Pendekar Riang 3

Pendekar Riang Karya Khu Lung Bagian 3


ian tersebut, tak tahan lagi dia
siap menyusul kesana.
Ong Tiong hanya berdiri membungkam terus di belakangnya, tapi saat itulah tiba-tiba ia
berseru: "Jangan bergerak"
"Aku toh bukan bernama Ong Tiong, kenapa tak boleh bergerak ?" sahut Kwik Taylok sambil
tertawa. "Kalau kau bergerak sekarang, maka banyak kesulitan yang bakal kita hadapi "
"Sedari kapan kau takut dengan kesulitan?"
"Sejak sekarang, bahkan takut dengan kesulitan semacam ini"
"Jangan lupa, dia adalah "mertua" kita semua setiap saat kita bakal pergi mencarinya"
"Tak ada mertua mah tak menjadi soal, kalau tak punya kakek moyang itu baru berabe."
"Kau punya kakek moyang ?" ulang Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun.
"Jika mertua kita itu betul-betul penyamun yang sedang bernyanyi, dan kita membantu dirinya,
bukankah sama halnya dengan menjual nama baik kakek moyang kita?"
"Kau tak usah pergi, biar aku pergi seorang diri!" seru Kwik Tay-lok, Ong Tiong segera
menghela napas.
"Kalau aku membiarkan kau pergi seorang diri, sekarang mengapa tidak mendengkur saja
diatas ranjang ?"
Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, memandang sinar matanya yang dingin, memandang
wajahnya yang dingin, tiba-tiba dari hati kecilnya muncul segulung rasa persahabatan yang
hangat. Bila dia ingin melakukan suatu pekerjaan, tak ada seorangpun yang bisa menghalanginya.
Yang dapat membatalkan niatnya hanya sahabat.
Sementara itu, si anjing buldok dan si tongkat telah tiba di depan pintu rumah pegadaian
tersebut. Pintu itu sebenarnya tertutup rapat, tapi belum sempat mereka mengetuk pintu, tiba-tiba pintu
itu membuka dengan sendirinya.
Si penyayat kulit menongolkan kepalanya dari balik pintu, lalu berseru dengan lirih:
"Sedari tadi aku sudah tahu kalau kalian bertiga akan datang kemari, silahkan masuk, silahkan
masuk". Si tongkat dan si anjing buldok saling berpandangan sekejap, kemudian melangkah masuk ke
dalam ruangan. Si orang berbaju hitam itu segera berjaga-jaga di depan pintu.
Sambil menggigit bibir, Kwik Tay-lok segera bergumam:
"Entah si tongkat akan menghadapinya dengan cara apa " Agaknya lebih baik kutengok
sendiri" Tapi ia tak usah melihat lagi, sebab pada saat itulah si tongkat dan si anjing buldok telah
melangkah keluar.
Terdengar tauke penyayat kulit berkata dari dalam pintu:
"Apakah kalian bertiga akan pergi" Selamat jalan, selamat jalan......"
"Tak usah sungguh-sungguh, tak perlu dihantar lagi". kata si anjing buldok sambil menjura
dengan senyum dikulum.
Kwik Tay-lok yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertegun, gumamnya kemudian:
"Apa yang terjadi" Kenapa sikap mereka berdua berubah menjadi demikian sungkan"
"Dikala tongkat hendak memukul orang, dia tak akan sembarangan saja memukul, kalau tidak
sedari dulu tongkatnya sudah patah menjadi dua" kata Ong Tiong.
"Lantas siapakah tauke penyayat kulit ini" Dengan mengandalkan apa ia bisa memaksa
mereka bersikap begitu sungkan?"
Ong Tiong termenung sebentar, kemudian sahutnya:
"Mungkin dia bukan siapa saja, karena itu orang baru bersikap sungkan kepadanya"
Kwik Tay-lok berpikir sebentar, tapi dia tak tahu bagaimana harus mengartikan perkataan
tersebut. Ia tak sempat untuk berpikir lebih lanjut, ternyata sasaran berikutnya dari si anjing buldok serta
si tongkat adalah warung makannya Moay-lo-kong.
Dengan kening berkerut Kwik Tay-lok segera berkata.
"Tak kusangka terhadap Moay Lo-kong pun mereka menaruh curiga, agaknya penyakit curiga
mereka tidak kecil".
"Kali ini kau tak usah kuatir lagi, pada Moay Lo-kong tak bakal ada penyakit apapun yang bisa
mereka temukan" seru Yan Jit.
"Tentu saja aku tidak kuatir, tapi bukan alasan itu yang kupikirkan."
"Lantas karena apa ?"
"Mereka juga manusia, perlu makan, tanpa Moay Lo-kong, besok mereka hendak makan
apa?" "Makan kentut !" seru Ong Tiong.
Kwik Tay-lok segera tertawa, tapi baru saja senyuman itu tersungging, dengan cepatnya
lenyap kembali.
Dari dalam warung makan itu tiba-tiba berkumandang jeritan kaget, suara itu berasal dari Moay
Lo-kong. Menyusul kemudian terdengar suara dari si tongkat sedang bertanya:
"Hayo cepat jawab, darimana kau dapatkan kepingan uang emas ini ?"
Begitu mendengar soal "kepingan uang emas", bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya Kwik Tay-lok segera menerjang ke muka.
Kali ini Ong Tiong tidak menghalanginya lagi.
Tampaklah si tongkat sedang mencengkeram anak ayam saja....
Moay Lo-kong dengan wajahnya yang basah oleh keringat sedang gemetar tiada hentinya,
saking gemetarnya sampai tak sepatah katapun yang mampu diucapkan.
"Mau bicara tidak " Darimana kau dapatkan emas ini?" bentak si tongkat dengan suara keras.
Kali ini Moay Lo-kong tak usah menjawab sendiri.
Kwik Tay-lok telah menerjang masuk sambil berteriak keras:
"Akulah yang memberikan uang emas itu kepadanya, untuk membayar tiga puluh kati daging,
empat puluh kati arak ditambah tujuh ekor itik dan delapan ekor ayam, siapa yang ingin merugi
kalau berdagang.
Pelan-pelan si tongkat menurunkan Moay Lo-kong, pelan-pelan membalikkan badan dan
melotot ke arah Kwik Tay-lok.
Dengan garangnya Kwik Tay-lok berdiri disana, berbicara dari dandanannya dia memang tidak
mirip dengan seseorang yang mampu membayar rekening dengan uang emas.
"Emas itu milikmu?" tegur si tongkat.
"Benar!"
"Kau mendapatkannya dari mana?"
"Bila seseorang mempunyai uang emas, apakah dia salah" Melanggar hukum" Kalau
memang begitu, tak terhitung banyaknya orang yang melanggar hukum di dunia ini, mungkin
termasuk pula kalian berdua"
Walaupun paras muka si tongkat tanpa emosi, namun kelopak matanya makin lama makin
menyusut kecil.
Tiba-tiba dia menjulurkan tangannya ke depan.
Ia bukan saja lebih tinggi dari pada orang lain, tangannya juga lebih panjang, ke sepuluh buah
jari tangannya yang kurus dan kering bagaikan sepasang cakar baja yang tajam dan mengerikan.
Tapi Kwik Tay-lok justru hendak mencoba ketajaman dari sepasang cakar bajanya itu.
Dia tidak berkelit tidak pula menangkis, "Wes!" sepasang kepalannya diayunkan bersama
menyambut datangnya cengkeraman maut itu dengan keras lawan keras.
(Bersambung jilid 05)
Jilid 05 BEGITU sepasang kepalannya diayunkan ke muka, bukan cuma si tongkat saja yang kaget,
paras muka si anjing buldok pun berubah hebat.
Sepasang cakar baja dari si tongkat sudah jelas telah dilatih dengan ilmu Eng-jiau-kang atau
sebangsanya, sekalipun orang buta juga dapat merasakannya, seseorang yang tidak memiliki
tenaga dalam cukup sempurna, tak nanti berani menyambut datangnya serangan itu dengan keras
lawan keras. Sesungguhnya tenaga dalam yang dimiliki Kwik Tay-lok tidak seseram apa yang mereka
bayangkan, cuma saja wataknya memang terbuka dan lurus bukan saja "berjalan lebar" dalam
menggunakan uang, "berjalan lebar" dalam melakukan pekerjaan, ilmu silat juga termasuk ilmu
silat yang "berjalan lebar".
Begitu tonjokan itu dilancarkan, apakah kepalannya yang akan berhasil mematahkan cakar
elang lawan" Ataukah cakar elang lawan yang akan melubangi tonjokannya" Berpikir sampai ke
situpun ia tidak.
Pada hakekatnya ia tak ambil perduli, acuh.
Pokoknya asal dia sedang gembira, maka jurus serangan seperti apapun akan dilakukannya.
Tentu saja orang lain tak akan terbuka semacam dia, apalagi dalam ilmu silat yang
dipentingkan adalah perubahan jurus serangan serta kelincahan, sebelum sampai pada keadaan
yang terpaksa, siapa yang bersedia untuk beradu kekerasan dengan lawan"
Begitu pukulan Kwik Tay-lok dilancarkan, si tongkat segera merubah jurus serangannya,
sikutnya menekan ke bawah, cakar membalik ke atas dan sepuluh jari tangannya seperti kaitan
mencengkeram pergelangan tangan musuh.
Kwik Tay-lok sama sekali tidak menggubris datangnya ancaman itu, jurus serangannya juga
sama sekali tidak berubah.
"Tidak berubah adalah berubah, dengan tidak berubah menghadapi semua perubahan"
Inilah teori tingkat atas dari ilmu silat.
Si tongkat segera berjumpalitan ke tengah udara, hampir saja punggungnya menumbuk
dinding. Pada hakekatnya satu juruspun belum selesai digunakan, Kwik Tay-lok telah berhasil
memaksa jagoan dari pemerintah ini mundur dengan menderita kekalahan total.
Ia merasa bangga sekali dengan hasil yang berhasil dicapai, maka pengejaranpun tidak
dilanjutkan. "Mumpung menang melakukan pengejaran", kata-kata tersebut bukannya tidak diketahui
olehnya, tapi setelah orang lain mengaku kalah dan lagi sudah mengundurkan diri, buat apa musti
dikejar lebih jauh?"
Mengejar untuk melakukan pembasmian adalah suatu perbuatan yang merupakan pantangan
besar bagi Kwik Tay-lok.
Setelah mendehem, si anjing buldok segera maju menyongsong kedatangannya, ia berkata
sambil tertawa:
"Saudara cilik, bila ada persoalan mari kita bicarakan secara baik-baik, apa sih gunanya
mengobarkan hawa amarah?"
"Dia sendiri yang marah-marah, dia pula yang hendak menghantamku, kenapa kau malah
menyalahkan diriku?"
"Salah paham, salah paham, kita semua telah salah paham"
"Baik, ia sudah menanyai aku selama ini, sekarang akupun ingin bertanya kepadanya"
"Silahkan bertanya !"
"Benarkah seseorang yang membeli arak dan daging dengan uang emas adalah suatu
perbuatan yang melanggar hukum?"
"Tentu saja tidak" jawab si anjing buldok sambil tertawa, "akupun sering kali menggunakan
uang emas untuk membayar rekening."
"Kalau memang tidak melanggar hukum, tolong lepaskan Moay Lo-kong, dan sekalian
lepaskan diriku."
"Tentu saja, tentu saja".
Ia mengerling sekejap Ong Tiong, Yan Jit dan Lim Tay-peng yang ada diluar pintu, kemudian
katanya: "Sore ini kami telah banyak mengganggu ketenangan dan kegembiraan kalian semua, malam
nanti biarlah aku yang menjadi tuan rumah untuk mentraktir kalian minum beberapa cawan arak,
tentunya kalian semua bersedia bukan ?".
Kwik Tay-lok masih termenung sambil memutar otak, jalan pemikirannya sudah mulai berjalan
kembali. Dia bukan seorang yang suka menerima undangan orang dan makan minum secara gratis,
cuma diapun merasa kurang leluasa untuk mengucapkan kata-kata yang sekiranya enak untuk
menampik undangan serta permintaan orang.
"Sekarang aku tak ingin berpikir apa-apa lagi, aku cuma ingin cepat-cepat naik ke tempat
tidur!", sela Ong Tiong dari samping dengan suara lirih:
Si anjing buldok segera tertawa:
"Bagus sekali, bagaimanapun juga kami toh sudah berjanji akan mengunjungi rumah kalian,
cepat atau lambat kunjungan tersebut harus kami lakukan juga, mumpung ada kesempatan
semacam ini, baiklah bila tidak mengganggu biarlah malam nanti kami akan berkunjung ke situ,
sekalian minum arak sambil bercakap-cakap, entah bagaimanakah pendapat kalian berempat ?"
Ucapannya itu bernada lembut dan penuh keramah-tamahan, tapi justru dibalik keramahtamahan
itu terselip sesuatu kekuatan yang membuat orang tak bisa menampiknya.
Setelah ia berkata demikian, maka Ong Tiong tak bisa menampik lagi...
Jika seorang petugas hukum hendak "berkunjung" ke rumahmu, sanggupkah kau untuk
menolaknya "
Apalagi, jika mereka sudah berkunjung ke perkampungan Hok-kui-san-ceng, maka mereka tak
akan membunuh orang lagi disini.
Oleh sebab itu, merekapun berkunjung ke Hok-kui-san-ceng.
Barang siapapun yang pernah mendengar nama perkampungan Hok-kui-san-ceng, kemudian
berkunjung ke situ, sedikit banyak hatinya tentu akan dibuat terperanjat.
Perkampungan yang "kaya dan terhormat" semacam ini memang jarang dijumpai dalam dunia.
Sambil tertawa Kwik Tay-lok berkata:
"Ditempat ini bukan saja tak ada lentera, juga tak ada minyak, untung saja hari ini aku sempat
membeli beberapa batang lilin dari bawah gunung, kalau tidak tentunya kita akan bersantap dalam
kegelapan."
"Padahal bersantap dalam kegelapan juga tak berkurang gembiranya, yang dikuatirkan adalah
kalau makanan sampai dimasukan ke hidung.... " sambung Ong Tiong.
Sebetulnya setiba dirumah, maka pekerjaan pertama yang dilakukan adalah melepaskan
sepatu dan naik keranjang, tapi hari ini dia tidak melakukan kebiasaan itu, malah mendekatipun
tidak, ia duduk ditempat kejauhan seraya berkata lagi:
"Kan saudara sekalian tidak takut kotor, silahkan duduk di lantai saja"
Si anjing, buldok segera tertawa.
"Ini adalah cara yang paling kuno" katanya, "sejak nenek moyang kita dulu, orang memang
duduknya di lantai"
"Semangat kita untuk memegang teguh tradisi lama amat ketat, malah untuk tidurpun kami
tidur di lantai" Kwik Tay-lok merasakan.
"Lantas buat apa ranjang itu ?"
Siapapun enggan memperhatikan ranjang tersebut, tapi siapa saja yang berkunjung ke situ,
mau tak mau harus memperhatikan juga ranjang tersebut.
"Ranjang itu tempat tidurku seorang" kata Ong Tiong.
"Ini bukan disebabkan sifat tuan rumah yang bersifat sempit, adalah kita yang takut dengan
dekilnya ranjang itu" Kwik Tay-lok menambahkan.
Dalam ruangan itu, hanya mereka bertiga yang berbicara, Lim Tay-peng, Yan Jit dan si tongkat
sama sekali tak berbicara, sedangkan si orang berbaju hitam itu melangkah masuk ke pintu
gerbangpun tidak, sambil bergendong tangan dia cuma berdiri diluar halaman, seakan-akan ia
sudah menyatu dengan halaman yang gelap dan kegelapan malam yang pekat.
"Saudara cilik, kau memiliki kungfu yang demikian hebat, entah anak murid dari siapakah
engkau ?" tanya si anjing buldok kemudian.
Dari pembicaraan soal "ranjang" secara otomatis dia mengalihkan pokok persoalannya ke
masalah lain, sudah barang tentu orang lain pun menanggapi dengan gembira.
Sahut Kwik Tay-lok dengan cepat: "Guruku tidak sedikit jumlahnya, tapi murid didikannya
hanya aku seorang.!"
"Entah siapa saja gurumu itu ?"
"Pertama-tama aku belajar dari Sin-kun tay-to (kepalan sakti tulang punggung jagad) Lau Pau
Lau-loya-cu, kemudian dari Bu-tek to (golok tanpa tandingan) Nyo Pin, Nyo jiya lalu diteruskan
dengan belajar ilmu dari It ciong-ci-kiu-liong (tombak sakti pembunuh sembilan naga) Tio Kong,
Tio losu, Sin-to-thi pit (golok sakti lengan baja) Oh Tek-yang, Oh toaya."
Si anjing buldok mendengarkan dengan mata mendelik besar, semakin banyak nama yang
disebut semakin lebar mata anjing buldok itu terbelalak, agaknya ia dibuat tertegun.
Dari deretan nama-nama tersebut, ternyata tak sebuahpun yang pernah didengar olehnya.
Dalam dunia persilatan memang banyak terdapat manusia dengan julukan seram padahal
kungfunya cuma cetek saja, terutama nama-nama seperti tombak sakti pembunuh sembilan naga,
golok sakti lengan baja, nama-nama julukan itu sering dipakai oleh penjual akrobatik dijalan raya,
sebab jika jago sungguhan sampai mempergunakan nama julukan semacam itu, bisa jadi akan
ditertawakan orang.
Dengan susah payah Kwik Tay-lok berhasil juga menyebut habis semua nama-nama "seram"
dari gurunya, kemudian sambil tertawa dia berkata:
"Kau pernah mendengar tentang nama-nama guruku itu?"
Si anjing buldok mendehem beberapa kali, kemudian baru jawabnya:
"Sudah lama mendengarnya, hehhhh.... heehhhh.... sudah lama mendengarnya...!"
Tiba-tiba ia menjejakkan kakinya ke tanah dan melompat ke depan, secepat kilat tubuhnya
menyambar ke tepi ranjang dan mengangkatnya ke atas.
Menyusul diangkatnya ranjang tersebat, Kwik Tay-lok, Ong Tiong, Yan Sit serta Lim Tay-peng
merasakan hatinya seakan-akan ikut terangkat pula.
Apabila ke empat buah peti yang disembunyikan di bawah ranjang itu sampai ketahuan orang,
betul serangan dari si anjing buldok, si tongkat dan orang berbaju hitam itu bisa diatasi sekarang,
namun nama busuk mereka sebagai penyamun tak akan bisa dicuci bersih lagi untuk
selamanya.... Usia mereka masih sangat muda, kalau sampai harus memikul kuali hitam sebagai penyamun,
sampai kapan kepala mereka baru bisa didongakkan kembali"
Siapa tahu dibawah kolong ranjang tak nampak sesuatu apapun, sebuah petipun tidak
nampak, hampir saja Kwik Tay-lok menjerit keras saking kagetnya.
Si anjing buldok tampak seperti agak tertegun pula, pelan-pelan ia menurunkan pembaringan
itu sambil tertawa paksa, katanya:
"Dengan jelas aku lihat ada seekor tikus di bawah ranjang sana, kenapa secara tiba-tiba bisa
lenyap tak berbekas?"
"Tikus putih atau tikus hitam?" jengek Ong Tiong ketus.
"Soal itu mah.... aku kurang begitu jelas"


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tikus putih berarti ada harta, tempat yang dipakai menyimpan emas biasanya ada tikus putih
yang muncul, besok akan kugali tempat itu, siapa tahu kalau di bawah tanah situ betul-betul
tertanam beberapa peti emas!"
Paras mukanya masih tetap dingin dan kaku, sedikitpun tiada luapan emosi.
Kwik Tay-lok mengerling sekejap ke arahnya, kemudian berkata pula:
"Saudara Kim, bila kau bersedia tinggal di sini, siapa tahu kalau bakal kecipratan rejeki
nomplok ?"
Si anjing buldok tertawa paksa.
"Tidak usah", tampiknya, "aku memang sudah digariskan tak punya rejeki untuk menerima
rejeki nomplok".
Gedung itu meski sudah bobrok sekarang, sesungguhnya mempunyai arsitek bangunan yang
sangat kokoh dan kuat, seluruh permukaan lantainya dilapisi oleh batu ubin yang berwarna hijau,
diantara sela-sela ubin itu sudah penuh ditumbuhi dengan lumut.
Siapa saja yang telah melihat sendiri permukaan lantai dalam gedung itu, segera akan
mengetahui bahwa paling tidak sudah belasan tahun lamanya ubin di sana tak pernah dibongkar
orang. Tiba-tiba si tongkat bangkit berdiri sambil bergumam: "Ooooh.... aku sudah mabuk... aku
sudah mabuk !"
Padahal setetes arakpun ia tak minum, padahal ia sedang bicara bohong dengan mata
terbelalak, namun siapa saja tak ingin membongkar rahasianya...
Semua orang hanya merasa bahwa kata-kata bohongnya itu memang diucapkan tepat pada
saatnya. Setelah si tongkat dan si anjing buldok pergi lama, Kwik Tay-lok baru menghembuskan napas
panjang, katanya sambil tertawa:
"Untung saja Ong lotoa kita cukup pandai, kalau bukan dia telah memindahkan peti-peti
tersebut, habis sudah riwayat kita semua hari ini"
"Siapakah Ong lotoa itu ?" tanya Ong Tiong.
"Tentu saja kau !"
"Jadi kau anggap aku telah memindahkan keempat buah peti seorang diri, kemudian
menyembunyikannya kembali ?"
Mendengar perkataan itu, Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
Dari pada menyuruh Ong Tiong memindahkan peti-peti itu, sesungguhnya kalau lebih
gampang kalau suruh peti-peti itu memindahkan Ong Tiong...
Kwik Tay-lok segera mencengkeram bajunya sambil berseru:
"Kalau bukan kau, lantas siapa?"
Dia berpaling dan memandang ke arah Yan Jit.
"Kau tak usah memandang diriku" tukas Yan Jit cepat, "belum tentu aku lebih rajin daripada
Ong Lotoa."
"Sepanjang hidup aku tak pernah memindah peti" Lim Tay-peng menambahkan pula.
Sepasang tangannya putih dan lembut, hakekatnya jauh lebih halus daripada wajah seorang
nona. Kwik Tay-lok menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal, kemudian bisiknya tergagap.
"Kalau memang kalian tidak memindahkan peti-peti itu, masakah ke empat buah peti itu bisa
tumbuh kaki dan lari sendiri?"
"Sekalipun peti-peti itu tak punya kaki, Swan Bwe-tong mempunyai sepasang kaki, bahkan
pasti sepasang kaki yang indah dan menarik".
Apa yang dikatakan Ong Tiong, kadang kala merupakan suatu kesimpulan.
Kecuali Swan Bwe-tong, mereka memang tak bisa membayangkan siapa lagi yang bisa
mengetahui kalau dikolong ranjang terdapat empat buah peti, dan siapa yang telah mengangkut
pergi peti-peti tersebut.
"Sekarang tujuannya telah tercapai, sudah barang tentu dia tak akan memberikan ke empat
peti emas itu kepada kita dengan begitu saja" kata Yan Jit.
"Oleh sebab itu, setelah melihat kita turun gunung, dia menggunakan kesempatan itu untuk
mengangkut pergi peti-peti itu" sambung Lim Tay-peng pula.
Ong Tiong segera menggeliat.
"Kalau sudah diangkut, ini lebih baik lagi, kalau tidak selama berbaring di atas ranjang hatiku
selalu merasa kebat-kebit".
"Aku cuma mengherankan satu hal, pada hal tak seorangpun diantara kita yang menengok
sekejappun ke bawah kolong ranjang, kenapa si anjing buldok itu bisa menaruh curiga kalau
dibawah kolong ranjang ada sesuatu yang mencurigakan?"
"Mungkin oleh karena kita semua tidak menengok ke arah ranjang itu barang sekejappun,
maka timbul kecurigaan di dalam hatinya.
Inilah kesimpulan darinya.
Semakin kau sengaja tidak menaruh perhatian terhadap satu hal, biasanya hal mana justru
semakin menarik perhatianmu untuk memperhatikannya secara khusus.
Terutama sekali para wanita.
Bila seorang gadis menaruh sikap yang sangat baik terhadap semua orang, dan terhadap kau
seorang justru tidak ambil perduli, maka besar kemungkinan kalau dalam hatinya tiada orang lain
kecuali kau. Lim Tay-peng menghela napas panjang, ujarnya:
"Tampaknya si anjing buldok itu betul-betul seorang manusia yang luar biasa".
"Orang itu mana licik, banyak akal, di balik senyumannya tersembunyi golok lagi,
sesungguhnya dia memang jauh lebih lihay dari pada si tongkat...." Yan Jit menambahkan.
Kwik Tay-lok sudah lama tidak berbicara, pada saat itu tiba-tiba berkata pula:
"Mungkinkah peti itu dilarikan oleh Swan Bwe tong ?"
"Kalau bukan dia, siapa lagi.?"
"Kalau dia hendak mengangkut kembali peti-peti tersebut, kemarin seharusnya tak perlu
ditinggalkan di sini".
"Kenapa ?"
"Untuk mengangkut keluar ke empat peti itu dari kota, hari ini jauh lebih sulit dari pada
kemarin, kenapa kemarin ia tidak mengangkutnya justru hari ini baru diangkut " Masakah dia
adalah seorang yang tolol?"
"Tentu saja dia bukan orang tolol", kata Yan Jit sambil tertawa dingin, "kalau mau dicari siapa
yang tolol, aku inilah orangnya, sebab aku tak bisa menduga siapa lagi yang bisa mengangkut
peti-peti itu dari sini....."
Tiba tiba Kwik Tay-lok tertawa katanya:
"Heran kenapa setiap kali menyinggung soal Swan Bwe-tong, kau lantas marah-marah !
Apakah secara diam-diam kau juga jatuh hati kepadanya" bagaimana kalau kuberikan dia padamu
?" "Kenapa kau mesti mengalah" memangnya dia sudah kepunyaanmu?"
Ong Tiong menghela napas katanya:
"Aaai.... kalian ini, Swan Bwe-tong (kuah bwe kecut) belum lagi diteguk, cuka (cemburu) sudah
diteguk beberapa cawan besar, apa sih gunanya?"
Yan Jit ikut tertawa pula.
Suara tertawanya sangat istimewa, dan kelihatan sangat menarik.
Jika orang lain tertawa, ada yang matanya tertawa dulu, ada pula yang bibirnya tertawa dulu.
Tapi ia mulai tertawa, hidungnya yang tertawa dulu, ujung hidungnya berkerut-kerut pelan
kemudian di atas pipinya baru muncul sepasang lesung pipi yang sangat dalam.
Kwik Tay-lok sedang memandang ke arahnya dengan terpesona, gumamnya:
"Seandainya bocah ini bukan manusia macam begini, aku tentu masih mengira dia adalah
seorang gadis"
"Kalau aku seorang gadis, maka kau adalah seorang banci!" seru Yan Jit lagi dengan mata
mendelik. "Tentu saja akupun tahu kalau kau bukan seorang gadis, tapi sewaktu tertawa sepasang
lesung pipimu itu..."
"Kenapa dengan lesung pipiku Adanya lesung pipi berarti orang yang pandai minum arak
mengerti !"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok menarik tangannya sambil berseru:
"Hayo berangkat, kita pergi minum arak"
"Mau minum arak dimana ?"
"Di bawah gunung !"
"Arak disinipun belum lagi habis diminum, kenapa harus turun gunung mencari arak?"
Kwik Tay-lok mengedipkan matanya lalu menjawab:
"Konon panggang itik dari Moay lok-kong selalu dibuat di tengah malam, aku ingin mencicipi
panggang itik yang baru matang"
"Aku tak akan serakus dirimu, mau pergi, pergilah seorang diri"
"Kau kan tahu, aku tak pernah minum arak seorang diri"
"Kalau tidak, ajak saja Ong lotoa untuk menemanimu"
"Sekarang, sekalipun kau palangkan sebilah golok di atas tengkuknya, belum tentu dia mau
turun dari ranjangnya"
"Kalau dia enggan pergi, akupun enggan pergi"
"Kau toh bukan seorang nona gede, kenapa kuatir untuk pergi berduaan denganku ?"
Paras muka Yan Jit seolah-olah berubah menjadi merah padam, serunya kembali:
"Sekali aku bilang tidak pergi yaa tidak pergi, mau apa kau menarik tanganku terus menerus?"
Kwik Tay-lok tertawa, jawabnya:
"Bagaimanapun juga aku minta kau untuk menemaniku, perduli kau ini laki-laki atau
perempuan, pokoknya aku tetap memilihmu"
Ong Tiong segera menghela napas panjang selanya:
"Aku lihat, lebih baik kau ikut dia saja, bisa berjumpa dengan manusia semacam ini, yang bisa
diperbuat hanya menyesal kenapa sampai ketemu dengan orang seperti itu, aaai ! Kalau tidak
pergi, akupun tak bakal bisa tidur."
Yan Jit menghela napas panjang pula.
"Untung saja aku adalah seorang laki-laki, coba kalau perempuan, bisa berabe jadinya"
Kwik Tay-lok tertawa pula.
"Kalau kau benar-benar seorang gadis, yang tidak tahan justru adalah aku sendiri"
Bila bertemu dengan manusia seperti Kwik Tay-lok, siapapun akan dibuat kehabisan daya dan
gelengkan kepalanya berulang kali.
Akhirnya Yan Jit kena diseret pula keluar dari rumah, tapi baru saja mereka melangkah keluar
dari pintu gerbang, dengan cepat wajahnya menjadi tertegun.
Waktu itu tengah malam sudah lewat, seharusnya orang di kota sudah pada tidur malah ada
pula yang hampir bangun dari tidurnya.
Tapi kenyataannya, suasana dibawah bukit terang benderang bermandikan cahaya, sudah tiga
bulan lebih Kwik Tay-lok mengendon di situ belum pernah ia saksikan suasana yang begini terang
benderang didalam kota.
"Masa hari ini sudah tahun baru ?" gumam Kwik Tay-lok terheran-heran.
"Agaknya belum?"
"Kalau belum tahun baru, kenapa begini ramai suasana didalam kota sana...?"
"Sekalipun diwaktu tahun baru, belum tentu suasana ditempat ini bisa seramai ini"
Kwik Tay-lok segera menyambar tangannya dan kembali menariknya untuk pergi dari situ.
"Hayo berangkat !" serunya, "kita harus cepat-cepat sampai ke kota dan ikut menghadiri
keramaian disana"
"Memangnya kau anggap aku tak mampu untuk berjalan sendiri" Kenapa sih kau suka amat
menarik tanganku" Kau anggap aku sudah lumpuh tak mampu bergerak?"
Kwik Tay-lok segera tertawa haha hihi dengan wajah konyol.
"Heeehhh.... heeehhh... heehhh, kalau memang kau tak suka di gandeng olehku, baiklah kalau
begitu kau, saja yang menarik-narik tanganku".
Yan Jit segera menghela napas panjang.
"Aaaai! Tampaknya aku harus segera berganti nama lagi, aku harus ganti nama menjadi Yan
Pat!" "Kenapa?" tanya Kwik Tay-lok keheranan.
"Yaaa !Setelah bertemu dengan manusia semacam kau, aku lebih suka mati sekali lagi dari
pada harus hidup berdampingan denganmu setiap hari, makan hati rasanya !"
Kwik Tay-lok tidak memberi komentar lagi, ia cuma meringis sambil tertawa getir.
Dalam kota hanya berdiam tiga ratus jiwa penduduk, sekarang dari setiap rumah
memancarkan sinar lentera, lagi pula pintu dibentangkan lebar-lebar, seolah-olah mereka sedang
menyambut kedatangan dewa rejeki.
Cuma yang mereka sambut kedatangannya bukan dewa rejeki, melainkan sumber penyakit
yang jahat. Beberapa puluh orang bertopi merah, berjubah gemerlapan dan menyoren golok sambil
mengangkat obor tinggi-tinggi sedang melakukan penggeledahan rumah demi rumah.
Baru saja Yan Jit dan Kwik Tay lok turun gunung, mereka telah menyaksikan si anjing buldok
berdiri ditengah jalan sambil bertolak pinggang, sikapnya yang garang dan keren persis seperti
seorang panglima perang dimedan laga.
Kwik Tay-lok segera menyongsong dirinya lalu menegur sambil tertawa:
"Kim ciangkun, apakah kau bersiap-siap membuka medan pertarungan ditempat ini?"
Paras muka si anjing buldok itu seakan-akan dilapisi oleh hawa dingin yang menyeramkan,
tapi setelah menjumpai kedatangannya, sekulum senyuman segera menghiasi wajahnya.
"Yaa, apa boleh buat " Terpaksa aku harus berbuat demikian, kalau bukan keadaan yang
terpaksa, akupun tidak ingin mengganggu ketenangan rakyat biasa"
"Kalau sudah tahu mereka adalah rakyat biasa, kenapa kau masih mengusik ketenangan
mereka ?" tegur Yan Jit.
Si anjing buldok menghela napas panjang.
"Aaai...... kami hanya tahu kalau barang curian itu masih ada dikota dan belum diangkut pergi,
tapi disimpan dimanakah " Oleh sebab itu terpaksa aku harus mengerahkan segenap opas yang
berada pada delapan belas keresidenan di sekitar tempat ini untuk melakukan penggeledahan
secara serentak".
Setelah tertawa, ia melanjutkan:
"Asal barang curian itu bisa ditemukan ditempat ini, jangan harap Hong Si-hu bisa melarikan
diri lagi dari sini".
"Kalau begitu, kita tak boleh masuk ke dalam kota?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata anjing buldok itu, serunya dengan cepat:
"Malam sudah larut, mau apa kalian berdua memasuki kota?"
"Minum arak"
"Minum arak di warungnya Moay Lo-kong ?"
"Ehhmm, arak di atas bukit sudah habis, padahal kami belum terlalu cukup".
Si anjing buldok segera tertawa.
"Tempat itu sudah kami geledah hampir setengah harian lamanya, yang berhasil ditemukan
cuma sekeping uang emas, kalau kalian berdua hendak berkunjung ke situ, silahkan saja !"
Ia lantas memberi tanda kepada para opas dijalan, kemudian ia sendiripun menyingkir ke
samping. Setelah berjalan sekian lama, Yan Jit baru berkata sambil tertawa:
"Tampaknya dia sangat memberi muka kepadamu"
"Yaa, karena ia gagal mengetahui asal-usulku".
"Benarkah nama-nama yang kau sebutkan satu-persatu tadi adalah nama-nama gurumu ?"
"Tepat sekali aku tidak bohong".
"Sekalipun kungfumu tidak terlalu hebat, aku pikir belum tentu mereka sanggup untuk melatih
seorang murid semacam kau".
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Yang kupelajari bukan keistimewaan dari ilmu silatnya, melainkan kelemahan dari kungfu
mereka" "Kelemahan-kelemahnya ?"
"Apabila kusaksikan dalam ilmu silat mereka terdapat titik kelemahan, maka aku akan
berusaha dengan sepenuh tenaga menghindarinya. Itulah sebabnya, diantara orang yang pernah
kujumpai tentu ada seorang diantaranya adalah guruku, sebab aku telah mempelajari kelemahankelemahan
tersebut dari mereka"
"Ehmm... tak kusangka kalau kepandaianmu lumayan juga" kata Yan Jit sambil mengerling
sekejap ke arahnya.
"Berada di hadapanmu, akupun tak usah berpura-pura lagi" ujar Kwi Tay-lok dengan serius.
"ilmu pengetahuanku sesungguhnya memang luas dan dalam sekali."
Yan Jit tak tahan untuk tertawa geli.
"Kalau begitu darimana kau pelajari semua keistimewaan mu itu ?" katanya.
"Pernah aku bertanya kepadamu soal alas sepatumu " Pernahkah aku bertanya kepadamu
tentang kematianmu yang tujuh kali itu?"
"Tak pernah!"
"Kalau memang begitu, kenapa kau harus bertanya kepadaku ?"
* * * Moay Lo-kong adalah seorang jejaka tua, dalam warungnya besar kecil seluruhnya memiliki
empat buah kamar.
Sebuah tempat berjualan, sebuah dipakai untuk dapur, sebuah lagi untuk tempat tidurnya.
Yang paling penting adalah yang paling belakang, disitulah dia memanggang itik dan ayam.
Kamar itu selalu berada dalam keadaan tertutup, karena bumbu Moay lo-kong adalah menurut
"resep rahasia", bila resep itu sampai tercuri orang akibatnya mangkuk nasinya bisa pecah.
Ketika Yan Jit sekalian tiba di situ, Moay Lo-kong sedang berada dalam kamar panggangnya,
meski pintu ruangan tertutup rapat, namun terendus bau harum yang sedap mengepul keluar dari
celah-celah pintu.
Mengendus bau seharum itu, Kwik Tay-lok segera menelan air liurnya menahan lapar, dengan
suara keras teriaknya:
"Lo-kong, ada relasi yang datang, kenapa kau belum muncul juga?"
Lewat beberapa saat kemudian, Moay lo-kong baru muncul dari balik ruangan, tubuhnya
penuh berminyak, seakan-akan baru keluar dari kolam minyak babi.
Setelah bartemu dengan Kwik Tay-lok, wajah yang tidak sabar itu baru menunjukkan sekulum
senyuman. "Agaknya malam ini semua orang tak bisa tidur, usahaku pasti akan lebih baik, maka aku
sengaja memanggang puluhan ekor itik sebagai persediaan, tak heran aku lebih repot dari
keadaan biasa."
Kwik Tay-lok tertawa.
"Lo-kong !" katanya, "kau tak punya anak, tak punya bini, seorang diri hidup lebih irit, kenapa
tidak berganti dengan satu stel baju baru " Buat apa hasil keuntunganmu selama ini?"
"Tiap hari kerjaku ada di dapur dan berteman dengan minyak, buat apa membuat baju baru "
Apalagi aku tak kuatir kebanyakan uang, semakin banyak yang kudapat toh semakin baik."


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yan Jit segera menyela sambil tertawa:
"Apa yang dikatakan memang kata-kata yang sejujurnya!"
"Orang jujur tentu tak pernah berbohong!"
"Moay Lo-kong memang seorang yang jujur" Kwik Tay-lok menambahkan. "konon sudah
belasan tahun dia datang kemari, tapi tempat tinggal si janda Tio yang tinggal di gang sik-tau-keng
di belakang Kiat-pay-hong pun tak pernah dikunjungi"
"Dimana sih letaknya gang Sik-tau-keng tersebut ?"
"Sik-tau-keng adalah suatu tempat yang indah" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa, "bukan saja
penuh dengan perempuan cantik, di situpun bisa dinikmati kehangatan dan kemesraan mereka".
"Kau pernah kesana?" tanya Yan Jit sambil melirik sekejap ke arahnya.
"Aku bukannya tak ingin ke situ, cuma setiap kali setelah mabuk, aku selalu lupa untuk
berkunjung ke situ"
"Setelah sadar, kenapa kau tidak ke situ"
"Dalam keadaan sadar aku tak berani kesana"
"Masa kau tidak berani?" Jengek Yan-Jit dingin.
"Aku takut setelah gadis-gadis cantik itu bertemu dengan lelaki tampan macam aku, mereka
enggan untuk melepaskan diriku lagi"
Yan Jit tak tahan untuk tertawa geli.
"Tempat semacam itu kenapa harus terletak di tengah kota, apa tidak kuatir membuat istri-istri
orang yang tinggal di situ mengamuk?"
"Malam sudah begini larut, apakah kalian berdua masih ingin minum arak...?" tanya Moy Lokong.
"Dia ingin datang kemari untuk menikmati ayam panggang yang baru dikeluarkan dari
panggangan" kata Yan Jit.
"Baik, akan kupilihkan seekor yang paling gemuk"
Ia putar badan dan masuk ke dalam.
Ternyata Kwik Tay-lok mengikuti di belakangnya sambil berkata:
"Aku juga ingin masuk kedalam untuk melihat-lihat"
"Belakang situ kotor dan bau, apanya yang bagus dilihat?" seru Moay Lo-kong sambil berhenti.
"Aku tidak takut kotor, bagaimanapun juga aku sudah cukup kotor"
"Aaai....!" Yan Jit menghela napas, "Jika dia sudah berkata hendak pergi, lebih baik biarkan
saja dia pergi, kalau tidak sampai pagipun dia tetap ngotot hendak masuk juga"
Moay Lo-kong segera tertawa pula.
"Di belakang sana suasana gelap gulita, kalau berjalan kau musti berhati-hati" katanya.
Suasana di halaman belakang memang cukup gelap gulita.
Kamar panggangan berada di ujung halaman itu juga merupakan ruangan yang paling gelap.
Selangkah demi selangkah Moay Lo-kong berjalan ke belakang, ia berjalan pelan sekali.
Sambil tertawa Kwik Tay-lok segera berkata:
"Kalau dilihat dari jalannya yang terhuyung-huyung, agaknya kau baru minum arak?"
"Malam ini udara sangat dingin, aku cuma minum dua cawan, siapa tahu rasanya sudah begitu
mabuk....."
Tiba-tiba kakinya sempoyongan seperti mau roboh ke tanah.
Baru saja Kwik Tay-lok hendak memayangnya, mendadak Moay Lo-kung membalikkan
tubuhnya, seperti naga sakti yang baru keluar dari samudra, seperti juga burung manyar yang
terbang di angkasa, gerakan tubuhnya gesit sekali sehingga sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Baru saja Kwik Tay-lok menjulurkan tangannya, nadi pada pergelangan tangannya sudah
dicengkeram. Mimpipun Yan Jit tidak mengira kalau si kakek tua bangka yang biasanya untuk berjalanpun
susah, sekarang tiba-tiba bisa berubah begini menakutkan.
Dalam kagetnya ia siap menerjang ke muka.
"Berhenti!" Moay Lo-kong segera membentak, "kalau tidak, akan kucabut selembar jiwanya !"
Kali ini dia berbicara dengan dialek utaranya yang terang, sama sekali tidak membawa dialek
Kwang-tongnya yang kaku.
Yan Jit menjadi tertegun, serunya tertahan: "Kau... kau adalah...!"
"Dia adalah Hong Si-hu!" ujar Kwik Tay-lok sambil tertawa, "dia juga orang yang telah
mengangkut pergi peti-peti di bawah ranjang kita, masakah kau tak pernah berpikir sampai ke situ
?" Meskipun nadinya telah dicengkeram orang, nyawanya sudah berada di ujung tanduk, namun
senyuman masih menghiasi bibirnya seakan-akan tak acuh terhadap semuanya itu.
"Betul, akulah Hong Si-hu, dari mana kau bisa tahu?" kata Moay Lo-kong ketus.
"Sebetulnya aku cuma menduga sekenanya saja, sebab kecuali si tongkat, si anjing buldok, si
orang baju hitam dan kami berempat hanya kau seorang yang tahu kalau kami punya uang emas,
hanya kau yang mempunyai kesempatan untuk mengangkut pergi peti-peti itu lebih dulu
sementara kami pelan-pelan naik ke atas gunung".
Hong Si-hu mulai tertawa dingin.
"Selain itu" kata Kwik Tay-lok lebih jauh, "kau sudah pernah dituduh secara penasaran oleh si
tongkat sekalian, sekarang mereka pasti tak akan mencurigakan lagi, apalagi kamar panggangan
tak boleh dikunjungi siapapun, bila peti-peti itu disimpan di sana maka hal ini jauh lebih baik lagi".
"Masih ada?"
"Si anjing buldok tersohor karena daya penciumannya yang tajam, kalau memang ia pernah
berjumpa denganmu, berarti bau badanmu tak akan bisa mengelabuhi daya penciumannya, oleh
sebab itu kau sengaja berdagang ayam dan itik panggang".
Sambil menghembuskan napas panjang ia berkata lebih jauh:
"Sebab bau badan manusia manapun tak akan setebal bau minyak dari itik panggang,
sekalipun perempuan yang berbau rase juga tidak terkecuali..."
"Masih ada lagi?"
"Masih, aku dengar Hong Si-hu adalah seorang setan berjiwa sempit yang kikirnya macam
kacang arab, sekalipun uang yang di dapat dari hasil mencuri juga enggan dihambur-hamburkan,
bahkan mencari binipun enggan. Selama hidup sampai sekarang, belum pernah kujumpai orang
yang berjiwa sesempit kau, daging segar arak wangi enggan dicicipi, tapi sisa makanan orang
dinikmatinya dengan lezat"
Tiba-tiba ia tertawa dan melanjutkan:
"Sekarang aku baru merasa bahwa namamu itu memang cocok sekali, kalau Lim Hu
memperistri bunga bwe dan beranak bangau, maka istrimu adalah kau sendiri, itulah sebabnya
kau bernama Si-hu (istri diri sendiri)"
Tampaknya ia merasa bangga sekali dengan kesimpulan yang berhasil didapatkan itu, saking
gelinya air matapun sampai jatuh bercucuran.
Orang lain tak ada yang tertawa, mereka tak mampu tertawa lagi.
Hong Si-hu memandangnya dengan sorot mata dingin, menanti pemuda itu selesai tertawa,
dia baru berkata dengan ketus:
"Masih ada yang lain ?"
"Tidak ada lagi, ini sudah lebih dari cukup, tiga macam persoalan kalau digabungkan menjadi
satu maka Hong Si-hu menjadi Moay lo-kong, Moay Lo-kong pun menjadi Hong Si-hu".
"Tidak kusangka kau si keledai kecilpun bisa sepintar ini" jengek Hong Si-hu.
"Sekalipun orang yang paling bodoh, sepanjang hidupnya paling tidak ada dua kali menjadi
pintar, apalagi aku sesungguhnya adalah seorang yang berbakat bagus, cuma kadang kala suka
berlagak bodoh".
"Bukankah kau ingin berkunjung ke kamar panggangku ?"
"Sebenarnya memang ingin!"
"Baik, masuklah !"
"Sebetulnya ingin, tapi sekarang aku tak ingin lagi, karena aku tak ingin dijadikan ayam
panggang yang digantung di atas tiang panggangan"
Hong Si-hu segera tertawa dingin.
"Sayang sekali, sekarang tak mau pergipun kau harus pergi juga"
"Ia kau bunuhpun tak ada gunanya" kata Yan Jit pula, "selain masih ada aku, aku toh bisa
menguarkan pula rahasia ini kepada siapapun juga"
"Setelah ia masuk, tentu saja kau juga harus masuk, karena kau tak akan melepaskan
kesempatan yang baik untuk menolong temanmu, aku sudah hidup lima enam puluh tahun di
dunia, kalau soal itu mah paling tidak bisa ku ketahui!"
Yan Jit menggigit bibir menahan emosi, sepasang matanya sudah berubah menjadi merah
padam, jangankan seorang jago kawakan yang sudah berusia lima-enam puluh tahun, sekalipun
seorang bocah yang berusia tiga tahun juga dapat melihat betapa kuatir dan menaruh
perhatiannya dia terhadap Kwik Tay-lok.
Terdengar Kwik Tay-lok tertawa terbahak bahak: "jika dalam hidupnya mempunyai seorang
teman akrab seperti dia, sekalipun harus mati juga tidak mengapa, cuma..."
"Cuma kenapa ?"
"Aku rasa, kau tak akan membunuh kami"
"O, ya ?"
"Sebab sekalipun kau membunuh kami berdua juga tak ada gunanya"
"Oooh"
"Bukan saja Ong lotoa tahu kalau kami datang kemari, si anjing buldok juga tahu, bila kami
lenyap secara tiba-tiba, masa mereka tak akan curiga ?"
"Itu sih urusan belakangan" kata Hong-Si-hu ketus.
"Kalau kau memang acuh terhadap persoalan ini, kenapa belum juga membunuhku?"
"Bagaimanapun juga tak bakal ada orang orang kemari lagi, kenapa aku musti terburu napsu
?" "Kau belum juga turun tangan karena kau belum dapat mengambil keputusan, aku tahu kau
selalu berhati-hati, kalau bukan suatu hal yang sangat meyakinkan, kau tak akan melakukannya !"
"Asal kau bersedia untuk melepaskan dia mungkin kamipun dapat merahasiakan indentitasmu
itu", tiba-tiba Yan Jit berkata.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Hong Si-hu, ia tampak seperti seekor rase tua.
Penyakit dari seekor rase tua adalah terlalu banyak curiga, bukan cuma curiga kepada orang
lain, juga curiga terhadap diri-sendiri.
"Kau tahu, aku tidak tertarik dalam usaha menangkap penyamun" kata Kwik Tay-lok sambil
tertawa, "tapi aku paling benci kalau diriku ditipu orang secara mentah-mentah".
"Siapapun tak suka kalau dirinya ditipu orang", seseorang berkata pula sambil tertawa.
Jelas itulah suara dari si anjing buldok.
Sementara ucapan tersebut berkumandang, si anjing buldok, si tongkat dan si orang baju
hitam pelan-pelan masuk ke dalam halaman.
Pada saat yang bersamaan pula dari empat penjuru dinding pekarangan muncul api obor yang
diangkat tinggi-tinggi, beberapa puluh orang opas yang membawa busur dan golok terhunus telah
mengepung halaman kecil itu rapat-rapat.
Paras muka Hong Si-hu bersinar terang, entah itu lantaran minyak" Atau keringat" Tiba-tiba
tangan diayunkan ke muka.
Kwik Tay-lok yang mendekati seratus kati beratnya itu tahu-tahu sudah terlempar ke udara dan
menerjang ke arah anjing buldok dan orang yang berbaju hitam itu.
Tubuh Hong Si-hu seperti sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya. "Weess !"
meluncur ke atas, dalam waktu singkat ia sudah diatas atap rumah dengan merampas dua bilah
golok. Kemudian dengan Hong-hung-tian-ci (burung hong menentang sayap) goloknya ditebas ke
kedua belah samping, cahaya golok menyambar lewat, dua orang opas sudah rontok dari atas
rumah. Kemudian sekali berkelebat, Hong Si-hu sudah berada sekitar tiga kaki jauhnya dari posisi
semula. Pencoleng ulung yang sudah puluhan tahun malang melintang dalam dunia persilatan dan
banyak melakukan pencurian ini betul-betul memiliki ilmu silat yang luar biasa.
Bukan saja gerakan tubuhnya sangat cepat, serangannya juga cepat, bahkan pandai sekali
memanfaatkan kesempatan.
Inilah kesempatan yang pertama baginya, tapi juga merupakan kesempatannya yang terakhir
kali. Sekalipun ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si orang berbaju hitam dan si anjing buldok
lebih hebat darinya, setelah terhadang oleh tubuh Kwik Tay-lok yang dilemparkan ke arah mereka,
sulit juga buat kedua orang itu untuk melakukan pengejaran.
Mendadak dari balik atap rumah muncul dua sosok manusia yang menghadang jalan pergi
Hong Si-hu. Salah seorang diantaranya seperti menggapekan tangannya, Hong Si-hu tahu-tahu sudah
terpental dan terhuyung-huyung ke belakang, kemudian "Blamm!" tubuhnya terjatuh ke tanah,
kebetulan jatuh tepat diatas badan dua orang opas.
Dua orang yang baru muncul itu dengan enteng melayang turun ke dalam halaman, yang
seorang berwajah dingin dan kaku, sedang yang lain berwajah halus seperti perempuan.
Ternyata Ong Tiong dan Lim Tay peng yang telah datang.
Waktu itu Kwik Tay-lok telah berdiri tegak sambil berkeplok dan tertawa tergelak serunya:
"Ong lotoa kami betul-betul memiliki kepandaian yang luar biasa !"
"Bukan aku!" kata Ong Tiong.
Bukan dia, berarti adalah Lim Tay-peng.
Betulkah manusia yang halus seperti nona cilik ini memiliki ilmu silat yang begini hebat"
Siapapun tidak menyangka, tapi siapapun tak bisa tidak harus mempercayainya.
Sementara itu tubuh Hong Si-hu telah diikat kencang-kencang bagaikan sebuah bak-cang.
Si anjing buldok mendongakkan kepalanya dan menghembuskan napas panjang, katanya
sambil tertawa:
"Dua puluh tahun sudah aku melacaki jejaknya, hari ini akhirnya berhasil juga kutangkap si
rase tua ini"
"Barang curian itu pasti berada dalam kamar panggangnya, setiap saat barang itu bisa
diangkut keluar", kata Kwik Tay-lok.
"Ini yang dinamakan tertangkap basah!" kata si anjing buldok sambil tertawa, bukan cuma
orangnya tertangkap, hasil curiannya juga tertangkap, betul-betul suatu sukses yang luar biasa".
"Kau tak usah berterima kasih kepadaku, kalau ingin berterima kasih, berterima kasihlah
kepadanya".
Ia menuding ke arah Lim Tay-peng, dan katanya lagi sambil tertawa:
"Meskipun temanku ini berwajah halus seperti perempuan, tapi kalau sudah minum arak, dia
seperti sebuah gentong air".
Si anjing buldok melirik sekejap ke arah si tongkat, kemudian ujarnya:
"Kita memang harus baik-baik berterima kasih kepada mereka, menurut pendapatmu
bagaimana kita harus berterima kasih?"
"Tangkap semua, tangkap mereka semua!" sera si tongkat sambil menarik muka.
Hampir melompat Kwik Tay-lok saking kagetnya.
"Apa kau bilang ?" teriaknya.
"Ke empat orang ini menyembunyikan hasil curian dalam sarangnya, kalau bukan sekomplotan
dengan Hong Si-hu tentu merupakan sekelompok penyamun! Ringkus mereka semua dengan tali
yang besar, setelah pulang siksa mereka sampai mengaku !"
Hampir meledak isi perut Kwik Tay-lok saking gusarnya, ia tertawa bergelak, lalu serunya:
"Ingin kulihat siapa yang berani mengusik diriku !"
"Kau berani melawan hukum ?" bentak si tongkat.
"Tidak berani !" tiba-tiba Ong Tiong menyahut.
"Kalau memang tak berani, kenapa tidak segera menyerahkan diri !"
"Walaupun kami tak berani melawan hukum sayang kau bukan seorang opas, kau adalah
seorang pencoleng"
"Lebih buas dari pencoleng !" Yan Jit menambahkan.
"Kalian mengejar Hong Si-hu selama ini sesungguhnya bukan orangnya yang dicari melainkan
uangnya" "Yaa, seorang opas berapa sih gajinya?" sambung Yan Jit, "berapa banyak uang kalian
terima" Tapi kalau dilihat dari baju yang dipakai Kim toaya ini, mungkin seorang ciangkunpun
belum tentu bisa mengenakannya".
Apalagi mereka masih bisa menyewa saudara berbaju hitam ini sebagai pembunuh bayaran,
uang yang dikeluarkan pasti besar sekali, tak mungkin seorang hamba negara bisa sekaya ini"
"Tapi hasil curian banyak sekali, dimana-mana ada pencoleng maka barang curian tak pernah
ada habisnya"
"Kalau pencoleng kecil, memang ada baiknya dibawa pulang untuk tumbal naik pangkat, kalau
pencolengnya sudah kelas kakap seperti Hoa Si-hu, lebih baik dimakan sendiri saja"
Yan Jit manggut-manggut, terusnya pula:
"Apalagi jika berhasil menangkap pencoleng seperti ini, paling tidak hasilnya bisa dipakai
selama dua tiga tahun"
"Tapi kalau kami dibiarkan hidup, suatu hari rahasia ini pasti bocor, maka lebih baik kalau
kamipun dibunuh biar selamanya bungkam"
"Perbuatan kalian meski lebih ganas dari pencoleng, namun tidak melanggar hukum, itu baru
sip namanya!"
"Aku toh sudah bilang sedari tadi, hitam makan hitam selamanya lebih menarik, takutnya kalau
salah masuk ke lubang hidung!"
Demikianlah, ucapan dari Yan Jit dan Ong Tiong yang saling bersahut-sahutan ini bukan saja
membuat semua orang termangu, bahkan Kwik Tay-lok serta Lim Tay-Peng pun ikut tertegun.
Si tongkat beberapa kali hendak mengumbar hawa amarahnya, tapi selalu dicegah oleh si
anjing buldok. Menanti mereka sudah selesai berbicara, si anjing buldok baru berkata sambil tertawa:
"Perkataan kalian memang benar, kuakui semuanya"
Lalu sambil menuding ke arah, si tongkat katanya sambil tertawa:
"Orang ini baik di kota Kay-hong, Lokyang, Ki-lam, maupun Thian-cing semuanya punya
rumah gedung, dalam gedung-gedung itu pasti ada seorang bini mudanya, bicara dari soal gaji
yang diterimanya tiap bulan, mana mampu dia memeliharanya ?"
"Binimu tidak lebih sedikit dariku !" seru si tongkat sambil menarik muka.
"Sayang sekali bini-bini kalian itu sebentar lagi bakal menjadi janda semua" kata Kwik Tay-lok
dengan gusar. Si anjing buldok segera tertawa.
"Kalian tahu, mengapa aku mau membicarakan persoalan ini kepada kamu sekalian?"
Setelah tertawa, ia menuding ke sekeliling dinding pekarangan itu, lalu ujarnya lebih lanjut:
"Di sini tersedia tiga puluh busur otomatis berpegas tinggi, empat puluh golok kilat, dan jagojago
berilmu tinggi, mereka semua adalah anak buah kami, tak nanti kalian dibiarkan pergi dari sini
dalam keadaan hidup"
"Mati karena hujan anak panah, rasanya tentu tak sedap" sambung si tongkat dingin.
"Apalagi masih ada lagi saudara hitam yang sengaja kami sewa untuk melindungi kami"
Setelah tertawa, si anjing buldok itu menyambung lebih jauh.
"Tentu saja kalian juga tahu kalau dia tidak she Hek, paling tidak sebilah pedangnya bisa


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadapi kalian bertiga, oleh karena itu aku lihat lebih baik kalian menurut perkataanku saja,
paling tidak jauh lebih enakan dari pada mati"
"Kentut busuk makmu !" bentak Kwik-Tay-lok gusar.
Paras muka si anjing buldok itu segera berubah hebat, serunya dengan lantang:
"Bunuh dulu orang ini, gajimu akan kutambah"
Selama ini manusia berbaju hitam itu cuma berdiri sambil bergendong tangan, tiba-tiba ia
bertanya: "Kau suruh siapa membunuhnya ?"
"Tentu saja menyuruh kau !"
"Membunuh satu orang berarti tiga ratus tahil uang emas."
"Baik !"
Tiba-tiba ia mencabut keluar pedangnya, pedangnya, lalu cahaya tajam berkelebat lewat, ia
telah menusuk bahu si anjing buldok.
Bukan tusukan pedang panjang, melainkan sebilah pedang pendek.
Didalam sarung pedang yang empat jengkal panjangnya itu, ternyata masih di sisipkan pula
dengan sebilah pedang pendek yang satu jengkal tujuh inci panjangnya.
Sesungguhnya si anjing buldok bukan seorang jagoan yang gampang dihadapi, tapi dia tak
menyangka kalau manusia berbaju hitam itu bakal melancarkan serangan kepadanya, lebih tak
mengira lagi kalau pedang yang menusuk tubuhnya sebilah pedang pendek.
Dalam kagetnya, si tongkat segera membentak:
"Panah !"
Ditengah bentakan tersebut, tubuhnya segera meluncur ke udara berusaha melarikan diri.
Tapi orang lain mana mau melepaskannya dengan begitu saja"
Kwik Tay-lok dan Yan Jit segera menggencet dari kedua belah sisinya mencegah si tongkat
melarikan diri.
Ong Tiong sebetulnya tidak bergerak.
Sekarang secara tiba-tiba ia bergerak, hanya bergerak sedikit saja. Tapi gerakannya begitu
tepat, begitu cepat, pada hakekatnya sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata.
Si tongkat hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu sepasang
tangannya se akan-akan sudah bertambah dengan sebuah borgol.
Jeritan kaget berkumandang datang dari atas dinding pekarangan, yang membawa busur
membuang busur, yang membawa golok membuang golok, dalam waktu singkat kawanan opas itu
sudah pada kabur dari situ.... kebaikan yang mereka terima masih belum cukup untuk
mengorbankan nyawa dengan percuma.
Kemudian, sepasang mata setiap orang pada mendelik ke arah manusia berbaju hitam itu,
siapapun tak tahu sebenarnya apa yang sedang dilakukan oleh orang ini.
Sepasang mata si anjing buldok berapi-api, sambil menggigit bibir menahan marah serunya:
"Kau telah menerima emasku, kenapa malah menggigit aku, manusia semacam kau lebih
busuk dari seekor anjing !"
"Aku memang bukan seekor anjing !" kata si orang berbaju hitam itu hambar.
"Sudah lama aku dengar orang berkata, si sukma yang lolos dari ujung pedang Lamkiong Cho
adalah seorang lelaki sejati, selamanya bicara satu tak pernah dua, maka dengan upah tinggi kami
mengundangmu untuk melindungi kami, siapa tahu orang yang setiap hari memburu burung
manyar, akhirnya kena dipatuk juga oleh burung manyar".
"Sepasang mata kalian memang sudah buta !"
"Kau... apakah kau...."
"Kau kira aku benar-benar adalah Lamkiong Cho?" ujar manusia berbaju hitam itu.
"Kalau bukan Lamkiong Cho, siapa kau ?"
"Akupun seorang yang khusus mencari gara-gara dengan orang lain, cuma kali ini aku sengaja
mencari gara-gara dengan kalian"
"Sesungguhnya siapakah kau?"
"Atasan kalian Ti-tok loya sudah lama mengetahui kalau kalian kurang beres, maka sengaja
mengutusku untuk menyelidiki sampai dimanakah ketidak beresan kalian"
Sesudah memperdengarkan suara tertawa dingin yang pendek tapi lengking, terusnya:
"Sekarang kalian sudah mengaku semua ketidak beresan yang pernah kalian lakukan,
buktipun didepan mata, inilah yang dinamakan tertangkap basah berikut bukti kejahatan"
Si anjing buldok melototkan matanya bulat-bulat, namun ia tak sanggup berbicara lagi.
Saat itulah si manusia berbaju hitam itu baru menjura kepada Ong Tong sekalian, katanya
sambil tertawa:
"Dalam bidang manapun pasti terdapat oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, tidak
terkecuali didalam bidang alat hukum, moga-moga saja bila kalian berempat berjumpa lagi dengan
opas di kemudian hari, jangan menyamakan mereka dengan orang ini"
"Terus terang saja, aku sendiripun hampir saja menjadi seorang opas...." kata Kwik Tay-lok
sambil tersenyum.
"Kalau dia sampai menjadi opas sungguhan, berarti saat mujur bagi kaum pencoleng telah
tiba" sambung Yan Jit sambil tertawa.
"Dalam peristiwa ini, beruntung kalian berempat mau membantu, sekarang aku hendak
membawa mereka bertiga untuk memberi laporan" kata manusia berbaju hitam itu kemudian.
"Silahkan!"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok menepuk bahu Hong Si-hu, lalu katanya sambil tertawa:
"Padahal masuk penjara lebih enakan, tanggung kau tak usah keluar uang setengekpun"
Hong Si-hu melototkan sepasang matanya bulat-bulat.
Yaa, kecuali melototkan matanya, apa lagi yang bisa dia lakukan"
"Sedangkan mengenai hasil curian itu..." kata orang berbaju hitam itu.
"Tentu saja hasil curian itu wajib dibongkar ke dalam kas negara".
"Berbicara sesungguhnya, kasus ini berhasil dibongkar oleh kalian berempat, jadi sepantasnya
kalau kalian mendapat sepertiga bagian dari hasil rampokan itu sebagai imbalan, aku harap kalian
berempat bersedia untuk ikut kami kekota dan menerima imbalan tersebut"
Belum habis dia berkata, Ong Tiong menukas:
"Tidak usah !"
Untuk mendapat sedikit emas, mereka harus melakukan perjalanan jauh, sekalipun kepala
harus dipenggal mereka juga enggan untuk melakukan....
Kwik Tay-lok, Yan Jit serta Lim Tay-peng juga enggan.
Dalam pandangan mereka, di dunia masih terdapat banyak pekerjaan lain yang jauh lebih
penting dari pada uang emas.
Kata Kwik Tay-lok tertawa:
"Barang-barang semacam itu kecuali membawa banyak kesulitan buat kami, tidak ada manfaat
apa-apa lagi, aku hanya berharap agar ayam-ayam panggang dan itik-itik panggang yang ada di
kamar panggang itu dihadiahkan semua kepada kami, hal mana sudah cukup menggembirakan
hati kami semua."
Fajar telah menyingsing.
Suasana dalam kota telah pulih kembali dalam keheningan.
Angin masih berhembus sepoi, salju masih turun dengan deras.
Di dunia ini memang terdapat beberapa macam benda yang tak bisa dirubah oleh persoalan
apapun. Demikian juga dengan manusia.
Setelah itik-itik tersebut di panggang sekian waktu, inilah saatnya untuk matang.
Kwik Tay-lok sedang merobek paha itik dan siap mendaharnya.
Mendadak, tujuh delapan potong zamrud dan berlian sebesar jari tangan berjatuhan dari dalam
perut itik panggang itu.
Mata semua orang mulai terbelalak lebar.
Ketika merobek perut itik panggang lainnya, ternyata isinya adalah ma-nau dan benda mulia
lainnya. Dari antara tiga empat puluh ekor itik panggang itu, paling tidak ada dua puluh ekor
diantaranya yang berisi benda-benda berharga itu. Yan Jit mengerdipkan matanya berulang kali,
tiba tiba ia berseru:
"Mengerti aku sekarang".
"Apa yang kau pahami?"
"Sebetulnya Hong Si-hu hendak menyembunyikan benda-benda berharga itu didalam perut itik
panggang agar mudah diangkut keluar kota, bukan saja aman, lagi pula bisa mengelabuhi orang
lain, siapa tahu kami sudah keburu menerobos masuk, maka baru sebagian kecil dari bendabenda
itu yang disembunyikan"
"Masuk akal!" Kwik Tay-lok mengangguk.
"Saudara hitam itu tak tahu berapa banyak hasil rampokan yang ada di sana, sekalipun tahu
juga tak dapat menghitung jumlahnya"
"Masuk akal!"
"Kenapa kau masih berlagak pilon" padahal teori ini sudah kau ketahui sedari tadi" kata Yan
Jit sambil tertawa.
"Aku sudah tahu?" Kwik Tay-lok mengerdipkan matanya berulang kali.
"Kalau kau tidak tahu, kenapa menyuruh orang untuk memberikan semua itik-itik panggang itu
kepadamu?"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang:
"Aaaai.... kalau kau bersikeras untuk berpendapat sedemikian, akupun tak bisa apa-apa"
Tiba-tiba katanya sambil tertawa:
"Tapi bagaimanapun juga, kita memang berhak mendapat komisi tiga persen, jadi uang ini
halal atau tidak, pokoknya kita pakai kan beres!"
Yan Jit menatapnya tajam-tajam, lalu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kadangkala aku sendiripun merasa tidak mengerti dengan dirimu"
"O,ya ?"
"Aku tak tahu sesungguhnya kau ini pintar " Ataukah bodoh ?" ujar Ong Tiong pelan. Itulah
kesimpulannya. Uang adalah benda yang tak boleh berpisah dari tangan lelaki, demikian juga dengan
perempuan. Uang bisa menimbulkan gara-gara, perempuan lebih besar menimbulkan gara-gara.
Kecuali itu, uang masih mempunyai suatu persamaan dengan perempuan. Bila didapatkan
secara gampang, maka perginya juga semakin cepat.
Kwik Tay-lok selalu menganggap dirinya adalah seorang yang mempunyai standard,
perbuatan apapun yang dilakukan selalu mempunyai standard.
Standarnya untuk makan itik panggang adalah:
"Bila ada daging, dia tak akan menggerutu tulang, bila ada kulit, dia tak akan makan daging"
Kini kulit itik panggang sudah dikelupas semua, itik yang kulitnya sudah mengelupas ibaratnya
seorang perempuan yang lima puluh tahunan yang di telanjangi tubuhnya, tiba-tiba saja berubah
menjadi begitu lucu dan menggelikan.
Sebaliknya kalau jeruk seperti seorang gadis berumur dua puluh tahun, makin bersih kulitnya
di kelupas, semakin menariklah kulitnya.
(Bersambung jilid 06)
Jilid 06 JARANG SEKALI ADA ORANG YANG bisa menghubung-kan itik panggang dengan
perempuan, Kwik Tay-lok dapat.
Setelah arak mengalir masuk ke dalam perutnya, uang sudah masuk ke sakunya, maka dari
benda apapun ia bisa menghubungkannya dengan perempuan . . . .
Kini arak sudah habis diminun, intan pertama juga sudah dibagi menjadi empat bagian.
Sambil mengerdipkan matanya, tiba-tiba Kwik Tay-lok bertanya:
"Apa rencana kalian sekarang?"
Rencana apa" Siapapun tak punya rencana apa-apa.
"Apakah kau sudah mempunyai rencana?" tanya Yan Jit sambil melototi wajahnya.
Kwik Tay-lok menatap itik panggang tak berkulit itu lekat-lekat, kemudian jawabnya:
"Kita sudah terlalu lama mengendon di sini, hari ini kita harus pergi melemaskan otot, kalau
tidak tulang-tulang kita bisa mulai karatan dan tua."
"Tulang kami tidak seperti tulangmu, baru ada sedikit uang lantas tangannya menjadi gatal."
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kembali ia tertawa, katanya lebih jauh.
"Sekalipun tulangku ini tulang kere, paling tidak harus digerakkan juga agar lebih bergairah."
"Apakah kau hendak melemaskan otot seorang diri?"
"Ehmm!"
Yan Jit segera tertawa dingin.
"Aku sudah tahu kalau ada sementara orang cuma berkawan disaat masih miskin, begitu
punya uang, permainannya lantas banyak."
"Apakah kau tak pernah melemaskan otot seorang diri?" seru Kwik Tay-lok dengan mata
melotot. Yan Jit melengos ke arah lain.
"Kalau ingin pergi, pergilah sendiri, toh tak ada orang lain yang akan menahanmu !" serunya.
Kwik Tay-lok yang sudah berdiri, segera duduk kembali, katanya sambil tertawa:
"Aku tak lain cuma ingin pergi satu setengah hari saja, besok malam kita bersua kembali."
Tak seorangpun yang menggubrisnya.
Kwik Tay-lok mengangkat bahu, katanya: "Sekarang Moay Lo-kong sudah ditangkap, disini tak
ada rumah makan lain, aku tahu di kota keresidenan terdapat sebuah rumah makan Gwe-goankoan
yang lumayan juga masakannya, untung saja kota Sian-sia tak jauh dari sini, bagaimana
kalau kita bersua kembali di sana besok..." Aku akan mentraktir kalian!"
Masih belum ada orang yang menggubrisnya.
Kwik Tay-lok menjadi sangat gelisah, serunya lagi:
"Apakah aku ingin berjalan-jalan seorang diri barang seharipun tak boleh ?"
"Siapa bilang tak boleh?" seru Ong Tiong sambil membalikkan matanya.
"Kalau begitu, besok kau akan pergi atau tidak?"
"Apakah kau tak bisa membeli arak dan sayur itu dari rumah makan Gwee-goan-koan
kemudian membawanya pulang dan mentraktir aku di sini?"
"Aku mohon kepadamu, janganlah begini malas, mau bukan" Kau juga harus membeli
beberapa stel pakaian baru, pakaian semacam itu kalau dipakai terus menerus, bahkan kau
sendiripun mungkin akan ketimpa naas. . . mengerti ?"
Pelan-pelan Ong Tiong bangkit berdiri, kemudian pelan-pelan berjalan keluar dari situ.
"Kau hendak kemana?" Kwik Tay-lok segera menegur.
"Ke ranjangnya Moay Lo-kong,"
"Mau apa ?"
"Ong Tiong menghela napas panjang.
"Kalau keatas ranjang mau apa" Tentu saja tidur, kalau kau naik keranjang, apakah hendak
melakukan pekerjaan lain?"
Kwik Tay-lok tertawa, dia memang ingin melakukan pekerjaan lain, lagi pula pekerjaan itu
memang harus dilakukan di atas ranjang.
la bangkit berdiri, lalu ujarnya sambil tertawa:
"Kalau ingin tidur di sana juga boleh, bah bagaimanapun besok masih harus ke Sian-sia,
daripada bolak balik, berangkat separuh jalan dulu memang tak ada salahnya."
"Tepat sekali!"
Kwik Tay-lok melirik Yan Jit sekejap kemudian katanya:
"Besok, apa kalian juga ikut Ong lotoa?"
Lim Tay-peng mengangguk, sedang Yan Jit berkata hambar:
"Hari ini juga aku berangkat bersamamu!"
"Tapi aku." Kwik Tay-lok agak tertegun.
"Kenapa ?" seru Yan Jit sambil melotot, "apakah setelah punya uang, temanpun tak maui lagi
?" Sepanjang jalan, sambil melakukan perjalanan Kwik Tay-lok menghela napas, tiada hentinya.
Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, lalu menegur:
"Hey, apa yang terjadi" Adakah sesuatu yang tidak enak dengan kesehatan badanmu?"
"Agaknya aku sudah salah makan, perutku mendadak mulas dan kurang enak." kata Kwik Taylok
sambil meringis menahan sakit.
"Hmm, aku lihat yang kurang enak bukan perutmu." ujar Yan Jit dengan nada dingin.
Tiba-tiba ia tertawa, kembali ujarnya:
"Padahal bagian mana dari tubuhmu yang kurang enak, telah kuketahui sedari tadi dengan
amat jelas."
"Kau mengetahui dengan jelas ?"
Yan Jit memutar sepasang biji matanya, lalu berkata:
"Setiap orang yang berpengalaman tentu mengetahui akan sepatah kata yang mengatakan:
"Bermain pelacur sendirian bermain judi berduaan, mengapa aku tidak tahu dengan jelas?"
Untuk sesaat lamanya Kwi Tay-lok merasa tertegun, akhirnya ia cuma bisa tertawa, tertawa
getir. "Jadi kau kira aku sengaja menyingkir dari kalian, hanya dikarenakan aku ingin ngeloyor
sendirian mencari perempuan ?"
"Memangnya kau tidak bermaksud demikian?" Kwik Tay-lok tidak bisa berbicara lagi.
"Padahal masalah semacam ini juga bukan suatu kejadian yang terlalu memalukan" kata Yan
Jit lagi, "setiap lelaki yang punya uang siapa yang tak ingin pergi mencari perempuan"."
"Apakah kau sendiri tidak bermaksud demikian?" Kwik Tay-lok balik bertanya sambit
mengerdipkan matanya.
"Terus terang kuberi-tahu kepadamu, aku berharap kau bisa membawaku, aku tahu dalam
bidang ini kau pasti sangat berpengalaman bukankah demikian?"
Kwik Tay-lok mendesis, tiba-tiba ia terbatuk-batuk.
"Lelaki yang romantis dan sok-aksi semacam kau pasti tahu ditempat mana kita bisa mencari
perempuan yang terbaik."
Setelah mengerling sekejap wajah Kwik Tay-lok, katanya lebih jauh: "Kita kan sama-sama
teman, bagaimanapun juga kau harus memberikan sebuah petunjuk kepadaku bukan?"
Agaknya paras muka Kwik Tay-lok berubah agak merah, gumamnya kemudian:
"Tentu saja, tentu saja...."
"Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Tentu saja... tentu saja kita harus ke kota lebih dulu. . . ."
Yan Jit lagi-lagi tertawa lebar, katanya:
"Padahal seharusnya kau juga mengajak serta Ong lotoa sekalian, agar merekapun bisa
membuka matanya lebar-lebar serta menyaksikan pelbagai atraksi menarik, aku betul-betul tidak
habis mengerti mengapa kau harus mengelabui mereka?"
Kwik Tay Lok sedikitpun tidak bermaksud mengelabui orang lain, ia selalu beranggapan bahwa
mencari perempuan bukan suatu perbuatan yang memalukan.
Tidak berhasil menemukan perempuan, itu baru memalukan namanya.
la mengelabui orang lain, karena ia sama sekali tak tahu harus pergi ke mana untuk mencari
perempuan.

Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada hakekatnya ia belum pernah mencari perempuan, justru karena ia tak pernah maka dia
ingin mencari, maka dia baru merasa ingin sekali, suatu keinginan yang luar biasa.
Dalam waktu yang cukup singkat, kota Sian-sia telah dicapai.
Begitu masuk ke kota. Yan Jit lantas bertanya:
"Sekarang apa yang harus kita lakukan" Kita akan menempuh jalan yang mana?"
Kata orang: "Dalam setiap sepuluh langkah, pasti ada rumput yang tumbuh. Setiap jengkal
tanah tentu ada perempuan yang lewat."
Kwik Tay Lok mendehem beberapa kali, kemudian menjawab:
"Lewat jalan yang manapun saja"
"Sama saja ?"
"Yaa, toh di setiap jalan pasti ada perempuan"
Yan Jit segera tertawa, ujarnya:
"Aku juga tahu kalau di setiap jalanan tentu ada perempuan, tapi perempuanpun terdiri dari
beberapa macam, persoalannya sekarang di jalanan yang manakah perempuan yang kau cari itu
baru bisa ditemukan?"
Kwik Tay Lok menyeka keringat yang telah membasahi tubuhnya, tiba-tiba terlintas satu
ingatan dalam benaknya, sambil menuding sebuah warung teh di tepi jalan, katanya:
"Kau boleh menunggu sejenak di situ, aku akan pergi mencarikan bagimu. . ."
"Kenapa aku harus menunggu di sini, apakah kita tak boleh berjalan bersama ?" kata Yan Jit
sambil mengerdipkan matanya.
Dengan serius Kwik Tay-lok menjawab:
"Soal ini kau tak akan memahami, tempat tersebut amat rahasia sekali, semakin rahasia
tempatnya semakin menyenangkan kita, tapi kalau melihat kedatangan orang asing, boleh jadi
mereka lantas tidak mau."
Mendengar perkataan itu, Yan Jit segera menghela napas panjang.
"Baiklah !" ia berkata, "bagaimanapun kau memang lebih berpengalaman dari padaku, baiklah,
aku akan menuruti semua perkataanmu"
Setelah menyaksikan Yan Jit masuk ke dalam warung teh, Kwik Tay-Lok baru
menghembuskan napas lega.
Siapa tahu Yan Jit kembali berpaling, lalu berteriak keras:
"Aku akan menunggu kedatanganmu di sini, kau jangan kabur lho !"
"Tentu saja aku tak akan kabur !" jawab Kwik Tay Lok dengan suara yang tak kalah kerasnya.
Dia memang tidak bermaksud kabur, cuma dia harus mencari berita lebih dulu, agar Yan Jit
merasa kagum kepadanya.
"Manusia romantis yang gagah dan ganteng seperti aku ini, kalau sampai tempat semacam
itupun tak bisa menemukan, bukankah Yan Jit akan tertawa kegelian sampai gigipun ikut copot "
Siapa tahu dia akan kegelian lima tahun lamanya ?"
Dengan mempergunakan suatu gerakan yang paling cepat dia berbelok ke dalam sebuah
tikungan jalan, ternyata jalanan di depan sana seperti pula jalanan pertama, disitu ada warung teh,
toko, ada laki-laki, tentu saja ada perempuan.
"Tapi perempuan yang manakah baru merupakan perempuan yang sedang kucari ?"
la meneliti satu per satu, namun tak seorangpun yang mirip, ia merasa semua perempuanperempuan
itu seperti perempuan dari keluarga baik-baik.
"Orang yang melakukan pekerjaan semacam itu, masakah memasang papan nama di atas
wajahnya ?"
Setengah harian lamanya Kwik Tay-lok berdiri termangu-mangu di tepi jalan, tak hentinya dia
memberi semangat kepada diri sendiri diapun menghibur terus diri sendiri.
"Asal ada uang, masa kau takut tak bertemu perempuan ?"
Ia bermaksud untuk membeli satu stel pakaian baru lebih dulu.
Orang bilang, "kalau manusia adalah pakaiannya, kalau Budha adalah jubah emasnya"
Asal ia berpakaian perlente dan necis, paling tidak gengsinya akan naik tiga tingkat lebih
dahulu. Yang aneh, ternyata tokoh penjual pakaianpun seakan-akan tidak terlalu gampang di temukan.
Dengan susah payah akhirnya dia berhasil juga menemukan sebuah toko pakaian, tiba-tiba ia
menyaksikan ada seseorang sedang memilih pakaian di situ, ketika di dekati ternyata orang itu
adalah Yan Jit.
"Ternyata bocah itu tidak menunggu aku di warung teh!"
Terdengar Yan Jit yang berada dalam ruangan sedang berkata sambil tertawa:
"Aku menginginkan pakaian yang paling baik, harganya mahalan sedikit tak menjadi soal, hari
ini aku punya janji dengan seorang cewek cakep, aku musti memakai yang agak bagus"
Diam-diam Kwik Tay-lok mengerutkan dahinya sambil berpikir:
"Masakah bocah muda ini berhasil mendahului diriku dengan menemukan tempat tersebut?"
Menyaksikan wajah Yan Jit yang berseri-seri, Kwik Tay-lok merasa yaa mendongkol, yaa
jengkel. "Kalau toh kau curang lebih dulu, kenapa aku musti pegang janji " Sekarang kau tak bisa
mengatakan kalau aku berusaha kabur dari sisimu.
Setelah mengambil keputusan, tanpa tukar pakaian lagi, dia bertekad untuk meninggalkan Yan
Jit lebih dulu.
"Para gadis menyukai yang ganteng, para germo menyukai uang, asal aku cukup ganteng dan
punya uang, tukar pakaian atau tidak toh bukan persoalan ?"
Di jalan raya itupun terdapat warung teh, seseorang yang membawa sebuah sangkar burung
sedang berjalan keluar dari warung teh itu.
Usia orang itu tidak terlalu besar, tapi sepasang matanya tak bersinar dan wajahnya hijau
kepucat-pucatan, mukanya keletihan dan kuyu, lagi pula setiap orang tahu pekerjaan apa yang
membuat orang itu kelihatan lemas dan pucat.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghampirinya, setelah menjura katanya sambil tertawa:
"Aku she Kwik, aku tahu kau tidak kenal aku, akupun tidak kenal kau, tapi sekarang kita telah
berkenalan."
Sebelum melakukan suatu pekerjaan ia suka mengemukakan cara yang berterus terang.
Untung saja orang itu agaknya sudah terbiasa melakukan pergaulan di luar, setelah tertegun
sejenak, katanya pula sambil tertawa:
"Sobat Kwik, kau ada urusan apa?"
"Kalau orang tidak romantis sia-sialah masa mudanya, kau tentu mempunyai perasaan yang
sama dengan kata-kata tersebut bukan"
"Oooh.... kiranya saudara Kwik ingin berpelesiran !"
"Benar aku memang bermaksud demikian sayangnya aku tak tahu jalan mana yang harus
kutempuh untuk mencapai tujuan"
"Saudara Kwik bisa ketemu aku, boleh di bilang sudah menjumpai orang yang benar" kata
orang itu sambil tertawa, "tapi untuk berpelesiran, kau harus punya uang, kalau tak punya uang
bisa jadi sebelum mendapat kenikmatan, badanmu sudah digebuki orang lebih dulu"
Kwik Tay-lok ternyata sudah digebuk orang.
Tiba-tiba ia merasa bahwa para perempuan tidak suka dengan ketampanan.
Yang disukai perempuan-perempuan itu hanya uang.
Sesungguhnya Kwik Tay-lok bukan seseorang yang gampang dipermainkan orang, diapun tak
akan sudi digebuk orang dengan begitu saja. Tapi bagaimanapun juga bagaimana mungkin
baginya untuk berkelahi dengan perempuan-perempuan semacam itu "
Lengannya kena digigit dua gigitan, kepalanya digebuk sampai keluar benjolan, sekarang ia
sedang mengelus benjolan di kepalanya dengan tangan sebelah sedang tangan yang lain
merogoh sakunya.
Saku itu kosong, jauh lebih kosong daripada perutnya yang lapar, Uang yang jelas berada
dalam sakunya ternyata telah lenyap dengan begitu saja.
Kulit itik yang dimakan pagi tadi, sudah tak berbekas, arak yang di minumpun sudah berubah
menjadi keringat.
Menanti malam hari tiba, keringatpun telah mengering.
Terpaksa Kwik Tay-lok mencari sebuah kuil bobrok, duduk di depan altar dia menendang
patung sambil termangu-mangu, patung Pousat itupun seakan-akan sedang memandang pula ke
arahnya sambil termangu-mangu.
Sebenarnya ia sudah menyusun rencana yang matang ia bermaksud makan dulu sekenyangkenyangnya,
kemudian mandi dulu sepuas-puasnya, bahkan ia membayangkan pula bagaimana
sebuah tangan yang halus sedang menggosok-gosok punggungnya.
Tapi sekarang "
Sekarang yang menggosok-gosok punggungnya cuma beberapa ekor kutu busuk, mungkin
bukan cuma seekor, kasur duduknya seakan-akan merupakan markas besar pasukan kutu busuk,
seakan-akan kutu busuk dari seluruh dunia pada berkumpul menjadi satu di sana, satu regu
menyerbu punggung, regu lain menyerbu dada, seakan-akan seluruh badannya merupakan
tempat mereka untuk berpesta pora.
Dengan jengkel Kwik Tay-lok menghantam punggungnya keras-keras, kalau bisa sekali gaplok
mampus. "Apakah aku memang sudah ditakdirkan untuk miskin terus" Masakah aku harus kelaparan
terus menerus, seharipun tak boleh kenyang?"
Tiba-tiba ia teringat kembali akan kebaikan teman.
"Mengapa aku harus berpergian seorang diri" Kenapa aku harus kabur dari sisi Yan Jit?"
Terbayang berapa mereka sedang berpesta pora sekarang, ia merasa sedemikian kelaparan
sampai-sampai kutu busukpun nyaris ditelan.
"Hidup sebagai seorang manusia memang tidak sepantasnya menjauhi teman, entah apapun
yang hendak dilakukan, ada baiknya kalau berada bersama-sama teman, kecuali teman, masih
ada apa lagi di dunia ini yang bisa disayangkan?"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasakan betapa pentingnya arti teman dalam hati kecilnya.... Siapa
saja yang ada di dunia ini, jika ia sedang berada dalam keadaan miskin dan kelaparan, ia pasti
akan berubah menjadi begini.
Untung saja besok mereka akan berjumpa lagi, sekarang dia hanya berharap waktu bisa lewat
dengan cepat, makin cepat semakin baik.
"Sekarang, aku demikian memikirkan mereka, siapa tahu mereka telah melupakan aku, Ong
Tiong pasti sudah tidur sambil mendengkur, Yan Jit mungkin sedang berpacaran dengan cewek
cakep" Terbayang sampai di situ, tak tahan lagi Kwik Tay-lok menghela napas panjang, tiba-tiba ia
merasa bahwa dirinya adalah seorang yang amat mementingkan arti persahabatan, ia merasa
sikapnya terhadap teman, jauh melebihi sikap teman terhadap dirinya.
Maka diapun merasa agak terhibur, meski dibalik rasa terhibur itu terselip juga rasa sedih.
Perasaan semacam ini membuat dia melupakan segala yang lain untuk sementara waktu.
Tiba-tiba ia terlelap dan tidur pulas.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali.
Begitu terbangun dari tidurnya, Kwik Tay-lok lantas mengambil keputusan untuk berangkat
dulu ke rumah makan Gwee- goan-lo dan menunggu teman-temannya di sana.
la bertekad untuk makan dulu sekenyang-kenyangnya, kemudian menunggu teman-temannya
membayarkan rekeningnya itu.
Diapun mengambil keputusan untuk mencari madu yang agak baik, untuk mengganti
energinya yang terbuang dengan percuma sepanjang malam.
Ia merasa setiap orang harus baik-baik menjaga kondisi sendiri, karena dia hampir melupakan
betapa ia sampai tersiksa semalam, kenapa harus menderita dengan sia-sia.
Mungkin hal ini dikarenakan rasa lapar yang luar biasa, dalam sadar tak sadar, ia seakan-akan
merasa telah mengorbankan segala sesuatunya demi teman.
Ia amat menaruh simpatik terhadap diri sendiri.
Sayang tauke rumah makan "Gwee-goan-koan tidak berpikir demikian. Bukan saja pintu belum
terbuka, jendelapun belum terbuka.
Tentu saja Kwik-Tay-lok tak akan menyalahkan dirinya yang datang terlalu awal, dia hanya
menyalahkan orang-orang itu terlalu malas, kenapa sampai sekarang belum membuka pintu,
apakah ia memang sengaja hendak menyusahkan dirinya.
Seorang yang sudah kelaparan biasanya memang tidak terlalu memikirkan soal cengli.
Baru saja dia hendak mengetuk pintu tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang
sambil menyapa.
"Selamat pagi !"
Yan Jit dengan mengenakan pakaian baru berdiri di situ dengan wajah berseri ia menunjukkan
wajah yang segar karena makan yang kenyang dan tidur yang nyenyak.
Dengan penuh rasa mendongkol dan mencibir bibir Kwik Tay-lok bergumam:
"Huuh, sekarang masih dianggap pagi" Lihatlah, mataharipun sudah bersinar sampai ke
pantat !" "Waktu itu lebih berharga dari seribu kati emas, kalau memang merasakan kenikmatan
semalaman suntuk, mengapa kau tidak berbaring dalam pelukan sang bidadari sampai tengah hari
?" kata Yan Jit sambil tertawa lebar.
"Di situ banyak kutu busuknya"
"Kutu busuk" Masa di ranjang sang bidadari pun banyak kutu busuknya" Lucu amat!"
Kwik Tay-lok menyadari kalau ia telah salah bicara, maka setelah mendehem beberapa kali,
katanya lagi sambil tertawa paksa:
"Bukan kutu busuk sungguhan, cuma tangannya yang selalu bergerak-gerak di badanku itu
lebih menjemukan dari pada kutu busuk."
Yan Jit segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian sambil menggelengkan
kepalanya dan menghela napas katanya:
"Yang paling sukar ditahan adalah kehangatan tubuh sang bidadari, kau benar-benar tidak
pandai menikmati keadaan, aku yang ingin mencari seekor kutu busuk di badanku saja tidak
berhasil menemukannya. . . !"
"Hahahaha... hahaha...." Kwik Tay-lok ingin tertawa seriangnya, tapi suaranya justru seperti
keledai yang lagi cegukan, mana suaranya parau, tidak enak lagi didengar.
Yan Jit segera memperhatikannya dari atas sampai ke bawah, kemudian katanya lagi.
"Apakah perutmu sedang merasa kurang enak" Yaa, pasti semalam kekenyangan."
"Ehmm . . . ."
Yan Jit kembali tertawa cekikikan ujarnya:
"Kalau toh nona itu bersikap begitu baik kepadamu, mungkin juga menyiapkan hidangan yang
paling baik agar membantu kesehatan badanmu . . . . betul tidak ?"
Kwik Tay-lok melirik sekeyap ke arahnya, kemudian sahutnya:
"Sungguh tak kusangka secara tiba-tiba kaupun berubah menjadi begitu berpengalaman."
"Aaai. . . mama mungkin aku bisa memiliki rejeki sebagus dirimu itu. . ." keluh Yan Jit sambil
menghela napas lagi.
"Semalam kau pergi kemana ?"
"Hmmm . . . kau tidak rikuh untuk bertanya kepadaku " Sampai pusing kepalaku semalam
menunggu kedatanganmu di warung teh itu, tapi jangan toh kau datang menjemputku, bayangan
setan pun tidak nampak, terpaksa aku bergelandangan seorang diri kesana kemari, hampir saja
tempat untuk tidurpun tidak kutemukan"
"Kiranya bocah ini pandai berpura-pura" pikir Kwik Tay-lok.
Saking gemasnya gigi serasa bergemerutukan keras, apa mau dikata ia justru tak bisa
membongkar rahasianya itu, terpaksa sambil tertawa paksa katanya:
"Siapa suruh kau tidak sabar menunggu?"
"Aaaai. . . akibatnya aku yang kepayahan setengah mati, habis sekaligus harus melayani
beberapa orang nona cantik"
Yan Jit menggelengkan kepalanya berulang kali, bahkan menghela napas panjang pendek
seolah-olah merasa menyesalnya setengah mati.
Kwik Tay-lok kembali merasakan hatinya agak terhibur, katanya lebih jauh:
"Padahal kau juga tak usah bersedih hati, bila ada kesempatan lagi di kemudian hari aku pasti
akan mengajakmu. Terutama sekali terhadap seorang nona cilik diantaranya, waaah... bukan
cuma wajahnya cantik, pandai memberi kesenang buat kita, malahan apa yang kau pikirkan dihati
tanpa kau katakan, ia sudah menyiapkannya bagimu."
"Waaahhh...... kalau begitu dia kan seperti seorang Puosat batu yang suka menolong kaum
miskin yang sedang kesusahan?" teriak Yan Jit dengan mata melotot besar.
Kwik Tay-lok agak tertegun.
"Pousat batu " Dari mana datangnya Pousat batu ?" serunya.
Tiba-tiba ia teringat kembali, bukankah dalam kuil yang di tempatinya semalam juga ada
sebuah patung Pousat batu "
Yan Jit telah berkata lagi sambil tertawa:
"Oooh . . . . . maksudku adalah seorang Li-Pousat, seorang pousat perempuan yang senang
menolong kaum lelaki"
Kwik Tay-lok baru merasa lega setelah mendengar perkataan itu, dasar kalau tidak jujur, apa
saja yang dikatakan orang bisa membuat jantung berdebar keras.
"Pagi tadi, hidangan lezat apa saja yang telah disiapkan Li-pousat itu untukmu ?"
Sambil menelan air liurnya Kwik Tay-lok kembali mengibul.
"Kalau dibilang amat lezat sih tidak, dia cuma membuatkan Yan-oh, kuah ayam, bak mi,
bakpao, daging ham, telur. . . ."
Hampir semua makanan yang dia inginkan dan sedang dipikir dalam hatinya disebutkan satu
persatu, kendatipun belum sampai mencicipi, paling tidak bisa mengurangi rasa laparnya yang
semakin menghebat itu .. . .
Sayang sekali dia tak sanggup melanjutkan kembali kata-katanya, sebab bila ucapan tersebut
dilanjutkan, bisa jadi air liurnya akan bercucuran dengan derasnya.
Yan Jit segera menghela napas panjang, katanya:
"Wah, tampaknya bukan saja kau sedang mujur dalam soal perempuan, mujur pula dalam soal
makanan, padahal aku sudah kelaparan setengah mati, kalau bisa aku ingin mencari tampat untuk
bersantap."
Belum habis dia berkata, Kwik Tay-lok telah menyela dengan cepat.
"Haah ! Mau makan. Hayo, kita berangkat sekarang juga, aku bersedia menemanimu!"
"Bah, tidak usah, kau toh sudah kenyang, aku jadi rikuh kalau kau yang menemani."
Kwik Tay-lok mana gusar, gelisahnya setengah mati, kalau bisa dia hendak bicara terus
terang, untung saja pada saat itulah pintu depan rumah makan Kiu-goan-koan telah di buka orang,
menyusul seseorang melongok ke luar dengan mata setengah terpejam, agaknya masih
mengantuk dan sudah setahun lamanya tak pernah tidur.
Sambil melirik ke arah mereka berdua, orang itu berseru:
"Kalau ingin makan, rumah makan kami menyediakan aneka macam hidangan, mengapa tuan
tidak memilih yang dekat sebaliknya malah mencari yang jauh . . . . ?"
Melihat orang itu, Yan Jit dan Kwik Tay lok segera tertawa terbahak-bahak, ternyata orang itu
adalah Ong Tiong.
Sambil tertawa lebar Kwik Tay-lok berseru:
"Cara kerjamu sungguh luar biasa hebatnya, sedari kapan sih kau sampai di sini " Sedari
kapan pula kau menjadi pelayannya rumah makan Kui-goan-koan?"


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hari ini Kwik toa-sauya kan mau mentraktir kami, kalau sampai tidur kesiangan sehingga
kehilangan kesempatan sebaik ini kan penasaran rasa hatiku " Maka dari itu, aku lantas
mengambil keputusan untuk berangkat semalam sebelumnya dan tidur di sini, sembari tidur
sembari menanti, mana nyaman tidak takut terlambat lagi, kan sip namanya?"
"Betul!" sambung Yan Jit sambil tertawa, "selamanya cara kerja Ong Lo-toa memang selalu
dapat dipercaya, bisa mengundang kedatangan seorang tamu yang bersungguh hati seperti kau,
yang menjadi tuan rumah pasti akan merasa terharu sekali"
Sesungguhnya seisi perut Kwik Tay-lok telah dipenuhi oleh sumpah serapah yang tak mampu
dilampiaskan keluar, seandainya di situ ada tali gantungan, mungkin ia sudah bunuh diri sedari
tadi. Dalam keadaan demikian, terpaksa dia cuma bisa tertawa serak sambil bergumam.
"Yaa, aku memang sangat terharu, sampai maknya pun ikut terharu. . . .!"
"Sekarang mah belum sampai waktunya kau merasa terharu" kata Ong Tiong, "bila kami sudah
mulai bersantap nanti, nah waktu itulah kau baru akan terharu."
"Betul!" sambung Yan Jit sambil tertawa, "Bukan cuma dia saja yang akan terharu, mak nya
juga akan turut terharu sehingga air mata ikut jatuh bercucuran"
Rumah makan Kui-goan-koan tidak terhitung rumah makan kecil, rumah makan itu terbagi
menjadi loteng bagian atas loteng bawah, untuk bawah lotengpun paling tidak terdiri dari tujuh
delapan belas buah meja.
Kalau malam sudah tiba, biasanya meja-meja itu akan digabungkan menjadi satu, pelayan
rumah makanpun akan menggelar tikar dan tidur di atas meja tersebut.
Dalam rumah makan itu ada tujuh-delapan orang pelayan yang bekerja disitu, sekarang
mereka semua sedang merangkak bangun dengan mata yang masih mengantuk, masing-masing
pelayan dengan ramah dan hangat menyapa kepada Ong Tiong.
"Apakah orang-orang Ong toako telah datang semua ?"
"Mengapa tidak cepat bangun untuk melayani tamunya Ong toako ?"
Sepasang mata Kwik Tay-lok terbelalak lebar-lebar, dia ingin bertanya kepada Ong Tiong,
sedari kapan ia telah menjadi toakonya orang-orang itu "
Mendadak ia menyadari bahwa Ong Tiong bukan cuma cara kerjanya saja yang serba rahasia,
diapun pandai bergaul dan menjadi teman, seperti misalnya dia selama hidup jangan harap bisa
bersahabat dengan para pelayan dari rumah makan.
Yan Jit sudah tidak tahan untuk bertanya: "Dulu, apa kau seringkali berkunjung ke sini ?"
"Tidak, kali ini baru pertama kalinya !" jawab Ong Tiong.
Sepasang mata Yan Jit pun terbelalak lebar, dalam hati kecilnya benar-benar merasa kagum,
dalam semalaman saja ia sudah sanggup untuk menaklukan semua pelayan yang bekerja dalam
rumah makan tersebut, sesungguhnya kejadian semacam ini amat jarang terjadi.
"Kalian ingin makan apa ?" tanya Ong Tiong, "hayolah pesan, akan kusuruh mereka
menyiapkan hidangan."
"Aku ingin semangkuk mi ayam yang di beri tiga biji telur dan dua kerat daging baykut, tapi
kedua potong bay-kut itu musti banyak dagingnya dan empuk,"
"Aku juga memesan semangkuk mie yang sama." kata Ong Tiong, "bagaimana dengan
saudara Kwik ?"
Belum lagi berbicara, air liur Kwik Tay-lok serasa sudah menetes keluar, katanya agak
tergagap: "Aku. . . ."
Belum sempat dia mengucapkan kata-katanya, Yan Jit telah menyerobot dari samping,
teriaknya: "Dia tidak perlu dipesankan, pagi tadi ia sudah sarapan beraneka macam hidangan lezat,
saking kenyangnya hampir meledak perutnya yang buncit itu."
Kwik Tay-lok merasa gelisah yaa gemas, sampai giginya saling beradu, tangannya menjadi
gatal, kalau bisa ia ingin menyumbat si mulut cerewet itu dengan kepalan tangannya.
Yan Jit memutar biji matanya seperti sedang tertawa geli, tiba-tiba ia bertanya:
"Kemana perginya Lim Tay-peng " Apakah ia sudah datang ?"
"Datangnya mah sudah datang, dia masih tidur di atas loteng."
"Tampak diapun jago tidur, tidak kalah hebatnya dengan kepandaianmu !" seru Yan Jit sambil
tertawa. Di atas loteng bukan cuma tak ada orang, bayangan setanpun tidak nampak.
Di sudut ruangan tampak beberapa buah meja yang dijajarkan menjadi satu, selimut masih
ada di atas meja itu tapi orangnya entah ke mana perginya . . .. .?"
"Dimana orangnya ?" seru Yan Jit.
Ong Tiong juga tampak tertegun, serunya:
"Ketika aku turun dari loteng tadi, dia masih tertidur di sini, kenapa dalam waktu sekejap
bayangan tubuhnya bisa lenyap tak berbekas ?"
"Kau tidak melihatnya turun dari loteng?"
Ong Tiong menggelengkan kepalanya, sementara matanya menatap daun jendela di seberang
sana lekat-lekat.
"Tampaknya cara kerja orang inipun serba rahasia dan aneh, toh ia tak usah membayar
rekening " Kenapa musti ngeloyor pergi?" omel Yan Jit sambil tertawa.
Matanya juga mengikuti arah pandangan Ong Tiong mengawasi daun jendela di hadapannya
sana. Di atas loteng ini semuanya terdapat delapan buah daun jendela, salah satu diantaranya
berada dalam keadaan terbentang lebar kini.
"Apakah jendela itu terbuka sedari tadi?" kembali Yan Jit bertanya.
"Tidak, aku paling benci tidur dengan jendela terbuka, aku takut kedinginan"
Pelan-pelan dia berjalan ke tepi jendela.
Di bawah jendela tersebut merupakan pintu belakang rumah makan Kui-goan-lo, di seberang
pintu adalah sebuah sungai kecil, di atas sungai terbentang sebuah jembatan.
Walaupun air sungai itu kotor lagi bau, walaupun jembatan kecil itu bobrok dan kuno, tapi
sekarang fajar baru menyingsing, sinar matahari yang lembut menyinari air sungai dan
memantulkan sinar tajam yang menyilaukan mata.
Kabut tipis meliputi permukaan tanah, angin berhembus lewat menggoyangkan pohon liu,
sayup-sayup sampai kedengaran bunyi ayam berkokok, betul-betul merupakan suatu
pemandangan yang sangat indah.
Sayangnya di seberang sungai sana tampak seorang nyonya yang membopong anaknya
sedang mencuci tong berisi tinja di tepi sungai.
Yan Jit mengerutkan dahinya lalu mengerutkan pula hidungnya, kemudian dengan suara
lantang teriaknya:
"Toaso, barusan ada orang melompat turun dari jendela dan lari ke sana, apakah kau
melihatnya atau tidak"
Nyonya itu mendongakkan kepalanya dan melotot sekejap ke arahnya, kemudian sambil
menundukkan kepalanya kembali dia bergumam:
"Pagi saja baru menjelang, jangan-jangan orang ini sudah ketemu setan . . . sialan !"
Ketanggor batunya, Yan Jit bisa cuma tertawa getir, gumamnya:
"Entah kemana perginya bocah itu " Jangan-jangan tenggelam di sungai itu dan mampus ?"
Kwik Tay-lok yang perutnya sudah kosong lagi lapar makin mendongkol dibuatnya, kalau bisa
rasanya dia ingin mencari sasaran yang tepat untuk melampiaskan rasa marahnya itu.
Mumpung ada kesempatan, sambil menarik muka dia lantas mendamprat:
"Cerewet amat kau ini, mana bawel lagi! Biar saja kalau ada yang tenggelam di sungai, biar
mampus sekalian agar mengurangi jatah, takutnya justru dia tak akan mampus tenggelam di
sungai !" "Waduh, hebat betul orang ini" gumam Ong Tiong sambil mengerling sekejap ke arahnya.
"Sepagi ini hawa amarahnya sudah begitu gede, mungkin semalaman suntuk rasa mendongkolnya
belum ada tempat penyaluran ?"
Yan Jit segera tertawa terkekeh-kekeh serunya cepat:
"Aaah, mana mungkin, semalam mana dia digigit kutu busuk, ketemu dengan li-pousat pula,
sekalipun mendongkol juga semua rasa mendongkolnya sudah tersapu lenyap"
"Li-pousat ?" Kutu busuk " Jangan-jangan semalam ia tidur dalam kuil bobrok" Wah, kan lebih
enakan tidur di atas meja ditempat lain ini"
Kontan saja air muka Kwik Tay-lok berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus,
untung saja sang pelayan telah datang menghidangkan dua mangkuk bakmi.
Dua mangkuk besar bakmi kuah ditambah dengan dua piring daging bay-kut yang gemuk dan
harum. Ketika mengendus bau harum semerbak yang terbawa oleh angin, Kwik Tay-lok pingin
menerjang bakmi itu dan melahapnya dengan rakus.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok memusatkan semua perhatiannya ke bawah meja, seolah-olah di
bawah meja sedang terdapat beberapa orang siluman kecil bermain sandiwara.
Yan-Jit dan Ong Tiong meski sedang makan bakmi, tanpa terasa matanya juga turut di alihkan
ke bawah meja. Kesempatan baik semacam inilah yang sesungguhnya sedang di tunggu oleh Kwik Tay-lok,
secepat kilat tangannya menyambar ke atas sepotong daging bay-kut yang ada di meja.
Siapa tahu baru saja tangannya hendak mencomot daging tersebut, sepasang sumpit telah
melayang datang dari tengah udara dan....
"Plak !" menghantam punggung tangannya keras-keras.
Sambil mengerling ke arahnya dan tertawa Yan Jit berseru:
"Barusan kau toh sudah makan tujuh belas macam sayur, kenapa masih ingin mencuri daging
orang" Apakah kau benar-benar kelaparan setengah mati ?"
Bocah ini betul-betul memiliki sepasang mata pencoleng yang kelewat tajam.
Merah padam selembar wajah Kwik Tay1ok karena jengah, dengan tersipu-sipu ia menarik
tangan kembali sembari bergumam:
"Kalau orang bermaksud baik, jangan di tuduh yang jelek, aku toh bermaksud untuk mengusir
lalat yang hinggap di atas daging itu" Bukan berterima kasih, kau malah menggigit aku ?"
"Aaah, hari ini udara dingin sekali, dari mana datangnya lalat?"
"Walaupun lalat tak ada, paling tidak kutu busuk mah masih ada beberapa ekor." kata Ong
Tiong. Hari ini, entah kedua orang itu sedang angot atau kambuh penyakit edannya, setiap saat
setiap waktu selalu berusaha menyusahkan diri Kwik Tay-lok, agaknya kalau belum memusuhinya,
hati serasa belum puas.
Terpaksa Kwik Tay-lok tidak melayani olok-olokan orang, seorang diri duduk tertegun setengah
harian lamanya, tiba-tiba ia berkata sambil tertawa:
"Tahukah kalian apa yang sedang kupikirkan sekarang?"
Tak seorangpun berbicara, sebab mulut mereka sedang tersumbat penuh oleh daging bay-kut.
Terpaksa Kwik Tay-lok melanjutkan sendiri perkataannya:
"Aku sedang berpikir, rasanya semangkuk mie campur daging bay-kut tentu lezaat ..!"
Yan Jit menghirup setegukan kuah dan menelan daging bay-kut yang telah dikunyah itu ke
dalam perut, kemudian sambil tertawa sahutnya:
"Tepat sekali jawabanmu, kami memang amat jarang mencicipi bakmi seenak ini".
"Tahukah kalian, apa sebabnya bakmi ini luar biasa lezatnya kalau dimakan ?"
"Kenapa ?" Yan Jit balik bertanya sambil mengerdipkan matanya.
"Sebab bakmi ini di masak dengan air sungai di belakang sana, air yang bekas dipakai
mencuci tong berisi tinja tentu saja luar biasa lezat baunya....!"
Paras muka Yan Jit sama sekali tidak berubah, malahan sambil tertawa cekakakan dia
berkata: "Jangan toh baru air sungai bekas dipakai mencuci tong berisi tinja, sekalipun bakmi ini di
masak dengan air bekas cuci kaki pun rasanya tentu lebih lezat daripada harus menahan lapar
setengah mampus."
Kwik Tay-lok tertegun beberapa saat lamanya, tiba-tiba dia melompat bangun, sambil
membentangkan tangannya dia berteriak:
"Aku ingin makan, harus makan. . . . siapa melarang aku makan lagi, aku bersumpah akan
beradu jiwa dengannya."
Lim Tay-peng sedang duduk termangu-mangu.
Ia pulang sudah cukup lama, termangu-mangu juga cukup lama, seolah-olah sedang
menunggu orang bertanya kepadanya:
"Mengapa kau hilang secara mendadak" Kemana saja kau pergi" Apa saja yang telah kau
lakukan?" Tapi sayang justru tak seorangpun yang bertanya, seolah-olah mereka menganggap ia tak
pernah pergi meninggalkan tempat itu.
Terpaksa Lim Tay-peng mengatakannya sendiri, mula-mula dia melirik sekejap ke arah Kwik
Tay-lok, kemudian pelan-pelan baru berkata:
"Tadi aku telah melihat seseorang, selama hidup jangan harap kalian bisa menduga siapakah
dia." Betul juga, Kwik Tay-lok segera tak kuat menahan diri, cepat dia bertanya:
"Kenalkah aku dengan orang itu?"
"Sekalipun tidak kenal, paling tidak pernah bersua!"
"Siapa sih orang itu"
"Aku sendiri juga tak tahu siapakah dia, sebab aku sendiripun tidak kenal dengannya"
Kwik Tay-lok kembali tertegun, sesudah tertawa getir katanya:
"Dialek yang dipakai orang ini adalah dialek dari negeri mana sih" Apakah kalian mengerti apa
yang sedang ia ngebacotkan sekarang ?"
Lim Tay-peng sama sekali tidak menggubris dirinya, ia berkata lebih jauh:
"Walaupun aku tidak kenal dengan orangnya, tapi kenal dengan pakaian yang dikenakannya
itu" "Pakaian apa yang dia kenakan?" tak tahan kembali Kwik Tay-lok bertanya.
"Baju berwarna hitam !"
Mendengar itu Kwik Tay-lok segera tertawa lebar.
"Tak terhitung jumlah orang berbaju hitam yang berjalan di atas jalan raya, setiap saat pun aku
bisa menjumpai puluhan orang."
"Kecuali bajunya, aku masih kenal juga dengan pedangnya".
Sekarang Kwik Tay-lok baru merasakan sedikit keanehan, segera ia mendesak lebih jauh:
"Macam apakah pedang itu?"
"Pedang yang panjangnya satu jengkal tujuh inci dikombinasikan dengan sarung pedang yang
empat jengkal panjangnya"
Kwik Tay-lok segera menghembuskan napas:
"Kapan kau bertemu dengannya" ia berseru.
"Ketika kalian datang tadi !"
"Apakah kau anggap kejadian ini aneh sekali?" tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa lebar.
"Apakah kau tidak merasa heran?"
"Dia toh memang sedang pergi ke kota Sian-sia untuk memberi laporan, bila kita tidak
menemuinya di sini, itu baru aneh namanya"
"Dia seharusnya membawa si anjing buldok, si tongkat dan Hong Si-hu serta barang rampokan
itu menuju ke kantor pengadilan bukan?"
"Benar?"
"Tapi dari pihak pengadilan justru tidak mendengar tentang peristiwa itu, bahkan dalam dua
hari belakangan ini sama sekali tak ada buronan yang digusur kemari."
Sekarang Kwik Tay-lok baru merasa rada terkejut, serunya:
"Darimana kau bisa tahu?"
"Aku telah berkunjung sendiri ke pengadilan untuk mengecek kebenaran dari berita ini."
Kwik Tay-lok segera berpikir sejenak, kemudian katanya:
"Mungkin saja dia bermaksud untuk membawa para tawanan itu ke kota lain ?"
"Tidak ada tawanan atau orang hukuman!"
Kwik Tay-lok segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian setelah termenung sejenak
katanya: "Hei, apa maksudmu" Apa yang kau maksudkan dengan tidak ada orang hukuman itu?"
"Tidak ada orang hukuman artinya ialah si anjing buldok, si tongkat dan Hong Si-hu telah
lenyap tak berbekas bagaikan air yang menguap ke udara, sedangkan barang rampokan yang
dikatakan akan dipakai sebagai barang bukti pun turut lenyap tak berbekas, secara diam-diam aku
menguntil terus di belakangnya sampai ia tiba di tempat pondokannya, tapi di situpun tak kujumpai
orang-orang tersebut, karena dia hanya berdiam seorang diri di sana !"
Kali ini Kwik Tay-lok dibikin tertegun, malah mulutnya sampai melongo dan matanya terbelalak
lebar-lebar. Bukan cuma dia, Yan Jit dan Ong Tiong pun turut tertegun seperti sepasang patung arca.
Lim Tay-peng berhenti sebentar untuk mengatur napasnya yang agak tersengkal, kemudian
setelah meneguk habis arak yang berada di depan Kwik Tay-lok itu, katanya lagi dengan hambar:
"Sekarang kau merasa kejadian ini rada aneh atau tidak?"
"Yaa, aneh sekali !" teriak Kwik Tay-lok.
Yan Jit dan Ong Tiong juga turut manggut-manggut.
Meja sudah ditarik ke tengah ruangan, selimut juga sudah di gulung.
Tamu-tamu yang akan bersantap dirumah makan kui-goan-koan sebentar lagi akan
berdatangan. Tapi saat itu di atas loteng cuma ada mereka berempat. Empat orang itu duduk tak
berkutik ditempat semula, bagaikan empat buah patung kayu.
Patung-patung kayu yang bisa minum arak tentunya.
Arak didalam teko sudah lenyap tak berbekas seperti menguap mereka meneguk secawan
demi secawan tanpa hentinya, memenuhi secawan sendiri dan meneguknya sampai habis,
siapapun enggan untuk mengurusi rekan-rekan lainnya.
Kemudian Yan Jit, Ong Tiong dan Kwik Tay-lok seakan-akan telah berjanji sebelumnya,
bersama-sama mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Sekalipun mereka semua goblok, sekarang pun tahu kali ini mereka lagi-lagi ditipu orang.
Sudah pasti manusia berbaju hitam itu bukan opas atau pegawai pengadilan, diapun bukan
mata-mata yang diutus wali kota untuk menyelidiki tingkah laku si anjing buldok dan si tongkat.
Rupanya diapun seseorang yang hitam makan hitam.
Bila ada orang ditipu mentah-mentahan oleh orang lain bahkan rugi besar, rasa mendongkol
dan rasa mangkel yang berkobar dalam dadanya tentu besar sekali.
Tapi mereka tidak marah ataupun mendongkol, mereka malahan merasa kejadian ini
menggelikan sekali.
Yan Jit sambil menuding ke arah Kwik Tay-lok berkata seraya tertawa tergelak:
"Perkataan Ong lotoa sedikitpun tak salah, sewaktu kau harus pintar sebaliknya malah berbuat
goblok, bukan cuma goblok saja, bahkan gobloknya setengah mati."
"Bagaimana dengan kau sendiri?", kata Kwik Tay-lok pula sambil menuding ke arahnya dan
tertawa, "kau sendiripun tidak lebih cerdik daripada diriku !"
Lim Tay-peng hanya duduk tenang disamping sambil mengawasi mereka, menunggu semua
orang telah berhenti tertawa, dia baru bertanya:
"Sudah habiskah tertawamu itu?"


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang, sahutnya:
"Belum habis tertawaku, cuma aku sudah tak punya tenaga lagi untuk tertawa lebih jauh"
"Apakah kalian menganggap kejadian ini sangat menggelikan?" seru Lim Tay-peng lagi.
Tiba-tiba Ong Tiong membalikkan matanya, kemudian berseru:
"Kalau tidak tertawa lantas bagaimana" Apakah harus menangis?"
Dia memang selalu beralasan kalau sedang berbicara, inilah kesimpulan yang diambilnya.
Mereka bisa tertawa, mereka berani tertawa, merekapun mengerti untuk tertawa.
Tertawa bukan saja dapat membuat orang merasa girang, diapun bisa menambah rasa
percaya serta keberaniannya terhadap orang lain.
"Bila orang tertawa terus, dia akan punya rejeki besar, karena kehidupan akan menjadi milik
kita" Lim Tay-peng tampaknya tak sanggup untuk tertawa.
"Mengapa kau tidak turut kami untuk tertawa tergelak ?" Kwik Tay-lok bertanya.
"Bila hanya tertawa bisa menyelesaikan persoalan, aku pasti akan tertawa lebih keras
daripada kalian."
"Sekalipun tertawa tak bisa menyelesaikan persoalan, paling tidak bisa menghilangkan
kemurungan dalam hatimu."
Setelah tertawa, dia berkata kembali:
"Apalagi bila kau belajar menggunakan tertawa untuk berhadapan dengan orang asing, lambat
laun kau akan merasa bahwa dalam kehidupan manusia di dunia ini sesungguhnya tidak terdapat
persoalan yang tak dapat diselesaikan".
"Bagaimanapun riangnya kalian tertawa, toh sama saja sudah tertipu orang . . ." kata Lim Taypeng.
"Kau tidak tertawapun juga sama saja sudah tertipu orang, kalau toh sama-sama sudah
tertipunya, mengapa kau tidak tertawa saja?"
Lim Tay-peng tidak berbicara lagi.
"Sebetulnya persoalan apakah yang sedang kau hadapi?" tanya Kwik Tay-lok kemudian.
"Mengapa sih kau begitu menaruh perhatian terhadap persoalan ini?" seru Yan Jit pula.
Lim Tay-peng termenung beberapa saat lamanya, kemudian menjawab:
"Karena orang itu adalah Lamkiong Cho!"
"Darimana kau bisa tahu ?"
"Pokoknya aku tahu !"
"Apa pula hubungannya Lamkiong Cho dengan dirimu ?"
"Tak ada hubungan apa-apa.... justru karena tak ada hubungan apa-apa, maka aku baru..."
"Kau baru apa?"
"Aku baru membunuhnya!"
Kwik Tay-lok memandang Yan Jit, kemudian memandang kearah Ong Tiong, sesudah itu
serunya: "Dengarkan kalian apa yang barusan dia katakan ?"
Ong Tiong sama sekali tidak berkutik, sebaliknya Yan Jit cuma manggut-manggut.
"Bocah ini mengatakan dia hendak membunuh orang !" kata Kwik Tay-lok lagi, Ong Tiong
masih belum juga berkutik sedangkan Yan Jit kembali manggut-manggut.
(Bersambung jilid 07)
Jilid 06 JARANG SEKALI ADA ORANG YANG bisa menghubung-kan itik panggang dengan
perempuan, Kwik Tay-lok dapat.
Setelah arak mengalir masuk ke dalam perutnya, uang sudah masuk ke sakunya, maka dari
benda apapun ia bisa menghubungkannya dengan perempuan . . . .
Kini arak sudah habis diminun, intan pertama juga sudah dibagi menjadi empat bagian.
Sambil mengerdipkan matanya, tiba-tiba Kwik Tay-lok bertanya:
"Apa rencana kalian sekarang?"
Rencana apa" Siapapun tak punya rencana apa-apa.
"Apakah kau sudah mempunyai rencana?" tanya Yan Jit sambil melototi wajahnya.
Kwik Tay-l Pendekar Laknat 11 Bara Naga Karya Yin Yong Golok Halilintar 6
^