Pendekar Kembar 15

Pendekar Kembar Karya Gan K L Bagian 15


tiga buah kapal cepat sedang meluncur ke tempat kita"
Air muka Yap su-boh berubah seketika, cepat ia tanya, "Apakah kapal dagang?"
"Bukan," tutur Goan su-cong. "Badan kapal tidak banyak terbenam kedalam air, jelas bukan
kapal dagang yang memuat barang."
"Bagaimana keadaan di atas kapal?" tanya Yap Jing.
"Pada haluan setiap kapal itu berdiri tujuh lelaki kekar dengan pakaian ringkas, terdiri dari
macam-macam orang, ada yang berdandan sebagai Tosu, ada juga Hwesio . . . ."
"Nah, apa kataku, ayah, sekarang sudah terbukti bukan?" kata Yap Jing dengan gegetun. "Jelas
Kan Ciau-bu yang mengundang datang jago ketujuh aliran besar, setiap kelompok itu terdiri dari
tujuh orang, itulah Jit-sing-tin yang telah mereka latih dengan baik untuk menghadapi kita."
Saking gusar Yap su-boh lantas tertawa malah, serunya, "Ha ha, bagus Bocah itu benar-benar
telah menjual diriku."
Sembari bicara ia sodorkan Yu Wi kepada Goan su-cong, lalu berkata pula, "Kurung dulu dia,
setelah musuh kita halau baru kita tanyai dia."
"Ayah," seru Yap Jing dengan kuatir, "jit-sing-tin mereka sangat lihai, akan lebih baik jika Yutoako
disadarkan dan minta bantuannya."
Yap su-boh melenggong sejenak. katanya kemudian sambil menggeleng, "Tidak. orang ini pasti
tidak mau membantuku, apalagi Jit-sing-tin juga belum pasti dapat membikin susah diriku"
Habis berkata ia terus berlari pergi secepat terbang. Yap Jing merasa kuatir, cepat ia menyusul
sang ayah. Kedua Goan bersaudara saling memberi tanda. mendadak mereka melompat keluar kamar,
berbareng pintu yang besar dan berat itu ditutup.
Kan Hoay-soan agak terlambat, dengan gelisah ia berteriak, "Buka pintu, buka pintu"
"Setelah musuh kami halau tentu akan kami bebaskan kau," seru Goan su-cong sambil bergelak
tertawa diluar.
"Kemana Toakoku akan kalian bawa?" teriak Hoay-soan sambil meng gedor pintu.
Namun tidak ada jawaban diluar. kedua Goan bersaudara sudah pergi. Beberapa jam
kemudian, kekuatan obat bius buyar sendiri dan Yu Wi telah sadar, ia melihat dirinya berbaring di
suatu tempat tidur dekat dinding, cepat ia meronta bangun, tapi diketahuinya tangan dan kaki
sendiri terikat dengan erat.
Sekuatnya ia meronta, sekarang tenaga kedua lengan Yu Wi sudah luar biasa, akan tetapi tali
warna hitam gilap yang mengikat kaki dan tangannya tidak kendur sedikitpun, waktu ia pentang
sekuatnya, tali kecil sebesar sumpit itu sampai ambles kedalam kulit dagingnya dan tali itu tetap
tidak mau putus.
Yu Wi tidak berani meronta lagi, kuatir otot tulang sendiri mengalami cedera. ia heran, "Terbuat
dari bahan apakah tali kecil ini, mengapa begini ulet" Kalau aku punya pisau tentu urusan akan
beres." Tapi setelah dipikir lagi, diam-diam ia menggeleng dan membatin "Tapi percuma juga meski
ada pisau, jelas tali ini tidak mempan dipotong dengan pisau."
Hendaklah diketahui bahwa tenaga kedua lengan Yu Wi jauh lebih kuat daripada cara
memotong tali dengan pisau, kalau rontakkannya tidak dapat membikin tali itu putus, jelas pisau
juga tiada gunanya.
Waktu ia periksa ikatan tali itu, dilihatnya tali yang diikat mati itu sangat rajin dan rapat
sehingga sukar dimengerti cara bagaimana mengikatnya.
Teringat kepada keselamatan Lim Khing-kiok. tanpa terasa Yu Wi berguman sendiri, "Ai,
bagaimana baiknya sekarang. Apabila terjadi apa-apa atas diri adik Kiok. siapa yang akan
menolongnya?"
Tiba-tiba dari kamar sebelah ada suara seorang perempuan menegurnya, "He, siapa itu yang
dikamar sebelah" Rasanya sudah kukenal suaranya?"
Yu Wi sendiri juga merasakan kenal suara orang perempuan ini, segera ia balas bertanya,
"Engkau sendiri siapa?"
Agaknya perempuan itu merasa kurang senang,jawabnya, "Tidak perlu kubicara dengan kau."
Yu Wi merasa geli, ia pikir, "Kau sendiri yang tegur diriku lebih dulu, tidak mau bicara juga
tidak menjadi soal."
Ia coba memejamkan mata untuk mengumpulkan tenaga lebih kuat serta memikirkan cara
untuk membuka ikatan tali itu. setelah direnungkan, akhirnya ia menarik kesimpulan kalau tidak
menemukan senjata pusaka jelas tidak dapat memotong tali ini, dan kalau tali ini tidak putus, jelas
dirinya tidak mampu meninggalkan kamar tahanan yang tidak ada benda lain kecuali sebuah
tempat tidur doang.
Setelah tepekur sejenak pula, mau-tak-mau teringat lagi olehnya akan keselamatan Lim Khingkiok.
gumamnya pula, "Apabila adik Kiok jadi dicelakai, pasti akan kubunuh Yap su-boh untuk
membalas sakit hatinya . . . ."
Tiba-tiba perempuan di sebelah bertanya pula, "He, ada permusuhan apa antara kau dengan
Yap su-boh?"
Yu Wi tidak mau bicara dengan penghuni Mo-kui-to, maka dia tidak menjawabnya, ia hanya
duduk termenung.
Selang sejenak, perempuan itu menghela napas dan bertanya lagi, "He, jangan-jangan kau pun
orang tawanan didalam penjara ini?"
"Masa tempat ini penjara?" tanya Yu wi.
"Jika kau tidak percaya, boleh coba kau raba dindingnya," kata perempuan itu.
Segera Yu Wi meraba dinding dan merasa keras dingin, baru sekarang diketahuinya kamar ini
bukanlah kamar biasa melainkan terbuat dari dinding besi. Ia pikir, sekalipun dinding baja juga
tidak dapat mengurung diriku asalkan tali pengikat tangan dan kakiku ini dapat kubuka.
Didengarnya perempuan tadi berkata pula, "Tadi kusangka kau ini penjaga penjara, maka tidak
sudi kusebutkan namaku, tak terduga kita adalah tawanan yang senasib."
"Mengapa Yap su-boh mengurung seorang perempuan semacam kau di penjara berdinding besi
seperti ini?" tanya Yu Wi.
Perempuan itu menghela napas, katanya, "Dia menahan diriku sebagai sandera untuk memeras
uang tebusan dari ayahku."
Yu Wi merasa ragu, sebagai penguasa pulau, jelas Yap su-boh tidak terlalu memandang soal
keuangan, ia coba tanya pula, "Apakah ayahmu sangat kaya?"
"Sebagai seorang raja, sudah barang tentu ayahku kaya raya," jawab perempuan itu.
"Raja?" seru Yu Wi terkejut. seketika teringatlah olehnya siapa perempuan ini, cepat ia
berteriak, "He, engkau adalah Hana, puteri kerajaan Iwu. Pantas rasanya sudah kukenal betul
suaramu." Selagi Yu Wi hendak memberitahukan siapa dirinya, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan
masuklah seorang siucai setengah baya, melihat sikapnya yang gagah itu secara naluri Yu Wi
lantas tahu orang pasti Yap su-boh adanya.
Yap su-boh mendekatinya dan duduk ditepi pembaringan, katanya, "Yu kongcu, tahukah kau
siapa diriku?"
Yu Wi tidak menjawab, tapi lantas balas bertanya, "Tocu, di manakah adik Kiok. Lim Khingkiok?"
"Dia sudah ikut pergi bersama Kan ciau-bu, "jawab Yap su-boh. "Waktu dia melihat Ciau-bu,
disangkanya Ciau-bu adalah dirimu, maka tanpa sangsi dia ikut pergi bersamanya."
Seketika Yu Wi melenggong, timbul macam-macam perasaan yang sukar dilukiskan.
Yap su-boh berkata pula, "Jika sebelumnya kutahu bagaimana kepribadian Kan ciau-bu, tentu
tidak kubiarkan nona itu dibawa pergi olehnya."
"O, memangnya ada apa" Dalam hal apa Kan ciau-bu kurang benar?" tanya Yu Wi. "Tadi baru
saja terjadi pertempuran sengit dipulau ini. . . ."
Belum habis Yap su-boh menutur, otak Yu Wi yang cerdik itu segera tahu apa yang terjadi,
selanya, "Yang menyerbu kemari itu apakah orang. ketujuh aliran besar?"
Yap su-boh terkejut, ia heran anak muda yang terkurung di dalam penjara ini mengapa tahu
apa yang terjadi di luar, apakah mungkin sebelumnya orang sudah tahu pihak Jit-tay-kiam-pay
akan menyerbu Mo-kui-to"
"Dari mana kau tahu?" demikian ia tanya.
Dengan dingin Yu Wi menjawab, "Bukan saja kutahu, bahkan dapat kupastikan bahwa
kedatangan mereka adalah atas petunjuk Kan ciau-bu."
Yap su-boh menggeleng, katanya, "Tapi Kan ciau-bu itu tidak termasuk di antara para penyerbu
itu." "Masakah dia begitu bodoh?" kata Yu Wi. "Cukup baginya memberitahukan arah berlayar
kepada pihak ketujuh aliran besar itu Apabila dia ikut kemari berarti dia kurang cerdik. Dia justeru
tinggal jauh disana dan menunggu berita tentang babak-belurnya kedua pihak."
Dengan gegetun Yap su-boh berkata, "Pandanganmu ternyata sama dengan anak Jing, kalian
sama tahu ambisi Kan ciau-bu yang besar itu, hanya akulah yang sudah lamur sehingga tidak
menyadari permainan kotornya. Ai, sungguh tidak punya perasaan orang she Kan itu, sudah
kubantu dia menguasai Thian-ti-hu, tidak pantas dia bertindak demikian padaku."
Tanpa sungkan Yu Wi mendengus, "Hm, ini namanya senjata makan tuan. merasakan akibat
perbuatannya sendiri Memangnya kau kira dengan membantu dia dengan membunuh ibu dan adik
tirinya sendiri, lalu dia akan berterima kasih padamu untuk selamanya. Tak kau pikir bagaimna bila
dosanya membunuh ibu dan adik sendiri itu sampai diketahui orang luar, jika sehari dia tidak
membunuh kau, jelas sehari pula hatinya takkan tenteram."
Yap su-boh terbahak-bahak. katanya, "Bagus sekali caci-makimu, senjata makan tuan, memang
betul senjata makan tuan dan merasakan akibat perbuatan sendiri" Ia merandek sejenak. lalu
berkata pula, "Tapi intriknya telah gagal total, meski pihak Jit-tay-kiam-pay telah datang tujuh kali
sembilan atau 63 orang, namun semuanya musnah kalau tidak tertawan ya terbunuh, pulau ini
tidak terganggu sedikitpun."
"Tapi setelah kelompok ini akan menyusul lagi kelompok yang lain, anak Jit-tay-kiam-pay
tersebar disegenap pelosok dunia ini, selanjutnya Mo-kui-to pasti tidak pernah aman lagi,"jengek
Yu Wi. "Hm, kepulauan ini sangat strategis, jika pihak Jit-tay-kiam-pay berani datang lagi, muncul satu
bunuh satu, datang dua bunuh sepasang" teriak Yap su-boh.
"Ah, kukira tidak semudah itu," kata Yu Wi. "Jit-kiam-pay sudah berhasil menciptakan Jit-singtin,
tidaklah gampang hendak kau bunuh habis mereka."
Yap su-boh terbahak, katanya, "Huh, apa artinya Jit-sing-tin bagiku" sekali ini mereka datang
sembilan barisan Jit-sing-tin dan seluruhnya ada 63 orang, tapi semuanya diluncurkan dalam
waktu satu-dua jam saja."
Yu Wi sendiri sudah menyaksikan Jit-sing-tin, ia tahu barisan bintang tujuh itu sangat lihay dan
berbeda dari pada barisan tempur umumnya, diam-diam ia menduga sekalipun pihak Mo kui-to
berhasil menghancurkan para penyerbu, tentu dipihak sendiri juga mengalami banyak kerugian."
"Dan bagaimana dengan kerugian pihak kalian dalam pertempuran tadi?" demikian ia tanya.
Seketika Yap su-boh tidak menjawab,"Jelas tidak sedikit anak buahnya yang menjadi korban"
Kesan Yu Wi terhadap Yap su-boh sangat buruk, maka dia sengaja berkata lagi, "Untung yang
datang cuma 63 orang, jika beberapa ratus orang apakah Tocu merasa mampu menghalau
mereka?" Yap su-boh berdiri termenung dengan pikiran kacau.
Bagian 25 Yu Wi lantas berkata lagi, "Jit-sing-tin ditentukan oleh kekuatan manusia, makin lihay peserta
barisan tempur itu, makin kuat daya serangnya. Kedatangan pihak Jit-kiam-pay sekali ini mungkin
tergesa-gesa sehingga tidak ada persiapan yang sempurna, lain kali jika para ketua Jit-kiam-pay
itu datang sendiri, tentu jit-sing-tin yang akan Tocu hadapi juga tidak sama dengan Jit-sing-tin
tadi." Yap Su-boh tampak kehilangan wibawa, ia menghela napas dan berkata, "Ya, memang betul.
apabila Jit-kiam-pay datang lagi, tentu jit-sing-tin mereka tidak sama lagi dengan barisan tadi.
Bahkan tadi kalau tidak dibantu seorang, tentu kerugian pulau kami akan bertambah berat."
"Siapa orang yang membantu kalian, apakah Kwe Siau-hong?" tanya Yu Wi.
"Bukan," jawab Yap Su-boh sambil menggeleng, "Kwe Siau-hong jauh mengasingkan diri di Putkui-
kok dan tidak pernah keluar dari lembah itu barang selangkah pun- Tabiatku gemar belajar
ilmu silat, beberapa kali kuminta belajar ilmu pedang padanya, tapi dia menjawab selama saklt
hatinya belum terbalas, selama hidup dia tidak akan bicara tentang ilmu pedang."
"Habis siapa yang membantu pihak kalian?" tanya Yu Wi pula. Ia pikir selain Kwe Siau-hong
siapa lagi yang mampu membantu pihak Mo-kui-to mengalahkan barisan bintang tujuh Jit-taykiam-
pay" "Orang yang membantuku itu adalah seorang perempuan aneh. ilmu silatnya bahkan di atas
Kwe siau-hong?" tutur Yap su- boh.
"Ilmu silatnya di atas Kwe siau-hong?" Yu Wi mengulangi perkataan itu seperti bergumam.
"Bahkan seorang perempuan?"
Sambil memandangi Yu Wi yang penuh rasa sangsi itu, Yap su- boh berkata pula dengan
tertawa. "Kukira perempuan aneh itu mungkin sudah kau kenal."
"Kukenal dia" Hah, siapa dia, lekas katakan" tanya Yu Wi cepat.
Yap su-boh jadi melengak malah,jawabnya sambil menggeleng, "Entah, akupun tidak tahu
siapa dia?"
Yu Wi mendongkol, katanya, "Jika kau tidak tahu siapa dia, mengapa kau bilang mungkin
kukenal dia?"
"Sebab . . . sebab wajahnya mirip dengan kau, maka kukira kau kenal dia," ujar Yap su-boh.
Yu Wi berseru kaget, teringat olebnya perempuan berbaju hitam yang pernah dilihatnya di
makam keluarga Kan di Thian-ti-hu dahulu, hanya perempuan itulah yang berwajah sangat mirip
dirinya. "Dia berada dimana" Lekas kau bawa aku menemuinya," seru Yu Wi cepat.
"Dia sudah pergi" jawab Yap Su-boh dengan gegetun.
Yu Wi sangat kecewa, katanya, "sudah pergi, apakah kau tahu kemana dia?"
"Tindak-tanduknya sangat aneh dan sukar diraba," tutur Yap su- boh, "meski dia tinggal dipulau
ini, tapi setiap tahun dia pasti berkunjung satu kali ke daerah Tianggoan, pernah kutanya untuk
apa dia pergi ke sana, namun dia tidak mau menjawab, padahal sehari-hari dia juga tidak pernah
bicara, jadi pertanyaanku itu hanya sia-sia belaka."
Yu Wi tahu untuk apa perempuan baju hitam berkunjung ke Tionggoan setiap tahun. Menurut
cerita gurunya, katanya setiap Pek gwe cap go atau tanggal 15 bulan delapan perempuan baju
hitam itu pasti berziarah ke makam keluarga Kan di Thia-ti hu, sekarang sudah masuk bulan tujuh,
tentu pula dia pergi ke Thia-ti hu sana.
"Masih kuingat kejadian dahulu," demikian Yap su-boh bertutur, "itulah suatu malam bulan
purnama pada 18 tahun yang lalu. untuk pertama kalinya kulihat dia karena jiwaku telah
diselamatkan olehnya, sampai sekarang belum pernah kulupakan kejadian pada malam itu."
Sampai disini, Yap su-boh berhenti sejenak. ia tertawa, lalu menyambung, "Ah, kejadian yang
sudah lama lalu untuk apalagi kuceritakan. Yu-kongcu, ada suatu urusan justeru ingin kubicarakan
denganmu . . . ."
"Kukira akan lebih baik kau ceritakan saja kejadian pada malam itu," pinta Yu Wi.
Betapapun ia sangat ingin tahu seluk-beluk perempuan berbaju hitam itu di masa lampau,
rasanya asal-usul perempuan baju hitam itu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
dirinya, maka segala urusannya perlu diketahuinya dengan jelas.
"Jika kau ingin tahu, boleh saja kuceritakan pengalamanku ini tidak pernah kuceritakan kepada
orang lain kecuali anak perempuanku," kata Yap su boh, "Delapan belas tahun yang lalu kupesiar
ke daerah Tionggoan, maksudku ingin belajar kenal dengan jago silat daerah Tionggoan dan untuk
menambah pengalamanku. Ilmu silatku kuperoleh dari ajaran leluhur. tentu saja tidak termasuk
hitungan di dunia persilatan daerah Tionggoan.
-Lebih dulu tentu saja ingin kubelajar kenal dengan pimpinan Jit-tay-kiam-pay untuk mengukur
kekuatan dengan mereka, tak terduga, para tokoh ketujuh aliran besar itu tidak sudi melayani
diriku, mereka mengatakan ilmu silatku bukan dari golongan yang baik, maka tidak digubris. Tentu
saja aku mendongkol, kupikir jangan kalian menganggap pihak sendiri sebagai golongan baik,
kalau sudah kuhajar kalian hingga tunggang-langgang, nah, baru kalian tahu rasa.
-Hah, dasar Jit-tay-kiam-pay itu ternyata cuma nama kosong belaka, hampir boleh dikatakan
tidak ada jago yang menonjol, tidak sampai setengak tahun, tokoh andalan mereka sama
kukalahkan satu persatu. Malam Itu, dengan perasaan puas aku bermaksud pulang ke Mo-kui-to
sini, kupikir banyak tokoh ke tujuh aliran besar itu telah kukalahkan, terbuktilah ilmu silatku sendiri
tidakiah lemah. Ketika sampai di tengah jalan, ditempat yang sepi, mendadak muncul tujuh orang,
aku terkepung di tengah. Mereka menyatakan ingin belajar kenal dengan kungfuku. Kupikir sangat
kebetulan, kenapa tidak kuhajar mereka sekalian-
-Pertempuran berlangsung sampai beberapa jam hingga menjelang subuh, tiada seorang pun di
antara mereka dapat mengalahkan diriku. Kupikir sudah cukup bertempur sekian lamanya, maka
kukatakan kepandaian mereka memang hebat, biarlah kita bertemu lagi kelak uutuk bertanding
lagi. Siapa tahu, mendadak mereka bertujuh maju sekaligus, serentak mereka mengerubuti diriku.
-Jika seorang saja tak dapat kukalahkan, apalagi sekarang mereka bertujuh maju sekaligus,
tentu saja aku kelabakan. sembari bertempur akupun meneriaki mareka, 'Huh, tidak tahu malu,
rupanya tujuh ketua ketujuh aliran pedang tidak berani bertanding secara terang-terangan
denganku, tapi diam-diam melakukan sergapan, terhitung orang gagah macam apakah ini"
Agaknya mereka tidak sudi menemul diriku, ketika kudatangi ketujuh aliran pedang itu untuk
belajar kenal, sebab mereka menganggap akan menurunkan derajat jika belajar kenal dengan ilmu
silat golongan liar, kalau menang tidak gemilang, jika kalah juga kehilangan pamor. Tapi kemudian
lantas anak murid mereka kukalahkan satu persatu, mereka merasa penasaran maka tanpa
rencana mereka sama mencegat diriku di tempat yang sepi untuk menjajal kungfuku, dengan
demikian kalah atau menang takkan diketahui orang lain, seumpama kalah juga takkan tersiar.
setelah mengetahui satu lawan satu tiada seorang pun mampu mengalahkan diriku, segera timbul
maksud mereka untuk membunuh diriku. sedikitnya aku harus dihajar terluka parah agar selama
hidup tak berani lagi main gila kedaerah Tionggoan, mereka mengira aku tidak bakal mengetahui
asal-usul mereka. Tak tahunya bahwa aku sudah mengenali mereka sebagai ketujuh ketua Jit-taykiam-
pay, meski belum pernah kulihat mereka, tapi sebelum mendatangi mereka sudah lebih dulu
kuselidiki watak dan wajah setiap ketua Jit-kiam-pay itu dengan Jelas. setelah kubongkar asal-usul
mereka, ketua Bu-tong-pay lantas berkata, 'Bagus, jika kau tahu siapa kami, maka jangan kau
harap akan hidup lagi.'
-Serentak mereka lantas menyerang dengan lebih gencar. seperti kata peribahasa, dua kepalan
sukar menandingi empat tangan, beberapa gebrakan lagi, aku tambah kewalahan dan terdesak
mundur. -Mundur sampai ditepi jalan, tiba-tiba kulihat muncul seorang perempuan berbaju hitam dengan
menunggang kuda, setiba ditempat pertempuran kami, perempuan itu melompat turun dari
kudanya sambil berseru, 'Jangan berkelahi..Jangan berkelahi'
-Muka perempuan itu hampir tertutup seluruhnya oleh rambutnya yang panjang sehingga
bentuknya wajahnya tidak terlihat jelas. sudah barang tentu ketujuh ketua jit-kiam-pay itu tidak
mau menurut perkataan seorang perempuan, mereka masih terus melancarkan serangan padaku.
Perempuan itu hanya mengucapkan jangan berkelahi' dan tidak mengucapkan kata lain,
mendadak ia terus ikut terjun ke tengah kalangan pertempuran, dia tidak menggunakan tangan
melainkan mengayunkan lengan bajunya yang panjang.
-Begitu cepat dia memutar lengan bajunya sehingga menerbitkan deru angin yang keras,
barang siapa tersabat oleh lengan bajunya pasti terluka. Mangkin ketujuh gembong Jit-tay-kiampay


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu mengira perempuan itu adalah bala bantuanku, maka mereka membagi empat orang untuk
melayaninya. Padahal dla tidak membantu pihak manapun, terkadang dia menyerang ketujuh
Ciangbunjin (ketua) itu, lain saat akupun diserangnya. Kungfu lengan bajunya sungguh sangat
aneh dan lihai, hanya beberapa gebrak saja, tidak ada seorang pun yang terluput dari pada
sabetan lengan bajunya. Tidak kepalang rasa sakitku terkena sabatan lengan bajunya, hampir saja
aku jatuh kelengar, untunglah mendadak teringat olehku ucapannya jangan berkelahi^, maka
cepat aku berhenti bertempur.
-Aneh juga, begitu aku berdiri diam, dia tidak lagi menyerang diriku, serangannya hanya di
tujukan kepada ketujuh orang lawanku, ketujuh orang itu tampak kerepotan oleh serangan lengan
baju perempuan berbaju hitam itu sehingga tiada seorangpun sempat memikirkan diriku.
-Berdiri disamping, kuperhatikan kungfu perempuan berbaju hitam itu, kulihat lengan bajunya
sungguh luar biasa lihainya, kagumku tidak terkatakan, kupikir inilah baru dapat dikatakan kungfu
sejati, jauh sekali selisihnya kepandaiannku dibandingkan kungfunya. sedapatnya ketujuh ketua
jit-kiam-pay itu bertahan hingga ratusan jurus, tapi setiap orang sedikitnya tersabat tujuh atau
delapan kali oleh lengan baju perempuan berbaju hitam itu hingga babak belur dan sangat
mengenaskan- Akhirnya ketujuh orang itu menyadari kelihaian lawan, satu persatu mereka
melarikan diri. Perempuan itupun tidak mengejar, dia cemplak keatas kudanya dan tinggal pergi
tanpa memandang diriku. Cepat kususul dia, kusampaikan perasaan kagumku dan macam-macam
kata sanjung pujianku. kuharap dia suka berkunjung ke Mo-kui to. Dalam hatiku berharap dia mau
menerima undanganku, setiba di sini tentu dapat kuminta belajar ilmu silatnya yang maha sakti
itu. Tapi dia tidak menanggapi undanganku, bahkan tidak menggubris dan segera hendak
melarikan kudanya. Melihat sukar lagi menahannya, segera kugunakan ilmu Mo-sim-gan, kataku,
'Ayolah ikut pergi bersamaku'
-Semula aku rada takut kalau ilmuku tidak mempan terhadapnya, maklumlah, bila ilmu Mo-simgan
kugunakan terhadap lawan yang berkekuatan Iwekang lebih tinggi dari padaku, jika dia
mengerahkan tenaga dalam untuk melawan, bisa jadi aku sendiri akan terluka parah. siapa tahu
perempuan itu sama sekali tidak melakukan perlawanan, maka legalah hatiku, kulihat dia tunduk
kepada ucapanku dan ikut pergi bersamaku.'
-Setiba di Mo-kui-to ini, dia lantas tinggal disini dengan tenteram pada kamar yang kusediakan
baginya, siang hari dia makan santapan yang kukirim, tapi bila kuajak bicara padanya, tetap dia
tidak menjawab sepatah kata pun. Begitulah selama 18 tahun dia tinggal di sini dan selama itu
tidak pernah bicara sepatah kata pun, baru tadi untuk pertama kalinya dia bicara . . ."
"Apa yang dikatakannya?" tanya Yu Wi.
"Memangnya kau kira apa yang akan diucapkannya?" ujar Yap su-boh dengan gegetun, "yang
dikatakan tetap juga kalimat itu-itu saja, "jangan berkelahi' dan tidak lain.
-Ketika tokoh ketujuh aliran besar itu menyerbu tiba, begitu hebat serangan mereka sehingga
sukar ditahan, jit-sing-tin mereka memang sangat lihai. Ketika kuburu kesana juga tidak sanggup
menahan serbuan mereka, terpaksa kugunakan Mo-sim-gan dan merobohkan satu orang sehingga
bobol barisan mereka, habis itu baru dapat kukalahkan mereka, baik menawan lalu
membunuhnya. -Tapi yang mahir Mo-sim-gan hanya aku sendiri, selain itu kedua saudara Goan juga dapat
menggunakan Jui-bin-sut, kami bertiga berturut-turut berhasil membobol sembilan barisan musuh,
selama satu jam pertempuran, anak buahku juga bergelimpangan terbunuh oleh barisan tujuh
bintang musuh. pada saat genting itulah dia muncul, melihat kami lagi bertempur, dia berseru dan
tetap dengan kalimat 'jangan berkelahi'. sembari berseru ia terus ikut terjun ketengah pertarungan
sengit, asal ada orang menyerang, segera ia menghajarnya, tapi kalau berdiri diam, maka iapun
tidak menyerang. Kukenal kebiasaannya ini, maka cepat kuberi perintah agar anak-buahku
berhenti menyerang. Maka seorang diri dia lantas melayang kian-kemari, dalam sekejap saja sisa
tiga barisan musuh telah dibobolnya.
-Betapapun lihainya Jit-sing-tin, baginya tidak lebih hanya seperti permainan anak kecil saja.
Cukup beberapa-kali hantam barisan lantas bobol dan dua puluh satu musuh dihantamnya roboh.
setelah musuh roboh tak bisa berkutik dan tidak ada orang yang melawan lagi baru dia tinggal
pergi dengan menumpang kapal. Kutahu sudah tiba waktunya dia berkunjung ke Tionggonn
seperti tahun-tahun yang lalu, sekali pergi sedikitnya dua bulan baru akan kembali.
-Aku sangat heran mengapa sepanjang tahun dia tidak bicara, apakah lantaran tidak pintar
bicara atau ada penyakit lain, sampai saat ini belum kuketahui cirinya itu."
"Dia mahir bicara, bahkan suaranya sangat enak didengar," kata Yu Wi.
Yap su-boh merasa sangat tertarik, tanyanya, "Apakah kau pernah mendengar dia bicara?"
Teringat oleh Yu Wi waktu perempuan baju hitam itu bicara sendiri terhadap makam keluarga
Kan, maka ia mengangguk dan berkata, "Ya, pernah kudengar dia bicara, cuma ya kudengar juga
tidak banyak."
"Jika begitu, sesungguhnya dia pernah apamu?" tanya Yap su-boh dengan heran.
"Akupun tidak tahu," jawab Yu Wi. "Bisa jadi dia adalah sanak keluargaku, mungkin pula tidak
ada hubungannya denganku."
"Tidak... tidak mungkin," ujar Yap su-boh, "pasti ada hubungannya antara dia dengan kau,
kulihat dia mirip ibumu atau ibu Kan cian-bu"
"Ibuku?" Yu Wi menegas dengan muka pucat, "Tidak. tidak bisa jadi. Ayah bilang padaku
bahwa ibuku sudah lama wafat, apabila benar dia ibuku mustahil tidak kukenal."
Padahal sejak kecil dia tidak pernah melihat ibunya, bagaimana bentuk ibunya hakikatnya dia
tidak tahu, yang didengarnya adalah ibunya meninggal sakit, urusan lain yang menyangkut ibunya
sama sekali tidak diketahuinya, sebab ayahnya juga tidak pernah bercerita apa pun kepadanya.
Dengan sangsi Yap su-boh menggaruk kepala katanya, "Wah, anehlah kalau begitu, mustahil
tanpa sebab kau dan Kan ciau-bu sedemikian mirip wajahnya. Kalau dia bukan ibumu, pasti juga
ibu Kan ciau-bu."
Setelah memandang Yu Wi sejenak. Yap su-boh berkata pula, "Jika dibilang ibu Kan Ciau-bu,
tentu dia bukan ibumu, tapi kalau kalian bukan saudara sekandung, mengapa kalian juga
sedemikian mirip satu sama lain . . . ."
Yu Wi menggoyangkan tangan dan berkata, "Jangan kau hubungkan diriku dengan Kan Ciaubu,
sedikit pun tidak ada sangkut-pautnya antara dia denganku. Dia she Kan dan aku she Yu, dia
tinggal di Kimleng dan aku tinggal di soasay, jika ada persamaan antara wajah kami hanya karena
kebetulan saja."
Yap su-boh bergumam, "Aneh sekali kebetulan ini?" setelah diam sejenak, ia menghela napas
dan berkata pula, "Sebab kubantu Kan cian bu merebut Thian-ti-hu dari tangan ibu tirinya, lalu
kuajak dia ke Mo-kui-to sini, semua ini kulakukan karena kupercaya penuh padanya, yaitu lantaran
dia sangat mirip si perempuan berbaju hitam, kukira perempuan itu adalah ibu kandungnya
sehingga akupun berhubungan karib dengan dia, siapa tahu kebaikanku padanya telah dibalas
olehnya dengan cara keji, diam-diam ia hendak mencelakai diriku, malah."
"Sudahlah, jangan kau bicara lagi mengenai urusannya," ujar Yu Wi, "hendaklah kau buka tali
pengikat tanganku ini, akupun takkan mempersulit dirimu, meski tidak sedikit kau bikin celaka
orang. dosamu tentu akan mendapat ganjarannya kelak. sekarang lepaskan diriku, ingin kupergi
mencari satu orang."
"Mencari siapa?" tanya Yap su-boh.
Yu Wi pikir orang telah bicara terus terang kepadanya, adalah tidak enak kalau dirinya
berdusta. maka ia berkata. "Kutahu untuk apa perempuan berbaju hitam itu berkunjung ke
Tionggoan setiap tahun satu kali, maka hendak kupergi mencari dia untuk tanya beberapa
persoalan padanya. selama beberapa persoalan ini tidak mendapatkan keterangan yang jelas,
selama itu pula rasa sangsiku tak bisalenyap."
Yap su-boh lantas setengah berjongkok untuk membuka tali pengikat Yu Wi itu, tali itu terikat
dengan sangat erat sehingga sampai sekian lamanya masih belum terbuka, meski Yu Wi coba
mengikuti caranya membuka tali dengan cermat, tapi tetap sukar mengetahui caranya.
Namun Yap su-boh tidak lantas membuka seluruh ikatan pada tangan Yu Wi. tiba-tiba ia
berkata pula, "O..ya, ada sesuatu urusan penting perlu kubicarakan denganmu,"
"Urusan apa?"
"Menurut cerita anak Jing. katanya hanya dalam dua jurus saja dapat kau bobol Jit-sing-tin,
apakah betul hal ini?"
"Betul," jawab Yu Wi, "cuma kejadian itu hanya secara kebetulan saja Jika mereka benar-benar
hendak menghadapi diriku. tentu sukar kubobolkan barisan mereka."
"Mengingat kemampuanmu membobol barisan mereka, aku ingin mohon sesuatu padamu,"
kata Yap su-boh.
Yu Wi mendengus, "Hm, kau tidak jadi membuka tali pengikatku dan bicara tentu
permohonanmu, maksudmu hendak memeras diriku?"
"Mana berani kuperas dirimu," ucap Cap su-boh dengan agak kikuk, "soalnya urusan ini
menyangkut mati hidup kepulauan kami jika tidak kau bantu kami melawan Jit-sing-tin dari
ketujuh aliran besar itu, bila mereka menyerbu lagi secara besar-besaran, tentu pulau ini akan
hancur. Tapi kalau kau mau tetap tinggal disini, akan kupandang kau sebagai tamu agung kami."
Yu Wi menggeleng, katanya, "Kau banyak berbuat kejahatan dan kelak pasti akan mendapat
ganjaran yang setimpal, jangan kau harap akan bantuanku."
Pelahan Yap su-boh berkata pula, "Pak-liong-so (tali pengikat naga) ini terbuat dari sutera
hitam yang sukar dicari di dUnia ini, untuk membukanya harus mengikuti jalan ikatannya, tidak
dapat dipotong dengan senjata macam apa pun, sedangkan didunia ini hanya aku saja yang dapat
membuka ikatan tali ini."
"Jangankan cuma membuka ikatan tali ini, biarpun kedua tanganku terkutung juga tidak sudi
kubantu kejahatanmu," ucap Yu Wi dengan gusar.
"Mengapa kau tidak mau membantu diriku?" ucap Yap su-boh dengan suara memelas. "Kan aku
tidak pernah berbuat kesalahan padamu. soal kejadian di Put-kui-kok adalah gara-gara perbuatan
Kan ciau-bu, dia yang memancing kau kesana, dia tahu kau pasti akan mengejarnya, maka hendak
dipinjamnya tangan Kwe siau-hong untuk membunuh kau."
"Apabila kau orang baik, tanpa kau minta juga pasti akan kubantu kau," kata Yu Wi. "Tapi
hanya lantaran dendam karena ketujuh ketua Jit-kiam-pay pernah mengerubut dan hendak
membunuh kau, lalu kau balas mereka dengan ilmu sihirmu yang jahat, kebanyakan tokoh Jitkiam-
pay yang menjadi korban kekejamanmu adalah orang baik, dosamu ini tidak terampunkan"
"Pembunuh tokoh ketujuh aliran ilmu pedang itu bukanlah diriku melainkan Kwe siau-hong,
masakah kau tidak tahu?" bantah Yap su-boh.
"Huh. sampai hati kau bicara demikian?" ejek Yu Wi.
Tapi Yap su-boh tidak kurang alasan, katanya pula, "Dengan maksud baik kusediakan partner
latihan bagi Kwe siau-hong, kan tidak sengaja kusuruh dia membunuh orang."
"Tutup mulut" bentak Yu Wi. "Memangnya kau kira aku tidak tahu bahwa kau sengaja
memperalat dia membunuhi orang-orang jit-tay-kiam-pay" Ilmu pedang yang dilatih Kwe siauhong
itu memang ganas dan jahat sehingga timbul kegemarannya membunuh orang. Tapi kau
sengaja mengantar sasaran baginya. jelas tujuanmu supaya dibunuh olehnya. Akalmu yang sekali
timpuk dua burung ini masakah dapat mengelabui diriku?"
"Baik, anggaplah aku yang membunuh anak murid Jit-tay-kiam-pay itu, tapi tujuanku juga
untuk membalas dendam Jit-kiam-pay menghina. dan meremehkan diriku, bahkan beramai-ramai
mengeroyok dan hendak membunuh ku, sakit hati ini kan harus kubalas?"
Padahal sebabnya dia membunuh orang-orang jit-tay-kiam-pay selain untuk melampiaskan
dendamnya. tujuan yang utama adalah ingin merajai dunia persiiatan, supaya dunia tahu Yap suboh
adalah Bu-lim-bengcu, ketua dunia persilatan yang tiada tandingannya.
Mungkin jalan pikiran Yap su-boh dipengaruhi oleh rasa rendah harga diri, lantaran orang
menganggap dia dari golongan jahat, memandang aliran silatnya bukan berasal dari aliran yang
baik, maka ia lantas ingin membuktikan bahwa tokoh sia-pay (golongan jahat) juga dapat merajai
dunia persilatan dan memerintah dunia.
"Dan dosamu sebenarnya tidak cuma itu saja," demikian lanjut Yu Wi. "Coba kau jawab, sebab
apa kau tahan Hana, Puteri kerajaan Iwu" apa maksud tujuanmu menghasut kedua Goan
bersaudara agar berkhianat kepada majikannya,"
Sama sekali Yap su- boh tidak menyangka anak muda ini bisa mengetahui persoalan Hana itu,
tujuannya menahan Hana memang digunakan sebagai alat pemerasan terhadap raja Iwu, yaitu
agar menebus anaknya dengan harta tertentu. Menurut jalan pikiran Yap su- boh, untuk merajai
dunia persilatan juga diperlukan dana yang cukup besar. Hanya saja tidak enak baginya untuk
menjelaskan maksudnya ini.
Maklumlah. tiadakannya ini jelas kurang ksatria, adalah tidak pantas dia menyuruh kedua Goan
bersaudara berkhianat dan menculik Hana untuk digunakan sebagai sandera, memperalat seorang
perempuan untuk memeras jelas adalah tindakan yang kotor dan memalukan.
Didengarnya Yap su-boh menjawab, "Kugunakan Hana sebagai sandera adalah karena ada
alasan terpaksa yang sukar kukatakan"
"Alasan terpaksa apa" Yang benar adalah untuk memenuhi ambisimu, untuk kepuasan angkaramurkamu,
demi ambisi pribadimu kau tidak segan melakukan apa pun, sungguh kau manusia
rendah dan tidak tahu malu."
Yap su-boh menjadi murka karena caci maki Yu Wi itu. bentaknya mengancam, "Kurang ajar
Apakah kau cari mampus" Hendaklah kau tahu, dapat kubikin kau mati tersiksa, dapat kupotong
kedua tanganmu dan kedua kakimu, lalu kusayat dagingmu sepotong demi sepotong."
Namun Yu Wi tak gentar sedikitpun, serunya dengan tertawa, "Haha, bagus" Boleh lekas
kaupotong dan lekas kausayat dagingku"
Setelah berpikir lagi, rasa gusar Yap su-boh padam kembali, ucapnya dengan suara lunak. "Kau
tidak mau membantu diriku menghalau musuh, boleh juga kau ganti dengan mengajarkan ilmu
pedang cara membobol barisan pedang musuh. Tahukah kau bahwa anak Jing sangat mencintai
kau, asalkan kau ajarkan ilmu pedangmu padaku, akan kunikahkan dia dengan kau,"
Yu Wi jadi melengak. katanya sambil menggeleng, "Jing-ji adalah anak perempuan yang baik,
cuma sayang, ayahnya bukan manusia baik-baik, sungguh aku kasihan baginya, anak perempuan
sebaik dia harus mempunyai ayah semacam kau."
"Apanya yang kurang baik ayah semacam diriku?" tanya Yap su-boh. "Kucarikan suami baginya,
masakah kurang baik?"
"Tidak perlu kau pancing diriku dengan urusan ini," kata Yu Wi, "aku tidak mau
memperisterikan dia, boleh kau carikan jodoh yang baik baginya dan jangan menyia-nyiakan masa
mudanya, jangan pula sampai dia mengalami nasib seperti kakaknya."
"Hah, tampaknya kau sangat memperhatikan dia," ucap Yap su-boh dengan tertawa, "di
hadapanku terus menerus dia memuji dirimu, katanya kau orang jujur, alim, kalian ternyata samasama
memperhatikan satu dengan yang lain, kan lebih baik kalian menikah saja."
Yu Wi hanya menggeleng dan tidak menanggapinya lagi.
Yap su-boh lantas berkata pula. "Jika kau ajarkan ilmu pedangmu padaku, akan kusuruh anak
Jing menemani kau, tampaknya kaupun sangat suka padanya .... "
"Tidak tahu malu, lekas pergi, lekas enyah" damperat Yu Wi dengan gusar.
"Hm, ini kan tempatku, mau pergi atau duduk kan terserah kepada kehendakku, siapa yang
berani mengenyahkan diriku?" jengek Yap su-boh. Yu Wi lantas memejamkan mata dan tidak
menggubrisnya lagi.
"He. bukalah matamu, marilah kita bicara dengan baik," bujuk su-boh.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan," kata Yu Wi sambil memejamkan mata. "Yang jelas, tidak
nanti kuajarkan ilmu pedangku kepada orang jahat macam kau." Nadanya tegas dan pasti, sedikit
pun tidak ada peluang lagi untuk berunding.
Yap su-boh lantas menjengek, "Hm, kau anggap aku orang jahat, biarlah kulakukan beberapa
urusan jahat lagi bagimu." Habis bicara ia lantas berbangkit dan melangkah keluar.
Mendadak Yu Wi berteriak. "Jika kau berani membunuh Kan Hoay soan, pasti kucabut juga
nyawamu" "Ah, kan sayang jika nona itu dibunuh," ujar su-boh, "begitu cantik molek nona itu, biarlah
kuserahkan dia untuk digilir oleh setiap pemuda kuat dipulau ini, selain dia masih ada lagi Hana,
puteri Raja yang tulen itu dapat kugunakan sebagai sumber keuangan, dapat pula kugunakan
sebagai alat pemuas nafsu laki-laki dipulau ini."
Tidak kepalang murka Yu Wi. teriaknya, "Kau berani bertindak sekeji itu?"
"Hahaha, kenapa aku tidak berani, jika kau seorang pemuda pecinta gadis cantik, lekas kau
ajarkan ilmu pedangmu padaku. Nah, boleh kau camkan dengan baik, kuberi waktu satu jam
bagimu, akan kutunggu jawabanmu."
Habis berkata ia lantas tinggal pergi dan menggembok lagi pintu penjara.
Dengus Yu Wi dengan mengertak gigi, "Hm, sungguh kotor dan keji. pasti akan . . .akan
kubunuh kau . . . ."
"Kriaat", mendadak pintu penjara terbuka lagi dan melangkah masuk seorang perempuan.
Ternyata Yap Jing adanya.
Segera Yu Wi menjengek. "Hm, apakah kedatanganmu hendak bantu ayahmu membujuk
diriku?" Yap Jing menjawab dengan rawan, "Sudah sekian lama aku berdiri di luar sana, percakapan
kalian sudah kudengar semua."
"Kebetulan jika kau dengar semua itu, tentunya sekarang kau tahu bahwa kotor dan rendahnya
ayahmu," Yap Jing menangis, katanya "Kumohon, janganlah kau cerca dia .... "
"Orang rendah dan kotor semacam dia masakah tidak pantas dimaki?"
"O, kumohon dengan sangat, jangan . . . janganlah kau maki ayahku ..." ratap Yap Jing dengan
menangis. Yu Wi tidak bersuara lagi, ia pikir mencaci-ayahnya secara terang-terangan demikian memang
bisa membikin sedih nona itu, setelah menangis sekian lama, Yap Jing mengusap air mata, lalu
berkata dengan suara tertahan, "Kuharap jangan kau bunuh ayahku, boleh". . ."
Lalu ia mendekati pembaringan dan melempar sesuatu benda, waktu Yu Wi mengamati, kiranya
sebuah gergaji besi.
Yap Jing memberi kedipan mata, lalu berkata. "Ayahku minta kubujuk kau, kutahu apapun juga
membikin goyah pendirianmu, maka terserah padamu ..." habis berkata ia terus berlalu pergi
sambil mendekap mukanya dan menggembek kembali pintu penjara.
Yu Wi pegang gergaji besi itu, ia pikir kedua tangannya terikat erat dan sukar membobol pintu
penjara, sekarang ada sebuah gergaji, kalau dapat membuat sebuah lubang tentu dirinya dapat
lolos. Diam-diam ia berterima kasih kepada Yap Jing. tanpa terasa ia bergumam sendiri, "Apabila
dapat kuselamatkan Hoay-soan dan Hana, ayahmu pun takkan kubunuh."
Dia tidak menggeraji pintu penjara, tapi mulai menggeraji dinding. Karena tangan terikat
sebatas pergelangan, maka telapak tangan masih dapat diputar. dengan kuat ia menggergaji,
hanya sebentar saja sudah dapat dibuatnya sebuah lubang panjang.
"Yu-kongcu," sapa Hana dengan gembira, "dua tahun berpisah, tak tersangka kita dapat
berjumpa disini."
"Kau tahu siapa diriku?" tanya Yu Wi.
Hana mengangguk, katanya, "Dua tahun tidak bertemu, namun suaramu masih kuingat dengan
baik cuma semula akupun tidak percaya babwa kau yang terkurung dikamar sebelah."
"Baik-baikkah kau selama ini?" tanya pula Yu Wi.
"Mendingan," jawab Hana, "selama dua tahun ini hanya ada satu harapanku, yakni janjimu
akan datang menyambangi diriku, sebab itulah pada waktu yang dijanjikan, setiap hari selalu
kutunggu kedatangannya dengan berdandan tapi..."


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diam-diam Yu Wi merasa malu.
Dahulu ia telah berjanji akan berkunjung ketempat Hana apabila racun yang diidapnya tidak
membinasakannya, akhirnya racun dalam tubuh dapat dipunahkan, tapi dirinya lupa menepati
janji. Dengan pelahan Hana bergumam pula, "Setiap hari aku menanti, akan tetapi setiap hari pula
aku kecewa. siau Tho bilang tidak perlu menunggu lagi, bisa jadi dia sudah lupa pada janjinya.
Tapi aku tidak percaya, aku tetap yakin dia pasti akan datang." .
Yu Wi menggergaji dibalik dinding yang sudah mulai berlubang, maka ucapan Hana dapat
didengarnya dengan jelas, ia pikir waktu ia memberi janjinya akan mencari Hana ke negeri Iwu,
tatkala mana ia merasa dirinya pasti akan mati. maka janji itu tidak diperhatikan olehnya.
Bahwa kemudian racun dalam tubuhnya dapat dipunahkan, kejadian ini boleh dikatakan
pengalaman ajaib, lalu berturut-turut ia sibuk mengurusi sakit Kan Hoay-soan, yang terpikir
olehnya hanya usaha mencari sam-gan-siusu untuk menyembuhkan penyakit nona itu.
Jadi janjinya kepada Hana hakikatnya sudah terlupakan.
Didengarnya Hana sedang melanjutkan gumamannya, "Tapi kuyakin kau pasti akan datang,
maka tetap kutunggu dengan sabar. siapa tabu terjadi perubahan luar biasa, aku diculik oleh
kedua Goan bersaudara dan dibawa ke sini, betapa sedih hatiku, kupikir apabila engkau menepati
janji dan datang mencariku, tentu tak dapat kau temukan aku."
"Sudahlah, jangan kau bicara lagi," kata Yu Wi dengan gegetun,
"Apa salahnya kubicara, tadinya kukira takkan bertemu lagi dengan kau setelah aku terkurung
di sini, setiap hari selalu kubayangkan apabila Thian bermurah hati dan dapat mempertemukan
sekali lagi diriku denganmu, maka matipun aku puas. Dan tampaknya Thian memang Maha
Pengasih, aku benar-benar dapat bertemu lagi dengan kau. Nah, lekas kau gergaji lebih cepat,
bukalah lubang dinding itu agar kita dapat bertemu . . . ."
"Jangan tergesa, segera kita akan bertemu," seru Yu Wi.
Dalam waktu sesingkat itu gergaji Yu Wi telah bekerja terlebih cepat sehingga dinding itu telah
dipotongnya empat jalur persegi. sekali kakinya mendepak. "blang", berlubanglah dinding itu dan
segera ia menerobos lewat kesana.
Hana sangat girang, ia memburu maju dan menubruk kedalam pelukan Yu Wi.
Robohnya dinding besi itu berkumandang cukup keras, serentak para penjaga memburu
datang. Yu Wi mendorong Hana dari pelukannya, bisiknya, "Lekas kau dekap diatas punggungku."
Dengan senang Hana mendekap diatas punggung Yu Wi sambil merangkul lehernya, katanya
dengan tertawa, "Hendak kau gendong diriku keluar?"
Yu Wi mengiakan, katanya. "Rangkul diriku seeratnya, jangan takut, pasti kutolong kau keluar
dari Pulau Hantu ini."
"Hah, mana aku takut?" seru Hana.
Tapi Yu Wi berkata dengan kuatir, "Kedua tanganku terikat sehingga sukar menghadapi musuh,
sebentar bila berbahaya, akan kurintangi musuh dan kau harus lekas lari kepantai sebisanya.
disana pasti ada orang akan memapak kedatanganmu."
"Tidak, aku tidak mau lari" jawab Hana mendadak dengan tegas.
Yu Wi jadi melengak.
Dalam pada itu pintu sudah terbuka, empat lelaki bergolok menerjang kedalam. Tanpa pikir Yu
Wi terus menggunakan langkah ajaib, meski menggendong Hana, namun gerak-gerik tidak
menjadi lamban, segera ia mengapung keatas. Dalam keadaan mengapung di udara, kedua
kakinya menendang secepat kilat secara beruntun. kontan keempat lelaki itu menjerit dan roboh
tak sadarkan diri
Cepat Yu Wi menerobos keluar, tapi belasan orang lantas menghadang jalan larinya.
Hana tidak takut sama sekali, ia malah berkata dengan tertawa, "Buat apa kulari, kalau mati
biarlah kita mati bersama."
Serentak belasan lelaki itu berteriak-teriak, dengan senjata terhunus mereka terus menerjang
maju Karena tangan tidak dapat digunakan, jalan satu-satunya adalah memanfaatkan kedua kakinya.
Tapi kakinya harus digunakan lari untuk menghindari kejaran musuh, sekarang diperlukan pula
untuk menghadapi musuh. segera ia melangkah lagi kedepan.
Langkah ini terlebih ajaib lagi, belasan orang itu tidak melihat jelas cara bagaimana Yu Wi
melompat keatas, tahu-tahu pemuda itu sudah mengapung ke udara dan kepala masing-mnsing
terasa "blang", entah ditumbuk oleh benda apa, kontan mereka roboh kelengar satu persatu.
Itupun Yu Wi telah bermurah hati, tendangannya tidak keras, hanya menggunakan dua bagian
tenaga saja, kalau tidak, tentu kepala orang-orang itu akan pecah dan otak berhamburan.
Setelah lolos dari rintangan kedua ini, dapatlah Yu Wi lari keluar dari bangunan yang megah ini
setiba di luar, tertampak bayangan orang berbondong-bondong sama membanjir kearahnya.
Nyata penjaga penjara telah membunyikan tanda bahaya sehingga segenap penghuni Pulau Hantu
ini mengetahui ada tahanan lari.
Agaknya penghuni pulau sudah terlatih dengan baik, demi mendengar alarm itu, serentak
mereka keluar dengan membawa senjata untuk ikut mencari pelarian.
Untung cuaca sudah mulai gelap, hal ini sangat menguntungkan Yu Wi, sedapatnya ia mencari
tempat yang gelap terus menggeser kearah pantai. Tapi setelah beberapa puluh tombak jauhnya,
ia tidak berani bergerak lagi.
Maklum, saat itu disekitarnya telah penuh manusia, asalkan dia keluar dari tempat gelap pasti
akan ketahuan. Dipulau ini banyak batu karang yang Yu Wi dan Hana bersembunyi dibelakaag sepotong batu
karang yang besar sehingga tidak diketahui orang.
Lantaran tidak menemukan orang asing, orang yang berkerumun itu sama bertanya, "Di mana
pelariannya" Mana buronannya?" seketika ramai orang bertanya, suasana rada kacau.
Lalu terlihat seorang melompat keatas batu besar dan berseru, "Jangan ribut, itu dia Tocu
sudah datang"
Memang benar Yap su-boh telah muncul, dia melompat keatas batu yang tinggi itu, rupanya dia
sudah mendapat laporan tentarg larinya Yu Wi bersama Hana, dalam hatinya sangat gusar, ia pikir
kedua tangan anak muda itu terikat, apabila sampai kabur dengan membawa tawanan yang lain,
sungguh kejadian yang sangat memalukan dia.
Batu karang itu sangat tinggi, berdiri di situ dapat melibat jelas keadaan sekelilingnya. Dengan
pandangannya yang tajam Yap su-boh coba mengamat-amati sekitar situ, tapi tidak terlihat
bayangan Yu Wi.
Ia yakin dalam waktu sesingkat itu Yu Wi pasti tidak dapat pergi dari situ, tentu bersembunyi
ditempat gelap sehingga tidak terlihat. sekarang hari tambah gelap. keruan tambah sukar
menemukan anak muda itu. segera ia berteriak, "Pasang obor Nyalakan obor"
Para penghuni pulau yang ikut berkerumun sama membawa obor, berturut-turut mereka
menyalakan api.
Diam-diam Yu Wi gelisah, ia pikir bila sebentar obor menyala semua, tentu cahaya yang terang
itu akan menyinari tempat sembunyinya. Maka dengan nekat ia lantas menerjang keluar.
Seorang penghuni pulau dapat melihatnya, segera goloknya membacok sambil berteriak. "Ini
dia, disini orangnya"
Tapi Yu Wi menggunakan lagi langkah ajaibnya, sekali menggeser. menyusul golok lawan
lantas ditendangnya hingga terpentul, waktu ia melangkah lagi, seperti naga terbang saja ia lantas
mengapung keatas.
Melihat anak muda itu melayang ke atas, tapi para penghuni pulau itu tidak tahu kearah mana
Yu Wi hendak meluncur, waktu mereka menengadah, tahu-tahu obor pada satu tempat padam
seluruhnya. Segera beberapa orang berteriak, "Itu dia. disana, lari ke sana"
Tapi baru saja api obor disebelah sana padam, menyusul obor sebelah sini juga sirap. hanya
dalam sekejap saja obor di beberapa tempat berturut-turut padam. keruan orang-orang itu
menjadi gempar dan takut, beramai mereka berteriak. "Ada setan Ada Hantu"
Padahal mana ada hantu, yang benar waktu Yu Wi mengapung keatas, yang ditendangnya
bukan orangnya melainkan obornya. Kalau batang obor tertendang pecah, tentu tidak dapat
dinyalakan. Hanya sebentar saja sebagian besar obor penghuni pulau itu telah padam, sementara itu
malam tambah kelam, suasana pekat, wajah masing-masing saja tidak tertampak jelas, Yu Wi
lantas mencampurkan diri di tengah orang banyak sehingga tidak ketahuan.
Pada saat semua orang sama was was, Yu Wi lantas menjauhi kerumunan orang banyak. diluar
sana tidak ada lagi yang merintanginya, setelah membedakan arah, ia terus berlari kepantai.
Tampaknya sudah hampir dekat pantai, asal maju lagi dan melintasi sebarisan batu karang
akan sampailah dipesisir.
Tapi barisan batu karang itu cukup luas dan panjang, untuk melintasinya diperlukan sekian
waktu. Yu Wi pikir bila dirinya sudah berada ditengah batu karang yang bertebaran itu, tentu sukar lagi
ditemukan musuh. segera ia percepat langkahnya.
Tapi baru belasan langkah, sekonyong konyong api obor dinyalakan hingga terang benderang,
betapapun sukar bagi Yu Wi untuk bersembunyi.
Keruan anak muda itu kaget, ia tidak tahu siapakah yang bersembunyi lebih dulu di sini untuk
mencegatnya. Tertampak barisan obor tertancap di atas batu karang, dibawah cahaya obor yang terang itu
muncul 12 orang, diantaranya terdapat Liok Bun tan, kedua Goan bersaudara, Kau-hun dan Toat
pek sucia, selebihnya juga lelaki gagah dan kuat,jelas semuanya berkepandaian tinggi.
"Adakah Yap su boh di situ?" tanya Yu Wi.
"Tentu saja ada" seru seorang di tempat gelap.
Siapa lagi dia kalau bukan Yap su-boh. Ia melangkah ke tempat yang terang dan mendekati Yu
Wi. ia berdiri kira-kira tiga tombak didepan anak muda itu dan berkata dengan ketus, "sudah
kuperhitungkan kau pasti akan lari kesini. Hehe, ternyata tidak meleset dugaanku."
Dengan gagah berani Yu Wi menjawab, "Aku dapat datang tentu juga dapat pergi, siapa yang
berani merintangi aku akan binasa"
"Hm, segenap kekuatan pulau ini terkumpul disini, aku benar-benar kagum padamu jika kau
mampu lolos dari kepungan ke-12 pengawal baja Mo-kui-to ini," seru Yap su-boh dengan tertawa.
"Untuk itu apa sukarnya?" kata Yu Wi, mendadak ia melangkah maju terus melayang keatas.
"Beri senjata rahasia" teriak Yap su-boh.
Ke-12 tokoh andalan Mo-kui-to ternyata sudah menyiapkan senjata rahasia masing-masing,
begitu Yap su-boh memberi komando, serentak senjata rahasia mereka dihamburkan, seketika
terbentanglah satu jaring senjata rahasia, betapapun sukar lolos bagi Yu Wi, terpaksa ia melompat
mundur ketempat semula.
"Hahahaha" Yap su-boh terbahak-bahak. "Nah, bagaimana" sebaiknya kau menyerah saja
untuk diringkus."
Yu Wi pikir kalau musuh tidak dapat meraba kearah mana dirinya akan melayang, tentu tidak
sulit untuk meloloskan diri Tapi sekarang musuh tidak pedulikan arahnya, asal dirinya mengapung
keatas, segera senjata rahasia berhamburan sehingga terpasang selapis jaring senjata rahasia,
untuk lari menjadi sukar.
Namun dia tetap berusaha sebisanya, tanpa bicara ia terus melompat pula. Tapi Yap su-boh
tidak kalah cepatnya. begita dia bergerak, segara Yap su-boh juga berteriak agar senjata rahasia
ditebarkan maka terpaksa Ya Wi melompat mundur lagi.
Begitulah berturut-turut terjadi sampai beberapa kali dan selalu Yu Wi dipaksa melompat
mundur ke tempat semula.
Karena menggendong Hana, tentu saja lompatan Yu Wi kian kemari itu sangat makan tenaga,
dengan napas agak terengah ia berdiri di tempatnya untuk menghimpun tenaga.
Yap su-boh tertawa, katanya, "Nah, jangan harap lagi Kalau tidak lekas menyerah, sekali kuberi
perintah dan semua senjata rahasia tertuju padamu. bisa jadi sukar mengenai dirimu, tapi Hana
dalam gendonganmu pasti sukar terhindar..
Selesai mengatur napas, segera Yu Wi membentak. "Ini, supaya kalian tahu kelihaian Hui-liongpoh"
Habis berkata, segera ia melangkah maju dan lain saat mendadak jejaknya menghilang.
Yap su-boh tetap memberi komando seperti tadi, ke-12 jago pengawalnya tidak tahu kemana
menghilangnya Yu Wi, secara membabi buta mereka menghamburkan senjata rahasia.
Tapi Yu Wi sempat melompat ketepi jaringan senjata rahasia musuh, mendadak kedua kakinya
menendang secara berantai dengan cepat. Hujan senjata rahasia itu semuanya ditendang balik
sehingga menyambar kearah ke-12 jago pengawal Mo-kui-to itu.
Keruan ke-12 tokoh itu terkejut dan kelabakan sendiri, cepat mereka mengangkat senjata untuk
menangkis. Setelah hujan senjata rahasia itu dapat mereka sampuk jatuh. sementara itu Yu Wi sudah
kabur. Sampai melongo Yap su-boh, sekian lamanya barulah ia bergumam, "Kungfu apakah ini. Kungfu
apa ini?" Setelah berhasil lolos dari kepungan musuh dengan langkah ajaib Hui-liong-poh yang terakhir,
Yu Wi tidak langsung menuju pesisir, tapi berlari diantara batu karang yang berserakan.
Sembari berlari, ia merasakan napasnya terengah-engah, rupanya jurus Hui-liong-poh yang
terakhir itu terlalu kuat, sangat makan tenaga bila digunakan, seketika tenaga tak dapat pulih
kembali. Melihat musuh tidak mengejar, Hana berbisik padanya, "Biarkan kuturun saja."
Yu Wi lantas berhenti dan Hana merosot turun ke tanah, ia keluarkan sapu tangan untuk
mengusap keringat didahi Yu Wi, ucapnya dengan kasih sayang, "Ai, gara-gara diriku kau jadi
susah begini"
"Tidak apa-apa," ujar Yu Wi sambil menggeleng, "kau lihat adakah orang di sekitar sini?"
Belum lagi Hana menjawab, tiba-tiba seorang muncul dari balik batu karang dan berucap
dengan suara halus, "Yu-toako, Jing-ji sudah menunggu disini,"
"Hah, sudah kau sediakan kapal bagi kami?" seru Yu Wi girang.
"Sudah," sahut Yap Jing dengan sedih.
Dengan heran Hana bertanya, "He. bagaimana duduknya perkara ini?"
Yu Wi berkata pula kepada Yap Jing, " Waktu kau beri gergaji padaku, lantas kuduga tentu
akan kau bantu kami dipantai disini, hanya tidak kuketahui dimana tempatnya."
"Dan sekarang juga Toako akan berangkat?" tanya Yap Jing dengan tersenyum getir.
"Kalian tunggu saja disini, akan kutolong juga Hoay-soan," kata Yu Wi.
"Tidak perlu susah payah lagi, adik Soan sudah sejak tadi menunggu didalam kapal," kata Yap
Jing. Dengan terharu Yu Wi pegang tangan nona itu dan berkata, "o, terima kasih, terima kasih"
Saking emosiya banyak "terima kasih" saja yang sempat diucapkannya, maklumlah, kulau Yap
Jing tidak membantunya, jelas Yu Wi akan kerepotan, bahkan juga sukar meninggalkan Mo-kui-to
dan menyeberang lautan seluas ini meski ilmu silatnya setinggi langit.
"Lekas kalian naik keatas kapal," ujar Yap Jing kemudian dengan suara pelahan.
Tertampak sebuah perahu panjang tertambat dicelah-celah batu karang yang agak tersembunyi
di sebelah sana, di atas perahu berdiri seorang lelaki tinggi besar.
"Inilah juru mudi terkenal dipulau ini," kata Yap Jing sambil menunjuk lelaki kekar itu. "Di
bawah kemudinya, perahu ini pasti dapat mengarungi samudera ini dengan selamat sampai di
daratan sana. Dia orang jujur dan setia, sudah kupesan harus mengantar kalian sampai ditempat
tujuan, maka tidak perlu kalian kuatir."
Yu Wi merasa tidak enak hati, katanya, "Kau bantu kami melarikan diri, apakah takkan
diketahui oleh ayahmu?"
Yap Jing menggeleng. katanya, "Tidak. tidak bisa, biarpun ketahuan juga tidak menjadi soal,
aku kan anaknya, tentu ia takkan memberi hukuman berat padaku. Nah, lekas kalian berangkat
saja, kalau terlambat mungkin terjadi apa-apa lagi."
Hana lantas naik keatas perahu, lelaki kekar itu menuding kamar perahu, maksudnya menyuruh
dia masuk kesitu,
Tiba-tiba terdengar suara Hoay-soan berkata didalam dek, "Apakah Toako yang datang?"
Hana melengak mendengar suara orang perempuan, ia heran siapakah dia" segera ia masuk
kekamar perahu itu, menyusul Yu Wi juga naik ke atas perahu. Dengan perasaan berat Yap Jing
berkata, "Bisakah kita bertemu lagi?"
"Akupun tidak tahu." jawab Yu Wi. "Apabila engkau datang ke Tionggoan mungkin kita masih
akan berjumpa, Mo-kui-to jelas takkan kudatangi lagi."
Ia pikir sekalipun Yap su-boh banyak berbuat kejahatan, tapi aku sudah berjanji padamu untuk
tidak membunuhnyu, maka tidak nanti kudatang lagi kepulau ini biarpun semua orang
menghendaki kudatang kesini untuk membunuhnya.
"Lekas Kuncu pulang agar tidak diketahui Tocu," kata lelaki kekar tadi, lalu ia pegang galah
panjang dan menolak batu karang sekuatnya. seketika perahu itu meluncur beberapa tombak
jauhnya meninggalkan pantai.
Yu Wi masuk ke dalam dek dan melihat Kan Hoay-soan memang betul berada disitu. Baru saja
Hoay-soan sempat berseru memanggil, sekonyong-konyong terdengar jeritan ngeri dua kali diluar
sana, suara yang satu jelas adalah suara lelaki kekar tadi, jeritan lain timbul dari pantai sana,
itulah suara Yap Jing.
Tergetar hati Yu Wi, cepat ia melompat keluar kabin perahu. Dilihatnya lelaki kekar itu sudah
terkapar dihaluan perahu dengan dada terkena beberapa macam senjata rahasia, mata mendelik
dan mandi darah, jelas sudah mati.
Bagian 26 Sekonyong-konyong dari pantai sana menyambar tiba sebarisan senjata rahasia.
Yu Wi sempat melihat Yap Jing menggeletak ditepi pantai, ia tahu jeritan tadi pasti suara nona
itu, sungguh sedih hatinya, segera ia membentak, "Serangan bagus" Berbareng ia terus
mengapung ke udara.
Hujan senjata rahasia itu sama mengenai tempat kosong, tanpa berhenti Yu Wi terus melayang
kembali kepantai, Perahu tadi baru belasan tombak meluncur, maka Yu Wi masih keburu mencapai
tepi pantai, begitu tiba ia terus tarik baju pundak Yap Jing.
Pergelangan tangannya terikat, tapi kedua tangannya dapat memegang, baru saja Yap Jing
terangkat, kembali terjadi lagi hujan senjata rahasia secara ngawur tanpa menghiraukan matihidup
Yap Jing. Cepat Yu Wi menggeser langkah dan melompat kearah perahu, langkah Naga Terbang itu
sungguh sangat ajaib, begitu dia melangkah kesana, segera tubuhnya meluncur secepat terbang
dan hinggap lagi di atas perahu.
Terdorong oleh daya hinggap Yu Wi. perahu itu meluncur cepat kedepan hingga belasan
tombak pula. Kini jarak perahu itu sudah tiga puluhan tombak jauhnya, senjata rahasia biasa
sudah sukar lagi mencapainya.
Yu Wi lantas menurunkan Yap Jing diatas perahu. bentaknya dengan gusar kearah pantai "Yap
Su-boh, keji amat kau. Peribahasa mengatakan sebuas-buasnya harimau juga tidak makan
anaknya sendiri. Tapi kau tega membinasakan anak perempuan sendiri, sungguh lebih buas
daripada binatang."
Mendadak angin meniup kencang, segera layar perahu itu dikerek sehingga makin jauh
meninggalkan pantai.
Ditengah deru angin itu terdengar suara tertawa Yap su-boh yang mirip bunyi burung hantu,


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katanya, "Tukang perahunya sudah mati, orang she Yu, ingin kulihat apakah kau dapat lolos dari
cengkeramanku?"
Yu Wi mengangkat Yap Jing kedalam kamar perahu dan diperiksanya, ternyata punggung nona
itu terkena tiga anak panah. Agaknya nona ini merasa berat untuk pulang waktu perahu sudah
meluncur pergi, ia berdiri dipantai menyaksikan keberangkatan perahu itu, akibatnya terjadi
malapetaka, kuatir anak perempuannya bersuara mengejutkan Yu wi, maka Yap su-boh tega
membunuhnya sekalian.
Cukup dalam anak panah itu menancap ditubuh Yap Jing, Yu Wi coba memeriksa napas nona
itu, ternyata masih hidup, diam-diam anak muda itu bersyukur, asalkan belum mati tentu masih
ada harapan untuk disembuhkan.
Yu Wi selalu membawa obat luka, cepat Hoay-soan membuka bungkusan obat, tanyanya
dengan kuatir, "Toako, apakah enci Jing dapat diselamatkan?"
"Pasti dapat," jawab Yu Wi tegas. "Kalian dapat mendayung perahu tidak?"
Hoay-soan dan Hana menggeleng bersama. Maklumlah, asal-usul kedua nona itu sama-sama
dari keluarga terpandang, yang satu keturunan perdana menteri yang lain puteri raja, selama
hidup mereka mana pernah mendayung perahu, bahkan melihat perahu saja jarang.
Yu Wi sendiri dapat mendayung. tapi kedua tangannya terikat, iapun buru-buru ingin menolong
Yap Jing, untuk sementara selangkah pun dia tidak dapat meninggalkan kamar perahu itu, keruan
ia sangat gelisah, katanya dengan gegetun, "Ai, tidak ada yang mendayung perahu, tidak lama
lagi kita pasti akan tersusul dan jatuh dalam cengkeraman Yap su-boh lagi."
Rupanya hal ini juga menjadi tujuan Yap su-boh ketika dilihatnya perahu itu sudah meluncur
pergi, ia pikir asalkan si tukang perahu dipanah mati. sedang kedua tangan Yu Wi terikat, tentu
perahu itu tak dapat berlayar jauh, dan sekarang hal ini memang benar telah terjadi.
Menyadari sebentar lagi mereka akan ditawan kembali ke Mo-kui-to, serentak Hana dan Hoaysoan
berseru, "Baik, coba kita mendayung"
Berbareng mereka lantas menuju ke buritan. Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, ia pikir
kedua nona yang sama sekali tidak pernah mendayung ini, umpama sekarang mereka berusaha
mendayung juga tak dapat berlayar dengan cepat. Padahal kapal pemburu Mo-kui-to sangat
cepat, biarpun dirinya yang mendayung juga sukar lolos dari kejaran kapal pemburu lawan.
Menurut perkiraan Yu Wi, mungkin malam nanti juga akan disusul dan ditawan kembali ke Mokui-
to. Tapi yang paling penting sekarang adalah menyembuhkan Yap Jing, ia tidak dapat berpikir lain
lagi, ia pasrah nasib saja. segera ia mengeluarkan sebilah pisau perak kecil dari bungkusannya dan
perlahan mulai mengorek ujung panah yang menancap di punggung Yap Jing itu.
Nona itu sudah pingsan, ia tiarap tanpa bergerak sehingga Yu Wi dapat membedah lukanya
dengan bebas untuk mengeluarkan anak panah itu.
Setelah ujung panah dikeluarkan, lalu Yu Wi membubuhinya dengan obat luka. Pada saat itulah
mendadak perahu terasa oleng.
"Wah, salah, salah dayung kesebelah sana" demikian terdengar teriakan Hana.
Sejenak kemudian barulah badan perahu itu tegak kembali dan meluncur pelahan ke depan.
"Eh, siapakah nama Taci ini?" tanya Hoay-soan.
"Namaku Hana, dan kau?"
"Aku she Kan bernama Hoay-soan, apakah kau orang Tionggoan?"
"Ah, kiranya kau adik Kan ciau-bu." Hoay-soan tidak menjawabnya.
"Aneh benar tiupan angin tadi, tampaknya cuaca akan segera berubah," kata Hana pula.
Sejak kecil dia hidup di daerah gurun maka dia cukup pengalaman terhadap seluk-beluk cuaca.
Setelah diam sebentar, tiba-tiba Kan Huay-soan tanya. "Kau kenal Kan ciau-bu?"
"Kenal, sudah lama kenal," jawab Hana. "Dia pernah pergi ke negeri kami dan berunding
dengan Ayah Baginda maksudnya hendak meminjam pasukan ayah untuk menggempur pangkalan
panglima Tionggoan yang terkenal, yaitu Ko tayciangkun, sungguh aku tidak habis mengerti, dia
adalah putera perdana menteri kerajaan Tionggoan, kenapa malah meminjam kekuatan luar untuk
menyerang negeri sendiri."
Sementara itu Yu Wi sudah selesai membalut luka Yap Jing, mendengar ucapan Hana itu,
hatinya tergetar, pikirnya, "sungguh keji amat, barangkali lantaran nama Ko siu jauh lebih
terpandang di mata sri Baginda daripada Thian-ti-hu, maka Kan ciau-bu berusaha membasminya,
selain mengacau dunia persilatan agar terjadi bunuh membunuh sendiri, ia juga berusaha
menimbulkan perang antar negara, kalau dunia sudah kacau. lalu dia yang akan menarik
keuntungannya, sungguh besar ambisi orang ini dan keji pula tipu muslihatnya."
Hendaklah maklum, wibawa Thian-ti-hu pada saat itu sudah merosot, terpaksa Kan Ciau-bu
harus menegakkan nama Thian-ti-hu melalui kekacauan dunia persilatan.
Yu Wi mengeluarkan pula satu biji obat dan disuapkan kemulut Yap ling, ia berharap nona itu
lekas siuman. Pada saat itulah mendadak suara guntur menggelegar memecah udara. sungguh tidak enak
bagi pendengaran.
Suara guntur yang keras itu membikin Yap Jing terjaga bangun, ia merintih sakit. Cepat Yu Wi
berjongkok dan memanggil, "Jing-ji. . Jing-ji ..."
Didengarnya Yap Jing lagi mengigau dengan suara lemah, " Lekas lari, lekas Lekas lari Toako"
Jelas setelah roboh terpanah, Yap Jing tetap tidak lupa akan keselamatan Yu Wi yang berusaha
lari itu Yu Wi meraba dahi nona itu, terasa panas luar biasa, rupanya luka Yap Jing telah menimbulkan
demam, lekas dia memberikan minum satu biji obat lagi.
Mendadak terjadi lagi guncangan hebat pada badan perahu, terdengar Hana berteriak, "Pegang
kencang kemudinya. Pegang yang erat .... "
"Wah, tidak. aku tidak sanggup," seru Hoay-soan kuatir. "Aku . . .aku tidak kuat berdiri"
Rupanya perahu itu terombang-ambing di tengah gelombang ombak yang dahsyat, kepala
Hoay soan menjadi pusing. Untung Hana tidak mabuk kapal, cepat ia memburu maju dan
menggantikan Hoay-soan memegang kemudi.
Namun ombak terlalu besar, badan perahu tambah hebat terombang-ambing, tampaknya setiap
saat perahu bisa terbalik dan tenggelam.
Suara rintihan Yap Jing iuga tambah keras, Yu Wi kuatir luka si nona tambah parah karena
guncangan perahu, cepat ia bertiarap, dengan kaki dan tangan ia tahan pada papan perahu,
tubuhnya menempel erat di atas badan Yap Jing agar nona itu tidak terguncang dan tidak
menambah sakitnya.
Karena gelombang ombak bertambah dahsyat, Hoay-soan ketakutan hingga berteriak-teriak.
"Wah, bagaimana... bagaimana baiknya"...."
Hana ternyata dapat memegang kemudi dengan tenang, tapi iapun tidak tahu cara bagaimana
supaya guncangan perahu bisa berkurang. Didengarnya suara angin menderu-deru, ia
memejamkan mata dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar melindugi mereka.
Yu Wi tidak sempat keluar dari kabin untuk membantu, sebab kalau luka Yap Jing sampai pecah
lagi tentu sukar ditolong lagi. Terpaksa dia harus mendekap diatas tubuh nona itu agar tidak
terguncang, dengan demikian jiwa Yap Jing baru ada harapan diselamatkan.
Tapi iapun tahu apabila perahu terus oleng, akhirnya pasti akan terbalik. Cepat ia berteriak,
"Adik soan, lekas turunkan layar, lekas"
Angin meniup semakin keras, ombak bergemuruh, namun suara teriakan Yu Wi dapat didengar
Hoay-soan dengan jelas, ia merangkul tiang layar tapi tidak berani bergerak karena terlalu
hebatnya guncangan.
Hana tidak berani meninggalkan kemudinya, teriaknya, "Betul itu lekas turunkan layar, lekas"
Kalau layar sudah diturunkan, akan berkuranglah tekanan angin dan perahu pun tidak mudah
terbalik. Hoay-soan juga mengerti teori ini, tapi dia sedang mabuk laut, kepala terasa pusing, jangan
kata menurunkan layar, berdiri saja tidak sanggup. Keruan Hana kelabakan, ia berteriak-teriak,
"Ayolah, lekas . . . Lekas ..."
Hoay-soan tahu jika terlambat lagi, sebentar perahu tentu akan terbalik, dia tidak berani
meninggalkan rangkulannya pada tiang layar untuk melepaskan tali layar. Tiba-tiba didapatkan
akal, dikeluarkannya belati dan digigit, lalu ia memanjat tiang layar.
Sekuatnya ia merambat kepuncak tiang, setiba di situ, dirasakannya bumi seakan-akan
berputar. Meski dia belajar ilmu silat dan bukan gadis biasa, tapi ilmu silatnya sekarang sama
sekali tidak berguna, kepalanya pusing sehingga hampir tidak dapat melihat.
Sambil merangkul tiang layar, dengan belatinya ia memotong kesana-sini secara ngawur,
untung sekali tabas kebetulan tali utama layar terpotong putus. segera layar itu jatuh terbawa
angin. Guncangan perahu lantas banyak berkurang, akan tetapi ombak semakin dahsyat, bahkan
turun hujan lagi dengan lebatnya. sekuatnya Hana memegang kemudi, air hujan menyiram
mukanya sehingga mata pun sukar terbuka.
Udara gelap gulita, guntur menggelegar susul menyusul, suasana sangat menakutkan, Kan
Hoay-soan masih merangkul dipuncak tiang layar dan belum lagi turun.
Sesungguhnya bukan dia tidak mau turun. sebab setelah disiram air hujan dan merasa takut
oleh bunyi guntur yang gemuruh, dia tambah erat merangkul tiang layar dan tidak pikirkan urusan
lain lagi. Lama-lama puncak tiang itu tidak tahan berat seorang manusia, "krek". mendadak tiang layar
patah dan jatuh kelaut. Dalam keadaan kepala pusing tujuh keliling, hakikatnya Hoay-soan tidak
tahu apa yang terjadi, tahu-tahu ikut tiang layar kecebur kedalam laut.
Patahnya tiang layar membuat beban perahu itu menjadi ringan, meski gelombang ombak tetap
sangat besar, namun perahu itu ikut terombang-ambing dan tidak perlu kuatir lagi akan terbalik,
Perubahan cuaca sungguh cepat sekali, baru saja terjadi hujan badai, sebentar saja hujan
lantas berhenti dan angin berhenti meniup, suasana kembali tenang. Dua-tiga jam kemudian, hari
pun mulai remang-remang, fajar sudah hampir menyingsing.
Hana masih terus merangkul kemudi ditempat semula, meski dinegerinya dia sudah terbiasa
naik kuda dan memanah sepanjang hari, tapi siksaan hujan badai hampir semalam suntuk
membuatnya kelelahan dan terpulas.
Guncangan perahu yang hebat membuat Yu Wi terpaksa harus mengerahkan tenaga dalam
untuk menahan tubuh Yap Jing di atas dek. setelah ia mengeluarkan tenaga semalaman, saking
lelahnya akhirnya ia tertidur.
Hanya Yap Jing saja yang tetap tidur dengan tenang seperti semula, obat pemberian Yu Wi
telah menambahkan tenaganya, obat itu sangat mujarab terhadap luka luar. setelah tidur
semalam, Yap Jing yang mendusin lebih dulu.
Hari sudah tenang sehingga keadaan kamar perahu tertampak dengan jelas, Yap Jing merasa
sekujur badan segar dan hangat, ia pikir apakah dirinya sudah mati terpanah dan sekarang sudah
berada di akhirat"
Tapi apa yang dilihatnya ternyata bukan begitu halnya.
Cahaya matahari terasa menyilaukan mata, jelas inilah dunia fana, tanpa terasa ia meraba luka
di bagian punggung, sekali raba, yang teraba adalah tubuh hangat seorang lain-
Baru sekarang disadarinya ada seorang tidur dengan setengah mendekap diatas tubuhnya.
Keruan jantung Yap Jing berdebar, diam-diam ia membatin, "Wah, siapakah dia?"
Tiba-tiba didengarnya debur ombak yang keras, ia terkesiap dan merasakan berada di atas
perahu, setelah direnungkan, tahulah dia pasti Yu-toako yang telah menolongnya ke atas perahu
ini, hanya dia saja yang mampu menyembuhkan lukanya yang terkena panah itu. Ia tidak tahu
sekarang berada dimana dan siapa pula yang tidur menindih tubuhnya ini.
Hidungnya mencium bau badan lelaki yang khas, padahal situkang perahu sudah mati
terpanah, satu-satunya lelaki di atas perahu hanya Yu Wi saja, maka orang yang bertiarap di atas
tubuhnya ini pasti Yu-toako. Tapi mengapa dia tidur menindih tubuhnya"
Mau-tak-mau pikiran Yap Jing menuju ke hal begituan, seketika mukanya menjadi merah,
dirasakan sekujur badan sendiri hangat segar, tapi tidak bertenaga sedikit pun.
Tenaga Yu Wi pulih dengan sangat cepat, ketika mendengar suara napas Yap Jing yang agak
terengah, ia terjaga bangun, setelah melompat bangun dan berduduk. cepat ia tanya, "Sudah
baikkah kau?"
Pelahan Yap Jing bangun berduduk. jawabnya dengan menunduk. "Sudah baik, cuma tidak
bertenaga."
Yu Wi mengangguk. Ia memutar ke belakang Yap Jing dan coba meraba punggungnya.
sebagian baju bagian punggung Yap Jing sudah terrobek, tubuh nona itu bergetar ketika tersentuh
oleh tangan Yu Wi.
Yu Wi meraba borok dipunggung si nona, katanya dengan menyesal, "Ai, ayahmu sungguh
kejam, ketiga panah ini sama sekali tidak kenal ampun. Meski luka ini sudah sembuh, tapi darah
terlalu banyak keluar, seketika tenagamu belum dapat pulih. sedikitnya kau perlu istirahat sebulan
lagi " "Toako, kembali kau yang menyelamatkan jiwaku." kata Yap Jing dengan terharu.
"Besar amat ombak semalam, sungguh kukuatir lukamu akan pecah lagi, terpaksa aku tiarap
diatas badanmu agar kau tidak terguncang terlalu keras." kata Yu Wi sambil memandang papan
perahu, dimana masih ada bekas tangan dan kakinya yang menancap rapat pada dek sehingga
guncangan perahu tidak sampai mengganggu luka Yap Jing itu.
Baru sekarang si nona tahu maksud tujuan Yu Wi bertiarap di atas tubuhnya, jadi pikirannya
sendiri tadi yang telah menyeleweng. ia pikir mungkin kuatir dirinya salah paham. maka Toako
sengaja memberitahukan tujuannya padaku. Mendadak Yu Wi berseru, "Ahh"
"Ada apa, Toako?" tanya Yap Jing.
"Hana dan adik soan entah berada dimana sekarang" ..." cepat Yu wi memburu ke atas perahu,
di buritan hanya kelihatan seorang saja dan tiada orang kedua.
Air muka Yu Wi menjadi pucat, ia mendekati buritan dan membangunkan Hana, tanyanya, "Di
manakah dia . . . "
Hana mendusin dengan mata masih sepat, sahutnya, "siapa. . .siapa yang kau maksudkan?"
"Adik soan," sahut Yu Wi dengan kuatir, "Hoay-soan hilang."
Cepat Hana merangkak bangun dan menuju ke tiang layar yang patah itu, ia raba bagian yang
patah, ucapnya dengan sedih, "Paling akhir kulihat dia memanjat ke atas tiang . . ."
"Bluks" Yu Wi jatuh terduduk di dek perahu dengan muka pucat, ia pikir kalau tiang layar
patah, maka Hoay-soan pasti juga ikut kecebur kelaut, ombak sebesar itu, mana ada harapan
buat hidup lagi .... ia tidak berani membayangkan bagaimana jadinya dengan Kan Hoay-soan, ia
duduk termenung tanpa berkata apa pun.
Hana memendangi langit yang luas, cahaya senja tampak gilang gemilang, angin reda dan
ombak tenang, sedikit pun tidak ada tanda-tanda baru terjadi badai semalam.
Tiba-tiba ia berlutut kearah barat, ia memejamkan mata dan berkomat-kamit memanjatkan
doa, entah merasa bersyukur karena dirinya sendiri dapat hidup atau karena berduka dan berdoa
bagi keselamatan teman seperahu.
Kelihatan wajahnya mengunjuk rasa sedih, jelas dia lagi berdoa Kan Hoay-soan.
Siapa pun tidak berani mengharapkan Hoay-soan akan hidup kembali, sebab hal ini terlalu
mustahil. tidak mungkin terjadi ....
Perahun itu terus terombang-ambing di tengah samudra raya tanpa arah tujuan tiang layar
patah, dayung juga sudah hilang, terpaksa perahu terombang-ambing sesukanya, betapapun
tinggi kungfu seseorang juga tak berdaya menghadapi keadaan demikian.
Selama lima hari perahu itu terhanyut kian kamari, untung persediaan air tawar dan rangsum
dalam perahu cukup banyak, biarpun terhanyut beberapa hari lagi juga masih tahan. Tapi bila air
minum sudah habis, maka tiada jalan lain kecuali menanti kematian belaka.
Yap Jing hanya berbaring didalam perahu untuk merawat lukanya, sedangkan Yu Wi sepanjang
hari hanya berduduk saja diatas dek tanpa berkata, memandangi langit dengan termenungmenung,
benaknya seolah-olah kosong dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Hana tahu anak muda itu berduka bagi hilangnya Kan Hoay-soan, maka iapun tidak berani
mengganggunya, ia sibuk dengan tugasnya, yaitu membagi-bagikan makanan kepada Yu Wi dan
Yap Jing, malamnya ia menutupi tubuh Yu Wi dengan selimut, ia sendiri tidur disamping anak
muda itu. Yu Wi juga tidak menyuruh Hana tidur ke dalam kabin, bila lelah iapun tidur dengan berduduk
di haluan perahu, kalau mendusin ia lantas memandang lagi kesekeliling lautan seakan-akan
berharap bisa menemukan keajaiban dan mendadak melihat Kan Hoay-soan terhanyut di tengah
laut. Suatu hari, sang surya tepat di tengah cakrawala dengan sinarnya yang gemilang, langit cerah
tiada awan, air laut tenang, dalam bulan delapan, cahaya matahari tidak terlalu panas sehingga
badan terasa hangat meski terjemur sepanjang hari.
Di tengah lautan lepas nan sunyi itu, tiba-tiba terdengar suara nyanyian berkumandang dari
kejauhan- Dari suaranya yang serak dapat diketahui bahwa yang menyanyi itu pasti seorang tua.
Mendadak Hana berseru, "He, aneh, sungguh aneh, manusia berjalan di permukaan laut"
Dari suaranya saja Yu Wi sudah terkejut, sebab suara itu kedengaran sangat kuat. meski
berkumandang dari jauh, namun tiada ubahnya seperti timbul dari tempat yang dekat.
Diam-diam Yu Wi heran, pikirnya, "sungguh luar biasa tenaga dalam orang tua ini, di dunia
sekarang rasanya sukar dicari bandingannya."
Ketika didengarnya pula Hana lagi berseru "ada orang berjalan dipermukaan laut", tanpa terasa
berpaling memandang ke arah sana. iapun heran siapakah yang dapat berjalan dipermukaan laut
kecuali malaikat dewata.
Sebab lautan terlalu luas, betapa sukar orang meluncur di atas air. berlainan dengan sungai
yang tidak luas, orang yang memiliki Ginkang tinggi mungkin sanggup menyeberanginya dengan
meminjam daya luncuran sepotong papan- Tapi lautan seluas ini, tidak mungkin orang dapat
meluncur sejauh ini tanpa berganti napas.
Tapi ketika dilihatnya ada seorang benar-benar berjalan dipermukaan, laut, bahkan sangat
cepat jalannya, hanya sebentar saja sudah dekat dan terlihat dengan jelas adalah seorang kakek
berjubah cokelat dengan muka berjenggot cabang tiga dan selalu tersenyum,
Dia langsung menuju kearah Yu Wi, hanya sekejap saja sudah tinggal beberapa tombak
jauhnya, mendadak ia melayang keatas, dengan enteng hinggap di haluan perahu, disamping Yu
Wi, katanya, "Maaf mengganggu"
Habis berkata, tanpa memperkenalkan diri, ia pun duduk bersila menirukan Yu Wi.
Waktu anak muda itu memandang ke permukaan laut, tertampak mengapung sepotong papan
berujung lancip sepanjang dua meteran, baru tahu Yu Wi akan duduknya perkara, kiranya kakek
itu menggunakan Iwekangnya yang tinggi untuk menguasai papan itu sehingga dapat laju
dipermukaan laut, jadi bukan berjalan diatas laut seperti disangka Hana.
Untuk bertindak demikian diperlukan juga Ginkang dan keberanian yang luar biasa, sebab bila
ada gelombang laut, laju papan itu tentu tidak mantap dan penumpangnya pasti akan kecebur.
Sudah tentu Hana tidak tahu duduknya perkara, ia bertanya kepada si kakek, "Eh, Losiansing,
apakah engkau malaikat dewata?"
Si kakek hanya tersenyum saja tanpa menjawab, lalu memandang jauh kedepan sana.
Kuatir Hana merasa kikuk. Yu Wi lantas memberi penjelasan, "Bukan, hanya ginkang Losiansing
ini sangat tinggi sehingga dapat pesiar di laut dengan menumpang sebuah papan"
"Ah, biarpun bukan malaikat dewata, kepandaian demikian juga sudah mendekati kesaktian dan
kegembiraan dewa." ujar Hana dengan tertawa.
"Benar pesiar di atas laut memang segembira dewa." kata si kakek dengan senang. "Ah, itu dia
kapalku sudah datang menjemput diriku."


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waktu semua orang memandang ke sana, benarlah ada sebuah kapal besar sedang meluncur
tiba dengan cepat.
Baru sekarang Yu Wi tahu sebabnya si kakek berani pesiar di atas laut, rupanya dia selalu di
ikuti sebuah kapal. Tapi mengingat orang suka pesiar cara unik ini, jelas perangainya juga luar
biasa. Sesudah kapal besar itu mendekat, si kakek berkata. "Perahu kalian tidak mungkin tahan hujan
badai, kalian boleh naik kapalku saja."
"Terima kasih atas maksud baik Losiansing," jawab Yu Wi. lalu ia masuk kekabin dan
memanggil Yap Jing keluar.
Setelah perahu merapat dengan kapal besar itu, kelasi di atas kapal menggantol perahu itu
dengan galah berkait, tampak seorang pemuda bersandar di lankan kapal dan menyapa dengan
tertawa, "Ada penemuan apa, ayah?"
"Ah, tetap sama saja," jawab si kakek tadi.
Berbareng dengan suaranya itu, dengan gaya yang indah ia terus melayang ke atas kapal.
Ginkangnya tidak kelihatan ada sesuatu yang istimewa, tapi Yu Wi cukup bisa menilai, sebab
begitu tubuh si kakek mengapung ke atas, perahu yang dipijaknya tidak berguncang sedikit pun,
maka dapatlah dibayangkan betapa hebat Ginkangnya.
Rupanya si kakek sengaja hendak menguji, ia berseru kepada Yu Wi, "Ayolah lekas naik ke sini"
Tenaga Yap Jing belum pulih sehingga sukar untuk main lompat, dtngan suara pelahan Yu wi
lantas berbisik padanya, "Mari kugendong kau"
Setelah ragu sejenak. Yap Jing lantas mendekap di punggung Yu Wi dan merangkul lehernya.
"Rangkul yang erat" seru Yu Wi, berbareng dengan suaranya itu iapun melayang ke atas kapal
besar itu. Meski perahu bergoyang sedikit, tapi juga lumrah saja dan tidaklah memalukan.
Si kakek lantas memuji, "Ginkang bagus, anak muda"
Yu Wi lantas melompat turun lagi ke perahu, tanpa disuruh Hana terus merangkul erat di
belakang punggung Yu Wi.
"Kau takut tidak?" tanya Yu Wi.
"Tidak," jawab Hana dengan tertawa.
"Baik," berbareng dengan ucapannya ini, kembali Yu Wi mengapung ke atas kapal.
"Cerdik benar, anak muda" si kakek memuji pula dengan tersenyum.
Kiranya Yu Wi dapat melihat cara melompat si kakek keatas kapal tadi didahului dengan ucapan
"sama saja" hal ini sangat menguntungkan pengerahan Ginkangnya, sebab itulah dua kali iapun
menirukan si kakek dengan bersuara " rangkul yang erat" dan "baik". sebab kalau dia tidak
bersuara dan melompat begitu saja, tentu hawa dalam tubuh tidak terembus keluar dan akan
menekan ke bawah sehingga membikin perahu bergoyang.
Tapi sekarang meski perahu itu bergoyang sedikit, tapi dia melompat ke atas dengan
menggendong satu orang, kalau dibandingkan si kakek. betapapun masih dapat dikatakan
setingkat. Si kakek tadi lantas berkata kepada pemuda di atas kapal, "Anakku, berkenalan dengan Toako
ini." Dengan angkuh pemuda itu menjawab, "Apakah mereka pun orang yang tertimpa musibah
hujan badai?"
Dari nada ucapan orang agaknya telah ditemui beberapa rombongan orang yang tertimpa
hujan badai, maka Yu Wi lantas mendekati pemuda itu, ia memberi hormat dan menyapa,
"Siapakah she Anda yang terhormat?"
Dengan sikap pongah pemuda itu menjawab, "Aku she Auyang, kapal kami ini tidak menerima
penumpang luar, setiba didaratan hendaklah lekas kalian turun"
Meski mendongkol, Yu Wi tetap bicara dengan sopan, "Cayhe Yu Wi. maaf jika sekiranya
mengganggu. Ada suatu urusan ingin kumohon keterangan "
"Urusan apa?" jawab pemuda yang bernama Auyang Po itu dengan angkuh.
Melihat sikap orang yang kasar itu, diam-diam Yap Jing merasa gemas, pikirnya, "Hm, apa yang
kau sombongkan" sebentar boleh kau rasakan lihainya nonamu."
Didengarnya Yu Wi lagi berkata, "Dari ucapan Anda tadi, agaknya kapal kalian sudah banyak
menyelamatkan orang yang tertimpa bahaya." Auyang Po hanya mengiakan saja seperti malas
untuk menjawab. si kakek lantas menambahkan dengan tertawa, "Berikut kalian sudah tiga kali."
"Kedua kali yang duluan adakah terdapat seorang nona yang bernama Kan Hoay-soan?" cepat
Yu Wi tanya pula,
"Ehm. memang ada . . ." jawab Auyang Po acuh tak acuh.
"Hah, dimana dia?" tanya Yu Wipula dengan girang.
"Untuk apa kau tanya dia?" jelas sikap Auyang Po merasa kurang senang.
Yu Wi memberi hormat lebih dulu sebagai tanda terima kasih, lalu menjawab, "Dia adalah
adikku, dia kecebur ke laut berikut tiang layar yang patah, kami menyangka dia tak ada harapan
lagi untuk hidup, tak terduga telah diselamatkan oleh Anda, sungguh entah cara bagaimana kami
harus berterima kasih."
"Tidak perlu terima kasih, beberapa hari yang lalu dia sudah terjun lagi kelaut," Rengek Auyang
Po. "Hah, apa katamu?" tidak kepalang kejut Yu Wi. "Dia ... dia terjun lagi kelaut?"
Tanpa memperlihatkan perasaan apa pun Auyang Po menjawab, "Betul, sia-sia saja kami
menyelamatkan dia."
Dengan menyesal si kakek ikut bicara, "Ai, adik perempuanmu sungguh berwatak terlalu keras,
setelah siuman dan tidak menemukan kalian, disangkanya kalian sudah mengalami petaka
seluruhnya, maka dia bilang hendak ikut pergi bersama kalian."
"Mengapa dibiarkan dia terjun lagi kelaut dan tidak kalian mencegahnya," seru Yu Wi dengan
gusar. "Hah, sungguh aneh" jengek Auyang Po. "Adik perempuanmu sendiri kurang waras dan mau
berbuat begitu, masa orang lain kau salahkan?"
"Aku tidak percaya," teriak Yu Wi, "dia cukup sehat dan waras. tidak nanti dia terjun lagi kelaut
tanpa sebab-"
Yap Jing juga sangsi, katanya, "Ya, di dunia ini tidak mungkin ada orang sebodoh itu mau
terjun ke laut seccra suka rela, kalau dibilang lantaran kami, sebelum dia menyaksikan kami
benar-benar mengalami petaka, biarpun anak kecil juga menaruh harapan kemungkinan kami
masih hidup,"
Sikap si kakek tampak agak menyesal, dia seperti mau omong lagi, tapi Auyang Po lantas
menggoyang tangan dan berseru, "Ayah, biarkan saja jika mereka tidak percaya, lekas kita antar
mereka ke daratan dan selesailah kewajiban kita menolong mereka."
Si kakek mengangguk dan tidak bicara lagi. baru saja ia mau menyingkir, mendadak muncul
seorang nenek dari kabin kapal sana dan berseru, "Auyang Liong-lian, watakmu yang suka
membela anaknya sendiri sampai sekarang ternyata belum juga berubah."
Muka nenek itu kelihatan penuh keriput, seperti kulit ayam betina tua yang sudah dicabuti
bulunya, Badan agak gemuk dan membawa tongkat panjang. Dengan langkah pelahan ia
mendekati mereka.
Si kakek tampak melengak. tanyanya, "Siapa kau" Dirimana kau tahu aku bernama Auyang
Liong-lian"
Nenek itu tertawa lebar sehingga kelihatan mulutnya yang ompong, jawabnya, "Siapa diriku,
bukankah akupun orang yang tertimpa bahaya dan ditolong oleh kalian ayah dan anak?"
Seketika lenyap senyuman yang selalu menghiasi wajah si kakek, katanya, "Kutanya padamu
darimana kau tahu namaku?"
Nenek itu berhenti sambil menekuk pinggang dengan kemalas-malasan, pelahan ia ketuk
tongkatnya, lalu berkata dengan gegetun, "Ai, tua sudah tua, sampai berjalan pun terasa berat"
Mendadak Auyang Po membentak, "Jangan berlagak pilon, ayah tanya padamu, lekas kau "
Sorot mata si nenek yang tajam beralih ke arah Auyang Po. seketika Auyang Po tertunduk
begitu kebentur dengan sinar mata orang. pikirnya, "Aneh mengapa sinar mata nenek reyot ini
sedemikian menggetar sukma orang?"
Dengan tertawa nenek itu berkata pula, "saudara Liong-lian, masakah kau lupa padaku, meski
sudah lebih 40 tak berjumpa, tapi dirimu tidak sampai kulupakan."
"Berpisah 40 tahun lebih ... ." Auyang Liong-lian terkejut.
"Masa belum lagi ingat?" ujar si nenek. "Ai, Hay-liong-ong, kukira kau sudah mulai pikun-"
Auyang Liong-lian tambah terkejut, pikirnya, "Julukanku, Hay-liong-ong sudah lebih 20 tahun
tidak kupakai, tapi dia ternyata tahu, jangan-jangan dia . . .."
Tapi setelah direnungkan lagi, rasanya juga tidak sama, maka sambil menggeleng kepala ia
berkata pula, "Sebutan Hay-liong-ong sudah lama kubuang, sesungguhnya siapa kau?"
"Ya, ya, kutahu," ujar si nenek dengan menyesal, "Memang tidak pantas kusebut pula Hayliong-
ong. Mengenai siapa diriku, jika kau tetap tidak ingat, anggap saja diriku ini orang asing."
"Jika tidak mau kau katakan, lekas enyah saja dan jangan mengoceh melulu di sini," damperat
Auyang Po. Mendadak Yu Wi berkata, "Auyang-heng, tidak seharusnya kau bersikap kasar terhadap
seorang tua."
Auyang Po melirik hina kepada Yu Wi, damperatnya, "Untuk apa kau ikut campur urusan orang
lain?" segera ia mendekati anak muda itu.
Si nenek memandang Liong-lian, dilihatnya tiada tanda-tanda orang tua itu hendak mencegah
sikap kasar anaknya, nenek itu menggeleng kepala dan berkata, "Ai, saudara Liong-lian, janganlah
kau lupa kepada kematian putera sulungmu itu dahulu."
Seketika air muka Auyang Liong-lian berubah dan membentak. "Jangan kurang sopan, anak Po"
Auyang Po lantas berhenti, katanya dengan pongahnya, "Biarkan anak memberi hajaran
setimpal kepada bocah ini, ayah"
"HHm, belum tentu kau dapat menandingi orang . . . ." jengek si nenek.
Auyang Po menjadi gusar, teriaknya, "Jika dalam 10 jurus tidak dapat kuhantam bocah ini
hingga cebur kelaut, percumalah kubelajar kungfu dari ayah selama belasan tahun."
Agaknya Auyang Liong-lian memang sudah biasa suka membela anaknya sendiri baik benar
ataupun salah, maka dia tersenyum dan berkata pula. "Baiklah, boleh juga kau belajar kenal
dengan Yu-toako ini, cuma jangan sunoguh-sungguh."
Setelah mendapat izin sang ayah, Auyang Po tambah berani dan girang, segera ia melangkah
maju dan berdiri di depan Yu Wi.
Tapi Yu Wi tetap berduduk di tempatnya dan berkata, "Aku tidak mau berkelahi denganmu."
"Mana boleh sesukamu?" jenyek Anyang Po. "Mau-tak-mau harus barkelahi"
"Selamanya kita tidak ada permusuhan apa pun. kenal pun baru terjadi. untuk apa kita harus
berkelahi?" ujar Yu Wi.
Dengan angkuh Anyang Po berkata, "Siapa suruh kau suka ikut campur urusan orang" Apabila
kau tahu dan tidak berani berkelahi, boleh juga kutendang dua kali sekadar pelampias
dongkolku."
Mendengar ucapan menghina ini, Yu Wi tidak marah, tapi Yap Jing jadi gusar, damperatnya,
"Toako menasihati kau jangan bersikap kasar terhadap orang tua, tindakan ini kau anggap ikut
campur urusan orang, hanya saja Toako tidak ingin berkelahi denganmu. . . ."
"Hahaha," Auyang Po bergelak tertawa. "Toakomu bernyali kecil dan penakut, jika berani boleh
juga kau wakilkan dia."
"Biarpun nona bertempur denganmu juga belum pasti akan dikalahkan oleh manusia rendah
dan sombong macammu ini." jawab Yap Jing.
"Bagus. jika demikian ayolah maju" teriak Auyang Po dengan gusar.
Selagi Yap Jing hendak berbangkit, tiba-tiba Yu Wi berbisik padanya, "Jing-ji, orang telah
menyelamatkan kita, meski kita belum tentu akan mati selama terombang-ambing di tengah
lautan, tapi apa pun juga kita hutang budi padanya Jangan kau marah, betapapun kita tidak boleh
menjadi manusia yang lupa budi."
Yap Jing sangat menurut kepada perkataan Yu Wi, meski tetap penasaran, ia tidak jadi maju ke
sana. Dengan gusar Auyang Po lantas berteriak pula, "Kau sendiri tidak berani berkelahi, orang lain
juga kau larang, sesungguhnya apa maksudmu?"
Dengan hormat Yu Wi menjawab, "Sekalipun anda menendang dua kali pada ku juga takkan
kubalas." Watak Auyang Po memang sudah terbiasa garang. ia benar-benar mendekati Yu Wi dan
menendangnya . Melihat kebrutalan Auyang Po sudah sedemikian rupa dan Auyang Liong-lian tetap anggap sepi
saja, seakan-akan anaknya memang pantas menendang dua kali pada Yu Wi, si nenek tadi
menjadi gusar, serentak ia angkat tongkatnya dan menyerampang kaki Auyang Po.
Jarak si nenek dengan Yu wi ada beberapa meter jauhnya, tapi tongkatnya menyapu secepat
kilat, tempat yang diserang memaksa lawan harus menyelamatkan diri lebih dulu jika kakinya tidak
mau patah. Keruan Auyang Po terkejut dan cepat melompat mundur.
Kata orang: "Sekali seorang ahli turun tangan sebera ketahuan berisi atau tidak",
Kelihatannya untuk berjalan saja si nenek sudah payah, tapi gerak hantaman tongkatnya ini
ternyata sangat lihai.
Auyang Liong-lian terkesiap. ucapnya dengan tertawa, "Ah, urusan anak kecil, kenapa kau ikut
campur, lebih baik kita menonton saja di samping."
Di balik ucapannya itu seakan-akan hendak bilang janganlah si nenek ikut campur, kalau tidak.
maka dia juga takkan tinggal diam,
Sambil menatap Auyang Liong-lian, si nenek mendengus, "Huh, apakah sudah kau lupakan
kematian putera sulungmu yang penasaran itu?"
"Urusan yang sudah lampau untuk apa mengungkitnya pula?" sahut Auyang Liong-lian dengan
gusar. "Lagipula, ketujuh orang yang membunuh anakku dahulu itu, satu persatu juga sudah
kubinasakan seluruhnya "
"Tapi tidak kaupikirkan bahwa nama kebesaran Hay-liong-ong juga tamat sejak itu?" Rengek si
nenek. Tiba-tiba Auyang Liong-lian menghela napas, siapa pun dapat merasakan betapa sedih suara
napasnya itu, pikir Yu Wi, "Barangkali putera sulung Auyang-siansing ini dahulu banyak berbuat
kejahatan, lalu dibunuh oleh ksatria dunia persilatan, tapi dia tidak menyesali anaknya sendiri yang
bersalah sebaliknya balas membunuh ketujuh ksatria Bu-lim itu sehingga menimbulkan kegusaran
para pahlawan dan secara beramai-ramai mengerubutnya sehingga nama kebesaran Hay-liongong
lantas runtuh sejak itu"
"Saudara Liong-lian," kata pula si nenek. "Kau dapatkan keturunan lagi setelah berusia lanjut.
semestinya kau beri hajaran yang baik, siapa tahu kau malah memberi hati padanya sehingga
anakmu berani berbuat sewenang-wenang, apakah anakmu ini akan mengalami nasib yang sama
seperti kakaknya dahulu?"
Air muka Auyang Liong-lian berubah menjadi masam, ucapnya, "Berulang kau sebut saudara
Liong-lian padaku, padahal aku tidak merasa kenal dirimu, maka jangan kau sebut begitu lagi pada
ku. Pula urusan diriku juga tidak perlu kau ikut campur." Ucapannya sangat ketus sehingga
membikin kikuk orang.
Tapi si nenek lantas tertawa malah, katanya, "Ai, orang baik hati malah digigit anjing, ini
namanya cari penyakit sendiri" Mendadak ia menarik muka dan berseru, "Nah, Auyang Liong-lian,
setelah selesai anakmu bertanding, sebentar kita juga boleh coba-coba ukur tenaga."
Auyang Liong-lian tidak memandang sebelah mata pada si nenek. dengan tertawa ia
menjawab, "Boleh, pasti kuiringi kehendakmu."
Ia merandek sajenak. lalu berkata pula, "Nah, anak Po, coba minta petunjuk lagi kepada Yutoako."
Karena disabat oleh tongkat si nenek tadi, Auyang Po berdiri terkejut di samping sana, maka
ucapan sang ayah ini membuatnya garang lagi, segera ia melompat maju dan pasang kuda-kuda.
serunya. "Ayo bangun, jangan pura-pura duduk saja di situ."
Tapi Yu Wi memang tidak suka berkelahi dengan dia, ia malah memejamkan mata dan tidak
memandangnya. "Eh, bocah ini. jika kau tidak mau berkelahi dengan anakku berarti kaupandang rendah
padaku," kata Auyang Liong-lian.
Diam-diam Yu Wi merasa gegetun, ketika melihat si kakek pesiar di permukaan laut. semula
disangkanya orang pasti seorang kosen yang sengaja menjauhi dunia ramai, siapa tahu Auyang
Liong-lian justeru berjiwa sempit begini, suka membela anak sendiri, suka berkelahi, lalu apa
bedanya dengan khalayak ramai ditepi jalan" Ia lantas membuka matanya dan berkata, "Jing-ji,
masihkah perahu kita?"
"Masih tertambat di samping kapal," jawab Yap Jing.
"Jika demikian, marilah kita pergi saja," kata Yu Wi sambil berbangkit.
"Ke mana?" seru Hana kaget.
"Ke atas perahu kita," sahut Yu Wi.
Muka Hana menjadi pucat, katanya, "Tapi tiang layar perahu itu sudah patah, tiada dayung
lagi, mana dapat berlayar"jika kita naik perahu itu lagi sama dengan mengantar kematian."
"Lebih baik kita mati ditengah laut daripada dihina di atas kapal ini," kata Yap Jing dengan
tersenyum. Yu Wi mengangguk kepada Yap Jing dengan tersenyum, katanya, "Betul, orang tidak suka
menerima kita, untuk apa kita tinggal di sini?"
Segera mereka bertiga melangkah ke tepi kapal. Mendadak si nenek melompat maju dan
menghadang di depan mereka, betapa hebat Ginkangnya sungguh sama sekali berbeda daripada
gerakannya yang reyot tadi.
"Sampai berjumpa lagi, Locianpwe," kata Yu Wi sambil memberi hormat.
"Akupun orang yang tertimpa malang, jika kalian tidak tahan dihina, aku lebih-lebih tidak
tahan" kata nenek itu.
"Jika demikian, silakan Locianpwe ikut pergi bersama kami saja," ucap Yap Jing dengan
tersenyum. Tapi si nenek menjawab dengan serius, "Hal ini pun boleh juga, tinggal disini juga jemu melihat
si tua pikun itu. Cuma sebelum pergi. urusan harus kubikin jelas lebih dulu."
"Urusan apa yang belum jelas?" tanya Yu Wi.
"Sebab apa adik perempuanmu sampai terjun lagi kelaut, masa tidak perlu kau tanya
sejelasnya?" ujar si nenek.
"Kan sudah dijelaskan oleh Losiansing tadi, jadi kupercaya saja," kata Yu Wi.
"Hm, masakah begitu sederhana urusannya," jengek si nenek. "Kenapa tidak kau tanya yang
lebih jelas?"
Yu Wi berpaling dan memandang Auyang Liong-lian, seketika orang tua itu merasa kikuk oleh
pandangan Yu Wi yang penuh tanda tanya itu.
Mendadak Auyang Po berkata, "Akulah yang paksa anak dara itu terjun ke laut."
"Nah, kau sudah mengaku sendiri," jeng ek si nenek.
Selangkah demi selangkah Yu Wi mendekati Auyang Po, tanyanya dengan gusar, "Sebab . .
sebab apa?"
Auyang Po berdiri saja tanpa bergerak, jawabnya dengan tidak kurang garangnya,
"Tidak sebab apa-apa, hanya lantaran aku suka begitu"
Sorot mata Yu Wi seakan-akan menyemburkan api, teriaknya, "Dia seorang anak baik-baik,
berdasarkan apa kau paksa dia terjun ke laut" Lekas katakan Kesabaranku juga ada batasnya. ..."
"Hahahaba" Auyang Po tertawa latah, "Tuan muda justeru ingin kau mau bermain-main


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

denganku. jika benar kau ingin tahu apa sebabnya adik perempuan yang tercinta itu terjun lagi ke
laut, hehe, perlihatkan satu-dua jurus lebih dulu,"
Yu Wi angkat kedua tangannya yang masih terikat itu, ucapnya sekata demi sekata, "Baik,
boleh kau serang lebih dulu."
"Eh, nanti dulu, silakan kau buka ikatan tanganmu," kata Auyang Po dengan lagak adil. "Tali ini
tidak dapat dibuka, tidak perlu tunggu lagi," seru Yu Wi dengan melotot.
"Hah, latah juga kau," kata Auyang Po dengan mendongkol, "Maksudmu hendak bergebrak
dengan Tuan muda dengan tangan terikat, apakah kau remehkan kungfu keluarga Auyang kami?"
Sejak tadi Auyang Liong-lian sudah melihat tali pengikat tangan Yu wi yang hitam gilap itu, ia
menyangka anak muda itu terikat oleh musuh dan belum sempat dibuka, maka sekarang ia lantas
berkata, "Biarlah kubukakan tali pengikatmu, anakku memang tidak boleh menarik keuntungan
ini.. "Huh, tua bangka mucam kau juga mampu membuka tali pengikat Hu-liong-soh itu?" Rengek
Yap Jing tiba-tiba.
"Apa katamu, Hu-liong-soh?" seru Auyang Liong-lian terkejut.
Dia pernah mendengar nama tali pengikat naga itu, cuma belum pernah melihat wujudnya.
Pikirnya, "Konon Hu-liang-soh tidak dapat dibuka oleh siapa pun, tali ini juga tidak mempan
dipotong senjata tajam. lantas siapakah yang mengikat tangan bocah ini dengan tali wasiat ini?"
Karena Yap Jing memakinya sebagai tua bangka, dengan gusar ia lantas bertanya, "Kau maki
siapa, budak busuk?"
Si nenek tertawa lebar, katanya, "Tentu saja. memaki kau, apabila kau bukan tua bangka,
boleh coba kau buka tali itu."
Sudah tentu Anyang Liong-lian tidak mau mengambil risiko itu, sebab kalau tidak berhasil kan
bisa ditertawai orang. segera ia menjawab dengan tertawa, "Tampaknya saudara cilik she Yu ini
menganggap dirinya sangat hebat. Baiklah anak Po, tidak perlu membuka tali pengikatnya, kaupun
tidak perlu bergebrak sampai tiga belas jurus."
Si nenek lantas menjengek. "Auyang Liong-lian, tampaknya kau bukan saja tua bangka, bahkan
juga tebal kulit mukamu. tua bangka yang tidak tahu malu." Hana tertawa geli mendengar makian
si nenek yang pedas dan lucu itu.
Tapi Auyang Liong-lian berlagak tidak mendengar, ia pandang Hana dengan tersenyum. Diamdiam
Hana pikir tua bangka ini memang betul bermuka tebal.
Dalam pada itu Auyang Po lantas berkata dengan angkuh, "Jika kau bergebrak dengan Tuanmu
dengan tangan terikat. bila lebih dari tiga jurus anggaplah Tuanmu yang kalah." Belum habis
ucapnya. kontan ia menghamtam dengan sebelah telapak tangan-
Kuatir Yu Wi tidak sanggup menangkis serangan itu, cepat si nenek berseru, "Ke 13 jurus Imyang
san-jiu keluarga Auyang terkenal lihai. tangan kanan bergerak pura-pura, tangan kiri
memukul sungguhan, jika dalam tiga jurus tidak kalah berarti kau yang menang."
Di balik ucapannya itu dia bermaksud menyuruh Yu wi berusaha menahan tiga jurus, apabila
lewat tiga jurus, maka anak muda itu boleh berhenti bertempur dan menang. sebab kalau ke-13
jurus Im-yang-san-jiu ajaran Auyang Liong-lian itu sampai dimainkan seluruhnya, bukan mustahil
anak muda itu akan kecundang.
Auyang Liong-lian tidak menduga si nenek juga kenal Im-yang-san-jiu, pikirnya "Ketika terjadi
pertemuan Hoa-san pada 40 tahun yang lalu,justeru lantaran Im-yang-san-jiu belum berhasil
kuyakinkan dengan baik, maka aku dikalahkan oleh oh It to, padahal orang yang ikut hadir dalam
pertemuan Hoa-san itu rasanya tidak ada lagi yang kenal Im-yang-san-jiu andalanku ini. janganjangan
nenek ini ialah si dia" . . . ."
Dalam pada itu Yu Wi juga sudah siap ketika serangan Auyang Po dilancarkan, ia tahu serangan
yang lihai terletak pada telapak tangan kiri lawan, jika dia menangkis tangan kanan musuh, bisa
jadi serangan berikutnya akan sukar menangkisnya.
Karena mendapat petunjuk si nenek, diam-diam Yu Wi merasa berterima kasih, tanpa
memandang arah serangan Auyang Po lagi, mendadak ia melangkah kedepan, yang digunakannya
adalah langkah ajaib Hui-liong-pat poh.
Auyang Po menyangka satu kali serangan im-yang-san-jiu saja akan cukup membuat Yu Wi
kelabakan, siapa tahu mendadak kehilangan jejak musuh, keruan ia sendiri menjadi gugup, hanya
sekejap itu tahu-tahu dirasakannya angin keras menyambar tiba.
Kiranya Yu Wi telah mengapung keatas dan kedua kakinya menendang secara berantai,
sekaligus ia tendang tangan kiri Auyang Po yang terangkat didepan dada, jadi sebelum lawan
melancarkan serangan maut sudah didahuluinya.
Karena tangan kiri yang merupakan inti serangannya terancam, Auyang Pojadi serba susah.
Tapi iapun tidak bingung, cepat ia melangkah mundur, segera serangan kedua dilaporkan.
Tapi begitu hinggap ditanah, kembali Yu Wi melangkah lagi untuk kedua kalinya, langkah ini
tiada ubahnya seperti langkah pertama tadi, tapi langkah yang sama ini tetap tidak dapat diatasi
Auyang Po, mendadak ia merasakan tenaga tendangan lawan menyambar tiba kebagian dada
sehingga pukulan tangan kirinya terpatahkan lagi. Terpaksa ia menyurut mundur lagi dan
melancarkan serangan ketiga.
Tapi Yu Wi tetap menggunakan satu langkah yang sama dan Auyang Po terus terdesak mundur
pula, sampai ke-13 jurus Im-yang-san-jiu sudah dilontarkan seluruhnya, berturut ia sudah
terdesak mundur hingga tiga kali 13 atau sama dengan 39 langkah. Dalam pada itu ia sudah
terdesak mundur hingga tepi lankan kapal, jika mundur lagi bisa kecebur kelaut.
Agaknya Yu Wi sengaja hendak mendesak pemuda jumawa itu kecebur kelaut untuk membalas
dendam Kan Hoay-soan, maka tanpa berhenti masih terus mendesak dengan cara tadi, kedua
kakinya menendang pula secara berantai ke dada lawan
Bagian 26 Karena Im-yang-san-jiu sudah tidak berguna lagi, akhirnya Anyang Po pasti akan terdesak dan
terjerumus kelaut, agar dadanya tidak sampai tertendang, dalam keadaan kepepet begini ia
menjadi lupa kepada omongan besar sendiri yang menyatakan dalam tiga jurus akan mengalahkan
lawan tadi. cepat ia melompat kelaut sebelum kena tendangan Yu Wi.
"Hihihi. katanya tiga jurus akan mengalahkan musuh, akibatnya satu jurus lawan saja tak
mampu menangkis dan akhirnya kecebur laut," seru Yap Jing dengan tertawa geli.
Tidak kepalang gusar Auyang Liong-lian, mukanya tampak merah padam, tanpa menghiraukan
derajat sendiri lagi dan rusaknya nama, segera ia men
Jodoh Rajawali 31 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Kisah Sepasang Rajawali 24
^