Pendekar Pemetik Harpa 14

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Bagian 14


taknya bekerja, tanpa disadarinya dia langsung menuju ke kamar
tidur In San dulu. Setelah dekat, tiba-tiba didengarnya suara
petikan harpa dari dalam kamar. Karuan Tan Ciok-sing
menjublek. Lagu yang dibawakan dalam petikan harpa ini adalah lagu
yang pernah dia bawakan sebelum dia berpisah dengan Toan
Kiam-ping serta menghadiahkan harpanya di atas Cit-singgiam
dulu. Di waktu terlongong itu, pikirannya melayang:
"Belum pernah aku tuturkan kejadian itu kepada adik Cin,
bagaimana mungkin di kala kebetulan aku pulang, dia lantas
785 petikan lagu itu, mungkinkah secara kebetulan" Tapi yang
membuatnya menjublek bukan lantaran petikan lagunya, tapi
karena dia dapat merasakan, dapat meresapi perasaan yang
dibawakan oleh irama harpa itu.
Bahan kayu yang berbeda untuk membuat harpa dapat
menimbulkan perbedaan nada dan suara, orang biasa takkan
bisa membedakan, tapi bagi seorang ahli, guru harpa yang
sudah banyak pengalaman tentu dapat membedakan.
Harpa kuno peninggalan keluarganya itu adalah Kiau-bwekhim
yang tercatat dalam sejarah daftar harpa, konon harpa
itu dibuat oleh Coa Pa pada dynasti Han timur, bahannya dari
sebongkot kayu yang sudah terbakar separo, maka harpa itu
dinamakan Kiau-bwe-khim (harpa bongkot arang). Nada dan
warna suaranya jauh berbeda dengan harpa umumnya. Kini
Tan Ciok-sing mendadak mendengar petikan irama Kiau-bwekhim
miliknya dulu itu, saking kaget, hampir dia tidak mau
percaya akan pendengaran kupingnya.
Walau gaya petikannya masih belum cukup mahir, tapi lagu
itu dapat dibawakan cukup sempurna dan lebih penting lagi
dia dapat melimpahkan isi hatinya melalui petikan harpa itu,
perasaan yang hambar dan penuh harapan dituangkan pada
irama harpa, ini menimbulkan reaksi yang kontras dalam
sanubarinya, Tan Ciok-sing berpikir: "Ai, bagaimana adik Cin
juga memiliki perasaan yang sama dengan aku pada waktu
itu?" Bahwa Han Cin pandai meniup seruling dan mahir teori
musik, ini diketahui oleh Tan Ciok-sing, maka dia yakin bahwa
yang memetik harpa ini pasti Han Cin adanya, sesaat lamanya
dia menjublek, akhirnya dia maju perlahan-lahan serta
mengetuk pintu, serunya: "Adik Cin, aku sudah pulang, dari
mana kau peroleh harpa yang kau petik itu, coba biar kulihat."
Suara harpa seketika berhenti, pintu kamarpun cepat
terbuka. Tapi yang berdiri dihadapannya ternyata bukan Han
Cin. Tanpa merasa kembali dia terlongong di depan pintu.
786 Kalau tadi dia tidak percaya akan pendengaran kupingnya, kini
dia tidak percaya akan pandangan matanya. Ternyata yang
muncul dihadapannya bukan lain adalah In San yang sengaja
ingin dia hindari.
Ternyata sikap In San tidak seheran dia, begitu membuka
pintu, dia lantas menyambut dengan tertawa: "Aku sudah tahu
kau telah datang, sudah beberapa hari aku menunggumu
disini." "Apa betul kau nona In?" tergagap suara Ciok-sing. Dia
tahu Han Cin pandai menyamar, maka dia curiga bahwa In
San yang berdiri di hadapannya ini samaran Han Cin.
In San tertawa, katanya: "Tan-toako, baru sebulan lebih
aku berpisah dengan kau, kau sudah tidak mengenalku lagi"
Osang bisa menyaru, tapi harpa kuno warisan keluargamu ini
apakah bisa dipalsukan?"
Tan Ciok-sing ambil harpa itu serta diperiksanya dengan
teliti, memang inilah Kiau-bwe-khim warisan keluarganya itu.
Yang benar tak perlu dia memeriksa sedemikian rupa, sekali
pandang saja orang lainpun akan tahu bahwa harpa ini tulen.
Kiau-bwe-khim ini sudah dia hadiahkan kepada Toan Kiamping,
Toan Kiam-ping datang ke Tay-tong bersama In San,
sudah tentu harpa ini berada di tangan In San, dan tak
mungkin berada di tangan Han Cin.
Baru sekarang Tan Ciok-sing yakin bahwa gadis yang
berada di hadapannya betul-betul adalah In San, bukan
samaran Han Cin yang pernah menggodanya dulu. Karuan
kaget dan senang hatinya, katanya: "Ah, ternyata kau
memang adik San."
In San tersenyum, katanya lembut: "Kau kira aku siapa?"
Teringat bahwa kedatangannya mau mencari Han Cin dan
memperlihatkan surat peninggalan ayah angkatnya
787 kepadanya, seketika jengah muka Tan Ciok-sing, katanya
tersendat: "Kukira kau samaran seorang temanku."
Seperti tertawa tidak tertawa In San mengawasinya,
tanyanya: "Siapakah temanmu itu?"
"Seorang nona she Han, dia, dia..."
Sebelum dia ceritakan siapa sebenarnya Han Cin, In San
sudah berkata lebih dulu: "Dia adalah anak angkat Khu Ti,
Khu-locianpwe telah meninggal, atas perintah ayah angkatnya
itu kau angkat saudara sama dia, betul tidak?"
Lama Tan Ciok-sing melenggong, katanya kemudian masih
melongo: "Jadi kau sudah bertemu dengan nona Han?"
Tertawa tapi In San tidak menjawab, tiba-tiba malah
bertanya: "Sejak kau meninggalkan Tay-tong sampai hari ini
kebetulan tepat sepuluh hari, betul tidak?"
"Lho, bagaimana kau tahu sejelas ini?" sahut Tan Ciok-sing
setelah menghitung dengan jari, memang tepat sepuluh hari.
"Malam itu, kau pernah lewat depan rumahku, betul tidak?"
"Jadi bayangan yang kulihat malam itu adalah kau."
"Malam itu kira-kira kentongan ketiga, aku belum tidur,
sayup-sayup mendadak kudengar seseorang menghela napas
panjang, entah mengapa, aku menduga pasti kau adanya.
Tapi waktu aku keluar mencarimu, kau sudah tidak kelihatan."
"Waktu itu aku juga curiga mungkin engkau, tapi juga
kuatir bila orang yang diutus dari keluarga Liong, karena tidak
ingin mencari perkara, maka aku lekas-lekas pergi."
In San menghela napas, katanya: "Kau bukan takut kena
perkara, tapi kau sengaja menghindari aku, kau kira aku tidak
tahu?" Tan Ciok-sing tidak bisa mungkir, terpaksa dia menunduk.
Sikapnya kikuk mimiknya lucu. In San tertawa geli melihat
788 tampangnya, katanya: "Malam itu kau tidak masuk kemari,
tapi tidak lama, mungkin satu jam kemudian, adik Cin itulah
yang kemari."
"Ternyata demikian, tak heran segalanya sudah kau
ketahui." Setengah mendesak setengah berkelakar In San berkata:
"Sekarang kau masih mau menghindari aku?"
Tan Ciok-sing menyengir kuda, katanya: "Aku ketipu oleh
kalian." "Hari kedua adik Cin lantas pindah kemari, surat yang
diberikan kau itupun dia tulis disini. Tapi bukan maksudku
menipu kau datang kemari. Kau tidak salahkan aku bukan?"
Lirih suara Tan Ciok-sing: "Yang benar akupun ingin
bertemu dengan kau."
Secerah kembang mekar senyum In San, katanya: "Kukira
kau sudah melupakan aku. Setelah mendengar pengakuanmu,
tidak sia-sia aku menunggumu sepuluh hari disini."
Bergetar perasaan Tan Ciok-sing, namun ditenangkan hati,
katanya: "Mana nona Han?"
"Semalam dia menginap disini bersamaku, hari kedua dia
lantas pergi."
"Pergi kemana?"
"Tak usah gugup, nanti kuceritakan. Masih ada yang ingin
kau tanyakan?"
"Bukankah Toan-toako datang bersamamu, kenapa tidak
kelihatan?"
Dengan tersenyum In San menerangkan: "Memang nona
Han menipu kau datang kemari, tapi tidak seluruhnya dia
ngapusi kau. Bukankah dalam suratnya dia ada bilang bahwa
789 dia ketemu seorang teman yang akan mengantarnya ke
markas Kim-to Cecu?"
"Jadi benar?" seru Ciok-sing heran, "teman itu..."
"Teman yang mengantarnya ke markas Kim-to Cecu adalah
Toan Kiam-ping."
Tan Ciok-sing tepuk dahinya sendiri, katanya: "Aku
memang goblok, seharusnya sudah kuduga sejak tadi."
"Mereka berangkat naik kuda Kanglam Sianghiap, yakin
pasti menemukan tempat tujuannya. Sekarang mungkin sudah
berada di tempat Kim-to Cecu."
Kusut pikiran Tan Ciok-sing, katanya kemudian:
"Sebetulaya dia harus berangkat bersama kau."
Seperti tertawa tidak tertawa In San berkata: "Kau tidak
rela bila adik Cinmu itu dia rebut?"
Tan Ciok-sing menghela napas, katanya: "Waktu aku
mengantarnya ke rumah murid tertua It-cu-king-thian, aku
mengharap, mengharap bisa..." dia ingin bilang "merangkap
jodoh kalian", entah kenapa, lidahnya menjadi kelu dan tak
enak melanjutkan perkataannya.
"Terima kasih akan maksud baikmu, tapi sikapmu ini jelas
memandang aku dengan Toan-toako bukan sebagai manusia."
Tan Ciok-sing kaget, serunya: "Adik San berat kata-katamu.
Terhadap Toan-toako, aku amat menghormatinya.
Terhadapmu, aku hanya berdoa supaya kau selalu baik-baik."
"Tapi apa kau tidak tahu bahwa aku dan Toan-toako adalah
manusia, bukan suatu benda mati, manusia mana boleh
dipermainkan sesuka hati" Aku suka kepada siapa, aku punya
keputusanku sendiri," sampai disini sikap In San kembali
ramah, aleman dan Jenaka, dengan ujung jarinya dia tuding
jidat Tan Ciok-sing, katanya: "Kau tahu salah, aku takkan
memakimu. Kau mengaku salah tidak?"
790 Tan Ciok-sing menunduk, hatinya syur dan manis mesra,
seperti seorang murid yang dimarahi gurunya, mukanya
merah seperti tomat masak, sahutnya tersekat: "Ya, aku tahu
salah." Lebar tawa In San, katanya: "Baiklah, kali ini kuampuni.
Apakah kacang merah itu masih kau simpan?"
Ciok-sing keluarkan kacang merah itu, katanya: "Barang
sepenting ini mana boleh kuhilangkan?"
In San terima kacang itu serta memeriksanya, katanya:
"Hanya warnanya yang berubah sedikit gelap."
"Mungkin karena kena debu," kata Ciok-sing.
In San menggosok kacang merah itu di tengah kedua
telapak tangannya, katanya tertawa: "Betul, setelah debu
dibersihkan, warnanya tetap menyala."
Debu yang menyelimuti hati Tan Ciok-singpun seketika
diusap bersih oleh In San, tiba-tiba In San berkata: "Toan
Kiam-ping ada titip sebuah kado untuk kau."
Tan Ciok-sing tertegun, "Kado apa?" .
In San tuding harpa itu, katanya: "Semula kau hadiahkan
harpa itu kepadanya, sekarang dia kembalikan kepadamu."
"O, waktu kuberikan harpa ini kepadanya, maksudku untuk
membalas kebaikan seorang yang tahu isi hatiku. Di samping
itu, kukira, kira..."
In San menatapnya, katanya: "Kau kira kenapa" Pikiranmu
selalu menyeleweng, semuanya tidak benar."
Meski dimarahi, namun hati Ciok-sing senang, tapi tak
berani bersuara.
"Toan-toako tahu akan maksudmu, maka dia tidak mau
menerima kado ini. Kini dia kembalikan aku kepadamu, dia
791 minta aku menyatakan kepada kau, maksudnya seperti
maksudmu waktu kau menyerahkan harpa ini kepadanya."
Semakin manis hati Tan Ciok-sing, tapi mukanya semakin
merah. "Walau dia tidak menerima kadomu, tapi dia menerima
persahabatanmu yang kental. Lagu yang kupetik tadi dialah
yang mengajarkan kepadaku."
Kembali dimarahi, Tan Ciok-sing malah tertawa, katanya:
"Sebetulnya aku sudah menduga, pasti dia yang mengajar
kepadamu. Mendengar petikan lagumu tadi, aku masih kira
kau adalah samaran Han Cin, sungguh menggelikan."
Seperti tertawa tidak tertawa, In San berkata: "Itulah
karena didalam relung hatimu ada terisi bayangan adik Cin
juga." Lekas Ciok-sing berkata: "Jangan kau salah paham, meski
aku sudah angkat saudara dengan dia, tapi perasaanku
terhadap kalian, terus terang, jauh berbeda"
In San cekikikan geli, katanya: "Kenapa kau gugup begitu
rupa, aku hanya menggodamu," lalu berkata pula, "Malam itu
aku tidak menemukan kau, sekembaliku kupetik lagu itu juga.
Tak nyana justru memancing kedatangan adik Cinmu itu.
Beberapa hari ini aku tahu kau pasti kembali, maka setiap
malam aku pasti petik lagu itu."
Tan Ciok-sing amat haru, katanya tersendat: "Adik San,
betapa besar dan luhur hatimu, kau sudah berjerih payah
lantaran aku, aku amat haru dan terima kasih padamu."
"Waktu kau hadiahkan harpa ini kepada Toan Kiam-ping,
tak pernah terpikir akan akhir kejadian seperti malam ini
bukan" Kau puas tidak?"
Lirih suara Ciok-sing: "Akhir dari semua drama ini sungguh
berada diluar dugaanku."
792 In San seperti teringat sesuatu, katanya kemudian: "Aku
masih mengharapkan suatu akhir yang sempurna."
Tan Ciok-sing melengak, tanyanya: "Akhir yang lebih
sempurna bagaimana?"
"Bila adik Cinmu dapat menikah dengan Toan-toako,
bukankah lebih sempurna" Kulihat mereka memang cocok dan
setimpal."
Tan Ciok-sing juga ingat satu hal, tanyanya: "Betul,
memang aku ingin tanya kau, kalau menungggang kuda
Kanglam Sianghiap, seharusnya beberapa hari lebih dini tiba di
Tay-tong."
"Itulah karena di tengah perjalanan ke Tay-tong, kami
ketemu seorang yang tak pernah terduga sebelumnya."
"Siapa?"
"Apa kau masih ingat Hwesio gendut salah satu dari Patsian
dulu?"

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maksudmu Sia-cin Hwesio yang berkawan dengan Ui-yap
Tojin itu" Hwesio gendut itu memang mirip patung Mi-lik-hud
didalam kelenteng, senyum selalu menghias wajahnya,
tingkah lakunya lucu Jenaka, mana bisa aku melupakan dia.
Kenapa?" In San menghela napas, katanya: "Sayang waktu aku
ketemu dia, dia sudah tidak bisa tertawa lagi."
Tan Ciok-sing kaget, tanyanya: "Dia ketimpa persoalan
apa?" "Setelah pertemuan di Lian-hoahong bubar, bersama Uiyap
Tojin dia mampir ke tempat kediaman Wi-cui-hi-kiau di
Koan-tiong, lalu mereka akan bersama-sama pergi ke tempat
Kim-to Cecu. Sayang mereka tidak ketemu Wi-cui-hi-kiau,
namun menemukan sepucuk surat yang ditinggalkan Wi-cuihi-
kiau, dalam surat itu diberitahukan suatu berita penting."
793 "Berita apa?"
"Berita tentang Liong Bun-kong yang ada intrik dengan
pihak Watsu."
Tan Ciok-sing kaget, katanya: "Liong Bun-kong-keparat itu
jelek-jelek adalah pembesar tinggi kerajaan, apa betul ada
kejadian ini?"
"Watsu ada kirim seorang utusan rahasia, membawa surat
pribadi raja Watsu menyelundup ke Peking, di samping itu
membawa pula banyak harta manikam untuk dihadiahkan
kepada bangsat tua itu. Walau tiada orang tahu isi dari surat
pribadi itu, tapi bisa diduga pasti tidak menguntungkan bagi
negeri kita."
"Itu sudah tentu. Apakah berita ini dapat dipercaya?"
"Justeru karena berusaha merebut surat pribadi itulah Siacin
Hwesio dan Ui-yap Tojin mengalami nasib jelek, kenapa
tidak boleh dipercaya?" lalu In San ceritakan kejadiannya.
"Wi-cui-hi-kiau punya seorang teman yang tinggal di ibu
kota negeri Watsu, dia punya teman bangsa Watsu, dari
kalangan atas sampai golongan rendah, banyak berita penting
yang berhasil disadapnya. Setelah dia mendapat tahu kabar
ini, sebelum utusan raja Watsu berangkat, dia sudah kirim
orang untuk memberitahu kepada Wi-cui-hi-kiau.
"Untuk menuju ke Pakkia, utusan raja Watsu bisa
menempuh dua jalan. Teman Wi-cui-hi-kiau tidak tahu jalan
mana yang bakal ditempuh oleh utusan raja Watsu."
"Setelah memperoleh berita besar dan penting ini, maka
Wi-cui-hi-kiau segera mengadakan persiapan, disadarinya
bahwa waktu amat mendesak, tak mungkin dia memanggil
banyak orang untuk membagi tugas mencegat kedua jalan
yang mungkin bisa ditempuh itu, terpaksa mereka bekerja
sendiri menyelusuri jalan pertama, di samping meninggalkan
surat, mohon bantuan Ui-yap Tojin dan dan Sia-cin Hwesio
794 untuk mencegat di jalan kedua itu. Sebelumnya mereka sudah
ada janji, maka mereka tahu bahwa dalam waktu dekat Ui-yap
Tojin dan Sia-cin Hwesio bakal datang."
In San bercerita lebih lanjut: "Ternyata Ui-yap Tojin dan
Sia-cin Hwesio yang kesamplok dengan rombongan utusan
raja Watsu ditengah jalan."
"Malam itu mereka lantas berusaha untuk mencuri surat
tugas dan rahasia itu, tak nyana jejak mereka konangan oleh
jago-jago silat Watsu yang memiliki kepandaian yang tangguh.
Dalam pertempuran sengit itu, Ui-yap Tojin dan Sia-cin Hwesio
kewalahan dikeroyok musuh sebanyak itu, sungguh malang
Ui-yap Tojin gugur di medan laga di saat menunaikan tugas
suci dan mulia."
Kejut Tan Ciok-sing bukan main, katanya: "Ui-yap Tojin
adalah jago pedang pada jaman ini yang terhitung paling top,
tujuh puluh dua jurus Tiang-hoan-toh-bing-kiam yang
diyakinkan itu amat ganas dan liehay, sungguh tak nyana dia
mati di tangan musuh."
"Untuk menolong teman baiknya meloloskan diri, terpaksa
Ui-yap Tojin mengorbankan diri, dia gugur bersama tiga jago
kosen bangsa Watsu."
"Lalu bagaimana nasib Sia-cin Hwesio?"
"Luka Sia-cin Hwesio tidak ringan, untung dia berhasil
meloloskan diri. Waktu aku bertemu dia, sungguh dia amat
girang tapi juga sedih, setelah dia ceritakan pengalaman yang
menegangkan itu, diapun tak kuat lagi, roboh..."
"Hah," Tan Ciok-sing menjerit kaget, "Sia-cin Hwesio, dia
juga..." "Tidak, dia hanya pingsan karena kehabisan tenaga," tutur
In San. "Sebetulnya dia minta kami selekasnya mengirim
kabar ini kepada Kim-to Cecu, namun kami tak bisa
meninggalkan dia begitu saja di tengah jalan. Waktu itu kami
795 pikir, kalau usaha merampas surat rahasia itu sudah gagal,
dihitung waktu dan jaraknya, bila kita tiba di markas Kim-to
Cecu, utusan kerajaan Watsu itupun pasti sudah tiba di
Pakkia. Walau kita menunggang kuda yang cepat lari ribuan li
sehari juga takkan bisa menyandaknya lagi. Yang jelas intrik
Liong Bun-kong dengan bangsa Watsu sudah menjadi
kenyataan, tak perlu kita buru-buru menyampaikan berita ini
kepada Kim-to Cecu."
"O, jadi karena kalian harus merawat luka-luka Sia-cin
Hwesio sehingga perjalanan kalian tertunda."
"Beberapa hari kami merawat dan melindungi dia di tanah
pegunungan yang liar dan belukar, syukur luka-lukanya lekas
sembuh, belakangan kami menemukan rumah pemburu, lalu
kami titipkan dia disana untuk menyembuhkan luka-lukanya,
hari itu juga kami melanjutkan perjalanan."
"Toan-toako buru-buru meninggalkan Tay-tong, pasti dia
hendak mengirim kabar ini kepada Kim-to Cecu."
"Ya, di samping untuk mengantar adik Cinmu itu. Aku tidak
tahu entah kenapa dia tidak mau menunggumu pulang. Hari
kedua dia lantas minta Toan-toako mengantarkan dia pergi ke
tempat Kim-to Cecu."
Tan Ciok-sing tertawa, katanya: "Seharusnya kau sudah
tahu, dia pergi lantaran kau dan aku."
Merah muka In San, katanya: "Apa kau beritahu seluruh
persoalan kami dengan dia?"
"Tidak. Tapi dia cukup cerdik, setelah melihat kau,
membicarakan diriku, yakin dia pasti sudah menerka dalam
hati," lalu dia menambahkan. "Sebetulnya kau boleh ikut
berangkat bersama mereka."
In San mengerut seketika, rengeknya: "Kau tidak suka
bertemu dengan aku?"
"Bukan begitu. Kurasa urusan dinas lebih penting."
796 "Jangan kau kira aku hanya memikirkan soal cinta melulu,
aku menunggu kedatanganmu juga lantaran urusan dinas. Aku
punya jalan pikiranku sendiri."
"Jalan pikiran bagaimana?"
"Kuharap kau suka membantu aku. Mari kita pergi ke
Pakkia membunuh Liong-lo-jat."
"O, kiranya kau berpikir demikian, jadi aku yang keliru
menduga yang bukan-bukan."
In San kertak gigi, katanya: "Bangsat tua she Liong itu
menipu ibu kandungku, membunuh ayahku, sehingga
keluargaku tercerai berai, sekarang aku sebatangkara juga
lantaran dia, dendam sedalam lautan ini, mana boleh tidak
kubalas." "Tapi bangsat tua ini kini sudah naik pangkat jadi sekretaris
militer, merangkap jabatan Kiu-bun-te-tok pula, aku tahu
untuk membunuhnya bukan soal mudah, maka aku harus
berani pertaruhkan jiwa ragaku untuk menunaikan tugas
penting ini. Tan-toako, apa kau sudi menemani aku
menempuh bahaya?"
Tanpa pikir Tan Ciok-sing menjawab tegas dengan tertawa:
"Sampai sekarang kau masih tanya demikian kepadaku,
bukankah terlalu berkelebihan" Bisa sehidup semati bersama
kau sungguh merupakan cita-citaku yang terbesar."
Senyum In San secerah kembang mekar, katanya: "Tantoako,
aku tahu kau pasti setuju akan rencanaku ini. Maka aku
tidak berani utarakan rencanaku ini kepada Toan Kiam-ping
hanya kepadamu saja."
"Terima kasih bahwa kau begitu mempercayai aku. Tapi
Toan Kiam-ping adalah pangeran raja, adalah jamak kalau kau
tidak memberi kesempatan padanya untuk menyerempet
bahaya," tiba-tiba dia teringat sesuatu, "Bangsat tua she Liong
dan keponakan serta anak buahnya banyak yang mengenali
797 kau, sayang aku tidak pandai make up, lalu bagaimana
baiknya?" "Yang harus kau buat sayang adalah, selama itu kau
kumpul dengan adik Cinmu, kenapa tidak belajar make up
padanya." Tan Ciok-sing tertegun, katanya: "Ah, jadi kau sudah tahu
bahwa dia pandai juga dalam bidang ini?"
In San tertawa, katanya: "Kau tak usah kuatir, kau tidak
belajar, aku malah sudah cukup mahir."
"Kau memang pintar, hanya semalam kumpul, kau sudah
pandai make up."
"Tata rias sebetulnya tidak sukar. Soalnya kau tidak mau
belajar." Di jalan raya terdengar ronda malam sudah menabuh
kentongannya, hari sudah menjelang kentongan ke empat.
Tan Ciok-sing melangkah enteng ke pekarangan tengah,
dilihatnya rembulan sudah doyong ke barat, mengingat besok
pagi dia bakal menempuh perjalanan jauh pula bersama In
San, sanubarinya diliputi rasa senang dan bahagia. Tanpa
sadar jari-jarinya meraba surat wasiat pesan Khu Ti
kepadanya itu. Dalam hati dia berpikir: "Nasib memang
mempermainkan orang. Untung aku tidak perlihatkan surat ini
kepada adik Cin," lalu dia membatin: "Surat ini tidak pantas
kusimpan selalu, kapan ada waktu dan kesempatan, diluar
tahu adik San aku harus membakarnya," tapi sanubarinya
tiba-tiba merasa menyesal, "terhadap adik San selamanya aku
tidak pernah berbohong, perlukah aku beritahu soal ini
kepadanya" Em, adik Cin sekarang sudah ada tempat
berteduh, masa depannya masih cerah, adik San sudah rujuk
kembali dengan aku. Untuk menghindarkan sesuatu kejadian
yang diluar dugaan, lebih baik aku tak usah jelaskan soal ini
kepadanya."
798 Di kala pikiran Tan Ciok-sing timbul tenggelam,
didengarnya In San memanggilnya: "Tan-toako, kau boleh
masuk. Coba kau lihat apakah samaranku sekarang tidak mirip
adik Cinmu?"
Tan Ciok-sing heran, katanya: "Lho, koh kau menyamar
dia" Kukira lebih baik kau menyamar..." sambil bicara dia
melangkah masuk ke rumah, sebelum dia sempat mengatakan
'laki-laki', tampak yang muncul di hadapannya adalah pemuda
pelajar yang cakap ganteng.
Sekilas Tan Ciok-sing melongo, katanya: "Kukira kau betulbetul
menyaru Han Cin, kiranya ngapusi aku saja. Kau
menyaru jadi pelajar, memang bagus dan tepat sekali."
In San tertawa, katanya: "Waktu adik Cinmu datang kemari
malam itu, diapun menyamar seperti diriku sekarang. Dia
bilang selama perjalanan dengan kau, dia tetap dengan
samarnya itu, maka aku mencontoh dia saja, murid
mencontoh guru, kan jamak."
"Kalau begini, kita boleh berpura-pura sebagai saudara
misan menempuh perjalanan ke kota raja."
In San mengawasinya sejenak, lalu katanya: "Masih belum
sempurna."
"Apa yang tidak sempurna?"
"Tampangmu mirip pedagang kecil, kalau seperjalanan
dengan aku, perbedaannya jadi menyolok. Kau harus
menyamar jadi pemuda perlente dari keluarga bangsawan,
kira-kira sepadan dengan aku, yaitu Siucay yang mau
menempuh ujian negara ke kota raja."
"Jadi kau memang sudah persiapkan pakaian Siucay ini"
Tapi aku tidak punya pakaian."
"Perawakanmu tidak banyak beda dengan Toan Kiam-ping,
ada beberapa perangkat pakaiannya yang ditinggal disini,
kebetulan dapat kau pakai."
799 Maka Tan Ciok-sing salin pakaian, In San mulai merias
mukanya, lain kejap dia sudah pangling pada dirinya yang
terbayang di kaca.
Tan Ciok-sing tertawa, katanya:
"Hampir aku tidak kenal mukaku sendiri, keahlianmu di
bidang ini ternyata tidak kalah dari sang guru."
"Mungkin aku tidak teramat bodoh, tapi dibanding adik
Cinmu yang cerdik pandai, terus terang aku bukan
tandingannya Ya, bicara tentang adik Cinmu, aku jadi ingat."
"Ingat apa?" tanya Ciok-sing melengak.
In Sin membuka jendela lalu melihat cuaca, katanya:
"Setengah jam lagi bakal terang tanah. Malam itu nona Cin
juga ngobrol dengan aku sampai pagi. Dia banyak bercerita.
Ada satu hal mungkin dia tidak leluasa tanya kepadamu, maka
aku ingin wakilkan dia tanya kepadamu. Aku harap kau bicara
sejujurnya dengan aku."
Bergetar benak Tan Ciok-sing, katanya: "Adik San, kau
tahu, selamanya aku tidak pernah ngapusi kau."
"Kau pernah bersumpah di depan pusara Khu-locianpwe
untuk melaksanakan pesannya?"
"Betul," sahut Tan Ciok-sing menunduk.
"Dia meninggalkan sepucuk surat kepadamu, untuk
melaksanakan pesannya itu sesuai yang tercantum dalam
surat wasiat itu, maka kau angkat saudara dengan nona Han?"
Tan Ciok-sing manggut-manggut, mulutnya mengiakan.
"Kau tidak pernah perlihatkan surat wasiat ayah angkatnya
itu kepada nona Han?"
Untuk ketiga kalinya Tan Ciok-sing mengangguk, mulut
kembali mengiakan.
"Baik, nah coba kau perlihatkan kepadaku."
800 Tan Ciok-sing tertawa getir, katanya: "Sebetulnya aku akan
beritahu soal ini kepadamu, namun belum sempat, kuharap
kau..." Setelah menerima sampul surat itu, In San lantas menukas:
"Aku tidak ingin mendengar penjelasanmu, biarlah aku baca


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

surat ini dulu,"
Setelah membaca surat itu serius sikap In San katanya
sungguh-sungguh: "Tidak pantas kau ngapusi nona Han, Khulocianpwe
berpesan supaya kalian jadi suami istri, bukan
saudara angkat."
Tan Ciok-sing amat kaget, katanya: "Tapi dalam benakku
hanya ada kau, waktu itu aku belum tahu apakah kau bakal
kembali ke dampingku, aku sudah berkeputusan untuk tidak
kawin dengan siapapun."
In San geleng-geleng, katanya: "Seorang laki-laki harus
berani bersumpah berani bertanggung jawab, aku tidak suka
kau jadi seorang yang ingkar janji."
Tan Ciok-sing amat risau, katanya: "Tapi ini kan
menyangkut masa depan kita. Apalagi, apa lagi..."
"Apalagi kenapa?"
"Apalagi sekarang sudah berakibat adanya dua
kemungkinan yang membawa kesempurnaan. Sebetulnya
umpama kau menjadi permaisuri, aku masih bisa
menyerahkan surat ini kepada Han Cin, biar dia sendiri
memberi keputusan tapi aku toh harus memberitahu
hubunganku dengan kau kepadanya. Kini..."
"Kini kenapa pula?"
"Kini aku sudah berada di sampingmu pula sementara nona
Han berada di damping Toan Kiam-ping. Memangnya kau
tidak mengharap Han Cin menjadi permaisurinya?"
801 In San menghela napas, katanya: "Sayang itu hanya
merupakan harapan kosong yang belum jadi kenyataan, apa
kelak terjadi seperti yang kau duga kan, masih sukar
diramalkan. Dan lagi sebelum ini aku tidak tahu akan adanya
surat peninggalan Khu-locianpwe kepada kau. Betapa besar
budi kebaikan Khu-locianpwe
terhadapmu, aku jadi merasa caramu ini telah mengingkari
janjimu di depan pusaranya."
"Tapi waktu itu aku kan tidak tahu bahwa dia menyuruh
aku mengawini putri angkatnya."
"Sekarang kau sudah tahu, tapi kau masih mengelabui
nona Han, jelas sikapmu ini tidak blakblakkan dan kurang
jantan." Tan Ciok-sing menatapnya lekat-lekat, katanya: "Bila tiada
pertemuan malam ini antara daku dan dikau, bila aku tidak
mendengar petikan harpamu, aku masih akan mengeraskan
kepala menghindarimu. Kini aku sudah berhadapan dengan
kau, betapapun aku takkan bisa berpisah dengan kau."
Berlinang air mata In San, air mata senang, sesaat dia baru
berkata: "Aku pun takkan mau berpisah lagi dengan kau, tapi
sebagai manusia adalah jamak kalau kita harus dapat
dipercaya."
Tan Ciok-sing tertawa dipaksakan: "Untuk membunuh
Bangsat tua she Liong di Pakkia, belum tentu kita bisa pulang
dengan selamat."
"Jangan kau ngomong yang tidak genah," teniak In San.
"Baiklah kita bicarakan lagi kelak bila aku pulang dengan
selamat." "Bila kau bertemu sama dia, kurasa sudah menjadi
kewajibanmu untuk membicarakan hal ini kepadanya. Mau
tidak dia menjadi isterimu, terserah dia. Tapi kau tidak boleh
ngapusi dia."
802 "Waktu itu mungkin dia sudah jadi permaisuri, umpama
belum menikah, yakin mereka sudah merupakan pasangan
kekasih yang tak takut kita ketahui. Kalau aku menyerahkan
surat peninggalan ayah angkatnya, bukankah bikin urusan
menjadi ruyam malah?"
In San berpikir sejenak, katanya kemudian: "Baiklah, aku
mengalah. Bila betul seperti yang kau katakan, boleh kau
bakar surat itu. Kalau tidak betapapun aku akan tuntut kau
melaksanakan pesan Khu-locianpwe sesuai apa yang dipesan
dalam surat itu."
Legalah hati Tan Ciok-sing, katanya tertawa: "Lha kan
begitu, legalah hatiku. Tapi aku percaya kalau memang sudah
jodoh mau kemana."
In San menghela napas prihatin, katanya: "Jikalau kejadian
tidak seperti yang kita harapkan kau harus berjanji kepadaku
untuk mempersunting dia, tentang diriku..."
"Kau mau apa?" desak Tan Ciok-sing.
"Peduli kau mau tidak mengawini dia, aku takkan menikah
dengan siapapun. Memangnya sejauh ini kau masih tidak
mempercayai aku?"
"Apa yang kau pikir sekarang justru mirip pikiranku dua
bulan yang lalu. Em, kalau begitu biar aku berdoa semoga
nona Han betul-betul menjadi permaisuri Toan Kiam-ping. Aku
yakin, doaku dan harapanku pasti akan menjadi kenyataan."
*'Ya, semoga demikian," ucap In
San pula. Lahirnya dia bilang demikian, padahal
sanubarinya sudah diselimuti bayangan gelap. Walau
sepanjang perjalanan ini In San tak pernah menyinggung soal
ini. Apakah Han Cin akan jatuh cinta kepada Toan Kiam-ping"
Meski mereka berdoa dengan penuh harapan, tapi masih ada
satu teka teki yang belum terbongkar.
000OOO000 803 Memang belum tiba saatnya membongkar teka teki ini,
karena Han Cin sendiripun belum bisa memberikan
jawabannya. Dia ikut Toan Kiam-ping pergi mencari Kim-to Cecu. Waktu
itu, keadaannya tak ubahnya seperti Tan Ciok-sing dan In San,
hatinyapun gundah dan ruwet. Kejadian malam itu kembali
terbayang di depan kelopak matanya. Waktu Tan Ciok-sing
meninggalkan kedai itu secara diam-diam, waktu sudah
menunjukkan kentongan ketiga. Dia mendekam di depan
jendela, mengawasi punggung
bayangannya menyebrang jalan dan lenyap di ujung
pengkolan, masuk ke sebuah gang kecil. Entah kenapa timbul
suatu pikiran aneh: "Entah Tan-toako akan kembali tidak,
tentunya dia bukan ingin menjauhi diriku" Ai, begitu baik dia
terhadapku, kenapa aku mencurigainya?"
Setelah menghela napas, benaknya berpikir pula:
"Terhadapku dia seperti ada maksud tapi juga tidak naksir,
sungguh sukar aku meraba perasaannya," tanpa merasa
mukanya merah sendiri. "Apakah aku sudah naksir kepada
Tan-toako?" dalam hati dia tanya kepada diri sendiri, terasa
anggapannya memang sedikit benar, tapi juga tidak benar,
Han Cin jadi bingung, karena dia sendiri juga heran akan jalan
pikiran sendiri, dia tidak tahu dan tidak bisa menentukan
pilihan. Di kala pikirannya gundah dan siap menutup jendela mau
mapan tidur, tiba-tiba dilihatnya sosok bayangan seorang
muncul di ujung gang sana. Kentong ketiga sudah lewat, tokotoko
sudah tutup, penduduk kota kebanyakan sudah tidur,
jarang orang keluar malam ini, tapi bayangan ini muncul
seorang diri, mau tidak mau Han Cin jadi heran, maka dia
menaruh perhatian akan gerak-geriknya.
Sinar bulan redup, tapi masih bisa kelihatan bahwa
bayangan orang adalah seorang perempuan. Han Cin lebih
heran lagi, tengah malam buta, tidak tidur memeluk guling di
804 atas ranjang, kenapa keluyuran di jalan raya yang sepi dan
dingin" Lebih heran lagi setelah dilihatnya gadis itu akhirnya
berhenti di depan kedai minum ini. Han Cin kaget, pikirnya:
"Mungkin gadis ini menyelidik jejak Tan-toako dan aku"
Siapakah dia?"
Lama juga gadis itu mondar mandir di depan kedai, dari
gerak-gerik orang Han Cin tahu bahwa gadis ini pandai silat,
maka dia sudah siap menyambutnya bila gadis itu masuk. Tak
nyana tiba-tiba didengarnya gadis itu menghela napas, lalu
berlalu. Heran Han Cin dibuatnya, timbul keinginannya untuk
mencari tahu siapa sebenarnya gadis ini dan apa kerjanya
mondar mandir disini, dengan gerakan Yan-cu-joan-lian segera
dia menerobos keluar jendela, lompat ke atap, dari tempat
tinggi dia memandang ke jauh di bawah sana, tampak
bayangan gadis itu akhirnya lenyap didalam sebuah gedung
besar. Dari pembicaraan Tan Ciok-sing dan pemilik kedai ini Han
Cin sudah tahu bahwa gedung besar di ujung gang seberang
itu adalah rumah besar keluarga In, karena tak kuasa
menekan keinginannya maka dia balas beraksi mengadakan
penyelidikan. Begitu dia memasuki pekarangan rumah
keluarga In, dia disambut oleh tarikan suara nyanyian yang
sangat merdu merawan hati diiringi petikan harpa.
Mendengarkan nyanyian yang menyedihkan Han Cin ikutikutan
pilu dan berdiri terpesona, terbayang olehnya akan
hidupnya yang sebatangkara dan keluyuran tidak menentu,
sungguh sukar dia perasaan duka. Diam-diam dia membatin:
"Entah dia putri In Tayhiap" Apa pula yang dia sedihkan"
Apakah diapun seperti diriku juga sebatangkara" Umpama
benar dia putri ln Tayhiap, meski ayah bunda sudah tiada, tak
mungkin dia hidup sengsara dan terlantar?" diam-diam dia
sudah menggeremet sampai pekarangan dalam dimana kamar
tidur In San berada, tengah dia menimang-nimang apakah
805 dirinya perlu menemui gadis didalam kamar, tiba-tiba di layar
jendela kain sutra muncul bayangan sepasang muda mudi.
"In Tayhiap hanya punya seorang putri, tidak punya anak
laki-laki. Kalau betul gadis itu putri ln Tayhiap, laki-laki itu
tengah malam begini masih berada di kamarnya, kalau bukan
suaminya, tentulah pujaan hatinya," demikian reka Han Cin.
Dia kira rekaannya ini takkan meleset, maka dalam hati dia
merasa sedikit menyesal, "Tak heran Tan-toako sering kulihat
murung dan masgul, kiranya nona In ini sudah punya pujaan
hati. Beruntung aku tidak gegabah, kalau sampai diketahui
mereka aku mencuri dengar percakapan di bawah jendela,
tentu runyam jadinya," tapi di kala dia hendak menyingkir
diam-diam, percakapan kedua muda mudi dalam kamar
seketika menarik perhatiannya, maka dia batalkan niatnya.
Laki-laki yang menemani In San didalam kamar sudah
tentu adalah Toan Kiam-ping. Namun Han Cin yang mencuri
dengar diluar jendela belum tahu akan asal-usulnya. Begitu In
San beraksi memetik harpa Toan Kiam-ping lantas menghela
napas. "Itulah lagu yang dibawakan Tan-toako di Cit-sing-giam
sebelum dia berpisah dengan aku, sayang waktu itu aku masih
dalam keadaan pingsan," demikian kata Toan Kiam-ping.
"Aku tahu. Kacung pribadimu telah menjelaskan keadaan
waktu itu kepadaku."
"Ai, kalau hari itu aku tidak terluka oleh jarum berbisa,
dalam keadaan pingsan, apapun aku takkan membiarkan Tantoako
pergi. Adik San, akulah yang membuat kapiran,"
demikian ucap Toan Kiam-ping setelah menghela napas.
Mendengar percakapan ini, Han Cin yang sudah melangkah
pergi seketika terpaku di tempatnya. "Putri In Tayhiap
bernama In San, laki-laki itu memanggilnya adik San, agaknya
dugaanku tidak meleset. Tapi kenapa dia bilang 'Tan-toako'
kepada nona In, naga-naganya rekaanku tadi tidak tepat."
806 Setelah dia mendengar lebih lanjut, barulah persoalannya
manjadi jelas baginya, semula dia kira laki-laki didalam kamar
itu adalah pujaan hati In San, namun kenyataan bukan
demikian. "Toan-toako, jangan kau salahkan diri sendiri, akulah yang
harus disalahkan, aku tidak berusaha supaya dia mempercayai
aku sepenuh hatinya," demikian kata In San.
"Hal inipun tak boleh menyalahkan kau," ucap Toan Kiamping,
"aku jadi merasa Tan-toako sendirilah yang harus
disalahkan, dia memang seorang goblok."
Perkataan 'goblok' ini kedengarannya menusuk kuping, Han
Cin yang mencuri dengar sampai melenggong. "Kenapa dia
bilang Tan-toako goblok?" untuk tahu persoalannya, Han Cin
tidak mau menyingkir malah.
"Begini besar cintamu kepadanya, tapi sedikitpun dia tidak
tahu. Coba katakan bukankah dia laki-laki goblok?"
"Tidak, sebetulnya dia sudah tahu. Toan-toako, maaf
bahwa hal ini tidak kuberitahu kepadamu, kami masingmasing
sudah pernah saling mencurahkan isi hati."
Mendengar sampai disini, tanpa merasa hambar pikiran
Han Cin, "kiranya Tan-toako bohong kepadaku, kenapa dia
tidak bicara terus terang kepadaku?"
Didengarnya Toan Kiam-ping berkata: "Kalau begitu dia
tidak goblok, tapi ceroboh."
"Betul, dia ceroboh, dia mempunyai pikirannya yang aneh,
dia kira, dia kira..."
"Aku tahu perbuatannya ini adalah untuk merangkap
hubungan kita, aku haru akan kebaikannya terhadap teman,
tapi tak bisa tidak aku tetap memakinya ceroboh. Adik San,
ada sedikit isi hatiku yang ingin kemukakan terhadapmu,
sayang belum pernah mendapat kesempatan."
807 "Baiklah, sekarang boleh kau kemukakan," kata In San,
diluar tahunya bahwa diluar jendela ada seorang lagi mencuri
dengar percakapan mereka.
Perlahan kata-kata Toan Kiam-ping, "Adik San, waktu kecil
kau pernah tinggal di rumahku, akupun pernah nginap di
rumahmu, meski tidak boleh dikata tumbuh dewasa bersama
bolehlah dianggap teman sejak kecil. Aku tidak akan berpurapura,
sejak kecil aku amat menyukai kau."
"Aku tahu," sahut In San lirih.
"Terakhir kali kita berkumpul, itu waktu kau berusia tiga
belas" Aku masih ingat, tahun itu ayahmu mengajakmu ke
rumahku, kau tinggal sebulan dan sudah mahir memainkan
ilmu golok ajaran keluarga, setiap hari kau mengajakku
berlatih. Selama sebulan lebih itu adalah hari yang paling
senang dan bahagia bagi diriku. Tapi ayah bundaku pernah
bertengkaran karena membicarakan hubunganku dengan
kau." In San tertawa, katanya: "O, ada kejadian begitu, aku koh
tidak tahu" Apakah beliau merasa aku terlalu binal?"
"Biar kututurkan, kuharap kau tidak kecil hati. Ayah
kepingin kau menjadi menantunya, tapi ibu menolak. Ibu
bilang, nona In memang cantik dan baik hati, tapi ayahnya


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang persilatan, malah mengikat permusuhan dengan
keluarga Liong. Jikalau anak Ping kawin sama dia, mungkin
bisa celaka dari pada hidup bahagia. Aku tidak mengharap
anak Ping berkelana di Kangouw. Ayah kewalahan
menghadapi pendapat ibu yang kukuh, maka soal perjodohan
ini sampai tertunda berkepanjangan."
In San tertawa, ujarnya: "Kau ini seorang Pangeran,
memangnya perjodohan kita tidak setimpal. Untunglah soal
jodoh ini tidak jadi."
"Betul. Beruntung adanya pertengkaran orang tuaku itu.
Kalau tidak kejadian hari ini pasti lebih runyam."
808 "Toan-toako, jangan kau salah paham. Bukan aku merasa
kau tidak baik, sejak kecil akupun menyukai kau. Tapi aku
pandang kau sebagai engkohku, aku menghormat dan sayang
kepadamu sebagai kakakku, tak pernah terpikir dalam angananganku
kelak menjadi istrimu."
"Aku tahu. Tapi aku harus berterus terang dulu aku pernah
ingin meminangmu sebagai istriku."
Merah muka In San, katanya: "Kejadian sudah berselang,
buat apa dibicarakan lagi?"
"Tidak, aku harus jelaskan bagaimana jalan pikiranku dulu
dan bagaimana pula perubahan tekadku akhir-akhir ini
kepadamu, yakin setelah adanya pembicaraan terbuka saling
memberi kenyataan ini, barulah dalam hatimu takkan
menimbulkan bisul yang fatal. Kitapun masih tetap menjalani
hubungan akrab seperti kakak beradik layaknya."
Agaknya In San terharu oleh kepolosan Toan Kiam-ping,
sesaat baru dia berkata: "Baiklah, boleh kau bicarakan."
Berpikir sebentar, akhirnya Toan Kiam-ping berkata dengan
tertawa: "Adik San, mari kita ngobrol sejadinya, biar aku tanya
beberapa patah kata iseng kepadamu, bolehkan?"
"Yang terang malam ini aku tidak pingin tidur, boleh
ngobrol sampai terang tanah, silakan kau tanya apa yang ingin
kau ketahui."
"Waktu di Tayli, kau bermain senang, riang dan gembira.
Aku tahu itu bukan lantaran aku yang menemani kau. Tapi
lantaran kaupun menyukai negeri Tayli kita, betul tidak."
"Keduanya ada sangkut paut. Tayli adalah negeri yang
indah panoramanya, banyak tempat-tempat wisata yang
mempesona, itulah tempat idaman bagiku, namun kalau Toantoako
menemani aku, jelas akupun takkan bisa main seriang
itu." 809 "Bagus, nah coba kutanya pula. Kau amat suka negeri
Tayli, tapi kalau kau harus menetap disana sampai hari tua,
setiap hari boleh tamasya dan kerjanya mengurus keluarga
tanpa kelana di Kangouw, kukira kau takkan kerasan lagi.
Betul tidak?"
In San tertawa geli, katanya: "Sudah tentu. Manusia harus
melakukan sesuatu kerja yang dia anggap punya arti, mana
boleh seharian kerjanya cuma menikmati kembang,
mendengarkan alunan musik dan menyaksikan tarian melulu?"
Toan Kiam-ping menghela napas, katanya: "Nah itulah
letak perbedaan pikiranku dengan kau. Yang kumakud adalah
cara berpikirku beberapa tahun, lalu. Sekarang walau ada
sedikit peubahan, aku tahu tetap tidak akan bisa
menyamaimu."
"Coba kau jelaskan lebih terperinci, mana yang sama mana
yang berbeda?"
"Waktu itu akupun mendambakan kehidupan yang bebas di
dunia luar yang luas, aku mengharapkan suatu hari akan
kelana di Kangouw, tapi harapan itu hanyalah gambaran
selintas seperti keinginan seorang bocah yang pingin
memperoleh sesuatu yang baru, tapi bila rasa 'baru'nya itu
sudah lenyap maka keinginan itupun pudar, mungkin bisa
membencinya malah. Pernah aku tanya kepada diriku sendiri,
aku tahu bila selama hidup ini aku harus berkelana di
Kangouw, aku takkan tahan. Paling aku hanya akan sekedar
keluyuran diluar, cepat atau lambat harus kembali ke
pangkuan ibu negeri, aku takkan tega meninggalkan Tayli, aku
sayang meninggalkan keluarga."
"Tak perlu berbelit kau menerangkan, aku tahu kemana
maksudmu. Kau takkan bisa hidup seperti diriku, kecuali
secara insidentil, tapi tak mungkin selama hidup ini kau
keluyuran diluar. Betul tidak?"
810 "Aku tahu, kaupun takkan bisa hidup seperti caraku itu. Kau
adalah elang betina di angkasa padang rumput, bukan burung
camar yang hanya terbang kelana di atas Ni-hay melulu.
Mungkin perumpamaanku tidak tepat, mengibaratkan seorang
gadis yang lemah lembut sebagai elang yang galak dan gagah,
tapi demikianlah perasaanku."
"Terima kasih akan pandanganmu yang meningkatkan
gengsiku, tapi aku sendiri merasa terlampau jauh
mengibaratkan diriku dengan seekor elang gagah. Kau tidak
tahu, ada kalanya akupun terlalu lemah."
"Aku tahu. Tapi kau jauh lebih kuat dari aku. Yang
kumaksud bukan soal Kungfu."
"Aku tahu maksudmu. Tapi, Toan-toako sekarang kau jauh
lebih kuat dari dulu, kali ini kau mengantarku mencari Kim-to
Cecu, kau tidak mau mendengar nasehatku, ini amat diluar
dugaanku."
Toan Kiam-ping tertawa, katanya: "Terus terang, kali ini
aku terkesan oleh perbuatan Tan Ciok-sing."
"Setelah aku tahu persoalanmu dengan Tan Ciok-sing, baru
aku sadar bahwa dialah yang benar-benar mencintaimu. Dulu
aku kira aku amat mencintai kau, tapi bila cintaku dibanding
cintanya terhadapmu, aku lantas sadar, bahwa cintaku tidak
sedalam dan semurni cintanya terhadapmu.'"
Mendengar pengakuan yang terus terang ini merah jengah
muka In San, namun hatinya manis mesra, mulutpun
terkancing. "Demi merebut hatimu, berapa kali Tan Ciok-sing
menempuh bahaya, demi membahagiakan kau, diapun ingin
merangkap perjodohan kita. Walau cara berpikirnya ini lain
dengan kenyataan, tapi betapa dalam dan murni cintanya
terhadapmu, sungguh aku harus mengaku asor."
811 "Dua hari yang lalu, ayah bunda mendesak aku supaya
selekasnya mencari jodoh, aku jadi sebal terhadap mereka
yang tebal pupur dan gincu, mereka bukan pasanganku.
Sekarang baru aku sadar, bila Tan Ciok-sing dibanding aku,
hakikatnya aku inipun seorang awam. Aku bukan jodohmu."
In San menatapnya, katanya dengan sungguh-sungguh:
"Toan-toako, tak usah kau merendahkan dirimu, sebagai
seorang Pangeran kau sudi mengantarkan kemari, mana boleh
dikatakan sebagai awam" Tapi soal jodoh memang
mengutamakan kecocokan. Aku tak bisa menikah dengan kau
bukan lantaran aku anggap tidak baik, tapi lantaran kita tidak
cocok menjadi suami isteri. Dalam sanubariku kau tetap
adalah engkohku yang patut kuhormati."
Terbuka pikiran Toan kiam-ping mendengar keterusterangan
ini, katanya tertawa, "Kau betul, kau memang lebih
cocok dengan Tan Ciok-sing. Tapi perlu juga aku memberi
nasehat kepadamu, kalau memang sudah jodoh mau kemana
kaupun tak perlu risau lagi. Aku akan membantumu sekuat
tenaga mencarinya, namun belum tentu berada di Tay-tong."
"Kau kira tadi aku berpikiran kusut dan melamun" Terus
terang aku benar-benar mendengar helaan napas. Tadi aku
sudah berada di depan kedai minum itu, tapi aku tak berani
masuk. Besok aku akan mencari tahu."
"Baiklah besok boleh besertaku ke kedai minum itu untuk
mencari tahu pada pemiliknya," demikian kata Toan Kiamping.
Han Cin yang mencuri dengar diluar jendela menjadi haru
dan sedih, tanpa merasa air mata berlinang-linang. Pikirnya:
"Ternyata begitu besar dan luhur jalinan cinta mereka, aku
harus selekasnya memberitahu jejak Tan-toako kepada
mereka." 812 Tengah dia ragu-ragu itulah didengarnya In San yang
berada didalam bersuara heran, katanya: "Kali ini yakin aku
tidak salah dengar lagi?"
Ternyata Han Cin yang mencuri dengar diluar jendela
saking pesona, tanpa merasa menghela napas perlahan.
Cepat In San berlari keluar seraya berteriak: "Tan-toako,
kuharap kau tidak menghindariku lagi."
Han Cin sembunyi di belakang gunungan batu. Sengaja dia
memperlihatkan jejaknya supaya In San melihat dan
mengejarnya. Setelah dia dengar kesiur angin sudah dekat,
dia tahu In San sudah mengudak tiba, tiba-tiba dia berpaling
sambil mengulum senyum lebar.
Sinar bulan memang redup, tapi In San dapat melihat jelas
yang sembunyi di belakang gunungan ini adalah seorang
pemuda yang berwajah ganteng (Han Cin menyamar laki-laki)
tapi bukan Tan-toako yang dia sangka. Karuan In San kaget,
bentaknya: "Siapa kau?" mendadak dia merangkap dua jarinya
terus menjojoh ke arah tengkuk Han Cin.
Harus dimaklumi bahwa pintu besar rumalnya masih disegel
oleh penguasa, kembalinya secara diam-diam ini, harus selalu
waspada dan berjaga-jaga bila diluruk oleh cakar alap-alap,
pemuda ganteng ini menyelundup ke rumahnya di tengah
malam, adalah jamak kalau dia curiga ke arah yang negatif
Han Cin dianggapnya cakar alap-alap utusan keluarga Liong.
Maksudnya bendak menutuk hiat-to Han Cin, baru nanti mau
mengompes keterangannya.
Han Cin sebaliknya berpikir: "In Tayhiap terkenal di seluruh
jagat, entah bagaimana kepandaian putrinya" Biarlah aku
menggodanya," dengan gerakan Ih-sing-hoan-wi dia
meluputkan diri dari tutukan hiat-to In San. Tanpa menyebut
nama dan menerangkan siapa dirinya dia malah tertawa,
katanya: "In-siocia, kenapa begini galak" Aku ini seorang
tabib." 813 Gerak tutukan In San sebetulnya amat cepat dan telak,
sungguh tak nyana sekali kelit orang mampu meluputkan diri,
namun sebat sekali dia menegakkan telapak tangan terus
menepis miring seperti pisau, kembali Han Cin berputar
dengan poros sebelah kakinya, tubuhnya berputar setengah
lingkar, dengan jurus Hong-in-toh-gwat, dia punahkan
serangan In San, katanya pula tertawa: "Sengaja aku kemari
untuk menyembuhkan luka hatimu."
Keki dan jengkel ln San dibuatnya mendengar olok-oloknya,
pikirnya: "Menghadapi alap-alap buat apa aku menaruh belas
kasihan?" segera kedua tangan mengembangkan permainan
ilmu golok keluarga In, rangsakannya memberondong seperti
gelombang sungai yang susul menyusul, sejurus bacokan
telapak tangan lebih cepat dan ganas dari bacokan yang
terdahulu. Karuan Han Cin mengeluh, pikirnya: "Tak boleh aku
menggodanya lagi, tengah berpikir In San sudah kebacut
melontarkan jurus mematikan. Tapi sigap sekali Han Cin
menggunakan gerakan Hong-tiam-thau tahu-tahu membresot
maju hampir jatuh dalam pelukan In San, telapak tangan
hampir menyentuh baju di depan dadanya. Karuan In San naik
pitam, dampratnya: "Pemuda bangor, berani kau kurang ajar
kepadaku," dia kira Han Cin adalah laki-laki, sudah tentu dia
pantang dadanya dijamah oleh orang. Dalam seribu
kesibukannya, lekas dia menekuk pinggang seperti petani
bercocok tanam di sawah secara kekerasan dia menekuk
tubuhnya ke samping, baru saja hendak menyerang lagi, Han
Cin. sudah melompat keluar kalangan.
Dengan tertawa Han Cin berkata: "In siocia, jangan kau i
marah..." Belum habis dia bicara, mendadak seorang membentak:
"Bangsat cilik, lari kemana kau?" ternyata Toan Kiam-ping
sudah memburu tiba. Dimana tangannya menyapu angin
pukulannya yang deras menyampuk jatuh topi di atas kepala
814 Han Cin. Begitu topi jatuh rambutnya yang panjangpun terurai
mayang, sudah tentu Toan Kiam-ping tidak menduga bangsat
cilik yang hendak ditabraknya ini ternyata adalah seorang
gadis belia yang cantik, karuan dia melenggong.
In Sanpun sadar kenapa tadi Han Cin menyuruh jangan
marah, diapun tertegun, teriaknya: "Kau, kau sebetulnya..."
"Maaf, In-siocia, tadi aku berkelakar dengan kau. Tapi aku
sungguh-sungguh membawa kabar baik untukmu."
"Siapa kau" Membawa kabar apa?"
"Aku adalah anak angkat Khu Ti, adik angkat Tan Ciok-sing.
In Siocia, terkaanmu memang tidak keliru. Tan Ciok-sing
memang berada dalam kedai itu. Tapi baru saja dia
meninggalkan Tay-tong."
Khu Ti mempunyai hubungan intim dengan keluarga In,
setelah tahu asal-usulnya lekas In San mohon maaf kepada
Han Cin, tapi bahwa Han Cin adalah gadis belia yang cantik
mau tidak mau mimik mukanya kelihatan agak lucu dan ganjil.
000OOO000 Teringat akan kejadian malam itu, mau tidak mau Han Cin
tertawa geli, "Untung aku mengaturkan tipu daya sehingga In
San tidak menaruh curiga kepadaku. Entah Tan-toako
sekarang sudah bertemu dengannya belum?" kembali dia
berpikir, "kejadian dalam dunia serta perubahannya memang
sukar diduga sebelumnya, semula-aku kira Tan-toako akan
menemaniku ke tempat Kim-to Cecu, tak nyana sekarang
Toan-ongya inilah yang menemaniku dalam perjalanan sejauh
ini." Bersama Toan Kiam-ping mereka sudah tiga hari
menempuh perjalanan, namun Kim-to Cecu belum juga
mereka temukan. Tapi selama tiga hari ini mereka ternyata
akur dan cocok satu sama lain.
815 Di kala dia melamun itulah, tiba-tiba Toan Kiam-ping
menoleh, tanyanya dengan tertawa: "Nona apa yang sedang
kau pikirkan?"
Han Cin tersentak seperti siuman dari mimpi, sorot
matanya masih kelihatan hambar, setelah tenangkan diri dia
berkata: "Tiada yang kupikir, aku sedang menikmati panorama
nan permai ini, sayang disini terlalu belukar dan jarang diinjak
manusia. Tiga hari kita menempuh perjalanan, belum pernah
bertemu dengan seorang manusia."
Toan Kiam-ping tertawa, katanya: "Jadi kau kuatir entah


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kapan baru akan bertemu dengan Kim-to Cecu, jangan kuatir
kuda yang kutunggangi ini adalah milik Kanglam Sianghiap
yang telah dikenal betul oleh orang Kim-to Cecu. Yakin cepat
atau lambat pasti jejak kita diketahui mereka, bila demikian
tak usah kita susah payah mencari Kim-to Cecu, orang Kim-to
Cecu sendiri yang akan mencari kita."
"Untung kau sudi mengantarku, kalau tidak seorang diri
aku keluyuran di atas pegunungan yang sepi dan belukar
begini, entah bagaimana baiknya?"
"Memangnya aku ingin bertemu dengan Kim-to Cecu, cuma
tak kuduga..."
Dengan tertawa Han Cin menyambung: "Aku juga tidak
duga bisa seperjalanan dengan engkau."
"Sebetulnya kau bisa menunggu beberapa hari lagi di Taytong,
setelah Tan Ciok-sing kembali, dia pasti akan mengantar
kau." "Kalau begitu aku lebih senang kau yang mengantarku.
Sudah lama dia berpisah dengan nona In dan kali ini bakal
bertemu, betapa banyak omongan mesra yang akan mereka
perbincangkan kalau aku ada di antara mereka, apakah tidak
mengganggu?"
816 Kecut hati Toan Kiam-ping, katanya dengan tawa
dipaksakan: "Kumpul dan berpisahan manusia kadang kala
memang teramat ganjil serta diluar dugaan. Entah sekarang
mereka sudah bertemu belum?"
"Setelah kuaturkan tipu daya secermat itu kecuali Tantoako
tidak pulang ke Tay-tong, bila dia pulang, pasti dia akan
mencariku ke rumah keluarga In, cepat atau lambat mereka
pasti akan bertemu. Aku hanya mengharap selekasnya dapat
bertemu pula dengan mereka di tempat kediaman Kim-to
Cecu," sampai disini tiba-tiba seperti tertawa tidak tertawa dia
mengawasi Toan Kiam-ping, katanya: "Apa kau tidak merasa
aku terlalu banyak polah?"
Merah muka Toan Kiam-ping, katanya: "Kau begitu
simpatik terhadap teman, aku harus berterima kasih
kepadamu. Kau tidak tahu betapa besar harapanku supaya
nona In selekasnya dapat bertemu kembali dengan Tan Cioksing."
"Aku juga tahu betapa jerih payahmu terhadap teman,
akupun amat mengagumimu," seorang mengatakan "simpatik"
seorang lain mengatakan "jerih payah" mendengar kedua
patah kata ini, diam-diam Toan Kim-ping maklum bahwa
percakapannya malam ini dengan In San telah dicuri dengar
oleh Han Cin. Berkata Han Cin lebih lanjut: "Kau mengantar nona In
kemari adalah demi teman tapi terhadap aku yang tiada
sangkut paut dan baru kau kenal, kaupun sudi membantuku
sedemikian rupa, bagaimana aku takkan merasa haru dan
berterima kasih kepadamu?"
"Nona Han, kenapa kau bilang demikian. Bukankah
sekarang kitapun sudah jadi teman" Urusan sekecil ini, buat
apa kau bicarakan selalu?"
"Bagimu urusan kecil, bagi aku justeru urusan besar. Aku
adalah gadis sebatangkara yang tiada tempat berteduh,
817 jikalau bukan kau sudi mengantarku ke markas Kim-to Cecu,
mungkin aku terpaksa harus luntang lantung di Kangouw."
Mendengar perkataan ini tiba-tiba Toan Kiam-ping
menghela napas rawan.
Han Cin melengak, katanya: "Toan-toako, tidak apa-apa
kenapa kau menghela napas."
'"Sebetulnya akupun ingin seperti kau, tinggal di markas
Kim-to Cecu sekedar membantu apa yang bisa kukerjakan. Di
markas itu ada temanku Kanglam Sianghiap, kini ketambah
kau dan Tan-toako serta nona In yang akan segera menyusul,
tentu keadaan akan lebih ramai. Bukankah kehidupan itu akan
jauh lebih berarti dari pada aku pulang ke Tayli hidup dalam
kesunyian di lingkungan tembok tinggi" Sayang aku tak bisa
lama bergaul dengan kau."
"Negeri Tayli terkenal dengan panoramanya, sebagai
seorang pangeran, sudah tentu kau tidak boleh keluyuran di
atas pegunungan menjadi brandal?"
Tampak serius sikap Toan Kiam-ping, katanya: "Nona Han,
meski baru tiga hari kita berkumpul, namun dalam kalbuku
seperti teman yang sudah lama. Kukira kau dapat memahami
jalan pikiranku, tak kira kau masih berkata demikian, jikalau
kau bukan menggodaku, berarti kau anggap aku ini 'orang
luar' saja."
Han Cin melelet lidah sambil unjuk muka setan katanya:
"Toan-toako aku hanya menggodamu saja, kenapa kau begini
serius?" Dia maklum 'orang luar' yang dimaksud Toan Kiamping
bukan melulu sebagai teman yang sehaluan dan secitacita,
maka dia berpikir: "Memang belum pernah aku berpikir
aku ingin jadi orang macam apa. Dia sudah anggap aku
seperti Tan-toako sebagai kaum ksatria, ini sungguh harus
amat kusesalkan. Tapi hobiku agaknya ada sedikit persamaan
dengan dia, aku suka silat, bermain musik, diapun suka. Dan
lagi, aku ingin melakukan suatu kerja besar bersama banyak
818 orang yang cukup menggemparkan, tapi terpikir pula
kehidupanku selanjutnya yang tanpa kekang tiada batas,
diapun ingin demikian. Kungfu dan musik, Tan-toakopun
menyukainya, tapi aneh, meski sejak kecil dia sudah biasa
mengembara, namun tak pernah terbayang dalam benaknya
keinginan uatuk hidup bebas di alam terbuka seperti kemauan
Siau-ongya ini. Toan Kiam-ping seperti orang yang sejenis dia,
tapi juga seperti tidak sepaham. Lalu dengan siapa aku boleh
dianggap secita-cita dan sehaluan?"
Toan Kiam-ping berkata lebih lanjut: "Beberapa tahun yang
yang lalu, aku memang cinta tanah air, cinta kampung
halaman, kalau hidupku harus selalu berkelana di Kangouw,
jelas aku takkan betah. Tapi jalan pikiranku sekarang sudah
jauh berbeda, hal ini, aku tak pernah utarakan kepada nona
In." Han Cin membatin: "Aku tahu kenapa kau tidak bicarakan
hal ini dengan dia, karena kau ingin supaya perpisahan itu
tidak meninggalkan bayangan gelap dalam benaknya. Kau
ingin supaya dia beranggapan bahwa kau takkan berubah jadi
kelana Kangouw, maka perpisahan itupun akan terjadi secara
wajar." Toan Kiam-ping melanjutkan: "Bukan aku ingin pulang ke
Tayli untuk hidup senang, aku sudah bosan kehidupan yang
munafik dengan sanjung puji sebagai Pangeran segala, bila
boleh memilih jalan hidupku sendiri, aku pasti tinggal disini.
Tapi aku tahu orang tuapun takkan membiarkan aku
menempuh cara hidupku ini. Usia mereka sudah tua, pada sisa
hidupnya di hari tua ini, aku tidak ingin meninggalkan kesan
yang buruk, aku tidak suka membangkang dan melukai hati
beliau, oleh karena itu, cepat atau lambat aku tetap harus
pulang." "Toan-toako, kau luas pengalaman dan banyak
pengetahuan, berkumpul beberapa hari dengan kau, tidak
sedikit yang kuperoleh. Sekarang aku jadi mengharap tak
819 perlu terburu-buru untuk menemukan tempat kediaman Kimto
Cecu." "Terima kasih akan pujianmu, yang terang kaulah
perempuan yang gagah berani, cerdik pandai serta serba bisa.
Selama berkumpul beberapa hari dengan kau ini, tak sedikit
pula yang kudapatkan. Bicara terus terang, aku jadi segan
berpisah dengan kau," kata-katanya terakhir diucapkan
dengan setulus dan sejujurnya, kata-kata yang dilimpahkan
dari suara yang paling dalam.
Mereka terus melanjutkan perjalanan, setelah menuruni
sebuah celah gunung, tiba-tiba pandangan mereka terbeliak,
ternyata di sebelah depan terdapat air terjun, air seperti
dituang dari puncak gunung yang terjal.
"Ah, indah benar pemandangan disini, seolah-olah aku
sudah berada kembali di Jong-san. Marilah kita istirahat
sejenak." "Mari. Biar kuda-kuda ini minum air."
Mereka akhirnya duduk di pinggir empang. Han Cin
mencuci mukanya, air dingin seketika membangkitkan
semangatnya, katanya: "Kalau ada waktu, aku ingin tamasya
ke kampung halamanmu, menikmati Jong-san Ni-hay."
"Selalu kuterima kedatanganmu dengan terbuka. Entah kau
sudah tahu, pertemuanku yang pertama dengan Tan-toako
justeru di Ni-hay."
"Kabarnya kau ketarik oleh petikan harpanya?"
"Betul, kau pernah dengar dia memetik harpa" Bagus sekali
petikannya."
"Aku sih belum punya rejeki, masa kau lupa harpanya itu
kan sudah diberikan kepadamu sebelum aku kenal Tan-toako,
waktu itu kaupun belum kembalikan kepadanya."
820 "Betul, memang aku yang lalai. Nona Han tiupan
serulingmu juga indah, petikan harpa Tan Cok-sing takkan
bisa kunikmati sekarang, sudikah kau meniup serulingmu?"
"Kongcu ada perintah, mana aku berani membangkang?"
kata Han Cin berkelakar, segera dia keluarkan serulingnya,
tiba-tiba terbayang olehnya waktu dia meniup seruling di
depan pusara ayah angkatnya bersama Tan Ciok-sing dulu,
maka tidak mau tidak, merasa pilu akan perubahan nasibnya
yang tidak menentu itu. Setelah melenggong sekian saat, baru
dia mulai meniup sebuah lagu yang sentimentil.
Toan Kiam-ping mendengarkan dengan melamun, lama
setelah Han Cin selesai meniup serulingnya baru dia berkata
dengan tertawa kecut: "Tiupan serulingmu memang bagus
sekali, tahukah kau akan seorang yang bernama Kek Lam-wi?"
Han Cin tertawa, katanya: "Konon dia adalah peniup
seruling yang terbaik jaman ini, kau kenal dia?"
"Aku pernah melihatnya tapi dia tidak melihat aku. Akupun
pernah mendengar tiupan serulingnya."
"Lho, koh aneh, kenapa kau sudah melihatnya, tapi seperti
sengaja menyingkir dari depannya. Hobimu juga musik,
kenapa kau tidak berkenalan dengan dia?"
"Waktu itu dia bersama Tan Ciok-sing di Yang-siok. Karena
sementara aku tidak mau bertemu dengan Tan-toako, maka
kesempatan berkenalan telah kusia-siakan."
"Aku tahu akan dirinya, Tan-toako pernah ceritakan
kepadaku. Menurut Tan-toako tiupan serulingnya persis
dengan aku, Tan-toako malah curiga bahwa aku dan dia dari
seperguruan. Yang benar aku diajari ayah, umpama ayah
masih hidup usianya sudah enam puluh enam tahun lebih.
Mana mungkin seperguruan dengan dia?"
821 "Kukira belum tentu, soal tingkatan berbeda bukan mustahil
tetap sebagai seperguruan, kepada siapa dulu ayahmu belajar
meniup seruling?"
"Ayah tidak pernah jelaskan kepadaku. Tapi ayahku tidak
pandai silat, menurut Tan-toako Kek Lam-wi adalah seorang
pendekar muda yang kenamaan di Kangouw, kukira tidak
mungkin dia seperguruanku."
Tapi karena dua orang menyinggung Kek Lam-wi
terhadapnya, hatinya tertarik juga, tanyanya: "Entah dimana
orang she Kek itu, kalau ada kesempatan bertemu, ingin aku
dengar tiupan serulingnya. Tan-toako pernah ceritakan
pertemuan kaum pendekar di Yang-siok, konon para pendekar
yang hadir telah diundang olen Tam Tayhiap yang mewakili
Kim-to Cecu untuk bertemu di markasnya. Entah orang she
Kek itu bakal datang tidak?"
"Mungkin dia tidak akan kemari. Umpama datang juga pasti
diundur setahun kemudian."
"Bagaimana kau tahu?"
"Aku memang tidak kenal dia, tapi aku tahu jelas berita
tentang dirinya, nona In pernah memberitahu kepadaku.
Waktu di Yang-siok mereka berempat adalah teman karib
yang tak pernah berpisah."
Han Cin melengak, tanyanya: "Empat orang?"
"Seorang lagi adalah teman perempuan Kek Lam-wi,
namanya Toh So-so. Sepasang pendekar muda ini sejajar dan
seangkatan dengan Kanglam Sianghiap Kwik Ing-yang dan
Ciong Buimu, maka sebelum aku bertemu dengan mereka, aku
sudah tahu nama besarnya."
"Kenapa mereka tak bisa kemari?"
"Kabarnya ada seorang Susioknya yang belum pernah
ketemu tinggal di Khong-goan, yaitu Say-jwan Tayhiap Ti Nio.
822 Ti Nio minta dia datang ke Khong-goan untuk menemui orangorang
seperguruannya."
"O, Susioknya itu she Ti, tinggal dalam keresidenan Sayjwan."
"Betul. Apakah Ti Tayhiap ini kenalan baik ayah
angkatmu?"
"Belum pernah ayah membicarakan Ti Tayhiap ini
kepadaku, aku hanya tanya sambil lalu saja."
Ayah angkatnya yaitu Khu Ti memang tidak pernah bicara
soal orang she Ti, tapi ayah kandungnya pernah
membicarakan seorang she Ti. Tapi waktu itu ayahnya tidak
menjelaskan bahwa orang she Ti itu bergelar Say-jwan
Tayhiap Ti Nio. Sudah tentu diapun tidak tahu bahwa Ti Nio
adalah Susiok Kek Lam-wi. Ayah kandungnya jarang
menceritakan kehidupan masa mudanya, suatu ketika hanya
kebetulan saja menyinggung orang she Ti ini kepada putrinya.
Walau tanpa sengaja, namun waktu itu tutur katanya penuh
perasaan. Hari itu dia belajar meniup seruling, ayahnya memuji
kemajuan yang dicapai, sudah tentu hatinya amat senang,
katanya: "Anak memang sudah menguasai, tapi tiupanku tidak
sebagus ayah."
"Ayah angkatmu mengajar ilmu silat, dia sering bilang
gunung tinggi ada yang lebih tinggi, orang pandai ada yang
lebih pandai. Sebetulnya perumpamaan ini bukan ditujukan
pelajaran Kungfu melulu, segala ilmu pengetahuan sama saja.
Meniup seruling hanyalah suatu kepandaian yang tidak berarti,
memangnya berapa orang dalam jaman ini yang benar mahir
meniup seruling. Usiamu masih begini muda, tapi tiupanmu
sudah boleh dipuji. Tapi bila dibanding dengan orang lain,
sekarang jelas kau bukan tandingan ayah, tapi ayah juga
bukan tandingan orang lain."
823

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ayah apakah ada orang lain yang tiupan serulingnya lebih
baik dari kau?"
Ayahnya tertawa katanya: "Kau seperti kodok dalam perigi,
tidak tahu betapa besarnya dunia ini. Memangnya kau kira
tiupan seruling ayahmu nomor satu di dunia ini?"
Han Cin memonyong mulut, katanya: "Kalau putrimu kodok
dalam perigi, ayah angkat tentunya tidak. Padahal ayah
angkat juga bilang demikian," sejak dia bisa berpikir ayah
kandung dan ayah angkat adalah dua orang yang dipujanya,
apa yang dikatakan ayah angkat yakin tidak akan salah.
Ayahnya tertawa pula, katanya: "Soalnya ayah angkatmu
belum pernah mendengar orang lain meniup seruling, bila dia
pernah mendengar tiupan seruling orang lain untuk
perbandingan, pasti dia tidak akan mengatakan aku nomor
satu di dunia ini," sampai disini tanpa terasa mimik tawanya
semula telah lenyap, mimiknya kelihatan prihatin dan seperti
mengenang sesuatu.
Timbul rasa ingin tahu Han Cin, tanyanya: "Siapakah
peniup seruling nomor satu di dunia ini?"
"Aku juga tidak tahu apakah dia terhitung nomor satu di
kolong langit, tapi kenyataan dia jauh lebih ahli dari aku. Dia
adalah seorang temanku yang paling akrab di masa muda
dahulu, seruling yang kau tiup sekarang adalah pemberiannya
pada dua puluh tahun yang lalu."
"Ayah, kenapa kau tidak pernah bicarakan orang ini
kepadaku?" tanya Han Cin.
Ayahnya menghela napas, katanya: "Peristiwa di masa
muda dulu, aku segan untuk mengangkatnya pula. Kini kita
sebagai pengungsi tinggal di daerah yang terpencil ini, untung
penduduk disini baik hati, sehingga aku bisa hidup tenang
sebagai guru sekolah kampungan, hidupkupun telah tentram
dan sentosa. Sekarang boleh dikata aku sudah putus
hubungan dengan dunia luas, kukira tiada harapan lagi untuk
824 bisa bertemu dengan teman karibku dulu itu. Kalau hari ini
kau tidak ajak aku bicara soal seruling ini akupun takkan
bicarakan soal dia."
Waktu itu Han Cin baru berusia empat belas tahun, seperti
paham tapi juga tidak mengerti, lapat-Iapat masih teringat
olehnya di masa lalu kehidupan keluarganya seperti
berkecukupan kalau tidak mau dibilang serba berkelebihan,
belakangan karena mengungsi adanya peperangan, keluarga
mereka jadi berantakan dan tercerai berai. Ibunya meninggal
di tengah pelarian itu, mereka ayah dan anak terus mengungsi
sampai di dusun kecil dan terpencil ini baru menetap cukup
lama sampai sekarang. Kini setelah mendengar cerita
ayahnya, seolah-olah dia seperti dapat menyelami perasaan
ayahnya. "Ayah, jangan kau bersedih, maklum putrimu masih kecil
tidak tahu urusan, sehingga bikin ayah sedih. Ayah, teruskan
pelajaran meniup seruling ini, selanjutnya aku takkan berani
banyak mulut lagi."
"Anak bodoh, soal itu tiada sangkut paut dengan kau, toh
aku sendiri yang mengungkat soal temanku itu. Dia adalah
temanku yang paling kurindukan, aku betul-betul mengharap
suatu ketika bisa bertemu dengan dia, tapi sayang aku sendiri
tahu selama hidupku ini terang takkan ada kesempatan
bertemu dengan dia."
Tak terasa timbul pula keinginan tahu Han Cin, katanya:
"Ayah, kalau kau tidak merasa sedih, anak ingin tahu sedikit
lebih banyak perihal paman itu. Siapa she dan namanya,
apakah sekarang masih hidup" Tinggal dimana" Kenapa ayah
bilang selama hidup ini takkan bisa bertemu lagi dengan dia?"
Ayahnya tertawa getir, katanya rawan: "Sudah kebacut
kubicarakan, biarlah aku beritahu kepadamu. Aku yakin dia
masih hidup, tapi kudengar diapun telah mengungsi ke Khonggoan
di daerah Say-jwan, letak Khong-goan ada ribuan li dari
825 sini. Usiaku sudah tua tenaga lemah mana bisa mencarinya ke
tempat yang jauh itu?"
"Tapi kan tidak pasti takkan bisa bertemu, beberapa tahun
lagi setelah anak besar boleh kau tulis sepucuk surat, biar
kubawa ke Khong-goan menemuinya. Lalu kubawa dia kemari
untuk kumpul dengan kau."
Ayahnya goyang-goyang tangan, katanya: "Tidak, tidak,
bila kau sudah besar kemungkinan akupun sudah meninggal.
Umpama aku masih hidup, akupun takkan bisa menemuinya."
"Kenapa?" Han Cin mendesak.
"Dia adalah temanku yang paling karib. Tapi aku pernah
melakukan perbuatan yang membuatnya amat sedih."
Han Cin keheranan, katanya: "Ayah, kau adalah orang baik,
bagaimana kau bisa melakukan perbuatan yang merugikan
orang lain, aku tidak percaya?"
"Usiamu masih muda, kau takkan mengerti. Suatu yang
menyebabkan orang lain sedih belum tentu perbuatan yang
merugikan. Aku tak pernah menyesal karena perbuatanku itu,
karena aku tiada pilihan untuk tidak melakukannya, namun
demikian hatiku amat menyesal merasa berdosa terhadapnya.
"Persoalan apakah itu?"
"Barusan kau bilang takkan buka mulut lagi, kenapa
pertanyaanmu terus memberondong?"
"Ayah tidak mau menemuinya, ya sudah. Selanjutnya
akupun takkan menyinggung soal ini."
"Aku tak mau menemuinya, lapi aku punya keinginan,
kuharap setelah aku meninggal, kau melakukan untukku."
"Ayah, aku tidak suku mendengar omonganmu yanj kurang
pantas ini."
826 "Manusia mana yang tidak akan mati kenapa harus
ditakuti" Dengarkan pesanku, temanku she Ti itu mempunyai
dua hobi yang sama dengan aku, pertama meniup seruling,
kedua suka membuat syair. Bila kami berkumpul selalu saling
bantu, satu nyanyi yang lain mengiringi dengan tiupan
seruling, demikian pula sebaliknya. Dia gemar mengoreksi
syair ciptaanku, tahun itu aku menulis syair baru, selalu dia
minta duplikatnya. Sering dia bilang bila sepuluh hari tidak
membaca syair ciptaanku yang baru, hati rasanya malas dan
masgul selalu. Sudah tentu kekagumannya terhadapku itu
adalah merendahkan hati pula. Sebetulnya syair ciptaannya
juga amat baik. Tapi demi membalas kebaikan kawan karib,
setelah aku meninggal boleh kau serahkan seluruh koleksi
syairku termasuk karya-karyaku yang terakhir kepada dia. Tapi
apa yang akan terjadi kelak orang sukar meramalkan, bila dia
mati mendahului aku, atau kau tiada kesempatan ke Khonggoan
menemui dia, ya, anggap saja tiada pesanku ini."
"Bagaimana bisa tiada kesempatan" Sekarang aku sedang
giat belajar Kungfu, memangnya ayah kira putrimu ini gadis
pingitan yang lemah tak kuat dihembus angin lalu" Beberapa
tahun lagi setelah aku dewasa, pergi ke Khong-goan begitu
bukan kerja yang berat. Ayah, bila kau suka menemui paman
Ti itu, sekarang juga boleh aku berangkat ke Khong-goan
mengundangnya kemari.''
"Khong-goan ada ribuan li jauhnya harus melewati
pegunungan terpencil dan belukar lagi. Maksudku bukan tidak
mampu kesana, di bawah didikan dan gemblengan ayah
angkatmu, aku yakin kau kelak adalah pendekar perempuan
yang bernama besar, betapapun jauh jaraknya tetap dapat
kau tempuh dengan selamat. Tapi kala itu kemungkinan kau
sudah menikah, punya suami punya anak. Di atas kau ada
mertua, di bawah kau harus mengasuh anak, suamimu belum
tentu mengijinkan kau pergi ke tempat yang terpencil itu.
Kecuali suamimu adalah kaum persilatan yang suka
mengembara pula, baru dia akan mau menemani kau
827 menunaikan tugas yang kau pandang ringan itu ke Khonggoan.
Tapi terus terang, aku tidak suka kau menikah dengan
suami yang demikian."
Perempuan usia empat belas tahun tentunya sudah tahu
malu, mendengar ucapan ayahnya jengah muka Han Cin,
katanya: "Sebal aku ayah, aku bicara serius, ayah justru
menggodaku. Anak tidak akan kawin, selamanya akan
mendampingi ayah saja."
Ayahnya tertawa geli, katanya: "Ah, omongan anak-anak.
Beberapa tahun lagi, kau akan tahu, suami lebih penting dari
ayah. Sudahlah percakapan hari ini dihentikan sampai disini
saja. Hari ini karena aku terbuai oleh emosi, sehingga banyak
bicara dengan kau. Tapi kau tidak usah mencatat dalam hati,
jangan risaukan soal ini, selanjutnya tak usah kau
menyinggung paman she Ti itu."
Kini setelah dia mendengar Toan Kiam-ping membicarakan
Susiok Kek Lam-wi, mau tidak mau hatinya berpikir: "Tantoako
dan Toan-toako sama memuji tiupan seruling Kek Lamwi
amat bagus, maka Susioknya itu pasti juga seorang ahli
peniup seruling" Susioknya itu she Ti tinggal pula di Khonggoan,
jadi Susioknya itu pasti teman karib ayah yang juga she
Ti, yang tinggal di Khong-goan itulah."
Agaknya Toan Kiam-ping juga sedang tenggelam dalam
lamunannya sendiri, lama juga dia tidak bersuara. Tiba-tiba
keduanya menoleh dan pandangan merekapun beradu, tanpa
berjanji keduanya sama-sama bertanya: "He, apa yang sedang
kau pikirkan?"
"Kau katakan dulu," desak Han Cin.
"Aku sedang iri dan mengagumi rejeki dan kebahagiaan
orang lain."
"Kau masih mengiri kepada orang lain justru orang lain
mengiri kepadamu. Seorang pangeran yang serba pandai, ilmu
828 silat dan ilmu sastra, entah kapan orang bakalan memperoleh
kehidupan senang nan bahagia seperti ini."
Toan Kiam-ping tertawa getir, katanya: "Dalam hal apa
awakku ini patut dibuat iri. Pepatah kuno ada bilang, ribuan
kati emas dapat diperoleh, teman karib sukar dicari. Ada pula
yang bilang hanya iri pada pasangan mandarin, tapi tak iri
kepada sang dewi. Bila sudah memperoleh kekasih, barulah
patut dibuat iri dan jelus."
Han Cin cekikikan, katanya: "O, jadi kau mengiri soal jodoh.
Jadi orang yang menjadikan kau iri adalah..."
"Di kalangan Kangouw ada dua pasangan pendekar bulim
yang tersohor, pasangan pertama adalah Kanglam sianghiap
Kwik Ing-yang dan Ciong Bin-siu, pasangan kedua adalah Kek
Lam-wi dengan Toh So-so, tapi sekarang akan tambah
sepasang lagi..."
"Tan-toako dan nona In maksudmu."
"Betul, tiga pasangan pendekar ini sudah kukenal dua
pasang, Kek dan Toh sudah pernah kulihat tapi belum sempat
berkenalan. Bukankah mereka jauh lebih beruntung dari aku?"
"Memangnya siapa lahu dalam waktu dekat, akan muncul
pula sepasang pendekar ke empat di Kangouw" Waktu itu
yang dibuat ngiri pasti adalah dirimu," bicara sampai disini,
tanpa merasa mukanya merah.
Toan Kiam-ping berkata: "Terima kasih akan nasehatmu
yang membuka kerisauanku. Sayang kita takkan berkumpul
lama." Han Cin tahu orang merasa berat meninggalkan dirinya,
hatinya merasa senang, tapi juga hambar dan bingung.
Batinnya: "Apa maksud perkataannya tadi" Mungkinkah dalam
sanubarinya sudah menganggap aku sebagai temannya yang
paling karib" Walau hanya tiga hari aku berkumpul sama dia
tapi apa yang dapat kuselami dari dia agaknya jauh lebih
829 banyak dari apa yang kumengerti dari Tan-toako. Kalau
dikatakan memang aneh, tapi dia tak mungkin tinggal disini,
akupun tak bisa pulang bersama dia ke Tayli, hubunganku
dengan dia mungkin seperti juga hubunganku dengan Tantoako,
bertemu di perjalanan dan berpisah pula untuk
selamanya."
Setelah minum air, kedua ekor kuda itu dibiarkan bebas
makan rumput didalam hutan. Baru saja Toan Kiam-ping
hendak memanggil mereka, tiba-tiba dilihatnya kedua ekor
kuda itu berlari kencang turun gunung, meski dipanggil
berulang kali tetap tak mau menghampiri mereka. Karuan
Toan Kiam-ping merasa heran, katanya: "Kenapa kedua
binatang itu tak dengar perintah lagi?" namun tiba-tiba
pikirannya tergerak. "Ah, mungkin Kanglam Sianghiap telah
datang." Waktu dia memandang jauh ke bawah, tampak dari lereng
bukit sana muncul bayangan dua orang, yang lari di depan
adalah kacungnya Toh Ni, yang berada di belakang adalah
guru silat istana Ling Khong-tik.
Belum nampak bayangannya, dari kejauhan Toh Ni sudah
berseru: "Siau-ongya, dimana kau bersama nona In?"
Kaget dan senang Toan Kiam-ping, serunya: "Siau-ni-cu,
kenapa kaupun datang kesini dengan Ling Suhu?"
"Masih ada dua temanmu juga, coba kau terka siapa
mereka?" seru Toh Ni.
Mendengar masih ada dua orang lagi, Toan Kiam-ping
lantas tertawa. "Buat apa main terka segala, pastilah Kanglam
Sianghiap." Betul juga dilihatnya Kwik Ing-yang dan Ciong Binsiu
sudah mendatangi sambil menuntun kuda masing-masing.
Ternyata kedua ekor kuda itu melihat majikan lama, maka
lekas mereka memapak ke bawah gunung.
830 "Toan-toako," seru Kwik Ing-yang bersama Cong Bin-siu,
"akhirnya kau datang juga. Tahukah kau, beberapa hari ini,
kami sedang mencari dan menanti kedatanganmu."
Toh Ni tiba dulu, langsung dia mengawasi Han Cin,
katanya: "Siau-ongya, aku tahu kau datang bersama nona In,
siapa sangka dugaanku keliru. Ini..."
"Inilah Han..." tiba-tiba Toan Kiam-ping ingat Han Cin
menyamar laki-laki, mungkin dia tidak senang bila asalusulnya
dia jelaskan kepada kacungnya, maka dia merandek
ragu. Apakah dia harus memanggil Siangkong atau nona.
Tiba-tiba Toh Ni goyang-goyang tangan, katanya: "Siauongya,
jangan kau katakan dulu, biar aku menebaknya," lalu
dia menoleh ke arah Han Cin dan berkata tertawa: "Kukira kau
ini adalah nona Han Cin, betul tidak?"
Han Cin segera mengerti, katanya: "Agaknya kau sudah
bertemu dengan Tan Ciok-sing?"
Toh Ni tertawa, katanya: "Nona Han, kau memang pintar,
sekali tebak lantas kena," lalu dia ceritakan bagaimana di


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengah jalan dia bertemu dengan Tan Ciok-sing.
Setelah mendengar berita Tan Ciok-sing, perasaan Toan
Kiam-ping yang tertindih seketika longgar, hatinya senang tapi
juga hampa, pikirnya: "Meski dia tidak menunggang kuda,
yakin dia sudah pulang sampai Tay-tong."
Han Cin seperti tahu jalan pikirannya, katanya dengan
mengerling: "Toan-toako, sekarang kau tidak usah kuatir, dia
pasti sudah bertemu dengan nona In. Bukan mustahil
beberapa hari lagi bakal menyusul kemari."
Baru Toan Kiam-ping mau tanya kenapa mereka berada
disini, Ling Khong-tik sudah buka suara: "Lo-ongya jatuh sakit,
beliau mengharap kau lekas pulang."
Toan Kiam-ping kaget, katanya: "Sakit apa, bagaimana
keadaannya?"
831 "Sakit biasa seperti orang tua umumnya, tapi usia Lo-ongya
memang sudah lanjut, badannya lemah, meski sudah makan
banyak obat, kesehatannya masih belum pulih. Bila orang tua
jatuh sakit adalah logis kalau dia merindukan putranya. Mohon
Siau-ongya lekas pulang bersama kami," dari nada penuturan
ini Toan Kiam-ping merasakan bahwa penyakit ayahnya kali ini
agak parah, karuan hatinya amat kuatir. Mana dia tahu bahwa
sang ayah sebetulnya menipu dia supaya lekas pulang.
Maka Toan Kiam-ping berkata: "Semula kupikir setelah
mengantar nona Han ke markas Kim-to Cecu segera akan
pulang. Sekarang aku tak usah mengantarnya sendiri, hari ini
juga aku bisa pulang bersama kalian."
"Kwik-toako, Ciong-ciei, tolong kalian saja yang mengantar
nona Han, mohon tolong sampaikan pula permintaan maafku
kepada Kim-to Cecu, aku tidak sempat menyampaikan salam
hormatku sendiri," demikian kata Toan Kiam-ping kepada
Kanglam Sianghiap."
Kwik Ing-yang berkata: "Ayahmu sakit, maka aku tak enak
menahanmu disini, kudaku ini kau boleh pakai untuk pulang
ke Tayli."
"Sebetulnya aku mewakili Tan Ciok-sing mengembalikan
kuda ini kepada kalian, tak enak bila kupakai lagi," ujar Toan
Kiam-ping. "Kau ada urusan genting, buat apa sungkan" Tolong
sampaikan salam kami pada ayahmu," demikian kata Kwik
Ing-yang. Baru saja Toan Kiam-ping mau naik ke punggung kuda,
tiba-tiba Ciong Bin-siu berkata: "Toan-toako, kukira kali ini
bisa kumpul bersama kau beberapa hari, tak nyana baru
berhadapan sekejap sudah harus berpisah lagi Akupun takkan
menahanmu, tapi ingin bicara dengan kau, harap tunda dulu
pemberangkatanmu sebentar."
832 "Kalian meminjamkan kuda jempolan kepadaku ini sudah
menghemat beberapa hari perjalanan aku harus mengucap
banyak terima kasih kepada kalian. Memang ada beberapa hal
yang ingin kuberitahu kepadamu."
Ciong Bin-siu tarik Toan Kiam-ping ke pinggir, sementara
Toh Ni ajak Han Cin ngobrol. Setiba didalam hutan, baru dia
berkata lirih: "Kukira kau datang bersama nona In, tak nyana
kau datang bersama nona Han?"
"Beberapa hari lagi nona In akan datang bersama Tan Cioksing,"
lalu dia ceritakan perkenalannya malam itu dengan Han
Cin di rumah In San.
Ciong Bin-siu tertawa, katanya: "Jangan kau anggap aku
cerewet, aku pernah janji jadi comblangmu. Lalu bagaimana
persoalanmu dengan adik In?"
"Terima kasih akan maksud baikmu, soal ini tak usah
dibicarakan lagi. Soal jodoh ada di tangan Thian, adik In
bukan jodohku, selanjutnya aku hanya menganggapnya
adikku sendiri."
"Aku sudah tanya Siau-nicu, sedikit banyak aku sudah tahu
hubungan kalian. Kalau adik San mencintai orang lain, kukira
soal jodoh ini tak usah dipaksakan. Kuharap kau tidak sedih."
"Siapa bilang aku sedih, aku belum sempat senang karena
pertemuan mereka. Tan Ciok-sing Toako adalah orang baik,
dia jauh lebih baik dari aku."
"Aku tahu. Sementara biar aku percaya inilah perkataan
setulus hatimu. Tapi kau bilang mau cari seorang yang cocok,
maaf bila aku mencampuri urusanmu, aku ingin tanya
kepadamu, kabarnya nona Han adalah puteri angkat Khu Ti,
kungfunya kukira tidak rendah?"
"Memang bagus. Diapun pandai memetik harpa, main
catur, buat syair dan melukis."
833 "Jadi terhitung seorang perempuan serba bisa, bagaimana
karakternya?"
"Baru beberapa hari aku bergaul sama dia, tapi kurasa
tidak perlu malu bila disebut Hiap-li (Pendekar Perempuan)."
"Syukurlah kalau begitu. Hilang satu dapat ganti yang lain,
begitupun baik."
"Jangan kau main-main, bila didengar dia, bisa berabe
jadinya." "Apa kau ingin membawanya pulang" Kau tak berani
bilang, biar aku yang mengaturnya."
Berkata Toan Kiam-ping sungguh-sungguh: "Ciong-toaci,
soal ini jangan kau bicarakan lagi, nona Han adalah gadis yang
punya pambek, bercita-cita luhur, kedatangannya ke markas
Kim-to Cecu memang untuk berteduh mencari tulang
punggung, tapi juga demi melaksanakan cita-cita dan
keinginannya, disini dia bisa memperoleh ketenangan hidup
dan aman. Kalau aku membawanya pulang, terhitung apa itu"
Kalau dibicarakan salah-salah dia bisa menganggap kita
memandangnya rendah."
Sambil keluar hutan Toan Kiam-ping berkata: "Nona Han,
maaf aku tidak mengantarmu ke markas. Beberapa hari lagi
bila Tan-toako dan nona In tiba, tolong sampaikan salamku."
"Toan-toako," kata Han Cin, "kau sudah mengantarku
sejauh ini, aku sudah amat berterima kasih. Aku juga
mengharap ayahmu lekas sembuh, semoga kau selamat dalam
perjalanan,"
Toan Kiam-ping cemplak ke punggung kuda, serta
melambai tangan ambil berpisah.
Ciong Bin-siu tertawa, serunya: "Lho, ada sepatah kata
penting, bila sesama kawan mau berpisah harus diucapkan,
kenapa kalian melupakan."
834 Han Cin melengak, katanya: "Kata apa?"
"Selama gunung menghijau dan air tetap mengalir kelak
pasti bertemu lagi."
Toan Kiam-ping tertawa, katanya: "Nona Han, kau belum
tahu, Ciong-toaci kita ini paling suka berkelakar dan
menggoda orang."
"Siapa bilang berkelakar," kata Ciong Bin-siu, "memangnya
kau tidak ingin bertemu lagi dengan nona Han?"
Walau agak kikuk dan malu, terpaksa Toan Kiam-ping dan
Han Cin mengucap "semoga ketemu lagi". Pada hal kata-kata
yang umum diucapkan, tapi diucapkan dari mulut mereka, lain
pula artinya, bagi yang bersangkutan menimbulkan rasa yang
syur dan sendu.
Dari sorot mata Han Cin terasa oleh Ciong Bin-siu orang
merasa berat berpisah, diam-diam hatinya amat senang,
pikirnya: "Kali ini tugasku sebagai mak comblang pasti takkan
gagal lagi. Nanti bila sudah berada di markas biar aku
mengatur rencana bersama adik Kiam-khim."
Kanglam Sianghiap membawa Han Cin pulang ke markas,
tahu bahwa Han Cin adalah anak pungut Khu Ti sudah tentu
Kim-to Cecu menyambutnya dengan riang, padanya diapun
mengajukan banyak pertanyaan yang menyangkut Tan Cioksing.
Mendengar sepak terjang Tan Ciok-sing yang gagah
perkasa sungguh senang Kim-to Cecu bukan main. Katanya
tertawa sambil mengelus jenggot: "Syukurlah markas bakal
kedatangan seorang pendekar muda yang berkepandaian
tinggi, markas kita bakal lebih ramai."
Tapi tujuh hari telah berselang Tan Ciok-sing yang
ditunggu-tunggu belum kunjung tiba, Kim-to Cecu suruh orang
mencari tahu ke Tay-tong, namun tidak memperoleh berita
apapun. 835 Selama beberapa hari ini, ternyata Ciu Kiam-khim amat
cocok dengan Han Cin, mereka bergaul akrab sekali,
hubungan mereka semakin intim seperti teman lama.
Diam-diam Ciong Bin-siu pernah berunding dengan Ciu
Kiam-khim, cara bagaimana untuk mengantar Han Cin pergi
ke Tayli, sayang sejauh ini mereka belum mendapat akal dan
alasan. Suatu hari, seorang spiofi kembali dari kota raja Kim-to
Cecu menerimanya di ruang dalam. Semula Ciu Kiam-khim
kira spion ini pulang dari Tay-tong, karena ingin tahu berita
tentang In San, maka dia mencuri dengar di belakang pintu
angin. Kim-to Cecu bertanya: "Bagaimana keadaan kota raja?"
Spion itu menjawab: "Setelah kepungan terhadap Tay-tong
dipukul hancur, para pembesar sipil dan militer di kota raja
merasa tugas sudah berakhir, mereka sedang sibuk
memperkaya diri sendiri, maka suasana disana cukup aman."
Kim-to Cecu berkata: "Hanya sementara Watsu menarik
mundur angkatan perangnya, kini huru hara dalam negerinya
sudah ditumpas, keadaan sudah aman, penguasa semakin
kokoh kedudukannya, maka mulailah mereka mengatur
rencana untuk mengadakan infansi pula ke selatan,
memangnya pihak kerajaan tidak tahu akan berita ini?"
"Bukan tidak tahu," kata spion itu, "tapi kelompok yang
berkuasa di istana kerajaan sekarang lebih cenderung untuk
damai dengan musuh, damai dalam arti kata takluk dan
tunduk akan syarat-syarat yang diajukan pihak sana,
kelompok ini dipimpin oleh sekrataris militer yang menjabat
juga Kiu-bun-te-tok Liong Bun-kong, Baginda sih hanya makan
tidur dan memikirkan keselamatan belaka apapun dia tunduk
dan menerima nasehat Liong Bun-kong, harapan untuk
menyadarkan Raja lalim ini jelas tidak mungkin. Maka untuk
menggerakkan angkatan perang kerajaan dan bergabung
836 dengan laskar rakyat kita melawan agresor jelas tidak
mungkin pula, lebih celaka lagi bila angkatan perang kerajaan
dikerahkan untuk menumpas kekuatan kita dibantu pihak
Watsu." Kim-to Cecu menghela napas, katanya: "Hal ini sudah
dalam dugaanku, selama ini belum pernah aku berangan
kepada pihak kerajaan, apapun yang akan datang biarlah kita
hadapi dengan tabah."
"Karena berhasil mendapatkan suatu berita penting, maka
aku pulang lebih dini dari rencana yang semula," demikian
kata spion itu.
"Berita rahasia apa kelihatan begitu penting?"
"Bahwa Khan baru yang berkuasa di Watsu sekarang telah
mengutus seorang Duta rahasianya, dan kini sudah tiba di
Pakkia. Konon duta rahasia ini ada membawa surat pribadi
Khan agung mereka dan membawa serta banyak hadiah
mahal untuk Liong Bun-kong, pasti ada rencana keji dibalik
pertemuan utusan itu dengan Liong Bun-kong."
"Liong Bun-kong pembesar anjing itu memang ingin
menjual negara demi mengejar pangkat dan harta, sekarang
saatnya dia mendapat angin dan kesempatan, buat apa hal ini
dibuat heran?"
"Sayang sekali Ui-yap Tojin sudah berkorban karena
peristiwa ini," kata spion itu.
Kim-to Cecu kaget, katanya: "Ilmu pedang Ui-yap Tojin
teramat tinggi, bagaimana jiwanya bisa melayang?"
Spion itu bercerita: "Bersama Sia-cin Hwesio dia berusaha
mencegat dan membunuh Duta rahasia itu, tujuannya untuk
merebut surat rahasia itu, tak kira di antara pengikut Duta
rahasia ini terdapat beberapa jago silat tangguh, akhirnya Uiyap
Tojin gugur di medan laga. Sia-cin Hwesio lolos tapi
diapun terluka parah."
837 "Umpama mereka berhasil dan membongkar muslihat serta
intrik Liong Bun-kong itu juga tiada gunanya," demikian kata
Kim-to Cecu menghela napas, "para pembesar sipil maupun militer
sama memikirkan keselamatan sendiri, umpama Baginda Raja
berani bertindak tegas memecat jabatan Liong Bun-kong,
yakin takkan lama lagi, Liong Bun-kong kedua pasti akan
muncul pula."
"Tapi persoalan itu tidak rampung sampai disini saja," tutur
spion itu, "konon Wi-cui-hi-kiau hendak menuntut balas
kematian Ui-yap Tojin, sekarang mereka sedang mengatur
rencana mengundang beberapa teman mereka, masuk kota
raja untuk membunuh Liong Bun-kong. Bila berita ini dapat
dipercaya, maka beberapa orang yang seharusnya akan
kemari, mungkin bisa membatalkan maksudnya semula."
"Tam-toako dan lain-lain pasti akan tiba dalam waktu
dekat, pihak kita disini sih tidak kekurangan orang. Tapi
gerakan mereka ini terlalu berspekulasi, amat bahaya, dan lagi
takkan menimbulkan perubahan situasi yang cukup fatal,
jikalau aku ditanyai pendapatku, terus terang aku tidak
setuju." "Kalau begitu, biarlah aku lekas kembali ke kota raja, akan
kuusahakan menyampaikan pendapat Cecu kepada mereka."
"Mereka sudah getol menuntut balas, aku sendiri ke
sanapun belum tentu dapat membujuk mereka. Tapi dicoba
juga ada baiknya. Umpama mereka gagal, kau dapat bantu
mereka mengundurkan diri. Tapi aku tidak ingin kau
menempuh bahaya seorang diri, besok hal ini kurundingkan
dulu dengan orang banyak, biar nanti dipilih mengutus siapa
lebih cocok akan tugas berat ini" Em, masih ada berita lain
dari kota raja?"
838 "Masih ada satu berita yang tiada sangkut pautnya dengan
strategis perang, tapi ada sangkut pautnya dengan seorang
teman kita."
"Ada sangkut pautnya dengan siapa?"
"Berita yang menyangkut keluarga Toan di Tayli."
Tergerak hati Ciu Kiam-khim yang mencuri dengar di
belakang pintu angin, lekas dia lari ke kamar serta menyeret


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Han Cin kemari, mereka mencuri dengar di tempat itu.
Waktu Han Cin keluar kebetulan didengarnya Kim-to Cecu
sedang berkata: "O, kiranya muslihat Liong Bun-kong
pembesar anjing itu, tapi aku tidak habis mengerti kenapa
sekarang baru dia ambil tindakan keji ini terhadap keluarga
Toan di Tayli" Mungkinkah mereka tahu bahwa Siau-ongya
keluarga Toan itu ada hubungan rahasia dengan kita?"
Karuan Han Cin amat kaget mendengar berita buruk ini.
Spion itu berkata: "Aku tidak tahu apakah mereka sudah
tahu akan rahasia ini. Tapi kabarnya keponakan Liong Bunkong
ada bermusuhan dengan Siau-ongya keluarga Toan itu,
muslihat keji inipun dirancang oleh keponakannya yang
bernama Liong Seng-bu itu."
"Lho, koh aneh, bagaimana mereka bisa bermusuhan?"
tanya Kim-to Cecu.
"Liong Seng-bu mendesak pamannya supaya sang paman
memberi laporan palsu memfitnah keluarga Toan, dosa
perkaranya sungguh teramat besar, yaitu dituduh
memberontak."
"Keluarga Toan tidak punya jabatan tidak pegang kuasa,
dengan apa mereka akan memberontak?"
"Sejak dynasti Kerajaan berdiri dulu, keluarga Toan sudah
dicopot jabatan dan kekuasaannya, sampai sekarang rakyat
jelata negeri Tayli masih seperti biasa menyebutnya Ong-ya."
839 "Itulah rakyat setempat yang masih memberi penghargaan
kepada keluarga Toan, hakikatnya tiada sangkut pautnya
dengan keluarga Toan itu sendiri."
"Itu jalan pikiran kita. Baginda yang lalim itu begitu
mendengar ada orang lain juga disanjung sebagai raja, yakin
dia akan percaya akan fitnah itu. Dalam tuduhan itu Liong
Bun-kong menekankan keluarga Toan membeli hati dan
menghasut rakyat, berhubungan dengan kaum patriot
kalangan Kangouw, semua itu sudah cukup sebagai alasan
untuk dicurigai sebagai berusaha memberontak."
"Beberapa hari yang lalu Siau-ongya keluarga Toan baru
saja pulang dari sini, dia menunggang kuda yang dapat
menempuh seribu li sehari, tak mungkin dikejar lagi. Lalu
bagaimana baiknya?"
"Keluarga Liong sedang sibuk menyambut kedatangan Duta
rahasia Watsu, untuk sementara jelas mereka tidak sempat
menyelesaikan soal ini, Cecu, menurut pendapatmu, apakah
kita tidak perlu mengutus orang memberi kabar ini kepada,
keluarga Toan?"
"Sudah tentu aku harap keluarga Toan dapat terhindar dari
petaka ini, tapi kalau orang kita yang memberi kabar, bila
meleset dan salah hitungan, urusan tentu bisa lebih celaka.
Sekarang boleh kau istirahat, biar hal ini kupikir-pikir dulu."
Setelah spion itu mengundurkan diri, tiba-tiba Kim-to Cecu
tertawa tergelak-gelak, katanya: "Kalian tidak usah sembunyi
lagi, keluarlah."
Ciu Kiam-khim tarik tangan Han Cin melangkah keluar dari
tempat sembunyinya, katanya dengan tertawa: "Ayah, jadi
kau sudah tahu."
Kim-to Cecu mendengus, katanya: "Dengan kepandaianmu
sekarang memangnya bisa mengelabui aku" Lain kali kularang
kau berbuat tidak tahu aturan."
840 Ciu Kiam-khim melelet lidah, katanya: "Akulah yang
menarik Han-cici kemari, jangan ayah menyalahkan dia."
Kim-to Cecu berkata: "Persoalan yang menyangkut
keluarga Toan tadi memang ingin kusampaikan kepada nona
Han." Tergerak hati Ciu Kiam-khim, katanya: "Ayah, bukankah
kau sedang bingung cara bagaimana untuk membantu
kesulitan yang dihadapi keluarga Toan itu" Aku sih punya akal
sekarang."
Dalam hati Kim-to Cecu sudah menerka jalan pikiran
putrinya, sengaja dia tertawa, katanya: "O, memangnya kau
punya akal apa untuk membantu ayah, baik, coba kau
jelaskan."
"Baru beberapa hari Han-cici berada disini, orang diluar
tidak tahu bahwa dia adalah orang kita. Apalagi dia masih
mempunyai suatu kemahiran yang melebihi orang lain, sesuka
hatinya dia bisa menyamar siapa saja yang dia inginkan,
tanggung orang takkan bisa mengenalinya. Ayah, kau kuatir
bila orang kita yang memberi kabar, mungkin tidak leluasa,
bagaimana kalau tugas ini diserahkan kepada Han-cici."
"Dulu pernah aku dengar bahwa ayah angkat nona Han,
Khu-locianpwe pandai tata rias. Dua puluh tahun yang lalu
Khu-locianpwe mendadak lenyap, aku kuatir bahwa
keahliannya itu tiada yang mengisi. Kiranya nona Han sudah
mewarisi kepandaiannya."
"Cici Khim sengaja memujiku, pada hal apa yang kumiliki
sekarang bila dibanding ayah, terpautnya amat jauh, Toankongcu
pernah membantu aku, demi urusan dinas dan untuk
hubungan pribadiku, adalah logis kalau aku balas membantu
dia. Kalau Ciu-pepek belum mendapatkan orang yang cocok,
biarlah tugas ini serahkan kepadaku saja."
Ternyata Ciong Bin-siu lebih gelisah setelah tahu akan
berita buruk ini, ingin rasanya dia bantu Han Cin memasang
841 sayap supaya lekas terbang ke Tayli, maka lekas dia keluarkan
kuda putihnya dan berkata dengan tertawa: "Kuda kami ini
sepasang, Toan-toako membawa yang jantan, sekarang boleh
kau naiki yang betina ini. Bukan saja manusianya bisa
bertemu, pasangan kudaku inipun biar berkumpul."
Han Cin jengah oleh godaan ini. Lekas Ciu Kiam-khim
menyela: "Baiklah jangan berkelakar melulu. Urusan lebih
penting. Han-cici, sekarang kau sudah siap turun gunung, kali
ini kau hendak menyamar macam apa?"
"Nanti juga kau akan tahu," ucap Han Cin, dia larang Ciu
Kiam-khim menyaksikan dirinya berdandan, tak lama
kemudian setelah dia merias diri baru keluar dari kamar.
Begitu melihat samarannya, Ciong Bin-siu dan Ciu Kiamkhim
tertawa terpingkal-pingkal sambil memeluk perut.
Ternyata dia menyamar jadi seorang laki-laki setengah
umur, mukanya kuning, memakai kumis lagi, pipinya tepos
berwajah licik dan nakal, bayangan seorang gadis jelita sudah
tidak kelihatan lagi.
Ciu Kiam-khim berkata: "Kalau aku tidak tahu kau yang
menyamar, bila aku melihat nampak macam orang ini, aku
jadi sebal dan muak."
"Memang lebih suka dibenci orang yang melihat
tampangku, supaya para cakar alap-alap itu tiada yang
memperhatikan aku."
"Bila kau berhadapan dengan Toan-toako, lebih baik kau
menjelaskan padanya, kalau tidak tanggung dia akan kaget
setengah mati."
000OOO000 Setiba di rumah, tampak oleh Toan Kiam-ping ayahnya
keluar menyambut kedatangannya, karuan hatinya kaget dan
senang, namun juga heran, katanya: "Ayah, ternyata kau tidak
sakit?" 842 Ayahnya berkata; "Akulah yang menyuruh Ling Suhu
demikian. Kalau tidak kapan kau mau pulang."
Tahu bahwa dirinya ketipu Toan Kiam-ping hanya
menyengir getir, katanya: "Asal ayah tidak sakit saja."
Setelah batuk Lo-ongya memberi nasehat dengan nada
sungguh-sungguh: "Walau beruntung aku tidak jatuh sakit,
tapi kau harus selalu ingat akan wejangan para leluhur,
semasa ayah bunda masih hidup, anak cucu dilarang keluar
jauh. Apalagi kali ini kau jauh pergi keluar perbatasan
menemui Kim-to Cecu segala, jangan kata hati ayah bundamu
tidak tentram. Jikalau jejakmu diketahui orang, bagaimana
nasib kita kelak" Kupanggil kau pulang supaya kau berjanji
kepadaku, maukah kau dengar nasehat ayah?"
"Ayah ada pesan apa, silahkan katakan."
"Kau ingin bergaul dengan kaum persilatan, aku tidak akan
melarangmu. Tapi setelah ayah dan ibumu meninggal baru
kau boleh meninggalkan rumah. Kesehatan ibumu jauh lebih
buruk dari aku, bila kau pergi ke tempat yang jauh lagi,
mungkin dia benar-benar bisa jatuh sakit."
Sudah tentu Toan Kiam-ping hanya mendengar dan
mengiakan saja, katanya: "Kembaliku kali ini, memang sudah
siap untuk mendampingi ayah bunda sampai hari tua. Baiklah
aku patuh akan nasehat ayah."
Lebar senyuman Lo-ongya, katanya: "Masih ada satu hal
lain yang belum tercapai dalam angan-anganku, yaitu ingin
kau lekas menikah. Diluar apa kau tidak berkenalan dengan
perempuan yang baik dan cocok dengan kau, pandai Kungfu
juga tidak soal, tapi dia bukan kaum persilatan yang ada
hubungan dengan Kim-to Cecu."
"Soal jodoh masih banyak waktu untuk membicarakan.
Apalagi anak sekarang belum punya pikiran untuk
berkeluarga."
843 "Usiamu sudah dua puluh tujuh, sudah cukup dewasa
untuk berkeluarga, kenapa tidak pingin lekas menikah?"
"Laki-laki baru berkeluarga setelah tiga puluh, bukankah
inipun nasehat orang kuno?"
"Betul juga, tapi kau mau pulang, legalah hatiku. Soal
jodohmu, bila perlu akupun bersedia mencarikan jodoh.
Lekaslah kau temui ibumu."
Sejak kembalinya itu, terpaksa Toan Kiam-ping sembunyi
dalam rumah menulis, membaca dan belajar silat. Sudah tentu
dia mengharap ayah bundanya panjang umur, tapi bila dia
rindu pada Kanglam Sianghiap, Tan Ciok-sing, In San dan Han
Cin, ingin rasanya dia bebas mengembara pula, hatinya jadi
selalu masgul. Hari itu sungguh dia merasa pepat pikiran maka dia mohon
izin ayahnya untuk tamasya ke Jong-san. Lo-ongya berkata
dengan tertawa: "Asal kau tidak pergi jauh, tamasya di negeri
sendiri tetap kuizinkan. Pada hal negri kita tidak kalah indah
dan mempesona dari dunia luar, boleh kau pergi bersama
Siau-ni-cu."
"Tidak, hari ini aku tidak ingin mengajak teman, biar dia
tinggal di rumah melayani ayah," karena hati risau, dia ingin
pergi ketempat yang sunyi dan jalan-jalan melepas rasa rindu.
Hari masih pagi, kabut masih mengembang rendah,
seorang diri Toan Kiam-ping telah berada di puncak Jong-san,
tak lama kemudian diapun sudah jalan-jalan di pesisir Ni-hay,
tiba-tiba pikirannya terbayang akan Tan Ciok-sing dan In San,
terakhir kali merindukan Han Cin, pikirnya: "Kini mereka tentu
sudah kumpul di markas Kim-to Cecu."
Lalu terpikir pula oleh Toan Kiam-ping: "Nasib mereka
bertiga hampir mirip, tapi juga sama-sama teguh dan besar
tekadnya, bukan saja aku bukan bandingan Tan Ciok-sing,
dibanding Han Cinpun aku malah asor. Jalan-jalan di tempat
844 lama yang sudah sering dikunjunginya, hati dirundung
kepedihan lagi, maka Toan Kiam-ping tidak merasakan lelah.
Tanpa merasa hari sudah lohor, duduk di pinggir air,
pandangan Toan Kiam-ping melamun menatap ikan busur
yang berenang membalik melawan arus air, dia tetap tidak
kepingin lekas pulang. Hari itu cuaca baik, hawa sejuk dan
nyaman, panorama di Ni-hay kelihatan lebih mempesona,
tanpa merasa Toan Kiam-ping tarik suara bersenandung
membawakan syair pujangga kuno yang melukiskan
keindahan alam nan permai.
Tengah dia tenggelam lamunannya, tiba-tiba didengarnya
teriakan Siau-ni-cu: "Siau-ongya, Siau-ongya," waktu Toan
Kiam-ping angkat kepala, dilihatnya kacungnya itu tengah
berlari ke arahnya, sikapnya begitu gugup dan buru-buru lari
sambil teriak, suaranyapun sudah serak.
Toan Kiam-ping tertawa, katanya: "Siau-ni-cu, apa ayah
suruh kau menyusulku pulang" Memangnya perlu kau berlari
segugup ini?"
Toh Ni sudah berada di depannya, keringat gemerobyos
namun mukanya tampak menghijau mulutnya megap-megap
mau bicara tapi hanya dua patah kata yang kuasa diucapkan.
"Tidak, bukan."
"Siau-ni-cu," ujar Toan Kiam-ping tertawa, "istirahat dulu,
nanti kau bicara lagi."
Tiba-tiba berlinang air mata Toh Ni, katanya: "Siau-ongya
urusan genting, urusan celaka."
"Urusan genting apa yang celaka?"
"Siau-ongya dengarkan penuturanku, tapi jangan kau
bingung dan gelisah, bagaimana kita harus menghadapi
kejadian ini, semua tergantung keputusanmu."
845 "Memangnya dunia akan kiamat" kenapa begini gugup.
Agaknya perkataanmu harus kugunakan untuk
menasehatimu."
"Kira-kira sebanding dengan dunia kiamat. Lo-ongya. Loongya,
beliau..."
"Ayah kenapa?" baru sekarang Toan Kiam-ping tersentak
kaget, Dia kira ayahnya mendadak jatuh sakit parah.
Perlahan suara Toh Ni: "Lo-ongya ditawan oleh pembesar
anjing utusan kerajaan. Rumahpun telah disegel."
Keluarga Toan adalah keluarga besar yang ternama di
kalangan Tayli, mimpipun tak pernah terpikir oleh Toan Kiamping
hari ini bencana bakal menimpa keluarganya, sesaat dia
melenggong, akhirnya berkata: "Bagaimana mungkin terjadi
petaka yang tak terduga ini" Memangnya keluargaku
melanggar dosa apa?"
"Mereka membacakan apa itu firman raja, keluarga Toan
dituduh mengangkat sendiri jadi raja, berusaha memberontak
dan membangkang perintah. Dalam firman itu diperintahkan
untuk membekuk seluruh keluarga Toan dan digusur ke kota
raja menunggu hukuman."
Kaget dan gusar Toan Kiam-ping, sedapat mungkin dia
tenangkan diri, katanya: "Sungguh kurang ajar, bagaimana
dengan Ling Suhu dan yang lain-lain" Apakah mereka hanya
menangkap ayahku?"
"Waktu pembesar anjing menyegel rumah menangkap
orang sebetulnya Ling Suhu hendak melabrak mereka. Tapi
baru saja bergebrak keburu dicegah oleh Lo-ongya, Lo-ongya
bilang selama hidup dia tak pernah melanggar hukum dan


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hidup sederhana, tidak perlu takut pergi ke kota raja untuk
mencuci bersih kebesaran nama keluarga Toan. Tapi dia
mengajukan dua syarat supaya pembesar anjing itu mau
menyetujuinya: Pertama, rumah boleh disegel, tapi anggota
keluarga lain supaya tidak diganggu gugat. Kedua, meski dia
846 dituduh memberontak, hanya ialah yang wajib memikul dosa,
tiada sangkut pautnya dengan anak isteri."
"Di bawah sarang yang porak poranda, mana ada telur
utuh" Ayah rela menyerahkan diri, masih juga ingin
melindungi kita, kukira terlalu Jenaka jalan pikirannya."
"Akhirnya pembesar anjing itu hanya menerima syarat
pertama, dia memberi kesempatan pada Loya untuk
membubarkan para pembantu. Tapi syarat kedua mereka
tolak dengan alasan menjalankan tugas menurut firman raja,
setelah tidak berhasil menemukan dirimu, maka mereka
menggusur Loya ke atas kereta kurungan. Diapun berpesan
supaya Siau-ongya langsung menyerahkan diri di kota raja.
Agaknya mereka sudah menduga, suatu hari kau pasti akan
berusaha menolong ayahmu, itu berarti kau akan masuk jaring
sendiri. Siau-ongya, jangan kau tertipu oleh muslihat mereka.
Ling Suhu berpesan supaya kau lari ke tempat yang jauh, bila
perlu dia menganjurkan supaya kau bergabung ke markas
Kim-to Cecu. Ling Suhu memohon untuk mengantar Loya ke
kota raja, kini mereka sudah berangkat, mungkin mereka jeri
akan keliehayan Ling Suhu, maka permintaannya dikabulkan."
Ternyata utusan Liong Bun-kong bukan lain adalah Huwan
bersaudara bersama Ciok Khong-goan dan Sa Thong-hay, ke
enam orang ini adalah jago-jago kelas satu di bawah Liong
Bun-kong. Waktu menghadapi grebekan mereka Ling Khongtik
pernah adu pukulan melawan Ciok Khong-goan dan Sa
Thong-hay, tapi dia terkepung didalam barisan pedang Huwan
bersaudara, kalau waktu itu ayah Toan Kiam-ping tidak keluar
dan menghentikan pertempuran tepat pada waktunya,
mungkin kedua pihak akan gugur bersama. Apa yang diduga
Toh Ni memang tidak meleset, mereka memang jeri pada
keliehayan Ling Khong-tik maka dia diperbolehkan mengiringi
junjungannya berangkat ke kota raja.
Hampir pecah kepala Toan Kiam-ping menghadapi
persoalan rumit dan genting ini, sekuatnya dia kendalikan
847 emosinya, pikirnya dengan kepala panas: "Apa yang dikatakan
Siau-ni-cu memang benar, dalam suasana seperti sekarang,
aku harus menenangkan diri, tabah." Setelah dia tekan emosi
dan berhasil menenangkan diri itu, dia mulai menyelusuri
persoalan, tiba-tiba terasa olehnya bahwa cerita yang
dikisahkan oleh Siau-ni-cu terdapat suatu yang ketinggalan,
entah karena Siau-nicu lupa menceritakan, atau sengaja dia
hindarkan. "Siau-ni-cu ada satu persoalan yang belum kau jawab
kepadaku. Apakah para cakar alap-alap itu hanya ,
menangkap ayahku seorang?"
"Betul, mereka hanya menggusur Loya dengan kereta
kurungan."
"Tadi kau bilang mereka hanya berjanji tidak akan
mengganggu kerabat lain kecuali keluargaku. Jadi tujuan
penangkapan ini hanyalah ayah bundaku dan aku bertiga, aku
tidak di rumah, tapi ibu kan di rumah. Bagaimana keadaan Lohujin,
lekas beritahu kepadaku," demikian tanya Toan Kiamping
dengan suara gemetar.
Bercucuran air mata Siau-ni-cu, katanya: "Maafkan aku,
aku tak berani sekaligus memberitahu berita duka ini
kepadamu."
Berdiri alis Toan Kiam-ping katanya: "Aku sudah siap
menerima kabar yang paling buruk sekalipun, aku harus tahu
duduk persoalannya. Lekas katakan lekas, bagaimana keadaan
ibuku?" Dengan sesenggukan baru Toh Ni berkata: "Lo-hujin tidak
sudi dihina, dia, dia sudah bunuh diri."
Bagai disambar geledek kepala Toan Kiam-ping mendengar
berita buruk ini, betapapun tabah hatinya, begitu mendengar
kematian ibunya yang mengenaskan, hampir saja dia jatuh
semaput. Lekas Toh Ni memeluk serta menggoncang
tubuhnya, teriaknya: "Siau-ongya, sadarlah, keluarga Toan
848 ketinggalan kau seorang, kau harus, menjaga diri. Selama
gunung tetap menghijau, jangan kau kuatirkan kehabisan
kayu bakar..."
Pukulan batin yang berat serta nasehat dan dorongan sang
kacung seketika memberikan dukungan semangat dan tekad
yang besar, akhirnya Toan Kiam-ping berdiri di atas kakinya
sendiri, desisnya dengan kertak gigi: "Kalau dendam ini tidak
kubalas, tiada muka aku jadi manusia"
Jodoh Si Mata Keranjang 6 Bara Naga Karya Yin Yong Seruling Samber Nyawa 3
^