Amanat Marga 12

Amanat Marga Karya Khu Lung Bagian 12


sangka selagi terombang-ambing di lautan dapat ditemukan oleh
nona sehingga diselamat-kan ke sini. Ai, selama
hidup Put-si-sin-liong sudah sering menghadapi
maut, tak terduga sekali ini aku benar-benar akan
mati di sini. Meski aku tidak takut mati, tapi aku
merasa penasaran bila beberapa urusan belum kita
bereskan. "
"Di dunia kangouw terkenal obat mujarab si
tabib sakti Po Tan-Han dapat menghidup-kan
orang mati, asalkan mendapatkan obat tersebut
tentu Liong-cianpwee dapat disembuhkan, " ucap
Kim-soat. "Obat mujarab si Po tua memang tangat bagus,
namun ke mana akan mencari Po tua itu dan
minta obatnya" " ujar Liong Po li de-ngan gegetun.
Tengah bicara, pelayan mengetuk pintu dan
memberitahu, "Makan siang, tuan tamu! "
"Masuk! " teru Kim soat.
Habis pelayan mengantar santapan siang,
mendadak masuk pula seorang tua. Liong Po-si
terkejut melihat pendatang ini, kiranya sa-habat
sendiri yang sudah sekian lama, tidak berjumpa,
yaitu Thi-cian-ang-ki Suma Tiong thian.
'Aha, baik-baik Suma-heng! " seru Liong Po-si
kegirangan. "Dari mana kautahu aku ber-ada di
sini" "
Suma Tiong-thian menghela napas, katanya,
"Sesudah pertandingan di Hoa-san dahulu engkau
lantas menghilang di dunia kangouw, tersiar
macam-macam cerita mengenai dirimu, ada yang
bilang engkau dikalahkan Tan-hong dan bunuh
diri, ada yang mengatakan engkau putus asa dan
mengasingkan diri. Malahan ada yang bilang
engkau pergi ke Cu-sin-to se-gala dan tidak jelas
yang mana yang benar. "
Liong Po-si lantas menuturkan peng-alanvannya
selama ini secara singkat.
"Wah, bilamana urusan ini tersiar, tentu dunia
persilatan akan gempar, " kata Suma Tiong-thian.
"Dan mengapa Sumaheng sampai di sini" " tanya
Liong Po-?i. Suma T'ong-thian lantas menceritakan beberapa
kejadian yang menggemparkan dunia
kangouw ltu serta piaukioknya yang telah dibubarkan.
akhirnya ia berkata dengan menye-sal,
"Malahan keluarga Lamkiong yang ter-mashur juga
tamat sekarang. Lamkiong Siang-ju mengasingkan
diri di Thay-oh, aku dipesan Lamkiong-hujin untuk
mencari kabar Lamkiong Peng, dalam perjalanan
bertemu dengan Ban Tat yang dahulu suka
numpang makan di rumah keluarga Lamkiong,
dari dia diketahui Lamkiong Peng telah pulang ke
sini, maka cepat kususul kemari. "
Lalu Suma Tiong-thian menutur pula dengan
suara pelahan, "Dalam perjalanan dapat kulihat
berkumpulnya orang kangouw yang ber-bondong
bondong menuju kemari, entah urusan penting apa
yang akan terjadi di sini" "
Belum lenyap suaranya, mendadak di luar
jendela ada orang tertawa dingin. Keruan me-reka
terperanjat. "Siapa itu" " bentak Suma Tiong-thian, se-rentak
in melompat keluar melalui jendela.
Pada saat yang sama Bwe Kim-soat menyelinap
ke dalam kamar dan berseru, "Liong-locianpwe,
keadaan cukup gawat ...-. "
"Ada urusan apa, tampaknya nona begini
gugup" " tanya Liong Po-si.
"Belum lagi Bwe Kim-soat menjelaskan
persoalannya, msndadak terdengar pintu dige-dor
orang, berubah air mukanya, cepat ia sambar
pedang Lamkiong Peng yang terletak di tepi tempat
tidur, lalu mendekati pintu dan membentak,
"Masuk! "
Waktu pintu terkuak, di depan pintu ber-diri
seorang tua berusia antara 50-an, berjubah wama
kelabu dengan wajah yang jelek.
"Siapa kau" Ada urusan apa" " bentak Kim-soat
dengan kurang senang.
Kakek itu terkekeh, jawabnya, "Numpang tanya,
bukankah di sini tinggal Put si-sin-liong Liong Po si
dan Cu-sin tian-cu" "
"Betul, " jawab Kim-soat.
"Jika begitu, majikan kami ingin
mengundangnya, " kata kakek itu dengan khidmat
sambil mengeluarkan sehelai kartu undangan
wama hitam. Kim-soat menerima kartu itu, pintu dirapatkan,
lalu ia serahkan kartu itu kepada Liong Po si.
Terkesiap juga Liong Po-si setelah mem-baca
tulisan pada kartu itu. dengan singkat tertulis
delapan huruf di situ yang berbunyi: "Para dewa
telah bubar, Sin-liong hendaknya menyerah! "
"Hahaha! " Liong Po-si bergelak tertawa. "Hebat
benar, Sin-liong disuruh menyerah" Aku justru
ingin tahu tokoh kosen dari mana-kah mampu
menyuruh orang she Liong ini menyerah" "
Pada saat itu juga mendadak pintu ter-pentang
dan seorang menerobos ke dalam di-ikuti belasan
begundalnya. "Enyah! " bentak Kim-ioat dengan murka.
Tapi kakek tadi segera menghadapinya dan siap
tempur. "Nanti dulu! " tiba-tiba seorang setengah umur
bermuka putih dan berdandan sastrawan membentak.
Lalu katanya dengan tersenyum- "Maaf jika
kawanku bersikap kasar. "
"Siapa kalian!' bentak Kim-soat gusar.
"Caihe Sun Tiong-giok, putra Kun-mo-tocu, "
jawab lelaki bermuka putih itu. "Ini Ko Sat, satu di
antara kesepuluh punggawa ayahku. Maaf, karena
kami tinggal jauh di luar lautan sana sehingga
mungkin kurang adat, untuk itu mohon
dimaklumi. "
Lalu ia berpaling kepada si kakek tadi dan
memberi pesan, "Kalian keluar saja, tanpa dipanggil
dilarang masuk. "
Si kakek yang disebut Ko Sat itu seperti sangat
takut kepada Sun Tiong-giok, dengan mundukmunduk
mengiakan dan mengundurkan diri
bersama begundalnya.
"Anda ini tentu Put-si-sin-liong adanya, dan
siapakah nona jelita ini" " tanya Sun Tiong-giok.
"Aku Bwe Kim-soat, " sebelum Liong Po-ii
brrsuara Kim-soat sudah meadahului men-jawab.
"Aha, kiranya Leng-hiat Huicu adanya, sebelum
kuberangkat, ayah memang sudah memberi
gambaran siapa-siapa yang mungkin akan kutemui
di sini, sungguh kebetulan se-kaligus dapat
berjumpa dengan Huicu di sini, " kata Sun Ticnggiok
dengan tertawa. "Maksud ayah, hendaknya
Liong-taihiap menyerah, un-tuk itu berarti
perdamaian bagi dunia persilatan umumnya, kalau
tidak, hehe .... "
"Tidak kepalang gusar Liong Po-si, men-dadak
matanya mendelik dan darah tersembur dari
mulutnya, Pada saat itu juga Suma Tiong-thian telah
menerjang masuk lagi ke dalam kamar dan
membentak, "Jangan temberang, anak muda,
sebe1um menghadapi Liong-taihiap, hadapi dulu
diriku! " Sun Tiong-giok meliriknya sekejap, jengek-nya,
"Tampaknya di sini terlalu ramai, biarlah tengah
malam nanti kutunggu kalian di biara bobrok yang
terletak di barat kota Sana. "
Habis berkata, tanpa menanti jawaban ia terus
melangkah pergi.
Saking menahan gusar, kembali Liong Po-si
tumpah darah. "Engkau kenapa, Liong heng" " tanya Suma
Tiong-thian. "Karena banyak bicara, luka dalam tam-bah
parah, rasanya tidak jauh lagi ajalku, " ucap Liong
Po-si dengan suara lemah.
"Jangan kuatir, Liong-heng, " kata Suma Tiongthian.
"Akan kuantar engkau pulang ke Ci hausan-
ceng, menjelajah ke ujung langit pun akan
kucari Po tua unsuk mengobati lu-kamu. "
Liong Po si tersenyum pedih. "Keadaanku
sekarang ibarat pelita kehabisan minyak, mumpung
masih ada sisa tenagaku, sedapatnya akan
kusalurkan semua tenaga mumi kepada anak
Peng. Nah, kemarilah anak Peng . . . . "
"Jangan, Suhu, " seru Lamkiong Peng.
"Tidak, kauperlu menyadari keadaan yang
gawat, " kata Liong Po-si dongan lemah. "Saat ini
musuh tangguh sudah mengintai di sekeliling kita,
kawanan iblis membanjir dari barat, dunia
persilatan Tionggoan terancam bahaya. Kautahu
betapa berat tugas yang kauemban" Majulah sini,
duduk di tepi ranjang! "
Lamkiong Peng tahu maksud sang guru, yaitu
demi kepentingan dunia persilatan umumnya
hendak menyalurkan segenap tenaga mumi
kepadanya, agar kelak dapat digunakan untuk
menghadapi musuh tangguh. Dengan ragu ia
pandang sang guru, cemas dan terharu.
"Seorang lelaki sejati harus bertindak ce-pat dan
tegas, kenapa seperti anak kecil saja. Duduklah di
sini, anak Peng, " kata Po-si pula.
Akhirnya Lamkiong Peng duduk juga di tepi
ranjang. Lalu Liong Po-ti berkata kepada Suma Tiongthian
dan Bwe Kim-soat, "Pada waktu kukerahkan
tenaga, harap kalian berjaga se-mentara, mungkin
nanti aku tidak sempat lagi mohon diri, maka
sekarang juga kuucapkan, terima kasih kepada
kalian. Nah, anak Peng, pusatkan pikiran dan
kerahkan tenaga . ... "
Lamkiong Peng menurut dan memusatkan
segenap pikiran menerima anugrah lwekang sang
guru .... Dengan tegang Suma Tiong-thian dan Bwe Kim
soat memandangi mereka, suasana sunyi senyap.
Setelah sekian lamanya, tubuh Liong Po-si tampak
gemetar. Selagi Suma Tiong-thian berdua berdebar,
Sekonyang-konyong terdengar suara gemuruh,
pintu kamar didobrak orang. Dengan terleejut
Suma Tiong-thian dan Bwe Kim soat melompat ke
sana, tertampaklah serombongan orang me-nerjang
ke dalam. Dua orang paling depdii ternyata Ban-li-liu-hiang
Yim Hong peng dan Toat beng-siang jiang Ko Tiong
hai adanya. Beberapa orang di belakang mereka
adalah Thian hong-jit-eng yang kelihatan kaku itu.
Segera Kim-soat melolos pedang, Suma Tiongthian
juga siapkan tombaknya dan ber-jaga di
depan tempat tidur.
"Ah. nona Bwe, baik-baik selama berpisah"! "
sapa Yim Hong-peng dengan tertawa sarnbil
menggoyangkan kipasnya.
"Baik, terima kasih, " jawab Kim-soat dengan
tersenyum. Sekilas lirik Yim Hong-peng melihat keadaan
Liong Po-si dan Lamkiong Peng, ia kelihatan heran,
tapi segera berkata pula dengan tertawa, "Wah,
sungguh cepat amat Lam-kiong-kongeu ini, belum
lama baru saja ber-temu di Sam-bun wan, tahutahu
sekarang sudah berada di sini. "
"Dia terluka parah dan Liong taihiap sedang
menyembuhkan dia, " kata Kim soat dengan lagak
sedih. Yim Hong peng melenggong, katanya, "Tersiar
kabar bahwa Put-si-sin-liong men-derita sakit
parah, kenapa . . . . "
"Kabar burung dunia kangouw mana bo-leh
dipercaya, " ujar Kim-soat dengan tertawa,
"Kaulihat sendiri, dengan tenaga sakti beliau Liongtaihiap
telah menolong murid kesayang-annya itu.
" Dia cukup cerdik, sedapatnya berbohong untuk
mengulur waktu dan ternyata Yim Hong-peng
dibuat jeri Tapi dengan tertawa Yim Hong peng berkata
pula, "Tahun lalu urusan yang kuberi tahukan itu
tentu sudah nona pertimbangkan dengan baik,
untuk itu nona pun menerima pening Hong-uhbiau-
hiang dari Swec-sian sing, dan bagaimana
keputusan nona" "
"Kayu itu sudah hilang, " jawab Kim-soat dengan
tertawa genit. Air muka Yim Hong peng berubah men-dadak,
Ko Tiong hai melangkah maju dan membentak,
"Jika pening itu kauhilangkan harus kauganti
dengan nyawamul "
Kim-soat meliriknya sekejap, katanya ke-pada
Hong peng, "Eh. sejak kapankah Yim-taihiap


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memiara seekor anjing galak begini" "
Ko Tiong-hai menjadi murka, sambil meraung ia
menubruk maju, kedua tangan menghantam
berturut-turut.
Kim-$oat mendengus, sambil mengegos pe-dang
terus menabas tangan lawan. Begitu tangan lawan
ditarik kembali, segera pula ia tusuk tenggorokan
orang. Keruan Ko Tiong-hai terkejut, cepat ia berkelit
dan balas menyerang, dan begitulah terjadi
pertarungan sengit.
"Untuk apa kalian berdiri saja"! " bentak Yim
Hong-peng terhadap Thian-hong-jit- eng, kawanan
elang pelangi langit.
Tampaknya Thian-hong jit-eng masih
terpengaruh oleh obat sehingga kehilangan kesadaran,
dengan kaku segera mereka menge-rubuti
Suma Tiong thian.
Dengan sendirinya Tiong-thian tidak gen-tar,
setelah beberapa jurus, segera ia cecar elang merah
yang berkepandaian paling lemah.
Keruan clang merah Ang Hau-thian terkejut,
sedikit gugup tahu-tahu kepalanya su-dah pecah
kena tombak. Kecnam elang yang lain tidak pe-duli seorang
saudaranya telah menjadi korban, mereka tetap
menyerang dengan gencar. Walau-pun tangkas,
dikerubut enam orang juga rada kerepotan, maka
dalam waktu sungkat Suma Tiong-thiat, juga
terkena dua-tiga kali pukulan dan tumpah darah.
Namun makin lama makin tangkas Suraa Tiongthian,
sekali tombak berputar, kembali elang hijau
kena ditusuknya hingga terguling. Tapi pada saat
yang sama bahu kirinya juga terpukul sehingga
tombak kiri terlepas dari cekalan.
Tanpa ayal kelima clang yang lain me-nubruk
maju, tapi sekali tombak kanan berputar, dapatlah
Suma Tiong-thian memaksa lawan mundur.
Terdengar Ko Tiong-hai meraung murka dan
menghantam beberapa kali, karena lengah, Bwe
Kim-yoat tertabas oleh telapak tangan-nya dan
tumpah darah serta jatuh terduduk.
Sambil menyeringai segera Ko Tiong-hai hendak
menambahi suatu pukulan lagi, men-dadak
seorang mrmbentak, "Tunggu dulu! "
Ko Tiong-hai berpahng, kiranya rombongan Sun
Tiong-giok muncul kembali .
Dalam pada itu mendadak terdengar juga jeritan
Suma Tiong-thian, sambil tumpah darah jago tua
itu kelihatan roboh terkapar, menyusal clang ungu
juga ambruk dengan pe-rut tertancap tombak dan
mengucurkan darah.
Kecmpat clang yang lain serentak me-nubruk
maju hendak menyerang Liong Po-si dan Larnkiong
Peng. Bwe Kim-soat menjerit kuatir, segera Sun Tionggiok
bertindak, ia melompak maju dan
melancarkan pukulan dari jauh sehingga kecmpat
elang itu dipaksa mundur.
Dengan lemah Kim-soat memandangnya sekejap
dengan rasa terima kasih.
Segera Yim Hong-peng membentak, "Hah, sejak
kapan Kun-mo-to berkomplot dengan Put-si-sinliong'
Selama ini Kun-mo-to dengan kami tidak ada
permusuhan, kenapa kalian ikut campur urusan
orang lain" "
"Hm, main kerubut, hanya berani karena
menang jumlah banyak, peraturan dunia persilatan
mana" Jika jantan sejati, ayolah keluar dan
perang tanding di tempat yang luas! " tan-tang Sun
Tiong-giok yang berwatak angkuh.
"Kematian sudah di depan mata, tetapi berani
membual, memangnya siapa yang gen-tar padamu"
" mendadak Yim Hong-peng ber-teriak, "Mundur
keluar! " Dan begitulah berbondong bondong anak huah
kedua pihak lantaj mundur keluar untuk
bertempur. Selagi pertarungan srngit berlangsung di luar,
sementara itu penyaluran tenaga mumi Liong Po-si
kepada Lamkiong Peng sudah ber-akhir. Ketika
mendadak Lamkiong Peng membuka mata,
keadaan di dalam kamar yang di-lihatnya
membuatnya terkejut.
Cepat ia melompat bangun dan memburu ke
sampingBwe Kim-soat,ia coba memeriksa
napasnya, ternyata masih bemapas, legalah
hatinya. Waktu ia periksa Suma Tiong-thian, mata
jago tua itu kelihatan mendelik dan tangan
tergenggam erat, ternyata sudah meninggal sejak
tadi. Mendadak terdengar suara tubuh roboh di
tempat tidur, waktu Lamkiong Peng berpaling,
tertampak Liong Po-si roboh terkulai di tempat
tidur. Cepat ia memburu ke tempat tidur dan
berteriak, "Suhu . ... "
Dengan lemah Liong Po-si membuka matanya
yang buram, lalu terpejam pula dan ber-suara
parau, "Aku . . . aku tidak . . . tidak ta-han lagi,
Anak . . . anak Peng, hendaknya kau . . . . " Belum
habis ucapannya putuslah napasnya.
Sungguh tidak kepalang rasa duka Lamkiong
Peng, ia ingin menangis sekerasnya, namun tidak
keluar suaranya.
Tiba-tiba terdengar keluhan pelahan Bwe Kimsoat,
cepat ia berpaling dan melompat ke
sampingnya serta diangkatnya, serunya kua-tir,
"Kim-soat, bagaimana keadaanmu" "
Dengan lemah Kim-soat menjawab, "Aku tahan,
lepaskan aku. Lekas kaubantu orang yang lagi
bertempur dengan Yim Hong-peng itu. "
Selagi Lamkiong Peng hendak tanya lagi tiba-tiba
terdengar suara jeritan ngeri di luar disertai suara
robohnya tubuh.
Lamkiong Peng tahu keadaan cukup genting ia
angkat Kim-soat dan dibaringkan ditempat tidur.
Lalu ia mengumpulkan jenazah Suma Tiong-thian
dijajarkan dengan jenazah Liong Po-si Habis itu ia
raih pedang Yap-siang-jiu-loh dan memburu
keluar. Keadaan di luar membuatnya terperanjat, mayat
sudah bergelimpangan, pertempuran ma-sih
berlangsung dengaa sengit, belasan anak buah Yim
Hong-peng memasang barisan Thian-hong-gin-uhtin
sedang mengepung musuh, cuma jumlah
anggotanya sudah banyak berkurang, namun daya
tempurnya tambah kuat, jelas barisan itu telah
mengalami gemblengan baru dibandingkan waktu
mengepung Lamkiong Peng dahulu.
Musuh yang terkepung di tengah barisan itu
tinggal tiga orang, yaitu Sun Tiong-giok, Ko Sat dan
seorang kakek tinggi besar. Ketiga-nya tarn pa k
beringas, rambut kusut, baju ro-bek dan mandi
darah dan keringat, keadaan -nya tampak runyam,
namun mereka masih terus bertempur dengan
kalap. "Berhenti semua! " bentak Lamkiong Peng
dengan suara menggelegar.
Melihat yang datang ini adalah Lamkiong Peng,
Yim Hong-peng mengeluh urusan bisa celaka.
Dalam pada itu Lamkiong Peng terus menerjang
ke tengah barisan, sekali pedang ber-putar dan
menabas, kontan tiga orang ber-seragam hitam
roboh binasa dengan darah berhamburan.
Tanpa berhenti Lamkiong Peng terut ber-putar
lagi ke samping, dalam sekejap tiga orang lain
tertabas mati pula.
Dengan robohnya kcenam orang itu, barisan
pengepung itu menjadi bobol, Sun Tiong-giok
bertiga segera melancarkan serangan ba-lasan.
Ko Tiong-hai menjadi murka, sambil me-raung ia
menerjang ke arah Lamkiong Peng dan
melancarkan pukulan dahsyat.
Akan tetapi Lamkiong Peng sekarang sudah lain
daripada Lamkiong Peng tadi dengan rambahan
tenaga mumi dari sang guru, serangan Ko Tionghai
itu tidak ada artinya ba-ginya. Sedikit
mengegos, berbareng pedang menabas, sebelum Ko
Tiong hai sempat meng-gunakan tombaknya,
tubuh jago andalan Swe Thian-bang ini telah
terkutung menjadi dua oleh tabasan pedang
Lamkiong Peng. Tanpa ayal Lamkiong Peng terus mener-iang lagi
ke depan, menuju Yim Hong-peng dan
begundalnya. Karena diserang dari kanan kiri,
terpaksa Yim Hong-peng melompat mun-dur.
Lamkiong Peng memburu maju dan me-nusuk
lagi. Sun Tiong-giok juga gemas ter-hadap Yim
Hong-peng yang telah menimbul-kan banyak
korban di pihaknya, serentak ia pun menyerangnya
dengan gencar. Yim Hong-peng menyadari sukar melawan kedua
jago kelas tinggi itu, diam-diam ia me-ngeluh dan
berusaha mencari jalan lolos.
Sekonyong-konyong terdengar jeritan ngeri si
clang kuning telah mati terbacok oleh sen-jata Ko
Sat. Tergerak hati Yim Hong-psng, timbul akal
kejinya, mondadak ia mendesak maju, tangan kiri
berlagak menghantam Sun Tiong-giok, sekaligus
kipasnya menutuk Ki-bun-hiat di dada Lamkiong
Peng. Dengan sendirinya Lamkiong Peng berdua
mengelak, kesempatan itu segera digunakan oleh
Yim Hong-peng untuk melompat mundur dan
kabur. Serentak Lamkiong Peng dan Sun Tiong-giok
membentak dan mongejar.
Secepat terbang Yim Hong-peng menyusup
kedalam kamar. Waktu Lamkiong Peng dan Sun
Tiong giok menyusul ke dalam, dilihatnya se-belah
tangan Yim Hong-peng mengempit Bwe Kim-soat
yang parah itu dengan tangan kanan mengancam
punggungnya. Sambil menyeringai Yim Hong-peng membentak,
"Berhenti, maju lagi selangkah segera kubinasakan
dia! " Sungguh tidak kepalang murka dan gemas
Lamkiong Peng, tapi apa daya. terpaksa ia berhenti
dengan mendelik. Sun Tioag giok juga berdiri
melenggong. "Berani kauganggu scujung rambutnya, aku
bersumpah akan mencencang tubuhmu hingga
hancur lebur, " teriak Lamkiong Peng dengan
kalap. Dalam pada itu suara pertempuran di luar juga
Sudah mereda, mungkin sisa ketiga elang juga
sudah terbunuh oleh Ko Sat dan kawannya si
kakek tinggi besar
Selagi Yim Hong-peng merasa terpojok dan
mencari akal cara bagaimana meloloskan diri
dengan menggunakan Bwe Kim soat se-bagai
sandera, tiba-taba di luar ada orang tertawa
nyaring, menyusul pintu kamar terbuka dan
masuklah serombongan orang.
Begitu melihat pendatang ini, sungguh tak
terkatakan girang Yim hong-peng.
Orang yang masuk paling dahulu ternyata Kwe
Giok-he adanya, di belakangnya mengikut tiga
orang kakek berbaju hitam.
Kening Lamkiong Peng bekernyit, dilihat-nya
Kwe Giok-he mendekatinya dengan ter-senyum
sambil menyapa, "Bagaimana Go-te, baik-baik
selama berpisah" "
Lamkiong Peng merasa tidak sabar, cuma
mengingat Liong Hui, ia tidak berani bersikap
kasar, terpaksa ia menjawab dengan hambar,
"Baik. "
Dalam pada itu ketiga kakek berbaju hitam juga
sudah berdiri di samping Yim Hong-peng, meski
wajah ketiga kakek ini tidak luar biasa. namun
sinar mata mereka mencorong, jelas lwekangnya
kelas satu. Keadaan Lamkiong Peng sekarang berubah pada
posisi tidak menguntungkan, namun ia tidak
gentar, diam diam ia ambil keputusan akan
bertempur mati-matian.
Sun Tiong-giok bertiga juga merasakan keadaan
cukup gawat, mereka pun siap tem-pur.
Dengan tertawa Giok-he lantas berkata, "Go-te,
menurut berita dunia bangouw, kata-nya engkau
pergi ke Cu-sin-to dan pulang dengan memperoleh
kepandaian sakti, apa be-tul kabar itu" "
"Memang betul, " jawab Lamkiong Peng dengan
aseran dan tetap menatap Yim Hong-peng.
"Eh, ada apakah antara kalian ini" " ucap Giokhe
pula dengan lagak heran. "Yim-tai-hiap berhasil
menawan Leng-hiat Huicu, tam-paknya Go-te
berbalik membela perempuan berdarah dingin ini"
Memangnya kabar yang tersiar di dunia kangouw


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa Go te bergaul erat dengan dia adalah kabar
yang be-nar" "
"Aku cuma patuh kepada pesan Suhu untuk
menjaganya, pula hatinya sebenarnya bajik, segala
sesuatu kebusukannya hanya fitnah orang
kangouw padanya, " kata Lamkiong peng dengan
nada gusar. "Wah, tampaknya berita hubunganmu dengan
dia memang tidak lalah, " dengus Giokhe.
"Selaku kakak gurumu sekarang kuperintahkan
agar engkau membiarkan Yim-taihiap
membawa pergi Bwe Kim soat. "
"Memangnya engkau dapat memerintahku lagi" "
jawab Lamkiong Peng dengan tertawa.
"Kenapa tidak" " seru Giok-he dengan gusar.
'Engkau menhianati guru dan mengacau dunia
pnrsilatan, nama baik Suhu telah kau cemarkan,
hubungan kita sudah putus, ber-dasarkan apa
berani kauberi perintah pada-ku" " jawab
Lamkiong Peng. "Kurangajar, kauberani melawan kakak guru
sendiri"! " bentak Giok-he. "Biarlah hari ini
kuwakili guru melaksana haknya menumpas murid
murtad. " Habis bicara segera ia melancarkan pukulan.
Gusar dan benci Lamkionp Peng, meski tetap
mengawasi Yim Hong-peng, sebelah ta-ngan lantas
digunakan menangkis.
Kwe Giok-he tidak menyangka Iwekang sang
Sute sekarang sedemikian lihai, begitu kedua
tangan beradu, kontan ia tergetar sem-poyongan.
Kejut dan gusar Giok-he, selagi hendak
menerjang maju lagi, sekonyong-konyong sesosok
bayangan orang melayang masuk, kiranya Ciok
Tim adanya. "Jangan takut, Go-te, kudatang membantu-mu! "
seru Ciok Tim, berbareng ia terjang Kwe Giok he.
Keruan Giok-he terkejut bentaknya, "Hei, Ciok
Tim, apa engkau sudah gila"! "
"Aku tidak gila, " jawab Ciok Tim. "Sudah sekian
lama aku mimpi, sekarang aku sadar. Kausendiri
telah membuat malu Sin-liong-bun, Toako tidak
berada di sini, sebagai wakilnya kugantikan Suhu
memberi hajaran padamu. "
Sembari bicara ia terus melancarkan pu-kalan,
Terpaksa Giok-he menangkis dan balas menyerang.
Dalam sekejap saja kedua orang sudah
bergebrak belasan jurus, Ciok Tim menyerang
serupa harimau gila, semua jurus serangan
mematikan tanpa kenal ampun. Giok-he ter-desak
hingga mundur ke pojok.
Pada saat gawat itulah mendadak seorang kakek
berbaju hitam di sebelah kanan mem-bentak
serentak menubruk ke arah Ciok Tim,
Menyusul kedua kakek seragam hitam yang lain
juga menerjang Lamkiong Peng,
Lamkiong Peng tahu menghadapi lawan tangguh,
cepat ia melompat ke samping, ber-bareng tangan
kanan menghantam Yim Hong-Peng.
Yim Hong-peng tertawa terkekeh, segera angkat
Bwe Kim-soat dan ditangkiskan pada serangan
Lamkiong Peng itu.
Tentu saja Lamkiong Peng terkejut dan gusar,
cepat ia menarik kembali serangannya dan
menggeser ke samping, secepat kilat ia hantam lagi
kedua kakek. Kesempatan itu segera digunakan Yim Hongpeng
untuk melompat ke pintu, baru saja ia
hendak kabur, dengan kalap Lamkiong Peng
memburu maju dan meraih pinggangnya.
Yim Hong-peng mendengus, sedikit ber-putar,
kembali ia sodorkan tubuh Bwe Kim-soat sebagai
tameng. Karena berulang dijadikan alat penang-kis, luka
Kim-soat tambah parah, seketika ia tak sadarkan
diri. taat itu kedua kedua kakek baju hitam pun
sud.ih menubiuk tiba dari kanan dan kiri.
Terpaksa Lamkiong Peng putar balik untuk
melayani mereka dan kesempatan itu se-gera
digunakan Yim Hong peng untuk kabur keluar.
"Lari ke mana"! " bentak Lamkiong Peng dengan
murka, kedua tangan menghantam se-kaligus,
kedua kakek dipaksa melompat mun-dur. Namun
kakek itu memang bukan jago rendahan, begitu
menyurut mundur segera me-nubruk maju lagi
sehingga Lamkiong Peng su-kar melepaskan diri.
Mendadak terdengar Kwe Giok-he juga
membentak, ia pun meninggalkan Ciok Tim dan
lari keluar. "Jangah kuatir, Lamkiong Peng, akan kurampas
kembali nona Bwe. " icru Sun Tiongsiok, berbareng
ia pimpin Ko Sat dan si kakek tinggi besar
mengejar ke sana.
Saking gemasnya Lamkiong Peng melan-carkan
serangan maut To-mo-cap-pek-sik dilon-tarkan,
keruan kedua Kakek itu kaget. Kakek sebelah kiri
belum sempat melancarkan pu-kulan sepenuhnya
sudah tersodok lebih dulu iganya oleh lamkong
Peng, ia hanya bersuara tertahan dan roboh
binasa. Kakek yang lain bermaksud menarik diri, namun
Lamkiong Peng lantas membentak pula dan
mendssak maju, sekali tutuk ia pun bikin lawan
terguling. Mendadak terdengar bentakan Ciok Tim, waktu
Lamkiong Peng berpaling, dilihatnya kakek baju
hitam di sebelah sana tergetar mun-dur
sempoyongan, baju Ciok Tim juga robek dan muka
pucat, jelas Suhengnya juga ter-luka.
Tanpa pikir Lamkiong Peng memburu maju dan
menghantam. Setelah mengalami berbagai kejadian
ini, watak Lamkiong Peng yang biasanya halus itu
berubah menjadi ga-nas pula. Kakek itu tidak
sempat menghindar, kontan terjungkal dan binasa.
Waktu Lamkiong Peng memandang ke de-pan,
cahaya matahari senja kelihatan indah
menyilaukan mata, mana ada lagi bayangan Yim
Hong peng dan Kwe Giok-he"
Lamkiong Peng memandang mayat Liong po-si
dan Suma Tiong-thian sekejap, lalu mendekati
tempat tidur Lamkiong Eng-lok, waktu
diperiksa, orang tua ini ternyata sudah kaku,
rupanya sejak tadi sang paman juga sudah
mengembuskan napas terakhir.
Pantas orang tua ini tidak memberi rcaksi apaapa
meski di sektiarnya terjadi kegempar-an.
Meski tidak banyak kenal pribadi sang pa-man,
namun apapun masih hubungan keluar-ga
sedarah. Memandangi jenazah orang tua yang
hidupnya merana di pulau terpencil dan akhirnya
meninggal di tanah air. Gurunya juga meninggal,
sahabat karib ayah dan gurunya, yaitu Suma
Tieng-thian juga tewas Hanya da-lam satu hari tiga
orang tua yang paling erat hubungannya telah
meninggal seluruhnya, betapapun tidak tahan oleh
pukulan batin ini. Kalau saja hatinya tidak dibakar
oleh rasa gusar dan dendam tentu sejak tadi ia
runtuh. Melihat anak muda itu diam saja, Ciok Tim coba
mendekatinya, ia tidak kenal Lamkiong Eng-lok,
terlebih tidak tahu bahwa orang tua inilah Cu-sintocu
yang termasyhur dan disegani itu.
Melihat Ciok Tim, tiba-tiba timbul pikir-an
Lamkiong Peng mengenai Tik Yang dan
istrinya serta Yap Man-jing yang dibawa lari ke
Lam-san oloh Yim Hong-peng itu. Apalagi Bwe Kim
soat tadi juga digondol oleh orang she Yim itu,
sangat mungkin juga akan dibawa ke Lam san,
bilamana sekarang juga me-nyusul ke sana,
rasanya masih belum terlambat. Karena itu segera
ia berkata kepada Ciok Tim dengan menahan rasa
dukanya, "Sam-suheng, masih ada sesuatu urusan
penting yang harus kuselesaikan, bilamana esok
malam Siau-te tidak kembali ke sini, mohon
Samsuheng membawa pulang dulu jenazah Suhu
ke Ci-hau-ian-ceng. "
Ciok Tim mengiakan dengan sedih sambil
memandang jenazah sang guru.
Habis bicara Lamkiong Peng lantas mohon diri
lebih dulu. __o0O0o" Apa yang dimakiudkan Lam-san itu adalah
sebuah perkampungan yang dibangun di lereng
bukit yang dikelilingi dengan pepohonan yang
rindang, kalau diperhatikan dengan cermat, setiap
pohon yang ditanam itu scakan akan di-atur
menurut perhitungan barisan tertentu.
Saat itu bulan sudah menghiasi langit, di bawah
cahaya remang bulan kelihatan belasan sosok
bayangan orang berlompatan di antara pepohonan
yang teratur itu.
Dari gerak tubuh mereka yang cepat dan enteng
itu, jelas semuanya menguasai ginkang yang amat
tinggi, lamat-lamat kelihatan se-muanya
berdandan sebagai kaum pengemis. Dua orang
yang di depan membawa tongkat bambu hijau.
Kiranya mereka adalah Kiong-sin Ih Hong dan Okkui
Song Cing, si arwah rudin dan si setan jahat.
Tidak perlu dijelaskan lagi, kawanan pengemis
ini adalah Yu-leng-kun-kai atau kawanan jembel
arwah halus. Suasana perkampungan yang megah itu
kelihatan sunyi senyap. namun dapat dirasakan
ketegangan yang segera akan terjadi sesuatu.
Ih Hong mengamat amati keadaan sejenak, habis
itu ia memberi tanda dan segera men-dahului
melintasi pagar bambu yang mengelilingi
perkampungan itu. Sejenak kemudian mereka
sudah berada di halaman yang luas, namun
bangunan yang terlihat di depan semua-nya dalam
keadaan gelap gulita.
Ih Hong dan Song Cing merasa sangsi, suasana
terasa seram. "Sekali sudah datang, masa kita mundur lagi" "
kata Song Cing dengan tertawa. "Me-mangnya Yuleng-
kun-kai kita pemah gentar kepada siapa" Ayo
kawan, biarpun neraka juga akan kita terjang. "
Belum lenyap suaranya, sekonyong-konyong
cahaya lampu menyala serentak dengan terang
benderang, keruan kawanan pengemis seketika
merasa silau. Tertampak bayangan orang berkelebat di
ruangan tengah, pintu lantas terbuka, seorang
setengah umur bertubuh jangkung dan bermuka
putih dengan jubah hitam melangkah keluar.
Sungguh kontras sekali muka orang yang putih
dan berjubah hitam.
Setelah keluar. dengan angkuh orang ini lantas
menegur, Tengah malam buta kalian berkunjung
kemari, entah apa keperluan kalian" "
Dia bicara dengan lembut serupa orang
perempuan, kawanan pengemis itu lama melenggong,
segera Ih Hong berseru, "Apakah Anda
tuan rumah di sini" "
"Ah, caihe cuma Congkoan dan perkam-pungan
ini, Bi Pek-hiang adanya, " jawab orang itu.
"Kami ingin bicara dengan majikanmu, " seru Ih
Hong. "Tengah malam buta tuan rumah tidak menerima
tamu, ada urusan apa coba bicara saja
denganku, " kata Bi Pek-hiang.
"Hm, orang terang tidak perlu berbuat gelap, "
jengek Song Cing. "Kukira kaupun tidak perlu
berlagak pilon, kedatangan kami tiada lain adalah
ingin minta orang. Adik Ih-pangeu dan Tik Yang
suami-isri telah diculik kalian dan dibawa ke sini,
kedatangan kami sekarang justru ingin minta
kembali kedua orang ini. "
Selagi Bi Pek-hiang hendak menjawab,
mendadak dari ruangan dalam bergema suara
seorang, "Bi-congkoan, ada tamu datang dari jauh,
kenapa tidak kausilakan masuk ke dalam,kan
kurang hormat meladeni tamu di luar" "
Kawanan jembel sama melengak, sebalik-nya
tikap Bi Pek-hiang lantas berubah, cepat ia berkata
sambil membungkuk tubuh, "Majikan menyilakan
para tamu masuk ke dalam! "
Ih Hong saling pandang sekejap dengan Song
Cing, mereka merasa orang yang bersuara di dalam
itu seperti sudah dikenalnya.
Namun mereka tidak gentar, segera mereka ikut
Bi Pek-hiang masuk ke ruangan tamu.
Cahaya lampu di dalam ruangan terang
benderang, pada kursi besar yang terletak di
tengah ruangaa berduduk seorang yang ber-tubuh
sedang dengan muka pakai kedok sutera hitam.
Serentak orang berkedok itu berbangkit demi
nampak rombongan Ih Hong masuk, katanya,
"Silakan duduk untuk bicara. Sungguh beruntung


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atas kunjungan kalian dari kejauhan, cuma sudah
jauh malam sehingga tidak dapat memberi
pelayanan yang layak. "
"Ah, kukira tidak perlu bicara bertele-tele, " ucap
Ih Hong. "Biarlah kukatakan lang-sung saja,
kedatangan kami ini adalah minta orang padamu. "
"Haha, Ih-heng sungguh orang yang tak sabar, "
kata orang berkedok itu dengan ter-tawa. "Padahal
setelah sekian lama berpisah dan sekarang dapat
berkumpul pula, seharus-nya kita bercengkerama
mengenang masa lalu. "
Kawanan jembel Yu-leng-kun-kai sama
melengak, dari nada ucapan orang berkedok ini,
agaknya mereka adalah kenalan lama, tapi karena
tertutup oleh kain kedok sehingga tidak kelihatan
wajah aslinya. Hati Song Cing tergerak, ia pun tertawa dan
berseru, "Aha, jika kita memang kenalan lama,
kenapa Anda tidak menanggalkan kedok supaya
kami dapat melihat jelas kawan lama yang mana" "
"Apa susahnya membuka kendok, soalnya belum
tiba waktunya, " kata orang berkedok dengan
tertawa. Mendadak Ih Hong menjengek, "Hm, ha-nya
orang yang berdosa saja selalu menutupi wajah
aslinya, mangkin Anda pun berlumuran dosa,
makn harus manutupi muka sendiri untuk
mengelabui mata orang. "
Orang berkedok memandangnya sekejap,
mendadak ia berpaling dan membentak ke dalam,
"Tamu agung sudah tiba, kenapa santap-an belum
disiapkan" "
Ih Hong dan Song Cing sama melengak, mereka
tidak tahu apa maksud tuan rumah, dengan
tergelak Song Cing lantas berkata, "Ka-lau tidak
menerima berarti kurang hormat, lebih dulu kami
mengucapkan terima kasih atas pelayanan Anda. "
Orang berkedok itu tertawa dan menda-hului
masuk ke ruangan tamu, segera Ih Hong dan
iringannya ikut masuk ke dalam.
Ruangan tamu sudah berderet meja dengan
hidangan dan arak.
Orang berkedok terus duduk di tempat tuan
rumah dan menyilakan duduk para tamunya.
Kawanan pengemis itu pun tidak sungkan, cuma
mereka menjadi ragu-ragu jangan jangan di dalam
makanan dan arak itu diberi obat racun.
Terdengar oraug berkedok mengangkat ca-wan
araknya dan berseru, "Sungguh beruntung malam
ini dapat minum bersama dengan para ksatria Kaipang,
sebagai penghormatanku, marilah kita
habiskan satu cawan! "
"Nanti dulu, " kata Ih Hong tiba-tiba.
"Kedatangan kami ini bukan cari makan dan
minum, akan tetapi ingin kutanya di mana adik
perempuanku yang ditawan anak buah Swesiansing,
bilamana nasib adikku dan Tik Yang
sudah jelas belum lagi terlambat untuk mengiringi
makan minum denganmu. "
"Maksud Ih-heng hendak mengajak pulang nona
Ih" " tanya orang berkedok.
"Memang begitulah, " jawab Ih Hong.
Sembari menuang arak lagi orang berkedok
berkata, "Dan bila nona Ih tidak mau" "
"Omong kosong! " bentak Ih Hong aseran.
"Sebelum berhadapan, dari mana kautahu adikku
tidak mau pulang. "
Orang berkedok memandangnya sekejap,
mendadak ia terbahak-bahak, "Haha, kukira
ksatria Kai-pang adalah tokoh gagah perwira,
namun hidangan yang sengaja kusiapkan ter-nyata
belum lagi disentuh. sebaliknya urusan kecil yang
dipersoalkan. "
Tiba-tiba Song Cing terkekeh, katanya, "Hehe,
memangnya kaukira kami tidak berani makan
minum suguhanmu" "
Segera ia angkat cawan dan menenggak habis
isinya. Melihat pemimpinnya sudah minum, jago
pengemis yang lain segera ikut minum.
Hanya Ih Hong saja berseru pula, "Bagi-ku yang
penting harus segera kaubebaskan adikku,
sebelum itu aku tidak ada selera untuk makan
minum. " "Apa susahnya jika ingin melihat adik-mu" " ujar
orang berkedok. Mendadak ia tepuk
tangan dan berseru, "Silakan nona Ih me-nemui
tamu! " Bi Pek-hiang mengiakan dengan hormat dan
menuju ke ruangan belakang. Sejenak ke-mudian
terdengarlah suara gemerincing per-hiasan orang
perempuan, Ih Loh tampak me-langkah keluar
dengan lemah gemulai. Wajah-nya kelihatan cantik
bercahaya, sedikit pun tidak ada tanda tersiksa
sebagai tawanan.
Lega hati Ih Hong, segera.ia menyapa, "Adik Loh!
" Ih Loh mengerlingnya sekejap, namun tidak
memperlihatkan rasa girang sebagaimana layaknya
kalau kakak bertemu dengan adik se-telah lama
berpisah, ia malah mendekat ke samping si orang
berkedok dan tersenyum ma-nis padanya.
Kawanan pengemis lama melengok, Ih Hong juga
terkejut, katanya dengan suara ge-metar, "Adik
Loh, masa tidak . . . tidak kau-kenal lagi kakak
sendiri" "
"Mana mungkin aku tidak kenal kakak lagi, "
ucap Ih Loh dengan tertawa.
Rada lega hati Ih Hong, "Sekarang kakak datang
untuk membawamu pulang. "
"Aku cukup senang tinggal di sini, tidak perlu
lagi kakak susah payah membawaku pu-lang jauh
ke utara sana. " ujar Ih Loh,
"Hah. apa engkau sudah gila" Masa eng-kau
tidak ingat lagi kepada rumah dan ke-luarga kita
sendiri"' seru Ih Hong dengan ku-rang senang. ,
"Siapa bilang aku gila" " jawab Ih Loh. " Ai,
sudahlah, aku masih ada pekerjaan, tak-dapat
kutemui kakak lagi. "
Mendadak Ih Hong membentak, "Adik Loh"! "
Namun Ih Loh terus melangkah pergi tanpa
berpaling. Ih Hong hendak menyusulnya, namun ke-buru
ditahan oleh Song Cing, katanya, "Sabar dulu, adik
Hong, tampaknya urusan ini tidak beres, tentu ada
tesuatu yang tidak benar. "
Ih Hong kelihatan lesu, ia tuding orang berkedok
dan mendamperat, "Dengan . . . dengan obat apa
kaucekoki dia sehingga dia ke -hilangan kesadaran
aslinya" "
"Pikirannya cukup jemih, masa terpengaruh obat
apa segala" " jawab orang berkedok itu dengan
tertawa. Mendadak Song Cing berseru, "Sungguh orang
she Song sangat kagum caramu menger-jai orang
sehingga dapat membuat mereka kakak beradik
serupa orang asing yang tidak saling kenal lagi.
Cuma, orang terang tidak perlu berbuat gelap,
bilamana Anda seorang kesatria, kenapa tidak
membuka kedokmu supaya kami dapat melihat
wajah aslimu yang terhormat. " "Jika kalian
berkeras ingin tahu, apa salahnya jika
kuperlihatkan, " ucap orang ber-kedok itu sambil
menarik kain kedoknya.
Ketika kawanan pengemis itu melihat jelas wajah
orang, mereka sama terkejut.
"Hah, jadi engkau ini Tik . . . Tik Yang! " seru
Song Cing kaget.
"Betul, memang akulah Tik Yang, " jawab orang
berkedok itn dengan tertawa.
"Bangsat, kiranya kau manusia berhati binatang
ini, kembalikan adik perempuanku! " teriak Ih
Hong dengan kalap, serentak ia me-nubruk maju
dan menyerang. "Pantas kaupakai kedok segala, kiranya kau
bangsat ini, " teriak Song Cing sambil me-nerjang
maju pula. Akan tetapi Tik Yang tidak menghindar,
mendadak kedua tangan menahan permukaan
meja, segera terdengar suara gemuruh, orangnya
berikut kursi sama anjlok ke bawah sehingga
serangan Ih Hong berdua mengenai tempat kosong.
Selagi Ih Hong hendak menubruk maju lagi,
tahu-tahu bagian yang ambles ke bawah tadi
menjeblak ke atas lagi sehingga permukaan lantai
rata kembali. Segera Ih Hong mengangkat sebelah kaki dan
menghentak sekuatnya, namun lantai tidak
bergeming sedikit pun.
Malahan lantas terdengar suara keriat-keriut,
waktu mendongak, tampak dari atas menurun
jaring baja serupa kurungan, tahu -tahu mereka
sudah terkurung.
"Celaka, kita terjebak, " seru Song Cing.
Ia coba mendobrak kurungan baja itu, namun
percuma, biarpun senjata tajam pun sukar
membobolnya, apalagi bertangan kosong.
Bulan sudah condong ke barat, sesosok bayangan
tampak menyelinap ke dalam perkampungan
di lereng Lam-san itu, hanya se-kejap
saja ia sudah melintasi beberapa deret rumah dan
hinggap di wuwungan gedung induk. Di bawah
cahaya bulan kelihatan perawakannya yang keras
dan wajahnya yang cakap. Siapa lagi dia kalau
bukan Lamkiong Peng.
Selagi anak muda itu mengawasi sekeliling-nya
untuk bertindak lebih lanjut, tiba-tiba terdengar
suara desir angin, tahu-tahu di be-lakangnya
sudsh berdiri seorang lelaki setengah umur
berwajah putih, tapi berjubah hitam mulus.
Dengan tersenyum orang ini menegur, "Te-ngah
malam buta Anda berkunjung kemari, barangkali
ada keperluan yang mendesak" "
'Caihe Lamkiong Peng adanya, Anda sen -diri
siapa" " tanya Lamkiong Peng.
Orang bermuka putih itu tampak mele-ngak,
"Aha, kiranya Lamkiong-kongeu, caihe Bi Pekhiang,
congkoan perkampungan ini,su-dah lama
caihe menunggu kedatanganmu di sini atas
perintah majikan. "
"Siapa majikanmu" " tanya Lamkiong Peng.
"Setelah bertemu tentu Lamkiong-kongeu tahu
sendiri. " jawab Bi Pek-hiang. "Marilah ikut! "
Lamkiong Peng sudah bertekad akan menyelidiki
keadaan perkampungan ini, maka tanpa pikir ia
ikut melayang turun ke sebuah ruangan besar
yang megah. "Harap Lamkiong-kongeu menunggu seben-tar,
segera caihe memberi lapor ke dalam " kata Bi Pekhiang
setelah menyilakan Lem-kiong Peng duduk,
lalu masuk ke belakang melalui pintu samping.
Tidak lama kemudian muncul Tik Yang yang
berkedok sutera hitam itu.
"Aha, Lamkiong-heng, selamat bertemu kembali,
" seru Tik Yang dengan tertawa.
Lamkiong Peng merasa sudah kenal suara orang,
tapi tidak tahu siapa, jawabnya dengan bingung, '
"Siapakah Anda" "
"Hah, baru berpisah beberapa hari masa
Lamkinng-heng sudah tidak kenal diriku lagi" "
sembari bicara Tik yang terua menanggalkan
kedoknya. Sungguh mimpi pun Lamkiong Peng tidak
menyangka orang berkedok ini adalah Tik Yang,
tentu saja ia kaget dan juga girang, ia memburu
maju dan menjabat tangan Tik Yang sambil
berseru, "Ah, Tik-heng, kiranya engkau adanya!"
Tik Yang menepuk bahu Lamkiong Peng, "Tak
kauduga bukan?"
"Ya, sungguh mimpi pun tak terpikir oleh-ku, "
kata Lamkiong Peng. "Tapi ... ai, ada yang tidak
benar. " "Ada apa" " tanya Tik Yang.
Dengan kening bekernyit Lamkiong Peng
berkata, "Bukankah Tik-heng bersama nona Ih
ditawan Yim Hong-peng" Mengapa mendadak bisa
menjadi majikan perkampungan Lam-san ini" "
Tik Yang tersenyum tanpa bicara.
"Dan di manakah nona Ih dan nona Yap"' tanya
Lamkiong Peng. "Sesungguhnya apa yang terjadi" "
"Kedua nona itu sedang tidar nyenyak. " jawab
Tik Yang dengan tertawa. "Perkampungan lam-san
ini sudah menjadi milikku, keda-tangan Lamkiong
heng ini sungguh kebetulan, marilah kita bekerja
sama untuk membangun pekerjaan besar. "
"Pekerjaan besar apa" " tanya Lamkiong Peng.
"Yaitu melaksanakan rencana sesuai apa yang
digariskan oleh Swe-siansing, cara bagaimana
merajai dunia bersilatan ini, " tutur Tik
Yang. "Apakah engkau sudah gila, Tik-heng" Be-tul


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah kau masuk ke dalam organisasi Swe Thianbang"
" tanya Lamkicng Perg dengan cmosi.
"Kautahu aku tidak pemah berdusta, " seru Tik
Yang. "Dan bagaimana dengan nona Ih dan nona Yap"'
tanya Lamkiong Peng.
"Mereka berdua juga sudah mengikuti jejakku. "
"Omong kosong!' bentak Lamkiong Peng. Tapi
segera terpikir olehnya jika orang se-macam Tik
Yang saja juga rela bekerja bagi Swe Thian-bang.
maka anak perempuan semacam Ih Loh dan Yap
Man-jing tentu juga sangat mudah mengikuti
jejaknya. Selagi merasa bimbang, tiba-tiba ter-dengar
orang bergelak tertawa, di ruangan tamu sudah
tambah seseorang.
Waktu Lamkiong Peng mengawasi, terlihat orang
ini berperawakan pendek kecil, muka penuh
berewok, tapi kepalanya sebesar gantang sehingga
sangat tidak seimbang dengan tubuhnya yang
pendek kecil. Dia memakai baju wama kelabu gelap, sinar
matanya mencorong, usianya antara 40-an.
Begitu melihat orang ini, air muka Tik Yang dan
Bi Pek-hiang sama berubah dan se-gera mereka
memberi hormat sambil menyapa "Tong-toako!'
Sikap orang yang dipangil Tong-toako itu sangat
angkuh, ia hanya mengangguk saja, lalu mendekati
Lamkiong Peng. Melihat sikap angkuh orang dan Tik Yang
berdua sedemikian hormat padanya, Lamkiong
Peng menduga orang tentu tokoh yang
berkedudukan tinggi dan berkepandaian lihai.
Didengarnya orang telah menegurnya, "Apa-kah
kau ini Lamkiong Peng" "
"Betul, dan siapa nama Anda yang terhormat "
jawab Lamkiong Peng dengan ham-bar.
"Namaku Tong Goan, sahabat kangouw memberi
julukan Soan-hong-tui-hun-kiam (si angin lesus
danpadang pengejar sukma) pada-ku, " jawab
orang she Tong itu.
Diam diam Lamkiong Peng heran apa yang
terjadi sehingga Swe Thian-bang mengerahkan
tokoh-tokoh andalannya seperti Ko Tiong-hai, Yim
Hong Peng dan Tong Goan ini ke daerah Kanglam.
Terdengar Tong Goan berucap pula, "Atas
perintah Swe-siansing, Lamkiong-kongeu diharap
ikut berkunjung ke markas pusat kami. "
"Maaf. Lamkiong Peng merasa terlampau hormat
menerima undangan tersebut, " jawab anak muda
itu dengan tidak kalah angkuhnya.
Tong Goan tampak kurang senang, katanya,
"Dengan maksud baik Swe-siansing mengundangmu,
memangnya engkau berani
menolaknya" "
Sambil membentak Tong Goan melangkah maju,
sebelah tangannya terus mencengkeram.
Dengan gesit Lamkiong Peng mengegos ke
samping dan balas menghantam. Ketika Tong Goan
menangkis, "blang ", terjadi adu tenaga pukulan
dan keduanya sama tergetar mundur.
"Boleh juga anak muda, " seru Tong Goan.
"Coba sekali lagi! "
Kedua tangan sekaligus didorong ke depan.
Lamkiong Peng tahu tenaga dalam orang sangat
lihai, ia tidak berani gegabah, ia pun
mengerahkan tenaga dan menangkis.
"Blang ", kembali terjadi adu tenaga de-ngan
dahsyat dan keduanya sama tergetar mundur lagi.
Pertarungsn ini membuktikan tenaga da-lam
kedua orang ternyata sama kuat. Keruan Tong
Goan terkesiap, sama sekali tak terduga olehnya
seorang anak muda memiliki kekuatan sehebat ini.
"Hm, ternyata Soan-hong-tui-hun-kiam yang
termashur tidak lebih cuma begini saja, " jengek
Lamkiong Peng, "Baik, sekarang boleh kita coba tenjata, " kata
Tong Goan. "Silakan, " jawab Lamkiang Peng sambil melolos
pedang. Dengan prihatin Tong Goan mengeluarkan
sebatang pedang lemas yang panjang dan sempit,
batang pedang berwama putih, sedang ujung
pedang berwama hitam gelap.
Lamkiong Peng tidak berani ayal. ia siap
menghadapi musuh dengan penuh perhatian.
Mendadak Tong Goan membentak, pedang
disendal sehingga lurus dan langsung ia menusuk
lawan. Lamkiong Peng mengegos ke samping, berbareng
pedang pusaka Yap-siang jiu-loh balas
menusuk tiga hiat-to penting di bagian dada Tong
Goan. Terdengar Tong Goan mendengus sambil
mendak ke bawah, pedang berputar dan kem-bali
ia menusuk Koh-cing hiat di bahu kiri Lamkiong
Peng. Dan begitulah serang menyerang terus
berlangsung dengan sama lihainya. Keduanya
sama tahu menghadapi lawan tangguh sehingga
tidak berani lengah sedikit pun.
Mendadak Tong Goan membentak tertahan,
secepat kilat pedang lemas menusuk lagi. Tapi
pada saat yang sama Lamkiong Peng juga
membentak, sama cepatnya ia pun menusuk.
Terdengar suara "cring " sekali, kedua pedang
seakan-akan lengket menjadi satu.
Tong Goan kelihatan bergirang, sedikit diangkat,
ujung pedang yang hitam gelap tepat mengarah
muka Lamkiong Peng.
Keruan anak muda itu terkejut, ia ber-maksud
menarik kembali pedangnya, tetapi lantaran tenaga
kedua orang sembabat sehingga seketika Yapsiang-
jiu-loh sukar ditarik,
Sambil menyeringai senang Tong Goan
membentak, "Lepas pedang! "
"Belum tentu bisa! " jawab Lamkiong Peng
dengan angkuh. Tapi baru saja ia berucap, ujung pedang lawan
yang hitam gilap itu mendadak meletus dan
menyambar ke muka Lamkiong Peng, ber-bareng
ada cairan wama biru dan berbau amis munerat ke
mukanya. Begitu cepat serangan itu sehingga dalam
sekejap saja ujung pedang dan cairan berbisa itu
sudah berhambur sampai di depan mata Lamkiong
Peng. Di sinilah Lamkiong Peng memperlihatkan
kemahirannya, secepat kilat ia mendoyong ke
belakang, bahkan kedua kaki beruntun
menendang pergelangan tangan lawan. Cairan
berbisa muncrat lewat kesana , terpaksa juga Tong
Goan menarik kembali pedangnya. Sambil
menggeliat ke samping dapatlah Lamkiong Peng
menegak kembali.
Tong Goan hanya tercengang sejenak, serentak
ia membentak dan menubruk maju lagi, pedangnya
yang berbentuk aneh segera membacok lagi.
Mendadak terdengar Bi Pek-hiang dan Tik Yang
juga membentak sambil menerjang maju, serentak
mereka pun menyerang. Dikerubut tiga lawan
tangguh, seketika Lamkiong Peng merasa
kerepotan, hanya beberapa jurus saja keringat
sudah memenuhi dahinya. Lamkiong Peng menjadi
nekat, sambil menggertak, tangan kiri
menghantam Bi Pek-hiang, pedang di tangan
kanan terus menyabat sehingga
ketiga lawan terdesak mundur. Selagi ketiga
orang jtu melenggong, Lam?kiong Peng lantas
mengangkat tinggi pedangnya dengan kedua
tangan, dengan sikap tegak beringas ia berteriak.
"Keparat, biarlah hari ini kubereskan kalian"
Walaupun tidak gentar melihat sikap kalap anak
muda itu, tapi Tong Goan tarus menerjang maju
lagi, begitu pula Tik Yang dan Bi Pek hiang
serentak juga menyerang. Dengan kedua tangan
memegang pedang. sekali bergerak tiga jurus, ia
tahan serbuan ketiga lawan, menyusul lagi
sekaligus menyerang tiga kali, ia keluarkan ilmu
pedang Sin-Liong cap-pek-sik yang lihai, mau-takmau
ketiga lawan terdesak mundur lagi dua
tindak. Pada saat itulah mendadak terdengar lagi
suara bentakan nyaring orang perempuan,
tertampak Yap Man-jing dan Ih Loh menerjang
tiba, sesudah berhadapan, tanpa bicara lagi
mereka terus mengerubuti Lamkiong Peng.
He, nonaYap dan nona Ih, masa kalian tidak
kenal lagi padaku" seru Lamkiong Peng.
"Peduli siapa kau, sekarang kami adalah
majikan di Lam san-piat-yap (perkampungan
gunung selatan) sini. siapa pun dilarang main gila
di sini," seru Ih Loh.
Sembari bicara ia terus menghantam pula,
Lamkiong Peng menangkis serangannya sam?bil
berkata, "Kenapa kalian tidak terima
penjelasanku?"
"Tidak perlu penjelasan, serahkan nyawamu!"
teriakYap Man-jing sambil menyerang terlebih
gencar. Tik Yang juga tidak tinggal diam, ia pun
menubruk maju dan ikut bertempur. Di bawah
kerubutan orang banyak, apalagi oleh kedua nona
yang dikenalnya dengan baik, setika ia tidak dapat
balas menyerang secara ganas, ingin melepaskan
diri pun sulit. Terpaksa ia keluarkan
kepandaiannya untuk bertahan melulu. Pada saat
itu Tong Goan bertiga sudah mengundurkan diri ke
dalam, terdengar suara tertawanya yang menusuk
telinga. Sejenak kemudian, Lamkiong Peng kembali
terdesak ke tengah ruangan, setelah bertempur
sekian lamanya. betapa kuat tenaganya juga mulai
lemas, ia sudah mandi keringat dan lelah, gerakgeriknya
mulai lamban, jelas tidak tahan lagi ....
Didalam kamar tahanan berlapis bajasana
kawanan pengemis Yu-leng-kun-kai sedang
berdaya untuk meloloskan diri, namun tetap tidak
menemukan sesuatu jalan, semuanya cemas dan
gelisah. Sekonyong konyong atap kamar tahanan
itu berbunyi keriat-keriut. kawanan pengrmis
saling pandang dengan bingung dan mendongak.
Tertampak sepotong papan besi pada langit-langit
kamar sedang tersingkap pelahan, dari situ terjulur
seutas tali. Song Ciong terkejut dan bergirang,
cepat ia berseru, "Ayo cepat!" Segera ia mendahului
melompat ke atas, tali itu dipegangnya terus
merambat ke atas sehingga menerobos keluar.
Setiba di atas, segera dilihatnya di samping ruang
berdiri seorang setengah umur berwajah putih dan
berperawakan sedang, mukanya kaku dingin.
Song Giong tidak kenal orang ini, tapi dapat
diketahuinya tentu orang inilah yang menolongnya
keluar, segera ia memberi hormat dan menyapa,
"Banyak terima kasih atas pertolongan Anda, budi
kebaikan ini takkan kami lupakan." Sementara itu
kawanan pengemit berturut-turut sudah melompat
keluar dan berdiri di gamping Song Ciong. Ih Hong
melangkah maju dan memberi hormat kepada
orang itu, lerunya, "Sungguh Kaipang utang budi
atas pertolongan Anda, entah bolehkah mengetahui
nama Anda yang mulia . . . . "
Dengan kaku orang itu menjawab, "Aku cuma
diminta oleh Thian-ah Totiang untuk menolong
kalian, bilamana kalian mau berterima kasih boleh
katakan saja kepada dia,"
"Thian-ah Totiang," Ih Hong bergumam dengan
heran. "Rasanya kami tidak kenal padanya?"
"Aku tidak urus" kalian kenal dia atau tidak,
tujuanku menolong kalian keluar juga ada suatu
permintaan," kata orang itu.
"Silakan bicara saja, asalkan kami sanggup
tentu akan kami laksanakan," jawab Song Ciong.
"Kalian kenal Lamkiong Peng?" Song Ciong
menggeleng, tapi Ih Hong lantas berkata, "Rasanya
pemah kukenal dia."
"Saat ini dia juga terancam bahaya,
hubungannya denganku sangat erat, tapi lantaran
kedudukanku pribadi tidak leluasa untuk tampil
menolongnya sehingga terpaksa kuminta bantuan
tenaga kalian," tutur orang itu. "Mungkin kalian
tidak tahu aiapa diriku."
"Kami tidak tahu," kata Song Ciong.
"Aku adalah majikan yang sesungguhnya dari
Lam-san piat-yap ini," kata orang itu.
Kejut dan heran kawanan psngemis itu, seketika
mereka tidak bersuara. Dengan serius lelaki
setengah umnr itu berkata pula, "Aku masih ada
urusan penting lain dan tidak dapat tinggal lama di
sini, kuharap kalian tidak lupa pada janji kalian."
"Lamkiong Peng berada di mana sekarang?"
tanya Ih Hong. Orang itu mengeluarkan
sepucuksurat dan diserahkan kepada Song Ciong,
katanya, "Saat ini dia sedang bertempur mati


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

matian di ruangan depansana , silakan kalian
menyusul kesana dan berikansurat ini kepadanya.
Sesudahsurat ini dibacanya hendaknya kalian
melindungi dia meninggalkan tempat ini. Hanya
sekian saja pesanku, urusan selanjutnya
diharapkan bantuan kalian sepenuh tenaga." Habis
berkata ia lantas melayang pergi.
Song Ciong dan Ih Hong saling pandang sekejap,
segera Ih Hong berseru, "Ayo berangkat!" Segera ia
mendahului berlari ke ruangan depan. Dalam pada
itu pertarungan di ruangan depan masih
berlangsung dengan sengit. Lamkiong Peng sudah
mandi keringat dan terdesak ke pojok oleh ketiga
pengerubutnya. Sambil membentak Ih Hong terus
menerjang ke tengah kalangan pertempuran,
dengan jurus "Hing-sau jian-kun" atau menyapu
seribu perajurit, langsung ia serampang pinggang
Tik Yang dengan tongkatnya. Melihat munculnya
kawanan pengemis Tik Yang terkejut dan bingung,
tahu-tahu tongkat bambu Ih Hong sudah
menyerampang tiba dengan dahsyatnya, terpaksa
ia melompat mundur.
Saat itu Song Ciong juga sudah memburu maju,
kontan ia pun serangYap Man-jing. Seketika daya
tekan terhadap Lamkiong Peng menjadi ringan,
begitu mendesak mundur Yap Man-jing, Song
Ciong lantai menyodorkan surat itu kepada
Lamkiong Peng lambil berseru, "Surat untukmu,
terimalah!" Lamkiong Peng melenggong bingung,
tapi diterima juga surat itu, Pada saat itu kawanan
pengemis juga sudah menyerbu ke dalam, dua di
antaranya menerjang Ih Loh, tapi bagian yang
diserang mereka hanya tempat yang tidak fatal,
paling-paling hanya untuk membuatnya pingsan.
Tong Goan dan Bi Pek-hiang yang telah
mengundurkan diri juga kaget demi melihat
datangnya kawanan pengemis, cepat mereka
memburu maju lagi menyambut serbuan para
pengemis, Pertempuran sengit seketika terjadi
diruangan besar itu. Sejenak kemudian dari luar
membanjir tiba juga kawanan lelaki berseragam
hitam. Melihat keadaan tidak menguntungkan,
cepat Song Ciong mendesak mundur Tik Yang,
berbareng is berteriak kepada Lamkiong Peng,
"Lekas buka dan baca surat itu!"
Meski di tengah ruangan terjadi pertempuran
gaduh, namun sementara ini Lam?kiong Peng
malah tidak mendapatkan lawan, cepat ia
membuka sampul dan membaca suratnya, ternyata
isinya berbunyi: "Jiwa ibumu terancam bahaya,
lekas pergi ke tepi timur Thay-oh dan mencarinya
di Liu-im ceng, kalau terlambat mungkin bisa
gawat, lekas berangkat." Pcenanda tangan surat itu
ialah Ban Tat. Lamkiong Peng merasa sangsi, tapi
tulisannya memang dikenalnya sebagai tulisan
tangan Ban Tat. Seketika ia terkesima dan tidak
tahu apa yang harus dilakukannya. Melihat anak
muda itu bardiri mematung, Song Ciong teringat
kepada pesan lelaki setengah umur sebelum pergi
itu, segera ia membentak, "Apa yang tertulis
dalamsurat itu, kenapa engkau merasa sangsi"
Inilah saatnya jika harus pergi dari sini!
"Sia . . . siapa yang menyerahkansurat ini
kepadamu?" taaya Lamkiong Peng. Sekaligus Song
Ciong menyerang tiga kali sehinggaYap Man-jing
terdesek mundur, berbareng ia menjawab,
"Kuterima dari seorang lelaki setengah umur yang
berwajah kaku dingin."
"Siapa namanya"' tanya Lamkiong Peng pula
dengan kening bekernyit.
"Aku tidak tahu, ia cuma bilangsurat itu bnasal
dari Thian-ah Totiang," jawab Song Ciong.
Mendengar nama Thian-ah Totiang atau imam
gagak, seketika berubah air muka Lamkiong Peng,
sebab Thian-ah Totiang memang betul Ban Tat
adanya. Seketika Lamkiong Peng merasa sedih dan
gelisah, teriaknya, "Terima kasih atas bantuan
kalian, budi kalian takkan kulupakan gelama
hidap. Karena ada urusan penting, maaf ku-tinggal
pergi dulu!"
"Mau pergi lekas pergi, tidak perlu banyak
omong," seru Song Ciong mendongkol. Tanpa ayal
lagi Lamkiong Peng berlari keluar. Namun Tong
Goan tidak tinggal diam, segera ia hendak
menubruk maju untuk mencegat. Tapi kawanan
pengemis juga serentak menyerangnya sehingga
dia terpaksa melompat mundur lagi. Tarnpaknya
segera Lamkiong Peng akan lari keluar ruangan
itu, cepat Tik Yang ber teriak memberi perintah,
"Cegat orang itu!" Serentak kawanan lelaki
berseragam hitam merintangi jalan lari Lamkiong
Peng. Namun anak muda itu tidak sabar lagi,
pedang berputar dan menyerang tanpa kenal
ampun, terdengar suara jeritan ngeri di sana-sini,
se?ketika beberapa orang dirobohkan, ia terjang
keluar meninggalkan pertempuran sengit yang
masih berlangsung ....
Sang surya sudah hampir terbenam, cahaya
senja indah menghias langit. Di restoran
merangkap hotel Hong an-lo-tiam di kota Oheiu
yang terlelak di utara propinsi Ciatkang, di sebuah
meja yang dekat pin-tu masuk saat itu berduduk
seorang pemuda cakap dan gagah didampingi dua
orang kacung berusia 15 an. Pemuda cakap itu
berdandan ringkai dan menyandang pedang. mata
besar dan alis tebal, di antara kegagahannya
kelihatan rada murung. Meski dihadapannya
sudah siap santapan lezat dan arak sedap namun
tampaknya dia tidak bemafsu makan dan kelihatan
menangung rasa sedih. Dia bukan lain daripada
Cian Tong-lai, murid Kun-lun-pai yang baru saja
mulai Terjun ke dunia kang-auw. Kedua kacung
yang mengiringi dia adalah Pek-ji dan Giok-ji.
Cian Tong-lai metnegangi cawan arak daa !upa
minum, sebentar-sebentar menghela napas.
Kiranya dia sedang rindu kepada Bwe Kim-soat
yang sekali pandang telah menawan hatinya.
Sudah hampir setahun mereka berpisah, meski
ketika bertemu dulu Bwe Kim-soat tidak
menyatakan perasaannya, tapi juga tidak bersikap
jemu kepadanya.
Cian Tong-lai yakin desngan tampang sen-diri
dan kungfunya yang tinggi cukup memenuhi syarat
untuk merebut hati si nona: Akan tetapi Bwe Kimsoat
justru tak acuh kepadanya Hal ini
membuyarkan impiannya yang pemah
dibayangkannya dengan muluk-muluk. Melihat
majikannya mengelamun dengan murung, Giok-ji
dan Pek-ji ikat cemas. Pada laat itulah tiba-tiba
datang seorang sastrawan setengah baya berbaju
panjang wama putih, pada bahu kanan
berpegangan seorang gadis jelita dengan rambut
terurai. Di siang hari dan di depan umum seorang gadis
menggemblok di pundak seorang lelaki dan masuk
ke hotel yang banyak tamu ini, tentu saja membuat
setiap orang yang melihatnya lama gem par
membicarakannya. Waktu Cian Tong-lai berpaling,
serentak ia berdiri dan menyapa, "Aha, Yim-heng
kiranya, telamat bertemu pula!"
Kiranya saitrawan setengah umur ini ada?lah
Yim Hong-peng yang membawa lari Bwe Kim-soat
itu, ia menoleh dan menyengir setelah mengenali
Cian Tong-lai, jawabnya hambar, "Eh, kiranya
Cian-heng, selamat bertemu."
"Kenapa Yim-heng membawa." Belum lanjut
ucapan Cian Tong-lai segera Yim Hong-peng
memotong, "Ah, dia saudara misanku, badan lagi
kurang sehat dan harus kuantar pulang. maka
terpaksa tidak kupikirkan sopan santun lagi."
Dengan sorot mata yang agak buram karena
banyak minum arak, Cian Tong-lai coba
mengamat-amati Bwe Kim-soat yang tertutup oleh
rambutnya yang panjang itu. Walaupun tidak
terlihat jelas wajahnya, tapi dari garis tubuhnya
dapat diketahui pasti seorang gadis cantik,
malahan terasa sudah dikenalnya.
Dengan kening berkerenyit Cian Tong-lai
berkata, "Eh, sanak taudara Yim ini rasanya
seperti pemah kulihat." Berdebar hatiYim Hongpeng,
ia sengaja mennjawab dengan tak acuh.
"Saudara ini memang sering juga berkelana di
dunia kangauw, bisa jadi pemah kaulihat.
Pada jaat itulah tiba tiba Bwe Kim-soat
mengigau, "Peng . . . Peng cilik . . . . " Meski Lirih
suaranya tapi cukup jelas terdengar oleh Cian
Tong-lai, walaupun sangsi, namun tak terpikir
olehnya bahwa justru ga?dis inilah Bwe Kim-soat
yang dirindukannya itu. Cepat Yim Hong-peng
mencari alas an akan mengantar pulang
saudaranya dan langsung masuk ke kamarnya.
Dengan sangsi Cian Tong-lai berkomat-kamit pula,
"Aneh, seperti pemah Lulihat dia, juga suaranya . .
. . " Tiba tiba Pek-ji berkata, "Kongeu, tidak-kah
kaulihat nona yang sakit itu seperti nona Bwe?"
"Hus, jangan sembarangan omong," ujar Giok-ji
sambil menarik kawannya. Tapi Pek-ji lantai
mengemel, "Memang betul kulihat dia serupa nona
Bwe." Hati Cian Tong-lai tergetar, mendadak ia
pegang pundak Pek-ji dan menegas, "Kau-bilang
apa" Coba ulangi!" Pek-ji menjadi takut, jawabnya
dengan tergagap, "Hamba .. . harnba bilang nona
tadi seperti .. . seperti nona Bwe." "Ah, pintar juga
kau," se.ru Cian Tong-lai. Tapi ia lantas
menggeleng kepala, "Namun bukan, bukan dia."
'Ken .. . kenapa Kongeu tidak coba menjenguknya
kesana ?"' ujar Pek-ji. Ucapan ini menyadarkan
Cian Tong-lai, katanya, "Betul, kenapa tidak
kulihat dia lagi"!" Tanpa pikir lagi ia terus berlari
menuju ke kamar Yim Hong-peng dan mengetuk
pintu. Waktu pintu dibuka dan melihat pendatang
adalah Ciann Tong-lai, seketika air muka Yim
Hong-peng berubah, ia coba tanya, "Adaurusan apa
Cian-heng?"
"O, baru saja teringat olehku tentang penyakit
sanak keluarga Yim-heng, jelek-jelek Siaute pemah
belajar ilmu pengobatan, kalau mau dapat kubantu
. . . . " "Ah, mana berani kubikin repot Gian heng," sela
Yim Hong-peng sebelum habis ucapan orang.
"Piaumoayku ini hanya masuk angin saja, sebentar
lagi juga sembuh." Pada saat itulah kebetulan Bwe
Kim-soat membalik tubuh dan mengigau pula,
"Peng... Peng cilik .... " Walaupun mukanya
sebagaian tertutup oleh rambut namun sekilas
Cian Tong Lai dapat melihatnya memang mirip
benar dengan Bwe Kim-soat. Tentu saja ia tambah
sangsi, bentaknya, "Dia menyebut Pang siapa?"
'Dari mana kutahu siapa yang dimaksudkannya?"
ujar Yim Hong-peng dengan tertawa. "Tentu
Lamkiong Peng yang dimaksudkannya, ah, betul,
dia memang nona Bwe adanya," seru Cian Tong-lai
sambil menye-linap ke dalam kamar dan
bermaksud mendekati nona yang berbaring di
tempat tidur itu. Tentu taja Yim Hong-peng tidak
tinggal diam, cepat ia mendorong dengan kedua
tangannya sambil membentak. "Hendaknya tahu
aturan sedikit, Cian-heng"!" 'Hm, apa maksudmu
menawan nona Bwe ke sini?" damperat Cian Tonglai
lambil mengelak, menyusul sebelah kaki lantas
menendang. Dan begitulah kedua orang lantas
taling gebrak, baru belasan jurus, mulailah Yim
Hong-peng merasa kewalahan, dahi sudah penuh
keringat, napas pun tersengal.
Cian Tong-lai menyerang terlebih gencar dan
ganas. Mendadak Yim Hong-peng mengeluarkan
kipasnya dan balas menyerang. "Hm. memangnya
bisa apa dengan kipasmu itu" ejek Cian Tong-lai.
Yim Hong-peng diam saja, kipasnya terbentang dan
merapat Ingi, "jret", mendadak ia menutuk.
Hahaah!" Cian Tong lai tertawa ejek, "Dalam 20
jurus akan kubikin kipasmu terkpas dari
tanganmu!" Habis bicara mendadak kedua kakinya
menendang secara berantai, Yim Hong-peng
terkejut, cepat ia tarik kembali kipasya sambil
melompat mundur.
Dengan tertawa dingin segera Cian Tong -lai
hendak menubruk maju tapi pada saat itulah
leorang telah membentak, "Berhenti!"
Pintu terbuka dan masuktah tiga orang. Cian
Tong-lai tidak kenal ketiga pen datang ini, tapi air
muka Yim Hong-peng seketika berubah dan diamdiam
mengeluh. Kiranya mereka ini adalah Sun
Tiong-giok dari Kun-mo-to btserta kedua kakek
dari kesepaluh jago pengawalnya yang masih tersisa,
yaitu Ko Sat dan Wi Gan.
Sambil tertawa Sun Tiong-giok tnendekati Yim
Hong-peng dan menegur, ' Nah, coba sekali ini
apakah dapat kaukabur lagi?" Cian Tong-lai tinggi
hati dan angkuh, ia tidak suka terhadap sikap Sun


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiong-giok itu, segera ia membentak, "Kalian main
terobos ke sini, bahkan bicara dengan kasar,
sesungguhnya apa kehendakmu?"
"Hm, memangnya mau apa" Ingin campur
urusanku?" jawab Sun Tiong-giok tidak kalah
angkuhnya. "Eeh, jangan ribut dulu. rasanya urusan ini
semuanya punya andil," seru Yim Hong-peng
mendadak. Tentu saja Cian Tong-lai tidak
mengerti, "Apa artinya ucapanmu?" Yim Hong-peng
menyeringai, jawabnvat "Kankita bertiga satu
tujuan, kauminta Bwe Kim-soat, dia juga
mengincar Bwe Kim-ioat, apalagi aku. Nah,
bukankah kita sama-sama punya andil?" Dengan
gusar Cian Tong lai segera hendak menyerang. Tapi
Sun Tiong-giok lantas mencegahnya, ' Nanti dulu!
Sebagian besar kesepuluh anak buahku telah
menjadi korban keganasannya, utang darah ingin
kutagih langsung dari dia, mana boleh
sembarangan kaubunuh dia begitu saja."
"Hai, kau ini kutu apa, berani memerintahku?"
tetiak Cian Tong-lai dengan gusar.
Mendadak terdengar si kakek Wi Gaa
membentak, "Huh, mau lari?"
Berbareng itu ia menubruk kesana terus
menghantam. Kiranya pada waktu Cian Tong-lai ber-tengkar
dengan Sun Tion-giok, diam-diam Yim Hong-peng
hendak mengeluyur pergi. tapi keburu dilihat Wi
Gan. Karena pukulan kakek itu, terpaksa Yim
Hong peng menyurut mundur ke tempatnya
semuia. Waktu Sun Tiong-giok memandang ke sa-na,
dilihatnya Bwe Kim-soat berbaringdi-tempat tidur.
meski berielimut, tapi jelas kelihatan dada dan
perutnya bergerak lemah, napasnya seperti sesak.
Segera ia hendak mendekat kesana Akan tetapi
Cian Tong-lai lantas merintanginya. "Memangnya
kaumau apa?" teriak Sun-Tiong-giok dsngaa gusar.
"Lekas menyingkir, memangnya dia apamu?"
Dengan angkuh Gian Tong-lai menjawab,
"Pokoknya berani kaumaju lagi, jagan menycial jika
pedangku tidak kenal ampun."
"Hm hanya dirimu juga mampu merintagiku?"
jengek Sun Tiong-giok. "Boleh kaucoba," jawab
Gian Tong-lai ketus. Agar tidak mernbuang waktu,
terpaksa Sun Tiong-giok menahan perasaannya
dan berkata pula, "Kautahu nona Bwe terluka dan
keadaannya cukup menguatirkan?"
"Nona Bwe terluka atau tidak, apa sangkut
pautnya denganmu?" tanya Cian Tong-lai. "Soalnya
aku telah barjanji kepada Lam-kiong Feng akan
menyembuhkan nona Bws dan akan kuserahkan
kembali kepadanya," ujar Tiong-giok. Mendingan
tidak tahu, demi mendengar bwe Kim-soat akan
diserahkan kembali kepada Lamkiong Peng,
seketika Cian Tong-lai men-jadi murka, "Hm jadi
maksudmu hendak membela Lamkiong Peng,
rasakan dulu pukulanku ini!"
Tanpa pikir ia menghantam dengan dahsyat.
Sejak tadi Sun Tiong giok bersabar, sekarang lawan
mendahului mennyerang, maka ia pun tidak
sungkan lagi, ia sambut pukulan lawan dengan
sepenuh tenaga. "Plak", kedua tangan beradu, Sun
Tiong Giok tetap tegak di tempatnya, sebaliknya
wajah Cian Tong-lai tampak pucat dan tergetar
mundur selangkah.
"Ini, kaupun rasakan pukulanku," tanpa ayal
Sun Tong giok melancarkan pukulan sama
dahsyatnya. Dengan beringas terpaksa Cian Tonglai
menahan serangan lawan, ia pun menangkis
sekuatnya. "Brak," kembali kedua tangan beradu,
air muka Cian Tong-lai tambah pucat dan tergetar
mundar lagi. "Ini pukulan ketiga!" bentak Sun
Tiong-Giok pula dan menghantam sepenuh tenaga.
Keadaan Gian Tong-lai sudah payah, mata
berkunang-kunang. namun terpaksa ia
me?nangkis lagi. "Blang," wajah Sun Tiong giok
kelihatan pucat dan tergetar mundur dengan dahi
berkeringat. Sebaliknya Cian Tong lai mencelat dun
terbanting di tanah dengan mata terpejam.
Dengan kulit muka berkerut tersembul
tenyuman kemenangan Sun Tiong-giok, pelahan ia
mendekati tempat tidur dan mengangkat Bwe Kimsoat,
katanya kepada kedua kakek, "Ayo
berangkat!" Segera ia mendahului keluar. Baru saja
melangkah keluar kamar, mendadak darah segar
tersembur keluar dari mulutnya ia pun terluka
dalam cukup parah setelah tiga kali mengadu
pukulan dengan Cian Tong-lai.
Merasa bukan tandingan orang, terutama kedua
kakek Ko Sat dan Wi Gan, terpakia Yim Hong-peng
hanya diam saja. "Sementara jiwamu diampuni,
bilamana Siau tocu sudah sembuh tentu kami
bikin perhitungan lagi padamu," jengek Wi Gan
terhadap Yim Hong-peng, lalu mereka pun ikut
pergi. Waktu sennja pula, di suatu perkampungan
yang dikelilingi pepohonan yangliu yang rin-dang
dengan pagir tembok yang kurang terawat,
suasana sunyi senyap seperti sudah la?ma
perkampungan itu ditinggaikan penghuninya.
Sekonyong-konyong terdengar derap kuda lari,
seekor kuda tampak membedal tiba, dari peluh
yang memenuhi tubuh binatang itu dapat diduga
kuda itu telah dilarikan dengan ce pat dan
menempuh perjalanan jauh. Begitu sampai di
depan perkampungan itu, penunggang kuda lantas
melompat turun dan pada saat itu juga kuda
lantas roboh terkulai dengan lemas.
Tanpa menghiraukan kudanya orang itu terus
berlari ke dalam perkampungan. Kiranya dia
adalah Lamkiong Peng yang diberitahu tentang
keadaan gawat ayah-bunda-nya dan segera menuju
ke Liu-im-ceng ini. Langsung ia menggedor pintu
gerbang per?kampungan itu. Sejenak kemudian
baru terdengar suara orang bertanya di dalam.
Suaranya begitu berat dan parau, tapi ba-gi
pendengaran Lamkiong Peng suara itu tidak asing
lagi, jelas itulah luara yang sudah lebih setahun
tak pemah didengarnya. Suara sang ayah. Segera
ia berseru, "Ayah, ayah! Aku anak Peng, anak Peng
sudah pulang!" Tak terduga karena jawabannya,
ini, keadaan di dalam rumah lantas sunyi kembali.
Tentu laja ia ragu dan kuatir, tanpa pikir lagi ia
mendorong pintu sehingga terpentang icrta berlari
ke dalam, sekilas pandang dapatlah la menghela
napas lega. Dilihatnya ayah-bundanya duduk
bersila berjajar di atas sebuah dipan di dalam
ruangan sana , sorot mata mereka yang mancorong
sedang menatapnya dengan terkesima, melihat
gelagatnya keadaan kedua orang tua ini tidak
seburuk berita yang diterimanya.
Setelah pikiran agak tenang, segera Lam?kiong
Peng memburu maju dan memberi sembah,
katanya," Anak Peng yang tidak berbakti
menyampaikan hormat kepada ayah dan ibu."
Mendadak Lamkiong Siang-ju menatap
Lam?kiong Peng dengan tajam, ucapnya, "Anak
Peng, apakah kaupulang dari Cu-sin-tiansana ?"
"Betul," Lamkiong Peng mengangguk, "anak
memang pulang darisana , cunva . . . . "
"Apakah Cu-sin-tiancu yang membebaskanmu
pulang kemari" potong sang ayah.
"Bukan . . . ."
Belum lanjut ucapan Lamkiong Peng tang ayah
lantas memotong lagi,
"Binatang cilik yang tidak bisa pegang janji,
memangnya sudah kaulupakan peraturan keluarga
yang sudah turun temurunT"
Lamkiong Peng tidak tahu sebab apa ayahnya
mendadak marah marah, dengan menunduk ia
menjawab, "Anak selalu mentaati psraturan
keluarga dan mengutamakan setia kawan dan
keluhuran budi,"
"Jika begitu mengapa kautinggalkan Cu-lin to
dan pulang ke sini sehingga mengingkari janji
keluarga kita yang sudah turun temurun?"
damprat Lamkiong Siang-ju.
Baru sekarang Lamkiong Peng tahu sebab-nya
sang ayah marah. Namun kejadian selama setahun
ini terlampau banyak, seketika sukar untuk
diceritakan seluruhnya. 1a pun bingung harus
bertutur mulai dari bagian mana, sejenak ia
gelagapan. "Anak Peng," lekas Lamkiong-hujin me-nyela
dengan suara lembut,
"sesungguhnya apa yang terjadi, bolehlah kau
ceritakan dengan pelahan."
Lamkiong Peng memandang sekejap terhadap
sang ibu yang lembut itu sesudah menenangkan
diri barulah ia bereerita sejak berlayar sehingga
pengalamannya di Cu-sin-to serta kejadian
selanjutnya. Setelah mengikuti pengalaman
Lamkiong Peng itu, sejenak Lamkiong Siang-ju
termenung. akhirnya ia menghela napas dan
berkata, "Nak. Jika begitu ayah telah salah
mengomeli dirimu. Tak tersangka dalam waktu
setahun yang pendek ini telah kaualami berbagai
kesukaran itu, sungguh kejadian di dunia fana ini
memang sukar dibayangkan.
Akhirnya Lamkiong Peng berkata pula, "Setelah
anak menerimasurat paman Ban yang
memberitahukan ayah ibu terancam bahaya, maka
cepat anak datang kemari. Tampaknya paman Ban
hanya menakuti anak saja."
Tiba-tiba wajah Lamkiong Siang-ju ber-ubah
muram, ia pandang istrinya sekejap, lalu berucap,
"Nak, memang betul keselamatan ayah dan ibumu
dalam bahaya, paling . . , pa?ling lama kami hanya
bertahan hidup dua-tiga hari lagi."
'Hah, mengapa bisa begitut" teriak Lam-Hong
Peng dengan kaget dan pucat. "Tidak, tidak
mungkin! Bukankah ayah dan ibu baik-baik begini,
mana bisa . , . . "
Dengan pandangan tenang Lamkiong Siang-iu
berucap. 'Meski dari luar ayah dan ibu kelihatan
sehat walafiat. tapi sebenarnya kami keracunan
berat dan terluka dalam yang parah. Untuk
sementara kami dapat bertahan berkat Iwekang
yang terlatih selama berpuluh tahun, harapan
kami justru ingin bertemu denganmu untuk
terakhir kali, mungkin lusa atau esok pagi kami
akan"."
"Tidak, kenapa bisa jadi begini!" Jeriak
Lenakiong Peng &"ambil memburu maju dan
memeluk lutut sang ibu, ratapnya, "O, ibu, kenapa
bisa terjadi begini, tidak .... anak tidak parcaya . . .
. " "Anak bodoh." ucap Lamkiong-hujin de-ngan
menyesal, "masa ayah dusta padamu." "Jika
begitu, mohon . . . mohon diberi-tahu siapakah
yang turun tangan keji terhadap ayah dan ibu"'
tanya Lamkiong Peng dengan mendelik. "Siapa lagi
kecuali Swe Thian-bang yang sudah kausebut
hendak merajai dunia per-silatan itu," ucap
Lamkiong Siang-ju dengan sorot mata mengandung
dendam. "Swe Thian-bang, kembali dia!" terii?k Lamkiong
Peng sambil berbangkit. "Sesungguh-nya ada
permusuhan apa antara dia dengan kita, mengapa
dia bertindak sekeji ini?"
"Entah cara bagaimana keparat itu dapat
menyelidiki seluk-beluk urusanku dengan ibu,
maka ia sendiri menemui kita agar mau ikut dalam
organisasinya," tutur Lamkiong Siang-ju dengan
gemas. 'Dengan sendirinya ayah-ibu tidak sudi
bekerja sama dengan dia sehingga kedua pihak
bertengkar. Tak terduga bangsat itu telah berbuat
licik, pada waktu datang mereka sudah
menyebarkan racun yang tak berwujud di luar
tahuku, ketika ayah dan ibu bergebrak dengan dia
baru merasakan ke-racunan, dengan sendirinya
tenaga terganggu dan akhirnya terpukul luka
olehnya . . . . "
Darah dalam tubuh Lamkiong Peng serasa
mendidih, tangan terkepal kencang, teriaknya
murka, "Bangsat, kalau tidak kucincang dirimu
hingga hancur lebur aku bersumpah takkan
menjadi manusia . . . . "
Belum Ienyap luaranya tiba-tiba terdengar juara
orang mendengus, sesosok bayangan me-nyelinap
ke dalam rumah. Di bawah keremangan senja
Lamkiong Peng melihat pendatang ini seorang
cendekia setengah baya, bermuka halus tanpa
jenggot, perawakan jangkung. Agaknya Lamkiong
Siang-ju dan istrinya sudah monduga akan
kedatangan orang sehingga mereka tidak terkejut
dan tetap tenang saja. Tapi Lamkiong Peng tidak
dapat menahan emosi lagi, serentak ia membentak.
"Siapa kau"Ada keperluan apa?" Orang itu


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberi salam, jawabnya de-ngan tertawa. 'Gaihe
Siau Bong-wan, kudatang menjengiuk Lamkiong
kongeu, sekalian untuk mengantar mangkatnya
ayah ibumu."
'Keparat, jadi kau ini begundal Swe Thian-bang,"
teriak Lamkiong peng murka. "Ah, Caihe tidak
lebih hanya tangan kanan-kiri Swe-siansing saja,"
ucap orang yang me-ngaku bemama Siau Bongwan
itu. "Creng" segera Lamkiong Peng melolos
pedang pusaka Yap-siang-jiu-loh dan mem-bentak.
"Bedebah! Ayolah maju untuk terima kematian
habis itu baru kubikin pehitungan dengan Swe
Thian-bang.' Siau Borg-wan terkekeh, "Hehe,
garang amat Lamkiong-kongeu terhadap tamu. Apa
kah mampu kaubunuh diriku atau tidak masih
tanda tanya. Hanya ingin kutanya apakah keselamatan
orang tua sudah tidak kaupikirkan lagi"
Padahal jiwa ayah ibumu tinggal satu-dua hari
saja, bagaimana nasibnya bergantung kepada
keputusanmu sebarang."
Seketika Lamkiong Peng takdapat bicara.
Betapapun keselamatan orang tua memang
membuatnya sangsi untuk bertindak. Siau Bongwan
tertawa licik, katanya pula, "Keluarga
Lamkiong kaya raya turun temurun sekian
lamanya, ayah-bundamu juga pemah
mengguncangkan dunia kangouw, jika sekarang
mereka mengalami nasib seperti ini, memang-nya
atas perbuatan siapa" Kongeu masih muda dan
gagah perkasa, cngkau tidak berusaha
membangun kembali keluarga Lamkiong dan
mengembalikan kehormatannya dan menuntut
balas pada sumbernya yang membuat runtuh-nya
keluarga Lamkiong kalian, tapi sekarang Kongeu
cuma memikirkan sakit hati pribadi tanpa
menghiraukan keselamatan orang tua, pikiran
sempit demikian sungguh sukar untuk
dimengerti." "Lamkiong Peng menjadi ragu dan
bingung.Ucapan Siau Bong-wan memang juga
betul, sebabnya keluarga Lamkiong sampai runtuh
seperti ini adalah berkat tindakan Cu sin-tocu.
namun jayanya keluarga Lamkiong juga boleh
dikatakan berkat Cu-sin-to.
Apaiagi sekarang Cu-sin-to sudah runtuh dan
bubar, Cu-sin-to-cu Lamkiong Eng-lok juga sudah
mening"gsl dunia, ke mana lagi dia harus
menuntut ba-las"
la menjadi bingung siapakah misuhnya yang
sebenarnya, apakah Swe Thian-bang" Memang
sekarang terbukti juga Swe Thian-bang telah
membikin celaka orang tuanya, tapi umpama Swe
Thian-bang dibunubnya apakah mungkin dapat
memulihkan marga Lamkiong yang telah runtuh.
Selagi kusut dan bingung pikiran Lam?kiong
Peng, tiba-tiba Lamkiong Siang-ju bergelak iertawa,
"Haha, jangan kaupercaya ocehannya, Anak Peng.
Apa pun yang akan terjadi adalah kewajibanku
sebagai ahliwaris marga Lamkiong. Swe Thiaa-bang
adalah manusia culas dan keji, secara kejam dunia
kangouw hendak ditaklukkannya, adalah
kewajibanmu untuk menumpas kebatilan demi
keamanan umum, apa yang kauragukan !agi, anak
Peng"' Semangat Lamkiong Peng tergugah oleh seruan
gang ayah, serentak ia membentak, "Ayo, bangsat.
majulah untuk menerima kematianmu!" "Hehehe,"
Siau Bong-wan terkekeh. "Orang bilang Lamkiongkongeu
ahli waris marga ter-kemuka dan murid
Sin-liong tak terkalahkan, tampaknya memang
gagah perkasa tapi apa?kah tidak kaupikirkan lagi
nyawa kedua orang tua yang terletak dalam
genggamanku?" Karena ancaman ini, kembali
Lamkiong Peng merasa sangsi. "Maju anak Peng,
mampuskan bangsat itu!" teriak Lamkiong Siangju.
Segera Lamkiong Peng hendak menubruk maju.
Tapi Siau Bong-wan lantas berseru pula, "Haha,
obat penawarnya berada padaku, apa?kah benar
engkau tidak peduli lagi akan mati-hidup ayahibumu"
Baru saja Lamkiong Peng kelihatan ragu, cepat
Lamkiong Liang-ju berteriak, "Tidak anak Peng,
jangan kaulupakan amanat leluhur kita.Bila benar
engkau taat kepada ajaran marga, lekas
kaumampuskan bangsat
ita tanpa meng-hiraukan kami." Perasaan
Lamkiong Peng seraia disayat sayat ia paham
kebesaran jiwa sang ayah, tapi sebagai anak masa
dia lega menyaksikan orang tua mati begitu saja
"Tidak ayah, tak dapat ku . ... " Belum lanjut
ucapan Lamkiong Peng, mendadak Lamkiong
Siang-ju mengangkat se-belah tangannya dan
mengancam"
Anak Peng, jika kausangsi lagi segera
kuhancurkan kepala ibumu din segera kubunuh
diri pula. Daripada menyaksikan anak tak berbakti
yang tidak tegas, lebih baik kami mendahului
mangkat!" "Jangan ayah, jangan ..." ratap
Lam?kiong Pong. Segera ia menambahkan dengan
benrigas," Baik, ayah, anak siap melaksanakan
perintahmu dan bersurnpah membalaskan sakit
hatimu!" Habis berkata, serentak ia menubruk maju
sambil membentak, "Bangsat, serahkan
nyawamu!" Melihat sikap beringas anak muda itu,
segera Siau Bong-wan meraba sakunya dan
bermaksud menghamburkan racun asap yang
telah disiapkannya.
Akan tetapi sebelum dia bertindak, sekonyongkonyong
sesosok bayangan melayang tiba secepat
terbang, baru sajaSian Bong-wan berpaling, tahutahu
pinggang terasa kesakitan dan roboh terkulai
tanpa bisa berkutik lagi. Kejut dan girangLamkiong
Peng,ia urung menubruk maju serunya setelah
melihat jelas penolong ini, "Hah kiranya engkau
orang tua!" Kiranya penolong yang datang tepat
waktuunya ini adalah seorang kakek botak dengan
perawakan kecil dan bermuka jelek, dia bukan lain
daripada Leh Ih-sian, salah seorang "Hong-timsam-
yu" atau tiga sekawan pe-ngelana.
"Maaf kedatangan paman agak terlambat
sehingga membuat susah kalian," kata Loh Ih-sian
terhadap Lamkiong Peng. Seketika timbul rasa
duka anak muda itu demi teringat kepada nasib
ayah bundanya, ucapnya dengan air mata
berlinang, "Ayah dan ibu mungkin . . . ."
"Jangan kuatir, Hiantit (kemenakan yang baik),"
ucap Loh Ih-sian dengan tertawa.
"Urusan ini kujamin beres"
Tengah bicara, dari luarsana kembali melayang
tiba sesosok bayangan orang, sesudah berhadapan,
kiranya seorang kakek psndek gemuk berdandan
sebagai tabib kelilingan. "Bagaimana, sudah beres
semua" tanya Loh Ih-sian terhadap kakek gemuk
itu. Tanpa bersuara kakek pendek gemuk itu
hanya mengangguk aaja. "Hiantit, inilah Toat-benglong-
tiong (si tabib pencabut nyawa) Cui Beng-kui
yang ter-mashur itu," segera Loh Ih-sian
memperkenalkan kawannya kepada Lamkiong
Peng. Sudah lama Lamkiong Peng kenal nama si
tabib sakti itu, keruan ia kegirangan, cepat ia
memberi hormat. Sikup Cui Beng-kui tetap dingin
saja, ia cuma mengangguk pelahan tanpa
bersuara. Lamkiong Peng tahu tabiat orang yang
nyentrik, ia pun tidak tanya lebih lanjut, kata-nya
terhadap Loh Ih-sian, "Sungguh beruntung atas
kedatangan paman, namun . . . . "
"Nanti dulu, biar kuperiksa saja ayah-bundamu,"
sela Loh Ih-sian, diseretnya Siau Bong-wan,
benama Cui Beng-kui mereka lantas masuk ke
dalam. Tatkala itu Lamkiong Siang-ju dan istrinya
sudah tambah payah dengan napas terkembang
kempis, tentu saja Lamkiong Peng sangat sedih
Setelah menaruh Siau Bong-wan, kata Loh Ih-sian
kepada Cui Beng-kui, "Nah, sekarang giliranmu
untuk memperlihatkan kemahiranmu," Tanpa
bicar"t Cui Beng-kui mendekati Lamkiong Siang-ju,
diperiksanya nadi suami-istri itu, lalu berucap.
"Tidak beralangan!" Ia Santas mengeluarkan
sebuah bungkusan kecil, diambil sebuah botol
hitam kecil dan menuang dua biji pil serta
dijejalkan ke mulut Lamkiong Siang-ju dan
istrinya. lalu berkata pula, "Selang setengah jam
racun dalam tubuh mereka akan punah, habis itu
baru akan ku-obati luka mereka."
Habis bicara ia terus menyingkir ke samping dan
duduk bersila sambil memejamkan mata.
Lamkiong Peng bergirang dan juga ragu, namun
tidak enak untuk bertanya, terpaksa ia hanya
memandang Loh Ih-sian. "Jangan kuatir, Hiantit,"
ucap Loh Ih -sian, '"Obat setan tua she Cui ini
biasanya ces-pleng, kita percaya penuh kepada
kemahiranya. Kuterima berita dari Ban Tat tcatang
keadaan ayah bundamu ini, cepat ku-ajak setan
tua Cui Beng-kui kemari, kalau bukan teralang
beberapa kroco di luar kampung tentu sejak tadi
sudah berada di sini," Ia berhenti sejenak, lalu
bertanya, "Eh, bukankah kaupergi ke Cu sin-to,
kenapa pulang kemari?" Lamkiong Peng menghela
napas panjang, lalu diceritakannya pengalaman
selama setahun i ni. Loh Ih sian menggeleng kepala
deagan gegetun, katanya, 'Sungguh tak tersangka
dalam waktu sesingkatnya ini bisa terjadi hal-hal
seperti ini, nanti kalau ayah-ibumu sudah sembuh
boleh kita berunding tentang cara bagaimana
membangun kembali marga Lam?kiong kalian yang
jaya." Tengah bicara, terdengar Lamkiong Siang-ju dan
istrinya menarik napat panjang, rupanya sudah
siuman. Dengan girang Lamkiong Peng memburu
maju sambil berseru, "Ayah. Ibu, " Lamkiong Siangju
membuka mata dan memandang sekelilingnya
sekejap, ia ternyum dan berkata dengan lemah,
"Kutahu tidak perlu kaujelaskan. tentu kedua
saudaraku ini-lah yang telah menyelamatkan jiwa
kami" "Bukan jasaku, jika mau berterima kasih harus
lautujukan kepada setan tua she Cui itu," ucap
Loh Ih-sian. "Tidak perlu terima kasih segala,
adalah tugasku menyembuhkan saudara sendiri,"
seru Gui Beng-kui sambil berbangkit. "Sekarang
masih harus kuobati luka dalam kalian." Sambil
berkata la lantas mengeluarkan pula sebuah botol
putih kecil dan menuang lagi dua biji pil putih
serta disuruh minum Siang ju dan istrinya. Lalu ia
bantu menyalurkan tenaga dalam kepada Siang-ju
berdua. Tidak seberapa, lama, keluar keringat
Siang ju dan badan terasa segar kembali Cui Bengkui
tersenyum puas dan menyudahi pekerjaannya,
ia beri lagi dua biji pil putih kepada suami-istri itu
dan suruh mereka istirahat sebentar.
"Bangsat Swe Thian-bang itu sungguh keji," kata
Loh Ih-sian kemudian, "Demi keamanan dunis
persilatan Tionggoan umumnya, kita perlu
menyiapkan siasat untuk menghadapi rencana
kejinya." Siang-ju menghela napas, ucapnya, "Setelah
kuberangkatkan anak Peng, mestinya kami
bermaksud mengasingkan diri untuk
menghabiskan hari tua, siapa tahu kami tetap
tidak terlepas dari incaran gembong iblis semacam
Swe Thian-bang itu. Bagaimana Loh dan Cuihiante,
dari pengamatan kalian, dapatkah kalian
memberi pendapat tentang kegiatan dan ambisi
Swe Thian-bang?"
"Kami hanya tahu dia mempengaruhi tokoh
dunia kangouw Tionggoan dengan obat racunnya
serta cara-cara kotor dan rendah yang lain, kini
ketujuh aliran dan golongan besar sudah
terpengaruh olehnya dan tidak lama lagi akan
mengadakan pertemuan besar untuk memilih
ketua perserikatan dunia persilatan, hanya waktu
dan tempatnya belum ditentukan. Apa Toako
sendiri sudah mendapat keterangan lebih banyak
tentang iblis itu?"
Siang-ju menggeleng kepala, tuturnya, "Aku pun
tidak banyak mengetahui gembong iblis itu. Jika
orang she Siau ini mengaku se-bagai tangan kantin
Swe Thian-bang, barang-kali dari dia bisa kita
peroleh informasi seperlunya." "Betui juga
pendapat Toako," seru Loh Ih-xian, segera ia
menepuk dua kali di ping-gang Siau Bong-wan
sehingga dapatlah orang itu bergerak, lalu ditanyai,
"Nah, sekarang kauingin hidup atau mati, coba
jawab dulu."
Siau Bong-wan bermaksud berdiri, tapi baru
saja badan terangkat, kontan ia roboh terguling
pula dengan lemas Baru sekarang ia sadar tenaga
sendiri belum dapat dikerahkan. Namun dia tetap
bandel. Dengan menyeringai ia menjawab, "Hm
tidak perlu kauperas diriku. Jika kauingin
keteranganku, lebih dulu kalian harus berjanji
akan bekerja bagi Swe-siansing."


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, mati sudah di depan mata, masih berani
kepala batu," jengek Loh Ih-sian. "Tampaknya
kaupilih mati daripada hidup. Baik, boleh coba
kaurasakan Ban-gi-coan sim hoat yang sudah lama
tidak pemah kuguna-kan." Sembari bicara ia terus
berjongkok dan menutuk beberapa hiat-to tertentu
di tubuh Siau Bong-wan. Dalam lekejap laja Siau
Bong-wan lantas bergeliat dan melolong.
Namun dia memang bandel, meski menahan
sakit ia tidak minta ampun sama sekali. Loh Ihsian
terkesiap juga, "Hah, boleh juga kau!" Sambil
menjengek ia tambahi lagi dua kali depakan,
seketika Siau Bong wan berkelojotan. "Nah,
waktunya tidak banyak lagi, hendaknya jawab
pertanyaanku, kapan dan di mana Swe Thian bang
akan menyelenggarakan per-temuan besar tokoh
dunia penilatan?" tanya Loh Ih-sian. Sorot mala
Siau Bong-wan yang semula beringas akhirnya
berubah guram dan menunjuk rasa mohon
kasihan, akhirnya tercetus juga dari mulutnya, "Cihau
.... " Tapi cuma satu kata saja ucapannya, mendadak
darah tersembur dari mulutnya, lalu roboh
telentang dan tidak bergerak pula. Loh Ih-iian
melompat maju dan memeriksa pemapasan orang,
ternyata sudah tak bernyawa lagi, ia menggeleng
kepala dan berucap "Swe Thian-bang keji, anak
buahnya juga nekat,"
"Ai, lantas bagaimana sekarang, sumber
keteranganku sudah buntu. adakah jalan lain?"
kata Lamkiong Siang-ju dengan menyesal. Loh Ihsian
garuk garuk kepala tanpa bersuara.
Mendadak Lamkiong Peng berseru, "Dia menyebut
Ci-hau, jangan-jangan maksudnya Ci-hau-sanceng
ternpat guruku. Biar segera kuberangkat
kesana ." Loh Ih-sian manggut-manggut, "Ya.meski Put-sisin-
liong sugah mati, tapi pengaruhnya belum lagi
surut, bukan mustahil Swe Thian-bang sengaja
memilih tempat itu untuk menyelenggarakan
pertemuan besar itu." la berhenti dan
mengeluarkan satu bungkkus kecil obat dan
diserahkan kepada Lam?kiong Peng, katanya, "Jika
Hiantit mau berangkat, bawalah obat berasal dari
Cui-heng ini yang khusus dibuatnya untuk
menghadapi racun andalan Swe Thian-bang, setiap
korban racunnya dapat disembuhkan dengan obat
ini." Dengan senang hati Lamkiong Peng menerima
obat itu, segera ia mohon diri kepada kedua orang
tua dan bebenah seperlunya, lalu berangkat ke Cihau-
san-ceng. Malam sunyi senyap, angin meniup
santar.Ci-hau-san-ceng yang termashur itu juga
tenggelam dalam keheningan, hanya pada ruang
tengah yang luas itu kelihatan ada cahaya lampu
yang agak guram. Di tengah ruangan berjajar tiga
buah peti mati, di dalamnya berbaring untuk
selamnnya Put-si-sin-liong Liong Po-si, Thi-cianang-
ki Suma Tiong-thian dan Cu-sin-tocu
Lamkiong Eng-lok
Di kedua samping sebuah meja panjang di depan
ketiga peti mati itu berduduk Liong Hui, Koh Ihhong
dan Ciok Tim. Ketiga orang itu sama duduk
diam dengan khidmat. Akhirnya terdengar Liong
Hui menghela napas dan berkata, "Adakah
pendapat kalian, apa tindakan kita sekarang!"
Koh Ih-hong dan Ciok Tim saling pandang
sekejap, mendadak Ciok Tim menggebrak meja dan
berseru, "Apa pun yang akan terjadi, Ci-hau-sanceng
tetap harus kita pertahankan, tidak boleh kita
bikin malu nama baik perguruan."
"Tentu saja aku setuju atas sikap Samko ini,"
kata Koh Ih-hong. "Namun melulu tenaga kita
bertiga mungkin sukar menghadapi lawan."
"Biarpun tidak mampu melawan juga harus kita
pertahankan mati-matian," teriak Ciok Tim. Ketiga
orang lantas bungkam dan termenung pula.
"Akirnya Liong Hui bergumam, ''Alangkah baiknya
jika saat ini Gote hadir di sini . . . . " Belum selesai
ucapannya tiba-tiba terdengar orang berseru di
luar, "Toako, Samko dan Sici, inilah aku sudah
pulang!" Serentak Liong Hui bertiga berpaling,
semusnya melonjak girang sambil berseru, "Hah,
Gote, sungguh sangat kebetulan!" Pondatang ini
memang Lamkiong Peng adanya. Sesudah berada
di ruang besar, seketika mukanya berubah
menghadapi peti mati itu. "Inilah layau Suhu,
paman Suma dan paman Lamkiong, Samte yang
mengusungnya pulang kemari," tutur Liong Hui.
Dengan air mata berlinang Lamkiong Peng
menyembah kepada masing-masing peti mati itu,
habis itu barulah ia memberi salam hormat kepada
para Suheng, katanya, "Siaute menerima kabar ada
kemungkinan Swe Thian-bang akan berbuat
sesuatu terhadap Ci-hau-san-ceng, maka cepat
kudatang kemari, entah Toako sudah menerima
kabar atau belum?"
"Kenapa tidak," jawab Liong Hui sambil
menunjuk sepucuksurat di atas meja. Ternyata di
atas meja ada sepucuksurat bersampul hitam,
cepat Lamkiong Peng mengambil dan membacanya.
seketika ia murka, "Bangsat, sungguh terlalu
menghina Ci-hau-san-ceng kita. Dan bagaimana
tindakan Toako?"
"Justru kuharapkan kedatangan Gote untuk
berunding dan cari jalan yang baik," ja-wab Liong
Hui. "Menurut pendapatku, kekuatan nyata kita
memang bukan tandingan gembong iblis itu
bersama begundalnya," ucap Lamkiong Peng.
"Akan tetapi perkembangan kekuatannya hanya
mengandalkan pengaruh racun dan caranya yang
kotor, jika dapat kita sadarkan orang yang terbius
oleh racunnya dan membongkar kedok-nya yang
keji itu, tentu kekuatannya akan memereteli
sehingga tidak sulit untuk menghancurkan dia.
Dan yang utama, tokoh ketujuh aliran dan
golongan besar yang terpengaruh. Mereka itu
harus kita rebut kembali lebih dulu."
Malam tambah larut, tengah bicara, tiba-tiba
terdengar suara tetabuhan yang nyaring menggema
angkasa malam sunyi, makin lama makin
mendekat suara musik itu. "HM, tampaknya
kawanan iblis itu sudah datang, harap Toako juga
siap menghadapi mereka," kata Lamkiong Peng.
"Suruh membuka pintu, lihat saja apa yang akan
dilaku-kan mereka." Segera Liong Hui memberi
perintah agar pintu gerbang dibuka. Tidak lama
kemudian di tengah kegelapan malamsana muncul
berpuluh titik cahaya lentera yang terbagi men-jadi
dua baris dan beriring-iring masuk ke Ci-nau-sanceng,
Di bawah cahaya lampu kelihatan di de-pan
adalah delapan anak pemain musik diikuti
serombongan orang yang berdandan berbeda-beda,
di belakangnya lagi kembali dua pembawa lentera
kerudung mendampingi sebuah tandu berhias di
bawah iringan sekawanan lelaki berbaju hitam.
Setiba di haiaman depan ruang tamu. rombongan
orang yang berdandan berbeda itu lantas berdiri
tegak dan hormat di kedua samping. Hampir
sebagian besar dari rombongan orang ini dikenal
Lamkiong Peng, mereka ialah Yim Hong-peng,
keempat tokoh Tui-bun-si-kiam, Bin san.-ji-yu, Ko
Hong dan jago Ngo-hou-toan to Pang Liat dan Iain-
Iain. Yang lebih mengejutkan lagi adalah di antara
rombongan ini terdapat juga Yap Man-jing, Tik
Yang. Ih Lob dan Kwe Giok-he, de-ngan sendirinya
mereka sama kelihatan ling-lung, sudah
kehilangan pikiran warasnya dan rela diperalat
musuh. Diam-diam Lamkiong Peng pikir bilamana obat
pemberian Cui Beng-kui nanti kehilangan
khasiatnya, maka akibatnya sukar dibayangkan.
Dalam pada itu tandu tadi diusung ke de-pan,
waktu kedua kacung itu menyingkap tabir,
keluarlah teorang lelaki setengah baya dengan
wajah putih tapi berwibawa. Lamkiong Peng dan
Iain-lain sama heran, lungguh tak terduga
gembong iblis yang disegani ini ternyata belum
lanjut usia, bahkan tidak mirip orang kaugouw
umumnya. Begitu menampakkan diri, dengan suara lantang
Swe Thian-bang berseru, "Sungguh sayang waktu
hidupnya belum sempat berjumpa dengan Liong-tai
hiap, sesudah beliau wafat baru dapat aku
berkunjung kemari. Adalah pantas jika sekarang
kuberi peng-hormatan kepadanya." la lantas
memberi hormat kepada Layon Liong Po ti, lalu ia
berseru, "Put-si-sin-liong sudah mati teterusnya Cihau-
san-ceng harus dicoret dari dunia persilatan,
kukira setiap orang yang hadir di sini sependapat
dengan-ku?" Serentak terdengar anak buahnya
bersorak setuju.
"Diam!" bentak Liong Hui dengan mdotot. "Gihau-
san-ceng bersejarah ratusan tahun dan
merupakan bintang kejora di dunia persilatan
Tionggoan, memangnya kaum lblis semacam kalian
ini ingin mengaduk di depan kaum ksa-tria yang
hadir di sini, jangan mimpi!" "Hehe, kematian
sudah di depan mata, masih berani bicara besar,"
jenget Swe Thian-bang.
"Hm, anak murid Sin-Hong, memangnya takut
digertak?" jawab Liong Hui tegas
"Ayo siap, anak murid Ci-hau-san-ceng!"
Serentak terdengar suara gemuruh beratui orang di
luar ruangan, berbareng berpuluh obor pun
dinyalakan sehingga terang ben-derang.
"Huh, hanya ratusan orang saja juga be?rani
pamer kekuatan padaku" Cukup sekali tanganku
bergerak saja ratusan orang kalian akan menjadi
setan!" ejek Swe Thian-bang.
Baru lenyap suaranya, tiba-tiba dari luar
ruangan seorang menanggapi, "Haha. begus,
bagus! Justru kawanan pengemis yang kelapar-an
ini sudah bosan hidup, kebetulan jika ada yang
pandai membuat orang menjadi setan!" Dari
luaranya yang serak itu tegera Lam-kiong Peng
mengenalnya sebagai Ih Hong, tentu saja ia sangat
girang. "Haha bagus jika kalian minta menjadi setan
daripada hidup selalu kurang makan!" seru Swe
Thian-bang. Segera ia pun memberi tanda hingga
para pengiringnya lama siap tempur. Melihat
gelagatnya, jelas pertarungan se-ngit sukar lagi
dihindarkan, diam diam ia gelisah karena sejauh
ini rombongan ayah-bunda-nya belum kelihatan
muncul, padahal tenaga mereka sangat diperlukan.
Dalam pada itu Liong Hui juga sudah memberi
tanda, terdengar suara barisan pemanah
memasang panah dan membentang busur di
sekeliling ruangan.
Diam-diam Yim Hong-peng mendekati Swe
Thian-bang dan mengisiki apa yang didengarnya di
luar itu. Tampak air muka Swe Thian-bang sedikit
berubah, segera ia pun memberi pesan kepada Yim
Hong-peng agar menempati posisi yang sudah
dilentukan dan siap bertindak. Selagi ketegangan
memuncak dan segera akan terjadi banjir darah,
tiba-tiba ada anak buah Kai-pang berseru di luar.
"Hong-tim-sam-hiap datang!"
Girang sekali Lamkiong Peng mendengar
kedatangan rombongan ayahnya, Dilihatnya Swe
Thian- bang juga tersenyum senang, Sejenak
kemudian tertampak Lamkiong Siaog-ju dan
istrinya serta Loh Ih-sian masuk ke ruangan,
segera Swe Thian-bang menyapa "Memang sudah
kuduga kalian akan tiba tepat pada waktunya,
kenapa Bong-wan tidak kelihatan ikut datang?"
Lamkiong Sian-ju memberi hormat, jawabnya,
"Kami suami-istri perlu mengajak ber-sama Lamte
sehingga agak terlambat datang, harap dimaafkan.
Mengenai Siau-siansing, dia ternyatakan ada
sedikit urusan lain dan segera akan menyusul
tiba." Swe Thian bang tampak heran dan sangsi,
tapi tidak tanya lebih lanjut, katanya, "Syu-kurlah
Lamkiong-taihiap sudah datang, sesung-guhnya
kuharapkan adanya persepakatan antara sesama
orang persilatan dan tidak perlu menimbulkan
sengketa berdarah. Untuk ini mungkin sekali
Lamkiong-taihiap mempunyai gagasan sesuai
dengan rencana kita semula?"
Lamkiong Siang-ju tersenyum, ucapnya, "Kami
berterima kasih atas penghargaan Swe siaming
terhadapku, adapun urusan sekarang sedapatnya
akan kuselesaikan secara damai."
Lalu ia berpaling, katanya kepada Lam?kiong
Peng yang berdiri tercengang disana , "Anak Peng,
coba maju sini!" Meski ragu, namun Lamkiong
Peng yakin sang ayah pasti mempunyai maksud
tertentu maka pelahan ia mengisiki Liong Hui dan
Iain-lain agnr siap tempur, lalu mendekat ke depan
sang ayah, ucapnya, "Anak mohon


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

petunjuk ayah!" Dengan kereng Lamkiong Siangju
berkata* "Anak masih muda, seharusnya belajar
dari pengalaman orang itu. Bahwa Swe " siansing
bermaksud mempersatukan dunia penilatan demi
kesejahteraan kaum kita, kebijaksanaan yang
luhur ini harus kita dukung. Lekas memberi
horssat kepada Swe-siansing dan beri pen-jelasan
lebih lanjut kepada kawan dan saudara
seperguruanmu yang lain, sebentar lagi Kita masih
akan bermusyawarah lobih lanjut."
Mestinya Lamkiong Peng bermaktud menyatakan
pendapatnya, tapi segera ia paham di balik ucapan
tang ayah tentu mengandung makna lain, maka ia
hanya mengiakan saja, ia memberi hormat
sekadarnya kepada Swe Thian-bang, lalu
mengundurkan diri ke dekat rom-bongan Yap Manjing,
Tik Yang, Ih Loh dan Kwe Giok-he. Tak
terduga mendadak Liong Hui berteriak dengan
meadelik, "Nanti dulu! Paman Lamkiong adalah
tokoh pujaanku, sungguh sayang engkau bisa
mengemukakan gagasan seperti ini. Bagi anak
murid Sin-liong, lebih baik gugur sebagai ratna
daripada hidup mengekor krpada kaum durjana?"
"Liong hiantit, kenapa kaubicara ceperti ini,"
kata Lamkiong Siang ju dengan kereng. "Bahwa Cihau-
lan-ceng kini berada di bavvah pimpinanmu,
tapi apakah tidak kaupikirkan kepeutingan orang
banyak dan lebih suka menjadi orang berdosa bagi
dunia persilatan umumnya?"
"Paman Lamkiong." teriak Liong Hui, "Swe
Thian-bang manusia berhati binatang, biarpun kita
berdamai dengan dia akhirnya pasti akan
dicaploknya juga."
"Kurang ajar!" bentak Swe Thian bang de?ngan
gusar. "Antara Lamkiong- taihiap dengan pihak
kami iudah ada persetujuan, dengan hak apa
kauberani ikut bicara, bahkan menghasut, apakah
kautahu apa hukunianriya bagi dosamu ini."
"Sabar dulu, Swe-siansing," sela Lamkiong
Siang-ju. "Seorang pemimpin, bilamana ingin orang
lain tunduk lahir batin hendaknya berlaku
bijaksana. Tapi melihat tindak tanduk Swe
siansing sekarang, aku menjadi sangsi apa?kah
pergerakanmu akan berhasil." Seketika berubah
hebat air muka Swe Thian-bang, bentaknya. '"Hah,
kaupun berani bicara demikian, apakah tidak
kaupikir-kan lagi keselamatanmu, tidakkah
kautahu apa akibatnya pembangkanganmu ini,
Siau Bong-wan tidak pemah bicara padamu?"
"Haha," Siang ju tertawa. "Siau Bong-wan jangan
kausinggung lagi, dia takkan datang lagi untuk
selamanya. Semula kusangka Swe-Siansing pasti
ada kelebihan daripada orang lain, siapa tahu
engkau Cuma mengandalkan obat racun saja
untuk mengelabui mata telinga orang, baru
sekarang terlihat jelas ke pribadianmu yang
sesungguhnya, sungguh menertawakan dan pantas
dikasihani."
Merah padam muka Swe Thian-bang saking
geramya, teriaknya, "Memangnya kaukira tanpa
obat takdapat kutaklukkan kalian?" "Itu perlu
dibuktikan dulu," jawab Lam?kiong Siang-ju.
"Baik," jengek Swa Thian-bang. Lalu ia berteriak,
"Mana Su-tai kim kong (empat jago otama)."
Serentak terdengarYap Man-jing, Tik Yang, Ih
Loh dan Kwe Giok-he mengiakan sambi!
melangkah ke depan Swe Thian-bang. Dengan
tatapan tajam Swe Thian-bang berseru, ' Su-taikim-
kong terima perintah, segera penggal kepala
Lamkiong Siang-ju dan begundalnya yang
membangkang!" Tik Yang berempat kelihatan kaku,
serupa terpengaruh obat bius. Terdengar mereka
mengiakan dan membalik tubuh, serentak mereka
melolos pedang.
Akan tetapi meadadak mereka membalik tubuh
pula, empat pedang menutuk sekaligus, bukan
Lamkiong Siang-ju yang diserang melainkan Swe
Thian-bung sendiri. Sudah tentu kejadian ini lama
sekali tak terduga oleh Swe Thian-bang, tanpa
ampun dada dan perutnya tertusuk keempat
pedang. Namun dia memang tokoh maha tangkas,
sebelah kakinya masih sempat balas menendang
dan tepat mengenai bawah perut Kwe Giok-he.
Kontan Giok-he menjerit dan roboh terguling.
Swe Thian-bang juga tidak tahan lagi, sambil
meraung ia pun roboh terjungkal de?ngan tangan
memegang dada dan perutnya yang mengucurkan
darah. Kiranya tadi waktu Lamkiong Peng disuruh
berdamai dengan bekas sahabat dan saudara
seperguruannya oleh sang ayah, kesempatan itu
telah digunakan olehnya untuk memberi obat
penawar racun kepada Tik Yang berempat.
Sesudah pikiran sehat mereka jemih kembali,
diam-diam Tik Yang berempat merencanakan
tindakan balasan terhadap Swe Thian bang,
terutama Kwe Giok-he yang merasa telah tersesat
dan malu terhadap suami dan para adik
seperguruan, ia menyerang paling ganas dan
akibatnya ia sendiri pun tewas kena tendangan
Swe Thian-bang Kejadian tak terduga ini seketika
membuat begundal Swe Thian-bang menjadi panik
mereka bingung dan tidak tabu apa yang harus
berbuat serupa ular tanpa kepala.
Segera, Lamkiong Peng beneru, "Ayo ka-wan,
sikat kawanan durjana ini!" Serentak orang banyak
benorak ramai dan menerjang maju. Dengan
sendirinya Yim Hong-peng dan kawannya tidak
tingsal diam, mendadak ia menyebarkan kabut
putih, hanya sekejap saja kabut tebal telah
memenuhi seluruh ruangan. Lamkiong Peng
pemah melihat kabut berbisa ini kian tahu
berhahayanya, cepat ia berteriak, "Awas kabut
beracun, tahan napas dan mundur keluar!"
Karena tebalnya kabut itu, Lamkiong Siang-ju
suami-istri dan jago lain tidak sempat lagi
menerjang begundal Swe Thian-bang. Beramai
mereka berusaha menyingkir. Hanya sekejap saja
anak buah Swe Thian-bang sudah terlindung di
tengah kabut dan bermaksud kabur. Dengan
menyesal Lamkiong Peng berucap, "Sungguh
sayang, meski biang keladinya sudah binasa,
namun antek-anteknya sempat lolos!" Belum
lenyap suaranya, sekonyong-konyong terdengar
gelak tertawa orang, sesosok bayangan melayang
tiba dari luar didahului oleh cahaya bunga api
wama biru yang gemerlapan di tengah kabut tadi,
menyusul pendatang itu lantas membentak,
"Kawanan tikus semuanya perlihatan diri!"
Aneh juga, begitu kabut tebal itu berbaur
dengan cahaya biru itu, seketika kabut menipis
dan buyar serupa kabut pagi tertimpa sinar sang
surya. Di bawah cahaya lampu terlihat Yim Hongpeng
bersama begundalnya sudah mundur sampai
di ambang pintu perkampungan. "Panah!" bentak
Liong Hui mendadak. Serentak terjadi hujan panah
bagaikan belalang terbang, pintu gerbang
perkampungan teralang dan sukar ditembus, anak
buah Swe Thian-bang yang lari paling depan sana
menjerit terkena panah dan roboh binasa, hanya
sekejap saja 20-30 orang sudah terkapar. Melihat
gelagat jelek, cepat Yim Hong-peng memberi tanda
agar begundalnya mcenyerbu kembali ke tengah
ruangan. Dengan membentak gusar segera mereka
disambut Liong Hui, Koh Ih-hong, Ciok Tim dan
anak buah Ci-hau-san-ceng. Dengan sendirinya
Lamkioag Peng dan lain-lain juga lantas ikut
bertempur, juga kawanan pengemis pimpinan Ih
Hong lantas menyerbu dari luar Maka terjadilah
pertempuran sengit di perkampungan termashur
ini. Lamkiong Peng berhadapan dengan Tong Goan
satu lawan satu hanya beberapa gebrak saja, anak
muda itu membentak, pedang pusaka Yap-siangjiu-
loh berkelebat, kontan kepala Tong Goan
terbelah menjadi dua tanpa sempat menjerit.
Yim Hong-peng dikerubut Ih Loh dan Tik Yang,
juga cuma beberapa jurus taja tubuh Yim Hongpeng
sudah terkacip menjadi tiga bagian oleh
kedua pedang Tik Yang dan Ih Loh. Melihat gelagat
tidak enak, Pang Liat dan Iain-lain yang masih
tersisa cepat mencari jalan untuk kabur, begitu
pula anak buahnya. Karena biang keladi sudah
binasa, Lam?kiong Siang ju lantas memberi tanda
agar per?tempuran dihentikan supaya tidak lebih
banyak menimbulkan jatuhnya korban.
Setelah semuanya tenang kembali, dengan
terharu Lamkiong Peng berpegang tangan
denganYap Man-jing. Liong Hui pun sedang mencucurkan
air mata dan memandangi jenazah tang
istri yang terkapar di lantai itu. Sejenak kemudian
barulah Lamkiong Siang ju teringat kepada
pendatang terakhir yang menghamburkan cahaya
biru penghapus kabut berbisa tadi. Waktu ia
memandang kesana , ketahuanlah siapa
gerangannya. Kiranya Cak lain-tak-bukan adalah
oraug yang dulu menumpang makan di rumahnya,
yaitu Ban Tat adanya.
Segera ia mendekati orang dan mengucapkan
terima kasih, "Syukurlah kaudatang tepat pada
waktunya, kalau tidak sungguh sukardi-bayangkan
bagaimana jadinya."
"Ah, itu pun kewajibanku yang tidak berarti,"
kata Ban Tat. "Malahan di tengah perjaianan aku
bertemu dengan nona Bwe dan mendapat titipan
sepucuk turat." Lalu ia mengeluarkan
sepucuksurat ke?pada Lamkiong Peng.
Tergetar hati anak muda itu, cepat ia tanya, "Ke
mana dia?" Ban Tat menghela napas, katanya
dengan menyesal, "Dia .... dia sudah ,ikut ke Kunmo-
to bersama Sun-siau tocu." Seketika kepala
Lamkiong Peng mendengung, hampir saja ia jatuh
pingsan. "Nona Bwe sungguh perempuan hebat,"
kata Ben Tat pula. "Justru dia rela berkorban demi
kesejahteraan dunia persilatan umumnya. Dia
yang minta pimpinan Kun-mo-to itu mencegah
bergabungnya tokoh ketujuh aliran besar dengan
Swe Thian-bang Kukira sukar bagimu untuk
membalas jasanya ini." Baru sekarang Lamkiong
Peng paham apa sebabnya tokoh ketujuh aliran itu
tidak mun-cul membela Swe Thian-bang, kiranya
telah mendapat perintah pimpianan Kun-mo-to
untuk mengundurkan diri atas permintaan Bwe
Kim-soat. Dengan berlinang air mata ia membaca surat
Bwe Kim-soat yang antara lain tertulis: '". . .
hendaknya kaujaga adik Jing dengan baik, aku ini
perempuan yang teramat jelek, semoga mengikat
jodoh pada. jelmaan yang akan datang . . . . "
"Semoga . . . . " Lamkiong Peng mengulang
kalimat itu, mendadak tercetus dari mulutnya,
"Tidak, tidak, biarpun ke ujung tangit juga akan
kutemukan dikau . . . . "
Tiba-tiba sebuah tangan halus memegang
lengannya dan suara lembut mendesis di tepi
telinganya, "Engkoh Peng!" Pelahan Lamkiong Peng
berpaling, dilihatnya Yap Man-jing sedang
menatapnya dengan sorot mata yang penuh rasa
kasih sayang, tanpa terasa ia pegang tangan si
nona .... Malam sudah hampir lalu, cahaya subuh mulai
menerangi bumi raya ini
TAMAT Pendekar Kelana 10 Pendekar Kelana Karya Kho Ping Hoo Pendekar Panji Sakti 10
^