Pendekar Bayangan Setan 6

Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 6


mujarab dari kuil kami, kemampuannya sangat mujarab sekali, harap Tooheng mau menerimanya,"
ujarnya dengan halus.
Dengan sedih dan kepayahan Siong Hok Tootiang
gelengkan kepalanya.
Traaang....! pedangnya mendadak dipatahkan menjadi tiga bagian lalu dilemparkan ke atas tanah, terhadap Tan Kia-beng dengan wajah meringis menyeramkan dia berteriak, "Jikalau kau tidak mati aku Siong Hok sejak ini hari bersumpah tidak akan menggunakan pedang, tiga tahun kemudian dari pihak Heng-san-pay akan ada orang yang datang membereskan hutang hutang ini."
Selesai berkata dengan terburu-buru dia menjura kepada Ci Si Thaysu dan berkelebat meninggalkan tempat tersebut.
Sejak kejadian itulah di dalam dunia kangouw tidak pernah mendengar jejak dari Heng-san-pay lagi, tetapi seperti juga sebuah bahan peledak yang ditanam di dalam tanah pada suatu hari akan terjadi ledakan kembali yang menggetarkan seluruh dunia kangouw.
Tan Kia-beng yang melihat bayangan badan dari Siong Hok Tootiang berlalu dari sana di dalam hatinya dia merasa satu perasaan yang amat tidak enak sekali, pikirnya, "Orang-orang dari Bulim sungguh sulit sekali untuk diajak bicara terang terangan dia terus menerus mencari aku untuk mencari balas tetapi setelah dikalahkan sakit hati yang terikatpun semakin menebal, jikalau sebaliknya aku yang kalah dia akan bersikap bagaimana" Mungkin mereka tidak akan melepaskan aku dengan amat mudah"
Berpikir sampai disini dia segera merasakan orang-orang yang disebut sebagai golongan lurus sebenarnya tidak ada tempat yang patut dikagumi oleh orang lain malam ini dia sudah ada di dalam keadaan yang sangat berbahaya sekali dia mau tidak mau harus lebih berhati-hati lagi!
Waktu ini Ci Si Thaysu dengan langkah perlahan telah berjalan ke depan tubuhnya.
"Sicu, silahkan mulai melancarkan serangan!" ujarnya sambil melintangkan tangannya di depan dada.
Saat ini Tan Kia-beng telah salurkan hawa murninya mengelilingi tubuh, dia tahu kepandaian silat dari ciangbunjin dari Siauw-lim-pay ini bukan sembarang bahkan jadi orang amat budiman dan tak malu disebut sebagai seorang pendeta beribadat tinggi, karenanya dengan cepat dia bungkukkan badannya memberi hormat.
"Boanpwee mana berani berlaku kurang ajar!" ujarnya cepat
"Omintohud! Omintohud! Keadaan malam ini tidak seperti biasanya, harap sicu tidak menaruh sungkan sungkan lagi terhadap pinceng!" ujar Ci Si Thaysu dengan tenang.
Tan Kia-beng tahu apa yang diucapkan sedikitpun tidak salah, karenanya dia segera berseru dengan lantang, "Kalau memangnya begitu, maaf boanpwee akan berlaku kurang ajar!
Lihat serangan!"
Telapak tangannya dengan mengarah dada pihak lawan dihantam ke depan, segulung hawa pukulan yang amat dingin dan tajam dengan mengikuti gerakan tangannya menggulung keluar.
Ci Si Thaysu mengenal inilah ilmu pukulan hawa dingin
"Sian Im Kong Mo Kang" dari Teh-leng-bun yang amat dahsyat, dia tidak berani berlaku ayal, ujung bajunya dikebut ke depan sehingga menimbulkan hawa khie kang yang dahsyat menyambut datangnya serangan tersebut bersamaan dengan gerakan otu pula dari tengah jubahnya meluncur keluar pula segulung angin tajam mengancam urat nadi Tan Kia-beng.
---0-dewi-0--- Tan Kia-beng yang harus menghadapi musuh amat tangguh segera memusatkan seluruh perhatiannya malam ini dia hendak menggunakan seluruh kepandaian silat yang
dimilikinya untuk mengalahkan ilmu silat dari daerah Tionggoan jikalau ciangbunjin dari Siauw-lim-pay ini bisa dikalahkan maka perkembangan aliran Teh-leng-bun untuk selanjutnya tidak akan begitu sulit lagi.
Begitu serangan kebutan dari Ci Si Thaysu menyerang datang tidak terasa lagi dia menjadi keras.
Ilmu Tan Mo Hwee atau jubah penghancur iblis dari thaysu sungguh amat dahsyat sekali.
Telapak tangannya membalik mendadak lima jarinya
bersama-sama disentil di depan.
"Sreeet.... sreeet.... lima gulung angin serangan yang amat tajam dengan kecepatan yang luar biasa menyambut
datangnya serangan kebutan tersebut
"Siauwhiap terlalu memuji!" sahut Ci Si Thaysu sambil tertawa perlahan. "Gerakan Ngo Ing Lian Tan atau lima suaru menyentil bersama ini baru betul-betul merupakan ilmu sakti yang jarang terlihat di dalam kolong langit.
Walaupun pada mulutnya dia berbicara begitu merendah padahal tangannya sejak tadi sudah berubah jurus, kakinya maju ke depan sedang tubuhnya berputar ke belakang punggungnya ujung jubahnya bagaikan sambaran kilat berturut turut melancarkan lima buah serangan gencar.
Kelima buah serangan ini dilancarkan begitu cepat bagaikan berkelebatnya kilat membelah langit, tampaklah bayangan jubah berkelebat memenuhi angkasa dan mengancam seluruh jalan darah penting pada tubuh Tan Kia-beng
Dalam hati Tan Kia-beng merasa sangat terperanjat sekali, dia merasa nama besar dari ciangbunjin Siauw-lim-pay ini bukanlah nama kosong belaka kepandaian silatnya jauh lebih tinggi beberapa kali lipat dari Siong Hok Tootiang sekalian.
Tidak terasa lagi semangatnya berkobar kembali, dengan cepat dia bersuit panjang tubuhnya menerjang kembali ke dalam kurungan bayangan telapaknya, jurus jurus aneh dari
Teh-leng-bun segera dilancarkan keluar dengan sengitnya, berebut serang menyerang dengan dirinya.
Suatu pertempuran yang sengit menyeramkan seketika itu juga sudah berlangsung dengan amat ramainya.
Tua muda dua orang ini yang satu adalah gunung Thay-san dari Bulim, ciangbunjin dari Siauw-lim-pay yang namanya sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan sedang yang lain adalah manusia berbakat aneh yang merupakan jelmaan dari Han Tan Loojien itu Kauwcu dari Teh Leng Bun.
Disatu pihak berusaha mempertahankan nama baik dari Siauw-lim-pay yang sudah ada ratusan tahun lamanya menjagoi Bulim dilain pihak hendak menggunakan
pertempuran ini untuk merebut kedudukan bagi Teh Leng Kauw nya di dalam dunia kangouw, membuat pertempuran ini semakin beruntung semakin dahsyat, ilmu ilmu silat yang ditemui semuanya sudah dikerahkan keluar.
Tetapi pertempuran diantaramereka sama sekali berbeda dengan pertempuran yang terjadi seperti biasanya masing-masing pihak berganti jurus serangan dengan amat cepatnya belum sempat satu jurus digunakan habis di tengah perjalanan sudah berganti lagi dengan jurus yang lain, adakalanya pula satu jurus belum sampai digerakan masing-masing pihak sudah menggunakan sembilan gerakan yang berbeda, bahkan serangan yang digunakanpun merupakan gerakan yang amat aneh.
Ci Si Thaysu mempunyai tenaga dalam yang dilatih hampir mendekati seratus lamanya, apalagi mendapatkan pula seluruh inti sari dari ilmu silat Siauw-lim-pay, setiap jurus jurus yang digunakan tidak ada yang bukan jurus jurus sakti yang menggetarkan dunia kangous, setiap gerakannya mempunyai perubahan yang amat banyak sekali
Sedangkan Tan Kia-beng yang dikarenakan waktu yang amat singkat buatnya untuk memperdalam ilmu silat yang termuat di dalam kitab pusaka Teh Leng Cin Keng membuat banyak rahasia yang belum sempat dipahami olehnya dengan adanya pertempuran ini maka sama saja artinya memberi satu kesempatan yang paling bagus buat dirinya untuk mendalami ilmu silat tersebut.
Ci Si Thaysu tidak malu disebut sebagai seorang ketua partai besar, serangan yang digunakan semuanya dilakukan dengan benar-benar dan sungguh sungguh, tidak perduli jurus serangan itu bagaimana ganas serta dahsyatnya disemua tempat dia menaruh belas kasihan yang berlebih lebihan, membuat keadaan pertempuran itu tidak mirip dengan suatu pertempuran sengit yang sering terjadi.
Dengan demikian hal ini merupakan satu kesempatan yang paling baik bagi Tan Kia-beng untuk memahami jurus silatnya.
Pada permulaannya dan masih ada sedikit gugup dan kacau, ada beberapa kali dia kena terserang oleh gerakan yang amat aneh dari Ci Si Thaysu sehingga membuat dia terdesak mundur dalam keadaan yang menggemaskan.
Tetapi bagaimanapun juga dia adalah seorang yang cerdik, setiap kali keadaanya terdesak, dari dalam benaknya yang sudah betul-betul hapal terhadap seluruh isi kitab pusaka Teh Leng Cin Keng itu dia bisa memperoleh jawaban yang memuaskan, setiap menghadapi keadaan yang sangat
berbahaya cukup dengan satu dua gerakan yang amat aneh dia sudah berhasil mendesak Ci Si Thaysu untuk kembali Setelah lewat seratus jurus kecerdasan dari Tan Kia-beng pun semakin bertambah tajam, jurus jurus serangan yang dipahami pun bertambah banyak sehingga setiap kali melancarkan serangan dia bisa memunahkan serangan lawan
dengan amat mudah bahkan serangannyapun semakin lama semakin cepat
Ci Si Thaysu yang melihat lawannya makin lama makin bertambah lihay hatinya menjadi amat terperanjat, sewaktu turun tangan tadi dia sudah merasakan pemuda ini sekalipun tenaga dalamnya amat tinggi tapi jurus serangannya terbatas dan tidak begitu hapal, dia percaya tidak membutuhkan waktu yang lama dia sudah berhasil menawan dirinya.
Siapa sangka pekerjaan yang kelihatannya gampang ini ternyata amat sukar sekali, sewaktu keadaannya sudah berhasil dia desak sehingga amat berbahaya ternyata dia pandai menggunakan jurus jurus aneh yang belum pernah ditemuinya untuk mematahkan jurus serangannya sendiri.
Berbarengan pula dia merasa terkejut juga atas
kedahsyatan dari tenaga dalam pemuda itu yang seperti mengalirnya air di tengah samudra yang mengalir keluar tidak ada habis habisnya.
Waktu makin lama tenaga dalam yang dimilikinya bukannya bertambah lemah sebaliknya semakin menghebat, pukulannya pun makin lama makin dahsyat.
Di dalam sekejap saja dua ratus lima puluh delapan jurus sudah berlalu dengan cepatnya, Tan Kia-beng makin lama makin lancar di dalam melancarkan serangannya, hawa pukulan yang ditimbulkan oleh serangannya pun laksana angin topan yang mengamuk, jurus serangannya selalu berhasil merebut posisi penyerangan terlebih dahulu membuat tubuh Ci Si Thaysu yang tinggi besar seketika itu juga terkurung di dalam bangunan telapak yang mengaburkan pandangan.
Ci Si Thaysu yang melihat nama baiknya terancam bahaya, sekalipun dia adalah seorang pendeta beribadat tinggi yang
napsu ingin menangnya sudah lenyap tetapi pada saat ini dia mau tidak mau harus mengerahkan seluruh tenaga dalamnya juga untuk melakukan perlawanan.
Tiba-tiba terdengar suara pujian Buddha yang amat keras, seluruh tubuhnya mendadak berkeruduk dengan amat keras, tubuhnya yang sudah tinggi besar membesar lagi sebanyak lima cun. Telapak tangannya yang putih halus dengan perlahan-lahan diulur keluar dari balik jubah.
Di tengah berkelebatnya telapak serta tendangan kilat yang tajam hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan dua puluh satu pukulan serta tujuh buah tendangan maut Kehebatannya kali ini sama sekali berbeda dengan keadaan semula hampir hampir setiap jurus serangannya tentu mengakibatkan hawa pukulan yang membelah bumi, dimana serangan melanda suara menderunya angin pukulan segera memekikkan telinga membuat para penonton yang ada disamping kalangan pada mengundurkan diri ke belakang terburu-buru.
Saat ini Tan Kia-beng merasakan semangatnya berkobar kobar, melihat datangnya serangan dari sang hweesio yang begitu lihay dia segera tertawa panjang, tubuhnya meloncat ke atas menyambut datangnya serangan musuh.
Demikianlah mereka berdua dari pertempuran jurus
melawan jurus kini telah berubah menjadi adu tenaga dalam untuk berusaha merebut kemenangan
Semula perhatian para jago yang hadir disamping kalangan terkena sedot oleh keanehan dan kesaktian dari jurus serangan mereka berdua bahkan menaruh harapan terhadap Ci Si Thaysu, tetapi sewaktu melihat semangat dari Tan Kia-beng semakin lama bertambah hebat tidak terasa mereka
mulai menaruh rasa kuatir atas keselamatan dari Ci Si Thaysu itu ciangbunjin dari Siauw-lim-pay.
"Bagaimana?" tiba-tiba yang LOo Hoo Cu kepada Si Pendekar Satu Jari, Ko Cian Sim sambil menggerak gerakkan jarinya, dia yang jadi orang amat licik dan banyak akal, saat ini wajahnya sudah diliputi oleh napsu membunuh yang
membara. Maksudnya dia hendak mengundang keenam orang
cianbunjin lainnya untuk bersama-sama bergebrak maju mengerubuti Tan Kia-beng seorang, cuma saja dia merasa tidak enak untuk berbicara terang terangan.
si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djen adalah seorang yang bersifat pendekar, dia merasa dengan kedudukannya sebagai seorang ciangbunjin satu partai besar bila mana diharuskan bertempur melawan seorang angkatan muda hal ini sudah sangat memalukan sekali, apalagi harus mengerubuti bersama-sama" dengan hati kurang senang dia gelengkan kepalanya perlahan, sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke arah Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay.
Leng Hong Tootiang segera menghela napas panjang, ujarnya, "Dia bukanlah Si Penjagal Selaksa Li.... apalagi Ci Si Thaysu pun tidak akan menyetujui."
Dengan langkah perlahan dia mendekati ke tengah
kalangan. ---0-dewi-0--- Ketua partai dari sebelah Selatan ini jadi orang paling cermat dan berbudi, kini dia merasakan hatinya amat murung sekali dia kuatir nama baik dari Ci Si Thaysupun harus menemui kehancuran di dalam pertempuran kali ini, tetapi diapun menaruh rasa kasihan terhadap pemuda itu karena dia
selalu menganggap bahwa peristiwa pembunuhan berdarah yang terjadi di dalam perkampungan Cui-cu-sian ini pasti bukan hasil pekerjaan dari pemuda ini.
Phu Cing Thaysu serta Kuang Hoat Tootiang yang melihat Leng Hong Tootiang sudah maju ke depan segera sudah salah menganggap dia sudah menyetujui maksud hati dari Lo Hu Cu maka merekapun mulai bergeser mendekati tengah kalangan terpaksa Si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djin pun mengikuti dari belakang Loo Hu Cu mulai bergerak maju ke depan....
Begitu kelima orang ciangbunjin itu bergerak Cap Pwee Loo Han dari Siauw-lim-pay kecuali dua orang yang terbunuh dan tiga orang kehilangan lengan, tiga belas orang hweesio dengan mencekal toyanya masing-masing dengan pusatkan seluruh perhatiannya memperhatikan gerak gerik di tengah kalangan mereka siap turun tangan bilamana melihat ciangbunjin mereka sudah tidak tahan lagi
Sedangkan Kun lun Pat To untuk membalas rasa malu dimana pedang mereka sudah terbabat putus dan lengan pada terluka sejak semula dengan mencekal kencang kencang delapan bilah pedang sudah tersebat di sekeliling kalangan dan membentuk satu barisan pedang yang amat kuat, atau tidak perduli Tan Kia-beng menang atau kalah mereka sudah siap-siap melancarkan serangannya.
Waktu ini keadaan dari Tan Kia-beng benar-benar sangat berbahaya sekali.
TEtapi kedua orang yang sedang bertempur di dalam kalangan itu sama sekali tidak memperhatikan akan hal ini, seluruh perhatian mereka dipusatkan untuk berusaha merebut kemenangan
Sebetulnya buat Ci Si Thaysu sendiri dia sejak semula sudah tidak mempunyai keinginan untuk merebut kemenangan, tetapi dikarenakan untuk menjaga Nama besarnya terpaksa dia harus berbuat demikian.
Sejak dua puluh tahun yang lalu untuk pertama kalinya dia menjabat sebagai ciangbunjin belum pernah bergebrak melawan seseorang, pertempuran malam ini boleh dikata untuk kedua kalinya dia bertempur secara kekerasan melawan musuhnya bahkan pihak lawanpun tidak lebih cuma seorang pemuda yang kelihatannya amat lemah.
Sampai saat ini jurus serangan yang mereka berdua lancarkan sudah ada di atas lima ratus jurus banyaknya, Ci Si thaysu yang tidak berhasil menguasahi pihak lawannya makin lama kesempatannya makin berkurang sedang posisinyapun makin terdesak hatinya tidak terasa lagi mulai merasa cemas bercampur kaget, kelihatannya dia sudah tidak punya harapan lagi untuk memperoleh kemenangan bahkan kemungkinan sekali bakal menemui kekalahan ditangan pemuda itu.
Pikirannya dengan cepat berputar di dalam hati dia segera mengambil keputusan untuk memperoleh kemenangan
dengan cara bagaimanapu. Jurus serangannya dengan cepat berubah.
Telapak tangannya dengan mendatar dada mendesak
didorong ke depan dengan hebatnya, segera terasalah segulung tenaga hawa yang amat santer disertai suara menggeletarnya guntur menyambut datangnya Tan Kia-beng dengan dahsyat.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menyangka di dalam keadaan seperti ini, dia bisa secara tiba-tiba mau mengadu kekerasan dengan dirinya, di dalam keadaan gugup kecuali
menerima serangan tersebut dengan kekerasan satu satunya jalan cuma mundur ke belakang
Dengan sifatnya yang jumawa dia mana mau
memperhatikan kelemahannya" dengan cepat hawa murninya disedot lalu disalurkan satu lingkaran mengelilingi tubuhnya, sepasang telapak tangannya dengan membuat lingkaran dengan cepat didorong ke depan dengan mendatar.
Dengan santaranya tenaga Im serta tenaga Yang itu bentrok menjadi satu sehingga mengakibatkan suara ledakan yang amat keras masing-masing pihak tidak kuasa lagi pada mundur dua langkah ke belakang.
Ci Si thaysu segera memuji keagungan Buddha,
"Omintohud.... omintohud, Siauwhiap apakah berani menerima jurus "Djin Mo Kiam Ci" dari Loolap?" serunya. Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak.
"Napsu membunuh sudah timbul, cayhe memangnya sudah terjerumus ke dalam golongan iblis kenapa takut jurus kawanan iblis hilang lenyap dari dirimu itu?" teriaknya mengejek.
"Bluum....!" di tengah kalangan segera menggulung datang rentetan hawa pukulan yang amat keras
Ci si thaysu berturut turut mundur tiga langkah ke belakang sebuah jubah hwesionya yang amat besar mendadak
bergelembung seperti bola menahan datangnya serangan itu.
Air muka dari Tan Kia-beng segera berubah memerah, tubuhnya dengan amat cepatnya mengundurkan diri tiga langkah ke belakang
Mendadak dia membentak kembali.
Silahkan Taysu merasakan jurus Can Pek Put Hun ku yang lihay.
Tubuhnya sekali lagi menubruk maju ke depan, dari tengah udara dia kirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Jurus pukulan ini datangnya laksana angin topan yang bertiup di tengah udara, kecepatannya luar biasa, ternyata dari hawa pukulan Im dia sudah mengubah jadi pukulan hawa Yang yang amat hebat.
"Iiihh....." tiba-tiba Ci si taysu menjerit tertahan.
Karena dia segera merasakan datangnya serangan ini amat kuat bahkan tenaga pukulannya merupakan hawa khe kang dari aliran lurus yang amat hebat, ilmunya ini sama sekali berlainan dengan jurus jurus serangan yang termuat di dalam aliran Teh-leng-bun, karena itulah dia merasa amat keheranan bercampur terperanjat.
Tetapi saat ini hawa Khie kang yang amat dahsyat itu sudah melanda datang laksana tindihan gunung Thay-san, hal ini tidak memberikan dia berpikir panjang lagi, tubuhnya dengan cepat menyingkir ke samping sepasang telapaknya bagaikan berputarnya roda kereta melancarkan bayangan telapak yang amat banyak menyambut serangan tersebut.
Dua gulung angin pukulan yang amat dahsyat bertemu di tengah udara dan meledak dengan amat kerasnya, pasir serta debu pada beterbangan memenuhi angkasa membuat
pandangan menjadi kabur.
Pada saat itulah tubuh Tan Kia-beng sudah terpental oleh tenaga pukulan dari Ci si taysu sehingga tergetar mundur tida depa ke tengah udara, dia cuma merasakan dadanya amat sesak sehingga sukar untuk bernapas, dengan meminjam kesempatan ini tubuhnya dengan cepat berputar mengelilingi
udara mendadak dia membentak keras lalu menerjang ke bawah dengan amat cepatnya.
Bersamaan pula waktu itu tubuh Ci si Taysu sedang meloncat ke atas sehingga serangan mereka kembali bertemu di tengah udara....
"Braakk.... empat telapak bertemu kembali sehingga mengakibatkan getaran yang amat keras, tubuh mereka berdua sama-sama melayang turun kembali ke atas tanah.
Para jago lainnya yang melihat kejadian ini tidak terasa lagi menjadi sangat terkejut sekali, Cap Sah Loo Han dari siauw lim pau yang mengira Ciangbunjin sudah menemui bencana bersama-sama dengan gusarnya membentak keras lalu menerjang ke depan.
Terlihatlah Ci Si thaysu dengan duduk bersila meninggalkan permukaan kurang lebih setengah depa, sepasang tangannya disilangkan di depan dada membentuk gaya seperti pagoda, kini sepasang telapaknya menempel rapat rapat dengan tangan kiri Tan Kia-beng.
Sebaliknya tubuh dari Tan Kia-beng laksana seekor capung dengan sepasang kakinya berada di tengah udara. tetapi sepasang telapaknya dengan kencangnya merapat dengan sepasng telapak dari Ci si Thaysu.
Melihat kejadian ini walaupun di dalam hati Ca Sah Loo Han merasa rada lega tetapi toja yang ada ditangannya bagaikan titiran air hujan tetap melancarkan serangan gencar menghajar ketubuh Tan Kia-beng.
Pada saat ini jangan dikata toja yang amat berat apalagi disertai tenaga pukulan yang hebat, sekalipun sebuah kayu kecil saja jikalau dipukulkan ke atas tubuhnya dia tentu akan
terkejut dan dengan demikian dirinya akan terpukul binasa oleh getaran tenaga dalam Ci si thaysu.
Kelihatan sekali ketiga belas toja yang memancarkan sinar keemasan dan menyilaukan mata itu desertai suara desiran angin pukulan yang amat keras hampir mendekati tubuh Tan Kia-beng.
Mendadak.... Terlihatlah serentetan sinar keperak perakan bagaikan kilat cepatnya berkelebat dari arah samping.
"Traaang.... traang....!" seluruh toya tersebut sudah berhasil dipukul pental. tampaknya Leng Hong tootiang dari Bu-tong-pay dengan wajah angker berdiri didamping tubuh kedua orang itu.
"Siauw-lim-pay adalah sebuah partai yang lurus bagaimana kalian bisa melakukan pekerjaan seperti ini dengan meminjam kesempatan orang sedang menghadapi bahaya melancarkan serangan bokongan?" ujarnya dingin. "Apa kalian tidak takut dibuat bahan tertawaan oleh jago-jago Bulim lainnya"
Walaupun orang ini bisa berbuat banyak kejahatan, tetapi kalian bisa menunggu setelah menang kalah sduah terlihat kalian baru bersama-sama melancarkan serangan gabungan, saat ini kalian dilarang mengganggu seujung rambutnyapun."
Cap sah Loo Han yang tadi merasa kuatir atas keselamatan dari ciangbunjinnya tanpa berpikir panjang sudah mengikuti nafsu melancarkan serangan. kini setelah mendapatkan tegoran dari Leng Hong Tootiang tidak terasa lagi dengan perasaan menyesal pada menundukkan kepalanya menjura, dengan perlahan-lahan mereka mengundurkan diri kembali ke tempat semula
Tiba-tiba terlihat Loo Hu Cu dari Go-bie Pay dengan wajah yang menyengir licik berjalan mendekati Leng Hong Tootiang yang masih berdiri di tengah kalangan dengan angkernya itu.
Perkataan dari Leng Hong Too heng sedikitpun tidak salah, kita orang mana boleh beruntungan dengan menggunakan kesempatan orang lain lagi dalam keadaan bahaya"
Dia jadi orang amat licik sekali, dia tahu pertempuran mengadu tenaga dalam semacam ini keadaannya sangat berbahaya sekali, sedikit lengah saja pihak yang menderita kalah akan menemui suatu akibat yang sangat berat sedang pihak yang lain menang pun akan kehilangan tenaga murninya dalam jumlah yang besar.
Misalnya mereka berdua sedang seimbang maka akhirnya kedua belah pihak pun sama-sama akan menderita kekalahan Di dalam hati dia paham kalau diantara tujuh partai besar tenaga dalam dari Ci Si Taysu paling sempurna, dia adalah satu satunya musuh tangguh di dalam perebutan gelar jagoan nomor wahid dikemudian hari.
Bilamana pada saat ini kedua duanya dibiarkan menemui kerugian maka tanpa bergebrak secara langsung dia sudah kehilangan dua orang musuh tangguh, karena itulah dia pun tidak mau mengusulkan kepada yang lain untuk melukai Tan Kia-beng sebelum mereka berdua memperoleh keputusan tiap menang tiap kalah.
Pada saat ini begitu tubuh Tan Kia-beng mencapai di atas permukaan tanah dengan cepat dia duduk bersila saling berhadap hadapan dengan Ci Si Taysu.
Selama semalaman in berturut turut Tan Kia-beng harus melawan Cap Pwee Loo Han dari Siauw-lim-pay kemudian Kun-lun-pay To serta Siong Hok Tootiang. tenaga murninya
sudah banyak berkurang. Saat ini diapun diharuskan beradu tenaga dalam lagi dengan Ci Si Taysu membuat dia akan mereka badannya amat lelah sekali.
Apalagi para jago yang berdiri diluar kalangan pada saat ini sedang memandangi dirinya dengan mata melotot, hal ini membuat pikirannya tambah terbayang dan tidak dapat memusatkan perhatiannya.
Dengan demikian dia semakin merasa tenaga dalam dari pihak lawan semakin berat laksana tindihan gunung Thay-san, hawa murninya sendiri yang ada di dalam pusar hampir hampir terasa mau buyar dibuatnya.
Di dalam hati dia merasa amat cemas, mendadak hawa murninya disalurkan keluar sesuai dengan ajaran ilmu Lweekang "Pek Tian Sin Kang." hawa murninya dari golongan Im kini berubah jadi tenaga Yang yang amat dahsyat.
Tetapi karena dia menarik hawa murninya terlalu keras itulah mendadak dia merasakan dadanya bergolak keras, hawa Im serta hawa Yang yang ada di dalam tubuhnya bersama-sama mencampur jadi satu dengan hawa murninya yang sebenarnya.
Laksana gulungan ombak yang dahsyat dengan tidak henti hentinya hawa murninya mengalir keluar dan menerjang kebadan musuh.
Dia sudah ada pengalaman satu kali, sekalipun dia tidak tahu hal ini diakibatkan oleh pil sakti dari ular ribuan tahun serta tenaga murni dari Han Tan Loodjin yang belum mencair dan bergabung menjadi satu tetapi dia tahu hal ini tentu ada sebab sebabnya,
Sembari mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan pihak musuh diam-diam dia mulai menyalurkan hawa
murninya dengan perlahan-lahan mencairkan kedua buah tenaga murni itu sehingga bersatu dengan tenaga murninya sendiri.
Begitu mulai melancarkan serangannya Ci Si Thaysu sudah memperoleh posisi yang amat baik membuat hatinyapun semakin manatap;
Dengan cepat dia mengerahkan seluruh tenaga dalam yang dilatihnya selama puluhan tahun ini untuk mendesak pihak lawannya.
Mendadak dia merasakan tenaga dalam dari pihak lawan semakin dahsyat lagi, sebentar keras sebentar lunak dengan dahsyatnya mengalir keluar menerjang badannya membuat dia tak terasa lagi menjadi sangat terkejut.
Dia segera menggigit kencang bibirnya sendiri tenaga dalamnya dikerahkan jadi sepuluh bagian untuk menahan datangnya serangan yang bertubi tubi itu. Walaupun untuk sementara dia bisa menahan serangan itu tetapi badannya terasa amat tersiksa.
Tidak sampai seperminum teh kemudian dari keningnya mulai mengucur keluar keringat sebesar kacang kedelai wajahnya berubah jadi merah darah jubahnya yang dipakai seketika itu juga sudah dibuat basah kuyup.
Sebaliknya pada saat ini Tan Kia-beng duduk bersila dengan amat tenangnya, satu senyuman manis menghiasi bibirnya.
bahkan kelihatan tidak ngotot hal ini menunjukkan kalau tenaga dalamnya jauh lebih tinggi satu tingkat dari pihak lawannya.
Semua jago yang ada di dalam kalangan ketika dapat melihat keadaan seperti ini tidak terasa lagi pada menaruh rasa kuatir juga bagi keselamatan Ci Si thaysu apalagi ketiga
belas Loo han itu dengan mencekal toyanya kencang kencang mereka mulai bergerak menerjang masuk ke tengah kalangan.
Toyanya diangkat ke atas siap-siap melancarkan serangan, agaknya mereka sudah mengambil keputusan sedikit Ci Si taysu kelihatan berbahaya maka mereka bersama-sama akan turun tangan membinasakan Tan Kia-beng.
Pada saat semua orang merasakan hatinya berdebar debar dan suasana semakin tegang itulah....!
Mendadak.... Dari tengah udara tiba-tiba berkumandang datang suara tertawa aneh yang amat menyeramkan sehingga mirip dengan suara gekikan burung hantu yang mendirikan bulu roma, sesosok bayangan manusia bagaikan sambaran kilat cepatnya melayang turun ke tengah kalangan kemudian menerjang masuk mendekati kedua orang itu.
Secara samar-samar para jago dapat melihat orang ini agaknya adalah seorang kakek tua berjubah hitam mukanya berkerudung.
Ketiga belas orang Loohan segera bersama-sama
membentak keras, tiga belas buah toya yang memancarkan sinar keemas emasan mendadak berkelebat membentuk satu dinding sinar yang amat kuat dihadapan kedua orang itu dan menahan datangnya terjangan dari orang tersebut.
Orang itu segera tertawa dingin, tubuhnya bagaikan bayangan setan dengan amat cepatnya berputar di tengah udara untuk menerjang masuk ke dalam dinding sinar itu kemudian dengan mengayunkan tangannya dia melancarkan satu pukulan dahsyat yang amat dingin dan laksana ambruknya gunung Thay-san menekan Ci si Thaysu berdua
agaknya dia bermaksud untuk membinasakan kedua orang itu sekaligus.
---0-dewi-0--- JILID: 11 Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini berlangsung terlalu mendadak, sekalipun di tengah kalangan berdiri berpuluh puluh orang jagoan berkepandaian tinggi ternyata tak seorangpun yang sempat menghalangi datangnya angin pukulan itu.
Pada saat itulah dari luar kalangan mendadak
berkumandang datang suara pujian kepada Sang Buddha, sesosok bayangan abu abu dengan cepatnya melayang masuk ke tengah kalangan kemudian, diikuti segulung angin pukulan yang lunak mengalir keluar menyambut datangnya angin pukulan si orang tua berjubah hitam itu.
Seketika itu juga suara ledakan yang amat bergema memenuhi seluruh angkasa, terdengar kakek tua itu mendengus berat mendadak tubuhnya meloncat setinggi tujuh delapan kaki kemudian bagaikan seekor burung elang dengan cepatnya berkelebat meninggalkan tempat itu.
Kedatangan maupun kepergiannya amat cepat bagaikan tiupan angin berlalu, semua jago yang ada disana ternyata tidak sempat untuk melihat siapakah bayangan manusia yang baru saja berkelebat itu.
Bayangan abu abu yang datang terakhir pun agaknya tergetar olah angin pukulan tersebut, tubuhnya berturut turut mundur beberapa depa ke belakang baru berhasil berdiri tegak
kiranya orang itu bukan lain adalah Sam Koan Sin nie yang namanya sudah menggetarkan seluruh Bulim.
Dengan wajah yang amat murung sekali dia gelengkan kepalanya lalu menghela napas panjang, mendadak tubuhnya mencelat kembali ke atas diantara berkibarnya ujung baju tubuhnya dengan cepat meluncur ke depan mengejar ke arah bayangan hitam yang meninggalkan tempat itu terlebih dulu.
Untung sekali Ci Si Thaysu serta Tan Kia-beng yang sedang mengadu tenaga dalam tidak sampai terpukul oleh angin pukulan yang dilancarkan kakek tua berjubah hitam yang berkerudung itu, sekalipun begitu mereka pun tergetar juga oleh dorongan angin pukulan tersebut sehingga pada mendengus berat kemudian berpisah dan masing-masing menggelinding di atas tanah sejauh dua kaki.
Sewaktu semua orang merasa sangat terkejut dan bingung dengan kejadian yang sudah berlangsung barusan ini. kembali terlihat sesosok bayangan merah bagaikan kilat cepatnya berkelebat masuk ke tengah kalangan kemudian bungkukkan badan mengendong tubuh Tan Kia-beng.
Sedikit ujung kakinya menutul permukaan tanah tubuhnya dengan amat ringannya sudah meloncat keluar dari tembok pekarangan dan melayang ke arah hutan diluar perkampungan Cui-cu-sian.
Loo Hu Cu yang melihat Tan Kia-beng berhasil ditolong oleh dia jadi amat gusar sekali, dengan cepat dia membentak keras tubuhnya dengan dahsyatnya menubruk ke arah tembok pekarangan itu.
Tetapi pada waktu dia menubruk ke depan itulah sinar pedang dari Kun lun Pat To sudah berkelebat memenuhi angkasa kemudian bersama-sama mengejar dari belakangnya.
Pada saat itu kembali terasa segulung angin pukulan berhawa dingin menggulung datang, terlihat sesosok bayangan putih diiringi suara tertawanya yang amat merdu meloncat keluar dari balik tembok kemudian dahsyat ke arah para jago
Melihat datangnya serangan yang amat gencar itu mereka semua pada terdesak turun dari atas tembok.
"Pek Ih Loo Sut!" seru mereka berbareng dengan terkejut.
Tetapi di dalam sekejap mata itu pula bayangan putih itu sudah lenyap tak berbekas.
Ilmu pukulan yang digunakan kakek berjubah hitam yang berkerudung tadi adalah ilmu pukulan "Teh Yang Mo Ciang"
yang merupakan ilmu tunggal dari si "Penjagal Selaksa Li" H
Hong, sedang orang yang menahan kejaran para jago pun adalah putrinya si Pek Ih Loo Sat" Hu Siauw-cian adanya.
Dengan adanya kejadian ini maka para jago dari tujuh partai besar semakin menganggap kalau pembunuhan
berdarah yang terjadi di dalam perkampungan Cui-cu-sian adalah perbuatan dari si Penjagal Selaksa Li Hu Hong serta Tan Kia-beng.
Setelah rasa terkejut yang mencekam di hati para jago dapat diredakan terdengarlah dari Lo Hu Cu
memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat menyeramkan
Semula pinto masih menaruh sembilan bagian rasa welas asih kepada mereka, tetapi kini loohu tidak bisa berbicara lagi kami Go bi pay bersumpah akan menggunakan cara apapun untuk bergebrak dan mencari gara gara dengan kawanan iblis itu.
Leng Hong Tootiang dengan termenung menundukkan
kepalanya rendah rendah dia merasa amat malu sekali dengan kejadian yang baru saja terjadi ini.
Tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar ada lima orang yang hadir dikalangan tetapi tidak disangka mereka berlima tidak berhasil mencegah orang lain untuk melukai dan menolong kawannya.
Semula si kakek tua berkerudung itu yang ada
kemungkinan adalah si Penjagal Selaksa Li Hu Hong munculkan dirinya kalau dia sih masih mendingan tetapi kemudian orang yang menolong Tan Kia-beng jelas adalah dua orang gadis yang usianya masih muda.
Bilamana peristiwa ini sampai tersiar di dalam Bulim mau kemanakan wajah dari tujuh partai besar" Bagaimana mereka bisa memimpin Bulim lagi" dengan sangat menyesalnya dia menghela napas panjang kemudian tubuhnya meloncat melewati tembok pekarangan seorang diri dia meninggalkan perkampungan Cui Cu Sian itu terlebih dulu.
Ketiga belas orang Loo Han dari Siauw-lim-pay pun segera menggotong pergi Ci Si Thaysu yang sudah jatuh tidak sadarkan diri saking kagetnya, bersama-sama dengan ketiga orang hwesio yang terluka mereka meninggalkan tempat itu dengan hati yang murung.
Diikuti para jago dari partai lainnyapun berturut turut saling susul menyusul meninggalkan tempat tersebut.
Demikianlah peristiwa pembunuhan massal yang terjadi diperkampungan Cui Cu Sian dengan amat cepatnya sudah tersiar di seluruh kalangan dunia persilatan bagaikan api yang membakar lapangan siang siang dengan cepatnya berita itu sudah menjalar keseluruh pelosok tempat bahkan sudah
menggemparkan para jago baik dari kalangan Pek-to maupun dari kalangan Hek-to.
Para partai yang kehilangan orangnya di dalam
pembunuhan itu semakin dibuat gusar lagi mereka bersumpah hendak membunuh iblis ganas penyebab kekacauan di Bulim ini.
Si Penjagal Selaksa Li yang namanya sudah menggetarkan seluruh sungai telaga saat ini sudah dianggap sebagai duri di depan mata, dimana saja dia sampai tentu ada orang yang mengejar dan hendak membunuh dia, sebaliknya Tan Kia-beng yang dikarenakan memiliki pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam memancing pula keinginan orang lain untuk
merebutinya. Dengan demikian hampir boleh dikatakan dimana mana berkelebat bayangan iblis setiap langkah bergerak maju keadaan situasi sangat berbahaya sekali setiap kali ada ancaman bahaya maut
Tetapi sejak Tan Kia-beng ditolong pergi oleh bayangan merah itu ternyata lama sekali dia tidak munculkan dirinya kembali di dalam Bulim, sebetulnya dia pergi ke mana" Dan bagaimana dengan keadaan lukanya"
---0-dewi-0--- Kita balik pada Tan Kia-beng yang berada di dalam keadaan tidak sadar sudah ditolong oleh orang lain dan dibawa lari meninggalkan perkampungan Cui Cu sian itu.
Entah sudah berlari seberapa lamanya akhirnya gadis berbaju merah itu baru berhenti berlari dan dengan perlahan meletakkan badan Tan Kia-beng ke atas tanah.
Sepertanakan nasi kemudian Tan Kia-beng baru sadar dari pingsannya, dia membuka matanya dengan perlahan
tampaklah orang yang menolong dirinya ternyata adalah gadis berbaju merah yang mukanya berkerudung.
Gadis ini pernah ditemuinya satu kali di dalam kebun bunga dibelakang bangunan "Cun Ong Hu" waktu itu dia merasa potongan badannya sangat dikenal olehnya.
Saat ini setelah berhadap hadapan mata dia merasa potongan badannya semakin terasa pernah dikenal olehnya, tetapi pada waktu itu tidak ada kesempatan buatnya untuk banyak bertanya.
Diam-diam dia menyalurkan hawa murninya untuk
mengitari seluruh tubuhnya satu kali saat itulah dia baru merasa kalau hawa murninya mulai membuyar, ada beberapa buah urat nadi serta jalan darahnya yang tersumbat Tidak terasa lagi dia menghela napas panjang
Mendadak terdengar gadis itu membuka mulutnya bertanya dengan suara yang amat halus sekali, "Bagaimana dengan keadaan lukamu?"
"Tiga urat nadi tersumbat delapan jalan darah sukar ditembusi"
"Lalu bagaimana sekarang?"
"Soal ini aku percaya masih ada cara untuk mengeatasi cuma saja aku membutuhkan waktu tiga hari baru bisa menembusi kembali urat nadi serta jalan darah tersebut...."
Selesai berkata dengan terhuyung huyung dia merangkak bangun menjura kepada gadis itu.
"Budi pertolongan dari nona untuk selamanya cayhe tidak bakal lupakan, dapatkah cayhe mengetahui nama besar dari nona?" ujarnya.
Gadis itu segera tersenyum.
"Bertemu kenapa harus berkenalan?" ujarnya kemudian dengan nada yang penuh rasa kuatir sambungnya lagi.
"Saat ini jejak musuh tersebar di seluruh penjuru dunia badanmupun sedang menderita luka walaupun boleh dikata tiga hari kemudian badanmu bisa pulih kembali seperti sedia kala tetapi bilamana tidak ada orang yang menjaga dirimu bagaimana hal ini bisa terjadi" Heei sungguh membuat hatiku cemas, suhukupun melarang aku...."
Bicara sampai disini mendadak dia menelan kembali kata-katanya kemudian menghela napas panjang.
"Nona sudah menolong cayhe meloloskan diri dari mulut macan. budi tersebut aku tidak dapat melupakan untuk selamanya bagaimana sekarang cayhe berani minta nona untuk susah susah menjagakan diriku lagi?" ujarnya Tan Kia-beng sambil tertawa pahit Bilamana nona ada urusan silahkan berlalu"
Sehabis berkata dia merangkap tangannya siap berjalan meninggalkan tempat tersebut dengan cepat gadis berbaju merah itu melayang ke depan menghalangi perjalanan.
"Kau tidak boleh berlari seenaknya!" teriaknya dengan cemas. "kita pergi mencari satu tempat persembunyian yang baik dulu kau lantas mengobati lukamu disana sedang aku pergi mengerjakan perintah dari suhu, setelah urusan selesai aku segera akan kembali lagi bagaimana" Kau rasa baik tidak cara ini"
Tan Kia-beng cuma merasakan nada ucapan itu amat halus dan mesra sekali membuat orang merasa hatinya sedikit berdebar debar disamping itu diapun merasa suara itu sangat dikenal olehnya membuat dia semakin tertegun dibuatnya.
Sepasang matanya terbelalak lebar-lebar dan
memperhatikan dirinya mulut melongo, untuk sesaat lamanya ternyata dia sudah lupa untuk memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Ketika gadis itu melihat dia berkesikap demikian, tidak terasa senyuman manis kembali menghiasi bibirnya.
"Eeei kau kenapa?" tanyanya perlahan, "Kenapa
memandang aku terus tanpa berbicara apakah dibadanku ada gulanya"
Saat itulah Tan Kia-beng baru merasa kalau sikapnya sekali tidak sopan, air mukanya seketika itu juga berubah jadi merah padam seperti kepiting rebus.
Sekonyong konyong....
Terdengar suara yang amat merdu bergema datang disusul dengan suara ketawa cekikikan yang amat ramai.
"Walaupun badanmu tidak bergula tapi mulutmu ada
madunya.... hiii.... hii...."
Mendengar perkataan tersebut si gadis berbaju merah yang berkerudung itu jadi sangat terperanjat.
"Kau siapa?" bentaknya dengan keras.
Tampaknya bayangan merah berkelebat dengan cepat
menubruk ke arah mana berasalnya suara tadi.
Baru saja gadis berbaju merah itu menubruk keluar dari hutan tersebut kembali tampak bayangan putih dengan cepat
bagaikan kilat sudah menerjang kehadapan Tan Kia-beng kemudian menotok jalan darah tidurnya. Setelah itu ia menggandeng tubuhnya ke dalam pelukan dan kembali melayang meninggalkan tempat itu Hanya di dalam sekejap saja mereka berdua sudah lenyap tak berbekas.
Tan Kia-beng yang urat nadinya serta jalan darahnya tersumbat pendengaran serta ketajaman matanya sudah tidak tajam lagi, menanti dia merasa adanya serangan bokongan dan siap hendak meronta waktu sudah terlambat dengan mudahnya dia berhasil ditawan oleh orang tersebut.
Entah lewat beberapa saat lamanya dia baru sadar kembali dari pingsannya, dengan cepat dia membuka matanya, dia menemukan dirinya berbaring disamping sebuah hutan bambu.
Si iblis wanita berbaju putih Hu Siauw-cian dengan mencekal tangannya.
Ketika Tan Kia-beng melihat dirinya tidak kuasa hawa amarahnya sudah berkobar kembali, dengan cepat meloncat bangun.
"Hmm tidak aneh kalau orang-orang kangouw pada siap sedia hendak bunuh kalian ayah beranak," makinya dengan gusar. "Kiranya kalian beranak memang berhati kejam dan buas."
"Eeeei.... kau bertemu dengan ayahku?" balik tanya Hu Siauw-cian dengan keheranan, sepasang biji matanya yang hitam dan jeli itu dengan amat menggiurkan memandang tajam dirinya.
"Hmm, bilamana aku bertemu dengan dirinya dia tidak bakal bisa lolos dengan begitu mudah dari tanganku"
"Heee heee, kau jangan mengira dengan kepandaianmu yang tidak seberapa itu lalu boleh bersikap sombong, kau kira ayahku mudah diganggu?" seru Hu Siauw-cian tertawa dingin
"Perduli dia mudah diganggu atau tidak, aku orang she Tan bersumpah akan bunuh dirinya."
"Kau.... kau.... kau manusia tidak berbudi...."
Di tengah sembarang angin yang amat tajam mendadak Hu Siauw-cian meloncat maju ke depan kemudian ayunkan tangannya persen beberapa gaplokan ke atas pipinya.


Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Kia-beng yang sekarang bukanlah seperti Tan Kia-beng dahulu, mana dia mau membiarkan dirinya terkena gaplokan tersebut"
"Kau cari gara gara...." bentaknya dengan keras
Kakinya sedikit bergerak.... Sreet.... dengan disertai suara desiran yang amat keras dia melancarkan satu pukulan dahsyat ke arah depan....
Tetapi sebentar kemudian dia sudah dibuat tertegun Bukankah urat nadi serta jalan darahku sudah tersumbat"
bagaimana sekarang aku bisa mengerahkan tenaga kembali"
pikirnya dalam hati.
Diam-diam dia segera menyalurkan hawa murninya untuk mengitari seluruh tubuh dia segera merasakan badannya sangat nyaman tidak terasa ada sedikit gangguan pun seketika itu juga dia jadi paham kembali.
Dia tahu tentunya setelah si iblis wanita berbaju putih Hu Siauw-cian menotok jalan darahnya yang tersumbat.
Ketika akan teringat sikapnya yang berangasan barusan ini di dalam hati dia jadi merasa riku dengan sendirinya, dengan perlahan-lahan dia angkat kepalanya memandang ke arahnya.
Tampak Hu Siauw-cian seperti juga keadaan semula sambil menyekal bambu dia memandang dirinya sambil tersenyum, sikapnya yang polos dan nakal itu benar membuat orang jadi kewalahan, mau marah pun dibuat tidak jadi.
Dengan langkah yang lebar dia segera berjalan maju ke depan lalu mengangkat tangannya menjura
"Cayhe Tan Kia-beng mengucapkan banyak terima kasih atas budi kebaiakn dari nona yang menolong jiwaku" ujarnya halus
Hu Siauw-cian segera menutup mulutnya dan tertawa cekikikan
"Aduuhh.... aduhh.... dari mana datangnya begitu banyak adat yang konyol?" ejeknya.
Tan Kia-beng tidak mau menggubris ejekannya itu, dengan kata-kata yang serius itu kembali ujarnya, "Seorang lelaki sejati dapat membedakan mana yang berbudi mana yang dendam, walaupun nona ada budi terhadap cayhe tetapi peristiwa pembunuhan berdarah yang sudah terjadi dalam perkampungan Ciu Cu Sian cayhe tidak bisa untuk tidak bertanya kalau tidak berbuat berbuat demikian, bagaimana cayhe bisa bertanggung jawab terhadap orang-orang yang sudah mati itu?"
"Eeei kau sedang main sandiwara apa apa itu dendam....
apa itu sakit.... aku sama sekali tidak paham, baiknya kau bicara lebih jelas lagi."
"Apa kau tidak melihat sendiri kepala kepala manusia yang tergantung di depan pintu masuk perkampungan Cui-cu-sian"
aku mau tanya padamu orang-orang itu sebenarnya ada dendam sakit hati apa dengan kalian ayah beranak" Kenapa kalian hendak menggunakan cara yang begitu kejam dan ganas untuk menghadapi mereka?"
"Aku minta kau jangan bicara sembarangan teriak Hu Siauw-cian tiba-tiba dengan gusar sedang badannya dengan cepat menerjang kehadapannya Ayahku sejak kembali dari gunung Go-bie sudah mengambil keputusan mau pergi cari perhitungan dengan si kakek berkerudung yang memalsu kami ayah beranak, sampai saat ini beritanya sama sekali tidak kedengaran."
Berbicara sampai disini dia merasa hidungnya jadi kecut dia titik air matanya menetes keluar membasahi pipinya, kemudian ujarnya lagi dengan sedih.
Dia takut kepergiannya kali ada bahaya maka dia ngotot tidak memperkenankan aku ikut serta bahkan menitipkan aku disuatu tempat yang tersembunyi aku yang harus berada di tempat yang begitu sunyi seorang diri lama kelamaan merasa tidak kerasan juga karena itu secara diam-diam aku kembali lagi keperkampungan Cui-cu-sian, siapa tahu tepat aku sudah bertemu dengan peristiwa berdarah tersebut akhirnya karena ingin melindungi dirinya aku tidak sempat lagi untuk menanyakan peristiwa ini lebih lanjut.
"Lalu apa kau tahu ayahmu sudah pergi ke mana?" tanya Tan Kia-beng keheranan.
"Bilamana aku tahu dia hendak pergi ke mana sekalipun dia tidak memperkenankan aku ikut akupun bisa secara sembunyi sembunyi mengikutinya."
"Kalau begitu urusan ini amat aneh sekali."
"Apanya yang aneh" urusan ini pastilah perbuatan dari orang yang mau mencelakai dan memfitnah kami, kau jangan mengira ayahku suka membunuh orang, padahal dia adalah seorang yang berperasaan halus, cuma saja sifatnya memang rada keras kukoay sekali. Selama ini dia selalu menganut: kau tidak mengganggu akupun tidak mengganggu orang lain.
bilamana bukannya pihak lawan terlalu mendesak dirinya diapun tidak bakal mau turun tangan membunuh orang lain, aku berani memastikan kalau peristiwa yang terjadi di dalam perkampungan Cui-cu-sian bukanlah hasil pekerjaannya."
Tan Kia-beng sudah ada dua tiga kali bertemu muka dengan si penjagal sekasa li Hu Hong, dia pun merasa perkataan dari Hu Siauw-cian ini bukannya sedang membela ayahnya, sikap serta tindak tanduk dari Hu Hong agaknya memang seperti apa yang dikatakan ulhnya tidak terasa lagi di dalam hati dia mulai merasa ragu ragu.
Orang yang secara diam-diam mengacau dan sengaja
memfitnah dirinya pasti bukan dikarenakan ada dendam sakit hati dengan si Penjagal Selaksa Li Hu Hong sasa pikirnya di dalam hati. Dia tentu masih ada tujuan lain yang lebih besar bilamana dia mau memintah saja kenapa dia harus harus membunuh orang sebegitu banyaknya" apakah dia tidak takut setelah peristiwa ini terseingkap maka dirinya bakal mengikat permusuhan dengan banyak orang"
Hu Siauw-cian yang melihat lama sekali dia tidak menjawab dengan perlahan lantas berjalan kehadapannya dan goyang goyangkan pundaknya.
"Eeei apa kau tidak percaya dengan omonganku?" tanyanya sambil mencibirkan bibirnya.
"Bukannya tidak percaya," ujar Tan Kia-beng sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku sedang berpikir apa tujuan dia sengaja memfitnah kalian berdua?"
"Apanya yang perlu dipikirkan lagi?" seru Hu Siauw-cian secara tiba-tiba dengan amat gusarnya. "Dia tentu sedang berusaha untuk menimbulkan berbagai persoalan agar orang lain pada datang mencari balas dengan ayahku. Hmm! aku tidak akan takut kita lihat saja bagaimana akhirnya."
"Sekarang bukan persoalan takut atau tidak takut" bantah Tan Kia-beng dengan cepat. "Bilamana kita diharuskan menerima angus dari pantat kuali bukankah hal ini sangat menyakitkan hati sekali" apalagi nama kalian ayah beranak di dalam dunia kangouw pun sudah tidak terlalu baik, apa kalian tidak ingin mencuci bersih noda tersebut"
"Heei.... kita jangan membicarakan soal ini lagi, hatiku benar-benar jadi murung setiap kali mendengar soal itu baiknya kita bicarakan lagi persoalan tersebut sesudah ayahku kembali"
Walaupun dimulutnya Tan Kia-beng mengatakan demikian tetapi untuk beberapa saat lamanya diapun tidak memperoleh satu cara yang bagus untuk mengatasi persoalan tersebut.
Hal inipun dikarenakan waktu baginya untuk berkelana di dalam dunia kangouw masih terlalu pendek, situasipun tidak begitu paham ditambah lagi diapun tidak mempunyai kawan erat yang dapat dimintai kabar maka itu satu satu cara buatnya untuk mencari berita adalah terjun kembali kedunia kangouw dan menerjang kesana kesini dengan ngawur.
Kini setelah Hu Siauw-cian berbicara demikian diapun merasa pada waktu ini cara tersebut adalah satu cara yang baik.
Kemungkinan sekali dikarenakan dia sudah menerima pandangan yang jelek terhadap Siauw Cian sewaktu ada dikebun bunga dibelakang bangunan Cun Ong Hu walaupun pada saat ini dia merasa Hu Siauw-cian bukanlah seorang gadis yang tersesat tetapi di dalam hati kecilnya dia tidak ingin bergaul lebih rapat dengannya.
Selesai berkata dia segera merangkap tangannya siap meninggalkan tempat itu.
"Eeei! kau hendak kemana?" teriak Hu Siauw-cian tiba-tiba dengan suara keras
Terpaksa Tan Kia-beng menghentikan langkahnya.
"Manusia gelandangan seperti aku ini mana ada tempat tinggal yang bisa dituju, aku suka kemana segera akan menuju kemana!" sambungnya sambil tertawa nyaring.
"Jikalau kau tidak mempunyai urusan yang penting, bagaimana kalau aku temani kau pergi melihat satu keramaian?"
Secara tiba-tiba saja aku merasa kedua orang kangouw yang hendak pergi kebangunan Cun Ong Hu itu pasti ada sebab sebabnya bagaimana kalau kita pergi menyelidiki secara diam-diam"
Setelah disadarkan oleh perkataan dari Hu Siauw-cian ini Tan Kia-beng pun segera merasakan juga kalau peristiwa ini sangat mencurigakan sekali, atau paling sedikit urusan ini pasti ada hubungannya dengan peristiwa dibunuhnya Cun Ong
oleh orang-orang Bulim
Ketika teringat akan peristiwa inilah mendadak dia teringat pula akan si gadis berbaju merah itu karenanya dia lantas tertawa.
"Menemani kau pergi akupun bisa menyetujui, asalkan kau sanggup untuk menerima satu pekerjaanku," ujarnya.
"Coba kau katakanlah bilamana aku merasa bisa dikerjakan tentu aku boleh menerimanya."
"Kau tahu siapakah gadis berbaju merah itu?"
"Aku boleh menjawab separuh buatmu, tetapi kau dilarang bertanya lebih jelas lagi"
"Asal aku tahu siapakah namanya sudah lebih dari cukup, buat apa aku tanya yang lainnya?" pikir Tan Kia-beng di dalam hati.
Karenanya dia segera mengangguk.
"Baiklah separuhpun sudah lebih daripada cukup."
Hu Siauw-cian segera tertawa cekikikan.
"Dia adalah anak murid dari si Ni kouw tua itu, dia bernama...."
"Kenapa kau tidak katakan sekalian siapakah namanya?"
seru Tan Kia-beng dengan cemas
"Janji kita tadi aku cuma dapat menjawab separuh saja, separuhnya lagi pada kemudian hari tentu kau bakal tahu dengan sendirinya"
Saking khekhinya Tan Kia-beng tidak dapat berbuat apa apa lagi, terpaksa dengan menahan rasa mendongkol dia segera berteriak, "Sudah.... sudahlah, ayoh jalan."
Dengan langkah yang lebar dia segera berjalan terlebih dulu Hu Siauw-cian yang ada dibelakangnya dengan kencangnya segera menyusul dan menarik tangannya.
"Eeei, agaknya kau sangat marah sekali yaa" Aku beritahu saja padamu, kepergian kita kali ini ke rumah Cun Ong-hu ini ada kemungkinan bisa bertemu dengan dirinya."
Tan Kia-beng termenung tidak menjawab tetapi setelah mendengar perkataan tersebut sikapnyapun jauh berubah, dia tidak lagi mendongkol seperti tadi.
Segera terlihatlah dua sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya berkelebat ke depan, bagaikan sepasang kekasih mereka saling bergandengan tangan melakukan perjalanan menuju ke kota Tiang An.
---0-dewi-0--- Kota Tiang-sah kuno keadaannya seeprti juga keadaan semula tidak ada sedikit perbedaan pun, yang berbeda adalah pada beberapa hari ini mendadak di dalam kota tersebut sedang kedatangan dengan berpuluh puluh orang jagoan Bulim dengan dandanan yang aneh aneh dan mengerikan ada yang berdandan dengan pakaian singsat dengan menggembol senjata tajam ada pula dengan berjubah yang lebar dengan ujung baju yang besar bahkan ada pula kaum toosu hweesio maupun nikouw sampai pengemis pun secara tiba-tiba bertambah banyak hal ini membuat rumah penginapan jadi penuh sesak tak ketinggalan sebuahpun.
Para jago Bulim yang mempunyai perasaan lebih tajam segera sadar kalau suatu hujan badai yang amat deras bakal
melanda kota Tiang-sah Bahkan ada kemungkinan suatu pembunuhan berdarah secara besar besaran akan
berlangsung disana.
Tan Kia-beng serta si iblis perempuan berbaju putih Hu Siauw-cian dengan cepatnya sudah tiba di kota Tiang-sah, dengan keadaan mereka berdua yang jarang sekali berkelana di dalam dunia persilatan sama sekali tidak mereka ketahui kalau mereka harus menyembunyikan jejak dengan terang terangan mereka berjalan masuk ke dalam kota
Dengan munculnya kedua orang iblis ganas yang sudah diincar terus oleh para jago Bulim seketika itu juga menimbulkan kegadahan di dalam kota Tiang-sah tersebut.
Jago dari setiap partai yang ada di dalam kota tersebut segera pada mengumpulkan orang untuk merundingkan siasat menghadapi kedua orang iblis itu bahkan ada pula yang sudah mulai mengirim orang untuk membuntutinya dari tempat kejauhan.
Masih untung saja kaum jagoan dari kalangan Hek-to tidak menaruh perhatian kepada mereka sehingga untuk sementara waktu tidak sampai terjadi suatu peristiwa apapun.
Mereka berdua berputar agak lama di dalam kota itu dan akhirnya setelah membuang banyak waktu mereka baru berhasil mendapakan sebuah penginapan setelah semuanya beres mereka baru pergi kesebuah rumah makan untuk bersantap.
Rumah makan ini adalah satu satunya rumah yang paling terkenal di seluruh kota Tiang-sah dengan menggunakan merek Ciu-sian-kie
Pada saat ini keadaan sangat ramai sekali semua tempat duduk yang ada di dalam ruangan sudah penuh sesak dengan
jago-jago Bulim, tetapi jago-jago tersebut kebanyakan memakai baju dengan dandanan yang sangat aneh aneh.
Walaupun Tan Kia-beng tidak kenal dengan orang-orang yang ada disana tetapi sekali pandang saja dengan ketajaman matanya dia bisa melihat diantara para jago-jago itu kebanyakan merupakan jago-jago yang memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi.
Tidak terasa lagi di dalam hatinya dia mulai menaruh rasa curiga, walaupun kota Tiang-sah besar tetapi biasanya tidak tampak orang Bulim dalam jumlah yang begitu banyaknya. di dalam hal ini tentu ada soal soal lain yang tidak beres.
Pada saat itulah dari bawah loteng mendadak
berkumandang datang suara tertawa terbahak-bahak yang amat nyaring sekali, diikuti suatu langkah manusia yang naik melalui anak tangga tampaklah seorang pengemis dengan pakaian yang dekil dan rambut yang awut awutan sudah berjalan mendatang.
Begitu sampai di atas loteng matanya yang amat tajam segera menyapu kesekeliling loteng itu, kemudian dengan langkah yang lebar berjalan mendekati ke depan meja Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng kenal dengan orang ini yang bukan lain adalah si pengemis aneh dari antara "Hong Jen Sam Yu dengan tergesa gesa dia bangkit berdiri dan merangkap tangannya memberi hormat.
"Loocianpwee selama ini apakah baik-baik saja?" tanyanya.
Sinar mata dari si pengemis aneh itu melirik sekejap ke arah si iblis perempuan berbaju putih Hu Siauw-cian kemudian dia baru tertawa terbahak-bahak.
Setiap hari aku si pengemis tua bekerja untuk orang lain hampir hampir sepasang kakiku terasa mau putus saking lelahnya, bila dibilang repot memang repot sekali, bilamana dikata nganggur yaa.... nganggur sekali!" sahutnya keras Dengan terburu-buru Tan Kia-beng segera memperkenalkan Hu Siauw-cian kepadanya.
Hu Siauw-cian yang selamanya paling suka kebersihan waktu itu melihat keadaan dari pengemis yang amat dengkil dan bau itu tidak terasa sudah mengerutkan alisnya.
Tetapi si pengemis aneh itu tidak mengambil urusan itu.
"Ha ha ha.... tidak usah dikenalkan lagi, tidak usah dikenalkan lagi," sahutnya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Sejak semula aku pengemis tua sudah mendengar nama besarnya?"
Sehabis berkata tanpa permisi lagi dia lalu jatuhkan pantatnya ke atas kursi dan menyikat teko arak yang ada dimejanya kemudian dengan lahapnya meneguk hingga habis hanya di dalam sekejap arak yang semula masih penuh itu sudah diteguk hingga habis tak berbekas.
Setelah benar-benar merasa puas dia baru menyeka
mulutnya dengan ujung jubah dan kemudian menghembuskan nafas panjang.
Tan Kia-beng, tahu, Hong Jen Sam Yu yang sudah lama berkelana di dalam dunia kangouw pengalamannya serta hubungannya sangat luas, apalagi jadi orang pun paling mengutamakan kejujuran karena itu banyak urusan yang tidak diketahui sebetulnya ditanyakan kepadanya, karena itulah begitu dia selesai menyikat habis arak tersebut dia terburu-buru membuka mulutnya.
"Eeei perkataan lain bagaimana kalau kita bicarakan nanti saja?" seru si pengemis aneh sambil melemparkan satu lirikan kepadanya kemudian tertawa terbahak-bahak. "Arak serta sayur yang begitu lezat kalau tidak disikat lebih dulu bukankah amat sayang sekali."
Tan Kia-beng segera mengerti maksud hatinya, dengan cepat dia tutup mulutnya tidak berbicara lagi.
Si pengemis aneh tidak sungkan sungkan lagi dengan tanpa banyak komentar dia melalap semua sayur yang dihidangkan di atas meja, setelah semuanya ludas dia berulah bangkit berdiri.
"Arak sudah cukup perut sudah kenyang, kita harus segera pergi dari sini," serunya dengan cepat.
Dari dalam sakunya Tan Kia-beng segera mengambil keluar setahil perak dan dilemparkan ke atas meja, dan bersama-sama dengan kedua orang lainnya mereka berjalan keluar meninggalkan rumah makan Cui Sian Kie itu.
Baru saja berjalan beberapa puluh langkah mendadak si pengemis aneh membawa mereka memasuki sebuah lorong yang kecil dan berliku liku, semakin berjalan semakin sepi suasana disekitar sana, akhirnya setelah hampir jauh meninggalkan kota dia baru membawa mereka ke dalam kuil bobrok.
Tindak tanduk dari si pengemis aneh yang amat
membingungkan ini segera membuat Tan Kia-beng mereasa murung sekali, tetapi dia tahu dia berbuat demikian tentulah ada sebabnya karenanya selama di dalam perjalanan dia tidak pernah mengucapkan sepatah katapun.
Sebaliknya siiblis perempuan berbaju putih Hu Siauw-cian mulai merasa rada tidak sabaran, bibirnya yang kecil segera dijibirkan.
Setelah memasuki ke dalam kuil bobrok itu kembali si pengemis aneh menyapu sekejap kesekeliling tempat itu, ketika dilihatnya suasana disana amat tenang tidak tampak bayangan yang mencurigakan dia baru mengehembuskan napas lega.
Nyali kalian berdua sungguh terlalu besar, omelnya dengan perlahan. Kini keadaan lagi tegang tegangnya, para jago dari kalangan Hek-to maupun dari kalangan Pek-to pada bersiap-siap berusaha untuk membinasakan diri kalian, kenapa kalian tidak menyamar saja untuk menghindari pandangan mereka"
Tan Kia-beng rada tertegun dibuatnya tetapi sebentar kemudian dia sudah tertawa panjang.
"Jejak dan tindak tanduknya cayhe selamanya terus terang tanpa tedeng aling aling dan belum pernah menyalahi rel kebenaran buat apa aku harus menghindari orang-orang lain?"
bantahnya. "Bilamana semisalnya sungguh sungguh ada orang yang tidak tahu diri dan mau berbuat sesuatu yang tidak menguntungkan cayhe. cayhe pun tidak bakal mau
menyerahkan diri dan menerima hinaan dari orang lain tanpa membalas."
"Heeei.... aku si pengemis tuapun tahu dengan kepandaian silat yang kalian berdua miliki pada saat ini bilamana para jago-jago lainnya ingin mengganggu kalian bukanlah urusan yang gampang" ujar si pengemis aneh itu sambil menghela napas panjang. "Tetapi sepasang telapak sukar menandingi empat tangan, apalagi musuh yang mencari kalian bukanlah satu dia saja seharusnya kalian menghindarkan diri dulu untuk sementara waktu".
Tan Kia-beng tahu dikarenakan peristiwa pembunuhan berdarah yang sudah terjadi di dalam perkampungan Cui-cusian, semua orang-orang Bulim sudah menaruhkan dendam dan benci yang sedalam lautan terhadap "Si Penjagal Selaksa Li" Hu Hong ayah beranak beserta dirinya bilamana dia tidak berhasil membuka kedok dan tabir rahasia yang menyelimuti peristiwa pembunuhan massal tersebut sehingga kesalah pahaman ini dapat dibikin terang maka dirinya tidak mungkin dapat berhasil melepaskan diri dari persoalan ini Dengan mengerutkan alisnya rapat rapat dia lantas berkata.
"Aku tahu mereka bersikap demikian terhadap kami hal ini disebabkan oleh peristiwa pembunuhan berdarah yang terjadi diperkampungan Cui-cu-sian, tetapi aku berani bersumpah kalau perbuatan ini bukanlah dilakukan oleh si "Penjagal Selaksa Li" Hu Hong. sekalipun misalnya dia yang berbuat hal inipun tidak ada sangkut pautnya dengan aku!"
"Walaupun aku Si pengemis tua juga berpandangan demikian, tetapi orang lain tidak mau berpendapat demikian!"
ujar Sipenegmis aneh sambil mengangguk. "Maksud dari aku Sipenegmis tua lebih baik untuk sementara waktu kalian menghindar dulu, pada suatu hari peristiwa ini pasti dapat dibikin terang. Menurut apa yang aku si pengemis tua ketahui bukan saja cuma kami "Hong Jen sam Yu" saja yang sudah munculkan diri untuk menyelidki urusan ini bahkan "Liok Lim Sin Cu" serta "Sam Koan Sin nie" itupun sudah terjunkan diri ke dalam dunia persilatan, bila ada dua orang manusia aneh ini yang turun tangan sekalipun urusan itu maha besar dan maha sulit aku rasa tidak sukar untuk memecahkan.
Ketika dia berbicara sampai disini dan melihat sepasang alis dari kedua orang pemuda itu sudah dikerutkan rapat rapat bahkan secara samar-samar terlintas hawa membunuh dia
lantas tahu kalau perkataannya ini tidak sesuai dengan cara berpikir mereka berdua. dengan tergesa gesa dia lantas berganti bahan pembicaraan.
Kalian berdua datang kekota Tiang-sah ini ada urusan apa"
apakah dikarenakan persoalan yang terjadi dirumah bangunan Cun Ong-hu itu"
Tidak salah sahut Tan Kia-beng mengangguk. kedatangan kami berdua memang dikarenakan peristiwa yang sudah terjadi di dalam bangunan Cun Ong-hu itu, tetapi tujuan kami tidak lebih cuma ingin menonton keramaian saja, hal yang sebenarnya terjadi kami sendiripun tidak tahu.
Mendengar perkataan itu si pengemis aneh segera tertawa tergelak.
Kalalu begitu soal ini sungguh aneh sekali peristiwa ini sudah tersiar merata di dalam Bulim, bagaimana kalian bisa tidak tahu?"
"Kalau tidak ada yang memberitahu kepada kita bagaimana kita bisa tahu" Nyeletuk si iblis perempuan berbaju putih Hu Siauw-cian secara tiba-tiba. "Bilamana kau sudah jual mahal dengan kita!"
Air muka pengemis aneh segera berubah jadi sangat serius, ujarnya dengan perlahan-lahan, "Tempo hari waktu raja muda she Mo ini mendapat perintah dari kaisar untuk menindas pemberontak yang terjadi di daerah Biauw secara kebetulan saja di dalam sebuah kuburan tua dia sudah mendapatkan sejilid kitab pusaka bertuliskan huruf Cian Tok (kini india) sebuah pedang Pualam serta seutas bahan obat obatan"
"Karena waktu itu lagi dalam keadaan perang dia tidak terlalu memeriksa lebih dulu barang-barang tersebut disimpan di dalam saku akhirnya setelah tugasnya selesai dan kembali
kerumah berkat bimbingan dari seorang manusia aneh dari kalangan kaum agama Ui Liong Tootiang, Mo Cun Ong baru tahu kalau kitab pusaka tersebut sebetulnya bernama "Sian Tok Poo Liok" dan merupakan satu kitab ilmu silat yang amat lihay dan tak ada tandingannya dari kalangan beragama, sedangkan pedang pualam itu adalah sebilah pedang Pusaka yang amat tajam sekali sedangkan mengenai bahan obat itu boleh dibilang merupakan bahan obat yang paling mujarab dan sangat berharga."
"Raja muda she Mo ini paling gemar berlatih silat, waktu itu dia lantas suruh Ui Liong-ci untuk menterjemahkannya ke dalam bahasa Han Ui Liong Tootiang ini adalah seorang pandai yang amat aneh dan merupakan kawab akrab dari Mo Cun-ong, dia lantas menyuruh raja muda Mo yang mau belajar ilmu silat ini untuk menunggu tiga tahun lagi setelah dia selesai menterjemahkan seluruh kitab tersebut dan menanti pula setelah dia berhasil membuat semacam pil pencuci tulang pembersihan otot baru mulai belarjar ilmu silat tersebut."
"Raja muda she Mo ini mempercayai Ui Liong Tootiang itu, dengan rasa gembira dia segera menyanggupi dan
menyerahkan kitab pusaka tersebut beserta bahan obatnya untuk dibawa pulang olehnya ke gunung."
"Janji tiga tahun yang sudah ditetapkan jatuh pada malam ini, siapa sangka pada setahun yang lalu Raja muda she Mo ini sudah dibunuh orang, maka kedatangan dari Ui Liong Tootiang ini malam boleh dikata bakal sia-sia belaka."
"Baah.... sekarang aku paham sudah!" tiba-tiba Tan Kia-beng berseru dengan suara yang keras. "Orang-orang ini datang ke kota Tiang-sah tentunya sedang berusaha untuk merebut kitab pusaka sian Tok Poo Liok serta obat pencuci tulang pembersih otot itu."
Si pengemis aneh segera tertawa terbahak-bahak.
"Haa ha haa.... boleh dihitung kau pandai sekali."
Tetapi sebentar kemudian dia sudah menghela napas panjang.
"Beberapa tahun mendatang ini di dalam Bulim selalu saja terjadi pergolakan dan pertumpahan darah yang melanda dimana mana. Heeh.... dengan adanya kejadian ini entah ada berapa banyak orang lagi yang bakal menemui ajalnya di dalam bangunan raja muda itu."
"Heeeh.... heeeh.... sekalipun mereka mati semua juga lebih bagus lagi, tiba-tiba saja nimbrung dengan dinginnya.
Siapa yang suruh mereka begitu serakah ingin mendapatkan barang milik orang lain?"
Tan Kia-beng jadi orang amat perasa dan tidak bakal melupakan kejadian yang lalu, kini setelah mendengar perkataan tersebut dia teringat kembali dengan situasi sewaktu para jago hendak merebut pedang pusaka Kiem Cing Giok Hun Kiamnya, semakin dipikir dia merasa semakin gemas dan merasa tak terima terhadap sikap para jago yang hendak menghadapi Ui Liong Tootiang itu.
Sepasang alisnya dikerutkan rapat rapat, kemudian dengan amat gusarnya dia berseru, "Sekalipun raja muda she Mo sudah meninggal tetapi dia masih ada keturunannya, bilamana mereka bermaksud hendak merampas barang itu bukankah tidnakan mereka seperti tindakan dari kaum penjahat"
Sekalipun kepandaian aku orang she Tan tidak becus tetapi urusan ini aku telah ambil keputusan untuk ikut campur."
Saat ini dalam hati Hu Siauw-cian merasa semakin cemas lagi daripada yang lain mendadak dia meloncat ke atas dan berteriak teriak;
"Eei, waktu sudah tidak pagi lagi ayoh cepat kita berangkat kesana!"
"Kenapa kau begitu tergesa gesa mau ke sana?" seru si pengemis aneh sambil tertawa. "Teringat akan si Ui Liong-ci adalah seorang manusia aneh apalagi selama tiga tahun ini dia telah memahami isi kitab dari "Sian Tok Poo Liok" itu pula, apa kau kira dia adalah manusia yang dapat diganggu seenaknya"
soal ini lebih baik kau berlega hati saja."
Pada saat ini kentongan kedua sudah berlalu, rembulan memancarkan sinarnya dengan amat jernih laksana menyinari seluruh pelosok jagat.
Dengan perlahan sepasang mata dari pengemis aneh
berkelebat memandang sekejap ke arah sepasang muda mudi ini, tampaklah olehnya yang memiliki wajah yang tampan dengan sikapnya yang amat gagah sebaliknya yang
perempuan cantik bagaikan bidadari sepasang matanya memancarkan sinar yang berkilauan tidak terasa di dalam hati diam-diam dia memuji.
"Kedua orang ini boleh dikata merupakan kekasih yang amat cocok dan sukar untuk ditemui di dalam u lim" pikirnya di dalam hati Aku pengemis tua ada sedikit hubungan persahabatan dengan "Ban Li Im Yen" Lok Tong kemungkinan sekali walaupun harus kehilangan nyawa akupun sedikit berusaha buat kawan lamaku ini"
Di dalam hati dia dapat menduga dengan munculnya Tan Ka Beng serta Hu Siauw-cian pada malam ini maka urusan ini
pasti akan jadi semakin kacau bahkan ada kemungkinan sekali badai akan melanda kembali terhadap diri mereka.
Apalagi dibadan Tan Kia-beng sudah menyimpan sebilah pedang pusaka "Kiem Cing Giok Hun Kiam" bukankah benda itu sduah lama diincer oleh jago dari kalangan sungai telaga"
Setelah si pengemis tua itu memikirkan urusan tersebut dengan amat teliti dia baru berseru dengan suara yang amat gagah.
Ayoh cepat kita berangkat, sekalipun ada selaksa tentara malam ini kita bertiga juga harus coba-coba bertahan.
Selesai berkata kembali dia tertawa seram.
Mendengar perkataan itu Hu Siauw-cian segera tertawa cekikikan.
Naah begitu baru mirip dengan perkataan seorang yang sudah punya nama di dalam dunia kangouw serunya.
Sungguh tajam perkataan budak ini, diam-diam maki sipenegmis aneh di dalam hatinya.
Pakaian bututnya sedikit bergerak tubuhnya bagaikan segulung asap hitam sudah berkelebat menuju ke arah bangunan Cun Ong-hu itu.
Sekali lagi Hu Siauw-cian tertawa cekikikan, tampak bayangan putih berkelebat dengan cepatnya dia membuntuti si pengemis itu dari belakang agaknya dia bermaksud hendak bertanding ilmu meringankan tubuh dengan si pengemis aneh salah satu dari anggota Hong Jen Sam Yu ini.
Karenanya begitu tubuhnya bergerak dia segera
melancarkan ilmu meringankan tubuh Mo Ho Sin Li yang amat dahsyat itu tidak selang beberapa kaki jauhnya dia sudah berhasil menyandak dirinya, diikuti sedikit kakinya merambahi
dengan beberapa bagian tenaga dengan disertai suara desiran tajam tubuhnya sudah berhasil melewati dirinya.
Walaupun si pengemis aneh itu tidak bermaksud untuk bertanding ilmu meringankan tubuh dengan angkatan muda tetapi di dalam keadaan sadar diapun sudah mempercepat lagi gerakan kakinya.
Dibawah sorotan bayangan rembulan tampaklah dua sosok bayangan hitam satu besar yang lain kecil bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dengan kecepatan yang luar biasa sudah meluncur ke depan.
Tan Kia-beng yang melihat mereka berdua secara diamdiam sudah saling beradu ilmu dalam hati dia merasa amat geli sekali.
Jarak antara kuil bobrok itu dengan bangunan Cun Ong-hu cuma ada tiga lima li saja, dengan kecepatan gerak dari mereka bertiga yang sedang beradu ilmu itu hanya di dalam sekejap saja sudah tiba.
Hu Siauw-cian segera menarik kembali tenaganya dan tertawa cekikikan kemudian menoleh ke belakang,
Tampaklah dengan disertai suara sampokan angin si pengemis aneh dengan cepatnya sudah tiba disisinya, sambil menggaruk garuk kepalanya dia gelengkan kepalanya berulang kali, "Waah.... tidak bisa jadi. tidak bisa jadi. kalau berlari lebih jauh lagi aku Si pengemis tua akan kecapaian!"
Tan Kia-beng tahu dia sengaja berbuat demikian, padahal bilamana membicarakan soal soal tenaga dalam Hu Siauw-cian masih kalah satu tingkat dengan Si pengemis aneh itu, karenanya dia segera tersenym.
"Kepandaian silat dari Loocianpwee sudah mencapai pada taraf kesempurnaan buat apa kau begitu merendahkan diri?"
ujarnya. "Siapa yang bilang aku sengaja merendahkan diri?" teriak si pengemis aneh sambil mendelik. Selama dua puluh tahun ini baru untuk pertama kali ini aku Si pengemis tua mengerahkan seluruh tenagaku apa kau kira masih kurang konyol?"
Tiba-tiba dia mempertajam pendengarannya kemudian mengerem perkataan selanjutnya setelah itu dia menggape kepada mereka berdua dan meloncat melewati tembok pekarangan untuk bersembunyi disebuah pohon song.
Tan Kia-beng serta Hu Siauw-cian dengan cepat mengikuti dari belakangnya dan pada bersembunyi dibalik sebuah pohon besar
Karena mereka berempat terlalu dekat Tan Kia-beng segera merasakan bau harum yang amat aneh dari sang gadis menusuk hidungnya membuat hatinya jadi sedikit tidak tenang.
Tidak terasa lagi dia sudah menoleh memandang sekejap ke arahnya, tampak Hu Siauw-cian dengan pandangan mata yang amat polos sedang memandang ke arah dirinya pula, hatinya masih suci bersih abgaikan secarik kertas putih, dia cuma tau asal apa yang dia sukai maka dia akan
memperhatikan perasaannya tersebut, sikapnya ini tidak lebih menunjukkan sikap dari seorang bocah cilik.
Dia cuma merasa setiap kali dia bisa berkumpul dengan Tan Kia-beng dalam hatinya tentu merasa amat tenteram sekali, sehingga tak terasa lagi dia sudah menarik tangannya.
"Beng ko, kau pikir Ui Liong Tootiang bisa datang menepati janji tidak?" tanyanya.
Tan Kia-beng yang tangannya dipegang segera merasakan bagaikan terkena strom tegangan tinggi badannya tergetar dengan sangat keras, gadis ini adalah gadis yang kedua memanggil dia dengan sebutan Beng ko atau kakak Beng, bahkan dia merasa nada suaranya mengandung daya
sembrani yang amat sehingga membuat hatinya rada gugup.
Dengan termangu-mangu dia memperhatikan dirinya lama sekali, tak sepatah katapun yang diucapkan keluar.
Hu Siauw-cian yang melihat dia termangu-mangu tak terasa lagi sudah goyang goyangkan tangannya.
"Eei, kau sedang pikirkan apa" kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?" tanyanya dengan manja.
"Ooo...." seketika itu juga Tan Kia-beng sadar kembali dari lamunannya. "Aku pikir Ui Liong Tootiang sebagai seorang pendekar yang sudah punya nama di dalam Bulim tidak bakal akan melanggar janjinya sendiri."
Mendadak Hu Siauw-cian mengangguk agaknya dia sudah teringat akan sesuatu.
"Hi hi hi hi.... sekarang aku paham sudah!" serunya manja.
"Tentu kau lagi merasa sedih dan merindukan kawannya bukan?"
"Kawanku" kau bilang aku sedang merindukan Cuncu"
Hmm! tidak ada urusan ini!"
"Hmm.... kau mau menipu aku?"
"Kalau ada ya ada, kalau tidak ada yang tidak ada, untuk apa aku menipu dirimu"
Belum sempat Hu Siauw-cian mengucapkan kata-kata lagi mendadak Tan Kia-beng sudah goyangkan tangannya
mencegah. Tampaklah sesosok bayangan manusia bagaikan seekor burung elang dengan amat cepatnya sudah menubruk masuk ke dalam pekarangan, setelah memeriksa sebentar keadaan di sekeliling tempat itu di dalam sekejap saja dia sudah bersembunyi dibalik kegelapan.
Tan Kia-beng lalu menempelkan mulutnya kedekat
telinganya dan berbisik dengan suara perlahan, "Si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien dari partai Thian cong."
Baru saja dia selesai berbicara mendadak kembali tampak bayangan manusia berkelebat tak henti hentinya, berturut turut kelihatan berpuluh puluh bayangan hitam kembali melayang masuh ke dalam pekarangan dan bersembunyi dibalik kegelapan.
Serombongan orang-orang ini walaupun jelas sudah
bertemu dengan pihak lawan tetapi tak seorang pun yang buka mulut untuk berbicara.
Mulai saat itulah tidak ada henti hentinya ada orang yang meloncat masuk ke dalam pekarangan itu, tetapi seperti juga dengan keadaan orang terdahulu setelah sampai di dalam pekarangan mereka lantas mencari tempat untuk
menyembunyikan dirinya, tak seorang pun diantara mereka yang mengucapkan sepatah katapun.
Orang-orang ini apakah semuanya datang untuk menanti kehadiran dari Ui Liong-ci" pikir Tan Kia-beng di dalam hati dengan keheranan Jika ditinjau dari keadaan ini jelas sekali sifat serakah sukar terhindar dari hati setiap manusia. eeei....
sungguh menyesal sekali entah ada berapa banyak orang lagi yang bakal mati di dalam pekarangan ini dikarenakan pertempuran untuk memperebutkan kitab pusaka tersebut.
Sewaktu seorang diri dia sedang berpikir itulah mendadak terdengar dari tembok kota berkumandang datang suara kentongan tiga kali yang amat nyaring.
Dan pada saat itu pula mendadak di tengah anak tangga ruangan tengah sudah menanti seorang Toosu tua dengan rambut serta jenggot laksana perak dan mempunyai
perawakan badan yang sangat gagah.
Terdengar dengan suara yang rendah toosu tua itu berseru,
"Iiih" apakah raja muda Mo sudah pada pindah rumah?"
Tan Kia-beng yang secara tiba-tiba mendengar suara tersebut di dalam hati tidak urung merasa terkejut juga, pohon siong dimana dia menyembunyikan diri tubuh tepat dihadapan ruangan besar tersebut. bagaimana kedatangan dari Toosu tua ini sama sekali tidak dia rasakan"
Ditinjau dari hal ini saja sudah jelas menunjukkan kalau kepandaian silat dari toosu itu amat tinggi sukar diukur dan jika di dengar dari nada suaranya tadi bukankah dia adalah Ui Liong Tootiang yang sengaja datang kemari untuk menghantar kitab pusaka tersebut"
Agaknya Ui Liong Tootiang sama sekali tidak mengetahui kalau keluarga raja muda She Mo ini sudah menemui bencana dia masih mengira mereka telah berpindah rumah sehingga dengan seorang diri sudah berdiri termangu-mangu di tengah ruangan.
Terdengar dia menghela napas panjang lagi, kemudian gumamnya seorang diri.
"Perpisahan selama tiga tahun ini tidak kusangka telah menghasilkan pemandangan yang berbeda di tempat ini apakah kawan kawan sudah tiada lagi".... Heeei."
"Dugaan dari Tootiang sedikitpun tidak salah" mendadak terdengar suara seseorang menyambung dengan nyaring Raja muda She Mo sudah dibunuh oleh musuh besarnya!"
Mendengar perkatan itu Ui Liong Tootiang jadi sangat terkejut sekali mendadak tubuhnya sedikit bergerak menerjang kehadapan orang itu kemudian mencengkeram pergelangan tangannya.
"Kau bilang apa?"
Orang tersebut bukan lain adalah Sute dari Siong Hok Tootiang itu Ciangbunjin dari Heng-san-pay. Si "Jagoan dari Pegunungan"
Semula dia berjalan mendekati toosu tua tersebut sambil menggoyang goyangkan kipasnya. tetapi siapa sangka secara tiba-tiba pergelangan tangannya sudah dicengkeram oleh Ui Liong Tootiang sehingga badannya terasa kaku dan
pergelangannya amat sakit membuat dia jadi gusar.
"Apakah ini caramu untuk menghormat kawan lama?"
bentaknya keras.
Waktu itulah Ui Liong Tootiang baru sadar kembali kalau tidnakannya rada kasar dengan cepat dia lepaskan tangannya dan minta maaf.
"Ooo.... maaf.... maaf.... Pinto terlalu cemas mendengar berita tersebut sehingga berlaku kurang hormat kepadamu entah raja muda Mo sudah dibunuh oleh siapa?"
Sembari mengerut pergelangan tangannya yang
tercengkeram sakit.
"San Liem Ci Cu" gelengkan kepala.
"Tentang hal ini cayhe sendiripun tidak tahu"
Padahal di dalam soal ini dia mengetahuinya paling jelas, cuma saja dia tidak ingin berbuat dosa terhadap diri "Couan Tiong Ngo Kui".
Mendadak sepasang mata dari Ui Liong Tootiang melotot lebar-lebar dengan sinar mata yang amat tajam dia memeperhatikan San Liam Ci Cu dengan amat tajamnya.
"Orang lain mungkin bilang tidak tahu karena ada sebabnya tetapi kau pun merupakan tamu yang sering mengunjungi raja muda Mo bagaimana di dalam hal ini kau sudah tidak mengadakan penyelidikan" omelnya dengan keras.
Perkataan dari Tootiang sedikitpun tak salah aku sudah mengadakan penyelidikan dengan teliti. urusan ini adalah hasil perbuatan dari Couan Liong Ngo Kui.
Ui Liong Tootiang segera angkat kepalanya memandang, terlihatlah orang baru saja menjawab itu adalah si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien dari Thiam Cong Pay. tidak terasa dia segera tertawa dingin serunya kembali.
Ko heng sebagai seorang ciangbunjin satu partai besar.
apakah kau pun tidak mau membalaskan dendam buat
sahabat lama dan membiarkan pembunuhnya main pentang sayap di tempat luaran"
Si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien yang kena disemprot dengan kata-kata yang sangat tajam itu air mukanya segera berubah jadi merah padam.
"Bukannya aku tidak ingin membalaskan dendam bagi Raja muda She Mo, tetapi pengaruh dan kekuatan pihak lawan amat besar sekali dan sukar untuk dibereskan dalam waktu yang singkat," sahutnya dengan gugup.
---0-dewi-0--- JILID: 12 Mendengar perkataan tersebut Ui Liong Tootiang segera tertawa terbahak-bahak dengan nyaringnya.
"Lima ekor tikus dari Chuan Tiong itu manusia manusia rendah terhitung barang macam apa" Bilamana Pinto tidak berhasil membasminya sehingga bisa membalaskan dendam buat kawan lama, dihadapan langit dan bumi aku bersumpah tidak akan kebali lagi ke atas gunung....!"
Ujung jubahnya segera dikebut ke depan sehingga
menimbulkan segulung angin pukulan yang amat dahsyat melanda ke arah depan.
"Braaak" dengan menimbulkan suara ledakan yang amat keras sekali, sebuah tugu batu cadas yang setinggi manusia segera terkena hantaman tersebut sehingga hancur
berantakan bagaikan bubuk halus dan berceceran di atas tanah
Pendekar berkepandaian tinggi dari golongan agama ini dikarenakan merasa sedih karena kawan lamanya sudah binasa membuat dia seketika itu jadi gusar sekali sikapnya yang tenang dan berwibawa pada biasanya ini sudah lenyap.


Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rambutnya berdiri berdiri seperti kawat jenggotnya yang berwarna keperak perakan bergoyang tidak henti hentinya jelas sekali dia sudah merasa gusar sehingga mencapai pada keadaan yang memuncak.
Dia secara tak sengaja sudah memperlihatkan kepandaian ternyata seketika itu juga membuat si Pendekar Satu Jari berdiri terbelalak, sama sekali tidak disangka olehnya perpisahan selama tiga tahun ini dia sudah berhasil melatih
tenaga dalamnya sehingga mencapai pada taraf yang demikian tingginya.
Setelah mengumbar hawa amarahnya tadi Ui Liong
Tootiang jadi rada tenang kembali.
"Entah Cuncu apakah ikut menemui bencana?" tanyanya lagi.
"Soal ini lebih baik Tootiang tanya dengan siauw li Ong Ceng-ceng saja dia tahu urusan ini dengan amat jelas"
Secara tiba-tiba tampak Hwee Im Poocu berjalan keluar dari balik kegelapan, kemudian sambunya lagi, "Chuan Tiong Ngo Kui sebenarnya memang punya rencana untuk membasmi keluarga Mo Cun-ong sampai keakar akarnya bahkan sudah kirim Chuan Lam Sam Sah untuk turun tangan, tetapi berkat siauw li beserta murid kesayangannya dari San Liem Ci Cu Cek Lok Suseng dan anak murid dari Lo heng si cambuk burung Hong Ting-hong yang bekerja sama mereka berhasil dipukul mundur."
Ui Liong Tootiang segera melirik sekejap ke arahnya kemudian tertawa dingin dengan nyaringnya.
"Siancay! Siancay!" serunya "Bagaimana malam ini saudara saudara sekalian dapat bersama-sama datang kerumah Ong hu yang sudah lama ditutup ini" Apa mungkin kalian sudah mengandung rencana rencana tertentu"
Sehabis berkata sepasang matanya dengan amat tajamnya menyapu sekejap kesekeliling tempat itu kemudian tertawa panjang dengan amat nyaringnya.
"Haaa haaa. saudara saudara sekalian yang bersembunyi di tempat kegelapan silahkan pada keluar untuk bertemu, haaa.... yang pinto baru tahu, kiranya kalian telah menduga
akan kedatangan dari pinto malam ini dan sekarang sudah mempunyai maksud untuk merebut kitab pusaka Sian Tok Poo Liok serta sebotol pil pencuci tulang pembersih otot yang ada di dalam sakuku. Hm! ingatan ini sangat jahat sekali, kalian harus dihajar masuk ke dalam neraka tingkat ke delapan belas, agar selamanya tidak bisa bahagia lagi."
Tan Kia-beng yang bersembunyi di atas pohon Siong tua cuma merasakan sepasang matanya laksana dua batang anak panah yang menancap dihatinya, diam-diam di dalam hati segera pikirnya, "Kepandaian silat dari Ui Liong Tootiang ini benar-benar mengejutkan sekali, cukup dengan
demonstrasinya ini saja suah dapat menundukkan para jago, jelas sekali maksud hati dari orang-orang ini tidak bisa mendapatkan hasil"
Para jago yang bersembunyi di sekeliling tempat itu setelah mendapat bentakan dari Ui Liong tootiang ternyata untuk sementara waktu tidak ada seorang pun yang buka mulut untuk menjawab. sebaliknya Hwee Im Poocu bertiga walaupun di dalam hati mempunyai rencana tertentu tetapi mereka pun tidak berani tangan.
Ui Liong Tootiang yang melihat semua orang tidak mau munculkan dirinya sekali lagi dia tertawa dingin kepada Hwee Im Poocu dia segera merangkap tangannya menjura.
"Pinto mengucapkan terima kasih kepada Poocu yang suka turun tangan melindungi Cuncu tapi entah dimanakah Mo Cuncu sekarang berada?" ujarnya.
Hwee Im Poocu segera tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Dikarenakan keadaan pada saat ini sangat berbahaya dan setiap kali terancam bahaya pembasmian dari pihak musuh,
maka demi keselamatannya terpaksa cayhe sudah kirim orang untuk sementara waktu berdiam di dalam Benteng cayhe."
"Kentutmu!" maki Tan Kia-beng di dalam hati Dari tindakanmu yang sedang berbohong ini jelas sekali memperlihatkan kalalu maksud hatimu amat jahat."
"Dia sekarang ada di dalam Benteng Hwee Im Poo?" tanya Ui Liong Tootiang dengan ragu ragu, agaknya dia merasa tidak terlalu percaya.
Dia tahu dengan tepat kalau pengaruh dari Hwee Im Poo di daerah Si Lam dan sekitarnya sangat luas dan merupakan markas besar dari orang-orang kalangan Liok lim Pan sering sekali mereka mengadakan hubungan dengan Chuan Tiong Ngo Kui.
Sedangkan Hwee Im Poocu sendiri pun jadi orang tidak terlalu bersifat pendekar, bagaimana dia mau arang melindungi Mo Cuncu sehingga mengakibatkan terikatnya permusuhan dengan Chuan Tiong Ngo Kui"
Dia sekarang bersama-sama dengan Siauw li berdiam di dalam Benteng" terdengar Hwee Im Poocu berkata lagi.
"Bilamana Tootiang bermaksud hendak bertemu dengan dirinya, bagaimana kalau Tootiang ikuti cayhe menunjuk ke benteng Hwee Im Poo?"
Ui Liong Tootiang yang sedang merasa sedih karena kehilangan sahabat lamanya saat ini bermaksud ingin cepat-cepat menemui Cuncu kemudian membawanya serta
meninggalkan tempat itu untuk kemudian diberikan kepada seorang pendekar wanita sebagai muridnya.
Karenanya setelah mendengar perkataan tersebtu dia lantas mempercayainya seratus persen.
"Kalau begitu kita berangkat sekarang juga!" ujarnya kemudian.
Dalam hati diam-diam Hwee Im Poocu merasa girang
karena siasatnya sudah termakan oleh pihak lawan dengan bangganya di dalam hati dia mengambil perhitungan.
Dia menganggap sekalipun ilmu silat dari Ui Liong Tootiang amat tinggi tetapi setelah berada di dalam benteng Hwee Im Poo yang sudah dipasangi alat alat rahasia sekalipun mempunyai sayap juga tidak bakal bisa lolos lagi dari dalam perangkapnya sudah tentu oleh karena hal ini di dalam hati dia merasa dangat senang.
Siapa sangka baru saja mereka berdua berjalan tidak jauh, dari pintu sebelah luar tiba-tiba terdengar suara menggelindingnya roda kereta yang amat berisik sekali berkumandang datang
Tampaklah sebuah kereta kencana yang amat megah sekali berjalan mendatang dua orang lelaki berbaju hitam yang sudah ada di dalam halaman tersebut terlebih dulu segera meloncat mendekati pintu dan menyambut kedatangannya.
Dibelakang kereta kencana itu tampaklah seorang kakek tua yang memakai baju sutra dengan mata elang hidung bengkok memimpin dua belas orang bocah cilik yang menggembol senjata berjalan masuk dengan langkah lebar.
Kepada Ui Liong Tootiang dia segera rangkap tangannya menjura.
"Sikap Tootiang semakin mantap sebagai gunung Thay-san kepandaian silatnya tentu menambah kemajuan, cayhe benar-benar merasa amat kagum sekali" ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak.
Tidak terasa Ui Liong Tootiang jadi melengak tapi diapun dengan cepat balas memberi hormat.
"Sicu terlalu memuji" sahutnya perlahan.
"Dia sama sekali tidak kenal dengan dia, siapakah orang ini?"
Tampak Ko Cian Djien Sam Liem Ci Cu serta Hwee Im Poocu segera berebut maju ke depan untuk menjura.
"Cungcu selamanya tidak mencampuri urusan dunia kangouw tidak disangka malam inipun bisa muncul disini"
Kepada Ui Liong Tootiang mereka segera
memperkenalkannya.
"Tootiang, dia adalah Thay Gak Cungcu yang namanya sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan, orang lain menyebutnya sebagai "Cun Hong Hua Yu" atau Siangin semi melenyapkan hujan Bok Toa Cungcu!
Terdengar Siangin semi melenyapkan hujan, Bok Thian-hong tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Aaah.... mana.... mana...." ujarnya dengan cepat. "Cayhe tidak becus, bagaimana berani menggunakan julukan sebagai Siangin semi melenyapkan hujan" kawan kawan Bulim terlalu memuji!"
Ui Liong Tootiang agaknya menaruh simpatik terhadap Thay Gak Cungcu ini, setelah diperkenalkan oleh ketiga orang itu dia segera merasa kalau orang yang mendapatkan penghormatan luar biasa sekali merupakan seorang pendekar yang suka menolong orang
Pandangannya terhadap diapun dengan cepat berubah, sekali lagi dia merangkap tangannya memberi hormat.
"Entah ada keperluan apa malam ini Cungcu datang
kemari?" tanyanya dengan perlahan.
Bok Thian-hong segera menghela napas panjang.
"Kau, aku semuanya adalah teman, karena aku dengar Tootiang ada perjanjian tiga tahun dengan Mo Cun-ong, maka sengaja ini malam cayhe menghantar Cuncu datang kemari untuk menyambangi kau orang tua, sekalian membawa serta pula batok kepala dari pembunuh orang tuanya untuk bersembahyang dihadapan makam Mo Cun-ong...."
Selesai berkata dia lantas memberi perintah, "Silahkan Mo Cuncu turun dari kereta. barang keperluan sembahyang sekalian dipersiapkan"
Dengan beberapa patah kata dari Bok Thian Mong ini seketika itu juga membuat Ui Liong Tootiang jadi kebingungan setengah mati tidak terasa lagi dia sudah memandang tajam Hwee Im Poocu.
"Sebenarnya sudah terjadi urusan apa?" bentaknya dengan keras, "Bagaimana dari perkampungan Thay gak Cung pun muncul kembali seorang Cuncu?"
Hwee Im Poocu yang rencana busuknya terbongkar dan ketahuan pihak lawan di dalam hati diam-diam merasa sangat terperanjat, tetapi dia tidak malu disebut sebagai jagoan yang sudah berpengalaman. air mukanya sedikitpun tidak menunjukkan perubahan apapaun, mendengar suara bentakan dari Ui Liong Tootiang ini dia lantas tertawa dingin.
"Siapa yang benar siapa yang palsu sebentar lagi bisa ketahuan buat apa kau merasa cemas?" serunya.
Si Pendekar Satu Jari Ko Cien Djien serta Sam Liem Ci Cu semuanya adalah tetamu tetamu dari Mo Cun-ong sudah tentu
mereka masih ingat selalu wajah dari Mo Tan-hong sejak dia masih kecil kini mendengar dari perkampungan Thay Gak Cung pun secara tiba-tiba muncul kembali seorang Mo Tan-hong di dalam hati diam-diam merasa sangat geli.
"Hm, aku mau lihat kau Hwee Im Poo cu akan taruh
kemana wajah tuamu itu," pikirnya di dalam hati.
Pada saat ini tampaklah seorang gadis berbaju merah yang memancarkan sinar berkilauan dengan genitnya berjalan keluar dari dalam sebuah kereta kencana tersebut
dibelakangnya berjalanlah tiga orang lelaki yang masing-masing membawa sebuah nampan yang berisikan batok kepala manusia yang masih berdarah.
Tan Kia-beng yang ada di atas pohon dapat melihat kejadian yang berlangsung di bawah dengan amat jelas sekali, sewaktu melihat munculnya gadis berbaju merah itu diamdiam di dalam hatinya merasa terperanjat bukankah dia adalah Mo Tan-hong Mo Cuncu"
"Iiii....?" tiba Hu Siauw-cian berteriak tertahan dengan kerasnya. "Bagaimana dia bisa ada di dalam perkampungan Thay Gak Cun, bukankah soal ini sangat aneh sekali"
Dia yang sudah beberapa kali bertemu dengan Mo Tan-hong pun pada saat ini ternyata tidak dapat membedakan mana yang benar mana yang palsu.
Hampir hampir boleh dikata Tan Kia-beng sudah
mencurahkan seluruh perhatiannya untuk memandang
perkembangan selanjut dari keadaan dibawah, terhadap seluruh gerak gerik dari Hu Siauw-cian dia sama sekali tidak perhatian.
Tampak gadis berbaju merah itu dengan lemah lembutnya berjalan kehadapan Ui Liong Tootiang kemudian sedikit membungkukkan memberi hormat.
Keponakan perempuan Mo Tan-hong menemui Tootiang
sepasang sinar mata yang tajam dari Ui Liong Tootiang memandang ke arah gadis berbaju merah itu tanpa berkedip sedikit pun lama sekali baru dia menampik, "Cuncu tidak perlu banyak adat pinto tidak kuat untuk menerimanya"
Nada ucapannya amat dingin sekali sedikitpun tidak disertai nada mesra yang menghangatkan.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian ini diam-diam di dalam hati merasa keheranan teringat akan hubungan antara Ui Liong Tootiang serta Mo Cun-ong tempo hari bagaimana mungkin setelah bertemu dengan putri kawan lamanya ternyata dia sedikitpun tidak memperlihatkan rasa terharu"
Kiranya Ui Liong Tootiang yang dahulu dikarenakan merasa tulang dari kawan karibnya Mo Cun-ong sudah tua dan sukar untuk bertaktik silat tanpa terasa dia telah menaruh perhatian yang khusus terhadap putrinya Mo Tan-hong.
Dia merasa walaupun Mo Tan-hong lahir di tengah keluarga kaya tetapi dia memiliki tulang serta bakat yang bagus buat berlatih ilmu silat.
Karenanya setelah membuang tempo tiga tahun dia berhasil membuat sebotol pil pencuci tulang pembersih otot siap-siap hendak diberikan kepadanya sehingga menciptakan dirinya sebagai sekuntum bunga yang menggetarkan seluruh Bulim.
Tidak disangka malam ini sekalipun dia bisa melihat wajah serta bentuk badan dari Cuncu yang ada dihadapannya ini mirip sekali dengan Mo Tan-hong tetapi tulang serta bakatnya
sama sekali berbeda, di dalam hati dia lantas mengetahui kalau urusan ada sedikit tidak beres, tidak terasa lagi perasaan curiga dihatinya itupun sudah diperlihatkan pada air mukanya.
si Kun hong Hoa Yu Bok Thian-hong ternyata memiliki sepasang mata yang amat tajam pula, sekali pandang saja dia sudah tahu kalau di dalam hati Ui Liong Tootiang sudah timbul rasa curiga, tetapi dia sama sekali tidak mengambil tindakan terhadap hal ini.
"Siapkan meja sembahyang dan bawa kemari papan nama dari Mo Cun-ong!" perintahnya lebih lanjut.
Si Pendekar berbaju satu Hwee Im Poocu serta San Liem Ci Cu semuanya adalah jago-jago Bulim yang sudah kawakan apa lagi merupakan tamu tetap pula dari Mo Cun-ong serta Thay Gak Cungcu tidak pernah mendengar kalau diantara Mo Cun-ong serta Thay Gak Cungcu tidak pernah ada ikatan persahabatan.
Walaupun Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong ini mempunyai nama yang baik di dalam dunia persilatan tetapi diapun membawa sedikit suasana yang misterius semakin tak ada orang yang tahu pula asal usulnya yang sebetulnya.
Karena itulah walaupun mereka bertiga tidak mengucapkan sepatah katapun tetapi di dalam hati mereka menaruh rasa curiga yang amat sangat terutama sekali Hwee Im Poocu sendiri. Sepasang matanya dengan amat tajamnya
memperhatikan nona berbaju merah yang disebut sebagai Cuncu tersebut.
Cuncu tersebut waktu melihat banyak orang sedang
memperhatikan dirinya tidak urung sikapnya rada rikuh juga, dengan perlahan-lahan menundukkan kepala rendah rendah.
Pada saat ini anak buah dari Thay Gak Cungcu sudah mulai mengatur meja sembahyang di tengah-tengah ruangan kemudian membawa pula sepasang lilin mengapit papan nama dari Mo Cun-ong Suasana amat ribut sekali kelihatannya.
Tiga butir batok kepala manusia yang masih meneteskan darah segar menggantikan sebagai sesajen di atas meja sembahyang, setelah semuanya beres tiba-tiba tampaklah seorang perempuan dengan dandanan pakaian keraton bagaikan kilat cepatnya melayang datang
"Semuanya sudah siap harap Cuncu mulai memasang hio!"
ujarnya terhadap Cuncu tersebut.
Menurut keadaan yang seharusnya, pada saat ini dihadapan kawan kawan lama serta sahabat sahabat karib ayahnya almarhum Mo Cuncu harus merasa amat sedih sekali.
Tetapi air muka gadis itu sama sekali tidak kelihatan bersedih hati sebaliknya malah merasa amat takut terhadap si perempuan berpakaian keraton itu.
Mendengar perkataan tersebut dengan gugupnya dia lantas menyahut, "Baik.... baik.... sekarang juga aku pergi melakukannya!"
Di tengah goyangan pinggul yang amat menggiurkan dia berjalan ke depan meja sembahyangan itu.
Ui Liong Tootiang yang melihat kesemuanya ini, diam-diam mendengus dingin.
"Boh heng tolong tanya ketiga butir batok kepala ini milik siapa?" tanyanya secara tiba-tiba.
Bok Thian-hong melirik sekejap ke arah setelah itu wajahnya berubah amat keren sekali.
"Ketiga orang itulah Khun Lam Sam Sah yang merupakan bibit bencara pembunuh Mo Cu Ong!" sahutnya dengan suara yang amat keras.
Dengan meminjam sinar lilin yang memancar Tan Kia-beng pun bisa melihat kalau ketiga butir batok kepala manusia itu memang betul-betul adalah batok kepala dari Chuan Lam Sam Sah, hal ini memaksa dia tidak punya alasan untuk menaruh curiga atas kepura puraan dari Bok Thian-hong ini.
Setelah memasang hio Mo Cuncu berdiri disamping dengan termangu-mangu dia sama sekali tidak menangis maupun bersembahyangan.
Ui Liong Tootiang dengan langkah yang lebar segera berjalan ke depan meja sembahyangan itu lalu jatuhkan diri berlutut dan menjalankan empat kali penghormatan besar.
"Cun-ong! teriaknya dengan suara yang amat sedih
"Kedatanganku kali ini hendak memenuhi janji dengan Hian ong.... tidak disangka perjanjian tiga tahun diantara kita selamanya tak bakal terjadi lagi, sukma Hian ong tidak jauh dari sini. Pinto bersumpah pasti akan menyuruh Cuncu turun tangan melaksanakan pembalasan dendam ini sendiri sehingga Hian ong bisa beristirahat dengan tenang di dalam tanah...."
Ui Liong Tootiang ini termasuk orang yang bersifat terbuka, suara tangisannya yang amat menyayatkan hati itu seketika itu juga membuat para jago lainnya ikut merasa kecut hati.
Sebaliknya Mo Cuncu dengan termangu-mangu berdiri disisi meja sembahyangan, dia menundukkan kepalanya tidak mengucapkan sepatah katapun.
Menurut adat yang berlaku, maka Mo Cuncu pada saat ini adalah Putrinya yang lagi berkabung, seharusnya dia berlutut,
di depan meja sembahyangan untuk membalas hormat, tetapi dia tidak berbuat demikian.
Peristiwa ini seketika juga mendatangkan rasa curiga yang lebih tebal baginya.
Mereka berdua adalah San Lim Ci Cu serta si pengemis aneh yang bersembunyi di atas pohon siong, menurut pemikiran mereka Mo Tan-hong yang menginjak dewasa di tengah didikan yang amat keras bagaimana cuma soal itupun dia tidak tahu"
Setelah Ui Liong Tootiang selesai bersembahyang maka disusul Bok Thian-hong, Hwee Im Poocu dan lainnya saling susul menyusul untuk bersembahyang
Demikianlah, suatu sembahyangan terhadap kawan lama yang sudah tiada berlangsung hingga selesai dibawah situasi yang saling curiga mencurigai
Mendadak Ui Liong Tootiang maju ke depan memberi
hormat kepada Thay Gak Cungcu itu.
"Pinto dengan membawa serta Cungcu segera akan
berpamit dulu" ujarnya.
"Tootiang silahkan berlalu!" jawab Bok Thian-hong sambil membalas hormatnya.
Mendadak perempuan berpakaian keraton itu maju ke depan menimbrung;
"Aku rasa di dalam urusan ini kita harus meminta persetujuannya dahulu dari Cuncu sendiri!"
"Siapa kau?" tanya Ui Liong Tootiang dengan dingin, sepasang matanya dipentangkan lebar-lebar.
"Dia adalah istriku!" sambung Bok Thian-hong dengan gugup.
"Haaa.... haa.... maaf.... maaf, kiranya Bok Hujien!" seru Ui Liong Tootiang sambil tertawa terbahak-bahak.
Dia lantas menoleh ke arah gadis berbaju merah itu dan tanyanya, "Pinto bermaksud hendak membawa Cuncu pergi menemui seorang pendekar sakti entah bagaimana maksud hati dari Cuncu?"
Dengan ragu ragu sinar mata gadis berbaju merah itu dialihkan sekejap ke arah perempuan berpakaian keraton itu.
"Aku sudah mengangkat guru, bagaimana berani
memutuskan di tengah jalan?" katanya.
"Entah kau sudah angkat siapa sebagai gurumu?"
"Boh Hujien ini"
"Oooh....!! Soal ini adalah maksud Cuncu sendiri ataukah maksud dari Thay Gak Cungcu?"
"Maksudku sendiri kalau memangnya sudah angkat guru maka selamanya aku
Pendekar Gelandangan 3 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Amanat Marga 8
^