Elang Pemburu 1

Elang Pemburu Karya Gu Long Bagian 1


" ELANG PEMBURU Gu Long " Tjan I.D
Asap Ungu yang Membunuh
Menjelang fajar. Suasana masih hening, sepi, kegelapan
masih menguasai seluruh jagad.
Angkasa masih diliputi warna keabu-aban, awan juga
berwarna abu-abu, kota besar yang masih tenggelam
dalam lelap tidurnya belum lagi mendusin. Beribu-ribu
buah rumah masih nampak seperti selapis tinta yang
sangat tawar, membuat seluruh warna yang ada terlebur
dalam selapis warna kelabu yang amat luas.
Dari kejauhan sana terdengar suara anjing yang
menggonggong, di bawah lapisan kelabu yang semakin
mengental tiba tiba terlihat asap tebal muncul di kejauhan sana.
Asap berwarna ungu.
Ruang kamar itu terletak di atas sebuah loteng kecil. Sebuah loteng letaknya
selalu lebih tinggi bila dibandingkan bangunan di sekelilingnya, orang harus
menaiki belasan anak tangga untuk bisa sampai dalam ruangan.
Pintu ruangan amat sempit, tangga, loteng juga sempit, tapi tata ruangan sangat
bersih dan rapi, daun jendela pun sangat lebar sehingga bila melongok dari balik
jendela kita bisa menyaksikan pemandangan seluruh kota.
Saat itu ada tiga orang sedang duduk di tepi jendela sambil mengawasi
pemandangan seluruh kota.
Orang pertama adalah seorang lelaki setengah umur berperawakan gemuk,
matanya panjang, wajahnya kotak, pakaiannya sangat rapi hingga nampak
sangat berwibawa. Jari tanganriya lembut dan halus dengan kuku yang panjang
tapi terawat rapi. Jelas orang ini jarang sekali melakukan pekeraan kasar di
waktu biasa. Orang kedua adalah seorang kakek kurus kecil, berhidung bengkok seperti
elang, mata segitiga tapi bersinar tajam dan lengan penuh berotot, satu tampang
orang yang sudah terbiasa hidup berbanting tulang bahkan jelas menguasai ilmu
sebangsa Eng-jiau-kang (ilmu cakar elang).
Orang ke-tiga masih muda sekali, wajahnya putih bersih, alisnya tajam dengan
mata yang lebar, dia adalah seorang pemuda tampan. Selain sebuah kemala
yang menghiasi konde rambutnya, tak nampak perhiasan lain di seluruh
tubuhnya. Biarpun tingkah lakunya sangat halus dan lembut, namun dua orang rekannya
meski berusia lebih tua, sikap mereka terhadapnya ternyata sangat menaruh
hormat. Mereka bertiga telah melihat munculnya asap ungu itu, paras muka mereka
nampak berubah hebat...
"Komandan Sin, kau tahu asap itu berasal dari daerah mana?" tiba-tiba lelaki
setengah umur itu bertanya.
Dengan sorot mata yang tajam bagai mata kail, kakek kurus kecil itu mengawasi
sekejap daerah asal asap itu, kemudian setelah berpikir sejenak, sahutnya,
"Kalau dilihat arahnya, kemungkinan besar asap itu berasal dari daerah sekitar
Ma yu mo, distrik Oh khee Kiau. Kalau meleset pun paling banter selisih satu
dua gang."
Dia sudah tigapuluh dua tahun lamanya bertugas di tempat ini, dimulai sebagai
penjaga berpangkat rendah hingga sekarang berpangkat komandan polisi. Tentu
saja dia sangat menguasai daerah sekitar tempat itu, jauh melebihi siapa pun.
Walaupun pemuda tampan itu baru malam itu muncul di sana, tampaknya dia
sangat percaya dengan lelaki setengah umur itu. Tanpa bertanya lagi ia segera
bangkit berdiri seraya berseru, "Ayo kita berangkat!"
Tenyata dugaan Komandan Sin memang tepat sekali.
Asap ungu itu memang benar benar berasal dari daerah Ma yu mo, distrik Oh
Khee Kiau, tepat nya berasal dari sebuah rumah di dalam sebuah lengkong kecil.
Rumah itu sangat sederhana dan merupakan sebuah rumah kuno dengan lima
buah bilik. Bangunannya cukup kokoh, ruang dapurnya juga istimewa luasnya,
cerobong asap dibuat sangat tinggi, itulah sebabnya asap ungu yang memancar
keluar dari cerobong itu bisa menyebar sampai ke daerah yang luas.
Namun ketika Komandan Sin bertiga tiba di tempat itu, asap, sudah mulai
muncul dari setiap rumah di sekitar sana, sementara asap ungu tadi justru
hampir padam. Kini tinggal asap yang tipis muncul di udara membentuk satu
lapis kabut yang tipis sekali.
"Adakah seseorang di sini?"
Rumah itu kosong, tak ada penghuninya.
Tungku masih terasa hangat, di atas tungku itu sedang ditanak satu baskom
bubur kentang yang masih mengepulkan uap panas. Di atas sebuah meja bulat
yang terbuat dari kayu putih tersedia empat macam sayur, sepiring ayam kecap,
sepiring rebung cah, sepiring cah sayur ditambah sepiring tahu kecap yang
merupakan menu istimewa daerah Ma yu mo.
Selain itu tampak juga sepasang sumpit dan sebuah mangkuk yang masih
tersisa sedikit bubur di dalamnya.
Kemana perginya penghuni rumah itu" Mungkinkah dia sudah pergi dari situ
setelah memasak dan sarapan pagi"
"Santai betul kerja orang ini," seru lelaki setengah umur itu sambil tertawa
dingin. "Kalau seseorang sudah kelewat banyak membunuh orang, maka dalam
mengerjakan pekerjaan yang lain pun dia tak akan terburu buru," sambung
pemuda tampan itu tawar.
Mendadak lelaki setengah umur itu merasa seperti ke?dinginan, dia berjalan
mendekati bangku api kemudian baru bertanya kepada Komandan Sin, "Kau
menemukan sesuatu?"
Kakek itu sedang mengorek sesuatu dari dalam tungku api dan saat itu sedang
memeriksanya dengan teliti.
"Apa yang terjadi kali ini, persis sama seperti apa yang kita temukan beberapa
kali sebelumnya. Asap ungu itu berasal dari sesuatu bahan yang istimewa,
ketika dibakar bercampur kayu bakar maka akan menimbulkan asap yang khas
cirinya." "Bahan apa itu?" tanya si pemuda.
"Mirip bahan yang sering dipakai orang untuk membuat mercon kembang api,"
sahut Komandan Sin, "hanya saja, bahan yang dia gunakan rasanya merupakan
bahan yang khusus dibuat oleh Perusahaan Po yu tong di ibu kota, karena itu
warna yang timbul sangat pekat dan lagi bisa membakar cukup lama."
lbu kota ... " Perusahaan Po Yutong ... " Mungkinkah orang yang memasang
asap ungu itu datang dari ibu kota"
Pemuda itu berkerut kening, tapi hanya sejenak kemudian ia sudah bersikap
tenang kembali, tanyanya lagi, "Komandan Sin, sudah kali ke berapa
kemunculan asap ungu itu?"
"Ke enam kalinya!"
"Enam kali selalu muncul di tempat yang berbeda?"
"Benar!" Komandan Sin membenarkan, "pertama kali muncul di dalam sebuah
kuil yang berada di pelosok, kali kedua muncul di dalam sebuah gedung
perusahaan yang sudah lama menghentikan kegiatan usahanya, kali ke tiga
sampai kali ini selalu terjadi di dalam sebuah rumah kosong."
"Enam kali asap ungu muncul di udara, lima lembar nyawa manusia melayang!"
"Betul!"
Nada suara Komandan Sin makin berat dan dalam, wajahnya pun semakin
serius, lanjutnya, "Tiga hari setelah munculnya asap ungu, selalu ada seorang
ternama yang mati dibunuh, bahkan dalam setiap kejadian si pembunuh tak
pernah meninggalkan jejak apa pun yang bisa dipakai sebagai titik pelacakan."
"Bagaimana dengan korbannya?" tanya pemuda itu, "apakah antara kelima
korban pembunuhan itu ada ikatan hubungan tertentu atau mungkin punya
hubungan istimewa lainnya?"
" Tidak ada, sama sekali tak ada," Komandan Sin menggeleng.
Setelah berpikir sejenak, lanjutnya, "Biarpun kelima orang korban pembunuhan
itu rata rata merupakan orang kenamaan, namun asal usul serta latar belakang
mereka berbeda, boleh dikata di antara mereka tidak saling mengenal apalagi
punya hubungan."
"Leng kongcu," tiba tiba lelaki setengah baya itu menyela, "Komandan Sin sudah
tigapuluh dua tahun makan gaji sebagai petugas polisi, analisa serta
penyelidikannya tak bakal keliru."
"Aku mengerti."
Tiba tiba sekilas cahaya terang memancar keluar dari balik mata pemuda she
Leng itu, katanya lagi perlahan, "Secara lamat lamat aku hanya merasa bahwa di
antara kelima orang itu pasti mempunyai suatu hubungan atau keterkaitan yang
istimewa, seolah olah nyawa kelima orang itu telah terikat oleh seutas tali yang
tak terlihat, hanya sayang hingga kini kita belum berhasil menemukan tali yang
mengikat mereka berlima itu."
Pelan pelan dia berjalan mendekati tempat duduk di mana di depannya terletak
mangkuk bubur serta sepasang sumpit itu, lama sekali dia awasi sisa bubur dan
sisa sayur di meja, tiba tiba dia menggerakkan tangannya untuk mengambil
sumpit itu tapi dengan cepat tangannya ditarik kembali, sekilas cahaya terang
memancar dari balik matanya.
Sepasang mata Komandan Sin ikut berkilat.
"Pembunuh adalah orang kidal, ia selalu memakai tangan kiri!"
"Betul!"
"Tampaknya dia agak suka makan tahu kecap."
Sumpit terletak di sebelah kiri mangkuk, sayur lain sama sekali tak tersentuh,
hanya tahu kecap yang berkurang dan sisanya sekarang pun tinggal tak banyak.
Diam diam Komandan Sin marah dengan diri sendiri, dia tak mengira dengan
pengalaman kerjanya hampir tigapuluhan tahun, ternyata ketelitian serta
kejelian matanya kalah dibandingkan dengan seorang pemuda kemarin sore.
Tak tahan dia pun menghela napas panjang.
"Leng kongcu," katanya, "tak heran semua orang mengatakan bahwa Leng Giok
hong adalah seorang tokoh Lak san bun yang sangat hebat, hari ini hamba
betul-betul percaya dan dibuat sangat kagum! "
Leng Giok hong berkelit dari sikap hormat orang itu, tiba tiba ia teringat akan
satu pertanyaan yang sangat aneh.
Tak tahan segera tanyanya, "Komandan Sin, dewa apa yang disembah dalam
kelenteng kecil di mana pertama kali asap ungu itu muncul?"
"Dewa uang!"
II. Lagi lagi Dewa Uang
Begitu selesai mengucapkan kata "dewa uang," diam diam Komandan Sin ikut
merasa terperanjat. Baru sekarang ia teringat akan cerita tentang organisasi
rahasia yang sering didongengkan orang, jangan-jangan rangkaian pembunuhan
yang terjadi saat ini ada hubungannya dengan organisasi rahasia itu"
Walaupun kelima korban pembunuhan itu mempunyai latar belakang serta
pekerjaan yang berbeda, tapi hampir semuanya adalah orang kaya yang memiliki
kekayaan berlaksa laksa banyaknya. Lagipula kematian mereka paling tidak
memiliki satu kesamaan yang serupa.
... Menurut hasil penyelidikan keluarga korban, sebelum kematian mereka,
orang orang itu pernah mengirim keluar sejumlah besar uang, tapi ke mana
uang dalam jumlah besar itu dikirim tak ada yang tahu. Jangan lagi orang
awam, orang orang kepercayaan mereka pun tak ada yang tahu.
... Mungkinkah dalam masa hidupnya dulu mereka pernah atau bahkan sering
berhubungan dengan "Dewa uang?" Atau sering melakukan transaksi dengan
"Dewa uang?" Karena transaksi gelap semacam ini seringkali justru
mendatangkan bencana kematian bagi diri sendiri.
Komandan Sin tidak menjelaskan jalan pikirannya itu. Terhadap pemuda dari
keluarga Leng ini sedikit banyak ia menaruh perasaan was was bahkan sedikit
rasa takut, karena berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, Leng Giok
hong termasuk seseorang yang amat menakutkan.
Nama : Leng Giok hong.
Usia : Duapuluh empat tahun,
Tinggi badan : Lima depa sembilan inci.
Ilmu silat : Mempelajari banyak ilmu dari banyak aliran, tak pernah
menggunakan jenis senjata tertentu
Asal usul : Kakeknya punya pahala dalam militer, pangkatnya kelas satu dan
menduduki posisi sebagai Panglima di daerah Hosay. Ayahnya seorang sarjana
yang menduduki pangkat tinggi, punya kekuatan politik dan menjabat sebagai
guru besar di bidang pendidikan negara.
Kegemaran : Tidak ada.
Cacad badan : Tidak ada.
Bila seseorang sama sekali tak punya kegemaran, biasanya orang itu adalah
seseorang yang sangat menakutkan, dalam hal ini hampi sebagian besar orang
mengerti. Yang lebih menakutkan lagi adalah dia berasal dari satu keluarga terpandang
yang punya posisi penting di bidang militer maupun politik. Bukan saja tak ada
cela, juga tak jelas pangkat setinggi apa yang dijabatnya sekarang. Seolah olah
masa lalunya adalah selembar kertas kosong. Hingga kini pun tak ada yang tahu
apa yang sedang emban.
Jangankan orang lain, bahkan Komandan Sin sendiripun tidak tahu.
Komandan Sin cuma tahu dia mempunyai organisasi kerja yang teramat rahasia,
mempunyai kekuasaan sangat besar, bahkan bisa menentukan mati hidupnya
seseorang. Di dalam surat tugas yang dibawanya, selain terdapat cap dari Departemen
Kejaksaan, dilengkapi Juga dengan cap cap pembesar tinggi dari berbagai
propinsi. Dalam surat tugas itu jelas tertera:
"Pejabat Leng Giok hong bebas bergerak kesemua tempat dan melakukan
tindakan apa pun, semua pejabat eselon empat ke bawah diwajibkan tunduk di
bawah perintahnya."
Kedatangannya kali ini khusus untuk menyelidiki serentetan pembunuhan
berantai yang dimulai dari klenteng Dewa Uang.
Di balik tugas penyelidikan itu, mungkinkah dia masih mengemban tugas lain
yang lebih penting dan rahasia"
Berpikir sampai disini, mau tak mau Komandan Sin harus meningkatkan
kewaspadaannya. Sedikit banyak seorang petugas polisi yang sudah tigapuluhan
tahun makan gaji tentu pernah melakukan kesalahan maupun penyelewengan,
sekalipun kecil sekali kadamya.
Leng Giok hong seperti sama sekali tidak memperhatikan jalan pikiran si rase
tua ini, penampilan maupun sikapnya masih tetap terbuka, polos dan jujur.
"Sekarang kita sudah tahu sesuatu, berhasil menemukan setitik petunjuk yang
bisa kita pakai sebagai sumber pelacakan?" katanya lagi.
"Harap Tayjin memberi petunjuk!"
"Pertama, seperti apa yang sudah kita ketahui, dalam tiga hari setelah
muncuInya asap ungu, pasti ada seseorang mati dibunuh!"
"Benar!"
"Kedua, tempat munculnya asap ungu bukan tempat kejadian yang secara
kebetulan, lokasinya juga selalu berbeda. Hal ini membuktikan bahwa semua
tindakan tersebut telah diatur secara khusus dan direncanakan dengan matang,
tentu mempunyai satu tujuan istimewa. Kemungkinan besar semacam kode
rahasia yang digunakan antar organisasi gelap."
Seolah olah menjawab pertanyaan sendiri, kembali Leng Giok hong melanjutkan,
"Tak disangkal persoalan ini pasti ada hubungan yang erat sekali dengan
pembunuhan berantai itu."
... Sebuah organisasi pembunuh yang sangat rahasia, menetapkan satu tempat
yang rahasia untuk berkumpul, kemudian setelah sang korban menyerahkan
uang tebusannya, mereka mcmasang asap ungu sebagai tanda bahwa mereka
telah menerima transaksi itu. Karena transaki telah dilakukan, tak sampai tiga
hari kemudian ada orang yang bakal mati di ujung golok mereka.
"Besar kemungkinan pembunuh yang diutus untuk melaksanakan tugas
pembunuhan kali ini adalah seorang pembunuh kidal.
III. Di Balik Tembok Pekarangan Tinggi
Warung penjual bakmi ini semestinya belum buka usahanya, tapi sekarang
sudah ada tamu yang muncul di situ.
Warung bakmi ini sangat sederhana dengan perabot ala kadamya. Kecuali
berjualan bakmi di siang dan malam hari, warung ini pun berjualan sarapan
dengan menu sangat sederhana, semacam bakpao berisi sayuran, bakpao yang
kurang cocok bagi mereka dengan lambung kurang baik karena bakpao
semacam ini agak sukar dicernakan dalam perut.
Saat itu ada seorang tamu sedang duduk dekat pintu sambil menikmati sarapan.
Meski pakaian yang dikenakan tidak termasuk halus dan mewah tapi
mempunyai potongan serta jahitan yang rapi dengan bahan pilihan. Sebuah topi
lebar menghiasi kepalanya, nyaris menutup hingga di atas alis matanya.
Sewaktu sarapan pun dia tidak lepaskan topi lebar itu, seolah olah khawatir ada
orang mengenali wajahnya.
yang terlihat dengan jelas tinggal hidung, mulut serta tangannya.


Elang Pemburu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hidungnya kelihatan sangat mancung, garis bibirnya juga sangat kentara...
memberi kesan kalau dia adalah seorang lelaki yang keras kepala dan ulet.
Agaknya bibir itu seringkali dibiarkan tertutup rapat, jelas dia termasuk
seseorang yang tidak terlalu suka bicara.
Jari tangannya panjang panjang tapi penuh tenaga, seharusnya terhitung
sepasang tangan yang sangat indah, hanya saja bentuk tulangnya sedikit lebih
besar daripada orang kebanyakan.
Bila ditinjau dari beberapa segi ini, semestinya dia adalah seorang lelaki yang
bertubuh kekar, berwajah tampan dan punya watak yang mantap.
Kenapa sepagi ini, orang macam dia sudah muncul di dalam, warung bakmi
yang begitu sederhana"
Di depan warung bakmi itu berdiri dinding pekarangan yang amat tinggi. Pintu
rumah gedung bertembok tinggi itu masih tertutup rapat, jarang kelihatan ada
orang keluar masuk dari tempat itu, bahkan suara pun sama sekali tak
kedengaran. Rumah siapakah itu" Siapa yang berada dibalik tembok pekarangan
tinggi itu" Tak seorang pun yang tahu.
Tampaknya seluruh perhatian pemuda yang berada di dalam warung bakmi itu
sedang tertuju ke dalam gedung besar di balik dinding pekarangan tinggi itu.
Kelihatannya dia memang sengaja datang ke situ lantaran masalah gedung besar
di balik tembok pekarangan tinggi.
Ketika selesai sarapan pagi, cahaya putih baru saja muncul dari ufuk timur.
Suara ayam berkokok bergema dari kejauhan sana, terlihat sebuah kereta
muncul dari kejauhan berjalan di atas jalan berlapis batu dan menimbulkan
suara gemerutuk yang nyaring.
Pada saat itulah tiba tiba terlihat pintu sempit di depan warung itu dibuka
orang, terbuka dengan menimbulkan suara denyit yang keras.
Mungkin pintu itu sudah kelewat lama tak pernah dibuka orang, maka sewaktu
dibuka menimbulkan suara denyit yang keras seakan akan suara raungan
seseorang yang sedang sekarat.
Dari balik pintu berjalan keluar seseorang, dia kelihatan sangat segar dan penuh
semangat. Bukan saja wajahnya bersinar, bahkan kelihatan merah bercahaya
seolah-olah baru saja melakukan sesuatu pekerjaan yang memuaskan hati.
Dia adalah seorang lelaki berusia limapuluh tahunan yang berdandan sangat
mewah. Biarpun sudah berusia lewat setengah abad, namun penampilannya
masih tetap rajin dan bersih. Jelas dia adalah seseorang yang sudah biasa
dihormati orang.
Baru saja pintu pekarangan terbuka, sebuah tandu kecil telah menyusul muncul
dari balik gedung itu, berjalan mendahului orang tadi dan berhenti di depannya.
Orang itu segera naik ke dalam tandu, pintu gedung pun ikut ditutup kembali.
Tak selang berapa saat tandu beserta orang tadi sudah berada jauh di ujung
lorong jalan lalu lenyap dari pandangan mata.
Kerjasama antara orang tadi dengan tandunya benar benar sangat serasi, seakan
akan mereka sudah cukup lama melatihnya.
Gedung dengan dinding pekarangan tinggi itu kembali tercekam dalam
keheningan, sepi dan misterius seperti semula.
Misteri. yang paling penting memang misteri.
Bukan saja bangunan gedung itu penuh diliputi misteri, lelaki setengah umur
yang nampak kaya dan berwibawa itu pun menampilkan kemisteriusan yang
sangat mencengangkan.
Bila ditinjau dari penampilan serta dandanannya, orang itu semestinya adalah
seorang saudagar kaya raya yang dihormati dan disanjung orang banyak. Tapi
bila ditinjau dari sikap serta gerak-geriknya tadi, perbuatan orang itu tak
ubahnya seperti perbuatan seorang pencuri.
Dengan berlalunya tandu tadi, pemuda yang duduk dalam warung bakmi pun
ikut bangkit berdiri, meletakkan kembali sumpitnya, membayar uang sarapan
lalu keluar dari tempat itu dan menelusuri lorong sempit menyusul ke arah
mana lenyapnya tandu tadi.
Langkah kakinya sangat ringan.
Ketika meletakkan kembali sumpitnya tadi, dia lakukan sama seperti apa yang
dilakukan orang lain, diletakkan disamping mangkuk. Hanya saja ia letakkan di
sebelah kiri dari mangkuknya.
Ternyata pemuda itu menggunakan tangan kirinya untuk memegang sumpit, dia
adalah seorang kidal. Orang semacam ini, biasanya selagi membunuh orang pun
dia akan gunakan tangan kirinya juga.
IV. Interogasi Usia kakek penjual bakmi ini sudah sangat tua. Pandangan matanya sudah
mulai rabun, pendengaran telinganya juga mulai kabur bahkan cara berbicara
pun mulai tak jelas. Sama seperti kebanyakan tauke warung bakmi lainnya,
sudah cukup lama dia hidup susah dan setiap hari harus banting tulang
memeras keringat.
Dia tak punya kekayaan terlalu banyak, juga tak punya sanak keluarga. Dari
muda hingga tua hidupnya selalu susah dan menderita. Terhadap orang dengan
kondisi semacam ini, bagaimana mungkin kau bisa berharap dia dapat melihat
setiap masalah dengan jelas, mendengar dengan jelas dan menerangkan dengan
jelas" Walaupun begitu, namun ada satu hal yang pasti; yaitu dialah satu satunya
orang yang telah "melihat" semua kejadian ini.
Saat fajar hari itu, ketika Chee Gwat sian mati terbunuh, dialah satu satunya
orang yang telah melihatnya. Si kakek yang mata, telinga serta bicaranya sudah
mulai,tak jelas ini.
Hanya dia seorang yang pernah berjumpa dengan pemuda itu. Si Pembunuh
bertangan kidal.
Menyangkut kasus pembunuhan yang sangat menggemparkan dan sangat
menghebohkan dunia persilatan ini, bukan saja hanya dia satu satunya
saksi mata, dia juga merupakan satu satunya titik terang yang bisa dilacak. Oleh
sebab itu untuk melacak kasus pembunuhan itu, kau harus bertanya
kepadanya. Saat itu, Komandan Sin sedang menginterogasi kakek itu. Semua tanya jawab
dilangsungkan dengan sangat jelas, pendengamya adalah Leng Giok hong serta
si lelaki setengah umur.
"Hari itu, kelihatannya kau membuka warungmu lebih awal. Apakah biasanya
juga seawal itu?" komandan Sin mulai bertanya.
"Benar, bila seseorang sudah merasa dirinya mulai tua, tahu kalau dirinya
sudah tak akan hidup terlalu lama lagi, biasanya dia akan terjaga dari tidurnya
lebih awal dari orang lain."
"Masih sepagi itu, sudah ada tamu yang mampir di warungmu?"
"Benar. Biasanya memang tak ada tamu yang datang seawal itu. Kedatangan
tamu itu memang kelewat pagi."
"Macam apakah orang itu?"
"Seorang pemuda dengan perawakan sedang, dia makan tak terlalu banyak tapi
persenan yang diberikan kepadaku cukup banyak."
"Sepintas memandang, apakah dia mempunyai sesuatu keistimewaan?"
"Tidak, dia tak punya keistimewaan apapun. Paling gerakan tubuhnya yang lebih
lincah dan ringan ketimbang orang lain. Sewaktu bersantap, dia makan dengan
sangat lambat, dikunyah dengan sangat teliti, seperti... seperti seekor kerbau
yang sedang mengunyah rumput, setelah dikunyah dan ditelan setiap saat siap
ditumpahkan keluar lagi untuk dikunyah sekali lagi."
... Hanya orang yang sering kekurangan bahan makanan sehingga sangat
membutuhkan makanan baru akan melakukan hal seperti ini. Tentu saja
Komandan Sin, Sin Wai yang sangat matang pengalamannya dalam sungai
telaga, memahami teori ini.
Tapi kelihatannya dia kurang menaruh perhatian atas masalah itu. Dengan
cepat dia telah bertanya lagi, "Apakah kau melihat ada orang berjalan keluar dari
pintu sempit di balik dinding pekarangan itu dan pergi dengan naik tandu?"
"Yaaa, aku melihat dengan jelas sekali, orang itu berdandan sangat mewah dan
parlente, agaknya seorang yang sangat berduit. Tapi anehnya ia justru keluar
lewat pintu belakang di pagi buta itu, seolah-olah sedang berusaha melarikan
diri saja..."
"Dalam dua bulan terakhir, pernahkah kau melihat lelaki setengah umur itu
berjalan keluar dari pintu belakang dan melakukan hal seperti yang dia lakukan
pada pagi buta itu?"
"Rasanya belum pernah."
Seperti amat kecewa Komandan Sin menghela napas panjang.
Tiba tiba kakek itu berkata lagi, "Seandainya pernah pun aku tidak tahu"
"Kenapa?"
"Sebab selama dua bulan terakhir aku selalu menderita sakit hingga pintu
warung belum pernah dibuka. Hari itu adalah hari pertama aku berdagang lagi."
Komandan Sin tertawa getir, dia tidak komentar apa apa.
Kembali kakek itu berkata, "Ketika orang kaya itu berjalan keluar hari itu, ada
orang lain dengan menggunakan tandu segera menyambutnya. Baru saja dia
melangkah keluar, tandu itu sudah mendekat. Bukan saja perhitungan
waktunya sangat tepat, kerja sama mereka pun amat sempuma. Kelihatannya
hal itu sudah dilatihnya berulang kali."
"Hal ini membuktikan kalau orang kaya itu tak ingin gerak-geriknya diketahui
orang lain, bahkan kalau bisa tidak terlihat siapa pun. Maka dari itu mereka
telah berlatih berulang kali."
"Yaaa, rasanya memang begitu."
"Sepeninggal tandu itu, apakah pemuda itu juga ikut pergi?" tanya komandan
Sin kemtidian. "Benar. Sepeninggal tandu itu, pemuda tersebut segera meletakkan sumpitnya
dan ikut pergi dari sini. Kepergian mereka sangat cepat, hanya sebentar saja
sudah sampai di ujung lorong sana. Gerakan tubuh si penandu maupun anak
muda itu cepat sekali, jauh lebih cepat daripada kebanyakan orang.
"Kemudian?"
"Kemudian aku mendengar suara teriakan!"
"Suara teriakan" Teriakan macam apa?"
"Teriakan yang sangat memilukan hati, seperti ada orang sedang menggorok
lehernya. Teriakan itu pendek sekali, rasanya hanya cukup dengan dua tusukan,
orang itu sudah mati terbantai."
Komandan Sin tertawa dingin, "Butuh dua gorokan untuk menghabisi nyawa
seseorang, cara kerja orang itu tidak termasuk cepat," jengeknya.
Tiba tiba Leng Giok hong menyela, ujamya dengan suara hambar, "Jika senjata
yang digunakan bukan golok melainkan gergaji, begitu jeritan bergema sang
korban pasti sudah putus napas. Nah, itu baru cepat namanya!"
Komandan Sin menarik napas panjang. Membunuh orang dengan memakai
gergaji" Bagaimana rasanya sang korban yang digergaji" Bagaimana pula
rasanya menggergaji seseorang"
"Kenapa mesti pusing pusing" Lakukan saja otopsi atas mayat korban itu, kau
akan segera tahu sang pembunuh melakukan pembantaian dengan
menggunakan golok atau gergaji."
Sekarang tugas pertama yang harus dilakukan adalah melihat jenasah korban.
Dalam hal ini semua orang merasa sangat setuju dan tak punya usul lain.
Belum keluar dari pintu warung tiba tiba Leng Giok hong balik kembali, dengan
suara yang perlahan tapi amat serius kembali tanyanya kepada kakek penjual
bakmi itu, "Tadi kau bilang, kau telah melihat pemuda kekar itu melakukan
sesuatu sebelum pergi meninggalkan warungmu?"
"Benar!"
"Apa yang telah ia lakukan?"
"Membayar uang sarapannya. Untuk semangkuk bakmi kuah plus dua buah
bakpao sayur dia telah membayar satu tahil perak, jumlah persenan yang sangat
besar untukku. Dia benar benar royal"
"Apa lagi yang ia lakukan?" Kakek penjual bakmi itu tak paham apa yang
dimaksud orang itu, ia tak mampu menjawab.
Agaknya Leng Giok hong tahu kalau kakek itu tak paham, kembali ujamya,
"Tentunya dia letakkan dulu sumpitnya di atas meja?"
"Tentu saia, ia harus letakkan sumpitnya di meja."
"Sumpit itu diletakkan di mana?"
"Di sebelah mangkuk bakmi."
"Maksudku di sisi yang mana?"
Kembali kakek penjual bakmi itu tak bisa menjawab. Pedagang semacam dia
memang jarang memperhatikan hal sedetil ini, terutama hal yang menyangkut
pekerjaan rutin.
Sekali lagi Leng Giok hong merasa kecewa, pelan pelan ia balik badan dan keluar
dari warung. Tiba tiba kakek itu berkata lagi, "Aku sudah tak ingat di sisi yang mana ia
letakkan sumpitnya, tapi ada satu hal yang masih kuingat jelas. Sewaktu
bersantap, sumpitnya sempat menyenggol botol cabe hingga tumpah. Botol cabe
itu terletak dekat dinding, sedang dia duduk menghadap ke pintu. Berarti
dinding itu di samping kirinya, botol cabe itu juga berada di sisi kirinya."
"Berarti bisa disimpulkan dia makan dengan memakai tangan kirinya?"
"Benar!"
"Berarti orang itu adalah seorang kidal yang sudah terbiasa memakai tangan
kirinya?" "Benar!"
"Dan pekerjaan pemuda itu, adalah seorang pembunuh?"
"Mungkin saja!"
Leng Giok hong tertawa, sekilas cahaya tajam memancar keluar dari matanya.
Setelah termenung sejenak, kembali terusnya, "Kalau dugaanku tak keliru,
sekarang aku sudah bisa menggambarkan potongan wajahnya secara garis
besar." Sudah banyak tahun Leng Giok hong bekerja di Lak san bun (kantor
pengadilan), hampir semua polisi kenamaan di sungai telaga mengakui dia
sebagai seorang opas jempolan. Tentu saja tidak sulit baginya untuk
mengumpulkan bahan bahan berharga serta bukti yang menyangkut pekerjaan
seorang pembunuh.
"Bila diperiksa dari data yang kumiliki, pembunuh bertangan kidal tak banyak
jumlahnya. Orang yang mampu membantai Song Thian leng dalam sekejap mata
paling banter cuma ada tiga orang, sedang orang yang berusia antara dua
tigapuluh tahun hanya, ada satu orang saja."
"Siapakah orang itu?"
"Orang itu berasal dari satu keluarga kenamaan. la sangat menaruh perhatian
dalam hal berpakaian, gemar memakai baju warna hijau, perawakan badannya
hampir sama seperti aku, ilmu silat yang dipelajari beraneka ragam, oleh karena
itu dia bisa menggunakan banyak cara untuk membunuh seseorang."
"Aku percaya tidak sulit bagi kita untuk menemukan orang semacam ini."
Dalam hal ini, Leng Giok hong juga percaya.
Jabatan sebagai seorang komandan opas bukan diperoleh Komandan Sin secara
kebetulan, tidak heran kalau dia punya banyak mata mata dan informan yang
tersebar di seluruh kota. Bila di sana benar benar pernah kedatangan seorang
asing macam begitu, seharusnya tak sampai duabelas jam ia sudah bisa
menemukan jejaknya.
"Selain itu," lanjut Leng Giokhong, "aku harap kau bisa kirim orang untuk
menyelidiki siapa pemilik gedung besar ini. Seandainya pemiliknya Sudah ganti
belakangan ini, aku harap semua data yang menyangkut pemilik lama maupun
pemilik baru telah disiapkan dalam waktu secepatnya, aku harus tahu tentang
semuanya itu!"
Dia tak perlu menunggu terlalu lama, sejenak kemudian ia sudah memperoleh
data itu, walau hanya sebagian.
Seorang nenek penjual ketan manis baru saja berjalan melewati depan mereka
menuju ke pintu sempit di gedung seberang.
Tiba tiba pintu kecil itu dibuka orang.
Seorang nona kecil berbaju merah yang punya kepang besar muncul dari balik
pintu sambil membawa sebuah mangkuk besar. Dia mempunyai sepasang mata
yang besar dan indah dengan sepasang lesung pipi yang manis.
Sekarang, semua orang sudah tahu siapa penghuini gedung besar itu. Paling
tidak salah satu penghuninya adalah seorang dayang kecil yang cantik
wajahnya. V. Sang Korban Sudah lima orang jadi korban pembunuhan. Kelima korban itu sermuanya
dibunuh dengan lima cara yang berbeda. Ada yang dibantai menggunakan
kampak, ada yang dijerat dengan tali, ada yang mati karena dijotos dengan tinju,
ada pula yang mati tenggelam. karena dilempar seseorang ke dalam sungai.
Semua pembantaian dilakukan sangat bersih dan tuntas. Satu-satunya jejak
yang bisa dilacak hanya tusukan golok yang menghabisi nyawa Chee Gwat sian.
Golok itu bukan menembusi jantung di dada kirinya, tapi hati di sebelah
kanannya. Hati orang itu terkoyak hingga hancur berantakan, kehancuran yang merenggut
nyawanya. Seperti juga jantung, organ tubuh itu termasuk salah satu organ
tubuh yang sangat mematikan.
Bagi kebanyakan pembunuh berpengalaman, sasaran yang dituju untuk


Elang Pemburu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencabut nyawa seseorang biasanya selalu tertuju ke jantung dan bukan hati.
Bila satu tusukan yang datang dari depan langsung menghancurkan hati dan
bukan jantung korbannya, maka hal ini bisa disimpulkan kalau si pembunuh
pasti seorang kidal.
Tapi, kalau hanya berdasarkan petunjuk ini saja, masih belum cukup untuk
membuktikan kalau si pembunuh pasti bertangan kidal.
Sebab bila seseorang menusuk sambil membalikkan badannya, tusukan golok
tersebut sama saja bisa menghancurkan hati korbannya.
Oleh sebab itulah seperti apa yang dipikir Leng Giok hong, otopsi yang
dilakukannya kali ini sama sekali tidak memperoleh hasil yang pasti.
"Ada," tiba tiba Leng Giok?hong berkata, "penyelidikan kita kali ini masih ada
sedikit hasil!"
"Apa itu?"
"Paling tidak kita telah membuktikan bahwa si pembunuh adalah seorang
pembunuh berpengalaman, kecepatan serangannya luar biasa, tapi ia tak suka
turun tangan sembarangan!"
Latar belakang serta asal usul kelima orang korban pembunuhan itu memang
sama sekali berbeda. Chee Gwat sian adalah seorang pedagang barang antik.
Konon dia menjadi kaya raya lantaran berhasil menggali keluar sejumlah barang
antik peninggalan jaman Kim, serta mempunyai kemampuan serta ketajaman
mata yang luar biasa dalam menilai barang antik.
Empat orang korban lainnya ada yang berasal dari keluarga kenamaan, ada
scorang pedagang besar, seorang tuan tanah dan satu lagi adalah pejabat yang
telah pensiun bernama Song Bwee san. Tapi menurut isu, orang ini bukan
seorang pejabat negara sungguhan. Dia adalah seorang perampok ulung yang
pernah merampok duapuluh tiga perusahaan ekspedisi di masa lalu. Song Thian
leng, perampok ulung yang bukan saja menguasai ilmu gwakang (tenaga luar),
ilmu golok Kiu huan to yang dimilikinya pernah menggetarkan sungai telaga. Dia
adalah seorang jagoan nomor satu dalam kalangan hoklim.
Kali ini dia pun tewas di tangan seorang pembunuh bertangan kidal, ia mati
dijerat dengan seutas tali. Kematian yang berlangsung sangat cepat.
Dari kelima orang korban itu, hanya ada satu hal yang sama.
. . ..Mereka semua adalah hartawan yang berlimpah harta kekayaannya, bahkan
pernah melewati penghidupan yang gemerlapan dan kemewahan yang,
bermandikan uang dan emas.
"Tapi sebelum dibunuh orang, mereka sama sekali tidak mengeluarkan uang
dalam jumlah banyak. Hal ini membuktikan kalau pembunuhan ini bukan
berlatar belakang perampokan atau urusan harta," lapor Komandan Sin.
"Tapi pembunuhnya telah menerima uang yang seharusnya diperoleh, dan
jumlahnya cukup banyak," kata Leng Giok hong, "sudah ada orang yang
membayar ongkos pembunuhan tersebut, karena itulah dia tak akan mengambil
uang milik orang lain barang setahil pun. Inilah etika yang selalu dipegang
seorang pembunuh profesional."
VI. Wanita Pemilik Gedung yang Misterius
Leng Giok hong memang tak malu disebut jagoan nomor satu dari pengadilan.
Bukan hanya kemampuan penyelidikannya yang hebat, kemampuannya
mengambil kesimpulan juga luar biasa, bahkan seperti mempunyai insting atau
naluri yang sangat tajam bagai seekor hewan pemburu.
Kali ini pun tidak terkecuali. Biarpun ia sama sekali tak tahu menahu tentang
pemilik gedung itu, tapi nalurinya mengatakan dalam berapa waktu belakangan
pasti pernah berganti pemilik. Hasil penyelidikan Komandan Sin dengan cepat
diantar ke tangannya. Dugaan Leng Giok hong tidak meleset, lagi lagi dugaannya
sangat tepat. Dulu, pemilik bangunan besar itu adalah seorang sastrawan kenamaan dari
marga Wong. Orang itu sangat mahir dalam ilmu sastra, main khim, main catur,
menulis maupun melukis. Tapi belakangan kondisi keuangannya sangat mundur
hingga terpaksa bangunan gedungnya dijual kepada orang lain, sedang ia sendiri
dengan memboyong keluarganya pergi entah ke mana.
Oleh karena itu tidak mungkin bila penyelidikan dimulai dari pemilik lama,
apalagi untuk mengetahui asal usul si pemilik baru.
Menurut dokumen jual beli, gedung besar itu dibeli atas nama seseorang yang
bernama Lenghou Put heng. Konon dia adalah seorang lelaki berewokan yang
bermata cekung, jelas bukan dari etnik Han. Kata orang dia adalah seorang
lelaki keturunan etnik Tartar. Selain bertenaga luar biasa, katanya dia pernah
menahan lajunya seekor kuda.
Tapi orang itu bukan pemilik gedung yang sebenarnya. Membetulkan atap
rumah, mengapur dinding pekarangan, menata kebon maupun menyapu bersih
lantai, semua dilakukan orang itu. Tapi pada hari kepindahan, bukan dia yang
masuk ke gedung itu, melainkan seorang nyonya muda berbaju hijau yang
datang dengan diusung tandu.
Tak seorang pun yang sempat melihat manusia macam apakah dia itu.
Bagaimana rupanya" Dan berapa usianya" Tapi ada satu hal yang jelas dan
diketahui setiap orang, sikap Lenghou Put heng terhadap perempuan itu sangat
hormat. Di samping tandu mengikuti seorang dayang berwajah bulat bermata bulat. Dia
adalah dayang kepercayaan perempuan itu, dan dayang tersebut bukan lain
adalah si nona kecil yang membeli ketan manis tadi.
Nona kecil itu bernama Wan wan. Lalu siapakah wanita pemilik gedung itu" Dari
marga apa" Siapa namanya" Berasal dari mana" Uang dari mana untuk membeli
gedung sebesar itu" Setelah pindah ke situ, apa usaha pekerjaannya untuk
melanjutkan hidup" Tak ada yang tahu.
Kini semua orang hanya tahu, perempuan pemilik rumah itu suka makan yang
manis manis, suka makan ketan manis, dan lagi tidak suka makan ketan buatan
sendiri. Membeli dari penjual eceran memang selalu memberikan kenikmatan
tersendiri. Kebiasaan semacam ini jarang ditemukan pada kebanyakan orang. Mungkinkah
perempuan pemilik gedung yang misterius itu berasal dari sebuah keluarga kecil
yang hidup di dusun atau kota kecil"
Berita yang menyangkut pemuda kidal itu baru diperoleh tengah hari
keesokannya. Waktu itu Leng Giok hong sedang menikmati makan siangnya
yang paling komplit dan lezat. Di antara menu makanannya ada burung dara,
ayam, ikan, tiete, iga sapi muda, sayuran segar dan buah buahan.
Berada dalam kondisi dan situasi apa pun, ia selalu akan berusaha untuk
menikmati hidangan seperti ini. Setiap hari ia butuh makanan dalam jumlah
banyak untuk mengganti kalori serta energi yang banyak terbuang, Ketika
sedang bersantap ia pun sangat teliti dan bersungguh-sungguh. Tampaknya ciri
semacam ini memang merupakan ciri khas dari seseorang yang hidupnya penuh
tantangan, menyerempet bahaya dan tiap hari mesti berpontang panting dalam
sungai telaga. Seekor serigala pun mempunyai sifat semacam ini. Setiap kali sedang bersantap,
cara makan mereka selalu begitu menikmati, seakan akan itulah hidangan
terakhir buat mereka dalam kehidupannya.
Pemuda kidal itu pernah tinggal di sebuah rumah penginapan di dalam kota.
Sewaktu mendaftar, ia memakai nama Thia Siau cing, dan malam kemarin dia
masih menginap di rumah penginapan itu.
Secara ringkas Komandan Sin memberikan laporannya, "Menurut tauke Ong
pemilik rumah penginapan itu, dia sudah duapuluh hari menginap di situ. Ini
berarti dia pertama kali masuk ke losmen pada tanggal tujuh belas bulan
berselang."
"Kapan kalian pertama kali menemukan asap ungu itu?"
"Tanggal sembilan belas bulan berselang."
Leng Giok hong tertawa dingin, "Hmmm, besar amat nyali orang yang mengaku
bernama Thia Siau-cing itu. Bukan saja berani memakai nama asli, berani juga
menginap di losmen yang sama selama berhari-hari."
"Kongcu, kau punya keyakinan kalau dialah pembunuhnya?" tak tahan
Komandan Sin bertanya.
"Yakin!"
"Siapa pula yang menyewanya untuk membunuh kali ini?"
"Tidak ada, kali ini adalah atas kehendak dia sendiri untuk datang kemari!"
"Konon pembunuh bayaran macam mereka punya kebiasaan yang sama, yaitu
tak akan membunuh orang secara gratis. Apa benar?"
"Tiap orang pasti punya saat untuk bertindak di luar kebiasaan."
"Berarti kali ini dia membunuh secara gratis" Tapi untuk siapa dia membunuh?"
"Untuk diri sendiri!"
"Maksud tuan, kali ini dialah yang beniat membunuh Chee Gwat sian berlima
itu?" "Benar!"
"Dia punya alasan untuk membunuh mereka?"
"Ada!"
"Apa alasannya?"
"Sebuah alasan yang amat bagus," Leng Giok hong menerangkan dengan suara
tawar. "Dalam situasi dan kondisi apa pun, alasan ini adalah sebuah alasan
yang sangat bagus dan tepat. Mungkin tak akan ditemukan alasan lain di dunia
ini yang lebih tepat daripada alasannya itu!"
Kematian Chee Gwat sian sekalian berlima bukan lantaran harta, ini berarti
tinggal satu alasan saja yang tersisa.
"Apakah alasan ini lantaran perempuan?"
"Tepat sekali!" Leng Giok hong tersenyum, "alasannya membunuh kali ini
lantaran seorang wanita yang bernama Ang ang (si merah)!"
*** Ang ang dengan mengenakan baju serba putih sedang duduk tenang di sebuah
ruangan dengan warna putih dominan di seluruh tempat. Putih, putihnya salju.
Selain warna putih tak nampak warna lain ditempat itu, bahkan asap wangi
yang keluar dari tempat dupa pun berwarna putih saIju.
la duduk tenang di samping jendela. Sudah setengah harian ia, duduk di situ
tanpa melakukan apa pun. Tiba tiba ia berpaling, kepada gadis kecil yang selama
ini berdiri menanti di sisinya dan berkata, "Beritahu paman Lenghou, suruh dia
siapkan meja perjamuan esok malam, siapkan juga sekeranjang bunga teratai
putih." Walaupun ia telah berusaha untuk mengendalikan diri, nada suaranya masih
kedengaran gemetar lantaran menahan gejolak emosi dalam hatinya.
Nona berwajah bulat yang berdiri di sisinya segera cemberut, omelnya, "Lagi lagi
bunga teratai putih, lagi lagi menjamu tamu... lagi lagi minum arak, apa apaan
itu?" Ang ang pura pura tidak mendengar omelan tersebut, matanya dialihkan ke
tempat kejauhan. Lamunan masa lalu sudah mulai luntur, kelihatan bagaikan
selapis asap kabut...
Selapis kabut berwarna ungu yang membawa percikan darah...
*** Leng Giok hong telah selesai bersantap. la sedang berjalan mondar mandir di
ruang depan. Orang ini seakan akan memiliki tenaga yang tak ada habisnya,
jarang nampak ia menghentikan aktivitasnya. Sekarang, dia sedang memberi
perintah kepada Komandan Sin. Perintah itu amat singkat tapi harus
dilaksanakan tepat waktu.
"Aku tahu, dalam sepuluh tahun terakhir kau berhasil melatih lima orang jago
buru sergap yang tangguh. Bukankah mereka terpilih dari tigaratus enampuluh
orang jagoan tangguh yang ada?"
Komandan Sin amat terkejut, selain kaget dia pun terperangah. Kejadian ini
merupakan "tugas rahasia" nya. Dia tak habis mengerti masalah yang begitu
rahasia kenapa bisa bocor keluar, lebih tak paham lagi kenapa Leng Giok hong
bisa tahu"
Terdengar Leng Giok hong bertanya lagi, "Berapa orang di antara kelima jago
buru sergap itu berada di kota sekarang?"
"Semuanya ada di sini."
"Bisa kumpulkan mereka semua di losmen dalam satu jam?"
"Bisa!"
"Bagus, kita bersua lagi di situ satu jam mendatang."
VII. Golok Iblis
Lenghou Put heng punya perawakan badan setinggi delapan depa tiga inci, berat
badan duaratus tiga kati. Seluruh tubuhnya terdiri dari otot kawat tulang baja,
sama sekali tak nampak lemak sedikit pun, apalagi dadanya kelihatan begitu
bidang dan berotot, lebih tebal daripada tembok dinding halaman rumah itu.
Dari data yang berhasil dikumpulkan mengenai jago jago tangguh dari sungai
telaga, terbaca perincian data pribadinya sebagai berikut:
Nama : Lenghou Wan.
Julukan : Lenghou Put heng (Lenghou yang tak mampu).
Ciri ciri badan : Bercambang, berambut ikal, mata hijau, panjang lengan kanan
tiga depa empat inci, lebih panjang satu depa lebih dibandingkan lengan orang
kebanyakan, juga lebih panjang sepuluh inci dibandingkan lengan kirinya.
Ilmu silat : Mahir bermain golok, mampu menggunakan enam belas macam
senjata golok, menguasai delapanpuluh dua jenis i1mu golok yang bisa
membunuh musuhnya dalam lima jurus saja. Senjata kesayangannya adalah
sebuah golok lengkung. Besar kemungkinan golok tersebut adalah golok pusaka
milik ketua Mokau di masa silam yang disebut "Siau lo It ya Tia cun yu"
(semalaman mendengar hujan musim semi dari atas loteng). Konon mampu
berjumpalitan dan menari di udara, dapat memenggal kepala musuh dari jarak
seratus langkah.
Jejak : Jejaknya tak jelas semenjak tigapuluh tahun berselang, konon pernah
ada yang berjumpanya di daerah sekitar Kanglam, setelah bermabok-mabokan
dengan sahabatnya seorang pendekar kenamaan Kou Siok selama tiga hari tiga
malam, kabar beritanya tak pernah terdengar lagi. Tapi kejadian tersebut sudah
terjadi dua puluhan tahun berselang.
Lenghou Put heng bertelanjang dada, dengan memakai rantai baja yang sangat
besar dan kuat dia ikat lengan kanan sendiri dan menggantung badannya di atas
tiang penglari. Dengan kelima jari tangannya yang kuat dia melakukan gerak
olah raga dengan mengerek badannya naik turun. Suara gemerutukan keras
bergema dari ruas ruas tulangnya mengikuti irama badannya yang naik turun,
keras seperti suara mercon renteng yang berbunyi susul menyusul.
Tidak diketahui sudah berapa lama dia menggantungkan diri, otot otot hijaunya
sudah pada menonjol keluar bagaikan ular ular hijau kecil yang sedang merayap
disekujur tubuhnya. Ia nampak begitu menyeramkan dan menggidikkan hati.
Wan wan masuk dengan amat santai, ia seperti sudah terbiasa dengan
pemandangan semacam mi, berjalan masuk dengan membawa sebuah handuk
kecil. Dengan handuk itu dia bantu mengusap peluh yang membasahi jidat serta
badan lelaki itu.
"Nona mau pesta lagi," katanya, "ia suruh kau siapkan segala sesuatunya malam
nanti. Entah apa dia tidak kuatir ada orang yang bakal kehilangan nyawa lagi
gara gara ulahnya itu?"
Lenghou Put heng tidak bicara, tapi paras mukanya berubah makin serius,
suara gemerutuk yang terpancar dari ruas ruas tulangnya pun makin lama
semakin bertambah cepat.
Wan wan masih saja menggerutu, Cuma suaranya makin lama semakin
perlahan, semakin lirih.
"Hingga hari ini sudah lima orang menemui ajalnya, apakah tuan Thia. . . "
"Blummm!" tiba tiba rantai besi itu patah menjadi berapa bagian, Lenghou Put
heng segera berjumpalitan di udara dan beruntun bersalto beberapa kali.
"Blaaammm ... !" diiringi suara gaduh, tahu tahu atap ruangan itu sudah jebol
dan muncul sebuah lubang besar. Atap rumah dan bebatuan sudah berguguran
ke lantai. Dengan sebuah gerakan yang sangat ringan tapi cepat, Lenghou Put heng telah
menerobos keluar lewat lubang besar itu dan berdiri di atas wuwungan rumah
bagaikan seorang jenderal langit. Di tangannya telah bertambah dengan sesosok
tubuh manusia, seperti seorang bocah yang sedang menenteng boneka kain.
Celana yang dikenakan orang itu sudah basah kuyup karena terkencing kencing.
Entah sejak kapan ternyata Wan wan juga telah muncul di atas wuwungan
rumah, tapi setelah tahu siapa yang tertangkap, dia gelengkan kepalanya
berulangkali sambil menghela napas.
"Hei kura kura kecil, suruh kau jangan kasak kusuk dan kelayapan seenaknya,
kau tak menurut. Sekarang sudah kau rasakan kelihaiannya bukan" Asal
Paman Put heng lepaskan cengkeraman itu, badanmu pasti bakal remuk karena
terbanting hancur!"
Usia si kura kura kecil itu seharusnya sudah tak muda lagi, pakaian yang
dikenakan termasuk rajin dan perlente. Tapi sekarang dia kelihatan seperti kura
kura kecil sungguhan.
Kembali Wan wan berkata, "Besok nona mau mengadakan pesta lagi, lebih baik
undanglah tiga orang sebagai teman, sebelum jam tujuh malam suruh mereka
sudah berkumpul di sini."
Kura kura kecil itu mengangguk berulang kali.
"Pergi sana!" hardik Lenghou Put heng keras.
Begitu tangannya diayunkan ke depan, tubuh si kura kura kecil segera terlempar


Elang Pemburu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jauh ke depan. Untung enam kaki dari situ tumbuh sebuah pohon besar, kurakura
kecil segera menyambar batang pohon untuk berpegangan.
"Kraaak!" tiba tiba batang pohon itu patah jadi dua. Tapi dengan adanya
penahan tadi, kekuatan lemparan pun sedikit berkurang. Menggunakan
kesempatan itu si kura kura kecil segera melejit ke samping dan meluncur turun
ke balik semak belukar dengan gerakan ringan. Tak nyana ternyata orang itu
adalah seorang jagoan dalam ilmu meringankan tubuh.
Dalam pada itu Lenghou Put?heng sudah balik kembali ke dalam ruangan, ia
sudah berbaring sambil minum arak dari dalam sebuah cupu cupu besar. Sorot
mata yang semula penuh pancaran amarah, kini sudah berubah jadi begitu
lembut bagai pandangan genit seorang nona dari wilayah Kanglam.
Tak seorang pun pernah melihat goloknya, golok kenamaan "Siau Io It ya Tia cun
yu" yang pernah malang melintang dan menggemparkan seluruh sungai telaga
itu. VIII. Pasukan Buru Sergap
Waktu itu, Leng Giok hong telah tiba di rumah penginapan. Thia Siau cing tidak
berada di dalam kamamya di bagian belakang losmen itu. Saat itu dia sedang
bersantap malam, di hadapannya tersedia aneka ragam hidangan yang nyaris
memenuhi seluruh meja.
Sang pelayan Siau bu sit berkata, "Dia telah memesan satu hidangan lengkap
seharga delapan tahil perak, empat jenis masakan dalam porsi besar, empat
jenis sayuran dan hidangan kecil ditambah berapa macam pencuci mulut."
"Luar biasa takaran makan tamu ini. Tiap hari dia selalu memesan hidangan
yang cukup untuk menjamu enam orang, tapi seorang diri dia dapat
menghabiskan semua hidangan itu."
Leng Giok hong tidak komentar, dia cuma tersenyum. Waktu itu si pelayan Siau
bu sit sudah akan pergi dari situ, tapi secara tiba tiba ia berkata lagi, "Tapi hari
ini, kami kedatangan seorang tamu lagi yang takaran makannya tidak berada di
bawah orang itu. Dia sudah menghabiskan empat mangkuk besar Ang sio Jin
Som ditambah seekor bebek panggang dan seekor bebek goreng. Sampai
sekarang dia masih makan terus, benar benar mengerikan cara makannya!"
"Apakah tamu ini adalah seorang lelaki yang kurus kering tinggal kulit
pembungkus tulang?" tanya Leng Giok hong dengan sorot mata berkilat.
"Betul!"
Leng Giok hong tertawa dingin. "Bagus sekali, yang seharusnya datang ternyata
sudah berdatangan."
Di luar ruangan untuk bersantap merupakan sebuah halaman yang sederhana
lagi jelek. Leng Giok hong segera mengebaskan bajunya, tidak nampak gerakan
apapun yang dilakukan, tahu tahu dia sudah melejit ke depan dan melayang ke
atas pohon besar.
Dia telah menurunkan perintahnya kepada Komandan Sin. "Panggil pasukanmu
dan segera habisi nyawa Thia Siau cing! Lebih bagus lagi jika bisa menghabisi
nyawanya dalam sekali sergapan!"
"Kapan kita mesti turun tangan?"
"Sekarang!"
Kembali Leng Giok hong berpesan, "Sewaktu turun tangan nanti, kalian mesti
ingat baik baik, jangan sekali kali kalian usik lelaki penyakitan yang kurus
kering itu! Lebih baik lagi bila melirik ke arahnya pun tidak. Anggap saja seolah
olah di sini tak pernah hadir seorang manusia macam dia."
Pesan ini memang sangat penting. Bukan saja orang itu tak boleh disentuh, tak
boleh diganggu, tak boleh didekati, dilihat pun lebih baik jangan.
Kwan Say, Kwan ji adalah manusia semacam itu. "Manusia cerdas Kwan Kiem
hwat, Manusia berotot Kwan Giok bun." Satu satunya pengharapan dari Leng
Giok hong saat ini adalah Kwan Giok bun sendiri pun bersikap seolah olah tidak
melihat kehadiran mereka.
Di dalam ruang bersantap penginapan itu, biasanya saban hari paling tidak ada
enam tujuh meja yang dipenuhi tetamu. Namun hari ini hanya dua meja yang
terisi. Semenjak kehadiran lelaki penyakitan yang kurus kering tinggal kulit
pembungkus tulang itu, semua tamu sudah merasakan gelagat yang kurang
beres. Tentu saja mereka tak berkeinginan untuk melanjutkan santapannya
dalam situasi serta suasana semacam ini. Lelaki berpenyakitan itu sejak masuk
hingga saat itu sama sekali tidak mengganggu orang lain, dia hanya asyik
bersantap dan berpesta sendiri. Kecuali cara bersantapnya yang tak sedap
dilihat karena kelewat rakus, ia tak pernah mengucapkan sepatah kata kasar
pun, apalagi perbuatan atau tindakan yang kasar.
Tapi bagi pandangan orang lain, tindak tanduknya justru mendatangkan suatu
firasat yang tak beres, seakan akan hembusan angin dalam ruangan pun ikut
berubah jadi lebih dingin, begitu dingin menggidikkan hati, bikin bulu roma
setiap orang pada berdiri. Siapa yang betah tetap tinggal di situ"
Hampir semua tamu sudah menyingkir jauh jauh, hanya satu orang yang tidak
bergeming. Dia tak lain adalah Thia Siau cing.
Sikapnya masih amat tenang, dia seakan akan tidak melihat kehadiran Kwan Ji.
Sebaliknya Kwan Ji pun seolah olah tidak melihat kehadirannya. Mereka berdua
bersikap begitu acuh, seperti di dalam dunia saat ini hanya ada diri masing
masing saja, dan tak tahu kalau ada orang lain macam lawannya.
Ditinjau dari sikap mereka berdua, rasanya mustahil kalau kedua orang itu
pernah kenal satu dengan lainnya.
Kwan Ji sedang mengambil sepotong Ang sio jin som dengan sumpitnya. Sekali
jepit dia sudah angkat potongan jinsom itu ke atas, lalu bagai seekor ikan emas
yang mencaplok serangga, Kwan ji pentang mulutnya lebar lebar dan, ...
"Haaapp!" ia sudah caplok habis potongan jinsom tersebut. Caranya bersantap
bukan saja begitu nikmat, bahkan orang yang melihat pun ikut merasa tertarik.
Pada saat itulah... ada orang sudah mulai dengan aksinya. Semua gerakan dan
aksi dilakukan hampir pada saat yang bersamaan, lima orang dengan lima
macam senjata serentak melancarkan serangan kilat mengancam lima bagian
tubuh yang berbeda, sedang sasarannya hanya satu... nyawa Thia Siau cing.
Betul betul luar biasa kerja sama serangan dari kelima orang itu, lapisan cahaya
yang menyambar ke tubuh lawan bagaikan deburan ombak raksasa di tengah
samudra luas, tepat, dahsyat dan mengerikan hati.
Mereka sangat berbeda bila dibandingkan para pembunuh lainnya. Mereka
berlima adalah petugas kerajaan, pasukan buru sergap yang khusus disiapkan
untuk membekuk para pencoleng ulung, gembong perampok atau pembunuh
bayaran. Karena itu, meskipun membantai lawannya, mereka tak perlu
mempertanggung-jawabkan perbuatannya.
Tak heran kalau serangan yang dilancarkan begitu dahsyat dan kejam, apalagi
sebelum dilakukan sergapan tadi, Leng Giok hong telah berpesan, wanti
wantinya, "Bunuh dalam sekali sergapan, kemudian segera mundur dari arena
peristiwa!"
Menghadapi datangnya serangan maut yang begitu dahsyat bagaikan terjangan
badai angin ini, Thia Siau cing masih bersikap tenang. Dia seakan akan sedang
melamun, sedang mengkhayalkan sesuatu.
Bila seseorang sedang berada dalam situasi macam ini, jangan lagi di bawah
ancaman serangan dari pembunuh pembunuh ulung, semisalnya sedang
berjalan di jalan raya pun gampang ditabrak kereta kuda.
Mata golok sudah berada tak sampai satu depa dari ulu hatinya, sementara
beberapa utas tali nyaris mulai menjerat tenggorokannya...
Di saat yang amat kritis itulah, mendadak terdengar suara bentakan gusar
menggelegar memecahkan kesunyian...
"Tak tahu malu! Masa lima orang mengerubuti satu orang!"
Di tengah suara bentakan, Kwan Ji si lelaki penyakitan itu sudah melejit ke
tengah udara, tulang belulangnya yang kurus kering tinggal kulit pembungkus
tulang seolah olah sedang saling berbenturan nyaring menimbulkan suara
gemerutukan yang sangat aneh.
Hampir bersamaan waktu dengan terjangan tersebut, tahu-tahu empat dari
kelima orang jagoan yang sedang menyerang itu sudah dibetot hingga mundur
ke belakang, lalu terlempar keluar dari arena pertarungan. Sementara sisa yang
satu lagi masih dicengkeram tangannya erat erat, seakan akan setiap saat lengan
itu akan dirobek menjadi dua bagian.
"Harimau ganas merobek-robek mangsanya Kwan Giok-bun!"
Anggota buru sergap ini sudah cukup lama dilatih menjadi seorang pembunuh
profesional. Meskipun bukan terhitung orang yang takut mati, tapi sekarang,
dalam kondisi dan situasi seperti ini, ia benar-benar sudah pecah nyalinya.
Tanpa bisa dibendung air matanya jatuh bercucuran, ingusnya meleleh tak
tertahan, air liur, air keringat malahan air kencing pun pada meleleh keluar tak
tertahankan lagi.
Kwan ji tertawa dingin. "Boleh boleh saja bila ingin membunuh orang, tapi
jangan mencari kemenangan dengan andalkan jumlah banyak! Selama aku
Kwan Say, Kwan ji hadir di sini, jangan harap keinginan kalian dapat terpenuhi."
Lalu sambil melepaskan cengkeraman atas anggota buru sergap yang satu itu,
kembali ia berujar, "Kalian ingin membunuh orang, pergilah sendiri. Pergi
sendirian. Asal kau berani satu lawan satu, bukan saja aku tak akan
mencampuri urusanmu, malahan aku bersedia untuk menjaga di pinggir arena!"
Bersama dengan selesainya perkataan itu, dia benar benar lepaskan tawanannya
lalu ngeloyor pergi dari situ, kembali ke tempat duduknya dan mulai bersantap
lagi dengan lahap.
Sampai detik ini dia belum memandang ke arah Thia Siau cing barang sekejap
pun, sepertinya apa yang dia lakukan barusan, tak ada sangkut pautnya dengan
orang itu. Thia Siau cing pun tidak pernah memandang ke arahnya walau hanya sekejap.
Tapi hawa amarah telah menyelimuti wajahnya, garis-garis merah darah telah
muncul di balik matanya. Mendadak ia menggebrak meja keras keras, menyusul
kemudian kakinya menendang meja itu hingga mencelat ke tengah udara.
Tak jelas apa yang dia lakukan, ketika pandangan semua orang dialihkan ke
arahnya, tahu tahu Thia Siau cing telah pergi meninggalkan ruang makan dan
berlalu tanpa berpaling lagi.
Semua peristiwa seakan akan berlangsung dan berakhir pada saat yang
bersamaan. Hampir setiap aksi, setiap rincian peristiwa dapat diikuti Leng Giok
hong dengan sangat jelas, Komandan Sin juga mengikutinya dengan jelas.
Peluh dingin sebesar kacang kedelai sudah mulai bercucuran, membasahi jidat
Komandan Sin. "Diakah Kwan Say, Kwan Giok-bun?"
Bukan satu pekerjaan yang gampang untuk bisa berjumpa dengan jago tangguh
dari Kwan say ini, tapi Komandan Sin berharap perjumpaannya kali ini adalah
perjumpaan pertama juga perjumpaan terakhirnya dengan orang itu.
"Kau masih belum bergerak?" tiba tiba Leng Giok hong menegur.
"Bergerak" Kemana?"
"Tentu saja menangkap Kwan Giok bun, manusia yang telah menghalangi
petugas kerajaan melaksanakan tugasnya," perkataan Leng Giok hong sangat
tenang. "Menghalangi petugas kerajaan bekerja adalah pelanggaran hukum yang
sangat berat. Menurut anggapanmu, itu pelanggaran yang ringan atau berat?"
Komandan Sin tak dapat menjawab, ia terbungkam. Sekarang ia baru menyadari
kelihayan Leng Giok hong. Sudah menjadi kewajibannya untuk menangkap
Kwan Giok bun sebagai orang yang merintangi petugas negara bekerja, tapi...
apa yang harus ia lakukan" Bertindak sama artinya menggadaikan nyawa
sendiri. Mungkin saja badannya akan dirobek jadi dua. Tidak bertindak berarti
mengabaikan perintah atasan dan lari dari tugas...
"Kau tidak bertindak?"
"Aku. . ."
"Baik, jika kau tidak bertindak, aku yang akan lakukan!"
Seringan daun kering yang rontok dari ranting Leng Giok hong melayang turun
dari atas pohon, kemudian dengan sebuah kebasan baju dia buka pintu ruangan
lalu menerobos masuk ke dalam.
Kwan ji baru mendongakkan kepalanya setelah Leng Giok hong tiba di
hadapannya. Dia awasi sekejap pemuda tersebut dari atas hingga bawah, lalu
tegurnya dingin, "Kau kemari untuk menangkapku?"
Bukan baru sekarang ia mengetahui jejak Leng Giok hong. Semua gerak gerik
serta tanya jawab mereka di luar ruangan tadi tak satu pun yang lolos dari
ketajaman mata serta pendengarannya.
Menghadapi jagoan tangguh macam Kwan Ji, Leng Giok hong tidak banyak
bicara. Dia mengeluarkan borgol dari saku dan pelan pelan diletakkan di atas
meja, persis di depan orang itu.
"Silahkan," katanya kepada Kwan ji, "ini tugas resmi. Tugas resmi harus
dilaksanakan secara resmi, tidak terkecuali terhadap Kwan ji sianseng."
Kwan ji tidak menjawab, dia hanya tertawa dingin.
Kembali Leng Giok hong berkata, "Dengan lima melawan satu, dengan jumlah
banyak mengungguli yang sedikit, semuanya memang tindakan. keliru. Tapi
untuk menjalankan tugas resmi, tugas dari kerajaan, menangkap tersangka
pembunuhan berantai, rasanya kita tak usah berbicara soal itu lagi."
"Tak usah bicara soal yang mana?" Kwan ji masih tertawa dingin. "Kelima orang
itu hampir semuanya terdiri dari jagoan tangguh, serangan yang dilancarkan
merupakan jurus jurus mematikan. Begitukah cara kalian melaksanakan tugas
resmi?" "Betul, untuk menghadapi tersangka yang sangat berbahaya, kami bebas
menggunakan cara apa pun, daripada tersangka menggunakan kesempatan ini
untuk berusaha melarikan diri."
"Tersangka" Apa yang telah dilakukan Siau cing?"
Pancaran hawa amarah menyorot keluar dari balik mata Kwan Ji. Ditatapnya
wajah Leng Giok hong tanpa berkedip, sementara tulang belulangnya yang kurus
kering tinggal kulit pembungkus tulang itu mulai berbunyi lagi, mengeluarkan
suara yang sangat aneh seakan akan ada siluman yang sedang marah
bersembunyi di balik kegelapan sambil menabuh genderang perang.
Suara genderang perang tak lain adalah sumber dari munculnya kekuatan maha
sakti. "Brakkkk! " entah sejak kapan ia bertindak, tahu tahu borgol yang terletak di
atas meja telah dihancurkan menjadi segumpal besi rongsokan yang kemudian
dibuangnya keluar dari jendela. Kini hancuran besi itu menancap di atas pohon
hingga tak nampak dari permukaan.
Leng Giok hong tidak menunjukkan perubahan mimik wajah. la cuma berjalan
keluar dengan langkah lambat, menggerakkan tangannya dengan lambat, lalu
menepuk pelan di atas dahan pohon itu.
Gumpalan besi itu segera mencelat keluar dari batang pohon dan jatuh ke dalam
genggamannya. Leng Giok hong menundukkan kepalanya seperti sedang memikirkan sesuatu.
Sesaat kemudian, tidak jelas gerak tangan apa yang dilakukan, borgol besi yang
telah berubah jadi gumpalan besi itu tiba tiba telah berubah bentuk, kian lama
bentuknya kian mirip dengan sebuah borgol.
Sekalipun belum kembali ke bentuk semula, paling tidak modelnya sudah sangat
mirip, satu demonstrasi kekuatan tenaga dalam yang amat luar biasa.
Kwan Say Kwan Ji terkesiap, berubah hebat paras mukanya.
Leng Giok hong masih tetap bersikap santai, dengan langkah perlahan dia
berjalan balik ke tempat semula, kemudian pelan-pelan meletakkan "borgol" itu
ke hadapan Kwan Ji.
Dia seperti tidak merasa pernah terjadi sesuatu kejadian di sana, dia pun seakan
akan tidak merasa telah melakukan satu demonstrasi kekuatan yang
menggidikkan hati lawannya. Malah dia pun seperti tidak melihat perubahan
wajah yang diperlihatkan Kwan ji.
Dengan suara lembut tapi cepat katanya, "Belakangan ini, wilayah Cilam telah
digemparkan oleh munculnya lima pembunuhan berantai. semua korban adalah
orang kenamaan, dan bukan saja kami tak tahu siapa pembunuhnya, juga tak
tahu apa maksud serta tujuan dari pembunuhan itu."
Dia bicara sangat cepat, tanpa disertai titik maupun koma.
"Dari tubuh para korban kami hanya menemukan satu persamaan."
"Persamaan apa?" tak tahan Kwan Ji bertanya.
" Mereka semua terbunuh setelah munculnya asap berwarna ungu, mereka pun
pernah menjalin satu hubungan yang luar biasa dengan seseorang yang sama."
"Seseorang yang sama" Siau-cing maksudmu?"
"Bukan Siau cing," kata Leng Giok hong, "mereka sama sekali tak ada sangkut
pautnya dengan Thia Siau cing."
"Tapi Siau cing yang sedang kau cari?"
"Ya! Ini disebabkan karena Thia Siau cing punya hubungan erat dengan orang
yang satu itu, dan orang ini punya sangkut paut yang erat sekali dengan mereka
semua." "Siapa?"
"Ang ang!"
Ang Ang! Tatkala mendengar nama perempuan ini, tiba tiba saja wajah Kwan Ji
mengejang keras, seakan akan ada orang yang menghajar tubuhnya dengan
cambuk tajam. Leng Giok hong sangat gembira ketika melihat mimik wajah yang diperlihatkan
Kwan Ji, tapi perasaan girang itu disembunyikan rapi di dalam hatinya.
Dengan suara yang sangat datar dan tenang, kembali terusnya, "Entah siapa


Elang Pemburu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pun orang itu, asal mereka sudah mempunyai hubungan istimewa dengan Ang
ang, maka. Thia Siau cing akan mencabut nyawanya. Analisis seperti ini sangat
masuk di akal dan kemungkinan besar bisa terjadi."
Setelah tarik napas, lagi lagi terusnya, "Ditinjau dari kehebatan ilmu silat yang
dikuasai Thia Siau cing saat ini, rasanya tak banyak orang di sungai telaga yang
mampu lolos dari tiga jurus serangan pencabut nyawanya."
Lama sekali suasana diliputi keheningan. Entah berapa saat kemudian Kwan ji
baru menghembuskan napas panjang, seakan akan sedang berusaha untuk
membuang semua kesesakan yang memenuhi dadanya.
"Kau punya bukti"' dia bertanya.
"Tidak, tapi dalam dua hari aku bisa menemukan seluruh bukti yang
dibutuhkan."
"Bagaimana cara mencarinya?"
"Aku mempunyai caraku sendiri, tapi aku pun punya syarat!"
"Katakan!"
"Selama dua hari ini, kau tak boleh meninggalkan losmen ini biar satu langkah
pun!" Senja telah menjelang tiba Waktu Itu Thia Siau cing sudah mabuk hebat. la
roboh bersandar di bawah dinding pekarangan tinggi. Tidak diketahui dinding
pekarangan milik siapakah itu, tidak diketahui juga keluarga macam apa yang
tinggal di balik dinding pekarangan tersebut.
Dia hanya mengetahui satu hal. Di seluruh dunia, di mana pun tempat itu, asal
rumah dikelilingi pagar tinggi maka akan terjadi pemisahan antara orang yang
satu dengan lainnya. Mereka tak pernah rela membiarkan orang lain saling
berkunjung, saling berkumpul.
Begitu juga manusia, ada sementara orang yang tak pernah mau bergaul, tak
mengijinkan orang lain mendekat, persis seperti pagar tinggi yang memisahkan
dua dunia. Dari balik pagar tinggi lamat-lamat terdengar suara musik yang
merdu, tampaknya ada seseorang sedang menyanyikan sebuah lagu yang ada
hubungannya dengan percintaan. Lagu yang amat menyedihkan hati.
. . . Mengapa lagu yang menyangkut masalah percintaan selalu adalah lagu lagu
sedih" Thia Siau cing sudah tak sadarkan diri karena mabuk. Ketika tak sadarkan diri
itu, air matanya diam diam telah menetes keluar, membasahi bajunya.
IX. Ni Siau cong (Si Ulat Kecil Ni)
Malam semakin larut, hanya angin malam di musim gugur masih berhembus
menggoyang ranting dan dedaunan. Tiada Suara lain, suasana bahkan terasa
lebih sepi daripada tak ada suara.
Leng Giok hong duduk seorang diri di bawah cahaya lentera. Orang lain tidak
mendengar suara apapun, tapi ia seperti telah menangkap satu suara aneh.
Tiba tiba dia mendongakkan kepalanya lalu. memberi tanda ke luar jendela.
Sesosok bayangan manusia yang kecil kurus segera melayang turun dari atas
pohon dengan gerakan yang sangat enteng, lebih enteng dari daun kering yang
rontok ke tanah.
la berjongkok di depan jendela, di bawah sinar bintang yang redup, secara lamat
lamat dapat terlihat paras mukanya yang putih memucat.
Walaupun tampangnya seperti seorang pencuri malam, bermata tikus berkepala
kecil, kalau diamati lebih cermat sesungguhnya dia punya wajah yang tak
terlampau jelek.
Ternyata orang itu tak lain adalah orang yang pernah ditangkap dan dilempar
Lenghou Put heng dari atas wuwungan rumah. Dia bernama Ni Siau cong (si ulat
kecil Ni). "Bagaimana dengan tugas yang kuberikan" Sudah kau laksanakan?" tanya Leng
Giok hong. Ni Siau cong mengangguk.
"Kapan?" kembali Leng Giok-hong bertanya.
"Besok, sebelum jam tujuh malam"
"Berapa banyak tamunya?"
"Tiga orang!"
"Siapa saja orang orang itu?"
"Yang satu adalah seorang pedagang besar jinsom asal propinsi Kwan Tang yang
bernama Hong Po kak, kebetulan saja orang Itu sedang lewat kota ini. Sedang
yang satunya lagi adalah si hwesio gadungan Im taysu."
"Bagus, bagus sekali" Leng Giok hong segera mengayunkan tangannya, sekeping
daun emas segera muncul dari sakunya dan dilempar ke arah orang itu.
Ni Siau cong mundur ke belakang sambil putar badan. Baru saja dia hendak
menerima lemparan daun emas itu sembari melejit ke udara, mendadak dari
balik kegelapan malam terdengar orang membentak keras.
"Pundak rata, serang!"
Diiringi suara hardikan, belasan cahaya tajam yang menyi1aukan mata segera
menyambar ke tengah udara. Belasan jenis senjata rahasia datang dari empat
penjuru. yang berbeda serentak meluncur tiba dan mengancam tubuhnya.
Buru buru Ni Siau cong menggerakkan tangannya menangkap daun emas itu
dan cepat-cepat dimasukkan ke dalam saku, lalu dengan gerakan burung walet
menukik di angkasa ia bersalto beberapa kali di tengah udara sementara
tangannya bergerak cepat menyambar ke sana menyambar ke mari. Tak jelas
gerakan apa yang digunakan, tahu-tahu belasan macam amgi yang mengancam
tubuhnya Itu sudah ditangkap semua olehnya.
Kemudian dengan satu gerakan yang enteng dia meluncur balik ke posisinya
semula. Semua gerakannya sejak berkelit, menerima ancaman senjata rahasia
hingga balik ke tempat asal dilakukan dalam sekejap mata, benar benar satu
kepandaian kelas wahid yang sangat luar biasa.
Bayangan manusia berkelebat lewat, kembali muncul seseorang menerjang ke
depan Ni Siau cong, lalu dengan ilmu Eng jiau kang (ilmu cakar elang) dia ancam
persendian penting di tubuh lawan. Ni Siau cong mendengus dingin, dengan
gesit ia berkelit ke samping lalu balas melancarkan satu tonjokan.
Diiringi suara keluhan tertahan, tahu tahu orang itu sudah roboh terjungkal ke
tanah. Siapa pun tak mengira, bahwa bukan saja serangan yang mereka lakukan tidak
membuahkan hasil, sebaliknya malah mereka yang berhasil dirobohkan Ni Siau
cong. Ilmu mengait, mencakar, mencengkeram dan mengunci yang dikuasai Ni
Siau cong benar benar luar biasa! Tampaknya dia amat menguasai ilmu 72 jurus
Kinna jiu yang amat tersohor itu.
Sambil bergendong tangan Leng Giok hong berjalan keluar dari ruangan dengan
wajah penuh senyuman. la hanya berdiri tenang di bawah pohon, semua
kejadian yang berlangsung di hadapannya hanya ditonton sebagai suatu atraksi
menarik. Dalam pada itu Ni Siau cong sudah lenyap di balik kegelapan, sementara jagoan
yang dirobohkan tadi juga sudah tak nampak batang hidungnya. Suasana di
dalam halaman kembali pulih dalam keheningan yang mencekam.
Tiba tiba Leng Giok hong menghampiri sebuah pohon di tengah halaman, lalu
serunya sambil tertawa, "Komandan Sin, udara di atas pohon kelewat dingin,
kenapa kau tidak segera turun untuk minum arak?"
Arak Cu yap cing, arak Bi kuiliok, ikan asap, daging sapi masak kecap, cah
terong plus tauge, tiga macam sayur ditambah dua jenis arak. Satu hidangan
yang cukup lengkap dan mewah.
Sudah tiga cawan arak masuk ke dalam perut, biar araknya dingin tapi
manusianya tetap hangat.
"Sungguh tak disangka. . . sunggguh di luar dugaan!" gumam Komandan Sin
sambil menghembuskan napas panjang. "Tadinya aku sudah siap sedia
melindungi dia dari ancaman musuh dan berusaha melindunginya, tak disangka
ternyata si ulat kecil Ni Siau cong sesungguhnya adalah seorang jagoan yang
berilmu tinggi! "
"Buat apa kau menahannya di sini" Mengundangnya minum arak?" kata Leng
Giok hong. Biarpun wajahnya sedang tertawa namun sorot matanya sama sekali
tidak terbesit mata untuk tertawa. Tertawa semacam ini jauh lebih menakutkan
daripada tertawa biasa.
Tapi Komandan Sin tidak memperhatikan hal itu, kembali ujarnya, "Mana ada
arak wangi di Lak san bun kita" Kalau toh harus mengundangnya minum, paling
tidak dia pun harus muntahkan sesuatu untuk kita."
"Muntahkan apa" Kejadian sebenarnya" Pengakuan sejujurnya" Rekan
rekannya" Barang jarahannya?" perkataan Leng Giok-hong sangat hambar. "Kau
ingin Ni Siau cong muntahkan apa lagi" Apa yang dia muntahkan, memangnya
bisa kau telan semua dengan begitu saja?"
Komandan Sin masih tertawa tapi nada tertawanya sudah sedikit dipaksakan,
akhimya ia sadar bahwa persoalan ini sedikit kurang beres. Yang lebih aneh lagi,
ternyata sikap Leng Giok hong justru berubah makin santai dan lebih melihat
kenyataan. "Sekarang, tentunya kau sudah tahu bukan bahwa pemilik baru gedung besar
itu tak lebih hanya seorang pelacur kelas tinggi yang melakukan perdagangan
gelap. Saban berapa hari satu kali dia selalu akan mengadakan perjamuan, yang
diundang selalu calon calon korban yang kayaraya. Setelah diperas duitnya,
dicabut nyawanya. Orang yang mencarikan langganan baginya adalah Ni Siau
cong. Di antara para korban yang telah mati diujung goloknya adalah Chee Gwat
sian berlima!"
Setelah berhenti sejenak, ia lanjutkan, "Besok, aku akan menjadi korban ke
enam!" Paras mukanya berubah semakin riang, terusnya dengan wajah berseri, "Tapi
kali ini akan terjadi sebuah kejutan kecil, satu kejutan yang lain daripada yang
lain. Ketika nanti si pembunuh datang untuk menghabisi nyawaku, maka
aksinya akan menjadi aksinya yang terakhir!"
"Ah, aku sudah mengerti maksud kongcu. Benar benar satu siasat yang amat
brilian!" puji Komandan Sin.
"Sekarang kau pasti sudah mengerti bukan, bila kita tangkap si Ulat Kecil Ni
Siau cong maka orang yang bertugas mencarikan langganan jadi tak ada. Calon
tetamu pun tak bisa tiba di tempat pertemuan."
Setelah berpaling dan tertawa, katanya lagi, "Bukan begitu Komandan Sin?"
"Seharusnya memang begitu."
Bila sang tetamu tak bisa hadir di pertemuan maka sang pembunuh pun tidak
mempunyai sasaran korban, otomatis dia pun tak akan tampilkan diri. Bila
sampai terjadi keadaan seperti ini maka akan semakin sulit untuk menangkap
basah sang pembunuh itu.
"Komandan Sin, bukankah begitu?" kembali Leng Giok hong bertanya.
Komandan Sin mulai sibuk menyeka keringat, keringat dingin.
Tiba tiba Leng Giok hong berganti topik pembicaraan, katanya, "Sebenarnya tak
mungkin bagi Kwan ji untuk tampil bersama dengan keponakannya di satu
tempat yang sama. Tapi kali ini dia sudah melanggar tradisi dan jauh-jauh dari
Chi lam datang kemari. Mungkinkah ada orang yang telah memberi kabar
kepadanya kalau di tempat ini ada orang hendak mencelakai Thia Siau cing?"
"Besar kemungkinannya begitu."
"Tapi siapakah orang itu?" kata Leng Giok hong sambil tertawa. Tiba tiba ia
menoleh ke arah Komandan Sin dan melanjutkan, "Jangan jangan kau
orangnya!?"
"Aku" Mana mungkin aku?" seru Komandan Sin terperanjat.
"Untuk melatih sepasukan pembunuh kepercayaan, orang butuh dana dalam
jumlah yang amat besar. Belum tentu dana sebesar ini sanggup dipikul seorang
komandan polisi. Seandainya muncul donatur yang bersedia mendanai latihan
pasukan khusus itu, tentu saja hal ini akan disambut dengan gembira oleh siapa
pun!" Setelah berhenti sejenak, kembali Leng Giok hong melanjutkan, "Bila suatu
ketika terjadi satu kejadian yang ada sangkut pautnya dengan donatur itu, tentu
saja si komandan polisi ini harus secepat mungkin menyampaikan berita ini
kepada pelindungnya ... Oleh sebab itu, seorang donatur selalu dianggap orang
persilatan sebagai salah satu grup yang paling cepat dan paling tepat beritanya. .
." Otot otot hijau di sepasang tangan Komandan Sin telah menonjol keluar semua,
bentuknya seperti kawat baja yang amat tebal, bahkan kulit tangannya pun kini
telah berubah warna jadi merah kehitam hitaman seperti kulit bersisik seekor
ular; memuakkan siapa pun yang melihatnya.
Agaknya Leng Giok hong amat senang melihat warna semacam itu, dia awasi
terus sepasang tangannya tanpa berkedip, tiba tiba tanyanya lagi, "Komandan
Sin, menurut kau benar tidak kejadiannya?"
"Ya, tepat sekali!" kali ini Komandan Sin menjawab, tapi suaranya kedengaran
sangat parau, memang begitulah kejadian yang sebenarnya!"
Bersamaan dengan menggemanya suara jawaban itu, ia sudah melancarkan
serangan. Dengan jurus yang paling mematikan dari ilmu Eng jiau kang (cakar
garuda) dia berusaha mencongkel mata Leng Giok hong dengan tangan kirinya,
sementara. ibu jari dan jari telunjuk tangan kanannya dengan gerakan "mata
harimau" mengancam nadi besar di tenggorokan lawan sementara jari tengah,
jari manis dan kelingkingnya menotok tiga buah jalan darah kematian di wajah
pemuda itu. Bukannya berkelit, Leng Giok-hong malah merangsek maju ke depan. Agaknya
dia menyambut, datangnya serangan lawan dengan menggunakan ilmu dan
jurus yang mirip, hanya kepandaian yang digunakan satu tingkat lebih tinggi,
dari ilmu Eng jiau kang, sejenis ilmu Kin na jiu kelas atas yang khusus
digunakan untuk membetot otot dan merenggangkan ruas; tulang musuh.
Dia selalu mengajar orang untuk melancarkan serangan yang paling mematikan
pada serangan pertama, tentu saja kali ini pun dia tidak memberi peluang untuk
musuhnya. Dia tak ingin memberi kesempatan kedua untuk lawannya
melancarkan serangan susulan.
Ketika melancarkan serangan?nya kali ini, semua jurus yang digunakan adalah
jurus jurus mematikan yang tidak ada belas kasihan. Seperti juga yang
dilakukan kawanan iblis di masa lalu, iblis kenamaan Mayat hidup Sam yang
coat jiu, asal dia turun tangan maka dalam sekejap mata mati hidup sudah
diputuskan. Hal ini bukan disebabkan aliran ilmu silat yang dipelajarinya adalah aliran
macam begitu, tapi lebih dikarenakan wataknya memang begitu.
Orang yang tidak berperasaan selalu akan turun tangan tanpa perasaan. Bisa
menjadi penentu mati hidupnya orang lain merupa?kan pekerjaan yang paling
menggembirakan dalam hidupnya.
Tiba tiba tampak seseorang berlarian masuk dengan langkah lebar, sambil lari
teriaknya berulang kali, "Leng kongcu, tahan serangan! Tahan serangan!"
Sayang teriakan itu sudah tertambat sekali, tidak keburu menahan tibanya
serangan yang mematikan. Seandainya tidak terlambat pun sama saja
keadaannya, tak mungkin bisa mengubah situasi yang sebenarnya. Karena di
saat Leng Giok hong turun tangan tadi, nasib Komandan Sin telah diputuskan.
Tak seorang manusia pun dapat merubah keputusan yang telah diambil itu.
Orang yang muncul di saat kritis itu tak lain adalah lelaki setengah umur yang
sejak awal munculnya asap berwarna ungu telah melakukan penyelidikan
bersama. Tampaknya dia pun termasuk seseorang berpangkat tinggi yang sudah
terbiasa menentukan matihidupnya orang lain, perkataan orang semacam ini
biasanya adalah perintah, perintah yang tak boleh dibangkang.
Sayang sekali ketika ia mulai berteriak tadi, komandan Sin sudah mulai menjerit
kesakitan. Di tengah jeritan ngeri itu tersisip suara tulang betulang yang remuk
dihajar sesuatu.
Suara tulang belulang yang remuk tentu saja jauh lebih kecil ketimbang suara.
teriakan maupun jeritan kesakitan, tapi justru terdengar lebih nyata dan jelas.
Suara remukan setiap ruas tulang-belulang kedengaran sangat jelas sekali,
demikian jelasnya hingga membangkitkan rasa bergidik yang mendirikan bulu
roma. Paras muka lelaki setengah umur itu berubah hebat. Leng Giok hong masih
berdiri tenang, katanya dengan suara hambar, "Phoa tayjin, jangan salahkan
aku, sedari tadi aku sudah mengampuni dia! Luka itu terjadi karena tenaga
pantulan yang dia gunakan sendiri. Kau toh mengerti ilmu Eng jiau kang yang
dilatih Komandan Sin sangat hebat dan luar biasa."
"Dia sudah mati?"
"Belum, belum mati. Jika dia mau mengobati lukanya dan beristirahat dengan
tenang, masih ada kemungkinan baginya untuk hidup lebih lama ketimbang
kebanyakan orang!"
Apa mungkin seorang jagoan macam Komandan Sin dapat beristirahat dengan
tenang selama bertahun tahun di atas pembaringan" Daripada tersiksa hidup
memang lebih baik mati saja. Phoa tayjin menghela napas panjang, kini nada
bicaranya mulai menjadi tenang kembali, katanya, "Leng kongcu, kau memang
tak bisa disalahkan. Aku rasa seandainya dia jadi kamu pun dia akan
melakukan tindakan yang sama. . ."
Setelah tarik napas, ia ganti topik pembicaraan, terusnya, "Aku hanya merasa
heran dengan sesuatu..."
"Soal apa?"
"Apa benar Thia Siau cing adalah keponakan Kwan ji sianseng?"
"Benar."


Elang Pemburu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi sewaktu bertemu tadi, mereka berdua seolah olah tidak saling kenal?"
"Ya, hal ini disebabkan urusan perempuan." sahut Leng Giokhong. "Bukan
karena satu perempuan, tapi dua orang perempuan sekaligus!"
Tampaknya semua kesulitan, kemurungan dan pertikaian yang dialami seorang
lelaki di dunia ini tak terlepas dari masalah wanita. Seorang wanita saja sudah
cukup bikin kepala pusing, apalagi sekarang dua orang wanita sekaligus.
Sebaliknya bagaimana untuk kaum wanita" "Salah satu dari dua orang Wanita
itu adalah ibu Thia Siau cing. Dia adalah adik perempuan Kwan Giok bun.
Untuk wilayah Kwan say dan sekitamya, orang menyebutnya sebagai Sam Kounay
nay (nyonya muda ke tiga) Kwan Sam nio"
"Lalu siapa perempuan kedua" Apakah Ang ang"
"Benar!"
X. Daftar Menu Ang-ang duduk di tengah sebuah ruangan.dengan warna putih dominan dimana
mana. Kecuali rambutnya yang hitam dan sepasang matanya yang bening, hanya
warna putih yang nampak.
Bunga kamelia dengan tiga belas lembar kelopak bunganya yang berwarna putih
menghiasi sebuah vas bunga berwarna putih. Embun yang berubah jadi butiran
air masih kelihatan membasahi kuntum kuntum bunga itu.
Satu perangkat alat makan yang berwarna sama putihnya dengan vas bunga itu
sudah disiapkan di atas meja. Daftar menu hidangan yang disiapkan pada
malam ini terdiri dari: 1 piring paha babi kukus, 1 piring paohi masak bebek, 1
piring daging ikan tim, 1 piring lidah sapi masak saus, 1 piring angsio ati babi, 1
piring ayam cah mete.
Selain itu juga disiapkan: 1 piring kepiting goreng, 1 piring udang goreng, 1
piring kerang masak taoco serta 1 piring telur bebek dadar. Untuk kuahnya
disediakan: 1 mangkuk besar bebek masak Yan oh, 1 mangkuk ayam masak
rebung, 1 mangkuk ginjal babi masak haisom, serta 1 mangkuk kalkun masak
sayur asin. Di samping i tu disediakan juga: Ikan mas goreng taoco, sayap ayam masak
kecap, irisan daging bebek cah jamur dan ayam goreng wortel. Untuk pengiring
hidangan adalah: 1 tenong mantao kecil 1 piring jerohan babi masak daun kol,
satu piring kue kukus, 1 bakul nasi kukus, 1 mangkuk besar bubur teratai, 1
keranjang aneka macam buah buahan.
Untuk minuman disiapkan sepoci teh Wu long tea yang khusus didatangkan dari
Hokkian. Tampaknya Ang ang merasa puas sekali dengan daftar menu hidangan
itu. Sambil menoleh ke arah Wan wan, tanyanya, "Bagaimana dengan araknya?"
"Arak Cuang goan ciu yang diminum di luar dan arak teratai putih yang
diminum di dalam sudah disiapkan semuanya."
"Bagaimana dengan tamunya" Kapan mau datang?"
"Tamu akan hadir sebelum jam 7 malam. Meski cara kerja si kura-kura kecil Ni
Siau cong tampaknya lamban, dia belum pernah datang terlambat."
"Bagaimana dengan paman Put heng?"
"Masih sama seperti dulu dulu, sekarang sedang bersembunyi seorang diri di
dalam kamar sambil mengasah goloknya."
Cahaya golok berwarna merah kehitam hitaman, persis seperti warna darah yang
akan membeku. Konon warna darah yang mengucur keluar di saat terbacok oleh
golok iblis adalah warna merah kehitam hitaman macam begitu. Mata golok
memang selalu tipis, setipis nasib perempuan cantik.
Lenghou Put heng tidak sedang mengasah golok. Sudah tak ada batu asahan di
dunia ini yang bisa digunakan untuk mengasah goloknya lagi. Golok tersebut tak
bisa diasah dengan batu asahan tapi harus diasah dengan batok kepala musuh
bebuyutannya. Bentuk golok melengkung persis seperti lengkungan rembulan,
memancarkan sinar yang begitu dingin dan menggidikkan hati. Oleh karena itu,
di saat dia mengayunkan goloknya, tak ada orang yang bisa menduga sabetan
senjatanya yang melengkung tersebut bisa berubah ke sudut yang mana dan
mengancam arah yang mana.
"Sudah berapa lama golok itu tak pernah menghirup darah segar musuhnya?"
"Masih hidupkah musuh-musuh besamya?"
Dengan ujung jarinya Lenghou Put heng menyentuh mata golok, lalu dengan
perlahan membelai ketujuh huruf kecil yang tertera ditubuh golok,
"Siau lo it ya tia cun yu."
Tak sedikit orang orang dalam dunia persilatan yang tahu kalau ketua Mokau di
masa lalu punya julukan sebagai "Siau lo" (loteng kecil), juga pernah mendengar
kisah percintaannya dengan seorang nona yang bernama "Cunyu" (hujan di
musim semi). Syair "Siau lo it ya tia cun yu " (semalaman menikmati hujan di
musim semi dari atas loteng) memang khusus ditulis untuk memperingati kisah
percintaan itu.
Tapi mungkinkah di balik kesemuanya itu masih terkandung maksud lain"
Mungkinkah ketua Mokau masa itu sengaja menciptakan syair tersebut sebagai
sebuah teka teki dan menyimpan satu rahasia yang maha besar di balik teka teki
itu" yang paling membuat orang tertarik dan kesemsem adalah...
Mungkinkah teka teki besar yang tersembunyi di balik syair itu ada sangkut
pautnya dengan sejumlah harta karun yang dimiliki Mokau di masa lalu"
Mungkinkah teka teki itu menyangkut juga rahasia ilmu silat maha sakti yang
pernah dimiliki ketua Mokau"
Harta karun yang berjumlah luar biasa, ilmu silat yang maha sakti, memang
selalu akan menjadi daya tarik orang orang persilatan. Sejak dulu hingga
sekarang, entah sudah berapa banyak jagoan yang mati gara gara masalah itu.
Bagi Lenghou Put heng pribadi, sudah banyak tahun ia tak pernah memikirkan
masalah itu. Yang dipikirkan olehnya saat ini hanya tiga orang.
Leng Giok hong, Im hweesio, Hong Poo kak.
Kini daftar menu sudah muncul. yang akan menjadi hidangan Siapakah di
antara ke tiga orang itu ternikmat"
XI. Golok Iblis Keluar Dari Sarung
Hong Poo kak tahun ini berusia 49 tahun, tinggi badan delapan depa delapan
inci. Sewaktu masih kecil ia disebut orang sebagai "raksasa."
Dia sangat menguasai ilmu gwakang. Apalagi sepanjang tahun hidup di tengah
gunung di daerah perbatasan yang selalu diselimuti salju tebal, tubuhnya benar
benar kuat, kekar dan tak malu disebut seorang lelaki bertubuh baja.
Di samping itu, dia pun seorang pedagang yang sangat berhasil. Walaupun dia
sangat royal, uang yang dikeluarkan bagai aliran air sungai, namun keuntungan
yang diperoleh setiap harinya juga luar biasa banyaknya.
Bila seseorang mampu berdagang besar, mampu mendapat laba besar, paling
tidak dia harus seorang yang punya kemampuan dan pengetahuan. Selain
hokkie nya mesti luar biasa, otaknya juga mesti encer. Sebelum melakukan
sesuatu, biasanya dia akan melakukan persiapan dan penyelidikan yang cermat.
Tak mungkin orang semacam ini bertindak secara ceroboh dan gegabah. Tidak
terkecuali kali ini.
... Sebenarnya manusia macam apakah "Ang Ang," si pelacur tingkat tinggi yang
belakangan sangat tersohor namanya itu" Peraturan apa saja yang harus diikuti.
Siapa pula dua orang tamu lain yang akan datang bersamanya"
Dengan segala upaya dan sarana yang dimiliki, dia lakukan satu penyelidikan
yang cermat. Kesimpulannya: Asal usul, latar belakang serta cara kerja Ang ang
menimbulkan rasa ingin tahu dalam hatinya. Dia pun sangat memandang hina
manusia yang bernama Im hweesio.
Ya, siapa yang tak akan memandang rendah seseorang yang mencatut nama
"Taysu," sebuah panggilan terhormat sebagai pendeta untuk membuat sensasi di
mana mana dan menjadikan seorang wanita berduit, sebagai sasaran
penipuannya"
Hong Poo kak ingin sekali mencari sebuah peluang yang paling cocok untuk
menghadiahkan kepalannya di atas batang hidung hweesio gadungan itu.
Terhadap Leng Giok hong, Hong Poo kak menaruh perasaan ingin tahu yang
lebih besar. Kenapa seorang pemuda. tampan dengan latar belakang keluarga
yang begitu ternama bisa datang kemari untuk mencari Ang-ang" Padahal lelaki
seusia dia, biasanya tak akan mau mengobral duitnya untuk mencari
perempuan macam begini. Tapi, bagaimana pun juga Hong Poo kak merasa
sangat lega hatinya. Dia anggap kedua orang itu bukan tandingannya.
Ia sudah mulai mempersiapkan diri untuk menikmati secara pelan pelan.
jam 7 malam. Mangkuk dan cawan telah dipersiapkan. Beberapa macam sayur sudah mulai
dihidangkan di meja ketika Hong Poo kak melangkah masuk ke dalam ruang
mungil itu. la segera melihat ada seorang lelaki tinggi besar yang bercambang
sedang duduk di atas sebuah pembaringan dekat pintu.
Hoo Poo kak sendiri tersohor sebagai seorang lelaki kekar. Tapi bila
dibandingkan lelaki raksasa itu, ia merasa dirinya kalah jauh. Ketika berada di
hadapan lelaki kekar bercambang itu, dia seolah-olah merasa dirinya seperti
tidak setinggi apa yang dibayangkan pada hari hari biasa.
Tempat ini adalah gudang pencari uang, sedang dia adalah seorang toaya
pemberi uang. Biasanya orang orang yang berada di tempat seperti ini pasti akan
sangat menaruh hormat kepadanya. Sangat berbeda dengan lelaki kekar
bercambang ini. Bukan saja sikapnya dingin dan kaku, bahkan terkesan sangat
jumawa. "Kau adalah Hong Poo kak?" terdengar ia menegur dengan suara ketus.
"Ya benar, aku adalah Hong Poo kak. Semua orang panggil aku Hong toa tauke!"
Sikap jumawa lelaki bercambang itu sudah menimbulkan perasaan tak puas
dalam hati kecil tauke besar ini, dia mulai menunjukkan sikap perlawanan.
Lenghou Put heng seperti tidak memahami ketidak senangan tamunya. Kembali
tanyanya dengan suara dingin, "Apa betul kau membawa empat macam hadiah,
sepasang jinsom tua dari gunung Tiang Pek san, empat stel mantel kulit berbulu,
dua belas pasang tusuk konde emas dengan total berat lima puluh tahil serta
seperangkat alat tulis yang terbuat dari batu kemala hijau?"
"Betul!"
Belum sempat Hong Poo kak mengumbar amarahnya karena terpacu rasa tak
senang yang semakin menjadi, tiba tiba tampak seorang pendeta berjubah putih
telah muncul di pelataran gedung. Dia lah Im taysu. Kepalanya yang gundul
kelihatan berkilat tertimpa sinar lentera, dari kejauhan sudah terendus bau
harum bunga melati yang tersiar dari tubulmya.
"Kau Liem Im?" kedengaran Lenghou Put heng menegur.
"Betul, betul sekali. Nama pinceng sebelum menjadi pendeta adalah Liem Im."
"Kau tidak pantang makanan berjiwa?"
"Tidak, tidak pantang," jawab Im taysu dengan wajah berseri, empat penjuru
dunia berasal dari kekosongan, semua benda semua kehidupan di dunia ini juga
berasal dari tidak ada. Pinceng tak pernah pantang apa pun, toh kembalinya
juga kekosongan karena yang ada sebetulnya tidak ada."
Tak diragukan Lenghou Put heng sendiri pun menaruh rasa heran dan ingin
tahu yang sangat besar terhadap hweesio kenamaan ini. Namun setelah
memperhatikan sekejap dari atas hingga ke bawah, sinar matanya segera
dialihkan jauh ke tempat lain, seakan akan dia sudah putuskan untuk tidak
melihatnya lagi sepanjang masa.
"Benarkah keempat buah hadiah yang kau bawa terdiri dari sepasang Kuda
kemala hijau, Sebuah kopiah bertaburkan mutu manikam dari negeri Persia,
enambelas pasang gelang, kalung dan cincin yang bertaburkan berlian dan batu
zamrud serta seperangkat kotak perhiasan yang terbuat dari kayu cendana
dilengkapi sebuah cermin yang terbuat dari kristal?" terdengar Lenghou Put heng
bertanya. "Benar!"
Siapa pun tak ada yang mengira kalau hadiah yang dibawa seorang hweesio
ternyata jauh lebih mewah, mahal dan berharga ketimbang hadiah yang dibawa
seorang pedagang besar macam Hong Toa tauke.
Hong Poo kak betul betul naik darah. la tak sanggup mengendalikan emosinya
lagi, tiba tiba bentaknya, "Keledai gundul sialan!"
Tanpa banyak bicara dia segera maju ke depan dan melepaskan sebuah jotosan
ke wajah pendeta itu. Bukan cuma lengannya saja yang panjang lagi besar, gerak
serangan yang dilancarkan pun cepat luar biasa! Tampaknya ia benar benar
telah menguasai ilmu gwakangnya secara sempuma.
Tampaknya batang hidung Im, hweesio segera akan terhajar hingga hancur...
Suatu peristiwa aneh tiba tiba saja terjadi. Ternyata tonjokan itu tidak bersarang
di atas hidung Im hweesio, melainkan menghantam da
Kisah Sepasang Rajawali 6 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Peristiwa Burung Kenari 1
^