Pendekar Pemetik Harpa 21

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Bagian 21


dan berteriak: "Jurus keenam."
Jelas tampak Kek Lam-wi bakal terjungkal jatuh dengan
kepala bocor, tak tahunya di kala tubuhnya terjengkang
membalik itulah, tiba-tiba dia ulur serulingnya ke bawah
menutul dulu ke tanah, meminjam pantulan tenaga tutulan ini,
dengan tangkas dia jumpalitan pergi serta berdiri tegak di atas
kakinya. Meski tidak terjungkal jatuh, tapi kakinya goyah
sempoyongan, jelas dia tidak tahan lagi, tampak serulingnya
menuding seraya membentak dengan suara serak gemetar:
"Bangsat tua, biar aku adu jiwa dengan kau. Huuuaaah,"
tiba-tiba dia memuntahkan darah segar.
Lenghou Yong tertawa tergelak-gelak, katanya: "Anak
bagus, kematian sudah di depan mata masih bertingkah.
Kalau kau tahu diri lekas serahkan seruling itu, kalau tidak
jiwamu pasti amblas," dengan langkah lebar dia mendesak
maju seraya ulur tangan mencengkram ke arah Kek Lam-wi.
Seperti orang mabuk langkah Kek Lam-wi gentayangan
mundur, sikapnya seperti gentar dengan kedua tangannya
terpaksa dia angsurkan seruling dan berkata: "Baiklah,
seruling ini kuserahkan."
Kali ini giliran Lenghou Yong yang melengak, pikirnya:
"Bocah ini jelas sudah terluka dalam, meski tidak mampus
juga takkan mampu melawan lagi. Bila kubunuh dia, Ti-lothau
mungkin bisa melabrak aku, baiklah, setelah kuperoleh
seruling itu anggaplah pertikaian inipun lunas," maka dia ulur
tangan hendak menyambut.
Tak nyana di antara sambaran kilat, mendadak Kek Lam-wi
memutar serulingnya sehingga Lenghou Yong tak berhasil
memegangnya. Sambil bersenandung Kek Lam-wi kerjakan seruling secepat
kilat. Seketika Lenghou Yong merasakan pandangannya
1215 berkunang-kunang, bayangan seruling seolah-olah
merubungnya dari berbagai penjuru mengurung dirinya. "Anak
keparat," hardiknya murka, "berani kau menipu aku," dengan
menggertak kedua tangannya bergerak dengan jurus Hengsau-
jian-kun. Di tengah sambaran bayangan seruling dan gempuran
kepalan tangan, tampak Kek Lam-wi gunakan gerakan Siphiong-
hoan-hun (mengempeskan dada membalik mega)
selincah burung walet tubuhnya menerobos pergi tiga tombak.
Sebaliknya Lenghou Yong terdengar menggeram sekali,
mukanya tampak membesi hijau.
Maka legalah hati Ti Nio, dengan girang segera dia
berteriak: "Jurus ke tujuh, jurus ke delapan," ternyata baru
sekarang Kek Lam-wi melancarkan serangan menggunakan
jurus-jurus tunggal yang dia ajarkan.
Kenapa sejauh ini baru Kek Lam-wi melancarkan jurus
serangan tunggal ini" Soalnya jurus serangan tunggal ini harus
dilancarkan sesuai kesempatan yang ada, baru hasilnya bisa
berlipat ganda dan akibatnya pasti fatal bagi sang lawan.
Kalau tanpa perhitungan matang, terpaut serambut saja, akan
sia-sia perjuangan mengadu jiwa ini.
Harus diketahui ketiga jurus tunggal ciptaan Ti Nio yang
diajarkan kepada Kek Lam-wi adalah hasil saringan yang
diperolehnya dari cangkokan King-sin-pit-hoat, ketiga jurus itu
khusus diciptakan untuk menghadapi ilmu andalan Lenghou
Yong. Betapapun Kungfu Kek Lam-wi memang ketinggalan
jauh dibanding Lenghou Yong, bila begitu bergebrak Kek Lamwi
lantas melancarkan ketiga jurus tunggal itu, dengan
kekuatan ketiga jurus tunggal itu saja rasanya masih belum
mampu mengalahkannya, harapan menangpun terlampau
tipis. Oleh karena itu Kek Lam-wi mencari akal dan mengatur
tipu daya, dia tetap menggunakan kemampuan sendiri
dikombinasikan langkah ajaib ajaran Ti Nio, memperlihatkan
titik kelemahan sendiri sehingga lawan takabur dan
1216 memandang rendah dirinya, setelah tiba saat yang dinantikan
baru dia menyergap dengan serangan telak.
Baru dua jurus dari tiga jurus tunggal yang dipelajari dia
lancarkan, ternyata telah berhasil menutuk Jian-kin-hiat
Lenghou Yong. Untung Lenghou Yong sempat berkelit sedikit,
kalau tidak tulang pundaknya pasti bolong tertembus
serulingnya. Sayang Lwekang kedua lawan terpaut amat jauh,
meski dengan Jong-jiu-hoat Kek Lam-wi berhasil menutuk
Hiat-tonya, namun dalam waktu sekejap Lenghou Yong
berhasil kerahkan hawa murni membobol Hiat-to yang
tertutuk. Akan tetapi jurus Heng-sau-jian-kun yang
dilancarkan untuk balas menyerang Kek Lam-wi betapapun
mengurangi pula perbawa kekuatannya sehingga Kek Lam-wi
sempat melompat jauh kesana dan siaga menunggu reaksi
musuh. Lenghou Yong murka, bentaknya: "Anak keparat, kau main
tipu daya, kalau tidak kubunuh kau, aku bersumpah takkan
jadi manusia."
Kek Lam-wi menjengek: "Seruling kuberikan, salah siapa,
kau tidak becus menerimanya" Kalau tidak terima boleh maju
lagi, kan belum genap sepuluh jurus, masih ada sisa dua
jurus, memangnya kau mampu berbuat apa terhadapku" Hm,
jika kau tidak mampu membunuhku, nah, coba saja rasakan,
akulah yang akan menggorok lehermu."
Bercekat hati Lenghou Yong, pikirnya: "Betul, tinggal dua
jurus lagi, kenapa aku terburu emosi," lekas dia tekan
perasaan, diam-diam kerahkan Lwekang, dengan mendelik dia
menatap tajam ke arah Kek Lam-wi.
Sikap Kek Lam-wi kelihatan lebih tenang, tiba-tiba diangkat
serulingnya terus ditiupnya.
Mendadak Lenghou Yong membentak: "Nih, sejurus saja
kumampusi jiwamu, kenapa harus dua jurus," kumandang
suaranya orangnyapun menubruk tiba, kedua lengannya
1217 terpentang seperti burung elang yang kelaparan menyambar
kelinci, Kek Lam-wi hendak diterkamnya, dimana gerakan kaki
tangannya ternyata menimbulkan deru angin kencang.
Ti Nio berteriak: "Jurus ke sembilan," mau tidak mau
suaranya terdengar gemetar. Ternyata dia tahu jurus ini
Lenghou Yong menggunakan seluruh kekuatannya, Eng-jiau
dan Tay-cui-pi-jiu dilontarkan bersama menjadi satu jurus
gabungan yang liehay. Ti Nio tahu kondisi Kek Lam-wi
sekarang memang lebih sedikit menguntungkan dari gebrak
tadi, serta melihat serangan Lenghou Yong yang dibakar oleh
amarahnya itu, betul-betul hatinya amat kuatir akan
keselamatan Kek Lam-wi, dia bertanya-tanya, apakah jurus
terakhir dari tiga jurus tunggal yang dia ajarkan kepada Kek
Lam-wi masih mampu untuk mengalahkan musuh.
Begitu menubruk dekat, kontan Lenghou Yong merasa
segulung hawa hangat menerpa mukanya, kulit mukanya
menjadi panas dan perih. Lekas Lenghou Yong melengos dan
meleng kepala, bentaknya: "Anak keparat, main licik apa kau
ini, kau kira aku takut."
Seperti diketahui seruling mustika Kek Lam-wi merupakan
pusaka Bulim yang jarang ada bandingannya, hawa hangat
yang ditiup keluar dari batang seruling itu ternyata dapat
digunakan menyerang dan melukai musuh. Lwekang Lenghou
Yong jauh lebih tinggi dibanding Kek Lam-wi, meski dia tidak
sampai terluka, mau tidak mau dia terhenyak sebentar.
Kembali Kek Lam-wi bersenandung mengiringi gerakan
serulingnya, kini seruling panjang itu bergerak dengan jurusjurus
ilmu pedang, secepat anak panah tiba-tiba meluncur
keluar, dia lancarkan jurus terakhir dari tiga jurus tunggal
yang diajarkan Ti Nio itu. Jurus ini dinamakan Li Khong
memanah batu, merupakan jurus terampuh dari jurus tunggal
itu. Terdengar "Crak" seruling meluncur secepat anak panah
menancap amblas ke pundak Lenghou Yong, sudah tentu
tulang pundak kirinya putus dan remuk.
1218 Lenghou Yong melolong panjang, suaranya seperti serigala
yang terluka, sebelum terjungkal roboh dia sempat
mendorong kedua telapak tangannya, Kek Lam-wi
dihantamnya mencelat sejauh tiga tombak.
Lekas Ti Nio memburu kesana serta memapahnya berdiri,
wajah Kek Lam-wi pucat pias, mendadak dia menjerit dan
menumpahkan darah segar sebanyak-banyaknya.
Akhir dari duel ini ternyata roboh bersama, luka-luka Kek
Lam-wi kelihatannya lebih parah dari lawannya.
Tapi akhir dari pertempuran ini sungguh diluar dugaan Ti
Nio dan Kek Lam-wi sendiri. Maklum Kungfu Lenghou Yong
hakikatnya jauh lebih tinggi dibanding Kek Lam-wi, bila Hiat-to
di pundaknya tidak kena tutuk lebih dulu, serta wajahnya
diterpa hawa panas pula, meski jurus terakhir itu Kek Lam-wi
mampu melukai lawan, jiwanya pasti melayang seketika
karena gempuran kedua tangan musuh.
Meski kedua pihak sama-sama roboh dan terluka, tapi
batas sepuluh jurus yang dijanjikanpun telah genap. Karena
tulang pundak kiri remuk, karuan tambah murka Lenghou
Yong, mukanya beringas seliar serigala, bentaknya: "Anak
kurcaci, biar aku adu jiwa dengan kau," begitu menubruk maju
mendadak dia menyerang pula sekali.
Karena tulang pundak kiri remuk, lengan kirinya sudah
tidak mampu bergerak lagi, maka seluruh sisa kekuatannya
dia himpun di lengan kanan, pukulannya ini boleh dikata
sudah mengerahkan seluruh kekuatan yang pernah dilatihnya,
perbawanya jauh lebih hebat dibanding tamparan kedua
telapak tangannya tadi, maka pukulan ini tidak boleh
dipandang remeh. Tapi serangan dahsyat ini sudah terhitung
jurus ke sebelas.
Ti Nio sedang memapah Kek Lam-wi, dengan tubuhnya dia
melindunginya sembari mengebas lengan baju, bentaknya:
1219 "Sepuluh jurus sudah genap, kau ingin berhantam lagi boleh
aku iringi kehendakmu."
Jarak hanya lima langkah, kedua kekuatan dahsyat saling
tumbuk maka terdengarlah suara "Pyaaaar" bagai ledakan
halilintar. Sambil menggandeng Kek Lam-wi, Ti Nio tergentak
mundur tujuh langkah baru kuat berdiri di atas kakinya pula,
pada hal Lwekangnya setingkat lebih tinggi dari Lenghou
Yong, sungguh tidak pernah disangkanya bahwa gempuran
terakhir Lenghou Youg sedahsyat ini, mau tidak mau tersirap
darahnya. Sebaliknya Lenghou Yong tetap berdiri tegak di tempatnya,
tapi sekejap lain tampak tubuhnya limbung bergontai dua kali,
"Huuuuaaaah" darah segar menyembur dari mulutnya.
Lwekangnya jelas bukan tandingan Ti Nio, apalagi setelah
terluka parah, setelah adu kekuatan secara kekerasan ini,
keadaannya sudah tentu lebih parah. Insaf meski nekad juga
dirinya tak ungkulan mengalahkan Ti Nio, terpaksa dengan
lesu dia mundur teratur, pikirnya: "Biarlah aku berusaha
mengulur waktu, biar mereka takabur sebentar."
Lekas Ti Nio jejal sebutir Siau-hoan-tan yang memang
sudah dia siapkan ke mulut Kek Lam-wi, Siau-hoan-tan ini
diberikan oleh Lim Ih-su yang memperoleh dari Hong-tiang
Siau-lim-pay, diam-diam dia pegang urat nadi Kek Lam-wi,
meski lukanya parah, namun urat nadinya syukur tidak
terluka, dengan kasiat Siau-hoan-tan, yakin jiwanya bisa
tertolong. Maka dengan lega hati dia menoleh ke arah
Lenghou Yong serta menjengek: "Sepuluh jurus sudah genap,
janjimu bisa dipercaya tidak?"
Kwik Su-to segera tampil ke muka, katanya: "Kukira akan
keterlaluan bila Lenghou Tayjin dipaksa bunuh diri" Apalagi
Lenghou Tayjin juga telah kehilangan sebelah lengannya,
kukira..."
"Kukira bagaimana?" bentak Ti Nio.
1220 Semula Kwik Su-to hendak bilang, kukira anggaplah urusan
selesai sampai disini, tapi serta dipelototi oleh Ti Nio nyalinya
kuncup seketika, dengan tergagap dia menjawab: "Kukira,
apakah Ti-siansing bisa menggunakan cara lain, syukur bisa
persoalan dibikin damai. Luka Kek-siauhiap tentu tidak ringan,
untuk ini aku rela mengganti ongkos pengobatannya."
"Memangnya siapa sudi menerima uang busukmu,"
semprot Ti Nio, "jangan kau lupa kau ini seorang wasit. Bila
kau suka mengabaikan kedudukanmu dan berdiri di pihak
Lenghou Yong, itupun boleh, kau boleh sebagai tambahan
rentenya. Tapi rente itu tak perlu dibayar dengan uang."
Dasar pikun, atau mungkin karena ketakutan, meski dia
tahu nada Ti Nio agak menyindir, tapi dia masih tidak tahu,
tanyanya: "Kalau rente tidak dibayar dengan uang lalu dibayar
dengan apa, harap Ti-siansing menjelaskan."
Ti Nio berkata tawar: "Agaknya kau suka rela membayar
rentenya itu?"
Bercekat hati Kwik Su-to, katanya gelagapan: "Kalau aku
mampu mengeluarkan. Aku sih ingin mendamaikan persoalan
ini." "Baik, kau dengarkan," seru Ti Nio, "dua puluh tahun yang
lalu Lenghou Yong membunuh ayah Kek Lam-wi, yaitu
suhengku. Sesuai kalkulasi kaum pedagang macammu yang
memberikan rente kepada peminjam, tentunya tak usah dua
puluh tahun kau sudah akan memperoleh kembali modalmu
yang semua dari rente itu. Sekarang biarlah kuberi muka
kepada kau, rentenya tidak kutuntut terlalu tinggi, biar
kuhitung satu tambah satu saja, nah lekaslah kaupun
serahkan jiwamu untuk mengiringi kematiannya."
Karuan Kwik Su-to berjingkrak kaget, arwahnya serasa
terbang ke awang-awang, teriaknya sambil goyang-goyang
tangan: "Wah, rentenya itu aku, aku tak berani
1221 membayarnya," dengan gemetar dia melangkah mundur
seperti takut dibekuk Ti Nio untuk mencabut nyawanya.
Pada saat itulah sayup-sayup terdengar oleh Ti Nio di
tempat kejauhan ada suara pertempuran, kuatir urusan
berbuntut panjang segera dia membentak: "Lenghou Yong,
kau bereskan dirimu sendiri, atau aku yang turun tangan" Kini
sebagai seorang wasit aku harus bertindak adil, kuhitung
sampai tiga, bila kau masih belum bertindak, terpaksa kuwakili
kau mencabut jiwamu."
Lenghou Yong tertawa getir, katanya: "Jelek-jelek aku ini
terhitung seorang kosen di Bulim, mana aku sudi mati secara
terhina" Biar kugorok leherku sendiri dan kuserahkan kepada
kalian," di kala dia berpura-pura mencabut golok hendak


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggorok leber sendiri itu, di bawah penerangan rembulan
yang remang-remang, tiba-tiba tampak dua bayangan sedang
berlari kencang bagai terbang mendatangi kemari.
oooOOOooo Tari Ciok-sing, In San dan Toan Kiam-ping serta Han Cin
akhirnya tiba di Lo-gau-kio, karena siang kurang leluasa
mengembangkan Ginkang di depan umum, maka pada
kentongan ketiga baru mereka sampai di suatu tempat yang
tak jauh letaknya dari Lo-gau-kio. Kala itu mereka berada di
atas sebuah bukit kecil, dari pengkolan bukit dari kejauhan
mereka sudah nampak Lo-gau-kio.
Tengah malam di tanah tegalan yang sunyi. Tiba-tiba Han
Cin menghela napas, katanya: "Lenghou Yong mungkin belum
tiba di Lo-gau-kio, kebetulan kita menyusul tiba pada
waktunya."
Tan Ciok-sing yang lari di paling depan mendadak
mempercepat larinya, Han Cin kira orang buru-buru ingin
sampai ke tempat tujuan, tapi In San justru bersuara heran,
katanya: "Agaknya ada orang di depan," belum habis dia
bicara, di depan memang muncul satu orang.
1222 Orang itu mendadak berhadapan dengan Tan Ciok-sing,
kedua pihak sama-sama melongo, orang itu lantas berseru:
"Tiangsun Pwecu, wah aku, kau bukan..."
Tan Ciok-sing sudah menjengek: "Poyang Gun-ngo, kau
keliru menyambutku. Tapi aku yakin kau bukan khusus mau
menyambut kedatangan Pwecumu bukan" Untuk apa kau
sembunyi disini?"
Ternyata Poyang Gun-ngo memang diundang Lenghou
Yong untuk memberi bantuan padanya.
Satu lari yang lain mengudak di belakang, lekas sekali, di
keremangan malam Lo-gau-kio sudah tampak di sebelah
depan. Tapi apakah di atas jembatan ada orang, dari jarak
sejauh ini masih belum kelihatan. Di kala kedua orang adu lari
dengan tancap gas, mendadak terdengar sebuah lolong jeritan
yang menyayat hati.
Itulah jeritan Lenghou Yong yang pundaknya tertembus
seruling Kek Lam-wi, Poyang Gun-ngo dan Tan Ciok-sing
sama-sama kaget. Karena mereka tidak bisa membedakan
suara jeritan siapa. Kedua orang hampir bersamaan mencapai
jembatan. Dalam pada itu, di atas jembatan Ti Nio sedang paksa
Lenghou Yong "bunuh diri". Karena tak mungkin mengulur
waktu lagi, sudah tentu kaget dan murka pula hati Lenghou
Yong, pikirnya: "Orang yang sudah kujanjikan kenapa masih
belum kunjung tiba?" apa boleh buat terpaksa dia pelan-pelan
melolos golok dan siap menggorok leher sendiri, pada detikdetik
terakhir sebelum ajalnya ini dia masih mengharap
munculnya keajaiban.
Bintang penolong memang muncul secara mendadak,
sebelum golok menggorok leher itulah di kala dia angkat
kepala memandang kesana, dilihatnya dua orang seperti adu
kecepatan lari sedang berlomba mendatangi, bayangan orang
di depan sudah mencapai ujung jembatan. Karuan bukan
1223 kepalang girang hati Lenghou Yong, pikirnya: "Sungguh tak
nyana Tiangsun Pwecu juga sudi membantu kesulitanku.
Dengan kekuatan gabungan Poyang Gun-ngo dan Tiangsun
Pwecu, umpama Bak-pangcu dari Hoay-yang-pang tidak
datang juga tidak jadi soal, yakin mereka sudah berkelebihan
untuk menghadapi Ti-lothau," saking senangnya lekas dia
berteriak: "Tiangsun Pwecu, Poyang-ciangkun, tepat sekali
kedatangan kalian."
Hampir dalam waktu yang sama Poyang Gun-ngo dan Tan
Ciok-sing juga berteriak.
Dengan suara gemetar Poyang Gun-ngo berteriak:
"Lenghou-siansing, apakah kau terluka?"
Sementara Tan Ciok-sing berteriak juga: "Ti-lopek
bagaimana keadaan Kek-toako?"
Mendengar suara Tan Ciok-sing, bukan main kaget
Lenghou Yong, rasa girangnya seketika kuncup tak berbekas.
Sebaliknya Ti Nio kegirangan. Dia sudah melihat jelas yang
mengudak Poyang Gun-ngo adalah Tan Ciok-sing, segera dia
berseru senang: "Poyang Gun-ngo, apakah kau mau
membayar rente Lenghou Yong?"
Melihat Ti Nio berada di atas jembatan, mana Poyang Gunngo
berani maju, lekas dia menghentikan langkah dan
bertanya bingung: "Membayar rente apa?"
"Rente Lenghou-siansing yang hutang jiwa terhadap
mereka," lekas Kwik Su-to menimbrung, "mereka menuntut
jiwa sebagai rentenya."
Sudah tentu ciut nyali Poyang Gun-ngo, teriaknya
berjingkrak mundur: "Wah, maaf, aku tidak bisa membayar
rentenya itu," baru saja kakinya menginjak ujung jembatan,
segera dia lompat turun ke pinggir sungai terus lari sipat
kuping melalui gili-gili.
1224 Sementara itu Tan Ciok-sing sudah mencapai pertengahan
jembatan, dia tiada niat mengejarnya. Ti Nio segera
membentak: "Nah, tiada orang yang sudi membayar rentemu,
lekas kau bereskan dirimu sendiri, masih tunggu apa lagi?"
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar bunyi air dikayuh serta
luncuran sebuah perahu di atas air, dari semak daun welingi
sana, tiba-tiba muncul sebuah sampan meluncur ke arah
jembatan. Seorang laki-laki besar, berpunggung lebar,
berdada bidang berdiri di depan sampan. Ti Nio curahkan
perhatiannya kepada Tan Ciok-sing yang mengudak Poyang
Gun-ngo, maka setelah sampan kecil itu dikayuh sampai di
bawah jembatan baru dia mendengar dan melihatnya. Tengah
malam buta rata untuk apa sampan kecil dikayuh ke bawah
jembatan" Sudah tentu timbul rasa curiga Ti Nio, sayang dia
sadar setelah terlambat.
Baru saja dia menoleh hendak mendesak Lenghou Yong
bunuh diri pula, tiba-tiba Lenghou Yong sudah menekan batu
singa di pinggir jembatan terus melompat jumpalitan dan
tepat hinggap di atas sampan dengan enteng.
Laki-laki besar yang berdiri di depan sampan itu ternyata
bukan lain adalah Bak Bu-wi, Hoay-yang-pang Pangcu yang
dahulu sering bersekongkol melakukan berbagai kejahatan di
Bulim. Mendengar berita temannya ini hidup makmur di kota raja,
maka Bak Bu-wi jadi ketarik dan sengaja menyusulnya ke kota
raja, dia harap temannya suka membantu sehingga dia bisa
memperoleh pangkat dan kedudukan di kota raja, baru
kemarin dia tiba. Kedatangan kawan lama yang mahir
berenang ini sungguh amat kebetulan bagi Lenghou Yong.
Pada hal Bak Bu-wi belum lagi mendapat kebaikan apapun
dari dia, orang justru telah memperalat dirinya lebih dulu.
Sesuai yang diduga Tan Ciok-sing, Lenghou Yong memang
manusia licik yang tidak mudah ditipu" Meski dia kemaruk
harta namun secara diam-diam diapun sudah mengatur
1225 teman-temannya di sekitar Lo-gau-kio. Poyang Gun-ngo'dia
pula yang mengundang, dia dimintai berjaga-jaga di atas
daratan, sementara Bak Bu-wi diharuskan siap siaga dari
sungai. Rencana rapi yang diaturnya ini tenyata diluar tahu
Kwik Su-to Di atas darat dan di air sudah ada teman yang siap bantu
memberi pertolongan bila mana perlu, sudah tentu dia tidak
perlu kuatir menghadapi bahaya. Tak nyana perhitungannya
meski sempurna-betapapun Thian memang lebih berkuasa.
Mimpipun dia tak pernah bahwa Tan Ciok-sing dan In San bisa
kebetulan keluar dari istana raja di hari itu pula dan kebetulan
pula di saat dirinya menghadapi jalan buntu, Poyang Gun-ngo
kebentur mereka berdua. Kini tinggal Bak Bu-wi seorang yang
boleh diharapkan untuk menolong dirinya, seperti seorang
yang kecebur ke air layaknya, bila bisa menangkap setangkai
jeramipun dia tidak akan melepaskannya, demikian pula dia
mengincar tepat waktunya untuk loncat ke atas sampan.
Sampan itu berlaju pesat mengikuti arus air yang deras. Ti Nio
tidak bisa berenang, terpaksa dia hanya mencaci maki belaka.
Tiba-tiba Tan Ciok-sing berseru: "Kalian tak usah gugup,
biar aku ringkus mereka kembali," lompat ke atas batu singa
di pinggir jembatan sekuat tenaga dia menjejak sekerasnya,
secepat kilat tubuhnya meluncur ke depan, lalu jumpalitan dua
kali di udara dan meluncur turun tepat di atas sampan. Betapa
sempurna Ginkangnya, sungguh mengagumkan, Ti Nio tak
urung tepuk tangan memuji.
"Bagus, kau bocah ini mengantar jiwa," bentak Bak Bu-wi,
kontan dia ayun gayung terus mengemplang, "Krak" kembali
api berpijar. Gayung besinya yang lebar dan tebal itu ternyata
terpapas sebagian besar. Maklum Tan Ciok-sing membawa
Pek-hong-kiam warisan Thio Tan-hong. Sayang karena
rintangan ini Tan Ciok-sing tak mampu mencapai sampan,
karena di kala pedang dan galah beradu, dari samping
Lenghou Yong bantu membokong dengan pukulan jarak jauh.
1226 Setelah memapas putus gayung lawan daya kekuatan
luncuran tubuh Tan Ciok-sing sudah habis, kedorong oleh
angin pukulan lagi, tanpa ampun dia sudah kecebur kedalam
air. Bak Bu-wi tertawa tergelak-gelak, katanya: "Anak keparat,
unjukan kegagahanmu di hadapan Hay-liong-ong di dasar air,"
di tengah gelak tawanya dia gunakan sisa gayungnya itu
mengebut sampan yang meluncur mengikuti arus, lekas sekali
sampan sudah meluncur ke tengah sungai. Namanya saja
sungai ini Ing-ting-ho (sungai tenang abadi) pada hal arusnya
bergelombang airnya berpusar, banyak batu-batu karang
berbahaya di dasar sungai, bila tidak pandai mengendalikan
sampan, salah membentur karang dan sampanpun bisa
hancur dan orangpun mati kelelap di dasar air.
Beberapa kejap lagi masih belum kelihatan Tan Ciok-sing
menongolkan kepalanya, karuan Ti Nio kuatir, tapi dia sendiri
tak pernah belajar berenang, terpaksa hanya gugup
membanting kaki dan memukul telapak tangan sendiri. Di
samping In San tertawa katanya: "Ti-cianpwe tidak usah
kuatir. Tan-toako mahir berenang, dia takkan mati tenggelam.
Kini pasti sedang bekerja di dasar air untuk menghadapi
musuh." Tiba-tiba tampak kepala Tan Ciok-sing muncul di
permukaan air, serunya lantang: "Kenapa tergesa-gesa. Biar
kuantar kalian menghadap raja laut saja."
Tiba-tiba tampak sampan kecil itu bergoyang-goyang
meluncur melewati sela sela karang sempit. Tampak Bak Buwi
angkat gayungnya, berbareng Lenghou Yong juga memukul
ke permukaan air dengan Bik-khong-ciang, dengan gabungan
kekuatan kedua orang ini, meski gelombang tinggi hampir
menelan sampan mereka, sampan tetap melaju ke depan. Kali
ini Tan Ciok-sing tidak kelihatan muncul lagi.
Ti Nio berkata: "Marilah kita ikuti sampan itu, Wi-tit, kau
masih bisa lari?"
1227 Kek Lam-wi menarik napas, sahutnya: "Aku masih mampu
lari," sejak menelan Siau-hoan-tan sampai sekarang sudah
berselang setengah sulutan dupa, kasiat obat sudah bekerja
dalam tubuhnya. Meski hawa murninya belum pulih, Lwekang
sudah berhasil dihimpunnya sedikit, untuk berlari dia masih
lebih kuat dibanding laki-laki kekar biasa. Ti Nio genggam
tangan kanannya, diam-diam dia bantu salurkan tenaga dan
menyeretnya pula.
Lekas sekali mereka sudah turun ke pesisir terus
membuntuti sampan itu dari pinggir sungai.
Kwik Su-to cari kesempatan hendak ngacir pergi. Ti Nio
keburu membentak: "Urusan belum selesai, kau sebagai wasit
mana boleh pulang lebih dini."
In San mencabut pedang, katanya mengancam: "Tan-toako
belum kembali, kau sudah mau lari" Kalau mau lari boleh kau
terjun ke air sekalian."
Han Cin menimbrung: "Betul bila Tan-toako tidak kembali
kitapun lempar dia ke air."
Apa boleh buat terpaksa Kwik Su-to ikut mereka mengudak
sampan itu, dalam hati diam-diam dia berdoa supaya Tan
Ciok-sing tidak mati tenggelam.
Sampan kecil itu meluncur secepat kuda dibedal kencang di
tengah arus sungai yang bergolak tapi para pengejar yang
berlari-lari di pinggir sungai mengembangkan Ginkangpun
tidak ketinggalan.
Tiba-tiba Han Cin berteriak: "Ayah, tuh lihat, bukankah itu
Tan-toako?"
Ti Nio menoleh ke arah yang ditunjuk, tampak sesosok
bayangan seperti ikan terbang melesat di permukaan air lalu
lenyap pula ditelan gelombang. Sesaat kemudian, tiba-tiba
tampak sampan kecil itu berputar tidak terkendali pula di
1228 tengah sungai. Sebentar lagi, sampan itu miring dan mulai
karam. In San tepuk tangan girang, serunya: "Gelagatnya sampan
itu akan dibikin karam oleh Tan-toako."
Terdengar Bak Bu-wi membentak: "Kurcaci, berani kau
bikin tenggelam sampanku, biar kusikat dulu jiwamu," dayung
kutung dibuang, segera dia keluarkan sepasang garpu besar
terus terjun kedalam air.
Ti Nio dan lain-lain terpaksa berhenti dan menonton di
pinggir sungai, tampak air bergolak semakin besar,
pertempuran di bawah air ternyata berjalan amat seru,
sehingga sukar dibedakan mana Tan Ciok-sing mana Bak Buwi,
semua menonton dengan hati tidak tentram, telapak
tanganpun berkeringat dingin. Terutama Ti Nio, dia jelas tahu
kemampuan Bak Bu-wi, pikirnya: "Hoay-yang-pang adalah
sindikat terbesar di perairan, sebagai Pangcu Hoay-yang-pang,
terang ilmu di bawah air Bak Bu-wi amat liehay. Di atas
daratan jelas Tan Ciok-sing bisa menyikatnva dengan mudah,
tapi di air mana dia menjadi tandingannya."
Mendadak terdengar suara jeritan dan gaduh, Lenghou
Yong berkaok-kaok: "Bak-toako, kemarilah tolong aku."--
Kiranya perahu itu kena ditusuk bolong dasarnya oleh
pedang mustika Tan Ciok-sing, arus sungai sederas itu pula,
lobang itu menjadi semakin melebar dan airpun masuk
semakin banyak. Akhirnya sampan itu penuh air dan air
berputar semakin keras di tengah sungai, kebetulan di depan


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada karang, kontan sampan itu kebentur pecah dan hancur
berantakan. Dalam pada itu dua orang yang lagi berhantam di tengah
sungaipun telah berakhir, tampak seorang berenang secepat
ikan terbang ke seberang sana melarikan diri. Jarak cukup
jauh gelombangpun besar sehingga sulit diketahui siapa yang
melarikan diri itu.
1229 Lekas sekali airpun tenang kembali, orang banyak sama
menunggu sambil menahan napas, namun hati gelisah bukan
main. Pertama mereka melihat pakaian koyak terhanyut
minggir ke tepi, In San lari meraihnya serta diperiksa, akhirnya
dia menghela napas lega, katanya: "Yang melarikan diri itu
adalah Bak Bu-wi."
Belum habis dia bicara, tampak seorang menongolkan
dirinya, lalu dengan langkah sempoyongan berlari di pesisir.
Semua orang jadi melenggong karena orang yang mentas ke
atas daratan dengan tubuh lunglai ini ternyata adalah Lenghou
Yong. Perih hati In San, segera dia memburu maju seraya
membentak: "Kau, telah mencelakai..." sebelum dia sempat
mengucap 'Tan-toako', tiba-tiba dia sudah mendengar suara
Tan Ciok-sing berseru: "Aku gusur keparat ini kembali, Kektoako,
silahkan kau menjatuhkan vonismu," lekas sekali Tan
Ciok-singpun sudah berada di atas daratan.
Ternyata karena Lwekang Lenghou Yong cukup tangguh,
meski tidak pandai berenang, didalam air dia kuat menahan
napas. Ilmu bermain didalam air Tan Ciok-sing jelas jauh lebih
liehay dari lawannya, tapi dia hanya membekuknya tanpa
melukainya pula, terus di gelandang naik ke atas darat.
Ti Nio segera membentak: "Kau bereskan diri sendiri, atau
aku yang turun tangan?"
"Susiok hutang darah ini biar aku sendiri yang menagih
padanya," demikian seru Kek Lam-wi, semangatnya seperti
bergelora, langsung dia menubruk maju sambil mengangkat
serulingnya, makinya: "Hutang harus dibayar, tepat tidak akan
menuntut bayaranmu?"
Lenghou Yong sudah lemah kehabisan tenaga, mana kuat
bertempur lagi, apalagi tulang pundak kiri sudah cacad, begitu
dia menangkis dengan lengan kanan. "Krak" tulang lengannya
terpukul remuk pula. Seketika dia menjerit sekeras-kerasnya
1230 seperti binatang yang sekarat menjelang ajalnya, mendadak
dengan beringas dia mencelat bangun terus menubruk.
Kek Lam-wi kira orang berlaku nekad hendak menubruk
dirinya, maka dia menyurut selangkah sambil melintang
seruling di depan dada, bila lawan benar menyeruduk dirinya,
dia sudah siap hendak mengepruk batok kepalanya biar pecah
Tak nyana Lenghou Yong tidak menubruk atau menyeruduk
ke arah Kek Lam-wi tapi dia benturkan kepalanya di atas batu
besar yang. berada tak jauh di pinggir sungai. Kepala pecah
otakpun berhamburan, jiwapun melayang seketika. Agaknya
dia insaf jiwanya takkan bisa selamat lagi, dari pada tersiksa
dan terhina, lebih baik bunuh diri, maka mumpung masih ada
sisa tenaga, sebelum Kek Lam-wi menamatkan riwayatnya, dia
nekad benturkan kepalanya di atas batu.
Sesaat lamanya Kek Lam-wi berdiri terlongong, akhirnya dia
menjatuhkan diri berlutut serta meratap pilu: "Ayah, hari ini
sakit hatimu berhasil kutuntut balas, semoga arwahmu
beristirahat tenang di alam baka," setelah musuh pembunuh
ayah mampus, dia sendiripun merasa seluruh tubuh sakit dan
lunglai, tak kuasa lagi dia berdiri, pelan-pelan meloso jatuh
lemas. Ti Nio memapahnya, katanya: "Hiantit, patut kuberi
selamat bahwa kau berhasil menuntut balas kematian
ayahmu. Sudahjah, sekarang mari kita pulang."
Semua orang putar balik ke atas jembatan dengan
perasaan riang gembira. Hanya Kwik Su-to yang bermuram
durja. Ti Nio membentak: "Sekarang sudah tiada urusanmu,
lekas enyah."
Tiba-tiba Kwik Su-to berlutut di depannya, malah ratapnya:
"Ti-loyacu, aku mohon kepada kau, jangan kau mengusirku
pergi!" Ti Nio tidak sempat pikirkan nasib orang, sejenak dia
melengak, bentaknya: "Eh, kenapa tidak enyah?"
1231 Pada saat itulah tampak dua ekor kuda mendatangi
menarik dua kereta dan berhenti di ujung jembatan. Seorang
laki-laki yang pegang kendali salah satu kereta segera
melompat turun sambil tertawa tergelak-gelak, serunya:
"Selamat, kuhaturkan selamat akan keberhasilan kalian
menunaikan tugas. Sayang aku datang terlambat, sehingga
tidak sempat saksikan kau memenggal batok kepala
musuhmu." Laki-laki ini bukan lain adalah Tio Kan-loh, ketua Kaypang
cabang Pakkhia. Ternyata dia kuatir terjadi sesuatu diluar
dugaan, maka dia siapkan dua buah kereta untuk bertindak
bilamana perlu.
Ti Nio berkata: "Masih ada kabar gembira perlu
kuberitahukan kepada kau, kalian belum pernah kenal, nah
lekas kemari kupcrkenalkan, inilah Tio thocu dan inilah Tan
Ciok-sing Tan-siauhiap."
Baru sekarang Tio Kan-loh tahu bahwa Tan Ciok-sing dan
In San berdua berhasil menyelamatkan diri dari istana raja,
rasa girangnya lebih besar lagi setelah memberi hormat
kepada Tan Ciok-sing berdua, segera dia berkata: "Orang
banyak memang sedang menunggu kau pulang bersama nona
In, mari silahkan naik kereta."
Tan Ciok-sing berkata: "Ti-locianpwe, silahkan naik dulu
bersama Kek-toako."
"Tio-thocu, Tio- thocu," teriak Kwik Su-to, "tolong kau
selamatkan jiwaku."
Sejak tiba Tio Kan-loh sebetulnya sudah melihat dia
berlutut di tanah, baru sekarang dia menoleh dan menjengektanya:
"Eh, apa yang sedang kau lakukan" Mau jadi anak
Lenghou Yong yang berbakti?"
Ti Nio berkata: "Kusuruh dia pulang, dia tidak mau."
"Kenapa tidak mau pulang?" tanya Tio Kan-loh.
1232 Dengan meringis Kwik Su-to berkata: "Tio-thocu, yakin
kaupun sudah tahu. Akulah yang mengajak Lenghou Yong
kemari memenuhi undanganmu, kini Lenglou Yong sudah
mati, mana aku bisa pulang ke Pakkhia pula" Untung bila
pihak mereka tiada yang tahu. Pada hal Poyang Gun-ngo dan
Bak Bu-wi sudah melihat kehadiranku disini, bila perkara
pembunuhan ini diusut, batok kepalakupun bisa dipenggal,
kau suruh aku pulang, bukankah berarti aku harus
menyerahkan jiwa ragaku?"
"Lalu apa kehendakmu?" tanya Tio Kan-loh.
"Mohon Tio-thocu sudi menerimaku sebagai kacungmu."
"Lho, hartawan besar di kota raja yang terkenal seperti kau
masa terima jadi kacung pengemis" Tapi umpama kau mau
minta sedekah pada penduduk, Kaypang kami juga tidak boleh
sembarangan menerima murid." demikian ujar Tio Kan-loh.
"Tak berani aku mengharapkan dapat diterima sebagai
murid Kaypang, semoga aku bisa mendarma baktikan
tenagaku untukmu saja, terserah tugas apapun aku rela
melakukan. Tio-thocu, tolong kau bermurah hati mengingat
kali ini akupun bekerja dengan baik..."
Tio Kan-loh menepekur sebentar, pikirnya: "Orang ini
terhitung bejat, namun dalam peristiwa ini dia memang besar
andilnya, sehingga Lenghou Yong dipancing kemari dan
terbunuh oleh Kek-siauhiap, kini baru sadar akan akibatnya
dan kesulitannya ini juga lantaran aku yang menyeretnya."
Melihat orang diam saja, lekas Kwik Su-to mendesak: "Aku
hanya mengharap jiwa selamat, soal harta dan rumah boleh
kutinggalkan seluruhnya. Bila perkara ini diusut, bukan
mustahil harta benda dan rumahku pasti disita dan disegel,
tapi aku punya simpanan emas di beberapa tempat yang pasti
tidak mereka ketahui, dengan senang hati akan kuserahkan
seluruhnya kepada kalian, semoga kalian sudi melindungi
aku." 1233 "Bedebah," maki Tio Kan-loh, "siapa sudi menerima uang
busukmu, tapi mengingat kau pernah melakukan kebaikan
demi kepentingan kami, baiklah sementara boleh kau
berlindung di tempat kami," dia datang dengan seorang murid
Kaypang bergoni lima, maka dia pesan kepada murid Kaypang
itu supaya membawa Kwik Su-to pergi, sementara boleh
menetap di suatu tempat rahasia untuk melindungi jiwa
raganya. Kwik Su-to munduk-munduk kegirangan sambil
menyatakan terima kasih. Tio Kan-loh tidak berani membawa
Kwik Su-to ke markas cabang Kaypang di Pit-mo-giam karena
dia sudah tahu martabat laki-laki gendut ini, maka dia
bertindak cukup hati-hati. Tak nyana akhirnya terjadi juga
peristiwa yang menyakitkan hati ibarat mengundang serigala
masuk kedalam rumah, sehingga Kaypang yang berada di kota
raja mengalami grebekan besar dan tertumpas hampir habis.
Tentang peristiwa ini baiklah kami kisahkan lain kesempatan.
Setelah murid Kaypang itu membawa Kwik Su-to pergi. Tio
Kan-loh bantu memapah Kek Lam-wi naik ke atas kereta,
rombongan tujuh orang ini segera menuju ke Say-san.
Dua kali di tengah jalan mereka kepcrgok pasukan negeri
yang memeriksa surat jalan, untung mereka semua menyamar
orang-orang desa, tanya jawab secara lancar dan bebas,
disogok beberapa keping uang perak lagi, untung tidak sampai
menimbulkan keributan. Bila mereka tiba di cabang Kaypang
di Pit-mo-giam, haripun sudah mulai gelap.
Bukan main senang dan kaget orang-orang gagah yang
berada didalam markas setelah mendapat berita
menggembirakan ini, semua keluar dan merubung maju
menyambutnya, dengan penuh perhatian mereka mendengar
kisah perjalanan Tan Ciok-sing yang menghadap Baginda
Raja. Semua sama memberi selamat dan pujian serta
mengangkat jempol.
1234 Loh In-hu berkata: "Apa yang pernah diucapkan raja, entah
merdu atau tidak perkataannya, aku tetap tidak bisa percaya."
Lim Ih-su tertawa, katanya: "Ucapan raja memang tidak
boleh dipercaya, tapi raja kan juga takut mati. Demi
keselamatannya, betapapun dia harus memperhatikan pesan
tulisan berdarah yang ditinggalkan Tan-hengte itu."
Tan Ciok-sing berkata: "Aku hanya menakut-nakutinya saja,
mungkin dia betul-betul ciut nyalinya dan mau tidak mau
harus berpikir dua belas kali sebelum bertindak. Tapi aku
yakin yang betul-betul ditakuti adalah Kim-to Cecu, takut bila
dia tidak angkat senjata melawan musuh, rakyat akan
mendukung Kim-to Cecu, itu berarti kedudukannya sebagai
rajapun bakal goyah."
Kaypang Pangcu Liok-kun-lun tertawa sambil mengelus
jenggot, katanya: "Apa yang kau katakan memang betul, bila
dinilai secara keseluruhan Baginda Raja itu tetap takut
terhadap kekuatan rakyat jelata. Tapi dalam hal ini jangan kita
terlalu optimis dengan pendapat sendiri, kukira dari hasratnya
ingin meneken surat perjanjian damai dengan musuh, sampai
dia dipaksa untuk melawan musuh itu di dalamnya tentu
terdapat banyak liku-liku yang tidak bisa dimengerti orang
lain." "Itu sudah pasti," Lim Ih-su mendukung pendapat ini,
"untung batas waktunva hanya tiga bulan, tiga bulan
kemudian kita akan tahu apakah janji pertama dari raja bakal
terlaksana tidak."
Setelah berhasil menuntut balas, perasaan Kek Lam-wi
longgar dan lega, hatinya riang dan gembira, lekas sekali
dalam tiga hari kesehatannya sudah hampir pulih. Demikian
pula keadaan Loh In-hu, boleh dikata sembilan puluh persen
sudah sehat kembali, hanya Sia-cin Hwesio saja yang terluka
paling parah, dia masih perlu banyak istirahat.
1235 Hari ke empat seorang murid Kaypang yang berhasil lolos
keluar dari kota raja membawa sebuah berita ke Pit-mo-giam.
Sesuai dugaan Liok Kun-lun, berita pertama yang dibawa
murid Kaypang ini adalah, "penjagaan" diperkeras di seluruh
kota raja. Berita kedua adalah, Liong Bun-kong pura-pura sakit
dan minta cuti, selama beberapa hari tidak masuk istana
menghadap raja. Jabatannya sebagai sekretaris militer masih
dipegangnya tapi praktek kerjanya sudah diserahkan ke
sekretariat. Sementara kedudukannya sebagai Kiu-bun-te-tok
yang paling berkuasa di seluruh kota raja sudah diserah
terimakan kepada Komandan Gi-lim-kun Bok Su-kiat sebagai
penjabat sementara.
"Bagus, janji pertama dari raja muda itu telah dilaksanakan
separo," seru Lim Ih-su.
Berita ketiga adalah Duta besar Watsu secara diam-diam
telah meninggalkan kota raja, tapi Poyang Gun-ngo dan Ma
Toa-ha dua busu pengawalnya masih ditinggal di rumah
keluarga Liong. Kedua orang ini memang ditahan oleh Liong
Bun-kong untuk bantu menjaga keselamatannya.
Liok Kun-lun berkata: "Setelah kehilangan seorang Lenghou
Yong, kini mendapat ganti Poyang Gun-ngo dan Ma Toa-ha,
usaha kita untuk membunuhnya jadi lebih sulit lagi. Tapi aku
jadi curiga, bahwa Duta besar rahasia Watsu mau
meninggalkan kedua Busunya pasti ada latar belakangnya,
bukan melulu untuk bantu melindungi keselamatan bangsat
tua itu." Sim Lan salah satu utusan Kim-to Cecu berkata: "Itu Sudah
gamblang, kedua Busu ini memang sengaja ditanam di kota
raja sebagai mata-mata mereka. Aku jadi ingat akan satu hal,
kukira hal ini perlu kita perhatikan juga."
"Soal apa?" tanya Lim Ih-su.
"Baginda jelas tidak akan membocorkan pembicaraannya
dengan kita kepada siapapun, tapi konsep perjanjian damai
1236 yang telah dibuat Liong Bun-kong dengan Duta rahasia Watsu
itu ditahan oleh raja, kukira Duta besar Watsu juga pasti
menduga bahwa di belakang persoalan ini pasti ada terjadi
perobahan yang merugikan pihaknya."
"Lalu bagaimana?" tanya Tan Ciok-sing.
"Setiba di negerinya mungkin Watsu akan segera kerahkan


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pasukannya menyerbu kemari, kukira dalam dua hari ini
bersama Ciu Hok aku harus segera kembali ke markas."
"Tunggu lagi beberapa hari, setelah aku membereskan
urusan dinas dalam Kaypang, ingin aku pergi bersama kalian,"
demikian ujar Liok Kun-lun.
Berita ke empat tidak begitu penting, namun menyangkut
pribadi Toan Kiam-ping. Perkara yang menimpa keluarga Toan
sehingga keluarga Toan di Tayli dicopot kedudukannya oleh
penguasa setempat adalah gara-gara hasutan Liong Seng-bu
yang menggosok pamannya Liong Bun-kong. Kini setelah
Liong Bun-kong sendiri sibuk mengurus nasib sendiri, maka
perkara inipun terbengkalai.
"Selamat Toan Kongcu," seru Sim Lan, "sekarang kau boleh
pulang ke kampung halaman dengan bebas dan leluasa."
Merah muka Toan Kiam-ping, katanya: "Aku amat menyesal
kenapa dulu kehidupanku terhimbau oleh kesenangan melulu,
kini kawan-kawan sedang sibuk mondar mandir demi
kepentingan nusa dan bangsa, memangnya aku harus pulang
menjadi "Siau-ongya" yang bernama kosong belaka?"
"Bagus," puji Sim Lan, "kau punya pengertian yang
obyektif, aku amat kagum padamu. Tapi aku tetap anjurkan
kau pulang saja."
"Kenapa?" tanya Toan Kiam-ping.
"Bukan maksudku menganjurkan kau pulang menjadi Siauongya,
tapi pulang untuk bantu menyelesaikan suatu tugas."
1237 "Tugas apa yang bisa aku bantu menyelesaikan?"
"Tayli adalah kampung halaman dan tempat kelahiranmu,
rakyat Tayli terhadap keluarga Toan kalian amat hormat
tunduk dan patuh, sepulang kau ke kampung halaman,
banyak kerja yang harus kau kerjakan. Umpamanya
menjelaskan kepada rakyat jelata cara bagaimana harus
melawan serangan penjajah, dengan tenaga dan darah daging
sendiri melindungi kampung halaman, jangan terlalu percaya
kepada kekuatan kerajaan yang sudah keropos, ini hanya
salah satu contoh. Di rumah kau akan jauh lebih berguna dari
pada disini. Ini bukan melulu pendapatku, tapi juga didukung
oleh Kim-to Cecu."
"Betul," timbrung Ti Nio, "penjelasanmu cukup menyeluruh.
Hiantit, kali ini kau pulang bukan lagi sebagai Siau-ongya, tapi
pulang sebagai salah seorang teman laskar rakyat. Bila kau
sudah memahami hai ini, maka kau akan hidup tentram lahir
dan batin."
"Bagus sekali uraian Ti-locianpwe," ucap Sim Lan, "tapi
sepatah kata kurasa kurang tepat diucapkan."
Ti Nio melengak, tanyanya: ."Perkataan yang mana?"
"Toan-kongcu bukan pulang sebagai teman kami."
Toan Kiam-ping melenggong, tanyanya: "Apakah aku
belum setimpal sebagai teman laskar rakyat?"
Sim Lan tertawa lebar, katanya: "Kau adalah orang kita
sendiri." Toan Kiam-ping tertegun, entah haru atau saking senang,
tanpa kuasa air matanya meleleh, serunya lantang: "Terima
kasih, kalian teramat menghargai diriku, baik, besok juga aku
pulang ke Tayli."
Ti Nio berkata: "Besok biar aku antar kau dan anak Cin
pulang. Ucapan Sim-thauling sekaligus menyadarkan aku.
Setelah mengantar kalian pulang ke Tayli, segera akupun akan
1238 kembali ke Khong-goan, disana aku yakin banyak pula yang
bisa kukerjakan."
Pembicaraan selesai larut malam. Hari kedua hadirin
mengantar pemberangkatan mereka bertiga. Sakit Kek Lam-wi
sudah delapan puluh persen sembuh, setelah perjamuan usai,
seorang diri dia menyatakan ingin mengantar mereka.
Sebelum berpisah Ti Nio berkata: "Hiantit, sungguh
menggembirakan sakit hatimu sudah terbalas. Kini tinggal satu
saja keinginanku."
"Susiok, besar sekali bantuanmu kali ini sehingga aku
berhasil menuntut balas, tak perlu aku berbincang soal budi
dan kebaikan, keinginan apa yang belum kau orang tua capai,
bila perlu tenagaku silakan perintahkan saja."
Ti Nio tertawa, ujarnya: "Keinginanku ini memang hanya
kau saja yang bisa menyelesaikan."
"Apakah itu?" desak Kek Lam-wi.
Han Cin tertawa cekikikan, katanya: "Kau sepintar ini masa
tidak bisa menerkanya" Seperti juga ayah, akupun ingin
supaya kau lekas mencari Toh-cici dan mengajaknya pulang."
"Betul," ujar Ti Nio, "pernikahan anak Cin tidak perlu
kupikirkan lagi. Maka keinginanku yang terakhir adalah supaya
selekasnya minum arak pernikahanmu dengan nona Toh."
Yang benar, tanpa disinggung Ti Nio dan putrinya, meski
luka-lukanya belum sembuh seluruhnya, hati dan pikiran Kek
Lam-wi sudah lama terbang menyelusuri jejak Toh So-so.
Sayang dia tidak tahu dimana kini Toh So-so berada.
Lekas sekali tiga hari telah berselang, kini luka-lukanya
sudah sembuh seluruhnya. Hari itu di atas Pit-mo-giam
seorang diri dia berlatih King-sin-pit-hoat yang diajarkan Ti
Nio, tiba didengarnya seorang berseru memuji: "Bagus,"
waktu dia menoleh, dilihatnya Tan Ciok-sing dan In San lari
mendatangi. 1239 "Kek-toako," seru In San
"Selamat ya kau berhasil mempelajari ilmu tutuk nomor
satu di kolong langit ini, dendammu sudah terbalas, betapa
riang hati Toh-cici bila tahu akan hal ini."
Di hadapan teman baik tidak perlu malu-malu, Kek Lam-wi
berkata: "Kurasakan aku sudah tak tertahan lagi, ingin
rasanya sekarang aku sudah mendekapnya, cuma kemana aku
harus mencarinya."
"Aku ini orang perempuan, sedikit banyak bisa menyelami
perasaan sesama jenisnya," demikian In San mengutarakan
pendapatnya, "aku yakin bukan maksud Toh-cici sengaja mau
menjauhi kau, dia pasti berada di suatu tempat yang mudah
kau temukan."
"Coba kau terka, dimana kiranya dia berada," tanya Kek
Lam-wi. "Kukira kau sendiri yang harus menerkanya, coba kau
pikirkan kemana saja dulu kau bertamasya umpamanya, di
tempat yang paling mengesankan dan mengasyikan."
Kek Lam-wi jadi sadar, katanya: "Betul, seharusnya aku
pulang ke kampung halamannya untuk mencarinya. Di kala
kami dibuai asmara dulu, dia paling suka bertamasya di Ji-sikio
mendengar irama serulingku." Kek Lam-wi dan Toh So-so
adalah kelahiran Yang-ciu. Ji-si-kio adalah salah satu obyek
pariwisata yang terkenal di Yang-ciu.
"Lukamu sudah sembuh, lekaslah kau susul dia kesana?" In
San menganjurkan serta memberi dorongan mental.
"Tapi," Kek Lam-wi masih ragu-ragu.
"Tapi apa?" desak In San.
"Seorang diri aku meninggalkan orang banyak disini, apa
tidak rikuh. Apalagi luka Liok-ko (Sia-cin Hwesio) belum
sembuh." 1240 Tan Ciok-sing menimbrung: "Mungkin kami bisa mengiringi
kau. Tentang luka-luka Sia-cin Taysu, banyak orang yang
merawatnya, kukira tidak usah kau pikirkan."
Kek Lam-wi melengak, katanya: "Bukankah kalian akan
menetap disini sampai bangsat tua Liong digulingkan dari
kedudukannya" Kenapa kalian mau menemani aku pergi ke
Yang-ciu?"
"Justru lantaran persoalan itulah maka aku mencari kau,"
ujar Tan Ciok-sing.
"Sudah bicara sebanyak ini, aku masih bingung, sebetulnya
menyangkut soal apa?"
"Kau tahu di Thay-ouw ada seorang Lo-enghiong bernama
Ong Goan-tin bukan?"
"Maksudmu Cong-cecu Ong Goan-tin dari 36 kepala markas
perairan di Tay-ouw?"
Tan Ciok-sing mengiakan.
"Sebagai orang kelahiran Kanglam, sudah tentu aku tahu
akan Bengcu para pahlawan perairan di Kanglam yang
terkenal itu" Sebetulnya beliau adalah teman baik ayahku
almarhum, waktu kecil aku pernah melihatnya sekali."
"Lebih bagus kalau begitu, Tan-toako, arah yang kita tuju
ternyata tepat," kata In San.
"Ada apa dengan Ong Goan-tin" Soal apa pula yang ingin
kalian bicarakan denganku?"
Tanpa merasa sudah tiba di markas Kaypang. Tan Ciok-sing
berkata: "Setelah bertemu dengan Sim-thauling, kau akan
jelas duduk persoalannya."
Di kala mereka memasuki balairung, kebetulan mendengar
percakapan Liok-pangcu dengan Sim Lan.
1241 "Urusan dinas dalam Kaypang sudah kubereskan, hari ini
juga aku bisa pergi bersama kalian, aku sudah mengirim kabar
dengan burung pos, supaya semua murid-murid Kaypang di
berbagai cabang, bila sempat menyiapkan diri, dalam jangka
tiga bulan semua sudah harus berangkat dan kumpul di
markas kalian siap menunaikan tugas," demikian Liok Kun-lun
berkata. Kaypang adalah serikat besar, muridnya laksaan jumlahnya,
tersebar di segala pelosok. Dengan pernyataan Liok Kun-lun
itu. berarti kekuatan Kim-to Cecu-bertambah laksaan tenaga
yang tangguh. Sim Lan kegirangan, katanya: "Dapat
memperoleh bantuan Pangcu besar ini, sungguh bukan
kepalang besar artinya, kini yang masih harus kita rundingkan
adalah siapa yang tepat untuk diutus ke Thay-ouw?"
Lim Ih-su berkata: "Barusan Ciok-sing keluar mencari Lamwi.
Jit-te adalah kelahiran Kanglam. Kupikir biarlah dia, dia...
Nah itu kebetulan dia sudah datang. Jit-tc, ada persoalan ingin
kami bicarakan dengan kau."
"Barusan Tan-toako sudah menjelaskan kepadaku, katanya
aku diutus ke Thay-ouw menemui Ong Goan-tin Cong-cecu
dari tiga puluh enam kepala perairan disana?"
"Betul, cuma kami kuatir kesehatanmu belum pulih," ucap
Lim Ih-su. "Kesehatanku sudah pulih, To'ako tak usah kuatir. Entah
untuk urusan apa kalian ingin mengadakan kontak dengan
Ong Goan-tin?"
"Begini," Sim Lan menjelaskan, "tanggal dua puluh dua
bulan delapan adalah hari ulang lalimi Ong Goan-tin, sebelum
k.mu kemari, Cecu ada pesan supaya kami hadir dalam
perjamuan li.in ulang tahunnya itu mewakili beliau Tapi waktu
mendesak sck.ii.ni)' tidak mungkin kami pergi kesana, tapi
Cecu juga ada pesan bila perlu boleh diwakilkan orang lain
1242 yang cocok di antara kita. Mewakili pihak kita memberi
selamat hari ulang tahunnya."
"Lahirnya memberi selamat ulang tahun, tugas yang nyata
adalah merangkul Ong Goan-tin kedalam barisan kita untuk
bergabung melawan penjajah. Jelaskan kepadanya bagaimana
maksud dan tindakan kita yang sudah kita rencanakan
bersama." "Baik. Segera aku boleh berangkat." Kata Kek Lam-wi
tegas, "tapi apakah aku boleh mewakili Cecu kalian?"
"Kitakan orang sendiri, Kek-jithiap tidak usah sungkan, tapi
terus terang aku agak kuatir bila kau berangkat seorang diri,
lebih baik..."
Tan Ciok-sing segera menimbrung: "Aku bersama nona In
justru ingin mohon persetujuanmu, biarlah kami menemani
perjalanan Kek-toako."
Sim Lan tertawa lebar, katanya senang: "O, jadi kalian
memang sudah ada maksud?"
In San berjingkrak, serunya tepuk tangan: "Jadi, kau
setuju?" Sim Lan berkata: "Sebetulnya aku memang memancing
kalian uutuk menampilkan diri. Menurut apa yang diketahui, di
masa hidupnya ayahmu pernah menanam budi terhadap Ong
Goan-tin, demikian pula hubungan kental ayahmu dengan
Cecu kami, Ong Goan-tin juga tahu amat jelas."
"Tadi Kek-toako juga bercerita, katanya semasa hidupnya
dulu ayahnya juga punya hubungan kental dengan Ong Goantin,
waktu kecil diapun pernah melihat Ong Goan-tin,"
demikian timbrung In San.
"Maka itu kita putuskan kalian bertiga harus berangkat,
membawa nama kita untuk memberi selamat ulang tahunnya.
Tan-siauhiap dan nona In boleh mewakili markas kita,
1243 sementara Kek-jit-hiap mewakili Pat-sian. Begitu terasa lebih
berbobot."
Coh Ceng-hun menyela: "Urusan sudah selesai dibicarakan,
baiklah mari kita minum bersama untuk mengantar
keberangkatan mereka."
"Kami juga ingin berangkat hari ini juga," ucap ln San.
Lim Ih-su melenggong, katanya: "Ulang tahun Ong Goantin
adalah tanggal dua puluh dua bulan delapan, hari ini baru
tanggal dua puluh enam bulan tujuh, jadi masih satu bulan
lebih. Setengah bulan sudah lebih cukup untuk menempuh
perjalanan dari sini ke Tay-ouw, kenapa harus buru-buru,
beberapa hari lagi baru berangkat juga masih belum
terlambat."
In San tertawa, katanya: "Disini kalian melarangku
menuntut balas kepada bangsat tua she Liong, aku jadi sebal.
Kini mumpung ada kesempatan bisa bertamasya ke Kanglam,
Kek-toako kelahiran Yang-ciu, orang Kanglam cekek dia bisa
ajak kami berparivvisata."
Lim Ih-su maklum, pikirnya: "Kiranya Jit-te ingin pulang ke
rumah, kenapa aku jadi pikun, bukankah dia ingin lekas-lekas
menemukan Pat-moay?" maka cepat dia berkata: "Baiklah,
dari pada disini kalian juga terlalu iseng."
Dalam perjamuan perpisahan Sim Lan kembali memberi
petunjuk yang berharga, begitu perjamuan usai masingmasing
lantas berangkat ke arah tujuan sendiri-sendiri.
Supaya tidak menimbulkan kesulitan di perjalanan, In San
berpakaian laki-laki. Bertiga mereka naik kuda, siang malam
menempuh perjalanan, hanya enam hari propinsi Hopak dan
Soatang telah mereka lewati, kini mulai memasuki propinsi
Kangsoh. Pemandangan alam Kanglam memang permai
mempersona, ln San dan Ciok-sing tidak habis memuji,


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka melek huruf, maka tidak sedikit pula syair-syair yang
1244 mereka karang dan menjadi buah pembicaraan di sepanjang
jalan. Tengah berjalan, tiba-tiba tampak di depan sana dibedal
seekor kuda yang berlari kencang ditelan debu yang mengepul
tinggi di belakangnya. Tiba-tiba Tan Ciok-sing bersuara heran.
"Toako, kenapa kau?" tanya In San, "apakah penunggang
kuda di depan itu menimbulkan kecurigaanmu?"
"Ya, kulihat bayangan punggungnya seperti pernah
kukenal," sahut Tan Ciok-sing.
"Benar, aku pun merasa seperti kenal dia, siapakah dia"'
sela Kek Lam-wi.
"Siapakah dia?" tiba-tiba tanpa berjanji mereka berdua
sama berteriak: "Seperti Poyang Gun-ngo?"
Tapi In San masih ragu-ragu, katanya sesaat kemudian:
"Menurut pandangan kalian hari itu, dia dipendam di kota raja
sebagai spion, lalu untuk apa pula seorang diri dia berada di
Soh-ciu?" "Pendapat kami tetap tidak berobah, sebagai spion yang
dipendam, tugasnya tidak melulu di kota raja saja," demikian
kata Tan Ciok-sing.
"Maksudmu kedatangannya ke Kanglam ini juga dalam
rangka tugasnya?" In San menegas.
"Kukira demikian," sahut Tan Ciok-sing.
"Sayang kita hanya melihat bayangan punggungnya saja.
Tidak yakin apa betul pasti dia," ucap In San ragu-ragu.
Kek Lam-wi berkata: "Di depan ada sebuah gardu
minuman, mari kita menghilangkan dahaga sambil tanya
kepada nenek penjual wedang. Syukur orang itupun marrtpir
ke gardu minuman itu."
1245 Gardu minuman itu didirikan di pinggir jalan letaknya tepat
di persimpangan jalan. Lurus ke depan menuju ke Soh-ciu bila
ke kiri dan ke kanan menuju ke kota-kota kecil di sekitarnya.
Jarak masih ada setengah li, tapi dari kejauhan mereka sudah
melihat adanya gardu minuman ini.
Dalam gardu, si nenek penjual teh tengah asyik bicara
dengan cucu perempuannya. Cucunya masih berusia tiga atau
empat belas tahun. Meski jarak masih setengah li, tapi mereka
sama memiliki Kungfu tinggi, pendengarannya jelas lebih
tajam dari orang lain, maka pembicaraan didalam gardu
minuman ini, mereka bisa mendengarkan dengan jelas.
Agaknya si nenek meski sudah tua namun pandangannya
masih tajam, dari kejauhan diapun telah melihat kedatangan
mereka bertiga, serunya heran: "Eh, hari ini yang menempuh
perjalanan naik kuda koh lebih banyak dari biasanya," perlu
diketahui orang-orang Kanglam terutama di daerah Soh-ciu
dan Hang-ciu kalau bepergian suka berjalan kaki, bila
menempuh perjalanan, mereka suka naik perahu.
Nona kecil itu berkata: "Laki-laki naik kuda tidak perlu
dibuat heran, nona cantik yang lemah gemulai seperti hendak
jatuh ditiup angin ternyata juga pandai menunggang kuda
sebesar ini baru pertama kali ini aku melihatnya."
Mendengar ucapan nona kecil ini tergerak hati Kek Lam-wi,
lekas dia pecut kuda dilarikan lebih kencang.
Di depan sana nona kecil keplok tangan seraya berjingkrak
senang, "Ou, kencang benar lari kuda itu," sementara dalam
hati dia membatin: "Orang ini agaknya memburu waktu
menempuh perjalanan, mana mungkin dia bakal mampir ke
warung kami, jualan kami hari ini mungkin tidak akan terjual
habis lagi."
Tak kira tengah dia melamun memikirkan nasib, tiga ekor
kuda tiba-tiba berhenti di depan gardu, suara ringkik kuda
membuatnya berjingkrak kaget.
1246 Si nenek segera menyapa: "Tuan-tuan, silakan mampir
minum dulu barang dua cangkir. Kami menyediakan arak dan
teh wangi."
Tan Ciok-sing mendahului melangkah masuk, katanya:
"Arak kami tidak mau, tapi tarip teh akan kami bayar dua kali
lipat," sembari bicara dia merogoh kantong mengeluarkan
kepingan perak terus disodorkan kepada si nenek.
Si nenek menerima uang itu, tapi dia berkata: "Tiada
aturan begitu, harga arak memang dua kali lipat tarip teh,
kalian hanya minum teh mana boleh aku menerima bayaran
tarip arak?"
"Nanti dulu, kami belum habis bicara," sela Kek Lam-wi,"
arak kami tidak minum, tapi kami ingin makan nyamikan atau
kue apa yang tersedia disini. Apa kalian ada menyediakan
bebek goreng?"
Nenek itu tertegun, katanya: "Tuan, kiranya kau kelahiran
sini" Siapa shemu?" ternyata Kek Lam-wi bicara dengan logat
orang Soh-ciu asli.
"Aku she Kek," ujar Kek Lam-wi, "temanku ini she lan. Aku
kelahiran Yang-ciu, tapi ada famili yang tinggal di Soh-ciu,
maka sering aku tinggal di Soh-ciu."
"Goreng bebek memang ada, tapi tinggal beberapa potong
saja, harganya juga cuma seketip saja."
"Ah, kenapa diperhitungkan sejelas itu," ucap Kek Lam-wi
tertawa, "keluarkan saja seluruhnya."
Karena Kek Lam-wi pandai bicara bahasa Soh-ciu, sikap si
nenek tampak lebih ramah dan simpatik. Setelah
menghabiskan secangkir teh Kek Lam-wi berkata: "Popoh, aku
ingin tanya seseorang kepada kau!"
'"Siapa?" balas tanya si nenek. "Ada seorang nona yang
berdandan begini dan potongan begitu, apa pernah lewat
sini?" 1247 "Iya, agaknya ada, kalau tidak salah dia menunggang
seekor kuda putih, kira-kira satu jam yang lewat."
Nona kecil itu menimbrung: "Nona itu cantik benar, diapun
pandai bicara bahasa Soh-ciu kita."
Semula Tan Ciok-sing melenggong, tapi lekas diapun
paham: "O, kiranya dia mencari tahu jejak Toh So-so. Ya,
maklum, bila dibanding, jelas Toh So-so jauh lebih penting
dari pada Poyang Gun-ngo," demikian batinnya.
"'Apa betul?" girang Kek Lam-wi, "arah mana yang dia
tempuh?" "Jalan di tengah itu," sahut si nenek.
"Pasti dia menuju ke Soh-ciu," ujar Kek Lam-wi.
"Pernah apa sih kau dengan nona itu," tanya si nenek.
"Dia adalah Piaumoayku," sahut Kek Lam-wi, "tapi aku
sendiri belum tahu bila hari ini dia bakal datang ke Soh-ciu."
Nona kecil ttu tertawa geli, katanya: "Tak heran
kesenangannya ternyata seperti sama kau."
Kek Lam-wi melengak, tanyanya: "Kesenangan apa?"
"Seperti kau, diapun suka makan goreng bebek," ujar nona
kecil, "diapun hanya minum teh pantang minum arak, sebelum
berangkat dia minta dibungkuskan dua ekor bebek goreng.
Maka sisanya, ya cuma sedikit ini."
Diam-diam Kek Lam-wi membatin: "So-so memang suka
makan goreng bebek, tapi biasanya tak pernah makan
sebanyak itu. Em, ya, mungkin dia beli lebih banyak supaya
menguntungkan nenek dan cucunya ini. Atau mungkin dia
juga tahu aku suka makan goreng bebek, setiba di Soh-ciu,
meski dia ' tidak bisa menghabiskan sebanyak itu, dia tetap
membelinya juga."
1248 Nona cilik itu tertawa pula, katanya: "Lekaslah kau kejar
Piaumoaymu itu, kalau terlambat dia mungkin terkejar
seorang yang lain."
Kek Lam-wi tertegun, tanyanya: "Siapa mengejarnya?"
"Seorang tamu yang usianya kira-kira sebaya kau tapi dia
tidak mampir minum arak atau teh, begitu mendengar
Piaumoaymu berangkat belum lama, segera dia cemplak
kudanya terus mengudaknya."
Kek Lam-wi ragu-ragu, pikirnya: "Siapakah pemuda itu"
Teman yang dikenal So-so sebaya dengan aku hanya Cioksing
Toako saja. Em, bukan mustahil cakar alap-alap telah
menguntit jejaknya."
Nona cilik itu tertawa, kataaya: "Lho, koh malah melamun,
kenapa tidak lekas kau susul Piaumoaymu?"
Si nenek tertawa, omelnya: "Budak kecil banyak ngomong
saja, tuan ini toh tidak buru-buru, kenapa kau malah yang
menjadi kuatir?"
"Popoh," kata Kek Lam-wi. "Aku masih ingin tahu tentang
seseorang."
"O, siapa lagi yang yang ingin kau ketahui?" tanya si nenek.
"Seorang laki-laki yang tampangnya luar biasa," lalu dia
gambarkan tampang Poyang Gun-ngo dan dandanannya.
"Tidak lama setelah Piaumoaymu pergi memang ada
seorang laki-laki penunggang kuda lewat, tapi dia tidak
menghentikan kudanya yang dilarikan sekencang angin,
mataku yang sudah tua ini tidak melihat jelas tampangnya."
"Arah mana yang ditempuhnya?" Kek Lam-wi menegas.
"Kalau tidak salah membelok ke arah kiri."
Kek Lam-wi kuatir Toh So-so kebentrok dengan Poyang
Gun-ngo, kini setelah tahu Poyang Gun-ngo membelok ke kiri,
1249 arah yang berbeda, maka legalah hatinya. Tapi ia berpikir:
"Entah apakah orang itu betul Poyang Gun-ngo" Tapi bila
betul Poyang Gun-ngo, seorang diri dia meninggalkan kota
raja sudah cukup mencurigakan, setiba disini tidak langsung
ke Soh-ciu lalu kemana dia" Apa ini tidak lebih
mengherankan."
Apa yang ingin mereka ketahui sudah diperoleh keterangan
sejelasnya. Maka bergegas mereka meninggalkan gardu
minum itu. Di samping merasa senang In San juga merasa curiga,
katanya: "Kek-toako menurut pendapatmu, nona penunggang
kuda itu apa bukan Toh-cici?"-ternyata dia teringat pada
seorang lain tapi supaya tidak mengecewakan Kek Lam-wi,
maka dia tidak utarakan jalan pikirannya.
Ternyata Kek Lam-wi amat yakin, sahutnya: "Aku yakin
pasti dia."
Setiba di Soh-ciu, Kek Lam-wi berkata: "Mari kucarikan
hotel lebih dulu baru berusaha menemukan So-so. Hotel
terbaik di Soh-ciu berada di Say-cu-lim saja."
"Apa tidak lebih baik kami ikut kau mencari Toh So-so,
setelah menemukan dia baru cari hotel?"
Kek Lam-wi menetapkan: "Familinya itu keluarga miskin,
penduduk biasa yang tidak pandai main silat. Bila sekaligus
kita bertiga menunggang kuda mampir ke rumahnya mencari
So-so, mungkin bisa menarik perhatian orang banyak, ini bisa
mendatangkan kesulitan bagi mereka."
Mendengar penjelasannya, In San segera batalkan niatnya
menemani dia mencari Toh So-so.
Say-cu-lim terletak jauh diluar kota maka Kek Lam-wi ajak
mereka kesana, sepanjang jalan dia ceritakan asal-usul dari
Say-cu-lim yang terkenal itu. "Sai-cu-Iim merupakan daerah
1250 wisata yang terkenal di Soh-ciu," demikian Kek Lam-wi mulai
bercerita. "Konon Say-cu-lim hanya satu di antara kebon raya yang
terkenal di Soh-ciu, apa betul?" tanya In San.
"Bukan itu saja. Kira-kira seratus tahun yang lalu, di
kalaThio Su-seng angkat dirinya menjadi raja di Soh-ciu Saycu-
lim pernah dipugar menjadi istananya. Belakangan setelah
Thio Su-seng gugur di medan perang, Say-cu-lim disita oleh
yang berwajib dan dijual kepada hartawan besar yaitu Kiuthay-
say-cu In Thian-cian yang berjuluk Soh-ciu-pa (buaya
Soh-ciu)."
"Kisah ini pernah kudengar dari cerita ayah," ujar In San.
"Tan-toako, bila diurutkan sedikit banyak In Thian-cian ini ada
sangkut pautnya dengan kau."
Tan Ciok-sing-heran, katanya: "In Thian-cian kan sudah
mati puluhan tahun yang lalu, bagaimana mungkin ada
sangkut pautnya dengan aku?"
"Setelah In Thian-cian berkuasa di Say-cu-lim, kebon raya
ini dia jadikan gelanggang pertandingan dan tempat mesum.
Pernah suatu ketika gurumu Thio Tan-hong lewat sini, sengaja
dia ingin mengajar adat buaya darat ini, suatu kali dia
membuat keributan di gelanggang perjudiannya itu. In Thiancian
kalah puluhan laksa tahil perak, tapi tidak mau bayar
akhirnya dia pukul luka parah. Konon In Than-cian akhirnya
mati saking jengkel, sejak itu gelanggang perjudian dan
tempat mesum di Say-cu-lim ditutup dan pulih kembali seperti
sediakala."
Tan Ciok-sing tertawa, katanya: "Sungguh menyenangkan
cara Suhu menyelesaikan peristiwa itu. Kebon raya sebaik itu
mana boleh diinjak dan dirusak oleh kawanan buaya darat"
Bila kejadian kebentur di tanganku akupun akan bertindak
demikian."
1251 "In Thian-cian mati lantaran dendam kepada gurumu,"
demikian ujar In San tertawa, "bila keturunannya tahu kau
adalah murid penutup Thio Tan-hong, coba katakan apa yang
bakal mereka lakukan" Yakin mereka tidak akan melupakan
dendam sakit hati sejak puluhan tahun lalu itu, maka sasaran
pasti ditujukan pada dirimu."
"O, jadi Say-cu-lim sekarang masih berada di tangan
keturunan orang she In itu?" tanya Tan Ciok-sing.
"Betul," ujar Kek Lam-wi, "sekarang dikuasai oleh In Kip,
cucunya In Thian-cian. Tiga puluh tahun setelah In Thian-cian
mati, kira-kira sepuluh tahun yang lalu Say-cu-lim dia bangun
kembali sebagai kebon wisata serta dibangun hotel-hotel."
"Bagaimana martabat In Kip itu?" tanya Tan Ciok-sing.
"Kabarnya tidak sewenang-wenang, seperti kakeknya dulu,
tapi dia juga tamak dan loba. Hotel yang dibangun dalam Saycu-
lim itu cukup terkenal di Kanglam, hotel kelas satu yang
khusus menerima para hartawan atau orang yang tebal
kantongnya, menyediakan pula tempat mewah untuk para
pembesar atau keluarga raja. Taripnya mencekik leher,
ongkos menginap semalam, cukup untuk ongkos setengah
bulan keluarga sedang."
"Kalau hanya tamak harta dan tidak melakukan kejahatan
sih, kita tidak usah perdulikan dia," kata Tan Ciok-sing.
Kek Lam-wi tertawa, katanya: "Bagaimana mungkin mereka
tahu bahwa kau adalah murid Thio Tayhiap" Dan lagi In Kip


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak mungkin memegang tampuk pimpinan sendiri di hotel itu,
tak gampang untuk memergokinya. Kita boleh tidak usah
kuatir menginap disana."
"Bukan kita takut dia menuntut balas," ucap In San, "cuma
tadi menyinggung kisah Say-cu-lim maka sekalian aku
ceritakan kepada Tan-toako."
Tak terasa mereka telah tiba di Say-cu-lim.
1252 Hotel yang dibangun di kebon raya ini memang luar biasa,
bentuk bangunannya megah dan angker, jelas dikerjakan oleh
arsitek yang terkenal dan berpengalaman, entah berapa duit
yang ditanam untuk membangun proyek sebesar ini. Diluar
mereka tanya kepada penjaga pintu tentang kamar dan
taripnya, setelah Kek Lam-wi memberi sekeping uang perak
baru penjaga pintu ini mengantar mereka masuk kedalam.
Penjaga pintu membawa mereka ke kantor hotel lalu
mengundurkan diri. Seorang petugas lantas keluar
menyambut, mereka bertiga minta dua kamar, petugas itu
mengamat-amati mereka dengan seksama, dandanan mereka
mirip pelajar, pakaiannya meski tidak mewah, kelihatannya
seperti anak keluarga hartawan, baru dia mencatat nama dan
alamat serta berkata: "Disini tiada kamar yang disewakan."
Kek Lam-wi melenggong, katanya: "Tapi kami sudah tanya
jelas kepada penjaga pintu, katanya masih banyak kamar
kosong." Petugas itu berkata: "Mungkin dia tidak menjelaskan
peraturan disini."
"Peraturan apa?" tanya Kek Lam-wi.
"Disini kami tidak menyewakan kamar, kalau mau nginap
harus menyewa sebuah villa, bagaimana kalau kusediakan villa
yang ada lotengnya" Di atas atau di bawah ada kamar dan
sebuah ruang tamu. Kebetulan cocok untuk tempat tinggal
kalian bertiga."
"Baik," kata Kek Lam-wi, "sementara kami akan menginap
dua hari."
Petugas itu berkata pula: "Menurut aturan, tarip harus
dibayar kontan sehari sepuluh tahil perak. Kuda kalian setiap
ekornya dikenakan tarip makan setahil setiap hari, tarip ini
termasuk ongkos perawatan dan istal."
1253 Harga masa itu sekuintal beras putih paling baik paling
mahal dua tahil perak, sepuluh tahil cukup untuk ongkos
makan keluarga miskin setahun lamanya. Diam-diam Tan
Ciok-sing melelet lidah.
Kek Lam-wi mengeluarkan sekeping emas, petugas
menimang, berkata: "Emas ini berat tiga tahil lima ketip, dinilai
harga pasaran adalah tiga puluh lima tahil perak."
Kek Lam-wi berkata: "Sisanya tidak usah dikembalikan,
catat saja di buku mungkin kami akan menginap lebih lama
bila perlu."
Melihat orang mampu mengeluarkan uang emas, sikap si
petugas lantas berubah ramah, katanya dengan seri tawa
sambil munduk: "Kalian ingin makan apa, bisa dipesan lebih
dulu, segala macam masakan kami sediakan dan dikerjakan
oleh koki-koki berpengalaman."
Kek Lam-wi berkata: "Mereka berdua akan makan malam
disini, aku akan keluar menyelesaikan urusan, mungkin agak
malam baru kembali."
"Baiklah," petugas itu mengiakan, "nomor tembaga ini
boleh kau simpan, terserah kapan kau akan kembali, tidak jadi
soal." Kek Lam-wi tertawa, katanya: "Keras juga tata tertib kalian
disini." "Ya demi menjaga ketentraman para tamu yang menetap
disini. Dengan membawa nomor tembaga sebagai bukti
penginap disini, kami tidak perlu takut orang-orang yang tidak
bertanggung jawab mencari keuntungan pura-pura jadi tamu
disini," segera dia panggil dua orang disuruhnya membawa
kuda tunggangan mereka, serta mengantar mereka menuju ke
sebuah rumah yang dimaksud.
Rumah ini terletak di tengah dua gunungan menghadap
sebuah telaga buatan, pemandangan memang permai
1254 menyejukan perasaan, cocok dengan selera mereka.
Kebetulan letak rumah ini berada di pojok kebon dan
berjauhan dengan villa-villa yang lain. Setelah
meletakan buntalannya, segera Kek Lam-wi keluar hendak
menemui famili Toh So-so di kota Soh-ciu.
Setelah makan malam Tan Ciok-sing dan In San mengobrol
panjang lebar, mereka menunggu dengan sabar, tanpa terasa
kentongan kedua sudah jelang, tapi Kek Lam-wi belum juga
pulang. "San-moay," kata Tan Ciok-sing, "naiklah ke loteng,
badanmu penat, tidurlah dulu."
In San tertawa: "Sekarang hilang rasa kantukku. Aku mau
menunggu Kek Lam-wi pulang, yakin dia akan kembali
membawa kabar gembira," tengah mereka bicara lantas
terdengar suara ringkik kuda. . In San berseru heran: "Eh,
malam selarut ini masih juga ada tamu yang menginap
kesini?" maklum hotel di Say-cu-lim ini berbeda dengan hotel
di kota umumnya, letaknya saja sudah jauh dari keramaian
kota, yang menginap disini hanyalah para hartawan atau
keluarga pembesar yang iseng dan berfoya. Mereka yang
menempuh perjalanan jauh dan memburu waktu tidak
mungkin mau menginap disini, meski cetek pengalaman,
namun In San menjadi curiga.
"Dari ringkik kuda itu dapat dinilai tunggangannya itu
adalah kuda jempolan," ujar Tan Ciok-sing, segera dia
mendekam pasang kuping mendengarkan suara dari tanah.
Letak villa mereka menginap jauh dari kantor hotel, namun
mereka memiliki Lvvekang tinggi, pendengarannya juga
teramat tajam, dengan mendekam pasang kuping, lapat-lapat
Ciok-sing mendengar percakapan orang.
"Kudaku ini kalian harus memeliharanya dengan baik. Aku
perlu dua villa?" kata sang tamu yang baru datang.
1255 "Ya, ya, segera kami suruh orang merawatnya dengan baik.
Syukurlah Toaya hari ini sudi mampir..." terdengar kuasa hotel
berkata. Sebelum dia habis bicara, tamu itu sudah mendengus,
katanya: "Cukup asal kau tahu siapa aku ini, tidak usah, tidak
usah,..." percakapan selanjutnya suaranya lirih Tan Ciok-sing
tidak mendengarnya lagi.
Sesaat kemudian didengarnya tamu itu berkata: "Aku ingin
tahu jejak dua orang..."
Tan Ciok-sing pasang kuping mendengarkan dengan
seksama, sayarg percakapan selanjutnya tidak terdengar,
namun lapat-lapat dia mendengar seorang petugas hotel
mengatakan: "Oo kuda putih..."
In San berkata: "Suara tamu ini seperti sudah kukenal,
namun sukar diingat siapa dia sebenarnya. Pemilik hotel
bersikap begitu hormat kepadanya, kukira dia punya asal-usul
yang tidak kecil."
"Dia sedang mencari dua orang, bukan mustahil sasarannya
adalah kita," kata Tan Ciok-sing.
"Masa" Apa yang dia tanyakan, tadi aku kurang jelas."
"Aku juga tidak jelas, tapi kudengar seorang menyinggung
soal kuda putih."
In San kaget, katanya sesaat kemudian: "Kuda putih" Kalau
begitu bisa diduga, maksud petugas itu menjawab pertanyaan
itu, berarti menunjukkan bahwa salah seorang dari dua orang
itu menunggang kuda putih."
"Lalu?"
"Kalau dugaanku ini tidak meleset, itu berarti yang dia cari
bukan kita."
Sampai disini, mereka mendengar pula ringkik kuda, ringkik
dari tiga ekor kuda.
1256 "Kedengarannya, tiga ekor kuda sedang tarung. Tarung di
istal. Karena bila datang dari luar pantasnya kita mendengar
derap kakinya."
Tengah Ciok-sing bicara In San sedang menepekur.
"Adik San," tanya Ciok-sing lirih, "apa yang sedang kau
pikirkan?"
"Mereka bicara tentang kuda putih, entah seekor atau dua
ekor?" "Memangnya ada sangkut pautnya?" ujar Tan Ciok-sing
tertawa, diam-diam dia merasa heran entah kenapa dalam
keadaan seperti In San justeru memikirkan hal yang tidak
perlu. In San ragu dan curiga, belum sempat dia buka suara,
pembicaraan di kantor hotel kembali terdengar nyata.
Itulah suara kacung yang tadi disuruh membawa kuda ke
istal, suaranya gugup: "Celaka Toaya, kuda, kudamu itu..."
katanya diucapkan dengan napas sengal-sengal.
Tamu itu lantas membentak: "Kudaku kenapa."
Kacung itu berkata: "Kudamu ditendang keluar oleh dua
ekor kuda putih, kini sedang mengamuk dan terlepas, lari
pontang panting di kebon. Aku, aku tidak mampu
mengekangnya."
In San berjingkrak girang, katanya: "Nah, betul dugaanku,
ternyata dua ekor kuda putih."
Tan Ciok-sing masih bingung, katanya: "Kuda tamu itu jelas
bukan kuda sembarangan, kenapa kalah menghadapi kedua
ekor kuda putih?"
"Memangnya kau tahu bahwa kuda putih itupun kuda
jempolan?"
1257 Ciok-sing goyang tangan, supaya dia tidak bicara lagi.
Agaknya tidak perhatikan perkataan In San, tapi sedang
memikirkan urusan lain.
Ternyata tamu itupun merasa heran, katanya: "Masa iya,
Hwe-liong-ki memang bertabiat kasar, beruntung kalau dia
tidak mengusik tunggangan orang lain, mana mungkin dia
yang disepak keluar oleh kuda lain orang malah?"
"Lapor Toaya," kata kacung itu, "Toaya memang tidak
salah, kudamu dulu yang mengusik kuda lain, tapi dia
akhirnya tidak mampu menandingi kedua ekor kuda putih itu."
"Aneh, Hwe-liong-ki masa kalah, dia terluka tidak?" tanya
tamu itu. "Entah, kini dia sedang blingsatan di kebon, apapun
diterjangnya, aku tidak berani mendekatinya."
Kepala kantor agaknya menjadi gugup akan kejadian diluar
dugaan ini, katanya kebingungan: "Dia masih bisa lari,
tentunya tidak terluka. Toaya, apakah kau perlu menemui
pemilik kedua ekor kuda putih itu untuk minta ganti rugi?"
Tamu itu berkata: "Binatang berkelahi juga sudah umum,
kalau sudah berkelahi kalau tidak menang tentu kalah, buat
apa harus menuntut segala" Urusan sekecil ini kenapa harus
cari perkara, salah-salah aku ditertawakan orang. Baiklah, biar
aku menjinakkan Hwe-liong-ki."
Sudah tentu petugas kantor munduk-munduk serta
mengumpak, segera dia ikut berlari keluar menuju ke kebon
belakang untuk menyaksikan sang tamu menjinakkan kuda
tunggangannya. Tan Ciok-sing dan In San sama-sama diam seperti ada
yang dipikirkan, tiba-tiba Tan Ciok-sing menepuk paha,
katanya: "Ya, aku sudah tahu."
"Kau tahu apa?" dalam hati In San berpikir, "mungkin dia
sudah menebak siapa pemilik kedua ekor kuda putih itu?"
1258 Tan Ciok-sing berkata: "Tamu itu adalah Bak Bu-wi."
In San tersenyum, katanya: "Maksudmu Bak Bu-wi yang
malam itu pernah bergebrak dengan kau di Loh-gau-kio itu?"
"Betul, pasti tidak salah, tamu ini adalah Bak Bu-wi, Hoayyang-
pang adalah sindikat gelap di Kanglam yang berkuasa di
perairan, agaknya dia pulang dan sembunyi di sarang sendiri."
"Semula tujuannya hendak mencari tulang punggung
macam Liong Bun-kong bangsat tua itu, kini terpaksa dia
kembali, tapi aku jadi curiga, kembalinya kali ini pasti ada apaapa
yang sedang diembannya."
"Betul. Bukan mustahil kedatangan Poyang Gun-ngo kemari
juga atas undangannya."
"Betul, dia minta dua villa yang lain pasti disiapkan untuk
Poyang Gun-ngo."
"Seorang diri juga tidak perlu menggunakan sebuah villa,
kemungkinan dia mengundang juga beberapa orang, entah
siapa?" "Peduli apa maksud tujuannya, apakah dia sekongkol
dengan Poyang Gun-ngo, manusia macam dia setelah
kebentur di tanganku, aku tidak akan memberi ampun
kepadanya."
"Baiklah, setelah larut malam nanti, kita selidiki
keadaannya," demikian usul Tan Ciok-sing.
Waktu itu sudah mendekati kentongan ketiga, namun Kek
Lam-wi masih belum kunjung pulang.
Tan Ciok-sing mengajak: "Mari kita selidiki dulu situasi
disini, kembalinya nanti menunggu kedatangan Kek-toako
pula." Diam-diam mereka- melompat keluar dari jendela,
setelah mengitari gunung-gunungan terus menuju ke timur, di
sebelah timur terdapat belasan villa, letaknya tersebar tidak
teratur di antara pepohonan dan gunung-gunungan.
1259 Tiba-tiba dari depan menghembus angin lalu, hidung ln San
seketika mengendus-endus, katanya tertawa: "Toako, ada bau
aneh yang terbawa angin, kau bisa membedakan bau apa?"
"Sedikit bacin, kalau tidak salah mirip bau najis kuda."
"Ringkik kuda tadi berkumandang dari arah sana, istal kuda
pasti berada disana. Biar aku kesana melihatnya."
"Kau ingin melihat kedua ekor kuda putih itu?"
In San mengiakan.
"Orangnya lebih penting dari kuda, kita temukan dulu Bak
Bu-wi baru nanti kita tengok binatang empat kaki itu,"
demikian kata Tan Ciok-sing, dia kira In San hanya sekedar
memuaskan rasa ketariknya saja.
In San tertawa, katanya: "Kemungkinan kedua ekor kuda
putih itu justru lebih penting dari Bak Bu-wi. Mencari Bak Buwi
harus memeriksa satu villa ke villa yang lain, kedua kuda
putih itu justru bisa segera kutemukan di istal, biarlah aku
kesana memeriksanya."


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tergerak juga hati Tan Ciok-sing, katanya: "Baiklah, kalau
kularang tentu kau uring-uringan, baiklah kita bertindak sesuai
rencana tadi, pergilah ke istal, aku berjaga disini."
Diam-diam In Sin menuju ke istal, belum lagi dia memasuki
pintu, kedua ekor kuda putih seperti sudah tahu
kedatangannya, keduanya lantas meringkik dan berjingkrakjingkrak
sambil melongokan lehernya keluar. Melihat sikap
mereka yang kesenangan, , seperti hendak menerjang keluar
dari kandang. Lekas In San ulur tangannya mengelus
kepalanya, katanya tertawa: "Kalian memang cerdik pandai
dan peka perasaan, kalian tidak pangling kepadaku," kedua
kuda itu mengulur kepalanya menggosok-gosok lengan In
San. In San berpikir: "Bila mereka meringkik terus-terusan,
mungkin bisa mengundang orang kemari," maka dia berkata
1260 tertawa: "Baiklah, setelah aku bertemu dengan majikan kalian
besok aku kembali."
Cepat-cepat dia kembali ke tempat semula, dilihatnya Tan
Ciok-sing menyongsongnya, mimik dan sikapnya kelihatan
aneh. Tanpa berjanji mereka buka mulut bersama: "Kau
temukan apa?"
"Coba kau terka?"
"Tidak kau yang ceritakan dulu."
Akhirnya In San bercerita lebih dulu: "Tan-toako, aku sudah
bertemu dengan kedua ekor kuda putih itu. Mereka adalah
milik teman kita."
"Ha, jadi kuda putih milik Kanglam Sianghiap itu?"
"Iya, kau tidak menduga bukan" Coba katakan apakah
kedua ekor kuda ini tidak jauh lebih penting dari Bak Bu-wi?"
"Semula aku memang menduga akan kedua ekor kuda
putih itu. Tapi mereka masih berada di markas Kim-to Cecu,
sementara kedua ekor kuda itu berada di Pakkhia, bagaimana
mungkin secepat ini sudah berada di Sohciu?"
"Memangnya kau lupa, Sim dan Ciu kedua Thauling sehari
lebih dini meninggalkan Pakkhia, tentu dia sudah tiba di
markasnya?"
Seperti diketahui kedua ekor kuda putih itu semula
dipinjam mereka, belakangan mereka pinjamkan pula kepada
Toan Kiam-ping dan Khong Ling-tck dan dibawa ke Pakkhia.
Kata Ciok-sing tertawa: "Kau memang betul. Aku yang
ceroboh, masa urusan sepele begini juga harus dipikir
simpang siur. Mungkin Toan-toako serahkan kedua ekor kuda
putih itu kepada Sim dan Ciu dua Thauling untuk kembalikan
kepada Kanglam Sianghiap di markas Kim-to Cecu. Kanglam
Sianghiap kelahiran Soh-ciu, mendengar kita datang ke
Kanglam hendak memberi selamat ulang tahun kepada Ong
1261 Goan-tin, tentu mereka mohon izin kepada Kim-to Cecu untuk
pulang ke kampung halaman pula. Karena mereka
menunggang kedua ekor kuda putih ini, maka dia lebih dulu
sampai disini."
"Mungkin mereka akan menemui kita di pesta Ong Goantin,
sungguh tidak nyana bakal sama-sama menginap di hotel
yang sama di hari yang sama pula."
"Kalau dugaanku tidak meleset, pasti orang yang tadi
kulihat adalah mereka."
Kejut dan girang In San, tanyanya: "Kau sudah melihat
mereka?" "Aku melihat mereka, sebaliknya mereka tidak melihat aku.
Tapi mereka kuatir bila kau melihatnya," ternyata di waktu
kedua ekor kuda putih itu meringkik berulang kali, Tan Cioksing
melihat dua bayangan orang lari munduk-munduk ke arah
istal, tapi begitu melihat In San keluar, cepat-cepat mereka
mengkeret tubuh menyembunyikan diri.
"Mungkin mereka kuatir kuda putih itu dicuri orang maka
keluar memeriksanya. Yakin mereka belum melihat jelas
diriku. Toako, sekarang apa yang harus kita lakukan" Cari
mereka lebih dulu atau mencari jejak Bak Bu-wi?"
"Aku sudah tahu dimana tempat tinggal mereka. Nah, di
villa itu, tadi aku melihat mereka masuk kesana."
Villa itu juga terletak di tengah terapit dua gunungan,
membelakangi sebidang hutan bambu, seperti juga letak villa
yang di tempati Tan Ciok-sing berdua, letaknya di pojokan
yang menyendiri.
Hubungan In San dengan Ciong Bin-siu, salah satu dari
Kanglam Sianghiap seperti kakak adik, katanya: "Setelah tahu
tempat tinggal mereka, marilah kita temui mereka dulu.
Percakapan Bak Buwi dengan pemilik hotel dapat kita
1262 simpulkan, bahwa kedatangannya mungkin menguntit jejak
mereka. Mari kita beritahu hal ini kepada mereka."
"Betul, temui kawan lebih dulu baru kita labrak musuh,"
ujar Tan Ciok-sing," ditambah tenaga mereka berdua, tentu
lebih mudah untuk mencari jejak Bak Bu-wi didalam hotel ini,"
sambil sembunyi-sembunyi dengan langkah hati-hati mereka
menuju ke villa yang dituding Ciok-sing tadi.
"Toako," tiba-tiba In San teringat sesuatu, "kedatangan
Kanglam Sianghiap memang suatu hal yang menyenangkan,
tapi bagi Kek-toako, kurasa justru bisa mengecewakan dia."
"Betul, nenek penjual teh tadi bilang nona penunggang
kuda pandai berbahasa Soh-ciu, kemungkinan dia adalah
Ciong-lihiap jadi bukan Toh So-so seperti yang diduganya."
"Ya, Kek-toako salah duga aku jadi kuatir. Bila dia tidak
menemukan Toh-cici seharusnya sudah kembali kenapa
sampai sekarang belum pulang?"
Sampai disini pembicaraan mereka, tiba-tiba dilihatnya dua
bayangan orang. Lekas Ciok-sing tarik lengan In San sembunyi
di belakang pohon, di pinggir telinganya dia berbisik: "Yang
datang adalah Bak Bu-wi."
In San masih belum melihat jelas, dia berjongkok dan
tanyanya lirih: "Temannya siapa?"
"Entah siapa, tapi kelihatannya bukan Poyang Gun-ngo."
Lekas sekali kedua orang ini sudah lewat mengitari
gunungan di depan sana.
"Kau masuk lebih dulu," kata Ciok-sing, "biar aku gebah
mereka," seperti diketahui dia pernah gebrak melawan Bak
Bu-wi, dia yakin dirinya cukup mampu mengatasinya. Meski
dia tidak tahu siapa teman Bak Bu-wi, tapi kalau bukan
Poyang Gun-ngo, dia yakin dirinya masih mampu
mengalahkannya pula. Yang dia kuatirkan justru Kanglam
Sianghiap berdua bila mereka tidak menginsafi bahwa dirinya
1263 telah diincar musuh, maka dia suruh In San masuk lebih dulu
supaya urusan tidak jadi kapiran.
Baru saja In San berlalu, Bak Bu-wi dan temannya itupun
telah dekat, Bak Bu-wi pun bicara bisik-bisik dengan temannya
itu, tapi dengan mendekam di tanah Tan Ciok-sing masih bisa
mendengar percakapan mereka dengan jelas.
Didengarnya laki-laki yang tidak dikenal itu berkata lirih:
"Lobak, kau tidak salah lihat bukan" Jangan sampai terjadi
huru hara disini."
"Walau aku belum pernah melihat bocah bernama Kwik
Ingyang dan genduk bernama Ciong Bin-siu itu, tapi kuda
tunggangan mereka adalah kuda jempolan yang terkenal,
umpama anak buahku salah melihat orang, yakin tidak akan
salah mengenali kudanya."
Orang itu tertawa enteng, katanya: "Ya, betul. Tujuan kita
memang kedua ekor kuda itu, umpama penunggangnya bukan
Kanglam Sianghiap, setimpal juga kali ini turun tangan."
"Satu hal perlu kuperingatkan kepada kau," ujar Bak Bu-wi,
"jangan kita membuat keributan di Say-cu-lim sehingga
membuat kaget tamu yang lain. Kanglam Sianghiap jelas
harus kita hadapi, tapi jangan sampai terjadi banjir darah
disini." "Kau kuatir pemilik hotel disini kerembet perkara sehingga
dagangannya jatuh pamor?" kata orang itu, "jangan kuatir,
keuntungan tetap akan kuprioritaskan untuk Lo In."
"Bukan demi dagangan In Kip melulu, kita masih akan
pinjam tempatnya ini untuk mengail ikan yang lebih besar.
Setengah bulan lagi, di waktu Ong Goan-tin mengadakan
pesta ulang tahunnya, yakin tidak sedikit orang persilatan
yang terkenal berdatangan memberi selamat kepadanya, yang
menginap disini tentu tak terhitung jumlahnya. Bila malam ini
terjadi keributan, orang luar sampai tahu, biar tersiar luas di
1264 luaran, orang-orang itu takkan mau menginap disini pula,
hubungan kita dengan Lo In tentu diketahui mereka pula."
"Em, ya," orang itu tertawa, "Say-cu-lim ini dijadikan
gelanggang untuk memancing ikan besar, memang itulah akal
muslihat yang telah direncanakan oleh Liong-tayjin."
"Betul. Jangan kau kira kedudukan Liong-tayjin sekarang
kelihatan goyah, padahal dia cukup pandai melihat gelagat
dan menyelami jalan pikiran Sri Baginda, yakin akan datang
saatnya tenaganya akan diperlukan lagi."
Orang itu berkata: "Mana aku berani memandang rendah
Liong Taijin, ketahuilah, Hu-congkoan juga berpesan demikian
kepadaku."
Bak Bu-wi tertawa, katanya: "Apa betul" Agaknya kita
memang sependapat."
"Lalu bagaimana pendapatmu?"
"Lebih baik sekali tembak kena sasaran, sebelum mereka
sempat bersuara kita sudah membekuk mereka. Tapi Kungfu
Kanglam Sianghiap memang tidak lemah, aku sedang
mempertimbangkan apakah perlu aku menggunakan Ke-bingngo-
ko-hoa-hun-siang?"
Orang itu agak kurang senang, katanya: "Dupa wangi biasa
digunakan oleh kaum bajingan pemetik bunga, perbuatan
rendah yang memalukan kaum persilatan, apa tidak
menjatuhkan pamor kita. Meski Kwik Ing-yang dan Ciong Binsiu
dijuluki Kanglam Sianghiap, aku sih tidak gentar
menghadapi mereka."
Di tempat sembunyinya Ciok-sing berpikir: "Besar mulut
orang ini, agaknya kedudukannya lebih tinggi dari Bak Bu-wi."
Dari percakapan kedua orang ini, sedikit banyak Tan Cioksing
sudah meraba lika-liku persoalannya, pikirnya pula:
"Kiranya seorang diutus Liong Bun-kong dan yang lain diutus
Hu Kian-seng untuk menjebak dan mencelakai orang gagah
1265 yang berdatangan bakal memberi selamat pesta ulang tahun
Ong Goan-tin. Syukur malam ini kebentur di tanganku,
betapapun aku tidak berpeluk tangan sehingga rencana jahat
mereka tercapai. Tapi cara apa yang tepat untuk menghadapi
kedua bangsat ini?" maklum dia sendiri juga tidak ingin
membuat keributan disini sehingga perkaranya menjadi besar
dan tersiar di luaran.
Tengah dia menimang-nimang, Bak Bu-wi dan temannya
itu sudah dekat, tak jauh dari tempat sembunyinya. Mendadak
Tan Ciok-sing memperoleh akal. "Kenapa aku tidak pura-pura
menjadi ronda lalu menghajar mereka supaya kapok,"
menurut gambarannya mereka akan ditutuk Hiat-tonya dan
dicemplungkan ke empang teratai. Maka cepat dia melompat
keluar seraya membentak: "Pencuri bernyali besar," Ciok-sing
sengaja mengecilkan suaranya, apalagi dia sudah merias diri
menjadi bentuk wajah yang lain, di malam gelap lagi Bak Buwi
mana bisa mengenalinya.
Bak Bu-wi kaget, memang dia sangka peronda, lekas dia
berseru lirih: "Husss, jangan teriak aku adalah Bak..."
Betapa cepat gerakan Tan Ciok-sing belum Bak Bu-wi
bicara habis, tahu-tahu dirinya sudah terbekuk orang.
Jelek-jelek Bak Bu-wi adalah seorang Pangcu, ilmu silatnya
juga tidak lemah, dalam kagetnya lekas dia gunakan Toh-baucoat-
kak, pundak ditekan ke bawah berbareng kedua lengan
disendai, pikirnya hendak mengkelit jatuh Tan Ciok-sing,
sayang dia kalah cepat dan kurang cekatan reaksinya,
serangan Tan Ciok-sing secepat kilat juga, mengikuti gerakan
lawan kedua jari-jari tangannya meremas kencang urat
nadinya, seketika Bak Bu-wi lunglai dan jatuh semaput.
Sergapan Tan Ciok-sing berlangsung teramat cepat dan
sekejap saja, tahu-tahu Bak Bu-wi telah berhasil dibekuknya.
Tetapi temannya itu ternyata memiliki gerakan yang tangkas
juga di kala Tan Ciok-sing membalik hendak menubruknya,
1266 tahu-tahu terasa angin kencang menerjang dirinya, ternyata
orang telah ayun telapak tangannya membelah ke dadanya.
Serangan telapak tangan ini laksana kilat menyambar,
sasarannyapun mematikan, dalam saat-saat sekritis itu,
hakikatnya Tan Ciok-sing harus berusaha menyelamatkan diri
sebelum dia sempat menyambar tubuh Bak Bu-wi untuk
menangkis serangan musuh.
Syukur Tan Ciok-sing kini sudah merupakan ahli silat,
begitu angin pukulan lawan menerpa tiba, dia lantas tahu
lawan ini betul seorang lawan tangguh, terpaksa dia lempar
tubuh Bak Bu-wi mendadak gunakan gerakan Hong-tiam-thau,
sembari berkelit dia menyelinap ke samping menyongsong
pukulan lawan secara kekerasan pula.
"Pyaaaarr", ledakan bagai geledek terjadi akibat dari
benturan telapak tangan kedua pihak. Ciok-sing merasa
seperti diterjang kekuatan dahsyat bagai gugur gunung yang
tak kuasa dibendungnya, tanpa kuasa dia tergentak mundur
beberapa langkah.
Orang itu bersuara heran, agaknya dia kaget akan
kepandaian Tan Ciok-sing, bentaknya: "Siapa kau?" mulut
bicara, kaki tangan bergerak maju, jari tangan tergenggam,
kini dia robah serangan dengan Tay-lik-ing-jiau-kang,
mencengkram tulang pundak Ciok-sing.
Sudah tentu Tan Ciok-sing tidak mau memberi kesempatan
pada lawan untuk merebut inisiatif. Dengan telapak tangan kiri
dan jari tangan kanan, secara gesit dia balas menyerang.
Terdengar pula benturan keras "Blang" kali ini Ciok-sing
tergetar lebih keras dan tergentak mundur delapan langkah,
dengan ujung kaki menutul tanah beruntun dia berputar dua
kali baru kuasa menegakan badan pula.
Kali ini orang itu menjerit melengking, meski suaranya tidak
keras, namun kedengarannya aneh. Ternyata dalam adu
kekuatan kali ini meski Tan Ciok-sing menderita rugi lebih
1267 besar, tapi orang itupun mengalami cidera yang lumayan,
kalau dinilai secara adil, kedua pihak sama-sama terluka.
Serangan telapak tangan diselingi tutukan jari Tan Ciok-sing


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meski tidak kuasa melawan gempuran musuh, tapi dengan jari
sebagai ganti pedang, Ciok-sing melancarkan jurus Hian-niauhoat-
sa dari jurus ilmu pedang yang liehay. Dalam kegelapan
hakikatnya orang itu tidak melihat jelas dan tidak menduga
bahwa Tan Ciok-sing mampu melancarkan serangan liehay
menakjubkan ini sehingga pergelangan tangannya kena
ketutul ujung jari tangan.
Bukan saja pergelangan kesemutan, seluruh lengan terasa
sakit dan lunglai tak dapat digerakan lagi. Karuan kejutnya
bukan main, pikirnya: "Untung bukan Lau-hong-hiat di tengah
telapak tanganku yang tertutuk kalau tidak Kungfu yang
kulatih puluhan tahun ini bakal buyar dan sia-sia belaka."
Sudah tentu orang itu kini sudah tahu bahwa Tan Ciok-sing
bukan peronda, tapi justru dia tidak tahu asal-usulnya maka
rasa kejutnya lebih besar. Hakikatnya dia tidak berani
membuat keributan disini, Bak Bu-wi ditawan musuh lagi,
mana berani dia tinggal lebih lama pula disini, mumpung
lawan tergentak mundur, lekas dia samber Bak Bu-wi yang
celentang tak jauh disana terus dibawa lari sipat kuping.
Setelah berputar dua kali baru Tan Ciok-sing mampu berdiri
tegak. Sementara itu bayangan orang itu sudah menghilang di
semak-semak sana sambil memanggul tubuh Bak Bu-wi.
Diam-diam Ciok-sing kaget, pikirnya: "Orang itu memanggul
Bak Bu-wi, pada hal pergelangan tangannya terkena
tutukanku, tapi masih kuat berlari secepat itu, agaknya
Lwekangnya masih lebih tinggi dari aku."
Sementara itu ln San belum masuk ke villa itu, walau dia
yakin Tan Ciok-sing tidak akan kalah menghadapi kedua
musuhnya tapi dia merasa prihatin juga akan keselamatannya,
sebelum melihat jelas hasil tindakan Ciok-sing rasanya kurang
lega masuk ke rumah. Maka setiba di depan pintu dia malah
1268 berhenti dan menonton dari kejauhan sambil bertolak
pinggang, di samping menjaga segala kemungkinan dan
membantu Ciok-sing bila perlu, diapun menghadang Kanglam
Sianghiap bila mereka menerjang keluar serta membuat
keributan yang tidak diinginkan.
Setelah melihat orang itu lari memanggul Bak Bu-wi, Tan
Ciok-sing masih belum menghampiri dirinya, karuan kagetnya
bukan main. Lekas dia berlari balik dan tanya perlahan:
"Toako, kenapa kau?"
Tan Ciok-sing kerahkan hawa murni dan berputar tiga kali
ke sekujur badannya, rasa sesak dadanya seketika lenyap,
sahutnya: "Syukur tidak sampai terluka dalam."
Lega hati In San tapi dari nada Ciok-sing dia merasa
Toakonya menderita rugi maka kagetnya lebih besar lagi,
tanyanya: "Apakah orang itu begitu liehay?"
Tan Ciok-sing tertawa getir, katanya: "Semula kukira dia
hanya membual saja, tak kira dia memang memiliki Kungfu
yang liehay. Terus terang, dia adalah musuh tangguh yang
baru pertama kali ini kuhadapi, Lwekangnya masih lebih
unggul dibanding Hu Kian-seng atau Bok Su-kiat, kira-kira
setaraf dengan Koksu Watsu yang bergelar Milo Hoatsu itu.
Tapi meski kali ini aku menderita rugi, diapun tidak
memperoleh keuntungan, lukanya mungkin tidak lebih ringan."
"Seliehay itu?" In San melelet lidah, "Toako, apa betul
keadaanmu tidak mcngkuatirkan!"
"Untung di malam gelap, kalau di siang hari aku jelas bukan
tandingannya. Kau tak usah kuatir dengan ajaran Lwekang
Suhu yang kuyakinkan, meski melawan dua kali pukulan
dahsyatnya, aku tidak gampang dilukai Kelak bila bersua
kembali, kita harus melawannya dengan Siang-kiam-hap-pik
yakin aku dapat mengalahkan dia."
"Lekas kau masuk beristirahat. Apa kau bisa menggunakan
ginkang" Kalau tidak bisa biar aku undang mereka keluar."
1269 "Biar kucoba dulu, mari kau gandeng aku."-Ilmu Ginkang
atau gerakan tubuh yang diajarkan Thio Tan-hong ada sebuah
gerakan yang dinamakan Pi-gi-siang-hwi (pentang sayap
berganda), dikembangkan dua orang yang bergandengan
tangan serta melompat bersama, yang tangguh membantu
yang lemah sehingga satu sama lain saling isi sehingga
lompatan bisa mencapai sejauh mungkin.
Tembok tidak tinggi, In San pikir umpama Ciok-sing belum
mampu mengembangkan Ginkang, dirinya yakin masih
mampu menggandengnya lompat ke atas. Tak nyana begitu
tangan bergandengan, belum lagi In San kerahkan tenaga,
tahu-tahu terasa tubuhnya menjadi enteng dan tertarik
mumbul ke atas tembok. Tujuan semula dia yang hendak
bantu Ciok-sing, kenyataan justru dia yang ditarik Tan Cioksing.
Baru sekarang dia tahu bahwa Lwekang Tan Ciok-sing
memang amat tangguh dan tidak kurang suatu apapun.
Di kala mereka bergandengan melompat tinggi dan
menutul di atas tembok serta bergandengan turun kedalam, di
saat ujung kaki menyentuh tanah, tiba-tiba terasa angin
kencang menerjang tiba, dua batang pedang tahu-tahu sudah
menusuk tiba. Ciok-sing mahir mendengar suara membedakan senjata,
dia tahu ujung pedang mengincar Ci-tong-hiat di bawah
ketiak. Ci-tong-hiat adalah Hiat-to pelemas, agaknya
pembokong hanya bertujuan menawan dirinya hidup-hidup,
jadi tidak bertujuan membunuhnya.
Sudah tentu Ciok-sing tahu siapa penyerang ini dan tahu
bahwa orang salah sangka dikira dirinya adalah musuh,
namun cara turun tangannya pakai perhitungan. Maka diapun
hanya kerahkan sedikit tenaga menjentik dengan jari tengah,
pedang lawan dijentiknya pergi dengan Tan-ci-sin-thong.
Sementara setangkas kupu tahu-tahu In San bergerak dengan
gerakan Joan-hoa-yau-jiu-sin-hoat, sekali bergerak tubuhnya
sudah menyingkir kesana.
1270 Mereka sama-sama memperlihatkan gerakan yang sudah
dikenal baik oleh penyerangnya, maka dua orang seketika
bersuara heran. "Ciong-cici," lekas In San berseru perlahan,
"jangan membuat gaduh, aku bersama Tan-toako."
Kedua penyerang itu memang Kanglam Sianghiap, ternyata
mereka juga mendengar pertarungan diluar, maka diam-diam
mereka sudah siap menyambut musuh di pekarangan.
Kejut dan senang hati Ciong Bin-siu, katanya: "In-moaycu,
kiranya kau, kenapa kau berubah jadi pemuda seganteng ini"
Kalau tidak salah masih ada dua orang, siapa mereka dan
kemana?" "Kedua orang itu hendak berbuat jahat kepada kalian sudah
digebah pergi oleh Tan-toako," sahut In San.
Kwik Ing-yang kaget, katanya: "Apa yang terjadi?"
"Panjang ceritanya, mari bicara didalam," ajak Tan Cioksing.
Setiba di rumah Kwik Ing-yang menyulut lampu, melihat
noda darah yang mengotori pakaian Ciok-sing, Kwik Ing-yang
kaget, tanyanya: "Tan-toako, kau terluka?"
"Terluka sedikit, tidak apa-apa," sahut Tan Ciok-sing.
Karena pedangnya dijentik dengan Tan-ci-sin-thong, Kwik
Ing-yang maklum apa yang dikatakan Tan Ciok-sing memang
bukan pura-pura. Katanya tertawa: "Ya, dengan bekal
Kungfumu sekarang, berapa orang dalam Kangouw sekarang
yang mampu melukai kau. Tapi orang itu mampu meloloskan
diri dari tanganmu, liehay juga dia, siapa dia?"
Maka Tan Ciok-sing tuturkan kejadian diluar barusan secara
singkat. "Jadi kalian bentrok dengan Bak Bu-wi, Hoay-yang-pang
Pangcu." 1271 Ciong Bin-siu menimbrung: "Pada hal tujuan mereka adalah
kami. Tan-toako, syukur kau membantu secara diam-diam,
kalau tidak mungkin kami tidak akan lolos dari tipu daya
mereka berdua."
"Bak Bu-wi tidak perlu dibuat takut," ucap Tan Ciok-sing,
"tapi temannya itu baru terhitung lawan tangguh."
Kwik Ing-yang berkuatir. katanya: "Setelah terjadi peristiwa
ini, asal-usul kita tak bisa disembunyikan lagi. Kukira tempat
ini tidak lagi cocok bagi kami,"
"Apa sekarang juga kita harus pindah dari sini'.'" tanya
Ciong Bin-siu. "Kita memang harus meninggalkan tempat ini. Tapi juga
tidak perlu tergesa-gesa," kata Ciok-sing, lalu percakapan Bak
Bu-wi dengan temannya yang dia curi dengar dia ceritakan
kepada Kanglam Sianghiap.
"Hm, kurcaci, tadi mereka hendak menjadikan Say-cu-lim
sebagai gelanggang memancing ikan, arti kata lain hendak
menjaring orang-orang gagah yang bakal menginap disini. Keji
benar rencana mereka," demikian kata Kwik Ing-yang gemes.
In San teringat sesuatu, katanya: "Ciong-cici, apakah
kemarin kau mampir di sebuah gardu minuman membeli dua
ekor goreng bebek?"
"Benar, sejak kecil aku suka makan goreng bebek, maka
diluar kota aku sudah membelinya untuk kubawa pulang,"
demikian sahut Ciong Bin-siu.
"Waktu itu Kwik-toako tidak bersama kau, benar tidak?" In
San menegas. "Bagaimana kau bisa tahu sejelas ini?"
"Nenek yang empunya gardu minuman itu yang cerita
kepadaku."
1272 "Betul. Ing-yang pergi menguntit orang yang dicurigai,
maka di simpang jalan dia berpisah dengan aku. Kira-kira
setengah hari kemudian baru dia menyusulku."
"Kwik-toako," tanya In San, "siapa yang kau curigai sampai
perlu kau menguntitnya?"
"Orang-orang Bu-san-pang," sahut Kwik Ing-yang.
In San melenggong, katanya: "Bu-san-pang yang mahir
menggunakan senjata rahasia beracun itu" Kalau tidak salah
pernah kudengar Kim-to Cecu membicarakan Bu-san-pang ini,
tapi tidak banyak yang kuketahui."
"Semula Bu-san-pang hanya sebuah kumpulan kecil di Sujwan,
namun namanya cukup terkenal. Memang mereka
pandai menggunakan senjata rahasia beracun dan sudah
terkenal di Kangouw. Dipimpin seorang Tho-su perempuan,
biasa dipanggil Bu-sam Niocu. Sepak terjangnya kanan kiri
tidak menentu, tidak jahat juga tidak lurus, tapi belakangan ini
aktif mereka lebih menjurus ke arah yang sesat. Maka tahun
yang lalu, waktu Bu-sam Niocu menemui Kim-to Cecu dan
mohon diterima untuk menggabung ke barisan laskar rakyat
telah ditolak oleh Kim-to Cecu secara tegas."
"Gembong jahat begitu memangnya dia juga hendak
memberi selamat ulang tahun kepada Ong Goan-tin?" kata
Ciok-sing. "Memangnya, aku juga sedang curiga," ucap Kwik Ingyang.
"Di tengah jalan begitu melihat jejak orang itu, timbul
keinginanku untuk mencari tahu apakah di antara mereka ada
Bu-sam Niocu?"
"Apa kau kenal dia?" tanya In San, "kenapa aku tidak
pernah dengar."
"Aku kenal dia," sahut Kwik Ing-yang, "tapi dia tidak
mengenalku."
"Lho, kenapa?" tanya In San.
1273 "Kim-to Cecu pernah menggambarkan tampangnya kepada
kami, tampangnya agak berlainan dengan paras perempuan
umumnya, mukanya kasar tingkah lakunya lebih menyerupai
laki-laki, di pelipis kirinya ada goresan bekas bacokan golok."
"Kau berhasil menguntit mereka" Apa betul dia?" Ciok-sing
mendesak. "Setiba di persimpangan jalan, kami tidak tahu jalan mana
yang mereka tempuh, terpaksa aku berpisah dengan adik Binsiu.
Aku memilih jalan pertama yang menuju ke kiri, kira-kira
setengah sulutan dupa aku sudah menyandak rombongan
orang itu. Bu-sam Niocu memang berada dalam rombongan
itu. Supaya tidak menarik kecurigaan mereka, setelah aku
melampaui rombongan mereka, aku berputar agak jauh lalu
kembali ke arah datangku semula. Kudaku lari kencang, di
waktu lewat di sampingnya, sekilas aku meliriknya, kudapati
sikapnya menaruh curiga terhadapku."
"Aku justru yang harus mencurigai dia," sela Ciong Bin-siu,
"sarangnya jauh berada di Su-jwan, entah kenapa tahu-tahu
muncul di Soh-ciu?"
Kwik Ing-yang lantas teringat sesuatu, katanya: "Betul,
pernah kudengar Sim dan Ciu dua Thauling bicara, katanya
kalian bersama Kek Lam-wi meninggalkan kota raja. Kek Lamwi
hendak menyusul calon istrinya, tiba waktunya juga akan
pergi ke Thay-ouw memberi selamat ulang tahun kepada Ong
Goan-tin, betul?"
Tan Ciok-sing mengiakan.
"Sekarang dia pergi ke Yang-ciu seorang diri atau..."
"Dia masih bersama kami dan menginap juga di Say-cu-lim.
Tapi sekarang dia sedang keluar."
"Tak heran dia tidak muncul disini, dia kemana?" tanya
Ciong Bin-siu. 1274 "Mencari seorang famili Toh So-so yang tinggal di Soh-ciu,
mencari tahu jejaknya," Ciok-sing menerangkan.
Ciong Bin Siu sadar katanya tertawa: "Makanya kalian
tanya sejelasnya itu kepada nenek penjual teh itu. Jadi Kek
Lamwi mengira aku ini adalah Toh Soso ?"
In San menghela nafas katanya "Iya. Sudah tentu dia
tidakk kira kau bakal berada disini."
"Sungguh aku menyesal Kek toako harus kecewa
karenanya. Apa besok dia sudah kembali"''
"Dia bilang, begitu mendapat kabar, berhasil tidak
menemukan nona Toh, dia akan pulang memberitahu kepada
kami." kata Ciok-sing.
Kwik Ing-yang kaget, kalanya: "Jelas dia tidak akan
menemukan Toh So-so, seharusnya sekarang dia sudah
pulang. Waktu kalian meninggalkan villa..."
"Setelah kentongan ketiga baru kami keluar, waktu itu Kektoako
masih belum pulang," ujar Tan Ciok-sing.
"Kemungkinan sekarang dia sudah pulang," ucap In San,
"mari kita kembali."
Kwik Ing-yang berkata: "Bila Kek-toako sudah pulang,
tolong kalian ajak dia kemari."
"Sekarang sudah menjelang fajar," kata Ciok-sing, "biar
setelah terang tanah kami akan kemari."


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Begitupun baik," ujar Kwik Ing-yang, "daripada kalian
mondar mandir, celaka bila kepergok peronda, tentu
menimbulkan kecurigaan," dari perkataan itu Tan Ciok-sing
sudah maklum bahwa Kwik Ing-yang berdua tentu sudah tahu
asall usul pemilik hotel ini, namun dia sudah tidak sempat
membicarakan hal ini dengan mereka.
Seperti waktu keluarnya tadi, diam-diam mereka melompati
pagar tembok, setiba di villa kediaman mereka. Langsung
1275 mereka menuju ke kamar di bawah loteng, dimana sudah
diatur kamar Ciok-sing bersama Kek Lam-wi. Baru saja mereka
melangkah memasuki pintu samping, terasa kesiur angin
menyampuk tiba, seperti ada sebuah senjata panjang
menutuk ke Jian-kim-hiat di pundak Tan Ciok-sing.
Ciok-sing mengangkat jarinya menjepit seraya bersuara
lirih: "Kek-toako, inilah aku."
Kek Lam-wi menyerang dengan King-sin-pit-hoat, begitu
menghadapi serangan orang dia lantas tahu siapa yang
menyerangnya, apalagi setelah jarinya menjepit senjata
lawan, terasa memang bulat licin, yaitu seruling kemala
hangat milik Kek Lam-wi.
Kek Lam-wi lantas menyalakan lampu, katanya: "Kalian
pergi kemana, kenapa sekarang baru kembali" aku tidak tahu
apa yang kalian alami, aku jadi curiga ada orang datang
hendak menyergapku lagi."
Mendengar 'menyergap lagi' Ciok-sing jadi kaget, tanyanya:
"Apa yang kau alami" Apakah di tengah perjalanan pulang kau
disergap orang?"
"Ya, memang aku dibokong, tapi bukan di Say-cu-lim.
Mungkin penyerang itu tidak bermaksud membunuhku, maka
aku hanya luka-luka ringan, kalian tak usah kuatir."
"Apa yang telah kau alami" Lekas kau terangkan," desak
Tan Ciok-sing. "Aku justru ingin cepat tahu apa yang kalian alami disini,
sehingga perlu kalian keluar bersama, kalau tidak hatiku tidak
akan tentram."
"Baik, akan kuuraikan dua hal kepada kau. Pertama, kami
bentrok dengan Bak Bu-wi dan seorang jago kosen yang
belum diketahui namanya. Kedua, Kanglam Sianghiap juga
tinggal di Say-cu-lim ini. Baru saja kami pulang dari
1276 kediamannya di villa yang lain. Karena banyak yang kami
bicarakan, baru sekarang kami pulang."
Senang tapi juga kecewa hati Kek Lam-wi, katanya:
"Agaknya aku salah kira, Ciong-lihiap kusangka adik So-so.
Berita apa yang mereka bawa, kalian bentrok dengan Bak Buwi,
bagaimana kelanjutannya?"
"Perlahan-lahan kujelaskan. Sekarang ceritakan
pengalamanmu," desak Ciok-sing. Dia sudah perhatikan sikap
dan mimik Kek Lam-wi agak kurang normal.
"Aku sudah menemui famili adik So-so itu, dia bilang
hakikatnya tidak tahu kalau adik So-so sudah pulang ke Sohciu.
Aku amat kecewa, aku lantas pulang."
"Kira-kira tiga li sebelum aku sampai di Say-cu-lim,
mendadak aku diserang dengan senjata rahasia, serangan
pertama berhasil kukelit, tapi serangan kedua mengenaiku
dengan telak. Penyerang gelap itu memiliki Ginkang yang
bagus, karena terluka tak berani aku mengudaknya, terpaksa
aku berusaha mengobati dulu luka-lukaku."
Mendengar Kek Lam-wi terkena senjata rahasia, Tan Cioksing
kaget, tanyanya: "Kau terkena senjata rahasia apa"
Bagaimana luka-lukamu?"
"Tidak soal, hanya kulit dagingku saja yang lecet, tapi
senjata raha Jodoh Rajawali 8 Bara Naga Karya Yin Yong Seruling Samber Nyawa 15
^