Pendekar Bayangan Setan 14

Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 14


Baru saja ia selesai berbicara, mendadak terdengar suara jeritan ngeri memenuhi angkasa, kiranya dari atas wuwungan rumah terlempar jatuh sesosok mayat lelaki berbaju hitam yang sudah berlepotan darah segar.
Bok Thian-hong jadi amat terperanjat.
"Kawan dari mana yang telah berkunung datang?"
bentaknya gusar.
Tubuhnya segera melayang ke atas wuwungan rumah itu.
Di tengah kegelapan kembali suara jeritan bergema memecahkan kesunyian, Sreeet Sreet! dua sosok bayang dengan cepatnya menubruk datang.
Bok Thian-hong sama sekali tidak mempersiapkan akan hal itu, maka di dalam keadaan gugup telapaknya berturut turut melancarkan dua buah serangan gencar ke depan sedang tubuhnya menggunakan kesempatan itu menyusup ke
belakang, "Platak.... platak....!" darah segar bagaikan curahan hujan memancur keempat penjuru, dua sosok bayangan yang menubruk datang tadi telah tergetar ke belakang sehingga menumpuk ujung wuwungan dan rubuh ke atas genting.
Kiranya kedua sosok bayangan manusia itu bukan lain adalah dua sosok mayat yang tanpa kepala.
Sewaktu Bok Thian-hong terdesak lurus ke atas permukaan tanah itulah tampak sesosok manusia laksana sambaran kilat langsung menubruk ke arah Lei Hun Hweeci.
Terdengarlah suara jeritan kaget dari Lei Hun Hweeci bergema diudara, tubuhnya dengan cepat mengundurkan diri sejauh delapan depa ke belakang.
Dan tubuh Hwee Im Poocu yang ada di tangannya kini sudah kena direbut oleh orang yang baru saja datang itu.
Laksana kitiran Bok Thian-hong berputar di tengah udara kemudian datang menerjang ke arah orang tersebut.
Melihat serangan dari Bok Thian-hong itu orang tadi sambil mengepit tubuh Hwee Im Poocu mendadak melancarkan serangan dahsyat ke depan.
Di tengah suara bentakan yang amat keras, segulung angin pukulan yang serasa membelah bumi membabat laksana roda menghantam ke depan
Dalam keadaan gugup Bok Thian-hong tidak berani
menerima datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras, maka tubuhnya segera berjumpalitan di tengah udara dan melayang sejauh lima depa ke belakang.
---0-dewi-0--- JILID: 26 Saat itulah ia baru menemukan kalau orang itu bukan lain adalah Tan Kia-beng sang pemuda yang paling ditakuti olehnya.
Tak terasa lagi dengan wajah menyengir kejam serunya,
"Bagus, bagus, aku memang sedang bersiap-siap untuk mencari dirimu, tidak disangka kau malah datang untuk menghantur kematian sendiri!"
Waktu Lei Hun Hweeci pun sudah melihat jelas kalau orang yang datang itu bukan lain adalah Tan Kia-beng, maka wajahnya kontan berubah jadi merah jengah.
"Manusia yang tak punya liang sim, kiranya kau" jeritnya keras.
Wajah Tan Kia-beng pun mulai diliputi dengan napsu membunuh yang berkobar kobar, ia segera tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Haa, haaa ini hari adalah waktu buat perkampungan Thay Gak Cung kalian untuk musnah dari muka bumi, tidak usah banyak cingcong lagi cepat-cepatlah mempersiapkan diri!!"
Thian Sie Ci Lie Ih Sian yang masih teringat dendam satu pukulannya segera menggoncangkan sie poa besinya
kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
Bersama-sama dengan "Jien Liong So" Ong Hong Sin satu dari kiri yang lain dari kanan siap-siap menerjang ke depan.
Darah segar yang berceceran memenuhi ruangan segera memancing pula napsu membunuh dari Chuan Tiong Ngo Kui terdengar kelima orang itu bersama-sama memperdengarkan suara suitannya yang amat aneh dengan barisan pedang Ngo Kui Im Hong Kiam Tin mulai bergerak, dengan menimbulkan suara aneh yang memekakkan telinga seketika itu juga sinar pedang berkelebat memenuhi angkasa dan menerjang ke arah Loo Hu Cu sekalian.
Leng Hong Tootiang segera enjotkan badannya menerjang kesisi Loo Hu Cu bentaknya keras, "Biarlah aku bersama-sama dengan Loo Hu Tooheng menghadapi barisan pedang "Ngo Kui Im Hong Kiam Tin" Sak sute serta Si Siauwhiap pergilah menghadapi kedua belas bocah "Hun Yu Tong Ci" itu!"
Baru saja suara bentakan tersebut selesai diucapkan serangan pedang dari kelima orang setan itu sudah melanda datang, bersamaan pula barisan pedang dari kedua belas orang Hua Yu Tong Ci" bagaikan ambruknya gunung Thay-san sudah menggulung datang.
Seketika itu juga seluruh ruangan telah dipenuhi oleh hawa pedang yang menyilaukan mata, angin pukulan bagaikan ambruknya bukit melanda ke depan tiada hentinya.
Suatu pertempuran sengit segera berkobar dengan
ramainya. Phu Cing Caysu dari Ngo Bay Pa serta Kwang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay yang siap-siap maju untuk membantu Leng
Hong Tootiang sekalian untuk bersama-sama menghadapi barisan pedang Ngo Kui Im Hong Kiam Tin. Tetapi mendadak dari atas wuwungan rumah berkumandang datang suara bentakan keras.
"Im Yang siu siu" Hoa Cian dengan memimpin sejumlah busu busu yang berbaju hitam bersama-sama menerjang datang memaksa kedua orang itu mau tidak mau balikkan badan memberi perlawanan.
Saat itu kecuali Bok Thian-hong suami istri yang berdiri disamping untuk menonton jalannya pertempuran sisanya hampir boleh dikata telah turun tangan.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian itu dalam hati merasa amat gusar bercampur mendongkol
Seruling "Pek Giok Tie segera dicabut keluar, di tengah suara suitan yang amat keras dia segera melancarkan serangan dengan menggunakan jurus jurus ilmu seruling "Uh Yeh Cing Hun" yang sangat dahsyat.
Bayangan seruling memenuhi angkasa disertai suara yang ngeri bergema saling susul menyusul, kiranya lengan kanan dari Sin Sie cie berhasil kena dibabat putus menjadi dua.
Saat ini hawa amarahnya sampai pada puncakya, napsu mau membunuhpun sudah memenuhi seluruh benak. Di
tengah suara tertawa dinginnya yang amat seram seruling pualam ditangannya laksana kilat meluncur ke depan.
Darah segar keluar memancur memenuhi angkasa, dada
"Sin Sie cie Lie Ih Sian kini sudah tertusuk tembus oleh seruling itu
Tan Kia-beng yang melihat serangannya mencapai
sasarannya tidak berhenti sampai disitu saja, tubuhnya berputar cepat kemudian membabat ke arah "Jen Liong So"
Serangannya kali ini semakin dahsyat hawa pukulannya telah menggunakan tenaga sebesar sepuluh bagian.
Serangan yang datangnya mendadak membuat "Jien Liong So" tidak sempat menghindar lagi, terpaksa sambil menggigit kencang bibirnya melancarkan satu pukulan untuk menerima datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Terdengar suara jeritan yang menyayat hati berkumandang keluar, tubuh Jien Liong So kena terpental setinggi satu kaki dan terjatuh ke atas anak tangga di depan pintu.
Darah segar muncrat keluar dari mulutnya mencapai sejauh dua tiga depa, sehingga binasakan dua orang musuh besarnya, semangatnya jadi berkobar kobar sedang napsu membunuhpun mulai meliputi wajahnya.
"Bangsat pembunuh serahkan nyawamu!" bentaknya keras.
Seruling pualamnya dengan disertai cahaya yang
menyilaukan mata menerjang ke tengah udara dan menubruk ke arah Bok Thian-hong datangnya serangan ini benar-benar luar biasa sekali.
Bok Thian-hong sebagai seorang Cungcu dari
perkampungan yang amat besar melihat datangnya serangan yang amat dahsyat tidak berani ayal lagi, kakinya segera melayang ke samping sejauh delapan depa dan tertawa dingin tiada hentinya.
Bilamana kau memang bermaksud hendak mencari mati, biarlah kini aku orang she Bok penuhi keinginanmu itu!"
Dan sepasang telapak tangannya berputar serta berkelebat di tengah udara kemudian bersama-sama membabatnya ke depan, segulung angin pukulan berhawa dingin yang menusuk tulang laksa tiupan angin salju menggulung ke arah tubuh Tan Kia-beng yang meluncur datang itu.
Pada saat yang bersamaan Lei Hun Hweeci melayang ke samping dan menggencet ke arah pemuda tersebut
Mereka suami istri berdua telah mengetahui kalau mati hidup sukar ditentukan pada malam ini, maka begitu turun tangan mereka telah melancarkan serangan degnan sepenuh tenaga.
Angin pukulan menderu deru menggetarkan seluruh
ruangan dinding tembok pada jebol tertembus pukulan, wuwungan dan atap pada rontok membuat debu mengepul menyilaukan mata, keadaannya ini benar-benar sangat berbahaya sekali.
Kini di tengah ruangan besar telah terpecah empat rombongan pertempuran sengit, Kwang Hoat Tootiang serta Phu Cing thay su yang harus melawan musuhnya dalam jumlah yang lebih banyak kini rada ngotot untuk memunahkan datangnya serangan.
Sedang Loo Hu Cu serta Leng Hong Tootiang yang paling payah diantara kesemuanya sejak tempo dulu Chuan Tiong Ngo Kui kecundang dibawah serangan Giok Hun Kiam dari Tan Kia-beng mereka telah barisannya sedemikian rupa hingga kini jauh lebih dahsyat kekuatannya.
Sehingga walaupun Loo Hu Cu adalah jagoan pedang
nomor wahid dari lingkungan tujuh partai besar, sedang Leng Hong Tootiang sebagai seorang ciangbunjin Butong pay, tetapi untuk menghadapi serangan yang ganas dari barisan tersebut
untuk sementara waktu tak ada kekuatan untuk balas menyerang.
Tan Kia-beng yang bergebrak melawan Bok Thian-hong sembari bertempur matanya tiada henti melirik ke tengah kalangan ia merasa jumlah orang dari perkampungan Thay Gak Cungcu semakin lama semakin banyak, bahkan sampai sebuah ruangan besar seperti itu terpenuhi dua tiga ratus orang kini sudah terjejal penuh.
Pikirannya jadi berjalan, ia merasa bilamana pertempuran ini dilanjutkan, ada kemungkinan tak akan menguntungkan bagi pihaknya.
Disamping itu dalam hati ia sudah bulatkan tekad untuk melenyapkan Bok Thian-hong malam ini juga, maka hawa murninya segera ditarik dari pusar menuju keseluruh tubuh.
Di tengah suara suitannya yang amat panjang seruling putih ditangan kanannya dialihkan ketangan kiri sedang tangannya yang lain mencabut keluar pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam.
Begitu senjata pusaka ini dicabut keluar dari sarungnya, tampaklah serentetan cahaya kebiru biruan yang menyilaukan mata memantul keluar dari ujung pedang dan kemudian menyebar kemana mana sewaktu pedang tersebut digetarkan.
"Malam ini juga aku orang she Tan hendak mewakili mendiang suhu untuk membersihkan perguruan dari manusia laknat." bentak pemuda itu dengan gusarnya. "Bok Thian-hong! kalian suami istri berdua lebih baik serahkan saja nyawa kalian!"
Dengan tangan kiri mencekal seruling, tangan kanan mencekal pedang tubunya segeramenubruk ke arah depan
Tampaklah cahaya biru dan cahaya putih melesat di tengah udara, laksana seekor ular dengan gesitnya meluncur ke depan dan seketika itu juga mengurung seluruh tubuh Bok Thian-hong suami istri di dalam lingkungan cahaya yang menyilaukan mata.
"Aaaakhh....! suara jeritan kaget meluncur keluar kiranya seutas rambut Lei Hun Hweeci sudah terkena terbabat hingga keakar akarnya hal ini membuat perempuan itu jadi kaget dengan wajah berubah pucat pasi menjauhkan dirinya sejauh satu kaki dua depa ke belakang
Bok Thian-hong yang sedang mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk menahan datangnya serangan gencar dari Tan Kia-beng mendadak mendengar istri kesayangannya menjerit kaget, di dalam hatinya ia sudah mengira istrinya terluka
Maka buru-buru tubuhnya meloncat balik untuk memberi pertolongan, siapa sangka waktu itulah Tan Kia-beng sudah membentak keras, cahaya tajam membelah udara.
Seketika itu juga lengan kiri Cay Gak Cungcu kena terbabat putus jadi dua bagian
Darah segar segera mancur ke tengah udara yang diikuti tubuhnya mundur ke belakang dalam keadaan sempoyongan, dalam hati Bok Thian-hong tahu bila saat ini ia tidak cepat-cepat melarikan diri sukar juga untuk mempertahankan nyawanya lagi.
Maka sambil menggigit bibirnya ia memungut kembali potongan lengannya, kemudian di ringi suara jeritan ngeri yang sangat menyeramkan bersama-sama dengan Lei Hun Hweeci melarikan diri menuju ke belakang perkampungan
Kini napsu membunuh sudah meliputi seluruh wajah Tan Kia-beng, maka begitu melihat Bok Thian-hong suami istri melarikan diri dia segera tertawa tergelak dengan seramnya.
"Haa.... haa tikus tua!! Kau masih ingin melarikan diri?"
Di tengah suara gelak tawanya yang sangat mengerikan itu, mendadak tubuhnya muncul ke tengah udara.
Siapa sangka waktu tubuhnya mencapai pada ketinggian lima depa itulah dari belakang tubuhnya bergema datang suara desiran hawa pedang.
Kiranya Chuan Tiong Ngo Kui" telah meninggalkan Loo Hu Cu serta Leng Hong Tootiang yang kemudian bersama-sama menubruk datang untuk memaksa Tan Kia-beng mau tak mau barus melayang kembali ke atas permukaan tanah.
Bersamaan waktunya pula barisan pedang mereka mulai bergerak dan mengurung pemuda itu rapat rapat.
Tan Kia-beng dengan cepat melancarkan serangan dengan menggunakan seruling serta pedangnya, maka hanya di dalam sekejap saja ia sudah melancarkan sepuluh jurus.
Terasa hawa pedang memenuhi angkasa satu cahaya putih, yang lain cahaya kebiru biruan dua buah rentetan pelangi panjang kelihatan menari nari tiada hentinya diudara yang disertai suara suitan tajam membetot hati, keadaannya benar-benar menyeramkan.
Kali ini Chuan Tiong Ngo Kui sudah lebih berpengalaman, mereka sama sekali tidak membiarkan pedang Siang Bun Kiam nya terbentur dengan pedang Giok Hun Kiam tersebut, karena itu walaupun serangan Tan Kia-beng amat gencar tetapi untuk beberapa saat lamanya tak sanggup juga untuk meloloskan diri dari dalam barisan itu.
Pada saat itulah, tiba-tiba.... Suatu suara bentakan merdu memecahkan kesunyian dan sesosok bayangan merah dengan disertai cahaya tajam yang menyilaukan mata seloncat turun dari atas wuwungan rumah setinggi empat lima kaki itu langsung masuk ke dalam barisan.
Kecepatan gerakan ini laksana kilat dan terdengar suara jeritan ngeri mendirikan bulu roma. Kiranya Si Setan Pengejar Nyawa Ong Kiam sudah kena tertusuk sehingga tembus ke dada, sehingga tubuh rubuh ke atas tanah dengan
bermandikan darah.
Ketika melihat serangannya telah mencapai hasil orang itu segera kebutkan pedangnya kembali menggulung ke arah empat setan lainnya.
Dengan ketajaman mata Tan Kia-beng sekali pandang saja ia telah menemukan kalau orang itu adalah Cuncu, Mo Tan-hong maka buru-buru, teriaknya, "Hong moay mereka adalah Chuan Tiong Ngo Kui yang mencelakai ayahmu"
Mendengar jeritan itu dengan sinar mata penuh kegusaran dan wajah yang kaku Mo Tan-hong menjerit keras, "Bilamana ini hari aku tidak berhasil menghancurkan mereka, aku bersumpah tidak akan jadi orang
Walaupun bicara gampang tetapi apakah Chuan Tiong Ngo Kui adalah manusia manusia yang dengan mudah diganggu"
Melihat matanya si Setan Pengejar Nyawa keempat orang setan lainnya sudah dibuat gusar maka bagaikan harimau kalap mereka bersama-sama menubruk ke depan.
Angin pukulan berhawa dingin segulung demi segulung melanda datang Bau amispun memenuhi ruangan suara suara aneh terdengar memekikkan telinga sedang kabut hitam yang sangat tebal meluas hingga mencapai tiga kali lebih
Kini boleh dikata masing-masing pihak telah mengeluarkan seluruh kepandaian silat yang mereka miliki. Tan Kia-beng yang mempunyai maksud untuk bantu Mo Cun-cu membalas dendam disamping melenyapkan pengacau dari muka bumi, maka ujung pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiamnya segera digetarkan hingga mencapai tiga depa lima enam diantara desiran angin yang tajam di dalam sekejap mata ia telah melancarkan lima, enam buah jurus dan terakhir
menggunakan jurus Ciong Gwa Su Liuw atau sumber miskin ikut mengalir.
Kontan pinggang Kouw Hun Hui atau si setan penggait sukma Chin wat terbabat putus jadi dua bagian dan di tengah suara jeritan ngeri tubuhnya rubuh di atas tanah dengan usus dan isi perut yang terbabat keempat penjuru.
Hong Tiauw Kui atau si setan romantis Kong It Ming yang melihat kejadian itu hatinya tergetar, tubuhnya buru-buru mundur ke belakang
Siapa tahu cahaya terang berkelebat lewat, dan jalan darah
"Kie Bun Hiat"nya kena tertotok keras sehingga belum sempat ia mendengus tubuhnya sudah rubuh binasa.
Hanya di dalam sekejap mata saja dari antara Chuan Tiong Ngo Kui sudah ada tiga orang yang mati sehingga "Siauw Bian Coa Sim" Go Tou Seng serta "*** Hun Bu Biang" Ong Thiu yang melihat saudara saudaranya pada mati hati jadi terkejut bercampur gusar.
Maka dengan gencarnya mereka melancarkan dua tusukan kilat kemudian enjotkan badan melayang keluar dari ruangan tersebut dan melarikan diri cepat-cepat.
Mo Tan-hong mana suka melepaskan mereka dengan
begitu saja tubuhnya pun segera iktu berkelebat dari belakangnya.
"Hong moay untuk sementara lepaskan saja mereka pergi buru-buru teriak Tan Kia-beng dengan suara keras. "Lebih baik kita bereskan dulu kawanan bajingan ini"
Di tengah suara jeritannya itu sang tubuh dengan cepat menerjang ke arah kawanan busu busu berbaju hitam diantara kebasan seruling serta babatan pedang suara jeritan ngeri terdengar menggetarkan angkasa potongan potongan lengan dan kutungan kaki berterbangan di tengah udara laksana setan setan yang lagi menari.
Mo Tan-hong yang mendengar teriakan dari Tan Kia-beng tadi tidak membangkang karena ia mengetahui mengejarpun tidak berguna sehingga saat ini gadis tersebut telah mengumbar hawa amarahnya di atas tubuh para busu berbaju hitam.
Sejak ia menelan pil pencuci otot yang dibuat oleh Ui Liong-ci tenaga dalamnya memperoleh kemajuan yang amat pesat apa lagi ditambah pula dengan pemberian beberapa pil mujarab dari Han Tan Loo jien membuat tenaga dalam yang dimilikinya pada saat ini sama dengan hasil latihan selama enam puluh tahun.
Kini napsu membunuh telah memuncak, pedangnya laksana pelangi yang terbang di angkasa berkelebat tiada hentinya kesana kemari, darahpun berceceran laksana aliran air sungai, suara jeritan sambung menyambung mirip dengan paduan suara kumpulan setan serta malaikat.
Jago-jago dari kalangan Hek-to yang ada di dalam
perkampungan Thay Gak Cung ini sekalipun sudah jadi
kebiasaan mereka untuk berbuat ganas, tetapi untuk menghadapi serangan serangan gencar dari Leng Hong Tootiang, Kwang Hwat Tootiang Phu Cing Thay su serta Loo Hu Cu beberapa orang sebagai ketua partai besar, semakin lama semakin terdesak juga.
Apa lagi saat ini muncul pula dua orang jagoan kecil yang ganas, keadaannya semakin mendadak, maka hanya di dalam sekejap saja sudah ada dua puluh orang yang menemui ajalnya.
Ketika Tan Kia-beng dengan menggunakan jurus yang terdahsyat untuk menghadapi para busu berbaju hitam itu mendadak matanya menemukan Hwee Im Poocu Ong Jiang berada dalam keadaan sudah payah wajahnya pucat pasi bagaikan mayat dan saat ini dengan mengandalkan tangan tunggalnya untuk menghadapi serbuan dari para bu su berbaju hitam dengan payah hatinya jadi merasa sangat tak tega.
Di tengah suara bentakan yang keras pedangnya dengan membawa cahaya kebiru biruan menubruk ke depan
Sreeet....! sreeet....! Sreeet....! Bagaikan menebang tebu saja, hanya di dalam sekejap, ia sudah membinasakan dua belas orang sehingga sisanya pada melarikan diri keempat penjuru.
Sebenarnya Hwee Im Poocu dapat bertahan hanya karena terpaksa, kini setelah Tan Kia-beng tiba di tempat itu sukar baginya untuk mempertahankan diri, lututnya jadi lemas dan rubuhlah ia ke atas tanah
Tan Kia-beng memang mempunyai watak welas asih,
sekalipun ia mengetahui kalau Hwee Im Poocu bukan seorang
manusia yang betul-betul berasal dari kalangan lurus tetapi iapun bukan seorang yang terlalu jahat
Dan melihat mulut luka bekas kutungan lengannya
mengucurkan darah terus mengerus segera masukkan kembali pedangnya ke dalam sarung, kemudian laksana sambaran kilat menotok kedua puluh delapan jalan darahnya.
Saat itu di dalam ruangan besar tampak bayangan manusia saling sambar menyambar suara jeritan kalap dan bentakan gusar bercampur baur di dalam perkelahian yang dahsyat Selesai menotokkan jalan darah pada tubuh Ong Jiang itu Poocu dari benteng Hwee Im Poo, kembali Tan Kia-beng menyalurkan hawa murninya untuk menggerakkan seruling kembali datangnya serbuan yang kalut dari para bu su berbaju hitam.
Loo Hu Cu yang melihat pemuda itu sembari menolong Hwee Im Poocu harus menahan pula serangan dari pihak musuh, rasa tamak kembali meliputi dirinya.
Pedangnya segera dibabatkan ke depan lalu meloncat kesisi Tan Kia-beng bentaknya, "Kawanan tikus, berani menyerang orang lain dalam keadaan siap!"
Pedangnya dengan cepat membabat ke depan sedangkan tangan kirinya laksana sambaran kilat menyambar ke arah pedang Giok Hun Kiam yang ada pada pinggang Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang sedang menolong Hwee Im Poocu
dengan menggunakan Khie Tiauw Yen dari ilmu yang termuat di dalam kitab pusaka "Teh leng Keng" mendengar suara bentakan dari Loo Hu Cu pada mulanya ia mengira dia datang untuk memberi bantuan, sehingga sama sekali tidak menyangka kalau toosu itu ternyata turun tangan untuk merebut pedangnya.
Bersamaan itu pula Hwee Im Poocu baru saja tersadar kembali melihat kejadian itu hatinya jadi amat cemas Mendadak tubuhnya menubruk ke depan sambil bentaknya dengan keras.
"Loo Hu Too heng apa maksudmu?"
Sreet! segulung angin pukulan dengan amat keras
menggulung ke arah pergelangan tangan Loo Hu Cu yang hampir menyentuh gagang pedang Giok Hun Kiam sehingga terpaksa buru-buru ia menarik kembali serangannya dan menoleh ke depan.
Sewaktu ditemukan kalau orang yang melancarkan
serangan ke arahnya sehingga maksudnya tak tercapai adalah Hwee Im Poocu hatinya jadi teramat gusar, dan dengan dahsyat ia kirimkan pula satu serangan gencar ke atas tubuhnya.
Hwee Im Poocu yang melihat Tan Kia-beng suka menolong dirinya, dan untuk membalas budi tersebut dengan paksakan diri ia mengirim satu pukulan untuk menghalangi maksud jahat dari Loo Hu Cu, maka kini mana dia tahan untuk menerima datangnya serangan yang amat dahsyat itu"
Di tengah suara bentrokan sepasang tangan yang amat keras terdengarlah suara jeritan ngeri bergema keluar tubuhnya sudah terjengkang sejauh tujuh, delapan depa Waktu itulah Tan Kia-beng baru sadar apa yang telah terjadi, tubuhnya mendadak berputar ke belakang kemudian dengan sadar mata yang penuh kegusaran bentaknya, "Kau toosu bangsat yang berhati rakus, tidak lebih mirip dengan seekor babi dan anjing siauw ya ini hari juga akan tagih nyawamu!"
Di tengah berkelebatnya cahaya yang menyilaukan mata, seruling pualam tersebut berturut turut melancarkan tiga buah serangan sekaligus.
Dasar sifat Loo Hu Cu memang amat licik, saat itu ia masih pura pura berlagak pilon dengan membentak kebingungan,
"Hey apa maksudmu berbuat demikian?"
Pedang kunonya berputar melindungi seluruh tubuh, dengan cepatnya ia berhasil memunahkan datangnya ketiga buah serangan seruling dari Tan Kia-beng itu.
Melihat diantara kawan sendiri terjadi pertarungan buru-buru Leng Hong Tootiang dari Butong pay serta Phu Cing thaysu dari Ngo Thay pay meloncat memisah.
"Urusan yang telah lalu hanyalah kesalah pahaman saja, harap Tan Siauwhiap jangan turun tangan jahat" serunya hampir berbareng.
"Hee.... hee.... urusan tempo dulu memang benar dikarenakan kesalah pahaman, tetapi perbuatannya baru saja untuk mencuri pedangku serta memukul roboh Hwee Im Poocu tidak bisa dipungkiri lagi!" teriak Tan Kia-beng sambil tertawa dingin.
Leng Hong Tootiang serta Phu Cing thaysu yang mendengar perkataan tersebut jadi melengak dibuatnya, dan ketika menoleh lagi ke belakang bayangan dari Loo Hu Cu telah lenyap tak berbekas, kiranya ia mengerti dirinya tak bakal bisa menangkan pemuda itu maka secara diam-diam telah meloyor pergi
Ketika mereka berdua sama-sama menghela napas panjang itulah, mereka pada melihat ke arah Hwee Im Poocu yang kelihatannya majikan dari Benteng Hwee Im Poo ini telah
kempas kempis kehabisan tenaga karena lukanya yang barusan ini
Tan Kia-beng yang melihat dia melindungi pedangnya sehingga jadi terluka demikian parah hatinya jadi merasa terharu, maka iapun segera membungkuk untuk memeriksa lukanya.
Tetapi saat itu Leng Hong Tootiang sudah membentak keras, "Luka dalamnya itu untuk sementara waktu tidak akan membahayakan nyawanya. lebih baik kita bereskan dulu kawanan bajingan ini"
"Baik! sahut Tan Kia-beng sembari menggetarkan seruling pualam di tangannya. "Untuk sementara harap tootiang suka menjaga keselamatan dari Ong Poocu biarlah cayhe turun tangan membereskan bajingan bajingan ini
Tubuhnya meloncat masuk ke dalam kalangan pertempuran dan mulai mengumbarkan hawa amarahnya pada tubuh para bu su berbaju hitam itu.
Di tengah babatan telapak serta hantaman seruling, dimana angin menyambar darah dan daging segera beterbangan diiringi suara jeritan yang mengerikan.
Di dalam sekejap mata kembali, pemuda itu melukai sepuluh orang musuhnya.
Suasana di dalam kalangan pada saat ini benar telah amat kacau, tiga rombongan dan tinggallah serombongan jago-jago yang memiliki kepandaian tinggi serta bersifat ganas.
Tak perduli di tempat itu sudah dipenuhi dengan darah segar serta mayat mayat yang bertumpukan, mereka tetap menerjang terus tiada hentinya.
Di sudut lain kedua belas bocah Hua Yu Tong Ci dengan mengandalkan kedua belas bilah pedang pendeknya
mengurung si Ciat Hun Kiam Si Huan serta Sak Ih rapat rapat.
Kedua orang jagoan muda yang berasal dari partai
kenamaan ini melihat lama sekali mereka belum juga berhasil membobolkan kepungan dari barisan pedang tersebut hatinya mulai merasa cemas.
Maka sambil menambahi tenaga dalamnya ia mencekal pedangnya semakin erat dan mendadak Si Huan tertawa panjang.
"Haaa.... haa.... bilamana hanya sebuah barisan pedang yang kecil saja tak dapat menerjang jebol, maka julukan si Ciat Hun Kiam dari aku orang she Si jadi sia-sia belaka!"
teriaknya. Di tengah berkelebatnya cahaya hijau, hawa pedang semakin menajam. Dan di dalam waktu singkat itu ia telah membabat delapan buah serangan laksana ombak disamudra tiada hentinya menggulung ke arah kedua belas bocah itu.
Kontan barisan pedang tersebut terpukul dan membuka sebuah celah yang agak lebar.
Mengambil kesempatan yang agak baik ini Sak Ih bersuit nyaring, pedangnya segera melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu pedang Bu-tong-pay yang terlihay "Jan Jan Pek Swie Siauw Tiong Han" sehingga di dalam sekejap mata hawa pedang berdesir disertai sambaran cahaya yang menyilaukan mata.
Suara jeritan ngeri saling susul menyusul, tiga orang bocah kontan kena terbabat putus lengan serta batok kepalanya yang membuat barisan tersebut jadi kacau.
Tepat pada waktunya Tan Kia-beng pun telah menerjang datang di tengah suara bentakan yang amat keras, telapaknya menyapu ke depan dengan menggunakan ilmu sakti "Jie Khek Kun Yen Kan Kun So" yang dahsyat itu. Sekali itu juga sebuah angin taupan bagaikan melanda keluar laksana ambruknya gunung Thaysan merekahnya samudra luas.
Kembali terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, berkumandang di angkasa empat orang bocah Hua Yu Tong Ci kena tersapu hingga mencelat ke tengah dan menumbuk tembok pekarangan.
Seketika itu juga tubuh mereka kena tergencet sehingga berubah jadi empat potong kueh daging yang berlumuran darah
Sisanya beberapa orang tadi pecah nyali dan melarikan diri terbirit birit.
Tan Kia-beng yang mengetahui kedua belas bocah cilik itu merupakan kuku garuda dari pihak Cay Gak Cungcu, dan hampir semua peristiwa berdarah dilakukan oleh mereka Mendadak ia tertawa seram.
"Haaa.... haa.... kalian masih ingin melarikan diri" heee....
heee, urusan tidak akan segampang ini!"
Mendadak seruling Pek Giok Siauw nya dimasukkan kembali ke dalam sakunya. Sepasang telapak dengan tenaga Im dan Yang laksana kilat membentuk gerakan lingkaran gambar Thay Khek lalu ditekan ke tengah angkasa.
Blaaam.... Blaaam....! Di tengah suara dengusan berat lima orang bocah Hua Yu Tong Ci beserta delapan orang Bu su berbaju hitam yang sedang menubruk datang jatuh
terjengkang di atas tanah. Dari panca indera mereka
mengucurkan darah hidup yang bagaikan air mancur
memancar keseluruh penjuru ruangan.
Ilmu silat yang benar-benar luar biasa ini bukan saja membuat seluruh Bu su berbaju hitam yang terjatuh tersisa di dalam ruangan jadi kaget setengah mati, sekalipun beberapa orang ciangbunjin partai besar yang hadir pun dibuat terkesima oleh kejadian ini.
Kiranya di dalam keadaan gusar dan napsu membunuh meliputi wajahnya, secara tidak sadar Tan Kia-beng sudah mengeluarkan ilmu pukulan "Djie Khek Kun Yen Kan Kun So"
nya yang maha dahsyat itu
Dengan pandangan dingin Tan Kia-beng menyapu sekejap ke arah para bu su berbaju hitam yang dibuat berdiri bagaikan patung itu, dan mendadak bentaknya keras, "Aku orang she Tan dengan memandang kemuliaan Thian, kali ini aku ampuni kalian semua tapi bilamana dikemudian hari kalian masih juga mengikuti Bok Thian-hong untuk berbuat jahat dan jadi bibit bencana buat dunia kangouw.... hee.... hee kedua belas bocah Hua Yu Tong Ci adalah suatu contoh yang paling bagus.
Sekarang ayoh cepat menggelinding pergi dari sini!"
Tadi, kawanan bajingan ini dengan tidak memperdulikan keselamatannya sendiri menyerbu dan menerjang terus seperti orang kalap kini sesudah melihat ceceran darah segar serta potongan lengan, kaki dan mata yang bergelimpangan memenuhi seluruh ruangan hatinya baru mulai bergidik Selesai mendengar perkataan dari pemuda tersebut, bagaikan memperoleh pengampunan dari kaisar, mereka putar badan dan melarikan diri terkencing kencing
Mo Tan-hong yang sedang merasa gusar bercampur
mangkel kini secara tiba-tiba sudah kehilangan musuhnya, tidak urung kerutkan juga alisnya rapat rapat, mendadak dia melayang kesisi Tan Kia-beng sembari menjerit melengking,
"Hmm! Kaupun bisa bertindak seperti orang baik!"
Dengan sedihnya Tan Kia-beng menggeleng dia menghela napas panjang kemudian menuding ke arah mayat serta darah yang berceceran mengotori seluruh ruangan
Cukup sampai disini sudah terasa rada keterlaluan apalagi diantara mereka pun banyak yang bertindak karena keadaan yang terpaksa...." ujarnya.
Perlahan-lahan Mo Tan-hong menunjuk ke atas lantai, tapi sebentar kemudian ia sudah menjerit keras, "Aaaayaaaa....
sungguh menyeramkan!"
Ketika ia meraba badannya sendiri gadis itu baru
mengetahui kalau seluruh tubuhnya pada saat ini sudah dibasuhi dengan darah manusia.
Jikalau bukannya pakaiannya yang dikenakan pun berwarna merah, mungkin saat ini ia sudah berubah menjadi seorang manusia berdarah
Mo Tan-hong yang selamanya hidup menjadi istana dan belum pernah mengalami peristiwa pembunuhan yang
mengerikan boleh dikata kali ini baru untuk pertama kali ia turun tangan menyambut nyawa orang lain, dalam hati merasa takut bercampur menyesal, sehingga hampir hampir saja air mata mengucur keluar.
"Seram....! sungguh menyeramkan!" serunya dengan nada sedih. "Sungguh tak disangka aku pun bisa jadi seorang algojo aku benar merasa menyesal
"Heee hee Untuk menyesal sih tidak perlu" sela Tan Kia-beng sambil tertawa dingin. "Kalau sudah niat jadi pemuda pemudi Bulim kenapa harus takut saling bunuh membunuh"
apakah kau pernah berpikir, bagaimanakah ayahmu menemui ajalnya" peristiwa berdarah yang terjadi diperkampungan Cui Bu Sian hasil kerja siapa" disamping itu berpuluh puluh bahkan beratus ratus macam peristiwa berdarah sudah dilakukan oleh siapa" terus terang saja aku beritahu kepadamu! membiarkan seorang bajingan hidup dimuka bumi berarti pula mengurangi satu bagian kesempatan bagi orang-orang baik, terhadap orang-orang jahat memang sudah seharusnya menggunakan cara bunuh itu untuk menyetop pembunuhan, sudah.... sudahlah kau jangan bersedih hati!
Pertumpahan darah sudah mulai berlangsung di dalam Bulim.
Sejak ini hari kita seharusnya menggunakan tindakan yang lebih kejam lagi urnuk menghadapi orang-orang semacam mereka itu....! Tahu"
Semakin berbicara semangatnya semakin berkobar
sehingga akhirnya sepasang matanya memancarkan cahaya berapi api yang memancar keempat penjuru, membuat setiap orang merasakan hatinya bergidik.
Sak Ie serta Si Huan yang mendengar perkataan itu serentak tertawa bergelak dan bertepuk tangan keras keras.
"Semangat jantan dari Tan heng membuat siauwte sekalian merasa amat kagum" serunya keras. "Kami sangat setuju dengan pendapat Tan heng untuk menggaris bawahi
pendapatmu itu"
Lain halnya dengan Leng Hong Tootiang serta Phu Cing Siansu sekalian mereka hanya bisa gelengkan kepala sambil diam-diam berpikir, "Orang ini mempunyai semangat yang
jantan berkepandaian silat amat sempurna cuma sayang napsu membunuhnya terlalu tebal"
Waktu itu suasana di dalam perkampungan Thay Gak Cung sudah berubah jadi sunyi senyap, di dalam ruangan besarpun tinggal mereka bertujuh serta Hwee Im Poocu yang mendekati ajalnya.
Perlahan-lahan Leng Hong Tootiang berjalan kesisinya, lalu sambil gelengkan kepalanya ia menghela napas.
"Hee.... hee bilamana ditinjau dari tindakan orang ini pada waktu waktu mendekat memang seharusnya ia dihukum mati"
katanya, "Tetapi demi persahabatan Bulim terpaksa pinto harus menghantarnya kembali ke Benteng Hwee Im Poo"
Mendadak.... Mo Tan-hong seperti sudah teringat akan sesuatu, dengan cepat dia menyambung
"Bilamana bukannya Tootiang mengungkap persoalan ini aku sendiripun hampir hampir melupakannya, dari Ui Liong supek aku telah mendapatkan sebutir pil "Sak Leng Tan" yang sangat mujarab, asalkan pil ini diberikan kepadanya maka seluruh luka yang diderita akan sembuh dengan sangat cepat Sembari berkata dari dalam sakunya ia mengulurkan sebutir pik berwarna merah darah yang kemudian diberikan ke tangan Leng Hong Tootiang.
Toosu dari Butong pay ini segera menerimanya dan
dijejalkan kemulutnya Ong Jiang.
"Bagaimana kalau Tan Siauwhiap sekali lagi bantu menyalurkan hawa murni ke dalam tubuhnya?" ujarnya pula sambil menoleh ke arah pemuda tersebut
Tenaga dalam "It Khie Tiauw Yen" merupakan suatu tenaga yang paling sempurna setelah terjadi pertempuran tadi
sebenarnya Tan Kia-beng tidak ingin menggunakannya kembali. tetapi Leng Hong Tootiang sudah buka mulut membuat ia merasa tidak enak untuk menampik.
Terpaksa dengan langkah perlahan ia bertindak maju untuk membimbing Hwee Im Poocu bangun, setelah diurut sebentar dengan menggunakan cara semula ia mulai menyalurkan hawa murni It Khie Tiauw Yen" nya ke dalam tubuh Ong Jiang.
Pil "Sak Leng Tan" adalah sebuah mujarab yang dibuat Ui Liong-ci menggunakan sisa dari bahan obat pembuat pil pencuci tulang pembersih otot.
Ong Jiang sesudah menelan obat itu ditambah pula Tan Kia-beng sudah bantu salurkan hawa murni ke dalam tubuhnya, boleh dikata luka yang dideritanya sudah hampir sembuh separuh bagian cuma disebabkan banyak darah yang mengalir keluar pada waktu itu air mukanya masih kelihatan pucat pasi bagaikan mayat.
Matanya perlahan-lahan dipentangkan melihat Leng Hong Tootiang sekalian mengerubungi dirinya dan melihat pula wajah Tan Kia-beng memperlihatkan tanda tanda kepayahan bahkan duduk saling berhadap hadapan dengan dirinya, dalam hati dia lantas tahu kalau pemuda yang disebut sebagai
"Anakan iblis" ini kembali sudah menolong jiwanya. Budi yang demikian besarnya ini membuat ia jadi terharu tak kuasa lagi dengan sedih Hwee Im Poocu menghela napas panjang
"Malam ini aku orang she Ong baru menyadari bila perbuatanku tempo dulu adalah sangat rendah bagaikan babi dan anjing, sungguh menyesal sekali" katanya, "Berkat pertolongan dari Tan Siauwhiap serta saudara saudara sekalian yang sudah menolong jiwaku budi ini dikemudian hari tentu aku orang she Ong balas satu persatu."
"Kami sih tidak menginginkan pembalasan budi dari dirimu sahut Mo Tan-hong sambil tertawa. Hanya semoga saja kau masih mengingat ingat dendam berdarah yang dialami benteng Hwee Im Poocu kalian hingga jangan sampai bersekongkol kembali dengan pihak musuh dan selalu berusaha merebut pedang pusaka milik orang lain."
Sebetulnya Hwee Im Poocu sudah merasa amat menyesal, kini setelah mendengar pula perkataan dari Mo Tan-hong ia merasa semakin tak punya muka untuk berdiam lama lama disana.
Mendadak ia menghela napas panjang lalu bangun berdiri, sesudah menjura ke arah semua orang dengan jalan
sempoyongan dia berlalu dari dalam ruangan. Hanya di dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan
Menanti Hwee Im Poocu sudah lenyap dari pandangan, Tan Kia-beng baru menoleh ke arah sang gadis sambil mengomel.
"Orang ini sudah merasa menyesal, buat apa kau harus menyindir dirinya lagi dengan kata-kata yang begitu pedas"!"
"Hee.... hee.... terhadap manusia yang tidak berperasaan semacam dia, diucapi dengan beberapa patah kata apa tidak boleh?" seru Mo Tan-hong sambil tertawa dingin. "Bilamana dibicarakan sebenarnya ia masih merupakan tamu terhormat dari ayahku, tetapi dengan cara yang rendah dan keji dia masih juga kepingin menipu kitab pusaka Sian Tok Poo Liok dari tangan Ui Liong supekku."
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan itu hanya bisa menghela napas sedih, dan ia jadi bungkam sendiri
Pada saat ini perkampungan Thay Gak Cung boleh dikata sudah hancur berantakan, semua orang merasa tiada gunanya lagi untuk berdiam lebih lama disana.
Pertama tama Kwang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay serta Phu Cing Siansu dari Ngo Thay-san yang berpamit dulu untuk berlalu dari sana.
"Peristiwa yang menimpa perkampungan Thay Gak Cung kini sudah selesai pinto pun ada seharusnya buru-buru kembali ke gunung Bu-tong-san guna mempersiapkan
pertemuan para jago digunung Ui San yang bakal berlangsung tidak lama lagi" ujar Leng Hong Tootiang kemudian sambil memandang tajam wajah sang pemuda. Apakah partai kami akan mengambil bagian dan siapa yang akan mewakili sampai kini masih belum pinto putuskan, karenanya pinto harus buru-buru kembali ke gunung untuk mengadakan perundingan.
Sedangkan mengenai perjalanan ke gurun pasir, pinto masih tetap dengan perkataan semula, harap Siauwhiap suka berpikir dulu tiga kali sebelum melakukan tindakan."
Selesai berkata dengan mengajak Sak Ie serta Si Huan mereka meloncat keluar dari ruangan dan berlalu dari sana.
Mo Tan-hong yang melihat Tan Kia-beng termenung dan berdiri mematung disana, buru-buru mendorong badannya.
"Eeei engkoh Beng, kau lagi marah dengan diriku?"
tegurnya. "Huuss.... kau jangan sembarangan menebak, bagaimana mungkin aku bisa marah terhadap dirimu! Aku sedang memikirkan apakah perlu aku melakukan perjalanan seorang diri ke gurun pasir!"


Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Buat apa kau terburu-buru hendak berangkat ke gurun pasir! Walaupun Chuan Tiong Ngo Kui sudah mati tiga, tapi
masih ada dua orang lagi yang berhasil melarikan diri, aku terka mereka tentu sudah melarikan diri dan kembali kemarkasanya di daerah Chuan Tiong, apalagi Thay Gak Cungcu suami istri pun sudah berhasil melarikan diri dan sukar untuk diduga apakah mereka hendak memperlihatkan
permainan setan lagi atau tidak. Menurut pikiranku lebih baik kita berangkat dulu ke daerah Chuan Tiong lalu hancurkan sisa sisa dari Chuan Tiong Ngo Kui"
Tidak! Menurut anggapanku Chuan Tiong Ngo Kui tidak lebih cuma bisul dikulit, Isana Kelabang Emas di gurun pasirlah baru benar-benar merupakan musuh besar dari kita orang-orang Bulim di daerah Tionggoan!"
"Hmm! Sekarang aku tahu sudah, tentunya kau hendak mencari Dara Berbaju Hijau itu bukan" Heei! Jikalau kau berubah hati, aku tidak tahu bagaimanakah diriku nantinya.
mungkin.... mungkin aku bisa mengadu jiwa dengan dirinya....
mungkin pula aku bisa...."
Teringat pemandangan pada malam itu dimana hampir separuh bagian dari tubuh sang Dara Berbaju Hijau terpentang di depan mata, hatinya segera merasa amat pedih sekali, belum habis mengucapkan perkataan tersebut dua titik air mata telah mengucur membasahi pipinya.
Tan Kia-beng sendiripun tahu kalau kesapah pahaman ini ditimbulkan dari perbuatan Lei Hun Hweeci malam itu, buru-buru ia memeluk pinggangnya yang ramping dan menghibur dengan kata-kata yang halus, "Hong moay, apakah sampai sekarang kau masih belum tahu bagaimanakah perasaan hatiku terhadapmu" ayoh, jangan berpikir yang bukan bukan aku orang she Tan bukanlah manusia yang gemar dengan perempuan"
"Akupun tahu kalau kau bukan manusia seperti itu" sahut Mo Tan-hong dengan sedih kepalanya menengadah ke atas memandang bintang bintang yang tersebar dilangit. "Cuma aku selalu merasa suatu bayangan hitam yang tidak menguntungkan menutupi hatiku, aku kuatir pada suatu hari kau bisa meninggalkan diriku!"
"Tidak, tidak mungkin. Aku berani bersumpah dihadapan Thian".
"Aku tidak perlu kau mengucapkan sumpah...." Mendadak ia pentangkan lengannya merangkul tubuh sang pemuda erat-erat.
"Engkoh Beng, maukah kau sejak ini hari takkan berpisah kembali dengan diriku?" katanya perlahan.
Tan Kia-beng yang melihat wajahnya begitu mengenaskan, dua titik air mata masih mengucur keluar membasahi pipinya, dengan cepat ia balas memeluk gadis itu.
"Sudah tentu aku mengharapkan bisa berbuat demikian"
sahutnya halus. "Tetapi peristiwa yang terjadi di dunia ini kadang kadang berada diluar dugaan kita. Apa yang bakal terjadi dikemudian hari masih sukar untuk diramal!"
Mendadak ia menuding ke atas langit dan sambungnya lagi,
"Coba kau lihat Gouw Lang dan Ci Nie bukankah mereka setiap saat ingin berjumpa dan berkumpul jadi satu" Tetapi justru keadaan mereka dipisahkan oleh sungai Gien Hoo yang tiada ujung pangkalnya. Setahunnya hanya bulan tujuh tanggal tujuh, sehari saja bisa berjumpa. Bukankah hal ini sangat mengharukan?"
"Aku tidak mau mendengarkan perkataan yang merupakan dongeng dan tak ada buktinya itu. Kita adalah manusia yang mempunyai kebebasan untuk berpikir, tidak perduli terhalang
oleh gangguan apapun asalkan ada kemauan pasti bisa terlaksana."
"Akupun berpikir demikian, tetapi aku sudah memperoleh seluruh ahli waris dari mendiang suhuku, sudah seharusnya akupun bertanggung jawab untuk menyelesaikan perintahnya.
Disamping itu, sampai saat ini aku pun tidak tahu asal usulku, mungkin hanya suhuku Lok Tong seorang, Tetapi dia sudah pergi ke gurun pasir dan tiada kabar beritanya lagi. Heei! Jika aku tidak pergi ke gurun pasir, bagaimana hatiku bisa tenang?"
"Bagaimana kalau kita pergi ke daerah Chuan Tiong dulu untuk membereskan Chuan Tiong Ngo Kui, kemudian baru bersama-sama berangkat ke gurun pasir?"
"Heeei.... terpaksa kitapun harus berbuat demikian" sahut sang pemuda akhirnya sambil menghela napas panjang.
---0-dewi-0--- Kita balik pada Tan Kia-beng serta Mo Tan-hong yang kembali kerumah penginapan Wu Han. Baru saja hari terang tanah Leng Hong Tootiang sekalian yang menginap di kamar sebelah sudah berangkat.
Mereka berduapun buru-buru sarapan, maksudnya setelah itu hendak naik perahu berangkat ke daerah Chuan Tiong.
Di dalam anggapan mereka sesudah perkampungan Thay Gak Cung hancur, ada seharusnya menyelesaikan pula Chuan Tiong Ngo Kui yang tinggal tiga orang.
Siapa sangka bahaya kembali meliputi sekeliling mereka berdua, hanya saja mereka sama sekali tidak merasakan hal tersebut.
Baru saja Tan Kia-beng menyelesaikan rekening rumah penginapan dan siap meninggalkan tempat itu, mendadak si
"Miauw Pit Suseng" Bun Ih Peng sambil goyang goyangkan kipasnya bertindak masuk.
"Haa.... haa tindakan Tan heng kemarin malam benar-benar mengagumkan sekali!" sapanya sambil tertawa terbahak-bahak. "Tapi.... kenapa Tan heng saat ini demikian terburu-buru" kau bersiap-siap hendak pergi kemana?"
Agaknya Tan Kia-beng merasakan kejadian ini ada diluar dugaan, ia agak melengak.
"Maaf! urusan ini tak aku beritahukan kepadamu" sahutnya ketus.
Air muka Bun Ih Peng segera berubah hebat, tetapi kemudian ia sudah tertawa terbahak-bahak"
"Haa.... haa bagus! bagus bagus sekali! Hanya maukah Tan heng sedikit membuang waktu untuk meneruskan
permbicaraan kita pada kemarin malam yang belum selesai"
Dengan wajah aras arasan Tan Kia-beng terpaksa
memimpin Miauw Pit Suseng balik ke dalam kamarnya.
Bilamana Heng thay ada urusan lebih baik bicara secara langsung saja, cayhe tak bisa berdiam lebih lama lagi" ujar pemuda itu setibanya di kamar.
Tahukah Tan heng! Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong
mempunyai hubungan apa dengan pihak Isana Kelabang Emas kami?"
"Tidak tahu, tetapi menurut pandangan cayhe agaknya dia tidak lebih hanya kaki tangan atau paling banyak anjing penjaga pintu."
"Orang ini adalah Tongcu dari ketua cabang Isana Kelabang Emas kami yang menguasai lima karesidengan di Timur dan Selatan, Sudah ada dua puluh tahun lamanya berbakti terhadap majikan Isana Kelabang Emas! Cuma saja
disebabkan majikan kami sanga menghormati Tan heng maka sengaja beliau telah memberi kesempatan buatmu untuk basmi habis perkampungan Thay Gak Cung, Penghargaan yang demikian besarnya ini, aku rasa belum pernah dilakukan olehnya terhadap siapapu, hanya Tan heng suka memenuhi keinginan dari majikan Kelabang emas kami untuk
meneruskan jabatan dari Bok Thian-hong.
"Kini jarak pertemuan dengan puncak para jago digunung Ui san sudah tidak jauh lagi, harap Tan heng mengikut siauwte untuk menuju kesuatu tempat guna diambil darah mengucapkan kesetiaan, Majikan Isana Kelabang Emas akan menurunkan sebuah pelajaran ilmu silat yang amat lihay buat Tan heng agar di dalam pertemuan puncak nanti berhasil merebut gelar jagoan nomor wahid dari seluruh kolong langit"
Dengan sabarnya Tan Kia-beng mendengar habis berberapa patah perkataan itu akhirnya dengan alis yang dikerutkan rapat rapat ia siap-siap mengambil suatu tindakan.
Tetapi Mo Tan-hong yang ada disisinya sudah keburu mendahului berkata;
"Pihak Isana Kelabang Emas bisa begitu menghargai Tan Siauwhiap entah terhadap Siauw li yang merupakan manusia dari tingkat biasa, dapatkah memberi suatu jabatan juga?"
tanya sambil tersenyum manis.
"Terhadap nona yang memiliki kepandaian sangat tinggi memang seharusnya ada dimanfaatkan tenaganya, tetapi entah siapakah nama besar dari nona?" seru Miauw Pit suseng sambil tertawa.
"Siauw li she Mo bernama Tan Hong!"
"Aaakh....! Mo Cuncu...."
Miauw Pit suseng menjerit tertahan, agaknya ia merasa hal ini berada diluar dugaan. Tetapi dengan cepatnya ia menyahut dengan wajah penuh kegirangan, "Bilamana nona ada maksud untuk menggabungkan diri dengan Isana Kelabang Emas cayhe berani tanggung Majikan Isana Kelabang Emas tentu akan memberi jabatan sebagai wakil cabang untuk nona.
Bagaimana kalau malam ini juga kita berangkat bersama-sama?"
"Hii.... hii.... Untuk pergi sudah seharusnya pergi jawab Mo Tan-hong tertawa cekikikan, Tetapi entah dimanakah tempat itu" dan kapan pula akan berangkat"
Soal tempat cayhe sudah sediakan, sedang waktu kalau siang hari rasanya kurang leluasa, bagaimana kalau nanti malam cayhe datang untuk mengundang kalian berdua?"
"Bagus sekali! bagus sekali! kami berdua akan menanti kabar baikmu!" kembali gadis itu berebut untuk menjawab.
Tan Kia-beng tidak mengeri gadis itu sedang menyusun permainan setan apa lagi, tidak terasa alisnya sudah dikerutkan rapat rapat.
Bun Ih Peng tahu hubungan mereka berdua sangat luar biasa sekali, yang perempuan setelah menyanggupi yang lelaki tentu tak jadi soal lagi, dengan cepat ia bangun berdiri untuk mohon pamit.
"Kalau memangnya kalian berdua sudah setuju, sampai waktunya siaute tentu akan datang menyambut!"
Ia rangkap tangannya untuk menjura lalu dengan tindakan lebar melangkah keluar dari dalam kamar.
Menanti Miauw Pit Suseng sudah lenyap dari pandangan, Tan Kia-beng baru menoleh ke arah gadis itu sambil mengomel
"Eeeii.... sebetulnya kau lagi menyusun permainan apa tokh" apakah kau benar-benar ingin menerima undangan dari pihak Isana Kelabang Emas?"
"Tadi, ditinjau dari keadaan situasi aku sudah menduga bila pihak Isana Kelabang Emas ada maksud untuk menarik dirimu ke pihaknya" kata Mo Tan-hong dengan wajah serius, "Tetapi sewaktu aku menyebutkan soal diriku dan menyebutkan pula namaku mendadak saja paras muka dari Miauw Pit Suseng berubah hebat. Aku rasa dalam soal ini tentu ada hal hal yang kurang beres."
"Aakh.... benar!" teriak Tan Kia-beng jadi tersadar kembali.
"Mendadak Chuan Tiong Ngo Kui munculkan dirinya di dalam perkampungan Thay Gak Cung, hal ini akan membuktikan pula kalau Chuan Tiong Ngo Kui ada kemungkinan mempunyai hubungan pula dengan pihak Isana Kelabang Emas, cukup ditinjau dari hal ini saja jelas memperlihatkan kalau peristiwa terbunuhnya ayahmu ada kemungkinan terjadi atas perintah majikan Isana Kelabang Emas.
"Hmm" jika demikian adanya, mereka tentu sudah merencanakan suatu siasat untuk mencelakai diriku dan membabat rumput sampai keakar akarnya."
"Ehmm.... urusan memang ada kemungkinan benar-benar begitu" sahut sang pemuda sambil mengangguk.
Dari sakunya ia mengambil keluar daftar nama itu dan dibacanya mulai depan, nama nama yang tercantum di dalam daftar tersebut hampir hampir boleh dikata meliputi seluruh partai yang di dalam Bulim tetapi tak seorang pun yang
berasal dari aliran Teh-leng-bun serta orang-orang kalangan Hek-to.
Tak terasa dalam hati ia mulai berpikir: Cuncu memang sedikitpun tidak salah, semua orang yang berhasil dibunuh oleh Bok Thian-hong tentu ada hubungannya dengan Mo Cun-ong bahkan namanya tercantum pula di dalam daftar nama tersebut, diantara kesemuanya ini hanya dari pihak Teh-leng-bun serta orang-orang kalangan Hek-to saja yang tak ada sangkut pautnya dengan Mo Cun-ong karenanya pihak Isana Kelabang Emas lantas menggunakan harta kekayaan untuk memancing mereka suka menjadi anak buah serta kuku garudanya. Tetapi kenapa pihak Isana Kelabang Emas bisa begitu mendendam Mo Cun-ong serta semua prang yang pernah berjasa terhadapnya?"
Mo Tan-hong yang melihat lama sekali Tan Kia-beng tidak berbicara, mendadak tanyanya, "Engkoh Beng, ini hari kita tak usah berangkat lagi, bagaimana kalau nanti malam kita pergi memenuhi janji dengan Miauw Pit Suseng" aku mau lihat kenapa mereka membinasakan seluruh jago-jago dari partai partai besar yang ada di dalam Bulim, bersamaan itu pula aku ingin menyelidiki apakah orang yang menjadi otak
pembunuhan ayahku adalah pihak Isana Kelabang Emas?"
Bilamana sungguh sungguh kita mau pergi maka tindakan kita harus berhati-hati pula jelas pihak Isana Kelabang Emas sudah menyusun suatu rencana keji yang memaksa kita untuk menggabungkan diri dengan mereka, bilamana kita menolak maka suatu pertempuran sengit tak bisa terhindar lagi!"
"Hmm! bergebrak ya bergebrak, apakah kita berdua harus merasa jeri terhadap mereka."
"Bukannya kita takut pada mereka!" bantah Tan Kia-beng sesudah termenung sebentar. "Cuma untuk sementara aku
tidak ingin bentrok dengan mereka, karena bukankah lebih baik lagi jika kita berhasil memperoleh banyak rahasia dari mulut mereka?"
"Hal ini sudah tentu," jawab sang gadis sambil
mengangguk. Disebabkan kemarin semalaman mereka berdua harus
bertempur sengit sehingga belum memejamkan mata barang sekejappun, ditambah pula nanti malam ada janji, maka sesudah berbicara sebentar masing-masing kembali
kekamarnya untuk beristirahat.
---0-dewi-0--- Setelah Mo Tan-hong pergi, Tan Kia-beng lantas
merebahkan dirinya di atas pembaringan
Tiba-tiba.... Bayangan putih berkelebat. Pek Ie Loo Sat bagaikan seekor kupu kupu dengan gesit dan lincahnya sudah melayang ke dalam kamar dan berdiri di depan pembaringan si pemuda.
Kendati ilmu meringankan tubuhnya berhasil mencapai pada taraf kesempurnaan, Tan Kia-beng dibuat terbangun juga saking kagetnya, dengan cepat ia meloncat berdiri sambil membentak keras, "Siapa?"
Tetapi sewaktu dilihatnya orang itu bukan lain adalah Siauw Cian, dengan rasa amat kaget ujarnya lagi.
"Eeei.... bagaimana kau bisa tahu kalau aku ada disini?"
"Kau merasa ada diluar dugaan bukan?" Hmm! kau tidak merasakan orang lain selalu menguatirkan keselamatanmu"
kata Pek Ih Loo sambil tertawa sedih.
"Apanya yang perlu dikuatirkan?" seru sang pemuda sambil tertawa dingin. "Walaupun pihak Isana Kelabang Emas bermaksud jelek terhadap diriku, belum tentu mereka bisa mengapa apakan aku."
Dia mengira Hu Siauw-cian sedang membicarakan soal Isana Kelabang Emas, bersamaan itu pula ia sama sekali tidak tahu kalau sewaktu terjadinya peristiwa dikelenteng kuno Siauw Cian pernah bergebrak dengan Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian beserta peristiwa larinya ia dari kuil dalam keadaan telanjang bulat
Wajah Hu Siauw-cian berubah menjadi dingin dan kaku, ia tertawa tawar.
"Sudah tentu! sekarang kau sudah jadi tetamu terhormat dari pihak Isana Kelabang Emas, sudah tentu orang lain tidak berani mengapa apakan dirimu"
"Apa maksud perkataanmu ini" aku sama sekali tidak paham!"
"Huuh, tidak perlu berlagak pilon lagi! malam itu dalam keadaan telanjang bulat kau terjatuh ketangan gadis siluman tersebut, jikalau tidak.... jikalau tidak.... jika belum melakukan suatu perbuatan yang memalukan, bagaimana mungkin dia suka melepaskan kau kembali" Hmm! Aku mau tanya lagi, tadi siang tetamu dari gurun pasir Bun Ih Peng sedang
membicarakan soal apa dengan dirimu" Kenapa tindakannya sangat mencurigakan...."
Tidak menanti sampai ia melanjutkan kembali kata-katanya, saking cemasnya Tan Kia-beng sudah mencak mencak seperti monyet kena terasi.
"Kau jangan sembarangan bicara!" teriaknya keras. "Urusan ini kau dengar dari mulut siapa?"
Sikap Pek Ih Loo Sat masih tetap dingin bagaikan es, bibirnya yang kecil dicibirkan kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Hee.... hee.... ingin tidak diketahui orang, kecuali belum pernah melakukannya, dan aku melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana mungkin bisa salah" Pokoknya sekarang aku sudah kenal dengan manusia macam kau"
Selesai berkata ia putar badan dan melayang keluar melalui jendela kamar.
Tan Kia-beng jadi sangat cemas.
"Siauw Cian! Siauw Cian!" teriaknya berulang kali.
Iapun buru-buru mengejar keluar, tetapi baru saja tiba dimulut sebuah gang tiba-tiba terasa bau wangi menyambar datang. Gui Ci Cian laksana sebuah kabut hijau sudah menyongsong kedatangannya.
---0-dewi-0--- JILID: 27 "Hiii.... hiii.... kau lagi mengejar siapa" Orang lain kan sudah pergi jauh" katanya sambil tertawa cekikikan.
"Tidak bisa jadi, aku harus mendapatkan dirinya dan menjelaskan persoalan yang sudah terjadi kalau tidak maka kesalah pahaman ini akan semakin besar.
"Urusan apa toh kok begitu pentingnya" kenapa kau jadi begitu ribut dan cemas?"
"Soal ini kau tidak usah tahu cepatlah menyingkir!"
Suara dari Tan Kia-beng kali ini amat keras laksana sambaran geledek disiang hari bolong tubuhnya dengan kecepatan bagaikan kilat berkelebat lewat
Kali ini si Si Dara Berbaju Hijau itu tidak menghalangi lagi dengan kencangnya ia membuntuti dari belakang.
Ketika dua orang itu sudah berputar putar beberapa waktu lamanya masih belum juga menemukan jejak Hu Siauw-cian, dengan badan lemas hati murung pemuda itu baru
menghentikan gerakannya.
Perlahan-lahan Gui Ci Cian berjalan mendekat.
"Apakah kau sangat membenci diriku?" tanyanya dengan sedih.
Tan Kia-beng menghela napas panjang, tubuhnya perlahan-lahan memutar dan menghadap gadis tersebut.
"Berkat pertolongan dari nona Cayhe berhasil meloloskan diri dari pengaruh setan dalam soal ini saja aku sudah menaruh rasa kasih yang bukan alang kepalang Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan kata-kata Benci tetapi keadaan kita pada saat ini berhadapan sebagai musuh lebih baik hubungan kita jangan terlalu erat"
"Bukankah kau sudah menyanggupi untuk menerima jabatan sebagai ketua cabang Isana Kelabang Emas yang menguasai lima keresidengan disebelah Timur dan Selatan"
kenapa kau berkata kalau keadaan kita berhadapan sebagai musuh?" tanya Gui Ci Cian secara mendadak sambil pentangkan matanya lebar-lebar.
Selama hidup Tan Kia-beng paling pantang berbohong, mendengar perkataan tersebut ia menjadi kuku garuda dan
anjing penjaga pintu, tunggu saja kalau matahari bisa terbit dari sebelah barat!" katanya.
Menurut aturan, sesudah mendengar perkataan tersebut Gui Ci Cian harus memperlihatkan sikap bermusuhan, siapa sangka bukannya gusar ia malah menganggukkan kepalanya berulang kali.
"Ehm....! Kau memang seorang lelaki sejati yang
bersemangat dan bertulang pendekar" pujinya, "Sekalipun begitu kaupun harus mengambil perhatian, sebab orang-orang dari Isana Kelabang Emas tak akan ada keduanya yang bersikap jantan seperti Toa suhengku Ci Lan Pak, begitu berbentrok muka pekerjaan apapun bisa mereka lakukan, contohnya yang jelas adalah Bok Thian-hong."
Sehabis berkata dengan sedihnya ia menghela napas panjang. Tan Kia-beng tidak paham maksud hatinya, untuk sementara ia tak memperlihatkan pendapat apa apa.
Perjanjianmu malam ini dengan Bun Ih Peng lebih baik jangan pergi." ujar Gui Ci Cian kembali. "Bilamana kau ngotot juga mau pergi, maka setiap tindakanmu harus berhati-hati, kau harus tahu perhatian dari pihak Kelabang Emas pada saat ini adalah kau serta Mo Cuncu, karena itu kalian harus waspada."
Dengan rasa berterima kasih Tan Kia-beng mengangguk, mulutnya tetap membungkam
Dalam hati pemuda ini benar-benar merasa tidak paham, jelas si Si Dara Berbaju Hijau ini adalah seorang Isana Kelabang Emas tetapi kenapa terhadapnya dirinya ia suka membuka rahasia yang begitu banyak"
Di atas pipi Gui Ci Cian mendadak muncul selintas rasa sedih yang bukan kepalang tiba-tiba ia mencekal tangan sang
pemuda erat-erat dan ujarnya lagi, "Karena aku serta Toa suheng melakukan pekerjaan terlalu pakai perasaan dan peraturan sehingga tidak sesuai dengan maksud Majikan Isana Kelabang Emas kini kami telah menerima perintah Kelabang Emas "Kiem Uh Leng Pay" untuk kembali ke gurun pasir, perpisahan ini entah sampai kapan baru bisa berjumpa kembali, harap kau suka jaga diri baik-baik."
Bicara sampai disini gadis tersebut tak kuasa untuk menahan rasa sedihnya lagi, air mata bercucuran dengan derasnya.
Sampai waktu ini Tan Kia-beng baru merasa bagaimanakan perasaan Dara Berbaju Hijau itu terhadap dirinya, diam-diam dia merasa agak terperanjat.
Kiranya gadis ini ada maksud terhadap dirinya, tidak aneh kalau si Pek Ih Loo Sat bisa begitu kheki terhadap dia, tetapi teringat kalau Hu Siauw-cian ada hubungan paman guru dan keponakan murid dengan dirinya dalam hatinya ia jadi rada lega, buat apa gadis tersebut menaruh rasa cemburu"
Berpikir sampai disini diam-diam ia menghembuskan napas panjang, pikirnya lagi, "Urusan yang menyangkut kaum gadis memang paling sulit untuk dibicarakan. Hei.... semua persoalan ini mereka sendirilah yang cari gara gara dan penyakit buat dirinya sendiri...."
Gui Ci Cian yang melihat wajah pemuda itu amat murung dalam hatinya dia sudah salah menganggap iapun merasaa sedih atas perpisahannya kali ini.
Dengan wajah penuh senyuman ia berkata kembali,
"Manusia hidup memang sukar untuk terhindar dari suatu perpisahan, tetapi kaupun tidak usah bersedih hati, ibu angkatku memperlakukan dirimu sangat baik walaupun untuk
sementara aku harus disekap di dalam Isana Kelabang Emas, tetapi tidak lama kemudian kesempatan untuk datang ke daerah Tionggoan masih banyak, asalkan hati kita bersatu walaupun terhalang oleh sebuah gunung yang tinggi sekalipun kenapa harus dimurungkan?"
Dikarenakan malam itu dengan mempertaruhkan kesucian badannya, ia sudah menolong Tan Kia-beng dalam keadaan telanjang bulat Di dalam hatinya gadis itu sudah mempunyai maksud untuk serahkan seluruh badannya sebagai istri kepada pemuda tersebut Oleh sebab itu perkataan yang diucapkanpun sangat polos dan terbuka.
Kalau gadis itu berpikir demikian lain halnya dengan apa yang dipikirkan oleh pemuda itu Selama ini yang selalu menganggap gadis tersebut sebagai musuhnya, walaupun ia pernah menolong dirinya dari ancaman maut tetapi dihati ia bermaksud hendak mencari suatu kesempatan untuk
membalas budi ini.
Tetapi ia sama sekali tidak mengira kalau di dalam soal muda mudi, gadis tersebut sudah menaruh kesalah pahaman buru-buru serunya, "Nona! kau sudah salah mengartikan maksudku! cayhe bukan maksudkan demikian"
"Sebenarnya akupun masih banyak perkataan yang hendak dibicarakan dengan dirimu" potong Gui Ci Cian dengan cepat,
"Tetapi pada saat ini tak sepatah katapun yang teringat di dalam benakku, agar Toa suheng tak menduga terlalu lama, biarlah perkataan perkataan itu kita bicarakan dikemudian hari."
Dengan pandangan penuh perasaan cinta yang mesra gadis itu memandang lagi sekejap ke arah pemuda tersebut, akhirnya ia lepaskan cekalannya dan melayang pergi dari sana.
Gadis cantik telah berlalu, kini hanya tersisa bau wangi yang samar-samar, Tan Kia-beng berdiri menoleh sambil mengawasi mega yang melayang diangkasa, akhirnya ia menghela napas panjang pikirnya;
"Kau lelaki dikolong langit terlalu banyak jumlahnya mengapa dara dara misterius itu selalu saja menanamkan bibit cinta terhadap diriku" walaupun cinta boleh ditanamkan tetapi...."
Dengan sedihnya ia menggeleng.
"Hal ini tak mungkin bisa terjadi!" serunya lagi.
Sang surya lenyap diufuk sebelah barat, kawanan burung gagak dengan menimbulkan suara berisik kembali
kesarangnya hal ini membuat pemuda itu tersadar kembali dari lamunannya dan buru-buru putar badan untuk kembali ke dalam rumah penginapan.
Ia bermaksud mencari Mo Tan-hong untuk diajak
merundingkan perjanjian nanti malam, siapa sangka sewaktu tiba di dalam kamarnya selimut serta seprei kalut tidak keruan sedang bayangan tubuh gadis itu lenyap tak berbekas.
Sewaktu hal ini ditanyakan kepada sipelayan rumah penginapan, yang ditanya cuma menggeleng tidak tahu.
Semula di dalam anggapannya ada kemungkinan gadis itu sedang jalan jalan di dalam kota, siapa sangka walaupun sudah ditunggu sampai kentongan pertama tidak nampak juga dia muncul kembali.
Pemuda itu mulai merasa cemas, pikirnya, "Sebenarnya ia sudah pergi kemana" Apa mungkin diculik oleh pihak musuh?"
Tetapi teringat akan kepandaikan silat yang dimiliki, bagaimana mungkin ia bisa diculik sedemikian mudahnya"
Apalagi di siang hari bolong, kalau bukannya ia keluar sendiri orang lain tak mungkin bisa turun tangan melakukan penculikan
Selagi pikirannya kacau dan hatinya cemas sambaran angin ringan menyampok udara.
Si "Miau Pit Suseng" Bun Ih Peng dengan wajah penuh senyuman sudah muncul di dalam kamar.
Terdengar ia tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Haaa, haaa, Tan heng sungguh bisa dipercaya, bagaimana kalau kita berangkat sekarang?"
Mendadak Tan Kia-beng meloncat kehadapannya.
"Tahukah kau, nona Mo Tan-hong sudah pergi kemana?"
tanyanya. Senyuman yang menghiasi wajah Bun Ih Peng kontan
lenyap diganti dengan suatu jeritan kaget
"Apa" dia lenyap"...."
Sejak memperoleh berita kalau Mo Tan-hong adalah Cuncu yang dicari ia sudah menyebarkan anak buahnya di sekeliling tempat itu untuk mengawasi gerak gerik gadis tersebut Siapa sangka tanpa diketahui olehnya kini gadis itu sudah lenyap tak berbekas, bagaimana mungkin peristiwa ini tidak membuat hatinya jadi amat terperanjat"....
Tan Kia-beng yang melihat orang itu bukannya menjawab, sebaliknya malah balik bertanya, tubuhnya dengan cepat menerjang maju ke depan. Telapak tangannya bagaikan kilat mencengkeram pergelangan tangan orang itu lalu dipencet dengan sepenuh tenaga.
"Dihadapanku kau tidak usah main kayu!" bentaknya keras.
"Sebenarnya kalian sudah pancing dia pergi kemana" Ayo jawab!"
Gerakan yang dilakukan secepat kilat ini tak mungkin bisa dihindarkan lagi oleh Miauw Pit Suseng, kendati ia memiliki kepandaian silat yang lihaypun.
Pergelangan tangannya terasa mengencang seluruh
badannya jadi kaku dan sukar bergerak. Walaupun diam-diam dalam hatinya ia merasa amat terperanjat. Tetapi di luarnya tetap bersikap tenang.
"Aaach.... aach.... ada perkataan kita bicarakan baik" buat apa Tan heng harus berbuat demikian?" tegurnya.
"HEee.... hee.... apa kira aku tak tahu kalau pihak kalian ada maksud untuk babat sekalian bibit bencana yang terakhir ini?" teriak Tan Kia-beng sambil tertawa dingin. "Bilamana malam ini kau tidak suka berterus terang, aku akan cabut nyawamu!"
Tangannya semakin mengencang ia menambahi lagi
dengan dua bagian tenaga dalamnya.
Miauw Pit Suseng yang kena tertawan, saking sakitnya keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar dengan amat deras dalam hati ia benar-benar merasa amat gusar.
Makinya dalam hati, "Anjing cilik! kau tidak usah jual lagak!
Nanti aku akan suruh kau merasakan kelihayanku!"
Dengan menahan rasa sakit yang mencekam ia tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Haa.... haa.... caramu yang keji untuk menghadapi aku orang she Bun apakah bisa disebut termasuk perbuatan cemerlang sindirnya, Seorang lelaki sejati berani berbuat harus
berani tanggung jawabnya bilamana aku orang she Bun benar-benar sudah membopong dirinya sekalipun darah harus berceceran memenuhi lantai aku tentu akan mengaku."
Mendadak Tan Kia-beng melepaskan tangannya dan
tertawa dingin.
"Heee.... heee.... kalau begitu salah aku orang she Tan terlalu banyak curiga harap Bun heng suka memaafkan!"
katanya. Miauw Pit Suseng tidak malu disebut seorang lelaki sejati, walaupun tulang dan otonya terasa amat sakit dan linu air mukanya sama sekali tak berobah, diam-diam ia kerahkan hawa murninya untuk melancarkan kembali peredaran darahnya lalu tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya.
"Haaa.... haa.... Ditinjau dari sikap Tan heng yang terlalu banyak menaruh curiga terhadap kami, aku jadi takut untuk memaksa Tan heng memenuhi perjanjian malam ini."
"Heee.... heee.... lagakmu sungguh mirip sekali" pikir sang pemuda dihati, ia tertawa dingin tiada hentinya.
Walaupun begitu diluarnya ia tertawa nyaring.
"Haaa.... haaa.... walaupun pada saat ini Mo Cuncu telah lenyap tak ada ujung rimbahnya tetapi cayhe percaya hanya beberapa orang pencoleng kecil saja masih belum bisa mengapa apakan dirinya," katanya dingin. Pertemuan dengan orang-orang pihak istana kalian aku rasa kita lanjutkan saja seperti semula! Aku orang she Tan bukanlah manusia yang suka mengingkari janji."
Perkataan dari Tan Kia-beng yang begitu tegas membuat aku orang she Bun merasa amat kagum, bagaimana kalau kita berangkat sekarang juga?"
Miauw Pit Suseng yang takut semakin larut pembicaraan semakin melantur, selesai berkata tubuhnya segera berkelebat melewati sang jendela kamar.
Tan Kia-beng rada merandek sebentar akhirnya iapun ikut melayang keluar dari jendela.
Dibawah sorotan sinar rembulan tampak dua sosok manusia laksana sambaran kilat langsung meluncur ke arah sebuah hutan rimba diluar kota.
Si "Miauw Pit Suseng" Bun Ih Peng boleh dikata sudah dua kali menderita kekalahan ditangan Tan Kia-beng, selama ini di dalam hati ia merasa tak puas.
Karena itu begitu berlari ia sudah mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling sempurna sang tubuh laksana kilat yang membelah bumi berlari cepat menuju arah tujuannya.
Menanti tubuhnya sudah hampir tiba pada tempat yang ditentukan, ia baru memperlambat gerakannya dan menoleh sekejap ke belakang.
Tampaklah Tan Kia-beng dengan wajah amat tenang masih mengikuti terus dibelakang tubuhnya walaupun gerakannya cepat tetapi tidak terlihat tanda tanda kelelahan pada wajahnya, malah ia sendiri yang sudah mandi keringat.
Diam-diam hatinya baru merasa terkejut atas
kesempurnaan dari tenaga dalam pemuda ini.
Sewaktu tiba di pinggiran hutan, dari balik pohon tiba-tiba terdengar suara teguran yang keras dari seseorang.
"Yang datang apakah Bun Tongcu?"
"Benar," sahut Miauw Pit Suseng dengan sangat hormat
"Tan Siauwhiap sudah tiba"
"Ehmm....! Suruh dia masuk menemui aku!" Nada ucapannya sangat sombong, bahkan kedengarannya bernada memerintah.
Tan Kia-beng yang mendengar suara tersebut diam-diam mendengus dingin.
"Hmmm! Katanya ada maksud untuk mengikat hubungan baik dengan aku si orang she Tan, cukup ditinjau dari sikapnya yang sombong sudah membuat orang jadi muak!"
"Baik! Baik!" seru Miauw Pit Suseng berulang kali.
Buru-buru ia memimpin Tan Kia-beng melewati sebuah jalan kecil di tengah hutan, kemudian menuju kesebuah lapangan yang penuh dengan batu batu cadas.
Di atas batu cadas itu terlihat empat orang yang sedang duduk. Yang duduk di paling tengah merupakan seorang kakek tua dengan perawakan tinggi kurus, kaku bagaikan mayat. Rambutnya sudah botak, sedangkan pada jenggotnya memelihara beberapa helai jenggot Matanya sipit seperti mata tikus tetapi memancarkan cahaya hijau yang amat tajam.
Dikiri kanannya duduklah dua orang lelaki kasar yang hitam usianya kurang lebih empat puluh tahun. Pakaian yang dikenakan mereka bertiga adalah pakaian dari suku Biauw.
Disamping itu masih ada lagi seorang pemuda berpakaian perlente yang menggembol golok, usianya kurang lebih dua puluh lima enam tahunan, wajah putih halus tetapi sikapnya amat sombong. Sambil bertolak pinggang ia duduk dipaling ujung kanan.
Si orang tua yang kaku bagaikan mayat itu mengedip endipkan sinar matanya yang hijau untuk memperhatikan
seluruh badan Tan Kia-beng dengan teliti kemudian tegurnya,
"Heee.... hee.... kaukah yang bernama Tan Kia-beng?"
Mendengar nada suaranya saja pemuda itu sudah kheki ia mendengus dan tidak menjawab.
"Apakah kau, berniat sungguh sungguh untuk berbakti terhadap Isana Kelabang Emas kami?" kembali seorang tua mayat hidup itu menegur.
Tan Kia-beng bungkem dalam seribu bahasa, dalam hati ia merasa semakin gusar.
Miauw Pit Suseng yang ada disisinya buru-buru mewakili dirinya untuk menjawab
Ci Lan Pak sudah mengabulkan permintaannya untuk
menjabat sebagai ketua cabang dari lima buah keresidenan di Timur serta Selatan".
"Hmmm! Apakah dia sudah bersumpah serta menyerahkan surat tanda berbakti?"
Belum sampai Miauw Pit Suseng menjawab, sekonyong konyong....
"Tunggu sebenar!" Bentak si pemuda berbaju perlente itu dengan keras. "Walaupun Toa suheng Ci Lan Pak sudah meninggali pesan tetapi ia belum menyanggupi secara resmi apalagi diapun belum menerima perintah Giok Uh Leng Pay.
Pada saat dan keadaan seperti ini ada kemungkinan juga bangsat cilik ini bermaksud menyelundup masuk kepihak kita keadaannya harus diteliti perbuatannya membunuh mati seisi perkampungan Thay Gak Cung pun harus diselidiki dan dijatuhi hukuman.
Tujuan dari Tan Kia-beng untuk memenuhi janjinya dengan Miauw Pit Suseng kali ini sesungguhnya hanya ingin
menyelidiki apakah tujuan dari jago-jago Isana Kelabang Emas dikirim ke daerah Tionggoan. karena itu sampai waktu ini belum juga nampak pemuda itu turun tangan.
Tetapi kini, setelah dilihatnya sikap yang amat sombong dari pemuda berbaju perlente itu hatinya jadi benar-benar amat gusar selangkah demi selangkah ia berjalan mendekati ke arahnya.
"Siapakah kau?" tegurnya dingin. Bagaimana kau bisa tahu kalau cayhe tidak punya tanda perintah Giok Uh Leng Pay" lalu dengan mengandalkan apa pula kau hendak menyelidiki peristiwa diperkampungan Thay Gak Cung?"
Wajah si pemuda berbaju perlente yang semula tawar, dingin dan kaku terlintas suatu cengiran kejam.
"Heee.... heee.... cayhe bukan lain adalah murid kedua dari majikan Isana Kelabang Emas, Cui Hoa Kongcu atau si kongcu pemetik bunga, Ci Sun" sahutnya geram. Hmm! kau manusia tak tahu diri, sesudah bertemu muka dengan kongcunya masih berani juga memperlihatkan sikap sombong, kau harus dihukum mati!"
Sembari berkata tubuhnya segera bangun berdiri kemudian selangkah demi selangkah menyongsong datangnya Tan Kia-beng.
Agaknya si orang tua mayat hidup itu mengerti
bagaimanakah sifat dari orang itu, maka buru-buru bentaknya mencegah, "Jie Kongcu jangan bergerak sembarangan! Biarlah Loohu tanyai dulu dirinya."
Walaupun sikap si kongcu pemetik bunga ini amat kejam dan sedikit dikit turun tangan membunuh orang, tetapi terhadap si orang tua itu ia menaruh rasa jeri.
Mendengar perkataan tersebut dengan cepat ia
menghentikan langkah kakinya.
Sepasang mata yang hijau mengkilap dari si orang tua itu menyapu sekejap ketubuhnya kemudian dengan seram
ujarnya. "Loohu adalah salah satu dari empat pelindung hukum Isana Kelabang Emas, Sam Biauw Ci Sin atau malaikat dari tiga manusia aneh adanya!! Kini aku ada beberapa patah kata yang hendak ditanyakan kepadamu, harap engkau suka memberi jawaban yang sejujurnya dan jangan sekali kali berbohong!"


Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau bicaralah!" seru sang pemuda tidak kalah pula sombongnya, kepalanya didongakkan ke atas dan tertawa.
"Apakah saudara saudara benar-benar ada maksud untuk berbakti dengan pihak Isana Kelabang Emas kami?"
"Cayhe belum pernah mengucapkan perkataan tersebut."
Sam Biauw Ci Sin jadi melengak, sinar matanya yang amat menyeramkan segera dialihkan ke atas wajah Bun Ih Peng.
Kontan saja Miauw Pit Suseng jadi ketakutan setengah mati. Seluruh tubuhnya gemetar amat keras.
"Tan heng bagaimana kau bisa bicara begitu?" buru-buru teriaknya.
"Haaa.... haaa.... terus terang saja katakan" seru Tan Kia-beng sambil tertawa keras, Dikarenakan cayhe mendengar penghargaan dari majikan Isana Kelabang Emas terhadap diriku, maka dalam hatiku baru ada maksud untuk datang melihat lihat Hanya saja aku belum pernah menyanggupi untuk berbakti kepada pihak Isana Kelabang Emas!"
Bagaimana pun "Sam Biauw Ci Sin" jadi lebih tenang pikirannya, sambil dengan paksa menahan rasa gusar dihatinya, kembali ia bertanya, "Perduli mau takluk atau cuma mengikuti pokoknya sama saja setiap orang yang ingin masuk ke dalam aliran istana kami harus bersumpah dulu menghadap langit kemudian menghadiahkan tanda mata berbakti setelah itu baru kau bisa memperoleh tanda perintah Giok Uh Leng Pay sebagai penghargaan dari Majikan Isana Kelabang Emas."
"Tetapi, apa yang dimaksudkan sebagai Tanda mata berbakti itu?"
"Setiap orang yang akan ditunjuk oleh istana kami harus dibunuh dan kepalanya harus dikirim sebagai tanda mata."
Isana Kelabang Emas terletak jauh di gurun pasir
bagaimana bisa mempunyai musuh besar yang begitu
banyaknya"Harap saudara suka memberi penjelasan!"
Mendengar pertanyaan itu air muka Sam Biauw Ci Sin berubah hebat, bentaknya, "Siapa yang suruh kau menanyakan soal ini?"
"Jika tidak ditanya jelas apakah kau harus melakukan kejahatan dengan rapatkan mata!
Mendadak Sam Biauw Ci Sin dongakkan kepalanya tertawa seram.
"Heee.... hee.... aku tahu dengan mengandalkan beberapa jurus ilmu silat cakar ayahmu kau hendak mencari bahan bergurau dengan Isana Kelabang Emas kami, tapi.... Hmmm!
apa kau kira Isana Kelabang Emas kami mudah diganggu" aku rasa malam ini nyawa kecilmu pun akan ikut terbuang sia-sia!"
Belum sempat Tan Kia-beng buka mulut mendadak
terdengar ia membentak kembali, "Bun Ih Peng, cepat menggelinding kemari!"
Paras muka Miauw Pit SUseng kontan berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat, selangkah demi selangkah terpaksa ia bertindak maju ke depan.
"Sam Biauw Hu hoai, kau mengundang cayhe ada perintah apa?"
"Pekerjaanmu sungguh bagus sekali!" teriak Sam Biauw Ci Sin sambil menyengir seram
Tiba-tiba ia mengeluarkan telapak tangannya yang mirip kaitan baja.... Sreet! dengan menimbulkan segulung hawa pukulan dingin yang disertai bau amis tanpa menimbulkan sedikit suara pun sudah didorong keluar sejajar dengan dada Miauw Pit Suseng mimpipun tidak pernah menyangka Sam Biauw Ci Sin bisa turun tangan jahat terhadap dirinya, di tengah suara jeritan ngerinya yang menyayatkan hati tubuhnya bagaikan layang layang putus mencelat ke tengah udara dan jatuh terjengkang sejauh satu kaki tujuh, delapan depa dari tempatnya semula dari tujuh lubang darah kental mengucur keluar dengan kerasnya sedang napasnya seketika itu juga putus.
Tindakan Sam Biauw Ci Sin yang amat keji dan buas ini kontan saja memancing rasa gusar dari Tan Kia-beng, mendadak ia maju ke depan sambil menuding bentaknya,
"Malam ini siauw-ya mu baru tahu kalau tindakan dari Isana Kelabang Emas sebenarnya amat keji dan ganas, terhadap orang sendiripun berbuat begitu kejam apalagi terhadap orang-orang Bulim"
"Haaa.... haa menunggu sampai kau tahu, sayang waktu itu sudah terlambat teriak Sam Biauw Ci Sin sambil
mendongakkan kepalanya seram.
Ia rada merandek, mendadak bentaknya kembali, "Bawa kemari!"
Dari balik hutan tampaklah segerombolan lelaki kasar suku Biauw munculkan diri sambil menyeret keluar sepasang laki dan perempuan.
Yang laki seluruh badannya berlumuran darah lengan kirinya putus sebatas pundak agaknya kena dibabat orang.
Sedang yang perempuan yang rambutnya kacau tak karuan wajahnya pucat keabu abuan keadaannya benar-benar mengenaskan.
Melihat diseretnya orang itu Tan Kia-beng jadi amat terperanjat kiranya mereka bukan lain adalah Bok Thian-hong suami istri
Sepasang suami istri ini walaupun pernah melakukan perbuatan jahat dan banyak membunuh orang, bagaimanapun juga masih merupakan anggota dari aliran Teh Leng Kauw Kini melihat anggota perkumpulannya diperlakukan orang lain dengan keji dan menyedihkan, dalam hati pemuda itu jadi amat gusar.
Sambil menuding ke arah Sam Biauw Ci Sin bentaknya keras, "Kalian manusia manusia dari Isana Kelabang Emas jauh lebih keji dan beracun dari pada ular serta kelabang Bok Thian-hong dengan tidak sayang sayangnya sudah
menghianati perguruan untuk berbakti kepada kalian, kenapa sekarang sebaliknya kalian malah menggunakan cara yang paling keji dan kotor untuk menghadapi mereka" Dimanakah Liang sim kalian?"
"Heee.... Heee.... Bok Thian-hong tidak suka mendengarkan petunjuk dari pihak istana kelabnag emas" seru Sam Biauw Ci Sin sambil tertawa dingin tiada hentinya, "Berani berpura pura bodoh dan menyelewengkan tugas partai untuk kepentingan pribadi, bahkan kehilangan pula tanda perintah Giok Uh Leng Pay nya, cukup menyandang dosa dosa ini saja patut mereka dihukum mati. Bukan begitu saja yang lebih kurang ajar lagi ternyata ia berani menghajar luka dayang Isana Kelabang Emas Lo Hong-ing, perbuatannya ini semakin patut dihukum mati untuk menghukum mati dirinya, kalau tidak apakah kami bisa berpeluk tangan melihat kau menyerbu dan mengobrak abrik perkampungan Thay Gak Cung?"
Saking khekinya Tan Kia-beng tertawa dingin tiada hentinya telapak tangannya dibalik dengan mengandalkan pukulan "Tok Yen Mo Cing"nya ia menghantam ke arah tubuh Sam Biauw Ci Sin
Tidak disangka baru saja serangannya dilancarkan keluar, tubuhnya laksana sambaran angin dengan tergesa gesa telah ditarik kembali ke belakang!
Kiranya Cui Hoa Kongcu yang selama ini tidak ikut angkat bicara kini sudah melancarkan serangan jarinya untuk mengancam jalan darah Ci Tie Hiat di atas badannya pemuda tersebut. Dikarenakan pada waktu ini Tan Kia-beng sudah melancarkan serangan ke depan untuk ditarik kembali tak mungkin
Terpaksa lengannya dikebaskan putar badan lengannya ditekan ke bawah sedang tubuhnya buru-buru menyingkir kesebelah kanan sebanyak lima kaki.
Dengan cepat pemuda itu menoleh kesamping, tetapi ketika dilihatnya orang yang baru saja melancarkan serangan bokongan bukan lain adalah Cui Hoa Kongcu ia tertawa dingin.
"Hee hee kalau kepingin turun tangan terus teranglah menantang bertempur buat apa turun tangan membokong dengan cara yang tak tahu malu, siauw ya mu ikut merasa malu buat dirimu!"
Wajah Cui Hoa Kongcu yang semula putih mulus terlintaslah segulung napsu pembunuh, alisnya dikerutkan rapat rapat.
"Menurut berita Sam Sumoay ku sudah menaruh rasa suka kepadamu apakah benar ada peristiwa ini?" bentaknya keras.
Tan Kia-beng yang secara mendadak mendengar ia
mempunyai urusan tersebut, dalam hati merasa kheki bercampur geli.
"Kalau benar apa yang hendak kau lakukan" kau berhak untuk mengurusi diriku?" jawabnya.
Semula jawaban ini bernadakan guyon dan sama sekali tak mengandung maksud, siapa sangka justru dikarenakan si Si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian ini telah mendatangkan berpuluh puluh kesulitan bahkan hampir saja nyawanya lenyap dikarenakan hal tersebut.
Cui Hoa Kongcu yang mendengar jawaban tidak banyak bicara lagi bagaikan kalap jari serta telapak tangannya laksana kilat melancarkan serangan gencar, hanya dalam sekejap mata ia sudah mengirim dua belas pukulan serta sembilan totokan dahsyat
Walaupun Tan Kia-beng sudah mempersiapkan tenaga
dalamnya tak urung badannya kena terdesak juga sejauh delapan depa oleh serangannya yang sangat gencar ini Cui Hoa Kongcu sama sekali tidak mau mengalah maupun memberi kesempatan buat musuhnya sejurus demi sejurus serangan serangan gencarnya ditumpahkan keluar.
Hanya di dalam waktu yang amat singkat serangan jari memenuhi angkasa angin pukulan menderu deru serasa ambruknya gunung Thay-san setiap pukulannya ganas, keji, aneh dan telengas
Bagi Tan Kia-beng saan ini baru untuk pertama kalinya ia bergebrak melawan anak murid dari Isana Kelabang Emas, terasa olehnya seluruh gerakan jurus serta pukulannya amat beda dan berlawanan dengan ilmu silat yang ada di daerah Tionggoan hal ini membuat ia jadi ragu ragu dan setiap saat harus bersikap waspada
Pemuda itu adalah seorang yang amat cerdas walaupun dibawah desakan ilmu pukulan yang aneh dan dahsyat untuk sementara ia kehilangan posisi yang baik tetapi sikapnya sama sekali tidak menjadi gugup
Pemuda itu tetap menjaga seluruh lubang lubang
kelemahan tubuhnya dengan sangat rapat, setiap jurus dipecahkan dengan amat sempurna sedang dalam hati ia mulai mengambil perhatian untuk memeriksa setiap
pergantian jurus serangan yang paling dahsyat dari kitab pusaka Teh leng Cin Keng.
Kitab pusaka Teh Leng Cin Keng adalah sebuah kitab ilmu silat yang hampir meliputi seluruh kepandaian silat dari aliran Teh-leng-bun ditambah pula kitab tersebut sudah mengalami penggodokan yang amat sempurna dari Han Tan Loojien membuat kedahsyatannya benar-benar luar biasa.
Cuma sayangnya selama ini Tan Kia-beng hanya menelan seluruh isi pelajaran tersebut mentah mentah tanpa dikupas dan diperdalam sehingga matang apa yang berhasil
diperolehnya pada saat ini tidak lebih hanya sepertiga atau seperempatnya saja.
Kedua orang itu saling serang menyerang sebanyak tujuh belas, delapan belas jurus banyaknya, Tan Kia-beng pun sedikit demi sedikit berhasil meraba jalannya gerakan dari pihak lawan. Bersamaan waktunya pula. disebabkan oleh hal itu banyak pula jurus jurus serangan dari kitab pusaka "Teh Leng Cin Keng" yang semula belum dipahami kini sudah terkupas olehnya.
Mendadak pemuda itu bersuit nyaring dari posisi bertahan ia berganti jadi posisi menyerang. Angin pukulan menderu deru, serangan yang dilancarkan keluar serasa titiran air hujan.
Hanya di dalam sekejap saja ia berhasil mendesak Cui Hoa Kongcu untuk mundur sejauh satu kaki delapan depa.
Cui Hoa Kongcu adalah seorang pemuda yang pandai
mengambil hati sehingga di dalam istananya ia memperoleh kasih sayang dari majikan Isana Kelabang Emas bahkan memperoleh pula seluruh kepandaian silat dari majikannya itu.
Cuma sayang bakatnya kurang bagus. walaupun yang
dipelajari amat banyak tetapi keberhasilannya kurang memadahi sehingga kepandaiannya jauh berada dibawah Toa suhengnya Ci Lan Pak serta Sam Sumoynya Gui Ci Cian.
Karena keterbelakangnya tenaga dalam yang berhasil dilatih maka ilmu Hong Mong Ci Khie yang paling dahsyatpun tak berhasil dia pelajari
Telah ada berapa tahun ia menyintai sumoaynya Gui Ci Cian cuma sayang Dara Berbaju Hijau itu selalu tidak menggubris dirinya.
Kali ini ia mendapat kabar yang mengatakan hubungan si Dara Berbaju Hijau itu sangat baik dengan seorang pemuda
she Tan ia lantas minta ijin untuk mengejar ke daerah Tionggoan
Siapa sangka waktu ada di tengah perjalanan pemuda itu berhasil ditemuinya bahkan pihak lawan sudah mengakui secara terus terang.
Maka dari itu, begitu turun tangan ia lantas menyerang dengan sepenuh tenaga tetapi tenaga dalam yang berhasil dimilikinya tidak kuasa untuk menandingi tenaga dalam pihak lawan Sekalipun ia sudah mengeluarkan jurus jurus serangan yang bagaimana dahsyat dan ganaspun ia masih belum juga berhasil memperoleh hasil yang diinginkan.
Dalam keadaan bercampur kheki, napsu membunuhnya
melintas di dalam benaknya Mendadak tubuhnya miring kesamping, tangannya mencabutnya sebelah golok
melengkung yang memancarkan cahaya keperak perakan sambil berteriak keras, "Bangsat cilik she Tan, kau dengarlah!
Malam ini jika bukan aku yang modar, tentu aku yang modar.
Bilamana kau benar-benar bernyali cabutlah keluar senjatamu!"
Di tengah babatan yang menimbulkan suara desiran tajam goloknya langsung menusuk ke arah dada.
Tan Kia-beng dengan amat sombong berdiri pada tempat semula. Mendadak pergelangan tangannya berkelebat. tahu-tahu seruling pualam putihnya sudah ada ditangan.
Sewaktu ia mencabut keluar seruling pualam putih itulah sambaran sinar golok yang menyilaukan mata sudah tiba di depan dada.
Buru-buru tangannya digetarkan keras, seruling pualamnya dari arah bawah menyambar ke atas menyambut datangnya serangan golok tersebut.
Siapa sangka gerakan dari golok melengkung berwarna keperak perakan itu sangat kukoay terang terangan melihat gerakannya menusuk ke arah dada mendadak nampak ujung goloknya menggeletar kemudian laksana sambaran kilat balik membalik membabat ke arah pundak.
Gerakannya ini berada diluar dugaan Tan Kia-beng, di dalam keadaan gugup seruling pualam putih ditangannya dikibaskan menyambut datangnya sambaran tersebut.
Traaang....! di tengah suara bentrokan laksana pekikan naga sakti serta percikan bunga bunga api, gerakan golok melengkung itu telah berhasil dipunahkan.
Tetapi.... kendati perubahan yang dilakukan amat cepat tidak urung lengannya kena tersambar pula sehingga robek sepanjang dua cun dan mengucurkan darah segar.
Dengan kejadian ini kontan saja pemuda itu jadi amat gusar, tubunya menubruk ke depan, seruling pualam putih menimbulkan cahaya putih yang memenuhi angkasa dengan rapatnya megurung tubuh Cui Hoa Kongcu
Cui Hoa Kongcu yang telah berhasil melukai Tan Kia-beng dengan jurus "Huan Im Took To" atau golok racun membingung bayangan, mengambil kesempatan sewaktu musuh tidak menduga, dan dalam hati merasa amat girang tetapi mendadak dia melihat Tan Kia-beng bagaikan macan terluka dengan kalapnya menerjang ke arahnya, tanpa terasa lagi ia sudah memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang menyeramkan.
"Bangsat! Lebih baik kau serahkan saja nyawamu! Di atas ujung golok perakku sudah aku polesi dengan racun ganas, jikalau kau ngotot mengerahkan tenaga dalam juga, maka kematianmu juga akan semakin cepat!"
Sembari melancarkan serangan, serulingnya menggencet pihak musuh, diam-diam Tan Kia-beng mulai memperhatikan keadaan badannya lebih teliti, sedikitpun tidak salah karena dari atas mulut lukanya itu terasa ada kaku dan perih perih Ia tahu kalau perkataannya itu sama sekali bukan gertakan belaka dan dalam hati ia merasa semakin bertambah gusar lagi.
"Bangsat rendah yang berhati keji! Kau berani membokong Siauw ya mu!" bentaknya keras.
Dengan mengerahkan seluruh tenaga dalam yang
dimilikinya mendadak ia melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu "Wu Yeh Cing Hun Sam Sih", laksana mengamuknya naga di tengah samudra segulung demi
segulung menekan dari atas kepalanya.
Telapak kirinya tidak mau ambil diam ia pun melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu telapak "Siauw Siang Chiet Ciang" yang secara samar-samar dicampur baurkan pula ke dalam jurus jurus serulingnya.
Kedahsyatan serangan jadi lipat ganda tak sampai dua jurus keadaan dari Cui Hoa Kongcu sudah berada dalam keadaan kritis.
Sam Biauw Ci Sin yang melihat kejadian itu dalam hati lantas sadar, bilamana mereka tidak turun tangan lagi maka tidak sampai racun dalam tubuh Tan Kia-beng mulai bekerja Cui Hoa Kongcu sudah binasa di bawah serangan gencar.
Di tengah suara suitan nyaring yang terasa membelah bumi tubuhnya meloncat ke tengah udara, bagaikan seekor burung elang dengan cepatnya menubruk ke tengah udara.
Tetapi tindakannya itu masih terlambat satu tindak, terdengar suara jeritan ngeri berkumandang memecahkan
kesunyian Cui Hoa Kongcu berhasil kena dihantam oleh Tan Kia-beng dengan jurusnya Jiet Ceng Tiong Thian" sehingga tubuhnya dengan sempoyongan mundur sejauh tujuh, delapan langkah, darah segar menyemprot keluar dari mulut maupun hidungnya, sedang sang tubuh kontan rubuh ke atas tanah.
Sam Biauw Ci Sin tidak bisa mengurusi Tan Kia-beng lagi, tubuhnya berjumpatlitan beberapa kali di tengah udara lalu balik menyambar ke arah Cui Hoa Kongcu.
Cakar setannya bersama-sama ditepukkan ke depan dan di dalam sekilas sambaran itu sudah menotok beberapa buah jalan darah pentingnya.
Tan Kia-beng yang berhasil menghajar terpental Cui Hoa Kongcu, ia sendiripun mundur sempoyongan sehingga hampir hampir jatuh terjengkang ke atas tanah.
Saat ini mulut lukanya terasa semakin kaku sehingga separuh badan tak bisa bergerak lagi, ia tahu daya bekerja racunnya sudah mulai menunjukkan reaksi. Masih untung saja tenaga dalamnya amat sempurna buru-buru ia mengerahkan hawa lweekangnya untuk menutupi seluruh pernapasan, sehingga daya kerja racun itu dapat dicegah tidak sampai menjalar pada tempat tempat yang lain.
Ketika melihat sam Biauw Ci Sin urungkan niat untuk menyerang dirinya sebaliknya malah lari mendekati Cui Hoa Kongcu, suatu pikiran dengan cepat melintas dalam hati.
"Bila aku tidak cepat-cepat pergi, apakah harus menunggu Sam Biau Ci Sin melancarkan serangan kembali ke arahku, pikirnya.
Hawa murninya disalurkan keseluruh tubuh siap-siap meninggalkan tempat itu, mendadak sinar matanya terbentur
dengan tubuh Bok Thian-hong suami istri yang masih ada disana.
Suatu perasaan mangkel mendadak muncul di dalam
hatinya, kendati Bok Thian-hong suami istri adalah manusia manusia berdosa dari perguruan Teh-leng-bun dan manusia tak berguna di dalam dunia persilatan Tetapi sebagai seorang yang berjasa terhadap pihak Isana Kelabang Emas tidak seharusnya mereka menghukum dirinya dengan begitu keji.
Apalagi penghianat dari aliran Teh-leng-bun ini apa seharusnya pihak Teh-leng-bun lah yang turun tangan memberi hukuman bagaimana mungkin pihak lain boleh campur tangan"
Pikiran ini dengan cepat berputar dalam benaknya, mendadak ia enjotkan badan menerjang ke arah lelaki kasar berdandan suku Biauw itu, seruling pualamnya disimpan kembali sedang sepasang tangannya dengan menimbulkan angin pukulan yang menderu deru menyapu dari kiri dan kanan.
Walaupun tubuhnya sudah terkena racun jahat, tetapi pukulannya masih amat dahsyat.
Serentetan suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, orang-orang suku Biauw itu kena terhantam oleh sambaran angin pukulan sehingga jatuh terjengkang dan menggelinding keempat penjuru.
Mengambil kesempatan itu Tan Kia-beng tekuk pinggang menyambar ke arah Thay Gak Cungcu suami istri lalu dengan kecepatan penuh berkelebat keluar dari tengah hutan.
Selama ini pemuda tersebut hanya tunjukkan perhatiannya untuk menolong Thay Gak Cungcu suami istri, tetapi sudah
melupakan kedua orang lelaki kasar dan hitam yang duduk disisi Sam Biauw Ci Sin.
Walaupun kedua orang Bu su suku Biauw itu berotak bebal tetapi tenaga dalamnya amat sempurna, begitu merasa kalau Tan Kia-beng sedang menolong Thay Gak Cungcu suami istri tubuhnya lantas menubruk ke arah depan, empat buah tangan yang hitam pekat segera melancarkan satu pukulan yang maha dahsyat menghajar ke arah depan.
Karena teledor Tan Kia-beng tak bisa menghindarkan diri lagi dari datangnya pukulan tersebut, punggungnya kontan terkena hajar sehingga aliran darah bergolak samat keras dalam rongga dadanya hampir hampir saja ia memuntahkan darah segar.
Tetapi pemuda itu masih berusaha mempertahankan diri, tubuhnya berjumpalitan dengan sangat indah di tengah udara lalu dengan meminjam datangnya tenaga pukulan tubuhnya melesat ke bawah hutan.
Dengan amat gusar lelaki suku Biauw itu bersuit keras, masing-masing orang dengan kecepatan bagaikan kilat melakukan pengejaran cepat dari belakang.
Tetapi ilmu meringankan tubuh "Mo Hoo Sin Lie" dari Teh-leng-bun merupakan ilmu meringankan tubuh yang tercepat dan tergesit, begitu menerjang masuh ke dalam hutan bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Menanti kedua orang lelaki bebal itu tiba di dalam hutan bayangan musuh sudah tak kelihatan, terpaksa dengan hati mangkel mengundurkan diri kembali dari dalam hutan itu.
---0-dewi-0--- Kita balik pada Tan Kia-beng yang melarikan diri sambil menahan rasa sakit dibadan untuk menghindarkan diri dari kejaran orang-orang Isana Kelabang Emas ia berusaha mencari jalan gunung sunyi untuk lari.
Menanti tubuhnya sudah merasa tak kuat lagi ia baru berhenti berlari dan meletakkan Bok Thian-hong suami istri ke atas tanah tak kuasa lagi ia memuntahkan darah segar.
Buru-buru matanya dipejamkan untuk mengatur
pernapasan walaupun luka dalamnya rada tercegah tetapi hawa racun pada lengannya semakin mengalir lebih meluas.
Racun yang ada di atas ujung golok perak Cui Hoa Kongcu merupakan sejenis racun yang paling dahsyat dari suku Biauw, perduli bagaimana sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki orang itu jika di dalam dua belas jam tidak diobatik maka orang itu akan menemui ajalnya.
Setelah terluka walaupun Tan Kia-beng cepat-cepat menutupi seluruh pernapasannya tetapi karena harus mengalami lagi pertempuran yang sengit maka daya bekerja dari racunnya semakin cepat.
Waktu ini ia hanya merasakan mulut serta mukanya bebal dan kaku, seluruh tubuh gemetar keras, keempat anggota badannya tak mau mengikuti perintah sedang kesadarannya makin lama makin menghilang.
Bok Thian-hong suami istri yang terluka parah dan jalan darahnya tertotok, kini melihat Tan Kia-beng menderita keracunan apalagi dengan taruhan nyawa menolong mereka keluar dari bahaya, tak terasa timbul juga perasaan liang sim dari lubuk hatinya.
Setelah merintih mendadak teriaknya;
"Saudara cilik, kau tidak usah mengurusi kami suami istri lagi, golok lengkung itu sangat berbisa dan sukar diobati dengan bahan bahan obat Tionggoan, bilamana kau tidak buru-buru mencari obet pemunahnya, maka di dalam dua belas jam kemudian, kau tentu akan binasa."
Mendengar suara teriakan itu Tan Kia-beng jadi tersadar kembali, teringat olehnya tempo dulu si Rasul Racun Pek-tok Cuncu pernah menghadiahkan sebotol obat pemunah racun kepadanya berhubung jarang sekali ia menggunakan obat itu maka hal itu hampir saja terlupakan olehnya.
Buru-buru ia merogoh ke dalam saku mengambil keluar sebotol obat dan mengambil dua butir untuk cepat-cepat ditelan.
Obat pemunah racun dari si Rasul Racun Pek-tok Cuncu ini benar-benar sangat mujarab tidak sampai beberapa saat lamanya tanda tanda keracunan sudah mulai luntur, kesadaranpun mulai pulih kembali. Hanya saja dimulut luka masih kelihatan agak menghitam.
Kembali ia mengeluarkan dua butir pil tersebut untuk ditelan, kemudian ia baru berjalan kesisi Bok Thian-hong suami istri untuk bebaskan mereka dari totokan jalan darah.
Mereka beruda menderita luka dalam yang parah, jalan darahpun sudah lama tertotok. Walaupun kini sudah terbebaskan tetapi belum juga berhasil menggerakkan badan.
Sebenarnya Tan Kia-beng bisa bantu mereka untuk
lancarkan peredaran darahnya tetapi berhubung takut daya kerja obat pemunah akan berkurang maka ia batalakan niatnya itu.
Lewat beberapa saat kemudian sepasang suami istri itu baru bisa meronta bangun.
Buru-buru Tan Kia-beng berseru.
"Tempat ini bukanlah yang aman, lebih baik kalian cepat-cepat tinggalkan tempat ini Kalau tidak bilamana mereka datang mencari sampai kesini dan kita semua berada dalam keadaan terluka parah mungkin sulit bagi kita untuk melawannya.
Bok Thian-hong benar-benar merasa terharu, ia menghela napas panjang.
"Heeei....! Ie heng sudah melanggar peraturan perguruan, dan berbuat jahat terhadap sesama kawan kawan Bulim dosa ini benar-benar luar biasa besarnya, berkat kebaikan saudara cilik yang tidak mengingat dosa dulu bahkan suka menolong kami suami istri lolos dari mulut harimau, dalam hati kami merasa semakin menyesal dan berterima kasih."
"Hee, hee..... kalian tidak usah mengucapkan kata-kata semacam ini" sahut Tan Kia-beng sambil tertawa dingin "Yang aku tolong bukan kau tetapi kehormatan dari Teh-leng-bun aku tidak akan membiarkan siapapun turun tangan
menghukum anggota perkumpulan kita, walaupun kau sudah lolos dari bahaya maut tetapi kekejaman pihak Isana Kelabang Emas pun tidak akan sampai disini saja, lain kali mereka pasti akan mencari kalian lagi sedang hukuman perguruan pun selalu menantikan diri kalian!"
Sifat Bok Thian-hong pada saat ini sudah jauh lebih baikan, mendengar perkataan itu, dia tertawa sedih.
"Ih Heng melanggar peraturan dalam perguruan sudah seharusnya dihukum sesuai dengan hukuman perguruan yang ada, sekarang mati apa yang patut disayangkan" Tindakan dari saudara cilik yang tegas dan adil membuat Ih heng suami istri merasa amat kagum sekarang silahkan sute
mengeluarkan seruling pualam dan suhu mendiang untuk mulai turun tangan!"
Perkataannya ini diucapkan sangat datar dan tanpa menggunakan perasaan atau sedikit nafsupun, hal ini malah sebaliknya membuat Tan Kia-beng merasa tidak tegah, perlahan-lahan ia menghela napas perlahan.
"Heee.... walaupun suhu mendiang sudah meninggalkan pesan terakhir agar aku menjabat sebagai Teh Leng Kauwcu tetapi siauwte belum secara resmi menjalankan sumpah di depan Thian Teh Couwsu dan menerima jabatan tersebut Apalagi masih banyak terdapat cianpwee dari aliran kita serta Toa suheng di dalam Bulim, urusan yang demikian besarnya ini mana berani aku mengambil keputusan sendiri" heeei....
lebih baik kalian pergilah dulu, bilamana kalian memang benar-benar ada maksud untuk minta hukuman sewaktu siauwte angkat sumpah di depan Thian Teh Couw su!"
Sesudah mengatur pernapasan beberapa saat lamanya, Bok Thian-hong suami istri secara paksa telah bisa bergerak, pelan pelan mereka bangun berdiri dan ujarnya dengan nada sangat terharu.
Bilamana dibicarakan dari perbuatan Ih heng tempo dulu, seharusnya aku melakukan bunuh diri dihadapan saudara cilik guna menebus dosaku, tetapi kalau saudara cilik bicara demikian, Ih heng suami istri akan ikut perintahmu untuk melanjutkan hidup dan melakukan beberapa pekerjaan yang mulia untuk menebus dosaku sebelum menjalani hukuman menurut peraturan perguruan."
Pada waktu itu, Tan Kia-beng hanya ingin buru-buru meninggalkan tempat itu guna menyembuhkan luka pada bacokan golok di tangannya, ia tidak ingin banyak bicara lagi dengan sepasang suami istri itu.
"Kalau memang di
Pendekar Kembar 10 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Dewi Ular 1
^