Amanat Marga 11

Amanat Marga Karya Khu Lung Bagian 11


u . . . " ssgera Lamkiong Peng
hendak menerjang musuh.
Tapi baru saja bergerak segera tongkat Cu-sintocu
mengancam tengg-orokan Liong Po-si sambil
membentak, "Berani sembarang ber-gerak" "
Lamkiong Peng mati kutu, dengan me-nunduk ia
duduk kembali, "Ken'. ". . kenapa kau .... "
"Soalnya meski aku menguasai ilmu per-tabiban
maha tinggi, tapi aku tidak mampu
melakukan pembedahan atas kakiku sendiri, "
ujar Cu-sin-tocu.
"Di atas pulau tadi masih ada beratus orang lain,
mengapa kaupilih diriku saja" "
"Sudah tentu ada alasanku, cuma sekarang
belum dapat kuberitahukan padamu, " ujar Cusin-
tocu dengan tersenyum.
Melihat senyuman orang sangat aneh, se-perti
ada sesuatu rahasia, seketika ia menjadi sangsi,
namun dia justru mendayung terlebih kuat.
Entah sudah berapa jauh ia mendayung, tangan
pun terasa pedas, namun pikirannya mulai tenang
dan merenungkan akal untuk me-loloskan diiri.
Malam sudah larut, bintang bertaburan di langit,
perahu kecil ini terombang-ambing di lautan lepas
yang gelap dan tak teriihat ujung pangkalnya,
sunyi ngeri rasanya.
Cu-sin-tocu juga sedang memandangi bintang di
laiigit untuk membedakan arah, sorot matanya
yang beringas itu kini sudah berubah juga, tampak
ia pun sedih, seperti menanggung tekanan batin.
Sekonyong-konyong angin mulai meniup, angin
kencang menghimpun awan tebal se-hingga
kerlipan bintang mulai tak kelihatan.
"Celaka! " keluh Cu-sin-tocu sambil memandang
kejauhan. "Ada apa" " tanya Lamkiong Peng.
"Sebentar lagi akan datang hujan badai, " serti
Cu-sin-tocu kuatir.
Baru habis ucapannya, gumpalan awan hi-tam
sudah meluas hingga berpuluh kali lebih banyak,
seluruh langit scakan-akan tertutup semua.
Angin bertambah keras, di tengah deru angin
seperti membawa butiran air hujan se-besar biji
kacang. Ombak juga bergolak hebat, jika perahu
biasa mungkin akan terbalik.
Setelah ragu sebentar, akhirnya Cu-sin-tocu
menepuk hiat-to Liong Po-si, lalu me-narik napas
dalam, la!u memandang sekeliling.
"Suhu, engkau tidak apa-apa bukan" " seru
Lamkiong Peng. Sinar mata Lior"g Po-si mencorong terang,
teriaknya dengan kejut dan gusar, "Mengapa aku
berada di sini" "
"Sekarang bukan waktunya untuk bicara, " kata
Cu-sin-tocu. "Meski perahu ini terbuat
dari kayu besi yang berat, tapi juga tidak ta-han
damparan ombak sedahsyat ini, tampaknya angin
yang akan berjangkit adalah sejenis Liong-kui-hong
(angin lesus berputar), tiada jalan lagi bagi kita
kecuali harus berusaha me-ngerahkan tenaga
untuk menahan perahu ini agar jangan oleng '.... "
Pada saat dia bicara inilah hujan deras dan
badai lantas berjangkit, ombak men-dampar
dengan dahsyatnya sehingga perahu seolah-olah
terlempar ke udara mengikuti gelombang.
Sekuatnya mereka bertiga mengerahkan tenaga
dalam antuk menahan perahu, ombak mendam par
susul menyusul, suasana gelap gu-lita, sekujur
badan Lamkiong Peng sudah basah kuyup, ia
mendapatkan sebuah ember untuk membuang air
yang masuk ke dalam perahu. Namun hujan
tambah deras, air di dalam perahu bertambah
banyak dan tidak berkurang.
Menghadapi bahaya maut membuat mereka
melupakan permusuhan pribadi mereka, sekarang
mereka harus bersatu dan bergotong royong
menghadapi maut, harus berjuang mati-matian
supaya perahu tidak terbalik dan tenggelam.
Perjuangan mereka ini sungguh sangat sulit,
sebab ombak semakin dasyat, betapa kukuh
perahu ini dan betapa tinggi ilmu silat mereka,
tampaknya tetap lebih banyak celaka daripada
selamatnya. Dalam keadaan demikian mendadak Cu-tin-tocu
berseru, "Liong Po-si, Lamkiong Peng, apakah
kalian benci padaku karena kubawa kalian ke
tengah lautan ini" "
Namun kedua orang itu sedang menghadapi
pergolakan ombak yang menguatirkan itu, mereka
tidak menjawabnya.
Cu-sin-tocu menghela napas panjang, kata-nya
pula, "Kekuatan manusia memang tidak dapat
melawan kekuasaan Thian, semula ingin kututup
terus rahasia ini, tapi sekarang kita lagi
menghadapi maut, setiap saat ada ke-mungkinan
akan tenggelam ke dasar laut, rasa-nya aku pun
tidak perlu menunggu lagi. "
"Rahasia apa" " serentak Liong Po-si dan
Lamkiong Peng bertanya dengan trrcengang.
"Apakah kalian tahu siapa aku" " teriak Cu-sintocu.
Lamkiong Peng melengak, sedang Liong Po-si
lantas menegas, "Sesungguhnya siapa kau" "
"Lamkiong Peng, ketahuilah, aku inilah
pamanmu, " teriak Cu-sin-tocu dengan terbahak.
"Dan kau, Liong Po-si, akulah yang merusak
kebahagiaan selama hidupmu. "
Terguncang perasaan Lamkiong Peng, ber-bagai
tanda tanya yang membuatnya bingung selama ini
sekarang jadi terjawab.
Pantas orang tua ini memperlakukan diri-ku lain
daripada orang lain, pantas juga dia
mengharuskan aku mewarisi ilmu pertabiban-nya.
Pada waktu dia menmggalkan rumah, dia
membunuh anak-istrinya, tentu hatinya sangat
sedih dan menyesal, kehidupan sepi dan me-rana
selama berpuluh tahun tentu membuat tekanan
batinnya bertambah berat sehingga pikiran pun
kurang waras, makanya dia me-lakukan hal-hal
yang kejam dan gila itu. Tapi sebab apa pula dia
merusak kebahagiaan hi-dup Liong Po-si"
Seketika Lamkiong Peng meraia heran, sedih,
kasihan, kejut dan juga gusar.
Dilihatnya Liong Po-si juga terkejut dan
bertanya. "Hah, jadi . . . jadi cngkau ini Lamkiong
Eng-lok, jadi Laulah yang membuat Yap Jiu-pek
membenciku selama hidup, engkaulah orang
berkedok kain hijau dahulu itu" "
Sekuatnya Cu-sin-tocu memegangi perahu yang
oleng itu, pikirannya juga bergolak serupa ombak
samudra yang mengamuk itu.
Dengan suara parau ia menjawab, "Betul, akulah
Lamkiong Eng-lok, akulah si orang berkedok kain
hijau itu. 40 tahun yang lalu, waktu pertama kali
kulihat Yap Jiu-pek, saat itu juga aku jatuh cinta
padanya dan lupa daratan bahwa aku sudah
mempunyai anak istri, juga lupa tidak lama lagi
aku harus me-ninggalkan masyarakat ramai dan
hidup ter-pencil kesepian di pulau itu.
"Waktu itu antara kalian berdua sudah terkenal
sebagai pasangan setimpal di dunia kangouw,
timbul benci dan iriku, aku bertekad mengacau
hubungan kalian, dengan sendirinya orang
kangouw takkan menduga semua itu di-lakukan
olehku, sebab orang kangouw tidak ada yang tahu
putra sulung pujaan keluarga Lamkiong menguasai
kungfu yang mengejutkan.
"Ketika akhirnya terjadi pertengkaran dan
bahkan menjadi musuh antaraYap Jiu-pek
denganmu, pada saat itu pula aku berangkat jauh
ke lautan sini dengan meninggalkan kampung
halaman. Karena rasa sedih dan dengki aku
bertekat akan berpisah selamanya dengan
kehidupan ramai, maka secara kejam kubunuh
anak istri sendiri.
Mendadak angin mendera dan meniup dengan
keras sehingga menambah seram ucap-an yang
terekhir itu. "Meski kaupergi meninggalkan dunia ramai, tapi
hidupku telah kaubikin susah, " teriak Liong Po-si
dengan gemas, seketika rasa dendam lama dan
benci baru timbul serentak, se-gera ia bermaksud
menghantam. "Nanti dulu, " bentak Lamkiong Eng-lok.
"Sekalipun kauingin balas dendam, hendaknya
tunggu dulu setelah habis ceritaku. "
Mukanya kelihatan basah, entah air laut atau air
mata, dengan suara parau ia menyambung lagi,
"Setiba di atap pulau tetap takdapat kulupakan
kehidupan dunia ramai sa-na, terlebih tidak dapat
melupakan kalian, tambah lama tambah jelas
terbayang kejadian masa lampau. bayangan Yap
Jiu-pek juga su-kar terhapus dalam benakku. "
Liong Po-si menggerung murka, tapi Lam-kiong
Eng-lok meneruskan lagi, "Untung turun temurun
orang keluarga Lamkiong adalah Cu-sin-tocu "
"Apa katamu" " tergetar hati Lamkiong Peng.
"Kautahu, pulau para dewata ini justru adalah
ciptaan keluarga Lamkiong, setiap ke-turunan
keluarga Lamkiong kita, anak sulung harus dikirim
ke sini, yaitu untuk mewarisi kedudukan Tocu. Hal
ini tetap merupakan rahasia dunia persilatan
selama ini, sebab itu-lah kaupun tidak tahu.
Waktu kaudatang mula-mula sudah kukatakan
akan memberi tugas padamu, maksudku adalah
bila aku sudah wa-fat, kedudukan Tocu akan
kuserahkan padamu. "
Mendadak Liong Po-si berteriak, "Setelah kaujadi
Tocu di sini, engkau belum melupa-kan kami dan
mengirim utusan untuk mencari kami dan
akhirnya bertemu di puncak Hoa-san, pada saat
kami sedang lengah aku telah di-kerjai kalian dan
dibawa ke sini .... Se-karang ingin kutanya
padamu. Yap Jiu-pek telah kausembunyikan di
mana" "
Lamkiong Eng-lok termenung sejenak, kata-nya
kemudian, "Yap Jiu-pek su . . . sudah ter-jerumus
ko dalam jurang, dia sudah mati, sampai mayat
pun sukar ditemukan lagi. Karena pukulan batin
itulah, maka pikiranku rada terganggu ....- "
Deru ombak yang mendampar membuat
suaranya terputus-putus dan hampir tak terdengar.
"Kaubilang apa" " bentak Liong Po-si.
"Dia sudah mati! " jawab Cu-sin-tocu alias
Lamkiong Eng-lok dengan parau.
"Mati . . . sudah mati! " gumam Liong Po-si
dengan melotot, mendadak ia meraung mur-ka,
serentak la melompat maju terus meng-hantam
batok kepala lawan.
Akan tetapi Lamkiong Cig-lok sempat menangkisnya,
icrunya dengan tertawa pedih, "Baik,
baik, permusuhan kita selama puluhan tahun
boleh juga di.selesaikan saja sekarang. "
Maka terdengarlah suara "plak-plok " be-berapa
kali, dalam waktu singkat keduanya sudah saling
gebrak enam-tujuh jurus.
Karena gerakan kedua orang yang keras,
imbangan perahu tambah oleng dan naik turun
terlempar ombak, perbekalan yang dimuat perahu
pun sama terjatuh ke laut.
Sambil memegang perahu yang oleng Lamkiong
Peng berteriak, "Suhu .... Paman, berhenti . . .
berhenti . . . . "
Tapi kedua orang tua itu tidak mendengar lagi
seruannya, meski kaki kedua orang takbisa
bergerak, namun empat tangan mereka dapat
saling menghantam.
Lamkiong Peng serba susah, ia tidak dapat
membantu guru untuk membunuh paman, sebaliknya
juga tidak dapat membantu paman untuk
memusuhi guru. Mendadak terdengar Liong Po-si dan Lamkiong
Peng membentak bersama, menyusul perahu pun
terlempar ke atas oleh gelombang yang tinggi.
Kontan perahu miring ke samping, belum lagi
tempat Lamkiong Peng menjerit, tahu-tahu ia
sudah tergelincir ke dalam laut.
Segera gelombang ombak mendamparnya
dengan dahsyat sehingga membuatnya tak berdaya,
hanya dalam hati ia dapat mengeluh
tamatlah segalanya.
Ia tenggelam ke dalam laut, ditengah setengah
sadar mendadak tangannya menyentuh sesuatu,
secara di bawah sadar ia terus pegang benda itu
dan tak dilepaskan lagi.
Sang surya memancarkan cahayanya yang gilang
gemilang sehingga membuat permukaan laut
gemerdep dan memantulkan kelip cahaya
keemasan. Angin laut mendesir dan menimbul-kan
gemersik daun pohon kelapa yang banyak tumbuh
di tepi pantai.


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pesisir yang berwama keemasan itu se-mula
tiada jejak manusia, tapi ombak yang ti-dak kenal
ampun itu mendadak mengantarkan sesosok
tubuh ke pantai, tubuh itu tak ber-gerak, mata
terpejam, cntah sudah mati atau masih hidup.
Janggutnya pendek kaku, namun mata alisnya
kelihatan cakap dan masih muda. Kedua
tangannya mencengkeram kencang se-buah peti
kayu dan tak terlepaskan.
Rupanya ketika hampir tenggelam, men-dadak
tangan Lamkiong Peng sempat meraih sebuah peti
kayu, peti inilah yang me-nyelamatkan jiwanya dan
akhirnya terdampar ke pantai.
Tidak lama kemudian, tangan yang
mencengkeram peti itu mulai mengendur, kelopak
mata pun bergerak, akhirnya terbuka sedikit, tapi
karena si1au oleh sinar matahari, ia me-nutupi
mata dengan tangan.
Pelahan ia meronta bangun dan duduk. ia
tumpahkan air laut yang membuat perutnya rada
gembung, Ia pandang sekelilingnya yang lapang
dan sunyi. Sekali lagi Lamkiong Peng lolos dari reng-gutan
elmaut. Namun dia sudah kehabisan te-naga, hati
pun kecut, apakah mungkin dia da-pat bertahan
hidup di pulau kecil ini"
Ia berdiri, ia tidak ingin memikirkan apa yang
sudah terjadi, juga tidak berani' mem-bayangkan
nasib guru dan pamannya, entah mati atau masih
hidup. Ia tidak tahan sinar matahari yang me-nyengat
itu, ia menuju ke bawah pohon kelapa, di balik
deretan pohon kelapa sana ada se-buah hutan
yang rindang dengan macam ma-cam pohon.
Dengan langkah sempoyongan Lamkiong Peng
menuju ke balik pepohonan kelapa, ke-tika dekat
dengan hutan yang rindang sana, dilihatnya di atas
tanah kuning yang kering itu ada bekas tapak kaki
yang aneh, tapak kaki raksasa.
. Terkesiap anak muda itu, pada tapak kaki itu
kelihatan bekas tiga jari serupa bekas kaki
burung, tapi bagian tungkak dan telapak se rupa
kaki manusia. la tertarik untuk mengetahui sebenarnya bekas
kaki makhluk apa itu.
Baru saja ia melangkah lagi, mendadak tanah
yang diinjaknya longgor ke bawah. Kira-nya di
sumping bekas kaki ini ada sebuah je-bakan
sebulatan satu tombak luasnya, ketika merasa
kaki menginjak tempat kosong, ia ter-kejut,
sekuatnya ia pegang tepian lubang dan berusaha
melompat ke atas.
Bahkan ia tidak berani lagi hinggap di se-kitar
situ melainkan terus meloncat setinggi-nya dan
meiayang ke dalam hutan. Tapi mea-dadak kaki
tersandung ranting pohon, ia terkejut, sedapatnya
ia ingin hinggap di atas dahan.
Tak terduga di saat itu juga sepotong ranting
menyambar tiba pula. Bahkan karena ge-taran
ranting yang serupa panah itu meng-akibatkan
ranting kayu yang lain, sehingga dari sana sini
menyambar tiba pula panah kayu yang tajam.
Dihujani panah dalam keadaan terapung, tentu
saja Lamkiong Peng agak kerepotan, apalagi
beberapa kali lompatan itu telah banyak
memakan tenaganya. Untuk menyelamatkan diri,
terpaksa ia anjlok ke bawah.
Siapa tahu, begitu kaki menyentuh tanah, segera
diketahuinya kembali kejeblos ke dalam
perangkap. Sekali ini ia mati kutu, meski se
kuatnya ia berusaha melompat lagi ke atas, namun
sukar mengeluarkan tenaga lagi. "Plung ", tahu
tahu ia kejeblos ke dalam air.
Kiranya lubang perangkap ini selain luas dan
dalam, bahkan pada dasar lubang ada air sedalam
enam-tujuh kaki. Betapapun tinggi ginkang
seorang, bila sudah kejeblos ke dalam lubang
seperti ini, tentu juga tak berdaya se-ketika.
Sekujur badan Lamkiong Peng terendam air,
bahkan hampir tenggelam sama sekali, ic-bisanya
ia berjinjit sehingga hidung dapat me-nongol di
permukaan air. Lebih celaka lagi, mendadak terdengar suara
"brak ", ada penutup yang menutupi lu bang
perangkap itu, keadaan menjadi gelap gulita.
Kejut dan sangsi pula Lamkiong Peng, pikirnya,
"Tak tersangka di pulau terpencil ini
ternyata ada mannsia. Melihat cara pembuatan
perangkap ini agaknya bukan digunakan untuk
menangkap binatang melainkan ditujukan terhadap
tokoh persilatan kelas tinggi yang me-miliki
ginkang yang hebat. Entah siapa ge-rangan
pemasang perangkap ini dan siapa pula yang
hendak di jebaknya. "
Selagi dia merasa ngeri terhadap musuh yaag
tidak diketahui ini, sekonyong- konyong terdengar
suara orang tertawa, suaranya seram serupa bunyi
burung hantu. Kiranya pada waktu penutup lubang je-bakan
tadi merapat dan menimbulkan suara "bluk ",
suara itu menggcina jauh ke tengah hutan yang
lebat, segera dari dalam sebuah ru-mah yang
dibangun di atas dahan pohon serupa sarang
burung itu melayang keluar se-sosok bayangan
manusia. Bayangan orang itu berambut panjang rupanya
seorang perempuan, namun tubuhnya hanya
dibungkus dengan dedaunan dan akar-akaran,
kulit badannya tampak kering karena terbakar
sinar matahari. Kesepuluh jarinya ku-rus kering.
tulang pipi tinggi menonjol, hanya kedua matanya
masih mencorong, tapi mereorong buas serupa
kelaparan dan menimbulkan rasa ngeri bagi yang
melihatnya. Dia tertawa latah dan beikata, "Baru sekarang
kaurasakan kelihaian nyonya . . . . "
Meski cepat gerak tubuhnya, tapi dilaku-kannya
dengan hati-hati seperti di dalam hutan ini penuh
perangkap. Ketika dia sudah ber~ diri di atas
papan penutup lubang jebakan itu-lah baru ia
berteriak pula sambil tertawa terkekeh,
"Siapa itu yang di atas" Mengapa kau-jebak
diriku dengan cara sekeji ini" " teriak Lamkiong
Peng. Karena ucapannya ini, suara tertawa di atas
seketika berhenti, perempuan kurus kering itu
melenggong sendiri, sorot matanya yang mencorong
menampilkan rasa terkejut, bentak nya dengan
bengis, "He, bu . . . bukan kau .... Siapa kau" "
Baru sekarang hati Lamkiong Peng merasa
longgar, sebab diketahuinya sasaran perangkap
orang ternyata bukan dirinya. Tapi bila dide-ngar
dari suaranya, mau-tak-mau ia pun kuatir.
Mendadak papan penutup itu terbuka, se-buah
wajah orang perempuan berambut panjang
yang sangat buruk menongol di tepi lu-bang
jebakan dan sedang mendamperat pada-nya,
"Keparat, jahanam . . . . "
Begitulah ia terus memaki dengan segala kata
kotor yang keji.
Tentu saja Lamkiong Peng juga gusar, "Selamanya
kita tidak kenal .... "
Mendadak ia melongo dan terputus ucap-annya.
Tampaknya perempuan kurus kering itu pun
terkejut, tapi segera ia tertawa latah pula dan
berseru, "Haha, kiranya kau . . ? Haha, ternyata
engkau yang masuk perangkapku, agak nya
usahaku ini pun tidak sia-sia belaka. Wahai
Lamkiong Peng, apakah engkau masih kenal
padaku. " Kaget juga Lamkiong Peng setelah me -ngenali
tiapa perempuan ini, "Hah, kiranya engkau belum
... belum mati" Engkau Tek-ih Hujin bukan" "
"Betul, aku belum mati, akulah Tek-ih Hujin! "
seru perempuan itu gambil tertawa latah. Meski
kalian menghanyutkan aku di tengah lautan bebas,
namun aku justru tidak mati kelaparan dan
kehausan! "
Seketika Lamkiong Feng tidak sanggup bicara
lagi. Kiranya cukup lama juga Tek-ih Hujin
terombang-embiiig di tengah lautan dengan sekoci
itu, tiang hari ia dipanggang oleh terik matahari,
pada waktu malam hari dia ke-dinginan oleh angin
lautan sehingga tubuhnya kurus kering tinggal
kulit membungkus tulang. Beberapa lelaki yang
dihanyutkan 'bersama dia, karena kungfunya
kalah tinggi daripada dia, juga tipu akalnya kalah
keji, akhirnya semua terbunuh olehnya dan
dijadikan isi perut.
Berkat darah dan daging orang-orang itu-lah
Tek-ih Hujin bertahan berpuluh hari di tengah
lautan dan akhirnya terdampar ke pulau ini.
Selama tinggal di pulau ini juga penuh derita
dan sengsara, bila musim dingin tiba bahkan
kedinginan setengah mati.
Hidup tersiksa ini telah membuat fisiknya
berubah sama tekali, bahkan suaranya juga
berubah, hanya matanya saja dengan sinarnya
masih tetap serupa dulu, malahan tambah memancarkan
cehaya rasa benci dan dendam
Kalau tidak melihat sinar matanya itu, tentu
Lamkiong Peng tidak kena! iagi perem-puan kurus
kering dan bermuka buruk ini ada-lah Tek-ih Hujin
yang dahulu terkenal pintar berubah rupa dan
cantik molek itu.
Dalam keadaan demikian, Lamkiong Peng hanya
merasa menyesal saja, maka ia tutup mu-lut tanpa
bicara. "Kenapa cngkau diam saja" " tanya Tek-iu Hujin
dengan tertawa senang.
"Setelah jatuh di tanganmu, terserah pa-damu
akan diapakan diriku, " ajar Lamkiong Peng.
"Apakah kauminta kubunuhmu" " "Silakan,
makin cepat makin baik. " "Haha, kauingin
kubunuhmu, aku justru merasa keberatan, " Tekih
Hujin terbahak, lalu sambungnya, "Sekarang
engkau telah men-jadi mestika ratuku, mana
kutega membunuh-mu. Nanti setelah kehabisan
tenaga baru akan kutarik kau ke atas. "
Terbayang cntah apa yeng akan terjadi bila jatuh
dalam cengkeraman perempuun keji ini, Lamkiong
Peng merasa lebih baik mati saja sekarang.
Tanpa ragu segera ia angkat tangan dan hendak
menghantam kepala sendiri.
Mendadak Tek-ih Hujin terkekeh pula dan
berseru, "Haha, masa akan kaubunuh diri begitu
saja" Apakah cngkau tidak ingin tahu di pulau ini
masih ada siapa Iagi selain diriku" "
"Hah, ada siapa Iagi" " seru Lamkiong Peng.
"Biarpun pecah kepalamu kaupikir juga takkan
kauduga Bwe Kim-soat juga berada di sini, " tutur
Tek-ih Hujin dengan tartawa senang.
Tentu saja Lamkiong Peng terkojut, "Kenapa dia
berada di sini" "
"Dia menumpang sebuah perahu tua dan
terdampar ke sini, perahunya kandas di pantai
karang sana, perahu pecah dan tak dapat ber-layar
Iagi, terpaksa ia mendarat. Waktu itu aku tidak
tahu dia adalah orang yang membikin celaka
diriku, sebaliknyadia juga tidak mengenali diriku . .
. . " Kiranya tempo hari Bwe Kim-goat menumpang
perahu sendirian dan meninggalkan me-reka,
meski dia paham cara berlayar, namun cuma
sendirian. mana dia mampu menguasai sebuah
perahu di tengah gelombang laut se-dahsyat itu.
Di tengah lautan seluas itu, dia kehilang-an
arah, air minum dan perbekalan yang di-bawanya
pun habis. Mendingan kalau cuma lapar saja. kehaus-an
itulah yang sukar ditahan. Dalam keadaan lapar
dan haus akhirnya ia jatuh pingsan.
Entah berapa lama ia terbawa perahu tanpa
kemudi itu, akhirnya perahunya kandas-
Memangnya perahu itu sudah tua, karena
benturan batu karang. perahu pecah, hanya tidak
segera tenggelam karena tertahan oleh batu
karang. Tentu saja Tek-ih Hujin sangat girang me-lihat
ada perahu singgah di pulau itu, tapi setelah
diperiksanya baru diketahui perahu itu tidak bisa
dipakai lagi, malahan dikenali pe-rahu itu adalah
perahu bekas dipakai Hong Man-thian dan
rombongannya. Sekarang di atas perahu tertinggal
seorang perempuan saja.
la heran dan juga rada sangsi, namun dia
sesungguhnya sangat kesepian tinggal di pulau ini,
kalau mendapatkan teman tentu saja sangat


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyenangkan, maka ia lantas menolong Bwe Kimsoat
dan dibawa ke atas pulau.
Mengingat Bwe Kim-soat pemah dalam satu
perahu dengan Lamkiong Peng, Tek-ih Hujin coba
mengorek keterangannya, "Apakah hnbunganmu
dengan Lamkiong Peng' "
Karena baru sadar. seketika Bwe Kim-soat tidak
mengenali Tek-ih Hujin, jawabnya, "Dari mana
kautahu kukenal dia" "
"Selagi pingsan pemah kausebut-sebut
namanya, " ujar Tek-ih Hujin.
"Dia ... dia suamiku, " kata Kim-soat dengan
pedih. Tentu saja Tek-ih Hujin terheran-heran, tapi dia
tidak metr.perlihatkan sesuatu tanda, tanyanya
pula dengan tak acuh, "Oo, dan mengapa sengaja
kau menyamar sebagai orang kudisan yang kotor
dan berbau serta menum-pang kapal itu" "
Terkejut Bwe Kim-soat, "Dari . . . dari mana
kautahu" "
"Tentu saja kutahu, " sahut Tek-ih Hujin dengan
tertawa. "Masakah engkau ini Tek . . . Tek-ih Hujin" . . . .
" Belum lanjut ucapan Kim-soat, tahu-tahu Tek-ih
Hujin sudah menutuknya hingga tak-bisa berkutik.
"Hahaha, Thian yang mengantarmu ke sini
supaya aku dapat membalas sakit hatiku, tapi
jangan kuatir, sementara ini takkan kubinasa-kan
dirimu, boleh kautinggal di sini bersama-ku, harus
kaurasakan juga rasanya orang men-derita di
pulau terpencil ini, kehidupan yang ingin hidup
sukar dan minta mati pun takbisa. "
Begitulah Tek-ih Hujin menceritakan apa yang
terjadi itu kepada Lamkiong Peng, cemas dan gusar
pula anak muda itu, teriaknya parau, "Dan
sekarang di mana dia" Betapa telah kau-siksa dia"
" "Hm, bagaimana keadaannya sebentar akan
kaulihat sendiri. "
Apa yang dikatakan Tek-ih Hujin memang bukan
omong kosong, cuma saat itu Bwe Kim-loat tidak
begitu buruk keadaannya sebagaimana disangka
oleh Lamkiong Peng.
Kiranya sesudah Bwe Kim-soat tertahan di pulau
ini, Tek-ih Hujin telah menyiksanya de-ngan
berbagai macam cara, terutama mengenai air
minum, setiap hari hanya diberinya bebe-rapa
ceguk saja. Dengan sendirinya kesegaran tubuh Bwe Kimsoat
langat cepat menyusut, namun dia
tetap bertahan. Meski mulai kurus, namun belum
banyak menghilangkan kecantikannya.
Tek-ih Hujin merasa kagum juga terhadap
kecantikan orang, dia sengaja berolok, "Ehm,
molek benar kau ini, pantai pemuda seperti
Lamkiong Peng itu pun jatuh hati padamu. "
"Mungkin belum kauketahui bahwa aku inilah
Bwe Kim-soat, " kata Kim-soat dengan
tertawa. "He, jadi kau ini Khong-jiok Huicu" " seru Tek-ih
Hujin terkejut.
Dengan iendirinya ia kenal nama itu, cuma
menurut perhitungan, seharusnya usia Bwe Kimsoat
sudah setengah baya, mengapa se-karang
kelihatan masih begini muda.
Tiba-tiba tergerak hati Tek-ih Hujin, ia ya-kin
orang dapat awet muda, tentu karena sudah
menguasai sesuatu ilmu perawatan. Karena itu-lah
ia berusaha memancing kepandaian awet muda
dari Bwe Kim-soat.
Tentu saja hal ini dapat diketahui oleh Bwe Kimsoat.
ia justru mienggunakan hal ini untuk
memeras, minta air minum lebih banyak, minta
makanan sekadarnya. Lebih dari itu ia pun minta
dibebaskan dari ringkusannya walaupun hiat-to
tetap tertutuk dan tak ber-tenaga.
Diam-diam Tek-ih Hujin menggerutu, tapi dasar
orang perempuan, siapa yang tidak ter-pikat
kepada ilmu kecantikan. Demi untuk memperoleh
resep awet muda dari Bwe Kim-soat, sedapatnya
Tek ih Hujin memenuhi se-mua tuntutannya.
Bwe Kim-soat menyadari lawan bukan orang
bodoh, tentu tidak dapat ditipu begitu saja, maka
ia lantas menguraikan Iwekang untuk merawat diri
agar tetap awet muda.
Sebagai seorang tokoh persilatan, Tek- ih Hujiu
tahu Iwekang yang diajarkan ltu tulen atau palsu,
dari kalimat dan istilah yang di-sebut Bwe Kimsoat
jelas memang pengantar untuk memperdalam
sesuatu ilmu Iwekang.
Maka tanpa sangsi ia mengikuti petunjuk Bwe
Kim-soat dan mulai berlatih. Ia tidak tahu justru
lweekang inilah yang telah membuat Bwe Kim-soat
menderita selama beberapa tahun.
Akibatnya memang begitu, Tek-ih Hujin duduk
bersila dan mengerahkan tenaga dalam, lambat
laun terlihat butiran keringat menghias dahinya,
sekujur badan lantas gemetar. Baru sekarang ia
kaget dan merasa tertipu, karena gejolak
perasaannya, tenaga dalam lantas menyasar,
bagian kaki terasa kaku dan mati rasa.
Mendadak Bwe Kim-soat tertawa dan
melepaskan, diri dari ringkusannya, katanya, "Eh,
perasaanmu sekarang tentu sangat segar
bukan" "
"Keparat, berani kautipu diriku" " damperat Tekih
Hujin dan cepat menghentikan
latihannya. Namun sudah telanjur, badan bagian ba-wah
terasa kaku, hanya kedua tangan masih bertenaga,
ia pikir bila orang berani mendekat, segera akan
dipukuluya binasa.
Meski sudah bebas dari ringkusan, tapi tu-buh
tidak bertenaga karena tutukan Tek-ih Hujin tadi.
dengan sendirinya Kim-soat tidak mau
sembarangan mendekati orang. Sebaliknya ia
berkata, "Cici yang baik, cngkau telah menyelamatkan
jiwaku, maka aku pun takkan
membunuhmu. Boleh kautinggal di sini, nanti
kujengukmu lagi. "
Habis berkata ia lantas melangkah pergi masuk
ke dalam hutan.
Tentu saja Tek-ih Hujin geregetan, ia men-cacimaki,
segala kata kotor dihamburkan se-luruhnya.
Setelah melintasi hutan, diam-diam Bwe Kimsoat
juga memikirkan kemungkinan a pa yang
akan terjadi, sebab ia tahu beberapa hari lagi
kelumpuhan Tek ih Hujin itu akan sembuh
kembali, hal ini sudah pemah di-aiaminya sendiri.
Sebaliknya ia tidak tahu bilakah hiat-to sendiri
yang tertutuk akan da-pat dilancarkannya kembali.
Setiba di balik hutan gana, setelah mengamati
keadaan setempat, segera. ia mengatur berbagai
perangkap di dalam hutan. Lalu menuju ke perahu
rusak untuk mengambil per-alatan yang
diperlukan untuk memotong kayu dan sebagainya.
Ia memotong beberapa puluh batang kayu dan
dipasang sedemikian rupa di tengah semak-semak
sebagai penghalang, di samping itu juga diaturnya
banderingan batu dengan mengikat dahan pohon
yang lemas. Selama dua hari ia bekerja ksras sehingga lemas
letih. Namun jerih payah itu cukup menjaga
keamanannya dari gangguan musuh.
Di pihak lain. Tek-ih Hujin menyaksikan
kepergian Bwe Kim-soat dengan gemas dan gu-sar,
tapi tak berdaya.
Terpaksa ia harus merangkak ke dalam hu-tan
dan berusaha menyembuhkan kelunjpuh-annya.
Tak terduga olehnya, pada pagi hari kelima,
mendadak kakinya dapat ber-gerak lagi, rupanya
peredaran darah dalam tubuhnya telah lancar
dengan sendirinya,
Ia sangat girang, ia istirahat dan meng-himpun
tenaga, petangnya ia mulai mencari jejak Bwe Kimsoat,
ia bersumpah akan mencencangnya.
Dengan mudah dapatlah hutan dekat pantai itu
didatanginya, tapi baru saja ia melangkah masuk
ke dalam hutan, sekonyong konyong batu
berhamburan dan kaki tersandung.
Cepat ia melompat mundur, dengan murka ia
merdamperat, "Porempuan hina she Bwe, kalau
berani ayolah keluar! "
Tak terduga, tiba-tiba seorang mendengus, Bwe
Kim-soat tampak melayang keluar dari semaksemak
dalam hutan, gerakannya ringan serupa
terbang, sungguh ginkang yang luar biasa.
Keruan Tek-ih Hujin terkejut, "Hah, siapa ....
siapa yang membukakan hiat-tomu" "
Kim-soat tertawa, "Mungkin tidak kauketahui
bahwa kungfuku yang sudah dipunahkan
oleh Liong Po-si akhirnya dapat pulih juga,
apalagi cuma tutukanmu yang tidak berarti ini.
Sudah kusiapkan tempat berbincang-bincang yang
baik di dalam hutan, apakah engkau mau mampir
sebentar" "
Semakin sepele cara bicara Bvve Kim-soat
semakin membuat sangsi Tek-ih Hujin, ia tambah
mengkeret dan menyangka orang hendak
menjebaknya lagi.
"Hm, tidak perlu mengoceh scenaknya, keledai
pun takkan kesandung untuk kedua kalinya di
tempat yang sama, memangnya hen-dak kautipuku
lagi" " seru Tek-ih Hujin sambil tertawa, lalu ia
berlari kembali ke tempatnya sendiri
Ia tidak tahu bahwa tenaga Bwe Kim-soat
sebenarnya belum pulih seluruhnya, bilamana
terjadi pertarungan, siapa yang lebih unggul pun
belum dapat dipastikan.
Begitulah Tek-ih Hujin menceritakan ke-jadian
itu, walaupun tidak terperinci dengan jelas.
Akhirnya ia berkata pula, "Sekembaliku disini,
kukuatir akan diganggu oleh perempuan
hina itu, maka aku pun mengatur berbagai
perangkap di hutan ini, kubangun rumah sarang di
atas pohon. Hm, betapapun licinnya, me-mangnya
aku dapat diakali" Sejauh ini apakah dia berani ke
sini" "
Lega hati Lamkiong Peng mengetahui Bwe Kimsoat
dalam keadaan selamat, pikirnya, "Kiranya
perengkap yang di pasangnya di sini ditujukan
kepada Kim-soat. "
"Selama ini perempuan hina itu menjaga perahu
rusak itu, " tutur Tek-ih Hujin pula. 'Setiap hari ia
berusaha memperbaiki perahu itu, kukuatir bila
selesai perahu diperbaiki bisa jadi dia akan lolos
pergi, tertinggal aku saja merana di pulau sepi ini.
Akan tetapi se karang datang lagi dirimu, aku tidak
takut lagi .... "
Berucap sampai di sini ia lantas terbahak bahak.
"Hm, apakah maksudmu hendak kauguna kan
diriku untuk memeras dia" " bentak Lam kiong
Peng dengan gusar.
"Haha, cerdas juga kau, " seru Tek-ih Hujin
dengan gembira, segera ia angkat Lam-kiong Peng
dan dibawa lari ke balik hutan sana.
Setelah menembus hutan lebat ini, di de-pan
adalah tebing karang yang curam, di samping sana
ada lagi hutan, di situlah tinggal Bwe Kim-soat.
Lamkiong Peng hendak berseru memanggil,
mendadak Tek-ih Hujin menutuk lagi hiat-to
bisunya. Lalu ditaruhnya di belakang sepotong
batu karang. kemudian ia menuju ke de-pan hutan
dan berteriak, "Bwe Kim-soat . , . ayo-lah lekas
keluar, " Suaranya tajam melengking sehingga mengejutkan
burung malam di dalam hutan dan
sama terbang serabutan.
Menyusul terdengarlah suara orang tertawa
panjang, dengan memegang setangkai ranting Bwa
Kim-soat muncul dari dalam hutan, dia memakai
jubah yaug terbuat dari terpal bekas layar, meski
kasar, tapi cukup resik.
Dengan tertawa hambar ia menegur, "Kaudatang
kemari, tentu ada urusan, mairi, silakan
masuk! " Tek-ih Hujin tertawa dan berkata, "Adik yang
baik, sekian lama tidak bertemu, engkau telah
banyak bertambah cantik. "
"Kemarin dapat kutangkap dua ekor kelinci
hutan, sungguh sedap rasanya, apakah
mau kujamu makan padamu" " ucap Bwa Kimsoat.
Mereka bicara seperti kenalan lama yang baru
bertemu, padahal di dalam hati sama-sama ingin
mengerumus pihak lawan.
Mendengar suara Bwe Kim-soat, pedih dan
girang hati Lamkiocg Peng, sungguh kalau bisa ia
ingin berteriak. Namun apa daya, hiat-to bisu
tertutuk, sungguh gemasnya tak terkatakan. Bwe


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim-soat berkata pula, "Eh, hari ini tampakknya
engkau sangat gembira, barangkali ada sesuatu
urusan yang menyenangkanmu" "
"Betul, tentunya perahu sadah hampir se-lesal
kauperbaiki, makanya hatiku sangat senang, "
jawab Tek- ih Hujin.
Kim-soat tertawa terkekeh, "Aha, engkau
sungguh sangat baik, bilamana perahu sudah
kuperbaiki dan kuberangkat sendiri, tentu engkau
akan kesepian, teringat hal ini sungguh aku pun
ikut sedih. "
Dalam hati Tek-ih Hujin menggerutu, tapi di
mulut ia tertawa. "Ai, adik sungguh memperhatikan
diriku, cuma engkau pun jangan kuatir.
aku tidak bakal kesepian lagi. Sebab, biarlah
kuberitahukan padamu bahwa. hari ini aku telah
kedatangan seorang tamu. "
"Oo. apa benar" Wah, tamu itu tentu orang !uar
biasa. Siapakah dia" "
"Lamkiong Peng! " jawab Tek ih Hujin dengan
dingin. Seketika tubuh Bwe Kim-soat bergetar, seketika
lenyap suara tertawanya, jeritnya kaget, "Apa
katamu" Lamkiong Peng" Dia datang ke pulau ini"
Dengan tak acuh Tek-ih Hujin menjawab, "Betul,
tamuku itu ialah Lamkiong Peng. Apa-kah ingin
kautemui dia" la justru sangat ingin melihatmu" "
"Kenapa kutemui dia" " gumam Kim-soat '
Dalam hatiku kuanggap dia sudah mati. "
"Masa sudah kaulupakan janji setia kalian"
Kaulupa kalian sudah terikat menjadi suami-isiri"
" "Aku tidak lupa, tapi sekarang kubenci dia, "
ucap Kim-soat dingin. "Ketika di Cu sin-to kuminta
dia membuka mata dan memandang sekejap
padaku, apa pun dia tidak sudi, kenapa sekarang
harus kutemui dia" "
Habis berkata demikian ia terus tinggal pergi.
"Nanti dulu, " seru Tek-ih Hujin. "dengan susah
payah orang mencarimu, apa pun juga harus
kautemui dia. "
Kim-soat merandek, katanya, "Menemui dia atau
tidak apa gunanya" "
"Tunggu sebentar, segera kubawa dia ke sini, "
seru Tek-ih Hujin sambil berlari pergi. Sungguh
lucu juga, semula dia berharap Bwe Kim-soat akan
memohon padanya agar mem-bawa Lamkiong Peng
ke sini. siapa tahu se-karang dia yang memohon
Bwe Kim-soat suka menemai anak muda itu.
Lamkiong Peng mendengar percakapan msreka,
hati terasa duka dan juga. girang, sebentar kecewa,
sebentar lagi mendongkol ka-rena Bwe Kim-soat
tidak dapat memahami jalan pikirannya, tapi
segera terpikir pula oleh-nya, "Biasanya dia dapat
berpikir panjang, jangan jangan dia tahu maksud
tujuan Tek-ih Hujin, mak,a sengaja hendak
memperalatnya... "
Selagi sangsi, dilihatnya Tek-ih Hujin su-dah
berlari tiba, ia berjongkok membetulkan baju
Lamkiong Peng dan merapikan rambut-nya, lalu
berkata dengan bengis, "Setelah ber-temu nanti,
harus kaumohon dia dengan sangat, pengaruhi
perasaannya, mohon dia meng-ampunimu, tahu
tidak" Hm, kalau tidak, kau-tahu sendiri, apa pun
dapat kulakukan. "
Lamkiong Peng mengertak gigi dan tidak
bersuara. Tek-ih Hujin lantas mengangkatnya dan
menuju ke tempat tadi.
Dari jauh Lamkiong Peng meiihat sesosok tubuh
yang ramping berdiri mungkur di hutan yang
rindang itu, leketika hatinya berdebar, serunya,
"Kim-soat . . . . "
Tubuh Bwe Kim soat seperti rada gemetar tapi
tetap tidak berpaling.
"Adik yang baik, " kata Tek-ih Hujin dengan
tertawa. "Lihatlah, Cici sudah membawa datang
buah hatimu. Lihatlah betapa kurus dan cemasnya
karena rindu padamu "
Sampai sekian lama barulah Kim-soat membalik
tubuh, namun sikapnya tetap dingin-
Melihat sikap dingin itu, berbagai isi hati yang
hendak dilampiaskan Lamkiong Peng se -rasa
tersumbat di kerongkongan dan sukar dikeluarkan.
Meiihat keduanya diam iaja" Tek-ih Hujin
menarik tangan Lamkiong Peng dan berkata,
"Ayolah bicara, kenapa diam saja" Mengapa kau
tidak senang meiihat dia" Segala apa hendaknya
kaukatakan, masa malu" "
"Apa pula yang dapat dikatakannya" " jengek
Kim-ioat. "Lekas kaubawa pergi dia" "
"Masa engkau benar-benar putus hubungan
dengan dia" " teriak Tek-ih Hujin.
"Memang tepat ucapanmu, " jawab KLim-soat.
Tek-ih Hujia mendengus, "Hm, jika begitu segera
akan kusiksa dengan cara yang paling keji, biarkan
dia mati,dengan tumpah darah, ingin kulihat
apakah hatimu tahan. "
Sarnbil bicara tangan lantas meraba hiat-to
Lamkiong Peng, diam-diam ia melirik Bwe Kim-soat
dan berharap orang akan turun tangan menolong.
Siapa duga Bwe Kim-soat hanya mendengus
saja, "Hm, silakan mampuskan dia, aku pun ingin
tahu betapa dia akan tersiksa. "
Tek-ih Hujin melengak, mendadak ia me-lompat
bangun sambil memaki, "Sungguh pe-rempuan
hina yang tak berbudi, tega kausaksi-kan suami
mati konyol, pantas orang kangouw menyebut
dirimu perempuan berdarah dingin, ternyata benar
engkau berdarah dingin dan berhati keji. "
"Terima kasid atas pujianmu, ' ujar Kim-soat
dengan tertawa. "Jika darahku tidak dingin, entah
berapa kali aku sudah mati . . . . " Mendadak ia
berhenti tertawa dan me-ngeluarkan sebuah genta
emas kecil dan dilemparkan dan jatuh di sebelah
kaki Lamkiong Peng, katanya, "Ini adalah tanda
matamu ketika kita mengikat janji, sekarang
kukembali kan padamu. Selanjutnya kita putus
hubungan dan tidak ada sangkut paut. "
Hati Lamkiong Pong serasa disayat-sayat, telinga
seperti mendengung.
Dengan gusar Tek-ih Hujin memaki, "Sungguh
perempuan hina, biasanya cuma le laki yang
menceraikan istri, sekarang berbalik kauceraikan
suami. Sungguh keji dan tidak tahu malu. "
"Huh, kukira yang paling keji dan tidak tahu
malu ialah dirimu sendiri, " ejek Kim-soat "Silakan
kautemani dia di sini, kapalku sudah selesai
kubetulkan, selamat tinggal, aku mau berangkat! "
Sembari tertawa ia berlari pergi lecepat terbang.
Setiba di dalam hutan, suara tertawanya berubah
menjadi ratapan, "O, Peng cilik. hendaknya
maklum, jika aku tidak bersikap demikian tentu
sukar mengelabuhi Tek-ih Hujin yang keji itu. "
Belum habis ucapannya darah segar lantas
tertumpah keluar. la melangkah ke depan dengan
sempoyongan dan mencari suatu tempat, lalu
duduk. la tahu betapa kejinya Tek-ih Hujin, maka
sengaja berlagak memutuskan hubungan dengan
Lamkiong Peng supaya Tak-ih Hujin putus asa.
Dengan sendirinya tindakannya ini harus
dibayarnya dengan mahal, sebab ia telah melukai
hati Lamkiong Peng. Tapi ia pun tahu semakin
sukses kepalsuannya itu, betapapun liciknya Tekih
Hujin juga dapat ditipunya.
"Nah, datanglah kemari, Tek-ih Hujin, kutunggu
kedatanganmu ke hutan ini dengan berbagai
perangkap" Lekas kaudatang! " demi-kian
gumamnya. Melihat kepergian Bwe Kim-ioat tadi, re-muk
rendam juga hati Lamkiong peng, tanpa terasa ia
pun tumpah darah.
Tek-ih Hujin mondar-mandir di sekitar Lamkiong
Peng, sejenak kemudian mendadak tergerak
pikirannya, ia dorong Lamkiong Peng dan berkata,
"Ayo, ke depan sana. "
Setelah menyusuri hutan dan mengitar ke
samping. tertampak tebing curam menegak di
depan, di bawah adalah pepohonan lebat,
setelah berpikir, Tek-ih Hujin mencari dua po-tong
batu api. Terkesiap Lamkiong peng, serunya, "He, hendak
kaubakar" "
"Betul, " dengus Tek-ih Hujin. "Akan ku-bakar
ludes hutan ini.co'oa lihat, perangkap apa yang
diaturnya di-sini. "
Maklumlah, selama ini dia tidak berani
menggunakan api untuk membakar hutan tempat
tinggal Bwe Kim soat, soalnya ia kuatir dibalas
dengan cara yang sama oleh lawan. Bilamana
terjadi demikian, tentu keduanya akan gugur
bersama. Tapi sekarang dia tidak ada pertimbangan lain
lagi, dikumpulkannya ranting dan.daun kering,
lalu di bakar, ranting berapi terus di-lemparkan ke
tengah hutan. Angin meniup kencang, hawa panas, segera api
menyala dengan cepat, asap tebal pun membubung
tinggi. "Haha, ingin kulihat apa yang dapat kaulakukan
sekarang, kecuali .... "?
"Hm, biarpun kaubakar seluruh hutan ini,
bilamana dia sudah berlayar, apa yang ,dapat
kauperbuat atas dia" " jengek Lamkiong Peng.
Tergetar hati Tek-ih Hujin, ia termangu-mangu
sejenak, mendadak ia berteriak, "Baik, biarlah kita
mati seluruhnya dan habis per-kara . . . . "
Ia tepuk Hiat-to anak muda itu sehingga dapat
bergerak bebas, lalu didorongnya sambil berteriak,
"Ayolah terjangsana , susul dia!
Tak terduga tangan Lamkiong Peng lantas
meraih ke belakang, Tek-ih Hujin berbalik
ditariknya terus dilemparkan ke bawah, kon-tan
Tek-ih Hujin tergeiincir masuk hutan yang mulai
terjilat api itu.
Sambil menjerit, tubuh Tek-ih Hujin di-sambar
lidah api, cepat ia melompat bangun dan berlari ke
tampat yang belum terbakar seperti kesetanan.
Tak terduga barn berapa tombak jauhnya ia
berlari, mendadak ia menjerit lagi, ia jatuh
tersungkur, tahu-tahu tubuhnya terkerek terbalik
ke atas, rupanya kakinya terjerat oleh rotan yang
terpasang di situ, menyusul dari kerindang-an
pepohonan menyambar keluar panah kayu sebagai
hujan, sebagian panah itu sama menghinggap pada
tubuhnya. Lamkiong Peng tertegunn menyaksiikan itu, ia
menghela napas dan berlari ke arah datang-nya
tadi sambil berteriak, "Kim-soat, dia su-dah
terperangkap, dapatkah kaulihat" "
Ia mengira Bwe Kim soat tadi sengaja memancing
kedatangan musuh, setelah terjebak tentu
dia akan muncul. Tak tahunya saat itu Bwe Kimsoat
sendiri dalam keadaan tak sadar, meski
Lamkiong Peng berkaok-kaok tetap tidak ada
jawaban. Ia kecewa dan juga putus asa, mendadak
ia pun menerjang ke dalam hutan.
Ia lupa bahwa setiap jengkal tanah di te-ngah
hutan ini penuh'perangkap, maka belum beberapa
langkah ia lari ke situ segera ia ja-tuh tersandung,
sepotong batu menyambar dari balik pohon dan
tepat mrnghantam punggung-nya, kembali ia
tumpah darah dan jatuh kelengar.
Angin laut meniup kencang, api tambah
berkobar .... Tidak seberapa lama pulau kecil itu sudah
berubah menjadi lautan api. Lamkiong Peng bertiga
tetap tidak sadar di tampat masing-masing, api
yang berkobar itu semakin mendekat, tampaknya
dalam waktu singkat mereka pasti akan terbakar
menjadi abu dan tamatlah segalanya ....
Pada waktu yang hampir bersamaan, jauh di
lautan lepas itu tampak sebuah kapal layar sedang
laju mendapat angin buritan.
Layar kapal itu tampak indah berwama-wami,
kelasi kapal juga berbaju sutera wama-wami
dengan rambut panjang sebatas pundak, bila
diamati baru ketahuan mereka adalah kaum
wanita seluruhnya. Cuma seluruhnya berotot kuat
dan berbadan tegap sehingga ti-dak kalah dengan
kelasi lelaki. Seorang perempuan kekar berambut pen-dek
berdiri di atas geladak dengan bertolak pinggang
mendadak berteriak, "Aha, daratan! " Seorang
pemuda berbaju perlente menongol dari balik tabir
kabin dan lari ke sam ping si perempuan tegap,
waktu memandang ke depansana , benar juga di
kejauhan muncul bayangan daratan.
Segera ia msmberi tanda dan berseru. "Putar
haluan, maju sepenuh kecepatan! "
Serentak kawanan kelasi betina itu lama


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersorak, kelasi yang sudah lama berlayar ten-tu
saja sangat senang bilamana melihat daratan.
"Apa sudah kelihatan daratan" " terdengar suara
merdu bertanya dari dalam kabin.
Dua nona jelita lantas tnuncul, seorang berbaju
mewah dan berpupur tebal, memakai ikat kepala
kain hijau, gelang tangan berbunyi gemerincing,
tampaknya dia adalah pengantin baru.
Nona yang lain tidak berdandan juga tidak
bersolek, tapi justru kelihatan kecantikannya yang
asli. "Betul, di depan sudah kelihatan daratan, "
jawab anak muda tadi sambil menoleh.
Pelahan nona bersolek itu menghela na-pas,
ucapnya, "Semoga pulau ini betul Cu-sin-to
menurut dongeng itu, supaya adikku ini tidak
kuatir setiap hari. Selama ini entah sudah berapa
banyak tubuhnya bertambah kurus. "
Si pemuda menanggapi, "Bukan cuma dia saja
yang gelisah, aku juga . . . . "
Belum lanjut ucapannya, mendadak dilihatnya
asap tebal mengepul di daratansana , ia berteriak
knget, "Hah, timbul kebakaran disana ! "
"Jika di pulau itu ada api, pasti ada manusia
yang tinggal disana , jangan-jangan pulau
ini memang betul Cu-sin-to adanya, " ujar
nona bersolek tadi.
Si nona berbaju hijau tadi juga kelihatan
bersemangat, air mukanya yang dingin men-dadak
bersemu merah. Cepat pemuda itu berteriak dan memberi tanda
"Ayo, cepat! Kebakaran di pulau itu, api menjalar
dengan cepat, kita harus mencapaisana sebelum
api meluas, kalau tidak. . . wah "
la seperti merasakan alamat tidak cnak, maka ia
pandangii nona baju hijau sekejap dan tidak
melanjutkan ucapannya.
Kapal layar itu meluncur mengikuti angin
buritan, maka tidak lama kemud'an sudah
mencapai pantai, sebelum kapal menepi, si
pemuda dan kedua nona tadi lantas melompat ke
daratan. Nona baju hijau itu paling cemas, serentak ia
berlari secepat terbang ke hutan yang berkobar itu.
Si pemuda dan nona berdandan mewah itu
melompat ke atas batu karang yang ting-gi sambil
berteriak, "Adakah orang di tengah pulau" "
Suaranya keras bergema jauh namun teng gelam
di tengah api yang berkobar dengan suaranya yang
gemuruh itu, dari pulau tiada kelihatan sesuatu
jawaban. Bekernyit kening si nona bersolek, katanya,
"Jika ada orang di tengah pulau kenapa tidak ada
jawaban, tampaknya . . . . "
Belum lenyap suarannya mendadak pem-uda
berbaju mewah berteriak, "Hei, lihat, apa itu" "
Waktu si nona memandang ke arah yang
ditunjuk, terlihat di tengah asap tebal itu, di dalam
hutan seperti ada sesosok bayangan ter-gantung di
udara. Keduanya saling pandang sekejap, segera anak
muda itu menanggalkan baju luar untuk
membungkus kepala.
"Jangan, berbahaya, " ucap si nona.
"Selama hidupku sudah kenyang meng^hadapi
hal-hal yang berbahaya, engkau jangan kuatir, "
kata pemuda itu sambil mengeluarkan sebuah
tombak bergagang lemas, sekali putar terjadilah
lingkaran sinar, dengan gesit ia terus melayang
kesana , menerobos ke dalam hutan.
Sesudah dekat, pemuda itu melihat di dahan
pohon besarsana bergantung
perempuan bermuka jelek dengan terjungkir,
tubuhnya berdarah, rambut terurai dan se-bagian
sudah terbakar, bilamana dia terlambat sedikit
saja perempuan ini pasti akan terbakar menjadi
arang. Tanpa pikir ia melompat ke depan, sekali tabas
ia putuskan rotan yang mengikat kaki perempuan
itu, Ialu menangkap tubuhnya dan dibawa lari
kembali ke atas batu karang tadi.
Cepat si nona cantik memadamkan lelatu api
yang hinggap di tubuh pemuda itu, tanya nya
dengan kuatir, "Tidak terbakar bukan" "
"Haha, hanya api begitu saja bukan apa-apa
bagiku, " ujar pemuda itu dengan tertawa.
"Siapa perempuan ini" Kenapa begini rupa" "
tanya si nona. "Jangan urus siapa dia, jika di atas pulau ada
orang, tentu tidak cuma dia saja seorang, apakah
mungkin dia menggantung dirinya sen-diri di situ"
" Belum lanjut mereka bicara, mendadak dari
kejauhansana si nona baju hijau tadi lagi berteriak,
"Itu dia, di situ, Lamkiong Peng dia . . . dia
memang benar berada di sini. "
Hati si pemuda dan si nona cantik tergetar, seru
mereka, "Haha, dia telah menemukannya. "
Segera mereka berlari kesana , tertampak nona
baju hijau duduk di atas batu karang sambil
memangku seorang, mukanya cemas, gu-gup,
berair mata, tapi juga gembira, katanya demi
melihat Kedua kawannya, "Dia .. . dia terluka. "
"Apakah parah"' tanya si nona cantik.
"Sangat parah, untung luka luar, sudah kuberi
obat, " tutur si nona baju hijau.
Pemuda itu menaruh Tek-ih Hujin di tanah, Ialu
bantu menolong Lamkiong Peng.
"Jangan menangis adik bodoh.kan sudah
kautemukan dia, " ucap si nona cantik sambil
mengusapkan air mata si nona baju hijau.
"Tidak, aku tidak menangis, aku terlam-pau
gembira, " kata si nona baju hijau.
Dia bilang tidak menangis, namun air mata terus
meleleh. Dengan bantuan lwekang pemuda perlente itu,
pelahan Lamkiong Peng mulai siuman Wak-tu
membuka mata dilihatnyi tiga buah wajah yang
sudah dikenalnya, seketika rasa duka dan girang
membanjiri hatinya, ia sangka berada dalam
mimpi. Rada gemetar tubuh si nona baju hijau begitu
beradu pandang dengan Lamkioug Peng, segern ia
menunduk malu dan melepaskan ta-ngannya yang
merangkul anak muda itu.
Lamkiong Peng berdiri, sapanya kepada pemuda
perlente itu, "Tik-heng, sekian lama berpisah,
sungguh seperti lahir kembali per-termuan ini. "
Mendadak si nona cantik bersolek tadi menyela,
"Lamkiong Peng, dengan susah pa-yah nona Yap
mencarimu kian kemari, akhir-nya jiwamu dapat
diselamatkannya, masa ti-dak kaulihat dia" "
Lamkiong Peng melengak, pelahan
pandangannya beralih ke arah si nona baju hijau.
ucapnya, "Nona . . . nona Yap, sun'gguh aku,... "
"Lukamu belum sembuh, lebih baik ja-ngan
banyak bicara dulu, " kata si nona baiu hijau alias
Yap Man-jing. Lamkiong Peng memandang nona cantik
bersolek itu sekejap, tanyanya dengan ragu, "Dan
ini . . . ini . .. "
"Dia inilah pengantin baru, iparmu alias istriku .
... " pemuda baju perlente itu ber-gelak tertawa.
Lamkiong Peng tercengang, tapi cepat ia berseru
girang, "Aha, tak , kusangka Tik-heng sudah
menikah, selamat dan ber-bahagialah! "
Kiranya pemuda perlente ini adalnh Tik Yang
dan nona cantik itu bemama Ih Loh.
Tik Yang tertawa, katanya, "Haha, dalam urusan
lain aku memang ketinggalan jauh, tapi urusan
kawin aku telah mendahuluimu, per-temuan kita
ini sungguh sangat . ... "
Mendadak ucapannya terhenti ketika di-lihatnya
air muka Lamkiong Pengberubah pu-cat, ia
melenggong dan coba tanya apa yang terjadi.
Dangan menyeesal Lamkiong Peng lantas
menceritakan kisah cintanya dengan Bwe Kim-soat
serta sikap Kim-soat terakhir tadi . . . .
**** Mengenai Bwe Kim-soat, selagi dalam keadaan
tak sadar, samar-samar dirasakan hawa panas
yang sukar tertahan, waktu ia membuka mata
dilihatnya hutan di sekelilingnya sudah hampir
berubah menjadi lautan api.
Ia terkejut dan cepat melompat bangun. Ketika
teringat padaLamkiong Peng,ia menjadi kuatir akan
keselamatan anak muda itu.
Segera ia berdiri keluar hutan. Selagi ia hendak
bersuara memanggil, pada saat itulah dilihatnya di
ketinggian tebing karangsana ada beberapa
bayangan orang. Bahkan Lam-kiong Peng yang
dicemaskan keselamatannya saat itu justru berada
dalam pangkuan se-orang gadis.
Ia kenal gadis itu ialahYap Man-jing, sesaat itu
hatinya terasa pedih, cepat ia me narik diri dan
sembunyi. Percakapan antara Lamkiong Peng dan Tik Yang
dapat didengarnya dengan jelas, ter-dengar olehnya
ucapan anak muda itu yang mengatakan dia telah
memutuskan hubungan, maka anak muda itu pun
tidak ingin melihat-nya lagi. Sungguh hancur luluh
hatinya. Terdengar olehnya seorang nyonya cantik
mendengus, "Jika perempuan itu sudah meninggalkanmu,
buat apa kaupikirkan dia lagi"'
"Aku . . . aku memang takkan memikirkan dia
lagi, " sahut Lamkiong Peng dengan lesu.
"Makanya selanjutnya harus kaucurahkan
perhatianmu kepada adikYap kita ini, " kata
nyonya cantik itu dengan tertawa.
"Kautahu demi mencari dirimu, betapa dia telah
menderita lahir dan baiin. "
Lamkiong Peng hanya menghela napas sambil
menunduk tanpa bersuara.
Tambah remuk hati Bwe Kim-soat, dari jauh
dilihatnya Lamkiong Peng berjajar dengan Yap
Man-jing, keduanya sungguh pa-sangan yang
setimpal, sebaliknya dirinya sen-diri compang
camping dan kurus pucat, siapa yang tahu bahwa
pengorbanannya ini juga demi Lamkiong Peng.
Api berkobar dengan hebat, tanpa ber-henti Kimsoat
berlari menuju ke dalam gua, di ujung gua
yang menembus perairan itu sudah siap kapal
layar yang telah direparasinya dan siap berlayar.
Ia lemparkan tambatan kapal dan dido-rong
dengan galah, lambat-laun kapal meluncur ke
perairan bebas. Kim-soat melompat ke atas kapal,
dan pasang layar, ia datang sendirian, sekarang
pun berlayar pulang sendirian, Datangnya tidak
membawa apa-apa, pulangnya justru membawa
hati yang luka ....
Di tempat lain Lamkiong Peng dan Tik Yang
sedang berusaha menolong Tek-ih Hujin, namun
peremptian itu tampak sudah payah karena luka
terbakar. Lamkiong Peng telah memberitahukan
kepada Tik Yang bertiga tentang siapa Tek-ih
Hujin. Pelahan Tek-ih Huj in membuka mata, de-ngan
sinar matanya yang guram ia mengerling Lamkiong
Peng sekejap, lalu bertanya, "Bwe . . . Bwe Kimsoat,
di " di mana dia" "
Lamkiong Peng tidak menjawab.
Dengan lemah Tek-ih Hujin menghela na-pas,
katanya, "Selama hidupku malang me-lintang di
dunia kangouw dan banyak orang kosen yang telah
kutipu, tak tersangka akhirnya aku juga kena
ditipa oleh seorang perem -puan semacam Bwe
Kim-soat. Wahai Bwe Kim-soat, hebat juga kau! "
"Hm, orang suka menipu tentu juga akan ditipu,
kenapa.mesti menyesal" " jengek Ih Loh mendadak.
"Kautahu apa" " kata Tek-ih Hujin dengan gusar.
"Meski dia menipuku, tapi pada saat kulompat ke
bawah tebing sudah dapat kuduga muslihatnya, ia
cuma berlagak dingin terhadap Lamkiong Peng,
sesudah aku tertipu dan tertawan, lalu dia akan
bergabung lagi dengan Lamkiong Peng. "
"Haha, tapi sekarang tenjata telah makan tuan,
akhirnya kalian jadi tercerai-berai,betapapun rasa
dendamku terlampias juga .... Hahahaha . . . . "
Di tengah gelak tawa latahnya, perempuan
siluman ini mendadak mendelik. sekujur badan
lantas berkejang, lalu putus napasnya. Tamat-lah
riwayatnya yang penuh dosa itu.
Mendadak Lamkiong Peng berteriak sekali terus
melepaskan diri dari pegangan Tik Yang. serunya
parau, "Dia pasti masih berada disana . . . . "
Dengan langkah sempoyongan ia terus hen dak
berlari ke tengah hutan yang sudah men-jadi
lautan api itu.
Tik Yang terkejut, cepat ia menarik tangannya.


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lepaskan aku . . . . " teriak Lamkiong Peng.
Pada saat itulah seorang kelasi perempuan
tampak berlari datang sambil berteriak, "Ja-lan ke
pantai hampir tertutup seluruhnya oleh api, harap
tuan dan nona lekas keluar dan sini, kalau tidak
tentu sukar lagi meninggalkan pulau ini. Baru saja
orang lain sudah ber-layar... "
"Hah, siapa yang berlayar" Siapa yang kaulihat"
" tanya Tik Yang cepat.
"Waktu hamba pasang mata di atas puncak
tiang layar, tertampak di ujung pulau sebelah sana
meluncur sebuah kapal, sedangkan api telaah
mengililingi seluruh pulau ini. "
"Siapa penumpang kapal itu, terlihat jelas tidak"
" tanya Tik Yang.
"Kapal layar itu mendapat angin buritan dan
melaju dengan cepat. hanya sebentar saja sudah
jauh sehingga sukar terlihat siapa penumpangnya,
karena kuatir keselamatan nona, maka hamba
Iantas lari kemari. "
Tik Yang, Ih Loh danYap Man-jing saling
pandang, dalam hati sama membatin tentu Bvve
Kim-soat yang telah pergi dengan kapal layar itu.
Mereka sama memandang Lamkiong Peng, anak
muda itu kelihatan pucat dan ber-diri termenung,
mendadak tumpah darah dan jatuh pingsan.
Cepat Tik Yang mengangkat tubuh Lam-kiong
Peng dan mengajak kawan-kawannya berlari ke
pantai. Setiba mereka di atai kapal, tempat berada
mereka tadi pun mulai terjilat api.
Pelahan Lamkiong Peng siuman kembali, kapal
mereka mengitari dulu pulau yang ter-bakar itu,
mereka berharap dapat melihat ba-yangan kapa!
Bwe Kim-soat atau menemukan jejak Liong Po-si
dan Lamkiong Eng-lok. Namun tiada sesuatu yang
mereka lihat. Hampir sebulan kapal mereka berlayar kembali,
Lamkiong Peng berkabung dengan sedih,
sepanjang hari dia tidak bicara. Orang lain ikut
berduka dan tak berdaya.
Waktu kapal sudah dekat pantai, ken-daraan air
yang berlalu lintas bertambah ba-nyak, Kapal layar
mereka ini banyak menarik perhatian kapal Iain,
namun tidak ada yang berani mendekat.
Menurut taksiran Tik Yang, tidak berapa lama
lagi kapal pasti dapat menepi, dengan sendirinya
hati terasa senang.
Beberapa saat ketnudian, tiba-tiba dari depan
muncul sebuah kapal layar putih, ma-kin lama
makin mendekat, meski kedua kapal seperti akan
saling tubruk, namun kapal itu seperti tidak mau
menghindar, bahkan tampak-nya sengaja
menyongsong kedatangan kapal Tik Yang ini.
Tentu saja Tik Yang kaget dan heran,
gumamnya, "Mungkinkah kapal bajak" kalau tidak
kenapa . . . . "
"Kuharap kapal ini memang kapal bajak laut,
supaya aku dapat melemaskan otot melabrak
mereka, sudah sekian lamanya aku- ke-sal, " Ih
Loh tertawa cerah.
Tidak lama kapal itu sudah dekat. di ha-luan
berdiri seorang Iclaki berbaju biru se-dang
mengayun-ayunkan sehelai kain putih sambi!
berteriak, "Apakah ,Tik-kongeu yang datang di
kapal depan itu" Mohon turun layar sebentar, ada
sedikit urusan hendak kubicara-kan. "
Sel.agi Tik Yang merasa ragu, Ih Loh telah
mendahului menjawab, "Betul, sahabat ini siapa"
Ada urusan apa" "
Layar kapal itu sudah diturunkan sehingga laju
kapal menjadi lambat, Tik Yang Iantas
memerintahkan juga menurunkan layar dan
mengurangi laju kapalnya.
Setelah bersimpangan haluan, kedua kapal
berdempetan, segera orang itu melompat ke
geladak kapal Tik Yang sambil menatap para
penumpangnya. Dengan kurang senang Tik Yang berkata
"Selamanya kita tidak berkenalan, dari mana
sahabat tahu aku berada di kapal ini" "
Lelaki itu tersenyum, ia pandang Lam-kiong
Peng sekejap, lalu menjawab, " "Tik-kongeu pesiar
ke lautan bersama nyonya, hal ini sudah tersiar
luas di dunia penilatan, teru-tama layar berwamawami
kapal Tik-kongeu ini mudah dikenali oleh
siapa pun. "
"Sahabat sedemikian menaruh perhatian kepada
kami, sesungguhnya ada urusan a pa" " jengek Tik
Yang. Orang itu tersenyum tanpa menjawab, ia
memberi tanda tepukan tangan, segera di atas
kapalnya dikerek naik belasan batang galah bambu
panjang, pada ujung galah tergantung keranjang
dan diantarkan ke kapal Tik Yang.
"Majikan kami tahu TiK-kongeu dan nyonya
sudah sekian lama berlayar di lautan lepas,
tentu kurang teratur dalam hal makan
minum,maka hamba khusus ditugaskan
mengantar sedikit hidangan sekadar memberi
servis kepada Tik-kongeu. "
"Siapa majikan kalian" " tanya Tik Yang.
"Majikan sedang menuggu di pantai akan
kedatangan Tik-kongeu, setelah bertemu tentu Tikkongeu
akan tahu siapa beliau, " jawab orang itu
dengan tertawa.
Habis berkata ia lantas mengundurkan diri dan
kemball ke kapalnya sendiri, lalu layar berkembang
dan kapalnya melaju lagi,
Tik Yang saling pandang sekejap dengan Ih Loh,
mendadak nyonya itu membuang be-lasan macam
hidangan itu ke laut, untuk menghindari segala
kemungkinan. mereka ti-dak mau mengambil
risiko makan hidangan itu.
Diam-diam semua orang berpikir apa maksed
tujuan orang mengantarkan makanan itu.
Semalam tidak terjadi apa pun, esoknya selagi
mereka berdiri di haluan kapal, dan jauh muncul
lagi sebuah kapal layar.
Sesudah dekat, kembali dari haluan kapal
prndatang itu ada orang berteriak, "Adakah Tikkongeu
di atas kapal situ" "
"Di sini aku berada, masa perlu tanya lagi" "
jawab Tik Yang dengan tertawa.
Tertampak orang yang berdiri di haluan itu
bukanlah lelaki yang kemarin. Sikap orang ini
terlebih hormat, oleh oleh yang diantarnya terlebih
baik daripada kemarin.
"Semalam kalian baru saja mengantarkan
makanan, pagi-pagi sekarang kalian sudah da-tang
lagi, rasanya majikan kalian agak terlalu sungkan
kepada kami, " segera Ih Loh mendahului menegur.
Lelaki itu tampak melenggong bingung ".
jawabnya, "Pang kami baru pagi tadi menerima
kabar kepulangan Tik-kongeu suami-istri dan
segera Pangeu kami mengirim kami kemari. "
"Jadi yang datang kemarin itu bukan temanmu"
" tanya Ih Loh.
Lelaki berbaju panjang itu menggeleng.
"Siapa Pangeu kalian, bolehkah kami diberitahu"
" tanya Ih Loh pula.
"Sesudah berhadapan tentu Tik-kongeu akan
tahu sendiri, " jawab lelaki itu, tanpa banyak
bicara kapalnya terus putar haluan dan berlayar
pergi. Kembali Tik Yang saling pandang dengan kawankawannya,
mereka tidak tahu sebenarnya apa
maksud pengantar makanan ini. Kembali semua
antaran itu dibuangnya ke laut.
Menjelang lohor, berturut-turut datang lagi
empat kelompok pengantar hadiah, satu terlebih
hormat daripada yang lain, antaran yang datang
juga semakin bemilai, namun ti-ada seorang pun
mau menceritakan asal-usulnya sendiri, semuanya
menjawab nanti tentu tahu sendiri setelah
bertemu. Yang paling aneh adaiah orang-orang inii tiada
satu pun yang kenal Tik Yang, mereka seperti
mewakili setiap golongan atau perguru an masingmasing
dan berusaha menarik Tik Yang ke
pihaknya. Lewat lohor dari jauh sudah kolihatan ba-yangan
daratan, seketika semangat mereka ter-bangkit,
para kelasi wanita itu pun bekerja ter-lebih giat
agar selekasnya dapat mencapai pantai.
Cahaya senja indah permai, air laut ber kilauan
dengan ombak yang mendebur banyak juga perahu
nelayan sedang menuju ke tepi, Di pantai kelihatan
bergerombolan puluhan orang, waktu diamati.
semuanya adalah orang perempuan.
' Sungguh aneh, " ucap lh Loh dengan heran.
"Memangnya beberapa kelompok orang yang
mengantar oleh-oleh itu sama hendak memungut
dirimu sebagai menantu, kenapa sebanyak ini
orang perempuan menanti ke-datanganmu" "
Tik Yang tertawa, pada saat itulah orang
perempuan di pantai itu sama bersorak gembira
sambil mengangkat tangan.
Rupanya pada saat itu berpuluh perahu nelayen
telah merapat di pantai dan sama mendarat, lalu
saling berdekapan dengan orang-orang perempuan
itu, Maklumlah. adat-istiadat penduduk pantai
tidak sekolot orang pedalaman, hubungan antara
lelaki dan perempuan terlebih bebas dan tidak
banyak pantangan.
Tik Yang terbahak-hahak, serunya, "Nah, sudah
kaulihat jelas merska sedang menunggu suami
masing-ajasing yang menangkap lkan di laut dan
bukan menyambut kedatanganku."
Hanya sebentar saja kawanan nelayan itu sudah
pergi semua bersama anggota keluarga masingmasing.
"Aneh juga, mengapa pengantar makanan
kepadaku itu tidak muncul menyambut kedatangan
kita" " gumarn Tik Yang dengan heran.
"Di balik urusan ini tentu tersembunyi sesuatu
yang tidak beres, " ujar Yap Man-jing.
Kecmpat orang lantas mendarat, dilihat-nya kota
kecil tepi pantai ini cukup ramai, alannya rajin dan
resik, setelah bertanya ba-ru diketahui kota ini
cukup terkenal di pro-pinsi Ciatkang, yaitu Lokjing,
berjarak tidak jauh dengan teluk Sam-bunwan,
tempat me-reka berlayar semula.
Mereka lantas mencari rumah penginapan.
Meski tempat ini masih asing bagi mereka, namun
kuasa hotel dari kawanan pelayan scakan-akan
sangat ramah dan hormat kepada mereka. Begitu
datang mereka lantas disambut dengan perkataan,
"Selamat datang, Tik-kongeu! "
"Dari mana kalian tahu siapa diriku" " tanya Tik
Yang dengan sangsi.
Kuasa hotel tertawa misterius, ia berbalik tanya,
"Ada lima paviliun di hotel kami,semuanya sudah
kami bersihkan dan siap untuk dihuni Tik-kongeu.
" "Untuk apalima paviliun, kami hanya minta dua
saja, " kata Ih Loh.
"Agaknya Tik-kongeu tidak tahu, hari ini kami
kedatanganlima juragan, masing-masing
memesan sebuah paviliun bagimu, bahkan uang
sewa sudah dibayar lipat dan tamu yang te-lanjur
masuk lebih dulu disuruh pindah, " tutur kuasa
hotel itu "Hamba juga lagi heran, Tik-kongeu cuma
satu keluarga. paviliun mana yangkan kalian
gunakan" "
Tik Yang saling pandang sekejap dengan sang
istri. Lalu Ih Loh berkata. "Orang yang pesan
kamar itu apakah meninggalkan sesuatu pesan
lagi" "
"Hanya meninggalkan uang sewa dan tidak
meninggalkan pesan, " jawab kuasa hotel dengan
tertawa. "Coba bolehkah kulihat uang yang mereka bayar
kepadamu" " tukas Ih Loh.
Kuasa hotel melenggak, tapi ia pun tidak berani
menolak. "Masakah dapat kautemukan sesuatu pada uang
perak mereka" " tanya Tik Yang.
Ih Loh Tertawa, "Rupanya engkau tidak paham
Setiap bentuk uang perak atau uang kertas tentu
ada ciri-ciri asal-usulnya, sebab umumnya ginbio
(uang kertas sebangsa cek) setiap tempat berlainan
buatannya Dari uang mereka akan dapat
ditemukan mereka datang dari mana "
"Tampaknya banyak juga urusan yang
kauketahui. " kata Tik Yang.
Maklurnlah, Ih Loh adalah adik perem-puan Ih
Hong, tokoh Kai-pang atau kaum jembel di daerah
perbatasan utara, gerombol-an mereka khusus
membegal harta benda yang tidak halal dari kaum
perampok, koruptor dan sebagainya. Maka
pengetahuan uang perak atau uang kertas dari


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbagai tempat cukup dikuasai oleh. Ih Loh,
Tidak lama kemudian kuasa hotel mem-bawa
keluar satu kotak tempat uang, isinya ada uang
perak, ada uang kertas. Lebih dulu Ih Loh
mengamat amati sepotong uang perak lantakan.
Buatan lantakan perak itu agak kasar, namun
kadarnya cukup mumi Hanya dipandang sekejap
saja Ih Loh lantas berkata, "Perak ini berasal dari
daerah Jinghai, Sekong dan Tibet. Sungguh aneh,
mengapa ada orang dari daerah terpencil itu
sampai di tepi pantai sini" "
Lalu ia memeriksa lagi empat helai ginbio.
lembaran pertama keluaran , Wi-hong gin-ceng
(sebangsa bank jaman kini), ginbio ini beredar luas
di mana mana sehingga tiada sesuatu yang
mencurigakan. Ginbio kedua adalah keluaran daerah Sujoan,
ginbio ketiga juga sering terlihat beredar di daerah
Kanglam. 'Kenapa orang orang dari Sujoan yang jauh juga
datang kemari, sungguh sukar dimengerti apa
tujuannya" " ucap Ih Loh dengan gegetun
Waktu ia periksa lagi ginbio keempat, ter-tampak
bentuknya agak aneh, sekeliling uang kertas itu
terlukis hiasan bunga wama wami.
Selagi Ih Loh merata heran, mendadak sebuah
tangan merampas uang kertas itu
Lamkiong Peng yang sejak tadi diam saja
mendadak merebut uang kertas itu, sebab di kenali
uang kertas itu semula adalah milik ke-luarga
Lamkiong. "Tak tersangka ada di antara orang orang ini
membayar dengan ginbio keluarga Lamkiong, "
ucap Tik Yang dengan heran, sukar diketahuinya
dari golongan mana orang itu.
"Siapa yang membayar dengan uang ini" " tanya
Lamkiong Peng. Kuasa hotel rada ketakutan melihat sikap anak
muda itu, jawabnya tergagap, ' O, . . dari tamu
kedua , . . . "
"Paviliun mana yang dipesannya" " tanya
Lamkiong Peng. "Akan kutunjukkan, " jawab si kuasa hotel.
Lamkiong Peng melemparkan ginbio itu ke dalam
kotak, lalu ikut pergi bersama kuasa hotel.
Setelah menembus sebuah pintu yang
membatasi antar halaman, tertampaklah sebuah
paviliun dengan halaman yang indah, memang
herbeda daripada di depan.
"Apakah Tuan hendak memakai paviliun ini" "
tanya kuasa hotel.
"Betul, " jawab Lamkiong Peng dan mendahului
masuk ke rumah itu, di situ ia berdiri termenung.'
Melihat perubahan sikap pemuda itu, se-mua
orang tidak berani bertanya.
Selagi mereka bergegas bendak istirahat,
mendadak terdengar suara ramai- ramai di luar
hotel serta suara riuh orang berlari.
Dengan sendirinya Tik Yang, In Loh dan lain
semua ingin tahu apa yang terjadi. Waktu mereka
meloagok koluar hotel, tertampak di jalan raya
orang berlari kian kemiiri sambil membawa
keranjang, ember dan sebagaiiya,-semuanya
menuju ke pantai.
Karena ingin tahu apa yang terjadi, Tik Yang dan
Ih Loh coba ikut menuju ke tepi laut.
Hari sudah gelap, tertampak orang berjubel di
pantai, semuanya bersorak gembira, ada kawanan
pemuda sudah melepas baju dan terjun ke laut.
Waktu mereka mendesak maju ke tepi laut,
sekilai pandang seketika mereka melengak.
Ternyata di tengah debur ombak terbawa cahaya
gemerlip, yaitu gemerlip sisik ikan, na-mun ikan
yaag beratus ribu terdampar ombak itu sudah mati
semua. Rupanya membanjirnya penduduk ke tepi pantai
adalah untuk mencari ikan. Sebagai kaum nelayan,
menangkap ikan tanpa susah payah tentu sangat
menggembirakan mereka, selama hidup mereka
juga tidak pemah me-lihat ikan tebanyak ini.
Tik Yang saling pandang dengan Ih Loh, sebab
mereka merasa munculnya bangkai ikan ini pasti
ada sesuatu yang tidak beres.
Cepat Tik Yang menarik Ih Loh ke luar dari
kerumunan orang banyak, katanya dengan
pelahan, "Dugaanmu memang tidak salah, untung
kita tidak makan hidangan yang di antar orangorang
itu, kalau tidak . . . . "
Setelah melihat bangkai ikan sebanyak itu,
dapatlah diduga pasti kawanan ikan itu, telah
makan berbagai makanan yang mereka buang ke
laut itu dan mati keracunan, lalu bangkai ikan
terdampar ke pantai ter-bawa arus.
Sungguh mengerikan melihat beratus ribu
bahkan berjuta ikan mati itu.
"Keji amat racun mereka, siapakah yang sengaja
hendak meracuni kita dengan obat racun sejahat
ini" " gumam Ih Loh dengan ke-ning bekernyit.
"Tapi apakah semua pengantar makanan itu
memberi racun atau cuma satu di antara mereka,
hal ini juga tidak jelas. "
"Pada suatu hari hal ini pasti dapat di-ketahui, "
ujar Tik Yang. "Wah celaka! " teru Ih Loh mendadak.
"Ada apa" " tanya Tik Yang.
"Ikan ini mati keracunan, jika bangkai ikan ini
diambil dan dimakan, bukankah yaug makan juga
akan ikut keracunan" "
Tergugah juga hati Tik Yang, waktu ia memandang
kesana , entah betapa banyak orang yang
berjubel di pantai sekarang, cara bagaimana harus
mencegah tindakan mereka yang hendak panen
bangkai ikan itu. Bisa jadi be-ribu orang ini pun
akan menjadi korban racun.
"Wah, Bagaimana baiknya" Cara bagai--mana
kita memberi keterangan kepada mereka supaya
mereka mau percaya" " gumam Ih Loh dengan
bingung. Tik Yang juga tak berdaya, dilihatnya beberapa
nelayan dengan menjinjing keranjang penuh ikan
sedang beranjak pulang dengan riang gembira.
Selagi ia bermaksud mernburu maju untuk
memberi penjelasan, tiba tiba dari kejauhan ada
suara teriakan orang.
Beberapa lelaki berbaju kuning dengan rambut
diikat tampak berlari datang sembari berteriak.
"Losinsian ada perintah, katanya ikan ini tidak
bo!eh dimakan! "
Dalam sekejap segera orang-orang berbaju
kuning itu di kerumuni orang banyak dan ditanyai.
Kawanan nelayan yang.akan pulang itu berputar
balik untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Salah seorang berbaju kuning itu berteriak pula,
"Saudara sekalian, lekas bangkai ikan itu ditanam
saja dan janganlah sekali-kali dimakan."
Kenapa tidak boleh dimakan" " demikian ada
orang bertanya.
"Losinsian bilang ikan ini beracun dan dikirim
oleh kaum iblis untuk membikin celaka manusia,
bila dimakan segera akan mati keracunan, " seru si
baju kuning. Berubah hebat air muka kawanan nelayan, ada
yang berkata. "Syukurlah Losinsian berada di sini,
kalau tidak tentu banyak nyawa akan melayang. " .
Diam-diam Tik Yang merasa lega, mau-tak-mau
ia pun merasa heran, ia tidak tahu
"Losinsian " atau si dewa tua yang dimaksudkan
mereka itu sesungguhnya orang macam apa,
mengapa kaum nelayan sedemikian percaya
kepadanya"
Ia coba mendekati seorang nelayan dan
bertanya, "Numpang tanya, Losinsian yang disebut
itu sebenaraya siapa" "
Nciayan itu mengamati dia sejenak, lalu
menjawab dengan tertawa, "Agaknya Anda ber-dua
kaum pelancong dari tempat lain sehingga tidak
tahu siapa Losinsian. Beliau seorang tua yang
serba pintar, dari ilmu bintang sampai ilmu bumi
semuanya dipahaminya, beliau boleh dikatakan
serba tahu dan serba bisa, di dunia tidak ada
bandingannya. "
Tik Yang mengucapkan terima kasih, lalu
mengajak Ih Loh pulang ke hotel.
"Losinsian ini tentu seorang kosen, kalau sempat
ingin kutemui dia, " kata Ih Loh-
"Orang kosen apa. kukira cuma sebangsa dukun
saja, " ujar Tik Yang.
"Kalau dukun, cara bagainiana dia tahu bangkai
ikan beracun dan menyuruh orang jangan
memakannya, " kata Ih" Loh. "Kawanan nelayan itu
memang banyak yang tahayul, tapi tidak semuanya
orang bodoh. "
Tik Yang tidak membantah lebih lanjut Sepulang
di hotel, tertampak Lamkiong Peng danYap Manjing
duduk berhadapan dengan diam diruang
duduk. Segera Tik Yang men-ceritakan apa yang
dilihatnya tadi.
Tentu saja orang yang memesankan kamar bagi
mereka mengantarkan lagi berbagai Santapan, tapi
setelah utusan ikan mati keracunan tadi, mana
mereka berani makan. Mereka menyuruh pelayan"
membeli ratusan telur ayam' dan direbus untuk
mengisi perut. Meski mereka tidak banyak bicara lagi, tapi
diam-diam sama merasakan urusan bertambah
gawat, dengan perasaan tertekan me-reka kembali
ke kamar masing-masing.
Tentu saja Lamkiong Peng tidak dapat pulas,
pikirannya bergolak. teringat olehnya akan kedua
orang tua, terkenang juga kepada guru dan
saudara seperguruan, juga kawan dan kerabat
Iain. Malam bertambah larut, namun tetap sukar
pulas. Selagi suasana sunyi senyap. tiba-tiba
terdengar suara mendesir di luar jendela, suara
kain baju tertiup angin, menyusul ada suara "citcit
" dua kali.
Tergerak hati Lamkiong Peng, cepat ia bangun,
terdengar suara mencicit dua kali lagi di luar,
suara seperti bunyi serangga di malam sunyi.
Ia masih ingat dahulu ketika dia baru saja
masuk perguruan, di antara beberapa saudara
seperguruan berkumpul main sembunyisembunyian
untuk berlatih ginkang.
Waktu itu mereka sama masih muda belia, Liong
Hui sudah meningkat dewasa, namun pikirannya
masih serupa anak kecil, ia membawa para Sute
dan Somoay bermain kucing-kucingan di hutan
agar tidak dirasakan meecka sedang berlatih
ginkang melainkan seperti perinainan biasa kanakkanak
saja. Seketika Lamkiong Peng terkenang kepada
kejadian lalu, semua itu seperti baru terjadi
kemarin "Hah, jangan-jangan Toasuheng yang da-tang"!
". " tlba-tiba timbul pikirannya.
Segera ia membuka jendela, dilihatnya se-sosok
bayangan orang mendekam di emper ru-mah
depanSana dan lagi menggapai padanya.
Tanpa pikir Lamkiong Peng keluar, dilihatnya
bayangan orang itu sudah melompat ke halaman
rumah lain dan berdiri di bawah pohon yang
rindang. Waktu Lamkiong Peng menyusul ke situ, dalam
kegelapan samar-samar dapat dikenali-nya
bayangan oraag ini ternyata Samsuhengnya yaitu
Ciok Tim yang sudah lama berpisah itu. Sungguh
girang sekali Lamkiong Peng, cepat ia pegang
tangan Ciok Tim dia berketa ' Simsuheng, engkau .
. . , " seketika kerongkongan seperti tersumbat dan
sukar bersuara Dalam kegelapan kelihatan Ciok Tim yang dulu
gagah dan cakap itu sekarang sangat kurus, muka
pucat, mata celling dan guram sinar matanya.
Duka, pedih dan girang pula Lamkiong Peng.
Didengarnya Ciok Tim berkata, "Ku-dengar engkau
datang kemari dan segera menyusul ke sini. "
Suaranya kedengaran berat daa pelahan, tidak
bersemangat lagi seperti dulu.
"Kalau sudah datang, mengapa Samsuheng tidak
masuk kamarku" " tanya Lamkiong Peng.
Giok Tim menggeleng, sorot matanya yang
guram menampilkan rasa duka dan hampa,
katanya, "Aku tidak mau masuk, aku cuma ingin
memberitahukan padamu, jangan kau-percaya
kepada omongan orang, jangan me-nyanggupi
sesuatu kepada siapa pun. Hanya . . . hanya
sekianlah pesanku. "
Lamkiong Peng tertegun sejenak, katanya
kemudian, "Baik-baikkah selama ini, Sam-suheng"


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tentu Toaso dan lain-lain juga berada denganmu?"
Ciok Tim termenung sambil memandang bintang
di langit, jawabnya kemudian, "Aku
ini orang sial dan berdosa, selanjutnya jangan
kauanggap lagi diriku sebagai Suhengmu,
sebaiknya anggap aku sudah mati. "
"Kenapa Suheng bicara seperti ini, apa pun juga
cngkau adalah Suhengku, " kata Lamkiong Peng
dengan terharu.
Ciok Tim menggeleng dan menghela napas,
"Engkau .... engkau tidak tahu .... Sudahlah,
hendaknya kaujaga dirimu dengan baik, kupergi
saja. " Habis bicara segera ia melayang pergi, hanya
sekejap saja sudah menghilang dalam kegelapan.
Suasana sunyi, angin mendesir, Lamkiong Peng
berdiri di halaman yang luas dan gelap, itu dengan
perasaan tertekan.
Ciok Tim adalah salah seorang di antara. lima
saudara seperguruannya yang gagah dan tangkas
tapi sekarang dia kelihatan lesu, sedih dan putus
asa, jika tidak mengalami sesuatu pukulan batin
tentu takkan membuatnya jadi begini.
Sejak berpisah di Hoa san dahulu antara sesama
saudara,seperguruan mereka lantas ter-pencar dan
sudah dekat setahun tidak pemah berjumpa,
sekarang Ciok Tim terburu-buru tinggal pergi lagi,
memangnya apa yang dihindarinya"
Begitulah perasaan Lamkiong Peng bergo-lak,
pedih dan haru, tanpa terasa air mata pun meleleh,
terutama bila mengingat pengalaman-nya sendiri.
Di bawah bayangan pohon yang bergerak tertiup
angin, sekilas tertampak di sisinya su-dah
bertambah dengan sesosok bayangan yang
ramping. ' Cepat Lamkiong Peng berpaling, kiranyaYap
Man-jing adanya, dengan tercengang si nona lagi
menatapnya, "engkau menangis" " tanya nona itu.
"Tidak, " cepat Lamkiong Peng memper-lihatkan
senyumnya, namun tidak dapat me-nutupi bekas
air mata pada pipinya.
"Malam dingin dan banyak embun, lekas pulang
ke kamar saja, " ucap Man-jing dengan lembut.
Lamkiong Peng memandangnya sekejap sambil
mengangguk, lalu kembali ke kamar. Ia duduk
termenung dan seperti hilang rasa kantuknya.
Suasana sunyi senyap, pikirannya bergolak,
berbagai urutan scakan-akan terbayang lagi
olehnya. Entah berapa lama ia melamun, sekonyongkonyong
terdengar orang melangkah di serambi
luar, sejenak kemudian mendadak terdengar fsara
bentakan Yap .Man-jing, "Lari kemana, bangsat! " -
. Menyusul dua sosok bayangan orang me-layang
lewat ke atas rumah terus kabur ke arah barat.
Tanpa pikir Lamkiong Peng melompat ke-luar
lagi melalui jendela dan memburu ke sana.
Selama hampir setahun berdiam di Cu-, sin-to
dan mempelajari berbagai ilmu sakti dari kitab
pusaka yang dibacanya, kemajuan ginkangnya
sekarang sudah sukar diukur. Maka hanya sekejap
saja-kedua orang tadi sudah da-pat disusulnya.
Waktu ia mengamati, yang lari di depan adalah
seorang lelaki berpakaian ringkas, yang mengejar
di belakang bertubuh ramping dan berambut
panjang, jelas Yap Man-jing adanya.
Lamkiong Peng mempereepat langkahnya, hanya
sejenak saja jarak mereka tinggal belasan tombak
saja. Tiba-tiba lelaki itu berhenti di depan pohon
besar sana, begitu menubruk maju se-gera Yap
Man-jing menyerang Catah kenapa, ia menyerang
dengan ganas dan keji tanpa kenal ampun.
Hanya beberapa gebrakan saja, dengan suatu
serangan paacingan, menyusul telapak tangan Yan
Man-jing dapat menabas pundak lawan, bahkan
dada orang lantas dihantamnya lagi.
"Tahan dulu, nona Yap! " seru Lamkiong Peng.
Namun sudah terlambat, dada orang itu sudah
kena digenjotYap Man-jing hingga tumpah darah
dan terjungkal.
Lamkiong Peng memburu maju dan memeriksa
pemapasan orang itu, ternyata sudah putus napas.
"Bangsat rendah mati pun murah baginya, "
damperat Yap Man-jing penasaran.
"Mestinya ditawan dulu uhtuk dimintai
keterangan, " ujar Lamkiong Peng. "Sesungguhnya
apa yang sudah terjadi sehingga engkau
sedemikian marah" "'
"Coba kauperiksa benda apa yang di-bawanya" "
kata Man-jing. Waktu Lamkiong Peng berjongkok, dikeluarkannya
sesuatu dari baju lelaki itu, ternyata
sebuah tempurung berbentuk ceret dengan leher
panjang terbuat dari timbel. Dari mulut leher ceret
terendus bau harum yang aneh.
'O. kiranya seorang maling cabul, " ujar
Lamkiang Peng. Kiranya tempurung timbel berbentuk ce-ret itu
berisi semacam asap bius, biasanya di-gunakan
manusia rendah yang suka merusak orang
perempuan, korbannya dibius lebih dulu lalu
dikerjainya. "Coba, bangsat kotor semacam ini buat apa
dibiarkan hidup"' damperat Yap Man-jing pula.
Lamkiong Peng berpikir sejenak, katanya
kemudian, "Tapi urusan tentu tidak sederhana
begini. bukan mustahil orang ini ada hubungannya
dengan kelima kelompok orang yang
mengantar makanan kepada kita itu. "
Sejenak kemudian mendadak ia berteriak pula, '
"Celaka. ayo lekas kembali ke hotel! "
Sembari bicara ia terus mendahului ber-lari
kembali ke arah semula.
Seketika Yap Man-jing juga menyadari apa yang
mangkin terjadi, tanpa ragu segera ia
menyusulnya. Setiba di hotel, cepat Lamkiong Peng mendatangi
kamar Tik Yang suami istri dan ber teriak, "Tikheng.............".
Namun sampai beberapa kali ia bicara tetap
tidak ada jawaban. Tanpa ayal ia men dobrak pintu
dan menerjang ke dalam.
Ternyata kamar sudah kosong, bayangan Tik
Yang dan Ih Loh tidak kelihatan lagi, bahkan
rangsal, senjata dan barang lain juga tidak
kelihatan. "Ke mana mereka"' tanya Man-jing.
Bekernyit kening Lamkiong Peng, ia ter menung
tanpa menjawab.
"Coba kaucium, rasanya masih ada bau harum
khas itu, " kata si nona pula.
"Ya, urusan ini agak janggal, " ujar Lamkiong
Peng. "Rasanya tidak mudah untuk menyelidiki
urusan ini. "
"Rasanya kita harus mulai menyelidiki urusan
ini dari kelima kelompok pengantar makanan itu, "
ujar Man-jing "Ya, dan hal ini pun jelas tidak mudah dan
sederhana, " kata Lamkiong Peng. "Baru lewat
tengah malam, percuma kita gelisah di sini,
marilah kembali ke kamar dan besok kita mencari
akal lagi. "
"Esoknya setelah berundiug, Yan Man-jing
sementara tinggal di hotel untuk mengawasi apa
yang akan terjadi lagi. Lamkiong Peng yang keluar
untuk mencari keterangan.
Menjelang lohor baru Lamkiong Peng kembali ke
hotel. Segera Yap Man-jing me-nyongsongnya dan
bertanya adakah sesuatu yang ditemukan.
"Bawa senjatamu dan mari ikut pergi, "kata anak
muda itu. Cepat keduanya membawa pedang dan
merapatkan pintu kamar lalu meninggalkan hotel,
langsung mereka keluarkota dan berlari ke arah
barat. Sembari. berlari Yap Man-jing tanya hen-dak
pergi ke mana. "Setahuku beberapa kelompok orang yang
mengantar makanan dan pesan kamar bagi kita itu
bukan Cuma ada sangkut pautnya dengan Yim
Hong-peng, hilangnya Tik Yang dan
Ih Loh juga berhubungan crat dengan dia, "
tutur Lamkiong Peng.
Manjing mendongkol karena jawaban tidak cocok
dengan apa yang ditanya, katanya,
"Yim Hong-peng kan tinggal di barat-laut yang
jauh sana, kenapa sekarang dia lari ke daerah
Kanglam" "
"Selama setahun ini siapa yang berani menjamin
takkan terjadi perubahan" " ucap Lamkiong
Peng. "Bukan mustahil sekarang pengaruh Yim
Hong-peng sudah merata sehingga daerah utara
dan selatan sungai sini. "
"Perubahan dan pengaruh Yim Hong-peng apa
maksudmu" " tanya Man-jing.
Lamkiong Peng tertegun. tapi segera teringat
olehnya ketika di kota Tiang-an di barat laut dulu.
waktu Yim Hong-peng memberi keterangan bahwa
Swe Thian-banga da niat me-rajai dunia persilatan,
hal ini hanya didengar oleh Bwe Kim-soat, Tik Yang
dan dirinya sen-diri.
Yim Hong-peng memang licik dan licin, segala
usahanya dilakukan secara terselubung, makanya
Yap Man-jing tidak tahu seluk-beluk-nya.
Maka Lamkiong Peng menjawab, "panjang" sekali
untuk menceritakan urusan ini, kelak tentu akan
kuberitahu, sekarang lekas kita me-nuju ke Lamsan.
" Segera mereka lari terlebih cepat. Tidak lama
kemudian mereka sudah sampai di lereng gunung,
jalan setapak semakin sulit ditempuh. Lamkiong
Peng coba berhenti, katanya kepadaYap Man-jing,
"Jalan ini memang sempit dan sukar dilalui, anak
buah Yim Hong-peng pasti juga akan berhenti di
tempat ini, biarlah kita menunggu di sini dan
menyergap mereka. Sekarang kita istrrahat dan
himpun tenaga, bisa jadi akan berlangsung
pertempuran sengit nanti. "
Habis bicara meraka lantas mencari tempat
berlindung dan duduk di kaki batu karang yang
terjal Tidak lama kemudian, benar juga ter-dengar
suara gemertak dari kejuahan, suara roda kereta
dan ringkik kuda yang makin mendekat.
Cepat Lamkiong Peng danYap Man-jing
berbangkit dan menyelinap ke belakang batu.
Hanya sebentar saja suara kereta kuda itu
sudah dekat. Karena latihannya selama tinggal di Cu sin-to,
kini ketajaman mata Lamkiong Peng memandang
dalam kegelapan sudah serupa di siang hari.
Waktu ia mengawasi pendatang itu, tertampak
sebuah kereta berkabin ditarik dua ckor kuda, di
depannya ada tujuh orang pe-nunggang kuda.
Kira-kira tiga tombak di depan batu tem-pat
sembunyi Lamkiong Peng segera ketujuh
penunggang kuda itu berhenti. Dua lelaki pengendara
kereta melompat turun dan berlari ke
samping kereta untuk membuka tabir hi-tam, lalu
diseretnya turun dua orang.
Begitu melihat kedua orang yang diseret turun
itu, seketika hati Lamkiong Peng tergetar kiranya
kedua orang jtu adalah Tik Yang dan Ih Loh,
keduanya kelihatan berlumuran darah rambut
kusut, baju robek sehingga hampir se-tengah
telanjang. Lamkiong Peng tidak tahan, mendadak ia
melompat keluar sambil bersuit panjang, sam-bil
melolos pedang pusaka "Yao-siang-jiu-loh " ia terus
menubruk maju. Yang mengepalai ketujuh penunggang kuda itu
adalah seorang kakek berusia 50-an, sembari
menghindari tusukan Lamkiong Peng ia berteriak,
"Hei, sahabat, selamanya kita tidak kenal, kenapa
tanpa bicara kaumain serang" '
Mata Lamkiong Peng tampak merah mem-bara,
dengan gencar ia menyerang lagi tiga kali.
Kakek itu mengelak dan menyurut mundur
sambil berseru, "Apa pun juga hendaknya bicara
dulu urusannya . . . " "
"Urusan apa, binasakan kalian dulu!'' teriak
Lamkiong Peng dengan murka.
Pedang pusaka berkelebat, dengan ilmu pedang
Lam-hai-kiam-hoat yang dipelajarinya di Cu-sin-to
yang menabas terlebih kencang.
Sembari berkelit kian kemari, kakek itu tahu siasia
saja ia bicara, cepat ia menanggal-kan
senjatanya, yaitu cambuk sepanjang tiga meter,
secepat kilat ia sabet pergelangan tang -an


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Limkiong Peng yang memegang pedang, dari
bertahan ia balas menyerang.
Lamkiong Peng tidak menduga kelihaian kakek
ini. Namun anak muda ini pan bukan anak muda
dahulu lagi, sekali pedang ber-putar, sambil
mengelak cambuk lawan pedang terus menabas
pinggang musuh.
Si kakek tidak menduga anak muda itu dapat
bergerak secepat itu, baru saja merasakan
cambuknya mengenai tempat kosong, tahu-tahu
pinggang sudah terancam. hendak melompat
mundur pun tidak keburu lagi, kontan pinggang
tertabas, darah berhamburan dan munerat ke
mana-mana. Tanpa ayal Lamkiong peng terus menerjang maju
lagi, serupa burung terbang ia tubruk ke tengah
kawanan lelaki berbaju hitam.
Kawanan lelaki itu juga telah di-terjang oleh Yap
Manjing, walupun tidak sampai kocar-kacir,
namun mereka pun kalang kabut menghadapi
kelihaian Yap Manjing. Sakarang di tambah lagi
Lamkiong Peng, keruan barisan mereka menjadi
kacau, kontan dua orang terbinasa di bawah
pedang Lam~ kiong Peng.
Dua orang lagi sedang menjaga Tik Yang dan Ih
Loh, mereka sembunyi di belakang ke-reta. melihat
keadaan tidak menguntungkan, segera timbul
pikiran untuk kabur.
Dalam pada itu dua lelaki berbaju hitam yang
lain tidak tahan kelihaian pedang Lamkiong Peng,
kembali perut mereka di tembus pedang dan
binasa. Sekali lompat Lamkiong Peng memburu
kedua orang yang menjaga Tik Yang bersama
istrinya itu. Tentu saja kedua orang itu kaget dan ce-pat
melompat mundur.
Selagi Lamkiong Peng hendak menubruk maju
lagi. sekonyong-konyoug ada orang mem-bentak di
belakangnya, ' "Berhenti! "
Tanpa terasa Lamkiong Peng berpaling,
dilihatnya tidak jauh di belakang berdiri em-pat
sosok bayangan tinggi besar.
Waktu itu sudah tengah malam, rembulan tepat
menghias di tengah cakrawala sehingga menerangi
keempat orang itu.
Ternyata seorang yang paling depan ialah Banli-
liu-hiang Yim Hong-peng, dua orang di sebelah
kirinya " adalah Bin-san-ji-yu. kedua sahabat dari
Bin-san, yaitu Tiangsun Tan dan Tiangsun Kong.
Sedangkan seorang di sebelah kanan tidak
dikenalnya, seorang kakek kereng berbaju hitam
panjang dengan rambut terikat tinggi di atas
kepala, sepasang tombak pandak berwama emas
terselip di pinggang. .
Kedatangan Yim Hong-peng sebenarnya sudah
dalam dugaan Lamkiong Peng, sebab itulah dia
tidak heran atau terkejut, sebaliknya Yim Hongpeng
yang merasa heran, pelahan ia mendekati
Lamkiong Peng dan menyapa, "Selamat Lamkiong
heng selama berpisah ini, Konon setiap orang yang
masuk ke Cu-sih-to tidak pemah ada yang pulang
dengan hidup, tampaknya Lamkiong-heng
tergolong yang paling beruntung. "
"Bilamana aku tidak dapat pulang ke sini, tentu
Yim-heng merasa senang, " jengek Lamkiong Peng.
"Ah, kenapa Lamkiong-heng bicara demi kian,
sama sekali tidak ada pikiran begitu pa-daku, "
kata Yim Hong-peng. "Harap Lamkiong heng jangan
salah paham Justru suasana du-nia persilatan
sekarang kacau-balau, ada mak-sudku mengajak
Lamkiong-heng untuk me-ngadakan penataran . . .
. " Belum habis ucapannya Lamkiong Peng lantas
memotong "Ah, apa kepandaianku, mana berani
kuterima tugas berat itu, rasanya Yim-heng salah
sasaran. "
"Haha, kukira Lamkiong-heng terlampau rendah
hati, " seru Yim Hong-peng dengan tertawa.
"Bilamana mengingat tempo hari ketika Lamkiongheng
mengalahkan Giok-jiu-sun-yang di restoran
Thian-tiang-lau dan menerobos ke Boh-Hong ceng
untuk mencari obat bagi Tik Yang, kemudian
menuju ke Cu-sin-to dan pulang lagi dengan
selamat, semua peristiwa ke-perkasaanmn sudah
tersiar luas, tentang kecerdasan dan kemahiran
kungfu Anda sudah lama dikagumi Swe-siansing,
bila beliau dapat memperoleh bantuan Lamkiongheng,
berani kukatakan daiam setahun saja dunia
persilatan seluruh Tionggoan pasti akan
dikuasainya. "
Pada saat itulah mendadak terdengar Yap Manjing
membentak sambil menubruk maju, "Mau ke
mana"! "
Waktu Lamkiong Peng menoleh, kiranya kedua
lelaki berbaju hitam yang menjaga Tik Yang dan Ih
Loh tadi diam diam hendak melangkah pergi.
Karena bentakan Man-jing, keduanya lantas
berhenti dan memandang Yim Hong-pmg.
"Sungguh aku tidak mengerti sebab apakah Yimheng
sampai memperlakukan Tik-heng dan istrinya
dengan cara begini" " tegur Lamkiong Peng.
"Kawanan jembel Yu-leng-kun-kui sudah
menggabungkan diri dengan Swee Thian-bang
untuk bekerja sama, Ih Hong menghendaki adik
perempuannya juga mengikuti jejaknya, maka aku
diminta kemari untuk membawanya pulang ke
utara, " tutur Yim Hong-peng.
"Hm, kalau cuma menghendaki Ih Loh juga
bergabung dengan Swe Thian-bang, meng-apa Yimheng
perlu menggunakan dupa bius segala,
sungguh aku tidak mengerti, " cjek Lam-kiong
Peng. "Seluk-beluk urusan ini tidak dapat di-jelaskan
dengan singkat, soalnya kukuatir me-nimbulkan
salah paham, terpaksa menggunakan cara kurang
terhormat itu, " jawab Hong-peng.
"Lantas bagaimana dengan Tik Yang, dia juga
perlu kautawan" " jengek Lamkiong Peng pula.
"Mereka sudah terikat menjadi suami-istri,
dengan sendirinya satu sama lain harus satu
tujuan, " kata Hong-peng.
"Aku cukup kenal jiwa dan kepribadian Tik
heng, meski mereka sudah terikat menjadi suamiistri,
jika persoalannya menyangkut kepribadian,
tidak nanti dia mau ikut secara ngawur. "
"Haha, mungkin Lamkiong heng tidak ta-hu
bahwa ketika dulu Tik-heng keracunan dan
mendekat ajal, syukurlah ditemukan Ih Loh dan
berusaha menolongnya dengan sepenuh tenaga,
jadi Tik Yang sesungguhnya utang budi kepada
istrinya. Kalau Ih Hong sudah bergabung dengan
Swe Thian-bang, dengan sendirinya Ih Loh takkan
membangkang dan mengikuti jejak sang kakak,
lalu Tik Yang apakah dapat mengingkari kehendak
istri sendiri" "
"Kawanan jembel Yu-leng-kun-kai terkenal jujur
lurus, sasaran mereka kebanyakan adalah orang
kaya yang tidak berbudi atau pembesar korup,
biasanya mereka juga membantu yang miskin dan
menolong yang lemah, hal ini cu-kup dikelahui
setiap orang kongouw, apalagi ih Hong terkenal
tinggi hati dan menyendiri. masa dia rela menjual
kehormatan sendiri dan bergabung dengan Swe
Thian-bang" "
Man-jing tahu bilamana perang dingin akan
segera berubah menjadi perang tanding, maka
diam diam ia mendekati Lamkiong Peng.
Yim Hong-peng memandang Man-jing se-kejap.
katanya, "Pada waktu Lamkiong-heng berangkat ke
lautan dulu, pada waktu yang sama Leng-hiathuicu
juga menghilang. Kawan kaugouw umumnya
menyangka dia ikut berengkat bersama
Lamkiongheng ke Cu-sin-to, siapa tahu yang
pulang bersamamu ternyata nona Yap adanya.
Apakah Leng-hiat-huicu memang betul telah
hilang" "
' Lamkiong Peng bergelak tertawa, "Hahaha, hal
ini apakah sangat mengecewakan Yimheng"
Bahwa Bwe Kim-soat tidak berada
bersama sehingga maksud Yim-heng akan
sekaligus menjaringnya tidak tercapai, maka
cngkau menyesal bukan" " v
Mendadak anak muda itu berubah bengis dan
berteriak, "Yim Hong peng, berturut kau-kirim lima
kelompok orang untuk mengantar makanan
beracun dan bermaksud meracun Tik Yang, syukur
muslihatmu dapat diketahui Tik Yang. Karena
gagalnya rencana itu, kau-pasang perangkap lagi di
hotel itu sehingga akhirnya Tik Yang suami-istri
tertawan, un-tung aku dan nona Yap sempat lolos,
soalnya sebeium ini engkau tidak menyangka aku
akan ikut pulang dan tidak memberitahukan
kepada anak buahmu yang memang tidak kenal
diri-ku. Haha ternyata di antara anak buahmu terdapat
juga kaum rendah yang suka menggunakan
dupa bias sehingga dapat kubongkar kelicikanmu
.... " "Diam! " bentak Yim Hong-peng.
Orang-orang yang berdin di samping Yim Hongpeng
sejak tadi tidak ada yang bersuara. jelas
karena disiplin Swe Thian-bang cukup tegas dan
mereka harus tunduk kepada Yim hong-peng.
Sekarang kakek kereng berbaju hitam panjang
dan bersenjata sepasang tombak pandak itu
tampaknya tidak tahan lagi, ia melangkah maju
dan membentak, "Anak kurang ajar, kau-kira tidak
ada orang berani menghadapimu di sini" "
Lamkiong Peng meliriknya sekejap, tanya-nya
dengan tertawa kepada Yim Hong-peng, "Apakah
Cianpwe ini adalah jugo kepercayaan Swe Thianbang
yang terkenal dengan se pasang tombak
pencabut nyawa, Ko Tiong-hai, Ko-taihiap adanya"
" "Betul, beliau memang Ko-loenghiong, " jawab
Yim Hong-peng. "Sudah lama kudengar kedua tombak Ko taihiap
maha sakti, sungguh beruntung bila hari ini dapat
berkenalan,' " seru Lamkiong Peng dengan tertawa.
Ko Tiong-hai memandang Yim Hong-peng
sekejap agaknya minta persetujuannya sebelum
turun Tangan. Namun Yim Hong-peng diam saja. "Kenapa Yimheng
tidak mengangguk?" cjek Lamkiong Peng.
Mendadak Ko Tiong-hai membentak terus
menerjang maju. dia tidak menarik tombak nya
melainkan menggunakan kedua telapak tangan
untuk menghantam sekaligus.
Lamkiong Peng sudah siap siaga, kedua tangan
menangkis sambil meraih pergelangan tangan
lawan, berbareng sebelah kaki menendang perut.
Kaget juga Yim Hong-peng melibat ke-tangkasan
Lamkiong Peng, hanya setahun ter pisah ternyata
kungfu anak muda ini sudah maju pesat.
Ko Tiong-hai tidak gentar, cepat ia menarik
tangan dan menyurut mundur, menyusul telapak
tangan memotong pula ke lambung lawan.
Di sebelahsana lantas terdengar juga
bentakanYap Man-jing, rupanya ia pun mulai
melabrak Bin-san-ji-yu.
Terkejut juga Ko Tiong-hai melihat pukulan
Lamkiong Peng yang dasyat, cepat ia tangkis.
Tak tersangka sekali ini Lamkiong Peng hanya
serangan pancingan saja, ia melancarkan "Ta-mo
cap-pek-sik " yang pemah dipelajarinya di pulau
itu, hanya saja dia belum menyelaminya secara
mendalam, walaupun begitu untuk digunakan
melayani KoTiong-hai tetap dapat membuatnya
kelabakan dan terdesak mundur.
Yim Hong-Peng menyaksikan serangan Lamkiong
Peng itu, teriaknya, "Hah, Ta-mo-cap-pek-sik"! "
"Bagus, boleh kalian rasakan kelihaianku, "
jengek Lamkiong Peng. "Kalau tahu gelagat
hendaklah lekas lepaskan Tik Yang berdua
sebelum terlambat. "
Karena terdesak, dahi Ko Tiong-hai mulai
berkeringat dan lagi mencari jalan untuk me
matahkan serangan lawan.
Pada saat itulah mendadak terdengar bentakan
Bin-san-ji-yu. rupanya Yap Man-jing kelihatan
kewalahan dikerubut mereka, sambil menangkis
sebisanya ia terdesak mundur.
"Coba kaumampu bertahan berapa lama lagi! "
teriak Tiangsun Kong sumbil melangkah maju,
pedang berputar terui menabas pinggang lawan.
Tiangiun Tan tidak tinggal diam, berbareng ia
pun mengitar ke samping, secepat kilat pedang
menusuk punggungYap Man-jing.
Dalam keadaan diserang dari muka dan
belakang. tentu saja keadaan cukupgawat ba-giYap
Man-jing, sedapatnya ia menangkis dan mengelak.


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun sayang tenaganya sudah lemah,
langkahnya sempoyongan sehingga pundak kanan
tertusuk pedang Tiangsun Tan.
Ia bersuara tertahan, pada saat itu juga
pedangnya terkacip oleh kedua pedang Tiang-sun
Kong sehingga terlepas. Tanpa ayal Tiangsun Kong
terus menubruk maju, sekaligus ia tutuk dua hiatto
si nona, kontan Man-jing ro-boh terkulai.
Tanpa berhenti Bin-san-ji-yu terus mem-buru ke
sana dan mengerubut Lamkiong Peng bersama Ko
Tiong-hai. Lamkiong Peng menjadi murka, ia bersuit
panjang, pedang Yap-siang-jiu-Ioh dilolosnya,
sekali berputar, ketiga lawan didesak mundur.
Ko Tiong-hai tertawa dingin. segera ia pun putar
sepasang tombak cmas dan menyerang terlebih
gencar. Meski tinggi ilmu silat Bin-san-ji-yu, tapi bila
dibandingkan Lamkiong Peng sekarang mereka
rada kewalahan juga sehingga berulang terdesak
mundur. Untung Ko Tiong-hai terus menyerang
dengan lihai sehingga Lamkiong Peng tidak dapat
mendesak lebih lanjut.
Anak muda itu menyadari untuk lolos be-gitu
saja rada sukar, apalagi dia harus me-mikirkan
Yap Man-jing. Dilihatnya di antara ketiga lawan
hanya Tiangsun Tan yang paling lemah, segera ia
ganti siasat, lawan paling 1emah itulah yang terus
dicecar. Tentu saja Ko Tiong hai dan Tiangsun Kong
dapat meraba maksud Lamkiong Peng, keduanya
seperti sudah berjanji Iebih dulu, serentak mereka
pun menyerang terlebih gencar.
Belasan jurus pula, Lamkiong Peng mulai tidak
tahan, dikerubut tiga tokoh kelas tinggi seperti itu,
betapa tangkas anak muda itu juga kerepotan.
Yim Hong-peng tersenyum girang melihat
kawannya berada di atas angin.
Mendadak Ko Tiong-hai membentak, kedua
tombak cmas bekerja naik-turun, tombak tangan
kanan segera menusuk iga kiri Lamkiong Peng,
tombak tangan kiri secepat kilat menyabet tangan
kanan anak muda itu yang berpedang.
Bin-san-ji-yu serentak juga menghujamkan
pedang mereka ke tubuh Lamkiong Peng.
Dengan kalap Lamkiong Peng putar pe-dangnya,
"sret-sret-sret " tiga kali, berturut ia melancarkan
tiga jurus serangan, walau tetap, sukar
menghadapi kerubutan tiga tokoh tang-guh ini,
tombak Ko Tiong-hai tertangkis, se-kuatnya pedang
lantas menusuk dada Tiangsun Tan.
Tusukan ini cepat lagi di luar dugaan, lelagi
Tiangsun Tan hendak melompat mun-dur. namun
sudah kasip, ia menjerit ngeri dan dada tertembus
pedapg. Lamkiong Peng tertawa seram sambil me-narik
pedang, pada saat itu kedua pedang Tiangsun
Kang juga sempat menabas sehingga membuat
luka panjang pada bahu kirinya, da-rah lantas
munerat. Malahan tombak kiri Ko Tiong-hai pada
saat yang sama juga menancap di paha kanan
Lamkiong Peng. Dengan nekat Lamkiong Peng ayun pe-dangnya
dan mendesak mundur Tiangsun Kong dah Ko
Tiong-hai yang henda menyerang lagi sehingga
tombok emas tidak sempat ditarik Ko Tiong-hai
dan masih menancap di paha.
Belum pemah Ko Tiong-hai melihat orang
setangkas ini, seketika ia melenggong bingung.
Tiangsun Kong sangat sedih atas gugurnya sang
adik, dengan meraung kalap ia me-nubruk maju
lagi. Mendadak Lamkiong Peng berteriak seram, "Putsi-
sin-liong, naga sakti tak termatikan! "
Berbareng ia cabut tombak emas yang menancap
di pahanya itu, tanpa diperiksa terus dilemparkan
ke belakang. Kematian Tiangsun Tan membakar hati
Tiangsun Kong sehingga terangannya yang kalap
itu tidak terjaga sama sekali, apalagi ia mengira
Lamkiong Peng pasti juga tidak mampu melawan
lagi. Siapa tahu mendadak tombak emas
menyambar tiba, keruan ia kaget, cepat kedua
pedangnya disilangkan untuk menangkis.
Namun tangkisannya ternyata meleset, tombak
menerobos lewat dan "crat ", tepat me-nancap di
bahu kirinya, kontan ia meng-geletak.
"Sungguh tidak malu sebagai murid Put-si-sinliong!
" ucap Ko Tiong-hai dengan gegetun, pelahan
ia mendekati Tiangsun Kong yang tak bisa berkutik
itu. Yim Hong-peng juga gegetun, ucapnya,
"Bilamana mem punyai pembantu sehebat ini,
mustahil dunia takkan kukuasai! "
"Jangan mimpi! " bentak Lamkiong Peng.
Baru bersuara, kembali ia tumpah darah, langkahnya
sempoyongan dan akhirnya tidak tahan,
"bluk ", ia pun roboh terkapar.
Cepat Yam Hong-peng memburu maju, dengan
beringas sebelah tangannya segera ter -angkat dan
hendak dihantamkan pada Lamkiong Peng.
Syukurlah sebelum pukulannya dilontar-kan,
mendadak seorang membentak di belakangnya,
''Nanti dulu! "
Dengan terkejut Yim Hong-Peng berpaling,
dilihatnya tidak jauh di belakangnya berdiri
seorang lelaki setengah umur yang bertubuh
pendek kecil dan wajah tidak menarik.
"Tunggu dulu, orang ini hendak kubawa pergi! "
kata pendatang ini sambil melangkah maju.
Ko Tiong-hai lantas melompat maju sam-bil
membentak "Siapa kau"! "
Orang itu meliriknya sekejap dan berucap,
"Gunung besar tinggi di kejauhan! "
Yim Hong-peng dan Ko Tiong-hai me-Icngak,
serentak mereka menjawab, "Hujan angin
menyebarkan harum! "
Orang itu lantas mengeluarkan sepotong kayu
cendana kecil dan diangkat ke atas sambil
membentak, 'Kalian kenal pening ini" "
"Kenal, " jawab Yim Hong peng dengan
menunduk. "Melihat pening ini serupa melihat orang-nya, "
kata orang itu "Sekarang hendak kubawa orang ini,
kalian mempunyai pendapat "Tecu tidak berani, "
jawab Yim Hong-peng.
Orang itu mendengus, didekatinya Lam-kiong
Peng dan berjongkok, anak muda itu diangkatnya,
tanpa berpaling lagi ia melang-kah pergi.
Setelah bayangan orang setengah umur yang
pendek kecil itu menghilang dalam ke -gelapan
barulah Yim Hong peng bicara de-ngan gegetun,
"Entah sejak kapan Swe-sian-sing menerima lagi
tokoh pembantu serupa ini, kenapa kita tidak
mengenalnya" "
"Sudah lebih setengah tahun kita keluar, " ucap
Ko Tiong-hai. "Darah baru yang disedot Swesiansing
tentu saja tidak kita kenal se-belum
diberitahu. "
Sementara itu orang tadi telah membawa lari
Lamkiong Peng dengan cepat, kira-kira satu jam
kemudian, sampailah di depan hutan yang lebat.
Di bawah cahaya rembulan kelihatan di bawah
pohon besar sana dua ekor kuda asyik makan
rumput, di samping kuda berdiri seorang
perempuan cantik molek dengan wajah muram
durja. Siapa lagi dia kalau bukan Bwe Kim-soat.
Begitu orang setengah umur itu mendekat,
segera Kim-soat menyongsongnya, dipandangnya
sekejap Lamkiong Peng yang dipanggul itu sambil
bertanya, "Apakah parah lukanya" "
"Tenaga terkuras habis, darah keluar ter-lampau
banyak, " jawab orang itu. "Untung kudatang tepat
waktunya, kalau tidak jiwanya pasti sudah
melayang di bawah tangan Yim Hong-Peng. "
Mata Lamkiong Peng terpejam rapat dan wajah
pucat pasi, darah masih menetes dari punggung
dan pahanya, keadaannya tampak kempas-kempis,
tubuh kelihatan kaku, kecuali dadanya yang
bergerak pelahan, hampir serupa dengan orang
mati. Dengan air mata berlinang Kim-soat ber-ucap
dangan sedih, "Begini parah lukanya, entah dia
tahan sampai bertemu dengan guru-nya arau
tidak" "
"Kuyakin dia bukan pemuda cekak umur, " ucap
orang setengah umur itu. "Kupercaya pasti akan
timbul keajaiban dan dapat kau-selamatkan dia "
Kim-soat tidak bicara lagi, ia pondong Lamkiong
Peng dari tangan orang.
"Jaga dia dengan baik, nona, kupergi se-karang,
" kata orang itu. "Adapun pening ini ...."
"Kayu itu untukmu saja, bagiku pun tidak ada
gunanya. " kata Kim-soat.
Orang itu mengucapkan terima kasih, se-gera ia
mencemplak ke atas kuda dan dibedal pergi
secepat terbang.
Kim-soat juga lantas naik kuda dan menyandarkan
Lamkiong Peng di pangkuannya.
dengan pelahan ia melarikan kudanya.
Menjelang fajar, sampailah Kim-soat di Sambun-
wan, langsung ia mendatangi sebuah hotel
dan membawa Lamkiong Peng ke dalam kamar.
Di dalam kamar ada tiga dipan, dua di antaranya
berbaring dua sosok tubuh, kiranya Put-si-sinliong
Liong Po-si dan Cu-sin-tian-cu Lamkiong
Eng-lok adanya.
Dengan pandangan cemas mereka menyaksi-kan
Bwe Kim soat masuk membawa Lamkiong Peng.
"Anak Peng terluka" " tanya Liong Po-si dengan
kuatir. Kim soat mengangguk, tanpa bersuara ia
membaringkan Lamkiong Peng di tempat tidur
yang kosong itu.
"Siapa yang melukai dia" " tanya Lamkiong Englok,
ia merangkak bangun dan coba memeriksa
keadaan Lamkiong Peng, katanya dengan lemah,
"Ehm, cukup parah lukanya. Tapi jangan kuatir,
akan kusembuhkan dia dalam waktu dua hari. "
"Tidak, jangan kausentuh dia, " seru Liong Po-si.
Lamkiong Eng-lok menjawab dengan gusar, "Dia
keponakanku sendiri, peduli apa dengan-mu" "
"Dia juga muridku, " teriak Liong Po-si dengan
parau. "Sudahlah, " dengan sedih Bwe K.im-soat
memohon, "keadaannya sangat payah, kenapa
kalian malahan ribut sendiri. "
Kedua orang tua itu saling melotot seke-jap,
akhirnya tidak bicara lagi.
Sampai sekian lama barulah Lamkiong Eng-lok
berkata kepada Kim-soat, "Selama belasan hari ini
sudah kuajarkan seluruh ilmu pertabibanku
kepadamu, melihat kecerdasan-mu pasti sudah
kaukuasai dangan baik, kenapa sekarang tidak
kaupraktekkan atas diri anak Peng" "
"Tapi aku hanya . . . hanya menguasai teori saja
dan belum pemah praktek, mung-kin . . . . " jawab
Kim-soat dengan ragu.
"Aku mendampingimu, masa kuatir, " ujar
Lamkiong Eng-lok. "Lekas kerjakan, keadaan-nya
cukup gawat, tidak boleh ditunda lagi. "
Kim-soat memandang LiongPo -ii sekejap,
melihat orang tua itu hanya diam saja, akhir-nya
Kim-soat berkata, "Baik, akan kucoba. "
Lamkiong Eng-lok tersenyum senang, ka-tanya,
"Sekarang kaupergi membeli sebuah ja-rum
panjang. sebotol arak putih dan segulung benang,
lekas jangan terlambat! "
Cepat Kim soat mengiakan dan pergi mem-beli
barang yang diperlukan itu.
Sesudah segala keperluan siap, di bawah
pengawasan Lamkiong Eng lok mulailah Bwe Kim
soat menggunakan jarum untuk menusuk
beberapa hiat-to penting di tubuh Lamkiong Peng,
kemudian mencuci lukanya dengan arak dan
menjahit lukanya.
Setelah sibuk sekian lamanya, akhirnya selesai
pekerjaannya. Keadaan Lamktong Peng
ternyata cukup memuaskan, anak muda itu
dapat tidur dengan nyenyak.
Saking lelahnya Kim-soat sendiri pun mengantuk
dan mendekap di samping Lamkiong Peng
dan terpulas. Liong Po-si saling pandang dengan Lamkiong
Eng-lok, keduanya tidak ribut mulut lagi. Sampai
lama, ketika pelahan Lamkiong Peng bergerak,
Kim-soat terjaga bangun, waktu Lamkiong Peng
membuka mata dan melihat Kim-soat berada di
sampingnya. tanpa terasa ia berseru, "Hah, kau


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim-soat . . . . "
Karena bersuara dan lukanya terguncang, ia
meringis kesakitan.
"Jangan bergerak dan jangan bicara, " kata Kimsoat.
"Lukamu belum sembuh, boleh istirahat saja
dengan tenang. "
Sungguh kejut, girang dan terharu Lamkiong
Peng mendadak melihat Bwe Kim-soat, kalau bisa
sungguh ia ingin melompat bangun dan
merangkulnya, maka dia memejam-kan mata lagi,
dengan suara pelahan ia tanya, "Kim-soat, apakah
ini bukan dalam mimpi" "
"Jangan bicara dulu, istirahatlah dengan
tenang," ucap Kim-soat dengan lembut.
Lamkiong Peng melihat pula Liong Po si
berbaring di tempat tidur lain, perasaannya
tambah terangsang, serunya, "Ah, Suhu juga
sudah pulang. Hai, Kim-soat, lekas ceritakan apa
yang akan terjadi"'
"Sungguh panjang kalau diceritakan, biar-lah
setelah engkau sehat baru kuberitahukan,
sekarang istirahat saja, " kata Kim-soat satnbil
menutuk hiat-to tidurnya.
Setelah Lamkiong Peng tertidur pula baru-lah
Liong Po-si membuka matanya, katanya de-ngan
menghela napas, "Sampai ribuan jurus aku
bertempur dongan Lamkiong-loji di bawah hujan
badai, kupukul dia beberapa kali, aku pun kena
dipukulnya beberapa kali, tenaga mumi kedua
orang sama terkuras habis, tak ter
Petualang Asmara 26 Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo Kisah Para Pendekar Pulau Es 13
^