Pendekar Riang 12

Pendekar Riang Karya Khu Lung Bagian 12


, lebih baik kau tak usah minum arak saja."
Kemudian dia sendiripun merasa geli sekali setelah membayangkan kembali perkataannya itu.
Kwik sianseng ternyata menganjurkan orang jangan minum arak, baru pertama kali ini dia
berbuat demikian.
Orang berbaju hitam itu berdiri didalam serambi dan tidak bergerak lagi.
"Dibagian belakang sana terdapat kamar tamu, kalau memang tak ingin minum arak, silahkan
masuk ke dalam." kata Kwik Tay-lok.
"Tidak usah."
"Tidak usah ?" seru Kwik Tay-lok lagi agak tertegun, "tak usah apa maksudmu ?"
"Tak usah menuju ke kamar tamu."
"Masa kau ingin tidur di sini ?"
"Benar !"
Agaknya dia merasa segan untuk mengajak Kwik Tay-lok berbicara lagi, pelan-pelan dia
memejamkan matanya dan bersandar di atas sebuah tiang di depan ruang serambi.
Tak tahan Kwik Tay-bok berseru lagi:
"Kalau memang kau ingin tidur di sini, kenapa tidak berbaring di lantai....?"
"Tidak usah."
"Tidak usah berbaring ?"
"Benar."
"Apakah kau..... kau hendak tidur sambil berdiri?"
"Benar."
Kwik Tay-lok tak bisa berbicara lagi, kalau dilihat dari perubahan mimik wajahnya itu maka
seakan-akan dia sedang menyaksikan seekor kuda yang pandai berbicara....
"Kuda tak bisa berbicara !"
"Tapi hanya kuda yang tidur berdiri."
"Apakah dia seekor kuda ?"
"Bukan."
"Menurut pendapatmu siapakah orang itu."
"Lamkiong Cho !"
Yan Jit manggut-manggut, baru pertama kali ini dia menyetujui dengan pendapat dari Kwik
Tay-lok. Orang berbaju hitam itu bersandar di atas tiang penyanggah ditengah serambi, dia seakanakan
betul-betul sudah tertidur, tubuhnya seakan-akan pula tonggak kayu penyanggah tersebut,
mana lurus, tegak, dingin, kaku, tanpa reaksi dan tanpa perasaan.
Kwik Tay-Iok menghela napas, katanya:
"Andaikata orang ini bukan Lamkiong Cho, di dunia ini mungkin tiada orang lain lagi yang
dinamakan Lamkiong Cho."
Tiba-tiba Ong Tiong berkata:
"Entah dia itu kuda juga boleh, Lamkiong Cho juga boleh, kedua-duanya tiada sangkut paut
apapun dengan kita."
"Ada !" kata Kwik Tay-lok.
"Hubungan apa?"
"Manusia seperti Lamkiong Cho, tak mungkin dia akan kemari, jika tanpa suatu tujuan."
"Kenapa dia tak boleh kemari?"
"Kenapa pula dia harus kemari ?"
"Setiap macam manusia, bila malam sudah tiba, ia pasti akan mencari tempat untuk tidur."
"Jadi kau menganggap dia datang untuk tidur ?"
"Sekarangpun dia sedang tidur."
"Tidur macam begini bisa dilakukannya di tempat manapun juga, mengapa ia justru datang
kemari dan tidur di sini ?"
"Terlepas apakah tujuan kedatangannya, tapi yang jelas pada saat ini ia sedang tidur, maka
dari itu...."
"Maka dari itu kenapa ?"
"Maka dari itu kitapun harus pergi tidur."
Inilah keputusan yang diambilnya.
Maka dari itu diapun pergi tidur.
Bila Ong Tiong sudah mengatakan akan pergi tidur, maka apapun yang kau suruh dia lakukan,
tak mungkin akan dia lakukan dengan begitu saja....
Namun Kwik Tay-lok masih berdiri di depan jendela dan mengawasi orang baju hitam.
"Mengapa kau tidak pergi tidur ?" Yan Jit segera menegur.
"Aku ingin tahu, apakah dia benar-benar bisa tidur, bisa tidur berapa lama ?"
Sambil menggigit bibir Yan Jit berseru:
"Tapi kamar ini toh kamarku, aku hendak tidur."
"Tidur saja di situ, aku toh tak akan membangunkan dirimu."
"Tidak bisa."
"Kenapa tidak bisa ?"
"Bila ada orang lain didalam kamarku, aku tidak bisa tidur."
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Bila kau mempunyai bini di kemudian hari, apakah kau juga akan mempersilahkan dirinya
untuk tidur didalam kamar lain ?"
Paras muka Yan Jit kelihatan agak memerah, dengan mata mendelik dia membentak:
"Dari mana kau bisa tahu kalau aku pasti akan mempunyai bini ?"
"Sebab di dunia ini hanya terdapat dua macam manusia yang tak akan mempunyai bini."
"Dua macam manusia apa saja ?"
"Pertama adalah hwesio dan kedua adalah seorang banci yang laki tidak laki, perempuan tidak
perempuan, tentunya kau tidak termasuk kedua macam jenis manusia itu bukan?"
Yan Jit kelihatan agak merah, lalu serunya:
"Sekalipun aku akan mencari bini, juga tak akan mencari seorang lelaki busuk macam kau."
Sebenarnya dia merasa agak marah, tapi entah mengapa, sebelum ucapan itu selesai di
ucapkan, paras mukanya malah sudah berubah menjadi memerah lebih dulu.
Mendadak Kwik Tay-lok menarik tangannya sambil berbisik:
"Coba kau lihat, apakah yang berada di atas dinding itu ?"
Baru saja Yan Jit akan melepaskan diri dari cekalannya, ia telah menyaksikan ada sebuah
batok kepala yang menongol keluar dari balik dinding di seberang sana.
Malam sudah semakin kelam.
Iapun tidak sempat melihat jelas bagaimanakah tampang wajah orang itu, hanya terasa
olehnya ada sepasang mata yang tajam dan bersinar terang sedang celingukan kesana kemari.
Untung saja di dalam ruangan tak ada lampunya, maka orang itupun tidak sempat melihat
mereka. Sesudah celingukan sekejap di sekeliling tempat itu, mendadak dia menarik kembali
kepalanya. Kwik Tay-lok segera tertawa dingin bisiknya:
"Coba kau lihat, dugaanku tak salah bukan, selain orang ini tidak mengandung maksud baik,
lagi pula bukan hanya dia seorang yang datang kemari."
"Kau anggap dia datang lebih dulu ke tempat ini sebagai seorang mata-mata ?"
"Sudah pasti begitu."
Meskipun orang berbaju hitam itu masih berdiri di sana, namun tubuhnya sama sekali tak
berkutik, namun Yan Jit pun tanpa terasa di bikin terpesona untuk mengawasinya.
Belum juga ada suatu gerakan apapun.
Semakin tiada suatu pergerakan, kadangkala hal mana justru merupakan suatu ancaman yang
mengerikan. Sekalipun Yan Jit benar-benar ingin tidur mungkin dia akan melupakan keinginannya itu
sekarang. Entah berapa saat kemudian, mendadak terdengar Kwik Tay-lok bergumam seorang diri:
"Heran, heran, sungguh mengherankan."
"Apanya yang mengherankan ?"
"Kenapa badanmu sama sekali tidak bau busuk ?"
Sekarang Yan Jit baru merasa kalau dia berdiri begitu dekatnya dengan Kwik Tay-lok sehingga
hampir saja bersandar di dalam rangkulan Kwik Tay-lok.
Untung saja didalam kamar tiada cahaya lampu, sehingga tak terlihat bagaimanakah mimik
wajahnya ketika itu.
Dengan cepat dia mundur dua langkah, kemudian katanya sambil menggigit bibir:
"Dapatkah aku tidak bau busuk ?"
"Tidak dapat"
"Kenapa ?"
"Sebab aku tidak pernah melihat kau mandi, juga tak pernah menyaksikan kau berganti
pakaian, semestinya badanmu baunya busuk setengah mati"
"Takut?"
"Kentut lebih busuk lagi baunya" serta Kwik Tay-lok sambil tertawa.
Dengan gemas Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, dia seperti ingin sekali menampar
wajahnya, untung saja pada saat itu terlihat ada sesosok bayangan manusia yang berke-lebat
lewat di luar dinding pekarangan de-ngan suatu gerakan yang enteng dan cepat.
Tentu saja orang itu tidak bisa melayang sedemikian cepatnya, tapi kenyataannya dia sangat
enteng, sekali melompat tiga kaki bisa dilampaui, sewaktu mencapai di atas tanah, juga tidak
menimbulkan suara barang sedikitpun juga.
Bukan saja badannya sangat enteng, diapun luar biasa kurus kecilnya, sehingga pada
hakekatnya tidak jauh berbeda dengan perawakan tubuh seorang bocah.
Namun di atas wajahnya telah tumbuh jenggot yang cukup panjang, bahkan hampir bersatu
dengan rambutnya yang awut-awutan tak karuan, sebagian besar wajahnya tertutup semua
sehingga hanya kelihatan sepasang matanya yang jauh lebih licik dari pada sepasang mata rase
tua. Dia celingukan kembali di sekeliling tempat itu, akhirnya sorot mata tersebut terhenti di atas
wajah manusia berbaju hitam itu.
Si orang berbaju hitam itu masih juga belum bergerak, sepasang matanya juga sama sekali
tidak dipentangkan.
Mendadak kakek ceking tadi menggerakkan tangannya memberi tanda, dari luar dinding
pekarangan segera melayang masuk kembali tiga sosok bayangan manusia.
Ketiga orang ini mempunyai perawakan badan yang tinggi besar, namun ilmu meringankan
tubuh yang dimilikinya tidak lemah, ketiga orang itu semuanya mengenakan pakaian ringkas
berwarna hitam gelap, ditangan masing-masingpun menggembol senjata tajam.
Orang pertama menggunakan senjata Poan-koan-pit, orang kedua menggunakan pedang
berbentuk busur, sedang orang ketiga menggunakan tombak berantai panjang, sebaliknya si
kakek ceking itu menggunakan sepasang senjata gelang..
Ke empat macam senjata itu merupakan senjata-senjata luar biasa yang tajam dan sukar
untuk digunakan.
Biasanya orang yang bisa menggunakan senjata rahasia aneh semacam itu pasti memiliki ilmu
silat yang luar biasa..
Namun orang berbaju hitam itu masih berdiri tak berkutik di situ, bahkan sedikit reaksi pun tak
ada. Sikap ke empat orang itu menjadi tegang sekali, sepasang matanya mengawasi tubuh orang
berbaju hitam itu tanpa berkedip, kemudian selangkah demi selangkah dia maju mendekatinya,
jelas setiap saat mereka mungkin akan melancarkan serangan mematikan yang akan merenggut
selembar jiwanya.
Kwik Tay-lok memandang sekejap ke arah Yan Jit, katanya:
"Ternyata mereka tidak berasal dari satu aliran yang sama"
Yan Jit segera manggut-manggut.
Kedua orang itu sama-sama tak berkutik ditempat persembunyiannya, sementara dalam
hatinya mempunyai tekad yang sama, mereka ingin tahu bagaimana caranya ke empat orang
pencoleng tersebut menghadapi si orang berbaju hitam yang misterius tersebut.
Siapa tahu pada saat itulah pintu gerbang dibuka orang.
Sebetulnya Kwik Tay-lok masih ingat dengan jelas kalau pintu gerbang itu sudah dikunci dari
dalam, sekarang entah apa sebabnya ternyata bisa membuka sendiri tanpa menimbulkan sedikit
suarapun. Seseorang yang menggunakan jubah panjang berwarna hijau, sambil menggoyangkan
kipasnya sambil berjalan masuk ke dalam.
Ia mengenakan baju yang amat mewah dan perlente, sikapnya amat santai, sikapnya persis
seperti seorang kongcu yang gemar pelesiran.
Akan tetapi, ketika Kwik Tay-lok memperhatikan raut wajahnya itu, dia menjadi terperanjat
sekali. Pada hakekatnya raut wajah kongcu tersebut bukan raut wajah seorang manusia, bahkan
topeng setan yang berada dalam kuil kaum Lhama di wilayah Tibet pun tak akan menakutkan
seperti wajah orang ini.
Sebab raut wajah tersebut benar-benar merupakan selembar wajah yang hidup, lagi pula muka
itu sama sekali tidak berperasaan.
Semacam raut wajah yang membikin orang menjadi terkesiap dan ngeri setelah melihatnya
apalagi berada di tengah kegelapan malam seperti sekarang ini.
Andaikata Kwik Tay-lok tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, ia tak akan percaya
kalau di dunia ini terdapat seorang manusia yang memiliki raut wajah sedemikian buruk dan
menakutkannya. Sampai detik itu, ternyata ke empat orang manusia bersenjata aneh itu masih belum
merasakan kehadiran seorang manusia lagi ditempat itu.
Langkah kaki dari orang berbaju hijau itu enteng sekali sehingga seakan-akan tidak menempel
di atas permukaan tanah, dengan enteng sekali dia melayang ke belakang punggung orang yang
bersenjata poan-koan-pit itu, lalu menjawil bahu orang itu dengan kipasnya.
Seperti seekor kelinci yang kena di panah, dengan terperanjat orang itu melejit ke udara
karena kaget, kemudian berjumpalitan beberapa kali dan melayang turun disamping kakek ceking
tersebut. Sekarang mereka baru tahu kalau ada seorang manusia berbaju hijau telah muncul di tempat
itu, rasa kaget bercampur ngeri dengan cepat menghiasi raut wajah mereka.
Kwik Tay-lok dan Yan Jit kembali saling berpandangan mata.
"Ternyata orang-orang itu bukan berasal dari satu aliran yang sama"
Orang-orang itu seperti lagi memerankan suatu sandiwara bisu saja, tiada seorang
manusiapun yang bersuara, tapi segala sesuatunya berlangsung amat misterius dan merangsang
perasaan. Orang berbaju hijau itu masih menggoyangkan kipasnya, sedang sikap yang amat santai.
Sedang ke empat orang manusia bersenjata aneh itu kelihatan semakin menegang, senjata
tajam yang mereka pegangpun digenggam semakin kencang.
Tiba-tiba orang berbaju hijau itu menggunakan kipasnya kemudian ke arah mereka lalu,
menuding pula keluar pintu.
Artinya mereka dipersilahkan untuk meninggalkan tempat itu.
Ke empat orang manusia yang bersenjata aneh itu saling berpandangan sekejap, kakek itu
menggertak bibirnya lalu menggelengkan kepalanya, sedangkan gelangnya dipakai untuk
menuding ke arah gedung tersebut, lalu menuding pula ke arah diri sendiri.
Artinya: "Tempat ini merupakan wilayah operasi kami, kami tak akan keluar dari sini."
Tiba-tiba manusia berbaju hijau itu tertawa.
Siapa saja tak mungkin akan bisa menyaksikan senyuman semacam ini. .
Siapa saja yang menyaksikan senyuman semacam itu, maka bulu kuduknya pasti berdiri
semua. Ke empat orang bersenjata aneh itu mulai menggerakkan langkah kakinya dan berdiri menjadi
satu, peluh dingin membasahi seluruh tubuh mereka....
Sekali lagi orang berbaju hijau itu menuding ke arah senjata mereka seakan-akan sedang
berkata: "Lebih baik kalian maju bersama saja !"
Ke empat orang itu saling berpandangan sekali lagi seperti telah bersiap sedia untuk turun
tangan, tapi pada saat itulah si orang berbaju hijau itu tahu-tahu sudah berada di hadapan mereka.
Dengan mempergunakan kipasnya dia mengetuk kepala orang yang bersenjata tombak
berantai itu dengan pelan.
Ketukan tersebut kelihatannya tidak terlalu keras.
Akan tetapi orang itu segera roboh terkapar di atas tanah dengan tubuh yang lemas sekali,
sebuah batok kepalanya yang besar dan keras kini sudah hancur berantakan, darah dan isi benak
berhamburan kemana-mana tampak mengerikan sekali dalam kegelapan malam yang mencekam.
Ketika orang itu roboh terkapar, si orang yang bersenjata pedang berbentuk busur telah
melepaskan sebuah tusukan kilat ke arah dada orang berbaju hijau itu.
Serangan pedangnya itu enteng, gesit, licin, buas dan cepat.
Tapi sayang orang berbaju hijau itu bergerak jauh lebih cepat lagi.
Tahu-tahu tangannya digerakkan ke depan, kemudian terdengar "Kreek !" dan selanjutnya
terdengar suara "Kreek !" sekali lagi.
"Triiing...!" Pedang berbentuk busur itu sudah patah dan terjatuh ke tanah, sedangkan tulang
pergelangan tangannya juga kena diremuk sehingga tinggal selapis kulit saja.
Sebenarnya dia masih berdiri tegak ditempat itu, akan tetapi setelah menyaksikan keadaan
dari tangannya itu, mendadak ia jatuh tak sadarkan diri.
Semua kejadian itu berlangsung dalam sekejap mata.
Dalam pada itu kedua orang itu lainnya sudah dibikin ketakutan setengah mati sehingga paras
mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat, sepasang kaki menggigil keras tiada
hentinya. Untung saja kakek itu masih sanggup untuk menahan diri, mendadak dia membungkukkan
badannya di hadapan orang berbaju hijau itu, kemudian menuding ke luar pintu dengan senjata
gelangnya. Siapapun dapat melihat kalau dia sudah menyerah kalah dan bersiap-siap untuk meninggalkan
tempat itu. Orang berbaju hijau itu segera tertawa, kemudian manggut-manggut berulang kali.
Kedua orang itu segera menggotong mayat kedua orang rekannya dan buru-buru keluar dari
situ dengan langkah lebar.
Siapa tahu, baru saja mereka tiba di luar pintu, orang berbaju hijau itu sudah berkelebat ke
depan dan tahu-tahu telah tiba di luar pintu.
Apa yang kemudian terjadi di luar pintu tidak sempat dilihat oleh Kwik Tay-lok, dia hanya
mendengar dua kali jeritan ngeri yang menyayat hati bergema memecahkan keheningan.
Menyusul kemudian ada dua macam benda yang di lempar masuk dari luar pintu, itulah
sepasang senjata poan-koan-pit serta sepasang senjata gelang baja.
Tapi senjata poan-koan-pit tersebut telah patah menjadi empat bagian, sedangkan gelang baja


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itupun sudah melengkung tak karuan bentuknya, sehingga sama sekali tidak berbentuk gelang
lagi. Kwik Tay-Iok segera menghembuskan napas dingin, ia lantas berpaling memandang Yan Jit.
Yan Jit sendiripun menunjukkan perasaan kaget bercampur ngeri yang amat tebal.
Bukan saja orang berbaju hijau itu memiliki ilmu silat yang luar biasa lihaynya, diapun seorang
gembong iblis berhati sesat yang buas keji dan tidak berperi-kemanusiaan.
Yang paling menakutkan adalah caranya membunuh orang, pada hakekatnya seperti orang
lagi memotong sayur saja.
Setiap orang yang sempat menyaksikan caranya membunuh orang, tak ingin mengucurkan
keringat dinginpun tak bisa.
Tapi orang berbaju hitam itu masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, sekalipun
pembunuhan kejam sedang berlangsung di depan matanya, namun sama sekali tiada reaksi
apapun darinya.
Seakan-akan kendatipun semua orang yang ada di dunia ini mati semua pun, dia tak akan
memperlihatkan reaksi apapun.
Sementara itu, si orang berbaju hijau itu sudah berjalan masuk kembali ke dalam halaman
dalam dengan langkah yang santai, kipasnya digoyangkan pelan-pelan, sikapnya yang begitu
tenang seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apapun di sana.
Bila orang yang bisa melihat kalau barusan saja dia habis membunuh empat orang sekaligus
maka hal ini merupakan suatu kejadian yang aneh sekali.
Dengan sengaja tak sengaja dia melirik sekejap ke arah daun jendela dimana Kwik Tay-lok
sekalian berada, namun langkahnya masih dilanjutkan langsung menuju ke hadapan orang
berbaju hitam itu.
Di depan beranda terdapat beberapa sap undak-undakan batu.
Ia naik sampai undak-undakan tingkat ke dua, lalu berhenti dan mengawasi orang berbaju
hitam itu tanpa berkedip.
Mendadak Kwik Tay-lok menyaksikan orang berbaju hitam itu entah sedari kapan telah
membuka sepasang matanya, waktu itu diapun sedang mengawasi wajahnya:
Kedua orang itupun saling berpandangan tanpa berkedip, tampaknya memang agak aneh dan
menggelikan. Akan tetapi Kwik Tay-lok sama sekali tidak merasa geli, malahan telapak tangannya sudah
basah oleh keringat.
Bukan telapak tangan saja, bahkan sekujur badannya telah bermandikan keringat dingin.
Kembali lewat beberapa saat lamanya mendadak orang berbaju hijau itu berkata:
"Barusan si burung jahat Khong Tong telah membawa saudara-saudaranya berkunjung
kemari" Inilah untuk pertama kalinya dia berbicara, ternyata bukan saja sikapnya amat santai dan
romantis, nada suaranya juga kedengaran enak didengar....
Asal tidak memperhatikan raut wajahnya, tapi hanya mendengar suaranya dan melihat
gayanya, dia benar-benar seorang kongcu yang amat menarik hati.
"Hm !" orang berbaju hitam itu mendengus.
"Aku kuatir mereka telah mengganggu impianmu yang indah, maka dari itu telah ku usir orangorang
itu." "Hmm !"
"Apakah kau sudah tahu kalau mereka akan datang kemari, maka sengaja mendahuluinya
untuk menunggu kedatangan mereka di sini?"
"Mereka masih belum pantas !"
"Benar, orang-orang itu memang belum pantas untuk menyuruhmu turun tangan sendiri, tapi
siapa yang sedang kau nantikan ?"
"Kui kongcu !"
Orang berbaju hijau itu segera tertawa.
"Aaah.... tak kusangka kau begitu memandang tinggi diriku, hal ini benar-benar merupakan
suatu kebanggaan bagi kami."
Ternyata orang ini bernama Kongcu setan.
Kwik Tay-lok merasa nama tersebut memang cocok sekali dengan kenyataannya.
Tapi siapa pula orang berbaju hitam ini"
Apakah dia adalah Lamkiong Cho "
Kenapa dia harus menantikan kedatangan Kui-kongcu tersebut di tempat ini "
Terdengar si Kongcu setan berkata lagi:
"Kalau toh kau bisa menantikan kedatanganku di sini, apakah kau sudah mengetahui pula
maksud kedatanganku ?"
"Hm !"
"Dulu kita pernah saling bersua, kedua belah pihak selalu teramat sungkan."
"Kau memang sungkan."
"Benar, aku tentu saja bersikap sungkan kepadamu." kata kongcu setan sambil tertawa.
"Tapi kau justru pernah memberi kesulitan bagiku."
"Hmm !"
"Kali ini aku berharap kita bisa berjumpa dengan sungkan dan berpisah lagi dengan sungkan."
"Hmm !"
"Aku hanya ingin mengajukan beberapa buah pertanyaan saja kepada tuan rumah di sini,
kemudian segera pergi."
"Tidak boleh !"
"Hanya menanyakan dua patah kata ?"
"Tidak boleh ?"
Ternyata sikap Kui kongcu masih juga amat sungkan, katanya kemudian sambil tersenyum:
"Kenapa tidak boleh, apakah kau adalah sahabatnya tuan rumah gedung ini ?"
"Bukan."
?"Tentu saja bukan." seru Kui-kongcu sambil tertawa, "kau seperti juga aku, selamanya tak
pernah mempunyai teman."
"Hmm !"
"Kalau toh mereka bukan temanmu, kenapa kau harus mencampuri urusan ini ?"
"Sebab aku telah mengurusinya !"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Kui kongcu, serunya kembali:
"Apakah kaupun mempunyai tujuan yang sama dengan diriku."
"Hmm !"
"Uang milik Cui-mia-hu apakah berada di sini atau tidak masih merupakan suatu tanda tanya
besar, mengapa belum apa-apa kita harus ribut lebih dahulu ?"
"Enyah kau dari sini !"
"Aku tak akan enyah dari sini." Kui kongcu masih juga tertawa.
"Kalau tidak enyah berarti mampus !"
"Siapa hidup siapa mati masih suatu tanda tanya besar, kenapa pula kau mesti turun tangan ?"
Tampaknya dia sama sekali tidak mempunyai kobaran api amarah dalam hatinya, selalu
bersikap acuh tak acuh dan seenaknya sendiri.
Entah siapa pun yang memandang sikapnya itu, tak akan dijumpai sikap seorang yang siap
melancarkan serangan.
Tapi Kwik Tay-lok serta Yan Jit yang berada di balik jendela sebelah sana mendadak berseru
hampir bersama:
"Coba lihat, orang itu hendak turun tangan."
Betul juga, belum habis perkataan itu diucapkan, Kui-kongcu benar-benar telah melancarkan
serangan. Tapi pada saat yang bersamaan pula, orang berbaju hitam itu sudah mengangkat tangannya
dan menggenggam gagang pedang di atas bahunya.
Kedua belah tangannya yang terangkat ke atas menyebabkan pertahanan tubuh bagian
depannya menjadi sama sekali terbuka lebar, seperti sebuah kota benteng tanpa penjagaan yang
siap menantikan serbuan pasukan musuh.
Senjata kipas milik Kui kongcu itu sebenarnya menggunakan jurus Poan-koan-pit untuk
menotok jalan darah Hian-ki-hiat di atas dada lawan, tapi pada saat itulah mendadak kipas
tersebut direntangkan, kemudian dengan menggeser ke samping, langsung menusuk tenggorokan
dari arah bawah perut.
Perubahan semacam itu tampaknya saja seperti tiada sesuatu keistimewaan apapun, padahal
diantara gerakan tersebut justru terjadi perubahan yang drastis sekali, selain arah sasaran, jurus
serangan mengalami perubahan besar, malah senjata kipas yang digunakanpun seakan-akan
telah berubah menjadi sejenis senjata yang lain.
Tindakan tersebut membuat serangan yang semula berupa totokan menjadi suatu sapuan
kilat, serangan yang mengarah suatu tempatpun berubah menjadi suatu sapuan. Sedemikian
sempurna dan luar biasanya perubahan itu membuat pihak lawan sama sekali tidak menduganya.
Waktu itu si orang berbaju hitam itu masih bersandar di atas tonggak penyanggah, tempat itu
pada dasarnya merupakan suatu sudut mati yang tak mungkin bisa dipakai untuk berkelit.
Apalagi sepasang tangannya terangkat ke atas semua sehingga pertahanan bagian depannya
sama sekali terbuka, asal orang yang mengerti akan ilmu silat, sudah pasti tak akan memilih posisi
seperti itu, apalagi memilih gaya pertahanan semacam itu.
Pedangnya enam depa panjangnya, dalam keadaan demikian mustahil ia sanggup untuk
mencabut keseluruhannya.
Bagi orang lain, mungkin hal mana sulit untuk dilakukan sebagaimana mestinya.
Namun orang berbaju hitam itu benar-benar memiliki kelebihan yang luar biasa.
Bila seseorang sampai memilih suatu posisi yang begitu jelek serta suatu gaya serangan yang
begitu jelek untuk bertarung melawan orang, bila ia bukan seorang manusia tolol, itu berarti dia
mempunyai suatu cara istimewa untuk menghadapinya.
Sewaktu kipas Kui kongcu menyambar ke depan, tiba-tiba orang berbaju hitam itu memutar
badannya dengan merubah posisinya berhadapan dengan tonggak penyanggah, seakan-akan dia
hendak berpelukan dengan tonggak tersebut.
Walaupun serangan pertama yang amat dahsyat tersebut berhasil dihindari, tapi sekarang
justru punggungnya malah sama sekali terbuka.
Cara semacam ini boleh dibilang luar biasa bodohnya.
Jangankan orang lain, bahkan Kui kongcu sendiripun dibikin tertegun oleh sikap musuhnya itu.
Sejak terjun ke arena dunia persilatan sampai sekarang, paling tidak sudah dua tiga ratus kali
dia bertarung melawan orang, tentu saja diantara kawanan jago yang pernah dihadapinya terdiri
dari beraneka ragam manusia, ada yang lihay, ada pula yang tidak lihay.
Tapi manusia bodoh semacam itu, boleh dibilang baru dijumpai untuk pertama kalinya.
Siapa tahu, pada saat itulah mendadak orang berbaju hitam itu mendorong tonggak kayu itu
sekuat tenaga, sepasang kakinya pun bersamaan waktunya di jejakkan ke atas tonggak kayu,
bagian perutnya ditarik ke belakang sementara pinggulnya menonjol ke belakang.
Secepat sambaran kilat orang itu menyusup ke belakang, seluruh badannya tiba-tiba terpatah
menjadi dua bagian sehingga bagian kaki dan tangannya menjadi menempel satu sama lainnya.
Pada saat itulah cahaya pedang berkelebat lewat.
Sebilah pedang yang enam depa panjangnya itu tahu-tahu sudah diloloskan dari dalam
sarungnya. Cara meloloskan pedang semacam itu bukan cuma aneh saja, bahkan terasa luar biasa sekali.
Ketika Kui kongcu berputar badan siap melancarkan sergapan, mendadak ia menemukan
ujung pedang lawan telah tertujukan di atas dadanya.
Sekujur badan orang berbaju hitam itu hampir semuanya berada di belakang pedang itu,
bahkan setitik tempat kosongpun tidak ditemukan..
Suatu cara yang terbodoh secara tiba-tiba saja berubah menjadi suatu cara yang jitu dan
mematikan. Secara tiba-tiba pula Kui Kongcu menemukan bahwa ia sama sekali tidak memiliki
kesempatan lagi untuk melancarkan serangan balasan.
Terpaksa dia harus mundur, badannya berkelebat dan mundur ke belakang tonggak kayu itu.
Tonggak kayu itu berbentuk bulat, sedang pedang si orang berbaju hitam itu amat panjang, tak
mungkin ia akan mengitari tonggak kayu tersebut untuk mengejar dirinya.
Asal dia menempelkan badannya di belakang tonggak kayu itu, maka tak mungkin pedang si
orang berbaju hitam itu dapat menusuk tubuhnya.
Dengan demikian diapun bisa menunggu kesempatan kedua untuk melancarkan serangan
yang mematikan.
Itulah taktik mencari kemenangan ditengah kekalahan, suatu taktik mencari hidup di tengah
kematian, biasanya taktik semacam itu luar biasa sekali hasilnya.
Kui Kongcu menempelkan badannya di atas tonggak kayu sambil menunggu orang berbaju
hitam itu memutar ke hadapannya.
Akan tetapi orang berbaju hitam yang berada di ujung tonggak lain sama sekali tidak
memberikan reaksi apapun juga.
Apakah dia pun sedang menunggu kesempatan "
Diam-diam Kui kongcu menghembuskan napas lega, ia tidak takut menunggu, tidak takut
mengulur waktu, pokoknya sekarang dia sudah berada pada posisi yang tak terkalahkan.
Bila orang berbaju hitam itu ingin melancarkan serangan, maka dia harus memutar satu
lingkaran besar, sedangkan ia sendiri asal menempel di atas tonggak kayu dengan membuat
suatu geseran kecil saja maka serangan akan bisa dihindari.
Lagi pula dalam penggunaan tenaga, selisih diantara mereka hampir mencapai tiga empat kali
lipat. Maka tak akan menunggu terlampau lama lagi, kekuatan tubuh orang berbaju hitam itu pasti
akan bertambah lemah, itu berarti kesempatan baginya telah tiba.
Perhitungan tersebut sudah dia susun dengan rapi dan sangat jelas, maka dari itu dia pun
merasa lega sekali.
Mendadak ia mendengar suara ketukan pelan di belakang tonggak kayu itu, seperti ada
burung sedang mematuk dahan kayu.
Ia sama sekali tidak memperhatikannya dengan serius...
Tapi, pada saat itulah mendadak dia merasakan punggungnya menjadi dingin sekali.
Menanti dia merasakan keadaan yang tidak menguntungkan, tahu-tahu sebuah benda yang
keras, dingin, dan kaku telah menembusi punggungnya.
Menyusul kemudian dia menyaksikan ada semacam benda yang menembusi ke luar dari
depan dadanya. Itulah ujung pedang yang bersinar hitam.
Darah segar meleleh keluar dari ujung pedang tersebut dan membasahi seluruh permukaan
tanah. Bila secara tiba-tiba kau menyaksikan ada sebuah ujung pedang menembus keluar dari
dadamu, bagaimanakah perasaanmu ketika itu"
Perasaan tersebut jarang sekali ada yang bisa ikut merasakannya.
Ketika menyaksikan ujung pedang tersebut, mimik wajah Kui kongcu seakan-akan menjadi
kaget bercampur tercengang, tapi seperti pula sedang menyaksikan suatu kejadian yang sangat
aneh dan menarik hati.
Dengan termangu-mangu ditatapnya benda itu tak berkedip, kemudian secara tiba-tiba
wajahnya berubah menjadi kaku, mengejang keras dan diliputi perasaan ngeri, mulutnya terbuka
lebar seperti hendak berteriak dengan sepenuh tenaga.
Namun tiada suara yang bisa keluar lagi, secara tiba-tiba sekujur badannya menjadi dingin dan
kaku. Hampir seluruhnya menjadi beku.
Dilihat dari kejauhan sana, seperti lagi termenung sambil mengawasi ujung pedang yang
menembusi dadanya.
Darah kental masih meleleh keluar tiada hentinya dari ujung pedang tersebut.
Menetesnya makin lambat, makin lama semakin lambat.
Orangnya masih tetap mempertahankan posisi semula semacam posisi yang tak dapat
dilukiskan keseraman serta kengeriannya.
Yan Jit melengos ke arah lain, ia tak tega untuk memandangnya lebih jauh.
Kwik Tay-lok sendiri, walaupun sepasang matanya terbelalak lebar-lebar, padahal dia
sendiripun tidak menyaksikan apa-apa.
Adegan seram yang terjadi barusan telah membuatnya menjadi tertegun dan seperti
kehilangan sukma.
Dengan jelas sekali dia menyaksikan orang berbaju hitam itu menghimpun tenaganya lalu
menusuk tonggak kayu itu dengan pedangnya.
Diapun menyaksikan dengan amat jelas, ujung pedang itu menembusi tonggak kayu dan tibatiba
tembus sampai di depan dada Kui kongcu.
Ia benar-benar tidak percaya kalau apa yang disaksikannya itu merupakan suatu kenyataan.
Kedengarannya mungkin susah untuk dipercaya, tapi bila kau menyaksikannya dengan mata
kepala sendiri, maka hal mana justru sukar untuk dipercayai.
Pedang apakah itu" Dan ilmu pedang apa pula yang dipergunakannya "
Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
Menanti matanya dapat melihat benda lagi, ia saksikan entah sedari kapan orang berbaju
hitam itu telah mencabut keluar pedangnya.
Tapi tubuh Kui kongcu masih berada di ujung pedangnya.
Waktu itu orang berbaju hitam tersebut sedang menggunakan ujung pedangnya untuk
menahan mayat Kui kongcu dan pelan-pelan berjalan keluar dari sana.
Seorang manusia berbaju hitam yang tidak terlihat raut wajahnya menggembol sebilah pedang
yang panjangnya enam depa.
Mata pedang tersebut bersinar hitam dan membawa sesosok mayat manusia berbaju hijau
yang telah menjadi kaku.
Udara malam amat bersih, suasana dalam ruangan amat hening.
Seandainya apa yang tertera di depan mata hanya suatu lukisan belaka, maka siapa saja yang
menyaksikan lukisan tersebut sudah pasti akan merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Apalagi semua peristiwa tersebut bukan hanya suatu lukisan belaka.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasa kedinginan, ia ingin mencari sebuah mantel untuk menutupi
badannya. Dia hanya berharap apa yang terjadi pada malam ini tak lebih hanya suatu impian buruk
belaka. Sekarang, ia telah mendusin dari impian tersebut.
Orang berbaju hitam itu telah pergi, di dalam halaman tiada seorang manusiapun.
Masih tetap di dalam halaman yang sama dan malam yang sama pula.
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, gumamnya:
"Bila orang-orang yang datang berkunjung sekarang bisa mengetahui apa yang baru terjadi
ditempat ini, aku akan memujinya setinggi langit...."
Tiba-tiba Ong Tiong bertanya:
"Apa sih yang telah terjadi di sini ?"
"Masa kau tidak tahu ?"


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak tahu."
"Apakah tadi tak pernah terjadi sesuatu peristiwa ditempat ini....?"
"Tidak ada."
Kwik Tay-lok segera tertawa, serunya:
"Benar, apa yang sudah lewat biarkan lewat, memang tak ada bedanya antara apa yang telah
terjadi dan apa yang belum terjadi"
"Tepat sekali jawabanmu itu."
"Oleh karena itu, lebih baik kau tak usah banyak memikirkannya, banyak memikirkannya
malah justru akan mendatangkan banyak kesulitan buat diri sendiri"
"Lagi-lagi jawabanmu tepat sekali"
"Kali ini tidak benar!" tiba-tiba Yan Jit menyela.
"Karena bagaimanapun kau berusaha untuk tidak memikirkan persoalan itu, dalam hatimu
pasti akan terjadi rasa masgul"
"Kemasgulan apa?"
Yan Jit menghela napas panjang.
"Aaaai.... sekarang aku belum dapat melihatnya, juga belum bisa menemukan, oleh karena itu
baru tahu kalau hal ini sudah pasti merupakan suatu kemasgulan yang teramat besar.
Tiba-tiba mereka serentak menutup mulutnya rapat-rapat.
Karena pada waktu itu, si orang berbaju hitam itu sudah masuk kembali ke dalam halaman,
menaiki undak-undakan batu dan berdiri kembali di depan tonggak kayu.
Pedang yang berada dipunggungnya telah di sorenkan kembali.
Tak tahan Kwik Tay-lok segera berseru:
"Aku akan pergi bertanya kepadanya !"
Tidak menanti orang lain buka suara, dia telah melompat keluar dari jendela dan menerjang ke
muka... Orang berbaju hitam itu sudah bersandar kembali di atas tonggak kayu, memejamkan matanya
seperti telah tertidur kembali.
Sengaja Kwik Tay-Iok mendehem keras, mendehem sedemikian kerasnya sehingga
tenggorokan tersebut benar-benar terasa agak gatal.
Saat itulah si orang berbaju hitam itu baru membuka matanya dan memandang ke arahnya
dengan pandangan dingin.
"Tampaknya kau harus cepat-cepat pergi mencari seorang tabib untuk menyembuhkan
batukmu itu" katanya dingin.
Kwik Tay-lok tertawa paksa, katanya:
"Aku tak usah mencari tabib, sebab aku sendiripun mempunyai obat yang paling mujarab
untuk menyembuhkan penyakit batuk."
"Oooh....."
(Bersambung Jilid : 25)
Jilid 25 "BESAR kecil dan penyakit apapun yang ku idap biasanya akan sembuh kembali bila sudah
minum arak."
"Ooooh....."
"Sekarang, apakah kau juga minum arak barang dua cawan?"
"Tidak!"
"Kenapa" Bukankah barusan kau tela... telah membunuh orang ?"
"Siapa bilang aku telah membunuh orang?"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun. "Kau tidak membunuh ?"
"Tidak!"
"Tapi barusan kau telah membunuh."
"Dia bukan orang !"
"Dia bukan orang" Lantas manusia macam apakah baru bisa dianggap sebagai orang?"
Kwik Tay-lok semakin tercengang.
"Orang yang ada di dunia ini jarang sekali." Kembali Kwik Tay-lok tertawa.
"Bagaimana dengan aku " Apakah akupun bisa dianggap sebagai orang ?"
"Kau menyuruh aku membunuhmu ?"
Berkilat sepasang mata Kwik Tay-lok.
"Bila kau tidak membunuhku, bagaimana mungkin bisa mendapatkan harta kekayaan dari Cuimia-
hu ?" "Di tempat ini tiada harta karunnya, di sini tak ada apa-apanya !"
"Kau tahu ?"
"Lantas mengapa kau datang kemari ?"
"Aku hanya ingin menumpang semalam saja?"
"Apakah kau bertujuan untuk membunuh manusia yang kau anggap bukan manusia itu?"
"Bukan karena soal ini!"
"Kalau begitu kau membunuhnya demi kami?"
"Juga bukan!"
"Lantas karena apa?"
Tiba-tiba ini orang berbaju hitam itu menukas dengan ketus:
"Aku ingin tidur, bila aku sedang tidur, aku paling tak suka diganggu orang."
Betul juga, pelan-pelan dia memejamkan matanya dan tidak berbicara lagi.
Kwik Tay-lok memandang wajahnya, lalu memandang pedang di atas bahunya, tiba-tiba saja
ia merasa bahwa dirinya amat beruntung.
Keesokan harinya, orang berbaju hitam itu benar-benar sudah lenyap tak berbekas.
Dia tidak meninggalkan apa-apa, juga tidak membawa apa-apa, yang tertinggal hanya sebuah
lubang di atas tonggak kayu.
Kwik Tay-lok memperhatikan lubang di atas tonggak kayu tersebut, kemudian katanya sambil
tertawa: "Tahukah kau apa yang sedang kupikirkan?"
Yan Jit menggeleng.
"Aku merasa diriku benar-benar mujur" seru pemuda itu.
"Mujur" Kenapa?"
"Sebab orang berbaju hitam yang kujumpai tempo hari bukan orang ini."
Yan Jit termenung sebentar, kemudian katanya:
"Tapi kali ini kau toh telah berjumpa dengannya."
"Kali ini akupun tidak lagi sial, dia bukan tidak menaruh niat jahat kepada kita, malah
kedatangannya seperti sengaja hendak membantu kita"
"Apakah dia adalah temanmu ?"
"Bukan !"
"Anakmu ?"
Kwik Tay-lok segera tertawa lebar.
"Bila aku mempunyai seorang anak semacam ini, sekalipun belum edan, paling tidak juga
sudah hampir."
"Kau anggap dia benar-benar datang kemari karena tanpa sengaja, kemudian setelah
membantu kita maka tanpa menimbulkan suara atau mengucapkan sepatah katapun lantas pergi
meninggalkan tempat ini, bukan saja tidak menghendaki ucapan rasa terima kasih kita, bahkan
arak yang kita suguhkanpun tidak di minumnya barang setegukanpun."
Sambil menggeleng dan tertawa dingin tiada hentinya, ia melanjutkan lebih jauh:
"Kau anggap di dalam dunia ini benar-benar terdapat orang yang begitu baiknya sehingga
bersedia membantu kita tanpa mengharapkan balas jasa apa pun dari kita ?"
"Maksudmu, dia datang kemari dan berbuat segala sesuatunya itu karena ia masih mempunyai
tujuan lain?"
"Benar !"
"Tapi apakah tujuannya itu " Apakah kau bisa menerangkannya kepada diriku ?"
"Aku juga tak tahu"
"Oleh karena kau tidak tahu, maka kau baru beranggapan bahwa dia pasti akan membawa
banyak kesulitan untuk kita ?"
"Benar !"
"Menurut pendapatmu, kapankah kesulitan-kesulitan tersebut baru akan berdatangan ?"
Yan Jit segera mengalihkan sinar matanya, memandang ke tempat kejauhan sana, lalu
sahutnya: "Justru karena kau tidak tahu kesulitan tersebut akan datang dalam bentuk apa dan kapan
baru akan terjadi, maka hal itu justru merupakan kesulitan dan kerepotan yang sesungguhnya,
kalau tidak, bukankah kita tak perlu berkuatir secemas ini ?"
Tiada sesuatu persoalan yang "pasti" dalam dunia ini.
Pada suatu persoalan yang sama, bila kau memandang dari sudut pandangan yang berbeda,
kadangkala akan timbul kesimpulan yang berbeda pula.
Bila anda seorang pesiar yang tersesat di tengah gunung suatu malam, kemudian ia datang
mengetuk pintu dan memohon untuk menumpang semalam saja, asal kau mempunyai rasa belas
kasihan, "sudah pasti" kau akan menerimanya.
Tapi seandainya yang datang adalah seorang manusia baju hitam yang berkerudung, apakah
kau akan menerimanya, hal ini masih merupakan tanda tanya besar.
Sekalipun kau akan menerimanya, sudah "pasti" kau akan menaruh perasaan was-was
kepadanya, sedikit banyak juga akan berjaga terhadap segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Tapi, bila orang berbaju hitam itu baru saja menyumbangkan tenaganya bagi kepentinganmu
semalam, maka akan berbedalah keadaannya pada waktu itu"
Dengan berbedanya keadaan, otomatis cara kerjanyapun akan mengalami banyak perubahan.
Hanya tujuannya saja yang tak berbeda.
Ada sementara orang, walaupun apa saja dia lakukan, bagaimana cara melakukannya, dia
pasti mempunyai suatu tujuan tertentu.
Bagaimana pula dengan Kwik Tay-lok sekalian"
Mereka adalah orang yang dengan mudah melupakan dendam sakit hati orang lain, tapi sukar
untuk melupakan budi kebaikan yang diterimanya dari orang lain.
Asal kau telah melakukan kebaikan bagi mereka, maka walau berbeda dalam keadaan
bagaimanapun juga, mereka pasti akan berusaha keras untuk membalas jasa baikmu itu.
Asal persoalan telah mereka janjikan, maka walau berada dalam keadaan bagaimanapun juga,
mereka pasti akan berusaha untuk melaksanakan secara baik.
Sekalipun kepala pecah, badan bakal hancur, mereka tetap akan melakukannya.
Mereka pasti tak akan mencari alasan lain untuk mengesampingkan kewajiban tersebut,
apalagi menebalkan muka untuk mengingkarinya.
Walaupun persoalan macam apapun yang dihadapinya, mereka sudah pasti tak akan
menghindarkan diri.
Tengah malam telah tiba, kembali ada yang datang mengetuk pintu.
Suara ketukan itu amat cepat dan gencar.
Orang pertama yang mendengar suara ketukan pintu itu mungkin Yan Jit, mungkin Ong Tiong,
tapi orang yang pertama-tama menyahut sambil membukakan pintu sudah pasti Kwik Tay-lok.
Ternyata yang datang masih saja si manusia baju hitam yang misterius itu.
Dia masih berdiri juga di situ bagaikan sesosok sukma gentayangan, pelan-pelan katanya:
"Aku tersesat di jalanan dan tak ada tempat berdiam, apakah aku boleh menumpang semalam
saja ?" Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Boleh, tentu saja boleh, jangankan baru semalam, sekalipun ingin berdiam selama setahun
juga tak menjadi soal"
"Benar-benar tak menjadi soal?"
"Sama sekali tak menjadi soal, entah kau benar-benar tersesat atau tidak, setiap kali kau ingin
datang, setiap saat pula kami akan menyambut kedatangan dengan hati gembira"
"Walaupun kau bersikap demikian, tapi yang lain...."
"Yang lain pun begitu juga" tukas Kwik Tay-lok cepat, "setelah kau datang kemari, berarti kau
adalah tamu kami semua"
"Tamu macam apa?"
"Bagi kami, hanya ada semacam tamu."
"Tapi tuan rumah beraneka ragam banyaknya."
"Oya ?"
"Ada semacam tuan rumah yang suka mengusir tamunya setiap saat." Kwik Tay-lok segera
tertawa. "Jangan kuatir, ditempat ini pasti tak akan kau jumpai tuan rumah semacam itu, asal kau
sudah memasuki pintu gerbang bangunan rumah ini, kecuali kau bersedia untuk keluar sendiri,
kalau tidak jangan harap ada orang lain yang akan menyuruhmu pergi dari sini."
Tiba-tiba orang berbaju hitam itu menghela napas panjang.
"Aaai.... tampaknya aku benar-benar tidak salah mengetuk pintu," gumamnya.
Pelan-pelan dia berjalan masuk ke dalam melewati halaman dan naik ke atas serambi.
Gayanya sewaktu berjalan sama sekali tidak berubah, wajahnya juga tidak berubah, tapi paling
tidak ada satu hal yang telah berubah.... lebih banyak perkataan yang ia utarakan.
Dalam waktu singkat, ia sudah dua tiga kali lipat berbicara lebih banyak daripada tuan rumah
sendiri. Walaupun malam sudah semakin kelam, namun masih ada cahaya lampu memancar keluar
dari balik dua, tiga buah ruangan kamar.
Agaknya Lim Tay-peng sedang membaca buku.
Bagaimana dengan Yan Jit "
Apa yang sedang ia lakukan dalam kamarnya, tak pernah diketahui orang lain, sebab dia
selalu suka menutup pintu dan jendelanya rapat-rapat.
Orang berbaju hitam itu memandang sekejap cahaya lampu yang memancar keluar dari balik
jendela, tiba-tiba dia berkata:
"Apakah sahabatmu tinggal di depan sana?"
Kwik Tay-lok manggut-manggut, sahutnya sambil tertawa:
"Aku tinggal di kamar yang paling belakang, letaknya paling dekat dengan tempat untuk
bersantap."
Kamar yang paling belakang itu bukan cuma lampunya belum dipadamkan, pintu kamarpun
berada dalam keadaan terbuka lebar.
Orang berbaju hitam itu berjalan masuk ke dalam, lalu berdiri di depan pintu, sampai lama
sekali ia baru berkata:
"Ada semacam persoalan, walaupun tidak diucapkan kepadamu, tentunya kau sudah tahu
bukan." "Persoalan yang mana ?"
"Tiada orang yang benar-benar dapat tidur dalam posisi berdiri."
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Jangankan berdiri, untuk tidur sambil dudukpun sukarnya bukan kepalang." Sahutnya.
Menengok dari celah-celah pintu, dapat diketahui dalam ruangan itu terdapat sebuah
pembaringan yang amat besar.
Memandang pembaringan tersebut, tiba-tiba orang berbaju hitam itu menghela napas panjang
lagi, gumamnya:
"Tapi ada sementara persoalan yang mungkin belum kau ketahui."
"Oya ?"
"Sudah pasti kau tak akan tahu, sudah lama sekali aku belum pernah tidur pembaringan
sebesar ini, dan belum pernah aku tidur nyenyak barang satu malam saja."
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Tentang soal ini aku memang benar-benar tidak tahu, tapi aku tahu akan suatu persoalan
yang lain," katanya.
"Oya ?"
"Aku tahu, malam ini kau pasti dapat tidur di atas pembaringan tersebut, lagi pula bisa tidur
dengan aman tenteram semalam suntuk."
"Sungguh ?" mendadak orang berbaju hitam itu berpaling.
"Tentu saja sungguh."
"Kau memperbolehkan aku untuk tidur terus sampai fajar menyingsing besok pagi ?"
Kwik Tay-lok tersenyum.
"Sekalipun hendak tidur sampai tengah hari juga tak menjadi soal, kujamin pasti tak akan ada
orang yang akan datang mengganggu tidurmu itu...."
Orang berbaju hitam itu memandang ke arahnya, mencorong sinar tajam dari balik matanya,
mendadak ia menjura dalam-dalam, lalu tanpa banyak berbicara lagi dia berjalan maju dengan
langkah lebar, bahkan segera menutup pintu kamar.
Kemudian lampu lentera yang menerangi dalam ruangan itu pun dipadamkan pula.
Lama sekali setelah cahaya lentera itu dipadamkan, pelan-pelan Kwik Tay-lok baru
membalikkan badannya dan duduk di atas undak-undakan batu di luar pintu ruangan sana.
Dalam perkampungan Hok-kui-san-ceng ini bukannya sudah tak ada kamar kosong yang lain
atau pembaringan kosong lainnya lagi.
Tapi ia justru akan duduk di sana, seakan-akan telah bersiap sedia untuk menjagakan
ketenangan orang berbaju hitam itu semalaman suntuk.
Malam sudah kelam, udara terasa dingin, undak-undakan batu itu turut menjadi dingin.
Tapi dia tak ambil perduli, sebab hatinya penuh dengan kehangatan.
Suara langkah kaki manusia yang lembut berkumandang dari balik serambi sana, seseorang
pelan-pelan berjalan mendekat.
Ia tidak berpaling, sebab dia sudah tahu siapakah orang itu. Yang datang sudah pasti adalah
Yan Jit. Ia mengenakan sebuah jubah panjang yang mencapai tanah, diapun turut duduk di atas
undak-undakan batu itu.
Bintang bertaburan di angkasa cahaya yang redup seakan-akan bersinar terang, seakan-akan
juga membawa dua titik mutiara yang mempertemukan Gou-long dan Ci-li.
Di angkasa terdapat bintang yang lebih terang daripada mereka, namun tiada yang lebih indah
daripada mereka.
Sebab mereka tiada yang tanpa perasaan seperti bintang yang lain.
Sebab mereka dewa, bukan malaikat, mereka seperti manusia, pernah merasakan dan cinta
kasih. Walaupun kesusahan yang mereka alami amat banyak, walaupun jaraknya amat jauh namun
cinta kasih mereka tetap terjalin sepanjang masa.
Tiba-tiba Yan Jit menghela panjang, lalu berkata:
"Sekarang, tentunya kau sudah tahu bukan?"
"Tahu apa?"
"Kesulitan.... kemarin malam kau masih tak habis mengerti, sekarang kesulitan itu telah datang
kembali." Kwik Tay-lok segera tertawa lebar.
"Memberikan pembaringan sendiri untuk ditiduri tamu semalaman suntuk bukanlah suatu hal


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang termasuk kesulitan."
"Apakah persoalan ini termasuk suatu kesulitan atau tidak, tergantung pula pada macam
apakah tamumu itu."
"Dia adalah seorang manusia macam apa?"
"Seorang yang mempunyai kesulitan, lagi pula tak sedikit kesulitan yang dimilikinya."
"Oya ?"
"Justru karena dia sudah tahu kalau dirinya mempunyai banyak kesulitan, maka ia baru
menyembunyikan diri di tempat ini."
"Oya ?"
"Justru karena pada malam ini dia hendak menyembunyikan diri di sini, maka kemarin malam
ia baru membantu kita untuk melakukan semua perbuatan tersebut, seakan-akan orang yang
hendak menyewa kamar, kemarin ia datang untuk memberi uang mukanya lebih dulu. Kau tak
usah berlagak bodoh, padahal teori semacam ini sudah kau ketahui pula."
"Apa yang kuketahui ?"
"Kau tahu malam ini pasti ada orang yang hendak datang mencarinya, maka kau baru berjagajaga
di sini, kau bersiap sedia untuk membantunya menahan serangan tersebut."
Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, setelah itu dia baru berkata pelan:
"Semalam, ketika ada orang datang kemari untuk mencari kesulitan buat kita, siapa yang telah
menghadapinya ?"
"Dia !"
"Maka seandainya pada malam ini benar-benar ada orang yang akan datang mencari garagara
dengannya, kenapa bukan kita juga yang mewakilinya untuk menahan kesulitan tersebut ?"
"Itu mah tergantung pada kesulitan macam apakah yang bakal kita hadapi..."
"Perduli kesulitan macam apapun toh semuanya sama saja, setelah kita menerima uang muka,
sudah sewajarnya bila rumah itu kita sewakan kepadanya."
Yan Jit termenung lagi beberapa saat lamanya, kemudian dia baru berkata:
"Menurut pendapatmu, bagaimanakah ilmu silatnya, apabila dibandingkan dengan kepandaian
silatmu ?"
"Agaknya seperti jauh lebih hebat dari pada diriku."
"Sekarang, diantara sekian banyak orang yang berada di sini, hanya kita berdua saja yang
bisa turun tangan, kesulitan yang tak sanggup dia hadapi mana mungkin bisa kita hadapi "!"
"Paling tidak kita toh dapat mencobanya."
Arti daripada "mencoba" baginya berarti ia sudah bersiap-siap untuk beradu jiwa.
"Seandainya dia adalah seorang penyamun, atau seorang pembunuh kejam yang berhati
buas, apakah kau juga, akan membantunya untuk menghadapi kesulitan tersebut"
"Soal itu, mah merupakan dua persoalan yang berbeda."
"Dua persoalan yang berbeda bagaimana maksudmu ?"
"Mengapa orang lain datang mencarinya adalah satu persoalan, sedangkan apa sebabnya aku
membantunya, untuk menghadapi kesulitan tersebut adalah persoalan yang lain pula."
"Apa sih tujuanmu yang sebenarnya ?"
"Oleh karena pada malam ini dia adalah tamuku, karena aku telah meluluskan permintaannya,
maka aku akan membiarkan ia tidur dengan nyenyak semalam suntuk."
"Urusan lain kau tak akan mengurusinya?"
"Bagai manapun juga, pokoknya urusan ini saja yang akan ku urusi pada malam ini."
Yan Jit segera mendelik ke arahnya, kemudian sambil menggigit bibirnya kencang-kencang dia
berseru: "Kau.... kau sebenarnya kau ini manusia macam apa?"
"Aku adalah manusia macam begini, seharusnya sudah kau ketahui hal ini semenjak dulu"
Sekali lagi Yan Jin melotot besar ke arahnya, mendadak sambil mendepak-depakkan kakinya
ke tanah dia beranjak dan pergi meninggalkan tempat tersebut.
Tapi baru dua langkah ia telah berhenti melepaskan jubah panjang yang dikenakan itu dan
menyelimutkan ke atas tubuhnya.
Sambil tertawa Kwik Tay-lok segera berkata:
"Bila kau takut aku kedinginan, lebih baik lagi jika kau carikan sebotol arak untukku"
Yan Jit menggigit bibirnya menahan diri kemudian berseru dengan gemas:
"Aku takut kau kedinginan" Aku hanya kuatir jika kau tidak mampus karena kedinginan."
Jubah itu mana lebar juga besar, entah milik siapa.
Dalam kamar Yan Jit yang selalu tertutup rapat itu, seakan-akan selalu dapat bermunculan
barang-barang yang beraneka ragam.
Dulu, setiap beberapa waktu dia pasti akan melenyapkan dirinya selama beberapa hari tapi
penyakit tersebut belakangan ini tampaknya sudah banyak berubah, namun Kwik Tay-lok selalu
merasakan adanya kemisteriusan di jarak dari Yan Jit, dia merasa orang itu selalu menjaga suatu
jarak tertentu dengan setiap orang.
Padahal untuk sahabat karib seperti mereka ini, jarak semacam itu seharusnya tak boleh
dibiarkan ada. Jubah itu sudah kuno, lagi pula sangat kotor, dimana-mana penuh dengan tambalan cuma
anehnya sedikitpun tidak bau.
Hal inipun merupakan salah satu hal yang selalu diherankan oleh Kwik Tay-lok.
Yan Jit seperti tak pernah mandi, walau hanya sekalipun, tapi anehnya, ia sama sekali tidak
bau. Dan lagi walaupun badannya kotor lagi dekil, namun kamarnya selalu diatur dengan rapi dan
bersih. Kwik Tay-lok segera mengambil keputusan, besok dia pasti akan mengajukan pertanyaan
kepadanya: "Sebenarnya kau ini adalah manusia seperti apa ?"
Sekarang, cahaya lentera didalam kamar Yan Jit telah padam, tapi Kwik Tay-lok tahu, sudah
pasti dia tak akan benar-benar pergi tidur.
Kwik Tay-lok merapatkan jubahnya dengan tubuhnya, dalam hatinya segera timbul suatu
perasaan yang amat hangat, sebab diapun tahu, bagaimanapun ketusnya setiap perkataan dari
Yan Jit, tapi asal urusan itu menyangkut dirinya, Yan Jit pasti menaruh perhatian khusus
kepadanya, dia pasti merasa amat menguatirkan keselamatannya.
Malam semakin hening, angin berhembus lewat menggoyangkan bubungan di sisi halaman
sana. Kwik Tay-lok ingin sekali pergi mencari sedikit arak untuk diminum, tapi pada saat itulah
mendadak ia mendengar serentetan suara irama musik yang sangat aneh berkumandang datang.
Suara irama musik itu mengalun tiba seperti mengambang, pada mulanya suara itu seakanakan
berasal dari sebelah timur, mendadak beralih pula ke sebelah barat.
Menyusul kemudian dari empat arah delapan penjuru seakan-akan bermunculan suara irama
musik yang sangat aneh itu.
"Aaaah, sudah datang, orang yang hendak mencari gara-gara telah datang....."
Kwik Tay-lok merasa seluruh badannya menjadi panas, bahkan denyutan jantung turut
berubah menjadi dua tiga kali lipat lebih cepat daripada keadaan biasa.
Manusia macam apakah yang bakal datang"
Tentu saja ia tak dapat menduganya.
Tapi ia tahu dengan pasti bahwa orang itu pasti seorang yang lihay sekali, kalau tidak
mengapa orang berbaju hitam itu bisa demikian ketakutannya sehingga menyembunyikan diri.
Semakin lihay orang yang akan menampakkan diri itu, semakin merangsang pula masalahnya.
Kwik Tay-lok membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, jubah yang dikenakanpun tanpa
terasa turut terlepas.
Tiba-tiba.... "Blaaammm....." Pintu gerbang diterjang orang sampai ambrol. Dua orang suku asing
bercambang lebar, berambut keriting, bermata hijau dan berhidung betet tiba-tiba menampakkan
diri di depan pintu, badannya yang setengah telanjang penuh bertato, kakinya telanjang dan di
atas telinga sebelah kirinya tergantung sebuah anting-anting emas yang amat besar.
Ditangan mereka membawa sebuah permadani berwarna merah yang segera disusun dari
arah pintu depan sampai ke dalam halaman, kemudian sambil berjumpalitan di udara mereka
mengundurkan diri dari situ.
Selama ini mereka tidak memandang ke arah Kwik Tay-lok, mengerlingpun tidak, seakan-akan
dalam halaman tersebut sama sekali tiada orang lain. Walaupun Kwik Tay-lok sudah dibikin amat
gembira sehingga keringatpun turut bercucuran, namun ia tetap berusaha untuk menahan diri.
Sebab dia tahu, pertunjukan menarik pasti masih berada di belakang.
Walaupun kemunculan dari dua orang suku asing itu amat tiba-tiba dan serba misterius,
namun kedua orang itu tak lebih cuma budak-budak belian belaka, sang pemegang peranan
sudah pasti belum lagi menampilkan diri.
Betul juga, dari luar pintu segera muncul dua orang manusia lain yang berjalan masuk.
Dua orang itupun merupakan perempuan asing yang berdandan aneh sekali, rambutnya yang
berwarna hitam dibuat tujuh delapan puluh buah kuncir kecil, timur segumpal, barat segumpal,
mengikuti bergemanya irama musik, bergoyang kesana kemari tiada hentinya.
Kedua orang gadis itu membawa keranjang besar yang penuh dengan bunga, waktu itu
mereka sedang menggerakkan lengannya dan menebarkan berkuntum-kuntum bunga aneka
warna itu di atas permadani berwarna merah itu.
Kedua orang gadis asing itu berwajah amat cantik, di bawah gaunnya yang pendek kelihatan
sepasang kakinya yang putih bersih.
Di atas kakinya itu mengenakan sesusun gelang emas, mengikuti gerak tarian yang mereka
bawakan, berbunyi "ting tang ting tang" tiada hentinya....
Sepasang mata Kwik Tay-lok terbelalak semakin besar lagi.
Sayang mereka tak pernah mengerling barang sekejappun ke arah pemuda itu, selesai
menaburkan bunga, merekapun melejit ke udara, berjumpalitan beberapa kali dan mengundurkan
diri. "Tampak peristiwa ini selain makin lama merangsang, lagi pula makin lama makin menarik
hati." Persoalan apapun juga, bila diantaranya hadir gadis cantik yang turut ambil bagian, selamanya
memang merangsang dan menawan hati.
Apalagi kalau gadis cantik yang turut mengambil bagian makin lama semakin banyak saja
jumlahnya. Empat orang gadis bergaun panjang, bersanggul tinggi dan berdandan seperti gadis keraton,
muncul di situ membawa empat buah lentera yang antik dan indah.
Ke empat orang gadis itu rata-rata berwajah cantik jelita bagaikan bidadari dari kahyangan,
baru saja mereka menghentikan langkahnya, dua orang lelaki suku asing yang berkaki panjang
dan bertato di tubuhnya telah melangkah masuk ke dalam halaman dengan menggotong sebuah
tandu beralas tidur.
Di atas tandu beralas tidur itu berbaring seorang perempuan anggun berbaju merah, di
tangannya membawa sebuah pipa tembakau yang terbuat dari perak, waktu itu ia sedang
menyedot asap tembakau dalam-dalam, kemudian menyemburkan asapnya yang tebal ke udara,
wajahnya segera tertutup dibalik asap yang tebal itu.
Di tangannya mengempit sebuah toya berkepala naga yang panjang sekali, disamping tandu
tampak seorang gadis cebol yang sedang memijit-kakinya.
Diam-diam Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
Walaupun ia tak sempat melihat jelas muka perempuan anggun berbaju merah itu, namun
kalau dilihat dari toya berkepala naga serta si gadis cebol yang sedang memijit kakinya, siapapun
akan menduga kalau usianya pasti telah lanjut.
Inilah satunya hal yang amat tidak berkenan di hatinya.
Kini persoalan telah berkembang menjadi begini, semuanya terjadi dalam keadaan yang
menarik hati, seandainya si pemegang peranan utama juga seorang gadis yang cantik jelita,
bukankah hal ini akan menjadi sempurna...."
Untung saja Kwik Tay-lok selalu pandai menghibur diri, pikirnya:
"Bagaimanapun juga, nenek tua ini pastilah seorang pemegang peranan utama yang luar
biasa, cukup dilihat dari gayanya, mungkin tidak banyak orang yang dapat memandanginya"
Oleh karena itu, masalah tersebut masih tetap menarik hatinya. .
Sedangkan mengenai siapakah nenek tua ini" Kenapa dapat mengikat tali permusuhan
dengan orang berbaju hitam itu"
Sesungguhnya berapa dalamkah dendam kesumat itu " Apakah Kwik Tay-lok dapat
menahannya "
Agaknya beberapa hal itu tak pernah ia memikirkan.
Setelah semua persoalan merupakan tanggung jawabnya, sekalipun tak sanggup ditahan juga
harus ditahan, lantas apa gunanya mesti dipikirkan lagi "
Oleh sebab itu ia tetap menahan sabar, menunggu terus, bila orang lain tidak membuka suara,
diapun tidak akan membuka suara.
Lewat lama kemudian, mendadak perempuan anggun berbaju merah itu menyemburkan
segulung asap tebal dari mulutnya, gulungan asap itu persis menyembur di atas wajah Kwik Taylok.
Benar-benar asap yang amat tebal.
Walaupun Kwik Tay-lok minum arak, ia tidak menghisap tembakau, kontan saja ia dibuat sesak
napas sampai hampir saja air matanya jatuh bercucuran, hampir saja dia hendak mencaci maki.
Tapi, bila seseorang dapat menyemburkan asap tembakaunya selurus ini dan sejauh ini, lebih
baik jika kau bersikap lebih sungkan lagi kepadanya.
Belum lagi asap tebal itu membuyar, terdengar seseorang telah berkata.
"Siapakah kau" Kenapa ditengah malam buta begini duduk seorang diri di sini?"
Suara itu nyaring lagi lembut, kedengarannya bukan suara seorang nenek, tapi juga tidak
terhitung merdu, nadanya buas, galak seperti seorang opas yang sedang memeriksa seorang
pencuri. Kwik Tay-lok menghela napas panjang, lalu tertawa getir.
"Agaknya rumah ini adalah rumahku, bukan rumahmu, kalau aku suka duduk dirumah sendiri,
apa salahnya dengan dirimu ?"
Belum habis ia berkata, kembali ada semburan asap tebal yang menyambar wajahnya.
Semburan kali ini lebih tebal, membuat Kwik Tay-lok menjadi terbatuk-batuk, lagi pula
wajahnya terasa bagaikan ditusuk-tusuk dengan jarum tajam....
Kedengaran orang itu berkata lagi:
"Aku bertanya sepatah kata kepadamu, kau harus menjawab dengan sepatah kata juga, lebih
baik jangan mencoba untuk bermain setan, mengerti ?"
Kwik Tay-lok meraba wajahnya dan tertawa getir.
"Tampaknya, sekalipun aku tidak mengerti juga tak bisa."
"Lamkiong Cho ada dimana " Cepat suruh dia menggelinding keluar !" bentak nyonya anggun
berbaju merah itu lagi dengan suara keras.
Ternyata orang berbaju hitam itu betul-betul adalah Lamkiong Cho.
Sekali lagi Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
"Maaf seribu kali maaf, aku tak dapat menyuruh dia menggelinding keluar."
"Kenapa ?"
"Pertama, sebab dia bukan bola, tak mungkin bisa menggelinding, kedua karena ia sudah
tertidur, siapapun tak akan bisa membangunkan dirinya, sebab bila ingin berbuat demikian maka
terlebih dahulu dia harus melakukan suatu hal."
"Melakukan apa!"
"Robohkan aku lebih dahulu."
"Huuuh, itu mah gampang!" seru nyonya anggun berbaju merah itu sambil tertawa dingin.
Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak sesosok bayangan manusia telah melayang
keluar dari balik kabut tebal, cahaya tajam berkilauan dan tahu-tahu sudah mengancam
tenggorokan Kwi Tay lok.
Gerakan yang dilakukan orang itu cepat sekali, untung saja reaksi yang dilakukan Kwik Tay-lok
juga tidak terhitung lambat.
Tapi, baru saja dia menghindarkan diri dari serangan yang pertama, serangan kedua telah
meluncur datang kemari, bahkan serangan yang satu jauh lebih cepat dan lebih ganas daripada
serangan selanjutnya.
Menanti Kwik Tay-lok sudah menghindarkan diri dari serangan yang ke empat, dia baru
melihat jelas kalau orang yang melancarkan serangan itu ternyata si gadis cebol yang memijit kaki
nyonya itu tadi.
Jangan dilihat badannya cuma tiga depa dan pedang yang dipakai cuma satu depa enam tujuh
inci, namun ilmu pedang yang dipergunakannya sangat ganas dan lihaynya bukan kepalang,
kepandaian silatnya boleh dibilang merupakan jago kelas satu dalam dunia persilatan.
Sayang sekali badannya benar-benar terlampau kecil dan pedangnya juga terlampau pendek.
Mendadak Kwik Tay-lok menyambar jubah panjangnya itu kemudian melemparkannya ke
depan. Jubah itu mana panjang juga besar, seperti selapis awan hitam yang menyambar tiba-tiba
saja, bila orang sekecil itu dapat meloloskan diri dari ancaman semacam ini, sesungguhnya hal
mana bukan terhitung sesuatu yang gampang.
Gadis itu menjerit keras, lalu serunya dengan gemas:
"Orang dewasa menganiaya anak kecil, tak tahu malu, tak tahu malu !"
Selesai berkata, dia telah mengundurkan diri kembali ke tempat semula....
Kwik Tay-lok segera tertawa getir, ujarnya:
"Lebih baik tak punya malu daripada tak punya nyawa."
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... kau berani mencampuri urusanku, tampaknya sudah bosan
hidup?" seru nyonya anggun berbaju merah itu sambil tertawa dingin. .
Di tengah suara tertawa dinginnya yang tak sedap didengar, dua orang lelaki suku asing
bercambang dan berambut keriting itu sudah munculkan diri di depan mata, mereka berdua
kelihatan bagaikan dua buah pagoda besi yang tampaknya mengerikan sekali.
Kembali Kwik Tay-lok menghela napas panjang, gumamnya:
"Yang kecil betul-betul terlampau kecil, yang besar benar-benar kelewat besar, bagai mana
baiknya kini ?"
Tidak menunggu kedua orang itu turun tangan, tiba-tiba tubuhnya menerjang maju ke depan,
lalu seperti seekor ikan leihi, tahu-tahu melejit ke samping dan menyusup ke depan tandu tersebut.
"Lebih baik kau saja yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil." katanya sambil tertawa,
"coba kalau kau tidak kelewat tua, persis sekali bila dijodohkan kepadaku."
"Apakah kau bilang aku terlampau tua?" ucap nyonya anggun berbaju merah itu sambil tertawa
dingin. Waktu itu, asap tebal yang menyelimuti depan wajahnya telah semakin membuyar, akhirnya
Kwik Tay-lok dapat melihat paras mukanya.
Tak tahan ia lantas menjerit kaget, bagaikan bertemu dengan setan saja, selangkah demi
selangkah dia mundur ke belakang.
Mimpipun ia tak menyangka akan berjumpa dengan raut wajah seperti ini.
Selembar wajah yang cantik, mana muda lagi, meski ditutupi oleh selapis bedak yang tebal
dan berusaha untuk berdandan sebagai orang dewasa, namun tak dapat menutupi sifat kekanakkanakan
yang terpancar di atas wajahnya, seperti seorang nenek yang tak akan dapat menutupi


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keriput di atas wajahnya walaupun sudah menggunakan bedak yang bagaimana tebalnya.
Ternyata "si nenek" yang lagaknya sok, mana menghisap tembakau, suruh orang memijit
kakinya lagi itu tak lain adalah seorang nona cilik yang baru berusia enam-tujuh belas tahunan.
Kwik Tay-lok betul-betul merasa terkejut sekali.
Sementara itu, nona berbaju merah itu sudah melompat bangun dari atas tandunya, lalu
dengan sepasang matanya yang melotot besar mendelik ke arahnya.
Selangkah demi selangkah anak muda itu turut mundur ke belakang.
Nona berbaju merah itupun selangkah demi selangkah mendesak maju ke depan, di
tangannya masih memegang tongkat berkepala naga itu.
Nona cilik itu sebenarnya masih muda, cantik lagi, mengapa ia justru suka berdandan sebagai
seorang nenek "
Sepintas lalu dapat dilihat kalau usianya paling banter baru enam-tujuh belas tahunan.
Mengapa ia bisa memiliki tenaga dalam sedemikian sempurna, bahkan seorang dayang
ciliknya pun memiliki ilmu pedang yang begitu tingginya " Tentu saja dua orang lelaki suku asing
itupun tak mungkin adalah seorang manusia yang gampang dihadapi.
Apa yang diandalkan nona cilik ini untuk mengendalikan orang-orang tersebut "
Mengapa ia dapat mengikat tali permusuhan dengan Lamkiong Cho yang sudah termasyhur
namanya sejak dua puluh tahun berselang"
Dengan nama besar, serta ilmu pedang yang dimiliki Lamkiong Cho, mengapa ia bisa begitu
ketakutan menghadapi si nona cilik itu"
Kwik Tay-lok benar-benar tidak habis mengerti, tapi sekarang diapun tak punya waktu untuk
memikirkan persoalan itu.
Meskipun sepasang mata nona berbaju merah itu indah, ketika mendelik ternyata jauh lebih
mirip daripada seekor harimau yang siap menerkam mangsanya.
"Aku tahu tidak?" tegurnya dingin.
"Tidak tahu, sama sekali tidak tahu."
"Apakah kau ingin mengawini aku?"
"Tii..... tidak ingin"
Jawaban tersebut memang jujur, siapa yang tahan untuk mengawini seorang gadis semacam
ini walaupun dia bagaimana cantiknya.
"Kau masih menginginkan selembar nyawamu tidak?" kembali gadis berbaju merah itu
mendesak. "Masih menginginkan."
"Kalau masih menginginkan nyawamu, cepat suruhlah Lamkiong Cho menggelinding ke luar."
"Ada urusan apa kau menyuruhnya menggelinding keluar?"
"Aku menginginkan selembar jiwanya!"
"Apakah kau bertekad akan membunuhnya pada malam ini juga?"
"Benar"
"Kenapa?"
"Sebab sudah kukatakan kepadanya, bila sebelum fajar menyingsing nanti aku tak dapat
membunuhnya, maka akan kuampuni selembar jiwanya."
"Jika ucapanmu harus dipegang teguh, apakah perkataan orang lain tak bisa dimasukkan
hitungan pula?"
"Apa yang telah kau diucapkan?"
"Aku telah berjanji kepadanya, malam ini dia dapat tidur dengan nyenyak sampai besok pagi
oleh sebab itu....."
"Oleh sebab itu kenapa?"
"Oleh sebab itu bila ingin membunuhnya maka kau harus membunuh diriku lebih dahulu!"
"Kau adalah temannya?"
"Bukan"
"Tahukah kau berapa perbuatan jahat yang dia lakukan?"
"Aku tidak tahu"
"Tapi kau bersikeras hendak beradu jiwa deminya?"
"Benar."
Nona berbaju merah itu segera tertawa dingin.
"Hmmm.... kau anggap aku tak berani membunuh orang?"
Kwik Tay-lok ikut tertawa paksa, sahutnya:
"Kau memang tampaknya belum pernah membunuh orang."
"Hmm, sejak berusia sembilan tahun aku telah mulai membunuh orang." kata nona berbaju
merah itu dingin, "setiap bulan paling tidak membunuh seorang, coba hitunglah sendiri sudah
berapa banyak orang yang telah ku bunuh?"
"Agaknya seperti sudah ada tujuh delapan puluh orang lebih." ucap Kwik Tay-lok sambil
menghembuskan napas dingin.
"Oleh sebab itu, sekalipun bertambah dengan kau seorangpun, bagiku tak menjadi soal."
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, sebelum ia sempat menjawab, mendadak terdengar
seseorang telah menimbrung dengan suara yang dingin:
"Bila kau hendak membunuhnya, lebih baik bunuhlah aku terlebih dahulu...."
Suara itu bukan suaranya Yan Jit, melainkan Lim Tay-peng.
Malam amat hening, entah sedari kapan Lim Tay-peng telah munculkan diri dari kamarnya,
paras pemuda itu kelihatan masih pucat pias seperti mayat.
"Siapa kau ?" bentak nona berbaju merah itu dengan sepasang mata melotot besar.
"Kau tak usah mengurusi siapakah aku, kalau toh sudah tujuh delapan puluh orang yang telah
kau bunuh, bertambah aku seorang toh tak menjadi soal....."
Gadis berbaju merah itu segera tertawa dingin.
"Tidak kusangka kalau di sini terdapat banyak sekali orang yang tidak takut mati." serunya.
"Yaa, memang tidak sedikit"
"Kalau memang begitu, baiklah kupenuhi keinginanmu itu!"
Sambil membalikkan badannya, tongkat berkepala naga yang berada di tangannya itu
menusuk ke dalam Lim Tay-peng dengan jurus Hu-hoa-hud-liu (memisah bunga menyambar
pohon liu). Yang dipergunakan untuk menyerang ternyata adalah gerakan jurus ilmu pedang.
Bukan saja merupakan ilmu pedang, lagi pula merupakan semacam ilmu pedang yang paling
enteng. Tongkat yang begitu panjang dan begitu berat, dalam permainan sepasang tangannya yang
kecil dan putih itu ternyata berubah seakan-akan sedikitpun tidak berat.
Kwik Tay-lok segera membentak keras:
"Penyakitmu belum sembuh, biar aku saja yang menghadapinya!"
Tapi sayang sekalipun dia ingin turun tangan menggantikan Lim Tay-peng, namun keadaan
sudah terlambat.
Gadis berbaju merah sudah melancarkan tujuh buah serangan berantai ke arah Lim Tay-peng,
semua serangan dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, mana gerakannya
enteng, arahnya juga tak menentu.
Seluruh tubuh Lim Tay-peng segera terkurung dibalik ilmu lapisan pedang lawan yang amat
dahsyat itu. Tampaknya kondisi badannya belum pulih kembali seperti sedia kala, maka ia tak punya
kekuatan untuk melancarkan serangan balasan. Namun, ilmu pedang si nona berbaju merah yang
demikian ketat dan dahsyatnya itu justru tak sanggup untuk menempel di tubuhnya, bahkan
menjawil ujung bajunya pun tak dapat.
Mendadak terdengar suara pekikan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, tongkat
panjang sembilan depa sudah menancap di atas tanah, sementara gadis berbaju merah itu
bagaikan baling-baling cepatnya berputar di ujung tongkat itu dan menggulung ke tubuh Lim Taypeng
dengan hebatnya.
Dengan tindakannya ini, ternyata ia telah mempergunakan tongkat tersebut sebagai pangkal
dari kekuatannya, sedangkan tubuhnya di gunakan sebagai senjata, jurus-jurus serangannya
dilancarkan dengan penuh perubahan yang aneh dan sakti, semuanya jauh di luar dugaan.
Lim Tay-peng bergerak ke sana ke mari dengan lincahnya, secara beruntun ia sudah mundur
sejauh sembilan langkah lebih.
Mendadak gadis berbaju merah itu berpekik nyaring, tubuhnya melejit ke tengah udara
tongkatnya masih menancap di tanah, tapi di tangannya telah bertambah dengan sebilah pedang
pendek yang memancarkan sinar tajam.
Pedang itu sebenarnya memang disembunyikan di dalam tongkat tersebut, begitu berada di
tangan, tubuh dan pedangnya segera melebur menjadi satu, kemudian orang berikut pedangnya
secepat kilat menyambar ke tubuh Lim Tay-peng.
Serangannya kali ini dilakukan amat ganas, lihay dan berbahaya sekali...
Keringat dingin telah jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuh Kwik Tay lok, bila dia yang
menghadapi ancaman semacam itu, maka harapannya itu untuk meloloskan diri tidaklah besar.
Tapi Lim Tay-peng seakan-akan sudah hapal sekali macam perubahan dari jurus serangannya
itu. Walaupun pedang nona itu menyambar-nyambar dengan lihaynya, namun setiap kali tiba di
hadapan Lim Tay-peng, tiba-tiba tubuh anak muda itu sudah berputar ke samping untuk
menghindar. Suatu ketika, mendadak Lim Tay-peng melejit ke depan lalu mencabut tongkat yang menancap
di atas tanah itu.
Si nona berbaju merah itu segera berpekik nyaring, badannya melejit ke udara, kemudian
setelah berjumpalitan di udara, dia membalikkan pedangnya sambil melepaskan tusukan.
Lim Tay-peng sama sekali tidak berpaling, toyanya diputar sedemikian rupa menyongsong
datangnya ancaman itu.
"Cringgg....!" letupan bunga api berhamburan, ternyata pedang pendek itu sudah terbenam
sama sekali didalam tongkat tersebut.
Nona berbaju merah segera melejit kembali ke udara, badannya berjumpalitan berulang kali,
kemudian baru melayang turun ke atas tanah dan tepat di depan tandunya itu.
Dengan pandangan tertegun dan melongo dia awasi wajah Lim Tay-peng tanpa berkedip.
Kwik Tay-lok juga memandang kesemuanya itu dengan pandangan tertegun.
*********************************
Halaman 53 hilang
*********************************
Dia seakan-akan berubah menjadi amat emosi, bahkan kaki dan tangannya turut gemetar
keras. Lim Tay-peng ragu-ragu sebentar, akhirnya pelan-pelan dia membalikkan badannya sambil
bertanya: "Kau ingin bagaimana?"
"Aku.... aku.... aku hanya ingin mengajukan satu pertanyaan saja."
"Kalau begitu, tanya saja !"
Nona berbaju merah itu mengepal sepasang tangannya kencang-kencang, lalu berkata:
"Kau adalah....!"
"Benar!" tukas Lim Tay-peng tiba-tiba.
Nona berbaju merah itu segera mendepak-depakkan kakinya ke atas tanah, kemudian
serunya: "Baik, kalau begitu aku ingin bertanya lagi, kenapa kau kabur pada waktu itu?"
"Aku senang."
Nona berbaju merah itu mengepal tinjunya semakin kencang, bibirnya turut memucat saking
emosinya, dengan gemetar dia berseru:
"Bagian mana dari tubuhku yang tidak mencocoki hatimu " Kenapa kau harus membuatku
malu ?" "Aku yang tak pantas mendapatkan kau, yang mendapat malu juga aku, bukan kau." tukas Lim
Tay-peng ketus.
"Kini, kau telah kutemukan kembali, apa yang hendak kau lakukan sekarang ?"
"Aku tak akan berbuat apa-apa."
"Kau tidak bersedia untuk pulang ke rumah ?"
"Kecuali kau membunuhku, dan menggotong mayatku pulang, kalau tidak, jangan harap"
Sepasang mata nona berbaju merah itu menjadi merah padam, bibirnya berdarah karena
digigit terlalu keras, serunya dengan gemas:
"Baik, kau tak usah kuatir, aku tak akan menyuruh orang untuk memaksamu pulang, tapi suatu
hari, aku akan menyuruhmu berlutut di depanku sambil memohon kepadaku, ingat saja pokoknya
ada suatu hari seperti itu...."
Ucapannya terakhir menjadi sesenggukan, ia seperti sudah lupa kalau kedatangan untuk
mencari Lamkiong Cho, mendadak setelah mendepak-depakkan kakinya di tanah, ia melejit ke
udara dan melayang keluar dari halaman tersebut.
Semua pengikutnya juga turut pergi dari sana, sekejap mata kemudian bayangan tubuh
mereka sudah lenyap dari pandangan mata.
Yang tertinggal hanya permadani berwarna merah penuh bertaburkan bunga indah.
Malam semakin kelam, cahaya lentera semakin redup, dalam kegelapan sulit untuk
menyaksikan bagaimanakah perubahan mimik wajah Lim Tay-peng.
Ada sementara persoalan memang tak leluasa untuk ditanyakan, lebih-lebih tak perlu untuk
ditanyakan. Lewat lama kemudian, Lim Tay-peng baru berpaling dan tertawa paksa kepada Kwik Tay lok,
kemudian bisiknya:
"Terima kasih."
"Seharusnya akulah yang berterima kasih kepadamu, mengapa malah kau yang berterima
kasih kepadaku?"
"Sebab kau tidak bertanya kepadaku siapakah dia, juga tidak bertanya kepadaku mengapa
bisa kenal dengannya."
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Bila kau bersedia untuk mengatakannya, sekalipun tidak kutanyakan kau juga akan berkata
sendiri, sebaliknya bila kau tak bersedia untuk mengatakannya, mengapa pula aku mesti banyak
bertanya?"
Lim Tay-peng menghela napas panjang.
"Ada sementara persoalan memang paling baik kalau tidak dibicarakan lagi....." bisiknya.
Pelan-pelan dia membalikkan badannya dan berjalan kembali ke dalam kamarnya.
Memandang bayangan punggungnya yang kurus kering itu, timbul perasaan menyesal dalam
hati kecil Kwik Tay-lok.
Ia tidak bertanya, karena ia telah menduga siapakah gadis berbaju merah itu, apa yang dia
ketahui, sesungguhnya jauh lebih banyak daripada apa yang diduga Lim Tay-peng.
Ada sementara persoalan, sesungguhnya dialah yang mengelabuhi Lim Tay-peng, bukan Lim
Tay-peng yang mengelabuhinya.
Misalnya saja dengan peristiwa yang dialaminya bersama Yan Jit tempo hari, dimana mereka
telah berjumpa dengan ibunya Lim Tay-peng, sampai sekarang Lim Tay-peng masih belum tahu
apa-apa. Walaupun mereka berbuat demikian dengan maksud baik, namun dalam hati kecil Kwik Taylok
selalu merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal dan amat tak enak rasanya.
Selama ini, belum pernah dia merahasiakan sesuatu apapun di hadapan temannya, walau
disebabkan oleh alasan apapun juga.
Angin berhembus lewat, menghamburkan hancuran bunga yang berserakan di atas tanah.
Kemudian dia mendengar suara dari Yan Jit:
"Sekarang, tentu kau sudah tahu bukan, siapa gerangan gadis berbaju merah itu?" tanyanya.
Kwik Tay-lok mengangguk.
Tentu saja ia dapat menduga kalau nona itu adalah calon istrinya Lim Tay-peng. Justru karena
Lim Tay-peng enggan mendapatkan seorang istri macam begini, maka ia baru kabur dari
rumahnya. Yan Jit menghela napas panjang, ujarnya:
"Sampai sekarang, aku baru mengerti jelas, apa sebabnya dia kabur dari rumahnya"
Kwik Tay-lok tertawa getir.
"Aku saja tak tahan menghadapi gadis semacam itu, apalagi Siau-lim....?" katanya.
"Ooooh.... rupanya kaupun tak tahan juga menghadapi gadis macam begitu..?"
"Tentu saja !"
"Cantikkah wajahnya ?"
"Sekalipun cantik, apa gunanya " Syarat utama bagi seorang lelaki untuk mencintai seorang
gadis bukan atas dasar selembar wajahnya belaka."
"Lalu syarat-syarat apa pula yang menjadi dasar bagi seorang lelaki untuk memilih perempuan
?" tanya Yan Jit sambil mengerdipkan matanya berulang kali.
"Harus dinilai dulu apakah dia halus berbudi, lemah lembut dan pintar, lalu dinilai juga apakah
dia pandai melayani suaminya. Kalau tidak, sekalipun wajahnya cantik jelita bak bidadari dari
kahyangan, apa pula gunanya ?"
Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, lalu berkata:
"Bagaimana dengan kau " Kalau kau menyukai seorang gadis macam apa ?"
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Gadis yang kucintai sama sekali berbeda dengan pilihan lelaki lain " katanya.
"Oya ?"
"Bila ada seorang gadis benar-benar bisa memahami diriku, menaruh perhatian kepadaku,
sekalipun tampangnya sedikit rada jelek, atau sedikit rada galak, aku masih tetap akan
mencintainya dengan sepenuh hati"
Yan Jit tertawa manis, dengan kepala tertunduk dia berjalan lewat sisinya dan menuju ke
depan pot bunga di sudut pekarangan sana.
Udara yang dingin, seakan-akan berubah menjadi lebih hangat.
Bunga mawar di ujung dinding sana sedang mekar dengan indahnya, dengan lembut ia
membelai bunga tersebut, sampai lama kemudian ia baru berpaling kembali.
Tiba-tiba dia menyaksikan Kwik Tay-lok masih mengawasinya dengan sorot mata tak berkedip.
Keningnya segera berkerut, lalu serunya:
"Aku toh bukan perempuan, apanya yang bagus dilihat " Kenapa kau menatapku terus
menerus ?"
"Aku.... aku merasa caramu berjalan pada hari ini sedikit agak berbeda dengan keadaan
dihari-hari biasa"
"Bagaimana bedanya ?"
"Caramu melangkah hari ini seperti istimewa bagusnya, bahkan jauh lebih indah dari pada
lenggangnya seorang anak gadis"
Paras muka Yan Jit seperti berubah agak memerah, tapi sengaja dia menarik muka, lalu
berkata dengan dingin:
"Belakangan ini aku lihat kau seperti banyak mengalami perubahan."
"Oya ?"
"Aku lihat kau seperti mengidap suatu penyakit yang sangat aneh sekali, sebab kau selalu


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melakukan tingkah laku yang membingungkan pikiran orang saja, ucapan juga selalu
membingungkan pikiran orang, agaknya aku harus mencarikan seorang tabib untuk memeriksakan
keadaanmu itu."
Kwik Tay-lok menjadi tertegun, sorot matanya segera memancarkan kemurungan dan
perasaan takut, seperti ia merasa dirinya telah kejangkitan suatu penyakit menular.
Sambil tertawa, kembali Yan Jit berkata:
"Tapi kau tak usah kuatir, sebab sedikit atau banyak, setiap manusia pasti pernah kejangkitan
penyakit semacam itu."
"Oya ?"
"Tahukah kau, penyakit siapa yang paling besar?"
"Tidak."
"Nona Giok itulah orang yang paling besar kejangkitan penyakit aneh."
"Nona Giok yang mana?"
"Nona Giok adalah gadis yang barusan datang kemari itu, dia she Giok bernama Giok Linglong"
"Giok Ling long?"
"Dulu, apakah kau belum pernah mendengar namanya?"
"Belum."
Yan Jit menghela napas panjang dan segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
(Bersambung ke jilid 26)
Jilid 26 TAMPAKNYA pengetahuanmu benar-benar amat cetek, sedikit keterangan tentang soal ini
tidak dimiliki"
"Aku juga tahu kalau penyakitnya tidak kecil, tapi mengapa aku harus pernah mendengar
tentang dirinya?"
"Sebab sejak berumur sembilan tahun, dia sudah merupakan orang yang ternama di dalam
dunia persilatan"
"Umur sembilan kau maksudkan berumur sembilan?"
Yan Jit mengangguk.
"Dia berasal dari suatu keluarga persilatan kenamaan, lagi pula semenjak kecil sudah
termasyhur sebagai seorang bocah perempuan ajaib. Konon ketika umurnya belum mencapai dua
tahun, dia sudah mulai belajar ilmu pedang, umur lima tahun telah berhasil mempelajari ilmu
pedang Hui-hong-hu-liu-kiam (ilmu pedang angin puyuh menggoyangkan pohon Liu) yang terdiri
dari empat puluh sembilan jurus dan merupakan ilmu pedang yang paling sulit untuk dipelajari itu."
"Dia bilang sejak berumur sembilan tahun telah membunuh orang, kedengarannya apa yang
dia ucapkan itu bukan cuma bualan belaka ?"
"Yaa, memang bukan hanya bualan belaka, bukan saja ia benar-benar telah membunuh orang
sejak berumur sembilan tahun, bahkan orang yang dibunuhpun merupakan seorang jago pedang
yang amat ternama dalam dunia persilatan pada waktu itu."
"Sejak saat itu, apakah setiap bulan dia tentu membunuh orang ?"
"Yaa, benar, diapun tidak membual."
Kwik Tay-lok tak tahan untuk tertawa tergelak.
"Aaah, masa di dunia ini terdapat begitu banyak orang yang menghantarkan diri untuk
menerima kematian di tangannya?"
"Bukan orang lain yang datang menghantarkan diri, adalah dia sendiri yang pergi mencari
mereka." "Pergi kemana untuk mencarinya ?"
"Kemanapun dia pergi, asal dia dengar di suatu tempat terdapat seorang yang telah
melakukan perbuatan yang pantas dibunuh, maka dia segera berangkat kesana untuk membuat
perhitungan dengan orang tersebut."
"Apakah setiap kali turun tangan, dia selalu berhasil merobohkan musuhnya....?" tanya Kwik
Tay-lok lagi. "Sampai dimanakah kelihaian ilmu silat yang dimilikinya, aku rasa kau telah membuktikannya
sendiri barusan, apalagi dia dibantu oleh dua orang lelaki suku asing dan dua orang perempuan
suku asing yang semuanya merupakan jago-jago kelas satu dalam dunia persilatan, malah ke
empat orang dayang pembawa lenterapun konon berilmu silat amat tinggi, bayangkan saja
andaikata dia telah mendatangi rumah seseorang, apakah masih ada orang yang dapat
meloloskan diri dari cengkeraman mautnya ?"
"Apakah tak ada orang yang mengurusinya...."
"Ayahnya telah meninggal dunia cukup lama, sedangkan ibunya merupakan seorang harimau
betina yang paling sukar dilayani dalam dunia persilatan dewasa ini, rasa sayangnya terhadap
putri tunggalnya ini boleh dibilang melebihi apapun jua, apa saja yang dia inginkan segera
dipenuhi dengan segera, sekalipun orang lain berani mengusiknya, belum tentu berani mengusik
ibunya." Setelah menghela napas panjang, kembali dia melanjutkan:
"Apalagi orang yang dibunuhnya memang merupakan orang-orang yang pantas di bunuh,
maka orang-orang dunia persilatan dari angkatan tua bukan saja tak seorangpun yang
menegurnya malahan mereka memuji dirinya setinggi langit"
"Maka dari itu, penyakit yang diidapnya juga makin lama semakin besar?" sambung Kwik Taylok.
"Itulah sebabnya pada usia yang ke tiga empat belas tahunan, ia sudah merupakan manusia
yang paling besar lagaknya dalam dunia persilatan, juga merupakan gadis yang berilmu paling
tinggi.... orang yang dibunuhnya makin lama semakin banyak, ilmu silat yang dimilikinya juga
secara otomatis makin lama semakin tinggi"
"Justru karena begitu, maka sampai-sampai manusia macam Lamkiong Cho pun tahu, bila ia
sudah mulai datang mencari gara-gara maka jalan terbaik adalah menyembunyikan diri dan jangan
sampai menjumpai dirinya...?"
"Tepat sekali jawabanmu itu."
"Tentunya Lamkiong Cho juga tahu kalau dia mempunyai hubungan yang akrab dengan siau-
Lim, maka dia baru kabur ke tempat kita ini untuk menyembunyikan diri?"
"Kembali jawabanmu tepat sekali."
"Tapi jika Lamkiong Cho bukan seseorang yang seharusnya pantas dibunuh, diapun tak akan
datang untuk mencarinya ?"
"Benar, dahulu ia tak pernah salah mencari orang."
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir:
"Oleh sebab itu yang salah, bukanlah dia melainkan aku."
"Kau juga tidak salah," jawab Yan Jit.
Dengan lembut dia melanjutkan:
"Ada budi harus dibalas, ucapan seorang lelaki harus dipegang teguh, itulah prinsip dari
seorang pria sejati, oleh sebab itu apa yang kau lakukan itu tepat sekali, tak seorangpun yang
akan menyalahkan dirimu."
"Tapi ada seorang yang akan menyalahkan diriku."
"Siapa ?"
"Aku sendiri."
Fajar sudah hampir menyingsing.
Sambil mengenakan jubah panjang itu, Kwik Tay-lok masih duduk seorang diri di sana,
memandang fajar di ufuk timur pelan-pelan terbit, mendengarkan kokokan ayam di kejauhan sana.
Kemudian diapun mendengar suara pintu kamar yang dibuka orang.
Ia tidak berpaling, wajahnya pun tidak menunjukkan perubahan apa-apa.
Suara langkah kaki manusia yang enteng, pelan berkumandang datang, ketika tiba di belakang
tubuhnya, ia berhenti.
Ia masih belum juga berpaling, hanya tanyanya dengan hambar:
"Nyenyakkah tidurmu...."
Orang berbaju hitam itu berdiri tepat di belakang tubuhnya, mengawasi tengkuknya dan
menyahut: "Selama sepuluh tahun belakangan ini, belum pernah aku tidur senyenyak dan setenang
malam ini."
"Kenapa ?"
"Sebab belum pernah kujumpai seorang manusia seperti kau, menjagakan pintu kamarku
semalam suntuk."
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Apakah kau tak dapat tidur bila tiada orang yang menjagakan pintu kamarmu ?"
"Sekalipun ada orang yang menjaga pintu kamarku, juga belum tentu aku bisa tidur."
"Mengapa ?"
"Sebab aku tak pernah mempercayai siapapun."
"Tapi kau tampaknya seperti amat mempercayai diriku."
Tiba-tiba orang berbaju hitam tertawa.
"Agaknya kaupun seperti amat mempercayai diriku ?" katanya.
"Dari mana kau bisa berpendapat demikian?"
"Sebab kecuali kau, belum pernah ada orang yang membiarkan aku berdiri di belakang
tubuhnya." ujar orang berbaju hitam itu pelan.
"Oya ?"
"Aku bukanlah seorang Kuncu, aku seringkali membunuh orang dari belakang punggungnya."
Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengangguk.
"Yaa, membunuh orang dari belakang memang merupakan sebuah cara yang paling
sederhana dan gampang"
"Apalagi jika orang itu sedang mengangguk"
"Kenapa harus sewaktu mengangguk ?"
"Di belakang tengkuk setiap orang pasti terdapat suatu bagian yang paling ideal untuk umpan
golok, asal kau berhasil menemukan tempat itu dan membacoknya, niscaya batok kepala
korbanmu akan terkena, teori ini pasti akan dipahami oleh para algojo yang berpengalaman"
Sekali lagi Kwik Tay-lok manggut-manggut.
"Ehmm, teori ini memang bagus, teori ini memang sangat bagus"
Kembali orang berbaju hitam itu termenung beberapa saat lamanya, kemudian pelan-pelan ia
baru bertanya lagi:
"Apakah selama ini tidak tidur ?"
"Bila aku sudah tertidur, apakah kau dapat tidur?"
Kembali orang berbaju hitam itu tertawa.
Suara tertawanya tajam, lengking lagi pula pendek, seakan-akan mata pisau yang sedang
diasah. Mendadak ia berjalan ke hadapan Kwik Tay-lok.
"Mengapa kau membiarkan aku berdiri di belakangmu ?" anak muda itu segera menegur.
"Sebab aku tak ingin menerima pancinganmu."
"Pancingan ?"
"Bila aku berdiri di belakangmu dan menyaksikan kau menganggukkan kepalamu, tanganku
akan terasa menjadi gatal sekali."
"Apakah kau akan membunuh orang setiap kali tanganmu terasa menjadi gatal ?"
"Hanya satu kali tidak."
"Kapan ?"
"Barusan."
Selesai mengucapkan perkataan itu, mendadak tanpa berpaling lagi ia pergi meninggalkan
tempat itu dengan langkah lebar.
Kwik Tay-lok memandang bayangan tubuhnya, hingga dia berjalan ke luar dari pintu gerbang,
kemudian secara tiba-tiba berseru:
"Tunggu sebentar !"
"Perkataan apa lagi yang hendak kau bicarakan " Apa yang seharusnya diucapkan toh telah
habis kau utarakan semua."
"Aku hanya ingin mengajukan satu pertanyaan lagi kepadamu."
"Tanyalah !"
Pelan-pelan Kwik Tay-lok bangkit berdiri lalu sepatah demi sepatah dia menegur:
"Benarkah kau adanya Lamkiong Cho?"
Orang berbaju hitam itu tidak menjawab juga tidak berpaling, tapi Kwik Tay-lok dapat melihat
kulit di atas bahunya seakan-akan menjadi kaku secara tiba-tiba.
Anginpun serasa ikut berhenti secara tiba-tiba, mendadak suasana dalam halaman itu berubah
menjadi hening, sepi, tak kedengaran sedikit suarapun.
Lewat lama sekali, Kwik Tay-Iok baru berkata:
"Bila kau tidak bersedia untuk berbicara manggutkan saja kepalamu, tapi kau tak usah kuatir,
aku tidak mempunyai pengalaman untuk memenggal batok kepala orang, juga tak akan
membunuh orang dari belakang tubuh orang lain."
Belum juga ada suara, tak kedengaran ada jawaban.
Kembali lewat lama sekali, orang berbaju hitam itu, baru berkata : "Sepuluh tahun belakangan
ini, kau adalah orang ke tujuh yang mengajukan pertanyaan semacam itu kepadaku."
"Apakah enam orang sebelumnya telah tewas semua ?"
"Benar."
"Apakah mereka mati karena mengajukan pertanyaan itu ?"
"Setiap orang, yang berani mengajukan pertanyaan seperti ini, dia harus membayar
pertanyaan itu dengan suatu pengorbanan yang amat besar, oleh karena itu, pertimbangkanlah
baik-baik sebelum kau ajukan pertanyaan tersebut....!"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
"Aai.... sebenarnya aku memang ingin mempertimbang-kannya lebih dahulu, sayang sekali,
aku telah mengajukan pertanyaan itu sekarang."
Mendadak orang berbaju hitam itu membalikkan tubuhnya, lalu dengan sorot mata setajam
sembilu mengawasinya tak berkedip, bentaknya dengan suara keras:
"Andaikata aku adalah Lamkiong Cho mau apa kau ?"
"Semalam aku telah mengabulkan permintaanmu, asal kau telah melangkah masuk ke dalam
pintu gerbang rumah ini, maka kau adalah tamuku, aku tak akan mencelakaimu, aku pun tak akan
mengusirmu." kata Kwik Tay lok.
"Dan sekarang ?"
"Sekarang, perkataanku itupun masih tetap berlaku, aku hanya ingin menahanmu beberapa
saat lagi."
"Menunggu sampai kapan ?"
"Tinggal di sini sampai kau menyadari bahwa apa yang telah kau lakukan dimasa lalu adalah
perbuatan yang tidak benar, tinggal di sini sampai kau merasa malu, menyesal dan bertobat, nah
saat itulah kau baru boleh pergi meninggalkan tempat ini."
Kelopak mata orang berbaju hitam itu seakan-akan sedang berkerut kencang, tiba-tiba dia
membentak lagi:
"Bila aku tak bersedia untuk mengabulkan permintaanmu itu, pula akibatnya ?"
"Ooooh..... itu mah sederhana sekali" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa lebar.
Pelan-pelan dia berjalan mendekatinya, kemudian sambil tersenyum dia berkata:
"Bukan di belakang tengkukku terdapat suatu bagian yang paling gampang untuk di penggal ?"
"Setiap orang tentu memilikinya.."
"Bila kau dapat menemukan bagian tersebut di atas tengkukku, silahkan kau penggal dahulu
batok kepalaku sebelum pergi meninggalkan tempat ini.."
Orang yang berbaju hitam itu segera tertawa dingin, jengeknya:
"Bagiku mah tak usah dicari lagi"
"Oooh, jadi sendiri kau telah berhasil menemukannya?"
"Tapi aku tidak turun tangan karena aku hendak membalas budi kebaikanmu semalam, tapi
sekarang . ."
Mendadak tubuhnya melesat mundur ke belakang dan meluncur keluar dengan kecepatan
bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya.
Kwik Tay-lok ikut melesat pula ke depan.
Berada ditengah udara, orang berbaju hitam itu telah meloloskan pedangnya, sebilah pedang
panjang tujuh depa yang memancarkan cahaya gemerlapan.
Mendadak.... "Criiiing !" di atas pedang yang gemerlapan itu telah bertambah dengan sebuah sarung
pedang. Sarung pedang itu diambil keluar dari bawah jubah panjang dari Kwik Tay-lok.
Orang berbaju hitam itu segera melompat mundur ke belakang, tapi dia turut mengejar ke
depan, begitu orang berbaju hitam itu meloloskan pedangnya maka diapun mengeluarkan sarung
pedang dari bawah jubahnya, kemudian ditusukkan ke depan persis menyongsong datangnya
tusukan dari musuhnya.
Panjang pedang tujuh depa, sarung pedang itu hanya tiga depa tujuh inci persis.
Tapi, begitu pedang si orang berbaju hitam itu kena disarungkan kembali, kontan saja ia tak
sanggup mengembangkan permainan pedangnya lebih jauh....
Tubuhnya masih mundur terus ke belakang, sebab ia sudah tiada cara lain untuk menghadapi
situasi semacam itu selain mundur....
Sepasang tangan Kwik Tay-lok mencekal sarung itu erat-erat dan mendorongnya ke muka
kuat-kuat, bila ia tidak melepaskan pedangnya, maka hanya mundur terus mengikuti gerakan
dorongan tersebut.
Sebaliknya jika dia melepaskan pedangnya, berarti gagang pedang sendiri akan menghajar di
atas dadanya. Tubuhnya mundur terus ke belakang, dia berusaha untuk berganti arah sedikit ke samping
kemudian mendorong ke depan, sayang hal itu tak mungkin lagi, maka pada saat ini ia telah
terjepit, gerak-geriknya sudah tidak bebas lagi.
Bila Kwik Tay-lok mendesaknya maju se depa, terpaksa dia harus mundur sedepa pula.
"Blaaaamm....!" tubuhnya telah terdorong sehingga menumbuk di atas dinding pekarangan.
Kwik Tay-lok masih menggenggam sarung pedang itu dengan sepasang tangannya, kemudian
menekan tubuh musuhnya itu keras-keras di atas dinding.
Dalam keadaan begini, ia sudah tak mungkin mundur lagi, pedangnya juga tak mungkin
dilepaskan lagi, asal dia lepas tangan, gagang pedang itu akan segera menghantam dadanya
keras-keras. Situasi ketika itu begitu luar biasanya sehingga bila tidak disaksikan dengan mata kepala
sendiri, belum tentu orang akan mempercayainya....
Kwik Tay-lok segera tertawa, tegurnya:
"Keadaan seperti ini tentunya tak pernah kau sangka bukan ?"
"Kepandaian silat macam apaan ini ?" seru orang berbaju hitam itu sambil menggigit bibirnya
menahan diri. "Tindakan semacam ini sama sekali tak bisa dianggap sebagai suatu kepandaian" jawab Kwik
Tay-lok tertawa, "sebab kecuali dipakai untuk menghadapi dirimu, cara semacam ini sama sekali
tak ada manfaatnya apa-apa."
Dia seperti kuatir kau orang berbaju hitam itu tidak mengerti, maka sambungnya lebih jauh.
"Sebab di dunia ini, kecuali kau seorang, tiada orang lain yang akan mencabut pedangnya


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan cara seperti ini."
"Jadi kau secara khusus menciptakan cara tersebut untuk digunakan menghadapi diriku?" seru
orang berbaju hitam itu dengan suara yang dingin seperti es.
"Benar sekali."
"Padahal kau memang berniat untuk menahan diriku di tempat ini ?"
"Sesungguhnya tinggal di sinipun tak ada yang jelek, paling tidak setiap hari kau dapat tidur
dengan hati yang tenteram" sambung Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Hmmm.....!"
"Asal kau bersedia untuk tinggal di sini, aku segera akan lepas tangan dan memberikan
kebebasan untukmu."
"Hmmm...!"
"Hmmm itu apa artinya ?"
Orang berbaju hitam itu tertawa dingin.
"Sekarang, sekalipun aku tak dapat membunuhmu, tapi kaupun tak bisa berbuat apa-apa
terhadap diriku, asal kau mengendorkan tanganmu, aku masih mampu untuk menggerakkan
pedangku guna membunuh kau."
"Ehmmm.... memang keadaan semacam itu bisa saja terjadi setiap saat.." Kwik Tay-lok
manggut-manggut.
"Oleh sebab itu jangan harap kau bisa mengancamku dengan cara seperti ini, sekalipun aku
bersedia mengabulkan permintaanmu itu, hal mana juga akan kulakukan setelah kau lepas tangan
nanti." Kwik Tay-lok memandangnya beberapa saat, mendadak ia berkata sambil tertawa:
"Baik, boleh saja aku mempercayai dirimu untuk kali ini saja, asalkan saja kau...."
Belum habis perkataan itu diucapkan, dan belum lagi dia lepas tangan, mendadak ia saksikan
ada semacam benda yang menerobos keluar dari dada orang berbaju hitam itu.
Itulah sebilah ujung pedang yang tajam.
Di ujung pedang itu masih ada darah yang menetes keluar.
Ketika orang berbaju hitam itu memandang ujung pedang yang menembusi dadanya, sorot
mata yang terpancar keluar persis seperti sorot mata yang diperlihatkan Kui kongcu menjelang
kematiannya. Kwik Tay-lok menjadi tertegun menyaksikan kejadian itu.
Terdengar orang berbaju hitam itu memperdengarkan suara "Grook" yang aneh sekali dari
tenggorokannya, dia seakan-akan hendak mengucapkan sesuatu, namun sudah tak sanggup
diutarakan lagi.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok membentak keras, dia melejit ke tengah udara dan melompat keluar
dari dinding pekarangan tersebut.
Betul juga, pedang itu ditusuk masuk dari balik dinding pekarangan sebelah luar, pedang
tersebut menembusi dinding dan menembusi dada orang berbaju hitam itu, hingga kini gagang
pedang itu masih berada di luar dinding.
Tapi hanya ada gagang pedangnya belaka, tak nampak sesosok bayangan manusiapun.
Angin berhembus lewat, rumput di atas tanah perbukitan itu bergoyang kesana kemari, namun
tak nampak sesosok bayangan manusiapun.
Di atas gagang pedang itu terdapat secarik kain putih, kain itu sedang berkibar pula terhembus
angin. Kwik Tay-lok ingin mencabut keluar pedang tersebut, tapi segera menemukan tulisan yang
tertera di atas kain putih itu.
Ketika diambil kain tadi, maka terbacalah tulisan itu berbunyi demikian:
"Mati untuk yang mencatut nama !
tertanda : Lamkiong Cho."
Noda darah di ujung pedang itu telah mengering, orang berbaju hitam itu seakan-akan sedang
menundukkan kepalanya memperhatikan ujung pedang yang menembusi dadanya, seperti juga
sedang termenung.
Keadaannya itu seperti keadaan Kui kongcu setelah menemui ajalnya tertembus pedang.
Yan Jit, Ong Tiong, Lim Tay-peng masih berdiri di serambi jauh di belakang sana, berdiri
sambil mengawasi jenasahnya.
Ia datang secara tiba-tiba, kini mati secara tiba-tiba pula.
Tapi yang lebih aneh lagi adalah ternyata ia bukan Lamkiong Cho.
Kwik Tay-lok berdiri disampingnya, memperhatikan ujung pedang yang menembusi dadanya,
seakan-akan sedang termenung pula.
Pelan-pelan Yan Jit menghampirinya, lalu menegur:
"Hei, apa yang sedang kau pikirkan ?"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya:
"Aku sedang berpikir, kalau toh dia bukan Lamkiong Cho, mengapa harus menerima semua
hangus dari Lamkiong Cho ?"
"Hangus apa maksudmu ?"
"Bila ia bukan Lamkiong Cho yang sebenarnya, Giok Ling-long tak akan membunuh dan ia tak
usah menyembunyikan diri ditempat ini, sekarang, tentu saja diapun tak usah mati di sini ?"
"Apakah kau sedang merasa sedih atas kematiannya ?"
"Ya, sedikit."
"Tapi aku justru merasa sedih untuk Lamkiong Cho."
"Mengapa ?"
"Dengan mencatut nama Lamkiong Cho, entah berapa banyak orang yang telah dibunuhnya
dalam dunia persilatan, entah berapa banyak kejahatan pula yang telah dia kerjakan", mungkin
Lamkiong Cho sendiri sama sekali tidak tahu menahu akan hal ini, kau seharusnya berkata bahwa
Lamkiong Cho lah yang telah menerima akibatnya dari ulah orang ini, bukan dia yang mendapat
hangus dari Lamkiong Cho."
Kwik Tay-lok termenung dan berpikir sebentar, akhirnya dia manggut-manggut, sahutnya
setelah menghela napas panjang:
"Tapi, bagaimanapun juga dia toh masih terhitung juga tamu kita, aku tak ingin melihat tamuku
mati di dalam halaman rumah kita."
"Oleh sebab itu kau masih bersedih hati bagi kematiannya ?"
"Yaa, sedikit."
"Bila kau lepas tangan tadi, entah pada saat ini masih akan bersedih hati untuknya atau tidak
?" "Bila aku lepas tangan tadi, apakah dia berkesempatan itu untuk membunuhku ?"
"Kau anggap dia tak dapat berbuat demikian"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya:
"Bagaimanapun kau berbicara, aku tetap merasa bahwa manusia tetap manusia, sedikit
banyak manusia itu masih mempunyai rasa perikemanusiaan, walaupun kau tak melihatnya, atau
dapat merabanya, tapi mau tak mau harus kau akui akan kehadirannya, kalau tidak, apalah artinya
hidup sebagai manusia ?"
Yan Jit menatapnya lekat-lekat, mendadak diapun turut menghela napas panjang, katanya
dengan lembut: "Padahal akupun berharap sekali agar pandanganmu itu jauh lebih tepat daripada
pandanganku..."
Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya memandang awan yang melayang jauh diangkasa
sana, lama sekali dia termenung, lalu berkata lagi secara tiba-tiba:
"Sekarang, akupun berharap bisa mengetahui akan satu hal."
"Kau berharap apa ?"
"Aku hanya berharap, suatu ketika aku dapat bertemu dengan Lamkiong Cho yang
sesungguhnya, melihat bagaimanakah bentuk wajah orang itu..."
Dengan mata mencorongkan sinar tajam, pelan-pelan dia melanjutkan:
"Aku rasa, ia pasti jauh lebih misterius, jauh lebih menakutkan daripada orang-orang yang
pernah kujumpai sebelumnya."
Tapi apakah di dunia ini benar-benar terdapat seorang manusia yang bernama Lamkiong Cho
" Siapapun tidak tahu, siapapun tak pernah melihatnya.
Sampai sekarang ada atau tidaknya Lamkiong Cho si manusia misterius itu dalam dunia masih
tetap merupakan suatu tanda tanya besar, suatu teka-teki besar yang hingga kini belum
terpecahkan....
Yaa, siapa yang tahu dia itu ada atau tidak"
Tiada seorang manusiapun yang tahu akan kabar berita Lamkiong Cho, seperti juga tak ada
orang yang tahu ke mana perginya musim semi.
Tapi, musim semi akan datang kembali, sebaliknya Lamkiong Cho sama sekali tiada beritanya.
Sekarang, musim sudah hampir berlalu.
Walaupun aneka bunga dalam halaman telah mekar dengan indahnya, namun bagaimanapun
indahnya bunga, tak akan bisa menahan musim semi itu untuk berlangsung lebih lama.
Lambat laun udara mulai menjadi panas.
Sekalipun luka yang diderita Ong Tiong telah sembuh, namun orangnya berubah makin malas,
sepanjang hari dia hanya berbaring saja, hampir sama sekali tak bergerak.
Kecuali ketika mereka mengubur jenasah orang berbaju hitam tempo hari....
Waktu itu, walaupun sudah mendekati Ceng-beng, namun tiada hujan yang turun sepanjang
hari. Udara cerah dan sangat baik, pulang dari kuburan, seperti biasanya Ong Tiong berjalan
dipaling belakang..
Ang Nio-cu tidak datang.
Walaupun luka yang dideritanya telah hampir sembuh, namun sepanjang hari dia mengurung
diri dalam kamarnya.... sekarang bukan Ong Tiong yang menghindarinya, justru agaknya dialah
yang berusaha menghindari Ong Tiong.
Hati perempuan memang selamanya sukar diraba ke arah mana tu
Pendekar Kembar 1 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Kisah Para Pendekar Pulau Es 18
^