Durjana Dan Ksatria 4

Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Bagian 4


an kita terancam."
"Jiwamu mungkin dapat diselamatkan, tapi kedudukanmu
pasti akan amblas," ujar orang tadi.
"Baik, Jika begitu coba ingin kudengar gagasanmu, engkau
mempunyai cara baik apa?"
"Menurut pendapatku, akan lebih baik kita pulang ke
kotaraja saja dan habis perkara."
"Hah, pulang ke kotaraja" Tanpa mendapatkan sesuatu
informasi lantas pulang begitu saja" Padahal batas waktu yang
diberikan Congkoan-taijin kepada kita adalah lima hari, kan
masih ada waktu dua hari?"
"Ai. kenapa engkau selugas ini" Dua hari kan dapat kita
gunakan untuk pesiar ke mana saja kan beres," kata orang
tadi. "Sampai waktunya nanti kita lantas pulang untuk
menyampaikan laporan, katakan saja tiada bayangan seorang
pengemis pun yang kita temui di Se-san. Sesungguhnya hal ini
memang nyata juga dan bukan kita sengaja bohong. Betul
juga. jika pulang dengan tangan hampa tentu tak terhindar
dari damperatan Congkoan, tapi kan jauh lebih aman daripada
menyerempet bahaya dihajar oleh kawanan pengemis?"
Selang sejenak barulah kawannya menghela napas dan
berkata, "Baiklah, tidak perlu cari jasa. asal saja tidak berbuat
salah. Inilah kuncinya orang menjadi amtenar."
Dari nadanya, agaknya dia masih agak penasaran.
Dengan suara pelahan Leng-cu berbisik, "Engkoh Yam, kau
dengar tidak pembicaraan kedua orang itu?"
"Dengar." jawab Nyo Yam.
"Marilah kita merunduk ke sana dan bekuk mereka," ajak si
nona. "Jangan cari perkara," ujar Nyo Yam.
"Bukankah kau dengar mereka mau pulang saja untuk
memberi laporan sekadarnya."
Dalam pada itu kedua orang itu sudah muncul dari balik
pengkolan sana, meski jaraknya masih ratusan langkah
jauhnya, namun mereka pun sudah melihat rombongan Nyo
Yam. Salah seorang lantas mendesis, "Ssst, lihat di sana ada tiga
orang, satu di antaranya adalah anak gadis malah. Ketiga
orang ini berkeliaran di sini, sekalipun bukan orang ynng
tersangka, tapi pasti juga bukan orang baik. Jika kawanan
pengemis tidak berani kau ganggu, bolehlah tangkap saja,
ketiga orang ini dan bawa pulang."
Kawannya tampak bekernyit kening atas gagasan demikian,
jawabnya kemudian, "Ah, daripada banyak urusan, lebih baik
jangan cati penyakit."
Tapi kawannya bicara lagi, "Yang perempuan itu kelihatan
lumayan parasnya, ai, buat apa berlagak alim, beberapa hari
yang lalu kaupun pernah mengganggu seorang gadis keluarga
baik-baik."
"Hm, jangan keblinger, Losam, masa kau anggap nona ini
seperti perempuan kampung umumnya, bisa jadi kau . . . . "
belum habis ucapannya tahu-tahu di depan mereka sudah
berdiri seorang, siapa lagi kalau bukan si nona yang mereka
bicarakan"
Kiranya Leng-cu merasa tersinggung oleh pembicaraan
mereka, tanpa peduli nasihat Nyo Yam, dengan murka ia
memburu maju untuk melabrak kedua orang itu.
Sekarang si "Losam" juga sudah tahu nona cilik yang
dibicarakan ini bukanlah anak perempuan biasa, tapi dia
anggap kepandaian sendiri cukup tinggi, tanpa gentar ia
hadapi Liong Leng-cu dengan cengar-cengir, katanya, "Eh,
matahari sudah hampir terbenam, nona cantik kecil seperti
dirimu mengapa masih berkeluyuran di pegunungan sepi ini?"
"Kau sendiri kenapa berada di pegunungan sunyi ini?" tanya
Leng-cu malah. Orang itu menjawab, "O, panjang juga bila kuceritakan . . .
. " "Ceritaku juga panjang, bagaimana kalau kita duduk dan
berbicara dengan pelahan?" kata Leng-cu dengan tertawa
manis. Keruan sukma orang itu seakan-akan melayang
meninggalkan raganya oleh senyuman Leng-cu yang memikat
itu, baru saja ia hendak berseru menerima ajakan si nona,
mendadak seruannya berubah menjadi jeritan.
Pada saat yang sama kawannya juga berteriak, "Wah,
celaka!" Kiranya sekaligus mereka telah kena di-kerjai Liong Lengcu.
Mendadak si Losam merasa dengkulnya kesemutan dan
"bluk", kontan ia roboh terjungkal. Temannya, si "Lotoa". agak
mendingan, namun mendadak dada juga terasa pegal, entah
terkena senjata rahasia apa.
Lotoa itu tahu kepandaian nona cilik ini jauh lebih tinggi
daripada mereka, ia tidak berani melawan, tapi cari selamat
lebih utama, cepat ia mengangkat kawannya yang tak bisa
berkutik itu terus dibawa menggelinding ke bawah bukit.
"Hei, bukankah kau ingin bicara denganku, kenapa lari?"
seru Leng-cu dengan tertawa ngikik.
Nyo Yam mendekatinya dan berkata, "Ai, buat apa merecoki
kaum kroco begitu?"
"Aku gemas terhadap ocehan mereka," kata Leng cu.
"Mereka berani menyelidiki tempat Kai pang, kan pantas bila
kuberi sedikit hukuman."
"Bukannya tidak pantas, cuma . . . . "
"Cuma apa" Kan tidak kubunuh mereka, ini pun untung
bagi mereka. Losam itu terkena tiga jarum yang kusambitkan,
kukira dia akan cacat selama hidup. Lotoa itu tidak terlalu
jahat, hanya kupersen sebuah jarum saja. Kau lihat sendiri,
engkoh Yam, hebat tidak senjata rahasiaku" Orang yang
kuserang juga bergantung kepada besar-kecil kesalahannya."
Dia serupa anak kecil yang minta dipuji, cara bicaranya
riang gembira. Pada saat itulah mendadak dari semak-semak sana
berkumandang suara tertawa orang.
"Siapa itu" Silakan keluar!" bentak Nyo Yam.
Hampir pada saat yang sama orang itu berkata pula,
"Sungguh hebat kepandaian nona menggunakan am-gi
(senjata gelap, rahasia), bolehlah aku pun berkenalan dengan
kepandaianmu!!"
Pada detik itu juga serentak Nyo Yam dan Liong Leng-cu
turun tangan berbareng. Dari jauh Nyo Yam mencengkeram
ke arah datangnya suara dengan "Liong-jiau-jiu" atau ilmu
cakar naga. Sedangkan Liong Leng-cu menghamburkan tiga
buah paku. Terdengarlah suara "iring tring", ketiga paku itu terpental
balik dan hampir saja menyerempet kulit kepala Liong Lengcu.
Serentak orang itu menampakkan diri dan berlari ke atas
gunung sambil berseru, "Wah, sungguh kungfu yang hebat.
Kalau berani ayolah naik ke atas gunung, boleh kita coba-coba
di sana." Larinya sangat cepat, dipandang dari belakang seperti
seorang lelaki setengah umur.
Tergerak hati Nyo Yam. cepat ia membentak, "Hai, kawan,
siapa kau?"
"Kalau berani ayolah menyusul kemari, nanti pasti
kuberitahukan padamu," ucap orang itu dengan tertawa.
Nyo Yam merasa ragu. pikirnya "Waktu kuserang dengan
Liong-jiau-jiu tadi hanya dari jarak belasan langkah saja, tapi
orang ini sama sekali tidak cedera, sebaliknya segera mampu
melarikan diri. Nyata umpama kepandaiannya tidak dapat
melebihiku, agaknya juga tidak dibawahku. Pula. ketiga buah
paku Leng-cu dapat ditangkisnya terpental kembali, menurut
kemampuannya ini, jika dia mau mencelakai Leng-cu agaknya
juga tidak sulit, entah mengapa hal ini tidak dilakukannya?"
Karena sedikit mengalami kecundang, Leng-cu merasa malu
dan marah, segera ia mendahului mengejar ke sana.
Ginkangnya ternyata lebih tinggi daripada orang itu, tidak
lama kemudian sudah dapat disusulnya.
Segera Leng-cu melolos pedang dan membentak, "Ayolah,
kalau mau coba-coba boleh di sini saja. Memangnya kau kira
nonamu ada waktu iseng untuk berlomba ginkang denganmu"
Kalau tidak lekas berhenti, segera akan kuserang dari
belakang!"
Jawaban orang itu sungguh di luar dugaan Leng-cu,
katanya, "Ya, di sini pun boleh. Cuma, bukan maksudku
hendak menguji kepandaianmu."
Leng-cu menjadi gusar, "Maksudmu tidak sudi bergebrak
denganku" Baik, jika kau pandang rendah diriku, boleh coba
bertanding dengan kawanku."
"Ah, mana berani kupandang rendah nona," ucap orang itu.
"Hmu am-gi nona justru sangat kukagumi, hal ini bukankah
sudah kukatakan tadi" Mengenai kawanmu ini, ilmu silatnya
jelas melebihiku, mana kuberani bertanding dengan dia."
Leng-cu sangsi terhadap ucapan oranq yang cuma
berseloroh saja, tapi orang memujinya terus terang,
betapapun ia tidak dapat mendampratnya lagi, katanya,
"Bukankah tadi kau bilang akan coba coba dengan kami di
atas gunung, kenapa kau jilat kembali ucapanmu?"
"Memang akan kucoba bicara dengan kalian di atas gunurg
dan bukan coba coba kungfu kaiian," ujar orang itu dengan
tertawa. Keruan Leng-cu jadi melenggong.
Dalam pada itu Se-kiat dan Nyo Yam iu-dah menyusul tiba.
Tiba-tiba Nyo Yam menimbrung dengan tertawa, "Leng-cu,
masa engkau belum tahu siapa dia" Haha, dicari setengah
mati tidak bertemu, tak tahunya didapatkan tanpa susah
payah. Leng-cu, nyata sekali ini penglihatan kita telah
meleset." Leng-cu melengak, katanya, "Maksudmu dia ini .... "
Mendadak Se-kiat tanya orang itu, "Numpang tanya. Anda
ini Hiangcu Kai pang yang mana?"
Leng cu tambah heran, "Hei. dari mana kalian tahu dia
Hiangcu dari Kai pang?"
"Coba lihat yang teliti!" kata Nyo Yam sambil menuding.
Waktu Leng-cu memandang apa yang di tunjuk itu, baru
sekarang dilihatnya pada baju orang itu ada beberapa bagian
bertambalan. Menurut peraturan Kai-pang, betapapun tinggi jabatannya
tetap harus memakai baju robek. Biarpun baju baru juga harus
dibuatkan tambalan.
Terdengar orang itu menjawab, "Jeli benar pandanganmu"
Kalian datang dari mana dan ada keperluan apa mengunjungi
pegunungan ini?"
"Kudatang dari Cadam. atas perintah Beng-taihiap, ingin
kutemui pimpinan cabang kalian," jawab Se-kiat.
"O, jika demikian, jadi kita ini sahabat sendiri," ucap orang
itu sambil mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Ce Sekiat.
Sekali berjabatan tangan, kedua orang saling tergeliat dan
lepas tangan lagi sambil bergelak tertawa.
Kata orang itu, "Bilamana tidak salah dugaanku, engkau
inilah Ce Se-kiat yang pernah bertanding sama kuat dengan
Utti-taihiap."
"Ah. mana kuherani," kata Se-kiat. "Padahal dulu sekuat
tenaga kutahan seratus jurus melawan Utti-taihiap, hal itu
karena beliau sengaja mengalah padaku."
"Eh, pandanganmu juga sangat tajam, cara bagaimana kau
tahu akan dia?" tanya Leng-cu.
"Liok-yang-jiu yang dikuasai Ce-siauhiap nomor satu di
dunia, meski pengalamanku tidak banyak, tentang kekuatan
Liok-yang-jiu sedikit banyak telah kukenal," tutur orang itu
dengan tertawa.
"Aha, Pui Liang dan Hoan Gui kukira pasti berada di tempat
kalian?" seru Nyo Yam mendadak dengan girang.
Sekali ini Leng-cu dapat menduga sebab apa Nyo Yam
bertanya demikian, jelas karena orang ini kenal Liok-yang-jiu
dari Pui Liang dan Hoan Gui yang murid Nyo Bok itu.
Benar juga, orang itu lantas menjawab, "Betul, malahan Kai
Hong juga ada di sana."
Selagi Nyo Yam hendak tanya nama orang, didengarnya Sekiat
sudah berkata, "Bila tidak salah dugaanku, Anda tentunya
Honghu Siong, Honghu-hiangcu dari cabang Kai-pang di
Peking." Kiranya Se-kiat pernah mendengar dari Beng Goan-ciau
bahwa Kai-pang cabang Peking ada dua orang Hiangcu
(hulubalang), yang seorang bernama Honghu Siong, bekag
anak murid Siau-lim-pai dengan kungfu andalannya, yaitu Kimkong-
jiu yang kuat. Seorang lagi bernama Suma Hian, berasal
dari perguruan Liok hap-bun dan terkenal dengan permainan
goloknya yang lihai.
Meski kedua orang ini hanya hulubalang cabang Kai-pang.
usianya juga belum ada 40-an, tapi ilmu silat mereka sudah
tergolong kelas satu. Sedangkan ketua cabang Kai-pang, Ki
Kiam-hong, usianya sudah lebih 60, maka dengan tepat dapat
ditebaknya siapa Honghu Siong.
Begitulah Honghu Siong menjawab, "Tajam juga pandangan
Ce siauhiap, sungguh kagum.. Maaf, kedua saudara ini .... "
"O, dia adik misanku Nyo Yam dan nona Liong itu adalah
kawan karibnya," tutur Se-kiat.
Honghu Siong terkejut, tapi lantas berseru dengan tertawa,
"Aha, kiranya kalian berdua adalah kedua ksatria muda yang
belum lama ini telah membikin geger di Ki-lian-san, pantas
kepandaian kalian sedemikian hebat."
"Terima kasih atas pujian Honghu-hiangcu," kata Leng-cu
dengan tertawa. "Ada satu hal ingin kuminta petunjuk kepada
Honghu-hiangcu."
"Nona Liong jangan sungkan, silakan bicara saja," jawab
Honghu Siong. "Aku tidak bermaksud sungkan, tapi harus diakui
kepandaianmu sesungguhnya lebih tinggi d&ripadaku. sebab
itulah ada yang ingin kutanyakan, sebab apakah Honghu
hiangcu tidak membereskan kedua antek kerajaan itu" Engkau
bersembunyi di sana, apakah diam diam menguntit mereka?"
"Betul," jawab Honghu Siong "Memang diam diam kuawasi
gerak gerik mereka, tapi lantaran mereka tidak menemukan
tempat kami, maka aku pun tidak perlu mengejutkan mereka.
Betul tidak?"
Baru sekarang Leng-cu sadar personlannya, katanya, "Jadi
engkau memancing kami ke sini tentu juga lantaran kuatir
mereka belum pergi jauh dan kuatir didengar oleh mereka?"
"Bertindak hati hati sedikit kan lebih baik?" ujar Honghu
Siong. "Tentu nona tidak menyesali gurauanku tadi bukan?"


Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nah, sekarang tentunya kau paham mengapa kucegah
engkau menghajar kedua kroco tadi," sela Nyo Yam dengan
tertawa. "Ya, sekarang kupaham," kata Leng-cu dengan menyesal.
"Lantaran perbuatanku yang usil sehingga menambah
kesulitan bagi Kai-pang kalian."
"Sesungguhnya akhir-akhir ini kami pun sedang berusaha
memindahkan pangkalan kami," tutur Honghu Siong. "Lebih
cepat pindah juga lebih baik, maka nona tidak perlu
menyesal."
Meski hambar saja caranya bicara, tapi dari nada orang
dapatlah Leng-cu mengetahui apa yang dilakukannya tidak
cuma menimbulkan sedikit kesukaran saja bagi Kai-pang.
"Wah. sekali ini aku benar-benar salah tindak, cuma kedua
antek kerajaan itu juga sudah terkena senjata rahasiaku, yang
terluka agak ringan setelah pulang juga perlu rebah selama
beberapa hari baru dapat bergerak lagi," terpaksa ia
menghibur Honghu Siong dengan cara demikian, sekaligus
juga menghibur diri sendiri.
Maklumlah, biarpun kedua orang itu tidak dapat segera
kembali ke kotaraja untuk melapor dan umpama Ostai tetap
curiga markas cabang Kai-pang berada di Se-san, sedikitnya
juga diperlukan beberapa hari lagi baru dapat mengirim lagi
anak buahnya yang lain.
Begitulah sembari bicara sambil berjalan, tanpa terasa
mereka sudah sampai di kaki tebing Pit-mo-kai.
Dilihatnya sepotong batu karang raksasa mencuat dari
bagian atas dan di bawahnya ada sebuah tanah lapang
sehingga serupa mulut singa yang terpentang lebar.
Selagi Se-kiat heran tidak melihat sesuatu bangunan apa
pun dan di manakah letak markas cabang Kai pang yang
dimaksud, tiba-tiba terdengar Honghu Siong bersuit panjang,
lalu berseru, "Tamu datang!"
Selagi suara suitannya masih bergema di udara, mendadak
bagian bawah batu karang raksasa yang dekat permukaan
tanah lapang itu terbuka sebuah pintu, lalu muncul seorang
pengemis tua. Dari Beng Goan-ciau pernah Se-kiat diberitahu bagaimana
wajah Ki Kiam-hong, Tocu atau kepala cabang Kai-pang di
Peking, maka sekali pandang saja ia lantas tahu pengemis tua
inilah Ki Kiam-hong.
Melihat kedatangan orang tak dikenal, segera Ki Kiam-hong
m?nyapa "Tamu agung dari manakah?"
Belum lagi mendapat jawaban, tiba-tiba ada lagi orang
berseru, "Aha, Ce-sute yang datang!"
Ternyata sekaligus ikut muncul juga dari belakang Ki Kiamhong,
yaitu Hoan Gui, Pui Liang dan Kai Hong.
"Haha, kiranya Ce-siauhiap yang akhir-akhir ini sangat
terkenal di dunia kangouw, benar benar kedatangan tamu
agung," seru Ki Kiam-hong dengan terbahak. "Eh, apakah Osiauhiap
baru datang dari Cadam?"
Honghu Siong tertawa, katanya, "Kedua ksatria muda ini
akhir-akhir ini juga telah mengguncangkan dunia kangouw
berhubung beberapa urusan yang mereka lakukan, bahkan
mereka juga datang dari Cadam."
Kai Hong mengamat amati Nyo Yam sejenak, tiba-tiba ia
bertanya, "Tentu engkaulah Tuan penolong yang
menyelamatkan diriku dari penjara di Poting tempo hari itu,
sungguh aku sangat berterima kasih."
Kiranya malam itu Nyo Yam dapat menyelamatkan Kai Hong
dari penjara, namun sejauh itu tidak bicara sekata pun dengan
dia. "Kita kan saudara seperguruan dan bertingkatan sama,
mana boleh Suheng menyebutku sebagai tuan penolong
segala," ujar Nyo Yam dengan tertawa.
"Hah, jadi engkau ini Nyo Yam, Nyo-sute," seru Hoan Gui
melengak. "Betul, aku inilah Nyo Yam. Kita kan orang sendiri, jadi tidak
perlu sungkan," jawab Nyo Yam.
Rupanya sumber berita Ki Kiam hong memang sangat
cepat, dia sudah tahu apa yang terjadi di Ki lian san itu, ia
sangat senang, ucapnya dengan tertawa, "Nyo-laute, engkau
telah mengalahkan berbagai tokoh kalangan hitam di Ki-lian
san, meski aku tidak tahu seluk-beluk persoalannya, tapi
kupercaya kepada macam-macam caci maki orang kepada
kalian. Tidak peduli kalian benar atau salah, bahwa kalian
berani bertindak begitu, sungguh aku sangat kagum kepada
kalian. Nona ini tentunya nona Liong adanya?"
Leng-cu merasa cocok dengan watak Ki Kian-hong yang
suka blak blakan itu. jawabnya dengan tertawa. "Betul, aku
inilah Liong Leng-cu yang dipandang sebagai Siau yau-li itu."
"Bagus, marilah bicara saja di dalam," kata Ki Kiam-hong.
Setelah masuk dan duduk, Ce Se-kiat lantai menguraikan
makrud kedatangannya.
"Terima kasih atas perhatian kalian," kata Kai Hong.
"Mengenai obat-obatan yang diperlukan laskar rakyat, berkat
bantuan Ki-tocu semuanya sudah kubeli dengan lengkap.
Cuma sementara ini belum dapat mengangkutnya pulang."
"Tentang pihak Gikun (pasukan pemberontak) mengirim
utusan mencari obat-obatan di kotaraja, hal ini sudah
diketahui juga oleh pihak kerajaan," tutur Ki Kiam-hong.
"Syukur dari bantuan beberapa kawan, segala kebutuhan
sudah dapat kubeli lengkap. Cuma untuk membawanya ke
Cadam, inilah yang sulit sebab akhir-akhir ini pemeriksaan
cukup ketat, dalam perjalanan setiap saat mungkin jaga bisa
dicegat." "Di mana obat-obatan itu disembunyikan?" tanya Se kiat.
"Untung sudah lama kuangkut keluar kota. sekarang
tersimpan di gua rahasia sini," tutur Ki Kiam-hong. "Cuma
daerah sini masih termasuk wilayah kotaraja dan tentu
berkeliaran peronda antek kerajaan. Umpama rintangan di sini
dapat kita tembus, sepanjang perjalanan juga perlu
pengawalan."
Bicara sampai di sini ia jadi tertawa sendiri, katanya. "Kukira
tiada yang berani menjadi pengawal kiriman ini, terpaksa
mungkin aku yang harus tampil sendiri. Cuma sayang saat ini
aku belum sempat pergi dari sini, harus tunggu pulangnya
Suma-hiangcu dulu."
"Tidak, tidak, urusan ini kami tidak berani membikin repot
Kai-pang kalian," kata Kai Hong. "Bantuan kalian kepada kami
sudah terlalu banyak dan cukup sampai di sini saja."
Pui Liang kuatir Nyo Yam tidak paham seluk beluk urusan
ini, maka ia coba memberi penjelasan, "Meski Kai-pang ada
hubungan dengan pasukan pemberontak kita, tapi belum
memusuhi pihak kerajaan secara terang-terangan. Maka
urusan ini sedapatnya jangan sampai melibatkan Kai-pang
secara keseluruhannya, hal ini akan banyak menimbulkan
kesulitan di kemudian hari."
"Eh, bagaimana kalau perbolehkan aku melamar untuk
menjadi pengawal?" kata Se-kiat tiba tiba.
"Ce-laute," kata Ki Kiam-hong. "meski kepandaianmu
sangat tinggi, tapi melulu engkau orang . . . "
Ia tidak melanjutkan, tapi Nyo Yam sudah tahu apa yang
hendak dikemukakannya. Namuu ia pun tidak menanggapi.
Tampaknya Ki Kiam-hong rada kecewa, katanya, "Sudahlah,
urusan ini boleh kita bicarakan lagi nanti. Oya, bicara tentang
pengawalan, aku jadi teringat kepada Cin-wan-piaukiok. Cesiauhiap,
kabarnya ibumu sekarang berada di piaukiok sana?"
"Betul, aku pun sudah bertemu dengan ibu," sahut Se-kiat.
" Terus terang, lantaran kami tidak leluasa tinggal di piaukiok,
maka kami sengaja datang ke sini untuk menghindar beberapa
hari." "Memangnya terjadi urusan apa dengan piaukiok?" tanya Ki
Kiam-hong. Se-kiat menghela napas tanpa menjawab dan
dipandangnya Nyo Yam.
"Bicara saja, tidak menjadi soal," kata Nyo Yam.
Segera Ki Kiam hong mengerti persoalannya, katanya,
"Sudahlah, Ce-siauhiap, tidak perlu kau jelaskan lagi, kukira
pasti pamanmu mempersulit Cin-wan piaukiok."
Se-kiat mengangguk, "Ya, esok lusa adalah hari Hancongpiauthau
meresmikan pengunduran dirinya, maka harus
kutunggu lagi beberapa hari baru dapat melaksanakan urusan
lain." "Sudah kuterima kartu undangan Han-lopiauthau," kata Ki
Kiam hong, "Biarlah esok lusa kupergi bersamamu."
Se kiat kegirangan, "Hah, bagus sekali." Mendadak Ki Kiam
hong berkata kepada Liong Leng cu, "Pada 20 tahun yang lalu
ada seorang Tian-taihiap berjuluk Giok-liong-thaysu (putra
makota naga kemala), adakah sesuatu hubungan antara dia
dengan nona?"
Leng-cu melengak, ia heran dari mana orang tahu asal
usulnya, maka ia pun tidak perlu merahasiakan diri lagi,
jawabnya, "O, beliau adalah ayahku Cuma aku ikut she ibu.
Entah ada urusan apa Tocu tanya tentang ayah?"
"Dahulu aku pernah berjumpa satu kali dengan ayahmu."
tutur Ki Kiam bong, "Tentang permusuhan Pek toh lancu
dengan ayahmu aku pun tahu. Akhir-akhir ini pun kuketahui
apa yang dialami nona di Ki-lian-san itu sebenarnya juga
didalangi oleh Pek-toh sancu."
Baru sekarang Leng-cu tahu orang mengetahui asal-usulnya
dari kejadian di Ki-lian-san dulu. Ia coba tanya, "Tentang
permusuhan ayah dengan Pek-toh-sancu apakah Ki tocu
dengar langsung dari mendiang ayahku?"
"Bukan, kudengar dari sumber lain," jawab Ki Kiam-hong.
"Sebenarnya tidak mengherankan bahwa Pek-toh-sancu
hendak menangkap nona. Hanya suatu urusan lain yang
membuatku tidak mengerti. Yaitu kabarnya ada anak murid
Thian-san-pai juga berusaha hendak menangkap nona, masa
bisa terjadi pihak Thian-san-pai berkomplot dengan Pek-tohsan?"
"Sebabnya Thian-san-pai memusuhiku adalah karena
urusan lain dan tidak ada langkut-pautnya dengan Pek tohsan,"
tutur Leng-cu tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Malamnya, karena macam-macam pikiran, Nyo Yam tidak
dapat pulas. Tiba-tiba didengarnya suara suitan panjang sayup
sayup berkumandang dari kejauhan.
Ia terkejut, jelai lwekang yang bersuit tidak lemah. Ia
bangun dan mengenakan baju, dilihatnya Ki Kiam-hong sudah
membuka pintu rahasia gua.
Suara suitan itu sebenarnya sangat lirih kedengaran, karena
lwekang Nyo Yam sangat tinggi, daya pendengarannya sangat
tajam, maka dapat didengarnya. Liong Leng cu tertidur
nyenyak dan tidak mendengar. Ce Se- kiat baru saja terjaga
bangun juga, "Tocu, biar kuikut keluar," desis Nyo Yam kepada Ki Kiamhong.
Pengemis tua itu mengangguk, tapi berkata kepada Ce Sekiat,
"Ce-siauhiap, harap engkau menjagakan sarangku."
Setelah meninggalkan tebing, segera Ki Kiam-hong berlari
cepat. Meski ginkang Nyo Yam tidak kalah dibandingkan
pengemis tua itu, tapi perlu juga mengerahkan tenaga baru
dapat menyusulnya. Apalagi dilihatnya pengemis tua itu berlari
dengan ringan saja tanpa banyak keluarkan tenaga, mau-tak
mau Nyo Yam merasa kagum.
Setelah menyusulnya, Nyo Yam coba tanya dia, "Siapakah
lawan ini?"
"Bukan lawan, tapi orang sendiri," jawab Ki Kiam-hong.
Jawaban ini berbalik di luar dugaan Nyo Yam, ia coba tanya
lagi, "Orang sendiri siapa?"
"Suma Hian, Suma-hiangcu kami," jawab Ki Kiam-hong.
Keterangan ini membuat Nyo Yam tambah heran. Hiangcu
sendiri pulang, buat apa memberitahu dengan bersuit segala"
Mengapa sikap Ki Kiam-hong serupa bakal menghadapi musuh
tangguh dan kelihatan tegang" Apalagi bersuit di tengah
malam buta, jika ada antek kerajaan yang mengintai di sekitar
situ, bukankah rahasia sarang Kai-pang akan ketahuan"
Selagi sangsi, terdengar suara suitan tadi bergema pula,
sekali ini terdengar dengan lebih jelas.
Ki Kiam-Long seperti terkejut, serunya, "Wah, celaka!"
"Celaka bagaimana?" tanya Nyo Yam dengan bingung.
"Suma Hian kepergok musuh tangguh dan terluka," tutur Ki
Kiam-hong. Nyo Yam terkejut, tanyanya, "Dari mana kau tahu?"
"Dari suitannya yang pertama tadi sudah kudengar
tenaganya tidak cukup, suara suitan kedua semakin lemah,
jelas dia sudah terluka."
Namun Nyo Yam justru tidak merasakan kelainan pada
suara suitan orang, maka ia merasa sangsi. Ia juga pernah
belajar cara mendengarkan suara untuk menentukan arah
senjata, dapat didengarnya tempat datangnya suara suitan
sedikitnya lebih dari satu li jauhnya. Kumatidang suara suitan
dari jarak sejauh itu dapat diketahui suara siapa, bahkan
diketahui orangnya terluka, sungguh sukar untuk dipercaya.
Padahal ia tahu Suma Hian sama tangkasnya dengan
Honghu Siong, di dunia persilatan sudah tergolong jago kelas
satu, kecuali berhadapan dengan musuh setingkat Ostai atau
We Tiang-jing, kalau orang lain jarang yang mampu
melukainya. Padahal dalam keadaan genting di kotaraja,
rasanya Ostai dan We Tiang-jing takkan datang ke Se-san di
tengah malam buta begini.
Dalam pada itu Ki Kiam-hong tidak sempat bicara lagi
dengan Nyo Yam. segera ia percepat langkahnya menuju ke
arah datangnya suara.
Benar juga, sejenak kemudian segera terdengar suara
bentakan, suara dua orang sedang bertempur dengan sengit.
Dari jarak antara setengah li mendadak Ki Kiam-hong juga
mengeluarkan suara suitan panjang.
Tentu saja Nyo Yam heran apakah suara Ki Kiam-hong ini
takkan mengejutkan musuh dan membuatnya lari ketakutan"
Menurut jalan pikiran anak muda ini, seharusnya Ki Kiam-hong
merunduk datang secara diam-diam dan sedapatnya menawan
musuh hidup-hidup.
Belum lagi lenyap pikirannya, benarlah terlihat sesosok
bayangan hitam muncul di lereng bukit sana dan lari ke
bawah. Pada saat yang sama lantas terdengar suara seorang
berseru, "Tocu, jangan urus diriku, tangkap musuh dulu!"
Suaranya serak, dari suaranya dapatlah Nyo Yam
mendengar orang ini memang terluka parah. Baru sekarang ia
sadar duduknya perkara. Rupanya suara suitan Ki Kiam-hong
tedi sengaja digunakan untuk menggertak lari musuh. Soalnya


Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia tahu Suma Hian terluka dan kuatir tidak keburu
menolongnya, maka lebih dulu ingin menggertak lari musuh.
Begitulah, dengan cepat luar biasa Ki Kiam-hong tepat
mencegat di depan orang yang sedang kabur itu sambil
membentak. "Lari ke mana tawanan antek!!"
Sekali tangan bergerak, kontan ia tampar muka orang
secepat kilat. Cepat orang itu mengegos, namun tidak urung muka terasa
panas pedas tersambar oleh angin pukulan. Keruan lelaki itu
menjadi gusar, bentaknya, "Pengemis tua, apakah kau ini Ki
Kiam-hong?"
"Kalau betul mau apa?" jawab Kiam-hong. pukulan kedua
segera dilontarkan.
"Baik, ingin kulihat betapa tinggi kepandaian-mu, kalau
berani ayolah bertempur tiga ratus jurus denganku!!" jengek
orang itu, sembari bicara sambil menggeser dan segera balas
menghantam. Ki Kiam-hong juga mengalak dengan ringan, serangan
lawan seperti sudah terduga sebelumnya, menyusul telapak
tangan lain berputar dan menghantam pula.
Namun orang itu pun menangkis dan menyerang lagi
dengan cara yang tepat, setiap serangan Ki Kiam hong dapat
dipatenkannya dengan cepat dan tepat.
Di tengah sambaran angin pukulan lawan, tiba tiba Ki Kiamhong
mengendus bau harum, tanpa terasa timbul rasa mabuk
yang membuatnya mengantuk.
Terkesiap hati Ki Kiam-hong, bentaknya, "Kiranya siluman
dari Pek-toh-san!"
Kembali tangannya menampar lagi, sekali ini hampir seluruh
tenaganya dikerahkan. Begitu kedua tangan beradu,
"blang",
orang itu tergetar mundur beberapa langkah.
Namun Ki Kiam hong tidak menyerang lebih lanjut meski di
atas angin, ia cuma mendengus, "Biarlah utangmu sementara
kucatat dulu dan akan kutagih lagi kelak."
Kiranya setelah bergebrak tiga jurus dengan orang itu. Siam
hong sendiri harus sekaligus berjaga-jaga terhadap racun
pukulan musuh. Jika begitu mungkin dalam tiga ratus jurus
juga takkan menang. Apabila ia harus, menolong kawan lebih
dulu maka dia tidak berani ayal lagi.
Sebaliknya orang itu pun rada jeri setelah bergebrak tiga
jurus, ia tertawa dan berkata "Ki Kiam-hong, masa cuma tiga
jurus saja pertarungan kita" Baiklah, sisa 297 jurus biarlah
kucoba lagi padamu kelak."
Habis bicara segera ia hendak angkat kaki begitu saja.
Mendadak Nyo Yam membentak, "Aku saja yang
menandangimu 297 jurus lagi!"
Tahu tahu anak muda ini sudah mengadang di depan lelaki
itu. Tentu saja dia terkejut atas kecepatan Nyo Yam, tapi
dilihatnya lawan masih muda belia sehingga tidak begitu
diperhatikannya, katanya, "Hrn, anak kecil ingin mampus,
boleh kupenuhi permintaanmu."
Sembari bersuara sekaligus ia menghantam dengan kepalan
dan telapak tangan, jurus serangan serupa yang digunakannya
terhadap Ki Kiam hong tadi.
Akan tetapi Nyo Yam juga lantas bergerak, kedua tangan
berputar melingkar dan menimbulkan daya gempur yang
dahsyat. Inilah Toa-si-mi ciang-hoat dari Thian san-pai yang
terkenal, tenaga pukulan Toa-si-mi-ciang-hoat sangat ajaib,
bilamana serangan rnusuh kuat, daya tahannya juga kuat.
Padahal tenaga orang itu jelas di atas Nyo Yam, tapi entah
mengapa tetap tidak dapat menembus garis pertahanan Nyo
Yam. Setelah menyerang dengan keras dan tidak berhasil,
mendadak orang itu berganti jurus serangan, dengan jari
tangan kiri ia mencengkeram dengan jurus "Yu-kong-tam-jiu"
atau mencengkeram kosong ke udara, tulang lemas pundak
Nyo Yam hendak dicengkeramnya. Berbareng tenaga pada
tangan kiri diperkeras, tujuannya ingin membuat Nyo Yam
tidak sempat berjaga di sana-sini sekaligus.
Tak terduga Nyo Yam manyambutnya dengan tergelak,
"Haha, boleh kita coba!"
Ia pun menirukan gerakan orang dengan mencengkeram,
cuma cengkeramannya ini adalah Liong jiau-jiu ajaran Liong
Leng cu. jauh lebih lihai dibandingkan cengkeraman lawan.
Merasa angin tajam menyambar tiba, lelaki itu tahu gelagat
tidak menguntungkan, cepat ia ganti cengkeram menjadi
pukulan tangan untuk menghadapi serangan Nyo Yam dengan
keras lawan keras.
"Biang", Nvo Yam tergeliat dan tergetar mundur juga dua
tindak. Namun lelaki itu pun sangat terkejut, sebab tenaga
dalam Nyo Yam ternyata jauh di atas dugaannya.
Kecuali itu ada dua hal lagi yang membuatnya terkejut,
yaitu pertama, ia sendiri adalah seorang ahli ilmu silat, namun
kedua jurus serangan Nyo Yam ternyata tidak dikenalnya.
Kedua, yang membuatnya terlebih terkejut adalah pukulannya
yang berbisa, yaitu padi telapak tangannya dipoles semacam
obat yang dapat membuat orang lemas dan kehilangan daya
perlawanan. Tapi sekarang Nyo Yam tetap dapat menangkis
serangannya tanpa cedera sedikit pun, bahkan tenaganya
tidak kelihatan terpengaruh sedikit pun, dengan sendirinya hal
ini sangat mengejutkan orang itu.
Begitu mundur segera Nyo Yam mendesak maju iagi sambil
membentak, "Kalau menerima tanpa memberi kurang hormat,
ini, kaupun sambut pukulanku!"
Berbareng kedua telapak tangannya berputar melingkar, di
tengah lingkaran besar tercipta pula lingkaran lingkaran kecil
dan membuat pandangan lawan menjadi kabur.
Seketika orang itu seperti tenggalam dalam pusaran yang
kuat dan terdampar oleh tenaga pukulan dari berbagai
penjuru. Jurus serangan Nyo Yam ini dikenal oleh lelaki itu malah, ia
terkejut dan berseru "Hei, apakah Siau Yat-khek adalah
gurumu?" Kiranya jurus yang dilontarkan Nyo Yam ini adalah jurus
serangan "Sau yap-ciang-hoat" atau ilmu pukulan menyapu
daun ciptaan Siau Yat-khek yang dulu pernah bertempur
dengan lelaki ini di Ki lian-san. Lelaki ini tak-lain-tak-bukan
adalah Ubun Lui, keponakan Pek-toh-sancu, namun Ubun Lui
tidak kenal siapa Nyo Yam.
Dengan tertawa Nyo Yam menjawab, "Siau-locianpwe tidak
sudi menjadi guruku beliau mengajarkan jurus ini kepadaku
dengan syarat, apakah kau ingin tahu?"
"Hm, syarat apa?" jengek Ubun Lui.
"Hari itu dengan tipu licik engkau telah melukai dia, maka
dia menyuruhku membunuhmu dengan kungfu ajarannya,"
tutur Nyo Yam. "Hm, anak ingusan seperti kau dapat membunuhku?"
jengek Ubun Lui, meski demikian bicaranya, namun kaki
segera tancap gas dan kabur dengan cepat.
"Jika kau bilang aku tidak dapat membunuhmu, kenapa kita
tidak coba-coba lagi?" teriak Nyo Yam.
Lari Ubun Lui secepat terbang, suaranya berkumandang
dari jauh, "Aku tidak sudi bergebrak dengan anak muda
macammu. Pulang saja dan sampaikan kepada Siau Yat-khek,
bila dia ingin menuntut balas, setiap saat boleh cari padaku di
Pek-toh-san."
Dengan sendirinya ucapannya cuma untuk menutupi rasa
malunya saja. Soalnya karena pukulannya yang berbisa tidak
dapat mencederai Nyo Yam, betapapun ia menjadi jeri, kalau
melulu berdasarkan kepandaian sejati jelas dia tidak dapat
menang, apalagi saat itu Ki Kiam-hong sedang menolong
Suma Hian yang terluka, sebentar lagi kalau sempat ikut
mengerubutnya, tentu sukar baginya untuk lari, dengan
sendirinya ia tidak berani tinggal lebih lama di situ dan cepat
angkat langkah seribu.
"Haha, kiranya engkau hanya sanggup bergebrak
sekadarnya denganku tapi masih berani, omong besar," seru
Nyo Yam dengan tertawa. "Mungkin manusia yang berkulit
muka paling tebal di dunia ini adalah dirimu dan tidak ada
orang lain."
Setelah memperolokkan Ubuh Lui, untuk membela Ki Kiamhong,
ia pun tidak mengejar Ubun Lui lagi.
Dalam pada itu Ki Kiam-hong sudah selesai membalut luka
Suma Hian, namun keadaan Suma Hian masih belum sadar,
bahkan kelihatan berjingkrak serupa menari.
"Tocu, jangan . . . jangan hiraukan diriku," teriaknya
meracau. " Oo, aku . . . aku sangat susah . . . ah. tidak,
sangat . . . sangat enak . . . enak .. terbang . . . terbang ke
sorga." Bermula ucapannya masih jelas, tapi kemudian lantas tak
keruan jentrungannya, serupa orang kuras waras.
Ki Kiam-hong tak berdaya, katanya, "Nyo-laute, syukur
engkau lelah membantu mengusir siluman dari Pek-toh-san
itu. Keparat itu berlatih sejenis ilmu pukulan berbisa, setelah
bergebrak dengan dia, tampaknya Nyo-laute tidak gentar
teihadap racun pukulannya?"
"Ya soalnya aku mempunyai obat penawar. Tocu jangan
kuatir," kata Nyo Yam.
Kejut dan gembira Ki Kiam-hong, "Hah, Nyo-lacte sungguh
hebat, mengapa obat penawar khas Pek-toh san berada
padamu?" "Pek-toh san memang mempunyai semacam obat istimewa,
namanya siu-sian wan. kekuatan pil ini tiada ubahnya seperti
candu, dapat membuat orang ketagihan. Ada dua orang, yaitu
In-tiong siang-sat, yang ikut mengedarkan Sin-sian wan
keluaran Pek toh san itu salah seorang di antaranya pernah ku
bekuk dan dari dia kudapatkan obat penawar ini."
Sembari bicara ia terus memberi minum satu biji pil yang
dimaksud kepada Suma Hian.
Obat penawarnya memang sangat mujarab hanya sebentar
saja Suma Hian sudah siuman, setelah menghela napas lega,
lalu berkata, "Sungguh siluman yang lihai, syukur Tocu datang
tepat pada waktunya sehingga jiwaku tertolong"
"Yang menyelamatkan jiwamu adalah Nyo-siauhiap ini,"
tutur Ki Kiam-hong.
Cepat Suma Hian mengucapkan terima kasih kepada Nyo
Yam. "Ah, orang sendiri, tidak perlu banyak adat," kata Nyo Yam.
"Nyo-siauhiap ini orang sendiri, maka tidak perlu lagi
kupantang bicara," kata Suma Hian, Lalu ia menuturkan
pengalamannya kepergok musuh ketika pulang sampai di
dekat Pit-mo-kai.
"Racun yang dipoles pada telapak tangan keparat tadi
adalah cairan Sin-sian-wan," tutur Ki Kiam-hong.
"O, jadi siluman ini dari Fek-toh-san?" kata Suma Hian.
"Betul, tapi sesungguhnya apa kedudukannya di Pek-tohsan
belum diketahui," ujar Ki Kiam-hong.
"Orang ini pernah bergebrak satu kali denganku," tutur Nyo
Yam. "Dia adalah kemenakan Pek-toh-sancu."
Suma Hian terkejut, "Umpama tidak menggunakan pukulan
berbisa juga kepandaiannya tidak di bawahku. Tak tersangka
kemenakan Pek-toh-sancu saja sedemikian lihai, pantas TanTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
jiu-sing minta bergabung dengan kita untuk menghadapi Pektoh-
sancu." Tan-jiu-sing adalah tokoh Kong-tontg-pai guru Beng Hoa.
Seketika Nyo Yam menaruh perhatian demi mendengar nama
Tan-jiu-sing disebut.
Suma Hian seperti dapat merasakan sikap Nyo Yam itu.
katanya, "Nyo-siauhiap adalah orang sendiri, tidak ada
alangannya kukatakan padamu. Atas perintah Tocu.
kepergianku kali ini adalah untuk memenuhi undangan Tanjiu-
sing untuk berunding cara bagaimana menghadapi Pektoh-
san. Tan-jiu-sing telah mengetahui rahasia cara Pek tohsan
membikin susah kaum pendekar kita dengan obat
racunnya, terutama korban yang ketagihan sehingga lahir
batin manyerah di bawah kekuasaan mereka. Sudah diketahui
ada beberapa anak murid Kong-tong- pai berada di bawah
pengaruh siluman dari Pek toh-san."
Hal ini sudah diketahui oleh Nyo Yam, ia pikir tentang
persekongkolan keluarga Lau bersaudara dengan pihak Pektoh-
san ternyata sudah diketahui oleh Tan jin sing, padahal
mereka mengira dapat mengelabui perguruannya.
Suma Hian menyambung lagi, "Ketika di Kong-tong-san, di
luar dugaan telah kutemui seorang tokoh yang termasyhur."
"Oo. siapakah dia?" tanya Ki Kiam-hong-
"Beng Hoa, murid Tan-jiu-sing," tutur Suma Hiau.
"Beng Hoa pulang ke kong-tong san untuk menjenguk sang
guru, kan tidak perlu diherankan," ujar Kiamu liong
"Tidak, dia pulang ke Kong tong san adalah untuk
melaporkan suatu peristiwa aneh yang bersangkutan dengan
Thian tun-pai dan dia datang selaku murid tidak resmi dari
Thian-san-pai."
Hati Nyo Yam berdebar, sebab ia tahu yang dimaksud pesti
urusan yang menyangkut dirinya.
Benar juga, didengarnya Suma Hian menyambung lagi,
"Menurut cerita Beng Hoa, Thian-san pai ada seorang murid
murtad, namanya Nyo Yam. usianya antara 20 an, namun
sangat tabah dan juga tinggi kepandaiannya sehingga seorang
Tianglo (tertua) perguruannya juga dilukainya. Thian-san pai
sudah memutuskan akan memecatnya, sebab itulah semua
golongan dan aliran akan diberitahu agar selanjutnya tidak
menganggapnya sebagai murid Thian-san-pai. Beng Hoa minta
kusampaikan urusan itu kepada Pang kita supaya
mengetahuinya."
"Apakah Thian-san-pai minta berbagai aliran lain membantu
mereka menangkap murid murtad itu?" tanya Nyo Yam
"Tidak," jawab Suma Hian. "Tokoh Thian san pai tak
terhitung banyaknya, untuk membersihkan perguruan sendiri
mereka tidak perlu bantuan orang luar. Thian-san-pai cuma
kuatir murid murtad ini akan mencemarkan nama baik Thiansan-
pai, maka sesuai peraturan umum setiap aliran dan
golongan perlu di-beritahu."
Bahwa Ciok Thian-heng pasti takkan mengampuni dirinya,
hal ini memang sudah dalam dugaan Nyo Yam. Tapi sekarang
ketua Thian-san-pai juga percaya kepada keterangan sepihak
dari Ciok Thian-heng, bahkan secara resmi menyiarkannya
kepada aliran lain Meski Nyo Yam tidak berharap lagi menjadi
murid Thian san-pai, tapi demi mengetahui urusan berlarut


Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sejauh itu, hatinya menjadi panas juga.
Waktu Suma Hian bicara tadi, berulang Si Kiam-hong
berdebum, namun tidak di-perhatikan oleh kawannya itu.
Maka Suma Hian berkata lagi, "Beng Hoa tidak menjelaskan
apa kedudukan murid murid itu, tapi kemudian dari Tan jiusing
kudapat tahu bahwa murid murtad yang bernama Nyo
Yam itu adalah saudara Beng Hoa sendiri berlainan ayah.
Coba, bukankah urusan ini rada di luar dugaan, padahal nama
baik Beng Hoa termashur, tak tersangka saudaranya bisa . . "
Kembali Ki Kiam-hong berdehem beberapa kali, sekali ini
barulah dirasakan oleh Suma Hian, cepat ia mengalihkan
pokok pembicaraan, katanya, "Oya, saudara Nyo, sejauh ini
belum lagi kuminta petunjuk siapa namamu yang terhormat."
Ia pikir masakah urusan begini kebetulan" Dengan
menggigit bibir, pelahan Nyo Yam berkata, "Aku tak-lain-takbukan
adalah murid murtad Nyo Yam yang telah dipecat oleh
Thian-san-pai itu. Mestinya sejak tadi kukatakan kepada kalian
bahwa anda ialah wesel bilamana kalian menganggapku
sebagai orang sendiri."
Keruan Suma Hian serba kikuk, ucapnya dengan tergegap,
"Oo, ma . . . maaf, Nyo-heng, sungguh aku . . . aku tidak tahu
. ." "Baru sekarang kau tahu kan juga belum terlambat," ucap
Nyo Yam. "Biar kumohon diri saja."
Mendadak Ki Kiam-hong tergelak dan menarik Nyo Yam,
katanya, "Ai, saudara Nyo, Thian san-pai bukan Kai-pang dan
Kai-pang bukan Thian-san-pai, bahwa engkau melanggar
peraturan Thian-san-pai sendiri, bagaimana duduk perkara
yang sebenarnya tidak enak baginya untuk bertanya, juga
kami tidak ingin ikut campur. Tapi bagi Kai-pang kami, engkau
adalah tuan penolong saudara kami. Nyo siauhiap, apabila
engkau tidak memandang rendah padaku, maka hendaknya
engkau tetap sahabat kami."
Segera Suma Hian menukas, "Ya, saudara Nyo, janganlah
engkau salah paham akan maksudku. Aku menyesali
kecerobohanku sendiri, aku tidak tahu Nyo Yam adalah
engkau sendiri, tadi waktu kubicara juga menyinggung
perasaanmu, untuk itu hendaknya engkau jangan marah.
Engkau adalah tuan penolong jiwaku, tidak nanti kupercaya
kepada keterangan sepihak dari Thian-san pai."
"Tapi orang Thian san pai memang tidak salah omong, aku
memang betul telah bersalah seperti keterangan mereka,"
kata Nyo Yam. Mendadak Suma Hian menepuk dada,
terusnya, "Saudara Nyo, biarpun benar engkau berbuat salah,
engkau tetap juga tuan penolongku. Seorang lelaki harus
tegas membedakan budi dan benci, bilamana tenagaku
diperlukan, terjun ke lautan api pun takkan kutolak. Yang
kuharap hanya sudilah engkau jangan marah padaku."
"Saudara Nyo," Ki Kiam-hong menambahkan, "dilihat dari
kebesaran jiwamu ini, aku pun tidak percaya tuduhan Thiansan-
pai atas dosamu. Menurut pendapat ku, tentu engkau ada
alasan yang sukar dijelaskan, maka tidak mau membela diri."
Mendengar ucapan mereka yang tulus itu, Nyo Yam
menghela napas, ucapnya, "Baiklah, terima kasih banyak atas
kepercayaan kalian terhadapku. Urusan ini sebaiknya jangan
kita bicarakan lagi."
Ki Kiam-hong mengira anak muda itu sudah batalkan
maksud kepergiannya, maka ia pun tidak bicara lebih lanjut.
Setiba kembali di Pit mo kai, Ce Se-kiat, Liong Leng cu,
Honghu Siong dan lain-lain sudah sama bangun dan
mengetahui telah terjadi kegemparan di luar mereka sedang
menunggu kepulangan Ki Kiam-hong dengan cemas, maka
ketika melihat Suma Hian ikut pulang bersama mereka,
mereka terkejut, yang seorang tanya Suma Hian dan yang lain
tanya Nyo Yam apa yang terjadi dan apakah mereka terluka".
Honghu Siong adalah seorang tokoh kelas tinggi, dapat
dilihatnya keadaan Suma Hiau yang terluka, sedangkan Liong
Leng cu juga melihat wajah Nyo Yam yang pucat dan berbeda
daripada biasanya, disangkanya anak muda iiu juga terluka.
"Tidak, aku tidak terluka," jawab Nyo Yam dengan singkat.
Dengan tertawa Suma Hian juga berkata, "Justru berkat
pertolongan Nyo-siauhiap, kalau tidak jiwaku pasti sukar
dipertahankan. Sedikit luka yang masih kurasakan tidak
menjadi soal lagi."
Lalu Suma Hian menguraikan apa yang terjadi tadi.
"Kembali perbuatan Ubun Lui lagi," ucap Leng cu dengan
gemas. Ketika di Ki lian san dia hampir tertangkap oleh Ubun Lui,
hal ini juga diketahui oleh Ce Se-kiat.
"Jangan kuatir, nona Liong," kata Se-kiat. "Meski tinggi juga
kepandaian Ubun Lui, ku-yakin aku dan adik Yam masih
sanggup melayani dia. Bilamana kepergok dia lagi kami pasti
akan hajar dia untuk melampiaskankan dendammu."
"Tocu," sela Honghu Siong, "jejak kita sudah diketahui
Ubun Lui, apakah kita tidak perlu bersiap-siap seperlunya?"
"Obat-obatan itu tersimpan di gua belakang, seketika sukar
untuk diangkut pergi terpaksa kita harus untung-untungan,"
ujar Ki Kiam-hong. "Bilamana mereka mencari kemari, kukira
gua dibelakang juga sukar ditemukan. Cuma sekarang
beberapa orang di antara kita sebaiknya pergi dulu dari sini."
Ia pikir sejenak, lalu menyambung, "Kai-pang tidak pernah
memusuhi kerajaan Jing secara terpaksa, yang dikuatirkan
sekarang adalah obat-obatan dan buronan yang mereka cari
itu. Begini saja. esok boleh engkau membawa Kai Hong
bertiga menyingkir dulu ke Peng po-san, berbareng itu akan
kuberitahukan kepada anggota Pang kita agar dalam beberapa
hari ini jangan berkunjung kemari."
Karena urusan terjadi secara mendadak, terpaksa hanya
langkah ini yang dapat diambil.
Malamnya Nyo Yam tidak dapat pulas, hatinya kusut dan
pikiran bimbang.
Maklumlah, dia memang seorang anak muda yang
emosinal, demi mengetahui Thian-San-pai telah memecatnya
secara resmi, pergolakan batinnya tentu saja sukar
ditenangkan. Sebenarnya dia tidak merasa gnsar atau dendam
sebab keputusan demikian memang sudah dalam dugaannya.
Ia tidak sedih bagi dirinya sendiri melainkan kuatir bagi Ling
Peng-ji. Saat itu Ling Peng ji memang sedang memburu kembali ke
Thian-san untuk mengadakan pembelaan baginya.
Dapat dibayangkan olehnya Ciok Thian-heng dan lain-lain
pasti akan paksa Peng-ji bicara hal-hal kejelekannya, bahkan
menyuruh Peng-ji mengaku diganggu oleh Nyo Yam. Jika
sekarang Ling Peng-ji berbalik membelanya, maka akibatnya
dapatlah dibayangkan, umpama Peng ji takkan dibebani dosa
yang sama, tentu si nona juga akan ikut terembet dan sangat
mungkin akan mendapat malu besar,
Ling Peng ji adalah gadis yang dicintai dan dihormati Nyo
Yam, teringat kepada kemungkinan si nona akan mendapat
malu, seketika darahnya bergolak.
Semalam suntuk itu ia tidak bisa tidur, pagi pagi sekali ia
lantai bangun dan menarik Liong Leng-cu keluar.
Setiba di tempat yang sepi. dengan tertawa Lena-cu
mendahului menegur, "Sepagi ini kau-tarikku keluar, apakah
ada yang hendak kau-bicarakan denganku sendirian?"
"Betul, kumohon dua hal padamu," kata Nyo Yam.
"Ai, kenapa engkau jadi sungkan padaku seperti baru kenal
saja?" ujar Leng-cu dengan tertawa. "Ayolah katakan saja."
"Pertama, kumohon engkau pulang untuk menemani
kakekmu," ucap Nyo Yam. "Pulanglah setelah hadir dalam
perayaan mengundurkan diri Han-lopiauthau."
"Urusan ini kan sudah kusanggupi?" bata Leng-cu dengan
bingung. "Baik, tidak peduli apa pun hendaknya pendirianmu ini
jangan berubah," kata Nyo Yam tegas.
"Tentu saja pendirianku takkan sembarangan berubah,
tidak nanti kujilat kembali perkataanku sendiri," kata si nona.
"Bagus," seru Nyo Yam. "Dan ketahuilah aku tak dapat
pulang bersamamu. Kakekmu berdiam di Leng-ciu-hong
(puncak elang) diTai-kiat-nia, puncak itu sesuai namanya
serupa elang yang pentang sayap hendak terbang, sangat
mudah dikenali, tentu akan kau temukan puncak gunung itu."
"Mengapa engkau tidak takut pulang bersamaku?" tanya
Leng-cu dengan terkejut.
"Ada suatu urutan perlu kuselesaikan dulu sehabis
melaksanakan pekerjaan ini segera ku-pulang," jawab Nyo
Yam. "Urusan apa?"
"Maaf, tak dapat kujelaskan sekarang."
Mulut Leng-cu menjengkit, katanya kurang senang, "Tidak
kau katakan terus terang, aku pun tak mau pulang."
"Ai, baru saja kau bilang takkan menjilat kembali ucapan
tendiri," kata Nyo Yam.
Leng cu menghela napas, "Rupanya aku telah terjebak
olehmu. Tapi aku cuma ingin tahu pekerjaanmu ini apakah
akan menghadapi bahaya" harap kau katakan terus terang "
"Aku tidak tahu," jawab Nyo Yam. " Hendaknya kau percaya
padaku, asalkan aku masih hidup di dunia ini, aku pasti akan
pulang ke Leng-ciu hong untuk berkumpul denganmu dan
takkan berpisah untuk selamanya."
Terasa manis dan juga getir hati Leng-cu, ucapnya dengan
gegetun, "Padahal aku tidak perlu tanya padamu, bilamana
urusan ini tidak berbahaya, tentu engkau takkan menolak aku
ikut serta. Kutahu engkau tidak mau aku tersangkut dalam
persoalanmu ini."
"Dan hal kedua, hendaknya sampaikan kepada Ki-tocu dan
mintakan maaf kepergianku tanpa pamit ini," sambung Nyo
Yam. "Esok lusa bila bertemu dengan bibiku, harap juga
engkau suka memintakan maaf bagiku."
Tiba-tiba Leng-cu merasa punya alasan, katanya, "Aha,
betul esok lusa adalah hari peresmian pengunduran diri Haulopiauthau,
urusan ini sangat erat hubungannya dengan
bibimu, masa engkau tidak memikirkan lagi bibimu, kenapa
tidak tunggu sampai dia meninggalkan kotaraja dengan
selamat barulah engkau berangkat?"
Perasaan Nyo Yam bergolak hebat, meski sedapatnya
ditahan, namun derita batinnya tetap tertampak pada
wajahnya, sebab tanpa dia toh masih ada Han Wi-bu. Ki Kiam
hong dan Ce Se-kiat yang akan membantu sang bibi, bilamana
benar bibinya terancam bahaya dan Han Wi-bu dan lain-lain
tidak mampu menolong, maka biarpun dia tinggal di situ juga
tetap tidak berguna.
Begitulah Leng-cu lantas diam, agaknya ia dapat memahami
perasaan Nyo Yam.
Hendaklah maklum, orang yang hendak merampas
kekuasaan Cin-wan piaukiok bukan lain adalah ayah Nyo Yam
sendiri. Kedatangan Nya Toa koh untuk membantu Hanlopiau-
liiau sama juga diam-diam memusuhi adiknya sendiri.
Memang betul juga, sengketa Cin-wan-piaukiok hanya sebagai
sebab awal saja, namun di balik itu menyangkut urutan lain
yang terlebih penting, yaitu urusan politik, urusan antara
pasukan membrontak dengan pihak kerajaan Boan jing, Nyo
Bok sendiri tidak lebih juga cuma alat kerajaan saja. Namun
yang tampil ke muka toh tetap ayah Nyo Yam. Maka ia ingin
mengelak, ingin menghindari bertemu dengan sang ayah
supaya tidak terlibat dalam pusaran bentrokan antara bibi dan
ayahnya. Diam-diam leng cu merasa gegetun, pikirnya. "O. kakak
Yam, kusangka engkau jauh lebih kuat daripadaku. tanpa tahu
engkau ada kalanya juga lemah, buktinya sekarang juga
engkau akan menjadi prajurit yang desersi."
Sayang ia kuatir melukai perasaan Nyo Yam, apa yang
dipikirnya tak berani dikatakannya terus terang. Jika dia berani
bicara terus terang, pada waktu emosi Nyo Yam sedang
bergejolak bukan mustahil pendiriannya akan berubah.
Begitulah Nyo Yam berkata lagi dengan perasaan bergolak,
"Sebenarnya aku bermaksud membantu Kai Hong membawa
obat-obatan itu ke Cadam, tapi sekarang, ai, terpaksa harus
kubatalkan niatku ini. Ini pun alasanku mengapa kutinggalkan
kawan Kai-pang tanpa pamit."
"Mengapa engkau membatalkan niatmu ini?" tanya Leng-cu.
"Tugas mengawal barang dapat dilakukan Ce Se-kiat, tentu
orang lain juga sanggup. Sebaliknya urusanku ini tidak dapat
digantikan siapa pun."
"Kutahu urusan apa yang hendak kau lakukan, kuharap
engkau suka pikir lagi masak-masak dan . . .. "
Belum lanjut ucapan Leng-cu, mendadak Nyo Yam menutuk
hiat-to kelumpuhannya, lalu bersuit panjang, katanya, "Apakah
dugaanmu tepat atau tidak mengenai urusanku, cuma engkau
sudah berjanji padaku, engkau harus pulang ke tempat
kakekmu dan tidak boleh ikut padaku."
Rupanya ia kuatir setelah hiat-to Leng-cu ditutuknya nanti
akan kepergok musuh, jika terjadi demikian mungkin si nona
akan celaka, maka ia sengaja bersuit untuk memanggil
kedatangan orang Pit mo-kai.
Waktu Ki Kiam-hong dan Ga Se-kiat memburu tiba,
sementara itu Nyo Yam sudah pergi. Tentu saja Se-kiat dan
lain-lain terkejut, cepat mereka membuka hiat-to Leng-cu dan
bertanya apa yang terjadi.
Tengah bicara Honghu Siong dan Suma Hian juga sudah
datang. Dalam hati Suma Hian cukup maklum persoalannya,
ucapnya dengan menyesal, "semuanya gara garaku."
Lekas Se kiat menariknya ke samping dan bertanya,
"Semalam apa yang kau katakan kepadanya?"
"Aku tidak tahu dia Nyo Yam, tanpa sengaja kubicara
tentang dia dipecat oleh Thian san-pai," tutur Suma Han.
Se-kiat terkejut, "O, pantas dia segera pergi dari sini.
Menuruti wataknya, terang dia tidak dapat membiarkan orang
lain menanggung susah lantaran perbuatannya."
"Siapa yang menanggung susah karena perbuatannya?"
tanya Suma Hian dengan bingung.
"Seorang yang paling baik dengan dia, juga orang yang
disukainya," jawab Se-kiat dengan menghela napas.
Suma Hian tetap tidak paham, tapi tidak tanya lebih lanjur,
ia cuma berkata, "Ce liau-hiap, menurut pendapatmu, dia
pergi ke mana?"
"Kukira besar kemungkinan dia pulang ke Thian-san," ucap
Se-kiat dengan gegetun.
"Hah. jika begitu kan berarti masuk jaring sendiri?" Suma
Hian terkejut.

Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ssst," desis Se-kiat. "Jangan sampai didengar oleh nona
Liong Sebentar bila urusan di sini sudah selesai, biar kucari
Beng-taihiap dan Utti-taihiap agar berdaya untuk
membantunya."
Liong Leng-cu berlagak memejamkan mata dan terluka,
meski tidak seluruhnya ia dengar pembicaraan mereka, tapi
sebagian dapat didengarnya. Padahal sekalipun tidak
mendengar, apa yang dapat diduga oleh Ce Se-kiat dengan
sendirinya juga terpikir olehnya. Bahwasanya Liang Peng-ji
rela menanggung susah bagi Nyo Yam masa aku mandah
tinggal diam saja"
Begitulah perasaan Leng-cu menjadi kusut. Tapi dia sudah
menyanggupi Nyo Yam, sedikitnya harus menunggu lagi
beberapa hari, bilamana sudah jelas kabar tentang sang bibi
barulah dapat meninggalkan kotaraja. Cuma dia sudah ambil
keputusan untuk sementara ini takkan pergi ke Leng ciu-hong
untuk mencari kakeknya.
-ooo0dw0ooo- Upacara pengunduran diri Han Wi-bu terlaksana sesuai
jadwal yang ditentukan.
Hampir setiap pimpinan perusahaan pengawalan di kotaraja
dan kawan dunia persilatan serta tokoh ternama dari daerah
lain sama hadir.
Ki Kiam-hong juga hadir dalam pertemuan ini selaku
pimpinan cabang Kai-pang di kotaraja. Sedangkan Ce Se kiat
dan Liong Leng-cu juga ikut hadir sebagai pengiring Ki Kiamhong
dengan menyamar.
Ki Kiam-hong terhitung tamu terhormat, dia duduk satu
meja bersama tuan rumah, sedangkan Se-kiat dan Leng cu
bercampur dengan orang banyak.
Nyo Toa-koh tidak nampak hadir, Nyo Bok juga tidak
kelihatan. Selesai Han Wi-bu melakukan upacara cuci tangan di
baskom emas, menyusul ia akan mengumumkan nama calon
Congpiauthau yang akan menggantikannya.
Pada saat itulah tiba tiba datang laporan bahwa We taijin
dan Nyo-taijin datang. Maka tertampaklah We Tiang-jing dan
Nyo Bok jalan berendeng masuk ke situ, di belakang mereka
mengikut pula satu orang, cuma orang ini tidak dikenal oleh
Han Wi-bu. Namun sikap orang ini tanpa sungkan-sungkan, juga tidak
perlu diladeni Han Wi-bu, langsung ia ikut We Tiang-jing dan
Nyo Bok duduk di meja tamu yang diagungkan.
Air muka Ki Kiam hong tampak berubah demi melihat orang
ini. Kiranya orang ini bukan lain ialah Ubun Lui yang malam
kemarin habis bergebrak dengan dia.
Han Wi-bu menjadi ragu juga melihat sikap angkuh tamu
yang tak dikenalnya ini. Segera ia memberi hormat dan
menyapa, "Sahabat ini .... "
Segera We Tiang jing mewakili menjawab, "O, dia adalah
sahabat kami, she Ubun dan bernama Lui."
Pengalaman dan pengetahuan Hau Wi-bu sangat luas.
bahwa Pek toh-sancu she Ubun sudah diketahuinya Cuma
nama Ubun Lui selama ini belum pernah didengarnya sehingga
seketika tak terpikir olehnya tamu asing she Ubun ini adalah
orang Pek-toh-san.
Karena harus menghormati We Tiang-jing, sekadar sopan
santun dan basa-basi ia menyatakan rasa kagum dan
hormatnya terhadap Ubun Lui.
Lalu ia memperkenalkan Ki Kiam-hong kepada mereka,
"Inilah Ki tocu, pimpinan Kai-pang di Peking."
Ubun Lui menirukan caranya memberi salam sekadarnya
terhadap Ki Kiam-hong sambil mengucap kagum dengan
hambar, berlagak seperti sebelum ini tidak pernah
mengenalnya. Dengan sendirinya Ki Kiam hong tidak ingin mencari
perkara, maka kebetulan baginya untuk diam saja, kedua
pihak sama-sama tidak menyinggung apa yang pernah terjadi.
Setelah basa basi sejenak, lalu Han Wi-bu berkata, "Nyotaijin,
kenapa murid Nyo-taijin tidak ikut datang?"
"O, sungguh tidak beruntung, mendadak Sing-liong jatuh
sakit sehingga tidak dapat ikut hadir, maaf," jawab Nyo Bok.
Perasaan Han Wi-bu merasa lega, ia tahu cerita Ce Se-kiat
memang betul. Bin Sing-liong ternyata benar telah dilukai oleh
Nyo Yam. Ia pura-pura menyatakan rasa menyesal, "Ai,
sayang! Bin-siauhiap sebenarnya adalah kawan sekerja kita
yang lama, sungguh harus disesalkan tidak dapat ikut hadir.
Akhir-akhir ini Nyo-taijin tentu sehat walafiat dan banyak
rejeki." "Aku sudah tua, akhir-akhir ini sering encok," ucap Nyo Bok
dengan menyengir. "Karena itulah gerak-gerikku agak kurang
leluasa." Padahal dia terluka oleh pukulan ruyung, terpaksa
ditutupinya dengan alasan sakit encok.
Diam-diam Han Wi-bu tertawa geli. namun ia bicara dengan
lagak serius, "Nyo-taijin, engkau adalah pemegang saham
piaukiok, syukur engkau sudi datang dalam keadaan kurang
sehat, maka bolehlah kita bicara dulu mengenai urusan dinas.
Setuju?" "Kedatanganku juga untuk urusan piaukiok," jawab Nyo
Bok. "Maka silakan bicara saja."
---ooo0dw0ooo---
Jilid ke - 7 "Usiaku sudah lanjut, maka kuputuskan akan cuci tangan
dan mengundurkan diri hari ini," demikian tutur Han Wi-bu.
"Tentang jabatan Cong piauthau perusahaan pengawalan ini,
masih ku ingat dahulu Nyo-taijin. pernah mengemukakan,
seperti ingin mengangkat muridmu Bin Sing-liong untuk
menggantikanku. Sayang, sekarang Bin-liong jatuh sakit dan
entah kapan baru akan sehat kembali, maka hal ini . . . ini"
"Jabatan Congpiauthau memang tidak boleh terkatungkatung
tarlampau lama, andaikan sakit Sing-liong sudah
sembuh juga sukar baginya untuk memangku jabatan ini,
maka tidak perlu lagi mempertimbangkan dia," ujar Nyo Bok.
Diam-diam Han Wi-bu bergirang, disangkanya orang tahu
diri dan mau mundur teratur, maka ia berkata pula. "Nyotaijin,
sebenarnya bila engkau sudi kembali ke piaukiok dan
menjabat Congpiauthau, jalan inilah kurasa paling baik. Cuma
Taijin sekarang adalah orang kepercayaan Hongsiang (sri
baginda), biarpun kami mengharapkan demikian juga tidak
berani merendahkan, martabat Nyo-taijin untuk menjadi
Congpiauthau di sini."
"Ah, dengan sendirinya tak dapat kukembali ke sini untuk
menjabat Congpiauthau," kata Nyo Bok. "Pula, hanya dengan
sedikit kepandaianku ini juga tidak sesuai untuk menjadi
pemimpin umum piaukiok nomor satu di kotaraja ini."
Sebenarnya kalau melulu bicara tentang ilmu silat dan
kedudukan Nyo Bok di dunia persilatan, sebagai ahli waris
keluarga Nyo yang terkenal dengan Liok-yang-jiu, meski ilmu
silatnya memang rada di bawah Han Wi-bu, tapi untuk
menjabat pemimpin unum Cin-wan-piaukiok rasanya masih
jauh dari cukup memenuhi syarat.
Maka apa yang diucapkannya tadi selain terasa rendah hati
dan munafik, bahkan juga kontradiktif. Sebab orang tahu dia
bermaksud memupuk muridnya sendiri untuk menjadi
Congpiauthau. masa sang guru dikatakan tidak sesuai malah"
Sebab itulah semua orang dapat merasakan perkataannya
itu hanya untuk melampiaskan rasa dongioi saja. Maklumlah,
muridnya gagal menjadi Congpiauthau, ia sendiri tak berani
meninggalkan jabatan jago pengawal istana sehingga piaukiok
tersebar di kotaraja ini akhirnya tetap berada dalam
kekuasaan Han Wi-bu sendiri, masa tidak heran perasaannya
tidak enak. Han Wi-bu sendiri hanya berharap orang takkan mencari
perkara, tentu saja ia tidak mau menyinggung kelemahan
ucapan orang, malahan cepat ia menanggapi "Ah, Nyo-taijin
saka berkelakar saja. Bahwa Nyo-taijin tidak sudi menduduki
tempat yang rendah di sini, tentu kami tidak berani memaksa,
cuma, cara bagaimana kami harus memilih calon pengganti.
untuk ini mohon Taijin suka memberi gagasan yang berharga."
"Sesungguhnya aku pun tak mempunyai gagasan apa-apa,
cuma mengingat Cin-wan-piaukiok ada hubungan erat
denganku, biarlah pada hari Han-congpiautbau hendak
mengundurkan diri ini aku pun akan menyampaikan sedikit
pesan," kata Nyo Bok. "Tentang cara bagaimana akan memilih
calon pengganti Congpiauthau, rasanya tidak enak bagiku
untuk ikut bicara dan boleh terserah kepada keputusan Hancongpiauthau
sendiri," Han Wi-bu merasa ucapan orang rada aneh, tapi tetap
dianggapnya sebagai pelampias dongkol saja, maka katanya
pula, "Ah, janganlah Nyo-taijin sungkan terhadapku. Bilamana
Nyo-taijin tidak mau mengajukan calon, biarlah kita lakukan
menurut peraturan piaukiok umumnya, apakah Nyo-taijin
setuju?" "Setiap jenis usaha mempunyai peraturannya masingmasing,
bekerja menurut peraturan adalah cara yang patut
dipuji, tentu saja aku setuju," kata Nyo Bok.
Tak tersangka oleh Han Wi-bu bahwa orang langsung
menyatakan setuju begitu saja, dengan girang ia lantas
berseru, "Jika begitu biarlah ku-uraikan sekadarnya peraturan
piaukiok umumnya tentang mundurnya Congpiauthau,
bilamana tiada pendapat lain dari para pemegang saham,
maka penggantinya akan dipilih dari pengurus piaukiok yang
paling lama bekerja dan paling tinggi kungfunya serta paling
dihormati,"
Tiba-tiba We Tiang-jing ikut bicara, "Aku adalah orang luar,
tapi maafkan jika aku menimbrung. Ingin kutanya, apa yang
disebut orang lama piaukiok apakah juga termasuk pemegang
saham?" "Tentu saja termasuk," jawab Han Wi-bu.
"Misalnya aku sendiri, aku menjabat Congpiauthau dan juga
sebagai pemegang saham."
"Dan bagaimana bila pemegang saham itu selama ini tidak
pernah aktif menjadi jago pengawal di sini?" tanya We Tiangjing.
"Tidak perlu pemegang saham, sekalipun orang yang
diusulkannya, asalkan memenuhi syarat juga akan dipilih
dengan hak utama, apalagi si pemegang saham sendiri," ujar
Han Wi-bu. Ia pikir pemegang saham Cin-wan-piaukiok hanya terdiri
dari dia dan Nyo Bok berdua, sekarang Nyo Bok dan muridnya
sudah mengundurkan diri dari pencalonan, tentu tidak perlu
lagi kuatir akan terjadi hal-hal yang tak diharapkan. Maka soal
yang diajukan We Tiang-jing itu sama dengan cari-cari belaka.
Terdengar We Tiang-jing berkata pula, "Tadi Hanlopiauthau
seperti menyatakan syarat calonnya lebih
mengutamakan nama dan ilmu silatnya,, apa betul begitu?"
"Betul," jawab Han Wi-bu.
"Tentang kebesaran nama seseorang sangat sukar dinilai,"
kata We Tiang-jing. "Sebab pada umumnya orang tentu
menganggap nama sendiri terlebih besar sehingga sukar
memberi patokan. Maka menurut pendapatku, akan lebih baik
ditentukan menurut ilmu silat saja, siapa lebih kuat dan siapa
lebih lemah kungfunya, sekali bertanding segera akan
ketahuan."
Pertama lantaran kedudukan We tiang-jing adalah wakil
komandan pasukan pengawal istana, kedua, apa yang
diuraikan juga cukup beralasan, Han Wi-bu pikir asalkan pihak
mereka tidak ikut campur, cara bagaimana akan memilih
penggantinya kan sama saja, maka ia lantas menyalakan
setuju. Maklumlah, tentang calon perggantinya memang sudah ada
kepastian di antara orang-orang Cin-wan-piaukiok.
Maka seorang piausu tua bernama Oh Tiong-gDan lantas
buka suara, "Aku mendukung Hiu-piausu, bicara tentang ilmu
silat, kecuali Han-lopiauthau, dia terhitung jago nomor satu
dalam piaukiok ini, segegap anggota piaukiok ini sama kagum
padanya. Selama sekian tahun sudah sering dia mengawal dan
tidak pernah terjadi sesuatu, dari golongan hitam maupun
kalangan putih dia cukup dihormati, bicara tentang nama baik
pun cukup terpuji."
"Apakah Hiu-piausu ini menantu Han-congpiau-thau?" tanya
We Tiang-jing. Han Wi-bu sudah menduga akan pertanyaan ini, segera ia
menjawab, "Betul. Cuma pencalonannya datang dari mereka.
Padahal menantuku itu masih terlalu muda dan kurang
pengalaman, aku pun tidak tahu apakah dia mampu
memenuhi kewajiban atau tidak?"
Pimpinan Yang-wi-piaukiok, Jui Lip-sing, seorang piausu
tua, ikut bicara, "Ucapan Han-lo piauthau kurang tepat. Kata
pepatah, tugas tidak sangkut-paut dengan keluarga. Asalkan
menantumu memang mempunyai segi baik yang memenuhi
syarat, apalagi segenap anggota piaukiok menghormati dia,
kenapa Lopiauthau sendiri malah sungkan sendiri?"
Salah seorang piausu tua dari Cin-wan-piaukiok sendiri
bernama Jui Beng-lun juga ikut bicara "Betul, Hiu-laute
memang bukan tertua di dalam piaukiok kita, tapi pribadinya
cukup terpuji, sabar dan, cekatan, setiap tugas selalu
dilaksanakannya dengan baik. Kami orang-orang yang lebih
tua sama merasa kagum padanya."
Nyata beberapa pembicara ini nadanya sama mendukung
pencalonan Hiu Thian-Ian, menantu Han Wi-bu.
Sambil tergelak Nyo Bok berkata, "Haha, tampaknya
menantu Han-congpiauthau memang dihormati dau didukung
orang banyak, sungguh hebat. Cuma, ingin juga kubicara
beberapa patah kata."
Cepat Han Wi-bu menukas, "Sesungguhnya Thian-lan tidak
cukup memenuhi syarat, bilamana Nyo-taijin mempuuyai calon
yang lebih .cocok, silakan ."
"Jangan salah terima. Han-lopiauthau," kata Nyo Bok.
"Bukan maksudku tidak setuju menantumu menggantikanmu
menjadi Congpiauthau. Biasanya aku pun nanti urusan yang
suka bicara tentang usia dan pengalaman, kan lebih baik
biarkan saja seorang tua bangka yang hampir masuk liang
kubur sebagai Congpiauthau jika bicara tentang usia, buat apa
Han-congpiiuthau harus pensiun pula?"
Meski nadanya sinis, tapi menguntungkan Han Wi-bu.
Maka Wi-bu menanggapi, "Betul juga ucapan Nyo-taijin, tua
bangka semacam diriku memang sudah lama harus
menyerahkan jabatanku kepada orang muda. Cuma Thian-lan


Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merupakan calon yang tepat atau tidak adalah soal lain.
Mohon petunjuk, Nyo-taijin."
"Engkau salah, Han-lopiauthau," kata Nyo Bok pula dengan
terbahak. "Piaukiok kalian akan mengangkat siapa sebagai
Congpiauthau, persoalan ini tidak perlu ditanyakan kepadaku."
Ucapan "piaukiok kalian" keluar dari mulut Nyo Bok, hal ini
cukup membual orang banyak sama melengak.
Jui-congpiauthau dari Yang-wi-piaukiok tahu Han Wi-bu
tidak leluasa bicara, maka ia menggantikannya buka suara,
"Nyo-taijin, engkau kan pemegang saham Cin-wan-piaukiok,
setiap urusan penting yang menyangkut piaukiok, baik
mengenai pekerjaan maupun mengenai personalia kan pantas
minta persetujuanmu. Apa yang engkau katakan tadi rasanya
terlampau rendah hati."
Dia mempunyai pikiran yang sama dengan para piausu Cinwan-
piaukiok, yaitu mengira ucapan Nyo Bok itu bermakna
"terbalik", maka ia sengaja coba memancingnya.
Siapa tahu ucapan Nyo Bok itu sama sekali tidak bermakna
sebaliknya. Terlihat Nyo Bok lantas menarik Ubun Lui dan
berdiri, serunya dengan tergelak, "Haha, aku bukan pemegang
saham Cin-wan-piaukiok lagi, semua separo yang kupegang
sekarang sudah kupindahkan hak dan kewajibannya kepada
Ubun-siansing ini."
Tindakan yang terlampau mendadak ini membuat semua
orang sama terkesiap.
Hubungan Jui Lip-sing paling akrab dengan Han Wi-bu,
saking gugupnya ia terus berseru tanpa pikir, "Hei,
pemindahan sero sebuah perusahaan adalah urusan penting,
kenapa harus sekarang Nyo taijin mengemukakannya?"
Nyo Bok menjawab dengan ketus, "Soal pemindahan hak
sero adalah urusan pribadi. Menurut undang-undang kan juga
tidak ada larangan untuk memindahkan pemilikan sero
sesuatu perusahaan. Bilamana ada yang mencurigai aku
bertindak manipulasi, biarlah kuminta We-taijin menjadi saksi."
"Ya, transaksi mereka itu memang kusaksikan sendiri,
keduanya sudah menandatangani kontrak jual-beli dengan
sah," tukas We Tiang-jing. "Menurut peraturan dagang,
seharusnya aku dan ke dua pihak yang jual-beli melaporkan
kejadian ini kepada pemegang saham piaukiok yang lain,
cuma kebetulan beberapa hari ini aku terlalu sibuk sehingga
urusan ini tidak segera terselesaikan. Mumpung sekarang kita
sama berkumpul di sini, secara resmi urusan tersebut
kukemukakan sekalian, tentu Han-lopiauthau takkan marah
padaku karena terlambat."
Terhadap seorang wakil komandan pasukan pengawal
istana, dengan sendirinya Han Wi-bu tidak dapat berbuat apaapa
meski hati gemas, terpaksa ia berkata, "We-taijin sibuk
urusan dinas, bahwa hari ini sudi meluangkan waktu untuk
berkunjung kemari sungguh kami merasa sangat berterima
kasih." "Begitu masuk ke sini sebenarnya segera akan kuselesaikan
urusan ini," sambung Nyo Bok. "Cuma lantaran semua orang
kelihatan lagi gembira berhubung dengan pemilihan
Congpiauthau baru, maka tidak enak untuk kuganggu urusan
penting kalian. Baik, sekarang urusan yang harus
kupertanggungjawabkan sudah kuselesaikan, selanjutnya
maafkan aku tidak tahu-menahu lagi persoalan piaukiok ini,
Nah, Han-lopiauthu dan Ubun-heng, seterusnya silakan kalian
berhubungan dengan lebih akrab."
Terpaksa Han Wi-bu mengalihkan pembicaraannya dan
tanya pendapat Ubun Lui.
Dengan acuh-tak-acuh Ubun Lui menjawab, "Aku bukan ahli
dalam urusan piaukiok, maka segala urusan kuturut saja
kepada Han-lopiauthau. Terus terang, justru lantaran kagum
terhadap Han lopiauthau, maka kuberani membeli setengah
bagian dari seluruh saham Cin-wan-piaukiok. Ai. sungguh tidak
nyana begini cepat Han-lopiauthau hendak mengundurkan
diri." Kalimat terakhir itu jelas mengandung makna tertentu.
Dengan kening bekernyit Jui Lip-sing ikut bicara, "Sekarang
Han-congpiauthau sudah memutuskan akan mengundurkan
diri atau pensiun, bilamana Ubun-siansing kuatir rugi, saham
yang kau-pegang boleh dijual lagi, mungkin beberapa
kawanku siap mengopernya, asalkan saja syarat, pembayaran
diberi kelonggaran."
"Haha, orang dagang kan pantas kalau menyerempet
bahaya rugi," ujar Ubun Lui dengan terbahak, "apalagi usaha
pengawalan barang yang selalu harus menghadapi macammacam
bahaya. Terus terang, selain kagum terhadap
kebesaran nama Han-lopiauthau, selebihnya juga lantaran
tertarik oleh merek Cin-wan-piukiok yang terkenal ini."
Kuatir orarg lain belum lagi paham maksud Ubun Lui.
segera Wi Tiang-jing menambahkan, "Ya, memang, dengan
papan merek emas Cin-wan-piaukiok, andaikan Congpiauthau
baru nanti tidak setenar Han-lopiarhnan, tapi asalkan
kepandaiannya tidak terlampau rendah, kuyakin papan merek
emas ini tetap akan bertahan."
Nyata ucapannya sudah memberi gambaran cukup terang
bahwa titik persoalannya toh tetap terletak pada calon
Congpiauthau baru.
"Ubun-siansing," kata Han Wi-bu tiba-tiba. "Apakah sudah
ada calon Congpiauthau baru yang lebih cocok menurut
pandanganmu, bilamana betul silakan bicara saja terus
terang." "O, tidak, sama sekali tidak ada," jawab Ubun Lui. "Hanlopiauthau,
hendaknya engkau jangan salah paham seakanakan
aku tidak setuju atas pencalonan menantumu. Cuma
soalnya...."
"Soal apa?" tanya Han Wi-bu.
"Segenap anggota piaukiok ini sama memuji kehebatan ilmu
silat menantumu, aku pun yakin kungfu menantumu pasti
tidak rendah. Soalnya aku sendiri tidak pernah melihatnya . . ..
" sampai di sini mendadak Ubun Lui berhenti sambil melirik
Hiu Thian-lan. Orang muda dengan sendirinya berdarah panas, seketika
Hiu Thian-lan naik pitam, serunya, "Apakah Ubun-siansing
bermaksud menguji kepandaianku?"
"Ahh... jangan bicara terlalu serius," ujar Ubun Lui dergan
tersenyum. "Cuma, bila Anda sudi memperlihatkan padaku . . "
Selagi Hiu Thian-lan hendak menanggapi lagi, tiba-tiba Han
Wi-bu mencegahnya dan berkata, "Sesungguhnya apa maksud
Ubun-siansing, hendaknya engkau suka bicara secara blakblakan
saja." "Ubun-siansing tidak leluasa untuk bicara, biarlah kuwakili
dia bicara," sela We Tiang-jing. "Bahwa dia telah
mengeluarkan berpuluh laksa tahil perak untuk membeli
sebagian saham Cin-wan piaukiok, dengan sendirinya dia
berharap ada seorang yang berkepandaian tinggi untuk
menjadi Congpiauthau yang dapat dipercaya. Mungkin para
hadirin akan bertanya, lantas orang macam apa yang dapat
dipercaya" Untuk ini sebelumnya dia sudah memberi patokan
padaku." "Jika begitu silakan We-taijin suka memberi penjelasan,"
kata Han Wi-bu.
"Maksudnya begini," tutur We Tiang-jing, "asalkan orang itu
sanggup menahan tiga puluh gebrakannya, maka dapatlah ia
mempercayai orang itu. Syarat ini cukup pantas bukan?"
Segera Hiu Thian-lan melompat ke depan, serunya, "Bukan
maksndku harus menjadi Congpiauthau, aku cuma ingin
belajar kenal dengan kepandaian Ubun-siansing ini juga tidak
perlu terbatas dalam 30 jurus saja."
"Eh, nanti dulu, ucapanku belum lagi habis," seru We Tiangjing
tertawa. "Soal siapa yang akan menjabat Congpiauthau,
bagi Ubun-heng memang bukan soal. Cuma kalau orang
piaukiok benar tidak ada seorang pun mampu bergebrak 30
jurus. dengan dia, tentunya dia akan penasaran bilamana
jabatan Congpiauthau dipangku sembarang orang."
Hati Hiu Thian-lan tambah panas, katanya, "Aku hanya
ingin belajar kenal dengan kungfu Ubun-siansing yang tinggi,
meski Ubun-siansing memandang rendah diriku tetap aku
tidak ingin minta diberi kelonggaran."
Ubun Lui tersenyum, katanya, "Ah, Hiu-piausu jangan
terlalu serius, mana kuherani memandang rendah dirimu,
tentang pembatasan 30 jurus hanya patokan sekadarnya saja.
Bilamana Hiu-piausu mampu mengalahkanku dalam 10 jurus,
hal ini tentu akan lebih menggembirakAnku dan bersyukur
piaukiok ini akan mendapatkan pemimpin yang tepat,"
"Baik, jika begitu tidak perlu pakai pembatasan 30 jurus,"
teriak Hiu Thian-lan. "Jika aku kalah biarlah kami akan
mengakui engkau sebagai- Congpiauthau."
Seketika We Tiang-jing memegang janji Hiu Thian-lan ini,
tukasnya, "Apa yang kaukatakan ini apakah dapat disetujui
oleh Han-lopiauthau dan kawan-kawan yang lain?"
Han Wi-bu tidak kenal asal-usul Ubun Lui, melihat usia
orang juga baru 30-an, tidak banyak lebih tua daripada Hiu
Thian-lan, ia pikir, "Thian -lan adalah keturunan keluarga
persilatan, akhir akhir ini juga banyak mendapat petunjukku
dan maju pesat, rasanya 30 jurus saja dia pasti dapat
bertahan."
Maka ia lantas berkata, "Apabila Ubun-siansing dapat
mengalahkan menantuku dalam 30 jurus, maka aku pun
bersyukur akan mendapatkan pengganti yang berbakat dan
dapat melepaskan tugas dengan hati lega."
Dua orang piausu tua, yaitu Oh Tiong-goan dan Jui Benglun
juga ikut bicara, "Hiu-piausu dalam piaukiok kami diakui
paling tinggi kungfunya, apabila Ubun-siansing dapat
mengalahkan dia, dengan sendirinya kami pun bersedia
mendukung dia sebagai pimpinan baru Kami."
Ubun Lui lanlas tampil ke tengah kalangan, katanya, "Baik,
silakan Hiu-heng memberi petunjuk. Bagi Hiu-heng tidak perlu
pakai pembatasan, sebaliknya untukku tetap dibatasi 30 jurus,
bila melampaui 30 jurus, anggaplah aku yang kalah."
Ki Kiam-horg tahu Hiu Thian-lan bukan tandingan Ubun Lui,
diam-diam ia merasa kuatir. Ia bermaksud membongkar
rahasia pribadi Ubun Lui adalah orang jahat dari Pek-toh-san,
tapi pertama karena orang mendapat dukungan We Tiangjing,
pula sekarang Kai Hong masih sembunyi di tempat Kaipang,
hal ini membuatnya serba susah. Ketiga, meski orang
persilatan. Tionggoan memandang Pek-toh-san sebagai
golongan jahat, tapi piaukiok tidak boleh berpandangan
serupa kaum pendekar umumnya. Apalagi sekarang Ubun Lui
berebut Congpiauthau dalam kedudukannya sebagai
pemegang saham Cin-wan-piaukiok, soal bagaimana asalusulnya
siapa pun tidak boleh urus.
Melihat sikap ragu Ki Kiam-hong, segera We Tiang-jing tahu
apa yang sedang dipikir orang, ia sengaja bertanya malah, "Kitocu,
engkau seperti ingin bicara sesuatu, silakan bicara saja."
"Ah, tidak," jawab Ki Kiam-hong. "Aku cuma ingin tanya
We-taijin, orang perguruan dan aliran manakah Ubun-siansing
ini?" "Sahabat Kai-pang sangat banyak, kukira Ki-tocu juga tidak
seluruhnya kenal asal usul sahabatmu?" ujar We Tiang-jing
dengan tertawa, nyata ucapan yang bernada ganda, seakanakan
hendak mengatakan dia juga tahu ada orang yang asalusulnya
tidak jelas bersembunyi di tempat Kai pang. Hanya
saja kalau Ki Kiam-hong tidak membongkar asal-usul Ubun
Lui, maka ia pun takkan mengusut soal Kai-pang
menyembunyikan buronan kerajaan.
Hati Ki Kiam-hong sangat mendongkol, tapi mengingat
urusannya cukup gawat, terpaksa ia diam saja sambil
memikirkan akal lain.
We Tiang-jing mengira orang sudah kena digertak, dengan
senang ia tanya, "Ki-tocu tidak ingin bicara lagi bukan" Jika
tidak, bolehlah kita mulai menyaksikan mereka bertanding."
Sementara itu Hiu Thian-lan sudah berhadapan dengan
Ubun Lui untuk saling gebrak.
Tiba-tiba Ki Kiam-hong berseru, "Nanti dulu, ada yang
hendak kubicarakan!"
"Ki-tocu ingin memberi petunjuk apa?" tanya Ubun Lui.
Diam-diam ia terkejut dan kuatir jangan-jangan pengemis tua
ini hendak membongkar rahasianya tanpa menghiraukan
segala akibatnya.
Pelahan Ki Kiam-hong berucap, "Petunjuk sih tidak berani.
Aku cuma ingin mengemukakan suatu usul pada sebelum
kalian bertanding, apakah akan diterima atau tidak terserah
kepadamu."
Serentak Ubun Lui dan Hiu Thian-lau berkata, "Kami siap
mendengarkan pendapat Ki-tocu," Ki Kiam hong lantas
menyambung. "Ubun-siansing, pertandinganmu dengan Hiupiausu
ini tujuannya cuma untuk menguji kepandaiannya,
begitu bukan?"
"Betul," jawab Ubun Lui dingin pongahnya.
"Antara kalian, yang satu adalah pemegang saham Cin wanpiaukiok,
yang lain adalah petugas piaukiok tersebut, jika
cuma uji kepandaian aatara orang sendiri, maka menurut
pandanganku pertandingan ini cukup diakhiri setelah jelas
siapa lebih kuat dan siapa lebih lemah sehingga tidak perlu
bergebrak mati-matian. Apakah kalian sependapat denganku?"
"Kuharap begitu." ujar Ubun Lai, "Cuma bila terjadi
kecelakaan dan ...."
Hiu Thian-lan juga berkata, "Mana kuberani mencelakai
pemegang saham terbesar piaukiok kita, hanya saja kepalan
memang tidak bermata"
Ki Kiam-hong menggoyang tangan dan memotong. "Jika
kalian sama setuju akan diakhiri bilamana salah seorang
tertutuk, umpama terjadi kecelakaan tentu tak dapat
meuyalahkan pihak lawan, tapi kuyakin kecelakaan yang akan
terjadi pasti juga takkan parah. Cuma dalam pertandingan
nanti senjita rahasia dan menggunakan racun hendaknya tidak
dilakukan. Apakah kalian setuju dengan pembatasan ini?"
Ubun Lui merasa lega, pikirnya, "Kiranya pengemis tua ini
kuatir kuganakan pukulan berbisa. Hm, tanpa menggunakan
pukulan berbisa juga dapat kukalahkan dia."
Padahal ia sendiri juga kuatir pukulan berbisanya nanti akan
membuat asal-usulnya dikenali orang, maka kebetulan baginya
untuk menerima saran Ki Kiam-hong itu.
Hiu Thian-lan sendiri pada hakikatnya tidak kenal
pemakaian racun segala, juga tidak mahir menggunakan
senjata rahasia, dengan sendirinya segera ia menyatakan
setuju.

Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cuma antara tetamu yang hadir di situ sebagian besar
adalah orang kangouw kawakan, mereka tahu sebabnya Ki
Kiam-hong khusus mengadakan pembatasan demikian tentu
ada alasannya. Karena itulah mereka menjadi curiga terhadap
asal-usul Ubun Lui.
Merasa pandangan orang banyak berubah aneh
terhadapnya, segera Ubun Lui mendengus, "Sudah kukatakan
terbatas dalim 30 jurus, maka silakan kalian suka ikut
menghitung, lewat 30 jurus anggaplah aku kalah. Nih, Hiuheng,
silakan mulai dulu!"
Panas hati Hiu thian-lan, serunya, "Aku tidak ingin menarik
keuntungan untuk menyerang lebih dulu. Tapi lantaran engkau
sudah omong besar. aku justru ingin tahu cara bagaimana
engkau akan mengalahkanku dalam 30 jurus. Nah, inilah jurus
pertama!" Habis berkata, segera kaki kanan melangkah maju, kepalan
kiri terus menjotos muka lawan.
Kepalannya berbentuk segi tiga dan lain daripada orang
biasa, kepalan segi tiga yang khas ini dapat digunakan untuk
menghantam hiat-to di tubuh musuh, kepandaian ini termasuk
kungfu khas keluarga Hiu.
Banyak di antara tetamu itu adalah ahli ilmu pukulan, maka
mereka, sama bersorak memuji melihat pukulan yang jarang
terlihat ini. Ubun Lui tampak sabar melayani serangan lawan, katanya
dengan tersenyum, "Koh-nau-kun (Ilmu pukulan susah dan
kesal) keluarga Hiu mempunyai gaya tersendiri, tampaknya
memang tidak bernama kosong. Cuma entah siapakah yang
akan kesal dan susah?"
Kiranya pukulan yang khusus untuk menghantam hiat-to
lawan ini sangat sulit dilatih, orang ynng melatihnya sebelum
berhasil dengan baik akan mengalami derita batin susah dan
kesal. Tapi bilamana sudah terlatih sempurna dan digunakan
menghadapi musuh, maka lawanlah yang akan dibuat susah
dan kesal. Sangat sedikit orang persilatan yang kenal nama ilmu
pukulan "Koh-nau-kun", kebanyakan jago yang tahu ilmu
pukulan juga tidak kenal namanya. Tapi sekarang sekali
serang segera lawan kenal sama ilmu pukulannya, keruan Hiu
Thian-lan terkejut.
Pikirnya, "Luas juga pengetahuan keparat ini, ia kenal ilmu
pukulan khas perguruanku. Tapi dia sendiri dari aliran mana
sama sekali tidak kuketahui."
Berpikir demikian, dalam hati ia merasa malu.
Begitulah pelahan Ubun Lui menangkis sehingga pukulan
Hiu Thian-lan dapat ditolak ke samping. Menyusul telapak
tangan Thian-lan lantas menghantam pula, sekali ini yang
digunakan adalah "Thi-pi-pa-jiu" ajaran ayah mertuanya, yaitu
Han Wi-bu. "Bagus, pukulan ini sudah mencapai enam tujuh bagian
sempurna," kata Ubun Lui sambil menangkis dan balas
menyerang, kedua tangan mendadak terpentang dan menabas
kedua pundak Hiu Thian-lan.
Terpaksa Thian-lan menyurut mundur dan ganti serangan
lagi, nyata dua kali pukulan Hiu Thian-lan dengan mudah
sekali telah dipatahkan Ubun Lui.
Para penonton yang terdiri dari jago kelas tinggi sama
melenggang setelah menyaksikan dua kali gebrakan itu, sebab
cara yang digunakan Ubun Lui untuk menangkis serangan Hiu
Thian-lan itu justru ilmu silat yang sangat umum di dunia
kang-ouw. Namun begitu ternyata dapat mengatasi jurus
pukulan yang khas dari keluarga Hiu dan kungfu terkenal
ajaran Han Wi-bu.
Kiranya ada sebabnya Ubun Lui menggunakan ilmu silat
yang sangat umum itu, yaitu karena kuatir asal-usulnya
dikenali orang, maka tidak memakai kungfu keluarganya
sendiri. Tapi lantaran lwekangnya sudah cukup sempurna,
biarpun ilmu pukulan biasa juga membawa daya serang yang
sangat kuat bilamana dimainkan olehnya.
Cuma kalau tetap menggunakan ilmu pukulan umum. itu,
meski dapat digunakan melayani Hiu Thian-lan, untuk menang
juga sulit. Maka hanya sekejap saja belasan jurus sudah
berlalu, di antara belasan jurus sebagian besar justru serangan
yang datang dari pihak Hiu Thian-lan.
Para jago yang menyaksikan itu sama merasa lega,
disangkanya kelihaian orang tidak lebih hanya sekian saja, jika
pertandingan diteruskan akhirnya tetap sukar menahan
serangan Hiu Thian-lan yang lihai itu. Hanya Ki Kiam-hong dan
Han Wi-bu saja yang diam-diam merasakan gelagat tidak
enak, mereka menjadi kuatir bagi Hiu Thian-lan.
Setelah belasan jurus, Ubun Lui tahu kekuatan sendiri
memang lebih unggul, tapi untuk menang rasanya harus
mengeluarkan kungfu perguruan aslinya.
Ia pikir "biarpun nanti asal-usulku diketahui otang, namun
jabatan Congpiauthau toh sudah pasti akan kududuki."
Maka jurus ke-I7, mendadak ilmu pukulannya berubah,
serupa kepalan dan mendadak berubah telapak tangan, tibatiba
mencengkeram, tahu-tahu menutuk juga. Makin lama
makin cepat jurus serangannya dan makin aneh sehingga
pandangan semua orang sampai berkunang-kunang, dua
gulung bayangan terbaur menjadi satu dan sukar lagi
dibedakan. Padahal ilmu pukulan yang digunakan Ubun Lui itu belum
pasti dapat mengalahkan Koh-nau-kuu dan Thi-pi-pa-jiu
keluarga Han, cuma dia menarik dua macam keuntungan,
yaitu, pertama ia kenal Koh-nau-kun dan Thi-pi-pa-jiu,
sebaliknya Hiu Thiau-lan tidak kenal ilmu silat Pek-toh-san.
Kedua, kekuatan Ubun Lui memang lebih tinggi setingkat
katimbang Hiu Thian-lan, dengan ilmu silat umum saja ia
dapat menandinginya sama kuat, apalagi sekarang
menggunakan kungfu perguruan aslinya yang lebih
dikuasainya, dengan sendirinya dia lebih unggul.
Maka begitu ia ganti siasat, hanya beberapa jurus saja ia
sudah berada di atas angin. Banyak jago tua belum merasakan
gawatnya, namun Han Wi-bu dan Ki Kiam-hong sudah tahu
gelagat tidak menguntungkan.
Diam-diam Ki Kiam-hong gelisah, pikirnya, "Selain aku tidak
ada orang lain yang tahu asal-usul keparat ini, jika tak
kuuraikan segera piaukiok nomor satu di kotaraja ini akan
jatuh ke tangan kaum iblis dari Pek-toh-san."
Padahal meski dibeberkannya, berdasarkan undang-undang
juga tak dapat merintangi Ubun Lui memiliki saham Cin-wanpiaukiok.
setelah dia mengalahkan Hiu Thian-lan, sesuai
persetujuan kedua pihak tadi. Ubun Lui berhak untuk menjadi
Cong piauthau. Namun undang-undang tentu tidak bisa dicampurkan
dengan opini, bilamana asal-usul Ubun Lui dibongkarnya, para
tokoh persilatan yang hadir di sini tentu akan serentak
melawannya biar pun tidak berhak ikut campur urusan
piaukiok, paling tidak juga akan memandang hina padanya.
Namun bila tak dibeberkannya, Kai-pang cabang Peking tentu
akan mengalami tekanan dan ancaman besar, karena
pertimbangan untung-rugi inilah Ki Kiam-hong merasa serba
susah untuk mengambil keputusan.
Ki Kiam-hong tidak tahu bahwa selain dia masih ada
seorang lagi yang kenal Ubun Lui, bahkan jauh lebih jelas
mengenal sejarah Ubun Lui daripada dia.
Orang ini ialah Liong Leng-cu Setelah Leng-cu dan Se-kiat
masuk ke dalam piaukiok, lebih dulu ia menemui ibu Se-kiat,
yaitu Nyo Toa-koh, di ruang belakang.
Nyo Toa-koh sudah berjanji kepada Han Wi-bu takkan
muncul di depan umum kecuali dalam keadaan luar biasa,
yaitu bila Nyo Bok datang mencari perkara dan Han Wi-bu
sukar menghadapnya, maka Nyo Toa-koh yang akan tampil
untuk mengatasinya.
Mestinya Hai Wi-bu tidak ingin membikin susah Nyo toakoh,
namun hal itu adalah syarat yang diminta Nyo Toa-koh
ketika Wi-bu minta dia jangan muncul di depan umum,
terpaksa ia menurutinya.
Begitulah waktu Nyo Toa-koh bertemu dengan putranya di
kamar yang tersembunyi, Liong Leng-cu juga mendampingi
mereka. Tentang keadaan di luar, secara bergiliran Song
Peng-ki dan Oh Lian-kni masuk ke belakang untuk memberi
laporan. Ketika semula mengetahui kedatangan Nyo Bok tidak
bermaksud ikut campur pencalonan Congpiauthau. Toa-koh
mengira adiknya itu tahu diri dan mau mundur teratur,
betapapun ia senang dan bersyukur. Tak terduga Nyo Bok
mempunyai permainan lain dan menyerahkan sahamnya
kepada Ubun Lui dan menonjolkan penggantinya ini untuk
berebut jabatan Congpiauthau.
Setelah mengetahui hal ini, mestinya segera ia hendak
keluar, tapi kedua sutitnya minta dia agar jangan
memperlihatkan diri dulu, sebab mereka yakin Hiu Thian-lan.
akan mampu mengalahkan orang asing yang tak dikenal asalusulnya
itu. Jadinya Nyo Toa-koh tetap tinggal di kamar, hanya Liong
Leng-cu saja yang keluar untuk menonton pertandingan itu
Dahulu di Ki-lian-san hampir saja Liong Leng-cu tertawan
oleh Ubun Lui, dengan sendirinya sekali pandang ia kenali
orang. Leng-cu sendiri sudah menyamar, ia bercampur pula di
tengah orang banyak, sukar bagi Ubun Lui untuk
mengenalinya. Waktu Leng-cu keluar, Ubun Lui dan Hiu Thian-lan sudah
mulai bergebrak. Tapi tanpa mengikuti lebih lama juga Lengcu
tahu Hiu Thian-lan sukar menandingi lawannya, malahan ia
pun menaksir Han Wi-bu juga bukan tandingan Ubun Lui,
kecuali Ki Kiam-hong sendiri yang turun tangan.
Tapi ia pun tahu Ki Kiam-hong pasti takkan turun tangan,
tiada akal lain, terpaksa ia lari balik ke kamar untuk berunding
dengan Ce Se-kiat.
Setiba di kamar rahasia, dilihatnya di dalam kamar sudah
bertambah dua orang, yang seorang ialah Song Peng-ki, yang
lain tidak dikenalnya.
Didengarnya Song Peng-ki sedang bicara, "Te-kongcu,
hendaknya engkau jangan tampil ke sana, tidak dapat
kubiarkan engkau menghadapi bahaya."
Orang tak dikenal yang disebut "Te-kongcu" itu menjawab.
"Habis apakah kita harus tinggal diam dan membiarkan Cinwan-
piaukiok direbut olehnya" Sedikitnya harus kautemukan
Han-lopiauthau kepadaku."
"Tidak, saat ini wakil komandan pasukan pengawal istana
We Tiang-jing dan guruku sama berada di luar sana," tutur
Peng-ki. Tiba-tiba Nyo Toa-koh berkata, "Te-kongcu, bilamana kau
percaya padaku, barangmu ini boleh serahkan padaku saja."
"Maksud Locianpwe . . . ."
"Masa Peng-ki belum memberitahukan akan diriku" Aku taci
Nyo Bok. Tapi engkau jangan kuatir, aku membela kebenaran
dan tidak membela saudara sendiri."
Te-kongcu itu tampak terkejut, kiranya meski dia tahu Loajiu-
koan-im Nyo Toa-koh adalah sahabat Han Wi-bu, tapi
betapapun dia juga taci Nyo Bok, sedangkan barang yang
dibawanya ini sangat penting urusannya, seketika ia merasa
sangsi untuk memenuhi permintaan Nyo Toa-koh
Dengan sendirinya Toa-koh merasa kurang senang,
katanya, "Baik, jika engkau tetap kuatir. silakan berpikir dan
menimbang lagi."
Lalu ia berpaling kepada Liong Leng-cu yang baru masuk ke
situ, tanyanya, "Bagaimana keadaan di luar sana?"
"Wah, runyam!" jawab Leng-cu. "Orang yang bergebrak
dengan Hiu Thian-lan itu adalah kemenakan Pek-toh-sancu
Ubun Pok, namanya Ubun Lui."
"Apakah ilmu silat Ubun Lui ini sangat lihai?" tanya Toa-koh.
"Di antara jago pengawal Cin-wan-piaukiok rasanya tiada
seorang pun dapat menandingi dia, termasuk Han-lopiauthau,"
tutur Liong Leng-cu.
Bekernyit kening Nyo Toa-koh, ucapnya, "Baik, jika begitu
biarlah aku yang akan melayani dia."
"Wah, jangan," seru Leng-cu.
"Kenapa" Kan dapat kuminta Han Wi-bu memindahkan hak
sahamnya kepadaku, lalu aku akan tampil menggantikan dia."
"Soalnya tidak cuma urusan saham belaka," tutur Leng-cu.
"Habis soal apa?" tanya Toa-koh.
"Aku pernah bergebrak dengan Ubun Lui. sungguh
memalukan, aku ternyata bukan tandingannya, padahal dia
habis bertempur dengan paman Siau, yaitu Ki-lian-kiam-khek
Siau Yat-kek, Malahan aku hampir saja tertawan olehnya.
Kebetulan Beng Hoa waktu itu juga hendak menangkap diriku
dan datang pada saat yang samu, dia tidak mampu melawan
Beng Hoa, dengan begitu barulah aku sen pat kabur. Maaf,
jika kubicara terus terang, Nyo-locianpwe, meski tinggi
kepandaian-mu kukira masih tidak dapat menandingi Beng
Hoa. Ai, sayang Nyo Yam tidak berada di sini, kalau ada, bisa
jadi Nyo Yam akan mampu menghadapi keparat ini."
Tanpa panjang lebar uraian Leng-cu juga Nyo Toa-koh tahu
arti ucapannya. Maklumlah, Nyo Toa-koh sendiri sudah pernah
beberapa kali bergebrak dengan Liong Leng-cu, meski ia lebih
unggul sedikit tapi tetap tak dapat mengalahkannya, lantas
mungkinkah dia menandingi Ubun Lui yang hampir saja
menawan Liong Leng-cu"
Ketika menyebut Nyo Yam tadi. pandangan Leng-cu justru
terarah kepada Ce Se-kiat, apa maksudnya tentu juga
dipahami Nyo Toa-koh.
Segera ia terbahak, "Haha, anak Kiat, bolehlah kau
lampiaskan gemasku, ayolah ikut keluar bersamaku."
Biasanya ia berharap anaknya takkan mencari perkara dan
banyak menimbulkan urusan seperti pengalamannya, tapi
sekarang pada saat gawat mendadak pendiriannya berubah
dan menyuruh, anaknya mewakili dia melabrak musuh, hal ini
sungguh di luar dugaan orang banyak.
Se-kiat juga terkejut dan bergirang, jawabnya. "Anak
menurut saja."
Tiba-tiba Song Peng-ki berkata, "Meski Ce-sute dapat
mengubah situasi yang tidak menguntungkan kita, namun
tampilnya tidak mempunyai alasan yang kuat, bagaimana dia
memberi alasan nanti?"
Walaupun ucapannya ditujukan kepada Nyo Toa-koh dan
Ce Se-kiat, yang benar sekaligus juga diperdengarkan kepada
pemuda yang disebut "Te kongcu" tadi.


Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiranya "Te-kongcu" ini bukan lain adalah cucu Te Kin,
salah seorang pendiri Cin-wan piaukiok. namanya Te King.
20 tahun yang lalu keluarga Te dituduh bersekongkol
dengan musuh dan khianat, segenap keluarga melarikan diri
dari kotaraja. Tak terduga cucu Te Kin mendadak muncul pada
hari pengunduran diri Han Wi-bu ini.
Waktu dia datang di piaukiok, Han Wi-bu lagi sibuk bicara
dengan We Tiang-jing dan begundalnya, dengan sendirinya
Song Peng-ki tak dapat mempertemukan dia dengan Hau Wibu,
maka lebih dulu membawanya menemui Nyo Toa-koh.
Begitulah Te King tampak ragu-ragu atas permintaan Nyo
Toa-koh tadi, ia menjawab.
"Barangku ini bukannya kukuatir diserahkan kepada Nyolocianpwe,
soalnya aku tidak ingin urusannya merembet Nyolocianpwe.
Terus terang, aku sudah berjanji dengan seorang
Cianpwe, yaitu seorang sahabat mendiang ayahku, untuk
bertemu di sini. Kukira sebentar lagi bila dia datang ..."
Belum selesai ucapannya, mendadak terlihat Oh lian-kui
berlari datang dengan napas terengah.
Sambil berseru, "Wah, celaka! Hiu-piausu tidak mampu
menandingi orang itu, mungkin sebentar lagi akan kalah."
Cepat Nyo Toa-koh berdiri dan berseru. "Anak Kiat. Ayo kita
keluar!" "Tunggu sebentar, Nyo-locianpwe," ucap Te King dengan
gugup. "Te-kongcu, biarlah kita bertindak menurut caranya masingmasing,"
kata Nyo Toa-koh dengan dingin. "Aku membela Han
tua dan tidak ada sangkut-pautnya denganmu."
Di balik ucapannya ingin menyatakan dia tidak perlu
bantuan Te King, dia bertindak membela . Cin-wan-piaukiok
juga tidak perlu Te King merasa utang budi padanya.
Tapi Te King lantas menambahkan, "Nyo-locianpwe,
bungkusan barang ini biarlah kuserahkan kepadamu."
Tanpa penjelasan lebih lanjut ia lantas menyodorkan
sebungkus barang kepada Nyo Toa-koh.
Selagi Toa-koh merasa ragu apakah harus menerima atau
tidak, sekonyong-konyong seorang berseru, "Barang ini harus
diserahkan padaku saja!"
Begitu terdengar suarrnya, di dalam kamar segera pula
bertambah satu orang. Nyata orang ini melompat masuk
melalui jendela belakang.
Padahal Nyo Toa-koh dan Liong Leng-cu adalah jago silat
pilihan, Ce Se-kiat juga sudah tergolong tokoh kelas utama,
tapi kedatangan orang ini sungguh mirip setan iblis tanpa
memberi sesuatu tanda sebelumnya, hanya terdengar kesiur
angin dan orang ini sudah berada di depan mereka.
Setelah mengawasi orang, seketika Nyo Toa-koh
terperanjat serupa melihat setan, terperanjatnya bukan
lantaran kehebatan ginkang orang melainkan karena merasa
kenal wajah orang ini.
Ia tertegun, segera teringat olehnya, "Haha, inilah Te Sin.
Tapi mengapa anaknya baru saja menyebutnya mendiang?"
Kiranya Te Sin ini adalah putra Te Kin yang merupakan
salah seorang pendiri Cin-wan-piaukiok, jadi ayah Te King.
Nyo Toa-koh baru pertama kali ini bertemu dengan Te King,
tapi dengan ayahnya, yaitu Te Sin, sudah saling kenal sejak 20
tahun yang lampau. Waktu itu Han Wi-bu sudah menjabat
Congpiauthau dan Te Sin kabur bersama keluarganya karena
dituduh tersangkut perkara pengkhianatan dan berkomplot
dengan musuh. Sejak itulah Nyo Toa-koh tidak pernah lagi
berjumpa dengan dia. Walaupun sudah berpisah 20 tahun,
namun wajah orang setengah baya umumnya takkan banyak
berubah, maka sekali pandang saja segera Nyo Toa-koh
mengenalinya. Selagi Nyo Toa-koh terkejut, Te King sudah mendahuluinya
membentak, "Kurang ajar! Siapa engkau, berani memalsukan
mendiang ayahku?"
Orang itu terbahak-bahak, katanya. "Aha. engkau tidak
kenal padaku lagi" Eh, maaf, bukan maksudku ingin menjadi
ayahmu, soalnya urusan hari ini terpaksa aku harus menyaru
sebagai ayahmu. Nah, tidak perlu banyak bicara, hendaknya
kau percaya padaku. Lekas serahkan barang itu kepadaku."
Te King melengak, baru sekarang ia tahu siapa orang ini,
ucapnya dengan tertawa, "Ah, kiranya engkan . ."
"Hah, engkau Koai-hoat Thio!" sekali ini Nyo Toa-koh yang
mendahului berteriak.
Orang itu tertawa, "Betul, Toa-koh, tajam benar
pandanganmu. Aku memang Koai-hoat Thio adanya. Sedikit
sengketa kita dahulu hendaknya jangan kau pikirkan lagi.
Biarlah lain hari akan ku minta maaf padamu."
Te King menepuk kepala sendiri, omelnya dengan tertawa,
"Aku sudah pikun barangkali, seharusnya sejak mula dapat
kuduga paman Thio adanya."
Kiranya Koai-hoat Thio inilah orang yang ditunggunya, yaitu
orang yang berjanji akan bertemu dengan dia di sini.
Koai-hoat Thio atau si Thio gembira ini memiliki dua macam
kungfu khas, yang semacam adalah kepandaian mencuri atau
mencopet, dia diakui sebagai si pencuri nomor satu di dunia.
Kepandaian lain adalah menyamar dan ganti rupa, untuk
kepandaian kedua ini dia hanya di bawah seorang kosen lain,
yaitu Li-moacu, Li si burik.
Koai-hoat Thio adalah sahabat karib Beng Goan-ciau.
dahulu ketika terjadi urusan pernikahan Nyo Bok dengan In Cilo
yang gagal itu. si Thio gembira pernah diminta Beng Goanciau
agar membantu In Ci-lo melarikan diri dari rumah
keluarga Nyo. Sebab itulah tadi dia bilang ada sedikit sengketa
dengan Nyo Toa-koh.
Urusan itu sudah 20 tahun berselang, Nyo Toa-koh sendiri
juga menyesal atas sikapnya yang keras sehingga membuat In
Ci-lo minggat dari rumah maka dengan tertawa ia berkata
pula, "Asalkan pencuri konyol seperti dirimu ini mau
membantu Cin-wan-piaukiok, untuk apa taci tua dendam. Nah,
bolehlah kita keluar bersama!"
"Ah, tidak perlu Nyo-toaci keluar, aku cuma ingin minta
tolong kepada putramu," kata Koai-loat Thio, Ia pandang Sekiat,
lalu menyambung dengan tertawa. "Kepandaianmu
merias muka hebat juga, bilakah kau belajar sebagus ini?"
"Nona Liong inilah yang membantuku merias muka palsu
ini," jawab Se-kiat.
Koai-hoat Thio tidak sempat banyak bicara lagi ia hanya
mengangguk kepada Liong Leng-cu, katanya. "Nona Liong,
engkau tidak kenal diriku, tapi aku pernah melihatmu. Pada
waktu engkau berumur setahun pernah kudatang ke
rumahmu." Sembari bicara ia terus mengeluarkan satu biji pil dan
dilebur deigan air putih untuk memperbaiki samaran wajah Ce
Se-kiat. Caranya cepat dan mahir, hanya sebentar saja Se-kiat
sudah berlainan daripada tadi.
"Aha, rupanya Thio-siansing kenal mendiang ayahku," seru
Leng-cu girang. "Terhadap urusan ayahku memang sangat
sedikit kuketahui..."
"Urusan lama biarlah sebentar kubicarakan denganmu,"
Koai-hoat Thio, sementara itu dia sudah selesai mendandani
muka Se-kiat. segera mereka berdua keluar.
Di luar pertandingan Hiu Thian-lan melawan Ubun Lui sudah
mendekati berakhir.
Serangan Ubun Lui makin lama makin gencar, ketika
melihat pukulan lawan sangat dasyat cepat Thian-lan
mengegos ke samping kedua tangan digunakan menangkis.
Siapa tahu tipu serangan Ubun Lui sangat keji, mendadak
sebelah tangannya berputar dari samping ke bawah terus
menerobos lagi ke tengah, dalam keadaan demikian kalau
pelipis Thian-lan tidak terpukul, tentu sebelah tangannya akan
terpuntir patah.
Para anggota Cin-wan-piaukiok sama menjerit kuatir.
Terdengarlah suara "blang" yang keras, tubuh Hiu Thian-lan
terlempar ke atas serupa bola.
Kiranya lantaran dia menghindari pelipis terserang, terpaksa
ia memutar tubuh sedikit dan menerima pukulan lawan
mentah-mentah sehingga tubuhnya terpental. Begitu cepat
sehingga tampaknya tubuhnya akan menumbuk pilar. Kalau
tertumbuk, andaikan tidak mati juga kepala akan bocor.
Kedua piausu tua, yaitu Oh Tiong-goan dan Jui Beng-lun,
ikut mengasuh Hiu Thian-lan sejak masih kecil, dengan
sendirinya mereka tidak dapat tinggal diam, sambil berteriak
kuatir serentak mereka memburu maju untuk menolongnya.
Tapi kecepatan mereka ternyata tidak membandingi
kecepatan Ubun Lui, begitu dia memukul Thian-lan hingga
terpental, menyusul ia pun melayang ke atas. Secepat anak
panah terlepas dari busurnya, dengan tepat ia menyusul tiba
sedetik sebelum Hiu Thian-lan tertumpuk pilar, tungkak kaki
Thian-lan dapat dipegangnya serta ditarik kembali mentahmentah
dan diturunkannya.
Rasa kejut para anggota Cin-wan-piaukiok belum lagi
hilang, semuanya sama kesima.
Oh Tiong-goan dan lui Beng-lun sama mengusap keringat
dingin dan termangu serupa patung sambil memandangi Ubun
Lui, mereka tidak tahu apa yang harus diucapkan.
Maklumlah, bilamana Ubun Lui tidak lebih cepat daripada
mereka, jelas mereka tidak keburu lagi menyelamatkan Hui
Thian-lan. Semula mereka tidak senang terhadap tindakan
Ubun Lui yang hendak berebut kedudukan Congpiauthau,
sekarang mau-tak-mau timbul kesan baik mereka
terhadapnya, Mereka tidak tahu bahwa justru inilah cara Ubun Lui
"menarik simpati orang". Ia tahu Hiu Thian-lan adalah piausu
muda yang didukung para kawan sekerjanya, baginya tidak
sulit untuk mengambil nyawa Thian-lan, tapi akibatnya tentu
akan mendatangkan rasa permusuhan orang banyak. Sebab
itulah dia sengaja menggunakan tenaga yang sudah
diperhitungkan, prdi detik terakhir sebelum Hui Thian-lan
tertumbuk pilar sempat diselamatkannya tanpa terluka sedikit
pun. Setelah menurunkan Thian-lan ke lantai, dengan tertawa
Ubun Lui berkata, "Maaf, karena ceroboh sehingga hampir
membikin susah padamu. Hui-heng tidak apa-apa bukan?"
Muka Thian-lan tampak merah padam, dengusnya, "Hm
hebat benar kungfumu, orang she Ubun!"
Dari suaranya semua orang tahu Thian-lan tidak cedera apa
pun, legalah semua orang.
Setelah Ubun Lui memperlihatkan kelebihan kungfunya jika
mau mencabut nyawa Hiu Thian-lan, namun hal itu tidak
dilakukannya, tentu saja para piausu dapat melihat hal ini
dengan jelas, terutama Han Wi-bu sebagai ayah mertua Hiu
Thian-lan. Han Wi-bu berpengalaman luas. tentu saja ia tahu maksud
tujuan Ubun Lui. Tapi meski diketahuinya tujuan Ubun Lui ini
sengaja pamer kekuatan untuk menegakkan wibawa, selaku
Congpiauthau dan mertua Thian-lan, mau-tak-mau ia harus
memberi hormat dan mengucapkan terima kasih atas
kemurahan hati Ubun Lui itu.
"Haha, kan kita sudah setuju hanya saling uji saja," sahut
Ubun Lui dengan tertawa. "Selanjutnya masih banyak yang
perlu kumintakan bantuan Hiu-heng. Kita kan orang sendiri,
kejadian barusan hendaknya jangan kau singgung lagi."
Hiu Thian-lan sangat mendongkol, dengan muka merah ia
mendengus, "Ubun Lui, selamatlah engkau akan menjabat
Congpiauthau piaukiok ini, aku merasa tidak becus dan tidak
berani cari makan lagi di sini. Kumohon engkau mengabulkan
permohonanku untuk mengundurkan diri."
"Ah, kenapa Hiu-heng bicara demikian ... " Belum lanjut
ucapan Ubun Lui, tiba-tiba seorang menanggapi,
"Huh, Hiu Thian-lan, masa perlu kau minta keluar dari
piaukiok ini" Aku justru minta kau tinggal tetap di sini."
Wuktu Thian-lan berpaling, ternyata di depannya sudah
berdiri dua orang, seorang tua dan yang lain muda. Yang tua
dirasakan sudah pernah dikenalnya.
Setelah melenggong jenenak, tiba-tiba teringat olehnya,
dengan terkejut ia berseru. "Aha, bukankah engkau ini paman
Te?" Tidak perlu dijelaskan lagi, kedua orang ini adalah Se-kiat
dan Koai-hoat Thio yang menyaru sebagai Te Sin.
Dalam keadaan menyamar tidak ada yang kenal lagi pada
Ce Se-kiat. Tapi Koai-hoat Thio yang menyaru sebagai Te Sin
tidak begitu halnya sebab kebanyakan yang hadir di sini sama
kenal Te Sin. Tentu saja kemunculannya yang mendadak ini membuat
gempar seluruh hadirin, serentak mereka sama berdiri, Dan
justru karena hal ini tidak tersangka sama sekali, maka dalam
sekejap itu tiada seorang pun bersuara menyapanya.
"Hiu-hiantit, syukur engkau masih kenal padaku," seru Koaihoat
Thio dengan tertawa. "Kuingat waktu kupergi dari sini,
saat itu umurmu baru tujuh atau delapan tahun."
Dengan nekat Han Wi-bu coba tampil ke muka, katanya,
"Te-laute, bagus sekali kepulanganmu ini. Cuma sayang,
piaukiok ini bukan lagi milik kita, selanjutnya biarlah kita hidup
tenang dan tentram saja."
Karena Han Wi-bu sudah mendahului bicara, jago yang lain
segera bertegur sapa juga dengan "Te Sin", cuma lantaran We
Tiang-jing dan begundalnya hadir di situ, mereka hanya
menyapa sekadarnya saja dan tidak berani bertanya.
Dengan tertawa Koai-hoat Thio lantas berkata, "Terima
kasih para kawan masih ingat padaku. Han
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 17 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Pendekar Sadis 6
^