Jodoh Si Mata Keranjang 4

Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


rumnya, bahkan membalas dengan jarum yang lebih hebat, karena ketika dia mengebutkan ujung lengan bajunya tadi, dia mencium bau harum yang kuat, tanda bahwa jarum-jarum merah itu mengandung racun yang ampuh!
Maklum bahwa lawannya lihai, Lan Hwa Cu yang merupakan tokoh kelas dua dari Pek-lian-kauw yang biasanya memandang rendah lawan, segera melompat ke depan dan sabuknya yang panjang dengan kedua ujungnya dipasangi bola dan bintang saja, sudah menyambar-nyambar dengan ganasnya.
Karena ingin tahu siapa lawannya, Kui Hong kembali mengelak dengan loncatan ke belakang. Ia menudingkan telunjuk tangan kirinya. "Tahan senjata! Totiang katakan dulu siapa engkau dan mengapa pula menyerangku!"
Akan tetapi, tentu saja Lan Hwa Cu tidak mau banyak bicara lagi. Dari pertanyaan itu, tahulah dia bahwa ketua Cin-ling-pai ini hanya menduga saja bahwa dia yang mengacau di Cin-ling-pai. Gadis itu belum mengenalnya dan belum tahu apa yang sesungguhnya terjadi di Cin-ling-pai. Karena itu, tentu saja dia tidak akan membongkar rahasia Pek-lian-kauw dan dia pun sudah menyerang lagi dengan ganasnya, menggunakan sabuknya. Ujung bola dan bintang bajaitu beterbangan menyambar-nyambar dalam serangan yang dahsyat sehingga Kui Hong terpaksa berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari sambaran maut itu. Gadis sakti itupun terkejut karena dari sambaran senjata itu, ia pun dapat mengukur tenaga lawan dan tahu bahwa lawannya ini selain pandai ilmu sihir, juga memiliki ilmu silat yang tinggi dan tenaga yang kuat. Maka, ia pun cepat mencabut sepasang pedangnya. Begitu sepasang pedang itu tercabut, nampaklah sinar-sinar hitam yang menyilaukan mata. Lan Hwa Cu terkejut. Itulah Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) yang amat ampuh. Tanpa disadarinya, pendeta itu mengeluarkan seruan tinggi seperti jerit seorang wanita, Kui Hong terheran karena suara pendeta itu sungguh seperti jerit seorang wanita!
Akan tetapi karena lawan terus menyerangnya, ia pun menggerakkan sepasang pedangnya, menangkis dan balas menyerang.
"Singgg ?"!" Bintang baja itu menyambar ke arah pelipis kiri Kui Hong dengan gerakan melingkar dan menyerong dari atas. Serangan ini berbahaya sekali. Namun, Kui Hong adalah seorang gadis pendekar yang telah matang ilmunya. Bukan saja ia telah mewarisi ilmu-ilmu yang hebat dari ayah ibunya yang juga merupakan sepasang suami isteri pendekar, bahkan gadis ini telah digembleng oleh kakek dan neneknya, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya yang sakti di pulau Teratai Merah. Tingkat kepandaian Kui Hong kini bahkan telah melampaui tingkat kepandaian ayahnya dan ibunya! Ketika bintang baja itu menyambar ke arah pelipisnya, Kui Hong menggerakkan pedang di tangan kiri, mencoba untuk membabat putus sabuk itu. Akan tetapi, sabuk itu tidak terbabat putus, bahkan melibat pedang dan ujungnya masih menyambar sehingga kini bintang baja itu menyambar ke arah mukanya. Kui Hong menarik kepalaya ke belakang dan pada saat itu, bola baja di ujung kedua sabuk lawan menyambar ke arah perutnya!
Bukan main lihainya tosu itu. Akan tetapi, Kui Hong tidak menjadi gugup. Ia menggerakkan pedang kanannya membacok ke arah bola baja, sedangkan pedang kirinya masih terlibat sabuk.
"Trangggg ?"!!" Bola baja itu terpental dan Lan Hwa Cu kembali mengeluarkan jerit wanita karena tangannya terasa panas sekali dan bola baja itu hampir saja mengenai kepalanya sendiri. Terpaksa dia meloncat kebelakang dan melepaskan libatan sabuknya. Melihat lawannya meloncat ke belakang, Kui Hong yang sudah penasaran itu mengejar dan sepasang pedangnya berubah menjadi dua gulungan sinar hitam yang dahsyat sekali, bagaikan dua ekor naga hitam mengamuk!
Lan Hwa Cu menangkis dan membalas, namun menghadapi gelombang serangan sepasang pedang hitam yang ampuh itu, dia merasa kewalahan juga. Permainan pedang ketua Cin-ling-pai itu amatlah hebatnya sehingga kalau dia terus melawan, besar kemungkinan dia akan terancam bahaya maut. Kembali ujung pedang kanan di tangan Kui Hong sudah meluncur dan hampir saja mengenai pundaknya, Lan Hwa Cu melompat ke belakang dan ketika tangan kirinya terayun, terdengar ledakan dan tampak asap hitam mengepul tebal. Kui Hong meloncat ke belakang, khawatir kalau-kalau asap itu beracun. Ketika ia berloncatan mengitari asap itu, ternyata lawannya sudah lenyap.
Kui Hong tidak mengejar karena maklum bahwa selain hal itu sia-sia karena ia tidak tahu ke arah mana lawan pergi, juga amat berbahaya dan ia ingin melihat bagaimana hasilnya Hay Hay menguasai Ciok Gun. Ia pun cepat lari ke tempat tadi ia meninggalkan Ciok Gun. Lega hatinya melihat betapa Ciok gun sudah dapat dikuasai Hay Hay, sudah rebab dengan kaki tangan terbelenggu.
Melihat Ciok Gun seperti orang pingsan, ia berkata, "Hay-ko, cepat sadarkan dia agar terbebas dari pengaruh jahat dan dapat menceritakan semua rahasia kepada kita."
"Nanti dulu, Hong-moi. Justeru dalam keadaan terbius dan tersihir, dia akan dapat emnceritakan segala rahasia kepada kita. Kalau dia sadar, mungkin dia melupakan segalanya." Setelah berkata demikian, Hay Hay lalu emnotok pundak dan tengkuk Ciok Gun. Murid Cin-ling-pai itu mengeluh dan membuka mata. Pada saat itu, Hay Hay sudah mengerahkan tenaga sihirnya, memandang wajah Ciok Gun dan suaranya terdengar penuh wibawa ketika dia berkata.
"Ciok Gun, engkau selalu mentaati kami! Engkau membantu kami menghadapi orang-orang Cin-ling-pai. Ingat?"
Ciok Gun sejenak memandang kepada Hay Hay seperti orang kehilangan semangat, akan tetapi kemudian dia mengangguk. "Aku ".. aku ingat ".."
Ciok Gun seperti termenung, lalu terdengar jawabannya lirih. "Pek-lian Sam-kwi ".. aku harus taat kepada Pek-lian sam-kwi?"."
Kui Hong mengepal tinjunya. Krianya Pek-lian-kauw yang menjadi biang keladinya! Kini tahulah ia bahwa tosu yang lihai tadi adalah orang Pek-lian-kauw tentu seorang di antara Pek-lian Sam-kwi, tiga iblis dari Pek-lian-kauw yang sudah pernah di dengar namanya akan tetapi belum pernah dijumpainya itu.
"Siapa lagi selain Pek-lian Sam-kwi" Hayo jawab sesungguhnya!"
"Tok-ciang Bi Moli ?""
"Ah, Su Bi Hwa itu?" tanya Kui Hong. Mendengar pertanyaan ini, Ciok Gun tidak menjawab. Dalam keadaan seperti itu, dia hanya mengenal satu suara saja, yaitu suara orang yang mengguasainya lewat kekuatan sihir dan pada saat itu, Hay Hay yang menguasai setelah pengaruh sihir para tosu Pek-lian-kauw menipis. Tadi Lan Hwa Cu masih mengendalikan Ciok Gun, maka sukar bagi Hay Hay untuk menguasainya. Hal ini adalah karena sudah terlalu lama dan mendalam Ciok Gun di cengkeram dalam kekuasaan sihir para tosu Pek-lian-kauw itu. Kini, setelah Lan Hwa Cu diganggu Kui Hong dan terpaksa melarikan diri, cengkeraman itu mengendur dan dalam keadaan lemah ini, dengan mudah Hay Hay dapat menguasai Ciok Gun.
"Ciok Gun, katakan siapa nama Tok-ciang Bi Moli itu!" kata Hay Hay dengan suara mengandung perintah.
"Namanya Su Bi Hwa "."
Tentu saja Kui Hong menjadi semakin marah. Kiranya isteri Gouw Kian Sun itu berjuluk Tok-ciang Bi Moli dan merupakan seorang di antara gerombolan yang mengacau di Cin-ling-pai.
"Ciok Gun, engkau tahu tentang mengapa Gouw Kian Sun begitu taat kepada Tok-ciang Bi Moli Su BI Hwa dan mau menerimanya sebagai isteri" Ceritakan semua dengan jelas!"
Kini Ciok Gun sepenuhnya sudah berada dalam kekuasaan Hay Hay, maka tanpa ragu lagi dia pun menjawab dengan lancar. "Keluarga Cia ditawan oleh orang-orang Pek-lian-kauw. Kalau suhu Gouw Kian Sun menolak, keluarga itu akan di bunuh."
Pucat wajah Kui Hong mendengar ini. "Siapa yang ditawan" Siapa?"
Kembali Ciok Gn tidak menjawab dan kelihatan bingung. "Ciok Gun," kata Hay Hay. "Katakan siapa saja yang di tawan orang Pek-lian-kauw."
"Kakek guru Cia Kong Liang, su-pek (uwa guru) Cia Hui Song, supek-bo Ceng Sui Cin dan putera mereka, Cia Kui Bu ".."
"Keparat jahanam ?"!!!" Kui Hong berseru karena terkejut dan marah bukan main. Kakeknya, ayah ibunya dan adiknya telah ditawan oleh orang-orang Pek-lian-kauw! Kiranya susioknya, Gouw Kian Sun, menjadi lemah tak berdaya dan terpaksa menurut saja kemauan orang-orang Pek-lian-kauw karena mereka mengancam akan membunuh keluarga Cia! Orang-orang Pek-lian-kauw menekan Kian Sun dengan ancaman, dan menguasai Ciok Gun dengan bius dan sihir! Jelas mereka akan menghancurkan Cin-ling-pai dan mengadu domba dengan partai-partai besar di dunia persilatan!
Sekali memerintahkan Ciok Gun untuk tidur, murid Cin-ling-pai yang sepenuhnya sudah dikuasai Hay Hay itupun pulas.
"Kita harus membebaskan ayah dan ibu sekarang juga, dan kita basmi orang-orang Pek-lian-kauw itu!" bentak Kui Hong dengan muka yang menjadi kemerahan saking marahnya.
"Tenangkan hatimu, Hong-moi. Menghadapi orang-orang Pek-lian-kauw yang licik dan curang, penuh tipu muslihat, kita harus cerdik dan menggunakan siasat."
"Aku tidak takut! Kita tunggu apa lagi" Sudah jelas mereka menawan kong-kong, ayah, ibu dan adik Kui Bu. Mereka mempengaruhi Gouw Susiok dan suheng ini, mereka menguasai Cin-ling-pai dan hendak menghancurkan Cin-lingpai, mengadu domba dengan partai-partai lain! Mari kau bantu aku menghancurkan dan membasmi gerombolan jahat ini, hay-ko!"
"Tenang dan ingatlah, Hong-moi. Ingat bahwa kong-kongmu, juga ayah dan ibumu, mereka bertiga adalah yang berkepandaian tinggi. Namun tetap saja mereka sampai tertawan! Tentu Pek-lian-kauw menggunakan akal busuk! Kita harus cerdik dan jangan sampai tertipu. Pula, andaikata kita sekarang menggunakan kekerasan, bagaimana engkau akan menghadapi para tokoh partai besar itu besok lusa?"
"Akan kuhancurkan gerombolan itu dan akan kupaksa mereka mengaku di depan para lo-cian-pwe bahwa Pek-lian-kauw yang melakukan semua pembunuhan itu!"
"Hemm, mudah di bicarakan akan tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan. Pek-lian-kauw merupakan perkumpulan yang jahat dan licik. Bagaimana kalau mereka itu sempat meloloskan diri" Tetap saja Cin-ling-pai yang akan di tuduh melakukan semua pembunuhan itu. Kita harus menangkap basah mereka, kita hadapi kelicikan mereka dengan siasat."
Kui Hong diam-diam tertegun. Ia dapat melihat kebenaran ucapan kekasihnya. Biarpun hatinya tidak sabar, terpaksa ia mengangguk. "Lalu apa yang akan kita lakukan, Hay-ko" Aku khawatir sekali akan keselamatan keluargaku."
"Kita pergunakan Ciok Gun untuk memancing! Kalau tadinya Ciok Gun menjadi alat mereka, kini kita menyadarkan Ciok Gun hingga dia dapat membantu kuta memancing mereka itu melanjutlan perbuatan mereka sampai besok lusa. Di depan para lo-cian-pwe itu, kita telanjangi mereka, kita buka rahasia mereka sehingga mereka tidak sempat mengelak atau melarikan diri."
"Tapi, aku khawatir sekali akan nasib keluargaku!"
"Tidak perlu khawatir, Hong-moi. Mereka menawan keluargamu hanya dengan maksud agar keluargamu tidak sempat menghalangi rencana mereka."
"Tapi, bagaimana kalau nanti suheng Ciok Gun mereka kuasai lagi" Bisa hancur berantakan semua siasatmu!"
"Jangan khawatir, Hong-moi. Kalung batu kemala ini akan mampu melindunginya dari pengaruh sihir orang-orang Pek-lian-kauw." Hay Hay mengeluarkan kalung itu lalu memasangnya di leher Ciok Gun, disembunyikan di balik bajunya.
"Terserah kepadamu, Hay-ko. Akan tetapi, hati-hati jangan sampai gagal. Ini menyangkut keselamatan kakek, ayah, ibu dan adikku, juga menyangkut nama baik Cin-ling-pai."
"Aku mengerti, hong-moi,d an jangan khawatir." Hay Hay lalu membebaskan totokan Ciok Gun. Murid Cin-ling-pai ini telah dibebaskan dari belenggunya, dan setelah totokannya bebas, dia tersadar, membuka mata, memandang dengan heran wajah Hay Hay yang tidak di kenalnya. Kemudian dia melirik ke kiri dan begitu melihat Kui Hong, dia cepat bangkit duduk dan memandang heran.
"Sumoi ".. eh, Pangcu! Di mana kita" Apa yang terjadi dan siapa?" siapa saudara ini "..?"
Lega rasa hati Kui Hong. Dari sikap, pandang mata dan suaranya, jelas bahwa suhengnya telah kembali normal. "Hemm, suheng Ciok Gun. Apakah engkau tidak ingat lagi apa yang telah kaulakukan selama ini sehingga engkau mencelakakan keluarga kong-kong dan membahayakan keadaan Cin-ling-pai?" tanya Kui Hong dengan suara penuh teguran.
Ditanya demikian, Ciok Gun termenung dan meraba-raba dahinya, mengingat-ingat. seperti bayangan yang samar-samar, ada sebagian peristiwa yang diingatnya, terutama sekali kakek gurunya, uwa gurunya dan keluarga Cia Kui Bu yang kini meringkuk dalam tempat tahanan! Dan begitu teringat akan keadaan dirinya, betapa dia tidak mampu menolak dan tunduk serta taat akan semua kehendak Tok-ciang Bi Moli yang hina, wajahnya berubah merah sekali.
"Pangcu, apakah yang telah terjadi" Seperti mimpi buruk saja ".. dalam mimpi itu aku melihat betapa kakek guru, juga ayah ibumu dan adikmu, menjadi tawanan dan aku " aku ".. mengapa aku membantu iblis betina dan kawan-kawannya itu" Apa yang sesungguhnya terjadi atas diriku?"
"Tenanglah, Ciok-toako (kakak Ciok), engkau hanya menjadi korban kekuatan sihir dan bius orang-orang Pek-lian-kauw," kata Hay Hay menghiburnya.
Ciok Gun memandang ke arah Hay Hay dengan alis berkerut. "Siapakah engkau" Pangcu, apakah orang ini boleh dipercaya" Di Cin-ling-pai sekarang berkeliaran banyak orang jahat!"
Kui Hong makin maklum bahwa jalan pikiran suhengnya masih kacau. "Ketahuilah, Suheng. Dia adalah Pendekar Tang Hay, sahabat baikku yang boleh di percaya. Bahkan engkau dapat pulih kembali pikiranmu karena pertolongannya. Dia yang mengusir pengaruh sihir dan pembius yang tadinya meracunimu, dan membuat engkau menjadi hamba dan alat dari iblis betina itu dan kawan-kawannya."
Mendengar ini, Ciok Gun segera memberi hormat kepada Hay Hay. "Ah, maafkan aku, Tai-hiap (pendekar besar). Aku ".. aku masih bingung".."
"Toako, kau raba kalung yang kugantungkan di lehermu itu. Sembunyikan kalung itu baik-baik di balik bajumu. Mustika itu kupinjamkan kepadamu dan selama engkau mengenakan mustika itu sebagai kalungmu maka orang-orang Pek-lian-kauw itu tidak dapat mempengaruhimu dengan sihir lagi."
"Pek-lian-kauw "..?" Ciok Gun terkejut.
"Benar, suheng. Kita telah terancam oleh orang-orang Pek-lian-kauw. Seperti kau katakan tadi, ketika engkau masih dalam pengaruh sihir dan dicengkeram mereka, agaknya Pek-lian-kauw mengirim Pek-lian Sam-kwi dan Tok-ciang Bi Moli untuk mengacau Cin-ling-pai. Mereka datang ke sini dan entah dengan akal bagaimana mereka dapat menawan kong-kong, ayah, ibu dan adikku. Mereka dapat menguasaimu dengan bius dan sihir sehingga engkau menjadi alat mereka. Dan susiok Gouw Kian Sun mereka kuasai dengan jalan mengancam dia bahwa kalau dia tidak tunduk, maka keluarga Cia akan dibunuh!"
"Ah, aku ingat sekarang! Dalam mimpi buruk itu " aku ". Aku membantu mereka. Aku yang memancing dan menjebak ".. ah, apa yang telah kulakukan" Benarkah semua itu terjadi" Aku ".. aku menjadi pengkhhianat, aku membantu orang jahat menangkapi orang-orang yang kuhormati dan kumuliakan?"
"Semua itu telah terjadi, diluar kesadaranmu karena engkau terbius dan tersihir, Suheng. Dan bukan itu saja. Orang-orang Pek-lian-kauw telah memaksa Gouw Susiok menikah dengan Su Bi Hwa itu, dan juga mengadu domba Cin-ling-pai. Mereka membunuh dan memperkosa murid-murid para tokoh partai besar dan menggunakan nama murid Cin-ling-pai"."
"Ah, benar "..! Aku ingat sekarang! Aduh, Pangcu. Dosaku besar sekali. Aku mengaku berdosa, aku siap menerima hukuman. Hukumlah, bunuhlah aku, Pangcu. Dosaku tak dapat diampuni lagi ".." Dan Ciok Gun, orang yang biasanya tenang dan pemberani itu, kini menangis seperti anak kecil!
"Ciok-taoko, hentikan tangismu yang tidak ada gunanya itu," kata Hay Hay. "Engkau melakukan semua itu dilaur kesadaranmu, oleh karena itu tidak perlu engkau menyesali perbuatanmu. Yang terpenting sekarang adalah melakukan sesuatu untuk menebus semua itu, untuk menyelamatkan keluarga Cia dan untuk menyelamatkan Cin-ling-pai dan menghancurkan para penjahat. Maukah engkau membantu kami?"
Ciok Gun mengusap air matanya dan dengan penuh semangat dia berkata, "Tang Taihiap, aku siap mengorbankan nyawaku untuk menebus dosa, untuk menyelamatkan keluarga Cia dan Cin-ling-pai!"
"Bagus! Kalau begitu, dengarkan rencana kami baik-baik." Mereka lalu berbisik-bisik mengatur rencana mereka seperti yang dikemukakan Hay Hay. Mereka tidak lama berunding di situ karena Hay Hay dan Kui Hong segera pergi meninggalkan Ciok Gun agar jangan sampai pertemuan mereka itu diketahui oleh orang-orang Pek-lian-kauw.
Perhitungan Hay Hay memang tepat. Tak lama setelah dia dan Kui Hong pergi, muncul Lan Hwa Cu, Siok Hwa Cu, Kim Hwa Cu dan Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa di hutan itu. Empat orang ini tadi berindap-indap memasuki hutan dan setelah mereka mengintai dan hanya melihat Ciok Gun seorang disitu, mereka segera berloncatan menghampiri. Mereka melihat Ciok Gun dalam keadaan pingsan tertotok. Dengan gelisah Su Bi Hwa lalu membebaskan totokan itu dan Ciok Gun siuman kembali. Dia bangkit duduk dan memandang mereka dengan sikap biasa, siap menanti perintah! Akan tetapi, Su Bi Hwa masih merasa khawatir dan curiga, maka ia memberi isyarat kedipan mata kepada tiga orang gurunya.
"Ciok Gun, berdirilah engkau!" tiba-tiba Lan Hwa Cu berseru dengan suara garang.
Bagaikan boneka hidup, Ciok Gun bangkit berdiri dengan tegak, wajahnya dingin, matanya tidak membayangkan perasaan dan sikapnya siap siaga. Bi Hwa maju menghampirinya, lalu merangkulnya dan mencium pipinya. Ciok Gun tetap tidak membuat gerakan melawan atau menyambut, seperti arca batu saja. Lalu Bi Hwa melepaskan rangkulannya dan mengayun tangan.
"Plakk!" Keras sekali tamparan itu dan akibatnya, tubuh Ciok Gun terhuyung. Akan tetapi tetap saja dia tidak melawan, dan berdiri lagi dengan tegak.
Empat orang itu saling pandang dan mengangguk. Lalu Bi Hwa memegang tangan Ciok Gun. "Ciok Gun, duduklah dan ceritakan apa yang telah kaualami ketika engkau diajak pergi Cia Kui Hong tadi."
Mereka duduk diatas tanah berumput di bawah pohon dan Ciok gun bercerita dengan suara yang wajar, seperti biasa. "Pangcu membawaku ke sini dan ia memaksaku mengaku. Kukatakan bahwa aku tidak tahu apa-apa, bahkan disini semua biasa dan wajar. Ia membujuk dan mengancam, bahkan menghajarku, akan tetapi aku tidak mengatakan sesuatu diluar kehendak kalian. Ia menyerangku, menotok dan karena ilmu kepandaiannya tinggi, aku tertotok dan dan tidak ingat apa-apa lagi."
Lan Hwa Cu mengangguk-angguk. "Gadis itu memang lihai bukan main. Agaknya setelah merobohkan Ciok Gun, ia mencariku dan menyerangku. Ia berbahaya sekali."
"Sebaiknya kalau kita tangkap gadis itu juga," kata Kim Hwa Cu.
"Ya, dan berikan ia kepadaku. Akan kubebaskan ia dari keliarannya!" kata Siok Hwa Cu sambil tersenyum kejam.
"Aih, sam-wi Suhu terlalu sembrono. Serahkan saja kepadaku."
"Ha-ha, Bi Hwa. Apakah engkau ditulari pengakit suheng Lan Hwa Cu" Dia seorang pria yang hanya suka kepada pria, tidak menyukai wanita. Apakah sekarang seleramu juga beralih kepada sesama wanita?" Siok Hwa Cu mengejek.
"Bukan begitu maksudku, ji Suhu (guru ke dua). Cia Kui Hong itu lihai ilmu silatnya. Hal itu lebih baik lagi. Kalian tentu ingat bahwa lusa adalah hari yang dijanjikan Kui Hong kepada para pemimpin partai-partai persilatan besar itu. Tentu akan terjadi pertandingan hebat dan kalau mereka saling bertanding, berarti mereka akan kehilangan tenaga. Kalau sudah loyo semua, mudah bagi kita untuk membabat mereka. Bukankah begitu" Untung bahwa Ciok Gun masih teguh dan menjadi pembantu kita yang setia. Rencana kita dilanjutkan. Kita menanti sampai lusa dan selama dua hari ini, kita tinggal bersembunyi saja dan pesan kepada anak buah agar jangan melakukan sesuatu yang akan menggoncangkan keadaan. Cia Kui Hong pasti tdiak akan menemukan apa-apa sampai esok lusa."
"Bagus, dengan anak buah kita, kita akan berjaga-jaga. Kalau mereka semua sudah saling serang dan menjadi lemah, kita turun tangan," kata Lan Hwa Cu. "Akan tetapi bagaimana dengan Ciok Gun" Kalau kita bertempur, tentu saja kami bertiga tidak dapat mengendalikannya."
Bi Hwa menoleh kepada Ciok Gun yang duduk seperti patung. Selama berada di bawah pengaruh sihir tiga orang tosu itu, memang dia seperti boneka hidup dan hanya akan mengadakan reaksi kalau empat ornag itu mengajaknya bicara.
"Ciok Gun!" kata Bi Hwa sambil memegang lengannya. Ciok Gun menoleh dan memandang kepada Bi Hwa dengan pandang mata kosong.
"Apa yang dapat kulakukan untukmu, Moli?" tanyanya.
"Esok lusa kalau terjadi pertempuran, apa yang dapat kaulakukan untuk kami?"
"Aku akan membantu dengan taruhan nyawa!" katanya kaku.
"Membantu apa?"
"Apa saja! Kalau perlu, aku dapat menjaga para tawanan itu, atau membunuh mereka kalau kalian kehendaki," kata pula Ciok Gun.
"Bagus!" tiba-tiba Lan Hwa Cu berkata. "Memang sebaiknya dia diberi tugas untuk menjaga dan membunuh mereka semua kalau sampai usaha kita gagal. Mereka itu berbahaya dan kita tidak dapat mempercayakan kepada anak buah kita. Ciok Gun yang paling tepat dan dapat diandalkan untuk menjamin agar mereka tidak sampai dapat meloloskan diri."
Mereka semua bersepakat untuk mengatur siasat, yaitu membiarkan para tokoh partai persilatan besar memperebutkan kebenaran dan bentrok dengan Cin-ling-pai, apalagi kalau sampai gadis ketua Cin-ling-pai yang lihai itu terbunuh atau setidaknya terluka. Kalau sudah sejauh itu, membebaskan keluarga Cia juga tidak mengapa, bahkan lebih baik karena para tokoh Cin-ling-pai itu pasti tidak tinggal diam dan permusuhan akan menjadi semakin menghebat. Kalau sudah begitu, maka tugas mereka untuk mengadu domba dan menghancurkan Cin-ling-pai berhasil baik. Akan tetapi, andaikata siasat mengadu domba itu gagal dan Cin-ling-pai tidak sampai bertempur melawan partai-partai lain, masih belum terlambat untuk untuk membunuh para tawanan itu. Dan untuk tugas ini, Ciok Gun yang telah menjadi seperti boneka hidup itu pasti akan mampu melaksanakannya dengan baik. Asap beracun akan dapat disemprotkan dari luar kamar tahanan dan betapapun lihainya, keluarga Cia itu takkan mampu membela diri, apalagi melepaskan diri.
*** () *** Hari yang telah dijanjikan Cia Kui Hong kepada para tokoh partai-partai besar itu pun tiba. Pagi-pagi sekali, rombongan demi rombongan dari perkumpulan Bu-tong-pai, Kun-lun-pai, Go-bi-pai dan Siauw-lim-pai telah mendaki puncak dan menanti di pekarangan depan bangunan yang menjadi pusat perkumpulan Cin-ling-pai.
Sepuluh orang tokoh Go-bi-pai dipimpin oleh Poa Cin An. Yang Tek Tosu memimpin lima orang tosu Kun-lun-pai. Tiong Gi Cinjin memimpin tujuh orang Bu-tong-pai, sedangkan dari Siauw-lim-pai hanya dua orang saja, yaitu Thian Hok Hwesio dan Thian Ki Hwesio. Wajah semua orang nampak tegang, juga banyak diantara para mereka yang nampak penasaran dan marah.
Cia Kui Hong juga sudah siap menyambut mereka. Puluhan orang anak buah Cin-ling-pai sudah menerima perintah untuk berbaris rapi di kanan kiri sepanjang pekarang yang luas itu, dan diberanda juga berdiri murid-murid yang tingkatnya lebih tinggi, dalam keadaan siap siaga, tinggal menunggu perintah ketua mereka. Para anggauta Cin-ling-pai yang baru, yaitu anak buah Pek-lian-kauw yang diselundupkan Bi Hwa dan dijadikan anggauta Cin-ling-pai, berkelompok membentuk barisan pula di sebelah kanan kiri pekarangan, bercampur dengan para anggauta Cin-ling-pai yang aseli. Kui Hong tahu akan hal ini dan ia pun diam saja, pura-pura tidak tahu. Akan tetapi ia yakin bahwa seluruh anggauta Cin-ling-pai yang aseli mengenal dan mengetahui nama anggauta baru dan mana yang lama.
Selama dua hari itu, Bi Hwa bersikap ramah dan biasa, sama sekali tidak memperlihatkan sikap lain. Hanya Gouw Kian Sun yang nampak gelisah dan tak menentu, sedangkan wajah Ciok Gun tetap dingin dan acuh. Akan tetapi, pada pagi hari itu, Ciok Gun tidak nampak diantara para murid Cin-ling-pai.
Setelah para tamu berkumpul di pekarangan, terdengar suara canang dipukul di sebelah dalam dan daun pintu yang tinggi, lebar dan tebal itu dibuka dari dalam. Semua tamu memandang ke arah pintu yang terbuka lebar itu dan dari dalam keluarlah Cia Kui Hong, di dampingi Gouw Kian Sun dan Su Bi Hwa. Kui Hong nampak tenang saja, agung berwibawa. Gouw Kian Sun kelihatan pucat, muram dan gelisah, sedangkan isterinya yang melangkah di sampingnya kelihatan tersenyum-senyum manis sekali, dengan sepasang mata yang lincah.
Setelah tiba di luar, Kui Hong memandang ke kanan kiri, ke arah anak buah Cin-ling-pai dan ia pun bertanya kepada mereka yang berdiri di beranda dan yang bersikap hormat kepadanya. "Dimana suheng Ciok Gun" Kenapa aku tidak melihat dia di sini?"
Para anggauta Cin-ling-pai saling pandang dan tidak ada yang tahu. Kui Hong mengerutkan alisnya dan ia pun menoleh kepada Gouw Kian Sun. "Susiok, kenapa aku tidak melihat Ciok-suheng" Di mana dia?"
Kian Sun melirik ke arah isterinya dan dia nampak bingung. Bi Hwa dengan cepat berkata, "Ah, apa engkau lupa" Pangcu, saya lihat tadi Ciok Gun rebah saja di kamarnya karena dia merasa tidak sehat, demam."
Kui Hong mengangguk-angguk. "Ah, kiranya dia sakit." Lalu dengan tenang ia melangkah terus menuruni beranda dan berhenti di ujung tangga menghadapi para tamu. Ia mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat.
"Kiranya cu-wi lo-cian-pwe (para orang tua gagah sekalian) telah berada di sini. Selamat datang dan selamat pagi kami ucapkan."
"Pangcu, sudah terlalu lama kami menanti. Kami telah memenuhi permintaan Pangcu untuk menanti lagi selama tiga hari. Nah, pagi ini kami datang menagih janji. Serahkan pembunuh puteriku itu kepada kami, dan kami tidak akan mengganggu Cin-ling-pai lebih lama lagi," kata Poa Cin An.
"Kami juga minta diserahkannya pembunuh dari Gu Kay ek, murid kami!" kata Tiong Gi Cinjin tokoh Bu-tong-pai dengan suara galak.
"Serahkan para murid curang dari Cin-ling-pai kepada kami!" kata pula Yang Tek Tosu.
Hanya dua orang hwesio Siauw-lim-pai yang tidak mengeluarkan ucapan, akan tetapi merekapun memandang kepada Cia Kui Hong dengan sinar mata menuntut. Tuntutan mereka itu mendatangkan kegaduhan karena semua anggauta rombongan itu mengeluarkan suara penasaran.
Cia Kui Hong mengangkat tangan ke atas. "Harap cu-wi tenang dan dengarkan baik-baik keteranganku. Aku jamin bahwa mereka yang berdosa pasti akan kuserahkan kepada cu-wi!"
Mendengar ucapan ini, tentu saja semua orang etrtarik dan mereka pun diam, memandang kepada gadis itu dengan sinar mata penuh harap.
"Cu-wi," Kui Hong berkata, suaranya lantang sekali. "Tiga hari yang lalu ketika cu-wi menuntut, aku memang menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Akan tetapi selama tiga hari ini aku melakukan penyelidikan dan semuanya kini menjadi sudah menjadi terang. Para pembunuh itu sudah berada di antara kita!"
Gouw Kian Sun memandang kepada gadis itu dengan sinar mata kaget dan heran, Su Bi Hwa mengerutkan alisnya. Semua tokoh persilatan itu makin tegang.
"Ketahuilah, cu-wi yang terhormat. Tidak ada seorangpun diantara murid Cin-ling-pai yang melakukan perbuatan jahat, memperkosa dan membunuh itu. Kami Cin-ling-pai telah kebobolan! Empat orang tokoh Pek-lian-kauw bersama dua puluh orang anak buah mereka telah menyusup ke Cin-ling-pai dan menguasai pimpinan selagi aku pergi. Mereka menawan keluarga Cia dan mereka mengancam Gouw Susiok, juga membuat suheng Ciok Gun menjadi boneka hidup dengan bius dan sihir!"
Tentu saja ucapan ini membuat semua orang terkejut bukan main. Wajah Su Bi Hwa berubah pucat, lalu kemerahan. Kian Sun sendiri terbelalak memandang ketuanya, dan wajahnya pucat, sinar matanya penuh kegelisahan karena dia khawatir bahwa pembongkaran rahasia itu akan membahayakan keselamatan nyawa keluarga Cia. Semua tamu terbelalak dan memandang tidak percaya, bahkan ada yang mengira bahwa gadis yang menjadi ketua Cin-ling-pai itu mencari alasan kosong untuk menghindarkan Cin-ling-pai dari tuduhan. Para murid Cin-ling-pai juga terkejut dan saling pandang. Dua puluh orang anak buah Pek-lian-kauw meraba gagang senjata mereka. Suasana tegang dan menggelisahkan.
"Sudah kujanjikan akan menyerahkan mereka yang berdosa. Bukan hanya satu orang dua orang, melainkan duapuluh orang anak buah Pek-lian-kauw dengan empat orang pimpinan mereka!"
"Omitohud ?", keterangan Cin-ling-pangcu terlalu aneh untuk dapat diterima bagitu saja, Pangcu, tunjukkan mana orang-orang Pek-lian-kauw yang mengacau itu!" kata Thian Hok Hwesio dari Siauw-lim-pai.
"Tiga orang tosu Pek-lian-kau yang terkenal dengan sbutan Pek-lian Sam-kwi sampai sekarang masih bersembunyi, akan tetapi Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa sudah berada di sini! Ia memaksa susiok Gouw Kian Sun menjadi suaminya agar ia dapat mengendalikan Cin-ling-pai dari dalam! Inilah ia iblis betina itu!"
Melihat kenyataan betapa ketuanya sudah mengetahui segalanya, timbul bermacam perasaan di dada Gouw Kian Sun. Dia merasa lega karena ketuanya sudah tahu, akan tetapi berbareng gelisah karena keselamatan keluarga Cia terancam. Di samping itu, diapun merasa malu bahwa dia telah dijadikan alat dan terpaksa membantu iblis-iblis itu, dan merasa menyesal mengapa dia tidak dapat menghindarkan diri dari tekanan yang membuat dia berkhianat terhadap Cin-ling-pai. Saking marahnya, tiba-tiba dia berteriak marah dan menyerang "isterinya" yang berdiri di sebelahnya.
"Tok-ciang Bi Moli, aku bersumpah untuk mengadu nyawa denganmu!"
Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa sudah waspada. Tadipun dia sudah tahu bahwa permainannya telah diketahui orang. Akan tetapi ia masih tenang karena ia yakin bahwa keluarga Cia masih ada dalam kekuasaannya, ketua Cin-ling-pai dan semua anggautanya tidak akan berani melawannya. Begitu melihat Kian Sun menyerangnya, karena ia sudah siap siaga sebelumnya, dengan mudah ia mengelak ke samping dan begitu kakinya menendang, dada Kian Sun tercium ujung sepatunya sehingga tokoh Cin-ling-pai ini hampir terjengkang! Sebetulnya, dalam hal ilmu silat, tingkat Kian Sun seimbang dibandingkan iblis betiina itu dan dia tidak akan mudah di kalahkan. Akan tetapi selama ini, Kian Sun menderita tekanan batin yang hebat, yang membuat dia lemah lahir batin sehingga gerakannya lambat dan kepekaannya berkurang.
Ketika dia dapat menguasai keseimbangannya dan hendak menyerang lagi, Tok-ciang Bi Moli sudah turun dari atas beranda itu, ke sebelah kiri dan ternyata ia telah berada dekat tiga orang tosu yang munculnya dengan tiba-tiba. Melihat tiga orang gurunya sudah berada di situ, muncul dari tempat persembunyai mereka, Su Bi Hwa tertawa bergelak karena hatinya menjadi besar. Suara ketawanya membuat semua orang memandang ngeri karena tawa itu mengandung kekejaman luar biasa.
"Ha-ha-ha-ha, kiranya Cin-ling-pai masih ada orang yang cerdik. Engkau memang cerdik sekali, Cia Kui Hong. Akan tetapi kecerdikanmu tidak ada gunanya!"
Kui Hong memang sengaja belum turun tangan dan membiarkan saja wanita iblis itu bergabung dengan tiga orang tosu yang sekarang baru dilihatnya. Juga ia melihat betapa dua puluh orang anggauta baru Cin-ling-pai yang sesungguhnya adalah orang-orang Pek-lian-kauw kini telah memisahkan diri dan bergabung pula dengan empat orang pemimpin mereka. Kui Hong tersenyum mengejek.
"Pek-lian Sam-kwi dan Tok-ciang Bi Moli! Kedoak kalian telah terbuka, dan semua locianpwe yang berada di sini sekarang mengetahui siapa yang sesungguhnya melakukan semua kejahatan itu dan berusaha merusak nama baik Cin-ling-pai. Akan tetapi, kenapa kalian melakukan ini" Kenapa kalian berusaha menghancurkan Cin-ling-pai?"
Kembali Su Bi Hwa tertawa, "Ha-ha-hi-hi-hik, kecerdikanmu masih picik, Pangcu! Sejak dahulu, semua pimpinan Cin-ling-pai selalu memusuhi Pek-lian-kauw. Entah berapa banyaknya anggauta kami yang tewas di tangan orang-orang Cin-ling-pai. Nenek moyangmu adalah musuh-musuh besar kami. Dan sekarang engkau masih bertanya kenapa kami memusuhi Cin-ling-pai?"
"Iblis betina busuk!" Gouw Kian Sun kini membentak lagi. "Engkau dan Pek-lian Sam-kwi harus kubasmi dari permukaan bumi ini!" Dia pun sudah mencabut pedangnya.
"Jangan bergerak!" teriak wanita cantik itu. "Ingat, kalau kami diserang, maka semua keluarga Cia akan mampus! Mereka masih berada di tangan kami, dan setiap saat kami dapat memerintahkan Ciok Gun untuk membunuh mereka! Ha-ha-ha, Pangcu. Kunci kemenangan terakhir masih berada didalam tanganku!" Kini bukan saja Su Bi Hwa yang tertawa, juga tiga orang tosu Pek-lian-kauw itu tertawa karena mereka merasa yakin akan kemenangan mereka, mereka yang yakin bahwa dengan adanya kenyataan bahwa keluarga Cia masih mereka tawan, orang-orang Cin-ling-pai ini tidak akan berani menggunakan kekerasan terhadap mereka.
Mendengar ini, Kian Sun menahan gerakannya dan wajahnya menjadi pucat kembali. Apakah mereka tetap masih tidak berdaya menghadapi orang-orang Pek-lian-kauw itu"
Akan tetapi, Kui Hong tersenyum lebar. "Iblis-iblis busuk dari Pek-lian-kauw. Hari kematianmu telah tiba dan kalian masih berani bicara besar?" Kui Hong menoleh ke kiri dan semua menengok, juga empat orang tokoh Pek-lian-kauw dan duapuluh orang anak buah mereka itu. Dan muncullah Ciok Gun dengan pedang di tangan, bersama empat orang yang bukan lain adalah Cia Kong Liang, Cia Hui Song, Ceng Sui Cin, dan Cia Kui Bu! Tentu saja semua tamu menjadi terheran-heran dan suasana menjadi berisik. Hanya Kui Hong seorang tersenyum-senyum karena tentu saja ia telah mengetahui segalanya. Ia bersama Hay Hay telah menjalankan siasat dengan tepat, dan dibantu oleh Ciok Gun dengan baik sekali. Seperti yang direncanakan, Ciok Gun berhasil membujuk empat orang tokoh Pek-lian-kauw itu untuk menjaga para tawanan dan kalau perlu membunuh mereka! Oleh karena itu, ketika semua orang Pek-lian-kauw hadir dalam pertemuan antara pimpinan Cin-ling-pai dan para wakil perkumpulan besar yang mendendam, Ciok Gun seorang tidak hadir karena dia bertugas menjaga para tawanan!
Setelah semua orang Pek-lian-kauw pada pagi hari itu pergi meninggalkan sarang rahasia mereka, meninggalkan Ciok Gun seorang diri saja di ruangan tahanan bawah tanah, Ciok Gun lalu membuka pintu tahanan dengan kunci yang dipegangnya. Melihat masuknya Ciok Gun, kakek Cio Kong Liang yang tadinya duduk bersila dalam samadhi membuka matanya dan memandang kepada cucu murid itu dengan marah.
"Ciok Gun, murid murtad! Dosamu bertumpuk-tumpuk, tidak takutkah engkau menghadapi hukumanmu di neraka kelak?"
Kui Bu juga berdiri di depan Ciok Gun dengan kedua tangan terkepal dan mata mendelik. "Ciok Gun, aku tidak mangakuimu sebagai suheng lagi! Engkau musuh besar kami, dan kelak kalau aku sudah besar, aku sendiri yang akan membunuhmu untuk membalaskan dendam ini!"
Ciok Gun memandang kepada anak itu dengan muka sedih, akan tetapi dia tidak menjawab ucapan mereka, melainkan diam sana dan dengan kuncinya, dia membuka tempat tahanan Cia Hui Song dan Ceng Sui Cin. Tentu saja semua orang itu terkejut dan heran, akan tetapi sebelum mereka sempat berbuat atau berkata sesuatu, Ciok Gun menjatuhkan diri dan membentur-benturkan dahinya dilantai.
"Teecu Ciok Gunu telah melakukan dosa besar tanpa teecu sadari. Akan tetapi sekarang teecu telah sadar dan teecu membantu sumoi Cia Kui Hong untuk membasmi orang-orang Pek-lian-kauw yang menimbulkan semua kekacauan ini. Harap Su-kong, Supek, Supek-bo dan Adik Kui Bu mengikuti saya dan bersikap sebagai tawanan saya, sesuai dengan rencana yang telah diatur oleh sumoi Cia Kui Hong." Dia bangkit berdiri dan empat orang itu diam-diam girang bukan main. Kiranya Kui Hong telah pulang dan menyelamatkan mereka dengan menyadarkanCiok Gun.
Demikianlah, mereka yang "digiring" oleh Ciok Gun yang memegang pedang telah tiba di pekarangan markas Cin-ling-pai. Melihat munculnya Ciok Gun yang menggiring empat tawanan itu, Su Bi Hwa dan tiga orang gurunya terkejut dan heran bukan main. Juga mereka melihat bahaya besar karena kini para tokoh Cin-ling-pai telah keluar dari tahanan!
"Ciok Gun, kuperintahkan kau! Bunuh empat orang tawanan itu dengan pedangmu!" teriak Su Bi Hwa dan tiga orang gurunya juga mengerahkan kekuatan sihir mereka untuk menguasai Ciok Gun.
Ciok Gun tidak memperlihatkan reaksi apa pun mendengar ucapan Su Bi Hwa, akan tetapi ia melangkah menghampiri Su Bi Hwa dengan kepala tetap ditundukkan. Su Bi Hwa mengira bahwa Ciok Gun kurang dapat menangkap perintahnya, maka setelah Ciok Gun berada di depannya, ia berteriak lagi dengan suara melengking, "Ciok Gun, pergunakan pedangmu "..!"
"Baik, kupergunakan pedangku!" Tiba-tiba Ciok Gun menjawab dan memotong perintah itu. Pedangnya digunakan menusuk ke arah dada Su Bi Hwa! Wanita ini terkejut bukan main! Akan tetapi ia memang lihai, dan biarpun serangan itu amat tiba-tiba dan tidak tersangka-sangka datangnya, ia masih dapat melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik dan terhindar dari tusukan pedang.
"Jahanam busuk kalian! Mampuslah!" Ciok Gun membentak dan kini menyerang ke arah tiga orang tosu Pek-lian-lauw.
"Suheng, jangan "..!" Kui Hing berseru karena ia tahu betapa lihainya orang-orang Pek-lian-kauw itu. Namun Ciok Gun yang merasa menyesal, sedih dan sakit hati sekali kepada orang-orang Pek-lian-kauw, tidak memperdulikan teriakan itu dan ia menyerang mati-matian. Tiga orang tosu itu pun terkejut melihat kenyataan bahwa murid Cin-ling-pai yang tadinya telah menjadi robot bagi mereka, kini tidak mau mentaati perintah, bahkan menyerang mereka dengan dahsyat!
Tiga orang Pek-lian-kauw itu ini mengerti bahwa pengaruh sihir mereka terhadap Ciok Gun telah lenyap, entah bagaimana, dan tidak perlu lagi mencoba untuk menguasainya. Maka, melihat Ciok Gun menyerang dengan pedang, mereka bertiga menggerakkan tangan menyambut. Ada yang menangkis pedang dengan kebutan, dan ada pula yang menyerang.
"Tranggg ". Dukkk ?"!" Pedang di tangan Ciok Gun terlempar dan tubuh murid Cing-ling-pai itu pun terjengkang. Darah muncrat dari mulutnya dan dengan sepasang mata mendelik memandang ke arah empat orang Pek-lian-kauw itu, Ciok Gun roboh dan tewas seketika. Dua pukulan yang diterimanya dari Lan Hwa Cu dan Siok Hwa Cu selagi Kim Hwa Cu menangkis pedangnya, terlampau hebat bagi murid Cin-ling-pai itu dan nyawanya terengut seketika.
Melihat ini, marahlah Kui Hong. Ia sendiri tidak menyangka bahwa Ciok Gun akan senekat itu. Padahal menurut siasat yang telah direncanakannya bersama Hay Hay, Ciok Gun hanya bertugas pura-pura dalam keadaan masih terpengaruh sihir agar dia ditugaskan menjaga tawanan, kemudian pada pagii hari itu membawa para tawanan ke Cin-ling-pai untuk membuka kedok orang-orang Pek-lian-kauw. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Ciok Gun yang merasa berdosa dan menyesal, telah mengadu nyawa dan tewas di tangan tiga orang tosu Pek-lian-kauw yang lihai itu.
Sebelum ia melakukan sesuatu, tiga orang tosu Pek-lian-kauw itu telah mengangkat kedua tangan ke atas dan Siok Hwa Cu memimpin dua orang saudaranya, mengeluarkan suara memerintah yang mengandung getaran kuat sekali.
"Haiii, orang-orang Cin-ling-pai. Di sebelahmu terdapat musuh! Seranglah musuh terdekat sebelum kalian diserang!"
Terjadilah keanehan. Para anggauta Cin-ling-pai tiba-tiba bergerak dan saling pukul! Terjadi kekacauan dan pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara orang yang tawa bergelombang, disusul suara yang nyaring melengking.
"Saudara-saudara Cin-ling-pai, jangan menyerang saudara sendiri!"
Dan para murid Cin-ling-pai kini terbelalak melihat bahwa mereka sedang berkelahi melawan saudara seperguruan sendiri. Tentu saja mereka semua menghentikan gerakan dan memandang bingung.
Yang tertawa dan berteriak itu adalah Hay Hay. Kini dia menghampiri tiga orang tosu dan Su Bi Hwa sambil tersenyum-senyum. Pek-lian Sam-kwi terkejut sekali ketika mendengar suara ketawa itu dan melihat betapa pengaruh sihir mereka membuyar begitu pemuda yang memakai pakaian biru dan sebuah caping petani lebar itu muncul. Melihat pemuda itu menghampiri mereka sambil tersenyum-senyum, Siok Hwa Cu yang berperut gendut menyambut dengan bentakan.
"Anjing dari mana berani datang menentang kami?" Dia memberi isyarat kepada dua orang saudaranya dan tiga orang Pek-lian-kauw itu mengerahkan kekuatan sihir mereka, memandang wajah Hay Hay dan Siok Hwa Cu menunjuk ke arah muka pemuda itu sambil berseru nyaring. "Engkau anjing yang baik, hayo merangkak dan menggonggong!" Dalam suara ini terkandung getaran yang amat kuat karena bukan hanya tenaga Siok Hwa Cu seorang yang mendukung suara itu, melainkan tenaga sihir mereka bertiga dipersatukan.
Hay Hay merasa betapa kekuatan yang dahsyat memaksanya sehingga dia tidak dapat mempertahankan lagi dan dia pun jatuh berlutut dan berdiri dengan kaki dan tangannya seperti seekor anjing!
Melihat ini, Ceng Sui Cin marah bukan main. Tahulah pendekar wanita yang galak ini bahwa tiga orang Pek-lian-kauw mempergunakan sihir. Akan tetapi selagi dengan marah ia hendak ke depan untuk menyerang, lengannya disentuh Kui Hong yang sudah berdiri di dekatnya.
"Ibu, biarkan saja. Hay-koko akan sanggup melayani sihir mereka."
Ceng Sui Cin dan suaminya, Cia Hui Song, memandang puteri mereka dengan heran. Puteri mereka menyebut Hay-koko dengan suara yang demikian mesra. Dan merekapun ingin sekali melihat bagaimana pemuda bercaping lebar itu akan mampu menghadapi kekuatan sihir tiga orang Pek-lian-kauw! Padahal kini pemuda itu telah merangkak seperti anjing.
Tang Hay atau biasa di sebut Hay Hay bukanlah pemuda biasa. Bukan saja dia telah mewarisi ilmu-ilmy silat yang tinggi, akan tetapi juga dia pernah menjadi murid Pek Mau San-jin dan digembleng dengan ilmu sihir yang kuat sekali. Biarpun demikian, andaikata kemudian dia tidak bertemu Song Lojin yang membuat semua ilmunya, baik silat maupun sihir, menjadi semakin matang, kiranya akan sulit baginya untuk dapat melawan kekuatan sihir gabungan dari Pek-lian Sam-kwi. Kini, ketika merasa betapa dia hampir lumpuh dan sudah jatuh berlutut, bahkan ada dorongan kuat agar dia menggonggong seperti anjing, diapun teringat akan pelajaran yang diterimanya dari Song Lojin dalam keadaan seperti itu. Dia meraba dan menekan tengah dahinya sambil memusatkan kekuatan batinnya, dan seketika dia pun pulih dan dapat mengatasi pengaruh yang menekannya. Dan diapun, dalam keadaan masih merangkak, tertawa bergelak! Suara ketawanya menggetarkan jantung semua orang.
"Ha-ha-ha-ha-ha! Kalian ini Pek-lian Sam-kwi dan juga Tok-ciang Bi Moli empat orang Pek-lian-kauw mengajak aku bermain menjadi anjing" Ha-ha-ha-ha-ha, memang kalian berempat bersemangat anjing! Mari kita bermain-main, kalau aku mengonggong, kalian mulailah saling berlumba memperebutkan anjing betina itu dan saling serang. Hayo, mulailah!"
Semua orang melihat betapa dalam keadaan masih berdiri dengan kaki tangan, Hay Hay mulai mengeluarkan suara seperti seekor anjing menggonggong. Suaranya keras dan memang mirip anjing menggonggong!
"Hung-hung-haunggg ?" huk-huk-hunggg ?"!"
Dan semua orang terbelalak. Mereka melihat betapa Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa dan tiga orang Pek-lian Sam-kwi itu tiba-tiba saja berlutut dan merangkak-rangkak seperti juga yang dilakukan Hay Hay! Dan terjadilah hal yang aneh sekali. Tiga orang tosu itu merangkak dan berloncatan hendak menerkam Su Bi Hwa yang menyalak-nyalak dan menyingkir, dan tiga orang tosu itu kini saling serang seperti tiga ekor anjing jantan memperebutkan anjing betina! Dan Hay Hay etrus menggonggong. Makin keras gonggongannya, makin hebat pula tiga orang tosu itu saling serang, saling gigit sampai pakaian mereka koyak-koyak! Sedangkan Su Bi Hwa merangkak-rangkak sambil menyalak-nyalak! Sungguh merupakan penglihatan luar biasa sekali. Jika ada tosu yang terkena gigitan lawan, dia pun menguik-nguik seperti anjing tulen yang kesakitan! Kalau tadi semua orang nonton dengan heran, kini mereka mulai tertawa dan terpingkal-pingkal melihat peristiwa aneh yang lucu itu.
Setelah merasa cukup mempermainkan empat orang tokoh Pek-lian-kauw itu, Hay Hay meloncat berdiri dan dia pun tertawa. Begitu dia menghentikan suara menggonggong seperi anjing, otomatis empat orang tokoh Pek-lian-kauw itu pun menghentikan gerakan mereka. Su Bi Hwa melompat berdiri dengan muka pucat memandang ke arah Hay Hay. Tiga orang tosu itu pun berloncatan berdiri. Muka mereka merah sekali dan mereka berusaha untuk membereskan pakaian mereka yang koyak-koyak. Ketiganya saling pandang, kemudian menghadapai Hay Hay dengan marah bukan main. Mereka menyadari bahwa mereka berhadapan dengan seorang pemuda yang memiliki kekuatan sihir yang amat hebat sehingga mereka bertiga pun tidak mampu melawannya dan dibuat malu di depan banyak orang! Tanpa banyak cakap lagi, Kim Hwa Cu yang bertubuh tinggi kurus dengan muka kuning itu telah mencabut senjatanya, yaitu sepasang pedang. Gerakannya diikuti Siok Hwa Cu si perut gendut bertubuh pendek bermuka hitam itu yang mencabut sepasang golok besar, Lan Hwa Cu, orang pertama dari Pek-lian Sam-kwi, juga sudah mengelurkan senjatanya, yaitu sabuk dan ujungnya bola dan bintang baja.
Sementara itu, Tok-ciang Bi Moli maklum bahwa keadaan pihaknya terancam bahaya. Tidak ada lagi sandera, tidak ada lagi kekuatan sihir yang dapat di andalkan. Kini merekalah yang terjepit dan terancam, dan satu-satunya jalan hanyalah membela diri dan mencoba untuk lolos dari tempat itu! Maka, iapun sudah mencabut pedangnya, lalu meloncat ke depan Kui Hong sambil membentak nyaring.
"Cia Kui Hong, bagaimanapun juga, masih belum terlambat bagiku untuk membunuhmu sebagai ketua Cin-ling-pai!" berkata demikian, pedangnya sudah meluncur ke arah dada ketua Cin-ling-pai itu. Kui Hong memang sudah siap siaga, maka ia pun tadi sudah mencabut sepasang pedangnya.
"Tranggg".. !!" nampak bunga api berpijar dan Su Bi Hwa merasa betapa lengan tangannya bergetar hebat.
"Hemm, iblis betina. Engkaulah yang akan kukirim ke neraka, tempat yang cocok dan tepat untukmu!" kata Kui Hong dan ia pun melanjutkan dengan teriakan perintah kepada anak buahnya. "Para murid Cin-ling-pai, cepat basmi gerombolan Pek-lian-kauw yang menyusup menjadi anggauta Cin-ling-pai!"
Para murid Cin-ling-pai yang jumlahnya lima puluh orang lebih itu segera berteraiak-teriak dan mereka menyerbu dua puluh orang anak buah Pek-lian-kauw yang tadinya mereka sangka sebagai anggauta-anggauta baru pilihan ketua dan isteri ketua! Terjadilah pertempuran yang seru karena orang-orang Pek-lian-kauw yang menjadi anak buah Pek-lian Sam-kwi juga orang-orang yang lihai, dan mereka merasa sudah tersudut sehingga mereka melawan mati-matian.
Adapun Pek-lian Sam-kwi sendiri maju mengepung Hay Hay yang amat mereka benci karena mereka tadi dipermainkan dengan sihir menjadi tiga ekor anjing yang saling terkam. Akan tetapi, nampak dua bayangan berkelebat dan Cia Hui Song bersama isterinya Ceng Sui Cin, sudah berada dekat Hay Hay dan masing-masing menyambut seorang lawan. Cia Hui Song menghadapi Lan Hwa Cu, sedangkan Ceng Sui Cin menghadapi Kim Hwa Cu. Suami isteri pendekar ini tidak mempergunakan senjata, akan tetapi mereka sama sekali tidak gentar menghadapi lawan yang memegang senjata. Hay Hay sendiri sudah menyambut serangan Siok Hwa Cu si pendek gendut bermuka hitam.
Melihat betapa ternyata Cin-ling-pai tidak bersalah, dan yang melakukan semua pembunuhan, perkosaan dan semua perbuatan jahat adalah orang-orang Pek-lian-kauw yang menyusup ke dalam Cin-ling-pai, tentu saja para tokoh partai persilatan besar menjadi marah sekali. Maka, begitu melihat para murid Cin-ling-pai menyerbu duapuluh orang gerombolan Pek-lian-kauw, tanpa diminta lagi, para tokoh itu segera mengamuk dan membantu orang-orang Cin-ling-pai, menyerang anggauta Pek-lian-kauw yang tentu saja menjadi semakin terdesak.
Tok-ciang Bi Moli menjadi gentar. Baru sekarang ia bertemu tanding yang benar-benar membuat ia kewalahan. Tak disangkanya sama sekali bahwa gadis muda yang menjadi lawannya itu memang lihai bukan main, dan pantas menjadi ketua Cin-ling-pai. Kiranya Cia Kui Hong memiliki tingkat kepandaian yang jauh melampaui paman gurunya, yaitu Gouw Kian Sun. sudah mati-matian Su Bi Hwa melakukan perlawanan, bahkan ia perkuat dengan kepandaian sihirnya, namun semua itu percuma saja. Tidak ada serangannya yang mampu menembus benteng sinar hitam sepasang pedang di tangan ketua Cin-ling-pai itu. Bahkan makin lama ia semakin terdesak.
Tadinya Su Bi Hwa mengharapkan bantuan tiga orang gurunya. Akan tetapi ketika ia dapat melirik ke arah mereka, ia mendapat kenyataan yang amat mengejutkan dan mencemaskan. Tiga orang gurunya itu, jagoan-jagoan Pek-lian-kauw tingkat dua, juga dalam keadaan terdesak seperti keadaannya sendiri. Tidak mungkin mengharapkan bantuan mereka. Su Bi Hwa adalah seorang gadis yang amat cerdik. Dengan sekilas pandang saja ia sudah dapat mengetahui keadaan dan cepat ia sudah dapat mencari jalan keluar.
Su Bi Hwa kini hanya mampu memutar pedangnya untuk melindungi dirinya, terus main mundur atas desakan Kui Hong yang mengambil keputusan untuk membunuh wanita iblis yang amat berbahaya itu. Ketika Kui Hong mendesak dengan babatan pedang kiri ke arah kaki disusul tusukan pednag kanan ke arah dada, Su Bi Hwa menghindar dengan loncatan ke atas lalu ke belakang. Akan tetapi kakinya terpeleset dan iapun jatuh terpelanting. Ia bergulingan dan tangan kirinya bergerak. Jarum-jarum beracun meluncur ke arah Kui Hong. Ketua Cin-ling-pai ini memutar pedang dan semua jarum itu runtuh. Ia mengira bahwa iblis betina itu sudah tersudut dan ia hendak mendesak terus. Tiba-tiba Kui Hong terkejut karena tahu-tahu Su Bi Hwa telah meloncat ke dekat Kui Bu dab anak itu sudah di tangkap dan dipanggulnya dengan tangan kiri! Kiranya iblis betina itu tadi sengaja mundur-mundur mendekati anak itu. Ayah dan ibu anak itu sedang bertanding melawan dua orang di antara Pek-lian Sam-kwi, dan kakek Cia Kong Liang juga ikut membantu para murid Cin-ling-pai mendesak dan menyerbu orang-orang Pek-lian-kauw. Dalam keributan itu, tidak ada orang yang menjaga Cia Kui Bu karena semua orang mengira anak itu dalam keadaan aman. Bukankah pihak musuh terdesak dan hanya tinggal menanti saat terbasmi saja"
"Kalau kau kejar, akan kubunuh anak ini!" kata Su Bi Hwa sambil meloncat hendak melarikan diri. Kui Hong tertegun! Dalam keadaan terancam seperti itu, ia tahu bahwa iblis betina itu bukan hanya menggertak kosong. Tentu akan benar-benar dibunuhnya Kui Bu kalau ada yang berani menghalangi larinya.
Baru saja Su Bi Hwa yang memondong tubuh Kui Bu lari sejauh kurang lebih lima puluh meter, tiba-tiba dari balik semak belukar melompat sesosok bayangan yang menubruknya dan bayangan itu nekat merangkul pinggangnya sehingga terseret sampai beberapa meter.
"Lepaskan, keparat!" Su Bi Hwa berseru, akan tetapi bayangan itu yang bukan lain adalah Gouw Kian Sun, sudah menangkap kedua lengannya dan menarik sekuat tenaga! Karena tarikan ini, maka pondongan Su Bi Hwa terhadap Kui Bu terlepas. Anak itu terjatuh dan anak yang sudah tahu akan bahaya itu sudah menggelundung lalu meloncat dan lari.
Dengan kemarahan meluap, Bi Hwa dapat melepaskan lengan kanannya dan sekali pedangnya berkelebat, tubuh Kian Sun terkulai mandi darah. Sebelum Bi Hwa sempat mengejar Kui Bu, Kui Hong sudah datang menyambar tubuh adiknya itu dan melindunginya. Akan tetapi kesempatan itu dipergunakan Su Bi Hwa untuk melarikan diri.
Kui Hong hendak mengejar, akan tetapi melihat keadaan Kian Sun, ia berhenti dan memeriksa. Akan tetapi ia tahu bahwa Gouw Kian Sun tidak dapat diselamatkan lagi.
"Gouw Susiok ".." katanya sedih.
"Pangcu ". aku ".. aku berdosa ?" aku girang dapat menyelamatkan adikmu Kui Bu ?" maafkan aku ". lebih baik aku mati "." katanya dengan sukar dan lehernya terkulai. Gouw Kian Sun tewas. Kui Hong merasa kasihan sekali. Paman gurunya ini tidak bersalah. Kalau Kian Sun terpaksa menuruti semua kehendak orang-orang Pek-lian-kauw, hal ini dilakukan hanya karena ingin menyelamatkan keluarga Cia yang sudah disandera. Dan memang sebaiknya kalau susioknya tewas. Itu merupakan jalan keluar terbaik. Ia dapat membayangkan betapa kalau terus hidup, susioknya akan selalu menderita batinhebat sekali. Bagaimanapun alasannya, tetap saja dimata orang luar dia dianggap pengkhianat dan pengecut. Bahkan dia telah melangsungkan pernikahannya dengan Tok-ciang Bi Moli dan mengundang semua tokoh kang-ouw menjadi saksi! Namanya akan tercemar. Dia akan selalu ternoda aib yang memalukan.
Pertempuran itu tidak berlangsung terlalu lama. Pek-lian Sam-kwi yang bertemu dengan lawan yang amat tangguh, seorang demi seorang makin terdesak hebat. Dua puluh anggauta Pek-lian-kauw, tidak seorangpun mampu lolos! Semua tewas ditangan para anggauta Cin-ling-pai yang dibantu oleh para tokoh perkumpulan besar.
Kim Hwa Cu yang ditandingi Ceng Sui Cin, sudah menderita luka-luka oleh tangan lawan. Biarpun tidak memegang senjata, puteri Pendekar Sadis itu selalu menekan lawannya. Karena ia menguasai Bu-eng Hui-teng, yaitu ilmu emringankan tubuh yang membuat tubuhnya ringan danselincah burung walet, sepasang pedang Kim Hwa Cu tak dapat berbuat banyak. Tubuh nyonya yang perkasa itu bagaikan bayangan saja, selalu luput disambar pedang. Sebaliknya, karena cepatnya gerakan wanita itu, beberapa kali Kim Hwa Cu terkena tamparan yang amat kuat sehingga beberapa kali dia terpelanting. Dia sudah mencoba mempergunakan kekuatan sihirnya, akan tetapi selalu gagal karena setiap kali dia menggunakan sihirnya, selalu pemuda bercaping itu membuyarkannya dengan suara atau tawanya. Bahkan beberapa kali dia menyerang lawan dengan paku beracun, namun ini pun sia-sia karena Ceng Sui Cin selalu dapat mengelak.
Pedang kiri di tangan Kim Hwa Cu telah terlepas dan terlempar, dan karena maklum bahwa dia tidak akan dapat meloloskan diri, Kim Hwa Cu melawan dengan nekat, menggunakan pedang kanannya. Tosu Pek-lian-kauw yang tinggi kurus ini memang lihai. Selain pandai memainkan pedang pasangan, dia pun memiliki sinkang yang dapat membuat lengannya mulur panjang. Masih dibantu lagi dengan senjata rahasianya paku beracun yang berbahaya, juga ilmu sihirnya yang waktu itu sama sekali tidak dapat dia pergunakan karena dia kalah pengaruh oleh Hay Hay. Mukanya yang kekuningan itu kini menjadi semakin kuning pucat karena bagaimanapun juga, dia mulai merasa gentar, takut akan ancaman bahaya maut di tangan nyonya yang cantik dan lihai itu. Tadi, menggunakan sepasang pedang saja dia terdesak, apalagi sekarang pedangnya tinggal sebatang. Dia terdesak terus dan main mundur.
Adapun Lan Hwa Cu, tosu tertua dari Pek-lian sam-kwi yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa akan tetapi yang gerak-gerik dan suaranya seperti wanita itu, juga repot sekali ketika bertanding melawan Cia Hui Song. Dia sudah menggunakan senjatanya yang berbahaya, yaitu sehelai sabuk sutera yang ujungnya dipasangi bola baja dan bintang baja. Sabuknya menjadi bayangan bergulung-gulung dan dua ujungnya itu menjadi bola-bola dan bintang-bintang yang banyak, dan terdengar suara ebrsuitan ketika senjata itu menyambar-nyambar, namun lawannya adalah seorang pendekar yang sudah memiliki ilmu kepandaian yang matang. Cia Hui Song bukan saja murid pewaris ilmu-ilmu yang ampuh dari Cin-ling-pai, akan tetapi juga semua ilmunya disempurnakan dan dimatangkan oleh gemblengan mendiang Siang-kiam Lo-jin, seorang di antara Delapan Dewa yang menjadi datuk di dunia persilatan puluhan tahun yang lalu. Hui Song memiliki gin-kang yang hebat sehingga tubuhnya bagaikan bayangan saja ketika dihujani serangan. Semua serangannya luput. Akan tetapi, Hui Song maklum bahwa lawannya juga lihai dan senjata lawan itu berbahaya kalau hanya dilawan dengan tangan kosong. Maka, ketika pada suatu saat, kedua ujung sabuk itu, yaitu bola dan bintang baja menyambar dari kanan kiri, dia melompat dengan lemparan tubuhke belakang, berpok-sai (bersalto) sampai lima kali ke belakang dan ketika turun kembali ke atas tanah, dia sudah menyambar sebatang senjata toya yang berada di atas tanah. Banyak senjata berserakan di atas tanah, yaitu senjata-senjata dari mereka yang telah roboh dan tewas atau terluka berat. Dengan toya ditangan, dia menyambut datangnya lawan yang sudah mengejar dan menyerang lagi. Begitu dia menggerakkan toya melawan, Lan Hwa Cu menjadi terkejut. Toya itu tidak takut akan sabuknya. Bahkan ketika dia sengaja emlilitkan sabuknya pada toya lawan, toya yang terlilit itu terus saja meluncur ke depan menotok ke arah dadanya! Dia terpaksa melepaskan lilitan sabuknya dan meloncat ke belakang. Namun, kini dia terus terdesak oleh gerakan toya yang seolah-olah telah berubah menjadi seekor naga sakti itu. Dia terdesak hebat, dan tak lama kemudian, punggungnya kena dihantam toya sehingga dia menjerit seperti wanita, jatuh bergulingan. Akan tetapi karena memang dia kebal, dia dapat meloncat bangun dan menyerang mati-matian.
Tosu Pek-lian-kauw yang melawan Hay Hay adalah Siok Hwa Cu. Tosu bertubuh gendut pendek bermuka hitam ini memang merupakan tosu paling lihai diantara Pek-lian Sam-kwi. Biarpun tubuhnya gendut pendek seperti bola, namun dia dapat bergerak cepat dan selain pandai memainkan golok besar, dia juga mempunyai sin-kang yang amat dahsyat. Kalau dia sudah berjongkok dan mengeluarkan sin-kangnya, tiada ubahnya seekor katak buduk yang besar dan begitu perutnya mengeluarkan bunyi berkoko, sambaran tangannya mengandung kekuatan yang kuat dan beracun! Selain ini, dia pun amat kejam, senjata rahasianya adalah golok-golok kecil yang dinamakan huito (pisau terbang). Masih ada lagi keistimewaannya, yaitu rambutnya. Rambut yang sudah bercampur uban itu, yang biasanya digelung ke atas, dapat ie pergunakan sebagai senjata pecut yang berbahaya bagi lawan. Dia seperti dua orang saudaranya, dia pun seorang ahli sihir.
Akan tetapi lawannya adalah Tang Hay atau Hay Hay yang dikenal sebagai Pendekar Mata Keranjang. Pada waktu itu, Hay Hay telah memiliki tingkat kepandaian yang amat hebat dan tinggi. Bukan hanya ilmu silatnya, akan tetapi juga dia memiliki ilmu sihir yang jauh lebih kuat dibandingkan tiga orang Pek-lian Sam-kwi digabung menjadi satu! Tentu saja kini menghadapi Siok Hwa Cu seorang diri, Hay Hay dapat mempermainkan sesuka hatinya. Andaikata dia dikeroyok tiga sekalipun, belum tentu dia kalah. Apalagi satu lawann satu. Ketika dia melihat keadaan pertempuran menguntungkan di pihak Cin-ling-pai, Hay Hay pun tidak segera merobohkan lawannya, bahkan mempermainkannya. Apalagi ketika dia melihat bahwa kawanan Pek-lian-kauw sudah kocar-kacir, dan banyak anak buah Cin-ling-pai yang tidak lagi kebagian lawan dan hanya menjadi penonton, dia semakin mempermainkan lawannya.
"Heii, kodok buduk, kepandaianmu hanya segini saja, dan engkau sudah berani mencoba-coba mengacau Cin-ling-pai" Sungguh tak tahu diri. Hayo keluarkan semua kepandaianmu!" berulang kali Hay Hay mengejek sambil mengelak ke kiri dan ketika golok menyambar lewat, kakinya menendang ke arah perut yang gendut itu.
"Blukk!" Dan Siok Hwa Cu terhuyung ke belakang, Hay Hay sengaja memegangi
kaki kanannya yang menendang tadi, berjingkrak seperti orang kesakitan. "Aduh, perutmu memang keras dan bau! Ihhh!"
Melihat kelucuan ini, para murid Cin-ling-pai tertawa-tawa. Wajah Siok Hwa Cu menjadi merah kehitaman dan matanya yang besar itu semakin melotot menakutkan. Dia maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang pemuda yang amat lihai dan mempunyai kekuatan sihir yang hebat. Maka, kini dia menggigit golok besarnya dan kedua tangannya sudah bergerak cepat. Sinar-sinar kilat meluncur ke arah Hay Hay ketika belasan pisau terbang meluncur dan terbang ke arah tubuhnya, dari leher sampai kaki!
Kalau dia mau mengelak saja, belasan batang hui-to (pisau terbang) itu tentu tidak ada yang akan mengenai sasaran. Akan tetapi dia khawatir kalau pisau-pisau itu akan mengambil korban orang-orang yang berada di belakangnya. Maka, cepat Hay Hay mengambil topi capingnya yang lebar dan yang tergantung dipunggung. Dengan caping besar itu dia membuat gerakan seperti sebuah perisai dan semua pisau terbang itu menancap pada capingnya!
"Wah, terima kasih atas sumbanganmu pisau-pisau ini, kodok buduk! Semua pisau ini dapat kutukarkan sebuah caping yang lebih baik dan lebih baru."
Kembali semua orang tertawa memuji kelihaian Hay Hay dan si gendut pendek semakin marah. Seluruh pisau terbangnya sudah dia pergunakan untuk menyerang dan jadang ada orang mampu menghindarkan diri dari serangan tiga belas pisau terbangnya itu. Dan kini, semua pisau terbangnya hilang dan dilumpuhkan hanya oleh sebuah caping! Dengan marah dia menggerakkan kepalanya dengan goyangan beberapa kali dan rambutnya yang digelung itu terlepas dan terurai. Kini, dia menyerang lagi dengan golok besarnya, dan rambutnya ikut menyerang ketika dia menggerak-gerakkan kepalanya. Serangan rambut itu tidak kalah bahayanya dengan serangan golok besar ditangannya. Agaknya Siok Hwa Cu hendak mengamuk habis-habisan untuk memenangkan pertandingan ini.
Terkejut dan kagum juga Hay Hay ketika dia mengelak dari sambaran golok besar, tiba-tiba segumpal rambut menyambar dengan dahsyatnya ke arah lehernya! Rambut yang penuh uban, kaku dan berbau apak! Dia tahu bahwa senjata istimewa itu tidak boleh dipandang ringan, karena rambut itu agaknya menjadi senjata andalan lawan, kini rambut yang menyerangnya itu tiada ubahnya kawat-kawat baja yang berbahaya sekali. Hay Hay melangkah mundur, akan tetapi gumpalan rambut itu mengejar terus dengan bertubi-tubi. Ketika Hay Hay berusaha menangkap gulungan rambut itu sambil menangkis, rambut itu berubah lemas dan seperti ular saja telah membelit dan mengikat pergelangan tangannya. Pada saat itu, golok besar menyambar ke arah lengannya yang sudah terbelit rambut.
"Hemmm "..!" Hay Hay menotok ke arah siku lengan yang memegang golok, lalu menarik tangan yang terlibat. Hampir saja lengannya buntung! Tahulah dia bahwa rambut itu berbahaya sekali.
"Ihh, kodok tua. Rambutmu apak menjijikkan!" katanya dan melihat banyak senjata berserakan diatas tanah, dia lalu menyambar sebatang pedang.
Golok menyambar lagi dan sengaja dia menyambut dengan pedang sebagai pancingan. Benar saja, begitu pedang bertemu golok, rambut itu sudah menyambar lagi. Hay Hay cepat memantulkan pedang yang bertemu golok dan memutar pergelangan tangannya yang memegang pedang sambil mencengkeram gumpalan rambut dengan tangan kiri.
"Brettt!" Sebelum Siok Hwa Cu menyadari kesalahannya, rambutnya yang panjang telah terbabat pedang dan buntung! Hay Hay mengangkat tinggi-tinggi gulungan rambut itu.
"Heiii, siapa mau membeli ekor babi?" Dia menawarkan gumpalan rambut itu kepada para murid Cin-ling-pai yang menjadi penonton. Semua orang menyambutnya dengan gelak tawa karena mereka semua merasa senang melihat pengacau yang dibenci itu kini menjadi permainan pemuda yang lihai itu.
Siok Hwa Cu hampir meledak saking marahnya ketika rambutnya dibuntungi lawan. Dia menggerakkan golok besarnya membabat ke arah pinggang Hay Hay dengan marah sekali.
"Haiiii, sayang luout!" kata Hay Hay yang dengan lincahnya sudah melompat ke atas. Siok Hw Cu mengejar dengan tanga goloknya membacok ke atas, akan tetapi Hay Hay menarik kedua kaki ke atas dengan menekuk lutut, kemudian ketika golok menyambar lewat di bawah kakinya, dia menurunkan kedua kaki di atas golok, seperti seekor burung hinggap diatas rating saja! Semua orang menahan napas saking kagum dan juga khawatir. Pemuda itu sungguh amat berani mempermainkan lawannya yang demikian berbahaya.
Melihat pemuda yang menjadi lawannya itu berdiri di atas goloknya, Siok Hwa Cu hampir tidak percaya. Betapa beraninya lawan ini, dan betapa tinggi tingkat ilmunya meringankan tubuh. Dia menggunakan tangan kirinya untuk mencengkeram ke arah kaki, akan tetapi kini Hay Hay melompat ke atas kepala si pendek gendut itu! Semua orang merasa semakin kagum dan bertepuk tangan. Mereka seolah-olah melihat pertunjukan akrobatik, bukan pertandingan silat lagi.
Sepasang mata Siok Hwa Cu terbelalak. Kalau tidak merasa malu, tentu dia sudah menjerit-jerit karena kepalanya terasa nyeri bukan main, seperti ditindih batu yang beratnya ratusan kati! Ketika dia menggerakkan golok besarnya untuk membacok ke arah dua kaki yang berada di atas kepalanya, tiba-tiba ujung sepatu Hay Hay menotok pundaknya dan lengan kanannya terasa lumpuh. Hay Hay meloncat turun, berjungkir balik dan begitu dia menampar dengan tangan ke arah pergelangan tangan yang memegang golok, golok itu pun terlepas dan jatuh ke atas tanah.
Kembali semua orang bersorak dan tertawa. Hay hay tersenyum dan menengok. Dia melihat betapa Kui Hong sudah berdiri menganggur dan menonton disitu sambil tersenyum. Juga para tokoh Cin-ling-pai berdiri dan menjadi penonton. Kiranya pertempuran itu telah selesai dan agaknya orang-orang Cin-ling-pai sudah berhasil merobohkan semua musuh masing-masing. Tinggal dia seorang yang menjadi tontonan!
Hay Hay memang berwatak gembira, jenaka dan nakal. Sama sekali bukan karena kesombongan atau mencari pujian kalau dia mempermainkan lawannya, melainkan karena dia hendak menghukum orang yang dia tahu amat jahat seperti iblis ini, dan untuk memberi kegembiraan kepada orang-orang Cin-ling-pai yang telah dirugikan besar sekali oleh para tokoh Pek-lian-kauw ini. Dia sama sekali tidak tahu betapa di antara para penonton, terdapat beberapa penonton yang memandangnya dengan alis berkerut. Mereka itu adalah Cia Kong Liang, Cia Hui Song dan isterinya, Ceng Sui Cin. Dalam pandangan mereka, pemuda yang tersenyum-senyum mempermainkan tosu Pek-lian-kauw itu sedang menjual lagak. Akan tetapi karena jelas bahwa pemuda itu membantu Cin-ling-pai melawan musuh, tentu saja mereka merasa tidak enak untuk menghalanginya, hanya diam-diam mereka bertanya-tanya siapa kiranya pemuda bercaping yang lihai namun sombong itu. Kui Hong yang sudah mengenal watak pemuda itu, hanya tersenyum saja melihat kenakalan Hay Hay. Ia tahu benar bahwa perbuatan Hay Hay itu bukan untuk menyombongkan diri atau memamerkan kepandaian, melainkan untuk mempermainkan dan menghukum tosu Pek-lian-kauw itu agar hatinya puas dan agar orang-orang Cin-ling-pai yang sakit hati juga mendapat kepuasan. Maka, ia pun diam saja dan hanya menonton. Seluruh anak buah Pek-lian-kauw telah dapat dibasmi, dan satu-satunya orang yang lolos hanya Tok-ciang Bi Moli. Kim Hwa Cu, tosu termuda dari Pek-lian Sam-kwi telah tewas di tangannya. Demikian pula Lan Hwa Cu, tosu tertua, tewas di tangan suaminya. Kini di antara tiga orang tokoh sesat Pek-lian-kauw itu tinggal seorang lagi, yaitu Siok Hwa Cu yang masih bertanding dengan Hay Hay. Seluruh anggauta Cin-ling-pai yang sudah selesai bertempur kini juga menonton perkelahian yang lucu dan menarik itu. Bahkan mereka yang terluka seperti mendapat hiburan segar.
Siok Hwa Cu juga maklum bahwa nyawanya terancam bahaya dan bahwa dia dipermainkan pemuda itu. Senjata rahasianya telah habis, rambutnya juga sudah buntung dan kini golok besarnya terlepas dari tangan pula. Dia hanya dapat mengandalkan sin-kangnya dan dalam keadaan putus asa dan marah dia menjadi nekat. Dia merendahkan diri, berjongkok di depan Hay Hay. Melihat ini, Hay Hay berseru sambil memencet hidung dengan tangan kananya.
"Hai, kodok buduk, kalau kau mau buang air besar jangan di sini! Kotor dan bau menjijikkan!" Tentu saja para anggauta Cin-ling-pai tertawa mengejek mendengar itu dan muka Siok Hwa yang memang sudah hitam itu menjadi semkain hitam karena marahnya. Apalagi melihat banyak anak buah Cin-ling-pai ikut-ikutan menutup hidung seperti apa yang dilakukan pemuda lawannya yang lihai itu.
"Jahanam sombong, engkau atau aku yang mati!" bentaknya dan ia mengerahkan seluruh tenaga sin-kangnya, perutnya yang gendut itu membengkak dan mengeluarkan suara berkokokan, kemudian tubuhnya seperti menggelundung maju dan kedua tangannya didorongkan lurus ke depan, ke arah Hay Hay.
"Kok-kok-kokk!" Tosu gendut itu mengeluarkan bunyi dari perutnya melalui kerongkongan.
Hay Hay yang ingin mempermainkan lawan, juga meniru gerakan Siok Hwa Cu, dia juga berjongkok dengan pantat di tonjolkan kebelakang, bahkan agak digoyang-goynag, kedua tangan didorongkan ke depan dan dia pun mengeluarkan suara seperti lawannya.
"Kok-kok-kokk!"
Diam-diam Siok Hwa Cu terkejut karena mengira bahwa lawannya juga mampu memainkan ilmu pukulan katak seperti dia. Akan tetapi pemandangan itu terasa lucu sekali oleh mereka yang nonton, seolah mereka melihat dua ekor katak raksasa sedang laga.
"Dukk!!" Dua pasang telapak tangan saling bertemu dengan kekuatan dahsyat, dan akibatnya, tubuh Siok Hwa Cu terguling-guling ke belakang, sedangkan Hay Hay meloncat berdiri. Tentu saja dia tidak pernah belajar ilmu katak seperti lawannya. Tadi dia hanya main-main saja. Akan tetapi diam-diam dia mengerahkan sin-kang untuk melawan serangan orang itu. Dan karena memang tenaga sinkangnya jauh lebih kuat, tentu saja tubuh Siok Hwa Cu yang terpental dan terguling-guling. Kalau Hay Hay menghendaki, dalam adu sinkang ini saja dia akan dapat membunuh lawannya. Akan tetapi dia belum merasa puas, hendak mempermainkan lawan sampai lawan mengaku kalah atau menyerah.
"Hei, katak buduk. Berlututlah dan minta ampun seratus kali kepada Cin-ling-pai, baru aku akan menyerahkan kamu kepada pimpinan Cin-ling-pai!"
Akan tetapi Siok Hwa Cu sudah nekat. Dia maklum bahwa kalau dia diserahkan kepada pimpinan Cin-ling-pai, sudah pasti dia akan dibunuh juga, mengingat bahwa kesalahannya terhadap Cin-ling-pai amat besar. Daripada mati dihukum oleh para pimpinan Cin-ling-pai, lebih baik mati dalam perkelahian melawan pemuda lihai ini.
"Sampai mati pun aku tidak sudi minta ampun!" Bentaknya dan kembali ia berjongkok dan mengerahkan seluruh tenaganya. Kini dia hendak mengeluarkan ilmunya yang paling akhir dan paling diandalkan, yaitu mengerahkan seluruh sinkangnya dan menyalurkannya ke arah kepalanya!
"Heii, mau berak lagi?" Hay Hay mengejek dan banyak orang tertawa. Kini tubuh pendek gendut itu lari menyeruduk ke depan, kepala lebih dulu seperti seekor kerbau mengamuk.
Hay Hay melihat serangan itu dan dia pun mengerti. Lawannya hendak menggunakan kepala untuk menyerangnya! Dia pun berdiri tegak dan menyambut terjangan lawan itu dengan perutnya!
"Capp!" Kepala itu menusuk ke perut Hay Hay dan semua orang terbalalak khawatir akan keselamatan pemuda yang berani itu. Biarpun tubuhnya gendut, akan tetapi kepala Siok Hwa Cu termasuk kecil dan kepala itu disedot masuk ke rongga perut Hay Hay. Hay Hay menotok kedua pundaknya sehingga kedua tangannya lumpuh dan hanya tinggal kakinya saja yang bergerak-gerak. Siok Hwa Cu merasa betapa kepalanya seperti masuk ke dalam lumpur yang mendidih panas!
"Pergilah!" Hay Hay mengerahkan sinkangnya dan menendang kepala itu dengan kekuatan perutnya. Tubuh Siok Hwa Cu terlempar kebelakang dan terbangting keras ke atas tanah. Tosu Pek-lian-kauw ini merasa betapa kepalanya nyeri bukan main, hampir meledak rasanya dan tahulah dia bahwa kalau dia lanjutkan perlawanannya, dia hanya akan menjadi permainan yang memalukan saja. Dia mengerahkan sisa tenaganya kepada tangan kanannya sehingga tangan kanan itu dapat bergerak kembali dan tiba-tiba dia mencengkeram ke arah ubun-ubun kepalanya dengan sisa tenaga terakhir.
"Krekkk!" Jari-jari tanganya masuk ke dalam kepalanya dan dia pun tewas seketika.
Banyak anak buaj Cin-ling-pai bersorak memuji, dan Kui Hong menghampiri kekasihnya sambil tersenyum girang. "Hay-ko, mari kuperkenalkan kau kepada keluargaku!" Hay Hay juga tersenyum dan mengangguk. Mereka lalu menghampiri Cia Kong Liang, Cia Hui Song dan Ceng Sui Cin yang berdiri menanti mereka. Hay Hay sudah banyak mendengar akan kebesaran nama keluarga Cia dari Cin-ling-pai ini, maka begitu berhadapan, dia pun cepat mengangkat kedua tangan ke dada dan memberi hormat dengan sikap sopan dan wajah berseri.
"Saya telah banyak mendengar bama besar keluarga Cia dari Cin-ling-pai, sungguh beruntung sekali dan merupakan kehormatan besar hari ini saya dapat berhadapan dengan cu-wi (anda sekalian)." katanya.
"Kong-kong, Ayah dan Ibu, dia adalah sahabatku bernama Hay Hay. Hay-ko, perkenalkan ini kong-kong Cia Kong Liang, ayah Cia Hui Song dan ibu Ceng Sui Cin. Dan ini adikku Cia Kui Bu."
Kembali Hay Hay memberi hormat kepada tiga orang tua itu, yang dibalas mereka dengan sikap sederhana. Kesan buruk akan cara Hay Hay mempermainkan lawan tadi masih membuat mereka enggan beramah tamah dengan pemuda itu. Akan tetapi, pandang mata mereka cukupp tajam untuk dapat melihat sikap Kui Hong yang amat mesra terhadap pemuda itu, maka mereka pun menahan diri dan tidak mengeluarkan kata-kata yang menyinggung. Cia Hui Song hanya membalas penghormatan Hay Hay dan berkata tenang.
"Orang muda, engkau sungguh lihai dan terima kasih atas bantuanmu kepada kami."
"Ah, harap Paman tidak bersikap sungkan. Saya adalah sahabat baik adik Cia Kui Hong, dan biarpun andaikata orang-orang Pek-lian-kauw itu tidak mengacau disini, kalau bertemu dengan saya dimana pun tentu mereka akan saya tantang karena mereka selalu melakukan kejahatan-kejahatan."
"Ayah, Ibu, aku telah mengundang Hay-koko untuk bertamu ditempat kita untuk beberapa hari lamanya."
Suami isteri itu saling pandang dan Ceng Sui Cin yang menjawab. "Baiklah, antar dia pulang dulu. Kami masih ingin mengatur anak buah untuk membersihkan tempat ini."
"Benar, Kui Hong. Kau pulanglah dulu bersama sahabatmu ini," kata pula Hui Song. Melihat sikap ayah ibunya, juga kakeknya yang agaknya tidak suka kepada Hay Hay, tentu saja Kui Hong merasa tidak enak hati. Akan tetapi Hay Hay tetap gembira saja dan dua orang muda ini lalu mendahului keluarga Cia pulang ke rumah keluarga Cia yang berada dibagian belakang. Markas Cin-ling-pai itu memang luas, dan yang menjadi tempat perkelahian tadi adalah bagian paling depan.
Para wakil dari Bu-tong-pai, Go-bi-pai, Kun-lun-pai dan Siauw-lim-pai tadi telah menjadi saksi dan mereka pun maklum akan apa yang terjadi. Mereka tahu bahwa ternyata Cin-ling-pai dimasuki orang-orang Pek-lian-kauw yang setelah menawan keluarga Cia, lalu menggunakan nama Cin-ling-pai untuk mengadu domba antara Cin-ling-pai dan partai-partai persilatan besar. Mereka tahu bahwa Cin-ling-pai tidak bersalah, maka tentu saja ketika terjadi keributan tadi, kemarahan mereka ditujukan kepada orang-orang Pek-lian-kauw dan mereka pun ikut pula membasmi anak buah Pek-lian-kauw. Juga mereka ikut pula melihat sepak terjang Hay Hay dan melihat pertemuan antara Hay Hay dan keluarga Cia. Karena merasa urusan itu bukan urusan mereka, maka mereka pun tidak mencampuri bicara dan diam saja. Padahal, diantara mereka banyak yang mengenal Hay Hay. Dua orang hwesio dari Siauw-lim-pai, yaitu Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio, sudah mendengar tentang pemuda itu. Bahkan Tiong Gi Cinjin, tokoh Bu-tong-pai itu, dahulu pernah bentrok dengan Hay Hay yang mereka kira jai-hoa-cat yang berjuluk Ang-hong-cu! Biarpun akhirnya mereka tahu bahwa pemuda itu bukan Ang-hong-cu, namun diam-diam mereka merasa heran bagaimana putera penjahat besar itu dapat menjadi sahabat akrab dengan Cia Kui Hong, yang menjadi pangcu ketua Cin-ling-pai!
Cia Kong Liang, Cia Hui Song, dan Ceng Sui Cin memerintahkan anak buah mereka untuk menyingkirkan mayat-mayat musuh, mengurus pula mayat kawan-kawan sendiri dan merawat yang luka. Kemudian mereka mengundang para tamu dari empat partai besar untuk minum bersama agar peristiwa tidak enak yang hampir saja membuat Cin-ling-pai bentrok dengan mereka itu dapat dihapuskan. Karena merasa bahwa mereka pun telah salah kira dan memusuhi Cin-ling-pai yang sesungguhnya tidak bersalah, rombongan empat partai besar itu merasa sungkan. Mereka menolak dengan halus dan minta diri untuk pulang ke tempat mereka masing-masing. Keluarga Cia tidak dapat menahan mereka, hanya mohon maaf dan berterima kasih atas pengertian mereka. Kemudian rombongan Bu-tong-pai yang merupakan rombongan terakhir berpamit. Dalam kesempatan itu, Tiong Gi Cinjin berkata kepada Hui Song.
"Kami mengucapkan selamat kepada Cia-taihaip, bukan saja karena terbebas dari tangan orang-orang Pek-lian-kauw dan Cin-ling-pai telah dapat membersihkan namanya, akan tetapi terutama sekali karena Cia-taihiap mempunyai seorang puteri yang demikian perkasa seperti Cia-pangcu (ketua Cia). Kalau tidak atas kebijaksanaan puteri taihiap, dan dibantu oleh Pendekar Mata Keranjang, tentu kami semua juga masih salah duga."
"Pendekar Mata Keranjang" Siapa yang totiang maksudkan?" Ceng Sui Cin bertanya sambil memandang dengan alis berkerut.
Tiong Gi Cinjin memandang kepada nyonya yang gagah perkasa itu. "Apakah li-hiap belum mengetahuinya" Pemuda tadi "."
"Ah, kaumaksudkan pemuda sahabat Kui Hong yang bernama Hay Hay tadi" Apakah totiang mengenal dia?" tanya Sui Cin.
"Tentu saja kami mengenal dia, semua orang mengenal dia. Bahkan kami rombongan Bu-tong-pai pernah mengejar-ngejarnya dan menyerangnya karena kami mengira bahwa yang memperkosa seorang murid Nu-tong-pai adalah dia yang tadinya kami kira Ang-hong-cu."
"Ang-hong-cu?" Cia Hui Song bertanya dengan kaget. "Kenapa menyangka dia Ang-hong-cu?"
"Maklumlah," kata Tiong Gi Cinjin sambil menarik napas panjang. "Sikapnya selalu merayu wanita dan dia dikenal sebagai seorang yang mata keranjang sehingga dijuluki Pendekar Mata Keranjang."
"Dan ternyata bahwa bukan dia jai-hwa-cat yabg terkenal jahat itu?" tanya Sui Cin.
"Bukan dia, melainkan ayah kandungnya."
"Ahhh ".?" Suami isteru tokoh Cin-ling-pai itu terkejut bukan main mendengar ucapan itu. "Dia ". dia putera Ang-hong-cu?"
Ting Gi Cinjin mengangguk dan menghela napas. Bukan maksudnya untuk memburukkan nama orang, akan tetapi bagaimanapun juga dia menganggap Hay Hay bukan pemuda yang baik dan pantas menjadi sahabat seorang gadis sehebat Cia Kui Hong. Apalagi kalau diingat bahwa pemuda itu membikin orang-orang Bu-tong-pai malu karena tidak sanggup mengalahkannga dengan keroyokan.
"Ang-hong-cu bernama Tang Bun An, dan dia seorang di antara banyak anak-anaknya yang lahir dari para wanita yang diperkosanya. Namanya Tang Hay, dan dia tadinya disangka sebagai Ang-hong-cu. Baru dia dapat membersihkan namanya setelah dia berhasil menangkap mendiang Ang-hong-cu."
"Hemm, Ang-hong-cu sudah mati" Anaknya itu pula yang membunuh."
"Mereka berkelahi dengan seru sekali, ayah dan anak itu. Ang-hong-cu kalah dan membunuh diri. Sudahlah, taihiap dan lihiap, saya tidak enak membicarakan dia, apalagi karena bagaimanapun, dia dianggap sebagai seorang pendekar yang telah berjasa. Dia pernah membantu pemerintah membasmi gerombolan pemberontak, bersama dengan Cia-pangcu, puteri taihiap. Selanmat tinggal." Tiong Gi Cinjin mengajak rombongannya meninggalkan tempat itu. Sampai beberapa lamanya suami isteri itu termenung. Bahkan Cia Kong Liang menjadi semakin tidak suka kepada pemuda itu.
"Pantas saja dia menjual lagak seperti itu!" gerutunya. "Kiranya dia seorang mata keranjang, putera penjahat besar Ang-hong-cu!"
"Dan dia yang menangkap ayah kandungnya sendiri, menyebabkan ayahnya sendiri mati," kata Hui Song. "Tidak baik anak kita bergaul dengan orang seperti itu."
"Sudahlah, kita tidak perlu pusaing-pusing. Nanti Kui Hong tentu dapat memberi penjelasan mengapa pemuda itu ikut datang ke sini bersamanya. Kurasa Kui Hong bukanlah seorang gadis bodoh yang mudah dirayu seorang mata keranjang," kata Sui Cin.
Setelah selesai mengurus para anggauta Cin-ling-pai, mereka pun kembali ke dalam rumah mereka untuk menemui puteri mereka yang telah masuk lebih dahulu dengan Hay Hay.
*** () *** "Untung ada engkau yang menggunakan sihirmu menguasai Ciok Gun, Hay-ko, kalau tidak, aku sendiri tidak akan tahu entah bagaimana aku dapat membongkar rahasia mereka dan memancing mereka. Sungguh Cin-ling-pai berhutang budi besar terhadapmu," kata Kui Hong kepada kekasihnya ketika mereka duduk berhadapan di ruangan tamu rumah keluarga Cia.
Hay Hay tertawa dan menepuk punggung tangan gadis itu. "Hushh, diantara kita mana pantas bicara tentang budi" Aku membantumu, hal itu sama saja dengan kalau engkau membantuku. Saling bantu antara kita adalah wajar sekali, bukan" Jangan katakan Cin-ling-pai hutang budi kepadaku."
"Kau tidak tahu, Hay-ko. Bagi kami keluarga Cia, Cin-ling-pai paling kami utamakan. Jatuh-bangunnya Cin-ling-pai merupakan jatuh-bangunnya kehidupan kami, setidaknya tekad itu merupakan sumpah bagi setiap anngauta kami yang menjadi pangcu seperti aku sekarang ini."
Wajah Hay Hay yang tadinya berseri itu kehilangan kegembiraannya, dan dia menatap tajam wajah kekasihnya. "Akan tetapi, Hong-moi, kulihat semua sikap tokoh Cin-ling-pai, maafkan keterus teranganku ini, tidak menunjukkan seperti apa yang kaukatakan itu."
Sinar mata gadis itu dengan tajam menyambar wajah Hay Hay. "Apa yang kau maksudkan dengan ucapanmu itu, Hay-ko?"
"Mereka semua itu, dari kakekmu sampai ayah ibumu, juga wakil ketua Cin-ling-pai dan pembantunya, semua menyerah kepada orang-orang Pek-lian-kauw karena mendahulukan kepentingan keluarga. Bukankah demikan" Mereka tidak dapat melawan karena mengkhawatirkan keselamatan keluarga Cia yang telah tertawan. Nah, hal itu bagiku wajar saja. Bagaimanapun juga, setiap orang manusia akan mementingkan diri sendiri dan keluarganya lebih dahulu, baru mementingkan yang lain."
"Tidak! Kukatakan tadi bahwa sumpah itu hanya dilakukan oleh seorang ketua Cin-ling-pai. Ketika kakekku menjadi ketua dahulu, dia pun bersikap demikian. Juga ayahku. Sekarang, akulah yang bersumpah. Karena itu, aku seorang yang tidak mau tunduk kepada mereka, dan aku melawan, biarpun perlawananku itu membahayakan keluargaku. Untung engkau yang membantuku sehingga keluarga kami semua selamat dan Cin-ling-pai dapat pula dibersihkan dari para penyelundup itu."
Hay Hay mengerutkan alisnya. Pendirian kekasihnya itu merupakan suatu segi yang asing baginya. Akan tetapi dia menghibur dirinya dan sambil tersenyum berkata, "Tentu saja engkau benar, Hong-moi. Akan tetapi, setelah kita menikah, tentu engkau akan melepaskan kedudukan ketua itu kepada orang lain sehingga tidak terikat lagi oleh kewajiban dan tugas yang berat."
Kui Hong menunduk dan menarik napas panjang. "Tadinya aku pun tidak suka terikat, Hay-ko, maka aku pergi meninggalkan Cin-ling-pai dan menyerahkan tugas kepada susiok Gouw Kian Sun dan suheng Ciok Gun. Aku sendiri merantau untuk menambah pengalaman. Akan tetapi engkau lihat sendiri, apa yang terjadi dengan Cin-ling-pai. Aku merasa menyesal sekali dan aku melihat bahwa aku telah melalaikan kewajibanku. Maka, aku berjanji akan membela dan mengatur Cin-ling-pai sehingga menjadi kuat dan jaya kembali."
"Biarpun sudah menikah?"
"Apa salahnya setelah menikah tetap menjadi pangcu?"
"Dan suamimu ".. eh, aku?"
"Dengan sendirinya engkau menjadi Cin-ling-pai dan bantuanmu amat kami butuhkan, Hay-ko. Justeru dengan adanya engkau, maka aku menjadi besar hati dan yakin akan mampu membuat Cing-ling-pai kembali jaya seperti di jaman nenek-moyang dahulu."


Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hay Hay tidak bicara lagi karena pada saat itu nampak rombongan keluarga Cia memasuki ruang tamu dimana mereka bercakap-cakap. Akan tetapi di dalam hatinya dia merasa gelisah. Dia sama sekali tidak setuju dengan pendapat dan keinginan hati kekasihnya. Dia ingin bebas, biarpun sudah menikah dengan Kui Hong, dia ingin bersama isterinya bagaikan dua ekor burung terbang diangkasa luas. Tidak terkurung dalam sangkar berupa Cin-ling-pai. Karena kakek, ayah dan ibu Kui Hong memasuki ruangan itu, Hay Hay cepat bangkit berdiri dengan sikap hormat. Diam-diam mengagumi keluarga kekasihnya itu. Memang keluarga gagah perkasa, pantas namanya terkenal di dunia kang-ouw karena sepak terjang mereka yang keras namun selalu menjunjung kebenaran dan keadilan.
Cia Kong Liang adalah seorang kakek yang usianya sudah tujuh puluh tahun lebih, namun tubuhnya masih tegak, wajahnya keren berwibawa dan pandang matanya menusuk penuh ketabahan. Cia Hui Song seorang pria berusia empat puluh empat tahun yang juga tampan dan gagah walaupun nampak lebih tua daripada usia sebenarnya dengan banyak garis-garis derita di dahinya. Ibu dari Kui Hon, Ceng Sui Cin, berusia tiga puluh sembilan tahun, nampak penuh semangat dan sinar matanya jelas nampak kekerasan hati dan keberanian. Dari sikap mereka saja sudah mudah diketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang lihai.
Akan tetapi, Hay Hay merasa tidak enak melihat betapa mereka bertiga itu, terutama ibu Kui Hong yang menggandeng tangan anak laki-laki berusia lima tahun, memandang hanya sekilas kepadanya dengan mulut cemberut. Kakek Cia Kong Liang bahkan sama sekali tidak memandangnya, hanya melewati saja pandang mata itu diatas kepalanya. Hanya Cia Hui Song yang memandang kepadanya agak lama, namun bukan dengan sinar mata ramah, melainkan dengan sinar mata penuh selidik! Sungguh bukan sikap orang-orang yang berterima kasihm walau dia seujung rambutpun tidak mengharapkan terima kasih dari mereka. Yang dia bantu adalah Kui Hong, gadis yang dikasihinya, bukan keluarhga Cia atau Cin-ling-pai.
Kui Hong juga agaknya menjadi curiga. Tentu saja ia mengenal baik tiga orang tua itu dan merasa bahwa sikap mereka sungguh tidak seperti biasa, tidak semestinya, bahkan tidak pada tempatnya. Mereka jelas mengacuhkan, bahkan meremehkan Hay Hay!
Biarpun hatinya merasa tidak enak, bahkan tidak senang melihat sikap orang tuanya, namun tentu saja Kui Hong tidak berani bertanya terang-terangan. Disambutnya ibunya dan ia memondong adiknya, Cia Kui Bu dan mencium kedua pipi adiknya itu!
"Enci hebat! Kata kong-kong, enci yang membebaskan kami. Aih, kalau saja aku sudah besar dan selihai Enci, tentu akan kubasmi habis semua orang Pek-lian-kauw yang jahat itu!"
Kui Hong tersenyum bangga dan menurunkan adiknya, mengelus kepala adiknya, "Kelak engkau tentu lebih lihai daripada aku. Ingat selalu bahwa engkau adalah calon ketua Cin-ling-pai yang hebat!"
Mendengar ini, Cia Kong Liang berkata, "Mudah-mudahan saja kelak dia akan mampu mengangkat kembali nama Cin-ling-pai yang dirusak oleh para jahanam itu."
Kui Hong memandang kepada ayahnya. "Ayah, apakah orang-orang dari empat partai itu sudah pergi" Mereka sungguh menjemukan. Kita sedang tertimpa malapetaka, mereka bahkan menghimpit kita dengan tuduhan-tuduhan berat!"
"Hemm, jangan engkau berkata begitu Kui Hong," kata Hui Song dengan suara tegas. "Mereka itu menjadi korban, bahkan ada yang tewas dan terluka di antara orang-orang tak berdosa itu. Karena mereka berada disini, dan yang melakukan menyamar sebagai murid kita, tentu saja tadinya mereka merasa yakin bahwa Cin-ling-pai yang melakukan kejahatan itu. Sungguh sial, Cin-ling-pai telah dinodai dan dicemarkan. Tugasmulah sebagai pangcu untuk mengangkat kembali nama baik Cin-ling-pai, membersihkannya dari noda dengan bertindak tegas dan keras terhadap semua murid dan anggauta."
"Nanti dulu," kata Ceng Sui Cin sambil memandang kepada Hay Hay. "Sungguh tidak sepatutnya bicara soal Cin-ling-pai di depan orang luar, padahal yang kita bicarakan adalah urusan pribadi Cin-ling-pai. Kui Hong, sahabatmu ini dari parti manakah, dan siapa pula nama selengkapnya, siapa gurunya dan orang tuanya?"
Biarpun pertanyaan itu ditujukan kepada Kui Hong, namun sinar mata nyonya itu menatap wajah Hay Hay yang penuh senyum kembali, sehingga Hay Hay merasa benar bahwa pertanyaan itu langsung ditujukan kepadanya. Sui Cin sengaja bertanya untuk mengalihkan percakapan keluarga dan kangsung saja bicara tentang pemuda yang mendatangkan perasaan tidak suka di hati mereka itu karena pemuda itu adalah putera seorang jai-hwa-cat besar! Tentu saja sebagai seorang ibu, hatinya tidak suka dan khawatir melihat puterinya akrab dengan putera seorang penjahat yang demikian tersohor seperti Ang-hong-cu.
Kui Hong memandang ibunya, ia pun merasakan sesuatu yang tidak beres dalam sikap ibunya, ayahnya, dan juga kakeknya. Hal ini membuat dia terheran-heran. Bukankah jasa Hay Hay amat besar dalam menyelamatkan keluarga Cia tadi sehingga naka baik Cin-ling-pai dapat dibersihkan kembali" Sepatutnya kalau ibunya, setidaknya, bersikap bersahabat edngan Hay Hay, bukan malah bersikap dingin dan seperti orang yang tidak menyukai kehadiran pemuda itu di Cin-ling-pai. Ia tidak percaya bahwa orang tuanya mempunyai watak yang demikian tak kenal budi.
"Hay-ko, engkau jawablah sendiri pertanyaan ibu," katanya dengan hati yang tidak puas. Sengaja ia memperlihatkan sikap ini karena ia memang jengkel dan agar ayah ibunya, juga kakeknya tahu akan kejengkelannya itu.
Akan tetapi Hay Hay tenang saja, bahkan senyumnya tidak meninggalkan mulutnya. Setelah memberi hormat kepada tiga orang tua itu yang kini juga mengambil tempat duduk menghadapinya, seperti panitya hakim yang sedang mengadilinya, diapun berkata dengan lembut.
"Saya mohon maaf kepada Kakek, Paman dan Bibi yang terhormat sebagai sesepuh Cin-ling-pai bahwa saya dengan lancang berani datang ke sini dan mencampuri urusan Cin-ling-pai."
"Hay-ko, engkau datang karena kuajak, dan kedatanganmu bahkan menjadi penyelamat keluarga Cia dan Cin-ling-pai. Bagaimana engkau malah minta maaf?" Kui Hong berkata setengah berteriak karena hatinya merasa penasaran sekali.
"Kui Hong, kami hanya ingin mengenal pemuda ini lebih dekat, kenapa engkau mendadak bersikap begini kasar?" Hui Song menegur puterinya. Mendepatkan teguran ayahnya, wajah Kui Hong menjadi marah dan mulutnya cemberut.
"Ayahmu benar, Kui Hong. Aku hanya ingin mengetahui siapa gurunya, dan siapa pula orang tuanya. Bukankah ini wajar?" kata ibunya.
"Hemm, sikap kalian yang tidak wajar," teriak hati Kui Hong. Akan tetapi karena disitu terdapat Hay Hay, ia tidak ingin memperlihatkan perbantahan antara anak dan orang tua. Hay Hay sejak tadi masih tersenyum saja, walaupun disudut hatinya, dia pun merasa heran mengapa keluarga pendekar yang terkenal berbudi itu bersikap seperti itu, hal yang sesungguhnya amat janggal kalau diingat sejak kemunculannya disitu, dia hanya membantu keluarga itu.
"Kalau cu-wi (anda sekalian) ingin mengetahui siapa guru-guru saya, sesungguhnya saya belum pernah menyebut nama mereka kepada orang lain. Akan tetapi, mengingat bahwa keluarga cu-wi adalah keluarga pendekar besar, dan saya hanya memberi keterangan karena ditanya dan cu-wi menghendaki jawaban, maka biarlah sekali ini saya menyebut nama mereka".."
"Hay-ko, kita sudah berkenalan lama sekali, menghadapi segala macam pengalaman dan bahaya maut, namun aku belum pernah mendesakmu untuk mengatakan siapa guru-gurumu. Kalau memang nama mereka harus dirahasiakan, engkau tidak perlu memaksa diri untuk menceritakan kepada orang tuaku!" kembali Kui Hong berseru, hatinya mulai terasa pahit.
"Kui Hong, engkau ini kenapa sih?" tiba-tiba kakek Cia Kong Liang menegurnya. "Ayah ibumu hanya ingin lebih mengenal sahabatmu yang kauajak ke sini, hal itu kurasa wajar saja! Kenapa engkau seperti orang yang marah-marah?"
Kini Kui Hong tak mampu mengendalikan kemarahannya lagi. Ia memang berwatak keras dan galak seperti ibunya, suka berterus terang. Kong-kong, siapakah yang aneh dan siapa yang tidak wajar" Hay-ko ini datang karena ku ajak, kemudian disini kami melihat hal yang tidak wajar, bahkan dia membantuku, dan terang terang saja, tanpa bantuannya, belum tentu aku akan mampu membereskan para penjahat itu dan membebaskan Cin-ling-pai dari malapetaka dengan mudah. Akan tetapi, apa yang kulihat sekarang" Sahabatku ini bukan disambut ramah, melainkan disambut dengan sikap yang tidak sepatutnya, seolah sahabatku ini baru saja melakukan kejahatan!"
Hui Song dan isterinya saling pandang, juga kakek Cia Kong Liang merasa canggung. Mereka bertiga bukan tidak tahu bahwa sikap mereka terhadap pemuda itu memang tidak patut kalau mengingat bahwa pemuda itu telah menyelamatkan keluarga Cia dan Cin-ling-pai. Akan tetapi, mendengar siapa adanya pemuda itu membuat mereka mengkhawatirkan hal yang mereka anggap tidak kalah pentingnya, yaitu masa depan Kui Hong yang berarti menyangkut pula nama baik Cin-ling-pai.
Melihat peledakan yang terjadi antara kekasihnya dan orang tua kekasihnya itu, tentu Hay Hay yang merasa paling tidak enak. Dia cepat bangkit dan memberi hormat kepada semua orang, lalu berkata kepada Kui Hong. "Hong-moi, kuminta dengan sangat agar engkau tidak menduga yang bukan-bukan. Biarlah saya memperkenalkan diri kepada orang tuamu, karena mereka berhak mengenalku sedalamnya. Nah, Kakek, Paman dan Bibi. Terus terang saya akui bahwa saya mempunyai empat orang guru. Yang pertama adalah suhu See-thian Lama atau Gobi San-jin, yang kedua adalah suhu Giu-sian Sin-kai, ketiga adalah suhu Pek Mau Sanjin, dan keempat suhu Song Lojin."
Mendengar disebutnya nama-nama itu, tiga orang tua itu terkejut bukan main. Dua orang terdahulu adalah dua diantara Delapan Dewa. Kemudian, biarpun nama Pek Mau Sanjin jarang dikenal orang, namun mereka pernah mendengar nama ini sebagai nama seorang aneh yang kabarnya hidup diantara awan-awan di pegunungan tinggi! Juga nama Song Lojin hanya mereka kenal seperti nama tokoh dongeng saja. Tidak aneh kalau pemuda ini memiliki ilmu kepandaian silat dan sihir yang demikian hebat. Mereka kagum, namun kekaguman itu belum cukup kuat untuk mengusir perasaan tidak senang terhadap pemuda putera Ang-hong-cu itu.
"Kiranya guru-gurumu adalah tokoh-tokoh besar dunia persilatan yang namanya disebut-sebut seperti dalam dongeng. Mengagumkan sekali!" kata Ceng Sui Cin. "Dan siapakah orang tuamu, orang muda" Apakah nama keluargamu?"
Hay Hay merasa betapa jangtungnya berdebar tegang. Paling tidak enak kalau dia ditanya tentang orang tuanya. Kalau orang lain yang bertanya, mudah saja dia menjawab bahwa dia tidak mempunyai orang tua lagi. Akan tetapi sekali ini lain. Yang bertanya adalah ayah dan ibu Cia Kui Hong, gadis yang dicintanya dan diharapkan menjadi isterinya. Tentu saja orang tua gadis itu berhak mengetahui dengan jelas siapa ayah dan ibunya, walaupun mereka telah tiada. Apakah akan dia katakan saja bahwa dia tidak berayah! Kalau begitu, berarti dia anak haram! Ah, tidak! Bagaimanapun juga ayahnya, dia tidak akan mengingkarinya karena memang benar ayahnya adalah Tang Bun An, Si Kumbang Merah! Lebih baik berterus terang, dari pada menyembunyikan dan kelak diketahui. Akan lebih tidak enak akibatnya. Lebih baik memasuki perjodohan dengan semua mata yang bersangkutan terbuka lebar, daripada dipejamkan seperti dalam mimpi dan kelak terkejut kalau sadar dan melihat kenyataan.
"Ayah dan ibu saya telah meninggal dunia," katanya lirih, namun wajahnya masih nampak berseri.
Hui Song dan Sui Cin, juga kakek Cia Kong Liang, masih teringat akan keterangan Ting Gi Cinjin tokoh Bu-tong-pai bahwa ayah pemuda ini, Ang-hong-cu, memang telah tewas setelah roboh oleh puteranya ini! Anak penjahat besar ini telah membunuh ayahnya sendiri!"
"Ah, jadi engkau sudah yatim piatu" Kasihan!" kata Ceng Sui Cin. "Siapakah nama mendiang ayahmu" Barangkali kami pernah mendengar atau bahkan mengenalnya."
Kui Hong memandang khawatir. Ia memang sudah mengkhawatirkan hal ini, akan tetapi tentu saja ia tiak dapat melarang kekasihnya memperkenalkan nama ayahnya.
"Nama ayah saya she Tang bernama Bun An," kata Hay Hay dengan tabah, akan tetapi kini wajahnya serius dan senyumnya menghilang.
"Tang Bun An?" Sui Cin tiba-tiba menoleh kepada puterinya. "Kui Hong, aku mendengar tentang adik seperguruankmu Ling Ling ". apakah Tang Bun An yang itu, ataukah orang lain?"
Kui Hong menegakkan kepalanya dan dengan tabah ia pun menjawab, "Benar sekali, ibu. Tang Bun An adalah Ang-hong-cu (Si Kumbang Merah) itu, dan Hay-ko juga tahu tentang adik Ling Ling, bahkan tadinya Hay-ko yang dituduh ".."
"Dan kami mendengar bahwa Ang-hong-cu telah di bunuh oleh Pendekar Mata Keranjang, putera kandungnya sendiri?" tanya Hui Song sambil memandang kepada Hay Hay.
"Benar sekali, Ayah! Walaupun tidak dibunuh sendiri, melainkan dikalahkan dan Ang-hong-cu membunuh diri sendiri. Dan yang disebut Pendekar Mata Keranjang itu adalah Tang Hay, atau Hay-koko inilah!"
Mendengar pengakuan Kui Hong, tiga orang tua itu menjadi heran bukan main. Bukan heran mendengar siapa adanya pemuda itu karena memang mereka sudah mendengar sebelumnya, melainkan heran mengapa Kui Hong agaknya menganggap keadaan pemuda itu biasa saja untuk dijadikan sahabat! Bahkan agaknya sahabat yang baik sekali.
"Kui Hong! Engkau tahu bahwa dia ini seorang mata keranjang, anak kandung Ang-hong-cu yang amat keji dan jahat itu" Dan kau bawa dia datang ke tempat kita ini" Apakah engkau sudah gila?" Ceng Sui Cin membentak marah sekali kepada puterinya, kemarahan yang sejak tadi ditahan-tahannya, sekarang meledak karena ternyata puterinya sudah tahu akan keadaan pemuda itu.
"Ibu!" Kui Hong yang tidak kalah hebatnya itu menjawab, "Biarpun orang-orang yang tidak suka itu memberi julukan Pendekar Mata Keranjang kepadanya, akan tetapi Hay-ko bukanlah seorang penjahat cabul. Dia tidak boleh disamakan ayahnya, dan buktinya, dia malah menentang ayahnya dan yang menangkap ayahnya bahkan dia sendiri. Kalau ayahnya yang bersalah, kenapa Ibu menyeret pula anaknya?"
"Kui Hong ".. uhh ?".!!" Sui Cin membanting kaki dan memondong tubuh Kui Bu, lalu pergi ke dalam meninggalkan ruangan itu.
Hui Song memandang anaknya dengan alis berkerut. "Kui Hong, sudah benarkah sikapmu terhadap ibumu?" Lalu dia mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada Hay Hay dan berkata, "Saudara muda Tang, maafkan kami, akan tetapi terpaksa kami tidak dapat menerima Saudara karena diantara kita terdapat perbedaan golongan."
"Ayahhh ?"! Dia ini tamuku, aku yang mengundangnya!" Kembali Kui Hong membentak marah.
"Hemmm ".." Hui Song menahan kemarahannya yang dan mengepal tinju. "Aku belum lupa bahwa engkaulah pangcu dari Cin-ling-pai, jadi engkau yang berhak menentukan!" Setelah berkata demikian, Hui Song juga pergi kedalam menyusul isterinya. Dia tidak peduli lagi ketika puterinya memanggilnya.
"Ayahhh "..!!" Melihat ayahnya terus masuk, Kui Hong berpaling kepada kakek Cia Kong Liang. "Kong-kong ".!!"
Kakek itu menarik napas panjang dan menggeleng kepala. "Kui Hong, sekali ini engkailah yang keliru. Pikirkan dulu baik-baik," katanya dan dia pun pergi meninggalkan ruangan itu.
Kui Hong berdiri seperti patung, mukanya pucat sekali, napasnya terengah-engah, kedua tangan terkepal. Suara Hay Hay menyeretnya kembali kepada kenyataan.
"Hong-moi, ucapan kakekmu benar. Ayah ibumu yang benar dan engkau yang keliru membelaku. Bagaimanapun juga, kenyataan adalah bahwa aku ini anak kandung Ang-hhong-cu yang keji dan jahat, bahkan aku dilahirkan dari hasil perkosaan terhadap ibuku. Sedangkan engkau, engkau ini puteri keluarga Cia yang sudah turun temurun menjadi pemimpin Cin-ling-pai yang besar. Tentu saja engkau tidak boleh menyeret Cin-ling-pai sampai demikian rendahnya ".."
"Hay-ko?", diam kau! Begitu tega engkau hendak merobek-robek perasaan hatiku dengan ucapan itu" Engkau tahu bagaimana perasaanku terhadapmu. Kita saling mencinta. Aku tahu akan keadaan dirimu da naku tidak perduli akan keturunanmu. Mereka tidak berhak melarangku bergaul denganmu, bahkan menikah denganmu. Siapapun tidak berhak! Aku yang akan menentukan sendiri langkah hidupku!"
"Hong-moi, jangan begitu ".."
"Hay-ko, katakan, apakah engkau cinta padaku?"
"Perlukah kukataka lagi" Sudah berapa kali kunyatakan kepadamu" Tentu saja aku cinta padamu, Hong-moi, dan justeru karena cintaku maka aku tidak ingin melihat engkau menderita karena bertentangan dengan keluargamu ".."
"Hay-ko, ini urusan keluargaku, engkau tidak dapat mencampuri. Biar kuselesaikan sendiri. Kau tunggu dulu di sini, aku harus bicara dengan mereka sampai tuntas!" Setelah berkata demikian, dengan gesit Kui Hong lalu menyusul ayah, ibu dan kakeknya ke dalam. Ia masih melihat pemuda itu menjatuhkan diri dengan lemas ke atas kursi dan belum pernah ia melihat wajah Hay Hay sepucat itu!
*** () *** "Kui Hong!" Suara Cia Hui Song kini mengandung kemarahan dan ketegasan. "Di mana akal sehatmu" Tentu saja ayah ibumu tidak melarang engkau bergaul dengan orang-orang gagah sedunia, terutama dengan pendekar-pendekar yang budiman dan gagah perkasa. Akan tetapi bagaimana engkau dapat mengajak putera Ang-hong-cu ke sini" Biarpun dia sudah membantu kita, tetap saja kami tidak mungkin dapat menerimanya sebagai seorang tamu kehormatan, apalagi sahabat anak kita. Lebih-lebih lagi sebagai pilihan hatinya! Engkau tahu, nama Ang-hong-cu dikutuk orang gagah sedunia, dan engkau akrab dengannya?"
"Tapi, Ayah. Kami sduah saling mencinta! Bahkan dia kuajak datang ke sini untuk minta pertimbangan Ayah dan Ibu agar kami diperkenankan menjadi suami isteri!"
"Tidak?"!" Bentakan Hui Song dan Sui Cin hampir berbareng dan ini saja sudah cukup mejadi bukti bahwa suami isteri itu sependirian dalam hal ini, tidak setu
Harpa Iblis Jari Sakti 29 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Bara Naga 8
^