Pendekar Kembar 5

Pendekar Kembar Karya Gan K L Bagian 5


ain jimat dan baca mantera segala dengan caracara
yang aneh, pernah satu kali...."
Selagi si kusir mengoceh hendak bercerita panjang lebar untuk membuktikan pengalamannya
yang luas, cepat Yu Wi memberi tanda agar jangan banyak omong, lalu katanya terhadap si
kakek, "Pemuda itu sakit apa?"
Air muka si kakek tampak berubah takut, tuturnya, "Wah, selamanya tak pernah kulihat
penyakit aneh begini. Ketika kami sedang menempuh perjalanan bersama suku bangsa mereka,
mendadak pemuda itu jatuh tersungkur, lalu bergulingan di tanah sambil menjerit, suaranya makin
lama makin kecil dan sangat menyeramkan, sekarang sudah tak bisa bersuara lagi, tampaknya
sudah hampir menghembuskan napas terakhir, keadaannya sangat mengenaskan dan harus
dikasihani..."
Diam-diam Yu Wi membatin, bila ditinjau dari keadaan pemuda yang sakit itu, jangan-jangan
karena Hiat-tonya tertutuk oleh tokoh dunia persilatan sehingga keadaannya sangat tersiksa,
Dengan simpatik ia lantas berkata, "Apakah boleh kuperiksa keadaan pemuda itu?"
"Apakah Tuan ini seorang tabib?" tanya si kakek, Yu Wi menggeleng, jawabnya, "Coba
tunjukkan padaku, mungkin dapat kusembuhkan dia." Cepat si kakek berlari ke sana dan berbicara
sejenak dengan orang-orang yang bercoreng-moreng itu, lalu orang-orang itu kelihatan bergirang,
serentak mereka memberi jalan sambil berteriak-teriak.
Si kakek lantas berkata kepada Yu Wi, "Mereka menyatakan, apabila Siangkong (tuan) dapat
menyembuhkan anak muda ini, segenap suku bangsa mereka akan sangat berterima kasih, sebab
anak muda ini adalah putera kepala suku mereka."
"Aku tidak tahu- akan berhasil atau tidak, tapi akan kucoba," ujar Yu Wi.
Dilihatnya di tengah jalan raya itu ada sehelai tikar yang menutupi sesuatu yang kelihatan
agak menonjol. Cepat si kakek tadi menjelaskan, "Orang-orang ini kuatir yang sakit akan mati terjemur sinar
matahari maka ditutup dengan tikar....."
Yu Wi lantas mendekati tikar itu, tiba-tiba terdengar seruan Ko Bok-ya di dalam kereta,
"Toako, jangan ikut campur urusan tetek-bengek, marilah kita melanjutkan perjalanan dengan
memutar!" Yu Wi merandek, hal ini menimbulkan perubahan air muka si kakek, tapi kejadian ini tidak
diketahui Yu Wi, dengan suara keras ia malah menjawab, "tidak apa-apa, segera kita juga akan
berangkat!"
Lalu ia menuju ke depan tikar dan berkata, "Coba singkirkan tikar ini."
Si kakek kelihatan ragu dan tidak berani mendekap sebaliknya menyurut mundur dua-tiga
langkah, lalu memanggil salah seorang yang bertubuh coreng-moreng dan bicara sejenak, orang
itu seperti ogah-ogahan, tikar itu lantas disingkapnya.
Pengalaman mengembara di dunia Kaugouw bagi Yu Wi boleh dikatakan masih sangat cetek,
segala sesuatu itu ternyata tidak menimbulkan rasa curiganya, sebaliknya ia malah berharap akan
dapat menyembuhkan anak muda itu secepatnya agar ia sendiri dapat lekas berangkat ke Siaungo-
tay san. Dilihatnya orang yang coreng-moreng itu memegang kedua ujung tikar dan disingkap secara
mendadak. seketika segulung asap hijau mengepul dan menjulang tinggi ke atas. Segera Yu Wi
menyadari gelagat yang tidak menguntungkan cepat ia menahan napas, tapi sudah terlambat dia
tetap sempat mengisap sedikit asap hijau itu.
Waktu ia memandang ke bawah tikar, mana ada orang sakit segala, yang terlihat hanya
sebuah tempayan perunggu dan entah benda apa yang dibakar di dalam tempayan itu,
Hanya sekejap itu saja orang yang menyingkap tikar itu mendadak jatuh terguling di tanah,
kontan tak sadarkan diri seperti orang mati, mungkin cukup banyak asap hijau yang diisapnya,
Baru sekarang Yu Wi tahu benar bahwa semua ini hanya perangkap belaka, ia menjadi gusar,
ia membalik tubuh dan mendekati si kakek, tapi tidak berani mendamperat, sebab kalau membuka
mulut, bisa jadi asap berbisa itu akan terhisap, pula.
Melihat Yu Wi tidak roboh, kawanan orang bertubuh coreng-moreng seperti merasa heran,
sedangkan si kakek lantas berteriak sambil terbahak, "Haha, apakah kau tahu siapa diriku?"
Yu Wi tetap tutup mulut dengan kedua tangan mengepal, ia pikir sekali hantam harus
mampuskan kakek jahat ini.
Akan tetapi orang tua itu sangat licin, ia terus menyurut mundur sambil tertawa terkekehkekeh,
serunya, "Percuma! Tiada gunanya bagimu! Biarpun Lwekangmu maha kuat, dapat kau
tutup mulut sekian lamanya, tapi begitu kau bernapas, seketika kau akan roboh dan pingsan,
Apakah kau tahu obat lihay macam apa itu?"
Justeru Yu Wi ingin tanya asap berbisa apakah itu, tapi sedapatnya ia bertahan agar tidak
terpancing bicara oleh lawan, Namun sekarang badan sudah dirasakan agak lemas, ia tahu asap
yang terhisap tadi sudah menimbulkan pengaruh di dalam badannya, Apabila dia menghantam si
kakek sekuatnya, tentu ia sendiripun akan jatuh pingsan.
Ko Bok-ya mendapat tahu apa yang terjadi di luar kereta dari laporan si kusir, ia menjadi kuatir
dan berteriak, "Toako! Bagaimana keadaanmu" Kau tidak apa-apa, bukan?"
Suaranya cemas dan sangat gelisah, hati Yu Wi sangat terharu, matanya menjadi basah,
pikirnya bila si nona dapat bergerak sedikit saja, pasti dia akan menerjang kemari untuk
membantunya. Teringat kepada keselamatan Bok-ya, tanpa pikir ia terus berteriak, "Ayolah lekas kalian kabur
saja! Lekas... " belum habis ucapannya, seketika kepala terasa pusing, kontan ia roboh dan tidak
tahu lagi apa yang terjadi.
Keruan Bok-ya sangat kuatir, teriaknya, "Toako! Toako!"
"Siangkong roboh pingsan, lekas kita lari saja " seru si kusir dengan kuatir.
Selagi ia hendak melarikan keretanya, mendadak Ko Bok-ya membentaknya, "Berhenti! Tidak
boleh lari....."
Si kakek berbaju kelabu tadi terbahak-bahak serunya, "Betul juga! Yang bisa melihat gelagat
adalah ksatria sejati! Lebih baik kalian ikut pergi saja bersama kami dan jangan berpikir akan
kabur!" Kerai pintu kereta tersingkap, Ko Bok-ya merambat ke tepi pintu dan bertanya dengan suara
terputus-putus. "Ka ... . kalian telah ap... apakan dia?"
Tiba-tiba dilihatnya si kakek berbaju kelabu telah mengempit Yu Wi yang tak sadar itu,
tampaknya hendak dibawa pergi, "Apakah kau ini Ko-siocia kesayangan Tayciangkun?" tanya
kakek itu dengan tertawa.
Bok-ya tidak menjawab, sebaliknya ia lantas mendamprat, "Mana boleh kau perlakukan dia
sekasar itu?"
Mendadak Bok-ya menjerit marah, sebab si kakek terus membanting Yu Wi ke tanah sambil
menjengek, "Hm, apakah hatimu sakit" Merasa berat?"
Bok-ya mendelik murka, tapi sayang, sama sekali ia tak bertenaga dan tidak berdaya apapun,
kalau tidak, bisa jadi kakek itu akan dibinasakan dan dicincangnya,
Si kakek terkekeh kekeh senang, katanya pula, "Aku si "Hek-sim-put-hwe" The Pit-sing
bukanlah manusia yang berhati lunak, Ko-siocia, sebaiknya kau turut perkataanku kalau tidak,
jangan menyesal bila kubinasakan bocah ini."
Mendengar julukan "Hek sim put-hwe" atau manusia berhati hitam tanpa kenal menyesal,
diam-diam Bok-ya merasa ngeri, ucapnya kemudian sambil menghela napas, "Habis apa kehendak
kalian?" Si kakek cengkeram pula tubuh Yu Wi terus dilemparkan ke dalam kereta, jengeknya,
"Pokoknya nanti kau akan tahu sendiri, sekarang tidak perlu banyak bertanya!"
Segera ia melarikan kereta itu ke jalan simpang sana, Bok-ya menurunkan kerai pintu kereta,
hatinya rada terhibur karena Yu Wi berada di sampingnya meski dalam keadaan tak sadar seperti
orang mati. Kereta dilarikan dengan sangat cepat. Dengan segala daya upayanya tetap Bok-ya tidak dapat
membikin Yu Wi siuman. ia tidak tahu pemuda itu terbius oleh racun apa, tiba-tiba teringat
olehnya Yu Wi menyimpan Pi-tok-cu, mutiara penolak racun, cepat ia meraba baju anak muda itu
dan mengeluarkan mutiara itu serta diletakkan di depan hidungnya.
Pi-tok-cu itu berwarna hitam gelap, tampaknya tidak berharga, tapi mengeluarkan semacam
bau harum yang tipis dan aneh, bau harum inilah yang dapat menawarkan dan menolak racun.
Hanya sebentar saja siumanlah Yu Wi, tentu saja Ko Bok-ya kegirangan, dirangkulnya anak
muda itu dan dibisikinya, "Jangan bersuara, carilah akal untuk melarikan diri."
Berada dalam pelukan si nona yang harum dan lunak, seketika pikiran Yu Wi melayang-layang
dan terangsang, tanpa terasa ia pun memeluk sekuatnya.
Karena dipeluk, wajah Bok-ya menjadi merah, tapi timbul semacam perasaan yang sukar
dijelaskan dengan suara gemetar ia berbisik, "Kau... jangan kau..."
Kereta itu diperlengkapi dengan segala peralatan yang mewah dan menyenangkan ditambah
lagi guncangan yang seolah-olah berirama yang mudah menimbulkan aspirasi yang bukan-bukan.
Sekonyong-konyong kereta itu berguncang keras satu kali sehingga Yu Wi terkejut dan cepat
melepaskan tangannya, diam-diam ia mencela perbuatan sendiri yang tidak semestinya itu.
Ia coba menggigit ujung lidah, lalu mengerahkan tenaga sekuatnya, tapi meski sudah
berusaha sebisanya, tenaga tetap sukar terkumpul, ingin bangun berduduk saja tidak sanggup.
Sampai agak lama barulah rasa malu Bok-ya rada berkurang, ia tanya, "Bagaimana kau?" Yu
Wi menggeleng kepala. "Apakah ada kesukaran?" kata Bok-ya pula dengan menunduk.
"Betapapun harus berdaya upaya untuk melarikan diri.
"Tapi sama sekali aku tidak bertenaga," ujar Yu Wi dengan menyesal.
"Hilang sama sekali tenagamu?" tanya Bok ya dengan suara tertahan.
Yu Wi diam saja, diam-diam ia berusaha mengerahkan tenaga lagi, tenaga yang biasanya
terpusat pada pusar atau perut.
Melihat Yu Wi berusaha menghimpun tenaga hingga muka merah, tahulah Bok-ya bahwa
tenaga dalam anak muda itu memang benar-benar punah, Mau-tak-mau ia mengeluh,
"Keadaanmu sekarang ternyata serupa denganku."
Sampai lama sekali barulah lari kereta itu dihentikan dengan pelahan, lalu Hek-sim-put-hwe
The Pit-sing menyingkap kerai dan berseru, "Sudah sampai tempat tujuan, ayolah turun!"
Melihat Yu Wi hanya melotot saja padanya, The Pit-sing berkata pula, "Hehe, cepat juga kau
mendusin!"
Nadanya tidak kuatir sedikit pun, seakan-akan sudah tahu biarpun Yu Wi sudah siuman juga
takkan mampu melawan atau bertindak apapun.
Dari sana datang seorang dan menegur, "The toako, siapa yang kau ajak kemari?"
"Coba kau terka," jawab The Pit-sing dengan tertawa.
Orang itu pun ikut tertawa, Jawabnya, "Wah, mana dapat kuterka..."
The Pit-sing terus menjulurkan kedua tangannya ke dalam kereta, satu tangan satu orang, Yu
Wi dan Bok-ya diseretnya keLuar.
Dalam pada itu hari sudah gelap, terdengar The Pit-sing berkata pula kepada kawannya itu,
"Marilah masuk ke dalam rumah saja, mereka berdua juga kenalan-lamamu."
Orang itu tertawa terkekeh, katanya, "Memangnya siapa mereka" Masa kenalan-lama diriku si
Hoa-lomo?"
Bok-ya merasa suara orang sudah pernah dikenalnya, kini setelah mendengar orang menyebut
namanya sendiri, maka tahulah dia bahwa orang ini termasuk salah seorang Hoa-bun-jit-tok yang
mengadu tangan dengan dirinya tempo hari.
Di dalam rumah sana cahaya lampu terang benderang, itulah sebuah ruangan pendopo, di
bagian tengah adalah sebuah meja panjang, The Pit-sing melemparkan Yu Wi dan Bok-ya ke atas
meja itu, serunya dengan tertawa, "Nah, Hoa-laute, kenal tidak?"
Melihat Yu Wi dan Ko Bok-ya secara mendadak, Hoa-lomo berteriak terkejut, "Hah, mereka?"
The Pit-sing bergembira, katanya, "Kemarin dulu setelah kudengar cerita Hoa-laute bahwa Kosiocia
telah terkena racun biru hantu saudara kalian, segera kupikir bahwa di dunia ini tidak ada
obat penawar racun biru hantu tersebut, hanya si tua bangka Kian su-put kiu itu yang dapat
dimintai pertolongan, maka buru-buru kudatang ke Ki-yong-koan, sungguh kebetulan, dengan
tepat kupergoki mereka, maka dengan sedikit akal dapatlah kutawan mereka, Kalau Dibicarakan,
aku harus berterima kasih kepada Hoa-laute yang telah menyampaikan kabar padaku, kalau tidak
tentu takkan kuketahui mereka pasti akan keluar Ki-yong-koan dan pergi ke tempat si tua bangka
she Su." Hoa-lomo tertawa, katanya, "Lalu cara bagaimana The-toako akan membereskan mereka?"
?"Karena Hoa-laute yang menyampaikan berita ini padaku sehingga dapat kutawan mereka,
maka hasilnya juga kita bagi secara adil saja, biarlah Ko-siocia serahkan padaku dan yang lelaki itu
kuserahkan padamu, sekarang dia sudah mengisap "Sin-sian-to" (dewa pun roboh). Meski siuman
juga diperlukan waktu 13 hari lagi baru dapat pulih tenaga dalamnya, Maka terserah padamu cara
bagaimana akan kau bereskan dia untuk membalas sakit hati saudaramu, sama sekali aku tidak
akan ikut campuri"
Hoa-lomo bergelak tertawa, ucapnya, "Terima kasihlah kalau begitu."
Segera ia mendekati Yu Wi dan mencengkeramnya.
Melihat Yu Wi hendak dipisahkan dengan dirinya, Bok-ya menjadi cemas, teriaknya murka,
"Lepaskan dia! Berani kau ganggu seujung rambutnya, pada suatu hari tentu akan kubikin kau
mati tak dapat, hidup pun tidak."
Hoa-lomo bergelak tertawa, ejeknya, "Siocia yang manis, kau sudah seperti daging di depan
mulutku, untuk apa kau bicara segalak ini" Lagi pula usiamu paling banyak tinggal tujuh atau
delapan hari lagi, masa masih omong besar untuk membela bocah ini, haha, sungguh lucu!"
Habis berkata, sekali hantam ia bikin Yu Wi terlempar ke pojok dinding sana.
Melihat Yu Wi terbanting cukup keras, sakit hati Bok-ya, dengan murka ia mendamperat pula,
"Hoa-lomo, bilamana tidak disergap oleh pukulan berbisa, tidak mungkin pasir berbisa itu dapat
mengenai diriku, lebih-lebih takkan mati kutu seperti sekarang ini, Ya, sakit hati ini pasti akan
kubayar berlipat ganda selama nona masih diberi kesempatan hidup di dunia ini."
"Tapi sayang waktu hidup Ko-siocia sudah tidak ada lagi, makanya aku Hoa-lomo juga tidak
perlu gentar lagi kepada gertakanmu . . . . " ejek Hoa-lomo. lalu bergelak tertawa pula.
Ko Bok-ya membiarkan orang tertawa sepuas-nya, habis itu barulah ia berkata pula, "Tapi
kalau sekarang kau lepaskan Toakoku, kelak nona tidak akan dendam pada kejadian ini, bahkan
berjanji selama hidup ini akan membantu kau tiga kali."
Hoa-lomo tampak melengak, katanya kemudian, "Lomo percaya penuh Siocia sanggup
membantu tiga kali padaku, hal ini memang sesuatu yang luar biasa dan sukar dicari, Tapi
urusannya harus dikembalikan kepada persoalan yang sebenarnya, bilamana racun biru ini sudah
bekerja, jiwa Siocia terus melayang, lalu siapa yang akan membantu tiga kali padaku?"
Bok-ya pikir dalam waktu delapan hari memang dirinya sukar diselamatkan bilamana tidak ada
orang yang mengantarnya ke Siau-ngo-tay-san, jangankan membantu orang tiga kali, bertemu lagi
dengan Yu Wi saja tidak dapat.
Didengarnya Hoa-lomo berkata pula, "Maka-nya kubilang, sebaiknya Siocia berpikir bagi dirinya
sendiri saja dan jangan urus bocah itu. Dia telah membinasakan lima orang saudaraku, sakit
hatiku ini harus kubalas."
"Hoa laute," mendadak The Pit-sing menyeletuk "Betulkah Ko-siocia hanya dapat hidup tujuh
atau delapan hari saja?"
"Mestinya Ko-siocia dapat hidup lagi selama 15 hari, sejak kejadian itu, sudah tujuh hari
mereka menempuh perjalanan ke sini, dengan sendirinya sisanya tinggal delapan hari lagi."
"Benarkah racun biru hantu ini memang tidak dapat dipunahkan?" tanya The Pit-sing pula.
"Kungfu penggunaan racun keluarga Hoa tiada bandingannya di dunia ini, setiap racun di
dunia ini pasti kami kenal dan juga pasti dapat membuatnya, hanya racun biru hantu saja, meski
Hoa bun kami sudah membuka segala macam kitab racun tetap tidak dapat menemukan catatan
cara bekerja racunnya, dengan sendirinya obat penawarnya tidak dapat kami buat."
"Jika demikian, terlalu sedikitlah nilai Ko-siocia yang dapat kita manfaatkan," ujar The Pit-sing
dengan menyesal.
Ko Bok-ya tidak paham apa yang dimaksudkan nilai pemanfaatan dirinya, cuma diam-diam ia
sudah mengambil keputusan, apabila musuh terlalu mendesak, jalan satu-satunya baginya adalah
membunuh diri. Tapi didengarnya Hoa-lomo menjawab dengan tertawa, "Ah, tidak demikian halnya, Kukira Kosiocia
masih cukup berharga untuk kita manfaatkan sekalipun umurnya tinggal delapan hari saja."
"Sebenarnya ada maksudku akan mengantar Ko-siocia ke negeri Kaujang.
Belum habis ucapan The Pit-sing, Hoa-lomo berkata sambil menggeleng, "Bila Ko-siocia diantar
ke negeri Kaujang dalam keadaan hidup tentu nilainya tidaklah sedikit Tapi bila setiba di sana dia
sudah berubah menjadi mayat, maka satu peser pun takkan laku, jadi sama sekali tidak berharga
untuk dimanfaatkan."
Tiba-tiba terdengar suara langkah orang dari ruangan belakang, masuklah belasan orang yang
berbaju warna-warni, di bawah cahaya lampu, warna baju mereka yang menyolok itu tampak
gemerdep menyilaukan.
Mereka membawa makanan dan minuman, semuanya ditaruh di atas meja panjang itu.
Sekarang The Pit-sing juga sudah ganti pakaian berwarna-warni, dia angkat Ko Bok-ya dan
didudukkan di suatu kursi, katanya dengan gelak tertawa, "Kaupun makan sedikit, jangan sampai
kelaparan, bisa jatuh sakit!"
Sia-sia Ko Bok-ya memiliki kungfu maha tinggi, tapi tidak bertenaga sama sekali, terpaksa
diperlakukan sesuka orang, Padahal sejak kecil dia hidup senang dan dimanjakan, mana pernah
dihina dan dianiaya orang lain" Maka meneteslah air matanya dan tiada napsu makan, dia duduk
termenung, hanya terkadang memandang ke arah Yu Wi yang meringkuk di pojok sana.
Bagaimana nasib Yu Wi dan Ko Bok-ya selanjutnya" Cara bagaimana mereka akan lolos dari
cengkeraman musuh"
Apakah Ko Bok-ya akan sembuh dalam waktu delapan hari yang masih tersisa"
- Bacalah jilid ke- 6 -
Jilid-6 Hoa-lomo dan belasan orang berbaju warna-warni itu ikut duduk di samping.
"Setelah sibuk sehari suntuk, tentu sudah kelaparan ayolah makan, lekas!" kata The Pit-sing.
Segera ia mendahului mencomot santapan dengan sumpitnya.
Menyusul belasan orang itu juga makan minum dengan lahapnya, tampaknya mereka memang
sudah kelaparan.
Sambil menghirup araknya dengan pelahan, Hoa lomo berkata, "Jika kuantar Ko-siocia pulang
kepada ayahnya dalam delapan hari ini, hasilku pasti tidak sedikit."
"Apa maksud ucapanmu ini" tanya The Pit-sing sambil menggeragoti sepotong paha ayam.
"Kau tahu Ko-siocia adalah puteri kesayangan Tay-ciangkun dan memandangnya melebihi jiwa
sendiri." tutur Hoa-lomo dengan tertawa, "Berdasarkan sandera ini kan dapat kita memerasnya,
masa sang Tayciangkun takkan membayar sesuai permintaan kita"!"
Sambil meraih lagi paha ayam yang laki dan digeragoti, The Pit-sing berkata, "Betul juga
gagasanmu ini, tadi juga sudah kupikirkan hal ini, hanya pelaksanaannya yang masih harus
dipertimbangkan, supaya kita dapat menerima pembayaran secara aman."
Hoa-lomo mengangkat poci dari menuangkan arak di cawan The Pit-sing, lalu berkata, "Ada
suatu akalku yang sangat bagus, tanggung aman tanpa perkara...."
"Oo" Akal apa?" tanya The Pit-sing.
Dengan mengulum senyum Hoa-lomo menuangkan arak satu persatu, bagi belasan orang
berbaju warna-warni itu, cara menuangnya dengan tangan kiri menyunggih pantat poci dan
tangan kanan memegang kuping poci, habis menuang barulah ia bicara dengan penuh misterius,


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Akalku ini kutanggung takkan meleset, sekalipun di istana Tayciangkun sana penuh jago kelas
satu juga tak dapat mengapa-apakan kita, terpaksa mereka melongo menyaksikan kita kabur
dengan menggondol harta benda bagian kita, akhirnya yang mereka dapatkan hanya sesosok
tubuh yang sudah sekarat...."
The Pit-sing membuang tulang paha ayam, tanyanya dengan girang, "Benarkah sebagus ini
akalmu?" "Masa akal Hoa-lomo perlu diragukan lagi?" jawab Hoa-lomo sambil bergelak tertawa dan
menuang arak di cawannya sendiri, "Marilah kita habiskan secawan bersama, semoga usaha kita
berhasil dan mendapat rejeki nomplok!"
Diiming-iming dengan rejeki nomplok, siapa lagi yang tidak tertarik, tanpa disuruh lagi
semuanya mengangkat cawan dan berteriak, "Mari minum!"
Hanya sekejap saja isi cawan sudah habis tertenggak. Tapi The Pit-sing hanya minum seceguk
saja, lalu bertanya, "Sesungguhnya bagaimana akalmu yang bagus itu, coba jelaskan, supaya
semua orang tahu...."
Belum habis ucapannya, mendadak terdengar suara "blak-bluk" di sana-sini, belasan orang
berbaju warna-warni itu sama roboh terjungkal mendadak The Pit-sing juga merasa perutnya sakit
seperti dipuntir-puntir, keruan ia terkejut, teriaknya "He, Hoa . . . mengapa kau taruh racun di . . .
di dalam arak"!"
Hoa-lomo menyeringai jawabnya, "Nah, tahu tidak kau, akal bagus yang kumaksudkan ini
adalah mampusnya kalian ini. Kalau kalian tidak mampus, cara bagaimana Hoa-lomo akan
mendapatkan anak dara ini dan berpahala besar?"
"Ke... keji amat kau..." hanya kata-kata ini saja yang sempat tercetus dari sela-sela gigi The
Pit-sing habis itu ia tidak tahan lagi dan roboh terkapar.
Ko Bok-ya juga menyaksikan itu dengan jelas, mendadak iapun berkata, "Sungguh keji!"
"Kalau tidak keji bukanlah lelaki," kata Hoa lonio sambil menyeringai "Bila kuantar kau
kekerajaan Iwu akan berarti pahala besar bagiku."
"Apa gunanya kau antar mayatku ke sana?" kata Bok-ya dengan menghela napas.
"Hahahaha!" mendadak Hoa-lomo bergelak tertawa, "Nyata, kalian telah kena kutipu
seluruhnya, Meski racun biru hantu itu memang maha lihay, tapi keluarga Hoa telah berhasil
meracik satu resep rahasia yang dapat menahan bekerjanya racun selama beberapa bulan, Dalam
waktu sekian lama, tentu kau dapat diperalat oleh pihak kerajaan Iwu untuk menundukkan
ayahmu, jika semuanya itu berlangsung dengan lancar, bukankah aku yang akan berjasa besar?"
Pada saat itulah terdengar di kejauhan ada orang berseru, "Lomo! Lorno!"
Lomo artinya si bontot, sebab Hoa-lomo dalam urutan persaudaraan keluarga Hoa memang
saudara buncit.
Maka Hoa-lomo lantas menjawab, "Aku berada di sini, Suko (kakak ke empat)"
Seorang tampak masuk dengan tergesa-gesa, waktu Bok-ya mengawasinya, kiranya si
pembunuh yang berwajah buas itu, yaitu orang ke empat dari Hoa-bun-jit tok, namanya Hoa
Ceng-sim. Meski mukanya kelihatan buas, tapi hatinya paling baik.
Melihat keadaan di dalam ruangan itu, Hoa Ceng-sim terkejut, tanyanya, "He, terjadi apa?"
Hoa lonio menyongsong kedatangan saudaranya itu, tuturnya, "Waktu kusuguhi arak mereka,
diam-diam kugunakan tangan kiri untuk memegang pantat poci dan merembeskan racun telapak
tanganku ke dalam arak, hanya sekejap saja belasan jago Cay-ih-kau (agama baju warna-warni)
ini telah kubinasakan."
Hoa Ceng-sim merasa bingung, tanyanya, "Aneh, bukankah kau yang berkeras mengajak
diriku ke sini untuk minta bantuan Cay-ih-kau agar membantu menuntut balas bagi kita, kenapa
sekarang malah kau bunuh tokoh-tokoh agama mereka" Jika sampai diketahui Kaucu, wah..."
"Suko, coba lihat siapakah anak dara yang berada di sana itu?" sela Hoa-lomo.
Waktu Hoa Ceng-sim berpaling, ia berseru terkejut, "He, Ko siocia!"
"Dan tahukah Suko siapakah orang itu?" tanya Hoa-lomo pula sambil menuding Yu Wi yang
meringkuk di pojok sana.
"Memangnya siapa?" tanya Hoa Ceng-sim dengan ragu.
Belum lagi Hoa-lomo menjelaskan, sekonyong-konyong tertampak Yu Wi merangkak bangun
dan mendekat dengan langkah yang mantap, dengan wajah kereng ia berucap, "lalah aku, Yu Wi!"
Sekali ini Hoa-lomo benar-benar kaget setengah mati, dengan gemetar ia berkata, "He, bu . . .
bukankah kau telah . . . telah mengisap Sin-sian-to?"
Dia cukup kenal betapa lihaynya jimat Cay ih-kau, yaitu "Sin-sian-to", kalau mengisap dupa
bius itu, biarpun maha sakti juga sukar bergerak sebelum lewat 13 hari. Tapi sekarang keadaan Yu
Wi kelihatan sehat walafiat, seperti tidak pernah terjadi apa-apa, hal ini sungguh aneh dan
mengejutkan. Seballiknya Ko Bok-ya menjadi girang, serunya, "Toako, apakah berkat Pi-to-cu lagi yang
menyembuhkan dirimu?"
Mendengar nama Pi-to-cu, Hoa-lomo tampak kaget, disangkanya tenaga dalam Yu Wi juga
sudah pulih, padahal ia sudah menyaksikan sendiri betapa lihay kungfu Yu Wi, ia merasa dirinya
pasti bukan tandingan anak muda itu.
Yu Wi mengangguk pelahan tanpa menjawab, ia terus mendekati Ko Bok-ya, nona itu
dipondongnya, tapi ketika berdiri lagi, tanpa kuasa ia bergeliat sedikit.
Sedikit kejadian itu sudah dapat dilihat dengan jelas oleh Hoa Ceng-sim dan Hoa-lomo, mereka
tahu tenaga dalam Yu Wi belum lagi pulih seluruhnya.
Sebagai seorang Kangouw kawakan, rasa takut Hoa-lomo tadi lantas lenyap. dengan tertawa
ia berkata, "Hehe, sebaiknya kalian berduduk saja di situ dan jangan sembarangan bergerak"
Berubah air muka Yu Wi, ia tahu kelemahannya telah diketahui lawan, Kiranya tadi selagi
orang lain tidak memperhatikan dia, diam-diam ia taruh Pi-tok-cu di depan hidung dan
menciumnya keras-keras, bau Pi-tok-cu ini dapat menawarkan segala macam racun, dan memang
betul, setelah mengisap baunya sekian lama, akhirnya ia merasa tenaga mulai timbul, hanya saja
tenaga murni Lwekangnya tetap sukar dikerahkan.
Mestinya ia ingin mengisap lebih lama lagi bau Pi-tok-cu itu, tapi keadaan mendadak berubah
gawat, terpaksa ia harus bertindak dan menyelamatkan Ko Bok ya. Siapa tahu kelemahannya
tetap juga diketahui Hoa-lomo, ia menjadi sedih dan kuatir.
Di luar dugaan, mendadak Hoa Ceng-sim berkata padanya, "jangan berhenti, jalan terus!"
Keruan Hoa-lomo terkejut, serunya, "He, apa katamu, Suko?"
"Kusuruh mereka lekas lari," sahut Hoa Ceng-sim dengan suara tertahan, "Bila terlambat dan
diketahui Cay-ih-kaucu, tentu sukar untuk lolos lagi."
"Apa kau sudah gila, Suko?" seru Hoa-lomo dengan gusar, "Apakah kau lupa cara bagaimana
kematian kelima saudara kita?"
"Ku tahu dan sakit hati ini harus kita balas," jawab Hoa Ceng-sim. "Tapi tempo hari merekapun
mengampuni kematian kita, bahkan mengembalikan jenazah saudara-saudara kita, maka budi
kebaikan ini juga harus kita balas."
Sampai di sini ia lantas berpaling ke arah Yu Wi dan berseru, "Seorang lelaki harus dapat
membedakan antara budi dan benci dengan jelas, budi kebaikanmu ketika berada di istana
Tayciangkun tempo hari sudah kubalas, Lain kali bila kepergok lagi asalkan terjatuh lagi ke tangan
kami, jangan menyesal bila kami tidak sungkan lagi."
"Lelaki teladan," puji Yu Wi sambil menoleh "sampai bertemu lagi!"
Hoa-lomo menyaksikan kepergian Yu Wi dengan memondong Ko Bok-ya, ia tidak berani
mengejar tapi ia masih berusaha merangsang pikiran Hoa Ceng-sim, katanya, "Sayang, sungguh
sayang! Coba kalau Ko-siocia kita antar ke Iwu, maka keluarga Hoa kita segera akan kaya raya,"
"Tapi kalau menuruti kehendak orang Cay-ih-kau dan mengantarnya ke negeri Kau-jang,
lantas siapa yang menarik keuntungannya?" jengek Hoa Ceng-sim,
Hoa-lomo menjadi bungkam dan tak berani bersuara lagi,
o0o-- n-oOo- Somentara itu Yu Wi telah meninggalkan sarang Cay-ih-kau dengan membawa Ko Bok-ya,
lantaran Lwekangnya belum pulih, ia tidak dapat menggunakan Ginkang atau ilmu mengentengkan
tubuh untuk berlari cepat, terpaksa ia memilih jalan kecil yang sepi dan melanjutkan pelariannya.
Dengan susah payah akhirnya sudah ratusan li dapat ditempuhnya. Setiba di tepi sebuah telaga,
saking lelahnya ia jatuh tak sadarkan diri.
Entah sudah berapa lama lagi ketika ia merasakan mukanya rada dingin, segera ia membuka
mata, terlihatlah Ko Bok-ya duduk di sampingnya dengan tersenyum simpul, tangannya yang putih
bersih itu kelihatan masih basah.
"Sudah kenyang tidur?" tanya si nona dengan suara lembut dan wajah berseri-seri.
Yu Wi mengangguk pelahan, sahutnya dengan tertawa, "Tidur sudah cukup, cuma seluruh
badan terasa lemas, juga haus, ingin minum."
Segera ia merangkak bangun dan bermaksud meraup air telaga untuk diminum, namun Bok-ya
lantas menahannya dan berkata, "Jangan bangun dulu, rebah dan istirahat lagi sebentar, akan
kuambilkan air untukmu."
Melihat si nona bermaksud baik, terpaksa Yu Wi berbaring pula, Lalu Bok-ya menggunakan
kedua tangannya untuk mencakup air yang segar itu dan dialirkan ke mulut Yu Wi.
Sambil minum air yang segar dan melihat tangan si nona yang putih bersih, Yu Wi bertanya
dengan tertawa, "Apakah kita sudah berada di surga dewa".
Bok-ya menggeleng dan mengomel manja, "Bukan, ini adalah surganya manusia."
"Kenapa begitu?" tanya Yu Wi dengan tersenyum.
"Sebab... sebab kita kan manusia dan bukan dewa..." habis berkata, Bok-ya tidak berani lagi
memandang Yu Wi, ia berpaling dan bermainkan air telaga.
Diam-diam Yu Wi meresapi arti ucapan si nona, ia jadi teringat kepada perbuatannya terhadap
si nona di dalam kereta tempo hari. Tanpa terasa hatinya berguncang, seketika ia termangumangu
memandangi profil si nona.
Bok-ya meraup air lagi, ketika berpaling dan melihat Yu Wi terkesima memandangi dirinya,
dengan manja ia mengomel pula, "Tidak boleh melihat, tidak boleh melihat! pejamkan matamu..."
Yu Wi memang penurut segera ia memejamkan matanya, Bok-ya lantas menyuapinya lagi
dengan air, tanyanya dengan suara rada gemetar, "Meng... mengapa kau pandang aku cara
begitu?" Suaranya yang rada gemetar itu kedengaran sangat menggetar sukma, Yu Wi pegang tangan
yang halus itu. Secara di bawah sadar Bok-ya menarik tangannya sedikit, tapi lantas diam saja dan
dibiarkan tangannya dipegang...
Selagi kedua orang itu asyik masyuk, mendadak terdengar suara lengking tawa seorang,
"Mesra benar di tengah siang bolong begini, apakah tidak malu"!"
Serentak Yu Wi bangun berduduk, Ko Bok-ya terkejut dan segera membentak, "Siapa itu?"
Maka tertampaklah dari hutan di sebelah sana muncul seorang perempuan berambut ubanan,
berbaju kuning, dan pelahan sedang mendekati mereka, dairi air mukanya dapat diduga
kedatangannya pasti tidak bermaksud baik.
Cepat Yu Wi berdiri dan mengadang di depan Bok-ya, lalu menegur, "Siapa kau" Untuk apa
kau datang kemari?"
Meski rambut perempuan itu sudah ubanan seluruhnya, tapi mukanya masih terawat halus,
perawakannya juga semampai, dapat dibayangkan di masa dahulu pasti seorang perempuan
cantik, dia berhenti kira-kira satu tombak di depan Yu Wi, mendadak iapun menegur, "Siapa kau?"
Yu Wi melenggong, katanya, "Belum lagi kau jawab pertanyaanku kenapa kau berbalik tanya
siapa diriku?"
"Huh, tidak kau katakan juga kutahu, kau she Yu bukan?" jengek perempuan ubanan itu
dengan suara galak, perasaan Yu Wi memang lembut, segera ia menjawab, "Ya, Wanpwe
memang she Yu, apakah cianpwe kenal ayahku?"
Seketika air muka perempuan ubanan itu berubah hebat, dengan gusar ia berteriak, "Bagusl
Ternyata benar kau she Yu, kau anak perempuan hina itu, bukan?"
Mendengar ibunya dicaci-maki, kontan Yu Wi balas mendamperat, "Gila, orang gila!
Memangnya siapa perempuan hina" Kau sendirilah perempuan hina dina!"
Perempuan ubanan itu jadi melengak karena dirinya berbalik dimaki sebagai perempuan hina,
ia tidak marah, tapi air mata lantas bercucuran malah, keluhnya sambil menangis, "Ya, aku ini
perempuan hina, entah sudah berapa kali kau maki aku sebagai perempuan hina!"
Setelah memaki dan melihat orang sedemikian berduka, Yu Wi menjadi tidak enak hati, cepat
ia berkata pula, "Maaf bila ku salah omong, Wanpwe berjanji takkan memaki padamu lagi."
Perempuan ubanan itu menggeleng, katanya, "Tapi sudah terlalu banyak kau maki diriku,
hatiku sudah remuk rendam karena makianmu, biarpun kau maki lebih banyak lagi juga tidak
menjadi soal bagiku."
Yu Wi jadi melenggong, ucapnya, "Wanpwe baru saja salah omong satu kali, sebelum ini
bilakah pernah kumaki dirimu?"
Semula perempuan ubanan itu menangis dengan menunduk, kini mendadak ia angkat
kepalanya dan menatap Yu Wi lekat-lekat, ucapnya dengan menyesal "O, yang kumaksudkan
ialah... ialah ayahmu, dia... dia..."
"Cianpwe kenal ayahku?" tanya Yu Wi.
Pandangan perempuan ubanan itu seperti kabur dan seperti sedang mengenangkan apa-apa,
ka tanya kemudian, "Bukan saja kenal ayahmu, bahkan sangat akrab, justeru rambutku ini
berubah menjadi putih seluruhnya dalam waktu setahun gara-gara dia."
Yu Wi coba mengamati rambut orang yang putih perak itu, sungguh tidak seimbang dengan
usianya yang baru setengah baya, Tampaknya dia baru berumur 40-an dan mestinya rambutnya
belum waktunya ubanan. Diam-diam ia merasa heran, pikirnya, "Masa lantaran ayah sehingga
rambutnya ubanan secepat ini?"
Tapi iapun menyangsikan keterangannya ia coba bertanya, "Jika cianpwe kenal ayahku,
apakah engkau mengetahui siapa nama beliau?"
"Namanya?" perempuan ubanan itu tertawa pedih. "masa namanya dapat kulupakan" entah
berapa puluh kali setiap hari ku sebut namanya secara diam-diam, mana bisa kulupakan
namanya!" "Coba sebutkan namanya, bisa jadi orang yang kau anggap kenal bukanlah ayahku."
"Dia bernama Yu Bun-hu, masa kau berani menyangkal dia bukan ayahmu?" seru perempuan
itu sambil tertawa melengking.
"Betul, beliau memang ayahku," kata Yu Wi sambil mengangguk sedih, "Dan siapakah
cianpwe, mengapa rambutmu berubah menjadi putih gara-gara ayahku?"
"Him Kay-hoa, namaku Hjm Kay-hoa, pernahkah ayahmu menyebut nama ini kepadamu?"
ucap perempuan itu dengan suara lembut, Habis bertanya, dengan penuh perhatian ia pandang
Yu Wi, seakan-akan sedang menunggu jawaban anak muda itu yang memuaskan.
Tak terduga Yu Wi lantas menggeleng, katanya, "Tidak selamanya ayah tidak pernah
menyebut namamu, sebelum ini akupun tidak pernah mendengar namamu."
Air muka perempuan itu seketika berubah pucat pasi, jelas sangat kecewa, ucapnya, "O,
selamanya dia tidak pernah menyebut namaku" Tidak pernah bicara tentang diriku"
Melihat kesedihan orang, Yu Wi merasa kasihan, ia coba menghiburnya, "Hendaknya Cianpwe
jangan berduka..."
Mendadak perempuan itu menatap Yu Wi dengan beringas katanya dengan gemas, "Dia tidak
pernah menyebut namaku, yang disebutnya tentu hanya nama ibumu, bukan?"
Sejak kecil Yu Wi tidak pernah melihat sang ibu, bilamana ayahnya bercerita tentang ibunya
tentu berkata, "lbumu sudah meninggal dunia, dia adalah perempuan yang paling cantik di dunia,
namanya Tan Siok-cin."
Teringat kepada masa kecilnya dan cerita tentang ibunya, Yu Wi menjadi berduka, Sahutnya,
"Ya, dengan sendirinya ayahku melulu menyebut nama ibuku saja, masa beliau perlu menyebut
namamu" Lagi pula, ibuku adalah perempuan paling cantik di dunia, betapapun ayah tidak nanti
memikirkan perempuan lain."
Ucapan ini benar-benar melukai perasaan si perempuan ubanan alias Him Kay-hoa, seketika ia
menjadi murka, kontan sebelah tangannya menggampar, Yu Wi tidak sempat mengelak, "plok",
dengan tepat mukanya tertampar.
Sungguh aneh dan cepat luar biasa gerak tamparan perempuan ubanan ini, jangankan tenaga
dalam Yu Wi sekarang memang belum pulih, sekalipun dalam keadaan normal juga sukar baginya
untuk menghindar. Maka ketika untuk kedua kali nya Him Kay-hoa menampar pula, ia malah tidak
mau mengelak, ia pikir biarkan saja kau pukul sepuasmu.
Maka terdengarlah "plak-plok" beruntun-runtun, Him Kay-hoa benar-benar menampar tanpa
berhenti, dalam sekejap saja muka Yu Wi menjadi bengap.
Keruan yang merasa kesakitan adalah Ko Bok-ya, sekuatnya ia berdiri dan berteriak, "He,
berhenti, berhenti!"
Tapi berdirinya tidak kuat, baru saja menegak, "bluk", ia jatuh terguling, namun suara
teriakannya tidak berhenti, ia masih terus menjerit hingga suaranya serak.
Sembari menampar Him Kay-hoa juga memandang Ko Bok-ya dengan heran, setelah Ko Bokya
sudah kehabisan suara barulah ia berhenti memukul. Meski mulut Yu Wi penuh darah, tapi dia
masih tetap bandel, tanyanya, "Apakah sudah cukup kau pukul?"
Melihat kebandelan anak muda ini serupa ayahnya, Him Kay-hoa tahu biarpun memukulnya
hingga mati juga dia takkan minta "ampun", Untuk membikin sedih hatinya, jalan paling tepat
adalah menghajar orang yang dicintainya.
Berpikir demikian, mendadak ia berjongkok dan mencengkeram Ko Bok ya sambil menyeringai.
Yu Wi terkejut dan kuatir, cepat ia memburu maju hendak menolong, tapi gerak tubuh Hini
Kay-hoa ternyata sangat cepat, Ko Bok-ya sudah dikempitnya di bawah ketiak dan melayang jauh
ke sana. Seketika sikap bandel Yu Wi tadi lenyap, ia memohon dengan sangat, "Janganlah cianpwe
menyakiti dia!"
Him Kay-hoa mendengus, "Hm, apakah kau tahu cara bagaimana ayahmu memperlakukan
diriku dahulu?"
Meski darah memenuhi mulutnya, namun Yu Wi tidak sempat lagi mengusapnya, ia masih
terus memohon dengan sangat, "Lepaskan dia! Sudilah engkau melepaskan dia! Dia sedang sakit
dan keracunan hebat, tidak kuat dikempit sekeras itu olehmu..."
Tapi Him Kay-hoa malah sengaja mengempit dengan lebih keras, saking kesakitan hingga Ko
Bok-ya mengeluh tertahan dengan mandi keringat dingin, namun Him Kay-hoa sama sekali tidak
ambil pusing, ia malah mendengus pula, "Tidak perlu kau memohon, semakin kau memohon,
semakin kuperlakukan dia secara sadis."
Yu Wi menjadi takut dan benar-benar tidak berani bersuara lagi, terpaksa ia pandang KoBokya
dengan sorot mata yang penuh rasa kasih sayang tak terhingga.
"Sekarang hendaklah kau dengarkan suatu "kisah yang akan kuceritakan," kata Him Kay-hoa.
Yu Wi mengangguk, asalkan Ko Bok-ya tidak disiksa, urusan apa pun akan diterimanya.
Maka terdengarlah Him Kay-hoa mulai berkisah dengan nada yang mendadak berubah sedih.
"Aku ini adalah perempuan yang paling kasihan di dunia ini, tatkala kucintai seorang lelaki
dengan sepenuh jiwa-ragaku, lelaki itu justeru mencintai seorang perempuan lain yang bermuka
buruk." "Dengan segala daya upaya kuharapkan dia akan mencintai diriku dan jangan menyukai
perempuan yang buruk rupa itu, bahkan kuperlakukan dia dengan baik, kurela menderita baginya,
yang kuharap hanya dia mau kembali padaku dan mencintai diriku, siapa tahu dia berbalik memaki
aku sebagai perempuan hina dan menyuruh aku jangan menggangu dia lagi."
"Tapi kubiarkan dimaki dan entah sudah berapa kali dia mencaci-maki diriku, yang kuharapkan
pada suatu hari dia akan mencintai lagi diriku, seperti halnya dia mencintai aku sebelum dia


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertemu dengan perempuan buruk itu, siapa tahu.... siapa tahu harapanku itu tetap hampa belaka
dan tidak pernah muncul, sebaliknya dia malah menikah dengan perempuan buruk rupa itu."
"Ketika menerima kabar itu, sungguh aku sangat berduka, aku menjadi putus asa dan tidak
ingin hidup lagi, hancurlah penghidupanku tidak sampai setahun rambutku telah ubanan
seluruhnya, badanku juga lemah dan penyakitan, hampir saja kumati, Tapi setahun kemudian
kuterima berita pula bahwa perempuan buruk itu telah meninggalkan dia dan hanya meninggalkan
seorang orok yang baru berumur sebulan"
Sampai di sini, air muka Yu Wi rada berubah hampir saja ia bersuara membantahnya. Tapi
demi melihat Ko Bok-ya yang berada dalam kempitan orang juga asyik mendengarkan, sedapatnya
ia menahan perasaannya dengan mendengarkan terus cerita orang.
Terdengar Him Kay-hoa bergumam seperti mengenang kejadian masa lampau, "Setelah
kuterima berita itu, buru-buru kususul ke sana, maksudku hendak menghiburnya, tak terduga
maksud baikku itu telah dibalas dengan sikap ketus, aku seperti diguyur oleh air dingin, hatiku
tersiram hingga luluh, teringat olehku ucapannya waktu itu bahwa isterinya meninggal dunia dan
bukan meninggalkannya dengan hidup, meski isterinya sudah mati, tapi cintanya masih tetap
teguh dan takkan berubah selamanya, Aku disuruh jangan menggodanya lagi dan diusirnya..."
"Coba, dia tega berucap begitu padaku, begitukah harganya cintaku kepadanya selama sekian
tahun" Apakah aku memang tidak berharga untuk mendapatkan cintanya lagi" Sungguh remuk
rendam hatiku, saking pedihnya hatiku, setelah kupikir dan kutimbang, akhirnya kuputuskan akan
melakukan pembalasan padanya...."
Mendengar sampai disini, berubahlah air muka Yu Wi, cepat ia tanya, "Cara bagaimana kau
balas dendam kepada ayahku?" seketika timbul praduganya jangan-jangan Him Kay-hoa ini juga
salah seorang pembunuh ayahnya.
Him Kay-hoa menggeleng, jawabnya dengan menyesal, "Tapi apapun juga pernah kucintai dia
dengan mendalam dan sampai saat inipun belum pernah kulupakan, sebab itulah aku tidak tega
membalas dendam langsung padanya, tapi kubalas dengan cara tidak langsung."
Air muka Yu Wi menjadi tenang kembali, ia pikir mungkin orang tidak termasuk salah seorang
pembunuh ayahnya, Dengan heran ia lantas tanya pula, "Membalas dendam secara tidak langsung
bagaimana maksudmu?"
"Begini," tutur Him Kay-hoa, "kutahu selama hidupnya sangat setia terhadap Peng-matayciangkun
sekarang ini, hal itu sama halnya berbakti kepada negara, Maka aku lantas bertindak
secara berlawanan kugabungkan diri dengan negeri asing, yaitu negeri Kau-jang, dengan tugas
khusus membunuh Peng-ma-tayciangkun Ko Siu.
"Sebab, kalau Ko Siu mati, kekuasaan kerajaan ini tentu juga akan goyah, apabila para negeri
wilayah barat sana sama bersatu, kekuatan mereka akan bertambah besar, sebaliknya kerjaan
Tionggoan telah kehilangan panglima perangnya yang paling diandalkan, tentu sukar lagi
menahan serbuan gabungan negeri-negeri barat itu.
Dan bila negara hancur, apa artinya pula bagi kehidupannya ini, aku akan merasa puas jika
dapat kusaksikan dia hidup merana dengan batin tersiksa, dengan begitu sakit hatiku karena tidak
dihiraukan olehnya dapatlah kubalas."
"Ai, caramu membalas dendam agak keterlaluan hendaklah kau sadari bahwa kau sendiri
adalah bangsa Han, tapi kau rela bekerja bagi negeri asing untuk memusuhi tanah airnya sendiri,
sungguh perbuatanmu ini lebih rendah daripada hewan."
Him Kay-hoa menjadi gusar, bentaknya, "Kurang-ajar! Kau berani memaki aku?"
Mendadak ia melompat maju, kaki kiri menjegal, tangan lain mendorong, kontan Yu Wi jatuh
terjungkal. Sambil rebah di tanah, Yu Wi masih berkata pula, "Pantas ayahku tidak gubris dirimu,
perempuan macam kau memang tidak mungkin disukai oleh lelaki manapun."
Him Kay-hoa tambah murka, dengan alis menegak ia angkat Ko Bok-ya dan berteriak, "Biarlah
tidak jadi kubawa budak ini ke negeri Kau-jang, akan kubanting mampus dia di depanmu, agar
kau saksikan kematiannya yang mengerikan ini, supaya selama hidup takkan kau lupakan kejadian
ini." Yu Wi menjadi kuatir, teriaknya, "He, lepaskan dia! Kalau mampu, ayolah banting mati diri ku,
tapi jangan membunuh orang yang tak berdosa."
Tapi Him Kay-hoa tidak menghiraukan seruannya, Ko Bok-ya diangkatnya tinggi-tinggi terus
dilemparkan sekuatnya.
Yu Wi ingin menolongnya, tapi ia menubruk tempat kosong, tampaknya Ko Bok-ya akan
terbanting mati, sungguh hatinya berduka tak terkatakan.
Untunglah pada detik terakhir, sewaktu tubuh Ko Bok-ya sudah hampir terbanting di tanah,
sekonyong-konyong sesosok bayangan hitam melayang tiba laksana terbang cepatnya, sekali
jambret dapatlah Ko Bok-ya ditarik terus dibawa melayang jauh ke sana, ketika bayangan itu
berdiri tegak, ternyata Ko Bok-ya berada dalam pelukan orang itu tanpa cedera apapun.
Sama sekali Yu Wi tidak menduga Ko Bok ya dapat lolos dari renggutan elmaut, dengan
kegirangan ia memandang ke sana, dilihatnya bayangan hitam tadi adalah seorang perempuan
berbaju hitam dan berambut panjang terurai.
Karena sebagian mukanya tertutup oleh rambutnya sehingga tidak kelihatan bagaimana raut
wajahnya, Namun dari dandanan orang, segera Yu Wi teringat kepada perempuan aneh yang
pernah dilihatnya di daerah terlarang Thian-ti-hu dahulu itu.
Him Kay-hoa juga lantas tahu perempuan berbaju hitam ini pasti seorang kosen setelah
menyaksikan Ginkangnya yang hebat tadi, ia kuatir bukan tandingan orang, maka tidak berani
sembarangan berebut Ko Bok-ya. Hanya dengan suara bengis ia membentak, "Siapa kau" Berani
menyerobot orang yang hendak nona bunuh?"
Sejak dia patah hati terhadap Yu Bun-hu, Him Kay-hoa tidak pernah lagi jatuh hati kepada
lelaki lain, sebab itulah dia masih bertubuh perawan, jadi kalau dia menyebut "nona" pada dirinya
sendiri memang cukup beralasan.
Tanpa bicara perempuan berbaju hitam itu membawa Bok-ya ke depan Yu Wi dan disodorkan
kepadanya. Cepat Yu Wi menyambutnya dan mengucapkan terima kasih, perempuan baju hitam itu
memandang Yu Wi sejenak, lalu mengulap tangan, maksudnya menyuruh anak muda itu lekas lari.
Yu Wi tahu kungfu perempuan berbaju hitam sangat tinggi, jika orang sudah mau
membelanya, maka apapun tidak perlu dikuatirkan lagi. Tanpa memandang Him Kay-hoa, segera
ia melangkah pergi dengan cepat.
Tapi Him Kay-hoa lantas berteriak, "Berhenti! jangan lari!"
Meski mulutnya berteriak, tapi kakinya tidak mengejar, Dia tetap berdiri menghadapi
perempuan berbaju hitam, ia tahu bilamana dirinya bergerak, tentu juga orang itu akan
merintanginya, maka apa gunanya bergerak.
Selagi Yu Wi hendak berlari masuk ke dalam hutan dan kabur bersama Ko Bok-ya, tiba-tiba
dilihatnya dari dalam hutan muncul satu barisan orang berseragam warna-warni dan merintangi
jalan larinya, Yang menjadi kepala barisan itu adalah seorang lelaki setengah umur, berwajah
putih bersih dan memegang kipas, sambil mengebaskan kipasnya lelaki muka putih ini menegur,
"Mengapa buru-buru hendak pergi?"
Yu Wi terkejut dan menyurut mundur bebepa langkah, tanyanya, "Apakah Anda ini Cay-ihkaucu?"
Orang itu menjawab, "Betul, dan Anda sendiri tentunya Yu Wi yang telah membunuh belasan
jago Cay-ih-kay kami?"
Yu Wi menggeleng kepala, katanya, "Cayhe tidak membunuh tokoh Cay-ih-kau kalian, juga
tidak pernah bermusuhan dengan agama kalian, maka kumohon Kaucu sudi memberi jalan lalu
bagiku." Lelaki itu tertawa, katanya, "Tidaklah sulit jika ingin minta jalan padaku, tapi kalau sakit hati
kematian belasan anggota kami tidak kubalas, lalu cara bagaimana aku Ong Su-yong dapat
menancap kaki di dunia Kangouw?"
"Cayhe benar-benar tidak pernah membunuh anggota Kau kalian, mengapa Kaucu tidak
percaya dan tetap menuduh diriku?" kata Yu Wi dengan gegetun.
Orang itu memang Cay-ih-kaucu, ketua agama seragam warna-warni, namanya Ong Su-yong,
dengan menyeringai ia berkata, "Baik, anggaplah kau percaya keteranganmu. Lalu ingin kutanya,
siapakah yang meracun mati mereka" Mustahil mereka meracuni dirinya sendiri, bukan?"
"Kutahu siapa yang meracun mati mereka, tapi hal ini tidak dapat kukatakan, harap suka
memaafkan dan memberi jalan," kata Yu Wi.
Ong Su-yong menjadi gusar, "Kurang-ajar! Ku perlakukan kau dengan sopan, tapi kau malah
berbuat licik. Tidak dapat kau katakan apalagi" jelas kau sendiri yang membunuh anak buahku,
ada saksi hidup di sini."
"Saksi hidup?" Yu Wi menegas dengan tenang.
"Ya, saksi hidup, yaitu Hoa-lomo, masa kau berani menyangkal lagi?" teriak Ong Su-yong.
"Tapi kalau kukatakan pembunuhnya ialah Hoa-lomo dan saksinya aku, apakah Kaucu mau
percaya?" tanya Yu Wi.
?"Hoa-lomo" Dia pembunuhnya?" Ong Su-yong barseru kaget.
Mendadak Him Kay-hoa menimbrung, "Sudahlah, jangan banyak omong lagi dengan bocah itu,
lekas tangkap saja dan antar anak dara itu ke negeri Kaujang dan kita akan berjasa besar, Ayolah,
jangan tertunda lagi, di sini nona yang akan merintangi dia."
Tadinya Ong Su-yong merasa serba susah, tapi demi mendengar dapat menarik keuntungan,
semangatnya terbangkit, katanya segera, "Perduli siapa di antara kalian ini yang menjadi
pembunuh, pokoknya lekas menyerah, boleh kau konfrontasi dengan Hoa-lomo nanti, jika kau
memang tidak bersalah tentu akan kubebaskan kau."
Habis berkata, kesepuluh jarinya terpentang, segera ia mencengkeram pundak Yu Wi.
Berbareng itu barisan berseragam warna-warni itupun mengepung maju.
Dalam keadaan memondong Ko Bok-ya, Lwekangnya juga belum pulih, Yu Wi hanya sempat
berkelit satu-dua kali, lalu tidak sanggup menghindar pula, Hiat to bagian pundaknya kena
dicengkeram Ong Su-yong dan tidak dapat berkutik lagi.
Mendadak si perempuan baju hitam menyurut mundur selangkah, baru saja Him Kay-hoa
hendak menghalaunya, tiba-tiba si baju hitam menyelinap lewat di sampingnya, betapapun sukar
baginya untuk merintanginya.
Ginkang orang yang maha lihai ini membikin Him Kay-hoa melongo kaget sehingga lupa
mengejarnya, Gerak tubuh perempuan baju hitam itu secepat terbang, hanya sekejap saja ia sudah
melayang masuk ke tengah lingkaran kepungan barisan seragam warna-warni itu, terlihat kedua
lengan bajunya yang panjang itu beterbangan, ke mana lengan bajunya mengebut, satu persatu
orang berseragam warna-warni itu roboh tanpa ampun, tiada seorang pun yang mampu menahan
dua kali serangannya.
Ong Su-yong terperanjat cepat ia berseru, "Berhenti! jangan mendekat atau segera
kubinasakan mereka berdua"
Tapi belum habis ucapannya, tahu-tahu tangan sendiri terasa kaku kesemutan, entah cara
bagai mana dan entah kapan tangannya telah kena dikebut oleh lengan baju orang.
Yu Wi sempat melepaskan diri dari cengkeraman musuh, selagi ia hendak mengucapkan terima
kasih, mendadak lengan baju perempuan berbaju hitam itu mengebut pula pada punggungnya
tanpa kuasa tubuh Yu Wi tertolak masuk ke dalam hutan sana dengan Ko Bok-ya masih berada
dalam pondongannya.
Setiba di dalam hutan, Yu Wi tahu maksud si perempuan baju hitam menyuruhnya lekas lari.
sebenarnya ia ingin tanya siapa nama orang, tapi sekarang tak sempat bertanya, segera ia berlari
pergi secepatnya.
Sekeluarnya hutan itu, ia mendapatkan satu keluarga peternak, ia membeli seekor kuda, lalu
melanjutkan perjalanan siang dan malam ke Siau ngo-tay-san.
Karena tidak apal jalannya, setiba di lereng gunung Siau-ngo-tay, sementara itu sudah hari ke-
15 sejak Ko Bok-ya terkena racun.
Saat itu Bok-ya sudah tidak sadar lagi, sekujur badannya bersemu kebiru-biruan, tampaknya
sudah dekat dengan ajalnya, tentu saja Yu Wi gelisah lagi cemas.
Lereng gunung Siau-ngo-tay itu membentang beratus li panjangnya, untuk mencari seorang
yang tinggal di pegunungan seluas itu jelas, tidak gampang bilamana tidak diketahui tempatnya,
Hal ini tentu saja membikin Yu Wi tambah kelabakan.
Yang tahu tempat tinggal Su Put-ku adalah Ko Bok-ya, celakanya nona ini tidak dapat sadar
untuk memberi petunjuk kepada Yu Wi.
Karena itulah Yu Wi hanya melarikan kudanya di kaki gunung dan berputar ke sana sini, ia
menjadi bingung karena tidak tahu cara bagaimana dan ke mana supaya dapat menemukan Su
Put-ku. Diam-diam Yu Wi sangat cemas, sisa waktunya tinggal sehari ini saja, sampai besok jiwa Ko
Bok-ya tentu sukar diselamatkan lagi, Waktu yang singkat ini tidak boleh terbuang percuma,
bilamana dia kesasar, berarti jiwa Ko Bok-ya akan melayang tersia-sia.
Setelah berpikir dan menimbang masak-masak, akhirnya Yu Wi memutuskan akan mendaki
gunung dari situ, sudah tentu hanya untung-untungan, maka berulang-ulang ia berdoa di dalam
hati semoga Tuhan yang Maka pengasih memberikan petunjukNya, mudah-mudahan jalan yang
ditempuhnya ini arah yang tepat.
Begitulah ia terus mendaki ke atas, sampai sore masih juga belum nampak jejak manusia,
yang terlihat hanya lereng tandus dan bayangannya sendiri, tiada makhluk lain yang dipergokinya.
Makin jauh makin kecewa Yu Wi, langkahnya juga semakin lambat, sungguh ia ingin segera
mundur kembali untuk mencari jalan mendaki yang lain.
Pada saat itulah, tiba-tiba didengarnya suara orang merintih, tergetar hati Yu Wi, ia coba
mencari darimana datangnya suara itu.
Ketika ditemukan sebuah gua karang, dilihat nya seorang kakek berbaring di dalam gua
sedang merintih-rintih.
Yu Wi mendekatinya dan memanggil, "Lotiang, Lotiang (pak tua)!"
Mendadak kakek itu bangun berduduk, dengan napas terengah ia bertanya, "Sia... siapa kau?"
"Namaku Yu Wi, kudatang kemari untuk mencari seorang tabib sakti she Su, entah dia tinggal
di mana, apakah Lotiang tahu?"
Si kakek memandang Ko Bo-ya dalam pondongan Yu Wi, tanyanya, "Budak inikah yang perlu
disembuhkan Su Put-ku?"
"Betul, jika Lotiang tahu jalannya, mohon sudi memberi petunjuk," jawab Yu Wi.
Si kakek menggeleng, katanya, "Jangan mencari dia, percuma! sakitku separah ini dan ingin
minta pertolongan padanya, siapa tahu setelah bertemu, meski sudah tiga hari kumohon dengan
sangat tetap dia tidak mau memberi obat, dan sekarang aku sudah hampir mati."
"Tapi nona yang kubawa ini kenal dia, kuyakin dia pasti mau mengobatinya," cepat Yu Wi
menjelaskan, "setelah nona itu sembuh, tentu kami akan memohon kepadanya agar beliau juga
suka mengobati Lotiang, kukira hal ini tidak menjadi soal."
Kakek itu menyengir, ucapnya, "Ai, jangan berpikir seperti anak kecil Biarpun nona dalam
pangkuanmu itu adalah adik perempuannya juga takkan diobatinya, sebab waktu ku desak dia,
pernah dia menyatakan biarpun ayah-ibu sendiri juga takkan diobatinya."
"Tjdak, tidak mungkin!" seru Yu Wi dengan gelisah, "Tolong Lotiang memberitahukan di mana
tempat tinggal Su Put-ku itu, aku harus mendapatkan dia dalam waktu singkat, kalau tidak nona
yang kubawa ini akan mati dalam waktu singkat ini." i Kakek itu terbatuk-batuk beberapa kali, lalu
menggeleng dan berkata pula, "Jika dia mau menolong nona dalam pangkuanmu ini, tentu dia
takkan berjuluk Su-put-kiu!"
Sungguh tidak kepalang cemas Yu Wi, hampir saja ia berlutut dan memohon kepada kakek itu,
pintanya pula dengan setengah meratap, "Lotiang, kumohon dengan sangat sudilah engkau
memberitahukan kepadaku di mana tempat tinggalnya, tidak perlu urus apakah dia mau
mengobati nona ini atau tidak, pokoknya asalkan dapat kutemukan dia, kelak apapun yang kau
minta agar kukerjakan bagimu pasti akan kulaksanakan."
Agaknya tergerak juga hati si kakek, sambil menahan rintihannya ia mengamat-amati Yu Wi
sejenak, ia mengangguk, lalu tersenyum dan berkata "Coba kau duduk di sini."
Demi mendapatkan alamat Su Put-ku, terpaksa Yu Wi harus bersabar dan berduduk, ia
baringkan Ko Bok-ya di samping,
Karena sekarang duduknya berdekatan, Dapatlah Yu Wi melihat lengan baju kanan si kakek
melambai tertiup angin, jelas di dalam baju itu tidak ada lengannya, diam-diam Yu Wi membatin,
"Ah, kiranya dia seorang cacat, sungguh kasihan!"
Kakek itupun duduk bersila, ia mengerahkan tenaga sebisanya, rintihannya mulai berhenti,
semangatnya juga tambah baik.
Yu Wi diam saja, dengan sabar ia menunggu, terkadang iapun memandang Bok-ya, melihat
keadaan nona itu bertambah segar, diam-diam ia berdoa semoga Thian memberkahinya,
Sejenak kemudian mendadak si kakek bertanya, "Sebelum ini pernah kau belajar ilmu silat
tidak" "Pernah," jawab Yu Wi.
"Jika begitu, coba kau mainkan sejurus ilmu pedangmu," pinta si kakek.
Yu Wi menjadi ragu, mana dia ada hasrat untuk main pedang segala, kalau bisa ia justeru
ingin segera pergi mencari Su Put-ku. Karena pikiran mi, air mukanya lantas memperlihatkan rasa
tidak senang, Dengan tertawa si kakek lantas bertanya pula, "Apakah perempuan ini isterimu?"
Belum lagi Yu Wi menjawab, tiba-tiba si kakek menyambung lagi, "Tapi jangan kau kuatir,
berdiamlah sebentar di sini, kuyakin akan besar manfaatnya bagi mu, kemudian akan
kuberitahukan tempat tinggal Su Put-ku. Kalau tidak, biarpun sepuluh hari, juga takkan kau
temukan dia bilamana kau cari secara ngawur."
Karena tiada jalan lain, terpaksa Yu Wi berdiri dengan ogah-ogahan, ia melolos pedang
kayunya, dimainkannya ilmu pedang ciptaan KanYok-koan itu sekadarnya.
Si kakek menghela napas, ucapnya, "llmu pedangmu memang lumayan, cuma sayang sama
sekali tidak bertenaga, juga belum apal tampaknya."
Ilmu pedang itu memang cuma dibaca oleh Yu Wi dari kitab pemberian Ji Pek-liong tempo
hari, baru sekarang ia memainkannya untuk pertama kali, karena tujuannya ingin mengecewakan
si kakek agar tidak tertahan lebih lama di sini, maka cara memainkannya juga acak-acakan.
Benar juga, si kakek tampak kecewa, ia berkata pula sambil mengulapkan tangan, "Baiklah,
boleh kau pergi saja, tidak perlu merepotkan aku!"
Cepat Yu Wi bertanya, "Tapi di mana tempat tinggal Su Put-ku, mohon Lotiang sudi memberitahu."
"Aku tidak tahu," jawab si kakek dengan gusar.
Karena cemas, Yu Wi menjadi gusar juga, damperatnya, "Omong kosong! jadi kau dusta
padaku"!"
"Kau sendiri yang dusta padaku lebih dulu, dengan sendirinya akupun dusta padamu," jengek
si kakek, Sedapatnya Yu Wi menahan rasa gusarnya, tanyanya, "Bilakah pernah kudustai kau?"
"Hm, kau kira aku sudah tua, sudah pikun dan lamur?" jengek si kakek. "Bahwa kau dapat
memainkan ilmu pedang sebagus itu, tapi sedikitpun tidak bertenaga, memangnya kau kira aku
mudah kau tipu?"
Yu Wi menghela napas lega,. ucapnya dengan gegetun, "O, kiranya soal ini. Tampaknya
Lotiang telah salah paham, Soalnya aku telah mengisap "Sin-sian-to", dupa bius ini telah
memunahkan tenagaku."
"Oo?" si kakek bersuara heran. "Bilakah kau mengisap dupa Sin-sian-to?"
"Delapan hari yang lalu," jawab Yu Wi.


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ehm, betul jika begitu," ujar si kakek sambil manggut-manggut "Kabarnya bila Sin-sian-to
terisap, selama 13 hari tak dapat bergerak, hanya dalam delapan hari saja kau sudah dapat
berjalan, mungkin karena Lwekangmu sangat kuat."
"Sejak kecil Wanpwe sudah belajar Ku sit-tay-kang dengan mendiang ayahku," tutur Yu Wi.
"Ku-sit-tay-kang?" si kakek menegas dengan terkejut "Jika begitu, jadi kau ini putera Ciangkiam-
hui Yu Bun-hu?"
"Ya, mendiang ayahku memang betul Yu Bun hu," Yu Wi mengangguk.
Air muka si kakek tampak tenang kembali, katanya, "Sungguh bagus jika demikian, Karena kau
pemah belajar Ku-sit-tay-kang, kau memenuhi syarat untuk belajar satu jurus ilmu pedangku.
jurus ilmu pedang ini sangat sulit dipahami, kuharap dalam satu hari harus kau kuasai dengan
baik. Mendadak air mukanya berubah pucat pula, keringat dingin juga memenuhi dahinya, ia
merintih pula beberapa kali, sekuatnya ia berusaha menahan rasa sakitnya.
Cepat Yu Wi memburu maju untuk memayang tubuhnya yang berduduk saja hampir tidak kuat
lagi, dengan perasaan tidak enak ia tanya, "Kenapakah kau, Lotiang?"
Si kakek mendorong Yu Wi ke pinggir, lalu berteriak, "Dalam satu hari harus kau kuasai ilmu
pedang yang kuajarkan padamu ini."
"Lotiang," seru Yu Wi, "hendaknya lebih dulu kau katakan tempat tinggal Su Put-ku, setelah ku
antar nona ini ke sana, segera ku balik lagi" ke sini untuk belajar ilmu pedang pada Lotiang."
"Tidak, tidak boleh!" jawab si kakek tegas.
"Setelah kau belajar ilmu pedangku ini baru kuberitahukan padamu."
Segera Yu Wi memondong Bok-ya, dengan sedih ia berkata, "Baiklah, tidak apalah biarpun
tidak kaukatakan tempat tinggal Su Put-ku, akan kucari dia secara untung-untungan, jika tidak
bertemu dan nona ini tak dapat ditolong, biarlah ku mati bersama dia, di dunia ini rasanya juga
tiada sesuatu yang kuberatkan lagi..." habis berkata segera ia melangkah keluar gua.
"He, nanti dulu!" seru si kakek. "Kembalilah dan kita rundingkan lagi."
Yu Wi berhenti langkahnya, tapi tidak kembali ke sana.
Si kakek menghela napas, katanya, "Jika lebih dulu kuberitahukan alamat Su Put-ku, sesudah
kau pergi ke sana, bukan mustahil dia takkan mengobati si nona atau tidak mampu menolongnya
lagi, hal itu tentu akan membikin kau sangat berduka, dalam keadaan begitu mana ada hasratmu
untuk datang lagi ke sini untuk belajar padaku" Sebab itulah kuminta kau belajar ilmu pedangku
lebih dulu, jadi sama sekali bukannya aku tidak memikirkan keselamatan orang..."
"Tapi sebelum dia disembuhkan, jelas akupun tidak bersemangat belajar ilmu pedang segala."
kata Yu Wi. "Biarpun begitu, tetap lebih baik kau belajar ilmu pedang lebih dulu, apalagi..." dalam hati ia
yakin Su Put-ku pasti tidak mau menolongnya, maka ia pikir biarpun nona ini diantar ke sana juga
tiada gunanya, sebab itu pula ia berkeras menyuruh Yu Wi belajar ilmu pedangnya lebih dulu, soal
nona itu diantar ke tempat Su Put-ku atau tidak kan tidak ada bedanya."
Tapi Yu Wi sudah tidak sabar lagi, sebelum habis ucapan si kakek segera ia melangkah pergi.
Tapi baru saja beberapa langkah, mendadak didengarnya si kakek menjerit, suaranya sangat
memilukan kalau tidak luar biasa sakitnya tidak nanti bersuara demikian.
Mau-tak-mau Yu Wi berpaling, dilihatnya si kakek rebah di atas tanah, Dasar jiwanya memang
berbudi luhur, cepat ia berlari balik ke dalam gua, Bok-ya diturunkan, cepat ia membangunkan si
kakek sambil berseru, "Lotiang... Lotiang!.."
Muka si kakek tampak pucat seperti kertas, sekujur badan basah kuyup oleh air keringat,
giginya menggreget hingga gemertuk, sampai sekian lama barulah ia siuman kembali, ucapnya
dengan lemah, "Apalagi... apalagi jiwaku hanya... hanya tinggal satu hari ini saja..."
Baru habis dia menyambung ucapannya tadi, seketika timbul rasa simpatik Yu Wi, baru
sekarang dia tahu sebabnya si kakek berkeras menyuruhnya menguasai ilmu pedangnya dalam
satu hari adalah karena jiwanya sukar dipertahankan lebih lama lagi, ia pikir biarlah ku tinggal satu
hari di sini, kalau tidak, andaikan kucari Su Put-ku secara ngawur juga belum tentu bisa bertemu,
maka dengan suara lembut ia lantas berkata, "Lotiang, dalam satu hari ini Yu Wi akan berusaha
belajar dan memahami satu jurus ilmu pedangmu itu dengan sepenuh tenaga."
Si kakek menggeleng, katanya, "Untuk memahami dengan baik kukira tidak mungkin terjadi,
kuharap asalkan dapat kau ingat dengan baik cukuplah, sekarang dengarkan uraianku, jurus ilmu
pedang ini bernama Tay-gu-kiam."
Sembari mendengarkan kuliah si kakek diam-diam Yu Wi berdoa semoga Thian memberkati
panjang umur satu hari lagi bagi Ko Bok-ya, apabila nanti Su Put-ku dapat ditemukan, rasanya si
nona pasti dapat disembuhkan.
Satu jurus ilmu pedang yang bernama Tay-gu-kiam atau pedang maha bodoh itu ternyata
sangat sukar dipahami, si kakek hanya dapat menguraikan dengan mulut dan tak dapat memberi
contoh dengan gerak tangan, sukar bagi Yu Wi untuk menangkapnya, setelah beberapa jam
kemudian hanya dapat dikuasai gambaran sekadarnya.
Namun sedikitpun si kakek tidak mau membuang waktu percuma, segera ia minta Yu Wi
memainkannya, kalau ada yang kurang tepat langsung diberinya petunjuk, Yu Wi diharuskan
mengingatnya dengan baik letak kelihaiannya.
Supaya dapat menguasainya dengan cepat, Yu Wi juga belajar dengan sungguh-sungguh,
sampai esok paginya barulah setiap gerak perubahan yang paling kecil dapat diingat dengan baik
oleh Yu Wi. Dilihatnya keadaan Ko Bok-ya masih serupa kemarin, rada legalah hatinya, ia pikir mungkin
racun biru hantu itu tidak pasti bekerja dalam waktu 15 hari, ia tidak tahu bahwa tempo hari Ko
Bok-ya telah banyak makan obat kuat sehingga bekerjanya racun dapat ditahan, kalau tidak tentu
saat ini si nona sudah mati.
Setelah berhasil mengajarkan Tay-gu-kiam kepada Yu Wi, keadaan penyakit si kakek
bertambah payah, sampai bicara saja tidak dapat keras lagi, Yu Wi harus menempelkan telinganya
ke mulut orang baru dapat mendengar jelas apa yang dikatakannya.
Didengarnya suara si kakek yang lirih seperti bunyi nyamuk itu lagi berkata, "Kini Tay-gu-kiam
sudah dapat kau pahami, asalkan kau latih cukup giat, daya serang jurus pedang ini pasti dapat
kau kuasai dengan baik, sekarang harus kuberitahukan tempat tinggal Su Put-ku...."
Terbangkit semangat Yu Wi, ia pasang kuping dan mendengarkan dengan cermat
Si kakek berhenti sejenak, lalu berkata pula, "Tentunya kau masih ingat ucapanku kemarin
bahwa setelah kuberitahu tempat tinggal Su Put ku, kelak kau harus melakukan sesuatu pekerjaan
bagiku?" Yu Wi mengangguk, ucapnya, "Ya, asalkan Lotiang memberi pesan, tentu akan Wanpwe
laksanakan dengan baik."
Setelah menghela napas, si kakek berkata, "Sekarang kuberitahukan dulu tempat tinggal Su
Put-ku, yaitu di suatu puncak kecil yang terletak 30 li di sebelah tenggara, jika kalian mendaki dari
sini lurus ke sana tentu akan dapat ditemukan."
"Dan entah pekerjaan apa yang Lotiang minta kulaksanakan?" tanya Yu Wi.
Si kakek tampak membuka mulut, tapi sukar lagi mengucapkan sesuatu, Yu Wi menjadi kuatir
kalau orang terus mati begitu saja, jika dirinya tak dapat memenuhi kehendak si orang tua, hal ini
tentu akan membuatnya menyesal selama hidup.
Sampai sekian lama si kakek meronta dan tetap tak dapat bersuara ia berbaring dalam
pangkuan Yu Wi, keadaannya sudah kembang-kempis.
Yu Wi sendiri belum pulih tenaga dalamnya sehingga tidak dapat memberi bantuan, terpaksa
ia hanya menyaksikan orang menderita, Tiba-tiba didengarnya ruas tulang seluruh badan si kakek
berbunyi keriat-keriut, hanya sebentar saja tubuhnya telah meringkuk lemas, berduduk saja tidak
sanggup lagi. Tapi pada saat demikian si kakek sempat bersuara terputus putus, "Pergi ke... ke Mo.... siau..
hong..... pada hari.... Tiongcu "
Mendadak napasnya berhenti, matanya mendelik, matilah orang tua itu dalam keadaan yang
menyeramkan. Melihat kematian si kakek yang mengenaskan itu Yu Wi teringat kepada istilah "Soa-kang"
dalam ilmu silat, yaitu pembuyaran kungfu, hal ini disebabkan kegagalan berlatih Lwekang,
Mungkin akibat salah berlatih Lwekang itu, maka si kakek mencari Su Put-ku untuk minta tolong,
tapi Su Put-ku tidak mau menolongnya, akhirnya si kakek mati tersiksa karena pergolakan tenaga
dalam yang hendak buyar itu.
Tiba-tiba teringat olehnya pesan terakhir si kakek, setelah dirangkai ucapan yang terputusputus
itu, tanpa terasa ia berseru, "He, dia menyuruhku pergi ke Mo-siau- hong pada hari Tiongciu
. . . . " Serentak Yu Wi dapat menerka siapakah gerangan si kakek ini serta maksud tujuannya
mengajarkan satu jurus ilmu pedang sakti itu. Dengan tersenyum getir ia angkat jenazah kakek itu
dan bergumam, "Tidak kau ketahui bahwa lawan yang harus kuhadapi dengan ilmu pedang
ajaranmu ini ialah diriku sendiri"..."
Dengan sedih ia mengubur si kakek buntung tangan itu di dalam gua karang, ia tidak lagi
memikirkan urusan hari Tiongciu tahun depan, segera ia pondong Ko Bok-ya dan berlari sekuatnya
menuju ke arah tenggara menurut petunjuk si kakek tadi.
Satu-satunya urusan yang terpikir olehnya sekarang hanya keselamatan Ko Bok-ya.
-oo0oo-- ooo- -ooOoo-
Di dataran puncak kecil yang terletak 30 li jauhnya itu terdapat sebuah rumah bambu,
dipandang dari jauh rumah sekecil ini tidak mudah ditemukan.
Setiba di bawah puncak itu, Yu Wi sudah mandi keringat dan napas terengah-engah, tanpa
berhenti langsung ia mendaki ke atas puncak.
Rumah bambu itu dibangun terpencil di atas puncak itu, di sekelilingnya kecuali batu padas
belaka tiada sesuatu tumbuhan apapun, Seorang mengasingkan diri di tempat tandus begini,
betapa eksentrik wataknya dapatlah dibayangkan.
Yu Wi memondong Ko Bok-ya ke depan rumah bambu itu, suasana sunyi senyap seolah-olah di
tempat ini sama sekali tiada makhluk hidup. Diam-diam ia merasa ragu dan cemas, ia pikir janganjangan
Su Put-ku lagi keluar rumah.
Pintu rumah bambu tertutup rapat, tapi tidak digembok. Di samping pintu ada sebuah papan
kecil dengan tulisan: "Tidak terima tamu".
Namun Yu Wi tidak perdulikan papan pengumuman itu, ia pikir pintu tidak digembok, Su Putku
tentu berada di rumah, dengan suara hormat segera ia berteriak, "Wanpwe Yu Wi mohon
bertemu dengan Su-cianpwe!"
Sampai sekian lama tidak ada suara jawaban "
Yu Wi lantas mengulangi teriakannya, Tetap tidak ada jawaban, mau-tak-mau Yu Wi tambah
cemas dan gelisah, ia ingin menerjang ke dalam rumah, tapi kuatir menimbulkan marah tuan
rumahnya terpaksa ia tunggu sejenak, lalu berteriak pula, "Wanpwe Yu Wi mohon bertemu
dengan Su-cianpwe!"
Sedikitnya sembilan kali ia menggembor barulah dari dalam rumah ada orang meraung gusar,
"Orang buta! Apakah tidak kau lihat papan pengumuman di samping situ?"
Cepat Yu Wi menanggapi "Wanpwe sudah membacanya, tapi..."
"Tidak ada tapi apa segala, kalau sudah membacanya, kenapa tidak lekas enyah?" seru orang
di dalam rumah.
"Wanpwe membawa seorang sakit, sangat parah dan setiap saat bisa meninggal... "
"Syukur kalau mati, perduli apa dengan diriku!" jengek orang itu.
Diam-diam Yu Wi jadi mendongkol segera ia berteriak, "Cianpwe ini manusia atau bukan?"
"Sudah tentu manusia," jawab, orang di dalam rumah dengan tertawa, "Hahaha, bahkan
manusia yang sangat baik..."
"Kalau Cianpwe mengaku manusia baik, mohon sudilah menyelamatkan jiwa kawanku ini!"
tukas Yu Wi. Mendadak orang di dalam rumah tidak bersuara pula.
Seruan Yu Wi tambah gelisah, berulang-ulang ia memanggil, "Cianpwe!... Cianpwe!"
"Biarpun kau panggil seribu kali juga tiada gunanya," tiba-tiba orang di dalam rumah meraung
pula, "Meski orang she Su ini manusia baik, tapi sudah bersumpah takkan menolong jiwa orang,
Maka lebih baik kau berusaha mencari jalan lain saja dan jangan membuang waktu percuma di
sini." "Bahwa cianpwe tidak menolong jiwa orang, di dunia Kangouw terkenal berjuluk Su-put-kiu,
hal ini Wanpwe sudah tahu," seru Yu Wi. "Tapi kawanku ini asalkan cianpwe mau keluar
melihatnya, kuyakin engkau pasti akan menolongnya."
Orang di dalam rumah tertawa dan berkata pula, "Jujur juga kau ini, orang she Su sendiri
belum lagi mengetahui orang Kangouw memberi julukan Su-put-kiu padaku, Haha, Su-put-kiu, Su
Put-ku! Poyokan ini memang tepat!"
"Dan sudikah cianpwe keluar memeriksa kawanku ini?" pinta Yu Wi pula.
"Di dunia ini hanya ada satu orang yang pasti akan kutolong dia," kata Su Put-ku. "Apabila
orang yang kumaksudkan itu adalah kawanmu, tentu akan kutolong dia..."
"Ya, kuyakin kawanku ini pasti orang yang akan cianpwe tolong itu!" seru Yu Wi cepat dan
girang. "Keriat", pintu bambu terbuka dan muncul seorang lelaki setengah umur dengan wajah bersih
dan berjubah merah, Dengan tertawa ia bertanya, "Di mana orang yang kau maksudkan?"
Yu Wi memondong Bok-ya ke depan Su Put-ku dan berkata, "Cianpwe, pasti inilah orang yang
dapat kau tolong."
Setelah melihat jelas siapa dalam pangkuan Yu Wi itu, Su Put-ku menggeleng dan berkata,
"Tidak, orang ini tidak kutolong!"
"Mengapa?" Yu Wi terkejut.
Mendadak Su Put-ku menatap wajah Yu Wi tajam-tajam, selang sejenak, katanya dengan
berkerut kening, "Apabila Ko-siocia ini datang pada 20 hari yang lalu tentu akan ku tolong dia, tapi
sekarang tidak dapat ku tolong dia, boleh kau bawa pergi saja."
"Sebab apa" Sebab apa"..." teriak Yu Wi dengan cemas.
"Sebab 20 hari yang lalu dia sudah pernah datang satu kali dan memohon pertolonganku?"
tutur Su Put-ku, "aku sendiri juga pernah berjanji di depan gurunya bahwa aku akan menolong dia
satu kali, sekarang janjiku itu sudah terlaksana, dengan sendirinya takkan ku tolong dia untuk
kedua kalinya."
Dengan menyesal Yu Wi menutur, "Tapi permohonan pertolongannya tempo hari bukan untuk
dia sendiri melainkan bagi seorang yang tak dikenalnya orang tak dikenal itu bukan sanakkadang..."
"Dan orang tak dikenalnya itu ialah dirimu, bukan?" tanya Su Put-ku mendadak.
Yu Wi mengangguk, sambungnya, "Demi menyelamatkan orang yang tak dikenalnya itu, jauhjauh
dia datang kemari untuk memohon satu biji pil mujarab padamu, cianpwe sendiri sudah kenal
baik padanya, juga kenal gurunya, masa engkau tidak sudi melakukan kebaikan yang dapat kaukerjakan
dengan sangat mudah."
"Hm, dia urusan dia, aku urusanku, tidak perlu kau pancing diriku," jengek Su Put-ku, "Kalau
ku tolong dia, tentu orang Kangouw takkan menjuluki diriku Su-put-kiu. Hm, Su-put-kiu, matipun
tak ditolong, maka biarkan saja dia mati, salah dia sendiri, perduli apa dengan diriku?"
"Apa katamu?" Yu Wi menegas dengan murka
"Kubilang salah dia sendiri," jawab Su Put-ku dengan tak acuh, "dia telah menyelamatkan
jiwamu, akibatnya kehilangan satu-satunya kesempatan menolong jiwanya sendiri, Su-put-kiu,
matipun tak di tolong, setelah kehilangan kesempatan baik, biarpun dia mati di depanku juga
takkan ku tolong dia!"
"Jadi maksudmu, seharusnya dia tidak menolong diriku, begitu?" tanya Yu Wi dengan gusar.
"Betul, kalau dia tidak menolong kau, tentu sekarang ku tolong dia!"
"Jika begitu, lekas kau bunuh diriku, hal ini sama seperti dia tidak pernah menyelamatkan
jiwaku, Biarlah ku tukar dengan jiwanya, boleh tidak?" tanya Yu Wi dengan tersenyum pedih.
Su Put-ku menggeleng, jawabnya, "Tidak, mana boleh jadi! Setelah dia menolong kau,
sekarang biarpun kau mati seribu kali juga tak dapat menarik kembali kesempatan satu satunya
untuk mendapat pertolonganku Nah, lekas kau pergi saja, jangan mengganggu lagi diriku,"
Habis berkata ia terus putar tubuh dan melangkah pelahan ke rumah bambu itu.
"Berhenti!" bentak Yu Wi dengan murka.
"Hm, kau berani bersikap segarang ini padaku?" jengek Su Put-ku.
"Pendek kata, jika kau tidak menolong dia, biarlah ku adu jiwa dengan kau!" teriak Yu Wi.
"Bocah she Yu, jadi kau ingin main kekerasan denganku?" tanya Su Put-ku sambil membalik
tubuh. Dengan sikap bandel Yu Wi berkata, "Jika cianpwe tidak menolong dia, bisa jadi terpaksa,
harus kulabrak dirimu, Kecuali engkau menolong jiwanya, untuk itu selama hidup Yu Wi akan
sangat berterima kasih, bahkan akan tunduk kepada segala perintahmu."
"Berterima kasih selama hidup! Berterima kasih selama hidup!" Hahahaha!" ku Put ku
mengulang ucapan Yu Wi dengan terbahak-bahak, mendadak wajahnya berubah gusar,
damperatnya, "Huh, terima kasih selama hidup apa" Hakikatnya omong kosong belaka!"
"Bila cianpwe menolong jiwanya, Yu Wi pasti berterima kasih selama hidup, masa kau anggap
omong kosong belaka?"
"Hm, kau kira aku akan percaya?" jengek Si Put-ku. "Sesudah aku tertipu satu kali oleh
ayahmu, kau kira aku akan percaya pula kepada janjimu tentang terima kasih selama hidup
segala" Had omong kosong, hanya menipu saja...."
"Jadi cianpwe kenal mendiang ayahku?" Yu Wi menegas dengan ragu, diam-diam ia membatin
dari nada ucapan orang, agaknya ayah pernah berjanji akan berterima kasih selama hidup
padanya. Tiba-tiba Su Put-ku bertanya, "Jadi Yu Bun-hu sudah mati?"
"Ayah sudah meninggal 12 tahun lamanya," tutur Yu Wi dengan menyesal.
"Hahahaha! Bagus, bagus!" mendadak Su Put-ku bergelak tertawa.
Bahwa kematian ayahnya dianggap bagus, keruan gusar Yu Wi tak tertahankan ia turunkan Ko
Bok-ya, segera ia menubruk maju dan menghantam.
Di tengah gelak tertawa Su Put-ku itu tampaknya tidak berjaga-jaga, Padahal sebenarnya dia
sudah siap siaga, ia sudah memperhitungkan kemungkinan Yu Wi akan menyerangnya, Segera ia
menangkis dengan suatu jurus andalannya, tangannya membalik untuk menangkap pergelangan
tangan Yu Wi yang sedang menghantam itu.
Ia menyangka tangan anak muda itu pasti dapat ditangkapnya Siapa tahu gerak pukulan Yu
Wi itu bukan serangan biasa, ke-30 jurus pukulan ajaib ajaran Ji Pek-liong tidak boleh dibuat
main-main, sekali tangan berputar, pergelangan tangan Su Put ku berbalik tertangkis.
Tentu saja Su Put-ku terkejut, ia pikir bila tangannya terpegang dan pergelangan tangan
tercengkeram, maka dirinya pasti tak bisa berkutik, hal ini tentu akan membuatnya mendapat
malu besar, Maka diam-diam ia mengerahkan tenaga dalam sekitarnya dan disalurkan pada
tangannya untuk mengadu tangan dengan lawan.
Lwekang Yu Wi belum pulih, meski jurus pukulannya sangit bagus, mana dia mampu menahan
gontokan tenaga dalam Su Put-ku yang kuat itu, kontan dia tergetar terpental.
Su Put-ku terbahak-bahak, "Hahaha! Hanya sedikit kungfu begini saja berani main garang
terhadapku Sungguh aku merasa malu bagi Ciang kiam-hui yang sudah mampus itu, anaknya
ternyata tidak becus begini!"
Dengan cepat Yu Wi melompat bangun, dia tidak sedih meski roboh terpental oleh adu
pukulan tadi, dengan suara gagah ia malah berseru, "Kalau Yu Wi tidak mengisap dupa Sin-sian-to
dan kehilangan tenaga dalam, kuyakin tidak nanti dikalahkan olehmu."
Melihat kebandelan anak muda ini serupa benar dengan sikap mendiang "Ciang-kiam-hui" Yi


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bun-hu dahulu, Su Put-ku sengaja hendak menundukkan sikap angkuhnya, segera ia berkata,
"Boleh kau minum pil ini, tidak sampai satu jam tenaga dalammu akan pulih kembali, tatkala mana
boleh kita coba bertanding lagi, tidak perlu kau omong besar sekarang, buktikan kemampuanmu
nanti," Sembari bicara ia terus mengeluarkan satu biji pil dan diselentikkan ke arah Yu Wi.
Pil itu melayang tepat ke arah mulut Yu Wi dan dapat dilihatnya dengan jelas pil ini berwarna
merah, cepat ia membuka mulut dan menggigit pil itu, tapi tidak ditelannya melainkan terus
diludahkan ke tanah, ia pondong Ko Bok-ya terus melangkah pergi.
"He, Siaucu (anak kecil) mau ke mana kau?" teriak Su Put-ku.
"Yu Wi tidak mampu menolong Ya-ji, kalau dia mati harus ku kubur dia dengan baik," jawab
Yu Wi tanpa menoleh.
"Siapa bilang dia mati" Biarpun lewat dua hari lagi juga takkan mati!" seru Su Put-ku.
"Tidak ada orang sudi menolongnya, biarpun hidup lagi dua bulan atau dua tahun juga tiada
ubahnya seperti orang mati"...." tanpa berhenti Yu wi masih terus berlari ke bawah gunung.
Mendadak Su Put-ku berseru, "Untuk menolongnya masih ada satu cara lagi!"
Tergetar hati Yu Wi, cepat ia berhenti dan berpaling, tanyanya, "Cara bagaimana?"
"Asalkan kungfumu dapat mengalahkan diriku, segera kutolong dia," jawab Su Put-ku.
Yu Wi menjadi girang, cepat ia berlari balik, ia jemput kembali pil merah tadi dan dite1ln.
"Nah, duduklah dan menghimpun tenaga, sebentar Lwekangmu akan pulih," kata Su Put-ku.
Yu Wi menuruti petunjuk itu, ia berduduk sambil memondong Ko Bok-ya dan memejamkan
mata untuk menghimpun tenaga.
Su Put-ku mengiringinya berduduk di samping.
Selang lebih setengah jam, Yu Wi membuka mata dan berkata, "Terima kasih, Cianpwe,
Lwekangku terasa sudah pulih."
"Hm, tidak perlu berterima kasih, nanti kau sangka aku sengaja bermurah hati padamu,"
jengek Su Put-ku. "Begini aturanku, barang siapa dapat mengalahkan aku dalam hal ilmu silat,
maka aku akan menuruti suatu permintaannya."
Yu Wi lantas menaruh Bok-ya di tanah, ia berdiri ke tempat lapang sana, lalu berkata sambil
memberi hormat, "Baiklah, boleh kita mulai, jika kalah segera Yu Wi akan angkat kaki, bila
menang...."
"Bila kau menang, kujamin akan mengembalikan seorang Ya-ji yang segar dan lincah
padamu," tukas Su Put-ku. "Tapi masih ada lagi suatu syarat..."
"Syarat apa?" sela Yu Wi.
"Syarat ini khusus hanya berlaku bagimu," kata Su Put-ku dengan dingin, "Apabila orang lain
tentu takkan kukemukakan syarat ini, sebabnya adalah karena kau she Yu."
Yu Wi tahu syarat ini tentu sangat pelik, tapi tak diketahuinya mengapa nama keluarganya
dijadikan persoalan Tapi iapun tidak bertanya, ia berdiri tenang dan mendengarkan.
Su Put-ku mengira anak muda itu pasti akan minta penjelasan, tapi Yu Wi ternyata tenangtenang
saja, seolah-olah tidak merisaukan syarat apa yang akan ditambahkannya. Segera ia
menjengek, "Syaratku ini adalah kau harus mengorbankan jiwamu!"
Yu Wi tetap tenang tanpa gentar oleh syarat pelik itu, tanyanya, "Sebab apa?"
"Sebab dahulu aku pernah bersumpah tidak ingin lagi melihat seorang she Yu yang ilmu
silatnya dapat mengalahkan diriku dan hidup segar di dunia ini," tutur Su Put-ku.
Diam-diam Yu Wi terkejut, tapi segera ia dapat memahami jalan pikiran tabib sakti yang
eksentrik ini, tanyanya, "Ja... jangan dahulu cianpwe pernah dikalahkan mendiang ayahku?"
"Hm, kau sengaja mengejek?" damperat Su Put-ku dengan gusar.
"Jika lantaran cianpwe pernah dikalahkan oleh mendiang ayahku, lalu engkau dendam kepada
setiap orang she Yu yang dapat mengalahkan dirimu, tidakkah jalan pikiranmu ini terlalu kekanakkanakan?"
jengek Yu Wi. Su Put-ku tertawa panjang, suaranya kedengaran memilukan, dengan penuh rasa dendam ia
lantas berkata, "Hm, masa cuma ilmu silat saja aku dikalahkan Yu Bun-hu" Segala apa di dunia ini
mestinya milikku, akhirnya telah dirampas semua olehnya. Betapa mengenaskan kekalahanku itu,
sekalipun aku dibunuh rasanya akan lebih baik daripada kekalahan yang mengenaskan itu."
Melihat rasa penasaran, dendam dan kesedihan orang, Yu Wi merasa menyesal, katanya,
"Apabila mendiang ayahku berbuat sesuatu kesalahan terhadap Cianpwe, biarlah Wanpwe
mewakili beliau untuk minta maaf."
"Hanya minta maaf saja kau kira dapat menghapuskan dosa ayahmu?" bentak Su Put-ku
dengan beringas. "Terlalu banyak kesalahan Yu Bun hu terhadapku biarpun juga tak dapat kau
tebus kesalahannya."
"Jadi setelah Wanpwe menang dan benar-benar harus mengorbankan jiwaku barulah cianpwe
mau menolong Ya-ji?" Yu Wi menegas dengan menghela napas.
"Ya, jika kau takut mati, boleh lekas membawanya pergi!" jengek Su Put-ku.
Yu Wi menggeleng, jawabnya, "Kematianku tidak perlu disayangkan, yang kukuatirkan adalah
jangan-jangan Wanpwe bukan tandinganmu. Maka ingin kumohon persetujuanmu apabila
Wanpwe kalah, tetap dengan kematianku untuk menukar pertolonganmu terhadap Ya-ji."
"Tidak, tidak mungkin," jawab Su Put-ku tegas. "Jika kau kalah, tidak nanti kutolong dia. Kalau
kau menang, sekalipun kau tidak mau mati, dengan segala daya upaya tentu juga akan
kubinasakan kau."
Yu Wi memandang Ko Bok-ya yang sudah payah dan seperti orang mati itu,, katanya
kemudian dengan ikhlas, "Baik, kuterima! Tapi janganlah cianpwe lupa menyelamatkan Ya-ji
setelah membunuh diriku."
"Untuk ini tidak perlu kau kuatir," ujar Su Put-ku. "Cuma disaat ini jangan kau pikir pasti akan
mengalahkan diriku. Kan lelucon besar bila aku tak dapat mengalahkan bocah ingusan macam kau
ini." Yu Wi lantas melolos Hian tiat-bok-kiam atau pedang kayu besi, ucapnya, "Baiklah, Wanpwe
mohon petunjuk ilmu pedangmu!"
"Pedang bukan kemahiranku," jawab Su Put-ku tak acuh, "Jika kau gunakan pedang kayu,
biarlah kulayani kau dengan bertangan kosong."
Karena tekad Yu Wi harus menang, maka iapun tidak sungkan-sungkan lagi, pedang segera
bergerak dan menyerang.
Melihat daya serangan anak muda ini lain daripada yang lain, Su Put-ku tidak berani ayal,
cepat kedua telapak tangannya memukul, setiap serangannya adalah kungfu kelas tinggi, sungguh
mengejutkan daya pukulannya.
Yu Wi melancarkan Thian-sun-kiam-hoat ajaran Ji Pek-liong, ilmu pedang ini sangat lihay,
termasuk ilmu pedang andalan Ji Pek-liong pada masa mudanya, Cuma sayang belum cukup
latihan Yu Wi sehingga masih ada ciri kelemahannya. Namun sudah cukup baginya untuk
menandingi Su Put-ku.
Setelah 29 jurus berlalu dan Su Put-ku tetap tidak dapat lebih unggul, diam-diam tabib
eksentrik ini merasa berduka, ia pikir sudah belasan tahun dirinya mengasingkan diri dan berlatih
ilmu sakti secara tekun, ia pikir Yu Bun-hu pasti dapat dikalahkannya, siapa tahu sekarang
anaknya saja sukar dikalahkan, apalagi hendak mengalahkan ayahnya.
Setelah 50-an jurus, semakin lancar permainan pedang Yu Wi, daya serangan Thian-sun-kiamhoat
memang luar biasa, diam-diam Su Put-ku terkesiap melihat ilmu pedang anak muda itu
ternyata jauh lebih hebat daripada ayahnya dahulu, Cepat iapun ganti ilmu pukulannya,
dikeluarkan kungfu simpanannya.
Ilmu pukulan andalannya ini memang luar biasa, Yu Wi mulai terdesak mundur oleh angin
pukulan lawan yang dahsyat ia menyadari Lwekang sendiri bukan tandingan tabib eksentrik itu,
dan tidak boleh keras lawan keras, segera ia mainkan ilmu pedang ciptaan Kan Yok-koan yang
disaring kembali oleh Ji Pek-liong itu, pedangnya mulai menyerang kian kemari dengan gerak
badan yang lincah.
Terlihatlah kedua orang berloncatan ke sana-sini, debu pasir beterbangan, sungguh suatu
pertarungan yang dahsyat Kedua orang bertekad harus menang, maka segenap kungfu andalan
masing-masing telah dikeluarkan seluruhnya.
Makin lama makin tangkas Yu Wi bertempur, sedikitpun tidak mau mundur.
Melihat semangat Yu Wi yang gagah berani itu, diam-diam Su Put-ku merasa heran. Padahal
kalau anak muda itu menang, akibatnya dia harus mati, entah darimana timbulnya keberaniannya
itu, masa di dunia ini ada orang yang berjuang dengan gagah berani untuk mendapatkan imbalan
kematiannya, harus mencari hiduplah mestinya.
Tapi di dunia ini justeru ada kejadian aneh begini, bahwa Yu Wi bukannya tidak tahu dirinya
harus mati setelah mendapat kemenangan, yang di pikirnya melulu keselamatan Ko Bok-ya, diamdiam
ia mendorong semangatnya sendiri dan berteriak di dalam hati, "Harus menang, aku harus
menang!...."
Nyata sama sekali ia tidak memikirkan bagaimana akibatnya nanti bila dia sudah menang.
Setelah belasan jurus lagi, meski Yu Wi tetap gagah berani, tapi keadaannya juga semakin
gawat, daya pukulan Su Put-ku semakin kuat tampaknya tidak sampai sepuluh jurus lagi Yu Wi
pasti kalah. Delapan jurus sudah berlangsung pula, terdorong oleh hasratnya harus menang, tanpa terasa
mulutnya lantas berteriak, "Harus menang! . . . . " dan begitu kata "menang" terucapkan,
mendadak gerak pedangnya juga berubah, jurus Bu-tek-kiam tanpa terasa dikeluarkannya.
Su Put-ku mendadak merasa bayangan pedang mengurung rapat dari atas, meski dia sudah
memeras otak untuk mencari akal tetap sukar menghindarkan serangan Yu Wi itu, diam-diam ia
mengeluh "Tamatlah diriku!" - Terpaksa ia membiarkan tertabas oleh pedang lawan tanpa
berdaya. Tak terduga, ketika pedang kayu mengancam di atas tulang pundak Su Put-ku, cepat Yu Wi
menahan, "plok-plok-plok" tiga kali, sekaligus pundak Su Put-ku tersabat tiga kali, habis itu Yu Wi
lantas melompat mundur.
Dengan tepat pundak Su Put-ku terpukul tiga kali oleh pedang kayu lawan, satu kali saja tidak
mampu menghindar betapa sedih hatinya sukar untuk dilukiskan Ketika diketahuinya pula Yu Wi
telah menahan serangannya dan tidak melukainya, jelas anak muda itu sengaja bermurah hati, di
samping berduka hati Su Put-ku bertambah rikuh pula.
Setelah menyimpan kembali pedang kayunya, Yu Wi memondong Ko Bok-ya dan berdiri tegak
di situ. "Bawa dia ke kamarku," kata Su Put-ku.
Tanpa disuruh lagi segera Yu Wi membawa Bok-ya ke dalam rumah bambu itu, dilihatnya
keadaan di dalam rumah sangat sederhana, hanya terdiri dari sebuah dipan dan sebuah meja,
sebuah kursi saja tidak ada.
Yu Wi menaruh Ko Bok-ya di atas dipan, lalu berpaling dan berkata, "Terpaksa membikin repot
Cianpwe." "Bikin repot apa segala" Kau terima syaratku dan ku tolong dia, apanya yang repot?" jengek
Su Put-ku. Lalu dia berdiri tegak memandangi Yu Wi.
"Kalau cianpwe berkeras tidak dapat meloloskan diriku, silahkan kau bunuh saja diriku, tidak
nanti Wanpwe menangkis dan..." kata Yu Wi dengan gegetun.
"Kalau kau menangkis, apakah dapat kutolong dia" Huh, omong kosong belaka!" jengek Su
Put-ku pula. Sambil berdiri membelakangi Su Put-ku, Yu Wi lantas berkata, "Silakan cianpwe pukul remuk
jantungku, setelah Ya-ji siuman nanti dan bertanya tentang diriku, katakan saja setelah ku antar
dia ke sini lantas kabur entah ke mana."
Su Put-ku angkat tangan kanan terus menghantam, ketika dekat punggung Yu Wi, dilihatnya
pemuda itu berdiri diam saja tanpa mengelak dan rnenangkis, segera teringat olehnya tadi orang
juga bermurah hati padanya dan tidak memukul remuk tulang pundaknya, cepat ia menahan
pukulannya dan berkata, "Sebelum mati kau ada permintaan apa" Coba katakan, kalau keadaan
mengizinkan mungkin dapat kupenuhi."
"Ayahku terbunuh oleh musuh, sayang sampai kini belum dapat kubalas sakit hatinya, hanya
urusan inilah yang membuat kematianku tak bisa tenang."
"Antara aku dan Yu Bun-hu ada permusuhan yang sangat mendalam, maka tidak dapat
kujanjikan untuk membalaskan sakit hatinya," kata Su Put-ku. "Coba, barangkali masih ada
permintaan lain."
"Tidak ada lagi, silahkan turun tangan saja, terpaksa Yu Wi tidak berbakti kepada mendiang
ayahku," ucap Yu Wi dengan menghela napas.
Segera Su Put-ku angkat tangannya pula, tapi tetap tidak tega memukulnya. Katanya, "Karena
sudah kuterima budimu, betapapun harus kubalas kebaikanmu."
"lni bukan soal bagiku," ujar Yu Wi. "Tadi bukannya aku sengaja hendak berbuat baik padamu,
bahwa tulang pundakmu tidak kuhancurkan maksudku hanya memudahkan kau mengobati Ya-ji."
Melihat sikap anak muda itu tetap adem ayem saja meski menghadapi pilihan antara mati dan
hidup, sungguh sikap seorang ksatria sejati dan tampaknya bergaya mendiang ayahnya yang
gagah itu, tanpa terasa timbul rasa kagum dalam hati Su Put-ku, katanya kemudian, "Jelas tidak
dapat kubantu kau membalaskan sakit hati Yu Bun-hu. tapi dapat kubiarkan kau menuntut balas
sendiri." "Jadi maksud cianpwe hendak membebaskan Yu Wi?"
Maklumlah, tidak ada manusia di dunia ini yang benar-benar tidak takut mati, hanya
pandangan terhadap kematian saja yang berbeda, Bilamana ada setitik sinar harapan untuk hidup,
tentu saja Yu Wi berusaha memperolehnya.
Tak terduga, dengan tegas Su Put-ku lanta menjawab, "Tidak, tidak nanti orang she Su
membebaskan kau!"
"Oo"!" Yu Wi bersuara kecewa, Teringat olehnya tahun depan masih harus berkunjung ke Masiau-
hong untuk memenuhi tugas yang ditinggalkan gurunya, kalau urusan ini tidak dapat
diselesaikan bila diketahui sang Suhu, entah betapa beliau akan berduka.
Didengarnya Su Put-ku berkata pula, "Jika kubiarkan kau tuntut balas sakit hati ayahmu
umpamanya, kau perlu waktu berapa lama?"
"Cukup satu tahun," jawab Yu Wi tanpa pikir.
Su Put-ku lantas masuk ke kamarnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil, Yu Wi diberinya
satu biji pil berwarna hijau sebesar telur burung pipit, katanya, "Makanlah pil ini."
Tanpa ragu Yu Wi menerima pil itu terus di-telannya.
"Pil itu adalah semacam obat racun yang sangat jahat," tutur Su Put-ku dengan dingin, "tapi
racunnya baru akan bekerja dua tahun kemudian, kukira dalam waktu dua tahun urusan apapun
dapat kau selesaikan,"
Bahwa dirinya diberi hidup dua tahun lagi, Yu Wi merasa berterima kasih, katanya, "Bila Yu Wi
dapat membalas sakit hati ayah, di alam baka tentu juga takkan kulupakan budimu ini."
"Tidak perlu bicara tentang budi dan terima kasih segala, aku paling benci kata-kata
demikian," ujar Su Put-ku. "Kebaikan kubayar kebaikan, selanjutnya kita tidak ada utang-piutang."
Yu Wi tidak tahu waktu ayahnya hidup pernah berbuat sesuatu yang tidak pantas apa kepada
tabib ini sehingga menjadikan wataknya berubah eksentrik begini. ia coba bertanya, "Cara
bagaimaa cianpwe bisa kenal ayahku?"
Mendadak Su Put-ku berteriak gusar, "Jangan kau singgung lagi urusanku dengan dia di masa
lalu Ayolah keluar, sebentar kalau Ko-siocia sudah sembuh hendaklah kalian lekas pergi dari sini."
Yu Wi lantas keluar dari rumah bambu itu pikirannya bergejolak, ia tidak habis mengerti
mengapa Su Put-ku mengasingkan diri di tempat terpencil ini" Mengapa matipun tidak mau
menolong orang persilatan" Mengapa benci kepada dirinya" Semua ini serba aneh, entah terjadi
apa saja di masa lampau.
Ia berdiri termangu-mangu di luar, sampai hari sudah petang tetap belum ketahuan apa yang
terjadi di dalam rumah, Diam-diam ia merasa kuatir, sebab keadaan Ko Bok-ya belum lagi
diketahui. Waktu hari sudah hampir gelap barulah kelihatan Su Put-ku keluar, katanya, "Akhirnya
dapatlah kupunahkan seluruh racun dalam tubuhnya!
Nadanya menunjukkan betapa sukarnya dalam menawarkan racun dalam tubuh Ko Bok-ya.
Sedapatnya Yu Wi menahan rasa gembiranya, ia bertanya, "Apakah dia sudah sembuh"
Bolehkah kumasuk menjenguknya?"
Melihat betapa anak muda itu memikirkan Ko Bok-ya tanpa menghiraukan dirinya sendiri,
teringat kepada urusan "cinta", diam-diam Su Put-ku berduka sendiri, katanya dengan menghela
napas, "Sekarang dia sudah siuman, boleh kau masuk!"
Di dalam rumah ada sebuah pelita minyak, Ko Bok-ya tampak berbaring di atas dipan dengan
tenang, cahaya lampu yang kurang terang itu menyinari wajahnya yang pucat, mirip mayat yang
sudah lama mati.
Hati Yu Wi terhibur setelah melihat warna biru di tubuh si nona sudah lenyap, pelahan ia
mendekatinya dan menyapa, "Ya-ji! Ya-ji..,"
Bok-ya membuka pelahan matanya yang kelihatan letih, jawabnya dengan lirih, "Toako, aku...
aku tidak mati?"
Hampir saja air mata Yu Wi berderai, ucapnya dengan gembira, "Tidak, kau tidak mati, kau
tidak mati, Su-cianpwe telah menyembuhkan penyakitmu..."
"Nah, kan sudah kukatakan,?" kata Bok-ya dengan tertawa, "asalkan bertemu dengan paman
Su, betapapun jahatnya racun, beliau pasti dapat menyembuhkan diriku."
Tanpa kuasa lagi air mata menetes dari kelopak mata Yu Wi, tapi dia tetap tersenyum dan
berkata, "Ya, ilmu pengobatan Su-cianpwe memang maha sakti, begitu melihat dirimu, segera
beliau mengobati kau dengan sepenuh tenaga, Syukurlah akhirnya kau dapat disembuhkan."
"Meng.... mengapa engkau menangis, Toako?" tanya Bok-ya dengan suara lemah, "aku sudah
sembuh, seharusnya kau bergembira!"
Yu Wi mengusap air matanya, ucapnya dengan tertawa, "Ya, saking gembiranya sehingga
Toako mencucurkan air mata...."
Benarkah dia mencucurkan air mata saking gembiranya"
Tidak! Terlalu banyak sebab musabab yang membikin air matanya bercucuran
Dengan lemah Bok-ya memejamkan matanya katanya dengan suara samar-samar, "Aku
sangat kantuk..."
"Baik, tidurlah!" kata Yu Wi sambil membetulkan selimutnya, "Toako akan menjaga di sini.
Tiba-tiba Bok-ya berucap agak keras, "Aku ingin tidur, hendaklah sampaikan terima kasih
kepada Su-pepek..." habis berkata ia benar-benar terpulas.
"Ya, Toako tentu akan menyampaikan terimakasihmu kepadanya," ujar Yu Wi.
Suasana menjadi hening, Di luar Su Put-ku tidak mendengar sesuatu, ia menghela napas
panjang, diam-diam ia bertanya kepada dirinya sendiri, "Apakah tepat tindakanku ini" pantaskah
kutuntut balas terhadap puteranya Yu Bun-hu?"
Esok paginya, cuaca terang benderang, langit biru bersih tanpa segumpal. awan pun.
Di tengah suasana sunyi senyap itu, sekonyong-konyong terdengar suara teriakan seorang
perempuan "Su Put-ku, kau tinggal di mana?"
Semalam suntuk Su Put-ku duduk di luar rumah, ia terjaga bangun oleh suara teriakan itu,
segera ia menvahut, "Siapa yang mencari orang she Su?"
Suaranya yang serak tua berkumandang jauh ke sana sehingga dapat terdengar meski
berjarak beberapa li. Suara perempuan tadi kedengarannya berada tiga empat li jauhnya tapi
hanya sebentar saja sesosok bayangan kuning sudah melayang tiba.
Su Put-ku melihat pendatang ini adalah seorang perempuan berbaju kuning, tapi rambutnya
sudah ubanan seluruhnya, Segera ia menegur, "Kau kah yang mencari orang she Su?"
Pelahan perempuan ubanan itu mendekat dengan langkah gemulai, ucapnya, "Kau tinggal di
tempat setan ini. dengan susah payah kucari sampai lama sekali."


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari nada ucapan orang, rasanya seperti sudah kenal baik dirinya, Su Put-ku merasa heran, ia
coba tanya, "Siapa kau?"
Kini perempuan ubanan sudah semakin dekat ia berdiri satu tombak di depan Su Put-ku, lalu
berkata dengan nada menyesal, "Ai, apakah terlalu banyak perubahanku sehingga kau pangling
padaku?" Su Put-ku memandangnya sejenak, mendadak ia berseru terkejut, "He, kau Siu-lo-giok-li"!"
Perempuan ubanan itu menggeleng, gumamnya sambil menghela napas, "Siu-lo-giok-li! Sudah
lama tidak ada yang memanggilku dengan nama demikian. Aku sudah tua, rambutku sudah putih
seluruhnya, mana dapat disebut Giok-li (gadis cantik bagai kemala) lagi."
Sungguh Su Put-ku tidak menyangka perempuan tercantik di dunia Kangouw dahulu dan
terkenal dengan nama Siu-lo-giok-li atau si gadis hantu maha cantik (Siulo berarti hantu dalam
bahasa Hindu kuno) kini berubah menjadi setua ini sehingga hampir saja dirinya tak mengenalnya
lagi. "Untuk apa kau cari diriku?" tanya Su Put-ku.
"Masih ingatkah 20 tahun yang lalu aku ikut Yu Bun-hu berkelana di dunia Kangouw, pernah
kami bertemu dengan kau..."
Su Put-ku berkerut kening dan memotong ucapan orang, "Jangan kau sebut namanya di depan
ku dan juga jangan menyinggung lagi kejadian lama."
"Terkenang masa lampau..." Siau-io-giok-li Hirn Kay-lioa bergumam dengan termenungmenung.
Dalam hati Su Put-ku enggan bertemu dengan Him Kay-hoa, segera ia berseru, "Jika ada
keperluan, lekas bicara, Kalau tidak ada urusan, silakah lekas pergi saja!"
"Wah, alangkah garangnya!" jengek Him Kay-hoa. "Hatimu sedih bila melihat diriku,
memangnya hatiku tidak sedih jika melihat kau?"
Su Put-ku berkerut kening rapat-rapat, jelas merasa jemu berhadapan dengan orang.
Dengan gusar Him Kay-hoa lantas berkata, "Boleh kau serahkan puteri Ko Siu padaku dan
segera aku akan angkat kaki dari sini!"
"Siapa itu puteri Ko Siu" Aku tidak tahu," jawab Su Put-ku.
"Masa anak busuk itu tidak datang ke sini?" tanya pula Him Kay-hoa.
Su Put-ku diam saja.
Maka Him Kay-hoa berkata pula, "Kau sengaja hendak melindungi bocah she Yu itu?"
Su Put-ku menjadi gusar, teriaknya, "Kalau bisa setiap orang she Yu ingin kubunuh
seluruhnya."
"Jika begitu, lekas kau serahkan padaku Yu Wi dan anak perempuan yang dibawanya kemari
itu dan jangan bilang tidak tahu," jengek Him Kay-hoa.
"Aneh, mengapa kau berkeras menuduh ada orang berada di tempatku ini?" kata Su Put-ku.
"Budak itu kena racun biru hantu, di dunia ini selain kau tiada yang mampu mengobatinya,
bocah she Yu itu sangat mencintai anak dara itu, dia pasti membawanya kemari untuk memohon
pengobatannya padamu," ujar Him Kay-hoa.
"Tapi sudah 20 tahun aku bersumpah tjdak menolong orang lagi..." hanya sampai di sini saja
Su Put-ku lantas berhenti bicara.
Wah! tampaknya juga belum pasti," ejek Him Kay-hoa. "Kabarnya ada aturanmu yang busuk,
katanya kalau ada yang mampu mengalahkan kau dalam hal ilmu silat, maka kau baru mau
menolongnya. Yu Wi adalah putera Yu Bun-hu, kungfunya pasti tidak lemah."
Mendengar ucapan orang bernada menyindir Su Put-ku melotot dan bertanya, "Apa artinya
ucapanmu ini?"
Him Kay hoa tertawa ngekek, katanya, "Dahulu kungfumu dikalahkan oleh Yu Bun hu,
akibatnya bakal isterimu pun ikut amblas, sekarang jangan-jangan kau kalah lagi di tangan
anaknya?" Su Put-ku paling benci bila peristiwa yang melukai hatinya itu diungkat orang, saking gusarnya
kontan telapak tangannya menghantam.
Tapi Him Kay-hoa sempat melayang mundur, ia sengaja membuatnya marah, katanya pula,
"llmu, pengobatanmu terkenal nomor satu di dunia, tapi ilmu silatmu justeru sangat konyol,
tidaklah heran jika bakal isteri juga ikut amblas dalam pertaruhan."
Rasa gusar Su Put-ku tak tertahankan lagi, ia menghantam dan menendang serabutan,
dahsyat sekali serangannya.
Him Kay-hoa hanya mengelak dan menangkis saja, ia tidak balas menyerang, tapi mulutnya
tidak berhenti mengejek, "Biarlah sekarang akupun coba bertaruh dengan kau dalam hal mengadu
ilmu silat, jika nona menang, harus kau serahkan Yu Wi dan budak she Ko itu..."
Pada saat itulah mendadak Yu Wi melangkah keluar dari dalam rumah, serunya dengan gagah
berani, "Tidak perlu bertaruh, Him Kay-hoa, jika kau cari diriku, tidak perlu membikin repot Sucianpwe."
Him Kay-hoa melompat keluar dari lingkaran serangan Su Put-ku, lalu mendekati Yu Wi dan
mendamperat, "Bocah kurang ajar! Berani kau sebut langsung nama nona" Sungguh tidak tahu
aturan!" Su Put-ku menyadari kungfu Him Kay-hoa jauh lebih tinggi, tidak nanti dirinya mampu
mengalahkannya. Didengarnya Him Kay-hoa bicara terhadap Yu Wi dengan lagak orang tua,
segera ia mengejeknya, "Hah, sungguh lucu! Yang dikawini ayahnya kan bukan dirimu, ada
hubungan keluarga apa antara kau dengan dia, masakah kau tidak malu mengaku sebagai
angkatan tua orang" Haha, barangkali saking sedihnya kau menjadi gila!"
Hati Him Kay-hoa benar-benar tertusuk oleh ejekan Su Put-ku itu, ia berpaling dan
mendamperat, "Umpama aku gila, sedikitnya juga lebih baik daripada nasibmu yang hidup
terpencil di tempat setan semacam ini hanya gara-gara Tan Siok-cin dibawa lari orang!"
Mendengar mereka menyinggung ibunya, lalu kedua orang saling cekcok, Yu Wi lantas tampil
ke muka dan berkata, "ayah-bundaku sudah meninggal semua, kuharap cara bicara kalian jangan
lagi menyinggung nama mereka."
Him Kay-hoa terkejut "Apa katamu" Ayahmu sudah mati?"
"Dan ibumu juga sudah mati?" sambung Su Put-ku.
"Sudah lama ayah-bundaku meninggal," jawab Yu Wi dengan menyesal "Orang mati harus
dihormati, bilamana pada masa hidup mereka ada sesuatu yang tidak disukai kalian, semua itu kini
pun sudah berlalu, tiada gunanya dibicarakan lagi."
Him Kay-hoa tampak sangat kecewa, ucapnya dengan hampa, "Dia tidak boleh mati! Dia tidak
boleh mati! Kalau dia mati, kepada siapa harus kutuntut balas?" Mendadak ia berpaling ke arah Yu
Wi. lalu berteriak pula dengan gusar, "Akan kutuntut balas padamu!"
Ada hubungan apakah antara Him Kay-hoa, Tan Siok-cin (ibu Yu Wi) dan Su Put-ku, kisah cinta
segi banyak bagaimana yang melibatkan mereka
Bentrok Rimba Persilatan 20 Golok Halilintar Karya Khu Lung Bentrok Para Pendekar 6
^