Pendekar Panji Sakti 17

Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Bagian 17


Maka akupun terpaksa mengikuti mereka, sepanjang jalan asal bertemu wanita yang teraniaya, mereka pasti turun tangan menolong hingga akhirnya tiba disini"
"Tahukah kau, ke mana mereka hendak pergi?"
"Pulang.... "jawab Un Tay-tay sambil menghela napas,
"seandainya dalam kereta tidak terdapat dua orang yang menderita sakit aneh, mungkin aku sudah sejak kemarin tiba ditempat mereka dan mungkin.... mungkin selama hidup tidak akan berjumpa lagi denganmu"
Thiat Tiong-tong tersenyum, katanya: "Tempat dimana kalian tuju kebetulan merupakan tempat yang akan kudatangi, hanya saja.... seandainya tidak bertemu kau, akupun tidak tahu harus kemana untuk mencarinya"
"Dari mana kau bisa tahu hendak kemana kami pergi?" tanya Un Tay-tay keheranan.
"Panjang untuk diceritakan, tapi aku tahu kalian hendak balik ke pulau Siang cun-to!"
"Siang cun-to...." seakan terperanjat, sekujur tubuh Un Tay-tay bergetar keras, "ternyata pulau Siang cun-to!"
Tiba-tiba dia seperti teringat kalau tempat yang hendak dituju Im Ceng pun pulau Siang cun-to, tanpa terasa sekujur tubuhnya gemetar keras.
Menyaksikan perubahan sikap perempuan itu, dengan keheranan Thiat Tiong-tong segera bermanya:
"Memangnya kau belum tahu dengan nama pulau Siang cun-to ini?"
"Mereka hanya menyatakan hendak pulang, tapi tidak pernah menjelaskan mau pulang ke mana" Terkadang aku malah mengira mereka hendak mengajakku pulang ke atas langit atau ke dasar bumi"
Thiat Tiong-tong terbungkam beberapa saat lamanya, kemudian ujarnya setelah menghela napas:
"Bagaimana pun juga, kau...."
Mendadak di antara hembusan angin berkumandang suara aneh seperti suara seruling yang ditiup kencang, paras muka Un Tay-tay segera berubah hebat, cepat bisiknya:
"Mereka sedang mendesakku agar segera kembali"
"Bagaimana kalau aku mengikutimu?" buru buru Thiat Tiong-
tong bertanya. Dengan kening berkerut Un Tay-tay berpikir sejenak, sahutnya kemudian sambil menghela napas:
"Baiklah! Tapi kami berencana akan beristirahat sejenak dalam kuil Seng bo bio di depan sana hingga kentongan ke empat sebelum berangkat, datang saja diwaktu itu, Cuma gerak-gerikmu mesti sangat hati-hati, kalau sampai ketahuan mereka, bisaberabe!"
Ketika menyelesaikan katanya yang terakhir, dia sudah pergi sangat jauh.
Secara tidak sengaja Thiat Tiong-tong telah bertemu dengan Un Tay-tay, diapun sudah mengetahui banyak peristiwa yang terjadi, walaupun dibalik kisah tersebut terdapat beberapa kejadian yang sangat menyedihkan hati, bagaimana pun jauh lebih banyak berita gembiranya daripada kejadian duka.
Khususnya setelah mendengar kabar kalau Im Ceng bukan saja sudah sembuh dari lukanya bahkan telah diajari ilmu silat oleh Bu-si Thaysu, seorang pendeta sakti di saat itu, kenyataan yang betul-betul membuat Thiat Tiong-tong merasa amat gembira.
Diam-diam dia berpikir:
"Masih cukup waktu hingga kentongan ke empat, kenapa aku tidak minum dulu beberapa cawan arak di rumah makan, anggap saja untuk merayakan keberhasilan samte!"
Dengan cepat dia pun berjalan menuju ke arah rumah makan.
Waktu itu kerumunan orang disepanjang jalan raya telah bubar, tapi dalam rumah makan masih ada orang sedang memperbincangkan kehadiranan wanita suci itu, ketika dari kejauhan Thiat Tiong-tong melihat papan nama di depan warung, dia pun mempercepat langkahnya.
Tiba-tiba dia saksikan ada dua sosok bayangan manusia yang sangat dikenalnya sedang berangkulan memasuki rumah makan itu, meski hanya sekilas namun Thiat Tiong-tong segera kenal mereka sebagai Sim Sin-pek dan Im Ceng.
Kedua orang ini sangat dikenalnya, dia merasa tidak mungkin salah melihat, tapi mengapa mereka berdua bisa memasuki rumah makan sambil berangkulan, bahkan kelihatannya akrab sekali" Satu kenyataan yang mimpi pun tidak pernah disangka Thiat Tiong-tong.
Dengan perasaan heran bercampur cemas cepat dia
menghentikan langkahnya, pelbagai ingatan segera berkecamuk
dalam benaknya:
"Kenapa mereka berdua bisa jalan bersama" Pasti Sim Sin-pek dengan lidah berbisanya telah membohongi samte hingga dia menaruh kepercayaan penuh terhadapnya, dibalik kesemuanya ini pasti terdapat intrik serta rencana busuk!"
Membayangkan apa yang bakal terjadi, tanpa terasa peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuh Thiat Tiong-tong, pikirnya:
"Beruntung kejadian ini segera kuketahui, anggap saja nasib samte memang belum sial benaran"
Seandainya berganti orang lain, niscaya akan segera menerjang masuk dan melabrak mereka.
Tapi Thiat Tiong-tong adalah orang yang sangat hati-hati dan berpikiran cermat, dia tahu kesalahan paham Im Ceng terhadapnya sudah kelewat mendalam, seandainya dia menerjang masuk sekarang, bukan saja Im Ceng tidak bakal mempercayai perkataannya, bisa jadi dia malah akan menyerang dirinya habis-habisan.
Sekalipun berada dalam posisi yang amat pelik, tapi otak Thiat Tiong-tong berputar cepat, tiba-tiba dia menyelinap ke balik sebuah lorong gelap, dari sudut lorong menemukan seorang lelaki miskin dan segera serunya:
"Hei, ingin kau mendapat rejeki tidak?"
Lelaki miskin itu memang sedang kelaparan saking miskinnya, tentu saja dia kegirangan setengah mati, sahutnya sambil melompat bangun:
"Mau berkelahi, mau menggertak orang, urusan apa pun silahkan tuan perintahkan"
"Aku tidak meminta kau melakukan apa pun" sahut Thiat Tiong-tong sambil tertawa, "asal kau bersedia menanggalkan pakaianmu itu!"
Tidak selang beberapa saat kemudian, Thiat Tiong-tong telah muncul kembali dari balik lorong sambil mengenakan pakaian milik lelaki miskin itu, wajahnya telah dilumuri lumpur, rambutnya ditutupi sebuah topi kumuh dan ditangannya menenteng setengah renteng uang receh.
Sekalipun dia tidak pandai menyaru muka, tapi
kemampuannya menirukan lagak orang memang cukup
mengagumkan. Dengan mata setengah juling dan tangan kiri garuk-garuk bawah ketiaknya, selangkah demi selangkah dia berjalan masuk
ke dalam rumah makan, "Tringg!" dia melemparkan setengah renteng uang receh itu ke meja kasir, kemudian teriaknya:
"Tauke, cepat siapkan kacang goreng dan arak, aku minta arak bagus!"
Sambil berteriak, diam-diam dia melirik sekejap ke arah Im Ceng dan Sim Sin-pek, kemudian dengan gaya yang dibuat-buat sengaja duduk di meja samping mereka berdua.
Dengan gaya seakan kuatir tertukar kutu busuk dari atas uang receh itu, sang ciangkwee memungut uang tersebut dengan kedua jari tangannya, kemudian dengan kening berkerut dan menggelengkan kepalanya berulang kali dia bergumam:
"Aaaai, dasar kere, hidangan enam ketip pun tidak mampu order, tahunya minum, minum melulu... masih minta arak bagus lagi, kenapa semua kere dikolong langit selalu lagaknya bau...
pelayan, siapkan arak bagus untuk tuan kere itu!"
Thiat Tiong-tong yang mendengar omelan itu hanya tertawa geli tanpa komentar.
Dia tidak berani duduk menghadap Im Ceng serta Sim Sin-pek, maka dicarinya tempat duduk yang membelakangi mereka, betul juga, dia segera mendengar Sim Sin-pek sedang menjilat pantat.
Selang beberapa saat kemudian tiba-tiba terdengar Im Ceng berteriak keras:
"Sebetulnya kau tahu tidak dimana letak pulau Siang cun-to"
Kau harus bicara jujur, persoalan ini bukan masalah yang bisa dibuat main-main"
Terdengar Sim Sin-pek segera menyahut sambil tertawa dibuat-buat:
"Bila siaute tidak tahu, buat apa mesti membohongi toako"
"Aaaai, ternyata kau lumayan juga orangnya, tidak disangka meski kita tidak pernah kenal tapi kau baik sekali terhadapku, sementara saudaraku sendiri justru manusia busuk berhati binatang!"
"Toako, buat apa kau singgung lagi manusia she Thiat itu"
kata Sim Sin-pek sambil tertawa, "menyinggung kembali manusia busuk, bangsat pemogoran macam dia hanya akan
menghilangkan selera minum kita saja"
"Benar" jawab Im Ceng dengan suara lantang, "mari, aku harus menghukum diriku dengan secawan arak"
Kemudian setelah meneguk habis isi cawan-nya, mendadak ia menggebrak meja dan menghela napas berulang kali,
menggunakan kesempatan itu Sim Sin-pek segera membujuknya agar meneguk lagi beberapa cawan arak.
Thiat Tiong-tong yang mendengar pembicaraan itu diam-diam hanya bisa tertawa getir, pikirnya:
"Tampaknya Im Ceng sedang dalam perjalanan menuju pulau Siang cun-to dan tanpa sengaja telah bersua dengan Sim Sin-pek sekalian, maka mereka menggunakan pulau Siang-cun-to sebagai umpan untuk memancingnya masuk perangkap, tapi aneh, kenapa Sim Sin-pek tidak mencoba membokongnya, tidak nampak juga dia berusaha mengorek rahasia lainnya, rencana busuk apa lagi yang sedang dia lakukan?"
Karena berhasrat untuk membongkar rencana busuk yang sedang dilakukan Sim Sin-pek terhadap Im Ceng, maka diapun tidak melakukan sesuatu tindakan.
Selama ini Sim Sin-pek hanya berbicara ke sana kemari, sekalipun inti pembicaraan tidak berarti namun kemampuan orang ini berbicara memang luar biasa, sampai Thiat Tiong-tong sendiripun ikut terpikat untuk mendengarnya.
Tiba-tiba Sim Sin-pek mengalihkan pembicaraan ke soal lain, katanya perlahan:
"Padahal kalau mesti bicara jujur, siaute sendiripun tidak terlalu jelas dimana letak pulau Siang cun-to"
"Jadi.... jadi kau sengaja mempermainkan aku?" tegur Im Ceng dengan wajah berubah.
"Toako jangan gelisah dulu" buru-buru Sim Sin-pek membujuk sambil tertawa dibuat-buat, "sekalipun siaute tidak terlalu jelas, tapi kujamin pasti dapat menghantar toako tiba di Siang cun-to dengan aman!"
"Bagaimana caranya?"
"Hari ini silahkan toako minum arak sepuasnya, besok kita ke pesisir pantai, akan siaute cari beberapa orang tukang perahu yang sering pergi ke pulau Siang cun-to, asal ombak tenang angin lancar, lusa pagi kita sudah akan tiba di pulau Siang cun-to dengan selamat"
"Kau memang saudaraku yang hebat" puji Im Ceng sambil tertawa, "mari kita bersulang!"
Thiat Tiong-tong yang menyaksikan peristiwa itu, diam-diam menghela napas, pikirnya:
"Tidak nyana walaupun kungfu yang dimiliki samte telah mencapai kemajuan yang pesat, tapi sepak terjangnya masih gegabah, berangasan dan terburu napsu, ucapan bajingan tengik
macam begitu pun dia percaya"
Dia sadar tidak ada seorang tukang perahu pun di pesisir yang pernah berlayar ke pulau Siang cun-to, tapi dia pun kesulitan untuk membongkar kebohongan tersebut di saat seperti ini, diam-diam dia mulai cemas bercampur gelisah.
Waktu minum arak berlalu sangat cepat, ketika bubaran, waktu sudah menunjukkan tengah malam, waktu itu Im Ceng sudah mabuk berat, selesai membayar rekening Sim Sin-pek memayangnya keluar dari rumah makan.
Thiat Tiong-tong kaget bercampur cemas, kembali pikirnya:
"Samte memang selalu gegabah, masa dalam keadaan beginipun dia masih berani minum sampai mabuk berat, seandainya Sim Sin-pek menggunakan kesempatan ini untuk mencelakainya, mungkin dia bakal mati tanpa sadar"
Maka secara diam-diam dia pun mengintil di belakang Sim Sin-pek.
Meskipun saat ini dia sanggup merobohkan Sim Sin-pek secara gampang dan selamatkan Im Ceng, tapi dia yakin disamping Sim Sin-pek seorang, dia pasti masih memiliki komplotan lain di seputar sana.
Untuk menyelidiki rencana busuk apa yang sedang
direncanakan manusia busuk ini, maka Thiat Tiong-tong pun tidak segera turun tangan, sebab kungfu yang dimilikinya sekarang sudah jauh diatas kemampuan Sim Sin-pek, bila orang itu berniat mencelakai saudara seperguruannya, dia percaya secara gampang rencana keji itu dapat digagalkan.
Sekalipun begitu, tidak sekejap mata pun dia berani mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
Jalan raya itu amat hening, tidak kedengaran suara apun, tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun, sewaktu Sim Sin-pek dengan mema-yang Im Ceng tiba di ujung jalan, tiba-tiba dia menghentikan langkahnya dan mulai celingukan kesana-kemari.
Cepat Thiat Ticng-tcng menyelinap ke samping jalan dan menyembunyikan diri dibalik kegelapan, saat itulah terdengar suara kereta kuda berkumandang ditengah keheningan malam, sebuah kereta berlari cepat dari sudut kiri jalan dan melaju ke arah depan.
Berkilat sepasang mata Sim Sin-pek, dia segera bersuit nyaring. Belum selesai bersuit, sebuah kereta besar lain yang dihela dua ekor kuda telah muncul disana dan seketika berhenti di depan kedua orang itu.
Dengan satu gerakan cepat Sim Sin-pek menarik tubuh Im Ceng masuk ke dalam ruang kereta itu, kereta pun kembali berlarian meninggalkan tempat itu, satu kerja sama yang sangat bagus, nyaris tidak ada sedikit waktupun yang terbuang dengan percuma.
Dari sini dapat disimpulkan kalau cara kerja Sim Sin-pek memang sangat rapi dengan perencanaan yang sempurna, ada atau tidak orang yang menguntit, sejak awal dia sudah persiapkan orang untuk mengelabuhinya.
Bila saat itu ada yang menguntit, tentu orang itu akan terpedaya hingga lolos penguntitannya.
Untung Thiat Tiong-tong bukan manusia bodoh, begitu mendengar suara kereta kuda, dia segera menduga kalau ada hubungannya dengan Sim Sin-pek, maka sebelum kereta tiba ditempat tujuan, dia sudah bergerak duluan.
Ketika kereta berhenti sejenak memberi peluang Sim Sin-pek untuk naik ke dalam kereta, Thiat Tiong-tong pun ikut menyusup ke sisi kereta sambil berpegangan kencang.
BAB 24 Rahasia yang Makin Berlapis
Bersama dengan suara ringkikan kuda serta debu yang beterbangan, tiba-tiba dari dalam kereta terdengar seseorang berbicara, rupanya dalam ruang kereta telah menanti seseorang.
Thiat Tiong-tong segera menempelkan telinganya disisi dinding kereta dan memperhatikan dengan seksama.
Terdengar orang itu berkata:
"Ehmmm, cara kerjamu kali ini bagus sekali, sama sekali tidak meninggalkan jejak"
Dari suara pembicaraan orang itu, Thiat Tiong-tong segera mengenalinya "sebagai suara dari Han-hong Pocu, Leng It-hong, sudah cukup lama orang ini tidak pernah ada kabar beritanya, sekarang secara tiba-tiba muncul disitu secara misterius, jelas dibalik kesemuanya ini tentu terdapat intrik serta rencana besar lainnya.
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, terdengar Leng It-hong telah berkata lebih jauh:
"Secara diam-diam kau telah meninggalkan Hek Seng-thian dan bergabung dengan lohu, hal ini membuktikan kalau ketajaman matamu sungguh mengagumkan, pilihanmu memang sangat tepat, bila persoalan ini berhasil, lohu pasti tidak akan melupakan semua jasamu!"
"Terima kasih banyak atas binaan serta perhatian loya!"
"Dewasa ini, ada begitu banyak jago tangguh yang bermunculan dalam dunia persilatan, dengan kungfu yang dimiliki Hek Seng-thian, paling banter mereka hanya bisa berteriak dipinggiran, mana mungkin punya kesempatan untuk melakukan usaha besar"
Ketika berbicara sampai disitu, Leng It-hong tidak kuasa menahan rasa gelinya lagi, dia segera tertawa terbahak bahak.
"Perkataan loya memang sangat tepat" sahut Sim Sin-pek sambil tertawa pula, "bukan saja mereka tidak akan mampu berbuat apa-apa, bahkan manusia macam Hong Lo-su pun belum tentu mampu menandingi kehebatan ilmu silat yang dimiliki kau orang tua!"
"Bocah cilik sudah pandai jilat pantat" umpat Leng It-hong
sambil tertawa, "hehhehehe.... asal kau jujur dan mau bekerja untukku, apa salahnya lohu akan wariskan kepandaian sinkang tersebut kepadamu"
Sim Sin-pek tahu, meski sedang mengumpat padahal hati kecilnya bangga sekali, cepat dia mendesak lebih jauh:
"Asal boanpwee bisa mempelajari satu persen saja kepandaian yang kau orang tua miliki, hatiku sudah akan merasa puas sekali!"
Jilatan pantat ini benar-benar membuat Leng It-hong kegirangan setengah mati, kembali dia tertawa tergelak.
"Bagus, bagus, bagus, selama beberapa hari ini kau pasti sangat lelah, sekarang beristirahatlah dulu, besok masih banyak pekerjaan yang harus kita lakukan"
"Baik, terima kasih atas perhatian kau orang tua"
Pembicaraan yang berlangsung membuat Thiat Tiong-tong kaget bercampur tercengang, kejadian ini sungguh diluar dugaan, dia tidak mengira kalau Leng It-hong sudah bentrok dengan Hek Seng-thian sekalian bahkan secara diam-diam berdiri sebagai pihak lawan.
Sim Sin-pek kembali menghianati gurunya dengan bergabung ke pihak Leng It-hong, dengan kelicikan serta kepintaran Sim Sin-pek, andaikata kekuatan serta daya pengaruh pihak Leng It-hong tidak jauh melebihi Hek Seng-thian sekalian, mana mungkin Sim Sin-pek bersedia bergabung dengannya"
Padahal kelompok Hek Seng-thian didukung oleh Hong Lo-su, kekuatan mereka boleh dibilang sangat tangguh, kalau sekarang posisi Leng It-hong bisa jauh melebihi kelompok mereka, bukankah kejadian ini terasa lebih aneh lagi"
Thiat Tiong-tong merasa sangat keheranan, pikirnya:
"Jangan-jangan Leng It-hong memang memiliki kepandaian silat maha sakti yang dihari biasa jarang diperlihatkan.... ahh tidak mungkin, tidak betul, kalau dilihat caranya bergerak serta sorot matanya, sekalipun kungfu yang dimiliki mungkin lebih tangguh ketimbang Hek Seng-thian, Pek Seng-bu sekalian, kehebatannya juga tidak seberapa, tidak mungkin bisa mengungguli Hong Lo-su, tapi kenapa Sim Sin-pek bersekongkol dengannya.... " aaaah, betul, bisa jadi ada tokoh sakti yang mendukung Leng It-hong, tapi siapa pula orang itu.... ?"
Hanya membutuhkan waktu singkat dia telah berhasil menganalisa persoalan ini secara terperinci dan jelas, sekalipun ada selisihpun dia percaya selisihnya tidak terlalu jauh.
Kereta kuda masih berjalan terus tiada hentinya, sambil menarik hawa murninya Thiat Tiong-tong mulai mengatur pernapasan, dalam waktu sekejap dia sudah merasakan tubuhnya enteng bagai kapas.
Ketika semedinya sudah mencapai puncak, dia merasa tubuhnya sudah seolah tidak berada diatas kereta lagi, melainkan berbaring dibalik awan tebal yang empuk, sama sekali tidak terasa letih.
Kereta itu berlarian hampir tiga jam lamanya, waktu itu bintang yang bertaburan di angkasa telah lenyap dari pandangan, ke dua ekor kuda jempolan itupun sudah mengeluarkan buih putih diujung mulutnya.
Thiat Tiong-tong tahu saat ini dia sudah melewati waktu perjumpaannya dengan si iblis jahat, tapi demi keselamatan Im Ceng, terpaksa dia harus mengabaikan semua persoalan untuk semen tara waktu.
Mendadak terdengar Leng It-hong membentak nyaring:
"Berhenti!"
Ketika kereta sudah berhenti, kembali Leng It-hong berkata:
"Kau tetap tinggal disini menjaga keparat she Im itu, jangan teledor, jangan lengah!"
"Kau orang tua tidak usah kuatir"
"Setelah kepergianku nanti, kau baru boleh membebaskan totokan jalan darahnya dan berusaha mententeramkan hatinya"
Sim Sin-pek tertawa.
"Waktu itu dia sedang mabuk berat, bagaimana mungkin tahu kalau jalan darahnya sudah tertotok, asal tecu berbicara satu dua patah kata, tanggung dia akan takluk seratus persen"
"Baik, perhatikan kembang api yang akan kulepas nanti, begitu melihat kembang api, kau segera mengajak orang she-Im itu menyusul ke situ, sebelum melihat kembang api, jangan sekali kali turun dari kereta"
"Baik!"
Cepat Thiat Tiong-tong menaik tubuhnya dan
menyembunyikan diri di dasar kereta, terlihat sepasang kaki melangkah turun dari atas kereta, sepasang kaki dengan sepatu rumput yang nyaris terbuka hingga kelihatan seperti bertelanjang kaki saja, tampaknya aneh sekali.
Setelah sepasang kaki yang melangkah turun tadi, tidak nampak orang lain ikut turun dari kereta, diam-diam Thiat Tiong-tong berpikir keheranan:
"Jangan-jangan dia adalah Leng It-hong" Tapi aneh, kenapa macam begitu dandanannya?"
Diambilnya beberapa biji batu dari tanah kemudian disambit ke arah perut ke dua ekor kuda itu, karena kesakitan kedua ekor kuda itu meringkik panjang lalu berlarian ke muka, terjadi kehebohan dan kepanikan.
"apa yang terjadi?" terdengar Sim Sin-pek menegur dari dalam kereta.
"Mungkin kedua ekor kuda itu sedang edan, tidak ada masalah!" jawab sang kusir cepat.
Sementara pembicaraan berlangsung, Thiat Tiong-tong telah manfaatkan saat kekalutan itu untuk menyusup keluar dari tempat persembunyiannya, sambil tertawa geli pikirnya:
"Untung Sim Sin-pek sangat penurut dan tidak ikut turun, dengan begitu aku dapat bertindak lebih leluasa"
Bayangan manusia yang sedang bergerak di depan sana adalah seseorang yang mengenakan jubah lebar yang pendek, rambutnya disanggul macam seorang tosu, kakinya mengenakan sepatu rumput dan membawa sebuah keranjang bambu yang besar.
Thiat Tiong-tong semakin tercengang setelah mengetahui orang itu adalah seorang tosu, dia mulai sangsi, dirinya yang salah mengenali suara orang, atau Leng It-hong memang betul-betul sudah menjadi seorang tosu"
Dia tidak berani bergerak kelewat dekat, karena itu hanya mengintil terus agak jauhan, gerakan tubuh tosu itu sangat enteng, dapat dilihat kalau kepandaian yang dimilikinya memang cukup tangguh.
Walaupun saat ini tenaga dalam yang dimiliki Thiat Tiong-tong sangat tangguh, namun dia belum sempat melatih ilmu meringankan tubuh yang hebat, masih untung hawa murninya cukup sempurna sehingga gerakan tubuhnya lebih enteng.
Setelah menguntit kurang lebih seperminum teh lamanya, lamat-lamat dia mulai mendengar suara deburan ombak dikejauhan sana, disusul terlihatlah cahaya lentera diatas perahu nelayan dibalik kegelapan.
Kehidupan kaum nelayan memang amat susah, fajar belum lagi menyingsing mereka sudah berlayar ke tengah samudra untuk menangkap ikan, titik cahaya lentera diatas perahu justru menimbulkan pemandangan yang mengesankan ditengah kegelapan malam.
Tosu itu masih bergerak terus dengan cepatnya, berjalan menuju ke pesisir.
Tanpa ragu Thiat Tiong-tong mengikuti di belakangnya, dia tahu Im Ceng tidak akan terancam bahaya dalam keadaan seperti ini, satu hal yang membuat perasaan hatinya jadi lega.
Tosu itu bergerak menuju ke sebuah perahu besar yang menggantungkan dua lentera merah ditambah sebuah lentera berwarna hijau, perahu tersebut berlabuh kurang lebih dua kaki dari tepi pantai, dengan sekali lompatan tosu itu langsung meluncur naik ke atas geladak.
"Siapa yang datang?" dari balik ruang perahu terdengar seseorang menegur.
"Leng It-hong!" sahut tosu itu cepat.
Mendengar itu Thiat Tiong-tong segera berpikir:
"Tidak kusangka ternyata Leng It-hong betul betul sudah menjadi seorang pendeta!"
Seandainya berganti orang lain, mereka tentu mengira Leng It-hong bisa menjadi seorang tosu lantaran kecewa dengan perbuatan kedua orang putrinya yang pergi meninggalkan rumah.
Tapi Thiat Tiong-tong yakin Leng It-hong bukan seseorang yang kelewat emosional, dengan cepat diapun menduga kalau tokoh sakti yang mendukung dibelakangnya tentu seorang tosu pula, itulah sebabnya dia pun ikut menjadi seorang tosu.
Pintu perahu dibuka orang, dengan cepat Leng It-hong menyelinap masuk ke dalam ruangan.
Thiat Tiong-tong tidak tahu apakah tubuhnya akan menimbulkan suara sewaktu melompat naik ke atas perahu nanti, dengan perasaan ragu diapun mendekam beberapa saat ditepi pantai sambil mengatur pernapasan, tapi akhirnya diapun ikut melompat naik keatas perahu.
Mau tidak mau pemuda itu harus melompat naik keatas perahu, sebab bila harus menceburkan diri ke dalam air, niscaya pakaiannya akan basah kuyup.
Ternyata ketika menginjak diatas geladak perahu, gerakan tubuhnya sama sekali tidak menimbulkan sedikit suara pun, terbukti ilmu meringankan tubuhnya beberapa tingkat lebih hebat ketimbang Leng It-hong.
Diam-diam Thiat Tiong-tong menghembuskan napas lega, pikirnya:
"Aneh, kalau ditinjau dari kemampuan Leng It-hong, rasanya kepandaian yang dimiliki masih terhitung berimbang dengan
kemampuan Hek Seng-thian sekalian, tapi kenapa caranya berbicara justru begitu tekebur" Sungguh aneh"
Seandainya dihari biasa Leng It-hong sudah terbiasa takabur, saat ini Thiat Tiong-tong pasti tidak akan keheranan, tapi setahu pemuda ini, Leng It-hong selalu bersikap tertutup dan tidak pernah menonjolkan diri, hal itulah yang membuat anak muda ini sadar bahwa dibalik kesemuanya itu pasti ada alasan lain.
Sebenarnya tidak ada tempat persembunyian disekeliling ruang perahu itu, masih untung layar perahu belum dinaikkan, tiang layar serta segulung tali besar masih tergeletak diatas geladak, ditambah lagi bayangan gelap yang ditimbulkan layar besar, membuat tempat persembunyiannya saat ini benar-benar tertutup, andaikata tidak diperhatikan dengan seksama, sulit untuk menemukan tempat persembunyian-nya itu.
Thiat Tiong-tong cukup melongok sedikit ke depan, dari celah-celah lubang hawa yang terdapat dibawah wuwungan ruangan, dia dapat melihat dengan jelas pemandangan dalam perahu itu.
Sebuah meja perjamuan sudah disiapkan dalam ruangan, Leng It-hong duduk di bangku utama, sekeliling meja terlihat Hek Seng-thian, Pek Seng-bu, Suto Siau, Seng Toa-nio dan Seng Cun-hau duduk menemani.
Seng Cun-hau kelihatan duduk tidak tenang, sepasang alis matanya yang tebal berkerut kencang, sementara Suto Siau sekalian dengan senyuman gadungannya membujuk Leng It-hong untuk minum arak.
Paras muka Leng It-hong saat itu nampak jauh lebih serius ketimbang diwaktu biasa, tidak jelas dia sedang gusar ataukah merasa gembira.
Thiat Tiong-tong dapat melihat dengan jelas, diatas wajahnya yang kurus kering kini seolah dilapisi oleh selapis hawa hitam, dibawah cahaya lentera, dia nampak sangat menakutkan.
"Ternyata kalian semua pegang janji" terdengar Leng It-hong berkata, "mau menunggu aku ditempat ini"
Sambil tersenyum buru-buru Suto Siau menjawab:
"Setelah menerima undangan dari Leng-heng, mana berani kami datang terlambat?"
"Bagus, bagus...." kembali Leng It-hong tertawa kaku,
"tahukah kalian, karena urusan apa kuundang kalian semua berkumpul ditempat ini?"
"Saudara Leng" sambil mengambil sumpit buru-buru Suto Siau menukas, "kau baru datang dari kejauhan, mari makan dan
minum arak dulu sebelum membicarakan persoalan utama"
Dia segera menyumpit sekerat daging dan dihantar ke dalam mangkuk yang ada dihadapan Leng It-hong.
Siapa tahu Leng It-hong mendorong sumpit itu sambil ujarnya dingin:
"Belakangan aku sudah tidak mendahar hidangan manusia, sudah kubawa bekalku sendiri, kau tidak perlu repot"
Diambilnya keranjang bambu yang ada dilantai dan diletakkan dihadapannya.
Sambil tertawa sinis Hek Seng-thian segera menyindir:
"Leng-heng, boleh tahu makhluk dewa apa yang kau bawa sebagai teman arak" Apakah siaute punya rejeki untuk ikut menikmatinya?"
Meskipun perkataan itu disampaikan secara halus dan sungkan, namun penuh dengan nada sindiran dan ejekan.
Leng It-hong kontan tertawa terkekeh.
"Hahahaha.... tentu saja ada!"
Setelah membuka penutup keranjangnya, dia tangkap seekor ular belang kemudian disodorkan ke hadapan Hek Seng-thian.
Tidak terlukis rasa kaget Hek Seng-thian menghadapi kejadian itu, buru-buru dia mundur ke belakang, nyaris tubuh berikut bangkunya roboh terjungkal ke belakang.
Ketika ular belang itu ditangkap oleh Leng It-hong, walaupun masih hidup dan menggeliat tiada hentinya namun binatang itu seolah sudah kehilangan tenaga, sama sekali tidak mampu melakukan penyerangan.
Hek Seng-thian benar-benar merasa sangat muak, saking mualnya hampir saja arak dan hidangan yang baru masuk ke dalam perutnya tertumpah keluar lagi.
Sambil tertawa seram terdengar Leng It-hong berkata:
"Inilah makhluk dewa teman arakkku, kalau memang Hek-heng ingin minta jatah, silahkan, ambil saja dan tidak usah sungkan-sungkan, silahkan.... silahkan...."
Sambil berkata, dia sodorkan ular belang itu ke hadapan Hek Seng-thian.
Berubah hebat paras muka Seng Toa-nio sekalian, air muka Hek Seng-thian malah sudah berubah pucat pias, terpaksa sahutnya sambil tertawa paksa:
"Tampaknya siaute.... siaute tidak punya hokki itu, silahkan.... silahkan Leng-heng gunakan sendiri!"
"Kalau begitu aku tidak sungkan-sungkan lagi" sahut Leng It-
hong sambil tertawa seram.
Dengan satu hentakan tangan kiri, dia sudah mematahkan kepala ular itu hidup-hidup kemudian dimasukkan ke dalam cawan araknya, sementara tangan kanannya mencengkeram ekor sang ular dan mengulitinya dengan cepat, daging ular yang merah berdarah pun segera muncul di depan mata.
Leng It-hong segera mendongakkan kepalanya dan dengan begitu nikmat dia melahap daging ular merah itu hingga habis.
Semua orang duduk terbelalak dengan mulut melongo, tidak seorang pun bersuara.
"Ehmmm, bagus, nikmat, sedap...." terdengar Leng It-hong bergumam tiada hentinya.
Jangan lagi mereka yang berada dalam ruangan, Thiat Tiong-tong yang bersembunyi diluar jendela pun seketika merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Mendadak terlihat Seng Toa-nio melompat bangun kemudian meluncur keluar dari ruangan dengan kecepatan tinggi.
Thiat Tiong-tong terkesiap, dia sangka Seng Toa-nio telah menemukan tempat persembunyian-nya.
Siapa tahu begitu tiba diluar ruangan, Seng Toa-nio langsung muntah-muntah hebat, bagaimana pun dia adalah seorang wanita, bagaimana mungkin dia bisa menyaksikan orang lain melahap daging ular hidup-hidup, rasa mual yang luar biasa membuatnya tidak sanggup menahan diri lagi.
Menanti Leng It-hong selesai melahap habis daging ular itu, Seng Toa-nio baru berani duduk kembali.
Leng It-hong berlagak seolah tidak melihat semua kejadian itu, dengan santainya dia menyeka mulutnya yang penuh noda darah, lalu katanya sambil tertawa:
"Aku sudah melahap hidanganku, mari sekarang kita membicarakan masalah utama"
"Tentu saja, tentu saja...." kata Suto Siau sambil tertawa paksa, dia segera melirik sekejap ke arah Pek Seng-bu.
Mendadak Pek Seng-bu bertanya:
"Apakah kepala ular itu juga bisa dimakan?"
Leng It-hong mengerling sekejap ke arahnya tanpa menjawab, dia mengangkat cawan araknya lalu meneguk isi cawan berikut kepala ular itu ke dalam mulutnya, bagaikan sedang makan kacang goreng saja dia mengunyah kepala ular itu dengan penuh kenikmatan.
Thiat Tiong-tong yang melihat kejadian itu segera berpikir lagi
dengan perasaan terkesiap:
"Belakangan ini Leng It-hong pasti sudah memplajari sejenis ilmu beracun yang maha sakti sehingga santapan hariannya pun berubah dari hidangan biasa menjadi makhluk-makhluk beracun, jelas ini bertujuan untuk meningkatkan sifat racun didalam tubuhnya. Tidak heran kalau selapis hawa hitam selalu menyelimuti wajahnya, sesat betul kepandaian semacam ini, entah dia belajar dari mana?"
Dari lima orang yang hadir dimeja perjamuan, ada empat di antaranya segera membuang muka begitu menyaksikan cara makan Leng It-hong, hanya Seng Cun-hau seorang tetap duduk tidak bergerak di posisinya semula.
Sambil menyeringai tertawa kembali Leng It-hong berkata:
"Kepala ular itu bisa dimakan, tentunya saudara Pek sudah tahu bukan sekarang?"
"Ta.... tahu" jawab Pek Seng-bu tergagap.
"Kalau memang sudah tahu, mari kita...."
Belum habis ia berkata, Suto Siau sudah menjawil Hek Seng-thian dari bawah meja. Hek Seng-thian pun segera berkata:
"Bo.... boleh tahu apa lagi isi keranjang bambu milik saudara Leng...."
Hingga kini rasa ngeri dan mualnya masih belum hilang seratus persen, tidak heran perkata-annya tidak jelas.
"Ada apa?" Leng It-hong tertawa seram, "apakah saudara Hek juga ingin minta bagian?"
"Bukan.... bukan.... siaute hanya ingin tahu saja"
"Hahahaha.... baik, kalau ingin bertanya, cepat tanyakan"
Walaupun sedang tertawa tergelak, paras mukanya sama sekali tidak melintas secerca senyuman pun, Thiat Tiong-tong yang melihat dari atas tentu saja dapat melihat dengan jelas sekali.
Ternyata dorongan Suto Siau dibawah meja tadi meski tidak terlihat oleh Leng It-hong, namun Thiat Tiong-tong dapat menyaksikan dengan jelas sekali, seakan menyadari akan sesuatu segera pikirnya:
"Ternyata Suto Siau sekalian sengaja sedang mengulur waktu, tampaknya mereka sedang menanti kedatangan seseorang hingga selalu berusaha mencegah Leng It-hong menyinggung masalah utama"
Semula dia sangka Leng It-hong belum tentu mengetahui hal ini, tapi sesudah melihat perubahan sikap kakek itu, dia segera
mengerti bahwa Leng It-hong sesungguhnya sudah
memperkirakan hal itu. Melihat pertikaian yang terjadi di antara kelompok itu, diam-diam Thiat Tiong-tong merasa amat girang.
Tampak Leng It-hong mendongakkan kepalanya tertawa tergelak, menggunakan kesempatan itu Suto Siau sekalian saling mengedipkan mata memberi tanda, menanti Leng It-hong menghentikan tertawanya, Suto Siau sekalian pun ikut duduk dengan rapi.
Dengan pandangan dingin Leng It-hong menyapu sekejap wajah Suto Siau sekalian, tiba-tiba dia bertanya:
"Kalian berencana hendak mengulur waktu sampai kapan sebelum kita bisa bicara serius?"
"Siaute semua tidak tahu urusan serius apa yang hendak Leng-heng bicarakan, mana mungkin sengaja mengulur waktu?"
sahut Suto Siau cepat.
"Betul-betul tidak tahu?" tanya Leng It-hong sambil menyeringai seram.
"Siaute mana berani berbohong...."
Sekali lagi Leng It-hong mendongakkan kepalanya tertawa keras.
"Aku Leng It-hong sudah puluhan tahun hidup malang melintang dalam dunia persilatan, pertempuran macam apapun pernah kujumpai, tidak disangka pada hari ini masih ada orang memandangku sebagai orang goblok!"
Suto Siau tidak sanggup menahan diri, paras mukanya berubah hebat, tegurnya:
"Apakah saudara Leng tidak merasa kalau perkataanmu sedikit kelewatan" Selama ini siaute selalu menaruh hormat kepadamu, kenapa saudara Leng malah berkata begitu!"
Leng It-hong seketika menghentikan gelak tertawanya, sambil menggebrak meja teriaknya:


Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau tidak berkata begitu, apa lagi yang mesti kulakukan"
Dalam gudang penyimpanan di benteng Han hong po tersimpan berjuta tahil emas murni, bukankah kalian yang telah merampoknya?"
"Emas apa?" Suto Siau berlagak bingung, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, lanjutnya, "saudara Hek, saudara Pek, Seng Toa nio, apakah kalian pernah melihat uang emas milik saudara Leng?"
Hek Seng-thian, Pek Seng-bu serta Seng Toa-nio serentak menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya hampir
berbareng: "Uang emas apa?"
Walaupun mereka pun berusaha meniru lagak Suto Siau, sayang kelicikan mereka tidak setara dengan Suto Siau, bukan saja mereka tidak bisa meniru secara benar bahkan kelihatan sangat menggelikan.
Perlahan-lahan Leng It-hong berkata:
"Ada segerombol bajingan yang punya mata tidak berbiji, menggunakan kesempatan di saat aku tidak ada di benteng ternyata telah merampok berjuta tahil emas murni dari gudangku, aku sangka itu perbuatan kalian semua...."
"Saudara Leng tentu salah paham" sela Suto Siau cepat sambil tertawa paksa.
Leng It-hong sengaja berkerut kening, katanya:
"Tapi kalau bukan perbuatan kalian, siapa pula yang melakukan" Jangan-jangan perbuatan dari kawanan bajingan cecunguk yang tidak tahu malu?"
Seng Cun-hau yang selama ini hanya duduk termenung tiba-tiba melompat bangun, teriaknya:
"Tak usah mengumpat lagi, aku Seng Cun-hau yang telah mengambil uang emasmu itu!"
Berubah paras muka Seng Toa-nio, teriaknya:
"Hau-ji, kau.... kau sudah edan?"
Kembali Leng It-hong tertawa keras, ujarnya:
"Bagaimana pun Seng Cun-hau berani berbuat berani bertanggung jawab, tapi pengakuanmu apa tidak kelewat bodoh"
Sudah jelas ada otak lain yang menjadi motornya, kenapa tanggung jawab mesti dilimpahkan ke pundakmu sendiri"
"Semua perbuatan itu kulakukan seorang diri, tentu saja aku seorang yang akan bertanggung jawab" jawab Seng Cun-hau dengan suara dalam.
"Benar hanya kau seorang?" Leng It-hong mulai menarik wajahnya.
"Benar!"
"Kalau begitu lohu patut memberi pelajaran kepadamu!" seru Leng It-hong sambil bangkit berdiri, perlahan-lahan dia merentangkan telapak tangannya yang kurus kering bagai bambu.
Telapak tangannya yang memang berwarna hitam, tiba-tiba memancarkan selapis hawa hitam yang nyaris tidak terpandang dengan mata telanjang.
Dalam sekilas pandang semua orang sudah tahu kalau telapak tangannya telah terlatih dengan semacam ilmu beracun yang sangat menakutkan, meski Seng Cun-hau tidak gentar menghadapinya, namun Seng Toa-nio dengan wajah berubah segera berteriak:
"Tunggu sebentar!"
"Kenapa?" jengek Leng It-hong sambil melirik, "jangan-jangan kaupun ikut mengambil bagian?"
Seng Toa-nio tidak menanggapi pertanyaan itu, sebaliknya malah berteriak keras:
"Suto Siau, Hek Seng-thian, Pek Seng-bu, kalian sudah melihat putraku tampil mengakui perbuatan itu, masa kalian semua masih bisa duduk dengan begitu santainya?"
Benar saja, Suto Siau sekalian tidak bisa duduk lagi dengan tenang, satu per satu mereka berseru sambil tertawa:
"Seng Toa-nio, buat apa kau mesti cemas, cepat atau lambat akhirnya toh kami akan mengatakannya kepada saudara Leng"
"Hahahaha.... ternyata kalian semua pun tidak malu disebut lelaki sejati!" Leng It-hong tertawa tergelak.
Jelas maksud dari perkataan itu adalah mengumpat mereka sebagai bukan lelaki sejati.
"Tanpa seijin Leng-heng, kami telah mengangkut semua uang emas milikmu, ini disebabkan kami pun tahu, asal dapat memberikan alasan yang tepat, niscaya saudara Leng pun akan menyetujuinya" ujar Suto Siau kemudian.
Bicara sampai disitu, dia melirik Hek Seng-thian sekejap.
Dengan cepat Hek Seng-thian melanjutkan:
"Kami berpendapat, pada akhirnya Leng-heng pun pasti akan menyetujui langkah yang kami ambil, jadi diambil duluan pun tidak menjadi masalah!"
"Maka kami pun mengangkut dulu semua uang emas itu" Pek Seng-bu menambahkan.
Leng It-hong kembali mendongakkan kepala-nya tertawa tergelak:
"Hahahaha.... menggelikan, sungguh menggelikan, tidak disangka ternyata kalian bertiga jauh lebih memahami jalan pikiran lohu ketimbang diriku sendiri!"
Setelah berhenti tertawa, hardiknya:
"Apa alasannya" Cepat katakan!"
Sesudah berbatuk beberapa saat, kata Suto Siau:
"Selama puluhan tahun, walaupun berulang kali Perguruan
Tay "ki bun menuntut balas terhadap kita lima keluarga besar, namun setiap kali selalu mundur dengan menderita kekalahan besar, tahukah Leng-heng apa sebabnya?"
"Karena kepandaian silat yang kita miliki jauh lebih tangguh ketimbang mereka, hingga setiap kali berhasil mengalahkan mereka"
"Kelihatannya saudara Leng sedang bergurau" ucap Suto Siau sambil tertawa dingin, "padahal kita semua tahu kalau ilmu silat yang dimiliki kita lima keluarga besar sesungguhnya masih ketinggalan bila dibandingkan dengan kungfu Perguruan Tay ki bun"
"Perkataanmu memang tidak salah, khususnya karena dari lima keluarga besar terlalu banyak manusia pengecut yang takut mati, bagaimana mungkin bisa dibandingkan dengan keperkasaan serta keberanian lawan!"
Suto Siau berlagak seolah tidak mendengar, ujarnya lebih lanjut:
"Sebetulnya siaute sendiripun tidak jelas apa sebabnya pihak yang lemah bisa mengalahkan pihak yang kuat, sampai kemunculan Perguruan Tay ki bun untuk kesekian kalinya, sesuai pesan terakhir ayahku, siaute pun membuka sepucuk surat wasiatnya, setelah siaute baca isinya baru ketahuan sebab musabab yang sesungguhnya.... bicara sampai disini, tentunya saudara Leng keheranan bukan, kenapa dalam persekutuan lima rejeki hanya keluarga Suto yang mengetahui sebab musababnya sementara orang lain tidak tahu...."
"Benar, lohu memang sedang keheranan"
"Meskipun sekarang persekutuan lima keluarga dikomandani saudara Leng, tapi dimasa lampau mendiang ayahkulah yang menjadi bengcu dan persekutuan lima rejeki"
"Perkataanmu kelewat sungkan, dalam perbagai hal kalian selalu mengelabuhi aku Leng It-hong, dengan cara mengelabuhi inikah kalian mengangkat aku sebagai ketuamu?"
Kembali Suto Siau berlagak seolah tidak mendengar, terusnya:
"Dulu, kebanyakan mendiang ayahku seorang yang
merencanakan siasat untuk memukul mundur serangan musuh, karena itu ayahku lah yang meninggalkan surat wasiat itu, sementara mendiang ayahku berpesan, surat wasiat itu baru boleh dibuka jika pihak Perguruan Tay ki bun melancarkan serangan kembali, karena isi surat itu adalah cara untuk menanggulanginya"
Hek Seng-thian menghela napas panjang, katanya pula:
"Cara kerja Suto cianpwee memang selalu cermat dan berhati hati, suatu ketelitian yang jarang bisa dilampaui orang lain.
Karena dia orang tua kuatir rahasia dibalik kesemuanya ini ketahuan orang, maka hanya dia seoranglah yang bertanggung jawab meninggalkan surat wasiat itu, bahkan menentukan kalau surat tersebut baru boleh dibuka jika pihak Perguruan Tay ki bun menyerang lagi dimasa mendatang. Semua tindakan ini dilakukan agar rahasia ini tidak sampai terbongkar dan ketahuan orang luar"
Dia kuatir Leng It-hong tidak memahami kebaikan dari tindakan tersebut, maka penjelasan itu diutarakan diiringi helaan napas panjang.
Siapa tahu Leng It-hong segera tertawa, katanya:
"Kenapa rencana kita untuk memukul mundur serangan musuh harus dijaga kerahasiaannya, apakah semua rencana tersebut merupakan siasat yang malu ketahuan orang?"
Ternyata jawaban dari Suto Siau sangat tepat, terdengar dia menghela napas panjang seraya berkata:
"Saudara Leng, terus terang saja rencana besar yang dipersiapkan mendiang leluhur persekutuan lima keluarga untuk memukul mundur musuh memang sedikit memalukan"
Dengan menyinggung soal "mendiang leluhur persekutuan lima keluarga besar", secara otomatis dia telah menyertakan leluhur Leng It-hong didalam hal tersebut, tentu saja Leng It-hong tidak bisa marah karena soal 'memalukan' memang dia sendiri yang kemukakan.
Diam-diam Thiat Tiong-tong tertawa geli, tapi pikirannya juga dengan perasaan keheranan:
"Ternyata berulang kali lima keluarga besar berhasil mengungguli Perguruan Tay ki bun bukan dikarenakan kungfu mereka yang lebih hebat, tapi rencana busuk apa yang telah mereka persiapkan?"
Tanpa terasa diapun pasang telinga dan mendengarkan dengan lebih seksama.
Terdengar Suto Siau berkata:
"Ternyata sejak dulu, setiap kali menghadapi penyerbuan dari Perguruan Tay ki bun, pihak persekutuan lima keluarga besar selalu memohon bantuan orang lain. Kalau kita analisa kembali, pihak Perguruan Tay ki bun selalu memandang serius masalah balas dendam, mereka selalu menyerang tanpa memperdulikan
keselamatan sendiri, ditambah lagi orang orang Perguruan Tay ki bun hampir semuanya pemberani, perkasa dan rata-rata berkungfu tinggi, sebaliknya kita lima keluarga besar jarang bergaul diwaktu biasa, belum tentu ada jago persilatan yang sudi membantu pihak kita dengan mengambil resiko bermusuhan melawan Perguruan Tay ki bun.
"Untungnya kejadian dikolong langit tidak selalu berlangsung secara wajar, dalam dunia persilatan justru terdapat sebuah partai besar yang khusus membantu lima keluarga kita untuk memusuhi Perguruan Tay ki bun, anggota perguruan ini bukan saja misterius sepak terjangnya, selain berkungfu hebat sikap mereka turun temurun pun selalu tidak berubah. Asal Perguruan Tay ki bun datang mencari balas terhadap persekutuan lima keluarga, dan kita mengirim orang untuk minta bantuan, mereka tidak pernah menampik permintaan kita, yang lebih hebat lagi adalah anggota perguruan tersebut tidak pernah mencari nama, kedudukan maupun jasa, anggota perguruan mereka yang dikirim tidak segan menurunkan derajat sendiri dengan bergabung dalam anak buah kita semua.
"Selama puluhan tahun, setiap kali Perguruan Tay ki bun datang menuntut balas maka anggota perguruan itulah yang menggembur mundur serbuan itu, jangankan dunia persilatan tahu rahasia ini, bahkan pihak Perguruan Tay ki bun sendiripun selalu menyangka jago-jago lima keluarga besar yang telah berhasil memukul mundur mereka, akibatnya mereka menilai kelewat tinggi atas kemampuan dari lima keluarga besar. Itulah sebabnya ketika mereka datang menyerbu lagi kali ini, begitu melihat lima keluarga besar menyambut serbuan mereka dengan sepenuh tenaga, mereka langsung kabur terbirit-birit!"
Berbicara sampai disitu Suto Siau baru menghentikan kata-katanya sambil menarik napas panjang.
"Kalau begitu jika pihak Perguruan Tay ki bun tidak menarik diri waktu itu maka pertempuran berdarah yang berlangsung akan berakibat kita lima keluarga besar punah seratus persen?"
tanya Leng It-hong.
"Aaaai, meski memalukan, memang begitulah dalam
kenyataan" ucap Suto Siau.
Kemudian setelah menghela napas panjang, terusnya:
"Bukan cuma begitu, bahkan nama serta posisi kita lima keluarga besar dalam dunia persilatan pun sebagian besar diperoleh karena jasa serta perjuangan anggota perguruan itu,
inilah alasannya kenapa mendiang leluhur kita selalu merahasiakan kejadian ini, meski anak kandung sendiripun kalau bukan terdesak, tidak mungkin mereka membocorkan rahasia itu. Sebaliknya orang-orang dari perguruan itupun selalu datang tanpa suara, pergi pun tanpa bicara, belum pernah mereka membicarakan masalah ini kepada siapa pun"
Tiba-tiba Hek Seng-thian ikut bicara:
"Meskipun kejadian ini memang cukup memalukan, tapi meski memalukan pun kita tetap harus melakukannya, bukan begitu saudara Leng?"
Leng It-hong hanya mendengus dingin sebagai jawaban.
Kembali Suto Siau berkata:
"Dalam surat wasiat itu, mendiang ayahku telah menjelaskan secara terperinci bagaimana caranya melakukan hubungan kontak dengan perguruan itu, beliau minta siaute berkunjung ke sana. Tapi perguruan ini meski tidak mencari nama dan kedudukan, mereka sangat menyukai barang-barang berharga.
Jika menginginkan bantuan mereka, kita mesti persembahkan berjuta tahil emas sebagai upetinya"
"Oleh sebab itu kaupun merampok uang emasku untuk dipersembahkan kepada mereka" sela Leng It-hong.
Suto Siau menghela napas panjang.
"Demi keselamatan anggota keluarga kita semua, mau tidak mau terpaksa siaute harus berbuat demikian, kalau bukan keadaan mendesak tidak nanti akan kulakukan hal semacam ini, jadi tolong Leng-heng sudi memakluminya, apalagi...."
Setelah tertawa getir, lanjutnya:
"Apalagi waktu itu Leng-heng tidak berada dalam benteng, sekalipun siaute ingin menjelaskan dulu duduknya persoalan, apa mau dibilang kalau tidak ketahuan dimana kau berada"
"Yaa, waktu itu keadaan mendesak dan tidak bisa ditunda lagi" sambung Hek Seng-thian pula, "terpaksa kamipun memutuskan untuk bertindak dulu baru bicara belakangan, apalagi kamipun sadar kalau Leng-heng tidak bakalan pelit dalam hal semacam ini"
"Hmmm hmmm.... jadi kalian anggap aku Leng It-hong adalah seorang dermawan yang baik hati" Padahal akupun sama seperti kalian, paling sayang dengan uang emas milik sendiri!"
"Saudara Leng sedang bergurau...."
Leng It-hong segera menarik wajahnya, dengan suara berat katanya lagi:
"Aku ingin bertanya kepadamu, kalau memang waktu itu keadaan sangat mendesak, kenapa kalian tidak menggunakan harta sendiri sebagai upeti, kenapa malah merampok uang milikku?"
"Soal ini.... soal ini...." Hek Seng-thian tertegun dan gelagapan.
"Ini dikarenakan siaute sekalian benar-benar tidak memiliki uang emas yang bisa dipersembahkan"
"Hahahaha.... menggelikan, sungguh menggelikan, kalau dibilang benteng keluarga Seng tidak memiliki sisa harta, lohu mah masih percaya sebab Cun-hau memang sangat dermawan sehingga banyak hartanya disumbangkan kepada orang lain, sekalipun usaha yang dimiliki Seng Toa-nio lebih besarpun, hartanya tetap sudah berkurang banyak, tapi...."
Setelah tertawa dingin berulang kali, lanjutnya:
"Tapi kalau dibilang peternakan Lok-jit dan perusahaan ekspedisi Thian-bu piaukiok ikut jatuh miskin.... hehehehe....
sungguh bikin orang tidak percaya!"
Suto Siau kembali tertawa getir.
"Biarpun sekilas pandang usaha kami nampak makmur, padahal...."
"Sudah, tidak usah banyak bicara lagi" bentak Leng It-hong keras, "lohu paling benci melihat orang berlagak sok kere"
"Bila Leng-heng bisa memaklumi, hal ini lebih bagus lagi" kata Suto Siau dengan wajah tidak berubah.
"Aku ingin bertanya lagi kepadamu, kalau memang alasan perbuatan kalian begitu masuk diakal dan bisa dipertanggung jawabkan, kenapa setelah kejadian kalian tidak pernah menyinggung dihadapanku bahkan secara licik dan munafik berusaha berkelit" Hmmm, hmmm, kalau bukan gara-gara Cun-hau tidak bisa menahan diri, sampai sekarang pun belum tentu kalian mau mengakuinya!"
"Soal ini.... soal ini...." Suto Siau jadi gelagapan, walaupun licik dan banyak akal, dia dibikin tergagap juga oleh pertanyaan Leng It-hong itu sehingga untuk sesaat tak sanggup menjawab.
"Hmm, baiklah" ujar Leng It-hong lebih jauh, "jikalau kau tidak sanggup menjawab, biar lohu yang membantumu menjawab!
"Pertama, perguruan misterius yang kau maksudkan tidak lain adalah si Peluru angin Hong Lo-su dari kelompok Bi lok hu.
"Kedua, sewaktu kalian merampok uang emasku guna minta bantuan kepadanya, dia sama sekali tidak turun tangan sendiri
melainkan hanya mengirim ke dua orang muridnya.
"Ketiga, orang itu bernama So Huan, biasanya suka berdandan seorang siucay muda, orangnya romantis dan jago pemogoran, tapi dia sama sekali tidak pandang sebelah mata pun terhadap kalian semua"
Ketika sekaligus dia dapat menyebut ke tiga hal tersebut, paras muka Suto Siau sekalian kontan berubah hebat.
Sambil bertepuk tangan memuji, seru Suto Siau cepat:
"Tidak kusangka ternyata ketajaman pendengaran Leng-heng sangat mengagumkan, hehehe... hahahaha.... sungguh membuat siaute sekalian merasa sangat kagum"
Sekalipun sedang tertawa keras namun nada suaranya justru amat tidak sedap didengar.
Leng It-hong mendengus dingin, lanjutnya:
"Ketika mengetahui Hong Lo-su tidak datang sendiri, sebenarnya perasaan kalian sangat kecewa, tapi setelah melihat So Huan memamerkan kemampuannya dan ternyata memang cukup tangguh, perasaan kalian pun kembali diliputi rasa girang, dalam perkiraan kalian, cukup mengandalkan So Huan seorang pun sudah lebih dari cukup untuk menghajar Perguruan Tay ki bun habis-habisan.
"siapa tahu belum sampai So Huan bertarung melawan para jago dari Perguruan Tay ki bun, dia sudah keok duluan ditangan seorang gadis tidak ternama dari sebuah dusun pandai besi, bahkan menderita kekalahan yang parah.
"Maka kalian pun kembali gugup, tapi saat itulah So Huan bertepuk dada dengan berjanji, apa pun caranya dia akan mengundang kehadiran gurunya, Hong Lo-su.
"Ternyata janjinya bukan hanya janji kosong, Hong Lo-su betul-betul sudah munculkan diri.
"Waktu itu, entah apa sebabnya lelaki berkaki telanjang dari Perguruan Tay ki bun ternyata sudah datang ke daratan Tionggoan, dengan tampang serta perawakan tubuhnya yang istimewa, tentu saja kemunculannya menarik perhatian orang banyak, jejaknya segera ketahuan para piausu dari perusahaan Thian-bu piaukiok, ketika mendapat kabar itu dan sewaktu kalian sedang berunding bagaimana cara menanggulanginya, ternyata Hong Lo-su ikut mendengar berita itu, maka diapun turun tangan sendiri untuk membekuknya, yang lebih hebat lagi ternyata dia dengan menggunakan ilmu pembetot sukma Si-hun thay hoat berhasil melenyapkan kesadarannya, seorang lelaki
gagah berani pun berubah jadi seorang budak dan tanpa syarat tunduk dibawah perintah Hong Lo-su!
"Kejadian inipun membuat kalian takluk seratus persen atas pekerkasaan Hong Lo-su.
"Ketika So Huan hendak naik gunung untuk minta bantuan gurunya, secara tidak disengaja kalian berhasil membekuk Sui Leng-kong, kalian pun berencana hendak menggunakan Sui Lengkong sebagai sandera untuk memaksa Thiat Tiong-tong tunduk pada perintah kalian.
"Tatkala Thiat Tiong-tong hampir saja tunduk pada ancaman, siapa tahu muncul seorang manusia aneh yang berilmu tinggi, bukan saja dia berhasil mengusir kalian semua, malah berhasil pula merebut Sui Leng-kong.
"Maka kalian pun melaporkan kejadian ini kepada Hong Lo-su, tampaknya Hong Lo-su tahu dengan jelas asal-usul manusia aneh itu tapi belum pernah mengungkitnya dihadapan kalian.
"Rupanya hal ini dikarenakan dia punya maksud tujuan tertentu terhadap manusia aneh itu, kelihatannya saja dia sedang bekerja untuk kalian, padahal dia sedang berusaha untuk diri sendiri. Sungguh mengenaskan, ternyata tidak seorangpun di antara kalian yang tahu ke mana perginya manusia aneh itu.
"Tidak disangka pada saat yang bersamaan Kiu cu Kui bo kakak beradik sedang menyebar undangan atas nama manusia aneh itu, kalian pun kebetulan memperoleh undangan tersebut.
"Dalam girangnya Hong Lo-su pun mengajak kalian menyerbu ke sana, kalian sangka dengan mengandalkan kungfu yang dimiliki Hong Lo-su, segala sesuatunya akan berjalan dengan lancar.
"Siapa tahu diluar langit masih ada langit, biarpun kungfu yang dimiliki Hong Lo-su sangat hebat, ternyata masih ada orang lain yang memiliki kungfu jauh lebih hebat dari kemampuannya.
"Ditempat itulah kalian benar-benar terbuka matanya, selain bertemu dengan permaisurinya Kaisar malam, kalian pun telah bertemu dengan putra kaisar malam serta si sambaran petir Coh Sam-nio sekalian, tokoh-tokoh silat yang dihari biasa jarang bisa dijumpai.
"Khususnya kawanan gadis suci berbaju hitam yang mengaku sebagai utusan langit, sepak terjang mereka membuat kalian makin tercengang, apalagi setelah melihat manusia macam Coh Sam-nio dan Hong Lo-su pun tidak berani mencari gara-gara dengan mereka, akibatnya kalian pun tidak bisa berbuat banyak
ketika melihat orang-orang itu menolong Thiat Tiong-tong.
"Kemajuan ilmu silat Thiat Tiong-tong yang begitu pesat pun tidak pernah kalian mimpikan sebelumnya, kalau dulu dia hanya prajurit yang pernah keok ditangan kalian maka hari itu kalian berlima lah yang dihajar hingga amat mengenaskan.
"Hasil pertarungan di bukit Lau-san adalah Coh Sam-nio dan Hong Lo-su kabur ketakutan, So Huan mampus ditempat itu sementara Kiu cu Kui bo kakak beradik beserta anak buahnya diboyong pulang semua ke pulau Siang cun-to oleh rombongan wanita suci itu.
"Keadaan kalian pun tentu saja amat mengenaskan, tapi melihat Thiat Tiong-tong sekalian masih berada diatas bukit, kalian pun enggan melepaskannya dengan begitu saja, maka diputuskan untuk menunggu dibawah bukit.
"Sehari kemudian ternyata Hong Lo-su muncul lagi di bukit Lau-san, tampaknya kedatangannya kali ini disertai bala bantuan yang tangguh, maka diapun berkoar-koar menantang bertarung.
"Siapa tahu ratu dari kaisar malam, putra kaisar malam beserta Thiat Tiong-tong dan Sui Leng-kong sekalian telah bersembunyi didalam ruang rahasia, umpatan Hong Lo-su nyaris tidak terdengar mereka.
"Ketika gagal menemukan jejak orang-orang itu, kalian pun segera melepaskan api dan membakar istana itu hingga rata dengan tanah, sementara harta kekayaannya kalian rampok habis habisan.
"Dalam kejadian ini kalian berhasil mengelabuhi Hong Lo-su, kalian pun tidak ingin ada orang lain yang tahu akan rahasia ini, sebab makin banyak yang tahu berarti harta rampokan itu harus dibagikan lebih banyak.
"Begitu juga ketika kalian merampok uang emas milikku, kalian sangka karena punya alasan yang cukup kuat maka lohu pasti tidak bisa banyak membantah.
"Tapi setelah memperoleh hasil rampokan yang terakhir, kalian pun segera berubah pikiran, kalian berencana mengembalikan uang milikku seandainya lohu tahu akan keadian ini.
"Maka dengan segala tipu daya kalian pun berusaha mengelabuhi lohu, siapa tahu justru lohu telah berhasil menyelidiki kejadian ini dengan sejelas jelasnya"
Bicara sampai disitu diapun mendongakkan kepalanya tertawa seram, jengeknya:
"Suto Siau, Hek Seng-thian, apakah perkataanku ada yang salah?"
Sementara itu Suto Siau sekalian sudah berdiri dengan wajah hijau membesi, penjelasan itu membuat mereka semakin terkesiap, untuk sesaat mereka hanya bisa berdiri tertegun dengan mata terbelalak dan mulut melongo, wajahnya semakin memucat bagai mayat.
Siapa pun tidak menyangka kalau Leng It-hong dapat membongkar semua rahasia besar mereka sedemikian jelasnya, bahkan seolah-olah dia ikut hadir didalam semua peristiwa ini.
Satu kejadian yang mimpi pun tidak pernah mereka duga.
Begitu pula dengan Thiat Tiong-tong yang bersembunyi diluar ruang perahu, tubuhnya nyaris terjatuh dari tempat persembunyian.
Penuturan dari Suto Siau membuatnya tercengang, dia tidak menyangka kalau kekalahan yang diderita Perguruan Tay ki bun selama puluhan tahun terakhir bukan dikarenakan kungfu mereka kalah dibandingkan persekutuan lima keluarga, sebaliknya mereka justru kalah ditangan perguruan yang dipimpin Hong Lo-su.
Rahasia besar ini betul-betul telah menipu Perguruan Tay ki bun selama banyak tahun, menipunya habis habisan.
Walaupun Thiat Tiong-tong merasa sedih bercampur gusar, anehnya ternyata diapun merasa girang, sebab dia tidak mengira kalau rahasia yang begitu besar dapat terdengar olehnya tanpa sengaja.
Sekali pun sebagian besar dari penuturan Leng It-hong itu melibatkan pula dirinya, dimana dia bahkan langsung berada ditempat kejadian, namun liku-liku dibalik semua peristiwa itu sama sekali tidak terduga olehnya.
Khususnya mengenai tertangkapnya lelaki berkaki telanjang, kepergian Kiu cu Kui bo sekalian, sebab musabab kenapa Hong Lo-su memusuhi Perguruan Tay ki bun serta siapa yang telah membakar serta merampok istana di bukit Lau-san....
Padahal semua rahasia itu merupakan rahasia yang wajib diketahui olehnya walau dengan mengorbankan nyawanya sekalipun, tidak disangka saat ini Leng It-hong telah menjelaskan semua kepadanya, tanpa bayaran bahkan tanpa pengorbanan apa pun.
Inilah yang disebut: dicari sampai sepatu jebol pun tidak ketemu, tanpa membuang tenaga segalanya langsung ditemukan.
Dia harus berterima kasih kepada Leng It-hong, khususnya terhadap Sim Sin-pek.
Dia sudah menduga, semua rahasia besar ini pasti diketahui Leng It-hong dari pengakuan Sim Sin-pek, dan hanya manusia macam Sim Sin-pek saja yang mengetahui begitu banyak rahasia dari Suto Siau sekalian.
Kini tinggal satu masalah yang belum diketahui Thiat Tiong-tong, siapakah pembantu yang diundang Hong Lo-su secara diam-diam" Tapi satu hal dia tahu pasti, kungfu yang dimiliki orang itu pasti luar biasa hebatnya.
"Da.... darimana kau.... kau bisa tahu semua kejadian ini?"
tanya Hek Seng-thian dengan nada gemetar.
"Hmmm... hmmm.... kalau tidak ingin orang lain tahu, janganlah kau lakukan!" sahut Leng It-hong sambil tertawa dingin.
"Tapi.... tapi.... dalam peristiwa ini...."
"Hek-heng tidak perlu banyak bertanya lagi" tukas Suto Siau tiba-tiba dengan suara dalam, "masa kau masih belum bisa menduga, siapa yang telah membocorkan semua rahasia ini kepada Leng-heng?"
"Siapa orang itu?" berubah paras muka Hek Seng-thian.
"Hmm, kecuali murid kesayanganmu itu, ada siapa lagi!"
"Ternyata bajingan itu...." teriak Hek Seng-thian gusar, dia melirik Leng It-hong sekejap, tiba-tiba tambahnya sambil tertawa terkekeh, "Sin-pek, dia memang anak pintar, penjelasan yang bagus sekali, sebetulnya siaute sekalian memang sedang kebingungan bagaimana caranya menjelaskan peristiwa ini kepada Leng-heng, ternyata bocah itu mengerti kesulitan gurunya dengan membeberkan dulu masalahnya kepada saudara Leng, hahahah.... bagus, bagus sekali...."
Kalau Suto Siau termashur karena kelicikan hatinya, maka kecepatan Hek Seng-thian berubah sikap jauh diluar dugaan siapa pun.
Leng It-hong kembali mendongakkan kepalanya tertawa keras.
"Hek Seng-thian!" jengeknya, "kejadian sudah berkembang jadi begini, buat apa kau mesti menipu orang membohongi diri sendiri, memangnya kau sangka aku Leng It-hong hanya seorang bocah usia tiga tahun yang bisa dibohongi secara mudah?"
Lantaran malu Hek Seng-thian jadi naik pitam, sambil menggebrak meja teriaknya:
"Leng-heng, kau sangka aku Hek Seng-thian betul-betul takut
kepadamu" Hmm, kalau bukan lantaran mengingkat kita pernah punya hubungan dimasa lalu, kau kira aku mau mengalah terus"
"Kalau tidak mengalah lantas kenapa?" ejek Leng It-hong tanpa berubah muka.
Perlahan-lahan Suto Siau berkata pula:
"Perkataan saudara Hek ada benarnya juga, kalau tidak....
hahahaha.... masa sepuluh pasang kepalan tangan takut dengan sepasang tanganmu!"
"Hahahaha.... sepuluh pasang kepalan tangan...." Leng It-hong tertawa seram.
Kebetulan waktu itu ada seorang lelaki berbaju hitam berjalan lewat di samping Leng It-hong sambil membawa sepoci arak, tiba-tiba Leng It-hong menepuk bahu lelaki itu perlahan, sapanya sambil tertawa:
"Apa kabar" Baik-baik kau?"
"Baik...." jawab lelaki itu tertegun dan kebingungan.
Baru selesai dia menjawab, tiba-tiba sekujur tubuhnya gemetar keras, "Braaaak!" poci arak yang berada dalam genggamannya terlepas dari genggaman dan hancur berantakan dilantai.
Lelaki itu adalah seorang piausu dari perusahaan ekspedisi Thian bu piaukiok, ketika Hek Seng-thian menyaksikan anak buahnya gugup, dengan cepat dia melompat bangun sambil membentak gusar:
"Budak yang pingin mampus, cepat dibersihkan lalu...."
Perlahan-lahan lelaki itu membalikkan tubuhnya, dibawah sinar lentera tampak paras mukanya telah berubah jadi merah kehitam hitaman, alis matanya berkutat jadi satu, tampang wajahnya kelihatan amat mengerikan.
"Ke.... kenapa kau?" tanya Hek Seng-thian terperanjat.
Peluh sebesar kacang kedele jatuh bercucuran membasahi wajah lelaki itu, dia hanya sanggup mengucapkan sepatah kata.
Sambil menuding ke arah Leng It-hong, teriaknya parau:
"Dia...."
Tiba-tiba tubuhnya roboh terjungkal ke tanah, perawakan rubuhnya yang tinggi besar kini sudah melingkar satu satu.
Semua orang baru tahu, ternyata lelaki itu sudah terkena racun jahat yang ada ditelapak tangan Leng It-hong.
Padahal barusan Leng It-hong hanya menepuk perlahan bahu orang itu, tidak disangka dalam waktu singkat seorang lelaki tinggi besar yang begitu gagah perkasa telah merenggang nyawa
gara-gara keracunan, kekejamannya serta keganasan racun itu betul-betul menggidikkan hati semua orang.
Seketika itu juga Hek Seng-thian terduduk kembali ke bangkunya, tentu saja dia tidak berani mengumbar hawa amarahnya lagi.
Tidak menunggu Leng It-hong bicara, Pek Seng-bu segera berbicara duluan, katanya:
"Kalau memang peristiwa ini tidak bisa mengelabuhi saudara Leng lagi, lebih baik kita rundingkan secara terbuka"
Dia sama sekali tidak menyinggung kembali masalah yang baru lewat, bagaimana dia bentrok dengan Hek Seng-thian, mengancam Suto Siau maupun melukai seorang anak buah mereka....
seolah-olah tidak pernah terjadi peristiwa semacam itu disana, bahkan permintaan kali ini disampaikan secara jujur.
Thiat Tiong-tong yang meyaksikan kejadian ini kembali menghela napas, pikirnya:
"Walaupun kungfu yang dimiliki orang-orang itu tidak terlalu menakutkan, tapi kebusukan serta kelicikan mereka sangat mengerikan, jauh lebih menakutkan ketimbang ilmu silat macam apa pun"
Sementara itu terdengar Leng It-hong berkata:
"Memang seharusnya sedari tadi persoalan ini dibicarakan secara terbuka, apakah kalian tidak merasa sudah terlambat untuk mengucapkan perkataan semacam itu sekarang?"
Pek Seng-bu berlagak seolah sama sekali tidak mendengar ejekan itu, ujarnya lebih jauh:
"Kami memang sepantasnya mengembalikan uang sejumlah jutaan tahil emas itu kepada Leng-heng, tapi kamipun berharap Leng-heng mau mementingkan masalah secara keseluruhan untuk tidak menaruh curiga serta prasangka jelek terhadap kami semua. Kita mesti bersatu padu bersama Hong locianpwee dalam usaha menumpas Perguruan Tay ki bun...."
Mula-mula dia berusaha menggerakkan perhatian Leng It-hong dengan menawarkan pengembalian uang emas miliknya, kemudian baru membangkitkan semangat kesatuannya dengan menyinggung masalah Perguruan Tay ki bun, boleh dibilang cara diplomasi yang dilakukan orang ini sangat lihay.
Siapa tahu Leng It-hong segera tertawa dingin, katanya:
"Uang emas sejumlah jutaan tahil hanya berupa benda keduniawian, sekalipun tidak diperoleh kembali, bagi lohu juga
bukan masalah, tapi kalau suruh aku bekerja sama dengan Hong Lo-su, hal ini tidak mungkin bisa terjadi!"
"Apakah saudara Leng memandang enteng kemampuan
silatnya?" tanya Pek Seng-bu agak tertegun.
"Ilmu silat yang dimiliki Hong Lo-su sangat tangguh, nama besarnya pun termasuk dalam deretan sepuluh tokoh silat paling tangguh dikolong langit, bagaimana mungkin Leng It-hong berani pandang enteng kemampuannya?"
"Bila pihak kita mendapat bantuan dari Hong locianpwee, niscaya kemampuannya akan berlipat ganda, boleh tahai apa alasan saudara Leng sehingga enggan bekerja sama dengannya?"
"Walaupun dalam sekilas pandangan pertikaian antara Perguruan Tay ki bun dengan persekutuan lima keluarga hanya merupakan sebuah kasus sederhana, padahal keruwetan yang ada dibalik kesemuanya ini jauh dari dugaan dan sangkaan kita semua!"
"Kalau didengar dari perkataan Leng-heng, jangan-jangan dalam kasus pertikaian ini selain melibatkan Hong locianpwee, juga melibatkan jago jago silat lainnya?" tanya Pek Seng-bu keheranan.
"Bukan hanya melibatkan jago lain bahkan mereka yang terlibat dalam persoalan ini merupakan tokoh-tokoh silat maha sakti yang sudah lama hidup mengasingkan diri dari urusan dunia persilatan"
Walaupun hanya beberapa patah perkataan yang sederhana namun sudah cukup membuat jantung Thiat Tiong-tong seakan hendak melompat keluar dari rongga dadanya.
Pek Seng-bu sekalian pun kelihatan ikut tertegun sehabis mendengar ucapan itu, wajah mereka berubah hebat.
Sambil tertawa Suto Siau segera berkata:
"Ternyata dibalik kasus ini masih tersimpan rahasia lain, sampai siaute sendiripun tidak tahu akan hal ini, tapi bagaimana mungkin saudara Leng bisa mengetahuinya?"
"Hmm, masih banyak persoalan yang tidak kau ketahui!"
"Siaute sekalian akan pasang telinga baik-baik untuk mendengarkan penjelasan dari Leng-heng" buru-buru Pek Seng-bu menyambut. Cepat dia mengambil poci arak dan memenuhi sebuah cawan untuk Leng It-hong.
Tanpa sungkan Leng It-hong meneguk habis isi cawan itu, kemudian baru ujarnya:
"Suto cianpwee bisa menyiapkan surat wasiat yang ditujukan
kepada Suto Siau, begitu juga dengan mendiang ayahku, beliau pun meninggalkan sepucuk surat wasiat untukku!"
"Apa isi surat wasiat itu?" seru Suto Siau dengan wajah berubah.
Leng It-hong sama sekali tidak menengok sekejapun ke arahnya, ia berkata lebih jauh:
"Walaupun surat wasiat yang dimiliki Suto Siau berisi hal-hal yang sangat rahasia, tapi rahasia yang diungkap mendiang ayahku jauh lebih banyak lagi...."
Ketika berbicara sampai disini, mendadak paras mukanya yang merah kehitam-hitaman berubah jadi pucat pasi, peluh sebesar kacang pun butir demi butir membasahi jidatnya.
Diam-diam Suto Siau tertawa, tapi diluar dia berlagak seolah kaget, teriaknya:
"Leng-heng, kenapa kau?"
Sekujur tubuh Leng It-hong gemetar keras, tampaknya dia sedang berusaha menahan siksaan dan penderitaan yang luar biasa hingga tidak sempat menjawab pertanyaan itu, dari dalam keranjang bambunya dengan cepat dia mengambil seekor kalajengking kemudian dimasukkan ke mulut dan dikunyahnya hidup-hidup.
Selesai menghabiskan seekor kalajengking, Leng It-hong baru menghembuskan napas lega, paras mukanya pulih kembali seperti sedia kala, selapis hawa hitam pun kembali menyelimuti mimik wajahnya.
Suto Siau sekalian adalah jago-jago kawakan yang banyak pengalaman, dalam sekilas pandang mereka sudah tahu kalau Leng It-hong telah mempertaruhkan keselamatan jiwanya demi mempelajari ilmu sesat itu, jelas dia ingin cepat lihay sehingga menempuh segala resiko.
Walaupun pada akhirnya dia berhasil mempelajari ilmu sesat itu, namun seluruh nadi dan peredaran darahnya telah dipenuhi racun keji, setiap saat dia wajib menelan makhluk-makhluk beracun untuk melawan serangan racun dari tubuhnya, jika tidak menggunakan metode racun melawan racun maka sekujur tubuhnya akan sangat menderita.
Sebaliknya setiap kali dia menelan seekor makhluk beracun maka sifat racun dalam tubuhnya akan satu tingkat lebih mendalam, tenaga pukulannya pun makin beracun, tapi sebagai akibatnya serangan racun ditubuhnya akan bertambah hebat, waktu kambuh pun makin bertambah cepat.
Maka diapun butuh menelan makhluk beracun semakin banyak, begitulah keadaannya, keadaan itu baru terhenti jika dia tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan makhluk beracunnya.
Diam-diam Suto Siau kegirangan, pikirnya:
"Leng It-hong wahai Leng It-hong, walaupun saat ini aku takut menghadapimu, tapi suatu saat nanti akan kusaksikan kau mampus karena pukulan beracunmu sendiri, itu baru senjata makan tuan namanya!"
Dalam pada itu Leng It-hong telah meneguk kembali secawan arak sambil berkata:
"Didalam surat wasiatnya, hal pertama yang diingatkan mendiang ayahku adalah jangan terlalu mengandalkan kekuatan Hong Lo-su, sebab bila kita harus tergantung terus dengan kekuatan mereka, selama hidup jangan harap kita bisa tumpas Perguruan Tay ki bun, bila Perguruan Tay-ki-bun tidak tumpas, anak keturunan kita yang akan hidup menderita. Oleh sebab itu bila ingin mempertahankan kelangsungan hidup anak cucu kita semua, kita harus pergi minta bantuan seorang tokoh sakti lainnya, jangan sekali-kali mencari Hong Lo-su!"
"Kenapa?" mendadak terdengar seseorang bertanya.
"Alasannya terlalu melebar" jawab Leng It-hong, "tapi di antaranya yang paling penting adalah kehadiran Siang cun-to.
Perguruan yang dipimpin Hong Lo-su tidak mungkin berani menghadapi para wanita suci berbaju hitam anak buah Ratu matahari...."
Ketika berbicara sampai disini, tiba-tiba dia menjumpai keanehan yang terlintas diwajah Suto Siau, Hek Seng-thian, Pek Seng-bu serta Seng Toa-nio sekalian.
Ternyata pertanyaan "kenapa" tadi bukan berasal dari mulut ke lima orang itu!
Dalam terkejutnya cepat Leng It-hong membalikkan tubuhnya sambil membentak:
"Siapa?"


Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Arah yang dituju pandangan matanya ternyata tidak lain adalah tempat dimana Thiat Tiong-tong sedang menyembunyikan diri.
BAB 25 Cinta Hanya Menimbulkan Kedukaan
Ketika saat menunjukkan kentongan ke empat, Un Tay-tay yang berada dalam kuil Seng bo bio belum juga menjumpai bayangan tubuh Thiat Tiong-tong, kendatipun dia sudah celingukan kian kemari namun pemuda itu belum juga kelihatan batang hidungnya.
Padahal waktu itu kawanan wanita berbaju hitam itu sudah bersiap-siap melanjutkan perjalanan.
Un Tay-tay merasa sangat gelisah, pikirnya:
"Kalau dilihat dari tampangnya, jelas dia ingin sekali menguntit dibelakangku, kenapa hingga sekarang belum muncul, jangan-jangan.... jangan-jangan sudah terjadi sesuatu?"
Mendadak terlihat seorang wanita suci datang menghampiri dan menegur dengan dingin:
"Kenapa kau celingukan kesana-kemari" Apa yang sedang kau tunggu?"
Un Tay-tay amat terkesiap, buru-buru menyahut dengan tergagap:
"Aku.... aku.... aku telah berhutang dengan seorang gembong iblis, aku kuatir dia datang mengejarku dan menuntut aku membayar hutang"
Sebetulnya perkataan itu hanya disampaikan sekenanya, tapi begitu selesai berkata, bayangan tubuh kakek berjubah ungu itu kembali muncul dalam benaknya, dia seolah-olah masih mendengar suara ancamannya yang begitu keras seperti suara geledek:
"Ke mana pun kau akan pergi, lohu pasti dapat menemukan dirimu lagi...."
Suara itu kedengaran makin lama semakin nyaring, akhirnya Un Tay-tay tidak sanggup menahan diri lagi, sekujur tubuhnya gemetar keras, bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Menanti wanita suci itu berbicara lagi, dia baru dapat mengendalikan perasaan hatinya.
Terdengar perempuan itu berkata:
"Kau sudah mati satu kali, berarti semua hutang piutangmu dalam kehidupan yang lalu sudah tidak perlu dibayar lagi"
"Tapi.... tapi orang itu memiliki kemampuan yang luar biasa, lihay sekali...."
"Betapa pun lihaynya dia, toh mustahil bisa menagih hutang terhadap seseorang yang sudah mati!" jawab perempuan itu dingin.
"Tapi.... tapi aku.... aku belum betul-betul mati!"
"Sudahlah! sudah saatnya untuk berangkat, bila esok pagi naik perahu maka menjelang tengah hari sudah akan tiba di pulau, manusia mana dikolong langit yang bernyali mencari gara-gara ditempat itu!"
Tanpa terasa Un Tay-tay menghembuskan napas lega, sambil mendongakkan kepalanya memandang angkasa, perlahan-lahan katanya:
"Yaa, empat-lima jam kemudian, aku memang tidak perlu kuatir lagi"
Walaupun ucapan itu seolah sedang menegur diri sendiri, seperti juga sedang menghibur diri, namun nada ucapannya mengandung nada kesedihan yang sangat mendalam, seakan-akan dalam kehidupan yang fana ini masih ada sementara orang dan sementara persoalan yang harus dia kuatirkan, harus dia takutkan.
Betapa terkesiapnya Thiat Tiong-tong ketika melihat Leng It-hong membentak sambil memandang ke arahnya, dia sangka tempat persembunyiannya sudah ketahuan orang.
Siapa tahu pada saat itulah dari bawah tubuhnya muncul sesosok bayangan manusia, "Blaaam!" dengan cepat orang itu menerjang daun jendela hingga jebol dan meluncur masuk ke dalam ruang perahu.
Ternyata selama ini orang itu bersembunyi disekitar tempat persembunyian Thiat Tiong-tong tanpa disadari pemuda itu, hal ini disebabkan seluruh konsentrasi anak muda itu sedang terpusat ke dalam ruangan, sedang ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu kelewat hebat.
Tampaknya manusia itupun tidak menyangka kalau dibalik gulungan tali masih bersembunyi seseorang yang lain, karenanya dia tidak terlalu menaruh perhatian.
Dalam terperanjatnya, Thiat Tiong-tong semakin tidak berani berkutik.
Walaupun orang itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang sangat hebat, ternyata dia tidak lebih hanya seorang pemuda
berbaju ungu yang berwajah tampan dan gagah, dia memegang sebuah kipas dengan dua biji mutiara diujungnya.
Coba kalau bukan lantaran dia saksikan kehebatan ilmu meringankan tubuhnya, niscaya Thiat Tiong-tong akan mengira orang itu sebagai pemuda kaya yang sedang berpesiar, dia tidak akan mengira kalau pemuda setampan itu memiliki ilmu silat yang begitu hebat.
Paras muka Suto Siau sekalian pun ikut berubah, mereka tidak mengira ada orang lain bersembunyi dibawah jendela perahunya.
"Hei anak muda" dengan suara keras Leng It-hong segera menegur, "mau apa kau datang kemari?"
Biarpun tahu kalau semua yang hadir dalam ruang perahu adalah sekawanan jago persilatan yang licik dan berilmu tinggi, ternyata sikap pemuda berbaju ungu itu tetap santai, sama sekali tidak tegang atau merasa takut, seakan dia tidak pandang sebelah mata pun terhadap orang-orang itu.
Setelah menyapu sekejap seputar ruangan, sambil
menggoyangkan kipasnya dan tertawa tergelak, sahutnya:
"Ternyata kau memiliki ketajaman mata yang mengagumkan sehingga dapat mengetahui tempat persembunyianku, tapi ada satu hal anda keliru besar"
"Apa yang salah?" tanya Leng It-hong gusar.
"Orang yang bertanya mengapa kepadamu tadi bukan aku"
ujar pemuda itu tertawa.
"Kalau bukan kau lantas siapa?" berubah paras muka Leng It-hong.
Perlahan-lahan pemuda berbaju ungu itu mengalihkan sorot matanya ke arah tirai di belakang ruangan, ujarnya sambil tersenyum:
"Sobat, dipersilahkan segera keluar, memangnya kau ingin cayhe yang mengundang paksa kehadiranmu ?"
Belum selesai perkataan itu diucapkan, segera terdengar suara tertawa seseorang yang menusuk pendengaran bergema dari balik tirai:
"Hahahaha.... bocah muda, hebat juga kau!"
Terlihat sesosok bayangan manusia munculkan diri.
Orang itu mempunyai perawakan tubuh kurus kering lagi jangkung, bagaikan sebatang bambu yang terhembus angin, dia selangkah demi selangkah berjalan keluar dari tempat persembunyiannya.
Kemudian sambil menuding ujung hidung sendiri dengan jari tangannya yang besar bagai kipas, tegurnya seraya tertawa seram:
"Leng It-hong, masih kenal aku?"
Suaranya tajam bagaikan pisau yang sedang diasah, benar-benar menusuk pendengaran dan tidak enak didengar.
Begitu melihat wajah orang itu, Thiat Tiong-tong kontan merasa terkesiap, sementara Suto Siau sekalian seketika menunjukkan perasaan gembira.
Tiba-tiba terdengar Leng It-hong membentak keras:
"Hong Lo-su!"
Rupanya setelah memperhatikan beberapa saat, dia baru teringat akan asal-usul orang ini.
"Bagus" seru Hong Lo-su lagi sambil tertawa terkekeh,
"rupanya cukup luas pengetahuanmu, sekarang coba terangkan, kenapa kau enggan bekerja sama denganku?"
Walaupun paras muka Leng It-hong sedikit berubah, namun dia sama sekali tidak menunjukkan rasa takut, setelah tertawa dingin sahutnya:
"Kenapa apa" Memangnya kau tidak lebih jelas dariku" Buat apa mesti kujelaskan lagi"
Berubah paras muka Hong Lo-su, bentaknya:
"Lebih baik jawab semua pertanyaan yang kuajukan, kalau berani bicara yang tidak tidak lagi, hmmm! Hati-hati dengan batok kepalamu!"
"Benarkah kau suruh aku bicara terus terang?" ejek Leng It-hong sambil tertawa seram, "baik! Kalau begitu dengarkan baik baik, pada hakekatnya Hong Lo-su tidak punya nyali untuk menghadapi Perguruan Tay ki bun, diapun tidak akan melakukan hal itu...."
"Tutup mulut!" bentak Hong Lo-su gusar.
"Bukankah kau yang suruh aku bicara" Kenapa minta aku untuk tutup mulut?"
"Kau berani mencari gara-gara dengan aku!" teriak Hong Lo-su gusar.
"Mungkin saja orang lain takut kepadamu, tapi aku Leng It-hong tidak bakal takut!"
Suto Siau sekalian terkejut juga ketika melihat Leng It-hong begitu bernyali dan berani memusuhi Hong Lo-su, sementara Thiat Tiong-tong dibuat semakin tercengang: kenapa Hong Lo-su tidak berani menghadapi Perguruan Tay ki bun"
Dalam pada itu Hong Lo-su telah berseru sambil tertawa seram:
"Baru belajar sedikit Ngo tok ciang (ilmu pukulan panca racun) sudah ingin pentang cakar mencari gara-gara, Hmmm! Cukup dengan sebuah jari tangan, aku sudah sanggup menjagalmu!"
"Kenapa tidak dicoba...." tantang Leng It-hong sambil tertawa seram.
Hong Lo-su menyeringai seram, katanya:
"Terlalu banyak yang kau ketahui, perkataanmu pun kelewat banyak, aku memang punya niat untuk menjagalmu!"
Dengan satu gerakan kilat dia merangsek ke depan dan tahu-tahu sudah berdiri dihadapan lawan.
Waktu itu Leng It-hong telah bersiap sedia, begitu melihat musuhnya mendekat, secepat kilat sepasang tangannya didorong ke muka, dibawah cahaya lentera, telapak tangannya yang berwarna hitam pekat kelihatan amat aneh dan menakutkan.
Tampak Hong Lo-su berkelit ke samping, tidak tampak bagaimana dia bergerak, tahu-tahu tubuhnya sudah berada disamping kiri lawan.
Cepat Leng It-hong membalik tubuh sambil melepaskan pukulan lagi, tangannya dengan membuat gerakan setengah lingkaran busur langsung dihantamkan keatas bahu lawan.
Sebagaimana diketahui, telapak tangannya sangat beracun, siapa pun yang tersentuh tangannya niscaya akan keracunan hebat dan mati, itulah sebabnya serangan yang dia lancarkan tidak perlu harus menyerang bagian mematikan ditubuh lawan, dengan sendirinya ancaman yang dilakukan pun lebih leluasa dan jauh lebih cepat.
Siapa tahu kembali Hong Lo-su menarik tubuhnya yang kurus kering ke belakang, lagi-lagi dia berkelit ke sisi kanan tubuh lawan.
Serangan yang dilancarkan Leng It-hong boleh dibilang sangat ganas dan amat beracun, namun Hong Lo-su bukan saja tidak tersentuh bahkan sama sekali tidak melakukan perlawanan, dua gebrakan kemudian, Suto Siau sekalian sudah dibuat tertegun saking herannya.
Terdengar Hong Lo-su berseru lagi sambil tertawa tergelak:
"Hahahaha.... anak anak, coba perhatikan, walaupun pukulan orang she-Leng ini amat beracun, tapi asal tidak bersentuh tangannya, kita tidak perlu takut menghadapinya!"
Sementara pembicaraan berlangsung, kembali Leng It-hong
sudah melepaskan tujuh buah serangan maut, semakin menyerang, telapak tangannya kelihatan semakin hitam, tujuh gebrakan kemudian telapak tangannya telah berubah jadi hitam pekat.
Semua orang tahu, dia pasti telah mengerahkan segenap hawa racun yang dimilikinya, mereka yang berdiri agak dekat dengan arenapun secara lamat-lamat mulai mengendus bau amis yang terbawa dalam angin pukulannya.
Kehebatan dan kedahsyatan ilmu pukulan Ngo tok ciang memang sangat menakutkan, namun dengan kelincahan serta kecepatan gerakan tubuh yang dimiliki Hong Lo-su, bukan saja Leng It-hong gagal melukainya bahkan menyentuh ujung bajunya pun tidak sanggup.
Tiga puluh gebrakan kemudian tiba-tiba terdengar Hong Lo-su berseru sambil tertawa seram:
"Aku rasa sudah cukup bagiku untuk mempermainkan monyet ini, lihat serangan!"
Sepasang tangannya melancarkan serangan bersama, dalam waktu singkat dia telah melepaskan tiga jurus serangan.
Ke tiga jurus serangan itu muncul tanpa pertanda, tahu-tahu serangan sudah tiba di depan mata dan membuat orang susah untuk menduga sebelumnya.
Secara beruntun Leng It-hong mundur sejauh tiga langkah, tidak tampak bagaimana cara Hong Lo-su menekuk telapak tangannya, tahu-tahu tangannya bagaikan tidak bertulang saja sudah menerobos pertahanan Leng It-hong dan menghantam dadanya.
Kelihatannya meskipun Leng lt-hong berhasil menghindari serangan yang pertama, mustahil dia bisa meloloskan diri dari serangan berikut, Suto Siau sekalian menyangka dalam waktu singkat dia akan roboh terluka oleh pukulan lawan.
Siapa tahu walaupun Leng It-hong tidak menghindar maupun berkelit, dari dalam sakunya dia justru mengeluarkan sebuah benda, sambil diacungkan ke depan teriaknya:
"Hong Lo-su, coba lihat benda apakah ini?"
Seketika itu juga Hong Lo-su menghentikan gerak
serangannya, waktu itu telapak tangannya sudah berada lima inci dari dada Leng It-hong, asal dia tolak tangannya sedikit ke depan, niscaya Leng It-hong akan mati secara mengenaskan.
Ketika sorot matanya dialihkan ke depan, dia segera jumpai sepucuk surat telah berada dalam genggaman Leng It-hong,
bentuk sampul surat itu sangat aneh, diatas kertas berwarna hijau tertera sebuah lukisan tangan setan berwarna hitam pekat.
Benar saja, paras muka Hong Lo-su seketika berubah hebat, tanyanya dengan nada tergagap:
"Apa.... apa isi surat itu?"
Walaupun dia tidak segera menarik kembali tangannya, namun nada suaranya sudah kedengaran tidak leluasa.
"Ambil dan baca sendiri!" sahut Leng It-hong cepat.
Dengan satu geakan kilat Hong Lo-su merampas surat itu, mengeluarkan isinya dan dibaca beberapa kejap, tidak lama kemudian paras mukanya telah berubah semakin aneh, tidak jelas dia sedang merasa gembira atau justru merasa amat gusar.
Semua orang tidak tahu apa isi surat itu, tapi dari perubahan mimik muka yang diperlihatkan Hong Lo-su, dapat disimpulkan kalau dia merasa tercekat hatinya.
Kalau orang lain tidak sempat membaca surat itu, lain halnya dengan Thiat Tiong-tong yang berada diatas ruangan, secara kebetulan dia dapat menyaksikan isi surat itu dengan jelas sekali.
Diatas lembaran kertas berwarna hijau itu tertuliskan beberapa kalimat, begini bunyinya:
"Hong Lo-su, jika kau berani melukai muridku Leng It-hong barang seujung rambut pun, lohu akan suruh kau tersiksa secara mengenaskan selama tujuh kali tujuh empat puluh sembilan hari, kurang dari sehari saja lohu bukan manusia!"
Dibawahnya tidak ada tanda tangan, hanya terlukis seorang kakek berbentuk aneh sedang melahap ular berbisa.
Dari atas wajah Hong Lo-su yang menyeramkan tiba-tiba terlintas sekulum senyuman palsu, terdengar dia berseru sambil tertawa terkekeh:
"Maaf, maaf, ternyata Leng-heng sudah menjadi murid kesayangan Jan tok Thaysu"
Semua orang yang hadir makin tercengang dibuatnya, mereka tidak mengira kalau secara tiba-tiba Hong Lo-su akan bersikap begitu sungkan terhadap Leng It-hong, bahkan memanggilnya sebagai 'Leng-heng'.
"Bukankah kau ingin menjagalku" Ayoh cepat lakukan!"
jengek Leng It-hong dingin.
Kembali Hong Lo-su tertawa keras.
"Aaah, tadi aku cuma bergurau, harap Leng-heng jangan marah. Jan tok Thaysu adalah sahabat karibku, masa aku tega melukai murid kesayangannya?"
"Kalau begitu surat guruku tadi tentu memohon kepadamu untuk mengampuni jiwaku bukan?" jengek Leng It-hong lagi sambil tertawa dingin, "kenapa tidak kau perlihatkan kepada rekan lainnya?"
"Tidak perlu diperlihatkan.... tidak perlu diperlihatkan!" buru-buru Hong Lo-su masukkan surat itu ke dalam sakunya, "boleh tahu sejak kapan Leng-heng menjadi muridnya Jan tok thaysu?"
"Setelah membaca surat wasiat dari mendiang ayahku, akupun segera pergi ke tempat guru, ternyata dia orang tua dengan senang hati segera menerima aku menjadi muridnya"
"Bagus sekali, bagus sekali" sambil bertepuk tangan Hong Lo-su tertawa tergelak, "kalau toh Leng-heng adalah murid Jan tok thaysu, semua masalah malah lebih gampang dirundingkan"
"Tapi bagaimana pula dengan urusan seputar Perguruan Tay ki bun?"
"Urusan ini lebih baik kita bicarakan lain waktu saja, sekarang...."
Mendadak Hong Lo-su membalikkan tubuh sambil melotot ke arah pemuda berbaju ungu itu, senyuman yang semula menghiasi wajahnya ikut lenyap tidak berbekas.
Pemuda berbaju ungu itu masih berdiri tenang dengan senyuman dikulum, sambil melipat kembali kipasnya dia mengejek:
"Ada apa" Karena tidak bisa berbuat apa-apa terhadap orang lain, kau ingin melampiaskan rasa jengkelmu kepadaku?"
"Hmm, siapa suruh kau datang kemari?" seru Hong Lo-su sambil tertawa seram.
"Sebetulnya ayah perintah aku untuk menunggu kehadiran seseorang disini, lantaran melihat diatas perahu ada cahaya lentera maka tanpa sengaja telah mendekatinya, maaf, maaf"
Walaupun dimulut minta maaf namun wajahnya tetap santai dan penuh senyuman, sama sekali tidak mirip orang yang sedang meminta maaf.
"Kau anggap dengan mengucapkan perkataan minta maaf lantas urusan jadi beres?"
"Lantas apa lagi yang kau inginkan" Aku pasti akan berusaha memenuhinya" kata pemuda berbaju ungu itu sambil tertawa.
Hong Lo-su menyeringai seram. "Rahasia yang kau curi dengar kelewat banyak, apa yang kau curi lihat pun kelewat banyak, maka mula-mula akan kuiris telingamu kemudian baru kucongkel keluar biji matamu"
Pemuda itu tetap menggoyang kipasnya sambil tersenyum, dia seakan sedang mendengarkan satu kisah menarik dan kisah tersebut sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan dia.
Terdengar Hong Lo-su berkata lebih jauh:
"Tapi sayang apa yang kau dengar, apa yang kau lihat sudah tercatat semua didalam hati, karena itu akupun akan mencongkel hatimu...."
Tangannya mencengkeram ke depan, seolah-olah hati pemuda itu sudah berada dalam comotannya.
Tampak pemuda itu menghembuskan napas panjang, katanya sambil tertawa:
"Benar, benar sekali, hati itu memang pantas dicomot, tapi kalau hatinya sudah dicomot mana mungkin orangnya bisa hidup terus?"
Kemudian sesudah menghela napas panjang, lanjutnya:
"Aku tidak pernah berlatih ilmu pukulan Ngo tok ciang, akupun tidak memiliki surat penyelamat nyawa, kalau kau benar-benar turun tangan, tampaknya cayhe mesti serahkan nyawa dengan pasrah!"
"Anggap saja kau tahu diri" Hong Lo-su tertawa aneh, "kalau begitu akan kusuruh kau mati dengan lebih tenang...."
Sepasang lengannya digetar keras, di antara bunyi gemerutuk pada sendi tulangnya dia siap menerjang ke depan.
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba pemuda itu berseru.
"Ada apa?" Hong Lo-su menghentikan langkahnya, "apakah ingin meninggalkan pesan terakhir?"
Pemuda berbaju ungu itu tertawa, sahutnya: "Kalau hanya cayhe yang mati mah tidak soal, yang aku kuatirkan justru kalau sampai membuat kau mesti menjerit kesakitan selama sembilan kali sembilan delapan puluh satu hari, bukankah aku yang harus menanggung dosa besar!"
Ternyata dengan ketajaman matanya dia pun sempat membaca isi surat tersebut.
Melihat pemuda itu bersikap begitu santai kendatipun sedang menghadapi ancaman maut, tanpa terasa timbul perasaan sayang dihati kecil Thiat Tiong-tong.
Terdengar Hong Lo-su membentah penuh amarah:
"Tajam amat mata anjingmu, kelihatannya aku mesti mencongkelnya terlebih dulu!"
Dengan menekuk jari tengah dan jari telunjuknya menjadi sebuah kaitan, dia langsung mencolek sepasang mata pemuda
itu. Pemuda berbaju ungu itu hanya berdiri tanpa bergerak, senyuman tetap menghiasi bibirnya, biarpun ujung jari Hong Lo-su sudah hampir menyentuh kelopak matanya, dia masih tidak melakukan perlawanan.
Di saat yang kritis inilah tiba-tiba terdengar seseorang membentak nyaring dari luar pintu:
"Hong Lo-su, berhenti kau!"
Suaranya nyaring bagai genta raksasa yang ditabuh orang, membuat kendang telinga semua orang terasa sakit dan kesemutan.
Tiba-tiba ke dua jari tangan Hong Lo-su seolah membeku ditengah udara, sama sekali tidak mampu bergerak lagi.
Seorang kakek berjenggot sepanjang dada dan mengenakan jubah berwarna ungu perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam ruangan, sekalipun dia memiliki perawakan tubuh yang tinggi besar namun langkah kakinya sama sekali tidak menimbulkan suara.
Walaupun di dalam ruangan terdapat begitu banyak pasang mata, ternyata tidak seorangpun yang tahu sejak kapan kakek itu masuk ke dalam ruangan, apalagi mengetahui berasal dari mana kedatangannya.
Dengan sikap penuh berwibawa kakek berjubah ungu itu berkata perlahan:
"Losu, apakah kau ingin melihat aku putus keturunan?"
"Maa.... mana mana...."
"Bila kau cabut nyawa putraku, bukankah sama artinya ingin melihat aku putus keturunan?"
Hong Lo-su melirik pemuda berbaju ungu itu sekejap, kemudian serunya terperanjat:
"Ternyata dia.... dia adalah putramu!"
Sekulum senyuman palsu kembali menghiasi wajahnya, dia melanjutkan:
"Siaute hanya melihat ditubuh putramu ada sedikit debu, jadi ingin membersihkannya!"
Jari tangannya yang semula hendak digunakan untuk mencongkel mata orang, kini digunakan untuk membersihkan debu ditubuh pemuda itu.
"Terima kasih, terima kasih!" tidak tahan pemuda berbaju ungu itu tertawa geli. Ternyata dia benar-benar membiarkan orang itu membersihkan debu dipakaiannya hingga bersih.
Dengan langkah lebar kakek berjubah ungu itu masuk ke dalam ruangan dan duduk di bangku yang semula ditempati Leng It-hong, kemudian serunya:
"Hei bocah, kemari kau"
Saat itulah pemuda berbaju ungu itu berjalan mendekat, serunya:
"Ternyata kau orang tua datang jauh lebih awal"
"Aku belum sampai dibikin mati gara-gara mendongkol, tentu saja datang lebih awal" sahut kakek itu.
Tiba-tiba dia menuding ke arah Suto Siau sambil serunya:
"Kau tuangkan arak!"
Kemudian sambil menuding ke arah Hek Seng-thian, serunya lagi:
"Kau pergi siapkan hidangan!"
Kepada Pek Seng-bu perintahnya pula:
"Kau pergi siapkan dua pasang sumpit dan cawan!"
Sedang kepada Seng Cun-hau katanya: "Kau pergi
menggotong mayat itu dan buang keluar!"
Terakhir sambil menuding Leng It-hong, perintahnya:
"Kau duduk disini, temani lohu minum arak!" Dalam waktu singkat dia sudah memberi perintah kepada lima orang pria yang ada dalam ruang perahu untuk melakukan tugas, ternyata dia memandang ke lima orang pendekar kenamaan dari dunia persilatan ini bagaikan budak-budaknya.
Biarpun Suto Siau sekalian merasa ngeri terhadap kehebatan kakek itu dan tidak berani bertindak sembarangan, namun mereka pun tidak sudi melakukan tugas yang biasanya mereka perintahkan kepada bawahan untuk melakukan.
"Hei kalian sudah tuli semua?" tiba-tiba terdengar Hong Lo-su mengumpat sambil menghentakkan kakinya, "memangnya kalian berani membangkang perintah dari toako ku, sudah ingin modar semua?"
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Suto Siau segera mengambil teko arak dari meja, sementara Hek Seng-thian dan Pek Seng-bu saling bertukar pandangan sekejap kemudian dengan kepala tertunduk pergi mengambil air teh panas.
Mendadak Seng Cun-hau melompat bangun, teriaknya sambil busungkan dada:
"Lebih baik kau bunuh saja diriku!"
"Kenapa harus membunuhmu?" tanya kakek itu.
"Sebab lebih gampang membunuhku, kalau suruh aku
menjadi budakmu, hmmm! Lebih sulit dari pada naik ke langit!"
Seng Toa-nio yang berada disampingnya buru-buru menarik ujung bajunya, tapi pemuda itu berlagak seolah tidak merasa.
Siapa sangka kakek berjubah ungu itu sama sekali tidak menjadi gusar, tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak:
"Hahahaha.... anak muda, punya semangat, silahkan duduk kembali!"
Seng Cun-hau nampak tertegun, kelihatannya diapun tidak mengira kalau kakek itu memiliki semangat pendekar yang mengagumkan, setelah termangu sesaat tiba-tiba dia berjalan mendekati mayat itu dan membuangnya keluar.
Kakek berbaju ungu itu menatapnya beberapa saat, melihat urusan yang sampai matipun sebenarnya tidak mau dilakukan ternyata saat ini dilakukan tanpa disuruh, tidak kuasa lagi dia berseru sambil tertawa:
"Bocah muda, kau sangat menarik.... bagus, bagus...."
Gara-gara ucapan "bagus" inilah, dimasa mendatang Seng Cun-hau memperoleh banyak manfaat yang sama sekali tidak terduga sebelumnya.
Tiba tiba terdengar Leng It-hong tertawa seram, ujarnya:
"Cianpwee minta aku menemanimu minum arak, ini
merupakan satu kebanggaan bagiku, tapi cayhe merasa hidangan yang tersedia disini kurang segar karena itu telah kusiapkan hidangan lain, bila cianpwee suka, silahkan ikut mencicipi!"
Kelihatannya dia menaruh rasa dendam karena kakek itu telah menempati kursinya, maka sambil berkata dia pun membuka keranjang bambunya sambil disodorkan ke hadapan kakek itu, pikirnya:
"Hmmm, akan kulihat dengan cara apa kau si tua bangka yang sok gagah akan mengunyah makhluk makhluk beracunku"
Begitu menerima keranjang bambu itu, tanpa dilihat sekejappun tiba-tiba kakek berjubah ungu itu menuangkan seluruh isi keranjang bambu tersebut keatas kepala Leng It-hong.
Gerakan yang dia lakukan sederhana sekali dan kelihatannya tidak terlalu cepat, namun Leng It-hong sama sekali tidak mampu menghindar, diiringi teriakan keras tubuh berikut bangkunya seketika roboh terjungkal ke tanah.
Sambil bertepuk tangan kakek berjubah ungu tertawa terbahak bahak, teriaknya:
"Leng It-hong wahai Leng It-hong, itu namanya mencari
penyakit buat diri sendiri, mungkin saja aku tidak berani mengusik gurumu, tapi bukan berarti orang lain tidak berani mengusiknya"
Bagaimana pun Leng It-hong adalah seorang jago kawakan yang banyak pengalaman, kalau tadi dia menjerit keras lantaran kaget maka sekarang tanpa mengeluarkan sedikit suara pun perlahan-lahan menurunkan keranjang bambu dari atas kepalanya.
Dari dalam keranjang bambu muncul dua ekor kalajengking berwarna merah api, yang seekor langsung menyengat wajahnya.
Leng It-hong sama sekali tidak bersuara, seekor demi seekor dia tangkapi kalajengking itu kemudian dilempar ke lantai.
Saat itu sekujur tubuhnya bukan saja sudah mengandung racun jahat bahkan lebih beracun ketimbang kalajengking maupun laba laba beracun itu, bukan saja makhluk beracun itu tidak mampu meracuni nya sampai mati, sebaliknya justru binatang binatang beracun itulah yang sekarat karena terkena racun tubuhnya.
Begitu binatang itu dilempar ke lantai ternyata tidak seekor pun yang bisa bergerak lagi.
Kalau tadi semua orang masih kegelian maka sekarang perasaan hati mereka betul-betul tercekat.
Sambil menggebrak meja kakek berjubah ungu itu berseru:
"Waaah.... betul-betul makhluk beracun, kemampuanmu sekarang tidak jauh berbeda dengan si tua bangka yang memelihara racun, tidak heran kalau kau berani pentang bacot di depan orang dan bersikap jumawa!"
"Hmmm, lima racun mematikan tubuh, ibarat bayangan tubuh yang selalu mengintil, penghinaan yang kuterima hari ini pasti akan kubalas dikemudian hari, aku anjurkan kepadamu selanjutnya bersikaplah lebih hati-hati" ancam Leng It-hong dingin.
Setiap patah katanya diucapkan dengan suara dingin bagai salju, membuat setiap orang yang mendengarkan ikut bergidik karena ngeri.
Terdengar kakek berjubah ungu itu mengejek sambil tertawa keras:
"Oooh, jadi kau ingin menuntut balas?"
"Jalan yang terbaik adalah bunuhlah aku manusia she-Leng sekarang juga!"
"Hmmm, kau belum pantas bertarung melawanku, kalau ingin
balas dendam panggil gurumu...."
Tiba-tiba wajahnya sedikit berubah, dengan pusatkan perhatian dia seperti sedang mendengarkan sesuatu, kemudian dengan wajah berseri teriaknya:
"Aaaah, sudah datang, sudah datang.... hei, anak muda, orang yang ditunggu telah datang, kenapa kau masih berada disini?"
"Ananda toh tidak kenal macam apa nona dari keluarga Un itu, kalau ayah tidak membawa jalan, kemana ananda mesti menemukannya?" sahut pemuda berbaju ungu itu cepat.
Satu ingatan segera melintas dalam benak Thiat Tiong-tong, pikirnya:
"Nona dari keluarga Un" Jangan-jangan Un Tay-tay yang dimaksud?"
Tampak kakek berjubah ungu itu menghentakkan kakinya berulang kali seraya mengumpat:
"Binatang, sungguh menjemukan...." lalu kepada Leng It-hong segera membentak, "Lohu masih ada urusan lain yang lebih penting, tidak ada waktu lagi untuk ribut dengan-mu!"
Di antara kebasan baju dan bergoyangnya cahaya lentera, dalam waktu sekejap bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Leng It-hong tertawa dingin, gumamnya:
"Bagai bayangan yang mengintil tubuh, sampai mati pun tidak akan berhenti...."
"Hey, buat apa kau bergumam sendirian" terdengar Hong Lo-su menegur sinis, "mereka ayah beranak pun sudah pergi jauh, kau bicara untuk siapa?"
"Sudah pergi?" Leng It-hong menyeringai seram, "hmmm!
Hmmm! Tidak bakalan bisa kabur!"
"Sudah tahu siapakah orang itu?"
"Siapa?"
Hong Lo-su tertawa keras, serunya:
"Sungguh menggelikan, ternyata siapakah dia pun tidak kau kenal, dia tidak lain adalah si ruyung geledek...."
"Jadi dialah Lui-pian lojin (kakek ruyung geledek)?" berubah hebat paras muka Leng It-hong.
"Tepat sekali!"
Sekarang semua orang baru tahu kalau kakek berjubah ungu itu ternyata tidak lain adalah si Ruyung geledek, diam-diam mereka bergidik.
Thiat Tiong-tong pun ikut berpikir:
"Tidak aneh kalau kakek itu begitu jumawa...."
Tapi ingatan lain segera melintas, pikirnya lebih jauh:
"Aneh sekali jika orang yang dia tunggu benar-benar adalah Un Tay-tay"
Sebenarnya dia ingin menyusul ke sana untuk menonton keramaian, tapi persoalan ditempat inipun cukup menarik perhatiannya.
Setelah tertegun beberapa saat mendadak terdengar Leng It-hong berseru sambil tertawa terkekeh:
"Ruyung geledek! Hmmm, hmmm, sekalipun ruyung geledek lantas kenapa" Belum tentu ruyung geledek sanggup mengunjungi pulau Siang cun-to semau hati sendiri"
"Hmmm, memangnya kau sendiri bisa datang pergi semaunya sendiri di pulau Siang cun-to?" ejek Hong Lo-su sambil tertawa dingin.
"Kalau aku tidak sanggup, buat apa mesti banyak bicara"
"Hahahaha.... kau tidak kuatir ada angin kencang yang mengurungi lidah mu!" Hong Lo-su tertawa keras.


Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bila kau tidak percaya, terpaksa aku harus mohon diri lebih dulu"
Siapa tahu belum sempat dia bangkit berdiri, Hong Lo-su telah membentak duluan: "Tunggu sebentar"
"Tunggu apalagi?"
"Bukankah kita semua adalah orang sendiri" ujar Hong Lo-su sambil terkekeh, "dengan cara apa sih kau bisa sering kali berkunjung ke Pulau Siang cun-to" Beritahu kepada kami bagaimana caramu"
Leng It-hong mendengus dingin.
"Hmmm, aku tahu kalau kalian harus berkunjung ke Pulau Siang cun-to tapi tidak tahu bagaimana cara masuknya, itulah sebabnya dengan senang hati aku datang kemari untuk memberi petunjuk, siapa tahu kalian tidak percaya dengan perkataanku, kelihatannya niat baikku hari ini bakal sia-sia"
Sambil mendelik besar dan menggebrak meja teriak Hong Lo-su:
"Siapa yang tidak percaya?"
Sambil menuding ke arah Hek Seng-thian tegurnya:
"Hei bocah keparat, kau berani bdak percaya?"
Hek Seng-thian tertegun, buru-buru jawabnya:
"Aku.... aku.... percaya, percaya...."
"Suto Siau, berarti kau yang tidak percaya?" bentak Hong Lo-
su lagi. "Aaaah, mungkin tidak ada yang bisa mengalahkan rasa percaya ku atas urusan ini" sahut Suto Siau tersenyum.
Dengan wajah penuh senyuman Hong Lo-su kembali
berpaling, katanya:
"Nah, coba lihat, semua orang percaya kepadamu bukan"
Kalau masih ada yang tidak percaya, biar aku manusia she-Hong yang akan menjagalnya terlebih dulu"
Leng It-hong mendongakkan kepalanya tertawa terbahak bahak.
"Hahahaha.... menggelikan! Sungguh menggelikan!"
"Kalau begitu tertawalah lebih dulu sebelum Leng-heng melanjutkan perkataanmu"
Bila dia sedang membutuhkan bantuan seseorang, biar orang itu memakinya habis habisan pun Hong Lo-su tetap akan berlagak seolah tidak ada urusan, menanti dia sudah tidak membutuhkan orang itu lagi, ketika memancung kepalanya pun dia tudak akan mengerdipkan matanya.
Kelihatannya Leng It-hong dibuat kehabisan akal juga setelah berhadapan dengan seorang bulim cianpwee yang tidak punya malu macam Hong Lo-su, ujarnya kemudian:
"Bukannya aku enggan memberitahukan caranya, tapi masalahnya tidak segampang itu"
"Jika Leng-heng punya syarat, silahkan saja dikatakan" buru buru Hong Lo-su membujuk.
Kemudian sambil menarik muka, hardiknya:
"Hek Seng-thian, ayoh cepat tuangkan arak panas untuk Leng thayhiap"
Terpaksa Hek Seng-thian harus menahan diri dengan menuangkan secaran arak.
"Buat apa kau tunduk kepadaku?" ejek Leng It-hong.
Hek Seng-thian terbatuk-batuk:
"Ehmm.... uhuu... uhuu...."
Sambil tertawa tergelak Leng It-hong mengambil cawan itu, kemudian ujarnya:
"Aku telah mengajak seseorang, asal ada orang
Kisah Pendekar Bongkok 12 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Kisah Sepasang Rajawali 31
^