Pendekar Setia 2

Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L Bagian 2


g-lian, "Siapa yang sudi kepada duitmu yang bau, kalau mau ganti, boleh gantilah dengan ini," kata si nona.
Dalam keadaan seperti ini, siapa pun pasti akan terpancing marah oleh sikap si nona yang garang ini. Namun Auyang Liong-lian benar-benar bermuka tebal. dengan cengar-cengir ia berkata, "Boleh, boleh. begitu sampai didaratan Tionggoan segera kuserahkan kapal ini kepada nona."
"Sebenarnya aku tidak sabar menunggu sampai di Tionggoan, tapi juga tak dapat mengusir kalian ke laut sekarang," kata nona baju merah itu. "Baiklah anggap aku lagi sial, boleh kalian menumpang sampai di daratan sana, tapi setiba disana kalian harus segera mendarat, seorang pun dilarang tinggal,"
"Baik, baik, seorang pun takkan tertinggal di sini," sahut Auyang Liong-lian cepat.
Lalu si nona baju merah mendekati Yu Wi dan berkata. "Soal ganti rugi kapalku sudah selesai. sekarang urusan anak buahku yang kau bunuh, bagaimana soal ini akan diselesaikan-"
"Kan sudah kukatakan, kubunuh tanpa sengaja," jawab Yu Wi.
"Hmm, peduli sengaja atau tidak. membunuh harus ganti rugi juga," kata si nona.
Yu Wi merasa bersalah, ia pikir memang pantas memberi ganti rugi, maka tanyanya, "Menurut nona, cara bagaimana harus kuganti?"
"Ada dua macam cara ganti rugi," ucap si nona dengan tertawa.
"Bagaimana caranya?" tanya Yu Wi.
"Pertama,jiwa diganti dengan jiwa, meski kau pukul mati dua anggota kami, biarlah kau ganti dengan jiwamu dan anggaplah lunas . . . ."
Melengak juga Yu Wi, ia menggeleng dan berkata, "cara ini tidak dapat kupenuhi, jika aku sengaja membunuh anak buahmu, tentu tidak menjadi soal kuganti dengan jiwaku. Tapi aku tidak sengaja, tapi salah membunuh mereka . . . ."
"Jadi cara pertama sudah jelas tidak dapat kau terima?" tanya si nona dengan tertawa.
"Ya, cara pertama ini tidak bisa kuterima."
"Jika begitu, terpaksa harus ditempuh cara kedua. Cara ganti rugi kedua ini adalah, bilamana kau mampu membunuh anggota kami, maka silakan kau bela jiwamu sendiri dengan kemampuanmu, "
"Apa artinya cara kedua ini?" tanya Yu Wi.
Mendadak nona baju merah itu menarik muka, jengeknya, "Akan kusuruh sia siau-mo membalas kedua anggota kami yang mati itu, apabila menandingi siau-mo dengan sama kuat. maka selamatlah jiwamu. Tapi tetap harus kau ganti rugi dengan uang kepada keluarga yang mati. jika tidak dapat kau tandingi siau-mo dengan sama kuat, maka terpaksa harus kau ganti rugi dengan cara pertama tadi."
Yu Wi menjawab dengan tersenyum, "Bila ku kalah di tangan anak buahmu, jelas jiwaku sukar diselamatkan sehingga ganti rugi cara pertama mau tak-mau harus kuturuti. Tapi bila beruntung aku tidak kalah, sebaliknya malah menangkan si siau-mo, lalu bagaimana?"
"Itu tidak mungkin,"jawab si nona dengan pasti.
"Oo,jadi nona yakin aku pasti kalah?" tanya Yu Wi.
"Betul," kata si nona. "Kubilang bila kau dapat menandingi siau-mo dengan sama kuat, hal ini sulit. Padahal pada jaman ini. ada
beberapa orang di dunia ini yang mampu menandingi sama kuat terhadap anak buahku si siau-mo ini?"
Karena ucapan orang terlalu latah, seketika terangsang juga keangkuhan Yu Wi, katanya segera, "orang she Yu hanya bertanding sama kuat dengan anak buahmu, biarlah aku yang dianggap kalah."
Nona baju merah itu tertawa terkikik-kikik, katanya, "Eh, kau malah yakin dapat mengalahkan sia siau-mo?"
"Betul," jawab Yu Wi tanpa sungkan lagi.
Sia siau-mo menjadi gusar, segera ia melangkah rnaju dan berteriak. "Keparat, ayolah mulai" Kontan kepalannya lantas menjotos.
"Nanti dulu" bentak si nona.
Dengan cepat siau-mo menarik kembali pukulannya, baik menyerang maupun menarik kembali pukulannya ternyata sama cepatnya, sungguh hebat luar biasa.
"Orang she Yu," ucap si nona dengan tertawa "betapapun nona kagum kepada semangat jantanmu, apa bila benar kau dapat mengalahkan siau- mo. maka aku takkan menuntut ganti rugi apapun padamu, sebaliknya akan kuberi hadiah besar."
"Hadiah sih tidak perlu, cukup lekas kalian pergi dari sini agar tidak mengganggu urusan pribadiku dengan Auyang-siansing," jengek Yu Wi.
"Oya, tadi kulihat kau bergebrak dengan Hay-liong-ong yang pernah merajai empat samudra ini, jangan-jangan ada sesuatu sengketa di antara kalian?"
"Ya, sengketa ini mestinya sudah hampir dibereskan, tapi telanjur dikacau oleh kedatangan kalian, kalau dibicarakan, sebenarnya pihakmu yang bersalah kepadaku."
Nona baju merah itu tidak menjadi marah, sebaliknya malah tertawa dan berkata, "o, jika benar begitu, biarlah kuminta maaf
disini. Begini saja, apabila kau dapat mengalahkan sia siau-mo, tentang urusanmu akan kubereskan bagimu, kukira tua bangka itu tidak nanti berani membangkang kapada kehendakku."
Sebutan "tua bangka" ini membikin air muka Auyang Liong-lian berubah. Akan tetapi dia masih tetap bersabar, orang ini benar- benar maha licin dan licik, sebelum jelas mengetahui kekuatan lawan, tidak nanti dia sembarangan bertindak. Ia pikir biarlah lihat dulu hasil pertarungan Yu Wi dengan sia siau-mo, habis itu barulah dapat menentukan arah angin.
"Terima kasih, nona," demikian Yu Wi menanggapi ucapan si nona baju merah tadi, "soal sengketaku dengan Auyang-siansing tentu dapat kuselesaikan sendiri sekarang tidak perlu banyak omong lagi, tampaknya anak buah nona juga tidak menunggu lagi. Boleh silahkan dia mulai saja." Habis berkata ia lantas menghimpun tenaga dan siap siaga. Betapapun ia tidak berani meremehkan musuh. Ia berpandangan sama dengau Auyang Liong-lian, merasa terkejut ketika melihat cara sia siau- mo membuka Hiat-to dengan gerak cepat tadi.
Sia siau-mo terpaksa melaksanakan. perintah sang siocia, tapi ia tidak berani sembarangan menyerang lagi, meski tangan sudah gatal dan tidak sabar manunggu, tapi hanya melototi Yu Wi saja dan tidak berani menyerang lebih dulu.
Dengan tertawa si nona baju merah lantas berkata pula, "Orang she Yu, hendaklah kau jangan latah"
Yu Wi jadi melengak. Ia pikir bilakah aku latah, sebaliknya orang Thi-bang-pang kalian yang tidak memandang sebelah mata kepada lawan dan terlalu sombong.
Gadis baju merah berkata pula, "Beralasan juga jika kau ingin mengalahkan sia siau-mo, tapi sekarang kedua tanganmu terikat, apakah cara begini hendak kau hadapi siau-mo?"
Baru sekarang Yu Wi paham apa yang dimaksudkan si nona, segera ia menjawab, "Bukan maksudku meremehkan lawan, sesungguhnya lantaran tali yang mengikat kedua tanganku ini
adalah Hu-liong-soh yang termashur didunia, kecuali orang Mo-kui-to sendiri tidak ada orang lain yang mampu membukanya. Jadi mengenai hal yang terpaksa ini. harap nona suka memakluminya"
Melihat cara bicara Yu Wi sangat sopan, si baju merah tertawa, katanya. "Hu-liong-soh sudah kudengar dulu dari cerita ayahku, memang benar jarang ada orang yang mampu membukanya. Akan tetapi hal ini belum tentu dapat mempersulit nona."
Yu Wi cukup tahu betapa hebatnya tali Hu liong-soh, ia tidak percaya si nona mampu membukanya, maka air mukanya menampilkan rasa tidak percaya.
Nona baju merah itu berkata pula, "Betapapun anak buahku yang bertanding denganmu tidak boleh menarik keuntungan dari kedua tanganmu yang terikat, Bagaimana kalau sekarang juga nona membuka tali pengikat tanganmu itu, apakah Yu-kongcu mau?"
Sekarang dia menyebut Yu Wi sebagai Yu-kongcu. jelas dia mulai menaruh simpati kepada anak muda itu.
Tentu saja Auyang Liong-lian menjadi kuatir, ia takut si nona benar- benar membuka belenggu Yu wi, maka cepat ia berteriak. "Jangan, orang ini memiliki Hian-ku-cip dengan ilmu saktinya yang sukar diraba, apa bila nona membuka belenggunya, jelas anak buahmu bukan tandingannya."
"Aku tidak percaya dia mempunyai Hian-ku-cip." kata si nona.
"Tapi betul-betul dia memiliki kitab pusaka itu, jika kau tidak percaya dan sembarangan membuka belenggunya. akibatnya pasti tidak menguntungkan nona," teriak Auyang Liaong-lian pula.
"Sekali aku tidak percaya tetap tidak percaya, untuk apa kau banyak omong?" kata si nona.
"Maksud baik nona biarlah kuterima di dalam hati, tapi nona tidak perlu repot lag" kata Yu Wi.
"Tali ini memang sukar dipotong oleh senjata wasiat apa pun, kungfuku tidaklah tinggi, tapi kalau anak buah nona mampu mengalahkan langkahku, maka aku pun rela mengaku kalah."
Mendengar nona itu menyatakan tidak percaya Hian-ku-cip berada padanya, diam-diam Yu Wi juga menaruh simpati terhadap si nona. Ia pikir sampai Kan Hoay-soan dan Hana juga kena hasutan Auyang Liong-lian dan merasa sangsi padanya, tapi nona yang baru saja kenal Lantas percaya penuh padanya. rata simpatik ini sungguh membuatnya terharu.
Ia tidak ingin membikin kikuk si nona bila mana nanti tidak mampu membuka Hu-liong-soh. maka ia sengaja menjelaskan bahwa tali itu sukar diputuskan sekalipun dipotong dengan senjata wasiat.
Tapi dia dan Auyang Liong-lian sama tidak tahu berdasarkan apa nona baju merah itu berani menyatakan tidak percaya secara pasti. bahkan dibalik ucapannya itu seakan-akan sebelumnya dia sudah kenal kitab pusaka yang bernama Hian-ku-cip.
Begitulah nona baju merah itu lantas berkata dengan tertawa, "Yu-kongcu, menurut keterangan sekalipun senjata wasiat juga tidak dapat memotong putus Hui-liong-soh itu, tapi senjata nona bukanlah senjata wasiat biasa, kalau senjata wasiat biasa dapat memotong besi seperti memotong sayur, pedangku bahkan dapat menembus batu mestika paling keras sekalipun-"
Ucapan ini membikin orang sama terkejut. Maklumlah, ada beberapa jenis batu mestika yang keras melebihi baja, memotong besi tidak sulit, untuk menembus batu mestika begitulah yang maha sulit apalagi batu mestika pilihan yang lain daripada yang lain. "senjata mestika apakah itu?"
Dengan bangga si nona menjawab, "senjataku ini bernama Hi-jong-kiam"
Sembari bicara ia terus mengeluarkan sebilah pedang pendek yang panjangnya cuma satu kaki lebih, sesuai namanya, batang pedang pendek itu kecil dan sempit seperti usus ikan.
"Hah, memang benar Hi-jong-kiam" ucap Auyang Liong-lian terkejut demi nampak senjata wasiat ini.
Hi-jong-kiam adalah pedang wasiat yang diimpi-impikan setiap orang Bu-lim untuk mendapatkannya, tak tersangka senjata wasiat ini bisa berada di tangan puteri ketua Thi-bang-pang.
Mendadak si nona baju merah melangkah maju, langsung pedangnya menusuk kearah Yu Wi. Anak muda itu tetap berdiri tanpa bergerak. Diam-diam si nona memuji ketabahannya.
Yu Wi percaya si nona hendak membantunya memotong tali belenggu itu, sama sekali tidak menyangsikan orang akan mencelakainya. Bila orang yang bernyali kecil, dalam keadaan kawan atau lawan belum. jelas, tentu akan merasa kuatir ketika ditusuk begitu saja.
Ketika Hi-jong-kiam menyambar sampai di tengah pergelangan tangan Yu wi, sekali nona itu mencungkil, "plok", kontan tali belenggu itu putus.
Mendadak bebas, Yu Wi sangat gembira, pentang kedua tangannya dan mengulet seperti yang baru bangun tidur. Hu-liong-soh itu telah mengekang setengah tahun kebebasannya, selama itu, baik makan, tidur memegang sesuatu dirasakan tidak leluasa, Sewaktu bertempur dengan orang juga tidak leluasa. sekarang belenggu itu telah hilang, tentu saja ia senang.
Segera Yu Wi memberi hormat kepada si nona, "Budi pertolongan nona. selama hidup takkan kulupakan-"
Si nona melangkah pelahan menghindari hormat Yu Wi itu, ucapnya dengar tertawa, "Kubuka belenggumu bukanlah bertujuan baik, maka tidak perlu berterima kasih padaku. Nah, sia Siau-mo sekarang boleh mulai"
Mendengar perintah sang siocia, kontan sia siau- mo lantas menghantam, langsung ia pukul dada Yu wi.
Karena belum siap. hampir saja Yu Wi terpukul, cepat ia manggunakan Hui-liong-poh untuk mengelak.
Sejak mendapat ajaran kungfu tinggi dari sang siocia, sudah lama siau- mo getol mencoba kungfunya, sekarang melihat langkah ajaib Yu Wi itu dapat menghindari pukulan sendiri, ia tahu telah ketemu lawan tangguh, ia menjadi girang. semangatnya terbangkit, menyusul ia melompat maju, kedua tangannya beruntun-runtun menghantam lima kali.
Mestinya Yu Wi hendak mengalah beberapa kali serangan kepada Sia Siau- mo, ia pikir budi kebaikan si nona yang telah memutuskan tali belenggunya harus dibalasnya. Tapi demi melihat pukulan sia siau- mo sangat hebat, kalau tidak menghindar dengan Hui-liong-poh, mungkin satu kali serangan lawan saja tidak dapat dihindarinya.
Setelah kelima kali pukulannya tidak dapat mengenai sasarannya, sia siau- mo lantas berhenti menyerang dan mendamperat, " Hanya main menghindar saja, macam pertandingan apa", Kalau mampu, Ayolah berdiri berhadapan dan saling labrak. jangan cuma mengelak melulu seperti cucu kura-kura"
Muka Yu wi menjadi merah karena makian orang, segera iapun berdiri tegak dan berkata, "Baiklah, aku takkan mnghindar lagi."
"Bagus, hendaklah berdiri yang kuat" seru Siau-mo dengan gembira. kontan ia menjotos lagi ke dada Yu Wi.
Hantamannya kelihatan biasa saja, tidak ada variasi apa-apa, tapi juga tidak ada peluang bagi lawan, pukulannya seperti disertai sebuah jaring yang mengurung rapat ke depan, lawan hanya dapat menghindar dan tidak dapat balas menyerang. Karena sudah menyatakan takkan menghindar, Yu wi harus pegang janji. Dilihatnya serangan lawan telah tiba, mendadak kedua telapak tangannya ditepuk. serentak berjangkit bayangan telapak tangan yang tak terhitung banyaknya dan memburu kearah sia Siau-mo. nyata Yu Wi telah memainkan Hoa-sin-ciang-hoat ajaran si jubah biru dahulu.
Bila bertemu dengan lawan yang lebih lemah, Hoa-sin-ciang-hoat akan kelihatan daya gunanya yang luar biasa. Namun ilmu pukulan sia siau-mo juga tidak kurang lihainya, dahulu waktu sang siocia mengajarkan ilmu pukulan ini padanya pernah memberi pesan apabila berhadapan dengan musuh, maka pukulan ini langsung dilontarkan saja, betapa pun para musuh akan menangkis atau bertahan. pasti lawan takkan mampu melukaimu.
Berdasarkan pesan sang siocia ini, pukulan siau-mo sekarang tetap diteruskan meski dilihatnya pukulan Yu Wi sangat aneh, tapi ternyata satu kali pun tidak dapat mengenai tubuhnya, sebaliknya pukulan sendiri sudah dekat dada anak muda itu.
Keruan Yu Wi terkejut, untung gerakannya sangat cepat, ia tarik kembali tangannya untuk menjaga dada sendiri.
"Blang", hantaman sia siau-mo tepat mengenai telapak tangan Yu Wi, kontan siau-mo merasakan suatu arus tenaga maha dahsyat membanjir tiba, menyusup masuk lengannya terus menyalur kedalam badan, berdirinya tidak kuat lagi, tubuhnya terus mencelat.
Terkejut juga si nona baju merah, lekas ia melompat maju dan menangkap tubuh sia siau-mo yang hampir mencelat kelaut itu. setelah turun kembali dan sia siau- mo dibiarkan berdiri tegak, lalu ditanyainya, "Terluka tidak?"
Siau-mo menarik napas dalam-dalam dan merasa tidak terganggu apa pun, jawabnya kemudian "Mendingan tidak apa-apa."
"Kau bukan tandingan Yu-kongcu, mundur saja" kata si nona.
Tapi sia siau-mo masih penasaran, teriaknya "Biarkan kucoba lagi, siocia, kulihat ilmu pukulannya tidak luar biasa." ,
"Biarpun ilmu pukulannya tidak luar biasa, tapi tenaga dalamnya pun di atasmu, sukar bagimu untuk mengalahkan dia," jengek si nona.
Sekali pukul sia siau-mo dibikin mencelat, ia merasa tidak enak. tak tersangka olehnya pukulan sendiri sedemikian kuatnya, untung
ia digunakan untuk bertahan, kalau menolak sekuatnya dan melukai sia siau mo, tentu tidak enak terhadap nona berbaju merah itu.
Melihat ada kesempatan, segera Auyang Liong-lian mengadu domba, serunya, "Nona, bukan tandingannya, silakan mundur juga"
Si nona tidak menjawabnya melainkan cuma mendelik. Tanpa terasa Auyang Liong-lian mengkeret dan tidak berani bicara lagi.
Setelah menyaksikan serangan sia siau-motadi, Liong-lian pikir biarpun dirinya juga sukar menahan pukulan sia siau- mo tadi, tapi Yu Wi ternyata mampu bertahan. bahkan membikin sia siau- mo terpental sendiri, jelas kungfu anak muda itu maju pesat lantaran mendapatkan Hian-ku-cip.
Ia tidak tahu betapa lebih lihai kungfu si nona baju merah, ia berharap Yu Wi dapat dirobohkan olehnya, kalau bisa dibinasakannya, lalu ia akan menggeledah badan Yu Wi untuk mencari Hian-ku-cip. maka sedapatnya ia tidak ingin bermusuhan dengan si nona baju merah.
Begitulah, didengarnya si nona baju merah lagi berkata, "Yu-kongcu, kau sudah menang, sekarang nona ingin minta petunjuk sejurus dua padamu."
Tanpa menunggu persetujuan Yu Wi, segera ia lolos pedang panjang dan menusuk. Disinilah letak kecerdikannya, ia pikir tenaga pukulan Yu Wi teramat kuat dan sukar dilawan, dilihatnya anak muda itu menyandang pedang (Hian-tiat-po-kiam atau pedang kayu besi), maka dia berharap akan mengalahkan anak muda itu dengan pedang, disangkanya tenaga dalam Yu Wi pasti tidak dapat terus menerus tersalur pada pedangnya. Tapi Yu Wi tidak suka bertempur dengan si nona, mendadak ia melompat mundur.
Namun si nona bertekad ingin bertanding dengan Yu Wi, langkah ajaib anak muda itu tidak membingungkan dia. serentak ia memburu maju mengikuti gerak tubuh Yu Wi.
Tapi selangkah demi selangkah Yu Wi terus main mundur, dan selangkah demi selangkah nona baju merah terus mendesak. Meski
Hui-liong-poh sangat hebat, tapi Ginkang si nona seperti hantu yang selalu membayangi Yu wi, pedangnya terus menusuk tiada hentinya.
Selesai Yu Wi memainkan kadelapan langkah ajaib, dia terdesak hingga mandi keringat, ia pikir Hui-liong-pat-poh tidak dapat digunakan lagi untuk terpaksa harus melolos pedahg untuk melawan.
Segera ia melangkah mundur lagi lalu melolos pedang kayu besi, dimainkannya Thian sun-kiam-hoat ajaran Ji Pek liong. Cahaya pedang berhamburan, ia jaga rapat sekujur badannya dan tidak memberi peluang bagi serangan lawan.
Yu Wi bermaksud bertahan saja, hal ini ternyata diketahui oleh si nona, diam-diam ia geli, "Betapa lihaynya sesuatu ilmu pedang di dunia ini masakah mampu manahan seranganku?"
"Plak-plak-plak". tiga kali pedang si nona menyampuk bayangan pedang yang dipasang Yu Wi, seketika permainan pedang anak muda itu menjadi kacau, sungguh tak tersangka oleh Yu Wi bahwa ilmu pedang si nona bisa begini ajaib, hanya tiga kali menyampuk sudah dapat mematahkan Thian-sun-kiam-hoat yang sangat rapat pertahanannya itu.
Segera Yu Wi melangkah mundur satu tindak, tapi si nona tidak sungkan lagi, satu tusukan maut mangincar ulu hati Yu Wi.
Serangan ini sangat hebat dan sukar dielak, bilamana kena pasti tamat riwayatnya, tanpa pikir lagi Yu Wi melancarkan jurus Bu-tek kiam pedang tlada tandingannya,jurus ini paling lihai di antara kedelapan jurus Hai-yan-kiam-hoat, pada waktu mengajarkan jurus ini dahulu Ji Pek liong telah memberi pesan wanti-wanti agar jurus serangan ini jangan sembarangan digunakan- sebab kuatir dia membunuh orang yang tak berdosa.
Dalam keadaan jiwa terancam, Yu Wi tidak dapat berpikir panjang lagi apakah serangannya akan mencelakai orang atau tidak, yang diharapkannya adalah serangannya dapat memaksa mundur lawan agar dirinya terhindar dari bahaya.
Dilihatnya daya serangan si nona tidak berkurang sedikitpun dan sudah mengancam sampai di depan ulu hati Yu Wi, sebaliknya jurus Bu-tek kiam anak muda itu juga kontan balas menusuk ke ulu hati si nona.
Daya serang kedua jurus masing-masing ini sama lihainya, tampaknya kedua orang pasti akan gugur bersama. Pada detik terakhir itu sekilas Yu Wi teringat kepada budi pertolongan si nona yang telah memotong tali belenggunya, ia pikir daripada keduanya mati bersama, akan lebih baik dirinya saja yang gugur sendirian, untuk apa jiwa si nona juga harus dikorbankan.
Karena itu, tanpa terasa sebelah tangannya tepuk pada batang pedang kayu sendiri dengan gerakan Hoa-sin-ciang-hoat, seketika pedang kayu itu mencelat jauh ke sana, tapi pedang si nona tetap menusuk masuk ulu hati Yu Wi.
Anak muda itu memejamkan mata untuk menanti ajal, ia rela mati sendirian.
Semula si nona baju merah juga sudah nekat tidak ada jalan lain, iapun siap gugur bersama Yu Wi, tak terduga mendadak anak muda itu mencelat pedang sendiri, jelas maksudnya tak ingin membunuhnya.
Bahwa pada detik yang menentukan mati dan hidup itu bisa timbul rasa welas-asih Yu Wi, hal ini sangat mengharukan hati si nona. ia pikir kalau orang berjiwa besar begitu, masa dirinya harus berpikiran sempit dan harus membinasakan lawan"
Karena pikiran itu, pada kesempatan yang masih ada secepat kilat sebelah tangannya melolos Hi jong-kiam terus menabas batang pedang sendiri, "cring," pedang panjang terkutung menjadi dua, pangkal pedang menusuk tempat kosong, tapi ujung tetap menancap di ulu hati Yu Wi.
Kedua tangan Yu Wi terjulur kebawah, ia berdiri dengan mata terpejam, ia pikir jiwanya pasti melayang karena tusukan si nona tepat mengenai hatinya.
Pada pihak lain si nona menjadi sangat menyesal karena tidak berhasil menyelamatkan anak muda itu, Setengah pedang patah tetap menancap di ulu hati Yu Wi dan jelas pasti akan membinasakannya, segera ia merangkul tubuh bagian bawah Yu Wi sambil menjerit, "Oo, tidak, tidak boleh kau mati . . . ."
Tapi segera Yu Wi merasakan napasnya masih segar, tubuh juga tidak ada perasaan hendak roboh, waktu ia membuka mata, dilihatnya dengan jelas setengah potong pedang menancap di ulu hatinya, namun dirinya ternyata tidak mati, keruan ia bersuara heran dan berkata, "He, kenapa jadi begini?"
Si nona merangkul tubuh Yu Wi karena kuatir dia roboh, sekarang Yu Wi tidak roboh, sebaliknya malah bisa bicara, tentu saja ia terkejut dan cepat melompat bangun, teriaknya sambil menuding Yu Wi seperti orang melihat hantu, "He, kau . . . kau tidak mati" ,..."
"Ya, aku tidak mati?" jawab Yu Wi sambil menggeleng.
Ia mencabut kutungan pedang yang menancap di tubuhnya itu, dilihatnya ujung pedang berdarah kira-kira sepanjang satu inci saja. waktu ia meraba dada sendiri, akhirnya baru diketahui apa yang terjadi sesungguhnya.
"Ah. pedang nona hanya menancap sedalam satu inci saja di tubuhku," serunya dengan tertawa, "Untung nona sempat menguntungi pedang ini dengan Hi jong-kiam. kalau tidak, bila tertusuk lebih satu inci lagi tentu jiwaku sudah melayang."
Si nona menggeleng kepala, katanya dengan heran: "Tapi. . . tapi tidak cuma satu inci saja tusukanku itu, sedikitnya tiga inci dalamnya"
"Ya, tapi buku ini teraling di depan dadaku, pedangmu hanya menancap satu inci dalamnya." kata Yu Wi sambil mengeluarkan sejilid buku.
Buku itu tebalnya dua-tiga inci, di tengah buku tertusuk satu lubang. Rupanya kitab Pian-sik-sin-bian pemberian Yok ong-ya itu
selalu dibawa oleh Yu Wi,jadi buku inilah yang telah menyelamatkan jiwanya, kalau tidak, bila ulu hati tertusuk pedang tiga inci, jelas dia sudah mati konyol.
Yu Wi lantas membuka baju dan membubuhi dengan obat, ucapnya dengan tertawa, "sudahlah tidak beralangan lagi. Ilmu pedang nona sungguh maha sakti, Cayhe mengaku kalah."
"Tidak, ilmu pedangmu lebih tinggi daripadaku, akulah yang kalah," ujar si nona.
Tadi Siau-mo mengira sang Siocia pasti akan binasa bersama musuh, sekarang ternyata tidak terganggu apa pun, diam-diam ia sangat mengagumi kecepatan bertindak Yu Wi. Ia pikir apa bila dirinya tentu urusan sudah runyam. semula dia tidak tunduk kepada Yu Wi, sekarang dia benar- benar tunduk lahir dan batin, mendadak ia berlutut dan menyembah kepada Yu Wi, katanya, "Budi kebaikan Kongcu, biarlah sia siau- mo mengucapkan terima kasih bagi siocia."
Cepat Yu Wi membangunkannya dan berkata. "Ah, mana Cayhe memberi kebaikan apa segala, sebaliknya Cayhe yang harus berterima kasih kepada Siocia kalian yang telah mengampuni jiwa ku"
Si nona tertawa, katanya, "sudahlah, kalian tidak perlu sungkan lagi. Kalau dibicarakan, akulah yang salah, tanpa sebab timbul ingin menangku, akibatnya hampir membikin urusan menjadi runyam. Pertandingan ini boleh dianggsp seri, tapi Yu-kongcu telah mengalahkan sia siau-mo adalah fakta yang tak dapat dibantah, maka tentang kematian dua anak buah kami tidak perlu lagi dipersoalkan."
Cepat Yu Wi menjawab, "Tapi Cayhe telah salah membunuh anggota Pang kalian, secara moril aku harus bertanggung jawab, maka paling tidak harus kuberi ganti rugi kepada anggota keluarga korban."
Habis berkata ia keluarkan sisa uang emas yang berada pada sakunya dan disodorkan. si nona tidak menolak. Ia memberi tanda agar sia siau- mo menerimanya.
"Dan sekarang kami mohon diri saja," kata si nona kemudian, ia memberi tanda agar sia siau-mo kembali dulu ke kapalnya.
Dengan enteng sia siau- mo lantas melayang seperti burung dan turun di kapalnya yang terletak dua puluhan tombak jauhnya.
Si nona tidak lantas ikut berangkat, ia mendekati Yu Wi, Hi-jong-kiam disodorkan kepada anak muda itu dan berkata, "Demi menyelamatkan diriku Yu-kongcu telah kehilangan senjata sendiri yang tercemplung kelaut, maka ingin kuganti senjatamu dengan Hi-jong-kiam ini."
Tadi karena terlalu keras Yu Wi menggunakan tenaga sehingga Hian-thi-kiam tersampuk jatuh kelaut, meski pedang itu terbuat dari kayu besi, tapi bobotnya tidak kalah dari pada pedang biasa, sekarang sudah tenggelam kelaut, untuk mencarinya jelas tidak mungkin, mau-tak-mau Yu Wi merasa meski pedang kayu itu tidak bernilai tinggi, tapi adalah tanda mata pemberian Ji Pek liong, pedang kayu itu terdiri sepasang, masih ada sebatang ditinggalnya Yu Wi kapada He Si yang berdiam di daratan sana.
Sekarang si nona baju merah rela menggantinya dengan Hi-jong-kiam yang tak ternilai harganya ini, Yu Wi menjadi rikuh untuk menerimanya, ia menggoyang tangan dan berkata, "Tidak. jangan, pedang itu kusampuk jatuh sendiri masa nona yang memberi ganti malah."
Dengan serius si nona berkata pula, "Jika tidak kau terima berarti kau tidak sudi bersahabat dengan diriku."
Terharu juga Yu Wi melihat ucapan orang yang serius itu, tapi ia tetap tidak mau menerima barang bernilai tinggi itu.
"Jika kau pasti tidak mau terima, barang yang sudah kuberikan tidak dapat kuterima kembali lagi .. . ." habis berkata, mendadak si nona melemparkan Hi-jong-kiam ke laut.
Cepat Yu Wi melayang ke sana menyusul cahaya pedang yang meluncur keluar kapal itu. Gerak tubuh Yu Wi ternyata lebih cepat daripada sambaran pedang pendek itu, Hi-jong-kiam sempat
diraihnya, sekali ia menekuk tubuh di udara, segera ia melayang balik ke atas kapal.
Gerak langkah Hui-liong-poh yang tidak ada taranya ini betapapun tidak dapat dilakukan oleh si nona baju merah biarpun Ginkangnya lebih tinggi daripada Yu Wi, mau-tak-mau ia bersorak memuji, katanya, "Barang yang sudah kubuang bukan milikku lagi, hendaklah jangan Kongcu kembalikan padaku."
Setelah berdiri tegak memang Yu wi hendak mengembalikan pedang pendek itu kepada si nona, tapi karena ucapannya, terpaksa ia simpan Hi-jong-kiam, ia pikir watak nona ini benar-benar keras kepala, karena dirinya menolak. kontan pedang wasiat itu dibuangnya begitu saja tanpa pikir, kalau tetap tidak mau terima. bukan mustahil akan menimbulkan kemarahan si nona dan akan membencinya selama hidup.
Ia tidak tahu bahwa si nona sengaja melempar Hi-jong-kiam ke laut, sebab ia yakin Yu Wi mampu menyambar pedang yang dibuang itu, mengingat benda pusaka yang berharga, tentu anak muda itu tidak akan tinggal diam melihat pedang itu akan tenggelam ke laut.
"Meski pendek pedang ini, tapi dapat terbang dan melukai orang dalam jarak jauh, harap Kongcu menjaganya dengan baik, kuyakin dengan tenaga dalam Kongcu serta batang pedang yang ringan. tentu tidak sulit untuk meyakinkan kungfu yang lebih tinggi."
Yu Wi pikir anjuran si nona memang betul, dengan girang ia simpan pedang itu dan berkata, "Terima kasih atas kesudian nona menghadiahkan benda mestika ini."
"Hadiah apa?" ucap si nona, "Kau sendiri yang meraih kembali pedang yang telah kubuang dan tak dapat dikatakan aku yang memberikan padamu. Bicara tentang hadiah, aku memang pantas memberikan sesuatu padamu."
"Mengapa perlu memberikan sesuatu padaku?" tanya Yu Wi heran.
"Kan sudah kukatakan, jika dapat kau kalahkan Sia Siau-mo akan kuberi hadiah." kata si nona. "Tapi hadiah apakah yang pantas" Pendekar besar seperti dirimu tentu juga tidak menghendaki benda yang tak berarti. Ah, betul, biarlah kuberikan jasa baik padamu."
"Jasa baik?" Yu Wi menegas, ia heran jasa baik apa yang hendak diberikan si nona.
"Begini," tutur si nona, "tadi Auyang-siansing sudah menyatakan hendak mengganti rugi padaku dengan kapal ini, tapi rasanya tidak enak bagiku untuk menerima barang yang pernah digunakannya malang melintang di empat samudera ini, maka biarlah kuhadiahkan saja kapal ini kepadamu, kukira kau pun takkan sudi menerima kapal rongsokan ini, maka urusan selanjutnya terserah kepadamu. mau kau serahkan kembali kepadanya juga boleh, bila dia tidak terima jasa baikmu ini, boleh kau lubangi Kapal ini supaya tenggelam ke laut."
Tidak kepalang mendongkol Auyahg Liong-lian demi mendengar ucapan si nona yang menganggap kapalnya sebagai kapal rongsokan, diam-diam ia memaki, "Keparat sekalipun kapal Thi-bang-pang sendiri juga tak dapat menandingi kapalku ini, jika kapal ini dianggap rongsokan, maka tidak ada lagi kapal di dunia ini dapat dianggap baik." Didengarnya Yu Wi lagi menjawab, "Baiklah, kuterima jasa baikmu ini."
Ia pikir jika si tua bangka tetap tidak mau menyerahkan adik Jing, kapal ini akan kuhancurkan lebih dulu, kapal ini sudah menjadi milikku, tentu dia tidak berani merintangi apa yang hendak kulakukan.
"Yu-kongcu," kata pula si nona baju merah, "ada sesuatu permohonanku, entah engkau sudi menerima tidak?"
Yu Wi sangat berterima kasih atas bantuan si nona maka tanpa pikir ia menjawab, "Urusan apa, katakan saja. Asalkan dapat kulaksanakan pasti kuterima."
"Ada sesuatu persoalan sulit ayahku yang sukar diselesaikan, mohon Kongcu sudi berkunjung ketempat kami setahun lagi untuk membantu urusan ayahku itu"
"Baik," dengan ikhlas Yu Wi menjawab, "setahun kemudian pasti akan kukunjungi Pang kalian, cuma tenagaku tidak seberapa, apakah dapat membantu ayahmu atau tidak sukar kukatakan, apabila tiba saatnya nanti tak dapat kubantu, hendaknya nona jangan marah."
"Kukira asalkan Kongcu sudi berkunjung, kesulitan ayahku pasti akan dapat dibereskan dengan mudah." kata si nona dengan tertawa.
"Baiklah, setahun lagi pasti akan kumampir ketempat nona," kata Yu Wi.
"Terima kasih daa sekarang kumohon diri," kata si nona.
sebelum pergi, ia mendekati Auyang Liong-lian dan berkata padanya, "Jangan lupa Auyang-siansing. kapal ini sudah kuhibahkan pada Yu-kongcu, akupun berharap jangan kau persulit lagi Yu-kongcu, kitab pusaka Hian-ku-cip yang kalian katakan itu memang tidak berada padanya. Coba lihat, bukankah ini barang yang dimaksudkan kalian?"
Sembari bicara ia pun mengeluarkan satu jilid buku berkulit hitam, pada sampulnya tertulis tiga huruf kuno.
Auyang Liong-lian dapat membaca tulisan kuno, teriaknya kaget, "Ha, Hian-ku-cip"
---ooo0dw0ooo---
Bab 4 : Rahasia si kembar Kan Ciau-bu dan Yu Wi
Secepat terbang ia terus menubruk kearah si nona. Tapi nona berbaju merah itu tenang-tenang saja, ketika tubrukan Auyang Liong-lian sudah dekat, mendadak ia angkat kitab yang dipegangnya dan "plok", dengan tepat pipi kiri Auyang Liong-lian tergampar.
Padahal Auyang Liong-lian adalah seorang maha-guru suatu aliran tersendiri, bukan kitab dapat dirampasnya, sebaliknya muka tergampar oleh si nona tanpa bisa mengelak, sungguh dia kehilangan muka. Hal ini pun memperlihatkan betapa aneh jurus serangan si nona sehingga Auyang Liong-lian tidak bisa berbuat apa-apa.
Segera kedua tangan Auyang Liong-lian meraih lagi, dengan kedua gerakan aneh ini ia yakin pasti dapat merampas kitab yang dipegang si nona.
Tapi kejadian aneh timbul lagi, tahu-tahu jejak si nona sudah hilang, waktu ia berpaling, nona itu sudah berada di atas kapalnya yang berjarak belasan tombak disebelah.
Betapa tinggi Ginkangnya dan betapa aneh gerakannya, tidak ada seorang yang dapat melihat cara bagaimana nona itu meninggalkan kapal ini.
Diam-diam Yu Wi membatin, "Langkah terakhir Hui-liong-pat-poh saja tidak seajaib Ginkang nona baju merah ini."
Begitulah kedua kapal Thi-bang-pang telah berlayar pergi secara beriring, kalau mau kapal Auyang Liong-lian yang cepat ini pasti dapat menyusulnya, tapi dia ternyata tidak memberi perintah mengejar, sebab sekali pun dapat menyusulnya, Auyang Liong-lian merasa tidak mampu merebut Hian-ku-cip itu. Ia pikir, "Kungfu dalam Hian-ku-cip benar-benar ajaib, biarpun Oh It-to hidup lagi juga belum tentu mampu mengalahkan nona tadi."
Auyang Liong-lian berdiri di haluan kapal dengan termangu-mangu, dilihatnya kapal si nona baju merah makin menjauh dan akhirnya menghilang dari permukaan laut, selama itu dia tidak memerintahkan kelasi menjalankan kapalnya.
Sesudah orang berpaling barulah Yu Wi berkata "Sekarang tentu takkan kau curigai kusembunyikan Hian-ku-cip. bukan?"
Auyang Liong-lian mengangguk tanpa menjawab.
"Nah, di mana Yap Jing?" segera Yu Wi bertanya.
"Dia baik-baik saja, asalkan kau jawab suatu pertanyaaaku segera kuberitahukan dimana dia," kata Auyang Liong-lian.
Sedapatnya Yu Wi menahan rasa gusarnya, katanya, "Pertanyaan apa, lekas katakan"
"Jika Hian-ku-cip tidak kau peroleh, mengapa tenaga dalammu mendadak bertambah lipat ganda?" tanya Auyang Liong-lian.
Yu Wi tidak perlu berdusta, dengan terus terang ia menjawab, "sebab kumakan sejenis ikan aneh dan tahu-tahu kekuatanku bertambah banyak."
seketika timbul ketamakan Auyang Liong-lian, tanyanya pula, "Di mana terdapat ikan aneh begitu?"
"Maaf, tidak dapat kukatakan," jengek Yu Wi.
"Hehe, tidak kau katakan, akupun tidak mau omong," kata Auyang Liong-lian.
Tidak kepalang gusar Yu Wi, bentaknya, "Percumalah kau berumur setua ini, sudah berjanji tidak dapat dipercaya"
"Manusia hidup sudah tentu harus pegang janji" ujar Auyang Liong-lian tanpa kenal malu.
"Bagus, dan pertanyaanmu sudah kujawab, kenapa tidak kau katakan dimana beradanya Yap Jing?" kata Yu Wi.
Masih juga Auyang Liong-lian tidak mau mengaku.
Yu Wi menjadi gusar, katanya, "Jika tetap tidak kau katakan, segera kuhancurkan kapal ini."
Cepat Auyang Liong-lian berkata dengan tertawa, "Boleh juga kukatakan, tapi kapal ini tetap milikku." Ia pikir Giok-bin-sin-po pasti tahu tempat ikan aneh itu, sebentar lagi kan dapat tanya padanya.
"Huh, kau kira kunaksir kapal bobrok ini?" jengek Yu Wi. "Bagiku cukup sebuah perahu saja. bila kau serahkan Jing-ji, segera kupergi bersama dia dengan menumpang perahu."
Diam-diam Auyang Liong-lian bergirang, ia pikir jika orang mau pergi, tentu itu sangat baik. sudah diketahuinya ilmu pedang Yu Wi sangat mirip ilmu golok mendiang Oh It-to, jelas dirinya sukar menandinginya. Bila anak muda ini sudah pergi, kapal akan diputar balik menuju ke pulau tandus itu untuk mencari Ikan aneh, asalkan tenaga dalam sendiri sudah bertambah lipat, biarpun tidak menemukan Hian-ku-cip. tentu juga bukan lagi jago kalahan.
Maka dengan tertawa ia menegas, "Kau benar-benar akan meninggalkan kapal ini?"
"Huh, kau kira caraku bicara hanya kentut belaka seperti kau?" ejek Yu Wi.
Auyang Liong-lian pura-pura tidak mendengar sindiran itu, dengan gembira ia berkata, "Jika kau mau berangkat, akan kuberikan sebuah perahu kecil dengan perbekalan yang lengkap."
Yu Wi tidak sudi banyak omong lagi dengan dia, dengan kening berkerut ia mendesak, "Dimana adik Jing?"
Tiba-tiba Auyapg Liong-lian menuding sebuah tangkuban sekoci yaug terletak di sana dan berkata, "Di dalam situ."
Diam-diam Yu Wi memaki dirinya sendiri yang goblok. masakah tidak pernah berpikir tempat sembunyi yang terlihat di depan mata ini. cepat ia membalik sekoci itu dan benarlah dilihatnya Yap Jing tidur disitu, lekas ia membuka Hiat-to tidur si nona.
Yap Jing menguap. lalu bangun berduduk. ucapnya dengan tertawa, "Wah, lelap benar tidurku ini"
"Jing-ji, marilah kita pergi dari sini," ajak Yu Wi dengan suara lembut.
Kiranya Auyang Liong-lian sudah bersepakat dengan Giok-bin-sin-po, pada waktu subuh sebelum Yap Jing bangun tidur, nenek itu telah menutuk Hiat-to tidur si nona dan dibawa ketempat Auyang Liong-lian. semua ini diatur secara diam-diam sehingga Hana dan Kan Hoay-soan yang tidur bersama satu kabin juga tidak tahu kejadian itu.
Sungguh sayang, nama baik selama hidup Giok-bin-sia-po akhirnya dikorbankan hanya lantaran ingin mendapatkan Hian-ku-cip. sekarang setelah diketahui Hian-ku-cip benar-benar tidak ditemukan Yu Wi, ia menjadi rikuh untuk bertemu dengan anak muda itu, ia sembunyi di dalam kabin dan merasa kebetulan ketika didengarnya Yu Wi hendak meninggalkan kapal Auyang Liong-lian ini.
Kan Hoay-soan dan Hana juga mendengar ribut-ribut di atas, tapi daya pandengaran mereka tidak dapat mencapai jauh, mereka tidak tahu apa yang terjadi, hanya Giok-bin-siu-po saja yang dapat mendengar dengan jelas segala apa yang berlangsung di atas dek.
Setelah Yu Wi menceritakan apa yang terjadi Yap Jing berucap dengan menyesal,
"Cio-locianpwe telah membantu kejahatan tua bangka itu, sungguh tidak pantas. Baik juga, biarlah kita pergi dari sini selamanya tidak perlu bertemu lagi dengan mereka."
Di sebelah lain Auyang Liong-lian sudah memerintahkan para kelasi menyediakan air tawar dan rangsum, dia berharap Yu Wi lekas pergi saja dari sini.
Setelah segala sesuatu tersedia lengkap. Yu Wi lantas berseru, " Cio-locianpwe, Wanpwe akan pergi"
Setelah sekian lama tidak melihat nenek itu muncul, tahulah anak muda ini bahwa orang pasti merasa malu. Tapi dia tetap menghormati nenek itu, ia pikir betapapun orang adalah guru Lau Yok-ci.
Di dalam kabin Hoay-soan dan Hana mendengar seruan Yu Wi tersebut, cepat mereka tanya Giok-bin-sin-po, "Toako hendak pergi kemana?"
Dengan sedih si nenek menjawab, "Dia dan budak she Yap itu hendak meninggalkan kapal ini."
Mendengar sang Toako hendak berangkat pergi, serentak Hoay-soan dan Hana memburu ke atas dek. tertampaklah sebuah sekoci
sudah meluncur beberapa puluh tombak jauhnya. "Toako, Toako . .." Hoay-soan berteriak-teriak.
Meski dengar, tapi Yu Wi tidak menoleh sama sekali, sampai sekarang ia masih menyangka Hoay-soan dan Hana ikut berkomplot dengan Giok-bin-sin-po dan Auyang Liong-lian, ia pikir kalian toh tidak percaya kepadaku dan lebih percaya kepada Giok-bin-sin-po, maka boleh kau tinggal saja bersama dia.
Tapi alasan lain yang lebih tepat sebabnya Yu Wi tidak mau berpaling adalah karena dia ingin memutuskan hubungan baik dengan kedua nona itu, ia pikir hubunganku dengan Jing-ji sudah sedemikian jauh, selanjutnya tidak boleh lagi bergaul dengan perempuan lain.
Akan tetapi lantas teringat olehnya akan Ko Bok-ya, juga teringat pada Lau Yok-ci, bahkan terkenang kepada Lim Khing-kiok. Mendingan Lim Khing-kiok, asalkan Kan ciau-bu baik-baik terhadapnya, hidup mereka tentu akan beruntung. Tapi bagaimana dengan Ko Bok-ya" Dan bagaimana pula dengan Lau Yok-ci" Betapa pun ia tidak dapat melupakan Ko Bok-ya, lalu bagaimana nanti"
Jika Kan Ciau-bu jadi memperisteri Lim Khing-kiok, lantas bagaimana dengan Lau Yok-ci, si gadis penjinak singa yang pernah menyelamatkannya dan juga membuatnya tidak pernah melupakannya itu"
Sekoci itu terus laju ke depan dan makin jauh, arah yang ditempuh mereka adalah pulang ke Tionggoan, sebaliknya arah kapal Auyang Liong-lian justeru bertolak belakang dengan sekoci ini, mereka tidak pulang ke Tionggoan, tapi menuju ke arah Ho-lo-to.
Yap Jing paham urusan pelayaran, maka tanpa halangan dapatlah sekoci itu mencapai daratan Tionggoan dalam waktu kurang dari sebulan. sang waktu berlalu dengan cepat, tanpa terasa setengah tahun telah lewat.
Selama setengah tahun ini Yu Wi membawa Yap Jing berkelana mencari musuh yang membunuh ayahnya, dari selatan ke utara,
beribu li jauhnya dijelajahinya. Tapi musuh ayahnya terlalu banyak, sukar ditemukan satu persatu.
Maklumlah, orang yang mengerubut ayahnya dahulu berjumlah ratusan dan terdiri dari orang berbagai aliran dan perguruan. Umpama ada yang ditemukan Yu Wi juga tidak dapat dibunuhnya begitu saja hanya lantaran mereke pernah ikut mengerubut ayahnya, lebih banyak yang dikalahkan olehnya dan berakhir sampai di situ saja. Dari musuh yang telah ditemukan diketahuinya bahwa musuh yang membunuh ayahnya sesungguhnya ialah Lim sam-han dari Hek-po.
Hal ini memang sudah berada dalam dugaan Yu Wi, ia pikir ayah dikeroyok beratus orang, tentu saja terluka parah dan sukar untuk bertahan, pada kesempatan itulah Lim sam-han telah menambahi sekali pukulan mematikan, maka setelah ayah menerjang keluar dari kepungan, sebelum ajalnya beliau telah menyebut nama Lim sam-han.
Maka untuk menuntut balas sakit hati ayah, orang yang pantas dibunuh hanya Lim sam-han saja seorang. Cuma sejauh ini belum lagi diketahui oleh Yu Wi sebab apa Lim sam-han mencelakai ayahnya, kalau orang lain beramai mengerubut ayahnya adalah karena mereka memagg bermusuhan, hal ini masih dapat dimengerti, padahal selama ini diketahui Lim sam-han tidak ada permusuhan apa pun dengan ayah, untuk apa dia juga ikut mengerubuti ayah, malahan menjadi pembunuhnya"
Sudah beberapa kali ia bermaksud mengunjungi Hek-po di soasay untuk membikin perhitungan terakhir dengan Lim sam-han. sebab ia tahu, apabila sudah berhadapan dengan Lim sam-han, jelas orang pasti akan dibunuhnya.
selama setengah tahun, sekalian iapun berusaha mencari Jejak Ko Bak-ya. Tapi meski sudah dijalajahi hampir seluruh negeri, jejak nona Ko itu tetap lenyap tak berbekas, seolah-olah sudah meninggalkan dunia fana ini.
sampai akhirnya Yu Wi jadi putus asa, ia pikir tugasnya yang belum selesai haayalah membunuh Lim sam-han untuk membalas sakit hati ayah, selesai menunaikan tugas itu, dia akan meninggalkan dunia Kangouw dan mengasingkan diri
Tiba-tiba timbul semacam pikirannya, jangan-jangan Ko Bok-ya sengaja meninggalkan dunia Kangouw sehingga sukar untuk mencarinya"
Sementara ia ke samping kan pikirannya untuk mencari Ko Bok-ya, ia pikir tugas menuntut balas harus dilaksanakan, sekalipun Lim Khing-kiok adalah puterinya, Lim sam-han tetap harus dibunuhnya.
Tapi sebelum dia menuju ke Soa-say, tiba-tiba suatu peristiwa telah menghalangi keberangkatannya. yaitu anak yang dikandung Yap Jing sudah mencapai sembilan bulan, tampaknya sudah dekat hari kelahiran sijabang bayi.
Ia pikir tugas utama sekarang adalah mengatur tempat bersalin Yap Jing, maka terpikir olehnya perlu satu rumah. Mendirikan rumah tangga memang bukan pekerjaan sederhana. Keadaannya sekarang sangat miskin, makan tiga kali saja menjadi persoalan, mana bisa mendirikan rumah tangga segala.
Tanpa terasa teringatlah olehnya rumahnya yang dibeli di Ji-he-san dahulu, disanalah He si berdiam Jika Yap Jing melahirkan dengan dijaga oleh He si, bukankah semua ini akau lebih baik.
Maka diputuskan berangkat ke sana, beberapa hari kemudian sampailah dia di Ji-he-san. Melihat kedatangannya. He si sangat gembira, dengan suka ria ia memandang Yap Jing sebagai majikan perempuan.
Yu Wi pernah meninggalkan harta benda cukup banyak pada He si, biarpun digunakan selama hidup juga takkan habis.
Sudah dua tahun tidak bertemu, kesehatan He si ternyata sangat terjaga, langkahnya enteng dan gesit, mungkin selama dua tahun ini dia tekun mempelajari kitab pusaka tinggalan Kan Yok-koan. kungfunya pasti banyak lebih maju.
He si tetap bertindak sebagai kaum budak, tapi Yu Wi tidak mau, malahan atas bujukan Yap Jing, akhirnya Yu Wi mengambil He si sebagai gundik agar nona itu tidak mengaku lagi sebagai budak.
Untuk para pembaca pendukung emansipasi dapat dijelaskan bahwa pada jaman feodal dahulu, beristeri banyak adalah jamak bagi lelaki yang mampu, bahkan lebih meninggikan derajatnya di mata masyarakat.
Yu Wi tidak ingin anaknya lahir sebagai anak haram, maka lima hari setiba di Ji-he-san ia lantas melangsungkan pernikahan secara resmi dengan Yap Jing dan sekaligus resmi mengambil He si sebagai isteri muda.
Tidak ada sebulan kemudian, jabang bayi lahir dengan selamat. Seorang anak laki-laki, putih dan montok, Yu Wi memberi nama Yu Ki-ya padanya. Artinya Yu mengenangkan Ya. Yakni sebagai kenang-kenangan terhadap Ke Bok-ya.
Pada waktu selamatan sebulan kelahiran anaknya, Yu Wi mengundang tetangga kanan-kiri sekedar mengadakan kenduri. Perjamuan diadakan belasan meja, lebih meriah daripada waktu pesta nikahnya.
Tengah bersuka ria dalam pesta itu, tiba-tiba pelayan masuk menyerahkan sebuah kotak sebesar satu kaki persegi dengan bungkusan indah. Pengantar kado tidak meninggalkan pesan apa-apa dan terus tinggal pergi.
Yu wi duduk diapit Yap Jing dan He si di kanan-kiri dengan hati gembira dan bahagia, ketika mendengar ada orang mengantarkan kado. tapi tidak meninggalkan sesuatu pesan, ia menjadi heran siapakah yang mengetahui dirinya tinggal mengasingkan diri di tempat ini"
Waktu kotak kado itu dibuka, isinya seekor singa-singaan yang terukir dari batu kemala putih, ukirannya sangat indah mirip singa hidup. Di dalam kotak hanya terdapat secarik kertas durian tulisan: "selamat lahirnya keponakan Ki-ya".
Keterangan lain tidak terdapat di dalam kotak kado itu, siapa pengirimnya juga tidak tertulis.
Tentu saja Yap Jing dan He si sangat heran padahal mainan singa kemala ini bernilai tinggi. jika mengantarkan kado sebagus ini kenapa tidak disertai nama dan alamat si pengirim"
Tapi mereka percaya pengirim kado ini pasti tidak bermaksud jahat. Hanya Yu Wi saja yang dapat menduga siapakah si pengirim kado itu ia yakin pasti Lau Yok-ci adanya, si nona penjinak singa.
Melihat singa kemala ini ia menjadi terkenang kepada Thian-ti-hu. suasana Thian-ti-hu terbayang kembali dalam benaknya, wajah Lau Yok-ci bahkan seolah-olah muncul di depan matanya.
Ia pikir Lau Yok-ci pasti sudah lama tahu dirinya tinggal di sini, kalau tidak masakah bisa menyediakan singa kemala ini dan diantarkan pada waktu kenduri sebulan lahirnya Ki-ya"
Tengah termenung, tiba-tiba terdengar He si berkata dengan tertawa, "Eh, dua hari lagi akan tiba hari Tiongciu (tanggal 15 bulan delapan, hari raya bulan purnama), apakah cici mahir membuat Gwepia (kue bulan)?"
"Aku hanya mahir makan. menanak nasi saja tidak bisa, apalagi membuat Gwepia?" jawab Yap Jing.
"Cici tidak bisa, aku malah pernah membuatnya," ujar He Si. "Dahulu waktu tinggal di Thian-ti-hu, setiap hari Tiongciu kami lantas sibuk membuat Gwepia, macam-macam jenisnya, ada yang berisi kacang hijau diberi kenari. ada kacang hitam diberi telur, ada yang berisi biji teratai yang gurih dan sebagainya . . ."
"Wah, banyak benar macamnya," kata Yap Jing.
"Ya, banyak sekali.sukar disebutkan satu persatu," sahut HeSi, "Biarlah besok juga kubuatkan untuk Cici."
"Tanya dulu kepada Tuan kita, Gwepia berisi apa yang disukainya," ujar Yap Jing dengan tertawa.
Waktu menoleh, dilihatnya sang suami sedang melamun, segera ia menegur, "He, kau suka makan apa?"


Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yu Wi seperti tidak mendengar pertanyaan Yap Jing, ia masih termenung.
He Si lantas menarik lengan bajunya dan berkata, "Wi-ko, Cici lagi tanya padamu."
Baru sekarang Yu Wi sadar, tanyanya dengan bingung, "Urusan apa?"
Yap Jing tertawa, katanya, " Kutanya padamu Gwepia isi apa yang kau sukai?"
Yu Wi melangak sejenak. katanya kemudian, " Gwepia" Ah, aku tidak suka. o, tidak. maksudku bukanlah tidak suka makan Gwepia, tapi pada hari Tiongciu nanti aku tidak ada waktu untuk makan Gwepia."
"He, makan Gwepia saja tidak ada tempo, katamu?" tanya He Si heran.
"Ya, sebab tepat pada hari Tiongciu aku tidak dapat berada di rumah, aku harus pergi ke suatu tempat untuk menemui seorang. dan selang beberapa hari lagi baru dapat pulang, bahkan besok juga aku harus berangkat."
Yap Jing menjadi kurang senang, katanya, " Hari raya sepantasnya kita berkumpul bahagia di rumah, tapi kau justeru hendak keluar untuk menemui orang. siapakah yang hendak kau temui, masa tidak dapat dibatalkan atau ganti waktunya?"
"Tidak bisa, harus kutemuinya besok," jawab Yu Wi tegas. "Jika hilang kesempatan hari Tiongciu besok. terpaksa harus tunggu lagi pada hari Tiongciu tahun depan baru ada kesempatan menemuinya lagi,"
"Siapakah dia" Apakah pengantar mainan singa kemala itu?" tanya He Si.
"Bukan," jawab Yu Wi, "yang hendak kutemui bisa jadi ialah ibuku . . . ."
"Hah, ibu?" seru Yap Jing kaget.
Selama ini belum pernah didengarnya Yu Wi menyinggung ibunya, tapi sekarang mandadak sang suami hendak menemui beliau pada hari Tiongciu. sungguh kejadian yang aneh.
"Sebenarnya juga belum pasti ibuku," tutur Yu Wi dengan menyesal, "dari ayah kudengar ibu sudah lama meninggal dunia, kuyakin ayah tidak berdusta padaku. Akan tetapi dari berbagai indikasi yang pernah kulihat, dia terlalu mirip dengan ibuku. Ai, hanya pada hari Tiongciu nanti harus kutanyai dia sejelasnya, ingin kutanya padanya apakah kenal mendiang ayahku, jika kenal, besar kemungkinan dia memang ibuku."
Hari Tiongciu tahun yang lalu Yu Wi berlayar di lautan sana sehingga tidak sempat datang ke makam Thian-ti-hu, tapi tahun ini dia bertekad akan pergi ke sana untuk menemui wanita berbaju hitam yang setiap hari Tiongcu pasti berkunjung ke makam keluarga Kan itu.
Melihat dalam urusan ini masih ada hal-hal yang tersembunyi, selama ini He si sangat penurut kepada setiap kehendak sang suami, maka ia lantas berkata, "semoga orang yang akan ditemui kakak nanti benar-benar Popo (ibu mertua) adanya dan dapatlah kau ajak pulang kemari."
Mendengar ucapan ini. mata Yu Wi menjadi basah, ucapnya dengan lirih, "Dalam hati kuharap dia adalah ibuku, tapi . tapi sebaiknya bukan . . ."
Yap Jing merasa bingung oleh ucapan yang bertentangan itu, mestinya ia hendak tanya sebab musababnya, tapi dilihatnya He Si memberi tanda padanya agar jangan banyak bertanya, maka urunglah dia bicara lagi. Ia pikir sang Toako pasti menyimpan sesuatu yang sukar diceritakan dalam persoalan ini, jika ditanya mungkin akan menimbulkan rasa dukanya, maka iapun mengangguk kepada He Si sebagai tanda mengerti, dan tidak bertanya pula,
Selesai perjamuan, esoknya Yu Wi lantas berangkat meninggalkan rumah, dia hanya bilang akan pulang beberapa hari kemudian dan tidak menjelaskan tempat tujuannya,.
Yap Jing menggendong Ki-ya bersama Hesi mengantar keberangkatan Yu Wi hingga jauh. Maklumlah, sejak mereka menikah, belum pernah berpisah barang sedetik pun, sekarang mereka harus berpisah untuk beberapa hari, tentu saja terasa berat.
Malamnya Yu Wi bermalam di Yan-cu-ki. sebuah tempat pesiar yang terkenal ditepi sungai Yangtze, esok paginya ia membedal kudanya langsung menuju Thian-ti-hu di kota Kim-leng (Nanking sekarang).
Pada malam hari barulah sampai di tempat tujuan. Dia tidak ada waktu untuk mencari keterangan tentang keadaan Thian-ti-hu sekarang, juga tidak tahu apakah Kan Ciau-bu berada di rumah atau tidak. Ia pikir Lim Khing-kiok tinggal bersama disana, kalau Kan Ciau-bu ada tentu Khing-kiok juga ada.
Sebenarnya dia sangat ingin tahu keadaan Khing-kiok sekarang, apakah nona itu akan tetap baik kepada Kan Cau-bu bila diketahuinya anak muda itu ternyata bukan dirinya (Yu Wi) sebagaimana disangkanya semula.
Setiba di depan Ban-siu-ki, waktunya belum lagi tengah malam, tapi cahaya lampu di Ban-siu-ki sudah padam seluruhnya.
Yu Wi pikir Ban-siu-ki sebenarnya adalah tempat kediaman Kan-lohujin, Kan Ciau-geh (adik Ciau-bu) dan Kan Hoay-soan, sekarang Kan-lohujin dan Kan Ciau-geh telah dibunuh oleh Kan ciau-bu dan Hoay-soan berada bersama Giok-bin-sin-po, entah siapa lagi yang tinggal di sini"
Meski Ban-siu-ki berada di depan mata, tapi Yu Wi juga tidak sempat masuk ke situ, langsung ia menuju ke daerah terlarang Thian-ti-hu.
Alat perangkap yang terpasang di sekitar daerah terlarang itu belum berubah, tapi sudah tiga tahun lamanya sejak pertama kali
Yu Wi datang ke situ, maka sekarang diperlukan pikiran dan tenaga serta wakiu cukup lama untuk bisa menerobos ke- 18 perangkap itu.
Tepat pada malam hari Tiongciu, di bawah cahaya bulan purnama raya terang benderang Yu Wi memasuki tanah pemakaman itu dengan pelahan.
Suasana sunyi senyap. tidak ada suara danjuga sesuatu tanda pernah didatangi seseorang. ia menjadi sangsi apakah tahun ini si perempuan baju hitam tidak datang ke sini, atau mungkin sudah datang dan segera pergi lagi"
Yu Wi memandang sekeliling tempat itu, keadaan di tanah pemakaman itu tidak berubah, tapi mendadak dilihatnya ada sesuatu yang tidak betul, pada kedua sisi makam semula berdiri tiga batu nisan yang tinggi, entah sebab apa kini telah berkurang satu. Batu nisan yang hilang ini berdiri pada makam kedua disebelah kiri, batu nisan kuburan Kan Jun-ki, ayah Kan ciau-bu.
Heran Yu Wi, kemana perginya nisan kuburan Kan Jun-ki" Ia menjadi waswas kalau terjadi sesuatu, pelahan ia mendekat ke sana.
Dilihatnya pondasi batu nisan itu sudah hancur, dari bekasnya terlihat tidak seperti didongkel oleh orang, tapi lebih mirip dibetot secara paksa oleh seorang yang memiliki tenaga dalam yang sangat kuat.
Yu Wi jadi teringat kepada kejadian dahulu, setiap kali datang, perempuan berbaju hitam itu selalu bergumam dan berkomat-kamit di depan kuburan Kan Jun-ki. Apakah mungkin dia yang merusak nisan ini" Tapi mengapa nisan ini dirusaknya"
Jelas perempuan berbaju hitam itu sangat menghormat terhadap makam Kan Jun-ki, sebab itulah satiap hari Tiongciu dia berziarah kesini, jadi tidak mungkin dia merusak makam yang dipujanya sendiri sebab merusak kuburan orang adalah suatu tanda kebrutalan dan sangat tidak hormat terhadap yang mati. Dinilai dari tindak-tanduk Hek-ih-li atau perempuan baju hitam itu, tidak nanti dia melakukan tindakan yang tidak patut ini.
Yu Wi pikir pasti ada sebab lainnya, maka mulailah dia memeriksa lebih teliti. Tiba-tiba dilihatnya tidak jauh didepan sana ada bekas darah, ia terkejut, diikutinya bekas darah itu kebelakang makam, maka tertampaklah adegan yang membuatnya melenggong.
Dilihatnya seorang berjubah panjang telentang di atas tanah berumput, di sekitarnya darah berceceran, tidak perlu disangsikan lagi darah yang ditumpahkan orang berjubah panjang ini.
Begitu banyak dia tumpah darah, mungkin sudah mati. Dalam keadaan sunyi senyap ini Yu Wi tidak mendengar suara napasnya sama sekali.
Anehnya orang itu telentang dengan merangkul sepotong batu besar, batu itu sudah hancur berkeping-keping, salah sepotong batu yang pecah itu menutupi mukanya sehingga Yu Wi tidak dapat melihat jelas wajahnya.
segera Yu Wi mengenali batu besar itu adalah nisan makam Kan Jun-ki. Ia menjadi heran ada permusuhan apakah antara orang ini dengan Kan Jun-ki, selain batu nisannya didongkel, juga dihancurkan sekalian.
Ia mendekati orang berjubah panjang, ia tidak tega melihat kematian yang mengerikan itu. sepotong demi sepotong pecahan batu nisan yang menimbuni tubuh orang itu disingkirkannya .
Orang berjubah panjang itu seperti sudah mati, tapi kedua tangannya masih merangkul erat-erat batu nisan itu, tampaknya kalau bisa dia ingin menghancurkan nisan itu menjadi bubuk. cuma sayang tenaganya tidak sampai, terlalu bernafsu ia mengeluarkan tenaga dan akhirnya dirinya sendiri tergetar mati.
Demikianlah mati matian orang berjubah panjang itu menurut perkiraan Yu Wi. Tapi pada waktu dia menyingkirkan pecahan batu yang menutupi muka orang itu, ternyata pendapatnya itu salah seluruhnya, bahkan ia melongo kaget.
Sebab orang berjubah panjang ini tenyata sudah dikenalnya, dia tak lain-tak-bukan ialah Su Put-ku, atau si tabib sakti yang berjuluk "Su-put-kiu" alias melihat orang mati pun takkan ditolongnya .
Su Put-ku adalah murid Wi-san-tayhiap Tan It-kong, meski ilmu silatnya tidak setinggi ilmu pertabibannya, hal ini sudah dialami sendiri oleh Yu Wi, namun serendah-rendahnya ilmu silat Su Put-ku juga sudah tergolong jago kelas satu. Dengan kemampuannya tentu tidak sulit untuk menghancurkan batu nisan itu, lebih-lebih tidak mungkin lantaran tidak dapat menghancurkan batu nisan itu. jiwa sendiri berbalik melayang jadi di balik kejadian ini tentu ada sesuatu yang belum terjawab.
Yu Wi coba meraba dada su Put-ku, tarasa masih rada hangat dan belum mati benar-benar. Dasar wataknya memang berbudi, segera timbul pikirannya untuk barusaha menolong su Put-ku sebisanya,
Kalau dibicarakan sebenarnya Su Put-ku adalah musuhnya, tabib brengsek inilah yang telah memberi minum racun padanya, racun kronis yang baru akan bekerja dua tahun kemudian, lantaran itu hampir saja jiwa Yu Wi melayang.
Tapi Yu Wi tidak dendam terhadap perbuatan orang, kalau bukan su Put-ku, mana bisa dirinya pergi mencari Yok-ong-ya untuk minta pengobatan padanya, lalu dari mana pula dirinya bisa memperoleh ajaran ilmu. tabib yang maha hebat"
Apalagi jika teringat kedua kaki Ke Bok-ya hampir lumpuh karena racun hantu biru, untung telah ditolong oleh su Put-ku, kalau tidak. tentu jiwa Ke Bok-ya sudah amblas sejak dulu-dulu,
Begitulah yang terus dipikir Yu Wi hanya kebaikan Su Put-ku, makin dipikir makin besar tekadnya untuk menyelamatkan tabib eksentrik itu
Dalam pada itu si perempuan berbaju hitam yang ditunggunya masih juga belum muncul, ia pikir tahun ini mungkin orang takkan datang kemari. Meski dia sangat mengharapkan akan bertemu dengan wanita baju hitam, terpaksa urusan ini harus
dikesampingkan untuk semtatara ini. biarlah kelak akan diselidikinya sebab apa tahun ini Hek sih-li tidak berziarah kemakam Thian-ti-hu.
Maka ia lantas mencurahkan perhatiannya untuk menyelamatkan su Put-ku. Ia coba memeriksa keadaan luka su Put-ku, diketahuinya keadaannya memang sangat gawat, napas sudah hampir putus, kalau bukan ketemu dirinya yang telah belajar ilmu pengobatan dari Pian-sek sin-bian, orang lain jelas sulit menyelamatkan dia.
Anehnya luka su Put-ku itu adalah karena pukulan seorang yang memiliki tenaga dalam maha kuat. Pukulan itu mengenai pundak belakang Su Put-ku, meski bukan tempat yang mematikan, tapi lantaran tenaga pukulannya teramat kuat sehingga membikin isi perutnya ikut terluka, untuk menyembuhkannya jadi agak repot dan makan waktu dan tenaga.
Bahwa dengan kepandaian Su Put-ku, bahkan mahir langkah ajaib Leng-po-wi-poh, tapi punggungnya toh terpukul oleh musuh dan terluka parah, maka betapa hebat kungfu musuh dapatlah dibayangkan.
Yu Wi terus berusaha menolong Su Put-ku semalam suntuk. sampai fajar menyingsing barulah jantung Su Put-ku terasa bergerak kembali, cuma denyut jantungnya sangat lemah, setiap saat ada kemungkinan akan berhenti berdenyut.
Apabila denyut jantung berhenti lagi, maka biarpun malaikat dewata juga sukar menolongnya lagi Dengan susah payah Yu Wi menyelamatkan dia, dengan sendirinya dia tidak mau mengalami kegagalan total.
la pikir dengan tenaga dalam dirinya sendiri yang maha kuat sekarang, tentu tidak berhalangan menyembuhkan luka Su Put-ku dengan bantuan tenaga murni.
Begitulah dengan sebelah tangan ia pegang Beng-bun-hiat di uban-ubun su Put-ku, tangan yang lain berturut-turut menutuk berbagai Hiat-to penting seluruh tubuh Su Put-ku. kerja keras hingga petang hari tanpa istirahat sedetik pun.
Sedikitnya sepuluh jam Yu Wi kerja keras, sehingga badan terasa lelah luar biasa seperti kehabisan tenaga, ia tahu bila diteruskan bukan mustahil jiwa sendiri yang akan melayang. Maka dia lantas berhenti, hanya sebentar saja ia lantas tertidur.
Setelah hari sudah terang benderang, Yu Wi terjaga bangun karena dahinya tertetes air dingin. ia mambuka mata dan cepat berduduk. Dilihatnya su Put-ku lagi duduk di sampingnya dengan tangan memegang sapu tangan yang basah, dengan lembut sedang memandangnya .
Melihat jiwa tabib eksentrik itu sudah tidak berhalangan lagi, Yu Wi sangat girang dan bertanya, "sudah sembuh engkau?"
Su Put-ku mencucurkan air mata, dia sangat terharu oleh perbuatan Yu Wi yang mulia itu, ia sendiri ahli pengobatan, dengan sendirinya ia tahu jiwa sendiri telah diselamatkan oleh anak muda itu. Maka dengan suara tersendat ia berkata, " Lekas berbaring saja, istirahat pula sejenak."
"Tidak apa-apa, badanku cukup sehat," ujar Yu Wi.
Tapi segera dirasakan mata berkunang-kunang dan kepala pusing, tubuhnya bergeliat dan hampir jatuh, mukanya menjadi merah, cepat katanya, "Wah, memang perlu berduduk sebentar lagi."
Maka mulailah dia bersemadi untuk mengumpulkan tenaga, sampai magrib barulah ia membuka mata. Dilihatnya Su Put-ku masih tetap berduduk di sebelahnya tanpa bergerak, jelas orang sudah seharian mendampinginya.
"Untuk apa kau menyerempet bahaya dan berusaha menyelamatkan diriku?" tanya su Put-ku.
Yu Wi tidak menjawab pertanyaan orang, tapi berkata dengan tertawa, "Entah bagaimana cara penyembuhanku, apakah terhitung boleh" Bagaimaaa perasaan cianpwe sekarang?"
Su Put-ku mengbela napas menyesal, katanya, "Jiwaku boleh dikatakan direbut kembali dari pintu akhirat olehmu, aku memang
sudah sehat. Ai, aku berbuat tidak baik padamu, sebaliknya kau malah menyelamatkan jiwaku, sungguh aku malu hidup di depanku."
Yu Wi menggeleng dan berkata, "Aku sudah belajar ilmu pertabiban dan adalah kewajibanku menolong orang. Lagipula Cianpwe tidak berbuat tidak baik apa-apa padaku, andaikan ada juga harus kutolong, kalau tidak sia-sia belaka maksud tujuan Yok-ong-ya menurunkan Pian-sik-sin-bian kepadaku."
"Semula kudendam kepada susiok karena tidak memberikan kitab pusakanya kepadaku, tapi sekarang tampaknya orang pilihannya memang tepat." kata Su Put-ku. "Apa gunanya kitab pusaka itu diberikan pada ku jika ilmu yang kukuasai tidak kugunakan untuk menolong sesamanya, tapi hanya lantaran sedikit dendam pribadi pada masa lampau aku lantas bersumpah tidak mau menolong orang lagi. sungguh tidak patut perbuatanku ini." Habis berkata berulang-ulang ia menghela napas menyesal.
Jiwanya baru saja direbut kembali dari pintu akhirat, pandangan hidupnya sekarang berubah sama sekali, ia sangat menyesal kepala batunya yang tidak mau menolong orang, lantaran itu orang sama memberikan julukan "mati pun tidak ditolong" padanya. Padahal maksud sang guru mengajarkan ilmu pengobatan padanya adalah supaya ilmu itu digunakan untuk menolong sesamanya dan bukan untuk kepentingan sendiri saja.
Dahulu, apabila ada orang sakit datang minta pengobatan padanya, belum pernah dia memikirkan penderitaan si sakit, sekarang ia mengalaminya sendiri, jiwanya sudah di ambang pintu akhirat dan untung diselamatkan Yu Wi, bilamana dulu dirinya mau menolong orang sakit yang minta disembuhkan, tentu banyak korban yang tidak mati sia2. sekarang kalau diingat kembali, ia menjadi malu dan merasa berdosa, seakan-akan semua korban dibunuh olehnya.
Melihat Su Put-ku sangat menyesal, Yu Wi lantas membelokkan pokok pembicaraan. katannya "cianpwe, siapakah yang melukaimu" Apakah orang itu ada permusuhan besar denganmu?"
Su Put-ku menjawab dengan gegetun, "Tidak. dia tidak ada permusuhan apa pun denganku, bahkan kami adalah teman bermain sejak kecil, hubungan kami sangat erat. .."
"Hah, jika begitu mengapa dia bertindak keji ini dan tega melukai cianpwe separah ini apakah dia sesungguhnya?" tanya Yu Wi terkejut dan penasaran.
Dengan hati pedih su Put-ku menjawab. " Dia tak-lain-tak-bukan ialah sumoayku sendiri, si perempuan berbaju hitam yang pernah kau lihat di Siau-ngo-tay-san ketika kau bawa Ke Bok-ya meminta pertolonganku dahulu itu. Dan dia juga ibu kandungmu sendiri"
Sekujur badan Yu Wi bergetar seperti kena aliran listrik. seketika ia melonjak dan berteriak, "Apa katamu" Dia ibuku" Dia betul ibu kandungku?"
Su Put-ku menghela napas, katanya sambil mengangguk. "Ya, memang betul dia ibu kandungmu. juga ibu kandung Kan ciau-bu, Toakongcu dari Thian-ti-hu."
Keterangan ini membuat Yu Wi tambah terkejut dan bingung, ia menggeleng kepala dan berteriak. "Tidak. tidak mungkin ... tidak mungkin. . . ."
Betapapun ia tidak percaya Kan ciau-bu adalah saudaranya sendiri, sebab jelas diketahuinya ayah Kan ciau-bu ialah Kan Jun-ki, sedangkan ayahnya sendiri ialah Yu Bun-hu, mustahil ibu bisa mempunyai dua suami sekaligus. Mana mungkin ibunya berbuat poliandri.
Maklumlah, sudah sejak dahulu kala perempuan tidak bersuami dua, tertanam dalam pikiran umum, perempuan yang poliandri dipandang sebagai perempuan yang asusila. Dengan sendirinya Yu Wi tidak percaya ibunya sendiri adalah perempuan tidak baik.
Tapi bila dipikir lebih jauh lagi, apa bila benar Hek-ih-li atau siperempuan berbaju hitam itu memang ibu sendiri, maka dia pasti ada hubungan erat dengan Kan Jun-ki, hal ini terbukti setiap hari Tiongciu dia pasti berziarah ke makam Kan Jun-ki.
Bahwa Kan ciau-bu adalah putera Kan Jun-ki sudah bukan soal lagi, bahwa dia dan dirinya bermuka sangat mirip. bahkan juga serupa dengan Hek-ih-li jelas keduanya dilahirkan dari seorang ibu yang sama.
Semula Yu Wi menganggap persamaan wajah dirinya dengan Hek-ih-li dan Kan ciau-bu hanya secara kebetulan saja, sebab hal kebetulan demikian memang tidak sedikit di dunia ini. Tapi kalau dipikirkan sekarang, jika keduanya dilahirkan oleh satu ibu, pantaslah bila keduanya mirip sang ibu juga.
Makin dipikir Yu Wi tambah percaya dirinya memang bisa jadi bersaudara dengan Kan Cian-bu, maka hati Yu Wijuga tambah pedih, ia tidak tahu apa yang terjadi dahulu, sesungguhnya siapakah suami resmi ibunya"
su Put-ku termenung sejenak. la memutuskan akan menjelaskan segenap duduk perkara yang sebenarnya kepada Yu Wi agar anak muda ini tidak menyangka ibu kandungnya sudah mati, padahal masih hidup. Maka ia lantas berkata, "Hiantit (keponakan yang baik), duduklah kau, biar kututurkan semua hal ikhwalnya kepadamu."
Panggilan "Hiantit" diucapkannya dengan rada kaku, sebab sebenarnya dia sudah tahu Yu Wi adalah putera sumoaynya sendiri, tapi dia tidak sudi mengakuinya, soalnya dia dan ayah Yu Wi ada sengketa pribadi, tapi sekarang setelah sebutan Hiantit diucapkan. maka sama artinya dendam pribadinya terhadap ayah Yu Wi telah dihapuskan sama sekali.
Meski Yu Wi takut mengetahui kisah hidup ibu sendiri, kuatir Su Put-ku bercerita tentang perbuatan ibunya yang tidak senonoh, namun demi mengetahui segala persoalan dengan sejelas-jelasnya terpaksa ia harus mendengarkan, ia tidak mau tertekan batin selama hidup dan selalu mengira ibu sendiri sudah meninggal. Ia lantas duduk di samping Su Put-ku dan mendengarkan ceritanya.
"Guruku juga kakek luarmu, Wi-san-tayhiap apakah kau tahu?" tanya su Put-ku lebih dulu.
Dari Yok-ong-ya sudah pernah Yu Wi mendengar cerita tentang suka-duka antara saudara seperguruan mereka, juga didengarnya dari Giok-bin-sin-po yang memuji kebijaksanaan Wi-san-tayhiap Tan It-kong, maka diam-diam Yu Wi sendiri juga sangat kagum kepada tokoh besar tersebut, tak disangkanya bahwa pendekar besar itu bukan lain daripada Gwakong atau kakek luar sendiri. Maka dengan menahan air mata terharu ia menjawab, "Ya. pernah kudengar dari Yok-ong-ya tentang Wi-san-tayhiap. tidak tahu beliau adalah Gwakong ku."
Su Put-ku menghela napas pelahan, katanya, "suhu sungguh tokoh yang hebat. Keluhuran budi beliau boleh dikatakan jarang ada bandingannya."
Diam-diam Yu Wi mengangguk setuju atas pujian Su Put-ku itu, ia pikir tidak usah urusan lain, hanya dalam hal kemurnian cinta Gwakong saja harus dipuji, waktu nenek mati, Gwakongnja tidak mau hidup sendirian dan lebih suka memenuhi kehendak Yok-ong-ya daripada membalas dendam.
Kemurnian cinta Gwakong itu hanya dapat dibandingi supek Lau Tiong-cu saja. Lau Tiong-cu menjaga layon sang istri yang sudah meninggal itu dan mengaku sebagai "Hoat-su-jin" atau orang hidup yang sudah mati. kemurnian cintanya itu sungguh jarang ada bandingannya.
Didengarnya Su Put-ku menyambung lagi ceritanya^ "Ilmu silat suhu dan ilmu pertabibannya terkenal sebagai dua macam kungfu yang khas, sayang bakatku kurang, aku hanya berhasil mempelajari ilmu pertabiban suhu, tentang ilmu silatku jelas selisih jauh dibandingkan ibumu, sebab kungfu suhu hampir seluruhnya telah dipahami olehnya."
"Pada waktu suhu wafat, umurku baru 16 dan sumoay cuma 12 tahun. suhu menurunkan kitab pusaka yang terisi kumpulan kungfu yang dipelajarinya kepada sumoay dan tidak kepadaku, tapi aku tak iri sedikit pun, malahan aku merasa kasihan dan sangat sayang kepada sumoay mengingat ayah-bundanya telah meninggal semua."
Yu Wi pikir,Put-ku memang sangat baik kepada ibu, padahal dia pernah cekcok dengan Wi-san-tayhiap berhubung kakek guru sekaligus memberikan padanya kitab pusaka ilmu silat dan pian-sik-sin-bian, akibatnya terjadi perang tanding di antara kedua saudara seperguruan. Tatkala mana bila Su Put-ku mau merebut kitab pusaka ibunya tentu bukan pekerjaan yang sukar mengingat waktu itu ibu baru berumur 12 dan tentu tikak sanggup melawannya.
Didengarnya Su Put-ku bertutur pula, "setelah kami sama-sama menanjak dewasa, sumoay tekun mempelajari kungfu tinggalan suhu, kepandaiannya makin lama makin tinggi, lambat-laun aku bukan tandingannya lagi. Namun hatiku tetap tidak menyesal sedikit pun, sebaliknya diam-diam kupuji bakat sumoay yang tinggi. Tak tahunya tanpa terasa aku sudah jatuh cinta kepada sumoay, makanya aku tidak iri kungfunya yang lebih tinggi dari padaku itu. Waktu sumoay berumur 20, dia tambah cantik molek. lantaran cintaku yang mendalam terhadapnya, kuanggap dia sebagai ratu, dalam segala hal aku suka mengalah padanya. Tak terpikir olehku bahwa lantaran ini sumoay berbalik memandang hina padaku dan meremehkan cintaku padanya. sesungguhnya aku pun tidak sesuai bagi sumoay, wajahku tidak Cakap, kungfuku juga lebih rendah, mana dapat kurebut hatinya. sebaliknya dia serupa kembang yang sedang mekar, akhirnya dia jatuh cinta kepada seorang lain dan meninggalkan tempat kediaman yang sudah 20 tahun kami kumpul bersama itu."
"Waktu itu aku tidak tahu bahwa dia jatuh cinta kepada seorang, kukira dia menghilang dan berusaha mencarinya di dunia Kangouw, akan tetapi sebegitu jauh usaha pencarianku hanya sia-sia. setahun kemudian, mendadak sumoay pulang dengan wajah pucat dan lesu, setiba di rumah, satu patah kata pun sumoay tidak bicara, kutanya dia juga tidak dijawabnya, setiap hari hanya mengelamun saja seperti orang linglung. Tidak lama lantas kulihat dia sedang hamil. Tentu saja aku sangat masgul, hampir saja aku gila memikirkannya. Kutanya dia mengandung anak siapa, tapi dia tidak menghiraukan pertanyaanku.
Lambat-laun pikiranku tenang kembali, kupikir peduli anak siapa, asalkan sumoay tidak menolak diriku dan mau kawin denganku, setelah anak itu lahir akan kuakui sebagai anak sendiri Tapi ketika kulamar sumoay, dia justeru menolak. jelas dia tidak dapat melupakan ayah si orok dalam kandungan. Terpaksa aku menahan rasa pedih hatiku dan sabar menunggu bila suatu ketika sumoay akan berubah pikiran. Kupikir asalkan cintaku murni dan tulus, pada suatu hari mungkin sumoay akan terharu oleh kesesungguhan hatiku dan mau menikah denganku. Tidak terlalu lama genaplah sembilan bulan sepuluh hari, lahirlah si jabang bayi, Tapi sebelum genap sebulan usia si orok. pada suatu malam diam-diam sumoay meninggalkan rumah lagi. Padahal senantiasa kuawasi dia, kukuatir kehilangan dia lagi, maka begitu dia minggat segera kukuntit di belakangnya. Kuyakin dia pasti akan menyerahkan anak itu kepada ayahnya.
Kira-kira hampir sebulan dalam perjalanan dan akhirnya tiba sampai di sini, di Thian-ti-hu yang termashur ini . .. ."
"Apakah anak itu ialah Kan cian-bu sekarang?" tanya Yu Wi.
Dengan rawan su Put-ku mengangguk, sambungnya, "Kulihat Thian-ti-hu sedang pesta pora, dimana-mana dihias dengan tenglong merah, jelas tanda keluarga yang sedang mengadakan pesta nikah. Kuheran siapakah yang menjadi pengantin baru" semula kukira sumoay buru-buru datang ke Thian-ti-hu untuk menikah dengan ayah si orok. tapi ketika kuawasi dia, kulihat air mukanya berubah hebat, dengan beringas dia terjang ke ruangan tengah, dimana upacara nikah sedang berlangsung. cepat kuikut masuk kesitu, betul juga kulihat ada sepasang mempelai sedang bersembahyang kepada langit dan bumi dan kedua orang tua. Yang perempuan berkerudung kain merah sehingga tidak kelihatan mukanya, pengantin lelaki kelihatan sangat gagah dan cakap. Padahal apa gunanya cakap kalau hatinya beracun, suka mempermainkan perempuan, manusia begini justeru pantas mampus."
Bercerita sampai disini, Su Put-ku tampak sangat marah sehingga matanya merah membara, apa yang disaksikannya masa lampau jelas sukar dilupakan olehnya.
Sejenak ia menutur pula, " Kulihat sumoay berdiri terkesima diruangan pendopo itu. Agaknya si pengantin lelaki dapat melihat kedatangan sumoay, air mukanya tampak berubah, cepat ia mendekati sumoay dan bicara padanya. Tapi sumoay tidak mau didekatinya, ia menaruh orok dilantai dan berseru, "Kan Jun-ki, ternyata kau jadi menikah, kau ingkar sumpah setia kita, tapi anak ini tidak boleh kau tolak. .."
Belum habis ucapannya sumoay segera ia berlari pergi dengan mendekap mukanya, Kan Jun-ki ternyata tidak tahu malu, ia berusaha mengejar sumoay. saking gemasku, segera kuhadang dia dan menjotosnya. Kubenci kepada perbuatannya yang telah merusak kesucian Sumoay, lebih kubenci lagi lantaran dia mengingkari janjinya kepada sumoay yang cantik itu, kupikir dalam hal apa sumoay tidak setimpal bagimu" Karena rasa penasaranku itu, aku menyerang dengan nekat, kalau bisa ingin kumampuskan keparat itu. Tak terduga kungfu Kan Jun-ki terlebih tinggi daripada ku, aku tidak mampu memukul dia sebaliknya aku malah tertutuk lumpuh dan ditawan oleh anak buahnya. Tapi aku tidak takut, kucaci-maki kebusukan Kan Jun-ki yang lebih rendah daripada hewan- Mendengar makianku itu, Kan Jun-ki berbalik memerintahkan anak buahnya melepaskan diriku serta menanyai aku, setelah diketahui siapa diriku, dia berusaha memberi penjelasan dengan ramah tamah, ia bilang atas perintah orang tua sehingga terpaksa dia tidak dapat menikah dengan sumoay sekali pun dalam hati sangat mencintai sumoay.
Tentu saja aku tidak percaya kepada ocehannya, apalagi setelah kulihat wajah si pengantin perempuan ternyata sangat cantik melebihi sumoay, pantas Kan Jun-ki berubah pikiran, rupanya dia memilih gadis lain yang lebih cantik, Dengan gusar aku lantas mencaci maki pula. . . ."
Yu Wi menghela napas, ucapnya, "Cianpwe, ayah Kan ciau-bu mempunyai alasan yang sukar dijelaskan waktu itu. Dia memang tidak dapat menikah dengan gadis keluarga lain, Cianpwe telah salah memakinya."
Dengan gusar Su Put-ku berkata, "Kenapa tidak boleh kumaki dia, sumoay telah menjadi korban perbuatannya yang rendah, masa tidak pantas kumaki dia?"
Yu Wi lantas menceritakan persahabatan antara Toa supek Lau Tiong-cu dengan ayah Kan Jun-ki, yaitu Yok-koan, dan di antara keduanya telah ada "janji rahasia" tentang perbesanan antara kedua keluarga.
Mau-tak-mau Su Put-ku jadi terharu oleh persahabatan antara Lau Tiong-cu dan Kan Yok koan itu, katanya, "pantaslah jika begitu, cuma Kan Jun-ki sudah tahu akhirnya pasti akan menikahi puteri keluarga Lau, kenapa dia menipu kesucian sumoay. Betapapun perbuatannya ini tetap harus dimaki."
Yu Wi pikir perbuatan Kan Jun-ki itu memang salah juga, tapi bila teringat perjodohan orang juga tidak dapat dipaksakan, Kan Jun-ki terikat oleh peraturan leluhur, bukan mustahil hatinya juga sangat menderita karena tak dapat menikah dengan gadis yang dicintainya."
---ooo0dw0ooo---
Bab 5 : Siapa pembunuh isteri Yu Wi "
Didengarnya Su Put-ku kerkata pula, "Kucaci maki Kan Jun-ki habis-habisan sehingga satu kata saja dia tidak sempat bicara. Tapi dia juga tidak marah, kulihat dia pondong anak yang ditinggalkan sumoay itu dengan penuh kasih sayang, malahan mencucurkan beberapa titik air mata. Mau tak- mau hatiku jadi lunak. terpaksa aku pun minta dia menjaga anak itu dengan baik, lalu kutinggalkan Thian-ti-hu, Cepat kususul sumoay, kukuatir terjadi apa-apa atas
dirinya. Di tengah jalan kutemukan seorang pendekar muda yang terluka parah oleh musuhnya dan menggeletak di tengah jalan.
Waktu itu ilmu pertabibanku telah bertambah maju sehingga timbul hasratku untuk menyelamatkan jiwa orang. segera kubawa orang itu pulang kerumah untuk merawat lukanya, sedapatnya aku berusaha berbuat bajik terhadap sesamanya."
Tergerak hati Yu Wi mendengar sampai disini, tanyanya, "Apakah orang yang terluka itu ialah ayahku?"
Su Put-ku mengangguk, sambungnya, "Setiba di rumah, cepat kulari masuk ke kamar Sumoay, ingin kulihat apakah dia sudah pulang belum. Tapi begitu masuk kamar, aku kaget luar biasa, kulihat Sumoay tak sadarkan diri di tempat tidur dengan mulut berbusa. Untung aku langsung pulang ke rumah sehingga masih keburu manyelamatkan jiwa Sumoay. satelah sembuh, berhubung racun sudab meluas, sarafnya jadi terganggu."
"Apakah racun telah menyerang otaknya?" tanya Yu Wi.
Su Put-ku mengangguk, ucapnya dengan sedih, "Ya, aku tidak mampu mengobati gangguan sarafnya, terpaksa kusaksikan hidup Sumoay dalam keadaan linglung. Seterusnya terkadang pikirannya jernih, lain saat linglung lagi. Pada waktu jernih, yang diketahuinya juga sangat sedikit, hanya giat belajar kungfu, tampaknya kejadian masa lampau yang melukai hatinya telah dilupakannya. Kupikir mendingan begitu, asalkan dia tidak berduka, setiap hari dapat kuhibur dia, kupikir pada suatu hari asalkan dia mau, tetap aku mau kawin dengan dia. Tak tersangka maksud baikku menolong orang semula telah mengakibatkan memancing serigala masuk ka rumah sendiri. ..."
Mendadak Su Put-ku merasa ucapan "memancing serigala" itu rada kasar, dengan kikuk ia pandang Yu Wi sekejap, melihat anak muda itu tidak menaruh perhatian dan tetap asyik mendengarkan. maka ia menyambung pula, "Yu Bun-hu .... Ayahmu, setelah lukanya kusembuhkan, dia lantas. tatirah cukup lama di tempat kami serta manjadi sahabat baik, bukan saja antara dia dan diriku,
juga bersahabat karib dengan sumoay. -Pada waktu pikiran jernih, tampaknya sumoay dapat bicara dengan sangat sepaham dengan dia, Tapi lama-lama kulihat gelagat tidak enak. sinar mata sumoay waktu memandangnya ada kelainan, lalu dapat kuketahui bahwa ada bagian tertentu raut wajah ayahmu rada-rada mirip dengan Kan Jun-ki. Rupanya sumoay balum dapat melupakan Kan Jun-ki, dengan sendirinya dia suka bergaul rapat dengan ayahmu. Kukuatir sumoay akan jatuh cinta kapada ayahmu, maka aku berusaha membuatnya pergi. siapa tahu, sumoay sendiri tidak manjadi soal, ayahmu berbalik jatuh cinta sungguh-sungguh terhadap sumoay, setelah pergi, setiap bulan dia pasti datang lagi untuk menjenguk sumoay. Ai, persoalan asmara di dunia ini sungguh tidak dapat dipaksakan, cinta memang buta Padahal sudah ada seorang nona cantik molek yang tergila-gila kepada ayahmu, tapi dia tidak mau, sebaliknya justeru jatuh cinta kepada sumoay yang linglung itu."
Yu Wi berdehem, lalu bertanya, "Kuku (paman, adik ibu), nona yang tergila-gila kepada ayahku itu apakah Him Kay-hoa adanya?"
Timbul parasaan aneh Su Put-ku karena panggilan "Kuku" itu. jawabnya, "Ya, memang betul Him Kay-hoa, tapi ayahmu tidak suka padanya melainkan cinta kepada sumoay. Beberapa kali aku melamar sumoay dan tidak pernah dihiraukannya, tapi tahun berikutnya ketika ayahmu melamar padanya, dengan gembira dia menerimanya, cuma pada waktu sumoay menerima lamarannya kelihatan sangat aneh sikapnya. Kuberi nasihat kepada ayahmu agar jangan menikahi sumoay ku, antara lain mengingat kebahagiaannya kelak. dengan sendirinya sebagian juga karena rasa egoisku, dengan terus terang kubeberkan kejadian masa lalu mengenai sumoay, juga kuberitahu tentang penyakit linglungnya. Akan tetapi ayahmu tidak goyah pendiriannya.
Karena ayahmu tidak dapat menerima bujukkanku, saking gemas aku berkelahi dengan dia. siapa tahu kungfunya terlebih tinggi daripada Kan Jun-ki dan tak dapat kutandingi dia. sebulan kamudian ayahmu jadi menikah dengan sumoay. sungguh aku sangat berduka. akupun sangat penasaran. sungguh cari penyakit sendiri,
apabila aku tidak menolong ayahmu waktu dia tergeletak di tepi jalan, tentu dia takkan kenal sumoay dan pasti juga takkan timbul peristiwa ini, bisa jadi pada akhirnya sumoay akan kawin denganku. Rupanya terlalu mendalam cintaku kepada sumoay, aku menyatakan pada suatu hari kungfuku akan melebihi ayahmu dan akan kutuntut sakit hati perebutan isteri ini. soalnya waktu itu kudusta pada ayahmu bahwa aku dan sumoay sudah dijodohkan sejak kacil. Habis itu aku lantas mengasingkan diri di siau-ngo-tay-san, aku tidak mau menerima tamu mana pun, lebih-lebih pantang menerima pesien yang minta obat padaku. setiap hari aku giat berlatih, kuyakinpada suatu hari setelah kungfuku jadi, akan kutantang ayahmu untuk duel.
Sebelum kungfuku jadi ternyata ayahmu sudah meninggal. Tempo hari aku menjadi sangat benci padamu ketika kau datang ke siau- ngo-thay-san, sebab kau anak Yu Bun-hu, juga sangat mirip sumoay, melihat dirimu lantas menimbulkan rasa dendamku. Kudengar kau bilang ibumu sudah meninggal, tak tahunya dia masih hidup di dunia, hal ini membuat kuheran dan bertekad akan menyelidiki keadaan sumoay sebab apa dia meninggalkan ayahmu dan mengapa ayahmu juga dikatakan sudah meninggal"
Maklumlah, sejak sumoay menikah dengan ayahmu, lalu tidak pernah kulihat mereka lagi. Kumaklum kungfuku belum dapat menandingi ayahmu, jika kutemui mereka, selain menambah hati duka, bila berkelahi dengan ayahmu juga pasti kalah dan tambah terhina. sebab itulah aku tidak pernah bergerak di dunia Kangouw sehingga apa yang terjadi diluar juga tidak kuketahui. Hanya pada tahun ketiga setelah aku mengasingkan diri kudengar Kan Jun-ki telah mati dibunuh musuhnya, tapi tidak tahu siapa musuh yang membunuhnya itu."
"Apa katamu" Kematian Kan Jun-ki dibunuh oleh musuhnya?" Yu Wi juga kaget.
"Ya, peristiwa ini sangat menggemparkan waktu itu," kata Su Put-ku. "Kemudian urusan ini pun dilupakan oleh orang Kangouw, agaknya keluarga Kan tidak mau memberitahukan kematian Kan
Jun-ki itu dibunuh musuh melainkan memberi keterangan bahwa kematiannya adalah karena sakit. Akan tetapi ada orang yang menyaksikan kematian Kan Jun-ki itu adalah dibunuh musuh, hal ini tidak mungkin omong kosong. Malahan kusangsikan orang yang membunuhnya ialah ayahmu."
Yu Wi menggeleng, katanya, "Tidak.. ayah tidak nanti membunuh Kan Jun-ki, sebab . . . sebab tidak ada alasan .. .."
Tapi ia menjadi ragu sendiri ketika menyebutkan tidak ada alasan, diam-diam ia membatin sebab apa terbunuhnya Kan Jun-ki sengaja tidak disiaarkan oleh keluarga Kan" Tentu ada latar belakang yang merugikan nama baik keluarga Kan, hanya ayah yang membunuh Kan Jun-ki, maka keluarga Kan tidak suka menyiarkan kejadian yang sebenarnya, sebab ...."
Berpikir sampai disina, hati Yu Wi menjadi pedih.
Didengarnya Su Put-ku lagi berkata, "Aku memang curiga, tapi sekarang dapat kupastikan orang yang membunuhnya memang ayahmu, kepastian ini meski tanpa bukti, tapi dianalisa dari berbagai kejadian, kuyakin pasti tidak salah".
Sampai disini, Su Put-ku pandang Yu Wi sekejap seakan-akan kuatir anak muda itu akan merasa tidak enak. maka tidak diceritakannya dasar analisanya.
Yu Wi berpikir sejenak, demi mengetahui duduk perkara yang jelas, bertanyalah dia, "Bolehkah pendapat Kuku diceritakan padaku?"
" Kuharap kau jangan sedih setelah mendengar ceritaku," kata Su Put-ku "sebab suka-duka diantara mereka sangat sukar dipastikaa siapa yang benar dan siapa yang salah, betapa pun kita tidak dapat memutuskan begitu saja."
"Hal ini cukup kumaklumi," ujar Yu Wi, "sebagai seorang anak. mana boleh kunilai salah atau benar perbuatan orang tua?"
"Jika demikian, jadi sedikit banyak juga sudah dapat kau raba duduknya perkara, bukan?" tanya Su Put-ku. Yu Wi mengangguk,
Su Put-ku lantas berkata pula, "Ketika di siau-ngo-tay-san dapatlah kupastikan Hek sih-li itu ialah sumoay, tapi kulihat ilmu silatnya telah bertambah tinggi, sebaliknya pikirannya juga tambah keruh, sampai-sampai aku saja tidak dikenalnya lagi. Kau adalah anaknya, waktu mendengar namamu, dia juga tidak kenal, di dunia ini masakah ada ibu yang tidak kenal anaknya sendiri" Hanya kalau bagian otak mengalami gangguan, kalau tidak masakah anak kandung sendiri tidak dikenalnya lagi?"
Tiba-tiba Yu Wi menghela napas dan berkata."Bukan ibuku tidak kenal diriku lagi, soalnya otaknya terganggu sehingga tidak kenal lagi siapa pun, hanya secara naluri ketika melihat diriku, dirasakannya ada hubungan erat dengan diriku, maka beberapa kali dia berusaha menyelamatkan diriku."
"Cara bagaimana ibumu telah menyelamatkan dirimu?" tanya Su Put-ku.
Yu Wi lantas menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan perempuan berbaju hitam itu.
"Jika demikian, pada waktu pertama kali dia memisahkan adu pukulanmu dengan gurumu tentu sudah dirasakannya kau pasti ada hubungan erat dengan dia," kata Su Put-ku.
"Ya, kalau tidak. mustahil bisa terjadi berulang secara kebetulan?" ujar Yu Wi. "Beberapa kali kualami bahaya dan tepat pada waktunya dia datang menolong diriku, seakan-akan sejak pertemuan disini, diam-diam ia lantas selalu menguntit di belakangku."
Su Put-ku manggut-manggut, katanya, "Aku curiga apa sebabnya penyakit sumoay bisa bertambah buruk, pantasnya, setelah menikah mestinya hidup bahagia dan tidak tambah buruk. Lantaran ingin kuselidiki apa yang terjadi, pula demi kepentingan sumoay, maka sering kuturun dari siau- go-tay-san untuk mencari jejak sumoay, siapa tahu jejak sumoay sangat sukar diikuti, terkadang muncul sekejap kemudian lantas menghilang entah mana."
Diam-diam Yu Wi membatin, " Kecuali dalam bulan ketujuh dan kedelapan, waktu selebihnya dia tinggal di Mo-kui-to, tentu saja sukar dicari."
Didengarnya Su Put-ku berkata pula, "Ketika bertemu denganmu di toko obat milik Susiok di Lamleng tempo hari, barkat portolonganmu sehingga puteri Mo-kui-tocu menyuruh anak buahnya menghilangkan obat bius yang dicekokkan padaku. Sesudah kupergi, sambil mencari jejak Sumoay aku pun terus pulang ke Siau-ngo-tay-san. Di tengah jalan kebetulan kutemukan jejak Sumoay, tapi tidak dapat kususul dia. Aku coba tanya seorang teman yang serba tahu dan mendapat keterangan jalan-jalan yang sering dilalui Sumoay pada setiap antara bulan tujuh dan delapan-"
Yu Wi membatin, "Apa yang terjadi ini tentu peristiwa tahun yang lalu, waktu itu aku berada di Mo-kui-to, kalau tidak, tentu hari Tiongciu tahun yang lalu sudah dapat kutemui ibu di sini."
"Sebab itulah dalam bulan enam tahun ini aku lantas datang menunggu di tempat yang biasa dilalui Sumoay," demikian tutur Su Put-ku pula. "Benar juga, pada akhir bulan ketujuh dapat kulihat Sumoay, diam-diam aku lantas mengintil dibelakangnya, tidak berani kutemui dia secara mendadak. Kulihat perjalanannya tidak teratur, tidak menumpang kereta, juga tidak menunggang kuda, ia berjalan sendirian, terkadang berhenti di suatu tempat satu- dua hari, lalu melanjutkan perjalanan lagi ke selatan, jelas kelakuannya masih belum sehat. Baru dua-tiga hari sebelum Tiongciu kami sampai di Kimleng sini, maka pahamlah aku Sumoay pasti akan mengunjungi Thian-ti-hu. Kupikir Kan Jun-ki sudah lama mati, untuk apa pula dia datang ke sini" Tanpa arah tujuan dia bergadang sehari semalam di Kimleng, pada malam Tiongciu, benariah ia datang ke Thian-ti-hu, dengan hati-hati aku terus menguntit dia dan menyusuri hutan yang berhaya itu. Kupikir tempat ini pasti sangat banyak alat perangkapnya, entah mengapa Sumoay sedemikian apal pada tempat ini, jangan-jangan dahulu sering datang ke sini" Tak kuduga, dibalik hutan sini adalah tempat pemakaman keluarga Kan yang sangat luas, setelah lihat kuburan ini segera kutahu maksud
kedatangan sumoay adalah hendak berziarah. Kupikir sumoay benar-benar sangat mencintai keparat Kan Jun-ki. sudah mati sekian tahun, pikiran sumoay juga linglung, tapi belum lagi lupa akan berziarah kemakamnya.
Karena itulah rasa benci dan dengkiku tarhadap Kan Jun-ki bertambah pula, kupikir ada kebaikan apa Kan Jun-ki terhadapmu sehingga tidak dapat kau lupakan dia. Kalau aku jelas tidak masuk hitungan, tapi apakah ayahmu juga tidak melebihi Kan Jun-ki" Kulihat pada waktu berziarah di depan makam, betapa khidmat sumoay berdoa dan betapa besar mencurahkan perasaan cintanya terhadap Kan Jun-ki, sungguh aku tambah gemas dan benci. Kupikir aku masih hidup dengan baik, juga teman bermain sejak kecil dan sesama saudara seperguruan, tapi tidak kau ajak bicara padaku, sebaliknya berkomat-kamit kepada nisan orang mati. Padahal hubungan mereka paling-paling juga cuma setahun lamanya, masakah kebaikan setahun dapat melebihi hubungan kita selama puluhan tahun ini" Makin kupikir makin gemas, saking tak tahan, tanpa terasa kulompat kedepan makam dan berkata kepada sumoay, "Ada urusan apa boleh kau bicarakan saja dengan orang hidup seperti diriku ini, untuk apa bicara dengan batu nisan mampus ini?" -Kulihat dia memandang diriku separti orang yang tidak kenal, katanya, "Siapa kau" Lekas pergi, jangan berdiri di sini, masih banyak urusanku yang belum kuselesaikan" "Urusan apa yang belum selesai" orang sudah mati, apanya yang perlu dipikirkan" orang hidup seperti diriku ini apakah bukan orang" Masakah kalah dibandingkan orang mati" Pikir punya pikir, hatiku tambah panas, sekali depak kurobohkan batu nisan itu, kupikir nisan akan kuhancurkan, ingin kulihat apa yang dapat kau lakukan lagi" Kubenci kepada nisan yang lebih berharga dikenang sumoay daripada orang hidup seperti diriku ini. segera kuangkat nisan itu hendak kubuang ke sungai. sumoay tertegun melihat nisan kudepak roboh. ketika melihat nisan hendak kubawa pergi, segera ia berteriak. "Jangan, jangan dibawa pergi, taruh di sini" -Dari suaranya yang cemas dan penuh rasa khawatir itu, benciku tidak kepalang dan hampir saja tumpah darah. Tekadku tambah besar
untuk menghancurkan batu nisan itu untuk menyelamatkan sumoay yang buta itu.
Mendadak kurasakan sumoay memburu maju sekali hantam punggungku terpukul olehnya. sungguh lihai tenaga pukulannya, kontan aku roboh terjungkal dan tumpah darah, sambari menyemburkan darah aku berteriak. Bagus, bagus, pukul saja, cintaku pun putus oleh pukulan ini Melihat kutumpah darah, sumoay manyingkap rambut panjang yang menutupi mukanya itu dan kelihatan terkejut luar biasa. tapi mendadak ia berteriak pula, Jangan berkelahi, jangan . ... -Dengan heran kupikir siapakah yang dia minta jangan barkelahi lagi" Kau sendiri yang memukul diriku, bilakah pernah kuberkelahi" Tapi aku tidak sempat berpikir banyak. darah terus tersembur keluar dari mulutku, badanku menjadi lemas dan rasanya sudah setengah mati, Aku tidak sanggup berdiri, aku merangkak dan merangkak lagi, tapi sumoay tidak merintang iku. sebelum mati harus kubuang batu nisan itu.
Tapi setelah merangkak sampai dibelakang makam, aku tidak kuat lagi. Kupikir kalau batu nisan ini tidak dapat kubuang kesungai, sedikitnya harus kuhancurkan hingga menjadi bubuk agar selanjutnya sumoay tidak dapat bicara padanya. Tapi kekuatanku sudah buyar, mana dapat kuhancurkan batu nisan sebesar itu menjadi bubuk. aku hanya mampu membuatnya hancur berkeping-keping, dan karena mengeluarkan tenaga pula, kutahu riwayatku pasti tamat, kecuali malaikat dewata sukar lagi jiwaku tertolong.
Pada saat jiwaku hampir melayang itulah, tiba-tiba kudengar sumoay menangis tergerung- gerung ingin kulihat apa yang ditanngisinya, tapi tidak dapat kulihat. Kudengar sambil menangis dia juga sambatan seperti anak kecil, katanya, Koh Jun-ki sungguh mengerikan kematianmu, aku akan... akan membalaskan sakit hatimu, tapi...tapi, tidak dapat. Diam-diam aku sangat heran, kupikir sumoay tahu kematian Kan Jun-ki yang mengerikan, tentunya dia menyaksikannya sendiri dan pasti tahu jelas siapa musuh yang membunuh Kan Jun-ki itu. mengapa dia tidak dapat membalaskan sakit hati Kan Jun-ki" Jangan-jangan pembunuh itu adalah seorang
familinya yang terdekat sehingga balas dendam tidak dapat dilakukannya" Tapi kecuali diriku dan suaminva, setahuku sumoay tidak mempunyai sanak keluarga lain.Jelas bukan aku yang membunuh Kan Jun-ki, jika begitu pasti suaminya yang membunuh sehingga tidak dapat membalaskan sakit hati Kan Jun-ki. Tapi sebab apakah ayahmu membunuh Kan Jun-ki. sungguh aku tidak mengerti. Kudengar sumoay lagi menangis pula dan berseru, "Kau sudah mati sekarang, aku tidak akan menggubris dia lagi, meski tidak dapat kubalaskan sakit hatimu, tapi selanjutnya dia juga takkan hidup bahagia. . ."
Mendengar sampai di sini, kuyakin pembunuh Kan Jun-ki itu pasti ayahmu adanya. si "dia" yang dimaksudkannya itu pasti ayahmu, berbareng itu akupun paham sebab apa ayahmu bilang padamu bahwa ibumu sudah meninggal karena sakit. Bukan maksud ayahmu sengaja mengutuk ibu mu, soalnya ibumu tidak menghiraukan dia lagi, saking berduka ia anggap ibumu sudah mati, Kutahu ayahmu sangat mencintai sumoay ku, jika ibumu tidak dianggap sudah meninggal, tentu ayahmu tidak tahan hidup lagi menyaksikan ibumu sebenarnya masih hidup. Dalam sekejap itu aku tidak dendam lagi kepada ayahmu, sebaliknya aku masih bersimpati kepadanya. selama hidup sumoay hanya mencintai Kan Jun-ki seorang, sumoay mau menikah dengan ayahmu hanya sebagai pembalasan saja terhadap Kan Jun-ki, sebab Kan Jun-ki tidak menikahi dia melainkan kawin dengan gadis yang lain. Korban pembalasan sumoay itu hanya secara kebetulan terjadi atas diri ayahmu, jika tidak kuselamatkan ayahmu dan kubawa pulang sehingga ayahmu jatuh cinta kepada sumoay, maka korban pembalasan sumoay cepat atau lambat pasti akan terjadi atas diriku. Coba kalau aku tidak menolong ayahmu. dengan Lwekang ayahmu yang tinggi belum tentu dia akan mati dan mungkin dapat menyembuhkan diri sendiri, lalu kawin dengan Siu-lo-giok-li Him Kay-hoa yang mencintainya, maka hidupnya pasti akan bahagia. Tapi akhirnya dia kawin dengan sumoay dan menjadi korban pembalasan sumoay. Padahal korban itu seharusnya diriku, jadinya ayahmu mewakilkan diriku. Rasa dendamku kepada ayahmu sungguh tidak patut, sebaliknya aku
harus menyesal dan terharu mengingat nasib ayahmu itu. seorang Kalau menikahi seorang perempuan yang tidak pernah mencintainya. kukira akan lebih baik tidak kawin saja. Kalau tidak. siksaan batin selama hidup pasti sukar terhindarkan."
"Sekalipun begitu ayah rela menanggung penderitaan batin itu," kata Yu Wi tiba-tiba. "Menurut pendapatku, sebelum ayah meninggal, beliau masih juga belum melupakan ibu . . ."
"Dari mana kau tahu ayahmu rela menanggung penderitaan batin?" tanya Su Put-ku.
"Tentang ibu tidak menghiraukan ayah lagi, berita ini dengan cepat dapat didengar oleh Him Kay-hoa, rupanya dia tidak pernah melupakan ayah, maka dari jauh ia berkunjung ketempat ayah dan berusaha menghiburnya," demikian tutur Yu Wi, "Apabila ayah tidak mau menanggung penderitaan batin karena ditinggalkan isteri, tentu dia akan berbaikan dengan Him Kay-hoa. Namun ayah telah berkata kepada Him Kay-hoa bahwa ibu telah meninggal dan bukan meninggalkan ayah. Meski ibu meninggal, tapi cinta ayah kepadanya masih tetap abadi. semua ini menandakan biarpun ayah menganggap ibu sudah meninggal, tapi senantiasa masih memikirkannya . . . ."
"Jika begitu, tindakan sumoay jadi lebih-lebih tidak patut lagi," kata Su Put-ku. "Ayahmu sedemikian cinta padanya, mengapa dia berbuat begitu. Kebahagiaan tidak diterima, sebaliknya mencari cinta yang tidak bisa diperolehnya."
"Di mana perbuatan ibu yang dianggap tidak patut?" tanya Yu Wi.
"Kau tahu, sebelum aku tak sadarkan diri, sempat kudengar sumoay menangis dan berkata, Jun-ki, lihatlah betapa bulat bulan di atas langit. Hari ini adalah hari pertemuan kita, tidak nanti kulupakan hari ini setiap tahun, selanjutnya tetap akan kujenguk kau papa setiap hari Tiongciu ini .... Dalam keadaan sekarat, ternyata benaknya dapat berpikir dengan jernih. Kupikir apa yang dikatakan itu tentu disangkanya Kan Jun-ki baru saja mati seperti
kejadian di masa lampau. Karena kudepak roboh batu nisan, maka sumoay mengira Kan Jun-ki telah kubunuh, atau dengan perkataan lain aku telah dipandangnya sebagai ayahmu. Bahwa disinilah ayahmu membunuh Kan Jun-ki, lalu sumoay menyangka batu nisan Kan Jun-ki sebagai orangnya yang masih hidup, ketika kudepak roboh nisan yang dianggapnya orang hidup itu, maka adegan terbunuhuya Kan Jun-ki oleh ayahmu di masa lampau lantas terbayang kembali olehnya. sebab itulah sumoay berteriak jangan berkelahi, jelas ucapan ini diserukan untuk melerai pertarungan ayahmu dengan Kan Jun-ki. Aku memang lagi heran setelah aku dipukul satu kali olehnya, mengapa dia tidak manyerang lebih lanjut untuk merampas kembali batu nisan yang kuat ini. Rupanya dia menganggap diriku sebagai ayahmu, makanya tidak menyerang lagi. Kemudian. ia sesambatan dalam tangisnya. apa yang diucapkannya serupa dengan perkataanya dahulu, setelah dia menyatakan akan tetap menjenguknya pada setiap hari Tiongciu lalu sarafnya terganggu sehingga hilang ingatan, segala kejadian masa lampau terlupakan seluruhnya. Yang teringat hanya setiap hari Tiongciu akan datang menjenguk Kan Jun-ki. Dan setelah dia mengucapkan kata terakhir itu, dia lantas tinggal pergi. aku sendiri juga lantas jatuh pingsan, tak terduga telah dapat diselamatkan olehmu. Kalau sekarang kurenungkan ucapan sumoay itu, jelas kata-kata itulah yang menjadi sumbu pertarungan maut antara ayahmu dengan Kan Jun-ki. Tentu sumoay tidak dapat melupakan Kan Jun-ki, maka meski sudah menikah dengan ayahmu tapi setiap hari Tiongciu diam-diam dia mengadakan pertemuan gelap dengan Kan Jun-ki di sini.
"Ai, prilaku Kan Jun-ki itu sungguh tidak patut, sudah tahu sumoay telah bersuami, tapi masih mengadakan hubungan gelap dengan dia. Lama-lama tentu saja ayahmu merasa curiga, maka diam-diam mengadakan penguntitan, setiba di sini diketahuinya pertemuan gelap kedua orang, saking gusarnya, lalu dia melabrak Kan jun-ki. ilmu silat Kan Jun-ki memang bukan tandingan ayahmu, ditambah perbuatannya memang salah, dengan sendirinya hatinya tambah keder. Meski sumoay berteriak di samping agar keduanya
jangan berkelahi, namun ayahmu tidak tahan akan perbuatan isteri yang menyeleweng, saking murkanya Kan Jun-ki telah dibunuhnya.
Melihat orang yang dikasihi terbunuh, sumoay terus mendekap mayat Kan Jun-ki dan menangis sedih sambil sesambatan, ketika mendengar ucapan sumoay yang menyatakan takkan menghiraukan ayahmu lagi, hati ayahmu menjadi dingin, ia tahu hubungan suami-isteri sukar diperbaiki lagi, maka diam-diam ia tinggal pergi dan menganggap isterinya sudah mati. Tak diketahuinya bahwa setelah menangis sedih, akhirnya saraf sumoay jadi terganggu, jangankan soal tidak menghiraukan ayahmu, hakikatnya dia tidak ingat apa-apa lagi, Ai, rupanya sumoay benar-benar terlalu cinta pada Kan Jun-ki, segala apa dapat dilupakan, tapi janji pertemuannya dengan Kan Jun-ki pada hari Tiongciu ternyata tidak pernah lupa. Mungkin waktu dia datang lagi kesini dan melihat makam Kan Jun-ki, batu nisannya dianggapnya seperti sang kekasih. Akhirnya batu nisan itu kuhuncurkan, bagi sumoay sama teperti kubunuh Kan Jun-ki, otak sumoay jadi terguncang lagi dan teringat kepada terbunuhnya Kan Jun-ki dahulu, sebab itulah tangisnya dan ucapnya serupa apa yang pernah diucapkannya dahulu."
Entah kapan muka Yu Wi juga penuh air mata, dengan suara tersendat ia berbata, "Jika demikian, jadi ada kemungkinan tahun depan ibu akan datang ke sini lagi?"
"Ya, kukira dia akan datang lagi, dalam hati sumoay senantiasa Kan-Jun-ki dianggapnya belum mati, maka tahun depan dia pasti akan datang kesini untuk mengadakan pertemuan gelap dengan Kan Jun-ki."
Air mata Yu Wi bercucuran. entah untuk siapa dia menangis, apakah menangis lantaran ibunya yang tidak suci, atau menangis karena kemalangan sang ayah"
sekarang dia percaya kepada keterangan su Put ku yang jelas memang benar itu, bahwa ibunya tidak suci memang fakta nyata, ia jadi teringat kepada apa yang dilihatnya sendiri ketika ibunya berkomat-kamit di depan makam Kan Jun-ki, lalu berlatih kungfu didepan nisan seakan-akan nisan itu adalah Kan Jun-ki ....
Lalu teringat juga waktu ibunya menyelamatkan Mo-kui-tocu Yap Su-boh dengan teriakan 'jangan berkelahi', kiranya seruan "jangan berkelahi," itu dimaksudkan pertarungan antara ayah dan Kan Jun-ki.
Begitulah pikiran Yu Wijadi bergolak, anehnya dia tidak benci terhadap ketidak sucian sang ibu terhadap ayahnya, tiba-tiba ia berkata, "Marilah kita tegakkan kembali batu nisan ini."
"Mengapa harus kita tegakkan lagi, nisan ini sudah hancur berkeping2, untuk apa didirikan lagi?" ujar su Put- ku.
"Tahun depan bila ibu datang lagi dan tidak melihat nisan ini, tentu hati ibu akan sangat sedih." kata Yu Wi, "Dalam hati ibu disangkanya Kan Jun-ki masih hidup didunia ini, maka biarlah pikiran ini tetap terbayang dalam benaknya."
su Put- ku menggeleng, katanya "Masa kau tidak bersimpati terhadap ayahmu dan sebaliknya cuma bersimpati kepada ibumu?"
Yu Wi mencucurkan air mata, katanya, " Kutahu ibu bersalah, namun beliau sudah tua, masakah kutega membuyarkan khayalan satu2nya itu?"
"Ya, memang harus begitu, Kata Su Put-ku tegas, "Selama pikirannya masih menganggap Kan Jun-ki belum mati, selama itu penyakit sarafnya sukar disembuhkan. Tapi bilamana khayalannya buyar, lalu mulai diobati, kemungkinan besar penyakitnya akan dapat disembuhkan."
Yu Wi pikir betul juga pendapat Su Put-ku itu, katanya, "Tahun depan kita sembunyi dulu di sekitar sini, bila hari Tiongciu tentu ibu akan datang. Pada saat dia sedang berduka dan lengah, kita lantas tutuk Hiat-to kelumpuhannya, dengan kemampuan Kuku kuyakln tidak sulit untuk menyembuhkan penyakit linglung ibu itu."
"Ilmu pertabibanku sekarang tidak lebih tinggi daripada mu, cukup kau sendiri yang datang kemari, kukira aku tidak perlu ikut," kata Su Put-ku.
Yu Wi lantas mengeluarkan Pian-jik-sia-bian dan diberikan kepada Su Put-ku, katanya, "Kemampuan ilmu pertabibanku hanya berdasarkan ajaran kitab ini, mengenai pengalaman masih jauh dibandingkan Kuku. Cukup dalam waktu setahun Kuku mempelajari isi kitab ini, pasti ilmu pertabibanmu akan maju pesat."
Su Put-ku memegangi kitab itu, katanya sambil menggeleng. "Susiok memberikan kitab ini padamu, maka harus kau simpan dengan baik, aku tidak boleh membacanya."
Dengan memelas Yu Wi memohon, "Kuharap Kuku suka mengingat penyakit ibu dan sudilah terima kitab ini. Sudah lebih setahun kupegang buku ini dan tidak banyak mendapat kemajuan, bagi Kuku tentu kitab ini lain artinya. Penyakit ibu tidaklah ringan, kalau tidak ditolong Kuku jelas sangat sulit disembuhkan."
Karena permohonan Yu Wi yang sangat itu, pula mengingat sang Sumoay, meski Sumoay hampir membunuhnya, betapa dia adalah puteri tunggal sang guru, adalah kewajibannya ikut menyembuhkan penyakit sumoay itu.
Maka ia tidak manolak lagi, kitab itu di
Kisah Sepasang Rajawali 27 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Pendekar Panji Sakti 21
^