Pendekar Kembar 14

Pendekar Kembar Karya Gan K L Bagian 14


ah perlu mengganggu orang atau tidak. tiba-tiba si petani tua menguap. lalu
membuka mata, ia tertawa demi melihat Yu Wi berdiri di depannya.
Yu Wi melihat mata orang yang terpentang itu hanya sebelah saja, yang sebelah tetap
terpejam, seketika ia tertegun sehingga lupa bertanya.
Petani tua itupun tidak tanya darimana dan untuk apa Yu Wi datang kesitu, ia lantas membuka
keranjang, satu-satunya mata yang terpentang itu mengincar isi keranjang. "Apa isi keranjang
itu?" pikir Yu Wi dengan heran-
Tampaknya petani tua itu mengincar baik sesuatu didalam keranjang, habis itu mendadak
tangannya terjulur kedalam keranjang, lalu ditariknya keluar seekor ular belang berekor merah
dengan kepala berbentuk segi tiga. "Hah,Jiak bwe-coa...." diam-diam Yu Wi berteriak kaget.
Jiak-bwe-coa atau ular berekor merah adalah satu diantara kesepuluh jenis ular berbisa yang
paling jahat di dunia ini, bila orang tergigit, dalam waktu singkat orang akan mati.
Dilihatnya bagian yang terpegang si petani tua tepat di bawah leher ular, maka ular ekor merah
itu tidak dapat memagut, terpaksa hanya ekornya saja melingkar-lingkar. Petani tua itu tertawa
terkekeh memandangi kepala ular,
Melihat wajah tertawa orang, terkesiap Yu Wi, sebab tertawa nya yang dingin dan kejam ini
tidak cocok dengan wajahnya yang semula kelihatan welas-asih itu, dalam waktu sekejap itu si
petani tua seolah olah telah berubah menjadi seorang lain.
Begitu lenyap tertawanya, segera petani tua itu membuka mulut dan menggigit putus kepala
ular itu Ketika si petani tua memegang ular, segera Yu Wi berpikir orang tentu akan makan ular itu.
Tapi juga terpikir olehnya mungkin orang takkan makan ular berbisa jahat ini. siapa tahu petani
tua ini tetap mengganyangnya mentah-mentah.
Keruan Yu Wi terkesiap. ia heran apakah orang ini tidak tahu ular yang di ganyangnya itu
berbisa" Tapi setelah berpikir lagi, ia merasa tidak begitu halnya. sebab kalau melihat caranya si petani
tua menangkap ular, bagian bawah kepala yang dipencet sehingga ular berbisa itu tidak mampu
memagut, jelas petani tua ini sudah berpengalaman dan tahu di mana letak kelemahan ular ekor
merah itu. Selain itu juga cara makan petani tua ini berbeda dengan petani-petani tadi, cara makannya
Jelas ada maksud tertentu dan tidak asal makan saja untuk tangsal perut yang lapar.
Apa yang diduga Yu Wi itu ternyata betul, maksud tujuan petani tua ini makan ular memang
bukan untuk tangsal perut lapar, sebab setelah kepala ular digigit perotol, badan ular lantas
dibuangnya, hanya kepala ular saja yang diganyang.
Selesai lalap kepala ular itu, si petani tua mengusap mulutnya, lalu mengulet kemalas-malasan.
Diam-diam Yu Wi berpikir, "sudah tahu ular berbisa dan tetap d makan, jelas nyawamu tidak
panjang lagi."
Mendadak petani tua itu berdiri, lalu djemputnya lagi badan ular tanpa kepala itu, didekatinya
Yu Wi dan disodorkannya bangkai ular itu. katanya singkat, "Boleh kau makan" Nadanya
memerintah seperti sudah biasa terjadi hal demikian ini.
Keruan air muka Yu Wi berubah. jawabnya dengan kurang senang, "Makanlah sendiri, aku
bukan manusia liar"
Petani tua itu tampak kaget. "Kau bisa bicara?" tanyanya.
"Aku ada mulut, ada lidah, dengan sendiriannya bisa bicara," sahut Yu Wi dengan mendongkol.
"Kulihat kau datang dan berdiri diam saja, kukira kaupun seorang sinting," kata petani tua
dengan tertawa.
"Kau sendiri yang sinting, masakah kedatanganku tidak kau tanya dan tidak kau tegur," kata Yu
Wi dalam hati. Dengan sendirinya kata- kata demikian tidak enak diutarakannya, diam- diam ia bertambah
heran bahwa orang tua yang waras ini kenapa berani mengganyang ular berbisa" Didengarnya
petani tua itu lagi bertanya, " Untuk urusan apa kau datang kemari?"
"Numpang tanya, dimanakah kediaman Kokcu Put-kui-kok ini?"
"Untuk apa kau cari dia?" tanya si orang tua."
"Ada urusan ingin kuminta penjelasan padanya."
"Urusan apa?" tanya pula si petani tua.
Yu Wi merasa orang terlalu banyak bertanya meski kurang senang, tetap ia jawab dengan
ramah-tamah. "Jika Lotiang (bapak) tahu harap suka memberitahu, kalau tidak mau memberitahu, biarlah
kupergi mencarinya sendiri"
"Apakah kau tahu apa artinya Put-kui-kok?" tanya si petani tua tiba-tiba.
Dari nada pertanyaan orang, segera Yu Wi menduga tentu orang tua inilah sang Kokcu. Diam2
ia membatin lahiriah orang ini kelihatan welas-asih, tapi sesungguhnya hatinya berbisa seperti
ular, jiwa manusia dipandang tidak berharga sama sekali, betapapun harus menghadapinya
dengan hati-hati.
Maka ia berlagak tidak tahu dan menjawab, "Put-kui-kiok. nama ini memang bagus. tapi juga
biasa-biasa saja."
"Biasa" Hm" jengek si petani tua. "Put-kui-kok artinya barang siapa masuk ke lembah ini, maka
jangan harap lagi dapat keluar dengan hidup."
"Kukira belum pasti begitu," ujar Yu Wi dengan tertawa.
Orang tua itu menarik muka, tanyanya dengan gusar, "siapa yang suruh kau kesini" Apakah
Yap su-boh?"
"Yap su-boh" siapa dia" Entah, aku tidak tahu," sahut Yu Wi sambil menggeleng. "Tapi ada
kukenal seorang nona di pulau ini, namanya Yap Jing."
"oo," petani tua itu bersuara heran, "kenal anak perempuannya dan tidak kenal ayahnya,
apakah Yap Jing yang membawa kau ke sini?"
Baru sekarang Yu Wi tahu sam-gan-siusu bernama Yap su-boh. Ia pikir Yap su-boh pasti kenal
kakek aneh pemakan ular ini, bahkan hubungan mereka pasti sangat akrab. makanya nama Yap
Jing juga dikenalnya. Ia lantas menjawab, "Bukan, Yap Jing tidak membawaku kesini. sebaliknya
dia malah mencegah kedatanganku ini."
"Budak itu tahu larangan di lembah ini, dengan sendirinya dia merintangi kau masuk ke sini,"
jengek si orang tua. "Tapi kau sengaja menerjang tanpa menghiraukan peringatan Yap Jing. jelas
kau memandang remeh diriku ya?"
"Aku tidak kenal Lotiang, mana bisa meremehkan dirimu?" sahut Yu Wi tertawa.
"Nah, aku inilah Kokcunya. untuk apa kau cari diriku?"
"semula maksud kedatanganku kesini bukan untuk mencari Lotiang . . . ."
"Hm, rupanya apa yang kau lihat dilembah ini tidak cocok dengan seleramu, lalu kau cari diriku
untuk protes, begitu?" jengek si kakek.
"Tahu juga kau," pikir Yu Wi.
Lalu ia meneruskan ucapannya tadi, "Ada seorang kenalanku, sudah lama tidak bertemu, tahutahu
kulihat dia lari masuk ke lembah ini, demi mengejar dia untuk bicara sesuatu urusan, maka
secara lancang kumasuk ke sini."
"Di sini tidak ada orang luar, biasanya juga tidak ada orang luar yang berani masuk kesini,"
kata petani tua.
"Jika betul tidak ada, biarlah Wanpwe mohon diri saja," kata Yu Wi.
"Kau tidak perlu mohon diri, selama hidupmu ini harus berdiam dilembah ini," kata si orang tua.
Yu Wi tidak gentar oleh ucapan itu, katanya dengan tertawa, "Sementara ini memang aku
belum maupergi, setelah urusanku selesai, kalau aku mau pergi dengan segera dapat kupergi."
"Huh, masa semudah itu" Jangan kau mimpi," jengek orang tua itu. segera terpikir sesuatu
olehnya, ia tanya, "Kau ada urusan apa?"
"seperti sudah dikatakan Lotiang tadi, kucari Lotiang untuk memprotes sesuatu, sebab kejadian
ini sungguh tidak dapat kubenarkan, mau-tak-mau aku harus ikut campur."
orang tua itu menjadi gusar, "Kurang ajar Bsrangkali kau sudah telan hati harimau, maka kau
berani main gila kesini?"
"E-eh, Lotiang sudah tua. jangan suka marah." ucap Yu Wi dengan tertawa. "Marilah kita bicara
secara baik-baik saja."
Saking gusarnya orang tua itu berbalik tertawa, sungguh tidak pernah dilihatnya ada orang
bersikap sedemikian santai dihadapannya, padahal Yap su-boh saja gemetar bila bicara
berhadapan dengan dia.
"Mau bicara apa?" katanya kemudian dengan gemas. Diam-diam ia pikir "sebentar baru kau
tahu rasa akan kelihaianku."
Yu Wi mendapatkan sebuah bangku batu dan berduduk, ia tuding bangku batu lain dan
berkata. "Duduk, duduklah dulu tangan sungkan"
Dengan kheki petani tua ikut berduduk, dalam hati ia memaki, "Dirodok Tamu bersikap seperti
tuan rumah. sungkan, sungkan kepada mak mu"
Yu Wi pandai melihat perubahan air muka orang, dengan tersenyum ia berkata pula, "Lotiang
seorang berbudi luhur, tentu juga seorang yang sabar dan takkan memaki orang di dalam hati."
Petani tua itu tambah mendongkol, pikirnya, "Kurang ajar Bukankah terbalik ucapannya dan
sengaja hendak menyindir diriku" Keparat, boleh kau mengoceh sesukamu, sebentar lagi masakah
tidak kupotong tubuhmu menjadi belasan potong."
Didengarnya Yu Wi berkata lagi, "Tuhan menciptakan manusia tentu ada gunanya, semut saja
sayang nyawa. Tapi Lotiang main bunuh tanpa pandang bulu, tindakanmu ini jelas tidak
berperikemanusiaan- Bagaimana pendapat Lotiang akan uraianku ini?"
Siorang tua pikir "kalau kubantah semuanya, coba apa yang akan kau lakukan?" Maka ia
sengaja menggeleng kepala lalu berkata, "Sembarangan omong, fitnah orang, dosa besar. Kalau
bicara hendaklah pikirkan akibatnya."
Tapi dengan tegas Yu Wi berkata, "Tulang berserakan dimulut lembah Put-kui-kok, semua ini
bukti nyata."
"Kalau ingin menyalahkan orang, apa sukarnya mencari alasan?" ujar si petani tua dengan
tertawa. "jika kau bilang setiap orang mati itu adalah karena korban pembunuhanku, lalu cara
bagaimana dapat kubantah?"
"Memangnya tulang belulang yang memenuhi mulut lembah itu bukan orang-orang yang kau
bunuh?" "Dengan sendirinya bukan," sahut si orang tua dengan sengaja. "Siaucu, hukuman apa yang
pantas bagimu karena kau nista diriku?"
"Bila benar cayhe menista Lotiang tanpa bukti dan tak berdasar, cayhe rela menerima hukuman
apapun," jawab Yu Wi dengan serius.
"Lalu apa yang perlu kau katakan lagi?" jengek orang tua itu
"Lotiang kenal Hoat-hai tidak?" tanya Yu Wi.
Tergetar hati orang tua itu, ia heran mengapa bocah ini tiba-tiba tanya Hoat-hai, untung
Hwesio itu sudah terlempar kedalam jurang dan sukar dicari lagi mayatnya. Maka dengan tabah ia
menjawab, "Tentu saja kenal Tapi sudah berpuluh tahun tidak bertemu, entah akhir-akhir ini ilmu
pedangnya banyak maju atau tidak?"
Diam-diam Yu Wi menjengek karena sikap orang yang berlagak pilon itu, pelahan ia berkata
pula, "sudah belasan tahun Lotiang tidak berjumpa dengan Hoat-hai, tapi Cayhe baru saja
bertemu dengan dia, kau percaya tidak?" Dengan cepat orang tua itu menggeleng, katanya,
"Tidak. tidak percaya."
Ia pikir Hoat-hai sudah terluka parah oleh beratus kali tabasan pedangku, dan terlempar pula
ke dalam jurang, sekalipun bertubuh baja juga akan bancur lebur, jelas tidak mungkin hidup lagi.
Tak terduga olehnya bahwa meski Hoat-hai terlempar ke dalam jurang, tapi secara kebetulan
tersangkut pada dahan pohon sehingga tidak tebanting mati. Karena tenaga dalam Hoat-hai
sangat kuat, dengan segenap sisa tenaganya. ia merambat lagi ke atas, setiba dijalan masuk
lembah yang sempit itu dan bertemu dengan Yu Wi barulah ia mati kehabisan darah.
Begitulah Yu Wi lantas menjengek. "Kau berani menjawab tegas tidak percaya, jangan-jangan
sebelum ini sudah kau ketahui Hoat-hai telah meninggal dunia?"
Air muka si petani tua rada berubah, diam- diam ia mengakui kelihaian bocah ini, maka timbul
hasratnya untuk mengadu mulut, dengan tertawa ia menjawab, "Dalam hal ini, karena kutahu
jelas Hwesio siau-lim-si tidak mungkin datang kesini, dengan sendirinya berani kukatakan tidak
percaya . "
Yu Wi manggut-manggut, seperti memuji jawaban orang yang tepat itu. Tapi ia lantas
mengeluarkan Ji-ih-leng tinggalan Hoat-hai.
Orang tua itu lagi senang karena jawabannya membuat Yu Wi tak dapat bicara lagi, ia jadi
kaget demi nampak Ji-ih-leng, serunya, "He, dari mana kau dapatkan barang ini?"
"Lotiang kenal benda ini?" tanya Yu Wi.
"Tentu saja kenal," jawab si orang tua. "ji-ih leng dari siauw-lim-si, setiap orang persilatan pasti
tahu. Tokoh siau-lim-pay yang memegang Ji-ih-leng saat ini hanya ada dua orang."
"oo, siapa saja kedua orang itu?" tanya Yu Wi.
Orang tua itu merasa bangga karena pengetahuannya sangat luas, dengan suara lantang ia
menjawab, "Yaitu kedua adik seperguruan Hoat-hai pun yang menjabat ketua siau-lim-pay
sekarang, Hoat-hai dan Hoat-ih."
"Diatas Ji-ih-leng ini tcrukir satu huruf 'Hai'," kata Yu Wi.
"Itulah milik Hoat-hai" seru si orang tua dengan terkejut. Tapi lantas terpikir hal ini tidak
mungkin terjadi. segera ia berkata pula, "Coba kupinjam lihat." Tanpa ragu atau sangsi Yu Wi
menyodorkan Ji-ih-leng itu.
Orang tua itu tidak menyangka Yu Wi akan begitu baik, dengan tertawa ia memuji, "Boleh juga
kau." Setelah Ji-ih leng diterima dan diperiksanya. memang benar di atasnya terukir satu huruf kecil
"Hai". Keruan ia heran cara bagaimana benda ini bisa berada pada Yu Wi. Mungkinkah Hoat-hai
tidak mati dan memberikan batu kemala ini kepadanya. sebab kalau Hoat-hai sudah mati di dalam
jurang, tidak nanti benda tanda pengenalnya bisa berada pada anak muda ini.
"Nah, apakah Lotiang tetap tidak percaya pernah kulihat Hoat-hai?" kata Yu Wi.
Dengan sangsi orang tua itu menjawab, "sebab apa Hoat-hai memberikan Ji-ih- leng ini
padamu" sekarang dia berada dimana?"
Yu Wi tidak mau berdusta, tuturnya, "Hoat-hai sudah wafat, sebelum ajalnya dia menyerahkan
Ji-ih-leng ini pada ku. "
Si orang tua melengak. tanyanya, "Apa pesannya ketika memberikan Ji ih leng ini?"
"Hoat-hai Locianpwe minta kuantarkan Ji-ih leng ini ke siau-lim-si dan menyampaikan empat
kata berita saja."
"Empat kata apa?" si orang tua menegas
"sia-kiam muncul lagi," ucap Yu Wi dengan prihatin-
"Bahaya, bahaya" demikian orang tua itu bergumam sendiri
"Apakah Lotiang takut kepada para Hwesio siau-lim-si?" tanya Yu Wi.
"Huh, masakah kutakut kepada kawanan kepala gundul siau-lim" .... " jengek si orang tua
dengan gemas. Sejenak kemudian, ia menyambung pula, "Bicara terus terang, sekalipun ketua siau-lim-si juga
tidak kupandang sebelah mata. soalnya, jika berita mengenai diriku tersiar sampai di siau-lim-si
bahwa aku ini masih hidup lalu berbondong-bondong mereka mencari diriku. inilah yang akan
merepotkan."
"Lotiang," kata Yu Wi, "Ji-ih-leng itu sudah kau lihat, mohon dikembalikan padaku."
"Untuk apa pula kau pegang benda ini?" tanya si orang tua dengan tertawa.
Yu Wi menarik muka, jawabnya dengan tegas. "Cayhe menerima pesan orang, maka Ji-ih-leng
ini harus kusampaikan ke siau-lim-si."
"Huh, apa artinya cuma sepotong ji-ih-leng ini" Nah, ambil" ujar orang tua itu dengan tertawa.
Sesudah ji-ih-leng itu diterima Yu Wi, lalu petani tua itu berkata pula, "sudah lebih 20 tahun
jarang kubicara dengan orang, andaikan pernah juga tidak lebih dari tiga kalimat. Tapi sekarang
aku telah bicara sekian lamanya dengan anak yang menarik seperti kau ini, hitung-hitung kita
memang ada jodoh."
"Dan sekarang Lotiang masih tetap menyangkal tidak pernah membunuh orang yang tak
berdosa?" tanya Yu Wi.
"Baik, anggaplah aku kalah," jawab si orang tua dengan tertawa. "sungguh tak kusangka Hoathai
belum mati. Biarlah kukatakan terus terang padamu. Memang betul, tulang belulang yang
berserakan dimulut lembah itu, semuanya adalah orang yang kubunuh."
Seketika timbul kemarahan Yu Wi, teriaknya, "Mengapa kau bunuh orang sebanyak itu"
Memangnya ada permusuhan atau dendam apa antara mereka dengan kau?"
"E-eh, anak muda, jangan marah, bisa lekas tua." kata si orang tua sambil menggoyangkan
tangannya. Kata-kata ini menirukan cara bicara Yu Wi tadi, sekarang berbalik digunakan oleh orang tua ini
untuk membujuk Yu Wi Ia percaya anak muda ini akan tertawa geli
Siapa tahu, Yu Wi benar- benar sangat marah, namun air mukanya tetap tenang, katanya
dengan pelahan, "Baik, akan kubicarakan dengan baik-baik padamu. Nah, coba jawab, dengan
alasan apa kau bunuh orang secara tidak semena-mena."
"Sudah lebih 20 tahun kutinggal di lembah ini dan tak pernah keluar barang selangkah pun,"
tutur si orang tua. "orang-orang ini adalah kiriman Yap su-boh untuk kubunuh. Karena aku
memang lagi iseng, maka kubunuh mereka untuk main-main."
Yu Wi tambah murka, bentaknya, "Membunuh orang untuk main-main, di dunia ini masa ada
kejadian begini."
"E-eh, jangan marah lagi" ujar si orang tua dengan tertawa. "Seorang lelaki sejati, kalau sudah
berjanji harus ditepati. Tadi sudah berjanji akan bicara dengan baik-baik, mengapa sekarang
marah-marah lagi?"
Sedapatnya Yu Wi menahan rasa gusarnya, katanya sekata demi sekata, "Kau membunuh
orang secara tidak semena-mena, sungguh ingin kutusuk mampus kau"
Orang tua itu memandang sekejap pedang kayu yang tersandang dipunggung Yu Wi,
Katanya dengan tertawa, "Dapat kuduga ilmu pedangmu pasti tidak lemah. Nyata, orang
berkepandaian tinggi tentu juga bernyali besar. Tapi jangan terburu-buru, cepat atau lambat kita
tetap akan bertempur, sekarang kita perlu mengobrol sepuasnya."
Agaknya petani tua ini sudah terlalu lama tidak bicara dengan orang sekarang mendapatkan
lawan mengobrol, seketika hobinya bertanding ilmu pedang dikesampingkan untuk sementara.
Tapi Yu Wi enggan banyak omong lagi, ia tutup mulut rapat-rapat dan tidak menggubris orang.
Si orang tua menjadi tidak tahan, katanya, "sebenarnya tidak perlu disayangkan meski orangorang
ini kubunuh."
"Jiwa manusia tidak perlu disayang, lalu apa yang pantas disayangi?" tanya Yu Wi.
"Orang yang dibuang Yap su-boh ke sini semuanya adalah orang ling lung, kalau tidak kubunuh
mereka, biarpun hidup juga tidak ada artinya bagi mereka."
"Jangan-jangan setelah mempengaruhi mereka dengan ilmu sihirnya, lalu Yap su-boh mengirim
mereka kelembah ini?"
"Hah, tahu juga kau," orang tua itu tertawa.
Hampir meledak dada Yu Wi saking gusarnya setelah tahu duduknya perkara. Ia pikir Yap Jing
adalah gadis baik, tapi ayahnya ternyata sekejam ini. segera ia tanya dengan suara keras, "sebab
apa dia bertindak begini" Memangnya apa manfaatnya dengnn berbuat demikian?"
Dengan tak acuh petani tua itu menjawab, "Yap su-boh tahu setiap hari aku tekun berlatih
pedang, demi menyenangkan hatiku, dia sengaja mengirim jago-jago pedang dari ketujuh aliran


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besar untuk menjadi partner latihanku. Hanya inilah yang dianggapnya bermanfaat."
"Jika demikian, meski Yap su- boh itu kejam dan tidak berbudi, tapi pokok pangkalnya tetap
terletak pada dirimu dia cuma seorang pembantu kejahatan, sebaliknya kau inilah biang keladi
daripada semua perbuatan jahat ini."
Orang tua itupun tidak marah, jawabnva dengan tertawa, "Aku memang bukan orang baik,
membunuh orang bagiku adalah soal kecil."
"Hobimu tidak cuma membunuh orang saja, bahkan kejam luar biasa," kata Yu Wi. " Ingin
kutanya padamu, para petani yang bekerja bagimu dengan susah payah itu, mengapa tidak kau
beri makan nasi?"
"Apa artinya pertanyaanmu ini?" orang tua itu merasa heran.
Yu Wi pikir harus kubeberkan semua dosamu habis itu baru kulabrak kau, katanya, "Waktu
masuk ke lembah ini, kulihat beberapa petani di sana saking laparnya, lalu ular dan katak
ditangkapnya terus diganyang, bukankah ini membuktikan mereka tidak kau beri makan nasi" Ken
. .. kenapa kau tidak berperasaan dan begini kejam" Ketahuilah, mereka bercocok tanam
bagimu?" "Hahahaha Kiranya urusan ini," seru si orang tua dengan terbahak. "Kau salah paham, saudara
cilik" "siapa mengaku sebagai saudara cilikmu?" teriak Yu Wi dengan gusar. Jelas petani tua itu
berkesan baik terhadap Yu Wi, maka ia tidak menjadi marah atas sikap kasar Yu Wi itu, dengan
tertawa ia berkata, "Baik, takkan kupanggil saudara cilik padamu. Maklumlah, para petani itu
sengaja dikirim oleh Yap su-boh untuk bekerja bagiku, dengan sendirinya kuberi makan nasi
kepada mereka, kalau tidak. kan aku bisa susah sendiri cuma mereka memang bodoh, lantaran
melihat aku setiap hari ganyang ular hidup. mereka lantas meniru."
Mestinya Yu Wi ingin tanya orang tua itu sebab apa gemar makan kepala ular berbisa, bahkan
tidak takut keracunan- Tapi dia kadung kheki dan tidak mau lagi bicara tetek bengek dengan
orang. ia lantas tanya, "Apakah para petani itupun telah disihir oleh Yap su boh?"
"Tentu saja, kalau tidak masikah mereka mau tinggal disini dengan tenang," kata orang tua itu
Segera Yu Wi meraba pedangnya dan berkata, "Lotiang, tiada sesuatu lagi yang dapat kita
bicara kan. Hoat-hai telah kau bunuh, tidak sedikit pula orang yang tak berdosa telah menjadi
korban keganasanmu, dosamu pantas di hukum mati, sekarang hendak kutuntut balas bagi
mereka. Nah, keluarkan pedangmu dan kita mulai bertanding"
"Ai, tampaknya tidak sudi kau bicara denganku, selanjutnya aku akan sebatang kara lagi," kata
sipetani tua dengan menyesal.
"Baiklah, kau tunggu sebentar, akan kuambil pedangku."
Habis berkata, dengan terbungkuk-bungkuk ia masuk kerumah gubuk dengan pelahan.
Melihat orang sudah tua renta, diam-diam Yu Wi merasa gegetun. ia pikir orang tua ini benarbenar
kesepian dan harus dikasihani. entah mengapa dia mengasingkan diri dilembah ini, apakah
mungkin ada kisah hidupnya yang menyedihkan"
Tidak lama kemudian, dari dalam rumah gubuk muncul seorang lebih dulu dan petani tua tadi
mengikut dibelakangnya. orang pertama ini berjubab merah, jelas dia seorang Tosu.
Umur Tosu ini antara 40- an, wajahnya putih bersih. jelas bukan orang jahat. Dengan pedang
terhunus Tosu itu menuju kelapangan jemuran dengan ling lung.
Yu Wi menggeleng kepala, pikirnya, "Dia pasti juga terpengaruh oleh ilmu sihir Yap su-boh.
Tampaknya Tosu ini dari Bu-tong-pay, entah apa kedudukannya diBu-tong-pay."
Dilihatnya sipetani tua tadi juga memegang pedang, tapi bukan pedang saja melainkan pedang
bambu. Segera Yu Wi menegur, "Kenapa kau pakai pedang bambu" Hendaknya kau tahu pedang kayu
ini bukan kayu biasa, tapi terbuat dari kayu besi bahkan lebih tajam dan berat daripada pedang
baja." "Baik juga hatimu, siaucu, sungguh rasanya aku tidak tega bertanding dengan kau," kata petani
tua itu dengan tertawa.
Bagian 23 Yu Wi lantas melolos pedangnya dan berdiri siap tempur.
"Nanti dulu jangan terburu-buru," kata si petani tua. "Usiaku sudah laniut, dalam hal keuletan
jelas aku lebih tahan, kita harus bertanding secara adil, aku harus mengalah sedikit padamu."
"Ini pertarungan yang menentukan hidup dan mati, tidak periu saling mengalah," jawab Yu Wi
tegas. "Umpama tidak perlu mengalah juga perlu kuberitahu sedikit seluk-beluk ilmu pedangku agar
kau tahu garis besarnya, kalau tidak, begitu gebrak kau lantas tidak tahan, kan terialu rugi kau"
Nah. lihatlah yang jelas"
Habis berkata, pedang bambu si orang tua bergetar sehingga menimbulkan suara mendengung,
mau-tak-mau Yu Wi harus mengakui kekuatan latihan sendiri memang tidak dapat menandingi
orang. Dalam sekejap pedang bambu itu serupa ular berbisa yang baru keluar dari liangnya, di tengah
suara "srat-sret" berulang-ulang, pedang bambu telah menyambar kedepan dada si Tosu.
Meski tangan Tosu itupun memegang pedang, tapi tidak dapat menangkisnya, begitu pedang
menyambar kesana, secepat itu pula sipetani tua menarik kembali pedangnya, tahu-tahu dada si
Tosu sudah tersayat tujuh atau delapan garis luka darah segar pun mengucur.
Setelah luka oleh tusukan pedang, sinar mata si Tosu yang buram itu mulai gemerdep. seperti
timbul sedikit perasaan kemanusiaan. Tiba-tiba sipetani tua meraung tertahan, "Awas pedang, Kuicin"
Segera pedang bambunya bergetar dan menusuk pula. setiap jurus serangan yang aneh ini
seketika menimbulkan beberapa jalur luka pada sasarannya, nyata lihay luar biasa ilmu pedangnya
dan berbeda jauh daripada ilmu pedang umumnya.
Sekarang si Tosu tidak lagi kaku dan ling lung seperti semula, dengan rada terkejut ia angkat
pedang untuk menangkis. "plak", kedua pedang beradu, tapi pedang bambu si petani tua tidak
rusak sedikitpun, sebaliknya pedang baja si Tosu tidak meletikkan lelatu api. lalu mendadak ikut
bergetar bersama pedang bambu lawan.
Sedikit petani tua itu memutar pergelangan tangannya, si Tosu tidak sanggup lagi memegang
pedangnya, seketika ikut berputar dua-tiga kali, waktu sipetani tua menarik dengan kuat, pedang
bambunya seperti timbul daya isap yang kuat sehingga pedang baja si Tosu tertarik, "trang",
pedang jatuh ke tanah.
Si Tosu melenggong kehilangan pedang, sedangkan petani tua itu bergelak tertawa, pedangnya
menyambar cepat, kembali didada si Tosu ditambahi belasan jalur luka lagi, setiap garis luka itu
sama panjangnya.
Sudah ada likuran luka yang menghiasi dada si Tosu, meski luka itu tidak dalam, tapi juga
tidak ringan, saking kesakitan si Tosu menjadi kalap. dengan nekat ia jemput pedangnya yang
jatuh itu. Petani tua tidak merintanginya dan membiarkan orang mengambil kembali pedangnya, begitu
pedang sudah terpegang di tangan, segera petani tua membentak pula, "Awas, pedang"
Meski bersuara, tapi sekali ini pedang sipetani tua tidak bergerak. Namun si Tosu tidak tahu,
secara naluri ia angkat pedang dan menyerang. Pedang bambu petani tua tetap terjulur ke bawah
tanpa menangkis, ia hanya mengelak saja dengan enteng.
Karena serangan meleset, si Tosu meraung murka. suaranya serupa binatang buas yang
terluka. sebaliknya sipetani tua malah bergelak tertawa. jelas tujuannya sengaja memancing
kemurkaan si Tosu.
Mata Tosu itu penuh garis-garis merah, benar-benar sudah kalap, ia putar pedangnya lagi dan
menebarkan selapis tabir sinar pedang, dalam sekejap dari balik tabir sinar pedang itu ia
menyerang tiga kali dari sebelah kiri dan tiga kali dari sebelah kanan, lalu dari atas dan dari bawah
juga tiga kali, seluruhnya empat kali tiga menjadi dua belas kali.
Nyata ilmu pedang Tosu ini tidak lemah. sipetani tua sangat senang melihat ilmu pedang yang
hebat itu, teriaknya, "Bagus sekali jurus Thi-jiu-khay-hoa ini."
Hendaknya diketahui,jurus "Thi-jiu-khay-hoa" atau pohon besi berbunga ini adalah salah satu
jurus ilmu pedang Bu-tong pay yang paling ampuh. Tosu ini tergolong tokoh Bu-tong pay dari
angkatan yang memakai nama Kui, tingkatannya cuma satu angkatan di bawah ketua Bu-tong-pay
sekarang, nama agamanya Kui-cin. Maka ilmu pedang Bu-tong-pay yang dimainkannya, baik
keCepatan, ketepatan dan keuletannya, semuanya tergolong kelas tinggi.
Dengan susah payah sipetani tua berhasil memancing permainan pedang si Tosu, tentu saja ia
sangat girang. Hendaklah maklum, setiap jago pedang yang dikirim Yap su-boh semuanya telah kena disihir
olehnya sehingga pikirannya linglung dan tidak tahu bertempur. Hanya kalau badannya disakiti
untuk memancing nalurinya yang secara otomatis memberi perlawanan, dengan sendirinya ilmu
pedang yang pernah dikuasainya dengan baik akan dikeluarkannya.
Begitulah sipetani tua juga tidak berani meremehkan ilmu pedang lawan. mendadak ia angkat
pedang bambu dan menyayat dari kiri ke kanan, serangan ini tampaknya tiada sesuatu yang
istimewa tapi sebenarnya sangat hebat, namun dimana terletak kehebatan serangan ini juga
sukar diketahui oleh Yu Wi, hanya dalam hati ia tahu jurus serangan "Thi-jiu-khay-hoa" si Tosu
tadi pasti akan dipatahkan.
Benar juga, ke-12 tusukan Kui-cin tadi, hanya ditangkis oleh sekali tabasan melintang oleh
sipetani tua, kontan semua serangan itu sirna seperti batu kecemplung laut, sedikitpun tidak
berguna lagi. Tanpa menunggu lawan menarik kembali pedangnya dan menyerang lagi, mendadak pedang
bambu bergetar pula dan menyambar ke muka Kui-cin.
Pedang bambu yang sempit dan tipis itu setajam pisau, seketika muka Kui-cin tersayat malang
melintang sejumlah enam garis luka yang rata- rata tiga dim panjangnya.
Keruan Kui-cin berteriak kesakltan, seketika ia balas menyerang dengan ilmu pedangnya yang
hebat. Sipetani tua ternyata tidak menyerang bagian mematikan di tubuh lawan sehingga Kui-cin
masih kuat melancarkan serangan balasan. Petani tua itu melayani dengan seenaknya saja,
apabila Kui-cin mengeluarkan jurus serangan Bu-tong-pay yang ampuh, lalu petani tua tidak
sungkan lagi, iapun balas menyerang dengan jurus aneh, bahkan pasti mengalihkan jurus ampuh
lawan dan menambahkan beberapa jalur luka lagi pada tubuhnya.
Hanya dalam waktu singkat saja ratusan jurus sudah berlangsung, kini Kui-cin telah mandi
darah, sedikitnya menanggung ratusan garis luka.
Yu Wi tidak sampai hati menyaksikan kekejaman yang berlangsung di depan matanya ini. ia
merasa ilmu pedang Kui-cin Tojin selisih terlalu jauh dibandingkan sipetani tua. Mestinya dalam
dua-tiga jurus saja petani tua itu dapat membunuh Kui-cin, tapi dia justeru tidak membunuhnya
melainkan menyiksanya secara pelahan, jadi Kui-cin serupa dijadikan umpan latihan pedang
sipetani tua. Beberapa kali Yu Wi bermaksud turun tangan untuk membantu Kui-cin, tapi dia harus menjaga
semangat seorang ksatria pedang, ia pikir Kui-cin belum lagi kalah meski sudah terluka. jika
dirinya ikut turun tangan akan berarti dua lawan satu dan hal ini tidak dapat dibenarkan menurut
etik dunia persiiatan.
Ia pikir kalau man bertempur harus bertempur secara ksatria, setelah Kui-cin kalah barulah
dirinya coba-coba menandingi sipetani tua.
Namun keadaan Kui-cin tampaknya sudah kalap dan tidak jernih lagi pikirannya sehingga tidak
tahu mengaku kalah segala. Makin bertempur makin kalap. jurus serangannya juga bertambah
lihay sehingga sipetani tua malah terdesak dan lebih banyak bertahan daripada balas menyerang.
Padahal cara ini memang tipu daya sipetani tua, dia sengaja memberi kesempatan menyerang
bagi Kui-cin, diam-diam ia menyelami intisari ilmu pedang lawan. Tapi sekali dia balas menyerang,
tentu luka ditubuh Kui-cin bertambah banyak.
Sejenak kemudian, tubuh dan muka Kui-cin sudah terkoyak-koyak. sedikitnya bertambah
ratusan garis luka lagi, keadaannya tidak berupa manusia lagi dan sangat mengerikan.
Pemandangan ini mengingatkan Yu Wi kepada Hoat-hai Hwesio, keadaan luka ditubuh tokoh
siau-lim-pay itupun terjadi seperti sekarang ini. Teringat pada kematian Hoat-hai yang
mengenaskan itu, tanpa terasa air mata Yu Wi berlinang.
Sementara itu Kui-cin sudah terlalu banyak. mengeluarkan darah, tangannya menjadi lemas,
"trang", pedang jatuh ketanah.
Rupanya semangat tempur sipetani tua tambah menyala, meski lawan sudah tidak berdaya,
pedangnya masih terus berputar dan menambahkan belasan jalur luka di tubuh Kui-cin.
Yu Wi menjadi gusar, ia pikir pedang Kui-cin sudah jatuh, hal ini berarti sudah kalah, kenapa
sipetani tua tega melukainya lagi. Cepat ia membentak. "Berhenti"
Mendadak pedang kayu menyampuk kedepan. "trak", dengan tepat pedang bambu sipetani tua
terpukul, pedang bambu mendengung dan bergetar, tapi pedang kayu Yu Wi tetap tidak bergeser,
bahkan Yu Wi lantas mengerahkan tenaga sakti Thian-ih-sin-kang dan membentak, "Pergi" paling
keras dan kebetulan merupakan lawan ilmu jahat petani tua itu, meski petani tua itu lebih ulet
daripada Yu Wi, seketika iapun tergetar mundur dua-tiga tindak oleh tenaga sakti anak muda itu.
Dengan pedang terjulur kebawah, petani tua itu berdiri menatap Yu Wi dengan muka rada
pucat, ia heran dari manakah anak muda ini mempelajari ilmu pedang yang merupakan lawan
mematikan ilmu pedang sendiri"
Yu Wi lantas tanya, "Kau perlu istirahat dulu atau sekarang juga kita mulai bertanding?"
"Tentu saja bertanding sekarang juga," jawab si petani tua dengan gusar.
Melihat air muka orang belum lagi pulih kembali, Yu Wi menggeleng kepala dan berkata,
"Tidak, kukira bertanding sebentar lagi." Habis berkata, ia tarik pedangnya dan melangkah
mundur. "Kau berani menghina orang tua, anak muda?" bentak si petani tua dengan gusar.
"Aku tidak menghina, tapi kita harus bertempur secara adil," kata Yu Wi dengan tenang.
Hampir meledak dada si petani tua saking gusarnya, ia pikir bocah ini benar-benar tidak tahu
diri, masa ingin bertempur secara adil segala dan tidak gentar sedikit terhadap dirinya.
Padahal dahulu dirinya pernah malang melintang di dunia Kangouw tanpa tandingan, siapa pun
takut bila mendengar namanya. setiap kali bertempur, sedikitnya dirinya akan mengalah tiga jurus
kepada lawan. sekarang bocah ini tidak mau diberi kelonggaran, sebaliknya juga tidak mau
menarik keuntungan meski diberi keleluasan secukupnya. sungguh menggemaskan, tapi juga
mengagumkan. Yu Wi mendekati Kui-cin dan membangunkan dia, dilihatnya luka Kui cin sangat parah dan
sukar tertolong lagi Mendadak Kui-cin buka kelopak matanya yang berlumuran darah dan berkata,
"sia kiam .... sia kiam .... su-kiam yang lihai. . ."
Melihat Kui-cin dapat bicara, si petani tua jadi terkejut, pikirnya, "Aneh. dia telah disihir oleh
ilmu Mo sim-gan Yap su-boh, mengapa bisa bicara?"
Kiranya umumnya kalau orang terkena ilmu sihir, bila mengalami sesuatu goncangan yang
mengagetkan, pengaruh ilmu sihir itu akan buyar dengan sendirinya dan pulihlah seperti biasa.
setelah terluka oleh ratusan garis pedang, sejak tadi keadaan Kui-cin sudah pulih seperti biasa,
keadaannya memang kempas-kempis, namun pikiranya cukup jernih.
Setiap tokoh Bu-lim yang berusia agak lanjut tentu kenal nama sia-kiam atau pedang jahat,
sebab sia- kiam ini sangat istimewa, sama sekali berbeda daripada ilmu pedang biasa. Meski
dahulu Kui-cin belum pernah merasakan lihainya sia-kiam, tapi setelah pikirannya jernih, segera ia
dapat mengenali ilmu pedang si petani tua.
"Lukamu sangat parah, Cianpwe," kata Yu Wi dengan suara tertahan, "mengasolah dan jangan
banyak bicara."
Kui-cin menggeleng kepala, ucapnya dengan lemah, "Aku sudah hampir... hampir mati.
ternyata sekarang... sia-kam muncul lagi... Harap kau siarkan ke dunia Kangouw agar mereka
was... waspada...."
Hanya sampai di sini, napasnya lantas putus dan tutup mata untuk selamanya.
Pelahan Yu Wi membaringkan Kui-cin, dalam benaknya terus mengiang pesan Kui cin tentang
"sia-kiam muncul lagi" tadi, pesan ini sama dengan pesan Hoat-hai, suatu tanda bahwa di masa
lampau orang menyangka sia kiam sudah mati, tapi kenyataannya tidak mati melainkan hidup
terasing di Put-kui-kok ini.
Yu Wi lantas berdiri dan bertanya kepada si petani tua, "Mengapa sebelum ajal mereka minta
kusiarkan berita tentang dirimu yang belum mati ini?"
"Dari mana kutahu apa maksudnya?" jawab si petani tua dengan muka masam.
"Lotiang, jangan-jangan dahulu engkau terlalu banyak membunuh, maka siapa pun takut bila
kau masih hidup di dunia ini?"
"Memangnya kenapa kalau betul?" sahut si kakek dengan gusar.
"Lotiang," kata Yu Wipula, "Ketahuilah, di dunia ini tidak ada manusia yang mempunyai hobi
membunuh orang, hanya ilmu pedangmu yang telah menjurus kejalan sesat sehingga setiap kali
ada orang bertanding denganmu pasti kau bunuh."
"Hm, memangnya kau lagi bicara dengan siapa?" jengek si pak tani dengan mendongkol.
Yu Wi menguasai Hai-yan-kiam-hoat, maka pengetahuannya juga lebih tinggi daripada orang
biasa, pandangannya memang betul, sebab si pak tani ini suka membunuh orang karena jahatnya
ilmu pedangnya, maka dia bermaksud memberi nasihat padanya.
"Disini tidak ada orang lain lagi, dengan sendirinya kubicara dengan kau," kata Yu Wi. "Kuharap
selanjutnya jangan kau bunuh orang lagi. Hendaklah maklum akan hukum karma, sekarang kau
bunuh orang, kelak kau pun akan dibunuh orang."
"Hm, memangnya kau hendak mengajar diriku?" semprot si kakek dengan gusar.
"Cayhe tidak berani," jawab Yu Wi.
"Seumpama kau berani, paling-paling hanya kata-kata terakhir ini saja yang dapat kau
katakan," seru petani itu dengan tertawa. "Awas pedang"
Segera pedangnya menusuk. tapi sampai di tengah jalan mendadak ditarik kambali.
Yu Wi menyangka tenaga orang tua itu belum pulih, maka tak berani bertanding dengan
segera. Katanya, "Pertarungan kita ini sukar terhindar dari mengadu jiwa, Cayhe tahu sedikit ilmu
pedang, maka merasa tidak mampu mengalahkan Lotiang. Jika kumati di bawah pedangmu,
anggaplah aku ini cekak umur, tapi tetap hendak kunasihati dirimu, setelah kau bunuh diriku,
semoga untuk terakhir kalinya kau membunuh orang, selanjutnya asalkan tidak timbul hasratmu
untuk bertanding pedang dengan orang tentu pula kau takkan membunuh."
Petani tua itu diam saja, mendadak ia meraung tertahan, "Menyingkir"
Yu Wi heran oleh ucapan orang, tanpa terasa ia menuruti permintaannya dan menyingkir ke
samping. Ternyata di belakangnya tertaruh keranjang yang berisi ular berbisa tadi.
Dengan badan tampak gemetar petani tua itu melangkah maju, sampai di depan keranjang itu,
mendadak ia berlutut dan membuka tutup keranjang, dengan matanya yang tinggal satu ia incar
dasar keranjang, sekali meraih segera dicengkeramnya seekor ular welang yang berbisa jahat.
Cara menangkap ular si petani tua tampaknya sudah sangat biasa, gerakannya cepat dan jitu,
dengan tepat leher ular tercengkeram sehingga kepala ular tak bisa berkutik.
Gigi si kakek kedengaran gemertuk. jelas kelihatan orang tua ini mengidap semacam penyakit
aneh. Diam-diam Yu Wi berpikir, Jangan jangan dia harus makan ular berbisa itu barulah penyakit
yang diidapnya itu dapat ditahan?"
Dalam keadaan demikian bila Yu Wi mau membunuh kakek itu boleh dikatakan sangat mudah
sekali, namun Yu Wi tidak mau menyerang orang yang lagi susah.
Benarlah, segera dilihatnya petani tua itu menggigit kepala ular, lalu diganyang mentah-mentah
setelah makan kepala ular barulah menghela napas lalu gemetar tubuhnya tadi lantas berhenti,
keadaannya pulih seperti semula dan dapat berdiri
Yu Wi sudah apal membaca kitab pertabiban pian sik sin Bian, kini ilmu pertabibannya sudah


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat tinggi. ia menggeleng kepala dan berkata kepada pak tani itu, "Caramu ini bukan cara yang
tepat. Penyakitmu harus disembuhkan sampai akarnya kalau cuma mengobati akibatnya saja
hanya akan menambah sengsaramu saja."
Kini rasa permusuhan petani tua itu terhadap Yu Wi sudah banyak berkurang, ia menyadari
bilamana anak muda itu mau membunuhnya tadi tentu semudah merogoh barang dalam sakunya
sendiri. "Apa daya?" katanya kemudian dengan sedih "hanya dengan cara demikian barulah umurku
dapat diperpanjang, masih untung kudapat menggunakan cara menyerang racun dengan racun,
kalau tidak. sudah 20 tahun yang lalu kupergi menghadap Giam-lo-ong."
"Setiap hari kau makan ular?" tanya Yu Wi.
"Ya, terpaksa," jawab si kakek dengan menyesal, "Sehari tidak makan rasanya tidak tahan. Tadi
karena banyak mengeluarkan tenaga, maka telah kumakan seekor ular berbuntut merah, tapi
racun dalam tubuh kumat lagi, untung di dalam keranjang masih tersisa seekor ular welang, kalau
tidak. .... "
Sampai disini petani ini menghela napas denngan sangat berduka.
Yu Wi pikir cara hidupnya ini sungguh harus dikasihani, segera ia tanya,"Racun apakah yang
diidap Lotiang sehingga setiap hari harus makan ular berbisa?"
Petani tua itu menengadah, memandang langit lalu menjawab, "Racun nomor satu di dunia.
Kim-kiok hoa"
"Apa, Kim-kiok hoa?" seru Yu Wi kaget.
"Kau pun tahu Kim-kiok hoa?" tanya si kakek.
Yu Wi mengangguk, teringat olehnya cerita oh Ih-hoan, pemilik Pek po, yaitu tentang
kakeknya, Oh It-to, yang mati karena makan Kim- kiok hoa atau bunga seruni emas.
Ia menjadi sangsi jangan-jangan Kim-kiok hoa yang dimakan petani tua ini juga ada sangkutpautnya
dengan iblis bangsat It-teng alias Thio Giok-tin" Maka dengan suara keras ia tanya,
"Siapa yang meracuni Lotiang?"
"Thio Giok-tin" jawab sipetani tua dengan pedih dan gemas.
"Ternyata betul dia" gumam Yu Wi.
"Apakah kau kenal dia?" tanya si kakek.
"Kenal," jawab Yu Wi, "Kudengar dia pernah meracun mati jago nomor satu di dunia yang
bernama Oh It-to , . . . "
"Betul, tak tersangka anak muda seperti kau ini juga tahu peristiwa menarik di dunia persilatan
masa lampau. setelah Oh It-to diracun mati oleh Thio Giok-tin, beberapa tahun kemudian akulah
yang menjadi sasarannya .... "
"O, dia juga penujui ilmu pedangmu yang terkenal sebagai sia-kiam ini?" tanya Yu Wi.
Petani tua itu memandang Yu Wi sekejap. lalu berkata, "Dia memancing diriku dengan
kecantikannya, tapi ia tidak tahu bahwa aku Kwe siau-hong meski gemar membunuh orang. tapi
terhadap perempuan, biasanya tidak tertarik, beberapa kali dia menjebak diriku dan tidak berhasil,
maka timbul pikiran jahatnya untuk membunuh diriku. suatu hari, waktu dia menggoda diriku, dia
berkata padaku, 'siau-hong, aku sedemikian baik padamu, maukah kau mengajarkan ilmu
pedangmu padaku"'
"Aku bergelak tertawa dan menjawab Nona Thio, kau pancing diriku dengan kecantikanmu,
memangnya kau kira aku tidak tahu" Tapi selama ini seujung bulu romamu saja tidak kusentuh,
maka pikiranmu ingin belajar ilmu pedangku lekas dihapus saja. Seketika air mukanya berubah,
dengan genit dia mengancam. 'Jika tidak kau ajarkan ilmu pedangmu padaku, biarlah sekarang
juga boleh kau bunuh diriku.'
"Tentu saja aku sangat gusar terhadap perempuan yang tidak tahu malu itu, kesucian
perempuan sama sekali tidak dihargai olehnya sendiri segera kulolos pedang dan berkata,
sekalipun kubunuh perempuan hina macam kau juga tidak menjadi soal."
"Siapa tahu, dia sama sekali tidak mengelak atau menghindar sehingga dadanya tersayat duatiga
garis oleh pedang ku. Padahal selama hidupku tidak pernah membunuh orang perempuan,
tentu saja aku sangat menyesal."
"Dengan alasan kejadian itu, dia tambah garang, katanya, Bagus, sudah menolak
permintaanku, malahan aku hendak kau bunuh pula. Tidak. pokoknya hari ini harus kau ajarkan
ilmu pedangmu padaku."
"Dengan menyesal kujawab, 'soal belajar ilmu pedangku hendaklah selanjutnya jangan kau
pikirkan lagi. Biarlah kuajarkan semacam kungfu lain saja."
"Dia tahu kungfuku yang paling lihai adalah ilmu pedang, kungfu lain boleh dikatakan tidak ada
artinya baginya. Maka dia berlagak ngambek dan berkata, Tidak. kuingin belajar ilmu pedangmu,
kalau tidak. harus kau bayar utangmu, harus kugores juga dua luka pada dadamu dan selanjutnya
akupun takkan merecoki kau lagi."
"Kupikir permintaannva itu cukup adil, biarlah dadaku digores dua kali olehnya agar selanjutnya
aku tak direcoki lagi. segera kubuka bajuku dan berkata, Baiklah, boleh kau gores dadaku"
"Kuyakin kungfuku jauh lebih tinggi daripada dia, maka tidak takut akan terbunuh olehnva. Dia
tertawa genit dan berkata, 'Ai, kau begini cakap dan begini gagah. sungguh aku tidak tega melukai
kau., Habis berkata, sret-sret dua kali, dengan pelahan saja pedangnya menyayat dadaku."
"Wah, celaka" seru Yu Wi tanpa terasa.
"Celaka bagaimana?" tanya si kakek alias Kwe-siau-hong.
"Pedangnya beracun," kata Yu Wi. "Racun Kim kiok-hoa luar biasa jahatnya, sedikit terluka saja
racun segera meresap masuk dan membinasakan orang."
"Nyata kau lebih cerdik daripadaku," kata Kwe siau-hong dengan gegetun, "waktu itu tidak
terpikir olehku bahwa pedangnya beracun, malah kusangka dia sayang kepada kecakapanku,
maka hanya menyayat dadaku dengan pelahan saja."
"Hm, perempuan keji dan cabul seperti itu, sungguh hatinya terlebih berbisa dari pada ular,"
ucap Yu Wi dengan gemas.
Ia lantas teringat kepada kematian Ang-bau-kong dan Lam-si-khek yang mengenaskan itu,
tanpa terasa air matanya bercucuran.
"Kaupun bermusuhan dengan dia?" tanya Kwe siau- hong.
Dengan suara penuh dendam Yu Wi berteriak "Ya, permusuhanku dengan dia setinggi langit,
biarpun dicuci dengan air empat samudera juga tidak bisa bersih."
"Sudah lebih 20 tahun tidak kulihat dia, kukira ilmu silatnya pasti jauh lebih tinggi daripada
dahulu," kata Kwe siau-hong. "Kau harus hati-hati jika ingin menuntut balas padanya. sayang tak
dapat kubantu kau, kalau dapat pasti kubantu kau "
"Masakah kau tidak ingin menuntut balas?" tanya Yu Wi heran-
"Aku mempunyai musuh lain yang lebih hebat melulu dia seorang saja sukar kuhadapi," tutur
Kwe siau-hong dengan gegetun. "Maka soal dendam kepada Thio Giok-tin terpaksa kusingkirkan
dulu ke samping."
"Memangnya siapa musuh mu yang lebih hebat itu?" tanya Yu Wi.
Kwe siau-hong menghela napas panjang, selang sejenak baru menjawab, "Coba dengarkan
lebih lanjut kisahku. setelah terjebak oleh muslihat keji Thio Giok-tin, dengan cepat racun pada
lukaku lantas bekerja, sungguh rasanya sangat menderita serupa digigit oleh beribu-ribu semut.
Aku terkejut dan berteriak. 'Hei, nona Thio, kau. . . .'
"Maka tertawalah Thio Giok-tin yang keji itu sembari terkekeh ia berucap. 'Nah, boleh
kaurasakan sekarang, apakah orang she Thio ini boleh sembarangan dibuat main-main" setiap apa
yang tidak dapat kuperoleh harus kumusnakan, pedangku beracun Kim-kiok hoa, maka boleh kau
tunggu kematianmu dengan pelahan-'
"Mukaku pucat demi mendengar istilah Kim kiok hoa, kutahu racun ini sangat jahat dan tidak
ada orang yang mampu menawarkannya, tapi aku tidak mau mati sia-sia, harus mati bersama dia,
tidak boleh terkabulkan keinginannya. Maka kulolos pedang dan melancarkan serangan kilat. ia
tidak menyangka setelah kukena racun jahat masih dapat membunuhnya, dengan gugup ia
menangkis, tapi waktu itu ia mana bisa menandingi diriku, apalagi kuserang dia dengan kalap.
hanya beberapa kali serangan sudah membuat dia kelabakan."
"Kutahu jiwaku akan tamat selekasnya, tapi aku malah bergelak tertawa dan berseru,
'Hahaha,Thio Giok-tin, satu jiwa dibayar satu jiwa, aku tidak rugi Yang kupikirkan waktu itu hanya
membunuh dia untuk melampiaskan sakit hatiku, sama sekali tidak kurasakan kesakitan lukaku.'
Tampaknya usahaku membunuhnya hampir berhasiL siapa tahu mendadak muncul seorang
penolongnya...."
"Siapa dia?" tanya Yu Wi. Lamat-lamat ia dapat menerka siapa gerangan yang dimaksudkan.
"Siapa lagi, ialah musuh ku yang terlebih lihai itu," jawab Kwe siau-hong dengan menggreget.
Sebenarnya Yu Wi ingin tahu lebih jelas, tapi Kwe siau-hong tidak menjelaskan pula, ia
menyambung, "Begitu muncul orang itu lantas berseru, Berhenti, berhenti Ada urusan apa boleh
dibicarakan saja dengan baik-baik, Kutahu ajalku sudah dekat, kesempatan yang singkat dan
terakhir ini mana boleh kubuang percuma, seranganku tambah gencar, mendadak rambut Thio
Giok-tin kutabas putus, saking kejut dan takutnya Thio Giok-tin menjerit, 'Tolong'. Jeritan minta
tolong ini ternyata sangat manjur, semula orang itu hanya ingin melerai kami, sekarang dia tidak
ragu lagi, mendadak aku diserangnya. Tusukan pedangnya sungguh maha lihai, juga salahku
sendiri, lantaran terburu-buru ingin membalas dendam sehingga lupa menjaga diri, dalam sekejap
itu kurasakan mata kiriku kesakitan luar biasa...."
"Hahh" tanpa terasa Yu Wi berseru kaget. ia pikir, pantas hanya sebelah matanya yang
terbuka. kiranya mata kirinya buta tertusuk pedang Jelas permusuhan antara keduanya sukar
dihindarkan lagi.
"Kutahu lawan terlalu lihai, kupegang mata kiri yang terluka dan berlari sekuatnya dengan
menahan rasa sakit," demikian Kwe siau-hong menyambung ceritanya "Lari dan lari terus.
akhirnya aku kehabisan tenaga dan jatuh kelengar. Kupikir tamatlah riwayatku, sakit hati tak
terbalas, dendam tak terlampias, matipun penasaran"
"Tak terduga racun Kim-kiok hoa itu ternyata tidak menewaskan diriku, tahu-tahu aku sadar
kembali. begitu membuka mata segera kulihat seekor Pek poh-coa (ular seratus langkah) lagi
mengisap darah lukaku. seketika timbul kegeramanku, kupikir dasar binatang, aku sudah hampir
mati. tapi masih kau sakiti. Dengan gregetan kucengkeram leher ular itu, sekali gigit kuputuskan
kepala ular. Kupikir sebentar toh akan mati, boleh juga sekedar melampiaskan gemasku terhadap
seekor ular. Maka hanya beberapa kali kunyah saja kepala ular berbisa itu kulahap mentahmentah.
sungguh aneh bin ajaib, habis mengganyang kepala ular, bukannya tambah parah lukaku,
sebalknya racun Kim-kiok hoa malah terpunahkan mendadak. Hanya luka mata yang kesakitan
luar biasa. Diam-diam aku sangat girang, kukira kepala ular berbisa itulah obat penawar Kim-kiok
hoa yang paling mustajab. segera kumerangkak bangun dan membubuhi mataku dengan obat
luka, lalu kulari kembali kesana, ingin kutuntut balas kepada orang yang menusuk buta mataku
itu. sakit hatiku terhadap Thio Giok tin jadi terlupa malah, kupikir jika orang itu tidak ikut campur,
tentu sakit hatiku sudah terbalas. sekarang mataku buta, sakit hati tak terbalas, semua ini garagara
orang itu. Maka yang kupikir hanya dendamku kepada orang itu, kucari ke tempat semula,
tapi mereka sudah menghilang, sampai hari kedua, saking lelahnya kurasakan racun Kim-kiok hoa
mulai kumat lagi. Keparat. siksaan racun itu sungguh sulit ditahan, seketika aku merasa pintar,
dengan menahan sakit kucari dan berhasil lagi menangkap seekor ular kobra, hanya beberapa kali
gigit saja mengganyang pula kepala ular berbisa itu. Dengan demikian dapatlah kutemukan satu
cara menyerang racun dengan racun, tapi seterusnya setiap hari aku tidak boleh kekurangan
seekor ular berbisa. Meski setiap hari aku harus mencari ular berbisa sebagai obat, tapi hasratku
mencari musuh yang menusuk buta mataku itu tidak berkurang pada suatu hari dapat kudengar
bahwa orang itu bernama Lau Tiong-cu, terkenal sebagai tokoh top dunia persilatan jaman itu."
"oo" mendadak Yu Wi bersuara. Dalam hati pikir ternyata benar Toa suheng yang telah
menyelamatkan jiwa si Nikoh bangsat itu.
Kwe siau-hong menghela napas, lalu menutur pula. "Setelah kutahu siapa dia, hatiku menjadi
ngeri, kutahu sukar untuk menandingi Lau Tiong-cu, apalagi setelah keracunan, betapapun
kungfuku sudah terpengaruh dan tenaga berkurang. Kupikir membalas dendam bagi seorang lelaki
sejati tidak terbatas oleh waktu, biarlah sementara kukesampingkan dulu urusan balas dendam,
yang penting kucari suatu tempat yang sepi dan tenang untuk meyakinkan ilmu pedangku lebih
tinggi sekaligus memunahkan racun Kim-kiok hoa dalam tubuhku."
"Pada suatu hari tiba-tiba kudengar berita yang tersiar luas, katanya aku telah terbunuh oleh
perempuan cabul Thio Giok-tin, kejadian ini sangat menyenangkan orang persilatan baik dari
kalangan Hok-to (hitam) maupun golongan Pek-to (putih). Tentu saja hampir meledak dadaku
saking gusarnya mendengar berita itu Kupikir perempuan she Thio itu sungguh tidak tahu malu,
dia anggap dapat membunuh diriku adalah suatu kejadian yang gemilang dan membanggakan,
maka disebarkanlah berita itu secara luas. makin kupikir makin sakit hatiku. sialnya, pada hari itu
juga terjadi pula kemalangan, ketika racun Kim-kiok hoa kumat. seekor ular saja sukar kucari,
saking gelisah aku jatuh tersungkur di tepi jalan dan pingsan. Untung jiwaku belum ditakdirkan
tamat. waktu siuman, kebetulan kutemukan Yap su-boh yang gemar piara ular berbisa itu lalu
disitu, maka kuminta diberi seekor ular kobra dan kulahap kepalanya sehingga jiwaku tertolong
pula." "Yap su boh tanya padaku sebab-musababnya kugemar makan kepala ular, sudah lama juga
dia kagum kepada namaku. Hendaklah maklum, waktu itu nama Yap su-boh belum menonjol
seperti sekarang dan jauh di bawahku. Maka sedapatnya dia membaiki diriku dan mengundang
aku kepulaunya untuk merawat luka dan meyakinkan ilmu pedang lebih tinggi, juga berjanji akan
memberi jatah ular berbisa secara gratis kepadaku. Kebetulan aku memang tidak mempunyal
tempat tujuan, maka kuikut dia ke pulau ini."
"Sang waktu berlalu dengan cepat, sekejap saja sudah kutinggal di pulau ini hingga sekarang.
sejak mula sudah kutetapkan suatu peraturan keras, siapapun dilarang masuk ke lembah ini
kecuali pengantar ular berbisa bagiku. Beberapa tahun yang lalu, waktu Yap su-boh mengutus
orang mengantar ular, sekalian dia mengantarkan pula tiga jago pedang, katanya untuk dijadikan
lawan latihanku. Kau tahu hobiku adalah membunuh orang. sekarang ada orang sengaja
mengantarkan jago pedang untuk kubunuh, tentu saja kuterima dengan senang hati, maka selama
beberapa tahun ini sudah ada beberapa ratus orang menjadi korban pedangku,"
"Ai, jelas kau telah diperalat oleh Yap su-boh." ucap Yu Wi dengan gegetun.
"Memangnya kau kira aku tidak tahu?" sahut Kwe siau-hong dengan tertawa. "Ambisi Yap suboh
memang besar. ia ingin merajai dunia persilatan maka lebih dulu hendak dibabatnya Jit-taykiam-
pay, tokoh-tokoh ketujuh aliran besar itu harus dibunuhnya dengan cara bagaimana pun,
untuk itu dia sengaja mengalihkan dosanva padaku, tokoh-tokoh Jit-tay-kiam-pay yang terpancing
ke pulau ini dikirimnya kesini untuk kubunuh. Hah, masa aku takut" suruh bunuh lantas kubunuh,
peduli amat."
Yu Wi menggeleng, katanya, "Dapatkah kau tidak membunuh?"
Dengan serius Kwe siau-hong bertanya, "Aku hanya tahu kau she Yu, entah siapa namamu,
bolehkah kau beritahukan padaku?"
"Cayhe bernama Wi," sahut si anak muda.
"Bolehkah kupanggil adik cilik padamu?"
Yu Wi mengangguk.
"Adik cilik." ucap Kwe siau-hong dengan gembira, "Antara kau dan aku ada kecocokan, pula...
pula kau sangat baik padaku."
"Mana aku berbuat baik padamu?" ujar Yu Wi.
"Hal ini, memang sukar kujelaskan."
"Kuminta padamu. dapatkah selanjutnya kau tidak membunuh orang lagi?"
Dengan tegas Kwe siau-hong menjawab, "Sedapatnya akan kusanggupi permintaanmu ini, tapi
tusukan pedang yang membutakan mataku, sakit hati ini tidak dapat tidak harus kubalas."
Melengak Yu Wi, segera ia berkata pula, "Racun yang mengeram dalam tubuhmu dapat
kubantu memunahkannya,"
Girang sekali Kwe siau hong, serunya, "Benar dapat kau bantu melenyapkan penderitaan yang
telah membelenggu diriku selama lebih 20 tahun ini?"
"Siaute mahir mengobati berbagai luka dan racun. tidak sulit untuk menawarkan racun jahat
dalam tubuhmu."
Saking kegirangan sampai Kwe siau- hong menitikkan air mata, dengan suara gemetar ia
berkata, "Terima kasih kepada Thian dan Te (langit dan bumi), tak tersangka pada suatu hari siauhong
bisa terhindar dari siksa derita . . .."
Diam-diam Yu Wi menghela napas, ia pikir selama 20-an tahun ini si kakek tentu sudah
kenyang disiksa oleh racun, setiap hari tak dapat hidup tenang, penderitaannya dapat
dibayangkan. "Bilakah kita mulai pengobatan ini?" tanya siau-hong.
"Urusan jangan ditunda lagi, sekarang juga kumulai menawarkan racunmu "
"Biar kukubur dulu jenazah Kui-cin," kata siau- hong.
Dengan sujud ia mengangkat jenazah Kui-cin dan dicarikan suatu tempat yang baik, ia
menggali sebuah liang besar, lalu dengan hormat dibaringkannya Kui-cin di dalam liang kubur itu,
setelah sibuk dua-tiga jam barulah selesai pemakaman itu
Yu Wi hanya menonton saja di samping tanpa membantu, ia pikir kakek sudah membunuh
orang sekian banyak dilembah ini, mungkin baru pertama kali ini dia mengubur korbannya.
Perubahan ini menandakan pada dasarnya dia toh berhati bajik,
Yu Wi membiarkan orang sibuk sendirian, tujuannya supaya perasaan kakek itu bisa tenteram
dan merasa telah mengerjakan sesuatu yang baik,
Karena hari sudah mulai gelap. tidak leluasa untuk mengadakan penyembuhan, maka malam
itu dilewatkan tanpa terjadi apa pun.
Esok paginya Yu Wi memberi penyembuhan racun Kwe siau-hong dengan tusuk jarum emas,
terapi tusuk jarum emas cara Yu Wi ini paling mujarab untuk memunahkan racun dalam tubuh.
Boleh dikatakan jarang ada tabib yang mahir ilmu penyembuhan ini.
Lalu Yu Wi memberi minum pil penawar racun yang sudah tersedia, sampai hari ketiga, racun
yang mengidap dalam tubuh Kwe siau-hong telah dapat dipunahkan dan sembuhlah seluruhnya.
Hari ini semangat Kwe siau-hong tampak sangat segar, dengan berseri-seri ia berkata, "Adik
cilik. bahwa aku masih dapat sehat seperti sekarang. itu tanda Thian (Tuhan) Maha Pengasih.
selanjutnya Lokoko (kakak tua) berjanji takkan sembarang membunuh orang lagi."
Senang sekali dan terhibur hati Yu Wi, ia pikir daripada menghukum seorang jahat, akan lebih
baik jika dapat menyadarkannya. selanjutnya sia-kiam yang sangat ditakuti dalam Bu-lim sudah
hilang. sebaliknya telah bertambah dengan sebatang pedanng pembela keadilan.
"Adik cilik," kata siau hong pula, "kau telah menolong diriku dari neraka, budi kebaikanmu ini
cara bagaimana harus kubalas?"
"Cukup asalkan selanjutnya kau tidak membunuh orang baik, menumpas kejahatan dan
menolong kaum lemah, semua ini jauh lebih baik daripada membalas budi padaku."
Habis berkata, tiba-tiba Yu Wi mengeluarkan sebilah belati dan disodorkan kepada Kwe siauhong.
Tentu saja kakek itu merasa bingung, tanyanya, " Untuk apa pisau ini?"
"Siaute ingin mohon sesuatu padamu." kata Yu Wi.
"Jangankan satu. biarpun sepuluh urusan juga akan kuturut," jawab siau- hong tegas.
"Tapi, urusan ini mungkin sukar dilaksanakan olehmu," kata Yu Wi sambil menghela napas.
"Urusan apa" Apakah perlu membunuh orang" siapa yang harus dibunuh?" tanya Kwe siauhong.
"Asalkan adik cilik menganggap orang itu pantas dibunuh, kukira dosanya pasti tak
terampunkan Jika aku tidak berani turun tangan, biarlah aku bunuh diri saja."
"Untuk apa bersumpah, lekas tarik kembali," kata Yu Wi.
"Baik." jawab Kwe siau hong, "sekarang katakan, membunuh siapa?"
"Tidak membunuh siapa-siapa," kata Yu Wi sambil menuding mata kiri sendiri, "sekarang kau


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gunakan pisau itu dan tusuk buta mataku ini. Cepat, takkan kusalahkan kau."
Saking kagetnya belati itu terlepas dari tangan Kwe siau-hong, air mukanya pucat, serunya
dengan tergegap. "He, ken . . . kenapa . . . ."
"Karena tidak tahu duduknya perkara, tanpa sengaja Toa supek telah merusak sebelah matamu
sehingga kau tersiksa selama 20 tahun ini, jelas sakit hatimu ini tidak bisa tidak harus dibalas,"
ucap Yu Wi dengan pedih. "Tapi usia Toasupek sekarang sudah sangat lanjut, isteri
kesayangannya juga sudah mati, dia tirakat didalam kuburan dan mendampingi jenazah isterinya
selama ini, maka janganlah kau tuntut balas padanya. Aku masih muda dan kuat, buta sebelah
tidak menjadi soal. supek ada kesusahan biarlah kutanggUng baginya. Nah, harap kau engkau
memenuhi permintuanku ini."
Kwe siau-hong jadi ingat si adik cilik telah memintanya jangan membunuh orang lagi,
permintaan ini sudah disanggupinya, tapi sakit hati tusukan yang membutakan matanya itu
dengan tegas telah dinyatakan tetap akan dibalas, sebab itulah adik cilik ini bertindak seperti
sekarang. Padahal adik cilik seolah-olah orang yang telah membuatnya hidup kembali dari neraka,
apakah dendam mata dibutakan ini masih tetap harus dituntut balas" Tapi kalau tidak menuntut
balas, untuk apa dia menahan siksa derita selama 20 tahun ini, bukankah lantaran ingin muncul
kembali di dunia Kangouw untuk menuntut balas"
Begitulah terjadi pertentangan batin antara budi dan dendam dalam hatinya, karena merasa
serba susah dan sukar dipecahkan, tak tahan lagi kakek itu menangis tergerung.
Dengan air mata bercucuran Yu Wi berkata, "Thio Giok-tin adalah sumoay Toasupek, sebelum
kejadian itu dia tidak tahu engkau keracunan, lebih-lebih tidak tahu Thio Giok-tin yang meracuni
dirimu. soalnya, kebetulan dia lewat di situ dan mempergoki kau hendak membunuh sumoay,
terpaksa dia ikut campur."
Yu Wi tidak menyaksikan kejadian itu, juga tidak didengar dari siapa-siapa, hanya dari
penuturan Kwa siau-hong tadi ia dapat meraba apa yang terjadi waktu itu, ia pikir Toasupek
adalah seorang yang berhati welas-asih, tidak mungkin dia membantu kejahatan, sebab Toasupek
lebih dulu sudah tahu Thio Giok-tin bukanlah orang baik.
Kejadian yang sesungguhnya memang juga begitu, jadi perkiraan Yu wi itu tidak salah
sedikitpun. Begitulah anak muda itu berkata pula, "Tapi kesalahan itu sudah telanjur terjadi dan sukar
dikembali lagi, setelah Toasupek tahu duduknya perkara, menyesal pun sudah terlambat. Maka
sekarang biarlah aku yang menanggung kesalahan, tidak perlu kau ragu, tuntutlah sakit hatimu."
Kwe siau-hong mengangkat kepalanya, ia meraung kalap. "Tidak. Tidak. Mana boleh kutuntut
terhadap adik cilik yang berbudi kepadaku" jangan kau bicara lagi, aku akan mencari Lau Tiong-cu
untuk membikin perhitungan sendiri, aku tidak dapat mengalahkan dia, biarlah kumati saja
dibawah pedangnya."
Yu Wi mengusap air matanya dan berkata. "tidak dapat kau penuhi permintaanku ini?"
"Tidak. tidak boleh" seru Kwe siau-hong sambil menggeleng, "siapa yang hutang, dia yang
bayar..." Mendadak Yu Wi menjemput pisau yang jatuh tadi dia melompat mundur, lalu berkata.
"Jika kau tidak tega turun tangan, biarlah kulakukan sendiri"
Habis berkata, mendadak ia angkat belati itu terus menikam mata kiri sendiri
Keruan Kwe siau-hong kaget. sekuat tenaga ia berteriak, "Berhenti"
Begitu keras suaranya sehingga menggetar lembah pegunungan itu, tanpa terasa Yu Wi
menghentikan gerak tangannya.
Kwe siau-hong tahu sukar mencegah tindakan nekat Yu Wi itu, segera ia bicara tegas dan pasti,
"Jika kau butakan mata sendiri, segera juga kumati di depanmu." Yu Wi jadi melengak. untuk
meredakan suasana, pelahan ia menurunkan belatinya.
"Sudahlah, boleh kau pergi saja," kata Kwe siau-hong kemudian dengan gegetun, "Kujanji
menghapuskan seluruh dendamku terhadap Lau Tiong-cu."
Sungguh terima kasih Yu Wi tak terhingga, dengan emosi ia berkata, "Atas nama Toasupek aku
mengucapkan terima kasih atas kemurahan hatimu, entah apa pula yang akan kau lakukan
selanjutnya?"
"Tidak lama lagi akupun akan meninggalkan lembah ini, biarlah kita bertemu lagi kelak di dunia
Kangouw," kata si kakek.
Yu Wi sangat menguatirkan keadaan Lim Khing-kiok dan Kan Hoay-soan, ia memberi hormat
dan mohon diri Dengan tulus hati Kwe siau-hong berpesan pula, "Mo-kui-to bukanlah tempat yang baik, jika
urusanmu selesai hendaklah lekas pergi saja."
"Kutahu" jawab Yu Wi. "setelah sesuatu urusanku selesai segera kutinggalkan pulau ini."
Habis berkata ia terus melangkah pergi. Belum jauh, mendadak Kwe Siau-hong berteriak
padanya, "Adik cilik"
"Ada apa?" tanya Yu Wi sambil menoleh.
Tapi Kwe siau-hong lantas menggoyang tangan dan berkata, "o, tidak apa-apa, semoga kelak
bila bertemu lagi janganlah kita melupakan hubungan hari ini"
Melengak Yu Wi, lamat-lamat ia merasa ada kata yang tidak enak, tapi mengenai urusan apa
sukar untuk dikatakan. setelah merandek sejenak. segera ia melangkah pergi pula dengan cepat.
Ia keluar lembah mengikuti jalan semula. Pertama kali yang dilihatnya adalah dimulut lembah
sudah berdiri dua orang, keduanya sama berbaju putih dengau rambut panjang berkibar tertiup
angin, keduanya sedang menatap kearah lembah dengan penuh rasa cemas.
Satu di antaranya melihat Yu Wi lebih dulu, serentak ia berteriak. "Itu dia, sudah keluar, sudah
keluar....."
Segera Yu Wi dapat mehhatnya yang berseru itu ialah Yap Jing, yang berdiri di sampingnya
ialah Kan Hoay-soan. "Toako, Toako". . . ." Kan Hoay-soan juga berteriak-teriak.
Mendengar suara Kan Hoay-soan yang sehat itu, Yu Wi sangat girang, ia berlari mendekati dan
menggenggam erat tangannya yang putih mulus itu, dengan gembira ia menyapa, "Moaymoay.
sudah sembuh panyakitmu?"
"Sudah," jawab Kan Hoay-soan dengan menunduk malu.
Melihat itu, Yu Wi melepaskan tangannya dan berkata, "Betapapun aku ini Toako palsu dan
tidak leluasa bertindak."
"Kau . . .kau masih. . . masih tetap Toakoku . . . ." ucap Kan Hoay-soan dengan tetap
menunduk. "Untuk apa kau berdiri disini?" tanya Yu Wi.
"Enci Jing yang membawaku kesini. . . ." pelahan Kan Hoay-soan mengangkat kepalanya dan
memandang Yap Jing sekejap.
Baru sekarang Yu Wi memandang kearah Yap Jing dan menegur dengan tertawa, "Yap-siocia,
baik-baikkah kau?"
"Baik, kau pun baik," jawab Yap Jing, mendadak air matanya bercucuran-Yu Wi jadi melengak.
Didengarnya Kan Hoay-soan berkata, "Enci bilang dapat menunggu Toako disini, katanya sudah
dua hari kau masuk kelembah sana dan tidak diketahui mati atau hidupmu. Karena kuatir, maka
kami menunggu di sini, sudah dua hari dua malam kami menunggu ..."
Dengan senyuman yang dipaksakan Yap Jing berkata, "Dan sekarang sudah tidak perlu tunggu
akupun boleh pergi, silakan kalian bicaralah." Habis berkata ia lantas membalik tubuh dan
melangkah pergi dengan gemulai.
Yu Wi sangat terharu, ia tahu hanya Yap Jing saja yang mengetahui dirinya masuk ke Put-kuikok.
sekarang dia menunggu disini dengan penuh perhatian atas keselamatannya, tapi setelah dia
keluar, menyapa saja tidak lantas bicara melulu dengan Kan Hoay-soan, pantaslah kalau nona
berduka. Tanpa terasa Yu Wi lantas mempercepat langkahnya dan menyusul kesana, serunya, "Yapsiocia
aku harus berterima kasih padamu. ..."
Dengan air mata masih meleleh dipipinya Yap Jing berkata, "Maukah kau tidak menyebut siocia
padaku?" "Jing-ji ..." cepat Yu Wi ganti sebutan.
Maka tertawalah Yap Jing, ucapnya. "Toako Boleh kah kupanggil demikian padamu?"
"Boleh, tentu saja boleh, asalkan kau suka," jawab Yu Wi cepat.
Dengan wajah cerah Yap Jing lantas bertutur. "Begitu kumohon kepada ayah, segera ayah
menyembuhkan penyakit adik soan"
Kan Hoay-soan mendekati mereka, katanya, "Aku seperti mengalami mimpi panjang, begitu
sadar, keadaan sudah berubah sama sekali...."
"Bagaimana keadaan Thian-ti-hu sekarang?" tanya Yu Wi.
"Thian-ti-hu sudah bubar, ibu meninggal Jiko (kakak kedua) juga tewas .. . . "
"Siapa yang membunuh mereka?" tanya Yu Wi dengan gemas.
Dengan pedih Kan Hoay-soan menggeleng kepala, tuturnya, "Toako yang membunuh mereka.
Toako yang membunuhnya, kusaksikan dengan mataku sendiri . . . ."
"Keji amat" desis Yu Wi dengan penuh benci.
"Meski ibu kurang baik terhadap Toako, seharusnya Toako tidak pantas sekejam itu," kata
Hoay-soan dengan menangis. "Tidak. seterusnya tidak kuakui dia lagi sebagai Toako. Jiko yang
tidak berdosa juga dibunuhnya."
"Dan bagaimana dengan calon isterinya?" tanya Yu Wi.
"Entah, aku tidak tahu," jawab Hoay-soan. "Tapi kepandaian Lau-cici sangat tinggi, tentu tidak
berhalangan. Hari itu kusaksikan sendiri ibu dan Jiko dibunuh olehnya tanpa bisa melawan . . .."
Diam-diam Yu Wi menghela napas gegetun, pikirnya, "Sebelumnya mereka sudah disihir oleh
Yap su-boh mana bisa melakukan perlawanan."
Didengarnya Kan Hoay-soan menyambung ceritanya, "Waktu itu aku jadi melenggong kaget,
samar-samar kulihat seorang siucai mendekati diriku, menatap padaku sambil menyapa, 'Nona
Hoay-soan, dimanakah hatimu"' Tanpa terasa kujawab, 'Hatiku" Ya, dimanakah hatiku"' siucai itu
berkata 'Hatimu sudah hilang ....' Mendengar ucapan ini, benakku serasa mendengung, lalu
kehilangan ingatan dan baru sadar kembali dua hari yang lalu."
"Siucai itu ialah ayahku," kata Yap Jing dengan menyesal, "Sekarang dia telah menyadarkan
kau lagi, maukah kau maafkan dia?"
Hoay-soan menjawab dengan sendu, "Aku tidak tahu apakah mesti memaafkan dia atau tidak.
Yang pasti enci Jing sangat baik padaku, aku sangat berterima kasih padamu."
Bagian 23 Yu Wi tidak melihat Khing-kiok ikut datang. cepat ia tanya, "Dan di manakah Khing-kiok?"
Yap Jing menunduk dan tidak menjawab.
"Katakan padaku, di manakah dia?" desak Yu Wi dengan suara keras.
Dengan ragu Yap Jing menjawab, "Waktu kumohon agar ayah mau menyembuhkan adik Soan.
ayah bilang satu jiwa ganti satu jiwa, Yu-kongcu telah menyelamatkan jiwamu, maka ayah juga
cuma menolong adik perempuannya sebagai balas budinya. mengenai perempuan satunya lagi,
tanpa alasan dia ikut torobosan ke Mo-kui-to sini, dia harus dihukum mati. Kukuatir bila kau keluar
dari Put-kui-kok dan kupergok ayah, maka kutunggu di sini. Sekarang lekas . . . lekas kau bawa
adik Soan dan berangkat saja, sudah kusediakan kapal. . . ."
"Dan adik Kiok sudah mati atau tidak?" tanya Yu Wi dengan berduka.
"Entah, sejak kemarin dulu tidak kulihat dia lagi," jawab Yap Jing. Mendadak Yu Wi berlari pergi
secepat terbang.
"He, Toako hendak ke mana?" teriak Yap Jing kaget,
"Cari ayahmu, akan kutanyai dia," sahut Yu Wi sambil menoleh. Dan hanya sekejap saja sudah
menghilang dikejauhan.
Saking cemasnya hampir saja Yap Jing jatuh kelengar.
Yu Wi terus lari kedepan tanpa arah tujuan, dalam hati ia menierit, "Yap Su-boh, kau berani
membunuh adik Kiok. pasti akan kubeset kulitmu dan kumakan dagingmu . . ."
Dia lari secepat terbang, waktu penjaga pulau melihatnya dan bermaksud menghalanginya, tapi
cepat Yu Wi pukul dan tendang, siapapun tak dapat menahannya.
Tidak lama kemudian, dilihatnya di depan sana ada sederetan bangunan megah, Yu Wi pikir
pasti disitulah Yap su-boh bertempat tinggal. Tanpa peduli betul atau tidak tempat yang dituju,
segera ia menerjang ke dalam.
Setelah masuk kedalam gedung megah itu, ia mencari kamar yang paling besar, terus
menerjang masuk. di dalam masih ada sebuah pintu yang tertutup rapat, sekali hantam ia bikin
pintu terpentang, lalu melangkah masuk sambil berteriak. "YapSu-boh . . . Yap su-boh. .
Mendadak dirasakannya kamar bagian dalam ini adalah kamar orang perempuan, sebuah meja
rias tepat berada diujung sana menghadap pintu. Di depan meja rias berduduk seorang gadis
berbaju kembang dan sedang bercermin. Yu Wi tahu telah kesasar, segera ia hendak putar balik
dan keluar. Gadis berbaju kembang itu dapat melihatnya melalui cermin, cepat ia membalik tubuh dan
berteriak, "Aha. akhirnya kau datang juga"
Gadis ini ternyata sangat cantik, bahkan lebih cantik dari pada Yap Jing, tapi tidak dikenalnya,
cepat Yu Wi berkata, "O, maaf"
Waktu ia putar tubuh hendak melangkah pergi, tahu-tahu di depan pintu sudah berdiri dua
orang berjajar dan merintangi jalannya.
Mendadak gadis berbaju kembang di belakangnya menangis dan menjerit, "O, kau tega
meninggalkan diriku lagi?"
Yu Wi kenal kedua orang yang mencegatnya ini, mereka adalah kedua Koksu atau imam negara
kerajaan Iwu, yaitu kedua Goan bersaudara yang mahir ilmu sihir itu.
Goan su-cong menjengek "Hm, jalan menuju surga tidak kau tempuh, neraka tak berpintu
justeru kau masuki. Kita bertemu lagi di sini, anak muda"
"Lantaran sok ikut campur urusan, akhirnya mendatangkan bencana bagi diri sendiri ..."
sambung Goan su-bin seperti bertembang.
Kata-kata ini dahulu pernah diucapkan mereka ketika Yu Wi menyelamatkan Jit-ceng-mo di
negeri Turki, mendengar kata-kata ini, timbul semacam perasaan tidak enak dalam hati Yu Wi,
diam-diam ia membatin antara kedua orang ini tentu ada dendam kesumat yang sangat dalam
dengan Jit ceng-mo.
Didengarnya Goan su cang berkata pula. "siau-cu. coba kau berpaling"
Yu Wi mundur ke samping, dapatlah dilihatnya si gadis berbaju kembang tadi sedang menangis
dengan sedih, keadaannya seperti kurang waras. Ia menjadi heran, pikirnya, "Aneh, sungguh aneh
Hakikatnya aku tidak kenal dia, mengapa dia menangis sesedih ini karena hendak kutingggal
pergi?" Terdengar gadis baju kembang itu menangis sambil berseru, "Kau telah menipu perasaaaku,
telah tipu tubuhku, dan sumpah setia sehidup semati di masa lampau itu sudah kau lupakan
begitu saja".... sekarang kau mau pergi lagi begitu saja" Tidak. tidak boleh jadi. hari ini pasti tidak
kubiarkan kau pergi...."
Tentu saja Yu Wi merasa bingung oleh kata-kata itu.
"Nah, sudah lihat jelas tidak?" jengek Goan su-cong.
Yu Wi menggeleng kepala dan berkata, "selama ini belum pernah kulihat nona ini, dia
mengoceh tidak keruan, jangan-jangan dia tidak waras?"
"Asalkan kau tahu saja bahwa dia tidak waras," ucap Goan su-cong.
"Apa artinya ini?" Yu wi merasa bingung.
"Kau tidak kenal Kongcu (Tuan puteri) kami, begitu bukan?" tanya Goan su-cong.
"Oo, jadi dia inilah Kongcu, kakak Yap Jing?" tanya Yu Wi terkesiap.
"Kau tidak kenal Kongcu kami, tapi dahulu Jit ceng-mo yang kau selamatkan cukup kenal
padanya, bahkan sangat intim."
Maka pahamlah Yu Wi akan duduknya perkara, pikirnya, Jangan-jangan orang yang bersumpah
setia dengan nona ini adalah salah seorang diantara jit-ceng-mo itu. Padahal watak Jit-ceng-mo itu
masing-masing berlainan dan sangat aneh, mana bisa menyukai nona ini dengan sepenuh hati,
tanpa sengaja kumasuk ke sini dan disangkanya aku ini kekasihnya di masa lalu telah kembali."
Berpikir sampai disini, ia menghela napas dan berkata, "Jit-ceng-mo sudah mati lima orang,
apabila di masa lampau ada perbuatan mereka yang tidak pantas terhadap nona ini, anggaplah
sudah selesai. Ai, di dunia ini, soal cinta memang tidak dapat dipaksakan."
"Hm, dianggap selesai?" jengek Goan su-cong, "Masakah ada urusan seenak itu" Memangnya
puteri Tocu kami boleh dipermainkan sesuka hati orang" Biarpun Jit-ceng-mo sudah mati lima,
masih tersisa dua orang, siapakah mereka?"
"Hubungan ketujuh orang itu sebaik saudara sekandung, rasa duka mereka dapat dibayangkan
setelah kematian lima orang saudaranya, masakah kalian tetap tidak mau mengampuni kedua
orang yang masih hidup itu."
"Kau menaruh simpati kepada mereka, tapi tidak bersimpati terhadap Kongcu kami?" kata Goan
su-cong sambil menuding gadis berbaju kembang itu, lalu sambungnya. "Coba lihat, anak
perempuan secantik ini, sekarang dia berubah menjadi tidak waras begini. Dahulu adalah kami
juga yang mengiringi Kongcu pesiar kedunia Kangouw, tak tersangka dapat bertemu dengan ciang
Ti yang pintar mengoceh itu sehingga hati Kongcu tercuri...."
Yu Wi pikir pantaslah jika Ciang Ti yang membuat nona cantik ini sampai tergila-gila dan
akhirnya kurang waras.
Ciang Ti berjuluk "Ai-mo", iblis cinta, wataknya memang pencinta, setiap anak perempuan yang
ditemuinya pasti disukainya. Apalagi anak perempuan secantik bidadari seperti kakak Yap Jing ini,
tentu saja dikejarnya.
Begitulah dengan suara penuh emosi Goan su-cong berkata pula, "Sejak kecil Kongcu kami
jarang keluar rumah, untuk pertama kali pula dia meninggalkan Mo-kui-to dan pesiar kedunia
Kangouw, tentu saja dia masih hijau dan tidak tahu betapa kejam dan jahatnya dunia ini. Bahwa
Ciang Ti jatuh cinta kepada Kongcu dan mengubernya, hal ini menyangkut urusan pribadi, tentu
saja kami tidak berani merintangi kehendak Kongcu. Akan tetapi Ciang Ti ternyata tega menipu
cinta seorang anak perempuan yang suci bersih, setelah tubuh Kongcu yang suci tertipu, lalu
ditinggal pergi, padahal betapa artinya kesucian seorang gadis, setelah cukup
mempermainkannya, lalu kabur begitu saja ... ."
Diam-diam Yu Wi piklr Ciang Ti bukanlah manusia demikian, meski wataknya suka kepada gadis
cantik, tapi bukanlah manusia rendah yang suka merusak kesucian gadis.
"Kongcu tidak dapat melupakan orang yang dicintainya untuk pertama kali, dia masih terus
mencarinya, akhirnya dapatlah diketemukan, tapi tahukah kau apa yang diucapkan Jit-ceng-mo
terhadap Kongcu?"
Yu Wi diam saja, ia pikir apa yang diucapkan Jit-ceng-mo pasti kata-kata yang tidak senonoh.
Didengarnya Goan su-cong menyambung pula dengan gemas. "Masih kuingat dengan jelas,
bangsat Kat Hin itu mengejek Kongcu kami, katanya Bu-dak yang tidak tahu malu, untuk apa kau
cari kami" Mau mencari laki kan tidak perlu nekat seperti ini, ditengah jalan tidak kekurangan
lelaki, seretlah satu kan beres Kami sudah biasa pergi datang dengan bebas, siapa pun tidak dapat
mengikat kami. Untuk apa kau budak busuk ini mengikuti kami" Lekas pergi, lekas enyah. Coba
kaupikir, kata-kata begitu apakah pantas, tentu saja Kongcu sangat gusar, ia tertawa keras, sejak
itu pikirannya lantas abnormal. Kasihan sampai sekarang penyakitnya belum lagi sembuh, setiap
kali melihat orang asing lantas disangka kekasihnya telah kembali. . . ."
Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, ia tahu "ok-mo" Kat Hin si iblis jahat, memang paling
anti orang perempuan, hanya dia saja yang tega mengucapkan kata-kata yang menusuk perasaan
begitu Ia jadi teringat kepada kejadian di Kim-san dahulu, di mana dia telah menyusup ke dalam
kemah Puteri Hana dari kerajaan wu untuk menghindari pencarian musuh, kebetulan Ciang Ti
menaksir kecantikan Hana dan menggodanya ke kemah sang Puteri. Tapi Kat Hin menyusul ke situ


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serta mengucapkan kata-kata kotor terhadap Hana sehingga membuat hati sang Puteri tertusuk
dan berduka. "Sebenarnya waktu itu kami hanya minta Ciang Ti mau mengubah pendiriannya, lalu kamipun
takkan mengusut lebih lanjut persoalannya," tutur pula Goansu cong. "Biar kami laporkan kepada
Tocu agar mengawinkan Kongcu dengan ciang Ti, maka segala urusan pun akan beres. Namun
kata-kata Kat Hin itu terlalu menusuk perasaan, kami harus menghajar adat padanya .Jit-ceng-mo
ternyata cuma bernama kosong, harya beberepa gebrak saja mereka sudah roboh oleh ilmu tidur
kami, kami patahkan tulang kaki mereka satu persatu, kemudian baru disadarkan. Kami tidak
berani melukai mereka terlalu parah mengingat Kongcu, maka sesudah membikin sadar mereka,
kami membujuk lagi agar Ciang Ti mau mendampingi Kongcu sebagai pertanggungan jawab
terhadap apa yang telah dilakukannya. Tak terduga. mungkin juga nasib mereka memang lagi
mujur, kebetulan ada angkatan tua perguruan mereka lewat di situ sehingga mereka ditolong
pergi. Tiada jalan lain, terpaksa kami membawa pulang Kongcu yang sudah linglung ini. Untung
Tocu tidak marah besar, kami hanya diperingatkan saja agar selanjutnya harus lebih hati-hati. Tapi
meski tidak mendapat hukuman apapun, hati kami merasa tidak tenteram melihat keadaan
Kongcu yang setiap hari hanya menangis dan ribut belaka. Maka kami lantas meninggalkan pulau
ini dan menyingkir jauh ke negeri Iwu. Berkat maksud baik raja Iwu, kami diangat sebagai Koksu,
lambat-laun urusan Kongcu pun terlupakan, siapa tahu, kami tidak menuntut balas lagi kepada Jitceng-
mo yang membikin susah Kongcu, mereka berbalik mencari kami hendak membalas dendam
dipatahkannya kaki mereka. Mereka mengira sudah berhasil meyakinkan semacam barisan
sehingga tidak gentar lagi kepada ilmu sihir kami, tapi akhirnya mereka tetap kami tundukkan,
tatkala mana kami mengira sakit hati Kongcu pasti akan terbalas ."
Hanya sedikit ucapan Goan su-cong merandek. segera Goan su-bin menyambung, "Tapi
mendadak muncul seorang bocah macam kau ini yang ingin membela ketidak adilan segala, sudah
kami katakan, kau tetap tidak mau menurut dan ingin tahu ada permusuhan apa antara kami,
memangnya kau kira dengan leluasa dapat kami ceritakan kejadian yang mencemarkan nama baik
Kongcu itu" Makanya sebelum kita berpisah dahulu pernah kukatakan bahwa barang siapa suka
ikut campur urus an, akhirnya pasti akan celaka sendiri, dan sekarang bolehlah kau terima
ganjaranmu akibat tindakanmu," kata Goan su-cong.
Yu Wi terburu-buru ingin mencari tahu di mana beradanya lim Khing kiok. maka ia pegang
gagang pedang dan bertanya, "Habis kalian mau apa?" suaranya tegas dan gagah, sikapnya
menantang. Kedua Goan bersaudara itu sudah merasa kan lihaynya Yu Wi, mereka merasa bukan tandingan
anak muda itu, maka mereka rada gentar dan menyurut mundur.
"Lekas menyingkir" bentak Yu Wi segera, "Aku ada urusan penting, bila berani merintangi
jalanku, pedangku tidak kenal ampun."
Pada saat itulah mendadak nona berbaju kembang tadi berhenti menangis dan mendakati Yu
Wi. katanya dengaa air mata meleleh, "Jangan kau pergi Tidak boleh kau tinggalkan lagi diriku . ."
Bicara sampai di sini, mendadak ia mengeluarkan sepotong sapu tangan terus dilemparkan kearah
Yu Wi. Semula Yu Wi mengira si nona mengambil sapu tangan untuk mengusap air mata, sama sekali
tak terduga bahwa seorang gadis linglung bisa main tipu. Ketika ia menyadari gelagat tidak enak
tiba-tiba sudah terendus bau harum aneh menyambar tiba bersama sapu tangan itu seketika
kepala terasa pusing, langit seperti berputar dan bumi terbalik, "bluk", ia jatuh terkapar.
Segera nona baju kembang itu memondong Yu Wi yang sudah tidak sadar itu, katanya dengan
tertawa, "Hihi, selaanjutnya kau takkan meninggalkan diriku lagi."
Sama sekali ia tidak menghiraukan kedua Goan bersaudara yang masih berada di situ, dengan
mesra ia taruh Yu Wi di tempat tidurnya, lalu dikeluarkannya seutas tali yang halus dan panjang.
Dengan cara yang trampil dan apal sekali ia ikat kaki dan tangan Yu Wi dan diberi ikatan mati di
sana sini. Dengan demikian biarpun nanti Yu Wi siuman juga sukar bergerak kalau tali yang hitam
gilap itu tidak diputus lebih dulu.
Tiba-tiba Goan su-cong melangkah maju dan berkata, "Kongcu, orang ini bukan ciang Ti,
serahkan saja kepada hamba untuk diselesaikan."
"Siapa bilang dia bukan ciang Ti?" jawab sang Puteri, "sekalipun dia menjadi abu juga kukenal
dia. Hm, siapa kau, lekas pergi, jangan mengganggu kami."
Diam-diam Goausu-cong menghela napas, ia pikir penyakit sang Puteri sungguh sudah terlalu
parah, benar-benar tidak waras lagi.
Nona baju kembang lantas membentang selimut dan ditutupkan pada badan Yu Wi, lalu ia
sendiri membuka baju luar terus menyusup ke dalam selimut, tidur di samping Yu Wi.
Meski dia menyuruh enyah Goan su-cong, tapi kedua Goan bersaudara tidak pergi dan masih
berdiri disitu. Mereka lagi mencari akal cara membikin sang Kongcu mau percaya bahwa Yu Wi itu
bukanlah Ciang Ti yang dirindukannya itu.
Dilihatnya sang Puteri setengah berbaring dan bertopang dagu dengan tangan kanan, dengan
penuh kasih mesra ia pandang Yu Wi seolah-olah didalam kamar tiada orang lain kecuali mereka
berdua saja. Setelah dipandang sejenak. tiba-tiba ia tertawa katanya, "Eh, kenapa kau hanya tidur melulu,
masa tidak mengajak bicara padaku?"
Karena terbius oleh bau harum sapu tangan si nona, seketika Yu Wi tidak dapat sadar. Tapi
nona itu agaknya lupa pada kejadian itu, disangkanya Yu Wi sudah tidur dan tidak mau bicara
padanya. Maka nona itu mengguncang-guncangkan pundak Yu Wi dan berseru pula, "He, bangun,
bangun, bicaralah denganku"
Sampai sekian lama ia goyang-goyangkan tubuh Yu Wi dan anak muda itu tetep diam saja
kelopak matanya bergerak sedikit saja tidak.
Mendadak si nona menangis pula, katanya dengan tersendat, "o, tampaknya kau tidak cinta lagi
padaku, maka tidak sudi bicara denganku. Padahal dahulu setiap hari kau bilang mencintai diriku
dengan segenap jiwa raga mu, kau puji kecantikanku yang lebih molek daripada bidadari. Tapi
kenapa sekarang kau tidak bicara sepatah pun."
Makin menangis makin berduka, dia masih terus menggoyangi pundak Yu Wi, katanya pula,
"Ayolah, katakanlah bahwa kau tetap cinta padaku. mau?"
Tiba-tiba Goan su-cong menyela, "Kongcu, dia bukan ciang Ti. makanya tak dapat menyatakan
cintanya padamu. Apabila dia Ciang Ti, tentu sudah dikatakannya sejak tadi."
Sang puteri berhenti menangis dan termangu-mangu memandangi Yu Wi, mendadak ia
menjerit "Haya" Yu Wi terus didorongnya kebawah tempat tidur, serunya dengan sedih. "Betul,
betul, kau bukan dia... bukan dia,..."
Lalu ia menjatuhkan diri ditempat tidur sambil mendekap mukanya, ratapnya dengan sedih, "o,
dia takkan kembali lagi, takkan kembali lagi Dia telah meninggalkan diriku."
Ia menangis terus dan akhirnya, mungkin terlalu lelah, tertidurlah dia. Malahan dalam tidurnya
air matanya masih terus bercucuran.
Melihat keadaan sang Kongcu yang sebentar tertawa dan lain saat menangis, Goan su-cong
tahu peyakit gilanya tidaklah ringan. Ia pikir apabila dulu dia membawa pulang kepala Jit-ceng mo
dan diperlihatkan kepada sang puteri, mungkin sakit rindunya akan sembuh dan tidak perlu
tergila-gila lagi kepada orang yang sudah mati.
Hal itu mestinya dapat dilaksanakannya apabila dahulu Yu Wi tidak ikut campur, dan sekarang
sakit hati sang Kongcu tidak terbalas, sebaliknya penyakit gilanya bertambah parah. makin dipikir
makin gemas, mendadak ia depak Yu Wi satu kali.
"Untuk melampiaskan dendam kita, biarlah kita buang dia kelaut saja untuk umpan ikan," kata
Coan su-bin Goan su-cong pikir usul saudaranya itu cukup bagus, segera ia menjawab, "Baik, marilah kita
buang dia kelaut,"
Segera Goan su-bin mendahului menyeret tubuh Yu Wi dan dibawa pergi.
Tapi baru sampai diambang pintu, kebetulan kapergok Yap Jing yang baru menyusul tiba.
Lantaran lari nona itu lebih lambat, ditengah jalan dia harus mencari keterangan pula, maka baru
sekarang dia menyusul kesini.
Sekali pandang Yap Jing lantas melihat Yu Wi dalam keadaan tak sadar, dengan kuatir ia tanya,
"Bagaimana dia?"
"Apakah Kuncu tanya orang ini?" jawab Goan su-bin sambil menuding Yu Wi,
Dengan maka masam Yap Jing mendamperat, "Dengan sendirinya dia, memangnya masih ada
orang lain?"
Cepat Goan su-cong mendekat dan memberi hormat, katanya, "Orang ini adalah musuh besar
Kongcu, tadi Kongcu merobohkan dia dengan Bi-hun-kin (sapu tangan berobat bius) dan
meringkusnya, sekarang kami disuruh membuangnya kelaut,"
"Hm, memangnya kalian anggap diriku ini anak kecil yang dapat ditipu?" jengek Yap Jing.
"Pikiran cici tidak jernih, mana bisa dia menyuruh kalian membuangnya kelaut" Apalagi, apakah
kalian tahu siapa orang ini?"
Goan su-cong sangat licin, melihat gelagat jelek. sedapatnya ia mengelakkan tanggung jawab,
sahutnya, "Meski pikiran Kongcu tidak jernih, tapi beliau benar-benar menyuruh kami
membuangnya ke laut. soal siapa dia, yang jelas kami tahu dia adalah musuh Kongcu."
"Masakah kalian tidak tahu dia adalah tamu agung ayah, penolong jiwaku?" kata Yap Jing.
Cepat Goan Su-cong menggeleng kepala dan berkata, "Tidak tahu, hamba tidak tahu. Kami
baru pulang kemarin, keadaan disini tidak terlalu jelas."
"Kalau tidak tahu tidaklah bersalah," ujar Yap Jing. Lalu ia pelototi Goan su-bin dan mengomel,
"Untuk apa lagi kau pegang dia?"
Cepat Goan su-bin menurunkan Yu Wi. Maklumlah, Yap su-boh hanya mempunyai dua anak
perempuan dan dimanjakan sejak kecil, tiada seorang penghuni pulau ini berani membangkang
perintah mereka.
Yap Jing lantas menjengek lagi, "Baiklah, tidak ada urusan kalian lagi, lekas pergi" Kedua Goan
bersaudara tidak berani tanya pula, cepat mereka mengundurkan diri
Segera Kan Hoay-soan memburu maju dan mengangkat Yu Wi, dilihatnya anak muda itu tidak
sadarkan diri, kaki dan tangannya juga terikat tali. Dengan kuatir ia berkata. "Enci Jing, coba kau
periksa dia."
"Dia tak sadar karena terbius Bi-hun-hiang, tidak berhalangan, sebentar lagi akan siuman
sendiri," kata Yap Jing. "Hanya saja. . . ."
"Hanya apa?" tanya Hoay-soan dengan cemas.
"Tali yang mengikat kaki dan tangannya itulah tidak dapat dibuka," kata Yap Jing.
Kan Hoay-soan tidak percaya, ia mengeluarkan pisau kecil dan coba memotong tali itu. Tapi
meski sudah disayat-sayat tetap tidak putus. Ia pikir tali sekecil ini mustahil tak bisa dipotong
putus" Ia coba memotong dengan lebih keras, "krek", bukannya tali itu putus, sebaliknya pisaunya
yang patah. Tali kecil itu sedikitpun tidak tergurat.
Kan Hoay-soan memandang kian kemari, lalu tanya, "Adakah gunting?"
"Sudahlah, tidak perlu repot, percuma," kata Yap Jing. "Sekalipun golok pusaka atau pedang
wasiat juga sukar memutusnya."
Hoay-soan membuang pisau patah dan berusaha membuka tali itu menurut ikatannya, sampai
mandi keringat dia sibuk mencari jalan ikatan tali, tapi satu saja tidak mau terlepas.
"Sudahlah, ikatan tali ini hanya ayahku saja yang dapat membukanya di dunia ini, meski cici
pernah belajar juga dari ayah, tapi sekarang pikirannya tidak jernih, mungkin iapun tidak sanggup
membukanya," kata Yap Jing dengan gegetun. "Jika demikian, lekas kau cari dan minta tolong
ayahmu" seru Hoay-soan cemas.
"Mana boleh kucari ayah" Ayah sudah menyatakan akan membunuhnya, jika mengantar dia
ketempat ayah, sama halnya mengantarkan kematiannya."
"Habis bagaimana?" seru Hoay soan dengan gelisah.
"Yang paling penting sekarang adalah menyelamatkan dia dengan meningalkan pulau ini," kata
Yap Jing. "Adik soan, angkatlah dia dan ikut padaku." Tapi mendadak suara seorang menanggapi.
"Mau dibawa ke mana?"
Yap Jing berteriak kaget dengan suara rada gemetar, "Hah, ay... ayah... untuk apa ayah datang
kemari"...."
Di depan pintu kamar itu muncul seorang lelaki setengah umur dengan wajah putih dan
berdandan sebagai seorang siucai (cendekia), katanya, " Untuk apa kau datang ke sini, untuk itu
pula ayahmu datang kemari,"
Yap Jing lantas menghadang didepan Hoay-soan, ia kuatir ayahnya menyerobot Yu Wi untuk
dibunuh. Dengan polos Hoay-soan menimpali ucapan mereka, "Kami datang kesini untuk menolong
Toako, apakah engkau juga hendak menolongnya?"
Siucai itu memang penguasa Mo-kui-to atau Pulau Hantu, Yap su-boh, dengan tertawa ia
berkata, "Lekas serah kan Toakomu kepadaku."
Memandangi sorot mata Yap su-boh, seketika pikiran Hoay-soan seperti kabur, rasanya
mengantuk dan segera bermaksud menyodorkan Yu Wi,
Cepat Yap Jing mendahului memegang tubuh Yu Wi dan menyurut mundur, pintanya dengan
sangat, "Ayah,jangan kau bunuh dia, apapun juga dia adalah tuan penolong jiwa puterimu. jika
ayah mau bunuh boleh bunuh diriku saja." Yap su-boh tampak marah. "Memangnya dia begitu
penting bagimu?"
"Utang budi harus tahu balas," jawab Yap Jing "Jika ayah membunuhnya, anak yang berdosa."
"Siapa bilang hendak kubunuh dia?"
"Kata ayah sendiri," jawab Yap Jing.
"Ayah menyatakan pulau ini dilarang didatangi siapa pun tanpa izin ayah. Padahal
kedatangannya ini adalah atas prakarsa anak."
"Takkan kubunuh dia, lekas kau serahkan dia padaku," kata Yap su-boh. "Apakah pantas
seorang gadis memondong tubuh seorang lelaki yang baru dikenal?"
Yap Jing kenal watak sang ayah yang menganggap kecil soal membunuh orang, maka dia tetap
kuatir, ia menyurut mundur lagi dua tindak dan berkata, "Tidak. tidak Ayah menipuku, tak dapat
kuberikan."
Yap su-boh menjadi gusar karena anak perempuannya tidak menurut perintahnya, bentaknya
"Ayo serahkan, apakah kaupun minta dihajar?"
Mendadak Yap Jing berlutut dan menangis, "Boleh ayah bunuh saja diriku ini, sejak kecil anak
tidak beribu, tidak pernah disayang orang, hidup bagiku juga tidak ada artinya. . . ."
Mendengar anak perempuannya menyinggung ibunya yang sudah meninggal, Yap su-boh jad.
berduka, katanya, "Ai, watakmu yang keras serupa dengan ibumu. sudahlah, nak. aku tidak akan
membunuh dia. Coba kaupikir, dia dapat keluar lagi dari Put-kui-kok dengan selamat, mungkinkah
kubunuh dia?"
Yap Jing berhenti menangis, katanya dengan tersenyum girang, "Ah. memang betul, kenapa
aku lupa. Dia dapat kembali dari Put-kui-kok. tentu ayah takkan membunuhnya." Habis berkata ia
lantas menyerahkan Yu Wi kepada sang ayah.
Kiranya Yap su-boh sangat gemar meyakinkan ilmu silat, boleh dikatakan keranjingan terhadap
setiap macam kungfu. Apabila dia mengetahui kungfu seseorang sangat tinggi, dia lantas berlaku
sangat hormat padanya. seperti halnya Kwe siau-hong, lantaran ilmu pedangnya sangat lihai,
maka tanpa syarat ia memberi tempat tinggal di Put ku-kok dan dipenuhi segala kebutuhannya.
padahal Kwe siau-hong terkenal suka membunuh orang, tapi sekarang sudah tiga hari Yu Wi
masuk ke lembah sana dan dapat keluar lagi dengan selamat, hal ini menandakan kungfu anak
muda ini lebih kuat daripada Kwe siau-hong sehingga tidak sampai terbunuh.
Seorang yang berilmu silat lebih tinggi daripada Kwe siau-hong, terang akan diperlakukan
sebagai tamu terhormat oleh sang ayah, mana mungkin akan dibunuhnya" Terpikir hal ini, Yap
Jing lantas tidak kuatir lagi.
Setelah Yap su-boh memegang tubuh Yu Wi dan terlihat jelas wajahnya, iapun terkejut dan
berguman, "Ehm, ternyata benar sangat mirip. mirip sekali"
"Kau bilang apa, Ayah" Apa yang mirip?" tanya Yap Jing.
Dengan terheran-heran Yap su-boh berkata, "Kan ciau-bu bilang muka anak muda ini sangat
mirip dengan dia, Liok Ban-lan juga melaporkan padaku akan kemiripan mereka. Tadinya aku tidak
percaya, setelah melihatnya sekarang barulah kupercaya didunia ini memang ada manusia yang
berwajah semirip ini."
Liok Ban-lan adalah si kakek gagah, kapten kapal yang membawa mereka ke pulau ini, yaitu
sang Toako dari ke-12 tokoh terkemuka Mo-kui-to.
Tatkala Yap Jing meninggalkan Mo-kui-to untuk mencari pengobatan pada su Put-ku, pada
waktu itulah Kan ciau-bu berkunjung ke Pulau Hantu ini, sebab itulah si nona tidak tahu di dunia
ini ada seorang lain yang berwajah sama dengan Yu Wi. maka ia lantas tanya lagi, "Mirip siapa.
ayah" siapa yang serupa dengan dia?"
"Kau tidak kenal dia," tutur Yap su-boh. "orang itu adalah majikan Thian-ti-hu, namanya Kan
Ciau-bu." Mendadak Hoay-soan berteriak. "Tidak. dia bukan majikan Thian-ti-hu, dia bukan lagi pemilik
Thian-ti-hu "
Suaranya sangat memilukan dan juga sangat gemas seperti bara membakar dadanya dan
hendak meledak.
Yap su-boh mendengus, "Hm, Kan Cia u-bu adalah Toakomu, ahli-waris satu-satunya, sebagai
adiknya masakah tidak kau akui?"
Dengan menangis Kan Hoay-soau menjawab, "Dia membunuh ibuku, membunuh Jikoku, aku
tidak .... tidak lagi mengakui dia . . . ."
"Sungguh budak yang tidak tahu diri," damperat Yap su-boh, "Percuma Kan Ciau bu sayang
padamu. Tempo hari Ciau-bu hanya membunuh ibu tirinya yang juga bermaksud membunuhnya,
lalu membinasakan saudaranya yang ingin merebut harta kekayaan Thian-ti-hu, hanya kau saja
dikecualikan lantaran sehari-hari dia memang sayang padamu. Masakah kau sendiri tidak tahu hal
ini?" "Siapa minta disayang olehnya?" teriak Hoay soan dengan gusar. "Tidak nanti kumaafkan
perbuatannya itu juga kau, ya kau. kaulah yang membantunya membunuh seluruh anggota
keluargaku."
Dari malu Yap su-boh menjadi gusar, damperatnya pula, "Budak busuk. berani kau bersikap
kasar padaku, harus kuberitahu rasa padamu." segera ia melangkah maju dan hendak
menggampar muka Kan Hoay-soan.
Tapi Yap Jing segera memburu maju sehingga tamparan Yap su-boh tidak mengenai Kan Hoaysoan.
sebaliknya mengenai pipi Yap Jing, seketika muka nona itu timbul lima jalur merah bekas
jari. "Siapa suruh kau menghadangnya, lekas menyingkir" bentak Yap su-boh dengan gusar.
"Tia (ayah), jangan lupa, engkau sudah menyatakan takkan membikin susah dia," kata Yap
Jing. Kiranya Yap su- boh sudah berjanji akan mengendalikan kejernihan pikiran Kan Hoan-soan dan
menyatakan pasti takkan mengganggu seujung rambut nona itu sebagai balas budinya kepada Yu
Wi yang telah menolong Yap Jing.
Apa yang pernah dikatakannya tentu saja tak bisa lupa, maka Yap su-boh menjadi rikuh, ia
tarik kembali tangannya dan bertanya, "Anak Jing, tanpa sengaja ayah salah memukul kau, sakit
tidak?" "Tidak. tidak sakit," jawab Yap Jing sambil menggeleng, "Sekalipun terpukul sakit juga pantas


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang ayah memukul anaknya."
Yap su-boh memandangi kaki dan tangan Yu Wi yang terikat tali itu, tanyanya, "Apakah ikatan
tali ini dilakukan oleh Cicimu?"
"Poh-liong-soh (tali pengikat naga) adalah semacamm kepandaian khas di dunia ini, ayah hanya
mengajarkan kungfu ini kepada Cici, kecuali dia siapa lagi yang mampu mengikatnya?" jawab Yap
Jing. "Ai, anak Pek tidak waras pikirannya, tapi tidak lupa pada ilmu mengikat tali ini, sungguh harus
dipuji." ujar Yap su-boh dengan gegetun.
"Sakit Cici sudah sekian lama dan tidak kelihatan ada perbaikan, apakah ayah akan membiarkan
keadaan cici seterusnya?" kata Yap Jing.
Yap su-boh menggeleng dengan menyesal, "Selama hidup ayahmu mempelajari ilmu pembetot
sukma, akibatnya sakit gila anak perempuan sendiri toh tidak mampu menyembuhkannya.Janganjangan
inilah hukuman Tuhan sebagai pembalasanku?"
"Penyakit gila Cici bukanlah karena ilmu sihir segala, sebab itulah ayah tidak dapat
menyembuhkan dia," kata Yap Jing. "Penyakit ini harus diobati oleh orang yang mahir ilmu
pertabiban. Anak kenal satu orang yang pasti dapat menyembuhkan penyakit Cici."
"Siapa yang kau masudkan?" tanya Yap Su-boh. "Jika dia dapat menyembuhkan anak Pek.
tentu aku akan memberi hadiah besar padanya."
Yap Jing menuding Yu Wi dan berkata, "Ialah dia ini. Bahwa dia dapat menyembuhkan penyakit
anak yang sudah parah, ilmu pertabibannya sungguh tiada bandingannya didunia ini. Lekas ayah
menyadarkan dia dan membuka tali pengikatnya, lalu minta dia mengobati Cici."
Yap Su-boh tampak ragu, katanya kemudian, "Dia pingsan oleh Bi-hun-hiang kakakmu sehingga
tidak sulit untuk menyadarkan dia. Tapi tali ini sementara ini tidak boleh dibuka."
"Memangnya kenapa?" tanya Yap Jing gelisah.
---------------------
= Bagaimana nasib Yu Wi" Dapatkah Yap Jing membujuk sang ayah membebaskan anak muda
itu. = Kemana perginya Lim Khing-kiok, apakah dibawa lari Kan Ciau-bu" Baca lah Jilid selanjutnya
-----------------
"Kan Ciau-bu bilang ilmu silatnya sangat tinggi, wataknya juga tidak cocok dengan kaum kita,
bila kulepaskan dia mungkin akan merugikan kita sendiri, maka untuk sementara ini harus
dipertimbangkan tentang kebebasannya dan tidak boleh sembarangan bertindak."
"Masa ayah sedemikian percaya kepada ocehan Kan Ciau-bu?" tanya Yap Jing sedih.
"Aku cukup kenal Kan Ciau-bu yang pintar dan cekatan itu, keterangannya tidak boleh tidak
dipercaya," tutur Yap su-boh. "Bila bocah she Yu ini kita lepaskan, kalau harimau sudah pulang
kegunung, hendak menangkapnya agi tentu amat sukar."
"Ayah," tanya Yap Jing tiba-tiba, "sudahkah engkau menyelidiki siapa kah yang membocorkan
rahasia letak pulau kita sehingga menimbulkan gabungan Jit-tay-kiam-pay beramai-ramai hendak
menghadapi kita?"
Yap su-boh berkerut kening, katanya, "Banyak anggota jit-tay-kiam-pay dipancing ke sini, hal
ini hanya diketahui oleh ke-12 tokoh pengawal kita. Padahal mereka semua sangat setia padaku,
sungguh akupun tidak habis mengerti siapakah yang telah berkhianat."
"Apakah Kan Ciau-bu tahu kejadian ini?" tanya Yap Jing.
"Pernah kuceritakan padanya apa yang terjadi ini," tutur Yap su- boh, "Dia mempunyai hasrat
yang sama seperti diriku untuk merajai dunia persilatan. maka tidak kututupi kejadian ini. Thian-tihu
masih mempunyai pengaruh cukup besar di dunia persilatan, ayah bermaksud memperalat dia,
agar dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk memperluas pengaruh kita."
"Hm, ayah ingin memperalat dia, memangnya dia tak dapat memperalat ayah?" jengek Yap
jing. "Menurut pendapatku, yang membocorkan rahasia letak pulau kita ini pasti dia. Inilah tipu
'nongkrong di atas gunung menonton pertarungan harimau', kemudian dia yang akan menarik
keuntungannya...."
"Hus, jangan sembarangan omong," bentak Yap su-boh "dia bukan orang macam demikian."
Yap Jing tidak peduli peringatan sang ayah, ia menyambung pula, "Dia juga ingin merajai dunia
persilaian, mana mungkin dia memberi tempat kepada ayah. Apabila nanti antara jit-tay-kiam-pay
dan pihak Mo-kui-to sudah saling gempur hingga hancur lebur bersama, lalu jadilah dunia ini
miliknya . . . ."
"Suruh kau jangan sembarangan omong, kenapa omong lagi?" bentak Yap su-boh pula dengan
gusar. Walaupun demikian. dalam hati lamat-lamat iapun merasakan ucapan anak perempuannya itu
cukup beralasan.
"Dari pada ayah percaya padanya, kan lebih baik percaya saja kepada Yu-toako," ucap Yap Jing
dengan sendu. "Betapapun dia jauh lebih polos dan jujur dari pada Kan ciau-bu."
"Tidak." bela Yap su-boh, "tidak nanti kusalah menilai orang, Kan ciau-bu pasti takkan menjual
diriku. Apa lagi sudah kubantu dia mengangkangi seluruh harta milik Thian-ti-hu, selama hidupnya
pasti berterima kasih padaku."
Yap Jing pikir biasanya sang ayah banyak tipu akalnya, mengapa dapat mempercayai manusia
semacam Kan ciau-bu, jangan-jangan orang she Kan itu pintar putar lidah sehingga ayah dapat
dikelabui dan percaya penuh padanya.
Setelah berpikir, kemudian nona itu berkata pula, "Tapi jelas Kan ciau-bu itu manusia tak
berbudi, demi mendapatkan warisan, dia tidak segan membunuh ibu dan saudara tirinya. Manusia
kotor dan keji begini, segala tindakan busuk dapat diperbuatnya, maka ayah perlu hati-hati
menghadapi dia."
Hati Yap su-boh semakin kacau, ia mengomel, "Sudahlah, budak mampus, jangan banyak
bicara lagi." .
Mendadak Yap Jing mendapat suatu firasat, katanya pula, "Tapi, ayah, menurut dugaan anak.
kepergian Kan ciau-bu sekali ini pasti akan datang lagi dengan membawa tokoh ketujuh aliran
besar untuk menggempur pulau kita . . . ."
Hati Yap su-boh terkesiap. diam-diam ia membatin, "Ya, sudah tiga hari Kan ciau-bu pergi dari
sini, jangan-jangan benar dia akan mengajak ketujuh aliran besar untuk menyerbu ke sini,
betapapun hal ini harus kupikirkan."
Tapi ia lantas menghibur dirinya sendiri, "Ah, kukira tidak mungkin dia berbuat begitu, dia
hutang budi padaku, tidak nanti membalas air susu dengan air tuba."
Baru bicara sampai disini, mendadak kedua Goan bersaudara berlari masuk dan memberi lapor.
"Wah, Tocu, ada
Bara Naga 14 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Hikmah Pedang Hijau 14
^