Pendekar Riang 11

Pendekar Riang Karya Khu Lung Bagian 11


u-kwik, aku ingin bertanya kepadamu ada urusan apa kalian datang kemari ?"
Kwik Tay lok mendehem berulang kali, kemudian sambil tertawa paksa sahutnya:
"Kami tidak berbuat apa-apa, cuma saja..... cuma datang bermain saja, bermain ke tempat ini
kan tidak melanggar hukum bukan?"
Bwee Ji-lam memandang sekejap ke arah Yan Jit, kemudian sambil tertawa katanya:
"Dengarlah, walaupun Siau Kwik juga lagi mengibul, tapi cara membawakan kata-katanya tidak
sewajar dan seleluasa dirimu!"
Ia menjotos lagi badan Yan Jit pelan, kemudian melanjutkan:
"Padahal, sekalipun tidak kalian katakan aku juga tahu ada urusan apa kalian datang kemari."
"Oooh...."
Bwe Ji-lam kembali memutar biji matanya ke sana ke mari, lalu katanya sambil tertawa:
"Belakangan ini, sudah pasti kalian menderita kekalahan lagi, maka kamu berdua berniat
datang ke rumah Kim toa-siok untuk mendapatkan beberapa puluh biji peluru emas untuk
membayar hutang, bukankah begitu?"
Kwik Tay lok memandang ke arahnya, lalu berdiri tertegun..
Kalau dilihat kemampuan budak tersebut, agaknya kecuali mencari suami, pekerjaan apa pun
yang lain sangat dikuasai olehnya.
Senyuman Bwe Ji-lam masih menghiasi di ujung bibirnya, tapi dia menghela napas panjang,
katanya: "Cuma sayang kedatangan kalian kali ini mungkin cuma sia-sia belaka...."
"Kenapa?" tak tahan Kwik Tay- lok segera bertanya.
(Bersambung ke Jilid 22)
Jilid 22 "BILA USIA seseorang semakin menanjak tua, seringkali jalan pikirannya menjadi bertambah
sempit, tahun ini Kim toa-siok telah berusia lima puluh tahunan lebih, maka dari itu . . . ."
"Maka dari itu kenapa?"
"Sekarang dia sudah menemukan bahwa mempermainkan berkantung-kantung peluru
emasnya didalam rumah, ternyata jauh lebih menyenangkan daripada mempergunakannya untuk
menimpuk orang"
"Tadi kau menyebutnya sebagai paman Kim ?" tiba-tiba Yan Jit menyela dari samping.
Bwe Ji-lam mengangguk.
"Kalau begitu Kim toa-say adalah pamanmu?" seru Yan Jit lebih jauh.
"Bukan paman sungguhan, cuma sedari kecil kami memang sudah terbiasa memanggilnya,
sebagai toa-siok."
"Kalau begitu sejak kecil kau telah mengenali dirinya ?"
Bwe Ji-lam segera tertawa.
"Selagi masih berada dalam perut ibuku pun, aku sudah seringkali bermain kemari."
Yan Jit memandang ke arah Kwik Tay-lok, seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi
kemudian diurungkan.
"Hei, sebetulnya apa tujuan kalian" Betul tidak dugaanku tadi?" kembali Bwe Ji-lam menegur.
"Tidak betul !"
"Aaai.... kalau begitu, usul baikku pun tak perlu kukatakan lagi !"
Kwik Tay-lok berusaha untuk menahan diri, tapi akhirnya toh tidak tahan juga, tanpa terasa dia
berseru: "Usul apa ?"
"Kalau toh kedatangan kalian bukan lantaran soal itu, sekalipun telah kukatakan juga percuma
saja." "Seandainya kedatangan kami memang lantaran soal itu ?"
"Kalau memang begitu, mungkin saja aku bisa mencarikan akal bagus untuk kalian, atau
paling tidak memberi bantuan kepada kalian."
"Kalau memang begitu, akupun dapat memberitahukan kepadamu, dugaanmu memang tepat
sekali, pada hakekatnya kau memang tak lebih adalah seorang Cu-kat Liang hidup."
Bwe Ji-lam segera tertawa cekikikan.
"Aku tahu, memang kau lebih jujur dari pada dirinya."
"Tapi mana akal bagusmu " Bagaimanapun juga harus kau katakan kepada kami."
Sambil bergendong tangan, pelan-pelan Bwe Ji-lam berjalan hilir mudik di tempat itu, lagaknya
saja seakan-akan menganggap dirinya memang benar-benar seorang Cu-kat Liang.
"Aku memang sudah tahu kalau kau tak pernah jujur selamanya." tegur Yan Jit pula dingin.
Bwe Ji-lam tertawa.
"Terserah apapun yang hendak kau katakan, semuanya tak berguna, kalau aku tak mau
berbicara, tetap tak akan berbicara."
"Lantas apa yang kau inginkan sebelum berbicara ?"
"Harus ada syaratnya."
"Apa syaratnya ?"
Bwe Ji-lam mengerdipkan matanya, lalu menjawab:
"Bila barangnya sudah didapatkan, maka kau musti membagi separuh bagian untukku, paling
tidak ucapan semacam ini sepantasnya kalau kalian katakan."
"Aaah.... rupanya kau ingin hitam makan hitam" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa tergelak.
"Padahal hatiku tidak terlalu hitam, aku pun tidak ingin kebagian setengahnya, asal ada tiga
banding tujuh pun aku sudah merasa cukup"
"Bila akalmu tidak manjur ?"
"Manjur atau tidak, bisa kita buktikan dengan segera !"
"Waaah.... tampaknya kau harus berganti pekerjaan saja, aku lebih cocok sebagai seorang
penjual jamu" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa.
Yang penting jamu yang kujual sekarang mau kalian beli atau tidak ?"
"Tidak ingin membelipun terpaksa harus membeli"
"Aku tidak ingin menjualpun terpaksa harus menjual kepada kalian" sambung Bwe Ji-lam
sambil tertawa.
Dinding pekarangan sangat tinggi.
Bwe Ji-lam membawa Yan Jit dan Kwik Tay-lok masuk ke dalam lorong gelap di belakang
gedung. Tentu saja lorong ini jauh lebih sempit, di ujung sana pun terdapat sebuah pintu gerbang hitam
yang sempit. "Di sinikah letaknya pintu belakang keluarga Kim ?" tanya Yan Jit kemudian.
Bwe Ji-lam mengangguk.
"Yaa, di balik dinding pekarangan sana merupakan kebun belakang keluarga Kim, bila musim
semi telah tiba seringkali Kim-toa-siok akan pindah dari ruang depan menuju ke kebun belakang."
Kwik Tay lok hanya mendengarkannya dengan seksama.
"Sekarang aku akan melompat masuk lewat dinding pekarangan itu, tapi kau harus mengejar
diriku dengan kencang." kata Bwe Ji-lam kemudian.
"Kemudian ?"
"Kemudian aku akan mencari Kim toa-siok dan memberitahukan kepadanya kau menggoda
dan mempermain-kan aku, suruh dia untuk membalaskan sakit hatiku ?"
"Kemudian ?"
"Kim toa-siok selalu menyayangi aku, bila ia melihat kau datang mengejar, sudah pasti peluru
emasnya akan dibidikkan kepadamu."
"Kemudian ?"
"Tak ada kemudian lagi, asal kau mampu menerima berondongan peluru emasnya, maka
dengan cepat kau akan menjadi seorang kaya baru".
"Kalau tak mampu untuk menerimanya?"
Bwe Ji-lam segera tertawa.
"Kemungkinan besar kau akan berubah menjadi seorang mati !"
"Orang mati ?"
Bwe Ji-lam manggut-manggut.
"Bila dia tahu kalau kau mau sedang menganiaya aku, sudah barang tentu serangannya
terhadap dirimu pun tidak akan sungkan-sungkan."
"Bagaimana dengan kau ?"
"Aku " Tentu saja aku hanya bisa menyaksikan dari samping."
"Bila aku kaya, kau datang minta bagian, bila aku mati, tentunya kau juga akan membelikan
sebuah peti mati untukku bukan ?"
"Itu mah tak perlu aku yang mesti membelikan, baik buruk Kim toa-siok pasti akan membelikan
sebuah peti mati berkayu tipis untuk temanmu beristirahat."
"Oleh sebab itu, entah bagaimanapun juga kau tak akan merasakan ruginya sama sekali."
"Tentu saja tidak ada." Jawab Bwe Ji-lam sambil tertawa, "kalau tidak, kenapa aku harus
mencarikan akal bagimu ?"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, gumamnya:
"Memang suatu akal yang sangat bagus, tak kusangka kau bisa mendapatkan akal sebagus
ini." "Pada dasarnya orang perempuan memang enggan melakukan suatu transaksi yang
merugikan."
"Perempuan, aaai.... perempuan."
"Sebetulnya kau bersedia untuk melakukannya atau tidak ?"
"Tidak mau melakukan pun terpaksa dilakukan."
"Tapi ingat, kalau kau mati, jangan salah kan diriku."
"Bila aku bisa mati benar-benar, untuk berterima kasih kepadamu saja tak sempat, masa akan
marah kepadamu ?"
"Berterima kasih kepadaku ?"
"Orang mati tak usah menyaksikan tampang-tampang tengik dari para penagih hutang juga tak
usah mendengarkan celoteh kaum perempuan, bukankah hal ini, jauh lebih enakan daripada hidup
terus ?" "Sungguh?"
"Tidak, cuma bohong-bohongan ?"
Belum Kwik Tay-lok merasakan hidupnya tersiksa.
Dia selalu hidup dengan riang gembira.
Entah berada dalam keadaan seperti apapun, dia dapat menemukan arti atau makna dari
perbuatan yang dilakukannya, entah apapun yang sedang dilakukan, ia selalu melakukannya
dengan bersungguh-sungguh, oleh sebab itu dia selalu merasa amat gembira.
Seandainya dia benar-benar sampai teringat untuk mati, maka kendatipun orang yang ada di
dunia ini belum mati semua, sisanya sudah pasti tinggal beberapa orang saja.
Bila dinding pekarangan rumah orang biasa, satu kaki empat depa pun sudah dianggap terlalu
tinggi, maka tembok pekarangan rumah ini paling tidak mencapai dua kaki delapan depa.
Bwe Ji-lam mendongakkan kepalanya memperhatikan sebentar keadaan di sekeliling tempat
itu, lalu katanya:
"Sanggupkah kau untuk merangkak naik ke atas dinding pekarangan itu?"
"Yaa mungkin saja"
"Mungkin bagaimana ?"
"Mungkin saja aku sampai di atas, mungkin juga tidak, karena walaupun aku punya keberanian
namun tidak memiliki keyakinan"
"Didalam ilmu meringankan tubuh, tak pernah tercantum kata berani dan yakin"
"Tapi kata-kata itu ada di dalam kamusku!"
Ucapnya memang bukan mengibul.
Walau apapun yang sedang dilakukan Kwik Tay-lok, maka modalnya yang terutama adalah
"keberanian".
Bwe Ji-lam memperhatikannya, kemudian menghela napas panjang.
"Aku hanya berharap, kepalamu jangan sampai tertumbuk bocor"
Sekalipun kepalaku sampai bocor, aku tetap akan naik ke atas"
"Baik", kata Bwe Ji-lam kemudian sambil tertawa, "aku akan naik duluan, setelah memberi
tanda nanti, kau harus menyusul dari belakang, mengerti?"
"Kau yakin bisa naik ke atas ?"
"Tidak !"
Tapi setelah tertawa, sambungnya:
"Sekalipun aku tidak yakin, juga tidak memiliki keberanian, tapi aku punya akal."
"Apa akalmu ?"
Tiba-tiba ia melompat naik ke atas bahu Kwik Tay-lok, kemudian dari atas bahu pemuda itu,
dia melompat naik lagi ke atas dinding pekarangan rumah.
Sekali lagi Kwik Tay-lok menghela napas gumamnya:
"Cara yang dipergunakan kaum perempuan, mengapa selalu merugikan kaum lelaki" Heran,
sungguh amat mengherankan."
"Itulah dikarenakan kebanyakan orang lelaki terlalu bodoh" kata Yan Jit hambar.
"Memangnya kau sendiri bukan lelaki?"
Yan Jit tertawa.
"Aku adalah seorang lelaki, tapi aku tidak bodoh."
Sementara itu, Bwe Ji-lam sudah menggape ke arahnya dari atas dinding pekarangan.
Kwik Tay-lok siap melompat ke atas, tiba-tiba ia berhenti dan berpaling ke arah Yan Jit.
"Apa lagi yang kau nantikan ?" Yan Jit segera menegur.
"Kepergianku kali ini, mungkin juga bisa berakibat kematian bagiku, maka...."
"Maka kenapa ?"
"Maka, sekarang kau harus memberitahukan rahasia tersebut kepadaku....!"
"Tidak bisa."
"Kenapa tidak bisa ?"
"Sebab kau dasarnya memang bodoh"
"Dalam hal mana aku bodoh ?"
"Karena kali ini kau tidak bakal mati"
"Kau yakin ?"
"Aaai.... kalau dibilang kau bodoh, ternyata kau memang benar-benar bodoh" kata Yan Jit
sambil menghela napas panjang.
Setelah menatap wajah Kwik Tay-lok, tiba-tiba sorot matanya berubah menjadi sangat lembut
katanya pelan. "Seandainya aku tidak miskin, masa aku tega membiarkan kau pergi seorang diri ?"
"Kau sungguh amat bodoh !"
Bwe Ji-lam memandang wajah Kwik Tay lok dan menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Kau betul-betul bodohnya setengah mati!" ia melanjutkan.
"Atas dasar apakah kau menuduhku bodoh?" seru Kwik Tay-lok dengan mata melotot.
"Semua hal bodoh, kenapa kau tak bisa berubah menjadi sedikit lebih pandai ?"
"Bolehkah aku tidak pintar " Bolehkah aku bodoh sedikit ?"
"Tentu saja boleh !"
Ditepuknya bahu Kwik Tay-lok pelan, kemudian katanya lebih lanjut sambil tersenyum:
"Sebab ada banyak orang perempuan yang suka lelaki yang agak bodoh, maka teruskan saja
kebodohanmu itu."
"Apakah kau adalah salah satu diantara sekian banyak gadis-gadis itu....?"
"Aku tidak dan lagi aku tak berani." jawab Bwe Ji-lam sambil tertawa mengikik.
Seraya berkata dia melirik sekejap Yan Jit yang berada di bawah dinding situ, lalu sambil
tertawa cekikikan berkelebat ke muka seperti se ekor burung walet.
Tentu saja dia tak bisa terbang, tapi gerakan tubuhnya memang lebih indah dan menawan
daripada seekor burung walet.
Kwik Tay-Iok berdiri di ujung tembok sambil termangu, agaknya ia sudah dibikin terpesona
oleh keindahan orang.
Sambil menggigit bibirnya dan mendepakkan kaki ke tanah, Yan Jit kembali berseru:
"Telur busuk, kenapa kau tidak segera melakukan pengejaran ?"
Kwik Tay-lok memperhatikannya, seakan-akan telah menemukan sesuatu, tapi seakan-akan
pula tidak berhasil menyaksikan sesuatu, dia seperti mau berbicara tapi seperti juga tidak akan
berbicara apa. "Kau tak usah kuatir, aku pasti dapat menyusulnya, aku tak bakal salah mengejar orang."
Yan Jit berdiri di dinding pekarangan, agaknya diapun dibikin agak terperana.
Mungkin bukan terperana, melainkan dibikin mabuk kepayang.
Sepasang matanya yang jeli tampak bertambah sipit dan mengecil, mukanya berubah menjadi
merah membara karena jengah, bukankah ini semua pertanda dari seseorang yang lagi dibuat
mabuk kepayang...
Tapi mengapa dia mabuk kepayang "
Sampai akhirnya, dia baru bertanya:
"Kau akan menunggu aku atau tidak ?"
"Telur busuk, tentu saja aku akan menunggumu." katanya.
"Berapa lama ?"
"Berapa lama pun akan kutunggu."
Waktu itulah Kwik Tay-lok baru tertawa, apa yang membuatnya menjadi mabuk kepayang.
Tiada orang yang bisa menjawab, mungkin selain orang yang bersangkutan tak nanti orang
lain bisa memberikan jawaban yang tepat.
* * * Kim Toa-say. Bila seseorang menamakan dirinya sebagai Toa-say, maka entah dia benar-benar seorang
jendral atau bukan, paling tidak tampang maupun dandanannya pasti mirip Toa-say.
Kim Toa-say memang memiliki gaya dan dandanan yang luar biasa sekali....
Dia sangat tinggi, jauh lebih tinggi dari pada kebanyakan orang yang ada di dunia ini.
Bukan cuma tinggi, badannya pun besar, kekar dan sangat berotot.
Orang yang berperawakan tinggi besar, selalu mendatangkan suatu kewibawaan yang besar
dan menggetarkan perasaan orang.
Kendatipun usianya telah mencapai lima puluh tahunan, namun berdiri di sana, tampak
punggungnya tegak lurus seperti pena, sinar matanya tajam bagaikan sembilu, walaupun
jenggotnya tidak terlampau panjang, namun amat lebat dan hitam.
Pakaian yang dikenakan sudah barang tentu sebuah pakaian yang amat serasi dengan
potongan badannya, bahan dari bahan yang mahal, sekalipun kau tidak tahu Kim Toa-say paling
tidak juga tahu kalau dia bukan seorang prajurit tanpa nama.
Dalam sekilas pandangan saja, Kwik Tay-lok sudah tahu kalau dia adalah Kim Toa-say.
Sewaktu Bwe Ji-lam kabur ke situ, ia sedang berdiri di bawah pohon Tho di depan rumah serta
menikmati bunga-bunga tho yang baru mekar, sementara mulutnya membawakan sebait syair.
Tampaknya sang Jendral ini adalah seorang yang cukup tahu akan arti seni.
Begitu bertemu dengannya, dalam kelopak mata Bwe Ji-lam seakan akan sudah mengembeng
air mata, hampir saja ia menubruk ke dalam rangkulannya sambil entah apa saja yang dikatakan.
Kwik Tay lok tidak mendengar apa yang dikatakan, tapi menyaksikan hawa amarah yang
menghiasi wajah Kim Toa-say, lalu terdengar orang itu membentak keras:


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Diakah orangnya ?"
Bwe Ji-lam mengangguk tiada hentinya, sementara air matanya jatuh bercucuran membasahi
wajahnya. Kwik Tay-lok yang menyaksikan semua kejadian tersebut menjadi geli bercampur kagum,
pikirnya: "Aaai.... tidak kusangka semua perempuan yang ada di dunia ini berbakat semua untuk
bermain sandiwara."
Sementara itu wajah Kim Toa-say telah diliputi hawa amarah yang makin meluap, sambil
melotot ke arah Kwik Tay-lok, bentaknya:
"Kau ingin kabur ?"
"Aku sama sekali tidak kabur, bukankah aku masih berdiri di sini dengan baik-baik ?"
"Bagus, bagus.... kau amat bagus !"
Agaknya ia tak mampu berkata-kata lagi saking gusarnya.
"Kali ini ucapanmu sangat tepat, sebetulnya aku memang baik-baik sekali," jawab Kwik Taylok.
Kim Toa-say meraung keras. "Betul-betul menggemaskan hati lohu!"
"Kalau gemas, lebih baik mampus saja !"
Sepasang mata Kim Toa-say berubah menjadi merah mengerikan, seakan-akan tiap saat ia
bisa jatuh pingsan karena mendongkolnya.
Untung saja Bwe Ji-lam telah datang tepat pada waktunya untuk memayang dirinya.
Entah sedari kapan, dia sudah mengeluarkan sebuah gendewa raksasa berwarna kuning
emas serta kantung kulit menjangan yang kelihatannya berat sekali.
Begitu menerima busur raksasa itu, seluruh tubuh Kim Toa-say seakan-akan segera berubah,
berubah menjadi segar bersemangat, berubah menjadi keren dan seperti lebih muda kembali.
Sebenarnya Kwik Tay-lok ingin membuatnya menjadi kheki, tapi sekarang ia tak berani
gegabah lagi. Bila seorang jago kenamaan telah membawa senjata andalannya, maka andaikata kau berani
gegabah, sudah pasti jiwanya akan melayangnya....
Tiba-tiba terdengar Kim Toa-say membentak keras:
"Kena !"
Bersamaan dengan menggemanya suara bentakan itu seluruh angkasa penuh dengan cahaya
keemas-emasan yang tinggi di angkasa, bagaikan hujan badai saja berbareng ke tubuh Kwik Taylok.
Ternyata bidikan sakti dari Kim Toa-say memang bukan suatu ancaman yang bisa di anggap
sebagai barang mainan.
Untung saja Kwik Tay-lok telah mempunyai persiapan yang cukup matang....
Sekalipun bidikan dari peluru-peluru sakti Kim Toa say dilancarkan dengan kecepatan luar
biasa, namun diapun sanggup untuk menyambutnya dengan tak kalah cepatnya.
Seandainya dari langit ada emas yang jatuh, maka setiap orang pasti akan menyambutnya
dengan cepat, apalagi dia pada dasarnya memang mempunyai kepandaian sesungguhnya.
Bwe Ji-lam yang menonton dari samping tiba-tiba berteriak keras:
"Babi yang tamak dan rakus itu perlu di jagal lebih dahulu !"
Entah Kwik Tay-lok tidak mendengar, atau tidak mengerti teriakan tersebut, ia tidak
menggubris. Kedua belah sakunya sudah penuh dengan peluru, begitu peluru tadi disambut dengan jaring
kemudian dimasukkan ke dalam saku.
Secara beruntun Kim Toa say telah membidikkan dua puluh satu biji peluru, setiap kali sudah
melepaskan bidikan, ia selalu berhenti untuk menghembuskan napas, inilah kesempatan yang baik
bagi anak muda itu untuk masukkan peluru emas tersebut dari jaring ke dalam saku.
Bagaimanapun besarnya kantung, tak akan seperti napsu serakah orang yang tak pernah
habis, akhirnya toh kantung itu penuh juga.
Ketika Kwik Tay-lok pergi dari sana, sakunya sudah penuh dengan peluru emas.
Menanti kantung itu sudah penuh, ia baru manfaatkan kesempatan dikala Kim Toa-say sedang
mengatur napas untuk kabur.
Tentu saja dia ingin meninggalkan tempat itu dengan kecepatan paling tinggi, tapi entah
mengapa ternyata gerakan tubuhnya tidak bisa secepat tadi lagi.
Untung saja perawakan tubuh Kim Toa-say terlampau besar, usianya juga sudah lanjut,
sekalipun melakukan pengejaran, belum tentu bisa menyusulnya.
Sewaktu melompat turun tadi, Kwik Tay-lok masih ingat di sudut dinding pekarangan itu
terdengar sebuah sumur.
Ternyata daya ingatannya cukup baik, dan rupanya belum dibikin silau oleh gemerlapnya
cahaya emas, maka dengan cepat ia berhasil menemukan sumur tersebut.
Tentu saja Yan Jit masih menunggu kedatangannya di luar sana.
"Tak ada selanjutnya, asal kau dapat menyambut serangan peluru beruntunnya, maka dengan
cepat kau akan berubah menjadi seorang kaya baru."
Setelah menjadi orang kaya, berarti tak usah melihat tampang dari para penagih hutang lagi.
Kwik Tay-lok meraba isi kantungnya yang penuh berisi peluru emas, tak tahan lagi dia
tersenyum sendiri, diawasinya ujung dinding pekarangan, kemudian setelah mundur dua langkah
untuk mengambil ancang-ancang, dia lantas merentangkan lengannya dan melompat sekuat
tenaga ke atas dengan jurus Yancu-cuan ini (burung walet menembusi awan).
Tadi, dia melompat naik ke atas dinding pekarangan tersebut dengan gerakan tersebut,
sekarang tentu saja dia mempunyai keyakinan.
Siapa tahu, keadaan yang dihadapinya sekarang jauh berbeda.
Tenaga lompatan yang dipergunakannya sekali ini jauh lebih besar dari pada tadi, namun
sewaktu hampir mencapai puncak dinding, ketika berada enam tujuh depa dari tempat semula,
mendadak kepalanya hampir saja menumbuk di atas dinding tersebut, hampir saja kepalanya
berlubang. Walaupun tak sampai berlubang, namun akibatnya ia jatuh terlentang ke atas tanah.
"Apa yang telah terjadi ?"
Masa ilmu meringankan tubuhnya secara tiba-tiba menjadi mundur sejauh ini "
Sambil memegangi kepalanya Kwik Tay-lok merasa kejadian ini sedikit agak aneh, ia benarbenar
tidak habis mengerti.
Kalau tidak habis mengerti, berarti dia harus mencoba lagi.
Tapi hasil tetap sama saja, bukan cuma kepalanya saja yang hampir berlubang, badannya
turut jatuh terlentang ke atas tanah.
Mendadak ia merasa bahwa sewaktu melompat naik tadi, pada pinggangnya seakan-akan
terdapat sepasang tangan yang menariknya ke bawah.
Tentu saja di atas pinggangnya itu tiada tangan, yang ada hanyalah peluru emas.
Akhirnya Kwik Tay-lok menjadi paham sendiri, apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi.
Seandainya tiap butir peluru emas, itu ibaratnya mencapai empat tahil, itu berarti empat puluh
biji peluru emas mempunyai berat mencapai sepuluh kati lebih.
Siapa saja itu orangnya, bila didalam sakunya tahu-tahu diberi beban seberat dua tiga puluh
kati, sudah barang tentu ilmu meringankan tubuhnya akan jauh mengalami kemunduran.
Tadi, andaikata ia menerima dua kati lebih kurang dari jumlah yang diterimanya sekarang,
mungkin sekarang ia sudah melompati dinding pekarangan itu dan bertemu dengan Yan Jit.
Tapi itu pun tidak menjadi soal, toh pasti ada akal untuk mengatasinya....
Di sudut dinding sana, rerumputan tumbuh amat lebat dan tinggi.
"Seandainya kusembunyikan peluru emas itu ke balik semak, sudah pasti tak akan ada orang
yang menduganya"
Siapa yang akan mengira kalau ada orang bakal membuang emas ke balik semak "
Kwik Tay-lok kembali tertawa, dia segera melepaskan kedua buah kantung itu dan
menyembunyikannya ke balik semak belukar.
Setelah itu dia baru melompat naik ke atas dinding.
Ia sangat mengagumi kemampuan sendiri.
Ia merasa semua perbuatannya amat bagus, amat berakal dan amat berkekuatan.
Andaikata berganti dengan orang lain, sudah pasti dia akan putar otak di bawah dinding situ,
malah siapa tahu sudah kena dikejar oleh Kim Toa-say.
Kalau orang yang begitu berotak dan berpikiran semacam dia tak bisa kaya di kemudian hari,
kejadian seperti ini baru aneh namanya.
Betul juga, Yan Jit mash menunggunya di luar.
Dalam waktu singkat Kwik Tay-lok telah mengisahkan semua pengalamannya itu kepada nya,
kemudian tak tahan lagi dia berkata sambil tertawa:
"Bukankah, kaupun amat mengagumiku?"
"Sekarang masih terlampau awal untuk mengagumi dirimu."
"Masih terlampau awal ?"
"Sekarang, peluru emas itukan masih berada dirumah orang lain."
"Aaah, soal itu mah gampang sekali..." seru Kwik Tay-lok sambil tertawa, "bukankah di atas
pelana Swan Bwe thong juga terdapat segulung tali panjang.
Yan Jit mengangguk, tadi iapun sempat melihatnya.
"Sekarang, aku akan masuk lagi dan mengikat kedua kantung itu dengan tali, kemudian kau,
menariknya dari luar dinding.... coba bayangkan gampang bukan"
"Yaa, memang gampang !"
Kwik Tay-lok segera tertawa, lanjutnya:
"Asal kita punya otak, maka bagaimanapun sulitnya suatu pekerjaan, niscaya akan berubah
menjadi gampang dengan sendirinya."
Tak tahan Yan Jit tertawa, katanya pula:
"Karena itu, kau selalu mengagumi dirimu sendiri ?"
"Yaa, apa boleh buat, kalau aku tidak mengagumi diriku sendiri, siapa pula yang akan
mengagumi diriku ?"
Kuda Bwe Ji-lam di parkir di bawah pohon sana di atas pelananya memang tergantung
sesuatu tali. Agak lama Kwik Tay-lok menunggu di luar dinding, setelah merasa bahwa dibalik dalam sudah
tiada bersuara lagi, ia baru melompat masuk ke dalam.
Ternyata kedua buah kantong itu masih berada ditempat semula.
Kwik Tay-lok merasa puas terhadap ketepatan dugaannya.
Ia menyaksikan Yan Jit menarik kedua buah kantung itu dari luar dinding pekarangan,
kemudian menariknya keluar.
Kemudian iapun mendengar suara Yan Jit berbisik dari luar.
"Aku telah menerimanya, hayo keluarlah dari sana"
"Sekarang Kwik Tay-lok baru bisa menghembuskan napas lega, akhirnya sukses juga
usahanya ter sayang kembali bagaimana sikap para penagih hutang yang gelagapan sewaktu
melihat tumpukan emas sebanyak itu, hampir saja ia tertawa tergelak-gelak.
Maka dia lantas melompat ke atas dan dengan enteng dia telah berada di luar pekarangan.
Waktu itu, Yan Jit telah berada di bawah pohon di luar lorong sana, berdiri disamping kuda
sambil menantikan kedatangannya.
Sewaktu ia sampai di situ, Swan Bwe-tong juga sedang munculkan diri lewat pintu depan.
"Bagaimana dengan Kim Toa-say ?" tak tahan Kwik Tay-lok segera bertanya cepat.
Sambil menutupi bibirnya menahan rasa geli, sahut Bwe Ji-lam:
"Hampir saja dia mati karena mendongkol, sekarang telah kembali ke kamarnya untuk
berbaring".
"Sekarang kau sudah ngeloyor keluar, tidak kuatir jika ia sampai menaruh curiga?"
"Tidak menjadi soal, selesai membagi harta, untuk kembali lagi ke sanapun masih sempat."
Setelah tersenyum, lanjutnya:
"Untung saja uangnya tak pernah dihamburkan sampai habis, sekalipun kita mendapat sedikit
bagiannya, aku rasa juga tak menjadi soal."
Tiba-tiba saja Yan Jit berkata:
"Bukankah kita telah berjanji, bagian yang kita peroleh akan dibagi menjadi tiga dan tujuh ?"
"Benar !" Bwe Ji-lam mengangguk.
"Baik, kau boleh mendapat tujuh bagian, kami hanya akan mengambil tiga bagian saja."
Bwe Ji-lam tertegun.
Kwik Tay-lok juga hampir saja melompat bangun, teriaknya tertahan:
"Apa" Kau akan membagikan tujuh bagian kepadanya ?"
"Seandainya dia menginginkan semuanyapun akan kuberikan !"
"Kau..... apakah kau sudah kena ditenung " Atau kepalamu mungkin rada pusing?"
"Yang lagi pusing adalah kau, bukan aku"
Tiba-tiba ia melemparkan kedua buah kantung itu ke arah Kwik Tay-lok....
Karena tidak menaruh perhatian, Kwik Tay-lok tidak berhasil untuk menerimanya, kantung
berisi peluru itu segera terjatuh ke tanah.
Yang berserakan bukan peluru dari emas, melainkan peluru dari besi semua....
Memandang peluru-peluru besi yang berwarna hitam dan bergelindingan di atas tanah itu,
Kwik Tay-lok berdiri tertegun, hampir saja biji matanya melompat keluar.
"Coba katakan sekarang, siapa yang sebetulnya lagi pusing, kau atau aku ?" seru Yan Jit lagi
sambil tertawa hambar.
"Tapi aku..... jelas melihat kalau yang dibidikkan ke arahku adalah peluru emas"
Yan Jit menghela napas panjang.
"Aai.... tampaknya orang ini selain pusing, matanya juga sudah kabur...."
Kwik Tay-lok tertegun beberapa saat lamanya, mendadak ia menuang isi kantung itu keluar,
mendadak dijumpainyai ada sebutir peluru berwarna emas yang menggelinding keluar.
Hanya ada sebutir yang benar-benar merupakan peluru emas.
Bwe Ji-lam memungutnya dan diperhatikan sekejap, tiba-tiba ia berkata:
"Coba kalian lihat, di atas peluru ini berukirkan beberapa huruf."
"Apa yang tertulis di situ ?"
Ketika Bwe Ji-lam membaca tulisan di atas peluru tersebut, mimik wajahnya kelihatan agak
aneh, sampai lama kemudian ia baru menghela napas seraya tertawa getir, katanya:
"Lebih baik kau melihat sendiri saja."
Di atas peluru emas itu tertera sebaris tulisan yang berbunyi .
"Jika seseorang terlalu tamak, emas yang sudah ditanganpun akan berubah menjadi besi
rongsok!" "Babi yang tamak dan rakus harus dijual lebih dahulu"
Teringat akan ucapan dari Bwe Ji-lam tersebut, kemudian membaca pula serangkaian tulisan
di atas peluru emas tersebut, mimik wajah Kwik Tay-lok ibaratnya orang yang baru saja makan
empedu yang pahit.
Yan Jit memperhatikan wajahnya, kemudian memperhatikan pula Bwe Ji-lam, setelah itu
katanya sambil tertawa getir.
"Sudah pasti Kim Toa-say telah mengetahui maksud kedatangan kita"
"Ehmm !"
"Dan lagi diapun tahu kalau kau sedang membantu untuk membohonginya!"
"Ehmm!"
"Tapi dia masih sengaja berlagak pilon, karena..."
"Karena pada dasarnya dia memang seorang yang supel dan berjiwa besar...." sambung Bwe
Ji-lam, "sekalipun dia tahu kalau kami menipunya, ia tak ambil perduli, cuma sayang...."
Ia memandang sekejap ke arah Kwik Tay-lok dan tidak berbicara lagi.
Kwik Tay-lok justru yang menyambung ucapannya itu:
"Cuma sayang aku terlampau tamak, seakan-akan kalau kita hendak membawa kabur
segenap peluru emas yang dimilikinya saja."
"Tapi hal inipun tak bisa menyalahkan dirimu."
"Kalau tidak menyalahkan aku harus menyalahkan siapa?"
"Setiap orang tentu mempunyai titik kelemahan, entah siapapun itu orangnya, suatu ketika toh
akan menjadi tamak juga."
"Apalagi kau tamak bukan demi kepentingan dirimu sendiri." lanjut Yan Jit, "kau berbuat
demikian demi teman, mana mungkin kau seorang bisa mempunyai hutang sebesar itu"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa, lalu berkata: "Padahal kalian tak perlu menghibur hatiku,
sesungguhnya aku sama sekali tidak merasa sedih."
"Oooooh . . ."
"Walaupun emas-emas itu berubah menjadi besi rongsokan, tapi kedatanganku kali ini
bukannya sama sekali tak ada hasilnya."
"Betul, paling tidak kau masih memperoleh sebutir peluru emas." sahut Bwe Ji-lam sambil
tertawa paksa. "Yang kumaksudkan sebagai hasil bukanlah peluru emas tersebut."
"Lantas apa ?"
"Sebuah pelajaran yang sangat baik."
Ditatapnya tulisan di atas emas itu, kemudian pelan-pelan melanjutkan:
"Bagiku, pelajaran yang berhasil kuraih ini paling tidak jauh lebih berharga daripada seluruh
emas yang berada di dunia ini."
Bwe Ji lam memandang ke arahnya, sampai lama kemudian ia baru tersenyum, katanya.
"Sekarang aku baru mengerti, kenapa ada orang yang begitu menyukai dirimu, ternyata kau
memang seorang yang benar-benar menarik hati."
"Sekarang kau baru tahu ?"
"Ehmm. . . ."
"Aku sudah tahu lama sekali." kata Kwik Tay-lok tertawa.
Tiba-tiba Yan Jit menimbrung...
"Cuma sayang ada satu hal lain tidak kau ketahui."
"Soal apa ?"
"Didalam pandangan penagih-penagih hutang tersebut, yang paling menarik atas dirimu
adalah dikala kau punya uang, bila kau tak punya uang untuk membayar hutang, tahukah kau apa
yang hendak mereka lakukan terhadap dirimu ?"
Senyuman Kwik Tay-lok segera lenyap tak membekas, sambil bermasam muka dia
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak tahu !" katanya.
Ia tahu, bagaimanapun baiknya suatu pelajaran, tak mungkin bisa dipakai untuk membayar
hutang. Bwe Ji-lam mengerdipkan matanya, kemudian bertanya:
"Banyakkah hutang kalian kepada orang lain ?"
"Ehmmm . . ."
"Hutang berapa ?"
"Aaai sebetulnya tidak terlalu banyak." ujar Yan Jit sambil menghela napas. "cuma selaksa
tahil perak."
Bwe Ji-lam seperti menarik napas dingin, untuk beberapa saat lamanya ia berdiri tertegun di
situ, tiba-tiba katanya:
"Aaah, Kim tao-siok pasti sedang menunggu aku, maaf, aku tak bisa berdiam terlalu lama lagi
di sini, selamat tinggal."
Belum selesai dia berkata, tubuhnya sudah melompat naik ke atas kudanya....


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memperhatikan gadis itu melarikan kudanya meninggalkan tempat itu, tak tahan Kwik Tay-lok
menghela napas panjang, gumamnya:
"Mengapa orang lain pada melarikan diri terbirit-birit setelah mendengar kita punya hutang
yang banyak ?"
Yan Jit termenung dan berpikir sejenak, kemudian sahutnya:
"Karena diapun ingin memberi suatu pelajaran yang sangat baik kepadamu...!"
"Pelajaran apa ?"
"Jika seseorang ingin hidup dengan bebas merdeka dan riang gembira, lebih baik kalau jangan
sampai berhutang kepada orang lain."
Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengangguk.
"Yaa, bila seseorang menginginkan dirinya disukai teman, lebih baik memang jangan
berhutang".
Hal mana memang merupakan sebuah pelajaran yang sangat baik, yang berharga untuk
diingat oleh setiap orang.
Tapi bagaimana kalau kau berhutang demi teman "
Tiba-tiba Yan Jit berkata:
"Aku lihat, lebih baik kau menyingkir dulu dan bermainlah selama beberapa hari di tempat lain
!" "Kau suruh aku kabur?" seru Kwik Tay-lok dengan mata melotot.
"Kau toh sudah berjanji kepada orang lain untuk membayar semua hutangmu dalam dua hari
ini" Mana boleh kau pulang dengan tangan hampa ?"
"Kau kira aku bisa melakukan perbuatan yang begitu memalukan ?"
"Tapi kau telah menunggak hutang."
"Menunggak hutang adalah satu persoalan, kabur adalah persoalan lain, jika hanya
menunggak hutang, suatu ketika masih bisa dibayar, tapi kabur setelah menunggak hutang, maka
dia tidak terhitung seseorang manusia lagi."
Yan Jit memandang ke arahnya, kemudian tersenyum, katanya:
"Kau memang seorang manusia !"
"Lagi pula seorang yang menarik, cuma sayang rada miskin." sambung Kwik Tay-lok sambil
tertawa pula. Keadaan dari perkampungan Hok-kui-san-ceng masih seperti sedia kala, walau bagaimana
pun kau memandang, sedikitpun tidak mirip sebagai suatu perkampungan yang kaya dan
terhormat. Tapi pagi ini, keadaannya rada sedikit berbeda.
Di luar pintu gerbang perkampungan Hok-kui-san-ceng yang selamanya sepi dan lenggang
tiba-tiba muncul beberapa ekor kuda.
Selain itu tampak pula beberapa orang berbaju keren dan necis berdiri di bawah pohon yang
rindang di luar perkampungan itu.
Ketika Yan Jit menyaksikan kehadiran mereka dari kejauhan, tanpa terasa ia menghela napas
panjang, katanya sambil tertawa:
"Tampaknya para penagih hutangmu telah pada menanti di luar sana !"
"Ehmmm !"
"Kau bermaksud hendak menghadapi mereka dengan cara apa ?"
"Aku hanya mempunyai satu cara !"
"Apa caramu itu?"
"Berbicara dengan sejujurnya !"
Sinar matahari yang baru terbit menyinari raut wajahnya, muka itu tampak cerah dan jujur,
seakan-akan sedang berkilat.
Menyusul kemudian, ia berkata lebih lanjut: "Aku bersiap sedia untuk memberitahukan kepada
mereka dengan sejujurnya, walaupun sekarang aku tak punya uang untuk membayar namun di
kemudian hari pasti akan berusaha untuk mengembalikan kepada mereka.... mungkin cara ini
kurang baik, tapi aku sudah tidak berhasil menemukan cara yang lain lagi."
Yan Jit memandang ke arahnya lalu tersenyum.
"Tentu saja kau tak akan menemukan cara yang lain, sebab sesungguhnya cara tersebut
merupakan cara yang terbaik, di dunia ini tiada cara lain yang lebih baik daripada cara itu."
Penagih hutangnya berjumlah enam orang.
Ke enam orang penagih hutang itu berdiri semua di luar halaman, menanti dengan tenang.
Begitu melangkah keluar, Kwik Tay-lok segera berseru dengan lantang, "Saudara sekalian,
maaf seribu kali maaf, sekarang meski aku belum punya uang untuk mengembalikan kepada
kalian, tapi..."
Perkataan itu belum sempat diselesaikan, tatkala seseorang menukas pembicaraannya itu.
Seorang tauke she Chee segera berebut berkata:
"Apakah Kwik toaya mengira kami untuk menagih hutang ?"
"Memangnya bukan ?" seru Kwik Tay-lok tertegun.
Cho tauke segera tertawa lebar.
"Kami kuatir kalau barang kebutuhan kalian masih belum cukup, maka sengaja
menghantarnya kemari untuk toaya pakai."
"Tapi.... tapi.... aku sudah banyak berhutang kepada kalian" seru Kwik Tay-lok tergagap.
Seorang tauke she thio cepat-cepat menimbrung:
"Hutang-hutang tersebut sudah dilunasi orang."
"Yaa, hutang Toaya toh hanya suatu jumlah yang kecil saja" sambung Tauke Chee sambil
tertawa paksa, "sekalipun Kwik toaya seorang kekurangan uang, masa kami akan mendesakmu
terus menerus ?"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian tak tahan ia lantas
bertanya: "Sebetulnya siapa yang telah melunasi hutang-hutangku itu ?"
"Terus terang saja, kami sendiripun tak tahu siapa yang telah melunasi hutang hutang
tersebut" sahut Thio tauke sambil tertawa.
Kwik Tay-lok makin tercengang.
"Masa kalian sendiripun tidak tahu ?" dia berseru:
"Sewaktu aku bangun tidur pagi tadi, di atas meja di luar kamarku telah kebayar beberapa
tumpuk uang perak..."
"Beberapa tumpuk " Masa uang perak juga dihitung dengan tumpukan?" tak tahan Kwik Taylok
kembali berseru.
"Sebab segel di atas uang perak itu berbeda, ada yang berasal dari kota Ki-lam, ada pula yang
berasal dari ibu kota, setumpuk demi setumpuk dipisahkan satu sama lainnya, tapi di bawah
tumpukan uang perak itu kedapatan secarik kertas yang menerangkan kalau uang tersebut dipakai
untuk membayar hutang-hutang Kwik toaya." kata Chee tauke menerangkan.
"Sudah tentu teman Kwik toaya mengetahui kalau belakangan ini Kwik toaya sedang kesulitan,
maka sengaja mengirim uang kemari tapi kuatir Kwik toaya enggan menerimanya, oleh sebab itu
sengaja dikirim ke toko kami..." Thio tauke menambahkan.
Sambil tertawa paksa Chee tauke kembali berkata:
"Teman-teman Kwik toaya pasti adalah sahabat-sahabat persilatan yang setia kawan,
walaupun kami berdagang kecil-kecilan, juga bukan orang yang terlalu kemaruk dengan harta."
Sambil tertawa paksa pula Thio tauke meneruskan: "Oleh sebab itu, pagi-pagi sekali kami
datang kemari."
Tentu saja mereka datang pagi sekali.
Setelah bertemu dengan jago-jago persilatan yang di tengah malam buta bisa masuk ke rumah
mereka dengan leluasa, mana mereka berani bertindak seenaknya sendiri
Apalagi masih ada uang dalam jumlah besar yang bisa didapatkan, Kwik Tay-lok tertegun
beberapa saat lamanya, pada hakekatnya ia sudah dibikin pusing tujuh keliling dan tak tahu apa
gerangan yang telah terjadi.
"Berapa tumpuk uang yang telah kalian terima ?" tiba-tiba Yan Jit bertanya.
"Semuanya tiga tumpuk, bukan saja cukup untuk melunasi hutang, malahan masih ada
sisanya." jawab Chee tauke.
"Oleh sebab itu semua keperluan Kwik toaya selama dua bulan mendatang, entah apa pun
yang dilakukan. silahkan memesannya kepada toko kami...." Thio tauke menambahkan.
"Dan sekarang, kami tak berani mengganggu terlalu lama lagi, maaf kami ingin mohon diri
lebih dahulu"
Maka seorang demi seorang mereka menjura, kemudian mengundurkan diri dari situ.
Setibanya di pintu luar, masih kedengaran suara helaan napas mereka diiringi suara bisikbisik:
"Sungguh tak kusangka, Kwik toaya ternyata mempunyai teman baik sebanyak itu."
"Yaa, tentu saja hal ini, disebabkan Kwik toaya selalu berjiwa gagah dan cukup bijaksana
dalam menghadapi orang lain"
"Yang penting didalam berteman adalah bersetia kawan kalau bisa mempunyai teman seperti
Kwik toaya, aku pasti akan merasa puas sekali."
Menunggu semua orang telah pergi, Kwik Tay-lok baru menghembuskan napas panjang
sambil bergumam:
"Benarkah aku sangat bersetia kawan?"
"Agaknya memang begitu," sahut Yan Jit sambil tersenyum, "kalau tidak, masa ada orang yang
bersedia membayar semua hutangmu?"
"Ternyata tidak semua orang kabur terbirit-birit setelah mengetahui kalau kita punya hutang
banyak." "Ya, rupanya memang tidak begitu."
"Aaai.... tapi, sebetulnya darimanakah munculnya sahabat-sahabat yang amat setia kawan itu
?" kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas panjang..
"Kau tak berhasil untuk menemukannya?"
"Sampai pecah kepalaku juga tak akan kutemukan."
"Kalau begitu, tak usah kau pikirkan lagi."
"Kenapa ?"
"Sebab perkataan orang-orang itu sangat cengli dan masuk diakal, untuk mencari teman maka
hakekatnya sama dengan suatu kesetiaan kawan dibayar dengan kesetiaan kawan, hari ini dia
telah datang melunasi hutangmu, tentu saja dibandingkan dahulu kaupun pernah melakukan suatu
perbuatan yang setia kawan kepada dirinya."
Kwik Tay-lok segera tertawa getir.
"Tapi aku masih saja tak berhasil menemukan siapa orangnya ?"
"Banyak orang mempunyai kemungkinan tersebut, misalkan saja si semut merah, Lim hujin,
Bwe Ji ka, masih ada lagi pencoleng-pencoleng yang pernah menipumu, andaikata mereka tahu
kalau kau sedang didesak oleh hutang sehingga siap sedia terjun ke sungai, besar kemungkinan
secara diam-diam mereka akan melunasi hutang-hutangmu itu."
Setelah terhenti sebentar, tiba-tiba sambungnya lebih jauh:
"Bahkan Kim Toa-say maupun Swan Bwee thong juga ada kemungkinannya...."
"Kenapa ?"
Yan Jit tersenyum.
"Sebab bukan saja kau adalah seorang sahabat yang sangat baik, dan lagi kau memang
benar-benar seorang yang sangat menarik hati."
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Yaaa... mungkin saja memang benar-benar mereka" gumamnya seorang diri, "sungguh tidak
kusangka kalau mereka masih bisa teringat akan diriku..."
Dibalik senyuman tersebut, terselip luapan perasaan gembira dan terharunya yang amat
sangat... Yang membuatnya berterima kasih dan terharu bukannya mereka telah melunasi hutanghutangnya
yang menumpuk setinggi bukit.... ia terharu dan berterima kasih atas persahabatan
mereka yang begitu hangat dan meluap.
Di dalam dunia ini hanya ada persahabatan yang selalu utuh dan langgeng sepanjang masa,
selama persahabatan tetap ada, maka berarti pula selamanya ada cahaya yang menyinari seluruh
jagad. Coba lihatlah, saat itu sinar sang surya memancar ke empat penjuru dan menyinari seluruh
permukaan tanah, dimana-mana tampak cahaya keemasan yang bergemerlapan, seakan-akan
Thian secara khusus menyebarkan emas-emas murninya dari langit untuk orang-orang, di dunia
ini yang mengerti soal arti dari suatu persahabatan.
Sesungguhnya dunia ini memang merupakan suatu dunia yang gemerlapan dengan emas,
hanya persoalannya sekarang adalah mengertikah kau untuk membedakan mana yang emas asli
dan mana yang bukan serta benda apakah yang sesungguhnya merupakan suatu benda yang
seharusnya dihargai dan disayangi.
Yaa, bila tak mampu melakukan hal tersebut, maka apa pula arti dari kehidupan tersebut"
Hidup tanpa suatu persahabatan, ibaratnya hidup di tengah kuburan !
Ada semacam orang yang tampaknya memang sudah ditakdirkan untuk hidup lebih riang, lebih
gembira dari pada orang lain, sekalipun sedang menghadapi masalah yang bagaimanapun
besarnya, diapun bisa setiap saat mengesampingkan masalah itu ke samping.
Kwik Tay-lok adalah manusia semacam itu.
Siapa yang telah melunasi hutan-hutangnya "
Di dalam pandangannya, persoalan-persoalan semacam itu pada hakekatnya sudah bukan
merupakan suatu persoalan lagi.
Maka begitu berbaring di atas ranjang, ia lantas tertidur nyenyak, tertidur sampai sore, sampai
Ong Tiong masuk ke dalam kamarnya, ia baru mendusin.
Gerak gerik Ong Tiong masih tidak begitu leluasa, maka setibanya di dalam kamar, dia lantas
mencari tempat yang paling enak untuk duduk.
Sekalipun dulu sewaktu gerak-geriknya masih leluasa, entah ke manapun dia pergi, ia pun
selalu mencari tempat yang paling enak dan nyaman untuk duduk.
Entah dalam kamar siapapun, rasanya jarang ada tempat yang lebih nyaman daripada diatas
ranjang. Maka Ong Tiong segera menitahkan Kwik Tay-lok untuk menarik kakinya, kemudian ia naik
keranjang dan bersandar pada tepiannya.
Kwik Tay-lok segera melemparkan sebuah bantal untuk mengganjal punggung rekannya,
setelah itu sambil mengucak matanya ia baru bertanya:
"Sekarang sudah jam berapa?"
"Aaah, masih pagi, jaraknya dengan saat untuk bersantap malam masih ada setengah jam
lebih." Kwik Tay-lok kembali menghela napas, gumamnya:
"Seharusnya kau mesti membiarkan aku untuk tidur barang setengah jam lagi."
Ong Tiong pun menghela napas panjang.
"Aku hanya merasa heran, kenapa kau bisa tidur senyenyak itu ?"
"Kenapa aku tak dapat tidur ?" sahut Kwik Tay-lok seperti keheranan, sepasang matanya
terbelalak lebar.
"Andaikata kau bersedia menggunakan otakmu untuk berpikir, mungkin kau tak akan dapat
tertidur lagi."
"Apa yang perlu dipikirkan ?"
"Tidak ada ?"
"Agaknya tidak ada" sahut Kwik Tay-lok sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Sudah tahukah kau, siapa yang telah melunasi hutang-hutangmu itu....?"
"Perduli siapa yang telah melunasi hutangku, yang penting hutang itu telah beres, kalau toh
mereka enggan memperlihatkan asal usulnya, kenapa pula aku harus memikirkannya terus
menerus ?"
"Dapatkah kau sedikit mempergunakan otakmu untuk berpikir ?"
"Dapat, tentu saja dapat !" Kwik Tay-lok tertawa.
Benar juga dia lantas berpikir sejenak.
"Kemungkinan terbesar bagiku adalah Lim hujin !"
Pengalaman mereka ketika berjumpa dengan Lim hujin tempo hari, pada akhirnya telah
diceritakan pula kepada Ong Tiong.
Maka Ong Tiongpun bertanya:
"Yang kau maksudkan sebagai Lim hujin apakah Lim hujin yang pernah kau bicarakan tempo
hari itu ?"
Kwik Tay-Iok mengangguk.
"Setelah diketahui olehnya bahwa Lim Tay-peng berada di sini, tentu saja dia akan mengutus
orangnya untuk setiap saat mencari berita tentang kita, setelah mengetahui kalau kita punya
hutang yang menumpuk, tentu saja dia akan mengirim orang untuk melunasinya.
Setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh:
"Akan tetapi ia enggan membiarkan Lim Tay-peng mengetahui kalau dia berhasil menemuinya
sampai ke situ, oleh sebab itu diapun berusaha untuk mengelabui kita."
"Ehmm, suatu uraian yang masuk diakal."
Kwik Tay-lok tertawa.
"Tentu saja uraianku sangat masuk di akal!"
"Sekalipun aku terhitung malas untuk mempergunakan otakku, bukan berarti otakku jauh lebih
bodoh dari pada orang lain."
"Kecuali Lim hujin, siapakah orang kedua yang kemungkinan besar telah melunasi hutanghutangmu
itu ?" "Delapan puluh persen adalah Swan Bwe- thong !"
"Mengapa bisa dia?"
"Ketika kusaksikan ia segera minta diri dan berlalu dengan tergesa-gesa setelah mendengar
kalau kami punya hutang yang menumpuk, timbul perasaan heran di dalam hatiku, sebab dia
bukanlah seorang manusia macam begitu"
"Oleh sebab itu, kau menganggap dia pasti telah kembali ke gedung keluarga Kim dan
meminjam uang kepada Kim Toa-say, kemudian menyusul pula kemari serta melunasi hutanghutangmu
?" "Benar, karena dia sebenarnya suka dengan Yan Jit, tapi kuatir kalau Yan Jit menampik
pemberiannya itu oleh sebab itulah sengaja dia membuat demikian."
"Tapi, darimana dia bisa tahu kau telah berhutang kepada toko yang mana ?"
"Itu mah gampang sekali untuk diketahui, tentunya kau sendiri juga tahu bukan, Swan Bwethong
adalah seorang anak gadis yang amat cerdik sekali."
Pelan-pelan Ong Tiong mengangguk lagi.
"Emm..... inipun masuk diakal."
"Coba kau lihat" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa," persoalan tersebut bukankah amat
sederhana sekali " Dengan mudah dan tanpa bersusah payah, setiap saat aku berhasil
menemukan dua orang diantaranya."
"Tapi, jangan kau lupa masih ada orang yang ketiga."
"Orang itu sudah pasti adalah...."
Berbicara sampai di sini, tiba-tiba dia berhenti dan tak sanggup untuk melanjutkan kembali
kata-katanya. Sebetulnya banyak orang-orang sudah yang dipikirkan dan terasa ada kemungkinannya, akan


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi setelah dipikirkan lebih seksama, terasa olehnya bahwa orang-orang itu kecil sekali
kemungkinannya.
Terdengar Ong Tiong berkata:
"Para pencoleng yang pernah menipumu itu meski tidak menganggap kau sebagai telur busuk
yang bodoh, sekalipun dalam hati mereka merasa amat berterima kasih kepadamu, mustahil
mereka memiliki begitu banyak uang untuk melunasi hutang-hutangmu itu."
"Orang-orang itu sedemikian miskinnya sampai celanapun tak punya, kalau bukan begitu,
masa aku akan berbelas kasihan kepada mereka ?"
(Bersambung jilid 23)
Jilid 23 "ORANG itupun mustahil adalah Bwe Ji-ka, perutnya telah kau tonjok keras-keras, tidak balas
menjotos perutmu sudah terhitung amat sungkan sekali."
Kwik Tay-lok tertawa getir.
"Itulah sebabnya, meskipun aku kena didesak sampai mampus oleh para penagih hutang
tersebut, tak nanti dia akan melelehkan setitik air matapun untuk diriku."
"Melelehkan air mata selain lebih leluasa juga lebih gampang untuk dilakukan daripada
melunasi hutang orang."
"Itulah sebabnya, orang ketiga sudah pasti bukan dirinya." kata Kwik Tay-lok kemudian.
"Bukan saja tak mungkin adalah dirinya juga tak mungkin orang lain."
"Kenapa ?"
"Sebab orang lain meski tahu kalau kau berada disini, belum tentu mereka tahu kalau kau
sedang didesak hutang yang menumpuk."
"Andaikata ada orang, mendengar kalau kita telah melangsungkan pertarungan melawan Cuimia-
hu dan Cap-sah-toa-to di tempat ini, tahu kalau orang kita ada yang terluka, mungkin tidak
mereka akan memburu ke sini ?"
"Mau apa datang kemari ?"
"Mungkin datang kemari untuk menonton keramaian, mungkin datang untuk membantu kita,
membalas budi kepada kita."
"Membalas budi ?"
"Misalnya saja si semut merah, si semut putih, mungkin saja mereka akan datang kemari untuk
membalas budi kepada kita karena tidak membinasakan diri mereka."
Akhirnya Ong Tiong mengangguk juga.
"Ehmm, memang masuk diakal !" katanya.
"Kalau toh memang masuk diakal, bukankah sekarang menjadi tiada persoalan lagi?"
"Persoalan yang sesungguhnya justru berada di sini."
Wajahnya keren, serius dan kelihatan berat sekali.
Tak tahan Kwik Tay-lok segera bertanya:
"Persoalan yang sesungguhnya" Persoalan apakah itu?"
"Kalau toh ada kemungkinan orang datang kemari untuk melihat keramaian, membalas budi itu
berarti ada kemungkinan juga orang datang kemari untuk membuat kesulitan atau mencari balas
kepada kita."
"Mencari balas ?"
"Kau menganggap kita telah melepaskan budi kepada kawanan semut tersebut karena kita
tidak membunuhnya, siapa tahu kalau mereka justru telah menganggap kita sebagai musuh
besar" Kau hanya membayangkan ketika kita melepaskan dirinya pergi, kenapa tidak kau
bayangkan waktu kita menghajar mereka sampai kocar-kacir tak karuan ?"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
"Apalagi Cui-mia-hu dan tiga belas golok besar bukannya tidak mempunyai teman-teman yang
cukup setia kawan" ujar Ong Tiong lebih jauh, "bila mereka tahu kalau rekan-rekannya telah
dipecundangi di sini, kemungkinan besar dia akan menyusul kemari dan membalas dendam
terhadap diri kita"
Kwik Tay lok segera menghela napas panjang.
"Ucapan itu memang masuk diakal" katanya.
"Walaupun kau belum pernah berkecimpungan di dalam dunia persilatan, namun berbeda
dengan kita, entah siapa saja orangnya yang sedang berkecimpungan dalam dunia persilatan,
maka sengaja atau tidak sudah pasti kita pernah membuat salah, terhadap orang-orang itu
mengetahui jejak kita, besar kemungkinannya merekapun akan berbondong-bondong datang
kemari untuk membuat perhitungan dengan kita."
Sekali lagi Kwik Tay-lok menghela napas, katanya sambil tertawa getir:
"Aaaai.... tampaknya, otakku belum bisa dianggap sebagai otak yang terlalu cerdik."
"Tapi orang-orang semacam itu masih belum bisa dianggap sebagai suatu masalah yang
besar." "Masih belum bisa dianggap?" Kwik Tay-lok menjadi amat terperanjat.
"Masalah yang paling besar adalah dengan banyaknya orang yang mengetahui akan gerak
gerik kita, berarti pula tanpa disadari kita sudah menjadi ternama."
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
"Bila seseorang telah menjadi termasyhur, besar atau kecil sudah pasti ada kesulitan yang
berbondong-bondong berdatangan kemari."
"Kesulitan apa ?"
"Pelbagai kesulitan, kesulitan yang mungkin tak pernah kau sangka sama sekali."
"Coba katakanlah beberapa macam di antaranya ?"
"Misalnya saja ada orang mendengar kalau ilmu silatmu sangat tinggi, maka dia datang untuk
mengajakmu beradu kepandaian, sekalipun kau enggan turun tangan, mereka pasti akan
mempergunakan pelbagai macam daya untuk memaksamu sampai kau bersedia untuk turun
tangan." "Soal itu mah aku cukup mengerti." kata Kwik Tay-lok.
"Kau mengerti !"
Kwik Tay-lok menghela napas.
"Keadaan tersebut persis seperti keadaanku sewaktu memaksa Kim Toa-say untuk turun
tangan, cuma aku tidak menyangka kalau pembalasannya bisa datang dengan sedemikian
cepatnya."
"Kecuali orang-orang yang datang mencarimu untuk menantang kau beradu kepandaian, pasti
pula ada yang datang mencarimu untuk meminta bantuan, mencarimu untuk membantu mereka
menyelesaikan persoalan, atau bahkan ada pula yang datang untuk meminta ongkos jalan, orangorang
semacam itu akan berdatangan kemari setiap saat dan pada hakekatnya kau tak akan tahu
kapan mereka mau datang."
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
"Bila seseorang telah ternama didalam dunia persilatan, jangan harap ia bisa melewati
kehidupan sehari-harinya dengan tenang."
Kwik Tay-lok turut menghela napas panjang, gumamnya:
"Ternyata menjadi orang ternama pun bukan suatu peristiwa yang menggembirakan."
"Mungkin.... hanya semacam manusia yang merasa ternama itu merupakan suatu keadaan
yang menggembirakan"
"Manusia macam apa ?"
"Orang yang belum menjadi tenar !"
Tiba-tiba dia menghela napas lagi, kemudian menyambung lebih jauh:
"Padahal orang yang benar-benar akan menjumpai kesulitan mungkin bukan kau dan aku."
"Kau maksudkan Yan Jit dan Lim Tay-peng ?"
"Benar."
"Kenapa kesulitan mereka jauh lebih banyak dari pada kita ?"
"Sebab mereka mempunyai rahasia yang tidak bisa diketahui orang lain."
Tiba-tiba Kwik Tay-lok melompat bangun dari atas ranjang dan berseru dengan lantang.
"Benar, Yan Jit memang mempunyai rahasia yang sangat besar, dia selalu tidak bersedia
untuk memberitahukan kepadaku"
"Apakah sampai sekarangpun kau belum dapat menebaknya?"
"Apakah kau telah berhasil menebaknya?"
Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, katanya:
"Tampak bukan cuma otakmu saja kurang cerdas matapun juga...."
Mendadak ia membungkam, rupanya ada orang datang.
Kwik Tay-lok segera mendengar ada suara orang berjalan masuk ke dalam halaman luar,
tampaknya bukan hanya seorang saja.
Pelan-pelan dia merosot turun dari atas ranjang, kemudian pelan-pelan berkata:
"Apa yang kau katakan memang benar, ternyata ada orang yang telah datang berkunjung."
Ong Tiong cuma tertawa getir.
Karena dia sendiripun sama sekali tidak mengira kalau ada orang yang begitu cepat telah
datang ke situ.
Siapakah yang telah datang "
Mungkinkah mereka akan datang sambil membawa kesulitan.
Yang datang semuanya berjumlah lima orang.
Empat orang yang berada di belakang, semuanya berperawakan tinggi kekar dengan pakaian
yang amat perlente, tampaknya sangat keren dan gagah sekali.
Tapi bila dibandingkan dengan orang yang berada di depannya, maka ke empat orang itu pada
hakekatnya telah berubah seperti empat ekor anak ayam.
Padahal orang yang berjalan di depan itu tidak jauh lebih tinggi dari pada mereka, tapi ia justru
memiliki suatu kewibawaan yang sangat besar, kendatipun ia sedang berdiri diantara selaksa
orang, dalam sekilas pandangan kau masih tetap akan mengenalinya.
Orang itu berperawakan tinggi besar dan berwajah gagah, begitu sampai di situ, pintupun tidak
diketuk langsung masuk ke dalam halaman dengan langkah lebar, seakan-akan seorang panglima
perang yang baru menang dalam medan laga dan kembali ke rumahnya sendiri.
Sudah barang tentu Ong Tiong tahu kalau tempat itu bukan rumahnya, Kwik Tay-lok juga tahu.
Sebenarnya ia sudah bersiap-siap untuk menerjang keluar... andaikata, ada kesulitan muncul
diambang pintu, dia selalu menerjang keluar paling duluan.
Tapi kali ini, begitu melihat kemunculan orang tersebut, cepat-cepat ia menarik dirinya kembali
dan mundur ke belakang.
"Kau kenal dengan orang itu?" Ong Tiong segera menegur dengan sepasang alis dan
berkernyit. Kwik Tay-lok mengangguk.
"Orang inikah yang bernama Kim Toa-say?" kembali Ong Tiong bertanya dengan lirih.
"Kau juga kenal dengannya ?"
"Tidak, aku tidak kenal."
"Kau tidak kenal, dari mana kau bisa tahu kalau dia adalah Kim Toa-say....?"
"Kalau orang ini bukan Kim Toa-say, lantas siapa pula yang bernama Kim Toa-say?"
Kwik Tay-lok tertawa getir.
"Benar, dia memang mempunyai tampang dan gaya sebagai seorang jendral besar."
Kim Toa-say berdiri di tengah halaman, sambil bergendong tangan ia memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, tiba-tiba katanya.
"Halaman ini perlu disapu sampai bersih!"
"Baik!" orang-orang yang mengikuti di belakangnya segera membungkukkan badan sambil
mengiakan. "Bunga Gwat-ci dan Bo-tan yang tumbuh di situ perlu disirami air, rumput liar perlu di babat
sampai bersih."
"Beberapa buah kursi di bawah pohon sana harus diganti dengan tempat duduk baru, sekalian
akar pepohonan di sekitarnya"
"Baik !"
Ong Tiong yang menyaksikan kejadian itu dari dalam jendela, tiba-tiba bertanya:
"Aku menjadi bingung sendiri, sebetulnya rumah ini rumah siapa sih.....?"
"Rumahmu !"
Ong Tiong menghela napas panjang.
"Aaaai...! Sebenarnya aku juga aku tahu kalau rumah ini rumahku, tapi sekarang aku
sendiripun dibikin kebingungan sendiri"
Kwik Tay-lok menjadi tak tahan dan tertawa geli, tapi sesaat kemudian dengan kening berkerut
katanya: "Heran, kenapa Yan Jit belum juga menampakkan diri ?"
"Mungkin dia seperti juga dirimu, begitu melihat Kim Toa-say, perasaannya menjadi keder"
"Kim Toa-say toh tidak kenal dengannya, mengapa dia mesti merasa keder...?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ong Tiong, tiba-tiba ia bertanya pelan:
"Pernahkah kau memikirkan tentang satu persoalan ?"
"Persoalan apa ?"
"Cara Yan Jit melepaskan senjata rahasia boleh dibilang nomor wahid dan tentunya
kepandaiannya untuk menerima senjata rahasia pun lumayan juga"
"Yaa, sudah pasti lumayan sekali."
"Lantas, kenapa ia tidak pergi mencari Kim Toa-say dan turun tangan sendiri" Kenapa kau
yang diminta untuk pergi menghadapinya ?"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
"Soal ini.... soal ini belum pernah kupikirkan."
"Kenapa tidak kau pikirkan !"
Kwik Tay-Iok tertawa getir.
"Karena.... karena.... asal dia suruh aku melakukan suatu perbuatan, maka aku merasa bahwa
hal itu amat cengli dan semestinya kulakukan untuknya."
Ong Tiong memandang wajahnya dan menggeleng, seakan-akan seorang kakak sedang
memperhatikan adiknya.
Seorang adik yang kena dibohongi orang setelah diberi gula-gula.
Kwik Tay-lok berpikir sebentar, kemudian berkata lagi:
"Jadi maksudmu, ia tak berani mencari Kim Toa-say sendiri karena ia takut Kim Toa say
berhasil mengenali dirinya ?"
"Menurut pendapatmu ?"
Belum sempat Kwik Tay-lok mengucapkan sesuatu, tiba-tiba terdengar Kim Toa-say
membentak dengan suara dalam:
"Siapa yang sedang kasak-kusuk di dalam rumah " Hayo cepat keluar !"
Sekali lagi Ong Tiong memandang sekejap ke arah Kwik Tay-lok, akhirnya pelan-pelan dia
mendorong pintu dan keluar dari ruangan. Kalau toh Kwik Tay-lok enggan bergerak, terpaksa dia
yang harus bergerak.
Kim Toa-say mendelik ke arahnya bulat-bulat, kemudian menegur:
"Apa yang sedang kau kasak-kusukkan dibalik ruangan ?"
"Aku tak perlu bersembunyi, kaupun tak usah mencampuri urusanku, mau berkasak-kusuk
atau tidak, itu urusanku pribadi !"
"Siapakah kau ?" bentak Kim Toa-say.
"Aku adalah tuan rumah tempat ini, aku senang duduk dimana, aku bisa duduk dimana, suka
membicarakan soal apa, akupun akan membicarakan soal apa."
Setelah tertawa, lanjutnya dengan hambar:
"Bila seseorang sedang berada dirumah sendiri, sekalipun dia senang melepaskan celana
untuk berkentutpun, orang lain tak akan mencampurinya...."
Sebenarnya ia tidak terbiasa mengucapkan kata-kata kasar seperti itu, sekarang dia seakanakan
sengaja hendak merobohkan kewibawaan dari Kim Toa-say.
Siapa tahu Kim Toa say malahan tertawa, diawasinya pemuda itu dari atas sampai ke bawah
beberapa, lalu katanya sambil tertawa:
"Orang ini memang mirip orang she Ong!"
"Aku bukan mirip orang she Ong, aku memang sesungguhnya she Ong !"
"Tampaknya kaulah putera dari Ong-lotoa?"
"Ong lotoa ?"
"Ong lotoa adalah Ong Cian-sik, yaitu bapakmu !"
Ong Tiong malah menjadi tertegun dibuatnya sehabis mendengar perkataan itu.
Ong Cian-siak memang ayahnya, tentu saja dia mengetahui akan nama ayahnya.
Tapi orang lain yang mengetahui nama Ong Cian-sik tersebut justru amat jarang.
Sebagian besar orang hanya tahu kalau nama dari Ong lo-sianseng adalah Ong Ik-cay.
Orang yang mengetahui nama Ong Cian-sik tersebut, sudah barang tentu adalah sahabatsahabat
karib Ong Cian-sik di masa lalu.
Sikap Ong Tiong pun segera berubah, berubah menjadi lebih sungkan, dengan nada
menyelidik ia lantas bertanya:
"Kau kenal dengan ayahku ?"
Kim Toa-say tidak segera menjawab pertanyaan itu, dengan langkah lebar ia masuk ke dalam
ruangan. Pintu kamar Kwik Tay-lok berada dalam keadaan terbuka lebar.
Dengan langkah tegap Kim Toa-say maju ke depan dan masuk ke dalam kamar, kemudian
langsung duduk di hadapan Kwik Tay-lok.
Terpaksa Kwik Tay-lok tertawa getir dan menyapa:
"Baik-baikkah kau ?"
"Ehmm, masih agak baikan, untung saja belum sampai dibikin mampus karena mendongkol."
Kwik Tay-lok mendehem berulang kali, kemudian tanyanya:
"Kau sedang mencariku ?"
"Mengapa aku harus datang mencarimu?"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
"Kalau begitu, ada urusan apa Toa-say datang kemari ?"
"Apakah aku tak boleh datang ?"
"Boleh, tentu saja boleh," sahut Kwik Tay-lok cepat-cepat sambil tertawa.
"Terus terang kuberitahukan kepadamu, sewaktu aku datang kemari, mungkin kau masih
belum dilahirkan." seru Kim Toa-say ketus.
Dalam perut orang ini, seakan-akan penuh berisi mesiu yang setiap saat bisa meledak, Kwik
Tay-lok tidak jeri kepadanya, cuma dia merasa agak rikuh dan keder saja.
Bagaimanapun juga, tindakan yang dilakukan oleh orang itu cukup mengagumkan, pelajaran
yang diberikan pun tidak keliru.
Setelah tidak memiliki cara lain yang lebih baik untuk menghadapinya, terpaksa Kwik Tay-lok
harus angkat kaki.
Siapa tahu sepasang mata Kim Toa-say justru setajam sembilu, baru saja kakinya bergerak,
Kim Toa-say telah membentak keras:
"Berhenti !"
Terpaksa Kwik Tay-lok mush tertawa paksa, katanya:
"Kalau toh kedatangan bukan untuk mencariku, buat apa aku mesti tetap berada di sini?"
"Aku hendak menanyai dirimu"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aaai.... baiklah kau boleh bertanya!"
"Malam ini kalian makan apa?"
Ternyata pertanyaan semacam itulah yang diajukan olehnya.
Tak tahan Kwik Tay-lok tertawa geli, sahutnya.
"Barusan aku mengendus bau Ang-sio-bak, mungkin kita akan makan daging babi masak
rebung !" "Baik hidangkan segera, aku sudah lapar!"
Sekali lagi Kwik Tay-lok merasa tertegun.
Sekarang dia sendiripun turut menjadi bingung dan tidak habis mengerti sesungguhnya
siapakah tuan rumah tempat itu.
Terdengar Kim Toa-say membentak lagi: "Hei, aku suruh kau menghidangkan nasi, mengapa
masih berdiri termangu-mangu disitu?" Kwik Tay-lok segera berpaling ke arah Ong Tiong.
Ong Tiong berlagak tidak melihat apa-apa, seakan-akan apapun tidak terdengar olehnya.
Terpaksa Kwik Tay-lok harus menghela napas panjang seraya bergumam:
"Ya, memang waktunya untuk bersantap aku sendiri pun merasa laparnya setengah mati".
Hidangan telah dikeluarkan, memang tak salah, sayur utamanya hari itu adalah daging babi
masak bung. Kim Toa-say juga tidak sungkan-sungkan begitu hidangan disajikan, ia lantas menempati kursi
utama. Ong Tiong dan Kwik Tay-lok terpaksa harus mendampinginya di kedua belah samping.
Baru saja Kim Toa-say mengangkat sumpitnya, tiba-tiba ia bertanya lagi:
"Mana lagi orang-orang lainnya " Kenapa tidak turut datang untuk bersantap ?"
"Ada dua orang lagi sakit, mereka hanya bisa minum bubur."
"Bukankah masih ada yang tidak sakit ?"
Tampaknya dia mengetahui semua persoalan di situ dengan teramat jelasnya.
Kwik Tay-lok menjadi sangsi sejenak, kemudian katanya sambil tertawa getir:
"Agaknya berada di dapur."
Yan Jit memang berada di dalam dapur.
Ia tak mau keluar, karena terlalu dekil, maka enggan bertemu orang.
Sekalipun ia berkata demikian, terpaksa Kwik Tay-lok hanya bisa mendengarkan saja, sebab
bila ia bertanya lebih lanjut, Yan Jit segera akan mendelik.
Bila Yan Jit sudah mendelik, Kwik Tay-lok segera merasakan badannya menjadi lemas tak
bertenaga. Terdengar Kim Toa-say berseru kembali:
"Dia kan bukan seorang koki, kenapa harus bersembunyi didalam dapur....?"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
"Baik, aku akan pergi memanggilnya"
Siapa tahu, baru saja ia bangkit berdiri, Yan Jit dengan kepala tertunduk telah
menghampirinya, rupanya ia sudah menyadap pembicaraan tersebut dari belakang pintu.
Kim Toa say memperhatikannya dari atas sampai ke bawah lalu serunya dengan lantang:
"Duduk !"
Ternyata Yan Jit benar-benar duduk dengan kepala tertunduk.... hari ini telah berubah menjadi
alim sekali. "Baik, hayo makan !" seru Kim Toa-say lagi.
Dengan lahapnya dia bersantap lebih dahulu, dalam waktu singkat semua hidangan di meja
telah disapu sampai habis.
Kwik Tay-lok sekalian hampir tiada kesempatan sama sekali untuk menggerakkan sumpitnya...
Setelah semua hidangannya ludas, Kim Toa-say baru meletakkan sumpit dan mengawasi
orang-orang yang berada di sana dengan sorot mata tajam.
Mula-mula dia mengawasi Ong Tiong, kemudian memandang Kwik Tay-lok, setelah itu dari
wajah Kwik Tay-lok dialihkan ke wajah Yan Jit. Tiba-tiba ia berseru:
"Ketika kalian mencari gara-gara kepadaku, ide ini timbul dari benak siapa?"
"Aku !" jawab Yan Jit dengan kepala tertunduk. .
"Hmm, aku sudah tahu kalau kau."
Yan Jit menundukkan kepalanya semakin rendah.
Kim Toa-say segera mengalihkan sorot matanya ke wajah Kwik Tay-lok, kemudian ujarnya:
"Kau mampu menyambut lima bidikan peluru saktiku sekaligus, kepandaian macam begitu
amat jarang bisa dijumpai dalam dunia persilatan."
"Yaa, masih lumayan." tak tahan Kwik Tay-lok tertawa terbahak-bahak.
"Siapa yang mengajarkan kepandaian tersebut kepadamu ?"
"Aku !"
"Hmm, aku sudah tahu kalau kau !"
"Darimana kau bisa tahu?" tak tahan Ong Tiong bertanya.
"Bukan saja aku tahu kalau kau yang mengajarkan kepadanya, juga tahu siapa yang telah
mengajarkan kepadamu."
"Oooh...?"
Tiba-tiba Kim Toa-say menarik wajahnya, kemudian berseru:
"Ketika ayahmu mewariskan kepandaian tersebut kepadamu, apa yang dia katakan kepadamu
?" "Apapun tidak ia katakan."
"Apapun tidak ia katakan ?"
"Yaa, karena kepandaian tersebut bukan dia orang tua yang mewariskan kepadaku."
"Kau bohong !" hardik Kim Toa-say.
Ong Tiong turut menarik muka, sahutnya dengan dingin:
"Kau boleh mendengarkan aku membicarakan berbagai persoalan, tapi tak akan pernah
mendengar aku berbohong."
Kim Toa-say menatapnya lekat-lekat, lewat lama kemudian ia baru bertanya:
"Kalau bukan ayahmu yang mengajarkan kepadamu " Lantas siapa ?"
"Aku sendiripun tidak tahu siapa."
"Masa kau tidak tahu ?"
"Tidak tahu yaa tidak tahu !"
Kim Toa-say mulai menatapnya lekat-lekat lewat lama kemudian ia baru bangkit berdiri
sembari berkata:
"Ikuti aku keluar dari sini !"
Dengan langkah lebar dia berjalan menuju keluar halaman, pelan-pelan Ong Tiong mengikuti
di belakangnya hari ini, dia kelihatan seperti berubah rada aneh.
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, diam-diam bisiknya:
"Sekarang aku baru tahu, karena soal apakah Toa-say tersebut datang kemari"
"Oooh ?"
"Aku telah mematahkan serangan peluru berantainya, dia pasti merasa sangat tidak puas,
maka dia ingin mencari orang yang mengajarkan ilmu itu kepadaku untuk mengajaknya beradu
kepandaian !"
Sementara di bibirnya ia berkata demikian orang juga turut bangkit berdiri.
"Mau apa kau ?" Yan Jit segera menegur.
"Paha Ong lotoa masih belum sembuh, aku tak dapat menyaksikan dirinya....."
"Lebih baik kau duduk saja dengan tenang" tukas Yan Jit dengan suara dingin.
"Kenapa ?"
"Apakah kau tak bisa melihat bahwa Ong Tiong yang sedang dicari, bukan kau ?"
"Tapi kaki Ong Tiong....."
"Yang digunakan untuk menyambut serangan peluru itu toh bukan kakinya....!"
Cahaya dimalam hari itu cukup terang.
Ketika Kim Toa-say menyaksikan Ong Tiong berjalan dekat, tiba-tiba dengan kening berkerut
tegurnya: "Kakimu....?"
"Aku jarang menggunakan kakiku untuk menerima senjata rahasia, aku masih mempunyai
tangan," ujar Ong Tiong dingin.
"Bagus !"
Tiba-tiba dia menggerakkan tangannya, dengan cepat sebuah busur emas telah siap di atas
tangan. Dengan suatu gerakan cepat Kim Toa-say menarik busurnya dan menyerang.
Dalam waktu singkat, seluruh angkasa telah dipenuhi oleh cahaya emas yang berkilauan.
Siapapun tidak melihat jelas bagaimana caranya melancarkan serangan tersebut.
Kwik Tay-lok diam-diam menarik napas dingin, katanya:
"Serangannya kali ini mengapa jauh lebih cepat daripada serangannya tempo hari ?".
"Mungkin dia tak ingin membelikan peti mati untukmu." sahut Yan Jit dengan hambar.
"Kalau toh ia enggan menggunakan serangan mematikan untuk menghadapi diriku, kenapa
menggunakan serangan yang mematikan untuk menghadapi Ong Tiong" Apakah dia mempunyai
dendam dengan Ong Tiong?"
Pertanyaan ini tak mampu dijawab, meski oleh Yan Jit pun.
Walaupun ia telah melihat kalau kedatangan Kim Toa-say kali ini pasti mempunyai suatu
tujuan, namun ia tak bisa menebak tujuan apakah itu...."
Sementara Kwik Tay-lok sedang merasa kuatir buat keselamatan Ong Tiong, mendadak
cahaya emas yang memenuhi seluruh angkasa itu lenyap tak berbekas.
Ong Tiong masih tetap berdiri tenang di tempat semula, tapi di tangannya memegang dua
buah jaring yang sudah penuh berisikan peluru emas.
Siapapun tidak melihat jelas cara apa yang dipergunakan olehnya, bahkan pada hakekatnya
tidak terlihat jelas bagaimana caranya dia turun tangan.
Sekali lagi Kwik Tay lok menghela napas panjang, gumamnya:
"Ternyata caranya melancarkan serangan tersebut jauh lebih hebat daripada diriku."
"Kepandaian semacam itu tak mungkin bisa dilatih hanya di dalam satu hari saja, apa yang
kau andalkan sehingga ingin mempelajari seluruh kepandaian tersebut di dalam satu hari saja"
Memangnya kau anggap bakatmu benar-benar hebat ?"
"Bagaimanapun juga, teori serta rahasia dari kepandaian tersebut telah berhasil kupahami."
"Itulah dikarenakan suhu yang memberi pelajaran tersebut cukup hebat...!"
"Tentu saja suhunya hebat." kata Kwik Tay-lok sambil tertawa, "tapi muridnya pun terhitung
cukup hebat, kalau tidak, bukan sedari dulu-dulu sudah masuk liang kubur ?"
Yan Jit menatapnya lekat-lekat, mendadak diapun turut menghela napas panjang.
"Aai.... bila suatu ketika kau dapat merubah penyakit membualmu itu, maka aku...."
"Kau mau apa..." Apakah hendak memberitahukan rahasiamu itu kepadaku ?"
Tiba-tiba Yan Jit tidak berbicara lagi.
Mereka sudah bercakap-cakap belasan patah kata banyaknya, namun Kim Toa-say masih
berdiri tegak di tengah halaman.
Ong Tiong juga berdiri tidak berkutik.
Kedua orang itu saling berhadapan mata, aku memandang dirimu dan kaupun memandang
aku. Kembali beberapa waktu sudah lewat, tiba-tiba Kim Toa-say membanting busur emas itu ke
atas tanah, kemudian berlalu dari situ dengan langkah lebar dan duduk kembali ke atas kursi.
Yan Jit dan Kwik Tay-lok juga duduk di situ, duduk sambil memandang ke wajahnya.
Lewat lama kemudian, tiba-tiba Kim Toa-say baru berteriak keras:
"Mana araknya" Apakah kalian tak pernah minum arak ?"
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Kadangkala minum, cuma jarang sekali, setiap hari paling banter hanya minum empat lima
kali. Yang diminumpun tidak terlalu banyak, setiap kali paling banter hanya minum tujuh delapan
kati saja."
Guci arak sudah tersedia di atas meja.
Pagi ini, tentu saja ada orang yang datang mengirim arak, mereka tidak minum karena mereka
masih belum terhitung benar-benar seorang setan arak.
Sebelum mengetahui jelas maksud kedatangan Kim Toa-say, siapapun enggan minum sampai
mabuk. Tapi Kim Toa-say minum lebih dulu.
Caranya minum arak juga bergaya seorang jendral, sekali teguk semangkuk penuh arak sudah
diteguk sampai habis.
Setelah dia mulai minum, Kwik Tay-lok tentu saja tak mau ketinggalan....
Kalau dilihat dari gayanya sewaktu minum arak, tampaknya cepat atau lambat suatu ketika
diapun akan dipanggil orang sebagai seorang jendral...."
Kim Toa-say mengawasinya sampai pemuda itu menghabiskan tujuh delapan mangkuk arak.
Tiba-tiba katanya sambil tertawa.
"Kelihatannya sekaligus kau dapat meneguk habis arak sebanyak tujuh delapan kati."
"Memangnya kau anggap aku sedang membual?" seru Kwik Tay-lok sambil mengerling ke
arahnya. "Kau memang tidak mirip seseorang yang jujur."
"Aku mungkin tak mirip orang jujur, tapi sesungguhnya aku adalah seseorang yang jujur."
"Bagaimana dengan teman-temanmu?"
"Mereka jauh lebih jujur ketimbang aku."
"Kau tak pernah mendengar mereka berbohong ?"
"Selamanya tak pernah"
Kim Toa-say mendelik sekejap ke arahnya, tiba-tiba berpaling ke arah Ong Tiong sambil
menegur: "Benarkah kepandaian tersebut bukan ajaran bapakmu ?"
"Bukan !"
"Siapa yang mengajarkan?"
"Sudah kukatakan aku sendiripun tidak tahu."
"Masa tidak tahu ?"
"Dia belum memberitahukan soal ini kepadaku."
"Tapi paling tidak kau toh pernah berjumpa muka dengan dirinya ?"
"Juga tidak, karena sewaktu memberi pelajaran kepadaku, dia selalu memilih waktu malam
dan lagi wajahnya selalu mengenakan kain cadar hitam...."
Berkilat sepasang mata Kin Toa-say, katanya:
"Maksudmu, ada seorang manusia berkerudung yang misterius mencarimu setiap malam."
"Bukan datang mencariku, tapi setiap malam dia selalu menantikan kedatanganku di dalam
hutan di pinggir kuburan sana."
"Sekalipun selagi hujan deras angin badai ia juga menunggu ?"
"Kecuali beberapa hari menjelang tahun baru, sekalipun malam itu dinginnya membekukan
badan, dia tetap menantikan kedatanganku di situ."
"Dia tidak kenal dirimu, kaupun tidak tahu siapakah dia, tapi setiap hari dia selalu menantikan
dirimu, tujuannya tak lebih hanya ingin mewariskan kepandaian silatnya kepadamu, bahkan dia
sama sekali tidak mengharapkan balas jasa, bukan begitu ?"
"Benar !"
Kim Toa say segera tertawa dingin.
"Percayakah kau bahwa di kolong langit terdapat kejadian yang begini menguntungkannya ?"
"Seandainya orang lain menceritakannya kepadaku, mungkin aku tak akan percaya, tapi di
dunia ini justru terdapat kejadian semacam itu, sekalipun aku tak mau percayapun tak bisa."
Sekali lagi Kim Toa-say mendelik ke wajahnya lekat-lekat, lama kemudian ia baru berkata:
"Pernahkah kau menguntil di belakangnya" Untuk melihat ia berdiam di mana ?"
"Aku pernah mencobanya, namun tidak berhasil."
"Kalau toh setiap hari dia pasti datang, sudah pasti tempat tinggalnya tak akan terlalu jauh dari
sana." "Apakah di sekitar tempat itu tiada rumah penduduk yang lain ?"
"Tidak ada, di atas bukit hanya ada kami sekeluarga."
"Kenapa, kalian bisa tinggal ditempat itu?"
"Karena ayahku suka akan ketenangan."
"Kalau toh di sekitar tempat itu tiada rumah penduduk lain, apakah orang berkerudung itu
merangkak keluar dari dalam peti mati?"
"Mungkin saja dia berdiam di bawah bukit!"
"Pernahkah kau pergi mencarinya ?"
"Tentu saja pernah."
"Tapi kau tidak berhasil menemukan seseorang yang memiliki kepandaian silat selihai itu ?"
"Jago lihay yang sesungguhnya memang tak pernah memamerkan kepandaian silatnya di atas
wajah!" "Orang yang berdiam di bawah bukitpun tidak banyak jumlahnya, seandainya benar-benar
terdapat seorang jago lihay seperti dia, paling tidak kau pasti akan mengetahui jejaknya, bukan
begitu?" "Ehmm!"
"Kau bilang setiap malam dia pasti datang untuk memberi pelajaran ilmu silat kepadamu,
berarti kalau siang hari tentu tidur, bila ada seseorang yang selalu tidur siang hari, apakah orang
dalam kota kecil itu tak akan menaruh perhatian" Bukankah begitu?"
"Ehmm !"
"Kalau memang demikian, mengapa kau tidak berhasil menemukannya ?"
"Mungkin saja ia memang tidak berdiam didalam kota itu"
"Kalau memang tidak berdiam di atas bukit, juga di dalam kota, dia masih bisa berdiam dimana
?" "Seorang jago lihay yang sesungguhnya berada ditempat manapun ia dapat tidur"
"Sekalipun dia dapat tidur di dalam gua, tapi bagaimana dengan makannya" Bagaimana pun
lihaynya seorang jago, toh dia butuh untuk makan ?"
"Dia toh bisa saja masuk ke kota untuk bersantap ?"
"Bila seseorang yang tiap hari selalu makan di luar, tapi tak ada orang yang tahu dimanakah
dia berdiam, apakah hal ini tidak menarik perhatian orang ?"
Ong Tiong segera melotot besar ke arahnya, setengah harian kemudian dia baru berkata
dengan dingin: "Tahukah kau sejak masuk ke dalam pintu gerbang sampai sekarang, seluruhnya kau sudah
mengajukan berapa banyak pertanyaan ?"
"Apakah kau menganggap pertanyaan yang kuajukan terlampau banyak ?"
"Aku cuma merasa heran, mengapa kau harus menanyakan persoalan-persoalan yang
sesungguhnya sama sekali tiada hubungannya dengan dirimu !"
Tiba-tiba Kim Toa-say tertawa, ia berubah menjadi lebih misterius, setelah sekaligus meneguk
tiga mangkuk arak, pelan-pelan dia baru berkata:
"Ingin tahukah kau siapa gerangan manusia berkerudung itu ?"
"Tentu saja ingin sekali."
"Kalau memang ingin, kenapa kau tidak menanyakannya?"
"Karena sekalipun aku menanyakannya, belum tentu bisa menjawab pertanyaanku ini."


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pelan-pelan Kim Toa-say mengangguk, katanya:
"Benar, di dunia ini memang jarang ada orang yang mengetahui siapa gerangan dirinya itu."
"Kecuali dia sendiri, tak mungkin orang lain bisa mengetahuinya, bahkan seorangpun tak ada."
"Masih ada seorang."
"Siapa ?"
"Aku !"
Ketika mendengar jawaban tersebut, termasuk Yan Jit pun turut menjadi tertegun.
Setelah tertegun beberapa saat lamanya, Ong Tiong bertanya:
"Tahukah kau kalau kejadian ini telah berlangsung lama sekali ?"
"Aku tahu !"
"Tapi kau tetap mengetahui siapakah orang itu ?"
"Benar."
"Kalau toh kau tak pernah bertemu dengannya, bahkan tidak mengetahui dengan pasti
kapankah peristiwa itu terjadinya, darimana kau bisa tahu siapakah orang itu?"
"Yaa, aku memang tahu dengan jelas."
Ong Tiong segera tertawa dingin.
"Percayakah kau kalau di dunia ini bisa terjadi kejadian semacam itu....?"
"Aku tak ingin percayapun tak bisa."
"Atas dasar apa kau berani mengucapkannya dengan begitu saja ?"
Kim Toa-say tidak menjawab pertanyaan itu, dia meneguk dulu tiga mangkuk arak, kemudian
pelan-pelan baru bertanya:
"Tahukah kau sekaligus aku bisa membidikkan berapa banyak peluru emas...?"
"Dua puluh satu biji !"
"Tahukah kau, diantara kedua puluh satu biji peluru yang kulepaskan itu, peluru nomor berapa
yang cepat dan peluru nomor berapa yang lambat, peluru nomor berapa merupakan gerak
perputaran dan peluru nomor berapa saling berbenturan ?"
"Aku tidak tahu."
"Kalau hanya soal ini saja tidak kau ketahui, darimana kau bisa menahan serangan peluru
berantaiku?"
Sekali lagi Ong Tiong menjadi tertegun.
"Aku menjadi tenar dengan peluru emas, hingga kini sudah hampir tiga puluh tahun lamanya"
kata Kim Toa-say lebih jauh, "tidak banyak jago persilatan di dunia ini yang sanggup
menghindarkan diri atau menangkis seranganku tersebut, tapi secara mudah kau berhasil
mengatasinya"
Setelah menghela napas, katanya lebih jauh:
"Bukan saja kau mampu untuk menerimanya, bahkan orang yang kau ajarkan pun mampu
untuk menyambut serangan tersebut, pada hakekatnya kalian telah menganggap serangan
peluruku itu bagaikan permainan anak kecil saja, andaikata kau yang menghadapi keadaan seperti
ini, tidakkah kau merasa keheranan?"
Kembali Ong Tiong tertegun beberapa saat lamanya, sesudah termenung sejenak, ia
menyahut: "Mungkin cara yang dipergunakan kurang betul, maka ancamanmu menjadi punah tak
berguna" Tiba-tiba Kim Toa-say menggebrak meja sambil berseru:
"Tepat sekali, bukan saja caramu itu merupakan semacam cara yang paling tepat, juga
terhitung sebuah cara yang paling jitu, cara semacam ini bukan hanya bisa mengatasi serangan
peluru berantaiku saja, bahkan boleh dibilang merupakan tandingan dari semua serangan senjata
rahasia yang ada dalam kolong langit dewasa ini."
Ong Tiong hanya mendengarkan saja, karena dia sendiripun tidak tahu sampai dimanakah
kelihaian dari ilmu kepandaiannya itu.
Kim Toa-say menatapnya lekat-lekat, kemudian ia bertanya lagi:
"Tahukah kau, berapa orang yang mampu menggunakan kepandaian semacam itu dalam
dunia persilatan selama ini ?"
Ong Tiong segera menggeleng.
"Hanya ada seorang !" seru Kim Toa-say lebih jauh.
Setelah menghela napas panjang, pelan-pelan lanjutnya:
"Sudah belasan tahun lamanya aku mencari orang ini."
"Mengapa kau . . . . kau mencari dirinya?"
"Karena selama hidup bertarung dengan orang, baru kali itu saja aku dikalahkan secara
mengenaskan di tangannya !"
"Kau ingin membalas dendam ?"
"Soal ini bukan terhitung suatu pembalasan dendam."
"Lantas karena apa ?"
"Ilmu sambitan peluru biasa dipatahkan orang, itu berarti terdapat kekurangan dalam
permainanku itu, tapi aku sudah memikirkannya selama belasan tahun, akan tetapi tak pernah
berhasil untuk menemukan titik kelemahanku itu."
"Kalau dilihat dari kemampuannya untuk mematahkan serangan peluru emas berantaimu, aku
rasa dia pasti mengetahui dimanakah terletak titik kelemahanmu itu."
"Benar."
"Kau menganggap orang berkerudung itu sudah pasti dia ?"
"Seratus persen sudah pasti dia, tak mungkin ada orang yang kedua lagi, sedang
kepandaianmu dalam menyambut serangan peluru berantaiku tadi, hampir boleh dibilang persis
sama sekali dengan kepandaian itu."
Sinar berharap dan perasaan gelisah segera memancar keluar dari balik mata Ong Tiong.
Tapi Kwik Tay-lok jauh lebih gelisah lagi, dengan cepat dia berseru:
"Kau telah berbicara pulang pergi, sesungguhnya siapakah orang itu...?"
Kim Toa-say menatap wajah Ong Tiong lekat-lekat, kemudian sepatah demi sepatah dia
berkata: "Orang itu adalah Ong Cian-sik, yaitu ayahmu sendiri !"
Sekalipun sewaktu Cui-mia-hu mengulurkan tangannya dari dalam kuburan untuk menangkap
dirinya, paras muka Ong Tiong tak sampai menunjukkan perasaan kaget dan tercengangnya
seperti itu. Tapi Kwik Tay-lok justru jauh lebih tercengang daripada dirinya, kembali dia berseru:
"Kau maksudkan orang berkerudung itu adalah ayahnya ?"
"Tak bakal salah lagi."
"Kau bilang ayahnya bukan mengajar ilmu silat kepadanya di rumah, sebaliknya dengan
mengerudungkan wajahnya menunggu kedatangannya didalam hutan dekat kuburan ?"
"Benar."
Kwik Tay-lok ingin tertawa, namun tak ada suara yang keluar, akhirnya sambil menghela
napas dia berkata:
"Percayakah kau kalau di dunia ini terdapat kejadian aneh seperti itu....?"
"Peristiwa semacam ini tak bisa terhitung sebagai sesuatu kejadian yang aneh, belum bisa
dianggap aneh ?"
"Semua persoalan yang masih bisa dijelaskan dengan kata-kata tak bisa dianggap sebagai
suatu kejadian yang aneh."
"Bagaimana alasannya ?"
"Sebenarnya akupun tidak habis mengerti." kata Kim Toa-say hambar, "tapi setelah kusaksikan
tempat tinggalnya ini, aku menjadi teringat akan hal ini, apalagi menyaksikan teman-temanmu itu,
membuat aku makin terpikirkan lebih jauh"
"Kalau begitu, coba kau terangkan alasanmu yang pertama."
"Ketika Ong Cian-sik masih muda dulu, ia masih mempunyai sebuah nama lain yaitu Ong Huilui,
artinya sekalipun sambaran petir yang datang dari langitpun ia masih sanggup untuk
menaklukkannya."
Setelah meneguk habis secawan arak, dia berkata lebih jauh:
"Sekalipun nama tersebut agak terlalu sesumbar, tapi pada usia dua puluh tiga tahun dia telah
dianggap sebagai jago lihay nomor wahid dari dunia persilatan yang sanggup menghadapi
ancaman senjata rahasia macam apa pun juga, kendatipun julukan itu terlampau takabur, akan
tetapi orang lain tak berani berkata apa-apa."
Semua orang mendengarkan cerita itu dengan seksama, bahkan Kwik Tay-lok sendiripun tidak
turut menimbrung.
Kembali Kim Toa-say melanjutkan:
"Menanti usianya sudah agak menanjak, tenaganya makin matang, diapun merubah namanya
menjadi Ong Cian-sik, pada waktu itu dia sudah jarang sekali melakukan perjalanan di dalam
dunia persilatan, lewat dua tahun kemudian, tiba-tiba ia lenyap dari keramaian dunia persilatan."
Sampai di situ, Kwik Tay lok baru tak tahan untuk menimbrung:
"Mungkin hal ini disebabkan karena ia sudah jemu dengan kehidupan dunia persilatan yang
penuh dengan bunuh membunuh itu, maka ia mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari
keramaian dunia. Kejadian semacam ini banyak terjadi di dunia sedari dulu, rasanya hal mana
bukan suatu kejadian yang aneh."
Kim Toa-say menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Hal mana bukan merupakan alasannya yang terutama" katanya.
"Ooooh....."
"Yang terutama adalah dia telah mengikat tali permusuhan dengan seorang musuh besar yang
lihay sekali, dia tahu kalau kepandaiannya masih bukan tandingan orang, maka dia ambil
keputusan untuk mengundurkan diri dari keramaian dunia dan hidup terpencil."
"Siapakah musuh besarnya itu ?" tiba-tiba Ong Tiong bertanya.
"Justru karena dia enggan untuk memberitahukan siapa nama musuh besarnya itu kepadamu,
maka dia baru tidak bersedia untuk mengajarkan ilmu silat kepadamu secara terang-terangan."
"Kenapa ?"
"Sebab bila kau tahu akan masa lalunya, cepat atau lambat pasti akan mengetahui soal
permusuhannya itu, jika kau tahu siapakah musuh besarnya itu, sebagai pemuda yang berdarah
panas, tak bisa disangkal lagi kau pasti akan pergi mencarinya untuk membuat perhitungan."
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya.
"Tapi berbicara sesungguhnya, musuh besarnya memang menakutkan sekali, bukan saja kau
tak akan sanggup untuk menghadapinya, mungkin tiada seorang manusiapun dalam dunia
persilatan dewasa ini yang sanggup menyambut lima puluh jurus serangannya."
Paras muka Ong Tiong sama sekali tidak berperasaan, katanya:
"Aku hanya ingin tahu siapakah sebenarnya orang itu ?"
"Tahu pada saat inipun percuma."
"Kenapa ?"
"Karena kendatipun dia sudah tiada tandingannya di dunia ini, akan tetapi masih belum
mampu untuk menghadapi beberapa hal."
"Soal apa saja ?"
"Tua, sakit dan mati !"
"Ia sudah mati ?" paras muka Ong Tiong agak berubah.
Kim Toa-say segera menghela napas panjang.
"Aaai.... dari dulu sampai sekarang, ada jago gagah darimanakah di dunia ini yang bisa
menghindarkan diri dari hal tersebut."
"Tapi ia sebelumnya..."
"Setelah orangnya mati, namanya juga turut terkubur sepanjang masa di dalam tanah" tukas
Kim Toa-say dengan cepat, "buat apa kau mesti menanyakan lagi akan persoalan ini!" ia tidak
membiarkan Ong Tiong buka suara dengan cepatnya menyambung lebih jauh,
"Semenjak sampai di tempat ini, orang yang bernama Ong Hui-liu pun praktis seperti orang
mati, maka sekalipun berada di depan putranya sendiri, dia tak akan membicarakan soal ilmu silat"
"Ini merupakan alasan yang pertama" kata Kwik Tay-lok.
"Kalau dilihat dari sahabatmu dari jenis yang begini, bisa diduga kalau dikala masih kecilnya
dulu Ong Tiong sudah pasti adalah seorang anak yang sangat nakal"
Walaupun Kwik Tay-lok tidak berbicara apa-apa, namun mimik wajahnya telah mewakili Ong
Tiong untuk mengakui akan kebenaran dari ucapan tersebut.
"Bocah yang nakal biasanya selalu menimbulkan bencana atau kesulitan buat orang tuanya,"
kata Kim Toa-say lebih lanjut, "Ong Cian-sik kuatir putranya bakal menderita kerugian, diapun tak
tega untuk tidak mengajarkan kepandaian silat pelindung badan kepadanya."
Ia tertawa sejenak, kemudian melanjutkan:
"Tapi bila menginginkan seorang anak yang nakal untuk baik-baik berlatih ilmu silat di rumah,
hakekatnya perbuatan ini jauh lebih sulit daripada menjinakkan seekor kuda liar, maka dari itu Ong
Cian-sik lantas memperagakan cara seperti itu, selain dapat merahasiakan indentitasnya di
hadapan orang, diapun dapat merangsang gairah Ong Tiong untuk belajar silat.... biasanya anakanak
semakin terangsang gairahnya apabila menghadap hal-hal yang di anggapnya aneh dan
misterius."
"Jangankan anak-anak, sekalipun orang dewasa juga sama saja," sambung Kwik Tay-lok
sambil tertawa.
"Di tengah kegelapan malam yang buta, dalam hutan di tepi kuburan, berhadapan dengan
seorang jago lihay dunia persilatan yang berkerudung...."
Peristiwa yang begini rahasia dan misteriusnya ini, mungkin seorang kakekpun akan turut
terangsang gairah belajar silat serta rasa ingin tahunya.
"Sekarang, tentunya kau sudah mengerti bukan akan persoalan ini?" kata Kim Toa-say
kemudian. "Masih ada satu hal yang tidak kupahami," kata Kwik Tay-lok.
"Oooh...?"
"Darimana kau bisa tahu akan maksud hati dari empek Ong ?"
"Sebab akupun seorang manusia yang pernah menjadi ayah."
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
"Kasih sayang dan penderitaan seorang ayah terhadap putranya, hanya orang yang menjadi
ayah saja yang dapat merasakannya."
Tiba-tiba Ong Tiong bangkit berdiri, kemudian menerjang keluar dari tempat itu.
Apakah dia ingin mencari suatu tempat yang tak ada orangnya dan menangis tersedu-sedu "
Yan Jit memang sudah menundukkan kepalanya sedari tadi, sekarang Kwik Tay-lok ikut
menundukkan pula kepalanya.
"Orang yang menjadi anak, kenapa tak dapat memahami perasaan kasih sayang serta
pengharapan dari ayahnya setelah keadaan terlambat dan dikala menyesalpun percuma ?"
Kim Toa-say memperhatikan mereka lekat-lekat, mendadak sambil mengangkat cawan arak
dia berseru: "Apakah kalian tak pernah minum arak?"
Di dunia ini memang terdapat banyak sekali kejadian aneh dan misterius yang tampaknya
sukar untuk dijelaskan selamanya.
Padahal bagaimanapun misterius dan peliknya suatu persoalan, sudah pasti ada jawabannya,
seperti pula di bawah tanah pasti ada sumber air dan emas, di duniapun pasti ada keadilan dan
kebenaran, diantara hubungan manusiapun pasti terdapat persahabatan dan kehangatan.
Sekalipun kau tak bisa melihatnya, tak bisa mendengarnya dan tak bisa menemukannya, tak
akan kau sangkal kehadiran mereka di dunia ini ! Asal kau mau untuk mempercayainya, suatu
ketika kau pasti akan berhasil untuk menjumpainya.
"Adakah manusia di dunia ini yang tak pernah mabuk?"
Jawab yang paling tepat dari pertanyaan ini adalah:
"Ada!"
Orang yang tak pernah minum arak adalah orang yang tak pernah mabuk. .
Asal kau minum, kau akan mabuk, bila kau minum terus tiada hentinya, tak bisa disangkal lagi
kau pasti akan mabuk, itulah sebabnya Kwik Tay-lok juga menjadi mabuk.
Kepala Kim Toa-say kelihatan seperti bergoyang-goyang terus tiada hentinya.
Mendadak ia merasakan kalau Kim Toa-say sedikitpun tidak mirip seorang Toa-say, mendadak
ia merasa dirinya barulah seorang jendral yang sesungguhnya, lagi pula jendral besar diantara
jendral-jendral lainnya....
Kim Toa-say juga lagi memandang ke arahnya, tiba-tiba ia menegur sambil tertawa:
"Kenapa sih kepalamu bergoyang terus tiada hentinya ?"
Kwik Tay-lok segera tertawa terbahak-bahak.
"Haahhh... haahh... heran amat kau ini, sudah jelas kepalamu sendiri yang sedang bergoyang
tiada hentinya, masih menuduh kepala orang yang sedang bergoyang"
"Siapakah orang yang kau maksudkan ?"
"Yang dimaksudkan orang adalah aku."
"Kalau sudah jelas dirimu, mengapa pula kau katakan orang ?"
Kwik Tay-lok berpikir sebentar, kemudian menghela napas panjang, katanya:
"Tahukah kau apakah yang menjadi penyakitmu terbesar ?"
Kim Toa-say turut berpikir sebentar, kemudian balik bertanya:
"Apakah aku minum arak terlalu banyak?"
"Bukan minum arak terlalu banyak, adalah pertanyaanmu yang terlalu banyak, sehingga
membuat orang hampir saja tak tahan."
Mendengar itu, Kim Toa-say segera tertawa terbahak-bahak.
(Bersambung Jilid : 24)
Jilid 24 "HAAAHHH.... haaahhh.... haaahhh.... bagus, aku tak akan bertanya, aku bilang tak akan
bertanya tak akan bertanya... tapi, bolehkah kuajukan pertanyaan yang paling akhir ?"
"Tanyalah !"
"Tahukah kau, apa sebabnya aku sampai datang kemari sekarang?"
Kwik Tay-lok berpikir sebentar kemudian tertawa tergelak:
"Aku lihat kau ini benar-benar sangat aneh, masa mau apa dirinya datang kemaripun tidak
diketahui oleh dirinya sendiri dan sebaliknya malah di tanyakan kepadaku, aku toh bukan ular
dalam perutmu, mana aku bisa tahu ?"
Kim Toa-say seakan-akan tidak mendengar sama sekali terhadap apa yang dikatakannya itu,
sinar matanya tertuju pada mangkok kosong yang berada di tangannya, sedang mukanya
menunjukkan mimik wajah seperti setiap saat sudah siap akan menangis saja.
Lewat lama kemudian, pelan-pelan dia baru berkata:
"Selama berada di rumah aku telah melatih ilmu peluru berantaiku selama belasan tahun,
dalam anggapanku kepandaian tersebut pasti bisa kugunakan untuk menghadapi Ong Hu-lui,
siapa tahu jangankan orangnya, hanya anaknya saja tak mampu kuhadapi, aku..... aku...."
Mendadak dia melompat bangun, seolah-olah juga ingin turut menerjang keluar, mencari
tempat yang tak ada orangnya dan menangis tersedu-sedu....
"Tunggu sebentar !" tiba-tiba Kwik Tay-lok berpekik keras.
"Apa lagi yang harus kutunggu ?" seru Kim Toa-say dengan mata melotot besar. "Apakah
harus menunggu sampai kehilangan, muka untuk kesekian kalinya?"
Sambil menuding ke arah peluru emas yang berada di dalam mangkuk di atas meja, Kwik Taylok
berseru:

Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau kau ingin pergi, maka lebih baik bawa serta barang-barangmu itu..."
Isi mangkuk tersebut sebenarnya adalah Ang-sio-bak, tapi sekarang dia telah
mempergunakannya sebagai tempat peluru emasnya.
"Mengapa aku harus membawanya pergi?" seru Kim Toa say.
"Bukankah barang-barang tersebut milikmu ?"
"Siapa bilang milikku " Kenapa tidak kau tanyakan kepada benda-benda tersebut, apakah dia
she Kim ?"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
Tiba-tiba Kim Toa-say tertawa tergelak lagi, katanya lebih jauh:
"Benda-benda itu bukan Ang-sio-bak, juga bukan bakso, mau dimakan tak bisa, mau di gigit
tak kuat, siapa yang menyukai benda semacam ini, dialah si cucu kura-kura ?"
"Apakah selanjutnya kau tak akan menggunakan peluru berantai lagi untuk menghadapi orang
?" "Siapa yang memakai peluru berantai di kemudian hari, siapa pula cucu kura-kura !"
Setelah tertawa tergelak, dengan sempoyongan dia menerjang keluar dari situ, ketika tiba di
depan pintu, mendadak dia berpaling sambil berseru lagi:
"Tahukah kau, apa sebabnya dahulu aku suka menggunakan peluru emas untuk menghajar
orang ?" "Tidak tahu."
"Karena emas adalah benda yang paling disukai setiap orang, bila menggunakan emas untuk
memukul orang, orang lain pasti ingin menyambutnya untuk dilihat, dengan demikian mereka akan
lupa untuk menghindarkan diri, untuk menyambut benda itu sudah barang tentu akan jauh lebih
sulit daripada untuk menghindarinya, apalagi emas dapat membuat pandangan mata orang
menjadi silau, oleh sebab itu barang siapa menggunakan emas sebagai senjata rahasianya, dia
akan memperoleh keuntungan yang cukup besar didalam hal ini."
"Sekarang, mengapa kau tak akan mempergunakannya lagi ?"
Kim Toay-say berpikir sebentar, kemudian sahutnya:
"Sebab siapa ingin mencari keuntungan, dia akan rugi, sedang rugilah baru merupakan suatu
keberuntungan."
"Tampaknya kau belum lagi mabuk, ucapanmu masih terdengar jelas sekali." kata Kwik Taylok
sambil tertawa.
Kontan saja Kim Toa-say melotot besar.
"Tentu saja aku belum mabuk, siapa bilang aku sudah mabuk, siapa pula si cucu kura-kura."
Akhirnya Kim Toa-say telah pergi.
Dia memang tampak sedikitpun tidak mabuk, cuma mabuknya sudah mencapai delapan
sembilan bagian saja.
Bagaimana dengan Kwik Tay-lok !
Dia sedang mengawasi peluru emas di mangkuk dengan tertegun, lama kemudian dia baru
menghela napas sambil bergumam:
"Benda-benda yang berada di dunia ini memang aneh sekali, dikala kau sedang
membutuhkannya, dia tak mau datang, namun dikala kau sudah tidak membutuhkannya, ia justru
datang setumpuk, bayangkan saja tobat tidak ?"
Seandainya kau berdiam di suatu tempat yang terpencil.
Seandainya ditengah malam buta ada orang datang mengetuk pintumu dan berkata dengan
sungkan: "Aku lelah haus, dan lagi sudah jauh dari tempat penginapan, aku ingin menginap semalam
saja di sini dan minta air minum."
Maka asal kau masih terhitung manusia, tentu kau akan berkata:
"Silahkan masuk !"
Kwik Tay-lok juga terhitung seorang manusia.
Biasanya dia memang periang, suka menerima tamu, apalagi bila sedang minum arak, maka
keriangannya sepuluh kali lipat lebih besar dari pada dihari-hari biasa.
Sekarang dia sedang minum arak, tidak sedikit arak yang sedang diteguknya.
Tak lama setelah Kim Toa-say pergi, dia mendengar ada orang mengetuk pintu, maka diapun
berebut keluar untuk membukakan pintu.
Orang yang mengetuk pintu itu sedang berkata kepadanya dengan amat sopan:
"Aku lelah lagi haus dan lagi jauh dari rumah penginapan, bolehkah aku menginap semalam di
sini dan minta air seteguk ?"
Semestinya Kwik Tay-lok akan mengucapkan:
"Silahkan masuk".
Tapi justru kedua patah kata tersebut tak sanggup diutarakan keluar.
Setelah berjumpa dengan orang itu, tenggorokannya seakan-akan tersumbat secara tiba-tiba,
pada hakekatnya tak sepatah katapun yang sanggup diucapkan.
Orang yang datang mengetuk pintu adalah seorang manusia berbaju hitam....
Orang itu memakai baju serba hitam, celana hitam sepatu hitam, wajahnya juga ditutup
dengan secarik kain berwarna hitam, hanya sepasang matanya yang kelihatan bersinar terang, di
belakang tubuhnya juga tersoren sebilah pedang panjang.
Sebilah pedang panjang yang mencapai lima depa lebih.
Di depan pintu tiada cahaya lentera.
Dengan tenangnya orang itu berdiri di sana seakan-akan ciptaan dari kegelapan saja.
Begitu berjumpa dengan orang itu, pengaruh arak di tubuh Kwik Tay-lok segera menjadi terang
tiga bagian. Apalagi setelah menyaksikan pedang yang tersoren di punggung orang itu, pengaruh arak nya
semakin hilang.
Hampir saja dia tak tahan untuk menjerit tertahan.
"Lamkiong Cho!"
Sesungguhnya macam apakah manusia yang bernama Lamkiong Cho tersebut, ia sama sekali
belum pernah melihatnya.
Tapi orang ini sudah pasti bukan penyaruan dari Bwee Ji-ka.
Walaupun dandanannya bahkan sampai pedang yang digembolnya persis seperti dandanan
Bwee Ji-ka ketika sedang munculkan diri bersama si tongkat di depan warung makannya Moay Lokong
tempo hari. Akan tetapi Kwik Tay-lok tahu dengan pasti bahwa orang ini bukan Bwee Ji-ka.
Hal ini bukannya dikarenakan dia lebih tinggi sedikit atau lebih kurus sedikit daripada Bwee Jika....
sebetulnya karena apa, Kwik Tay-lok sendiripun merasa tidak begitu jelas.
Ketika Bwee Ji-ka mengenakan baju berwarna hitam tersebut, seakan-akan membawa
semacam hawa pembunuhan yang mengerikan dan mendirikan bulu roma orang.
Sebaliknya orang ini tidak memilikinya.
Dia tidak memiliki hawa pembunuhan, juga tidak memiliki hawa kehidupan, bahkan hawa
apapun tidak dimilikinya, sepertinya kendatipun kau tendang tubuhnya, dia tak akan
memperlihatkan reaksi apa-apa.
Tapi Kwik Tay-lok berani menjamin, entah siapa saja itu orangnya tak akan berani menyentuh
seujung jari tangannyapun.
Biji matanya hitam dan jeli, tiada perbedaan khusus bila dibandingkan dengan orang-orang
yang belajar ilmu silat pada umumnya.
Tapi entah apa sebabnya asal dia memandangmu sekejap maka kau akan segera merasakan
sekujur badannya menjadi tak sedap.
Waktu itu dia sedang memperhatikan Kwik Tay-lok.
Kwik Tay-lokpun segera merasakan sekujur badannya menjadi tak sedap, seperti orang yang
baru mendusin dari pengaruh araknya setelah mabuk kepayang sehari semalam lamanya, peluh
dingin membasahi telapak tangannya kepala seperti pusing tujuh keliling sehingga kalau bisa dia
ingin memenggalnya dengan pisau.
Orang berbaju hitam itu sedang memandang ke arahnya, jelas masih menantikan jawabannya,
jelas masih menantikan jawabannya.
Kwik Tay-lok sendiri seakan-akan sudah menjawab pertanyaan itu.
Orang berbaju hitam itu tidak berkata apa-apa lagi, mendadak dia membalikan badan dan
pelan-pelan berjalan.
Langkah kakinya persis seperti pula orang yang lain, hanya saja dia berjalan dengan luar biasa
lambannya, setiap maju melangkah, dia selalu memperhatikan ujung kakinya lebih dahulu,
seakan-akan kuatir kalau langkah kakinya menginjak di tempat yang kosong dan terjungkal ke
dalam percobaan, tapi lagaknya mirip pula seseorang yang takut menginjak mati seekor semut.
Kalau dilihat dari caranya berjalan, mungkin sampai besok sorepun tak nanti bisa menuruni
bukit tersebut.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok tak kuat menahan diri lagi, dia lantas berseru lantang:
"Tunggu sebentar !"
"Tak usah di tunggu lagi" jawab orang berbaju hitam itu tanpa berpaling lagi.
"Kenapa ?"
"Kalau toh tempat ini kurang leluasa, aku pun tak berani memaksanya lebih lanjut."
Selesai mengucapkan perkataan itu, dia tak lebih baru berjalan dua langkah saja.
Sambil tertawa Kwik Tay-lok lantas berkata.
"Siapa bilang kalau tempat ini kurang leluasa " Delapan ratus li disekitar tempat ini tak akan
ada tempat yang suka menerima tamu seperti tempat ini, silahkan masuk, silahkan masuk !"
Orang berbaju hitam itu masih ragu-ragu, lewat lama kemudian pelan-pelan dia baru berpaling.
Kwik Tay-lok kembali menunggu cukup lama, setelah itu dia baru balik kembali ke depan pintu
gerbang, katanya:
"Kau menyuruh aku masuk ke dalam?"
Diapun berbicara dengan suara yang sangat lamban, penggunaan kata-katapun amat sedikit,
kalau orang lain harus membutuhkan sepuluh patah kata untuk menyelesaikan serangkai
perkataan, maka dia paling banter hanya menggunakan enam tujuh patah kata saja.
"Betul, silahkan masuk " kata Kwik Tay lok.
"Tidak menyesal ?"
Kwik Tay-lok segera tertawa:
"Mengapa aku harus menyesal" jangankan kau hanya menginap semalam saja di sini,
sekalipun ingin berdiam selama tiga atau lima bulanpun, kami tetap akan menyambutmu dengan
segala senang hati."
Kembali keriangan dan kehangatannya muncul kembali di wajah pemuda ini.
"Terima kasih."
Akhirnya dia masuk ke dalam halaman dengan langkah pelan, sorot matanya hanya
memperhatikan jalanan yang terbentang di hadapannya, tempat yang lain hampir tidak
diperhatikannya sama sekali.
Yan Jit dan Ong Tiong sedang mengawasi orang itu dari balik jendela, mimik wajah kedua
orang inipun sama-sama memperlihatkan rasa kaget bercampur tercengang.
Orang berbaju hitam itu berjalan menelusuri serambi panjang dan berhenti.
"Silahkan masuk untuk minum arak barang dua cawan!" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Tidak !"
"Kau tak pernah minum arak?"
"Kadangkala minum."
"Kapan baru minum?"
"Sehabis membunuh orang."
Kwik Tay-lok menjadi tertegun, segera gumamnya:
"Kalau begitu
Hati Budha Tangan Berbisa 15 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Golok Yanci Pedang Pelangi 8
^