Pendekar Satu Jurus 5

Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Bagian 5


rnah mendengar nama "Leng Ko-bok" yang cukup membuat orang
ketakutan meski hanya mendengar namanya saja.
Hui Giok tertegun, belum lagi menjawab, laki2 ceking yang lain lantas berkata pula dengan
senyum dikulum "Aku Leng Han-tiok ingin mengajukan pula suatu pertanyaan Keberhasilanmu
menduduki jabatan Congpiaupacu daerah Kanglam ini jika bukan dipilih atas kehendak rekan2
persilatan, mungkinkah kungfumu luar biasa lihaynya sehingga semua jago mutlak tunduk padamu
dan secara suka rela mengangkat kau sebagai pentolannya?"
"Ai, jangankan disetujui, malahan akupun tidak pernah menyetujui pengangkatan ini," demikian
Hui Giok membatin sambil menghela napas ia tergagap dan tak mampu mengucapkan sepatah
katapun. Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok tertawa dingin, sambil bergendong tangan mereka
menengadah memandangi langit, lalu katanya lagi: "Pertanyaan kami itu hendaknya segera
dijawab agar kami berdua hehehe... bisa lekas2 menyembah pada dirimu"
Angin malam berembus, Hui Giok merasa pipinya menjadi panas seperti digarang api, meski
tangan dan kakinya sedingin es, sesaat lamanya dia berdiri termangu seperti orang linglung,
dalam keadaan demikian dia sangat berharap Go Si-beng bisa berdiri mendampinginya, agar
dapat mencarikan jawaban tepat untuk pertanyaan lawan. Dia menyesali kedodohan sendiri,
menyesali lidahnya yang tumpul dan tak pandai bicara untuk sesaat rasa malu dan menyesal
bercampur aduk.
"Oh Hui Giok, ilmu silatmu tak becus namamu tak terkenal, berdasarkan apakah kau
menduduki jabatan Congpiaupacu itu" pantas kalau orang mencemoohkan dan menanyai kau"
demikian pikirnya dengan kesal.
Hui Giok adalah pemuda yang berhati bajik apa yang dipikirkannya sekarang hanyalah dirinya
tak pantas menjadi Congpiaupacu, tak pernah dia bayangkan berdasarkan apakah kedua orang itu
mengajukan pertanyaan semacam itu padanya, ia merasa malu dan menyesal sedikitpun tak ada
rasa gusar atau mendongkol, diam2 dia menghela napas, memang tak ada alasan yang dapat
diucapkannya. Terdengar Leng Ko-bok berkata lagi "Sobat kenapa tidak kau jawab pertanyaan kami" Apa
kan merasa kami berdua tidak pantas ber-cakap2 dengan seorang Congpiaupacu dari wilayah
Kanglam?" "Padahal kaupun tidak perlu angkuh!" sambung Leng Han tiok dengan ketus, "meskipun kami
berdua bukan pentolan persilatan juga bukan pentolan bandit, tapi sedikitnya kami setingkat lebih
tinggi daripada kau si bocah ingusan yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, tapi dengan
muka tebal mengurung diri dikamar dan mengangkat diri sendiri menjadi Congpiaupacunya orangorang
Lok lim di wilayah Kanglam"
Hui Giok jadi gusar, perkataannya itu menyakitkan hatinya, alisnya berkerut.
"Huh kalian jangan menghina!" teriaknya lantang, "Kau kira aku tertarik oleh kedudukan
Congpiaupacu yang kalian incar ini?" Terus terang kukatakan hakekatnya aku tidak ingin
kedudukan ini, Tapi sekarang tanpa sebab kau menghina aku memangnya di manakah aku
bersalah pada kalian?"
Leng Han-tiok diam saja, se-akap2 ucapan itu tidak didengarnya: "Tiba-tiba dia berpaling lalu
katanya "Leng-lotoa, dengarkah kau ocehan apa yang dikatakan bocah yang tak tahu tingginya
langit dan tebalnya bumi ini?"
Leng Ko-bok menunduk seperti orang lagi termenung, sesaat kemudian dia baru menyahut
"Agaknya dia sedang menegurmu, mengapa kau bersikap kasar kepadanya dan mengucapkan
kata-kata yang tidak sopan!"
"Oh, jadi kau merasa tak puas dengan kata-kataku tadi?" tanya Leng Han-tiok kemudian
sambil berpaling ke arah Hui Giok, "Wah kalau begitu... kalau begitu tentu kau akan menghukum
aku ya?" Hui Giok memang merasa dirinya tak pantas menjadi seorang Congpiaupacu, tapi ejekan dan
penghinaan yang diterimanya secara ber-tubi2 ini membual hatinya panas, kemarahannya
berkobar dengan dahi berkerut teriaknya lagi:" Aku kan tidak kenal kalian kenapa di tengah malam
buta kau bawa aku kemari untuk dipermainkan belaka" Sebenarnya apa maksud kalian" Hm
kalian cuma iseng, maaf aku tak sudi melayani ocehan orang gila macam kalian!" Sambil putar
badan, dengan langkah lebar dia lantas berlalu dari sana.
Baru dua langkah pemuda itu berjalan, tahu-tahu Leng Kong-bok dan Leng Han-tiak sudah
menghadang pula jalan perginya.
Terpaksa Hui Giok berhenti, teriaknya dengan marah "Aneh, usia kalian sudah lanjut, tapi
tingkah laku kalian tak ubahnya seperti anak kecil. Kalau ada urusan kenapa tidak dikatakan terus
terang" Kalau memang tak ada urusan kenapa jalan pergiku kalian hadang, sebetulnya kalian mau
apa?" "Jawab saja pertanyaan kami tadi." sela Leng Han uok sambil tertawa dingin, "bila tidak kau
jawab pertanyaan tersebut hm, mungkin kedudukanmu akan menanjak satu tingkat lagi "
"Naik setingkat lagi?" seperti orang tak mengerti Leng Kong-bok berkerut kening, "Dia sudah
menjadi Congpiaupacunya kaum Lok-lim di wilayah Kanglam. kalau naik satu tingkat lagi lalu dia
akan menjabat kedudukan apa?"
"Hehehe, tentunya kedudukan yang lebih terhormat, menjadi raja akhirat di neraka" sambung
Han tiok dingin.
Leng Ko-Bok dan Leng Han-tiok adalah saudara kembar dua orang satu batin. mereka bicara
macam orang yang lagi main sandiwara, kadangkala suaranya dingin menyeramkan tapi
terkadang kocak seperti melawak. tingkah laku mereka ini sukar diraba apalagi dipahami orang
lain, seandainya Hui Giok sudah lama berkelana di dunia persilatan tentu akan tahu pula betapa
misteriusnya kedua orang ini, mereka sudah lama terkenal di dunia Kangouw, setiap kali orang
persilatan menyinggung "Leng-kok-siang-bok" (sepasang balok kayu dan lembah dingin) niscaya
akan menggeleng kemala dengan alis berkerut.
Sayang Hui Giok masih hijau dan baru terjun ke dunia persilatan tentu saja dia tidak tahu nama
besar kedua orang ini, pemuda itu hanya merasa bahwa kedua orang ceking ini terlalu
menjemukan, Mimpipun tak pernah ia duga bahwa jiwanya saat itu ibaratnya telur di atas tanduk.
"Terus terang kuberitahukan kepadamu." teriak anak muda itu kemudian dengan dahi berkerut,
"kungfuku memang tak dapat menundukkan kawanan jago persilatan, orang lain memang tidak
memilih aku menjadi Congpiaupacu, aku sendiri enggan menjabat kedudukan ini, tapi justeru ada
orang yang mengangkat aku untuk mendudukinya. Hm tentunya kalian merasa iri bukan" Boleh
lah..." "Hehehe, kalau kau berkata demikian itu lebih baik lagi," potong Leng Han-tiok sambil tertawa
dingin, "cuma..." ia berhenti sejenak, sambungnya sambil berpaling "Leng-lotoa, kaupun terhitung
orang persilatan daerah Kanglam, setujukah kau jika Hui-taysianseng ini menjadi Congpiaupacu?"
Leng Ko bok sengaja berlagak melenggong, kemudian menggeleng kepala dan menjawab
"Aku... aku merasa rada keberatan!"
"Kalau begitu, lantas bagaimana baiknya?" tanya Leng Han tiok.
"Ya bagaimana baiknya, Akupun tak tahu." kembali Leng Ko-bok gelengkan kepalanya.
Senyum dingin menghiasi ujung bibir Leng Han-tiok. "Hehehe. kau keberatan aku juga
keberatan, tapi ada orang paksa dia menduduki jabatan itu, wah sulit juga untuk menyelesaikan
soal ini."
Kurasa Leng lotoa, bagaimana kalau kita matikan saja bocah ini?"
Nadanya tetap tenang dan datar, iramanya tidak meninggi juga tidak merendah sekalipun yang
dibicarakan adalah soal mati-hidup seseorang tapi dalam pembicaraannya se-akan2 sedang
mempersoalkan masalah biasa, seolah-olah nyawa orang lain sama sekali tak ada harganya
dalam pandangan mereka.
Hui Giok terkesiap, tak terduga Leng Ko-bok lantas goyangkan tangannya berulang kali
"Rasanya kurang baik jika kita matikan dia!"
"Kenapa?"
Dia kan masih muda, belum kawin jika kita matikan kan terlalu sayang?"
"Wah kalau begitu bagaimana baiknya?"
Leng Ko-bok berlagak termenung, kemudian katanya "Hui-taysianseng, coba lihat kau akan di
matikan oleh saudaraku, menurut kau bagaimana baiknya" Eeh cepat-cepat ngacir saja dan sini,
asal kau tidak jadi Congpiaupacu tentunya kau juga takkan di matikan oleh saudaramu!"
Meski Hui Giok tidak mau diperalat oleh Sin jiu Cian Hui untuk menjabat Congpiaupacu, tapi
setelah mendengar ucapan Leng Ko-bok, sambil membusungkan dada ia lantas berteriak "Jika
kau tidak mengucapkan kata-kata seperti itu, belum tentu aku mau menjadi Congpiaupacu, tapi
setelah kalian berkata demikian, hm, bagaimanapun juga aku akan tetap mendudukinya Huh. ingin
kulihat apa yang akan kalian lakukan"
Dengan gemas kedua tangannya menolak ke samping, maksudnya hendak mendorong kedua
orang itu sehingga dia bisa lewat ke sana, siapa tahu tangannya seperti menyentak baja yang
keras, dingin berat.
Sekarang dia baru kaget, cepat2 tangannya ditarik kembali sambil mundur ke belakang.
Leng Ko-bok tenaga dingin "Hehehe asal kau mampu mendorong kami sehingga bergeser
setengah langkah saja. maka kami akan segera pulang untuk tidur. bahkan kamipun pertama-tama
akan hadir untuk memberi selamat lebih dulu pada waktu kau diresmikan menjadi Congpiaupacu,
sebaliknya kalau tak mampu... Hmm!" Dengan mendengus itu dia mengakhiri ucapannya.
Leng Ko-bok, Loloa atau tertua dan Leng kok-siang-bok ini memang tak malu sebagai tokoh
persilatan yang sudah tersohor, ketika Hui Giok menyentuh bahunya dia segera tahu bahwa
pemuda ini tak berilmu, atau kalau adapun cetek sekali, meskipun kenyataan ini membuatnya
heran dan tak mengerti mengapa orang sama mengangkat pemuda yang tak berilmu ini menjadi
Lok-lim Congpiau pacu, tapi rasa was-was dan ragu akan diri pemuda itu lantas lenyap.
Hui Giok bukan orang bodoh, sudah tentu iapun tahu bila ingin menggeser kedua orang itu
hakikatnya ibarat kecapung hinggap di pilar batu. Tapi dasarnya keras kepala, ia tak sudi mengaku
kalah di hadapan orang, dengan alis berkerut dia lantas membentak, dengan sekuat tenaga
didorongnya kedua Leng bersaudara itu keras2.
Ketika tangannya menyentuh tubuh lawan kembali ia kaget, sebab kali ini badan kedua Leng
bersaudara itu tidak sekeras baja lagi, tapi lunak seperti kapas se-akan2 benda yang tak bisa
dipegang, padahal Hui Giok sudah mengerahkan segenap tenaganya, tapi ketika tenaga itu
menyentuh mereka semua kekuatannya seperti batu yang tenggelam di dasar lautan, lenyap
dengan begitu saja. Dengan tercengang dia menengadah, dilihatnya kedua orang itu masih berdiri
dengan wajah kaku dingin sama sekali tidak nampak mengeluarkan tenaga.
Dalam kagetnya cepat2 Hui Giok tarik kembali tangannya, tapi pada detik tangannya
menyentuh badan mereka tiba-tiba dari tubuh kedua Leng bersaudara memancar keluar hawa
panas yang menyengat, ketika tangan Hm Giok terisap lekat2 anak muda itu terkejut tenaga yang
semula mendorong berubah menjadi menarik sekuatnya berusaha melepaskan diri.
Siapa tahu hawa panas itu makin menyengat dalam sekejap bertambah beberapa kali lebih
dahsyat bahkan saja Hui Giok merasakan sepasang tangannya bagaikan digarang api.
Ternyata semua kekuatannya sebagian demi sebagian ikut lenyap dengan bertambahnya
hawa panas yang terpancar dari tubuh lawan.
Makin besar hawa panas itu makin lemah tenaga betotannya, bahkan kakinya mulai lemas dan
ringan seperti lagi terbang, dia tak sanggup berdiri tegak lagi, lengan kanannya amat sakit seakan
ditusuk ratusan jarum yang baru diambil dan garangan api.
Perlu diketahui bahwa luka yang di lengannya masih belum sembuh benar karena geramnya
dia telah melupakan lukanya, tapi setelah kemarahannya reda dan perasaannya tak seberapa
tegang, rasa sakit sekitar luka itu segera terasa merasuk tulang.
Dengan sinar mata yang dingin Leng Ko-bok menatap sekejap wajah pemuda itu, kemudian
ujarnya dengan dingin " Huh katanya Hui taysianseng adalah seorang pentolan Lok lim wilayah
Kanglam. Kenapa mendorong tubuh kamipun tak bergeming Hm. kukira lebih baik kau tinggalkan
saja kedudukan Congpiaupacu tersebut."
Ia berhenti sebentar dan mengawasi wajah Hui Giok dengan tajam, ketika dilihatnya pemuda
itu meringis kesakitan, tahulah dia bahwa ilmu "Ji-kek hian-kang" (tenaga sakti dua unsur) sendiri
telah mengakibatkan penderitaan hebat bagi anak muda itu.
Maka iapun berkata lagi sambil tertawa dingin. "Watak Jite agak buruk, tapi aku Leng Ko-bok
adalah orang yang paling baik, paling ramah di dunia ini. aku jadi tak tega menyaksikan
penderitaanmu. Padahal asalkan kau bersumpah tak akan menjadi Congpiaupacu lagi, kami akan
segera antar kaupulang. Ai. tentu rasa panas seperti dibakar dengan api tidak enak rasanya "
la menghela napas berulang kali, mukanya di buat murung dan beriba hati, se-akan2 tak tega
melihat anak muda itu menderita, padahal dalam pendengaran Hui Giok kata2 itu bagaikan beribu
batang anak panah yang menembus ulu hatinya.
Keadaan begitu dia tidak merintih, dia tidak mengeluh ia mengertak gigi, diterimanya semua
penderitaan itu dengan membungkam. bagi pemuda yang keras kepala ini, minta ampun rasanya
berpuluh kali lebih susah daripada membunuhnya.
Leng Han-tiok tiba-tiba berkata sambil tertawa dingin "Leng-lotoa takut kau kepanasan, buat
apa aku Leng-loji menjadi orang busuk, akan kuberikan hawa dingin agar badanmu terasa segar!"
Habis perkataannya, Hui Giok merasa kedua tangannya yang semula panas seperti digarang
dengan api mendadak berubah jadi dingin seperti berada di dalam gudang es.
Seketika Hui Giok menggigil hawa panas dan dingin yang bergantian ini membuat semua
tulang persendiannya seperti ditancap dengan sebatang jarum salju, siksaan semacam itu
dirasakan beribu kali lebih hebat daripada siksaan apapun di dunia ini, tapi pemuda itu tetap
bertahan dan membungkam meski diketahuinya dia tak akan tahan terlalu lama penderitaan
tersebut. Peluh dingin sebesar kacang menetes dan jidat-nya, kemudian tubuhnya mulai menggigil
keras, gemertukan. kendati begitu sinar matanya tetap menantang tanpa gentar ditatapnya wajah
kedua orang bersaudara itu tanpa berkedip, se-akan2 dia sedang berkata: "Sekalipun kau bisa
menyiksa badanku, jangan harap bisa menyiksa jiwaku. Sekali pun kau dapat membunuh aku,
jangan harap kau akan memaksa aku untuk minta ampun."
Leng-kok-siang-kok kagum juga oleh kekerasan hati anak muda itu, diam2 mereka
mengangguk "Sungguh lelaki sejati! Seorang berjiwa keras."
Akan tetapi justeru karena itu, semakin besar hasrat mereka untuk melenyapkan anak muda
itu. serta merta tenaga dalam yang mereka pancarkan juga semakin berat.
"Ah, sudahlah!" sesaat kemudian Hui Giok mengeluh di dalam hati dia merasa se-akanbayangan
kematian sudah di depan mata, sedih dan pilu berkecamuk dalam perasaannya, sambil
pejamkan mata kembali dia berpikir "Oh, Bun-ki! Lu tin! Tahukah kalian bahwa aku tak dapat
melihat kalian lagi?"
Dia menghela napas sedih, bukannya dia takut mati pemuda yang berhati keras ini tak pernah
kenal takut dia cuma merasa betapa pendek kehidupannya ini, ia merasa tak pernah menjumpai
suatu peristiwa yang dapat ia banggakan, tentu saja dia tak tahu bahwa kekerasan hatinya serta
keangkuhannya sudah cukup membanggakan dia.
Andaikata ia benar2 mati maka ia merasa matipun tidak tenteram, dia merasa masih banyak
utang budi yang belum terbayar. dalam keadaan setengah sadar dia terbayang kembali akan
wajah si gemuk penjual siopia yang memberi siopia padanya, kebaikan ini tak terlupakan untuk
selamanya, ia malah tak teringat sama sekali akan mereka yang pernah berbuat jahat kepadanya.
Perasaan seorang menjelang kematiannya memang suatu siksaan yang sukar dilukiskan
terutama ketika ia menyesali kehidupannya yang terlalu pendek serta merasa masih banyak utang
bud. yang belum terbayar.
Walaupun dia mencintai kehidupannya. tapi ia tak sudi bertekuk lutut karena kehidupan, dia
merasa lebih baik menerima kematian daripada menyerah kalah.
Di tengah keheningan yang mencekam, tiba2 terdengar suara tertawa nyaring berkumandang
dari lorong dan belakang satu merdu sekali suaranya seperti bunyi keleningan, menyusul
seseorang berseru: "Leng-toa-siok. Leng jisiok, kalian lagi kongkou dengan siapa" Kalau saja tidak
kuintai dan ketinggian, tentu tak kusangka kalian berdua berada di sini."
Setelah menghela napas, suara itu berkata pula dengan manja "lndah amat pemandangan
alam di sini ada sungai kecil ada hutan bambu di situ, ada jembatan kecil. O alangkah indahnya!
Dulu aku selalu heran ada orang menulis tentang jembatan kecil air yang mengalir dan rumah
orang padahal jembatan kecil, air yang mengalir dimanapun ada, kenapa dibikin syair" Ai- siapa
tahu setelah tiba di Kanglam baru kuketahui bahwa air yang mengalir dan jembatan kecil yang ada
di sini benar-benar indah dan sukar dilukiskan dengan kata-kata. Eh! Leng-toasiok, kalian memang
pandai menghibur diri untuk kongkou pun jauh2 datang kemari!
Suara yang lembut dan merdu. ya bicara ya tertawa se-akan2 mutiara jatuh di baki pualam tapi
justeru suara itu merupakan obat mujarab bagi Hui Giok ketika mendengar suara itu, pemuda yang
hampir pingsan itu menjadi siuman kembali sekuat tenaga dia berpaling.
Seorang nona berbaju hijau dengan ikat kepala warna hijau, hidung yang mancung dan bibir
yang mungil. mata yang indah dan pinggang yang ramping berdiri di sampingnya, cantik gadis itu
bak bidadari dan kahyangan.
"Hah, kau?" ketika nona itu menatap wajah Hui Giok, tiba2 ia menjerit kaget.
Tatkala bentuk tubuh yang cantik itu terlintas dalam pandangan Hui Giok, pemuda itu merasa
dadanya seperti dihantam orang, kepalanya jadi pening, hampir saja ia melupakan semua
penderitaan tubuhnya.
Sesaat itu, dikala kedua pasang mata saling bertatapan, langit se akan2 berubah warna, air
yang mengalir di sungai se-akan2 berhenti mengalir.
Bintang yang bertaburan di angkasa seperti tidak berkedip lagi, bahkan rembulan yang terang
itupun seperti guram mendadak. Sebab dalam pandangannya sekarang kecuali si dia, tak ada
yang terlihat lagi, begitu pula sebaliknya si dia, kecuali dia tak ada yang diperhatikannya.
Waktu yang panjang, perpisahan yang lama, penderitaan selama berpisah, kerinduan yang
menyiksa seolah-olah sudah mendapat imbalan.
Ai, kehidupan memang sesuatu yang aneh!
Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sama melongo. setelah saling berpandangan sekejap,
masing-masing mengebaskan ujung baju sambil mundur tiga langkah ke belakang.
"Bun-ki, kau kenal orang ini?" tegur mereka berbareng
Tapi nona itu tidak mendengar teguran mereka, biji matanya yang indah tetap menatap wajah
Hui Giok tanpa berkedip.
Hui Giok merasa tenaga tekanan mengendur ia merasa badan menjadi lemas kedua tangan
terkulai, seluruh persendian tulangnya seperti terlepas, hampir saja ia tak mampu menegakkan
tubuhnya dan nyaris jatuh tersungkur.
Tapi dia tidak roboh, se-akan2 ada suatu tenaga gaib yang menunjang tubuhnya, membuat ia
tak sampai roboh.
Maklumlah, tatapan anak dara yang indah dan hening itu seperti mendatangkan suatu
kekuatan yang membuat ia bertahan terus, demi mata yang indah itu dia rela menderita. rela
mengalami macam-macam siksaan, selama setahun dia hidup bergelandangan menahan
cemoohan, siksaan, kelaparan, kedinginan dan kekecewaan Kesemuanya itu dia terima demi dia.
Dia, Tham Bun-ki, yang selalu terukir dalam hati Hoi Giok, selalu dikenang oleh pemuda itu.
Cahaya rembulan yang cemerlang bagaikan emas dalam impian anak kecil dengan lembutnya
mengusap tubuhnya, pelahan dia maju ke depan selangkah demi selangkah menghampiri Hui
Giok yang masih mematung.
Memang kau... benar2 kau!" gumamnya suaranya selembut cahaya rembulan, dua titik air
mata jatuh membasahi pipinya yang halus.
Air mata, tidak selalu menandakan kesedihan, air mata terkadang juga menyatakan rasa


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gembira, kegembiraan yang meluap.
Sinar rembulan menciptakan bayangan Tham Bun ki yang panjang di tanah dan bayangan itu
bergerak mengikuti irama langkahnya menungkupi kaki paha, lalu badan Hui Giok.
Hui Giok berdiri gemetar, meski gemetarnya akibat tekanan tenaga Leng-kok-siang-hok yang
nyaris menghancurkan tubuhnya, iapun gemetar karena kegembiraan serta kebahagiaan yang
datang secara tiba-tiba, begitu mendadak sehingga hampir saja dia tak percaya.
Ia merasa bayangan Tham Bun-ki yang menutupi badannya makin lama semakin besar, makin
lama gadis itu semakin dekat di depannya, ia dapat melihat raut wajah yang cantik bagaikan
bunga botan dibalik kabut mengikuti hembusan angin yang lembut dan terbuai ke dalam
pelukannya. Tapi ia tak berani mengulurkan tangannya untuk menyambut kedatangan gadis itu sebab dia
takut apa yang dilihatnya hanya impian kosong belaka, asal dia bergerak ke depan maka segala
impian yang indah semua kebahagiaan yang dirasakan sekarang akan lenyap.
Suara percikan air yang mengalir ketika itu kedengaran sangat halus, begitu halus se-akan2
bunyi kecapi dari kejauhan dan mendatangkan kelembutan cinta di malam yang sepi.
Angin sebagaimana biasa berhembus dan mengibarkan ujung baju Leng Ko-bok dan Leng
Han Liok yang longgar sehingga menimbulkan suara gemersik, namun tubuh mereka tetap berdiri
kaku seperti tonggak, hanya ke empat mata yang bersinar pelahan bergerak dari wajah Tham
Bun-ki beralih ke wajah Hui Giok, kemudian dari wajah Hui Giok beralih kembali ke wajah Tham
Bun ki. Wajah mereka yang kaku tanpa emosi gembong iblis yang se-akan2 tidak memiliki perasaan
apapun itu tiba2 menunjukkan sikap yang lain daripada yang lain, di balik sinar mata mereka tiba2
terpancar pergolakan perasaan yang hebat.
"Aneh, sungguh mengherankan." demikian mereka berpikir dalam hati, darimana anak Ki bisa
kenal dia" Kenapa ia bersikap semesra itu kepadanya" jangan2 mereka...
Tiba-tiba Tham Bun-ki mengeluh lirih lalu lari dan menubruk ke dalam pelukan Hm Giok.
Menyaksikan adegan tersebut kedua gembong iblis yang dingin dan kaku itu membentak
pelahan, entah dengan gerakan apa, tahu2 tubuh mereka yang jangkung dan kurus itu ibaratnya
anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur dengan cepat.
Waktu itu Bun-ki sedang menubruk ke depan ingin membenamkan kepalanya ke atas dada Hui
Giok yang bidang. Sudah lama dia mengharapkan tibanya saat seperti ini, pelahan dia ulurkan
tangannya untuk merangkul dengan matanya terpejam.
Tapi, sebelum keinginannya tercapai tiba suara bentakan berkumandang, menyusul segulung
angin menyambar tiba, ia membuka matanya, pandangannya terasa kabur entah sejak kapan
Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok telah mengadang di depannya.
Dalam kejutnya cepat dia mengegos ke samping, dalam sekejap itu gadis yang haus
kehangatan cinta itu sudah mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi dengan enteng
dia meluncur ke samping.
Tapi begitu mencapai tanah, dengan enteng segera ia melayang kembali ke samping Leng Kobok
dan Leng Han tiok, biji matanya yang jeli menampilkan rasa kaget tercengang dan juga kurang
senang. "Toasiok, Jisiok, apa2an kalian in!?" teriaknya marah.
Leng Ko-bok berpaling dan saling pandang sekejap dengan Leng Han-tiok mendadak mereka
memutar badan, empat telapak tangan mereka terus ditempelkan pada badan Hui Giok.
Hui Giok kaget bercampur heran, bukan lantaran kedua orang aneh itu menghadang di
depannya secara tiba-tiba tapi karena serangan maut mereka yang dilancarkan secara mendadak,
ia lihat ke-empat telapak tangan mengancam bahu dan lengan-nya, tapi ia tak mampu berkelit
apalagi melancarkan serangan balasan.
Hui Giok tahu bila ke empat tangan itu bersarang di badannya, kendati tubuhnya terdiri dan
baja yang keras juga akan hancur, Tapi pada detik-detik terakhir itu tak terpikirkan olehnya soal
mati-hidup dia hanya memikirkan Tham Bun-ki yang berada di depannya.
Tapi sekarang ingin memandang sekejap saja tidak dapat karena antara dirinya dan si dia
telah teradang oleh dua orang aneh bagaikan bukit es yang kaku, dalam putus asanya pemuda itu
hanya menghela napas lalu pejamkan matanya.
Kecepatan suatu gerak pukulan paling cepat juga cuma dalam sekejap mata, serangan yang di
lancarkan Leng Ko-bok dan Leng Han-nok tentu saja berlipat kali lebih cepat daripada gerakan
orang lain. Namun kecepatan pukulan itu toh kalah cepat daripada lintasan pikiran manusia.
Demikianlah pada saat kedua orang aneh itu melancarkan pukulan dalam sekejap itulah
pelbagai ingatan telah melintas dalam benak Hui Giok.
Ketika telapak tangan mereka hanya menempel saja di tubuh Hui Giok dan bukan
menghantamnya seperti yang di duga semula, dengan penuh kegelisahan Tham Bun-ki telah
menubruk ke depan.
"Toasiok, Jisiok!" teriaknya sambil menarik ujung baju mereka, "sebenarnya apa yang kalian
lakukan" Dia... dia adalah..."
"Hm... anak Ki menyingkirlah dulu!" jengek Leng Han-tiok seraya menatap gadis itu dengan
dingin. "Apa yang kau cemaskan, budak cilik?" sambung Leng Ko-bok dengan tersenyum, "bila kami
menghendaki nyawanya, sekalipun dia punya cadangan sepuluh lembar jiwa iuga sudah amblas
sejak tadi."
Tham Bun ki melenggong, dilihatnya Hui Giok sedang memejamkan matanya, peluh
membasahi jidatnya, dia tak tahu apa hubungan Hui Giok dengan Leng-kok-siang-bok, juga tak
tahu mengapa mereka bersikap demikian kepadanya, maka setelah ragu-ragu sejenak gadis itu
mengitar ke samping kedua orang aneh itu dan menghampiri Hui Giok.
Tapi Leng Han-tiok lantas menegur lagi dengan suara dingin "Anak Ki kusuruh kau menyingkir
apa tidak dengar?"
"Orang she Hui ini terkena tekanan tenaga sakti dua unsur kami," sambung Leng Ko-bok
"walaupun sepintas lalu tampaknya segar, hakikat nya tidak enteng luka yang dideritanya, sedikit
sa ja mengalami getaran, kemungkinan besar jiwanya akan melayang,"
Berubah hebat air muka Tham Bun-ki, p pinya yang semula merah berubah jadi pucat seperti
mayat, teriaknya dengan gemetaran, "Toasiok... kau mengapa kau bersikap sekasar itu padanya"
Apakah dia bukan kawanmu?"
"Hehehe, sejak kapankah kau dengar Toasiok dau Jisiok mempunyai kawan?" Leng Han-tiok
tertawa dingin.
"Lalu bagai mana sekarang?" saking gelisahnya Tharn Bun-ki berkerut alis rapat2.
Dia hendak menyeka keringat yang membasahi jidat Hui Giok, tapi Leng Ko-bok segera
menghardik "Budak dungu, jangan sentuh dia! Tidak kah kau lihat sendiri apa yang kami lakukan
sekarang. Bun ki mengerling sekejap kemudian berdiri termangu dan akhirnya menghela napas sambil
mundur dua langkah, sekalipun sudah terlihat olehnya bahwa kedua Leng bersaudara seakanakan
sedang mengobati pemuda itu dengan tenaga dalamnya akan tetapi ia tak berani
memastikan, maka dengan wajah gelisah gadis itu menyingkir ke samping sambil berharap agar
Hui Giok dapat membuka matanya dan mengucapkan sepatah kata kepadanya.
Waktu terasa merangkak dengan lambatnya, begitulah keadaannya bila seorang sedang
gelisah dan cemas.
Di bawah cahaya rembulan terlibat betapa seriusnya wajah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok
yang kaku itu, telapak tangan mereka yang menempel di dada Hui Giok tiba-tiba bergerak, tubuh
Hui Giok yang kaku tiba-tiba saja ikut berputar, kemudian empat telapak tangan yang kurus kering
menempel kembali di punggung anak muda itu.
Hui Giok sendiri pada saat itu hanya merasakan hawa panas memancar keluar dari telapak
tangan orang-orang itu, ketika hawa tersebut tersalur ke badannya, hawa panas itu rasanya halus,
tapi kadangkala menjadi keras, mengikuti gerak napasnya yang berputar dan mengalir ke seluruh
bagian tubuhnya.
Dia memang tak paham tentang rahasia ilmu silat, tapi sebagai seorang pemuda yang cerdik,
cukup berpikir sejenak dia lantas mengerti keadaan yang sedang di hadapinya.
"Mengherankan sekali perbuatan kedua orang ini." demikian Hui Giok berpikir rupanya luka
yang mereka timbulkan tadi disembuhkan kembali dengan tenaga sakti mereka Mungkinkah
mereka berbuat demikian lantaran Bun-ki" Tapi ada hubungan apakah antara mereka dengan
Bun-ki?" Perlu diterangkan Hui Giok dan Bun-ki boleh dibilang dibesarkan bersama maka setiap orang
yang dikenal Tham Bun-ki iapun mengenalnya, karena itu ketika dilihatnya hubungan anak dara itu
dengan kedua orang aneh tersebut begitu akrab, sedang dia merasa tak pernah mengenalnya
selama ini, hal inilah yang membuatnya heran.
Tentu saja dia tak tahu selama setahun ini bukan saja dia seorang yang mengalami banyak
kejadihan aneh, malahan kejadian aneh yang dialami Tham Bun-ki juga tidak berada di bawahnya.
Tidak lama kemudian Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok tiba-tiba menggerakkan tubuhnya,
seperti kupu2 yang bermain di antara bunga, mereka berputar ke depan belakang kanan dan kiri
Hui Giok. Mengikuti gerakan tubuh mereka yang lincah, keempat telapak tangan mereka yang kurus
kering menghantam pula sekeliling badan Hm Giok tanpa berhenti.
Sesaat itu Hui Giok merasa tubuhnya berputar seperti gasingan mengikuti gerakan pukulan
yang dilontarkan keempat telapak tangan itu, yang aneh bukan saja tempat di mana terkena
pukulan itu tidak terasa sakit, bahkan mendatangkan perasaan segar yang sukar dilukiskan, Bun-ki
pada mulanya berdiri di samping dengan perasaan gelisah, berserilah wajahnya setelah
menyaksikan gerakan aneh kedua orang itu, sekulum senyuman manis diam-diam tersungging di
ujung bibirnya.
Dara cantik yang dilahirkan dalam keluarga persilatan dan sejak kecil disayang dan dimanja
oleh ayahnya ini tentu saja mempunyai pengetahuan yang jauh lebih luas tentang ilmu silat
daripada Hui Giok, dari gerakan tubuh yang di lakukan kedua Leng bersaudara atas Hui Giok itu
dengan cepat dia mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya rupanya mereka sedang
melancarkan peredaran darah tubuh Hui Giok dengan tenaga murni mereka yang sempurna.
Maka dari itu, kendatipun Hui Giok baru menderita luka dalam, tapi setelah peredaran darah
dalam tubuhnya dibantu oleh hawa sakti kedua orang itu hingga berjalan lancar kembali, boleh
dibilang luka dalamnya segera sembuh kembali.
Sudah tentu kesempatan baik semacam ini sukar sekali ditemui dalam dunia persilatan apalagi
yang diterima oleh Hui Giok sekarang adalah hasil karya Leng-kok-siang bok yang tersohor
bersifat dingin kaku dan kejam.
Hui Giok sendiri tidak menyadari keuntungan yang diterimanya, akan tetapi Bun-ki hampir saja
bersorak kegirangan.
Biji matanya yang bening memancarkan cahaya berseri mengikuti gerak tubuh orang itu, di
bawah sinar bulan yang menyoroti baju hijaunya di antara kibaran ujung bajunya yang terembus
angin, dia kelihatan lebih cantik lebih menarik dan mempesona.
Tiba2 terdengar lagi dua kali bentakan nyaring.
Bayangan tubuh yang sedang menari itu mendadak berhenti. Tham Bun-ki berseru tertahan
dia melompat ke depan lalu di rangkulnya tubuh Hui Giok yang sempoyongan itu, ia lihat
senyuman menghiasi bibir pemuda itu di antara matanya yang terpejam, butiran keringat menetes
membasahi pipinya.
Dia mengambil saputangan hijau dan menyeka butiran keringat itu dengan lembut, ia tahu tak
lama lagi anak muda itu akan dapat berdiri sendiri bahkan jauh lebih kuat daripada semula.
Dengan gembira Bun-ki menghela napas lega dan berpaling, Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok
yang kurus dan jangkung itu berdiri di belakang bagaikan dua tonggak salju yang menyeramkan.
Tak seorangpun yang tahu bahwa pada saat itu di balik keseraman kedua tonggak salju yang
kaku itu mengandung kehangatan sebagai manusia, hanya tidak gampang untuk menemukan
kehangatan yang tersembunyi ini.
Dalam sekejap ini terbayang kembali olehnya pengalamannya selama setahun ini dia teringat
betapa pedih hatinya ketika kepergian Hui Giok, akhirnya iapun pergi meninggalkan ayahnya yang
tercinta mengembara di dunia persilatan dan berharap akan dapat menemukan kembali Hui Giok
yang minggat itu.
Tapi dunia begitu luas, ke mana dia harus mencari seorang di tengah lautan manusia"
Akhirnya dia kecewa ia pergi meninggalkan keramaian kota dan mengembara di antara perbukitan
yang sepi dan jauh dari manusia.
Waktu itu musim gugur telah tiba embusan angin musim gugur merontokkan dedaunan ia
berkelana tanpa tujuan, sebelum ia tiba di daerah Kanglam, dijumpainya Leng-kok-siang-bok yang
tersohor itu. "Suatu pertemuan yang aneh, benar-benar pertemuan yang aneh!"
Begitulah dia membayangkan pertemuan itu.
Ketika ia menengadah untuk kedua kalinya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok masih berdiri tak
bergerak di hadapannya, maka iapun tersenyum dengan rasa terima kasih,
"Toasiok, Jisiok! Sungguh aku tak tahu bagai mana harus berterima kasih kepada kalian, demi
diriku..."
Lembut dan merdu ucapan tersebut sehingga wajah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang
kaku tanpa emosi terlintas pergolakan perasaan.
"Aneh benar, darimana kau bisa kenal dengan dia?" gumam Leng Han-tiok dengan dahi
berkerut "kau tahu, dialah yang bakal menjadi Cong-piaupacunya kalangan hitam di wilayah
Kanglam" Bun-ki melengak dan terbelalak hampir saja ia tak percaya pada pendengarannya sendiri.
"Congpiaupacu yang ada di hadapannmu sekarang bukan lain adalah orang yang diangkat
oleh orang yang hendak memusuhi ayahmu" kata Leng Han-tiok lagi. "Walaupun aku tak punya
hubungan apa-apa dengan ayahmu, tapi demi kau terpaksa tengah malam buta begini kuberi
hajaran padanya, apa sangka saudara yang akan menjadi Congpiau pacu ini pada hakekatnya tak
berilmu..."
Tiba-tiba ucapan tersebut berhenti sambil mendengus, sementara itu Tham Bun-ki tak mampu
mengucapkan sepatah katapun saking kejutnya, dia berpikir: "Oh jadi dia bukan kenalan lama
Leng to siok dan Leng jisiok tapi lantaran sebab musabab inilah dia membawanya kemari untuk
bercakap-cakap, tapi benar-benar aneh, kenapa ia bersedia diangkat menjadi Congpiaupacu?"
Ketika berpaling, dilihatnya Hui Giok masih duduk tenang di atas tanah mukanya jauh lebih
tenang daripada tadi, napasnya jauh lebih teratur semua ini membuat ia menghela napas lega.
"Belasan tahun aku tak pernah melangkah keluar dari lembah dingin barang setindakpun."
demikian Leng Han-tiok berkata, "tak nyana karena kau si budak ini telah banyak menimbulkan
persoalan."
Manusia aneh yang bermuka dingin itu menghela napas lalu berkata pula "Bagaimanapun juga
kami berhasil menyembuhkan orang she Hui ini seperti semula, bila ada persoalan yang hendak
dibicarakan, katakanlah kepadanya sesukamu"
Merah wajah Bun-ki, pelahan ia tundukkan kepalanya. Ya begitulah sikap seorang anak dara
bila rahasia hatinya ketahuan orang, meski malu, tapi rasa malu yang riang.
Tatkala ia menengadah pula, suasana di hadapannya telah lengang, kecuali embusan angin
yang menggoyangkan pohon bambu di kejauhan dan suara percikan air mengalir kedua orang
aneh tadi sudah lenyap tak berbekas di bawah cahaya bulan hanya ia dan Hm Giok yang masih
tertinggal di situ.
Tadi tanpa terasa sekujur badan Hui Giok lelah dihajar orang, ia merasa makin cepat terhajar
oleh kedua orang aneh itu semakin nyaman rasanya.
Ketika pukulan2 itu berhenti, ia merasa tubuhnya se-olah2 me-layang2 di awang2, kakinya
terasa lemas bukan lantaran tak bertenaga untuk menunjang badannya, tapi karena malas
mengeluarkan tenaganya.
Maka iapun jatuhkan diri dan duduk di tanah ia tahu Bun-ki berada di sampingnya, iapun tahu
tangan si nona yang halus sedang menyeka keringat di keningnya, tapi ia enggan membuka
matanya dia ingin tidur, ingin beristirahat dan mengendurkan seluruh otot2 dagingnya.
Sebab napasnya dan peredaran darahnya saat ini seperti lagi melayang, keadaan ini tak jauh
berbeda dengan perasaan waktu ia bersama Go Beng si mabuk arak tempo hari, tapi setelah
dirasakan dengan seksama ternyata sama sekali tidak sama.
Dia tak tahu pukulan yang diterimanya tadi telah membuat dia sebagai seorang yang tak
pernah berlatih tenaga dalam kini berubah menjadi seorang yang mempunyai dasar Lwekang yang
kuat. Kejadian itu tentu saja tak pernah diduga olehnya, tapi ia dapat mempertahankan terus
perasaan itu, membiarkan peredaran darah dalam tubuhnya berputar sebagaimana mestinya.
Akhirnya, semua telah tenang kembali pelahan dia membuka matanya. Tham Bun-ki
ditemukan duduk bersandar di sampingnya dengan setengah berjongkok tangannya yang sebelah
terjulur ke bawah. tangan yang lain menahan kain ikat kepalanya yang berwarna hijau.
Waktu itu si nona memandang kejauhan dengan termangu, dari samping Hui Giok dapat
melihat hidungnya yang mancung ibarat patung yang terbuat dari pualam, cahaya yang memancar
dari samping menciptakan sebuah profil yang indah.
Malam yang sepi, malam yang remang, pikiran yang kabur, gadis cantik yang termenung,
semua itu menciptakan suatu keindahan yang tiada taranya membuat Hui Giok hampir tak berani
mengusiknya tak berani mengejutkan ketenangan dan kesyahduan itu, dia hanya memandangnya
dengan terpesona dan termangu.
Berpaling juga akhirnya gadis itu, sinar matanya yang rada bingung menatap Hui Ciok bagai
dalam impian, Sedang Hui Giok sendiri menggeser badannya mengubah posisi duduknya hingga
semakin dekat dengan gadis itu lalu berkata lirih:
"Bun ki... Bun ki apa yang sedang kau pikirkan"
Dia tak tahu kata2 apa yang sebenarnya hendak diucapkan maka meluncurlah kata2 yang
tanpa tujuan ini.
Bun-ki membetulkan rambutnya yang terikat dengan kain hijau itu lalu sahutnya pelahan "Ai
sedang berpikir, manusia memang makhluk yang aneh, ada sementara manusia yang sepintas
lalu tampaknya hangat kenyataannya hati mereka dingin dan kaku persoalan apapun tak dapat
menggerakkan hatinya. Misalkan saja ayahku siapakah di dunia ini yang tak tahu akan kebajikan
serta kemuliaan beliau" Tapi ku tahu, beliau..."
Tiba-tiba gadis itu menghela napas sedih, sesaat kemudian ujarnya lebih jauh: "Tapi ada
sementara orang lagi, setiap orang mengatakan dia dingin, dia ketus bahkan kejam seperti iblis,
padahal dalam hatinya terdapat kehangatan yang luar biasa. Tahukah kau" Kedua orang yang kau
temui barusan adalah gembong iblis yang membuat orang persilatan pusing kepala, tapi terhadap
diriku... " Ai dia begitu baik, begitu hangat dan begitu memperhatikan apa yang kupikir tanpa
kuterangkan juga mereka dapat mengetahuinya!"
Lembut suaranya, seperti igauan anak kecil dalam mimpi yang mengambang di tengah malam
sunyi ini. Hui Giok tak dapat menahan pergolakan hatinya lagi, digenggamnya tangan gadis itu dengan
mesra, kemudian bisiknya lembut "Bagaimana dengan diriku?"
Tiba2 wajah Bun-ki jadi merah. dengan setengah mengomel sahutnya, "Kau kejam, jahat,
kenapa tidak kau katakan kepadaku bahwa kau hendak minggat, tahukah kau karena persoalan itu
aku jadi..." kata-kata ini tidak berkelanjutan karena dengan wajah merah lengah dia lantas
tundukkan kepalanya.
Permukaan air sungai timbul riak2 kecil karena embusan angin, perasaan Hui Giok pun ikut


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beriak, digenggamnya tangan gadis itu erat2, lalu bisiknya pula: "Katakanlah, karena soal itu kau
jadi kenapa?"
Wajah Bun-ki makin merah, begitu merahnya sampai di tengah kegelapanpun dapat terlihat
warna merah yang menghiasi pipinya, saat itu hampir saja dia melupakan se-gala2nya, demikian
pula dengan anak muda itu.
Keresak pelahan berbunyi di balik hutan bambu. Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang berada
di hutan sana saling pandang sekejap, di tengah hutan yang sepi ini wajah mereka tampak
tersenyum puas dan gembira.
"Tak tersangka ternyata budak inipun mempunyai kekasih," bisik Leng Ko-bok sambil menarik
ujung baju saudaranya.
Leng Han-tiok tersenyum, dengan termangu ia masih memandang keluar hutan sana, dalam
dadanya se akan2 penuh kenangan masa lampau yang manis.
"Toako!" akhirnya iapun berbisik masih ingat kah kejadian pada tiga puluh tahun yang lampau.
Leng Ko-bok mengangguk "Ya tiga puluh tahun sudah, tiga puluh tahun lamanya, O, betapa
cepatnya waktu berlalu! sekarang aku se-akan-akan melihat bagaimana kau duduk di atas tugu
Giok hong di puncak Thay-san, di mana kau menggandeng tangannya dan melihat matahari
terbit," Sinar matanya yang dingin kini berubah jadi hangat, katanya pula "Ketika matahari terbit,
tatkala sinar sang surya memancar di wajahmu ketika itu kau masih muda, wajahmu tidak sejelek
sekarang, aku dan adik Ci memandang kalian dengan terkesima. Aku masih ingat waktu itu diamdiam
adik Ci berbisik kepadaku: Coba lihatlah dia dan In-cu benar2 pasangan yang setimpal."
"Toako..." Leng Han-tiok menimpali sambil tertawa, "tahukah kau waktu itu kamipun sedang
memperhatikan dirimu, adik ln juga berkata demikian kepadaku Coba lihatlah, dia dan CI cu
adalah dua sejoli yang serasi!"
Di tengah pohon bambu yang terembus angin, kedua bersaudara yang merupakan gembong
iblis yang ditakuti orang persilatan ini sedang bercakap-cakap sambil tertawa mengenangkan
masa lalu hanya di balik senyuman mereka tersembul pula kepedihan karena waktu yang sudah
lewat selamanya tak akan kembali lagi manusia yang telah tiada, selamanya tak akan hidup
kembali. "Sungguh tak tersangka," Leng Ko-bok melanjutkan sambil tersenyum sedih benar2 tak
tersangka mereka akan mati begitu cepat dan meninggalkan kita berdua tua bangka" Helaan
napas berat mengakhiri katanya itu.
"Toako, apa yang kau murungkan" Kenapa kau menhela napas?" kata Leng Han-tiok sambil
tersenyum, "jelek-jelek begini kita pernah merasakan kehidupan yang penuh kebahagiaan, jauh
lebih bahagia daripada mereka yang siang dan malam hanya memperebutkan nama kedudukan
dan kekayaan. Ai kadangkala aku merasa kasihan juga melihat mereka, terkadang aku membenci
pula orang-orang itu, begitu bencinya sampai aku ingin membunuh mereka satu persatu dengan
telapak tanganku."
Leng Ko-bok memandang lagi ke luar hutan dengan termangu, di bawah cahaya bulan yang ke
perak-perakan, mereka saksikan tubuh Hui Giok dan Bun-ki makin lama makin rapat, akhirnya
bayangan mereka melengket menjadi satu.
Maka orang tua inipun tertawa lagi sambil menuding ke luar hutan dengan jari yang kurus ia
berkata: "Coba lihatlah, pasangan itu se-akan2 bayangan kita berdua di masa lalu. Ai semoga
anak Ciau-ku dan anak Bwe-mu bisa mendapat pasangan yang cocok pula maka matipun kita
tidak perlu menyesal lagi."
Demikianlah, di tengah keheningan malam, di tengah hutan yang sunyi, kedua kakek yang
dingin dan kaku itu saling membongkar perasaan hati mereka yang sudah lama terpendam di
dalam hati, membongkamya secara blak-blakan tanpa tedeng aling-aling.
Cuma suasana di sekitar tempat itu sunyi, tak ada manusia lain, apa yang mereka
bicarakanpun tak terdengar siapapun kecuali mereka sendiri, senyuman hangat mereka juga tak
terlihat oleh siapa pun, cuma perasaan semacam itu tak akan bertahan terlalu lama, sebentar
kemudian perasaan itu lantas pudar kembali, saat mana mereka akan berubah dingin dan kaku
lagi, siapapun tak tahu bahwa mereka mempunyai kenangan lama yang mesra kenangan lama
yang hangat. Dengan pelbagai perasaan yang bercampur aduk mereka memandang ke luar hutan,
memandang Hui Giok dan Bun ki yang duduk bermesraan di tepi sungai, tiba-tiba Leng Han-tiok
tersenyum ujarnya: "Toako, coba terka apa yang sedang mereka bicarakan?"
"Masa berbeda dengan apa yang kau katakan kepada In-cu tempo dulu," jawab Leng Ko-bok
sambil tertawa.
Belum selesai ucapannya, tiba2 Bun-ki yang berada dalam pelukan Hui Giok itu melompat
bangun, kemudian melayang ke sini secepat terbang.
Leng Ko-hok dan Leng Han-tiok melengak, ketika mereka berpaling dilihatnya Hui Ciok juga
berdiri termangu se-akan2 iapun tak tahu apa gerangan yang terjadi.
Dalam sekejap bayangan tubuh Bun-ki telah sampai di hutan bambu ia berhenti dan tampak
agak sangsi, tapi akhirnya dia melayang ke atas pohon bambu.
Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sama kaget dan tercengang, setelah saling pandang sekejap
akhirnya merekapun mengebaskan ujung baju dan mengapung ke pucuk bambu.
"Brak" bunyi ranting bambu bergema di udara Bun-ki berpaling dengan kaget, ketika dilihatnya
kedua orang aneh itu, gadis itu tampak terkejut.
"Hei, Toasiok dan jisiok belum pergi?" tegurnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?", seru Leng Ko bok dengan kening berkerut "bukankah kalian
lagi bicara dengan baik2 kau dan pergi tanpa pamit?" Selama berbicara tubuhnya yang kurus
kering itu tampak turun naik mengikuti getaran bambu yang bergoyang.
Bun-ki mengerling sekejap, lalu dengan muka merah serunya manja "Ah. tak mau ah kalian
mengintip."
Sekalipun ilmu meringankan tubuhnya sempurna, tapi lantaran harus berbicara maka tubuhnya
se-olah2 menjadi bertambah berat, dan bambu yang lemaspun ikut melengkung ke bawah, dalam
keadaan begini mau-tak-mau dia harus berganti napas, pinggangnya menggeliat dan kakinya
bergeser ke sampig, ke lompatan itu digunakan pula untuk mengerling ke bawah, dilihatnya Hui
Giok masih berdiri termangu di situ, bergerakpun tidak.
Diam2 dia mendengus dan mencibir se-akan2 sedang berkata: "Huh, siapa sudi dengan kau?"
"Anak Ki!" Leng Han-tiok berkata dengan dahi berkerut setelah mengerling sekejap sekeliling
tempat itu "beritahu kepadaku, apakah anak muda she Hui itu telah menganiaya dirimu" Jika
benar begitu . , Hmm! Hmm!"
Tak terduga Bun-ki lantas tertawa selanya "Eh Jisiok kenapa menjadi berang" Memangnya
siapa yang bilang dia menganiaya diriku?" - Dari ucapan ini jelaslah gara2 itu adalah lantaran dia
sendiri yang lagi ngambek.
Leng Han-tiok jadi melongo, pikirnya: "Aku berang kan lantaran kau, eeh, sekarang kau
malahan menyalahkan aku" Wah, memang susah jadi orang baik."
Orang ini luas pengalamannya dalam dunia persilatan, tapi soal pikiran kaum remaja dia
kurang menguasai, setelah tertegun sebentar diapun mengomel "Kalau dia tidak menganiaya kau
tentunya kau si budak ini yang gila."
Bun-ki tertawa, "Aku sengaja menjengkelkan dia, siapa suruh sikapnya selalu begitu, lewat dua
hari bila mangkelku sudah berkurang nanti kucari dia lagi, Toasiok, Jisiok. ayoh kita pergi, mau
apa berdiam terus di sini?"
Tanpa menanti jawaban lagi dia lantas putar badan dan berlalu lebih dulu.
Memandangi bayangan tubuhnya yang ramping itu, diam2 Leng Han-tiok menghela napas
panjangm bisiknya kepada Ko-bok. "Ai tak kusangka anak perempuan jaman sekarang jauh lebih
binal dan aneh daripada tiga puluh tahun yang lalu."
Dia tarik Leng Ko-bok dan menyusul di belakang anak dara itu, suasana dalam hutanpun
kembali dalam keheningan yang tertinggal cuma Hui Giok seorang diri, ia masih berdiri di luar
hutan dengan ter-mangu2.
Bayangan orang telah lenyap, hutan kembali sepi, sinar bulan kini sudah condong ke barat.
Ia tertunduk dengan murung dan bertanya pada diri sendiri "Mengapa dia bersikap demikian?"
Mengapa ia pergi secara mendadak" Ai .... Tidak kuketahui di mana dia berdiam, mana
mungkin kutemukan dia lagi, Sudah setahun lamanya aku merindukan dia, tapi baru berjumpa
sejenak dia lantas berlalu tanpa pamit 0. Bun ki mengapa kau berbuat begini?"
Dengan sedih dia menghela napas ia berdiri kaku di bawah cahaya rembulan, rasanya enggan
beranjak dan situ menggeserkan kakipun rasanya ogah.
Kata2 lembut si nona tadi se-akan2 masih mendenging di telinganya, "setelah kau pergi
beberapa malam aku menangis terus, aku berharap kau cepat kembali. siapa tahu sehari dua hari,
sebulan dan dua bulan belum juga ada kabar beritamu akhirnya aku tak tahan, diam2 aku kabur
dari rumah, Tahukah kau" Betapa banyak penderitaan yang kualami demi kau" Baik di malam
terang bulan maupun malam yang gelap aku selalu memandang langit sambil membisikkan
namamu, dengarkah engkau akan bisikanku itu?"
Maka hati Hui Giok cair dibuai kata-kata hangat itu.
Dengan rawan Bun-ki mengulurkan tangannya, saling genggam dan sambil mengelus
tangannya nona itu bertanya. "Selama setahun mi, pernahkah kau memikirkan diriku?"
Dia menghela napas dan mengangguk, lalu si nona bertanya lebih jauh. "Eh kudengar engkau
akan diangkat menjadi Congpiaupacu, sebenar nya apa yang terjadi?"
Mendengar pertanyaan itu ia tertawa getir selagi hendak mengisahkan pengalamannya selama
setahun tiba-tiba pemuda itu teringat akan Wan Lu-tin yang menyenangkan itu segera diapun
bertanya "Bagaimana dengan Tin-tin" Baik2kah dia" Menangiskah dia setelah aku pergi?"
Siapa sangka setelah mendengar pertanyaan itu, si nona lantas pergi tanpa pamit Ai hati
perempuan memang sukar diraba, dia mengira setelah berpisah sekian lama, gadis itu tentu akan
lebih ramah dan lebih halus daripada dulu, tapi nyatanya dia masih seperti dulu, masih binal dan
manja. "Bun-ki, tidak sepantasnya engkau bersikap begitu kepadaku, tahukah engkau perbuatanmu
itu amat melukai hatiku!"
Kepalanya tertunduk, dirabanya pakaian yang dikenakan di mana masih tertinggal sisa bau
harum badan si nona.
Beberapa waktu berselang dia masih bersandar dalam rangkulannya, tapi sekarang hanya
tinggal bayangan tubuh sendiri yang menjulur panjang di atas tanah.
Tapi, he aneh. Tanah di tepi sungai cukup datar bayangan tubuhnya berdiri sendiri di situ, sinar bulan
menyorot dari belakang, tapi aneh sekali, pada saat itu ada dua bayangan panjang yang tertera di
permukaan tanah yang datar itu. bayangan siapakah yang satu lagi itu"
Berdebar jantungnya sekejap itu semua perasaan yang berkecamuk dalam hatinya berubah
menjadi rasa kaget dan takut, dia tak sempat berpikir yang lain dan cepat membalik badan.
Siapa tahu baru saja badannya berputar mendadak pandangannya terasa kabur, ada dua
sosok bayangan orang menyambar lewat di kedua sisinya menyusul kedua bahunya seperti
ditekan orang dengan pelahan.
Waktu ia berdiri tegak lagi, suasana di sekelilingnya kembali sunyi setengah potong bayangan
pun tidak kelihatan.
Hal ini membuat pemuda itu terkesiap, cepat dia putar badan pula ke belakang "Siapa di situ?"
Terdengar suara tertawa dingin di belakang, bayangan manusia kembali berkelebat, dua sosok
bayangan berkelebat lewat pula dan samping kanan dan kirinya, "Plok! Plok!" dua kali bahunya di
tepuk orang. Kendati begitu, tanah datar masih lengang seperti sedia kala, bayangan manusia yang tertera
di atas tanahpun tetap dua, satu di depan dan yang lain di belakang yang depan adalah bayangan
Hui Giok sendiri, tapi bayangan siapa yang ada di belakang itu" Bukankah mereka berdua"
Kenapa hanya satu bayangan saja yang tampak" Ke mana lenyapnya bayangan orang kedua"
Telapak tangannya terasa mulai berkeringat dingin ketika angin malam berembus ia bergidik
bulu roma sama berdiri.
Untuk sesaat perasaannya penuh diliputi rasa kaget dan ngeri serta merta iapun teringat
kepada cerita yang pernah didengarnya semasa masih kecil dulu, katanya setiap manusia tentu
mempunyai bayangan, hanya setanlah yang tidak mempunyai bayangan.
Mengkirik pemuda itu karena merasa seram. dia berdiri ketakutan tanpa bergerak, siapa
gerangan bayangan yang berada di belakangnya itu"
Dalam keadaan begini ia tak berani banyak berpikir coba diliriknya, di atas tanah kedua sosok
bayangan itupun tidak melakukan sesuatu gerakan, ia menelan ludah untuk menekan perasaan
tegangnya, tapi mendadak orang yang ada di belakang itu lantas tertawa dingin.
Bayangan itupun mulai bergeser maju ke depan, jarak mereka kian lama kian mendekat, ia
semakin bergidik, tanpa disadari kakinya melangkah setindak ke depan, namun suara tertawa
dingin tadi semakin menusuk.
Hui Giok menengadah bintang masih bertaburan di mana-mana, masih lama tibanya fajar dia
berdehem. pikirnya Hui Giok. wahai Hui Giok begitu tak bergunakah kau" Kenapa nyalimu sekecil
ini" sekalipun bayangan di belakangmu adalah bayangan setan, asal hatimu bersih dan tak pernah
berdosa, apa yang perlu kau takuti?"
Berpikir demikian keberaniannya segera timbul, dia sengaja tidak memperdulikan bayangan itu
dengan langkah lebar dia berjalan ke perkampungan.
"Hui Giok, berhenti kau!" suara tertawa dingin tadi lenyap, lalu seseorang menegurnya dengan
suara lembut. Hui Giok terkesiap, dengan tercengang dia berpikir: "Aneh, darimana dia mengetahui
namaku?" Setelah menenangkan diri, iapun berseru dengan lantang "Aku memang Hui Giok, ada urusan
apa mencari diriku?" sekalipun dia bersikap setenangnya, tidak urung suaranya kedengaran agak
gemetar. "Hahaha, bagus... bagus sekali. Hui Giok, aku memang lagi mencari kau" gelak tertawa keras
menggema dari belakang, suaranya keras penuh bertenaga seperti suara genta, jauh berbeda
dengar suara lembut dan merdu tadi.
Kembali Hui Giok tertegun "Ada urusan apa kau mencariku?" tanyanya kemudian.
Ia menjadi curiga. dia coba memeriksa bayangan sendiri. ternyata bayangan itu berbentuk satu
garis lurus ke depan sehingga se-olah2 bayangan tangan dan kakinya lenyap sama sekali.
"Masa aku tak punya kaki dan tangan?" demikian pikirnya "Atau lantaran bayangan yang
tertera di atas tanah kurang jelas kelihatan?"
Berpikir sampai di situ, rasa takutnya banyak berkurang.
"Tak perlu kau tanyakan apa maksudku mencarimu!" suara yang merdu dan lembut tadi
kembali kedengaran "coba terkalah lebih dulu, sebetulnya aku ini manusia atau setan" Hehehe.
Setelah tertawa dingin dengan suara yang seram lalu iapun menambahkan "Bila kau tak
mampu menjawab pertanyaanku ini, akan kumakan kau."
"Huh. sudah tentu kau manusia!" sahut Hui Giok lantang dengan dada membusung.
"Darimana kau tahu aku ini manusia?" orang yang berada di belakang itu seperti merasa kaget
"Terus terang kuberitahukan kepadamu, aku bukan manusia, manusia, mana bisa memisahkan
badannya menjadi dua dengan dua suara yang berbeda pula" Hehehe, tebakanmu keliru, karena
itu akan kutelan kau bulat2"
Suara ancaman ini kedengarannya mengerikan sekali tapi sekarang Hui Giok tidak takut lagi
dia malahan tertawa ter-bahak2.
"Hahaha tak perlu kau menakuti diriku lagi," serunya "bukan saja kutahu kalian adalah
manusia, akupun tahu kalian terdiri dari seorang laki dan seorang perempuan, yang satu besar
dan yang lain kecil bila keduanya berdiri berbaris muka dan belakang, dengan sendirinya di atas
tanah hanya ada sebuah bayangan saja Hahaha, tadi hampir saja aku tertipu oleh siasat kalian"
Perlu diterangkan Hm Giok pada dasarnya adalah pemuda yang cerdik, sekalipun semula dia
agak terkecoh tapi setelah berpikir sejenak segera ia menduga akan hal tersebut ketika
pendapatnya itu makin di pikir terasa makin benar, segera iapun mengutarakan pendapatnya itu,
terbayang kembali betapa takut dan ngerinya tadi, ia jadi geli sendiri.
Maka tertawalah dia makin lama semakin geli, hingga akhirnya dia ter-bungkuk2 sambil
memegangi perutnya.
"Hahaha tadi aku benar-benar bodoh serunya kemudian, "kenapa tidak dapat kupikirkan hal
ini?" Hahaha, aku malah mengira satu di antara kalian adalah setan sebab kata orang hanya setan
yang tak punya bayangan?"
Belum habis gelak tertawanya bayangan orang di belakangpun ikut tertawa. nyaring sekali
suaranya Hiu Giok mendengar suara itu bergeser dari belakang menuju ke depan, ketika ia
menengadah apa yang tertampak membuat pemuda ini terkejut. Seorang perempuan yang
bertubuh tinggi besar telah berdiri di hadapannya, perempuan itu mempunyai ukuran badan
raksasa, tangan dan kakinya besar dan berotot. alisnya tebal dan mati besar, seandaiya
rambutnya tidak disanggul tinggi dan ada tonjolan pada dadanya, mungkin tiada orang yang
percaya dia sebenarnya adalah seorang perempuan tulen.
Waktu Hui Giok memandang lagi ke sana, seketika ia menyurut mundur beberapa langkah
gelak tertawanya tadipun berhenti.
Manusia yang berada di hadapannya sekarang ternyata serba aneh, perempuan raksasa itu
memakai baju warna putih, di bagian dadanya terikat menyilang dua utas tali yang berwarna
kuning dan mengikat di belakang punggungnya sebuah keranjang berwarna kuning emas pula,
dalam ke ranjang tersebut berduduk seorang laki-laki berbaju kuning emas yang luar biasa
cebolnya sehingga mirip seorang anak kecil. meski demikian bajunya amat perlente jenggotnya
panjang, waktu tertawa suaranya nyaring seperti genta, sepasang matanya yang jeli menatap
wajah Hui Giok tanpa berkedip.
Selama satu tahun mengembara di dunia persilatan cukup banyak pengalaman dan
pengetahuan yang didapatkan Hui Giok, pelbagai corak manusiapun pernah ditemuinya, ada yang
gemuk sekali, ada yang sangat kurus, ada yang jangkung sekali dan ada yang pendek, tapi
mimpipun tak pernah membayangkan bahwa di dunia ini terdapat perempuan raksasa begini dan
laki2 sekerdil ini.
Sementara Hui Giok masih termangu, laki2 dan perempuan dengan ukuran badan yang
istimewa itu berkata sambil tertawa "Hui Giok pantas banyak orang mengatakan kau cerdik
nyatanya kau memang pintar entah berapa banyak orang yang sudah kami suami isteri takuti
sehingga kabur terbirit-birit. Tak tersangka cara tersebut ternyata tak mempan menakuti dirimu."
Meskipun badannya kasar dan tinggi besar namun perempuan itu mempunyai suara yang
halus dan lembut perbedaan ini sungguh sangat mengherankan.
Hui Giok yang tadinya sangat kaget bercampur heran sekarang tambah tercengang, pelahan ia
alihkan pandangannya dari perempuan tinggi besar itu ke arah laki2 cebol yang berada di
keranjang di gendongan perempuan itu.
Benarkah kedua orang ini adalah suami isteri" Dia hampir tak percaya pada apa yang dilihat
dan didengarnya tapi kenyataan di depan matanya kedua orang aneh tersebut tadi telah berkata
dengan tegas dan sungguh-sungguh. "...kami suami-isteri"
"Kenapa kau berhenti gelak tertawa?" tegur lelaki cebol itu sambil menatap Hui Giok lekatlekat.
"Apa kurang sedap menyaksikan tampang kami suami-isteri?"
Hui Giok kaget, dia berpikir. "Wahai Hui Giok tidak sopan kalau kau unjuk sikap demikian
suami isteri ini meski lucu tampangnya tapi di balik keistimewaan mereka ini pasti tersimpan suatu
kisah cerita yang amat mengesankan, jika demikian halnya makin terbuktilah bahwa hubungan


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka harus dipuji dan dihargai. Kau sendiri pernah menjadi orang cacat, pernah merasakan
pahit getirnya sebagai seorang cacat, kenapa kau bersikap tak acuh terhadap penderitaan dan
kemalangan orang lain?"
Berpikir demikian, timbul rasa menyesalnya dengan air muka yang serius ia lantas menjura
kepada mereka berdua, katanya dengan hormat "Aku kurang adat, harap suka memaafkan!"
Ia tidak melakukan pembelaan atau menutupi tingkah lakunya tadi, tapi langsung mengaku
salah secara berterus terang, bahkan segera mengubah sikapnya, dari sini semakin nyatalah
sampai di manakah keluhuran budi anak muda ini.
Laki2 kerdil itu mengamat-amatinya sejenak walaupun Hui Giok merasa geli pada tampang
orang yang lucu tapi dia merasakan pula wibawa yang besar di balik tatapan itu, lagipula mukanya
tampan, sedikitpun tidak memberi kesan jelek.
Perempuan berbaju putihpun bermuka cerah apalagi jika diperhatikan lebih seksama,
terasalah bahwa wajahnya juga mempunyai daya tarik andaikata tubuhnya tidak terlampau tinggi
besar dan yang laki2 tidak terlalu cebol. hakikatnya mereka adalah pasangan suami isteri yang
setimpal. Agak lama laki-laki kerdil itu memperhatikan anak muda itu, tiba-tiba ia tertawa dan berkata:
"Tidak menipu tidak berpura-pura, tidak angkuh dan tidak berhati palsu, ditambah lagi sangat
cerdik. sungguh sukar menemukan orang semacam ini."
Ditepuknya bahu perempuan baju putih itu dengan tangannya yang kecil seperti tangan bayi itu
lalu katanya lagi "San-san, aku kan sudah bilang tak mungkin dia salah melihat orang, Coba
lihatlah sekarang bukankah apa yang kukatakan memang tidak salah?" ia mengelus jenggotnya
se-akan2 merasa bangga sekali dengan kenyataan itu.
Perempuan berbaju putih itupun tertawa dan mengangguk.
Diam2 Hui Giok menghela napas gegetun pikirnya - "Semula aku mengira suara yang kasar itu
pasti berasal dari seorang laki-laki kekar, sedang suara yang halus tentu berasal dan seorang
gadis yang lemah lembut, siapa tahu kenyataannya ternyata terbalik."
Lalu ia berpikir pula: "Dengan mereka berdua aku tak pernah berjumpa, tapi dari pembicaraan
mereka tampaknya mereka sudah kenal diriku, bahkan sengaja datang kemari mencari aku, entah
apa yang mereka kehendaki?"
Makin dipikir makin tak mengerti, segera ia menjura dan berkata "Cianpwe berdua, kulihat
kedatangan kalian seperti ada sesuatu yang hendak disampaikan padaku, bolehkah kutahu urusan
apa yang hendak..."
"Hahaha... watakmu ini agak mirip dengan watakku waktu masih muda dulu." Laki-laki cebol itu
bergelak tertawa sekalipun dirinya sendiri masih banyak membutuhkan bantuan orang, tapi yang
dipikirkan justeru hanya membantu orang lain.
Setelah menghela napas perlahan, ia menyambung pula: "Seandainya di dunia ini bertambah
lagi beberapa orang macam kau dan aku, tentu dunia ini akan jauh lebih aman dan tenteram."
Perempuan baju putih yang tinggi besar itu mendadak tertawa cekikikan: "Hihihi Tapi kenapa
beberapa tahun belakangan ini kau lebih sering berpikir bagaimana caranya membunuh orang
daripada membantu orang?"
"Karena terlalu banyak manusia yang patut di bunuh di dunia ini daripada mereka yang perlu
ditolong." jawab laki2 cebol itu sambil memukul tepi keranjang dengan marah "Salahkah aku jika
ku bunuh orang2 yang memang pantas di bunuh?"
Ketika itu Hui Giok sudah mempunyai kesan baik terhadap laki perempuan yang bertubuh
istimewa itu, tak tahan dia lantas menyeka "Bila Cianpwe bertemu dengan orang2 yang pantas di
bunuh, jika tidak kau binasakan mereka, tapi sebaliknya membantu mereka memperbaiki sifat jelek
yang menyebabkan mereka pantas dibunuh itu, bukankah tindakan ini akan jauh lebih bagus?"
Laki2 cebol itu mengernyitkan alisnya tampaknya ia naik darah setelah melototi Hui Giok
sejenak, tiba-tiba ia menghela napas, katanya "Kau masih muda tentunya kau tidak tahu betapa
menggemaskan orang2 yang pantas dibunuh di dunia ini. Nanti kalau usiamu menanjak lebih
dewasa, mungkin kau akan berpikir seperti aku sekarang."
Hui Giok menghela napas dan tidak bicara lagi.
"Anak ini menang boleh juga, tak sia-sia kami suami-isteri menempuh perjalanan jauh ke sini
untuk menengok dirimu." kata perempuan baju putih itu sambil tertawa "Andaikata kau bukan
manusia yang berwatak baik, mungkin tuanku ini sudah menghadiahkan suatu bacokan untuk
membereskan kau!"
Setelah berhenti sejenak, katanya lagi: "Tahu kah kau, ada urusan apa kami datang ke sini
men cari kau?"
Hui Giok menggeleng, "Tentu saja aku tidak tahu pikirnya di dalam hati "kalau tidak kenapa
kutanyakan kepadamu tadi?"
Sekalipun ia berpikir demikian tentu saja kata-kata tersebut tak sampai diutarakan.
Pemuda itu berdiri ter-mangu2 dia merasa hanya setengah malam saja, semua orang yang di
temuinya hampir boleh dibilang selalu di luar dugaannya. Kekakuan dan sikap dingin Leng-kok
lang-bok jelas jarang ada di dunia ini sekarang bentuk tubuh kedua suami isteri yang lain daripada
yang lain ini lebih tak pernah dibayangkan, meski sudah dipikir nya untuk mencari tahu bagaimana
mungkin kedua orang ini bisa kawin menjadi suami isteri, tapi jawaban itu belum juga didapat,
hanya satu hal diketahui dengan pasti, dibalik semua itu pasti tersimpan suatu kisah yang amat
menarik hati. Didengarnya perempuan berbaju putih itu mengikik tawa pula, matanya yang jeli mengerling
lalu berkata sambil tersenyum: "Sudah setengah harian kita berbicara, tapi tahukah kau siapa
kami" Dan untuk urusan apa mencarimu","
Hui Giok tertegun sejenak, jawabnya kemudian. "Aku memang ingin tahu, tapi kuatir cianpwe
berdua marah, maka sampai sekarang tak berani ku tanyakan?"
Kembali perempuan baju putih itu tersenyum tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu, laki2
cebol itu telah menimbrung "Kulihat segala apapun kau bocah ini memang baik, cuma dalam hal
berbicara dan bertindak masih belum berani berterus terang padahal apa yang kau pikirkan
memangnya kau kami tidak tahu?"
Jilid ke~ 8 Perempuan baju putih berpalimg sambil tertawa, digenggamnya tangan si cebol yang
berpegangan tepi keranjang itu dengan mesra, lalu katanya sambil tertawa ringan: "Setiap
manusia di dunia persilatan yang sedikit mempunyai kedudukan atau berperanan tentu
mengetahui bahwa engkau adalah manusia maha pintar yang pernah muncul dalam dunia
Kangouw selama seratus tahun terakhir ini selama ini memangnya ada orang yang mampu main
gila dihadapanmu?"
Ucapan tersebut penuh kelembutan dan kemesraan, tapi juga mengandung rasa bangga dan
puas, seakan-akan sangat bahagia karena mempunyai seorang suami yang begitu hebat.
Dengan termangu Hui Giok mengawasi tangan mereka yang saling genggam itu, mengamati
pula ke empat mata mereka yang saling pandang dengan mesra, meskipun ukuran lahiriah
mereka tidak seimbang, namun semua itu tidak mengalangi luapan cinta antara mereka berdua.
Lama dan lama sekali perempuan berbaju putih itu baru berpaling, ia memandang Hui Giok
sambil tertawa, katanya. "Coba, tingkah laku kami yang sudah tua bangka ini tentunya kau anggap
lucu bukan?"
Cepat Bui Giok menggeleng kepala, tapi sebelum ia sempat mengungkapkan suara hatinya
laki2 cebol itu telah berkata lebih dulu: "Dalam hatinya tampaknya tiada maksud mentertawakan
kita, tapi dia pasti lagi keheranan bagaimana mungkin kita berdua bisa menjadi suami isteri betul
tidak anak muda?"
Hui Giok terkejut pikirnya "Ah, orang ini memang cerdik sekali, tak disangka apa yang menjadi
pikiranku diketahui pula olehnya, dulu aku mengira saudara Beng-si adalah orang terpandai di
kolong langit ini, tak tahunya di dunia ini masih terdapat manusia yang sepuluh kali lipat lebih
cerdik daripada dia.
Selagi pemuda itu menghela napas kagum, perempuan berbaju putih itu sudah menyambung,
"Kutahu kau belum lama berkelana di dunia persilatan tentu saja tak tahu tentang kami berdua,
tapi nanti bila usiamu bertambah lagi sedikit dengan sendirinya kau akan tahu."
Sampai di sini dia berhenti lagi sinar matanya mengawasi wajah Hui Giok dengan lebih
seksama seakan-akan dia hendak meneliti karakter Hui Giok yang sebenarnya.
Hui Giok jadi likat sendiri karena ucapan kedua orang itu, ia tertunduk dengan tersipu-sipu, ia
merasa sorot mata mereka seperti mempunyai daya tembus yang dapat menyelami segala isi hati
orang. "Apa sebenarnya maksud tujuan mereka mencari aku" Kenapa memandang aku seperti ini?"
Pertanyaan itu sudah dipikirnva sekian lama namun tidak ditemukan jawaban, sementara dia
masih melamun, tiba-tiba perempuan baju putih itu tertawa dan berkata "Sekarang akan kukatakan
padamu untuk urusan apa kami mencari dirimu."
Hui Giok amat girang, segera ia pusatkan perhatiannya untuk mendengarkan tapi aii muka
perempuan baju putih itu mendadak berubah hebat serunya dengan suara tertahan "Ssst ada
orang datang!"
Dia merogoh sakunya seperti mau mengambil sesuatu, tapi niat itu lantas dibatalkan bisiknya
lagi. "Kentongan ketiga besok malam, keluarlah melalui pintu belakang, akan kuberitahukan
maksud kedatangan kami ini."
Laki-laki cebol itu menegur "Hm orang macam apakah yang datang pada saat seperti ini?"
"Coba lihat," goda istrinya sambil berpaling. "watak jelekmu kambuh lagi"
Sekali putar badan ia melayang pergi, Hui Giok cuma merasakan sesosok bayangan putih
secepat asap melayang di angkasa, kemudian lenyap dari pandangan.
Kembali dia menghela napas kagum, tubuh perempuan itu tinggi besar, tapi ilmu meringankan
tubuhnya sungguh sangat hebat, andaikata tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri mungkin
iapun tidak percaya.
Ia coba memandang sekeliling tempat itu, malam yang kelam tetap hening tiada nampak apa
pun, ia menjadi curiga.
"Mungkinkah dia salah lihat?" demikian pikirnya.
Dia berpaling dengan ragu2 dan maju beberapa langkah ke depan. sejenak kemudian suara
langkah orang baru kedengaran bercampur dengan suara air mengalir dan angin berembus,
kemudian di tengah kegelapan yang mencekam muncul sesosok bayangan orang/
Baru sekarang Hui Giok merasa kagum pada ketajaman pendengaran perempuan berbaju
putih itu. Bayangan di depan sana makin lama semakin dekat, tiba2 seorang menegurnya "Apa
Hui-heng yang berada di depan?"
Cukup mendengar suaranya Hui Giok lantas tahu bahwa orang itu adalah Go Beng-si, iapun
segera berseru: "Ya, aku di sini!" Dengan langkah lebar ia menyongsong ke depan.
Go Beng si segera berlari. hanya beberapa langkah lompatan saja ia sudah tiba di hadapan
Hui Giok, tegurnya pula: "Hui-heng, di tengah malam buta begini mau apa kau berdiri termangu di
sini" Tahukah betapa rasa kuatirku?"
Sekalipun bernada menegur, namun di balik semua itu jelas terdengar betapa kuatir dan
perhatiannya orang itu terhadap Hui Giok.
Hui Giok tertawa menyesal, untuk sesaat lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah kata
pun, tapi dadanya terasa hangatnya setia kawan serta perhatian yang berlimpah dari rekannya ini
terhadap dirinya.
Go Beng si mencengkeram bahu anak muda itu dan diamatinya wajahnya, dilihatnya meski ia
lelah tepi tak bisa menutupi perasaannya yang menggelora se-akan2 baru saja mengalami suatu
kejadian yang menggembirakan. Segera ia bertanya "Apakah kau mengalami sesuatu kejadian di
sini" Kalau tidak, kenapa kau berada di sini, di tengah malam buta begini?"
Pemuda itu cerdik dan banyak tipu muslihatnya ini terhadap Hui Giok ia memperhatikannya
secara langsung maka iapun tidak berusaha memancing rekannya dengan kata2 yang lihay,
sebaliknya mengutarakan kecurigaannya secara blak-blakan.
Hui Giok tertegun, untuk sesaat ia tak mampu bersuara.
Melihat anak muda itu membungkam. Go Beng-si menghela napas panjang kemudian berkata
lagi: "Tengah malam tadi aku merasa sukar pulas, aku ingin mencari kau untuk bercakap-cakap
lagi, tak tersangka ketika aku ke kamarmu kau tak berada di sana sedang di halaman menggeletak
dua sosok mayat, Hui-heng, ketahuilah bahwa keadaan kita saat ini sama seperti berada dalam
cengkeraman orang, Hui-heng menurut penglihatanku kejadian yang kau alami ini tentu bukan
peristiwa biasa, bila kau menganggap aku sebagai sahabat karibmu, sepantasnya kau ceritakan
seluruhnya kepadaku, dengan demikian kita bisa berunding cara yang paling baik untuk mengatasi
persoalan ini."
Justeru kukuatir si Tangan Sakti Cian Hui tak mau menyudahi persoalan sampai di sini saja
apalagi anak buahnya mati di halaman sana, kedua orang itu kan ditugaskan untuk melindungimu
secara diam-diam."
Kata-katanya itu diucapkan dengan tegas bersungguh-sungguh, jauh berbeda dengan
sikapnya sehari-hari bila sedang berbicara dengan orang lain, Hui Giok merasa terharu bercampur
terima kasih, selain itu iapun merasa agak malu dan menyesal dengan sikap ragu-ragunva tadi
Kalau orang bersungguh-sungguh memperhatikannya, kenapa ia tidak membalasnya dengan
bersungguh-sungguh pula"
Berpikir sampai di sini ia menghela napas panjang, semua kejutan yang dialaminya tadi serta
merta dikisahkan kembali secara terperinci tatkala menyinggung tentang Leng-kok-siang-bok air
muka Go Beng si tampak berubah hebat.
"Jadi kedua orang ini juga sudah muncul di sini?" ia menegas dengan kurang percaya.
Ketika Hui Giok berkisah tentang pertemuan dengan Tham Bun ki wajah Go Beng-si tambah
berseri-seri dan gembira tapi ketika menyinggung soal kepergian gadis itu tanpa pamit, sambil
menggeleng kepala dan tertawa pemuda she Go itu berkaca "Kukira nona itu sudah terbiasa
dengan adat manjanya, tapi jangan kuatir tidak sampai tiga hari dia pasti akan datang mencari
dirimu lagi".
Tapi sejenak kemudian, dengan alis berkerut dia berkata pula "Bila si tangan sakti Cian Hui
mengetahui akan hubungan kekeluargaanmu dengan keluarga Liong-heng-pat-ciang, ku kuatir
akan lebih jadi banyak kesulitan bagimu.
Lalu dengan heran ia menambahkan "Watak Leng-kok siang-bok sangat aneh, tinggi batu kaku
dan dingin tak pernah berhubungan dengan orang lain, tak tersangka mereka bisa menaruh
perhatian terhadap seorang anak dara."
Setelah Hui Giok melukiskan kedua suami isteri dengan bentuk badannya yang aneh itu. tak
kuasa lagi Go Beng-si menjerit kaget "Hah, mereka adalah Kim tong-giok-li (anak emas dan dewa
cantik). "O, jadi kaupun kenal mereka?" tanya Hui Giok dengan heran.
Dia tak menyangka kalau suami istri aneh itu berjuluk "Kim-tong-giok-li"
"Darimana bisa kukenal mereka?" jawab Go Beng-si sambil geleng kepala, "dari apa yang kau
lukiskan itulah aku lantas tahu siapa gerangan mereka itu karena di dunia ini kecuali Kim tong giok
li tak ada orang lain yang mempunyai perawakan aneh seperti itu dan Kungfu yang luar biasa
hebatnya."
Pelahan-lahan dia tunduk kepala dan serunya kemudian: "Sudah lama Kim tong giok li lenyap
dari dunia persilatan, sungguh suatu surprise bagimu karena malam ini kau dapat bertemu dengan
mereka, tahukah kau bahwa pertemuan semacam itu sepuluh kali lipat lebih aneh daripada
pertemuanmu dengan Leng-kok-siang bok" Meski selama puluhan tahun belakangan ini banyak
bermunculan jago2 ternama, tapi tak seorangpun dapat menandingi nama besar ketiga pasang
suami isteri bagaikan dewa kahyangan itu.
Ia unjuk tiga jari tangannya, lalu terusnya salah satu diantaranya adalah pasangan yang
disebut suami menyanyi isteri menyertai". mereka kan adalah Kim-tong giok li inilah?"
"Lalu siapakah kedua pasangan yang lain?" Hui Giok merasa tertarik.
Go Beng si menekuk sebuah jari tangannya menyahut "Masih ada sepasang suami isteri lagi
yang berpredikat suami menyanyi isteri menyertai" kedua orang ini adalah Cian jiu-suseng dan
Leng gwat-siancu, sedang pasangan yang terakhir adalah suami isteri yang disebut suami tidak
menyanyi, lsteripun tidak menyanyi", mereka adalah..."
Belum habis kata-katanya Hui Giok telah menghela napas gegetun: "Ai saudara Go tahukah
kan bahwa sepasang suami isteri yang berpredikat "suami menyanyi isteri menyertai" itu sekarang
telah hidup berpisah?"
Mula2 Go Beng-si melengak tapi segera ia seperti memahami sesuatu katanya: "pantas
sewaktu Leng-gwat siancu bertemu dengan kau tempo hari ia telah menunjukkan sikap begitu,
kiranya kau kenal mereka."
Namun Hui Giok sedang melamun sambil tundukkan kepalanya rendah-rendah, seperti tidak
mendengar apa yang dikatakannya.
Lama sekali anak muda itu termenung, mendadak tanyanya. "Tahukah kau dengan bentuk
badan Kim-tong-giok-li yang tak seimbang begitu bagaimana mungkin meraka bisa terikat menjadi
suami isteri?"
Rembulan telah tenggelam di langit barat, malam sudah makin larut, fajar sudah hampir
menyingsing Go Beng-si menengadah dan memandang bintang yang sudah guram di angkasa,
lalu sambil menghela napas ia menutur dengan pelahan "Dalam dunia persilatan memang pernah
tersiar cerita tentang hal ini, kurasa kisah ini memang betul-betul suatu kisah yang menawan hati!"
Hui Giok tersenyum, pikirnya "Ehm. ternyata dugaanku memang tidak keliru!"
Sementara itu Go Beng si telah melanjutkan kata-katanya: "Sekarang fajar sudah hampir
menyingsing, rasanya kurang leluasa bila kita berdiri terus di sini, apalagi kalau sampai ketahuan
Cian Hui."
Sambil menarik Hui Giok menuju ke perkampungan ia berkata lebih jauh: "Mari kita berjalan
sambil bercerita, mungkin setiba di kamarku nanti kisah inipun sudah selesai."
Dia memang cermat dan selalu bertindak hati-hati, hangat terhadap kawan ia berharap agar
Hui Giok bisa menduduki kursi Lok-lim-cong-piaupacu wilayah Kanglam secara lancar agar semua
penghinaan yang pernah dialaminya bisa terlampiaskan. Sebaliknya bagi Hui Giok, dia hanya
terdorong oleh rasa ingin tahu dia berharap rekannya dapat cepat-cepat menuturkan kisahnya itu,
sedang mengenai persoalan lam boleh dibilang tak pernah dipikirnya.
Begitulah setelah berdehem Go Beng-si pun mulai berkisah "Dulu, sebelum menjadi suami istri
Kim tong-giok li adalah saudara misan, mereka di besarkan dalam keluarga persilatan di daerah
Kanglam, meski dunia persilatan pada waktu itu banyak terjadi peristiwa besar, tapi keluarga
persilatan ini tidak bekerja sebagai pengawal barang, tidak memasuki kalangan pemerintah juga
tidak berbaur dengan orang dan golongan hitam, mereka tak pernah mencampuri soal dendam
kesumat atau bunuh membunuh yang sering terjadi di dunia persilatan, kehidupan mereka sangat
tenang dan di kampung mereka hanya membuka suatu perguruan kecil menerima murid dan
menurunkan ilmu!"
Setelah berhenti sebentar iapun melanjutkan.
"Kepala keluarga persilatan mi tak lain adalah kakeknya Kim-tong waktu mudanya ia pernah
berkelana juga di dunia persilatan dengan sebilah golok emas, dengan ilmu golok warisan
keluarganya kakak Kim-tong itu pernah mendapat nama yang tak kecil di dunia Kangouw tetapi
selanjutnya ia mengasingkan diri dan tak pernah mencampuri urusan dunia persilatan lagi,
semenjak kecil Kim tong amat cerdik dan berbakat bagus, lagi pula merupakan cucu paling muda
dan kakek itu, tak heran kalau ia amat disayang dan dimanja oleh kakeknya."
Sudah banyak Go Beng-si bercerita tapi yang dikisahkan tak lebih cuma kejadian yang umum
ini membuat Hui Giok tak sabar dia menyela "Eh ada baiknya kau bercerita secara ringkas saja!"
Go Beng-si tersenyum, pikirnya: "Kukira wataknya lembut dan sabar tak tahunya dia juga


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang yang terburu napsu."
Maka iapun melanjutkan ceritanya: "Sejak kecil Kim tong sudah biasa dimanja sehingga
wataknya rada tinggi hati, dia tak pernah pandang sebelah mata terhadap anak-anak lain yang
sebaya dengan usianya, hanya seorang saudara misannya yang cocok dengan dia sehari tidak
bertemu saja kedua orang itu merasa seakan-akan telah kehilangan sesuatu. Ketika kakeknya
mengetahui akan hal ini, apalagi terdorong oleh rasa sayangnya terhadap cucu dan melihat pula
kelembutan dan kepintaran si nona kecil, akhirnya iapun menjodohkan kedua bocah itu dan
mengikat mereka sebagai suami isteri"
Diam-diam Hui Giok menghela napas panjang, terbayang kembali hubungannya dengan Tham
Bun-ki, seandainya iapun mempunyai seorang kakek penyayang semacam itu betapa bahagianya.
Sayang orang tuanya telah meninggal, iapun hidup mondok di rumah orang-orang, ditambah
lagi bodohnya tidak kepalang, ilmu silat yang paling mudah, paling sederhana saja tak mampu
dikuasai, darimana mungkin bisa mendampingi Tham Bun ki putri tunggal keluarga persilatan
ternama. Rasa pahit, getir, manis dan kecut seketika berkecamuk dalam benaknya, makin dipikir makin
melamun sehingga ada batu yang mengalangi jalannya juga tak tahu, ketika kakinya tersandung
batu itu nyaris tubuhnya jatuh terjerembab.
Go Beng-si mengerling sekejap ke arahnya lalu menutur pula sambil menepuk bahunya:
Meskipun kedua orang itu masih anak-anak dan tidak mengerti hubungan antara laki-laki dan
perempuan, tapi dari pembicaraan orang tua merekapun tahulah bahwa mereka berdua akan
berkumpul selamanya sampai hari tua, berita ini segera disambutnya dengan penuh kegembiraan,
otomatis hubungan merekapun tambah mesra dan semakin hangat sehingga hampir setiap hari
boleh dibilang tak dapat dipisahkan lagi. Mereka hanya berharap cepat meningkat dewasa dan
kawin menjadi suami isteri"
Orang lain sering juga menggoda mereka, namun godaan tersebut tak pernah dipikirkan
mereka." Tiba-tiba Hui Giok tertawa cekikikan "Eh, dari pembicaraanmu ini seakan-akan waktu itu
kaupun hadir juga di sana, masa apa yang mereka pikirkan juga kau ketahui?"
Go Beng si ikut tersenyum, tapi segera ia menghela napas panjang lalu berkata pula, "Siapa
tahu Ai. malang dan mujur memang tak dapat diramal oleh manusia, dikala keluarga yang hidup
penuh kegembiraan dan kebahagian ini mencapai puncaknya, tiba-tiba suatu bencana besar yang
sama sekali tak terduga telah menimpa mereka"
"Apa yang terjadi?" tanya Hui Giok dengan terkesiap.
Sebagaimana diketahui, pemuda ini memang berwatak aneh, dia selalu berharap setiap
manusia di dunia ini bisa hidup dengan gembira, setiap kali mendengar kisah sedih yang menimpa
orang lain dia selalu merasa tidak tega, padahal kisah sedih yang menimpa dirinya jauh melebihi
orang lain. Tetapi ia tak pernah menggerutu atau memikirkannya, demikian halnya sekarang, mendengar
sampai di sini dia ikut menghela napas sedih.
Go Beiig-si menghela napas panjang, tuturnya lagi: "Waktu itu musim semi telah tiba, tahun itu
sepasang anak laki dan perempuan itu baru berusia sembilan tahun, mereka bermain di kebun
belakang dan asyik menangkap kupu2, ketika kupu2 itu tiap kali akan tertangkap, tak tersangka
setiap kali juga terlepas lagi, sebagai bocah yang keras hati, Kim-tong bersumpah menangkap
sepasang kupu2 itu sampai dapat, mula2 masih dalam kebun mereka sendiri, tapi lantas mereka
keluar dinding pekarangan merekapun membuka pintu dan mengejar keluar. Dalam keadaan
demikian, meski anak perempuan itu lebih kecil nyalinya, tapi iapun ikutan berbuat demikian, ke
mana larinya kupu2 itu selalu dikejar tak hentinya, makin jauh kupu2 itu terbang makin jauh pula
mereka mengejarnya Berulang kali Giok-li menganjurkan Kim-tong pulang saja tapi kupu2 itu seakan2
sengaja memancing mereka, tiap kali mereka akan beranjak pulang, setiap kali pula
sepasang kupu2 itu muncul kembali di hadapan mereka.
Makin lama Hui Giok merasa makin keheranan, tak tahan akhirnya dia menyela "Darimana kau
bisa mengetahui dengan begitu jelas tentang peristiwa yang menimpa kedua Bu-lim-cianpwe mi"
Masa... " "Ai setelah kejadian itu, mereka pernah menceritakan kisah yang dialaminya itu kepada
kakekku," demikian Go Beng si menyambung setelah menghela napas panjang, "dan kakekku
menceritakan pula kisah itu kepadaku, karena itulah akupun mengetahui persoalan ini jauh lebih
jelas daripada orang lain."
Sekarang Hui Giok baru mengerti akan duduknya perkara, dia mengangguk, tapi hatinya lantas
tergerak, pikirnya- "Rupanya antara kakeknya dengan Kim-tong-giok li mempunyai hubungan yang
erat. Wah, kalau begitu dia pasti juga berasal dan keluarga persilatan ternama, anehnya kenapa ia
selalu merahasiakan asal usulnya meski hubungannya dengan diriku kian hari kian bertambah
akrab." Ia menengadah dan diamatinya rekannya itu, Go Beng-si sedang memandang langit di bawah
cahaya bulan wajahnya tampak sedih, ia berdiri termangu seperti lagi memikirkan sesuatu
persoalan. Sejak dia berkenalan dengan Hui Giok sikapnya selalu tulus dan terbuka se akan tak pernah
ada persoalan yang menyulitkan, tapi melihat mimik wajahnya sekarang, kembali Hui Giok berpikir
lagi "Mungkinkah iapun mempunyai persoalan yang menyedihkan serta segan untuk
mengatakannya kepada orang lain?"
Setelah termenung sejenak, dia berpikir lebih jauh, "Ai, semoga aku bisa menggunakan
kepandaian yang kumiliki untuk bantu memecahkan persoalan yang menyedihkan hatinya."
Diam2 ia mengambil keputusan di kemudian hari entah bagaimanapun juga dia akan mencari
tahu rahasia yang tersimpan di dalam hati Go Beng-si itu dan membantu memecahkannya.
Go Beng-si hanya berjalan dengan kepala tertunduk seperti lagi merenungkan sesuatu, tanpa
terasa mereka tiba di depan pintu, saat itulah dia baru menengadah dengan tertegun.
"Eeh. ceritaku tadi sampai di mana?" tanyanya gelagapan.
"Menangkap kupu-kupu" sahut Hui Giok sambil tertawa.
"Oya." disekanya jidat yang lebar dengan tangannya kemurungan tersapu lenyap, kesegaran
muncul kembali menghiasi wajahnya ia berkata lebih jauh "Karena ingin menangkap kupu-kupu,
kedua anak itu terus mengejar dari siang hingga senja sementara itu matahari sudah hampir
terbenam merekapun makin lama semakin lelah, anak laki-laki itu..."
Mendadak ia berhenti dan tertawa, katanya kemudian "Ah, kurang sopan rasanya bila kusebut
Locianpwe itu dengan kata "anak laki-laki" tapi nama sebenarnya Locianpwe ini juga tidak
kuketahui, apa boleh buat, biar kita gunakan sebutan itu saja."
Hui Giok tertawa sebetulnya ia hendak berkata "tidak apa-apa" tapi demi dipikir lagi rasanya
urusan ini tak ada hubungannya dengan dia, dengan alasan apa dia bilang "tidak apa-apa?"
karena itulah ia lantas bungkam.
Terdengar Go Beng-si melanjutkan ceritanya "Kupu2 tidak berhasil ditangkap, haripun mulai
gelap, sekalipun anak laki2 itu keras kepala, karena usianya masih terlalu muda, ia menjadi gugup
melihat sekeliling tempat itu baru disadarinya tempat itu sudah jauh dari rumahnya dan tersesat,
mereka lantas duduk di sebuah batu dengan termangu, si anak perempuan lebih kecil nyalinya
makin lama makin gelisah, saking cemasnya akhirnya dia menangis tersedu-sedu."
Kembali ia berhenti sejenak dan menghela napas, agaknya ia bersimpati pada keadaan
mereka waktu itu, sambungnya kemudian "Ketika melihat anak perempuan itu menangis,
keberanian anak laki2 itu berbangkit malah, digandeng tangannya dan berusaha menghiburnya
dengan kata-kata yang manis, lagaknya se-akan-akan pelindung anak perempuan itu, meskipun
tidak kenal jalan, tanpa berpaling ia membawa nona cilik itu menuju kembali ke rumah, setengah
malaman mereka berjalan waktu itu mereka sangat lelah lapar dan menyesal, kelipan lampu di
kejauhan sudah sama padam, angin malam berhembus makin kencang, mereka merasakan
sekujur badan dingin dan kaku tapi dengan bergandengan tangan kehangatan bisa tersalur ke
dalam tubuh mereka, bukan saja kehangatan itu mendatangkan rasa aman bagi anak perempuan
itu menimbulkan pula keberanian bagi anak laki-laki itu"
Kembali dia berhenti sebentar sementara Hui Giok menghela napas ia memandang
sekelilingnya, malam yang kelam dengan bintang bertaburan di angkasa, ia merasa melihat
adegan di depan matanya, seorang anak kurus dan lemah menggandeng seorang anak
perempuan berjalan di tengah kegelapan meskipun hati merasa takut, namun perasaan itu tidak
diperlihatkan keluar.
"O betapa suci dan murninya cinta kasih mereka," diam-diam Hui Giok menghela napas,
"mendingan mereka berduaan, masih dapat saling menghibur sedangkan aku..."
Ketika ia menengadah dilihatnya sorot mata Go Beug-si yang tulus penuh rasa setia kawan itu
sedang menatapnya, maka suatu perasaan hangat pun timbul dan lubuk hatinya, sekalipun
kehangatan itu berbeda dengan apa yang dirasakan si anak laki2 dalam cerita, tapi cukup
menambah keberanian baginya dalam perjalanan hidupnya yang masih jauh dan penuh dengan
penderitaan itu.
Tanpa sadar mereka telah berjalan masuk lewat pintu sudut halaman, mayat yang
menggeletak di depan pintu masih terkapar di situ, segala suka-duka orang hidup sudah tiada
sangkut paut lagi dengan mereka.
Kalau begitu, sebenarnya "kematian" itu suatu kemujuran bagi umat manusia ataukah suatu
kemalangan"
Tak seorangpun di dunia ini dapat menjawabnya dan juga tak seorangpun yang akan mencari
jawabannya"
Dengan suara dalam Go Beng-si berkata lagi "Begitulah, dengan mengandalkan kehangatan
dan keberaniannya tersebut akhirnya mereka menemukan rumahnya. waktu itu hari sudah terang
tanah, sambil menggenggam tangan anak perempuan itu si anak laki2 tadi berteriak gembira,
sejak kecil belum pernah ia rasakan kegembiraan seperti sekarang, maka diam-diam ia
memberitahukan kepada dirinya sendiri "Lain kali jangan meninggalkan rumah lagi. meski pun di
luaran sangat menyenangkan tapi amat dingin, sedangkan dirumah meski tak begitu
menyenangkan tapi suasananya jauh lebih hangat."
Tak tahan lagi Hui Giok menghela napas panjang pikirnya "Di dunia ini mana ada tempat lain
yang lebih hangat daripada di rumah sendiri.
Seketika ia menjadi sedih, ia ingin lari ke depan kuburan orang tuanya dan menangis
sepuasnya, tapi di samping itu iapun ikut merasa gembira bagi kedua anak itu karena akhirnya
mereka berhasil juga menemukan kembali rumahnya.
Mereka jalan bersanding, langkah mereka yang menginjak batu kerikil menimbulkan suara
gemerisik. Lama sekali Hui Giok termenung, ketika dirasakan Go Beng-si juga tak bersuara,
hatinya tergerak dia berpaling dilihatnya Go Beng-si sedang berjalan sambil memandang langkah
kaki sendiri tampaknya perasaannya waktu itu sama beratnya sama sedihnya dengan
perasaannya. Ia tak ingin mengganggu pikiran orang, seperti iapun tak ingin diganggu oleh orang lain,
perasaan yang berat, kesunyian yang mencekam dibiarkan terus berlanjut.
Suatu ketika Go Beng-si menghela napas panjang menengadah memandang bintang yang
semakin pudar. kemudian berkata pelahan "Ketika kedua anak yang masih suci dan bersih itu
untuk pertama kalinya merasakan hangatnya rumah dan berlarilah mereka ke rumah dengan
langkah lebar. Akan tetapi ai, sejak itu pula mereka tak punya rumah lagi untuk selama-lamanya"
"Apa kau bilang?" tanya Hu Giok dengan terperanjat.
Go Beng-si mengusap matanya, seperti sedang membersihkan kotoran, seperti juga sedang
menyeka air mata, tapi sekalipun dia sudah mengucurkan air mata juga tak ingin diketahui orang
lain. Dengan cepat ia melanjutkan kisahnya "Ketika mereka tiba di depan rumah. terlihat pintu
gerbang tidak terkunci si anak laki-laki itu tidak terlalu memperhatikan tetapi anak perempuan yang
lebih teliti itu segera merasakan kejanggalan tersebut, maka sambil berteriak dia lari masuk ke
dalam rumah, ternyata tiada suara sahutan dari dalam rumah yang terdengar hanya gema suara
sendiri yang berkumandang dari empat penjuru."
Ia berhenti sebentar lalu mengulangi "Ya hanya suara sendiri yang menggema di empat
penjuru" Akhiran kata-kata tersebut ditarik sangat panjang, rendah dan berat, seberat detakan jantung
sendiri. Hui Giok bergidik, firasat jelek tiba-tiba saja membayangi perasaannya, ia berdehem dan
bertanya dengan suara lirih. "Apakah orang dirumahnya sudah tidur semua?"
Tapi iapun tahu bahwa pertanyaannya ini sesungguhnya sangat menggelikan.
Go Beng-si menghela napas panjang, ia mengerling sekejap ke sisinya, lalu menggeleng
pelahan. Teriakan anak perempuan itu makin lama semakin keras, larinya juga semakin cepat, tuturnya
lebih jauh "Hanya sebentar saja ia lari dan halaman depan sampai di ruang tengah, Keluarga
persilatan ini sudah lama menetap di sana, bangunan rumah itu amat luas dan lebar, undakan
didepan saja terdiri dari belasan tingkat, ketika anak laki-laki dan perempuan itu berteriak sampai
di depan undakan suasana masih tetap hening dan tiada suara sahutan, mereka mulai cemas
bercampur gelisah, dengan beberapa kali lompatan mereka tiba di ruang tengah, ketika pintu
didorong dan melongok ke dalam.
Hui Giok merasa jantungnya berdetak keras, meskipun tak ingin menukas pembicaaan orang
akhirnya ia menyela juga" "Apa yang mereka lihat di dalam ruangan itu?"
Ketika dia berpaling, dilihatnya Go Beng-si berdin dengan wajah penuh emosi, kedua tangan
mengepal kencang2, matanya jauh memandang lurus ke depan, lalu melanjutkan dengan pelahan
"Ketika itu fajar telah tiba, sekalipun cahaya sang surya masih redup tapi dari jarak sepuluh
langkah sudah dapat terlihat wajah orang dengan jelas, tapi ketika mereka melongok ke dalam
ruangan itu ...."
Ia berhenti dan menghela napas panjang, sesaat kemudian baru melanjutkan "Jangankan
kedua orang itu hanya anak2 di bawah umur, sekalipun kau atau aku yang menyaksikan
pemandangan dalam ruangan itu, mungkin juga... mungkin juga..."
Dia berkisah dengan pelahan, ditambah pula helaan napas serta seringnya dia berhenti
membuat Hui Giok merasakan dadanya seakan-akan ditindih batu yang berat sekali, detak
jantungnya berdebar semakin keras, ditatapnya wajah Go Beng-si tak berkedip, dia berharap
pemuda itu cepat2 menyambung ceritanya.
Siapa tahu setelah menghentikan kata-katanya kali ini Go Beng-si juga menghentikan
langkahnya, ia berdiri termangu, kemudian menghela napas panjang lagi dan berkata: "Ai, lebih
baik tak usah, kulukiskan pemandangan dalam ruangan waktu itu, pendek kata..."
Hui Giok jadi gelisah, dia ingin bertanya tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya.
Kenapa aku mesti mendengarkan kisah semacam itu" Kejadian yang menyedihkan rasanya sudah
terlalu banyak terjadi di dunia ini?"
Dia tahu pemandangan dalam ruangan itu pasti mengerikan dan menyedihkan kendatipun rasa
ingin tahunya amat besar. ia berusaha mengendalikan perasaannya itu"
Go Beng si berkisah kembali: "Ternyata dalam satu malaman saja, puluhan jiwa anggota
keluarga kedua anak itu sudah dibantai orang secara keji, berpuluh mayat bergelimpangan di
ruang lengah yang luas itu, dari pancaran cahaya remang2 yang masuk lewat pintu tertampaklah
darah membasahi mayat2 itu, mereka kebanyakan mati dengan wajah kaget dan ketakutan jelas
sesaat menjelang kematiannya telah mengalami rasa takut yang bukan alang kepalang sehingga
matipun mereka tak tenteram"
Sekalipun tidak ia jelaskan pemandangan dalam ruang secara terperinci, tapi dari beberapa
patah katanya itu dapat ditarik kesimpulan betapa mengerikannya keadaan waktu itu, tanpa terasa
peluh dingin membasahi badan Hui Giok, dadanya terasa sesak dan sukar bernapas.
"Siapa yang melakukan perbuatan terkutuk itu?" teriaknya kemudian dengan mata terbelalak
dan tangan terkepal, "memangnya orang2 itu sudah tidak berperinkemanusiaan lagi" sekalipun dia
mempunyai dendam pada keluarga itu, rasanya tidak pantas kalau kaum wanita yang lemah serta
anak2 yang tidak berdosa juga ikut dibantai?"
Dalam gusarnya rasanya dia ingin menangkap orang yang telah membantai perempuan dan
anak2 yang tak berdosa itu serta menghajarnva, lalu mendekati kedua anak itu dan menghiburnya
dengan kata2 yang manis. Samar2 ia membayangkan suatu adegan seperti menyaksikan kedua
anak itu lari ke samping mayat2 itu sambil menangis merangkul jenazah orang tuanya dan
mengucurkan air mata dengan sedih, tentu saja mereka tak mampu mengebumikan jenazah2 itu
apalagi membalaskan dendam, kecuali menangis memang tak ada yang bisa mereka lakukan lagi.
Kian lama pandangan Hui Giok itu terasa bertambah kabur, ia coba meresapi perasaan
mereka ketika itu, tapi makin dipikir terasa makin bersedih sehingga akhirnya iapun ingin
menangis. Go Beng-si sendiripun sama termenung dengan mulut membungkam, akhirnya dia berbisik-
"Sudah sampai di kamarmu!"
Hui Giok menengadah cahaya lampu di kamarnya masih terang, pancaran sinar dari balik
kertas jendela yang putih terasa menambah seramnya suasana waktu itu.
Seorang bila sedang berduka, apa yang dilihatnya seringkali akan menambah kepedihan
hatinya, padahal pancaran sinar lampu yang membayangi kertas jendela adalah sesuatu yang
biasa namun hal ini telah menambah murung dan kesal sianak muda itu.
Mereka masuk ke dalam kamar dengan membungkam kemudian Hui Giok menghela napas
dan berkata lagi: "Ai. tak kusangka begitu mengenaskan pengalaman hidup kedua orang cianpwe
itu, mengapa Kim-tong Cianpwe menjadi..."
Dia angin tahu apa yang menyebabkan tubuh Kim-tong jadi cebol dan aneh, tapi ia menjadi
ragu-ragu, sebab ia merasa pertanyaan tersebut kurang sopan, karenanya urung diucapkan.
Go Beng-si tidak bodoh, tentu saja dia tahu apa yang hendak diketahui oleh rekannya, setelah
menghela napas panjang sahutnya "Ya, memang mengenaskan sekali nasib yang menimpa kedua
anak itu, masih kecil sudah harus menghadapi kejadian yang memedihkan itu. Begitulah setelah
menangis seharian di sisi mayat2 tersebut barulah ada tiga orang pemburu yang berdiam lima li
jauhnya dari tempat mereka datang berkunjung.
Ia berhenti sejenak untuk ganti napas, kemudian menjelaskan " Tempat mereka adalah
pegunungan yang sepi dan jauh dan tetangga, andaikata pemburu-pemburu itu tidak lewat secara
kebetulan dan mendengar suara tangis dari dalam gedung, mungkin sebulanpun belum tentu ada
yang tahu bahwa suatu pembunuhan keji telah berlangsung di dalam gedung tersebut.
Tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benak Hui Giok ujarnya, "Menurut pendapatku,
permusuhan tersebut mungkin terjadi ketika pemilik gedung itu masih berkelana di dunia
persilatan, karenanya dia memilih tempat yang sepi untuk mengasingkan diri.
Go Beng-si manggut-manggut tanda membenarkan, sambungnya: "Tak terkirakan rasa kaget
pemburu itu demi menyaksikan peristiwa tersebut, untunglah sebagai pemburu yang biasa
membunuh binatang, nyali mereka lebih besar dari pada manusia umumnya, meski kaget mereka
tak sampai panik, atas bantuan mereka jenasah2 itupun di kubur di belakang rumah!"
"Ai, itulah yang dinamakan jalan kebaikan selalu terdapat di manapun," gumam Hui Giok
sambil menghela napas panjang, "tak kusangka pemburu2 itu berhati baik dan mulia"
Baru saja ia bersyukur karena kedua anak itu terlepis dari kesukaran, tiba2 Go Beng si
mendengus: "Hm! Apanya yang baik" Ketika pemburu2 ini melihat dalam gedung sebesar itu kecuali kedua
bocah cilik itu tiada orang lain lagi, timbul niat jahat mereka, selesai mengubur jenasah2 itu,
mereka lantas membopong anggota keluarga mereka dan pindah kedalam gedung itu, mendingan
kalau kedua anak itu diperlakukan baik, mereka di maki dan dianiaya, Ai. begitulah bila nasib
malang sedang menimpa, sudah jatuh tertimpa tangga lagi bukan saja anggota keluarga dibantai


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang hidup sebatang kara, rumah dirampas, sekarang dihina dan dsiksa pula oleh orang2 jahat,
ai..." Mendengar itu, kembali Hui Giok unjuk sikap marah alisnya berkerut, tangannya dikepal dan
menghantam meja keras2, Meski hatinya bajik, dia selamanya bersedia mengampuni kesalahan
orang, tapi kemarahan yang berkobar sekarang benar-benar memuncak, teriaknya: "Manusia
berhati serigala macam mereka tak pantas dibiarkan hidup, mereka harus dibasmi dan muka bumi
ini" Go Beng-si melirik sekejap ke arah rekannya, dia menghela napas setelah melihat pemuda itu
benar2 marah dan bahkan melontarkan kata2 yang belum pernah diucapkannya pikirnya: "Orang
ini selalu memperhatikan keadaan orang lain daripada memikirkan keadaan sendiri, apapun yang
dilakukan orang lain terhadapnya, dia se-akan2 tak pernah merisaukannya tapi setiap kali
mendengar ke tidak adilan yang menimpa orang lain, ia jadi marah dan penasaran. Ai aku
mempunyai sahabat begini apalagi yang kuharapkan?"
Berpikir demikian, iapun melanjutkan kata-katanya "Berada dalam keadaan seperti itu, tentu
saja lama kelamaan kedua anak itu tak tahan, suatu ketika diam2 mereka minggat dari gedung itu
Tapi, dunia seluas ini kemanalah mereka akan berteduh?"
Ketika sinar matanya beralih kembali ke wajah Hui Giok dilihatnya rasa gusarnya telah
berubah menjadi rasa sedih, rupanya ucapannya yang terakhir telah menyinggung perasaannya,
Karena itu iapun menghentikan katanya tadi.
Apa yang diduganya memang benar, waktu itu Hui Giok sedang membayangkan
pengalamannya sewaktu masih berkelana dulu, apa yang dialaminya cuma kegetiran,
kesengsaraan dan kepedihan, padahal usia kedua anak dalam cerita, itu jauh lebih kecil dari
usianya. bisa dibayangkan penderitaan yang mereka terima dalam pejalanan hidup mereka di
antara lautan manusia seluas ini.
Dia menghela napas panjang, tanyanya: "Lalu bagaimana?"
Go Beng-si termenung sebentar, tiba2 dia tersenyum, katanya: "Di tengah kegetiran tentu akan
datang juga keadaan yang manis. setelah kepedihan akan muncul pula kegembiraan pengalaman
yang dialami kedua anak yang patut dikasihani itu segera mengalami perubahan besar, dalam
hidup mereka yang bergelandang, suatu ketika mereka berjumpa dengan dua orang tokoh
persilatan yang amat lihay mereka dibawa pergi oleh mereka secara terpisah dan mengajarkan
ilmu silat kepada mereka, kedua anak yang patut dikasihani itu berubah menjadi tokoh sakti yang
tidak ada tandingannya selama puluhan tahun belakangan ini. bukan saja dendam kesumat
mereka berhasil dituntut balas, pemburu2 yang jahat dan rakuspun mereka hukum secara
setimpal. Hui-heng tahukah kau, kesuksesan dan kebahagiaan yang dialami seseorang di masa
mudanya belum tentu adalah rejeki, sebaliknya penderitaan yang dialami semasa masih mudanya
kadangkala membuat dia lebih sukses di kemudian hari seperti juga sebuah batu pualam yang
indah tak akan berharga benda itu sebelum digosok, bukankah kehidupan seorang manusia di
alam ini sama juga seperti sebuah batu mestika."
Melihat kepedihan Hui Giok, teringat asal-usulnya yang penuh penderitaan ia tahu hatinya
tentu kesal dan sedih, maka apa yang diucapkan barusan adalah hiburan dan dorongan baginya,
sebagai pemuda yang cerdas tentu saja Hui Giok mengetahui maksud rekannya, ia tertawa
dengan rasa terima kasih, ujarnya kemudian "Tapi... tapi bagaimana mereka...."
Go Beng-si tertawa, dia tahu apa yang hendak ditanyakan rekannya, maka berceritalah dia
lebih lanjut. "Meskipun mereka terpisah tapi hati mereka tetap dekat, di waktu senggang sehabis
berlatih silat mereka selalu saling merindukan pihak yang lain, tapi mengingat dendam kesumat
sedalam lautan yang harus dituntut, mereka berlatih terus dengan tekun. Di samping itu mereka
juga tahu bahwa guru mereka merupakan tokoh persilatan yang berilmu tinggi bila mereka berhasil
menguasai kungfu yang diwariskan kepadanya niscaya ada harapan bagi mereka untuk membalas
dendam maka penderitaan batin bisa berkurang banyak. Setiap hari mereka berharap agar kungfu
mereka cepat berhasil mencapai tingkatan yang tinggi berharap pula agar mereka cepat dewasa
hingga bisa turun gunung dan membalas dendam serta berjumpa kembali dengan orang yang
dicintainya, sebab itulah mereka berlatih siang dan malam tak henti-hentinya. Melihat muridnya
rajin berlatih tentu saja kedua tokoh silat itu sangat gembira."
Hampir satu jam lamanya Go Beng-si mengisahkan cerita2 yang sedih itu, sampai sekarang
baru disinggung hal2 gembira, keadaan ini ibaratnya sang surya yang muncul di balik awan
mendung, membuat kemurungan dan kesedihan yang selama ini mengganjal hati Hui Giok jadi
lega rasanya, tiba-tiba Go Beng-si tak dapat
Istana Pulau Es 15 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Jodoh Si Mata Keranjang 4
^