Pendekar Panji Sakti 15

Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Bagian 15


tidak lebih hanya seorang perempuan lemah.
Walaupun wajahnya sudah dimakan usia, namun tidak
menutup sisa kecantikannya dimasa lampau, khususnya sepasang biji matanya yang bening dan tajam bagai sambaran petir.
Ketika menengok lagi orang yang berada di belakangnya, ternyata orang itu memiliki perawakan tubuh yang kurus kering, jangkung bagaikan sebuah gala bambu, mukanya kurus tinggal tulang belulang yang dibungkus kulit, persis seperti wajah tengkorak.
Sewaktu berdiri di belakang Coh Sam-nio, ketinggian tubuhnya ternyata satu kali lipat dari perempuan itu, dia mengenakan sebuah jubah yang lebar dan longgar.
Semua orang tahu, lelaki ceking ini tidak lain adalah Kiu yu im hong khek yang amat tersohor itu, sehingga tanpa terasa mereka pandang wajahnya lebih lama.
Siapa tahu masih mendingan kalau tidak dipandang, begitu diperhatikan lebih seksama maka semua orang segera merasakan pancaran kekuatan yang menghisap sorot mata mereka, membuat semua orang susah untuk mengalihkan kembali perhatiannya ke arah lain.
"Ooh, kalian berdua sudah datang" kata manusia aneh itu kemudian, "baik, silahkan duduk!"
Tiba-tiba dia berjalan ke hadapan Thiat Tiong-tong sekalian, mengebaskan lengan bajunya dan memisahkan mereka dari sorot mata lawan.
Pada saat itulah Thiat Tiong-tong sekalian baru bisa menghembuskan napas lega, cepat mereka geser pandangan matanya ke arah lain dan tidak berani memandang lagi ke arahnya.
Sewaktu ke empat orang itu saling bertukar pandangan, terlihat peluh dingin telah membasahi jidat masing-masing.
Terdengar Hong Kiu-yu berkata sambil tertawa seram:
"Ada apa" Kau takut kuhisap nyawa dari beberapa orang itu"
Hehehehe.... ayohlah, pandang aku sekejap lagi"
"Hong Lo-su, kau terlalu tidak tahu sopan santun" sela Coh Sam-nio sambil tertawa, "siau Hong-cu, harap kau jangan gusar"
Sekali lagi semua orang merasakan hatinya tergerak setelah mendengar manusia aneh itu disebut Siau Huang-cu (pangeran cilik), pikir mereka hampir berbareng:
"Jangan-jangan manusia aneh ini adalah putranya Ya-Tee sang kaisar malam?"
Terdengar Coh Sam-nio berkata lebih jauh:
"Belakangan kian hari aku merasa semakin malas, sebetulnya aku tidak berniat keluar rumah, tapi akhir-akhir ini Jit ho nio nio mendadak mengundangku, katanya terakhir ini kau sering mempermainkan kaum wanita dan dia minta aku membantunya untuk mencabut nyawamu, terpaksa akupun kemari, siapa tahu Hong Lo-su bersikeras ingin berebut denganku, terpaksa aku pun memberi kesempatan kepadanya untuk membunuhmu terlebih dulu!"
Meskipun sedang membicarakan soal pembunuhan, nada suara perempuan ini tetap tenang, lembut dan kedengaran sangat halus.
Tampaknya manusia aneh itu sama sekali tidak dibuat gusar, malah katanya sambil tersenyum:
"Kalau memang Jit ho Nio nio menitahmu untuk
membunuhku, masa kau malah mengalah untuk orang lain"
Tidak kuatir dikemudian hari kau yang dibunuh Jit ho Nio nio?"
Coh Sam-nio kembali tertawa. "Sebenarnya aku pun enggan mengalah, tapi berapa orang dewi anak buah Jit ho Nio nio telah berdatangan semua, untuk selamatkan nyawa berapa orang nona cilikmu serta nyawa dari setan perempuan, terpaksa mereka harus bertukar syarat dengan Hong Lo-su. Sekarang, biar kau sodorkan tengkukmu dihadapanku pun tidak nanti aku akan membunuhmu, kedatanganku kali ini hanya ingin menonton keramaian saja"
Setelah mencari tempat duduk, sepasang matanya yang jeli mengawasi terus tubuh Sui Lengkong tanpa berkedip.
"Padahal aku sendiripun tidak ingin menjagalmu" ujar Hong Lo-su pula, "kedatanganku hanya ingin minta berapa orang dari tanganmu"
Lalu sembari menggapai katanya lebih jauh:
"Kemari kau!"
Siucay muda itu segera berjalan mendekat dengan sikap yang sangat hormat.
"Siapa saja yang kau inginkan, cepat beritahu kepadanya!"
perintah Hong Lo-su lebih jauh.
Dengan suara lantang siucay muda itu berseru:
"Yang kami inginkan adalah Thiat Tiong-tong, Sui Lengkong...."
Diam-diam Thiat Tiong-tong terkesiap, pikir-nya keheranan:
"Aneh, ternyata kedatangan Hong Lo-su benar benar lantaran urusan kami berdua, jangan jangan gembong iblis inipun telah
dibeli oleh Suto Siau sekalian?"
Sewaktu manusia aneh tadi memberitahukan kepadanya bahwa kedatangan semua orang hari ini lantaran dia dan Sui Leng-kong, pemuda itu masih tidak percaya, dia sangka ucapan tersebut hanya bertujuan untuk merebut simpatik Sui Leng-kong.
Tapi sekarang dia benar-benar percaya, bahkan selain keheranan, hatinya pun amat tercekat.
Terdengar siucay muda itu berkata lebih jauh:
"Kecuali mereka berdua, masih ada seorang lagi yang mengenakan pakaian pengantin!"
Sekali lagi semua orang dibuat tercengang, siapa pula orang yang mengenakan pakaian pengantin itu?"
Tampak manusia aneh itu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, belum sempat mengucapkan sesuatu, Coh Sam-nio dengan wajah berubah hebat telah bangkit berdiri seraya berkata:
"Tunggu dulu, orang yang mengenakan pakaian pengantin itu tidak boleh diserahkan kepadamu"
"Aneh, sungguh aneh" Hong Lo-su segera bergumam, "mana ada orang yang datang menonton keramaian ikut mencampuri urusan orang"
"Urusan lain boleh saja tidak kucampuri tapi masalah ini aku tetap akan mencampurinya"
Mendadak manusia aneh itu tertawa terbahak bahak, selanya:
"Hahahaha.... mencampuri atau tidak, yang jelas jangan harap kalian bisa membawa pergi ke tiga orang ini"
Dengan cepat dia melintangkan tubuhnya dihadapan Thiat Tiong-tong serta Sui Leng-kong.
Hong Lo-su tertawa seram, serunya:
"Kau bersedia atau tidak, ke tiga orang itu tetap harus kau serahkan kepadaku!"
Tiba-tiba bentaknya:
"Mana si kapak sakti bertenaga raksasa?"
"Siap!" suara keras bagaikan geledek bergema dari luar pintu.
Bersama dengan bentakan itu, seorang lelaki tinggi besar telah muncul dengan langkah lebar.
Langkah kakinya sangat bebal dan kaku, persis seperti langkah seekor gorilla, ketika berjalan di antara Suto Siau sekalian, sepasang tangannya segera direntangkan ke samping.
Kawanan jago yang tersampok tangannya pun seketika roboh bertumbangan keempat penjuru, tapi Sin hu Lek su seakan tidak
melihat, dia masih melangkah maju dengan bebal.
Ditangannya dia memegang sebuah kapak raksasa dengan gagangnya sepanjang dua meteran dan mata kapak sebesar roda kereta, tidak jelas berapa bobotnya, tapi yang jelas sewaktu bergesek dengan lantai batu, percikan bunga api segera memancar keempat penjuru.
Sambil menuding ke arah Thiat Tiong-tong kembali Hong Lo-su memberi perintah:
"Tangkap dulu orang itu!"
Selama ini Thiat Tiong-tong tidak berani menatap mata setan dari Hong Lo-su, setelah mendengar ucapan tadi dia baru mendongakkan kepalanya, tapi begitu melihat wajah si kapak sakti, mendadak anak muda itu menjerit keras.
"Ada.... ada apa?" dengan hati tercekat Sui Lengkong bertanya.
Thiat Tiong-tong seolah tidak mendengar pertanyaan itu, sepasang matanya menatap wajah lelaki raksasa itu tanpa berkedip, terdengar dia berbisik dengan nada gemetar:
"Paman Sim, ke... kenapa bisa kau?"
Siapa pun tidak menyangka kalau si kapak sakti yang diandalkan Hong Lo-su ternyata tidak lain adalah si lelaki bertelanjang kaki yang membawa panji sakti dari Perguruan Tay ki bun.
Dalam terkejutnya, tanpa berpikir panjang lagi Thiat Tiong-tong menerobos maju ke depan menyongsong kedatangannya, dengan nada bergetar sapanya:
"Paman Sim, kenapa kau pun berada disini" Janganjangan...."
Waktu itu si kapak sakti sedang mengawasi wajah pemuda itu tanpa berkedip, belum sempat menunjukkan sesuatu reaksi, Hong Lo-su dengan wajah menyeramkan telah berkata sepatah demi sepatah:
"Dialah orangnya!"
"Cepat minggir!" dengan hati tercekat manusia aneh itu membentak, "sukmanya telah...."
Belum selesai dia berkata, lelaki raksasa itu sudah mengayunkan tinjunya langsung meng-hajar dada ThiatTiong-tong.
Mimpi pun Thiat Tiong-tong tidak menyangka kalau paman Sim nya bakal melancarkan serangan mematikan di saat seperti ini, belum sempat menjerit kaget, dadanya sudah terhajar
pukulan itu dengan telak.
Kapak sakti punya julukan lain sebagai si pembuka gunung, bisa dibayangkan betapa besar dan kuatnya pukulan tersebut.
Tampak tubuh Thiat Tiong-tong bagaikan layang layang putus tali mencelat keluar dari balik tirai berwarna hitam itu dan sampai lama kemudian baru terdengar tubuhnya yang terbanting di tanah.
Rupanya ketika mereka menerjang masuk tadi, pintu batu itu sama sekali tidak diturunkan kembali, coba kalau bukan begitu, batok kepala Thiat Tiong-tong saat ini pasti sudah menumbuk diatas batu cadas dan hancur berantakan.
Sui Leng-kong menjerit kaget, wajahnya berubah jadi pucat pasi, tubuhnya sempoyongan nyaris roboh, kelihatannya dia berniat menyusul keluar dari situ.
Terdengar Hong Lo-su mendengus dingin lalu menjengek:
"Belum pernah ada orang yang lolos dari kepalan si kapak sakti dalam keadaan hidup, hanya saja.... aaaai, kelewat sayang sampai terjadi hal seperti ini!"
Belum selesai mendengar perkataan itu, Sui Leng-kong sudah roboh tidak sadarkan diri.
Suto Siau sekalian pun belum pernah menyaksikan medan pertarungan semacam ini, untuk sesaat mereka hanya bisa berdiri tertegun saking kagetnya.
Dalam pada itu si manusia raksasa bertelanjang kaki itu masih berdiri kaku ditempat, berdiri dengan wajah tanpa perubahan, tanpa mimik muka.
Terdengar Hong Lo-su kembali memberi perintah sambil menuding ke arah Sui Leng-kong:
"Masih ada seorang lagi, tapi jangan kau lukai jiwanya!"
Selangkah demi selangkah lelaki raksasa itu maju mendekat, setiap kali dia mengayunkan kakinya, berkumandanglah suara getaran seperti suara tambur yang dipukul nyaring.
Manusia aneh itu tahu, Hong Lo-su telah menggunakan obat-obatan untuk merangsang munculnya seluruh kekuatan tersimpan dari lelaki raksasa itu, kemampuan dan kekuatan si kapak sakti saat ini boleh dibilang susah dihadapi dengan kekuatan biasa, tapi dia tetap menggertak gigi sambil maju menyongsong.
Sambil menggetarkan kapak raksasanya lelaki itu membentak nyaring:
"Mampus bagi yang menghalangi aku!"
Sambil berkata kapaknya diayunkan melancarkan sebuah bacokan.
Kendatipun si manusia aneh itu memiliki kungfu yang amat lihay pun tampaknya dia tidak berani menyambut serangan tersebut dengan kekerasan, cepat tubuhnya berkelit ke samping dengan kecepatan bagaikan ikan melejit, kemudian sambil memutar tangan dia lepaskan sebuah bacokan balasan.
Serangan mautnya ini meski tidak menggunakan segenap tenaga yang dimilikinya, namun bila terkena, bisa dipastikan korbannya bakal tewas.
Siapa tahu pukulan yang bersarang telak ditubuh lelaki raksasa itu hanya menimbulkan sedikit getaran, bukan saja tidak sampai roboh, sebaliknya selangkah demi selangkah dia menerobos maju semakin ke depan, sambil pentangkan telapak tangan raksasanya, dia cengkeram tubuh Sui Leng-kong.
Di saat yang amat kritis itulah tiba-tiba terlihat cahaya perak berkelebat lewat, tahu-tahu Sui Lengkong yang tergeletak ditanah sudah hilang lenyap tidak berbekas.
Kapak sakti nampak tertegun, dia seolah tidak mengerti kenapa sasarannya bisa hilang secara mendadak, dengan wajah kebingungan dia segera berpaling.
Rupanya Sui Leng-kong telah disambar oleh Coh Sam-nio, hanya cukup menutulkan ujung kakinya tahu-tahu Coh Sam-nio sudah balik ke posisinya semula, meski sedang membopong seseorang namun gerakan tubuhnya masih cepat bagai sambaran petir.
Sambil tertawa dingin Hong Lo-su atau Hong Kiu-yu ini menjengek:
"Banyak tahun tidak bersua, ternyata ilmu meringankan tubuh yang kau miliki bertambah hebat"
"Terlalu memuji, terlalu memuji"
"Serahkan gadis itu kepadaku, buat apa kita mesti bentrok sendiri"
Coh Sam-nio tersenyum.
"Mata setanmu tidak perlu menatapku, tidak mungkin sukmaku akan tergaet olehmu, masa kaupun ingin bentrok denganku gara-gara nona ini?"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, sekawanan perempuan bercadar hitam itu telah bermunculan ditempat itu.
Sambil berpaling kembali Coh Sam-nio bertanya:
"Bagaimana dengan nona-nona itu?"
"Sudah ada yang membawa pergi mereka" jawab perempuan kecil pendek itu cepat.
"Disini masih ada seorang lagi, coba bawa pulang dirinya!"
"Baik, biar aku saja yang membawanya pulang!" sela Hong Lo-su tiba-tiba sambil menerobos maju ke hadapan Coh Sam-nio.
Dengan perawakan tubuhnya yang tinggi lengkung, dia memiliki ukuran kaki yang panjang sekali, dalam satu kali langkah satu setengah meter lelah dilampaui, sepasang lengannya pun punya ukuran mendekati dua meter sehingga ujung tinjunya yang berkibar terhembus angin persis seperti sepasang sayap lebar.
Coh Sam-nio yang kecil kurus nyaring terkurung dibawah hembusan angin serangannya yang tajam, kelihatannya sulit bagi perempuan itu untuk meloloskan diri, posisinya ketika itu seperti seekor burung alap-alap yang sedang menerkam anak ayam, keadaannya amat berbahaya.
"Kau tidak bakal mampu menangkapku!" ejek Coh Sam-nio sambil tertawa.
Terlihat cahaya perak berkelebat lewat, entah bagaimana tahu-tahu dia sudah mundur sejauh empat meter lebih, kembali jen geknya:
"Asal kau mampu menyentuh tubuhku, nona ini segere kuserahkan kepadamu!"
"Hmmm, biarpun halilintar itu cepat, jangan dianggap angin kalah cepatnya" seru Hong Lo-su
sambil tertawa seram, baru selesai bicara tubuhnya sudah berputar satu lingkaran didalam ruangan itu.
Walau secepat apapun dia bergerak, namun sekilas cahaya perak itu selalu bergerak selangkah lebih cepat dihadapannya.
Paras muka manusia aneh itu dingin bagaikan salju, tanpa mengucapkan sepatah kata pun tiba-tiba dia menghalang jalan pergi Coh Sam-nio.
Tampaknya cahaya perak itu segera akan terperosok masuk ke dalam pelukan manusia aneh itu, tiba-tiba di saat yang terakhir, entah dengan cara bagaimana tahu-tahu cahaya itu sudah menyambar lewat dari sisi tubuhnya.
Akibat kejadian ini, nyaris manusia aneh itu saling bertumbukan dengan Hong Lo-su yang sedang melakukan pengejaran.
Sambil tertawa terkekeh Coh Sam-nio pun berseru:
"Kau yang membopong nona ini, biar aku bermain sebentar
dengan ke dua orang bocah itu"
Perempuan kecil pendek bercadar itu hanya merasakan pandangan matanya silau, tahu-tahu Sui Leng-kong sudah berada dalam pelukannya.
BAB 21 Aliran Silat Sejati
Selama hidup belum pernah kawanan jago itu menyaksikan ilmu meringankan tubuh yang begitu hebat, mereka hanya mendengar suara deruan angin yang saling menyambar melalui sisi tubuh, membuat ujung baju mereka berkibar, hingga pada akhirnya tubuh Coh Sam-nio berubah jadi sekilas cahaya perak yang berputar di antara dua bayangan abu-abu, sulit untuk dibedakan lagi mana bayangan tubuh dan mana cahaya.
Lama-kelamaan para jago merasakan matanya mulai
berkunang-kunang dan kepala terasa pening, akhirnya mereka pejamkan mata dan tidak berani melihat lagi.
Sementara si kapak raksasa itu hanya berdiri dengan mata melotot dan mimik muka hambar, sekalipun matanya terbelalak lebar padahal tidak ada bayangan apapun yang terlihat olehnya.
Coh Sam-nio masih berputar sambil tertawa merdu, sedang napas Hong Lo-su kedengaran mulai tersengkal, sampai pada akhirnya suara gelak tertawa itu semakin nyaring sedang suara napas yang tersengkal pun makin keras.
Akhirnya Hong Lo-su menghentikan langkahnya sambil berkata:
"Aku tidak.... tidak akan mengejar lagi"
"Bagaimana" Mengaku kalah?" tanya Coh Sam-nio.
"Andai tubuhku kecil pendek macam kau, belum tentu ilmu meringankan tubuhku kalah dari kau"
Dalam pada itu si manusia aneh itu pun turut menghentikan pengejarannya, dengan dada naik turun karena tersengkal, ujarnya pula:
"Sehebat apa pun ilmu meringankan tubuh seseorang, paling juga dipakai untuk menyelamatkan diri, apa hebatnya!"
Coh Sam-nio tertawa, sambil berkelebat lewat dari sisi tubuhnya, dia tepuk bahu lelaki itu dan berkata:
"Jika ingin beradu ilmu adu nyawa, kenapa tidak mencari Hong Lo-su" Bukankah dia sedang mengincar nyawamu!"
"Aku memang sedang mencarinya!" bentak manusia aneh itu nyaring, secepat kilat dia lancarkan tiga jurus pukulan.
Hong Lo-su tertawa seram.
"Hehehehe.... akupun sedang mencari kau, asal berhasil menangkap dirimu, masa aku kuatir tidak bisa mendapatkan si pemakai baju pengantin?"
Selama pembicaraan berlangsung, kedua orang itu sudah saling menggempur sebanyak belasan jurus.
"Kalian berdua boleh bertarung sepuasnya, biar aku yang menengok ke dalam!" seru Coh Sam-nio sambil tertawa.
Dia melompat ke depan dan langsung menyelinap masuk ke balik tirai berwarna hitam itu.
"Celaka" pekik Hong Lo-su, "rupanya dia ingin mencari keuntungan!"
Setelah melepaskan tiga gempuran keras, tubuhnya mundur ke belakang dan siap menyusul Coh Sam-nio.
Pada saat itulah Coh Sam-nio yang baru saja menyelinap masuk, kini sudah muncul kembali dengan wajah berubah hebat, begitu melihat Hong Lo-su sedang menyelinap masuk, cepat dia berkelit ke samping dan serunya sambil tertawa:
"Kau ingin masuk ke dalam" Silahkan!"
"Dasar siluman rase" umpat Hong Lo-su setengah bergumam,
"permainan busuk apa lagi yang sedang kau lakukan?"
Walaupun dihati kecilnya sudah muncul kecurigaan, tidak urung tubuhnya tetap menyelinap masuk.
Manusia aneh itu seketika menghentikan langkahnya dengan sorot mata berkilat, tampaknya dia sudah menduga apa yang telah terjadi.
Benar saja, terdengar Hong Lo-su menjerit kaget kemudian kabur keluar dengan wajah berubah, dengan mata melotot besar dan menuding ke balik tirai, gumamnya:
"Ternyata dia.... dia belum mati"
"Aaai, toh sudah kubilang, jangan kedalam, siapa suruh kau bersikeras ingin masuk juga" Coh Sam-nio menghela napas panjang.
Kebetulan waktu itu Sui Leng-kong baru mendusin dari pingsannya, begitu mendengar perkataan itu segera jeritnya kegirangan:
"Jadi dia.... dia belum mati?"
"Adik kecil" kata Coh Sam-nio, "lelaki mu mah susah untuk hidup lagi, yang kami maksudkan adalah orang lain, belum tentu kau kenal dengan orang itu"
Ucapan "susah untuk hidup lagi" diterima Sui Leng-kong bagaikan sambaran petir, kontan dia jatuh pingsan lagi.
Dalam pada itu Hong Lo-su telah berteriak lagi dengan suaranya yang parau:
"Hujin, kalau memang kau belum mati, kenapa tidak segera munculkan diri untuk bertemu?"
Dari balik tirai hitam segera berkumandang suara aneh yang lembut, halus, manis dan indah, menjawab sepatah demi sepatah kata:
"Betul, aku memang belum mati, apakah kau ingin bertemu aku?"
"Aku.... aku...." Hong Lo-su bersin berulang kali dengan tubuh menggigil.
Melihat itu Coh Sam-nio segera menyindir sambil tertawa dingin:
"Dasar manusia tidak berguna, percuma dihari biasa kau menyebut dirimu sebagai enghiong"
Sambil membusungkan dada Hong Lo-su segera berteriak lagi:
"Benar, cayhe memang ingin bertemu hujin"
"Tunggu saja sejenak, aku segera akan munculkan diri, siapa tahu sekalian kubawa benda yang kalian inginkan, jangan pergi dulu"
"Tentu saja kami tidak akan pergi!" sahut Hong Lo-su cepat.
Lain dimulut lain dalam kenyataan, tanpa sadar kakinya makin lama semakin bergeser keluar pintu.
Meskipun dia merasa berat hati untuk meninggalkan tempat itu, namun dalam kenyataan dia merasa ketakutan setengah mati terhadap orang diatas sampan itu.
Perempuan kecil pendek bercadar hitam itu diam-diam mendekati Coh Sam-nio, lalu bisiknya:
"Apa.... apakah dia?"
"Betul, memang dia!" jawab Coh Sam-nio sambil kabur keluar ruangan.
Perempuan bercadar itu segera merasakan tubuhnya bergetar keras, baru saja dia membalikkan tubuh siap kabur dari situ, mendadak manusia aneh itu sudah menghadang di depan pintu sambil menegur:
"Ibuku minta kalian tetap tinggal disini, siapa yang berani pergi?"
"Siapa bilang aku mau pergi?" teriak Hong Lo-su dengan mata melotot.
Benar saja, dia segera mengambil tempat duduk, kemudian sambil melirik ke arah Coh Sam-nio, sindirnya:
"Coh Sam-nio, kau hendak kabur?"
"Hmm, kalau kau tidak kabur, kenapa aku mesti pergi"
Meskipun kedua orang itu masih berbicara sok gagah, padahal semangat mereka betul-betul sudah runtuh.
Manusia aneh itu sendiripun merasakan jantungnya berdebar keras, pikirnya dengan perasaan girang:
"Asal ibu mau keluar, sementara Thiat Tiong-tong sudah mampus, jelas kenyataan ini sangat menguntungkan posisiku"
Andai dia tahu keadaan yang sebenarnya, mungkin manusia aneh itu tidak akan menghalangi kepergian Hong Lo-su serta Coh Sam-nio, sebab perkataan dari ibunya tadi sesungguhnya hanya bertujuan mengusir mereka pergi dari tempat itu.
Waktu itu suasana didalam ruangan berubah jadi hening sepi tidak kedengaran sedikit suara pun, yang paling merasa takut dan kuatir adalah Suto Siau sekalian, bukan saja mereka tidak tahu duduknya persoalan, bahkan tidak bisa menduga untung rugi yang bakal menimpa mereka.
Rupanya Thiat Tiong-tong meski ilmu silatnya tidak terlampau hebat, namun reaksi serta kecerdasan otaknya boleh dibilang luar biasa.
Ketika melihat pukulan yang menghantam dadanya susah dihindari lagi, dia segera manfaatkan kesempatan itu untuk melompat mundur sambil menjatuhkan diri ke tanah.
Sayang tenaga pukulan dari si Kapak sakti memang kelewat kuat dan dahsyat, kendatipun sudah menghindar toh dia tetap terhantam hingga mencelat.
Begitu tubuhnya mencelat sejauh empat depa, dia segera menerobos ke balik tirai hitam dan tercebur ke dalam kolam.
Waktu itu kesadarannya belum punah, seandainya berganti orang lain dia pasti tidak berani menggunakan tenaganya lagi dan membiarkan tubuhnya tercebur ke dalam kolam.
Berbeda dengan Thiat Tiong-tong, dengan pertaruhkan keselamatan jiwanya dia segera menghimpun sisa kekuatan yang dimilikinya dan berusaha keras melejit ke samping, maka ketika terjatuh ke bawah, tubuhnya persis terjatuh diatas sampan itu.
Begitu memuntahkan darah segar, anak muda itupun jatuh tidak sadarkan diri.
Menanti dia mendusin kembali, hidungnya segera mengendus bau harum semerbak yang menyegarkan seluruh tubuhnya.
Dia tidak tahu kalau bau harum itu berasal dari dupa mestika yang khusus didatangkan dari negeri Thian-tok (India) yang
disebut Thian say than.
Konon bagi orang yang sedang berlatih tenaga dalam bila mengendus bau dupa ini maka kemajuan yang dialami bakal pesat, bila seseorang sedang terluka dalam yang parah pun dapat segera mendusin dari pingsannya.
Baru saja Thiat Tiong-tong tersadar dari pingsannya, tiba-tiba dari sisi telinganya terdengar seseorang berkata:
"Dalam keadaan terluka parah kau masih tidak segan menggunakan sisa kekuatan yang dimiliki agar terjatuh tepat diatas sampan, apakah kau mempunyai sesuatu tujuan?"
Suara itu lembut, halus dan indah, satu keindahan yang tiada keduanya dikolong langit, Thiat Tiong-tong pernah mendengar sebelumnya, tahu kalau orang yang menegurnya adalah ibunda dari manusia aneh itu, dia merasa terkejut bercampur girang.
Terkejut karena tidak menyangka kalau tindakannya yang sengaja menjatuhkan diri keatas sampan ternyata dapat ditebak orang, buru-buru katanya:
"Isi perut boanpwee sudah terluka parah"
Baru bicara sepatah kata, napasnya sudah tersengkal-sengkal, maka setelah menarik napas baru lanjutnya:
"Bila tidak ada yang menolong, boanpwee pasti tewas setelah tercebur ke air, padahal usiaku masih muda, aku tidak ingin cepat mati"
Kembali suara lembut itu bertanya:
"Bukankah kau tahu kalau tubuhmu tercebur ke dalam air, belum tentu aku mau menolong, tapi bila terjatuh dihadapanku, mau tidak mau aku harus menolong?"
"Harap hujin maklum, walaupun luka dalam yang boanpwee derita sangat parah, namun dengan kemampuan yang hujin miliki, kau pasti bisa selamatkan jiwaku, itulah sebabnya boanpwee mengharapkan begitu"
"Kelihatannya kau bicara jujur...." selesai mengucapkan perkataan itu, dia tidak berbicara lagi.
Thiat Tiong-tong sendiripun merasakan kerongkongannya sangat kering dan dadanya sesak sehabis mengucapkan kata-kata itu, setelah pejamkan mata dan beristirahat sejenak dia baru membuka matanya kembali, dia ingin melihat bagaimana tampang wajah nyonya ini.
Kalau didengar dari suaranya yang halus lembut, dia sangka nyonya ini pasti memiliki wajah yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, siapa sangka, begitu dipandang seketika itu juga
hatinya terperanjat.
Dibawah remang remangnya cahaya redup, asap dupa yang mengepul tipis dan lapisan kain hitam yang mengelilingi sampan, tampak hujin itu duduk bersila diatas sebuah bantal untuk bersemedi, tubuhnya telah menyusut kecil hingga tinggal seonggok kerangka, kulit mukanya kuning kehitam-hitaman dan tinggal kulit pembungkus tulang, rambutnya sudah pada rontok sehingga nyaris gundul kelimis, keempat anggota tubuhnya pun kurus kecil seperti anggota tubuh seorang bayi, yang paling menonjol hanya kulit perutnya yang bulat menonjol keluar.
Begitu aneh dan menyeramkan penampilan perempuan ini, membuat siapa pun yang melihatnya pasti akan berubah muka dan menjerit kaget.
Tapi Thiat Tiong-tong tidak terbiasa berubah muka, walaupun perasaan terkejut mencekam perasaan hatinya namun sama sekali tidak di tampilkan keluar, diam-diam dia menghela napas sambil pikirnya:
"Dimasa lampau hujin ini pasti cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, tampangnya berubah aneh pasti lantaran melatih sesuatu ilmu sakti, tidak heran kalau dia enggan bertemu siapa pun"
Berpikir sampai disitu, perasaan iba dan simpatik segera menyelimuti hatinya, perasaan itupun tanpa sadar diperlihatkan keluar.
Hujin itu hanya membuka sedikit sepasang matanya, dia sama sekali tidak berbicara.
Thiat Tiong-tong hanya memandangnya dua kejap dan tidak berani menengok wajahnya lagi, dia mencoba memperhatikan sekeliling tempat itu, disamping bantal bersemedi terdapat sebuah anglo untuk dupa, disampingnya terdapat sejilid kitab tipis, diatas kitab itu tertulis: "Aliran silat sejati, Kia ie sinkang"
Hatinya kontan tergerak, dia merasa nama ilmu silat itu sangat aneh, pikirnya:
"Tidak heran kalau Hong Lo-su berkoar-koar menginginkan orang yang mengenakan pakaian penganten, tampaknya kitab pusaka inilah yang dimaksud, Kia ie sinkang, ilmu sakti baju pengantin"
Baru selesai dia berpikir, terdengar hujin itu bertanya lagi:
"Siapa namamu, apakah kau berasal dari Perguruan Tay ki bun?"
Dalam hati Thiat Tiong-tong merasa keheranan, darimana dia
bisa mengetahui asal usulnya, namun segera mengiakan dengan hormat.
"Biarpun masih muda, ternyata kau bisa menaruh simpatik terhadap kesepian yang dialami orang lain, tidak gampang untuk bersikap begitu" kembali hujin itu berkata.
Sekali lagi Thiat Tiong-tong merasa terperanjat, kini dia baru sadar, rupanya semua pembicaraannya dengan Li Lok-yang sewaktu berada di luar gua tadi telah terdengar oleh hujin ini dengan sangat jelas.
"Kenapa kau tidak nampak ketakutan setelah melihat wjahku?" lagi-lagi hujin itu bertanya.
"Boanpwee tidak pernah kenal takut, apalagi hujin sangat cerdas dan memiliki kemampuan yang luar biasa, apalah arti dari kulit luar, apa pula arti dari sebuah penampilan, bagi boanpwee yang tersisa hanya rasa hormat dan kagum"
Secerca kehangatan melintas diwajah sang hujin yang dingin kaku, pelan-pelan katanya:
"Biarpun kecantikan atau keburukan kulit wajah seseorang tidak sebanding dengan kecerdasan dan kemampuan, tapi ada berapa banyak manusia di dunia ini yang tidak menilai seseorang dari penampilannya!"
Thiat Tiong-tong tidak berani menanggapi, napasnya saja yang kedengaran makin terengah.
"Kalau masih mampu bergerak, merangkaklah mendekat"
perintah hujin itu lembut.
"Apakah hujin bersedia memberi pertolongan?" tanya pemuda itu kegirangan.
"Bila tidak menderita luka parah yang mengancam
keselamatan jiwa, tidak mungkin kau berani menerobos kemari, sekarang kau sudah muncul dihadapanku, ini berarti di antara kita berdua memang berjodoh, paling tidak sudah sepantasnya bila kuselamatkan nyawamu"
Dengan kegirangan Thiat Tiong-tong mengucapkan terima kasih kemudian berusaha keras merangkak maju mendekati perempuan itu, tapi lukanya memang kelewat parah, sewaktu berbicara pun banyak mengeluarkan tenaga, walaupun jarak yang berapa meter saja baginya seakan sedang melalui bukit dan jurangyang amatjauh.
Hujin itu sama sekali tidak membantunya untuk merangkak mendekat, dia hanya mengawasi dari kejauhan, mendadak bisiknya:
"Ada yang datang!"
Walaupun tidak mendengar sesuatu namun tidak tahan Thiat Tiong-tong menengok juga, dari balik kain sutera hitam benar saja dia saksikan sesosok bayangan manusia berwarna perak sedang menyelinap masuk.
Dia tahu orang itu tidak lain adalah Coh Sam-nio, kembali hatinya tercekat.
Waktu itu Coh Sam-nio sendinpun amat terkejut setelah melihat asap tipis yang muncul dari balik sampan, seketika dia menghentikan tubuhnya disisi kolam sembari menegur:
"Siapa yang berada diatas sampan?"
Hujin itu tidak menjawab, tiba-tiba dia meniup asap tipis yang berada diatas sampan itu, sekilas cahaya putih segera menyambar keluar dari balik tirai dan bagaikan segulung hawa pedang langsung menyergap ke tubuh Coh Sam-nio.
Terdengar Coh Sam-nio menjerit kaget, tanpa mengucapkan sepatah katapun buru-buru dia mundur keluar.
Ketika Hong Lo-su menyelinap masuk pula ke situ, sang hujin dengan menggunakan cara yang sama, meniupkan segulung asap putih untuk memukul mundur sang pendatang.
Hong Lo-su sambil menjerit ketakutan segera melarikan diri pula dari tempat itu.
Tidak terlukiskan rasa kagum Thiat Tiong-tong menyaksikan kesemuanya itu, pikirnya:
"Entah sampai kapan aku baru bisa melatih kemampuanku hingga taraf setangguh itu"
Tampak sang nyonya sedang pasang telinga mendengarkan sesuatu, mimik wajahnya kelihatan amat serius.


Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lewat berapa saat kemudian baru terdengar suara aneh Hong Lo-su berkumandang dari luar sana:
"Kalau toh hujin belum mati...."
Berikut terjadilah tanya jawab yang semuanya bisa diikuti dan didengar Thiat Tiong-tong dengan sangat jelas.
Lewat berapa saat kemudian terdengar manusia aneh itu berkata:
"Kalau ibuku minta kalian tetap ditempat, siapa yang berani pergi dari sini!"
Begitu mendengar perkataan putranya, dengan wajah berubah sang hujin segera mengumpat:
"Anak sialan! Aku lagi berusaha menakut-nakuti mereka agar pergi, dia malah sengaja menahan mereka semua"
"Kenapa hujin...."
Belum habis Thiat Tiong-tong bertanya, nyonya itu sudah menukas:
"Bukankah aku sudah berniat menolongmu" Kenapa melihat kau merangkak dengan susah payah, aku sama sekali tidak berniat menolong?"
Sambil berkata dia membuka matanya, memandang pemuda itu dengan sorot mata setajam cahaya lentera.
"Jangan-jangan.... hujin sudah tidak mampu bergerak?" tanya Thiat Tiong-tong terperanjat.
"Benar"
Pemuda itu segera menghembuskan napas dingin, bisiknya:
"Soal ini.... soal ini...."
"Persoalan ini tidak ada sangkut pautnya denganmu, kemarilah, kita bicarakan lagi setelah lukamu sembuh nanti"
Tidak selang berapa saat kemudian Thiat Tiong-tong sudah merangkak tiba dihadapannya.
Perlahan-lahan nyonya itu menempelkan telapak tangan kirinya diatas jidat Thiat Tiong-tong lalu menyalurkan tenaga dalamnya menembusi nadi dan mengikuti aliran darah menuju ke jalan darah penting di jantung, sementara tangan kanannya ditempelkan diatas jalan darah Siang-ci-hiat.
Terasa telapak tangan itu makin lama semakin panas, menyusul gerakan tadi pemuda itu merasakan sekujur tubuhnya jadi panas sekali.
Sebetulnya waktu itu dia sudah amat lemah, lelah dan kehabisan tenaga, namun begitu merasakan mengalirnya tenaga baru, seketika itu juga semua keluhan tadi hilang tidak berbekas.
Lewat berapa saat kemudian tenaga aliran yang semula tenang dan lembut tiba-tiba berubah jadi dua gumpalan bara api yang membuat anak muda itu merasakan sekujur tubuhnya seakan menggelembung besar dan hampir meledak,
kerongkongannya terasa mengering, matanya berubah jadi merah membara.
Dalam terkejutnya buru-buru dia kerahkan tenaga dalamnya untuk melawan, mendadak teringat olehnya kalau saat itu sedang berada dalam keadaan terluka parah, darimana datangnya kekuatan untuk melawan"
Belum habis pikiran itu melintas, dia merasakan tumbuhnya satu kekuatan baru dari pusatnya. Ternyata tenaga dalam yang disalurkan nyonya tadi kini telah berubah menjadi kekuatan
miliknya. Dalam terkejut bercampur girangnya tanpa berpikir lebih jauh kenapa tenaga dalam nyonya itu bisa begitu cepat melebur dan menyatu dengan tenaga dalam milik sendiri, buru-buru Thiat Tiong-tong mengerahkan tenaga dalamnya dan berusaha memunahkan kekuatan hawa panas itu.
Lewat berapa saat kemudian bukan saja hawa panas itu tidak lenyap malah sebaliknya makin lama semakin bertambah kuat.
Entah berapa lama sudah lewat tiba-tiba Thiat Tiong-tong merasa bahwa hawa murni yang ada didalam tubuhnya bukan saja dapat melebur hawa panas tadi menjadi kekuatan, bahkan semakin cepat datangnya hawa panas itu, makin cepat pula dia berhasil melebur kekuatan itu.
Kini hawa murni yang berada dalam tubuh Thiat Tiong-tong dari lemah berubah jadi kuat, bagaikan bola salju yang menggelinding dari puncak bukit, makin ke bawah bola salju itu semakin membesar.
Di antara asap dupa yang mengepul, tampak paras muka nyonya itu dari kuning kehitam-hitaman berubah jadi kuning kemerah-merahan, lalu dari kemeraan berubah jadi pucat, perut bagian bawahnya yang semula membuncit makin lama makin mengempes dan mengecil.
Ternyata tenaga dalamnya yang sudah dilatih hampir belasan tahun lamanya itu kini mengalir masuk ke dalam tubuh Thiat Tiong-tong bagaikan bendungan sungai yang jebol, bukan saja mengalir deras bahkan sama sekali tidak terbendung lagi.
Berapa jam sudah lewat tanpa terasa, kawanan jago itu masih menunggu di dalam ruangan.
Sui Leng-kong bersandar dalam pelukan seorang perempuan bercadar sambil memandang langit langit ruangan dengan mata mendelong, tiada air mata lagi disudut matanya, air mata seolah sudah mengering.
Si kapak sakti berdiri kaku dengan kapak masih terhunus, namun tubuhnya sama sekali tidak bergerak.
Li Kiam-pek berjalan mondar mandir macam semut
kepanasan, kelihatannya dia sudah habis kesabarannya sementara Li Lok-yang tetap duduk ditempat tanpa bereaksi.
Suto Sau dan rombongannya ada yang duduk menunggu ada pula yang berdiri, semua orang memperlihatkan perasaan tidak tenang, sedang si siucay muda itu mengumpulkan buah-buahan dan makanan dari sekitar sana, sayang tidak seorang pun yang
berselera untuk bersantap.
Manusia aneh itu sendiri mesti tidak menunjukkan perubahan sikap namun perasaan hatinya sangat tidak tenang, pikirnya:
"Bukankah ibu sudah berjanji akan keluar, kenapa sampai sekarang belum juga menampakkan diri?"
Hong Lo-su maupun Coh Sam-nio berdiri dimuka dinding batu sambil bergendong tangan, mereka berdua sedang mengawasi jurus silat yang terukir diatas dinding dan nampaknya sudah dibuat kesemsem.
"Bagus.... bagus, ternyata memang jurus bagus" terdengar Coh Sam-nio bergumam tiada hentinya.
Meski dia sedang memuji padahal matanya tidak mengawasi dengan seksama, hanya pikirnya diam-diam:
"Walaupun makhluk perempuan itu tidak menampakkan diri, tapi jika ditinjau dari kemampuannya mengirim asap bagaikan pedang, jelas kungfunya telah mengalami kemajuan yang amat pesat, apa yang mesti kulakukan bila mereka ibu dan anak mengerubuti aku bersama" Kenapa tidak kumanfaatkan kesempatan saat ini untuk bekerja sama dengan Hong Lo-su untuk menjagal dulu si makhluk kecil itu?"
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah rekannya,.
Waktu itu Hong Lo-su pun sedang mengawasi dinding sambil tertawa seram:
"Hebat, hebat, benar-benar jurus yang hebat!"
Sedang dihati kecilnya ia berpikir:
"Dari pada ibu beranak turun tangan bersama, ada baiknya kujagal dulu si bajingan cilik ini, tapi.... aku tidak yakin dengan kekuatanku seorang...."
Berpikir sampai disitu diapun mengalihkan sorot matanya ke arah Coh Sam-nio.
Dalam waktu singkat sorot mata mereka telah saling berpandangan, meski hanya sekilas namun ke dua belah pihak segera mengerti apa yang dipikirkan lawannya.
Sambil menghela napas Coh Sam-nio pun berkata:
"Aaai, pangeran cilik, kenapa ibunda mu belum juga menampakkan diri?"
"Bila kau tidak sabaran, kenapa tidak ditanyakan langsung kepada dia orang tua?" jengek sang pangeran.
"Aaai, kalau aku mah tidak berani bertanya, Hong Lo-su, kau
saja yang pergi bertanya" Hong Lo-su tertawa terkekeh, potongnya: "Dia langsung marah begitu bertemu aku, lebih baik kau saja, wajahmu toh jauh lebih sedap dipandang"
Sembari berkata, selangkah demi selangkah mereka berjalan menghampiri manusia aneh itu.
Paras muka manusia aneh itu sama sekali tidak berubah, dia seolah tidak menyadari akan hal itu, tiba-tiba tegurnya sambil tertawa:
"Kalian tidak sabar menunggu, ada apa, ingin berkelahi dulu denganku?"
Coh Sam-nio serta Hong Lo-su seketika berdiri tertegun, tapi dengan cepat Coh Sam-nio berkata seraya tertawa:
"Pangeran, ternyata kau pintar sekali, dugaan-mu lagi-lagi tepat, Hong Lo-su ingin menjagal dirimu terlebih dulu!"
"Dasar siluman rase" diam-diam Hong Lo-su mengumpat, "lagi lagi dia mengumpankan diriku, tapi, bagaimana pun bocah keparat ini memang harus disingkirkan, daripada semakin kerepotan bila makhluk tua itu sudah munculkan diri nanti"
Maka sambil tertawa seram ujarnya:
"Menjagal mah tidak berani, tidak ada salahnya bukan kalau kita berkelahi sambil membuang waktu!"
Ujung bajunya segera dikebaskan keluar, segulung angin puyuh langsung menghantam ke tubuh manusia aneh itu.
"Hati-hati pangeran" teriak Coh Sam-nio sambil tertawa,
"angin dingin Hong Lo-su sangat lihay, eeei Hong Lo-su, kau pun mesti hati-hati, kepalan Si hoa kun (ilmu pukulan mempermainkan bunga) sang pangeran tidak boleh dipandang enteng"
Sementara pembicaraan berlangsung, Hong Lo-su sudah terlibat pertarungan seru melawan manusia aneh itu, setiap pukulan yang dilepaskan selalu disertai selapis hawa dingin yang menggidikkan, hawa dingin yang lebih tajam dari pada sayatan pisau tajam.
Adapun jurus serangan yang digunakan manusia aneh itu enteng dan lincah, lembut seolah-olah tidak bertenaga.
Dengan wajah penuh senyum sebentar dia menowel dagu Hong Lo-su, sebentar mencubit pipinya, dia seakan sedang menggoda seorang wanita saja.
"Wah, ternyata ilmu pukulan mempermainkan bunga miliknya memang sangat hebat" pikir Li Kiam-pek diam-diam sambil tertawa geli.
Li Lok-yang yang menyaksikan pertarungan itupun merasa amat terkejut, pikirnya:
"Ilmu pukulan ini benar-benar sangat lihay, bukan saja sasarannya aneh, bikin orang sama sekali tidak terduga bahkan memiliki perubahan yang begitu rumit dan sakti"
Tiba-tiba terdengar Coh Sam-nio berseru sambil tertawa:
"Hong Lo-su, kelihatannya sang pangeran sudah tertarik kepadamu, coba lihat, dia sedang menjahilimu habis-habisan, lebih baik kawin saja dengannya"
Tidak terlukiskan rasa gemas Hong Lo-su, saking jengkelnya dia sampai menggertak gigi kuat kuat.
"Sialan!" umpatnya, "kau si nenek busuk enak-enakan, malah suruh aku yang kerepotan. Kapak sakti, kau berada dimana?"
"Siap!" sahut kapak sakti cepat.
Dengan gerakan burung hong pentang sayap Hong Lo-su melepaskan gempuran ke arah manusia aneh itu dengan tangan kanannya sementara jari tangan kirinya menuding ke arah Coh Sam-nio sambil membentak keras:
"Cepat ajak dia berkelahi"
"Baik!" jawab kapak sakti cepat, senjata kapak raksasanya langsung dibacokkan ke depan.
"Kurang ajar" umpat Coh Sam-nio sambil tertawa, "tidak heran kalau Lui lotoa mengatakan kalau Hong Lo-su bukan orang jahat melainkan orang sinting, tapi masa kau tidak bisa berpikir, memangnya monyet besar ini mampu menyentuhku!"
Tubuhnya berkelebat cepat menghindarkan diri dari bacokan maut itu, tapi si kapak sakti segera mau dengan langkah lebar, sambil mengejar terus sepanjang jalan dia melepaskan beberapa kali bacokan.
Biarpun kapak saktinya menakutkan dan tenaga serangannya mengerikan, namun bagaimana mungkin dia mampu melukai Coh Sam-nio yang tersohor karena ilmu meringankan tubuhnya yang nomor wahid.
Yang merasakan akibatnya justru Suto Siau sekalian, begitu melihat lelaki raksasa itu mengayunkan kapaknya, cepat mereka kabur sipat kuping.
Si kapak sakti sama sekali tidak ambil perduli siapa yang dijumpai, dengan mata melotot besar dia langsung menghadiahkan sebuah bacokan maut begitu bertemu orang yang menghalangi jalan perginya.
Ditengah kekacauan terdengar Hong Lo-su tertawa terbahak-
bahak, serunya:
"Nah begini baru ramai namanya.... aduh, serangan hebat"
Sambil memutar tubuh, dia lepaskan sebuah jurus serangan balasan.
"Ayoh monyet besar" teriak Coh Sam-nio pula sambil tertawa,
"cepatan sedikit...."
Tiba-tiba dia melepaskan sebuah bacokan kilat ke arah Hong Lo-su, menanti lawannya berkelit, perempuan itu kembali berlari menjauh.
Kontan Hong Lo-su mencaci maki kalang kabut.
"Sudah, tidak usah mengumpat lagi" jengek Coh Sam-nio,
"aku selalu bertindak adil...."
Kali ini dia melejit balik sambil melepaskan tiga buah pukulan secara berantai.
Tampak tubuhnya bergerak lincah, sebentar bergeser ke kanan melepaskan satu pukulan ke arah Hong Lo-su, sebentar kemudian menendang si manusia aneh itu, bedanya serangan ke arah Hong Lo-su dilakukan perlahan sebaliknya serangan kepada manusia aneh itu jauh lebih berat.
Hong Lo-su bukan orang bodoh, tentu saja diapun tahu kalau secara diam-diam perempuan itu sedang membantunya, dengan hati girang pikirnya:
"Tidak kusangka nenek busuk ini banyak akalnyajuga!"
Saat itu senyuman sudah sirna dari wajah manusia aneh itu, jelas dia mulai kepayahan menghadapi kerubutan dua orang tokoh sakti itu.
Dengan semangat berkobar Hong Lo-su segera berseru:
"Selewat lima puluh gebrakan lagi, akan kusuruh kau roboh ke tanah!"
"Tidak mungkin dalam lima puluh gebrakan" sela Coh Sam-nio sambil tertawa, "paling tidak butuh tujuh puluh gebrakan lagi!"
Li Lok-yang cukup berpengalaman dalam hal pertarungan, dia pun dapat melihat dengan jelas kalau manusia aneh itu tidak mungkin mampu bertahan tujuh puluh gebrakan lagi.
Pertarungan antara jago tangguh selalu dilakukan dengan gerakan cepat, dalam waktu singkat enam puluh gebrakan sudah lewat, sebagai jago kawakan dia mulai membuat perhitungan, andaikata tujuh puluh gebrakan kemudian manusia aneh itu kalah, apa yang harus mereka ayah beranak lakukan"
Dalam pada itu Thiat Tiong-tong merasakan hawa panas yang
mengalir keluar dari telapak tangan perempuan itu tiba-tiba berhenti ditengah jalan, ketika dia mencoba untuk mengatur pernapasan, bukan saja seluruh lukanya telah sembuh malahan tenaga dalamnya mengalami kemajuan yang amat pesat.
Dalam kejut bercampur girangnya diapun berseru:
"Terima kasih banyak hujin!"
Tapi begitu membuka mata, betapa terperanjatnya anak muda ini, ternyata sang nyonya duduk sambil pejamkan mata, peluh sebesar kacang kedele membasahi seluruh jidatnya, air mukanya pucat pasi bagaikan mayat.
Dengan hati tercekat buru buru Thiat Tiong-tong berseru:
"Boanpwee tidak tahu kalau tenaga dalam hujin bakal menderita kerugian yang separah ini, tahu begini, boanpwee tidak akan berani memohon kepada hujin!"
Waktu itu napas sang nyonya tersengkal sengkal, tapi perutnya yang semula membuncit kini sudah rata kembali.
Sampai lama kemudian dia baru bergumam sambil tertawa:
"Aku mengerti sekarang.... aku mengerti sekarang...."
Biarpun nada suaranya tetap manis dan indah, namun suaranya berubah jadi amat lemah.
"Nyonya, apa yang kau pahami?" tanya Thiat Tiong-tong keheranan.
"Persoalan pelik yang membelengguku selama belasan tahun baru hari ini berhasil kupahami.... dupa dalam hiolo telah padam, coba kau tekan hiolo itu hingga gepeng!"
"Boan.... boanpwee tidak punya kemampuan untuk berbuat begitu!"
"Dicoba saja!"
Thiat Tiong-tong tidak berani membangkang, dengan ragu diambilnya hiolo tersebut.
Hiolo itu tingginya satu setengah meter dan terbuat dari tembaga, bukan saja berat bobotnya, lapisannya pun keras dan susah dirusak dengan senjata.
Sambil tertawa getir pikir pemuda itu: "Tampaknya nyonya ini menilai kelewat tinggi kemampuan tenaga dalamku"
Maka dengan sekuat tenaga dia tekan hiolo tembaga itu, dalam perkiraannya hiolo tersebut bakal patah jadi dua bagian.
Siapa tahu begitu dia tekan, hiolo yang keras dan kuat itu seketika tertindih hingga gepeng.
Thiat Tiong-tong benar-benar terperanjat, saking kagetnya dia sampai melongo dan berdiri terbelalak, memadang hiolo yang
gepeng itu hampir saja dia tidak percaya dengan pandangan mata sendiri.
"Bila kau ingin membuat gepeng hiolo ini dihari biasa, mungkin susahnya seperti memanjat ke langit, tahukah kau apa sebabnya hari ini dapat kau lakukan segampang membalikkan tangan?" tanya sang nyonya.
"Boan.... boanpwee tidak tahu!"
"Ini disebabkan karena tenaga dalam yang telah kulatih dengan susah payah selama puluhan tahun telah habis kau hisap, kesempurnaan tenaga dalam yang kau miliki saat ini kendatipun belum sampai tiada duanya dikolong langit, namun tidak banyak jagoan dalam dunia persilatan dewasa ini yang mampu menandingi kehebatanmu"
Thiat Tiong-tong semakin tertegun, dia tidak tahu harus bersedih hati atau merasa girang. Lama setelah berdiri termangu dengan keringat bercucuran, tiba-tiba dia menjatuhkan diri berlutut sembari berkata:
"Boanpwee pantas mati, boanpwee tidak tahu...."
"Ehmm, ketika mendengar berita yang luar biasa ini kau bukan saja tidak gembira, sebaliknya malah gugup dan menyesal, ini membuktikan kalau kau masih punya liangsim, padahal....
aaaai, semua kejadian adalah kehendak Thian, kau tidak perlu menyesal"
"Tapi.... tapi gara-gara boanpwee, tenaga dalam milik hujin telah.... telah kuhisap semua, bagaimana.... bagaimana mungkin boanpwee bisa.... bisa bersikap tenang...."
Nyonya itu tertawa.
"Alasan dibalik semua kejadian ini sangat aneh" ucapnya,
"bahkan aku sendiripun semula tidak tahu apa sebabnya, aaai, tapi untung sekarang aku sudah paham!"
"Boleh.... boleh aku bertanya kenapa hujin...."
"Semenjak enam belas tahun berselang, ilmu sakti yang kulatih adalah ilmu dari aliran sejati, Kia ie sinkang, ilmu sakti baju pengantin. Walaupun sejak awal sudah kuketahui kalau ilmu ini maha sakti, maha susah dilatih dan sangat mendalam, namun aku sadar, seandainya ilmu tersebut berhasil kupelajari maka aku akan menjadi jagoan yang tiada duanya dikolong langit. Aku pun tahu, kedua orang cousu pendiri Perguruan Tay ki bun pun bisa menjagoi kolong langit lantaran sempat mempelajari ilmu maha sakti ini. Itulah sebabnya aku pun mengambil keputusan nekad, meninggalkan semua keduniawian
dan secara khusuk mempelajari ilmu sakti ini"
Tiba-tiba saja Thiat Tiong-tong jadi teringat dengan perkataan dari manusia aneh tadi, tidak lahan selanya:
"Be.... benarkah kitab pusaka ilmu maha sakti itu secara sengaja dihilangkan oleh mendiang pendiri Perguruan Tay ki bun?"
Dia betul-betul tidak habis mengerti, kenapa mendiang leluhurnya harus menghilangkan kitab maha sakti itu secara sengaja, bukankah kitab tersebut berisikan ilmu sakti yang tiada tandingannya dikolong langit"
Hanya saja dia tidak tahu bagaimana harus mengajukan pertanyaan itu.
Terdengar sang nyonya menjawab:
"Betul.... sejak berlatih ilmu sakti itu, aku sudah sadar kalau ada gelagat tidak beres, sebab begitu aku mulai melatih diri, tiba-tiba saja tenaga murniku berubah seolah mengering, susah dialirkan dan susah dihimpun, tapi aku tidak ambil perduli dengan gejala tersebut, aku nekad tetap melatihnya. Siapa tahu kendatipun tenaga murniku makin dilatih semakin bertambah dahsyat, namun setiap kali berusaha menyalurkan tenaga dalam, aku selalu merasakan penderitaan yang luar biasa, setiap kali hawa murniku mengalir, akan kurasakan rasa sakit yang luar biasa, rasa sakit seolah-olah ditusuk dengan beribu batang jarum tajam"
Setelah menghela napas, lanjutnya:
"Penderitaan itu jauh lebih tersiksa ketimbang penderitaan macam apa pun yang ada di dunia ini, bila kuhentikan latihanku, tenaga dalamku segera akan membuyar, penderitaan dikala buyarnya tenaga dalam betul betul tidak tertahankan oleh siapa pun. Itulah sebabnya walaupun aku sadar bahwa gejala ini mirip orang yang menghisap madat, makin dihisap semakin ketagihan namun aku terpaksa harus berlatihnya terus. Begitu tenaga murniku bertambah kuat, siksaan yang kuterima pun bertambah berat, dalam keadaan begini terpaksa kuhimpun tenaga dalam itu dibawah Tan-tian, tidak kubiarkan hawa murni itu mengalir kemana-mana, akibatnya tubuh bagian bawahku mulai kehilangan tenaga sebelum akhirnya lumpuh total"
Thiat Tiong-tong hanya berdiri melongo dengan mata terbelalak semakin besar, tidak sepatah kata pun sanggup diucapkan, walau begitu, sekarang dia sudah tahu apa sebabnya perut sang nyonya kelihatan buncit dan membesar.
Terdengar nyonya itu berkata lagi:
"Biarpun tenaga murniku semakin bertambah kuat dan dahsyat, tapi apa gunanya bila tidak bisa kugunakan" Bayangkan saja, ketika aku mesti menghimpun tenaga dalam untuk menghadapi lawan, namun aku harus merasakan juga siksaan yang luar biasa seperti ditusuk jarum, mana mungkin bisa kukembangkan jurus silatku untuk bertarung" Waktu itu aku tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, kusangka aku telah salah berlatih. Bila meninjau dari nama ilmu tersebut, ilmu baju pengantin, sampai sekarangpun aku tidak tahu kenapa bisa disebut begitu meski aku mengerti apa yang disebut sebagai ilmu aliran sejati" Setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "Ilmu aliran sejati berarti ilmu yang berkembang atas kesadaran diri, atau dengan perkataan lain, semakin aku menyadari akan keadaan yang sejati, semakin sukses kupelajari ilmu tersebut. Sayangnya biar sudah belasan tahun, biarpun sudah kupikirkan siang malam, aku belum juga mengerti kata kunci itu, sebaliknya semakin kupikirkan aku semakin goblok, semakin menderita!"
Thiat Tiong-tong ikut menghela napas panjang, namun dia tidak berani berkomentar, dia tidak tahu apa yang mesti diu capkan.
Nyonya itu berkata lebih jauh:
"Ketika melihat kau terluka parah, ketika melihat kejujuran serta kepolosanmu, walaupun timbul perasaan ibaku untuk mengobati dan menyelamatkan jiwamu, namun akupun ingin melihat bagaimana reaksimu ketika kusalurkan tenaga dalam hasil latihanku ke dalam tubuhmu, kalau bukan ingin menjadikan dirimu sebagai kelinci percobaan, kenapa aku mesti bersusah payah dengan menahan penderitaan membantu mengobatimu, apalagi kita bukan sanak bukan keluarga"
Thiat Tiong-tong menundukkan kepalanya, tidak berani komentar.
Kembali nyonya itu berkata:
"Siapa tahu ketika hawa murniku mengalir ke dalam tubuhmu, ternyata kau tidak menunjukkan reaksi apa pun, dalam herannya akupun menambah kekuatan hawa murniku.
Pada saat itulah kau mulai menghisap tenaga dalamku, ketika aku mencoba melawan ternyata kedua jenis tenaga dalam itu berasal dari sumber yang sama, itulah sebabnya hawa murniku langsung melebur menjadi satu dengan tenaga dalammu dan mulai terhisap tanpa bisa dicegah lagi, menanti aku menyadari
akan hal ini, mau kutarik balik tenaga dalamku pun sudah tidak mungkin lagi"
"Aaah, rupanya begitu!" pikir Thiat Tiong-tong seolah baru menyadarinya.
Selama pembicaraan berlangsung, nyonya itu nampak sangat kelelahan, peluh membasahi hampir seluruh tubuhnya.
Tapi dia tampil lebih gembira, lebih ramah dan santai, dengan napas tersengkal lanjutnya:
"Begitu kehilangan tenaga dalamku, akhirnya akupun menyadari akan semua masalahku, sekarang aku benar-benar amat gembira!" Perlahan-lahan lanjutnya:
"Sekarang aku baru mengerti, kenapa ilmu sakti ini disebut ilmu sakti baju pengantin. Rupanya yang dimaksudkan adalah membuatkan baju pengantin untuk dikenakan pada orang lain, bila baju pengantin telah selesai dijahit, orang lainlah yang akan mengenakannya, sementara si tukang jahit meski sudah bersusah payah dan merasakan berbagai siksaan dan penderitaan, namun sayang dirinya bukan sang pengantin.
Artinya ilmu sakti ini memang khusus dilatih untuk dinikmati orang lain, biarpun sang pelatih penuh penderitaan namun dia pribadi tidak akan menikmatinya. Tidak heran pihak Perguruan Tay ki bun membuang jauh-jauh kepandaian sakti itu"
Semakin mendengar Thiat Tiong-tong merasa semakin tercengang, kini peluh telah membasahi seluruh tubuhnya.
Sinar kegusaran melintas dari balik mata nyonya itu, tapi sejenak kemudian dia sudah berkata lagi sambil tertawa:
"Akupun mengerti sekarang kenapa ilmu tersebut disebut aliran sejati, rupanya arti dari pemahaman itu sendiripun khusus ditujukan bagi orang lain!"
"Tapi.... tapi.... kenapa tenaga sakti itu mendatangkan penderitaan ditubuh hujin sementara setibanya ditubuh boanpwee justru.... justru...."
Nyonya itu menghela napas panjang.
"Mungkin hal ini disebabkan tenaga sakti ini kelewat keras dan kuat" katanya, "tapi setelah melalui pelatihanku selama belasan tahun, ketika menyusup ke dalam tubuhmu maka hawa panasnya telah hilang lenyap, selain itu mungkin juga karena berasal dari aliran yang sama maka tenaga murni itu segera membaur secara alami"
Berbicara sampai disini diapun pejamkan mata tanpa bicara lagi, sementara tempat duduknya telah basah kuyup oleh peluh
yang bercucuran makin deras dari tubuhnya.
Thiat Tiong-tong segera menjatuhkan diri bersujud, bisiknya:
"Budi kebaikan yang nyonya berikan benar-benar tidak terhingga, boanpwee... boanpwee tidak tahu bagaimana harus membalasnya...."
Bicara sampai disini dia jadi sesenggukan dan tidak sanggup melanjutkan lagi.
Dia bisa membayangkan betapa sedih dan menyesalnya nyonya itu, terutama ketika secara tiba-tiba menjumpai tenaga dalam yang dilatihnya dengan susah payah selama belasan tahun, berpindah tangan dengan begitu saja ke tubuh orang lain.
Nyonya itu tertawa pedih, ujarnya:
"Dalam peristiwa ini, kau tidak berniat dan akupun tidak sengaja, bagaimana mungkin aku bisa menyalahkan dirimu, hanya saja.... hanya saja aku nilai ilmu sakti itu benar-benar kelewat kejam dan tidak berperasaan"
"Boanpwee.... boanpwee...." Thiat Tiong-tong tidak sanggup menahan diri lagi, air mata menetes keluar saking sedihnya.
Nyonya itu menghela napas panjang, katanya:
"Semuanya ini karena kehendak Thian....
ilmu tersebut memang milik Perguruan Tay ki bun sementara kaupun murid Tay ki bun, mungkin Thian memang menghendaki Perguruan Tay ki bun bangkit kembali seperti semula hingga mengirimmu datang kemari, coba kalau bukan kejadian ini, biar kau berlatih tiga puluh tahun lagipun belum tentu bisa menuntut balas atas atas dendam kesumatmu"
Thiat Tiong-tong yang mendengar perkataan itu jadi keheranan, pikirnya:
"Kungfu yang dimiliki Suto Siau sekalian tidak terlalu tangguh, kenapa dia bilang biar berlatih tiga puluh tahun lagipun belum tentu bisa menuntut balas?"
Tapi dalam keadaan begini dia tidak ingin berpikir terlalu jauh, sembari bersujud kembali katanya:
"Budi kebaikan hujin tidak akan boanpwee lupakan untuk selamanya, hujin, bila kau tidak memberi kesempatan kepada boanpwee untuk membalas budi kebaikan ini, boanpwee bisa menyesal sepanjang hidup"
"Dalam kejadian ini, tidak ada masalah balas budi atau tidak dan kaupun tidak perlu menyinggungnya lagi, cuma.... bila kau bersedia melakukan berapa pekerjaan bagiku, aku pasti akan sangat berterima kasih!"
"Katakan saja hujin, biar harus terjun ke lautan api pun pasti akan kulaksanakan!"
Nyonyaitu menghela napas panjang, ujarnya:
"Di antara berapa orang gadis anak buah putraku itu ada seorang nona yang buta matanya, selama banyak tahun dialah yang menghantar makanan untukku, aaai, agar bisa mengirim makanan untukku dan tahu kalau aku tidak ingin diketahui orang lain, dengan ikhlas dia telah membutai mata sendiri. Aku harap kau bisa temukan gadis itu dan sampaikan rasa terima kasihku yang tidak terhingga kepadanya"
"Biar harus naik ke langit atau masuk ke bumi pun boanpwee pasti akan mencarinya sampai ketemu"
Nyonya itu termenung berapa saat lamanya, kemudian setelah menghela napas katanya lagi:
"Walaupun putraku tidak berbakti, bagaimanapun akulah yang melahirkan dia, aaai, perseteruanku dengan ayahnya mungkin membuat posisinya terjepit hingga melahirkan sikap semacam itu, sekarang tenaga dalammu jauh melebihi dia, aku berharap kau bisa menjaga keselamatannya, jangan biarkan dia tewas di bunuh orang"
"Boanpwee pasti akan menghormati dia sebagai kakakku dan berusaha mengajaknya melakukan kebajikan"
"Anak baik.... anak baik...." nyonya itu tersenyum.
Lewat sesaat kemudian kembali ujarnya: "Bawalah kitab pusaka 'aliran sejati, ilmu sakti baju pengantin' ini dan tolong hadiahkan kepada seseorang"
Berkilat sepasang matanya, sinar penuh kebencian dan rasa dendam.
Thiat Tiong-tong merasakan hatinya tercekat, tanyanya tanpa terasa:
"Di.... dihadiahkan kepada siapa?"
Dia tahu, jika kitab pusaka itu dihadiahkan kepada orang lain, maka hal ini ibarat sedang membunuh orang itu, membunuhnya secara keji.
"Hadiahkan kepada seseorang yang pernah kau jumpai, orang yang paling serakah, paling egois, paling kejam dan tidak pernah mau berpikir untuk orang lain"
Sebenarnya Thiat Tiong-tong merasa kuatir bila kitab pusaka itu harus dihadiahkan kepada seseorang yang baik dan bijaksana, dia baru merasa lega setelan mendengar perkataan itu.
"Boanpwee siap melaksanakan!" ujarnya sambil
menghembuskan napas lega.
Kalau disuruh menyerahkan kitab itu kepada orang baik, Thiat Tiong-tong memang merasa tidak tega, tapi kalau dihadiahkan kepada orang keji yang kemaruk dan egois, dengan senang hati dia akan melaksanakannya.
Kembali nyonya itu berkata:
"Aku telah menyiapkan sepucuk surat yang kuselipkan didalam kitab pusaka itu, ketika kau sudah bertekad akan menyerahkan kitab tersebut kepada seseorang, tidak ada salahnya buka surat itu dan baca dulu isinya"
"Baik!"
"Aaaai.... akhirnya keinginanku kesampaian juga" kata sang nyonya sambil menghela napas, "tapi aku ingin sekali bertemu dengan anak durhakaku itu, bersediakah kau memanggilnya untukku"
"Boanpwee segera laksanakan!"
"Tapi jangan biarkan orang ke tiga memasuki sampan ku ini barang selangkah pun" kata nyonya itu lagi dengan mata berkilat,
"aku.. aku tidak ingin orang lain menyaksikan keadaanku sekarang!"
Dengan hormat Thiat Tiong-tong menyahut
Kembali nyonya itu pejamkan matanya, meski dia kelihatan sangat lelah namun wajahnya justru tampil lebih tenang.
BAB 22 Keunikan di Balik Pukulan
Li Lok-yang duduk disudut ruangan sambil mengawasi seluruh ruangan, dia saksikan Sui Lengkong masih bersandar dipelukan perempuan bercadar itu, bukan saja posisi tubuhnya sama sekali tidak berubah, bahkan sepasang matanya sama sekali tidak berkedip.
Gerakan tubuh Coh Sam-nio masih seperti seutas benang perak yang bergerak cepat kesana kemari, biarpun lelaki raksasa itu tidak sanggup menyusulnya, tapi gerakan tubuhnya sama sekali tidak mengendor kendatipun sudah ratusan kali dia mengitari ruangan itu sambil mengayunkan kapak raksasanya, tubuhnya masih tegar bagaikan baja, seakan-akan dia tidak pernah mengenal arti dari kelelahan.
Pertarungan antara Hong Lo-su melawan manusia aneh itu kembali berlangsung empat, lima puluh gebrakan.
Sambil tertawa aneh Hong Lo-su pun berseru:
"Dua puluh jurus, yaa, dua puluh jurus lagi sudah cukup!"
"Baik, aku akan menghitungnya untukmu" kata Coh Sam-nio sambil tertawa, "satu, dua.... aaah, jurus siang hong jiu (sepasang puncak tangan)mu sangat bagus.... empat, ehmm, hampir sudah...."
Biarpun sedang menghitung, perempuan itu sama sekali tidak menghentikan gerakan tubuhnya, semakin lambat gerak serangan dari manusia aneh itu, paras mukanya pun ikut makin serius.
"Sebelas.... dua belas.... aaah, celaka, dua puluh jurus masih tidak cukup. Hey Hong Lo-su, bagaimana kalau kubantu dengan satu jurus serangan!"
Kebetulan waktu itu tubuhnya sedang bergerak lewat dari sisi manusia aneh itu, tangan kirinya segera dikebaskan, ke lima ujung jari tangannya yang runcing langsung mengancam tubuh lawan.
Tampak ibu jari dan jari telunjuknya ditekuk membentuk satu lingkaran, sementara jari tengah, jari manis dan kelingkingnya setengah dipentang, mengancam tiga buah jalan darah penting dibawah iga musuh.
Pada saat yang bersamaan Hong Lo-su dengan kelima jari tangannya yang mirip cakar burung mencengkeram ke arah dada lawan.
Manusia aneh itu sadar, seandainya dia sampai dicengkeram ke lima jari tangan itu, niscaya dadanya akan berlubang tembus sampai ke tulang, apalagi jika terkena sambaran tiga jari tangan Coh Sam nio, dapat dipastikan dia akan terluka parah.
Di saat yang kritis itulah tiba-tiba terlihat dia menarik tubuhnya ke belakang, tidak jelas bagaimana caranya, tahu-tahu jubah lebarnya itulah dilepas dari tubuh dan dikebaskan ke muka bagaikan selapis awan mendung yang menyelimuti angkasa.
Biarpun pun hanya sebuah baju blacu, namun ditangannya benda itu sudah berubah menjadi sebuah senjata yang dipenuhi tenaga dalam.
Hong Lo-su tidak berani bertindak gegabah, segera membentak:
"Jurus bagus!"
Sambil membalikkan tubuh, dia menyingkir ke samping.
"Ternyata hebat juga!" seru Coh Sam-nio pula sambil tertawa, sambil memutar pinggang kembali pergelangan tangannya digetarkan, jari tengah, jari manis dan kelingkingnya ditarik balik sementara ibu jarinya mendadak berganti arah dan cepat menyentil keluar.
Sekalipun jari tangannya tidak pernah menyentuh tubuh manusia aneh itu, tapi.... "Wessss!" ternyata muncul segulung hawa murni dari ujung jarinya langsung mengancam jalan darah thay yang hiat di atas kening lawan.
Manusia aneh itu bergetar keras, bahunya terasa dingin, rupanya angin serangan itu menimbulkan sebuah mulut luka yang memanjang, darah segar bercucuran dari luka itu.
"Haaaah.... Sian thian ceng khie!" pekiknya terperanjat.
"Benar sekali, rupanya kau mengerti juga kwalitas barang!"
jengek Coh Sam-nio sambil tertawa, waktu itu tubuh lawannya lagi-lagi sudah ngeloyor pergi.
Mendadak terasa segulung angin kencang bagaikan bukit thay-san menindih kepala langsung menghantam kepala manusia aneh itu, rupanya si lelaki raksasa itu telah menghadang jalan lewatnya sambil menghadiahkan sebuah bacokan.
Merasa betapa dahsyatnya bacokan tersebut, manusia aneh itu tidak berani menyambut keras melawan keras, cepat dia
mengegos ke samping.
"Hey, jangan lupa masih ada aku!" mendadak terdengar suara tertawa menyeramkan berkumandang dari belakang, ternyata Hong Lo-su telah menyusup tiba sambil melepaskan satu pukulan.
Dalam posisi demikian, seandainya dia ingin menghindari serangan tersebut maka tubuhnya akan terjerumus dalam bacokan maut kapak raksasa itu, posisi yang demikian gawat seketika membuat hati semua orang tercekat.
Manusia aneh itu tidak jadi kalut menghadapi kejadian tersebut, tanpa menimbulkan sedikit suara pun dia lepaskan sebuah tendangan ke depan sementara jubah ditangannya langsung menggulung ke atas senjata kapak lawan.
Dengan kelembutan jubah itu dia hadapi sifat keras senjata kapak lawan, ternyata lilitannya berhasil mengunci gerakan senjata itu.
Dengan geram lelaki raksasa itu berusaha membetot balik senjatanya, namun gagal.


Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jubah itu sudah terbetot hingga lurus menegang, tiba-tiba tampak sekilas cahaya perak berkelebat lewat, jubah itu seketika terbelah jadi dua, baik lelaki raksasa itu maupun si manusia aneh sama-sama terhuyung mundur satu langkah.
Hong Lo-su yang baru saja lolos dari tendangan maut manusia aneh itu segera melihat datangnya peluang bagus, begitu menjumpai tubuh lawan terhuyung mundur, sambil menyeringai seram dia membentak:
"Inilah jurus ke sembilan belas!" Sepasang kepalannya di ayunkan berbareng kedepan.
Tatkala melihat manusia aneh itu lagi-lagi terancam pukulan maut, di antara kawanan jago yang hadir ada yang bersorak girang, ada yang menjerit kaget, ada pula yang segera pejamkan matanya, tidak tega untuk menyaksikan lebih jauh.
Pada saat itulah mendadak terdengar suara pekikan keras bergema bagaikan suara guntur:
"Hong Lo-su, kau berani!"
Seorang pemuda berbaju hitam telah munculdari balik tirai hitam, siapa lagi orang ini kalau bukan Thiat Tiong-tong"
Biarpun Hong Lo-su tidak takut langit tidak takut bumi, tidak urung wajahnya berubah juga, kepalan tangannya yang hampir menyentuh tubuh manusia aneh itu segera ditarik balik lagi.
Jeritan kaget kembali bergema diseluruh ruangan, ada yang
berteriak girang, ada pula yang mengeluh kecewa, yang sedang berdiri seketika terduduk saking kagetnya sementara yang sedang duduk bersentak berdiri saking terperanjatnya.
"Kau belum mati...." jerit mereka hampir berbareng.
"Aaah, kau belum mati!" teriak Sui Leng-kong pula kegirangan.
Tapi saking kegirangannya, belum sempat nona itu berdiri tegak, lagi-lagi tubuhnya roboh lemas, ternyata dia kembali jatuh pingsan.
Di antara sekian jago yang hadir disitu, hanya Coh Sam-nio seorang yang tidak berani menghentikan gerakan tubuhnya, sebab si lelaki raksasa dengan kapak mautnya masih mengejar ketat di belakangnya.
Si kapak sakti ini hanya tahu melaksanakan perintah Hong Lo-su, kecuali titah darinya, perkataan siapa pun tidak akan dia gubris.
Thiat Tiong-tong berjalan menuju ke tengah ruangan dengan langkah lebar, sikapnya amat santai seolah tidak pernah terjadi sesuatu, bukan saja tidak nampak bekas terluka malahan sinar wajahnya kelihatan jauh lebih cerah dan bercahaya.
"Hey anak muda, bukankah kau sudah terhajar pukulan maut dari Kapak sakti" Kenapa masih bisa muncul dengan langkah lebar?" teriak Hong Lo-su sambil mengucak matanya, "boleh tahu apa alasannya?"
Kemudian sambil memberi tanda, hardiknya:
"Hey raksasa, hentikan ulahmu!"
Kapak sakti segera menyahut dan menghentikan langkahnya.
Thiat Tiong-tong tidak menanggapi pertanyaan itu, sebaliknya dia balik menegur:
"Paman Sim adalah seorang enghiong hohan, Kenapa kau buat dia seperti patung, apa yang terjadi" Cepatjelaskan!"
"Kurangajar amat kau si bocah busuk" Hong Lo su tertawa seram, "Hong toaya sedang bertanya kepadamu, semestinya jawab dulu dengan sopan, kini malah berani badik bertanya!"
"Hmmm, jika hari ini kau mau mengaku terus terang apa yang telah kau lakukan terhadap paman Sim kemudian memulihkan kembali kesadarannya, mungkin urusan akan kusudahi sampai disini, jika tidak, hmmm! Hmmm!"
Mendengar ucapan anak muda itu, Coh Sam-nio segera berteriak sambil bertepuk tangan:
"Hahahaha.... banyak amat kejadian aneh ditahun ini,
ternyata ada juga anak muda yang berani bicara macam begitu terhadap Hong Lo-su, hebat, hebat sekali!"
"Kalau tidak kenapa?" terdengar Hong Lo-su meraung gusar.
"Kalau tidak, akan kuberi pertunjukkan menarik untukmu!"
ancam Thiat Tiong-tong, lalu sambil berpaling ke arah Coh Sam-nio tambahnya, "hey kau, jika nona Sui tidak segera kau kembalikan kepadaku, hmmm! Tunggu saja bagianmu!"
Diam-diam para jago mengusap keringat dingin, luapan pemuda itu sama artinya sudah bosan hidup, bahkan manusia aneh itu pun diam-diam ikut mengguatirkan keselamatannya, dia bersiap turun tangan menolong.
Siapa tahu Hong Lo-su maupun Coh Sam-nio hanya saling bertukar pandangan sekejap, bukan saja tidak gusar, gejala naik darah pun tidak kelihatan.
Rupanya kedua orang ini adalah manusia manusia licik yang banyak pengalaman, mereka sudah keheranan ketika tahu Thiat Tiong-tong tidak mampus, kecurigaannya makin tebal setelah melihat kepongahan yang ditunjukkan pemuda itu, mereka tahu pemuda itu berani bersikap garang karena punya backing yang kuat, sedang backingnya justru merupakan orang yang paling mereka takuti.
Tanpa terasa sorot mata mereka berulang kali melirik ke balik tirai hitam, ketika tidak menjumpai sesuatu gerak-gerik yang mencurigakan, kedua orang itu makin tercengang dibuatnya.
Akhirnya Coh Sam-nio tidak dapat menahan diri, segera menegur:
"Bocah busuk ini kelewat tidak tahu adat, Hong Lo-su, lebih baik berilah sedikit pelajaran kepadanya!"
"Hahahaha...." Hong Lo-su tertawa tergelak, "selama ada Sam-nio disini, mana berani siaute bertindak lancang"
Dengan suara lantang kembali Thiat Tiong-tong berseru:
"Pertanyaan yang kuajukan kepada kalian berdua lebih baik segera dijawab dan dilaksanakan, kalau tidak, jangan salahkan aku tidak sungkan lagi!"
Alis matanya mulai berkerenyit menunjukkan muka gusar, tampangnya kelihatan angker menakutkan.
Li Kiam-pek merasa kagum bercampur terkesan menyaksikan hal itu, kalau bisa diapun ingin turut menunjukkan kebolehannya.
Sementara Hek Seng-thian sekalian meski licik dan banyak akal, namun sejak berulang kali dipermainkan pemuda itu,
mereka sudah membencinya hingga merasuk tulang, melihat lagaknya sekarang, mereka masih mengira pemuda itu sedang membuat tipu muslihat.
Diam-diam Suto Siau menarik tangan Hek Seng-ihian sambil bisiknya:
"Kelihatannya Hong locianpwee belum tahu seluk beluk pemuda bangsat itu hingga kena gertak, padahal kita tahu dengan jelas sampai dimana kemampuan kungfu bajingan itu"
"Betul" Hek Seng-thian mengiakan, "sudah berulang kali bajingan itu menipu kita, kali ini kita tidak boleh sampai tertipu lagi. Saudara Suto, kau yang akan maju duluan atau aku?"
Belum sempat Suto Siau menjawab, terdengar Neng Toa-nio telah berseru duluan:
"Hong locianpwee, jika kau tidak sudi bertarung melawan monyet itu, biar aku saja yang memberi pelajaran kepadanya, agar dia tahu apa artinya menghormati angkatan tua!"
Ternyata sejak tadi dia sudah merasa mendongkol bercampur gusar terhadap Thiat Tiong-tong.
Melihat ada yang mau menggantikan posisi mereka, tentu saja Hong Lo-su serta Coh Sam-nio jadi kegirangan setengah mati, serentak mereka menyahut:
"Bagus sekali!"
Sambil menghentakkan toyanya Seng Toa-nio melompat maju ke depan, Seng Cun-hau yang membuntuti dari belakangnya buru-buru berseru:
"Ibu, biarlah ananda saja yang maju!"
Kuatir ibunya menghadapi mara bahaya, cepat dia
mendahului ibunya.
Siapa tahu Seng Toa-nio memang ibarat jahe, makin tua makin pedas, teriaknya:
"Tidak, kali ini kau jangan ikut campur!"
Lagi-lagi dia menerobos maju mendahului putranya, dengan toya disilangkan di depan dada tantangnya:
"Ayoh maju!"
Seng Cun-hau panik bercampur cemas, sambil menengok ke arah Thiat Tiong-tong pintanya: "Thiat-heng...."
Biarpun dia tidak melanjutkan kata-katanya, namun kerdipan matanya sudah mengartikan kalau dia minta Thiat Tiong-tong mengampuni ibunya.
Diam-diam Thiat Tiong-tong menghela napas panjang, diapun mengangguk.
"Ayoh maju, apa lagi yang kau tunggu?" terdengar Coh Sam-nio berteriak keras.
"Tidak usah menunggu!" jawab Seng Toa-nio sambil mengayunkan toyanya melancarkan satu sapuan.
Jangan dilihat dia sudah tua, ternyata tenaganya sama sekali tidak tua, ketika toyanya menyapu keluar, lamat-lamat terdengar suara gemuruh angin dan guntur yang kencang.
Secara beruntun Thiat Tiong-tong mengalah sebanyak tiga jurus, sambil menghela napas pikirnya:
"Memandang wajah anakmu, biarlah hari ini kuampuni nyawa mu satu kali!"
Secara sembarangan diapun balas melancarkan berapa buah pukulan.
Bila dibandingkan dulu, tenaga dalam yang dimilikinya sekarang sepuluh kali lipat lebih dahsyat dari semula, biarpun berapa buah pukulan itu dilancarkan sekenanya namun terasa kalau kekuatan pukulannya jauh diatas kemampuannya dulu.
"Bangsat, rupanya kepandaianmu maju pesat!" bentak Seng Toa-nio keras.
Dia tidak tahu kalau tenaga dalam Thiat Tiong-long sudah mencapai tingkatan yang menakutkan, maka dia sama sekali tidak jeri, kembali toyanya dihantamkan keatas kepala lawan.
Tiba-tiba Thiat Tiong-tong membalik tangannya sambil mencengkeram, belum sempat semua orang melihat jurus apa yang dia gunakan, tahu-tahu ujung toya Seng Toa-nio telah ditangkapnya kuat-kuat.
Hanya manusia aneh itu yang tahu, jurus itu tidak lain adalah jurus silat yang tertera diatas dinding.
Dalam waktu singkat Seng Toa-nio merasakan segulung tenaga yang sangat kuat merembes masuk melalui toyanya, sadar kalau dia tidak akan mampu melawan kekuatan tersebut dengan perasaan kaget dia siap melepaskan senjata andalannya.
Siapa tahu pada saat yang bersamaan Thiat Tiong-tong mengendorkan juga tangannya, hanya saja sisa kekuatan yang berada dalam toya itu belum hilang sama sekali, Seng Toa-nio merasakan pergelangan tangannya sakit sekali, tidak ampun senjata toya itu segera terlepas dan jatuh ke tanah.
"Kenapa Seng Toa-nio?" ejek Thiat Tiong-tong sambil tersenyum, "tiba-tiba kejang otot?"
Biarpun Seng Toa-nio makin tua rasa ingin menangnya makin menjadi, namun dia cukup pandai membaca situasi, sadar kalau
kemampuan-nya mustahil bisa menghadapi lawan, cepat dia manfaatkan kesempatan itu untuk mengundurkan diri.
Sengaja gumamnya berulang kali:
"Aaai, sudah tua, sudah tua.... sudah tidak berguna lagi...."
Kemudian sambil memungut kembali toyanya kembali dia berkata:
"Bagaimana" Mau diteruskan lagi pertarungan nya?"
Satu pertanyaan yang mencerminkan keraguan hatinya, menunjuk kan ketidak yakinan dirinya, andaikata dia benar-benar mau bertarung terus, buat apa mesti mengajukan pertanyaan semacam itu"
Buru-buru Seng Cun-hau maju melerai sambil membujuk:
"Ibu, lebih baik kau beristirahat dulu!"
Tentu saja dia tahu apa yang telah terjadi, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah Thiat Tiong-tong dengan senyum terima kasih.
Thiat Tiong-tong membalas dengan senyuman pula, biar tidak berkata-kata namun senyuman itu sudah menunjukkan perasaan kagum masing-masing orang kepada lawannya.
Suto Siau sekalian walaupun termasuk orang licik dan banyak akal, agaknya mereka belum tahu kalau Seng Toa-nio sudah menderita kerugian, sebab sampai matipun mereka tidak mengira kalau tenaga dalam yang dimiliki Thiat Tiong-tong sudah mencapai puncak kesempurnaan.
"Biar aku orang she-Hek beri pelajaran yang setimpal kepada bangsat ini" teriak Hek Seng-thian lantang.
Waktu itu Hong Lo-su maupun Coh Sam-nio sedang merasa sangsi, sebab mereka belum bisa melihat ampuh tidaknya kepandaian silat yang dimiliki Thiat Tiong-tong, mendengar ucapan tersebut segera serunya dengan girang:
"Bagus, cepat kasih pelajaran kepadanya!"
"Thiat Tiong-tong" seru Hek Seng-thian kemudian,
"kendatipun kau licik dan banyak akal, kali ini akan kuhadapi dirimu dengan bersungguh hati, akan kulihat permainan busuk apa lagi yang bisa kau lakukan!"
Thiat Tiong-tong segera merasakan semangatnya bangkit kembali, pikirnya:
"Bila arwah leluhur perguruan mengetahui, saksikanlah muridmu akan membantai musuh besar pertama perguruan kita ini!"
Sambil berpikir dia maju selangkah, bentaknya dengan suara
berat: "Kalau pingin menghantar kematianmu, ayohlah cepat turun tangan!"
Tampak Hek Seng-thian mulai melangkah maju kedepan, biarpun wajahnya masih memperlihatkan perasaan bangga namun langkahnya berat dan sangat berhati-hati.
Satu ingatan segera melintas dalam benak Thiat Tiang tong, sambil mengendalikan hawa amarah yang membara di dadanya, dia berpikir:
"Aaah keliru besar, saat ini suhu maupun susiok tidak hadir disini, bila aku langsung membunuhnya, tentu kelewat enak buat bajingan ini, ke dua tidak akan melampiaskan rasa benci dan dendam suhu serta susiok terhadapnya, lagipula aku tidak boleh
"menggebuk rumput mengejutkan ular', jadi merangsang Suto Siau sekalian untuk merancang siasat busuk lain"
Melihat perubahan wajah anak muda itu, Hek Seng thian sangka lawannya takut kepadanya, semangat dan keberaniannya kontan meningkat, sambil tertawa terbahak katanya:
"Kalau aku mengalah tiga jurus, belum tentu kau bersedia menerimanya, lihat serangan!"
Jurus serangannya sungguh amat cepat, begitu dilancarkan, dalam waktu singkat dia telah melepaskan dua jurus serangan berantai.
Hmm, biar aku saja yang mengalah tiga jurus untukmu"
jengek Thiat Tiong-tong dingin.
Betul saja, dia sama sekali tidak membalas, secara beruntun pemuda itu menghindarkan diri dari ke tiga jurus serangan lawan.
Sebagaimana diketahui dia telah berlatih tekun mempelajari jurus serangan yang tertera diatas dinding ruangan, selama tujuh hari, kemajuan dan manfaat yang diraihnya boleh dibilang luar biasa, jurus yang tertera diatas dinding itu kebanyakan berupa jurus bertahan dan jurus menghindar, itulah sebabnya tidak sulit bagi Thiat Tiong-tong untuk menghindari ke tiga jurus serangan lawan.
Padahal serangan dari Hek Seng-thian amat cepat dan ganas, sayangnya jangan lagi melukai lawan, menyentuh ujung bajunya pun tidak mampu.
Bagi Hong Lo-su sekalian yang berilmu tinggi, gerakan itu masih tidak seberapa. Berbeda dengan Suto Siau sekalian, diam-diam mereka terkesiap dibuatnya, terlebih bagi Li Kiam-pek, tidak
tahan dia berseru memuji.
Cukup banyak pengalaman Hek Seng-thian dalam
menghadapi pelbagai pertarungan, meski saat ini dia merasa terperanjat namun tidak membuatnya panik, cepat telapak tangannya dibalik kemudian serangkaian serangan dahsyat kembali dilontarkan.
Thiat Tiong-tong memang berniat menggunakan lawannya itu sebagai pasangan berlatih, khususnya mempraktekkan ilmu silat yang berhasil dipelajari dari dinding ruangan, semua gerakan mengunci, membendung, menghindar, melejit nyaris dikeluarkan semua, selama pertarungan berlangsung boleh dibilang dia hanya bertahan sambil menghindar, tidak setengah jurus serangan pun yang dilancarkan.
Sebagaimana diketahui, jurus silat itu khusus dirancang untuk menghadapi barisan tujuh dewi yang tangguh, dengan sendirinya sangat berlebihan ketika menghadapi Hek Seng-thian.
Puluhan gebrakan kemudian tampak serangan yang
dilancarkan Hek Seng-thian makin lama makin bertambah cepat, peluh pun mulai bercucuran membasahi jidatnya, kelihatan sekali kalau dia mulai gugup bercampur panik menghadapi gerakan labuh lawan yang aneh.
Tiba-tiba terdengar Suto Siau berseru keras:
"Hek Seng-thian dan Pek Seng-bu selalu turun tangan bersama, sekalipun menghadapi musuh dalam jumlah yang lebih banyak pun tidak pernah mengubah kebiasaan. Hari ini tidak seharusnya Hek tayhiap maju seorang diri, bukan begitu Pekji-te?"
Walaupun perkataan itu ditujukan kepada Pek Seng bu, namun karena suaranya lantang, boleh dihilang hampir semua yang hadir ikut mendengarnya, jelas dia bermaksud mengambil kesempatan bagi Pek Seng-bu untuk turun tangan.
Tidak menunggu sampai ucapan itu selesai diutarakan, Pek Seng-bu sudah melompat maju sambil berseru:
"Tepat sekali perkataan itu"
Dengan sekali lompatan dia sudah terjun ke arena pertarungan dan melepaskan pukulan maut.
Kembali Suto Siau berkata sambil tertawa:
"Sayang ditempat dan saat seperti ini sulit bagi bocah keparat itu mencari bantuan, padahal semakin banyak yang terlibat pertarungan, kehebatan kungfu dua bintang putih dan hitam baru nampak kehebatannya!"
Dia tahu, dengan posisi manusia aneh itu mustahil baginya untuk melibatkan diri dalam pertarungan ini, Li Lok-yang sebagai jagoan yang sangat hati-hati tidak mungkin akan terlibat pula di dalam air keruh, oleh sebab itu perkataan tersebut tampaknya sengaja tertuju pada Li Kiam-pek seorang.
Benar saja, kelihatannya Li Kiam-pek memang ada niat untuk melibatkan diri dalam pertarungan itu, namun setelah mengamati berapa saat, kembali dia mengurungkan niatnya.
Tampak olehnya meski dikerubuti dua jagoan tangguh, namun Thiat Tiong-tong masih dapat bertahan dengan santainya, bukan saja tidak melancarkan serangan balasan, bahkan dia seolah sedang mempermainkan ke dua orang lawannya itu.
Kenyataan ini bukan saja membuat Li Kiam-pek keheranan, kawanan jago lain pun mulai tercengang dibuatnya.
Sebagaimana diketahui, kerja sama antara Hek Seng-thian dengan Pek Seng-bu boleh dibilang sangat hebat dan serasi, bukan saja jurus serangan mereka saling mengisi bahkan manusia macam Liong bun ngo pa (lima manusia bengis dari pintu naga) yang begitu hebatpun keok ditangan mereka, apa yang dikatakan Suto Siau memang bukan bualan saja.
Tapi kenyataannya sekarang, Thiat Tiong-tong, seorang pemuda tidak ternama, bukan saja mampu menghadapi serangan mereka berdua bahkan sama sekali tidak melacarkan serangan balasan, sampai setua ini belum pernah Suto Siau sekalian menyaksikan ketangguhan ilmu silat semacam ini, tidak heran bila mereka mulai terperangah dan melongo dibuatnya.
Diam-diam Suto Siau berpikir:
"Jarang ada jagoan yang peroleh kemajuan pesat dalam waktu sedemikian singkat, bila hari ini tidak berusaha melenyapkannya, berapa lama kemudian kami semua pasti akan dibikin kerepotan!"
Berpikir begitu, tiba-tiba teriaknya keras:
"Lima rejeki (ngo-hok) selalu bersekutu dan mati hidup bersama, aku Suto Siau tidak bisa membiarkan dua saudaraku bertarung sendirian..."
Meskipun perkataan itu seolah sedang bergumam seorang diri, dalam kenyataan memang sengaja ditujukan kepada semua orang.
Kontan Li Kiam-pek mengumpat dengan gusar:
"Oooh... sampai disitukah kehebatan Ngo hok beng (persekutuan lima rejeki), rupanya kalian tidak lebih hanya
kelompok yang mencari kemenangan dengan andalkan jumlah banyak"
Suto Siau berlagak seolah tidak mendengar, sambil melompat maju teriaknya keras:
"Hek toako, Pek jiko, beristiralaht dulu kalian berdua, biar siaute yang kasih pelajaran kepada bangsat ini!"
Dia tahu Hek Seng-thian maupun Pek Seng-bu tidak bakalan mundur dari arena pertarungan, maka sambil berteriak dia pun melepaskan berapa jurus serangan ke arah Thiat Tiong-tong.
Betul saja, baik Hek Seng-thian maupun Pek Seng-bu tidak ada yang berniat mundur, sebaliknya jurus serangan yang dilancarkan malah jauh lebih gencar dan ganas.
"Huuh, jagoan macam apaan itu!" teriak Li Kiam-pek gusar.
Sambil menggulung bajunya dia siap terjun kearena, tapi segera dicegah oleh Li Lok-yang sambil berbisik:
"Kita saksikan dulu kebolehannya, andaikata tidak sanggup, belum terlambat untuk menolongnya"
Menanti Li Kiam-pek menengok kembali ke arena, terlihat olehnya meski sudah ketambahan satu orang ternyata situasi pertarungan sama sekali tidak berubah.
Kalau semula Thiat Tiong-tong harus berjongkok sambil berkelit ke sana kemari sebelum lolos dari ancaman lawan, mana sekarang langkah kakinya bertambah kacau, dia seakan-akan sempoyongan kesana-kemari, gerakannya makin lemas tidak bertenaga, macam orang yang mengidap penyakit parah, tapi anehnya betapapun dahsyat dan hebatnya serangan lawan, asal dia menggerakkan tubuhnya, semua ancaman hilang lenyap seketika.
Terkadang pihak lawan tiga orang dengan enam kepalan melancarkan serangan berbareng, pukulan dari enam buah tangan yang tampaknya segera akan mengenai sasaran dan mustahil dihindari lagi itu, hanya dengan satu geseran kaki saja, semua ancaman terhindar dengan begitu saja.
Dengan mata terbelalak saking kagetnya gumam Li Kiam-pek:
"Ilmu pukulan apaan ini?"
"Itulah Ping wi mo ciang (ilmu pukulan penyakitan)!"
"Apa.... apa yang disebut Ping wi mo ciang?"
"Salah satu ilmu pukulan yang tertera diatas dinding"
Li Kiam-pek terbelalak tidak habis mengerti, sementara Coh Sam-nio, Hong Lo-su maupun perempuan bercadar sekalian tanpa terasa berpaling dan mengawasi sekejap gerakan jurus
yang tertera diatas dinding.
Tapi beberapa orang itu hanya memperhatikan berapa kejap kemudian bersama-sama berpaling lagi ke arah lain.
Sambil tertawa dingin manusia aneh itu segera mengejek:
"Aku tahu kalian adalah jago-jago ternama yang tinggi statusnya, sekalipun mukanya cukup tebal pun tidak bakalan mencuri belajar ilmu pukulanku itu, kalau bukan begitu, masa akan kukatakan secara terbuka!"
"Kau memang sangat cerdik" ucap Coh Sam-nio sambil tertawa.
"Betul" Hong Lo-su menimpali, "aku toh tidak ingin menderita sakit, buat apa mesti mempelajari ilmu penyakitan!"
"Hahahaha.... kau ngerti apa" seru manusia aneh itu sambil tertawa tergelak, "padahal ilmu penyakitan ini diambil dari...."
Mendadak dia tersentak kaget, sadar kalau ucapan Hong Lo-su bermaksud menjebaknya agar menerangkan lebih banyak tentang ilmu pukulan itu, seketika dia membungkam diri.
Tidak wajar bagi seseorang dengan ilmu silat dan status seperti Hong Lo-su untuk mengucapkan perkataan yang tidak berbobot macam begitu.
Kali ini Hong Lo-su yang tertawa tergelak.
"Hahahaha.... rupanya kau cerdik sekali!" pujinya.
Ternyata ilmu pukulan penyakitan ini mengambil makna dari perkataan yang berbunyi 'bidadari langit menyebar bunga, tiada sentuhan yang meninggalkan noda", artinya gerakan dari jurus serangan itu mirip hujan bunga yang datang dari langit, tapi jangan harap ada sekuntum kelopak bunga pun yang bisa menyentuhnya.
Ilmu penyakitan merupakan ilmu tandingan dari barisan bidadari, kelebihan dari ilmu pukulan itu adalah mengandalkan jumlah yang sedikit untuk mengendalikan yang banyak, dengan ketenangan mengatasi gerakan, biarpun harus menghadapi kerubutan musuh seorang diri, ketangguhannya justru semakin berkembang.
Thiat Tiong-tong telah mempelajarinya secara tekun selama tujuh hari, boleh dibilang seluruh inti sari dari ilmu pukulan itu sudah diingatnya tanpa disadari, yang tersisa sekarang hanya membiasakan diri dalam perubahan setiap gerakan.
Andaikata sejak awal Hek Seng-thian, Pek Seng-bu dan Suto Siau turun tangan berbareng, Thiat Tiong-tong yang belum terlalu hapal menggunakan jurus serangan itu niscaya akan menderita
kekalahan total.
Tapi pada awal pertarungan justru hanya Hek Seng-thian seorang yang turun tangan, hal ini sama artinya memberi pasangan berlatih bagi Thiat Tiong-tong untuk membiasakan diri dengan gerak serangan barunya.
Menanti Thiat Tiong-tong sudah mulai terbiasa dengan jurus barunya, lagi lagi muncul Pek Seng-bu yang menjadi sasaran latihannya.
Menanti Suto Siau terjun ke arena pertempuran, bukan saja Thiat Tiong-tong sudah mampu menahan serangan ke tiga orang itu, bahkan diapun telah berhasil memahami banyak inti perubahan dari jurus serangan barunya dan menggunakan rahasia ilmu penyakitan itu dengan sebaik-baiknya.
Maka gerakan tubuhnya dari berkelit kian kemari pun berubah menjadi berdiri tenang, sekalipun begitu, semua serangan lawan tidak satu pun yang mampu menyentuhnya.
Setelah menyaksikan berapa saat, terdengar Hong Lo-su berkata sambil tertawa dingin:
"Benar, ilmu pukulan ini memang agak aneh, tapi aku rasa hanya bocah bodoh yang cocok mempelajari ilmu pukulan semacam ini"
Bertarung melawan orang hanya mengandalkan pertahanan tanpa menyerang, bagaimana mungkin bisa meraih kemenangan"
Tampaknya itulah yang dimaksud Hong Lo-su.
Manusia aneh itu segera tertawa, sahutnya:
"Sabar dulu, tunggu saja saat pertunjukan!"
Belum selesai dia berseru, terdengar Suto Siau kembali berteriak:
"Seng Toa-nio, keponakan Seng, memangnya kedatangan kalian berdua hari ini hanya untuk menonton keramaian?"
Baru saja Seng Cun-hau hendak menampik dengan berdalih
'mencari kemenangan dengan andalkan jumlah banyak bukan watakku', siapa tahu Seng Toa-nio telah melompat maju duluan.
Rupanya sejak menderita kerugian tadi, Seng Toa-nio selalu merasa jengkel bercampur gusar, ketika mendengar teriakan tadi diapun berpikir:
"Dengan empat melawan satu, masa tidak mampu menjagal bocah busuk itu!"
Maka sambil mengayunkan toyanya, dia langsung
menghantam batok kepala Thiat Tiong-tong.
Menanti Seng Cun-hau berusaha mencegah, keadaan sudah
terlambat. Terdengar Suto Siau kembali berseru sambil tertawa:
"Seng Toa-nio, kau khusus menyerang dari jarak jauh sementara kami akan menyerang dari jarak dekat, kita kepung dia dari kiri, kanan, atas, bawah, jauh dan dekat, saksikan saja nanti mau kabur ke mana lagi bocah keparat ini!"
Ke empat orang itu segera merasakan semangatnya bangkit kembali, bentaknya hampir berbareng:
"Mau kabur kemana kau!"
Perlu diketahui, ke empat orang itu merupakan tokoh tokoh kenamaan didalam dunia persilatan, tindakan main keroyoknya sudah terhitung perbuatan yang sangat memalukan, andaikata kerubutan itu gagal merobohkan Thiat Tiong-tong, jelas kejadian itu akan semakin menghancurkan reputasi mereka semua.
itulah sebabnya ke empat orang ini bertekad untuk membinasakan Thiat Tiong-tong secepatnya untuk selamatkan reputasi sendiri, tidak heran kalau serangan yang dilancarkan pun terhitung jurus jurus ganas dan telengas yang sangat mematikan.
Dengan satu langkah sempoyongan tubuh Thiat Tiong-tong seolah jatuh terjerembab ke tanah, tapi begitu pukulan dan sambaran toya lawan menyambar lewat dari tubuhnya, mendadak dia sapu tubuh Hek Seng-thian dengan tangan kirinya, menyusul kemudian mengunci jurus serangan dari Pek Seng-bu, sementara telapak kanannya menahan toya Seng Toanio dengan satu dorongan ke atas, satu dorongan lemah yang seolah-olah tanpa disertai tenaga.
Namun begitu terkena dorongan lemah itu, toya Seng Toa-nio langsung berganti sasaran dan menghantam ke arah Suto Siau serta Hek Seng-thian.
Tenaga serangan dari toya itu pada dasarnya sudah sangat kuat, ketika ditambah dengan tenaga dorongan dari Thiat Tiong-tong kali ini, kekuatannya jadi sangat mengerikan.
Suto Siau dan Hek Seng-thian tahu kehebatan serangan itu, mereka tidak berani menerima dengan kekerasan, tergopoh-gopoh ke dua orang itu melompat mundur hampir tujuh meter jauhnya.
"Hei, apa apaan kau ini!" umpat Hek Seng-thian gusar.
Merah padam selembar wajah Seng Toa-nio, untuk sesaat dia tidak mampu berkata-kata.
Suto Siau sadar, serangan itu bukan timbul atas kemauan Seng Toa-nio pribadi, cepat tukasnya:
"Sudah, jangan banyak bicara, ayoh kita serang lagi"
Kini mereka bertiga semakin membenci Thiat Tiong-tong, dengan garang kawanan jago itu kembali meluruk maju melakukan pengerubutan.
Sambil tertawa tergelak manusia aneh itu berseru:
"Hahahaha.... sudah tahu bukan sekarang, inilah kehebatan dari taktik dengan sedikit mengungguli banyak, dengan bertahan mematahkan serangan. Siapa bilang ilmu pukulan ini tidak bisa meraih kemenangan?"
Tampaknya diapun sudah meniru cara Suto Siau, walaupun perkataan tersebut seolah sedang mengejek Hong Lo-su, padahal dia sedang memberi petunjuk kepada Thiat Tiong-tong.
Pada dasarnya pemuda itu memang cerdas dan punya daya tangkap yang mengagumkan, begitu mendengar ucapan tersebut, dia segera memahami maksudnya.
Saat itu Pek Seng-bu dengan jurus Tok coa sin hiat (ular beracun mencari liang) sedang menyerang tiba, Thiat Tiong-tong segera membalik tangan kirinya sambil melepaskan serangan balasan, ketika tenaga dalamnya disalurkan, gerak serangan dari Pek Seng-bu tanpa disadari berbelok sasaran dan secara kebetulan menghadang ancaman toya dari Seng Toa-nio.
Dengan perasaan kaget kedua orang itu cepat buyarkan serangannya, kebetulan tangan kiri Thiat Tiong-tong sudah menempel diujung toya Seng Toa-nio, begitu dihisap sambil mendorong, toya maut dari Seng Toa-nio itu langsung menyapu ke tubuh Suto Siau.
Pada saat yang bersamaan tangan kanan Thiat Tiong-tong berhasil juga menggiring pukulan dari Hek Seng-thian untuk menghantam tubuh Suto Siau.
Ketika Suto Siau melihat ayunan toya Seng Toa-nio serta pukulan Hek Seng-thian ternyata ditujukan ke tubuhnya, dalam kaget dan ngerinya tanpa berpikir panjang lagi dengan jurus Ya be hun cong (kuda liar merentangkan bulu) dia balas menggempur ke dua orang rekannya.
"Blaaamm!" diiringi benturan keras Suto Siau telah saling beradu pukulan dengan Hek Seng-thian hingga masing-masing mundur berapa langkah, Seng Toa-nio sendiri mesti tergopoh-gopoh menarik kembali serangannya, tidak urung ujung senjata itu menyapu juga diatas bahu Suto Siau.
Sapuan itu cukup dahsyat, akibatnya Suto Siau menjerit kesakitan, tubuhnya roboh terjungkal, peluh dingin membasahi
seluruh tubuhnya, rasa sakit yang luar biasa terasa hingga merasuk ke tulang sumsum.
Para jago tidak menyangka kalau jurus serangan yang dimiliki Thiat Tiong-tong ternyata begitu hebat, tanpa melakukan serangan nyatanya dia sanggup memaksa ke empat orang lawannya saling membunuh bahkan satu di antaranya roboh terluka, kenyataan ini bukan saja membuat semua orang terkesiap bahkan cukup menggelikan.
Li Kiam-pek tidak sanggup menahan diri lagi, sambil bertepuk tangan tertawa terbahak-bahak teriaknya:
"Hei, kalau toh merasa rikuh lantaran empat orang mengerubuti satu orang, tidak perlu kalian saling gontok-gontokan sendiri!"
Sambil mengggigit bibir menahan sakit, Suto Siau segera melompat bangun, serunya:
"Aku tidak apa-apa, jangan kita dikerjai bajingan ini"
Dengan wajah hijau membesi kembali ke empat orang itu maju melancarkan serangannya.
Tapi saat itu Thiat Tiong-tong telah berhasil menguasahi inti sari dari ilmu pukulan tersebut, bukan saja dia semakin percaya diri, semangat pun semakin berkobar, dia cukup menggunakan tehnik membendung, menangkis dan menggiring, ke empat musuhnya telah berhasil dipancing untuk saling menyerang dan saling gontok gontokan sendiri.
Melihat itu manusia aneh tersebut tertawa terbahak-bahak, teriaknya:
"Hahahaha.... betul, betul sekali, begitulah intinya, kalau tadi kau sudah mampu berlatih hingga taraf ini, tanpa melepas pakaian pun barisan tujuh bidadari pasti dapat kau jebol"
Sekarang Thiat Tiong-tong baru tahu, ternyata beginilah caranya untuk menjebol pertahanan ilmu barisan tujuh bidadari, membayangkan kembali bagaimana dia harus melepaskan pakaian yang di kenakan, tidak tahan merah padam selembar wajahnya.
"Terima kasih cianpwee atas petunjukmu!" serunya tanpa terasa.
"Kau tidak perlu berterima kasih kepadaku, terima kasih saja pada dirimu sendiri!" tukas manusia aneh itu.
Tanya jawab yang berlangsung antara kedua orang ini hanya dipahami oleh mereka berdua, para jago lainnya hanya berdiri kebingungan tidak habis mengerti.
Dalam pada itu jurus serangan yang digunakan Suto Siau berempat kian lama kian bertambah lemah, oleh karena semua serangan yang mereka gunakan dalam kenyataan sebagian besar tertuju pada orang sendiri, maka siapa pun tidak berani lagi menggunakan jurus mematikan.
Tiba-tiba Seng Toa-nio menghentakkan kakinya sambil membuang senjata toyanya ke lantai, teriaknya:
"Hei bocah busuk, ternyata kau punya ilmu hitam!"
Kemudian tanpa membuang waktu dia membalikkan tubuh dan beranjak pergi dengan langkah lebar.
Kini dalam arena tinggal Hek Seng-thian serta Suto Siau berdua, sedang Suto Siau sudah terluka bahunya, kendatipun serangan masih dilancarkan namun hati kecil mereka benar-benar sudah dibuat tergidik dan pecah nyalinya.
Mendadak terdengar Hong Lo-su menjengek:
"Cara begini juga dianggap berkelahi" Huuuh, sungguh memalukan!"
Begitu perkataan terakhir diucapkan, tubuhnya yang kurus kering bagaikan bambu itu sudah meluncur ke depan, tidak jelas bagaimana cara-nya, terdengar dua kali jeritan ngeri bergema, tahu tahu tubuh Suto Siau dan Hek Seng-thian sudah terlempar keluar.
Masih untung lemparan itu menggunakan tenaga yang sangat diperhitungkan, Suto Siau maupun Hek Seng-thian berhasil hinggap ditanah tanpa cedera, kedua orang jagoan itu hanya bisa saling bertukar pandangan, siapa pun tidak bisa mengutarakan bagaimana perasaan hatinya sekarang.
Dengan sorot mata tajam Hong Lo-su memperhatikan Thiat Tiong-tong berapa kejap, katanya kemudian:
"Heehehe.... ternyata dalam dunia persilatan telah muncul seorang jagoan muda, kenapa aku Hong Lo-su bisa tidak tahu"
Sungguh memalukan!"
"Anda terlalu memuji!" sahut Thiat Tiong-tong singkat.
"Hmm, kalau berita ini sampai tersiar keluar, aku bisa malu dibuatnya" ujar Hong Lo-su lebih jauh dengan nada dingin,
"tampaknya hari ini aku mesti membunuhmu, agar dalam dunia persilatan tidak pernah ada manusia macam kau!"
Berbicara sampai disini diapun mendongakkan kepalanya dengan perasaan bangga dan tertawa terbahak-bahak.
"Kalau memang mau begitu, silahkan turun tangan!" tantang Thiat Tiong-tong sambil tersenyum.
Diam-diam Hong Lo-su terkejut juga melihat kemampuan pemuda itu mengendalikan diri, dia tidak menyangka ejekannya sama sekali tidak memancing kemarahan lawan.
Setelah mengamati kembali berapa kejap, pujinya:


Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Luar biasa.... luar biasa!"
"Hei apanya yang luar biasa?" ejek Coh Sam-nio.
"Coba lihat tampangnya, tidak salah jadi pentolan Khong tong pay, selewat berapa tahun lagi, bukankah dia akan muncul sebagai Kaisar malam ke dua" Aaai, kita mesti menjagalnya hari ini"
"Kau berani" Kau tidak malu?" kembali Coh Sam nio mengejek sambil tertawa.
Hong Lo-su tertawa terkekeh.
"Kau sangka aku tidak tahu kalau dirimu lebih berhasrat menjagalnya ketimbang aku" Bocah busukk, kalau sampai si peluru angin sambaran petir pun ingin menggorok lehermu, lebih baik bunuh diri saja"
"Kalau memang begitu, apa salahnya kalau kalian berdua maju bersama!" kata Thiat Tiong-tong.
"Huuuh, kalau hanya mengandalkan sedikit kemampuanmu itu mah baru cukup menghadapi berapa gelintir boanpwee yang tidak becus.... kalau ingin menghadapi kami berdua.... hmmm, hmmm, percumalah!"
"Sudah, tidak usah banyak bicara lagi, kalau ingin bertarung, cepat turun tangan!" tukas Thiat Tiong-tong cepat. Kendatipun hatinya kebat kebit juga, perasaan itu sama sekali tidak ditampilkan keluar.
"Celaka" pikir Hong Lo-su setelah melihat ketenangan lawannya, "kalau dilihat gayanya yang sangat tenang, jangan-jangan dia masih memiliki kepandaian simpanan?"
Tiba-tiba dia tertawa tergelak, serunya:
"Bocah busuk, kalau Hong Lo-su mesti bertarung sendiri denganmu, itu mah namanya yang tua menganiaya yang muda....
begini saja, muridku, coba kau mewakili aku untuk memberi sedikit pelajaran kepada cecunguk ini"
Rupanya orang ini termasuk orang yang menganiaya kaum lemah tapi takut menghadapi yang kuat, dia tidak pernah mau bertarung jika sama sekali tidak yakin menang.
"Betul" seru Coh Sam-nio kembali mengejek, "kalau muridnya keok nanti, gurunya baru maju"
Siucay muda itu benar-benar ganas, begitu diperintahkan
untuk menyerang, dia langsung menerjang ke muka sambil melepaskan pukulan, dalam waktu singkat dia telah melancarkan tujuh buah pukulan berantai.
"Hahahaha.... kalau gurunya lambat seperti orang penyakitan, muridnya justru cepat macam orang kebelet" teriak Coh Sam-nio sambil tertawa, "hahaha.... tidak kusangka bocah muda itu pun ingin jadi pemimpin"
Biarpun serangan yang dilancarkan pemuda siucay itu cepat, gerakan tubuh Thiat Tiong-tong jauh lebih cepat, begitu pergelangan tangannya digetarkan, dia sudah berganti tiga jurus serangan, dua tangkisan ditambah satu tendangan.
"Sebuah gerakan yang hebat" puji semua jago tanpa terasa.
Pertarungan pun berlangsung makin lama semakin bertambah cepat, begitu cepatnya hingga membuat pandangan mata semua orang jadi kabur.
Hong Lo-su melirik Coh Sam-nio sekejap, katanya kemudian sambil tertawa seram:
"Hei, kita tidak usah berbincang soal lain, coba lihat, lewat berapa tahun kemudian, julukanmu sebagai si sambaran petir harus kau serahkan kepada orang itu"
Coh Sam-nio segera menarik wajahnya, senyuman yang semula menghiasi bibirnya hilang lenyap seketika.
Hong Lo-su yang berulang kali diejek perempuan itu tanpa bisa menjawab, sekarang menjadi sangat bangga setelah melihat lawannya dibuat membungkam diri, sekali lagi dia tertawa terbahak bahak.
Cepat Hong Lo-su mengalihkan perhatiannya ke tengah arena, begitu mengetahui keadaan yang sesungguhnya, seketika gelak tertawanya jadi melemah.
Sebagaimana diketahui, ilmu pukulan penyakitan yang diyakini Thiat Tiong-tong merupakan ilmu yang khusus diciptakan untuk menjebol ilmu barisan tujuh bidadari, sekarang pemuda itu berhasil menguasahi seluruh inti sari dan rahasia ilmu pukulan itu, secara otomatis diapun sangat memahami gerakan jurus yang digunakan ke tujuh bidadari didalam barisannya.
Sekarang jurus serangan yang digunakan sudah bukan jurus pertahanan lagi, dia mulai melancarkan serangan balasan dengan gaya melepaskan baju lawan, kendatipun dia tidak benar-benar melucuti pakaian musuh, namun sasaran dan gerakan yang digunakan justru amat pas dan disertai perubahan yang diluar
dugaan. Biarpun biasanya jurus serangan itu digunakan oleh tujuh orang sekaligus, tapi Thiat Tiong-tong justru berhasil menggabungkannya menjadi satu, malah kecepatannya berapa kali lipat diatas kecepatan kawanan gadis itu.
Kini gerak serangannya ibarat serangan yang dilakukan beberapa orang secara bersama-sama, biarpun ada serangan yang lebih awal dan lebih belakangan, namun ketika mendekati sasaran justru seolah serangan yang datang secara serentak.
Siucay muda itu sendiri meski berasal dari perguruan kenamaan, mimpipun dia tidak mengira kalau dikolong langit terdapat gerakan jurus sedemikian anehnya, terpaksa dia harus mengandalkan ilmu m
Jodoh Si Mata Keranjang 4 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Dendam Iblis Seribu Wajah 8
^