu Wi coba memeriksa lebih teliti luka yang mumur itu, dilihatnya semua luka itu adalah bekas
tebasan pedang, bahkan setiap luka itu dalamnya atau panjangnya serupa, seolah-oloh setiap kali
sudah diukur lebih dulu, habis itu baru muka Hoat-hai disayat.
Terdengar Hoat-hai berucap pula dengan suara lemah dan terputus-putus, "sia . . . .sia-kiam,
sia-kiam muncul lagi. . . . ."
"Sia-kiam (Pedang Jahat)" Apa artinya sia kiam?" tanya Yu Wi dengan bingung. Mendadak
tubuh Hoat-hai kejang dengan hebat.
Yu Wi menggeleng kepala, ia tahu luka Hoa-hai terlalu parah, pada tubuhnya itu sedikitnya ada
belasan luka tebasan pedang, untuk menyembuhkan jelas maha sulit. Tampaknya jiwanya hampir
tamat, bila dia kejang lagi dan kehabisan darah itu akan meninggalkan dunia-fana ini.
Dengan menyesal berkatalah Yu Wi, "Locianpwe, bicaralah jika engkau ada pesan apa-apa lagi,


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekuatnya Wanpwe pasti akan melaksanakan pesanmu."
Mata Hoat-hai sudah buta tertusuk pedang, la tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa,
lebih-lebih tidak tahu Yu Wi ini kawan atau lawan, dari ucapan Yu Wi yang tulus ikhlas itu, ia coba
mengerahkan segenap sisa tenaga yang masih ada dan berseru sekuatnya dengan parau,
"Antarkan Ji. . . Ji-ih-leng ini ke . . .ke siau-lim-si dan .... dan katakan sia-kiam telah .... telah
muncul lagi. . . ."
Bicara sampai di sini, kedua tangannya menarik baju Yu Wi sekuatnya sambil berteriak, "Lihai
... lihai benar sia-kiam itu. . . ."
setelah berkelojotan beberapa kali, lalu Hwesio itu tidak bergerak lagi, tapi kedua tangannya
masih mencengkeram erat leher baju Yu Wi, seolah-olah musuh yang dicengkeramnya dan hendak
diajaknya gugur bersama.
Melihat kematian Hoat-hai yang mengenaskan itu, basah juga mata Yu Wi. Ia buka kedua
tangan Hoat-hai yang juga penuh luka itu dan membaringkan Hwesio itu di tanah.
Rupanya kematian Hoat-hai benar- benar sangat penasaran sehingga matanya masih mendelik,
pelahan Yu Wi merapatkan kelopak mata Hwesio itu dan berkata, "Tidurlah dengan tenang.
Cianpwe, pasti akan kuantar Ji-ih-leng ini ke siau-lim-si."
Di dekat situ ada sebuah gua karang, Yu Wi membawa jenazah Hoat-hai ke dalam gua, dengan
hormat ia membaringkan Hwesio yang sudah tak bernyawa itu, lebih dulu ia minta maaf, lalu
memeriksa sakunya, ditemukannya sepotong Giok-ji-ih (semacam benda mainan terbuat dari batu
kemala) sebesar telapak tangan berwarna putih mulus.
Yu Wi tahu Giok-ji-ih ini adalah tanda pengenal paling terhormat di siau-lim-si, dengan hati-hati
ia menyimpannya dalam baju.
Dengan tanda pengenal Giok-ji-ih itu barulah berita yang akan di sampaikannya nanti dapat
dipercaya oleh paderi siau-lim-si, cuma entah mengapa dirinya hanya disuruh menyampaikan
berita sia-kiam muncul lagi" Ia pikir "Sia-kiam" mungkin dimaksudkannya seorang tokoh ahli
pedang, yang melukai Hoat-hai dengan ratusan tebasan pedang itu.
Padahal tokoh siau-lim-si yang memakai nama "Hoat" adalah paderi yang disegani orang
persilatan, tapi sekarang musuh mampu melukainya beratus kali, kejadian ini sungguh sangat
mengejutkan dan juga sangat mengerikan, seumpaa hendak menggores pada tubuh seorang mati
dengan luka yang panjang dan dalamnya sama juga sulit, apalagi tokoh kelas tinggi seperti Hoathai
ini. Membayangkan betapa lihainya "sia-kiam" dimaksudkan itu, Yu Wi menjadi ngeri juga, kiranya,
"Tokoh sia kiam ini sungguh terlalu menakutkan."
Ia menyumbat mulut gua dengan batu, habis itu ia memberi hormat dari luar gua dan berucap.
" Harap cianpwe istirahat tenang di sini, bila Wanpwe ke siau-lim-si, tentu akan kuminta layon Locianpwe
dipindah."
Sekarang tidak mungkin lagi baginya untuk menyusul Kan ciau-bu, tapi lembah ini hanya ada
satu jalan saja, betapapun Yu Wi tidak rela, selangkah demi selangkah ia masuk lagi lembah itu
lebih jauh, pikirnya, "sekalipun tidak menemukan Kan ciau-bu, tiada jeleknya kalau bisa bertemu
dengan tokoh sia-kiam itu."
Sama sekali tak terbayang olehnya bahwa dilembah ini mungkin berdiam seorang iblis yang
ganas dan gemar membunuh orang, bisa jadi dirinya juga akan dicelakainya.
Jalan lembah itu ada beberapa ratus kaki panjangnya, pada ujung sana keadaan lantas terang
benderang, tertampak di tengah lembah adalah tanah datar, sawah berpetak-petak dengan
tanaman padi yang menghijau, gili-gili sawah teratur dengan baik dengan irigasi yang lancar.
Di kejauhan, dipematang sana, kelihatan ada beberapa lelaki berdandan sebagai petani,
mereka tidak tahu lembah ini telah kedatangan orang asing, masih asyik memandangi sawah
dengan termangu.
Yu Wi menuju kesana, ia memberi hormat keseorang petani yang ditemuinya dan bertanya,
"Numpang tanya, apakah Toako ini melihat seorang berlari kemari?"
Petani itu menoleh dan memandang Yu Wi dengan kaku, tidak memperlihatkan rasa kejut,
juga tanya cara bagaimana Yu Wi masuk ke lembah ini, dia hanya menggeleng kepala. "Apakah
boleh kumaju ke depan sana?" tanya Yu Wi. Tapi petani itu tetap goyang kepala tanpa suara.
"Jangan-jangan seorang dungu atau tuli?" pikir Yu Wi dengan mendongkol.
Pada saat itulah, tiba-tiba petani itu turun kesawah, sekali meraih, seekor ular dicengkeramnya.
karena yang dipegang bukan leher ular di bawah kepala. ular itu sempat memagut tangan si
petani yang kasar dan kuat itu. "Wah, celaka" teriak Yu Wi kaget.
Tapi dilihatnya si petani seperti tidak tahu apa2 sebaliknya malah tertawa.
Diam-diam Yu Wi merasa heran mengapa orang ini sedemikian bodoh dan membiarkan
tangannya digigit ular, untung cuma seekor ular air biasa, kalau ular berbisa, kan bisa celaka"
Tengah berpikir, tiba-tiba dilihatnya petani itu mengangkat tangannya, kepala ular itu terus
dimasukkan ke dalam mulut lalu sekali gigit, kepala ular lantas perotol, lalu dikunyah seperti orang
makan ketela dan ditelan kedalam perut. Habis itu ia gigit lagi badan ular yang dipegangnya dan
diganyangnya mentah-mentah.
Hanya sebentar saja ular hidup itu telah dilalapnya habis. Merinding Yu Wi menyaksikan orang
makan ular hidup cara begitu.
Dilihatnya dipemantang sawah sana seorang petani lain juga turun ke sawah, cepat Yu Wi
mendekatinya, ia sangka petani itu tentu juga akan menangkap ular untuk dimakan, lantas terlihat
yang ditangkap petani ini bukanlah ular melainkan seekor katak buduk, katak inipun diganyangnya
mentah-mentah seperti rekannya tadi. Hampir saja Yu Wi tumpah, serunya, "Hei. hei, itu tidak
boleh dimakan"
Petani itu berpaling dan menyengir terhadap Yu Wi tanpa bicara. lalu makan lagi dengan
nikmatnya. Mestinya Yu Wi ingin tanya padanya, tapi melihat keadaannya yang seram itu, ia gleng-geleng
kepala dan meninggalkannya dengan cepat.
Di dekat situ masih ada beberapa petani lain, melihat Yu Wi lalu di situ, mereka tidak gubris
dan tidak ambil pusing. Yu Wi tahu semua petani itu pasti orang sinting, tapi pasti bukan sinting
pembawaan melainkan terkena pengaruh ilmu gaib.
Jiwa Yu Wi memang luhur dan mulia, ia pikir Kokcu (penguasa lembah) ini sungguh terlalu
jahat. petani yang berada disini pasti ditangkapnya dari tempat lain, lalu disihir kemudian
diperbudak. Kasihan orang orang ini, karena ling lung, bila lapar mereka lantas makan segala apa yang
dilihatnya. Diam diam Yu Wi bertekad akan mencari sang Kokcu unluk memprotesnya caranya yang tidak
berprikemanusiaan ini.
Setelah melintasi pematang sawah yang berpetak-petak itu, akhirnya kelihatan sederetan
rumah gubuk didepan sana.
Sekeliling rumah gubuk itu penuh tumbuh pohon bambu yang tinggi, didepan rumah ada
lapangan jemuran padi, tapi saat itu tidak ada jemuran, hanya ada seorang kakek sedang
berjemur sinar matahari dengan bersandar di sebuah kursi malas.
Suasana ini melukiskan ketenangan hidup dipedusunan dengan sawah ladangnya yang subur,
apabila sudah lelah bakerja lantas istirahat, hidup aman tenteram tanpa gangguan apapun.
Yu Wi menyeberangi sebuah jembatan kayu yang sederhana yang melintang diatas sebuah
sungai kecil dengan airnya yang jernih, dan tiba dilapangan jemuran itu Dilihatnya si kakek lagi
tidur. Maka ia berhenti melangkah, tidak berani mengganggu kenyenyakan tidur si kakek.
Ia coba mengamat-amati kakek itu, perawakannya sedang, berbaju warna kelabu dari kain
kasar. wajahya yang kelihatan welas asih penuh dihiasi keriput itu tepat adalah model petani tua
didesa. Di samping kursi malas tempat berbaring kakek itu ada sebuah keranjang, mulut keranjang itu
bundar kecil bertutup. tapi bagian bawah besar, entah apa isinya.
Sejenak Yu Wi berdiri di situ, ia pikir hanya berdiri saja bukan cara yang baik, Padahal di sekitar
situ tidak ada orang lain, untuk tanya tempat kediaman sang Kokcu terpaksa harus
membangunkan petani tua ini.
Selagi ragu apak
Hati Budha Tangan Berbisa 3 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Pendekar Cacad 12
^