Amanat Marga 8

Amanat Marga Karya Khu Lung Bagian 8


yang di tengah bertangan kosong, di bawah kain kedoknya
kelihatan jenggotnya yang putih. Ketiga orang itu
mendengus, serentak mereka mengerubut maju.
Kedua potlot baja Ciok-loji bekerja cepat,
serentak ia tutuk dada ketiga penyatron.
Si kakek berjenggot memberi tanda berhenti
kepada kawannya, lalu berseru, "Apakah sahabat
yang mengadang ini kedua saudara keluarga Ciok
dari Tiam-jong-pai?"
"Kalau betul mau apa?" jawab Ciok-loji bengis.
"lekas mundur, kalau tidak, jangan menyesal jika
kami tidak sungkan lagi."
"Hm, aku justru ingin coba-coba kepandaian
jago Tiam-jong, jengek Si kakek.
Kedua orang berkedok dan bergolook itu segera
menyurut mundur dan si kakek oun perang
tanding dengan ciok-loji.
Senjata si kakek berkedok ini adalah cambuk
panjang berwama hitam, hanya sekali dua
serangan saja Ciok-loji sudah terkurung di tengah
bayangan cambuk yang dasyat.
"Yim ong-hong!" seru Ciok-loji terkesiap.
"Betul," kata si kakek berkedok dengan tertawa.
"Haha, tak tersangka setelah mengasingkan diri 20
tahun masih ada kawan Bulim yang kenal diriku."
Lelaki berpedang itu juga terperanjat, ia sudah
kerepotan melawan Lamkiong-peng, kini diketahui
pula si kakek berkedok ini adalah bandit
termashur pada 20 tahun yang lalu, tentu saja ia
tambah kuatir. Segera ia merogoh saku dan
dilemparkan ke udara, selarik cahaya meluncur
dan meletus di atas, seketika tersebarkan bunga
api sebagai hujan.
Lamkiong Peng juga curiga karena kedua orang
itu merintanginya mati-matian, apabila benra
mereka melindungi perkampungannya, mengapa
jejak mereka dirahasiakan dan main sembunyi,
jelas karena asal usul mereka tidak boleh diketahui
orang lain. Jika Yim ong-hong yang sudah
menhilang 20 tahun ini, apa maksud tujuan
kedatangannya ini"
Dalam pada itu terdengar Ciok-lojj lagi berseru,
"Yim ong-hong, kau berani melanggar sumpahmu
sendiri, dan kini mengaduk lagi di dunia kangouw,
apakah kau tidak takut Hong-tun-sam-yu akan
mencarimu?"
"Hahaha, sudah belasan tahun jejak Hong-tunsam-
yu tidak kelihatan di dunia kangouw,
mungkin ketiga tua bangka itu sudah mampus
semua, maka sumpahku dengan sendirinya juga
batal," jawab Yim ong-hong dengan tertawa. "Barubaru
ini kudengar di sini ada berjuta tahil perak,
tanpa terasa hatiku tergelitik. Anehnya Tiam-jongsiang-
kiat yang termashur mengapa sudi menjadi
penjaga rumah orang, apakah barang kali kalian
juga mengincar harta berjuta tahil ini?"
"Hm, jika kaupun mengincar harta benda yang
berada disini, sama halnya kau lagi mimpi," jengek
Ciok-loji. Ia terus berjaga dengan rapat, meski cambuk
Yim ong-hong menyerang dengan gencar belum
juga mampu merobohkan lawan.
"Menyingkir!" bentak Lamkiong Peng mendadak,
sekali hantam ia desak mundur pengadangnya.
Tentu saja kedua ciok bersaudara, tercengang.
Juga Yim ong-hong melenggak, teriaknya, "He,
anak muda, apa maksudmu ini" jika
perkampungan ini berhasil diserbu, tentu engkau
akan mendapat bagian yang menarik, lekas
bereskan Ciok-lotoa dulu!"
Sesudah menyebarkan bunga api tadi dan
sejauh ini belum kelihatan datang bala bantuan,
diam-diam Ciok-lotoa yang berepdang itu menjadi
gelisah, cepat ia menanggapi ucapan Yim onghong,"
jangan percaya ocehannya sahabat muda,
orang ini adalah bandit yang terkenal kejam,
caranya merampok terkenal main sapu bersih
tanpa kenal ampun, mana mungkin dia membagi
bagian rezeeki padamu. Jika kau bantu kami
menggempurnya mundur, mungkin engkau akan
mendapat ongkos yang layak."
Diam-diam Lamkiong Peng mendongkol, sudah
dirinya disangka sebagai penjahat, sekarang harta
benda keluarganya menjadi incaran pula. Meski dia
meragukan tingkah laku kedua Ciok bersaudara,
tapi orang memang mempertahankan keselamatan
perkampungannya, jelas kawan dan bukan lawan,
sebaliknya komplotan Yim ong-hong ini jelas
adalah penyatron yang mengincar harta
keluarganya. Segera ia melancarkan pukulan dasyat sehingga
cambuk Yim ong-hong sama sekali tidak berdaya
menembus pertahanannya.
Tentu saja Yim ong-hong terkejut oleh
ketangkasan anak muda itu, hanya dengan
bertangan kosong ternyata mampu melawan
cambuknya yang lihai ini.
Smentara itu kedua Ciok bersaudara sempat
mengalihkan perhatian untuk melayanikedua
orang berkedok yang bergolok itu.
"Hm, rupanya kedua saudara Li dari Thay-hingsan,"
jengek Ciok-loji.
Salah seorang berbaju hitam dan berkedok itu
balsa mendengus. "Hm, tajam amat mata Ciokloji!".
Mendadak ia menarik kedoknya dan bergelak,
"Haha, baiklah biar kuperlihatkan wajah asli tuan
besar Li!"
Kakak kedua Li bersaudara ini bemama Li Thihai
berjuluk Hoa-to atau golok kembangan,
adkinya soat-to Li Hui-hai, si golok salju juga
membuang kain kedoknya sambil berteriak, "Nah,
setelah kalian melihat dengan jelas wajah kami,
bolehlah kalian mengadu kepada raja akhirat!"
Kedua Li bersaudara ini sama berkepala besar
dan bermata melotot, bercambang dengan
perawakan tinggi besa. Namun golok mereka
adalah senjata ringan dan gesit.
Keempat golok segera bekerja sama dengan
rapat, cahaya perak berhamburan serupa salju,
serentak Ciok-loji berdua terserang dengan gencar.
Tanpa bicara kedua Ciok bersaudara melayani
lawan dengan sama tangkasnya.
Diam-diam Lamkiong Peng membatin, "Sekaligus
tokoh Bulim kelas tinggi ini membanjiri Lamkiong
san ceng, jangan-jangan ayah telah mengumpulkan
harta benda hasil penjualan berbagai cabang
perusahaan ke sini, entah apa maksuda tujuan
ayah dengan tindakannya ini?"
Angin meniup semakin kencang, hujan pu
tambah lebat, di kegelapan hutan sana mendadak
meluncur pula tiga larik cahaya terang, lalu bunga
api berteberan di udara.
Menyusul di sekeliling bergema suara teriakan
dan bentakan diseling suara nyaring beradunya
senjata. Seketika air muka semua orang sama berubah.
Tampaknya sebelah sana kedatangan penyatron
lagi," desis Ciok-loji kepada saudaranya.
"Antara Yim ong-hong dan Cin Luan-ih biasanya
ada satu tentu ada dua, selama ini keduanya
hampir tidak pemah berpisah, jika sekarang Yim
ong-hong berada disini,. Dengan sendirinya Cian
Luan-ih juga sudah ikut datang," kata Ciok-lotoa.
Yim ong-hong terbahak-bahak, katanya, "Biar
kukatakan terus terang, segenap kawan, kalangan
hitam dari ke-13 propinsi sudah datang semua ke
lamkiong san ceng ini, apa kalian mesti jual nyawa
percuma bagi Lamkiong Sian-ju?"
Habis bicara cambuknya bekerja terlebih
kencang, ia menyabat kian kemari sehingga kedua
Ciok bersaudara agak kerepotan.
Lamkiong Peng tambah gelisah, ia pikir ayah
tidak mahir ilmu silat, jika kawanan penyatron ini
sampai berhasil menyerbu ke dalam rumah, entah
bagaimana akibatnya nanti."
Karena cemasnya, mendadak ia bersuit dan
melompat tinggi ke atas, kedua tangannya meraik,
secepat klat ujung cambuk Yim ong-hong
terpegang olehnya.
Dengan sendirinya Yim ong-hong menahan
cambuknya dengan kuat sambil berseru kaget,
"gaya Si-liong, murid Ci-hau!"
Kedua Ciok bersaudara saling pandang sekejap
sambil berucap, "Ternyata benar Lamkiong Peng
adanya!" Dalam pada itu Lamkiong Peng juga telah
melayang turun ke tanah dan menarik sekuatnya
sehingga cambuk Yim ong-hong terbetot lurus.
Kedua orang saling tarik dengan kuat, keempat
kaki mereka sampai amblas ke dalam tanah.
DI tengah hujan angin yang lebat, suara suitan
semakin ramai dan juga tambah dekat di udara
muncul bunga api berhamburan.
Pada saat itulah sekonmyong-konyong sesosok
bayangan orang mucul dari dalam hutan, dengan
dua tiga kali lompatan, langsung bayangan ini
menerjang ke sini.
"Aha, bagus!" seru Ciok-lotoa dengan girang.
"Tiam-jong-yan juga datang"!" seru Yim onghong
kaget sehingga tenaganya mengendur.
Pada saat yang sama Lamkiong Peng terus
membentak sambil memebetot sekuatnya sehingga
cambuk lawan kena dirampasnya.
Bayangan yang menerjang tiba itu, Tiam Jong
Yan, si walet dari Tiam-jong, mendengus, "Hm, Yim
ong-hong ternyata benar berada di sini. Dan
siapakah sahabat ini?"
"Dia inilah Lamkiong Peng," kata Ciok-loji.
"Apa betul?" Tim jong yan menegas.
"Gaya Sin-liong, tidak mungkin salah," ujar
Ciok-loji. Diam-diam Lamkiong Peng merasa lega keran
akhirnya identitas dirinya dapat dikenali mereka.
Ia memberi hormat dan berkata, "Atas kebaikan
hadirin yang sudi membela Lamkiong san ceng, di
sini Lamkiong Peng mengucapkan terimakasih.
Harap kalian bertahan sementara di sini, biar
kujenguk dulu ayahku."
Selagi dia hendak tinggal pergi, siapa tahu
bayangan orang lantas berkelebat, tahu-tahu Tiam
Jong Yan mengadang lagi di depannya.
Lamkiong Peng tercengang, "apakah anda belum
percaya bahwa aku inilah Lamkiong peng?"
Dengan dingin Tiam Jong Yan menjawab,"justru
lantaran anda Lamkiong Peng, maka terlebih tidak
boleh masuk ke sana."
"Meng.........mengapa begitu?" tanya Lamkiong
Peng dengan tercengang.
"Tiada gunanya banyak bertanya, lekas mundur
ke sana!" seru Tiam jong yan, sebelah tangannya
lantas menilak ke depan.
Tentu saja lamkiong peng bertambah curiga,
sambil mengelak, mendadak tangan terasa
mengencang, kiranya ujung cambuk sebelah sana
kena di pegang lagi oleh Yim ong-hong, sekali
bentak segera ia menarik cambuk sekuatnya,
menyusul lantas diputar dan menyabat kepada
Lamkiong Peng. Malahan Tiam Jong Yan juga
melancarkan pukulan maut ke dada anak muda
itu. Kedua orang ini terhitung tokoh kelas tinggi,
serangannya sangat lihai, cepat Lamkiong Peng
mengelak. Yim ong-hong tergelak, "haha, kukira Tim jong
pai kalian juga tidak bermaksud baik......."
Belu lenyap suaranya, kedua telapak tangan
Tiam jonbg pai menghantam sekaligus, yang kiri
memukul Lamkiong Peng, yang kanan
menghantam Yim ong-hong sekuatnya.
Terpaksa Yim ong-hong menarik kembali
serangnnya kepada Lamkiong Peng, cambuknya
berganti arah di tengah jalan dan menyabat iga
Tiam Jong Yan. Kesempatan itu digunakan Oelh Lamkiong peng
menarik diri, dengan cepat ia hendak melompat ke
arah perkampungan. Tak terduga Yim ong-hong
dan Tiam Jong Yan kembali merintanginya.
"Tiam Jong Yan" bentak Lamkiong Peng,
"percuma engkau dikenal sebagai tokoh perguruan
temama, apakah sekarang kaupun menjadi bandit
yang tamak harta?"
"Hm, siapa yang menghendaki hartamu?" jengek
Tiam Jong Yan. "Jika begitu mengapa kau ganggu rezeki kami?"
tukas Yim ong hong.
"dan mengapa kau pun merintangi jalanku?"
bentak lamkiong Peng murka.
Muka Tiam Jong Yan tampak masam, ia tidak
menjawab, tapi serangannya tambah dasyat.


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di sebelah sana kedua Ciok bersaudara yang
menandingi kedua Li bersaudara tampak sudah
muali unggul, sedangkan suara suitan dan
bentakan di tengah hutan sana semkin mendekat,
malahan sering diselingi suara jeritan ngeri, jelas
ada orang terluka dan binasa.
Hanya di perkampungan yang terletak di
kedalaman hutan sana tetap kelam tanpa
terdengar scuatu suara.
Sekonyong-konyong terdengar orang menjerit di
samping. Permainan golok Li hui-hai menjadi
kacau, pedang Ciok-loji telah menusuk bahu
kirinya, darah munerat membasahi baju Ciok-loji.
Li thi-hai terkejut, serunya, "He, jite, apakah
parah lukamu?"
Li hui-hai menggertak gigi, ia menerjang maju
lagi, serangannya tambah kalap, mendadak
kakinya menendang sehingga sebuah potlot baja
ciok-lotoa terlepas dari pegangan.
Li Thi-hai meraung sambil menabas sehingga
lengan kiri terluka panjang, pedang Ciok-loji juga
membalik dan melukai lengan kanan Li thi-hai.
Dalam sekejap keempat orang sama terluka dan
berlumuran darah, namun semuanya pantang
mundur, tetap bertempur dengan sengit.
"Hm, jika kalian bertiga bukan tamak terhadap
harta untuk apa kalian mengadu jiwa bagi
Lamkiong siang-ju?" bentak Yim ong-hong.
"Dan bila kalian benar membela lamkiong-sanceng
kami, mengapa kalian merintangiku ke sana?"
lamkiong Peng juga berteriak.
Namun Tiam Jong Yan dan kedua ciok
bersaudara tetap bertempur tanpa bicara. Air
hujan mengguyur air darah dan menggenangi jalan
yang becek. Mendadak terdengar suara bentakan dan jeritan,
sesosok bayangan terguling keluar dari kegelapan
hutan sana dengan luka di dada.
Sekilas pandang segera Tiam Jong Yan
menendang sehingga orang itu terpental.
"Wah, celaka, si harimau gila Tio Kang
terjungkal," teriak Li thi-hai.
"Hm, jika tidak lekas mundur, tiada satupun
diantara kalian dapat pergi dengan hidup," jengek
Ciok-loji. Belum lenyap suaranya kembali seorang
bayangan menerjang keluar dari kegelapan hutan
sambil menjerit, langsung ia menerjang ke depan Li
thi-hai, pedang yang dipegangnya lantas menabas,
tapi ia sendiri keburu menyemburkan darah segar,
mata mendelik dan segera roboh terjungkal.
Agaknya orang ini binasa terkena pukualan kuat.
"Celaka, Go sute terbunuh," teriak Ciok-lotoa,
selagi ia hendak memeriksa kawannya mendadak
dua kali tabasan golok Li Hui-hai membuatnya
melompat mundur.
"Hm, sahabat Hek-to ke 13 propinsi sudah
berkumpul di sini, Tiam jong pai kalian hari ini
mungkin akan tertumpas seluruhnya di sini,"
jengek Li thi-hai.
"Kentut busuk!" bentak Ciok-loji murka
sekaligus ia melancarkanlima kali tusukan.
Tergerak hatiLamkiong Peng,ia tidak mau
terlibat lebih lama lagi dalam pertempuran yang
tak keruan juntrungannya ini. Mendadak ia
mendesak mundur Tiam Jong Yan, kebetulan
waktu itu cambuk Yim ong-hong juga menyabat,
selagi Tiam Jong Yan kerepotan menghindari
serangan dua jurusan, kesempatan ini segera
digunakan Lamkiong Peng untuk melompat ke
arah perkampungan.
Baru saja tubuh Lamkiong Peng meluncur ke
depan, Ciok-lotoa membentak, sebelah potlot
bajanya disambitkan.
Ketika mendengar desing angin tajam
menyambar dari belakang, tanpa menoleh
Lamkiong Peng melompat sekuatnya ke depan
sambil mengebaskan sebelah tangan ke belakang,
potlot baja lawan jadi ketinggalan dan jatuh di
tanah. Li hui-hai menjadi kalap, selagi Ciok-loji
menabas dengan pedangnya, ia tidak menghindar,
sebaliknya golok langsung menabas pundak Cioklotoa
hingga darah munerat.
Sambil meraung kesakitan, ciok-lotoa,
menubruk maju, kontan kedua golok Li hui-hai
menikam sehingga menembus perut Ciok-lotoa,
tapi kedua tangan Ciok-lotoa yang kuat juga
mencekik leher Li hui-hai, sebelum Li hui-hai
sempat meronta tahu-tahu mata mendelik dan
tulang kerongkongan tercekik patah, darah pun
mengucur dari mulutnya dan binasa seketika.
Kejut dan gusar Ciok loji sambil meraung kalap
pedangnya juga menusuk iga Li hui-hai hingga
menembus ke iga sebelahnya.
Tentu saja Li Thi-hai tidak tinggal diam,
goloknya juga membacok sehingga lengan kanan
Ciok-loji terpenggal, teriaknya parau, "Serahkan
nyawamu!" Belum lenyap suaranya, pukulan Ciok-loji juga
tepat mengenai dada Li Thi-hai. Kontan Li thi-hai
tumpah darah dan golok jatuh ke tanah. Lengan
kanan Ciok-loji pun buntung sebatas pangkal
pundak, namun dia tidak merasakan sakit, seperti
lengan kutung itu bukan miliknya, menyusul
kakinya menendang pula ke selangkangan Li thihai.
Terdengarlah jeritan Li thi-hai, tubuhnya
mencelat dan jatuh ke dalam hutan, jelas nyawa
pun amblas. Kedua tokoh kalangan hitam
semuanya binasa dalam sekejap.
Ciok-loji sempoyongan, tersembul senyuman
pedih pada ujung mulutnya, gumamnya, "Lotoa,
sudah kubalaskan sakit hatimu.........."
Belum lanjut ucapannya ia pun jatuh kelenger.
Karena tersabat oleh cambuk Yim Ong Hong,
Tiam Jong yan juga kesakitan, sekilas pandang
dilihatnya kedua Ciok bersaudara telah sama
menggeletak, tentu saja ia terkesiap, diam-diam ia
berkeluh, "Ai, habislah semuanya!"
Waktu ia memandang ke sana, dilihatnya Yim
ong hong lagi berjongkok kesakitan kena
tendangannya tadi. Bentaknya," Kau bilang
sahabat kalangan hitam ke 13 propinsi hampir
semuanya berkumpul di sini, apakah benar tujuan
kalian adalah harta benda keluarga Lamkiong ini?"
Meski kesakitan, Yim ong hong tetap tenang,
jawabnya, "Habis untuk apa para kawan
berkumpul di sini jika bukan lantaran ada rezeki?"
Tiba-tiba timbul akal keji Tiam jong yan katanya,
"Setelah mendapatkan bagian rezeki itu, apakah
kalian segera angkat kaki dari sinji?"
"Sesudah berhasil, tentu saja kami akan pergi,
untuk apa berdiam di sini" Hah, orang pintar
sebagai Tiam jong yan mengapa mengajukan
ppertanyaan begini?" sahut Yim ong-hong tertawa.
Mendadak Tiam-jong-yan alias Kongsun Yan
meluncurkan tiga larik sinar lagi ke udara,
terdengar letusan disertai bunga api yang
bertebaran memenuhi angkasa.
Tergerak hati Yim Ong-hong, ia tahu orang
sedang memanggil kawannya, segera ia pun bersuit
memberi tanda. Dalam sekejap terdengarlah suara teriakan di
dalam hutan yang menyerukan berhenti
bertempur. Segera sesosok bayangan tingggi besar melompat
keluar dari kegelapan hutan sana sambil berseru,
"Bagaimana, Yim-lotoa?"
Orang ini berambut ubanan semua, suaranya
lantang, namun keadaannya kelihatan runyam,
baju tak teratur berlepotan air darah dan air
hujan, ia pun bersenjata cambuk. Dia inilah Cin
Luan-ih, salah seorang dari Hong-ih-siang-pian,
kedua cambuk angin dan hujan, dua tokoh bandit
yang pemah mengguncangkan dunia kangouw.
"Tiam-jong-yan lopas tangan! " jawab Yim Onghong.
Cin Luan-ih tertawa puas, tapi kelika melihat
mayat kedua Li bersaudara. ia pun terkejut.
Sementara itu bayangan orang berbondongbondong
melayang keluar pula dari dalam hutan,
sebagian besar melompat ke belakang Hong-ihsiang-
pian, sebagian kecil, empat orang tojin dan
tiga pemuda berpedang, mendekati Kongsun Yan.
Terkesiap juga Kongsun Yan melihat sisa
kawannya itu, tidak terkecuali kawannya juga
kaget melihat keadaan medan tempur, salah
seorang tojin berjenggot berseru, "Hah, Ciok toako
dan Ciok-jiko . . . . "
Kiranya di antara ke-17 jago Tiam-jong-pai yang
datang ini, ada sembilan orang yang terbunuh.
''Sudahlah . . . . " ucap Kongsun Yan dengan
menghela napas.
"Sudahlah bagaimana" Apa maksudmu"' tanya
si tojin jonggot hitam yang bergelar Thian-go Tojin.
"Biarkan mereka lewat ke sana, " ucap Kongsun
Yan pelahan. "Jiko, mana boleh . . . . "
Belum lagi Thian-go bicara lebih lanjut,
mendadak Kongsun Yan memberi tanda, "Jangan
banyak bicara, biarkan mereka lewat! "
Thian-go Tojin mengepal erat kedua tinju nya,
suatu tanda tidak rela atas kebijaksanaan sang
Suheng. Serentak belasan orang sama me-layang
ke arah perkampungan sana.
Kongsun Yan lantas mendesis, "Agaknya Samte
tidak tahu maksudku. Hari ini kawanan penyatron
yang datang tidaklah sedikit, untuk menghemat
tenaga, apa salahnya kita biarkan mereka langsung
menuju ke sana, tentu mereka akan disambut
golongan lain yang sudah menunggu di sana. Kita
boleh tunggu saja di sini, apakah mungkin kita
akan membiarkan harta benda diboyong mereka
begitu saja?"
Thian-go melenggong, ia simpan kembaili
pedangnya dan mengangguk, katanya, "Ya,
perhitungan Jiko memang harus dipuji."
Kongsun Yan memandang para anak mu-rid
Tiam-jong yang hadir, ucapnya pula dengan
menyesal, "Kalian tahu, demi memenuhi janji
dengan kaum iblis pada berpuluh tahun yang lalu
oleh leluhur kita, bilamana sekarang kita dapat
membendung musuh dan mempertahankan diri
sudahlah lumayan. Yang kuharap asalkan harta
benda itu tidak sampai diangkut pergi, untuk itu
biarpun jiwaku barus melayang juga kurela.
Ciangbun Suheng sudah .... Ai, selanjutnya hanya
Samsute saja yang harus memikul tugas
mengembangkan Tiam-jong-pai kita. "
Thian-go To-jin nununduk terharu, anak murid
Tiam-jong-pai yang lain pun sama prihatin
menghadapi tugas selanjutnya yang berat
Angin mendesir, hujan masih turun dengan
lebatnya membuyarkan darah yang memenuhi
tanah di situ. Malam tambah larut, di bawah hujan Lamkiong
Peng terus berlari dengan cepat. Ha-nya sebentar
saja bayangan rumah megah di depan sudah
kelihatan. Terbangkit semangat Lamkiong Peng, ber-bagai
tanda tanya dalarn benaknya sejenak lagi akan
menjadi jelas. Namun hatinya tetap diliputi
ketegangan. Secepat terbang Lamkiong Peng melompati
undak undakan rumah yang panjangnya lebih 20
tingkat itu. Tempat ini sudah dikenalnya dengan
baik sejak kecil, begitu kaki menyentuh undakan
batu yang dingin itu, timbul juga perasaan hangat
dalam lubuk hatinya.
Tak terduga pada saat itu juga mendadak dari
dalam rumah bergema suara bentakan pe-lahan,
"Kembali!"
Tiga bintik perak serentak menyambar tiba, dua
titik perak di depan, satu titik di belakang. Akan
tetapi ketika hampir mendekati sasaran, titik perak
terakhir itu mendadak meluncur terlebih cepat dan
mendahului yang lain.
Keruan Lamkiong Peng terkejut, cepat ia
mengegos, terdengar suara desing tajam me -
nyambar lewat di samping telinga, berbareng itu ia
melompat ke atas sehingga kedua titik senjata
rahasia yang lain pun Iuput mengenainya.
Waktu ia hinggap kembali di lantai, suasana
dalam rumah lantas sunyi senyap seperti tidak
pemah terjadi sesuaiu.
Cemas hati Lamkiong Peng memikirkan kedua
orang tua, segera ia berteriak, ''Siapa yang berada
di dalam, ini Lamkiong Pmg sudah pulang! "
Belum Ienyap suaranya terdengarlah orang
berseru di dalam, "Ah, kiranya anak Peng adanya! "
Sesosok bayangan secepat terbang me-layang


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar. Belum lagi Larnkicng Peng sem-pat
menghindar, tahu-tahu bayangan orang sudah
memegang pundaknya, Sekuatnya Lamkiong Peng
meronta, tapi sukar terlepas.
Sekilas pandang dilihatnya rambut orang
semrawut, namun kedua matanya terang dan
bersinar welas asih, siapa lagi kalau bukan sang
ibu. Sungguh mimpi pun tak terpikir olehnya bahwa
sang ibu mempunyai kungfu setinggi itu.
Selagi ia melenggong, sang ibu telah merangkulnya
dengan erat sumbil berseru. ' O,
anakku, engkau sudah pulang, sungguh sangat
kebetulan! "
Kasih sayang ibunda sungguh menghibur hati
Lamkiong Peng yang cemas, lapar, lelah dan
curiga. Di tengah ruangan besar yang guram itu hanya
diterangi sebuah lentera kecil hampir padam
tertiup angin ketika pintu mendadak terbuka.
Waktu Larnkiong Peng masuk ke dalam
tertampaklah berpuluh peti besar tertimbun di
tengah ruangan, di atas peti penuh menancap
berbagai senjata rahasia.
Pada deretan kursi di sekitar sana duduk
bersandar beberapa lelaki kekar yang kelihatan
lesu, malahan ada yang kelihatan berlepot-an
darah, ada yang napasnya terengah dan sebagian
memejamkan mata setengah mengantuk, jelas
mereka habis mengalami pertempuran sengit dan
terluka. Di tengah ruangan yang agak runyam ini berdiri
pula dengan tenang seorang tua berbaju perlente,
jenggotnya kelihatan bergoyang tertiup angin,
namun sikapnya tetap tenang dan sinar matanya
mencorong. "Ayah! " seru Lamkiong Peng sambil mem-buru
maju dan berlutut di depan orang tua ini.
Dia memang ayah Lamkiong Peng, Lamkiong
Siang-ju. Orang tua ini menghela napas pelahan dan
membelai kepala anak kesayangannya, sampai
sekian lama tidak sanggup berucap apa pun.
Dengan penuh kasih sayang Lamkiong hujin
(nyonya Lamkiong) menggunakan saputangan-nya
untuk mengusap air hujan dan air keringat di
kepala Lamkiong Peng, ucapnya dengan lembut,
"Nak selama ini tentu telah bikin su-sah padamu,
selanjutnya mungkin engkau akan tambah
sengsara lagi. "
Lamkiong Siangju hanya tersenyum getir saja
tanpa bersuara.
Melihat wajah sang ayah yang rawan dan muka
ibunda yang pucat kurus, keadaan di dalam rumah
juga tampak runyam. Lamkiong Peng tahu tentu
telah terjadi hal-hal yang luar biasa, capat ia tanya,
"Ayah, sebenarnya apa yang terjadi'' Kenapa
berbagai cabang per-usahaan kita telah kaututup"
Tiam-jong-pai yang selamanya tidak ada sangkutpaut
apa pun dengan kita mengapa sekarang ikut
mengepung perkampungan kita, seperti menjaga,
tapi juga kelihatan tidak bermaksud baik terhadap
kita. Kecuali itu, Kun-mo-to yang sering tcidengar
di dunia kangouw tapi tidak pemah terlihat
orangnya, mengapa juga memusuhi kita" Ayah,
mohon jelaskan semua itu, sungguh anak teramat
cemas dan gelisah. "
"Sabar dulu, nak, kenapa kaujadi segopoh ini" "
ujar Lamkiong-hujin. "Sebentar ayahmu tentu
akan menjelaskan duduknya perkara. "
Dengan wajah prihatin Lamkiong Siang-ju
naelangkah ke luar pintu, setelah memandang
sejenak, mendadak ia membalik tubuh dan
memberi hormat sambil berkata, "Maaf, jika
terpaksa kuperlakukan kalian secara kurang
hormat! " Selagi semua orang yang duduk lesu itu merasa
heran, ada yang berdiri dan bertanya, "Ada . . ada
apa . . . . "
Tahu-tahu bayangan Lamkiong Siang-ju
berkelebat dan memenuhi seluruh ruangan, semua
orang yang baru berdiri itu sama roboh terduduk
lagi di kursi masing-masing serta tak sadarkan
diri, hanya sebentar saja lantas men-dengkur dan
tertidur dengan nyenyak.
Melihat ketangkasan sang ayah yang hanya
dalam sekejap saja telah menutuk hiat-to tidur
semua orang, keruan kejut dan heran sekali
Lamkiong Peng, serunya, "Hah, kiranya ayah
menguasai kungfu sehebat ini"! "
Kiranya di kolong langit ini tidak ada seorang
pun yang tahu bahwa bos keluarga Lamkiong yang
kaya raya dan termashur ini ternyata teorang ahli
silat maha tinggi yang jarang ada bandingannya,
sampai putra kesayangan sandiri juga baru
sekarang tahu hal ini.
Dalam pada itu Lamkiong Siang-ju telah berdiri
menghadapi dinding dan berucap dengan suara
berat, "Anak Peng, sejak kecil kauhidup tidak
kekurangan apa pun, hanya kau saja permata hati
ayah-bunda, apa pun ke-salahanmu ayah-bunda
tidak pemah marah padamu, apakah kautahu
sebab apa semua ini" "
Lamkiong Peng tidak dapat melihat wajah sang
ayah, tapi dari pundaknya yang bergetar jelas hati
orang tua itu sangat dirangsang emosi, tentu saja
ia gugup, sahutnya, "Anak . . . anak tidak tahu,
mungkinkah anak berbuat sesuatu kesalahan" "
"Apa yang kukatakan itu adalah karena
menyangkut nasibmu selanjutnya. " ucap
Lamkiong Sian ju pula. "Soalnya, untuk seterusnya
tak dapat lagi kauhidup cnak soperti sebelum ini,
mungkin malah akan hidup menderita dan harus
berani menghadapi ujian berat. "
Lamkiong Peng merasa bingung, tanyanya
dengan suara gemetar, "Bilamana anak harus
menderita bagi ayah-bunda kan pantas juga, hanya
. . . hanya mengapa ayah bicara, demi-kian,
sesungguhnya ada . . . ada urusan apakah" "
"Keluarga Lamkiong, maha kaya raya, apakah
kautahu dari mana datangnya kekayaan sebesar
ini" " ucap Lamkiong Siang-ju dengan prihatin.
Lamkiong Peng melongo bingung.
"Kakek-moyangmu berasa! dan keluarga miskin,
" demikian tutur Lamkiong Siang-ju. "Sepnti juga
orang meskin umumnya, kakek-moyang kita
kenyang menjalami penderitaan hidup sengsara.
Akhirnya beliau bersumpah ingin menjadi orang
kaya, dengan hemat beliau mengumpulkan sedikit
sangu dan ikut berlayar dengan serombongan
pelaut. "Tak terduga, di tengah jalan kapal yang di
tumpangi mengalami angin badai dan kapal
tarbalik, kakek-moyang kita beruntung mendapatkan
sepotong kayu dan terhanyut meng-ikuti
arus, untunglah beliau tidak meninggal dan
terdampar ke sebuah pulau yang tak diketahui
namanya. "Dalam keadaan begitu, cita-cita beliau ingin
menjadi kaya kembali buyar serupa mimpi belaka,
saking sedihnya dia menangis tergerung-gerung.
Tak terduga, pulau karang itu ternyata bukan
pulau kosong tanpa peng-huni. pada saat kakek
moyang merasa putus asa, tiba tiba diketahuinya
di tengah pulau terdapat banyak orang tua yang
berpakaian model kuno. Kiranya pulau karang itu
adalah pulau misterius yang dalam dongeng dunia
persilatan di sebut Cu-sia-ci-tian (istananya para
dewa). " Kembali Lamkiong Peng melenggong.
Didengarnya sang ayah menyambung lagi,
"Setelah menemukan kakek moyang, kawanan
orang tua itu tanya tentang asal-usul dan
pengalamannya. Beliau diamat-amati dengan teliti,
akbirnya kakek moyang- diperbolehkan tinggal di
situ. "Dengan cepat sekali tiga tahun sudah lewat,
selama tiga tahun itu kakek moyang banyak
mengalami kesukaran, beliau harus be-kerja giat
siang malam tanpa kenal lelah, setelah msngalami
gemblengan tiga tahun, mendadak kawanan kakek
itu membawa kakek-moyang ke tepi laut. .
Ternyata di situ sudah berlabuh sebuah kapal
besar, dalam kapal ter-timbun harta benda yang
tak terhitung jumlah-nya.
"Tentu saja kakek moyang terbelalak heran dan
bingung, sama sekali tak tersangka olehnya bahwa
kavvanan kakek aneh itu dapat memberi hadiah
kapal besar dengan isinya. Hanya saja syaratnya
kakek moyang diharus-kan bersumpah takkan
menyiarkan rahasia ke-kayaan Cu-sin-tian. Selain
itu kakek moyang diwajibkan mencicil utang yang
dibawanya sekapal penuh itu.
"Rupanya isi kapal itu hanya sebagai modal
pinjaman kepada kakek moyang ber-hubung
keterangannya yang bersumpah ingin menjadi
orang kaya itu. Kawanan kakek ajaib di pulau itu
sengaja membantu memenuhi cita-citanya, cuma
untuk itu kakek moyang di-haruskan turun
temurun keluarga Lamkiong mesti menugaskan
putra sulungnya membawa sejumlah harta
kekayaannya ke pulau Cu-sin-tian. Setiap turunan
jumlah antaran itu harus bertambah sekali lipat,
kecuali keluarga Lam-kiong tidak punya keturunan
lagi, kalau tidak betapapun janji bayar utang itu
tidak boleh diingkari.
"Sampai pada angkatan kakekmu, jumlah utang
yang berlipat itu telah berjumlah sukar dihitung
dan mendadak datang pula utusan Cu-sin-tian
mendesak antaran upeti yang harus dipenuhi itu.
Terpaksa kakekmu harus me-ngumpulkan harta
kekayaan yang tersebar di berbagai tempat dan
menugaskan pamanmu mengantarnya ke Cu-sintian.
Waktu itu, aku sendiri belum menikah
sedangkan pamanmu sudah mempunyai seorang
anak bayi . . . . "
Baru sekarang Larnkiong Peng mengetahui
sejarah keluarganya yang diliputi kcanehan itu
dengan suara rada gemetar ia tanya, "Dan di . . . .
di manakah paman sekarang" Di mana pula
saudara sepupuku itu" "
Lamkiong Siang-ju mengeleng, jawabnya, "Sehari
sebelum pamanmu berangkat, dengan nekat dia
membunuh istri dan anak kesayangannya yang
masih bayi itu. Rupanya dia sudah
menghitung,satu angkatan lagi, biarpun keluarga
Lemkiong menjual semua harta benda
kekayaannya juga sukar memenuhi utang kepada
Cu-sin-tian. "Rupanya pamanmu tidak sampai hati anak
keturunannya akan menderita, juga tidak ingin
aku kawin dan beranak yang akibatnya juga cuma
akan tertimpa sengsara, maka pamanmu
meninggalkan pesan sepucuk surat, lalu berangkat
dengan membawa harta benda itu dan berlayar ke
lautan, sejak itu pun tidak ada kabar beritanya lagi
. . . . " Bertutur sampai di sini, ia menjadi ber-duka dan
tersendat-sendat.
Pada umumnya orang luar hanya tahu keluarga
Lamkiong kaya-raya tiada bandingannya, siapa
pula yang tahu keluarga kaya ini ternyata penuh
dengan darah dan air mata.
"Tidak lama sesudah pamanmu berangkat,
kakek juga lantas wafat. " tutur Lamkiong Siang-ju
lebih lanjut. "Setelah berkabung selama ti-ga
tahun, aku lantai keluar mencari kabar jejak
pamanmu. Biasanya setiap kali anggota keluarga
kita mengirim upeti, sebelumnya pihak Cu sin tian
selalu mengirim utusan dengan membawa surat
dan memberi petunjuk ke pelabuhan mana harus
dituju. Jadi anggota keluarga kita tidak ada yang
tahu di mana letak pulau Cu-sin-tian yang
sebenarnya, meski sudah sekian tahun aku
berkelana tetap tidak mendapatkan sesuatu
petunjuk. Akhirnya aku pun putus asa, tak
tersangka pada waktu itulah aku bertemu dengan
ibumu. " Mendadak Lamkiong-hujin mengusap air mata
dan memegang tangan sang suami, lalu berucap
pelahan, ' "Biarlah kuteruskan ceritamu Sesudah
bertemu dengan ayahmu, kami lantas saling jatuh
cinta. Cuma ayahmu senantiasa berusaha
menghindariku. Sudah tentu aku heran dan sedih.
Dalam gusarku segera kuputuskan juga akan
menikah dengan seorang lain.
"Orang itu juga sahabat ayahmu, siapa sangka
pada suatu hari ayahmu . . . ayahmu kena
disergap orang dan keracunan hebat, dalam
keadaan sakit parah ayahmu menceritakan sejarah


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluarganya kepadaku, maka aku baru tahu
sebabnya dia selalu menghindari diriku. rupunya
dia mempunyai alasannya, yaitu dia menyadari
keluarga Lamkiong yang termashur ini akhirnya
akan runtuh, akan bangkrut, ayahmu tidak tega
membuatku sengsara di kemu-dian hari, juga tidak
tega melahirkan anak yang nasibnya akan
menderita, begitu dewasa wajib membayar utang
bagi leluhurnya
"Tapi ibumu ternyata tidak gentar meng-hadapi
semua itu, " tiba-tiba Lamkiong Siang-ju
menyambung, 'dia juga tidak takut kepada
kehidupan miskin. Dalam semalam dia menggendongku
ke Thian-san untuk mencari obat
penawar. Maka sejak itu kami tidak pemah berpisah
lagi, " tukas Lamkiong-hujin sambil menggelendot
di tubuh sang suami. 'Kemudian, se-telah
kaulahir, kami bertekad akan membuat bahagia
hidupmu, tidak ingin kau belajar ilmu silat, maka
kami tidak pemah mengajarkan kungfu padamu.
Siapa tahu watak pembawaanmu justru gemar
ilmu silat, kami tidak tega pula melawan
kehendakmu, maka kami me-ngirim dirimu kepada
Liong Po-si . . . .O, nak, sungguh kami telah
membikin susah padamu karena selama ini selalu
kami rahasiakan se-mua ini. "
Habis bertutur, menangislah nyonya Lam-kiong
tersedu. Sambil membelai rambut putranya, Lamkiong
Siang-ju bertutur lagi "Sebenarnya ku-harapkan
utusan Cu-sin-tian takkan datang se-cepat ini,
sebab itulah kami pun tidak meng-hendaki
pemikahanmu. Siapa tahu sekali ini, agaknya
mereka sudah memperhitungkan keka-yaan
keluarga Lamkiong takkan terdapat sisa lagi, maka
tanpa menunggu kau kawin dan melahirkan anak
segera menyampaikan pesan agar selekasnya
menyelesaikan pengiriman harta benda kita, untuk
itu dirimu ditunjuk yang ha-rus melaksanakan
tugas. "Nak, kautahu semua ini untuk memenuhi
sumpah kakek moyangmu, meski . . . meski ayahbunda
sangat sayang padamu, tapi . . . tapi apa
yang dapat kami lakukan lagi . . . " sampai di sini.
berderailah air matanya.
Mendadak Lamkiong Peng membusungkan dada
dan berseru tegas, "Ayah dan ibu, urus-an utang
keluarga Lamkiong kita dengan sen-dirinya harus
kita tuntaskan . . . . "
"Tapi kau, nak . . . . " Lamkiong-hujin tidak
sanggup meneruskan lagi.
"Anak pasti akan pulang kembali, " seru
Lamkiong Peng tegas. "betapa misteriusnya Cu-sinthian
itu, anak bersumpah akan pulang ke sini
untuk mendampingi ayah dan ibu. Biarpun di sana
ada dinding tembaga dan tembok baja juga takkan
mampu mengurung anak. Apalagi jika para
penghuni di sana berjuluk Para Dewa, masa
mereka memaksa orang berbuat tidak bakti kepada
orang tua"'
"Tapi . . . tapi sekali ini lain daripada biasanya, "
ujar Lamkiong Siang-ju dengan se-dih. "Akhirakhir
ini orang dari Kun-mo-to justru muncul lagi
di dunia kangouw, bahkan mereka bertekad
merintangi kita mengirim harta ke Cu-sin-tian. "
Baru sekarang Lamkiong Peng menyadari
duduknya perkara, "Pantas dengan janji rahasia
mereka memaksa berbagai golongan orang Bu-lim
untuk bersama-sama merampas harta kirim-an
keluarga Lamkiong. "
Lamkiong Siang-ju menghela napas, "Se-karang
anak murid Tiam-jong yang datang itu masih
berkumpul di luar perkampungan sana, sebab
mereka gagal merampas harta benda yang tidak
sedikit ini. Kelihatan mereka seperti berjaga,
sebenarnya mereka mengawasi supaya kita tidak
dapat mengirim keluar harta benda yang tidak
sedikit ini. Selain itu ada lagi ka-wanan bandit
besar dunia kangouw yang juga mengincar rejeki
nomplok ini. "Selama beberapa hari ini entah berapa kali
telah terjadi pertempuran sengit di perkampungan
kita ini dan banyak mengalirkan darah. Ai, harta,
selain membawa sengsara bagi keluarga Lamkiong
kita, apa pula yang kita dapatkan" Anakku. jika
engkau dilahirkan di keluarga miskin, tentu takkan
kaurasakan pen-deritaan seperti sekarang ini. "
Di luar hujan nusih turun dengan lebatnya.
Mendadak di luar jendela ada orang meng- hela
napas panjang, "Ai, aku salah! "
Lamkiong Peng terkejut, bentaknya, "Siapa itu" "
Segera Lamkiong Siang-ju pun melompat ke
depan jendela dan membuka daun jendela.
Tapi sebelum orang tua itu bertindak lebih
lanjut, suara orang tadi telah menegur, "Lotoa, apa
sudah pangling padaku"'
"Hah, Loh Ih-sian! " seru Lamkiong-hujin sambil
memburu maju. Lamkiong Siangju juga berseru kaget, "He, Jite,
kiranya engkau" "
Waktu Lamkiong Peng mengawasi, ter-tampak di
luar jendela berdiri seorang tua ber-kepala botak,
segera dikenalinya si kakek aneh bemama Ci Ti
alias mata duitan itu.
Sungguh tak tersangka olehnya bahwa kakek
yang mata duitan ini adalah "Jite " atau saudara
kedua sang ayah. Seketika ia jadi melongo.
Dilihatnya kakek botak itu telak melompat
masuk dan berhadapan dengan sang ayah.
"Jite, " ucap Lamkiong Siang-ju sambil
memegangi pundak Ci Ti, "Sekian lama tidak
bertemu, mengapa...mengapa engkau ber-ubah
begini" "
Ci Ti termenung-menung seperti orang linglung,
tiba-tiba ia bergumam, "Aku salah, aku salah! "
"Ah, urusan yang sudah lalu, untuk apa
kaupikirkan lag!, " ucap Lamkiong-hujin dengan
sedih. "Aku dan Toako tidak menyalahkanmu,
sebaliknya malah merasa . . . merasa bersalah
padamu. " "Tidak, aku salah, " seru Ci Ti mendadak sambil
berlutut di depan Lamkiong Siang-ju dan
mencucurkan air mata. "Toako, kuminta maaf . . . .
" Lekas, bangun, Jite, " kata Lamkiong Siang-ju
sambi! menarik si kakek botak.
"Tidak, Selama urusannya tidak kukatakan, mati
pun aku tidak mau berdiri lagi, " kata Ci Ti. "Soal
ini sudah 20 tahun menekan hatiku. Pada waktu
itu, kusangka Samoay (adik ketiga) silau kepada
kekayaan keluarga Lamkiong, maka aku
ditinggalkan untuk menikah dengan-mu. Aku tidak
tahu bahwa sebelum berkenal-an denganku dia
sudah mencintaimu. Tidak kuduga bahwa dia
menikah denganmu, bukan lantaran kemaruk
kepada kekayaanmu, dia justru rela ikut sengsara
bersamamu, sebaliknya aku . . . aku malah tinggal
pergi tanpa pamit, bahkan kudatangkan
serombongan mu-suh untuk merecoki kalian . . . .
" "Ai, Jite, aku dan Samoay kan tidak ber-alangan
apa pun, untuk apa mengangkat lagi urusan
lampau dan buat apa engkau menista diri sendiri, "
ujar Lamkiong Siang-ju dengan menyesal.
Tidak boleh tidak harus kukutuk diriku sendiri,
dengan begitu barulah hatiku bisa agak tentram, "
kata Ci Ti. "Selama puluhan tahun ini siang dan
malam kukutuki kalian, seperti orang gila aku
mencari harta benda, kecuali merampok dan
mencuri. hampir dengan segala jalan aku berusaha
mengumpulkan harta ben-da, aku pun
mengasingkan diri, hidup hemat dan melarat,
orang sama menganggap aku orang gila, tidak ada
yang tahu bahwa aku sengaja bersumpah akan
mengumpulkan harta benda yang lebih banyak
daripada kekayaan keluarga Lamkiong, akan tetapi
. . . . " Mendadak ia melemparkan karung yang
dibawanya dan berteriak pula, "Ini, biarpun
kukumpulkan harta benda berjuta-juta tahil, lalu
apa gunanya" Baru sekarang kutahu be-ta pa
besarnya harta benda tetap tidak dapat membeli
cinta yang mumi, biarpun kekayaan berlimpah
tetap takdapat mengurangi derita se-orang. Baru
sekarang kusadar, Toako aku . . . aku salah
padamu, harap engkau sudi mem-beri ampun. "
"Sudah kaudengar ceritaku tadi"'' tanya
Lamkiong Siang-ju dengan rawan.
Ci Ti mengangguk.
Cepat Lamkiong Siang-ju membangunkan-nya
dan berkata, "Apa pun juga hari ini kita bertiga
telah berkumpul kembali di sini, sung-guh
menggembirakan dan bahagia. "
Ia tertawa cerah, lalu berpaling dan berkata
pula, "Anak Peng, lekas memberi hormat kepada
paman. Inilah Loh lh-sian, paman Loh yang dahulu
terkenal sebagai Sin-heng-bu-eng-tang-kun-thiciang
(si pelari cepat tanpa bayangan, kepala
tembaga dan pukulan besi). "
Lekas Lamkiong Peng melangkah maju dan
memberi hormat.
Loh Ih-sian mengusap air matanya, kata-nya
dengan tertawa, "Nak, tentu tak kausangka kakek
yang mata duitan ini adalah pamanmu. "
Lamkiong-hujin juga terharu, ucapnya dengan
tersendat, "Sungguh tak terduga akhirnya kita
berkumpul lagi, tak nyana sekarang engkau suka
berdandan secara begini. Ai, masa . . . masa
engkau begitu miskin sehingga baju pun tidak
mampu beli. "
"Aku bukan miskin, tapi terlampau kikir, " ujar
Loh Ih-sian dengan tertawa. "Meski da-lam
karungku terisi berjuta tahil perak, tapi satu tahil
pun kusayang menggunakannya. "
"Kutahu apa yang kaulakukan ini adalah
lantaran dia (maksudnya sang istri), " kata Larokiong
Siang-ju dengan gegetun. "Ai, engkau
memang . . . . "Cis. sudah sama tua, untuk apa bicara kejadian
dulu di depan anak, " omel Lamkiong-hujin
dengan agak jengah.
Meski hati ketiga orang tua ini diliputi rasa sedih
dan haru, tapi juga merasa gembira karena dapat
berkumpul kembali. Sesaat itu mereka scakanakan
berada pada 20 tahun yang lalu. tatkala
mereka masih muda dan malang melintang di
dunia kangouw bersama.
Pada saat itulah mendadak terdengar orang
membentak di luar serentak tiga batang pa-nah
bersuara menyambar masuk lewat jendela dan
"cret ", sama menancap di atas peti yang
bertumpak di tengah ruangan itu.
"Haha, bagus, tak tersangka ada kawanan
bandit berani menyatroni rumah Toako se-karang.
" kata Loh Ih-slan dengan tergelak.
"Tenaga pemanah ini tampaknya tidak lemah,
entah orang gagah dari mana" " kata Lamkiong
Siang-ju dengan tertawa.
Segera terdengar seorang berteriak di luar, "'Yim
Ong-hong dan Cin Lun-ih bersama para orang
gagah dari ke-18 gunung datang untuk meminta
sedikit biaya kepada Lamkiong-cengeu, harap
Lamkiong cengeu memberi ke-bijaksanaan akan
menerima dengan hormat atau menolak secara
tegas" "
"Kenapa Hong-ih-siang-pian muncul kem-beli" "
ucap Lamkiong Siang-ju dengan kening bekernyit.
"Tampaknya Hong-ih-siang-pian belum ta-hu
siapa yang tinggal di sini, " ujar Loh Ih-sian sambil
membusungkan dada. seketika perawakannya
scakan-akan tumbuh lebih tegap. Lalu
sambungnya, "Siaute belum Iagi tua, ba-gaimana
dengan Toako"'
"Masa kaukira Toako sudah tua" " sahut
Lamkiong Siang-ju.
"Haha, bagus! " Loh Ih-sian bergelak ter-tawa
sambil menepuk pinggang sehingga terdengar
bunyi genta, "Sekarang juga" "
"Ya, tunggu kapan lagi" " jawab Siang-ju.
Lamkiong-hujin tertawa, "Bagus, Hau-hoa-leng
(genta pembela bunga) kalian masih leng-kap,
sebaliknya bunga macam diriku ini sudah layu! "
Tiba-tiba orang di luar menbentak pula, "Lekas
beri jawaban, bila kami menghitung ti-ga kali tidak
ada keputusan, segera kami me-nyerbu masuk! "
Loh Ih-sian menanggapi ucapan Lamkiong-hujin
tadi, "Ah, kami bersaudara belum Iagi tua, masa
engkau mengaku sudah layu" Eh, Lo-toa, perintis
jalan kan tetap diriku" "
"Baik, " kata Siang-ju.


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru saja kata itu terucapkan, mendadak Loh
Ih-sian melompat dan hinggap di atas ke-dua
tangan Lamkiong Siang-ju yang diangkat ke atas.
Begitu Siang-ju membentak, "Pergi! "
Sekali tolak, kontan tub ah Loh Ih-sian terlempar
ke luar secepat terbang.
Terdengarlah Suara "blang ", daun pintu
terpentang, menyusul terdengar gemerinting,
seutas benang emas terbang masuk dari luar,
berbareng ada benang emas lain menyambar
keluar dari tangan Lamkiong Siang-ju.
Kembali terdengar bunyi genta, kedua benang
emas terlibat menjadi satu, menyusul Siang-ju
membentak pula, "Masuk! "
Seketika di luar ada orang menjerit dan
terdengar suara menderu, tubuh Loh Ih-iian
melayang masuk kembali, tangan kiri terbelit oleh
benang emas, tangan kanan mencengkeram
seorang kakek bertubuh tinggi besar.
Segera Loh Ih-sian membanting tawanan-nya ke
lantai. Ternyata yang dibekuknya ada-lah satu di
antara Hong-ih-siang-pian, yaitu Yim Ong-hong.
Lamkiong Peng terkesima, entah kejut atau
kagum. Waktu ia mengamati lebih lanjut baru
diketahuinya bahwa pada ujung kedua utas
benang emas itu sama terikat sebuah gen-ta kecil
wama emas. ketika Loh Ih-sian melayang keluar
atas tenaga lemparan Lamkiong Siang-ju, segera ia
melemparkan genta emas ke dalam, berbareng itu
genta emas Lamkiong Siang-ju juga dilemparkan
keluar, kedua utas benang emas saling belit
dengan kuat, waktu Siang-ju menarik Iagi dengan
kuat, sementara itu Loh Ih-sian sempat menerkam
ke bawah dan Yim Ong-hong tercengkeram dan
diangkat. Berkat tenaga tarikan Lamkiong Siang itu Loh
Ih-sian dapat melayang keluar secepat terbang dan
melayang masuk kembali dengan sama cepatnya.
Biar pun Yim Ong-hong juga bukan jago lemah,
tapi dalam keadaan terkejut ia menjadi kelabakan
dan tak tempat mengelak.
Dalam pada itu di luar telah terjadi kekacauan,
ada suara orang tua berteriak, "Yang di dalam
apakah Hong-tun sam-yu adanya"'
Lamkiong Siang-ju dan Loh Ih-sian sali pandang
dengan tertawa.
Waktu itu Yim Ong-hong sudah merangkak
bangun, dengan muka pucat dan ketakutan
berseru, "Hah, ternyata bsnar Hong-tun-sam yu
adanya! " "Sudah sekian tahun tidak bertemu, syukur
engkau masih kenal kami bersaudara, " ucap Loh
Ih-sian. Yim Ong-hong menghela napas menyesal
ucapnya dengan menunduk, "Sekalipun Caihe
tidak kenal Iagi kepada kalian bertiga, tapigaya
'genta emas pencabut nyawa' tadi tidak mungkin
kulupakan. "
"Haha, genta pencabut nyawa ... . .. Sungguh
tidak terduga permainan yang kami cipta-kan
untuk bersenda gurau telah dipandang orang
persilatan sebagai ilmu sakti, " ujar, Loh Ih-sian
dengan tertawa. Mendadak ia membentak' dengan
wajah kereng, "Jika kauingat juga kepada kami
bersaudara, apakah sudah kaulupakan sumpah
yang pemah kalian ucapkan di depan kami" "
Yim Ong-hong menjawab dengan takut,
"Bilamana kutahu Lamkiong-cengeu tak-lain-takbukan
adalah Leng-bin-jing-ih-khek (si ba-ju biru
berwajah dingin) dari Hong-tun-sam-yu dahulu,
betapa besar nyaliku juga tidak berani melanggar
Lamkiong-san-ceng satu langkah pun
"Dan bagaimana setelah kau tahu sekarang?"
jengek Loh Ih-sian.
Di luar sana masih gaduh, segera Yim ong hong
beretriak, "Cin-loji, lekas membawa para saudara
kita mengundurkan diri keluar perkamoungan,
Hong-tun-sam-yu berada disini!"
Belum lenyap suaranya Cin Luan-ih telah
melompat ke depan pintu, serunya kaget, "Ah,
kiranya betul ketiga Taihiap berada disini, tak
terduga kungfu yang kami latih selama berpuluh
tahun ini tetap tidak mampu menahan sekali
terkam dari udara oleh Loh tai-hiap."
DI bawah hujan lebat sana mendadak ada orang
berteriak, "Huh, Hong-tun sam-yu apa segala"
Jauh-jauh kita sudah datang kemari, masa selalu
satu patah kata ini saja kita lantas mundur dengan
tangan hampa."
Pada saat yang sama serentak belasan bayangan
orang lantas menerjang maju.
Mendadak Cin Luan-ih membalik tubuh dan
membentak, "Siapa itu yang bicara?"
Segera seorang leleki pendek kecil dengan sinar
mata tajam tampil ke muka, seorang di sebelah kiri
juga menjengek, "Hm, menyuruh kawan sendiri
pergi, sedikitnya kau perlu di beri sedikit sangu"
Betul tidak, kawan-kawan?"
Belasan orang sama mengiakan.
"Ah, kiranya kedua Pek cecu," ucap Yim ong
hong dengan tertawa sambil mendekati kedua
orang itu. "Katakan saja terus terang,
sesungguhnya apa yang kalian minta?"
Orang yang di sebelah kiri menjawab, "Dari jauh
kami datang kemari, adalah layak bilamana kami
minta bagian, sebagai orang tua tentu juga harus
memikirkan nasib para saudara kami yang sudah
lelah ini."
"Baik, terimalah ini?" seru Yim ong hong sambil
tertawa, berbareng kedua tangannya menyodok ke
depan. Terdengarlah suara "blang-blang" dua kali,
kontan kedua Pek bersaudara menjerit dan
tumpah darah serta terguling ke bawah undakan
sana. "Nah, siapa lagi yang minta bagian rezeki?"
jengek Yim ong hong kemudian.
Seketika kawanan bandit sana bungkam, hanya
suara hujan saja yang terdengar, belasan orang itu
sama berdiri diam, bemafas saja tidak berani
terlampau keras.
"Enyah!" bentak Yim ong hong.
Buru-buru belasan orang itu ngacir keluar.
Hong-ih-siang-pian lantas memberi hormat dan
mohon diri. "Sudah lama kita berkenalan, kalian ternyata
belum lagi melupakan kami, meski sekarang kami
sedang menghadapi urusan gawat, tapi bilamana
kalian perlu bantuan sedikit banyak masih dapat
kuberikan," kata Lamkiong siang ju.
"Ah, cengeu tidak menghukum kami saja sudah
membuat kami berterimakasih, mana kami berani
mengharapkan urusan lain," jawab Yim ong hong.
"Jika demikian, karena kami masih ada urusan,
biarlah kita sudahi sampai di sini," kata siang-ju
sambil memberi tanda mengantar tamu.
Yim ong hong dan Cin luan-ih memberi hormat.
Selagi mereka hendak melangkah pergi, mendadak
Loh-ih-sian berkata, "nanti dulu, Ingin kutanya
sedikit, ketika kalian datang tadi, tentu kalian
telah bertemu dengan anak murid Tiam-jong di
depan sana?"
"ya, Anak murid Tiam-jong sudah terluka lebih
separuh, kecuali Tiam jong yan dan Thian-go
berdua, yang masih sanggup bertempur tidak
seberapa orang lagi."
Habis menutur, kedua orang itu lantas mohon
diri dan angkat kaki.
Setelah berada di tengah ruangan, Loh-ih-sian
berkata, "Jika kepungan kawanan penyatron
sudah menipis, kenapa kesempatan ini tidak
digunakan Toako untuk mengangkat peti-peti ini
keluar?" Lamkiong siang-ju tersenyum pedih,"Para
utusan Cu-sin-to sudah datang satu kali, tapi
mereka tidak menjelaskan tempat penyerahan
harta benda ini, umpama peti ini kita angkut
keluar, lalu harus diantar kemana?"
Loh-ih-sian tercengang, mendadak ia
menengadah dan bergelak tertawa, "Haha, dimana
dan kapanpun, betapa banyak penyatron di sana,
memangnya dengan gabungan kita takut takkan
mampu menerobosnya?"
Sembari bicara, serentak ia guncangkan genta
emas yang dipegangnya, suara genta yang nyaring
berkumandang jauh di tengah hujan lebat.
Melihat Lamkiong Peng memandangi gentanya
dengan terkesima, Loh-ih-sian bertanya, "Nak,
apakah dapat kau dengar di mana letak
keajaibannya bunyi genta ini?"
Lamkiong peng menggeleng dengan tersenyum.
"Genta emas ini sebenarnya adalah benda
pusaka keluarga lamkiong kita," tukas Lamkiong
hujin, "genta ini seluruhnya ada tiga pasang, satu
hal aneh mengenai genta emas ini adalah bila salah
satu pasang diantaranya berguncang, kedua
pasang yang lain juga akan ikut berbunyi. Gejala
ini serupa paduan suara alat musik saja."
Segera ia mengeluarkan sepasang genta emas
dan diberikan kepada Lamkiong Peng, sesudah
genta itu dipegang, mendadak Loh-ih-sian
mengguncangkan gentanya, seketika genta di
tangan Lamkiong peng juga ikut berbunyi.
Tentu saja Lanikiong Peng terheran heran dunia
ini memang penuh keajaiban, banyak urusan yang
sukar dijelaskan dengan akal.
' "Ketika kami bertiga masih malang melintang di
dunia kangouw dahulu, hanya kung fu ibumu yang
paling lemah. " tutur Lamkiong Siang-ju. "Kami
kuatir suatu tempo ibumu akan menghadapi
bahaya, maka kubagikan genta emas ini kepada
mereka masing-masing satu pasang, bila ibumu
mengalami bahaya, sekali genta berbunyi, segera
kedua pasang genta yang kami pegang ini juga
akan me-ngeluarkan suara dan segera pula kami
dapat menyusul ke tempatnya untuk memberi
bantuan . . . . "
Makanya ayahmu telah memberikan nama yang
aneh dan juga enak didengar kepada genta yang
serupa ini, yaitu Hou hou-leng. " sambung Loh Ihsian
dengan tertawa.
"Ah, kisah berpuluh tahun yang lalu buat apa
mengungkapnya Iagi. " ujar Lamkiong- hujin
"Anak Peng, apabila kaumau, biarlah sepasang
gentaku ini boleh kuberikan padamu, selanjutnya
bila berkelana di dunia kangouw
Mendadak teringat olehnya putra ke-sayangan
sebentar Iagi akan menuju ke tempat jauh yang
tidak diketahui di mana letaknya, seketika
wajahnya yang berseri berubah muram durja.
Lamkiong Siang-ju menghela napas pelahan,
"Ya, nak, bolehlah kau simpan saja sepasang genta
ini, ayah-ibu tidak dapat memberi benda berharga
lain, hendaknya kedua pasang genta ini dapat
kausimpan dengan baik, kelak .... "
Bicara urusan kelak, tanpa terasa ia menjadi
sedih dan tidak sanggup meneruskan.
Di luar hujan masih lebat, suasana gelap gulita.
Memegangi keempat buah genta emas, Lamkiorig
Peng juga menunduk diam.
Tiba-tiba Loh Ih-sian berkata dan tertawa
lantang, "Haha, jika ayah-bundamu sudah
menghadiahkau gentanya kepadamu, bila kusimpan
gentaku sendiri, bisa jadi akan kaupandang
pamanmu ini memang orang kikir. Nak,
ambil saja, biar kuberikan sekalian gentaku ini dm
simpanlah baik-baik, kelak bila ketemukan gadis
setimapal, boiehlah kaubagi dia sepasang genta ini.
" Dengan hormat Lamkiong Peng menerima
pemberian itu. "Apa pun juga, hari ini kita dapat ber-kumpul
kembali, hal ini harus kita rayakan, " kata
Lamkiong hujin. "Biarlah kuolah dua-tiga macam
hidangan untuk teman minum arak kalian. Dengan
hadirnya Loh-loji dan anak Peng di sini, paling
tidak perasaanku akan lebih longgar. "
"Ah, masa mesti bikin repot Samoay sendiri, "
ujar Loh Ih-sian.
"Apa boleh buat, kan semua kaum hamba di sini
sudah dilepas, " kata Lamkiong-hujin.
Lalu Lamkiong Siang-ju membuka hiat-to para
lelaki yang terluka karena membela perkampungannya
tadi disertai permintaan maaf,
kemudian mereka disilakan istirahat di be-lakang.
Selesai mengatur, makanan sederhana pun
sudah dihidangkan.
Tapi belum lagi tiga cawan arak habis terminum,
mendadak Loh Ih-sian berdiri dan membentak, "
Siapa itu di luar" "


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di tengah kegelapan malam di luar masih hujan
lebat, terdengar suara gemersak ramai di undakundakan.
Sekali Lamkiong Sian-ju tolak dari jauh,
terpentanglah daun pintu, tapi di luar tidak
kelihatan sesuatu.
Air muka Lamkiong Siang-ju dan Loh Ih-lian
sama berubah, tiba-tiba angin meniup membawa
semacam bau amis yang aneh.
Kebetulan Lamkiong-hujin datang mem-bawakan
sepiring Ang-sio-bak, sekilas pandang terlihat
dalam kegelapan di luar ada dua titik cahaya,
tanpa terasa ia menjerit, "Hah, ular! "
"Prang! " piring yang dipegangnya jatuh dan
pecah berantakan.
Terlihat. kedua titik cahaya hijau itu bergoyanggoyang
dan semakin dekat. Selagi Lamkiong Peng
hendak bertindak, mendadak Loh Ih-sian
mencegahnya sambil mendesis, "Nanti dulu ! "
Sekali ia monyembur, seutas benang perak
terpancar ke arah kedua titik cahaya hijau.
Di tengah desir angin yang berbau amis ter-cium
pula bau arak, kiranya Loh Ih-sian telah
menggunakan tenaga dalam untuk menekan arak
yang diminumnya sehingga terpancur keluar,
serupa panah arak, sungguh hebat sekali
semprotan panah arak itu, seketika kedua titik
cahaya hijau itu padam.
Dengan kening bekernyit Lamkiong Siang-ju
berucap, "Sejak Ban-siu-san-ceng (perkam- pungan
seribu binatang) terbakar, di dunia persilatan
sudah langka ahli yang mahir me-ngendalikan ular
dan binatang liar, kedatangan ular ini sungguh
rada aneh. "
Belum habis terpikir, tiba-tiba bergema suara
musik di kejauhan, segera kedua titik cahaya hijau
muncul lagi, bergoyang-goyang mengikuti irama
musik dan meninggi ke atas. Berubah air muka
Lamkiong Siang-ju, di-raihnya poci arak di atas
meja dan disiramkan ke sana, seutas air mancur
lantas tersebar sampai di depan pintu, segera. ia
jemput pula lentera tembaga dan berjongkok untuk
me-nyulut, "buss ", api lantas menyala dan berkobar
mengikuti jalur arak.
Di bawah cahaya api tampaknya di atas undakundakan
luar sana seckor ular hijau se-besar
lengan lagi menegak leher dengan lidah-nya yang
terjulur sembari menyurut mundur.
Loh Ih-sian berteriak kaget dan menyingkir ke
pojok. "Hah, Loh-loji juga takut alar" " ujar Lam-kionghujin
dengan tersenyum-
Baru sekarang Lamkiong Peng tahu sebab-nya
kakek botak ini ketakutan terhadapan ka-wanan
setan dari Kwan-gwa dulu, rupanya bu-kan
orangnya yang ditakuti melainkan ular pia-raan
mereka. Dengan cepat api yang menyala dari alkohol itu
telah paham, suara musik tadi tambah melengking.
Cepat Lamkiong-hujin juga turun tangan, dua
titik cahaya perak menyambar ke depan, cahaya
hijau seketika padam, ular pun ter-guling ke
bawah undak-undakan. Mendadak suara musik
berubah keras, menyusul lantas terdengar suara
harimau meraung, seekor ma-can kumbang
melompat ke atas,
''Binatang! " bentak Lamkiong Peng sambil
memapak ke depan.
Harimau itu sedang menubruk dari atas, sekali
berkelit Lamkiong Peng mengelak ke samping,
menyusul sebelah tangannya lantas menghantam
kepala binatang itu. "Prak ", tanpa ampun kepala
macan hancur, darah munerat, kepala binatang
buas itu luluh dan binasa.
Sekalian kaki Lamkiong Peng mendepak,
bangkai karimau diu-ndangnya ke bawah undak
undakan sana. "Sungguh hebat, itulah murid Sin-long maha
sakti! " puji Loh Ih-sian sambil berkeplok tertawa.
Mendadak suara musik berganti nada lagi, suara
musik ringan hilang, sebagai gantinya adalah
suara alat musik berat, yaitu tambur dan
gembreng ditabuh bertalu-talu. Di tengah hujan
angin empat sosok bayangan tinggi besar tampak
muncul dari kegelapan dan serentak melompat ke
atas undak-undakan. Ternynta ke-empatnya
adalah kingkong yang bertenaga raksasa.
Di bawah cahaya remang bulu keempat ekor
kingkong yang berwama kuning emas itu
membentangkan kedua lengan dengan mulut
ternganga serta mengeluarkan suara garang di
selingi suara gemuruh menepuk dada, buas dan
mengerikan. "Lekas kembali, anak Peng, " seru Lamkiong
Siang-ju. Namun Lamkiong Peng tetap berdiri menghadapi
keempat ekor kingkong itu.
Tiba-tiba bergema suara orang di dalam
kegelapan hutau, "Lamkiong Siang ju, untuk apa
kaubertahan di situ, jika tidak lekas ang-kat kaki,
sebentar lagi bila binatang sakti membanjir tiba,
kematian kalian pun takkan terkubur. "
Suaranya kecil melengking, berkumandang jelas
di tengah suara genderang yang ramai,''Omong
kosong! " bentak Lamkiong Peng, berbareng kedua
tangannya lantas memukul langsung kepada
kedua ekor kingkong yang tengah.
Sambil meraung aneh, kedua ekor kingkong itu
terguling ke bawah undak-undakan. tapi segera
mereka melompat bangun dan menerjang maju lagi
sambil menyeringai sehingga kelihatan barisan
giginya yang menakutkan.
Dalam pada itu kedua ekor kingkong yang lain
segera menubruk maju dari kanan-kiri. Namun
secara gesit Lamkiong Peng melompat ke samping.
Kedua ekor kingkong yang terguling tadi sudah
menerjang tiba dan mengerubuti Lamkiong Peng.
Mangkin gencar suara tambur di-tabuh, makin
kalap keempat ekor kingkong itu menerjang
musuh. Melihat putranya kewalahan dikerubut keempat
ekor kingkong itu, Lamkiong Siang-ju tidak tinggal
diam, dari samping ia pun meng- hantam. kontan
salah seekor " kingkong itu ter-pukul jatuh. Tapi
dengan cepat merangkak bangun dan menerjang
maju lagi. Mendadak Loh Ih-sian mendekap bibir dan
bersuit sekerasnya, begilu keras suara suitan-nya
sehingga irama tambur menjadi kacau, se-ketika
cara bertempur kecmpat ekor kingkong itu pun
tidak teratur lagi.
Kesempatan itu digunakan Lamkiong Siang-ju
untuk menghartam lagi, ' "blang ". dada salah
seekor kingkong iiu tertonjok. Sungguh dahsyat
pukulan ini, kontan kingkong tumpah darah dan
terguling ke bawah undak undakan.
Loh Ih-sian masih terus bersuit. Mendadak
iapun menghantam dua tangan sekaligus, salah
seekor kingkong itu mendoyong ke belakang, tapi
segera kaki Loh Ih-sian mengait dan "bluk "
kingkong ttu jatuh terjengkang.
Tanpa ayal Loh Ih-sian memegang kedua kaki
kingkong sambil menggertak, sekali angkat tubuh
kingkong sebesar manusia itu terus di-putar duatiga
kali, lalu dliemparkan hingga jatuh jauh di
hutan sana. Semangat Lamkiong Peng tambah terbang-kit,
kembali ia menghantam dan menendang sehingga
seekor kingkong mencelat.
Sekarang suara tambur itu bergema lagi, namun
sisa seekor kingkong itu rupanya tahu gelagat dan
tidak berani bertempur lagi, segera ngacir pergi.
Loh Ih-sian bergelak tertawa puas dan memuji, '
"Sungguh kungfu hebaf, murid Sin-liong memang
lain daripada yang lain. "
Dalam pada itu Lamkiong Siang-ju sedang
berseru lantang ke sana, "Dengarkan para ka-wan,
harta benda di Lamkiong-san ceng saat ini berada
di sini, apabila kalian mengincarnya, silakan
mengambilnya menurut kemampuan kalian,
kenapa mesti main sembunyi dalam kegelapan
hutan dan menyuruh kawanan binatang yang tak
berarti ini untuk membikin malu kalian sendiri" "
Suara tambur mulai mereda, sebagai gan-tinya
suara musik halus tadi kembali bergema, lembut
dan ulem. Waktu angin meniup lagi, bau amis tadi sudah
hilang, sebalikuya malah mengandung bau harum
sayup sayup aneh membuat perasaan tergelitik
dan membangkitkan nafsu.
Mendadak di tengah hutan yang gelap me nyala
empat cahaya lampu yang menyilaukan mata,
pekarangan di depan uudak-urdakan batu, seluas
dua-tiga tombak itu tiba-tiba muncul enam orang
gadis berbaju sutera putih tipis dan berkerudung
topi bunga serta mulai me-nari mengikuti irama
musik. Hujan masih turun, hanya sekejap saja baju
tipis kcenam gadis jelita itu sudah basah kuyup
sehingga hampu tembus pandang garis tubuh
mereka yang menggiurkan.
Makin lama makin asyik bunyi musiknya dan
makin panas tariannya, kening Lamkiong Peng
bekernyit, ia melengos ke arah lain.
Alis Lamkiong Siang-ju juga menegak, kata-nya,
"Jite, apakah kauingat cara mempengaruhi lawan
dengan kemaksiatan dan menggertak dengan
kekerasan seperti ini biasanya digunakaa tokoh
kangouw dari mana" "
"Apakah maksud Toako hendak mengatakan
kebiasaan majikan perempuan dari Ban-siu sanceng,
yaitu Tek-ih-huicu (si nyonya senang)?"
jawab Loh Ih-sian.
"Sesudah kebakaran yang menimpa Ban-siusan-
ceng, sudah lama Tek-ih-huicu meng-hilang
dan tiada kabar beritanya, " kata Lam-kiong Siangju.
"Bahwa sekarang dia muncul kembali, nyata
caranya sudah tidak selihai dulu lagi, namun
gayanya masih tidak berubah. "
"Ya, memang sudah berpuluh tahun tidak ada
kabar tentang Tek-ih-huicu, apakah mung-kin iblis
perempuan yang menyendiri ini dahulu juga
pemah mendidik murid" "
Tengah bicara, suara musik tadi tambah gencar,
gaya menari kcenam gadis berbaju sutera itu pun
semakin menghanyutkan, di antara gerak-geriknya
seperti sengaja dan seperti tidak sengaja selalu
menonjolkan bagian tubuh yang seharusnya
dirahasiakan, lirikan matanya juga memikat.
Cahaya lampu juga tambah remang, dari
kegelapan hutan sana lantas muncul empat gadis
lagi dengan menggotong sobuah joli ke-cil beratap.
Waktujoli berhenti dan tabir tersingkap, kedua
gadis jelita di depan lantas membentang dua buah
payung, maka turunlah dari joli se-orang nona
berbaju wama lembayung dengan potongan tubuh
yang ramping, cantik sekali nona ini tampaknya
tapi mukanya justru di-alingi sebuah kipas bambu.
"Joli kecil dan baju ungu, semua ini adalah ciri
pengenal Tek-ih-huicu dahulu. jangan-jangan
memang betul Tek-ih-huicu telah mun-cul lagi di
dunia kangouw" " gumam Lamkiong Siang-ju.
Loh Ih-sian tidak menanggapi, dia kelihatanprihatin,
mendadak ia membentak, "Siapa itu" "
Waktu ia berpaling, di bawah cahaya lampu yang
remang, di atas tumpukan peti ternyata sudah
bertambah beberapa sosok bayangan orang.
Pada saat itu juga gadis berbaju ungu juga mulai
melangkah ke atas undak-undakan mengikuti
irama musik, gayanya jauh lebih monggiurkan
daripada gadis yang lain.
Serentak belasan gadis jelita tadi mengikut di
belakangnya, sambil menaiki undakan batu para
gadis itu melepaskan baunya yang tipis sepotong
demi sepotong sehingga akhirnya telanjang bulat
tanpa sehelai benang pun.
Sementara itu di tengah ruangan pendopo
bayangan orang banyak serentak berputar
mengitari tumpukan peti, seorang yang mengepalainya
tampak berperawakan kekar, alis tebal
mata cekung, seorang lagi bertubuh jang- kung
dan berwajah kurus. Kiranya mereka ini adalah
tokoh Tiam-jong-pai, yaitu Kongsua Yan dan
Thian-go Tojin.
"Hm, kukira Tiam-joNg-pai adalah golongan
temama dan aliran lurus rupanya juga biasa
berbuat secara sembunyi-sembunyi, tengah malam
buta menyusup ke rumah orang, barangkali
memang beginilah ajaran Tiam-jong-pai" " segera
Loh Ih-sian mengejek.
Thian-go Tojin meniadi gusar. Sedangkan


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kongsun Yan tidak menghiraukan ejekan itu,
ucapnya ketus, "Kami hanya minta birara de-ngan
Lamkiong-cengeu. "
"Melihat perbuatan para Totiaug, rasanya tidak
ada yang perlu kubicarakan lagi, " ujar Lamkiong
Siang-ju dengan dingin.
"Creng ", segera Thian-go Tojin melolos pedang.
Kongsun Yan tetap tenang saja, katanya,
"Apabila Cengeu mau mendengar nasihatku
sebaiknya harta bendamu ini kautitipkan dalam
penga-wasan kami selama tiga tahun, se-sudah
tiga tahun akan kami kembalikan dalam keadaan
utuh tanpa kurang sesuatu . . . . "
"Hehe, anjing kelaparan ingin pinjam bak- pau,
sungguh menggelikan, " ejek Loh Ih-sian.
Kongsun Yan berlagak tidak mendengar, katanya
pula, "Atas kehormatan Tiam-jong-pay kuberani
memberi jaminan takkan mengganggu sedikit pun
harta bendamu ini. "
"Hehe, kehormatan Tiam-jong-pai" Memangnya
berapa harganya sekati" "' jengek pula Loh Ih-sian.
Thian-go membentak murta, segera pedang
bergerak dan hendak menyerang.
Namun Kongsun Yan keburu mencegahnya,
katanya, "Nanti dulu Samte, dengarkan dulu
jawaban Lamkiong-cengeu.' "
"Kukira Toako juga tidak ada jawaban, kami
justru ingin tahu apa yang dapat diper-buat orang
Tiam-jong-pai Kalian" " jengek Loh Ih-sian.
Belum lenyap suaranya segera pedang Thian-go
Tojin menusuk, cepat Loh Ih-sian berkelit dari
keduanya lantas saling labrak.
Di luarr sana suara musik masih berkumandang,
belasan gadis jelita itu sudah ber-ada
di ujung undak-undakan, semuanya telanjang
bulat dengan tubuh yang mulus menggiurkan.
Gadis jelita berbaju ungu menggoyang goyang
kipasnya setengah menutupi wajahnya, meski dia
tidak memanggalkan bajunya. Tapi terkadang
mengeluarkan suara tertawa genit yang memikat.
"Turun" " bentak Lamkiong Peng.
Namun kawanan gadis itu tetap menari seperti
tidak mendengar, Kerlingan mereka terpusat ke
arah Lamkiong Peng scakan-akan ingin menelan
bulat-bulat anak muda itu.
Melihat goyang pinggul dan gerakan memikat
yang terpampang di depan mata itu, tentu saja
Lamkioug Pong serba susah, mana dia sampai hati
turun tangan terhadap gadis telanjaug begilu.
Dalam pada itu Thian-go Tojin dan Loh Ih-sian
sedang bertempur dengan sengit. Pedang Thian-go
berputar cepat dengan tipu serangan yang ganas,
ilmu pedang Tiam-jong-pai memang cepat dan
lincah, namun Loh Ih-sian iuga tidak kurang
lihainya Dia bergerak ter-lebih cepat daripada
sambaran pedang lawan. Sedikit pun senjata lawan
tidak mampu meyentuh ujung bajunya, malahan
dia seperti sengaja hendak mempermainkan orang
dan tidak balas menyerang, serupa kucing
mempermainkan tikus.
Dengan gemas mendadak pedang Thian-go tojin
menusuk dari arah yang tak terduga akan tetapi
mendadak tersengar suara "trang" kiranya Loh ihsian
sempat meraih sebuah piring sebagi tameng
sehingga tertusuk berantakan oleh pedang Thian
go tojin, hidangan dalam piring berhamburan
mengotori bajunya.
Tentu saja Thian go tojin bertambah murka,
seklai depak ia bikin meja terbalik, mangkuk piring
pecah berserakan, lampu perunggu di atas meja
juga ikut terguling dan padam seketika.
Tapi pada saat itu cahaya lampu dari dalam
hutan sana telah menyorot tiba, kawanan penari
telanjang juga sudah berada di depan ruangan.
Lamkiong siang ju berkerut kening, ucapnya,
"Jite, jangan bergurau lagi, sudah waktunya turun
tangan sunguh-sungguh!"
"Baik," seru Loh-ih sian, segera jurus
serangannya berubah, sekaligus ia melancarkan
dua tiga kali pukulan sehingga Thian go tojin
terdesak ke pojok ruangan.
Siang ju berseru kepada sang istri, "hujin boleh
kaulayani yang di luar dan yang di dalam serahkan
saja kepadaku."
Dengan sendirinya lmakiong hujin sudah
melihat datangnya kawanan penari telanjang itu,
Cuma seketika ia pun bingung menghadapi adegan
luar biasa itu.
Nona berbaju ungu tadi tampaknya melangkah
maju dengan gaya gemulai, tahu-tahu ia sudah
bergeser ke depan Lamkiong Peng, seketika anal
muda itu pun mencium bau harum yang
memabukkan, pikirannya serasa melayang.
"Mundur!" cepat ia membentak sembari ayun
sebelah tangannya ke depan untuk menghantam
Koh-cing-hiat di pundak orang.
Tak tersangka nona cantik itu sama sekali tidak
menghindar, sebaliknya sambil tertawa genit ia
malah menyongsong maju, dengan dadanya yang
montok ia sambut pukulan Lamkiong Peng itu.
Cepat Lamkiong Peng menarik kembali
pukulannya, betapapun ia tdiak dapat menyerang
seorang gadis yang tidak melawan.
"Menyingkir Peng-ji!" seru lamkiong hujin.
Tapi baru saja dia bergerak, tahu-tahu empat
penari telanjang sudah mengadang di depannya.
Empat penari telgnjarg Iain lantas mengepung
Lamkiong Peng dengan goyang ping-gul dan
guncang dada secara merangsang.
Saat itu Lamkiong Peng berdiri di depan pintu,
bila dia menyingkir berarti memberi kesempatan
kepada kawanan penari telanjang itu untuk
menyerbuke dalam, tapi kalau tidak menghindar.
tentu dia akan terkurung di tengah gadis telanjang,
betapapun teguh imannya jika dibuai oleh irama
musik yang masyuk dan tarian yang merangsang,
tentu tidak tahan akhirnya.
Dalam pada itu keempat penari telanj ng itu
sudah semakin mendekat, gaya mereka yang cabul
sungguh bisa membuat setiap lelaki lupa daratan
... . Di sebelah dalam pertarungan Thian-go dan Loh
Ih-sian juga tambah seru, jsgo pedang Tiam-jongpai
yang lain sudah memegang pedang dan siap
tempur juga, Tiba-tiba Kongsun Yan melolos pedang dan
berkata, "Hari Ini bukan pertandingan biasa,
umpama main kerubut juga bukan soal lagi "
Ia memberi tanda dan segera msnyerang disusu
oleh begundalnya.
Mendadak Loh Ih-sian merasa angin tajam
menyambar dari belakang, tiga pedang serentak
menabasnya. Thian-go Tojin juga tidak tinggal diam ,
berbareng ia pun menyerang
' "Hm, biasanya Tiam jong- pai tidalah jahat,
mestinya aku tidak suka membikin susah orang.
tapi perbuatan kalian sungguh ke-terlaluan,
terpaksa aku harus bertindak. " kata Lamkiong
Siang-ju. Mendadak ja menghantam ke belakang, angin
pukulannya mendampar kecmpat penari telanjang
yang mengepung di depan Lamkiong Peng, meski
dia menyerang tanpa berpaling, namun
pukulannya cukup telak, mana kawanan gadis
telanjang itu tahan angin pukulannya, terdengar
jeritan kaget, dua di antaranya ter-getar jatuh ke
bawah undakan batu.
"Harap ayah menghadapi mereka di sini, biar
anak melayani orang Tiam-jong-pai, " seru
Lamkiong peng. Belum lanjut ucapannya, kembali Lamkiong
Siang-ju menghantam lagi satu kali, si nona
berbaju ungu tergetar mundur, cepat Lamkiong
Peng mendesak maju dan menutuk pundak lavvan.
Namun kipas si nona mendadak menabas
pergelangun tangan Lamkiong Peng, sekilas
tertampaklah wajahnya di bawah cahaya remang.
Seketika hati Lamkiong Peng tergetar, seru-nya,
"Hei, kau . . . kau . . . . "
Sungguh tak fersangka dan tak terduga nona
berbaju ungu ini adalah Suci atau kakak
seperguruannya, yaitu Koh-ih-hong alias Ong Soso.
Dengan tersenyum manis dan kerlingan genit
kembali Koh Ih-hong memotong lagi de-ngan
kipasnya menurut irama musik.
"He, Sisuci, ken .. kenapa engkau menyerangku"'
seru Lamkiong Peng. "Masa eng-kau
tidak . . . tidak kenal lagi padaku" Di mana Toako
sekarang" "
Koh Ih-hong terkekek, "Hehe, siapa kenal
padamu" Siapa Toakomu" "
Dalam pada itu kawanan penari telanjang lantas
menerjang maju pula,
Dengan tercengang Lamkiong Peng me-nyurut
mundur ke dalam ruangan.
Kening Lamkiong Sian-ju bekernyit, seru-nya,
"Gadis ini mungkin sudah terpengaruh oleh obat
bius. boleh kau menyingkir dulu.... "
Belum lenyap suaranya. mendadak cahaya
pedang berkelebat. Kongsun Yan telah menusuk
dari samping. Lamkiong Peng msmbentak, segera ia menendang
pergelangan tangan lawan yang memegang
senjata. Di sebelah. sana Lamkiong hujin tampak-nya
juiga serba susah menghadapi keampat penari
telanjang tadi, meski ia sendiri iuga orang
perempuan, tidak urung mukanya menjadi me-rah
melihat gerak cabul mereka.
"Awas obat bius mereka, Hujin, " seru Lamkiong
Siang-ju mendadak.
Terkesiap Lamkiong-hujin. benar juga, baru saja
ia menahan napas, serentak keempat penari
telacjaug itu menaburkan kabut tipis.
Dengan gusar Lamkiong-hujin mengebaskan
lengan bajunya sehingga bubuk putih buyar,
sekaligus ia kebut hiat-to tangan lawan.
Di sebelah sana Loh ih sian satu lawan empat
dan sedang melancarkan pukulan dasyat, "blang
blang ", mendadak ia menyikut ke belakang
sehingga dua orang lawan menjerit kaget dan
pedang terlepas, kedua tojin itu pun tumpah
darah. Dalam pada itu Lamkiong Peng telah menandingi
Kongsun Yan dan dua pemudi berdandan ringkas.
Ia terkejut, kuatir dan sangsi pula, ia kuatir
mengenai keadaan sang Toako, yaitu Liong hui,
juga sangsi mengapa Koh ih hong bisa berubah
menjadi begitu.
"Jangan melukai dia ayah!" seru Lamkiong Peng
mendadak. Kiranya pada saat itu Koh Ih-hong kena ditutuk
oleh lamkiong sian ju dan sempoyongan terjatuh ke
bawah undakan batu.
Pada saat itulah itulah tiba-tiba dari kegelpan
hutan sana muncul sesosok bayangan
sambil membentak terus menerjang tiba, sekali
raih dapatlah dia merangkul tubuh Koh Ih hong
yang hampir roboh itu.
Pendatang ini bertubuh tinggi besar dan berbaju
mentereng muka penuh berewok pendek kaku
serupa dari landak. Nyata dia inilah Liong hui.
"He, toako..........." seru lamkiong Peng setelah
mengenali orang.
"Apakah orang ini Liong Hui" " tanya Lamkiong
Siang ju dengan melenggak.
' "Betul, "jawab Lamkiong Peng, segera ia
bereseru pula, "Toako, siaute Lamkiong Peng
berada di sini!"
Siapa tahu air muka Lioug Hui tidak mem
perlihatkan sesuatu perasaan serupa orang ling
lung saja, sambil merangkul Koh Ih-hong segera ia
pentang kelima jarinya mencakar muka Lamkiong
Sian ju. Baru saja Lmakiong siang ju mendak ke bawah,
segera Liong hui menendang lagi.
Meski ganas serangannya, tapi sebenarnya
banyak lubang kelemahannya. Namun Lamkiong
siang ju tidak ingin melukainya, ia melompat
mundur untuk menghindari tendangan lawan.
Tak terduga mendadak Laiong hui menaruh Koh
ih hong, lalu membentak, "Biarlah aku mengadu
jiwa dengan kawanan bangsat kalian ini?"
Sekali tendang ia bikin seorang penari telanjang
hingga terjungkal, menyusul sebelah tangannya
menghantam lamkiong siang ju dengan dasyat.
"he, Toako, ken.........kenapa kau"............." jerit
Lamkiong Peng keget, tiba-tiba pundak terasa


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dingin, kiranya telah terserempet oleh pedang
Kongsun Yan sehingga tergores luka.
"Layani saja lawanmu dengan tekun, biar
kuselesaikan urusan Suhengmu ini, " kata Lam
kiong Siang-ju.
Tanpa menghiraukan luka sendiri, Lam kiong
Peng berseru kuatir, "Ayah, apakah Toaka
terpengaruh juga oleh obat" "
"tampakuya memang begitu, " kata Lamkiong
Siang-ju. "Sungguh rendah Tiam-jong-pai, pakai obat bius
segala"! " teriak Lemkiong Peng dengan murka,
mendadak ia jepit batang pedang Kong-sun Yan
yang menyambar tiba, sekali tekuk pedang lawan
lantas patah, sebelah kaki menendang seorang jago
pedang Tiam-jong-pai. Menyusul pedang patah
membalik dan diguna-kan untuk menusuk lawan.
Jago pedang menjerit dan jatuh terguling dengan
tangan memegang dada ia bergulingan di lantai
yang penuh pecahan mangkuk piring" sehingga
sekujur badan berlumuran darah, akibatnya tak
sadarkan diri. "Keji amat! " geram Kongsun Yan.
Selagi dia hendak menyerang pula dengan
pedang patah, tak tersangka Lamkiong-hujin telah
berhasil mengebas hiat-to keempat penari
telanjang dan saat. itu sedang melompat tiba,
sekali tepuk pelahan Ciang-tai-hiat di pung-gung
Kongsun Yan tertutuk.
Pada saat itu juga pedang patah yang di-rampas
Lamkiong Peng juga ditusukkan ke ba-hu Kongsun
Yan, terdengar jeritan, darah pun mengucur.
"Jisuheng . . . . "seru Thian-go kuatir.
Dengan tumpah darah Kongsun Yan berseru,
"Samte, le . . . lekas pergi! "
Habis berkata ia pun jatuh terguling.
Tiba-tiba dalam kegelapansana berkumandang
suara kuda lari, cepat seorang berteriak dari
kejauhan. "Lamkiong-cengeu, Lam-kiong-heng,
saudaramu Suma Tiong-thian datang terlambat! "
Hanya sekejap saja seckor kuda sudah
mendekat, Thi cian ang-ki Suma Tiong-thian, si
jago tua bertombak besi dan panji merah, memutar
tombaknya di bawah hujan, langsung ia larikan
kudanya ke atas undak- undakan sambil berteriak
pula "Jangan kuatir, Lam kiong heng, inilah Suma
Tiong-thian! "
Begitu tombak bergerak, secepat kilat ia tusuk
Liong Hui. Sekilas pandang Lamkiong Peng melihat kuda
jago tua itu akan menginjak tubuh Koh Ih-hong
yang menggeletak di undakan batu itu. ia berteriak
kuatir dan melompat maju sambil mendorong
dengan kuat sehingga Iari kuda tertolak ke
samping. Tentu saja kuda itu meringkik kaget dan
tusukan tombak Suma Tiong-thian juga meleset.
Liong Hui membentak gusar, sekali raih ujung
tombak kena dipegangnya.
Baru sekarang Suma Tiong-thian dapat melihat
jelas siapa orang yang diserangnya tadi, serunya,
"Hei, Liong. . . Liong-taihiap . . . . "
Pada saat itu tiba-tiba dari hutanSana
berkumandang suara orang tertawa seram, keempat
jalur cahaya api serentak padam, suara musik
juga lantas lenyap.
Angin dan hujan kembali menderu lebat, bumi
raya gelap gulita dan hampir tidak ke-lihatan jari
sendiri. Pada saat itulah terdengar Lamkiong-hujin
menjerit kaget dan bentakan Liong Hui, men dadak
Liong Hui menarik sekuatnya sehingga Suma
Tiong-thian terseret jatuh ke bawah kuda,
berbareng itu Liong Hui juga berguling dan
mengangkat Koh Ih-hong terus dibawa lari ke
tengah kegelapan sana.
Lamkiong Peng tercengang. sedang Thian-go
Tojin melancarkan dua-tiga kali tusukan untuk
mendesak mundur Loh Ih-sian, lalu ia mendobrak
daun jendela dan melompat pergi.
Kuatir di luar musuh akan menyergapnya Loh
Ih-sian tidak mengejar.
Suma Tiong-thian ternyata sangat tangkas meski
sudah berusia lanjut, sekali lompat ia berusaha
menahan kudanya yang menjadi liar dan
membedal ke dalam ruangan, terdengar suara
gemuruh, tumpukan peti diterjang roboh. Isi peti
berserakan, semuanya berupa batu permata yang
kemilauan dalam kegelapan.
Selagi Suma Tiong-thiau hendak mengatasi
kudanya, sekonyong-konyong sinar tajam
menyambar dari luar, seorang jago pedang Tiam
jong-pai menyambitkan pedangnya, cepat
jago tua itu mengelak, pedang menyambar
lewat dan menancap di perut kuda.
Keruan kuda itu kesakitan dan tambah liar terus
membedal keluar seperti kesetanan.
Jago pedang Tiam-jong-pai tadi tertendang jatuh
dan belum sempat merangkak bangun, kontan dia
terinjak mampus oleh lari kuda yang kesetanan
itu. Habis menginjak orang, kuda itu pun keserimpat
dan jatuh terjungkal ke bawah undak -
ondakan sambil meringkik, lalu tidak bergerak lagi.
Suma Tiong-thian terkesima kehilangan kuda
kesayangan. Lamkiong Peng berteriak, "Toako . . . " Akan
tetapi Lamkiong Siang-ju lantas membujuknya,
"Tenang, anak Peng, tampak-nya kedua orang itu
kehilangan kesadarannya dan saat ini entah sudah
lari ke mana, bukan mustahil . . . . "
Meski tldak lanjut ucapannya, namun da-pat
diduga dia pasti akan mengatakan keselamatan
Liong Hui dan Koh Ih-hong sukar diramalkan.
Lamkiong Peng tertegun sejenak, mendadak ia
menjadi beringas, diseretnya bangun Kong-sun
Yan, bentaknya, "Coba katakan, dengan obat bius
apa Tiam-jong-pai kalian mengerjai Toako kami
sehingga dia lupa daratan"'
Selain sang guru, orang yang paling di-kasih dan
dihormatinya ialah Liong Hui, dengan sendirinya
hatinya sekarang sangat sedih dan gusar.
Ujung mulut Kong-sun Yan berlumuran darah,
setengah potorng pedang masih me-nancap di
bahunya, keadaannya payah, ucap-nya lemah,
"Orang Tiam-jong-pai tidak per-nah menggunakan
obat bius. "
'Omong kosong, jika bukan perbuatan Tiamjong-
pai kalian, habis siapa" " teriak Lamkiong
Peng, Kongsun Yan memejamkau mata dan tidak
menanggapi. "Sabar anak Peng, " ucap Lamkiong Siang-ju,
"Kuyakin Tiam-jong-pai memang bukan orang yang
suka menggunakan obat bius, apa yang
diperbuatnya ini tentu karena terpaksa, juga pakai
perempuan cantik untuk memikat musuh, cara ini
pun pasti tidak sudi dilakukan Tiam-jong-pai,
seharusnya kaukatakan terus terang apa yang
terjadi. Kalau tidak, peristiwa hari ini telah
disaksikan orang banyak. betapa pun kalian
menyangkal juga sukar membuat orang percaya. "
Tiam-jong-yan Kongsun Yan tersenyum sedih,
ucapnya, 'Di mana Samsuteku Thian-go" "
Loh Ih-sian menjawab, 'Meski Tiam-jong-pai
kalian memusuhi kami, tapi kami tidak bertindak
kejam, Thio-go sudah. kami lepaskan.
Kongsun Yan terdiam sejenak, akhirnya ia
menghela napas dan bertutur, "Bilamana kalian
ingin ke luar dari perkampungan ini dengan
selamat, kukira teramat sulit. "
"Apa maksudmu"' tanya Lamkiong Siang-ju.
"Kalau kalian ingin hidup, hendaknya kauserahkan
harta bendamu ini kepada mereka, kalau
tidak . . . . "
"Memangnya kaum iblis Kun-mo-to sudah tiba" "
tanya Lamkiong Siang-ju.
"Betul, " Kongsun Yan mengangguk, " "agak-nya
Kun-mo-to terlalu meremehkan Lamkiong-sanceng
kalian, mereka tidak mengirim ja-go kelas tinggi
melainkan cuma seorang pelayan rendahan saja
dengan kawanan gadis dan binatang buas itu,
katanya hendak membantu Tiam jong pai kami
menduduki perkampungan ini siapa tahu
Lamkiong-cengeu suami-istri yang selama ini
dikenal sebagai orang awam ternyata menguasai
kungfu setinggi ini. Sekarang pihak mereka untuk
sementara menghentikan serang-an, tentu sedang
menyiapkan langkah selanjut-nya yang lebih lihai.
" Bicara sampai di sini napasnya tampak tersengal
dan seperti tidak tahan lagi.
Lamkiong Siang-ju tampak sedih, ucapnya,
"Terima kasih atas keterusterangan Totiang,
bilamana tidak menolak, padaku tersedia obat
luka." "Tiada gunanya. " ucap Kongsun Yan dengan
tersenyum pedih, ''Urat nadiku sudah ter,-getar
putus oleh pukulan nyonya, ditambah lagi tusukan
pedang Lamkiong-kongeu tadi .... Namun semua
itu tidaklah menjadikan aku den-dam kepada
kalian, aku hanya memohon bi lamana mungkin,
kelak semoga kalian dapat membantu Suteku
membangun kembali Tiam-jong-pai kami ....' "
Sampai di sini, suaranya hampir tak terdengar
lagi, napas pun semakin lemah.
Tiba-tiba hati Lamkiong Peng tergerak, serunya,
"Jika benar kawanan iblis dari Kun mo-to tadi
harus menyusun kekuatan untuk menyerang lagi,
saat ini kepungan tentu agak longgar, kesempatan
ini dapat kita gunakan untuk menerjang keluar
daripada menunggu ajal di sini. "
"BetuI, " tnkas Loh Ih-sian, "Setelah menerjang
keluar dapat kita berusaha mengadakan kontak
dengan utusan dari Cu-sin-tian . ... "
"Usul yang baik, " kata Suma Tiong thian. ''Saat
ini di !uar ada belasan orang kawanku dan ... "
"Belasan Piauthau kawan Suma-cianpwe
sekarang juga lagi istirahat di ruangan be-lakang,
biar kupanggil keluar mereka, " kata Lamki'ong
Peng tiba-tiba sambil lari ke be-lakang.
"Apakah Toako dan Toaso masih ingin berbenah
sesuatu lagi" " tanya Loh Ih-sian.
"Selanjutnya kami takkan punya kediaman tetap
lagi, mau bebenah apa pula" " ujarLam-kiong-hujin
sambil menghela napas.
Selagi Loh Ih-sian hendak bicara pula,
mendadak terdengar suara kaget Lamkiong Peng
yang berlari keluar.
"Ada apa" " tanya Lamkiong Siang-ju.-
' "Semua . . . mati semua . . . . ucap Lamkiong
Peng dengan gugup.
Semua orang sama melenggong.
"Semuanya mati dengan urat nadi tergetar
putus, " tutur Lamkiong Peng. "Dada mereka
terasa masih hangat, jelas mati belum lama,
tapi sudah kuperiksa dan tiada nampak
bayangan seorang pun. "
Semua orang saling pandang dengan ter
cengang, Bahwa di ruangan depan berkumpul
tokoh kelas tinggi sebanyak ini dan tiada se-orang
pun mendengar sesuatu, tahu-tahu orang di
belakang sama terbunuh, sungguh kejadian yang
mengerikan. Pelahan Kongsun Yan membuka matanya dan
berucap dengan lemah, "Sudah . . . sudah
terlambat, kawanan . . . kawanan iblis sudah
dataug .... "
Mendadak matanya mendelik, napas ter-sumbat
dan meninggal dunia.
Angin masih menderu, hujan tetap lebat.
Di tengah suara tegang itu. perasaan semua
orang sama tertekan.
Lamkiong-hujin menggunakan saputangan-nya
untuk membalut luka lengan Lamkiong Peng,
katanya pelahan, ''Coba angkat tangan-mu, nak,
apakah melukai uratmu tidak" "
Lamkiong Peng menggerakan tangannya dan
menjawab, "Tidak apa-apa. "
Dalam pada itu terdengar pula derap kaki kuda
yang ramai dalam kegelapan, kedengarannya
tidak cuma satu-dua penunggang kuda saja.
"Suma-heng, " tanya Lamkiong Siang-ju, "yang
datang itu mungkin anak buahmu" "
Suma Tiong-thian berlari ke depan, dilihatnya
empat ekor kuda berlari datang dengan cepat di
bawah hujan lebat. Waktu diamati, ternyata tiada
seorang penunggang pun, hanya kuda yang
terakhir terikat miring sebuah panji merah dan
berkibar tertiup angin, mendadak panji itu tertiup


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jatuh ke tanah dan terinjak kuda sehingga sukar
dikenali lagi. Tergetar hati Suma Tiong-thian dan me-nyurut
mundur, gumamnya, "Wah, habis . . . habis sudah
.... " Apakah para saudaramu di luar perkampungan
sana juga mengalami sesuatu"' tanya Lamkiong
Siang-ju. "Ada kuda tanpa penunggangnya. dengan
sendirinya lebih banyak celaka dari pada
selamatnya, " ucap Suma Tiong-thian. Mendadak ia
berteriak lantang, "Wahai kawanan tikus Kun-moto!
Jika berani ayolah keluar untuk menentukan
siapa yang lebih unggul, kenapa main sembunyi
dan sergap, terhitung orang gagah macam apa" "
Sambil berteriak ia jemput tombaknya yang
terlempar ke undakan batu tadi terus berlari
dengan tombak terhunus.
Mendadak dari kegelapan hutan sana me-layang
keluar tiga gulung bayangan hitam. Cepat tombak
Suma Tiong-thian menyampuk dan menusuk,
kedua guling bayang hitam terpukul jatuh,
bayangan ketiga tertusuk oleh ujung tombak.
Lamkiong Siang-ju memburu maju dan berseru,
"Sabar dulu, Suma-heng, jangan ter-buru nafsu
dan terpancing muslihat musuh! "
Tanpa terasa Suma Tiong-thian diseret kembali
ke dalam ruangan, waktu ia meme-riksa ujung
tombaknya. ternyata yang tersunduk di situ adalah
sebuah kepala manusia dan se-gera dikenali
sebagai anak buah sendiri.
Keruan air muka Suma Tiong-thian ber-ubah
hebat. tangan pun terasa lemas dan tombak
terjatuh ke lantai.
"Sungguh keji kawanan iblis Kun-mo-to. " geram
Loh Ih-sian. "Toako, dengan kemampu-an kita,
memangnya kita tidak dapat mener-jang keluar . . .
. " "Jite, " kata Lamkiong Siang-ju, "musuh dalam
keadaan gelap dan kita di pihak terang, betapapun
kita sudah berada dalam posisi yang lemah. Jika
kita tidak sabar dan meng-hadapi persoalan
dengan tenang, bisa jadi urusan akan runyam. "'
Tapi . , . tapi kalau mesti menunggu dan
menunggu lagi, sampai kapan baru akan berakhir"
" Dengan beringas Suma Tiong-thian berseru,
"Aku Icbih suka menerjang ke kegelapan sana dan
bertempur mati-matian daripada menunggu
dengan tersiksa cara begini" "
Lamkiong Peng juga memandang sang ayah
dengan semangat menyala, anak muda ini pun
ingin bertempur saja daripada menunggu se-cara
tidak menentu. Pelahan Lamkiong Siang-ju menghela na-pas,
"Soal mati atau hidup adalah urusan kecil, tapi
menepati janji adalah soal lebih besar. Sejak dulu
hingga kini keluarga Lamkiong ti dak pemah
berbuat sesuatu yang melanggar janji, meski
sekarang keluarga Lamkiong kita menghadapi
kerutuhan juga tetap tidak boleh melanggar janji.
Apapun juga kita harus menunggu kedatangan
utusan Cu-sin-tian dan me -nyerah-terimakan
harta benda ini, kalau tidak mati pun aku tidak
tentram. "
Pada saat itulah tiba-tiba di bawah hujan
terdengar suara gemersik, suara orang berjalan
yang semakin mendekat. Seketika hati semua
orang menjadi tegang.
Sekali lompat I.oh Th-sian menuju ke de-pan
pintu. Di atas undak-undakan akhirnya muncul tiga
sosok bayangan orang, selangkah demi selangkah
naik ke atas, kedatangannya seperti tidak
bermaksud jahat.
"Siapa itu" " bentak Loh Ih-sian.
Tiba-tiba orang yang di tengah berdehem
pelahan, dalam kegelapan kelihatan kepalanya
yang gundul kelimis, seperti seorang hwesio. Sekali
mengangkat kaki. tahu-tahu sudah di depan Loh
Ih-sian. Keruan Ih-sian terkejut.
Terdengar pendatang itu berkata, "Paderi tua
tidak sering berkecipung di dunia kangouw,
umpama kuberitahukan namaku juga Sicu tak-kan
kenal. " Waktu Loh Ih-tian memandang ke sana,
dilihatnya sekujur badan orang basah kuyup,
jenggot dan alisnya sama putih, sikapnya ke-reng
berwibawa, tanpa terasa timbul rasa hormat dan
segan Koh Ih-iian.
Kedua orang lain juga menyusul naik ke atas
undakan, seorang memakai tudung sebang-sa
caping dan memakai mantel ijuk, tangan
memegang sebuah karung goni yang basah.
Ka-rena tudungnya yang lebar sehingga
wajahnya tidak terlihat jelas. Orang ketiga
berjubah bi-ru, ternyata seorang tojin.
Meski dandanan ketiga orang ini, tidak sama,
tapi semuanya sudah berusia lanjut.
Dalam keadaan tidak biasa ini. entah ada
keperluan apa kunjungan kalian bertiga" " tegur
Loh Ih-sian. Hwesio pertama memberi salam dengan
tersenyum, jawabnya, "Kedatangan kami justru
menyangkut kejadian di Lamkiong-san-ceng ini.
Apabila Sicu tidak keberatan, biarlah
kututurkan setelah berada di dalam. "
Loh Ih-sian agak ragu, tapi ketiga orang itu
lantas melangkah ke dalam ruangan.
Tergerak hati Larnkiong Peng, pikirnya, '
"Kepungan di luar perkampungan cukup ke-tat,
entah cara bagaimana ketiga orang ini da -pat
masuk ke sini dengan leluasa" "
Waktu ia melirik sang ayah, orang tua itu
kelihatan tetap tenang taja. maka ia pun tidak
kuatir lagi. Begitu masuk ke dalam dan melihat mayat yang
bergelimpangan itu, si hwesio lantas berkata" "Ai,
hanya persoalan sedikit harta benda dan harus
jatuh korban jiwa sebanyak ini, apakah para Sicu
tidak merasa berdosa" "
"Kejadian ini bukanlah kehendak kami dan
terjadi karena terpaksa, biarlah kelak akan kami
mengadakan selamatan bagi arwah para korban
ini, " kata Lamkiong Siang-ju
"Jika benar Sicu mempunyai nazar begini, hal ini
menandakan Sicu masih mempunyai nurani yang
baik, " kata si hwesio. "Tapi akan Icbih baik lagi
bilamana Sicu sudi menderma-kan barang-barang
yang mengakibatkan ben cana ini untuk amal bagi
anak-cucumu. "
Air muka samua orang sama berubah, baru
sekarang kelihatan belangnya maksud tujuan
kedatangan ketiga orang mi. '
Derngan tenang Lamkiong Siang-ju men-jawab,
"Meski Caihe ada maksud demikian, cuina sayang,
harta benda ini sudah bukan miiikku lagi. "
"Ah, masa Harta benda ini masih ber-ada di
tempat Sicu, kenapa bukan lagi milikmu" " kata si
hwesio dengan tersenyum.
Mendadak Suma Tiong-thian membentak, '
Umpama benar miliknya, jika tidak diderma-kan
padamu, memangnya akan kaupaksa" "
Si hwesio tua tetap tersenyum tanpa gusar.
jawabnya sambi! tergelak. "Haha, bila para Sicu
tidak sudi beramal, maka urusan di sini pun tidak
ada sangkut-pautnyaa dengan kami. "
Memangnya apa sangkut-pautnya urusan ini
dengan kalian" " bentak Suma Tiong-thian dengan
gusar. "Lekas kalian cnyah dan sini! "
'Eeh, Sicu ini ternyata seorang pemberang" "
seru si tojin berjubah biru dengan tertawa.
"Wah, air muka Sicu kelihatan gelap, ini tanda
tidak baik, hendaknya jangan suka marah, kalau
tidak, pesti akan mengalami malapetaka. Ingat dan
camkan! " Saking gusarnya sampai Suma Tiong-thian tidak
sanggup bersuara, hanya dadanya yang tampak
naik turun. Si kakek bermantel ljuk lantas mendekati Suma
Tiong-thian, mendadak is menyingkap tudungnya
dan mendengus, "Hm, apakah kau tidak percaya
ucapannya" "
"Memang tidak ... " belum lanjut per-kataan
Suma Tiong-thian, mendadak dilihatnya wajah
orang yang luar biasa.
Ternyata muka orang tua ini sangat menyeramkan,
bagian di atas hidung penuh gores-an
bekas luka serupa sebuah semangka yang diiris
kian kemari, rambut dan alisnya juga ter-kerik
licin, kedua matanya bersinar galak, wajahnya
sangat menakutkan.
Semua orang juga terkesiap menyaksikan wajah
yang seram ini.
Si kakek tertawa, 'Haha, jangan takut, biar
mukaku jelek, tapi hatiku sangat baik, seorang
pedagang sejati. Jika mereka datang dengan
bertangan kosong untuk menderma, kedatanganku
justru membawa bavang dagangan dan ingin
juaal beli secara adil. "
"Memangnya barang dagangan apa yang
kaubawa, bolehkah diperlihatkan kepada ha-dirin
di sini" " ujar Lamkiong Siang-ju dengan
tersenyum. "Wah, tampaknya Lamkiong-cengeu juga seorang
pedagang, " kata kakek itu sembari me-nuang
semua isi karungnya. Ternyata isinya adalah buah
kepala manusia yang sudah ter-guyur air hujan
sehingga putih pucat.
"Semua barangku ini masih segar dan ba-ru,
sebuah kepala bertukar dengan sebuah pe-ti, jualbeli
ini tentu cukup adil bukan" "
"Satu kepala tukar sebuah peti, hm, jual-beli ini
memang pantaa, cuma kukira barang daganganmu
sudah tidak segar lagi, " jengek Siang-ju.
"Oo, apakah kauminta barang yang lebih segar"'
tanya si kakek.
Mendadak Lamkiong Siang-ju melompat ke sana
dan mengangkat sebuah peti, serunya, "Jika
sekarang juga kupotong kepalamu sendiri, maka
peti ini akan kutukar. "
"Eh, jadi atau tidak bisnis kita, kenapa Cengeu
mesti mrngincar jiwaku" " sahut si kakek dengan
tertawa sambil melangkah maju.
Selagi semua orang melenggong, mendadak
sebelah kaki si kakek menyampar sebuah kepala
manusia yang dituangnya dari karung ta-di,
langsung kepala itu menyambar ke muka Suma
Tiong-thian. Berbareng itu sebelah ta-ngan si
kakek terus meraih peti yang dipegang Lamkiong
Siang-ju, tangan lain juga memotong pundak
Lamkiong-hujin, sedangkan kaki kanan terus
menyampar pula sehingga sebuah kepala kembali
mencelat menuju ke muka Loh Ih-sian dengan
keras. Beberapa gerakan itu scakan-akan dilakukannya.
secara bersamaan. Keruan semua orang
melengak. Dalam pada itu Suma Tiong-thian juga ka-get
ketika mendadak sebuah kepala manusia
nienyambar kearahnya, seketika ia tidak sem-pat
mengelak, cepat ia mengebas dengan tangan shingga
kepala itu mencelat jauh ke luar ruangan.
Habis itu baru mendadak teringat olehnya wajah
kepala tadi seperti sudah dikenalnya, yaitu salah
seorang anak buahnya sendiri. Keruan hati
terkesiap, rasanya mual, isi perut hampir
tertumpah keluar seluruhnya. Ia mem bentak dan
menghantam pula dengan dahsyat.
Dalam pada itu Loh Ih-sian menggeser ke
samping sehingga kepala manusia tadi menyambar
Icwat di tampingnya dan ' "bluk ",
membentur dinding.
Sedang Lamkiong Siang-ju berusaha mempertahankan
petinya, tiba-tiba dirasakan tenaga
dahsyat menyodok tiba, sekuatnya ia ber-tahan.
Pads saat hampir sama Lamkiong-hujin lantas
menabas, ia balas memotong pergelangan tangan si
kakek. ''Sambil bergelak kakek itu meluncur ke
samping, peti Lamkiong Siang-ju ikut tertolak ke
depan karena kehilangan imbangan, saat itu juga
Suma Tiong-thian lagi menghantam dan tepat
mengenai peti, "brak ", seketika peti jatuh terbuka
dan isinya berhamburan.
Diam-diam Lamkiong Peng terkejut, sekaligus
kakek itu menggunakan tangan dan kaki-nya
untuk menyerang cmpat orang dengan cara yang
berbeda, kungfunya sungguh sangat lihai,


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengapa selama ini tidak terdengar asal-usul
seorang tokoh kosen seperti-ini" "
Si hwesio tua tadi tersenyum dan berkata
"Tenaga dalam Lamkiong-sicu sungguh hebat,
pukulan Lamkiong-hujin juga sangat gesit, bi-cara
sejujurnya kalian sudah terhitung lumayan.
Mengenai Sicu yang ini .... "
la melirik Suma Tiong-tian sekejap, lalu
menyambung, "Dia tidak lebih serupa anak yang
baru masuk sekolah dasar, bila ingin maju masih
harus belajar lebih giat lagi. "
"Dan bagaimana dengan diriku" " tanya Loh Ihsian
sambil melompat maju dan menyerang si
hwesio. 'Akulah pengujinya, jangan salah sasaran! " seru
si kakek kelimis tadi sambil mengadang di depan
Loh Ih-sian, tangan terangkat, kon-tan ia colok
kedua mata Loh Ih-sian.
Dalam keadaan demikian, Loh Ih-sian tidak
sempat menarik kembali pukulannya untuk
menangkis, tak terduga mendadak ia men-dongak
sedikit, ia pentang mulut terus hendak menggigit
jari lawan. Keruan kakek kelimis itu terkesiap dan cepat
tarik kembali tangannya.
"Haha, boleh juga, dengan cara menggigit ini
sudah terhitung lulusan kelas menengah, " seru si
hwesio. "Huh, terhitung jurus serangan macam apa ini" "
jengek si kakek kelimis
"Oo, belum pemah kaulihat" Hehe, tam-paknya
engkau perlu banyak menambah pe-ngalaman. "
ejek Loh Ih sian.
Sembari bicara kedua orang sudah saling gebrak
lagi, hanya sekejap saja belasan jurus sudah lalu.
Meski cara bertempur Loh Ih-sian tampak
serabutan. tapi serangannya justru sangat berbahaya,
sama sekali si kakek kelimis tidak mampu
mengatasinya. Suma Tiong-thian sampai melongo
menyaksiikan pertarungan mereka.
"Tak tersangka di dunia persilatan se-karang
masih ada beberapa jago lumayan se-perti ini,
bilamana harus kubinasakan mereka sungguh
rasanya tidak tega, " ucap ti tojin ber-jubah biru
tadi. Mendadak Lamkiong Peng mendengus, "Hm, jika
setiap penghuni Kun-mo-to cuma punya
kepandaian seperti mereka ini, maka ke-takutan
orang kangouw terhadap kawanan iblis dari pulau
hantu itu sebenarnya agak ber-lebihan. "
"Eh, kautahu kami datang dari Kun-mo-to anak
muda" " tanya si tojin dengan mata me-lotot.
"Lahiriah bajik, hati ternyata kejam dan keji,
ucapan licin. kungfu tidak lemah, usia pun ratarata
sudah mendekati waktunya ma-suk peti mati,
orang begini jika tidak datang dari Kun-mo-to
masakah mungkin datang dari tempat lain" "
jengek Lamkiong Peng.
"Hahaha, bagus! " seru tojin berjubah biru
dengan terbahak, anak muda memang lebih cepat
berpikir . . . . "
Belum lanjut ucapannya Lamkiong Peng telah
jemput sebatang pedang di lantai terus menusuk.
Tojin itu tidak mengelak melainkan cuma
mengebaskan lengan jubahnya. kontan pedang
terbelit oleh lengan jubah yang longgar itu.
Tak terduga pedang Lamkiong Peng yang
kelihatan keras itu, sebenarnya cuma serangan
pancingan belaka, mendadak ujung pedang
bergetar terus menyambar ke samping, Ialu secepat
kilat menusuk lagi dari arah lain.
Lengan jubah si tojin membelit tempat kosong,
tahu-tahu ujung pedang lawan me-nyambar lagi ke
tenggorokannya, sungguh tak terpikir olehnya anak
muda belia ini mengua-sai ilmu pedang sehebat ini.
Cepat ia menyurut mundur dua-tiga selangkah.
Si hwesio tua berkerut kening, nyata dia
terkesiap ucapnya, "Aha, Sicu cilik ini sungguh
anak berbakat. Apabila kaumau ikut kami ke
lautan sana, tanggung dalam waktu sepuluh tahun
pasti akan menonjol dan menjagoi dunia kangouw.
" "Huh, Lamkiong Peng adalah seorang le-laki
sejati mati pun tidak sudi berkomplot dengan
kawanan iblis, " seru Lamkiong Peng.
"Lamkiong Peng"! " si hwesio menegas, "Jadi
dirimu inilah putra sulung lamkiong san-ceng
sekarang ini" "
"Betul! " teriak Lamkiong Peng, berbareng
Pedang menyabat sambil menggeser ke sam-Ping.
Si hwesio tua mengelak dengan ringan, katanya.
"Lamkiong-sicu, rasanya paderi tua men-jadi
terpikat oleh bakat putramu ini dan ingin
memboyong segenap anggota keluarga Lamkiong ke
pulau sana untuk menikmati hidup bahagia
bersama. Tapi bila Sicu sendiri berkeras pada
pendirianmu, kami juga tidak boleh membiarkan
harta benda ini digunakan sebagai dana kejahatan
kawanan tua bangka di Cu-sin-to sana, apalagi
kalau putramu yang berbakat ini sampai diperalat
oleh mereka, tentu urasan akan tambah runyam.
Maka ter-paksa hari ini kami mesti melanggar
pantangan membunuh. "
Tiba-tiba pikiran Lamkiong Siang-ju ter-gerak,
serunya cepat, "Jite dan anak Peng, ber-henti dulu
semuanya! "
Lamkiong Peng segera melompat mundur.
Sedangkan Loh Ih-sian molancarkan pukulan
dahsyat untuk memaksa mundur si kskek ke-limis,
habis itu ia pun melompat ke samping Lamkiong
Sian-ju sambil berkata, "Toako, jangan kaupercaya
kepada ocehan hwesio ini.
Penghuni Kun-mo-to kebanyakan adalah
manusia jahat dan orang buangan, sebaliknya
peng-huni Cu-sin-to adalah kaum kesatria dunia
per-silatan yang mengasingkan diri. tidak perlu
bicara urusan lain, melulu nama Kun-mo dan Casin
saja sudah merupakan pembedaan yang
menyolok, urusan sekarang sudah telanjur be-gini,
biarlah kita hadapi kawanan iblis ini sekuatnya. "
Segera Suma Tiong-thian menyatakaa setuju,
"Betul, gempur saja! "
Segera Lamkiong Siang-ju berkata pula, "Antara
keluarga Lamkiong sudah ada perjanjian dengau
Cu sin-to yang telah berlangsung selama ratusan
tahun, tentang siapa baik dan siapa jahat bukan
urusan kita, yang jelas tidak mungkin kurusak
perjanjian leluhur yang sudah ada. Urusan hari ini
biarlah kuselesaikan lang-sung dengan Taysu saja.
" "Jika begitu, jadi Sicu bermaksud me-nantang
bertarung denganku satu lawan satu" " tanya si
hwesio dengan sinar mata gemerdep.
"Begitulah maksudku, " jawab Siang-ju.
"Dan bagaimana pula jika hasil pertandingan
kita sudah jelas" " tanya si hwesio tua.
"Bila kukalah, maka segala urusan keluarga
Lamkiong kuserahkan kepada semua
Kehendakmu, " jawab Siang-ju dengan tegas dan
mantap. Loh Ih-sian dan lain-lain yakin ilmu silat hwesio
tua ini pasti sangat tinggi dan su-kar diukur, tapi
mereka pun tahu watak Lamkiong Siang-ju yang
pendiam dan cermat, tidak nanti berbuat sesuatu
yang tidak yakin berhasil, sebab itulah meski
merasa ragu, namun tidak ada yang bersuara.
Si hwesio tua tersenyum, katanya sambil
mengerling ke arah kedua kawanya, " "Sebenar-nya
aku tidak keberatan atas tantangan Lam-kiongsicu
ini, cuma sayang, kedua kawanku ini jelas
tidak dapat meluluskan. "
Serentak si jubah biru dan si kakek ke-limis
berseru, "Ya, tidak! "
Loh lh-sian dan Iain-lain menjadi heran, jelas
pertarungan ini menguntungkan pihak mereka,
mengapa kedua orang ini menolak dengan tegas.
Lamkiong Siang-ju tertawa, "Haha, rupa-nya
tidak meleset dugaanku . . . . "
"Dugaan apa" " tanya si hwesio.
Tertawa Lamkiong Siang-ju terhenti, ucapnya
pelahan, "Orang bilang Teh-ih Hujin ma-hir ilmu
rias yang tidak ada bandingannya di dunia ini,
setelah bertemu sekarang memang harus kupuji
ternyata tidak bemama kosong. Cuma sayang,
betapa cermat tindakanmu tetap melupakan
sesuatu. "
Hati semua orang sama tergetar, sama heran
atas ucapan Siang-ju ini.
Pelahan si hwesio menjawab, "Melupakan apa" "
"Meski Hujin bicara dengan alim serupa seorang
paderi saleh, tapi engkau lupa bahwa seorang
hwesio harus menjalani penbabtisan dengan
kepala diselomoti api dupa. Engkau tidak
membawa tasbih pula, meski memakai kasa (jubah
kaum hwesio), tapi kaki memakai sandal orang
awam. Yang lebih kentara lagi adalah wajah Hujin
yang dibuat kereng, na-mun kerlingan matamu
tidak berubah, mam mungkin seorang paderi saleh
selalu main mata. "
Hwesio tua itu terdiam sejenak, mendadak ia
tertawa ngekek, katanya, "Ah, rupanya aku terlalu
menilai rendah kecerdasan kalian, sebab itulah
aku telah bertindak ceroboh. Sung-guh hebat juga
dapat kaulihat samaranku. Tadi aku pun tidak
seharusnya menggunakan "gema irama iblis dan
tari pembetot sukma" sehingga dapat kauterka
Tek-ih Hujin pasti berada di sekitar sini. Yang lebih
tidak pantas Iagi adalah aku menyamar sebagai
hwesio, padahal di dunia ini mana ada hwesio yang
punya mata jeli serupa diriku" "
Waktu semua orang memandangnya, meski
wajahnya kelihatan kereng, namun kerlingan
matanya memang jalang. Mau-tak-mau semua
orang sama gegetun. di samping memuji kemahiran
penyamaran Tek-ih Hujin yang luar biasa
berbareng juga mengagumi ketajaman mata
Lamkiong Siang-ju, orang lain tidak tahu
Samarannya, tapi dia ternyata dapat mengetahui
hwesio tua ini adalah samaran Tek-ih hujin.
Di tengah tertawa merdunya, pelahan tangan si
"hwesio " mengusap dan menarik mu-ka sendiri,
ketika ia membuka tangan, tahu-ta-hu hwesio tua
yang saleh telah berubah menjadi seorang
perempuan setengah baya dan masih sangat cantik
mempesona. "Setelah jejak Hujin ketahuan, kenapa tidak
lekas pergi saja, memangnya perlu mengalirkan
darah di sini" " kata Siang-ju.
Tek-ih Hujin mengerling genit, ucapnya, 'Kami
bertiga melawan kalian berlima memang terasa
kalah kuat, cuma sayang, betapa-pun cerdik
Lamkiong-cengeu tetap melupakan sesuatu. "
Nyata, suaranya sekarang telah berubah menjadi
halus merdu. "Melupakan apa" " tanya Siang-ju.
Tek-ih Hujin tertawa ngikik, "Kaulupa bahwa
selain mahir merias dan mengubah suara, Tek-ih
Hujin masih menguasai sejenis kepandaian yang
tidak ada bandingannya di dunia..... "
Tergerak hati Lamkiong Siang-ju, serunya
mendadak, "Hah menggunakan racun maksudmu"
. ... " "Betul, kembali dapat kauterka dengan jitu, "
ajar Tek-ih Hujin. "Cuma sayang kini sudah
terlambat. "
Serentak Lamkiong Siang-ju menyurut mundur
sambil membentak "Lekas tahan napas! "
"Sudah kukatakan terlambat, masa engkau tak
percaya" " ujar Tek-ih Hujin dengan tertawa. "Saat
ini kalian sudah mengisap hawa racun yang tak
berwujud dan tak berbau, dalam setengah jam
kalian akan mati dengan tubuh membusuk, apa
gunanya sekarang kalian mau menahan napas"
Selama hidupku senantiasa 'tek-ih' (senang), jika
lebih sering tidak senang tak mungkin orang
kangouw memberi nama julukan Tek-ih Hujin
padaku" "
Ia meraba rambut pada pelipisnya, lalu berucap
pula dengan tersenyum manis, "Jika saat ini kalian
mengaku salah dan mau me nurut kepada
perkataanku, bisa jadi akan ku-beri ampun kepada
kalian dan menawarkan racun yang kalian isap.
Kalau tidak, selang setengah jam Iagi, biarpun
tabib sakti Hoa To lahir kembali juga tidak mampu
menyelamat-kan kalian. "
Muka Lamkiong Siang-ju tampak pucat,
damperatnya, "Huh, ngaco-belo, betapapun
kauputar lidah tetap takkan kupercaya. "
Tek-ih Hujin tertawa senang, "Hihi, meski
mulutmu keras, padahal dalam hatimu sudah


Amanat Marga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

percaya. betul tidak" Soalnya engkau tentu sudah
pemah mendengar cerita orang kangouw bahwa
kabut wangi pencabut nyawa Tek-ih Hujin tidak
berbau dan tidak berwujud, kalau tidak segera
minum obat penawar, dalam jarak seluas tiga
tombak baik manusia maupun hewan, asalkan
keciprat setitik saja kabut be-racun itu. tidak ada
yang dapat hidup lebih dari satu jam.
"Cuma sayang kabut ini tak dapat men-capai
jauh, dengan susah payah aku menyaru sebagai
hwesio tua dan menuju ke sini di bawah hujan,
tujuanku adalah membuat kalian tidak berjagajaga,
dengan begitulah baru dapat kumasuk ke
ruangan ini dengan leluasa dan dapat meracun
mati kalian dengan mudah."
Dia bicara dengan berlenggak-lenggok dan main
mata dengan genit.
Tiba-tiba pikiran Lamkiong Peng melayanglayang,
tanpa terasa teringat olehnya akan diri Kwe
giok ge, diam-diam ia membatin," menagapa
perempuan yang berhati keji dan jahat sama
berbentuk cantik molek?"
Jodoh Rajawali 22 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Hati Budha Tangan Berbisa 8
^