Pendekar Bayangan Setan 16

Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 16


enahan datangnya serangan gencar tersebut, mereka mulai terdesak dan selangkah demi selangkah mundur ke belakang.
Sam Biauw Ci Sin sesudah mengatur napas beberapa waktu lamanya kembali pentangkan sepasang telapak tangannya selangkah demi selangkah maju mendesak ke arah Hu Siauw-cian.
Hu Siauw-cian pun buru-buru dongakkan kepalanya ke atas, golok lengkung berwarna peraknya perlahan-lahan diangkat sejajar dengan dada, sedang telapak kirinya dengan dikerahkan sepuluh bagian tenaga lweekangnya 'Sam Im Koan Sah Mo Kiong' siap-siap melancarkan terjangan.
Sikap serta keadaan wajahnya pada saat ini benar-benar mirip seorang perempuan iblis, rambutnya yang panjang terurai sepanjang dada, pakaian putihya penuh dinodai dengan darah segar bahkan sampai pipinya pun penuh berlepotan darah, apalagi sepasang matanya memancarkan cahaya tajam yang sangat menakutkan.
Walaupun Sam Biauw Ci Sin adalah seorang bajingan pembunuh manusia yang tak berkedip, tetapi sesudah melihat keadaan dari sang gadis yang sangat menyeramkan itu saking terperanjat seluruh bulu kuduk pada berdiri agaknya selama ini belum pernah dia menemui perempuan yang sedemikian menakutkannya.
Oleh sebab itu telapak tangannya yang sudah diangkat tinggi tinggi tidak juga melancarkan pukulan ke depan.
Demikianlah masing-masing pihak berdiri tegak
memperhatikan posisi sendiri sendiri.
Mendadak sepasang biji mata Hu Siauw-cian membalik, tubuhnya dengan sangat lemas rubuh ke atas tanah dengan menimbulkan suara nyaring.
Melihat kejadian tersebut Sam Biauw Ci Sin rada melengak, tetapi sebentar kemudian malah ia tertawa terbahak-bahak telapak tangannya segera didorong ke depan mengirim segulung angin pukulan yang amat dahsyat serasa
mengamuknya ombak samudra tertimpa angin taupan.
Bilamana pukulan ini dengan tepat berhasil menghajar sasarannya maka tak ampun lagi Hu Siauw-cian serta Tan Kia-beng akan hancur jadi gepeng.
Dimana gulungan angin keras menyambar datang, tampak bayangan manusia berkelebat.
Diantara gemuruhnya suara bentrokan, tubuh Sam Biauw Ci Sin terpukul pental sejauh enam tujuh langkah ke belakang dengan sempoyongan.
"Tahan!"
Mendadak di tengah kesunyian kembali bergema datang suara bentakan yang nyaring laksana pekikan naga sakti, seketika itu juga semua orang yang hadir disana merasakan telinganya mendengung dan secara samar-samar terasa rada sakit.
Dengan wajah penuh perasaan terperanjat dan heran orang-orang itu mulai mengalihkan pandangannya ke arah mana berasalnya suara tersebut.
Tampaklah Tan Kia-beng dengan sangat gagah dan
tenaganya pulih seratus persen berdiri diantara ketiga orang itu
"Hong moy!" terdengar suara dari pemuda tersebut menegur, "Tolong kau jaga baik-baik Siauw Cian, biarlah aku yang membereskan manusia manusia bajingan ini!
Mendadak tubuhnya melangkah maju satu tindak ke depan dan menerjang kehadapan Sam Biauw Ci Sin. Jengeknya dingin.
"Menggunakan kesempatan sewaktu orang lain terluka melancarkan serangan bokongan Terhitung manusia macam apakah kau" Kalau memang kedatangan saudara saudara ke daerah Tionggoan khusus hendak menjadi jago, mari, marilah!
Kita tak usah sungkan sungkan untuk melakukan suatu pertarungan!
Kiranya sewaktu Hu Siauw-cian rubuh ke atas tanah dan berada dalam keadaan yang kritis itulah Tan Kia-beng telah tersadar dari latihannya dan menerima datangnya angin pukulan dari Sam Biauw Ci Sin tersebut.
Sam Biauw Ci Sin yang sama sekali tidak menduga akan datangnya serangan tersebut kontan saja tubuhnya tergetar amat keras, darah panas dalam dadanya terasa bergolak sangat keras dan tak kuasa lagi tubuhnya terpental mundur beberapa langkah ke belakang.
Dalam keadaan sangat kaget dan bergidik, tak sepatah katapun yang bisa ia ucapkan keluar.
Sambil tertawa nyaring kembali Tan Kia-beng mendesak maju dua langkah ke depan ejeknya.
---0-dewi-0--- JILID: 30 "Hee.... hee.... haa.... Kalau memang orang dari Isana Kelabang Emas sudah biasa dengan pertarungan secara kerubutan, mari, mari silahkan kalian maju bersama-sama!"
"Kalau tidak, bila aku orang she Tan sampai melakukan permbunuhan secara besar besaran kalian bakal menyesal,"
sambungnya. Rasa terkejut dari Hek Yang-sin serta Ci Sah-sin pada waktu itu sudah bisa tertekan kembali.
"Bangsat cilik! kau mengandalkan apa untuk
menyombongkan diri disini?" bentaknya keras. "Bila benar-benar ada kepandaian coba terimalah serangan dari kami dua bersaudara!"
Sembari membentak tubuhnya bersama-sama menerjang ke depan dari arah sebelah kanan serta arah sebelah kiri.
Perlahan-lahan Tan Kia-beng menyapu dulu sekejap di sekeliling tempat itu, tertampak olehnya kecuali Hek Yang-sin kakak beradik paling sedikit masih ada tiga, lima puluh orang yang memakai pakaian singsat ala suku Biauw sedang berdiri tegak disisi kalangan menunggu kesempatan baik.
Ketika memandang lagi ke arah pihaknya, Pek Ih Loo Sat pada waktu itu rubuh tak sadarkan diri paras muka Wu Mey Jien serta Mo Tan-hong pun mulai menunjukkan tanda tanda kecapean, kelihatannya mereka sudah tak ada tenaga untuk melanjutkan bertempur menahan serangan gabungan dari jago-jago itu.
Pikirannya dengan cepat berputar, selintas napsu
membunuh dengan cepat berkelebat di atas wajahnya,
agaknya dalam hati ia sudah mengambil keputusan untuk melakukan suatu pertempuran cepat.
Melihat datangnya serangan dari Hek Yang-sin kakak beradik mendadak tubuhnya meluncur ke belakang sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaa haa haaa.... Walaupun Thian mempunyai welas asih terhadap sesama manusia tetapi aku orang she Tan tidak akan membiarkan kalian menunjukkan kejahatan lagi."
Mendadak tubuhnya maju ke depan, dalam satu jurus dengan dua gerakan masing-masing menyrang jalan darah Ci Ciat serta Sian Khie di atas tubuh Hek Yang-sin yang ada disebelah kiri serta menghantam jalan darah Ciang Bun hiat pada tubuh Ci Sah-sin yang berada disebelah kanan.
Hek Yang-sin serta Ci Sah-sin bersama-sama mendengus, mereka kebaskan telapak tangannya menyambut datangnya serangan tersebut.
Tan Kia-beng tertawa nyaring, mendadak pukulannya berubah disusul suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati dari seseorang
Ci Sah-sin yang mempunyai perawakan tinggi besar dan amat kekar berhasil kena terpukul sehingga mencelat ke tengah udara sejauh satu kaki dua depa dan terjatuh ke atas tanah dengan amat kerasnya.
Melihat kejadian itu Hek Yang-sin jadi amat terperanjat belum sempat ia melakukan suatu tindakan, terasa kembali bayangan manusia berkelebat tahu-tahu jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiat nya sudah kena ditotok sehingga tanpa ampun lagi tubuhnya mundur sempoyongan dan rubuh terkulai di atas tanah.
Sam Biauw Ci Sin sewaktu melihat kedua orang pembantu utamanya tak sampai dua jurus kena dilukai dibawah serangan gencar Tan Kia-beng, ia jadi amat gusar bercampur kheki sinar matanya dengan buas memperhatikan musuhnya tajam tajam mendadak sambil membentak keras ia menerjang maju ke depan.
Tetapi pada saat ini napsu membunuh sudah bangkit dari lubuk hati pemuda tersebut melihat serangannya berhasil mengenai sasarannya mendadak ia putar badan satu
lingkaran, cepat laksana sambaran seekor burung elang tubuhnya langsung menubruk ke arah kawanan para jago itu.
Seketika itu juga dari antara jago yang hadir disana berkumandang suara jeritan kesakitan serta teriakan ngeri yang saling susul menyusul.
Hanya di dalam waktu yang sangat singkat kurang lebih ada empat, lima orang kena dipukul hingga menemui ajalnya.
Pemuda tersebut tak berdiam sampai di situ saja, ilmu pukulannya dengan cepat dikeluarkan dan menerjang kesana kemari dengan hebatnya.
Dimana angin pukulan yang maha dahsyat menyambar
lewat, potongan lengan serta bagian dari kaki beterbangan memenuhi angkasa diselingi jeritan ngeri serta teriakan gusar yang membuat suasana terasa semakin ramai.
Pertempuran kali ini boleh dikata merupakan penjagalan manusia secara besar besaran, tampak sesosok bayangan manusia bagaikan segulung asap berkelebat dan menari-nari diantara jago tersebut.
Dimana ia menyambar datang darah segar berceceran laksana curahan hujan, kurang lebih lima puluh orang jagoan
lihay dari Isana Kelabang Emas hanya di dalam sekejap mata sudah ada tiga puluh orang yang menemui ajalnya.
Sisanya beberapa puluh orang dengan nekad dan kalapnya memutar senjata menerjang ke arah musuhnya dengan sikap adu jiwa.
Seperti seekor banteng yang terluka Sam Biauw Ci Sin berkejar kejaran setengah harian lamanya, akhirnya setelah bersusah payah ia berhasil juga menghalangi perjalanannya.
"Bangsat cilik!" bentaknya dengan sangat gusar. "Ini hari loohu baru tahu kalau kau sebetulnya adalah seorang manusia yang berhati buas dan pembunuh manusia yang berdarah dingin!"
"Haaa, haaa.... sewaktu kalian orang-orang Isana Kelabang Emas memerintahkan Bok Thian-hong suami istri untuk menjagal orang-orang Bulim di daerah Tionggoan, apakah pernah mengucapkan juga kata-kata buas dan kejam" hari ini siauw ya menggunakan untuk gigi hal ini sebenarnya sudah merupakan sepantasnya!"
Sam Biauw Ci Sin benar-benar sangat murka, di tengah suara suitan yang amat nyaring sepasang telapak tangannya dengan sejajar dada melancarkan serangan ke depan.
Segulung angin pukulan yang sangat santer dan maha dahsyat segera melesat di tengah udara laksana ambruknya gunung Thay-san dengan gerakan melintang menghantam ke depan.
Pada ujung bibir Tan Kia-beng masih tersungging satu senyuman yang amat dingin alisnya dikerutkan rapat rapat Tangannya yang sebelah mendadak membentuk gerakan gambar Thay Khek lalu dengan lemas dan halusnya ditekan ke arah depan.
Inilah jurus serangan yang menggunakan ilmu pukulan yang maha dahsyat, 'Jien Khek Koan Yen Kan Kun So!'
Angin pukulan yang semula menyambar datang dengan amat dahsyatnya itu begitu menerjang dekat dengan tubuh pemuda tersebut bagaikan batu kerikil yang tenggelam di tengah samudra luas lenyap tak berbekas
Tak terasa Sam Biauw Ci Sin merasa sangat terperanjat sekali mendadak terasalah olehnya segulung hawa pukulan yang luar biasa hebatnya bagaikan tindihan gunung Thay-san menekan keseluruh tubuhnya.
Ia ingin menghindar tapi tidak sempat lagi, di tengah suara jeritan kesakitan yang amat keras tubuhnya terpental sejauh tujuh delapan depa tingginya ke tengah angkasa.
Masih untung saja tenaga lwekang yang dimilikinya luar biasa sempurna sehingga begitu terasa tubuhnya kehilangan bobot dengan cepat seluruh perhatiannya dipusatkan jadi satu, hawa murni disalurkan memenuhi seluruh tubuh dan berjumpalitan beberapa kali di tengah udara.
Dengan demikian waktu tubuhnya melayang turun ke atas permukaan tanah ia bisa tiba dengan selamat.
Kendati begitu, isi perut di dalam tubuhnya tidak urung kena tergetar juga sehingga tergeser di tempat semula ketika kakinya melayang turun mencapai permukaan tanah dari mulutnya menyembur keluar darah segar.
Ia tahu bila tidak menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri bila pihak lawan melancarkan kembali ia bakal menemui kekonyolan.
Karenanya dengan paksa menahan darah segar yang
melanda ke atas badan ia tertawa.
"Heee, hee, bangsat cilik! kau jangan merasa bangga dulu hutang pada malam ini baik cepat maupun lambat kami orang-orang Isana Kelabang Emas tentu akan menuntutnya
kembali." Air muka Tan Kia-beng kontan berubah jadi kaku dan dingin seperti es.
"Heee.... heee.... akupun ingin merepotkan dirimu untuk melaporkan hal ini kepada majikan Isana Kelabang Emas.
Perbuatan jahatnya bila tidak juga diubah maka cepat atau lambat siauw ya mu akan mendatangi Isana Kelabang Emas dan menyapa seluruh manusia yang ada membasmi semua yang dijumpai!" serunya pula
Sam Biauw Ci Sin tidak berani menjawab lagi.
"Bubar!" bentaknya keras.
Tidak menunggu anak buahnya lagi, laksana sebuah
bintang kejora yang menyambar lewat Hanya di dalam sekejap mata ia sudah lenyap dari tempat tersebut.
Para jago lainnya ketika melihat Sam Biauw Ci Sin sudah melarikan diri terbirit birit, merekapun pada putar badan dan menyusul dari belakangnya.
Sinar mata dari Tan Kia-beng perlahan-lahan menyapu sekejap keseluruh kalangan ketika melihat mayat mayat yang bergelimpangan dengan darah berceceran memenuhi
permukaan tanah dan tak kuasa lagi ia menghela napas panjang. Perlahan-lahan ia putar badannya dan berjalan kesisi tubuh Hu Siauw-cian.
Waktu itu si perempuan cantik dari balik kabut sedang memejamkan matanya mengatur pernapasan Mo Tan-hong berdiri termangu-mangu memandang ke arah Hu Siauw-cian
dengan kebingungan dengan cepat pemuda tersebut
mendekat kesisi tubuh gadis tersebut lalu mencekal urat nadinya untuk diperiksa.
Akhirnya dengan sedih ia menggelengkan kepalanya
berulang kali. Sejak dahulu Mo Tan-hong lah yang bersifat paling lemah, melihat kejadian tersebut dengan air mata bercucuran memenuhi seluruh wajahnya ia bertanya dengan cemas.
"Bagaimanakah" tidak mengapa bukan?"
"Jika ditinjau dari keadaannya, luka yang dideritanya rada parah tetapi denyutan jantungnya amat normal sekali" sahut Tan Kia-beng setengah berbisik. "Biarlah aku lancarkan dulu seluruh urat nadinya, setelah ia sadar kita bicarakan lagi!"
Ia lantas memerintahkan Mo Tan-hong membimbing tubuh Siauw Cian bangun dan duduk bersilat di atas tanah, sedang ia sendiri sesudah pusatkan perhatian mulai menyalurkan hawa murninya keseluruh telapak tangan dan laksana kilat menotok kedelapan belas buah jalan darah penting ditubuhnya.
Setelah berhenti sebentar kembali ia menyentilkan jarinya berturut turut menotok tiga puluh enam buah jalan darah kecilnya setelah itu baru ia lalu menghembuskan napas panjang dan menghentikan gerakannya.
Hanya di dalam sekejap mata saja di atas keningnya sudah dibasahi dengan butiran keringat air mukanya kelihatan rada cepat, jelas gerakannya barusan ini sudah menggunakan hawa murni yang amat besar sekali.
Perlahan-lahan Pek Ih Loo Sat tersadar kembali dari pingsannya, melihat kejadian itu Mo Tan-hong jadi kegirangan, dari dalam sakunya buru-buru dia mengambil
keluar dua butir pil yang berwarna merah darah untuk segera dijejalkan ke dalam mulut Hu Siauw-cian serta diberikan kepada Tan Kia-beng.
"Engkoh Beng!" ujarnya. "Pil ini adalah pil 'Hwee Seng Tan'
yang dibuat oleh Ui Liong Supek kaupun makanlah sebutir!"
"Jangan! obat yang demikian mujarabnya tidak gampang pula cara pembuatannya, aku tidak terluka kenapa harus ikut makan obat tersebut?" tolak Tan Kia-beng sambil gelengkan kepala.
Tetapi Mo Tan-hong ngotot untuk menjejalkan pil tersebut ke dalam mulutnya.
"Barusan saja kau bantu Siauw Cian untuk tembusi seluruh jalan daranya dan banyak hawa murni yang sudah terbuang, cepat dan telan obat ini kemudian mengatur pernapasan sehingga tenaga bisa pulih kembali seperti sediakala" serunya.
Tan Kia-beng tak bisa berbuat apa apa terpaksa ia menelan pil tersebut ke dalam perut dan diam-diam mulai mengatur pernapasan.
Setelah mengalirkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh satu kali ditambah pula dasar tenaga dalamnya memang amat sempurna, dengan amat cepat tenaganya sudah dapat dipulihkan kembali seperti sedia kala.
Waktu itu si perempuan cantik dari balik kabut pun telah menyelesaikan semedinya, sambil membuka mata ia tertawa terkekeh kekeh dengan amat merdu.
"Kali ini boleh dikata nasib kita masih sangat untung,"
katanya perlahan. "Orang-orang Isana Kelabang Emas akhirnya tidak berhasil pula untuk mencapai pada hasil
sasarannya, kalau tidak.... waah.... aku yang jadi encinya tentu akan merasa sangat berdosa sekali!"
"Kali ini bisa memperoleh bantuan sepenuh tenaga dari enci, di dalam hati siauwte merasa sangat berterima kasih sekali, bilamana tidak beruntung aku jatuh ketangan orang-orang Isana Kelabang Emas, hal ini memang sudah nasib bagaimana bisa menyalahkan dirimu?" seru Tan Kia-beng.
Sebutan enci kali ini memang sangat sesuai dengan apa yang diinginkan oleh si perempuan cantik dari balik kabut itu.
Mendengar perkataan tersebut perempuan jadi sangat kegirangan.
Kembali ia tertawa cekikikan dengan merdunya.
"Aaakh! Urusan kecil ini buat apa kau menguapkan banyak terima kasih kepadaku" Asalkan kau tidak melupakan encimu sudah terlebih dari cukup!" sahutnya.
Ia dongakkan kepalanya untuk mengatur rambutnya yang acak acakan tidak karuan lalu sambil melirik ke arah Mo Tan-hong kembali ujarnya.
"Kalian bercakap-cakaplah! Encimu sudah seharusnya segera berangkat!"
Sambil berkata dari dalam sakunya ia mengambil botol obat pemunah yang didapat dari Cui Hoa Kongcu kemudian diangsurkan ketangan Tan Kia-beng.
"Botol obat ini kau bawalah sekalian, bila dikemudian hari kembali kau terluka karena keracunan jadi tidak usah takut takut lagi!"
Sebetulnya Mo Tan-hong rada merasa tidak leluasa melihat sikap serta tindak tanduk dari si perempuan cantik dari balik
kabut yang amat genit itu tetapi setelah mengalami pertempuran yang amat sengit tadi pikirannya jadi berubah.
Dengan cepat ia melangkah maju sambil mencekal
tangannya erat-erat
"Kau sudah membinasakan Cui Hoa Kongcu dari Isana Kelabang Emas, mereka pasti tidak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja, lebih baik kita melakukan perjalanan bersama-sama saja!" ajaknya dengan perlahan.
"Hiii.... hiii.... selama hidup encimu sudah berpuluh puluh kali mengikat permusuhan dengan orang lain, aku tidak percaya bila mereka dapat mengapa apakan diriku!" seru si perempuan cantik dari balik kabut sambil tertawa cekikikan.
"Dengan kepandaian silat yang dimiliki enci, sekalipun tak takut terhadap mereka tetapi aku rasa kau harus bertindak lebih waspada dan berhati-hati lagi kami tidak akan menghantarkan lebih jauh lagi," pesan Tan Kia-beng dengan cepat.
Dengan amat sedih si perempuan cantik dari balik kabut mengangguk sewaktu melihat bayangan sepasang muda mudi yang berdiri saling berdempetan di hadapannya ini diam-diam hatinya merasa amat sedih sekali
Tahun ini usianya sudah hampir mendekati tiga puluh tahun tapi ia masih berkelana kesana kemari seorang diri urusan ini pada hari hari biasa memang tidak begitu terasa olehnya tetapi pada saat ini setelah melihat pemandangan tersebut hatinya baru merasa sedih sehingga tak kuasa lagi titik titik air mata mulai mengucur keluar.
Tetapi ia adalah seorang perempuan yang bersifat keras kepala ia tidak ingin rasa sedihnya ini sampai diketahui oleh Tan Kia-beng dengan wajah yang dipaksakan tersenyum
akhirnya ia mengulapkan tangannya dan berlalu dengan cepatnya dari sana.
Perasaan dari orang gadis jauh lebih tajam dari orang lelaki, tindakan serta sikapnya itu sama sekali tidak berhasil mengelabui Mo Tan-hong yang amat pintar menanti bayangan tubuh dari si perempuan cantik itu sudah lenyap dari pandangan mendadak ia menghela napas panjang.
"Enci Thay sungguh seorang yang baik hati!" katanya.
"Hmm!" Tan Kia-beng yang tidak mengerti maksud dari perkataan itu karenanya ia menyahut sekenanya.
Mendadak di dalam pikiran Mo Tan-hong seperti sudah berkelebat satu ingatan ia menoleh ke arah pemuda tersebut dan pesannya kembali, "Dia sungguh kasihan sekali!
Dikemudian hari kau harus baik-baik menghadapi dirinya"
"Aku....?" tanya Tan Kia-beng melengak.
"Benar, dia berkelana seorang diri, kita harus menghadapi dirinya seperti menghadapi enci kita sendiri."
Setelah mendengar perkataan tersebut pemuda itu baru bisa menghembuskan napas lega.
"Sudah tentu!" sahutnya singkat dan ia lantas menoleh ke belakang lalu tanyanya, "Budak Cian apakah sudah sadar?"
Perkataan tersebut secara samar-samar memperlihatkan kedudukannya sebagai paman guru.
Tiba-tiba.... "Hmm! berlagak kedudukanmu amat tinggi saja apa kau kira sebutan budak Cian boleh kau sebutkan sesukamu?" seru seseorang dengan nada suara yang dingin.
Pek Ih Loo Sat bagaikan sebuah Koam im berwajah dingin perlahan-lahan maju mendekat.
"Aku sebagai susioknya apa tidak boleh memanggil diri gadis tersebut dengan sebutan itu?" diam-diam pikir pemuda itu dalam hati.
Walaupun ia berpikir demikian, dimulutnya dia merasa tidak enak untuk mengucapkan kata-kata tersebut. ia segera tertawa terbahak-bahak, "Haaa, haaa.... kalau begitu hitung hitung saja aku sudah berlagak terhormat."
Dengan amat telitinya ia lantas memeriksa wajah gadis tersebut, ketika dilihatnya kecuali rada kelelahan, kesehatannya sudah pulih kembali, ia lantas merangkap tangannya menjura.
"Kali ini berkat bantuanmu yang telah melindungi nyawaku, sehingga tak sampai tertawan oleh orang-orang Isana Kelabang Emas, seharusnya aku mengucapkan banyak terima kasih kepadamu."
"Hemmm! mungkin tadi aku menolong dirimu hanya menginginkan ucapkan terima kasihmu itu ya?" teriak Siauw Cian dengan wajah yang dingin kaku dan tertawa dingin tiada hentinya.
Tan Kia-beng tak dapat berbuat apa apa lagi, terpaksa kembali ia tersenyum.
"Kita semua sudah pada lemah mari segera berangkat untuk mencari sebuah tempat untuk beristirahat dan dahar sedikit makanan"
Mo Tan-hong melirik sekejap ke arah Pek Ih Loo Sat, ia tidak mengucapkan sesuatu.
Pek Ih Loo Sat sendiripun segera mengambil keluar sebuah sapu tangan untuk membereskan rambutnya yang kacau, tidak usah dibicarakan lagi, sudah tentu diapun telah setuju.
Waktu itu sinar sang surya mulai muncul diufuk sebelah Timur, cahaya yang berwarna kekuning kuningan emas menembus datang melalui cela cela pohon yang rindang, mereka bertiga setelah mengatur pakaiannya dengan cepat mulai melakukan perjalanan cepat menuju kekota Wu Han.
---0-dewi-0--- Kita balik pada Tan Kia-beng yang memimpin Mo Tan-hong serta Hu Siauw-cian melakukan perjalanan cepat menuju kekota Wu Han.
Sebenarnya usia diantara mereka bertiga adalah seimbang tetapi disebabkan hubungan antara pemuda tersebut dengan si 'Penjagal Selaksa Li' Hu Hong maka di dalam pandangan Tan Kia-beng, si Pek Ih Loo Sat adalah boanpweenya karena itu sikapnya terhadap gadis itu pun jauh berbeda dengan sikapnya terhadap Mo Tan-hong.
Sebaliknya di dalam pandangan Hu Siauw-cian sendiri, ia mempunyai perasaan yang kebalikan dari pemuda tersebut.
Sejak Tan Kia-beng menghantar Mo Tan-hong dari kota Tiang-sah menuju keibu kota Peeking, selama ini gadis tersebut sudah menaruh rasa cinta terhadap dirinya yang diketahui olehnya hanyalah suka dan sekali tidak memandang dari tingkatan apapun sudah tentu sikap dari Tan Kia-beng ini benar-benar amat menusuk perasaannya.
---0-dewi-0--- Hal yang benar. Seorang gadis yang dingin kaku dan congkak bila pada suatu hari menaruh rasa cinta kepada
seseorang, maka semakin lama perasaan tersebut akan semakin mendalam. Sekali meledak maka terjangannya sukar untuk dibendung lagi.
Tan Kia-beng sebagai manusia yang bersangkutan sudah tentu tidak sampai merasakan hal tersebut, lain halnya dengan Mo Tan-hong, ia bisa melihat akan sikap itu maka dari pada itu yang selama ini ia selalu berusaha menjauhi pemuda tersebut sehingga memberi kesempatan bagi kedua orang muda mudi ini untuk berhubungan lebih dekat.
Tan Kia-beng sudah tentu tidak akan berpikir sampai disitu, adakalanya secara tak sadar ia sudah memperlihatkan sikapnya tersebut terhadap Mo Tan-hong
Diluar paras mukanya mereka bertiga melakukan perjalanan sambil tertawa dan padahal dihati masing-masing terasa sangat kacau terutama Hu Siauw-cian
Di dalam hatinya ia mulai merasa tidak tahan terhadap sikap yang amat dingin dan tawar dari Tan Kia-beng ini.
Hari itu mereka telah tiba di kota Wu Han baru saja mereka bertiga beristirahat dirumah penginapan mendadak tampak bayangan manusia berkelebat darang....
Ui Liong Tootiang dengan langkah lebar sudah munculkan dirinya di depan pintu.
Mo Tan-hong yang melihat hal tersebut jadi kegirangan sampai mencak mencak
"Supek, kau sudah menyusul datang!" sapanya dengan cepat.
Paras muka Ui Liong Tootiang amat dingin dan keren, ia cuma mengangguk sebentar sewaktu mendengar suara
sapaan itu Melihat sikapnya yang aneh ini Mo Tan-hong jadi melengak, tetapi dalam hatinya ia mulai merasa, bila suatu kejadian yang maha penting telah terjadi.
Sedikitpun tidak salah, setelah Ui Liong-ci mengambil tempat duduk ia mulai berkata, "Tan Hong! Kau tidak usah berkelana dan mengembara di dalam dunia kangouw lagi, secepat mungkin kau ikutilah suhumu untuk kembali ke dalam kuil!"
Mendengar perkataan tersebut Mo Tan-hong jadi melengak sepasang matanya nampak terbelalak lebar-lebar
"Bukankah aku baru saja terjunkan diri ke dalam dunia persilatan" kenapa aku harus pulang" Tidak, aku tidak mau pulang!" teriaknyan keras sekali.
Bilamana pada hari hari biasa ada kemungkinan Ui Liong-ci segera tertawa terbahak-bahak dan tidak mendesak lebih lanjut. Lain halnya dengan ini hari air mukanya kelihatan sangat aneh dan diliputi kekerenan.
"Tidak bisa!" tolaknya keras. Sekarang juga kau harus berangkat, pertama kepandaian silat yang termuat di dalam kitab pusaka Sian Tok Poo Liok belum berhasil kau pelajari keseluruhannya, kau harus melanjutkan berlatih kedua, aku sudah putuskan demikian apakah kau tak suka mendengarkan perkataan supekmu lagi?"
Sejak Mo Tan-hong ikut Ui Liong Tootiang belajar ilmu silat, selamanya belum pernah gadis tersebut melihat dia berbicara dengan begitu keren dan keras, melihat sikapnya pada saat itu tak terasa lagi air matanya mengucur keluar dengan derasnya diam-diam ia melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng lalu tundukkan kepalanya rendah rendah sambil mempermainkan ujung bajunya.
"Tit li tidak berani membangkang perintah supek!"
jawabnya lirih sekali.
"Heeei....! demikian baru benar, mendadak Ui Liong-ci menyahut sambil menghela napas panjang
Mo Tan-hong tidak berani berdiam terlalu lama lagi disana setelah menjura ke arah Ui Liong-ci dan memandang sekejap ke arah Tan Kia-beng serta Pek Ih Loo Sat ia lantas berlalu ke arah luar dengan kepala ditundukkan rendah rendah.
Tan Kia-beng tidak mengerti peristiwa apa yang telah terjadi, dengan termangu-mangu, ia cuma bisa memandang ke arah Ui Liong-ci, sampai sapaan dari Mo Tan-hong sebelum berlalu dari sanapun tak digubris olehnya.
Menanti Mo Tan-hong telah pergi, sinar mata dari Ui Liong-ci perlahan-lahan baru dialihkan ke atas wajah Pek Ih Loo sat
"Ayahmu apakah si Penjagal Selaksa Li Hu thay hiap?"
tegurnya perlahan. "Sekarang ia sudah berangkat ke gurun pasir, lebih baik nonapun segera kembali ke rumahnya 'Su Gien' thayhiap, berlari lari tiada tujuan dalam dunia kangouw hanya membuat ayahmu merasa tak lega hati saja.
Hu Siauw-cian yang mendengar ayahnya sudah berangkat ke gurun pasir, saking kagetnya ia jadi meloncat bangun.
"Apa" Ayahku sudah berangkat ke gurun pasir?" teriaknya keras, "Sejak kapan beliau berangkat?"
"Pada bulan yang lalu sewaktu pinto bertemu muka dengan Su Gien, dialah yang bercerita, katanya ayahmu sudah berangkat satu bulan lamanya."
"Huu.... Tia sungguh keterlaluan, masa urusan yang demikian besarnya inipun tetap mengelabui diriku Hmm! dia tak membiarkan aku pergi justru sengaja aku mau pergi, aku
tidak percaya kalau gurun pasir sebenarnya adalah sarang naga gua macan yang bisa makan manusia."
Terhadap Hu Siauw-cian sudah tentu Ui Liong Tootiang tidak bisa bersikap seperti menghadapi Mo Tan-hong perlahan ia mengelus jenggotnya yang panjang.
"Menurut penglihatan pinto, kepergian nona ke gurun pasir sama sekali tidak akan datangkan hasil apa apa lebih baik kau tak pergi kesana, apalagi dengan kecerdikan dan kepandaian silat yang dimiliki ayahmu, perjalanannya kali ini belum tentu mendatangkan celaka, ditambah pula gurun pasir sangat luas sekali, kau hendak pergi kemana untuk menemukan dirinya?"
katanya perlahan.
Dengan amat sedih Siauw Cian menundukkan kepalanya rendah rendah sebenarnya dia adalah seorang gadis yang memiliki sifat keras dan sombong menghadapi urusan apapun setelah mengambil keputusan tak seorangpun yang berani mencegah.
Kendati saat ini yang dihadapi adalah Ui Liong-ci, setelah di dalam hati mengambil keputusan ia segera mengerjakannya, dengan cepat gadis itu bangun berdiri dan mohon diri.
"Tentunya kalian ada urusan penting yang hendak dirundingkan bukan" aku tidak akan mengganggu kalian lagi, selamat tinggal!" serunya.
"Siauw Cian, kembali, aku ada perkataan yang hendak disampaikan kepadamu!"
"Ada urusan apa" cepat katakan" sahut Siauw Cian tidak menoleh lagi, ia tetap melanjutkan perjalanannya ke depan.
"Kau tidak boleh berangkat ke gurun pasir seorang diri."
"Aku mau pergi atau tidak pergi apa sangkut pautnya dengan dirimu"
"Apa maksud dari perkataanmu itu?"
"Aku bukanlah Mo Cuncu, buat apa aku kuatirkan keselamatanku" apalagi akupun tak punya rejeki terhadapmu."
"Kau jangan bicara sembarangan! aku tidak mengijinkan kau cari gara gara!" teriak Tan Kia-beng jadi gusar.
Hu Siauw-cian segera tertawa cekikikan dengan kerasnya.
"Heeei, kau jangan pentang pentang mulut sebesar besarnya! terus terang aku beritahu kepadamu aku bukanlah Mo Cuncumu, sekalipun aku tidak beruntung menemui ajal, kecuali ayahku, aku percaya tak akan ada orang lain yang ikut bersedih hati," teriaknya.
Walaupun terang terangan ia sedang tertawa tapi suaranya tersebut akhirnya berubah seperti suara tangisan yang menyedihkan
Baru saja perkataan selesai diucapkan, terlihatlah bayangan putih berkelebat melewati tembok pekarangan dan hanya di dalam sekejap mata telah lenyap tak berbekas.
Tan Kia-beng yang berteriak berulang kali tidak juga memperoleh suara jawaban, akhirnya ia jadi berdiri termangu-mangu.
Ui Liong Tootiang yang memandang seluruh kejadian itu dari samping, diam-diam menghela napas panjang.
"Heei.... orang ini mengikat begitu banyak rasa cinta dengan kaum gadis. Dikemudian hari entah akan
mendatangkan beberapa kesulitan serta kerepotan bagi dirinya diam-diam pikirnya di dalam hati."
Tetapi urusan inipun ia merasa tidak leluasa untuk diucapkan keluar, maka ia menelannya di dalam hati.
Tan Kia-beng yang berdiri termangu-mangu diluar halaman beberapa saat lamanya, dengan lemas ia balik kembali ke dalam kamar.
Ui Liong-ci yang melihat wajahnya memperlihatkan rasa tidak senang hati, mendadak air mukanya berubah hebat.
Pada saat ini pembunuhan terhadap para jago-jago Bulim sudah mulai berlangsung. ?"?"" harus kobarkan semangat untuk memikul tanggung jawab ini. kenapakah kau harus bermuram durja terus disebabkan urusan urusan yang sama sekali tak berguna" tegurnya dengan keren.
Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng jadi amat terperanjat, sebenarnya ia ingin menjelaskan dengan beberapa patah kata, tetapi sewaktu mereka urusan ini tak ada gunanya untuk dibicarakan lagi iapun berganti dengan bahan pembicaraan lain.
"Kedatangan dari Tootiang ini hari rasanya membawa suatu peristiwa penting dapatkah Tootiang memberi penjelasan?"
katanya dengan serius.
Perlahan-lahan Ui Liong Tootiang menghela napas panjang.
"Heei....! sebenarnya Pinto tidak suka mencampurkan diri dengan urusan dunia kangouw dan selamanya hidup
mengembara seorang diri katanya perlahan. "Tetapi kali ini demi menolong nasib para jago dari seluruh Bulim agaknya aku harus membuka pantanganku untuk melakukan
pembasmian secara besar besaran."
Ia rada merandek sejenak kemudian sambungnya kembali.
"Tahukah apa maksud pinto untuk memaksa Mo Cuncu
kembali ke tempat tinggal Sam Kuang Sin nie" sejak Mo Cun-ong terbunuh mati beserta berpuluh puluh peristiwa yang terjadi saling susul menyusul di dalam dunia persilatan, menurut pandangan pinto peristiwa ini ada besar
kemungkinan mempunyai sangkut paut dengan Mo Cun-ong tempo dulu oleh karena itu sebelum urusan ini jadi jelas kembali aku tidak ingin membiarkan ia munculkan diri di dalam dunia kangouw apa lagi beberapa kamudian pinto harus berangkat menuju ke gurun pasir, untuk sementara tak bisa mengawasi dirinya lagi maka dari itu aku rasa jauh lebih aman bila ia berdiam dulu dikuil suhunya."
Tan Kia-beng yang mendengar Ui Liong-ci pun akan
melakukan perjalanan menuju ke gurun pasir tak terasa lagi hatinya jadi berdebar debar amat keras dengan cepat sambungnya.
"Bagaimana kalau boanpwee ikut Tootiang untuk melakukan perjalanan bersama-sama?"
"Bila membicarakan dari soal kepandaian silat yang kau miliki pada saat ini, berangkat bersama-sama memang tidak ada persoalan yang rumit, hanya saja banyak urusan yang harus kau selesaikan lebih dulu, untuk sementara lebih baik kau jangan berangkat!"
Secara samar-samar boanpwee sudah menduga bila seluruh bencana ini datangnya dari gurun pasir, apa lagi suhu si 'Ban Li Im Yen' Lok Tong pun tiada kabar beritanya sejak berangkat menuju ke gurun pasir, aku sebagai muridnya ada seharusnya mengambil tindakan untuk mencari dirinya"
Ui Liong Tootiang sama sekali tidak menjawab
perkataannya itu, sinar matanya dengan tajam memperhatikan
wajah pemuda itu tajam tajam, beberapa saat kemudian mendadak toosu itu tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... pinto benar-benar dia sangat tolol, kita sudah berkenalan beberapa waktu lamanya ternyata sampai ini hari juga pinto masih belum mengetahui asal usulmu ayahmu adalah...."
"Sampai hari ini boanpwee masih belum tahu asal usulku dan semakin tidak tahu pula bagaimanakah raut muka ayahku" buru-buru sahut Tan Kia-beng. "Aku mempunyai dugaan bahwa urusan ini kemungkinan sekali hanya suhuku seorang saja yang tahu"
Ia berhenti sebentar lalu sesudah menghela napas sedih sambungnya kembali.
"Bilamana suhuku dia orang tua benar-benar mendapatkan celaka. Heeei....! aku benar-benar akan merasa menyesal selama hidupku"
Ui Liong Tootiang tidak urung dibuat gelengkan kepala juga oleh perkataan dari sang pemuda yang amat sedih itu, dia jadi orang sangat lapang dada dan tidak ingin menggunakan kata-kata yang sama sekali tak berguna untuk menghibur pemuda tersebut.
Dengan demikian untuk sementara waktu suasana di
sekeliling tempat itu jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Waktu lewat dengan cepatnya, tiba-tiba Ui Liong Tootiang membuka pembicaraan memecahkan kesunyian yang
mencekam. "Pertemuan puncak para jgao digunung Ui san sudah hampir dekat, walaupun kau tidak punya pegangan untuk
merebut jagoan nomor wahid dari seluruh kolong langit, tetapi tidak ada halangannya untuk ikut mencoba juga inilah satu pekerjaan yang aku tinggalkan kepadamu"
Ada kemungkinan disebabkan peristiwa pembunuhan yang baru saja melanda seluruh Bulim membuat pertemuan puncak tersebut jadi terundur beberapa waktu, tetapi ada satu persoalan yang sulit harus kau lakukan dengan cepat.
"Tentunya kau masih ingat bukan dengan daftar hitam dari Mo Cun-ong tempo dulu yang beberapa kali didesak dan diminta oleh orang-orang Isana Kelabang Emas" bilamana dugaan pinto tidak salah maka di dalam Bulim sebentar lagi bakal berlangsung suatu peristiwa pembunuhan yang jauh lebih mengerikan dari pada peristiwa kereta kencana. demi tertegaknya keadilan di dalam Bulim, kau harus munculkan diri dan menegakkan keadilan tersebut bagi seluruh umat dunia kangouw"


Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Boanpwee masih muda dan bertenaga sangat terbatas, urusan yang begitu besarnya bagaimana mungkin aku bisa memikulnya?"
"Kau tidak usah merendahkan diri lagi, dengan
kesempurnaan ilmu silatmu pada saat ini ditambah lagi dengan pedang pusaka yang amat tajam kemungkinan sekali masih cukup untuk menahan keganasan kaum penjahat"
Mengungkap soal pedang 'Kiem Ceng Giok Hun Kiam'
mendadak Ui Liong-ci bertanya kembali, "Kiranya di dalam pedang Kiem Ceng Giok Hun Koam itu terdapat serangkaian ilmu pedang. Apakah kau sudah berhasil mempelajarinya?"
Tan Kia-beng segera melepaskan sarung pedang tersebut dan diangsurkan ke tangan Ui Liong-ci.
"Ada sih memang ada, cuma saja boanpwee tidak paham,"
katanya. Ui Liong-ci segera menerima sarung pedang itu dan diperiksanya beberapa saat mendadak ia menghela napas panjang.
"Heei....! sayang sekali sang rasul pedang Cu Swie Tiang Cing Tan Thayhiap jauh pergi ke gurun pasir dan hingga kini tiada kabar beritanya, orang ini bukan saja berpengetahuan sangat luas bahkan sangat pandai di dalam ilmu pedang, asalkan dia yang melihat maka dengan cepatnya rahasia ini dapat dipahami."
---0-dewi-0--- Mendengar perkataan tersebut tak terasa lagi Tan Kia-beng merasakan hatinya rada bergerak, walaupun ia tidak kenal dengan 'Cu Swie Tiang Cing' tetapi dari suhunya 'Ban Lie Im Yen' Lok Lok, dia pernah membicarakan soal orang ini Setelah diungkapkan oleh Ui Liong-ci pada saat ini, hatinya merasa semakin kagum, pikirnya, "Cu Swie Tiang Cing, Thiat Bok Tootiang serta Eng Siauw Kiam Khek adalah jago-jago nomor satu, nomor dua, serta nomor tiga di dalam pertemuan puncak para jago di gunung Ui san tempo dulu, rasanya mereka tidak bersama-sama menemui ajalnya. Dikemudian hari bila aku pergi ke gurun pasir akan kucari mereka dengan cermat."
Ui Liong-ci setelah mengehela napas panjang lantas menyerahkan kembali sarung pedang itu kepada Tan Kia-beng lalu sambil bangun berdiri, ujarnya kemudian, "Mengenai pertemuan puncak para jago digunung Ui san; tiada halangannya kau pergi ke Bu-tong-san untuk tanyakan urusan
ini dengan Leng Hong Tootiang ini hari juga pinto akan melakukan perjalanan menuju ke gurun pasir."
Selesai berkata dengan langkah lebar ia lalu berjalan keluar.
Dengan termangu Tan Kia-beng memandang bayangan
punggung Ui Liong-ci yang mulai melangkah keluar dari pintu rumah penginapan tersebut dalam hati ia merasa ragu ragu.
Satu satunya persoalan yang membuat hatinya merasa kuatir adalah kepergian Pek Ih Loo Sat ke gurun pasir dalam keadaan gusar walaupun gadis itu memiliki kepandaian silat yang tinggi tetapi bagaimanapun dia adalah seorang gadis yang lemah bilamana sampai dirinya menemui suatu kejadian, dirinya harus berbuat bagaimana untuk mempertanggung jawabkan urusan ini dihadapan ayahnya Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong"
Iapun kepingin segera melakukan perjalanan ke gurun pasir, tetapi mengingat perkataan dari Ui Liong-ci yang begitu serius, ia merasa tidak enak untuk melepaskan begitu saja tanpa menggubris, ia harus melakukan perjalanan dulu ke gunung Bu-tong-san.
Setelah berpikir bolak balik, akhirnya pemuda ini ambil keputusan untuk berangkat menemui Leng Hong Tootiang, bilamana tiada urusan lain maka saat itu ia bisa mengajak Sak Ih untuk menemani dirinya melakukan perjalanan.
Setelah mengambil keputusan, dia segera membereskan rekeningnya dan melanjutkan perjalanannya menuju ke gunung Bu-tong-san.
Di tengah perjalanan tidak ada kejadian yang penting, singkatnya hari itu pemuda tersebut sudah tiba digunung Butong-san.
Dari tempat kejauhan tampaklah bangunan kuil 'Sam Cing Kong' yang megah dan angker, dalam hati dia merasa sangat girang sekali.
Dengan cepat pemuda itu mengerahkan ilmu ginkangnya laksana segulung asap berkelebat ke depan pintu gunung.
Sekonyong konyong....
Suara bentakan bergema dari samping jalan tampaklah empat orang toosu muda yang menggembol pedang
munculkan dirinya menghadang perjalanan selanjutnya.
"Sicu harap tahan dan berhenti sebentar" seru salah seorang diantaranya, sambil menjura memberi hormat. "Entah ada keperluan apa sicu mendatangi Istana San Cing Kong kami?"
Buru-buru Tan Kia-beng menghentikan gerakannya dan balas memberi hormat.
"Cayhe Tan Kia-beng sengaja datang menyambangi ciangbunjin kalian, Leng Hong Tootiang!" katanya.
Kedudukan Leng Hong Tootiang di dalam partai sangat tinggi dan terhormat sekali, pada hari hari biasa orang yang datang menyambangi kebanyakan merupakan jago-jago kangouw yang sudah punya nama.
Manusia seperti Tan Kia-beng yang masih muda dan boleh dikata belum punya nama cemerlang di dalam Bulim sudah tentu tidak akan dianggap oleh keempat orang Tosu tersebut apalagi pada beberapa hari ini penjagaan disekitar gunung Butong-san sangat ketat sekali.
Karena itu sewaktu pemuda tersebut langsung
menyebutkan nama Leng Hong Tootiang, dengan hati ragu
ragu dan penuh rasa curiga tanya sang toosu itu sambil tertawa.
"Sicu berasal dari aliran mana" kedatanganmu untuk menyambangi Ciangbunjin kami dikarenakan kagum akan nama besarnya atau hendak berkenalan?"
Ketika itu Tan Kia-beng kepingin cepat-cepat menemui Leng Hong TOotiang, melihat keempat orang toosu itu banyak bicara dalam hati merasa sangat tidak senang.
"Cayhe adalah Teh Leng Kauwcu" sahutnya dengan alis dikerutkan rapat rapat. Dengan Leng Hong Tootiang ada beberapa kali pertemuan, kini sengaja datang menyambangi dirinya.
Selesai berkata ia lantas melanjutkan langkah ke depan keempat orang toosu cilik ini merupakan murid partai Bu tong angkatan ketiga, serta angkatan keempat yang jarang sekali berkelana di dalam dunia kangouw.
Di dalam pikiran mereka boleh dikata sama sekali tidak mengetahui bila di dalam Bulim ada sebuah perkumpulan yang bernama Teh Leng Kauw, dan semakin tidak percaya lagi terhadap seorang bocah ingusan yang mengaku dirinya sebagai ketua suatu partai.
Mendengar nada ucapannya sangat besar, perasaan curiga dihati mereka semakin menebal. Mendadak mereka bersama-sama melayang ke depan menghadang perjalanan dari pemuda tersebut.
"Sicu harap sedikit tahu aturan!" bentaknya dengan suara berat dan keras. "Pinto sekalian belum pernah dengar orang menyebutkan bila di dalam Bulim ada sebuah perkumpulan yang bernama Teh Leng Kauw, Ciang bun Sucow kami
semakin tidak mungkin suka berkenalan dan berhubungan
dengan kalian iblis iblis Hek-to, apa maksud kedatangan dari sicu harap disebutkan secara langsung
Perkataan 'iblis Hek-to' ini begitu masuk ke dalam telinga Tan Kia-beng kontan saja membuat air mukanya berubah hebat, dengan alis yang dikerutkan suaranya dingin,
"Beberapa patah perkataan ini apakah Leng Hong Tootiang yang memberitahukan kepadamu" Hmmm...."
Ia tidak melanjutkan kembali kata-katanya kendati begitu beberapa patah kata tadi sudah cukup membuat lawan jadi gusar
Pada saat itulah dari jalanan tersebut kembali muncul sesosok bayangan manusia yang berkelebat datang dengan kecepatan laksana sambaran kilat.
Hanya di dalam beberapa kali loncatan saja ia sudah tiba dihadapan beberapa orang itu.
Dia adalah seorang pemuda suku Biauw yang kurus kering dan berwarna hitam pekat di atas punggungnya tersoren sebilah golok melengkung yang berwarna keperak perakan.
Sikapnya sombong sekali dan sama sekali tidak memandang sebelah matapun kepada orang lain, ia melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng kemudian menoleh ke arah keempat toosu itu.
"Ciangbunjin kalian apakah ada di dalam kuil?" serunya ketus. "Harap cepat dilaporkan bila aku ada urusan hendak bertemu muka."
Kembali seorang pemuda hendak menemui Ciangbunjinnya, hal ini membuat keempat orang tosu itu jadi melengak.
"Siapakah saudara?" tanyanya hampir berbareng.
"Gien To Mo Lei atau si Golok Perak pengasah otak Go Lun!"
Berasal dari perguruan mana" ada urusan apa hendak menemui Sucouw kami?"
"Haaa.... haa kalian hendak mengadili aku atau bagaimana"
sungguh keterlaluan sekali sikap kalian terhadap seorang tamu"
Si 'Gien To Mo Lei' Go Lun tidak suka banyak berbicara seperti halnya dengan Tan Kia-beng, mendadak tubuhnya mencelat ke tengah udara dengan melewati dari atas kepala keempat orang toosu itu ia langsung menerjang masuk kepintu gunung.
Tan Kia-beng yang berada disisinya sewaktu secara mendadak menemui golok melengkung berwarna perak yang tersoren pada punggungnya, dalam hatinya merasa rada bergerak.
"Apakah mungkin diapun datang dari Isana Kelabang Emas?" pikirnya dalam dalam.
Untuk melihat keadaan yang sebenarnya iapun segera mengenjotkan badannya melesat seperti pula keadaan dari sang pemuda suku Biauw tadi, dengan kencang dan sebatnya ikut menerjang masuk di dalam pintu gunung.
Di dalam anggapan si Golok Perak tersebut ia sudah salah menganggap Tan Kia-beng pun merupakan salah seorang jagoan yang khusus datang mencari gara gara dengan pihak Bu-tong-pay, tak terasa lagi di atas wajahnya terlintas satu senyuman
"Heng tay! sungguh hebat sekali ilmu meringankan tubuhmu" pujinya tertahan.
Setelah mengetahui jelas asal usul dari orang itu Tan Kia-beng pun merasa tidak enak untuk tidak menggubris omongan orang lain, mendengar pujian itu ia tersenyum.
"Hey thay terlalu memuji," balasnya.
Sewaktu mereka bercakap-cakap keempat orang Toosu muda itu sudah mengejar datang dari belakang, bersamaan itu pula dari hadapan mereka muncul kembali seorang Tootiang berusia pertengahan yang menggembol pedang
"Kalian datang berdua kekuil Sam Cing Kong kami sebetulnya ada maksud tujuan apa?" bentaknya lantang.
Si Golok Perak Go Lun menengadah ke atas tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... aku sengaja datang hendak menemui Bu tong ciangbunjin dan menyerahkan perintah pencabut nyawa Kouw Hun Leng Tiap kepadanya!" katanya.
Si Toosu berusia pertengahan itu rada melengak sebentar tetapi akhirnya ia tertawa keras dengan nyaringnya.
"Ha ha ha.... kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang sangat menarik hati" teriaknya. "Sejak partai Bu-tong-pay didirikan baru kali ini menemukan kejadian semacam ini" cukup dengan keberanian saudara kali ini sudah membuat pinto merasa sangat kagum.
Ia lantas menyingkir ke samping sambil mempersilahkan.
"Silahkan," serunya.
Gien To Mo Lei Go Lun dengan sombongnya tertawa, ia mengangguk sebentar ke arah Tan Kia-beng kemudian dengan langkah lebar berjalan terlebih dulu masuk ke dalam.
Sebetulnya Tan Kia-beng ada maksud hendak
memberitahukan maksud kedatangannya kepada sang toosu berusia pertengahan itu, tetapi kemudian setelah berpikir bahwa sesudah bertemu muka dengan Leng Hong Tootiang tentu akan mengenali dengan sendirinya daripada harus banyak bicara di tempat itu jauh lebih baik tunggu nanti saja.
Karena berpikir begitu, maka iapun dengan bungkam ikut melangkah masuk.
Tidak sampai setengah tombak mereka berdua melanjutkan perjalanan, sampailah di suatu tempat yang bertuliskan
"Empang pelepasan senjata"
Mendadak terdengarlah suara pujian yang bergema datang disusul dengan munculnya dua orang toosu.
"Bu Liang So Hud! Harap sicu sekalian suka melepaskan senjata terlebih dulu sebelum melanjutkan perjalanan"
teriaknya keras.
Setiap orang yang pernah mendatangi Bu tong tentu tahu pula peraturan disana, sebagian besar jagoan kenamaan yang tidak suka melepaskan senjatanya di tempat itu kebanyakan sudah meninggalkan benda benda tajamnya dirumah
penginapan dibawah gunung
Kedua orang pemuda ini sama sekali tidak paham dengan peraturan disana, mendengar perkataan tersebut di dalam anggapan mereka hal ini merupakan suatu penghinaan.
Tan Kia-beng cuma mengerutkan alisnya rapat rapat dan tetap membungkam seribu bahasa.
Sebaliknya di atas paras muka Gien To Mo Lei terlintaslah sekilas napsu membunuh mendadak ia tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Haa.... haa.... meninggalkan senjata tajamku disini sebenarnya bukan suatu pekerjaan yang sulit cuma saja kalian harus memperlihatkan sedikit kepandaian terlebih dulu untuk aku periksa" katanya congkak.
Mendengar perkataan tersebut Toosu itu jadi melengak dibuatnya lama sekali baru ujarnya.
"Sicu jangan salah paham, peraturan ini adalah suatu peraturan turun temurun, yang sudah diterapkan oleh Couw cu kami!"
"Siapa yang menyalahkan kalian bukanlah naga air tidak akan melewati sungai Jikalau siauw yamu tindak mempunyai sedikit andalan akupun tidak akan berani datang seorang diri ke atas gunung Bu-tong-san ini."
Gien To Mo Lei sudah menyalah artikan maksud perkataan dari toosu pihak partai Bu-tong-pay, ia menganggap mereka ada maksud hendak menjajal kepandaian silat dari setiap tetamu.
Tan Kia-beng sendiripun merasa tindakan dari partai Butong-pay ini rada keterlaluan dan sama sekali tidak menghormati tetamunya maka itu ia membiarkan Gien To Mo Lei untuk mengumbar hawa amarahnya tanpa turun tangan memberikan pendapatnya.
San Toosu berusia pertengahan itu sewaktu melihat kedua orang pemuda tersebut sudah dibuat gusar oleh peraturan yang mengharuskan mereka loloskan senjata tajam disana, dalam hati ada maksud untuk melepaskan mereka naik ke gunung tanpa melepaskan senjata lagi sehingga bisa dihindari bentrokan bentrokan yang tidak diinginkan, tetapi peraturan turun temurun apakah bisa dilanggar dengan begitu saja"
Diantara para toosu yang hadir disana ketika itu boleh dikata tingkatannya yang tertinggi. Waktu itulah buru-buru ia maju ke depan sambil ujarnya memberi penerangan.
"Sicu berdua jangan salah paham, setiap orang-orang Bulim tentu kenal dengan empatng pelepasan senjata partai Butong-pay kami. Hal ini bukan bermaksud hendak menghina kalian berdua!"
Gien To Mo Lei yang datang dari daerah liar diluar perbatasan, mana mengerti segala peraturan yang bertele tele itu Setelah berulang kali dihadang oleh tosu tosu tersebut sifat liarnya mulai berkobar.
"Hmm! cuma ingin menemui seorang ciangbunjin baupun harus banyak cingcang dan berbelit belit. makanya.... heee....
heee.... apa kalian kira siauw ya mu tidak bisa sendiri haa?"
serunya sambil dingin.
Telapak tangannya mendadak didorong ke depan
melancarkan satu pukulan, sedang tubuhnya dengan
meminjam kesempatan itu mencelat ke tengah udara dan melayang kependopo besar.
Terdengar dua buah dengusan berkumandang memenuhi angkasa, kedua orang toosu yang berada disisi "Empang pelepasan senjata" sudah kena terbabat oleh datangnya pukulan tersebut.
Tindakan yang dilakukan diluar dugaan itu sekalipun Tan Kia-beng sendiripun tidak menyangkanya, menanti ia sadar dan bersiap-siap hendak melakukan pengejaran, pedang panjang dari keempat orang toosu dibelakang tubuhnya tanpa banyak bicara lagi sudah menyerang datang dari empat penjuru.
Mendengar sang toosu berusia pertengahan itu membentak keras;
"Orang ini aku serahkan kepada kalian biar pinto pergi menghadapi bajingan yang ada di depan."
Saat ini Tan Kia-beng benar-benar sudah dibuat menangis tidak bisa tertawapun sungkan. Melihat keempat bilah pedang panjang itu dengan menimbulkan suara desiran angin yang dingin menggulung datang dari empat penjuru, mendadak kakinya melesat menyingkir lima depa kesamping.
"Kalian benar-benar sudah gila semua?" bentaknya keras.
Tetapi, serangan dari Gien To Mo Lei yang sudah melukai toosu disamping 'Empang Pelepasan Senjata' tadi sudah membuat para toosu toosu Bu-tong-pay itu menganggap dirinya sebagai musuh tangguh yang sengaja datang mengamcam. Tampaklah keempat orang toosu yang sedang bertugas dengan mata yang hampir hampir berubah merah berapi api memandang tidak gubris atas perkataan Tan Kia-beng.
Empat bilah pedang dengan menimbulkan cahaya
gemerlapan segera membabat ke arah pinggangnya.
Tan Kia-beng mengerti sekalipun ia memberi penjelasan kepada mereka pun percuma saja. Tubuhnya mendadak mencelat ke tengah udara, kemudian melayang ke depan dengan gerakan ilmu meringankan tubuh 'M*o Hoo Sie Lie'
hanya di dalam sekejap mata pemuda tersebut sudah berhasil meloloskan diri dari kepungan.
Keempat orang toosu penjaga mulut gunung itu sebenarnya mempunyai serangkaian ilmu pedang yang khusus digunakan untuk menghadapi musuh tangguh.
Kini melihat mereka tak berhasil menahan Tan Kia-beng tubuhnya segera memencarkan diri keempat penjuru dan sekali lagi menerjang maju ke depan
Mendadak.... Serentetan cahaya keemas emasan yang menyilaukan mata bagaikan curahan hujan deras meluncur datang dari samping.
Seketika itu juga suara desiran tajam memenuhi angkasa, termasuk Tan Kia-beng serta keempat orang toosu itu dengan cepatnya berhasil terkurung di dalam serangan tersebut.
Melihat datangnya cahaya keemasan itu Tan Kia-beng tidak ada kesempatan untuk mengurusi keadaan di sekelilingnya lagi, mendadak bentaknya keras
"Cepat menyingkir! benda benda tersebut adalah jarum kelabang emas Pek Cu Kiem Uh Yen Wie Tin!"
Srreeeet! Srreeeet! dengan cepat ia melancarkan dua gulung serangan dahsyat ke tengah udara, sedang tubuhnya mengambil kesempatan tersebut mencelat ke tengah udara dan meloloskan diri dari kurungan jarum-jarum beracun itu.
Terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang saling susul menyusul, keempat orang toosu itu tahu-tahu sudah menggeletak di atas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi, keadaan mereka benar-benar amat mengerikan.
---0-dewi-0--- JILID: 31 Tan Kia-beng sudah ada dua kali menemui serangan
senjata rahasia yang sangat beracun ini, kali ini mendadak
menemuinya kembali, di atas gunung Bu-tong-san hal ini membuat kegusarannya benar-benar memuncak.
Mendadak tubuhnya mencelat ke tengah udara kemudian melesat ke arah berasalnya serangan jarum-jarum beracun itu.
Siapa sangka ketika tubuhnya melayang turun disana, keadaan di sekeliling tempat itu sunyi senyap tak nampak sesosok bayangan manusiapun.
Ketika ia sedang berdiri termangu-mangu merasakan keheranan atas kejadian ini, mendadak telinganya dapat menangkap suara genta di atas kuil Sam Cing Kong dibunyikan bertalu talu diikuti suara jeritan ngeri serta bentakan gusar bergema saling susul menyusul, ia tahu peristiwa yang tidak diinginkan sudah terjadi.
Dengan cepat ia putar badan, enjotkan badannya siap-siap lari menuju keistana Sam Cing Kong.
Mendadak terdengarlah suara seorang yang tua dan serak dengan sangat dingin dia menegur orang, "Partai Bu-tong-pay kami tiada ikatan sakit hati dengan dirimu, mengapa kau sudah turun tangan telengas kepada anak murid partai kami"
apakah kau kira dari kuil Sam Cing Kong sudah tak ada orang yang bisa menyelesaikan dirimu?"
Mendengar perkataan itu Tan Kia-beng benar-benar merasa sangat terperanjat ketika ia menyapu sekeliling tempat itu maka ditemuinya pada saat ini dia sudah berada di tengah kepungan sembilan orang Toosu tanpa disadari olehnya.
Ketika ia memperhatikan lebih teliti lagi, maka tampaklah diantara kesembilan orang toosu itu kecuali sang toosu tua berwajah merah padam dengan usia enam puluh tahunan, sisanya merupakan pemuda yang baru berusia tiga, empat
puluh tahunan, jelas mereka adalah jago-jago pilihan dari partai Bu-tong-pay.
Melihat para toosu toosu itu dengan tangan kiri menuding ke depan, pedang ditangan kanannya diangkat kesebelah kanan dan setiap orang berjalan mendekat dengan wajah yang serius, tak terasa lagi hatinya merasa cemas.
"Heei....! Tootiang sekalian sudah salah menganggap orang!" teriaknya keras. "Lebih baik kalian cepat-cepat kembali ke kuil untuk menghadapi musuh tangguh, cayhe sama sekali bukan musuh kalian."
"Hmm! Jika bukan musuh kenapa kau melukai empat orang anak murid kami" Heee.... heee bila kau adalah musuh kami kemungkinan sekali kuil Sam Cing Kong pun akan kau hancurkan semua"
Sang toosu tua yang berwajah merah itu setelah
menyelesaikan kata-katanya, tidak menanti Tan Kia-beng membuka mulut lagi pergelangan tangannya yang kuat segera digetarkan mengirim segulung hawa pedang yang tajam menembusi angkasa.
Segulung hawa pedang yang sangat dahsyat serasa berjuta juta gulung angin dingin segera mengurung sekeliling tempat itu dengan rapat sekali.
Tan Kia-beng kenal dengan jurus serangan ini yang merupakan jurus Yu Heng Hong Huang' atau hujan meling angin mengencang dari ilmu pedang Bu-tong-pay hatinya benar-benar merasa bergidik.
Ia tak berani berlaku ayal lagi, kakinya bergerak dengan mengambil posisi Chiet Seng mendadak pundaknya menekan ke bawah diiringi perputaran badannya kesamping.
Criiing! dengan menimbulkan suara nyaring seruling Pek Giok Cie nya, tahu-tahu sudah dicabutnya keluar dengan menggunakan jurus Jun Hong Hwee Sie atau merah membara terbang melayang tubuhnya maju ke depan dengan diiringi cahaya tajam yang menyilaukan mata ia memunahkan
datangnya serangan tersebut.
Sisanya delapan orang toosu pun segera menggerakkan pedang menyerang musuhnya. sesaat kemudian seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan hawa pedang yang berdesir susul menyusul diikuti angin dingin yang serasa menusuk tulang
Barisan pedang Liu Kang Kiam Tin sebagai ilmu pusaka partai Bu-tong-pay dengan cepat kerahkan keluar, sembilan orang berkelebat saling tutup menutupi, hawa pedang serasa ambrukya gunung menekan ke bawah dari empat penjuru.
Saat ini Tan Kia-beng merasa cemas bercampur gusar, di dalam keadaan kepepet terpaksa ia mainkan seruling pualamnya menurut ilmu simpanan perguruan Teh Leng Kauw sedang dalam hati diam-diam memaki ketololan dari tosu tosu itu.
Pengobralan tenaga dalam secara percuma ini bukankah sama saja dengan menggali liang kuburan buat diri sendiri"
Dugaannya sedikitpun tidak salah toosu berwajah merah ini adalah sute dari Leng Hong Tootiang yang bernama Wie Jan Tootiang, sedang kedelapan toosu berusia pertengahan itu adalah jago-jago pilihan diantara anak murid angkatan kedua Kini bukannya mereka mengurusi peristiwa yang terjadi dikuil Sam Cing Kong sebaliknya malah datang menghadapi Tan Kia-beng kerugiannya kali ini benar-benar sangat besar sekali.
Tetapi Wie Jan Tootiang sama sekali tidak pernah berpikir sampai disitu Disebabkan pada beberapa hari mendekati ini berturut turut datang tanda bahaya dari serangan musuh secara berantai, maka baik siang maupun malam mereka selalu harus melakukan penjagaan yang sangat ketat.
Kebetulan sekali di dalam keadaan seperti itu Tan Kia-beng datang berkunjung bahkan sejalan pula dengan Gien To Mo Lei Go Lun tidak dapat menyalahkan lagi pada toosu toosu Butong-pay itu yang menganggap diapun merupakan jagoan pihak musuh.
Pada waktu itu barisan pedang tersebut semakin berputar semakin cepat lingkaran kepungan pun semakin lama semakin menyusut kecil.
Dari empat penjuru terasa hawa pedang menyambar selapis demi selapis membentuk jala perangkap yang amat kuat.
Dimana cahaya gemerlapan berkilauan serasa beribu ribu ekor ular perak bersama-sama menerjang ke depan hampir boleh dikata sekalipun hujan deras sulit untuk menembusi benteng pertahanan ini.
Bilamana bukannya Tan Kia-beng mengerti ilmu pedang dari berbagai aliran, kemungkinan sekali sejak tadi dia sudah terluka dibawah kepungan barisan pedang itu.
Dalam keadaan cemas bercampur kheki ilmu seruling 'Wu Yen Cing Hun Sam Sih' nya segera dilancarkan bentaknya keras, "Kalian toosu toosu bau yang tidak tahu diri, benar-benar kalian kerbau dungu semua! Ayo cepat pinggir!"
Di tengah kepungan beribu ribu rentetan hawa pedang yang tajam mendadak tersundul keluar segulung cahaya tajam yang membumbung tinggi keangkasa, seketika itu juga hawa
pedang buyar bagaikan pecahan ombak menumbuk pantai, dan terbentuklah sebuah celah sebesar satu dua kaki persegi.
Para toosu yang ada di sekeliling tempat itu dengan perasaan terperanjat segera pada mengundurkan dirinya ke belakang, barisan pedang jadi kacau berantakan.
Tan Kia-beng sesudah berhasil menerjang hancur kepungan yang sangat rapat itu mengambil kesempatan tersebut telapak tangan kirinya lantas menekan ke depan mengirim segulung angin pukulan kencang.
Tiga orang toosu yang berada paling depan menjerit kaget, segera mundur ke belakang sejauh tujuh delapan depa ke belakang dengan sempoyongan, pedangnya terpukul pental dari cekalan.
Ilmu pukulan 'Jie Bhek Kun Yen Kan Kun So' nya ini benar-benar luar biasa sekali baru saja jurus serangan tersebut digunakan sampai setengah jalan sebuah barisan pedang Kiu Kong Kiam Tin yang sangat terkenal bagi partai Bu-tong-pay sudah berhasil kena dihantam jebol.
Menggunakan kesempatan sewaktu para toosu itu dibuat gelagapan saking terkejutnya itulah Tan Kia-beng dengan gerakan tubuh yang cepat laksana kilat sudah menerjang keluar dari kepungan barisan pedang tersebut dan langsung lari ke atas kuil Sam Cing Kong
Setibanya di depan beranda kuil tampaklah lima, enam sosok mayat toosu menggeletak disana sini memenuhi permukaan tanah, Leng Hong Tootiang dengan wajah yang serius berdiri dengan angkernya di depan kuil.
Suasana dibelakang tubuh toosu tua itu amat hening tak kedengar sedikit suarapun berpuluh puluh orang toosu
bersama-sama berdiri dalam siap kesiagaan di sekeliling beranda tersebut.
"Berhenti!" mendadak terdengar suara bentakan keras berkumandang memenuhi angkasa.
Saat ini seruling Pek Giok Tie dari Tan Kia-beng sudah disimpan kembali, tubuhnya segera miring ke samping sambil mengirim sebuah pukulan menghantam ke arah datangnya serangan tersebut.
Dengan menimbulkan suatu dengungan keras, kedua
batang pedang tersebut segera tergetar keras sehingga hampir terlepas dari cekalannya.
Orang yang baru saja melancarkan serangan ke arah Tan Kia-beng adalah dua orang toosu yang berusia pertengahan, melihat serangannya kena tertahan mereka tertawa dingin, pedangnya dengan mengikuti perputaran tersebut, dengan menimbulkan cahaya kehijauan yang menyilaukan mata dengan ganasnya kembali menyerang datang.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng segera mengerutkan alisnya kencang kencang, baru saja ia bermaksud hendak mengumbar hawa amarahnya, mendadak terdengarlah Leng Hong Tootiang membentak gusar, "Berhenti!! Menghadapi tamu terhormat kalian berdua berani bertindak kurang ajar hah" Ayoh mundur cepat!!"
Kedua orang tosu itu sewaktu mendengar suara bentakan dari Ciangbunjinnya, buru-buru menarik kembali serangannya dan menyingkir kesamping.
Perlahan-lahan Tan Kia-beng menyapu sekejap ke atas wajah kedua orang toosu tersebut kemudian dia tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee heee.... partai Bu-tong-pay tidak malu disebut sebagai sebuah partai pedang yang terbesar tetapi kenapa manusianya seperti anjing gila semua, bertemu orang lantas menggigit?"
Setelah itu sambungnya pula, "Apakah cara inipun seperti halnya dengan pelepasan senjata sudah ditetapkan oleh Couwsu kalian?"
Ketika itu Leng Hong Tootiang sudah maju ke depan sambil menjura dia tersenyum, kemudian katanya, "Murid muridku tak mengetahui akan kunjungan dari Tan Siauwhiap, harap kau suka memaafkan kesalahan mereka."
"Haaa haaa.... jikalau bukannya cayhe pernah mempelajari beberapa jurus ilmu silat kemungkinan sekali pada saat ini sudah menggeletak menjadi mayat dimulut gunung partai kalian."
Mendengar perkataan tersebut Leng Hong Tootiang jadi melengak dibuatnya belum sempat ia menanyai duduk perkara, terdengar suara ujung baju yang tersampok oleh angin. Wie Jan Tootiang dengan memimpin delapan orang toosu lainnya dengan cepat sudah berlari mendekat Sewaktu dilihatnya Ciangbunjin mereka sedang berdiri berhadap hadapan dengan Tan Kia-beng dengan cepat kesembilan orang toosu itupun pada menyebarkan diri keempat penjuru membentuk sebuah barisan pedang.
Air muka Leng Hong Tootiang segera berubah hebat.
"Tadi kalian sudah pergi kemana?" bentaknya keren.
"Siauwte tidak becus sehingga membiarkan penjahat berhasil menerjang ke depan kuil harap ciangbunjin suka
memberi hukuman," sahut Wie Jan Tootiang buru-buru sambil menjura.
Perlahan Leng Hong Tootiang menghela napas sedih, ia tidak berbicara lagi sebaliknya kepada Tan Kia-beng ujarnya.
"Tempat ini bukan tempat untuk berbicara mari kita bercakap-cakap di dalam ruangan saja!"
Dengan memimpin Tan Kia-beng, toosu itu langsung masuk ke dalam ruangan
Wie Jan Tootiang beserta kedelapan toosu lainnya yang melihat kejadian itu cuma bisa saling bertukar pandangan sambil berdiri terkesima, mereka tidak mengerti berasal dari manakah pemuda tersebut"
Tan Kia-beng dengan mengikuti dari belakang Leng Hong Tootiang lantas berjalan masuk ke dalam ruangan besar itu, setelah melewati sebuah serambi panjang akhirnya sampailah mereka di dalam sebuah ruangan yang kecil tapi megah.
Toosu cilik dengan cepat menghidangkan air teh.
Dari dalam sakunya Leng Hong Tootiang mengeluarkan sebuah medali besi yang hitam berkilat serta secarik surat lalu diberikan ketangan pemuda itu ujarnya, "Sauw hiap, apakah kau mengetahui asal usul dari benda ini?"
Dengan pandangan teliti Tan Kia-beng segera
memperhatikan medali besi itu, bentuk model lukisan serta kata-kata yang terukir di atasnya ternyata mirip sekali dengan medali pualam yang diserahkan si pencuri sakti Su Hay Sin Touw kepadanya tempo dulu, cuma saja bahannya berlainan.
Membaca pula isi surat tersebut hatinya merasa semakin terperanjat, tampaklah di bagian atas tertulis empat buah kata-kata dengan warna merah darah, "Kouw Hun Leng Tiap",
sedang disampingnya tertuliskan pula beberapa patah kata dengan tulisan yang kecil, "Kentongan ketiga malam ini pemilik hutang akan datang menagih, hutang darah harus dibayar dengan darah, rumput anjing tidak ketinggalan!"
"Aaah!! benda benda ini apakah Gien To Mo Lei yang hantar kemari?" tak terasa lagi teriaknya.
"Disebabkan situasi di dalam dunia kangouw pada saat ini sangat tegang maka pinto lantas menutup diri untuk melatih sebuah ilmu silat, selama ini semua urusan kuil aku serahkan pada It Jan serta Wie Jan, dua orang suteku untuk mengurusnya. Hee!! siapa sangka It Jan ternyata sudah terluka dibawah golok melengkung dari pemuda suku Biauw sedang Wie Jan ceroboh sehingga terjadi bentrok dengan Sauw hiap, hal ini malah memberikan suatu kesempatan yang sangat bagus bagi penjahat tersebut untuk melukai lawan sambil meninggalkan surat!!" katanya.
Walaupun kali ini Bu-tong-pay berhasil kena diterjang orang sehingga berturut turut melupai beberapa orang senjata bebas tetapi Tan Kia-beng tetap merasa kurang enak, buru-buru sambungnya, "Peristiwa ini menurut pandangan cayhe tentu hasil perbuatan dari orang-orang Isana Kelabang Emas, malam ini partai kalian harus mengadakan persiapan persiapan"
Dengan cepat Leng Hong Tootiang mengangguk.
"Perkataan dari Sauw hiap sedikitpun tidak salah, pinto pun mempunyai cara penglihatan yang sama"
Ia merandek sejenak kemudian sambil tertawa seram sambungnya kembali, "Tetapi aku rasa cara penyelesaian ini memang paling tepat, pinto hendak melihat sebetulnya kaum iblis yang lihay ataukah kaum Tootiang yang lebih unggul?"
Baru saja berbicara sampai disitu, mendadak horden tampak bergoyang. Wie Jan Ci dengan wajah penuh perasaan kuatir berjalan masuk ke dalam ruangan.
"Lapor Ciangbun suheng, keadaan dari It Jan sute semakin buruk. Ternyata golok lengkung dari penjahat itu sudah dipolesi dengan racun ganas."
Mendengar laporan itu Tan Kia-beng dalam hati merasa bergerak belum sempat dia berpikir lebih lanjut air muka serius Leng Hong Tootiang sudah bangun berdiri
"Bagaimana kalau kita pergi menengok lukanya sejenak"
"Memang harus demikian" jawab sang pemuda sambil bangun berdiri pula.
Demikian berdua dengan langkah lebar segera berangkat menuju kamar It Jan Tootiang.
Tampaklah bagian dada dari toosu tersebut sudah kena terbacok kurang lebih tiga cun panjangnya oleh babatan golok melengkung tersebut, pada saat ini mulut lukanya sudah berubah jadi merah kehitam hitaman sedikit darahpun tidak kelihatan menetes keluar.
Keadaan dari luka tersebut ternyata sama halnya dengan mulut lukanya tempo dulu hanya saja keadaan dari toosu ini jauh lebih payah karena lukanya ada didada.
Leng HOng Tootiang yang melihat kejadian ini cuma bisa menggosok tangannya sendiri.
"Sudah diberi obat?" tanyanya kepada Wie Jan tootiang.
"Obat mujarab dari perguruan hampir boleh dikata sudah dicoba semua, tetapi sama sekali tidak berkhasiat" kata toosu itu dengan alis yang dikerutkan rapat rapat.
Di dalam benak Tan Kia-beng mendadak teringat akan obat pemunah pemberian perempuan cantik dari balik kabut yang didapatkan dari saku Cui Hoa Kongcu buru-buru ia
mengambilnya keluar dari dalam saku lalu mengambil sebutir untuk kemudian diserahkan kepada ciang bunjien dari Butong-pay itu.
"Tolong tootiang suka memberikan pil ini untuk dicoba!"
serunya. Wie Jan tootiang dengan wajah penuh curiga memandang sekejap ke arah Tan Kia-beng, ia agaknya hendak
mengucapkan sesuatu tetapi akhirnya dibatalkan.
Ketika itu Leng Hong Tootiang sudah menerima pemberian obat pemunah itu dan berjalan mendekati pembaringan lalu menekan bibirnya sehingga terbuka dan menjejalkan pil tersebut ke dalam mulutnya.
Setelah itu ia menyuruh seorang kacung untuk memberi dua tegukan air ke dalam mulutnya. Akhirnya baru ia menghela napas panjang.
"Lukanya sudah begini terpaksa kita pasrahkan kepada nasib saja." katanya putus asa.
Dalam hati Tan Kia-beng sendiri tak berani memastikan apakah racun yang terpoles di atas golok lengkung dari Go Lun ini sama halnya dengan golok dari Cui Hoa Kongcu, karena itu ia merasa tak begitu yakin dengan obat pemunahnya.
Mereka berdua dengan tenangnya menanti di dalam kamar tersebut, tiga pasang mata bersama-sama dialihkan ke atas tubuh It Jan Tootiang menantikan daya reaksi dari obat pemunah tersebut.
Demikianlah kurang lebih sepeminum teh kemudian mulut luka dari It Jan Tootiang mulai berubah jadi memerah kembali sedang air bercampur darahpun mengalir keluar terus dengan derasnya.
"Aduuuh...." tiba-tiba teriaknya keras.
Mendengar suara jeritan tersebut Leng Hong Tootiang kegirangan.
Cepat bimbing dia bangun". buru-buru Tan Kia-beng memberi perintah. "Bilamana ada seseorang yang memiliki tenaga dalam sempurna suka bantu dia untuk mendesak keluar sisa sisa racun di dalam badannya maka kesehatannya cepat akan pulih kembali."
Pandangan Wie Jan Tootiang terhadap Tan Kia-beng pada saat ini sudah berubah mendengar perkataan tersebut tergopoh gopoh ia berjalan ke depan kemudian mengerah hawa murninya disalurkan melalui jalan darah 'Ming Bun Hiat'
di atas tubuh It Jan Tootiang.
"Sute! cepat kerahkan tenaga dalam untuk melancarkan jalannya darah di dalam badan, biarlah Ih heng bantu kau mendesak keluar sisa sisa racun yang masih tertinggal di dalam badan," serunya.
Leng Hong Tootiang yang melihat kejadian itupun lantas tahu bila keselamatannya tidak terganggu lagi, oleh karena itu ujarnya kemudian kepada sang pemuda tersebut.
"Kita tidak usah mengganggu mereka lagi mari kita duduk diluar saja!"
Dengan memimpin Tan Kia-beng ia kembali lagi keruangan yang kecil dan mungil itu.
Sebenarnya kedatangan dari Tan Kia-beng kali ini ada maksud hendak membicarakan soal pertemuan puncak
digunung Ui san pada kemudian hari tetapi berhubung Butong-pay sedang menghadapi serbuan musuh tangguh, dia merasa tidak enak untuk mengungkapkan persoalan tersebut dalam keadaan seperti ini.
Oleh karenanya bahan pembicaraan lantas dialihkan di dalam persoalan menghadapi serbuan musuh nanti malam.
Menurut Leng Hong Tootiang kalau memang pihak Isana Kelabang Emas sudah menantang perang secara terang terangan, maka hal ini tentu ada maksud tujuannya yang teratur.
Tetapi ia tidak dapat menebak sebetulnya dendam apakah yang terikat antara pihak Isana Kelabang Emas dengan partai Bu-tong-pay" Lalu kenapa mereka menggunakan cara yang demikian kejam untuk menghadapi pihaknya.
Tan Kia-beng yang teringat akan kata-kata dari Ui Liong Tootiang, tak terasa lagi dengan semangat berkobar kobar ujarnya, "Menurut penglihatan cayhe penjagalan secara besar besaran terhadap umat Bulim sudah tiba saatnya, gerakan istana dari pihak kelabang emas kali inipun kemungkinan sekali akan jauh lebih dahsyat lagi keadaannya jika dibandingkan dengan peristiwa kereta maut serta kejadian kejadian lain, dan partai Bu tong agaknya diincar sebagai sasaran yang pertama Bilamana semisalnya Tootiang tidak memandang kepandaian cayhe terlalu rendah, pada malam nanti aku hendak meminjam pengaruh dari partai kalian untuk mengadakan suatu pertempuran mati matian melawan kaum penjahat yang datang dari gurun pasir ini."
"Haaa.... haaa.... Tan Sauw hiap terlalu merendah!" seru Leng Hong Tootiang sambil tertawa terbahak-bahak dengan
kerasnya "Malam ini partai Butong kami bisa memperoleh bantuan dari Sauw hiap hal ini sudah merupakan suatu keuntungan yang tak pernah kini waktu masih sangat pagi tiada halangan silahkan Sauw hiap untuk beristirahat sebentar di dalam kamar tamu sedang pinto pun hendak melakukan persiapan yang perlu untuk menghadapi pertempuran malam nanti
Tan Kia-beng pun tahu bahwa pertempuran pada malam nanti menyangkut jatuhnya partai Bu tong dikemudian hari, memang sepatutnya Leng Hong Tootiang mengadakan suatu persiapan yang sangat teratur, kuat dan teliti.
Kini dirinya adalah orang luar bagaimana pun terasa tidak enak bila mengganggu terlalu lama, oleh sebab itu ia lantas bangun berdiri untuk memohon pamit!
"Tootiang silahkan berlalu untuk sementara cayhe akan mengundurkan diri terlebih dulu" katanya.
Leng Hong Tootiang tidak sungkan sungkan lagi ia
memerintahkan kacung buku disisinya untuk menghantar pemuda tersebut beristirahat di dalam kamar tamu.
Tan Kia-beng sekembalinya ke dalam kamar tamu dengan cepat lantas menjatuhkan diri beristirahat di atas pembaringan, di dalam hati tiada hentinya dia memikirkan beberapa bersoalan yang menyangkut gerakan dari Isana Kelabang Emas dimana secara mendadak mereka hendak melancarkan serbuannya terhadap partai Bu-tong-pay.


Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pertama. Bilamana semisalnya pihak Isana Kelabang Emas ada maksud hendak menjagoi seluruh daerah Tionggoan, maka mereka bisa mengandalkan kepandaian silatnya untuk menaklukkan para jago-jago yang ada, dan tidak perlu
menggunakan cara yang paling keji untuk melakukan suatu pembunuhan masal.
Kedua. Bagaimana semisalnya mereka ada ikatan dendam dengan orang-orang Bulim di daerah Tionggoan, maka paling banyak terhadap satu, dua partai saja. Bagaimana mungkin menjerat pula partai partai serta perguruan perguruan yang lain"
Ketiga. Pada masa masa yang lampau pihak Isana Kelabang Emas terus menerus berusaha untuk mendapatkan Daftar hitam tersebut mengapa pada masa masa mendekat ini sama sekali tidak kelihatan sedikit gerakanpun" apakah mereka sudah memperoleh sebagian dari daftar yang lain"
Berbagai persoalan ini degnan tiada hentinya berputar di dalam benak hal ini membuat kepalanya jadi pening sekali....
Ketika itu suara langkah manusia yang sangat perlahan serta suara ujung baju yang tersampok angin tiada hentinya berkelebat di atas genting, ia tahu pihak partai Bu-tong-pay sudah melakukan suatu penjagaan yang sangat ketat dengan mengerahkan seluruh kekuatan yang ada guna menghadapi serangan musuh tangguh.
Sewaktu pikirannya lagi melayang entah kemana itulah mendadak terdengar suara langkah kaki yang berat menginjak hancur genting di atas kamarnya.
Mendengar suara itu hatinya rada bergerak, tubuhnya dengan cepat bangun berdiri dan mencelat ke atas genting melalui jendela disisinya.
Tampaklah sesosok bayangan manusia dengan gerakan yang sebat dan lincah menubruk ke bawah dari arah wuwungan rumah.
>o< Tan Kia-beng baru saja meloncat keluar dari kamarnya, mendadak melihat dari satas wuwungan rumah menubruk datang sesosok bayangan manusia hatinya merasa sangat terperanjat sekali
Dalam keadaan gugup sepasang telapak tangannya segera didorong ke depan melancarkan pukulan.
Tetapi belum sampai angin pukulannya mengenai orang itu, mendadak tampaklah bayangan itu sudah rubuh ke bawah dengan sangat kerasnya.
Melihat kejadian tersebut buru-buru pemuda itu menarik kembali serangannya kemudian mengulurkan tangannya ke depan menerima datangnya sang tubuh yang jatuh dari atas itu.
Masih untung ia menyadari keadaan yang tidak beres ini dengan cepat sehingga tidak sampai melukai orang itu bahkan cekalannya barusan ini sangat tepat sekali.
Tubuhnya dengan gesit berputar setengah lingkaran di tengah udara lalu melayang turun ke atas permukaan tanah dan meletakkan orang itu kelantai.
Saat itulah Tan Kia-beng baru menemukan bila orang tersebut bukan orang lain adalah salah satu dari Kay-pang Jie Loo yang disebut 'Gien Tiang Shu' atau si kakek tongkat perak Thio Cau.
Ketika itu Leng Hong Tootiang serta Wie Jan Tootiang pun sudah pada berdatangan buru-buru toosu itu berjongkok dan memeriksa seluruh badannya dengan cermat
Akhirnya mereka dapat menemukan kalau si orang tua itu sudah terluka dalam yang amat parah, napasnya kempas kempis dengan susahnya.
Tan Kia-beng mengalihkan pandangannya sekejap ke arah Leng Hong Tootiang kemudian katanya, "Biarlah cayhe tembusi dulu seluruh uratnya yang tersumbat, kemudian kita periksa lagi apakah nyawanya masih bisa ditolong atau tidak."
Dengan tidak membuang waktu lagi pemuda itu lantas pusatkan perhatiannya mendadak jari tangannya laksana sambaran kilat berturut turut menotok jalan darah "Hwee Im"
"Tiong Khek" "Kwan Yen" "Khie Kak" "Im Kiauw" sekalian banyak dua puluh sembilan buah jalan darah.
Serangan yang mantap serta arah jalan darah yang cepat benar-benar merupakan kepandaian yang luar biasa. Hanya di dalam waktu yang singkat tujuh urat delapan nadi diseluruh tubuh pengemis tua itu sudah ditepuk, sedang Tan Kia-beng sendiripun saking lelahnya keringat mengucur keluar dengan sangat deras.
Leng Hong Tootiang serta Wie Jan Tootiang yang melihat kejadian itu diam-diam merasa kagum, mereka malu dirinya tak dapat menandingi pemuda tersebut.
Sedang si kakek tongkat perak Thio Cau, setelah diurut dan dilancarkan peredaran darah dibadannya kesadaranpun perlahan-lahan pulih kembali Ia menghembuskan napas panjang panjang, lalu muntahkan darah kental yang berwarna merah kehitam hitaman
Sepasang matanya dengan tidak bersinar dipentangkan, bibirnya bergerak agaknya hendak mengucapkan sesuatu.
Melihat hal tersebut buru-buru Leng Hong Tootiang goyangkan tangannya mencegah
Toosu itu segera memerintahkan Wie Jan Ci untuk
memberikan dua butir pil luka dari perguruan, kemudian membawanya beristirahat di dalam kamar belakang. Setelah itu baru ia putarkan badan dan ujarnya kepada Tan Kia-beng,
"Menurut pandangan pinto, di sekeliling gunung pada saat ini pasti sudah dikepung rapat rapat oleh pihak kuku garuda Isana Kelabang Emas, Si kakek tongkat perak tentunya ada urusan penting yang hendak dibicarakan dengan partai kita, sehinga ia melakukan perjalanan kemari, siapa sangka di tengah jalan mendapat hadangan dari musuh dan akhirnya kena dihajar sekali oleh mereka"
Perlahan-lahan Tan Kia-beng mengangguk.
"Perkataan dari Tootiang sedikitpun tidak salah!" jawabnya,
"Tetapi si kakek tongkat perak merupakan salah satu dari Kay-pang Jie Loo kepandaian silatnya tentu luar biasa sekali, bagaimana mungkin dia pun berhasil dipukul sehingga terluka parah" jelas di dalam gerakannya kali ini pihak Isana Kelabang Emas sudah membawa tidak sedikit jagoannya yang lihay"
Dengan wajah yang serius Leng Hong Tootiang
mengangguk. Mereka berdua kembali termenung tak berbicara,
mendadak di dalam benaknya Tan Kia-beng terlintas satu urusan kenapa selama ini tidak kelihatan batang hidung dari pada Sak Ih" Buru-buru tanyanya kepada Leng Hong
Tootiang, "Sutemu apakah ada di dalam kuil" Dapatkah mengundang kemari untuk ikut berbicara?"
"Oouw.... dia" saat ini ia sedang ikut seorang Tiong Loo perguruan kami untuk berlatih ilmu pedang"
"Melatih ilmu pedang"...."
Mendadak dia teringat kembali akan peristiwa pertemuan puncak para jago digunung Ui San dikemudian hari kembali tanyanya, "Di dalam pertemuan puncak para jago di gunung Ui san nanti kemungkinan sekali kalian sudah memutuskan Sak Ih lah yang turut bukan?"
Sebetulnya urusan yang sangat rahasia ini tidak seharusnya nyatakan secara langsung sekalipun kawan karib belum tentu pihak lawan akan memberi jawaban secara langsung.
Tetapi dengan sifat Leng Hong Tootiang yang suka terus terang blak blakan, ia sudah menganggap Tan Kia-beng sebagai orang sendiri.
Karena itu ketika ia ditanyai begitu ia lantas mengangguk.
"Benar" sahutnya membenarkan. "Cuma saja jika ditinjau dari keadaan situasi pada saat ini, kemungkinan sekali pertemuan puncak tersebut akan diundur waktunya, secara mendadak Tan Sauw hiap menanyakan urusan ini apakah mungkin kau ada maksud untuk ikut serta?"
Tan Kia-beng tersenyum, ia tidak menjawab.
Saat itulah Leng Hong Tootiang baru merasa bahwa
pertanyaan yang baru saja diajukan sebenarnya kurang sesuai untuk ditanyakan dengan kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng pada saat ini sudah merupakan seorang jagoan pedang nomor wahid, apa lagi tujuh partai besarpun tidak bisa berkutik terhadap dirinya. Sudah tentu iapun punyai hak untuk ikut serta.
Jadi pertanyaannya tadi tidak boleh dikata sudah terlalu memandang rendah dirinya.
Karena itu buru-buru tambahnya, "Kepandaian silat maupun silat Tan Sauw hiap sudah dapat disebut sebagai seorang jago pedang nomor wahid yang paling berbakat. Menurut pinto di dalam keadaan yang bagaimanapun janganlah kau membuang kesempatan yang baik ini dengan sia-sia belaka"
"Terima kasih atas pujian dari Tootiang" jawab Tan Kia-beng sambil tertawa "Sebenarnya cayhe merasa malu untuk ikut serta di dalam pertempuran tersebut hanya saja sampai waktu aku kepingin ikut hadir untuk menonton. satu satunya urusan yang membuat cayhe sampai sekarang masih merasa sangat rikuh adalah soal kepergianku menuju ke gurun pasir bilamana tiada aral melintang lagi aku pikir di dalam waktu yang singkat ini segera akan berangkat ke gurun pasir, dengan begitu kemungkinan sekali sampai waktunya aku rada sulit untuk pisahkan diri guna datang menghadiri pertemuan puncak para jago digunung Ui san...."
Belum habis ia berkata, mendadak terdengar seseorang menyambung sambil tertawa keras, "Menurut pandangan siauwte, kepergian ke gurun pasir jauh lebih penting dari pada mengikuti pertemuan puncak para jago di gunung Ui san depan Tan heng hendak berangkat siauwte rela ikut serta mengawani dirimu"
Terasa bayangan manusia berkelebat datang Sak Ih dengan gagahnya sudah munculkan diri di tempat itu.
Mula mula ia memberi hormat dulu kepada Ciangbunjin Suhengnya kemudian baru ujarnya kepada Tan Kia-beng sambil menjura, "Angin apa yang sudah membawa Tan Heng datang kemari" Tadi Siauwte sedang berlatih ilmu pedang dari
supek sehingga tidak dapat jauh jauh menyambut harap Tan heng suka memaafkan!"
Sambil tersenyum Tan Kia-beng segera balas memberi hormat.
"Haa haa haaa inilah yang namanya banyak adat,
manusianya jadi tidak aneh!" teriak Sak Ih kembali sambil tertawa terbahak-bahak.
Sekali lagi Tan Kia-beng memperhatikan tubuh Sak Ih dari atas ke bawah, ia merasa sikapnya sangat gagah, tenaga dalamnyapun memperoleh kemajuan yang sangat pesat sehingga tak terasa lagi iapun tertawa terbahak-bahak
"Haaa haaa haaa pedang Sak heng baru saja diasah, malam ini kau harus mencoba ketajamannya!"
Leng Hong Tootiang yang sepasang jagoan muda itu
mempunyai sikap yang gagah dalam hati merasa sangat gembira sewaktu dilihatnya kentongan kedua sudah tiba, ia lantas putar kepala dan pesannya kepada seorang toosu cilik,
"Beritahukan kepada Susiok serta suhengmu kelian agar kumpul di ruangan Yen Si Tien Aku ada perkataan yang hendak disampaikan kepada mereka."
Setelah toosu cilik itu berlalu Leng Hong Tootiang baru bangun berdiri.
"Mari kitapun bersama-sama menuju ke ruangan Yen Si Tien untuk berunding sebentar!" ajaknya kepada Tan Kia-beng.
Malam ini merupakan titik penentuan mati hidupnya partai Bu-tong-pay walaupun di luaran tidak kelihatan begitu menegangkan padahal seluruh kekuatan yang ada di dalam partai sudah dikerahkan semua bahkan seorang Tiang loo
yang tinggal dibelakang gunung dan selama ini belum pernah mencampuri urusan luarpun ikut terkejut dan menggabungkan diri dengan kekuatan Bu-tong-pay lainnya.
Sekeliling gunung Butong san sudah disebarkan penjagaan penjagaan yang ketat. Kedua belah sisi kuil Sam Cing Kong pun telah dipasangi dengan dua buah barisan Kiu Kong Kiam Im yang paling dahsyat khusus ditunjukkan untuk menghadapi serangan total dari jagoan Isana Kelabang Emas.
Dengan mengikuti dari belakang Leng Hong Tootiang, Tan Kia-beng pun berangkat menuju keruangan Yen Si Tien.
Kurang lebih dua tiga puluh orang anak murid partai Butong-pay dari angkatan kedua serta angkatan ketiga sudah pada menunggu di dalam ruangan. Pertama tama Leng Hong Tootiang memperkenalkan terlebih dulu Tan Kia-beng kepada semua orang kemudian baru menceritakan berita penyerbuan orang-orang Isana Kelabang Emas nanti malam serta keputusan perguruan yang hendak melakukan pertahanan secara besar besaran.
Setelah itu iapun memerintahkan seorang toosu untuk mengundang si kakek tongkat perak Thio Cau yang sedang beristirahat untuk ikut berunding di dalam ruangan.
Tidak selang lama kemudian si kakek tongkat perak Thio Cau dengan mengikuti dari belakang seorang toosu cilik berjalan masuk ke dalam ruangan.
Pertama tama ia mengucapkan terima kasih dulu kepada Leng Hong Tootiang kemudian baru mengucapkan terima kasihnya kepada Tan Kia-beng yang sudah membebaskan jalan darahnya.
Buru-buru Leng Hong Tootiang bangun berdiri
mempersilahkan si orang tua itu untuk ambil tempat duduk.
Diam-diam Tan Kia-beng memperhatikan keadaan dari si kakek tongkat perak, salah seorang dari Kay-pang Jie Loo.
Terasalah olehnya kecuali semangat yang masih kendor dan wajah yang letih keadaan lukanya sudah sembuh sama sekali Tidak terasa lagi diam-diam dia merasa kagum atas kesempurnaan dari tenaga dalamnya.
Ketika itu si kakek tongkat perak Thio Cau sudah mulai menceritakan kisahnya hingga terluka.
Kiranya setelah topeng dari Thay Gak Cungcu kena
diangkat, maka seluruh kekuatan dari perkumpulan Kay-pang segera disebar luaskan untuk menyelidiki orang yang berdiri dibelakang layar Thay Gak Cungcu ini.
Dengan luasnya pendengaran serta pandangan anggota Kay-pang, sudah tentu tidaklah sulit untuk memperoleh semua keterangan keterangan yang penting.
Sedikitpun tidak salah tidak lama kemudian mereka sudah menemukan adanya sebuah kekuatan yang maha dahsyat dari gurun pasir yang secara perlahan mulai meresap ke dalam daerah Tionggoan, bahkan gerakan mereka tidak bermaksud baik.
Akhirnya sesudah diadakan suatu penyelidikan yang sangat cermat oleh Hong Jien Sam Yu serta si kakek tongkat perak mereka semakin menemukan bahwa kekuatan yang muncul dari gurun pasir ini sebenarnya bukan lain adalah perbuatan dari pihak Isana Kelabang Emas.
Bahkan secara samar-samar mereka mempunyai maksud hendak membasmi seluruh partai yang ada di dalam Bulim.
Si kakek tongkat perak setelah mendapatkan berita ini lantas berangkat keberbagai partai untuk memberi peringatan,
siapa sangka sewaktu baru tiba dibawah gunung Bu-tong-san dia sudah bertemu dengan segerombolan manusia manusia yang berbentuk sangat aneh.
Dua tiga patah kata tidak cocok, mereka lantas bentrok satu sama lainnya.
Tetapi baru saja bertempur beberapa jurus mendadak si kakek tongkat perak berhasil dilukai oleh sebuah pukulan yang maha aneh, untung saja dia mengetahui keadaan yang tidak beres sehingga akhirnya berhasil juga dia meloloskan diri dari ancaman bahaya maut.
Kedudukan si kakek tongkat perak di dalam dunia kangouw tidak rendah, kepandaian silatnya pun boleh dikata sejajar dengan kepandaian silat dari ciangbunjin berbagai partai Ternyata kali ini baru bergebrak sebanya beberapa jurus saja sudah berhasil dilukai oleh pihak musuh hal ini membuktikan bagaimana dahsyatnya kekuatan pihak lawan.
Setelah si kakek tongkat perak menyelesaikan kisahnya, di dalam hati masing-masing orang tak terasa lagi mulai terlintas suatu bayangan hitam mereka mulai merasa kuatir terhadap pertempuran yang akan berlangsung nanti malam.
Tan Kia-beng sudah sering seklai bergebrak melawan orang-orang dari Isana Kelabang Emas, ia merasa kecuali Ci Lan Pek Kong Sun Su serta si Dara Berbaju Hijau yang merupakan musuh paling menakutkan, sisanya tidak lebih hanya merupakan gentong gentong nasi belaka
Tetapi justru dikarenakan terlalu memandang rendah terhadap musuhnya inilah hampir hampir saja di dalam pertempuran nanti ia menemui cedera.
Waktu sedetik demi sedetik berlalu dengan cepatnya, perasaan hati para toosu yang ada di dalam kuil Sam Cing Kong pun sedetik demi sedetik ikut merasa tegang.
Tok tok tok, kentongan ketiga sudah tiba.
Hal ini seluruh orang yang ada di dalam ruangan pun mulai merasa berdebar debar, walaupun begitu suasana tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Ui Jen Cie mulai tidak sabaran lagi.
"Apakah para bajingan itu hanya memberikan ancaman kosong belaka" Mengapa setelah kentongan ketiga tiba, mereka belum kelihatan muncul juga," gumamnya
memecahkan kesunyian yang mencekam.
Tiba-tiba.... "Hee.... hee.... heee.... Raja Akhirat sudah menentukan kentongan ketiga harus mati, bagaimana mungkin kalian bisa hidup sampai kentongan keempat" terdengar dari atas wuwungan rumah tahu-tahu berkumandang datang suara yang sangat menyeramkan sehingga mendirikan bulu roma.
"Kalian hidung hidung kerbau tidak usah begitu kesusu kepingin mati, pokoknya setiap orang yang ada di dalam kuil Sam Cing Kong pada malam ini tak bakal seorang pun yang bakal hidup.
Perkataan yang dingin dan menyeramkan ini sepatah demi sepatah merusak hati setiap orang, di dalam keadaan terperanjat Wie Jan Ci segera membentak keras. Bersama-sama dengan Sak Ih mereka berdua menubruk ke atas wuwungan rumah.
Tan Kia-beng sebagai seorang tetamu sebenarnya tidak ingin munculkan dirinya terlebih dahulu, tetapi perkataan
orang itu terlalu kasar dan sombong hal ini membuat dia tanpa terasa sudah ikuti dari belakang Sak Ih meloncat ke atas wuwungan rumah.
Baru saja kakinya menginjak genting mendadak dari sebelah kiri tampak sesosok bayangan manusia berkelebat mendatang dan agaknya ia sedang menggape ke arah dirinya.
Dalam keadaan gelagapan ia tidak berpikir panjang lagi, tubuhnya segera berputar kemudian mengejar ke arah bayangan manusia itu.
Gerakannya ternyata amat gesit sekali, bagaikan seekor burung elang hanya di dalam sekejap saja ia sudah melihat bila orang yang berada dihadapannya bukan lain adalah seorang yang memakai pakaian singsat.
Gerakan gadis itu sangat gesit, di dalam berapa kali kentongan saja tubuhnya berkelebat masuk ke dalam hutan disebelah depan.
Tan Kia-beng ada maksud untuk menyelidiki keadaan yang sebenarnya sepasang lengannya mendadak dikebaskan sehingga membuat tubuhnya menerjang ke tengah udara setinggi delapan sembilan depa kemudian pinggangnya menekuk bagaikan sebuah busur berganti napas lalu bagaikan sebatang anak panah yang terlepas busurnya melesat ke arah depan.
Hanya di dalam sekejap mata tubuhnya sudah jauh lebih dekat sepuluh kaki dari gadis tersebut waktu itulah mereka telah tiba di sebuah lembah gunung yang sunyi.
Mendadak bayangan tubuh yang berada di depan putar badan dan menghentikan tindakannya.
Tan Kia-beng pun pada saat yang bersamaan berhasil tiba disana, sekali pandang saja ia sudah menemukan bila orang yang memancing kedatangannya disana bukan lain adalah sidara bercelana hijau Lo Hong-ing adanya.
Karena gadis itu pernah menggunakan jarum beracun "Pek Cu Kiem Wu Yen Wie Tin" nya untuk melukai Sak Ih, maka Tan Kia-beng boleh dikata tidak mempunyai rasa simpatik terhadap dirinya.
"Heee.... heee.... kau memancing Siauwya mu datang kemari sebenarnya ada urusan apa" cepat katakan?"
bentaknya dingin dengan wajah yang ketus.
"Hmmm! orang lain bermaksud baik terhadap dirimu, buat apa kau bersikap begitu galak terhadap diriku?" seru Lo Hong-ing sambil mencibirkan bibirnya dan tertawa dingin. "Bilamana kau tidak takut ayoh cepatlah ke tempat semula?"
Tan Kia-beng segera mengerutkan alisnya rapat rapat.
"Haaa.... haaa.... sekalipun kau hendak memperlihatkan permainan apapun, siauwyamu tidak bakal merasa jeri terhadap dirimu", teriaknya lagi sambil tertawa panjang.
"Kalau begitu sangat bagus sekali Hey aku mau bertanya kepadamu sebenarnya kau rindu dengan Siauw Cie kami tidak?"
"Nonamu" siapakah dia?" tak terasa lagi Tan Kia-beng dibuat kebingungan setengah mati.
"Kau tidak usah beralgak pilon lagi! si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian Apakah kau tidak kenal dengan dirinya?"
"Oouw.... kiranya dia"
"Karena ia dikekang oleh majikan Isana Kelabang Emas yang melarang dirinya untuk mendatangi daerah Tionggoan
kembali maka sengaja ia menyuruh aku datang kemari dan mengharapkan agar kau suka mengabulkan permintaannya"
"Walaupun kedudukannya dengan dirinya sangat berbeda dan berada dalam keadaan bermusuhan, tetapi dia pernah menaruh budi terhadap diriku. Seorang lelaki sejati harus dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk,
bilamana permintaan ini bukan terlalu memaksa dan merugikan orang lain, aku pasti akan menyanggupinya."
"urusan ini sebenarnya tidak sukar, ia hanya mengharapkan suka berangkat ke gurun pasir atau sejak kini tidak mencampuri urusan dunia kangouw lagi dan berlatih ilmu silat selama setahun, kau bisa menyanggupi permintaannya bukan?"
Kedua urusan ini bilamana dibicarakan memang tidak sukar, tetapi disebabkan pemuda tersebut tidak mengetahui maksud hatinya, ditambah pula keadaan di dalam dunia persilatan pada saat ini masih banyak membutuhkan tenaganya
bagaimana mungkin dia boleh menutup diri selama setahun lamanya tanpa ikut campur tangan di dalam urusan dunia persilatan"
Bukannya memberi jawaban sebaliknya ia malah bertanya,
"Apa maksudnya meminta aku berbuat demikian" coba kau terangkan dulu?"
"Soal ini si aku mengetahui sedikit hanya saja disebabkan urusan ini menyangkut pula rahasia dari Isana Kelabang Emas maka aku tidak berani berbicara."
"Heee.... heee.... kau tidak suka berbicara terus terang akupun bisa menduganya sendiri" serunya Tan Kia-beng sambil tertawa dingin tiada hentinya. "Bukankah pihak Isana Kelabang Emas kalian menaruh maksud tidak menguntungkan
terhadap diriku karena nonamu merasa tidak enak kalau secara terus terang minta aku menghindar maka sengaja ia menyuruh aku mengasingkan diri bukan begitu?"
"Hmmm! soal itu si bukan"
"Kalau begitu tentunya pihak Isana Kelabang Emas segera akan melakukan suatu pembunuhan secar besar besaran terhadap seluruh partai yang ada di dalam daerah Tionggoan karena takut aku mengacau dari tengah jalan maka sengaja aku berangkat ke gurun pasir pada saat ini, atau
mengasingkan diri, bukan begitu?"
Perlahan perlahan Lo Hong-ing menghela napas panjang.
"Heeei.... jikalau kau bisa memahami kesukaran dari nona kami itulah jauh lebih bagus lagi, lebih baik sekarang juga kau cepat-cepatlah meninggalkan Bu-tong-san sehingga jangan sampai melibatkan diri dalam kancah pertempuran yang sangat ruwet ini, kemungkinan sekali malam ini partai Bu tong akan musnah sama sekali"
Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng segera
menengadah ke atas tertawa seram.
"Haaa.... haaa.... pihak Isana Kelabang Emas beraksi menggunakan tindakan yang ganas dan kejam untuk
menghadapi orang-orang Bulim di Tionggoan asalkan aku orang she Tan masih bisa bernapas pasti tidak akan membiarkan mereka malang melintang sesuka hati, walaupun nonamu menaruh budi terhadap diriku, pada suatu hari cayhe pasti akan membalasnya.
"Urusan ini aku tidak bisa menyanggupi dan malam ini memandang di atas wajah nonamu aku tidak ingin
menyusahkan kau cepat pergilah, jika di kemudian hari kita
bertemu muka lagi maka sulit bagiku untuk menentukan hendak membunuh atau melepaskan dirimu kembali"
Di dalam hatinya pada saat ini terus menerus menguatirkan keselamatan dari tosu tosu yang ada dikuil Sam Cing Kong.
Selesai mengucapkan perkataan tersebut pemuda itu lantas putar badan untuk berlalu.
Siapa sangka baru saja ia berjalan dua langkah tampak bayangan manusia berkelebat tahu-tahu Lo Hong-ing sudah menghadang dihadapannya lagi.
"Heee.... heee.... ada pepatah mengatakan laki laki sukar untuk dipercaya ternyata pepatah ini sedikitpun tidak salah,"
serunya sambil tertawa, "Pada waktu waktu yang lalu nona kami bersikap begitu baik terhadap dirimu, ternyata kau sama sekali tidak merasakannya bahkan cuma permintaannya yang sangat kecilpun tak dapat kau kabulkan Hmm, manusia yang melupakan budi dan tidak tahu diri."
Mendengar makian tersebut kontan saja Tan Kia-beng menghentikan langkahnya.
"Lebih baik kau jangan bicara sembarangan!" bentaknya dengan suara yang keras. "Aku orang she Tan kecuali berhasil ditolong olehnya karena salah makan obat perangsang sehingga lolos dari perbuatan mesum dengan perempuan cabul itu, aku sama sekali tak pernah berhutang budi apapun dengan dirinya, bagaimana kau bisa mengatakan kalau aku adalah manusia yang telah melupakan budi" apalagi permintaan ini menyangkut soal keselamatan seluruh Bulim bagaimana kau bisa suruh aku menyanggupi?"
Lo Hong-ing segera tertawa cekikikan dengan merdunya.
"Omonganmu ternyata benar-benar amat besar, dengan mengandalkan kekuatan seorang diri apakah bisa mengubah
takdir yang sudah ditentukan oleh Thian" seorang saja yang tahu."
"Terus terang aku beritahukan kepadamu, kepandaianmu jika dibandingkan dengan jago pedang nomor wahid dari kolong langit si 'Cu Swie Tiang ing' Tan Ci Liang siapa yang jauh lebih hebat" sekarang bagaimanakah keadaannya"
bukankah sama saja?"
Berbicara sampai disini mendadak ia menutup mulutnya kembali.
Tan Kia-beng jadi cemas mendadak tubuhnya bergerak maju ke depan, tangannya dengan kecepatan bagaikan kilat mencengkeram pergelangan tangannya.
"Bagaimanakah keadaan dari 'Cu Swie Tiang Cing' Tan Ci Liang pada saat ini" Cepat katakan!" teriaknya keras.
"Kau hendak memaksa diriku" kuberitahu aku sama sekali tidak tahu"
"Hmm! Aku tidak takut kau tidak suka berbicara!"
Cengkeramannya mendadak dipercepat dan ditambah
dengan dua bagian tenaga dalamnya.
Lo Hong-ing segera merasakan pergelangannya sangat sakit sehingga hendak hancur semua rasanya, tak kuasa lagi paras mukanya barubah jadi pucat pasi bagaikan mayat, keringat dingin mengucur keluar dengan sangat deras membasahi seluruh tubuhnya.
Menggunakan cara yang demikian kasar hendak memaksa seorang gadis, enghiong macam apakah kau?" teriaknya melengking sambil menggertak giginya kencang kencang.
"Aku cuma mengharapkan kau suka memberitahukan berita tentang Cu Swie Tiang Cing itu kepadaku."
Baiklah! Akan kuberitahukan hal itu kepadamu, tetapi kau jangan bilang kaalu aku yang membocorkan lhoo!
"Bicaralah!?" kata Tan Kia-beng sambil mengendorkan cekalannya. "Sudah tentu aku tidak akan memberitahukan kepada orang lain bila berita ini kaulah yang membocorkan kepadaku."
"Setelah dia serta Thiat Bok Tootiang dan Leng Siauw Kiam Khek bertiga berangkat ke gurun pasir, telah datang...."
TAMAT Pendekar Kembar 7 Kuda Putih Karya Okt Pendekar Kembar 1
^