Pendekar Satu Jurus 7

Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Bagian 7


in perasaannya akan jauh lebih tenteram tapi bagaimanapun juga pada saat ini
masih tetap bahagia, sebab dia masih muda dan orang muda selamanya hanya membayangkan
hal2 yang indah saja tak memperdulikan segala keburukan orang yang pernah mengalami sesuatu
kekejian dan kejelekan bukankah selalu merasa bahagia"
oOo o0o Fajar telah menyingsing suasana di kota Keng-ko sangat ramai.
Pintu kota baru saja di buka beruntun masuklah tiga-lima penunggang kuda, usia maupun
dandanan para penunggang kuda bagus itu beraneka ragam namun semuanya gagah dan
tangkas, sinar matanya tajam.
Keluar kota ke arah selama di sebuah jalan berbatu yang lurus dapat terlihat gelak tertawa
penunggang-penunggang kuda itu yang nyaring tapi ketika mereka melalui sebuah rumah
penginapan di tepi kaki gunung yang kecil, sikap angkuh mereka itu mendadak lenyap, bahkan di
antara mereka yang turun dari kuda, berdiri di tepi jalan dan memandang ke arah rumah
penginapan dengan pandangan aneh.
Cahaya matahari pada permulaan musim panas menyinari atap rumah penginapan yang
kelabu itu. Seorang pelayan muncul dan balik pintu yang baru setengah terbuka membersihkan debu di
depan pintu dan undak-undakan batu dengan kemalas-makasan, dua buah tenglong yang sudah
padam tergantung di atas pintu dan bergoyang tiada hentinya terembus angin.
Rumah penginapan itu berdiri dengan tenang dan sederhananya di bawah timpaan sinar
malahan pagi yang lembut, suasana di kota gunung ini tetap hening. tiada sesuatu yang menarik
dan tiada sesuatu kejadian aneh.
"Tapi, kenapa suasana di tempat ini begini hening dan tenangnya?"
Jago-jago persilatan yang baru datang itu berpikir dengan heran," Bukankah Liong heng-pat
ciang telah datang" Malahan sudah menerima kartu undangan dari Sin-jiu Cian Hui. kenapa
mereka masih tetap tenang saja?"
Maka orang yang berkumpul di depan rumah penginapan itu kian lama kian bertambah
banyak, mereka sama berbisik-bisik dan menduga-duga tindakan apa yang akan dilakukan Liongheng-
pat ciang yang tersohor ini, dengan perasaan ingin tahu mereka nantikan terjadinya
perubahan di rumah penginapan itu.
Akan tetapi, sampai matahari sudah tinggi di angkasa suasana dalam rumah penginapan itu
tetap hening tiada terjadi apa-apa, tak seorangpun yang muncul dari rumah penginapan itu, juga
tak seorangpun berani masuk ke dalam.
Tiba-tiba pelayan penginapan itu muncul dan "blang" pintu ditutup rapat-rapat, suasana dalam
penginapan itu tambah hening sehingga kawanan jago yang berkumpul di situ saling pandang
dengan bingung.
"Kim-keh-pang" tiba-tiba seorang berseru. Semua orang berpaling, tertampak jalan yang lurus
di depan sana muncul balasan ekor kuda, para pemegangnya adalah laki-laki kekar berpakaian
warna warni persis seperti ekor ayam jago, semuanya duduk di atas pelana dengan dada
membusung, ketika melewati rumah penginapan mereka sama2 mencibir, terus lewat dengan
begitu saja. Di belakang rombongan itu mengikut pula seekor keledai orang yang duduk di punggung
keledai itu berbadan kurus kering, berbaju sederhana dan berwajah biasa, malah kakinya tinggal
satu, sedang sebuah tongkat besi yang hitam pekat diletakkan melintang di atas pelananya, dia
mengayun cambuknya dengan lemas seperti kurang tenaga, ia mengikuti jauh di belakang
rombongan itu, seakan-akan pengiring orang-orang di depannya, tapi kawanan jago yang berada
di sepanjang jalan segera tundukkan kepala, ada pula yang menyapa dengan senyum dikulum:
"Siang-toako, baik2kah engkau selama ini?"
Bagi mereka yang tidak kenal orang itu, baru sekarang terkesiap dan berpikir "O jadi orang ini
lah Kim-keh (si ayam emas) Siang lt-ti?"
Kim-keh Siang It li duduk di atas keledainya dengan mata setengah terpejam, seperti sudah
berapa hari tidak pernah tidur ketika mendengar sapaan jago2 persilatan itu, senyuman menghiasi
bibirnya sambil manggut2 dengan kemalas-malasan, sambil menuding kearah penginapan dengan
cambuknya ia bertanya "Apakah Tham si tua itu berdiam di sini?"
Meskipun ia bertanya kepada orang lain tapi sebelum orang menjawab ia sudah manggutmanggut
sambil berkata lagi "Ya, tentunya kalian sedang menunggu keramaian di sini. Ai kalau
aku menjadi kalian, lebih baik berangkat saja dan menonton ke Long-bong-san-ceng kan sama
saja." Cambuk kembali diayun keledai itu selangkah demi selangkah berjalan lewat, kawanan jago
yang berkumpul di situ saling berpandang, ada yang segera menyusul di belakang Siang It-ti, ada
yang tetap menunggu disitu. sekalipun mereka heran kenapa sampai saat itu Liong heng-pat-ciang
belum juga melakukan sesuatu gerakan, Akhirnya kesabaran mereka habis juga, berbondongbondong
mereka pun meninggalkan tempat itu dan berangkat menuju liong-bong-san-ceng.
Tak jauh setelah melewati kota gunung itu di depan mana terbentanglah sebuah hutan yang
rimbun di balik pepohonan yang lebat, lamat-lamat tampak bayangan rumah bersusun-susun, dari
kejauhan masih tidak terasa seberapa, tapi sesudah dekat maka terlihatlah dinding pekarangan
yang membentang jauh ke samping entah berakhir sampai di mana, atap bangunan berderet-deret
entah berapa banyaknya.
Sebuah jalan beralas batu kerikil membentang menembus hutan itu berpuluh-puluh orang
lelaki kekar berdiri tertib di luar hutan itu, melihat tibanya kawanan jago di situ, mereka maju
menerima tali kendali kuda dan menyambut kedatangan tamu-tamunya untuk diantar masuk ke
balik hutan sana..
Di depan pintu perkampungan itu berdiri juga beberapa orang laki-laki berjubah panjang,
menerima tamunya dengan senyuman ramah.
Di balik pintu adalah sebuah halaman yang waktu itu suasana amat ramai dengan gelak
tertawa dan suara orang bicara, ruang besar di depan halaman diapit dua ruangan samping di kirikanan,
waktu itu sudah penuh dengan manusia.
Seakan-akan semua jago persilatan yang ada di wilayah Kanglam, baik dari golongan putih
maupun golongan hitam baik laki-laki atau perempuan telah berkumpul semua di perkampungan
Long-bong san-ceng ini.
Suara letupan ramai tiba-tiba berkumandang dan luar hutan, itulah suara bunyi mercon
rentengan yang mulai dibakar.
Baru saja suara mercon itu berhenti di depan pintu perkampungan kembali ramai suara
mercon lain yang lebih keras, mercon Pek-cu lam-pian buatan Wu-oh memang terkenal karena
suaranya yang keras, begitu kerasnya hingga membuat anak telinga orang terasa sakit.
Menyusul suara mercon tadi, di ruangan besar itu muncul sebaris laki-laki berbaju merah yang
membawa terompet panjang dan meniupnya keras-keras, baru saja suara terompet berhenti
seorang laki-laki tinggi besar berdiri ke depan pintu ruangan dan berteriak dengan lantang: "Siangpangcu
dan Kim-keh-pang tiba!"
Setelah dentuman mercon tadi, para jago merasa telinganya agak tenang, tapi begitu
mendengar suara menggeledek tersebut, kembali mereka kaget, serentak perhatian mereka
dialihkan ke tengah ruangan.
Dari balik ruangan muncul satu rombongan orang, yang seorang bermuka merah berjenggot
yang lain bertubuh kurus kecil tapi sinar matanya tajam, selain itu masih ada lagi empat orang
setengah baya dan seorang pemuda bermuka pucat, mereka bersama-sama berdiri di depan
pelataran untuk menyambut tetamunya.
Melihat itu, kembali kawanan jago berbisik-bisik "Tampaknya Siang Kim-keh (ayam emas
Siang) memang punya bobot, buktinya Cian Sin-jiu Na Hui-hong serta Mo-keh-hengte sama-sama
menyambut kedatangannya.
Bisikan itu baru berakhir ketika dari luar perkampungan muncul serombongan laki-laki berbaju
warna-warni yang mengiringi seorang laki-laki berkaki satu masuk ke dalam halaman, lambat
sekali langkah orang itu, selangkah demi selangkah ia menerobosi kerumunan orang dan tiba di
depan pelataran.
Dengan mata terbelalak dan tertawa keras laki-laki berkaki satu itu lantas berseru Hahaha
sungguh tak kusangka, sungguh tak kusangka. ternyata Cian-cengcu telah menganggap diriku
sebagai seorang manusia, tapi harus merepotkan dirimu aku orang she Siang jadi tidak enak hati."
Sin-jiu Cian Hui mengelus jenggotnya dan terbahak-bahak. "Hahaha, Siang-toako memang
gemar bergurau, silakan masuk! Silakan masuk!"
"Hehehe, pelayanan Cian-heng terhadap Siang-heng sungguh service yang spesial," kata Jit
sat Mo Seng sambil tertawa dingin, dia telah menyiapkan sebuah kursi yang luar biasa nyamannya
untuk tempat duduk saudara Siang!
Air muka Kim keh Siang It ti berubah hebat, sinar matanya berkilat tapi segera ia terbahakbahak.
"Hahaha, kursi yang empuk sih tak perlu disiapkan bagiku, kukira Cian-heng lebih baik
menyiapkan beberapa orang nona cantik untuk Mo heng."
Ujung tongkatnya menutuk permukaan tanah dan tahu2 ia sudah berada di atas undakan
dengan enteng, sementara kawanan jago lainnya saling pandang dengan tercengang.
Mereka merasa hubungan antara Kim keh Siang It-ti dengan Sin-jiu Cian Hui, Pak-to jit-sat
seperti sedikit kurang beres, tapi setiap orang maklum bahwa dunia persilatan itu penuh dengan
intrik, penuh dengan tipu muslihat tentu saja siapapun tak bisa menduga ada urusan apa di balik
kesemuanya itu kecuali mereka yang langsung terlibat di dalam persoalannya.
Sementara itu kembali berpuluh orang jago silat berdatangan di situ, tiba2 seekor kuda
dibedalkan ke depan ruang tengah, penunggangpya adalah seorang laki2 berbaju pendek, begitu
tiba ia lantas melompat turun dari kudanya dan langsung masuk ruangan.
Sela.g sesaat kemudian serentetan suara mercon Pek-cu Jam-pian kembali berdentuman, di
antara dentuman mercon itu bukan saja Sin-jiu Cian Hu Pak-to jit-sat serta Jit-giau-tui hun
melangkah ke luar dari ruangan tengah, malahan kali ini mereka keluar sampai di pintu
perkampungan. Ternyata si Tangan Sakti Cian Hui telah ke luar perkampungan untuk menyambut sendiri
kedatangan tamunya!
"Siapa gerangan yang datang?" rasa heran meliputi pikiran setiap jago yang hadir di situ.
Sementara semua orang masih bertanya-tanya, laki-laki raksasa yang berdiri di depan pintu
ruangan tadi lantas berteriak lantang" "Liong-heng pat ciang Tham Beng, Cong-piautau dari Huiliong
piau-kiok yang menguasai tujuh propinsi di selatan dan enam propinsi di utara tiba.
Tonghong-ngo-hiap dari Hui-leng-po tiba."
"Oh, Jadi Liong heng-pat-ciang juga datang?" suasana ramai segera terjadi di antara kawanan
jago persilatan.
Nama dan kedudukan seorang jago persilatan biasanya harus ditegakkan dengan kepandaian
sejati semuanya tak dapat dipaksakan begitu Liong-heng-pat-ciang dan Tonghong-ngo hengte
tiba, sekalipun kawanan jago yang sudah lama melakukan perjalanan di dunia persilatan itu tak
sampai mengerubung ke depan pintu. toh mereka semua sama berpaling dan menengok ke arah
pintu karena ingin tahu.
Suara pembicaraan dan gelak tertawa berkumandang dari luar perkampungan menyusul
kemudian muncul Sinjiu Cian Hm yang mengantarkan tamu-tamunya masuk.
Seorang kakek yang gagah dengan perawakan tidak seberapa tinggi, seorang pemuda tampan
yang bermata tajam menyusul di belakangnya, begitu masuk mereka lantas memandang sekeliling
ruangan dengan tajam, kemudian setelah tertawa nyaring berkatalah si kakek, "Tham Beng datang
terlambat, bila hal ini membuat saudara sekalian harus menunggu terlampau lama, aku mohon
maaf sebesar-besanya?"
Para jago persilatan yang berdiri pada barisan depan tentu saja mengucapkan kata-kata
merendah sambil tertawa, sebaliknya mereka yang berdiri di belakang sama mengacungkan
jempol dan diam-diam memuji "Bagaimanapun watak serta tingkah laku orang she Tham ini, cukup
ditinjau dari sikap serta gerak geriknya memang tak malu kalau dia menjadi seorang tokoh besar,
tidak seperti orang she Siang tadi, huh, baru disanjung sedikit saja seakan-akan lantas mau
terbang ke langit.
Ada pula yang berkata begini: "Tahukah kau anak muda yang tersenyum simpul disamping
Tham Beng dan menjura tiada hentinya itu" Dia bukan lain adalah Tonghong Tiat dan Hui-leng po.
Coba lihatlah, tak perlu kita singgung tentang gurunya yang ketua dari Kun lun-pay, cukup
berbicara tentang ayahnya saja, Hmm, coba lihat, bukankah sikapnya sopan santun halus berbudi.
Eeh, aku jadi ingin tahu apakah Hui-taysianseng kita juga seorang manusia yang berbudi halus
seperti dia?"
Tengah ramai bicara, Sin-jiu Cian Hui dan lain-lain selain telah mengiringi Liong-heng-patciang,
Tong hong-hengte beserta Koay-be-sin to dan Pat-kwa-ciang masuk ke ruangan besar itu.
Barisan laki-laki berbaju merah yang berdiri di undak-undakan batu dengan tangan kiri bertolak
pinggang tangan kanan berputar sehingga terompet di tangannya itu memantulkan sinar emas
beruntun mereka mundur tiga langkah, kemudian suara terompet berbunyi laki-laki raksasa tadi
sebagai pembawa acara segera berteriak lagi "Silakan para hadirin mengambil tempat duduk"
Ketika suara terompet tadi berbunyi, belasan orang laki2 berbaju panjang bermunculan dan
kedua ruangan samping dan mempersilahkan tamu-tamunya mengambil tempat duduk.
Pelahan Sin-jiu Cian Hui memutar badan dan memberi penghormatan besar di depan sebuah
meja pemujaan dia mengangkat cawan araknya melewati kepala lalu memutar badannya kembali
dan berseru "Silahkan - Sekali tonggak ia menghabiskan isi cawannya.
Semua cawan arak yang berada di empat puluh meja besar yang tersedia di ruangan tengah
dan ruangan samping serentak terangkat para tamu saling meneguknya sampai habis.
Sin Jiu Ciau Hui terbahak-bahak, sekali lagi dia memenuhi cawannya, lalu sambil mengangkat
kembali cawan itu dia berseru: "Hari ini adalah suatu hari yang baik, sungguh beruntung kita bisa
berkumpul di dalam satu ruangan, untuk itu Siaute ada suatu kabar gembira yang hendak
kuberitahukan kepada saudara sekalian. ."
Berbicara sampai di sini dia lantas berhenti suasana di empat penjuru kembali ramai dengan
suara bisik yang agak gaduh.
Liong heng-pat-ciang sendiri tetap duduk tak bergerak di tempatnya ia menyapu pandang ka
empat penjuru dengan senyuman menghiasi bibirnya meski pada sinar matanya sama sekali tiada
tanda-tanda rasa senang.
Sin jiu Cian Hui berdehem dua kali, suasana kembali jadi hening. kelihatan betapa gembiranya
pemilik Liong-bong-san-ceng dalam pertemuan ini.
Puluhan tahun sudah suasana dunia persilatan di daerah KangLam kacau-balau. jagoan
bermunculan di sana-sini, keadaan tersebut ibaratnya suasana kemelut pada jaman Cian-kok di
masa lalu, saling bersaing, singkir menyingkirkan selalu terjadi meski suasana semacam ini dapat
membangkitkan semangat orang untuk mencari kemajuan ke atas tapi karena suasana yang
kacau balau ini pula mengakibatkan kelemahan di dalam tubuh sendiri dan tidak mampu
menghadapi serangan dari luar sehinggak hehehe..
Sambil terkekeh sinar matanya mengering sekejap ke arah Liong-heng pat-ciang Tham Beng
lalu dia berkata lebih jauh, "Kukira semua orang yang hadir di sini sekarang bukan orang luar,
maka maafkanlah kalau ucapanku tanpa tedeng aling2 lagi untuk mengemukakan semua unekunek
yang terkandung dalam hatiku."
Sampai di sini, air mukanya berubah jadi serius, katanya dengan bersungguh-sungguh,
"Suasana dunia persilatan dewasa ini boleh dibilang utara jauh lebih kuat daripada selatan kukira
kenyataan ini tak bisa dibantah lagi, bila kita tak berbangkit dan bersatu, mungkin keadaan
selanjutnya akan bertambah runyam. Apa yang kumaksudkan barusan tidak berarti bahwa jagojago
daerah Kang lam tidak selihay orang-orang utara, maksudku adalah dalam hal persatuan
masih harus kita laksanakan, Oleh karena itulah aku bersama Jit giau tui-hun Na-toako dan
saudara saudara dari keluarga Mo berusaha mencarikan seorang yang cerdik dan bijaksana untuk
menjadi Congpiaupacunya kita orang orang Bu-lim di Kanglam."
Mendengar sampai di sini Liong-heng pat tiang Tham Beng tersenyum dan meletakkan cawan
araknya kemeja, kepada Tonghong-bengte yang berduduk di sampingnya dia berbisik "Orang
bilang Sin jiu Cian Hui adalah seorang Bun- bu coan cay (lihay dalam kungfu dan sastra) seorang
pentolan persilatan yang hebat setelah berjumpa hari ini dapat kurasakan bahwa berita ini
memang bukan nama kosong belaka. Meskipun rendah suaranya tampaknya ia memang sengaja
mengucapkan kata-kata itu agar didengar pula oleh Sin jiu Cian Hui.
Betul juga sekulum senyum lantas menghiasi ujung bibir Sin jiu Cian Hui tampaknya ia
berbangga hati pikirnya "Liong beng-pat ciang berani menghadiri pertemuan mi, betapa besar
nyalinya harus dipuji tapi kalau dia sudah berani mendatangi tempatku bila tiada persiapan tertentu
yang di andaikan tak mungkin ia berani melakukannya..
Berpikir demikian, tiba-tiba saja ia membisikkan sesuatu kepada seorang laki-|aki berjubah
panjang yang ada di belakangnya, lalu dia menyambung ucapannya tadi "Siaute memang bukan
seorang yang pintar dan berbakat, tapi saudara2 kita dan keluarga Mo dan Na toako merupakan
orang pintar dan berbakat bagus, orang yang mereka pilih dan diberi kepercayaan untuk
memegang jabatan ini pastilah seorang yang takkan mengecewakan saudara sekalian, oleh
karena itu hari ini sengaja kami undang kehadiran saudara sekalian, pertama untuk melepaskan
rasa kangen dengan saudara sekalian yang sudah lama tak pernah berjumpa, selanjutnya juga
untuk memperkenalkan bakal Bengcu kita, Hui-taysianseng kepada saudara sekalian."
Sorak-sorai yang riuh rendah berkumandang mengiringi berakhirnya ucapan itu.
Sin-jiu Cian Hui tersenyum puas, dia lantas putar badan sambil mengulapkan tangannya. lakilaki
berbaju merah yang berada di luar segera menyiapkan terompetnya dan ditiup keras-keras.
Belasan laki-laki berbaju ringkas muncul dan balik pintu, belasan renteng mercon Pck-cu-lam
piau disulut pula berbarengan di antara dentuman yang disertai percikan bunga api dan cabikan
kertas, bunyi terompet sahut menyahut, suaranya keras memekak telinga.
Sin-jiu Cian Hui menuding ke arah sebuah pintu di bagian belakang, sambil tertawa serunya:
"Sekarang..."
Beratus pasang mata tanpa terasa mengikuti arah tudingan tangannya itu.
Bunyi mercon dan suara terompet berkumandang makin nyaring, tirai berwarna hijau pupus
yang mendalangi pandangan orang ke dalam pelahan di gulung ke atas.
Dengan suatu lompatan cepat Cian Hui menyongsong ke depan pintu, dengan kepala
tertunduk dan suara lantang ia berseru: "Seluruh umat persilatan wilayah Kanglam, dengan segala
hormat menyambut kehadiran Hui-taysianseng!"
Liong-heng pat-ciang maupun Tonghong-hengte saling pandang sekejap, mereka sama
berpikir di dalam hati: "Entah manusia macam apakah Hui-taysianseng itu?"
Setelah tirai digulung ke atas lama dan lama sekali baru dan balik pintu muncul seorang, ketika
pandangan semua jago terpusat ke atas wajah orang ini, orang itupun mengerlingkan matanya
yang tajam dan wajah yang masih polos tapi cerdik dan balas menatap pandangan semua orang.
"Hem bukankah orang ini adalah Jit-giau-tongcu Go Beng-si'" bisik Pat-kwa-ciang Lo Hui
dengan kaget dan kening berkerut.
Belum habis ucapannya itu, tiba-tiba Go Beng si menyingkir ke sisi pintu, dari balik pintu lantas
muncul pula seorang, serentak suara mercon dan tiupan terompet berhenti bersama, Laki-laki
raksasa yang bersuara keras tadi berseru dengan lantang Hui-taysianseng tiba!"
Kawanan jago yang hadir di situ sama terkesiap, tanpa terasa semuanya bangkit berdiri dan
memusatkan perhatian mereka ke arah tubuh Kang lam-lok-lim-bengcu itu.
Liong-heng-pat-ciang tersebut ia pun ikut berbangkit dan berpaling, mending kalau dia tidak
menoleh, begitu memandang wajah sang Bengcu air mukanya kontan berubah hebat, hatinya
bergetar keras, hampir saja ia meneriakkan namanya biarpun dia seorang yang pandai membawa
diri dan otaknya penuh tipu daya, tapi sekarang ia pun benar-benar tak dapat mengendalikan


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

emosinya. "Orang ini bermuka cerah lagipula sangat tampan, agaknya dia memang seorang manusia
berbakat hebat!" bisik Tonghong Tiat setelah memandang ke muka sejenak, "cuma, kurasa
usianya masih terlampau muda."
Diiringi Sin-jiu Cian Hui, pelan-pelan "Hui taysianseng" berjalan masuk ke dalam ruangan,
sorot matanya kaku, dan memandang ke depan tanpa berkedip, mukanya kaku tanpa emosi, mata
alisnya samar-samar seperti menahan rasa kemurungan.
Bunyi terompet dan mercon sudah reda, sekarang suasana dalam seluruh ruangan diliputi
keheningan, demikian heningnya sehingga napas setiap orang dapat terdengar nyata, perasaan
kawanan jago itu bukan saja kaget dan tercengang, merekapun agak bingung beratus-ratus
pasang mata menatap Hui Giok tak berkedip, sebaliknya Hui Giok sendiri seperti sama sekali tidak
tahu apa-apa. Liong heng pat-siang, Tonghong Tiat dan Tonghong-ngo-hengte. Kim-keh Siang It-ti serta Jjtgiau-
tui-hun Na Hui-hong, Mo-si-su-sat dan Sin-jiu Cian Hui mengambil tempat duduk di meja
utama ketika "Hui-taysianseng" itu sampai di sisinya Tham Beng berdehem pelahan, tiba-tiba satu
ingatan terlintas dalam benaknya, cepat dia tundukkan kepalanya.
Didengarnya Sinjiu Cian Hui telah mengangkat cawannya sambil berkata "Marilah kita semua
menghormati Hui-taysianseng dengan secawan arak, Go Beng-si mengambil cawan arak dan
diserahkan ke tangan Hui Giok, Hui Giok menerimanya dengan pandangan hampa, lalu sekali
tenggak menghabiskan isinya.
Melihat keadaan rekannya ini diam-diam Go Beng si menghela napas panjang, sudah dua hari
belakangan mi dia merasa bahwa sikap Hui Giok sangat tidak tenang seperti orang gugup,
terutama pagi tadi, ia melihat keadaan Hui Giok seperti orang yang kebingungan hal ini membuat
hatinya kuatir bercampur gelisah, dia takut Hui Giok akan bertindak salah sehingga terjadi hal-hal
yang tak bisa tertolong lagi, kini dia rada menyesal dan merasa tidak seharusnya mendorong
rekannya itu untuk melakukan hal ini.
Suara bergemuruh berkumandang, semua jago ikut mengangkat cawan dan menghabiskan
isinya. Sin-jiu Cian Hui meletakkan kembali cawan araknya ke meja, sorot matanya yang tajam seperti
elang menyapu setiap wajah jago yang berada di hadapannya tiba-tiba ia bertepuk tangan, dua
orang laki-laki segera muncul dari belakang ruangan dengan membawa selembar kain merah
terus dikenakan pada tubuh Cian Hui, Air muka Cian Hui tetap dingin dan kaku, setelah melirik
sekejap sekitar tempat itu, tiba-tiba ia bertepuk tangan lagi.
Terdengar suara kerbau menguak di luar ruangan empat orang laki-laki kekar yang separuh
badan telanjang, dengan selembar kain merah terikat di pinggangnya, dengan sigapnya
menggotong masuk seekor kerbau yang tanduknya terikat pula dengan pita merah.
Meskipun kerbau itu mendengus-dengus marah, tapi digotong oleh keempat orang laki-laki itu
lebih tinggi dari kepala, ternyata binatang bertenaga besar itu sama sekali tak mampu berkutik.
Terlihatlah tubuh keempat laki-laki itu memang kekar dan berotot, mereka menggotong kerbau
itu langsung ke tengah ruangan dan berhenti di depan meja utama.
Sin-jiu Cian Hui yang mengenakan kain warna merah pelahan memutar badannya. dia
mengangkat cawan arak dan meneguknya pula sampai habis.
Dua orang laki-laki berdada telanjang dan ikat pinggang merah dengan membawa baskom
emas yang amat besar tampak masuk ke dalam ruangan dan berlutut di hadapan Cian Hui.
Si tangan sakti Cian Hui mencabut sebilah pisau jagal dari atas meja, mendadak ia
menyemburkan arak dalam mulutnya ke atas kepala kerbau, sementara tangannya secepat kilat
menghujamkan ujung pisau itu ke leher kerbau tadi. .
Seketika itu juga darah bermuncratan keluar dengan derasnya, baskom emas yang sudah
disiapkan itu lantas digunakan untuk menampung darah yang mancur keluar itu, kerbau yang kuat
itu berusaha meronta, tapi kekuatan empat orang laki2 yang memegangnya memang hebat,
mereka berdiri sekukuh bukit di tempat semula, wajah maupun gerak-gerik mereka sama sekali
tidak menunjukkan kalau mereka kepayahan.
Sin-jiu Cian Hui mengayun tangannya, pisau tajam itu meluncur ke udara dengan cepatnya,
pisau yang agak melengkung itu berputar satu lingkaran di udara, lalu secepat kilat meluncur
kembali ke bawah dan tepat menancap di atas pantat kerbau tersebut.
Sekali lagi kerbau itu menguak sambil mendengus-dengus, tapi suaranya yang memilukan hati
itu tertelan oleh bunyi mercon, tiupan terompet dan sorak-sorai yang gegap gempita.
Sin-jiu Cian Hui tampak bangga, pelahan ia putar badan, tangannya memberi tanda.
Serentak bunyi mercon, tiupan terompet dan suara sorak-sorai yang gegap gempita tadi
berhenti suasana pulih kembali dalam keheningan melihat itu meski senyuman masih menghiasi
bibir Liong-heng~pat~ciang, namun diam-diam iapun terkejut.
"Setiap orang yang merasa dirinya sepaham dari daerah Kanglam dipersilahkan ikut minum
secawan arak darah sebagai tanda ucapan selamat bagi kebesaran Bengcu kita!" teriak Sin jiu
Cian Hui dengan suara lantang.
Dengan cawan araknya dia menyodok secawan darah dan dalam baskom emas, kemudian
dengan hormat diangsurkan ke hadapan Hui Giok, setelah pemuda itu meneguknya habis, dia
sendiri pun minum habis secawan, menyusul kemudian Jit-giau tui-hun, Pak-to jit sat
meninggalkan tempat duduk dan ikut antri untuk minum arak darah, tapi ada pula yang masih
ragu-ragu dan belum mengambil keputusan.
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng tetap duduk di tempatnya dengan matanya yang tajam dia
melirik ke sana kemari dilihatnya Hui Giok masih duduk dengan mata yang sayu dan hampa,
hingga detik itu masih belum mengetahui kehadirannya di situ. hal ini membuat Tham Beng kaget
bercampur heran dia tak tahu kejadian apa saja yang dialami anak muda itu sejak minggat dari
rumahnya setahun yang lalu, sehingga bisa diangkat menjadi Kanglam lok-lim bengcu segala.
Meskipun pelbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya, ia tetap duduk diam saja orang lain
mungkin menebak yang sedang dipikirnya. Dalam pada itu sebagian besar kawanan jago yang
hadir itu sudah meninggalkan tempat duduknya untuk ikut minum arak darah, sedang kerbau itu
sendiri sudah berhenti meronta karena terlalu banyak darah yang mengalir keluar, kepalanya
terkulai menanti habisnya sisa kehidupan mengikuti titik-titik darah penghabisan yang menetes
keluar dari tubuhnya..
Sin-jiu Cian Hui dengan selempang merahnya berdiri dengan wajah angker, matanya berkilatkilat
memandang ke sana kemari. Tiba2 ia menatap wajah Kim-keh Sian It-ti dengan tajam,
kemudian tegurnya dengan suara berat, "Siang-toako, kehadiranmu ini mewakili kedudukanmu
sebagai sesama rekan persilatan dari wilayah Kanglam ataukah.. Hmm Siaute ingin tahu
penjelasan dan Siang toako."
Kim-keh Siang lt-ti berkerut dahi, lalu terbahak-bahak "Hahaha, hari ini Siaute datang ke sini
melulu untuk menonton keramaian belaka, Kenapa apa tidak boleh?"
"Hari ini semua umat persilatan yang berada di wilayah Kanglam berkumpul di sini untuk
minum arak darah serta bersumpah setia kawan, sebagai rekan persilatan dan wilayah Kanglam
ternyata Siang-heng melulu datang untuk menonton keramaian hehe, tindakanmu ini sungguh
membuat Siaute tidak mengerti"
Kim-keh Siang It-ti tertawa dingin, jawabnya "Hehehe, jadi maksudmu, setiap anggota
persilatan yang berasal dan wilayah Kanglam harus ikut serta di dalam perserikatan ini?"
Sin-jiu Cian Hui dengan tatapan tajam mengawasi lawan dengan geram, sahutnya dengan
nada berat: "Hari ini semua rekan persilatan berkumpul di sini hanya untuk bersumpah setia
kawan, bila bukan kawan tentu lawan, kalau bukan musuh dialah sahabat, di dalam soal ini tiada
pilihan ketiga, kawan atau lawan hanya diputuskan dengan sepatah kata saja dari Siang-heng,
Hmm, bila Siang-heng mengatakan kedatanganmu hanya untuk menonton keramaian saja, mau
datang lantas datang mau pergi lantas pergi... Hmm, tidakkah kau merasa bahwa tindakanmu ini
terlampau tak pandang sebelah mata terhadap Long-bong san-ceng kami?"
Berbicara sampai di sini, tiba-tiba dia menengadah dan tertawa seram, di tengah gelak tertawa
seram itulah tiba-tiba berubah jadi tertawa dingin dan di balik tertawa dingin mendadak berubah
jadi dengusan, sorot matanya yang tajam seperti sengaja dan tak sengaja menatap wajah Kim-keh
Siang It-ti, lalu beralih ke wajah Liong-heng pat-ciang Tham Beng. dengan tatapan yang tajam itu
ia menunggu jawaban Siang It-ti.
Untuk sesaat suasana dalam ruangan jadi tegang beratus-ratus pasang mata serentak beralih
ke wajah Kim-keh Siang It-ti, semua orang ingin tahu bagaimanakah reaksi si ayam emas itu.
Siang It ti tetap duduk dengan wajah dingin matanya setengah terpejam dan tongkat besinya di
raba dengan tangannya, sementara tatapan mata kawanan jago seperti kena tersihir beralih
mengikuti gerak tangannya di atas tongkat hitam itu, dari kiri ke kanan kemudian dari kanan
kembali ke kiri.
Di tengah suasana yang serba tegang itulah tiba-tiba dari sudut ruangan yang gelap muncul
seorang laki-laki kurus kecil yang berwajah jelek, setelah berdehem mendadak ia menengadah
dan tertawa latah.
Suasana dalam ruangan ketika itu boleh dibaratkan gendewa yang sudah ditarik, setiap saat
suatu bentrokan bakal terjadi, tapi dengan berkumandangnya gelak tertawa itu, dengan kaget
perhatian semua orang lantas beralih ke arah suara tertawa itu.
Selangkah demi selangkah laki-laki itu berjalan menuju ke tengah ruangan, lalu sambil tertawa
dia berseru: "Kalau bukan kawan dialah lawan, kalau bukan lawan dialah kawan.... Hahaha, Cian
cengcu, apakah setiap orang persilatan yang tak mau mengakui Hui-taysianseng sebagai Kanglam
Bengcu lantas akan kau anggap sebagai musuhmu?"
"Siapa gerangan orang ini?" dengan perasaan kaget kawanan jago mulai berpikir "besar amat
nyalinya berani dia berlagak jumawa dan bicara seenaknya di hadapan Sin-jiu Cian Hui!"
Tampang orang itu tidak istimewa kecuali bertampang jelek boleh dibilang segalanya biasabiasa
saja, dan yang lebih aneh lagi, ternyata tak seorang pun di antara kawanan jago yang hadir
ini mengenal asal usulnya.
Sin-jiu Cian Hui berkerut dahi, setelah berpikir sejenak tiba-tiba tegurnya sambil tertawa:
"Apakah Anda ada usul lain tentang soal ini?"
Laki-laki itu tertawa dingin: Hehehe, bagiku hidup di dunia persilatan adalah biasa bila pisau
putih masuk, pisau merah keluar ujung tombak meremuk tulang, ujung golok berlumuran darah,
sekalipun harus naik ke bukit golok atau menyeberangi lautan api, sedikit pun tidak boleh ragu.
Coba, betul tidak Cian-cengcu"
Tampang laki-laki itu jelek, tapi lidahnya amat lincah, bukan saja kata-katanya enak didengar
bahkan semuanya tepat tegas, dalam keadaan begini sekalipun Sin-Jiu Cian Hui harus
mengernyitkan alisnya mau-tak-mau dia harus manggut dan menjawab juga- "Ya, betul!"
"Hahaha, itulah dia! semestinya Bengcu yang Cian-cengcu pilih untuk kita tentulah seorang
Bengcu yang jempolan, itu tak perlu disangsikan lagi, akan tetapi aku Tan Kek-liong merasa
kurang puas untuk menerima semuanya itu dengan begitu saja, karenanya dengan tak tahu diri
aku ingin mencoba apakah Hui-taysianseng benar-benar mempunyai kungfu yang lihay atau tidak,
aku ingin tahu apa kungfunya bisa mengalahkan semua orang serta menaklukkan sahabatsahabat
yang tiap hari kerjanya bergelimpangan di ujung golok. Apabila terbukti kungfu Huitaysianseng
ternyata tidak melebihi diriku... hahaha!"
Sebagai kata selanjutnya dia hanya bergelak tertawa tiada hentinya, tangannya terus bertolak
pinggang dan gerak-geriknya persis seperti gaya kaum berandal yang siap berkelahi.
Sin-jiu Cian Hui semakin mengernyitkan alisnya yang tebal, dengan suara keras bentaknya
"Siapa kau" Atas perintah siapa kau cari perkara kesini" Hm, ketahuilah Long-bong-san-ceng
bukan tempat yang tepat bagi kalian kaum berandal untuk bikin gara-gara, Pengawal, tangkap dan
seret keluar berandal yang tak tahu diri ini!"
Dua orang laki-laki berbaju hitam segera mengiakan dan tampil ke depan hendak membekuk
orang itu. "Tunggu sebentar!" tiba-tiba Knu-keh Siang It-ti bangkit sambil membentak.
"Ada apa?" teriak Cian Hui dengan kening berkerut.
"Hehehe, kukira apa yang diucapkan saudara Tan sedikitpun tak salah, bila orang yang akan
menjadi Kanglam-lok-lim-bengcu tidak mendemonstrasikan kelihayannya, hehe, mana mungkin
kawan-kawan persilatan di wilayah Kanglam bisa puas dan takluk?"
Sin-jiu Cian Hui tertegun, tapi sesaat kemudian ia berkata lagi dengan bengis, "Huitaysianseng
adalah seorang gagah yang diundang olehku, Mo hengte dan Na-toako, bila ada
orang yang merasa puas dengan pengangkatan ini, hmm hmm Kalau begitu, kenapa bukan Cianheng
saja yang menjadi Bengcu saja?" ejek Kim-keh Siang It-ti "Hmm, buat apa kau bermain
sandiwara untuk mengelabuhi orang banyak?"
"Hihibi, betul, betu!," Tan Kek liong cekikikan "jika Cian-cengcu yang menjadi Bengcu, tentu
saja aku tak akan bicara apa-apa lagi."
Liong heng-pat-ciang Tham Beng yang sejak tadi diam saja tiba-tiba berdehem lalu berkeplok
tangan, serunya sambil tertawa "Ya betul memang betul omongan itu!"
Beratus pasang mata kawanan jago yang hadir disitu serentak memandang wajah Tham Beng,
mereka tahu ikut bicaranya Liong-heng-pat-ciang dalam keadaan seperti ini tentulah bukan
tindakan yang sederhana.
Sejak masuk ke dalam ruangan, pikiran Hui Giok selalu dibebani berbagai persoalan yang
memusingkan kepalanya, kini mendadak mendengar ucapan itu, hatinya tergerak ketika berpaling
kebetulan sorot matanya beradu pandang dengan Tham Beng, seketika Hui Giok merasakan
sekujur badannya bergetar keras, dilihatnya senyuman menghiasi bibir Tham Beng, tiba-tiba
teringat olehnya kejadian yang pernah dialaminya setahun yang lalu di halaman belakang Huiliong-
piau kiok, tiba-tiba iapun teringat kembali akan tekadnya ketika mengambil keputusan akan
mengembara. Sin jiu Cian Hui tahu bahwa permainan ini adalah karya Kim-keh Siang It-ti. ditatapnya orang
itu dengan geram. Tapi sebelum dia bersuara, tiba-tiba ia lihat Hui Giok telah tampil ke muka
dengan dada membusung.
Pemuda itu langsung menghampiri Tan Kek-hong, tegurnya dengan lantang: "Jadi kau hendak
menjajal kepandaianku?"
Sebenarnya orang yang bernama Tan Kek liong ini tidak lebih cuma seorang keroco di dunia
persilatan, ia mendapat tugas dari Kim-keh Siang It ti untuk membuat keonaran, bilamana tiada
yang menunjangnya, tak nanti dia berani main gila di long-bong-san-ceng.
Sekarang ia lihat pemuda yang akan menjadi kang lam-lok-lim-bengcu ini sudah berdiri di
hadapannya dengan gagah, suaranya lantang dan mata sinar seketika ia menjadi gugup dan tak
tahu harus menjawab.
Kim-keh Siang It ti cukup mengetahui seluk-beluk tentang Hui Giok, ia pun tahu pemuda itu tak
pandai ilmu silat, melihat orang suruhannya ketakutan, ia lantas berseru "Betul, sahabat she Tan
ini memang hendak mencari Hui-taysianceng."
Tiba2 ia teringat pemuda she Hui ini bisu dan tuli, bahkan pernah kena dihajar olehnya hingga
terluka parah" Kenapa sekarang bisa muncul kembali tanpa cedera, malahan sudah bisa bicara
dan mendengar. Makin dipikir semakin keheranan, tanpa terasa kata-kata yang diucapkan terhenti di tengah
jalan. "Hm, katanya kau ingin mencoba ilmu silat ku, kenapa tidak lekas turun tangan?" kata Hui Giok
dengan ketus. Waktu itu Jit giau-tongcu Go Beng-si merasa kaget bercampur heran ketika mendadak lihat
Hui Giok tampil ke depan, sejak berkenalan dengan Hui Giok, ia merasa anak muda ini berbudi
luhur, tidak suka menonjolkan diri, membalas kejahatan dengan kebaikan serta banyak kebaikan
lainnya, hanya ada suatu kekurangannya. yaitu keberanian dan kegagahan sebagai seorang
pendekar Kangouw, akan tetapi ia pun tahu Hui Giok sudah kenyang menderita, tidaklah aneh
kalau dia jadi kekurangan keberanian.
Tapi sekarang dilihatnya sikap Hui Giok mendadak gagah berani, seperti singa yang baru
mendusin dari tidurnya, dalam kaget dan herannya merasa gembira bercampur kuatir, dia kuatir
kungfu Hui Giok bukan tandingan Tan Keh-liong.
Waktu ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, dilihatnya Liong heng pat ciang Tham Beng
dengan tersenyum sedang mengawasi Hui Giok sedangkan Sin jiu Cian Hui berdiri kaku dengan
tangan terkepal Pek-to-jit sat berwajah serius dengan sinar mata tajam. Jit-giau-tui-hnn
mengernyitkan alis yang tebal seperti lagi merenungkan sesuatu, sebaiknya Hui Giok tetap berdiri
seenaknya se-akan2 tidak memikirkan kehadiran Tan Keh-liong yang bertampang jelek itu.
Di antara orang orang persilatan yang hadir dalam upacara ini ada di antara mereka yang
datang khusus untuk mengikuti upacara, ada yang datang untuk mengikuti pengambilan sumpah
setia. Ada yang merupakan orang-orang kepercayaan Sin jiu Cian Hui yang sengaja diselundupkan,
ada pula anak buah perkumpulan Kim-keh yang sengaja hendik menerbitkan keonaran, dan ada
juga yang termasuk anak buah Liong-heng-pat-ciang Tham Beng, pokoknya di antara sekian
banyak yang ada sebagian yang ingin menyaksikan Hui sianseng mendapat malu di depan orang
banyak, tapi ada pula yang berharap agar dia mendapat nama dan kedudukan.
Demikian kacau balau dan kalutnya suasana di balik semua itu sungguh sukar untuk dilukiskan
dengan kata0kata, tapi walaupun jalan pikiran tiap orang berbeda, sorot mata mereka justeru
tertuju ke satu arah, yakni Hui Giok sekalipun Pak-to jit-sat, Jit-giau-tui-hun, Sin jm Cian Hui dan
Liong-heng-pat-ciang terhitung jago kenamaan, tapi bila dibandingkan dengan kecemerlangan Hui
Giok saat ini, mereka seolah-olah jadi guram secara mendadak.
Sehabis Hui Giok bicara, suasana dalam ruangan seketika berubah jadi hening Tan Kek liong
celingukan ke sana kemari seperti orang mohon kasihan, mirip pula orang yang sedang mencari
bantuan, akhirnya tatapan matanya langsung tertuju ke wajah Kim-keh Siang It-ti.
Si Ayam Emas Siang It-ti sedang berpikir tampaknya pemuda she Hui itu memang rada aneh,
bagaimana pun juga, ada baiknya kalau Tan Kek liong ini disuruh maju dulu untuk mencoba
kemampuannya. Maka ia lantas mendengus, "Sobat, bukankah kau bermaksud mencoba kepandaian Huitaysianseng"
Kenapa tidak segera turun tangan" Mau menunggu sampai kapan lagi?"
Selesai bicara dm lantas berpeluk tangan, melengos dan tidak memandang Tan Kek liong
barang sekejap pun.
Melihat sikap pangcunya itu, setiap anggota Kim~keh-pang yang memakai baju warna-warm
itu sama bersorak malahan ada yang mengejek Tan Kek-hong, "Huh melihat tampangnya sih
seorang laki-laki, tak tahunya tak becus dan penakut!"
Suasana yang semula hening dengan cepat menjadi gaduh lagi, Liong-heng pat-ciang tetap
duduk sambil tersenyum, sedang Tan Kek-hong jadi takut ngeri dan menyesal, keadaannya waktu
itu persis orang yang duduk di punggung harimau, mau turun takut tetap duduk sungkan benar2
serba salah. Akhirnya ia jadi nekat, tiba-tiba bentaknya: "Aku akan mengadu jiwa dengan kau!"
Seperti harimau kelaparan, ia menerkam Hui Giok dengan ganasnya. Semua orang hanya
merasa pandangannya jadi kabur, jerit kesakitan segera menggema di seluruh ruangan, sebelum
semua orang sempat melihat gerak tangan Hui Giok, tahu-tahu Tan Kek-liong sudah mencelat ke
udara, terbanting ke tanah tak bergerak lagi.
Suasana jadi gempar, semua orang jadi saling berpandang dengan mata terbelalak air muka
Kim-keh Siang lt ti juga berubah hebat, beruntun dia mundur tiga langkah hingga berdiri bersandar
dinding, ditatapnya Hui Giok dengan termangu, hampir saja dia tak percaya dengan apa yang di
lihatnya. Liang heng-pat ciang juga mengernyitkan alisnya yang tebal serentak ia berdiri.
Tanpa terasa Sin Jiu Cian Hui juga lantas mencabut kipasnya dan "creet", kipas dibentangnya


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebar-lebar Pak-to jit sat bersaudara juga saling pandang dengan air muka berubah pucat.
Seketika itu macam-macam dugaan berkecamuk dalam benak masing-masing orang, di antara
sekian jago yang hadir hanya Liong-heng pat-ciang, Sin jiu Cian Hui, Pak-to-jit-sat, Kim-keh Siang
If-ti, Jit-giau tui-hun, Tonghong-hengte dan Go Beng si yang sempat menyaksikan gerakan yang
digunakan Hui Giok.
Walaupun jurus serangannya amat sederhana, tapi gerakannya aneh sasaran tepat, semua ini
betul-betul membuat orang merasa kagum, mereka terhitung jago-jago kenamaan dalam dunia
persilatan, tapi tak seorang pun yang tahu dari aliran manakah jurus serangan tersebut.
Sin jju Cian Hui menyapu pandang sekejap seluruh ruangan dengan tatapan tajam tiba-tiba dia
mengulapkan tangannya sambil membentak "Gotong pergi mayat itu."
Hui Giok sendiri masih berdiri termangu. seakan-akan sikapnya telah kembali menjadi dungu
seperti semula.
Sin jiu Cian Hui sendiri sangsi, tapi air mukanya tetap tenang tanpa menunjuk perasaan apaapa,
dengan kening berkerut dia lantas berpaling kepada Kim-keh Siang It-ti, ia tertawa dingin,
katanya: "Kuyakin mataku belum buta bukan" Nah apabila di antara saudara sekalian masih ada
yang sangsi terhadap kemampuan Hui taysianseng, tak ada alangan untuk segera tampil ke depan
dan mencoba sendiri"
Suasana jadi hening, semua orang yang hadir di situ sama-sama bungkam, tampaknya
mereka sudah pecah nyalinya oleh kemampuan jurus serangan Hui Giok tadi.
Melihat keadaan kawanan jago itu, Sin jiu Cian Hui kembali tertawa, tapi sebelum dia
mengucapkan sesuatu, tiba-tiba dilihatnya Liong-heng-pat-ciang Tham Beng sambil membawa
cawan araknya langsung berjalan menuju ke hadapan Hui Giok, sambil tertawa ia menegur: "Anak
Giok, sudah setahun kita tak berjumpa sungguh tak kusangka kungfumu mendapat kemajuan yang
sangat pesat, kejadian ini sungguh membuat girang hatiku Marilah, kuhormati dirimu dengan
secawan arak!"
Air muka Sin-jiu Cian Hui berubah hebat, bagaimanapun juga dia tidak menyangka Hui Giok
akan dikenal Tham Beng, bahkan ditinjau dari ucapan Tham Beng, tampaknya kedudukannya
masih setingkat lebih tua daripada Hui Giok. hal ini tentu saja membuatnya tercengang.
Keruan Kawanan jago lain lebih-lebih heran lalu mereka sama berpikir "Aneh benar, kenapa
Lok-lim-bengcu yang diangkat Sin jiu Cian Hui ternyata adalah sanak keluarga musuh
bebuyutan?"
Pelahan Hui Giok alihkan pandangannya, ia tersenyum setelah gelagapan sejenak barulah
berkata. "Baikkah paman selama ini?"
"Hahahal Baik, baik?" sambil terbahak-bahak Liong-hcng-pat-ciang meneguk habis isi
cawannya. Sambii merangkul bahu Hui Giok ia berjalan balik ke tempat duduknya semula, Sin Jiu Cian
Hui yang memandang mereka dengan melongo.
Rasa bangga dan gembiranya kini sudah tersapu bersih, setelah melenggong beberapa saat
akhirnya ia menyengir dan berkata, "Hehehe, kiranya Tham-tayhiap sudah kenal Hui-taysianseng"
"Haha, bukan kenal lagi namanya, sejak kecil anak Giok tinggal bersamaku hubungan kami
bukan cuma kenalan saja," sampai di sini ia berpaling dan tanya Hui Giok, "Betul tidak, anak
Giok?" Hui Giok mengangguk tanpa bersuara. Pucat wajah Sin-jiu Cian Hui, dengan susah payah dia
hendak mengorbitkan Hui Giok sebagai Liok-lim-bengcu, maksudnya agar dia dapat memerintah
dari balik layar, asal Hui Giok berada dalam cengkeramannya, menurut anggapannya tak akan
berbeda seperti dia sendiri yang menjadi Bengcu.
Ketika Hui Giok mendemonstrasikan kungfunya yang lihay tadi walaupun dalam hati ia
keheranan, tapi dia masih bangga, sungguh maupun tak tersangka kejadian berikutnya akan
mengalami perubahan drastis begini. susah payahnya selama ini berakhir dengan memberi
keuntungan besar pagi pihak musuh malah, dalam keadaan seperti ini kendatipun Long-bongcengcu
ini terkenal karena kelicikan serta kemampuannya membawa diri, tidak urung berubah juga
wajahnya. Liong-heng-pat-ciang melirik sekejap ke arah musuh, lalu tertawa bergelak: "Hahaha, aku
hanya bergembira untuk diri sendiri hingga lupa saudara sekalian masih ada urusan penting. Anak
Giok, kawan-kawan persilatan yang datang hari ini semua hanya tertuju untukmu seorang, setelah
kau menjadi Kanglam-lok-lim-bengcu semoga jangan kau lupakan kasih sayang orang lain
terhadap dirimu. Nah pergilah, pergilah melayani tamu-tamumu. Ai sobat karibku almarhum
mempunyai keturunan baik, sungguh membuat hatiku kegirangan."
Ia menengadah dan terbahak-bahak. lalu membalikkan lagi, "Cian cengcu, upacara
pengambilan sumpahmu nyaris menjadi peristiwa yang kurang menyenangkan setelah terjadi
pengacauan oleh manusia yang tak tahu diri tadi tapi untunglah semua persoalan bisa menjadi
beres dengan sendirinya. Kukira sementara kawan persilatan yang hadir di sini masih banyak yang
belum mendapat bagian arak darah, kenapa tidak segera kau selesaikan upacara ini" Meskipun
diriku ini orang luar tapi hatiku sudah tidak sabar lagi"
Cian Hui cuma bisa menyengir saja sambil mengiakan berulang kali, "Ya, ya betul."
Tentu saja dalam hatinya sekarang ia sama sekali tidak berniat mengangkat Hui Giok sebagai
bengcu lagi, tapi bagaimana pun juga dia tak mungkin menampar mulut sendiri dihadapan umat
persilatan yang datang dan segenap penjuru apalagi mengucapkan kata-kata yang bertentangan
dengan perkataannya semula.
Tiba-tiba Kim keh Siang It ti bergelak tertawa, ia berkata, "Hui-taysianseng bukan saja masih
muda dan tampan, sungguh tak nyana kalau kungfunya juga luar biasa, dengan tokoh macam
begini yang menjadi Kanglam bengcu, tentu saja aku orang she Siang takkan bicara apa-apa lagi.
Mari, saudara-saudara sekalian, kita juga minum secawan arak darah untuk menyampaikan
selamat kepada Bengcu kita ini?"
Dengan langkah lebar dia maju ke depan, mengambil secawan arak darah dan meneguknya
sampai habis, kemudian memberi hormat kepada Hui Giok, lalu berseru dengan suara lantang
"Mulai detik ini Hui-taysianseng adalah Bengcu-toako kita semua, seandainya ada orang yang
berani bersikap kurang sopan kepada Toako kita ini, aku orang she Siang yang pertama-tama
akan beradu jiwa dengan orang itu."
Berbicara sampai di sini, tongkat besinya yang hitam itu di ketuk-ketukkan ke lantai sehingga
berbunyi nyaring.
Anak buah Kim-keh-pang yang menyaksikan sikap ketuanya itu segera berebutan maju ke
muka untuk ikut meneguk arak darah.
Pada hakikatnya kedatangan Kim-keh Siang It ti adalah berniat untuk bikin keonaran selama
berlangsungnya pengangkatan Bengcu, tapi setelah menyaksikan kelesuan yang menyelimuti
Cian Hui, bagai lawan yang membenci dan selalu berselisih paham dengan Cian Hui segera ia
menfaatkan kesempatan yang baik ini untuk membuat musuhnya makin mendongkol bukan saja
dia tidak bikin keonaran lagi, malahan dia yang paling dulu setuju dengan pengangkatan Bengcu
ini." Memang begitulah kejadian yang selalu timbul dalam dunia persilatan kadangkala perubahan
yang terjadi sukar diramalkan lebih dahulu, belum lama berselang orang2 seperti Tham Beng dan
Kim-keh masih ada maksud untuk melakukan pengacauan, tapi sekarang mereka malahan setuju
dan mendukung pengangkatan Hui Giok, sebaliknya orang2 yang sebelumnya setuju kini malahan
menumbuhkan sikap tidak setuju, padahal merekalah yang memilih sang Bengcu itu, tapi
kendatipun dalam hati merasa tidak setuju, ternyata tak seorangpun yang berani mengutarakan
ketidak setujuannya itu secara terang2an.
Melihat air muka Sin-jiu Cian Hui, Pek-to-jit sat dan Jit-giau-tui hun yang mengenaskan itu Jit
giau-tongcu merasa geli dan ingin tertawa, tapi diam2 ia pun merasa kuatir, sebagaimana
diketahui Jit-giau-tongcu Go Beng-si bukan saja merupakan seorang pemuda yang cerdik, ia pun
mempunyai pengalaman yang cukup luas, sekilas pandang itu saja dia sudah lantas memahami isi
hati yang sedang dipikir orang2 itu.
Dia tahu, sebenarnya Liong-heng-pat-ciang menguatirkan terpilihnya seorang Bengcu yang
akan mengepalai kaum Lok-lim di daerah Kanglam sebab mereka tentu akan bersatu dan
mendatangkan gangguan baginya, maka dia sengaja hadir di sini dan berusaha dengan segala
tipu dayanya yang licik untuk menghancurkan rencana musuh. Akan tetapi setelah diketahui
olehnya bahwa sang "Bengcu" itu tak lain adalah Hui Giok, dengan cepat semua rencananya
lantas berubah, sekarang bukan saja ia tidak berusaha lagi untuk menggagalkan upacara
pengangkatan itu dia malahan berdaya agar Hui Giok yang tetap menduduki kursi Bengcu itu,
sebab bagaimanapun juga hubungannya dengan Hui Giok sudah tentu akan jauh lebih akrab
daripada hubungan Hui Giok dengan Sin-jiu Cian Hui, dengan demikian diangkatnya Hui Giok
sebagai Kang lam lok-lim bengcu bukan saja tidak merugikan malah sebaliknya sangat
menguntungkannya.
Sekalipun demikian Jit-giau tongcu Go Beng-sj tetap merasa kuatir dan apa yang pernah
diceritakan Hui Giok ia tahu bahwa sikap Tham Beng terhadap rekannya ini bukan berdasarkan
kebaikan yang sungguh-sungguh, sudah tentu ia tidak begitu jelas tentang latar belakang semua
kejadian ini tapi ia dapat menduga diperalatnya Hui Giok oleh Liong heng-pat-ciang mungkin akan
lebih buruk daripada diperalat oleh Sin-jiu Cian Hui.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya Go Beng-si memang cerdik, tapi toh gagal
menemukan cara yang bagus untuk mengatasi persoalan ini.
Sementara itu mayat Tan Kek-liong sudah di usung keluar oleh anak buah Cian Hui, walaupun
setiap orang yang hadir dalam ruangan ini merasa kebingungan tapi lantaran urusan telah
berkembang jadi begitu, merekapun tetap antri untuk minum arak darah.
Menyaksikan kesemuanya itu, Sin-jiu Cian Hui hanya bisa mengeluh di dalam hati, saking
gelisahnya peluh sampai membasahi sekujur badannya.
Di pihak lain, Liong-heng-pat-ciang dengan senyum dikulum telah memperkenalkan Hui Giok
dengan Tonghong-hengte, selanjutnya ia pun menanyakan pengalaman Hui Giok selama setahun
ini dengan penuh perhatian.
Go Beng-si mengikuti semua perkembangan itu dari samping, ia hanya menghela napas
panjang, dia tahu Hui Giok adalah seorang yang berbudi lembut, yang selalu dipikirkannya
hanyalah budi pemeliharaan Tham Beng kepadanya selama ini sedikitpun ia tidak menaruh syak
wasangka terhadap paman itu sekalipun Tham Beng pernah bersikap tidak baik kepadanya juga
tak pernah di pikirkannya Kini ia duduk saling berhadapan dengan Tham Beng, keadaannya
seakan berada kembali di Hui liong piau kiok setahun yang lalu, Tham Beng mengajukan
pertanyaan, ia pun menjawabnya, masih untung keadaan waktu itu tidak mengizinkan sehingga
Tham Beng tidak banyak nya, ia pun tidak banyak bicara. Selang sesaat kemudian, Hui Giok
benar-benar sabar lagi. dengan rada tergegap ia bertanya
"Paman, apakah keadaan adik Bun-ki baik-baik saja?"
Air muka Liong-heng pat ciang berubah murung, tiba-tiba ia menghela napas panjang dan
menjawab "Ai, aku tahu kau dengan anak Ki bermain bersama semenjak kecil dan kalian telah.,
Tapi. meskipun kita adalah orang persilatan soal sopan santun dan tata adat tak dapat diabaikan
dengan begitu saja, maka ketika kulihat keadaan kalian di kebun tempo hari, hatiku tidak senang
Ai. akupun tak menyangka watakmu sangat keca-^ di mana akhirnya kau pergi tanpa pamit
meskipun aku sangat marah setelah mengetahui kejadian itu tapi sejak kepergianmu aku pun
merasa kuatir tahukah kau sudah berapa banyak orang yang kuutus untuk mencari dirimu?"
Hui Giok sangat terharu dia tahu sepanjang hidupnya memang tak ada berapa orang yang
mau memperhatikan dirinya kecuali paman Tham ini, matanya jadi merah ia menunduk dan ingin
mengucapkan sesuatu, namun tak tahu apa yang mau diucapkan.
Setelah menghela napas. Tham Beng berkat pula. "Ai. padahal asal kau jadi orang baik-baik,
apa salahnya kalau kujodohkan anak Ki kepadamu!"
Dengan hati bergetar Hui Giok menengadah kebetulan sorot mata Tham Beng yang tajam
sedang menatapnya. cepat dia tundukkan kepalanya lagi.
Pembicaraan antara paman dan keponakan itu berlangsung dengan suara yang lirih seakanakan
lupa di manakah mereka berada.
Sin-jiu Cian Hui dapat menyaksikan kesemuanya itu. ia tambah gelisah bercampur berang,
diam-diam ia menghampiri Pak-to-jn-sat dan membisikkan sesuatu, tapi Pak-to-jit sat segera
mengunjuk wajah keberatan. setelah termangu sejenak mereka tetap menggeleng kepala. Melihat
itu, Sin-jiu Cian Hui menghela napas panjang.
Sementara itu, hampir seluruh hadirin sudah minum arak darah, ada yang segera kembali ke
tempat duduknya, ada pula yang menghampiri Hui Giok untuk memberi hormat.
Selagi hati Cian Hui masih gusar, suara mercon berkumandang lagi di luar ruangan, laki-laki
raksasa yang berdiri di depan pintu itu segera berteriak keras upacara selesai!"
Sin-jiu Cian Hui bertambah berang, pelahan dia hampiri laki-laki gede itu, di luar tahu orang dia
sikut perut laki-laki itu, baru habis berteriak laki-laki raksasa tersebut terus melengking kesakitan.
Tentu saja dia tak tahu perubahan apa yang sudah terjadi di sana, ia pun tidak habis mengerti
sebab apa sang Cengcu menyikut perutnya meski rasa sakit di perutnya tidak kepalang, ia tak
berani bersuara, setelah mundur beberapa langkah ia terus ngeluyur pergi untuk merawat lukanya
di belakang. Cian Hui sendiri tetap dengan tersenyum seperti tak pernah terjadi sesuatu apapun. Meskipun
demikian, rasa mendongkolnya belum juga terlampiaskan keluar, dia berjalan kembali ke lengah
ruangan dengan tak bersemangat.
Setelan berdehem, katanya kemudian "Kalau saudara sekalian sudah minum arak darah, itu
berarti kita sudah menjadi saudara sendiri, silakan makan minum sepuasnya dan tak perlu
sungkan-sungkan lagi."
Perkataannya ini lirih sekali, bahkan orang yang duduknya agak jauh sama sekali tak
mendengar apa yang dikatakannya, sikapnya yang lesu dan lemas ini sungguh bedanya seperti
langit dan bumi dengan sikap gembira dan bersemangat yang ditunjukkan sebelumnya.
Geli juga Kim-keh Siang It ti melihat itu, untuk menggodanya lebih jauh, ia sengaja
mengangkat cawan sambil berseru "Cian-cengcu benar2 tokoh pujaan orang banyak, cukup beliau
berseru satu kali urusan dunia persilatan wilayah Kanglam yang sudah lama tak terselesaikan
segera dapat dibikin beres selamanya, aku Siang It-ti paling kagum pada manusia semacam ini
Marilah, aku akan menghormati Cian cengcu dengan secawan arak,"
Sin-jiu Cian Hui hanya mendengus, Kim-keh Siang It-ti sengaja mengernyitkan dahi katanya
dengan suara tertahan "Hari bahagia yang patut kita rayakan ini, masakah Cian-cengcu sedang
menghadapi sesuatu yang tak berkenan dihati?"
"Aku gembira sekali.... aku gembira sekali" seru Sin-jiu Cian Hui dengan tertawa serak, dia
lantas angkat cawan dan meneguk isinya sampai habis "brek" ia meletakkan cawan itu keraskeras
di atas meja, saking gemesnya terhadap ulah Siang It ti kalau bisa dia ingin menjotos
perutnya sampai pecah.
Maka perjamuan pun dimulai, para petugas dari perkampungan Long-bong-san-ceng bergiliran
menghidangkan arak dan sayur, pertemuan Bengcu-tay-hwe yang belum lama berlangsung kini
sudah selesai, Hui Giok yang sebelumnya tak terkenal bukan saja sudah menjadi Kanglam liok lim
bengcu, bahkan kungfunya juga mulai menjadi pokok pembicaraan umat persilatan di dunia ini,
tapi tak seorang pun yang mengetahui ilmu silat Hui tay sianseng itu berasal dari perguruan
mana" Lebih-lebih lagi tak ada yang tahu sampai di manakah sesungguhnya kehebatan kungfu
Hui-taysianseng!"
Dengan lesu Sin Jiu Cian Hm menenggak habis dua cawan arak yang terasa pahit baginya,
sementara dia masih termenung. Tiba-tiba Jit giau tongcu Go Beng-si menghampirinya dan
membisik kan sesuatu pada telinganya.
Sin Jiu Cian Hui yang pada mulanya termenung melulu dengan kening berkerut tiba-tiba
bersemangat dan menjadi segar kembali sehabis mendengar bisikan Go Beng-si itu.
Kebetulan Hui Giok berpaling, melihat Go Beng-si ada di sana, dia lantas menyapa sambil
tertawa saudara Go. kenalkah kau dengan paman Tham ini?"
Go Beng-si menghampiri sambil tersenyum "Nama besar Liong-heng-pat-ciang Tham tayhiap
sudah tersohor di seluruh dunia, sudah lama aku yang muda mendengar nama besarnya, sayan
belum ada kesempatan untuk berkenalan."
Hui Giok lantas berpaling, katanya "Paman Tham, saudara ini adalah sobat karibku Go Beng
si, dia juga punya nama di dunia persilatan, apakah paman Tham pernah mendengarnya."
Dengan pandangan tajam Tham Beng mengawasi Go Beng si beberapa kejap, tiba2 dia
seperti teringat sesuatu air mukanya agak berubah, tapi hanja sekejap saja ia lantas tertawa lagi,
sahutnya. "Go Beng-si, Saudara Go tentunya adalah Jit giau-tongcu yang terkenal sebagai bocah
ajaib duri dunia persilatan bukan" Sudah lama kudengar tentang namamu. hahaha, sungguh tak
tersangka kalau kau adalah sahabat karib anak Giok"
Meski juga tersenyum tapi Go Beng-si saling pandang dengan Tham Beng dengan sinar
matanya yang tajam, lama dan lama sekali dia baru tertawa, "Tham-tayhiap terlalu memuji"
Hui Giok adalah pemuda yang berwatak lurus, dia sangat berharap sobat karib satu-satunya
bisa bergaul cocok dengan sang paman, siapa tahu meski di antara mereka sama bersenyum. tapi
sekilas pandang saja setiap orang akan tahu kalau senyuman itu hanya senyuman palsu, Diamdiam
dia sangat kecewa, tapi tak sampai membayangkan soal lain.
Dalam tiga hari belakangan ini terlampau banyak pengalaman aneh yang ditemuinya, dia pun
menuruti nasehat orang, karena itu ia tidak menolak ketika dirinya dicalonkan menjadi Bengcu,
apa lagi setelah bertemu dengan Liong-heng-pat-ciang, secara tiba-tiba semua ini menyebabkan
sifat kegagahannya terpancing keluar, dan makin lama kegagahannya itu kelihatan semakin nyata,
meski demikian watak aslinya tetap sukar berubah dia tetap berterus terang dan bersikap terbuka
bila dia diharuskan meniru kelincahan Jit giau-tongcu, jelas hal ini sulit dilakukan olehnya.
Ketika dilihatnya pembicaraan antara paman Tham dengan Go Beng si hanya berlangsung
beberapa kata untuk kemudian membungkam lagi, hatinya merasa sedih bercampur kesal dia
cukup mengetahui tabiat Go Beng-si, bagaimana pun perasaannya dia selalu mengulum senyum,
sekalipun terhadap manusia sebangsa Sin-jiu Cian Hui dan Jit-giau-tui hun ia pun tidak pernah
menunjukkan sikap seaneh ini.
Semua yang terpampang di depan matanya ini membuat Hui Giok semakin mengernyitkan
dahinya dia ingin mengucapkan sepatah kata untuk meredakan suasana di antara mereka, tapi dia
tak tahu apa yang mesti diucapkan.
Untunglah Sin jiu Cian Hui segera bergelak tawa memecahkan keheningan itu, terdengar ia
berkata, "Sebenarnya hari ini adalah suatu hari bahagia karena Hui-tay sianseng telah kita
kukuhkan menjadi Bengcu, sungguh tak tersangka Hui taysianseng kita ini justeru adalah sanak
keluarga yang berhubungan erat dengan Tham tayhiap, hal ini boleh dibilang merupakan suatu
kejadian yang bahagia bertambah bahagia, kukira mulai saat ini kita orang-orang persilatan di
wilayah Kanglam khususnya dapat membonceng ketenaran Hui tay sianseng dan mencari sesuap
nasi juga di bawah kekuasaan Tham tayhiap"
Ucapan mi membuat semua orang terkesiap sungguh aneh!" demikian mereka berpikir,
kenapa Sin-jiu Cian Hui mengucapkan kata-kata bernada lemah begini?"
Liong-heng pat-ciang sendiri juga berkerut dahi dia ingin mengucapkan sesuatu, tapi didahului
lagi oleh Sin jiu Cian Hui.
Pemilik Long'bong-san-ceng itu berkata pula dengan tertawa, "Meskipun pada saat ini Hui
taysianseng telah menjadi Bengcu toako kita semua, pun boleh dibilang belum lama berkenalan
dengan saudara-saudara kita, yang kita ketahui hanya Hui- taysianseng berilmu tinggi tapi tak tahu
dia berasal dari perguruan mana. Setelah mendengar perkataan Tham-tayhiap tadi, barulah
kuketahui bahwa Hui taysianseng semenjak kecil tinggal bersama dengan Tham tayhiap, kalau
demikian bukankah berarti kungfu Hui-taysianseng juga berasal dari satu aliran dengan kungfu
Tham-tayhiap?"


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekali lagi Liong-heng-pat-ciang berkerut dahi Jit gtau-tongcu Go Beng-si segera menimbrung
sambil tertawa, "Menrut apa yang kuketahui, meskipun Hui-bengcu bwrdiam sekian tahun di
rumah Tham tayhiap, tapi kungfunya baru dipelajari setelah meninggalkan tempat Tham tayhiap
begitu bukan Tham tayhiap?"
Hati Hui Giok tergerak, pengalaman di masa lalu terbayang kembali dalam benaknya, teringat
kembali pengalamannya waktu belajar silat di Hui liong-piaukiok, cara bagaimana orang
menganggapnya goblok, dimana ia tak mampu mengalahkan seorang pesuruh sehingga dia
sendiri percaya dirinya memang goblok dan tidak berbakat untuk belajar ilmu silat.
Tapi sekarang, rasa percaya pada diri sendiri yang pernah hilang itu telah bangkit kembali,
baru kemarin dan kemarin duku. selama dua hari berturut-turut dia mempelajari ilmu silat di bawah
bimbingan Kim-tong-giok-li, ternyata apa yang dipelajarinya dalam dua hari itu sudah cukup untuk
menggetarkan kawanan jago silat yang hadir di sini.
Dia seorang yang polos dan tidak pernah berprasangka jelek kepada siapapun, namun setelah
mengalami kejadian ini, timbul juga rasa sangsinya "Apakah dahulu sebenarnya aku tidak bodoh,
tapi paman Tham yang tak mau menurunkan ilmu silatnya kepadaku maka dia sengaja
membohongi."
Ia berpaling ke arah pamannya itu, dilihatnya air muka Liong heng-pat-ciang berubah masam
kembali dia menghela napas, Ai, sudahlah, Bagaimana pun aku berutang budi kepadanya
seandainya paman Tham tidak memelihara diriku, mungkin aku sudah mati kelaparan sejak duludulu,
siapa tahu kalau dia bermaksud baik kepadaku, maka kungfunya tidak diwariskan
kepadaku."
Berpikir begini, dia tidak merenung lebih jauh sebagai pemuda yang berhati mulia dia kuatir
bila berpikir lebih lanjut mungkin kecurigaannya terhadap paman Tham akan timbul lagi.
Sementara itu Sin-jiu Cian Hui telah berkata, "Sampai detik ini aku baru tahu bahwa Hui-taysianseng
kita ini tak lain adalah puteri Jiang Kiam bu-tek Hui-si-siang-kiat yang namanya pernah
menggetarkan utara sungai besar, meskipun mengenai kegagahan dan kependekaran Hui sisiang-
kiat semasa hidupnya tak sempat aku melihatnya sendiri tapi sudah banyak yang kudengar
dari cerita orang."
Sebetulnya Hui Giok menaruh kesan yang kurang baik terhadap Sin-jiu Cian Hui, tapi ketika
tiba-tiba didengarnya orang menyinggung ayahnya almarhum, perasaannya lantas bergetar, darah
panas bergolak dalam dadanya ia merasa walaupun Sin-jiu Cian Hui mempunyai banyak kejelekan
namun kepadanya jelas baik sekali. Matanya jadi merah, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia
berbangkit dan menjura dalam-dalam ke arah Cian Hui, kemudian tanpa bicara ia duduk kembali.
merasa tenggorokannya seakan-akan tersumbat walaupun ada beribu patah kata yang ingin
diucapkan tapi tak sepatah katapun sanggup diutarakannya.
Sin-jiu Cian Hui buru-buru bangkit dan membalas hormat, katanya dengan tegas, "Bengcu,
kalau engkau bersikap begitu sungkan-sungkan kepadaku rasanya siaute menjadi repot."
Perlu diterangkan urutan tingkat kedudukan di dunia persilatan sama sekali tidak ditentukan
oleh usia, berbicara tentang usia Sin-jiu Cian Hui jelas cukup untuk menjadi paman Hui Giok, tapi
sekarang pemuda ini adalah seorang Bengcu, maka walaupun Cian Hui membahasai diri sendiri
sebagai "Siaute" juga dianggap jamak oleh orang lain Hanya Kim-keh Siang lt-ti dan begundalnya
saja yang keheranan mereka tidak tahu permainan busuk apa lagi yang sedang disiapkan orang
she Cian itu di balik tindak-tanduknya ini.
Cian Hui menghela napas panjang, lalu berkata lagi "Kisah hidup Hui-si-siang-hiap dahulu
sudah banyak yang kudengar, sebab-sebab kematian Hui-si siang-hiap juga tak sedikit yang
kudengar, sbenarnya persoalan ini sama sekali tak ada hubungannya dengan diriku, tapi sekarang
Hui-tay sianseng sudah menjadi Bengcu-toako kita semua, ini berarti persoalan yang dihadapi
Huitaysianseng sama pula seperti persoalan yang kita hadapi, bagaimana pun siaute harus
membantu Hui-taysianseng untuk melakukan balas dendam terhadap sakit hati ayahnya itu"
Semua orang sama melengak, sebagaimana diketahui orang berkerudung hitam yang
membantai belasan tokoh Piautau di masa lalu itu akhirnya mati bersama dengan Tiong-ciu it kiam
Auyang Peng, peristiwa itu menggemparkan seluruh dunia dan diketahui setiap orang Kang-ouw,
maka ketika mendengar Cian Hui mengungkap kembali kejadian masa lalu, semua orang merasa
heran. "Bukankah manusia aneh berbaju hitam itu sudah tewas" Masa Sin jiu Cian Hui mau menuntut
balas kepada orang mati!"
Hui Giok jadi emosi setelah mendengar perkataan itu, dengan nada sedih katanya:
"Dendam kesumat mendiang ayahku tak akan kulupakan untuk selamanya, tapi musuh
besarku sudah mati, dan lagi akupun tak jelas siapa nama si pembunuh itu, mana mungkin..."
sampai disini dia duduk kembali di kursinya dengan lemas.
Sin-jiu Cian Hui mengernyitkan alis, tiba-tiba dia memukul meja seraya berseru: "Setiap orang
persilatan menganggap manusia berkerudung itu sudah mati, tapi.... Hm siapakah yang
menyaksikan sendiri jalannya peristiwa itu" Orang yang mati disamping Auyang lo-piautau di luar
kota peking itu dalam keadaan rusak wajahnya, siapa yang berani memastikan bahwa dialah si
pembunuh berkedok hitam yang sebenarnya... Hm aku yakin dibalik semua itu tentu ada hal-hal
yang mencurigakan, siapa tahu kalau pembunuh keji itu bukan saja masih hidup di dunia ini,
bahkan..."
Tiba-tiba ia berhenti bicara, sementara matanya seperti tidak sengaja mengerling sekejap ke
samping. Ketika dilihatnya Liong-heng~pat~ciang duduk dengan wajah yang dingin masam, diamdiam
ia merasa senang, katanya pula, "Tham-tayhiap engkau adalah seorang yang terlibat
langsung dalam peristiwa itu entah bagaimanakah pandanganmu terhadap soal ini?"
"Sebenarnya duduk persoalannya sederhana sekali!" jawab Tham Beng dengan air muka
kelam, tapi karena ucapan Cian cengcu ini, urusannya jadi kacau dan rumit, bilamana Ciancengcu..."
"Hm, bagaimana duduk perkara yang sebenarnya, lama2 pasti akan terbongkar juga, sebab
sesuatu rahasia akhirnya pasti akan bocor juga, di dunia ini tiada api yang dapat dibungkus,
rahasia apa pun akhirnya pasti akan tersingkap!" seru Cian Hui.
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia berseru dengan lantang, "Maka setiap orang yang
merasa sudah bergabung dalam perserikatan umat persilatan wilayah Kanglam, mulai sekarang
kalian harus menganggap sakit hati Bengcu-toako kita yang lebih dalam daripada lautan ini
sebagai sakit hatimu sendiri, ukir kejadian ini di dalam hatimu dan berusahalah dengan sepenuh
tenaga untuk ikut membongkar rahasia di balik peristiwa ini."
Selesai berkata dia lantas mengangkat cawan dan berseru lagi: "Untuk suksesnya tujuan ini,
mari kita habiskan secawan arak!"
Meskipun melengak, tapi sekalian jago yang hadir itu sama mengangkat cawan, Melihat itu
berkilatlah mata Jit-giau-tongcu Go Beng-si dilihatnya Liong-heng pat-ciang masih berduduk
dengan wajah kaku tanpa emosi, apa yang sedang dipikirnya tak seorang pun yang tahu
jilid ke- 11 - Hui Giok terharu sekali oleh kejadian itu, tenggorokannya terasa tersumbat, dia ikut
mengangkat cawan dan meneguk habis isinya, arak panas yang mengalir ke dalam perutnya seakan2
berubah jadi darah panas yang bergolak hebat.
Tapi ketika ia berpaling, tiba-tiba golakan darah panas dalam rongga dadanya itu se-olah2
menjadi dingin dan beku, dilihatnya dari luar muncul seorang dengan langkah perlahan.
Orang itu berambut panjang, bergaun panjang mukanya pucat bagaikan pualam, sepasang
matanya yang bening seolah2 bagai mutiara yang memancarkan cahaya berkilat.
Meskipun kedatangannya tidak menimbulkan suara, tapi setiap orang yang berada di dalam
ruangan itu seakan-akan terpikat oleh kehadirannya, serentak semua orang berpaling.
"Liong-li Tham Bun-ki"
Entah siapa yang mulai berbisik, maka seluruh ruangan pun ramai orang menyebut "Liong li"
Namun, Tham Bun-ki sama sekali tidak memperdulikan suara itu seperti kejadian tempo hari
dalam pandangannya saat ini hanya ada Hui Giok seorang, suara yang didengarnya juga hanya
suara Hui Giok saja, dia sendiri tak tahu tenaga apa yang mendorongnya berbuat begitu, tenaga
tersebut seperti datang dari tempat yang amat jauh tapi juga begitu saja jatuh seperti sinar
matahari yang kini menyinari rambutnya dan nyata seperti juga sinar matahari itu bahkan tanpa
dirasakan dia sudah tahu akan beradanya tenaga itu seperti juga dia tahu beradanya sinar
matahari sinar matahari menciptakan bayangan tubuhnya yang memanjang di lantai.
Bayangan panjang itu pelahan bergeser ke depan, Hui Giok pun pelahan meninggalkan meja
perjamuan, bayangan itu bergeser dan sekarang sudah menyentuh ujung kakinya seperti juga
sinar matanya yang sejak tadi sudah saling bersentuhan dengan sorot mata si dia.
Sinar mata bagaikan empat jalur sinar yang tak berwujud berpadu menjadi satu yang satu lupa
tempat apakah ini yang lain pun lupa di manakah ia berada. Dia tidak mendengar suara apa pun,
si dia juga tidak mendengar apa-apa. dia buka mulut tapi tak mengucapkan sesuatu, si dia juga tak
bersuara meski mulutnya ternganga.
Melihat kedua anak muda yang lupa daratan itu, tiba2 Liong heng-pat-ciang bcrdehem,
katanya: "Anak Ki, kenapa kenapa kau juga kemarin?"
Dua kali dia mengulangi teguran itu, suaranya juga tambah keras.
"Ya, aku datang kemari" akhirnya Tham Bun-ki menyahut dengan lirih meski sorot matanya
masih menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip.
Be-ratus2 pasang mata kawanan jago yang hadir dalam ruangan itu sebentar memandang
Tham Bun-ki, sebentar memandang pula Hui Giok, rnereka merasa laki2 dm perempuan ini yang
perempuan cantik jelita bak bidadari diri kahyangan, yang laki2 tampan dan gagah perkasa, meski
mereka mentertawakan sikap mereka yang linglung, tidak urung mereka sendiri juga memandang
dengan kesima. Pada waktu itulah dari luar ruangan kembali berjalan masuk seseorang, dia celingukan
memandang ke sana kemari, setelah mengerling sekejap kawanan jago yang berada di situ, diam2
dia mengitari samping Liong-heng-pat-ciang dan menghampiri Sin jiu Cian Hui.
Ketika itu sebenarnya Cian Hui sedang melamun, ketika laki-laki itu berdehen Cian Huj lantas
berpaling, alis matanva berkernyit, ia berbangkit dan mundur beberapa langkah"
"Adakah orang she Tham menyiapkan anak buahnya di luar kampung?" dia tanya dengan
suara tertahan.
Laki-laki ini adalah orang yang ditugaskan Cian Hui untuk mencari berita keadaan musuh di
luar perkampungan, ia melirik dulu ke arah Tham Beng, lalu menggeleng.
Cian Hui berkerut kening, ia mendengus pikirnya "Orang she Tham, jangan kau sok jagoan
dan tak kenal takut Hm seaidainya kau punya rencana lain, tentu kusuruh kau rasakan betapa
lihaynya Long-bong-san ceng kami!"
Sambil mengebaskan lengan jubahnya dia kembali ke tempat duduknya semula, tapi laki-laki
itu lantas berbaik lagi "Meskipm d luar perkampungan tadi terlihat gerak-gerik mencurigakan tapi
hamba telah menemukan gundukan tanah yang gembur di belakang kampung, agaknya sebuah
kuburan baru."
"Kuburan baru" Mana mungkin di belakang perkampungan ada pekuburan baru?" Cian Hui
bekernyit alis pula.
"Hamba sendiri juga heran, maka berguna dua-tiga orang kami telah menggali tanah itu ?"
"Apa isinya?"
"Sesosok mayat, Meski hamba tak kenal mayat itu, tapi menurut Ho Seng yang tinggal di luar
kampung, katanya mayat itu adalah mayat Koay sim Hoa Giok yang kerjanya melulu menjual
berita sekalipun mayatnya sudah dikubur tapi badannya belum terlalu kaku jelas matinya belum
lama. Yang lebih aneh lagi badannya tanpa luka, maka hamba membuka bajunya dan
memeriksanya, ternyata di dadanya ada bekas telapak tangan berwarna hitam, rupanya dia mati
kena pukulan, entah siapa yang telah mengubur mayatnya di situ"
"0o...." Sm jiu Cin Hui termangu-mangu dengan dahi berkerut.
"Masih ada sesuatu keanehan lagi!" laki2 itu berkata lebih jauh.
"Cepat katakan!" bentak Cian Hui ?"Tak jauh dan kuburan baru itu terdapat bekas goresan jari
di atas tanah, goresan itu berbunyi "Hanya Satu Jurus." Tulisan yang tiada ujung pangkalnya itu
entah apa maksudnya, maka hamba lantas periksa lagi mayat Koay-sim Hoa Giok dengan teliti
hamba temukan noda lumpur di antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya, jadi jelas
keempat huruf ini diukir olehnya menjelang kematiannya.
Laki-laki ini adalah seorang pembantu yang sangat diandalkan oleh Sin-jiu Cian Hui, meski
kungfunya tak lihay, tapi pandai menganalisa sesuatu persoalan dan bekerja sangat teliti, sebab
kemampuannya yang bagus itulah maka Cian Hui menugaskan orang ini dalam pencarian berita.
Cian Hui termenung sebentar sesudah mendengar laporan itu, tiba-tiba dia memberi beberapa
tanda dengan gerakan tangannya.
Air muka laki-laki itu tampak berseri dia mundur tiga langkah sambil memberi hormat bisiknya:
"Terima kasih atas penghargaan Cengcu!"
Setelah mundur tiga langkah lagi, dia putar badan dan berlalu dari situ.
Si Tangan Sakti Cian Hui memang seorang yang buas dan kejam, tapi dia juga seorang
pemimpin yang bijaksana, di dalam memimpin anak buahnya dia selalu bertindak tegas dan
disiplin siapa bersalah dihukum, siapa berjasa diberi pahala, Seperti gerakan tangannya barusan,
gerakan itu merupakan suatu tanda bahwa ia berhak mendapat pahala atas jasanya ini. Tentu saja
jasanya itu terletak pada ketelitiannya dalam melakukan pemeriksaan andaikata berganti seorang
kasar dan tidak teliti yang melakukan tugas, jangankan tulisan di tanah dan bekas lumpur di sela
jari, sekalipun kuburan baru itupun belum tentu bisa ditemukan oleh orang lain.
Sementara itu Sin-jiu Cian Hui sedang termenung sambil putar otak akhirnya ia tersenyum
dingin, ia pun berguman, "Hoa Giok Wahai Hoa Giok, sepanjang hidupmu berjualan berita,
menjelang kematianmu kau memberitahukan pula suatu rahasia besar kepadaku, Sungguh
sayang meski aku ada niat untuk memberi balas jasa kepadamu, namun selamanya kau tak dapat
lagi mengambilnya.
Ketika sorot matanya beralih kembali ke ruangan, dilihatnya Tham Bun-ki telah berdiri
disamping ayahnya, hanya matanya yang sayu masih menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip.
Jit-giau-tongcu Go Beng si sebetulnya berdiri di samping Hui Giok, meski waktu itu Hui Giok
sudah beranjak kembali ke tempat duduknya, tapi sinar matanya juga tak pernah beralih dari
sasarannya yaitu Tham Bun-ki.
Melihat itu, Go Beng-si berdehem sambil menegur, "Bengcu-toako, inikah nona Tham yang
kau maksudkan"
Hui Giok mengangguk, dalam hati terheran-heran. Hampir semua jago yang hadir di ruangan
ini mengetahui nona ini adalah Tham Bun-ki, sudah tahu kenapa dia barunya lagi kepadaku?"
Kemudian dia berpikir lagi "Aneh. dia selalu akrab dengan aku, kenapa sebutan Bengcu toako
yang diucapkannya kedengaran begitu dingin dan asing?"
Berpikir sampai di sini, tiba2 perasaannya jadi terkesiap, cepat ia berbalik pandang dan duduk
di tempat semula, ia tahu maksud Go Beng si dengan ucapannya ini terutama menitik beratkan
pada ucapan "Bengcu-toako" tersebut sebagai pemuda yang cerdik meski wataknya polos dan
berterus terang, setelah berpikir sebentar segera ia pun paham maksudnya.
Dia tahu teguran Go Beng si itu bukan menanyakan soal Tham Bun ki, tapi sedang
menperingatkan kedudukannya sekarang sebagai seorang Bengcu toako Kendatipun sinar
matanya sudah dialihkan, tidak urung beberapa kali dia masih melirik ke arah nona itu.
Diam-diam Go Beng si menghela napas, ia tahu pemuda itu sudah benar-benar jatuh cinta,
demikian terpikatnya pemuda itu sehingga baginya seakan-akan tiada persoalan di dunia ini yang
lebih penting daripada memandang Tham Bun ki sekejap saja.
Go Beng-si mempunyai asal usul yang aneh, sejak kecil ia sudah mengembara di dunia
Kangouw, gemblengan ber-tahun2 membuat wataknya sedikit berubah jadi tawar, kini
menyaksikan cinta kasih yang begitu mendalam antara Hui Giok dengan Tham Bun-ki, ia jadi
teringat pada kesepian sendiri seketika dia merasa pikirannya hampa tiada sesuatu perasaan cinta
pun yang melekat dalam hatinya.
Sin-jiu Cian Hui telah kembali ke tempat duduknya, meja perjamuan utama sebenarnya berisi
empat belas orang kecuali Pak-to-jit sat Jit giau tui-hun serta Kim-keh Siang It ti berenam masih
ada lagi Tonghong heng-te, Liong-heng-pat-ciang dia sendiri dan Hui Giok, sekarang bertambah
pula Go Beng-si dan Tham Bun-ki yang berdiri di samping sehingga meja perjamuan yang besar
ini jadi penuh sesak tiada tempat kosong, cuma saja ke enam belas orang ini masing-masing
sedang diliputi pikir a sendiri, ternyata tak seorang pun yang angkat cawan, juga tak ada yang
berbicara. Melihat tuan rumahnya yang murung, suasana perjamuan berubah jadi sepi, pertemuan besar
Bengcu tay hwe yang pada mulanya meriah dan penuh gelak tertawa sekarang karena berbagai
perubahan yang terjadi secara tiba-tiba telah menjadi kumpulannya orang-orang yang halus dan
tenang, hanya yang tiada bersajak segala.
Sesaat kemudian, Sin-jiu Cian Hu memandang sekejap sekeliling ruangan itu, lalu bergelak
tertawa katanya, "Nona Tham, jauh-jauh kau datang kemari ternyata sebuah kursi pun tak ada,
aku benar-benar bersikap kurang hormat"
"Jangan repot-repot " kata Tham Bun-ki dengan kepala tertunduk, ?"aku hanya datang
melihatnya... sebentar akan berlalu"
Tiba-tiba gadis itu merasa ada seorang pemuda bermuka pucat dan bermata licik sedang
mengawasinya tanpa berkedip di dalam ruangan ini banyak orang yang memandangnya tapi ia
merasa di balik tatapan mata pemuda itu mengandung maksud busuk.
Muka Bun-ki menjadi merah, diam-diam ia merasa gusar.
Tampaknya pemuda itu merasa gembira karena nona cantik itu juga melirik padanya, ia
tertawa terbahak-bahak, sambil mengangkat cawan araknya la berkata, "Nona Tham, kalau sudah
datang ke mari, rasanya kurang hormat bila pergi lagi tanpa minum secawan arak pun."
Bun-ki tidak tahu orang itu adalah Jit-sat Mo Seng yang di dunia persilatan terkenal sebagai
setan perempuan, meskipun dalam hati merasa dongkol karena ketidak-sopanan orang, tapi
dalam keadaan seperti ini apalagi berdiri di samping ayahnya ia merasa kurang leluasa untuk
mengumbar amarahnya itu.
Mo Seng makin tergelitik melihat gerak-gerik si nona yang malu-malu kucing itu.
"Nona, kenapa mesti malu-malu" "serunya pula sambil cengar cengir, ?"di sini kan tak ada
orang luar mari...mari..."
Sambil berkata dia lantas bangkit dan tempat duduknya dan menghampiri Bun-ki.
Sebetulnya Mo Seng anggota ketujuh dari Pak to-jit-sat ini adalah seorang yang cerdik dan
cekatan, ilmu silatnya juga lihay, pada hakikatnva dia merupakan seorang jago lihay di kalangan
hitam, sayang dia mempunyai satu kelemahan yaitu tak boleh melihat gadis cantik, asal bertemu
dengan nona yang cantik, maka semua kecerdikan dan kecekatannya lenyap dengan begitu saja
lupa daratan, malah sikapnya jauh lebih tengik daripada seorang berandalan.
Berang juga Liong-heng-pat-ciang menyaksikan tingkah laku orang itu, dengan wajah dingin
katanya dengan ketus, "Anak ini terlalu muda dan tak pandai minum arak Mo-jit-hiap, kukira
janganlah kau memaksanya."
"Hihihi tak jadi soal kan kalau cuma minum sedikit!" dengan mata yang setengah dipicingkan
Mo Seng cengar-cengir "minum satu cegukan saja sebagai adat, rasanya sudah cukup"
Sambil berkata dia lantai mengangsurkan cawan araknya ke hadapan Tham Bun-ki.
Siapa tahu, baru saja tangannya menjulur ke depan mendadak "trang", cawan aiak yang
dipegangnya itu hancur berantakan arak yang ada di dalam cawan pun bermuncratan membuat
wajahnya menjadi basah kuyup.
"Siapa?" hardik Mo Seng sambil mundur ke belakang, air mukanya berubah hebat.
"Aku!" seorang segera menanggapi dengan ketus. Ketika Mo Seng berpaling ternyata orang itu
ialah Hui Giok. hal ini membuatnya melenggong.


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Katanya, "Dengan maksud baik kusuguh secawan arak kepadanya, kenapa. ."
Kendatipun gusar, toh sedikit banyak ia merasa jeri juga terhadap Bengcu-toakonya ini.
Hui Giok polos dan berhati bajik, sekalipun orang lain menganiayanya juga ia tidak dendam
tapi ketika menyaksikan sikap kurang ajar Mo Seng di hadapan Tham Bun-ki, darah panas dalam
rongga dadanya bergolak, tanpa terasa disambarnya sebatang sumpit perak dari meja terus
disambitkan ke arah cawan arak orang.
Padahal dia tak pernah belajar ilmu senjata rahasia timpukan yang dia lakukan barusan pun
hanya terdorong oleh emosi tak tahunya cawan arak di tangan Mo Seng itu lantas hancur, ini
membuat semua orang jadi melongo tidak habis mengerti.
"Orang lain tak mau minum, buat apa kau memaksanya?" kata Hui Giok terhadap Mo Seng
yang masih termangu.
Mo Seng berpaling, kebetulan sinar mata Tham Bun-ki seakan-akan sedang mengerling ke
arahnya, hal ini membuat napsu birahi orang itu berkobar kembali, dalam keadaan demikian ia tak
memikirkan persoalan lain lagi.
Orang bilang napsu bisa membuat orang jadi nekat, begitu juga keadaan Mo Seng sekarang,
sambil tertawa selangkah demi selangkah dia menghampiri Hui Giok.
Kawanan jago sama gempar oleh peristiwa itu Bun-ki berkerut kening dan akan maju, tapi
segera ditarik ayahnya, gadis itu tak berani meronta meski hatinya tak rela, ketika dia berpaling,
tertampak ayahnya memberi tanda ke arah Sin-Jiu Ciau Hui dengan ujung mulut sambil berbisik,
"Tidak perlu kau turun tangan sendiri"
Waktu itu Mo Seng sambil tertawa dingin sedang menghampiri Hui Giok.
Wah, Bengcu begini lebih baik tak usah saja," gumam Kim-keh Siang It-ti sambil tertawa.
Maksudnya jelas, ia menyindir Mo Seng yang tak tahu diri dan berani main kasar terhadap
Bengcunya. Padahal di antara keluarga Mo. kungfu Mo Seng paling tinggi dan paling keji, sekalipun sau
darahnya yang lain tahu bahwa tindakan tersebut tak bisa dibenarkan tapi merekapun cukup
memahami tabiatnya nekad. tak seorang pun yang berusaha mengulangi perbuatan saudaranya
ini. Baru dua langkah Mo Seng maju ke muka tiba-tiba bayangan seorang menghadang di
hadapannya, tahu-tahu Sin-jiu Cian Hui sudah berdiri di depannya sambil menegur "Saudara Mo
apa yang hendak kau lakukan?"
Mo Seng tertawa dingin, dia ingin mengucapkan sesuatu, tapi Sin-jiu Cian Hui yang
memaklumi watak rekannya itu kuatir orang akan mengucapkan kata-kata yang tak senonoh maka
segera serunya lagi, "Saudara Mo lupakah kau bahwa Hui-taysia-nseng ini apanya kita"
jangankan ia tidak menghancurkan cawan arakmu, sekalipun..."
"Apa maksud ucapanmu ini?" tukas Mo Seng dengan dahi berkerut.
Cian Hui tertawa, dia menggapai tangannya ke luar, seorang laki-laki berjubah panjang segera
masuk ke dalam ruangan dengan langkah cepat kemudian menyerahkan sebuah benda kepada
Cian Hui, ketika semua orang mengamati benda itu ternyata sebatang sumpit perak.
"Hehehe, sumpit perak indah yang telah di sambitkan Hui-taysianseng barusan," kata Cian Hui
sambil tertawa dingin "tapi bukan benda indah yang telah menghajar cawan arak di tangan "Moheng."
Selagi Hui Giok dan Mo Seng sama melengak, tiba-tiba Tonghong Tiat bangkit berdiri sambil
tertawa, "Hahaha, sungguh hebat ketajaman mata Cian-cengcu, ya benar, aku orang Tonghong
yang menimpuk cawan arak di tangan Mo-heng itu sampai..."
Tham Beng juga tersenyum, dia menjemput lidi tusuk gigi dari lantai dan pelahan diletakkan di
atas meja. Kejadian ini membuat air muka semua orang berubah, Tonghong Tiat ternyata mampu
menghancurkan cawan arak dengan sebatang tusuk gigi tanpa diketahui siapa pun, tenaga serta
daya timpuknya sungguh menggetarkan hati semua orang.
Mo Seng tertawa dingin, tiba-tiba dia putar badan menghadapi Tonghong-hengte, suasana
dalam ruangan seketika berubah jadi tegang, setiap saat bentrokan keras bakal terjadi.
Tapi sebelum terjadi apa-apa, Liong heng-pat tiang telah berkata sambil tersenyum, Tonghong
se-heng silakan duduk dulu, cawan arak itu juga bukan kau yang memecahkannya"
Semua orang melongo, sebelum tahu apa yang terjadi, Sin jiu Cian Hui telah terbahak-bahak.
"Hahaha, hebat sekali Tham tayhiap, ternyata matamu yang paling tajam di antara sekian banyak
orang yang hadir di sini?" katanya.
Tiba-tiba dia mengambil sebuah cawan arak lalu membantingnya ke lantai, "trang", cawan itu
ternyata tidak pecah atau retak.
"Kuakui kelihayan Tonghong-saji-hiap cukup mampu untuk menghancurkan sebuah cawan
dengan kekuatan sebatang tusuk gigi" kata Cian Hui sambil tergelak. "tapi cawan arakku ini
terbuat dari bahan keramik pilihan yang kuat sekali, jika Tonghong sam-hiap tidak percaya,
silahkan untuk mencobanya sekali lagi."
Seraya berkata ia mengambil sebuah cawan lagi, sementara Tonghong Tiat masih mengerut
dahi tiba-tiba Liong-heng-pat ciang mengambil sumpit peraknya terus mengaduk kuah sirip ikan
yang ada di meja, waktu sumpit diangkat ke atas, dia menyumpit sebuah benda dan "tring", benda
itu dibuangnya ke atas meja.
Tindakannya ini mencengangkan semua orang, tapi ketika melihat sumpit perak yang barusan
dipakai untuk menyumpit benda itu sudah berubah jadi hitam pekat air muka kawanan jago itu
berubah pucat. Sambil meletakkan kembali sumpit perak itu ke atas meja, Liong-heng-pat-ciang berkata
dengan tersenyum, "Saudara Mo, cawan arak yang berada di tanganmu bukan ditumbuk oleh
Tonghong-seheng, bukan pula dilakukan oleh anak Giok, apabila saudara Mo masih penasaran,
silakan saja cari pelaku yang sebenarnya, kenapa kau hendak melampiaskan gusarmu kepada
orang yang tidak bersangkutan?"
Habis bicara dia kebutkan lengan bajunya. lalu dengan wajah tak senang hati dia berduduk
kembali. Pak-to-jit-sat adalah jago-jago ahli senjata rahasia, tapi sekarang bukan saja cawan arak di
tangan Mo Seng disambit orang sampai hancur, ternyata di antara saudara-saudara keluarga Mo
tak seorangpun yang tahu asal mula datangnya senjata rahasia itu, tentu saja peristiwa ini sangat
mengurangi pamor mereka di mata orang banyak.
Untuk sesaat air muka Jit-sat Mo Seng berubah dari pucat menjadi merah, dari merah menjadi
pucat kembali, karena malu dia jadi marah, segera bentaknya dengan lantang "Perbuatan siapa","
Pemimpin Pak-to-jit-sat, Mo Lam, yang selama ini hanya membungkam saja lantaran peristiwa
itu menyangkut orang banyak, tapi setelah urusan jadi terang dan terbukti bahwa kejadian itu tiada
hubungannya dengan Hui Giok maka iapun bangkit sambil membentak "Sobat, kalau kau berniat
mencari perkara pada kami, kenapa main sembunyi seperti cucu kura-kura" Huuh, terhitung
Enghiong (pahlawan) macam apakah kau?"
Meski kedua orang bersaudara ini membentak dengan marah, tapi lantaran mereka tak tahu
senjata rahasia itu berasal dari mana tentu saja merekapun tak tahu musuhnya bersembunyi di
mana, maka dengan sorot mata yang tajam mereka mulai melakukan pemeriksaan ke sekeliling
ruangan. Sayang ruangan itu penuh berjejal dengan kepala manusia apapun tidak terlihat oleh
mereka kecuali kepala hitam yang memenuhi ruangan.
Sin-jiu Cian Hui sendiri berdiri sambil berpeluk tangan dengan wajah serius, matanya yang
tajam mengawasi jendela di ruang sebelah kanan, laki-laki yang menemukan jenazah Hoa Giok
dan menerima pahala tadi kini sudah kembali ke dalam ruangan.
Sekarang ia pun berjalan keluar sana Sin-jiu Cian Hui tersenyum, rupanya ia merasa bangga
karena mempunyai seorang anak buah yang bermata tajam dan cekatan.
Dilihatnya anak buahnya itu berjalan menuju ke pintu ruangan mendadak dan luar jendela r
ang sebelah kanan berkumandang suara tertawa dingin yang seram, meski lirih suaranya tapi
nyaring kedengarannya.
Semua jago kaget, mereka merasa orang yang tertawa itu seakan-akan berada di sampingnya.
Belum habis gelak tertawa itu jendela di ruang sebelah kanan tiba-tiba terbuka sendiri meski
tidak terembus angin.
Mo Seng yang bermuka pucat segera membentak nyaring, tangannya diayun ke depan, tujuh
titik sinar berkilau secepat kilat menyambar kesana, jarum Pak-to-jit-seng-ciam andalan Pak-to jit
sat itu terisi di dalam sebuah tabung baja yang berpegas kuat, demikian bagus pembuatan tabung
itu sehingga setiap tabung berisi tujuh jarum dan satu tabung bisa digunakan sebanyak tiga kali
hingga jumlah jarum adalah tiga kali tujuh atau dua puluh satu batang.
Tiap anggota keluarga Mo masing-masing memakai dua buah tabung senjata rahasia yang
dapat dilepaskan dari tangan kiri kanan secara berbarengan maka dalam sekejap mata mereka
bisa melepaskan 42 jarum berbisa.
Keistimewaan lain yang mereka miliki kecuali bisa menyerang serentak dalam waktu singkat,
jarak sasaran yang bisa ditempuh mencapai lima tombak lebih, maka bila orang persilatan
membicarakan soal keganasan serta kebolehan tentang senjata rahasia, meski Pak to-jit sengciam
belum menempati urutan pertama, tapi selisihnya juga tak terlalu jauh.
Demikianlah, ke tujuh titik sinar itu dengan kecepatan yang luar biasa terus meluncur ke depan
tapi sayang ruangan tersebut terlampau luas tatkala ketujuh titik sinar itu mencapai jendela
ruangan sebelah kanan daya luncurnya sudah jauh berkurang, otomatis daya serangannya juga
melemah. Suara tertawa dingin kembali berkumandang dan luar jendela, segulung angin tajam
menerobos masuk lewat jendela dan membentur ke tujuh titik cahaya itu, tanpa ampun titik2
cahaya itu segera menyebar ke empat penjuru.
Keruan orang2 yang duduk di sekitar jendela itulah yang menjadi repot, mereka lari tanggung
langgang untuk menyelamatkan diri, siapapun kuatir senjata rahasia tersebut bersarang di tubuh
mereka. Begitu senjata rahasia buyar diiringi suara tertawa dingin tertampaklah dua sosok bayangan
berwarna abu-abu menerobos masuk lewat jendela, di antara deru ujung baju yang tersampuk
angin, dua sosok bayangan itu meluncur ke depan, ketika daya luncur itu sudah lemah, tiba-tiba
kedua orang itu saling menjulurkan tangan "Plok" dua tangan beradu, karena daya pantulan akibat
benturan tersebut, kembali mereka meluncur ke depan dan melayang turun dengan enteng di kiri
kanan meja utama, bukan saja gerakannya manis, bahkan tidak menimbulkan sedikit suarapun,
betul2 suatu demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang sempurna.
Dengan kaget kawanan jago persilatan saling berpandangan, mereka mempunyai pikiran yang
sama "Siapakah kedua orang ini" Hebat benar ilmu meringankan tubuh mereka!"
Baru saja senjata rahasia tadi dilepaskan Mo-si hengte, bayangan orang lantas menerobos
masuk ke dalam ruangan, dalam keadaan begini, meskipun kedua bersaudara Mo itu sombong
dan tinggi hati, toh merasa kaget juga oleh kelihayan musuh dengan tatapan tajam segera
diamatinya kedua orang itu.
Di sebelah kanan meja berdirilah seorang laki-2 yang tinggi sekali dengan tubuh yang kurus
kering tinggal kulit membungkus tulang, sanggulnya amat tinggi mukanya kaku seperti mayat.
jubah abu-abunya sangat longgar, tampang serta potongan badannya tidak jauh berbeda seperti
mayat dari kuburan, Mo-si-hengte terkejut cepat mereka berpaling ke arah lain lagi, di sebelah kiri
meja berdiri juga seorang laki-laki kurus kering yang jangkung, bersanggul tinggi dan bermata
tajam orang ini persis seperti orang yang berada di sebelah kanan, kalau tidak mau dikatakan
seperti pinang di belah dua.
Baru saja kedua orang itu menerobos masuk lewat jendela, dengan kening berkerut Sin-jiu
Cian Hui segera bertenak, "O, kiranya Leng-mo-siang-hiap."
Tham Bun-ki juga berseru nyaring, cepat dia melompat ke depan dan menghampiri Leng Kobok
yang berada di sisi kanan, sekarang ke empat bersaudara dan keluarga Mo baru kaget,
mereka baru tahu siapakah musuh yang sedang di hadapi. serentak mereka bangun berdiri.
Wajah Leng-kok-siang-bok yang selalu dingin kaku seperti mayat itu segera tersungging
senyuman manis ketika melihat Tham Bun ki.
"Leng toasiok, ke mana saja kalian pergi selama dua hari ini?" tegur nona itu dengan manja.
Senyuman yang semula menghiasi wajah Ko bok dan Han-tiok tiba-tiba lenyap, senyuman
mereka cepat datangnya cepat pula perginya, air muka mereka berdua berubah dingin dan kaku,
dengan tatapan seram mereka pandang sekejap ke arah Mo-si-hengte.
Waktu itu menjelang tengah hari, sinar sang surya sedang memancar dengan hangatnya, tapi
oleh tatapan yang seram ini Mo-si-hengte merasa seakan-akan tersapu oleh angin dingin yang
membekukan tubuh, tanpa terasa mereka sama menggigil
Sin-jui Cian Hui menyengir, ucapnya, "Leng si-siang-hiap jarang kalian berkunjung ke Kanglam,
hari ini entah angin apakah yang telah berhembus sehingga membawa kalian tiba ke tempat
ini" Hehe, kehadiran kalian sungguh membuat aku Cian Hui bergirang hati."
Meski dia dengan Pak to ji-sat adalah teman baik, tapi ia pun tak ingin menanam bibit
permusuhan dengan musuh tangguh macam Leng-kok siang-bok, karena itulah buru-buru dia
mengucapkan kata-kata itu agar diketahui apapun maksud tujuan kedatangan kalian berdua, asal
tiada sangkut-pautnya dengan aku orang she Cian, maka aku Cian Hui tetap akan menyambut
kehadiran kalian dengan senang hati.
Mendadak Leng-si-hengte sama mendelik, Leng ko-bok lantas mendengus, Jit sing-tok-ciam,
kena darah tutup napas, beginikah cara orang-orang Long-bong-san ceng menyambut tamunya" -
Berkata sampai di sini dengan matanya yang tajam ia menatap Mo Seng lekat-lekat.
Jit-sat Mo Leng balas tertawa dingin, dia mengangkat sumpit retak di hadapannya, lalu
menjepit mutiara besi berwarna hitam yang diletakkan oleh Tham Beng di atas meja itu, kemudian
serunya dengan ketus, "Kami Pak-to-jit-sat ibaratnya air sumur yang tak pernah mengganggu air
sungai dengan kalian Leng-kok siang-bok, lalu bagaimana penjelasan kalian dengan perbuatan
kalian ini" Aku lah yang ingin minta keadilan kepada kalian berdua!"
"lngin minta keadilan... hmm" dengan sinar mata setajam sembilu Leng Han-tiok mengawasi
Mo Seng, tiba2 dia berhenti berbicara.
Mo Seng tambah kalap dia berpikir di dalam hati "Hm, aku memang sudah dengar akan
kebolehan kalian Leng-kok-siang-bok, padahal selamanya kami tak pernah terikat perselisihan
apa" dengan kalian tapi kalian tak mau memberi muka kepadaku huh, memangnya kau kira kami
Pak to-jit-sat benar2 jeri kepada kalian?" Berpikir begini, tiba-tiba ia tersenyum, katanya "Kalian
adalah kaum cianpwe, apalagi akupun tidak merasa dirugikan..."
Ucapannya halus disertai senyuman, sikapnya semacam ini mengejutkan hati kawanan jago.
"Rupanya Jit sat Mo Seng adalah jagoan gadungan, seorang yang takut menghadapi kekerasan,
lagaknya saja tadi garang seperti harimau, tapi sekarang lebih jinak daripada seekor domba!"
Dalam pada itu Mo Lam telah menyambung "sebenarnya kami..."
Berkata sampai di sini, tiba-tiba telapak tangannya diayun ke muka, berpuluh titik cahaya
secepat kilat memancar ke kiri dan kanan, tujuh titik sinar menyerang Ko-bok dan tujuh titik yang
lain menyerang Han-tiok.
Sebagai mana diketahui, jarum Pak-to jit seng-ciam dari Pak-to-jit-sat sudah termasyhur
karena kelihayannya, pula menyerang dari jarak sedekat itu kontan saja semua jago menjerit
kaget, mereka mengira Leng si-hengte pasti tak akan terhindar dan sergapan maut itu kendatipun
ilmu silat mereka sangat lihay.
Tapi apa yang kemudian terjadi" Ketika belasan titik sinar tajam itu hampir mengenai tubuh
Leng-si hengte, ternyata kedua orang itu tetap berdiri tegak, sama sekali tidak menghindar, ini
membuat Tham Bun-ki yang berdiri di samping Ko-bok menjerit kaget.
Baik Ko-bok maupun Han-tiok sedikitpun tidak nampak gugup, ketika serangan telah tiba,
mendadak jubah abu-abu mereka yang longgar itu menggelembung besar, seakan-akan ditiup
orang secara tiba-tiba, hingga bentuknya mirip sebuah layar yang menggelembung, "Buk! Buk!
Buk!" meski keempat belas titik cahaya tajam itu menghajar telak di atas tubuh mereka ternyata
tiada satu pun yang melukai mereka.
Diam2 Hui Giok kaget, dia tahu hal ini disebabkan karena kedua orang aneh itu mempunyai
tenaga Ji-khek-hian-kang yang melindungi tubuh mereka.
Sementara itu kawanan jago lainnya juga sangat kaget meskipun semua orang tahu bahwa
kungfu Leng-kok siang-bok sangat tinggi, namun tak pernah mereka sangka hawa murni yang
mereka miliki sudah berhasil mencapai puncak kesempurnaan.
Liong-heng pat-ciang Tham Beng juga terkesiap, sementara Mo-si-hengte berdiri dengan
wajah kelam, sebab kejadian ini memang cukup menggetarkan hati mereka.
Ketika serangan sudah lewat ko-bok dan Han-tiok menarik kembali hawa murninya dengan
menghempasnya jubah yang melembung itu, dengan diiringi suara dentingan nyaring keempat
belas batang jarum tadi sama rontok ke tanah.
Kaget bercampur ngeri ke empat Mo bersaudara, mereka saling pandang sekejap, lalu berdiri
berjajar, semua perhatian dan tenaga disiap-siagakan, tampaknya mereka sadar ancaman
berikutnya segera akan datang.
Tak lama lagi suatu pertarungan sengit pasti akan terjadi demikian semua orang sama
membatin. Para tamu yang tempat duduknya berdekatan dengan tempat kejadian itu, diam-diam
pada berdiri dan menyingkir jauh-jauh, mereka kuatir ikut tertimpa kemalangan.
Ternyata Ko-bok dan Han-tiok tidak berbuat demikian, mereka bukan saja tidak menghampiri
musuhnya, sebaliknya memandang sekejap pun tidak orang yang kaku dan menyeramkan itu telah
menghampiri Hui Giok, bahkan berkata dengan dingin: "Tahukah kau untuk apa kami berdua
datang kemari?"
Hui Giok melengak, "Silahkan cianpwe menjelaskan!"
Leng Ko-bok tertawa dingin, "Hehe, kedatangan kami ini adalah ingin minta petunjuk kelihayan
ilmu silatmu!"
Semua orang terkesiap, semua orang saling pandang dengan bingung, jangan-jangan kedua
orang ini mengidap sesuatu penyakit. Mo-si-hengte yang menyerang mereka tapi mereda malahan
mencari perkara kepada Hui Giok. Bukankah kejadian ini sangat aneh"
Mo-si-hengte juga melenggong bingung, Bun ki hanya tertegun dan segera berseru, "He, Toasiok
Ji-siok mau apa kalian" Dia kan tak ada permusuhan apapun dengan kalian ?"
"Darimana kau tahu dia tak ada permusuhan dengan kami?" tiba-tiba Leng Ko bok berpaling.
Sekali lagi Bun-ki tertegun, sambil mengerling ia menunduk jengah "Apakah engkau masih
memikirkan kejadian pada malam itu" Padahal aku tidak sungguh-sungguh menyalahkan dia."
"Hm, urusan ini tak ada sangkut pautnya dengan kau. Ayo menyingkir agak jauh" jengek Leng
Han-tiok. "Gurunya bermusuhan dengan kami." Leng Ko-bok menerangkan "karena gurunya tidak kami
temukan, maka kami mencari balas terhadap muridnya. Hm, setelah muridnya digebuk masa
gurunya tak akan muncul?"
"Mana dia punya guru" Bagaimana pula gurunya bermusuhan dengan kalian?" tanya Bun-ki
dengan gelisah.
"Hm. darimana kau tahu dia tak punya guru?" Leng Han-tiok menatapnya dengan tajam-tajam
Sambil tertawa Leng Ko-hok berkata pula, "Kalau dia tak punya guru, siapa yang punya guru,
Kalau gurunya tidak menyalahi kami, Siapa pula yang menyalahi kami Hm orang she Hui... Kau
merasa punya Suhu tidak" Suhumu pernah menyalahi kami atau tidak" Coba terangkan kepada
budak bodoh ini!"
Dengan perasaan kuatir Bun-ki berpaling ke arah Hui Giok dan menatapnya dengan cemas,
dia berharap pemuda itu menggeleng kepala untuk menyangkal tapi anak muda itu malah
mengaku dengan menghela napas panjang.
"Ya, aku memang punya guru.?" dia berkata dan guruku benar-benar telah menyalahi kedua
cianpwe ini, tapi..."
"Nah. betul tidak?" tukas Han-tiok sambil mendengus.
Ko bok lantas menyambung, "Biia gurumu memang betul-betul telah menyalahi kami jika kami


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat perhitungan dengan muridnya, coba para hadirin bicara dengan adil tindakan kami tepat
atau tidak?"
Perlu diterangkan di sini, menurut adat dunia persilatan yang sudah berlaku semenjak ratusan
tahun, bila ada seseorang yang menuntut balas, bukan saja dia boleh membikin perhitungan
dengan muridnya, sekalipun seorang yang jauh hubungannya juga akan tersangkut.
Maka untuk sesaat Tham Bun-ki hanya berdiri melenggong dengan cemas, dia tak tahu apa
yang mesti dilakukan dalam keadaan seperti ini dia tahu kungfu Hui Giok jelas bukan tandingan
Leng-kok-siang bok, namun ia pun tak dapat membantu Hui Giok untuk memusuhi kedua
bersaudara Leng itu, maka ia lantas mengerling ke arah Cian Hui sambil berpikir "Hui Giok adalah
Bengcu toako kalian, masa kalian akan berpeluk tangan tanpa mencampuri urusan ini?"
Siapa tahu Sin-jiu Cian Hui tetap menggoyangkan kipasnya tanpa mengucapkan sepatah kata
pun Leng Han-tiok lantas berkata pula dengan dingin, "Orang she Hui mengingat usiamu masih
muda, bagaimana pun kami tetap mengalah beberapa bagian kepadamu, di mana dan cara
bagaimana akan bertarung, terserah pada pilihanmu sendiri."
"Toa-siok, Jisiok" Bun-ki tak tahan dan segera berteriak, "jika kalian mengetahui usianya masih
muda dibandingkan kalian, dia juga lebih muda satu tingkat kenapa..."
Bila orang she Hui ini mau mewakili gurunya untuk berlutut dan minta maaf kepada kami, tentu
kami tak akan menyusahkan dia lagi." kata Leng Ko-bok, "anak Ki, kecuali ini rasanya tak ada cara
lain yang lebih baik lagi, biar kau banyak bicara pun tak ada gunanya."
Baru habis kata-katanya, tiba-tiba Jit-giau-tongcu Go Beng si menengadah dan terbahakbahak.
"Eh apa yang kau tertawakan?" tegur Leng Ko-bok dengan menarik muka.
"Hahaha, aku tertawa geli, sebab sudah lama kudengar orang bilang bahwa Leng-kok-siangbok
selain berilmu tinggi juga sangat cerdik, sungguh tak nyana perbuatannya ternyata begitu
bodoh." "Kami bodoh bagaimana coba terangkan?" Leng Han-tiok menanggapi dengan mendongkol.
Go Beng-si terbahak-bahak pula, sambil menunjuk ke arah Lion
Pendekar Cacad 16 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Bentrok Rimba Persilatan 11
^